RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
Yap, OK... Makanya jika memang demikian masalahnya Bagimanapun juga itu HARUS DI MULAI, bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap untuk itu... Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita bisa me-MATOK nilai tukar rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai dari saat ini juga , right now.. Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat - nya, apakah TIDAK ADA CARA yg lain..???. Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah Presiden-nya siapa saja, tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau malah RADIKAL REVOLUSIONER ( dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan terus Terpuruk makin Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP, yaitu RATUSAN JUTA Rakyat kita So' kembali lagi..SIAPA BERANI..? Salam AL-Pacitan -Original Message- From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED] sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi ada hal hal yang perlu dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan devisa kita. perlu diketahui untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata uang tetap) diperlukan cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil saat ini nilai cadangan devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus) padahal kondisi cadangan devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga) apabila kita mematok kurs dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan cadangan devisa kita melalui peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya eksternal), sekaligus dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan kinerja dan pembersihan kkn secara radikal. saya setuju apabila kita menghukum 1 generasi saat ini demi perbaikan generasi berikutnya. Radical step must be doing now. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM ~- Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ekonomi-nasional] HOW THE G8 LIED TO THE WORLD ON AID (The Guardian August 23, 2005)
HOW THE G8 LIED TO THE WORLD ON AID The truth about Gleneagles puts a cloud over the New York summit Mark Curtis Tuesday August 23, 2005 The Guardian World leaders are now preparing for the millennium summit to be held in New York next month, described by the UN as a once-in-a-generation opportunity to take bold decisions. Yet the current draft outcome simply repeats what was agreed on aid and debt last month in Gleneagles. The reality of that G8 deal has recently emerged - and is likely to condemn the New York summit to be an expensive failure. The G8 agreed to increase aid from rich countries by $48bn a year by 2010. When Tony Blair announced this to parliament, he said that in addition ... we agreed to cancel 100% of the multilateral debts of the most indebted countries. He also stated that aid would come with no conditions attached. These were big claims, all of which can now be shown to be false. First, in recent evidence to the Treasury committee, Gordon Brown made the astonishing admission that the aid increase includes money put aside for debt relief. So the funds rich countries devote to writing off poor countries debts will be counted as aid. Russias increase in aid will consist entirely of write-offs. A third of Frances aid budget consists of money for debt relief; much of this will be simply a book-keeping exercise worth nothing on the ground since many debts are not being serviced. The debt deal is not in addition to the aid increase, as Blair claimed, but part of it. Far from representing a 100% debt write-off, the deal applies initially to only 18 countries, which will save just $1bn a year in debt-service payments. The 62 countries that need full debt cancellation to reach UN poverty targets are paying 10 times more in debt service. And recently leaked World Bank documents show that the G8 agreed only three years worth of debt relief for these 18 countries. They state that countries will have no benefit from the initiative unless there is full donor financing. The deal also involves debts only to the International Monetary Fund, the World Bank and the African Development Bank, whereas many countries have debts to other organisations. It is a kick in the teeth for the African Union, whose recent summit called for full debt cancellation for all African nations. The governments claim that debt relief will free up resources for health and education is also a deception. The deal explicitly says that those countries receiving debt relief will have their aid cut by the same amount. If, say, Senegal is forgiven $100m a year in debt service, World Bank lending will be slashed by the same amount. That sum will be retained in the World Bank pot for lending across all poor countries, but only when they sign up to World Bank/IMF economic policy conditions. And this leads to the third false claim. Blairs assertion that aid will come with no conditions is contradicted by Hilary Benn, his development secretary, who told a parliamentary committee on July 19 that around half of World Bank aid programmes have privatisation conditions. Recent research by the NGO network Eurodad shows that conditions attached to World Bank aid are rising. Benin, for example, now has to meet 130 conditions to qualify for aid, compared with 58 in the previous agreement. Eleven of 13 countries analysed have to promote privatisation to receive World Bank loans, the two exceptions having already undergone extensive privatisation programmes. Yet in the G8 press conference Blair refuted the suggestion that privatisation would be a condition for aid. According to recently leaked documents, four rich-country representatives to the IMF board want to add yet more conditions to debt relief. This will be a key topic for discussion at the IMFs annual meeting the week after the millennium summit. The British government opposes new conditions but continues to support overall conditionality. This makes a mockery of Brown and Blairs claim that poor countries are now free to decide their own policies. It is true that the G8 communique stated that developing countries ... need to decide, plan and sequence their economic policies to fit with their own development strategies. Yet it also stated that African countries need to build a much stronger investment climate and increase integration into the global economy - code for promoting free trade - and that aid resources would be focused on countries meeting these objectives. Poor countries are free to do what rich countries tell them. The cost is huge. Christian Aid estimates that Africa has lost $272bn in the past 20 years from being forced to promote trade liberalisation as the price for receiving World Bank loans and debt relief. The draft outcome of the millennium summit says nothing about abolishing these conditions and contains little to address Africas poverty. With only a few weeks to
RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
Mas Nizami, Sekadar membetulkan: Kedelai itu tanaman Sub-tropis, bukan tanaman tropis .. Sehingga pada dasarnya iklim di Nusantara kedelai kurang dapat dioptimalkan... Bayangkan: bahkan tanaman yang ndeso sekalipun ternyata harus impor.. Salam, rio -Original Message- From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of A Nizami Sent: Friday, August 26, 2005 3:09 PM To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000 Banyak cara. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia (termasuk para pejabat) masih menyimpan dollar. Di Detik.com diberitakan 30% nasabah bank BNI menyimpan dalam Dollar. Banyak juga orang Indonesia meski tidak pergi ke luar negeri atau bukan importir, tapi rajin jual-beli dollar untuk spekulasi. Nah seperti itu harus diberantas, misalnya dengan pajak lebih tinggi untuk simpanan dollar. Jika orang ingin memborong dollar, pemerintah bisa menetapkan batas maksimal (mis USD 1 juta). Lebih dari itu harus menunjukkan bukti bahwa dia benar2 memerlukannya (mis untuk impor) bukan untuk spekulasi. Kita juga kelewatan dalam hal impor barang. Kita impor makanan nabati senilai Rp 13 trilyun per tahun. Belum barang lainnya. Padahal para petani kita bisa menanam itu (mis: kedelai). Kemudian, kebijakan tim ekonomi SBY yang menaikan harga BBM, toll, gas, dsb memang menurunkan nilai rupiah secara real. Nah bisakah SBY menghentikan hal itu? --- Ahmadi Agung [EMAIL PROTECTED] wrote: Yap, OK... Makanya jika memang demikian masalahnya Bagimanapun juga itu HARUS DI MULAI, bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap untuk itu... Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita bisa me-MATOK nilai tukar rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai dari saat ini juga , right now.. Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat - nya, apakah TIDAK ADA CARA yg lain..???. Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah Presiden-nya siapa saja, tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau malah RADIKAL REVOLUSIONER ( dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan terus Terpuruk makin Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP, yaitu RATUSAN JUTA Rakyat kita So' kembali lagi..SIAPA BERANI..? Salam AL-Pacitan -Original Message- From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED] sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi ada hal hal yang perlu dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan devisa kita. perlu diketahui untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata uang tetap) diperlukan cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil saat ini nilai cadangan devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus) padahal kondisi cadangan devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga) apabila kita mematok kurs dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan cadangan devisa kita melalui peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya eksternal), sekaligus dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan kinerja dan pembersihan kkn secara radikal. saya setuju apabila kita menghukum 1 generasi saat ini demi perbaikan generasi berikutnya. Radical step must be doing now. [Non-text portions of this message have been removed] Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Start your day with Yahoo! - make it your home page http://www.yahoo.com/r/hs Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM ~- Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
Mas Rio, iklim di Indonesia bermacam2. Di Malang yang sejuk bisa ditanam pohon apel. Kedelai juga bisa ditanam di Indonesia. Data BPS menunjukkan produksi Kedelai Indonesia sebanyak 723.000 ton pada tahun 2004. Nah bisakah kita meningkatkan angka tersebut dengan membuka lebih banyak lahan kedelai? Kutipan dari BPS: Produksi Kedelai Tahun 2004 (Angka Tetap) Sebesar 723 Ribu Ton Biji Kering. http://www.bps.go.id/releases/Production_Of_Paddy_Maize_And_Soybeans/Bahasa_Indonesia/ --- Rio Wardhanu [EMAIL PROTECTED] wrote: Mas Nizami, Sekadar membetulkan: Kedelai itu tanaman Sub-tropis, bukan tanaman tropis .. Sehingga pada dasarnya iklim di Nusantara kedelai kurang dapat dioptimalkan... Bayangkan: bahkan tanaman yang ndeso sekalipun ternyata harus impor.. Salam, rio -Original Message- From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of A Nizami Sent: Friday, August 26, 2005 3:09 PM To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000 Banyak cara. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia (termasuk para pejabat) masih menyimpan dollar. Di Detik.com diberitakan 30% nasabah bank BNI menyimpan dalam Dollar. Banyak juga orang Indonesia meski tidak pergi ke luar negeri atau bukan importir, tapi rajin jual-beli dollar untuk spekulasi. Nah seperti itu harus diberantas, misalnya dengan pajak lebih tinggi untuk simpanan dollar. Jika orang ingin memborong dollar, pemerintah bisa menetapkan batas maksimal (mis USD 1 juta). Lebih dari itu harus menunjukkan bukti bahwa dia benar2 memerlukannya (mis untuk impor) bukan untuk spekulasi. Kita juga kelewatan dalam hal impor barang. Kita impor makanan nabati senilai Rp 13 trilyun per tahun. Belum barang lainnya. Padahal para petani kita bisa menanam itu (mis: kedelai). Kemudian, kebijakan tim ekonomi SBY yang menaikan harga BBM, toll, gas, dsb memang menurunkan nilai rupiah secara real. Nah bisakah SBY menghentikan hal itu? --- Ahmadi Agung [EMAIL PROTECTED] wrote: Yap, OK... Makanya jika memang demikian masalahnya Bagimanapun juga itu HARUS DI MULAI, bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap untuk itu... Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita bisa me-MATOK nilai tukar rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai dari saat ini juga , right now.. Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat - nya, apakah TIDAK ADA CARA yg lain..???. Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah Presiden-nya siapa saja, tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau malah RADIKAL REVOLUSIONER ( dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan terus Terpuruk makin Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP, yaitu RATUSAN JUTA Rakyat kita So' kembali lagi..SIAPA BERANI..? Salam AL-Pacitan -Original Message- From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED] sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi ada hal hal yang perlu dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan devisa kita. perlu diketahui untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata uang tetap) diperlukan cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil saat ini nilai cadangan devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus) padahal kondisi cadangan devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga) apabila kita mematok kurs dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan cadangan devisa kita melalui peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya eksternal), sekaligus dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan kinerja dan pembersihan kkn secara radikal. saya setuju apabila kita menghukum 1 generasi saat ini demi perbaikan generasi berikutnya. Radical step must be doing now. [Non-text portions of this message have been removed] Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Start your day with Yahoo! - make it your home page http://www.yahoo.com/r/hs Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM ~- Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups
Re: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
Mungkin disebabkan karena pertaniannya tidak intensifkan, sehingga hasil tidak optimal. - Original Message - From: Rio Wardhanu [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: Friday, August 26, 2005 10:40 AM Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000 Mas Nizami, Sekadar membetulkan: Kedelai itu tanaman Sub-tropis, bukan tanaman tropis .. Sehingga pada dasarnya iklim di Nusantara kedelai kurang dapat dioptimalkan... Bayangkan: bahkan tanaman yang ndeso sekalipun ternyata harus impor.. Salam, rio -Original Message- From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of A Nizami Sent: Friday, August 26, 2005 3:09 PM To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000 Banyak cara. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia (termasuk para pejabat) masih menyimpan dollar. Di Detik.com diberitakan 30% nasabah bank BNI menyimpan dalam Dollar. Banyak juga orang Indonesia meski tidak pergi ke luar negeri atau bukan importir, tapi rajin jual-beli dollar untuk spekulasi. Nah seperti itu harus diberantas, misalnya dengan pajak lebih tinggi untuk simpanan dollar. Jika orang ingin memborong dollar, pemerintah bisa menetapkan batas maksimal (mis USD 1 juta). Lebih dari itu harus menunjukkan bukti bahwa dia benar2 memerlukannya (mis untuk impor) bukan untuk spekulasi. Kita juga kelewatan dalam hal impor barang. Kita impor makanan nabati senilai Rp 13 trilyun per tahun. Belum barang lainnya. Padahal para petani kita bisa menanam itu (mis: kedelai). Kemudian, kebijakan tim ekonomi SBY yang menaikan harga BBM, toll, gas, dsb memang menurunkan nilai rupiah secara real. Nah bisakah SBY menghentikan hal itu? --- Ahmadi Agung [EMAIL PROTECTED] wrote: Yap, OK... Makanya jika memang demikian masalahnya Bagimanapun juga itu HARUS DI MULAI, bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap untuk itu... Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita bisa me-MATOK nilai tukar rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai dari saat ini juga , right now.. Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat - nya, apakah TIDAK ADA CARA yg lain..???. Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah Presiden-nya siapa saja, tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau malah RADIKAL REVOLUSIONER ( dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan terus Terpuruk makin Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP, yaitu RATUSAN JUTA Rakyat kita So' kembali lagi..SIAPA BERANI..? Salam AL-Pacitan -Original Message- From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED] sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi ada hal hal yang perlu dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan devisa kita. perlu diketahui untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata uang tetap) diperlukan cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil saat ini nilai cadangan devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus) padahal kondisi cadangan devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga) apabila kita mematok kurs dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan cadangan devisa kita melalui peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya eksternal), sekaligus dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan kinerja dan pembersihan kkn secara radikal. saya setuju apabila kita menghukum 1 generasi saat ini demi perbaikan generasi berikutnya. Radical step must be doing now. [Non-text portions of this message have been removed] Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Start your day with Yahoo! - make it your home page http://www.yahoo.com/r/hs Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM ~- Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
Beberapa waktu yang lalu saya iseng menghitung jumlah kendaraan yang saya temui di jalan tol Jakarta-Cikampek. Yang saya bedakan adalah kendaraan Jepang dengan non-Jepang. Ternyata didapat angka 95% adalah kendaraan Jepang. Begitu juga ketika keluar dari Jalan Tol ketika saya hitung Motor yang Jepang dan non-Jepang didapat angka yang hampir sama. Tapi kemudian saya ingat bahwa mobil sayapun juga buatan Jepang. Sampe dirumah saya hitung lagi barang-barang buatan lokal murni dan lokal asing. ternyata cuman krupuk, trasi, cabe, elekan, serok dan alat-alat sepele yang lain yang saya yakin asli lokal. Mungkin inilah yang agak jarang terfikirkan oleh yang terhormat para PENGUASA/PEMIMPIN kita dan juga KITA-NYA SENDIRI. Kita bangsa yang tidak punya rasa kebanggaan terhadap bangsa sendiri. Semenjak saya menikah beberapa tahun yang lalu saya sempat MENGHARAMKAN istri saya beli sesuatu di INDOMART dan ALFAMART dekat rumah. Dia harus beli diwarung-warung tradisional Tapi semakin hari ternyata kegoda juga sekali-sekali datang ke tempat SIALAN itu... Yah Gagal maning-gagal maning saya mengembangan sikap MANDIRI dalam lingkungan terkecil yang saya kuasai... Ma'afkan aku Indonesia-ku.. Aku hanya sa'UPRIT upil ditengah SAMUDRA yang luas... KALO SAJA ADA KOMUNITAS YANG SAYA HARAPKAN. On Fri, Aug 26, 2005 at 10:59:25AM +0200, Ambon wrote: Mungkin disebabkan karena pertaniannya tidak intensifkan, sehingga hasil tidak optimal. - Original Message - From: Rio Wardhanu [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: Friday, August 26, 2005 10:40 AM Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000 Mas Nizami, Sekadar membetulkan: Kedelai itu tanaman Sub-tropis, bukan tanaman tropis .. Sehingga pada dasarnya iklim di Nusantara kedelai kurang dapat dioptimalkan... Bayangkan: bahkan tanaman yang ndeso sekalipun ternyata harus impor.. Salam, rio -Original Message- From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of A Nizami Sent: Friday, August 26, 2005 3:09 PM To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000 Banyak cara. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia (termasuk para pejabat) masih menyimpan dollar. Di Detik.com diberitakan 30% nasabah bank BNI menyimpan dalam Dollar. Banyak juga orang Indonesia meski tidak pergi ke luar negeri atau bukan importir, tapi rajin jual-beli dollar untuk spekulasi. Nah seperti itu harus diberantas, misalnya dengan pajak lebih tinggi untuk simpanan dollar. Jika orang ingin memborong dollar, pemerintah bisa menetapkan batas maksimal (mis USD 1 juta). Lebih dari itu harus menunjukkan bukti bahwa dia benar2 memerlukannya (mis untuk impor) bukan untuk spekulasi. Kita juga kelewatan dalam hal impor barang. Kita impor makanan nabati senilai Rp 13 trilyun per tahun. Belum barang lainnya. Padahal para petani kita bisa menanam itu (mis: kedelai). Kemudian, kebijakan tim ekonomi SBY yang menaikan harga BBM, toll, gas, dsb memang menurunkan nilai rupiah secara real. Nah bisakah SBY menghentikan hal itu? --- Ahmadi Agung [EMAIL PROTECTED] wrote: Yap, OK... Makanya jika memang demikian masalahnya Bagimanapun juga itu HARUS DI MULAI, bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap untuk itu... Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita bisa me-MATOK nilai tukar rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai dari saat ini juga , right now.. Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat - nya, apakah TIDAK ADA CARA yg lain..???. Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah Presiden-nya siapa saja, tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau malah RADIKAL REVOLUSIONER ( dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan terus Terpuruk makin Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP, yaitu RATUSAN JUTA Rakyat kita So' kembali lagi..SIAPA BERANI..? Salam AL-Pacitan -Original Message- From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED] sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi ada hal hal yang perlu dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan devisa kita. perlu diketahui untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata uang tetap) diperlukan cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil saat ini nilai cadangan devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus) padahal kondisi cadangan devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga) apabila kita mematok kurs dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan cadangan devisa kita melalui peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya eksternal), sekaligus dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan kinerja dan pembersihan kkn secara radikal. saya setuju apabila kita menghukum 1 generasi saat ini demi
RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
mau Bisa di Intensifkan gimana Kang AMbon... Lha wong Lahan Subur-nya aja udah pada jadi Perumahan Mewah, jadi mal-mal dsb... Trus jika masih ada Pertanian, Haraga Pestisida, HARGA PUPUK-nya Selangit hampir-hampir NGGA TEERJANGKAU oleh Para Petani... Hmmm... Salam AL-Pacitan -Original Message- From: Ambon [mailto:[EMAIL PROTECTED] Mungkin disebabkan karena pertaniannya tidak intensifkan, sehingga hasil tidak optimal. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM ~- Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
Mas Sopi... Ati-ati lho mas kalau pengen bermain haram-mengharamkan.. Ntar dikira anggota MUI, apalagi menyangkut masalah belanja..hehehe Untuk mobil dan mekanik lainnya kita emang nyerah deh... Oh ya, mandiri itu bukan sekadar apa-apa harus bisa sendiri lho Mas... Jaman Semarang kalo semuanya harus dipenuhi negeri sendiri, mana mungkin..?! Kata ponakan saya mah: HAREE GENE MASEH BUAT SENDIRHI..?! Masalahnya adalah Kita kurang bisa menghargai produk sendiri... TV ada kok produk nasional, Apapun ada kok produk nasionalnya... Tau nggak kalo ada sound system buatan anak negeri yang juara dimana-mana tapi gak kedengaran suaranya.. bahkan sama kita-kita.. Nama produknya suara..yang punya orang Jatiwaringin; Blind test yang pernah dilakukan orang selalu menilai produk ini lebih bagus dari produk lainnya (termasuk buatan jepang)... Cuma berhubung harga dan kualitas produk kita memang terkadang kalah dengan produk luar jadi kita lebih memilih produk luar.. sebetulnya kita cinta produk negeri sendiri..atau duit pribadi..sih..? salam... rio *ngomongin komunitas...* mengutip kata seorang teman: bagi dunia kau hanya seseorang, tapi bagi seseorang kau adalah dunianya -Original Message- From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Mohd. Sopi Sent: Friday, August 26, 2005 4:18 PM To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Subject: Re: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000 Beberapa waktu yang lalu saya iseng menghitung jumlah kendaraan yang saya temui di jalan tol Jakarta-Cikampek. Yang saya bedakan adalah kendaraan Jepang dengan non-Jepang. Ternyata didapat angka 95% adalah kendaraan Jepang. Begitu juga ketika keluar dari Jalan Tol ketika saya hitung Motor yang Jepang dan non-Jepang didapat angka yang hampir sama. Tapi kemudian saya ingat bahwa mobil sayapun juga buatan Jepang. Sampe dirumah saya hitung lagi barang-barang buatan lokal murni dan lokal asing. ternyata cuman krupuk, trasi, cabe, elekan, serok dan alat-alat sepele yang lain yang saya yakin asli lokal. Mungkin inilah yang agak jarang terfikirkan oleh yang terhormat para PENGUASA/PEMIMPIN kita dan juga KITA-NYA SENDIRI. Kita bangsa yang tidak punya rasa kebanggaan terhadap bangsa sendiri. Semenjak saya menikah beberapa tahun yang lalu saya sempat MENGHARAMKAN istri saya beli sesuatu di INDOMART dan ALFAMART dekat rumah. Dia harus beli diwarung-warung tradisional Tapi semakin hari ternyata kegoda juga sekali-sekali datang ke tempat SIALAN itu... Yah Gagal maning-gagal maning saya mengembangan sikap MANDIRI dalam lingkungan terkecil yang saya kuasai... Ma'afkan aku Indonesia-ku.. Aku hanya sa'UPRIT upil ditengah SAMUDRA yang luas... KALO SAJA ADA KOMUNITAS YANG SAYA HARAPKAN. Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM ~- Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
Waduh iyha yha RUSAK semua hmm.. Yha OK-lah karena saya juga udah Pusing saya Mo Pulang dulu Mas Nizami rekan semuanya... InsyaAllah sampai jumpa lagi senin... Jabat Erat AL-Pacitan -Original Message- From: A Nizami [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sebetulnya di luar Jawa masih banyak lahan kosong mas Ahmadi. Cuma biasanya sudah dikuasai oleh perusahaan/MNC baik untuk perkebunan, hph, atau pun pertambangan. Artikel di Jatam: Jika pemerintah mengabulkan usulan pengubahan status kawasan lindung menjadi wilayah penambangan, diperkirakan sekitar 11,4 juta hektar kawasan lindung dan konservasi akan hilang. http://www.jatam.org/indonesia/newsletter/uploaded/gg16.html http://www.jatam.org/indonesia/newsletter/uploaded/gg16.html Nah yang akan hilang saja 11,4 juta hektar, bagaimana yang sudah dikuasai? Jika tanah tsb dibagikan kepada para petani berapa juta orang yang dapat? [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM ~- Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ekonomi-nasional] From Kompas: Audit Dana untuk Aceh
Kompas. Jumat, 19 Agustus 2005 Laporan Dana Bencana Aceh yang Tak Juga Selesai Oleh: SUHARTONO Sejak diminta merevisi laporan keuangan dana program tanggap darurat pascabencana di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias, Februari lalu, hingga Kamis (18/8) Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi belum juga merampungkan laporan itu dan menyerahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan. Apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah para birokrat negeri ini memang tidak terbiasa mempertanggungjawabkan penggunaan dana bencana? Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab selaku Ketua Harian Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) tidak memberi penjelasan soal alasan keterlambatan laporan keuangan dana bantuan Aceh dan Nias itu. Dalam keterangan seusai rapat di kantornya, medio Juli lalu, Alwi cuma menyatakan masih ada delapan instansi yang belum menyerahkan laporan. Kedelapan instansi itu adalah Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Kementerian BUMN, Markas Besar TNI, dan Polri. Menurut Alwi, dari hasil pendataan, tercatat ada 1.220 pos pengumpul bantuan. Namun, yang mengirim laporan keuangan baru 547 pos, atau 44,83 persen. Pos pengumpul itu di antaranya satuan koordinator pelaksana PBP, instansi pemerintah pusat, BUMN, dan BUMD. Agar tidak molor lagi, Alwi membuat deadline baru penyerahan laporan, yaitu 27 Juli. Agar tenggat baru itu dipatuhi, para penanggung jawab pos pengumpul diminta menandatangani pernyataan akan menyelesaikan laporan. Toh sampai tulisan ini diturunkan, laporan belum juga selesai. Ini membuat ?jengkel? Anwar Nasution. ? Bagaimana bisa masyarakat internasional percaya dan mengucurkan janji membantu rakyat Aceh dan Nias kalau laporan keuangan itu belum juga selesai?? katanya. Anwar pun menyatakan, BPK akan melakukan audit investigasi, bukan lagi audit biasa. Artinya, BPK akan menginvestigasi ke mana larinya saldo bantuan yang berkurang terus meski tanggap darurat sudah selesai. Mempertanggungjawabkan dana bantuan bencana rupanya memang belum jadi kebiasaan birokrat negeri ini. Meski negeri ini sering ditimpa bencana alam, penanganan dana bantuan bencana tak pernah jelas. Ini yang tampaknya membuat tidak jelasnya laporan keuangan dana bantuan Aceh dan Nias. Para auditor BPK paham karena inilah pertama kalinya para pengelola dana bantuan program tanggap darurat bencana nasional dimintai pertanggungjawaban oleh BPK. Sejak dulu, mulai dari bencana Liwa di Lampung, bencana alam di Bengkulu, sampai bencana lainnya, BPK tidak pernah meminta pertanggungjawabannya seperti sekarang. Bahkan, bencana gempa bumi di Alor, Nusa Tenggara Timur, dan Nabire, Papua, yang baru saja terjadi pun hingga kini tak terdengar pertanggungjawaban dananya. Ini diakui auditor BPK, Hanjari, yang baru pertama mengaudit dana bantuan penanganan bencana meski dia sudah menjadi auditor BPK puluhan tahun. Jadi, bisa dibayangkan berapa banyak pejabat yang justru bisa menjadi kaya raya di atas penderitaan mereka yang terkena bencana alam, dengan menilep dana bantuan kemanusiaan. Mengapa kali ini BPK meminta pertanggungjawaban? Ini bermula dari surat Ketua BPK Anwar Nasution kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa hari setelah bencana gempa dan tsunami. Anwar berharap pemerintah mempertanggungjawabkan setiap rupiah yang dikeluarkan untuk bencana di Aceh dan Nias. Permintaan ini dipenuhi Presiden. Dan kini jadilah pengelola dana bantuan yang kebingungan. Dulu bencana alam selalu menjadi dalih untuk membuat pertanggungjawaban apa adanya. Akibatnya, ada laporan yang sengaja tidak dibuat atau dilaporkan. Kalaupun dilaporkan, penyusunannya sekenanya. Hebatnya, yang dibuat sekenanya bukan cuma laporan pertanggungjawaban keuangan di Aceh dan Nias. Pengelolaan keuangannya yang dilakukan oleh pos pengumpul di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya pun ikut-ikutan dibuat secara darurat dan seadanya. Saldo terus berkurang Dari data BPK per 25 Februari lalu, tercatat jumlah total pos pengumpul sebanyak 2.130 dengan nilai pengumpulan dana Rp 1,21 triliun. Dari jumlah itu, 1.181 pos pengumpul berasal dari lingkungan instansi pemerintah senilai 704,03 miliar dan 949 lainnya adalah pos pengumpul swasta atau nonpemerintah dengan nilai Rp 506,19 miliar. Pengeluaran yang dilakukan 2.130 pos pengumpul itu mencapai Rp 406,38 miliar, Rp 321,99 miliar di antaranya dikeluarkan pos pengumpul pemerintah. Sedangkan yang dikeluarkan swasta cuma Rp 84,38 miliar. Artinya, dana yang tersisa mestinya Rp 803,84 miliar, terdiri dari Rp 382,04 miliar milik pos pemerintah dan Rp 421,80 miliar kepunyaan pos swasta. Yang harus diperiksa BPK sebenarnya cuma pos pengumpul milik pemerintah karena di situlah adanya penggunaan uang negara. Namun, ternyata BPK menemukan bukti adanya penyetoran dana APBD ke sejumlah pos pengumpul swasta. Ini jadi masalah. Menurut
[ekonomi-nasional] From Guardian: HOW THE G8 LIED TO THE WORLD
Tuesday August 23, 2005 THE GUARDIAN HOW THE G8 LIED TO THE WORLD ON AID The truth about Gleneagles puts a cloud over the New York summit Mark Curtis World leaders are now preparing for the millennium summit to be held in New York next month, described by the UN as a ?once-in-a-generation opportunity to take bold decisions?. Yet the current draft outcome simply repeats what was agreed on aid and debt last month in Gleneagles. The reality of that G8 deal has recently emerged - and is likely to condemn the New York summit to be an expensive failure. The G8 agreed to increase aid from rich countries by $48bn a year by 2010. When Tony Blair announced this to parliament, he said that ?in addition ... we agreed to cancel 100% of the multilateral debts? of the most indebted countries. He also stated that aid would come with no conditions attached. These were big claims, all of which can now be shown to be false. First, in recent evidence to the Treasury committee, Gordon Brown made the astonishing admission that the aid increase includes money put aside for debt relief. So the funds rich countries devote to writing off poor countries? debts will be counted as aid. Russia?s increase in ?aid? will consist entirely of write-offs. A third of France?s aid budget consists of money for debt relief; much of this will be simply a book-keeping exercise worth nothing on the ground since many debts are not being serviced. The debt deal is not ?in addition? to the aid increase, as Blair claimed, but part of it. Far from representing a ?100%? debt write-off, the deal applies initially to only 18 countries, which will save just $1bn a year in debt-service payments. The 62 countries that need full debt cancellation to reach UN poverty targets are paying 10 times more in debt service. And recently leaked World Bank documents show that the G8 agreed only three years? worth of debt relief for these 18 countries. They state that ?countries will have no benefit from the initiative? unless there is ?full donor financing?. The deal also involves debts only to the International Monetary Fund, the World Bank and the African Development Bank, whereas many countries have debts to other organisations. It is a kick in the teeth for the African Union, whose recent summit called for ?full debt cancellation for all African nations?. The government?s claim that debt relief will free up resources for health and education is also a deception. The deal explicitly says that those countries receiving debt relief will have their aid cut by the same amount. If, say, Senegal is forgiven $100m a year in debt service, World Bank lending will be slashed by the same amount. That sum will be retained in the World Bank pot for lending across all poor countries, but only when they sign up to World Bank/IMF economic policy conditions. And this leads to the third false claim. Blair?s assertion that aid will come with no conditions is contradicted by Hilary Benn, his development secretary, who told a parliamentary committee on July 19 that ?around half? of World Bank aid programmes have privatisation conditions. Recent research by the NGO network Eurodad shows that conditions attached to World Bank aid are rising. Benin, for example, now has to meet 130 conditions to qualify for aid, compared with 58 in the previous agreement. Eleven of 13 countries analysed have to promote privatisation to receive World Bank loans, the two exceptions having already undergone extensive privatisation programmes. Yet in the G8 press conference Blair refuted the suggestion that privatisation would be a condition for aid. According to recently leaked documents, four rich-country representatives to the IMF board want to add yet more conditions to debt relief. This will be a key topic for discussion at the IMF?s annual meeting the week after the millennium summit. The British government opposes new conditions but continues to support overall conditionality. This makes a mockery of Brown and Blair?s claim that poor countries are now free to decide their own policies. It is true that the G8 communique stated that ?developing countries ... need to decide, plan and sequence their economic policies to fit with their own development strategies?. Yet it also stated that ?African countries need to build a much stronger investment climate? and increase ?integration into the global economy? - code for promoting free trade - and that aid resources would be focused on countries meeting these objectives. Poor countries are free to do what rich countries tell them. The cost is huge. Christian Aid estimates that Africa has lost $272bn in the past 20 years from being forced to promote trade liberalisation as the price for receiving World Bank loans and debt relief. The draft outcome of the millennium summit says nothing about abolishing these conditions and contains little to address Africa?s poverty. With only a few weeks to go, massive pressure needs to be brought to bear. * Mark
[ekonomi-nasional] From Kompas: Selamat Jalan Sindhunata Tokoh Asimilasi
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0508/25/opini/1999416.htm Mengantar Kepergian Almarhum Mayor Laut K Sindhunata Oleh: HARRY TJAN SILALAHI Semenjak muda sebagai mahasiswa hukum, Ong Tjong Hay, nama pemberian orangtua, yang kemudian berubah menjadi Kristoforus Sindhunata, secara konsekuen menunjukkan komitmennya untuk menjadi patriot Indonesia, meskipun dia tumbuh dalam lingkungan pergaulan dan pendidikan Belanda. Dia sekolah di HBS dan mempunyai status hukum sebagai gelijkgesteld, orang yang disamakan dengan golongan Eropa atau sebagai londo godong. Sebenarnya sikap dasarnya itu tidak mengherankan karena dia adalah putra kedua dari tiga bersaudara dari Dr Ong Hok Lan yang semenjak masa kuliahnya di Nederland selalu berada di kalangan Persatuan Pelajar Indonesia yang mendambakan Indonesia merdeka. Dengan demikian, Sindhu memang dibesarkan tanpa ada warna budaya ketionghoaan budaya babah sehingga orientasi keindonesiaan-nya memang total. Tidak mangrotingal, tidak mendua terpecah perhatian dengan loyalitas mana pun. Dia adalah monoloyalis Indonesia, baik secara politis, sosial, maupun kultural. Oleh karena itu, setelah selesai kuliah, dia mendaftarkan diri untuk menjadi anggota Angkatan Laut Republik Indonesia (sekarang TNI AL). Menurut penilaiannya, digembleng di kalangan militer akan meningkatkan nation and character building sebab militer adalah satu-satunya lembaga yang tidak mengenal diskriminasi dalam bentuk apa pun. Setidaknya pada masa itu. Juga pada saat itu para sarjana yang baru selesai kuliah dipanggil dan terpanggil untuk mengabdi kepada bangsanya melalui wajib militer. Tetap seorang perwira Sebagai kapten (kemudian naik pangkat menjadi mayor) Angkatan Laut, Sindhu ditugasi oleh G-V Koti (Komando Operasi Tertinggi) untuk menggalang Pembinaan Kesatuan Bangsa dengan melalui asimilasi. Dengan latar belakang yang monoloyalis RI itu, tidak mengherankan bahwa dia menerima tugas ini dengan penuh dedikasi, bahkan sampai akhir hayatnya. Akan tetapi, disayangkan bahwa pada masa itu keadaan politik ideologi di Tanah Air sedang terjadi konfrontasi yang dahsyat antara orang-orang yang percaya dengan gerakan asimilasi berhadapan dan kelompok integrasionis. Kadang-kadang secara vulgar kelompok asimilasi difitnah sebagai gerakan yang antibudaya Tionghoa, mau menghapuskannya di bawah komando TNI. Ini pasti tidak betul. Sindhu sebagai pimpinan kelompok asimilasi ini tidak pernah di dalam pikiran dan niatnya untuk menggalang kekuatan politik, ekonomi, atau apa pun yang didasarkan atas solidaritas primordial etnis (Tionghoa) atau agamis dan sebagainya. Dia seorang yang jujur lugas yang hanya bercita-cita akan adanya persatuan Indonesia. Jadi, kalau ada sindiran yang mengatakan bahwa Sindhu adalah majoor der Chinezen, yaitu kepala kelompok Tionghoa yang dibentuk di zaman kolonial untuk mengatur orang Tionghoa dan diberi kewenangan sociaal legaal serta monopoli perdagangan, itu pasti tidak betul dan tidak bisa diterapkan padanya. Seandainya dia bekerja untuk atau mengenai masalah ketionghoaan, juga dasarnya adalah sepi ing pamrih. Yang benar adalah dia tetap mayor ALRI dalam arti sebagai seorang perwira (menengah). Trisakti Pada waktu G30S meletus, dia sedang bertugas ke Perancis. Sebelum keberangkatannya, kami dengan beberapa teman lain makan malam di apartemennya. Pada kesempatan itu dia menyerahkan kunci mobil Fiat miliknya, juga pistol FN-nya agar dapat dipergunakan apabila diperlukan untuk perjuangan. Kami telah mengantisipasi bahwa keadaan darurat akan muncul. Namun, bagaimana dan kapan, kami tidak mengetahuinya dengan pasti. Dan memang keadaan itu meletus selama Sindhu masih di luar negeri. Sekembalinya di Tanah Air, dia dihadang untuk mengikuti gejolak yang ada dengan demonstrasi-demonstrasi yang antara lain dengan diserbu dan dibakarnya kompleks Ureca (Universitas Res Publika). Para mahasiswa yang kebanyakan keturunan China kehilangan tempat belajar. Jenderal Nasution dan Bung Karno menugaskan, antara lain, Ferry Sonneville dan Mayor Laut Sindhunata untuk bersama Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Syarif Thayeb mengusahakan penampungan agar para mahasiswa ini tidak telantar kuliahnya. Mereka dengan dedikasi menanggapi penugasan ini dan dengan itu berdirilah Universitas Trisakti. Mereka dengan serius mengasuh Trisakti dengan pertimbangan bahwa pada waktu itu bagi mahasiswa keturunan China sangat sulit untuk berkuliah di perguruan tinggi negeri meskipun memenuhi kualitasnya. Tugas mengasuh Trisakti dikembangkan terus hingga saat ini antara lain atas kerja keras mereka telah menjelma menjadi lima satuan pendidikan tinggi yang tergabung dalam universitas, sekolah tinggi, dan akademi. Sindhu sampai hari ini masih memimpinnya sebagai Ketua Pembina Yayasan Trisakti. Di saat Sindhu wafat, masih ada ganjalan di hatinya karena adanya kemelut di Trisakti yang memalukan dan memprihatinkan. Sayonara Sindhunata seorang yang sederhana, lugu, dan lugas dengan gaya kepemimpinannya yang mau
[ekonomi-nasional] From Suara pembaruan: Indikator Ekonomi Memburuk di bawah SBY
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/08/26/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Indikator Ekonomi Memburuk JAKARTA - Sejumlah indikator ekonomi nasional memburuk, Jumat (26/8). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terus merosot. Kenyataan itu diperparah oleh harga minyak mentah internasional yang meningkat. Pada perdagangan Jumat pagi, nilai tukar rupiah kembali melemah. Hingga pukul 11.00 WIB kurs berada di posisi Rp 10.435 per dolar AS. Sementara itu, IHSG dibuka turun 7,580 poin dibanding hari sebelumnya, ke posisi 1.054,267. Pelemahan rupiah tersebut, menurut sejumlah kalangan, merupakan konsekuensi logis dari kebijakan ekonomi pemerintah yang tetap mempertahankan rezim devisa bebas dan kurs mengambang. ''Tidak ada negara yang sudah diterpa krisis ekonomi bisa sembuh dengan tetap menganut rezim devisa bebas dan kurs mengambang. Coba lihat Malaysia yang begitu pulih dari krisis langsung mengubah kebijakannya ke devisa terkontrol dan nilai tukar tetap,'' kata ekonom dan pengamat pasar modal Dandossi Matram kepada Pembaruan di Jakarta, Jumat pagi. Dikatakan, rupiah semakin terpuruk karena faktor eksternal, yakni kenaikan suku bunga The Fed di AS, dan berbagai faktor internal seperti APBN yang tidak mampu menanggung subsidi BBM, sehingga pelaku pasar dan investor menilai investasi di Indonesia berisiko. ''Apa pun yang dilakukan pemerintah saat ini tidak akan mampu menolong nilai tukar rupiah. Kalaupun bisa itu hanya menahan sesaat. Beruntung, masyarakat masih percaya pada Presiden Yudhoyono, sehingga tidak terjadi gejolak yang bisa membawa Indonesia kembali ke krisis moneter kedua,'' katanya. Tinjau Kembali Vice President Global Market Economist Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan, Bank Indonesia (BI) seharusnya meninjau kembali kebijakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 7/14 2005 yang mengatur tentang pembatasan aliran modal jangka pendek ke Indonesia. Meskipun, semangatnya benar, yakni dibutuhkan investor jangka panjang yang stabil, tetapi dalam keadaan investor jangka panjang belum masuk, perlu investor jangka pendek. ''Ini harus masuk dulu sebab ada ketimpangan antara permintaan dan pasokan dolar, permintaan dolarnya besar, pasokan dolarnya kecil. Untuk meningkatkan pasokan dolar tidak apa-apa investor jangka pendek masuk dulu. Apalagi dalam kondisi seperti ini pasar sudah mulai menciut, karena orang yang memegang dolar akan menahan dan baru melepas jika permintaan sangat tinggi,'' kata Fauzi. Dia juga mengimbau BI dan pemerintah segera menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), menaikkan harga minyak, dan memprivatisasi BUMN. Repatriasi Devisa Menanggapi merosotnya nilai tukar rupiah, pengamat pasar uang, Theo F Toemion, mengatakan, pemerintah dan BI perlu mempertimbangkan untuk mengambil kebijakan yang drastis. Dia menilai, selama ini pemerintah dan BI terlampau mengikuti arus liberalisasi, pasar bebas, dan rezim devisa bebas. ''Indonesia selalu mencoba mengambil kebijakan yang market friendly (pro pasar). Padahal pasar ini jahat dan kita tidak akan mampu bila harus menghadapi krisis tahap kedua,'' katanya. Untuk itu, dia meminta pemerintah dan BI untuk tidak ragu-ragu lagi mengubah haluan kebijakan secara drastis, untuk lebih berpihak kepada rakyat. Di antaranya tidak ragu-ragu memberlakukan repatriasi devisa ekspor untuk menjamin agar semua pendapatan ekspor, disimpan di perbankan di dalam negeri. Senada dengan Theo, Direktur Treasury Bank Mandiri, JB Kendarto berpendapat, satu-satunya cara yang bisa dilakukan BI adalah memaksa masuk devisa ekspor. ''Pemerintah dan BI harus berani melakukannya. Buktinya Korea juga menerapkan kebijakan itu,'' tandasnya. Selain itu, lanjut Kendarto, langkah lain yang harus diambil untuk meredam gejolak rupiah adalah menyeimbangkan antara sisi permintaan dan suplai dolar. Harga Minyak Sementara itu harga minyak dunia kembali meningkat. Pada perdagangan di pasar New York, Kamis, harga minyak mentah ditutup di posisi US$ 67,49 per barel, naik 17 sen dari perdagangan sehari sebelumnya. Sebelumnya bahkan sempat menyentuh level US$ 68 per barel. Posisi itu adalah yang tertinggi sejak 1983. Kenaikan tersebut masih dipicu kekhawatiran pedagang mengenai suplai minyak dunia, menyusul ancaman badai tropis Katrina, yang dikhawatirkan mempengaruhi produksi di kilang-kilang milik AS di sepanjang Teluk Meksiko. Di samping itu, pasar juga masih mencermati cadangan minyak di AS yang terus menurun. Posisi harga minyak itu semakin menjauhi asumsi pemerintah di APBN Perubahan 2005 yang ditetapkan di posisi US$ 45 per barel, bahkan lebih tinggi dari perkiraan realisasi harga minyak tahun 2005 yang diprediksi di level US$ 50 per barel. (AP/A-17/B-15) Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
[ekonomi-nasional] From Sinar Harapan: Mimpi Kedelai Jagung di bawah SBY
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/2003/1015/ind1.html SWASEMBADA KEDELAI DAN JAGUNG MASIH SEBATAS MIMPI JAKARTA ? Teriknya matahari tidak menyurutkan penduduk Desa Darawolong, Kabupaten Karawang, Jawa Barat untuk menyaksikan panen perdana kedelai yang dilakukan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini M.S Soewandi. Di atas tanah seluas 75 ha, kedelai yang pertama kali ditanam pada pertengahan Juli 2003 menghasilkan panen yang dianggap sangat berhasil. Panen kedelai varietas lokal ini mampu mencapai 3,6 ton/ha. Padahal target sebelumnya cuma 3 ton/ha. Menanam kedelai merupakan sesuatu yang baru bagi daerah lumbung beras ini. ?Kami dulu sulit meminta dan meyakinkan penduduk agar mau memberikan tanahnya ditanami kedelai setelah panen padi,? ujar Ata Sukarta, salah seorang penggerak kelompok tani di desa Darawolong, Selasa (14/10). Penanaman kedelai ini dijamin tidak akan mengganggu tanaman padi. Karena rumusannya penanaman baru bisa dilakukan setelah panen padi dua kali. Biasanya tanah penduduk dibiarkan menganggur apabila panen selesai,namun kali ini tanah terus berproduksi. Keberhasilan panen perdana ini dengan konsep kemitraan dengan dunia usaha, mendorong Menperindag untuk memikirkan meneruskan proyek ini menjadi 6000 ha. Daerah-daerah lain juga akan ikut dilibatkan. Pemicunya, target swasembada kedelai! Tidak hanya kedelai, komoditi jagung masuk dalam program peningkatan produksi ala Menperindag. Kalau kedelai di Kerawang maka jagung di daerah Kebumen. Diharapkan pendapatan petani juga ikut terdongkrak bila produksi semakin meningkat. ?Targetnya tahun 2005 swasembada jagung dan kedelai, produksi akan mampu memenuhi semua kebutuhan industri dan masyarakat,? ujar Rini Soewandi optimis. Ironis memang setelah pernah mengecap produksi jagung dan kedelai dalam jumlah besar, Indonesia kini menjadi importir produk kedua komoditi itu dengan nilai triliunan rupiah. Sadarkah kita, bila kecap, tahu atau tempe yang kita konsumsi bisa jadi dari kedelai impor. Jagung dan kedelai, dua komoditi yang paling sangat tinggi impornya di samping gula dan beras. Setiap tahun Indonesia mengimpor biji kedelai tak kurang 1,1 juta ton dan jagung 1,3 juta ton. Bahkan bungkil kedelai Indonesia merupakan net importir dengan jumlah impor rata-rata 1 juta ton. Padahal, kedua komoditi ini dianggap sangat vital bagi ketahanan pangan. Namun ternyata produksi jagung dan kedelai tidak mampu mengimbangi laju peningkatan kebutuhan masyarakat. Seiring pertambahan pendudukdengan kebutuhan jagung dan kedelai melonjak sementara peningkatan produksi berjalan terseok-seok. Potensi Pasar Impor Banyak sebenarnya program yang pernah dilakukan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan itu tapi semuanya berlalu begitu saja. Di antaranya Program Pengapuran, Supra Insus, Opsus kedelai dan program yang paling terkenal ketika era pemerintahan Soeharto, yakni Program Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi Kedelai Jagung) menuju swasembada 2001. Tetapi, sampai saat ini pun Indonesia belum mampu melakukan swasembada komoditi itu. Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Siswono Yudohusodo mengatakan, ke depan akan terjadi lonjakan kebutuhan pangan yang amat besar. Pasar pangan sebenarnya merupakan potensi untuk memperkuat pertanian. Jika salah penanganan, pasar pangan amat besar itu akan dimanfaatkan dengan baik sebagai pasar yang empuk oleh produsen pangan dari luar. Pasar domestik memang telah menjadi potensi yang luar biasa bagi produsen pangan, termasuk jagung dan kedelai dari luar negeri. Apalagi mengingat harga jagung dan kedelai impor masuk dengan harga murah. Siswono menegaskan, impor dirangsang oleh pertama, kebutuhan dalam negeri yang amat besar; kedua, harga di pasar international yang rendah, ketiga, produksi dalam negeri yang tidak mencukupi; dan keempat, adanya bantuan kredit impor dari negara eksportir. Bahkan ditengarai produk-produk itu masuk dengan cara dumping. Pembuktian adanya dumping ini dilansir oleh Institutet for Agriculture and Trade Policy (IATP) yang bermarkas di Minnesota, Amerika Serikat. Selain jagung dan kedelai, produk yang juga didumping adalah gandum, beras dan kapas. Kelima komoditas ini diekspor dengan harga di bawah biaya produksi. Siswono menambahkan, akibat tekanan dari negara-negara eksportir kedelai dan jagung berupa penyediaan kredit ekspor, sejak 10 tahun terakhir produksi kedelai dan jagung mengalami penurunan. Di lain pihak, petani Indonesia justru tidak memperoleh kebijakan yang nyata terhadap keberpihakan terhadap petani. Padahal kedua komoditi ini masuk dalam skema proteksi dari perdagangan bebas. ?Agar pembangunan pertanian memiliki arah yang jelas, negara perlu menetapkan politik pertanian yaitu keputusan sangat mendasar di bidang pertanian pada tingkat negara, yang menjadi arah ke depan, untuk menjadi acuan semua pihak yang terlibat, dengan sasaran membangun kemandirian di bidang pangan,? ujar Siswono. Produksi Menurun Kedelai, menunjukkan penyusutan lahan dan produksi. Pada
[ekonomi-nasional] Memperkuat Rupiah ? IMF: Hapus Subsidi BBM
Jumat, 26 Agt 2005, IMF: Hapus Subsidi BBM Rupiah Melemah, Usul Naikkan Suku Bunga SINGAPURA - Meroketnya harga minyak di pasar internasional dan kecenderungan melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS ditanggapi Dana Moneter Indonesia (IMF). Lembaga keuangan internasional tersebut menilai, pemerintah Indonesia harus segera menghapus subsidi BBM dan menaikkan tingkat suku bunga. Hal itu diungkapkan Managing Director IMF Rodrigo Rato dalam video news conference dari Washington dengan para wartawan Asia di Singapura kemarin. Saya ingin mengatakan, ekonomi Indonesia cukup kuat. Pertumbuhan juga cukup bagus. Tetapi, kami rasa negara itu harus segera mengatasi masalahnya yang sangat spesifik, tegasnya. Dia lantas menyoroti masalah inflasi akibat melemahnya nilai tukar rupiah. Jika ada kebijakan moneter dan bujeter yang jelas untuk mengatasi inflasi, saya yakin hal itu bakal mengangkat kredibilitas (Indonesia), jelasnya. Kurs rupiah cenderung terus melemah dalam sepekan ini. Kemarin, rupiah kembali melemah. Bahkan, kurs rupiah sempat di level Rp 10.420 per dolar AS dalam perdagangan sesi pagi. Nilai tukar rupiah akhirnya ditutup Rp 10.320-Rp 10.325 per dolar AS. Sehari sebelumnya, rupiah ditutup di level Rp 10.300 per dolar AS. Dalam perkembangan lain, harga minyak mentah dunia terus melambung. Harga minyak di pasar New York telah menembus USD 68 per barel pada Rabu malam. Itu rekor harga tertinggi sejak 1983 atau lebih dari 20 tahun. Lonjakan tersebut terjadi akibat serangan badai tropis Katrina terhadap kilang minyak di Teluk Meksiko dan sepanjang pantai AS. Para analis meramalkan, harga minyak bisa melampaui USD 70. Harga minyak di New York akhirnya ditutup pada level USD 66,97 per barel dan harga minyak mentah di London (North Sea Brent) ditutup USD 66,56. Rato mengaku, bukan hanya Indonesia yang terkena dampak lonjakan harga minyak. Menurut dia, hal itu akan berpengaruh pada pertumbuhan negara-negara Asia lainnya secara umum. Dia memperingatkan dampaknya terhadap risiko ekspansi ekonomi global. Harga minyak dunia, tampaknya, belum akan turun dalam waktu dekat, ungkapnya. Terkait situasi itu, dia menyebutkan pemerintah Indonesia harus menerima bahwa menyamarkan realitas harga minyak bukanlah kebijakan berkesinambungan. Dia sangat tidak mendukung upaya mempertahankan subsidi BBM. Tidak hanya di Indonesia, tetapi semua negara. Subsidi itu bukan kebijakan sosial yang efisien, tegasnya. Saya paham, subsidi secara politis sangat populer, tapi tidak efisien, lanjut mantan menteri keuangan Spanyol tersebut. Apalagi, saat ini status Indonesia telah berubah dari eksporter menjadi importer minyak. Soal kebijakan suku bunga yang disarankannya, Rato memberikan penjelasan. Pertanyaannya bukan bagaimana menaikkan suku bunga untuk menahan (terus melemahnya) rupiah. Tapi, menaikkan suku bunga untuk mengurangi likuiditas dan mengurangi kemungkinan inflasi. Itu akan berkonsekuensi positif terhadap rupiah dan lebih baik terhadap perekonomian negara, katanya. (afp/ap/rtr/nie) http://www.jawapos.com/index.php?act=detailid=5485 --- Outgoing mail is certified Virus Free. Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com). Version: 6.0.859 / Virus Database: 585 - Release Date: 2/14/2005 Yahoo! Groups Sponsor ~-- Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM ~- Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [ekonomi-nasional] Indikator Ekonomi Memburuk
Bila Dandossi Matram yang dulu adalah pelaku pasar sudah berpendapat agar Indonesia menganut kebijakan devisa terkontrol dan nilai tukar tetap, apa lagi yang dapat dikatakan? Saya setuju dgn pendapat bung Theo F Toemion yang menyatakan pasar itu kejam. Bos saya (Fund Manager Korea yang dijuluki satu media sebagai Business Angel) dulu ketika saya masih kerja di sekuritas bertanya pada saya, berapa jumlah kapitalisasi saham Telkom? Saya jawab ketika itu sekitar Rp 7 trilyun. Dari gelagatnya, saya tahu dia ingin mempermainkan saham Telkom, padahal saham Telkom merupakan satu saham Blue-Chip. Jika kita menganut sistem mata uang mengambang dan devisa bebas, siap-siap saja kita digoreng atau diguyur oleh para spekulan saham. Rupiah bisa dijatuhkan seperti saat Krisis Moneter dulu. Dan para spekulan ini jaringannya sangat besar bahkan negara Inggris pun sempat terganggu mata uang pondnya dipermainkan para spekulan valas. ''Tidak ada negara yang sudah diterpa krisis ekonomi bisa sembuh dengan tetap menganut rezim devisa bebas dan kurs mengambang. Coba lihat Malaysia yang begitu pulih dari krisis langsung mengubah kebijakannya ke devisa terkontrol dan nilai tukar tetap,'' kata ekonom dan pengamat pasar modal Dandossi Matram kepada Pembaruan di Jakarta, Jumat pagi. --- Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: http://www.suarapembaruan.com/News/2005/08/26/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Indikator Ekonomi Memburuk JAKARTA - Sejumlah indikator ekonomi nasional memburuk, Jumat (26/8). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terus merosot. Kenyataan itu diperparah oleh harga minyak mentah internasional yang meningkat. Pada perdagangan Jumat pagi, nilai tukar rupiah kembali melemah. Hingga pukul 11.00 WIB kurs berada di posisi Rp 10.435 per dolar AS. Sementara itu, IHSG dibuka turun 7,580 poin dibanding hari sebelumnya, ke posisi 1.054,267. Pelemahan rupiah tersebut, menurut sejumlah kalangan, merupakan konsekuensi logis dari kebijakan ekonomi pemerintah yang tetap mempertahankan rezim devisa bebas dan kurs mengambang. ''Tidak ada negara yang sudah diterpa krisis ekonomi bisa sembuh dengan tetap menganut rezim devisa bebas dan kurs mengambang. Coba lihat Malaysia yang begitu pulih dari krisis langsung mengubah kebijakannya ke devisa terkontrol dan nilai tukar tetap,'' kata ekonom dan pengamat pasar modal Dandossi Matram kepada Pembaruan di Jakarta, Jumat pagi. Dikatakan, rupiah semakin terpuruk karena faktor eksternal, yakni kenaikan suku bunga The Fed di AS, dan berbagai faktor internal seperti APBN yang tidak mampu menanggung subsidi BBM, sehingga pelaku pasar dan investor menilai investasi di Indonesia berisiko. ''Apa pun yang dilakukan pemerintah saat ini tidak akan mampu menolong nilai tukar rupiah. Kalaupun bisa itu hanya menahan sesaat. Beruntung, masyarakat masih percaya pada Presiden Yudhoyono, sehingga tidak terjadi gejolak yang bisa membawa Indonesia kembali ke krisis moneter kedua,'' katanya. Tinjau Kembali Vice President Global Market Economist Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan, Bank Indonesia (BI) seharusnya meninjau kembali kebijakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 7/14 2005 yang mengatur tentang pembatasan aliran modal jangka pendek ke Indonesia. Meskipun, semangatnya benar, yakni dibutuhkan investor jangka panjang yang stabil, tetapi dalam keadaan investor jangka panjang belum masuk, perlu investor jangka pendek. ''Ini harus masuk dulu sebab ada ketimpangan antara permintaan dan pasokan dolar, permintaan dolarnya besar, pasokan dolarnya kecil. Untuk meningkatkan pasokan dolar tidak apa-apa investor jangka pendek masuk dulu. Apalagi dalam kondisi seperti ini pasar sudah mulai menciut, karena orang yang memegang dolar akan menahan dan baru melepas jika permintaan sangat tinggi,'' kata Fauzi. Dia juga mengimbau BI dan pemerintah segera menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), menaikkan harga minyak, dan memprivatisasi BUMN. Repatriasi Devisa Menanggapi merosotnya nilai tukar rupiah, pengamat pasar uang, Theo F Toemion, mengatakan, pemerintah dan BI perlu mempertimbangkan untuk mengambil kebijakan yang drastis. Dia menilai, selama ini pemerintah dan BI terlampau mengikuti arus liberalisasi, pasar bebas, dan rezim devisa bebas. ''Indonesia selalu mencoba mengambil kebijakan yang market friendly (pro pasar). Padahal pasar ini jahat dan kita tidak akan mampu bila harus menghadapi krisis tahap kedua,'' katanya. Untuk itu, dia meminta pemerintah dan BI untuk tidak ragu-ragu lagi mengubah haluan kebijakan secara drastis, untuk lebih berpihak kepada rakyat. Di antaranya tidak ragu-ragu memberlakukan repatriasi devisa ekspor untuk menjamin agar semua pendapatan ekspor, disimpan di perbankan di dalam negeri. Senada dengan Theo, Direktur Treasury Bank Mandiri, JB Kendarto berpendapat,