Pada Minggu, 29 Januari 2017 4:19, "'Chan CT' sa...@netvigator.com 
[nasional-list]" <nasional-l...@yahoogroups.com> menulis:
 

     Setuuujuuuu, masalahnya pada kesalahan paradigma saja, dirasakan pekerjaan 
babu adalah pekerjaan rendah, terhina! Padahal apa bedanya pekerjaan babu, 
pelayan, kuli, buruh, dokter bahkan presiden, ...? Itulah pekerjaan yang 
berbeda-beda dalam masyarakat yang harus ada orang-orang yang mengerjakan, 
tidak boleh kosong dan masyarakat itu akan menjadi tumpukan sampah kalau tidak 
ada orang-orang yang mengerjakan PEMBERSIHAN! Sementara masih banyak orang 
tersinggung, atau merasa terhina, merasa direndahkan dengan sebutan babu, kuli, 
tapi tidak kalau disebut pelayan, TKW (Tenaka Kerja Wanita), atau PRT (Pembantu 
Rumah Tangga), padahal sama saja pekerjaan yang dikerjakan. Begitu juga seperti 
orang tidak suka dikatakan “kuli” tapi lebih suka dikatakan “buruh”, ... 
padahal, masalah utama yang dihadapi adalah bagaimana menuntut Pemerintah 
memperbaiki NASIB yang dihadapi dengan pekerjaannya itu! BUKAN mengganti 
sebutan BABU dengan pelayan, atau menjadi PRT, KULI menjadi buruh, ... Tapi, 
bagaimana pemerintah memperbaiki kebijaksanaan dalam mengirim keluar TKI sampai 
lebih 10 juta itu, ... bagaimana usaha pemerintah MELINDUNGI dengan 
sebaik-baiknya agar warga yg terpaksa memburuh di luarnegeri bisa mendapat 
perlakuan layak sebagai MANUSIA! Menjawab dengan tepat mengapa TKI yang 
diperkosa bahkan dianiaya sampai meninggal di LN itu tapi bisa/berani berteriak 
mendapatkan KEADILAN! Bahkan KBRI setempat juga tidak bisa memberi 
pembelaan/melindungi warganya sendiri??? Dimana masalah sesungguhnya? Ini yang 
TIDAK diungkap baik oleh Fahri Hamzah, juga tidak oleh jubir JBMI, Eni Lestari! 
Saya ditahun 08 pernah mencoba meneliti mengapa TKW di HK terjadi 
“underpayment” dan mengapa mereka TIDAK BERANI mengadukan masalah 
ketidak-adilan yang menimpa dirinya??? Ketika itu saya banyak menemui TKW, dan 
antara lain bisa berkenalan juga dengan Eni, ... dan tentunya juga beberapa 
Agen-Babu dari Indonesia dan Philipina. Apa yang membedakan TKW dari Indonesia 
dan Philipina sesungguhnya dan mengapa akhirnya jumlah TKW Indonesia 
mengalahkan yang dari Philipina? Kesimpulan saya ketika itu, masalah utama 
terletak pada TKW itu adalah anak-anak perempuan yang diambil dari desa-desa 
dan tidak pernah bekerja sebagai pembantu rumahtangga, sama sekali tidak ada 
pengetahuan bagaimana cara masak sekalipun yang sederhana, apalagi menggunakan 
alat-alat masak modern di kota, bagaimana merawat anak-bayi atau melayani 
orang-tua, ... jadi, agen yang di Ind. HARUS lebih dahulu memberi PENDIDIKAN 
dasar selama beberapa bulan dan agen untuk bisa mendapatkan paspor dan ijin 
kerja keLN, ... harus keluarkan pungli juga! Jadi, semua biaya (sekitar HK$10 
ribu) kebutuhan seorang TKW itu untuk bekerja diLN lebih dahulu ditanggung agen 
ini menjadi HUTANG yang harus dibayar kembali dengan angsuran 7-10 bulan kerja 
di HK! Akibat “HUTANG” dipundak yang menindih mereka inilah, TKW2 itu jadi 
TAKUT kalau mengadukan ketidak-adilan perlakuan majikan bisa dipulangkan dan 
hutang sebanyak itu tidak kebayar, ... cita-cita bekerja di LN untuk 
memperbaiki ekonomi keluarga di kampung jadi LUDES! Inilah yang membedakan TKW 
Indonesia dengan Philipina. TKW Philipina tidak ada HUTANG pada agen itu, jadi 
mereka begitu bekerja di HK sudah bisa dapatkan upah penuh! Jadi, TKW Philipina 
bisa lebih mudah/ringan dalam mengadukan perlakuan yang majikan yang dirasakan 
tidak adil dan melanggar ketentuan Perburuhan di HK! Saya ketika itu mengajukan 
usul yang PALING mudah pada KJRI, kemungkinan biaya pembuatan paspor dan ijin 
kerja ke LN itu dibebaskan bagi TKI? Dan, ternyata biaya inilah bagian terbesar 
hutang mereka. Bukankah mereka sudah dinobatkan menjadi PAHLAWAN DEVISA! 
