Wa'alaikumsalam wr.wb Da Ad nan bijaksana yang InsyaALLAH dirahmati ALLAH, Meski penjelasan - penjelasan yang da Ad sampaikan hari ini banyak yang belum menjawab berbagai pertanyaan seputar sistim ke Khalifahan akan tetapi ada point penting yang menurut saya lebih realistis dan applicable yaitu :
Adrisman wrote: Mungkin malaysia adalah adalah salah satu contoh yang perlu kita pelajari, dimana hybrid antara demokrasi dan syari'ah islam nampaknya berjalan dengan mulus, warga2 cina yang non muslimpun disana hidup tenang dan berbaur dengan sesama melayu secara rukun. Dari paragraph akhir ini saya menyimpulkan (maaf kalau salah) bahwa penegakan syari'ah Islam tidak mesti dalam bentuk kekhalifahan, sistim demokrasipun bisa dijadikan tools bagi penegakan syari'ah Islam. Dan ini adalah merupakan penerapan poin ke tiga dari tiga poin yang da Ad sampaikan, sedangkan point 1 & 2 itu lebih banyak mengarah kepada individu2 ummat Islam bukan bagian dari sistim dan hal itu saat ini pun sedang berjalan. Terima kasih atas kesempatan diskusi yang diberikan dan saya masih menunggu apakah pertemuan yang di Harvard spt yang pernah disampaikan akan mampu merumuskan konsep ke Khalifahan dari sisi praksis nya bukan sekedar membuka-buka catatan lama yang hanya mengarah pada romantisme masa lalu. Tapi ba a lo da Ad masih menyimpan su'zon ttg duo ormas nan lah tuo (NU & MD). Setahu ambo Ahmad Dahlan mendirikan MD sangaik jauh dari kepentingan politik jiko dalam perjalanannyo pernah mem bidani kelahiran partai (Masyumi & PAN) itu labiah tape kalau di katokan bagian dari dinamika organisasi/perserikatan. Dan jika ado gesekan bukan dikarenakan kepentingan politik akan tetapi pertentangan dalam masalah furu'iyah (niat, qunut, tahlilan, selamatan dll) ini karena prinsip MD yang dikenal dgn TBC (Taklid, Bid'ah dan ...ah lupo lo ambo a nan C nyo ko mah). wallahualam. wassalam, harman nb. Sayangnya da Ad, Aceh hingga kini alun bisa menampilkannya secara utuh, mungkin dek karano masih adonyo konflik/instabilitas keamanan. -----Original Message----- From: Adrisman [mailto:[EMAIL PROTECTED] Assalamu'alaikum wr.wb. Sanak Harman, Tapek bana kesimpulan nan Harman tuliskan iko. Memang kekhalifahan nan da Ad bayangkan pelaksanaannyo mirip dengan demokrasi nan sadang awak pakai kini. Cuman ado point point penting nan Demokrasi indak bisa memenuhi kebutuhan umat islam. 1. Kewajiban kita mentaati pemimpin. 2. Kewajiban kita memilih pemimpin itu dari umat islam. 3. Hukum2 yang kita pakai harus mengacu kepada hukum yang tidak bertentangan dengan yang digariskan oleh Allah swt (syari'ah Islam) Inilah sebenarnya yang esential dalam pemilihan negara khilafah dibandingkan demokrasi. Dalam negara khilafah cuma ada satu imam / pemimpin agama yaitu pemimpin negara merangkap pemimpin agama. Dalam negara2 yang menganut kekhalifahan, tidak diizinkan adanya imam yang lain, karena ini sudah suatu makar dan salah satu dalil yang kebetulan memang sangat tegas dan keras, bahwa bila sudah ada satu imam / khalifah yang terpilih maka yang datang kemudian (mengaku ngaku) harus dibunuh. (maaf ini kita bicara teori, praktek bisa saja berbeda). Jadi bisa dibayangkan, dalam negara khilafah umat Islam bisa / dipaksa untuk bersatu dibawah satu pimpinan. Dan bisa dikontrol timbulnya kelompok2 kecil yang bisa menjadi duri dalam pemerintahan. Inilah sekarang yang terjadi dan menjadi dampak negatip dalam demokrasi di Indonesia, semakin merebaknya kelompok islam2 yang militant / bergaris keras. Seperti halnya bashir (siapa itu, maaf lupa nama lengkapnya) yang berkata lantang dan meneriakkan amrik infidel, kelompok2 seperti ini walaupun bukan wakil pemerintah namun bisa memberikan image yang salah tentang Indonesia dan umat Islam di indonesia secara umumnya. Yang berujung semakin sulitnya kita diterima dalam pergaulan internasional. Dulu insya Allah jaman Soeharto, hal2 seperti ini tak pernah terjadi, kalaupun terjadi langsung digulung dan dibekukan seperti kasus Imron / islam jamaah dulu. tapi bukan berarti era soeharto ini yang kita inginkan untuk kembali, namun ini hanya suatu contoh bahwa demokrasi dikita sekarang ini cuma menimbulkan dampak negatip daripada positipnya. kenapakah begitu...? karena islam dan umat islam adalah berbeda dengan umat nasrani. Umat nasrani bisa menjalankan negara sekuler karena agama mereka sendiri sudah berfikir secara sekuler, artinya urusan dunia diurus negara, urusan akhirat diurus gereja. Sehingga jangan heran kalau sehari hari mereka berbuat yang melanggar ajaran agamanya asal tidak melanggar hukum negara maka mereka akan selamat, kalau mereka berdosa mereka kembali kegereja meminta pengampunan dosa dan mereka sudah kembali bersih. Lihatlah bedanya dengan umat islam..., kalau ada yang melanggar ajaran agama maka secara otomatis umat islam akan menghukumi orang tersebut (secara sosial), contohnya bila ada yang ketahuan berzinah dikampung, maka walau tidak ada aturannya dalam negara demokrasi orang berzinah harus dihukum, namun rakyat sekelilingnya akan menghukum orang yang berbuat tersebut. Disinilah salah satu contoh akhirnya terjadi perbenturan antara demokrasi dan umat islam. Demokrasi adalah kebebasan, berbagai macam freedom telah disusun agar hak2 individu seseorang tidak dilanggar. Mungkinkah kebebasan ini bisa diterapkan pada umat islam yang taat pada Allah dan ajaranNya..? Yang paling pas adalah bagaimana mengakomodasi kebutuhan umat islam (95% penduduk Indonesia) agar bisa tetap menjalankan ajaran agamanya, yaitu satu satunya cara negara harus bisa mengambil hukum2 yang berdasarkan syari'ah islam. Kalau syari'ah islam sudah diakui sebagai satu sumber hukum, maka akan sampai kepada kewajiban beramir / ulil amri yang cuma boleh satu adanya didalam umat islam. Tidak percaya...., kita lihat unit yang kecil yaitu imam sembahyang., jika kita masuk kedalam mesjid dan sedang terjadi shalat jamaah, maka kita harus ikut jadi ma'mum masbuq sekalipun salatnya tinggal satu rakaat, tidak boleh kita mendirikan jamaah yang baru sampai jamaah yang pertama selesai mengucap salam. Lagipula bukankah jari yang lima lebih kuat dari jari yang satu. Bukankah Islam akan semakin kuat kalau kita menjadi satu jamaah yang besar, dibandingkan kita menjadi jamaah2 yang kecil, yang dengan mudah dipecah belah dan dibentur benturkan oleh orang yang tidak ingin melihat islam bersatu dan bangkit menjadi bangsa yang kuat. Saya yakin dulu terjadinya perpecahan kelompok Islam menjadi NU dan MD tadinya berasal karena kepentingan politik saja., dan bukan semata mata karena kepentingan umat. Kalau kita tidak juga menyadari bahwa umat Islam di Indonesia harus bersatu, maka janganlah harap dalam sepuluh, duapuluh tahun lagi kita akan terlepas dari keterpurukan ini. Kita cuma akan bergolak mencari formulasi demokrasi yang pas untuk indonesia, sedang amrik saja yang cuma punya persoalan rasialis dulu2 membutuhkan puluhan bahkan ratusan tahun sebelum menjadi negara demokrasi seperti sekarang. Sekarang juga demokrasi tertolong disana karena sarana/prasarana mereka sudah kuat dan berjalan dengan teratur. Contohnya bila ada tindakan kekerasan,tinggal dial 911 maka dalam waktu singkat polisi sudah tiba ditempat kejadian, contoh lainnya bila ada terjadi traffic light mati di perempatan, yang masing2 ada 3 atau 4 jalur kiri kanan (berarti ada sekurang kurangnya 12 jalur kendaraan), bila ini terjadi maka dengan otomatis pengemudi kendaraan akan menerapkan sistim Stop Sign diperempatan itu (First In First Out) tanpa ada seorangpun polisi disekitar perempatan tersebut, dan semua berjalan dengan teratur, tak ada klakson yang bising, tak ada kemacetan apalagi makian2 yang tak perlu. Kita kitapun bangsa melayu kalau datang kesini dengan sendirinya akan mengikuti cara2 mereka tersebut. Cobalah ini diterapkan di Indonesia, mungkin cuma mimpi yang bisa kita harapkan..., semakin kacau balau bahkan pak ogah bisa bergaya seperti pak polisi dan akhirnya cuma melahirkan pungli dimana mana. Umat islam cuma akan taat dan takut bila diingatkan akan kewajibannya pada Allah, diingatkan akan mati, diingatkan akan hari pembalasan. Satu satunya pilihan bagi kita adalah memiliki khalifah dan hukum2 yang bersumber pada syari'at islam. Kalau kita sudah punya khalifah, maka khalifah (tentunya dipilih orang yang tersoleh) akan menciptakan good govermnent mulai dari kabinet2nya, kemudian menerapkan hukum2 ekonomi, sosial berdasarkan ajaran islam. Seperti diperbanyak bank2 syari'ah, alkohol dan minuman keras dilarang dijual/diproduksi. Acara2 TV atau internet2 provider di filter agar tidak menyebarnya pornographi dikalangan masyarakat, dan banyak lagi yang lain lainnya. Sungguh banyak yang bisa diperbuat dengan kekhalifahan ini, tetap modern tapi juga tidak melenceng dari petunjuk petunjuk Allah. Kita tentunya tak perlu seperti taliban yang melarang tv dan semua yang sifatnya modern. justru kita harus mengejar ketinggalan kita dari barat mengenai kemajuan teknologi ini, dan memanfaatkan yang sudah ada untuk kelancaran ibadah kita. Mungkin malaysia adalah adalah salah satu contoh yang perlu kita pelajari, dimana hybrid antara demokrasi dan syari'ah islam nampaknya berjalan dengan mulus, warga2 cina yang non muslimpun disana hidup tenang dan berbaur dengan sesama melayu secara rukun. Sekian dulu ya sanak...., mudah mudahan bermanfaat diskusi kita ini, lain kali kita lanjutkan lagi. wassalam Adrisman NB. Ide negara federal mungkin suatu ide yang cemerlang, aceh misalnya bisa diberi kekuasaan mengelola dirinya sendiri dan dilihat bagaimana syari'ah islam diaplikasikan disana. Bisa juga dijadikan sebagai pilot project dan ajang uji coba berhasil atau tidaknya bentuk negara yang berdasar syari'ah islam, kalau berhasil tak tertutup negara kita kelak mungkin akan lebih maju bila berbentuk negara federal tersebut. ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net ____________________________________________________