Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Abah, saking "pinternya" anggota DPR dan yudikatif kita, yang berpikir dengan dasar ekonomi sbg panglima dan tujuan negara, maka jadilah NKRI negara "jajahan" yang baru mampu membeli mahal dan menjual murah. Kita jual bahan mentah membeli barang jadi. Alias negara yang selalu dimiskinkan secara total. Mungkin memang lebih enak seperti itu, daripada membuat sendiri barang jadi. Perlu ahli yang instan, kaytanya dengan "alih teknologi" yang dialihkan adalah tenaga terdidik dari sini ke sono, dgn iming-iming gaji yang lbh tinggi dibanding kemampuan negeri membayar. Eee tidak juga lah, kan negeri ini membayar keahlian pemberi teknologi setinggi aturan negara mereka? Hehe di OT saja Bah. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: "Yanto R. Sumantri" Sender: Date: Mon, 8 Apr 2013 00:19:18 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Vick Cuma kalau salah salah bisa terjerumus ke "pdat karya". Memang sistim kapitalis itu akan berdampak buruk , tetapi disisi lain sistim ini akan menumbuhkan "siapa yang terbaik itulah yng akan tetap hidup". Berlawanan dengan "menumbuhkan lapangan kerja se-banyak2nya" . Jadi baiknya bagaimana ya ? Kapitalis atau sosialis .mungkin jawabnya demokrasi pancasila. si Abah (tapi UUD saja sudah di-acak2 ndak karuan , jadi kita ini sosialisTIS apa kapitalistis , ndak jelas bagi saya , belum lagi ada istilah baru buatan DPD yo. Empat Pilar.). From: Rovicky Dwi Putrohari To: IAGI Sent: Monday, April 8, 2013 8:11 AM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL 2013/4/8 Franciscus B Sinartio Hallo juga, >Petronas dan Sonangol memakai expat karena tidak punya tenaga yang cukup >untuk melakukan operasi nya. >Kalau Pertamina, Medco dan EMP ngak ada yang pake expat setahu saya, entah >perusahaan nasional yang lainnya. Dalam han tenaga kerja, Indonesia tidak tepat dibandingkan dengan Petronas maupun Senagol. Barangkali Indonesia lebih tepat dibandingkan dengan China. China memiliki tenaga manusia yang suangat banyak sehingga China memiliki beberapa perusahaan migas nasional Multi National Companies (State owned companies). Perushaan China milik pemerintah di China itu tidak hanya migas, tetapi juga pertambangan dan perindustrian. Lihat disini http://en.wikipedia.org/wiki/Category:Metal_companies_of_China (banyak perush metal yg juga beroperasi di Indonesia (misal CITIC). Multi BUMN ini lebih tepat untuk Indonesia yang juga memiliki tenaga kerja banyak. "Overflow" dari pekerja Indonesia itu yang akhirnya banyak expat Indonesia di LN (braindrain), Mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain, bukanlah perkara mudah. Malesa juga sudah beberapa tahun lalu mencobanya juga gagal. Akhirnya lebih mudah mendapatkan TKI (Intelek) dari Indonesia yang "relatif lebih murah" ketimbang dari Eropa dan Amrik, dng kapasitas yang sepadan tentunya. Untuk Indonesia. menurut saya, lebih baik mencegah 'overflow' ketimbang mengharapkan 'back flow' (brain gain). Perbaikan struktur remunerasi di dalam negeri akan lebih bermanfaat dan berdampak lebih positip. Jadi jangan harap yang di LN mendapatkan apa yang diinginkan, karena sudah tidak sebanding. Usaha-usaha "recuitment" ke ME ataupun Malesa cukup dibakai sebagai pembanding saja untuk memperbaiki strutur remunerasi di dalam negeri. BPR (Bussiness Proccess Reingineering yang berbuntut pada outsourcing adalah cara kapitalis dalam meningkatkan efisiensi modalnya. Namun jelas cara ini pasti berbenturan dengan Indonesia yang "socio-democrate". Jumlah tenaga kerja yang terlalu melimpah dengan lapangan kerja masih terbatas tentunya cara outsourcing bukanlah yang ideal, karena dalam outsourcing terdapat "pemerasan" tenaga dimana pencari kerja "diadu" supaya mendapat harga terendah. Sepertinya ini penjajahan tenaga manusia bentuk baru yang seolah "mengikuti pasar". Oleh sebab itu salah satu cara paling baik untuk Indonesia adalah meningkatkan lapangan kerja. Menyediakan sumberdaya alam dan sumber bahan baku (bahan dasar), juga bahan bakar atau energi sebagai tenaga untuk terus berkarya. Tentusaja saya akan selalu mengkapanyekan Demografi Bonus 2020-2030 sebagai sebuah momentum yang tidak boleh diabaikan dalam setiap program jangka panjang, dan juga future outlook of Indonesia. Baik kebutuhan energi, bahan baku, mitigasi kebencanaan dan lingkungan serta pengembangan wilayah dll. Salam senin ! RDP -- "Good idea is important key to success, "working on it" will make it real."
Re: Fw: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Ya, sok atuh... Didiskusikan ke Wisma Mulia (divisi terkait). Pasti ada alasannya, yg saya enggak faham lah. Bisa jadi di level tertentu si nasional itu udah tingginya bukan main sementara di level lainnya (di KKKS itu juga) lebih rendah dari KKKS lainnya. Atau barangkali biayanya keseluruhan Adm-nya lebih tinggi dari 10%... Atau .. Ya.. Gak tau lah alasannya apa. Silakan ditanyain sendiri ya. Aku gak bisa jawab kenapa2nya. Hanya aku sih yakin klo itu cuman kasus khusus aja. Salam, Nuning Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: "Yudie Iskandar" Sender: Date: Mon, 8 Apr 2013 07:38:39 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: Fw: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Sepertinya prinsip HR emang reduce cost oom Kartiko, termasuk HR Wisma Mulia. Bagusnya kan K3S yang lain di naikin benefitnya. Bukan yang tinggi malah dipangkas. Kalo ini memang prinsipnya, mimpi kalee yee mau nyuruh balik TKI. SalamN YI P.S : Kerja lagi yu p Kartiko, rejeki mah biar aja g diatur oleh manusia kok.. “_^ -Original Message- From: kartiko samodro Sender: Date: Mon, 8 Apr 2013 14:18:52 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: Fw: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Bukannya prinsip HR : membuat yang jelek menjadi lebih baik dan yang sudah baik harusnya dibuat lebih baik lagi ? Oleh karena itu salah satu fungsi HR adalah training yang membuat pegawai lebih baik dan berkontribusi lebih. Bukankah kalau tidak, kita malah akan bergerak mundur ? Atau memang kita terbiasa untuk berpikir mundur... Aneh juga kalau yang disampaikan Pak Yudi benar adanya , bukannya memacu yang lain untuk bergerak maju dan lebih baik , malah menarik yang sudah maju untuk mundur ke belakang hanya karena membandingkan dengan yang lebih tertinggal. On 4/8/13, nugraha...@yahoo.com wrote: > > Powered by Telkomsel BlackBerry® > > -Original Message- > From: Nugrahani > Date: Mon, 8 Apr 2013 04:45:06 > To: nugraha...@yahoo.com > Subject: FW: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > > From: Nugrahani > Sent: Monday, April 08, 2013 11:44 AM > To: 'iagi-net@iagi.or.id' > Subject: RE: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > Maksudku, SKK Migas enggak membuat standard gaji utk Expat harus segini > segitu. Soal cost rec tentu harus dihitung. > Kayaknya temen2 SDM membuat semacam pembanding, antara KKKS-KKKS (jumlah > dan biayanya dan skalanya, dan dari tahun ke tahun). > Mungkin memang (berdasarkan pembanding tersebut) yang di WTC-II itu > dianggap ketinggian (dan disuruh diturunin… hehehehehe… - aku gak tau soal > ini. Tapi percaya deh, ini cuman kasus khusus aja !) sementara beberapa > KKKS lain yang pelit pisan ama beberapa level yang di bawah – yang nasional > tentunya -, kami minta untuk dinaikkan. > Aku gak ngerti banyak soal SDM ini. > Ada baiknya diundang saja temen2 SDM di SKK Migas dan di beberapa oil > company untuk mendiskusikan ini, misalnya di Forum JSC atau di acara > luncheon talk IAGI/HAGI. > > > Salam, > Nuning > > > > From: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > [mailto:iagi-net@iagi.or.id]<mailto:[mailto:iagi-net@iagi.or.id]> On Behalf > Of Yudie Iskandar > Sent: Monday, April 08, 2013 9:21 AM > To: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Mbak Nuning, coba cek lagi ke lantai HR, apa betul SKK tidak ngatur soal isi > dompet ini, karena bagaimanapun itu masuk ke cost rec. > Yang pasti, HR BPMIGAS (skr SKK) sudah hampir 4 tahun ini ngutak ngatik > benefit yang diterima oleh kuli-kuli minyak di WTC-II. Mereka minta benefit > yg diterima karyawan diTURUNkan, karena ketinggian. > > Salam, > > Yudie > “_^ > > From: nugraha...@yahoo.com<mailto:nugraha...@yahoo.com> > Sender: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> > Date: Sun, 7 Apr 2013 04:21:28 + > To: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> > ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > > Sepengetahuanku, SKK Migas (atau BPMIGAS atau Pertamina BPPKA) enggak punya > aturan soal nasional gajinya segini atau yg expat gajinya segitu. CMMIW. Yg > membuat peraturan tsb adalah Pemerintah (Bappenas ?? Dept. Tenaga Kerja ?). > Jadi mestinya enggak merujuk ke peraturan SKK Migas, melainkan ke peraturan > Pemerintah RI (bila memang ada). Sesuai namanya, hanya Badan Pelaksana atau > sekarang Satuan Kerja Khusus, yg bukan regulator / pembuat regulasi (itu > tugasnya Pemerintah). > SKK Migas hanya mengevaluasi usulan KKKS, menyelaraskan dgn Peraturan > Pemerintah. > > Jadi betul, itu tergantung pada niat baik oil company-nya saja
Re: Fw: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Sepertinya prinsip HR emang reduce cost oom Kartiko, termasuk HR Wisma Mulia. Bagusnya kan K3S yang lain di naikin benefitnya. Bukan yang tinggi malah dipangkas. Kalo ini memang prinsipnya, mimpi kalee yee mau nyuruh balik TKI. SalamN YI P.S : Kerja lagi yu p Kartiko, rejeki mah biar aja g diatur oleh manusia kok.. “_^ -Original Message- From: kartiko samodro Sender: Date: Mon, 8 Apr 2013 14:18:52 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: Fw: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Bukannya prinsip HR : membuat yang jelek menjadi lebih baik dan yang sudah baik harusnya dibuat lebih baik lagi ? Oleh karena itu salah satu fungsi HR adalah training yang membuat pegawai lebih baik dan berkontribusi lebih. Bukankah kalau tidak, kita malah akan bergerak mundur ? Atau memang kita terbiasa untuk berpikir mundur... Aneh juga kalau yang disampaikan Pak Yudi benar adanya , bukannya memacu yang lain untuk bergerak maju dan lebih baik , malah menarik yang sudah maju untuk mundur ke belakang hanya karena membandingkan dengan yang lebih tertinggal. On 4/8/13, nugraha...@yahoo.com wrote: > > Powered by Telkomsel BlackBerry® > > -Original Message- > From: Nugrahani > Date: Mon, 8 Apr 2013 04:45:06 > To: nugraha...@yahoo.com > Subject: FW: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > > From: Nugrahani > Sent: Monday, April 08, 2013 11:44 AM > To: 'iagi-net@iagi.or.id' > Subject: RE: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > Maksudku, SKK Migas enggak membuat standard gaji utk Expat harus segini > segitu. Soal cost rec tentu harus dihitung. > Kayaknya temen2 SDM membuat semacam pembanding, antara KKKS-KKKS (jumlah > dan biayanya dan skalanya, dan dari tahun ke tahun). > Mungkin memang (berdasarkan pembanding tersebut) yang di WTC-II itu > dianggap ketinggian (dan disuruh diturunin… hehehehehe… - aku gak tau soal > ini. Tapi percaya deh, ini cuman kasus khusus aja !) sementara beberapa > KKKS lain yang pelit pisan ama beberapa level yang di bawah – yang nasional > tentunya -, kami minta untuk dinaikkan. > Aku gak ngerti banyak soal SDM ini. > Ada baiknya diundang saja temen2 SDM di SKK Migas dan di beberapa oil > company untuk mendiskusikan ini, misalnya di Forum JSC atau di acara > luncheon talk IAGI/HAGI. > > > Salam, > Nuning > > > > From: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > [mailto:iagi-net@iagi.or.id]<mailto:[mailto:iagi-net@iagi.or.id]> On Behalf > Of Yudie Iskandar > Sent: Monday, April 08, 2013 9:21 AM > To: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Mbak Nuning, coba cek lagi ke lantai HR, apa betul SKK tidak ngatur soal isi > dompet ini, karena bagaimanapun itu masuk ke cost rec. > Yang pasti, HR BPMIGAS (skr SKK) sudah hampir 4 tahun ini ngutak ngatik > benefit yang diterima oleh kuli-kuli minyak di WTC-II. Mereka minta benefit > yg diterima karyawan diTURUNkan, karena ketinggian. > > Salam, > > Yudie > “_^ > > From: nugraha...@yahoo.com<mailto:nugraha...@yahoo.com> > Sender: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> > Date: Sun, 7 Apr 2013 04:21:28 + > To: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> > ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > > Sepengetahuanku, SKK Migas (atau BPMIGAS atau Pertamina BPPKA) enggak punya > aturan soal nasional gajinya segini atau yg expat gajinya segitu. CMMIW. Yg > membuat peraturan tsb adalah Pemerintah (Bappenas ?? Dept. Tenaga Kerja ?). > Jadi mestinya enggak merujuk ke peraturan SKK Migas, melainkan ke peraturan > Pemerintah RI (bila memang ada). Sesuai namanya, hanya Badan Pelaksana atau > sekarang Satuan Kerja Khusus, yg bukan regulator / pembuat regulasi (itu > tugasnya Pemerintah). > SKK Migas hanya mengevaluasi usulan KKKS, menyelaraskan dgn Peraturan > Pemerintah. > > Jadi betul, itu tergantung pada niat baik oil company-nya saja. > Sepengetahuan saya (setidaknya saat saya menjadi Ketua Tim WPnB) tidak > pernah kami menolak ataupun mengurangi usulan gaji dari para pekerja > nasional. Pd beberapa KKKS malahan kami yg mendorong si KKKS utk menaikkan > level gaji pegawai nasionalnya. Dan kami juga acapkali meminta mengurangi > jumlah ekspat dan juga gajinya, meski kadang kala tidak berhasil, dgn > berbagai alasan. > > Secara umum, sepengetahuan saya, jumlah expat maupun alokasi biayanya > menurun dari tahun ke tahun. Ini bukan isu lagi, kecuali di beberapa > gelintir KKKS. > > Btw, bila Pertamina punya Blok di luar negeri, kayaknya Pertamina pun > berkepentingan utk menempatkan para pegawainya (Indonesian) di posisi > tertentu,
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Abah, memang sebaiknya tidak semua orang sepaham, jadi ada yang sosialis dan ada yang kapitalis. dan akan saling cek-ricek. memang tidak harus selalu semuanya di buat perfect, karena there is no such thing as a perfect, semuanya relatif. he.. he. he.. salam, frank kelihatannya saya sudah harus mulai lagi baca2 berita tentang kampanye, supaya ngak ketinggalan jargon2 populer untuk memperkaya inventory kata2. From: Yanto R. Sumantri To: "iagi-net@iagi.or.id" Sent: Monday, April 8, 2013 2:19 AM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Vick Cuma kalau salah salah bisa terjerumus ke "pdat karya". Memang sistim kapitalis itu akan berdampak buruk , tetapi disisi lain sistim ini akan menumbuhkan "siapa yang terbaik itulah yng akan tetap hidup". Berlawanan dengan "menumbuhkan lapangan kerja se-banyak2nya" . Jadi baiknya bagaimana ya ? Kapitalis atau sosialis .mungkin jawabnya demokrasi pancasila. si Abah (tapi UUD saja sudah di-acak2 ndak karuan , jadi kita ini sosialisTIS apa kapitalistis , ndak jelas bagi saya , belum lagi ada istilah baru buatan DPD yo. Empat Pilar.). From: Rovicky Dwi Putrohari To: IAGI Sent: Monday, April 8, 2013 8:11 AM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL 2013/4/8 Franciscus B Sinartio Hallo juga, >Petronas dan Sonangol memakai expat karena tidak punya tenaga yang cukup >untuk melakukan operasi nya. >Kalau Pertamina, Medco dan EMP ngak ada yang pake expat setahu saya, entah >perusahaan nasional yang lainnya. Dalam han tenaga kerja, Indonesia tidak tepat dibandingkan dengan Petronas maupun Senagol. Barangkali Indonesia lebih tepat dibandingkan dengan China. China memiliki tenaga manusia yang suangat banyak sehingga China memiliki beberapa perusahaan migas nasional Multi National Companies (State owned companies). Perushaan China milik pemerintah di China itu tidak hanya migas, tetapi juga pertambangan dan perindustrian. Lihat disini http://en.wikipedia.org/wiki/Category:Metal_companies_of_China (banyak perush metal yg juga beroperasi di Indonesia (misal CITIC). Multi BUMN ini lebih tepat untuk Indonesia yang juga memiliki tenaga kerja banyak. "Overflow" dari pekerja Indonesia itu yang akhirnya banyak expat Indonesia di LN (braindrain), Mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain, bukanlah perkara mudah. Malesa juga sudah beberapa tahun lalu mencobanya juga gagal. Akhirnya lebih mudah mendapatkan TKI (Intelek) dari Indonesia yang "relatif lebih murah" ketimbang dari Eropa dan Amrik, dng kapasitas yang sepadan tentunya. Untuk Indonesia. menurut saya, lebih baik mencegah 'overflow' ketimbang mengharapkan 'back flow' (brain gain). Perbaikan struktur remunerasi di dalam negeri akan lebih bermanfaat dan berdampak lebih positip. Jadi jangan harap yang di LN mendapatkan apa yang diinginkan, karena sudah tidak sebanding. Usaha-usaha "recuitment" ke ME ataupun Malesa cukup dibakai sebagai pembanding saja untuk memperbaiki strutur remunerasi di dalam negeri. BPR (Bussiness Proccess Reingineering yang berbuntut pada outsourcing adalah cara kapitalis dalam meningkatkan efisiensi modalnya. Namun jelas cara ini pasti berbenturan dengan Indonesia yang "socio-democrate". Jumlah tenaga kerja yang terlalu melimpah dengan lapangan kerja masih terbatas tentunya cara outsourcing bukanlah yang ideal, karena dalam outsourcing terdapat "pemerasan" tenaga dimana pencari kerja "diadu" supaya mendapat harga terendah. Sepertinya ini penjajahan tenaga manusia bentuk baru yang seolah "mengikuti pasar". Oleh sebab itu salah satu cara paling baik untuk Indonesia adalah meningkatkan lapangan kerja. Menyediakan sumberdaya alam dan sumber bahan baku (bahan dasar), juga bahan bakar atau energi sebagai tenaga untuk terus berkarya. Tentusaja saya akan selalu mengkapanyekan Demografi Bonus 2020-2030 sebagai sebuah momentum yang tidak boleh diabaikan dalam setiap program jangka panjang, dan juga future outlook of Indonesia. Baik kebutuhan energi, bahan baku, mitigasi kebencanaan dan lingkungan serta pengembangan wilayah dll. Salam senin ! RDP -- "Good idea is important key to success, "working on it" will make it real."
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Vick Cuma kalau salah salah bisa terjerumus ke "pdat karya". Memang sistim kapitalis itu akan berdampak buruk , tetapi disisi lain sistim ini akan menumbuhkan "siapa yang terbaik itulah yng akan tetap hidup". Berlawanan dengan "menumbuhkan lapangan kerja se-banyak2nya" . Jadi baiknya bagaimana ya ? Kapitalis atau sosialis .mungkin jawabnya demokrasi pancasila. si Abah (tapi UUD saja sudah di-acak2 ndak karuan , jadi kita ini sosialisTIS apa kapitalistis , ndak jelas bagi saya , belum lagi ada istilah baru buatan DPD yo. Empat Pilar.). From: Rovicky Dwi Putrohari To: IAGI Sent: Monday, April 8, 2013 8:11 AM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL 2013/4/8 Franciscus B Sinartio Hallo juga, >Petronas dan Sonangol memakai expat karena tidak punya tenaga yang cukup >untuk melakukan operasi nya. >Kalau Pertamina, Medco dan EMP ngak ada yang pake expat setahu saya, entah >perusahaan nasional yang lainnya. Dalam han tenaga kerja, Indonesia tidak tepat dibandingkan dengan Petronas maupun Senagol. Barangkali Indonesia lebih tepat dibandingkan dengan China. China memiliki tenaga manusia yang suangat banyak sehingga China memiliki beberapa perusahaan migas nasional Multi National Companies (State owned companies). Perushaan China milik pemerintah di China itu tidak hanya migas, tetapi juga pertambangan dan perindustrian. Lihat disini http://en.wikipedia.org/wiki/Category:Metal_companies_of_China (banyak perush metal yg juga beroperasi di Indonesia (misal CITIC). Multi BUMN ini lebih tepat untuk Indonesia yang juga memiliki tenaga kerja banyak. "Overflow" dari pekerja Indonesia itu yang akhirnya banyak expat Indonesia di LN (braindrain), Mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain, bukanlah perkara mudah. Malesa juga sudah beberapa tahun lalu mencobanya juga gagal. Akhirnya lebih mudah mendapatkan TKI (Intelek) dari Indonesia yang "relatif lebih murah" ketimbang dari Eropa dan Amrik, dng kapasitas yang sepadan tentunya. Untuk Indonesia. menurut saya, lebih baik mencegah 'overflow' ketimbang mengharapkan 'back flow' (brain gain). Perbaikan struktur remunerasi di dalam negeri akan lebih bermanfaat dan berdampak lebih positip. Jadi jangan harap yang di LN mendapatkan apa yang diinginkan, karena sudah tidak sebanding. Usaha-usaha "recuitment" ke ME ataupun Malesa cukup dibakai sebagai pembanding saja untuk memperbaiki strutur remunerasi di dalam negeri. BPR (Bussiness Proccess Reingineering yang berbuntut pada outsourcing adalah cara kapitalis dalam meningkatkan efisiensi modalnya. Namun jelas cara ini pasti berbenturan dengan Indonesia yang "socio-democrate". Jumlah tenaga kerja yang terlalu melimpah dengan lapangan kerja masih terbatas tentunya cara outsourcing bukanlah yang ideal, karena dalam outsourcing terdapat "pemerasan" tenaga dimana pencari kerja "diadu" supaya mendapat harga terendah. Sepertinya ini penjajahan tenaga manusia bentuk baru yang seolah "mengikuti pasar". Oleh sebab itu salah satu cara paling baik untuk Indonesia adalah meningkatkan lapangan kerja. Menyediakan sumberdaya alam dan sumber bahan baku (bahan dasar), juga bahan bakar atau energi sebagai tenaga untuk terus berkarya. Tentusaja saya akan selalu mengkapanyekan Demografi Bonus 2020-2030 sebagai sebuah momentum yang tidak boleh diabaikan dalam setiap program jangka panjang, dan juga future outlook of Indonesia. Baik kebutuhan energi, bahan baku, mitigasi kebencanaan dan lingkungan serta pengembangan wilayah dll. Salam senin ! RDP -- "Good idea is important key to success, "working on it" will make it real."
Re: Fw: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Bukannya prinsip HR : membuat yang jelek menjadi lebih baik dan yang sudah baik harusnya dibuat lebih baik lagi ? Oleh karena itu salah satu fungsi HR adalah training yang membuat pegawai lebih baik dan berkontribusi lebih. Bukankah kalau tidak, kita malah akan bergerak mundur ? Atau memang kita terbiasa untuk berpikir mundur... Aneh juga kalau yang disampaikan Pak Yudi benar adanya , bukannya memacu yang lain untuk bergerak maju dan lebih baik , malah menarik yang sudah maju untuk mundur ke belakang hanya karena membandingkan dengan yang lebih tertinggal. On 4/8/13, nugraha...@yahoo.com wrote: > > Powered by Telkomsel BlackBerry® > > -Original Message- > From: Nugrahani > Date: Mon, 8 Apr 2013 04:45:06 > To: nugraha...@yahoo.com > Subject: FW: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > > From: Nugrahani > Sent: Monday, April 08, 2013 11:44 AM > To: 'iagi-net@iagi.or.id' > Subject: RE: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > Maksudku, SKK Migas enggak membuat standard gaji utk Expat harus segini > segitu. Soal cost rec tentu harus dihitung. > Kayaknya temen2 SDM membuat semacam pembanding, antara KKKS-KKKS (jumlah > dan biayanya dan skalanya, dan dari tahun ke tahun). > Mungkin memang (berdasarkan pembanding tersebut) yang di WTC-II itu > dianggap ketinggian (dan disuruh diturunin… hehehehehe… - aku gak tau soal > ini. Tapi percaya deh, ini cuman kasus khusus aja !) sementara beberapa > KKKS lain yang pelit pisan ama beberapa level yang di bawah – yang nasional > tentunya -, kami minta untuk dinaikkan. > Aku gak ngerti banyak soal SDM ini. > Ada baiknya diundang saja temen2 SDM di SKK Migas dan di beberapa oil > company untuk mendiskusikan ini, misalnya di Forum JSC atau di acara > luncheon talk IAGI/HAGI. > > > Salam, > Nuning > > > > From: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > [mailto:iagi-net@iagi.or.id]<mailto:[mailto:iagi-net@iagi.or.id]> On Behalf > Of Yudie Iskandar > Sent: Monday, April 08, 2013 9:21 AM > To: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Mbak Nuning, coba cek lagi ke lantai HR, apa betul SKK tidak ngatur soal isi > dompet ini, karena bagaimanapun itu masuk ke cost rec. > Yang pasti, HR BPMIGAS (skr SKK) sudah hampir 4 tahun ini ngutak ngatik > benefit yang diterima oleh kuli-kuli minyak di WTC-II. Mereka minta benefit > yg diterima karyawan diTURUNkan, karena ketinggian. > > Salam, > > Yudie > “_^ > > From: nugraha...@yahoo.com<mailto:nugraha...@yahoo.com> > Sender: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> > Date: Sun, 7 Apr 2013 04:21:28 + > To: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> > ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > > Sepengetahuanku, SKK Migas (atau BPMIGAS atau Pertamina BPPKA) enggak punya > aturan soal nasional gajinya segini atau yg expat gajinya segitu. CMMIW. Yg > membuat peraturan tsb adalah Pemerintah (Bappenas ?? Dept. Tenaga Kerja ?). > Jadi mestinya enggak merujuk ke peraturan SKK Migas, melainkan ke peraturan > Pemerintah RI (bila memang ada). Sesuai namanya, hanya Badan Pelaksana atau > sekarang Satuan Kerja Khusus, yg bukan regulator / pembuat regulasi (itu > tugasnya Pemerintah). > SKK Migas hanya mengevaluasi usulan KKKS, menyelaraskan dgn Peraturan > Pemerintah. > > Jadi betul, itu tergantung pada niat baik oil company-nya saja. > Sepengetahuan saya (setidaknya saat saya menjadi Ketua Tim WPnB) tidak > pernah kami menolak ataupun mengurangi usulan gaji dari para pekerja > nasional. Pd beberapa KKKS malahan kami yg mendorong si KKKS utk menaikkan > level gaji pegawai nasionalnya. Dan kami juga acapkali meminta mengurangi > jumlah ekspat dan juga gajinya, meski kadang kala tidak berhasil, dgn > berbagai alasan. > > Secara umum, sepengetahuan saya, jumlah expat maupun alokasi biayanya > menurun dari tahun ke tahun. Ini bukan isu lagi, kecuali di beberapa > gelintir KKKS. > > Btw, bila Pertamina punya Blok di luar negeri, kayaknya Pertamina pun > berkepentingan utk menempatkan para pegawainya (Indonesian) di posisi > tertentu, di negara tsb (sbg Expat). > > > > Salam, > Nuning > > Powered by Telkomsel BlackBerry® > ____________ > From: Dyah Tribuanawati > mailto:dyahtribuanaw...@gmail.com>> > Sender: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> > Date: Sun, 7 Apr 2013 11:46:34 +0800 > To: > iagi-net@iagi.or.idmailto:iagi-net@iagi.or.id%3ciagi-...@iagi.or.id>> > ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> > Subject: Re: [iagi-net] MA
Fw: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Nugrahani Date: Mon, 8 Apr 2013 04:45:06 To: nugraha...@yahoo.com Subject: FW: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL From: Nugrahani Sent: Monday, April 08, 2013 11:44 AM To: 'iagi-net@iagi.or.id' Subject: RE: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Maksudku, SKK Migas enggak membuat standard gaji utk Expat harus segini segitu. Soal cost rec tentu harus dihitung. Kayaknya temen2 SDM membuat semacam pembanding, antara KKKS-KKKS (jumlah dan biayanya dan skalanya, dan dari tahun ke tahun). Mungkin memang (berdasarkan pembanding tersebut) yang di WTC-II itu dianggap ketinggian (dan disuruh diturunin… hehehehehe… - aku gak tau soal ini. Tapi percaya deh, ini cuman kasus khusus aja !) sementara beberapa KKKS lain yang pelit pisan ama beberapa level yang di bawah – yang nasional tentunya -, kami minta untuk dinaikkan. Aku gak ngerti banyak soal SDM ini. Ada baiknya diundang saja temen2 SDM di SKK Migas dan di beberapa oil company untuk mendiskusikan ini, misalnya di Forum JSC atau di acara luncheon talk IAGI/HAGI. Salam, Nuning From: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> [mailto:iagi-net@iagi.or.id]<mailto:[mailto:iagi-net@iagi.or.id]> On Behalf Of Yudie Iskandar Sent: Monday, April 08, 2013 9:21 AM To: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Mbak Nuning, coba cek lagi ke lantai HR, apa betul SKK tidak ngatur soal isi dompet ini, karena bagaimanapun itu masuk ke cost rec. Yang pasti, HR BPMIGAS (skr SKK) sudah hampir 4 tahun ini ngutak ngatik benefit yang diterima oleh kuli-kuli minyak di WTC-II. Mereka minta benefit yg diterima karyawan diTURUNkan, karena ketinggian. Salam, Yudie “_^ From: nugraha...@yahoo.com<mailto:nugraha...@yahoo.com> Sender: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> Date: Sun, 7 Apr 2013 04:21:28 + To: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Sepengetahuanku, SKK Migas (atau BPMIGAS atau Pertamina BPPKA) enggak punya aturan soal nasional gajinya segini atau yg expat gajinya segitu. CMMIW. Yg membuat peraturan tsb adalah Pemerintah (Bappenas ?? Dept. Tenaga Kerja ?). Jadi mestinya enggak merujuk ke peraturan SKK Migas, melainkan ke peraturan Pemerintah RI (bila memang ada). Sesuai namanya, hanya Badan Pelaksana atau sekarang Satuan Kerja Khusus, yg bukan regulator / pembuat regulasi (itu tugasnya Pemerintah). SKK Migas hanya mengevaluasi usulan KKKS, menyelaraskan dgn Peraturan Pemerintah. Jadi betul, itu tergantung pada niat baik oil company-nya saja. Sepengetahuan saya (setidaknya saat saya menjadi Ketua Tim WPnB) tidak pernah kami menolak ataupun mengurangi usulan gaji dari para pekerja nasional. Pd beberapa KKKS malahan kami yg mendorong si KKKS utk menaikkan level gaji pegawai nasionalnya. Dan kami juga acapkali meminta mengurangi jumlah ekspat dan juga gajinya, meski kadang kala tidak berhasil, dgn berbagai alasan. Secara umum, sepengetahuan saya, jumlah expat maupun alokasi biayanya menurun dari tahun ke tahun. Ini bukan isu lagi, kecuali di beberapa gelintir KKKS. Btw, bila Pertamina punya Blok di luar negeri, kayaknya Pertamina pun berkepentingan utk menempatkan para pegawainya (Indonesian) di posisi tertentu, di negara tsb (sbg Expat). Salam, Nuning Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Dyah Tribuanawati mailto:dyahtribuanaw...@gmail.com>> Sender: mailto:iagi-net@iagi.or.id>> Date: Sun, 7 Apr 2013 11:46:34 +0800 To: iagi-net@iagi.or.idmailto:iagi-net@iagi.or.id%3ciagi-...@iagi.or.id>> ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id> Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Yang saya tau sudah ada beberapa pers minyak di Jakarta yg bisa memberikan renumerasi yg setara dg expat di KL sesuai dengan skill nya, yang berarti tidak harus merujuk pada aturan SKK Migas dll ... So masalah klasik Expat vs National bisa diatasi di Indonesia .. Tergantung niat baik oil company nya saja :-) Dyah 2013/4/3 Taufik Manan mailto:taufik.ma...@gmail.com>> Benar ini, masalah klasik yang "never ending". Namun perlu ada solusi alternatif untuk mengatasinya. Saya setuju dengan pertimbangan globalisasi saat ini, seharusnya profesionalisme kita dihargai dengan paket renumerasi yang menarik. Bahkan bila dibandingkan dengan para ekspat, tenaga kerja Indonesia sudah dapat bersaing bahkan melampauinya. Ini dibuktikan dengan kesuksesan rekan-rekan kita yang berkarya di luar negri dan diakui prestasinya (Brain Drain). Sudah banyak "success story" dan dibuktikan dengan banyak rekruitmen di Timur Tengah dan negri jiran untuk memulangkan kembali para profesional kita di luar negri. Namun yang pali
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Benar sekali mas Herwin Ada dua hal yang diharapkan dari setiap tenaga expart yaitu Transfer Ilmu pengetahuan / Pengalaman/ Best Practice dan kedua untuk Memberikan Dinamika tersediri pada perusahaan tersebut agar (salah satunya menjadi International Kompani dan satu saat bisa masuk ke negara tersebut). Pertamina akan susah masuk ke luar Indonesia karena tenaga expartnya (mungkin tidak ada), Ujungnya ya susah untuk Go International. Memang jadi Expart tidak selamanya enak .. seperti yang di tulis mas Rovicky , ada ongkos deg-deg-an karena kerja atas dasar kontrak (jarang ada yang permanent) . Satu lagi masalah Social Rejection (penolakan social secara halus) seperti "expart itu bisanya apa" , atau kalau orang di Malaysia sering bilang Orang Indon ... dan selalu saya tambahkan esia, kemudian si malaysia ngeles .. Nama negara mu Panjang sangat heheheh Kalau kerja di negara yang santun masih enak , kalau kerja di Timur tengah siap - siap aja makan hati .. banyak supervisor expart kadang ngerangkap kerja untuk bahwannya karena mereka santai (untuk tidak menyebut malas) , atau kalau Orang mesir suka Arogan .. maklum masih keturuan Firaun . Teman dari Schlumberger pernah berkelahi sampai di pulangkan tapi tidak di pecat , karena orang tahu dia kerja benar , sementara anak buahnya santai jam lima selesai nggak selesai pulang . nggak peduli . Rasisme dalam dunia kerja masih sering terjadi , dan ini pengalaman pribadi saya di Oman , Supervisor orang India bawahan orang Oman .. apa kata Supervisor anak buah enggan melaksanakan , mereke menununggu perintah assistant supervisor yang adalah orang Oman . Saya termasuk beruntung karena datang sebagai Company Man kalau nggak nggak tahu dech. Nah kembali dalam hukum dasar .. semua ada kurang dan lebihnya . Mau duit gede .. silahkan jadi expart .. mau hidup tenang silahkan jadi national.. No Pain No Gain .. Gitu aja kok Report Salam Dandy .. 2013/4/8 H Herwin > Hallo, > Mungkin nggak terlalu berhubungan dengan diskusi ini. > > Saya mewakili TOTAL dalam salah satu Joint Venture yang melibatkan > Petronas, dalam setiap workshop yang diadakan, Petronas selalu diwakili > oleh delegasi yang terdiri dari Expat dan Malaysian National. Saya lihat > para expat Petronas banyak memberi kontribusi dalam workshop dan juga > membantu pihak management Pertronas untuk mengambil keputusan. > > Rekan2 kita juga banyak yang bekerja di Petronas dan pasti mereka memberi > kontribusi utk perusahaan. Pak Frank, saya lihat juga bekerja untuk > perusahaan nasional Angola, Sonangol. > > PS: Berdasarkan riset di dunia HR, perbedaan (diversity) bisa memberi > added-value terhadap perusahaan, makanya banyak perusahaan berusaha > mempunyai target level keragaman karyawan (mis: perempuan vs laki2, negara > asal dll). > > Kalau di Pertamina dan perusahaan2 nasional di tanah air bagaimana ? Siapa > tahu tenaga expat juga bisa mampu mendongkrak performa perusahaan, dan > akhirnya meningkatkan penerimaan perusahaan perusahaan/negara. PS: Lionel > Messi aja di import ke Spanyol sama Barcelona, PSG impor Ibrahimovic, > Beckham dll hehehe ... > > Salam hangat, > Henky > > 2013/4/7 Franciscus B Sinartio > >> >> Abah, >> kalau mau lebih murah ya itu salah satu solusi nya Bah, >> jadi ngak punya pegawai, adanya kontrakan semua yang dipakai dan dibayar >> kalau diperlukan. >> dan goalnya jelas dan time frame nya juga jelas >> >> saya yakin pegawai2 nya akan lebih professional, karena kalau ngak maka >> tidak akan terpakai. >> demikian pula perusahaan minyaknya akan lebih professional dan efisien. >> >> ngomong2 di tempat saya kerja disini sudah mulai menjajagi outsource >> lagi. dulu pernah jaman perang waktu tidak ada yang mau kesini, maka >> dikirim keluar kerjaannya. >> >> Sebelumnya diadakan benchmarking dari kondisi sekarang, supaya yakin >> benar2 akan lebih murah dan efisien. dan ada ukurannya yaitu jumlah area >> yang dikerjakan, jumlah lead dan prospect di generated dalam kurun waktu >> tertetntu dengan biaya sekian. ukurannya bukan discovery atau ngak >> discovery pada contoh ini (banyak hal lain yang sedang atau akan di >> outsource). Terserah service provider nya mau pake 1 orang dari sini atau >> 10 orang dari luar. jadi komposisi jumlah dan kebangsaan orangnya terserah >> service provider nya yang penting ada hasilnya dan selesai dalam waktu yang >> ditentukan dan tentu saja tidak melebihi perkiraan biaya awalnya. >> >> jadi tidak perlu di demo, karena tujuannya bagus, dan kalau dikerjakan >> dengan bagus akan memberikan hasil yang bagus. >> >> >> >> selamat berakhir pekan Abah. >> >> salam, >> >> frank >> >> >> >>
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Selamat Pagi Salam buat semua sahabat seprofesi yang peduli masalah ini. Saya termasuk yang setuju perlunya tenaga ekspat untuk menunjang peningkatan eksplorasi dan produksi. Namun tenaga mereka perlu dibatasi (jumlah dan lamanya di Indonesia), lalu performa kerja mereka harus dievaluasi secara berkala sesuai KPI dan bila kurang baik / tidak ada kontribusi positif serta tidak menunjang kegiatan eksplorasi produksi, harus dengan tegas untuk dipulangkan ke negaranya. Ini dapat menghemat pengeluaran negara dari gaji mereka yang besar namun tidak ada "added value"-nya. Sebaiknya, mereka tidak lama di posisi strategis pada setiap perusahaan dan pada sisi lain, kita lebih mengutamakan profesional Indonesia sendiri untuk memimpin bisnis strategis negaranya sendiri. Saya pikir, China sudah lebih maju dan bahkan mampu menyaingi (bahkan melebihi) Amerika dan Eropa, termasuk di Industri MIGAS. Perusahaan mereka (IOC maupun Service Company) sudah terkenal dan berprestasi baik dengan harga yang kompetitif untuk bersaing dengan semua IOC (International Oil Company), NOC (National Oil Company) dan Oil Services di semua region dunia. Termasuk juga profesional mereka yang terbukti kompeten di bidangnya masing-masing. Namun masih ada harapan bagi Indonesia untuk maju dan bersaing di era globalisasinya tanpa memikirkan "brain drain" lagi, seperti analisis yang disampaikan Bung RDP sebelumnya. Menurut saya, Indonesia masih bisa maju bila mengambil semua pelajaran yang sudah ada (dulu sempat menjadi "guru" atau "contoh" semua perencanaan dan pengelolaan bidang migas, seperti model PSC yang kini banyak ditiru negara lain) dengan lebih menghargai para profesionalnya (tidak melulu masalah gaji), namun dengan memberikan lebih kesempatan pada mereka untuk memimpin pengelolaan industri migas dalam negri. Dukungan dan sikap tegas pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjamin suksesnya kemajuan Indonesia dan sejahteranya seluruh rakyat Indonesia. Tambahan catatan menurut saya, bisnis migas di Indonesia sebaiknya dijauhkan dengan intrik politik atau kepentingan suatu kelompok, diluar etika bisnis yang ada. Semoga bangkit dan majulah Indonesia yang lebih baik serta selamat beraktifitas semuanya di awal pekan. Sekedar urun rembug pribadi dan mohon maaf bila ada yang khilaf. Salam G&G Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari Sender: Date: Mon, 8 Apr 2013 08:11:07 To: IAGI Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL 2013/4/8 Franciscus B Sinartio > Hallo juga, > Petronas dan Sonangol memakai expat karena tidak punya tenaga yang cukup > untuk melakukan operasi nya. > Kalau Pertamina, Medco dan EMP ngak ada yang pake expat setahu saya, entah > perusahaan nasional yang lainnya. > Dalam han tenaga kerja, Indonesia tidak tepat dibandingkan dengan Petronas maupun Senagol. Barangkali Indonesia lebih tepat dibandingkan dengan China. China memiliki tenaga manusia yang suangat banyak sehingga China memiliki beberapa perusahaan migas nasional Multi National Companies (State owned companies). Perushaan China milik pemerintah di China itu tidak hanya migas, tetapi juga pertambangan dan perindustrian. Lihat disini http://en.wikipedia.org/wiki/Category:Metal_companies_of_China (banyak perush metal yg juga beroperasi di Indonesia (misal CITIC). Multi BUMN ini lebih tepat untuk Indonesia yang juga memiliki tenaga kerja banyak. "Overflow" dari pekerja Indonesia itu yang akhirnya banyak expat Indonesia di LN (braindrain), Mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain, bukanlah perkara mudah. Malesa juga sudah beberapa tahun lalu mencobanya juga gagal. Akhirnya lebih mudah mendapatkan TKI (Intelek) dari Indonesia yang "relatif lebih murah" ketimbang dari Eropa dan Amrik, dng kapasitas yang sepadan tentunya. Untuk Indonesia. menurut saya, lebih baik mencegah 'overflow' ketimbang mengharapkan 'back flow' (brain gain). Perbaikan struktur remunerasi di dalam negeri akan lebih bermanfaat dan berdampak lebih positip. Jadi jangan harap yang di LN mendapatkan apa yang diinginkan, karena sudah tidak sebanding. Usaha-usaha "recuitment" ke ME ataupun Malesa cukup dibakai sebagai pembanding saja untuk memperbaiki strutur remunerasi di dalam negeri. BPR (Bussiness Proccess Reingineering yang berbuntut pada outsourcing adalah cara kapitalis dalam meningkatkan efisiensi modalnya. Namun jelas cara ini pasti berbenturan dengan Indonesia yang "socio-democrate". Jumlah tenaga kerja yang terlalu melimpah dengan lapangan kerja masih terbatas tentunya cara outsourcing bukanlah yang ideal, karena dalam outsourcing terdapat "pemerasan" tenaga dimana pencari kerja "diadu" supaya mendapat harga terendah. Sepertinya ini penjajahan tenaga manusia bentuk baru yang seolah "mengikuti pasar". Oleh sebab i
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Mbak Nuning, coba cek lagi ke lantai HR, apa betul SKK tidak ngatur soal isi dompet ini, karena bagaimanapun itu masuk ke cost rec. Yang pasti, HR BPMIGAS (skr SKK) sudah hampir 4 tahun ini ngutak ngatik benefit yang diterima oleh kuli-kuli minyak di WTC-II. Mereka minta benefit yg diterima karyawan diTURUNkan, karena ketinggian. Salam, Yudie “_^ -Original Message- From: nugraha...@yahoo.com Sender: Date: Sun, 7 Apr 2013 04:21:28 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Sepengetahuanku, SKK Migas (atau BPMIGAS atau Pertamina BPPKA) enggak punya aturan soal nasional gajinya segini atau yg expat gajinya segitu. CMMIW. Yg membuat peraturan tsb adalah Pemerintah (Bappenas ?? Dept. Tenaga Kerja ?). Jadi mestinya enggak merujuk ke peraturan SKK Migas, melainkan ke peraturan Pemerintah RI (bila memang ada). Sesuai namanya, hanya Badan Pelaksana atau sekarang Satuan Kerja Khusus, yg bukan regulator / pembuat regulasi (itu tugasnya Pemerintah). SKK Migas hanya mengevaluasi usulan KKKS, menyelaraskan dgn Peraturan Pemerintah. Jadi betul, itu tergantung pada niat baik oil company-nya saja. Sepengetahuan saya (setidaknya saat saya menjadi Ketua Tim WPnB) tidak pernah kami menolak ataupun mengurangi usulan gaji dari para pekerja nasional. Pd beberapa KKKS malahan kami yg mendorong si KKKS utk menaikkan level gaji pegawai nasionalnya. Dan kami juga acapkali meminta mengurangi jumlah ekspat dan juga gajinya, meski kadang kala tidak berhasil, dgn berbagai alasan. Secara umum, sepengetahuan saya, jumlah expat maupun alokasi biayanya menurun dari tahun ke tahun. Ini bukan isu lagi, kecuali di beberapa gelintir KKKS. Btw, bila Pertamina punya Blok di luar negeri, kayaknya Pertamina pun berkepentingan utk menempatkan para pegawainya (Indonesian) di posisi tertentu, di negara tsb (sbg Expat). Salam, Nuning Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Dyah Tribuanawati Sender: Date: Sun, 7 Apr 2013 11:46:34 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Yang saya tau sudah ada beberapa pers minyak di Jakarta yg bisa memberikan renumerasi yg setara dg expat di KL sesuai dengan skill nya, yang berarti tidak harus merujuk pada aturan SKK Migas dll ... So masalah klasik Expat vs National bisa diatasi di Indonesia .. Tergantung niat baik oil company nya saja :-) Dyah 2013/4/3 Taufik Manan > Benar ini, masalah klasik yang "never ending". Namun perlu ada solusi > alternatif untuk mengatasinya. > > Saya setuju dengan pertimbangan globalisasi saat ini, seharusnya > profesionalisme kita dihargai dengan paket renumerasi yang menarik. Bahkan > bila dibandingkan dengan para ekspat, tenaga kerja Indonesia sudah dapat > bersaing bahkan melampauinya. Ini dibuktikan dengan kesuksesan rekan-rekan > kita yang berkarya di luar negri dan diakui prestasinya (Brain Drain). Sudah > banyak "success story" dan dibuktikan dengan banyak rekruitmen di Timur > Tengah dan negri jiran untuk memulangkan kembali para profesional kita di > luar negri. > > Namun yang paling utama menurut saya adalah kepedulian para profesional > (disini G&G) terhadap kemajuan bangsanya dan kesejahteraan rakyatnya. > > Jadi sekarang tergantung kita semuanya; apakah mau mengejar profesionalisme > dengan paket renumerasi yang sangat menarik di luar negri atau membangun > bangsanya dengan segala keterbatasan? Ini pilihan yang dilematis. > > Kalau menurut saya, ambil pengalaman di luar negri (bagi yang pernah kerja di > luar negri atau overseas assignment) dan ketika pulang kampung dapat > aplikasikan pengalaman dan manfaatnya untuk dikembangkan membangun negri kita > sendiri. Selanjutnya, terserah anda . karena hidup adalah pilihan kita > masing-masing. > > Semoga maju Indonesia dan sejahtera rakyatnya Aamiin > > > Salam G&G > > > > 2013/4/3 rakhmadi avianto >> Masalah klasik yg never ENDING beh >> Cape deh >> >> Avi >> >> >> >> On Wed, Apr 3, 2013 at 3:24 PM, wrote: >>> This message is eligible for Automatic Cleanup! (puluh.ria...@gmail.com) >>> Add cleanup rule | More info >>> >>> Pak Nyoto, >>> Boleh disebutkan aturan tersebut berupa SK, permen, kepmen nmer berapa? >>> Instansi mana yg mengeluarkan? >>> >>> Rgds, >>> Powered by Telkomsel BlackBerry® >>> From: nyoto - ke-el >>> Sender: >>> Date: Wed, 3 Apr 2013 15:05:03 +0800 >>> To: IAGI >>> ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id >>> Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL >>> >>> Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari De
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
2013/4/8 Franciscus B Sinartio > Hallo juga, > Petronas dan Sonangol memakai expat karena tidak punya tenaga yang cukup > untuk melakukan operasi nya. > Kalau Pertamina, Medco dan EMP ngak ada yang pake expat setahu saya, entah > perusahaan nasional yang lainnya. > Dalam han tenaga kerja, Indonesia tidak tepat dibandingkan dengan Petronas maupun Senagol. Barangkali Indonesia lebih tepat dibandingkan dengan China. China memiliki tenaga manusia yang suangat banyak sehingga China memiliki beberapa perusahaan migas nasional Multi National Companies (State owned companies). Perushaan China milik pemerintah di China itu tidak hanya migas, tetapi juga pertambangan dan perindustrian. Lihat disini http://en.wikipedia.org/wiki/Category:Metal_companies_of_China (banyak perush metal yg juga beroperasi di Indonesia (misal CITIC). Multi BUMN ini lebih tepat untuk Indonesia yang juga memiliki tenaga kerja banyak. "Overflow" dari pekerja Indonesia itu yang akhirnya banyak expat Indonesia di LN (braindrain), Mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain, bukanlah perkara mudah. Malesa juga sudah beberapa tahun lalu mencobanya juga gagal. Akhirnya lebih mudah mendapatkan TKI (Intelek) dari Indonesia yang "relatif lebih murah" ketimbang dari Eropa dan Amrik, dng kapasitas yang sepadan tentunya. Untuk Indonesia. menurut saya, lebih baik mencegah 'overflow' ketimbang mengharapkan 'back flow' (brain gain). Perbaikan struktur remunerasi di dalam negeri akan lebih bermanfaat dan berdampak lebih positip. Jadi jangan harap yang di LN mendapatkan apa yang diinginkan, karena sudah tidak sebanding. Usaha-usaha "recuitment" ke ME ataupun Malesa cukup dibakai sebagai pembanding saja untuk memperbaiki strutur remunerasi di dalam negeri. BPR (Bussiness Proccess Reingineering yang berbuntut pada outsourcing adalah cara kapitalis dalam meningkatkan efisiensi modalnya. Namun jelas cara ini pasti berbenturan dengan Indonesia yang "socio-democrate". Jumlah tenaga kerja yang terlalu melimpah dengan lapangan kerja masih terbatas tentunya cara outsourcing bukanlah yang ideal, karena dalam outsourcing terdapat "pemerasan" tenaga dimana pencari kerja "diadu" supaya mendapat harga terendah. Sepertinya ini penjajahan tenaga manusia bentuk baru yang seolah "mengikuti pasar". Oleh sebab itu salah satu cara paling baik untuk Indonesia adalah meningkatkan lapangan kerja. Menyediakan sumberdaya alam dan sumber bahan baku (bahan dasar), juga bahan bakar atau energi sebagai tenaga untuk terus berkarya. Tentusaja saya akan selalu mengkapanyekan Demografi Bonus 2020-2030 sebagai sebuah momentum yang tidak boleh diabaikan dalam setiap program jangka panjang, dan juga future outlook of Indonesia. Baik kebutuhan energi, bahan baku, mitigasi kebencanaan dan lingkungan serta pengembangan wilayah dll. Salam senin ! RDP -- *"**Good idea is important key to success, "working on it" will make it real."*
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Good pagi selamat morning semuanya Saya setuju dg adanya Expat akan menambah diversity dalam medan kerja, dalam artian hanya SKILL yg di kedepankan, tentunya C&B ikut dg skill set yg di butuhkan, dg demikian terjadi persaingan sehat, dalam artian yg non-expat akan mengkondisikan untuk mempunyai skill yg setara atau malah lebih dg expat, kalau sudah begitu dan masih tidak di kompensasi dg benar maka ya jalan yg ada ya cuman pindah kerja. tapi hal ini sebetulnya tidak mudah, krn ada bbrp orang lebih senang menjadi pejabat dari pada sekedar jadi pekerja, nah posisi ini mungkin yg membuat si A si B dan si C sangat loyal di mana dia bekerja Untuk selanjutnya saya cuman bisa berserah diri kepada Tuhan YME. Lam salam Avi On Mon, Apr 8, 2013 at 12:52 AM, H Herwin wrote: > [image: Boxbe] <https://www.boxbe.com/overview> This message is eligible > for Automatic Cleanup! (henricus.her...@gmail.com) Add cleanup > rule<https://www.boxbe.com/popup?url=https%3A%2F%2Fwww.boxbe.com%2Fcleanup%3Ftoken%3DQCOzK7090m2uGRN4aKYOODGZPa6lzMHMASZ9bopuq%252BLEYR%252FuY3UysQGxm3e1%252BN6QQkZOuVow40%252FVfda8tx%252BVe2yXxtPYNZvlLz0iQn0eC4sPNAC6cb%252BwmM1l627mUrBykOoC9vRfpbbNH2EdVRZdPw%253D%253D%26key%3DE3MiVjDpvpW%252BaWy5fWVvjGB%252Fmg5b740w7u1EFf5QLRI%253D&tc_serial=13909361566&tc_rand=1747944345&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001>| > More > info<http://blog.boxbe.com/general/boxbe-automatic-cleanup?tc_serial=13909361566&tc_rand=1747944345&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001> > > Hallo, > Mungkin nggak terlalu berhubungan dengan diskusi ini. > > Saya mewakili TOTAL dalam salah satu Joint Venture yang melibatkan > Petronas, dalam setiap workshop yang diadakan, Petronas selalu diwakili > oleh delegasi yang terdiri dari Expat dan Malaysian National. Saya lihat > para expat Petronas banyak memberi kontribusi dalam workshop dan juga > membantu pihak management Pertronas untuk mengambil keputusan. > > Rekan2 kita juga banyak yang bekerja di Petronas dan pasti mereka memberi > kontribusi utk perusahaan. Pak Frank, saya lihat juga bekerja untuk > perusahaan nasional Angola, Sonangol. > > PS: Berdasarkan riset di dunia HR, perbedaan (diversity) bisa memberi > added-value terhadap perusahaan, makanya banyak perusahaan berusaha > mempunyai target level keragaman karyawan (mis: perempuan vs laki2, negara > asal dll). > > Kalau di Pertamina dan perusahaan2 nasional di tanah air bagaimana ? Siapa > tahu tenaga expat juga bisa mampu mendongkrak performa perusahaan, dan > akhirnya meningkatkan penerimaan perusahaan perusahaan/negara. PS: Lionel > Messi aja di import ke Spanyol sama Barcelona, PSG impor Ibrahimovic, > Beckham dll hehehe ... > > Salam hangat, > Henky > > 2013/4/7 Franciscus B Sinartio > >> >> Abah, >> kalau mau lebih murah ya itu salah satu solusi nya Bah, >> jadi ngak punya pegawai, adanya kontrakan semua yang dipakai dan dibayar >> kalau diperlukan. >> dan goalnya jelas dan time frame nya juga jelas >> >> saya yakin pegawai2 nya akan lebih professional, karena kalau ngak maka >> tidak akan terpakai. >> demikian pula perusahaan minyaknya akan lebih professional dan efisien. >> >> ngomong2 di tempat saya kerja disini sudah mulai menjajagi outsource >> lagi. dulu pernah jaman perang waktu tidak ada yang mau kesini, maka >> dikirim keluar kerjaannya. >> >> Sebelumnya diadakan benchmarking dari kondisi sekarang, supaya yakin >> benar2 akan lebih murah dan efisien. dan ada ukurannya yaitu jumlah area >> yang dikerjakan, jumlah lead dan prospect di generated dalam kurun waktu >> tertetntu dengan biaya sekian. ukurannya bukan discovery atau ngak >> discovery pada contoh ini (banyak hal lain yang sedang atau akan di >> outsource). Terserah service provider nya mau pake 1 orang dari sini atau >> 10 orang dari luar. jadi komposisi jumlah dan kebangsaan orangnya terserah >> service provider nya yang penting ada hasilnya dan selesai dalam waktu yang >> ditentukan dan tentu saja tidak melebihi perkiraan biaya awalnya. >> >> jadi tidak perlu di demo, karena tujuannya bagus, dan kalau dikerjakan >> dengan bagus akan memberikan hasil yang bagus. >> >> >> >> selamat berakhir pekan Abah. >> >> salam, >> >> frank >> >> >> >> -- >> *From:* Yanto R. Sumantri >> *To:* "iagi-net@iagi.or.id" >> *Sent:* Sunday, April 7, 2013 12:41 PM >> >> *Subject:* Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL >> >> Frank >> >> Bicaranya kok melawa
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Hallo juga, Petronas dan Sonangol memakai expat karena tidak punya tenaga yang cukup untuk melakukan operasi nya. Kalau Pertamina, Medco dan EMP ngak ada yang pake expat setahu saya, entah perusahaan nasional yang lainnya. fbs From: H Herwin To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, April 7, 2013 6:52 PM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Hallo, Mungkin nggak terlalu berhubungan dengan diskusi ini. Saya mewakili TOTAL dalam salah satu Joint Venture yang melibatkan Petronas, dalam setiap workshop yang diadakan, Petronas selalu diwakili oleh delegasi yang terdiri dari Expat dan Malaysian National. Saya lihat para expat Petronas banyak memberi kontribusi dalam workshop dan juga membantu pihak management Pertronas untuk mengambil keputusan. Rekan2 kita juga banyak yang bekerja di Petronas dan pasti mereka memberi kontribusi utk perusahaan. Pak Frank, saya lihat juga bekerja untuk perusahaan nasional Angola, Sonangol. PS: Berdasarkan riset di dunia HR, perbedaan (diversity) bisa memberi added-value terhadap perusahaan, makanya banyak perusahaan berusaha mempunyai target level keragaman karyawan (mis: perempuan vs laki2, negara asal dll). Kalau di Pertamina dan perusahaan2 nasional di tanah air bagaimana ? Siapa tahu tenaga expat juga bisa mampu mendongkrak performa perusahaan, dan akhirnya meningkatkan penerimaan perusahaan perusahaan/negara. PS: Lionel Messi aja di import ke Spanyol sama Barcelona, PSG impor Ibrahimovic, Beckham dll hehehe ... Salam hangat, Henky 2013/4/7 Franciscus B Sinartio > >Abah, >kalau mau lebih murah ya itu salah satu solusi nya Bah, >jadi ngak punya pegawai, adanya kontrakan semua yang dipakai dan dibayar kalau >diperlukan. >dan goalnya jelas dan time frame nya juga jelas > > >saya yakin pegawai2 nya akan lebih professional, karena kalau ngak maka tidak >akan terpakai. >demikian pula perusahaan minyaknya akan lebih professional dan efisien. > > >ngomong2 di tempat saya kerja disini sudah mulai menjajagi outsource lagi. >dulu pernah jaman perang waktu tidak ada yang mau kesini, maka dikirim keluar >kerjaannya. > > >Sebelumnya diadakan benchmarking dari kondisi sekarang, supaya yakin benar2 >akan lebih murah dan efisien. dan ada ukurannya yaitu jumlah area yang >dikerjakan, jumlah lead dan prospect di generated dalam kurun waktu tertetntu >dengan biaya sekian. ukurannya bukan discovery atau ngak discovery pada >contoh ini (banyak hal lain yang sedang atau akan di outsource). Terserah >service provider nya mau pake 1 orang dari sini atau 10 orang dari luar. jadi >komposisi jumlah dan kebangsaan orangnya terserah service provider nya yang >penting ada hasilnya dan selesai dalam waktu yang ditentukan dan tentu saja >tidak melebihi perkiraan biaya awalnya. > > >jadi tidak perlu di demo, karena tujuannya bagus, dan kalau dikerjakan dengan >bagus akan memberikan hasil yang bagus. > > > > > > >selamat berakhir pekan Abah. > > >salam, > > >frank > > > > > > > >________________ > >From: Yanto R. Sumantri >To: "iagi-net@iagi.or.id" >Sent: Sunday, April 7, 2013 12:41 PM > >Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > > >Frank > > >Bicaranya kok melawan "ARUS" kan lagi anti "outsourcing" hahahaha >,apa perus minyak siap di demo ? > > >si Abah > > > > > From: Franciscus B Sinartio >To: "iagi-net@iagi.or.id" >Sent: Sunday, April 7, 2013 2:47 PM >Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > >Ikutan ya mumpung weekend > > >saya kali ini mau bahas dari segi UUD (Ujung-Ujung nya Duit) > > >kalau dilihat dari biaya operasi nya. gaji pegawai itu kecil sekali >pengaruhnya(persentase nya) dari total biaya. >justru itu ada perusahaan yang berani pakai "expat beneran" dan "expat >nasional" >yang penting operation jalan lancar. >(catatan: operation maksudnya semua kegiatan opearsional di perusahaan). > > >tetapi kalau dilihat lagi dari segi biaya sektor tenaga kerja nya, mungkin >lebih efisien(maksudnya murah?) kalau tidak ada expat sama sekali. (beneran >atau nasional). >dengan catatan qualitas dan quantitas kerjaan tetap sama kalau pake expat. >jadi study cost/benefit harus ada. tentu saja selalu benefit nya sangat >relatif. > > >kalau mau lebih efisien lagi di outsource saja yang bukan core business (VICO >pernah study BPR(business process reengineering) dan hasilnya bia >mengidentifikasikan core business nya tetapi hanya melaksanakan sebagian dan >tidak semua outsourcing sesuai dengan kes
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Hallo, Mungkin nggak terlalu berhubungan dengan diskusi ini. Saya mewakili TOTAL dalam salah satu Joint Venture yang melibatkan Petronas, dalam setiap workshop yang diadakan, Petronas selalu diwakili oleh delegasi yang terdiri dari Expat dan Malaysian National. Saya lihat para expat Petronas banyak memberi kontribusi dalam workshop dan juga membantu pihak management Pertronas untuk mengambil keputusan. Rekan2 kita juga banyak yang bekerja di Petronas dan pasti mereka memberi kontribusi utk perusahaan. Pak Frank, saya lihat juga bekerja untuk perusahaan nasional Angola, Sonangol. PS: Berdasarkan riset di dunia HR, perbedaan (diversity) bisa memberi added-value terhadap perusahaan, makanya banyak perusahaan berusaha mempunyai target level keragaman karyawan (mis: perempuan vs laki2, negara asal dll). Kalau di Pertamina dan perusahaan2 nasional di tanah air bagaimana ? Siapa tahu tenaga expat juga bisa mampu mendongkrak performa perusahaan, dan akhirnya meningkatkan penerimaan perusahaan perusahaan/negara. PS: Lionel Messi aja di import ke Spanyol sama Barcelona, PSG impor Ibrahimovic, Beckham dll hehehe ... Salam hangat, Henky 2013/4/7 Franciscus B Sinartio > > Abah, > kalau mau lebih murah ya itu salah satu solusi nya Bah, > jadi ngak punya pegawai, adanya kontrakan semua yang dipakai dan dibayar > kalau diperlukan. > dan goalnya jelas dan time frame nya juga jelas > > saya yakin pegawai2 nya akan lebih professional, karena kalau ngak maka > tidak akan terpakai. > demikian pula perusahaan minyaknya akan lebih professional dan efisien. > > ngomong2 di tempat saya kerja disini sudah mulai menjajagi outsource lagi. > dulu pernah jaman perang waktu tidak ada yang mau kesini, maka dikirim > keluar kerjaannya. > > Sebelumnya diadakan benchmarking dari kondisi sekarang, supaya yakin > benar2 akan lebih murah dan efisien. dan ada ukurannya yaitu jumlah area > yang dikerjakan, jumlah lead dan prospect di generated dalam kurun waktu > tertetntu dengan biaya sekian. ukurannya bukan discovery atau ngak > discovery pada contoh ini (banyak hal lain yang sedang atau akan di > outsource). Terserah service provider nya mau pake 1 orang dari sini atau > 10 orang dari luar. jadi komposisi jumlah dan kebangsaan orangnya terserah > service provider nya yang penting ada hasilnya dan selesai dalam waktu yang > ditentukan dan tentu saja tidak melebihi perkiraan biaya awalnya. > > jadi tidak perlu di demo, karena tujuannya bagus, dan kalau dikerjakan > dengan bagus akan memberikan hasil yang bagus. > > > > selamat berakhir pekan Abah. > > salam, > > frank > > > > -- > *From:* Yanto R. Sumantri > *To:* "iagi-net@iagi.or.id" > *Sent:* Sunday, April 7, 2013 12:41 PM > > *Subject:* Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Frank > > Bicaranya kok melawan "ARUS" kan lagi anti "outsourcing" > hahahaha ,apa perus minyak siap di demo ? > > si Abah > > ------ > *From:* Franciscus B Sinartio > *To:* "iagi-net@iagi.or.id" > *Sent:* Sunday, April 7, 2013 2:47 PM > *Subject:* Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Ikutan ya mumpung weekend > > saya kali ini mau bahas dari segi UUD (Ujung-Ujung nya Duit) > > kalau dilihat dari biaya operasi nya. gaji pegawai itu kecil sekali > pengaruhnya(persentase nya) dari total biaya. > justru itu ada perusahaan yang berani pakai "expat beneran" dan "expat > nasional" > yang penting operation jalan lancar. > (catatan: operation maksudnya semua kegiatan opearsional di perusahaan). > > tetapi kalau dilihat lagi dari segi biaya sektor tenaga kerja nya, > mungkin lebih efisien(maksudnya murah?) kalau tidak ada expat sama sekali. > (beneran atau nasional). > dengan catatan qualitas dan quantitas kerjaan tetap sama kalau pake expat. > jadi study cost/benefit harus ada. tentu saja selalu benefit nya sangat > relatif. > > kalau mau lebih efisien lagi di outsource saja yang bukan core business > (VICO pernah study BPR(business process reengineering) dan hasilnya bia > mengidentifikasikan core business nya tetapi hanya melaksanakan sebagian > dan tidak semua outsourcing sesuai dengan kesimpulan BPR study nya mereka. > Waktu opening remark nya sebelum mulai tugasnya satgas, Kepala SatGas > BPR waktu itu bilang kalau misalnya harus zero employee kenapa tidak, dan > berarti termasuk posisi beliau sebagai VP juga harus hilang ngak apa2. > jadi waktu itu satgas nya dikasih kebebasan sebebas bebas nya dalam > membahas yang mana yang bisa di outsource yang mana tidak). > > catatan: mungkin cara BPR seperti ini bisa dipakai untuk membahas apakah > suatu uni
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Abah, kalau mau lebih murah ya itu salah satu solusi nya Bah, jadi ngak punya pegawai, adanya kontrakan semua yang dipakai dan dibayar kalau diperlukan. dan goalnya jelas dan time frame nya juga jelas saya yakin pegawai2 nya akan lebih professional, karena kalau ngak maka tidak akan terpakai. demikian pula perusahaan minyaknya akan lebih professional dan efisien. ngomong2 di tempat saya kerja disini sudah mulai menjajagi outsource lagi. dulu pernah jaman perang waktu tidak ada yang mau kesini, maka dikirim keluar kerjaannya. Sebelumnya diadakan benchmarking dari kondisi sekarang, supaya yakin benar2 akan lebih murah dan efisien. dan ada ukurannya yaitu jumlah area yang dikerjakan, jumlah lead dan prospect di generated dalam kurun waktu tertetntu dengan biaya sekian. ukurannya bukan discovery atau ngak discovery pada contoh ini (banyak hal lain yang sedang atau akan di outsource). Terserah service provider nya mau pake 1 orang dari sini atau 10 orang dari luar. jadi komposisi jumlah dan kebangsaan orangnya terserah service provider nya yang penting ada hasilnya dan selesai dalam waktu yang ditentukan dan tentu saja tidak melebihi perkiraan biaya awalnya. jadi tidak perlu di demo, karena tujuannya bagus, dan kalau dikerjakan dengan bagus akan memberikan hasil yang bagus. selamat berakhir pekan Abah. salam, frank From: Yanto R. Sumantri To: "iagi-net@iagi.or.id" Sent: Sunday, April 7, 2013 12:41 PM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Frank Bicaranya kok melawan "ARUS" kan lagi anti "outsourcing" hahahaha ,apa perus minyak siap di demo ? si Abah From: Franciscus B Sinartio To: "iagi-net@iagi.or.id" Sent: Sunday, April 7, 2013 2:47 PM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Ikutan ya mumpung weekend saya kali ini mau bahas dari segi UUD (Ujung-Ujung nya Duit) kalau dilihat dari biaya operasi nya. gaji pegawai itu kecil sekali pengaruhnya(persentase nya) dari total biaya. justru itu ada perusahaan yang berani pakai "expat beneran" dan "expat nasional" yang penting operation jalan lancar. (catatan: operation maksudnya semua kegiatan opearsional di perusahaan). tetapi kalau dilihat lagi dari segi biaya sektor tenaga kerja nya, mungkin lebih efisien(maksudnya murah?) kalau tidak ada expat sama sekali. (beneran atau nasional). dengan catatan qualitas dan quantitas kerjaan tetap sama kalau pake expat. jadi study cost/benefit harus ada. tentu saja selalu benefit nya sangat relatif. kalau mau lebih efisien lagi di outsource saja yang bukan core business (VICO pernah study BPR(business process reengineering) dan hasilnya bia mengidentifikasikan core business nya tetapi hanya melaksanakan sebagian dan tidak semua outsourcing sesuai dengan kesimpulan BPR study nya mereka. Waktu opening remark nya sebelum mulai tugasnya satgas, Kepala SatGas BPR waktu itu bilang kalau misalnya harus zero employee kenapa tidak, dan berarti termasuk posisi beliau sebagai VP juga harus hilang ngak apa2. jadi waktu itu satgas nya dikasih kebebasan sebebas bebas nya dalam membahas yang mana yang bisa di outsource yang mana tidak). catatan: mungkin cara BPR seperti ini bisa dipakai untuk membahas apakah suatu unit di perusahaan perlu expat(beneran atau nasional) atau tidak. nah sekarang saya mau tambahin pendapat pribadi lagi yang mungkin tidak begitu populer: kalau WNI yang ada diluar negeri diundang untuk balik ke Indonesia dan dibayar seperti expat, dimana efisiensi nya di biaya? ini dengan catatan akan mengerjakan hal yang sama dan menghasilkan hasil yang sama dalam kurun waktu yang sama. salam, frank sekarang harus bersihkan lantai halaman samping rumah dulu karena pembantu ngak kerja pada weekend, dan kemarin habis hujan deras, dan lantai kotor sekali. dan anak2 mau bermain dihalaman. jadi expat juga ada kenyamanan yang di sacrafice. apalagi kawan2 yang kerja ditempat yang local helper nya susah didapatkan. ini hanya salah satu contoh. From: "nugraha...@yahoo.com" To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, April 7, 2013 5:21 AM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Sepengetahuanku, SKK Migas (atau BPMIGAS atau Pertamina BPPKA) enggak punya aturan soal nasional gajinya segini atau yg expat gajinya segitu. CMMIW. Yg membuat peraturan tsb adalah Pemerintah (Bappenas ?? Dept. Tenaga Kerja ?). Jadi mestinya enggak merujuk ke peraturan SKK Migas, melainkan ke peraturan Pemerintah RI (bila memang ada). Sesuai namanya, hanya Badan Pelaksana atau sekarang Satuan Kerja Khusus, yg bukan regulator / pembuat regulasi (itu tugasnya Pemerintah). SKK Migas hanya mengevaluasi usulan KKKS, menyelaraskan dgn Peraturan Pemerintah. Jadi betul, itu tergantung pada niat baik oil company-nya
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Frank Bicaranya kok melawan "ARUS" kan lagi anti "outsourcing" hahahaha ,apa perus minyak siap di demo ? si Abah From: Franciscus B Sinartio To: "iagi-net@iagi.or.id" Sent: Sunday, April 7, 2013 2:47 PM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Ikutan ya mumpung weekend saya kali ini mau bahas dari segi UUD (Ujung-Ujung nya Duit) kalau dilihat dari biaya operasi nya. gaji pegawai itu kecil sekali pengaruhnya(persentase nya) dari total biaya. justru itu ada perusahaan yang berani pakai "expat beneran" dan "expat nasional" yang penting operation jalan lancar. (catatan: operation maksudnya semua kegiatan opearsional di perusahaan). tetapi kalau dilihat lagi dari segi biaya sektor tenaga kerja nya, mungkin lebih efisien(maksudnya murah?) kalau tidak ada expat sama sekali. (beneran atau nasional). dengan catatan qualitas dan quantitas kerjaan tetap sama kalau pake expat. jadi study cost/benefit harus ada. tentu saja selalu benefit nya sangat relatif. kalau mau lebih efisien lagi di outsource saja yang bukan core business (VICO pernah study BPR(business process reengineering) dan hasilnya bia mengidentifikasikan core business nya tetapi hanya melaksanakan sebagian dan tidak semua outsourcing sesuai dengan kesimpulan BPR study nya mereka. Waktu opening remark nya sebelum mulai tugasnya satgas, Kepala SatGas BPR waktu itu bilang kalau misalnya harus zero employee kenapa tidak, dan berarti termasuk posisi beliau sebagai VP juga harus hilang ngak apa2. jadi waktu itu satgas nya dikasih kebebasan sebebas bebas nya dalam membahas yang mana yang bisa di outsource yang mana tidak). catatan: mungkin cara BPR seperti ini bisa dipakai untuk membahas apakah suatu unit di perusahaan perlu expat(beneran atau nasional) atau tidak. nah sekarang saya mau tambahin pendapat pribadi lagi yang mungkin tidak begitu populer: kalau WNI yang ada diluar negeri diundang untuk balik ke Indonesia dan dibayar seperti expat, dimana efisiensi nya di biaya? ini dengan catatan akan mengerjakan hal yang sama dan menghasilkan hasil yang sama dalam kurun waktu yang sama. salam, frank sekarang harus bersihkan lantai halaman samping rumah dulu karena pembantu ngak kerja pada weekend, dan kemarin habis hujan deras, dan lantai kotor sekali. dan anak2 mau bermain dihalaman. jadi expat juga ada kenyamanan yang di sacrafice. apalagi kawan2 yang kerja ditempat yang local helper nya susah didapatkan. ini hanya salah satu contoh. From: "nugraha...@yahoo.com" To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, April 7, 2013 5:21 AM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Sepengetahuanku, SKK Migas (atau BPMIGAS atau Pertamina BPPKA) enggak punya aturan soal nasional gajinya segini atau yg expat gajinya segitu. CMMIW. Yg membuat peraturan tsb adalah Pemerintah (Bappenas ?? Dept. Tenaga Kerja ?). Jadi mestinya enggak merujuk ke peraturan SKK Migas, melainkan ke peraturan Pemerintah RI (bila memang ada). Sesuai namanya, hanya Badan Pelaksana atau sekarang Satuan Kerja Khusus, yg bukan regulator / pembuat regulasi (itu tugasnya Pemerintah). SKK Migas hanya mengevaluasi usulan KKKS, menyelaraskan dgn Peraturan Pemerintah. Jadi betul, itu tergantung pada niat baik oil company-nya saja. Sepengetahuan saya (setidaknya saat saya menjadi Ketua Tim WPnB) tidak pernah kami menolak ataupun mengurangi usulan gaji dari para pekerja nasional. Pd beberapa KKKS malahan kami yg mendorong si KKKS utk menaikkan level gaji pegawai nasionalnya. Dan kami juga acapkali meminta mengurangi jumlah ekspat dan juga gajinya, meski kadang kala tidak berhasil, dgn berbagai alasan. Secara umum, sepengetahuan saya, jumlah expat maupun alokasi biayanya menurun dari tahun ke tahun. Ini bukan isu lagi, kecuali di beberapa gelintir KKKS. Btw, bila Pertamina punya Blok di luar negeri, kayaknya Pertamina pun berkepentingan utk menempatkan para pegawainya (Indonesian) di posisi tertentu, di negara tsb (sbg Expat). Salam, Nuning
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Ikutan ya mumpung weekend saya kali ini mau bahas dari segi UUD (Ujung-Ujung nya Duit) kalau dilihat dari biaya operasi nya. gaji pegawai itu kecil sekali pengaruhnya(persentase nya) dari total biaya. justru itu ada perusahaan yang berani pakai "expat beneran" dan "expat nasional" yang penting operation jalan lancar. (catatan: operation maksudnya semua kegiatan opearsional di perusahaan). tetapi kalau dilihat lagi dari segi biaya sektor tenaga kerja nya, mungkin lebih efisien(maksudnya murah?) kalau tidak ada expat sama sekali. (beneran atau nasional). dengan catatan qualitas dan quantitas kerjaan tetap sama kalau pake expat. jadi study cost/benefit harus ada. tentu saja selalu benefit nya sangat relatif. kalau mau lebih efisien lagi di outsource saja yang bukan core business (VICO pernah study BPR(business process reengineering) dan hasilnya bia mengidentifikasikan core business nya tetapi hanya melaksanakan sebagian dan tidak semua outsourcing sesuai dengan kesimpulan BPR study nya mereka. Waktu opening remark nya sebelum mulai tugasnya satgas, Kepala SatGas BPR waktu itu bilang kalau misalnya harus zero employee kenapa tidak, dan berarti termasuk posisi beliau sebagai VP juga harus hilang ngak apa2. jadi waktu itu satgas nya dikasih kebebasan sebebas bebas nya dalam membahas yang mana yang bisa di outsource yang mana tidak). catatan: mungkin cara BPR seperti ini bisa dipakai untuk membahas apakah suatu unit di perusahaan perlu expat(beneran atau nasional) atau tidak. nah sekarang saya mau tambahin pendapat pribadi lagi yang mungkin tidak begitu populer: kalau WNI yang ada diluar negeri diundang untuk balik ke Indonesia dan dibayar seperti expat, dimana efisiensi nya di biaya? ini dengan catatan akan mengerjakan hal yang sama dan menghasilkan hasil yang sama dalam kurun waktu yang sama. salam, frank sekarang harus bersihkan lantai halaman samping rumah dulu karena pembantu ngak kerja pada weekend, dan kemarin habis hujan deras, dan lantai kotor sekali. dan anak2 mau bermain dihalaman. jadi expat juga ada kenyamanan yang di sacrafice. apalagi kawan2 yang kerja ditempat yang local helper nya susah didapatkan. ini hanya salah satu contoh. From: "nugraha...@yahoo.com" To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Sunday, April 7, 2013 5:21 AM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Sepengetahuanku, SKK Migas (atau BPMIGAS atau Pertamina BPPKA) enggak punya aturan soal nasional gajinya segini atau yg expat gajinya segitu. CMMIW. Yg membuat peraturan tsb adalah Pemerintah (Bappenas ?? Dept. Tenaga Kerja ?). Jadi mestinya enggak merujuk ke peraturan SKK Migas, melainkan ke peraturan Pemerintah RI (bila memang ada). Sesuai namanya, hanya Badan Pelaksana atau sekarang Satuan Kerja Khusus, yg bukan regulator / pembuat regulasi (itu tugasnya Pemerintah). SKK Migas hanya mengevaluasi usulan KKKS, menyelaraskan dgn Peraturan Pemerintah. Jadi betul, itu tergantung pada niat baik oil company-nya saja. Sepengetahuan saya (setidaknya saat saya menjadi Ketua Tim WPnB) tidak pernah kami menolak ataupun mengurangi usulan gaji dari para pekerja nasional. Pd beberapa KKKS malahan kami yg mendorong si KKKS utk menaikkan level gaji pegawai nasionalnya. Dan kami juga acapkali meminta mengurangi jumlah ekspat dan juga gajinya, meski kadang kala tidak berhasil, dgn berbagai alasan. Secara umum, sepengetahuan saya, jumlah expat maupun alokasi biayanya menurun dari tahun ke tahun. Ini bukan isu lagi, kecuali di beberapa gelintir KKKS. Btw, bila Pertamina punya Blok di luar negeri, kayaknya Pertamina pun berkepentingan utk menempatkan para pegawainya (Indonesian) di posisi tertentu, di negara tsb (sbg Expat). Salam, Nuning
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Kelihatannya memang seperti itu tergantung type perusahaan nya apakah msh tahap exploration atau development juga type dari pers minyak itu sendiri biasanya kalau company besar dan sudah berproduksi sangat sulit utk merubah yang sudah berjalan .. Biasa nya middle company yg masih berani utk memberikan renumerasi yang baik dan diatas market .. Sent from my BlackBerry® wireless device via Vodafone-Celcom Mobile. -Original Message- From: kartiko samodro Sender: Date: Sun, 7 Apr 2013 11:21:13 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Mungkin penentuan gaji tergantung type perusahaannya jg...apakah masih tahap explo atau sudah development.. On Apr 7, 2013 10:46 AM, "Dyah Tribuanawati" wrote: > Yang saya tau sudah ada beberapa pers minyak di Jakarta yg bisa memberikan > renumerasi yg setara dg expat di KL sesuai dengan skill nya, yang berarti > tidak harus merujuk pada aturan SKK Migas dll ... > So masalah klasik Expat vs National bisa diatasi di Indonesia .. > Tergantung niat baik oil company nya saja :-) > > Dyah > > 2013/4/3 Taufik Manan > >> Benar ini, masalah klasik yang "never ending". Namun perlu ada solusi >> alternatif untuk mengatasinya. >> >> Saya setuju dengan pertimbangan globalisasi saat ini, seharusnya >> profesionalisme kita dihargai dengan paket renumerasi yang menarik. Bahkan >> bila dibandingkan dengan para ekspat, tenaga kerja Indonesia sudah dapat >> bersaing bahkan melampauinya. Ini dibuktikan dengan kesuksesan rekan-rekan >> kita yang berkarya di luar negri dan diakui prestasinya (Brain Drain). >> Sudah banyak "success story" dan dibuktikan dengan banyak rekruitmen di >> Timur Tengah dan negri jiran untuk memulangkan kembali para profesional >> kita di luar negri. >> >> Namun yang paling utama menurut saya adalah kepedulian para profesional >> (disini G&G) terhadap kemajuan bangsanya dan kesejahteraan rakyatnya. >> >> Jadi sekarang tergantung kita semuanya; apakah mau mengejar >> profesionalisme dengan paket renumerasi yang sangat menarik di luar negri >> atau membangun bangsanya dengan segala keterbatasan? Ini pilihan yang >> dilematis. >> >> Kalau menurut saya, ambil pengalaman di luar negri (bagi yang pernah >> kerja di luar negri atau overseas assignment) dan ketika pulang kampung >> dapat aplikasikan pengalaman dan manfaatnya untuk dikembangkan membangun >> negri kita sendiri. Selanjutnya, terserah anda . karena hidup adalah >> pilihan kita masing-masing. >> >> Semoga maju Indonesia dan sejahtera rakyatnya Aamiin >> >> >> Salam G&G >> >> >> >> 2013/4/3 rakhmadi avianto >> >>> Masalah klasik yg never ENDING beh >>> Cape deh >>> >>> Avi >>> >>> >>> >>> On Wed, Apr 3, 2013 at 3:24 PM, wrote: >>> >>>> [image: Boxbe] <https://www.boxbe.com/overview> This message is >>>> eligible for Automatic Cleanup! (puluh.ria...@gmail.com) Add cleanup >>>> rule<https://www.boxbe.com/popup?url=https%3A%2F%2Fwww.boxbe.com%2Fcleanup%3Ftoken%3D6OfJ71R7VluMdBUgTedbYAybA%252F8%252Be2vNYRKCL462kKgGdK7g4AaupAPD7891wMjCciY%252BFmsM9y2OarJZ6EoRoT6fRunfjsPKFMS6JFTuZ%252B%252BcHx%252FzXX9C6xN3RgJHrb7lVBCjPqLjriH8q4wYxvxPxA%253D%253D%26key%3D9HTWwx%252FwKyswBUQvn4z%252BgwM%252BNBBwjmX%252Bb0PW7XInShw%253D&tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001>| >>>> More >>>> info<http://blog.boxbe.com/general/boxbe-automatic-cleanup?tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001> >>>> >>>> ** >>>> Pak Nyoto, >>>> Boleh disebutkan aturan tersebut berupa SK, permen, kepmen nmer berapa? >>>> Instansi mana yg mengeluarkan? >>>> >>>> Rgds, >>>> Powered by Telkomsel BlackBerry® >>>> -- >>>> *From: *nyoto - ke-el >>>> *Sender: * >>>> *Date: *Wed, 3 Apr 2013 15:05:03 +0800 >>>> *To: *IAGI >>>> *ReplyTo: *iagi-net@iagi.or.id >>>> *Subject: *Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL >>>> >>>> Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang >>>> Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang >>>> Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. >>>> >>>> >>>> 2013/4/3 D
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Mungkin penentuan gaji tergantung type perusahaannya jg...apakah masih tahap explo atau sudah development.. On Apr 7, 2013 10:46 AM, "Dyah Tribuanawati" wrote: > Yang saya tau sudah ada beberapa pers minyak di Jakarta yg bisa memberikan > renumerasi yg setara dg expat di KL sesuai dengan skill nya, yang berarti > tidak harus merujuk pada aturan SKK Migas dll ... > So masalah klasik Expat vs National bisa diatasi di Indonesia .. > Tergantung niat baik oil company nya saja :-) > > Dyah > > 2013/4/3 Taufik Manan > >> Benar ini, masalah klasik yang "never ending". Namun perlu ada solusi >> alternatif untuk mengatasinya. >> >> Saya setuju dengan pertimbangan globalisasi saat ini, seharusnya >> profesionalisme kita dihargai dengan paket renumerasi yang menarik. Bahkan >> bila dibandingkan dengan para ekspat, tenaga kerja Indonesia sudah dapat >> bersaing bahkan melampauinya. Ini dibuktikan dengan kesuksesan rekan-rekan >> kita yang berkarya di luar negri dan diakui prestasinya (Brain Drain). >> Sudah banyak "success story" dan dibuktikan dengan banyak rekruitmen di >> Timur Tengah dan negri jiran untuk memulangkan kembali para profesional >> kita di luar negri. >> >> Namun yang paling utama menurut saya adalah kepedulian para profesional >> (disini G&G) terhadap kemajuan bangsanya dan kesejahteraan rakyatnya. >> >> Jadi sekarang tergantung kita semuanya; apakah mau mengejar >> profesionalisme dengan paket renumerasi yang sangat menarik di luar negri >> atau membangun bangsanya dengan segala keterbatasan? Ini pilihan yang >> dilematis. >> >> Kalau menurut saya, ambil pengalaman di luar negri (bagi yang pernah >> kerja di luar negri atau overseas assignment) dan ketika pulang kampung >> dapat aplikasikan pengalaman dan manfaatnya untuk dikembangkan membangun >> negri kita sendiri. Selanjutnya, terserah anda . karena hidup adalah >> pilihan kita masing-masing. >> >> Semoga maju Indonesia dan sejahtera rakyatnya Aamiin >> >> >> Salam G&G >> >> >> >> 2013/4/3 rakhmadi avianto >> >>> Masalah klasik yg never ENDING beh >>> Cape deh >>> >>> Avi >>> >>> >>> >>> On Wed, Apr 3, 2013 at 3:24 PM, wrote: >>> >>>> [image: Boxbe] <https://www.boxbe.com/overview> This message is >>>> eligible for Automatic Cleanup! (puluh.ria...@gmail.com) Add cleanup >>>> rule<https://www.boxbe.com/popup?url=https%3A%2F%2Fwww.boxbe.com%2Fcleanup%3Ftoken%3D6OfJ71R7VluMdBUgTedbYAybA%252F8%252Be2vNYRKCL462kKgGdK7g4AaupAPD7891wMjCciY%252BFmsM9y2OarJZ6EoRoT6fRunfjsPKFMS6JFTuZ%252B%252BcHx%252FzXX9C6xN3RgJHrb7lVBCjPqLjriH8q4wYxvxPxA%253D%253D%26key%3D9HTWwx%252FwKyswBUQvn4z%252BgwM%252BNBBwjmX%252Bb0PW7XInShw%253D&tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001>| >>>> More >>>> info<http://blog.boxbe.com/general/boxbe-automatic-cleanup?tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001> >>>> >>>> ** >>>> Pak Nyoto, >>>> Boleh disebutkan aturan tersebut berupa SK, permen, kepmen nmer berapa? >>>> Instansi mana yg mengeluarkan? >>>> >>>> Rgds, >>>> Powered by Telkomsel BlackBerry® >>>> -- >>>> *From: *nyoto - ke-el >>>> *Sender: * >>>> *Date: *Wed, 3 Apr 2013 15:05:03 +0800 >>>> *To: *IAGI >>>> *ReplyTo: *iagi-net@iagi.or.id >>>> *Subject: *Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL >>>> >>>> Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang >>>> Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang >>>> Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. >>>> >>>> >>>> 2013/4/3 Dyah Tribuanawati >>>> >>>>> Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. >>>>> Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu >>>>> Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment >>>>> champaign di KL >>>>> Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali >>>>> pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan >>>>> pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh >>>>
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Sepengetahuanku, SKK Migas (atau BPMIGAS atau Pertamina BPPKA) enggak punya aturan soal nasional gajinya segini atau yg expat gajinya segitu. CMMIW. Yg membuat peraturan tsb adalah Pemerintah (Bappenas ?? Dept. Tenaga Kerja ?). Jadi mestinya enggak merujuk ke peraturan SKK Migas, melainkan ke peraturan Pemerintah RI (bila memang ada). Sesuai namanya, hanya Badan Pelaksana atau sekarang Satuan Kerja Khusus, yg bukan regulator / pembuat regulasi (itu tugasnya Pemerintah). SKK Migas hanya mengevaluasi usulan KKKS, menyelaraskan dgn Peraturan Pemerintah. Jadi betul, itu tergantung pada niat baik oil company-nya saja. Sepengetahuan saya (setidaknya saat saya menjadi Ketua Tim WPnB) tidak pernah kami menolak ataupun mengurangi usulan gaji dari para pekerja nasional. Pd beberapa KKKS malahan kami yg mendorong si KKKS utk menaikkan level gaji pegawai nasionalnya. Dan kami juga acapkali meminta mengurangi jumlah ekspat dan juga gajinya, meski kadang kala tidak berhasil, dgn berbagai alasan. Secara umum, sepengetahuan saya, jumlah expat maupun alokasi biayanya menurun dari tahun ke tahun. Ini bukan isu lagi, kecuali di beberapa gelintir KKKS. Btw, bila Pertamina punya Blok di luar negeri, kayaknya Pertamina pun berkepentingan utk menempatkan para pegawainya (Indonesian) di posisi tertentu, di negara tsb (sbg Expat). Salam, Nuning Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Dyah Tribuanawati Sender: Date: Sun, 7 Apr 2013 11:46:34 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Yang saya tau sudah ada beberapa pers minyak di Jakarta yg bisa memberikan renumerasi yg setara dg expat di KL sesuai dengan skill nya, yang berarti tidak harus merujuk pada aturan SKK Migas dll ... So masalah klasik Expat vs National bisa diatasi di Indonesia .. Tergantung niat baik oil company nya saja :-) Dyah 2013/4/3 Taufik Manan > Benar ini, masalah klasik yang "never ending". Namun perlu ada solusi > alternatif untuk mengatasinya. > > Saya setuju dengan pertimbangan globalisasi saat ini, seharusnya > profesionalisme kita dihargai dengan paket renumerasi yang menarik. Bahkan > bila dibandingkan dengan para ekspat, tenaga kerja Indonesia sudah dapat > bersaing bahkan melampauinya. Ini dibuktikan dengan kesuksesan rekan-rekan > kita yang berkarya di luar negri dan diakui prestasinya (Brain Drain). Sudah > banyak "success story" dan dibuktikan dengan banyak rekruitmen di Timur > Tengah dan negri jiran untuk memulangkan kembali para profesional kita di > luar negri. > > Namun yang paling utama menurut saya adalah kepedulian para profesional > (disini G&G) terhadap kemajuan bangsanya dan kesejahteraan rakyatnya. > > Jadi sekarang tergantung kita semuanya; apakah mau mengejar profesionalisme > dengan paket renumerasi yang sangat menarik di luar negri atau membangun > bangsanya dengan segala keterbatasan? Ini pilihan yang dilematis. > > Kalau menurut saya, ambil pengalaman di luar negri (bagi yang pernah kerja di > luar negri atau overseas assignment) dan ketika pulang kampung dapat > aplikasikan pengalaman dan manfaatnya untuk dikembangkan membangun negri kita > sendiri. Selanjutnya, terserah anda . karena hidup adalah pilihan kita > masing-masing. > > Semoga maju Indonesia dan sejahtera rakyatnya Aamiin > > > Salam G&G > > > > 2013/4/3 rakhmadi avianto >> Masalah klasik yg never ENDING beh >> Cape deh >> >> Avi >> >> >> >> On Wed, Apr 3, 2013 at 3:24 PM, wrote: >>> This message is eligible for Automatic Cleanup! (puluh.ria...@gmail.com) >>> Add cleanup rule | More info >>> >>> Pak Nyoto, >>> Boleh disebutkan aturan tersebut berupa SK, permen, kepmen nmer berapa? >>> Instansi mana yg mengeluarkan? >>> >>> Rgds, >>> Powered by Telkomsel BlackBerry® >>> From: nyoto - ke-el >>> Sender: >>> Date: Wed, 3 Apr 2013 15:05:03 +0800 >>> To: IAGI >>> ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id >>> Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL >>> >>> Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang >>> Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang >>> Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. >>> >>> >>> 2013/4/3 Dyah Tribuanawati >>>> Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. >>>> Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu >>>> Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment >>>> champaign di KL >>>> Merek
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Yang saya tau sudah ada beberapa pers minyak di Jakarta yg bisa memberikan renumerasi yg setara dg expat di KL sesuai dengan skill nya, yang berarti tidak harus merujuk pada aturan SKK Migas dll ... So masalah klasik Expat vs National bisa diatasi di Indonesia .. Tergantung niat baik oil company nya saja :-) Dyah 2013/4/3 Taufik Manan > Benar ini, masalah klasik yang "never ending". Namun perlu ada solusi > alternatif untuk mengatasinya. > > Saya setuju dengan pertimbangan globalisasi saat ini, seharusnya > profesionalisme kita dihargai dengan paket renumerasi yang menarik. Bahkan > bila dibandingkan dengan para ekspat, tenaga kerja Indonesia sudah dapat > bersaing bahkan melampauinya. Ini dibuktikan dengan kesuksesan rekan-rekan > kita yang berkarya di luar negri dan diakui prestasinya (Brain Drain). Sudah > banyak "success story" dan dibuktikan dengan banyak rekruitmen di Timur > Tengah dan negri jiran untuk memulangkan kembali para profesional kita di > luar negri. > > Namun yang paling utama menurut saya adalah kepedulian para profesional > (disini G&G) terhadap kemajuan bangsanya dan kesejahteraan rakyatnya. > > Jadi sekarang tergantung kita semuanya; apakah mau mengejar profesionalisme > dengan paket renumerasi yang sangat menarik di luar negri atau membangun > bangsanya dengan segala keterbatasan? Ini pilihan yang dilematis. > > Kalau menurut saya, ambil pengalaman di luar negri (bagi yang pernah kerja di > luar negri atau overseas assignment) dan ketika pulang kampung dapat > aplikasikan pengalaman dan manfaatnya untuk dikembangkan membangun negri kita > sendiri. Selanjutnya, terserah anda . karena hidup adalah pilihan kita > masing-masing. > > Semoga maju Indonesia dan sejahtera rakyatnya Aamiin > > > Salam G&G > > > > 2013/4/3 rakhmadi avianto >> Masalah klasik yg never ENDING beh >> Cape deh >> >> Avi >> >> >> >> On Wed, Apr 3, 2013 at 3:24 PM, wrote: >>> This message is eligible for Automatic Cleanup! (puluh.ria...@gmail.com) >>> Add cleanup rule | More info >>> >>> Pak Nyoto, >>> Boleh disebutkan aturan tersebut berupa SK, permen, kepmen nmer berapa? >>> Instansi mana yg mengeluarkan? >>> >>> Rgds, >>> Powered by Telkomsel BlackBerry® >>> From: nyoto - ke-el >>> Sender: >>> Date: Wed, 3 Apr 2013 15:05:03 +0800 >>> To: IAGI >>> ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id >>> Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL >>> >>> Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang >>> Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang >>> Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. >>> >>> >>> 2013/4/3 Dyah Tribuanawati >>>> Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. >>>> Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu >>>> Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment >>>> champaign di KL >>>> Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali >>>> pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan >>>> pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh >>>> pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 >>>> paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang >>>> kampung tetapi sampai sekarang tidak ada berita nya lagi >>>> >>>> >>>> 2013/4/3 Muhammad Walfajri >>>>> Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK >>>>> Migas mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, >>>>> 29-30 Maret yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, >>>>> tidak hanya yg berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari >>>>> negara2 tetangga, seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di >>>>> tanah air yg segera akan digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon >>>>> Cepu, BP Tangguh, Pertamina, dll. Mereka ingin merekrut tenaga ahli level >>>>> menengah ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain >>>>> wawancara, mereka juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, >>>>> allowance dan benefit yg diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya >>>>> nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket seperti apa yg akan >>>>> disiapkan bila ada yg te
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
90 % National 10 %% expat , ok. Tapi lihat expend utk salary dan fasilitas nya , hampir bisa dipastikan dompleng. Jadi cara berfikirnya , jangan berapa besar sehrusnya national staff ,akan tetapi apakah adil atau tidak seorang dengan kontribusi yang sama , diberikan penghargaan lebih hanya karena dia expat ? Tentunya tidak adil kan ! Apalagi lahan kerjanya adalah umber daya alam bangsa kita lha mana adilnya . si Abah From: "aluthfi...@gmail.com" To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, April 5, 2013 8:25 AM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL He he Cak Shof, itulah yang dipilih teman2. Maunya the authorities meminimalkan brain drain... Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Shofiyuddin Sender: Date: Fri, 5 Apr 2013 07:39:44 +0700 To: ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Kesimpulannya, kalo mau gaji expat, ya kerja jadi expat di negeri lain aja . 2013/4/4 noor syarifuddin Abah, >Jumlah expat di tiap PSC itu terbatas, saya kira nggak sampai 10%, >nah skg bsyangkan kalau yang separo saja dari 90% nasional tsb (katakanlah yg >pegawai inti) hrs disamakan dgn mereka... apa nggak melonjak itu OPEX >Harus diingat juga gaji itu setiap thn juga hrs dinaikkan baik utk ngejar >inflasi maupun krn prestasi... >Waktu saya jd expat, orang bule lokal juga pada ngiri sama saya...,: apartemen >bagus, usng sekolah anak ditsnggung, tiap thn plg ke Indonesia dll > >> >> >> >> >> >>> >> >> >>
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Saya mencoba membuat analoginya sederhana antara industri migas dengan industri sepak bola, meski tidak seluruhnya tepat. Siapa tidak kenal Lionel Messi, Ricardo Kaka dll. Mereka semua adalah pemain bola profesional dunia yang lahir / warga negara Argentina, Brasil dan Amerika Latin lainnya. Namun mereka berkembang menjadi terkenal dan memajukan industri sepak bola profesional justru di Eropa bukan di Amerika Latin. Itu adalah profesionalisme dan cerminan sepak bola modern. Yang mengambil keuntungan bisnis sepak bola ini adalah klub, perusahaan iklan mereka, hak siar TV, investor Eropa, Amerika Serikat dan sekarang Timur Tengah. Analoginya sama dengan industri migas, khususnya di Indonesia. Para profesional kita sudah banyak yang berkembang dan dihargai di luar negri. Sebenarnya tidak hanya bidang migas namun hampir di semua bidang lainnya. Setahu saya, majalah SWA sempat membahas masalah ini tahun 2010 yll yang mengambil contoh profesional dan eksekutif Indonesia yang sukses di manca negara. Mereka bukannya tidak nasionalis namun mereka justru memajukan dan menaikkan citra Indonesia di wawasan global. Ini sedikit meredam dampak negatif tentang berita para TKI dan TKW kita. Jadi selamat berjuang para pahlawan devisa di luar negri dan pada sisi lain, penghargaan serta selamat mengabdi bagi yang tetap tinggal di dalam negri yang selalu berkarya untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Maaf bila ada yang khilaf dan salam akhir pekan. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: aluthfi...@gmail.com Sender: Date: Fri, 5 Apr 2013 01:25:37 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL He he Cak Shof, itulah yang dipilih teman2. Maunya the authorities meminimalkan brain drain... Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Shofiyuddin Sender: Date: Fri, 5 Apr 2013 07:39:44 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Kesimpulannya, kalo mau gaji expat, ya kerja jadi expat di negeri lain aja . 2013/4/4 noor syarifuddin > Abah, > Jumlah expat di tiap PSC itu terbatas, saya kira nggak sampai 10%, > nah skg bsyangkan kalau yang separo saja dari 90% nasional tsb (katakanlah > yg pegawai inti) hrs disamakan dgn mereka... apa nggak melonjak itu > OPEX Harus diingat juga gaji itu setiap thn juga hrs dinaikkan baik utk > ngejar inflasi maupun krn prestasi... > Waktu saya jd expat, orang bule lokal juga pada ngiri sama saya...,: > apartemen bagus, usng sekolah anak ditsnggung, tiap thn plg ke Indonesia > dll > >> >> >> >> >> >> >> >>
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
He he Cak Shof, itulah yang dipilih teman2. Maunya the authorities meminimalkan brain drain... Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Shofiyuddin Sender: Date: Fri, 5 Apr 2013 07:39:44 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Kesimpulannya, kalo mau gaji expat, ya kerja jadi expat di negeri lain aja . 2013/4/4 noor syarifuddin > Abah, > Jumlah expat di tiap PSC itu terbatas, saya kira nggak sampai 10%, > nah skg bsyangkan kalau yang separo saja dari 90% nasional tsb (katakanlah > yg pegawai inti) hrs disamakan dgn mereka... apa nggak melonjak itu > OPEX Harus diingat juga gaji itu setiap thn juga hrs dinaikkan baik utk > ngejar inflasi maupun krn prestasi... > Waktu saya jd expat, orang bule lokal juga pada ngiri sama saya...,: > apartemen bagus, usng sekolah anak ditsnggung, tiap thn plg ke Indonesia > dll > >> >> >> >> >> >> >> >>
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Kesimpulannya, kalo mau gaji expat, ya kerja jadi expat di negeri lain aja . 2013/4/4 noor syarifuddin > Abah, > Jumlah expat di tiap PSC itu terbatas, saya kira nggak sampai 10%, > nah skg bsyangkan kalau yang separo saja dari 90% nasional tsb (katakanlah > yg pegawai inti) hrs disamakan dgn mereka... apa nggak melonjak itu > OPEX Harus diingat juga gaji itu setiap thn juga hrs dinaikkan baik utk > ngejar inflasi maupun krn prestasi... > Waktu saya jd expat, orang bule lokal juga pada ngiri sama saya...,: > apartemen bagus, usng sekolah anak ditsnggung, tiap thn plg ke Indonesia > dll > >> >> >> >> >> >> >> >>
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Abah, Jumlah expat di tiap PSC itu terbatas, saya kira nggak sampai 10%, nah skg bsyangkan kalau yang separo saja dari 90% nasional tsb (katakanlah yg pegawai inti) hrs disamakan dgn mereka... apa nggak melonjak itu OPEX Harus diingat juga gaji itu setiap thn juga hrs dinaikkan baik utk ngejar inflasi maupun krn prestasi... Waktu saya jd expat, orang bule lokal juga pada ngiri sama saya...,: apartemen bagus, usng sekolah anak ditsnggung, tiap thn plg ke Indonesia dll Salam, On Thursday, April 4, 2013, Yanto R. Sumantri wrote: > > > - Forwarded Message - > *From:* Yanto R. Sumantri 'yrs_...@yahoo.com');>> > *To:* "iagi-net@iagi.or.id 'iagi-net@iagi.or.id');>" 'iagi-net@iagi.or.id');>> > *Sent:* Thursday, April 4, 2013 5:07 PM > *Subject:* Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Noor > > Saya kira bukan itu maksudnya , tetapi apa kita rela duit dari minyak RI > lebih banyak dinikmati oleh pegawai asing timabangan dinikmati orang kita > ?? > Tentunya dalam tingkatan keahlian yang sama . > > si Abah > > -- > *From:* noor syarifuddin 'cvml', 'noorsyarifud...@gmail.com');>> > *To:* "iagi-net@iagi.or.id 'iagi-net@iagi.or.id');>" 'iagi-net@iagi.or.id');>> > *Sent:* Wednesday, April 3, 2013 7:47 PM > *Subject:* Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Kalau... Kalau lho ya, gaji disamakan dgn expat dan biaya operasi jdi > melonjak siap nggak dituding menumpuk kekayaan dari duit negara... :-) > Dengan gaji yang sekarang saja pekerja migas selalu masuk 5 besar dalam > soal penggajian... Dan yang cemburu juga banyak...maka gak heran banyak > yang senang kalau industri migas juga dikuyo-kuyo... > > Omong soal duit gak ada batasnya, jadi kembali lagi pada niat utk > berkontribusi pada negeri ini... > > > Salam, > > On Wednesday, April 3, 2013, Rovicky Dwi Putrohari wrote: > > Sewaktu saya IAGI, HAGI dan IATMI diundang oleh pak SKKMIGAS, Pak Rudi dan > lengkap staff petingginya, hal ini juga muncul. Waktu itu Pak > Rudi Rubiandini (RR) mengatakan bahwa tidak benar SKKMIGAS membatasi gaji, > walaupun memang tersirat ada yg diatur. > Menurut penjelasan dari HRnya saat ini skala gaji di beberapa perusahaan > sudah menyamai skala gaji ekspat di negaranya. Sekali lagi di negaranya, > bukan disini looh. Karena ketika menjadi ekspat tentusaja ada tambahan > burden cost yang harus ditanggung oleh pengusaha. Menanggung rumah, > keluarga, dll. Hal yang sama bila ada kawan-kawan Indonesia yg menjadi > ekspat di LN. Bule-bule ini mendapatkan fasilitas karena statusnya ekspat, > demikian juga orang Indonesia di LN. Tentusaja ketika kembali ke negri > masing-masing fasilitas ekspatriat tadi ya tidak ada lagi. Karena menjadi > local employee. > > Sampai disini saya manggut-manggut, karena memang bisa melihat dengan mata > kepala sendiri ada skala gaji satu perusahaan yg memiliki operasi di > Indonesia dan di negaranya, dimana skala gaji utk staff di lokalnya > sebanding. Katakanlah saya di Indonesia mendapatkan 70 juta perbulan, maka > kawan saya selevel di amrik juga mendapatkan sekitar 7500 US$ disana. Juga > kawan di Malesa mendapatkan 25000 ringgit.Ya so-so lah. Memang ada sedikit > berbeda dalam fasilitas lokal, di amrik sana ga ada penggantian kacamata, > disini ada. Tapi di Malesa kesehatan ortu dan mertu masuk dalam scheme > fasilitas kesehatan, tapi disana tidak mengenal HOusing loan. Ini memang > membedakan. Tetapi ketika sebagai ekspat, kawan saya orang amrik > mendapatkan rumah, transport plus sopir, rumah dg satpam dll. Ini utk di > Indonesia. Namun ketika saya di Malesa, kawan amrik ini memiliki fasilitas > sama dengan yg saya peroleh di Malesa juga. > Saya masih manggut-manggut bahwa sebagai pegawe tetap kita sama dan > sederajat dengan bule. > > Dengan penjelasan diatas makanya tidak heran kalau kawan-kawan kita banyak > yg dengan suka cita dan ngguya-ngguyu menjadi ekspat di negeri orang. Lah > wong fasilitasnya itu yg diperoleh. Apakah fasilitas itu juga akan > diperolehnya ketika di Indonesia ? Tentusaja sulit memberikan justifikasi. > Lah mosok tinggal di Indonesia minta fasilitas anak sekolah di > Internasional school yang bener aja, lah. > > Terlebih lagi apa sih pengalaman di LN yg menjadi added value, secara umum > saya yakin tehnologi dan aplikasi di Indonesia lebih maju di negara-negara > lain. Tadi siang saya ngobrol dg bussines developemen managernya > halliburton yg mengatakan hal yang sama. Dia mengakui bahwa kompleksitas > dan tehnologi yg ada di migas semua ada disini. Derah rawa, shelf, laut > dalam hingga pegunungan dan volkanik ada disini. Tentunya tehnologin
[iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Abah, Jumlah expat di tiap PSC itu terbatas, saya kira nggak sampai 10%, nah skg bsyangkan kalau yang separo saja dari 90% nasional hrs disamakan dgn mereka... Apa nggak melonjak itu OPEX Harus diingat juga gaji itu setiap thn juga hrs dinaikkan baik utk ngejar inflasi maupun krn prestasi... Waktu saya jd expat, orang bule lokal juga pada ngiri sama saya...,: apartemen bagus, usng sekolah anak ditsnggung, tiap thn plg ke Indonesia dll Salam, Ps: bukan berarti saya gak mau gaji saya naik lho ya :-) On Thursday, April 4, 2013, Yanto R. Sumantri wrote: > > > - Forwarded Message - > *From:* Yanto R. Sumantri > *To:* "iagi-net@iagi.or.id" > *Sent:* Thursday, April 4, 2013 5:07 PM > *Subject:* Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Noor > > Saya kira bukan itu maksudnya , tetapi apa kita rela duit dari minyak RI > lebih banyak dinikmati oleh pegawai asing timabangan dinikmati orang kita > ?? > Tentunya dalam tingkatan keahlian yang sama . > > si Abah > > -- > *From:* noor syarifuddin > *To:* "iagi-net@iagi.or.id" > *Sent:* Wednesday, April 3, 2013 7:47 PM > *Subject:* Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Kalau... Kalau lho ya, gaji disamakan dgn expat dan biaya operasi jdi > melonjak siap nggak dituding menumpuk kekayaan dari duit negara... :-) > Dengan gaji yang sekarang saja pekerja migas selalu masuk 5 besar dalam > soal penggajian... Dan yang cemburu juga banyak...maka gak heran banyak > yang senang kalau industri migas juga dikuyo-kuyo... > > Omong soal duit gak ada batasnya, jadi kembali lagi pada niat utk > berkontribusi pada negeri ini... > > > Salam, > > On Wednesday, April 3, 2013, Rovicky Dwi Putrohari wrote: > > Sewaktu saya IAGI, HAGI dan IATMI diundang oleh pak SKKMIGAS, Pak Rudi dan > lengkap staff petingginya, hal ini juga muncul. Waktu itu Pak > Rudi Rubiandini (RR) mengatakan bahwa tidak benar SKKMIGAS membatasi gaji, > walaupun memang tersirat ada yg diatur. > Menurut penjelasan dari HRnya saat ini skala gaji di beberapa perusahaan > sudah menyamai skala gaji ekspat di negaranya. Sekali lagi di negaranya, > bukan disini looh. Karena ketika menjadi ekspat tentusaja ada tambahan > burden cost yang harus ditanggung oleh pengusaha. Menanggung rumah, > keluarga, dll. Hal yang sama bila ada kawan-kawan Indonesia yg menjadi > ekspat di LN. Bule-bule ini mendapatkan fasilitas karena statusnya ekspat, > demikian juga orang Indonesia di LN. Tentusaja ketika kembali ke negri > masing-masing fasilitas ekspatriat tadi ya tidak ada lagi. Karena menjadi > local employee. > > Sampai disini saya manggut-manggut, karena memang bisa melihat dengan mata > kepala sendiri ada skala gaji satu perusahaan yg memiliki operasi di > Indonesia dan di negaranya, dimana skala gaji utk staff di lokalnya > sebanding. Katakanlah saya di Indonesia mendapatkan 70 juta perbulan, maka > kawan saya selevel di amrik juga mendapatkan sekitar 7500 US$ disana. Juga > kawan di Malesa mendapatkan 25000 ringgit.Ya so-so lah. Memang ada sedikit > berbeda dalam fasilitas lokal, di amrik sana ga ada penggantian kacamata, > disini ada. Tapi di Malesa kesehatan ortu dan mertu masuk dalam scheme > fasilitas kesehatan, tapi disana tidak mengenal HOusing loan. Ini memang > membedakan. Tetapi ketika sebagai ekspat, kawan saya orang amrik > mendapatkan rumah, transport plus sopir, rumah dg satpam dll. Ini utk di > Indonesia. Namun ketika saya di Malesa, kawan amrik ini memiliki fasilitas > sama dengan yg saya peroleh di Malesa juga. > Saya masih manggut-manggut bahwa sebagai pegawe tetap kita sama dan > sederajat dengan bule. > > Dengan penjelasan diatas makanya tidak heran kalau kawan-kawan kita banyak > yg dengan suka cita dan ngguya-ngguyu menjadi ekspat di negeri orang. Lah > wong fasilitasnya itu yg diperoleh. Apakah fasilitas itu juga akan > diperolehnya ketika di Indonesia ? Tentusaja sulit memberikan justifikasi. > Lah mosok tinggal di Indonesia minta fasilitas anak sekolah di > Internasional school yang bener aja, lah. > > Terlebih lagi apa sih pengalaman di LN yg menjadi added value, secara umum > saya yakin tehnologi dan aplikasi di Indonesia lebih maju di negara-negara > lain. Tadi siang saya ngobrol dg bussines developemen managernya > halliburton yg mengatakan hal yang sama. Dia mengakui bahwa kompleksitas > dan tehnologi yg ada di migas semua ada disini. Derah rawa, shelf, laut > dalam hingga pegunungan dan volkanik ada disini. Tentunya tehnologinya apa > saja ada disini. Jdi sulit membrikan justifikasi mengapa orang Indonesia yg > balik harus di treat sebagai ekspat. > > Sampai disini saya yakin pertimbangan seseorang yg sudah terbang untuk > kembali ke negeri In
Fw: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
- Forwarded Message - From: Yanto R. Sumantri To: "iagi-net@iagi.or.id" Sent: Thursday, April 4, 2013 5:07 PM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Noor Saya kira bukan itu maksudnya , tetapi apa kita rela duit dari minyak RI lebih banyak dinikmati oleh pegawai asing timabangan dinikmati orang kita ?? Tentunya dalam tingkatan keahlian yang sama . si Abah From: noor syarifuddin To: "iagi-net@iagi.or.id" Sent: Wednesday, April 3, 2013 7:47 PM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Kalau... Kalau lho ya, gaji disamakan dgn expat dan biaya operasi jdi melonjak siap nggak dituding menumpuk kekayaan dari duit negara... :-) Dengan gaji yang sekarang saja pekerja migas selalu masuk 5 besar dalam soal penggajian... Dan yang cemburu juga banyak...maka gak heran banyak yang senang kalau industri migas juga dikuyo-kuyo... Omong soal duit gak ada batasnya, jadi kembali lagi pada niat utk berkontribusi pada negeri ini... Salam, On Wednesday, April 3, 2013, Rovicky Dwi Putrohari wrote: Sewaktu saya IAGI, HAGI dan IATMI diundang oleh pak SKKMIGAS, Pak Rudi dan lengkap staff petingginya, hal ini juga muncul. Waktu itu Pak Rudi Rubiandini (RR) mengatakan bahwa tidak benar SKKMIGAS membatasi gaji, walaupun memang tersirat ada yg diatur. >Menurut penjelasan dari HRnya saat ini skala gaji di beberapa perusahaan sudah >menyamai skala gaji ekspat di negaranya. Sekali lagi di negaranya, bukan >disini looh. Karena ketika menjadi ekspat tentusaja ada tambahan burden cost >yang harus ditanggung oleh pengusaha. Menanggung rumah, keluarga, dll. Hal >yang sama bila ada kawan-kawan Indonesia yg menjadi ekspat di LN. Bule-bule >ini mendapatkan fasilitas karena statusnya ekspat, demikian juga orang >Indonesia di LN. Tentusaja ketika kembali ke negri masing-masing fasilitas >ekspatriat tadi ya tidak ada lagi. Karena menjadi local employee. > > >Sampai disini saya manggut-manggut, karena memang bisa melihat dengan mata >kepala sendiri ada skala gaji satu perusahaan yg memiliki operasi di Indonesia >dan di negaranya, dimana skala gaji utk staff di lokalnya sebanding. >Katakanlah saya di Indonesia mendapatkan 70 juta perbulan, maka kawan saya >selevel di amrik juga mendapatkan sekitar 7500 US$ disana. Juga kawan di >Malesa mendapatkan 25000 ringgit.Ya so-so lah. Memang ada sedikit berbeda >dalam fasilitas lokal, di amrik sana ga ada penggantian kacamata, disini ada. >Tapi di Malesa kesehatan ortu dan mertu masuk dalam scheme fasilitas >kesehatan, tapi disana tidak mengenal HOusing loan. Ini memang membedakan. >Tetapi ketika sebagai ekspat, kawan saya orang amrik mendapatkan rumah, >transport plus sopir, rumah dg satpam dll. Ini utk di Indonesia. Namun ketika >saya di Malesa, kawan amrik ini memiliki fasilitas sama dengan yg saya peroleh >di Malesa juga. >Saya masih manggut-manggut bahwa sebagai pegawe tetap kita sama dan sederajat >dengan bule. > >Dengan penjelasan diatas makanya tidak heran kalau kawan-kawan kita banyak yg >dengan suka cita dan ngguya-ngguyu menjadi ekspat di negeri orang. Lah wong >fasilitasnya itu yg diperoleh. Apakah fasilitas itu juga akan diperolehnya >ketika di Indonesia ? Tentusaja sulit memberikan justifikasi. Lah mosok >tinggal di Indonesia minta fasilitas anak sekolah di Internasional school yang >bener aja, lah. > > >Terlebih lagi apa sih pengalaman di LN yg menjadi added value, secara umum >saya yakin tehnologi dan aplikasi di Indonesia lebih maju di negara-negara >lain. Tadi siang saya ngobrol dg bussines developemen managernya halliburton >yg mengatakan hal yang sama. Dia mengakui bahwa kompleksitas dan tehnologi yg >ada di migas semua ada disini. Derah rawa, shelf, laut dalam hingga pegunungan >dan volkanik ada disini. Tentunya tehnologinya apa saja ada disini. Jdi sulit >membrikan justifikasi mengapa orang Indonesia yg balik harus di treat sebagai >ekspat. > > >Sampai disini saya yakin pertimbangan seseorang yg sudah terbang untuk kembali >ke negeri Indonesia bukan lagi pertimbangan finansial saja. Menarik mereka >dengan pertimbangan finansial ga berguna. Apalagi mereka sudah merasakan >enaknya jalan tanpa macet, kendaraan umum tersedia dll. Jelas tidak worthed >mengharapkan burung kembali ke sangkarnya. Ikhlaskan saja. Pengalaman saya, >kebanyakan mereka justru malah akan mengejek dan mencibir. Hanya beberapa saja >memang masih ada yg melihat positip Indonesia, lah wong yg di Indonesia saja >banyak yg mencibir negerinya sendiri kok. > > >Bagaimana menjaga supaya tenaga kerja di dalam negeri ini ? > >Akan saya lanjutkan sebentar lagi dengan menghitung perbandingan gaji bulanan >vs gaji harian sebagai CONSULTAN ... Barangkali ini dapat menjadi altnatif >
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Noor Saya kira bukan itu , tetapi apa kita rela duait dari minyak RI lebih banyak dinikmati oleh pegawai asing timabngan From: noor syarifuddin To: "iagi-net@iagi.or.id" Sent: Wednesday, April 3, 2013 7:47 PM Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Kalau... Kalau lho ya, gaji disamakan dgn expat dan biaya operasi jdi melonjak siap nggak dituding menumpuk kekayaan dari duit negara... :-) Dengan gaji yang sekarang saja pekerja migas selalu masuk 5 besar dalam soal penggajian... Dan yang cemburu juga banyak...maka gak heran banyak yang senang kalau industri migas juga dikuyo-kuyo... Omong soal duit gak ada batasnya, jadi kembali lagi pada niat utk berkontribusi pada negeri ini... Salam, On Wednesday, April 3, 2013, Rovicky Dwi Putrohari wrote: Sewaktu saya IAGI, HAGI dan IATMI diundang oleh pak SKKMIGAS, Pak Rudi dan lengkap staff petingginya, hal ini juga muncul. Waktu itu Pak Rudi Rubiandini (RR) mengatakan bahwa tidak benar SKKMIGAS membatasi gaji, walaupun memang tersirat ada yg diatur. >Menurut penjelasan dari HRnya saat ini skala gaji di beberapa perusahaan sudah >menyamai skala gaji ekspat di negaranya. Sekali lagi di negaranya, bukan >disini looh. Karena ketika menjadi ekspat tentusaja ada tambahan burden cost >yang harus ditanggung oleh pengusaha. Menanggung rumah, keluarga, dll. Hal >yang sama bila ada kawan-kawan Indonesia yg menjadi ekspat di LN. Bule-bule >ini mendapatkan fasilitas karena statusnya ekspat, demikian juga orang >Indonesia di LN. Tentusaja ketika kembali ke negri masing-masing fasilitas >ekspatriat tadi ya tidak ada lagi. Karena menjadi local employee. > > >Sampai disini saya manggut-manggut, karena memang bisa melihat dengan mata >kepala sendiri ada skala gaji satu perusahaan yg memiliki operasi di Indonesia >dan di negaranya, dimana skala gaji utk staff di lokalnya sebanding. >Katakanlah saya di Indonesia mendapatkan 70 juta perbulan, maka kawan saya >selevel di amrik juga mendapatkan sekitar 7500 US$ disana. Juga kawan di >Malesa mendapatkan 25000 ringgit.Ya so-so lah. Memang ada sedikit berbeda >dalam fasilitas lokal, di amrik sana ga ada penggantian kacamata, disini ada. >Tapi di Malesa kesehatan ortu dan mertu masuk dalam scheme fasilitas >kesehatan, tapi disana tidak mengenal HOusing loan. Ini memang membedakan. >Tetapi ketika sebagai ekspat, kawan saya orang amrik mendapatkan rumah, >transport plus sopir, rumah dg satpam dll. Ini utk di Indonesia. Namun ketika >saya di Malesa, kawan amrik ini memiliki fasilitas sama dengan yg saya peroleh >di Malesa juga. >Saya masih manggut-manggut bahwa sebagai pegawe tetap kita sama dan sederajat >dengan bule. > >Dengan penjelasan diatas makanya tidak heran kalau kawan-kawan kita banyak yg >dengan suka cita dan ngguya-ngguyu menjadi ekspat di negeri orang. Lah wong >fasilitasnya itu yg diperoleh. Apakah fasilitas itu juga akan diperolehnya >ketika di Indonesia ? Tentusaja sulit memberikan justifikasi. Lah mosok >tinggal di Indonesia minta fasilitas anak sekolah di Internasional school yang >bener aja, lah. > > >Terlebih lagi apa sih pengalaman di LN yg menjadi added value, secara umum >saya yakin tehnologi dan aplikasi di Indonesia lebih maju di negara-negara >lain. Tadi siang saya ngobrol dg bussines developemen managernya halliburton >yg mengatakan hal yang sama. Dia mengakui bahwa kompleksitas dan tehnologi yg >ada di migas semua ada disini. Derah rawa, shelf, laut dalam hingga pegunungan >dan volkanik ada disini. Tentunya tehnologinya apa saja ada disini. Jdi sulit >membrikan justifikasi mengapa orang Indonesia yg balik harus di treat sebagai >ekspat. > > >Sampai disini saya yakin pertimbangan seseorang yg sudah terbang untuk kembali >ke negeri Indonesia bukan lagi pertimbangan finansial saja. Menarik mereka >dengan pertimbangan finansial ga berguna. Apalagi mereka sudah merasakan >enaknya jalan tanpa macet, kendaraan umum tersedia dll. Jelas tidak worthed >mengharapkan burung kembali ke sangkarnya. Ikhlaskan saja. Pengalaman saya, >kebanyakan mereka justru malah akan mengejek dan mencibir. Hanya beberapa saja >memang masih ada yg melihat positip Indonesia, lah wong yg di Indonesia saja >banyak yg mencibir negerinya sendiri kok. > > >Bagaimana menjaga supaya tenaga kerja di dalam negeri ini ? > >Akan saya lanjutkan sebentar lagi dengan menghitung perbandingan gaji bulanan >vs gaji harian sebagai CONSULTAN ... Barangkali ini dapat menjadi altnatif >kebuntuan diatas. > > >Rdp > >On Wednesday, April 3, 2013, Andang Bachtiar wrote: > >(Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang Asing yg >memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) >> >>ADB, g
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Kalau... Kalau lho ya, gaji disamakan dgn expat dan biaya operasi jdi melonjak siap nggak dituding menumpuk kekayaan dari duit negara... :-) Dengan gaji yang sekarang saja pekerja migas selalu masuk 5 besar dalam soal penggajian... Dan yang cemburu juga banyak...maka gak heran banyak yang senang kalau industri migas juga dikuyo-kuyo... Omong soal duit gak ada batasnya, jadi kembali lagi pada niat utk berkontribusi pada negeri ini... Salam, On Wednesday, April 3, 2013, Rovicky Dwi Putrohari wrote: > Sewaktu saya IAGI, HAGI dan IATMI diundang oleh pak SKKMIGAS, Pak Rudi dan > lengkap staff petingginya, hal ini juga muncul. Waktu itu Pak > Rudi Rubiandini (RR) mengatakan bahwa tidak benar SKKMIGAS membatasi gaji, > walaupun memang tersirat ada yg diatur. > Menurut penjelasan dari HRnya saat ini skala gaji di beberapa perusahaan > sudah menyamai skala gaji ekspat di negaranya. Sekali lagi di negaranya, > bukan disini looh. Karena ketika menjadi ekspat tentusaja ada tambahan > burden cost yang harus ditanggung oleh pengusaha. Menanggung rumah, > keluarga, dll. Hal yang sama bila ada kawan-kawan Indonesia yg menjadi > ekspat di LN. Bule-bule ini mendapatkan fasilitas karena statusnya ekspat, > demikian juga orang Indonesia di LN. Tentusaja ketika kembali ke negri > masing-masing fasilitas ekspatriat tadi ya tidak ada lagi. Karena menjadi > local employee. > > Sampai disini saya manggut-manggut, karena memang bisa melihat dengan mata > kepala sendiri ada skala gaji satu perusahaan yg memiliki operasi di > Indonesia dan di negaranya, dimana skala gaji utk staff di lokalnya > sebanding. Katakanlah saya di Indonesia mendapatkan 70 juta perbulan, maka > kawan saya selevel di amrik juga mendapatkan sekitar 7500 US$ disana. Juga > kawan di Malesa mendapatkan 25000 ringgit.Ya so-so lah. Memang ada sedikit > berbeda dalam fasilitas lokal, di amrik sana ga ada penggantian kacamata, > disini ada. Tapi di Malesa kesehatan ortu dan mertu masuk dalam scheme > fasilitas kesehatan, tapi disana tidak mengenal HOusing loan. Ini memang > membedakan. Tetapi ketika sebagai ekspat, kawan saya orang amrik > mendapatkan rumah, transport plus sopir, rumah dg satpam dll. Ini utk di > Indonesia. Namun ketika saya di Malesa, kawan amrik ini memiliki fasilitas > sama dengan yg saya peroleh di Malesa juga. > Saya masih manggut-manggut bahwa sebagai pegawe tetap kita sama dan > sederajat dengan bule. > > Dengan penjelasan diatas makanya tidak heran kalau kawan-kawan kita banyak > yg dengan suka cita dan ngguya-ngguyu menjadi ekspat di negeri orang. Lah > wong fasilitasnya itu yg diperoleh. Apakah fasilitas itu juga akan > diperolehnya ketika di Indonesia ? Tentusaja sulit memberikan justifikasi. > Lah mosok tinggal di Indonesia minta fasilitas anak sekolah di > Internasional school yang bener aja, lah. > > Terlebih lagi apa sih pengalaman di LN yg menjadi added value, secara umum > saya yakin tehnologi dan aplikasi di Indonesia lebih maju di negara-negara > lain. Tadi siang saya ngobrol dg bussines developemen managernya > halliburton yg mengatakan hal yang sama. Dia mengakui bahwa kompleksitas > dan tehnologi yg ada di migas semua ada disini. Derah rawa, shelf, laut > dalam hingga pegunungan dan volkanik ada disini. Tentunya tehnologinya apa > saja ada disini. Jdi sulit membrikan justifikasi mengapa orang Indonesia yg > balik harus di treat sebagai ekspat. > > Sampai disini saya yakin pertimbangan seseorang yg sudah terbang untuk > kembali ke negeri Indonesia bukan lagi pertimbangan finansial saja. Menarik > mereka dengan pertimbangan finansial ga berguna. Apalagi mereka sudah > merasakan enaknya jalan tanpa macet, kendaraan umum tersedia dll. Jelas > tidak worthed mengharapkan burung kembali ke sangkarnya. Ikhlaskan saja. > Pengalaman saya, kebanyakan mereka justru malah akan mengejek dan mencibir. > Hanya beberapa saja memang masih ada yg melihat positip Indonesia, lah wong > yg di Indonesia saja banyak yg mencibir negerinya sendiri kok. > > Bagaimana menjaga supaya tenaga kerja di dalam negeri ini ? > Akan saya lanjutkan sebentar lagi dengan menghitung perbandingan gaji > bulanan vs gaji harian sebagai CONSULTAN ... Barangkali ini dapat menjadi > altnatif kebuntuan diatas. > > Rdp > > On Wednesday, April 3, 2013, Andang Bachtiar wrote: > >> (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang >> Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) >> >> ADB, geologist merdeka! >> >> Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan >> minyak di Jkt: >> >> "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya >> otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya >> menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional >> (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada >> uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat >> nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman >> in
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Sewaktu saya IAGI, HAGI dan IATMI diundang oleh pak SKKMIGAS, Pak Rudi dan lengkap staff petingginya, hal ini juga muncul. Waktu itu Pak Rudi Rubiandini (RR) mengatakan bahwa tidak benar SKKMIGAS membatasi gaji, walaupun memang tersirat ada yg diatur. Menurut penjelasan dari HRnya saat ini skala gaji di beberapa perusahaan sudah menyamai skala gaji ekspat di negaranya. Sekali lagi di negaranya, bukan disini looh. Karena ketika menjadi ekspat tentusaja ada tambahan burden cost yang harus ditanggung oleh pengusaha. Menanggung rumah, keluarga, dll. Hal yang sama bila ada kawan-kawan Indonesia yg menjadi ekspat di LN. Bule-bule ini mendapatkan fasilitas karena statusnya ekspat, demikian juga orang Indonesia di LN. Tentusaja ketika kembali ke negri masing-masing fasilitas ekspatriat tadi ya tidak ada lagi. Karena menjadi local employee. Sampai disini saya manggut-manggut, karena memang bisa melihat dengan mata kepala sendiri ada skala gaji satu perusahaan yg memiliki operasi di Indonesia dan di negaranya, dimana skala gaji utk staff di lokalnya sebanding. Katakanlah saya di Indonesia mendapatkan 70 juta perbulan, maka kawan saya selevel di amrik juga mendapatkan sekitar 7500 US$ disana. Juga kawan di Malesa mendapatkan 25000 ringgit.Ya so-so lah. Memang ada sedikit berbeda dalam fasilitas lokal, di amrik sana ga ada penggantian kacamata, disini ada. Tapi di Malesa kesehatan ortu dan mertu masuk dalam scheme fasilitas kesehatan, tapi disana tidak mengenal HOusing loan. Ini memang membedakan. Tetapi ketika sebagai ekspat, kawan saya orang amrik mendapatkan rumah, transport plus sopir, rumah dg satpam dll. Ini utk di Indonesia. Namun ketika saya di Malesa, kawan amrik ini memiliki fasilitas sama dengan yg saya peroleh di Malesa juga. Saya masih manggut-manggut bahwa sebagai pegawe tetap kita sama dan sederajat dengan bule. Dengan penjelasan diatas makanya tidak heran kalau kawan-kawan kita banyak yg dengan suka cita dan ngguya-ngguyu menjadi ekspat di negeri orang. Lah wong fasilitasnya itu yg diperoleh. Apakah fasilitas itu juga akan diperolehnya ketika di Indonesia ? Tentusaja sulit memberikan justifikasi. Lah mosok tinggal di Indonesia minta fasilitas anak sekolah di Internasional school yang bener aja, lah. Terlebih lagi apa sih pengalaman di LN yg menjadi added value, secara umum saya yakin tehnologi dan aplikasi di Indonesia lebih maju di negara-negara lain. Tadi siang saya ngobrol dg bussines developemen managernya halliburton yg mengatakan hal yang sama. Dia mengakui bahwa kompleksitas dan tehnologi yg ada di migas semua ada disini. Derah rawa, shelf, laut dalam hingga pegunungan dan volkanik ada disini. Tentunya tehnologinya apa saja ada disini. Jdi sulit membrikan justifikasi mengapa orang Indonesia yg balik harus di treat sebagai ekspat. Sampai disini saya yakin pertimbangan seseorang yg sudah terbang untuk kembali ke negeri Indonesia bukan lagi pertimbangan finansial saja. Menarik mereka dengan pertimbangan finansial ga berguna. Apalagi mereka sudah merasakan enaknya jalan tanpa macet, kendaraan umum tersedia dll. Jelas tidak worthed mengharapkan burung kembali ke sangkarnya. Ikhlaskan saja. Pengalaman saya, kebanyakan mereka justru malah akan mengejek dan mencibir. Hanya beberapa saja memang masih ada yg melihat positip Indonesia, lah wong yg di Indonesia saja banyak yg mencibir negerinya sendiri kok. Bagaimana menjaga supaya tenaga kerja di dalam negeri ini ? Akan saya lanjutkan sebentar lagi dengan menghitung perbandingan gaji bulanan vs gaji harian sebagai CONSULTAN ... Barangkali ini dapat menjadi altnatif kebuntuan diatas. Rdp On Wednesday, April 3, 2013, Andang Bachtiar wrote: > (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang Asing > yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) > > ADB, geologist merdeka! > > Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan > minyak di Jkt: > > "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya > otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya > menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional > (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada > uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat > nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman > internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada > kesimpulan Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum > ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi > Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." > > (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk > bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan > prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) > > Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus > bebaL tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki.
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Cak, namanya saja TETUKO , jadi ya Sing Tuku Ora Teko Sing Teko Ora Tuku... alias tidak ada implementasinya. tetep wae... Yg saya thu kalau yg diatur atur itu kalau sumber dananya dari uang negara ( APBN), ini ada di PP 54/ 2010 ttg pengadaan barang dan jasa dimana berapa "Penghasilan" seseorang itu diatur atur.dalam aturannya standar remunerasi/billing rate ditentukan berdasarkan jenis pekerjaannya ( internasional/dalam negeri) besarnya berdasarkan tingkatan pendidikannya ( S1,S2,S3) dan pengalamannya ( berapa tahun ) Lha yang untuk Gaji Kampeni yg tidak pakai uang negara kan bebas bebas saja to Perusahaane mau ngasih berapa gajinya ( ukuranya berdasarkan produktivitasnya dan tidak ada masalah apakah Londo abang atau londo coklat ) , baru diatur atur kalau Negoro sing mbayari spt gajinya Peg Neg intitusinya tidak boleh semaunya memberikan gaji. Jadi boleh boleh saja kampeni Gaji sakhelolah asalkan tidak dibebankan ke Negara tinggal wani piro... ada yang gajinya besar tapi bonusnya kecil ada yg gajinya kecil tapi bonusnya besar sekali , ini kan strategi masing masing kampeni saja )saya nggak tahu apa kalau di oil kampeni ada aturan khusus besaran Gaji masing masing , mungkin kalau ada untuk membatasi besaran yg bisa di CR yg sesuai PP no.79/2010 ttg CR, lha kalau kampeninya mau gaji besar ( diluar batasan CR ) karena produktifitasnya besar , ya nggak papa kan , asalkan tdk di CR kan. ISM > Kang Yudi memang orang Indonesia jago konsep. Lihat cerita > wayang ada konsep "Gatot Kaca" yang gagah bisa terbang, > dalam realisasinya dibikin Tetuko di Nurtanio Bandung. Koq > terbang sebentar saja kemudian nyaris tak terdengar. Ada > konsep "Antareja" yang bisa ambles bumi sampai dalam. > Perminyakan hiruk pikuk dengan pemboran, sampai sekarang tak > satupun lahir pabrik Rig di negeri kita. Ada konsep "Togog > (Ponokawan)", akhirnya banyak yang jadi Togog, sehingga > menjadi Republik Togog. Sampai konsep sistim penggajian yg > tetap jadi konsep saja. > > Sent from my BlackBerry® > powered by Sinyal Kuat INDOSAT > > -Original Message- > From: "Yudie Iskandar" > Sender: > Date: Wed, 3 Apr 2013 07:04:34 > To: > Reply-To: iagi-net@iagi.or.id > Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > Ini emang masalah klasik, tapi tidak semerdu Beethoven. > Pada zaman p Kardaya jadi bos Patrajasa, dia sampai roadshow > ke amrik sana, belum di Indonesia omong disana sini, > menyatakan bahwa sistem penggajian bumiputera akan diubah > (saat itu lagi gencarnya braindrain ahli perminyakan). > Sampai dia turun dan penggantinya memperkenalkan konsep > "Indonesian Incorporated". Intinya BPMIGAS adalah holding co > utk HR national kan logonya dah nempel diseluruh badge KKKS, > jadi bisa mindahin employee dari satu KKKS ke KKKS > lainnya. Saking semangatnya, waktu itu saya undang petinggi > HR nya utk bicara di suatu forum regular para operator > migas.. Ternyata paparan dia g begitu nyambung dengan slide > presentasi pak kepala di forum HR sebulan sebelumnya di > Bali.. Jadi pantes kalo konsep yg bagus inipun kandas, wong > di internal mereka saja g ada kesepahaman. Jadi memang > kita masih âºkÎâ..:D sebatas konsep doang. > > Salam, > > â_^ > > -----Original Message- > From: Andang Bachtiar > Sender: > Date: Wed, 03 Apr 2013 11:37:28 > To: iagi-net > Reply-To: iagi-net@iagi.or.id > Subject: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, > ee,..Orang Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk > menghargai bangsa senDiri (?) > ADB, geologist merdeka! > > Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah > > perusahaan minyak di Jkt: > > "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya > anggap punya otoritas di urusan per-migas-an kita tentang > expat bangsa asing. Saya menanyakan apakah saya boleh > memakai tenaga expat nasional > (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat > asing, daripada uangnya utk orang asing, kan lebih baik > buat WNI. Yg saya maksud expat nasional adalah tenaga > ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg > pengaLaman internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. > diskusinya gak ada kesimpulan Karena untuk urusan > kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum ada mekanismenya > dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi > Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga > ahli asing." > > (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq > sampai tdk bisa mengakomodasi sistim penggajian > berdasarkan fungsi, keaHLian dan prestasi, malahan koq > berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) > Memang masaLah penggajian expat vs
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Benar ini, masalah klasik yang "never ending". Namun perlu ada solusi alternatif untuk mengatasinya. Saya setuju dengan pertimbangan globalisasi saat ini, seharusnya profesionalisme kita dihargai dengan paket renumerasi yang menarik. Bahkan bila dibandingkan dengan para ekspat, tenaga kerja Indonesia sudah dapat bersaing bahkan melampauinya. Ini dibuktikan dengan kesuksesan rekan-rekan kita yang berkarya di luar negri dan diakui prestasinya (Brain Drain). Sudah banyak "success story" dan dibuktikan dengan banyak rekruitmen di Timur Tengah dan negri jiran untuk memulangkan kembali para profesional kita di luar negri. Namun yang paling utama menurut saya adalah kepedulian para profesional (disini G&G) terhadap kemajuan bangsanya dan kesejahteraan rakyatnya. Jadi sekarang tergantung kita semuanya; apakah mau mengejar profesionalisme dengan paket renumerasi yang sangat menarik di luar negri atau membangun bangsanya dengan segala keterbatasan? Ini pilihan yang dilematis. Kalau menurut saya, ambil pengalaman di luar negri (bagi yang pernah kerja di luar negri atau overseas assignment) dan ketika pulang kampung dapat aplikasikan pengalaman dan manfaatnya untuk dikembangkan membangun negri kita sendiri. Selanjutnya, terserah anda . karena hidup adalah pilihan kita masing-masing. Semoga maju Indonesia dan sejahtera rakyatnya Aamiin Salam G&G 2013/4/3 rakhmadi avianto > Masalah klasik yg never ENDING beh > Cape deh > > Avi > > > > On Wed, Apr 3, 2013 at 3:24 PM, wrote: > >> [image: Boxbe] <https://www.boxbe.com/overview> This message is >> eligible for Automatic Cleanup! (puluh.ria...@gmail.com) Add cleanup >> rule<https://www.boxbe.com/popup?url=https%3A%2F%2Fwww.boxbe.com%2Fcleanup%3Ftoken%3D6OfJ71R7VluMdBUgTedbYAybA%252F8%252Be2vNYRKCL462kKgGdK7g4AaupAPD7891wMjCciY%252BFmsM9y2OarJZ6EoRoT6fRunfjsPKFMS6JFTuZ%252B%252BcHx%252FzXX9C6xN3RgJHrb7lVBCjPqLjriH8q4wYxvxPxA%253D%253D%26key%3D9HTWwx%252FwKyswBUQvn4z%252BgwM%252BNBBwjmX%252Bb0PW7XInShw%253D&tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001>| >> More >> info<http://blog.boxbe.com/general/boxbe-automatic-cleanup?tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001> >> >> ** >> Pak Nyoto, >> Boleh disebutkan aturan tersebut berupa SK, permen, kepmen nmer berapa? >> Instansi mana yg mengeluarkan? >> >> Rgds, >> Powered by Telkomsel BlackBerry® >> ---------- >> *From: * nyoto - ke-el >> *Sender: * >> *Date: *Wed, 3 Apr 2013 15:05:03 +0800 >> *To: *IAGI >> *ReplyTo: * iagi-net@iagi.or.id >> *Subject: *Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL >> >> Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang >> Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang >> Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. >> >> >> 2013/4/3 Dyah Tribuanawati >> >>> Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. >>> Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu >>> Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment >>> champaign di KL >>> Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali >>> pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan >>> pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh >>> pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket >>> seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang >>> kampung tetapi sampai sekarang tidak ada berita nya lagi >>> >>> >>> 2013/4/3 Muhammad Walfajri >>> >>>> Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK >>>> Migas mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, >>>> 29-30 Maret yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, >>>> tidak hanya yg berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari >>>> negara2 tetangga, seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di tanah >>>> air yg segera akan digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon Cepu, BP >>>> Tangguh, Pertamina, dll. Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah >>>> ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka >>>> juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg >>>> diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan >>>> ruj
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Bagaimana kalau logikanya dibalik..daripada menarik yang sudah bekerja di luar negeri padahal mereka sudah jadi pahlawan devisa,mendingan menaikkan gaji pegawai nasional yg bekerja di indonesia seperti expat supaya tidak keluar. Seperti yang dikatakan oleh mas adb bahwa mereka jadi pinter karena dididik dan bekerja di Indonesia. ApaLagi kaLo kita ingat bhw skrg ini banyak tenaga ahli migas WNI yg kerja di LN, mereka jadi pinter krn sdh dididik dg biaya Indonesia melalui cost recovery semasa mereka kerja di PSC ind. On Apr 3, 2013 11:37 AM, "Andang Bachtiar" wrote: > (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang Asing > yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) > > ADB, geologist merdeka! > > Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan > minyak di Jkt: > > "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya > otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya > menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional > (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada > uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat > nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman > internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada > kesimpulan Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum > ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi > Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." > > (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk > bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan > prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) > > Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus > bebaL tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki. Contoh > waktu ada reorganisasi suatu kumpeni PSC/KKkS asing duLu, seorang rising > star nationaL diangkat jadi VP dan akan digaji sama dengan VP yg expat tapi > ditolak oleh otoritas migas karena berpaspor Indonesia berdasar aturan > BAPENAS tidak boleh. Lalu kawan ini dipindah ke headquarternya di Calgary > dan tetap bekerja untuk blok yg di Indonesia itu, digaji standard Expat > menggunakan anggaran PSC Blok tsb dalam "head quarter overhead". Setelah > itu kawan ini ditranfer lagi ke Indonesia dibayar pake dolar amrik standard > expat, gajinya tetap dari Calgary pake duit PSC (head quarter overhead) dan > tidak ditolak oleh otoritas kita. Wkwkwkwk. Padahal dananya berasal dari > sumber yang sama produksi migas di Blok tsb. > > Nah, masihkah kita akan mengulangi kebebaLan yg sama skrg ini dg > mereka-reKa-yasa Lagi spy bisa menghargai bangsa sendiri? ApaLagi kaLo kita > ingat bhw skrg ini banyak tenaga ahli migas WNI yg kerja di LN, mereka jadi > pinter krn sdh dididik dg biaya Indonesia melalui cost recovery semasa > mereka kerja di PSC ind. Sangat sayangkan, mereka jadi pinter di Indonesia > tapi yg menikmati malah Petronas, Arab dll. Seharusnya keahlLian mrk itu > bisaLah dinikmati Pertamina, Medco atau PSC Ind dg tarif yg sama dg expat > sesuai keahliannya. > > Ayo dong, yang punya kuasa bikin2 aturan. Berhentilah bermain2 dg > mendiskriminasi bangsa sendiri. Itu juga mungkin saLah satu penyebab knp > gak kunjung bergerak maJu penemuan cadangan2 baru kita! > > SaLam > ADB > > >
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Kalo ndak salah, ini topik sudah yang kesekian kali dibahas, tapi belum ada titik temunya. Mungkin mba Nuning bisa ngasih pencerahan, terutama disaat saat sekarang kita ingin meningkatkan produksi migas. Barangkali ini bisa menjadi pemicu juga. Saya denger sich, pak Dahlan Iskan membentuk brigadi 300 ya? tapi gak tahu pastinya, tapi yang jelas merupakan satuan khusus yang diberi tugas untuk meningkatkan produksi migas kita. 2013/4/3 rakhmadi avianto > Masalah klasik yg never ENDING beh > Cape deh > > Avi > > > > On Wed, Apr 3, 2013 at 3:24 PM, wrote: > >> [image: Boxbe] <https://www.boxbe.com/overview> This message is >> eligible for Automatic Cleanup! (puluh.ria...@gmail.com) Add cleanup >> rule<https://www.boxbe.com/popup?url=https%3A%2F%2Fwww.boxbe.com%2Fcleanup%3Ftoken%3D6OfJ71R7VluMdBUgTedbYAybA%252F8%252Be2vNYRKCL462kKgGdK7g4AaupAPD7891wMjCciY%252BFmsM9y2OarJZ6EoRoT6fRunfjsPKFMS6JFTuZ%252B%252BcHx%252FzXX9C6xN3RgJHrb7lVBCjPqLjriH8q4wYxvxPxA%253D%253D%26key%3D9HTWwx%252FwKyswBUQvn4z%252BgwM%252BNBBwjmX%252Bb0PW7XInShw%253D&tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001>| >> More >> info<http://blog.boxbe.com/general/boxbe-automatic-cleanup?tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001> >> >> ** >> Pak Nyoto, >> Boleh disebutkan aturan tersebut berupa SK, permen, kepmen nmer berapa? >> Instansi mana yg mengeluarkan? >> >> Rgds, >> Powered by Telkomsel BlackBerry® >> -------------- >> *From: * nyoto - ke-el >> *Sender: * >> *Date: *Wed, 3 Apr 2013 15:05:03 +0800 >> *To: *IAGI >> *ReplyTo: * iagi-net@iagi.or.id >> *Subject: *Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL >> >> Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang >> Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang >> Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. >> >> >> 2013/4/3 Dyah Tribuanawati >> >>> Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. >>> Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu >>> Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment >>> champaign di KL >>> Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali >>> pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan >>> pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh >>> pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket >>> seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang >>> kampung tetapi sampai sekarang tidak ada berita nya lagi >>> >>> >>> 2013/4/3 Muhammad Walfajri >>> >>>> Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK >>>> Migas mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, >>>> 29-30 Maret yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, >>>> tidak hanya yg berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari >>>> negara2 tetangga, seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di tanah >>>> air yg segera akan digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon Cepu, BP >>>> Tangguh, Pertamina, dll. Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah >>>> ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka >>>> juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg >>>> diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan >>>> rujukan kira2 paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik >>>> untuk pulang kampung dan join dgn perusahaan2 tsb. >>>> >>>> Di sela-sela acara tsb, teman2 HRD dan tim dari KPS diajaklah jalan2 >>>> oleh org2 kita disini sekadar untuk melihat2 kota Abu Dhabi di pinggiran >>>> Teluk Arab yang indah. Kebetulan teman2 di sini banyak yg memakai mobil2 >>>> besar seperti GMC, Land Cruiser, dll yg katanya sempat sedikit membuat >>>> tertegun tim2 HRD tsb. >>>> >>>> Mudah2an saja dengan kunjungan ini, SKK Migas dan pihak2 berwenang mau >>>> mengkaji dan merubah regulasi & system yg kurang memihak bangsa sendiri, >>>> dengan tidak lagi meninabobokkan expat2 di tanah air. Tapi sudah saatnya >>>> kita menjadi tuan rumah di negara sendiri, seperti makmurnya orang2 >>>> Emirati, Qatari, Saudi, Kuwaiti,
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Masalah klasik yg never ENDING beh Cape deh Avi On Wed, Apr 3, 2013 at 3:24 PM, wrote: > [image: Boxbe] <https://www.boxbe.com/overview> This message is eligible > for Automatic Cleanup! (puluh.ria...@gmail.com) Add cleanup > rule<https://www.boxbe.com/popup?url=https%3A%2F%2Fwww.boxbe.com%2Fcleanup%3Ftoken%3D6OfJ71R7VluMdBUgTedbYAybA%252F8%252Be2vNYRKCL462kKgGdK7g4AaupAPD7891wMjCciY%252BFmsM9y2OarJZ6EoRoT6fRunfjsPKFMS6JFTuZ%252B%252BcHx%252FzXX9C6xN3RgJHrb7lVBCjPqLjriH8q4wYxvxPxA%253D%253D%26key%3D9HTWwx%252FwKyswBUQvn4z%252BgwM%252BNBBwjmX%252Bb0PW7XInShw%253D&tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001>| > More > info<http://blog.boxbe.com/general/boxbe-automatic-cleanup?tc_serial=13883010987&tc_rand=854549626&utm_source=stf&utm_medium=email&utm_campaign=ANNO_CLEANUP_ADD&utm_content=001> > > ** > Pak Nyoto, > Boleh disebutkan aturan tersebut berupa SK, permen, kepmen nmer berapa? > Instansi mana yg mengeluarkan? > > Rgds, > Powered by Telkomsel BlackBerry® > -- > *From: * nyoto - ke-el > *Sender: * > *Date: *Wed, 3 Apr 2013 15:05:03 +0800 > *To: *IAGI > *ReplyTo: * iagi-net@iagi.or.id > *Subject: *Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL > > Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang > Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang > Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. > > > 2013/4/3 Dyah Tribuanawati > >> Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. >> Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu >> Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment >> champaign di KL >> Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali >> pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan >> pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh >> pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket >> seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang >> kampung tetapi sampai sekarang tidak ada berita nya lagi >> >> >> 2013/4/3 Muhammad Walfajri >> >>> Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK >>> Migas mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, >>> 29-30 Maret yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, >>> tidak hanya yg berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari >>> negara2 tetangga, seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di tanah >>> air yg segera akan digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon Cepu, BP >>> Tangguh, Pertamina, dll. Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah >>> ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka >>> juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg >>> diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan >>> rujukan kira2 paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik >>> untuk pulang kampung dan join dgn perusahaan2 tsb. >>> >>> Di sela-sela acara tsb, teman2 HRD dan tim dari KPS diajaklah jalan2 >>> oleh org2 kita disini sekadar untuk melihat2 kota Abu Dhabi di pinggiran >>> Teluk Arab yang indah. Kebetulan teman2 di sini banyak yg memakai mobil2 >>> besar seperti GMC, Land Cruiser, dll yg katanya sempat sedikit membuat >>> tertegun tim2 HRD tsb. >>> >>> Mudah2an saja dengan kunjungan ini, SKK Migas dan pihak2 berwenang mau >>> mengkaji dan merubah regulasi & system yg kurang memihak bangsa sendiri, >>> dengan tidak lagi meninabobokkan expat2 di tanah air. Tapi sudah saatnya >>> kita menjadi tuan rumah di negara sendiri, seperti makmurnya orang2 >>> Emirati, Qatari, Saudi, Kuwaiti, Omani di negara2nya sendiri. >>> >>> Salam, >>> >>> Muhammad Walfajri >>> >>> >>> 2013/4/3 Andang Bachtiar >>> >>>> (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang >>>> Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) >>>> >>>> ADB, geologist merdeka! >>>> >>>> Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan >>>> minyak di Jkt: >>>> >>>> "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya >>>> otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya >&
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Pak Nyoto, Boleh disebutkan aturan tersebut berupa SK, permen, kepmen nmer berapa? Instansi mana yg mengeluarkan? Rgds, Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: nyoto - ke-el Sender: Date: Wed, 3 Apr 2013 15:05:03 To: IAGI Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. 2013/4/3 Dyah Tribuanawati > Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. > Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu > Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment > champaign di KL > Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali > pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan > pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh > pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket > seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang > kampung tetapi sampai sekarang tidak ada berita nya lagi > > > 2013/4/3 Muhammad Walfajri > >> Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK >> Migas mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, >> 29-30 Maret yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, >> tidak hanya yg berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari >> negara2 tetangga, seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di tanah >> air yg segera akan digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon Cepu, BP >> Tangguh, Pertamina, dll. Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah >> ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka >> juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg >> diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan >> rujukan kira2 paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik >> untuk pulang kampung dan join dgn perusahaan2 tsb. >> >> Di sela-sela acara tsb, teman2 HRD dan tim dari KPS diajaklah jalan2 oleh >> org2 kita disini sekadar untuk melihat2 kota Abu Dhabi di pinggiran Teluk >> Arab yang indah. Kebetulan teman2 di sini banyak yg memakai mobil2 besar >> seperti GMC, Land Cruiser, dll yg katanya sempat sedikit membuat tertegun >> tim2 HRD tsb. >> >> Mudah2an saja dengan kunjungan ini, SKK Migas dan pihak2 berwenang mau >> mengkaji dan merubah regulasi & system yg kurang memihak bangsa sendiri, >> dengan tidak lagi meninabobokkan expat2 di tanah air. Tapi sudah saatnya >> kita menjadi tuan rumah di negara sendiri, seperti makmurnya orang2 >> Emirati, Qatari, Saudi, Kuwaiti, Omani di negara2nya sendiri. >> >> Salam, >> >> Muhammad Walfajri >> >> >> 2013/4/3 Andang Bachtiar >> >>> (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang >>> Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) >>> >>> ADB, geologist merdeka! >>> >>> Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan >>> minyak di Jkt: >>> >>> "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya >>> otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya >>> menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional >>> (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada >>> uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat >>> nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman >>> internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada >>> kesimpulan Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum >>> ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi >>> Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." >>> >>> (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk >>> bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan >>> prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) >>> >>> Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus >>> bebaL tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki. Contoh >>> waktu ada reorganisasi suatu kumpeni PSC/KKkS asing duLu, seorang rising >>> star nationaL diangkat jadi VP dan akan digaji sama dengan VP yg expat tapi >>> ditolak oleh otoritas migas k
RE: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Memangnya apa salahnya kalau pakai standar gaji internasional? Kenapa harus ada standar gaji orang Indonesia? Kalau memang kemampuannya internasional ya bayarannya pakai harga pasar internasional mustinya. Apalagi kalau kerja di perusahaan multinasional. Apalagi kalau ada yang mau membayar. Semestinya gaji itu bukan dilihat dari kebangsaan tapi dilihat dari skill seseorang. Saya baru tahu kalau gaji diatur depnaker. Mungkin batas bawahnya iya diatur, tetapi kalau batas atas kan tidak perlu ada limitnya. Lagipula, bukannya senang kalau gaji pegawai besar, kan pajak pendapatannya jadi besar. Jadi pemasukan kas Negara juga besar. Saya masih tidak mengerti logikanya membatasi gaji dan regulasi pembatasan gaji. PARVITA SIREGAR | SENIOR GEOLOGIST | AWE (NORTHWEST NATUNA) PTE LTD | AWE LIMITED P +62 21 2934 2934 | D EXT 107 | F +62 21 780 3566 | M +62 811 996 616 | E parvita.sire...@awexplore.com<mailto:parvita.sire...@awexplore.com> From: iagi-net@iagi.or.id [mailto:iagi-net@iagi.or.id] On Behalf Of nyoto - ke-el Sent: Wednesday, April 03, 2013 2:05 PM To: IAGI Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. 2013/4/3 Dyah Tribuanawati mailto:dyahtribuanaw...@gmail.com>> Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment champaign di KL Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang kampung tetapi sampai sekarang tidak ada berita nya lagi 2013/4/3 Muhammad Walfajri mailto:walfa...@gmail.com>> Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK Migas mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, 29-30 Maret yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, tidak hanya yg berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari negara2 tetangga, seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di tanah air yg segera akan digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon Cepu, BP Tangguh, Pertamina, dll. Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang kampung dan join dgn perusahaan2 tsb. Di sela-sela acara tsb, teman2 HRD dan tim dari KPS diajaklah jalan2 oleh org2 kita disini sekadar untuk melihat2 kota Abu Dhabi di pinggiran Teluk Arab yang indah. Kebetulan teman2 di sini banyak yg memakai mobil2 besar seperti GMC, Land Cruiser, dll yg katanya sempat sedikit membuat tertegun tim2 HRD tsb. Mudah2an saja dengan kunjungan ini, SKK Migas dan pihak2 berwenang mau mengkaji dan merubah regulasi & system yg kurang memihak bangsa sendiri, dengan tidak lagi meninabobokkan expat2 di tanah air. Tapi sudah saatnya kita menjadi tuan rumah di negara sendiri, seperti makmurnya orang2 Emirati, Qatari, Saudi, Kuwaiti, Omani di negara2nya sendiri. Salam, Muhammad Walfajri 2013/4/3 Andang Bachtiar mailto:abacht...@cbn.net.id>> (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) ADB, geologist merdeka! Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan minyak di Jkt: "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada kesimpulan Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) Memang masaLah penggajian expa
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Kang Yudi memang orang Indonesia jago konsep. Lihat cerita wayang ada konsep "Gatot Kaca" yang gagah bisa terbang, dalam realisasinya dibikin Tetuko di Nurtanio Bandung. Koq terbang sebentar saja kemudian nyaris tak terdengar. Ada konsep "Antareja" yang bisa ambles bumi sampai dalam. Perminyakan hiruk pikuk dengan pemboran, sampai sekarang tak satupun lahir pabrik Rig di negeri kita. Ada konsep "Togog (Ponokawan)", akhirnya banyak yang jadi Togog, sehingga menjadi Republik Togog. Sampai konsep sistim penggajian yg tetap jadi konsep saja. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: "Yudie Iskandar" Sender: Date: Wed, 3 Apr 2013 07:04:34 To: Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL Ini emang masalah klasik, tapi tidak semerdu Beethoven. Pada zaman p Kardaya jadi bos Patrajasa, dia sampai roadshow ke amrik sana, belum di Indonesia omong disana sini, menyatakan bahwa sistem penggajian bumiputera akan diubah (saat itu lagi gencarnya braindrain ahli perminyakan). Sampai dia turun dan penggantinya memperkenalkan konsep "Indonesian Incorporated". Intinya BPMIGAS adalah holding co utk HR national kan logonya dah nempel diseluruh badge KKKS, jadi bisa mindahin employee dari satu KKKS ke KKKS lainnya. Saking semangatnya, waktu itu saya undang petinggi HR nya utk bicara di suatu forum regular para operator migas.. Ternyata paparan dia g begitu nyambung dengan slide presentasi pak kepala di forum HR sebulan sebelumnya di Bali.. Jadi pantes kalo konsep yg bagus inipun kandas, wong di internal mereka saja g ada kesepahaman. Jadi memang kita masih ☺kέ☑..:D sebatas konsep doang. Salam, “_^ -Original Message- From: Andang Bachtiar Sender: Date: Wed, 03 Apr 2013 11:37:28 To: iagi-net Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) ADB, geologist merdeka! Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan minyak di Jkt: "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada kesimpulan Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus bebaL tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki. Contoh waktu ada reorganisasi suatu kumpeni PSC/KKkS asing duLu, seorang rising star nationaL diangkat jadi VP dan akan digaji sama dengan VP yg expat tapi ditolak oleh otoritas migas karena berpaspor Indonesia berdasar aturan BAPENAS tidak boleh. Lalu kawan ini dipindah ke headquarternya di Calgary dan tetap bekerja untuk blok yg di Indonesia itu, digaji standard Expat menggunakan anggaran PSC Blok tsb dalam "head quarter overhead". Setelah itu kawan ini ditranfer lagi ke Indonesia dibayar pake dolar amrik standard expat, gajinya tetap dari Calgary pake duit PSC (head quarter overhead) dan tidak ditolak oleh otoritas kita. Wkwkwkwk. Padahal dananya berasal dari sumber yang sama produksi migas di Blok tsb. Nah, masihkah kita akan mengulangi kebebaLan yg sama skrg ini dg mereka-reKa-yasa Lagi spy bisa menghargai bangsa sendiri? ApaLagi kaLo kita ingat bhw skrg ini banyak tenaga ahli migas WNI yg kerja di LN, mereka jadi pinter krn sdh dididik dg biaya Indonesia melalui cost recovery semasa mereka kerja di PSC ind. Sangat sayangkan, mereka jadi pinter di Indonesia tapi yg menikmati malah Petronas, Arab dll. Seharusnya keahlLian mrk itu bisaLah dinikmati Pertamina, Medco atau PSC Ind dg tarif yg sama dg expat sesuai keahliannya. Ayo dong, yang punya kuasa bikin2 aturan. Berhentilah bermain2 dg mendiskriminasi bangsa sendiri. Itu juga mungkin saLah satu penyebab knp gak kunjung bergerak maJu penemuan cadangan2 baru kita! SaLam ADB
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Mungkin masih terbentur dengan peraturan dari Depnaker, bahwa orang Indonesia yg bekerja di Indonesia harus dibayar sesuai standard gaji orang Indonesai kecuali kalau sudah tidak berpassport hijau lagi. 2013/4/3 Dyah Tribuanawati > Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. > Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu > Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment > champaign di KL > Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali > pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan > pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh > pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket > seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang > kampung tetapi sampai sekarang tidak ada berita nya lagi > > > 2013/4/3 Muhammad Walfajri > >> Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK >> Migas mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, >> 29-30 Maret yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, >> tidak hanya yg berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari >> negara2 tetangga, seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di tanah >> air yg segera akan digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon Cepu, BP >> Tangguh, Pertamina, dll. Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah >> ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka >> juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg >> diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan >> rujukan kira2 paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik >> untuk pulang kampung dan join dgn perusahaan2 tsb. >> >> Di sela-sela acara tsb, teman2 HRD dan tim dari KPS diajaklah jalan2 oleh >> org2 kita disini sekadar untuk melihat2 kota Abu Dhabi di pinggiran Teluk >> Arab yang indah. Kebetulan teman2 di sini banyak yg memakai mobil2 besar >> seperti GMC, Land Cruiser, dll yg katanya sempat sedikit membuat tertegun >> tim2 HRD tsb. >> >> Mudah2an saja dengan kunjungan ini, SKK Migas dan pihak2 berwenang mau >> mengkaji dan merubah regulasi & system yg kurang memihak bangsa sendiri, >> dengan tidak lagi meninabobokkan expat2 di tanah air. Tapi sudah saatnya >> kita menjadi tuan rumah di negara sendiri, seperti makmurnya orang2 >> Emirati, Qatari, Saudi, Kuwaiti, Omani di negara2nya sendiri. >> >> Salam, >> >> Muhammad Walfajri >> >> >> 2013/4/3 Andang Bachtiar >> >>> (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang >>> Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) >>> >>> ADB, geologist merdeka! >>> >>> Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan >>> minyak di Jkt: >>> >>> "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya >>> otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya >>> menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional >>> (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada >>> uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat >>> nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman >>> internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada >>> kesimpulan Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum >>> ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi >>> Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." >>> >>> (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk >>> bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan >>> prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) >>> >>> Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus >>> bebaL tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki. Contoh >>> waktu ada reorganisasi suatu kumpeni PSC/KKkS asing duLu, seorang rising >>> star nationaL diangkat jadi VP dan akan digaji sama dengan VP yg expat tapi >>> ditolak oleh otoritas migas karena berpaspor Indonesia berdasar aturan >>> BAPENAS tidak boleh. Lalu kawan ini dipindah ke headquarternya di Calgary >>> dan tetap bekerja untuk blok yg di Indonesia itu, digaji standard Expat >>> menggunakan anggaran PSC Blok tsb dalam "head quarter overhead". Setelah >>> itu kawan ini ditranfer lagi ke Indonesia dibayar pake dolar amrik standard >>> expat, gajinya tetap dari Calgary pake duit PSC (head quarter overhead) dan >>> tidak ditolak oleh otoritas kita. Wkwkwkwk. Padahal dananya berasal dari >>> sumber yang sama produksi migas di Blok tsb. >>> >>> Nah, masihkah kita akan mengulangi kebebaLan yg sama skrg ini dg >>> mereka-reKa-yasa Lagi spy bisa menghargai bangsa sendiri? ApaLagi kaLo kita >>> ingat bhw skrg ini banyak tenaga ahli migas WNI yg kerja di LN, mereka jadi >>> pinter krn sdh dididik dg biaya Indonesia melalui cost recovery sema
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Ini emang masalah klasik, tapi tidak semerdu Beethoven. Pada zaman p Kardaya jadi bos Patrajasa, dia sampai roadshow ke amrik sana, belum di Indonesia omong disana sini, menyatakan bahwa sistem penggajian bumiputera akan diubah (saat itu lagi gencarnya braindrain ahli perminyakan). Sampai dia turun dan penggantinya memperkenalkan konsep "Indonesian Incorporated". Intinya BPMIGAS adalah holding co utk HR national kan logonya dah nempel diseluruh badge KKKS, jadi bisa mindahin employee dari satu KKKS ke KKKS lainnya. Saking semangatnya, waktu itu saya undang petinggi HR nya utk bicara di suatu forum regular para operator migas.. Ternyata paparan dia g begitu nyambung dengan slide presentasi pak kepala di forum HR sebulan sebelumnya di Bali.. Jadi pantes kalo konsep yg bagus inipun kandas, wong di internal mereka saja g ada kesepahaman. Jadi memang kita masih ☺kέ☑..:D sebatas konsep doang. Salam, “_^ -Original Message- From: Andang Bachtiar Sender: Date: Wed, 03 Apr 2013 11:37:28 To: iagi-net Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) ADB, geologist merdeka! Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan minyak di Jkt: "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada kesimpulan Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus bebaL tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki. Contoh waktu ada reorganisasi suatu kumpeni PSC/KKkS asing duLu, seorang rising star nationaL diangkat jadi VP dan akan digaji sama dengan VP yg expat tapi ditolak oleh otoritas migas karena berpaspor Indonesia berdasar aturan BAPENAS tidak boleh. Lalu kawan ini dipindah ke headquarternya di Calgary dan tetap bekerja untuk blok yg di Indonesia itu, digaji standard Expat menggunakan anggaran PSC Blok tsb dalam "head quarter overhead". Setelah itu kawan ini ditranfer lagi ke Indonesia dibayar pake dolar amrik standard expat, gajinya tetap dari Calgary pake duit PSC (head quarter overhead) dan tidak ditolak oleh otoritas kita. Wkwkwkwk. Padahal dananya berasal dari sumber yang sama produksi migas di Blok tsb. Nah, masihkah kita akan mengulangi kebebaLan yg sama skrg ini dg mereka-reKa-yasa Lagi spy bisa menghargai bangsa sendiri? ApaLagi kaLo kita ingat bhw skrg ini banyak tenaga ahli migas WNI yg kerja di LN, mereka jadi pinter krn sdh dididik dg biaya Indonesia melalui cost recovery semasa mereka kerja di PSC ind. Sangat sayangkan, mereka jadi pinter di Indonesia tapi yg menikmati malah Petronas, Arab dll. Seharusnya keahlLian mrk itu bisaLah dinikmati Pertamina, Medco atau PSC Ind dg tarif yg sama dg expat sesuai keahliannya. Ayo dong, yang punya kuasa bikin2 aturan. Berhentilah bermain2 dg mendiskriminasi bangsa sendiri. Itu juga mungkin saLah satu penyebab knp gak kunjung bergerak maJu penemuan cadangan2 baru kita! SaLam ADB
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Kita lihat saja bagaimana realisasi nya .. Beberapa tahun yang lalu (th 2007) juga akhir tahun 2011, salah satu Perusahaan nasional di Indonesia datang ke KL mengadakan recruitment champaign di KL Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang kampung tetapi sampai sekarang tidak ada berita nya lagi 2013/4/3 Muhammad Walfajri > Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK > Migas mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, > 29-30 Maret yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, > tidak hanya yg berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari > negara2 tetangga, seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di tanah > air yg segera akan digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon Cepu, BP > Tangguh, Pertamina, dll. Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah > ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka > juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg > diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan > rujukan kira2 paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik > untuk pulang kampung dan join dgn perusahaan2 tsb. > > Di sela-sela acara tsb, teman2 HRD dan tim dari KPS diajaklah jalan2 oleh > org2 kita disini sekadar untuk melihat2 kota Abu Dhabi di pinggiran Teluk > Arab yang indah. Kebetulan teman2 di sini banyak yg memakai mobil2 besar > seperti GMC, Land Cruiser, dll yg katanya sempat sedikit membuat tertegun > tim2 HRD tsb. > > Mudah2an saja dengan kunjungan ini, SKK Migas dan pihak2 berwenang mau > mengkaji dan merubah regulasi & system yg kurang memihak bangsa sendiri, > dengan tidak lagi meninabobokkan expat2 di tanah air. Tapi sudah saatnya > kita menjadi tuan rumah di negara sendiri, seperti makmurnya orang2 > Emirati, Qatari, Saudi, Kuwaiti, Omani di negara2nya sendiri. > > Salam, > > Muhammad Walfajri > > > 2013/4/3 Andang Bachtiar > >> (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang >> Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) >> >> ADB, geologist merdeka! >> >> Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan >> minyak di Jkt: >> >> "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya >> otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya >> menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional >> (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada >> uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat >> nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman >> internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada >> kesimpulan Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum >> ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi >> Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." >> >> (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk >> bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan >> prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) >> >> Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus >> bebaL tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki. Contoh >> waktu ada reorganisasi suatu kumpeni PSC/KKkS asing duLu, seorang rising >> star nationaL diangkat jadi VP dan akan digaji sama dengan VP yg expat tapi >> ditolak oleh otoritas migas karena berpaspor Indonesia berdasar aturan >> BAPENAS tidak boleh. Lalu kawan ini dipindah ke headquarternya di Calgary >> dan tetap bekerja untuk blok yg di Indonesia itu, digaji standard Expat >> menggunakan anggaran PSC Blok tsb dalam "head quarter overhead". Setelah >> itu kawan ini ditranfer lagi ke Indonesia dibayar pake dolar amrik standard >> expat, gajinya tetap dari Calgary pake duit PSC (head quarter overhead) dan >> tidak ditolak oleh otoritas kita. Wkwkwkwk. Padahal dananya berasal dari >> sumber yang sama produksi migas di Blok tsb. >> >> Nah, masihkah kita akan mengulangi kebebaLan yg sama skrg ini dg >> mereka-reKa-yasa Lagi spy bisa menghargai bangsa sendiri? ApaLagi kaLo kita >> ingat bhw skrg ini banyak tenaga ahli migas WNI yg kerja di LN, mereka jadi >> pinter krn sdh dididik dg biaya Indonesia melalui cost recovery semasa >> mereka kerja di PSC ind. Sangat sayangkan, mereka jadi pinter di Indonesia >> tapi yg menikmati malah Petronas, Arab dll. Seharusnya keahlLian mrk itu >> bisaLah dinikmati Pertamina, Medco atau PSC Ind dg tarif yg sama dg expat >> sesuai keahliannya. >> >> Ayo dong, yang punya kuasa bikin2 aturan. Berhentilah bermain2 dg >>
Re: [iagi-net] MASALAH KLASIK: EXPAT vs NATIONAL
Belum satu minggu berlalu, sekitar 9 KPS besar Indonesia dan Tim SKK Migas mengadakan recruitment champaign di KBRI Abu Dhabi selama 2 hari, 29-30 Maret yg lalu. Mereka mewawancara ratusan profesional Indonesia, tidak hanya yg berada di Uni Emirat Arab, tapi juga ada yg datang dari negara2 tetangga, seperti Qatar. Mereka memaparkan project2 besar di tanah air yg segera akan digarap, seperti project Masela Inpex, Exxon Cepu, BP Tangguh, Pertamina, dll. Mereka ingin merekrut tenaga ahli level menengah ke atas untuk kembali pulang bekerja di tanah air. Selain wawancara, mereka juga melakukan pengumpulan data, berupa salary, allowance dan benefit yg diterima oleh pekerja Indonesia, yg tentunya nanti akan menjadi bahan rujukan kira2 paket seperti apa yg akan disiapkan bila ada yg tertarik untuk pulang kampung dan join dgn perusahaan2 tsb. Di sela-sela acara tsb, teman2 HRD dan tim dari KPS diajaklah jalan2 oleh org2 kita disini sekadar untuk melihat2 kota Abu Dhabi di pinggiran Teluk Arab yang indah. Kebetulan teman2 di sini banyak yg memakai mobil2 besar seperti GMC, Land Cruiser, dll yg katanya sempat sedikit membuat tertegun tim2 HRD tsb. Mudah2an saja dengan kunjungan ini, SKK Migas dan pihak2 berwenang mau mengkaji dan merubah regulasi & system yg kurang memihak bangsa sendiri, dengan tidak lagi meninabobokkan expat2 di tanah air. Tapi sudah saatnya kita menjadi tuan rumah di negara sendiri, seperti makmurnya orang2 Emirati, Qatari, Saudi, Kuwaiti, Omani di negara2nya sendiri. Salam, Muhammad Walfajri 2013/4/3 Andang Bachtiar > (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang Asing > yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) > > ADB, geologist merdeka! > > Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan > minyak di Jkt: > > "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya > otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya > menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional > (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada > uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat > nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman > internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada > kesimpulan Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum > ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi > Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." > > (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk > bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan > prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) > > Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus > bebaL tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki. Contoh > waktu ada reorganisasi suatu kumpeni PSC/KKkS asing duLu, seorang rising > star nationaL diangkat jadi VP dan akan digaji sama dengan VP yg expat tapi > ditolak oleh otoritas migas karena berpaspor Indonesia berdasar aturan > BAPENAS tidak boleh. Lalu kawan ini dipindah ke headquarternya di Calgary > dan tetap bekerja untuk blok yg di Indonesia itu, digaji standard Expat > menggunakan anggaran PSC Blok tsb dalam "head quarter overhead". Setelah > itu kawan ini ditranfer lagi ke Indonesia dibayar pake dolar amrik standard > expat, gajinya tetap dari Calgary pake duit PSC (head quarter overhead) dan > tidak ditolak oleh otoritas kita. Wkwkwkwk. Padahal dananya berasal dari > sumber yang sama produksi migas di Blok tsb. > > Nah, masihkah kita akan mengulangi kebebaLan yg sama skrg ini dg > mereka-reKa-yasa Lagi spy bisa menghargai bangsa sendiri? ApaLagi kaLo kita > ingat bhw skrg ini banyak tenaga ahli migas WNI yg kerja di LN, mereka jadi > pinter krn sdh dididik dg biaya Indonesia melalui cost recovery semasa > mereka kerja di PSC ind. Sangat sayangkan, mereka jadi pinter di Indonesia > tapi yg menikmati malah Petronas, Arab dll. Seharusnya keahlLian mrk itu > bisaLah dinikmati Pertamina, Medco atau PSC Ind dg tarif yg sama dg expat > sesuai keahliannya. > > Ayo dong, yang punya kuasa bikin2 aturan. Berhentilah bermain2 dg > mendiskriminasi bangsa sendiri. Itu juga mungkin saLah satu penyebab knp > gak kunjung bergerak maJu penemuan cadangan2 baru kita! > > SaLam > ADB > > >