Pemerintah sudah jauh mendapatkan KEUNTUNGAN lebih besar dari desiva yg 
didapatkan dari TKW, ... Kalau saja hutang untuk pendidikan/latihan beberapa 
bulan itu, sudah bisa lunas dalam 3 bulan, ... rasa ketakutan untuk mengadukan 
masalah juga dipersingkat. Dan, ... tentu sebelum berangkat TKW-TKW itu dikasih 
pengertian, harus BERANI mengadukan masalah yang dihadapi! Masalah kedua, 
ternyata ada kebijakan pemerintah, TKW2 di HK untuk ganti majikan harus lewat 
agen. Memang ketentuan ini digunakan untuk “melindungi” kepentingan majikan, 
biar TKW tidak bisa lari begitu saja tanpa menyelesaikan kontraknya dengan 
pindah bekerja di majikan baru. Tapi dalam praktek, kebijakan ini hanya 
menguntungkan agen saja, karena TKW jadi terikat harus bayar pada agen untuk 
bisa dapatkan majikan yang tidak disukai dan bermasalah! Kebijakan ini tentu 
membuat TKW takut dipulangkan kalau mengadukan masalah dan tidak berhasil 
mendapatkan majikan baru lewat agen. Bersyukurlah akhirnya tahun yl. kebijakan 
ini dihapus, ... dan TKW diberi kebebasan untuk meneruskan kerja di HK setelah 
dapatkan majikan baru dan bisa itu bisa terjadi tanpa harus melalui agen. Tentu 
yang lebih PENTING diatas segalanya, ... bagi PEMERINTAH yang baik, harus bisa 
meningkatkan kemampuan menampung TENAGA KERJA ditanahairnya sendiri, sebaik 
mungkin membangkitkan usaha, bukan mengambil jalan pintas eksport babu, ... 
saja! Seperti kata Eni, sejak tahun 1990 pemerintah RI sudah menargetkan 
pengiriman TKI keluarnegeri untuk dapatkan pemasukan devisa, ... KURANG AJAR! 
Pemerintah BABU! Pemerintah apa itu kalau berusaha mendapatkan valuta asing 
dengan mempekerjakan warganya jadi babu dan TANPA memikirkan bagaimana memberi 
PERLINDUNGAN pada warganya yang tidak diperlakukan layak sebagai manusia. Di HK 
yang berlakukan HUKUM cukup baik, masih bisa memberi perlindungan TKW sekalipun 
warga asing, tapi di negara-negara Arab sana (dan ternyata jumlahnya 
terbanyak!) bahkan negara tetangga terdekat, Malaysia justru lebih sering kita 
dengar terjadi pemerkosaan dan teraniaya tanpa bisa mendapatkan perlindungan 
HUKUM, ... Lalu, bagaimana ketegasan sikap Pemerintah menghadapi perlakuan 
BURUK dinegara-negara Arab, Malaysia, ...? Salam,ChanCT  Begini Alasan Fahri 
Hamzah Sebut TKI Babu di TwitterDevira Prastiwi25 Jan 2017,  
http://news.liputan6.com/read/2836341/begini-alasan-fahri-hamzah-sebut-tki-babu-di-twitter
 Inilah belasan kicauan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah usai turut serta dalam 
demo 4 November 2016. (Liputan6.com) Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua DPR 
Fahri Hamzah akhirnya menghapus tweet dalam akun Twitter pribadinya. Ia punya 
alasan menghapus tweet yang diduga melukai hati para buruh migran itu."Saya 
