Assalamu'alaikum wr.wb.,
 
 
Lembang Alam

7. RENUNGAN DI MESJID NABAWI

Kadang-kadang timbul pertanyaan dalam hati saya,
berapa orang kira-kira yang ikut  berjamaah setiap
kali waktu shalat fardu di mesjid nabi ini? Pernah
saya coba menghitung secara bodoh-bodohan. Panjang
mesjid ini dari kiri ke kanan (barat ke timur) saya
perkirakan sekitar 600m. Lebar utara selatan paling
kurang 150m. Untuk panjangnya, seandainya di setiap
meter diisi dua orang maka satu shaf dari barat ke
timur (dengan mengabaikan tonggak-tonggak mesjid)
tentulah diisi oleh 1200 orang. Kalau satu shaf
lebarnya satu meter  maka dari muka ke belakang ada
150 shaf. Jadi pada saat mesjid terisi penuh, dengan
hitungan bodoh-bodohan saya ada 180,000 jamaah.
Bolehlah kita kurangi 10% tempat berdirinya
tonggak-tonggak besar dalam mesjid, berarti masih ada
lebih dari 160,000 orang yang shalat berjamaah. Dan
kalau ditambah dengan yang shalat di pekarangan mesjid
(pada waktu shalat Jumat misalnya) jumlah itu bisa
jadi dua kali lipat. Jelas tidak sebanding dengan
mesjid di kompleks tempat saya tinggal yang paling
banyak mampu menampung sekitar lima ratus orang kalau
diisi sampai bagian luar.

Dengan jumlah jamaah sebanyak itu, seandainya setiap
jamaah memberikan manfaat/pahala  ‘salam’ kepada
jamaah yang lain, ketika dia menyudahi shalatnya
dengan ucapan Assalamu’alaikum warahmatullah,
maka..... subhanallah, betapa besarnya manfaat/pahala
itu. Barangkali inilah ma’na sabda Rasulullah SAW 
yang mengatakan bahwa shalat di mesjid ini lebih utama
dari shalat di mesjid lain 1000 kali.

Kadang-kadang, terutama pada saat menjelang shalat
subuh, saya suka memperhatikan jamaah yang hadir dari
segenap penjuru bumi ini. Bermacam-macam warna kulit,
bermacam-macam cara berpakaian, bermacam-macam
keperibadian. Tentu bermacam-macam pula status sosial
mereka. Tentu bermacam-macam pula tinggi rendahnya
pangkat, kekayaan,  kecerdasan.  Ada yang terlihat
dengan pakaian rapih dan bersih, tapi ada yang
terlihat dengan pakaian sederhana dan kusam. Ada yang
mengenakan gamis, ada yang memakai stelan lengkap
berjas dan berdasi, di subuh-subuh begini.  Ada yang
bersorban besar, ada yang berkopiah hitam. Ada yang
tinggi besar ada yang rendah dan kecil badannya. Namun
saya menduga tentang satu hal, mudah-mudahan mereka
semua mempunyai tingkat keimanan yang tidak jauh
berbeda, paling tidak pada waktu menjelang shalat
subuh seperti ini. Saya menduga demikian karena mereka
mau datang subuh-subuh ke mesjid ini, tentulah karena
dorongan iman semata. Kalau bukan karena iman mungkin
mereka lebih memilih tidur di penginapannya. Apalagi
cuaca lumayan dingin. 

Disini, di dalam mesjid yang mulia ini, luluh segala
macam perbedaan tadi. Semua duduk dengan takzim dan
sabar. Semua larut dalam zikir, atau dalam
qiraah/bacaan al Quran. Hampir tidak ada yang mengisi
waktu dengan ngobrol. Kalaupun sekali-sekali ada yang
bersuara, mereka menahan suara itu agar tidak
mengganggu ke kiri dan ke kanan. Disini kita semua
bersaudara. Innamal mukminuuna ikhwah, sesungguhnya
orang-orang beriman itu bersaudara. Tidak kira dia
hitam atau putih. Tidak kira dia parlente atau lusuh.
Tidak kira dia bersorban atau berkopiah. Maka tidak
terlihat sekali jugapun pertengkaran di dalam mesjid
ini. Tidak terlihat sekalipun ketersinggungan yang
satu terhadap yang lain. Karena mereka semua menahan
diri. Padahal seandainya mau, banyak alasan untuk
protes. Banyak alasan untuk marah. Banyak alasan untuk
berlaku kasar atau mengajak bertengkar. Seperti ketika
yang satu melintas ‘seenaknya’ dihadapan kita shalat.
Seperti ketika yang satu bertelekan ke kepala kita
ketika dia mau melintas mencari tempat duduk. Atau
ketika  yang lain tiba-tiba ‘memaksakan’ ikut duduk di
depan kita yang padahal sudah sempit. Tidak ada yang
marah. Tidak ada yang protes. Mungkin inilah buktinya
hadits Rasulullah SAW yang lain yang mengatakan iman
itu berkumpul ke Madinah  (Sesungguhnya iman itu pergi
berhimpun ke kota Madinah seperti berhimpunnya
ular-ular yang berkumpul ke sarangnya. H.R. Bukhari).

Waktu mereka masing-masing shalat sunah (qabliyah,
tahiyatul masjid dsb) agak berbeda rithme shalat
mereka yang satu dengan yang lain. Tapi semua itu
kemudian dipersatukan oleh kebersamaan berjamaah 
dibawah komando seorang imam. Dan tidak ada yang
protes kepada imam karena rithme shalat mereka berbeda
dengan imam. Tidak ada yang menyangkal terhadap
komando imam. Artinya mereka tunduk patuh atas
kepemimpinan imam shalat. 

Oh, ya. Dari bermacam-macam rithme atau kecepatan
orang shalat, saya merasa sangat bahagia karena rithme
saya hampir sama dengan rithme imam mesjid ini.  Ini
tercirikan dengan mudah pada saat shalat ‘sirr’
seperti shalat zuhur dan ashar. Hampir tidak berbeda
waktu yang digunakan imam dengan yang saya gunakan
untuk setiap bagian shalat. Berdirinya, rukuknya,
i’tidalnya, sujudnya, duduk antara dua sujudnya,
tasyahudnya. Kok ya hampir-hampir pas saja. Tidak
berlebih-lebihan dan tidak tergesa-gesa.  Bahkan saya
sudah lama meniru melamakan dan memanjangkan bacaan
waktu i’tidal rakaat kedua di shalat  subuh seperti
imam di mesjid Nabawi ini, untuk memberi kesempatan
mereka yang ingin membaca doa qunut. Dan di mesjid di
kompleks tempat saya tinggal dengan demikian
terpersatukan yang suka dan yang tida suka dengan
qunut.

Kembali ke soal kebersamaan dalam jamaah. Seandainya
kebersamaan seperti ini bisa terpelihara di luar
shalat, masya Allah..... Seandainya persatuan seperti
ini bisa terpelihara di luar shalat berjamaah. Sayang,
ini hanya sekedar  angan-angan. 

Waktu keluar dari mesjid, ketika berjalan beriringan
dengan rombongan demi rombongan, atau berpapasan
dengan rombongan yang lain, terdengarlah sayup-sayup
macam-macam bahasa. Saya kenali mereka yang berbahasa
Bugis, berbahasa Sunda, berbahasa Jawa, berbahasa
Minang. Saya kenali mereka yang berbahasa Malaysia,
berbahasa Turki (karena yang berbicara orang-orang
Turki), yang berbahasa Hindustan, yan berbahasa Xin
Jiang, yang berbahasa Inggeris, yang berbahasa
Perancis. Mereka benar-benar datang dari segala
penjuru bumi. Dan dari tulisan di punggungnya saya
kenali jemaah dari Kazakhstan, dari Tajikistan, bahkan
dari Bulgaria (jadi tidak hanya Kosovo). Melihat umat
dari segala bangsa yang bertaburan keluar dari mesjid
ini, entah kenapa menguraikan pula air mata saya. Maha
Besar Engkau ya Allah yang menggerakkan hati-hati
umatMu untuk berkumpul disini.


                        ****



































=====

St. Lembang Alam



__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam
http://mail.yahoo.com
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke