Pernah baca artikel di majalah lawas tentang om Bob..
Dia bilang hanya pada satu event dia pernah pake celana panjang..  
waktu ngambil rapot anaknya..
Pada saat menerima pak Harto.. dia tetep pake celana pendek.. pak  
Harto gitu looh...

:D
On Jul 12, 2009, at 8:42 PM, Ary Setijadi Prihatmanto wrote:

>
>
> :-D
> Bisa jadi bagi Om Bob juga nggak gampang...
> apa kalo ketemu sama tukang kebunnya pake celana pendek,
> lalu kalau ketemu presiden harus berapih-rapih pake jas?
>
> Jika itu dilakukan diluar asas fungsionalitas, kepraktisan,
> dan dilakukan sekedar atas dasar penghormatan yang berbeda antara  
> "tukang kebun" dan "presiden",
> bukankah malah menjadi "tidak ilahiyah" scr bagi Allah semua sama  
> kecuali dari ketakwaannya?
>
> ;-)
>
> ----- Original Message -----
> From: Ari Condro
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Sent: Sunday, July 12, 2009 7:52 PM
> Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Jilbab dan pengalaman pribadi
>
> lagi mikir.
> kalau yg muslimah bergulat dengan jilbabnya.
> kalau yg ikhwan, bergulat dengan celana pendek ala bob sadino ?
>
> 2009/7/12 Ary Setijadi Prihatmanto <ary.setij...@gmail.com>:
> >
> >
> > Saya ingin komentar tentang istilah mbak Mia "berdamai dengan diri  
> sendiri"
> > yang saya pahami sebagai proses jujur dan ikhlas dalam mengenal,  
> memahami
> > dan conformity dengan keadaan diri sendiri yang membawa pada  
> keyakinan peran
> > dalam hidup. Salah satu yang menarik dari WM malah bagian ini.  
> Mbak Mia
> > sendiri juga pernah cerita pengalaman ttg pergulatan dalam  
> pekerjaan, etika,
> > dll.
> >
> > Perjalanan mencari Tuhan dari sekian banyak tuhan yang muncul dalam
> > kehidupan kita memang akan jadi perjalanan pribadi, individual  
> yang unik
> > (unique). Sharing antar kita sebetulnya dibatasi oleh banyak  
> keterbatasan
> > komunikasi sehingga kadang-kadang yang terlihat penting hanyalah  
> tampak
> > luar/lahiriyahnya saja padahal yang esensial sebetulnya pergulatan  
> batin
> > yang mendasarinya.
> >
> > Seperti contoh, kisah mbakYanti, bagi sebagian orang seakan-akan  
> sekedar
> > berujung pada fiqh jilbab tidak wajib. Padahal IMHO bukan itu  
> esensinya.
> > Esensinya adalah bagaimana mbak Yanti menjadi manusia yang lebih  
> baik yang
> > berpegang pada ketauhidan sejati, dengan segala kelebihan dan  
> kekurangan
> > dirinya. Salah satu esensi yang penting IMHO malah bagaimana  
> mengalahkan
> > berhala yang muncul, bahkan ketika berhala itu bentuknya kewajiban
> > berjilbab. Berjilbab menjadi berhala ketika mengenakan jilbab  
> menjadi
> > prasyarat hubungan dengan Allah swt. dan seakan-akan memberikan  
> label "lebih
> > mulia" dibanding yang lain. Kebetulan saja, nash memungkinkan  
> untuk membuat
> > garis yang tegas dengan berhala tersebut bagi mbak Yanti dengan  
> membuka
> > jilbabnya. Solusi bagi yang lain, dengan esensi yang sama bisa  
> saja berbeda
> > tampak lahirnya, misalkan malah mengenakan jilbab.
> >
> > Ketika perjalanan individual agung itu direduksi hanya pada  
> kesimpulannnya
> > fiqh-nya,
> > kemudian kesimpulan tadi itu pun ternyata dievaluasi hanya dengan  
> standar
> > "fiqh baku" dengan tujuan MENILAI baik dan buruknya seseorang,  
> hilanglah
> > nilai-nilai utamanya, dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam  
> yang lurus.
> > Biar pun katakanlah cara berfikir di atas dianggap tetap Islam,  
> Islam model
> > begini malah jadi kehilangan relevansi dan universalitasnya.
> >
> > Pertanyaan yang penting bagi diri kita semua secara pribadi, lebih  
> penting
> > dari menilai perjalanan orang lain: "Apakah kita telah melakukan  
> perjalanan
> > yang penting itu?"
> >
> > ----- Original Message -----
> > From: Mia
> > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> > Sent: Sunday, July 12, 2009 1:56 PM
> > Subject: [wanita-muslimah] Re: Jilbab dan pengalaman pribadi
> >
> > Terimakasih mba Yanti sharingnya sangat berkesan. Mba Yanti  
> memakai jilbab
> > pada waktu itu, dari penjelasan di bawah, karena mencari  
> ketenteraman,
> > artinya dengan suka rela dari hati sendiri. Walaupun rasa  
> ketenteraman yang
> > dicari nggak didapatkan waktu memakai jilbab, tapi nyatalah  
> perjalanan batin
> > mba Yanti nggak berhenti di situ. Akhirnya berdamai dengan diri  
> sendiri
> > justru dengan mencopot jilbab, dengan suka rela juga. Umpama  
> sekolah mba
> > Yanti lulus cum laude, kira2 gitu.
> >
> > Membuat saya jadi iri. Karena dulu waktu sekolah dari madrasah ke  
> Aliyah,
> > saya pake jilbab, dan itu terpaksa. Nggak ada enak2nya pake jilbab  
> dan rok
> > panjang buat saya, puuanas gitu loh, ditambah lagi diledek2 orang di
> > jalanan. Betapa masa kecil/remaja yang menggelisahkan, dari masalah
> > berpakaian.
> >
> > Kemudian saya pake jilbab sekali2, dan itu bukan mencari  
> ketenteraman hati,
> > tapi pingin nunjukin solidaritas untuk para perempuan yang pake  
> jilbab tapi
> > diresehin. Personal is political, kira2 gitu. Pernah demen  
> sesekali pake
> > jilbab waktu musim dingin Des-Feb di New York, karena hangat gitu  
> loh, dan
> > dikomentarin orang kamu cakep deh (kurasa karena jilbabnya  
> fashionable
> > berkesan dress-up, sedangkan orang NY tampil apa adanya, maksudnya  
> nggak
> > fashionable).
> >
> > Tahun2 belakangan terakhir ini, nggak berjilbab diresehin orang  
> juga. Jadi
> > saya nggak pernah berjilbab lagi, karena lagi-lagi personal is  
> political,
> > bukan lantaran mencari ketenteraman hati. Makin diresehin untuk  
> berjilbab
> > makin nggak mau saya pake lagi.
> >
> > Jadi rupanya selama hidup, saya ini termasuk jenis yang nggak  
> mencari
> > ketenteraman hati melalui jilbab/nggak berjilbab, makanya saya  
> jadi iri
> > dengan pengalaman mba Yanti. Jilbab dari pengalaman hidup saya ini  
> lekat
> > dengan pernyataan politik.
> >
> > Tapi yang namanya perempuan, pastilah mencari 'ketenteraman hati'  
> dengan
> > pakaian/penampilan, antara apa yang diiinginkannya pribadi dan  
> kondisi
> > sekelilingnya, termasuk kebiasaan, perubahan2, fashion dsb.
> >
> > Jadi 'ketenteraman hati' saya akhirnya tercapai dengan mengadopsi  
> pakaian
> > dan asesoris bernuansa etnis dan (buatan) lokal kalau mau tampil  
> di depan
> > umum, misalnya di kantor, acara resmi, kondangan, bergaul gitu deh.
> > Kerudung/selendang biasanya di selendangin saja dan dipake di  
> kepala kalo
> > merasa perlu. Saya suka penampilan ini, dan saya anggap sebagai  
> bentuk
> > 'conformity' maksudnya penyesuaian, dengan kondisi kekinian.  
> Pakaian2 lain
> > sesuai kegiatan - karena saya hobi olah raga jadi seringnya tampil  
> pake
> > outfit ini. Keluarga besar saya perempuannya rata2 pake jilbab -  
> kadang ada
> > kerabat cowok yang komentar, dengan outfit saya yang sehari2 ini,  
> keliatan
> > seksi, maksudnya memuji tapi kuatir dengan pikirannya  
> sendiri...:-) Saya
> > senyum2 saja, saya anggap mereka juga mesti terbiasa dengan yang  
> dianggap
> > beda.
> >
> > salam
> > Mia
> >
> > (deleted)
> >
> > Recent Activity
> > a.. 17New Members
> > Visit Your Group
> > Give Back
> > Yahoo! for Good
> >
> > Get inspired
> >
> > by a good cause.
> >
> > Y! Toolbar
> > Get it Free!
> >
> > easy 1-click access
> >
> > to your groups.
> >
> > Yahoo! Groups
> > Start a group
> >
> > in 3 easy steps.
> >
> > Connect with others.
> > .
> >
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
>
> -- 
> salam,
> Ari
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
> 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke