Bukan janggal, Sdr. Rye. Perhatikan, mengapa ulama kaliber dunia seperti Ja'far Asshadiq, Hanafi, Maliki, Syafii, Hanbali, Bukhari, Muslim, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim tidak mau bekerja di pemerintahan pada zamannya. Bahkan di antara mereka banyak yang rela dipenjara hingga akhir hayatnya.
Mengapa Ibnu Sina rela dipenjara daripada menjadi dokter khalifah? Di sini kita harus paham watak kekuasaan. Jadi, kalau mau kerja sama, siapa yang harus dipatuhi? Perhatikan ulama-ulama KSA dewasa ini, mereka 100% menjadi cap stempel kebijakan raja KSA. Perempuan-perempuan di KSA hingga hari ini masih belum dianggap sebagai manusia. Yang disebut anak-anak Raja Saud yang 36 itu adalah laki-laki semua yang dihasilkan melalui 24 istri. Anak perempuan tidak disebut sama sekali. Kalau Anda mau keliling KSA sekarang ini, Anda akan kesulitan menemukan sekolahan yang ada anak perempuannya. Di mana-mana bisa kita jumpai madrasah, tetapi hanya sekolahan buat laki-laki. Di mana peran ulamanya untuk mencerdaskan bangsa Arab? Jadi, jangan dibawa-bawa ke Allah terlebih dahulu sebelum kita mau membuka mata pada kenyataan hidup ini. Kalau ulama Indonesia ikut berpolitik, apa yang mereka harapkan kalau tidak berbagai kekuasaan? Padahal ulama dilarang menguasai manusia, karena tugasnya adalah sebagai "mudzakkir", orang-orang yang menyampaikan pelajaran dan hikmah kehidupan serta memberikan peringatan. Yang seperti inilah ulama sebagai ahli waris para nabi. Wassalam, chodjim ----- Original Message ----- From: Rye Woo To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, January 28, 2009 8:22 PM Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: FATWA MUI: Golput Haram, Merokok antara Makruh dan Haram Pak Chojim : Kalau umara dan ulama bekerja sama yang akan terjadi adalah kong kalikong untuk menindas umat manusia. Pak... kok kayaknya janggal banget yaa, pernyataannya di atas. apa tidak ada peluang untuk bekerja sama dalm hal kebaikan? sepertinya kalo terjadi kerjasama udah pasti akan terjadi kezhaliman. Kayaknya kalo pernyataan seperti itu cuma Allah deh yang berhak, Bener ga? Rgd --- On Thu, 1/29/09, achmad chodjim <chod...@gmail.com> wrote: From: achmad chodjim <chod...@gmail.com> Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: FATWA MUI: Golput Haram, Merokok antara Makruh dan Haram To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: Thursday, January 29, 2009, 10:25 AM Mbak Lina, Semboyan "kerja sama yang baik antara umara dan ulama" justru keluar dari sistem Islam. Tak ada sistem kependetaan dalam agama Islam. Kalau umara dan ulama bekerja sama yang akan terjadi adalah kong kalikong untuk menindas umat manusia. Ulama (agama) itu tempat bertanya dalam kehidupan beragama. Ulama (agama) itu harus bersifat marja' yaitu tempat rujukan di dalam menjalankan laku hidup spiritual dan moral. Oleh karena itu, ulama beken seperti Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali tidak ada yang mau didudukkan oleh penguasa dari Kekhalifahan Umayyah maupun Abbasiyyah. Mereka lebih rela dipenjara alias dimasukkan bui daripada menjadi qadi. Berdasarkan term Islam, para ahli di bidang ilmu pengetahuan juga disebut ulama. Oleh karena itu, gelar profesor bisa disebut dalam bahasa Arabnya "al-'alamah" . Nah, bila ulama (agama) itu benar-benar ahli, maka berbagai persoalan rumah-tangga itu akan bisa diatasi oleh para ulama (agama) seperti di zaman kejayaan Islam, dan bukan lagi "psikolog". Munculnya pengetahuan psikologi di zaman modern ini ya karena para ulama (agama -- apapun) sudah tidak mampu lagi mengatasi berbagai persoalan pribadi, rumahtangga, dan masyarakat. Wassalam, chodjim ----- Original Message ----- From: Lina Dahlan To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com Sent: Wednesday, January 28, 2009 2:26 AM Subject: [wanita-muslimah] Re: FATWA MUI: Golput Haram, Merokok antara Makruh dan Haram Kalo menurut saya pemerintah sebaiknya menempuh segala usaha: pragmatis maupun non-pragmatis. Kerjasama yg baik antara ulama dan umara...gituuuu. wassalam --- In wanita-muslimah@ yahoogroups. com, "achmad chodjim" <chod...@... > wrote: > > "Pak Chodjim, saya tidak mengomentari tentang masalah hukum halal/haram > tetapi terhadap komentar Pak Chodjim mengenai aspek ekonomi dan kesehatan > dari perdagangan rokok." > > Pak Ton, > Saya amat menyadari betul tentang dampak rokok. Dan, saya sendiri tak pernah merokok. Namun, dalam hal ini saya ada perbedaan persepsi dengan Pak Ton tentang rokok-merokok ini. > > Saya lebih memilih pragmatis. Selama pengangguran masih tinggi seperti sekarang ini, sublimasi pengangguran dan kemiskinan pada rokok saya pandang lebih baik ketimbang pelarangan ketat yang justru bisa menciptakan suasana yang mudah dipicu untuk timbulnya kerusuhan dan revolusi. Bila hal ini yang timbul, pelarangan rokok tidak berhasil, dan pembangunan bangsa pun akan dihadapkan pada berbagai problema yang berat. > > Bagi saya dewasa ini bangsa Indonesia harus didorong untuk rajin bekerja, pemimpinnya harus didorong untuk hidup secara "clean governance", dan kita ciptakan hidup sehat di lingkungan kita masing- masing. > > Bagaimanapun saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Ton atas berbagai tanggapannya terhadap komentar saya di milis ini. > > Salam, > chodjim > > [Non-text portions of this message have been removed] > [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]