menghapus supaya enggak salah paham. Karena memang terminologi itu mengganggu 
di kupingnya (banyak orang). Padahal saya enggak maksud ke arah sana, tapi 
enggak apa-apa sosmed (sosial media) kan gitu, enggak ada masalah," ujar Fahri 
di Jakarta, Selasa 24 Januari 2017. BACA JUGA·         Rieke PDIP Luruskan 
Pernyataan Fahri soal TKI Sebagai Babu·         Menaker Hanif: Biarkan Para TKI 
Menilai Ucapan Fahri Hamzah·         Nasir PKS Minta Fahri Mohon Maaf Terkait 
Cuitannya soal Babu Fahri menjelaskan bahwa tweet tersebut sebenarnya agar 
masyarakat fokus kepada isu nasional. Awalnya, ia merasa saat ini masyarakat 
seperti kehilangan fokus menyelesaikan masalah.Di antaranya, Fahmi melanjutkan, 
terlihat dari simpatisan Front Pembela Islam (FPI) bernama Nurul Fahmi alias NF 
pembawa bendera Merah Putih bertuliskan Arab, yang akhirnya dilepas usai 
dipolisikan."Jadi tadi si pembawa bendera itu sudah dilepas. Ini kan polisi 
bekerja berdasarkan provokasi, terutama dari media dan sosmed, lalu dia memilih 
kasus-kasus untuk menyibukkan diri, padahal itu enggak ada manfaatnya," kata 
dia.Kasus lainnya, Fahri mencontohkan, adalah dugaan adanya makar dari sejumlah 
aktivis dan tokoh. Menurut dia, pada akhirnya tidak terbukti semua."Saya tahu 
misalnya isu makar akhirnya enggak ada juga, semua orang diperiksa, dijadikan 
tahanan. Lalu tahanan kota akhirnya enggak jadi juga, ada yang diajak damai dan 
seterusnya," kata dia.Jadi ini semua, kata Fahri, bangsa Indonesia seperti 
kehilangan prioritas. Menurut dia, banyak kasus yang harusnya menjadi prioritas 
seperti hutan yang dibabat dan pipa-pipa baja disedot oleh negeri 
orang."Prioritas kita ini saya tunjukkan bahwa hutan kita dibabat orang, 
pipa-pipa baja kita disedot negeri orang. Padahal warga negara kita mengemis 
meminta kerja menjadi pakai istilah babu. Sebenarnya istilah ini enggak ada, 
sementara pekerja asing kita biarkan merajalela. Konsen saya adalah kita 
prioritas, gitu loh," dia memaparkan.Menurut Fahri, dirinya sebagai ketua 
pengawas tenaga kerja Indonesia (TKI) tahu betul bagaimana nasib pekerja 
Indonesia di luar negeri, dan ada yang lebih tragis dari sekadar memakai 
kata-kata diperbudak.Dia pun mengaku mendapat laporan adanya praktik perbudakan 
di kapal ikan dan Myanmar. Menurut Fahri, keduanya adalah kasus besar."Saya 
enggak ada hubungannya dengan kasus melakukan penghinaan. Saya ini mengadvokasi 
pekerja yang ada di luar negeri, saya pernah memulangkan mayat warga NTB dari 
Saudi Arabia ke sini (Indoneisa), berkomunikasi dengan kedutaan, memulangkan 
mereka, itu rutin saya lakukan," dia mengklaim. Tak Ditangani BaikFahri 
menyebut, dari identifikasi tim pengawas penempatan TKI di luar negeri, ada 
beberapa sektor yang tidak ditangani dengan baik."Pertama sektor persiapan. 
Enggak ada persiapan menyiapkan tenaga kerja," ujar dia.Kedua, kata Fahri, 
adalah penempatan. Karena tidak ada keahlian, akhirnya para tenaga kerja ini 
ditempatkan sembarangan. "Ini ada kasus yang saya baru dilaporkan, nah ini 
(human) trafficking (perdagangan manusia).""Ada 1.000 orang dikirim ke Timur 
Tengah, padahal itu sudah ditutup pintunya tapi masi terus berjalan, memakai 
visa non-tenaga kerja. Jadi ini residu pemerintah yang enggak beres, masih 
banyak. Orang-orang balik ke sini bagaimana mengurusnya," dia 
melanjutkan.Namun, Fahri mengaku ikhlas melihat banyak netizen yang menanggapi 
negatif tweet-nya di Twitter. Dirinya akan tetap berusaha terus 
tersenyum."Harus banyak senyum, harus menerima baik kritikan orang. Introspeksi 
biar positif lah," Fahri menandaskan.Tweet Fahri Hamzah di Twitter memang telah 
ramai dibahas di media sosial. Dalam tulisannya, anggota DPR asal Nusa Tenggara 
Barat (NTB) itu menyinggung soal nasib tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekeja 
di luar negeri."Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja 
asing merajalela," tweet Fahri dalam akun Twitter pribadinya @Fahrihamzah, 
Selasa 23 Januari 2017.Akibat banyaknya netizen yang menanggapi tweet tersebut 
dan dianggap melukai para buruh migran atau TKI di luar negeri, Fahri Hamzah 
pun menghapusnya.  From: nesa...@yahoo.com [GELORA45] Sent: Sunday, January 29, 
2017 12:37 AMTo: GELORA45@yahoogroups.com Subject: RE: [GELORA45]   Kesalahan 
fahri hamzah ini berangkat dari kesalahan paradigma. Fahri pakai paradigme: 
babu itu pekerjaan rendah. Kalau dia merubah paradigma ini menjadi: semua 
pekerjaan itu adalah sama kwalitasnya, dia tidak akan berpikiran menghina 
pekerjaan seorang babu. Yang membedakan dalam mengerjakan suatu pekerjaan itu 
adalah ketrampilan dan keinginan bukan hina tidaknya pekerjaan itu sendiri.  
Begitu juga bagi mereka2 yang menganggap pekerjaan babu itu rendah, paradigma 
yang dipakai sama saja dengan fahri Hamza.  Jadi ketika ada yang membela 
pembantu itu karena menganggap pekerjaan babu itu adalah hina, mereka2 ini sama 
saja berparadigma seperti fahri hamzah.  Orang mau jadi babu, dokter, 
pengacara, montir dll itu apa salahnya? Apa hebatnya pekerjaan seorang presiden 
dibandingkan seorang kuli bangunan? Apa hebatnya pekerjaan seorang direktur 
perusahaan besar dibandingkan seorang ibu rumah tangga?  Bagi saya tidak ada. 
Mereka semua manusia yang menjalankan pekerjaannya masing2. Itulah kehidupan 
didunia ini. Persoalan setelah mati dari dunia ini, mungkin akan menjadi 
pertanyaan selanjutnya bagaimana mempertanggungjawabkan pekerjaan2 yang telah 
dilakoni didunia ini.  Nesare   From: GELORA45@yahoogroups.com 
[mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Saturday, January 28, 2017 9:07 AM
To: Yahoogroups <temu_er...@yahoogroups.com>; DISKUSI FORUM HLD 
<diskusifo...@googlegroups.com>; GELORA_In <gelora45@yahoogroups.com>
Cc: Jonathan Goeij <jonathango...@yahoo.com>; Lusi.D <lus...@rantar.de>; Daeng 
<menakjin...@t-online.de>; Roeslan <roesla...@googlemail.com>; Rachmat 
Hadi-Soetjipto <nc-hadis...@netcologne.de>; Mitri <scorpio200...@yahoo.de>; Gol 
<gogo...@gmail.com>; Harry Singgih <harrysing...@gmail.com>; Lingkar Sitompul 
<lingkarsitom...@gmail.com>; Ronggo A. <ronggo...@gmail.com>; Ajeg 
<ajegil...@yahoo.com>; Farida Ishaja <farida.ish...@gmail.com>; Marsiswo 
Dirgantoro <mdirgant...@yahoo.com>; Billy Gunadi <billyguna...@rogers.com>; 
writejo...@gmail.com; in...@ozemail.com.au; Karma I Nengah [PT. Altus Logistic 
Service Indonesia] <ineng...@chevron.com>; C. Manuputty 
<c.manuput...@upcmail.nl>; octaviasyafarw...@gmail.com; 
denise_zai...@hotmail.com; Oman Romana <oromana0...@gmail.com>
Subject: [GELORA45]      
"Fahri Harusnya Paham, Anak Bangsa Menjadi Babu karena Kemiskinan"
 JAKARTA, KOMPAS.com  — Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) meminta Fahri 
Hamzah dicopot dari jabatannya. Permintaan itu menyusul kicauan di akun Twitter 
Fahri yang dianggap menghina TKI. Melalui keterangan tertulis, juru bicara JBMI 
Eni Lestari menilai,Fahri Hamzah tidak layak duduk di jabatan tersebut.  
Kicauan Fahri pada akun Twitter resminya, @Fahrihamzah, Selasa (24/1/2017), 
berisi "Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing 
merajalela." "Fahri Hamzah tidak layak menjadi perwakilan rakyat dan buruh 
migran. JBMI menuntut Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk menurunkan Fahri 
Hamzah dari jabatannya sebagai Ketua Tim Pengawasan TKI," ujar Eni, Rabu 
(25/1/2017). Sebagai Ketua Tim Pengawasan TKI, kata Eni, Fahri gagal memahami 
persoalan mendasar dan solusi yang dibutuhkan buruh migran di luar negeri. 
Lebih dari 10 juta buruh migran di luar negeri teraniaya dan telantar karena 
tidak diakui sebagai pekerja di dalam hukum Indonesia dan di hukum negara 
penempatan. Hak-hak buruh migran ditiadakan dan dipaksa hidup di bawah naungan 
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan agen Eni 
menuturkan, sejak 1990, pemerintah memang sudah menarget pengiriman TKI setiap 
tahun dan menjadikan devisa TKI sebagai andalan pemasukan negara. (Baca: TKI di 
Hongkong Tuntut Fahri Hamzah Minta Maaf atas Kicauan di Twitter) Namun, ketika 
mereka telantar di luar negeri, menuntut pelayanan dan perlindungan, pemerintah 
belum berupaya maksimal. "Tetapi, tampaknya kenyataan-kenyataan ini tidak 
dijadikan perhatian utama Fahri untuk dipecahkan," kata Eni. "Jika Fahri 
mempelajari seluk-beluk persoalan buruh migran, tentu dia tahu bahwa anak 
bangsa menjadi 'babu' di negeri orang karena memang negara gagal mengentaskan 
rakyat dari kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja layak di dalam negeri," 
katanya. Selain itu, menurut Eni, pada awal 2017, Fahri juga pernah melontarkan 
pernyataan yang tidak berlandaskan fakta, merusak reputasi buruh migran, dan 
menjerumuskan masyarakat. Eni mengutip pemberitaan di media massa online yang 
memuat pernyataan Fahri yang menyebut 30 persen TKI di Hongkong mengidap HIV. 
(Baca: TKI di Hongkong Anggap Permintaan Maaf Fahri Hamzah Belum Cukup) 
Sementara itu, LSM PathFinders membantah telah membuat pernyataan bahwa 30 
persen dari tenaga kerja di Hongkong mengidap HIV/AIDS. Hal senada juga 
diungkapkan oleh Sekjen DPP Perempuan Bangsa Luluk Nur Hamidah. Dia menyesalkan 
pernyataan Fahri Hamzahyang tidak sensitif dan justru tidak membantu penuntasan 
masalah mendasar yang dialami TKI. (Baca: "Tweet" Fahri Hamzah yang Memancing 
Reaksi TKI hingga Menaker...) Luluk menuturkan, dengan menjabat sebagai Ketua 
Pengawas TKI, Fahri seharusnya bisa menggunakan kewenangannya untuk menuntaskan 
revisi Undang-Undang No 39 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Penempatan Tenaga 
Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN). "Harusnya Fahri bisa gunakan 
kewenangan dan tugas utamanya sebagai pengawas, sekaligus pimpinan DPR untuk 
menuntaskan revisi UU yang terkait tenaga kerja kita di luar negeri agar 
menjadi prioritas prolegnas 2016. Sayangnya, revisi itu tidak jelas kapan akan 
tuntas," ujar Luluk melalui pesan singkat kepadaKompas.com, Rabu.   
#yiv4055325034 #yiv4055325034 -- #yiv4055325034ygrp-mkp {border:1px solid 
#d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-mkp #yiv4055325034hd 
{color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 
0;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-mkp #yiv4055325034ads 
{margin-bottom:10px;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-mkp .yiv4055325034ad 
{padding:0 0;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-mkp .yiv4055325034ad p 
{margin:0;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-mkp .yiv4055325034ad a 
{color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-sponsor 
#yiv4055325034ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-sponsor #yiv4055325034ygrp-lc #yiv4055325034hd {margin:10px 
0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-sponsor #yiv4055325034ygrp-lc .yiv4055325034ad 
{margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv4055325034 #yiv4055325034actions 
{font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034activity 
{background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv4055325034
 #yiv4055325034activity span {font-weight:700;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034activity span:first-child 
{text-transform:uppercase;}#yiv4055325034 #yiv4055325034activity span a 
{color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv4055325034 #yiv4055325034activity span 
span {color:#ff7900;}#yiv4055325034 #yiv4055325034activity span 
.yiv4055325034underline {text-decoration:underline;}#yiv4055325034 
.yiv4055325034attach 
{clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 
0;width:400px;}#yiv4055325034 .yiv4055325034attach div a 
{text-decoration:none;}#yiv4055325034 .yiv4055325034attach img 
{border:none;padding-right:5px;}#yiv4055325034 .yiv4055325034attach label 
{display:block;margin-bottom:5px;}#yiv4055325034 .yiv4055325034attach label a 
{text-decoration:none;}#yiv4055325034 blockquote {margin:0 0 0 
4px;}#yiv4055325034 .yiv4055325034bold 
{font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv4055325034 
.yiv4055325034bold a {text-decoration:none;}#yiv4055325034 dd.yiv4055325034last 
p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv4055325034 dd.yiv4055325034last p 
span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv4055325034 
dd.yiv4055325034last p span.yiv4055325034yshortcuts 
{margin-right:0;}#yiv4055325034 div.yiv4055325034attach-table div div a 
{text-decoration:none;}#yiv4055325034 div.yiv4055325034attach-table 
{width:400px;}#yiv4055325034 div.yiv4055325034file-title a, #yiv4055325034 
div.yiv4055325034file-title a:active, #yiv4055325034 
div.yiv4055325034file-title a:hover, #yiv4055325034 div.yiv4055325034file-title 
a:visited {text-decoration:none;}#yiv4055325034 div.yiv4055325034photo-title a, 
#yiv4055325034 div.yiv4055325034photo-title a:active, #yiv4055325034 
div.yiv4055325034photo-title a:hover, #yiv4055325034 
div.yiv4055325034photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv4055325034 
div#yiv4055325034ygrp-mlmsg #yiv4055325034ygrp-msg p a 
span.yiv4055325034yshortcuts 
{font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv4055325034 
.yiv4055325034green {color:#628c2a;}#yiv4055325034 .yiv4055325034MsoNormal 
{margin:0 0 0 0;}#yiv4055325034 o {font-size:0;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034photos div {float:left;width:72px;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034photos div div {border:1px solid 
#666666;height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034photos div label 
{color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv4055325034
 #yiv4055325034reco-category {font-size:77%;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034reco-desc {font-size:77%;}#yiv4055325034 .yiv4055325034replbq 
{margin:4px;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-actbar div a:first-child 
{margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-mlmsg 
{font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-mlmsg select, #yiv4055325034 input, #yiv4055325034 textarea 
{font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-mlmsg pre, #yiv4055325034 code {font:115% 
monospace;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-mlmsg * 
{line-height:1.22em;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-mlmsg #yiv4055325034logo 
{padding-bottom:10px;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-msg p a 
{font-family:Verdana;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-msg 
p#yiv4055325034attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-reco #yiv4055325034reco-head 
{color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-reco 
{margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-sponsor 
#yiv4055325034ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-sponsor #yiv4055325034ov li 
{font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-sponsor #yiv4055325034ov ul {margin:0;padding:0 0 0 
8px;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-text 
{font-family:Georgia;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-text p {margin:0 0 1em 
0;}#yiv4055325034 #yiv4055325034ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv4055325034 
#yiv4055325034ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none 
!important;}#yiv4055325034 

   
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Hsin Hui Lin ehh...@gmail.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] mj marthaja...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke