[wanita-muslimah] Temukan Kegembiraan Anda!
Temukan Kegembiraan Anda! By: agussyafii Setiap kali pulang kerja, bersama Hana dan istri saya suka menjemput sore hari dengan berjalan-jalan keliling kampung. Menikmati indahnya sekeliling. Bertegur sapa dengan setiap orang yang bertemu dijalan. Terkadang orang yang tidak kami kenalpun, kami suka menyapanya. Bila berjalan jauh terasa melelahkan kami berhenti. Menikmati kelapa muda atau duduk ditaman sambil maen ayunan bersama Hana. begitulah menanamkan kegembiraan di dalam pikiran kita. Mensyukuri kehidupan dengan suka cita. Kedamaian, keindahan dan kemeriahan dengan melakukan aktifitas berjalan kaki merupakan kegiatan yang paling sederhana, murah dan meriah. Tujuan utama menggali kegembiraan. Tidak harus ke mall atau ke tempat wisata yang harus mengeluarkan uang. kegembiraan itu terletak ada di dalam pikiran kita. Bila didalam pikiran menemukan kegembiraannya aktifitas apapun terasa menyenangkan, Makan enak, tidurpun nyenyak. Seringkali saya, Hana dan istri melakukan aktifitas bersama. Meminimalisir kegiatan menonton TV. Membaca koran. Bahkan saya menghindari dan tidak memperkenalkan game online untuk Hana dan anak-anak Amalia. Sebab sekali menanamkan game didalam pikiran anak-anak berarti menjerumuskan mereka. Pernah ada seorang ibu datang ke Rumah Amalia dengan menangis tersedu-sedu karena anaknya tidak mau sekolah, tidak mau mandi bahkan susah makan. maunya setiap hari didepan layar monitor untuk maen Game online. Bila sudah tertanam game online pada pikiran anak-anak, lantas bagaimana anak-anak bisa menemukan keindahan dalam hidupnya? Pikiran-pikran kita banyak dipenuhi dengan lembaran berita dari koran, TV, internet tentang perselingkuhan, politik penyebar kebencian, fitnah, Skandal seperti sampah yang menjejal didalam kepala kita. Jika kita menjadikan pikiran kita sebagai tempat sampah dengan berbagai sampah-sampah informasi maka kita tidak akan pernah menemukan kegembiraan dalam hidup kita, kedamaian alam, indahnya matahari pagi, bertegur sapa dengan orang-orang disekitar kita dan nikmatnya menjemput sore hari. Sebaiknya hindarkanlah menjadikan pikiran-pikiran kita menjadi tempat sampah, maka kita akan menemukan kegembiraan hidup! Wassalam, agussyafii -- Tulisan ini dalam rangka kampanye program 'Peduli Kasih Amalia (PKA)' Senin, tanggal 20 Juli 2009, di Rumah Amalia. Silahkan bagi teman2 yang berkenan mewaqafkan buku2, Majalah, Komik, Novel, Cerpen,Kaset VCD, CD, DVD ( ISLAMI ),IPTEK,buku Pelajaran, peralatan sekolah, baju layak pakai untuk Program kegiatan Peduli Kasih Amalia (PKA). kirimkan ke Rumah Amalia,Jl. Subagyo Blok ii 1, no.23 Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sudimara Timur, Ciledug. TNG. . Mari dukung pada program 'Peduli Kasih Amalia (PKA)' melalui http://agussyafii.blogspot.com, http://www.facebook.com/agussyafii atau sms 087 8777 12431 [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA
Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada Doha Debat, wanita dari Arab Saudia yang duduk di panel diskusi tidak berjilbab. Mengapa demikian, apakah dia tidak memahami agamanya? http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA - Original Message - From: ismail sutopo To: linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; herri.perm...@yahoo.co.id ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id ; am...@tele2.se ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ; ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ; mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; hermansyahka...@yahoo.com ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com ; haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; lasykarl...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; adaniperm...@gmail.com ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, June 30, 2009 7:29 AM Subject: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA SMAIL - RATHARAIS RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM . DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN ( QS : 002 AL BAQARAH 208 ) 090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA / 090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN PRO : FORM WANITA MSULIMAH LAMPIRAN ( FILE ) : MULIA-WM-JILBAB WANITA WAJIB - JANGAN DIREMEHKAN.pdf (application/pdf) 1,096K To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com tauziyah-sucscr...@yahoo.com; tauzi...@yahoogroups.com Email Address : MOHON MAAF - EMAIL KAMI KIRIM SECARA INDEPENDENT MASING-MASING KE ALAMAT ANGGOTA. - KARENA LAMPIRAN S/D 3 MB, TIDAK MUNGKIN KAMI KIRIM VIA EMAIL WANITA MUSLIMAH / TAUZIYAH GROUPS linadah...@yahoo.com; herri.perm...@yahoo.co.id; donnie.dam...@gmail.com; faizal...@yahoo.co.id; css...@tresnamuda.co.id; mui...@yahoo.com; wpamu...@centrin.net.id; am...@tele2.se; masar...@gmail.com; ariela$e...@yahoo.com; morry.in...@gmail.com; ica_hara...@yahoo.com; wirawan@gmail.com; mfl_bi...@yahoo.com; ko_j...@yahoo.com; baz...@cbn.net.id; hermansyahka...@yahoo.com; rahimara...@yahoo.com; andiw...@yahoo.com; insist...@yahoogrou ps.com; haj...@yahoo. com; nurbaya...@gmail.com; lasykarl...@gmail.com; syaiful.rah...@bataindonesia.com; al...@yahoo.com; edi...@chevron.com; aminudi...@yahoo.com.sg; adaniperm...@gmail.com; soega...@gmail.com; noniemarl...@yahoo.co.id; sol...@sanipak.co.jp; salehn...@gmail.com; manmand...@yahoo.com Assalaamu'alaikum wr. wb. Salam Muslimin-muslimah, namun mohon dimaafkan tiada kiranya dapat kami sebutkan satu persatu nama-nama Bapak / Ibu, tanpa mengurangi rasa hormat kami, semoga jama'ah sekalian senantiasa dikarunia Perlindungan dan Rahmat Allah swt. amiin.. Terlampir artikel mengenai - WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN yang menjadi perdebatan baru, oleh Mas Achmad Chodjim, anggota peserta WM, karena katanya jilbab itu bahasa Arabnya adalah pakaian Jadi wanita seluruh dunia ini sebenarnya sudah berjilbab semua. Luar biasa maka pertanyaan besarnya : APAKAH JILBAB YANG SUDAH MENUTUP AURAT, SEBAGAI MANA PERADABAN ZAMAN NABI-NABI KITA DAHULU., ATAU JILBAB YANG BUKAN PENUTUP AURAT LAGI ? PAKAIAN WANITA SEKARANG INI - BERARTI JILBAB-JILBAB YANG TERBUKA SEBAGIAN AURATNYA, TERUTAMA : RAMBUT. PADAHAL RAMBUT, LEHER, TELINGA, BAHU, LENGAN, BETIS DILARANG DIPERLIHATKAN WANITA DIMUKA UMUM ATAU DIHADAPAN YANG BUKAN MAHROMNYA. Selamat membaca semoga bermanfaat - mohon maaf bila ada kekurangan atau kesalahan - Hanya Allah swt. yang Maha Benar. Wassalaam / ISMAIL [Non-text portions of this message have been removed] === Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com mailto:wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com * To unsubscribe from this group, send an email to:
[wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA
Dia tentu paham akan agama, bahwa jilbab dipakai karena keadaan iklim gurun pasir, yaitu mencegah debu pasir melekat di rambut. Jilbab bukan saja dipakai oleh yang beragama Islam, tetapi dulu juga dipakai oleh semua wanita tidak tergantung dari agamanya. - Original Message - From: Satriyo To: sunny Cc: ismail sutopo ; linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; herri.perm...@yahoo.co.id ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ; ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ; mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; hermansyahka...@yahoo.com ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com ; haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; adaniperm...@gmail.com ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, June 30, 2009 8:54 AM Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA faham belum tentu taat. as simple as that! 2009/6/30 sunny am...@tele2.se Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada Doha Debat, wanita dari Arab Saudia yang duduk di panel diskusi tidak berjilbab. Mengapa demikian, apakah dia tidak memahami agamanya? http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA - Original Message - From: ismail sutopo To: linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; herri.perm...@yahoo.co.id ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id ; am...@tele2.se ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ; ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ; mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; hermansyahka...@yahoo.com ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com ; haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; lasykarl...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; adaniperm...@gmail.com ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, June 30, 2009 7:29 AM Subject: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA SMAIL - RATHARAIS RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM . DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN ( QS : 002 AL BAQARAH 208 ) 090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA / 090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN PRO : FORM WANITA MSULIMAH LAMPIRAN ( FILE ) : MULIA-WM-JILBAB WANITA WAJIB - JANGAN DIREMEHKAN.pdf (application/pdf) 1,096K To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com tauziyah-sucscr...@yahoo.com; tauzi...@yahoogroups.com Email Address : MOHON MAAF - EMAIL KAMI KIRIM SECARA INDEPENDENT MASING-MASING KE ALAMAT ANGGOTA. - KARENA LAMPIRAN S/D 3 MB, TIDAK MUNGKIN KAMI KIRIM VIA EMAIL WANITA MUSLIMAH / TAUZIYAH GROUPS linadah...@yahoo.com; herri.perm...@yahoo.co.id; donnie.dam...@gmail.com; faizal...@yahoo.co.id; css...@tresnamuda.co.id; mui...@yahoo.com; wpamu...@centrin.net.id; am...@tele2.se; masar...@gmail.com; ariela$e...@yahoo.com; morry.in...@gmail.com; ica_hara...@yahoo.com; wirawan@gmail.com; mfl_bi...@yahoo.com; ko_j...@yahoo.com; baz...@cbn.net.id; hermansyahka...@yahoo.com; rahimara...@yahoo.com; andiw...@yahoo.com; insist...@yahoogrou ps.com; haj...@yahoo. com; nurbaya...@gmail.com; lasykarl...@gmail.com; syaiful.rah...@bataindonesia.com; al...@yahoo.com; edi...@chevron.com; aminudi...@yahoo.com.sg; adaniperm...@gmail.com; soega...@gmail.com; noniemarl...@yahoo.co.id; sol...@sanipak.co.jp; salehn...@gmail.com; manmand...@yahoo.com Assalaamu'alaikum wr. wb. Salam Muslimin-muslimah, namun mohon dimaafkan tiada kiranya dapat kami sebutkan satu persatu nama-nama Bapak / Ibu, tanpa mengurangi rasa hormat kami, semoga jama'ah sekalian senantiasa dikarunia Perlindungan dan Rahmat Allah swt. amiin.. Terlampir artikel mengenai - WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN yang menjadi perdebatan baru, oleh Mas Achmad Chodjim, anggota peserta WM, karena katanya jilbab itu bahasa Arabnya adalah pakaian Jadi wanita seluruh dunia ini sebenarnya sudah berjilbab semua. Luar biasa maka pertanyaan besarnya : APAKAH JILBAB YANG SUDAH MENUTUP AURAT, SEBAGAI MANA PERADABAN ZAMAN NABI-NABI KITA DAHULU., ATAU JILBAB YANG BUKAN PENUTUP AURAT LAGI ? PAKAIAN WANITA SEKARANG INI - BERARTI JILBAB-JILBAB YANG TERBUKA SEBAGIAN AURATNYA, TERUTAMA : RAMBUT. PADAHAL
[wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA
maaf mbak dan mas, akhwan dan akhwat.. mohon agar diskusinya kembali ke milis WM dan bukan bikin milis sendiri seperti ini. Apabila masih ingin diteruskan seperti ini mohon email saya dihapuskan apabila anda semua ingin membalas dengan mode replay all terima kasih atas perhatian dan pengertiannya Donnie On Jun 30, 2009, at 2:14 PM, sol...@sanipak.co.jp wrote: setuju...bung satrio dan bung ismail pahami benar-benar makna QS:Al-Baqarah : 208 Memang semua kembali ke keyakinan masing-masing Jika memang sudah yakin dengan apa yang menjadi ketetapan Allah namun belum sepenuhnya melakukan...artinya ya belum yakin yakin itu kan diikrarkan di dalam hati, diwujudkan dalam perbuatan, dan setiap perbuatan ada pertanggungjawabannya dan tentunya kita ingin setiap perbuatan kita mendapat ridho dari Allah.. kalo emang ada yang nonmuslim yang berjilbab mungkin bisa diterima pendapat dari bung sunny tapi kalo buat yang muslim, kalo dia emang yakin dengan semua ketetapan Allah dan Allah itu emang ada dan kita selalu dalam pengaturan dan pengawasan-Nya, pasti akan melakukan apa yang sudah ditetapkan Allah... maaf jika ada yang salah... Wassalam soleha From: sunny am...@tele2.se To: Satriyo lasykarl...@gmail.com Cc: ismail sutopo manmandir...@gmail.com, linadah...@yahoo.com, ariela4e...@yahoo.com, herri.perm...@yahoo.co.id , donnie.dam...@gmail.com, faizal...@yahoo.co.id, css...@tresnamuda.co.id , masar...@gmail.com, morry.in...@gmail.com, ica_hara...@yahoo.com , wirawan@gmail.com, mfl_bi...@yahoo.com, ko_j...@yahoo.com, baz...@cbn.net.id, hermansyahka...@yahoo.com, rahimara...@yahoo.com, andiw...@yahoo.com , insist...@yahoogroups.com, haj...@yahoo.com, nurbaya...@gmail.com , syaiful.rah...@bataindonesia.com, al...@yahoo.com, edi...@chevron.com , aminudi...@yahoo.com.sg, adaniperm...@gmail.com, soega...@gmail.com , noniemarl...@yahoo.co.id, sol...@sanipak.co.jp, salehn...@gmail.com , manmand...@yahoo.com, wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: 30/06/2009 15:01 Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA Dia tentu paham akan agama, bahwa jilbab dipakai karena keadaan iklim gurun pasir, yaitu mencegah debu pasir melekat di rambut. Jilbab bukan saja dipakai oleh yang beragama Islam, tetapi dulu juga dipakai oleh semua wanita tidak tergantung dari agamanya. - Original Message - From: Satriyo To: sunny Cc: ismail sutopo ; linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; herri.perm...@yahoo.co.id ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ; ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ; mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; hermansyahka...@yahoo.com ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com ; haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; adaniperm...@gmail.com ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, June 30, 2009 8:54 AM Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA faham belum tentu taat. as simple as that! 2009/6/30 sunny am...@tele2.se Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada Doha Debat, wanita dari Arab Saudia yang duduk di panel diskusi tidak berjilbab. Mengapa demikian, apakah dia tidak memahami agamanya? http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA - Original Message - From: ismail sutopo To: linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; herri.perm...@yahoo.co.id ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id ; am...@tele2.se ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ; ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ; mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; hermansyahka...@yahoo.com ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com ; haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; lasykarl...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; adaniperm...@gmail.com ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, June 30, 2009 7:29 AM Subject: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA SMAIL - RATHARAIS RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM . DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN ( QS : 002 AL BAQARAH 208 ) 090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA / 090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN PRO : FORM WANITA
[wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA
Saya juga sama ma mas donnie.. di delete aja.Sori, gak tertarik kalo bahas terbatas gini... Lagian, emang udah dianggap gak taat dan bukan orang Islam (mungkin).. :P Herni 2009/6/30 donnie damana donnie.dam...@gmail.com maaf mbak dan mas, akhwan dan akhwat.. mohon agar diskusinya kembali ke milis WM dan bukan bikin milis sendiri seperti ini. Apabila masih ingin diteruskan seperti ini mohon email saya dihapuskan apabila anda semua ingin membalas dengan mode replay all terima kasih atas perhatian dan pengertiannya Donnie On Jun 30, 2009, at 2:14 PM, sol...@sanipak.co.jp wrote: setuju...bung satrio dan bung ismail pahami benar-benar makna QS:Al-Baqarah : 208 Memang semua kembali ke keyakinan masing-masing Jika memang sudah yakin dengan apa yang menjadi ketetapan Allah namun belum sepenuhnya melakukan...artinya ya belum yakin yakin itu kan diikrarkan di dalam hati, diwujudkan dalam perbuatan, dan setiap perbuatan ada pertanggungjawabannya dan tentunya kita ingin setiap perbuatan kita mendapat ridho dari Allah.. kalo emang ada yang nonmuslim yang berjilbab mungkin bisa diterima pendapat dari bung sunny tapi kalo buat yang muslim, kalo dia emang yakin dengan semua ketetapan Allah dan Allah itu emang ada dan kita selalu dalam pengaturan dan pengawasan-Nya, pasti akan melakukan apa yang sudah ditetapkan Allah... maaf jika ada yang salah... Wassalam soleha From: sunny am...@tele2.se To: Satriyo lasykarl...@gmail.com Cc: ismail sutopo manmandir...@gmail.com, linadah...@yahoo.com, ariela4e...@yahoo.com, herri.perm...@yahoo.co.id, donnie.dam...@gmail.com, faizal...@yahoo.co.id, css...@tresnamuda.co.id, masar...@gmail.com, morry.in...@gmail.com, ica_hara...@yahoo.com, wirawan@gmail.com, mfl_bi...@yahoo.com, ko_j...@yahoo.com, baz...@cbn.net.id, hermansyahka...@yahoo.com, rahimara...@yahoo.com, andiw...@yahoo.com, insist...@yahoogroups.com, haj...@yahoo.com, nurbaya...@gmail.com, syaiful.rah...@bataindonesia.com, al...@yahoo.com, edi...@chevron.com, aminudi...@yahoo.com.sg, adaniperm...@gmail.com, soega...@gmail.com, noniemarl...@yahoo.co.id, sol...@sanipak.co.jp, salehn...@gmail.com, manmand...@yahoo.com, wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: 30/06/2009 15:01 Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA -- *Dia tentu paham akan agama, bahwa jilbab dipakai karena keadaan iklim gurun pasir, yaitu mencegah debu pasir melekat di rambut. Jilbab bukan saja dipakai oleh yang beragama Islam, tetapi dulu juga dipakai oleh semua wanita tidak tergantung dari agamanya.* - Original Message - *From:* *Satriyo* lasykarl...@gmail.com *To:* *sunny* am...@tele2.se *Cc:* *ismail sutopo* manmandir...@gmail.com ; *linadah...@yahoo.com*linadah...@yahoo.com; *ariela4e...@yahoo.com* ariela4e...@yahoo.com ; * herri.perm...@yahoo.co.id* herri.perm...@yahoo.co.id ; * donnie.dam...@gmail.com* donnie.dam...@gmail.com ; * faizal...@yahoo.co.id* faizal...@yahoo.co.id ; *css...@tresnamuda.co.id*css...@tresnamuda.co.id; *masar...@gmail.com* masar...@gmail.com ; *morry.in...@gmail.com*morry.in...@gmail.com; *ica_hara...@yahoo.com* ica_hara...@yahoo.com ; *wirawan@gmail.com*wirawan@gmail.com; *mfl_bi...@yahoo.com* mfl_bi...@yahoo.com ; *ko_j...@yahoo.com*ko_j...@yahoo.com; *baz...@cbn.net.id* baz...@cbn.net.id ; *hermansyahka...@yahoo.com*hermansyahka...@yahoo.com; *rahimara...@yahoo.com* rahimara...@yahoo.com ; *andiw...@yahoo.com*andiw...@yahoo.com; *insist...@yahoogroups.com* insist...@yahoogroups.com ; * haj...@yahoo.com* haj...@yahoo.com ; *nurbaya...@gmail.com*nurbaya...@gmail.com; *syaiful.rah...@bataindonesia.com* syaiful.rah...@bataindonesia.com ; * al...@yahoo.com* al...@yahoo.com ; *edi...@chevron.com*edi...@chevron.com; *aminudi...@yahoo.com.sg* aminudi...@yahoo.com.sg ; * adaniperm...@gmail.com* adaniperm...@gmail.com ; *soega...@gmail.com*soega...@gmail.com; *noniemarl...@yahoo.co.id* noniemarl...@yahoo.co.id ; * sol...@sanipak.co.jp* sol...@sanipak.co.jp ; *salehn...@gmail.com*salehn...@gmail.com; *manmand...@yahoo.com* manmand...@yahoo.com ; * wanita-musli...@yahoogroups.com* wanita-muslimah@yahoogroups.com *Sent:* Tuesday, June 30, 2009 8:54 AM *Subject:* Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA faham belum tentu taat. as simple as that! 2009/6/30 sunny *am...@tele2.se* am...@tele2.se *Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada Doha Debat, wanita dari Arab Saudia yang duduk di panel diskusi tidak berjilbab. Mengapa demikian, apakah dia tidak memahami agamanya?* *http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA*http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA - Original Message - *From:* *ismail sutopo* manmandir...@gmail.com *To:* *linadah...@yahoo.com* linadah...@yahoo.com ; * ariela4e...@yahoo.com* ariela4e...@yahoo.com ; * herri.perm...@yahoo.co.id*
[wanita-muslimah] Terbuang di Kampung Sendiri
http://cetak.bangkapos.com/etalase/read/22938.html Lada Putih Bangka Terbuang di Kampung Sendiri edisi: 28/Jun/2009 wib SUNGGUH ironis nasib lada putih Bangka (Muntok white pepper). Sejak komuditas rempah-rempah ini dimonopoli oleh serikat dagang Belanda (VOC) tidak ada perubahan sama sekali. Lada dijual dalam bentuk primer. Setelah dipanen, direndam, jemur, bulir lada Bangka dengan aroma dan rasa pedas yang khas itu dijual ke pedagang pengumpul. Lalu ditampung untuk selanjutnya diekspor. Tanpa sentuhan teknologi untuk diversivikasi produk. Begitu pula dengan pengembangan kebun lada para petani. Berabad-abad dikelola dengan pengetahuan yang mereka miliki. Petani seolah berhadapan sendirian saat menghadapi seluruh permasalahan lada. Mulai penyakit, hama, kualitas produk dan pemanfaatan lahan. Wajarlah, ketika negara lain seperti Vietnam menerapkan teknologi perkebunan lada, muntok white pepper yang tersohor sejak masa VOC itu kehilangan pamor. Kualitas tertinggal dengan produksi minim. Indonesia sebagai pemasok utama kebutuhan lada dunia, khususnya dari Babel sudah berpuluh-puluh tahun ini tertinggal. Porsi pasokan lada Indoensia tersisa 30 persen saja. Komoditi lada mempunyai peran strategis secara ekonomis, historis, sosilologis dan geogarfis itu kini tinggal kenangan. Para petani tak berdaya ketika hasil panen itu tak memiliki harga lagi. Setelah terbuang dari kancah perdagangan lada dunia, lada komuditas yang sempat menaikkan derajat ekonomi petani itu nyaris terbuang di kampung sendiri. Beribu-ribu hektar tanaman lada ditelantarkan bahkan dibuang. Kebun dengan tanah yang subur tak jarang tergerus oleh aktivitas tambang. Petani lada juga tak tahan dengan godaaan perkebunan tanaman sawit yang sangat ekspansif. Masih Prospektif Realita memang seperti itu. Lada benar-benar tak menjanjikan. Hanya saja tak sepenuhnya benar sebab belum pernah dilakukan pengembangan lada secara konsisten dengan teknologi dan diversivikasi produk. Kebijakan pengembangan pun tidak dilakukan secara berkelanjutan. Prospek lada di masa mendatang cukup baik karena selain terjadinya peningkatan konsumsi dalam negeri juga berkembangnya industri makanan, minuman, dan farmasi serta spa yang menggunakan bahan baku lada, kata Ir Rizky Muis Direktur Budidaya Tanaman Rempah dan Penyegar Departemen Pertanian di depan puluhan peserta Workshop Revitalisasi Lada Putih Bangka Belitung, Kamis (25/6) lalu di Serrata Teracca Hotel. Pendapat Rizky cukup beralasan, masa lalu lada putih Bangka gilang-gemilang. Di tingkat dunia, lada Indonesia dikenal dengan citra rasa dan aroma yang khas. Muntok white pepper dan black white pepper brand yang cukup dikenal di dunia, sambung Rizky. Oleh sebab itu lada, lanjut Rizky ketika masa kejayaan rempah-rempah menyandang predikat rajanya rempah (King od Speces) karena mencapai nomor satu dunia. Lada merupakan komoditas ekspor tertua yang diperdagangkan ke luar negeri. Tak kalah pentingnya hampir seluruh usaha lada dikelola oleh rakyat. Apabila satu KK memiliki lima anggota, maka usaha lada menghidupi 1,6 juta orang belum termasuk yang terlibat dalam rantai perdagangan dan industri, tandasnya. Itulah peran dan arti penting lada. Kini semaua kegemilangan lada mulai pudar. Sejak Vietnam mengembangkan lada, posisi Indonesia di pasar dunia melorot drastis, ujar Rizky. Dalam satu dasawarsa terakhir situasi perkebunan lada kita mengalamai kemunduran di semua segi, luas tanaman, produksi dan ekspor mengalami kemunduran drastis. Terlebih-lebih segi inovasi hampir tidak ada kemajuan sama sekali, sambung Dr Ir HAM Syakir Kepala Pusat Litbang Perkebunan Departemen Pertanian di sela-sela Workshop Revtalisasi Lada. Lalu Syakir mencontohkan Babel sebagai sentra produksi lada putih di Indonesia saat ini terbengkalai. Kondisi sebagai besar tanaman petani sangat memprihatinkan. Pemeliharaan sangat minim bahkan tanpa pemeliharaan, ujarnya. Diguncang Harga Banyak faktor membuat lada tadi kehilangan pamor. Yang utama menurut Syakir adalah faktor harga lada yang rendah. Gejolak harga yang besar sehingga tidak cukup menarik bagi petani. Selain itu tanaman ini tidak berkayu dan merambat yang rentan terhadap penyakit, terutama infeksi jamur, bakteri, bahkan mematoda. Ini sangat pelik karena menimbulkan kerugian besar bagi petani, tukasnya. Faktor harga dan serangan penyakit menyebabkan petani meninggalkan tanaman lada mereka beralih kepada komuditas perkebuan lainnya, seperti karet, kakao, terlebih-lebih kelapa sawit. Padahal secara crop ecologis tanaman lada lebih sesuai dibandingkan dengan timah yang merusak lingkungan. Demikan pula dengan kelapa sawit yang menghendaki radiasi surya tinggi, ujar Syakir. Jika ingin lada Babel tetap terasa pedas, mau tak mau, dengan pengelolaan tanaman yang baik, komuditas ini masih memiliki daya saing yang lebih baik. Selain pengelolaan lada, Babel juga didukung oleh tipe iklim bimodial, yaitu adanya dua puncak musim
Re: [wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA
Lha, koq Mas Ismail sudah memfitnah! Sudah saya sebutkan bahwa jilbab adalah pakaian luar; koq hanya disebut pakaian? Sudah saya sebutkan bahwa 90% orang Indonesia sudah berjilbab; lha koq disebut wanita seluruh dunia? Katanya beriman, koq tukang fitnah! Sudah saya jelaskan bahwa jilbab bukanlah kerudung, dan sejarah jilbab itu berasal dari Cina sebelum agama Islam diwahyukan kepada Rasulullah. Seharusnya kan mengecek berdasarkan sejarah! Ueenak benar menyatakan hanya Allah swt. yang Maha Benar tapi berbuat culas! Sebagai tambahan, 2:208 adalah BUKAN perintah untuk masuk ke dalam agama Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu, saya sarankan kepada Sdr. Ismail untuk belajar bahasa Arab lagi agar tidak menjadi tukang fitnah! Jangan menjadikan Arab sebagai berhala, tetapi kajilah Alquran dengan seksama agar mendapatkan hidayah Allah. Wassalam, chodjim = ISMAIL - RATHARAIS RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM . DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN ( QS : 002 AL BAQARAH 208 ) 090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA / 090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN Terlampir artikel mengenai - WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN - yang menjadi perdebatan baru, oleh Mas Achmad Chodjim, anggota peserta WM, karena katanya jilbab itu bahasa Arabnya adalah pakaian Jadi wanita seluruh dunia ini sebenarnya sudah berjilbab semua. Luar biasa .maka pertanyaan besarnya : APAKAH JILBAB YANG SUDAH MENUTUP AURAT, SEBAGAI MANA PERADABAN ZAMAN NABI-NABI KITA DAHULU., ATAU JILBAB YANG BUKAN PENUTUP AURAT LAGI ? PAKAIAN WANITA SEKARANG INI - BERARTI JILBAB-JILBAB YANG TERBUKA SEBAGIAN AURATNYA, TERUTAMA : RAMBUT. PADAHAL RAMBUT, LEHER, TELINGA, BAHU, LENGAN, BETIS . DILARANG DIPERLIHATKAN WANITA DIMUKA UMUM ATAU DIHADAPAN YANG BUKAN MAHROMNYA.
[wanita-muslimah] Keluarga dan Pangan
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=19921:keluarga-dan-pangancatid=78:umumItemid=131 Keluarga dan Pangan Oleh : Ir. Fadmin Prihatin Malau Hari keluarga di Indonesia dikaitkan dengan instansi yang bertanggungjawab atas pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB) yakni Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Lantas, program KB itu dicanangkan oleh Presiden Soeharto di Lampung pada 29 Juni 1993 dan tanggal itu ditetapkan sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas). Sangat berbeda dengan di negara-negara Barat, hari keluarga (Family Day) dicanangkan dari masyarakat sebagai ajang internal untuk pendekatan anggota keluarga di negara itu. Boleh jadi karena latar belakang penetapannya berbeda maka definisi hari keluarga juga berbeda. Di Indonesia Harganas didefinisikan sebagai gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dalam programnya mengkampanyekan penggunaan alat kontrasepsi dan pengendalian laju pertambahan penduduk dengan slogan Dua Anak Saja Cukup Beragam kampanye dilakukan pada era Orde Baru (era 1980-an) ada mata uang Rp 5 dengan lukisan (gambar) timbul pada satu sisinya potret keluarga harmonis dengan seorang ayah, ibu dan dua orang anak. Pada berbagai tempat dibangun tugu (monumen) yang bertemakan kampanye keluarga berencana. Pada dasarnya Harganas itu tidak dapat lepas dari persaingan pertumbuhan penduduk dan produksi pangan yang terjadi di dunia. Penting, karena menentukan keberlangsungan hidup manusia. Pada abad ke-17, Thomas Robert Malthus (1798) telah mengeluarkan teorinya yang memprediksikan manusia akan menghadapi kesulitan dalam menyediakan pangannya. Teori Malthus itu menyatakan pertumbuhan produksi pangan seperti deret hitung dan pertumbuhan penduduk seperti deret ukur. Teorinya deret hitung; 1,2,3,4,5,6 dan seterusnya. Deret ukur; 1,2,4,16, 32,64 dan seterusnya. Artinya ketika pertambahan pangan 1, pertambahan penduduk 1. Ketika bertambahan pangan 2, pertambahan penduduk 2. Ketika pertambahan pangan 3, pertambahan penduduk 4. Ketika pertambahan pangan 4, pertambahan penduduk 16 dan seterusnya. Teori ini membuat penduduk dunia cemas karena jumlah penduduk dunia terus bertambah. Berbagai negara berkontribusi menambah penduduk dunia, diperkirakan tahun 2010 penduduk Asia Pasific mencapai 4 miliar. India dan China lebih dari 2 miliar, Pendudukan Indonesia hampir seperempat miliar jiwa. Lihat saja pertumbuhan penduduk Indonesia, tahun 1900 sekitar 40 juta jiwa, lantas 120 juta jiwa (1970), 147 juta jiwa (1980), 179 juta jiwa (1990), 206 juta jiwa (2000) dan mencapai 225 juta jiwa (2007) ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2009). Era orde baru Indonesia dinilai sebagai negara yang sukses mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui program keluarga berencana yang dilaksanakan sejak 1968 karena secara nasional tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 2 persen per tahun sehingga wajar di era orde baru Indonesia berhasil swasembada beras. Pertumbuhan penduduk yang dicapai rata-rata 2 persen itu dan berhasil swasembada beras pada pasca reformasi cenderung mengalami stagnasi karena berbagai faktor, pemerintah tidak fokus lagi kepada pertumbuhan penduduk, pertumbuhan pangan. Menjawab Teori Maltus Para pakar, praktisi pertanian berupaya menjawab teori Maltus. Bagaimana ancaman kelaparan, kekurangan pangan di dunia dapat diatasi. Terus dilakukan upaya menjawab teori Maltus itu dan ada satu jawaban yang pasti yakni inovasi teknologi pangan dan pengendalian pertumbuhan penduduk. Indonesia akhirnya melakukan pendekatan pertumbuhan penduduk untuk mengatasi kebutuhan pangan. Konsumsi pangan Indonesia utama adalah karbohidrat (beras). Berdasarkan data BPS, tahun 1970-1990 konsumsi beras per kapita per tahun meningkat yaitu 109 kg (1970), 122 kg (1980) dan menjadi 149 kg (1990). Setelah tahun 1990, konsumsi beras sedikit menurun yaitu 114 kg per orang per tahun pada tahun 2000. Secara dunia tercatat pertumbuhan penduduk yang pesat menuntut pemenuhan pangan yang sangat besar. Kebutuhan pangan biji-bijian (beras dan jagung) di Asia meningkat pesat dari 344 juta ton tahun 1997 menjadi 557 juta ton tahun 2020. Tidak heran masalah krisis pangan dunia ditandai dengan kelangkaan pangan dan melonjaknya harga pangan pada pasar internasional tahun 2008. Indonesia sebagai negara agraris (pertanian) produksi pangan seharusnya mampu menjawab kebutuhan penduduknya apa bila memang serius menanganinya, tidak hanya menjadi retorika dan bahan kampanye pemilihan presiden yang menyebutkan dalam dua tahun terakhir dikatakan Indonesia swasembada beras. Bagaimana untuk jangka panjang? Teori Maltus harus dijawab tuntas, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pangan atau sederhananya keluarga dan pangan. Jangan hanya sebatas retorika dan dikampanyekan sewaktu
[wanita-muslimah] Dititipkan di Imigrasi Medan, 13 Pencari Suaka asal Afganistan Kabur
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=19871:dititipkan-di-imigrasi-medan-13-pencari-suaka-asal-afganistan-kaburcatid=3:nasionalItemid=128 Dititipkan di Imigrasi Medan, 13 Pencari Suaka asal Afganistan Kabur Medan, (Analisa) Sebanyak 13 warga berkebangsaan Afganistan tanpa memiliki dokumen lengkap kabur setelah merusak jerjak jendela salah satu ruangan Kantor Imigrasi Kelas I Medan, Jalan Gatot Subroto. Sebelumnya mereka ditahan pihak Polsek Helvetia. Kaburnya ke-13 pencari suaka di Indonesia yang datang secara ilegal transit melalui Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjung Balai itu diketahui Minggu (28/6) sekira pukul 09.00 WIB. Diperkirakan warga negara asing (WNA) tersebut kabur dengan cara menjebol jerjak jendela, Minggu dinihari. Ke-13 warga Afganistan itu yakni MD Dawood (33), Alyas (32), MD Hussain (36), Hedayataliyah (22), Feroz Juan (19), Gullam Ali (45), dan Arif Ali (45), Salman Al (35), MD Anwar (42), Gambar Ali (30), Besmerlahe (30), Rajab Ali (40) dan Arif Husain (22). Kepala Seksi (Kasi) Penindakan Keimigrasian Kelas I Medan, Anggiat Napitupulu, kepada wartawan kemarin mengatakan, pihak imigrasi menyayangkan larinya ke-13 WNA itu. Pasalnya mereka sudah berkoordinasi mengenai pengurusan data dan foto para WNA itu kepada pihak Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi di Jakarta untuk diproses lebih lanjut. Sebelumnya, terang Anggiat, 13 warga Afganistan ini ditangkap petugas Polsekta Helvetia, 13 Juni 2009 di salah satu hotel kawasan Helvetia karena tidak memiliki dokumen. Lalu 15 Juni 2009, mereka hendak diserahkan ke pihak balai karantina guna proses penindakan selanjutnya. Namun karena Balai Karantina Belawan kelebihan kapasitas, ke-13-nya dititipkan sementara di kantor Imigrasi Medan. Mereka ditempatkan di ruang bekas arsip yang dijadikan sebagai ruang titipan sementara. Dalam hal ini, jelas Anggiat, Imigrasi Kelas I Medan telah membuat pengaduan secara lisan dan tertulis untuk koordinasi selanjutnya pada Kanwil Depkum dan HAM Sumut Jalan Putri Hijau, Medan. Pihaknya juga berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk melakukan pengejaran terhadap WNA tersebut. Pencarian sudah dilakukan di setiap terminal termasuk Amplas, bahkan masjid dan sejumlah penginapan di seputaran Jalan Gatot Subroto Medan. Bahkan pihak juga berkoordinasi dengan perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia yang menangani masalah pengungsi dan kewarganegaraan, yakni UNHCR dan IOM. Disinggung mengenai pengamanan di Kantor Imigrasi Medan sehingga ke-13-nya dapat kabur, Anggiat menjelaskan, pengamanan yang dilakukan seperti biasa dan ada dua petugas jaga ketika itu. WNA tersebut juga bukan merupakan tahanan tindak kriminal. Mereka hanya pencari suaka di Indonesia yang tidak memiliki dokumen lengkap. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA
Inilah hebatnya qur'an, penganut yang sama bisa memahami pesan yang sama maka implementasipun mejadi beda. Saya jadi ingat anekdote demikian : Suatu ketika ada orang yang kaya raya di negerinya (sebut saja di antah barantah) sakit keras, dan merasa ajalnya akan tiba maka dipanggilnya dua anak lelakinya yang merupakan ahliwaris yang sah. Sang ayah berkata, anak-anakku ajalku akan tiba, silakan hartaku dibagi sesuai hukum yang berlaku, namun aku ada pesan untuk kalian, insya Allah kalau kalian akan menjalankan petuahku ini, kalian akan sukses dalam berbisnis. Kedua anak lelakinya dengan khusyu' menyimak pesan terakhir sang ayahanda.anak-anakku, ada tiga hal yang bisa aku wasiyatkan yaitu 1) jangan biarkan dirimu terkena sinar matahari, 2) jangan suka menagih hutang, dan 3 ) perbanyaklah sedekah menolang orang yang membutuhkan. Setelah menyampaikan pesan demikian sang ayahpun menghadap sang Pencipta menuju ke alam baka. Maka setelah dimakamkan harta warisanpun dibagi sesuai hukum yang berlaku. Maka tibalah sang kedua anak tsb mandiri dalam mengelola harta warisan tanpa kehadiran sang ayah. Anak pertama mengimplementasikan pesan sang ayah secara harfiyah maka langkah yang dilakukan adalah : 1) membangun terowongan dari rumah ke kantor bisnis yang dia miliki (ia yakin dengan membangun terowongan tsb ia bisa menghindari sinar matahari) maka biaya untuk membangun terowongan tsb cukup signifikan alias besar dan sang anak pertama ini datang ke kantorpun seenaknya sendiri kadang kesiangan pulangnya pun cepat sebelum matahari terbenam. 2) Para debitur banyak berdatangan mengajukan kredit semuanya disetujui tanpa diseleksi kelayakan dan bonaviditasnya, namun sesuai pesan sang ayahanda, anak pertama ini tidak menagihnya meskipun sudah jatuh tempo. dan 3) Setiap orang minta sumbangan diberikan meskipun yang mengajukan permohonan itu digunakan untuk membiayai bisnis maksiat. Pendek kata semua pesan / wasiat ayahnya sudah dikerjakan sesuai pemahamannya tersebut. Al hasil sang anak pertama ini bangkrut dalam waktu yang relatif pendek dan diapun mencoba bersilaturahmi kepada adiknya yang ternyata sukses. Sang kakak ingin sharing dengan sang adik bagaimana dia mengamalkan wasiat almarhum sang ayah. Maka sang adikpun menceritakan cara dia menerapkan pesan sang ayah, yang dilakukan sang adik adalah 1) tidak pernah terlintas untuk membangun terowongan bawah tanah demi menghindari sinar matahari, sang adik berangkat kerja pagi sebelum matahari terbit, pulang setelah matahari terbenam. Alias kerja keras dan smart, ia memanage dengan cermat bisnis usahanya, 2) Sang adik memang tidak pernah menagih hutang kepada debiturnya, karena menerapkan seleksi ketas aspek kelayakan dan bonaviditas sang debitur tertutama kemampuan membayar hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang, al hasil debitur gak pernah menunggak maka pesan sang ayahpun sudah terlaksana dengan tepat. 3) Sang adik juga suka sedekah tetapi selektif tetap diberlakukan yaitu kalau sumbangannya itu dipakai untuk bisnis maksiat dia tolak karena mengharap rdho dan berkah dari yang Maha kuasa. Al hasil sang adik sukses besar. Tentu saja kisah tersebut adalah fiktif dan boleh jadi terlalu sederhana, namun paling tidak dari anekdote tsb kita bisa membandingkan bagaimana kita memahami redaksi ayat qur'an tentang jilbab ada yang melihat secara harfiyah dan ada yang tidak. Tentu saja anekdote yang saya sodorkan itu tidak saya maksudkan untuk memojokkan penggemar harfiyah approach. Wallahu a'lam, Allahlah yang Mahabenar. Semoga kita dihindarkan dari salah dan khilaf. Wassalam Abdul Mu'iz At 03:08 PM 6/30/2009 -0700, you wrote: Lha, koq Mas Ismail sudah memfitnah! Sudah saya sebutkan bahwa jilbab adalah pakaian luar; koq hanya disebut pakaian? Sudah saya sebutkan bahwa 90% orang Indonesia sudah berjilbab; lha koq disebut wanita seluruh dunia? Katanya beriman, koq tukang fitnah! Sudah saya jelaskan bahwa jilbab bukanlah kerudung, dan sejarah jilbab itu berasal dari Cina sebelum agama Islam diwahyukan kepada Rasulullah. Seharusnya kan mengecek berdasarkan sejarah! Ueenak benar menyatakan hanya Allah swt. yang Maha Benar tapi berbuat culas! Sebagai tambahan, 2:208 adalah BUKAN perintah untuk masuk ke dalam agama Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu, saya sarankan kepada Sdr. Ismail untuk belajar bahasa Arab lagi agar tidak menjadi tukang fitnah! Jangan menjadikan Arab sebagai berhala, tetapi kajilah Alquran dengan seksama agar mendapatkan hidayah Allah. Wassalam, chodjim = ISMAIL - RATHARAIS RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM . DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN ( QS : 002 AL BAQARAH 208 ) 090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA / 090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN Terlampir artikel mengenai - WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN - yang menjadi perdebatan baru, oleh Mas Achmad Chodjim, anggota
[wanita-muslimah] Editorial: Religious persecution
http://www.thejakartapost.com/news/2009/06/26/editorial-religious-persecution.html Editorial: Religious persecution The Jakarta Post | Fri, 06/26/2009 11:02 AM | Opinion The three vice presidential candidates debated national identity live on television last Tuesday. Interestingly, the forum was structured in such a way that the candidates were allowed to make a speech, lecture or even sing. Long gone are the vigorous, lively and intelligent debates of Indonesia's parliament in 1950s. The candidates took a broad sweep on virtually every issue, skipping the fine detail of reality. Only when they talked about the relationship between the state and religion did the debate gain some momentum. But Gen. Wiranto, Gen. Prabowo Subianto and former central bank governor Boediono only recited what every school student is taught about Pancasila, the state ideology, the 1928 Youth Pledge, the Unitary State of Indonesia and the 1945 Constitution. The candidates speak beautiful words but the actions are not so polite. For example, at a recent Golkar campaign rally, rumors were spread by an unidentified source that the wife of Boediono is a Catholic - she is not. The fact that such an issue became news at all reflects voter's discomfort with the idea of having a leader associated with Christianity. If there really was no problem of religious tolerance, if the so-called Pancasila state was all it purports to be, such an issue would not have made headlines. A similar controversy surrounded Susilo Bambang Yudhoyono before he became president in 2004, just because his wife's name is Kristiani, which sounds too much like Christianity to some people. Leaders of Indonesia's Catholic minority recently sent a letter to the Kalla-Wiranto team asking them to revoke 151 regional regulations they deem contradictory to the values of Pancasila. The letter, signed by bishops throughout the country, came in response to a request from the Kalla-Wiranto ticket, but did not specify the regulations. We only know that during Jusuf Kalla and incumbent President Susilo Bambang Yudhoyono's five years in power, some 50 regencies have adopted Sharia law without either leader lifting a finger. These regulations are akin to the tip of an iceberg inconspicuously lurking in the water before the boat on which our nation is aboard, said the letter, read by Secretary General of the Bishop's Conference of Indonesia (KWI) Sutrisno Atmoko in Jakarta on June 9, 2009. The KWI urged the future leaders of this nation not to repeat the issuing of regulations which contradict the Constitution. It went on to say that Pancasila, the 1945 Constitution, the Bhineka Tunggal Ika (Unity in Diversity) principle and the Unitary State of Indonesia have all been undermined by the very people who are supposed to defend them. Indonesia, it says, is solid on the outside but rotten on the inside. The KWI also touched on the poor quality but high cost of education, problems in the judiciary, environmental degradation, the gaping hole between the rich and poor and the exploitation of religion for political purposes. Hundreds of churches have either been destroyed or damaged by acts of violence in Indonesia in recent years and Christians are only one of the country's minorities. Hindus, Buddhists, Confucianists, the Ahmadiyah all have their fair share of problems. These are the on the ground realities that the debate should have vigorously addressed. Instead, Indonesian voters were patronized with sweet talk and self-important grandstanding. Artificiality is the last thing this nation needs. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Chinese Indonesians' president?
http://www.thejakartapost.com/news/2009/06/28/chinese-indonesians039-president.html Chinese Indonesians' president? Christine Susanna Tjhin , Peking | Sun, 06/28/2009 11:35 AM | I this newspaper's June 24 edition, Mario Rustan wrote a piece on the Chinese Indonesians' dilemma in voting for the president and, while acknowledging the diversity of Chinese Indonesian's political preferences, went further, describing what he called the community's general attitude and behavior in politics. The general message of Rustan's article is that there has been a heightened sense of political awareness and assertiveness amongst Chinese Indonesians. Rustan's article made a fair assessment of the political preferences of some, but definitely not all, Chinese Indonesians. His arguments regarding the Chinese Indonesian's inclination that Megawati was the obvious choice in 2004 need to be further pondered. Furthermore, we need to be extra-critical in pondering the assessment he made on the current elections. It is regrettable that Rustan pointed out that, in the eyes of Chinese Indonesians in general, Prabowo is the hardest-working candidate when it comes to approaching Chinese community leaders and could convince people that he is Chinese-friendly. Or that, in the eyes of Chinese Indonesians, Jusuf Kalla is viewed as a racist and an Islamist or that Yudhoyono would still be popular for many Chinese who don't know and don't care much for politics, but only wish for security, safety, and order. Chinese Indonesians, like other brothers and sisters of different ethnicities, are divided in their preferences for this year's presidential elections. There is no accurate evidence that indicates vote distribution based on ethnicity - be it Chinese, Javanese, Minangs, etc. The closest one can try is to attempt to monitor electoral booths in areas which have a higher concentration of Chinese Indonesians. This is often done by Chinese Indonesian associations. The assumption may be probable, yet is still highly debatable. It would be more useful, perhaps, if we assess elements that affect the electoral and political dynamics of Chinese Indonesian, or how different Chinese Indonesians engage with the agendas presented by each candidate, rather than simply predicting or assuming which candidate is preferred by Chinese Indonesians. Rustan has made a fair effort at identifying the issues that matter to Chinese Indonesians, namely security (May 1998 violence), pluralism (racism and religion), and the economy. He also pointed out interesting external factors that influence their political preference. The author would like complement his assessment on issues that matters to the Chinese Indonesian community and discuss them further. Of the many Chinese Indonesians involved in the May 1998 violence, only very few, notably Ester Jusuf of Solidaritas Nusa Bangsa, have struggled to make the issue part of the bigger issue of human rights and not have it cast as an isolated anti-Chinese incident. We cannot deny the strong anti-Chinese stench from the tragic incident, yet we must not perpetuate the image of the lone Chinese Indonesian ranger seeking partial justice. The on-going struggle of Ester and others is just one of numerous examples of Chinese Indonesian political mainstreaming in its infancy. It is indeed an encouraging phenomenon manifesting the long-held desire of Chinese Indonesians to be an integral part of Indonesia. Finally, we should not be so quick to dismiss the number of Chinese Indonesian voters as insignificant and expendable. First, there is a possibility that the elections is equally divided, thus such small numbers may be the tipping factor that determines the outcome of the election. Second, assuming that there are some well-learned Chinese Indonesian voters, these people can spread out their influence through public debates and create a multiplier effect. Democracy is not the monopoly of the majority. Minorities, be that based on ethnicity, religion, ideologies, gender, etc, can define the quality of our democracy. The writer is a researcher (on study leave) at the Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta. She is currently a PhD candidate at the School of International Studies, Peking University, China. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] The human rights agenda
http://www.thejakartapost.com/news/2009/06/29/the-human-rights-agenda.html The human rights agenda The Jakarta Post | Mon, 06/29/2009 9:36 AM | Opinion The release of two separate human rights reports in the past weeks could not be timelier given the fact that Indonesians will vote for their next president next week. Unfinished Business - Police Accountability in Indonesia, a report by the London-based International Amnesty, and What Did I Do Wrong? Papuans in Merauke Face Abuses by Indonesian Special Forces, released by the New York-based Human Rights Watch, should remind the nation that the reforms begun after the collapse of the authoritarian Soeharto regime in 1998 must continue. Our claim to be the world's third largest democracy will be seriously compromised unless the presidential candidates address these reports, from two credible international institutions, and heed their recommendations. Sadly, all three candidates and their running mates have consistently skirted the human rights issue completely. Each time questions have been raised about the abuses committed during the Soeharto years, the candidates insist they have all been resolved and that there is nothing more to be done - end of discussion. This is sad indeed because, as Amnesty International and Human Rights Watch reported, the culture of impunity for vagrant abuses by powerful state institutions in this country remains in tact. Anyone looking for examples of Fareed Zakaria's illiberal democracy need look no further than Indonesia, its living proof, at least going by these reports. One would be tempted to call Indonesia an illiberal and unjust democracy. The National Police and Kopassus (Army Special Forces) that the reports single out for their continued human rights abuses have undergone some reforms in the last 11 years, but clearly these have not been far reaching enough. Granted, the victims of these reported human rights abuses are specific groups and not the public in general, as was the case in the past; but that does not make it right. Amnesty International said criminal suspects living in poor and marginalized communities, in particular women and repeat offenders, suffer disproportionately from a range of human rights violations. The Human Rights Watch report was more specific, detailing the abuse of residents of Merauke, a town in the southeast corner of Papua province suspected of harboring separatists and their sympathizers. Victims interviewed in the reports gave graphic details of the kind of torture methods employed by the police and the Kopassus to coerce them into giving incriminating confessions, or, in the case of the police, to extort bribes. These interrogation techniques are unacceptable in a democratic and civilized nation. In the Soeharto years, reports of abuses in Indonesia were main staples for human rights organizations; the regime simply chose to ignore and deny the allegations. The government, and those institutions named in the report, would be making a grave mistake to simply dismiss these reports this time around. A credible and independent inquiry, as both reports proposed, must be conducted using the materials gathered by Amnesty International and Human Rights Watch. Since Indonesia is in election mode, now is the time to ensure all candidates public commit to improving human rights for all people in Indonesia. We have three generals running for office: the incumbent president Susilo Bambang Yudhoyono and vice presidential candidates Wiranto and Prabowo Subianto (himself a former Kopassus chief). Given their military backgrounds, they should be more than familiar with the human rights problems in Indonesia. They can either end this culture of impunity once and for all, or maintain it. Let's hope Indonesia makes the right choice. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Motif Terbunuhnya Nasrudin Tak Hanya Rani
Jawa Pos [ Selasa, 30 Juni 2009 ] Motif Terbunuhnya Nasrudin Tak Hanya Rani JAKARTA - Satu per satu tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain semakin dekat ke meja persidangan. Itu setelah kemarin penyidik kepolisian melimpahkan berkas perkara tiga tersangka ke Kejaksaan Agung untuk tahap pra-penuntutan. Tiga tersangka itu adalah Sigid Haryo Wibisono, Wiliardi Wizar, dan Jerry Hermawan Lo. Dengan begitu, tinggal berkas Antasari Azhar yang belum masuk. Namun, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri memastikan semua berkas tuntas dalam pekan ini. Berkas Antasari akan disetor terakhir. Insya Allah langsung P-21 (dinyatakan lengkap) karena kami sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, ujar Bambang di Mabes Polri kemarin (29/6). Jika berkas Antasari dinyatakan lengkap oleh jaksa, penyidik menindaklanjutinya dengan pelimpahan tahap kedua. Tahap tersebut meliputi penyerahan berkas, tersangka, dan barang bukti. Selanjutnya, jaksa menyusun surat dakwaan untuk diajukan ke pengadilan. Setelah pelimpahan ke pengadilan, jaksa tinggal menunggu penetapan jadwal sidang dari pengadilan. Berkas Antasari yang langsung dinyatakan lengkap menandakan bahwa prosesnya tidak melalui tahap pengembalian dan pemberian petunjuk dari jaksa ke penyidik (P-18 dan P-19). Karena berkas telah lengkap dan siap disetorkan, berarti motif Antasari dalam kasus ini sudah diketahui semuanya oleh penyidik. Itu nanti setelah dinyatakan P-21 oleh kejaksaan. Nanti dijelaskan, kata jenderal asal Bogor itu. Apakah motifnya hanya karena Rani? Ndak, ndak. Ada yang lainlah. Nanti aja dijelaskan setelah berkas tuntas, elak Kapolri saat ditanya wartawan kemarin. Selama proses penyidikan, peran Rani memang sangat penting. Bahkan, saking istimewanya mantan kedi golf itu, penyidik Polda Metro Jaya menerapkan standar pengamanan supermaksimal pada gadis asal Tangerang itu. Ketika ditanya tentang pernyataan kuasa hukum Antasari bahwa polisi tidak punya cukup bukti, Kapolri menjawab diplomatis. Silakan saja para kuasa hukum mengatakan pendapatnya. Itu bagian dari dinamika proses hukum, tetapi kita tetap jalan lurus, ujar mantan Kabareskrim itu. Sumber-sumber Jawa Pos yang menangani kasus ini juga mengunci rapat informasi motif lain selain hubungan segitiga antara Antasari, Rani, dan Nasrudin Zulkarnain. Memang ada perkembangan, ujar sumber Jawa Pos. Saat dikejar tentang arti perkembangan itu, dia hanya memberikan gambaran akan ada saksi-saksi penting di pengadilan. Nanti di pengadilan ada pejabat-pejabat penting yang memberikan keterangan. Itu saja, ya, kata sumber itu. Informasi yang dihimpun koran ini, selain asmara, ada indikasi motif ekonomi dalam kasus pembunuhan itu. Selama ini, kuasa hukum Antasari menegaskan, hubungan Nasrudin dengan Antasari sangat harmonis. Salah satu pengacara, Ari Yusuf Amir, memastikan akan ada saksi-saksi yang dihadirkan di pengadilan. ''Siapa saja itu belum kita sampaikan sekarang. Yang jelas, saksi ini akan memastikan bahwa tidak ada masalah antara Pak Antasari dan almarhum, katanya. Kemarin penyidik Polda Metro Jaya datang ke Kejagung untuk menyerahkan berkas. Berkas itu diserahkan langsung oleh Direskrimum Polda Metro Jaya Kombespol Muhammad Iriawan yang datang sekitar pukul 15.00. Perwira menengah itu tidak banyak bicara dan langsung masuk ke gedung Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum). Dalam berkas itu, Sigid dan Wiliardi dijerat dengan pasal yang sama, yakni pasal 340 jo 55 KUHP subsider pasal 338 jo 55 KUHP. Keduanya dinilai berperan turut serta dan bersama-sama dalam pembunuhan tersebut. Sementara Jerry dikenai pasal 340 jo 56 KUHP subsider 338 jo 56 KUHP. Dia dipersangkakan membantu melakukan pembunuhan berencana, kata Kapuspenkum Kejagung Jasman Pandjaitan di Kejagung kemarin (29/6). Bagaimana berkas Antasari? Jasman menjelaskan, jaksa telah menerima SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan) dari penyidik kepolisian. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama bisa diserahkan dari penyidik, urai Jasman. Mantan kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur itu menjelaskan, selain berkas tiga tersangka itu, jaksa telah menerima pengembalian lima berkas tersangka eksekutor pembunuhan Nasrudin. Lima berkas itu atas nama Hendrikus Kia Walen (pemberi order), Fransiskus Tadon Keran (pengendali lapangan), Eduardus Ndopo alias Edo (penerima order), Heri Santosa (pengemudi), dan Daniel Daen (eksekutor). Lima berkas itu diterima Kejaksaan Agung Jumat (26/6) lalu. Itu berkas-berkas yang dikembalikan dulu (ke penyidik), kata Jasman. Sebelumnya, berkas dikembalikan ke penyidik pada 16 Juni atas petunjuk jaksa. Yakni, pemisahan berkas Hendrikus dan Fransiskus. Selanjutnya jaksa meneliti berkas-berkas itu untuk kelengkapannya, sambung Jasman. Di bagian lain, keputusan penyidik Polda Metro Jaya menampilkan Rani Jumat lalu (26/6) mengandung risiko. Apalagi, Rani menjadi mata rantai utama pengusutan kasus pembunuhan Nasrudin. Keselamatan jiwa
[wanita-muslimah] Mengubah Bara Api Menjadi Air
Mengubah Bara Api Menjadi Air By: agussyafii Kondisi lingkungan kita bagaikan bara api. Mudahnya kita menemukan sesuatu yang terbakar. Di jalanan, di kantor, dirumah bahkan dipelataran parkir sekalipun. Ketakutan terhadap kegagalan, ketakutan terhadap masa tua, takut terhadap kesuksesan orang lain bertemu dengan lingkungan bara api menjadikan mudahnya tersulut kehidupan kita. merubah lingkungan yang penuh bara api tentunya tidaklah mungkin namun meredam bara api diri kita dengan menjadikannya air yang menyejukkan bukanlah hal yang mustahil. Termasuk meredam bara api didalam keluarga untuk diubah menjadi air yang menyejukkan bagi keluarganya. Kisah ini sebuah pengalaman menarik bagaimana tidak mudahnya mengubah bara api menjadi air dalam sebuah keluarga. Ada seorang ibu muda. mempunyai tiga orang anak, dua orang duduk di SMA dan satu orang kelas III SMP, suaminya seorang pejabat, datang kepada saya mengajukan pertanyaan yang sangat definitif. Mas Agus, saya sudah kemana-mana, tetapi selalu disuguhi teori. Saya tidak membutuhkan teori, tetapi butuh jawaban praktis. Menurut pandangan agama Islam, apa yang harus saya lakukan dalam menghadapi problem yang sedang saya hadapi? Ibu itu menceriterakan bahwa suaminya telah kawin lagi dengan janda muda usia 17 tahun yang ditemukan di Panti pijat. Sekarang sudah dibelikan rumah, bahkan ibu dari isteri mudanyapun sudah di bawa ke Jakarta, tingal di rumah baru itu menemani anaknya. Yang tidak bisa difahami oleh ibu kepala sekolah tadi adalah sikap anak-anaknya, yaitu semuanya membela bapaknya, bahkan mereka mengancam, jika ibu macam-macam kepada Bapak, nanti kami semua mau pindah saja ke rumah ibu tirinya, padahal sepengetahuannya, dalam setiap kasus poligami, anak-anak selalu membela ibunya. Karena ibu itu seorang muslimah, dan kenal dengan saya dalam sebuah pengajian, maka pertanyaannya 'Apa yang harus saya lakukan menurut tuntunan agama Islam?' Dalam percakapan yang mendalam, ibu itu akhirnya membuka seluruh permasalahan yang dihadapi. Ia menceriterakan bahwa kasus kawin lagi suaminya bukan yang pertama. Suaminya sudah sering diam-diam memiliki isteri simpanan, tetapi setiap kepergok kemudian dicerai. Ia juga mengaku bahwa suaminya termasuk 'orang kuat' di tempat tidur sehingga ia sering merasa kewalahan dalam melayaninya. Ia menduga bahwa jika suami sedang tidak mempunyai isteri simpanan, maka ia suka 'observasi' ke tempat-tempat hiburan, buktinya isteri muda yang sekarang juga ditemukan di panti pijat tradisional. Di sisi lain ia juga mengakui bahwa suaminya itu orang baik, baik kepada keluarga dan juga kepada tetangga. Suaminya juga idola bagi anak-anaknya. Suaminya seorang muslim juga tetapi tidak rajin salat, masih rajin salat anak-anaknya. Ibu itu juga mengaku menjalankan salat tetapi sering tinggal terutama jika lagi sibuk. Sebagai suami, kata ibu itu, ia adalah suami yang penuh perhatian dan suka mengalah, terbukti setiap kali kepergok juga segera memutuskan hubungan. Tetapi dengan isteri muda yang terakhir ini, dia mengatakan bahwa ia akan menceraikan isteri mudanya nanti setelah melahirkan, karena ia sedang hamil 4 bulan. Ibu itu bercerita bahwa terkadang ia tergoda untuk melabrak kepada madunya itu seperti yang dulu dilakukan kepada madu-madu sebelumnya, tetapi sikap anak-anaknya yang membela bapaknya membuatnya menjadi bingung. Sebagai wanita karir di kota besar, ia merasa tabah menghadapi ulah suami, tetapi menghadapi sikap anak-anaknya betul-betul membuatnya bingung. Ia tak faham apa dan siapa yang sebenarnya sedang ia hadapi, suami atau anak-anaknya. Terkadang terfikir pula untuk melaporkan perbuatan suaminya kepada atasannya karena sebagai pejabat tinggi suaminya jelas melanggar PP 10, tetapi lagi-lagi, sikap-anak-anaknya itu lebih menyita perhatiannya. Kasus ini sebenarnya adalah problem yang berhubungan dengan kodrat kejiwaan manusia. Ibu itu mengalami konflik interest, fikiran dan perasaannya tidak sejalan, qalb, nafs, akal dan hati nuraninya tidak sedang dalam kondisi harmoni sehingga ia merasa tidak mampu membuat keputusan. Ia juga kesulitan menempatkan dirinya di antara suami, anak-anak dan Alloh SWT, tetapi ia sadar bahwa ada kekuatan yang bisa membantunya tetapi belum ditemukan. Ia sadar, bahwa sebagai muslimah ia kurang taat dalam menjalankan agama, tetapi ia berharap bahwa agama akan membantu membimbingnya dalam membuat keputusan atas apa yang akan dilakukan, sehingga pertanyaannya kepada saya juga sudah definitif, yaitu apa yang harus dilakukan menurut tuntunan agama Islam. Karena ibu itu sudah siap menerima tuntunan agama, maka terapi psikologis yang saya sampaikan juga merupakan paket yang konkrit. Kepadanya saya menyampaikan bahwa agama memberikan kebebasan kepada ibu untuk memilih. Pilihan pertama, labrak saja isteri muda itu dan laporkan kepada atasannya supaya kapok, saran saya. Akan tetapi ibu harus bisa membayangkan bahwa barangkali untuk kali ini suami
[wanita-muslimah] Paulus Hariyanto Wibisino setelah Umur Kepala Sembilan + Rajin Mencatat Menjaga Ingatan
Jawa Pos [ Selasa, 30 Juni 2009 ] Paulus Hariyanto Wibisino setelah Umur Kepala Sembilan TUHAN telah memberi manusia tubuh lengkap dan sehat. Untuk menjaga karunia tersebut, manusia harus pandai menjaga diri. Itulah prinsip yang dipegang oleh Paulus Hariyanto Wibisino dalam menjalani hidup ini. Hasilnya, di usia yang menginjak 94 tahun pada 2 Oktober mendatang, ayah lima anak tersebut masih sehat dan energik. Hariyanto masih bisa melakukan aktivitas keseharian secara mandiri. Termasuk urusan refreshing, seperti beli baju. Dia lebih senang menjalani sendiri. Biasanya, saya jalan-jalan ke Pasar Atum ditemani cucu, ujarnya saat ditemui di rumahnya, kawasan Jalan Kranggan, Minggu (28/6). Bukan itu saja, untuk membuat teh atau susu pada malam ketika lapar, Hariyanto tidak pernah memerintah anak bungsunya, Ina Wibisono, 55, atau cucu yang tinggal serumah dengan dirinya. Karena itu, kata dia, anaknya baru tidak berani meninggalkan sendirian di rumah seandainya dia sakit. Kalau sehat, saya masih bisa melakukan semua sendiri, ujar pria yang terakhir bekerja sebagai agen registrasi merek dagang itu. Hariyanto mengatakan, keinginan untuk tidak merepotkan orang lain, termasuk anak sendiri, itu mulai dijalankan sepeninggal sang istri, Endang Yulia, yang menutup mata pada 15 Maret 1997. Setelah tidak ada pendamping hidup, dia menyatakan harus bisa melayani diri sendiri. Saya juga tidak ingin jadi beban anak atau orang lain pada usia ini, katanya yang mengaku belum pernah sakit parah dalam riwayat hidupnya. Kakek 11 cucu itu selalu berusaha menjaga kesehatan dengan baik. Caranya memahami kondisi diri sendiri. Pada usia 93 tahun, dia tentu tidak bisa melakukan aktivitas seperti dulu. Itu yang harus disadari. Saya sekarang seperti mobil dengan persneling satu dan dua. Tidak bisa dipaksakan tiga dan empat, paparnya. Selain itu, dia sangat rajin memantau kesehatan pribadi. Dia selalu menensi darah tiap hari dengan alat tensi elektrik. Tidak lupa mencatat tekanan darah tinggi. Pagi dan siang, saya selalu tensi, kata pencinta lagu-lagu gending Jawa itu. Di dekat tensi, dia telah menata dengan baik berbagai jenis obat-obatan untuk dirinya. Obat-obat itu tersimpan dalam beberapa kotak plastik. Tujuannya, kata dia, memudahkan untuk mencari obat jika sakit. Jika tekanan darah naik, saya langsung istirahat, tuturnya. Pada usia 93 tahun ini, Hariyanto mengaku tidak pernah melakukan olahraga seperti masih muda. Kegiatan untuk menjaga kondisinya adalah jalan-jalan dalam rumah. Minimal, ketika pagi, dia selalu membuka kunci pintu dan gorden jendela. Setelah itu, ya senam-senam sendiri. Yang penting gerak, ujar pria yang senang mendengarkan musik tersebut. Namun, dia mengungkapkan bahwa ada salah satu hobi sejak kecil yang terlihat manfaatnya pada usia sekarang. Yakni, bermain musik alat tiup. Hariyanto sangat piawai dalam memainkan harmonika. Hingga sekarang, dia masih mampu melantunkan beberapa lagu dengan alat musik tiup tersebut. Ternyata, alat ini melatih pernapasan, tuturnya. Padahal, selama ini dia belajar harmonika secara otodidak. Menurut cerita mamanya, Hariyanto kali pertama memperoleh harmonika pada usia lima tahun. Kala itu, saya sakit dan mama membelikan harmonika buat mainan. Sehingga, beliau berharap saya bisa sembuh, kenangnya. Sejak itu, dia sering menggunakan harmonika, meski asal dalam membunyikannya. Baru menginjak usia remaja, dia mengetahui cara mengeluarkan nada dengan harmonika. Itu pun tidak dari guru, tapi mendengarkan orang bermain. Berdasar pengalaman, Hariyanto memodifikasi sendiri. Saya bisa mengeluarkan suara bas, katanya, lalu memperlihatkan cara bermain yang mengeluarkan bas di harmonika. Sekarang Hariyanto sering mendendangkan lagu-lagu rohani. Jika ada lagu baru yang dia sukai, Hariyanto langsung mempelajari untuk dimainkan dengan harmonika. Pada era 1980-an, saya masih bisa lagu-lagu pop. Kalau lagu sekarang, saya sudah tidak bisa, ujarnya. Soal musik, dia sangat gandrung dengan lagu-lagu Jawa. Lagu-lagu itu menjadi teman menjelang tidur malam. Sejak kecil, dia mengenal gending-gending Jawa. Sebab, di depan rumah saya dulu ada sepasang suami istri yang memiliki seperangkat gamelan. Mereka tiap hari memainkannya, katanya. (dio/ayi) Jawa Pos [ Selasa, 30 Juni 2009 ] Rajin Mencatat Menjaga Ingatan SELAIN kesehatan, Paulus Hariyanto Wibisono memiliki daya ingat yang mengagumkan. Dia masih bisa menceritakan dengan runtut tentang masa peperangan dulu. Karena perang itu, saya pernah mengungsi di Malang dan Solo, kenangnya. Hariyanto juga masih ingat tahun kelahiran lima anaknya. Dia mengaku tidak punya resep khusus untuk menghindari kepikunan. Saya lebih banyak diam dalam rumah selama ini, ujarnya. Namun, dia mengatakan punya kebiasaan untuk mengasah daya ingat. Yakni, membaca dan mencatat, cetusnya. Setiap hari, Hariyanto selalu meluangkan waktu untuk membaca berbagai buku. Menurut dia, semua buku bagus. Setiap
[wanita-muslimah] Just for Us : Air Putih Kurangi Risiko Kanker
Jawa Pos [ Senin, 29 Juni 2009 ] Just for Us : Air Putih Kurangi Risiko Kanker Jangan lupakan kebiasaan minum air putih. Minum air putih enam gelas atau lebih, ternyata, dapat mengurangi risiko terkena kanker kandung kemih. Terutama, bagi para warga evergreen. Itu berdasar hasil penelitian di Amerika Serikat. Setiap hari tubuh membutuhkan 2,4-2,8 liter air agar organ-organ tubuh berfungsi sebagaimana mestinya. Memang, beberapa makanan mengandung air, namun sebaiknya minum 6-8 gelas air putih per hari agar keseimbangan cairan tubuh selalu terjaga. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, diagnosis kasus baru kanker kandung kemih diperkirakan berjumlah 310.000 pada 1996. Di Negeri Paman Sam, penyakit itu merupakan jenis kanker utama keempat yang umumnya dialami kaum pria. Untuk kaum perempuan, diagnosis kasus kanker kandung kemih hanya ditemukan seperempat daripada kasus yang terjadi pada laki-laki. Hingga kini, faktor-faktor pencetus terjadinya risiko kanker kandung kemih yang sudah terbukti adalah kebiasaan merokok dan zat kimia penimbul kanker yang dikenal sebagai arilamin. Penelitian yang dilakukan di Universitas Harvard, Boston, Amerika Serikat, itu membuktikan, 47.909 laki-laki profesional yang berumur 50-75 selama 10 tahun (1986-1996) mengalami lima kali siklus kanker kandung kemih. Sementara itu, penelitian hasil riset yang dipaparkan di American Association of Cancer Research menyatakan, memakan brokoli atau kubis mentah tiga kali sebulan dapat mengurangi risiko kanker kandung kemih sampai 40 persen. Hasil studi lainnya, buah-buahan berwarna gelap juga dapat mengurangi risiko kanker. Itu semua mendorong pada kesimpulan bahwa buah dan sayuran, terutama yang kaya warna, dapat mengurangi risiko kanker. Survei tersebut dilakukan terhadap 275 orang yang memiliki kanker kandung kemih dan 825 orang yang tidak mengidap kanker. (dio/tia) [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] In Morocco, an Alternative to Iran
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2009/06/29/AR2009062903455.html?wpisrc=newsletter In Morocco, an Alternative to Iran By Anne Applebaum Tuesday, June 30, 2009 RABAT -- If you want an antidote to the photographs of police officers beating demonstrators and girls dying on the streets of the Iranian capital, take a drive through the streets of the Moroccan capital. You might see demonstrators, but not under attack: On the day I visited, a group of people politely waving signs stood outside the parliament. You might see girls, but they will not be sniper targets, and they will not all look like their Iranian counterparts: Though there is clearly a fashion for long, flowing headscarves and blue jeans, many women would not look out of place in New York or Paris. Welcome to the kingdom of Morocco, a place which, in the light of the past two week's events in Iran, merits a few minutes of reflection. Unlike Turkey, Morocco is not a secular state: The king claims direct descent from the prophet Mohammed. Nor does Morocco aspire to be European: Though French is still the language of business and higher education, the country is linguistically and culturally part of the Arabic-speaking world. But unlike most of its Arab neighbors, the country has over the past decade undergone a slow but profound transformation from traditional monarchy to constitutional monarchy, acquiring along the way real political parties, a relatively free press, new political leaders -- the mayor of Marrakesh is a 33-year-old woman -- and a set of family laws that strive to be compatible both with sharia and international conventions on human rights. The result is not what anyone would call a liberal democratic paradise. One human rights activist painted for me a byzantine portrait of electoral corruption, involving mediators who organize votes on behalf of candidates. Others point out that if the demonstrators I saw at the parliament had been Islamic radicals or Western Saharan guerrilla leaders, rather than trade unionists, the police might not have been quite so blasé. Though women have legal rights, cultural restraints remain. A tiny fraction of the population reads newspapers, even fewer have Internet access, and somewhere between 40 and 50 percent of the country is illiterate; as a result, election turnout is very low. Political posters feature symbols, not words. Yet in at least one sense, Morocco truly stands out: Alone in the region, the Moroccan government has admitted to carrying out political crimes, and it has set up a Truth Commission along South African and South American lines. Beginning in 2004, the commission investigated crimes, held televised hearings and paid compensation to some 23,000 victims and their families. The crimes in question -- arbitrary arrests, disappearances, torture, executions -- occurred during the reign of King Hassan II, who died in 1999. The Truth Commission is the creation of his son, King Mohammed VI. But although this acknowledgement of wrongdoing was made possible by a generational change, it did not require a regime change. There was no revolution, no violence. The king is still the king, and he still has his collection of antique cars. The result of the Truth Commission's work is a kind of social peace. Not everybody likes the monarchy, but even its opponents concede that the break with the past is real: If nothing else, people feel it's safe to speak openly, safe to form civil rights groups, safe to criticize the electoral process, even safe to complain about the king. Saadia Belmir -- a Moroccan judge and the first female Muslim member of the U.N. Committee on Torture -- told me that despite obstacles, we can now build the future on the basis of our good understanding of the past. Controversially, perpetrators were allowed to fade into the background. But the crosscurrents of anger and revenge that might otherwise have marked the young king's reign have subsided. Is this a model for others? The Moroccans think so, and they have quietly shared their experiences with African and Middle Eastern neighbors. Belmir told me that an informal group had been working on setting up a Truth Commission in Togo; others hint at Jordan, though of course that's unofficial. They all hasten to point out that their formula -- slow transformation under the aegis of a (so far) popular king -- doesn't apply everywhere. One thinks wistfully of the shah of Iran and of what might have been. Still, watching the extraordinary range of clothing and skin colors on the Moroccan streets, one takes away at least one thought: Transformation from authoritarianism to democracy is possible, even in an avowedly Islamic state, even with an ethnically mixed population, even with the presence of a jihadist fringe. More importantly: It is possible to acknowledge and discuss human rights violations in this culture, just as they can be
[wanita-muslimah] US won't hear claims against Saudi Arabia
http://www.kuwaittimes.net/read_news.php?newsid=Nzk4ODM2MzE3 Headline News US won't hear claims against Saudi Arabia Published Date: June 30, 2009 WASHINGTON: The US Supreme Court has refused to allow victims of the Sept 11 attacks to pursue lawsuits against Saudi Arabia and four Saudi princes over charitable donations allegedly funneled to Al-Qaeda. The court, in an order yesterday, is leaving in place the ruling of a federal appeals court that the country and the princes are protected by sovereign immunity, which generally means that foreign countries cannot be sued in American courts. The Obama administration had angered some victims and families by urging the justices to pass up the case. In their appeal, the more than 6,000 plaintiffs said the government's court brief filed in early June was an apparent effort to appease a sometime ally just before President Barack Obama's visit to Saudi Arabia. The appeal was filed by relatives of victims killed in the attacks and thousands of people who were injured, as well as businesses and governments that sustained property damage and other losses. The 2nd US Circuit Court of Appeals in New York previously had upheld a federal judge's ruling that threw out the lawsuits. The appeals court said the defendants were protected by sovereign immunity and the plaintiffs would need to prove that the princes engaged in intentional actions aimed at harming US residents. In their appeal to the high court, both sides cited the report of the US congressional Commission that studied and criticized actions of the US government before and after the attacks. The victims noted that the report said Saudi Arabia long had been considered the primary source of Al-Qaeda funding. The Saudis' court filing, however, pointed out that the commission found no evidence that the Saudi government as an institution or senior Saudi officials individually funded the organization. The victims' lawsuits claim that the defendants gave money to charities in order to funnel it to terror organizations that were behind the attacks on the World Trade Center and the Pentagon. The appeal also stressed that federal appeals courts have reached conflicting decisions about when foreign governments and their officials can be sued. The case is Federal Insurance Co v Kingdom of Saudi Arabia, 08-640. - AP [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Kalla Kembali Serang Boediono
http://www.tempointeraktif.com/hg/fokus/2009/06/30/fks,20090630-695,id.html Kalla Kembali Serang Boediono Selasa, 30 Juni 2009 | 07:41 WIB TEMPO Interaktif, Ambon - Serangan calon presiden Jusuf Kalla terhadap Boediono, yang menjadi calon pendamping Susilo Bambang Yudhoyono sebagai wakil presiden, berlanjut. Setelah menyoal proyek listrik 10 ribu megawatt, kini Kalla menyerang pesaingnya itu dengan menyebut calon dari Partai Demokrat tersebut lebih berpihak kepada kapitalis ketimbang kepada rakyat. Bukan masalah soal marah-tidak marah. Ini soal ideologi bahwa ada pihak yang tidak mau menjamin urusan rakyat kecil tapi mau menjamin kapitalis besar-besaran, kata Kalla dalam perjalanan dengan pesawat Fokker 100 milik Pelita Air dari Ternate ke Ambon kemarin. Ia dalam lawatan ke di Indonesia timur untuk berkampanye. Kalla menuding Boediono, yang pada 2007 menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, tidak mau meneken persetujuan penjaminan oleh pemerintah dalam proyek listrik 10 ribu megawatt seperti diminta konsorsium bank Cina yang akan menyediakan dana. Tapi, ketika menjadi Gubernur Bank Indonesia, ia termasuk yang meminta pemerintah memberikan penjaminan perbankan (blanket guarantee). Saat itu Kalla mengaku pernah tiga kali didatangi Dewan Gubernur Bank Indonesia, termasuk Boediono, soal penjaminan bank itu. Kata Boediono, itu atas perintah Presi den SBY. Tapi saya tetap tak mau jamin, katanya. Coba kalau saat itu kita setujui, pasti sudah terjadi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) jilid II. Bisa sampai 200 triliun kerugiannya. Masalah penjaminan bank ini sempat mencuat di awal krisis global tahun lalu. Ketika itu Kadin, Menteri Keuangan, dan Bank Indonesia mengusulkan agar pemerintah memberikan blanket guarantee untuk mencegah larinya modal. Kalla mengatakan, persoalan ini harus diungkapkan kepada masyarakat karena menyangkut prinsip pemikiran ekonomi bangsa. Ini persoalan prinsip berpikir. Kalau untuk kepentingan rakyat, tak mau jamin Listrik ini untuk kepentingan rakyat Tapi kalau untuk kepentingan kapitalisme besar, selalu dijamin, katanya. Sebelumnya, ketika memimpin rapat soal listrik di kantor Gubernur Sulawesi Tengah di Kendari, Kalla juga mengungkit soal hambatan dari sejumlah menteri terhadap usulannya mengenai pembangunan pembangkit berkekuatan 10 ribu megawatt untuk mengurangi beban subsidi yang setahun mencapai Rp 100 triliun. Segala risiko di tangan saya, jangan takut. Baru kemudian teman-teman mau. Bagaimana mungkin bisa kalau lamban berpikir Tapi bosnya Boediono juga tidak mau teken, ujarnya. Serangan terhadap pasangan Yudhoyono Boediono sempat ditanggapi calon presiden incumbent, yang menilai Kalla tidak etis mengemukakan soal penolakan Boediono itu. Masalah internal kabinet dibawa ke sana-sini, kata Yudhoyono di Balikpapan, Minggu lalu. Yudhoyono membantah anggapan bahwa Boediono sengaja menghambat proyek listrik itu. Kami minta Pak Boediono mengkaji kembali pemberian jaminan proyek ini. Akhirnya keputusan saya untuk menyetujui pemberian jaminan penuh, ujarnya pekan lalu KURNIASIH BUDI | GUNANTO ES [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Editorial: The 'failed state' syndrome again
http://www.dailytimes.com.pk/default.asp?page=2009\06\30\story_30-6-2009_pg3_1 Editorial: The 'failed state' syndrome again An American journal has compiled a list of 177 states with a descending order of viability in the modern world; and Pakistan is in the top ten failed states. There is only a marginal improvement in status as the last time the list appeared Pakistan was 9th on it. The other top-notchers are: Somalia, Zimbabwe, Sudan, Chad, the Democratic Republic of Congo, Iraq, Afghanistan, the Central African Republic and Guinea. The journal ranks states on the basis of the following factors: demographic pressure, refugees/internally displaced persons (IDPs), group grievance, uneven development, economic decline, de-legitimisation of the state, public service, human rights, factionalised elites and external intervention. To sprinkle salt on the Pakistani wounds, India is 87th on the list with its neighbours all doing badly: Sri Lanka is placed 12th, Bangladesh 19th and Nepal 25th. The rubrics under which states are given their marks tend to exclude any subjective feeling about the state. Therefore, the disorder in Nepal has come out looking less dangerous in 25th place. Sri Lanka must have improved its standing after the defeat of the LTTE uprising; and one imagines that the recent development of a national consensus against the forces of chaos in Pakistan must have pushed it down a notch from the more seriously endangered place it occupied last year. There was a time when we all rejected the category of failed state when it began to be applied to Pakistan in the late 1990s, especially after the testing of the nuclear device which we thought should have given us the status of a non-failing state together with India. Today the new list puts off but also gives pause. We ourselves have been assessing our chances conservatively, saying things close to despair, until the country decided to take on the Taliban instead of kowtowing to them in an unprecedented collapse of collective will. Our economy is in a bad shape, which it wasn't in the first five years of the 2000s; and they don't give positive marks for being in the oxygen tent of the IMF. Out of the ten failed states at the top, half are Muslim states. One wonders why Yemen is not the 6th country because the state is rapidly breaking down there with Al Qaeda support growing and a sectarian war gathering momentum by the day. It should be noted that in all the five states the presence of Al Qaeda is common: in Iraq, Al Qaeda is involved in the Sunni-Shia conflict that kills a large number of people every month. In Somalia and Sudan, Al Qaeda has a large footprint. Pakistani troops serving the UN in Somalia in 1993 were ambushed and killed by Al Qaeda terrorists then supporting the local warlord Farah Eidid. (A Somali militia today contains Pakistani fighters serving Al Qaeda.) It was located in Sudan before Osama bin Laden decided to return to Afghanistan in 1996. Looking from Pakistan, Al Qaeda seems to be ensconced inside Afghanistan, most probably in the province of Khost. Looking from Afghanistan, it seems hiding somewhere in the Federally Administered Tribal Areas (FATA) although its operatives have been arrested from all the major cities of Pakistan in the past. In the middle of these two observation points, it is safe to say that Al Qaeda is on the Pak-Afghan border even though the border is just a line and Al Qaeda can't stay perched on the line. What is meant is that it could be anywhere in Pakistan and/or Afghanistan. It is a kind of virus that makes internal sovereignty and territorial control vanish from the state. Joined at the hip with the Taliban, it extends the ungoverned space far into the non-tribal areas. We attract lethal categories too: we have the world's largest refugee population; and there is group conflict in many parts, led by Karachi, where we don't know who is killing whom. The state lacks legitimacy because of the incomplete enforcement of sharia, especially riba, and the marufaat side of the sharia like not punishing people for not saying their namaz and not keeping beards, etc. Other factors of viability like population control and education - both achieved by Iran despite clerical domination - are also absent here. But if there is a hope quotient, Pakistan is more upbeat about survival than it was six months ago. That should count as something. * [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Betraying the peasant
http://www.dailytimes.com.pk/default.asp?page=2009\06\30\story_30-6-2009_pg3_2 Tuesday, June 30, 2009 analysis: Betraying the peasant -Rasul Bakhsh Rais Effective, quality and universal public education along with better governance is the least we can give to the peasant, in return what he has done to improve the quality of our lives and the national economy While many of us sit in air-conditioned offices during the hottest period of the summer, my thoughts go out to the peasants, literally millions of them, working in the fields, sowing and tending crops under the blazing sun with their barely covered sunburnt bodies. Never does their routine of work change with the changing cycles of seasons - cool, hot, good or bad. They have to do what they have to do for a living; unending work without much compensation from their lords. The peasantry of Pakistan, from the Northern Areas down to the coastal zones of Sindh, grow everything we have on our dining tables, and feed our textile and many other industries round the year. They contribute a substantial amount of their time, energy and, frankly speaking, most of their productive lives to generating our national wealth and keeping the rent-seeking landlords happy and prosperous. What have the lords, the state and society done for the peasants? First, let us talk about the lords. There is socially a dialectic relationship between the lords and the peasants. Lords cannot be lords without a passive, obedient and socially depressed and economically deprived peasant class. In almost every region of Pakistan where we have landowners, and peasants working for them, we have traditional, hierarchical social relations. Much of this hierarchy rests on ownership of land on the one hand and landlessness on the other. The real question is who gets what on account of the ownership of land and work on the land. There may be some regional variation in how the costs and benefits of agricultural produce are distributed between the landowners and the peasants, but those who contribute physical labour, quite often with the entire family - men, women and even children working as a team - get very little. Peasant families, even when they are overworked, barely get enough to survive and often end up in some kind of debt-trap. Most landlords have never been interested in improving the social and economic conditions of their peasants. Rather, they have obstructed almost every type of development, like education, that could lead to social mobility and economic liberation for the peasants. How have they managed that? The landowners comprise our governing elite at level of the society, from the Union Council to the national parliament. They have the power to ensure that girls' schools for peasant families are set up close to them but also function with teachers present and classes held regularly. Unfortunately, that is not the case in most of the areas where we have a small landowning class dominating the social and political scene and lording over a large landless peasantry. The social conditions of the peasant communities are appalling, particularly in rural Sindh and Southern Punjab, domains of large land-owning families. Half-hearted land reforms and the fragmentation of land among successive family members has not eroded either the economic power of these families or their social significance. Landlords are a social class more than an economic class. They have found ample means, mostly through politics and political office, to maintain their hold on their respective areas of influence and have also become more prosperous. Therefore the argument that land holdings have shrunk in size is not valid in proving that the social or political influence of the landlords has declined. Yes, the emergence of small land holders has been a positive development in many areas of Pakistan. This group has expanded substantially over the decades as a result of two important developments. A section of them has been allotted government lands under various land distribution schemes. Others have purchased small parcels because of the Dubai factor or due to the social and economic mobility of a member of the family who became a professional or joined government service. And they are the vanguard of modern-day capitalist farmers. But compared to the vast peasantry, the number of small and medium landowners is relatively small. A section of the peasantry has been liberated by slow growth, but that is not enough. State and society cannot leave social development of the peasantry to the laws of nature or to the trickle-down Musharraf-Aziz economy that our elected governments should have thrown out as soon as they left the political scene. Besides economic exploitation of the peasantry, we see the old system of social oppression in place. It is still not uncommon for peasant girls to be kidnapped and forced to satisfy the sexual desires
[wanita-muslimah] development: Engines of growth
http://www.dailytimes.com.pk/default.asp?page=2009\06\30\story_30-6-2009_pg3_3 Tuesday, June 30, 2009 development: Engines of growth -Syed Mohammad Ali The challenge for policy makers in our part of the world is to develop a strategy which can manage this ongoing accelerating urbanisation in a manner that the existing cities become more liveable, in addition to serving as engines of growth While urbanisation in developing countries can encourage economic growth, rapid and unplanned urbanisation also creates major problems by putting pressure on housing, infrastructure, public services, and the environment. Pakistan's cities, for example are already accommodating some 35 percent of the total population, but with the urban population growth rate outstripping national population growth, that figure is set to reach 46 percent by 2025 and 64 percent by 2050. Increasing poverty has accompanied urbanisation in Pakistan, as a result of rural-to-urban migration and the lag in the formal economy's capacity to absorb the growing population of unskilled labour, and the cities' capacities to provide basic urban services. In Karachi, which is now one of the largest cities in the world, more than half of the population lives in informal high density and environmentally degraded settlements (katchi abadis) or slum areas; 89 percent of the katchi abadi population has incomes below the poverty line. The challenge for policy makers in our part of the world is to develop a strategy which can manage this ongoing accelerating urbanisation in a manner that the existing cities become more liveable, in addition to serving as engines of growth. In devising such a strategy, a fundamental shift in approach is however required of moving away from the practice of regarding municipal service delivery as consisting of elements or projects to be funded on a piecemeal basis towards a more holistic concept of managing cities as social and economic systems. In fact, while they are unique, South Asian cities are also facing similar challenges, and do have much to learn from each other. The analysis of development dynamics since the 1990s in India very clearly shows that the process of urbanisation has become exclusionary in nature, as only a few large cities with a strong economic base are able to raise resources for development, leaving out small and medium towns. With governmental investment in infrastructure and basic amenities declining in smaller towns over the years and their failure to attract private or institutional investment, the disparity within the urban economy is likely to increase in coming years, an issue which not only Indian cities but also other big cities in neighbouring countries also face. Consider for instance the urbanisation process underway in Pakistan's Punjab, which is well above the South Asia average, and is set to further increase in the coming years. The city of Lahore alone has a population today that is larger than the total urban population of Punjab in 1951. In 2009, Punjab had five cities with populations of over one million. Punjab's future will increasingly be an urban one. But whether our planners learn the required lessons from trends that have been emerging in India so as to make our ongoing urbanisation processes more inclusive remains to be seen. Unfortunately, the trend of a centrally managed city with accountability not to citizens but upwards seems a common regional phenomenon. Dhaka, for instance, is managed through several line agencies that report to different line ministries at the central government level and also some services with direct responsibilities under the mayor, often with overlapping mandates. As a result the lines of accountability are blurred for the common citizen and even the coordination of services becomes very difficult. To address traffic congestion, Dhaka will need to coordinate between traffic police, roads infrastructure, land planning, and public transport, to name a few areas. But not all these areas are under the mayor - many belong to central line ministries. Not surprisingly, real failures occur due to this confusion. Given this prevailing situation, it should not be surprising to note that no city in South Asia delivers continuous water, 24 hours a day, seven days a week. Water supply and sewerage coverage ranges from 46 to 70 percent across major cities of our own country. The water quality is also poor, and distribution networks are old and suffer from leakage and contamination. There is no real sewage treatment in any urban area; most is dumped into the sea or rivers through open channels, creating serious environmental problems. Furthermore, only 60 percent of solid waste generated in Pakistani cities is collected; most is usually deposited on open ground or in poorly designed dump sites on the outskirts of built-up areas. Moreover, most of our cities do not have strategic development
[wanita-muslimah] President seeks Neda death probe
http://www.gulf-times.com/site/topics/article.asp?cu_no=2item_no=300203version=1template_id=37parent_id=17 Latest Update: Tuesday30/6/2009June, 2009, 12:21 AM Doha Time President seeks Neda death probe Agencies/Tehran Iranian President Mahmoud Ahmadinejad has called for a probe into the death of Neda Agha-Soltan, a woman whose killing during a protest rally in Tehran generated an international outcry. Given the many fabricated reports around this heartbreaking incident and the widespread propaganda by the foreign media... it seems there is clear interference by the enemies of Iran who want to misuse the situation politically and tarnish the clean image of the Islamic Republic, he said in a letter to judiciary chief Ayatollah Mahmoud Hashemi Shahroudi said. Therefore I am asking you to order the judicial authorities to probe the killing of this woman with utmost seriousness and identify and prosecute the elements behind the killing, he said in the letter published by the Isna news agency. Neda became an icon for the opposition which is protesting Ahmadinejad's re-election, after an Internet video showing her final moments was seen around the world. Neda, a 26-year-old music student, was shot on June 20, when supporters of defeated election candidate Mir Hossein Mousavi clashed with riot police and Basij militiamen in Tehran. State media said at least 10 people died on that day, blaming the violence on terrorists and vandals. Mousavi says the vote was rigged in Ahmadinejad's favour and wants the election to be annulled. The authorities reject the charge. Iranian state television has said Neda was not shot by a bullet used by Iranian security forces. It said filming of the scene, and its swift broadcast to foreign media, suggested the incident was planned. In his letter to Shahroudi, Ahmadinejad termed Neda's death suspicious, Irna said. Last week, Britain's The Times newspaper identified one person captured on Internet videos helping Neda as a doctor who has since fled Iran. It quoted the man, 38-year-old Dr Arash Hejazi, as saying she was killed by a government militiaman. The commander of the pro-government Basij militia, which says eight of its members have been killed during the unrest, said a number of people had been arrested who had put on Basij or police uniforms to engage in sabotage, Irna said. The police arrested various individuals in the course of the unrest who had put on police or Basij uniforms, said Hojjatoleslam Hussein Taeb. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Buku terbaru untuk Wanita Muslimah
Saya baru menerima Contoh buku saku yang berjudul Doa-doa Rasulullah khusus untuk Wanita. Oleh Hj. Nurul Jazimah, Lc Buku ini berisikan doa-doa Rasulullah SAW yang disarikan oleh Siti Aisyah. Mulai dari doa sehari-hari, hendak berpakaian, bercermin, ketika dalam kesulitan, hingga doa memiliki anak saleh. Dilengkapi dengan doa umrah, haji dan tahlil, buku ini bisa memberi gizi batin yang paling berharga dan menenangkan bagi setiap muslimah. Siapa Penulis dan Bagaimana mendapatkannya? Hj. Nurul Jazimah, kelahiran Balikpapan menyelesaikan pendidikan pasca sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dengan konsentrasi Tafsir-Hadis. Sebelumnya beliau memperoleh beasiswa dari Pemerintah Mesir untuk kuliah pada Universitas al-azhar Kairo dengan konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab. Buku kecil ini diterbitkan oleh Penerbit Erlangga-Jakarta Buku-buku rohani dan kewanitaan lain dapat diklik di www.erlangga.co.id Salam, dharma hutauruk
[wanita-muslimah] Laporan Hasil Undangan Kontrak Politik Mega Prabowo Dengan Kaum Perempuan
Laporan Hasil Diskusi Dan Kontrak Politik Mega Prabowo Dengan Kaum Perempuan Inilah bunyi dari Kontrak Politik Mega - Prabowo Dengan Kaum Perempuan Bahwa hak-hak konstitusional perempuan sebagai warga negara masih belum terpenuhi sepenuhnya, para perempuan di berbagai sektor kehidupan masih menjadi obyek berbagai bentuk kekerasan berbasis jender. Sepatutnya Negara melakukan tindakan maksimal untuk menghapus praktek diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan baik di ranah publik maupun domestik. Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto dengan ini menyatakan berkomitmen, bila terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Periode 2009-2014, mewujudkan penghormatan, perlindungan serta pemenuhan hak-hak perempuan, yakni : 1. Mewngurangi segala bentuk keerasan terhadap perempuan serta angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 2. Menghormati, mengakui, serta menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan sebagai Hak Asasi manusia (HAM) terutama perlindungan kesehatan reproduksi dan seksual perempuan, hak-hak kaum minoritas, dan kelompok marjinal termasuk kelompok penyandang cacat. 3. Membuat langkah-langkah sistematis untuk menghapus stereotype, stigma dan diskriminasi terhadap perempuan, termasuk memperbaiki kebijakan yang merugikan perempuan 4. Mendorong keterwakilan perempuan setidaknya minimal 30% di lembaga-lembaga pengambilan keputusan/kebijakan (eksekutif, legislatif, yudikatif), Partai Politik termasuk di kepolisian dan angkatan bersenjata dan lembaga-lembaga publik lainnya 5. Menjamin tersedianya akses dan kontrol terhadap sumber daya ekonomi, seperti tanah air, serta sumber daya alam lainnya, termasuk terhadap teknologi kredit dan usaha bagi perempuan di semua sektor ekonomi. 6. menolak segala bentuk liberalisasi/ privatisasi di berbagai bidang kebutuhan dasar rakyat dan menghapus hutang yang menjadi sumber pemiskinan permpuan 7. Melindungi perekonomian, rakyat kecil termasuk menjamin hak-hak perempuan dan anak-anak di daerah pesisir dan perkotaan seperti wilayah tangkap nelayan tradisional, pedagang kecil, pedagang kaki lima, petani, industri kecil, dll. 8. Meningkatkan pendidikan, ketrampilan dan kapasitas perempuan, khususnya perempuan pedesaan dan perempuan miskin kota Jakarta, 28 Juni 2009 Calon Presiden Dan Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri Dan Prabowo Subianto Dalam diskusi kontrak politik tersebut, tim sukses Mega-Prabowo dantaranya Ibu Ratna Batara Murti dan Ibu Eva juga dihadiri oleh Ibu Halida Hatta, dikatakan apabila ternyata Mega-Prabowo setelah terpilih tidak menepati janji dalam kontrak politik. Maka, kaum perempuan ataupun kaum marginal lainnya yang telah menandatangani kontrak politik dengan Mega Prabowo di persilakan untuk memaki maki mereka. Pertanyaannya : Apakah Memaki-maki Presiden dan Wakil Presiden tidak dianggap sebagai unsur tindak pidana dalam KUHP. Apakah menyuarakan pendapat nantinya juga tidak akan dikenakan undang-undang unjuk rasa sebagaimana biasanya ? Janji-janji muluk yang di masukkan dalam kontrak politik, seakan-akan membawa masyarakat ke dalam angan-angan yang penuh kepalsuan. Karena apa yang dijanjikan tersebut tidaklah semudah apa yang dibayangkan. Terlebih lagi bila pelaksanaan janji-janji tersebut mengalami kendala dengan alasan klise merupakan kewenangan pemerintah daerah, menurut undang-undang otonomi daerah. Lalu bila sudah begitu, mungkinkah janji-janji politik itu bisa terwujud ??? Bila Pemerintah Daerah mengatakan, bahwa janji politik capres dan cawapres tersebut bisa menghambat kemajuan Daerah, karena adanya janji politik tersebut memberikan rasa takut bagi para investor untuk menanamkan dananya di daerah. Lalu kalau sudah menggunakan alasan tersebut, apa yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden ??? Sebagai contoh kecil saja, kasus Pedagang Pasar Tradisional Pondok Gede Bekasi, hingga saat ini hak pakainya belum mendapatkan perlindungan hukum dari Pemerintah Kota Bekasi yang lebih mempedulikan kepentingan Investor ketimbang kepentingan Pedagang Pasar. padahal salah satu pucuk pimpinan Pemkot Bekasi adalah anggota PDI-P yang nota bene seharusnya juga terikat dalam janji politik yang diucapkan oleh Mega Prabowo. Tapi ternyata tidak demikian dalam prakteknya. Meski pucuk pimpinan Pemkot Bekasi adalah anggota PDI-P, namun tidak ada sanksi apapun yang dapat diberikan oleh Pimpinan PDI-P yakni Ibu Mega terhadap anggotanya yang tidak mengikuti garis partai politiknya. Hal ini terbukti, meski Prabowo selaku ketua umum APPSI yang juga merupakan cawapres megawati sudah mengirimkan surat himbauan kepada Pimpinan Pemkot Bekasi yang notabene anggota PDI P, namun surat tersebut hanya sekedar kertas yang tak mempunyai makna. Bahkan Sekjen APPSI pun sampai menyerah kalah dengan Pimpinan tersebut. Bila Prabowo saja tak didengar apalagi saya, kata beliau Sungguh suatu hal yang ironis. Ternyata cawapres Mega-Prabowo
[wanita-muslimah] Prabowo: Gelora Bung Karno Digadaikan, Dimana Harga Diri Bangsa?
Refleksi : Apa bedanya dengan kontrak gas Tangguh berharga murah? http://www.detiknews.com/read/2009/06/30/204530/1156786/727/prabowo-gelora-bung-karno-digadaikan-dimana-harga-diri-bangsa Selasa, 30/06/2009 20:45 WIB Warta No. 1 Prabowo: Gelora Bung Karno Digadaikan, Dimana Harga Diri Bangsa? Adv - detikNews Jakarta - Cawapres Prabowo Subianto merasa prihatin dengan kebijakan pemerintah yang menggadaikan Gelora Bung Karno (GBK) ke pihak asing. Kebijakan itu kian menjadikan Indonesia kehilangan harga diri. Gelora Bung Karno, tempat kita berkumpul sekarang - yang dibangun oleh Bung Karno dalam keadaan susah - bukan milik bangsa Indonesia lagi.. Sudah digadaikan ke bangsa asing, kata Prabowo saat memberi orasi dalam kampanye akbar di GBK, Selasa (30/6). Kebijakan itu, lanjut Prabowo, menjadikan bangsa Indonesia semakin tidak memiliki harga diri lagi. Luar biasa pemerintah ini. Gelora Bung Karno digadaikan, elit diam. Rakyat tak diberi tahu. Neolib tapi tak ngaku neolib, tegasnya disambut tepuk gemuruh. Karena itulah, di depan puluhan ribu massa yang memadati stadion termegah di Indonesia tersebut, Prabowo mengajak seluruh rakyat - dengan sepenuh kekuatan - untuk menyelamatkan bangsa ini. Sehingga, Indonesia tidak saja kembali memiliki harga diri, tapi tidak terus menerus menjadi bangsa miskin. Saya khawatir (setelah Gelora Bung Karno digadaikan), Monas juga digadaikan. Karena itu, sebelum Monas digadaikan, mari kita selamatkan bangsa ini. Jangan sampai kita divonis sebagai bangsa miskin abadi, tegas putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo tersebut. Momen untuk menyelamatkan bangsa Indonesia, tak lain adalah dengan menggunakan hak pilih pada Pilpres 8 Juli mendatang. Prabowo berharap suara rakyat tak diselewengkan alias dimanipulasi. Sebagaimana diketahui, berdasarkan data dari Direktorat Pembiayaan Syariah Depkeu, GBK telah digadaikan ke Qatar senilai Rp 25,9 triliun. Penggadaian dikemas dalam bentuk surat berharga berbasis syariah atau sukuk ritel. (adv/adv) [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] PSB Diwarnai Pungutan hingga Puluhan Juta Rupiah
Refleksi : Bagus, bags sekali, tetapi masih murah, keuntungannya masih terlalu sedikit. Ayo mas tambah lagi uang itu-ini agar bisa besar keuntungannya. Digahayu harga mati NKRI! http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=newsdetail=trueid=8911 2009-06-30 PSB Diwarnai Pungutan hingga Puluhan Juta Rupiah [MALANG] Penerimaan siswa baru (PSB) bagi SMA tahun ajaran 2009/2010 yang memiliki program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di Kota Malang, Jawa Timur tetap diwarnai pungutan dengan menetapkan sumbangan biaya masuk berkisar sekitar Rp 5-7,5 juta. Sedangkan untuk PSB SMP yang juga membuka program SBI, sumbangan biaya masuk berkisar Rp 4-5 juta. Bahkan, untuk SMA 78 Jakarta, uang masuk di sekolah negeri itu telah dipatok antara Rp 15 juta hingga Rp 20 juta. Patokan angka itu merupakan musyawarah dari Komite Sekolah, kata Zahara, salah seorang guru SMA 78 kepada SP di Jakarta, belum lama ini. Untuk siswa yang berprestasi, katanya, akan mendapatkan beasiswa. Untuk masuk calon siswa akan dites Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Jumlah siswa per kelas maksimal 24 siswa. Informasi yang diperoleh, untuk SMA 8 Jakarta Selatan memasang tarif sekitar Rp 23 juta, SMA 21 sekitar Rp 24 juta, SMA 68 sekitar Rp 23 juta, SMA 70 sekitar Rp 26,5 juta, dan SMA 81 sekitar Rp 23 juta. SMP Rp 7 Juta Salah satu orangtua murid, Wahyuni, yang mendaftarkan anaknya di SMP 1 Pamulang, Tangerang Selatan mengungkapkan, pihak sekolah mematok uang masuk sebesar Rp 7 juta, sementara untuk iuran per bulan dikenakan Rp 450.000. Berdasarkan data dari Depdiknas 2005-2007, ada 749 rintisan dan SBI. Untuk TK/SD/MI sebanyak 141 sekolah. Untuk SMP/MTs sebanyak 170 sekolah. Untuk SMA/MA sebanyak 259 sekolah, dan untuk SMK sebanyak 179 sekolah. Menurut Kepala SMPN 1 Malang, Drs Burhanudin MPd, pihaknya belum berani menetapkan besaran biaya sumbangan masuk PSB tahun ini. Belum ada pembahasan mengenai biaya, kami masih menunggu kebijakan Dinas Pendidikan (Disdik), ujarnya Senin (29/6). Namun, menurut dia, informasi sementara, Dindik Kota Malang memberi patokan sumbangan biaya masuk di bawah Rp 5 juta. SMPN 1 Kota Malang merupakan salah satu SMP pelopor program RSBI, sebelum kemudian diikuti SMPN 3 (sebelumnya status nya baru Sekolah Standar Nasional atau SSN) plus dalam persyaratan umum seleksi kelas RSBI meliputi tes IQ, memiliki kompetensi di lima mata pelajaran, yaitu Matematika, IPA, Bahasa Inggris, IPS dan Bahasa Indonesia. Selain itu, ada seleksi keterampilan komputer dan wawancara yang semuanya menggunakan Bahasa Inggris. Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan (Dikmen Dindik) Kota Malang Drs Sugiharto MPd menegaskan, di tingkat SMA jumlah sekolah SBI di Kota Malang semakin banyak. Jika sebelumnya hanya SMAN 1, 3 , 5, dan 10, maka tahun ini ditambah SMAN 2 dan SMAN 8 di samping SMAK St Albertus (SMAK Dempo), satu-satunya SMA swasta yang sudah berstatus SBI. Bertambahnya jumlah sekolah berstatus RSBI ini diharapkan bisa melayani kebutuhan masyarakat akan pendidikan berkualitas yang bertaraf internasional. Seleksi masuk SMA RSBI, ditentukan nilai ujian nasional (NUN) yang diterima mendaftar minimal 32,00 serta masih harus mengikuti tes psikologi, tes akademik dan wawancara. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Malang, Dr HM Shofwan SH MSi, secara terpisah mengemukakan, uang yang harus dibayarkan orangtua siswa baru ini diistilahkannya sebagai dana investasi. Sekolah boleh menarik dana investasi untuk siswa baru, khusus RSBI kalau bisa dilunasi pada awal penerimaan saja, ujarnya, Senin. Patokan dana ini kata Shofwan mengacu pada penerimaan siswa tahun lalu. Untuk SMP, SMA dan SMK RSBI di patok seragam Rp 5 juta. Angka tersebut adalah angka maksimal. Sehingga tidak boleh ada sekolah yang mematok lebih dari Rp 5 juta. Kalau ada yang sudah terlanjur mematok di atas Rp 5 juta, ia berharap segera dikembalikan kepada orangtua. [070/W-12] [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Menakar Demokrasi dengan Uang
Refleksi: Memiliki banyak uang, banyak pula hak demokrasinya, lihat saja kepada mereka yang mencalonkan diri untuk dipilih menduduki kursi kekuasaan negara. Bagi yang tidak punya duit boleh turut meramaikan dan bermimpi bahwa kemenangan mereka adalah kemenangan Anda dalam pesta demonkrasi. http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=Newsid=8899 2009-06-30 Menakar Demokrasi dengan Uang Thomas Koten i tengah berhamburnya janji para kandidat pada Pilpres 2009, mencuat perang opini, yang kemudian menjadi perang urat saraf atau teror politik demi menaikkan tensi popularitas capres-cawapres. Salah satu bentuk teror politik itu adalah mengembangkan wacana pilpres satu putaran saja dengan meraih 50 persen plus satu. Disebut teror politik, karena wacana tersebut dikembangkan tanpa berbasiskan konstitusi. Menurut konstitusi, pemenang pilpres tidak semata ditentukan perolehan suara, tetapi masih ada ketentuan lain, yaitu sebaran suara. UUD 1945 Pasal 6 Ayat (3) secara gamblang menjelaskan ketentuan pilpres satu putaran, yaitu memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pilpres dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Dengan ketentuan sebaran suara di 33 provinsi, di mana sulit dicapai oleh satu partai dus partai koalisi, membuat pilpres satu putaran menjadi mustahil pula. Oke-lah, opini tersebut merupakan sebuah taktik politik untuk meningkatkan popularitas capres-cawapres. Tetapi, itu menjadi sangat ironis tatkala ambisi berlebihan itu dilandasi juga oleh argumentasi legitimasi dan penghematan anggaran negara, yang tentu kurang cerdas, karena mengabaikan etika politik dan menyalahi nilai-nilai moral demokrasi. Menjadi sesuatu yang tidak bisa diterima dari sudut nalar etika politik, ketika nilai demokrasi ditakar dengan materi uang. Apalagi, nilai-nilai demokrasi yang merupakan anak kandung reformasi di negeri ini, diraih dengan korban nyawa. Karena itu, demokrasi di negeri ini dengan sosok substantif yang sedang diperjuangkan telah menjadi suatu nilai yang sangat agung yang tidak bisa ditakar dengan uang, entah berapa pun banyaknya. Sehingga, tidak heran pula jika ambisi pemenangan pilpres satu putaran bukan saja dinilai sebagai pembodohan publik, tetapi juga sebagai suatu arogansi kubu capres-cawapres tertentu, yang tidak bisa ditoleransi (SP, 16/6). Bagaimana mengelaborasi ini lebih lanjut? Adalah benar bahwa pilpres satu putaran bisa menghemat biaya, tenaga dan waktu. Tetapi, seperti kritik Editorial Media Indonesia (16/6), mengaitkan pilpres dengan biaya adalah pemikiran yang salah alias penjungkirbalikkan akal sehat. Bukankah demokrasi menelan biaya? Berapa pun biayanya harus dipikul dengan senang hati sepanjang digunakan untuk mewujudkan hak rakyat. Kedaulatan Rakyat Jadi, berapa pun putaran pelaksanaan pilpres, penghormatan terhadap hak pilih rakyat sangat mutlak. Sebagai pencerdasan politik rakyat, biarkan rakyat yang menentukan sendiri, sebagai suatu hakikat kedaulatannya menurut konstitusi. Jika kedaulatan rakyat dinodai dan direndahkan hanya karena ingin memenuhi ambisi politik, maka ia bukan hanya sebagai suatu penegasian etika politik, juga sebagai tindakan premanisme politik. Premanisme politik mengindikasikan, etika politik elite sangat lemah. Yang menonjol adalah kotornya nurani politisi elite yang sangat egois dan arogan. Padahal, suatu tuntutan mutlak dalam berpolitik adalah pemurnian etika yang sebenarnya terletak pada kehakikian politik yang harus memperjuangkan hak-hak rakyat pada semua aspek kehidupan. Dalam memperjuangkan nasib dan pemenuhan hak memang yang dibutuhkan bukan hanya komitmen dan ketulusan dalam berjuang, tetapi juga banyak biaya, bahkan pengorbanan waktu dan tenaga. Namun, bukan berarti semua nilai yang diperjuangkan harus diukur dengan uang. Sebagaimana kata Frederic Charles Schaffer (2007), politik uang memang telah menjadi fenomena umum dalam pemilu modern yang kompetitif. Strategi, pengayoman politik demi pemenangan pilpres atau pemilu, memang selalu berkelindan dengan uang. Tanpa uang, roda kampanye dan perhelatan pemilu tidak akan berjalan. Namun, nilai pemilu menjadi hilang tatkala pelaksanaan demokrasi ditakar dengan nilai materi berupa uang. Kita tentu sudah muak dengan politik uang. Oleh karena itu, kita tidak mau lagi melihat pemilu ditakar dengan uang dan demokrasi hanyalah permainan statistik untung-rugi material, karena ini akan merusak seluruh tatanan kehidupan, khususnya akan merendahkan martabat politik. Maka, jalan yang harus dilalui adalah menyerukan kaum elite kita, yang sedang bertarung di jalan kekuasaan, untuk segera kembali ke koridor etika politik. Nilai-nilai moral dan etika tidak bisa dipersandingkan dengan kepentingan uang dan kekuasaan. Lagi pula, integritas seorang politisi hanya dapat ditakar dari etika politik dan nilai-nilai moral yang selalu melekat dengan perjuangan politik.
[wanita-muslimah] Tanah Indonesia Digadaikan
Refleksi: Mereka yang mengadaikan adalah wakil-wakil rakyat dan pengadaian bukan kepada iblis melainkan kepada kaum bermodal dari negeri-negeri sahabat, jadi tidak apa-apa, insyaalloh banyak berkatnya. http://www.sinarharapan.co.id/detail/article/tanah-indonesia-digadaikan/ Senin 29. of Juni 2009 13:58 Tanah Indonesia Digadaikan OLEH: SIGIT WIBOWO Jakarta - Penerbitan obligasi syariah (sukuk) de-ngan menjadikan aset-aset Republik Indonesia sebagai jaminan (underlying) merupakan bentuk penggadaian martabat dan harga diri bangsa. Penerbitan obligasi tersebut bertentangan dengan UUD 45, karena menjadikan uang recehan sebagai imbalan atas harga diri bangsa Indonesia. Paradigma utang masih menggunakan pendekatan neoliberalisme, sehingga harga diri bangsa pun digadaikan hanya untuk mendapatkan uang recehan, kata Koordi-nator KAU Dani Setiawan di Jakarta, Senin (29/6). Aset-aset nasional berupa fasilitas publik seharusnya digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk memenuhi dahaga para ekonom neoliberal yang ingin menjerumuskan Indonesia. Paradigma sesat ini harus dihentikan karena menjadikan bangsa Indonesia tertawaan di pergaulan internasional, katanya. Ia menyatakan, setelah Gelora Bung Karno dan Kemayoran digadaikan, simbol-simbol ke-daulatan lain juga digadaikan. Setelah itu gedung-gedung pemerintahan atau Monas juga bisa digadaikan oleh para ekonom fundamental pasar ini, paparnya. Harga Diri Ekonom Tim Indonesia Bangkit Ichsannudin Noorsy mengecam harga diri bangsa yang ditukarkan dengan obligasi syariah atau sukuk. Para ekonom neoliberal secara vulgar menunjukkan keberingasannya dengan menggadaikan aset-aset negara, katanya. Sejak diberlakukannya UU SBSN 2008, pemerintah ingin mengoptimalkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) aset-aset negara. Ia mencontohkan Kema-yoran yang memiliki luas sekitar 136 hektare digadaikan 20 juta per meter persegi sehingga pemerintah bisa meraup dana Rp 27 triliun. Tindakan ini merupakan pengkhianatan terhadap konstitusi dan mengingkari cita-cita Republik ini, katanya. Menurutnya, sukuk tersebut juga tidak bisa dibenarkan secara pendekatan agama. Membebas-kan PPH dan PPN itu sama artinya membebankan orang miskin untuk mensubsidi orang kaya, katanya. PPN dan PPH yang harusnya bisa dipungut pemerintah untuk membantu orang miskin justru digunakan untuk menolong orang kaya. Ia tidak habis pikir pejabat Depkeu yang memiliki pola pikir sesat dengan menyatakan mahalnya penerbitan obligasi dan sukuk global sebanding dengan manfaat yang jauh lebih besar di tengah kondisi krisis ekonomi global. Apalagi, mengklaim yield (imbal hasil) obligasi maupun sukuk global yang diterbitkan pemerintah di awal tahun dinilai masih wajar di tengah kondisi krisis ekonomi global. Statement-statement seperti itu menunjukkan untuk menda-patkan utang, mereka sanggup menjual harga diri bangsa ataupun menjual masa depan bangsa, katanya. Yield (imbal hasil) ditentukan melalui mekanisme pasar (supply dan demand), menujukkan ia penga-nut ekonomi neoliberal atau fundamentalisme pasar. Seperti diketahui, pemerintah telah menerbikan sukuk pada bulan April 2009 berjangka waktu lima tahun dengan yield 8,8 persen. Yield tersebut lebih rendah dibanding global bond lima tahun dengan yield 10,5 persen. Gelora Bung Karno dan Kemayoran telah dijaminkan hanya untuk mendapatkan uang recehan dari investor Timur Tengah [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Rumah Mereka Hanya Sebuah Gerobak
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/detail-cetak/article/rumah-mereka-hanya-sebuah-gerobak/ Senin, 29 Juni 2009 14:35 Rumah Mereka Hanya Sebuah Gerobak JAKARTA - Meski usianya telah mencapai 482 tahun, Jakarta belum menjadi kota yang nyaman bagi warganya untuk dapat meletakkan kepala. Ratusan orang masih hidup nomaden dengan gerobaknya. SH/Deytri Aritonang Mama, Aku Ingin Pulang adalah lagu yang selalu mereka nyanyikan, tapi tidak akan pernah menjadi kenyataan. Poniman (62) sontak terbangun dari tidur nyenyaknya ketika seseorang membangun-kannya. Matahari baru saja meninggalkan peraduannya. Lalu lintas Ibu Kota sudah mulai padat. Orang itu membangunkannya bukan untuk mengusirnya, tapi agar dia bisa menghindar dari kejaran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur yang tengah menertibkan kawasan kota. Masih dalam lelah dan kantuknya, dia bangkit. Lelaki asal Malang, Jawa Timur, ini pun segera keluar dari rumahnya. Matanya masih lebam akibat tidur yang hanya sebentar. Namun, kantuk tidak menghalangi niatnya untuk melaju seribu langkah. Ketika seluruh tubuhnya sudah berada di luar gerobaknya, Poniman menarik rumah-nya itu. Ya, rumah Poniman hanya gerobak berukuran 2x1 meter (m) dengan tinggi 1 m. Tidak sampai seratus meter dia melangkah, Poniman berhenti. Pria yang mengaku pernah bekerja sebagai kuli bangunan ini duduk sejenak, mengistirahatkan tubuh kecilnya yang mulai bungkuk. Selang bebe-rapa menit, dia mengambil seduhan jahe yang disimpannya sejak malam. Diseruputnya minuman itu dengan harapan mampu menghangatkan tubuhnya dan memelekkan matanya. Poniman mengusap matanya yang masih kotor. Ia membersihkannya dengan jaket lusuh yang membalut tubuhnya. Tidak lama, ia sadar dia berlari tanpa alas kaki. Sampai lupa pakai sandal saking takutnya, ujarnya. Dia kembali untuk mengambil sandal. Dengan tangan hitam dan kotor, lelaki tua itu tidak lupa menikmati kue lapis yang didapatnya dari orang yang menaruh belas kasihan padanya. Kebutuhan hidupnya memang kebanyakan dipenuhi dari belas kasihan orang-orang yang mengenalnya. Beberapa orang tidak segan menaruh simpati pada Poniman. Beberapa yang lain barangkali tidak peduli pada keberadaan pemulung yang setiap harinya merebahkan badannya di dalam ge-robaknya itu. Setiap malam dia memarkir gerobaknya di sisi selatan Taman Jatinegara, Jakarta Timur. Sekitar tahun 1950-an, lelaki yang telah bercerai dari istrinya ini memutuskan mencari nafkah di Jakarta. Saat itu, Jakarta-seperti yang didengarnya dari perantau di kampung halamannya-adalah tambang emas. Mengumpulkan rupiah di Ibu Kota bukanlah perkara yang sulit baginya yang saat itu masih muda dan produktif. Bukan cuma di Jakarta, Poniman muda juga sempat melanglang buana, mencoba keberuntungannya hingga Pulau Sumatera, mengerjakan proyek pembangunan jalan. Tidak ada kebutuhan primernya yang tidak tercukupi. Untuk sekadar makan, tinggal, dan berpakaian, ia masih bisa memenuhi dari hasil kerjanya sebagai kuli bangunan. Dia bahkan sesekali dapat mengirim uang ke kampung halamannya. Namun, keberuntungan tidak melulu menjadi garis takdirnya. Krisis moneter tahun 1998 membuat beberapa rencana proyek pembangunan terhenti. Ia tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan. Dia tidak ingin pulang ke kampung halamannya. Malu, ujarnya lirih. Lagi pula, menurutnya, bagaimana pun sulitnya hidup di Jakarta, masih ada yang bisa dilakukannya untuk menyambung hidupnya. Di Malang, tanpa lahan bertani, ia tidak dapat bekerja. Poniman memutuskan tetap bertahan di Jakarta meski nasibnya terkatung-katung. Hari ini barangkali ia bisa makan, besok belum tentu demikian. Tidur di emperan toko atau di stasiun kereta api menjadi kisahnya setiap hari. Namun, kegetiran itu tidak membuatnya melangkah pulang meski hasratnya untuk kembali begitu besar. Hingga suatu hari, seorang lelaki tua menawarinya sebuah gerobak. Dengan kebingung-annya, diterimanya gerobak itu. Keberuntungan kali ini miliknya. Pemberi gerobak itu tidak meminta imbalan. Asal dijaga dan dipakai yang be-nar, kata laki-laki yang adalah malaikat bagi Poniman itu. Sejak itu, gerobak menjadi rumah bergerak baginya. Dia hanya perlu mencari tempat untuk memarkir gerobaknya. Jika tempat itu menurutnya aman, dia tinggal masuk ke dalam gerobak, menutupnya dengan plastik terpal, dan tidur. Entah lelap atau tidak. Tidak terbersit sedikit pun di pikiran Poniman untuk mengeluh. Kesulitan hidupnya selalu dijalaninya dengan rasa syukur. Lelaki yang kulitnya gosong terbakar matahari ini pun tidak mau menggantungkan hidupnya pada orang lain. Kalau bisa, saya jangan sampai merepotkan orang, ujarnya. Pantang merepotkan orang lain tetap dipegangnya meski dalam kondisi tubuh lemah karena penyakit. Masih sangat jelas diingatannya ketika be-berapa tahun lalu didera pe-nyakit yang tidak dikenalnya. Penyakit itu menempel di tubuhnya hingga sebulan. Menggigil kedinginan ditambah nyeri tulang setiap hari
[wanita-muslimah] For Radical Islam, Iranian Poll Fallout May Signal the Beginning of the End
http://thejakartaglobe.com/opinion/for-radical-islam-iranian-poll-fallout-may-signal-the-beginning-of-the-end/315431 June 30, 2009 Joshua Muravchik For Radical Islam, Iranian Poll Fallout May Signal the Beginning of the End Much as the hammers that leveled the Berlin Wall in 1989 marked the end of the Cold War, so might the protests rocking Iran signal the death of radical Islam and the challenges it poses to the West. No, that doesn't mean we'll be removing the metal detectors from our airports anytime soon. Al Qaeda and its ilk, even diminished in strength, will retain the ability to stage terrorist strikes. But the danger brought home on Sept. 11, 2001, was always greater than the possibility of murderous attacks. It was the threat that a hostile ideology might come to dominate large swaths of the Muslim world. Not all versions of this ideology - variously called Islamism or radical Islam - are violent. But at the core of even the peaceful ones, such as that espoused by Egypt's Muslim Brotherhood, is the idea that the Islamic world has been victimized by the West and must defend itself. Even before the United States invaded Iraq, stoking rage, polls in Muslim countries revealed support for Osama bin Laden and for Al Qaeda's aims, if not its methods. If such thinking were to triumph in major Muslim countries beyond Iran - say, Pakistan, Egypt and Saudi Arabia - violent extremists would command vast new stores of personnel, explosives and funds. This is precisely the nightmare scenario that is now receding. Even if the Iranian regime succeeds in suppressing the protests and imposes the re-election of President Mahmoud Ahmadinejad by force of bullets, mass arrests and hired thugs, it will have forfeited its legitimacy, which has always rested on an element of consent as well as coercion. Most Iranians revered Ayatollah Khomeini, but when his successor, Ayatollah Khamenei, declared the election results settled, hundreds of thousands of Iranians took to the streets, deriding his anointed candidate with chants of Death to the dictator! Even if they manage to hang on for a month or a couple of years, they've shed the blood of their people, says Egyptian publisher and columnist Hisham Kassem. It's over. The downfall or discrediting of the regime in Tehran would deal a body blow to global Islamism which, despite its deep intellectual roots, first achieved real influence politically with the Iranian revolution of 1979. And it would also represent just the most recent - and most dramatic - in a string of setbacks for radical Islam. Election outcomes over the past two years have completely undone the momentum that Islamists had achieved with their strong showing at the polls in Egypt in 2005 and Palestine in 2006. This countertrend began in Morocco in 2007. The Justice and Development Party (PJD), a moderate Islamist group that had registered big gains five years before, was expected to win parliamentary elections. But it carried only 14 percent of the vote, finishing second to a conservative party aligned with the royal palace. And in municipal elections earlier this month, the PJD's vote sank to 7 percent. Jordanians also went to the polls in 2007 and handed the Islamic Action Front one of its worst election defeats since Jordan's monarchy restored Parliament in 1989, as The Washington Post reported. Forged from diverse ethnic groups linked only by Islam, Pakistan would seem fertile soil for radical Islamism. Nonetheless, Islamist parties had not done well until 2002, when - with military strongman Pervez Musharraf suppressing mainstream political forces - Islamists won 11 percent of the popular vote and 63 seats in Parliament. But in a vote last year, on a more level field, the Islamists' tally sank to 2 percent and six out of 270 elected seats. In April, Indonesian Islamist parties that had emerged four years earlier to capture 39 percent of the vote lost ground in parliamentary elections this time around, falling to below 30 percent. You can't pray away a bad economy, unemployment, poverty and crime, one voter, a 45-year old shop assistant, told Agence France-Press. Then in May came parliamentary elections in Kuwait, where women had won the right to vote and hold office in 2005 but had never yet won office. Even though the Islamic Salafi Alliance issued a fatwa against voting for female candidates, four captured seats in Parliament. Adding insult to injury for the Islamists, their representation fell from 21 seats to 11. There is a new mind-set here in Kuwait, the al-Jazeera network reported, and it's definitely going to reverberate across the Gulf region. Finally, Lebanon held a tense election earlier this month that many expected would result in the triumph of Hezbollah and its allies over the pro-Western March 14 coalition. Instead, the latter carried the popular vote and nailed down a commanding majority in Parliament. Of
[wanita-muslimah] The Forgotten History of 1965
http://thejakartaglobe.com/culture/the-forgotten-history-of-1965/315358 June 30, 2009 Armando Siahaan (JG Illustration) The Forgotten History of 1965 Countries and their citizens often have to face unpleasant truths about sordid episodes of the past. Germans have had to deal with the slaughter of millions of people of Jewish descent and others deemed undesirable under the leadership of Adolph Hitler. The Japanese still struggle to fully acknowledge their history of aggression and exploitation in Asia during the first half of the 20th century. And Chinese party officials remain reluctant to acknowledge the Tiananmen Square crackdown of 1989. Here in Indonesia, there is yet to be full official recognition of the dark years of 1965 to 1966. Under the reign of Suharto, from 1966 to 1998, the only major event recognized from those two bloody years was a failed coup in 1965 in which six generals were killed. Textbooks of the era record the night known as the September 30th Movement, but make no mention of the mass killings of suspected Indonesian Communist Party members that followed. There has not been great public knowledge about the 1965 mass killings in Indonesia, said Katherine McGregor, a historian from the University of Melbourne. Maybe at a community level people know, but not at the national level. The magnitude of the anticommunist massacre was unprecedented in Indonesia's history. Historians generally agree that the number of people killed during this systematic slaughter ranged from 500,000 to one million. The killings largely took place in Java and Bali, but also elsewhere in the country, and were carried out with extreme brutality. Throughout the 32 years of Suharto's dictatorship, the story was untold or became distorted, and generations grew up with little or no knowledge of the slaughter. In 1966, the Indonesian Communist Party (PKI) and the existence of communism in Indonesia were legally banned. Subsequently, hundreds of thousands of Communist Party members and sympathizers were arrested and forced into exile. Propaganda tools, such as the film Pengkhianatan G30SPKI (The Betrayal of the September 30th Movement by the Indonesian Communist Party) and the Lubang Buaya Monument that marks the place the generals were buried, were exploited by Suharto to demonize and depict the Communist Party as brutal, barbaric and evil. These became part of official history, according to Adrian Vickers, a professor of Southeast Asian Studies at the University of Sydney. And despite the fall of Suharto in 1998, Indonesia still gives prominence to the generals' murders over the massacre. It's very difficult to move beyond a certain frame of reference that was created by the New Order regime, Vickers said. We need to change the terms of history. Suggesting a strong unwillingness to face up to the country's dark past, the government has yet to officially recognize the 1965 mass killings. Asvi Warman Adam of the Indonesian Institute of Sciences said that the national school curriculum has yet to include a section on the event. The New Order version is intact, emphasizing the sole culpability of the Indonesian Communist Party for the September 30th Movement. In the latest version of Sejarah Nasional Indonesia (Indonesian National History), from state-owned publishing company Balai Pustaka, which is used as a reference for history textbooks, the mass killings are omitted, Asvi said, as well as any hint of human rights violations by the Indonesian Armed Forces . The book only mentions that the Indonesian Armed Forces crushed the Communist Party and that subsequently the government established a fact-finding commission that reported directly to the current president, Asvi said. But it didn't mention what was reported. In 2008, the National Commission on Human Rights created a team to conduct a formal inquiry into whether there was sufficient evidence of human rights violations linked to the 1965 mass killings. But the head of the team, Nurkholis, has said that progress is relatively slow due to the logistics of interviewing witnesses and continued opposition from the military and Muslim groups. Unless the government plays a more active role in unraveling the truth, history will remain untold, Asvi said. However, some people have no doubt the truth should be revealed. It's about historical justice, said the University of Melbourne's McGregor. It's about acknowledging the suffering of the people in the past and trying to resolve a great moment of crisis and tragedy in Indonesian history. Young Perspectives Gladys Samantha, 21, university student Gladys Samantha knows little of the significance of 1965 in Indonesian history. I'm very weak when it comes to Indonesian history, she said, adding that, in general, history has never been considered an important subject for Indonesian students. I don't think we even have a history major
[wanita-muslimah] Diskriminasi Isu Seksi dan Isu Marjinal
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70314 PEREMPUAN 01 Juli 2009 GENDERANG GENDER Diskriminasi Isu Seksi dan Isu Marjinal * Oleh Ari Kristianawati MENYIMAK secara teliti materi debat capres-cawapres yang berelasi dengan sedikit isu perempuan, tidak akan ditemukan sebuah gagasan progresif sebagai resolusi (isu) kebijakan tata kelola pemerintahan yang progender. Debat capres-cawapres yang ditayangkan media televisi yang interkoneksi, menampilkan gagasan normatif dari para calon pemimpin tentang pemecahan masalah perempuan. Dalam masalah penyelesaian kasus kekerasan yang kerap dialami buruh migran perempuan (TKW) di luar negeri, misalnya, jawaban seragam para calon pemimpin adalah kebijakan renegoisasi MoU antara Pemerintah RI dan pemerintah negara tujuan buruh migran. Bahkan para capres mengatakan, para TKW perlu dilengkapi keahlian profesi, sehingga tidak hanya menjadi —maaf— ”babu” atau pembantu rumah tangga. Ada juga gagasan untuk menghentikan sementara pengiriman TKW ke luar negeri. Sama sekali tak ada gagasan atau rekonsepsi program mengenai intervensi draft konvensi perlindungan hak asasi perempuan dalam MoU baru antara Pemerintah RI dan pemerintah negara lain yang kultur masyarakatnya sangat patriarkhis. Tak ada klausul gagasan untuk melakukan upaya advokasi dan monitoring implementasi hak asasi perempuan di negara lain melalui jalur diplomasi. Warisan Sosial Memang, isu (kasus) perempuan buruh migran bukanlah isu ”seksi”, yang bagi para kandidat capres dianggap biang permasalahan sosial-ekonomi yang sulit dipecahkan atau diatasi oleh kebijakan struktural. Berbeda dengan isu seksi lainnya, semisal kasus KDRT Manohara, yang cepat direspons menjadi kebijakan empati yang tidak usah memerlukan langkah kebijakan struktural. Isu seksi tentang perempuan adalah isu warisan situasi sosial antikediktatoran menjelang gelombang demokrasi tahun 1990-an. Isu seksi perempuan yang lebih memiliki nilai commercial news dan menjadi buliran kajian ilmiah, umumnya merupakan komponen program kesetaraan gender yang berada di ruang hak sipil-politik (women’s civil rights). Misalnya isu keterwakilan perempuan di parlemen, isu anti-KDRT, isu persamaan hak politik, dan sebagainya. Isu perempuan seperti ini disokong oleh dana besar dari liga atau korporasi gerakan liberalisasi politik global. Sebaliknya, isu marjinal perempuan yang lebih berwatak kepada hak sosial-ekonomi-budaya (ecosoc rights) dipandang tidak memberikan nilai commercial news. Kasusnya dianggap umum, karena korban sosialnya pada umumnya bersifat kolektif. Isu kekerasan terhadap perempuan buruh migran atau TKW tidak akan bermutasi menjadi isu seksi yang menimbulkan empati luas dari masyarakat, apabila tidak dijadikan agenda setting media. Dan tidak ada korban yang ”mati” atau menderita yang kasat mata. Banyak isu marjinal perempuan yang dialpakan para calon pemimpin atau pengambil kebijakan negara, seperti upah buruh perempuan yang rendah, isu diskriminasi perempuan di bidang ekonomi, dan isu kekerasan terhadap perempuan pekerja informal. Isu marjinal ini tidak menarik, bahkan apabila diresponsi akan menjadi problem baru yang menyusahkan kemapanan mereka saat memegang otoritas kebijakan. Beberapa Sebab Isu marjinal perempuan mengalami pola diskriminasi dibandingkan dengan isu seksi perempuan seperti kasus Manohara, kasus Cici Paramida, dan sebagainya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, isu marjinal tak akan mendongkrak dimensi popularitas para calon pemimpin atau tokoh pengambil kebijakan publik daripada isu seksi perempuan, yang hanya butuh pernyataan empati tanpa tindak lanjut serius. Isu marjinal akan menyulitkan sikap pemimpin, karena harus dibarengi dengan tindakan yang empati dan memiliki nuansa kebertanggungjawaban institusional. Kedua, masih banyak media yang tidak menjadikan isu marjinal perempuan sebagai cermin keberpihakan gender. Lebih menarik jika mengambil angle isu seksi perempuan, karena mendorong hasrat keingintahuan konsumen berita dan pemburu informasi yang rekreatif. Ketiga, isu marjinal perempuan tidak menempatkan victim (korban) sebagai bagian dari momen selebritas-popularitas. Korban dalam berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan justru merupakan objek pewacanaan yang sekadar membangkitkan empati dan sulit dicari resolusi sosialnya. Isu seksi perempuan saat ini memang mendominasi ruang pewacanaan publik dan menjadi acuan bagi perumusan kebijakan tata kelola pemerintahan, karena tidak membongkar basis struktural sebagai pangkal persoalan ketidakadilan perempuan dalam hak sosial-ekonomi-budaya. Padahal jika serius diperjuangkan para calon pemimpin, isu marjinal perempuan bisa menjadi alat uji kapabilitasnya dalam mendukung arus perubahan sosial yang menguntungkan bagi upaya pemenuhan hak asasi perempuan. (32) —Ari Kristianawati, guru SMA Negeri 1 Sragen. === Milis Wanita
[wanita-muslimah] Kiprah Ibu Negara dan Kepemimpinan Bangsa
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70315 PEREMPUAN 01 Juli 2009 Kiprah Ibu Negara dan Kepemimpinan Bangsa GEGER jilbab istri capres dan cawapres sempat menyita perhatian publik. Perempuan berjilbab dipersonifikasikan sebagai individu yang baik dan taat agama. Jika ibu negara berjilbab, konon bangsa ini akan lebih baik. Namun, gagasan ini juga bukan tanpa kritik. Banyak aktivis berpandangan, berjilbab dan tidak itu urusan individu, tidak ada kaitannya dengan masalah kenegaraan. Selain soal jilbab, istri salah seorang kontestan Pilpres 2009 juga diisukan beragama Katolik. Sontak hal ini sedikit mengendurkan mitra koalisi. Isu agama, bagi masyarakat Indonesia, masih sangat sensitif. Basis agama sering dijadikan alasan dalam memilih calon pemimpin. Ca-lon nonmuslim —maaf— masih sulit diterima oleh sebagian besar ma-syarakat Indonesia. Hal ini tercermin pula dari hasil penelitian Ari Anshori dkk (Presiden Pilihan Umat, 2009). Penelitian kualitatif yang dida-sarkan hasil wawancara sejumlah tokoh agama itu dengan jelas mengisyaratkan pemimpin Indonesia (presiden dan wapres) harus se-orang muslim. Alasan yang dominan adalah karena faktor kepatutan, bahwa mayoritas penduduk di ne-geri ini adalah muslim. Ibu Negara Terlepas dari polemik di atas, marilah kita menilik sejarah panjang bangsa Indonesia yang telah memiliki enam presiden, dan lima ibu negara. Bagaiman peran dari masing-masing ibu negara tersebut, inilah yang lebih penting daripada berdebat soal jilbab atau tidak berjilbab. Pertama, Ibu Fatmawati. Fatma-wati tentu bukan orang sembarangan. Ia sosok yang kuat dan teguh dalam pendirian. Ketika Sukarno dalam masa sulit semasa memimpin revolusi di negeri ini dan sering dipenjara, Fatmawati selalu setia menunggu dan mendukungnya. Tanpa dukungan dan kesetiaan Fatmawati, mungkin Sukarno tidak akan mampu memimpin revolusi kemerdekaan negeri ini. Di era kemerdekaan, Fatmawati tetap menunjukkan dirinya sebagai Ibu Negara. Ia rela menjahit bendera Merah-Putih sebagai simbol pemersatu bangsa. Ia pun teguh dalam pendirian dan tidak mau dipoligami, meski risikonya harus bercerai. Di masa Orde Baru, kita mengenal Ibu Tien Soeharto. Banyak literatur menyatakan, Ibu Tien merupakan ”separo nyawa” Soeharto. Bahkan, dia menjadi bagian dari pemerintahan Soeharto itu sendiri. Artinya, Ibu Tien telah menjadi pendamping hidup dan penasihat spiritual yang ampuh bagi Soeharto. Kiprah Ibu Tien dalam pemerintahan tidaklah sedikit. Ia inisiator Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Meski diwarnai pro-kontra, TMII telah menjadi simbol ragam budaya Nusantara yang adiluhung. Keragaman budaya Nusantara inilah yang menjadikan bangsa ini kuat. Lebih dari itu, multikulturalisme bangsa telah menopang tegaknya NKRI hingga sekarang. Kiprah Ibu Tien dalam pemberdayaan perempuan tercermin dari program PKK. Meski hanya serupa organisasi paguyuban ibu tingkat RT/RW, PKK mampu memberdayakan perempuan Indonesia. Pekerjaan ibu rumah tangga tidak sertamerta dimaknai sebagai pekerja rendahan. Dengan program ini, perempuan Indonesia mampu menyalurkan potensi dan bakatnya guna masa depan keluarga dan bangsanya. Babak Baru Setelah rezim otoritarian Soeharto tumbang, bangsa ini memasuki babak baru dalam berbangsa dan bernegara. Dimulai dari gerakan reformasi 1997/1998, bangsa ini melahirkan ”pemimpin baru”, sebagai pelaksana tugas pengganti Soeharto, yaitu BJ Habibie. Habibie memerintah dalam situasi serbasulit. Tapi dalam waktu singkat, dia mampu mengembalikan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia. Ini terbukti dengan meningkatnya nilai tukar rupiah dari Rp 16.000 menjadi Rp 9.000 per dolar AS. Kiprah Habibie tentu tidak lepas dari pendampingnya, Ibu Ainun Habibie. Dengan pembawaan kalem dan tenang, wanita yang berasal dari Purwodadi itu sanggup mengikuti ritme dan mengendalikan suasana hati suaminya. Selanjutnya, bangsa ini dipimpin Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pembawaannya yang nyentrik, dengan aneka gagasan besar mengenai kebangsaan dan keagamaan, mampu sedikit mengendurkan urat saraf dan kepenatan bangsa Indonesia. Terobosan Gus Dur yang melampaui batas tradisi menjadi titik awal tumbuhnya demokratisasi dan kebebasan berekspresi di negeri ini. Pembawaan ini berpengaruh terhadap istrinya, Ibu Shinta Nuriyah Wahid. Ibu Shinta Nuriah dikenal sebagai aktivis gender dan hak asasi manusia (HAM). Ia seringkali mendampingi korban tindak kekerasan, baik dalam rumah tangga maupun buruh migran. Hingga kini, kiprahnya dalam memperjuangkan HAM dan gender masih bisa kita lihat, seperti penolakkannya terhadap UU Antipornografi. Kita tidak bisa melihat kiprah Megawati Soekarnoputri sebagai ibu negara, karena dia adalah presiden. Pun demikian dengan Ibu Ani Yudhoyono, yang tak bisa dinilai karena masa tugasnya sebagai ibu negara belum berakhir. Dari paparan tersebut, sangat jarang isu agama mewarnai perjalanan kenegaraan para ibu negara. Mereka tampil apa adanya. Ibu Fatma,
[wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70316 PEREMPUAN 01 Juli 2009 Silat Lidah Ayat-ayat Poligami * Oleh Abu Rokhmad Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan. Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya. KAUM Adam juga punya ’’keistimewaan’’ lain: pandai bersilat lidah untuk membenarkan tindakan poligaminya, dan tahan malu saat digunjing masyarakat. Pada awal pensyariatannya, poligami dibolehkan karena kecenderungan orang Arab saat itu menikahi perempuan tanpa batasan jumlah. Secara resmi seorang suami bisa memiliki istri dengan jumlah puluhan, bahkan tanpa batas. Ditambah dengan yang tak resmi, jumlah istri bisa lebih dari itu. Budaya masyarakat Arab zaman dulu menempatkan perempuan sebagai bagian dari simbol status sosial lelaki, sejajar dengan harta dan tahta. Makin tinggi kelas sosialnya, makin banyak istri yang dimiliki. Makin banyak istri, makin tinggi kebanggaannya di mata masyarakat. Perempuan jelas tidak punya posisi tawar sedikitpun. Mereka cenderung dilecehkan dan direndahkan. Mengumpulkan banyak istri bukan hanya dominasi Arab Jahiliyyah saja. Jawa era kerajaan pun punya perilaku yang tidak jauh beda. Raja memiliki dua jenis istri: permaisuri dan selir. Permaisuri hanya satu, tetapi selir bisa puluhan. Budaya feodal dipadu dengan patriarkhal telah menjadi tempat persemaian subur bagi poligami. Perempuan dan orang tuanya kadang menawarkan putrinya untuk dijadikan selir raja, atau dipoligami orang-orang yang dianggap memiliki bebet, bibit, bobot (3 B) yang baik. Kiai atau tokoh agama termasuk orang yang dianggap punya kualitas 3B, sehingga sering ditawari untuk kawin lagi. Pertanyaannya, apakah Islam mengajarkan poligami. Jawabannya tidak! Islam justru membawa revolusi berupa penghargaan tinggi terhadap perempuan, dan disejajarkan dengan laki-laki. Budaya beristri tanpa batas jumlah diberangus oleh Islam, dengan maksimal yang boleh dinikahi empat orang. Ini wujud koreksi Islam atas budaya setempat yang tak layak diteruskan. Pemelintiran Ayat Banyak orang mengkambinghitamkan ayat Alquran (4: 3) yang membolehkan poligami. Ayat ini memuat perintah halus dan diplomasi tingkat tinggi Tuhan kepada umatnya, agar sebaiknya menikah dengan satu istri. Ayat ”Nikahilah perempuan-perempuan yang kamu cintai, dua, tiga atau empat, dan bila takut tidak mampu berbuat adil, nikahilah satu saja” menunjukkan bahwa Islam promonogami. Mafhum mukhalafah-nya terbaca dari ”nikahilah wanita yang kamu cintai satu saja.” Ayat itu ditutup dengan kalimat ”yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Formula if/than dalam ayat itu menunjukkan, poligami dibolehkan dengan syarat yang berat. Tuhan sudah punya desain kalau manusia pasti tidak dapat bersikap adil. Karena itu, laki-laki umumnya lebih memilih berpasangan dengan satu istri. Sebab adil adalah salah satu ”baju” Tuhan. Manusia pasti kedodoran bila mencoba memakai pakaian tersebut. Betapapun baik pelaku poligami, umumnya tetap belum bisa diterima masyarakat secara bulat. Tokoh agama maupun berpenghasilan besar pun perlu berpikir panjang sebelum memutuskan berpoligami. Alasan sosiologis ini perlu dipertimbangkan, mengingat kita hidup dalam masyarakat yang sudah berubah. Berpoligami bukan hanya bisnis antara manusia dan Tuhan, melainkan transaksi yang melibatkan manusia dan masyarakat sekitar. Perlu ditegaskan, poligami dipandang sebagian besar masyarakat bukan sebagai pelaksanaan syariat agama. Ia lebih dimaknai sebagai egoisme laki-laki yang mengatasnamakan agama. Emergency exit, yang sering dijadikan argumentasi laki-laki untuk berpoligami, kebanyakan malah tidak terpenuhi. Istri sehat dan salihah tak layak dipoligami, kecuali kalau sang isteri merelakan tindakan suaminya. Harus Jantan Secara umum, laki-laki yang berpoligami cenderung berargumen normatif. Tak ada yang baru dan spesifik, selain berlindung di balik norma agama yang membolehkan poligami. Itu pun tetap bertentangan dengan Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur alasan pemberian izin suami bila ingin beristri lebih dari satu. Kaum lelaki yang berpoligami rata-rata gagal membangun argumentasi aqliyyah yang memuaskan dan dapat dipahami nalar perempuan dan masyarakat pada umumnya. Pelaku poligami akan terkena stigma negatif yang terlanjur mengendap di benak publik. Ia bisa dianggap tak berbeda dengan laki-laki hidung belang yang berpoligami untuk memuaskan nafsu insaniahnya. Umumnya poligami selalu diawali dengan ”perselingkuhan”. Sebab, kata orang, jalan menuju poligami biasanya ditempuh dengan cara backstreet. Karena itu, laki-laki yang ingin berpoligami haryus mengubah pola poligami secara jantan. Hukum positif mengatur cara-cara yang harus
[wanita-muslimah] Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh
http://www.republika.co.id/berita/57972/Perempuan_Miliki_Hak_Tak_Termasuk_Eksploitasi_Tubuh Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh By Republika Newsroom Selasa, 23 Juni 2009 pukul 16:46:00 Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh INTELEKTUAL: Perempuan memiliki hak terhadap dirinya, bukan berarti terbebas dari nilai etika yang berkaitan dengan eksplorasi tubuh. Eksplorasi intelektualitas perempuan yang perlu digali. JAMBI--Kaum perempuan saat ini memiliki hak untuk bersikap. Alih-alih menggunakan hak itu untuk mengeksplorasi intelektualitas, jutru banyak yang mengeksploitasi tubuh untuk tujuan tertentu. Dosen Psikologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Thaha Saefuddin (STS) Jambi yang juga aktivis perempuan, Rizky mengatakan, menggunakan hak bukan berarti mengeksploitasi tubuh untuk tujuan tertentu. Masih banyak kalangan perempuan masih salah dalam menafsirkan hak atas tubuhnya.Ada perempuan terlampau berani dalam mengeskploitasi tubuhnya dengan alasan merupakan hak yang dimiliki, katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Langkan Budaya Taratak di Jambi, Senin malam (22/6). Dalam diskusi yang digelar usai pemutaran film dokumenter bertajuk Bagaimana hak perempuan atas tubuhnya, Rizky menyatakan pemikiran salah itu perlu diluruskan oleh kaum perempuan yang ada di Indonesia, termasuk di Jambi. Dia menegaskan, perempuan harus mengetahui dimana batasan-batasannya dalam menggunakan hak tubuhnya sesuai dengan norma agama dan etika. Kebudayaan masyarakat timur seperti kita masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan rasa malu, kata Rizki. Dia merasa prihatin jika ada perempuan yang menggunakan hak tubuhnya sebagai komoditi penghasil uang, dengan mengabaikan moral dan etika yang berlaku kuat di masyarakat. Bukan tubuh yang seharusnya digunakan, tetapi intelektualitas perempuan, sebab menggunakan tubuh untuk dijual sama saja menghilangkan hak diri sendiri sebagai perempuan, tegasnya. Pemutaran film dokumenter dengan istilah screendocs regular ini menjadi agenda rutin Langkan Budaya Taratak. Diskusi berlangsung cukup menarik, tidak hanya kaum perempuan saja yang terpanggil untuk mengkaji sejuah mana hak mereka atas tubuhnya. Namun peserta pria pun tak ketinggalan menyampaikan tanggapannya atas hak tubuh perempuan itu. Terkadang kita sendiri tidak tahu, bagaimana hak kita atas tubuh kita sendiri. Apakah hak itu diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah atau peraturan daerah, kata Novrita Amelya, aktris Teater Oranye yang mengikuti diskusi. (ant/rin)
Re: [wanita-muslimah] Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh
http://www.republik a.co.id/berita/ 57972/Perempuan_ Miliki_Hak_ Tak_Termasuk_ Eksploitasi_ Tubuh Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh By Republika Newsroom Selasa, 23 Juni 2009 pukul 16:46:00 Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh INTELEKTUAL: Perempuan memiliki hak terhadap dirinya, bukan berarti terbebas dari nilai etika yang berkaitan dengan eksplorasi tubuh. Eksplorasi intelektualitas perempuan yang perlu digali. --- Janoko : Perlu disosialisasikan UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga, bahwa kekerasan itu tidak hanya berupa kekerasan fisik saja. Coba mulai dipikirkan bersama - sama apakah ada pengaruhnya tontonan - tontonan erotik terhadap perkembangan jiwa anak. Salam Janoko ( bukan penganut aliran bloon ). -o0o- --- On Wed, 1/7/09, Dwi Soegardi soega...@gmail.com wrote: From: Dwi Soegardi soega...@gmail.com Subject: [wanita-muslimah] Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh To: wanita-muslimah@yahoogroups.com, keluarga-sejaht...@yahoogroups.com, majelism...@yahoogroups.com Date: Wednesday, 1 July, 2009, 7:55 AM http://www.republik a.co.id/berita/ 57972/Perempuan_ Miliki_Hak_ Tak_Termasuk_ Eksploitasi_ Tubuh Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh By Republika Newsroom Selasa, 23 Juni 2009 pukul 16:46:00 Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh INTELEKTUAL: Perempuan memiliki hak terhadap dirinya, bukan berarti terbebas dari nilai etika yang berkaitan dengan eksplorasi tubuh. Eksplorasi intelektualitas perempuan yang perlu digali. JAMBI--Kaum perempuan saat ini memiliki hak untuk bersikap. Alih-alih menggunakan hak itu untuk mengeksplorasi intelektualitas, jutru banyak yang mengeksploitasi tubuh untuk tujuan tertentu. Dosen Psikologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Thaha Saefuddin (STS) Jambi yang juga aktivis perempuan, Rizky mengatakan, menggunakan hak bukan berarti mengeksploitasi tubuh untuk tujuan tertentu. Masih banyak kalangan perempuan masih salah dalam menafsirkan hak atas tubuhnya.Ada perempuan terlampau berani dalam mengeskploitasi tubuhnya dengan alasan merupakan hak yang dimiliki, katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Langkan Budaya Taratak di Jambi, Senin malam (22/6). Dalam diskusi yang digelar usai pemutaran film dokumenter bertajuk Bagaimana hak perempuan atas tubuhnya, Rizky menyatakan pemikiran salah itu perlu diluruskan oleh kaum perempuan yang ada di Indonesia, termasuk di Jambi. Dia menegaskan, perempuan harus mengetahui dimana batasan-batasannya dalam menggunakan hak tubuhnya sesuai dengan norma agama dan etika. Kebudayaan masyarakat timur seperti kita masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan rasa malu, kata Rizki. Dia merasa prihatin jika ada perempuan yang menggunakan hak tubuhnya sebagai komoditi penghasil uang, dengan mengabaikan moral dan etika yang berlaku kuat di masyarakat. Bukan tubuh yang seharusnya digunakan, tetapi intelektualitas perempuan, sebab menggunakan tubuh untuk dijual sama saja menghilangkan hak diri sendiri sebagai perempuan, tegasnya. Pemutaran film dokumenter dengan istilah screendocs regular ini menjadi agenda rutin Langkan Budaya Taratak. Diskusi berlangsung cukup menarik, tidak hanya kaum perempuan saja yang terpanggil untuk mengkaji sejuah mana hak mereka atas tubuhnya. Namun peserta pria pun tak ketinggalan menyampaikan tanggapannya atas hak tubuh perempuan itu. Terkadang kita sendiri tidak tahu, bagaimana hak kita atas tubuh kita sendiri. Apakah hak itu diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah atau peraturan daerah, kata Novrita Amelya, aktris Teater Oranye yang mengikuti diskusi. (ant/rin) New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/ [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA
Ada berita : maaf mbak dan mas, akhwan dan akhwat.. mohon agar diskusinya kembali ke milis WM dan bukan bikin milis sendiri seperti ini. --- Janoko : Masyarakat WM adalah masyarakat yang terdidik dan melek aturan UU dan HAM, jadi insan - insan yang diluar Islam tidak usah mencampuri masalah jilbab. Apakah Janoko harus menongolkan pasal-pasal di HAM tersebut ? Harap sadar. Janoko -o0o- --- On Tue, 30/6/09, donnie damana donnie.dam...@gmail.com wrote: From: donnie damana donnie.dam...@gmail.com Subject: [wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA To: sol...@sanipak.co.jp Cc: sunny am...@tele2.se, adaniperm...@gmail.com, al...@yahoo.com, aminudi...@yahoo.com.sg, andiw...@yahoo.com, ariela4e...@yahoo.com, baz...@cbn.net.id, css...@tresnamuda.co.id, edi...@chevron.com, faizal...@yahoo.co.id, haj...@yahoo.com, hermansyahka...@yahoo.com, herri.perm...@yahoo.co.id, ica_hara...@yahoo.com, insist...@yahoogroups.com, ko_j...@yahoo.com, Satriyo lasykarl...@gmail.com, linadah...@yahoo.com, manmand...@yahoo.com, ismail sutopo manmandir...@gmail.com, masar...@gmail.com, mfl_bi...@yahoo.com, morry.in...@gmail.com, noniemarl...@yahoo.co.id, nurbaya...@gmail.com, rahimara...@yahoo.com, salehn...@gmail.com, soega...@gmail.com, syaiful.rah...@bataindonesia.com, wanita-muslimah@yahoogroups.com, wirawan@gmail.com Date: Tuesday, 30 June, 2009, 2:22 PM maaf mbak dan mas, akhwan dan akhwat.. mohon agar diskusinya kembali ke milis WM dan bukan bikin milis sendiri seperti ini. Apabila masih ingin diteruskan seperti ini mohon email saya dihapuskan apabila anda semua ingin membalas dengan mode replay all terima kasih atas perhatian dan pengertiannya Donnie On Jun 30, 2009, at 2:14 PM, sol...@sanipak.co.jp wrote: setuju...bung satrio dan bung ismail pahami benar-benar makna QS:Al-Baqarah : 208 Memang semua kembali ke keyakinan masing-masing Jika memang sudah yakin dengan apa yang menjadi ketetapan Allah namun belum sepenuhnya melakukan...artinya ya belum yakin yakin itu kan diikrarkan di dalam hati, diwujudkan dalam perbuatan, dan setiap perbuatan ada pertanggungjawabannya dan tentunya kita ingin setiap perbuatan kita mendapat ridho dari Allah.. kalo emang ada yang nonmuslim yang berjilbab mungkin bisa diterima pendapat dari bung sunny tapi kalo buat yang muslim, kalo dia emang yakin dengan semua ketetapan Allah dan Allah itu emang ada dan kita selalu dalam pengaturan dan pengawasan-Nya, pasti akan melakukan apa yang sudah ditetapkan Allah... maaf jika ada yang salah... Wassalam soleha From: sunny am...@tele2.se To: Satriyo lasykarl...@gmail.com Cc: ismail sutopo manmandir...@gmail.com, linadah...@yahoo.com, ariela4e...@yahoo.com, herri.perm...@yahoo.co.id , donnie.dam...@gmail.com, faizal...@yahoo.co.id, css...@tresnamuda.co.id , masar...@gmail.com, morry.in...@gmail.com, ica_hara...@yahoo.com , wirawan@gmail.com, mfl_bi...@yahoo.com, ko_j...@yahoo.com, baz...@cbn.net.id, hermansyahka...@yahoo.com, rahimara...@yahoo.com, andiw...@yahoo.com , insist...@yahoogroups.com, haj...@yahoo.com, nurbaya...@gmail.com , syaiful.rah...@bataindonesia.com, al...@yahoo.com, edi...@chevron.com , aminudi...@yahoo.com.sg, adaniperm...@gmail.com, soega...@gmail.com , noniemarl...@yahoo.co.id, sol...@sanipak.co.jp, salehn...@gmail.com , manmand...@yahoo.com, wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: 30/06/2009 15:01 Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA Dia tentu paham akan agama, bahwa jilbab dipakai karena keadaan iklim gurun pasir, yaitu mencegah debu pasir melekat di rambut. Jilbab bukan saja dipakai oleh yang beragama Islam, tetapi dulu juga dipakai oleh semua wanita tidak tergantung dari agamanya. - Original Message - From: Satriyo To: sunny Cc: ismail sutopo ; linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; herri.perm...@yahoo.co.id ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ; ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ; mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; hermansyahka...@yahoo.com ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com ; haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; adaniperm...@gmail.com ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, June 30, 2009 8:54 AM Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA faham belum tentu taat. as simple as that! 2009/6/30 sunny am...@tele2.se Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada Doha Debat,
Re: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70316 PEREMPUAN 01 Juli 2009 Silat Lidah Ayat-ayat Poligami * Oleh Abu Rokhmad Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan. Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya. --- Janoko : Janoko binguunnn dech dengan cara berfikir insan tertentu, lha koq yang jadi korban koq mas pria terus, lha yang namanya PSK itu piye ? Lalu kalau pria itu berganti pasangan dan baju, emangnya berganti pasangannya dengan hantu ?, berganti pasangannya kan juga ame lawan jenisnya, hiya tho ?, lha koq yang disalahkan si pria. Gimana dong ? Ech ada yang tahu engga, kira - kira si AR ini sudah tahu definisi Poligamis tidak ? Janoko -o0o- --- On Wed, 1/7/09, Dwi Soegardi soega...@gmail.com wrote: From: Dwi Soegardi soega...@gmail.com Subject: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami To: wanita-muslimah@yahoogroups.com, keluarga-sejaht...@yahoogroups.com, majelism...@yahoogroups.com Date: Wednesday, 1 July, 2009, 5:20 AM http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70316 PEREMPUAN 01 Juli 2009 Silat Lidah Ayat-ayat Poligami * Oleh Abu Rokhmad Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan. Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya. KAUM Adam juga punya ’’keistimewaan’’ lain: pandai bersilat lidah untuk membenarkan tindakan poligaminya, dan tahan malu saat digunjing masyarakat. Pada awal pensyariatannya, poligami dibolehkan karena kecenderungan orang Arab saat itu menikahi perempuan tanpa batasan jumlah. Secara resmi seorang suami bisa memiliki istri dengan jumlah puluhan, bahkan tanpa batas. Ditambah dengan yang tak resmi, jumlah istri bisa lebih dari itu. Budaya masyarakat Arab zaman dulu menempatkan perempuan sebagai bagian dari simbol status sosial lelaki, sejajar dengan harta dan tahta. Makin tinggi kelas sosialnya, makin banyak istri yang dimiliki. Makin banyak istri, makin tinggi kebanggaannya di mata masyarakat. Perempuan jelas tidak punya posisi tawar sedikitpun. Mereka cenderung dilecehkan dan direndahkan. Mengumpulkan banyak istri bukan hanya dominasi Arab Jahiliyyah saja. Jawa era kerajaan pun punya perilaku yang tidak jauh beda. Raja memiliki dua jenis istri: permaisuri dan selir. Permaisuri hanya satu, tetapi selir bisa puluhan. Budaya feodal dipadu dengan patriarkhal telah menjadi tempat persemaian subur bagi poligami. Perempuan dan orang tuanya kadang menawarkan putrinya untuk dijadikan selir raja, atau dipoligami orang-orang yang dianggap memiliki bebet, bibit, bobot (3 B) yang baik. Kiai atau tokoh agama termasuk orang yang dianggap punya kualitas 3B, sehingga sering ditawari untuk kawin lagi. Pertanyaannya, apakah Islam mengajarkan poligami. Jawabannya tidak! Islam justru membawa revolusi berupa penghargaan tinggi terhadap perempuan, dan disejajarkan dengan laki-laki. Budaya beristri tanpa batas jumlah diberangus oleh Islam, dengan maksimal yang boleh dinikahi empat orang. Ini wujud koreksi Islam atas budaya setempat yang tak layak diteruskan. Pemelintiran Ayat Banyak orang mengkambinghitamkan ayat Alquran (4: 3) yang membolehkan poligami. Ayat ini memuat perintah halus dan diplomasi tingkat tinggi Tuhan kepada umatnya, agar sebaiknya menikah dengan satu istri. Ayat ”Nikahilah perempuan-perempuan yang kamu cintai, dua, tiga atau empat, dan bila takut tidak mampu berbuat adil, nikahilah satu saja” menunjukkan bahwa Islam promonogami. Mafhum mukhalafah-nya terbaca dari ”nikahilah wanita yang kamu cintai satu saja.” Ayat itu ditutup dengan kalimat ”yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Formula if/than dalam ayat itu menunjukkan, poligami dibolehkan dengan syarat yang berat. Tuhan sudah punya desain kalau manusia pasti tidak dapat bersikap adil. Karena itu, laki-laki umumnya lebih memilih berpasangan dengan satu istri. Sebab adil adalah salah satu ”baju” Tuhan. Manusia pasti kedodoran bila mencoba memakai pakaian tersebut. Betapapun baik pelaku poligami, umumnya tetap belum bisa diterima masyarakat secara bulat. Tokoh agama maupun berpenghasilan besar pun perlu berpikir panjang sebelum memutuskan berpoligami. Alasan sosiologis ini perlu dipertimbangkan, mengingat kita hidup dalam masyarakat yang sudah berubah. Berpoligami bukan hanya bisnis antara manusia dan Tuhan, melainkan transaksi yang melibatkan manusia dan masyarakat sekitar. Perlu ditegaskan, poligami dipandang sebagian besar masyarakat bukan
Re: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami
terima kasih koh, sudah turut serta meramaikan milis. sayang pertanyaannya engkoh kurang jelas, jadi mau nimbrung juga rada ribet jadinya. hehehe ... 2009/7/1 jano ko ko_j...@yahoo.com: Janoko : Janoko binguunnn dech dengan cara berfikir insan tertentu, lha koq yang jadi korban koq mas pria terus, lha yang namanya PSK itu piye ? Lalu kalau pria itu berganti pasangan dan baju, emangnya berganti pasangannya dengan hantu ?, berganti pasangannya kan juga ame lawan jenisnya, hiya tho ?, lha koq yang disalahkan si pria. Gimana dong ? Ech ada yang tahu engga, kira - kira si AR ini sudah tahu definisi Poligamis tidak ? Janoko -o0o- --- On Wed, 1/7/09, Dwi Soegardi soega...@gmail.com wrote: From: Dwi Soegardi soega...@gmail.com Subject: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami To: wanita-muslimah@yahoogroups.com, keluarga-sejaht...@yahoogroups.com, majelism...@yahoogroups.com Date: Wednesday, 1 July, 2009, 5:20 AM http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70316 PEREMPUAN 01 Juli 2009 Silat Lidah Ayat-ayat Poligami * Oleh Abu Rokhmad Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan. Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya. KAUM Adam juga punya ’’keistimewaan’’ lain: pandai bersilat lidah untuk membenarkan tindakan poligaminya, dan tahan malu saat digunjing masyarakat. Pada awal pensyariatannya, poligami dibolehkan karena kecenderungan orang Arab saat itu menikahi perempuan tanpa batasan jumlah. Secara resmi seorang suami bisa memiliki istri dengan jumlah puluhan, bahkan tanpa batas. Ditambah dengan yang tak resmi, jumlah istri bisa lebih dari itu. Budaya masyarakat Arab zaman dulu menempatkan perempuan sebagai bagian dari simbol status sosial lelaki, sejajar dengan harta dan tahta. Makin tinggi kelas sosialnya, makin banyak istri yang dimiliki. Makin banyak istri, makin tinggi kebanggaannya di mata masyarakat. Perempuan jelas tidak punya posisi tawar sedikitpun. Mereka cenderung dilecehkan dan direndahkan. Mengumpulkan banyak istri bukan hanya dominasi Arab Jahiliyyah saja. Jawa era kerajaan pun punya perilaku yang tidak jauh beda. Raja memiliki dua jenis istri: permaisuri dan selir. Permaisuri hanya satu, tetapi selir bisa puluhan. Budaya feodal dipadu dengan patriarkhal telah menjadi tempat persemaian subur bagi poligami. Perempuan dan orang tuanya kadang menawarkan putrinya untuk dijadikan selir raja, atau dipoligami orang-orang yang dianggap memiliki bebet, bibit, bobot (3 B) yang baik. Kiai atau tokoh agama termasuk orang yang dianggap punya kualitas 3B, sehingga sering ditawari untuk kawin lagi. Pertanyaannya, apakah Islam mengajarkan poligami. Jawabannya tidak! Islam justru membawa revolusi berupa penghargaan tinggi terhadap perempuan, dan disejajarkan dengan laki-laki. Budaya beristri tanpa batas jumlah diberangus oleh Islam, dengan maksimal yang boleh dinikahi empat orang. Ini wujud koreksi Islam atas budaya setempat yang tak layak diteruskan. Pemelintiran Ayat Banyak orang mengkambinghitamkan ayat Alquran (4: 3) yang membolehkan poligami. Ayat ini memuat perintah halus dan diplomasi tingkat tinggi Tuhan kepada umatnya, agar sebaiknya menikah dengan satu istri. Ayat ”Nikahilah perempuan-perempuan yang kamu cintai, dua, tiga atau empat, dan bila takut tidak mampu berbuat adil, nikahilah satu saja” menunjukkan bahwa Islam promonogami. Mafhum mukhalafah-nya terbaca dari ”nikahilah wanita yang kamu cintai satu saja.” Ayat itu ditutup dengan kalimat ”yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Formula if/than dalam ayat itu menunjukkan, poligami dibolehkan dengan syarat yang berat. Tuhan sudah punya desain kalau manusia pasti tidak dapat bersikap adil. Karena itu, laki-laki umumnya lebih memilih berpasangan dengan satu istri. Sebab adil adalah salah satu ”baju” Tuhan. Manusia pasti kedodoran bila mencoba memakai pakaian tersebut. Betapapun baik pelaku poligami, umumnya tetap belum bisa diterima masyarakat secara bulat. Tokoh agama maupun berpenghasilan besar pun perlu berpikir panjang sebelum memutuskan berpoligami. Alasan sosiologis ini perlu dipertimbangkan, mengingat kita hidup dalam masyarakat yang sudah berubah. Berpoligami bukan hanya bisnis antara manusia dan Tuhan, melainkan transaksi yang melibatkan manusia dan masyarakat sekitar. Perlu ditegaskan, poligami dipandang sebagian besar masyarakat bukan sebagai pelaksanaan syariat agama. Ia lebih dimaknai sebagai egoisme laki-laki yang mengatasnamakan agama. Emergency exit, yang sering dijadikan argumentasi laki-laki untuk berpoligami, kebanyakan malah tidak terpenuhi. Istri sehat dan salihah tak layak dipoligami,
Re: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami (Poligamer di Bali)
mohon dicatat poligami bukan ajaran islam, Al qur'an dan Hadis mengatur membatasi poligami saat ini, poligami juga ada di masyarakat hindu di bali dan berjalan dengan aman tanpa hiruk-pikuk --- Pada Rab, 1/7/09, jano ko ko_j...@yahoo.com menulis: Dari: jano ko ko_j...@yahoo.com Topik: Re: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 Juli, 2009, 10:11 AM http://suaramerdeka .com/smcetak/ index.php? fuseaction= beritacetak. detailberitaceta kid_beritacetak =70316 PEREMPUAN 01 Juli 2009 Silat Lidah Ayat-ayat Poligami * Oleh Abu Rokhmad Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan. Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya. --- Janoko : Janoko binguunnn dech dengan cara berfikir insan tertentu, lha koq yang jadi korban koq mas pria terus, lha yang namanya PSK itu piye ? Lalu kalau pria itu berganti pasangan dan baju, emangnya berganti pasangannya dengan hantu ?, berganti pasangannya kan juga ame lawan jenisnya, hiya tho ?, lha koq yang disalahkan si pria. Gimana dong ? Ech ada yang tahu engga, kira - kira si AR ini sudah tahu definisi Poligamis tidak ? Janoko -o0o- --- On Wed, 1/7/09, Dwi Soegardi soega...@gmail. com wrote: From: Dwi Soegardi soega...@gmail. com Subject: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com, keluarga-sejahtera@ yahoogroups. com, majelismuda@ yahoogroups. com Date: Wednesday, 1 July, 2009, 5:20 AM http://suaramerdeka .com/smcetak/ index.php? fuseaction= beritacetak. detailberitaceta kid_beritacetak =70316 PEREMPUAN 01 Juli 2009 Silat Lidah Ayat-ayat Poligami * Oleh Abu Rokhmad Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan. Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya. KAUM Adam juga punya ’’keistimewaan’’ lain: pandai bersilat lidah untuk membenarkan tindakan poligaminya, dan tahan malu saat digunjing masyarakat. Pada awal pensyariatannya, poligami dibolehkan karena kecenderungan orang Arab saat itu menikahi perempuan tanpa batasan jumlah. Secara resmi seorang suami bisa memiliki istri dengan jumlah puluhan, bahkan tanpa batas. Ditambah dengan yang tak resmi, jumlah istri bisa lebih dari itu. Budaya masyarakat Arab zaman dulu menempatkan perempuan sebagai bagian dari simbol status sosial lelaki, sejajar dengan harta dan tahta. Makin tinggi kelas sosialnya, makin banyak istri yang dimiliki. Makin banyak istri, makin tinggi kebanggaannya di mata masyarakat. Perempuan jelas tidak punya posisi tawar sedikitpun. Mereka cenderung dilecehkan dan direndahkan. Mengumpulkan banyak istri bukan hanya dominasi Arab Jahiliyyah saja. Jawa era kerajaan pun punya perilaku yang tidak jauh beda. Raja memiliki dua jenis istri: permaisuri dan selir. Permaisuri hanya satu, tetapi selir bisa puluhan. Budaya feodal dipadu dengan patriarkhal telah menjadi tempat persemaian subur bagi poligami. Perempuan dan orang tuanya kadang menawarkan putrinya untuk dijadikan selir raja, atau dipoligami orang-orang yang dianggap memiliki bebet, bibit, bobot (3 B) yang baik. Kiai atau tokoh agama termasuk orang yang dianggap punya kualitas 3B, sehingga sering ditawari untuk kawin lagi. Pertanyaannya, apakah Islam mengajarkan poligami. Jawabannya tidak! Islam justru membawa revolusi berupa penghargaan tinggi terhadap perempuan, dan disejajarkan dengan laki-laki. Budaya beristri tanpa batas jumlah diberangus oleh Islam, dengan maksimal yang boleh dinikahi empat orang. Ini wujud koreksi Islam atas budaya setempat yang tak layak diteruskan. Pemelintiran Ayat Banyak orang mengkambinghitamkan ayat Alquran (4: 3) yang membolehkan poligami. Ayat ini memuat perintah halus dan diplomasi tingkat tinggi Tuhan kepada umatnya, agar sebaiknya menikah dengan satu istri. Ayat ”Nikahilah perempuan-perempuan yang kamu cintai, dua, tiga atau empat, dan bila takut tidak mampu berbuat adil, nikahilah satu saja” menunjukkan bahwa Islam promonogami. Mafhum mukhalafah-nya terbaca dari ”nikahilah wanita yang kamu cintai satu saja.” Ayat itu ditutup dengan kalimat ”yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Formula if/than dalam ayat itu menunjukkan, poligami dibolehkan dengan syarat yang berat. Tuhan sudah punya desain kalau manusia pasti tidak dapat bersikap adil. Karena itu, laki-laki umumnya lebih memilih berpasangan dengan satu