Iya, benar rasanya memang tata negaranya karut marut. Lembaga satu dengan
lainnya bisa saling tumpang tindih. Barangkali sebabnya juga karena tiap
kali ganti kabinet/presiden, mentri ini itu di gabung dengan ini itu, atau
di pisah dengan ini itu, atau ada ,menko ini itu yang suka tumpang tindih
dengan lainnya.

Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa sistem/prosedur kelembagaannya memang
sedang "DALAM PROSES" pembuatan. UU JSPK (?) yang menjadi landasannya saja
masih di bahas di DPR saat itu. Jadi hendaknya juga selalu di ingat bahwa
sistem ini masih setengah matang dan pelaksanaan pelepasan dana dari LPS ini
adalah yang pertama kali (MUNGKIN?).

Konsep umumnya ada, tapi kalau di saat tergesa-gesa harus mencari tau harus
ke lembaga ini lembaga itu, dan pas banget tidak ada satu pun
lembaga/penjaga pintu yang kelewatan di sambangi/diamplopi...  belum lagi
nanti ada yang gak ngerasa sedang ada di dalam krisis...  di tambah banyak
pihak sedang sibuk ngurusin APEC?....  Yah saya rasa sih tindakan SM dan
Boediono sudah tepat sasaran.

Kalau soal Penyertaan Modal Sementara itu memang sangat di sesalkan, tapi
saya bisa mengerti secara ilmu akuntansinya kenapa jumlahnya besar. Asalkan
di bayarkan ke deposan pihak ke tiga, maka sudah tepat. Yang parah kalau
penyertaan modal pemilik di ubah seolah-olah menjadi dana pihak ketiga, maka
yang ini perlu di cari tau.

2010/1/19 prastowo prastowo <sesaw...@yahoo.com>

>
> Entah mana yg benar, yg jelas ini cuma jd potret karut marut sistem
> ketatanegaraan kita. Maka usulan Bung Hok An tempo hari menjadi makin
> mendesak.
>
> PMS itu kalo tak salah Penyertaan Modal Sementara. Bayangkan saja, tgl 21
> Nov 2008 kebutuhan dana Rp 630 M, lalu 22-23 itu sabtu dan minggu, Senin, 24
> Nov 2008 sudah jadi Rp 2,1 T dan seterusnya...............
>
> salam
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke