Assalamu'alaikum wr.wb.,

Lembang Alam


3. JUMAT DI MESJID NABAWI

Shubuh pertama  di hari Jumat kami bertiga pergi ke
mesjid. Si Tengah sedang berhalangan bulanan, dan si
Bungsu diminta menemaninya. Saya lebih berserah diri
kepada Allah. Meski saya tidak percaya dengan cerita
si ibu di lift tadi malam tapi tentu bukan alasan
untuk berlaku sombong dan takabur. Sekali lagi saya
serahkan segala urusan ini kepada Allah dan saya mohon
perlindungan dan pertolonganNya.

Kami berpisah di dekat gerbang menuju tempat wanita.
Istri saya dan si Sulung berbaur dengan jamaah wanita
lain menuju mesjid. Saya berputar ke kanan menuju
pintu masuk dari bagian belakang mesjid. Di dalam
mesjid saya dapati bahwa saya tidak bisa masuk ke
bagian paling depan karena ada pembatas di bagian
belakangnya. Di balik pembatas terlihat bahwa bagian
depan memang sudah penuh oleh jamaah. Saya mengambil
tempat   yang masih lapang dan mulai shalat. Tahiyatul
masjid, dilanjutkan dengan shalat malam 4 kali 2
rakaat dan saya tutup dengan witir. Masih jam lima
kurang waktu saya selesai dengan rangkaan shalat itu.
Saya ambil al Quran dan saya mulai tadarus menjelang
waktu shubuh.

Jam setengah enam lebih berkumandang azan shubuh.
Semua orang yang memegang mushaf berhenti dari membaca
al Quran dan mengembalikan mushaf ke raknya. Sayapun
melakukan hal yang sama. Sesudah azan semua berdiri
untuk shalat sunah fajar dua rakaat. Masih beberapa
menit lagi sebelum shalat shubuh dimulai. Saya
berharap imam akan membaca surah Alif Laam Miim Tanzil
(sajadah) pada shalat subuh di hari Jumat itu. Tapi
ternyata tidak. Saya tidak hafal surah apa yang dibaca
imam. Namun bacaan itu membuat mata saya berkaca-kaca.
Syahdu dan khusyuk sekali rasanya. Shalat di mesjid
yang oleh nabi dikatakan lebih utama 1000 kali
dibandingkan dengan shalat di mesjid lain kecuali di
Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa.

Selesai shalat dan zikir saya keluar mencari jalan
masuk ke bagian depan mesjid. Saya melalui pintu
assalaam (babussalaam) dan melangkah menuju makam
Rasulullah SAW, untuk berziarah. Jamaah berdesak-desak
ramai sekali. Saya berjalan terus beringsut-ingsut
meliwati mimbar dan terus bergerak karena saya tidak
berniat mampir ke Raudhah pagi ini. Di Raudhah jamaah
berdesak-desak lebih ramai lagi. Makin mendekati makam
Rasulullah SAW, barisan jamaah terbagi dua. Ada yang
berusaha mendekat ke dinding makam, lalu diusir oleh
asykar dan ada yang berlalu saja agak jauh dari
dinding. Saya mengikuti yang kedua ini. Di depan makam
Rasulullah SAW saya ucapkan salam kepada beliau,
assalamu’alaika ya Rasulullah SAW, assalamu’alaika ya
habiballah, ya khatamannabiyyiin, ya saidul mursaliin.
Dengan air mata bercucuran deras. Saya sampaikan salam
dari kerabat yang menitipkan salam kepada beliau.
Tetap beringsut maju, meliwati makam Abu Bakar dan
Umar. Saya ucapkan salam kepada beliau berdua ini.
Akhirnya saya sampai di pintu dan keluar dari mesjid. 

Saya kembali ke pemondokan. Untuk sarapan dan
melanjutkan tadarus yang sudah saya awali tadi di
mesjid. 

Jam sepuluh saya bersiap-siap untuk pergi kembali ke
mesjid untuk shalat Jumat. Seandainya memungkinkan
saya berniat masuk ke Raudhah. Saya langsung menuju
babussalaam untuk masuk mesjid. Ternyata suasananya
sudah berdesak-desak. Tapi saya tetap berusaha maju.
Jamaah sudah memenuhi bagian depan mesjid, namun
jamaah lain masih tetap berusaha masuk. Mendekati
daerah Raudhah, masih di jalan yang dipadati jamaah
yang masih berusaha masuk, ada beberapa tempat dimana
jamaah membuat sambungan shaf baru, yang tentu saja
mempersempit jalan. Saya ragu-ragu untuk ikut duduk.
Seorang jamaah dari India memberi isyarat kepada saya
untuk duduk dan sayapun duduk. Orang masih tetap
berusaha bergerak masuk melangkahi punggung dan
kadang-kadang memegang kepala saya. Saya ikhlas se
ikhlas-ikhlasnya. Saya berusaha untuk tenang
setenang-tenangnya. Saya ingat bahwa saya belum shalat
tahiyatul masjid dan saya berdiri untuk shalat dua
rakaat. Selama shalat itu jamaah lalu di depan saya
dan saya tidak mau menghalanginya. Biar sajalah.
Dorongan jamaah masuk itu akhirnya berkurang juga.
Mungkin pintu assalaam sudah di blokir oleh asykar.
Suasana jadi lebih tenang. 

Melihat jamaah dari segala bangsa sebanyak itu duduk
tertib dengan sabar menunggu waktu shalat membuat mata
saya berlinang pula. Ya Allah persatukanlah hati
hamba-hambaMu ini, ya Allah berilah kekuatan kepada
hamba-hambaMu ini untuk menegakkan kalimatMu, bisik
saya dalam hati. Segala bangsa. Yang dominan di mesjid
nabawi pada waktu itu adalah orang-orang Afrika. Tentu
dari berbagai-bagai negara di Afrika. Namun banyak
pula jamaah dari Asia Selatan (India, Pakistan,
Bangladesh, Srilangka)  dan Turki. Justru yang dari
Asia Tenggara dekat saya duduk itu tidak banyak.
Seorang jamaah yang di punggung bajunya tertulis
Bosnia shalat sunat tidak berhenti-henti sampai khatib
naik mimbar.

Waktu shalat akhirnya masuk. Ditandai dengan azan
meski khatib belum naik mimbar. Setelah itu
orang-orang shalat sunat dua rakaat. Saya yang
biasanya tidak melakukan shalat  sunah qabliyah Jumat
meski shalat di mesjid yang azan Jumatnya dua kali,
kali ini berdiri shalat. Biarlah ikut shalat sunat
mutlaq saja di mesjid yang mulia ini. Setelah itu
barulah khatib naik  mimbar yang diiringi dengan azan.
Dan khotbah. Samar-samar saya tangkap isi khutbah itu
mengenai pelaksanaan haji. Pada khotbah kedua khatib
berdoa bagi keselamatan segenap umat Islam di segala
pelosok dunia. Lebih khusus bagi keselamatan umat
Islam yang di Palestina dan di Irak. 

Sesudah khutbah kami menunggu imam pindah dari mimbar
ke mihrab. Imam itu melangkah di depan saya. Dan
kamipun shalat. Syahdu dan khusyuk sekali rasanya.
Sesudah shalat sunat ba’diyah saya duduk sebentar
menunggu kalau-kalau Raudhah tidak berdesak-desak.
Tapi ternyata orang justru semakin ramai. 

Saya putuskan untuk tidak masuk kesana siang ini dan
saya melangkah keluar melalui makam Rasulullah SAW.
Saya ulang-ulang mengucapkan salam kepada Rasulullah
SAW, Abu Bakar dan Umar sebelum keluar dari mesjid.
Diluar tumpah-ruahan jamaah bukan main banyaknya. Dari
segala bangsa tadi. Yang menarik perhatian saya adalah
mukena jamaah wanita yang berwarna-warna dengan logo
dibagian belakang kepala. Jamaah wanita dari India
yang dulu tahun sembilan puluh banyak yang menutup
aurat ‘asal-asalan’ sekarang jarang saya lihat yang
seperti itu. Ada yang pakai mukena berwarna hitam, ada
yang ungu. Seragam-seragam dalam jumlah jamaah yang
lumayan banyak.

Dan terlihat pula jamaah laki-laki dari Kosovo,
memakai rompi bertuliskan Bakhlesia Islame Kosoves dan
Hajj Kosovo di bagian punggungnya. Jumlahnya cukup
banyak karena mereka terlihat di mana-mana dengan
rompi yang sama.

Dan sayapun melangkah ditengah lautan manusia menuju
ke pemondokan. 

                       ****


__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Search - Find what you’re looking for faster
http://search.yahoo.com
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke