[teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
On 3/12/06, David Sudjiman [EMAIL PROTECTED] wrote: BTW, kalo memang sekarang larinya kearah situ, jadi konsumen cumanmenggunakan saja dan *tidak memiliki* software tersebut. Bukankah halini sama dengan yang diberikan M$. Bedanya kalo MS kita punya hak untuk memasang s/w tsb ke komputer yang diinginkan, sedangkan Google, hanyaboleh menggunakan. Bagaimana dari pihak konsumen yang *hanya bisamenggunakan* tanpa memiliki? Lah bukannya semua solusi software yang ada (kecuali di release dengan lisensi CC, or GPL, or BSD, or yang sejenisnya) memang seperti itu? Konsumen hanyalah pengguna dan bukan pemilik. Lagipula, dari sisi konsumen, apa sih pentingnya perbedaan antara *memiliki* dan *hanya menggunakan*, apalagi kalau fungsionalitasnya tidak terasa berbeda. Bagus tuh langkah Writely untuk membuat sebuah word processor online jadi arah perkembangan teknologi nantinya ke arah thin client (kalo engga salah sudah pernah disinggung juga di thread ini sebelumnya). Kedua, posisi OpenSource gimana? bukankah mereka (dan saya) ikutan fahambahwa software sebaiknya disertakan source code-nya. Kalo nda salah dulu GNU pernah di-challenge gimana dengan script php/perl di web? apakahmemang perlu disertakan source code-nya?Konsumen akhir peduli ga sih produk ini open source dan produk itu engga? Memangnya seberapa banyak sih pengguna rumahan open office yang ngoprek source codenya? Saya rasa presentasinya sangat kecil dan bahkan nyaris tidak ada. Jadi relevan kah? Untuk pengguna bisnis (dan juga techie/engineer), jelas relevan. Tapi untuk end-user? Rasa - rasanya mereka tetap akan menikmatinya kalau program tersebut berharga murah atau bahkan gratis (dengan fungsionalitas yang mereka butuhkan tentunya). Sebenarnya kepikiran juga bahwa nanti kalo 'Google Office' jalan denganbaik. nostradamus mode pasar M$ akan sangat kehilangan pasar office-nya \nostradamus mode then the new rising star is now coming.Ever heard of Office Live? Microsoft menurut saya hanya kalah langkah saja untuk memindahkan produk - produknya ke internet. I mean, Microsoft mengembangkan produk Live-nya secara inhouse (CMIIW) sedangkan Google lebih memilih untuk membeli produk yang sudah jadi. Tentunya dua - duanya memiliki bagian +/- nya sendiri - sendiri. Kalo Google Office jalan dengan baik seperti yang anda utarakan, maka ya kita juga bisa melihat Microsoft melawan produk ini dengan Office Live-nya :-) Tapi, itu perlu waktu lama. Karena Google nda benar2 konsentrasi keperangkat ini dan juga perlu lebih dari segerombolan jenius untukmembuat M$ Office bertekuk lutut.Yang membuat sebuah perusahaan besar itu bukan seberapa canggih teknologinya IMO. Bukan bermaksud merendahkan engineer ataupun scientist loh, tapi memang begitu keadaannya. Menurut saya yang justru menentukan perusahaan akan sukses atau gagal adalah bagian marketing dan desainernya (desainer di sini bukan hanya desain produk, tapi desain macam - macam, termasuk desain user experience -- dulu pernah dibahas di milis ini). Sehingga apakah Google membutuhkan gerombolan jenius? Saya rasa tidak. Yang mereka butuhkan adalah segerombolan orang kreatif. Ingat, posisi tawar Google pada awalnya bukanlah PageRank ataupun kualitas pencariannya, tetapi sebuah search engine yang uncluttered dan straight to the point (yang kontras dengan search engine lain pada zaman peluncurannya). Pada akhirnya, setelah Google mendapatkan heart dari konsumen dengan search enginenya yang straight-forward, barulah mereka boasting keunggulan PageRank mereka dan juga banyaknya situs yang mereka crawl. Remember, end user doesn't care if you have the latest cutting edge technology, all they need is something to make their life simpler.-- Oskar Syahbana http://www.permagnus.com/http://www.pojokbisnis.com/
[teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
Oskar Syahbana wrote: Sehingga apakah Google membutuhkan gerombolan jenius? Saya rasa tidak. Yang mereka butuhkan adalah segerombolan orang kreatif. Imho orang jenius biasanya kreatif, cmiiw. Ingat, posisi tawar Google pada awalnya bukanlah PageRank ataupun kualitas pencariannya, tetapi sebuah search engine yang uncluttered dan straight to the point (yang kontras dengan search engine lain pada zaman peluncurannya). Saya bilang dua-duanya, relevansi dari PageRank, dan juga layoutnya yang KISS. Remember, end user doesn't care if you have the latest cutting edge technology, all they need is something to make their life simpler. Setuju, fakta ini dieksploit dengan baik sekali oleh company yang mendesain produknya dengan baik spt Google dan Apple. Ronald
[teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
On Sun, Mar 12, 2006 at 04:59:29PM +0700, Oskar Syahbana wrote: Konsumen akhir peduli ga sih produk ini open source dan produk itu engga? Memangnya seberapa banyak sih pengguna rumahan open office yang ngoprek source codenya? Saya rasa presentasinya sangat kecil dan bahkan nyaris tidak ada. Jadi relevan kah? Untuk pengguna bisnis (dan juga techie/engineer), jelas relevan. Tapi untuk end-user? Rasa - rasanya mereka tetap akan menikmatinya kalau program tersebut berharga murah atau bahkan gratis (dengan fungsionalitas yang mereka butuhkan tentunya). ada beda antara proprietary/closed software dengan free software(tm) argumentasi di atas, biasanya, dilayangkan oleh vendor komersial yang bukan tanpa tujuan. sekarang, kalau mau, bisa dimulai saja dari pertanyaan yang sulit ini: kalau memang sama saja, apa saja yang sama. bebas menggunakan, bebas berbagi, bebas memodifkasi, bebas minta tolong, bebas mendistribusikan, dll? Salam, P.Y. Adi Prasaja
[teknologia] Re: Endonesa dan Gogel, Re: [teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
--- Achmad Husni Thamrin [EMAIL PROTECTED] wrote: On 3/11/06, James A [EMAIL PROTECTED] wrote: --- Affan Basalamah [EMAIL PROTECTED] wrote: ... Nah, oleh karena itu kesimpulannya, Indonesia adalah negara terakhir yang akan dijajah oleh google ;) Jangan mimpi, tidak akan ada Google di Indonesia. Anak cucu kita tidak akan tahu apa itu Google, Yahoo, dan sebagainya. Semuanya tidak akan melek internet. Kenapa? Karena setelah disahkannya RUU Antipornografi dan Antipornoaksi (RUU APP), semua ISP akan dipaksa untuk memfilter mesin pencari karena dianggap melanggar undang-undang, mem-fasilitasi kemaksiatan. Ini argumen model slippery slope. Kalau mau lebih seru (slippery) lagi, ya bahkan jalan-jalan pun harus diblokir karena mungkin memfasilitasi kemaksiatan. Bukan begitu? Hehehe, mana yang lebih bisa dilakukan ? memblokir content/situs atau memblokir jalanan ? JA __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
[teknologia] Re: Endonesa dan Gogel, Re: [teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
--- m.c. ptrwn [EMAIL PROTECTED] wrote: James A wrote: Lagipula ini FUD ngawur doang. China yang segitu diktatornya saja gak ngeban Google kok. Google masih tetap bisa diakses di China. Kalaupun kontra RUU APP, mbok ya jangan pakai scare tactic ngawur begini. Lebih rasional dikit lah. Salam, Harry Eh siapa bilang ini scare tactic ngawur ??? Orang kan boleh saja mem-prediksi. Apa tidak boleh ??? Kalau memang content filtering yang dilakukan oleh negara (seperti China) ini bakalan ditentang abis-abis-an seperti yang dikatakan Pak Budi R. ... ya BAGUS ITU ! Memang seharusnya begitu. Semoga masih bisa, dan selalu bisa. Google memang tidak di-ban di China, tapi sudah berhasil dikontrol seperti yang saya baca di media, betul begitu kan ? Oooh, ini bukan hanya google. Peraturanya di China, semua persh asing yang ingin mendirikan operasi di China harus mengikuti peraturan pemth China yaitu mengikuti konsep filtering dan sensorship yang mereka tegas terapkan Bukan berarti di Indonesia tidak akan terjadi juga kan (content filtering yang dipaksakan oleh institusi negara) ? Apa karena saat ini di Indonesia tidak terjadi lantas tidak akan pernah terjadi ? Kemungkinan terjadinya hal itu kan bisa saja dipicu oleh sesuatu (misalnya disahkannya RUU APP). Atau ini tidak bakalan menjadi penyebab ? Semoga tidak memang. Apakah tidak mungkin lebih parah lagi ? Apa tidak mungkin hal itu terjadi di Indonesia ? Lha wong dulu aja gak kebayang kalau nantinya ada kemungkinan pakai kemben jawa saat perayaan hari Kartini bakalan ditangkap polisi kok :P emang sudah ada yang di tangkap ? koq bakalan ? Sebagian orang indonesia emang paling seneng meributkan yg indefinitif seperti ini, yang jelas dilarang ya jelas 'bupati' dkk, cuman masalahnya kan emang sebagian besar otaknya sudah corrupt , kalau sudah corrupt, apapun yang benar (walaupun datang dari Atas) selalu diperdebatkan seolah2 ini gray area. Ngerti arti RUU ? Rancangan, masih dirancang, BELUM disahkan. Bakalan bisa diartikan nantinya, kalau RUU itu disahkan. Tapi apakah benar pelaksanaannya seperti itu? Ya tidak tahu, wong belum terjadi kok. Tapi apakah terus menunggu dulu sampai terjadi? Kalau memang bisa dicegah, kenapa tidak? Boleh dong, membuat prediksi dan antisipasi. Bicara soal hukum, tidak boleh ada grey area. JA __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
[teknologia] Re: Endonesa dan Gogel, Re: [teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
--- Firdaus Tjahyadi [EMAIL PROTECTED] wrote: On 3/11/06, James A [EMAIL PROTECTED] wrote: Lha wong dulu aja gak kebayang kalau nantinya ada kemungkinan pakai kemben jawa saat perayaan hari Kartini bakalan ditangkap polisi kok :P aneh, pikiran yang sangat picik sempit budaya luar yg negatif kok diikutin buat nutupin jiwa yg terjajah sama belanda ya baca dong thread2 sebelumnya aneh orang yg nggak bangga sama budayanya sendiri Budaya luar yang mana? Saya baca berkali-kali tulisan saya itu kok tidak mengerti yang dimaksud dengan budaya luar, mohon pencerahan. Apakah kemben budaya luar ? Apakah Hari Kartini budaya luar ? Atau ? JA __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
[teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
Jauh sebelum Google ataupun Microsoft Office Online, setahu saya Corel sudah mencobanya. Soalnya saya pernah coba :), yaitu di tahun 1996 (akhir?). Masalahnya adalah waktu itu jaringan komputer masih belum sehebat sekarang. They were ahead of time. Jadi ternyata inovasi harus terjadi pada saat yang pas. -- budi
[teknologia] Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
On 3/12/06, James A [EMAIL PROTECTED] wrote: Budaya luar yang mana? Saya baca berkali-kali tulisan saya itu kok tidak mengerti yang dimaksud dengan budaya luar, mohon pencerahan. Mungkin contohnya, majalah Playboy. Emangnya dulu pernah ada majalah Playboy di Indonesia? Apakah kemben budaya luar ? Apakah Hari Kartini budaya luar ? Mungkin, kalau Hari Kartini-nya dirayakan dengan bikini? ;-) Kita bisa mengambil contoh ekstrim kiri/kanan. Pasti ada contoh-contohnya. Mestinya kita pakai common sense saja. Pemikiran saya sih gini. Sebetulnya RUU APP itu mungkin gak terjadi kalau masyarakat/media bisa self-censorship. Sayangnya banyak orang yang abuse dengan banyaknya media (tabloid?) yang gak mutu. Dan ini pula di jual di pinggir jalan. Kalau saja gak kayak gitu, pasti gak kepikiran untuk buat RUU. Waktunya lebih tersita untuk yang lebih produktif ... say, creating software? ;-) -- budi
[teknologia] Re: Dicari Indie Bands
m.c. ptrwn wrote: satu lagi: total jumlah uang yg dikeluaran google untuk MA startup termasuk ukuran 'peanuts' , artinya google interest pada very-small startup yang punya engineers dngan talent development tinggi, alias mereka cenderung hire orang orang didalamnya (dibandingkan dengan membeli startup yang suadh punya produk atau 'making money'). kemaren2 ngomong dengan temen orang gugel, katanya memang hiring process mereka masih tergolong orthodox dimana mereka melihat kandidatnya lulusan mana, kalau lulusan dari best school seperti stanford IIT dst hampir pasti diterima katanya. FYI, Persh SV lain jarang yg melakukan pendekatan ini. Kalau lulusan dari ITB yang ber-IP biasa-biasa aja mau gak Bang Carlos? Wadezig, lulus aja belum kok. Akankah Google mengeluarkan buku tandingan Rules for Revolutionaries-ny Guy Kawasaki? Padahal gw belum abis-abis lho baca buku ini. Tapi dah ada beberapa poin yang keiinget. Gw bagi dikit deh di milis ini. Eat you own dog food, artinya lakukan apa yang pelanggan gak mau lakuin atau sulit dilakukan. Contoh koneksi internet dengan dial-up sementara web perusahaan kita isinya berat. Terus satu poin lagi: think digital act analog. Bilang yang salah itu salah, yang bener itu bener. Yang keren itu keren, yang jelek itu jelek. Tapi terus bersikaplah secara analog, karena setiap manusia itu unik. Siap-siap dengan buku Rules for Quadratic-Revolutionaries-nya Google ah. Padahal gw baru ngintip doang buku The Search (sambil ngelirik Bang Carlos ah, kali aja dia lagi kelebihan duit dan mau ngirimin gw buku). -mcp Zaki Akhmad
[teknologia] Re: Dicari Indie Bands
Zaki Akhmad wrote: m.c. ptrwn wrote: Kalau lulusan dari ITB yang ber-IP biasa-biasa aja mau gak Bang Carlos? Wadezig, lulus aja belum kok. hahah... kalau di google banyak anak ITBnya sih bisa bisa saja dek Zaki. Akankah Google mengeluarkan buku tandingan Rules for Revolutionaries-ny Guy Kawasaki? Padahal gw belum abis-abis lho baca buku ini. Tapi dah ada beberapa poin yang keiinget. Gw bagi dikit deh di milis ini. Eat you own dog food, artinya lakukan apa yang pelanggan gak mau lakuin atau sulit dilakukan. Contoh koneksi internet dengan dial-up sementara web perusahaan kita isinya berat. Kalau ini sudah lama dilakukan persh SV dalam proses development , biasanya produk kita --enah yang sudah jadi atau masih dalam bentuk prototype boards/cards-- sudah dipakai di internal networks , jadi kalau ada prpblem pasti orang ITnya yang teriak :-) Dik Zaki pernah melihat prototype 40-ports-GigE-line card yang terbakar sewaktu dipakai didalam internal LAN ?? Itulah salah satu 'eat your own dog' :-) Terus satu poin lagi: think digital act analog. Bilang yang salah itu salah, yang bener itu bener. Yang keren itu keren, yang jelek itu jelek. Tapi terus bersikaplah secara analog, karena setiap manusia itu unik. INi juga sudah lama diterapkan, di SV memang biasa harus jujur , no crap , no bulls* terutama mengenai produk, sebab kalau produk kita bilang bagus semasa development tapi begitu customer coba crashed, tarohanya adalah pekerjaan kita. Jadi memang kalau orang2 development, kecenderunganya extra konservatif terhadap kapabilitas dan performance produk, alias skeptikal , beda dengan orang marketing. Siap-siap dengan buku Rules for Quadratic-Revolutionaries-nya Google ah. Padahal gw baru ngintip doang buku The Search (sambil ngelirik Bang Carlos ah, kali aja dia lagi kelebihan duit dan mau ngirimin gw buku). minggu lalu posternya sudah dikirim zak :-) kalau buku the search kayaknya Pak Budi punya deh, pinjem saja sama beliau. -mcp -mcp Zaki Akhmad
[teknologia] aspek sekurity dan trust terhadap online application Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
David Sudjiman wrote: Adjie wrote: Bahasa awamnya google membuat segalanya jadi lebih mudah, lebih simple dan akhirnya orang cuma butuh PC OS/browser and Internet. asik juga yaa kalau ngga perlu beli license. Related article: http://www.davidsudjiman.info/?p=89 BTW, kalo memang sekarang larinya kearah situ, jadi konsumen cuman menggunakan saja dan *tidak memiliki* software tersebut. Bukankah hal ini sama dengan yang diberikan M$. Bedanya kalo MS kita punya hak untuk memasang s/w tsb ke komputer yang diinginkan, sedangkan Google, hanya boleh menggunakan. Bagaimana dari pihak konsumen yang *hanya bisa menggunakan* tanpa memiliki? Kan sebenarnya kita memang hanya perlu menggunakan ;-) Kaya Komunisme saja (CMIIW), rakyat cuman bisa menikmati tanpa memiliki. (Iya, saya aware kok kalo komunisme yang ada seperti rusia runtuh bukan karena komunisme-nya, tetapi karena goverment-nya). saya rasa masalah terbesarnya bakal pada aspek security dan trust dari corporate use. kalau end user mungkin ini gak jadi masalah besar. tapi bayangkan untuk dokumen2 internal perusahaan, apakah mereka mau untuk menshare data yang mereka punyai secara online kepada google --meskipun encrypted sekalipun-- ? Btw , sudah tahu kan kalau pemth AS meminta persh2 online untuk menyerahkan datanya kepada pemth AS. Yaho sudah memberikan , tinggal Google yg masih menentang. -mcp Kedua, posisi OpenSource gimana? bukankah mereka (dan saya) ikutan faham bahwa software sebaiknya disertakan source code-nya. Kalo nda salah dulu GNU pernah di-challenge gimana dengan script php/perl di web? apakah memang perlu disertakan source code-nya? Ketiga, terus kalo kita memang mau pake s/w tersebut plus ads (yang nantinya akan menggangu) apakah ini berarti dari segi marketing atau juga harga software sejenis bisa dipengaruhi? Karena ada juga pasar orang yang perlu s/w dan nda peduli ttg ads. Seperti Opera contohnya. Tapi, dilain pihak, konsumen kan semakin punya pilihan. Mau milih OO, MS Office, atau 'Google Office' dengan +/- masing2. Masalah lain yang mendukung adanya 'Google Office' kan adanya infrastruktur internet yang semakin murah. Jadi salah satu sarana pendukung 'Google Office' adalah murah dan banyaknya sambungan internet. Sebenarnya kepikiran juga bahwa nanti kalo 'Google Office' jalan dengan baik. nostradamus mode pasar M$ akan sangat kehilangan pasar office-nya \nostradamus mode then the new rising star is now coming. Tapi, itu perlu waktu lama. Karena Google nda benar2 konsentrasi ke perangkat ini dan juga perlu lebih dari segerombolan jenius untuk membuat M$ Office bertekuk lutut. -- thx David Sudjiman http://www.davidsudjiman.info
[teknologia] Pelajaran sains di Indonesia lebih bersifat hafalan dibanding pengertian...
Dear Teknologian, Kadang2 saya suka kesal juga melihat sistem pendidikan di Indonesia, karena banyak para muridnya cuma menghafal. Sue the student? nope! Jangan disalahkan muridnya, tapi sistem pengajarannya, karena ini terjadi untuk sebagian besar murid. Di kuliah saya terdapat pelajaran bilangan berbasis. Yup, mahasiswa diajarkan untuk mengkonversi dari sebuah bilangan berbasis x ke bilangan berbasis y dengan berbagai metodologi. Beberapa dari mahasiswa tersebut banyak yang mendapat A, tapi tunggu dulu, pantaskah mereka mendapat A? Sebagian besar dari mereka adalah penghafal rumus, dia hafal di luar kepala metodologi yang diajarkan dosen, but most of them have no idea why the methodology just works. Parahnya disuruh menghitung dari 1(hex) sampai 20(hex) aja nggak bisa, karena yang diajarkan dosen cuma pelajaran pengkonversian, bukan pelajaran untuk memahami apa itu bilangan berbasis. Contoh lain, dulu ada pelajaran aljabar linear. Ada beberapa orang yang mengerti konsep2 seperti bebas linear dan mampu menerangkannya secara geometris, namun gagal mendapat A. Kenapa? Karena soal ujiannya adalah penghitungan matriks 5 x 5, yang tentunya membutuhkan ketelitian. Nah, orang yang have no idea about linear independent can gain A as well, karena soal2 ujian memang lebih memprioritaskan ketelitian dibandingkan pemahaman. Saya lebih senang dengan soal yang nggak usah pake kalkulator maupun kertas apapun karena memang nggak usah pake perhitungan (karena perhitungan bersifat prosedural), namun cuma bisa dijawab sama orang yang mengerti konsep. Contoh pada bilangan berbasis: Jawab dalam waktu kurang dari5 detik (semua jawaban dalam hex), berapa 23ED + 1? FF + 2? FA * 10? A * 10? or whatever lah, yang nggak usah mikir : Mungkin utk para teknologian ini sih kecil, tapi coba deh tanya ke mahasiswa anda (bagi yang dosen), jangankan soal di atas, lha wong F + 1 aja pake mikir.. Karena ya itu tadi kebanyakan cuma belajar cara pengkonversian... seperti yang diajarkan dosen.. Atau misalkan pada aljabar linear: Terdapat 3 buah vektor seperti pada gambar, apakah ketiganya bebas linear? Terangkan jawaban Anda... Nah, kalo gini kan ga usah mikir, tapi cuma orang yang mengerti linear independence saja yang bisa menjawab. Saya paling benci pertanyaan yang sifatnya prosedural banget, contohnya ya banyak, yang harus pake kertas... misal hitung 2384782374 + 234782347, 23847 * 234234 / 232 , atau perhitungan matriks berdimensi 5, amit-amit deh ini sih kerjaan komputer namanya... pake MATLAB : regards, Dicky Arinal
[teknologia] Re: Pelajaran sains di Indonesia lebih bersifat hafalan dibanding pengertian...
Feynman juga pernah kesal samai para penghafal. Saya mengambilnya dari Surely You're Joking Mr. Feynman... Pada saat masih di MIT, konon dia pernah mengambil pelajaran menggambar mesin. Temannya yang sedang memegang mal kuping (sebuah penggaris penuh liuk-liuk) berkata kira2 begini Menurutmu, apakah lekukan pada mal ini mengikuti suatu keteraturan tertentu?. Feynman asal aja menjawab Oh tentu saja, apabila saya memutar-mutar mal tersebut, maka pada saat posisi paling rendah ataupun tinggi, pasti tangennya horizontal!. Feynman berkata cukup keras sehingga teman sekelasnya mendengar dan langsung mencobanya. Benar sekali yang dikatakannya, dan langsung memuji Feynman karena telah menemukan hal baru. Feynman paling heran dengan orang2 seperti ini, bukankah mereka belajar kalkulus? Bukankah diajarkan bahwa untuk titik ekstrim maka turunannya nol? Itulah para penghafal rumus, mereka cuma menghafal, tidak tahu apa yang dihafalnya... Lha kalo di MIT aja masih kayak gitu, apalagi di Indonesia yahh??? : regards, Dicky Arinal
[teknologia] Tanya Teknologi Gigabit
Sori dori mori, belum sempat nanggepin topik-topik sebelumnya: RUU APP, saingan Google, dkk-nya. Saya terpaksa ngangkat topik baru deh, lagi butuh bantuan nih. Disini ada yang punya pengalaman instalasi dengan teknologi Gigabit gak? Ceritanya, saya sedang mendesain (seperti anak FSRD aih gaya pisan) jaringan yang menuntut kecepatan data tinggi. Sebenarnya, sudah sejak lama seharusnya saya menganalisa trafik jaringan ini dengan alat bantu software. NTOP (http://www.ntop.org) sebagai contoh. Tapi, gedubrak. Dah lebih dari 3 minggu kalee, saya masih sibuk di layer 0, nge-beresin kabel yang berantakan dengan rasa Mie Kocok UTP. Lha wong, kabelnya aja gak tahu pangkal dan ujungnya ada dimana. Mana ikut network mana, mana dari switch mana, mana dari router mana. Alkisah, saya beli kabel UTP 1 roll pertama saya. Saya baru tahu kalau kabel UTP ada kelas-kelasnya. Ada yang kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6. Kabel UTP yang saya beli ini adalah kabel D-Link kelas 5E. Terus saya juga beli switch gigabit merk Belkin. Kalau saya baca manual switch ini, untuk kecepatan Gigabit boleh kabel UTP kelas 5E walau kelas 6 akan lebih baik. Sayangnya setelah saya survei, kabel UTP kelas 6 itu harganya 2 1/2 kali lipat dari kabel UTP kelas 5E yang sudah saya beli ini. Bisa aja sih beli lagi, tapi sayang ah pemborosan. Ethernet Card yang saya siapkan buat PC Router saya, juga yang support untuk teknologi Gigabit. Merk-nya Intel. Si Linux dah diinstall, ketika email ini ditulis belum sempet dioprek. Tapi support kok untuk ethernet gigabit ini. Minimal dah terdeteksi. Mengapa saya pilih sekalian teknologi gigabit? Yah, kalau bisa lompat lebih jauh kenapa harus lompat lebih pendek? Yo wis, sekalian ngebut. Kenapa perlu ngebut, soalnya rencananya jaringan ini bakal digunakan untuk akses server, yang servernya bakal kerja berat banget. Modelnya remote login gitu. Denger-denger, istilah bakunya mapping. Bener gak? Kalau ada yang punya pengalaman dengan teknologi gigabit, bagi disini ya. Saya lagi butuh masukan bener-bener nih. Takut kalau sampai ada bottle-neck, terus gak jadi terasa kenceng. Terimakasih Zaki Akhmad
[teknologia] Re: Pelajaran sains di Indonesia lebih bersifat hafalan dibanding pengertian...
Dicky Arinal wrote: Dear Teknologian, Kadang2 saya suka kesal juga melihat sistem pendidikan di Indonesia, karena banyak para muridnya cuma menghafal. Sue the student? nope! Jangan disalahkan muridnya, tapi sistem pengajarannya, karena ini terjadi untuk sebagian besar murid. Huush jangan gampang nyalahin orang Dick! Kuliah itu pilihan lho, gak kuliah gak bakal mati kok. Wadezig, gedubrak! Eh jangan dianggap bercanda lho, ini serius. Kamu kan belum pernah merasakan jadi dosen, jadi hati-hati jika menilai. Ujian bagi saya adalah pertandingan. Pertandingan yang harus ada aturan main yang jelas. Jelas supaya tidak ada yang bermain curang. Apakah open book/close book, bab berapa sampai bab berapa, insidentil atau terjadwal. Masing-masing mode ujian tadi menentukan cara belajar saya. Saya pernah berargumen dengan pengawas ujian yang menuntut tas untuk diletakkan di depan padahal sifat ujiannya adalah open book. Lah, saya tentang saja. Lha wong ujian open book kok tas harus ditaruh di depan. Kan kalau ujian open book saya pasti bawa peralatan tempur penuh. Hi...hiihii... takut cuma bisa nulis nama dan NIM (nomor induk mahasiswa) saja. Tapi waktu SD-SMP-SMA, saya suka sekali kalau ujian Matematika. Gak perlu belajar atau menghafal lagi. Eh pas kuliah, baru tahu. Ternyata Matematika tidak sama dengan Menghitung. Langsung tepar, gak tahu kalau kuliah ternyata se-menyeramkan ini. Zaki Akhmad
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
Teknologi itu tidak bebas nilai. Balik lagi ke manusia-nya mau dipakai apa sih teknologi ini. Menurut saya, boleh-boleh saja, dan sah-sah saja mengkaitkan RUU APP dengan kondisi per-Internet-an di Indonesia. Saya pernah dikirimi buku, hmm lebih tepatnya Desertasi Mahasiswa S3 Indonesia yang kuliah di Belanda. Desertasi ini menyoroti hubungan antara teknologi internet dengan aktivitas politik pada kurun waktu reformasi. Bagi yang ada di Bandung dan penasaran, silahkan kontak saya via jalur pribadi. Nanti saya pinjamkan. Menarik lo, isinya. Buku ini saya jadi referensi dalam tugas kuliah Pemodelan dan Simulasi. Tapi gara-gara fenomena yang ingin saya modelkan adalah fenomena sosial, saya jadi pusing mikirin bagaimana memodelkan fenomena ini dalam persamaan Matematika. Saya gak nyangka isu RUU APP ini kok keangkat juga di teknologia. Kalau balik lagi ke definisi milis teknologia yang ada di http://teknoblogia.blogspot.com, saya gak tahu deh, ini sudah melanggar definisi atau belum. Ah saya kan cuma anggota biasa saja disini. So, have a great life guys. Saya ikutan Pak Budi aja ah, bikin software. Atau main tebak-tebakan aja yuk. Sampai kapan hayu, Microsoft memonopoli dengan Windows-nya? 10, 20, 30 tahun lagi? Atau cukup sampai di generasi Bill Gates saja? Zaki Akhmad
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
--- Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: On 3/12/06, James A [EMAIL PROTECTED] wrote: Budaya luar yang mana? Saya baca berkali-kali tulisan saya itu kok tidak mengerti yang dimaksud dengan budaya luar, mohon pencerahan. Mungkin contohnya, majalah Playboy. Emangnya dulu pernah ada majalah Playboy di Indonesia? Lho? Siapa yang ngomong tentang Playboy? Baca lagi dong email saya dengan jelas :P Di situ saya cuma menulis tentang kemben dan Kartini. Apakah kemben budaya luar ? Apakah Hari Kartini budaya luar ? Mungkin, kalau Hari Kartini-nya dirayakan dengan bikini? ;-) Kita bisa mengambil contoh ekstrim kiri/kanan. Pasti ada contoh-contohnya. Mestinya kita pakai common sense saja. Ya justru itulah, kebetulan baru baca di detik.com kalau RUU APP ini barusan diperbaiki (ada 11 pasal yang dihilangkan). Pada saat saya menulis email tersebut (yang ada kemben dan Kartini nya), RUU APP belum diperbaiki. Dari yang saya tahu, salah satu pasalnya (sebelum diperbaiki) menulis sbb: Yang dimaksud dengan bagian tubuh tertentu yang sensual antara lain adalah alat kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar, dan payudara perempuan, baik terlihat sebagian maupun seluruhnya. Sedangkan orang wanita jawa yang memakai kemben, tentu sebagian payudaranya akan kelihatan ;) Bisa jadi dong hal itu akan dilarang ... Gitu loh maksudnya. Atau tulisan di email saya itu kurang dimengerti ? Pemikiran saya sih gini. Sebetulnya RUU APP itu mungkin gak terjadi kalau masyarakat/media bisa self-censorship. Sayangnya banyak orang yang abuse dengan banyaknya media (tabloid?) yang gak mutu. Dan ini pula di jual di pinggir jalan. Kalau saja gak kayak gitu, pasti gak kepikiran untuk buat RUU. Waktunya lebih tersita untuk yang lebih produktif ... say, creating software? ;-) Saya setuju saja dengan diberantasnya majalah porno tersebut. Pornografi memang harus dilarang, saya setuju di sini. Tapi kalau memang RUU APP ini ditujukan untuk itu, menurut saya tidak tepat karena banyak sekali isinya yang tidak jelas, terlalu mencampuri urusan pribadi warganegara dan bisa di-interpretasikan macam-macam. Semoga revisi RUU APP ini bisa mengakomodir hal2 itu, terutama menghormati existensi sensualitas budaya (seperti di Bali, Papua, Jawa misalnya) yang sudah ada di Indonesia selama ratusan tahun. Apabila ternyata tidak, ya orang seperti saya akan tetap berusaha menolaknya ;) JA __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
On Sun, Mar 12, 2006 at 01:19:02PM -0800, James A wrote: Saya setuju saja dengan diberantasnya majalah porno tersebut. Pornografi memang harus dilarang, saya setuju di sini. kalau saya lebih concern ke pengaturan untuk anak-anak usia sekolah. soal pornografi gak usah dilarang juga no problemo. yang penting diatur saja. sekarang misalnya, anak saya lagi nonton film binatang, tiba-tiba ada iklan film untuk nanti malam isinya orang dicekik dan ditusuk, atau orang teriak-teriak histeris dll..dll.. walaupun tema filmnya agamis! mestinya yang seperti ini yang diatur (waktu tayangan, tempat penjualan majalah dll). di mana-mana penikmat pornografi itu cuman luser, ngapain diurusin. Salam, P.Y. Adi Prasaja
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
James A wrote: karena banyak sekali isinya yang tidak jelas, terlalu mencampuri urusan pribadi warganegara dan bisa di-interpretasikan macam-macam. Oh, kalo argumennya begitu saya juga ikut menentang. Perlu ada keseimbangan antara government control dan individual freedom, hanya masalahnya where the line is drawn masing2 punya pendapat sendiri :-) Kalo censorship terlalu dipaksakan dari pemerintah, bisa2 nanti Indonesia jadi negara distopia seperti di George Orwell's 1984. http://en.wikipedia.org/wiki/Nineteen_Eighty-Four Ronald
[teknologia] Re: Tanya Teknologi Gigabit
Zaki Akhmad wrote: Mengapa saya pilih sekalian teknologi gigabit? Yah, kalau bisa lompat lebih jauh kenapa harus lompat lebih pendek? Yo wis, sekalian ngebut. Kenapa perlu ngebut, soalnya rencananya jaringan ini bakal digunakan untuk akses server, yang servernya bakal kerja berat banget. Modelnya remote login gitu. Denger-denger, istilah bakunya mapping. Bener gak? Terimakasih Zaki Akhmad meniru kata spiderman, great power comes with great responsibility, saya tidak punya pengalaman apa apa selain pengalaman mencoba merecover backbone internet yg dilewatkan DoS attack sebesar hampir 200Mbps yg datang dari satu host menuju satu host lainnya. kalo sebuah host sampe bisa ngirim traffic lebih 100Mbps, tandanya itu host makai interface yg bukan cuman sebuah FE, (mungkin multiple FE, atau GE?), nah repotnya di problem atas, network admin sumber DoS sama sekali tidak kooperatif dan terlihat tidak menguasai prinsip dasar networking, karena saran dari mereka adalah, di matikan saja host yg jadi korban, karena bila host itu tidak dpt di akses, maka traffic akan hilang, emangnya DoS attack itu aplikasinya mikirin sampe ke session2 koneksi segala (atau mungkin mereka baru serius kerja kalo host korban itu sekelas yahoo.com) ? jadi great power comes with great responsibility itu memang juga harus di jalankan di dunia internet, punya gigabit network/backbone serta gigabit interface di server berarti harus juga bertambah tanggungjawabnya dibandingkan network admin yg hanya handle koneksi 128k . :-) demikian winahyu.
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
adi wrote: On Sun, Mar 12, 2006 at 01:19:02PM -0800, James A wrote: Saya setuju saja dengan diberantasnya majalah porno tersebut. Pornografi memang harus dilarang, saya setuju di sini. kalau saya lebih concern ke pengaturan untuk anak-anak usia sekolah. soal pornografi gak usah dilarang juga no problemo. yang penting diatur saja. sekarang misalnya, anak saya lagi nonton film binatang, tiba-tiba ada iklan film untuk nanti malam isinya orang dicekik dan ditusuk, atau orang teriak-teriak histeris dll..dll.. walaupun tema filmnya agamis! mestinya yang seperti ini yang diatur (waktu tayangan, tempat penjualan majalah dll). memang yg salah paling besar dalam hal ini adalah media karena mereka hanya ingin mengejar keuntungan belaka dengan menjual hawa napsu. coba sesekali mereka bikin tayangan gimana cara bikin software , gimana bikin asic :-) he he he ... di mana-mana penikmat pornografi itu cuman luser, ngapain diurusin. masalahnya showing off pornographi dan memamerkan free living style nya sudah di depan umum sekarang , yang orang tua saja bingung apakah tontonan itu haram atau tidak , gimana yang muda... -mcp
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
James A wrote: --- Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: On 3/12/06, James A [EMAIL PROTECTED] wrote: Semoga revisi RUU APP ini bisa mengakomodir hal2 itu, terutama menghormati existensi sensualitas budaya (seperti di Bali, Papua, Jawa misalnya) yang sudah ada di Indonesia selama ratusan tahun. Apabila ternyata tidak, ya orang seperti saya akan tetap berusaha menolaknya ;) kalau itu masalahnya mudah solusinya kan oom, setahu saya RUU tsb memang tidak diaplikasikan di Bali, Papua dan Batam. DI lain pihak kita harus menghormati juga daerah yang ingin menegakan syariah sesuai aslinya seperti di NAD. -mcp
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
Ronald wrote: James A wrote: Kalo censorship terlalu dipaksakan dari pemerintah, bisa2 nanti Indonesia jadi negara distopia seperti di George Orwell's 1984. http://en.wikipedia.org/wiki/Nineteen_Eighty-Four Gak usah takut seperti itu Bang Ronald , karena secara historis dan soul-nya org Indonesia itu masih toleran koq. Orang2 yang menyusun RUU itu juga tahu koq apa yang applicable dan mana yang tidak applicable. -mcp Ronald
[teknologia] Re: Persh RD US/SV yang punya RD facility di Manila
m.c. ptrwn wrote: Ini FYA saja , gak sengaja ketemu setelah baca 10K filing.Kalau persh AS/SV/ERropah yang punya facility sw development dan sw testing di bangalore atau Shenzen kan sekarang sudah bukan barang aneh lagi ya, ini saya baca ternyata ada persh software application (data mining dan data manipulation) us-based yang punya swdev dan testing facility di Manila , Pilipina. Untuk pelajaran dan analisa, kalau misalnya saat ini org indonesia yg tua2 banyak yg megang posisi kunci di persh2 IT/biotek di US/Europe, bhtv dan outsourcing ke indonesia sudah done deal sepertinya. -mcp oh ya satu lagi yg saya lihat menjadi kendala dasar Indonesia (kendala lainnya apalagi kalo bukan, tertinggalnya ilmu, mahalnya pendidikan, tidak adanya koordinasi dari pemerintah dst) untuk ikut bagian di outsourcing dan bekerja remotely adalah latency dari koneksi yg ada ( selain juga mahalnya internet backbone tentunya) sudah jamak kalo backbone internet di indonesia, untuk menekan harga (bukan jadi murah, tapi setidaknya tidak mahal), adalah memakai satelit (atau separuh satelit macam DVB), shg konsekuensiya latency menjadi diatas rata2 400ms dari US ke indonesia, untuk yg sering bekerja secara remote mungkin akan merasakan bagaimana tidak optimum/nyaman nya bekerja spt ini, nah repotnya juga, keadaan spt ini di perparah dng kondisi ekonomi indonesia yg semuanya lewat singapore, yg pada prakteknya untuk terminasi fiber atau microwave sg-batam, itu kalo gak harganya mahal bukan maen, pasti terkena kendala regulasi yg ada di singapore (mungkin emang grand scenarionya dari awal spt itu org singapore, indonesia harus tetap tergantung dan tertinggal), bayangkan saja, 3jt US$ itu sudah dapet 1STM SG-LA untuk 10 tahun, tapi hanya untuk SG-JKT, harus mbayar lebih dari 4jt US$/tahun, ayo donk yg punya channel ke pemerintah/telkom/indosat, suruh invest/bangun backbone tambahan yg tidak via singapore (ke my,phi,au ato india sekalian) Winahyu.
[teknologia] Re: Tanya Teknologi Gigabit
win_hadi wrote: Zaki Akhmad wrote: Mengapa saya pilih sekalian teknologi gigabit? Yah, kalau bisa lompat lebih jauh kenapa harus lompat lebih pendek? Yo wis, sekalian ngebut. Kenapa perlu ngebut, soalnya rencananya jaringan ini bakal digunakan untuk akses server, yang servernya bakal kerja berat banget. Modelnya remote login gitu. Denger-denger, istilah bakunya mapping. Bener gak? Terimakasih Zaki Akhmad meniru kata spiderman, great power comes with great responsibility, saya tidak punya pengalaman apa apa selain pengalaman mencoba merecover backbone internet yg dilewatkan DoS attack sebesar hampir 200Mbps yg datang dari satu host menuju satu host lainnya. kalo sebuah host sampe bisa ngirim traffic lebih 100Mbps, tandanya itu host makai interface yg bukan cuman sebuah FE, (mungkin multiple FE, atau GE?), nah repotnya di problem atas, network admin sumber DoS sama sekali tidak kooperatif dan terlihat tidak menguasai prinsip dasar networking, karena saran dari mereka adalah, di matikan saja host yg jadi korban, karena bila host itu tidak dpt di akses, maka traffic akan hilang, emangnya DoS attack itu aplikasinya mikirin sampe ke session2 koneksi segala (atau mungkin mereka baru serius kerja kalo host korban itu sekelas yahoo.com) ? ya kalo ada Dos attack dengan traffic Gige harusnya routernya dong yang rate limit trafficnya. Kalau sudah bicara ini, kuncinya ada di router custom ASIC untuk melimit dan mendeteksi traffic2 yang suspicious. Btw, network verification tools seperti Ixia dan Routertester sudah lama punya tools untuk mensimulasi DoS attack. -mcp
[teknologia] Re: Persh RD US/SV yang punya RD facility di Manila
win_hadi wrote: m.c. ptrwn wrote: Ini FYA saja , gak sengaja ketemu setelah baca 10K filing.Kalau persh AS/SV/ERropah yang punya facility sw development dan sw testing di bangalore atau Shenzen kan sekarang sudah bukan barang aneh lagi ya, ini saya baca ternyata ada persh software application (data mining dan data manipulation) us-based yang punya swdev dan testing facility di Manila , Pilipina. Untuk pelajaran dan analisa, kalau misalnya saat ini org indonesia yg tua2 banyak yg megang posisi kunci di persh2 IT/biotek di US/Europe, bhtv dan outsourcing ke indonesia sudah done deal sepertinya. -mcp oh ya satu lagi yg saya lihat menjadi kendala dasar Indonesia (kendala lainnya apalagi kalo bukan, tertinggalnya ilmu, mahalnya pendidikan, tidak adanya koordinasi dari pemerintah dst) untuk ikut bagian di outsourcing dan bekerja remotely adalah latency dari koneksi yg ada ( selain juga mahalnya internet backbone tentunya) sudah jamak kalo backbone internet di indonesia, untuk menekan harga (bukan jadi murah, tapi setidaknya tidak mahal), adalah memakai satelit (atau separuh satelit macam DVB), shg konsekuensiya latency menjadi diatas rata2 400ms dari US ke indonesia, untuk yg sering bekerja secara remote mungkin akan merasakan bagaimana tidak optimum/nyaman nya bekerja spt ini, kalau latensinya diatas 150ms memang sudah 1/2 wajib pakai wan acceleration box, IA throughputnya naik beberapa puluh kali lipat. Kenaikan throughput ini tidak hanya di level TCP, tapi juga jika menggunakan MAPI (Exchange) dan CIFS ( Samba/Microsoft Share) yang antar servernya diletakan melalui WAN. -mcp
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
James A wrote: Semoga revisi RUU APP ini bisa mengakomodir hal2 itu, terutama menghormati existensi sensualitas budaya (seperti di Bali, Papua, Jawa misalnya) yang sudah ada di Indonesia selama ratusan tahun. Apabila ternyata tidak, ya orang seperti saya akan tetap berusaha menolaknya ;) Nah poin ini menarik lagi untuk di-diskusikan. Budaya itu apa sih? Definisi formal bisa kita lihat di KBBI. Teman saya anak Fikom UGM pernah bilang, UGM itu adalah sesuatu yang dinamis. Ia mengalir, dan mengalami perubahan. Ada budaya yang bertahan, ada budaya yang lekang oleh waktu. Ada satu bagian dari buku kumpulan esai (Almarhum) Umar Kayam yang menurut saya bagus untuk saya ceritakan disini memanfaatkan topik ini. Saya lupa judul persisnya, buku-nya lagi di kos-an sih. Jadi gini. Alkisah hadirlah sebuah televisi dalam sebuah desa tradisional di Bali. Tidak dikira, satu buah televisi ini mampu mengubah begitu banyak tatanan sosial yang sudah ada dalam desa tradisional ini. Tayangan yang tidak pernah terbayangkan oleh para penduduk desa itu. Satu buah televisi untuk satu buah desa. JA Zaki Akhmad
[teknologia] Re: Tanya Teknologi Gigabit
win_hadi wrote: meniru kata spiderman, great power comes with great responsibility, saya tidak punya pengalaman apa apa selain pengalaman mencoba merecover backbone internet yg dilewatkan DoS attack sebesar hampir 200Mbps yg datang dari satu host menuju satu host lainnya. Wadezig, gedubrak, watza! Duh kok jadi pakai gaya Spiderman genee. Spiderman kalah lho sama Gatot Kaca. Ah udah ah serius ah Ceritanya network ini dipakai dibuat intranet aja deh. Gak saya hubungin ke Internet. Jadi network gigabit saya gak kenal dengan yang namanya DoS. kalo sebuah host sampe bisa ngirim traffic lebih 100Mbps, tandanya itu host makai interface yg bukan cuman sebuah FE, (mungkin multiple FE, atau GE?), nah repotnya di problem atas, network admin sumber DoS sama sekali tidak kooperatif dan terlihat tidak menguasai prinsip dasar networking, karena saran dari mereka adalah, di matikan saja host yg jadi korban, karena bila host itu tidak dpt di akses, maka traffic akan hilang, emangnya DoS attack itu aplikasinya mikirin sampe ke session2 koneksi segala (atau mungkin mereka baru serius kerja kalo host korban itu sekelas yahoo.com) ? Apalagi saya yang baru tahu kalau kabel UTP nomor satunya itu diitung dari kiri ke kanan, dan pas masukin ke jack RJ-45, pin-nya ada dibawah. FE, dan GE itu makhluk apa lagi apa mas Win Hadi? Kalau DoS saya baru kenal namanya saja, Denial of Service. Terus si DoS punya adik yang namanya DDoS, Distributed Denial of Service. Tapi saya baru tahu nama panjangnya aja, belum tahu detail teknisnya seperti apa. jadi great power comes with great responsibility itu memang juga harus di jalankan di dunia internet, punya gigabit network/backbone serta gigabit interface di server berarti harus juga bertambah tanggungjawabnya dibandingkan network admin yg hanya handle koneksi 128k . :-) Sip...sip... makannya saya tanya disini, ada yang punya pengalaman gak. demikian winahyu. Zaki Akhmad
[teknologia] Re: Tanya Teknologi Gigabit
On Sun, Mar 12, 2006 at 11:52:28PM -, Zaki Akhmad wrote: Ceritanya network ini dipakai dibuat intranet aja deh. Gak saya hubungin ke Internet. Jadi network gigabit saya gak kenal dengan yang namanya DoS. Ini asumsi yang menurut saya keliru besar. Kenapa? Walaupun di kebanyakan kasus kita lebih percaya dengan local network kita (minimal percaya ke pengguna2nya), tapi berdasarkan pengalaman lebih mudah menyerang dari dalam drpd dari luar. Belum lagi kalo sampe ada host yg compromised tanpa sepengetahuan user/admin, trus kena worm yg nyebar sambil melakukan DoS. Atau ada user yg gak sengaja membuat program yg membebani network sehingga terjadi DoS yg gak disengaja. Ronny signature.asc Description: Digital signature
[teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
mungkin ini bagus untuk masa mendatang, dimana web apps, akan menjadi memiliki behave seperti desktop apps, karna bisa meminimalisasi proses dengan bantuan javascript dan xml, seperti metodologi programming AJAX Beast wrote: Dicky Arinal wrote: Hehehehee.. bahkan word processor pun sudah web based. Suatu saat nanti kalau akses internet sudah super cepat dan udah ubiquitous, OS pun udah web based, jadi balik ke dumb terminal lagi nih untuk tiap workstationnya, cuma butuh browser... Saya ragu ide ini akan sukses --setidaknya 5 tahun mendatang-- krn web based apps tdk akan senyaman dan seresponsif desktop apps. web based apps hanya cocok buat online shopping saja (mungkin juga protokolnya perlu direvisi dulu :=)
[teknologia] Re: Endonesa dan Gogel, Re: [teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
On 3/12/06, James A [EMAIL PROTECTED] wrote: --- Firdaus Tjahyadi [EMAIL PROTECTED] wrote: On 3/11/06, James A [EMAIL PROTECTED] wrote: Lha wong dulu aja gak kebayang kalau nantinya ada kemungkinan pakai kemben jawa saat perayaan hari Kartini bakalan ditangkap polisi kok :P aneh, pikiran yang sangat picik sempit budaya luar yg negatif kok diikutin buat nutupin jiwa yg terjajah sama belanda ya baca dong thread2 sebelumnya aneh orang yg nggak bangga sama budayanya sendiriBudaya luar yang mana? Saya baca berkali-kali tulisan saya itu kok tidak mengerti yang dimaksud dengan budaya luar, mohon pencerahan. maksud saya ya pornografi pornoaksi itu om carlos, om fatih dll yg pernah lama tinggal di daerah asia selatan kaya india, pakistan aja mereka bangga sama budaya mereka dan menjaga agar budaya mereka nggak terkikis oleh budaya luar. budaya luar yg mereka eksport kaya bollywood nggak mencerminkan mayoritas masyarakat disana, jadi jelas kita kebanyakan makan budaya2 negatif yg mereka eksport kesini jadi ya kita kaya bebek bangga ngikut2 yg negatif dari mereka. maksud saya ya baca thread2 sebelumnya cerita2 om carlos, fatih dll yg cerita gimana orang india, china dkk bisa sukses di SV nah itu yg mesti kita ikutin bukannya pornografi pornoaksi yg kita ikutin coba tanya pak affan kalo artis kaya in*l, an*s b*h*r, d*w* p*rs*k manggung di malaysia atau brunei saya yakin mereka bakalan ditimpukin atau mungkin digantung mana mau mereka dikasih maaf b*k*ng artis2 tsbApakah kemben budaya luar ? ya jelas bukan nah itu masalahnya pikiran anda terlalu sempit memandang masalah ini nggak mungkin lah budaya2 indonesia dari zaman baheula yg seperti itu dilarang nggak mungkin lah istri anda pake kemben ditangkap anda mandi sama istri di suatu perayaan budaya dibali ditangkap anda sama istri berkoteka di papua lalu ditangkap saya yg akan protes langsung jika hal itu terjadi please buka wawasan anda lebih luas Apakah Hari Kartini budaya luar ? ya nggak lah saya aneh anda mengajukan pertanyaan tsb? saya yakin Ibu Kartini, Dewi Sartika, Rasuna Said, C. Martha Tiahahu sedih sama pekerjaan2 artis2 diatas seharusnya indonesia menghasilkan wanita2 seperti JK. rowling, Carly Fiolita, Betty Alisyahbana dkk. Salam
[teknologia] Re: Endonesa dan Gogel, Re: [teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
On 3/11/2006 at 12:54 AM James A wrote: --- Harry Sufehmi [EMAIL PROTECTED] wrote: On 3/11/2006 at 8:48 AM Budi Rahardjo wrote: On 3/11/06, James A [EMAIL PROTECTED] wrote: Kenapa? Karena setelah disahkannya RUU Antipornografi dan Antipornoaksi (RUU APP), semua ISP akan dipaksa untuk memfilter mesin pencari karena dianggap melanggar undang-undang, mem-fasilitasi kemaksiatan. Gak ada hubungannya! Dari dulu, sampai sekarang, dan kedepannya Internet Indonesia selalu terbuka/terlepas dari censorship. Jaman dahulu pun, dimana undang-undangnya keras (jaman pak Harto, Harmoko, dsb.) Internet Indonesia pun gak bisa disensor. Lagipula ini FUD ngawur doang. China yang segitu diktatornya saja gak ngeban Google kok. Google masih tetap bisa diakses di China. Kalaupun kontra RUU APP, mbok ya jangan pakai scare tactic ngawur begini. Lebih rasional dikit lah. Eh siapa bilang ini scare tactic ngawur ??? Saya. Orang kan boleh saja mem-prediksi. Apa tidak boleh ??? Boleh, dan saya juga boleh kan bilang ini scare tactic ngawur ? Google memang tidak di-ban di China, tapi sudah berhasil dikontrol seperti yang saya baca di media, betul begitu kan ? Apakah tidak mungkin lebih parah lagi ? Apa tidak mungkin hal itu terjadi di Indonesia ? Konteksnya, situasi freedom of speech di Cina lebih parah dari Indonesia. Bukan dari segi pornografi saja, tapi secara umum. Nah, yang jauh lebih parah saja masih bisa akses Internet kok. Sedangkan Indonesia, ttg RUU APP, yang juga belum tentu jadi, dan kalaupun jadi belum tentu dalam bentuknya yang sekarang, dan bukan membatasi freedom of speech secara total --- apa kira-kira akan hasilnya berupa Internet black-out ? Dan lagipula seperti kata pak Budi; ketika situasi dulu lebih parah saja, Internet tetap exist DAN berkembang. Lha wong dulu aja gak kebayang kalau nantinya ada kemungkinan pakai kemben jawa saat perayaan hari Kartini bakalan ditangkap polisi kok :P Kemungkinan besar ini FUD lagi dari penentang RUU APP, saya baca artikel, menurut tim RUU ybs ini interpretasi yang ngaco. Oh btw, saya memang menentang RUU AA itu :) Ya tidak apa, itu hak Anda. Cuma, jangan FUD begitu. Bikin gemes. Asumsi saya, mayoritas pakar IT adalah orang yang highly logical. Jadi gemes sendiri kalau ketemu perkecualiannya (apalagi ketika cukup spektakuler seperti begini). Kayak pakar marketing saja sih, he he. Salam, Harry
[teknologia] Re: Tanya Teknologi Gigabit
On 3/13/06, Zaki Akhmad [EMAIL PROTECTED] wrote: Wadezig, gedubrak, watza! Duh kok jadi pakai gaya Spiderman genee.Spiderman kalah lho sama Gatot Kaca. Ah udah ah serius ah Ceritanyanetwork ini dipakai dibuat intranet aja deh. Gak saya hubungin keInternet. Jadi network gigabit saya gak kenal dengan yang namanya DoS. Yakin Zak? bukannya justru lebih enak kalau nyerang dari dalem? kalo sebuah host sampe bisa ngirim traffic lebih 100Mbps, tandanya itu host makai interface yg bukan cuman sebuah FE, (mungkin multiple FE, atau GE?), nah repotnya di problem atas, network admin sumber DoS sama sekali tidak kooperatif dan terlihat tidak menguasai prinsip dasar networking, karena saran dari mereka adalah, di matikan saja host yg jadi korban, karena bila host itu tidak dpt di akses, maka traffic akan hilang, emangnya DoS attack itu aplikasinya mikirin sampe ke session2 koneksi segala (atau mungkin mereka baru serius kerja kalo host korban itu sekelas yahoo.com) ?Apalagi saya yang baru tahu kalau kabel UTP nomor satunya itu diitungdari kiri ke kanan, dan pas masukin ke jack RJ-45, pin-nya ada dibawah.FE, dan GE itu makhluk apa lagi apa mas Win Hadi? Kalau DoS saya baru kenal namanya saja, Denial of Service. Terus si DoS punya adik yangnamanya DDoS, Distributed Denial of Service. Tapi saya baru tahu namapanjangnya aja, belum tahu detail teknisnya seperti apa. http://en.wikipedia.org/wiki/DDOS btw, waktu ngedesain udah mikirin securitynya Zak? Kalau belum, coba nakal dikit deh.. Ada banyak hal lho yang ga tertulis dibuku. ;-) attacker cuma butuh 1 kelemahan buat nyerang. CMIIW Zaki Akhmadagung-- Write.It.!! http://blog.agung.or.id
[teknologia] appliance kosong, asic based
On Sun, Mar 12, 2006 at 10:42:46PM -, m.c. ptrwn wrote: coba sesekali mereka bikin tayangan gimana cara bikin software , gimana bikin asic :-) he he he ... coba kalau ada vendor hardware yang mau menjual kotak kosong seperti ini dengan harga sangat murah. dijamin tidak perlu RUU APP lagi :-)) btw, fanless computer yang murah, yang bisa dipasangin linux (os lain, no way)? :-) Salam, P.Y. Adi Prasaja
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
Zaki Akhmad wrote: James A wrote: Ada satu bagian dari buku kumpulan esai (Almarhum) Umar Kayam yang menurut saya bagus untuk saya ceritakan disini memanfaatkan topik ini. Saya lupa judul persisnya, buku-nya lagi di kos-an sih. Jadi gini. Alkisah hadirlah sebuah televisi dalam sebuah desa tradisional di Bali. Tidak dikira, satu buah televisi ini mampu mengubah begitu banyak tatanan sosial yang sudah ada dalam desa tradisional ini. Tayangan yang tidak pernah terbayangkan oleh para penduduk desa itu. Satu buah televisi untuk satu buah desa. saya sering nanya ke temen2 sekitar (org india,china , irish dan amerika sendiri) terutama yang punya anak apakah mereka nonon tv amerika, mereka kebanyakan bilang : are you crazy wasting your time watch all these bull*** crap , lies and propaganda ?? Mereka bilang kalaupun nonton hanya nonton tv kartun anak2 seperti telletuby dan barneys. Oh iya, sekarang ini di US muncul desakan kuat agar cable company di AS menyediakan cable-package yang family oriented dan ini berhasil ! FYA: http://www.philly.com/mld/inquirer/business/13469884.htm Comcast offers G-rated 'family-tier' package The cable-TV giant sought to address criticism of sex and violence and to stave off a la carte pricing. By Reid Kanaley Inquirer Staff Writer Comcast Corp. introduced a family tier of channels yesterday with mostly G-rated content, in a bid to stave off critics who say cable carries too much sex, violence and profanity. Jadi , kalau di negara sono aja sudah ada kesadaran atas kesalahanya masak masih dituruti sich :-) -mcp.
[teknologia] Re: appliance kosong, asic based
adi wrote: On Sun, Mar 12, 2006 at 10:42:46PM -, m.c. ptrwn wrote: coba sesekali mereka bikin tayangan gimana cara bikin software , gimana bikin asic :-) he he he ... coba kalau ada vendor hardware yang mau menjual kotak kosong seperti ini dengan harga sangat murah. dijamin tidak perlu RUU APP lagi :-)) btw, fanless computer yang murah, yang bisa dipasangin linux (os lain, no way)? :-) emang mau bikin appliance nih om adi ceritanya ? wah saya gak tahu kalau ada fanless computer , tapi banyak appliance yg dipakai untuk networking sich sebenarnya berbasis intel atau power pc biasa saja yang murah koq (less than 400 usd) per unitnya. yg mahal sebenarnya support untuk real time o/s seperti windriver's vxworks dan fungsi2 lain (seperti routing protocol yg juga beli) , tapi kalau pakai linux semua kan jadi gratis :-) -mcp Salam, P.Y. Adi Prasaja
[teknologia] Re: Budaya Luar (was: Re: [teknologia] Re: Endonesa dan Gogel)
On Mon, Mar 13, 2006 at 04:39:15AM -, m.c. ptrwn wrote: Jadi , kalau di negara sono aja sudah ada kesadaran atas kesalahanya masak masih dituruti sich :-) kalau 'diatur', kemungkinan tidak akan menimbulkan polemik berkepanjangan, masalahnya 'dilarang'. apa-apa yang bersifat larangan itu selalu problematik, masalahnya dia harus cukup universal untuk bisa diterima semua pihak. tapi kalau pengaturan, seperti yang dilakukan di US, meskipun problematik juga sih, tetapi orang tidak lagi mempermasalahkan nilai yang bersifat universal lagi. Salam, P.Y. Adi Prasaja
[teknologia] Re: appliance kosong, asic based
On Mon, Mar 13, 2006 at 04:43:47AM -, m.c. ptrwn wrote: emang mau bikin appliance nih om adi ceritanya ? cuman buat iseng-iseng saja, barangkali nanti bisa punya duit cukup. kalau u/ dijual sih nggak lah. mana bisa saingan sama yang harganya $30-40 yang sudah siap pakai :-)) Salam, P.Y. Adi Prasaja
[teknologia] Re: Google Web/Online Processor -- writely.com
On 3/12/2006 at 10:38 AM Ronald wrote: Oskar Syahbana wrote: Remember, end user doesn't care if you have the latest cutting edge technology, all they need is something to make their life simpler. Setuju, fakta ini dieksploit dengan baik sekali oleh company yang mendesain produknya dengan baik spt Google dan Apple. Cuma mau ikutan mengamini ini. Bagi user, kemasan seringkali adalah segalanya. Minggu lalu baru diingatkan sekali lagi tentang ini (painfully) di sebuah acara ceramah. Materi ceramahnya sih crappy dan sangat tidak rasional (pada topik2 yang bisa dirasionalkan), tapi semua orang pada tercengang karena pakai laptop, proyektor -- dan, presentasinya bisa animasi !! Hadu... :-) Yang skeptik di akhir ceramah cuma saya sendirian, he he. Salam, Harry
[teknologia] Re: Tanya Teknologi Gigabit
Apalagi saya yang baru tahu kalau kabel UTP nomor satunya itu diitung dari kiri ke kanan, dan pas masukin ke jack RJ-45, pin-nya ada dibawah. FE, dan GE itu makhluk apa lagi apa mas Win Hadi? Kalau DoS saya baru kenal namanya saja, Denial of Service. Terus si DoS punya adik yang namanya DDoS, Distributed Denial of Service. Tapi saya baru tahu nama panjangnya aja, belum tahu detail teknisnya seperti apa. FE biasanya di refer sebagai fast ethernet GE : gigabit ethernet, gitu tambahannya...