Che RachmadPERS adalah milik Rakyat, bukan milik Penguasa dan KorporatSecara 
historis, perkembangan pers di Indonesia sangat erat kaitannya dengan fase 
pergerakan nasional. Pers tumbuh dan berkembang menjadi senjata atau alat 
agitasi maupun propaganda untuk melawan kolonialis di tanah air. Sama halnya 
dengan berbagai sejarah kehidupan pers di negara-negara lain seperti terbitnya 
Iskra di Rusia yang digagas oleh Lenin yang bertujuan sebagai alat untuk 
menyebarkan ide-ide perubahan untuk menggulingkan pemerintahan tsar hingga 
mencapai kemenangan revolusi oktober 1917. Dalam dewan deklarasi Editorial 
Iskra menegaskan bahwa pers lahir sebagai roh untuk memajukan kesadaran 
sekaligus persatuan rakyat untuk memperkuat rakyat melawan berbagai kebohongan 
busuk dari pemerintahan Tsar. Demikian pula dengan terbitnya Koran Rheinische 
Zeitung oleh Moses Hess. Koran ini lahr sebagai tandingan untuk menyaingi koran 
konservatif Koolnische Zeitung. Salah-satu editor terkenalnya adalah seorang 
revolusioner, bernama Karl Marx. Koran ini bertujuan untuk melakukan perlawanan 
terhadap system kerajaan maupun kritikan terhadap kemunculan era kapitalisme 
yang menghisap dan menindas klas pekerja dan rakyat dunia.Pers dan perjuangan 
ibarat air dan ikan, mereka hidup bersama-sama. Pada abad 20, kondisi 
perjuangan Indonesia mulai menemukan semangat persatuan dalam kerangka 
pergerakan nasional. Seluruh rakyat berjuang untuk tanpa mengenal kompromi 
dengan kolonialis Belanda dan kapitalisme internasional. Masa-masa pergerakan 
nasional yang ditandai dengan sumpa pemuda, menjadi syarat yang menciptakan 
pers di Indonesia.Pada tahun 1907 lahir sebuah surat kabar nasional pertama 
bernama Medan Prijaji di kota Bandung yang dipelopori oleh Tirto Adhi Soerjo. 
Dialah kemudian yang disebut-sebut Pramoedya Ananta Toer sebagai Minke dalam 
karya Tertalogi Pulau buru. Medan Prijaji didirikan bertujuan untuk menggugat 
ketidakadilan di Indonesia akibat proses kolonisasi Belanda serta penindasan 
feodal.Selain Medan priyayi yang digagas Tirto Adhi Soerjo, telah berkembang 
beberapa media yang digunakan sebagai alat perjuangan melawan kolonialisme 
imperialisme Belanda dan feodal. Seperti Dowes Dekker (De Expres, 1912), HOS 
Tjokroaminoto (Oetoesan Hindia, 1912), Tjipto Mangoenkoesoemo (Penggugah, 
1919), Mas Marco Kartodikromo (Dunia Bergerak, 1914), Haji Misbah (Medan 
Moeslimin, 1915), dan lain-lain. Pada tahun 1914 mereka bersama-sama mendirikan 
Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Organisasi ini telah banyak mengambil 
kepeloporan dalam ranah pemberitaan dan penyadaran kepada rakyat untuk melawan 
kolonialisme imperialisme Belanda dan feodal. Akibat perang pena yang dilakukan 
oleh pers-pers Indonesia di awal abad 20 ini, menyebabkan sering terjadi 
pembrendelan, penangkapan bahkan pengasingan para pemimpin organisasi Pers di 
Indonesia. Selain itu, terdapat pula organisasi wartawan seperti Sarekat 
Journalist Asia yang berdiri pada tahun 1925, Perkumpulan Kaoem Journalists 
(1931, serta Persatoean Djurnalis Indonesia (1940). Semuanya memahami bahwa 
orientasi pers harus menyandarkan pada keberpihakan untuk membangkitkan 
kesadaran massa rakyat melawan kolonialisme Imperialisme Belanda dan feodal di 
Indonesia.Namun ada hal yang unik. kita mengetahui bahwa perkembangan dan 
perjuangan Pers di Indonesia sudah ada semenjak awal abad 20 yang digagas oleh 
kaum-kaum intelektuil progesif yang menjadikan Pers sebagai alat perjuangan 
rakyat. Akan tetapi, penetapan Hari Pers Nasional malah lahir di era Orde Baru 
di bawah kepemimpinan dictator borjuis Soeharto yang merupakan rejim 
reaksioner/boneka yang anti demoraksi. Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 
setiap tanggal 9 Februari didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 
1985, menjadi “simbolisasi” untuk merayakan pengekangan, pembrendelan atas 
media maupun pekerja-pekerja media. Alhasil, berbagai media mengalami 
pemberendelan di era Soeharto. Tahun 1982 terjadi pemberendelan pertama 
terhadap majalah Tempo, Detik dan Editor. Pemberendelan ini dilakukan akibat 
muatan-muatan berita, opini yang mengkritik rejim orba. Tahun-tahun berikutnya 
berlanjut, kebebasan para media dan pekerja sangat dibatasi dengan keberadaan 
Depertemen Penerangan yang bertugas untuk mensensor berbagai muatan berita yang 
mengkritik atau menentang rejim Orba. Ironinya, PWI malah pernah mendukung 
pemberendelan terhadap Tempo. Dan kondisi tersebut, mendorong para 
pekerja-pekerja media untuk melahirkan organisasi Aliansi Jurnalis Independen 
(AJI).Gerakan reformasi 1998 membuka sedikit kran demokrasi di Indonesia. Pers 
dianggap sebagai salah-satu pilar demokrasi pasca runtuhnya orde baru Soeharto. 
Bergulirnya era reformasi, turut membawa sebuah era baru dalam dunia informasi 
di Indonesia. Masifnya informasi, berita dan pesan-pesan terus berkembang silih 
berganti membawa media kepada sebuah peta kompetisi baru dan kepemilikan media 
massa di Indonesia. Berawal dari tahun 1998 menjadi awal dibukanya kran 
kebebasan pers di Indonesia yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 
40 tahun 1999 tentang Pers dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang 
Penyiaran. Kedua UU tersebut berhasil mendorong sebuah demokratisasi informasi 
sekaligus membuka pasar media yang luas. Media bebas ditandai dengan lepasnya 
kontrol pemerintah terhadap kehidupan media (self regulatory sistem). Kebebasan 
media mendorong media sebagai pilar ke-4 demokrasi sekaligus menjadi lembaga 
penyebar informasi dan penyalur aspirasi publik yang sangat efektifTapi 
kebebasan media bukan malah berimplikasi untuk menegakkan peran media massa 
untuk mendidik rakyat atau menjadi alat perjuangan rakyat. Saya coba ingin 
melihat korporasi atau konglomerasi media massa di HPN 09 Februari 2017. 
Kebebasan media malah memunculkan masalah pemusatan kepemilikan perusahaan 
media (korporasi), yang mengubah paradigma kebebasan media dan kebutuhan 
informasi publik menjadi sebuah kebebasan menguasai pasar media. Masyarakat 
hanya dilihat sebagai market (pasar) sehingga perusahaan media semata-mata 
lebih mengikuti perlombaan dalam meraup rating dan oplah, sehingga mengancam 
orientasi media itu sendiri, yaitu kredibilitas dan independensi media. Tentu, 
tak soal bagaimana media berlomba meningkatkan oplah dan rating. Masalahnya 
pada cara: adakah perlombaan itu berujung pada meningkatnya mutu media? Bisnis 
media rakus laba, dan menghalalkan pelbagai cara “yang penting laku”, akhirnya 
sampai pada pertarungan kepercayaan publik kepada media itu.Kepemilikan media 
oleh korporasi di Indonesia sudah pada tahap yang membahayakan. Ini adalah 
hasil penelitian yang dilakukan Centre for Innovation Policy and Governance 
(CIPG) dan HIVOS . AlHasil penelitian itu memetakan 12 media besar yang 
menguasai hampir semua kanal media di Indonesia. Para korporasi media tersebut 
adalah MNC Group, Kompas Gramedia Group, Grup JawaPos, Mahaka Media Group, 
Elang Mahkota Teknologi, CT Corp, Visi Media Asia, Media Group, MRA Media, 
Femina Group, Tempo Inti Media, dan Beritasatu Media Holding. Celakanya para 
pemilik media grup ini juga terafiliasi dengan partai-partai politik, seperti 
Surya Paloh (Media Group) dengan partai Nasional Demokrat (Nasdem), Hary 
Tanoesoedibjo (MNC Group) dengan Perindro dan Aburizal Bakrie Partai Golkar.Di 
Indonesia kepemilikan media tak mengunggulkan satu jenis media, namun 
kepemilikan silang. Satu grup perusahaan mempunyai koran, radio, TV, dan situs 
berita. Sementara itu, dengan kepemilikan silang, dikhawatirkan media akan 
memberi informasi dengan pandangan satu sisi. Dengan perkembangan demikian, 
bukan tak mungkin akan terjadi monopoli informasi. Monopoli informasi akan 
membuat massa tidak demokratis karena mereka akan mempunyai kepentingan yang 
erat kaitannya dengan para korporasi maupun terhadap kepentingan politisasi 
atau menjadi alat hegemoni bagi Negara. Penyatuan kepemilikan media, begitu 
pula integrasi redaksi (newsroom integration) di dalam kelompok media yang sama 
dapat menjadikan operasional industri media dianggap efisien sebagaimana 
prinsip korporasi dalam berbisnis. Seorang wartawan misalnya, dapat membuat 
satu berita bukan hanya untuk satu kanal namun juga beberapa kanal sekaligus. 
korporasi media bukan hanya persoalan bisnis. Pilihan integrasi redaksi 
sejumlah media yang berada di bawah struktur kepemilikan yang sama ini adalah 
pilihan yang masuk akal secara ekonomis, karena bisa meningkatkan efisiensi 
produksi di kelompok media tersebut. Akan tetapi, seringkali kebijakan 
integrasi ini juga dibarengi dengan PHK wartawan atau karyawan. Implikasi 
korporasi media massa tentu kerap mempertarukan profesionalisme termasuk 
kinerja wartawannya. Keengganan untuk menerapkan standar jurnalistik tersebut 
di satu pihak memang disebabkan oleh tekanan pasar yang semakin kompetitif— 
yang memaksa sejumlah media tergiur untuk mempraktikkan sensasionalisme dan 
mengeksploitasi sebanyak mungkin kontroversi yang ada dalam masyarakat untuk 
dijadikan komoditi, agar tidak tersisih dari pasar. Bila pada masa Orde Baru 
pers kita terjepit antara tekanan dari “istana” dan “pasar”, maka masa transisi 
saat ini cenderung mengarah pada suatu kondisi di mana “pasar” menjadi faktor 
dominan dalam menentukan karakteristik produk informasi yang harus dipasarkan, 
dan di mana mekanisme pasar juga yang akan “membrendel” pers yang tidak 
mengikuti kaidah-kaidah pasar. Namun media sebagai alat hegemoni oleh kekuasaan 
negara sebagaimana dijelaskan oleh Gramsci masih juga terjadi. Pertarungan 
wacana untuk membangun diskursus oleh kekuatan politik baik penguasa maupun 
oposisi, menempatkan media mempunyai peranan besar. sementara pers sebagai alat 
perjuangan, edukasi dan memajukan kebudayaan kian memudar.Dan dimasa 
pemerintahan Jokowi ini, berbagai pemblokiran media massa juga terjadi. Di HPN 
ini bahkan verivikasi media massa dianggap mempraktekkan kembali pembatasan 
atas kebebasna media massa terutama pers yang selama ini konsen atas isu-isu 
perjuangan rakyat. Verifikasi pers tidak ubahnya seperti lembaga sensor oleh 
depertemen penerangan. “Apa kata bapak Harmoko” hehe.Pada masa Pra kemerdekaan 
awal abad 20, telah mengajarkan kepada kita bagaimana Pers didirikan bukan 
untuk penguasa atau komersil. Namun Pers sepenuhnya mendukung perjuangan 
rakyat. Pers dengan gigih melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mulia untuk 
mencerdaskan rakyayt. Peranan PERS tentu terletak pada bagaimana mereka mampu 
memperkenalkan apa itu kebenaran di tengah-tengah masyarakat. Nilai-nilai 
kebenaran menjadi roh yang menyelimuti setiap berita atau informasi yang 
disampaikannya. Dan yang terpenting PERS dapat menjadi instrumen 
mengkampanyekan peradaban yang maju bagi masyarakat Indonesia.Pekerja-pekerja 
pers tentu mempunyai pandangan progesif pada umumnya. Namun kerap dihambat oleh 
pemilik pers itu sendiri. Akan tetapi, pekerja-pekerja Pers harus mampu 
mendidik massa, oleh sebab itu pers akan selalu dikaitkan menjadi alat 
kebudayaan maju rakyat. Pekerja Pers harus mampu menjelaskan kepada masyarakat 
di dalam surat-surat khabar, di media elektronik, apa yang menjadi akar 
persoalan masyarakat dan apa jalan keluarnya. Pers akan berguna, apabila mampu 
menginformasikan sebuah kebenaran kepada masyarakat. Bersandar pada banyak 
orang, dan membantu banyak orang untuk sadar dan mau bergerak untuk maju. Tugas 
sejatinya Pers yaitu, membangkitkan dan menggerakkan masyarakat menuju 
kehidupan yang lebih maju. Pers harus mampu memajukan pemikiran masyarakat yang 
masih dibelenggu dari keterbelakangan dan kemiskinan akibat sistem yang 
menindas.Pekerja-pekerja Pers adalah berasal dari kaum intelektuil. Maka 
sebagaimana tanggung jawab kaum intelektuil yang bekerja di ruang-ruang Pers, 
sudah saatnya mengembalikan masa keemasan perkembangan PERS di Indonesia. 
Sehingga Pers bukan menjadi semata-mata menjadi mainan penguasa atau mainan 
pebisnis untuk meraup keuntungan saja.
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Hsin Hui Lin ehh...@gmail.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] mj marthaja...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke