RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

2005-08-26 Terurut Topik Ahmadi Agung
Yap, OK...
 
Makanya jika memang demikian masalahnya Bagimanapun juga itu HARUS DI MULAI,
bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap untuk itu...
 
Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita bisa me-MATOK nilai tukar
rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai dari saat ini juga , right
now..
 
Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat - nya, apakah TIDAK ADA CARA
yg lain..???.
 
Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah Presiden-nya siapa saja,
tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau malah RADIKAL REVOLUSIONER (
dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan terus Terpuruk  makin
Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP, yaitu  RATUSAN JUTA
Rakyat kita
 
So' kembali lagi..SIAPA BERANI..?
 
Salam
AL-Pacitan
 
 
 

-Original Message-
From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED]


sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi ada hal hal yang perlu
dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan devisa kita. perlu diketahui
untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata uang tetap) diperlukan
cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil saat ini nilai cadangan
devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus) padahal kondisi cadangan
devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga) apabila kita mematok kurs
dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu dipikirkan adalah
bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan cadangan devisa kita melalui
peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya eksternal), sekaligus
dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan kinerja dan pembersihan
kkn secara radikal. saya setuju apabila kita menghukum 1 generasi saat ini
demi perbaikan generasi berikutnya. Radical step must be doing now.





[Non-text portions of this message have been removed]



 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[ekonomi-nasional] HOW THE G8 LIED TO THE WORLD ON AID (The Guardian August 23, 2005)

2005-08-26 Terurut Topik sidqy suyitno
HOW THE G8 LIED TO THE WORLD ON AID The truth about Gleneagles puts a cloud 
over the New York summit Mark Curtis 
Tuesday August 23, 2005

The Guardian 

 

World leaders are now preparing for the millennium summit to be held in New 
York next month, described by the UN as a “once-in-a-generation opportunity to 
take bold decisions”. Yet the current draft outcome simply repeats what was 
agreed on aid and debt last month in Gleneagles. The reality of that G8 deal 
has recently emerged - and is likely to condemn the New York summit to be an 
expensive failure.

The G8 agreed to increase aid from rich countries by $48bn a year by 2010. When 
Tony Blair announced this to parliament, he said that “in addition ... we 
agreed to cancel 100% of the multilateral debts” of the most indebted 
countries. He also stated that aid would come with no conditions attached. 
These were big claims, all of which can now be shown to be false.

First, in recent evidence to the Treasury committee, Gordon Brown made the 
astonishing admission that the aid increase includes money put aside for debt 
relief. So the funds rich countries devote to writing off poor countries’ debts 
will be counted as aid. Russia’s increase in “aid” will consist entirely of 
write-offs. A third of France’s aid budget consists of money for debt relief; 
much of this will be simply a book-keeping exercise worth nothing on the ground 
since many debts are not being serviced. The debt deal is not “in addition” to 
the aid increase, as Blair claimed, but part of it.

Far from representing a “100%” debt write-off, the deal applies initially to 
only 18 countries, which will save just $1bn a year in debt-service payments. 
The 62 countries that need full debt cancellation to reach UN poverty targets 
are paying 10 times more in debt service. And recently leaked World Bank 
documents show that the G8 agreed only three years’ worth of debt relief for 
these 18 countries. They state that “countries will have no benefit from the 
initiative” unless there is “full donor financing”.



The deal also involves debts only to the International Monetary Fund, the World 
Bank and the African Development Bank, whereas many countries have debts to 
other organisations. It is a kick in the teeth for the African Union, whose 
recent summit called for “full debt cancellation for all African nations”.

The government’s claim that debt relief will free up resources for health and 
education is also a deception. The deal explicitly says that those countries 
receiving debt relief will have their aid cut by the same amount. If, say, 
Senegal is forgiven $100m a year in debt service, World Bank lending will be 
slashed by the same amount. That sum will be retained in the World Bank pot for 
lending across all poor countries, but only when they sign up to World Bank/IMF 
economic policy conditions. And this leads to the third false claim.

Blair’s assertion that aid will come with no conditions is contradicted by 
Hilary Benn, his development secretary, who told a parliamentary committee on 
July 19 that “around half” of World Bank aid programmes have privatisation 
conditions. Recent research by the NGO network Eurodad shows that conditions 
attached to World Bank aid are rising. Benin, for example, now has to meet 130 
conditions to qualify for aid, compared with 58 in the previous agreement. 
Eleven of 13 countries analysed have to promote privatisation to receive World 
Bank loans, the two exceptions having already undergone extensive privatisation 
programmes. Yet in the G8 press conference Blair refuted the suggestion that 
privatisation would be a condition for aid.

According to recently leaked documents, four rich-country representatives to 
the IMF board want to add yet more conditions to debt relief. This will be a 
key topic for discussion at the IMF’s annual meeting the week after the 
millennium summit. The British government opposes new conditions but continues 
to support overall conditionality.

This makes a mockery of Brown and Blair’s claim that poor countries are now 
free to decide their own policies. It is true that the G8 communique stated 
that “developing countries ... need to decide, plan and sequence their economic 
policies to fit with their own development strategies”. Yet it also stated that 
“African countries need to build a much stronger investment climate” and 
increase “integration into the global economy” - code for promoting free trade 
- and that aid resources would be focused on countries meeting these objectives.

Poor countries are free to do what rich countries tell them. The cost is huge. 
Christian Aid estimates that Africa has lost $272bn in the past 20 years from 
being forced to promote trade liberalisation as the price for receiving World 
Bank loans and debt relief. The draft outcome of the millennium summit says 
nothing about abolishing these conditions and contains little to address 
Africa’s poverty. With only a few weeks to 

RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

2005-08-26 Terurut Topik Rio Wardhanu
Mas Nizami,
Sekadar membetulkan:
Kedelai itu tanaman Sub-tropis, bukan tanaman tropis ..
Sehingga pada dasarnya iklim di Nusantara kedelai kurang dapat
dioptimalkan...

Bayangkan: bahkan tanaman yang ndeso sekalipun ternyata harus impor..
Salam,
rio

-Original Message-
From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of A Nizami
Sent: Friday, August 26, 2005 3:09 PM
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

Banyak cara. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia
(termasuk para pejabat) masih menyimpan dollar. Di
Detik.com diberitakan 30% nasabah bank BNI menyimpan
dalam Dollar. Banyak juga orang Indonesia meski tidak
pergi ke luar negeri atau bukan importir, tapi rajin
jual-beli dollar untuk spekulasi.

Nah seperti itu harus diberantas, misalnya dengan
pajak lebih tinggi untuk simpanan dollar. 

Jika orang ingin memborong dollar, pemerintah bisa
menetapkan batas maksimal (mis USD 1 juta). Lebih dari
itu harus menunjukkan bukti bahwa dia benar2
memerlukannya (mis untuk impor) bukan untuk spekulasi.

Kita juga kelewatan dalam hal impor barang. Kita impor
makanan nabati senilai Rp 13 trilyun per tahun. Belum
barang lainnya. Padahal para petani kita bisa menanam
itu (mis: kedelai).

Kemudian, kebijakan tim ekonomi SBY yang menaikan
harga BBM, toll, gas, dsb memang menurunkan nilai
rupiah secara real. Nah bisakah SBY menghentikan hal
itu?

--- Ahmadi Agung [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Yap, OK...
  
 Makanya jika memang demikian masalahnya Bagimanapun
 juga itu HARUS DI MULAI,
 bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap
 untuk itu...
  
 Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita
 bisa me-MATOK nilai tukar
 rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai dari
 saat ini juga , right
 now..
  
 Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat -
 nya, apakah TIDAK ADA CARA
 yg lain..???.
  
 Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah
 Presiden-nya siapa saja,
 tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau
 malah RADIKAL REVOLUSIONER (
 dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan terus
 Terpuruk  makin
 Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP,
 yaitu  RATUSAN JUTA
 Rakyat kita
  
 So' kembali lagi..SIAPA BERANI..?
  
 Salam
 AL-Pacitan
  
  
  
 
 -Original Message-
 From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 
 
 sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi
 ada hal hal yang perlu
 dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan
 devisa kita. perlu diketahui
 untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata
 uang tetap) diperlukan
 cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil saat
 ini nilai cadangan
 devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus)
 padahal kondisi cadangan
 devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga) apabila
 kita mematok kurs
 dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu
 dipikirkan adalah
 bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan
 cadangan devisa kita melalui
 peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya
 eksternal), sekaligus
 dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan
 kinerja dan pembersihan
 kkn secara radikal. saya setuju apabila kita
 menghukum 1 generasi saat ini
 demi perbaikan generasi berikutnya. Radical step
 must be doing now.
 
 
 
 
 
 [Non-text portions of this message have been
 removed]
 
 


Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]




Start your day with Yahoo! - make it your home page 
http://www.yahoo.com/r/hs 
 



Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links



 




 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

2005-08-26 Terurut Topik A Nizami
Mas Rio, iklim di Indonesia bermacam2. Di Malang yang
sejuk bisa ditanam pohon apel. Kedelai juga bisa
ditanam di Indonesia. Data BPS menunjukkan produksi
Kedelai Indonesia sebanyak 723.000 ton pada tahun
2004. Nah bisakah kita meningkatkan angka tersebut
dengan membuka lebih banyak lahan kedelai?

Kutipan dari BPS:

Produksi Kedelai Tahun 2004 (Angka Tetap) Sebesar 723
Ribu Ton Biji Kering.
http://www.bps.go.id/releases/Production_Of_Paddy_Maize_And_Soybeans/Bahasa_Indonesia/


--- Rio Wardhanu [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Mas Nizami,
 Sekadar membetulkan:
 Kedelai itu tanaman Sub-tropis, bukan tanaman tropis
 ..
 Sehingga pada dasarnya iklim di Nusantara kedelai
 kurang dapat
 dioptimalkan...
 
 Bayangkan: bahkan tanaman yang ndeso sekalipun
 ternyata harus impor..
 Salam,
 rio
 
 -Original Message-
 From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf
 Of A Nizami
 Sent: Friday, August 26, 2005 3:09 PM
 To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
 Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level
 Rp 10.000
 
 Banyak cara. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia
 (termasuk para pejabat) masih menyimpan dollar. Di
 Detik.com diberitakan 30% nasabah bank BNI menyimpan
 dalam Dollar. Banyak juga orang Indonesia meski
 tidak
 pergi ke luar negeri atau bukan importir, tapi rajin
 jual-beli dollar untuk spekulasi.
 
 Nah seperti itu harus diberantas, misalnya dengan
 pajak lebih tinggi untuk simpanan dollar. 
 
 Jika orang ingin memborong dollar, pemerintah bisa
 menetapkan batas maksimal (mis USD 1 juta). Lebih
 dari
 itu harus menunjukkan bukti bahwa dia benar2
 memerlukannya (mis untuk impor) bukan untuk
 spekulasi.
 
 Kita juga kelewatan dalam hal impor barang. Kita
 impor
 makanan nabati senilai Rp 13 trilyun per tahun.
 Belum
 barang lainnya. Padahal para petani kita bisa
 menanam
 itu (mis: kedelai).
 
 Kemudian, kebijakan tim ekonomi SBY yang menaikan
 harga BBM, toll, gas, dsb memang menurunkan nilai
 rupiah secara real. Nah bisakah SBY menghentikan hal
 itu?
 
 --- Ahmadi Agung [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  Yap, OK...
   
  Makanya jika memang demikian masalahnya
 Bagimanapun
  juga itu HARUS DI MULAI,
  bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap
  untuk itu...
   
  Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita
  bisa me-MATOK nilai tukar
  rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai
 dari
  saat ini juga , right
  now..
   
  Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat -
  nya, apakah TIDAK ADA CARA
  yg lain..???.
   
  Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah
  Presiden-nya siapa saja,
  tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau
  malah RADIKAL REVOLUSIONER (
  dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan
 terus
  Terpuruk  makin
  Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP,
  yaitu  RATUSAN JUTA
  Rakyat kita
   
  So' kembali lagi..SIAPA BERANI..?
   
  Salam
  AL-Pacitan
   
   
   
  
  -Original Message-
  From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED]
  
  
  sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi
  ada hal hal yang perlu
  dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan
  devisa kita. perlu diketahui
  untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata
  uang tetap) diperlukan
  cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil
 saat
  ini nilai cadangan
  devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus)
  padahal kondisi cadangan
  devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga)
 apabila
  kita mematok kurs
  dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu
  dipikirkan adalah
  bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan
  cadangan devisa kita melalui
  peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya
  eksternal), sekaligus
  dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan
  kinerja dan pembersihan
  kkn secara radikal. saya setuju apabila kita
  menghukum 1 generasi saat ini
  demi perbaikan generasi berikutnya. Radical step
  must be doing now.
  
  
  
  
  
  [Non-text portions of this message have been
  removed]
  
  
 
 
 Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media
 Dakwah
 Kirim email ke:
 [EMAIL PROTECTED]
 
 
   
 
 Start your day with Yahoo! - make it your home page 
 http://www.yahoo.com/r/hs 
  
 
 
 
 Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
 Kirim email ke
 [EMAIL PROTECTED] 
 Yahoo! Groups Links
 
 
 
  
 
 
 


Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups 

Re: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

2005-08-26 Terurut Topik Ambon
Mungkin disebabkan karena pertaniannya tidak intensifkan, sehingga hasil 
tidak optimal.

- Original Message - 
From: Rio Wardhanu [EMAIL PROTECTED]
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Sent: Friday, August 26, 2005 10:40 AM
Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000


 Mas Nizami,
 Sekadar membetulkan:
 Kedelai itu tanaman Sub-tropis, bukan tanaman tropis ..
 Sehingga pada dasarnya iklim di Nusantara kedelai kurang dapat
 dioptimalkan...

 Bayangkan: bahkan tanaman yang ndeso sekalipun ternyata harus impor..
 Salam,
 rio

 -Original Message-
 From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of A Nizami
 Sent: Friday, August 26, 2005 3:09 PM
 To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
 Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

 Banyak cara. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia
 (termasuk para pejabat) masih menyimpan dollar. Di
 Detik.com diberitakan 30% nasabah bank BNI menyimpan
 dalam Dollar. Banyak juga orang Indonesia meski tidak
 pergi ke luar negeri atau bukan importir, tapi rajin
 jual-beli dollar untuk spekulasi.

 Nah seperti itu harus diberantas, misalnya dengan
 pajak lebih tinggi untuk simpanan dollar.

 Jika orang ingin memborong dollar, pemerintah bisa
 menetapkan batas maksimal (mis USD 1 juta). Lebih dari
 itu harus menunjukkan bukti bahwa dia benar2
 memerlukannya (mis untuk impor) bukan untuk spekulasi.

 Kita juga kelewatan dalam hal impor barang. Kita impor
 makanan nabati senilai Rp 13 trilyun per tahun. Belum
 barang lainnya. Padahal para petani kita bisa menanam
 itu (mis: kedelai).

 Kemudian, kebijakan tim ekonomi SBY yang menaikan
 harga BBM, toll, gas, dsb memang menurunkan nilai
 rupiah secara real. Nah bisakah SBY menghentikan hal
 itu?

 --- Ahmadi Agung [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Yap, OK...

 Makanya jika memang demikian masalahnya Bagimanapun
 juga itu HARUS DI MULAI,
 bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap
 untuk itu...

 Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita
 bisa me-MATOK nilai tukar
 rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai dari
 saat ini juga , right
 now..

 Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat -
 nya, apakah TIDAK ADA CARA
 yg lain..???.

 Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah
 Presiden-nya siapa saja,
 tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau
 malah RADIKAL REVOLUSIONER (
 dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan terus
 Terpuruk  makin
 Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP,
 yaitu  RATUSAN JUTA
 Rakyat kita

 So' kembali lagi..SIAPA BERANI..?

 Salam
 AL-Pacitan




 -Original Message-
 From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED]


 sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi
 ada hal hal yang perlu
 dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan
 devisa kita. perlu diketahui
 untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata
 uang tetap) diperlukan
 cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil saat
 ini nilai cadangan
 devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus)
 padahal kondisi cadangan
 devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga) apabila
 kita mematok kurs
 dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu
 dipikirkan adalah
 bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan
 cadangan devisa kita melalui
 peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya
 eksternal), sekaligus
 dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan
 kinerja dan pembersihan
 kkn secara radikal. saya setuju apabila kita
 menghukum 1 generasi saat ini
 demi perbaikan generasi berikutnya. Radical step
 must be doing now.





 [Non-text portions of this message have been
 removed]




 Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah
 Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]



 
 Start your day with Yahoo! - make it your home page
 http://www.yahoo.com/r/hs




 Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
 Kirim email ke [EMAIL PROTECTED]
 Yahoo! Groups Links









 Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
 Kirim email ke [EMAIL PROTECTED]
 Yahoo! Groups Links





 



 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Re: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

2005-08-26 Terurut Topik Mohd. Sopi
Beberapa waktu yang lalu saya iseng menghitung jumlah kendaraan yang saya
temui di jalan tol Jakarta-Cikampek. Yang saya bedakan adalah kendaraan
Jepang dengan non-Jepang. Ternyata didapat angka 95% adalah kendaraan
Jepang. Begitu juga ketika keluar dari Jalan Tol ketika saya hitung Motor
yang Jepang dan non-Jepang didapat angka yang hampir sama.
Tapi kemudian saya ingat bahwa mobil sayapun juga buatan Jepang.
Sampe dirumah saya hitung lagi barang-barang buatan lokal murni dan lokal
asing. ternyata cuman krupuk, trasi, cabe, elekan, serok dan alat-alat
sepele yang lain yang saya yakin asli lokal.

Mungkin inilah yang agak jarang terfikirkan oleh yang terhormat para
PENGUASA/PEMIMPIN kita dan juga KITA-NYA SENDIRI. Kita bangsa yang tidak
punya rasa kebanggaan terhadap bangsa sendiri. Semenjak saya menikah
beberapa tahun yang lalu saya sempat MENGHARAMKAN istri saya beli
sesuatu di INDOMART dan ALFAMART dekat rumah. Dia harus beli
diwarung-warung tradisional
Tapi semakin hari ternyata kegoda juga sekali-sekali datang ke tempat
SIALAN itu... Yah

Gagal maning-gagal maning saya mengembangan sikap MANDIRI dalam lingkungan
terkecil yang saya kuasai...

Ma'afkan aku Indonesia-ku..
Aku hanya sa'UPRIT upil ditengah SAMUDRA yang luas...
KALO SAJA ADA KOMUNITAS YANG SAYA HARAPKAN.

On Fri, Aug 26, 2005 at 10:59:25AM +0200, Ambon wrote:
 Mungkin disebabkan karena pertaniannya tidak intensifkan, sehingga hasil 
 tidak optimal.
 
 - Original Message - 
 From: Rio Wardhanu [EMAIL PROTECTED]
 To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
 Sent: Friday, August 26, 2005 10:40 AM
 Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
 
 
  Mas Nizami,
  Sekadar membetulkan:
  Kedelai itu tanaman Sub-tropis, bukan tanaman tropis ..
  Sehingga pada dasarnya iklim di Nusantara kedelai kurang dapat
  dioptimalkan...
 
  Bayangkan: bahkan tanaman yang ndeso sekalipun ternyata harus impor..
  Salam,
  rio
 
  -Original Message-
  From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
  [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of A Nizami
  Sent: Friday, August 26, 2005 3:09 PM
  To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
  Subject: RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000
 
  Banyak cara. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia
  (termasuk para pejabat) masih menyimpan dollar. Di
  Detik.com diberitakan 30% nasabah bank BNI menyimpan
  dalam Dollar. Banyak juga orang Indonesia meski tidak
  pergi ke luar negeri atau bukan importir, tapi rajin
  jual-beli dollar untuk spekulasi.
 
  Nah seperti itu harus diberantas, misalnya dengan
  pajak lebih tinggi untuk simpanan dollar.
 
  Jika orang ingin memborong dollar, pemerintah bisa
  menetapkan batas maksimal (mis USD 1 juta). Lebih dari
  itu harus menunjukkan bukti bahwa dia benar2
  memerlukannya (mis untuk impor) bukan untuk spekulasi.
 
  Kita juga kelewatan dalam hal impor barang. Kita impor
  makanan nabati senilai Rp 13 trilyun per tahun. Belum
  barang lainnya. Padahal para petani kita bisa menanam
  itu (mis: kedelai).
 
  Kemudian, kebijakan tim ekonomi SBY yang menaikan
  harga BBM, toll, gas, dsb memang menurunkan nilai
  rupiah secara real. Nah bisakah SBY menghentikan hal
  itu?
 
  --- Ahmadi Agung [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  Yap, OK...
 
  Makanya jika memang demikian masalahnya Bagimanapun
  juga itu HARUS DI MULAI,
  bagaimana caranya cadangan devisa kita agar siap
  untuk itu...
 
  Jika memang hal itu adalah syarat utama untuk kita
  bisa me-MATOK nilai tukar
  rupiah dng Dollar maka Pemerintah harus memulai dari
  saat ini juga , right
  now..
 
  Tapi apakah memang hanya itu sebagai prasyarat -
  nya, apakah TIDAK ADA CARA
  yg lain..???.
 
  Pada PRINSIP-nya bagi saya jika Pemerintah entah
  Presiden-nya siapa saja,
  tanpa di berani melakukan TINDAKAN RADIKAL atau
  malah RADIKAL REVOLUSIONER (
  dlm arti Positif ) maka Negara gita hanya akan terus
  Terpuruk  makin
  Terpuruk Gonjang-ganjing yg mana KORBAN-nya TETAP,
  yaitu  RATUSAN JUTA
  Rakyat kita
 
  So' kembali lagi..SIAPA BERANI..?
 
  Salam
  AL-Pacitan
 
 
 
 
  -Original Message-
  From: hermawan wawan [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 
 
  sebagian saya setuju dengan pendapat anda, tetapi
  ada hal hal yang perlu
  dipertimbangkan antara lain persediaan cadangan
  devisa kita. perlu diketahui
  untuk mengubah pola fix exchange rate (nilai mata
  uang tetap) diperlukan
  cadangan devisa yang sangat besar. kondisi riil saat
  ini nilai cadangan
  devisa kita sebesar 32 milliar $ (kompas,agustus)
  padahal kondisi cadangan
  devisa yang paling aman untuk berjaga-jaga) apabila
  kita mematok kurs
  dollar tetap (fix) sekitar $ 60 M, jadi yang perlu
  dipikirkan adalah
  bagaimana kita dapat meningkatkan persediaan
  cadangan devisa kita melalui
  peningkatan nilai ekspor dan investasi (upaya
  eksternal), sekaligus
  dibarengi dengan upaya internal berupa peningkatan
  kinerja dan pembersihan
  kkn secara radikal. saya setuju apabila kita
  menghukum 1 generasi saat ini
  demi 

RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

2005-08-26 Terurut Topik Ahmadi Agung
mau Bisa di Intensifkan gimana Kang AMbon...
 
Lha wong Lahan Subur-nya aja udah pada jadi Perumahan Mewah, jadi mal-mal
dsb...
 
Trus jika masih ada Pertanian, Haraga Pestisida, HARGA PUPUK-nya Selangit
hampir-hampir NGGA TEERJANGKAU oleh Para Petani...
 
Hmmm...
 
Salam
AL-Pacitan
 

-Original Message-
From: Ambon [mailto:[EMAIL PROTECTED]


Mungkin disebabkan karena pertaniannya tidak intensifkan, sehingga hasil 
tidak optimal.





[Non-text portions of this message have been removed]



 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

2005-08-26 Terurut Topik Rio Wardhanu
Mas Sopi...
Ati-ati lho mas kalau pengen bermain haram-mengharamkan..
Ntar dikira anggota MUI, apalagi menyangkut masalah belanja..hehehe

Untuk mobil dan mekanik lainnya kita emang nyerah deh...

Oh ya, mandiri itu bukan sekadar apa-apa harus bisa sendiri lho Mas...
Jaman Semarang kalo semuanya harus dipenuhi negeri sendiri, mana
mungkin..?!
Kata ponakan saya mah:
HAREE GENE MASEH BUAT SENDIRHI..?!

Masalahnya adalah
Kita kurang bisa menghargai produk sendiri...
TV ada kok produk nasional,
Apapun ada kok produk nasionalnya...

Tau nggak kalo ada sound system buatan anak negeri yang juara
dimana-mana tapi gak kedengaran suaranya.. bahkan sama kita-kita..
Nama produknya suara..yang punya orang Jatiwaringin;
Blind test yang pernah dilakukan orang selalu menilai produk ini lebih
bagus dari produk lainnya (termasuk buatan jepang)...

Cuma berhubung harga dan kualitas produk  kita memang terkadang kalah
dengan produk luar jadi kita lebih memilih produk luar..

sebetulnya kita cinta produk negeri sendiri..atau duit pribadi..sih..?

salam...
rio
*ngomongin komunitas...*
mengutip kata seorang teman:
bagi dunia kau hanya seseorang, tapi bagi seseorang kau adalah
dunianya


-Original Message-
From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Mohd. Sopi
Sent: Friday, August 26, 2005 4:18 PM
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Subject: Re: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

Beberapa waktu yang lalu saya iseng menghitung jumlah kendaraan yang
saya
temui di jalan tol Jakarta-Cikampek. Yang saya bedakan adalah kendaraan
Jepang dengan non-Jepang. Ternyata didapat angka 95% adalah kendaraan
Jepang. Begitu juga ketika keluar dari Jalan Tol ketika saya hitung
Motor
yang Jepang dan non-Jepang didapat angka yang hampir sama.
Tapi kemudian saya ingat bahwa mobil sayapun juga buatan Jepang.
Sampe dirumah saya hitung lagi barang-barang buatan lokal murni dan
lokal
asing. ternyata cuman krupuk, trasi, cabe, elekan, serok dan alat-alat
sepele yang lain yang saya yakin asli lokal.

Mungkin inilah yang agak jarang terfikirkan oleh yang terhormat para
PENGUASA/PEMIMPIN kita dan juga KITA-NYA SENDIRI. Kita bangsa yang tidak
punya rasa kebanggaan terhadap bangsa sendiri. Semenjak saya menikah
beberapa tahun yang lalu saya sempat MENGHARAMKAN istri saya beli
sesuatu di INDOMART dan ALFAMART dekat rumah. Dia harus beli
diwarung-warung tradisional
Tapi semakin hari ternyata kegoda juga sekali-sekali datang ke tempat
SIALAN itu... Yah

Gagal maning-gagal maning saya mengembangan sikap MANDIRI dalam
lingkungan
terkecil yang saya kuasai...

Ma'afkan aku Indonesia-ku..
Aku hanya sa'UPRIT upil ditengah SAMUDRA yang luas...
KALO SAJA ADA KOMUNITAS YANG SAYA HARAPKAN.




 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





RE: [ekonomi-nasional] Dolar Tembus Level Rp 10.000

2005-08-26 Terurut Topik Ahmadi Agung
Waduh iyha yha 
 
RUSAK semua  hmm..
 
Yha OK-lah karena saya juga udah Pusing saya Mo Pulang dulu Mas Nizami 
rekan semuanya...
 
InsyaAllah sampai jumpa lagi senin...
 
Jabat Erat
AL-Pacitan
 

-Original Message-
From: A Nizami [mailto:[EMAIL PROTECTED]


Sebetulnya di luar Jawa masih banyak lahan kosong mas
Ahmadi. Cuma biasanya sudah dikuasai oleh
perusahaan/MNC baik untuk perkebunan, hph, atau pun
pertambangan.

Artikel di Jatam:
Jika pemerintah mengabulkan usulan pengubahan status
kawasan lindung menjadi wilayah penambangan,
diperkirakan sekitar 11,4 juta hektar kawasan lindung
dan konservasi akan hilang.
http://www.jatam.org/indonesia/newsletter/uploaded/gg16.html
http://www.jatam.org/indonesia/newsletter/uploaded/gg16.html 

Nah yang akan hilang saja 11,4 juta hektar, bagaimana
yang sudah dikuasai? Jika tanah tsb dibagikan kepada
para petani berapa juta orang yang dapat?




[Non-text portions of this message have been removed]



 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[ekonomi-nasional] From Kompas: Audit Dana untuk Aceh

2005-08-26 Terurut Topik Ikra
Kompas. Jumat, 19 Agustus 2005
Laporan Dana Bencana Aceh yang Tak Juga Selesai 

Oleh: SUHARTONO
Sejak diminta merevisi laporan keuangan dana program tanggap darurat 
pascabencana di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias, Februari lalu, hingga Kamis 
(18/8) Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi belum 
juga merampungkan laporan itu dan menyerahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah para birokrat negeri ini memang tidak 
terbiasa mempertanggungjawabkan penggunaan dana bencana?
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab selaku Ketua Harian Badan 
Koordinasi Nasional (Bakornas) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) tidak 
memberi penjelasan soal alasan keterlambatan laporan keuangan dana bantuan Aceh 
dan Nias itu. Dalam keterangan seusai rapat di kantornya, medio Juli lalu, Alwi 
cuma menyatakan masih ada delapan instansi yang belum menyerahkan laporan.
Kedelapan instansi itu adalah Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan, 
Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen 
Perhubungan, Kementerian BUMN, Markas Besar TNI, dan Polri.
Menurut Alwi, dari hasil pendataan, tercatat ada 1.220 pos pengumpul bantuan. 
Namun, yang mengirim laporan keuangan baru 547 pos, atau 44,83 persen. Pos 
pengumpul itu di antaranya satuan koordinator pelaksana PBP, instansi 
pemerintah pusat, BUMN, dan BUMD.
Agar tidak molor lagi, Alwi membuat deadline baru penyerahan laporan, yaitu 27 
Juli. Agar tenggat baru itu dipatuhi, para penanggung jawab pos pengumpul 
diminta menandatangani pernyataan akan menyelesaikan laporan. Toh sampai 
tulisan ini diturunkan, laporan belum juga selesai.
Ini membuat ?jengkel? Anwar Nasution. ? Bagaimana bisa masyarakat internasional 
percaya dan mengucurkan janji membantu rakyat Aceh dan Nias kalau laporan 
keuangan itu belum juga selesai?? katanya.
Anwar pun menyatakan, BPK akan melakukan audit investigasi, bukan lagi audit 
biasa. Artinya, BPK akan menginvestigasi ke mana larinya saldo bantuan yang 
berkurang terus meski tanggap darurat sudah selesai.
Mempertanggungjawabkan dana bantuan bencana rupanya memang belum jadi kebiasaan 
birokrat negeri ini. Meski negeri ini sering ditimpa bencana alam, penanganan 
dana bantuan bencana tak pernah jelas.
Ini yang tampaknya membuat tidak jelasnya laporan keuangan dana bantuan Aceh 
dan Nias. Para auditor BPK paham karena inilah pertama kalinya para pengelola 
dana bantuan program tanggap darurat bencana nasional dimintai 
pertanggungjawaban oleh BPK.
Sejak dulu, mulai dari bencana Liwa di Lampung, bencana alam di Bengkulu, 
sampai bencana lainnya, BPK tidak pernah meminta pertanggungjawabannya seperti 
sekarang. Bahkan, bencana gempa bumi di Alor, Nusa Tenggara Timur, dan Nabire, 
Papua, yang baru saja terjadi pun hingga kini tak terdengar pertanggungjawaban 
dananya.
Ini diakui auditor BPK, Hanjari, yang baru pertama mengaudit dana bantuan 
penanganan bencana meski dia sudah menjadi auditor BPK puluhan tahun.
Jadi, bisa dibayangkan berapa banyak pejabat yang justru bisa menjadi kaya raya 
di atas penderitaan mereka yang terkena bencana alam, dengan menilep dana 
bantuan kemanusiaan.
Mengapa kali ini BPK meminta pertanggungjawaban? Ini bermula dari surat Ketua 
BPK Anwar Nasution kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa hari 
setelah bencana gempa dan tsunami. Anwar berharap pemerintah 
mempertanggungjawabkan setiap rupiah yang dikeluarkan untuk bencana di Aceh dan 
Nias. Permintaan ini dipenuhi Presiden. Dan kini jadilah pengelola dana bantuan 
yang kebingungan.
Dulu bencana alam selalu menjadi dalih untuk membuat pertanggungjawaban apa 
adanya. Akibatnya, ada laporan yang sengaja tidak dibuat atau dilaporkan. 
Kalaupun dilaporkan, penyusunannya sekenanya.
Hebatnya, yang dibuat sekenanya bukan cuma laporan pertanggungjawaban keuangan 
di Aceh dan Nias. Pengelolaan keuangannya yang dilakukan oleh pos pengumpul di 
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya pun ikut-ikutan dibuat secara 
darurat dan seadanya.
Saldo terus berkurang
Dari data BPK per 25 Februari lalu, tercatat jumlah total pos pengumpul 
sebanyak 2.130 dengan nilai pengumpulan dana Rp 1,21 triliun. Dari jumlah itu, 
1.181 pos pengumpul berasal dari lingkungan instansi pemerintah senilai 704,03 
miliar dan 949 lainnya adalah pos pengumpul swasta atau nonpemerintah dengan 
nilai Rp 506,19 miliar.
Pengeluaran yang dilakukan 2.130 pos pengumpul itu mencapai Rp 406,38 miliar, 
Rp 321,99 miliar di antaranya dikeluarkan pos pengumpul pemerintah. Sedangkan 
yang dikeluarkan swasta cuma Rp 84,38 miliar. Artinya, dana yang tersisa 
mestinya Rp 803,84 miliar, terdiri dari Rp 382,04 miliar milik pos pemerintah 
dan Rp 421,80 miliar kepunyaan pos swasta.
Yang harus diperiksa BPK sebenarnya cuma pos pengumpul milik pemerintah karena 
di situlah adanya penggunaan uang negara. Namun, ternyata BPK menemukan bukti 
adanya penyetoran dana APBD ke sejumlah pos pengumpul swasta. Ini jadi masalah.
Menurut 

[ekonomi-nasional] From Guardian: HOW THE G8 LIED TO THE WORLD

2005-08-26 Terurut Topik Ikra
Tuesday August 23, 2005
THE GUARDIAN

HOW THE G8 LIED TO THE WORLD ON AID 
The truth about Gleneagles puts a cloud over
the New York summit Mark Curtis

World leaders are now preparing for the millennium summit to be held in New York
next month, described by the UN as a ?once-in-a-generation opportunity to take
bold decisions?. Yet the current draft outcome simply repeats what was agreed on
aid and debt last month in Gleneagles. The reality of that G8 deal has recently
emerged - and is likely to condemn the New York summit to be an expensive
failure.

The G8 agreed to increase aid from rich countries by $48bn a year by 2010. When
Tony Blair announced this to parliament, he said that ?in addition ... we agreed
to cancel 100% of the multilateral debts? of the most indebted countries. He
also stated that aid would come with no conditions attached. These were big
claims, all of which can now be shown to be false.

First, in recent evidence to the Treasury committee, Gordon Brown made the
astonishing admission that the aid increase includes money put aside for debt
relief. So the funds rich countries devote to writing off poor countries? debts
will be counted as aid. Russia?s increase in ?aid? will consist entirely of
write-offs. A third of France?s aid budget consists of money for debt relief;
much of this will be simply a book-keeping exercise worth nothing on the ground
since many debts are not being serviced. The debt deal is not ?in addition? to
the aid increase, as Blair claimed, but part of it.

Far from representing a ?100%? debt write-off, the deal applies initially to
only 18 countries, which will save just $1bn a year in debt-service payments.
The 62 countries that need full debt cancellation to reach UN poverty targets
are paying 10 times more in debt service. And recently leaked World Bank
documents show that the G8 agreed only three years? worth of debt relief for
these 18 countries. They state that ?countries will have no benefit from the
initiative? unless there is ?full donor financing?.



The deal also involves debts only to the International Monetary Fund, the World
Bank and the African Development Bank, whereas many countries have debts to
other organisations. It is a kick in the teeth for the African Union, whose
recent summit called for ?full debt cancellation for all African nations?.

The government?s claim that debt relief will free up resources for health and
education is also a deception. The deal explicitly says that those countries
receiving debt relief will have their aid cut by the same amount. If, say,
Senegal is forgiven $100m a year in debt service, World Bank lending will be
slashed by the same amount. That sum will be retained in the World Bank pot for
lending across all poor countries, but only when they sign up to World Bank/IMF
economic policy conditions. And this leads to the third false claim.

Blair?s assertion that aid will come with no conditions is contradicted by
Hilary Benn, his development secretary, who told a parliamentary committee on
July 19 that ?around half? of World Bank aid programmes have privatisation
conditions. Recent research by the NGO network Eurodad shows that conditions
attached to World Bank aid are rising. Benin, for example, now has to meet 130
conditions to qualify for aid, compared with 58 in the previous agreement.
Eleven of 13 countries analysed have to promote privatisation to receive World
Bank loans, the two exceptions having already undergone extensive privatisation
programmes. Yet in the G8 press conference Blair refuted the suggestion that
privatisation would be a condition for aid.

According to recently leaked documents, four rich-country representatives to the
IMF board want to add yet more conditions to debt relief. This will be a key
topic for discussion at the IMF?s annual meeting the week after the millennium
summit. The British government opposes new conditions but continues to support
overall conditionality.

This makes a mockery of Brown and Blair?s claim that poor countries are now free
to decide their own policies. It is true that the G8 communique stated that
?developing countries ... need to decide, plan and sequence their economic
policies to fit with their own development strategies?. Yet it also stated that
?African countries need to build a much stronger investment climate? and
increase ?integration into the global economy? - code for promoting free trade -
and that aid resources would be focused on countries meeting these objectives.

Poor countries are free to do what rich countries tell them. The cost is huge.
Christian Aid estimates that Africa has lost $272bn in the past 20 years from
being forced to promote trade liberalisation as the price for receiving World
Bank loans and debt relief. The draft outcome of the millennium summit says
nothing about abolishing these conditions and contains little to address
Africa?s poverty. With only a few weeks to go, massive pressure needs to be
brought to bear.

* Mark 

[ekonomi-nasional] From Kompas: Selamat Jalan Sindhunata Tokoh Asimilasi

2005-08-26 Terurut Topik Ikra
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0508/25/opini/1999416.htm


Mengantar Kepergian Almarhum Mayor Laut K Sindhunata
Oleh: HARRY TJAN SILALAHI



Semenjak muda sebagai mahasiswa hukum, Ong Tjong Hay, nama pemberian orangtua,
yang kemudian berubah menjadi Kristoforus Sindhunata, secara konsekuen
menunjukkan komitmennya untuk menjadi patriot Indonesia, meskipun dia tumbuh
dalam lingkungan pergaulan dan pendidikan Belanda.

Dia sekolah di HBS dan mempunyai status hukum sebagai gelijkgesteld, orang yang
disamakan dengan golongan Eropa atau sebagai londo godong. Sebenarnya sikap
dasarnya itu tidak mengherankan karena dia adalah putra kedua dari tiga
bersaudara dari Dr Ong Hok Lan yang semenjak masa kuliahnya di Nederland selalu
berada di kalangan Persatuan Pelajar Indonesia yang mendambakan Indonesia
merdeka.

Dengan demikian, Sindhu memang dibesarkan tanpa ada warna budaya ketionghoaan
budaya babah sehingga orientasi keindonesiaan-nya memang total. Tidak
mangrotingal, tidak mendua terpecah perhatian dengan loyalitas mana pun. Dia
adalah monoloyalis Indonesia, baik secara politis, sosial, maupun kultural.

Oleh karena itu, setelah selesai kuliah, dia mendaftarkan diri untuk menjadi
anggota Angkatan Laut Republik Indonesia (sekarang TNI AL). Menurut
penilaiannya, digembleng di kalangan militer akan meningkatkan nation and
character building sebab militer adalah satu-satunya lembaga yang tidak mengenal
diskriminasi dalam bentuk apa pun. Setidaknya pada masa itu. Juga pada saat itu
para sarjana yang baru selesai kuliah dipanggil dan terpanggil untuk mengabdi
kepada bangsanya melalui wajib militer.

Tetap seorang perwira

Sebagai kapten (kemudian naik pangkat menjadi mayor) Angkatan Laut, Sindhu
ditugasi oleh G-V Koti (Komando Operasi Tertinggi) untuk menggalang Pembinaan
Kesatuan Bangsa dengan melalui asimilasi. Dengan latar belakang yang monoloyalis
RI itu, tidak mengherankan bahwa dia menerima tugas ini dengan penuh dedikasi,
bahkan sampai akhir hayatnya.

Akan tetapi, disayangkan bahwa pada masa itu keadaan politik ideologi di Tanah
Air sedang terjadi konfrontasi yang dahsyat antara orang-orang yang percaya
dengan gerakan asimilasi berhadapan dan kelompok integrasionis. Kadang-kadang
secara vulgar kelompok asimilasi difitnah sebagai gerakan yang antibudaya
Tionghoa, mau menghapuskannya di bawah komando TNI. Ini pasti tidak betul.
Sindhu sebagai pimpinan kelompok asimilasi ini tidak pernah di dalam pikiran dan
niatnya untuk menggalang kekuatan politik, ekonomi, atau apa pun yang didasarkan
atas solidaritas primordial etnis (Tionghoa) atau agamis dan sebagainya. Dia
seorang yang jujur lugas yang hanya bercita-cita akan adanya persatuan
Indonesia.

Jadi, kalau ada sindiran yang mengatakan bahwa Sindhu adalah majoor der
Chinezen, yaitu kepala kelompok Tionghoa yang dibentuk di zaman kolonial untuk
mengatur orang Tionghoa dan diberi kewenangan sociaal legaal serta monopoli
perdagangan, itu pasti tidak betul dan tidak bisa diterapkan padanya. Seandainya
dia bekerja untuk atau mengenai masalah ketionghoaan, juga dasarnya adalah sepi
ing pamrih. Yang benar adalah dia tetap mayor ALRI dalam arti sebagai seorang
perwira (menengah).

Trisakti

Pada waktu G30S meletus, dia sedang bertugas ke Perancis. Sebelum
keberangkatannya, kami dengan beberapa teman lain makan malam di apartemennya.
Pada kesempatan itu dia menyerahkan kunci mobil Fiat miliknya, juga pistol
FN-nya agar dapat dipergunakan apabila diperlukan untuk perjuangan. Kami telah
mengantisipasi bahwa keadaan darurat akan muncul. Namun, bagaimana dan kapan,
kami tidak mengetahuinya dengan pasti. Dan memang keadaan itu meletus selama
Sindhu masih di luar negeri.

Sekembalinya di Tanah Air, dia dihadang untuk mengikuti gejolak yang ada dengan
demonstrasi-demonstrasi yang antara lain dengan diserbu dan dibakarnya kompleks
Ureca (Universitas Res Publika).

Para mahasiswa yang kebanyakan keturunan China kehilangan tempat belajar.
Jenderal Nasution dan Bung Karno menugaskan, antara lain, Ferry Sonneville dan
Mayor Laut Sindhunata untuk bersama Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan Syarif Thayeb mengusahakan penampungan agar para mahasiswa ini tidak
telantar kuliahnya.

Mereka dengan dedikasi menanggapi penugasan ini dan dengan itu berdirilah
Universitas Trisakti. Mereka dengan serius mengasuh Trisakti dengan pertimbangan
bahwa pada waktu itu bagi mahasiswa keturunan China sangat sulit untuk berkuliah
di perguruan tinggi negeri meskipun memenuhi kualitasnya.

Tugas mengasuh Trisakti dikembangkan terus hingga saat ini antara lain atas
kerja keras mereka telah menjelma menjadi lima satuan pendidikan tinggi yang
tergabung dalam universitas, sekolah tinggi, dan akademi. Sindhu sampai hari ini
masih memimpinnya sebagai Ketua Pembina Yayasan Trisakti. Di saat Sindhu wafat,
masih ada ganjalan di hatinya karena adanya kemelut di Trisakti yang memalukan
dan memprihatinkan.

Sayonara

Sindhunata seorang yang sederhana, lugu, dan lugas dengan gaya kepemimpinannya
yang mau 

[ekonomi-nasional] From Suara pembaruan: Indikator Ekonomi Memburuk di bawah SBY

2005-08-26 Terurut Topik Ikra
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/08/26/index.html
 
SUARA PEMBARUAN DAILY 
 
Indikator Ekonomi Memburuk
  

JAKARTA - Sejumlah indikator ekonomi nasional memburuk, Jumat (26/8). Nilai 
tukar rupiah terhadap dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa 
Efek Jakarta (BEJ) terus merosot. Kenyataan itu diperparah oleh harga minyak 
mentah internasional yang meningkat. 

Pada perdagangan Jumat pagi, nilai tukar rupiah kembali melemah. Hingga pukul 
11.00 WIB kurs berada di posisi Rp 10.435 per dolar AS. Sementara itu, IHSG 
dibuka turun 7,580 poin dibanding hari sebelumnya, ke posisi 1.054,267. 

Pelemahan rupiah tersebut, menurut sejumlah kalangan, merupakan konsekuensi 
logis dari kebijakan ekonomi pemerintah yang tetap mempertahankan rezim devisa 
bebas dan kurs mengambang. 

''Tidak ada negara yang sudah diterpa krisis ekonomi bisa sembuh dengan tetap 
menganut rezim devisa bebas dan kurs mengambang. Coba lihat Malaysia yang 
begitu pulih dari krisis langsung mengubah kebijakannya ke devisa terkontrol 
dan nilai tukar tetap,'' kata ekonom dan pengamat pasar modal Dandossi Matram 
kepada Pembaruan di Jakarta, Jumat pagi. 

Dikatakan, rupiah semakin terpuruk karena faktor eksternal, yakni kenaikan suku 
bunga The Fed di AS, dan berbagai faktor internal seperti APBN yang tidak mampu 
menanggung subsidi BBM, sehingga pelaku pasar dan investor menilai investasi di 
Indonesia berisiko. 

''Apa pun yang dilakukan pemerintah saat ini tidak akan mampu menolong nilai 
tukar rupiah. Kalaupun bisa itu hanya menahan sesaat. Beruntung, masyarakat 
masih percaya pada Presiden Yudhoyono, sehingga tidak terjadi gejolak yang bisa 
membawa Indonesia kembali ke krisis moneter kedua,'' katanya. 


Tinjau Kembali 

Vice President Global Market Economist Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan 
mengatakan, Bank Indonesia (BI) seharusnya meninjau kembali kebijakan Peraturan 
Bank Indonesia (PBI) No 7/14 2005 yang mengatur tentang pembatasan aliran modal 
jangka pendek ke Indonesia. Meskipun, semangatnya benar, yakni dibutuhkan 
investor jangka panjang yang stabil, tetapi dalam keadaan investor jangka 
panjang belum masuk, perlu investor jangka pendek. 



''Ini harus masuk dulu sebab ada ketimpangan antara permintaan dan pasokan 
dolar, permintaan dolarnya besar, pasokan dolarnya kecil. Untuk meningkatkan 
pasokan dolar tidak apa-apa investor jangka pendek masuk dulu. Apalagi dalam 
kondisi seperti ini pasar sudah mulai menciut, karena orang yang memegang dolar 
akan menahan dan baru melepas jika permintaan sangat tinggi,'' kata Fauzi. 

Dia juga mengimbau BI dan pemerintah segera menaikkan suku bunga Sertifikat 
Bank Indonesia (SBI), menaikkan harga minyak, dan memprivatisasi BUMN. 


Repatriasi Devisa 

Menanggapi merosotnya nilai tukar rupiah, pengamat pasar uang, Theo F Toemion, 
mengatakan, pemerintah dan BI perlu mempertimbangkan untuk mengambil kebijakan 
yang drastis. Dia menilai, selama ini pemerintah dan BI terlampau mengikuti 
arus liberalisasi, pasar bebas, dan rezim devisa bebas. 

''Indonesia selalu mencoba mengambil kebijakan yang market friendly (pro 
pasar). Padahal pasar ini jahat dan kita tidak akan mampu bila harus menghadapi 
krisis tahap kedua,'' katanya. 

Untuk itu, dia meminta pemerintah dan BI untuk tidak ragu-ragu lagi mengubah 
haluan kebijakan secara drastis, untuk lebih berpihak kepada rakyat. Di 
antaranya tidak ragu-ragu memberlakukan repatriasi devisa ekspor untuk menjamin 
agar semua pendapatan ekspor, disimpan di perbankan di dalam negeri. 

Senada dengan Theo, Direktur Treasury Bank Mandiri, JB Kendarto berpendapat, 
satu-satunya cara yang bisa dilakukan BI adalah memaksa masuk devisa ekspor. 
''Pemerintah dan BI harus berani melakukannya. Buktinya Korea juga menerapkan 
kebijakan itu,'' tandasnya. 

Selain itu, lanjut Kendarto, langkah lain yang harus diambil untuk meredam 
gejolak rupiah adalah menyeimbangkan antara sisi permintaan dan suplai dolar. 

Harga Minyak 

Sementara itu harga minyak dunia kembali meningkat. Pada perdagangan di pasar 
New York, Kamis, harga minyak mentah ditutup di posisi US$ 67,49 per barel, 
naik 17 sen dari perdagangan sehari sebelumnya. Sebelumnya bahkan sempat 
menyentuh level US$ 68 per barel. Posisi itu adalah yang tertinggi sejak 1983. 

Kenaikan tersebut masih dipicu kekhawatiran pedagang mengenai suplai minyak 
dunia, menyusul ancaman badai tropis Katrina, yang dikhawatirkan mempengaruhi 
produksi di kilang-kilang milik AS di sepanjang Teluk Meksiko. Di samping itu, 
pasar juga masih mencermati cadangan minyak di AS yang terus menurun. 

Posisi harga minyak itu semakin menjauhi asumsi pemerintah di APBN Perubahan 
2005 yang ditetapkan di posisi US$ 45 per barel, bahkan lebih tinggi dari 
perkiraan realisasi harga minyak tahun 2005 yang diprediksi di level US$ 50 per 
barel. (AP/A-17/B-15)




 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page

[ekonomi-nasional] From Sinar Harapan: Mimpi Kedelai Jagung di bawah SBY

2005-08-26 Terurut Topik Ikra
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/2003/1015/ind1.html

SWASEMBADA KEDELAI DAN JAGUNG MASIH SEBATAS MIMPI


JAKARTA ? Teriknya matahari tidak menyurutkan penduduk
Desa Darawolong, Kabupaten Karawang, Jawa Barat untuk
menyaksikan panen perdana kedelai yang dilakukan oleh
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini M.S
Soewandi.

Di atas tanah seluas 75 ha, kedelai yang pertama kali
ditanam pada pertengahan Juli 2003 menghasilkan panen
yang dianggap sangat berhasil. Panen kedelai varietas
lokal ini mampu mencapai 3,6 ton/ha. Padahal target
sebelumnya cuma 3 ton/ha.
Menanam kedelai merupakan sesuatu yang baru bagi
daerah lumbung beras ini.
?Kami dulu sulit meminta dan meyakinkan penduduk agar
mau memberikan tanahnya ditanami kedelai setelah panen
padi,? ujar Ata Sukarta, salah seorang penggerak
kelompok tani di desa Darawolong, Selasa (14/10).
Penanaman kedelai ini dijamin tidak akan mengganggu
tanaman padi. Karena rumusannya penanaman baru bisa
dilakukan setelah panen padi dua kali. Biasanya tanah
penduduk dibiarkan menganggur apabila panen
selesai,namun kali ini tanah terus berproduksi.
Keberhasilan panen perdana ini dengan konsep kemitraan
dengan dunia usaha, mendorong Menperindag untuk
memikirkan meneruskan proyek ini menjadi 6000 ha.
Daerah-daerah lain juga akan ikut dilibatkan.
Pemicunya, target swasembada kedelai!
Tidak hanya kedelai, komoditi jagung masuk dalam
program peningkatan produksi ala Menperindag. Kalau
kedelai di Kerawang maka jagung di daerah Kebumen.
Diharapkan pendapatan petani juga ikut terdongkrak
bila produksi semakin meningkat.
?Targetnya tahun 2005 swasembada jagung dan kedelai,
produksi akan mampu memenuhi semua kebutuhan industri
dan masyarakat,? ujar Rini Soewandi optimis.
Ironis memang setelah pernah mengecap produksi jagung
dan kedelai dalam jumlah besar, Indonesia kini menjadi
importir produk kedua komoditi itu dengan nilai
triliunan rupiah. Sadarkah kita, bila kecap, tahu atau
tempe yang kita konsumsi bisa jadi dari kedelai impor.
Jagung dan kedelai, dua komoditi yang paling sangat
tinggi impornya di samping gula dan beras. Setiap
tahun Indonesia mengimpor biji kedelai tak kurang 1,1
juta ton dan jagung 1,3 juta ton. Bahkan bungkil
kedelai Indonesia merupakan net importir dengan jumlah
impor rata-rata 1 juta ton.
Padahal, kedua komoditi ini dianggap sangat vital bagi
ketahanan pangan. Namun ternyata produksi jagung dan
kedelai tidak mampu mengimbangi laju peningkatan
kebutuhan masyarakat. Seiring pertambahan
pendudukdengan kebutuhan jagung dan kedelai melonjak
sementara peningkatan produksi berjalan terseok-seok.

Potensi Pasar Impor
Banyak sebenarnya program yang pernah dilakukan
pemerintah untuk mengejar ketertinggalan itu tapi
semuanya berlalu begitu saja. Di antaranya Program
Pengapuran, Supra Insus, Opsus kedelai dan program
yang paling terkenal ketika era pemerintahan Soeharto,
yakni Program Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi
Kedelai Jagung) menuju swasembada 2001. Tetapi, sampai
saat ini pun Indonesia belum mampu melakukan
swasembada komoditi itu.
Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI),
Siswono Yudohusodo mengatakan, ke depan akan terjadi
lonjakan kebutuhan pangan yang amat besar. Pasar
pangan sebenarnya merupakan potensi untuk memperkuat
pertanian. Jika salah penanganan, pasar pangan amat
besar itu akan dimanfaatkan dengan baik sebagai pasar
yang empuk oleh produsen pangan dari luar.
Pasar domestik memang telah menjadi potensi yang luar
biasa bagi produsen pangan, termasuk jagung dan
kedelai dari luar negeri. Apalagi mengingat harga
jagung dan kedelai impor masuk dengan harga murah.
Siswono menegaskan, impor dirangsang oleh pertama,
kebutuhan dalam negeri yang amat besar; kedua, harga
di pasar international yang rendah, ketiga, produksi
dalam negeri yang tidak mencukupi; dan keempat, adanya
bantuan kredit impor dari negara eksportir.
Bahkan ditengarai produk-produk itu masuk dengan cara
dumping. Pembuktian adanya dumping ini dilansir oleh
Institutet for Agriculture and Trade Policy (IATP)
yang bermarkas di Minnesota, Amerika Serikat.
Selain jagung dan kedelai, produk yang juga didumping
adalah gandum, beras dan kapas. Kelima komoditas ini
diekspor dengan harga di bawah biaya produksi.
Siswono menambahkan, akibat tekanan dari negara-negara
eksportir kedelai dan jagung berupa penyediaan kredit
ekspor, sejak 10 tahun terakhir produksi kedelai dan
jagung mengalami penurunan.
Di lain pihak, petani Indonesia justru tidak
memperoleh kebijakan yang nyata terhadap keberpihakan
terhadap petani. Padahal kedua komoditi ini masuk
dalam skema proteksi dari perdagangan bebas.
?Agar pembangunan pertanian memiliki arah yang jelas,
negara perlu menetapkan politik pertanian yaitu
keputusan sangat mendasar di bidang pertanian pada
tingkat negara, yang menjadi arah ke depan, untuk
menjadi acuan semua pihak yang terlibat, dengan
sasaran membangun kemandirian di bidang pangan,? ujar
Siswono.

Produksi Menurun
Kedelai, menunjukkan penyusutan lahan dan produksi.
Pada 

[ekonomi-nasional] Memperkuat Rupiah ? IMF: Hapus Subsidi BBM

2005-08-26 Terurut Topik A_Dharmawan
Jumat, 26 Agt 2005,
IMF: Hapus Subsidi BBM


Rupiah Melemah, Usul Naikkan Suku Bunga

SINGAPURA - Meroketnya harga minyak di pasar internasional dan kecenderungan
melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS ditanggapi Dana Moneter Indonesia
(IMF). Lembaga keuangan internasional tersebut menilai, pemerintah Indonesia
harus segera menghapus subsidi BBM dan menaikkan tingkat suku bunga.

Hal itu diungkapkan Managing Director IMF Rodrigo Rato dalam video news
conference dari Washington dengan para wartawan Asia di Singapura kemarin.
Saya ingin mengatakan, ekonomi Indonesia cukup kuat. Pertumbuhan juga cukup
bagus. Tetapi, kami rasa negara itu harus segera mengatasi masalahnya yang
sangat spesifik, tegasnya.

Dia lantas menyoroti masalah inflasi akibat melemahnya nilai tukar rupiah.
Jika ada kebijakan moneter dan bujeter yang jelas untuk mengatasi inflasi,
saya yakin hal itu bakal mengangkat kredibilitas (Indonesia), jelasnya.

Kurs rupiah cenderung terus melemah dalam sepekan ini. Kemarin, rupiah
kembali melemah. Bahkan, kurs rupiah sempat di level Rp 10.420 per dolar AS
dalam perdagangan sesi pagi. Nilai tukar rupiah akhirnya ditutup Rp
10.320-Rp 10.325 per dolar AS. Sehari sebelumnya, rupiah ditutup di level Rp
10.300 per dolar AS.

Dalam perkembangan lain, harga minyak mentah dunia terus melambung. Harga
minyak di pasar New York telah menembus USD 68 per barel pada Rabu malam.
Itu rekor harga tertinggi sejak 1983 atau lebih dari 20 tahun. Lonjakan
tersebut terjadi akibat serangan badai tropis Katrina terhadap kilang minyak
di Teluk Meksiko dan sepanjang pantai AS. Para analis meramalkan, harga
minyak bisa melampaui USD 70.

Harga minyak di New York akhirnya ditutup pada level USD 66,97 per barel dan
harga minyak mentah di London (North Sea Brent) ditutup USD 66,56.

Rato mengaku, bukan hanya Indonesia yang terkena dampak lonjakan harga
minyak. Menurut dia, hal itu akan berpengaruh pada pertumbuhan negara-negara
Asia lainnya secara umum. Dia memperingatkan dampaknya terhadap risiko
ekspansi ekonomi global. Harga minyak dunia, tampaknya, belum akan turun
dalam waktu dekat, ungkapnya.

Terkait situasi itu, dia menyebutkan pemerintah Indonesia harus menerima
bahwa menyamarkan realitas harga minyak bukanlah kebijakan
berkesinambungan. Dia sangat tidak mendukung upaya mempertahankan subsidi
BBM. Tidak hanya di Indonesia, tetapi semua negara. Subsidi itu bukan
kebijakan sosial yang efisien, tegasnya.

Saya paham, subsidi secara politis sangat populer, tapi tidak efisien,
lanjut mantan menteri keuangan Spanyol tersebut. Apalagi, saat ini status
Indonesia telah berubah dari eksporter menjadi importer minyak.

Soal kebijakan suku bunga yang disarankannya, Rato memberikan penjelasan.
Pertanyaannya bukan bagaimana menaikkan suku bunga untuk menahan (terus
melemahnya) rupiah. Tapi, menaikkan suku bunga untuk mengurangi likuiditas
dan mengurangi kemungkinan inflasi. Itu akan berkonsekuensi positif terhadap
rupiah dan lebih baik terhadap perekonomian negara, katanya.
(afp/ap/rtr/nie)

http://www.jawapos.com/index.php?act=detailid=5485


---
Outgoing mail is certified Virus Free.
Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com).
Version: 6.0.859 / Virus Database: 585 - Release Date: 2/14/2005




 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Re: [ekonomi-nasional] Indikator Ekonomi Memburuk

2005-08-26 Terurut Topik A Nizami
Bila Dandossi Matram yang dulu adalah pelaku pasar
sudah berpendapat agar Indonesia menganut kebijakan
devisa terkontrol dan nilai tukar tetap, apa lagi yang
dapat dikatakan?

Saya setuju dgn pendapat bung Theo F Toemion yang
menyatakan pasar itu kejam. Bos saya (Fund Manager
Korea yang dijuluki satu media sebagai Business Angel)
dulu ketika saya masih kerja di sekuritas bertanya
pada saya, berapa jumlah kapitalisasi saham Telkom?
Saya jawab ketika itu sekitar Rp 7 trilyun.

Dari gelagatnya, saya tahu dia ingin mempermainkan
saham Telkom, padahal saham Telkom merupakan satu
saham Blue-Chip.

Jika kita menganut sistem mata uang mengambang dan
devisa bebas, siap-siap saja kita digoreng atau
diguyur oleh para spekulan saham. Rupiah bisa
dijatuhkan seperti saat Krisis Moneter dulu. Dan para
spekulan ini jaringannya sangat besar bahkan negara
Inggris pun sempat terganggu mata uang pondnya
dipermainkan para spekulan valas.

 ''Tidak ada negara yang sudah diterpa krisis ekonomi
 bisa sembuh dengan tetap menganut rezim devisa bebas
 dan kurs mengambang. Coba lihat Malaysia yang begitu
 pulih dari krisis langsung mengubah kebijakannya ke
 devisa terkontrol dan nilai tukar tetap,'' kata
 ekonom dan pengamat pasar modal Dandossi Matram
 kepada Pembaruan di Jakarta, Jumat pagi. 

--- Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote:


http://www.suarapembaruan.com/News/2005/08/26/index.html
 
 SUARA PEMBARUAN DAILY 
 
 
 Indikator Ekonomi Memburuk
  JAKARTA - Sejumlah indikator ekonomi nasional
 memburuk, Jumat (26/8). Nilai tukar rupiah terhadap
 dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di
 Bursa Efek Jakarta (BEJ) terus merosot. Kenyataan
 itu diperparah oleh harga minyak mentah
 internasional yang meningkat. 
 
 Pada perdagangan Jumat pagi, nilai tukar rupiah
 kembali melemah. Hingga pukul 11.00 WIB kurs berada
 di posisi Rp 10.435 per dolar AS. Sementara itu,
 IHSG dibuka turun 7,580 poin dibanding hari
 sebelumnya, ke posisi 1.054,267. 
 
 Pelemahan rupiah tersebut, menurut sejumlah
 kalangan, merupakan konsekuensi logis dari kebijakan
 ekonomi pemerintah yang tetap mempertahankan rezim
 devisa bebas dan kurs mengambang. 
 
 ''Tidak ada negara yang sudah diterpa krisis ekonomi
 bisa sembuh dengan tetap menganut rezim devisa bebas
 dan kurs mengambang. Coba lihat Malaysia yang begitu
 pulih dari krisis langsung mengubah kebijakannya ke
 devisa terkontrol dan nilai tukar tetap,'' kata
 ekonom dan pengamat pasar modal Dandossi Matram
 kepada Pembaruan di Jakarta, Jumat pagi. 
 
 Dikatakan, rupiah semakin terpuruk karena faktor
 eksternal, yakni kenaikan suku bunga The Fed di AS,
 dan berbagai faktor internal seperti APBN yang tidak
 mampu menanggung subsidi BBM, sehingga pelaku pasar
 dan investor menilai investasi di Indonesia
 berisiko. 
 
 ''Apa pun yang dilakukan pemerintah saat ini tidak
 akan mampu menolong nilai tukar rupiah. Kalaupun
 bisa itu hanya menahan sesaat. Beruntung, masyarakat
 masih percaya pada Presiden Yudhoyono, sehingga
 tidak terjadi gejolak yang bisa membawa Indonesia
 kembali ke krisis moneter kedua,'' katanya. 
 
 
 Tinjau Kembali 
 
 Vice President Global Market Economist Standard
 Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan, Bank
 Indonesia (BI) seharusnya meninjau kembali kebijakan
 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 7/14 2005 yang
 mengatur tentang pembatasan aliran modal jangka
 pendek ke Indonesia. Meskipun, semangatnya benar,
 yakni dibutuhkan investor jangka panjang yang
 stabil, tetapi dalam keadaan investor jangka panjang
 belum masuk, perlu investor jangka pendek. 
 
 
 
 ''Ini harus masuk dulu sebab ada ketimpangan antara
 permintaan dan pasokan dolar, permintaan dolarnya
 besar, pasokan dolarnya kecil. Untuk meningkatkan
 pasokan dolar tidak apa-apa investor jangka pendek
 masuk dulu. Apalagi dalam kondisi seperti ini pasar
 sudah mulai menciut, karena orang yang memegang
 dolar akan menahan dan baru melepas jika permintaan
 sangat tinggi,'' kata Fauzi. 
 
 Dia juga mengimbau BI dan pemerintah segera
 menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
 (SBI), menaikkan harga minyak, dan memprivatisasi
 BUMN. 
 
 
 Repatriasi Devisa 
 
 Menanggapi merosotnya nilai tukar rupiah, pengamat
 pasar uang, Theo F Toemion, mengatakan, pemerintah
 dan BI perlu mempertimbangkan untuk mengambil
 kebijakan yang drastis. Dia menilai, selama ini
 pemerintah dan BI terlampau mengikuti arus
 liberalisasi, pasar bebas, dan rezim devisa bebas. 
 
 ''Indonesia selalu mencoba mengambil kebijakan yang
 market friendly (pro pasar). Padahal pasar ini jahat
 dan kita tidak akan mampu bila harus menghadapi
 krisis tahap kedua,'' katanya. 
 
 Untuk itu, dia meminta pemerintah dan BI untuk tidak
 ragu-ragu lagi mengubah haluan kebijakan secara
 drastis, untuk lebih berpihak kepada rakyat. Di
 antaranya tidak ragu-ragu memberlakukan repatriasi
 devisa ekspor untuk menjamin agar semua pendapatan
 ekspor, disimpan di perbankan di dalam negeri. 
 
 Senada dengan Theo, Direktur Treasury Bank Mandiri,
 JB Kendarto berpendapat,