Terimakasih mba Yanti sharingnya sangat berkesan. Mba Yanti memakai jilbab pada 
waktu itu, dari penjelasan di bawah, karena mencari ketenteraman, artinya 
dengan suka rela dari hati sendiri. Walaupun rasa ketenteraman yang dicari 
nggak didapatkan waktu memakai jilbab, tapi nyatalah perjalanan batin mba Yanti 
nggak berhenti di situ.  Akhirnya berdamai dengan diri sendiri justru dengan 
mencopot jilbab, dengan suka rela juga.  Umpama sekolah mba Yanti lulus cum 
laude, kira2 gitu.

Membuat saya jadi iri.  Karena dulu waktu sekolah dari madrasah ke Aliyah, saya 
pake jilbab, dan itu terpaksa.  Nggak ada enak2nya pake jilbab dan rok panjang 
buat saya, puuanas gitu loh, ditambah lagi diledek2 orang di jalanan. Betapa 
masa kecil/remaja yang menggelisahkan, dari masalah berpakaian.

Kemudian saya pake jilbab sekali2, dan itu bukan mencari ketenteraman hati, 
tapi pingin nunjukin solidaritas untuk para perempuan yang pake jilbab tapi 
diresehin. Personal is political, kira2 gitu.  Pernah demen sesekali pake 
jilbab waktu musim dingin Des-Feb di New York, karena hangat gitu loh, dan 
dikomentarin orang kamu cakep deh (kurasa karena jilbabnya fashionable berkesan 
dress-up, sedangkan orang NY tampil apa adanya, maksudnya nggak fashionable).

Tahun2 belakangan terakhir ini, nggak berjilbab diresehin orang juga.  Jadi 
saya nggak pernah berjilbab lagi, karena lagi-lagi personal is political, bukan 
lantaran mencari ketenteraman hati. Makin diresehin untuk berjilbab makin nggak 
mau saya pake lagi.  

Jadi rupanya selama hidup, saya ini termasuk jenis yang nggak mencari 
ketenteraman hati melalui jilbab/nggak berjilbab, makanya saya jadi iri dengan 
pengalaman mba Yanti.  Jilbab dari pengalaman hidup saya ini lekat dengan 
pernyataan politik. 

Tapi yang namanya perempuan, pastilah mencari 'ketenteraman hati' dengan 
pakaian/penampilan, antara apa yang diiinginkannya pribadi dan kondisi 
sekelilingnya, termasuk kebiasaan, perubahan2, fashion dsb.

Jadi 'ketenteraman hati' saya akhirnya tercapai dengan mengadopsi pakaian dan 
asesoris bernuansa etnis dan (buatan) lokal kalau mau tampil di depan umum, 
misalnya di kantor, acara resmi, kondangan, bergaul gitu deh. 
Kerudung/selendang biasanya di selendangin saja dan dipake di kepala kalo 
merasa perlu. Saya suka penampilan ini, dan saya anggap sebagai bentuk 
'conformity' maksudnya penyesuaian, dengan kondisi kekinian. Pakaian2 lain 
sesuai kegiatan - karena saya hobi olah raga jadi seringnya tampil pake outfit 
ini. Keluarga besar saya perempuannya rata2 pake jilbab - kadang ada kerabat 
cowok yang komentar, dengan outfit saya yang sehari2 ini, keliatan seksi, 
maksudnya memuji tapi kuatir dengan pikirannya sendiri...:-) Saya senyum2 saja, 
saya anggap mereka juga mesti terbiasa dengan yang dianggap beda.

salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Rahma Yanti <rahma...@...> wrote:
>
> 
> Buat Pak Chodjim,
> 
> Terimakasih, maksud saya memang akan saya kirim ke Milis tetapi pada saat 
> saya klik (saya klik digambar amplop) saya pikir itu adalah ke Milis, karena 
> fokus saya adalah menulis saya tidak memperhatikan kepadanya setelah selesai 
> menulis langsung saya klik send dan setelah klik laptop saya matikan.
> Pada malam harinya saya cek ulang baru saya menyadari kalau email itu tidak 
> terkirim ke milis.
> 
> Sekali lagi terimakasih. Smoga bermanfaat sharing ini.
> 
> Wasalam
> 
> R.Yanti
> 
> --- Pada Jum, 10/7/09, achmad chodjim <chod...@...> menulis:
> 
> Dari: achmad chodjim <chod...@...>
> Topik: Re: Jilbab dan pengalaman pribadi
> Kepada: "rahmapkp" <rahma...@...>
> Tanggal: Jumat, 10 Juli, 2009, 8:16 PM
> 
> Salam, Mbak Yanti.
> 
> Terima kasih atas "sharing" perihal jilbab. Tetapi email ini koq hanya ke 
> saya dan bukan WM? Wah sayang sekali Mbak bila tidak disharingkan ke WM.
> 
> Suwun,
> 
> chodjim
> 
> 
> ----- Original Message ----- From: "rahmapkp" <rahma...@...>
> To: <chod...@...>
> Sent: Thursday, July 09, 2009 4:12 AM
> Subject: Jilbab dan pengalaman pribadi
> 
> 
> Kepada semua teman - teman Milis ini,
> 
> Saya hanya ingin sharing saja disini
> 
> Saya sejak kecil telah didoktrin oleh orangtua saya untuk menjalankan Islam 
> dengan semua aktifitas keislaman yang menurut mereka adalah wajib. Tetapi 
> saya merasa tetap belum mengenal Islam sehingga saya merasa perlu mempelajari 
> Islam dengan berbagai macam cara: mendengarkan ceramah agama dari berbagai 
> macam guru agama/ustad/kiyai, ikut training ramadhan, organisasi islam, 
> membaca buku terbitan dalam negeri dan luar negeri (khususnya mesir, malaysia 
> dan belanda) , kursus dasar bahasa arab dsbnya.
> Hal ini saya lakukan karena di dalam perasaan saya waktu itu saya menjalankan 
> sholat tetapi kok tidak merasakan manfaat sholat, saya mengaji tetapi kok 
> tidak merasakan manfaat dari mengaji.
> Akhirnya saya berfikir mungkin saya bisa mendapatkan ketentraman dengan saya 
> mulai  menutup aurat (menurut pemahaman saya waktu itu) atau berjilbab.
> 
> Akhirnya saya mengenakan jilbab, dimana pada masa itu  jilbab dianggap 
> "barang aneh"/"barang baru". Di sekolah-sekolah umum belum diperbolehkan, 
> masih terlihat sangat minoritas dan penuh perjuangan untuk bisa memakainya 
> pada jam-jam sekolah. Dan di lingkungan masyarakat umum belum familiar hanya 
> dikalangan pesantrenlah jilbab saat itu bukan hal aneh.
> 
> Duabelas tahun saya jalani menggunakan jilbab tersebut 1985 - 1997 dengan 
> harapan saya dapat menemukan TUHAN saya apabila saya memulainya dengan 
> menutup aurat pada pemahaman saya waktu itu, tetapi perasaan saya tetap tidak 
> merasa tentram, masih banyak hal yang jika saya buatkan relevansinya kepada 
> smua ayat-ayat di dalam alquran membuat saya semakin tidak menemukan 
> ketenangan dan kebenaran yang saya harapkan.Semakin banyak pertentangan yang 
> saya temui.
> 
> Akhirnya saya putuskan untuk membukanya karena saya merasa dengan menggunakan 
> jilbabpun hanya kemunafikan yang saya rasakan,  juga perasaan sombong yang 
> terkadang melintas dihati saya karena merasa ekslusif.Tidak bisa saya rasakan 
> Getaran ALLAH di dalam hati saya....
> 
> Akhirnya saya memutuskan untuk membuka jilba dan memulai kembali perjalanan 
> hati saya dengan hanya melakukan: Dzikir - mengingat Allah - Eling atau 
> apalah istilahnya, hanya itu yang saya lakukan....tapi hal itu sungguh 
> membuat perubahan di dalam perjalanan hati saya......saya mampu merasakan 
> getaran dan kedekatan yang dinamakan Manusia sebagai TUHANnya, tidak ada lagi 
> pertentangan dalam hati saya, smua berjalan dengan rasa damai dan kontrol 
> diri yang otomatis saya rasakan.
> 
> Pertanyaan saya apabila saya membuka jilbab apakah teman - teman muslimah 
> mengatakan saya seorang munafik? siapa yang akan menjadi hakim untuk mevonis 
> saya munafik? atau murtad sekalipun ?apakah ada hak manusia untuk memvonis?
> 
> Saya merasa keimanan adalah hak asasi manusia yang sesunguhnya, karena hanya 
> dia yang mampu merasakan dan menerima manfaatnya, tidak perlu komentar atau 
> penilaian orang lain.
> 
> Semoga bermanfaat sharing saya ini.Amin
> 
> Wasalam dan Terimakasih
> R. Yanti
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>       Menambah banyak teman sangatlah mudah dan cepat. Undang teman dari 
> Hotmail, Gmail ke Yahoo! Messenger sekarang! 
> http://id.messenger.yahoo.com/invite/
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke