CiKEAS HAM Melindungi Umat Islam Untuk Menyembah Bukan Cuma Allah !!!

2007-07-14 Terurut Topik Hafsah Salim
HAM Melindungi Umat Islam Untuk Menyembah Bukan Cuma Allah !!!

Kalo anda beragama Islam tentunya tahu kewajiban berbohong dalam
mengucapkan kalimat Syahadat yang bersaksi untuk hal2 yang tidak
pernah disaksikannya.

Salah satu inti dalam kalimat Syahadat adalah kewajiban menyembah
hanya Allah dan melarang menyembah apapun lainnya.  Artinya tidak
boleh mempersekutukan Allah.  Siapapun yang mempersekutukan Allah,
halal dibunuh.

Berlawanan dengan HAM yang melindungi setiap umat termasuk umat Islam
yang ingin menyembah Allah beserta patung dewa2 lainnya juga
dilindungi dan tidak boleh dihukum.  Setiap orang atau umat dilindungi
haknya untuk memilih patung maupun Allah yang dipercayanya.  HAM
menghargai dan melindungi secara mutlak keyakinan setiap umat yang mau
mempersekutukan Allahnya dengan patung berhala apapun.

Hal2 yang menyangkut HAM inilah yang patut dipelajari, dipahami,
maupun dipraktekan umat Islam dalam mensosialisasikan agamanya. 
Pelanggaran2 HAM yang dilakukan umat Islam akibat ajaran2 sesat dan
biadab yang tertulis dalam AlQuran harus dihentikan.  Sosialisasi HAM
dikalangan umat Islam adalah keharusan untuk menghilangkan sikap dan
tindakan2 umatnya yang secara biadab membunuhi umat lainnya dan juga
sesama umatnya sendiri.


 dandy koswaraputra [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Setahu saya, pelanggaran HAM adalah kekerasan struktural yang 
 dilakukan oleh aparat negara yang dilakukan atas dasar kebijakan 
 negara.
 


Sesuai dengan istilahnya, HAM = Hak Azasi Manusia.
Hak Azasi Manusia perdefinisi adalah hak setiap manusia untuk
memiliki, menikmati, dan melakukan tindakan2 secara bebas menurut
kemauannya sepanjang tidak menyentuh maupun mengganggu kebebasan orang
lain atau pihak lainnya.  Dalam hal ini bisa menyangkut pemerintah
maupun masing2 pribadi.

Secara pribadi, seseorang bisa mengganggu HAM pribadi lainnya dalam
hal ini tidak perlu harus jadi pejabat, penguasa, polisi atau militer
lebih dulu untuk melakukan pelanggaran HAM.


 Jadi:
 1. DOM di Aceh adalah pelanggaran HAM


Salah, DOM-nya itu sendiri merupakan operasi militer yang bukan
bersifat pribadi.  Dalam hal operasi militer tidak dianggap sebagai
pelanggaran HAM karena operasi militer adalah response dari kekerasan
yang dilakukan para perusuh diwilayah tsb.  Namun kalo operasi militer
ini berekses kepada penduduk yang tidak terkait dengan kerusuhan itu
juga menjadi korban2 yang disengaja, maka operasi militer ini bisa
dituduh juga melakukan pelanggaran HAM.


 2. Fatwa pemerintah Iran atas Salman Rusdie juga pelanggaran HAM


Betul, karena fatwa sepeti ini memberangus pendapat seorang pengarang
yang tidak menyentuh pribadi siapapun juga.  Kalo ada pendapat yang
anda tidak setuju, maka lawanlah dengan pendapat yang bisa
menyanggahnya bukan malah membunuhnya.


 3. Ekses  korban pembunuhan di Irak oleh tentara Amerika adalah 
 pelanggaran HAM


Salah, perang selalu mengakibatkan korban2 yang terbunuh.  Namun
perang itu sendiri bukanlah pelanggaran HAM karena tugas tentara
memang membunuh.  Itulah sebabnya ada aturan perang bahwa sebelum
perang harus dilakukan pernyataan perang.  Amerika sudah melakukan
pernyataan perang terhadap Sadam Hussein.  Kalo tentara Amerika tidak
membunuh tentunya mereka yang dibunuh, hal ini bukan merupakan
pelanggaran HAM karena kedua belah pihak melakukan hal yang sama.



 
 Yang bukan pelanggaran HAM adalah:
 1. Tentara meninju seorang lelaki karena pacarnya digoda lelaki itu


Masih memungkinkan, tetapi kalo memang pacarnya yang memang naksir
kepada penggodanya, maka tentara yang meninju itu bisa dianggap
melanggar HAM.  Setiap wanita punya hak untuk berpacaran dengan
siapapun dan yang merasa jadi pacarnya tidak punya hak untuk
melarangnya.  Kalo anda tidak suka pacar anda berpacaran dengan yang
lainnya, sebaiknya anda jangan berpacaran dengan wanita ini.


 2. Polisi tembak istrinya yang selingkuh

Salah.
Selingkuh juga merupakan hak azasi, dan polisi yang jadi suaminya
tidak berhak menembaknya, sang suami hanya berhak menceraikan tapi
tidak berhak menembaknya.


 3. Saya menampar anda dan memaki anda


Salah, menampar siapapun merupakan pelanggaran HAM, karena anda tidak
berhak menampar siapapun dengan alasan apapun.



 Jadi perbuatan terror Abu Dujana juga bukan pelanggaran HAM tetapi 
 KRIMINAL BERAT murni. Karena Abu Dujana bukan representasi dari 
 institusi negara. 
 

Semua bentuk teror adalah pelanggaran HAM, apalagi Abu Dujana
melakukannya untuk mempropagandakan agama Islam untuk dipaksakan
kepada yang bukan Islam.

Syariah Islam adalah satu contoh yang paling jelas sebagai ajaran yang
melanggar HAM, karena dalam HAM ada kewajiban melindungi setiap
manusia tanpa membedakan agamanya.  Syariah Islam justru hanya
melindungi umat Islam dan mewajibkan memusnahkan semua yang menolak
menyembah Allah dan beriman kepada Islam.

Juga Syariah Islam mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan kewajiban2
agamanya sesuai yang mereka tentukan yang dalah hal ini kewajiban2
agama diseragamkan sesuai dengan mereka 

CiKEAS Re: Terima Kasih Atas Dukungan Moril Sdr.....

2007-07-14 Terurut Topik merapi08
--- In CIKEAS@yahoogroups.com, Hafsah Salim [EMAIL PROTECTED] wrote:
Secara mayoritas, masyarakat Islam di Indonesia akan berkata: ISLAM
YES, SYARIAH ISLAM NO !!!
Ny. Muslim binti Muskitawati.
-
Yes, yah, Ys!!
Btw, does it make any real difference somehow? Where? How? Why? dll!
Or , is it simply another way of putting a contradictio in termini?





CiKEAS Pelacur Ngaku Dosen

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=177556

 
 SENGGANG
  Dina Olivia
  Pelacur Ngaku Dosen 


  Sabtu, 14 Juli 2007
  Dalam acara temu penggemar yang berlangsung di Jakarta 
kemarin, gadis ini mengaku setiap main film atau sinetron selalu memberikan 
pengalaman mengharukan bagi dirinya. Bahkan ada satu pengalaman yang tak 
mungkin terlupakan, yakni saat membintangi film Mengejar Mas-Mas yang 
syutingnya di Yogyakarta. 

  Dalam film terbaruku itu aku memerankan sosok Ningsih, 
wanita Jawa yang tiap berbicara dialeg Jawanya medok banget. Dan yang bikin 
heboh, Ningsih itu pelacur kelas murahan, tapi ngaku dosen ha ha ha.., ujar 
Dina, terkekeh-kekeh. 

  Dalam film itu diceritakan, suatu hari ibu-ibu di lingkungan 
kosku di daerah Pasar Kembang, Yogya, marah begitu mengetahui aku pelacur. 
Apalagi malam itu aku nginep dengan suami orang. Mereka kemudian menghajar aku, 
menendang, rambutku dijambak. Aku bahkan diseret rame-rame di jalan berbatu. 
Wuih, sulit banget melupakan kenangan itu. Meski hanya dalam syuting film, 
badanku benar-benar terasa bonyok, kata artis kelahiran Jakarta, 8 Februari 
1983 ini. 

  Mesti begitu, dia tak menyesal kerja ekstra, karena di setiap 
film yang dibintanginya dia memang ingin meraih sukses. Karena itu, dia tak 
pernah tampil setengah-setengah dalam berakting. Wajar pula bila dia ingin film 
terbarunya itu memberinya Piala Citra jika diikutkan dalam FFI 2007. Pada tahun 
2005, saat membintangi sinetron Bunda, permainan total Dina mampu mengantar 
dirinya meraih gelar sebagai artis terbaik dan berhak meraih Piala Vidya. (Ami 
Herman 
   
 


[Non-text portions of this message have been removed]



CiKEAS Penyederhanaan Partai, Agenda Reformasi

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
SUARA KARYA

Dosen FISIP Universitas Airlangga Dr Daniel Sparingga:
Penyederhanaan Partai, Agenda Reformasi 



Sabtu, 14 Juli 2007
Indonesia memerlukan suatu sistem demokrasi yang kuat dan kokoh. 
Salah satu jalan yang harus ditempuh adalah melakukan penyederhanaan 
partai-partai agar bisa lebih artikulatif dalam menjalankan fungsi-fungsi 
demokrasinya. Saat ini, partai-partai besar yang ada saja terus menuai kritik 
menyangkut tidak artikulatifnya mereka terhadap aspirasi konstituen. 

Sejak reformasi, politik Indonesia relatif tak stabil. Bahkan 
pemerintahan SBY-JK pun tak mampu menjalankan amanat dengan tenang. Walau tak 
dijatuhkan seperti BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid, toh ia tak mudah 
memerintah. Ini karena suara mereka di parlemen (gabungan kursi Golkar dan 
Demokrat) tak mencukupi. 

Hal serupa pernah menimpa Megawati-Hamzah (PDIP-PPP). Mereka harus 
mengakomodasi partai-partai lain. Gambaran serupa juga dihadapi para gubernur, 
bupati, dan wali kota. Ini semua karena distribusi suara relatif tersebar. 

Karena itu, penyederhanaan partai merupakan salah satu agenda 
reformasi untuk membangun sistem politik yang kokoh. Jika polarisasi distribusi 
suara yang menyebar ini tak kunjung mendapat jalan untuk disederhanakan, maka 
demokrasi di Indonesia menjadi jalan di tempat. 

Bagi sebagian pihak yang tak sabar dan tak mampu berpikir rumit, 
maka jalan paling mudah adalah melakukan pembatasan yang pada batas tertentu 
bisa menjadi pengekangan. Padahal, salah satu nikmat demokrasi adalah 
kebebasan. Sehingga, sejumlah syarat dalam demokrasi tak ditujukan untuk 
menghalangi kebebasan, tapi lebih diarahkan pada membangun ketertiban. 

Patut dipahami bahwa UU Pemilu yang menetapkan persayaratan 3 
persen selain sesuai dengan prinsip-prinsip efisiensi dan rasionalisme, juga 
didasarkan pada aspirasi yang hidup di dalam masyarakat. Karena itu, proses 
penyederhanaan tersebut dapat dikategorikan sebagai seleksi alamiah. 

Namun sangat disayangkan, struktur berpikir sejumlah elite bangsa 
ini masih cenderung politics oriented ketimbang membangun ekonomi. Struktur 
berpikir seperti ini tidak akan dapat membawa bangsa ke dalam pemulihan 
ekonomi, ujar Daniel Sparingga kepada Suara Karya, Kamis (12/7), di Jakarta. 

Berikut petikan wawancara wartawan Suara Karya Muhamad Kardeni dan 
fotografer Hedi Suryono dengan dosen FISIP Universitas Airlangga Dr Daniel 
Sparingga: 

Bagaimana Anda melihat perkembangan partai politik di Indonesia 
saat ini? 

Begini, waktu kita mendorong agar terjadinya perubahan di negeri 
ini pada tahun 1998, pikiran atau gagasan yang memenuhi pikiran kita adalah 
terwujudnya pemilihan umum (pemilu) yang demokratis. Pikiran itu sekaligus 
menunjukkan bahwa yang kita asumsikan sebagai yang terpenting dalam transisi 
demokrasi adalah hadirnya pemilu yang jujur, adil, dan bebas. Orang mengira 
pemilu yang jujur, adil, dan bebas itu dengan sendirinya akan membuka jalan 
bagi transisi demokrasi yang stabil. 

Namun, yang tidak terlampau banyak dikembangkan sebagai gagasan 
pada saat itu adalah bahwa transisi demokrasi tidak hanya membutuhkan pemilu 
yang bebas, tapi juga partai-partai politik yang ditandai dengan adanya 
partai-partai politik yang mengakar dan memiliki basis massa yang kuat, dan itu 
yang sampai saat ini kita tidak punya. 

Selain pemilu yang demokratis dan parpol yang mengakar, apalagi 
yang dibutuhkan dalam transisi demokrasi? 

Selain itu, yang dibutuhkan dalam transisi demokrasi adalah 
parlemen yang efektif. Jadi, partai politik yang fungsional dan parlemen yang 
efektif. Dua-duanya saat ini itu tidak terjadi. Bahkan dalam urusan parlemen, 
yang menarik justru ketika ada pemilu yang jujur dan adil malah terjadi 
representasi (keterwakilan-Red) yang menurun. 

Maksudnya? 

Ada wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat secara bebas, tapi 
rakyat pada saat itu tidak terwakili aspirasinya. Yang mau saya katakan adalah, 
memang kita berhasil membangun suatu tradisi baru yang hebat, yakni pemilu yang 
jujur, adil, dan terbuka. Tetapi kita tidak terlalu siap menghadapi situasi 
baru itu. 

Bagaimana tanggapan Anda dengan banyaknya partai politik saat ini? 

Kita masih melihat begitu banyak orang berkehendak untuk mendirikan 
partai politik baru, supaya bisa ikut ke pemilu. Yang kita pikirkan sekarang, 
di satu pihak ada ruang untuk munculnya partai-partai politik alternatif, tapi 
di sisi lain kita juga harus menciptakan mekanisme yang sehat, yang 
memungkinkan parpol-parpol yang ikut pemilu sungguh memiliki akar yang kuat di 
masyarakat. 

Artinya, undang-undang partai politik yang saat ini sedang dibahas 
di DPR sebaiknya memberikan keleluasaan yang cukup untuk setiap warga negara 
untuk mendirikan partai politik. Namun, 

CiKEAS Gelar Ajaib Borobudur Dicabut Karena Patung2 Dihancurkan Umat Islam !

2007-07-14 Terurut Topik Hafsah Salim
Gelar Ajaib Borobudur Dicabut Karena Patung2 Dihancurkan Umat Islam !

Dampak daripada ditariknya pengakuan Internasional terhadap pengakuan
Candi Borobudur yang sebelumnya dianggap sebagai keajaiban dunia,
bukanlah cuma semata masalah kebanggaan nasional tetapi juga merupakan
pemangkasan bantuan dunia terhadap candi Borobudur itu sendiri yang
dulunya mendapatkan sumbangan biaya maintenance sebesar $6 juta setahun.

Disamping pemerintah RI dan PemDa Jateng kehilangan pemasukan dana,
juga ditambah lagi dengan berkurangnya jumlah kunjungan turis2 asing
yang sebelumnya membanjiri Candi Borobudur untuk menyaksikan satu dari
keajaiban dunia ini.

Mana mungkin sebuah peninggalan sejarah yang semula dianggap sebagai
keajaiban dunia mendadak bisa berubah se-olah2 bukan lagi sebagai
keajaiban   Tetapi ini adalah kenyataan, kenyataan bahwa memang
candi Borobudur sebelumnya merupakan keajaiban, namun karena
dihancurkannya patung2 Buddha sehingga berulangkali dipugar sehingga
tidak aseli lagi, namun yang tidak aseli inipun kemudian dihancurkan
lagi oleh penduduk yang beragama Islam yang tinggal disekitarnya. 
Wajar kalo Candi Borobudur akhirnya kehilangan keajaibannya bersama
hilangnya patung2 maupun bagian2 candi yang sesungguhnya aneh dan ajaib.

Ajaran Islam melarang pembuatan, penyimpanan, maupun memelihara
patung2 apapun juga, apalagi sampai menyembahnya.  Bahkan dalam ayat2
AlQuran setiap umat Islam diwajibkan menghancurkan patung2 berhala. 
Jadi bisa anda bayangkan sendiri bagaimana nasib patung2 Buddha di
Candi Borobudur dan sekitarnya dimana penduduknya 90% beragama Islam.

Dunia Internasional merasa dikecewakan, merasa ditipu oleh pemerintah
RI yang berjanji akan menggunakan dana yang disumbangkan itu untuk
pemeliharaan Candi Borobudur sedangkan realitasnya justru Candi ajaib
ini malah dihancurkan melalui perintah fatwa organisasi MUI yang juga
merupakan lembaga negara.  Satu2nya cara untuk menghentikan bantuan
dana ini adalah dengan mencabut status Candi Borobudur sebagai satu
dari keajaiban dunia.

Pencabutan status ini seharusnya menyadarkan pemerintah RI tentang
pentingnya menghukum setiap umat Islam yang melakukan perusakan atau
penghancuran terhadap semua patung2 berhala.  Adalah tugas pemerintah
untuk mensosialisasikan bahwa ajaran AlQuran yang mewajibkan
penghancuran patung2 berhala adalah salah, dan dilarang melalui hukum
dan UU RI yang berlaku.

Namun kenyataannya, pemerintah RI bukan menyadarinya, melainkan secara
ter-buru2 melakukan penanda tanganan MoU untuk membentuk Sister Temple
dengan pihak Kamboja dengan harapan status Candi Borobudur bisa
dikembalikan menjadi satu dari tujuh keajaiban dunia seperti
sebelumnya.  Tentu saja harapan itu merupakan harapan konyol yang
tidak mungkin bisa terwujud dan kalo saja ketua komisi B DPRD Jateng
Agna Susila mau menyadarinya, seharusnya meminta bantuan pemerintah
pusat untuk menindak semua umat Islam maupun organisasi2 Islam yang
mendalangi perusakan itu untuk ditangkap, diadili, dan dihukum dengan
tegas untuk perbuatan perusakan komponent2 milik Candi ajaib ini.

Memorandum of Understanding apa yang bisa dipahami oleh umat Buddha di
Kamboja yang mensucikan candi2 mereka dibandingkan umat Islam di
Indonesia yang justru mengharamkan candi2 mereka sendiri  idiot
bukan

Tujuan MoU sister Temple Borobudur dengan Candi Siem Reap di Kamboja
hanyalah akal2an untuk menipu dunia Internasional untuk kembali
mengalirkan dana mereka kepada Candi Borobudur yang ditanah airnya
sendiri diharamkan.  Kebiasaan menipu pemerintah RI ini tidak bisa
dipraktekan kepada dunia diluar Indonesia.  Islam dan ajaran2nya
maupun para ulamanya hanya bisa berhasil menipu dan membohongi sesama
umatnya sendiri atau sesama bangsanya sendiri dan jangan harap
kebohongan2 dan penipuan2 seperti ini bisa sukses dilakukan kepada
umat agama diluar Islam.  Umat Islam memang sudah biasa hidup dalam
kebohongan2 agamanya, berbeda tentunya dengan umat diluar Islam.


Berita dari Suara Merdeka dibawah ini melaporkan:

http://www.suaramerdeka.com/
Semarang, CyberNews. Direncanakan pada bulan Agustus dilaksanakan
penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) pembentukan Sister
Temple Province antara Pemprov Jateng dengan Provinsi Siem Reap, Kamboja.

Ketua Komisi B DPRD Jateng Agna Susila berharap realisasi itu akan
kembali mengorbitkan Candi Borobudur setelah tidak tercatat sebagai
salah satu dari tujuh keajaiban dunia baru.

''Tidak tercatatnya candi tersebut sangat memprihatinkan. Pemerintah
perlu segera mengambil langkah-langkah untuk mengorbitkan kembali
warisan budaya itu. Salah satu caranya dengan segera menindaklanjuti
letter of intens (LoI) yang sudah dilakukan Pemprov Jateng dengan
pemerintah provinsi Siem Reap beberapa waktu lalu,'' katanya, Sabtu.

Ny. Muslim binti Muskitawati.




CiKEAS Ibu Bermata Satu Dipaksa Mati Seperti Matinya Penyembah Berhala !

2007-07-14 Terurut Topik Hafsah Salim
Ibu Bermata Satu Dipaksa Mati Seperti Matinya Penyembah Berhala !

 ainal qalby [EMAIL PROTECTED] wrote:
 KISAH SEORANG IBU BERMATA SATU
 Jadi kemudian aku katakan pada ibuku, Ma¡¦ kenapa engkau hanya 
 memiliki satu mata?! Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan 
 ejekan orang-orang , kenapa engkau tidak segera mati saja?!!! ?


Inilah salah satu kebiadaban ajaran Islam, bukan cuma ibunya saja yang
disuruh mati hanya karena memilik mata satu, tetapi juga para
penyembah berhala dipaksa mati hanya karena mereka menyembah berhala
dan menolak menyembah Allah.

Sang ibu yang cuma bermata satu nangis bersedih, tapi mana yang lebih
sedih dibandingkan anak2 penyembah berhala yang orang tuanya dibantai
oleh umat penyembah Allah ???

Anak2 penyembah berhala diejek, di-olok2, bahkan disiksa sampai mati
se-mata2 untuk memaksa para penyembah berhala lainnya mau
menghancurkan patung2 berhalanya dan menyembah Allah umat Islam.

Untung, peradaban dunia sekarang justru mengutuk ajaran Islam yang
mem-beda2kan manusia atas dasar kepercayaan agamanya.  Dunia sekarang
memiliki HAM dan Demokrasi yang menjamin perlindungan yang sama antara
para penyembah berhala dan para penyembah Allah.

Kalo ajaran Islam mengukur derajad dan martabat manusia dari agama
yang dianutnya dimana umat Islam adalah umat yang berderajat dan
bermartabat yang paling tinggi dalam alam semesta ini, maka para
penyembah berhala merupakan mahluk yang lebih rendah derajat dan
martabatnya daripada binatang dan halal darahnya ditumpahkan.

Sebaliknya HAM dalam Demokrasi menetapkan derajad dan martabat yang
sama antara penyembah berhala dan penyembah Allah.

Ny. Muslim binti Muskitawati.







CiKEAS Who killed Ashraf Marwan?

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.iht.com/articles/2007/07/13/opinion/edblum.php

 


Who killed Ashraf Marwan? 
By Howard Blum

Friday, July 13, 2007 
LONDON: 

The billionaire's body tumbled over the railing of his apartment's fourth-floor 
balcony and landed hard on the London sidewalk. And like so much in the 
complicated life of Ashraf Marwan - a 62-year-old Egyptian who had been the 
most effective spy in the history of the Middle East - the mysterious 
circumstances of his death two weeks ago provoked further speculation.

As Scotland Yard investigates the suspicious fall, and as newspapers and 
bloggers throughout the world wonder whether any of several intelligence 
services played a role in his death, a debate continues over whether Marwan was 
a well-connected and resourceful Israeli spy or a brilliantly manipulative 
Egyptian double agent.

Marwan's death has also brought a new and chilling significance to a 
long-running legal battle in Israel involving the unauthorized leaking of his 
name to journalists. And in the aftermath of the discovery of his broken body 
on a sidewalk in the St. James neighborhood on June 27, I cannot help but 
wonder if I had a small part in the events that led to Ashraf Marwan's death.

Marwan's story - a tale overflowing with the suspense and ruthless duplicity of 
a spy novel - began to take shape in the spring of 1969.

He had come to London, ostensibly to consult a Harley Street doctor about a 
stomach ailment. He chose to be examined by a doctor whose offices had been 
used previously for a covert meeting between King Hussein of Jordan and the 
general director of the Israeli prime minister's office.

Along with his X-rays, Marwan handed the doctor a file crammed with official 
Egyptian state documents. He wanted them delivered to the Israeli Embassy in 
London.

The Mossad, the Israeli intelligence service, determined the documents to be 
genuine. Still, a rapidly formed working group of Mossad wise men debated the 
risk in dealing with a walk-in, a volunteer who shows up bearing gifts.

If he's not a double - an agent spreading disinformation - then he's 
uncontrollable. It was decided, however, that this walk-in's credentials were 
worth the gamble.

Marwan, the excited vetters discovered, was married to a daughter of Egypt's 
president, Gamal Abdel Nasser. He was also Nasser's liaison to the intelligence 
services. Not even 30, he was an intimate of the leaders who determined Egypt's 
future.

Three days after meeting with the doctor, Marwan was contacted by the Mossad as 
he walked through Harrods, the London department store.

His operational life as a spy began.

From the start, Marwan delivered. He yielded so many top secret Egyptian 
documents it was as if, as one Mossad agent put it, we had someone sleeping 
in Nasser's bed. Based on this trove of secrets, Israel developed what became 
an article of faith for the nation's political and military leaders: the 
Concept. With biblical certainty, the Concept held that until 1) Egypt 
possessed missiles and long-range bombers and 2) the Arab states united in a 
genuine coalition, a new war with Israel would not take place.

Running the agent, who was given code names including Angel, Babylon and 
most frequently the In-Law, grew into a small industry. For face-to-face 
meetings with his handler and often the head of the Mossad, a safe house was 
purchased in London not far from the Dorchester Hotel. It was wired to record 
every conversation, every aside. A special team of clerks turned the tapes into 
transcripts for the prime minister, the army chief of staff and a handful of 
other top Israeli officials. Marwan received £50,000 at each meeting, but this 
was only a minor expense compared to the estimated $20 million spent over the 
first four years of Marwan's operational life.

Israel's leaders felt this was money well spent: They knew what their enemies 
were thinking.

Then in April 1973, the In-Law sent a flash message to his case agent using the 
word radish. This was the code for an imminent war. Zvi Zamir, the head of 
the Mossad, rushed from Tel Aviv to the London safe house. The In-Law revealed 
that on May 15, Egypt and Syria would launch a surprise attack.

Israel called up tens of thousands of reservists and deployed additional 
brigades and support equipment in the Sinai and the north.

The alert dragged on for three months and cost $35 million.

But it was a false alarm. The In-Law had been wrong.

Six months later, on Oct. 5, 1973, the In-Law sent another flash message with 
the code word radish. Zamir was awoken at 2:30 a.m. with the news. The next 
morning, he took the first El Al flight to London.

Syria was massing tanks and missiles in the north. Egypt was conducting 
military maneuvers near the Suez Canal. Russia had begun evacuating families 
from the region. Yet that afternoon General Eli Zeira, the head of Israeli 
military intelligence, announced at a staff meeting that a coordinated attack 
by Egypt 

CiKEAS Tentara Amerika Di Irak Untuk Kepentingan Arab Sunni ???

2007-07-14 Terurut Topik Hafsah Salim
Tentara Amerika Di Irak Untuk Kepentingan Arab Sunni ???

Bersamaan dengan penilaian Kongres mengenai kegagalan pemerintah Irak
untuk menegakkan negara Demokrasi yang melindungi HAM, wajar bahwa
tentara Amerika seharusnya ditarik pulang, karena tugasnya sudah selesai.

Target utama penyerangan ke Irak adalah menjatuhkan rezim Sadam
Hussein yang telah secara systematik melakukan genocide terhadap umat
Shia yang mayoritas maupun umat Islam Kurdi yang beraliran Sunni.

Target kedua penyerangan ke Irak adalah untuk memusnahkan senjata2
pemusnah massal yang dimiliki Sadam Hussein, namun target ini gagal
dicapai, karena hanya sebagian kecil saja senjata2 tsb ditemukan yang
tidak merupakan target yang diharapkan sehingga target kedua ini juga
dinyatakan sebagai gagal.

Meskipun Rezim Sadam Hussein menyatakan pemerintahannya sebagai
sekuler yang tidak berpihak kepada agama manapun juga, namun pada
kenyataannya sama seperti Indonesia yang secara diam2 menegakkan
Syariah Islam dari aliran Islam yang berkuasa.  Kalo di Indonesia
aliran Islam yang berkuasa itu adalah mayoritas, berbeda dengan di
Irak, aliran Islam Sadam Hussein yang berkuasa adalah ISLAM BAATH yang
juga berasal dari aliran Sunni yang secara systematik melakukan
pemusnahan terhadap Kurdi dan Shia.  Dilain pihak Islam Baath juga
memusuhi Islam Wahabi dari Arab Saudia.

Setelah kedua target utama selesai dilaksanakan seharusnya tentara
Amerika ditarik mundur.  Namun Bush merasa tanggung jawab moral
terhadap rakyat Irak menganggap pentingnya mendirikan negara yang
benar2 Demokratis yang melindungi HAM setiap rakyatnya. 
Pemerintahannya sudah berdiri, dan semua aliran yang saling
bertentangan bisa dipaksa duduk bersama dengan kekuatan militer, namun
kita sama2 tahu, BAHWA AJARAN ISLAM HANYA MENGAKUI SATU ISLAM TIDAK
ADA ISLAM LAINNYA YANG BISA DIAKUI DIBAWAH SATU ATAP KEKUASAAN. 
Demikianlah, diluar kelihatannya semua bisa duduk dalam satu kabinet,
namun kenyataannya mereka saling sikut, terutama umat Shia yang merasa
harus atau wajib membalas dendam yang secara diam2 melakukan serangan
massal menjagal ribuan orang2 Sunni yang kemudian dibalas oleh orang2
Sunni sehingga akhirnya pecah perang terbuka dan wakil Sunni di senat
dan kabinet Irak menarik diri dan menyatakan perang jihad.

Kegagalan pemerintah Irak untuk menegakkan Demokrasi dan melindungi
HAM di Irak bukanlah tanggung jawab tentara Amerika, dan tidak perlu
dicegah apabila kaum Shia ingin membalas dendam karena apa yang
dilakukan Sadam Hussein kepada umat Shia sudah sepantasnya dibayar
lunas sekarang oleh bekas korban2nya dulu.  Dan hal inilah merupakan
hukum Islam yang meskipun biadab dalam pandangan peradaban kita
sekarang ini tapi hal yang begitulah yang merupakan pilihan umat yang
beriman karena mereka merasa akan masuk kesorga dengan penyuh pahala
dalam mengemban tugasnya dalam membunuh dan dibunuh.

Kongres Amerika baru beberapa jam yang lalu melalui CNN sangat berang
kepada Presiden Bush sewaktu laporan CIA masuk ke kongres yang
menyatakan bahwa kepolisian dan militer pemerintah Irak sudah disusupi
oleh komando jihad dari Iran.  Laporan yang terperinci melaporkan
bahwa pemerintah Iran sudah siap masuk ke Irak untuk mengambil alih
kekuasaan di Irak keseluruhannya, semua institusi2 di Irak sudah lebih
dari 80% katanya sudah disusupi oleh Iran.  Bahkan baru2 ini ada bomb
bunuh diri yang telah mengambil beberapa korban tentara Amerika,
ternyata pelaku pembomban bunuh diri ini berasal dari markas kepolisian.

Hubungan pribadi antara Bush dan keluarga Raja Arab Saudia begitu
rapatnya yang dalam hal ini bisa meracuni kebijaksanaan Amerika dalam
melindungi kepentingan Sunni untuk bertahan dan tetap eksist di Irak.

Pertanyaan muncul dalam masyarakat Amerika, apakah tentara Amerika
dipertahankan di Irak se-mata2 untuk melindungi minoritas Syiah atas
pesanan Raja Arab Saudia   Kongres Amerika sendiri sudah
menyatakan bahwa kepentingan Amerika di Irak sudah selesai,
andaikatapun Iran nantinya mengambil alih Irak tentunya tugas
pemerintah Irak sekarang ini yang harus menanganinya, dan andaikata
pemerintah Irak yang keseluruhannya juga berasal dari Islam Shia
bersedia untuk bergabung dengan Iran, maka hal itu cukup kita amati
agar peralihan itu tidak terlalu memakan banyak korban, apalagi umat
Sunni hanyalah minoritas sehingga mereka hanya cukup diberi pilihan
untuk pindah menjadi penganut Shia atau memilih dijagal sebagai umat
Sunni, karena Islam tidak bisa mengenal dua aliran Islam.

Apapun yang terjadi di Irak nantinya pasti juga berpengaruh ke
Indonesia, revolusi kaum Syiah sudah siap untuk memulainya di
Indonesia. Hanya Arab Saudia saja yang menyaksikannya dengan penuh
kekuatiran, namun apalah urusannya dengan kita

Sekali Irak jatuh ketangan Iran, maka bisa dipastikan Islam syiah akan
menjadi Islam mayoritas yang menggantikan posisi Islam Sunni
dipermukaan bumi ini.  Dunia yang bukan Islam tak perlu
menguatirkannya karena semua terorist Jihad Islam yang merajalela
dimuka bumi ini 100% 

CiKEAS NKRI HARGA MATI, ADA JAMINANNYAH ENGGAK?

2007-07-14 Terurut Topik godamlima
NAKRI HARGA MATI, MANA JAMINANNYAH?
DAKU NIMBRUNGIN MISTER AMBON,
14 july 2007,sebtu kelabu,

Daku nimbrungin tunglisan mister Ambon,

dengen masupan, kisah nyata.

Kutika daku bertemu Papuan suku Dani,

Yang namanyah Peter Wanma, orangnyah gagah bengsar.

Diah belajar di Jawa, dan tamtu hajah,

BISAK MENGLIAT HASIL JARAHAN PARA JAWA DI PAPUAN

BEGITUH KENTARA.

Paling enggak menungrut TUDINGANNYAH.

Sakhingga diah bilang..KAMI DULU PERNAH BERONTAK,

dan mungkin bakalan berontak lagih,

KERANA SI JAWA PENJAJAH INIH, CUMAN

MENGHISEP KEKAYAAN NAGARI PAPUAN HAJAH.

Tatapi kidupan bangsa papuan kami..

TETEP AJAH KOTEKA-AN,

nkri harga mati, ada jaminannyah enggak?

MANGKA KAMI BENER BENER MERANGSA SANGKIT ATIH,

MERANGSA DIJAHATIN SAMA PARA JAWA ITUH???

heheheh..bukankah Sundel Sunda Gigin Ginan kurang ajar ituh,

YANG PERNAH MENGGADAEKEN GUNUNG EMAS PAPUAN

ATAS TITAH TIRAN JAWAH JUGAK

nah..jadi pantes pantes hajah..jingkalao

PERLAKUAN ENGGAK ADIL, TERUS DIJALANKEN,

MANGKA KURIDHOIN kehendak bangsa papuan, manadoh

buat HENGKANG DARI KUMPULAN PARA JAWARAH TAEK KUCING

INDON INIH






--- In [EMAIL PROTECTED], Sunny [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Refleksi: Barangkali untuk dipahami  masalahnya perlu ditekankan 
bahwa dalam dunia ini tidak ada orang waras yang mau memisahkan 
dirinya dari sesuatu yang baik dan berguna bagi dirinya, tetapi 
karena hal-hal buruk yang ditimpakan atau yang menimpa pada dirinya. 
 
 Sebagai contoh dapat diberitakan bahwa penduduk Papua Barat kurang 
lebih 2 juta orang. Pajak perusahaan untuk tahun 2004 yang diterima 
pemerintah Indonesia dari PT Freeport adalah US$ 297 [Sinar Harapan 
16/2/2005]. Sesuai Jakarta Post 3/3/2005 diberitakan bahwa pihak 
keamanan [TNI] menerima untuk tahun 2001 US 4,7 juta dan untuk 2002 
US$ 5,7 juta. Ini hanya sebagian kecil angka-angka yang bocor untuk 
umum. 
 
 Bagaimana kehidupan rakyat Papua?  80% dari rakyat Papua hidup 
dalam kemiskinan [Kompas 22/3/2005]. Mayoritas anak-anak  dibawah 
umur 10  di Papua menderita Hipatit A [Sinar Harapan, 02/3/2005.  
Belum lagi dibicarakan kerusakan alam dengan dicemarkan Sungai 
Ajkwa, Aghawagon dan Otomona. Apakah rakyat Papua yang tanahnya kaya 
raya dengan berbagai kekayaan alam hanya mempunyai harga mati untuk 
hidup dalam kemiskinan dan tidak mempunyai hak dan inspirasi untuk 
mencari dan menentukan jalannya sendiri?
 
   
 KOMPAS
  Jumat, 13 Juli 2007 
 
 NKRI, Harga Mati 
 
 
 Aloys Budi Purnomo 
 
 Pemerintah harus tegas, jangan sampai Partai GAM menjadi embrio 
gerakan separatis. Itulah pernyataan Gubernur Lemhannas Muladi 
tentang munculnya Partai GAM di Nanggroe Aceh Darussalam (Suara 
Pembaruan, 10 Juli 2007). 
 
 Pernyataan itu lahir sebagai kekhawatiran atas wacana referendum 
di Aceh untuk memerdekakan diri dari NKRI yang bakal diajukan Partai 
GAM dalam parlemen lokal. Wacana itu masih bersifat spekulatif, 
lahir dari kajian Lemhannas terkait dengan keinginan GAM untuk 
memerdekakan diri lewat referendum setelah menguasai parlemen. 
 
 Menurut Muladi, pendirian Partai GAM menyalahi Undang-Undang Nmoro 
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh terkait partai lokal dan 
Nota Kesepahaman Helsinki. Karena itu, Partai GAM harus dihentikan 
secara yuridis sehingga tidak bisa ikut pemilu (Kompas, 11/7). 
 
 Bahaya laten 
 
 Harus tetap disadari, bahaya laten separatisme dan disintegrasi 
selalu menghantui keutuhan republik ini. Baru-baru ini kita 
dikejutkan bangkitnya roh kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) di 
Ambon, Maluku. 
 
 Puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XIV di 
Lapangan Merdeka, Ambon, beberapa waktu lalu, tiba-tiba diwarnai 
insiden oleh sekelompok pendukung RMS. Insiden itu membuat panik 
panitia penyelenggara dan aparat keamanan. 
 
 GAM di Aceh, RMS di Maluku, Organisasi Papua Merdeka (OPM) di 
Papua ialah percik-percik api separatisme dan disintegrasi yang de 
facto menjadi bahaya laten, yang rupanya akan terus muncul dan 
menjadi tantangan bagi keutuhan NKRI. 
 
 Kecuali berbagai kelompok separatis disintegratif yang bersifat 
teritorial, republik ini juga masih harus berhadapan dengan kelompok-
kelompok serupa yang lebih bersifat ideologis. Yang terakhir justru 
kerap lebih sulit dikendalikan sebab bergerak dalam tataran 
regulatif yuridis yang kerap dengan mudah menyusup ke sistem 
perundangan kita. 
 
 Akibatnya, produk hukum dan undang-undang yang harus berlaku guna 
mengatur kehidupan bersama yang menyejahterakan bangsa terjebak ke 
dalam kepentingan politik dan ideologis sektarian sesaat. Ujung-
ujungnya, gerakan itu memasung kemerdekaan kelompok minoritas dalam 
level apa pun, sosial, keagamaan, dan kebudayaan. 
 
 Dalam arti tertentu, gerakan separatis disintegratif yang kedua 
ini lebih berbahaya dibandingkan dengan yang pertama. Gerakan 
pertama bisa dengan mudah- meski tidak pernah menyelesaikan masalah-
dihentikan dengan aksi penumpasan dan pendekatan militeristik, 
dengan bermacam bentuk korban dan ketidakadilan yang menyertainya. 
 
 

CiKEAS Re: Tentara Amerika Di Irak Untuk Kepentingan Arab Sunni ???

2007-07-14 Terurut Topik godamlima
GODAM SAKCARA SADERHANA MENYAKTUJUIN,
pandangan tanteh tentang USA DI IRAQ.

bahuwa penjelasan tanteh Moslim,

tentang dogol goblognyah bangsa Iraq,

kulantaran keculasan dua pihak golongan

Sunni dan Syah..begituh nyatah.

WALAOPUN DARI SEMENJAK AWAL, DAKU MEMBILANG,

USA BAKALAN SIA SIA, menulungin bangsa barbar,

YANG TAK MENGENAL BUDIH, TAK MENGENAL AKUUR,

DAN EMANG JUGAK,UDAH ADA BIBIT PERTINGKAEAN.

mangka bener jugak PENYESALAN BANGSA DOGOL ITUH,

merekah LEBIH BERES, WAKTU DI TANGANIN SAMA

SI GELO SADDAM, YANG BENGIS NAN BUAS ITUH.

macem bangsa sontoloyoh Indon kita bukan?

JUSTRU DI JAMAN TANGAN BESIH TIRAN JAWAH,

MANGKA 32 TAON AMANLAH BANGSA TAEK KUCING INDON ITUH.

jadi bangsa Iraq yang barbar, serta bangsa Indon

yang munapik, licik nan culas ituh.

KUDUNYAH DIKUASAIN DENGEN PAHAM2 KOMUNIS, DIKTAKTOR TIRAN

JAWAH..BAHARULAH TERCAPAE KESTABILAN BANGSA!!

jadi banggiku..PAHAM KOMUNISLAH YANG COCOK BUAT

BANGSA MUNAPIK YANG CULAS MACEM INDON.

Sedengken..KEGAGALAN USA DI IRAQ, SEJAK DULU

KUKATAKEN BAKALAN KAJADIAN..

Kerna yang dibelanyah ituh, adalah BANGSA LICIK

YANG UDAH DASARNYAH SALING BANTAE SESAMA SENDIRIH.

Cuman di jaman si diktaktor Saddam,

dengen tangan mautnyah..MANGKA IRAQ YANG LIAR

ITUH BISAK DIJINAKKEN..

gud tanteh!!!

--- In CIKEAS@yahoogroups.com, Hafsah Salim [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 Tentara Amerika Di Irak Untuk Kepentingan Arab Sunni ???
 
 Bersamaan dengan penilaian Kongres mengenai kegagalan pemerintah 
Irak
 untuk menegakkan negara Demokrasi yang melindungi HAM, wajar bahwa
 tentara Amerika seharusnya ditarik pulang, karena tugasnya sudah 
selesai.
 
 Target utama penyerangan ke Irak adalah menjatuhkan rezim Sadam
 Hussein yang telah secara systematik melakukan genocide terhadap 
umat
 Shia yang mayoritas maupun umat Islam Kurdi yang beraliran Sunni.
 
 Target kedua penyerangan ke Irak adalah untuk memusnahkan senjata2
 pemusnah massal yang dimiliki Sadam Hussein, namun target ini gagal
 dicapai, karena hanya sebagian kecil saja senjata2 tsb ditemukan 
yang
 tidak merupakan target yang diharapkan sehingga target kedua ini 
juga
 dinyatakan sebagai gagal.
 
 Meskipun Rezim Sadam Hussein menyatakan pemerintahannya sebagai
 sekuler yang tidak berpihak kepada agama manapun juga, namun pada
 kenyataannya sama seperti Indonesia yang secara diam2 menegakkan
 Syariah Islam dari aliran Islam yang berkuasa.  Kalo di Indonesia
 aliran Islam yang berkuasa itu adalah mayoritas, berbeda dengan di
 Irak, aliran Islam Sadam Hussein yang berkuasa adalah ISLAM BAATH 
yang
 juga berasal dari aliran Sunni yang secara systematik melakukan
 pemusnahan terhadap Kurdi dan Shia.  Dilain pihak Islam Baath juga
 memusuhi Islam Wahabi dari Arab Saudia.
 
 Setelah kedua target utama selesai dilaksanakan seharusnya tentara
 Amerika ditarik mundur.  Namun Bush merasa tanggung jawab moral
 terhadap rakyat Irak menganggap pentingnya mendirikan negara yang
 benar2 Demokratis yang melindungi HAM setiap rakyatnya. 
 Pemerintahannya sudah berdiri, dan semua aliran yang saling
 bertentangan bisa dipaksa duduk bersama dengan kekuatan militer, 
namun
 kita sama2 tahu, BAHWA AJARAN ISLAM HANYA MENGAKUI SATU ISLAM TIDAK
 ADA ISLAM LAINNYA YANG BISA DIAKUI DIBAWAH SATU ATAP KEKUASAAN. 
 Demikianlah, diluar kelihatannya semua bisa duduk dalam satu 
kabinet,
 namun kenyataannya mereka saling sikut, terutama umat Shia yang 
merasa
 harus atau wajib membalas dendam yang secara diam2 melakukan 
serangan
 massal menjagal ribuan orang2 Sunni yang kemudian dibalas oleh 
orang2
 Sunni sehingga akhirnya pecah perang terbuka dan wakil Sunni di 
senat
 dan kabinet Irak menarik diri dan menyatakan perang jihad.
 
 Kegagalan pemerintah Irak untuk menegakkan Demokrasi dan melindungi
 HAM di Irak bukanlah tanggung jawab tentara Amerika, dan tidak 
perlu
 dicegah apabila kaum Shia ingin membalas dendam karena apa yang
 dilakukan Sadam Hussein kepada umat Shia sudah sepantasnya dibayar
 lunas sekarang oleh bekas korban2nya dulu.  Dan hal inilah 
merupakan
 hukum Islam yang meskipun biadab dalam pandangan peradaban kita
 sekarang ini tapi hal yang begitulah yang merupakan pilihan umat 
yang
 beriman karena mereka merasa akan masuk kesorga dengan penyuh 
pahala
 dalam mengemban tugasnya dalam membunuh dan dibunuh.
 
 Kongres Amerika baru beberapa jam yang lalu melalui CNN sangat 
berang
 kepada Presiden Bush sewaktu laporan CIA masuk ke kongres yang
 menyatakan bahwa kepolisian dan militer pemerintah Irak sudah 
disusupi
 oleh komando jihad dari Iran.  Laporan yang terperinci melaporkan
 bahwa pemerintah Iran sudah siap masuk ke Irak untuk mengambil alih
 kekuasaan di Irak keseluruhannya, semua institusi2 di Irak sudah 
lebih
 dari 80% katanya sudah disusupi oleh Iran.  Bahkan baru2 ini ada 
bomb
 bunuh diri yang telah mengambil beberapa korban tentara Amerika,
 ternyata pelaku pembomban bunuh diri ini berasal dari markas 
kepolisian.
 
 Hubungan pribadi antara Bush dan keluarga Raja Arab Saudia begitu
 rapatnya yang dalam 

CiKEAS Re: Tentara Amerika Di Irak Untuk Kepentingan Arab Sunni ???

2007-07-14 Terurut Topik Hafsah Salim
 godamlima [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Cuman di jaman si diktaktor Saddam,
 dengen tangan mautnyah..MANGKA IRAQ YANG LIAR
 ITUH BISAK DIJINAKKEN..
 



Betul, tapi kita juga harus ingat, bahwa keseimbangan kekuatan Islam
jadi berubah apabila Sadam Hussein dibiarkan memusnahkan mayoritas
Shia di Irak.  Kalo kita meninjau mayoritas Islam dunia didominasi
oleh Islam Sunni, maka usaha Sadam untuk memusnahkan Shia dan
menjadikan Sunni mendominasi Irak adalah sangat berbahaya, karena
dalam waktu singkat Iran bisa dipaksa juga menjadi Sunni yang tentunya
hal ini merugikan kepentingan Amerika yang menganut Power Balance
disemua sudut dunia ini.  Tidak boleh ada kekuatan yang mendominasi.

Dengan munculnya kekuatan Shiah di Iran, Libanon, maka kekerasan2 yang
dilakukan pihak Sunni paling tidak bisa diredam.

Itulah sebabnya, kalo dari sudut kepentingan Amerika sendiri
seharusnya lebih menguntungkan kalo Irak jatuh dibawah pengaruh Shiah
sehingga dijazirah Timur Tengah umat Sunni akan secara otomatis bisa
dimusnahkan.  Kemudian kompetisi Islam Shia dari Timur Tengah bisa
dihadapkan atau bise menetralisir Islam Sunni didunia yang dipimpin
oleh Arab Saudia atau negara2 Arab.

Usaha Presiden Bush yang ingin tetap mempertahankan Irak sebagai
negara sekuler seperti yang dilakukan oleh Sadam Hussein terlalu mahal
biayanya dan yang beruntung dengan keadaan tsb hanyalah Arab Saudia
dan Islam Sunni.  Islam Sunni diseluruh Timur Tengah hanyalah
minoritas tidaklah seharusnya dilindungi, apalagi dibantu untuk
berkuasa disana.  Kepentingan Arab Saudia janganlah biayanya
dibebankan kepada Amerika atau rakyat Amerika, cukup sudah target yang
telah dicapai di iraq karena semuanya sudah diselesaikan sesuai dengan
rencana semula.

Ny. Muslim binti Muskitawati.













 gud tanteh!!!
 
 --- In CIKEAS@yahoogroups.com, Hafsah Salim muskitawati@ 
 wrote:
 
  Tentara Amerika Di Irak Untuk Kepentingan Arab Sunni ???
  
  Bersamaan dengan penilaian Kongres mengenai kegagalan pemerintah 
 Irak
  untuk menegakkan negara Demokrasi yang melindungi HAM, wajar bahwa
  tentara Amerika seharusnya ditarik pulang, karena tugasnya sudah 
 selesai.
  
  Target utama penyerangan ke Irak adalah menjatuhkan rezim Sadam
  Hussein yang telah secara systematik melakukan genocide terhadap 
 umat
  Shia yang mayoritas maupun umat Islam Kurdi yang beraliran Sunni.
  
  Target kedua penyerangan ke Irak adalah untuk memusnahkan senjata2
  pemusnah massal yang dimiliki Sadam Hussein, namun target ini gagal
  dicapai, karena hanya sebagian kecil saja senjata2 tsb ditemukan 
 yang
  tidak merupakan target yang diharapkan sehingga target kedua ini 
 juga
  dinyatakan sebagai gagal.
  
  Meskipun Rezim Sadam Hussein menyatakan pemerintahannya sebagai
  sekuler yang tidak berpihak kepada agama manapun juga, namun pada
  kenyataannya sama seperti Indonesia yang secara diam2 menegakkan
  Syariah Islam dari aliran Islam yang berkuasa.  Kalo di Indonesia
  aliran Islam yang berkuasa itu adalah mayoritas, berbeda dengan di
  Irak, aliran Islam Sadam Hussein yang berkuasa adalah ISLAM BAATH 
 yang
  juga berasal dari aliran Sunni yang secara systematik melakukan
  pemusnahan terhadap Kurdi dan Shia.  Dilain pihak Islam Baath juga
  memusuhi Islam Wahabi dari Arab Saudia.
  
  Setelah kedua target utama selesai dilaksanakan seharusnya tentara
  Amerika ditarik mundur.  Namun Bush merasa tanggung jawab moral
  terhadap rakyat Irak menganggap pentingnya mendirikan negara yang
  benar2 Demokratis yang melindungi HAM setiap rakyatnya. 
  Pemerintahannya sudah berdiri, dan semua aliran yang saling
  bertentangan bisa dipaksa duduk bersama dengan kekuatan militer, 
 namun
  kita sama2 tahu, BAHWA AJARAN ISLAM HANYA MENGAKUI SATU ISLAM TIDAK
  ADA ISLAM LAINNYA YANG BISA DIAKUI DIBAWAH SATU ATAP KEKUASAAN. 
  Demikianlah, diluar kelihatannya semua bisa duduk dalam satu 
 kabinet,
  namun kenyataannya mereka saling sikut, terutama umat Shia yang 
 merasa
  harus atau wajib membalas dendam yang secara diam2 melakukan 
 serangan
  massal menjagal ribuan orang2 Sunni yang kemudian dibalas oleh 
 orang2
  Sunni sehingga akhirnya pecah perang terbuka dan wakil Sunni di 
 senat
  dan kabinet Irak menarik diri dan menyatakan perang jihad.
  
  Kegagalan pemerintah Irak untuk menegakkan Demokrasi dan melindungi
  HAM di Irak bukanlah tanggung jawab tentara Amerika, dan tidak 
 perlu
  dicegah apabila kaum Shia ingin membalas dendam karena apa yang
  dilakukan Sadam Hussein kepada umat Shia sudah sepantasnya dibayar
  lunas sekarang oleh bekas korban2nya dulu.  Dan hal inilah 
 merupakan
  hukum Islam yang meskipun biadab dalam pandangan peradaban kita
  sekarang ini tapi hal yang begitulah yang merupakan pilihan umat 
 yang
  beriman karena mereka merasa akan masuk kesorga dengan penyuh 
 pahala
  dalam mengemban tugasnya dalam membunuh dan dibunuh.
  
  Kongres Amerika baru beberapa jam yang lalu melalui CNN sangat 
 berang
  kepada Presiden Bush sewaktu laporan CIA masuk ke kongres 

CiKEAS It's High Time We Put an End to This Practice

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.arabnews.com/?page=7section=0article=98481d=14m=7y=2007pix=opinion.jpgcategory=Opinion

Saturday, 14, July, 2007 (28, Jumada al-Thani, 1428)


  It's High Time We Put an End to This Practice
  Iman Kurdi, [EMAIL PROTECTED]
 

  Perhaps like me you think of female genital mutilation as something 
rather rare, which only happens, in remote villages in Africa. Perhaps also 
like me you think it a barbaric practice, which only uneducated misguided 
people indulge in because they simply don't know better. And finally, perhaps 
you also think that decrying it and banning it is all it would take to remove 
this form of child abuse from the planet.

  I am sorry to say that I was wrong on all three counts.

  First, sadly, it is not rare. The world Health Organization estimates 
that between 100 and 140 million women have undergone some form of genital 
mutilation and that around two million procedures are performed every year.

  Second, it is a pervasive practice, which cuts across religions and 
cultures (only Jewish women seem to be untouched by this practice). Even if it 
is primarily focused in Africa, it also takes place in some countries in the 
Arabian Peninsula and the rest of the Arab world. And as for thinking it only 
exists in remote villages, just consider Egypt, where a UNICEF survey found 
that a whopping 97 percent of married women had undergone some form of genital 
mutilation. 

  It has taken the death this month of 12-year-old Badour Shaker for Egypt 
to introduce an outright ban. The girl died after being circumcised in an 
illegal clinic in Maghagh. Though laws already existed banning female genital 
mutilation, these left a loophole whereby the procedure could still be carried 
out under medical supervision. Even this latest action, whose language is 
unequivocal, is a ban rather than a law. How it will punish those who continue 
to mutilate young girls is unclear. 

  But laws alone make little difference. In Britain, the Metropolitan 
Police has just introduced a £20,000 reward for any information leading to a 
prosecution for anyone involved in female genital mutilation. A law has existed 
since 2003 making not only female genital mutilation a crime (that law existed 
already) but also making it a crime to take a child outside the country for the 
procedure to be performed.

  There has not been a single prosecution. Yet the police estimate that up 
to 7.000 girls in the UK are currently at risk. It is around this time of year, 
with the start of the summer school holidays, that the risk is at its highest. 

  The British police do not want to have to resort to running mandatory 
checks on girls thought at risk, be it at the airport on returning from their 
summer holidays, or elsewhere, as Norway for instance is currently considering. 
So they are going for a softer approach. The hope is that a financial reward 
will be enough to encourage cooperation from within the communities where 
female genital mutilation is practiced.

  My first reaction was that this is a case for the nanny state. These 
girls are innocent and powerless and it is up to us to do the maximum to 
protect them, even if this means checking the integrity of the genitalia of 
every girl arriving from a holiday in Africa. And maybe whilst we're at it, we 
should introduce programs on the ground in the countries most affected which 
force people to abandon this barbaric practice. It's high time for a 
zero-tolerance approach.

  Some people ask whether it is right to describe it as mutilation. Should 
we not use the term cutting as has been suggested by some? At first, I rebel 
against this notion. 

  I need terms that accurately reflect my anger and leave no room for 
ambiguity. But how useful is my anger in convincing women whose mothers and 
grandmothers have all gone under the knife (or the scissors or the shard of 
glass) that they should not do to their daughters what has been done onto them?

  Outsiders coming in on a whirl of indignation can only push communities 
into a defensive position. So what can be done? 

  Education as always is the key word, as is cooperation and working with 
communities to bring change from within. Otherwise all you do by outlawing a 
practice is push it underground. 

  The first message should concern any misguided belief that there is a 
religious basis for this practice. Religious authorities should be unequivocal 
in showing that there is no call for any cutting or removal of female 
genitalia. The grand mufti of Egypt, Ali Gomaa, has done just that when he 
stated this week that it is prohibited, prohibited, prohibited.

  Once the religious aspect is taken out of the equation, communities can 
work together through an understanding of the risks and health consequences and 
through financial, economic and social encouragement, to give up cutting women. 
This involves convincing whole 

CiKEAS Why Iran Needs Osanloo

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.arabnews.com/?page=7section=0article=98479d=14m=7y=2007pix=opinion.jpgcategory=Opinion

Saturday, 14, July, 2007 (28, Jumada al-Thani, 1428)


  Why Iran Needs Osanloo
  Amir Taheri, Arab News 

  One of Iran's most popular civil society leaders was abducted in Tehran 
on Tuesday after chairing a meeting of trade unionists. 

  The scene was reminiscent of spy stories about the Soviet Union during 
the Cold War.

  Mansour Osanloo, the 48-year-old president of the Union of Bus Drivers 
(SKSV), had just stepped off a bus when a group of bearded men emerged from a 
gray metallic Peugeot car and attacked him with clubs and knuckle-dusters. 

  Shouting, You are an enemy of Islam, the attackers pushed Osanloo into 
the Peugeot and drove away. Passengers on the bus, which had stopped as the 
scene started, tried to restrain the attackers but were held back at gunpoint. 

  According to Osanloo's friends and relatives, secret service agents had 
followed him round the clock since his return from a visit to Europe last 
month. During that visit, Osanloo addressed a number of international labor 
meetings in London, Brussels and Geneva.

  According to witnesses, Osanloo was severely beaten, and his attackers 
continued to beat him even after they had forced him into their car. Osanloo 
revealed his leadership capacities in 2004 when he helped create one of the 
first independent trade unions in Iran since the seizure of power by the 
mullahs in 1979. Later, he led two successful strikes by transport workers and 
forced the management of the state-owned bus company to offer concessions.

  The example he set has been followed by other workers who have created 
over 400 independent trade unions with an estimated membership of 1.5 million. 
Earlier this year, the independent unions set up a new mechanism known as 
Workers' Organizations and Activists Coordinating Council (WOACC) to foster 
unity of action. On May 1, International Labor Day, WOACC succeeded in holding 
the first independent workers' march in Tehran and 11 other major cities since 
1979.

  This is not the first time that Osanloo, regarded by some as Iran's Lech 
Walesa, after the Polish trade union leader who helped end Communist rule in 
his country, is abducted by paramilitaries working for the government. Osanloo 
has also been imprisoned on two occasions, including a spell at the notorious 
Evin prison.

  While Osanloo has been careful not to give Iran's emerging labor movement 
a political coloring, President Mahmoud Ahmadinejad regards the union leader as 
a potential threat.

  Workers organized in independent trade unions still represent no more 
than five percent of wage earners in Iran. The majority of Iranian workers are 
either not unionized or drafted as members of unions controlled by government 
through so-called Islamic Committees. 

  Nevertheless, the authorities are concerned that more workers might join 
independent unions or set up new free unions, shaking off government control. 
One key demand of workers is that the Islamic Committees set up in workshops 
and offices be abolished and the mullahs that head them returned to the mosques.

  The authorities are especially angry with Osanloo because of his success 
in mobilizing international support for the Iranian labor movement. Earlier 
this year the authorities released Osanloo from prison and allowed him to 
travel to Europe to attend the annual conference of the International Transport 
Workers Federation.

  According to Osanloo's friends, the authorities had hoped that he would 
seize the opportunity to stay in Europe and join former internal dissidents who 
have become exiles.

  However, Osanloo had no intention of disappearing in exile. 

  In London, he made a passionate appeal to workers throughout the world to 
support their Iranian counterparts in their quest for decent wages, human 
working conditions and freedom of association. In Brussels he met the leaders 
of the General Council of the International Trades Union Conference and managed 
to open their eyes to the realities of the workers' conditions in the Islamic 
Republic, according to one of his friends in Tehran.

  Since the mullahs seized power in Tehran, Western trade unions have been 
reluctant to support Iranian workers. For almost a quarter of a century appeals 
to Western labor leaders, including those in the United States, to support 
their Iranian working class brethren had fallen on deaf ears, because the 
Tehran regime was regarded as a revolutionary setup backed by the toiling 
masses.

  Osanloo's success was to alter that perception and persuade at least some 
Western trade unionists not to support the Khomeinist regime in its repression 
of Iranian workers. (David Cockroft, general secretary of the International 
Transport Workers Federation to which the SKSV is affiliated, has called on the 
Islamic 

CiKEAS Russia suspends arms pact, citing U.S. missile plan

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.iht.com/articles/2007/07/14/europe/15russia.php

 


Russia suspends arms pact, citing U.S. missile plan 
By Andrew E. Kramer and Thom Shanker

Saturday, July 14, 2007 

MOSCOW: President Vladimir Putin formally notified NATO governments on Saturday 
that Russia will suspend its obligations under the Conventional Forces in 
Europe Treaty, a key Cold War-era arms limitation agreement, in response to 
American plans to deploy a missile shield in Eastern Europe.

The decision ratcheted up tensions over United States plans for a missile 
shield, which Russia opposes, but also reflected a trend of rising 
anti-Americanism and deep suspicion toward the West here as Russia's March 
presidential elections approach.

Russia's suspension will take effect in 150 days, according to a copy of the 
president's decree posted on a Kremlin Web site. That delay leaves open the 
possibility of further negotiation on the 1990 treaty, which resulted in a huge 
wave of disarmament along the former East-West divide in Europe.

Despite a Foreign Ministry statement that Russia would reject any limitations 
on redeploying heavy weaponry on its Western border, the Kremlin's move is not 
expected to radically transform the security situation. But the decision is a 
strong indicator that the smiles and warm embraces between Presidents Bush and 
Putin just a few weekends ago at the so-called lobster summit in Maine did 
little to soften the Kremlin's pique over proposals to build two American 
missile defense bases in former Soviet satellite states, Poland and the Czech 
Republic.

So on Saturday, Putin reached for a powerful diplomatic tool to fend off what 
he has described as American bullying and NATO and European encirclement, both 
economic and military, that the Kremlin believes encroaches into a Russian 
sphere of influence.

White House officials expressed immediate disappointment after the announcement 
from Moscow, but pledged to continue to meet with their Russian counterparts to 
resolve the dispute.

We're disappointed Russia has suspended its participation for now, but we'll 
continue to have discussions with them in the coming months on the best way to 
proceed in this area, that is in the interest of all parties involved and 
provides for security in Europe, said Gordon Johndroe, the National Security 
Council spokesman.

Critics of the United States' handling of relations with Russia have warned 
that the Bush administration was creating an environment in which the Putin 
government, emboldened by a flood of oil dollars and seeking to re-establish 
its status in the world, could pick and choose among its treaty obligations. 
After all, the Bush administration has put less stock in official treaty 
relations than many predecessors. Under Bush, the United States pulled out of 
the Antiballistic Missile Treaty so it could pursue the goal of a global 
antimissile shield, the exact effort that has so angered Putin and his inner 
circle.

Indeed, the Saturday announcement from Moscow was not much of a surprise, given 
Putin's earlier warnings. Bush administration officials routinely point to 
other significant areas of cooperation - on halting nuclear proliferation, on 
battling terrorism and combating drug traffic - so White House officials reject 
assessments that relations with Russia are on the point of rupturing.

But while the Saturday announcement was, at least, unsettling to officials in 
Washington and in NATO capitals, senior policy analysts said it is likely only 
to strengthen the position of Putin's leadership clique among Russian voters in 
the spring elections. Anti-American posturing has played well with the public, 
and it is encouraged in the state media and through such means as leaflets 
distributed by Kremlin-sponsored youth groups. One depicts American warplanes 
loading body bags at a Moscow airport, for example.

Putin's decree explained the decision to indefinitely suspend Russia's treaty 
obligations as caused by extraordinary circumstances that affect the 
security of the Russian Federation and require immediate measures.

A separate statement by the Foreign Ministry identified these circumstances as 
unrelated to the missile shield plans - though Putin has linked the issues in 
previous speeches. In the most notable case, during a state of the nation 
speech to Parliament on April 26, Putin threatened to suspend observance of the 
treaty in response to the United States' abrogation of the Antiballistic 
Missile Treaty and plans to deploy missile-shield elements in the Czech 
Republic and Poland.

Still, Putin's threat in April, and his execution of it on Saturday, left some 
arms-control experts scratching their heads because the conventional forces 
treaty has no formal provision for a signatory nation to suspend observance. A 
nation can withdraw from the treaty without violating its terms, but only after 
notifying the other signatory countries 150 days in advance.

The decree 

CiKEAS Radicalism among Muslim professionals worries many

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.iht.com/articles/2007/07/14/africa/14doctors-web.php

 

Radicalism among Muslim professionals worries many 
By Hassan M. Fattah

Friday, July 13, 2007 

DUBAI, United Arab Emirates: They were some of the best and brightest in the 
Muslim world who toiled for years to master their knowledge. Now they stand 
accused of seeking mass murder.

For weeks, commentators and analysts in the Muslim world have been grappling 
with the implications that a Muslim doctor and engineer, at the pinnacle of 
their society, may have been behind the failed car bombings in London and 
Glasgow last month.

The question being asked in many educated and official circles is this: how 
could such acts be committed by people who have supposedly dedicated their 
lives to scientific rationalism and to helping others?

The answer, some scientists and analysts say, may lie in the way that a growing 
movement of fervent Muslims use science as reinforcement of religious belief, 
rather than as a means for questioning and exploring the foundations of the 
natural world.

It's not that surprising for doctors and engineers to be involved in political 
Islamist movements - both of the violent and the more moderate sort, said 
Taner Edis, associate professor of physics at Truman State University in 
Missouri and author of An Illusion of Harmony: Science and Religion in Islam.

He and other researchers who study Islamist movements say that the involvement 
of doctors and engineers in terrorism is not shocking. Muslim scientists are 
among the most politicized groups in the region, and the Muslim approach to the 
scientific method, in the most extreme cases, can squelch the freewheeling 
curiosity at the heart of scientific discovery.

Fundamentalist-type attitudes are relatively common among people in applied 
science in the Muslim world, Edis said. The conception has been that modern 
science is developed outside, and we need to bring it into our societies 
without it corrupting our culture.

In other words, science is a tool for furthering an ideology rather than a 
means of examining core beliefs.

For Islamists like Zaghloul el-Naggar in Cairo, who hosts a popular television 
show about the Koran's scientific teachings, all science can be discovered 
within the Koran - from the cause of earthquakes to genetics. Such direct links 
between science and religion ultimately hamper the scientific method by making 
some questions taboo, analysts say.

You have the emergence of a new kind of religious figure who is not a cleric, 
and all of his authority is as a scientist, said Todd Pitock, who profiles 
Naggar in an article about Islam and science in the July issue of the magazine 
Discover. The whole purpose of science for some Islamists is using it to 
reinforce faith; it really has nothing to do with science itself.

Medicine and engineering have long been the most prestigious professions in the 
Arab world, and many of its most illustrious writers, thinkers and politicians 
have risen through engineering and medical schools.

Many notable militant leaders, too, have graduated from those schools. They 
include George Habash, a doctor and founder of the leftist Popular Front for 
the Liberation of Palestine; the late Fathi Shikaki, a doctor and founder of 
Palestinian Islamic Jihad; Mahmoud Zahar and several other leaders of Hamas who 
trained as doctors; and Osama bin Laden, an engineer, and Ayman al-Zawahri, his 
No. 2 in Al Qaeda, once a practicing doctor.

Nor are such militants limited to the Arab world; they are among a list of 
radical doctors and scientists who have risen in leftist, and extremist 
movements and groups in recent decades in the West, Asia and the Arab world, 
including Che Guevara.

Extremists are of course a tiny minority of the thousands of graduates that 
come out of the region's science programs every year. But increasingly, 
analysts and researchers say, the region's engineering and medical schools have 
become hotbeds of nonviolent political Islamist activity. Many Arab doctors, in 
turn, have led the charge against American, Israeli and Western interference in 
the region, building on their time-honored roles as community leaders.

The doctor at one time or another presented a figure who could really decide 
life and death, said Sari Nasser, professor of sociology at the University of 
Jordan. Now doctors have this tradition that they have to lead people and not 
to let them down. This is one reason why doctors as such are leading the fight 
against the West.

At the University of Jordan medical school, for example, where Mohammed Asha, a 
suspect in the Glasgow bombing, was a star student, politics features 
prominently in student life, Medical students lead demonstrations, fund-raising 
drives and boycotts against Israel, the United States and other causes. For 
some professors at the school, the surprise was that Asha, who seemed largely 
apolitical during his time at school, could be connected to 

CiKEAS Gara2 Kalah Main Bola Orang2 Arab Dianggap Curang !!!

2007-07-14 Terurut Topik Hafsah Salim
Gara2 Kalah Main Bola Orang2 Arab Dianggap Curang !!!

Kenapa orang2 Indonesia harus marah2 hanya karena kalah main bola dari
Arab Saudia ???

Wah, kalo saja kita mau cari kaitan2 dari sentiment agama Islam,
seharusnya kita mengakui kalo orang2 Arab memang lebih dekat
hubungannya dengan nabi Muhammad maupun dengan Allah.

Kenapa kalo kebanyakan orang2 Islam di Indonesia rela mengorbankan
saudara2nya sendiri yang sebangsa dan setanah air ini untuk menjunjung
tinggi orang2 Arab itu???  Orang2 Indonesia membakar mesjid Ahmadiah
milik bangsanya sendiri untuk menghargai orang2 Arab, juga membakar
Gereja bangsanya sendiri untuk menyenangkan orang2 Arab Islamnya.

Kalo bangsa sendiri boleh dikorbankan demi agama dan kepercayaannya
orang2 Arab, kenapa hanya cuma 2 gol saja enggak rela direbut oleh
orang2 Arab Saudia   Kenapa enggak pasrah ???

Naaah  semua nya diatas yang saya tulis itu se-mata2 dari sudut
sentimental agama Islamnya.

Sekarang kalo kita menilainya dari sudut keterampilan dilapangan bola,
sudah lebih jelas lagi, taraf kehidupan maupun taraf ekonomi, maupun
gizi makanan orang2 Arab Saudia itu selalu menggunakan standard
Amerika, artinya, gizinya, cara latihannya, bahkan badannya semuanya
jauh diatas orang2 Indonesia.  Wajar dari sudut keterampilan
dilapanganpun bisa dipastikan bahwa mereka lebih terampil dari bangsa
kripik ini.

Saya tahu, team Arab Saudia ini sebetulnya mampu mengalahkan Indonesia
hingga 6-1.  Namun bangsa ini enggak sadar, bahwa team Arab Saudia ini
sebenarnya menghemat tenaga yang dipersiapkan nantinya untuk
menghadapi team2 yang benar2 kuat.  Team Indonesia diatas kertas
tidaklah diperhitungkan sebagai team yang harus dihadapinya secara serius.

Kalo kita menilainya dari track record masa lalunya, maka makin jelas
bahwa team Arab Saudia ini memang merupakan team yang punya reputasi
dunia yang tidak mungkin bisa dibandingkan dengan track record team
Indonesia.

YANG SANGAT MEMALUKAN, adalah caci maki dan protes yang sekarang
sedang disampaikan kepada panitia pertandingan karena team kripik ini
merasa dicurangi.  Team kripik ini menganggap pengangkatan wasit
pertandingan dari UAE merupakan kecurangan karena ternyata wasit ini
dituduhnya sebagai tidak adil karena berpihak kepada Arab Saudia. 
Padahal, kalo memang tidak setuju dengan penunjukkan wasit dari UAE
ini seharusnya penolakan wasit ini dilakukan sebelum pertandingan
bukan setelah pertandingan usai dengan hasil yang mengecewakan.

Menurut pemimpin team kripik ini, kalo saja wasitnya ditunjuk dari
Asia, tentunya Indonesia akan mendapat kesempatan menang yang lebih
besar.  Mungkin maksudnya kalo wasitnya dari Asia, maka wasit ini akan
berpihak kepada team Indonesia untuk mencurangi team Arab Saudia.

Cara berpikir begini biadab bukan ???

Team Indonesia yang Islam ini tidak pernah percaya kepada tetangga2nya
Asia yang bukan Islam, wajar waktu wasit dari UAE diangkat maka orang2
Indonesia percaya bahwa sama2 Islam tentunya akan jujur.  Mereka lupa
kalo lawannya beragama Islamnya lebih tua dari dirinya.  Orang2 Arab
itu ibaratnya adalah kakek kita yang lebih tua yang wajib kita
hormati.  Sialnya, setelah kalah goal barulah team kripik yang
Islamiyah ini berusaha cari2 kambing hitam persis seperti orang2
Kristen yang dijadikan kambing hitam sebagai pelaku pemerkosaan massal
amoy2 yang kemudian mengakibatkan berbagai kesulitan ekonomi bagi
negara ini.  Akhirnya ketemu kambing hitam yang gemuk, wasit dari UAE
dilabrak dan panitia pertandingan diminta membatalkan hasil
pertandingan atau wasit Indonesia juga akan ditarik dari panitia
sebagai tanda protest.

Namun apalah artinya team yang kelas kambing ini???  Siapa dan negara
mana yang masih mau memperhatikannya???

Memang kelihatannya pengaruh agama tidak ada, tetapi kalo saja anda
bisa mengamatinya dari sudut psiko-analisis, maka jelas sangat kental
pengaruh dogma agama menjadi penyebab tindakan2 yang tidak rasional
dari team kripik ini sehingga kehilangan sikap sportifitas katimbang
mengakui keunggulan lawan.  Mengakui kelebihan lawan adalah haram
dalam ajaran Islam, kenapa tidak boleh diapplikasi dalam kasus
persepak bolaan ini???  Biarlah kita ditertawakan dunia diluar, yang
penting kita harus bisa bikin takut panitianya agar jangan menganggap
enteng lagi.

Ny. Muslim binti Muskitawati.






CiKEAS The robbery of the century

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.atimes.com/atimes/Global_Economy/IG14Dj01.html


The robbery of the century
By Chan Akya 


I have previously written [1] about the impending failure of US mortgage 
borrowers, whose failure to pay would affect not only the US economy as many of 
them declare bankruptcy, but also worldwide markets, as the risk has been 
widely sold to investors in other countries, with the bulk of the losses coming 
in Asia. 

Ratings, securitization in brief
Banks lend money to a number of companies but, more importantly, to millions of 
individuals. As banks themselves 
borrow money from other investors in the form of deposits and bonds, they would 
like to sell down some assets. However, anyone buying such assets from banks 
would be naturally worried about the quality of assets, and hence look to the 
banks to do two things: first, hold enough of the risk (what is called skin 
in the game) and, second, hire an independent evaluator of these securities. 

When a number of similar receivables are packaged into a bond, what happens is 
that anyone buying the bond is dependent on the credit quality of people he or 
she has never met. For that reason, the markets depend on rating agencies such 
as Standard and Poor's or Moody's, two of the largest companies that perform 
such services and, coincidentally, both of which are American. The third major 
rating agency, Fitch, is European. 

To a large extent, investors depend on these ratings for determining their 
investment appetite. Thus if you walked into an Asian central bank and asked 
what its criteria are for buying an asset, it might reply that it holds 
securities rated above a certain level, say double-A (the highest is triple-A, 
the lowest is D - as in Default). [2] 

However, there are two immediate problems with this. First, ratings are paid 
for by the people issuing the bonds mentioned above, not the people buying 
them. Thus there is a logical business reason for maintaining the rating at a 
higher level than is strictly warranted by fundamentals. This is called a 
conflict of interest. 

The second problem is that ratings are merely opinions. It is a bit like a film 
reviewer saying that the latest Bruce Willis movie is fantastic, while it may 
well turn out to be a stinker for most people. The difference, of course, is 
that a bad film recommendation only costs you US$10 (less if you buy a pirated 
disc in Shenzhen), but a bad ratings opinion can cost you millions. The 
agencies, while sophisticated, do not know the future any more than the typical 
astrologer. They therefore use masses of data to justify their opinions, all 
the while employing analysis of historical information. 

This is not the first time the rating agencies have gotten it wrong in the 
markets. Whether it was their wrong ratings of emerging-market countries in the 
1990s, or telecom companies earlier this decade, and now securitization, the 
agencies have been disastrously wrong on every new market. Still, investors and 
regulators trust them to provide judgment, as there are no alternatives. 

The markets, though, always look ahead. In other words, if an investor expects 
to receive less interest on a particular bond, its price will fall well before 
the interest actually falls. Thus it is that markets are prone to overreact to 
information, while ratings slowly catch up. 

There are, however, a number of investors - for example, central banks and 
pension funds - that rely only on the rating agencies for their information. 
Thus they fail to act when the markets start moving, and are forced to act when 
the rating agencies admit that the quality of the bond is actually lower than 
was previously thought. These investors are called hogs in the market - they 
are fattened up and then slaughtered. 

Pay differential
Of course, it is also important to note a perverse incentive structure that 
exists in all this. Employees of investment banks are among the best paid in 
the world, with specialists in fast-growing areas such as derivatives 
commanding seven- and eight-figure (US dollar) annual salaries. In contrast, 
the people buying the risk from them, such as Asian central bank workers, are 
paid hardly more than $20,000-$50,000, with some of the best ones paid more 
than $100,000. Only Singaporean government employees are paid more than their 
counterparts on Wall Street; this is a subject I shall return to in a later 
article. 

When such an incentive structure exists, it is natural for many kinds of 
corruption to take effect, including soft practices such as banks paying for 
lavish dinners and ranging to more contemptible practices such as bank-employed 
agencies helping to pay for the tuition of children of senior government 
officials in the name of marketing. 

Meanwhile, it is also important to note that there is no crime being 
committed by those buying such securities from investment banks, as they are 
required to invest their countries' reserves in securities as 

CiKEAS Russia builds new nuclear sub equipped with Bulava-M quasi-ballistic missiles

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://english.pravda.ru/russia/economics/19-04-2007/90091-russian_navy-0

  


 
  Russia builds new nuclear sub equipped with Bulava-M quasi-ballistic 
missiles 
 

  Russian Navy got a new leader. On April, 15 the head project 955 
submarine Yuri Dolgoruky left the slipway of the Sevmash shipyard in the White 
Sea. The ceremony was attended by the First Vice-Premier Sergey Ivanov, the 
Commander of the Navy Vladimir Masorin, Deputy Minister of Defense and Chief of 
Arms of the MoD General Alexey Msokovksy, the Mayor Moscow Yuri Luzhkov, 
General Director of Sevmash Vladimir Pastuhov, the Governor of Arkhangelsk 
region Nikolay Kiselyov as well as by the heads of other shipbuilding 
enterprises. Boreis (955 project) are to remain the core of the naval nuclear 
deterrence till the middle of this century. The new subs will replace the subs 
of the project 667BDR and BDRM now on duty. According to the specialists the 
new sub will have no matches in the foreseeable future. Yuri Dolgoruky with 
14,7/24 thousand tons (surface/underwater) displacement carries strategic 
rocket complex Bulava-M consisting of 12 so called quasi-ballistic missiles 
with ten nuclear warheads of individual aiming. The range of the missile that 
for the first time in the world’s history has changeable trajectory and can 
reach hypersonic speed is 8000km. However, sailing tests will start this year 
without the missile, which is being finalized by the designer. The crew of the 
sub will be formed only with officers and NCOs. 

  Before 2015 State Arms Program provides for building 7 project 955 subs. 
In the next two years the eighth will be constructed under a new Arms Program. 
Alexander Nevsky (the second sub) will be ready by 2009 and Vladimir Monomah – 
by 2011. The best Russian nuclear subs will be deployed in the Far East. The 
Commander of the Pacific Fleet of the Russian Navy Admiral Victor Fedorov 
publicly confirmed that the two newest strategic submarines (Alexander Nevsky 
and Vladimir Monomah) will be commissioned with the Pacific Fleet. Yuri 
Dolgoruki” is to stay with the Northern Fleet. 

  Earlier during his visit to the Far East First Vice-Premier Sergey Ivanov 
said that the Pacific Fleet is the priority of the Navy. According to him all 
nuclear arsenal, such as new sub Yuri Dolgoruky, will be in Kamchatka, although 
the main base of the surface fleet will remain in Vladivostok. 

  However, the development of the Russian submarine Navy does not stop with 
the new project. Sevmash continues construction of the multi-role nuclear 
project 855 submarine Yasen, which will surpass its foreign matches in most 
characteristics. Severodvinsk, the head sub of the 855 project, is far more 
complicated than even project 955. It has both more diverse arms and more 
diverse tactics. (Project 855, NATO reporting name GRANAY: displacement - 
8600/13800 tons, dimensions - 119х13,5х9,4m, max depth - 600м, speed of - 16/31 
knots. Crew – 90 persons (32 officers). It won’t take long to hear about this 
sub. At the same time t he c ommand of the Russian Navy considers it necessary 
to begin the development of the principally new project of a multi-purpose 
nuclear submarine of smaller displacement, according to the Commander of the 
Navy Masorin. Once he said that s o far it is only in our plans , but we 
precisely know , that such submarines are needed. It should be the submarine of 
smaller displacement in comparison with the existing today. It will be an 
underwater hunter. This should take some more time, about 10 years according 
to the assessments of the Admiral. 

  Meanwhile the designers of Bulava left less hopes for skeptics. The next 
launch is planned for this June, according to the Commander of the Russian Navy 
Admiral Vladimir Masorin. Dmitry Donskoi, the test sub, will launch the 
missile from underwater position. Once again it has been officially confirmed 
that the previous unsuccessful tests of 2006 had no influence on the program in 
general. The Commander said that the Moscow based Institute of Teplotechnika, 
the designer of the missile, found out the bottle necks which were in the 
technological sphere, and “cured the disease”. 

  Yuri Seleznyov
  Pravda.ru
 

© 1999-2006. «PRAVDA.Ru». When reproducing our materials in whole or in 
part, hyperlink to PRAVDA.Ru should be made. The opinions and views of the 
authors do not always coincide with the point of view of PRAVDA.Ru's editors.  
   

[Non-text portions of this message have been removed]



CiKEAS Putin pulls out of Europe arms pact

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://english.aljazeera.net/NR/exeres/7AE53DD2-1C5C-4F38-9A51-A0897EB86C80.htm

UPDATED ON:
SATURDAY, JULY 14, 2007
13:02 MECCA TIME, 10:02 GMT

 
Putin pulls out of Europe arms pact
   
   
 
   
 
  Russian and US relations have strained over US 
missle shield plans in eastern Europe [AFP]  


   
  Russia's president has suspended the country's participation 
in a pact limiting military forces in Europe, amid deteriorating relations with 
the West on a range of fronts.

  The Kremlin on Saturday said Vladimir Putin had signed a 
decree suspending Russia's role in the Conventional Forces in Europe (CFE) 
treaty, due to national security issues.
   

  The pact was adopted in 1990 to limit the number of tanks, 
heavy artillery and combat aircraft deployed and stored between the Atlantic 
and the Ural mountains.

  Russia accuses the West of failing to ratify an amended 
version signed in 1999 to take into account the new post-Cold War situation. 
   
  Dmitry Peskov, a Kremlin spokesman, said Russia could no 
longer tolerate a situation where it was complying with the treaty but its 
partners were not, and he expressed hope Russia's move would induce Western 
nations to commit to the updated treaty.

  Talks last month with Nato states ended without progress.


  He said: Such a situation contradicts Russia's interests. 
Russia continues to expect that other nations that have signed the CFE will 
fulfill their obligations.

  'Regret'

  A Nato spokesman said on Saturday of the Russian suspension: 
If this is confirmed the Secretary General very much regrets this decision.

  The allies consider this treaty to be an important 
cornerstone of European security.

  The differences over the pact are part of broader tensions 
between Russia and the West.

  Relations are strained by disagreements over US plans for a 
missile shield in eastern Europe, proposed independence for Serbia's Kosovo 
province and Moscow's energy policies.

  A source of friction over the CFE treaty is Nato's insistence 
on preserving flanking arrangements which ban large concentrations of forces 
and materiel near some borders.

  Russia objects to that provision because it limits Russian 
troop movements within Russian territory, even though Moscow says its border 
areas have become more unstable since the Soviet Union broke up in 1991.

  Russia also wants cuts in Nato troop levels in outlying 
regions to reflect the accession to the alliance of eastern European states 
bordering Russia since 1990.

  Nato states have said treaty changes depend on Russia 
withdrawing troops from the former Soviet republics of Moldova and Georgia, but 
Russia rejects any link between the two issues. 
   
 


[Non-text portions of this message have been removed]



CiKEAS The Taliban's Dirty Poppies

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
The Taliban's Dirty Poppies
16:14 
From: journeymanpictures
Views: 484 

Silahkan click untuk melihat 

http://www.youtube.com/watch?v=xXX9Y0bfirYmode=usersearch=

[Non-text portions of this message have been removed]



CiKEAS Cuban leaders meet with Latin American bishops in Havana

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.granma.cu/ingles/2007/julio/sab14/Cuban-leaders-meet-with-Latin-American-bishops-in-Havana.html

 
Cuban leaders meet with Latin American bishops in Havana

By Francisco Forteza

HAVANA, July 13 (World Data Service).- High-ranking leaders of the Cuban 
government met cordially with Catholic bishops who were visiting Havana for the 
31st General Assembly of the Latin American Episcopal Council, it was announced 
today. 

An official news source today said Carlos Lage and Esteban Lazo Hernández, both 
vice presidents of the Council of State, and Foreign Minister Felipe Pérez were 
among those attending. 

On July 11, comrades Carlos Lage Dávila and Esteban Lazo Hernández, vice 
presidents of the Council of State and members of the Political Bureau, 
together with other leaders of the Cuban Party and government, held a meeting 
at the San Juan María Vianney Rectory with several of the participants in the 
31st General Assembly of the Latin American Episcopal Council, led by Monsignor 
Raymundo Damasceno Assis, archbishop of Aparecida, Brazil, president of the 
Council, and Cardinal Jaime Ortega Alamino, archbishop of Havana, Granma daily 
newspaper reported. 

Their meeting, which took place in a cordial and constructive atmosphere, 
served to exchange viewpoints with their visitors on the national reality, 
challenges facing our country, the negative effects of the blockade (imposed by 
the United States) on the population and the economy, and cooperation programs 
with Latin American countries, which we carry out in Cuba and abroad, the 
article said.

Those present agreed on the need for the training of Latin American 
professionals in Cuba to continue strengthening human values and the 
preservation of their beliefs, traditions and customs, so that they can return 
to their home communities to serve the neediest, the article continued. 

It also added that the Council's representatives and Episcopal conferences 
expressed thanks for the facilities provided for their general assembly in 
Cuba, which concludes today with a mass at Havana Cathedral and during which 
its new leadership was elected. 

This leadership is comprised of its president, Monsignor Raymundo Damasceno 
Assis, archbishop of Aparecida, Brazil; Monsignor Baltazar Porras Cardozo, 
archbishop of Mérida, Venezuela, first vice president; Monsignor Andrés 
Stanovnik, bishop of Reconquista, Argentina, second vice president; Monsignor 
Emilio Aranguren Echeverría, bishop of Holguín, Cuba, president of the economic 
committee, and as general secretary, Monsignor Víctor Sánchez Espinosa, 
auxiliary bishop of México, the article noted. 

This is the first time the Council has held a meeting in Cuba. The Assembly was 
attended by 71 delegates from Latin America, including four cardinals. It was 
reported that the closed-door meeting discussed the way in which to carry out 
the pastoral letters issued by the Fifth General Conference held in the 
Brazilian city of Aparecida in mid-May, and that each country's situation was 
reviewed. 

Translated by Granma International 


[Non-text portions of this message have been removed]



CiKEAS The tribal streak

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://weekly.ahram.org.eg/2007/853/feature.htm

12 - 18 July 2007
Issue No. 853

The tribal streak
At the Mena House, Pyramids, Youssef Rakha encounters a world apart 


   Click to view caption 
  BELLY DANCERS FROM ALL OVER THE WORLD: Clockwise from top left: Awatef; 
feeling the beat; working on the hand moves; stretching their bodies 
--
 
Awatef is a belly-dancer. Unlike the American icon and teacher Morocco who 
insists on the term raqs sharqi (Oriental dance), she doesn't object to the 
designation. Her name would sound sufficiently grassroots in an Egyptian 
context: old-fashioned it certainly is, but, by itself, it has no particular 
associations of class or profession. No less than her clothes, on this 
occasion, her second name, Eshta, casts her rather more clearly in the role of 
performer and teacher: the word, meaning cream, is a largely common reference 
to fair-skinned corpulence of the female order -- common in both senses of the 
word. The story fits together, all things considered, except for one small 
detail: Awatef Eshta is not Egyptian at all, not even Middle Eastern; like 
Morocco, her interest in Oriental dance has less to do with perpetuating than 
transcending the gendered norms of this all but risqué performance tradition; 
and there are quite a few other things she does besides.

Awatef Eshta is actually a biologist, currently a PhD candidate in the subject, 
having completed postgraduate courses in both biology and Egyptology. So I 
sometimes collaborate with the Spanish Egyptian Museum in Barcelona... Not, 
she points out, that they are in any way related. Her interest in biology was 
rather the result of her love of animals. And I am actually better with 
animals than with people, so... she giggles. But it's very hard to earn your 
life as a scientist. It's easier to do it as a dancer, which is not easy 
anyway. Archery, on the other hand -- what? Because I do archery as well, 
which I started long before dancing. And most of my life I've made my money by 
archery, and by dancing. And I love to do scientific work, she sighs, but I 
hardly get any pay. German-Italian in origin, Awatef has been in Barcelona 
throughout her life; and for a long time she was subject to a strictly Catholic 
father, now deceased, who being a mathematician-physicist himself, did not find 
it in him to give credence even to biology, let alone any form of art. Art was 
okay, she explains, so long as one practised it as a hobby; as far as he was 
concerned, the humanities and most sciences were a waste of time. I wanted to 
train dolphins, when I was little, she declares matter-of-factly. That was my 
goal in life, and my father said that wasn't a serious job. He barred her from 
the opportunity to study at the Royal Academy of Dramatic Arts in London -- as 
a minor she needed his approval -- so I know he would have died, he would've 
killed me, had he found out I was involved in Oriental dance. Well, he must be 
turning in his grave as we speak. Awatef went ahead and did biology anyway, 
later discovering a connection between it and the dance. They're very similar 
actually, she giggles again. If you think of the technique when you dance you 
have to end up applying biology everywhere. Because you're working with a 
living organism, and it's very helpful to have a little bit at least of biology 
or anatomy in order to explain especially when you're giving class how you do 
the movements and... It's much easier for the students if they can assimilate 
what they're going to do. Still, while dancing she doesn't think of herself as 
a living organism, she says: I try not to think of myself at all, because then 
I would go hide. Then again, she does think a lot, a little too much maybe, 
and the conjunction of the two callings has given her plenty of opportunity for 
that. I try to think of the movements that I am doing but specifically I like 
to feel it. Both in my mind and in my body. Once I have integrated the feeling 
very well, I usually try to explain it, through biology. Because I know that 
even if I am not able to do the movement perfectly yet -- because you need a 
lot of practice to do it perfectly, years -- it still helps me take it to 
another level... She looks down, fumbling with her sword -- a dancing gadget 
that she has brought along.

Awatef is one of over 1,200 dancers in the vicinity; and her story, while 
perhaps not typical, seems representative enough of the story of participants 
in the event going on -- beautiful women of every conceivable shape, size and 
hue -- Oriental or belly -- dancers, all. It is Tuesday afternoon at the lobby 
of the Mena House Hotel, off the elevation leading directly to the Great 
Pyramid, and, outside that part of the hotel set aside for daytime classes and 
evening performances and 

CiKEAS On the discourse of Islamist failure

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://weekly.ahram.org.eg/2007/853/op5.htm

12 - 18 July 2007
Issue No. 853
Published in Cairo by AL-AHRAM established in 1875

On the discourse of Islamist failure
Critics continue to dismiss Islamists for their shortcomings, as though being 
religious means one cannot make mistakes, writes Khalil El-Anani* 



The logic of those who oppose Islamists reaching power, let alone keeping it, 
relies on the primary argument that they are not capable of offering a model of 
governance that is a beneficial alternative to the status quo. This logic 
becomes more entrenched as Islamists who have taken up rule have repeatedly 
failed, as has been the case in Sudan, Afghanistan and Algeria (late 1980s and 
early 1990s), in addition, more recently, to the experience of Hamas in the 
occupied Palestinian territories.

This discourse reproduces the same dismissive viewpoints that have circled the 
sphere of Arab elites over the last two decades, becoming politicised and 
mobilised against one of the effective currents in the Arab arena. Yet it 
offers no solutions that might wrest our societies from the political and 
intellectual absurdity to which they have been subject since the 1920s, when 
political Islam developed.

Without being pulled into the same hellish debate on the benefit, or lack 
thereof, of Islamists reaching power, not to mention the sensitivity of this 
topic and its influence on political development in the Arab world, it can be 
stated that an evaluation of the Islamist experience does not need to turn into 
a seasonal opportunity to haul this intellectual and political current to the 
gallows. Rather, it should be opportunity to unlock the essence of historical 
failure of Arab elites of all orientations to pursue the nation- state 
endeavour and meet its demands.

A reading of the discourse currently dominant on the experience of Hamas 
reveals the confusion present in the Arab mind on the evaluation of Arab 
political experiences. There are two levels. The first stems from preconceived 
ideas of Islamists in power. In its evaluation, this current uses derisive 
language with a taint of vengefulness, aiming to place a future veto on the 
participation of Islamists in politics. The second level is more open, its 
evaluation of Hamas stemming from its understanding of the defeatism of mixing 
the movement's particularities with its intellectual and ideological 
orientation that is congruent with other movements of wide popular influence. 

In both its levels, this discourse has fallen into three errors. The first is 
reproducing the same old arguments on the futility of Islamists participating 
in politics. Some had thought this had been settled, particularly after 
confusion regarding the difference between Hamas's extremist and moderate wings 
had been removed. The second is dealing with the Hamas experience as evidence 
not only for the failure of Islamists in power, but as decisive proof that the 
movement to which it belongs -- the Muslim Brotherhood -- is barren. The third 
mistake is aborting the process of intellectual and political maturation in the 
Arab region where the historic estrangement between various ideological 
currents and the Islamic current has softened in the last decade.

In its evaluation of the experience of Islamists, the general characteristic of 
this discourse is found in its focus on the outcomes of the political process 
in which they are influential. It overlooks, however, the local, regional and 
international factors that play a decisive role in the success or failure of 
these experiences. Moreover, the experience of Islamists in power, with all 
their shortcomings, has not prevented the spread of Islamism's reach. Nor has 
it prevented Islamist representatives from gaining a majority of popular 
representation in elections, such as those that took place in Jordan, Yemen, 
Morocco, Egypt, Kuwait and Iraq.

Discussion of the failure of Islamists is not new. The French researcher Olivie 
Rawa talked about it 14 years ago in his well-known book The Failure of 
Political Islam. What is new is the supposed source of failure, for while Rawa 
spoke of the failure of the ultimate function of Islamist movements with regard 
to establishing an Islamic state, failure today is connected to the ability of 
Islamists to transform resistance movements into those that hold power, which 
requires an ability to run people's affairs and handle their economic and 
social concerns.

There is no dispute over the importance of evaluating the experience of 
Islamists. Yet it would be more beneficial to study the roots of the experience 
and not just its manifestations, and to focus on the reasons for the hold of 
this current over social capital in most Arab countries, as well as its success 
in maintaining its characterisation of being an alternative. This success has 
reached the point of becoming an 

CiKEAS COCOK AMA TUNGLISANNYAH TANTEH MOSLIM

2007-07-14 Terurut Topik godamlima
COCOK  AMA  TUNGLISAN TANTEH MOSLIM
14 july 2007,sebtu benderang

Hhehehe,silahken pereksa buat ditelitih.

Lalu jadilah pinter,bukannyah bloon tengrus tengrusan.

Sambil tambah berguru kepada tanteh Moslim kita.

Saktelah membacak kemiripan inih.

Shalom omitohud allahu Shabar.



Dari yang namanyah Tjan Swie Yong

Luar biasa kemajuan Malaysia dibandingkan Indonesia yang makin
terpuruk , makin tak berketentuan kayak diskusi di Apakabar yang
sering aja malah tak menimbulkan persatuan, mungkin malah menimbulkan
kebencian, menimbulkan keinginan sewenang-wenang dan pongah, masak
agama yang sebenarnya KEPERCAYAAN , sudah dianggap hal paling benar ?
Agama adalah kepercayaan, dan namanya kepercayaan yah seringkali
diluar LOGIKA dan diluar SCIENCE yang lebih membutuhkan dalil-dalil,
lebih membutuhkan pemikiran ANALISA dan otaklah yang bekerja. Kalau
yang namanya kepercayaan , yah nggak butuh logika - analisa -
pemikiran kritis dan sebagainya. Lho namanya kepercayaan, yah setiap
orang berbeda . Dalam 1 agama saja namanya kepercayaan berbeda
misalnya Kresten Katolik berbeda dengan Kresten sempalannya ,
namanya Bethany berbeda dengan Advent 7 Masehi : yah kayak
kepercayaan angka sial : orang Barat masih ada yang percaya bahwa
angka 13 merupakan Bad Number, orang Cina percaya bahwa angka 4 dalam
pengucapannya SHI sama dengan ucapan mati atau mampus, sedangkan
angka 8 dalam pengucapannya FAT atau sama dengan mengucapkan LUCK
atau keberuntungan. sedangkan 14 ialah angka FAVORIT-ku seringkali
dihindarkan karena artinya DEAD , seringkali dalam perjalanan keluar
negeri dengan SQ aku mendapat tempat duduk deretan 14, kali banyak
orang Cina Singapura nggak mau duduk dideretan tersebut. Nyatanya
selamat terus dan malam hari dalam penerbangan jarak jauh, bisa tidur
nyenyak. Dulu aku nggak pernah memperhatikan :  Kok sering dapat
tempat duduk nomor 14 ?  Suatu hari aku berangkat dengan Direktur
yang berkebangsaan Inggris dan lama tinggal di Hongkong, dia heran
kok aku mau aja dikasih tempat duduk deretan 14, orang Inggris yang
lama tinggal di Hongkong banyak terpengaruh Fengshui dan beberapa
perusahaan raksasa asal Inggris juga menempatkan direktur Fengshui
diperusahaan yang tugasnya mengatur lokasi cabang, lokasi kantor,
arah pintu masuk, tanggal berunding dan sebagainya: aneh tapi nyata.
Yah, namanya kepercayaan kepada angka, bisa aja fanatik - bisa aja
cuek ! Jadi soal Bad Number baiknya tak dijadikan ajang rasisme
dengan tuduh menuduh dan menjelekkan, apa ruginya sih bagi kamu kalau
ada orang percaya tahayul macam begituan ? Kalau sudah mulai
mengumpat, menghina, bisa aja agama juga dihina karena kepercayaan
kan nggak mungkin dibuktikan dengan analisa SCIENCE ? Cuma bilang : 
Itu wahyu Allah !  Orang lain belum tentu mau terima, diperdebatkan
? Yah , sia-sia dan nggak ada gunanya , mau dihina bagaimana kalau
sudah FANATIK yah nggak guna. Malah ada orang mau membunuh dan bunuh
diri pakai BOM dengan membinasakan banyak orang tak berdosa dan tak
tahu menahu, buktinya Bom Bali dilakukan dengan sasaran pengunjung
restauran atau orang yang sedang makan malam dan tak ada sangkut
pautnya : BUM dan matilah 88 orang Australia dan sekian orang
Bali dan sekian orang bangsa lain , ada juga yang seagama dengan
pengebom. Dan efeknya ialah ekonomi bangsa Indonesia yang macet ,
terutama ekonomi Bali yang sedang bagus-bagusnya. Dan bom mengebom
sesama agama masih saja terjadi di Irak dan negara lain di Timur
Tengah , apa sebabnya ? Antara Sunny dan Shiah juga permusuhannya
luar biasa, hanya karena aliran yang berbeda , padahal sebenarnya
ajaranya kan Islam Nabi Muhammad S.A.W.

Jaringan Islam Liberal juga pernah di fatwa oleh ulama fanatik,
padahal Ulil Absar Abdalla kan penganut agama Islam juga dan
mempelajari agamanya dengan tekun dan banyak kalangan yang sangat
menghormati . Kefanatikan juga yang digunakan untuk main politik,
untuk melancarkan kerusuhan-kerusuhan dengan alasan agama , dan ini
sungguh mengkhawatirkan dan merupakan kali pembodohan !

Fanatik dan kalau sudah begini kan repot ! Yah, sekian dulu supaya
ada pause dan mohon jangan dianggap mencampuri urusan agama , cuma
sekedar pendapat dari seorang awam yang belon beragama , terus terang
saja mengaku belon beragama sebab memang nggak terlalu yakin akan
agama . Apa salah ? Kami cuma menginginkan agar Indonesia maju dalam
bidang ekonomi sehingga selanjutnya memajukan pendidikan dan moral,
agar rakyat melarat berkurang dan rakyat kecil yang mati karena nggak
sanggup berobat berkurang, rakyat yang bodoh yang gampang dihasut
berkurang serta keluarga Indonesia yang sejahtera meningkat dengan
pesat. Mudah-mudahan banyak orang mau memikirkan bagaimana agar
kemakmuran di Indonesia menjadi tema-tema ulasan, paling sedikit
menjadikan pemikiran yang berkesinambungan.

Salam Indonesia Merdeka !






CiKEAS The myth of an Islamist peril

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
   
Print this page
   
 

  The myth of an Islamist peril
http://archive.gulfnews.com/opinion/columns/world/10139251.html 

  07/14/2007 11:31 PM | By Neena Gopal



  Is Pakistan's Lal Masjid a modern day throwback to India's Golden Temple? 
As the clamour from Al Qaida's Ayman Al Zawahiri to avenge the killing of the 
Islamabad mosque's cleric Abdul Rashid Gazi finds resonance through Pakistan at 
some level, will the attack on the Islamabad seminary complex prove as costly 
to its President General Pervez Musharraf as the bloody siege of Sikhism's 
holiest shrine was to India's powerful prime minister Indira Gandhi? 

  Gunned down by her Sikh bodyguards unable to forgive the assault on the 
place of worship, it was in reality, much like Lal Masjid, an attack on armed 
militants holed up inside led by a charismatic but flawed Gazi-like figure of 
Jarnail Singh Bhindranwale. Al Zawahiri's call on Pakistan's seminaries to rise 
up against Musharraf's government, raises the spectre of Islamist terrorism and 
paints the Pakistan army as the only bulwark against extremist adventurism. 
Sceptics are asking the counter question too. Is the myth of an Islamist peril 
just that, an elaborate story spun by intelligence operatives solely for the 
gullible West's consumption, a trade off for its largesse; Apres moi, le 
deluge. 

  That aside, the challenge for India as Pakistan's nearest neighbour and 
as the booming economy against whom a renewed jihad has the potential to do the 
most harm, will be to take the lessons from Lal Masjid to heart. The primary 
one being that the jihadi element that India thought no longer had state 
blessing and is currently turned towards Afghanistan, is alive and well. 

  The second, demonstrated by the involvement of bombers from India in the 
failed Glasgow attack is that all roads on this well trodden terror path lead 
to Londonistan, a euphemism for the ghettoised cities in the United Kingdom 
where disgruntled young Muslims from the sub-continent and the Arab world, 
feeding off the pan-Islamic hate cauldron against the West, have exhibited 
little remorse at waging war against the land they have chosen to live in. 

  That India must contend with the fact that the tentacles of terror 
stretch back to southern India, to Bangalore, the country's pride, just as 7/7 
did to Pakistan is troubling. If Delhi is to prevent a Lal Masjid from erupting 
within its own borders at the hands of radicalised young Indian Muslims, what 
must it do? If it does not want to see its imperfect but lively democracy, the 
only truly representative government in the region, joining a sea of failing 
states in South Asia, is it time to turn pro-active, reach out to the very 
people who seek to impair it at every level, be it economic, social or 
political? 

  Indian Prime Minister Manmohan Singh's relationship with the UK's new 
leader Gordon Brown may not set the Thames on fire but he must urgently seek an 
end to the incendiary idiom that draws the Muslims of the sub-continent into 
the debilitating sub-culture of Middle East politics. India must ask the UK to 
emulate Gulf countries and enforce stricter controls on sermons by clerics, 
many of whom have linkages to Al Qaida and make Indian Muslims feel as if they 
do not measure up to the puritanical standards set by them. 

  As for Pakistan, India and Pakistan have held innumerable meetings with 
the latest round of the new anti-terror mechanism going nowhere. Delhi must use 
Lal Masjid as the starting point to change the conversation. They could begin 
with what has clearly rattled the Indian prime minister - the sight of the 
chief of a banned jihadi group being driven with former prime minister Chaudhry 
Shujaat into the Red Mosque to play intermediary. Negotiations broke down. The 
head of the newly renamed Jamaat ud Dawa is in protective custody, as is 
another prominent Kashmir jihadi. All the more reason that India should 
publicly ask its neighbour to live up to the rhetoric of cleansing every nook 
and cranny of Pakistan of terrorists and actually hand over the wanted men. 
How it deals with the trickier question of dealing with a double- dealing 
military consumes the corridors of power here. India has little leverage beyond 
persuading the US of the perils of letting democracy bolt the stables once 
again in the belief that the Islamist peril can only be contained by the 
military; when in reality, it is simultaneously its biggest benefactor.

  India must also publicly refrain from making the simplistic argument that 
because two deluded young men out of 150 million Indian Muslims participated in 
a failed bombing - that too, a flawed syringe bomb - that it is no longer a 
target but a purveyor of terror. 

  And while India needs a strategy to win the hearts and minds of its young 
Muslims, whom unlike the impoverished stereotype are a huge 

CiKEAS Risman Cacat Seumur Hidup Dianiaya Polisi

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.gatra.com/artikel.php?id=106077

Peradilan Sesat
Risman Cacat Seumur Hidup Dianiaya Polisi

Gorontalo, 14 Juli 2007 12:46
Risman Lakoro, warga Boalemo, Gorontalo, yang menjalani pidana tanpa bersalah 
dalam kasus pembunuhan anaknya, pernah dianiaya polisi di Polsek Tilamuta. 
Jari tangannya remuk dijepit pintu hingga cacat seumur hidup.

Seorang korban peradilan, Risman Lakoro, warga Boalemo, Gorontalo, mengaku 
dianiaya para penyidik hingga mengalami cacat seumur hidup. Risman, yang pada 
2002 diperiksa aparat Polsek Tilamuta, mengaku disiksa dengan berbagai cara, 
seperti tangan kirinya dijepit dengan daun pintu hingga patah tulang.

Penyiksaan itu membuat tangan saya cacat hingga saat ini, ungkap Risman 
kepada Antara. Tak hanya itu, ia juga dipaksa mengakui telah melakukan 
pembunuhan terhadap anaknya, Alta Lakoro, dengan menindih ibu jari kakinya 
dengan meja, dan para penyidik menaiki meja tersebut beramai-ramai.

Sementara itu, Rostin Mahadji, istri Risman yang juga menjadi korban salah 
vonis tersebut, mengungkapkan bahwa penyiksaan terhadap suaminya itu terjadi 
berulang kali di depan matanya. Kami memang beda ruang tahanan, tapi suami 
saya disiksa didepan mata saya karena ruangnya ada di depan ruang tahanan 
saya, ujarnya sedih.

Ia mengaku tak mengalami penyiksaan seberat yang dialami suaminya, namun ibu 
tiri Alta Lakoro tersebut juga tak luput dari siksaan rotan dan penggaris. 
Mereka memukuli saya dengan rotan dan penggaris ke bagian punggung, jelasnya.

Menurut pengakuan keduanya, penyiksaan serupa tak hanya sekali terjadi, namun 
sering dilakukan oleh para penyidik selama tiga bulan di ruang tahanan hingga 
penyidikan selesai. Karena tak tahan disiksa, akhirnya kedua suami istri 
tersebut terpaksa mengaku telah membunuh anaknya, hingga akhirnya Pengadilan 
Negeri Limboto menjatuhkan vonis tiga tahun penjara.

Kami tak tahan disiksa dan akhirnya mengaku saat persidangan ke lima, kata 
Rostin. Dari informasi yang dihimpun Antara, penyidikan tersebut salah satunya 
dilakukan oleh M. Ahmad, yang saat ini menjabat sebagai KBO Reskrim Polres 
Boalemo.

Sementara menurut Rostin, oknum lainnya yang juga turut menyiksanya bernama 
Mukhsin dan Laduma.

Atas dasar itulah, kasus Sengkon-Karta versi Gorontalo ini, akan diadukan 
oleh Tim Kuasa Hukum ke Komisi Hak Asasi Manusia (HAM).

Ini pelanggaran HAM berat dan kami meminta para oknum penyidik tersebut 
diproses secara hukum, kata kuasa hukum Risman-Rostin, Ismail Pelu.

Risman-Rostin merupakan korban peradilan sesat yang terjadi di Kabupaten 
Boalemo, Gorontalo, yang divonis penjara tiga tahun oleh Pengadilan Limboto 
pada tahun 2002.

Kedua suami istri tersebut dituduh telah membunuh anak mereka, Alta Lakoro, 
yang sebelumnya telah menghilang sejak 2001, dengan alat bukti berupa penemuan 
kerangka dan baju Alta Lakoro oleh pihak kepolisian.

Namun, pada Juni 2007, Alta yang selama ini telah dianggap meninggal, ternyata 
masih hidup dan muncul lagi ke kampung halamannya dan membuka tabir buruknya 
proses peradilan yang dialami Risman-Rostin.

Tiga lembaga peradilan yang menangani kasus ini pun terancam diproses hukum, 
karena ternyata banyak terdapat kesalahan dalam penyidikan hingga pemberian 
vonis kepada kedua korban. [TMA, Ant] 



[Non-text portions of this message have been removed]



CiKEAS BELUM BERAKHIR

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_cid=294562

  Minggu, 15 Juli 2007,

  BELUM BERAKHIR 




  1 Indonesia v Arab Saudi 2
  JAKARTA - Impian Timnas Indonesia untuk melakukan lompatan sejarah di 
Piala Asia 2007 tertunda. Harapan mereka untuk menembus babak perempat final di 
pentas sepak bola antarbangsa-bangsa Asia itu masih belum tercapai. Jalan tim 
Merah Putih ke babak kedua terganjal oleh kekalahan 1-2 (1-1) dari Arab Saudi 
pada laga kedua Grup D di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 
tadi malam.

  Sebuah kekalahan yang menyakitkan. Sebab, kegagalan merengkuh angka itu 
didapatkan Indonesia saat pertandingan memasuki masa injury time. Tepatnya 
menit ke-92 saat pemain pengganti Saad Al Harthi membobol gawang Indonesia yang 
dikawal Jendri Pitoy.

  Sebelum gol itu tercipta Indonesia sudah yakin kalau bakal mengakhiri 
pertandingan dengan torehan sebiji angka. Karena itu, seluruh punggawa 
Indonesia yang berada di bangku cadangan dan para suporter yang berdiri di 
tribun terus menyumandangkan lagu kemenangan. 

  Melihat reputasi Arab Saudi, hasil seri memang ibarat sebuah kemenangan 
bagi Indonesia. Apalagi, sejarah mencatat bahwa dalam setiap pertemuannya 
dengan Singa Gurun sepanjang 25 tahun terakhir, Indonesia selalu gagal meraup 
kemenangan. 

  Tapi apa daya, gol Saad di masa injury time langsung membuat gol 
Indonesia yang dicetak Elie Aiboy menit ke-19 tak lagi berarti. Sebab sebelum 
gol Elie, Arab Saudi sudah leading terlebih dulu lewat tandukan Yasser Al 
Qahtani menit ke-14. Karena itu, bukan sesuatu yang salah, jika semua punggawa 
Indonesia langsung terkulai dan tertunduk lesu begitu wasit Ali Al Badwawi 
meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan.

  Terus terang saya kecewa. Kami harusnya dapat satu poin dalam 
pertandingan kali ini. Saya menyesal dengan hasil ini dan saya minta maaf 
kepada semua pemain, suporter, dan orang-orang yang telah mendukung tim 
Indonesia, ungkap Ivan Venkov Kolev, pelatih Indonesia seusai pertandingan.

  Meski gagal merengkuh kemenangan dari Arab Saudi, bukan berarti jalan 
Indonesia ke babak kedua menjadi tertutup. Peluang skuad Garuda ke babak 
delapan besar masih terbentang lebar dengan koleksi tiga poin yang masih 
dikantongi. Memang peluang itu tak lagi sebesar sebelum Indonesia kandas di 
tangan Arab Saudi, namun kans itu tetap ada. 

  Meski lawan terakhir yang bakal dihadapi Indonesia adalah raksasa sepak 
bola Asia Korea Selatan. Tapi, harapan itu tetap belum tertutup. Secerca 
peluang itulah yang membuat suporter Indonesia tak begitu larut dalam 
kekecewaan saat harus pulang dengan membawa kenyataan tim pujaannya mengalami 
kekalahan. 

  Karena itu, sebelum meninggalkan stadion, para suporter masih 
menyempatkan memberi apresiasi dan semangat kepada Bambang Pamungkas dkk dengan 
yel-yel Indonesia. Indonesia. Indonesia.

  Semua jelas kecewa. Tapi, perjuangan belum berakhir dan peluang kami 
belum tertutup. Peluang itu masih ada seperti apa yang tergambar dari nyanyian 
para suporter di akhir pertandingan, tegas Bambang Pamungkas. (fim/ady/dio)




  HASIL TADI MALAM

  Grup C 
  Uzbekistan 5 
  Pencetak gol: Maksim Shatskikh 10, 89, Timur Kapadze 29, Ulugbek Bakaev 
45-pen, Aziz Ibragimov 85
  Malaysia 0 

  Grup D 
  Indonesia 1 
  Pencetak gol: Elie Aiboy 16
  Arab Saudi 2 
  Pencetak gol: Yasser Al Qahtani 12, Saad Al Harthi 90


  KLASEMEN SEMENTARA 

  Grup A 
  1. Iraq 2 1 1 0 4-2 4 
  2. Thailand 2 1 1 0 3-1 4 
  3. Australia 2 0 1 1 2-4 1 
  4. Oman 2 0 1 1 1-3 1 

  Grup B 
  1. Jepang 2 1 1 0 4-2 4 
  2. Vietnam 2 1 1 0 3-1 4 
  3. Qatar 2 0 2 0 2-2 2 
  4. UEA 2 0 0 2 1-5 0 

  Grup C 
  1. Tiongkok 1 1 0 0 5-1 3 
  2. Uzbekistan 2 1 0 1 6-2 3 
  3. Iran 1 1 0 0 2-1 3 
  4. Malaysia 2 0 0 2 1-10 0 

  Grup D 
  1. Arab Saudi 2 1 1 0 3-2 4 
  2. Indonesia 2 1 0 1 3-3 3 
  3. Korsel 1 0 1 0 1-1 1 
  4. Bahrain 1 0 0 1 1-2 0 


  FACTS AND FIGURES

  1. Kekalahan Indonesia memperpanjang daftar tak pernah pernah menang atas 
Arab Saudi selama 24 tahun.

  2. Indonesia kehilangan Eka Ramdani pada laga menghadapi Korsel (18/7) 
karena akumulasi kartu kuning.

  3. Pemain Merah Putih gagal memberikan kado ulang tahun kepada Ivan Kolev 
yang kemarin tepat berusia 50 tahun.

  4. Selain Kolev, dalam laga kemarin yang ulang tahun adalah Khaled Al 
Thaker yang ke-26. 



  :: Kembali
 


[Non-text portions of this message have been removed]



CiKEAS Parpol Besar Bermental Penjajah

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_cid=294196

Jumat, 13 Juli 2007,

Parpol Besar Bermental Penjajah
 



Paket RUU Politik yang segera dibahas Pansus DPR ibarat bola liar bagi parpol. 
Mereka ingin merebut dan menendang bola itu ke daerahnya sendiri yang paling 
aman. Bagaimana strategi PKS? Berikut wawancara Jawa Pos dengan Presiden Partai 
Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring.



Apa pandangan PKS terhadap ide penyederhanaan partai?

Menurut saya, penyederhanaan tersebut menggunakan cara-cara yang natural saja. 
Jangan dibatasi terlalu ketat karena membuat partai itu tidak gampang. 

Syarat pada 2004 saja itu sudah cukup berat. Jika ditingkatkan, partai-partai 
yang ada saat ini bisa rontok. Jika dibiarkan berjalan natural, Pemilu 2009 
bisa menghasilkan 10-12 partai. Itu cukup logis. 


Tetapi, partai besar minta ada pengetatan syarat ikut pemilu?

Itu namanya mereka (parpol besar, Red) bermental penjajah. Kolonial. Mereka 
ingin mengecilkan partai baru dan partai menengah. Seharusnya, partai baru 
diberi kesempatan. Dulu membentuk partai dengan syarat mendirikan 50 persen 
kepengurusan provinsi, 25 kabupaten/kota, dengan seribu orang di setiap 
kepengurusan saja sudah sulit. 

Padahal, aturan partai sekarang tidak boleh menerima dana dari sejumlah sumber. 
Tidak boleh punya badan usaha. Jadi, seperti dibiarkan mati kurus kering. 


Menurut Anda berapa electoral threshold yang layak? 

PKS sedang membahas. Secara pribadi, saya sepakat tiga persen. Itu saja sudah 
berat. Belum saatnya ditambah lagi. Parliemantary threshold itu dinilai lebih 
sadis ketimbang electoral threshold. Sasaran ide itu adalah memperbesar 
kekuasaan yang sudah besar. 

Padahal, sistem parlemen kita lebih mengedepankan kebersamaan. Partai-partai 
itu ingin menunjukkan jati dirinya. Jika diganjal, mereka tidak akan memperoleh 
pengalaman.


Setujukah Anda proporsional terbuka dengan suara terbanyak?

Bukan soal setuju atau tidak setuju. Saya melihat sistem proporsional terbuka 
itu tidak jauh berbeda dengan sistem distrik. 

Konon, ide tersebut pernah dibahas Partai Golkar dan PDIP dalam pertemuan di 
Medan. PKS sendiri mendukung tetap digunakannya sistem proporsional terbuka 
tertutup. 

Artinya, jika caleg tidak mampu memenuhi bilangan pembagi pemilih (BPP), 
keputusan diserahkan ke partai dengan mekanisme nomor urut. Dengan itu, semua 
partai bisa berpeluang. Jangan sampai pengetatan aturan tersebut menjadi sumbu 
keributan politik nasional. 


Berapa president threshold yang logis? 

Kalau sekadar untuk pencalonan, saya kira 15 persen itu logis. Tapi, angka 
threshold itu perlu dikaji lagi jika ingin dinaikkan, mungkin 20 persen. Memang 
Partai Golkar berpeluang. Tapi, mereka tidak akan maju sendiri karena 20 persen 
itu belum angka mutlak yang mendekati mayoritas. 

Meski bisa, presiden yang diusulkan dengan hanya 20 persen tersebut tidak cukup 
kuat untuk memimpin bangsa ini. Bisa-bisa pemerintahannya nanti ditimpuk terus 
oleh parlemennya. 


Contohnya?

Saat mencalonkan SBY-Kalla, angka threshold dari koalisi Partai Demokrat, PBB, 
PKS, dan PKPI hanya 17,5 persen. Akibatnya, saat terjadi serangan koalisi 
kebangsaan dalam penentuan formasi pimpinan parlemen, posisi ketua komisi 
diborong semua. Kita hanya kebagian satu. 

Jadi, DPR masih tetap berpeluang untuk menggoyang, ke depan jangan sampai kita 
terus berkutat dalam ketidakstabilan itu. Tapi, jangan pula dukungan parlemen 
atas pemerintah sangat dominan. Nanti bisa jadi otoriter. (ahmad khoirul umam) 



[Non-text portions of this message have been removed]



CiKEAS Ubah Peta Politik Daerah

2007-07-14 Terurut Topik Sunny
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_cid=294183

Jumat, 13 Juli 2007,



Ubah Peta Politik Daerah 


Gagasan pemerintah membagi daerah pemilihan (dapil) DPRD berdasar wilayah 
administrasi tanpa penggabungan-penggabungan dinilai akan membawa sejumlah 
implikasi serius, baik dalam konteks keterwakilan maupun politis. Dari hasil 
simulasi yang dilakukan Centre for Electoral Reform (CETRO) dengan menjadikan 
DPRD Provinsi Jawa Tengah sebagai contoh kasus, ditemukan sejumlah hasil 
mengejutkan.

Direktur CETRO Hadar N. Gumay menyampaikan, bila usul pemerintah membagi dapil 
DPRD provinsi menjadi kabupaten/kota tanpa penggabungan dikabulkan, Jateng akan 
memiliki 35 dapil untuk Pemilu DPRD 2009. Dengan menghitung kembali data 
perolehan suara masing-masing partai untuk pemilu DPRD di Jateng pada 2009, 
CETRO menangkap adanya gejala peningkatan suara yang hilang dan penurunan suara 
yang terwakili.

Hadar menggambarkan, pada Pemilu 2004, dengan 10 dapil di Jateng, hanya ada 2,4 
juta (13,8%) suara yang hilang, yang tingkat keterwakilannya 15,2 juta (86,2 
persen). Dengan menyimulasikan usul dapil ala pemerintah kepada hasil Pemilu 
DPRD Jateng 2004 itu, kondisinya semakin buruk. Jumlah suara hilang meningkat 
menjadi 6,9 juta (39,3 persen) dan suara yang terwakili justru turun ke angka 
10,6 juta (60,7 persen). Gejala ini juga terjadi pada daerah-daerah lain di 
Indonesia, tegasnya.

Secara politis, lanjut dia, hasilnya juga tak kalah mengejutkan. Bila Provinsi 
Jateng dibagi 35 dapil menurut masing-masing kabupaten/kota, akan terlihat 
adanya perubahan komposisi kursi di parlemen. Saat ini, dengan mengacu kepada 
UU No.12/2003 tentang Pemilu Legislatif, di DPRD Jateng terdapat 100 kursi. 

Namun, dengan merujuk kepada draf RUU yang diajukan pemerintah, jumlah kursi 
DPRD Jatim hanya 90. Itu merupakan jumlah alokasi kursi tertinggi untuk 
provinsi dengan jumlah penduduk di atas 11 juta. Penduduk Jateng mencapai 17,6 
juta. Simulasi CETRO, jelas Hadar, dengan mengombinasikan semua usul pemerintah 
itu. 

Sekarang, dengan 100 kursi yang terbagi ke 10 dapil, komposisi kursi DPRD 
Jateng terdiri atas Golkar, PDIP, PAN, PPP, PKS, PKB, dan Partai Demokrat. Bila 
usul pemerintah digunakan dengan asumsi DPRD Jateng hanya memiliki 90 kursi, 
akan ada partai yang terdepak dari DPRD Jateng, yaitu PKS. PKS yang 
sebelumnya memperoleh 7 kursi justru malah bisa tidak mendapatkan apa-apa, 
ujarnya.

Menurut Hadar, bila usul pemerintah tersebut diterapkan secara nasional, untuk 
level DPRD Provinsi akan ada 61 dapil yang besaran DP-nya hanya satu kursi. 
Berturut-turut, 2-3 kursi di 192 dapil, 4-12 kursi di 176 dapil, dan lebih dari 
12 kursi di 11 dapil. Simulasi itu, jelas Hadar, dilakukan dengan menggunakan 
data jumlah penduduk dan kabupaten/kota (440, Red) pada pemilu presiden putaran 
kedua.

Kalau hanya 3 atau 2 kursi per masing-masing dapil, apalagi sampai ada yang 
benar-benar cuma satu, yang terlihat bukan lagi proporsional, tapi distrik, 
katanya. 

Bila menggunakan sistem distrik, potensi suara hilang juga semakin besar. 
Secara umum, ini kurang baik buat demokrasi kita, ujarnya.

Terkait usulan pemerintah untuk tetap mempertahankan dapil bagi anggota DPR 
pusat sesuai pemilu 2004, menurut Hadar, sejumlah partai justru memiliki 
kecenderungan untuk mengupayakan penambahan jumlah dapil itu. Perdebatan 
hangat akan terjadi di sana. Ada partai yang ingin memperbanyak dapil dan 
memperkecil jumlah kuota kursi di masing-masing dapil itu, ujarnya.

Paling tidak, usul tersebut telah terlontar dari PKB yang menghendaki batasan 
di setiap dapil 3-10 kursi dan Partai Golkar 3- kursi. Kalau sekarang, UU 
12/2003 menetapkan alokasi kursi per Dapil antara 3-12 kursi. Pemerintah juga 
menghendaki batasan 3-12 kursi itu tidak direvisi.

Munculnya usul untuk mempersempit besaran daerah pemilihan tentu bukan tanpa 
alasan. Secara teoretis, semakin sedikit jumlah kursi yang diperebutkan dalam 
satu dapil semakin kecil pula peluang bagi partai politik gurem untuk 
mendapatkan kursi.

Penambahan dapil hanya akan menguntungkan partai-partai besar, kata Ketua DPP 
PBB Djamaluddin Karim. Sebab, konsentrasi perolehan suara partai-partai kecil 
menjadi semakin terpecah dan tak mampu mencapai bilangan pembagi pemilih (BPP) 
di masing-masing provinsi. PBB yang hanya memperoleh 11 kursi (2 persen) 
termasuk salah satu partai yang terancam batasan electoral threshold 3 persen 
dan penambahan dapil pada pemilu 2009 nanti. (pri


[Non-text portions of this message have been removed]



CiKEAS Iklan Hidup Bebas Telah Merasuki TV Indonesia

2007-07-14 Terurut Topik kabarindonesia
Iklan Hidup Bebas Telah Merasuki TV Indonesia

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10dn=20070706192507
Oleh : Merza Gamal

KabarIndonesia - Sebelum masa reformasi, kondom dikenal sebagai 
salah satu alat kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana yang 
dicanangkan pemerintah. Iklan kondom di media televisi dialkukan 
dengan bahasa isyarat yang masih malu-malu. Namun di era ekonomi 
baru saat itu telah terjadi perubahan signifikan dalam penampilan 
iklan kondom. Jika dahulu digambarkan dengan seorang suami yang malu-
malu menangih sesuatu pada sang istri sebagai pasangan resminya, 
maka pada saat ini iklan kondom digambarkan tanpa malu-malu lagi.   

Sebuah iklan kondom di televisi menceritakan sekelompok laki-laki 
muda mengendarai beberapa motor. Kelihatannya mereka akan bersenang-
senang. Salah satu dari mereka mengajak untuk membeli antibiotik di 
sebuah toko obat. Pelayan di toko obat bertanya, antibiotik itu 
untuk apa? Para lelaki muda itu mejawab bersamaan : Supaya 
terhindari dari HIV. Lalu si pelayan di toko obat mengatakan yang 
bisa mencegah HIV bukan antibiotik tapi kondom. Dengan demikian 
fungsi kondom bukan lagi sebagai alat kontrasepsi untuk sebuah 
program Keluarga Berencana, namun sebagai sebuah alat penjaga 
kesehatan. 

Arti yang lain, iklan tersebut tidak mempersoalkan hubungan seks 
yang kemungkinan besar akan dilakukan para lelaki itu, dengan 
pasangan resminya atau bukan. Iklan itu lebih mementingkan kesehatan 
pelaku. Mencegah HIV yah dengan kondom bukan dengan antibiotik.

Memang itu iklan tersebut adalah sosialisasi dari pemakaian kondom 
sebagai salah satu pencegah penularan HIV. Kalau kita menilik lebih 
jauh, iklan tersebutkan memberi contoh kehidupan seks bebas. Tidak 
berbeda dengan iklan kondom komersil, dimana diperlihatkan seorang 
lelaki dan perempuan membeli kondom lebih dulu disebuah swalayan 
berbeda  sebelum masuk di tempat semacam café/bar/diskotik. Kemudian 
ketika bertemu, duduk berangkulan lalu berdiri meninggalkan tempat 
tersebut sambil tetap berangkulan. Dan yang lebih mencengangkan lagi 
sebuah iklan kondom yang menggambarkan remaja ABG yang akan hang 
out dengan memakai helm sebagai simbol keamanan dan dibumbui dengan 
kata-kata cewek-cewek sukanya yang aman kemudian diikuti dengan 
penampilan kondom merk terkenal. 

Saya hanya bisa mengurut dada menyaksikan iklan-iklan tersebut yang 
mengartikan bahwa media televisi sudah mensosialisaikan kehidupan 
seks bebas di Indonesia. Dan yang lebih menyedihkan iklan-iklan 
tersebut bisa muncul kapan saja, bukan pada jam tayang tengah malam. 

Saya punya anak-anak yang masih kecil-kecil dan sangat mudah meniru 
hal-hal yang belum konsumsi mereka. Saya atau istri saya mungkin 
bisa mematikan televisi jika sedang berada di rumah atau pada acara-
acara jam dewasa. Tapi sehari itu ada 24 jam dan tidak setiap saat 
kami bisa mengontrolnya. Dan jika anak dilarang sama sekali tidak 
menonton TV, apakah itu sebuah tindakan yang bijak, sementara semua 
teman sebayanya juga sedang senang-senangnya menonton TV???   

Apakah memang pada era ekonomi baru saat ini, kegiatan ekonomi harus 
bebas nilai??? Apakah nilai kesehatan lebih tinggi dari nilai moral 
(yang diajarkan oleh agama manapun) dalam menjual sebuah produk 
ekonomi?? Mungkinkah saya harus seperti Ebiet G Ade untuk 
menanyakan pada rumput yang bergoyang??? Sedangkan rumput pun sudah 
sulit ditemukan saat ini.   

Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Blog:http://www.kuis-bola.blogspot.com/ 
Email:  [EMAIL PROTECTED]
Big News Today..!!! Let's see here:
www.kabarindonesia.com 





CiKEAS APAH YANG KALIAN LAKUKEN BUAT INDON?

2007-07-14 Terurut Topik godamlima
APA YANG KALIAN LAKUKEN?
14 july 2007,sebtu tantangan
Kedua pejabat itu menyerukan agar warga Tangerang wilayah utara 
segera mengubah perilaku hidup tak sehat mereka. Sejak 25 tahun 
lalu, kata Kandun, warga Sepatan dan sekitarnya lebih suka buang air 
besar di belakang rumah atau di sawah. 
Hidup sehat, di antaranya dengan memiliki kamar kecil dilengkapi 
kloset, belum menjadi prioritas sebagian warga di kawasan itu. Hasil 
survei dinas kesehatan menunjukkan



Hmm,daku menunglisnyah,boleh dibilang sadis,

Tatapi kalianpun kutantang buat melakuken

APAH YANG BENER BUAT ORANG LAEN.

Mangka kubilang jugak bukan?

Lebak, Banten ituh tempatnyah bajingan ugamak,

Yang pinternyah NUNGGING HAJAH,

Atawa tungging tunggingan dalem pelacuran,

Baek legal illegal…hehehehe.

Sementarah di deket sepatan ituh,

Kubuatken tempat beraknyah para moslimah

Yang jorok kerna conto dididikan.

Dan kutambahin jugak dengen SUMUR GALIAN.

Kerna sumur pompanyah DIMALINGIN TENGRUS

TENGRUSAN.

Sembari kubilang,

Apah yang kalian lakuken buat BANGSA HARAM JADDAH INIH?

SUNGPAYA ANAK2 JANGAN MUNTABERAK HAJAH?

Dan kuharepken. Lurah camatnyah MENTERTIBKEN

KALI CISADANEH YANG DIJARAH PARA CUKONG

SIPIT DAN CUKONG ITEM BUSEK!!




 Minggu, 15 Juli 2007 




Korban Muntaber 
Sumur Warga Ditaburi Kaporit
tangerang, kompas - Penderita muntaber di Kabupaten Tangerang, 
Banten bagian utara, terus bertambah. Sampai dengan Sabtu (14/7) 
malam, jumlah penderita sudah sekitar 350 orang, dengan korban 
meninggal tetap tiga orang, seperti sehari sebelumnya. Sekitar 30 
pasien sudah pulang dari perawatan di puskesmas. 
Jumlah penderita ini naik tajam dibandingkan dengan angka penderita 
pada Jumat lalu yang hanya mencapai lebih dari 100 orang. Menurut 
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Hani Hariyanto, penderita 
bertambah begitu cepat kemungkinan karena kuman sudah menyebar, 
terutama di keluarga penderita yang menyentuh bekas muntahan atau 
kotoran korban. 
Upaya menghentikan penyebaran kuman penyebab penyakit muntaber 
dilakukan dengan penaburan kaporit ke sumber-sumber air, tetapi 
belum menampakkan hasil. Pembagian bubuk kaporit dilakukan Dinas 
Kesehatan Kabupaten Tangerang. 
Kami baru melakukan kaporisasi di beberapa desa. Program itu akan 
kami perluas untuk meminimalkan penyebaran kuman, ucap Hani. 
Kepolisian Resor Tangerang pada Jumat malam juga menghentikan 
produksi minuman orson di industri rumahan di Kecamatan Sepatan. 
Orson adalah minuman kegemaran warga Sepatan yang diduga berandil 
pada penyebaran muntaber. 
Muntaber kembali menyerang wilayah utara Kabupaten Tangerang sejak 
Kamis petang. Sampai dengan Jumat lalu, tiga penderita meninggal 
sebelum tiba di puskesmas dan lebih dari 100 warga dirawat di 
puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang (Kompas, 14/7). 
Terus menyebar 
Sepanjang Sabtu tak hanya penderita yang bertambah, tetapi sebaran 
kuman juga lebih luas. Dari semula di 20 desa, meluas menjadi 32 
desa di Kecamatan Sepatan, Sepatan Timur, Pakuhaji, Sukadiri dan 
Rajeg. 
Akibatnya, penderita terus berdatangan ke Puskesmas Kedaung, 
Sepatan, dan Pakuhaji. Di Pakuhaji kemarin masuk 17 pasien baru. Di 
Sepatan, dari Sabtu dini hari hingga malam terdapat lebih dari 150 
pasien baru. 
Untuk menampung pasien, di halaman Puskesmas Sepatan dibangun dua 
tenda untuk menampung sekitar 80 pasien di atas velbed. Puskesmas 
Pakuhaji, rumah dinas, ruangan lain, dan teras kantor juga menjadi 
tempat perawatan. Tenda milik Departemen Sosial didirikan untuk 
menampung pasien baru. 
Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang kini menyiapkan Puskesmas Mauk 
untuk menjadi tempat rawat inap 50 pasien muntaber. Adapun RSUD 
Tangerang hanya menjadi tempat rujukan bagi pasien yang tak mampu 
lagi ditangani puskesmas. 
Ubah perilaku 
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 
Departemen Kesehatan I Nyoman Kandun dan Wakil Gubernur Banten M 
Masduki menengok penderita muntaber di Pakuhaji, Kedaung, dan 
Sepatan. Kedua pejabat itu menyerukan agar warga Tangerang wilayah 
utara segera mengubah perilaku hidup tak sehat mereka. Sejak 25 
tahun lalu, kata Kandun, warga Sepatan dan sekitarnya lebih suka 
buang air besar di belakang rumah atau di sawah. 
Hidup sehat, di antaranya dengan memiliki kamar kecil dilengkapi 
kloset, belum menjadi prioritas sebagian warga di kawasan itu. Hasil 
survei dinas kesehatan menunjukkan