Assalamu'alaikum wr.wb.,
 

Lembang Alam

5.  KE RAUDHAH

Subuh berikutnya saya bangun jam empat kurang, pada
saat alarm HP berbunyi. Saya segera bersiap-siap dan
setelah itu membangunkan istri dan si Sulung untuk
bersiap-siap pula. Pagi inipun kami pergi bertiga ke
mesjid. Si Bungsu disuruh tinggal menemani kakaknya
seperti kemarin. Waktu sampai di mesjid azan pertama
berkumandang. Ternyata berangkat ke mesjid hampir
setengah jam lebih lambat dari kemarin tidak banyak
bedanya. Saya masih bisa masuk ke ‘ring’ dua dibawah
tenda seperti kemarin subuh. Hal ini dikarenakan tidak
semua jamaah mengisi shaf paling depan terlebih
dahulu. Banyak juga jamaah yang datang langsung duduk
di shaf bagian belakang mesjid. Bahkan tadinya saya
ingin mencoba masuk ke bagian depan melalui
babussalaam, tapi melihat jamaah berdesak-desak di
pintu masuk niat itu saya batalkan. 

Saya mengerjakan shalat malam dan shalat witir dengan
santai dan sesudah itu masih sempat membaca al Quran
beberapa halaman sebelum azan subuh berkumandang. 

Imam membaca surah Ar Rahman dalam shalat subuh pagi
ini. Penekanan suaranya setiap membaca ‘fabiayyiaa laa
i rabbikumaa tukatztzibaan’ benar-benar mengundang
sesenggukan dan haru. Wahai diri... maka nikmat tuhan
mu manakah  yang (masih juga) engkau dustakan?

Sesudah zikir sehabis shalat subuh saya langsung
pulang. Nanti sekitar jam sembilan saya akan kembali
dan pada waktu itu saya akan masuk ke Raudhah insya
Allah. Saya memang tidak memaksakan untuk masuk kesana
sesudah shalat subuh karena berkeyakinan sekali bahwa
sesudah shalat subuh tidak ada lagi shalat sebelum
matahari sempurna terbit sesuai hadits Rasulullah SAW,
sedangkan masuk ke Raudhah itu sunahnya adalah dengan
melakukan shalat dua rakaat lalu berdoa. Saya ingat
waktu kami berdiskusi tentang tidak ada shalat sesudah
shalat subuh itu di tahun sembilan puluh, persis dekat
Raudhah.  Seorang jamaah dari Indonesia yang saya
tidak kenal nyeletuk menganjurkan saya keluar dulu
lalu masuk dan mengerjakan shalat tahiyatul masjid di
Raudhah. Saya tidak menerima saran itu ketika itu,
karena itu rasanya main akal-akalan. Kalau tidak ada
shalat sesudah subuh ya sudah, lebih baik ditunggu
saja menjelang waktu dhuha.

Teman saya yang kritis memprotes lagi, kok shalat
jenazah sesudah shalat subuh ikut? Saya menjawab agak
sekenanya karena saya memang belum mendapat jawaban
yang pas untuk itu, ‘Shalat jenazah sesudah subuh itu,
kita lakukan dengan kekeliruan secara kolektif.
Sebagian besar jamaah melakukannya dan tujuannya agar
jenazah tidak dibiarkan menunggu untuk segera
dikebumikan. Saya rasa itu pertimbangannya, jadi
hukumnya agak berbeda.’ Wallahu a’lam.

Sesuai dengan yang saya rencanakan, sekitar jam
sembilan saya kembali ke mesjid. Masuk dari
babussalaam. Suasananya agak sepi. Saya shalat sunat
tahiyatul masjid dulu di belakang tempat imam berdiri.
Lalu berusaha masuk ke Raudhah. Di dalam penuh sesak
dengan jamaah. Tempatnya jadi agak kecil karena
pagi-pagi begini sebagian disediakan untuk jamaah
wanita dan antara kedua tempat dibatasi dengan tabir
pemisah yang tinggi. Suaranya juga lumayan heboh di
kedua belah sisi.

Bermacam-macam cara jamaah shalat dan bedoa di tengah
ruangan yang sempit karena dijejali banyak sekali
manusia ini. Banyak sekali yang berdoa dengan
bercucuran air mata. Barangkali disinilah semua dosa
dimintakan ampunan, segala kesulitan diadukan dan
segala harapan dipanjatkan kepada Allah Yang Maha
Pengasih Yang Maha Penyayang. Semua jamaah, dari
segala macam negeri asal, bersimpuh disini, meratap
dan bermohon. Dengan keyakinan bahwa ditempat ini
doa-doa itu insya Allah diijabah oleh Allah Rabbul
‘Aalamiin.

Saya mencari tempat dekat tiang dan menunggu seorang
jamaah yang sedang shalat sambil mencoba melindunginya
agar orang tidak melintas di depannya. Pekerjaan yang
tidak mudah, karena dalam suasana begini orang
melintas saja dengan semaunya di depan orang yang
sedang shalat. Setelah orang itu selesai shalat dan
berdoa, saya mengambil tempatnya untuk shalat. Sama
saja, sekarang orang melintas di depan saya. Setelah
selesai shalat dua rakaat saya berdoa. Doa yang
ringkas seperti umumnya doa yang selalu saya
ulang-ulang. Agar Allah mengampuni dosa-dosa saya,
agar Allah mengampuni dosa kedua ibu bapa saya, agar
Allah menerima amalan-amalan saya yang tidak seberapa,
agar Allah memaafkan kekurangan-kekurangannya, agar
Allah menolong kami untuk menyelesaikan ibadah haji
dengan sebaik-baiknya. Tentu saja masih ada tambahan
doa yang lain. Yang khusus untuk anak-anak saya, yang
khusus untuk yang menitip untuk didoakan dan
sebagainya. Karena orang lain juga antri untuk masuk
dan shalat disana, saya cepat-cepat bangkit dan pindah
ke depan ke dekat tempat imam. Disana saya tuntaskan
dan saya ulangi lagi doa-doa tadi.  

Lalu saya shalat lagi dua rakaat, shalat dhuha. Dan
melanjutkan bacaan al Quran. Target saya adalah
menamatkan al Quran selama hari-hari pelaksanaan haji
ini. Kira-kira jam sepuluh, karena mata saya sudah
terasa capek, saya pulang ke pemondokan. Melangkah
kesebelah kiri mesjid, melintas di depan makam
Rasulullah SAW  untuk mengucapkan salam. Dan
mengucapkan salam pula kepada Abu Bakar dan Umar.

Di pemondokan saya dapati istri dan anak-anak dengan
kesibukannya masing-masing. Yang sibuk mencuci, yang
sibuk mengaji, yang sibuk tidur.  Kami
berbincang-bincang sebentar. Dan setelah itu saya
melanjutkan lagi tadarus sesanggupnya. Menjelang
berangkat kembali ke mesjid untuk shalat zuhur.

                        ****


=====

St. Lembang Alam



__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Search - Find what you’re looking for faster
http://search.yahoo.com
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke