[wanita-muslimah] Temukan Kegembiraan Anda!

2009-06-30 Terurut Topik muhamad agus syafii
Temukan Kegembiraan Anda!

By: agussyafii

Setiap kali pulang kerja, bersama Hana dan istri saya suka menjemput sore hari 
dengan berjalan-jalan keliling kampung. Menikmati indahnya sekeliling. Bertegur 
sapa dengan setiap orang yang bertemu dijalan. Terkadang orang yang tidak kami 
kenalpun, kami suka menyapanya. Bila berjalan jauh terasa melelahkan kami 
berhenti. Menikmati kelapa muda atau duduk ditaman sambil maen ayunan bersama 
Hana. begitulah menanamkan kegembiraan di dalam pikiran kita. Mensyukuri 
kehidupan dengan suka cita.

Kedamaian, keindahan dan kemeriahan dengan melakukan aktifitas berjalan kaki 
merupakan kegiatan yang paling sederhana, murah dan meriah. Tujuan utama 
menggali kegembiraan. Tidak harus ke mall atau ke tempat wisata yang harus 
mengeluarkan uang. kegembiraan itu terletak ada di dalam pikiran kita. Bila 
didalam pikiran menemukan kegembiraannya aktifitas apapun terasa menyenangkan, 
Makan enak, tidurpun nyenyak.

Seringkali saya, Hana dan istri melakukan aktifitas bersama. Meminimalisir 
kegiatan menonton TV. Membaca koran. Bahkan saya menghindari dan tidak 
memperkenalkan game online untuk Hana dan anak-anak Amalia. Sebab sekali 
menanamkan game didalam pikiran anak-anak berarti menjerumuskan mereka. Pernah 
ada seorang ibu datang ke Rumah Amalia dengan menangis tersedu-sedu karena 
anaknya tidak mau sekolah, tidak mau mandi bahkan susah makan. maunya setiap 
hari didepan layar monitor untuk maen Game online. Bila sudah tertanam game 
online pada pikiran anak-anak, lantas bagaimana anak-anak bisa menemukan 
keindahan dalam hidupnya? 

Pikiran-pikran kita banyak dipenuhi dengan lembaran berita dari koran, TV, 
internet tentang perselingkuhan, politik penyebar kebencian, fitnah, Skandal 
seperti sampah yang menjejal didalam kepala kita. Jika kita menjadikan pikiran 
kita sebagai tempat sampah dengan berbagai sampah-sampah informasi maka kita 
tidak akan pernah menemukan kegembiraan dalam hidup kita, kedamaian alam, 
indahnya matahari pagi, bertegur sapa dengan orang-orang disekitar kita dan 
nikmatnya menjemput sore hari. 

Sebaiknya hindarkanlah menjadikan pikiran-pikiran kita menjadi tempat sampah, 
maka kita akan menemukan kegembiraan hidup!

Wassalam,
agussyafii

--
Tulisan ini dalam rangka kampanye program 'Peduli Kasih Amalia (PKA)' Senin, 
tanggal 20 Juli 2009, di Rumah Amalia. Silahkan bagi teman2 yang berkenan 
mewaqafkan buku2, Majalah, Komik, Novel, Cerpen,Kaset VCD, CD, DVD ( ISLAMI 
),IPTEK,buku Pelajaran, peralatan sekolah, baju layak pakai untuk Program 
kegiatan Peduli Kasih Amalia (PKA). kirimkan ke Rumah Amalia,Jl. Subagyo Blok 
ii 1, no.23 Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sudimara Timur, Ciledug. TNG. . Mari 
dukung pada program 'Peduli Kasih Amalia (PKA)' melalui 
http://agussyafii.blogspot.com, http://www.facebook.com/agussyafii atau sms 087 
8777 12431








  

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA

2009-06-30 Terurut Topik sunny
Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada Doha Debat, 
wanita dari Arab Saudia yang duduk di panel diskusi tidak berjilbab. Mengapa 
demikian, apakah dia tidak memahami agamanya?

http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA

  - Original Message - 
  From: ismail sutopo 
  To: linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; herri.perm...@yahoo.co.id 
; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id ; 
am...@tele2.se ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ; 
ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ; mfl_bi...@yahoo.com ; 
ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; hermansyahka...@yahoo.com ; 
rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com ; 
haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; lasykarl...@gmail.com ; 
syaiful.rah...@bataindonesia.com ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; 
aminudi...@yahoo.com.sg ; adaniperm...@gmail.com ; soega...@gmail.com ; 
noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp ; salehn...@gmail.com ; 
manmand...@yahoo.com ; wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, June 30, 2009 7:29 AM
  Subject: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN 
GENERASI KITA


  SMAIL -  RATHARAIS 

  RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM


  . DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN 

  ( QS : 002 AL BAQARAH 208 )


  090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA /
  090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN







  PRO  :   FORM WANITA MSULIMAH 


  LAMPIRAN ( FILE ) : MULIA-WM-JILBAB WANITA WAJIB - JANGAN DIREMEHKAN.pdf 
(application/pdf) 1,096K 






  To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com tauziyah-sucscr...@yahoo.com; 
tauzi...@yahoogroups.com






  Email Address :

  MOHON MAAF - EMAIL KAMI KIRIM SECARA INDEPENDENT MASING-MASING KE ALAMAT 
ANGGOTA. - KARENA LAMPIRAN S/D 3 MB, TIDAK MUNGKIN KAMI KIRIM VIA EMAIL WANITA 
MUSLIMAH / TAUZIYAH GROUPS


  linadah...@yahoo.com; herri.perm...@yahoo.co.id; donnie.dam...@gmail.com; 
faizal...@yahoo.co.id; css...@tresnamuda.co.id; mui...@yahoo.com; 
wpamu...@centrin.net.id; am...@tele2.se; masar...@gmail.com; 
ariela$e...@yahoo.com; 
  morry.in...@gmail.com; ica_hara...@yahoo.com; wirawan@gmail.com;
  mfl_bi...@yahoo.com; ko_j...@yahoo.com; baz...@cbn.net.id;
  hermansyahka...@yahoo.com; rahimara...@yahoo.com; andiw...@yahoo.com;
  insist...@yahoogrou ps.com; haj...@yahoo. com; nurbaya...@gmail.com;
  lasykarl...@gmail.com; syaiful.rah...@bataindonesia.com; al...@yahoo.com;
  edi...@chevron.com; aminudi...@yahoo.com.sg; adaniperm...@gmail.com;
  soega...@gmail.com; noniemarl...@yahoo.co.id; sol...@sanipak.co.jp; 
salehn...@gmail.com; manmand...@yahoo.com







  Assalaamu'alaikum wr. wb.

  Salam Muslimin-muslimah, namun mohon dimaafkan tiada kiranya dapat kami 
sebutkan satu persatu nama-nama Bapak / Ibu, tanpa mengurangi rasa hormat kami, 
semoga jama'ah sekalian senantiasa dikarunia Perlindungan dan Rahmat Allah swt. 
amiin.. 




  Terlampir artikel mengenai - WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN – 
yang menjadi perdebatan baru, oleh Mas Achmad Chodjim, anggota peserta WM, 
karena katanya jilbab itu bahasa Arabnya adalah “ pakaian “



  Jadi wanita seluruh dunia ini sebenarnya sudah berjilbab semua.


  Luar biasa  …maka pertanyaan besarnya : APAKAH JILBAB YANG SUDAH MENUTUP 
AURAT, SEBAGAI MANA PERADABAN ZAMAN NABI-NABI KITA DAHULU., ATAU JILBAB YANG 
BUKAN PENUTUP AURAT LAGI ?


  PAKAIAN WANITA SEKARANG INI - BERARTI JILBAB-JILBAB YANG TERBUKA SEBAGIAN 
AURATNYA, TERUTAMA : RAMBUT. PADAHAL RAMBUT, LEHER, TELINGA, BAHU, LENGAN, 
BETIS … DILARANG DIPERLIHATKAN WANITA DIMUKA UMUM ATAU DIHADAPAN YANG BUKAN 
MAHROMNYA.





  Selamat membaca semoga bermanfaat - mohon maaf bila ada kekurangan atau 
kesalahan - Hanya Allah swt. yang Maha Benar.


  Wassalaam / ISMAIL




[Non-text portions of this message have been removed]





===
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com 
mailto:wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:

[wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA

2009-06-30 Terurut Topik sunny
Dia tentu paham akan agama, bahwa jilbab dipakai karena keadaan iklim gurun 
pasir, yaitu mencegah debu pasir melekat di rambut. Jilbab bukan saja dipakai 
oleh yang beragama Islam, tetapi dulu juga dipakai oleh semua wanita tidak 
tergantung dari agamanya.

  - Original Message - 
  From: Satriyo 
  To: sunny 
  Cc: ismail sutopo ; linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; 
herri.perm...@yahoo.co.id ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; 
css...@tresnamuda.co.id ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ; 
ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ; mfl_bi...@yahoo.com ; 
ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; hermansyahka...@yahoo.com ; 
rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com ; 
haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com ; 
al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; 
adaniperm...@gmail.com ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; 
sol...@sanipak.co.jp ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; 
wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, June 30, 2009 8:54 AM
  Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN 
GENERASI KITA


  faham belum tentu taat. as simple as that!


  2009/6/30 sunny am...@tele2.se

Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada Doha 
Debat, wanita dari Arab Saudia yang duduk di panel diskusi tidak berjilbab. 
Mengapa demikian, apakah dia tidak memahami agamanya?

http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA

  - Original Message - 
  From: ismail sutopo 
  To: linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; 
herri.perm...@yahoo.co.id ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; 
css...@tresnamuda.co.id ; am...@tele2.se ; masar...@gmail.com ; 
morry.in...@gmail.com ; ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ; 
mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; 
hermansyahka...@yahoo.com ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; 
insist...@yahoogroups.com ; haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; 
lasykarl...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com ; al...@yahoo.com ; 
edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; adaniperm...@gmail.com ; 
soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp ; 
salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, June 30, 2009 7:29 AM
  Subject: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN 
GENERASI KITA


  SMAIL -  RATHARAIS 

  RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM


  . DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN 

  ( QS : 002 AL BAQARAH 208 )


  090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA /
  090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN







  PRO  :   FORM WANITA MSULIMAH 


  LAMPIRAN ( FILE ) : MULIA-WM-JILBAB WANITA WAJIB - JANGAN DIREMEHKAN.pdf 
(application/pdf) 1,096K 






  To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com tauziyah-sucscr...@yahoo.com; 
tauzi...@yahoogroups.com






  Email Address :

  MOHON MAAF - EMAIL KAMI KIRIM SECARA INDEPENDENT MASING-MASING KE ALAMAT 
ANGGOTA. - KARENA LAMPIRAN S/D 3 MB, TIDAK MUNGKIN KAMI KIRIM VIA EMAIL WANITA 
MUSLIMAH / TAUZIYAH GROUPS


  linadah...@yahoo.com; herri.perm...@yahoo.co.id; donnie.dam...@gmail.com; 
faizal...@yahoo.co.id; css...@tresnamuda.co.id; mui...@yahoo.com; 
wpamu...@centrin.net.id; am...@tele2.se; masar...@gmail.com; 
ariela$e...@yahoo.com; 
  morry.in...@gmail.com; ica_hara...@yahoo.com; wirawan@gmail.com;
  mfl_bi...@yahoo.com; ko_j...@yahoo.com; baz...@cbn.net.id;
  hermansyahka...@yahoo.com; rahimara...@yahoo.com; andiw...@yahoo.com;
  insist...@yahoogrou ps.com; haj...@yahoo. com; nurbaya...@gmail.com;
  lasykarl...@gmail.com; syaiful.rah...@bataindonesia.com; al...@yahoo.com;
  edi...@chevron.com; aminudi...@yahoo.com.sg; adaniperm...@gmail.com;
  soega...@gmail.com; noniemarl...@yahoo.co.id; sol...@sanipak.co.jp; 
salehn...@gmail.com; manmand...@yahoo.com







  Assalaamu'alaikum wr. wb.

  Salam Muslimin-muslimah, namun mohon dimaafkan tiada kiranya dapat kami 
sebutkan satu persatu nama-nama Bapak / Ibu, tanpa mengurangi rasa hormat kami, 
semoga jama'ah sekalian senantiasa dikarunia Perlindungan dan Rahmat Allah swt. 
amiin.. 




  Terlampir artikel mengenai - WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN 
– yang menjadi perdebatan baru, oleh Mas Achmad Chodjim, anggota peserta WM, 
karena katanya jilbab itu bahasa Arabnya adalah “ pakaian “



  Jadi wanita seluruh dunia ini sebenarnya sudah berjilbab semua.


  Luar biasa  …maka pertanyaan besarnya : APAKAH JILBAB YANG SUDAH MENUTUP 
AURAT, SEBAGAI MANA PERADABAN ZAMAN NABI-NABI KITA DAHULU., ATAU JILBAB YANG 
BUKAN PENUTUP AURAT LAGI ?


  PAKAIAN WANITA SEKARANG INI - BERARTI JILBAB-JILBAB YANG TERBUKA SEBAGIAN 
AURATNYA, TERUTAMA : RAMBUT. PADAHAL 

[wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA

2009-06-30 Terurut Topik donnie damana
maaf mbak dan mas, akhwan dan akhwat.. mohon agar diskusinya kembali  
ke milis WM dan bukan bikin milis sendiri seperti ini. Apabila masih  
ingin diteruskan seperti ini mohon email saya dihapuskan apabila anda  
semua ingin membalas dengan mode replay all

terima kasih atas perhatian dan pengertiannya

Donnie
On Jun 30, 2009, at 2:14 PM, sol...@sanipak.co.jp wrote:


 setuju...bung satrio dan bung ismail
 pahami benar-benar makna QS:Al-Baqarah : 208
 Memang semua kembali ke keyakinan masing-masing
 Jika memang sudah yakin dengan apa yang menjadi ketetapan Allah
 namun belum sepenuhnya melakukan...artinya ya belum yakin
 yakin itu kan diikrarkan di dalam hati, diwujudkan dalam perbuatan,  
 dan setiap perbuatan ada pertanggungjawabannya
 dan tentunya kita ingin setiap perbuatan kita mendapat ridho dari  
 Allah..
 kalo emang ada yang nonmuslim yang berjilbab mungkin bisa diterima  
 pendapat dari bung sunny
 tapi kalo buat yang muslim, kalo dia emang yakin dengan semua  
 ketetapan Allah dan Allah itu emang ada dan kita selalu dalam  
 pengaturan dan pengawasan-Nya, pasti akan melakukan apa yang sudah  
 ditetapkan Allah...
 maaf jika ada yang salah...

 Wassalam
 soleha



 From: sunny am...@tele2.se
 To:   Satriyo lasykarl...@gmail.com
 Cc:   ismail sutopo manmandir...@gmail.com,  
 linadah...@yahoo.com, ariela4e...@yahoo.com, herri.perm...@yahoo.co.id 
 , donnie.dam...@gmail.com, faizal...@yahoo.co.id, 
 css...@tresnamuda.co.id 
 , masar...@gmail.com, morry.in...@gmail.com, ica_hara...@yahoo.com 
 , wirawan@gmail.com, mfl_bi...@yahoo.com,  
 ko_j...@yahoo.com, baz...@cbn.net.id,  
 hermansyahka...@yahoo.com, rahimara...@yahoo.com, andiw...@yahoo.com 
 , insist...@yahoogroups.com, haj...@yahoo.com, nurbaya...@gmail.com 
 , syaiful.rah...@bataindonesia.com, al...@yahoo.com, edi...@chevron.com 
 , aminudi...@yahoo.com.sg, adaniperm...@gmail.com, soega...@gmail.com 
 , noniemarl...@yahoo.co.id, sol...@sanipak.co.jp, salehn...@gmail.com 
 , manmand...@yahoo.com, wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Date: 30/06/2009 15:01
 Subject:  Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA  
 SELAMATKAN GENERASI KITA




 Dia tentu paham akan agama, bahwa jilbab dipakai karena keadaan  
 iklim gurun pasir, yaitu mencegah debu pasir melekat di rambut.  
 Jilbab bukan saja dipakai oleh yang beragama Islam, tetapi dulu juga  
 dipakai oleh semua wanita tidak tergantung dari agamanya.

 - Original Message -
 From: Satriyo
 To: sunny
 Cc: ismail sutopo ; linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; 
 herri.perm...@yahoo.co.id 
  ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id 
  ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ;  
 ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ;  
 mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; 
 hermansyahka...@yahoo.com 
  ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com 
  ; haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com 
  ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; 
 adaniperm...@gmail.com 
  ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp 
  ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; 
 wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Sent: Tuesday, June 30, 2009 8:54 AM
 Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA  
 SELAMATKAN GENERASI KITA

 faham belum tentu taat. as simple as that!

 2009/6/30 sunny am...@tele2.se
 Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada  
 Doha Debat, wanita dari Arab Saudia yang duduk di panel diskusi  
 tidak berjilbab. Mengapa demikian, apakah dia tidak memahami agamanya?

 http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA

 - Original Message -
 From: ismail sutopo
 To: linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; herri.perm...@yahoo.co.id 
  ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id 
  ; am...@tele2.se ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ; 
 ica_hara...@yahoo.com 
  ; wirawan@gmail.com ; mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; 
 baz...@cbn.net.id 
  ; hermansyahka...@yahoo.com ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com 
  ; insist...@yahoogroups.com ; haj...@yahoo.com ;  
 nurbaya...@gmail.com ; lasykarl...@gmail.com ; 
 syaiful.rah...@bataindonesia.com 
  ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; 
 adaniperm...@gmail.com 
  ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp 
  ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; 
 wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Sent: Tuesday, June 30, 2009 7:29 AM
 Subject: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA  
 SELAMATKAN GENERASI KITA

 SMAIL -  RATHARAIS
 RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM

 . DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN 

 ( QS : 002 AL BAQARAH 208 )

 090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA /
 090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN


 PRO  :   FORM WANITA 

[wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA

2009-06-30 Terurut Topik herni sri nurbayanti
Saya juga sama ma mas donnie.. di delete aja.Sori, gak tertarik kalo bahas
terbatas gini...
Lagian, emang udah dianggap gak taat dan bukan orang Islam (mungkin).. :P

Herni


2009/6/30 donnie damana donnie.dam...@gmail.com

 maaf mbak dan mas, akhwan dan akhwat.. mohon agar diskusinya kembali ke
 milis WM dan bukan bikin milis sendiri seperti ini. Apabila masih ingin
 diteruskan seperti ini mohon email saya dihapuskan apabila anda semua ingin
 membalas dengan mode replay all
 terima kasih atas perhatian dan pengertiannya

 Donnie

 On Jun 30, 2009, at 2:14 PM, sol...@sanipak.co.jp wrote:


 setuju...bung satrio dan bung ismail
 pahami benar-benar makna QS:Al-Baqarah : 208
 Memang semua kembali ke keyakinan masing-masing
 Jika memang sudah yakin dengan apa yang menjadi ketetapan Allah
 namun belum sepenuhnya melakukan...artinya ya belum yakin
 yakin itu kan diikrarkan di dalam hati, diwujudkan dalam perbuatan, dan
 setiap perbuatan ada pertanggungjawabannya
 dan tentunya kita ingin setiap perbuatan kita mendapat ridho dari Allah..
 kalo emang ada yang nonmuslim yang berjilbab mungkin bisa diterima pendapat
 dari bung sunny
 tapi kalo buat yang muslim, kalo dia emang yakin dengan semua ketetapan
 Allah dan Allah itu emang ada dan kita selalu dalam pengaturan dan
 pengawasan-Nya, pasti akan melakukan apa yang sudah ditetapkan Allah...
 maaf jika ada yang salah...

 Wassalam
 soleha



  From: sunny am...@tele2.se To: Satriyo lasykarl...@gmail.com Cc: 
 ismail
 sutopo manmandir...@gmail.com, linadah...@yahoo.com, 
 ariela4e...@yahoo.com, herri.perm...@yahoo.co.id, 
 donnie.dam...@gmail.com, faizal...@yahoo.co.id, 
 css...@tresnamuda.co.id, masar...@gmail.com, morry.in...@gmail.com, 
 ica_hara...@yahoo.com, wirawan@gmail.com, mfl_bi...@yahoo.com, 
 ko_j...@yahoo.com, baz...@cbn.net.id, hermansyahka...@yahoo.com, 
 rahimara...@yahoo.com, andiw...@yahoo.com, insist...@yahoogroups.com,
 haj...@yahoo.com, nurbaya...@gmail.com, 
 syaiful.rah...@bataindonesia.com, al...@yahoo.com, edi...@chevron.com,
 aminudi...@yahoo.com.sg, adaniperm...@gmail.com, soega...@gmail.com,
 noniemarl...@yahoo.co.id, sol...@sanipak.co.jp, salehn...@gmail.com,
 manmand...@yahoo.com, wanita-muslimah@yahoogroups.com Date: 30/06/2009
 15:01 Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA
 SELAMATKAN GENERASI KITA
 --



 *Dia tentu paham akan agama, bahwa jilbab dipakai karena keadaan iklim
 gurun pasir, yaitu mencegah debu pasir melekat di rambut. Jilbab bukan saja
 dipakai oleh yang beragama Islam, tetapi dulu juga dipakai oleh semua wanita
 tidak tergantung dari agamanya.*

 - Original Message -
 *From:* *Satriyo* lasykarl...@gmail.com
 *To:* *sunny* am...@tele2.se
 *Cc:* *ismail sutopo* manmandir...@gmail.com ; 
 *linadah...@yahoo.com*linadah...@yahoo.com;
 *ariela4e...@yahoo.com* ariela4e...@yahoo.com ; *
 herri.perm...@yahoo.co.id* herri.perm...@yahoo.co.id ; *
 donnie.dam...@gmail.com* donnie.dam...@gmail.com ; *
 faizal...@yahoo.co.id* faizal...@yahoo.co.id ; 
 *css...@tresnamuda.co.id*css...@tresnamuda.co.id;
 *masar...@gmail.com* masar...@gmail.com ; 
 *morry.in...@gmail.com*morry.in...@gmail.com;
 *ica_hara...@yahoo.com* ica_hara...@yahoo.com ; 
 *wirawan@gmail.com*wirawan@gmail.com;
 *mfl_bi...@yahoo.com* mfl_bi...@yahoo.com ; 
 *ko_j...@yahoo.com*ko_j...@yahoo.com;
 *baz...@cbn.net.id* baz...@cbn.net.id ; 
 *hermansyahka...@yahoo.com*hermansyahka...@yahoo.com;
 *rahimara...@yahoo.com* rahimara...@yahoo.com ; 
 *andiw...@yahoo.com*andiw...@yahoo.com;
 *insist...@yahoogroups.com* insist...@yahoogroups.com ; *
 haj...@yahoo.com* haj...@yahoo.com ; 
 *nurbaya...@gmail.com*nurbaya...@gmail.com;
 *syaiful.rah...@bataindonesia.com* syaiful.rah...@bataindonesia.com ; *
 al...@yahoo.com* al...@yahoo.com ; *edi...@chevron.com*edi...@chevron.com;
 *aminudi...@yahoo.com.sg* aminudi...@yahoo.com.sg ; *
 adaniperm...@gmail.com* adaniperm...@gmail.com ; 
 *soega...@gmail.com*soega...@gmail.com;
 *noniemarl...@yahoo.co.id* noniemarl...@yahoo.co.id ; *
 sol...@sanipak.co.jp* sol...@sanipak.co.jp ; 
 *salehn...@gmail.com*salehn...@gmail.com;
 *manmand...@yahoo.com* manmand...@yahoo.com ; *
 wanita-musli...@yahoogroups.com* wanita-muslimah@yahoogroups.com
 *Sent:* Tuesday, June 30, 2009 8:54 AM
 *Subject:* Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA
 SELAMATKAN GENERASI KITA

 faham belum tentu taat. as simple as that!

 2009/6/30 sunny *am...@tele2.se* am...@tele2.se
 *Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada Doha
 Debat, wanita dari Arab Saudia yang duduk di panel diskusi tidak berjilbab.
 Mengapa demikian, apakah dia tidak memahami agamanya?*

 *http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA*http://www.youtube.com/watch?v=m9CHEhZL0OA

 - Original Message -
 *From:* *ismail sutopo* manmandir...@gmail.com
 *To:* *linadah...@yahoo.com* linadah...@yahoo.com ; *
 ariela4e...@yahoo.com* ariela4e...@yahoo.com ; *
 herri.perm...@yahoo.co.id* 

[wanita-muslimah] Terbuang di Kampung Sendiri

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://cetak.bangkapos.com/etalase/read/22938.html

Lada Putih Bangka 
Terbuang di Kampung Sendiri


edisi: 28/Jun/2009 wib

SUNGGUH ironis nasib lada putih Bangka (Muntok white pepper). Sejak komuditas 
rempah-rempah ini dimonopoli oleh serikat dagang Belanda (VOC) tidak ada 
perubahan sama sekali. Lada dijual dalam bentuk primer. Setelah dipanen, 
direndam, jemur, bulir lada Bangka dengan aroma dan rasa pedas yang khas itu 
dijual ke pedagang pengumpul. 
Lalu ditampung untuk selanjutnya diekspor. Tanpa sentuhan teknologi untuk 
diversivikasi produk. 

Begitu pula dengan pengembangan kebun lada para petani. Berabad-abad dikelola 
dengan pengetahuan yang mereka miliki. Petani seolah berhadapan sendirian saat 
menghadapi seluruh permasalahan lada. Mulai penyakit, hama, kualitas produk dan 
pemanfaatan lahan.

Wajarlah, ketika negara lain seperti Vietnam menerapkan teknologi perkebunan 
lada, muntok white pepper yang tersohor sejak masa VOC itu kehilangan pamor. 
Kualitas tertinggal dengan produksi minim. Indonesia sebagai pemasok utama 
kebutuhan lada dunia, khususnya dari Babel sudah berpuluh-puluh tahun ini 
tertinggal. Porsi pasokan lada Indoensia tersisa 30 persen saja.

Komoditi lada mempunyai peran strategis secara ekonomis, historis, sosilologis 
dan geogarfis itu kini tinggal kenangan. Para petani tak berdaya ketika hasil 
panen itu tak memiliki harga lagi. Setelah terbuang dari kancah perdagangan 
lada dunia, lada komuditas yang sempat menaikkan derajat ekonomi petani itu 
nyaris terbuang di kampung sendiri.

Beribu-ribu hektar tanaman lada ditelantarkan bahkan dibuang. Kebun dengan 
tanah yang subur tak jarang tergerus oleh aktivitas tambang. Petani lada juga 
tak tahan dengan godaaan perkebunan tanaman sawit yang sangat ekspansif. 


Masih Prospektif


Realita memang seperti itu. Lada benar-benar tak menjanjikan.  Hanya saja tak 
sepenuhnya benar sebab belum pernah dilakukan pengembangan lada secara 
konsisten dengan teknologi dan diversivikasi produk. Kebijakan pengembangan pun 
tidak dilakukan secara berkelanjutan.

Prospek lada di masa mendatang cukup baik karena selain terjadinya peningkatan 
konsumsi dalam negeri juga berkembangnya industri makanan, minuman, dan farmasi 
serta spa yang menggunakan bahan baku lada, kata Ir Rizky Muis Direktur 
Budidaya Tanaman Rempah dan Penyegar Departemen Pertanian di depan puluhan 
peserta Workshop Revitalisasi Lada Putih Bangka Belitung, Kamis (25/6) lalu di 
Serrata Teracca Hotel.

Pendapat Rizky cukup beralasan, masa lalu lada putih Bangka gilang-gemilang. 
Di tingkat dunia, lada Indonesia dikenal dengan citra rasa dan aroma yang 
khas. Muntok white pepper dan black white pepper brand yang cukup dikenal di 
dunia, sambung Rizky.

Oleh sebab itu lada, lanjut Rizky ketika masa kejayaan rempah-rempah menyandang 
predikat rajanya rempah (King od Speces) karena mencapai nomor satu dunia. Lada 
merupakan komoditas ekspor tertua yang diperdagangkan ke luar negeri. Tak kalah 
pentingnya hampir seluruh usaha lada dikelola oleh rakyat.

Apabila satu KK memiliki lima anggota, maka usaha lada menghidupi 1,6 juta 
orang belum termasuk yang terlibat dalam rantai perdagangan dan industri, 
tandasnya.

Itulah peran dan arti penting lada. Kini semaua kegemilangan lada mulai pudar. 
Sejak Vietnam mengembangkan lada, posisi Indonesia di pasar dunia melorot 
drastis, ujar Rizky.

Dalam satu dasawarsa terakhir situasi perkebunan lada kita mengalamai 
kemunduran di semua segi, luas tanaman, produksi dan ekspor mengalami 
kemunduran drastis. Terlebih-lebih segi inovasi hampir tidak ada kemajuan sama 
sekali, sambung Dr Ir HAM Syakir Kepala Pusat Litbang Perkebunan Departemen 
Pertanian di sela-sela Workshop Revtalisasi Lada.

Lalu Syakir mencontohkan Babel sebagai sentra produksi lada putih di Indonesia 
saat ini terbengkalai. Kondisi sebagai besar tanaman petani sangat 
memprihatinkan. Pemeliharaan sangat minim bahkan tanpa pemeliharaan, ujarnya.


Diguncang Harga


Banyak faktor membuat lada tadi kehilangan pamor. Yang utama menurut Syakir 
adalah faktor harga lada yang rendah. Gejolak harga  yang besar sehingga tidak 
cukup menarik bagi petani. Selain itu tanaman ini tidak berkayu dan merambat 
yang rentan terhadap penyakit, terutama infeksi jamur, bakteri, bahkan 
mematoda. Ini sangat pelik karena menimbulkan kerugian besar bagi petani, 
tukasnya.

Faktor harga dan serangan penyakit menyebabkan petani meninggalkan tanaman lada 
mereka beralih kepada komuditas perkebuan lainnya, seperti karet, kakao, 
terlebih-lebih kelapa sawit. 

Padahal secara crop ecologis tanaman lada lebih sesuai dibandingkan dengan 
timah yang merusak lingkungan. Demikan pula dengan kelapa sawit yang 
menghendaki radiasi surya tinggi, ujar Syakir.

Jika ingin lada Babel tetap terasa pedas, mau tak mau, dengan pengelolaan 
tanaman yang baik, komuditas ini masih memiliki daya saing yang lebih baik. 
Selain pengelolaan lada, Babel juga didukung oleh tipe iklim bimodial, yaitu 
adanya dua puncak musim 

Re: [wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA

2009-06-30 Terurut Topik achmad chodjim
Lha, koq Mas Ismail sudah memfitnah!

Sudah saya sebutkan bahwa jilbab adalah pakaian luar; koq hanya disebut 
pakaian?

Sudah saya sebutkan bahwa 90% orang Indonesia sudah berjilbab; lha koq 
disebut wanita seluruh dunia? Katanya beriman, koq tukang fitnah!

Sudah saya jelaskan bahwa jilbab bukanlah kerudung, dan sejarah jilbab itu 
berasal dari Cina sebelum agama Islam diwahyukan kepada Rasulullah. 
Seharusnya kan mengecek berdasarkan sejarah!

Ueenak benar menyatakan hanya Allah swt. yang Maha Benar tapi berbuat 
culas!

Sebagai tambahan, 2:208 adalah BUKAN perintah untuk masuk ke dalam agama 
Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu, saya sarankan kepada Sdr. Ismail 
untuk belajar bahasa Arab lagi agar tidak menjadi tukang fitnah! Jangan 
menjadikan Arab sebagai berhala, tetapi kajilah Alquran dengan seksama agar 
mendapatkan hidayah Allah.

Wassalam,

chodjim

=
ISMAIL -  RATHARAIS

  RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM


  . DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN 

  ( QS : 002 AL BAQARAH 208 )


  090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA /
  090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN

Terlampir artikel mengenai - WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN - 
yang menjadi perdebatan baru, oleh Mas Achmad Chodjim, anggota peserta WM, 
karena katanya jilbab itu bahasa Arabnya adalah  pakaian 



  Jadi wanita seluruh dunia ini sebenarnya sudah berjilbab semua.


  Luar biasa  .maka pertanyaan besarnya : APAKAH JILBAB YANG SUDAH MENUTUP 
AURAT, SEBAGAI MANA PERADABAN ZAMAN NABI-NABI KITA DAHULU., ATAU JILBAB YANG 
BUKAN PENUTUP AURAT LAGI ?


  PAKAIAN WANITA SEKARANG INI - BERARTI JILBAB-JILBAB YANG TERBUKA SEBAGIAN 
AURATNYA, TERUTAMA : RAMBUT. PADAHAL RAMBUT, LEHER, TELINGA, BAHU, LENGAN, 
BETIS . DILARANG DIPERLIHATKAN WANITA DIMUKA UMUM ATAU DIHADAPAN YANG BUKAN 
MAHROMNYA.



[wanita-muslimah] Keluarga dan Pangan

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=19921:keluarga-dan-pangancatid=78:umumItemid=131



  Keluarga dan Pangan  
  Oleh : Ir. Fadmin Prihatin Malau


  Hari keluarga di Indonesia dikaitkan dengan instansi yang 
bertanggungjawab atas pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana 
(KB) yakni Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 

  Lantas, program KB itu dicanangkan oleh Presiden Soeharto di Lampung pada 
29 Juni 1993 dan tanggal itu ditetapkan sebagai Hari Keluarga Nasional 
(Harganas). Sangat berbeda dengan di negara-negara Barat, hari keluarga (Family 
Day) dicanangkan dari masyarakat sebagai ajang internal untuk pendekatan 
anggota keluarga di negara itu.

  Boleh jadi karena latar belakang penetapannya berbeda maka definisi hari 
keluarga juga berbeda. Di Indonesia Harganas didefinisikan sebagai gerakan 
untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. 
Dalam programnya mengkampanyekan penggunaan alat kontrasepsi dan pengendalian 
laju pertambahan penduduk dengan slogan Dua Anak Saja Cukup  Beragam kampanye 
dilakukan pada era Orde Baru (era 1980-an) ada mata uang Rp 5 dengan lukisan 
(gambar) timbul pada satu sisinya potret keluarga harmonis dengan seorang ayah, 
ibu dan dua orang anak. Pada berbagai tempat dibangun tugu (monumen) yang 
bertemakan kampanye keluarga berencana.

  Pada dasarnya Harganas itu tidak dapat lepas dari persaingan pertumbuhan 
penduduk dan produksi pangan yang terjadi di dunia. Penting, karena menentukan 
keberlangsungan hidup manusia. Pada abad ke-17, Thomas Robert Malthus (1798) 
telah mengeluarkan teorinya yang memprediksikan manusia akan menghadapi 
kesulitan dalam menyediakan pangannya. 

  Teori Malthus itu menyatakan pertumbuhan produksi pangan seperti deret 
hitung dan pertumbuhan penduduk seperti deret ukur. Teorinya deret hitung; 
1,2,3,4,5,6 dan seterusnya. Deret ukur; 1,2,4,16, 32,64 dan seterusnya. Artinya 
ketika pertambahan pangan 1, pertambahan penduduk 1. Ketika bertambahan pangan 
2, pertambahan penduduk 2. Ketika pertambahan pangan 3, pertambahan penduduk 4. 
Ketika pertambahan pangan 4, pertambahan penduduk 16 dan seterusnya.

  Teori ini membuat penduduk dunia cemas karena jumlah penduduk dunia terus 
bertambah. Berbagai negara berkontribusi menambah penduduk dunia, diperkirakan 
tahun 2010 penduduk Asia Pasific mencapai 4 miliar. India dan China lebih dari 
2 miliar, Pendudukan Indonesia hampir seperempat miliar jiwa. Lihat saja 
pertumbuhan penduduk Indonesia, tahun 1900 sekitar 40 juta jiwa, lantas 120 
juta jiwa (1970),  147 juta jiwa (1980), 179 juta jiwa (1990), 206 juta jiwa 
(2000) dan mencapai 225 juta jiwa (2007) ini berdasarkan data dari Badan Pusat 
Statistik (BPS 2009).

  Era orde baru Indonesia dinilai sebagai negara yang sukses mengendalikan 
pertumbuhan penduduk melalui program keluarga berencana yang dilaksanakan sejak 
1968 karena secara nasional tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 2 persen per 
tahun sehingga wajar di era orde baru Indonesia berhasil swasembada beras. 
Pertumbuhan penduduk yang dicapai rata-rata 2 persen itu dan berhasil 
swasembada beras pada pasca reformasi cenderung mengalami stagnasi karena 
berbagai faktor, pemerintah tidak fokus lagi kepada pertumbuhan penduduk, 
pertumbuhan pangan.

  Menjawab Teori Maltus

  Para pakar, praktisi pertanian berupaya menjawab teori Maltus. Bagaimana 
ancaman kelaparan, kekurangan pangan di dunia dapat diatasi. Terus dilakukan 
upaya menjawab teori Maltus itu dan ada satu jawaban yang pasti yakni inovasi 
teknologi pangan dan pengendalian pertumbuhan penduduk. Indonesia akhirnya 
melakukan pendekatan pertumbuhan penduduk untuk mengatasi kebutuhan pangan.

  Konsumsi pangan Indonesia utama adalah karbohidrat (beras). Berdasarkan 
data BPS, tahun 1970-1990 konsumsi beras per kapita per tahun meningkat yaitu 
109 kg (1970), 122 kg (1980)  dan menjadi 149 kg (1990). Setelah tahun 1990, 
konsumsi beras sedikit menurun yaitu 114 kg per orang per tahun pada tahun 
2000. Secara dunia tercatat pertumbuhan penduduk yang pesat menuntut pemenuhan 
pangan yang sangat besar. Kebutuhan pangan biji-bijian (beras dan jagung) di 
Asia meningkat pesat dari 344 juta ton tahun 1997 menjadi 557 juta ton tahun 
2020. 

  Tidak heran masalah krisis pangan dunia ditandai dengan kelangkaan pangan 
dan melonjaknya harga pangan pada pasar internasional tahun 2008. Indonesia 
sebagai negara agraris (pertanian) produksi pangan seharusnya mampu menjawab 
kebutuhan penduduknya apa bila memang serius menanganinya, tidak hanya menjadi 
retorika dan bahan kampanye pemilihan presiden yang menyebutkan dalam dua tahun 
terakhir dikatakan Indonesia swasembada beras. Bagaimana untuk jangka panjang?

  Teori Maltus harus dijawab tuntas, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan 
pangan atau sederhananya keluarga dan pangan. Jangan hanya sebatas retorika dan 
dikampanyekan sewaktu 

[wanita-muslimah] Dititipkan di Imigrasi Medan, 13 Pencari Suaka asal Afganistan Kabur

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=19871:dititipkan-di-imigrasi-medan-13-pencari-suaka-asal-afganistan-kaburcatid=3:nasionalItemid=128



  Dititipkan di Imigrasi Medan, 13 Pencari Suaka asal Afganistan Kabur  
   Medan, (Analisa)

  Sebanyak 13 warga berkebangsaan Afganistan tanpa memiliki dokumen lengkap 
kabur setelah merusak jerjak jendela salah satu ruangan Kantor Imigrasi Kelas I 
Medan, Jalan Gatot Subroto. Sebelumnya mereka ditahan pihak Polsek Helvetia. 

  Kaburnya ke-13 pencari suaka di Indonesia yang datang secara ilegal 
transit melalui Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjung Balai itu diketahui Minggu 
(28/6) sekira pukul 09.00 WIB. Diperkirakan warga negara asing (WNA) tersebut 
kabur dengan cara menjebol jerjak jendela, Minggu dinihari.

  Ke-13 warga Afganistan  itu yakni MD Dawood (33), Alyas (32), MD Hussain 
(36), Hedayataliyah (22), Feroz Juan (19), Gullam Ali (45), dan Arif Ali (45), 
Salman Al (35), MD Anwar (42), Gambar Ali (30), Besmerlahe (30), Rajab Ali (40) 
dan Arif Husain (22).

  Kepala Seksi (Kasi) Penindakan Keimigrasian Kelas I Medan, Anggiat 
Napitupulu, kepada wartawan kemarin mengatakan, pihak imigrasi menyayangkan 
larinya ke-13 WNA itu. Pasalnya mereka sudah berkoordinasi mengenai pengurusan 
data dan foto para WNA itu kepada pihak Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi 
di Jakarta untuk diproses lebih lanjut. 

  Sebelumnya, terang Anggiat, 13 warga Afganistan ini ditangkap petugas 
Polsekta Helvetia, 13 Juni 2009 di salah satu hotel kawasan Helvetia karena 
tidak memiliki dokumen. Lalu 15 Juni 2009, mereka hendak diserahkan ke pihak 
balai karantina guna proses penindakan selanjutnya.

  Namun karena Balai Karantina Belawan kelebihan kapasitas, ke-13-nya 
dititipkan sementara di kantor Imigrasi Medan. Mereka ditempatkan di ruang 
bekas arsip yang dijadikan sebagai ruang titipan sementara.

  Dalam hal ini, jelas Anggiat, Imigrasi Kelas I Medan telah membuat 
pengaduan secara  lisan dan tertulis untuk koordinasi selanjutnya pada Kanwil 
Depkum dan HAM Sumut Jalan Putri Hijau, Medan. 

  Pihaknya juga berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk melakukan 
pengejaran terhadap WNA  tersebut. Pencarian sudah dilakukan di setiap terminal 
termasuk Amplas, bahkan masjid dan sejumlah penginapan di seputaran Jalan Gatot 
Subroto Medan.

  Bahkan pihak juga berkoordinasi dengan perwakilan Perserikatan 
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia yang menangani masalah pengungsi dan 
kewarganegaraan, yakni UNHCR dan IOM.

  Disinggung mengenai pengamanan di Kantor Imigrasi Medan sehingga 
ke-13-nya dapat kabur, Anggiat menjelaskan, pengamanan yang dilakukan seperti 
biasa dan ada dua petugas jaga ketika itu. WNA tersebut juga bukan merupakan 
tahanan tindak kriminal. Mereka hanya pencari suaka di Indonesia yang tidak 
memiliki dokumen lengkap.
 


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA

2009-06-30 Terurut Topik Abdul Mu'iz
Inilah hebatnya qur'an, penganut yang sama bisa memahami pesan yang sama 
maka implementasipun mejadi beda. Saya jadi ingat anekdote demikian :

Suatu ketika ada orang yang kaya raya di negerinya (sebut saja di antah 
barantah) sakit keras, dan merasa ajalnya akan tiba maka dipanggilnya dua 
anak lelakinya yang merupakan ahliwaris yang sah. Sang ayah berkata, 
anak-anakku ajalku akan tiba, silakan hartaku dibagi sesuai hukum yang 
berlaku, namun aku ada pesan untuk kalian, insya Allah kalau kalian akan 
menjalankan petuahku ini, kalian akan sukses dalam berbisnis. Kedua anak 
lelakinya dengan khusyu' menyimak pesan terakhir sang 
ayahanda.anak-anakku, ada tiga hal yang bisa aku wasiyatkan yaitu 1) 
jangan biarkan dirimu terkena sinar matahari, 2) jangan suka menagih 
hutang, dan 3 ) perbanyaklah sedekah menolang orang yang membutuhkan. 
Setelah menyampaikan pesan demikian sang ayahpun menghadap sang Pencipta 
menuju ke alam baka.

Maka setelah dimakamkan harta warisanpun dibagi sesuai hukum yang berlaku. 
Maka tibalah sang kedua anak tsb mandiri dalam mengelola harta warisan 
tanpa kehadiran sang ayah. Anak pertama mengimplementasikan pesan sang ayah 
secara harfiyah maka langkah yang dilakukan adalah : 1) membangun 
terowongan dari rumah ke kantor bisnis yang dia miliki (ia yakin dengan 
membangun terowongan tsb ia bisa menghindari sinar matahari) maka biaya 
untuk membangun terowongan tsb cukup signifikan alias besar dan sang anak 
pertama ini datang ke kantorpun seenaknya sendiri kadang kesiangan 
pulangnya pun cepat sebelum matahari terbenam. 2) Para debitur banyak 
berdatangan mengajukan kredit semuanya disetujui tanpa diseleksi kelayakan 
dan bonaviditasnya, namun sesuai pesan sang ayahanda, anak pertama ini 
tidak menagihnya meskipun sudah jatuh tempo. dan 3) Setiap orang minta 
sumbangan diberikan meskipun yang mengajukan permohonan itu digunakan untuk 
membiayai bisnis maksiat. Pendek kata semua pesan / wasiat ayahnya sudah 
dikerjakan sesuai pemahamannya tersebut. Al hasil sang anak pertama ini 
bangkrut dalam waktu yang relatif pendek dan diapun mencoba bersilaturahmi 
kepada adiknya yang ternyata sukses. Sang kakak ingin sharing dengan sang 
adik bagaimana dia mengamalkan wasiat almarhum sang ayah.

Maka sang adikpun menceritakan cara dia menerapkan pesan sang ayah, yang 
dilakukan sang adik adalah 1) tidak pernah terlintas untuk membangun 
terowongan bawah tanah demi menghindari sinar matahari, sang adik berangkat 
kerja pagi sebelum matahari terbit, pulang setelah matahari terbenam. Alias 
kerja keras dan smart, ia memanage dengan cermat bisnis usahanya, 2) Sang 
adik memang tidak pernah menagih hutang kepada debiturnya, karena 
menerapkan seleksi ketas aspek kelayakan dan bonaviditas sang debitur 
tertutama kemampuan membayar hutang baik jangka pendek maupun jangka 
panjang, al hasil debitur gak pernah menunggak maka pesan sang ayahpun 
sudah terlaksana dengan tepat. 3) Sang adik juga suka sedekah tetapi 
selektif tetap diberlakukan yaitu kalau sumbangannya itu dipakai untuk 
bisnis maksiat dia tolak karena mengharap rdho dan berkah dari yang Maha 
kuasa. Al hasil sang adik sukses besar.

Tentu saja kisah tersebut adalah fiktif dan boleh jadi terlalu sederhana, 
namun paling tidak dari anekdote tsb kita bisa membandingkan bagaimana kita 
memahami redaksi ayat qur'an tentang jilbab ada yang melihat secara 
harfiyah dan ada yang tidak. Tentu saja anekdote yang saya sodorkan itu 
tidak saya maksudkan untuk memojokkan penggemar harfiyah approach. Wallahu 
a'lam, Allahlah yang Mahabenar. Semoga kita dihindarkan dari salah dan khilaf.

Wassalam
Abdul Mu'iz

At 03:08 PM 6/30/2009 -0700, you wrote:


Lha, koq Mas Ismail sudah memfitnah!

Sudah saya sebutkan bahwa jilbab adalah pakaian luar; koq hanya disebut
pakaian?

Sudah saya sebutkan bahwa 90% orang Indonesia sudah berjilbab; lha koq
disebut wanita seluruh dunia? Katanya beriman, koq tukang fitnah!

Sudah saya jelaskan bahwa jilbab bukanlah kerudung, dan sejarah jilbab itu
berasal dari Cina sebelum agama Islam diwahyukan kepada Rasulullah.
Seharusnya kan mengecek berdasarkan sejarah!

Ueenak benar menyatakan hanya Allah swt. yang Maha Benar tapi berbuat
culas!

Sebagai tambahan, 2:208 adalah BUKAN perintah untuk masuk ke dalam agama
Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu, saya sarankan kepada Sdr. Ismail
untuk belajar bahasa Arab lagi agar tidak menjadi tukang fitnah! Jangan
menjadikan Arab sebagai berhala, tetapi kajilah Alquran dengan seksama agar
mendapatkan hidayah Allah.

Wassalam,

chodjim

=
ISMAIL - RATHARAIS

RAABITHAH TARBIYYAH ALAMIL ISLAAM

. DAN MASUKLAH KALIAN KEDALAM ISLAM SECARA KESELURUHAN 

( QS : 002 AL BAQARAH 208 )

090203-WM-WANITA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA /
090629-WM-WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN

Terlampir artikel mengenai - WANITA BERJILBAB WAJIB DAN JANGAN DIREMEHKAN -
yang menjadi perdebatan baru, oleh Mas Achmad Chodjim, anggota 

[wanita-muslimah] Editorial: Religious persecution

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.thejakartapost.com/news/2009/06/26/editorial-religious-persecution.html


Editorial: Religious persecution
The Jakarta Post   |  Fri, 06/26/2009 11:02 AM  |  Opinion 

The three vice presidential candidates debated national identity live on 
television last Tuesday. Interestingly, the forum was structured in such a way 
that the candidates were allowed to make a speech, lecture or even sing. Long 
gone are the vigorous, lively and intelligent debates of Indonesia's parliament 
in 1950s. 

The candidates took a broad sweep on virtually every issue, skipping the fine 
detail of reality. Only when they talked about the relationship between the 
state and religion did the debate gain some momentum. But Gen. Wiranto, Gen. 
Prabowo Subianto and former central bank governor Boediono only recited what 
every school student is taught about Pancasila, the state ideology, the 1928 
Youth Pledge, the Unitary State of Indonesia and the 1945 Constitution.  


The candidates speak beautiful words but the actions are not so polite. 


For example, at a recent Golkar campaign rally, rumors were spread by an 
unidentified source that the wife of Boediono is a Catholic - she is not. The 
fact that such an issue became news at all reflects voter's discomfort with the 
idea of having a leader associated with Christianity. If there really was no 
problem of religious tolerance, if the so-called Pancasila state was all it 
purports to be, such an issue would not have made headlines. 


A similar controversy surrounded Susilo Bambang Yudhoyono before he became 
president in 2004, just because his wife's name is Kristiani, which sounds too 
much like Christianity to some people. Leaders of Indonesia's Catholic minority 
recently sent a letter to the Kalla-Wiranto team asking them to revoke 151 
regional regulations they deem contradictory to the values of Pancasila. 


The letter, signed by bishops throughout the country, came in response to a 
request from the Kalla-Wiranto ticket, but did not specify the regulations. We 
only know that during Jusuf Kalla and incumbent President Susilo Bambang 
Yudhoyono's five years in power, some 50 regencies have adopted Sharia law 
without either leader lifting a finger.


These regulations are akin to the tip of an iceberg inconspicuously lurking in 
the water before the boat on which our nation is aboard, said the letter, read 
by Secretary General of the Bishop's Conference of Indonesia (KWI) Sutrisno 
Atmoko in Jakarta on June 9, 2009.


The KWI urged the future leaders of this nation not to repeat the issuing of 
regulations which contradict the Constitution. It went on to say that 
Pancasila, the 1945 Constitution, the Bhineka Tunggal Ika (Unity in Diversity) 
principle and the Unitary State of Indonesia have all been undermined by the 
very people who are supposed to defend them. Indonesia, it says, is solid on 
the outside but rotten on the inside.  


The KWI also touched on the poor quality but high cost of education, problems 
in the judiciary, environmental degradation, the gaping hole between the rich 
and poor and the exploitation of religion for political purposes. 


Hundreds of churches have either been destroyed or damaged by acts of violence 
in Indonesia in recent years and Christians are only one of the country's 
minorities. Hindus, Buddhists, Confucianists, the Ahmadiyah all have their fair 
share of problems.


These are the on the ground realities that the debate should have vigorously 
addressed. Instead, Indonesian voters were patronized with sweet talk and 
self-important grandstanding. Artificiality is the last thing this nation 
needs.  


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Chinese Indonesians' president?

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.thejakartapost.com/news/2009/06/28/chinese-indonesians039-president.html

Chinese Indonesians' president?
Christine Susanna Tjhin ,  Peking   |  Sun, 06/28/2009 11:35 AM  |  



I this newspaper's June 24 edition, Mario Rustan wrote a piece on the Chinese 
Indonesians' dilemma in voting for the president and, while acknowledging the 
diversity of Chinese Indonesian's political preferences, went further, 
describing what he called the community's general attitude and behavior in 
politics. 

The general message of Rustan's article is that there has been a heightened 
sense of political awareness and assertiveness amongst Chinese Indonesians. 

Rustan's article made a fair assessment of the political preferences of some, 
but definitely not all, Chinese Indonesians. His arguments regarding the 
Chinese Indonesian's inclination that Megawati was the obvious choice in 2004 
need to be further pondered. Furthermore, we need to be extra-critical in 
pondering the assessment he made on the current elections. 

It is regrettable that Rustan pointed out that, in the eyes of Chinese 
Indonesians in general, Prabowo is the hardest-working candidate when it comes 
to approaching Chinese community leaders and could convince people that he is 
Chinese-friendly. Or that, in the eyes of Chinese Indonesians, Jusuf Kalla is 
viewed as a racist and an Islamist or that Yudhoyono would still be popular 
for many Chinese who don't know and don't care much for politics, but only wish 
for security, safety, and order. 

Chinese Indonesians, like other brothers and sisters of different ethnicities, 
are divided in their preferences for this year's presidential elections. There 
is no accurate evidence that indicates vote distribution based on ethnicity - 
be it Chinese, Javanese, Minangs, etc. 

The closest one can try is to attempt to monitor electoral booths in areas 
which have a higher concentration of Chinese Indonesians. This is often done by 
Chinese Indonesian associations. The assumption may be probable, yet is still 
highly debatable. 

It would be more useful, perhaps, if we assess elements that affect the 
electoral and political dynamics of Chinese Indonesian, or how different 
Chinese Indonesians engage with the agendas presented by each candidate, rather 
than simply predicting or assuming which candidate is preferred by Chinese 
Indonesians. 

Rustan has made a fair effort at identifying the issues that matter to Chinese 
Indonesians, namely security (May 1998 violence), pluralism (racism and 
religion), and the economy. He also pointed out interesting external factors 
that influence their political preference. The author would like complement his 
assessment on issues that matters to the Chinese Indonesian community and 
discuss them further. 

Of the many Chinese Indonesians involved in the May 1998 violence, only very 
few, notably Ester Jusuf of Solidaritas Nusa Bangsa, have struggled to make the 
issue part of the bigger issue of human rights and not have it cast as an 
isolated anti-Chinese incident. We cannot deny the strong anti-Chinese stench 
from the tragic incident, yet we must not perpetuate the image of the lone 
Chinese Indonesian ranger seeking partial justice. The on-going struggle of 
Ester and others is just one of numerous examples of Chinese Indonesian 
political mainstreaming in its infancy. It is indeed an encouraging phenomenon 
manifesting the long-held desire of Chinese Indonesians to be an integral part 
of Indonesia. 

Finally, we should not be so quick to dismiss the number of Chinese Indonesian 
voters as insignificant and expendable. 

First, there is a possibility that the elections is equally divided, thus such 
small numbers may be the tipping factor that determines the outcome of the 
election. 

Second, assuming that there are some well-learned Chinese Indonesian voters, 
these people can spread out their influence through public debates and create a 
multiplier effect. Democracy is not the monopoly of the majority. Minorities, 
be that based on ethnicity, religion, ideologies, gender, etc, can define the 
quality of our democracy. 

The writer is a researcher (on study leave) at the Centre for Strategic and 
International Studies (CSIS), Jakarta. She is currently a PhD candidate at the 
School of International Studies, Peking University, China.


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] The human rights agenda

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.thejakartapost.com/news/2009/06/29/the-human-rights-agenda.html

The human rights agenda
The Jakarta Post   |  Mon, 06/29/2009 9:36 AM  |  Opinion 

The release of two separate human rights reports in the past weeks could not be 
timelier given the fact that Indonesians will vote for their next president 
next week.   

Unfinished Business - Police Accountability in Indonesia, a report by the 
London-based International Amnesty, and What Did I Do Wrong? Papuans in Merauke 
Face Abuses by Indonesian Special Forces, released by the New York-based Human 
Rights Watch, should remind the nation that the reforms begun after the 
collapse of the authoritarian Soeharto regime in 1998 must continue. 

Our claim to be the world's third largest democracy will be seriously 
compromised unless the presidential candidates address these reports, from two 
credible international institutions, and heed their recommendations. 

Sadly, all three candidates and their running mates have consistently skirted 
the human rights issue completely. Each time questions have been raised about 
the abuses committed during the Soeharto years, the candidates insist they have 
all been resolved and that there is nothing more to be done - end of 
discussion. 

This is sad indeed because, as Amnesty International and Human Rights Watch 
reported, the culture of impunity for vagrant abuses by powerful state 
institutions in this country remains in tact. Anyone looking for examples of 
Fareed Zakaria's illiberal democracy need look no further than Indonesia, its 
living proof, at least going by these reports. One would be tempted to call 
Indonesia an illiberal and unjust democracy. 

The National Police and Kopassus (Army Special Forces) that the reports single 
out for their continued human rights abuses have undergone some reforms in the 
last 11 years, but clearly these have not been far reaching enough. 

Granted, the victims of these reported human rights abuses are specific groups 
and not the public in general, as was the case in the past; but that does not 
make it right. Amnesty International said criminal suspects living in poor and 
marginalized communities, in particular women and repeat offenders, suffer 
disproportionately from a range of human rights violations. The Human Rights 
Watch report was more specific, detailing the abuse of residents of Merauke, a 
town in the southeast corner of Papua province suspected of harboring 
separatists and their sympathizers. 

Victims interviewed in the reports gave graphic details of the kind of torture 
methods employed by the police and the Kopassus to coerce them into giving 
incriminating confessions, or, in the case of the police, to extort bribes. 
These interrogation techniques are unacceptable in a democratic and civilized 
nation. 

In the Soeharto years, reports of abuses in Indonesia were main staples for 
human rights organizations; the regime simply chose to ignore and deny the 
allegations. The government, and those institutions named in the report, would 
be making a grave mistake to simply dismiss these reports this time around. A 
credible and independent inquiry, as both reports proposed, must be conducted 
using the materials gathered by Amnesty International and Human Rights Watch. 

Since Indonesia is in election mode, now is the time to ensure all candidates 
public commit to improving human rights for all people in Indonesia. 

We have three generals running for office: the incumbent president Susilo 
Bambang Yudhoyono and vice presidential candidates Wiranto and Prabowo Subianto 
(himself a former Kopassus chief). 

Given their military backgrounds, they should be more than familiar with the 
human rights problems in Indonesia. They can either end this culture of 
impunity once and for all, or maintain it. Let's hope Indonesia makes the right 
choice. 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Motif Terbunuhnya Nasrudin Tak Hanya Rani

2009-06-30 Terurut Topik sunny
Jawa Pos
[ Selasa, 30 Juni 2009 ] 


Motif Terbunuhnya Nasrudin Tak Hanya Rani 

JAKARTA - Satu per satu tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain semakin 
dekat ke meja persidangan. Itu setelah kemarin penyidik kepolisian melimpahkan 
berkas perkara tiga tersangka ke Kejaksaan Agung untuk tahap pra-penuntutan. 
Tiga tersangka itu adalah Sigid Haryo Wibisono, Wiliardi Wizar, dan Jerry 
Hermawan Lo.

Dengan begitu, tinggal berkas Antasari Azhar yang belum masuk. Namun, Kapolri 
Jenderal Bambang Hendarso Danuri memastikan semua berkas tuntas dalam pekan 
ini. Berkas Antasari akan disetor terakhir. Insya Allah langsung P-21 
(dinyatakan lengkap) karena kami sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, 
ujar Bambang di Mabes Polri kemarin (29/6). 

Jika berkas Antasari dinyatakan lengkap oleh jaksa, penyidik menindaklanjutinya 
dengan pelimpahan tahap kedua. Tahap tersebut meliputi penyerahan berkas, 
tersangka, dan barang bukti. Selanjutnya, jaksa menyusun surat dakwaan untuk 
diajukan ke pengadilan.

Setelah pelimpahan ke pengadilan, jaksa tinggal menunggu penetapan jadwal 
sidang dari pengadilan. Berkas Antasari yang langsung dinyatakan lengkap 
menandakan bahwa prosesnya tidak melalui tahap pengembalian dan pemberian 
petunjuk dari jaksa ke penyidik (P-18 dan P-19).

Karena berkas telah lengkap dan siap disetorkan, berarti motif Antasari dalam 
kasus ini sudah diketahui semuanya oleh penyidik. Itu nanti setelah dinyatakan 
P-21 oleh kejaksaan. Nanti dijelaskan, kata jenderal asal Bogor itu. 

Apakah motifnya hanya karena Rani? Ndak, ndak. Ada yang lainlah. Nanti aja 
dijelaskan setelah berkas tuntas, elak Kapolri saat ditanya wartawan kemarin. 
Selama proses penyidikan, peran Rani memang sangat penting. Bahkan, saking 
istimewanya mantan kedi golf itu, penyidik Polda Metro Jaya menerapkan standar 
pengamanan supermaksimal pada gadis asal Tangerang itu. 

Ketika ditanya tentang pernyataan kuasa hukum Antasari bahwa polisi tidak punya 
cukup bukti, Kapolri menjawab diplomatis. Silakan saja para kuasa hukum 
mengatakan pendapatnya. Itu bagian dari dinamika proses hukum, tetapi kita 
tetap jalan lurus, ujar mantan Kabareskrim itu. 

Sumber-sumber Jawa Pos yang menangani kasus ini juga mengunci rapat informasi 
motif lain selain hubungan segitiga antara Antasari, Rani, dan Nasrudin 
Zulkarnain. Memang ada perkembangan, ujar sumber Jawa Pos. 

Saat dikejar tentang arti perkembangan itu, dia hanya memberikan gambaran akan 
ada saksi-saksi penting di pengadilan. Nanti di pengadilan ada pejabat-pejabat 
penting yang memberikan keterangan. Itu saja, ya, kata sumber itu. 

Informasi yang dihimpun koran ini, selain asmara, ada indikasi motif ekonomi 
dalam kasus pembunuhan itu. Selama ini, kuasa hukum Antasari menegaskan, 
hubungan Nasrudin dengan Antasari sangat harmonis.

Salah satu pengacara, Ari Yusuf Amir, memastikan akan ada saksi-saksi yang 
dihadirkan di pengadilan. ''Siapa saja itu belum kita sampaikan sekarang. Yang 
jelas, saksi ini akan memastikan bahwa tidak ada masalah antara Pak Antasari 
dan almarhum, katanya. 

Kemarin penyidik Polda Metro Jaya datang ke Kejagung untuk menyerahkan berkas. 
Berkas itu diserahkan langsung oleh Direskrimum Polda Metro Jaya Kombespol 
Muhammad Iriawan yang datang sekitar pukul 15.00. Perwira menengah itu tidak 
banyak bicara dan langsung masuk ke gedung Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM 
Pidum).

Dalam berkas itu, Sigid dan Wiliardi dijerat dengan pasal yang sama, yakni 
pasal 340 jo 55 KUHP subsider pasal 338 jo 55 KUHP. Keduanya dinilai berperan 
turut serta dan bersama-sama dalam pembunuhan tersebut. Sementara Jerry dikenai 
pasal 340 jo 56 KUHP subsider 338 jo 56 KUHP. Dia dipersangkakan membantu 
melakukan pembunuhan berencana, kata Kapuspenkum Kejagung Jasman Pandjaitan di 
Kejagung kemarin (29/6).

Bagaimana berkas Antasari? Jasman menjelaskan, jaksa telah menerima SPDP (surat 
perintah dimulainya penyidikan) dari penyidik kepolisian. Mudah-mudahan dalam 
waktu yang tidak terlalu lama bisa diserahkan dari penyidik, urai Jasman.

Mantan kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur itu menjelaskan, selain berkas 
tiga tersangka itu, jaksa telah menerima pengembalian lima berkas tersangka 
eksekutor pembunuhan Nasrudin. Lima berkas itu atas nama Hendrikus Kia Walen 
(pemberi order), Fransiskus Tadon Keran (pengendali lapangan), Eduardus Ndopo 
alias Edo (penerima order), Heri Santosa (pengemudi), dan Daniel Daen 
(eksekutor).

Lima berkas itu diterima Kejaksaan Agung Jumat (26/6) lalu. Itu berkas-berkas 
yang dikembalikan dulu (ke penyidik), kata Jasman. Sebelumnya, berkas 
dikembalikan ke penyidik pada 16 Juni atas petunjuk jaksa. Yakni, pemisahan 
berkas Hendrikus dan Fransiskus. Selanjutnya jaksa meneliti berkas-berkas itu 
untuk kelengkapannya, sambung Jasman. 

Di bagian lain, keputusan penyidik Polda Metro Jaya menampilkan Rani Jumat lalu 
(26/6) mengandung risiko. Apalagi, Rani menjadi mata rantai utama pengusutan 
kasus pembunuhan Nasrudin. Keselamatan jiwa 

[wanita-muslimah] Mengubah Bara Api Menjadi Air

2009-06-30 Terurut Topik muhamad agus syafii
Mengubah Bara Api Menjadi Air

By: agussyafii

Kondisi lingkungan kita bagaikan bara api. Mudahnya kita menemukan sesuatu yang 
terbakar. Di jalanan, di kantor, dirumah bahkan dipelataran parkir sekalipun. 
Ketakutan terhadap kegagalan, ketakutan terhadap masa tua, takut terhadap 
kesuksesan orang lain bertemu dengan lingkungan bara api menjadikan mudahnya 
tersulut kehidupan kita. merubah lingkungan yang penuh bara api tentunya 
tidaklah mungkin namun meredam bara api diri kita dengan menjadikannya air yang 
menyejukkan bukanlah hal yang mustahil. Termasuk meredam bara api didalam 
keluarga untuk diubah menjadi air yang menyejukkan bagi keluarganya. Kisah ini 
sebuah pengalaman menarik bagaimana tidak mudahnya mengubah bara api menjadi 
air dalam sebuah keluarga.

Ada seorang ibu muda. mempunyai  tiga orang anak, dua orang duduk di SMA dan 
satu orang kelas III SMP, suaminya seorang pejabat, datang kepada saya 
mengajukan pertanyaan yang  sangat definitif. Mas Agus, saya sudah kemana-mana, 
tetapi selalu disuguhi teori. Saya tidak membutuhkan teori, tetapi butuh 
jawaban praktis. Menurut pandangan agama Islam, apa yang harus saya lakukan 
dalam menghadapi problem yang sedang saya hadapi?

Ibu itu menceriterakan bahwa suaminya telah kawin lagi dengan janda muda usia 
17 tahun yang ditemukan di Panti pijat. Sekarang sudah dibelikan rumah, bahkan 
ibu dari isteri mudanyapun sudah di bawa ke Jakarta, tingal di rumah baru itu 
menemani anaknya. Yang tidak bisa difahami oleh ibu kepala sekolah tadi adalah 
sikap anak-anaknya, yaitu semuanya membela bapaknya, bahkan mereka mengancam, 
jika ibu macam-macam kepada Bapak, nanti kami semua mau pindah saja ke rumah 
ibu tirinya, padahal sepengetahuannya, dalam setiap kasus poligami, anak-anak 
selalu membela ibunya. Karena ibu itu seorang muslimah, dan kenal dengan saya 
dalam sebuah pengajian, maka pertanyaannya 'Apa yang harus saya lakukan menurut 
tuntunan agama Islam?'

Dalam percakapan yang mendalam, ibu itu akhirnya membuka seluruh permasalahan 
yang dihadapi. Ia menceriterakan bahwa kasus kawin lagi suaminya bukan yang 
pertama. Suaminya sudah sering diam-diam memiliki isteri simpanan, tetapi 
setiap kepergok kemudian dicerai. Ia juga mengaku bahwa suaminya termasuk 
'orang kuat' di tempat tidur sehingga ia sering merasa kewalahan dalam 
melayaninya. Ia menduga bahwa jika suami sedang tidak mempunyai isteri 
simpanan, maka ia suka 'observasi' ke tempat-tempat hiburan, buktinya isteri 
muda yang sekarang juga ditemukan di panti pijat tradisional.

Di sisi lain ia juga mengakui bahwa suaminya itu orang baik, baik kepada 
keluarga dan juga kepada tetangga. Suaminya juga idola bagi anak-anaknya. 
Suaminya seorang muslim juga tetapi tidak rajin salat, masih rajin salat 
anak-anaknya. Ibu itu juga mengaku menjalankan salat tetapi sering tinggal 
terutama jika lagi sibuk.  Sebagai suami, kata ibu itu, ia adalah suami yang 
penuh perhatian dan suka mengalah, terbukti setiap kali kepergok juga segera 
memutuskan hubungan. Tetapi dengan isteri muda yang terakhir ini, dia 
mengatakan bahwa ia akan menceraikan isteri mudanya nanti setelah melahirkan, 
karena ia sedang hamil 4 bulan. 

Ibu itu bercerita bahwa terkadang ia tergoda untuk melabrak kepada madunya itu 
seperti yang dulu dilakukan kepada madu-madu sebelumnya, tetapi sikap 
anak-anaknya yang membela bapaknya membuatnya menjadi bingung. Sebagai wanita 
karir di kota besar, ia merasa tabah menghadapi ulah suami, tetapi menghadapi 
sikap anak-anaknya betul-betul membuatnya bingung. Ia tak faham apa dan siapa 
yang sebenarnya sedang ia hadapi, suami atau anak-anaknya. Terkadang terfikir 
pula untuk melaporkan perbuatan suaminya kepada atasannya karena  sebagai 
pejabat tinggi suaminya jelas melanggar PP 10, tetapi lagi-lagi, 
sikap-anak-anaknya itu lebih menyita perhatiannya.

Kasus ini sebenarnya adalah problem  yang berhubungan dengan kodrat kejiwaan 
manusia. Ibu itu mengalami konflik interest, fikiran dan perasaannya tidak 
sejalan, qalb, nafs, akal dan hati nuraninya tidak sedang dalam kondisi harmoni 
sehingga ia merasa tidak mampu membuat keputusan. Ia juga kesulitan menempatkan 
dirinya di antara suami, anak-anak dan Alloh SWT,  tetapi ia sadar bahwa ada 
kekuatan yang bisa membantunya tetapi belum ditemukan. Ia sadar, bahwa sebagai 
muslimah ia kurang taat dalam menjalankan agama, tetapi ia berharap bahwa agama 
akan membantu membimbingnya dalam membuat keputusan atas apa yang akan 
dilakukan, sehingga pertanyaannya kepada saya juga sudah definitif, yaitu apa 
yang harus dilakukan menurut tuntunan agama Islam.

Karena ibu itu sudah siap menerima tuntunan agama, maka terapi psikologis yang 
saya sampaikan juga merupakan paket yang konkrit. Kepadanya  saya menyampaikan 
bahwa agama memberikan kebebasan kepada ibu untuk memilih.

Pilihan pertama, labrak saja isteri muda itu dan laporkan kepada atasannya 
supaya kapok, saran saya. Akan tetapi ibu harus bisa membayangkan bahwa 
barangkali untuk kali ini  suami 

[wanita-muslimah] Paulus Hariyanto Wibisino setelah Umur Kepala Sembilan + Rajin Mencatat Menjaga Ingatan

2009-06-30 Terurut Topik sunny
Jawa Pos
[ Selasa, 30 Juni 2009 ] 

 

Paulus Hariyanto Wibisino setelah Umur Kepala Sembilan 

TUHAN telah memberi manusia tubuh lengkap dan sehat. Untuk menjaga karunia 
tersebut, manusia harus pandai menjaga diri. Itulah prinsip yang dipegang oleh 
Paulus Hariyanto Wibisino dalam menjalani hidup ini. Hasilnya, di usia yang 
menginjak 94 tahun pada 2 Oktober mendatang, ayah lima anak tersebut masih 
sehat dan energik.

Hariyanto masih bisa melakukan aktivitas keseharian secara mandiri. Termasuk 
urusan refreshing, seperti beli baju. Dia lebih senang menjalani sendiri. 
Biasanya, saya jalan-jalan ke Pasar Atum ditemani cucu, ujarnya saat ditemui 
di rumahnya, kawasan Jalan Kranggan, Minggu (28/6).

Bukan itu saja, untuk membuat teh atau susu pada malam ketika lapar, Hariyanto 
tidak pernah memerintah anak bungsunya, Ina Wibisono, 55, atau cucu yang 
tinggal serumah dengan dirinya. Karena itu, kata dia, anaknya baru tidak berani 
meninggalkan sendirian di rumah seandainya dia sakit. Kalau sehat, saya masih 
bisa melakukan semua sendiri, ujar pria yang terakhir bekerja sebagai agen 
registrasi merek dagang itu.

Hariyanto mengatakan, keinginan untuk tidak merepotkan orang lain, termasuk 
anak sendiri, itu mulai dijalankan sepeninggal sang istri, Endang Yulia, yang 
menutup mata pada 15 Maret 1997. Setelah tidak ada pendamping hidup, dia 
menyatakan harus bisa melayani diri sendiri. Saya juga tidak ingin jadi beban 
anak atau orang lain pada usia ini, katanya yang mengaku belum pernah sakit 
parah dalam riwayat hidupnya.

Kakek 11 cucu itu selalu berusaha menjaga kesehatan dengan baik. Caranya 
memahami kondisi diri sendiri. Pada usia 93 tahun, dia tentu tidak bisa 
melakukan aktivitas seperti dulu. Itu yang harus disadari. Saya sekarang 
seperti mobil dengan persneling satu dan dua. Tidak bisa dipaksakan tiga dan 
empat, paparnya.

Selain itu, dia sangat rajin memantau kesehatan pribadi. Dia selalu menensi 
darah tiap hari dengan alat tensi elektrik. Tidak lupa mencatat tekanan darah 
tinggi. Pagi dan siang, saya selalu tensi, kata pencinta lagu-lagu gending 
Jawa itu.

Di dekat tensi, dia telah menata dengan baik berbagai jenis obat-obatan untuk 
dirinya. Obat-obat itu tersimpan dalam beberapa kotak plastik. Tujuannya, kata 
dia, memudahkan untuk mencari obat jika sakit. Jika tekanan darah naik, saya 
langsung istirahat, tuturnya.

Pada usia 93 tahun ini, Hariyanto mengaku tidak pernah melakukan olahraga 
seperti masih muda. Kegiatan untuk menjaga kondisinya adalah jalan-jalan dalam 
rumah. Minimal, ketika pagi, dia selalu membuka kunci pintu dan gorden jendela. 
Setelah itu, ya senam-senam sendiri. Yang penting gerak, ujar pria yang 
senang mendengarkan musik tersebut.

Namun, dia mengungkapkan bahwa ada salah satu hobi sejak kecil yang terlihat 
manfaatnya pada usia sekarang. Yakni, bermain musik alat tiup. Hariyanto sangat 
piawai dalam memainkan harmonika. Hingga sekarang, dia masih mampu melantunkan 
beberapa lagu dengan alat musik tiup tersebut. Ternyata, alat ini melatih 
pernapasan, tuturnya.

Padahal, selama ini dia belajar harmonika secara otodidak. Menurut cerita 
mamanya, Hariyanto kali pertama memperoleh harmonika pada usia lima tahun. 
Kala itu, saya sakit dan mama membelikan harmonika buat mainan. Sehingga, 
beliau berharap saya bisa sembuh, kenangnya.

Sejak itu, dia sering menggunakan harmonika, meski asal dalam membunyikannya. 
Baru menginjak usia remaja, dia mengetahui cara mengeluarkan nada dengan 
harmonika. Itu pun tidak dari guru, tapi mendengarkan orang bermain. Berdasar 
pengalaman, Hariyanto memodifikasi sendiri. Saya bisa mengeluarkan suara bas, 
katanya, lalu memperlihatkan cara bermain yang mengeluarkan bas di harmonika.

Sekarang Hariyanto sering mendendangkan lagu-lagu rohani. Jika ada lagu baru 
yang dia sukai, Hariyanto langsung mempelajari untuk dimainkan dengan 
harmonika. Pada era 1980-an, saya masih bisa lagu-lagu pop. Kalau lagu 
sekarang, saya sudah tidak bisa, ujarnya.

Soal musik, dia sangat gandrung dengan lagu-lagu Jawa. Lagu-lagu itu menjadi 
teman menjelang tidur malam. Sejak kecil, dia mengenal gending-gending Jawa. 
Sebab, di depan rumah saya dulu ada sepasang suami istri yang memiliki 
seperangkat gamelan. Mereka tiap hari memainkannya, katanya. (dio/ayi) 





Jawa Pos
[ Selasa, 30 Juni 2009 ] 


Rajin Mencatat Menjaga Ingatan 

SELAIN kesehatan, Paulus Hariyanto Wibisono memiliki daya ingat yang 
mengagumkan. Dia masih bisa menceritakan dengan runtut tentang masa peperangan 
dulu. Karena perang itu, saya pernah mengungsi di Malang dan Solo, kenangnya.

Hariyanto juga masih ingat tahun kelahiran lima anaknya. Dia mengaku tidak 
punya resep khusus untuk menghindari kepikunan. Saya lebih banyak diam dalam 
rumah selama ini, ujarnya. Namun, dia mengatakan punya kebiasaan untuk 
mengasah daya ingat. Yakni, membaca dan mencatat, cetusnya.

Setiap hari, Hariyanto selalu meluangkan waktu untuk membaca berbagai buku. 
Menurut dia, semua buku bagus. Setiap 

[wanita-muslimah] Just for Us : Air Putih Kurangi Risiko Kanker

2009-06-30 Terurut Topik sunny
Jawa Pos
[ Senin, 29 Juni 2009 ] 


Just for Us : Air Putih Kurangi Risiko Kanker 

Jangan lupakan kebiasaan minum air putih. Minum air putih enam gelas atau 
lebih, ternyata, dapat mengurangi risiko terkena kanker kandung kemih. 
Terutama, bagi para warga evergreen. Itu berdasar hasil penelitian di Amerika 
Serikat.

Setiap hari tubuh membutuhkan 2,4-2,8 liter air agar organ-organ tubuh 
berfungsi sebagaimana mestinya. Memang, beberapa makanan mengandung air, namun 
sebaiknya minum 6-8 gelas air putih per hari agar keseimbangan cairan tubuh 
selalu terjaga.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, diagnosis kasus baru kanker 
kandung kemih diperkirakan berjumlah 310.000 pada 1996. Di Negeri Paman Sam, 
penyakit itu merupakan jenis kanker utama keempat yang umumnya dialami kaum 
pria. Untuk kaum perempuan, diagnosis kasus kanker kandung kemih hanya 
ditemukan seperempat daripada kasus yang terjadi pada laki-laki.

Hingga kini, faktor-faktor pencetus terjadinya risiko kanker kandung kemih yang 
sudah terbukti adalah kebiasaan merokok dan zat kimia penimbul kanker yang 
dikenal sebagai arilamin.

Penelitian yang dilakukan di Universitas Harvard, Boston, Amerika Serikat, itu 
membuktikan, 47.909 laki-laki profesional yang berumur 50-75 selama 10 tahun 
(1986-1996) mengalami lima kali siklus kanker kandung kemih.

Sementara itu, penelitian hasil riset yang dipaparkan di American Association 
of Cancer Research menyatakan, memakan brokoli atau kubis mentah tiga kali 
sebulan dapat mengurangi risiko kanker kandung kemih sampai 40 persen. Hasil 
studi lainnya, buah-buahan berwarna gelap juga dapat mengurangi risiko kanker. 
Itu semua mendorong pada kesimpulan bahwa buah dan sayuran, terutama yang kaya 
warna, dapat mengurangi risiko kanker.

Survei tersebut dilakukan terhadap 275 orang yang memiliki kanker kandung kemih 
dan 825 orang yang tidak mengidap kanker. (dio/tia)



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] In Morocco, an Alternative to Iran

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2009/06/29/AR2009062903455.html?wpisrc=newsletter

In Morocco, an Alternative to Iran
  
By Anne Applebaum
Tuesday, June 30, 2009 

RABAT -- If you want an antidote to the photographs of police officers beating 
demonstrators and girls dying on the streets of the Iranian capital, take a 
drive through the streets of the Moroccan capital. You might see demonstrators, 
but not under attack: On the day I visited, a group of people politely waving 
signs stood outside the parliament. You might see girls, but they will not be 
sniper targets, and they will not all look like their Iranian counterparts: 
Though there is clearly a fashion for long, flowing headscarves and blue jeans, 
many women would not look out of place in New York or Paris. 

Welcome to the kingdom of Morocco, a place which, in the light of the past two 
week's events in Iran, merits a few minutes of reflection. Unlike Turkey, 
Morocco is not a secular state: The king claims direct descent from the prophet 
Mohammed. Nor does Morocco aspire to be European: Though French is still the 
language of business and higher education, the country is linguistically and 
culturally part of the Arabic-speaking world. But unlike most of its Arab 
neighbors, the country has over the past decade undergone a slow but profound 
transformation from traditional monarchy to constitutional monarchy, acquiring 
along the way real political parties, a relatively free press, new political 
leaders -- the mayor of Marrakesh is a 33-year-old woman -- and a set of family 
laws that strive to be compatible both with sharia and international 
conventions on human rights. 

The result is not what anyone would call a liberal democratic paradise. One 
human rights activist painted for me a byzantine portrait of electoral 
corruption, involving mediators who organize votes on behalf of candidates. 
Others point out that if the demonstrators I saw at the parliament had been 
Islamic radicals or Western Saharan guerrilla leaders, rather than trade 
unionists, the police might not have been quite so blasé. Though women have 
legal rights, cultural restraints remain. A tiny fraction of the population 
reads newspapers, even fewer have Internet access, and somewhere between 40 and 
50 percent of the country is illiterate; as a result, election turnout is very 
low. Political posters feature symbols, not words. 

Yet in at least one sense, Morocco truly stands out: Alone in the region, the 
Moroccan government has admitted to carrying out political crimes, and it has 
set up a Truth Commission along South African and South American lines. 
Beginning in 2004, the commission investigated crimes, held televised hearings 
and paid compensation to some 23,000 victims and their families. The crimes in 
question -- arbitrary arrests, disappearances, torture, executions -- 
occurred during the reign of King Hassan II, who died in 1999. The Truth 
Commission is the creation of his son, King Mohammed VI. But although this 
acknowledgement of wrongdoing was made possible by a generational change, it 
did not require a regime change. There was no revolution, no violence. The king 
is still the king, and he still has his collection of antique cars. 

The result of the Truth Commission's work is a kind of social peace. Not 
everybody likes the monarchy, but even its opponents concede that the break 
with the past is real: If nothing else, people feel it's safe to speak openly, 
safe to form civil rights groups, safe to criticize the electoral process, even 
safe to complain about the king. Saadia Belmir -- a Moroccan judge and the 
first female Muslim member of the U.N. Committee on Torture -- told me that 
despite obstacles, we can now build the future on the basis of our good 
understanding of the past. Controversially, perpetrators were allowed to fade 
into the background. But the crosscurrents of anger and revenge that might 
otherwise have marked the young king's reign have subsided. 

Is this a model for others? The Moroccans think so, and they have quietly 
shared their experiences with African and Middle Eastern neighbors. Belmir 
told me that an informal group had been working on setting up a Truth 
Commission in Togo; others hint at Jordan, though of course that's unofficial. 
They all hasten to point out that their formula -- slow transformation under 
the aegis of a (so far) popular king -- doesn't apply everywhere. One thinks 
wistfully of the shah of Iran and of what might have been. 

Still, watching the extraordinary range of clothing and skin colors on the 
Moroccan streets, one takes away at least one thought: Transformation from 
authoritarianism to democracy is possible, even in an avowedly Islamic state, 
even with an ethnically mixed population, even with the presence of a jihadist 
fringe. More importantly: It is possible to acknowledge and discuss human 
rights violations in this culture, just as they can be 

[wanita-muslimah] US won't hear claims against Saudi Arabia

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.kuwaittimes.net/read_news.php?newsid=Nzk4ODM2MzE3

Headline News
US won't hear claims against Saudi Arabia
Published Date: June 30, 2009 

WASHINGTON: The US Supreme Court has refused to allow victims of the Sept 11 
attacks to pursue lawsuits against Saudi Arabia and four Saudi princes over 
charitable donations allegedly funneled to Al-Qaeda. The court, in an order 
yesterday, is leaving in place the ruling of a federal appeals court that the 
country and the princes are protected by sovereign immunity, which generally 
means that foreign countries cannot be sued in American courts.

The Obama administration had angered some victims and families by urging the 
justices to pass up the case. In their appeal, the more than 6,000 plaintiffs 
said the government's court brief filed in early June was an apparent effort 
to appease a sometime ally just before President Barack Obama's visit to Saudi 
Arabia. The appeal was filed by relatives of victims killed in the attacks and 
thousands of people who were injured, as well as businesses and governments 
that sustained property damage and other
losses.

The 2nd US Circuit Court of Appeals in New York previously had upheld a federal 
judge's ruling that threw out the lawsuits. The appeals court said the 
defendants were protected by sovereign immunity and the plaintiffs would need 
to prove that the princes engaged in intentional actions aimed at harming US 
residents. In their appeal to the high court, both sides cited the report of 
the US congressional Commission that studied and criticized actions of the US 
government before and after the attacks.

The victims noted that the report said Saudi Arabia long had been considered 
the primary source of Al-Qaeda funding. The Saudis' court filing, however, 
pointed out that the commission found no evidence that the Saudi government as 
an institution or senior Saudi officials individually funded the organization.
The victims' lawsuits claim that the defendants gave money to charities in 
order to funnel it to terror organizations that were behind the attacks on the 
World Trade Center and the Pentagon. The appeal also stressed that federal 
appeals courts have reached conflicting decisions about when foreign 
governments and their officials can be sued. The case is Federal Insurance Co v 
Kingdom of Saudi Arabia, 08-640. - AP

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Kalla Kembali Serang Boediono

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.tempointeraktif.com/hg/fokus/2009/06/30/fks,20090630-695,id.html

Kalla Kembali Serang Boediono
Selasa, 30 Juni 2009 | 07:41 WIB

TEMPO Interaktif, Ambon - Serangan calon presiden Jusuf Kalla terhadap 
Boediono, yang menjadi calon pendamping Susilo Bambang Yudhoyono sebagai wakil 
presiden, berlanjut. Setelah menyoal proyek listrik 10 ribu megawatt, kini 
Kalla menyerang pesaingnya itu dengan menyebut calon dari Partai Demokrat 
tersebut lebih berpihak kepada kapitalis ketimbang kepada rakyat.

Bukan masalah soal marah-tidak marah. Ini soal ideologi bahwa ada pihak yang 
tidak mau menjamin urusan rakyat kecil tapi mau menjamin kapitalis 
besar-besaran, kata Kalla dalam perjalanan dengan pesawat Fokker 100 milik 
Pelita Air dari Ternate ke Ambon kemarin. Ia dalam lawatan ke di Indonesia 
timur untuk berkampanye. 

Kalla menuding Boediono, yang pada 2007 menjadi Menteri Koordinator 
Perekonomian, tidak mau meneken persetujuan penjaminan oleh pemerintah dalam 
proyek listrik 10 ribu megawatt seperti diminta konsorsium bank Cina yang akan 
menyediakan dana. Tapi, ketika menjadi Gubernur Bank Indonesia, ia termasuk 
yang meminta pemerintah memberikan penjaminan perbankan (blanket guarantee).

Saat itu Kalla mengaku pernah tiga kali didatangi Dewan Gubernur Bank 
Indonesia, termasuk Boediono, soal penjaminan bank itu. Kata Boediono, itu 
atas perintah Presi den SBY. Tapi saya tetap tak mau jamin, katanya. Coba 
kalau saat itu kita setujui, pasti sudah terjadi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank 
Indonesia) jilid II. Bisa sampai 200 triliun kerugiannya. 

Masalah penjaminan bank ini sempat mencuat di awal krisis global tahun lalu. 
Ketika itu Kadin, Menteri Keuangan, dan Bank Indonesia mengusulkan agar 
pemerintah memberikan blanket guarantee untuk mencegah larinya modal. 

Kalla mengatakan, persoalan ini harus diungkapkan kepada masyarakat karena 
menyangkut prinsip pemikiran ekonomi bangsa. Ini persoalan prinsip berpikir. 
Kalau untuk kepentingan rakyat, tak mau jamin Listrik ini untuk kepentingan 
rakyat Tapi kalau untuk kepentingan kapitalisme besar, selalu dijamin, katanya.

Sebelumnya, ketika memimpin rapat soal listrik di kantor Gubernur Sulawesi 
Tengah di Kendari, Kalla juga mengungkit soal hambatan dari sejumlah menteri 
terhadap usulannya mengenai pembangunan pembangkit berkekuatan 10 ribu megawatt 
untuk mengurangi beban subsidi yang setahun mencapai Rp 100 triliun.

Segala risiko di tangan saya, jangan takut. Baru kemudian teman-teman mau. 
Bagaimana mungkin bisa kalau lamban berpikir Tapi bosnya Boediono juga tidak 
mau teken, ujarnya.

Serangan terhadap pasangan Yudhoyono Boediono sempat ditanggapi calon presiden 
incumbent, yang menilai Kalla tidak etis mengemukakan soal penolakan Boediono 
itu. Masalah internal kabinet dibawa ke sana-sini, kata Yudhoyono di 
Balikpapan, Minggu lalu. 

Yudhoyono membantah anggapan bahwa Boediono sengaja menghambat proyek listrik 
itu. Kami minta Pak Boediono mengkaji kembali pemberian jaminan proyek ini. 
Akhirnya keputusan saya untuk menyetujui pemberian jaminan penuh, ujarnya 
pekan lalu

KURNIASIH BUDI | GUNANTO ES


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Editorial: The 'failed state' syndrome again

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.dailytimes.com.pk/default.asp?page=2009\06\30\story_30-6-2009_pg3_1

Editorial: The 'failed state' syndrome again



An American journal has compiled a list of 177 states with a descending order 
of viability in the modern world; and Pakistan is in the top ten failed 
states. There is only a marginal improvement in status as the last time the 
list appeared Pakistan was 9th on it. The other top-notchers are: Somalia, 
Zimbabwe, Sudan, Chad, the Democratic Republic of Congo, Iraq, Afghanistan, the 
Central African Republic and Guinea. The journal ranks states on the basis of 
the following factors: demographic pressure, refugees/internally displaced 
persons (IDPs), group grievance, uneven development, economic decline, 
de-legitimisation of the state, public service, human rights, factionalised 
elites and external intervention.

To sprinkle salt on the Pakistani wounds, India is 87th on the list with its 
neighbours all doing badly: Sri Lanka is placed 12th, Bangladesh 19th and Nepal 
25th. The rubrics under which states are given their marks tend to exclude any 
subjective feeling about the state. Therefore, the disorder in Nepal has come 
out looking less dangerous in 25th place. Sri Lanka must have improved its 
standing after the defeat of the LTTE uprising; and one imagines that the 
recent development of a national consensus against the forces of chaos in 
Pakistan must have pushed it down a notch from the more seriously endangered 
place it occupied last year.

There was a time when we all rejected the category of failed state when it 
began to be applied to Pakistan in the late 1990s, especially after the testing 
of the nuclear device which we thought should have given us the status of a 
non-failing state together with India. Today the new list puts off but also 
gives pause. We ourselves have been assessing our chances conservatively, 
saying things close to despair, until the country decided to take on the 
Taliban instead of kowtowing to them in an unprecedented collapse of collective 
will. Our economy is in a bad shape, which it wasn't in the first five years of 
the 2000s; and they don't give positive marks for being in the oxygen tent of 
the IMF.

Out of the ten failed states at the top, half are Muslim states. One wonders 
why Yemen is not the 6th country because the state is rapidly breaking down 
there with Al Qaeda support growing and a sectarian war gathering momentum by 
the day. It should be noted that in all the five states the presence of Al 
Qaeda is common: in Iraq, Al Qaeda is involved in the Sunni-Shia conflict that 
kills a large number of people every month. In Somalia and Sudan, Al Qaeda has 
a large footprint. Pakistani troops serving the UN in Somalia in 1993 were 
ambushed and killed by Al Qaeda terrorists then supporting the local warlord 
Farah Eidid. (A Somali militia today contains Pakistani fighters serving Al 
Qaeda.) It was located in Sudan before Osama bin Laden decided to return to 
Afghanistan in 1996.

Looking from Pakistan, Al Qaeda seems to be ensconced inside Afghanistan, most 
probably in the province of Khost. Looking from Afghanistan, it seems hiding 
somewhere in the Federally Administered Tribal Areas (FATA) although its 
operatives have been arrested from all the major cities of Pakistan in the 
past. In the middle of these two observation points, it is safe to say that Al 
Qaeda is on the Pak-Afghan border even though the border is just a line and Al 
Qaeda can't stay perched on the line. What is meant is that it could be 
anywhere in Pakistan and/or Afghanistan. It is a kind of virus that makes 
internal sovereignty and territorial control vanish from the state. Joined at 
the hip with the Taliban, it extends the ungoverned space far into the 
non-tribal areas.

We attract lethal categories too: we have the world's largest refugee 
population; and there is group conflict in many parts, led by Karachi, where 
we don't know who is killing whom. The state lacks legitimacy because of the 
incomplete enforcement of sharia, especially riba, and the marufaat side of 
the sharia like not punishing people for not saying their namaz and not keeping 
beards, etc. Other factors of viability like population control and education - 
both achieved by Iran despite clerical domination - are also absent here. But 
if there is a hope quotient, Pakistan is more upbeat about survival than it was 
six months ago. That should count as something. *



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Betraying the peasant

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.dailytimes.com.pk/default.asp?page=2009\06\30\story_30-6-2009_pg3_2

Tuesday, June 30, 2009

analysis: Betraying the peasant -Rasul Bakhsh Rais 



 Effective, quality and universal public education along with better governance 
is the least we can give to the peasant, in return what he has done to improve 
the quality of our lives and the national economy

While many of us sit in air-conditioned offices during the hottest period of 
the summer, my thoughts go out to the peasants, literally millions of them, 
working in the fields, sowing and tending crops under the blazing sun with 
their barely covered sunburnt bodies. Never does their routine of work change 
with the changing cycles of seasons - cool, hot, good or bad. They have to do 
what they have to do for a living; unending work without much compensation from 
their lords.
The peasantry of Pakistan, from the Northern Areas down to the coastal zones of 
Sindh, grow everything we have on our dining tables, and feed our textile and 
many other industries round the year. They contribute a substantial amount of 
their time, energy and, frankly speaking, most of their productive lives to 
generating our national wealth and keeping the rent-seeking landlords happy and 
prosperous. 

What have the lords, the state and society done for the peasants?

First, let us talk about the lords. There is socially a dialectic relationship 
between the lords and the peasants. Lords cannot be lords without a passive, 
obedient and socially depressed and economically deprived peasant class. In 
almost every region of Pakistan where we have landowners, and peasants working 
for them, we have traditional, hierarchical social relations. Much of this 
hierarchy rests on ownership of land on the one hand and landlessness on the 
other.

The real question is who gets what on account of the ownership of land and work 
on the land. There may be some regional variation in how the costs and benefits 
of agricultural produce are distributed between the landowners and the 
peasants, but those who contribute physical labour, quite often with the entire 
family - men, women and even children working as a team - get very little. 

Peasant families, even when they are overworked, barely get enough to survive 
and often end up in some kind of debt-trap. Most landlords have never been 
interested in improving the social and economic conditions of their peasants. 
Rather, they have obstructed almost every type of development, like education, 
that could lead to social mobility and economic liberation for the peasants.

How have they managed that?

The landowners comprise our governing elite at level of the society, from the 
Union Council to the national parliament. They have the power to ensure that 
girls' schools for peasant families are set up close to them but also function 
with teachers present and classes held regularly. Unfortunately, that is not 
the case in most of the areas where we have a small landowning class dominating 
the social and political scene and lording over a large landless peasantry.

The social conditions of the peasant communities are appalling, particularly in 
rural Sindh and Southern Punjab, domains of large land-owning families. 
Half-hearted land reforms and the fragmentation of land among successive family 
members has not eroded either the economic power of these families or their 
social significance. 

Landlords are a social class more than an economic class. They have found ample 
means, mostly through politics and political office, to maintain their hold on 
their respective areas of influence and have also become more prosperous. 
Therefore the argument that land holdings have shrunk in size is not valid in 
proving that the social or political influence of the landlords has declined.

Yes, the emergence of small land holders has been a positive development in 
many areas of Pakistan. This group has expanded substantially over the decades 
as a result of two important developments. A section of them has been allotted 
government lands under various land distribution schemes. Others have purchased 
small parcels because of the Dubai factor or due to the social and economic 
mobility of a member of the family who became a professional or joined 
government service. And they are the vanguard of modern-day capitalist farmers. 
But compared to the vast peasantry, the number of small and medium landowners 
is relatively small.

A section of the peasantry has been liberated by slow growth, but that is not 
enough. State and society cannot leave social development of the peasantry to 
the laws of nature or to the trickle-down Musharraf-Aziz economy that our 
elected governments should have thrown out as soon as they left the political 
scene. 

Besides economic exploitation of the peasantry, we see the old system of social 
oppression in place. It is still not uncommon for peasant girls to be kidnapped 
and forced to satisfy the sexual desires 

[wanita-muslimah] development: Engines of growth

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.dailytimes.com.pk/default.asp?page=2009\06\30\story_30-6-2009_pg3_3

Tuesday, June 30, 2009

development: Engines of growth -Syed Mohammad Ali 

 
The challenge for policy makers in our part of the world is to develop a 
strategy which can manage this ongoing accelerating urbanisation in a manner 
that the existing cities become more liveable, in addition to serving as 
engines of growth

While urbanisation in developing countries can encourage economic growth, rapid 
and unplanned urbanisation also creates major problems by putting pressure on 
housing, infrastructure, public services, and the environment.

Pakistan's cities, for example are already accommodating some 35 percent of the 
total population, but with the urban population growth rate outstripping 
national population growth, that figure is set to reach 46 percent by 2025 and 
64 percent by 2050. Increasing poverty has accompanied urbanisation in 
Pakistan, as a result of rural-to-urban migration and the lag in the formal 
economy's capacity to absorb the growing population of unskilled labour, and 
the cities' capacities to provide basic urban services.

In Karachi, which is now one of the largest cities in the world, more than half 
of the population lives in informal high density and environmentally degraded 
settlements (katchi abadis) or slum areas; 89 percent of the katchi abadi 
population has incomes below the poverty line.

The challenge for policy makers in our part of the world is to develop a 
strategy which can manage this ongoing accelerating urbanisation in a manner 
that the existing cities become more liveable, in addition to serving as 
engines of growth. In devising such a strategy, a fundamental shift in approach 
is however required of moving away from the practice of regarding municipal 
service delivery as consisting of elements or projects to be funded on a 
piecemeal basis towards a more holistic concept of managing cities as social 
and economic systems.

In fact, while they are unique, South Asian cities are also facing similar 
challenges, and do have much to learn from each other. The analysis of 
development dynamics since the 1990s in India very clearly shows that the 
process of urbanisation has become exclusionary in nature, as only a few large 
cities with a strong economic base are able to raise resources for development, 
leaving out small and medium towns.

With governmental investment in infrastructure and basic amenities declining in 
smaller towns over the years and their failure to attract private or 
institutional investment, the disparity within the urban economy is likely to 
increase in coming years, an issue which not only Indian cities but also other 
big cities in neighbouring countries also face.

Consider for instance the urbanisation process underway in Pakistan's Punjab, 
which is well above the South Asia average, and is set to further increase in 
the coming years. The city of Lahore alone has a population today that is 
larger than the total urban population of Punjab in 1951. In 2009, Punjab had 
five cities with populations of over one million. Punjab's future will 
increasingly be an urban one. But whether our planners learn the required 
lessons from trends that have been emerging in India so as to make our ongoing 
urbanisation processes more inclusive remains to be seen.

Unfortunately, the trend of a centrally managed city with accountability not to 
citizens but upwards seems a common regional phenomenon. Dhaka, for instance, 
is managed through several line agencies that report to different line 
ministries at the central government level and also some services with direct 
responsibilities under the mayor, often with overlapping mandates. As a result 
the lines of accountability are blurred for the common citizen and even the 
coordination of services becomes very difficult. To address traffic congestion, 
Dhaka will need to coordinate between traffic police, roads infrastructure, 
land planning, and public transport, to name a few areas. But not all these 
areas are under the mayor - many belong to central line ministries. Not 
surprisingly, real failures occur due to this confusion.

Given this prevailing situation, it should not be surprising to note that no 
city in South Asia delivers continuous water, 24 hours a day, seven days a 
week. Water supply and sewerage coverage ranges from 46 to 70 percent across 
major cities of our own country. The water quality is also poor, and 
distribution networks are old and suffer from leakage and contamination. There 
is no real sewage treatment in any urban area; most is dumped into the sea or 
rivers through open channels, creating serious environmental problems. 
Furthermore, only 60 percent of solid waste generated in Pakistani cities is 
collected; most is usually deposited on open ground or in poorly designed dump 
sites on the outskirts of built-up areas.

Moreover, most of our cities do not have strategic development 

[wanita-muslimah] President seeks Neda death probe

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.gulf-times.com/site/topics/article.asp?cu_no=2item_no=300203version=1template_id=37parent_id=17


Latest Update: Tuesday30/6/2009June, 2009, 12:21 AM Doha Time



President seeks Neda death probe 
 
Agencies/Tehran
 
 
Iranian President Mahmoud Ahmadinejad has called for a probe into the death of 
Neda Agha-Soltan, a woman whose killing during a protest rally in Tehran 
generated an international outcry. 

Given the many fabricated reports around this heartbreaking incident and the 
widespread propaganda by the foreign media... it seems there is clear 
interference by the enemies of Iran who want to misuse the situation 
politically and tarnish the clean image of the Islamic Republic, he said in a 
letter to judiciary chief Ayatollah Mahmoud Hashemi Shahroudi said. 

Therefore I am asking you to order the judicial authorities to probe the 
killing of this woman with utmost seriousness and identify and prosecute the 
elements behind the killing, he said in the letter published by the Isna news 
agency. 
Neda became an icon for the opposition which is protesting Ahmadinejad's 
re-election, after an Internet video showing her final moments was seen around 
the world. 

Neda, a 26-year-old music student, was shot on June 20, when supporters of 
defeated election candidate Mir Hossein Mousavi clashed with riot police and 
Basij militiamen in Tehran. 

State media said at least 10 people died on that day, blaming the violence on 
terrorists and vandals. Mousavi says the vote was rigged in Ahmadinejad's 
favour and wants the election to be annulled. The authorities reject the 
charge. 
Iranian state television has said Neda was not shot by a bullet used by Iranian 
security forces. It said filming of the scene, and its swift broadcast to 
foreign media, suggested the incident was planned. 

In his letter to Shahroudi, Ahmadinejad termed Neda's death suspicious, Irna 
said. 
Last week, Britain's The Times newspaper identified one person captured on 
Internet videos helping Neda as a doctor who has since fled Iran. It quoted the 
man, 38-year-old Dr Arash Hejazi, as saying she was killed by a government 
militiaman. 
The commander of the pro-government Basij militia, which says eight of its 
members have been killed during the unrest, said a number of people had been 
arrested who had put on Basij or police uniforms to engage in sabotage, Irna 
said. 
The police arrested various individuals in the course of the unrest who had 
put on police or Basij uniforms, said Hojjatoleslam Hussein Taeb.

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Buku terbaru untuk Wanita Muslimah

2009-06-30 Terurut Topik dharma hutauruk

Saya baru menerima Contoh buku saku yang berjudul Doa-doa Rasulullah khusus 
untuk Wanita. Oleh Hj. Nurul Jazimah, Lc
Buku ini berisikan doa-doa Rasulullah SAW yang disarikan oleh Siti Aisyah.
Mulai dari doa sehari-hari, hendak berpakaian, bercermin, ketika dalam 
kesulitan, hingga doa memiliki anak saleh.
Dilengkapi dengan doa umrah, haji dan tahlil, buku ini bisa memberi gizi batin 
yang paling berharga dan menenangkan bagi setiap muslimah.

Siapa Penulis dan Bagaimana mendapatkannya?
Hj. Nurul Jazimah, kelahiran Balikpapan menyelesaikan pendidikan pasca sarjana 
pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dengan konsentrasi 
Tafsir-Hadis.
Sebelumnya beliau memperoleh beasiswa dari Pemerintah Mesir untuk kuliah pada 
Universitas al-azhar Kairo dengan konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab.

Buku kecil ini diterbitkan oleh Penerbit Erlangga-Jakarta

Buku-buku rohani dan kewanitaan lain dapat diklik di www.erlangga.co.id

Salam,


dharma hutauruk


  


[wanita-muslimah] Laporan Hasil Undangan Kontrak Politik Mega Prabowo Dengan Kaum Perempuan

2009-06-30 Terurut Topik sarah_serena2002
Laporan Hasil Diskusi Dan Kontrak Politik Mega Prabowo Dengan Kaum Perempuan

Inilah bunyi dari

Kontrak Politik Mega - Prabowo Dengan Kaum Perempuan

Bahwa hak-hak konstitusional perempuan sebagai warga negara masih belum 
terpenuhi sepenuhnya, para perempuan di berbagai sektor kehidupan masih menjadi 
obyek berbagai bentuk kekerasan berbasis jender.
Sepatutnya Negara  melakukan tindakan maksimal untuk menghapus praktek 
diskriminasi dan subordinasi terhadap  perempuan baik di ranah publik maupun 
domestik.

Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto dengan ini menyatakan berkomitmen, 
bila terpilih menjadi Presiden dan Wakil  Presiden Republik Indonesia Periode 
2009-2014, mewujudkan penghormatan, perlindungan serta pemenuhan hak-hak 
perempuan,
yakni :

1. Mewngurangi segala bentuk keerasan terhadap perempuan serta angka kematian 
ibu (AKI) di Indonesia
2. Menghormati, mengakui, serta menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan sebagai 
Hak Asasi manusia (HAM) terutama perlindungan kesehatan reproduksi dan seksual 
perempuan, hak-hak kaum minoritas, dan kelompok marjinal termasuk kelompok
   penyandang cacat.
3. Membuat langkah-langkah sistematis untuk menghapus stereotype, stigma dan 
diskriminasi terhadap perempuan, termasuk memperbaiki kebijakan yang merugikan 
perempuan
4. Mendorong keterwakilan perempuan setidaknya minimal 30% di lembaga-lembaga 
pengambilan keputusan/kebijakan (eksekutif,
   legislatif, yudikatif), Partai Politik termasuk di kepolisian dan angkatan 
bersenjata dan lembaga-lembaga publik lainnya
5. Menjamin tersedianya akses dan kontrol terhadap sumber daya ekonomi, seperti 
tanah air, serta sumber daya alam lainnya, termasuk
   terhadap teknologi kredit dan usaha bagi perempuan di semua sektor ekonomi.
6. menolak segala bentuk liberalisasi/ privatisasi di berbagai bidang kebutuhan 
dasar rakyat dan menghapus hutang yang menjadi sumber
   pemiskinan permpuan
7. Melindungi perekonomian, rakyat kecil termasuk menjamin hak-hak perempuan 
dan anak-anak di daerah pesisir dan perkotaan seperti
wilayah tangkap nelayan tradisional, pedagang kecil, pedagang kaki lima, 
petani, industri kecil, dll.
8. Meningkatkan pendidikan, ketrampilan dan kapasitas perempuan, khususnya 
perempuan pedesaan dan perempuan miskin kota

Jakarta, 28 Juni 2009

Calon Presiden Dan Wakil Presiden
Megawati Soekarno Putri Dan Prabowo Subianto

Dalam diskusi kontrak politik tersebut, tim sukses Mega-Prabowo dantaranya Ibu 
Ratna Batara Murti dan Ibu Eva juga dihadiri oleh Ibu Halida Hatta, dikatakan 
apabila ternyata Mega-Prabowo setelah terpilih tidak menepati janji dalam 
kontrak politik. Maka, kaum perempuan ataupun kaum marginal lainnya yang telah 
menandatangani kontrak politik dengan Mega Prabowo di persilakan untuk memaki 
maki mereka.

Pertanyaannya :

Apakah Memaki-maki Presiden dan Wakil Presiden tidak dianggap sebagai unsur 
tindak pidana dalam KUHP.  Apakah menyuarakan pendapat nantinya juga tidak akan 
dikenakan undang-undang unjuk rasa sebagaimana biasanya ?

Janji-janji muluk yang di masukkan dalam kontrak politik, seakan-akan membawa 
masyarakat ke dalam angan-angan yang penuh kepalsuan. Karena apa yang 
dijanjikan tersebut tidaklah semudah apa yang dibayangkan. Terlebih lagi bila 
pelaksanaan janji-janji tersebut mengalami kendala dengan alasan klise 
merupakan kewenangan pemerintah daerah,  menurut undang-undang otonomi 
daerah.

Lalu bila sudah begitu, mungkinkah janji-janji politik itu bisa terwujud ??? 
Bila Pemerintah Daerah mengatakan, bahwa janji politik capres dan cawapres 
tersebut bisa menghambat kemajuan Daerah, karena adanya janji politik tersebut 
memberikan rasa takut bagi para investor untuk menanamkan dananya di daerah. 
Lalu kalau sudah menggunakan alasan tersebut,  apa yang bisa dilakukan oleh 
Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden ???

Sebagai contoh kecil saja, kasus Pedagang Pasar Tradisional  Pondok Gede 
Bekasi, hingga saat ini hak pakainya belum mendapatkan perlindungan hukum dari 
Pemerintah Kota Bekasi yang lebih mempedulikan kepentingan Investor ketimbang 
kepentingan Pedagang Pasar. padahal salah satu pucuk pimpinan Pemkot Bekasi 
adalah anggota PDI-P yang nota bene seharusnya juga terikat dalam janji politik 
yang diucapkan oleh Mega Prabowo. Tapi ternyata tidak demikian dalam prakteknya.

Meski pucuk pimpinan Pemkot Bekasi adalah anggota PDI-P, namun tidak ada sanksi 
apapun yang dapat diberikan oleh Pimpinan PDI-P yakni Ibu Mega terhadap 
anggotanya yang tidak mengikuti garis partai politiknya. Hal ini terbukti,  
meski Prabowo selaku ketua umum APPSI yang juga merupakan cawapres megawati 
sudah mengirimkan surat himbauan kepada Pimpinan Pemkot Bekasi yang notabene 
anggota PDI P, namun surat tersebut hanya sekedar kertas yang tak mempunyai 
makna. Bahkan Sekjen APPSI pun sampai menyerah kalah dengan Pimpinan tersebut. 
Bila Prabowo saja tak didengar apalagi saya, kata beliau

Sungguh suatu hal yang ironis. Ternyata cawapres Mega-Prabowo 

[wanita-muslimah] Prabowo: Gelora Bung Karno Digadaikan, Dimana Harga Diri Bangsa?

2009-06-30 Terurut Topik sunny
Refleksi : Apa bedanya dengan kontrak gas Tangguh berharga murah?

http://www.detiknews.com/read/2009/06/30/204530/1156786/727/prabowo-gelora-bung-karno-digadaikan-dimana-harga-diri-bangsa

Selasa, 30/06/2009 20:45 WIB
Warta No. 1

Prabowo: Gelora Bung Karno Digadaikan, Dimana Harga Diri Bangsa?
Adv - detikNews


Jakarta - Cawapres Prabowo Subianto merasa prihatin dengan kebijakan pemerintah 
yang menggadaikan Gelora Bung Karno (GBK) ke pihak asing. Kebijakan itu kian 
menjadikan Indonesia kehilangan harga diri.

Gelora Bung Karno, tempat kita berkumpul sekarang - yang dibangun oleh Bung 
Karno dalam keadaan susah - bukan milik bangsa Indonesia lagi.. Sudah 
digadaikan ke bangsa asing, kata Prabowo saat memberi orasi dalam kampanye 
akbar di GBK, Selasa (30/6).

Kebijakan itu, lanjut Prabowo, menjadikan bangsa Indonesia semakin tidak 
memiliki harga diri lagi. Luar biasa pemerintah ini. Gelora Bung Karno 
digadaikan, elit diam. Rakyat tak diberi tahu. Neolib tapi tak ngaku neolib, 
tegasnya disambut tepuk gemuruh.

Karena itulah, di depan puluhan ribu massa yang memadati stadion termegah di 
Indonesia tersebut, Prabowo mengajak seluruh rakyat - dengan sepenuh kekuatan - 
untuk menyelamatkan bangsa ini. Sehingga, Indonesia tidak saja kembali memiliki 
harga diri, tapi tidak terus menerus menjadi bangsa miskin.

Saya khawatir (setelah Gelora Bung Karno digadaikan), Monas juga digadaikan. 
Karena itu, sebelum Monas digadaikan, mari kita selamatkan bangsa ini. Jangan 
sampai kita divonis sebagai bangsa miskin abadi, tegas putra begawan ekonomi 
Soemitro Djojohadikusumo tersebut. 

Momen untuk menyelamatkan bangsa Indonesia, tak lain adalah dengan menggunakan 
hak pilih pada Pilpres 8 Juli mendatang. Prabowo berharap suara rakyat tak 
diselewengkan alias dimanipulasi. 

Sebagaimana diketahui, berdasarkan data dari Direktorat Pembiayaan Syariah 
Depkeu, GBK telah digadaikan ke Qatar senilai Rp 25,9 triliun. Penggadaian 
dikemas dalam bentuk surat berharga berbasis syariah atau sukuk ritel.
(adv/adv) 

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] PSB Diwarnai Pungutan hingga Puluhan Juta Rupiah

2009-06-30 Terurut Topik sunny
Refleksi : Bagus, bags sekali, tetapi masih  murah, keuntungannya masih 
terlalu sedikit. Ayo mas  tambah  lagi uang itu-ini agar bisa besar 
keuntungannya. Digahayu harga mati NKRI!

http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=newsdetail=trueid=8911

2009-06-30 
PSB Diwarnai Pungutan hingga Puluhan Juta Rupiah 



[MALANG] Penerimaan siswa baru (PSB) bagi SMA tahun ajaran 2009/2010 yang 
memiliki program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di Kota Malang, 
Jawa Timur tetap diwarnai pungutan dengan menetapkan sumbangan biaya masuk 
berkisar sekitar Rp 5-7,5 juta. Sedangkan untuk PSB SMP yang juga membuka 
program SBI, sumbangan biaya masuk berkisar Rp 4-5 juta. 

Bahkan, untuk SMA 78 Jakarta, uang masuk di sekolah negeri itu telah dipatok 
antara Rp 15 juta hingga Rp 20 juta. Patokan angka itu merupakan musyawarah 
dari Komite Sekolah, kata Zahara, salah seorang guru SMA 78 kepada SP di 
Jakarta, belum lama ini.

Untuk siswa yang berprestasi, katanya, akan mendapatkan beasiswa. 

Untuk masuk calon siswa akan dites Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Jumlah 
siswa per kelas maksimal 24 siswa. Informasi yang diperoleh, untuk SMA 8 
Jakarta Selatan memasang tarif sekitar Rp 23 juta, SMA 21 sekitar Rp 24 juta, 
SMA 68 sekitar Rp 23 juta, SMA 70 sekitar Rp 26,5 juta, dan SMA 81 sekitar Rp 
23 juta.


SMP Rp 7 Juta

Salah satu orangtua murid, Wahyuni, yang mendaftarkan anaknya di SMP 1 
Pamulang, Tangerang Selatan mengungkapkan, pihak sekolah mematok uang masuk 
sebesar Rp 7 juta, sementara untuk iuran per bulan dikenakan Rp 450.000. 

Berdasarkan data dari Depdiknas 2005-2007, ada 749 rintisan dan SBI. 
Untuk TK/SD/MI sebanyak 141 sekolah. Untuk SMP/MTs sebanyak 170 sekolah. Untuk 
SMA/MA sebanyak 259 sekolah, dan untuk SMK sebanyak 179 sekolah. 

Menurut Kepala SMPN 1 Malang, Drs Burhanudin MPd, pihaknya belum berani 
menetapkan besaran biaya sumbangan masuk PSB tahun ini. Belum ada pembahasan 
mengenai biaya, kami masih menunggu kebijakan Dinas Pendidikan (Disdik), 
ujarnya Senin (29/6).

Namun, menurut dia, informasi sementara, Dindik Kota Malang memberi patokan 
sumbangan biaya masuk di bawah Rp 5 juta. SMPN 1 Kota Malang merupakan salah 
satu SMP pelopor program RSBI, sebelum kemudian diikuti SMPN 3 (sebelumnya 
status nya baru Sekolah Standar Nasional atau SSN) plus dalam persyaratan umum 
seleksi kelas RSBI meliputi tes IQ, memiliki kompetensi di lima mata pelajaran, 
yaitu Matematika, IPA, Bahasa Inggris, IPS dan Bahasa Indonesia. Selain itu, 
ada seleksi keterampilan komputer dan wawancara yang semuanya menggunakan 
Bahasa Inggris. 

Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan (Dikmen Dindik) Kota Malang Drs 
Sugiharto MPd menegaskan, di tingkat SMA jumlah sekolah SBI di Kota Malang 
semakin banyak. Jika sebelumnya hanya SMAN 1, 3 , 5, dan 10, maka tahun ini 
ditambah SMAN 2 dan SMAN 8 di samping SMAK St Albertus (SMAK Dempo), 
satu-satunya SMA swasta yang sudah berstatus SBI. 

Bertambahnya jumlah sekolah berstatus RSBI ini diharapkan bisa melayani 
kebutuhan masyarakat akan pendidikan berkualitas yang bertaraf internasional. 
Seleksi masuk SMA RSBI, ditentukan nilai ujian nasional (NUN) yang diterima 
mendaftar minimal 32,00 serta masih harus mengikuti tes psikologi, tes akademik 
dan wawancara. 

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Malang, Dr HM Shofwan SH MSi, secara 
terpisah mengemukakan, uang yang harus dibayarkan orangtua siswa baru ini 
diistilahkannya sebagai dana investasi. Sekolah boleh menarik dana investasi 
untuk siswa baru, khusus RSBI kalau bisa dilunasi pada awal penerimaan saja, 
ujarnya, Senin.

Patokan dana ini kata Shofwan mengacu pada penerimaan siswa tahun lalu. Untuk 
SMP, SMA dan SMK RSBI di patok seragam Rp 5 juta. Angka tersebut adalah angka 
maksimal. Sehingga tidak boleh ada sekolah yang mematok lebih dari Rp 5 juta. 
Kalau ada yang sudah terlanjur mematok di atas Rp 5 juta, ia berharap segera 
dikembalikan kepada orangtua. [070/W-12]




[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Menakar Demokrasi dengan Uang

2009-06-30 Terurut Topik sunny
Refleksi:  Memiliki banyak uang,  banyak pula hak demokrasinya, lihat saja  
kepada mereka yang mencalonkan diri untuk dipilih menduduki kursi kekuasaan 
negara. Bagi yang tidak punya duit boleh turut meramaikan dan bermimpi bahwa 
kemenangan mereka adalah kemenangan Anda dalam pesta demonkrasi. 

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=Newsid=8899

2009-06-30 
Menakar Demokrasi dengan Uang


Thomas Koten

i tengah berhamburnya janji para kandidat pada Pilpres 2009, mencuat perang 
opini, yang kemudian menjadi perang urat saraf atau teror politik demi 
menaikkan tensi popularitas capres-cawapres. Salah satu bentuk teror politik 
itu adalah mengembangkan wacana pilpres satu putaran saja dengan meraih 50 
persen plus satu.

Disebut teror politik, karena wacana tersebut dikembangkan tanpa berbasiskan 
konstitusi. Menurut konstitusi, pemenang pilpres tidak semata ditentukan 
perolehan suara, tetapi masih ada ketentuan lain, yaitu sebaran suara. UUD 1945 
Pasal 6 Ayat (3) secara gamblang menjelaskan ketentuan pilpres satu putaran, 
yaitu memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pilpres dengan 
sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah 
jumlah provinsi di Indonesia. Dengan ketentuan sebaran suara di 33 provinsi, di 
mana sulit dicapai oleh satu partai dus partai koalisi, membuat pilpres satu 
putaran menjadi mustahil pula.

Oke-lah, opini tersebut merupakan sebuah taktik politik untuk meningkatkan 
popularitas capres-cawapres. Tetapi, itu menjadi sangat ironis tatkala ambisi 
berlebihan itu dilandasi juga oleh argumentasi legitimasi dan penghematan 
anggaran negara, yang tentu kurang cerdas, karena mengabaikan etika politik dan 
menyalahi nilai-nilai moral demokrasi.

Menjadi sesuatu yang tidak bisa diterima dari sudut nalar etika politik, ketika 
nilai demokrasi ditakar dengan materi uang. Apalagi, nilai-nilai demokrasi yang 
merupakan anak kandung reformasi di negeri ini, diraih dengan korban nyawa. 
Karena itu, demokrasi di negeri ini dengan sosok substantif yang sedang 
diperjuangkan telah menjadi suatu nilai yang sangat agung yang tidak bisa 
ditakar dengan uang, entah berapa pun banyaknya. Sehingga, tidak heran pula 
jika ambisi pemenangan pilpres satu putaran bukan saja dinilai sebagai 
pembodohan publik, tetapi juga sebagai suatu arogansi kubu capres-cawapres 
tertentu, yang tidak bisa ditoleransi (SP, 16/6).

Bagaimana mengelaborasi ini lebih lanjut? Adalah benar bahwa pilpres satu 
putaran bisa menghemat biaya, tenaga dan waktu. Tetapi, seperti kritik 
Editorial Media Indonesia (16/6), mengaitkan pilpres dengan biaya adalah 
pemikiran yang salah alias penjungkirbalikkan akal sehat. Bukankah demokrasi 
menelan biaya? Berapa pun biayanya harus dipikul dengan senang hati sepanjang 
digunakan untuk mewujudkan hak rakyat. 


Kedaulatan Rakyat

Jadi, berapa pun putaran pelaksanaan pilpres, penghormatan terhadap hak pilih 
rakyat sangat mutlak. Sebagai pencerdasan politik rakyat, biarkan rakyat yang 
menentukan sendiri, sebagai suatu hakikat kedaulatannya menurut konstitusi. 
Jika kedaulatan rakyat dinodai dan direndahkan hanya karena ingin memenuhi 
ambisi politik, maka ia bukan hanya sebagai suatu penegasian etika politik, 
juga sebagai tindakan premanisme politik.

Premanisme politik mengindikasikan, etika politik elite sangat lemah. Yang 
menonjol adalah kotornya nurani politisi elite yang sangat egois dan arogan. 
Padahal, suatu tuntutan mutlak dalam berpolitik adalah pemurnian etika yang 
sebenarnya terletak pada kehakikian politik yang harus memperjuangkan hak-hak 
rakyat pada semua aspek kehidupan. 

Dalam memperjuangkan nasib dan pemenuhan hak memang yang dibutuhkan bukan hanya 
komitmen dan ketulusan dalam berjuang, tetapi juga banyak biaya, bahkan 
pengorbanan waktu dan tenaga. Namun, bukan berarti semua nilai yang 
diperjuangkan harus diukur dengan uang. 

Sebagaimana kata Frederic Charles Schaffer (2007), politik uang memang telah 
menjadi fenomena umum dalam pemilu modern yang kompetitif. Strategi, pengayoman 
politik demi pemenangan pilpres atau pemilu, memang selalu berkelindan dengan 
uang. Tanpa uang, roda kampanye dan perhelatan pemilu tidak akan berjalan. 
Namun, nilai pemilu menjadi hilang tatkala pelaksanaan demokrasi ditakar dengan 
nilai materi berupa uang.

Kita tentu sudah muak dengan politik uang. Oleh karena itu, kita tidak mau lagi 
melihat pemilu ditakar dengan uang dan demokrasi hanyalah permainan statistik 
untung-rugi material, karena ini akan merusak seluruh tatanan kehidupan, 
khususnya akan merendahkan martabat politik. Maka, jalan yang harus dilalui 
adalah menyerukan kaum elite kita, yang sedang bertarung di jalan kekuasaan, 
untuk segera kembali ke koridor etika politik.

Nilai-nilai moral dan etika tidak bisa dipersandingkan dengan kepentingan uang 
dan kekuasaan. Lagi pula, integritas seorang politisi hanya dapat ditakar dari 
etika politik dan nilai-nilai moral yang selalu melekat dengan perjuangan 
politik. 

[wanita-muslimah] Tanah Indonesia Digadaikan

2009-06-30 Terurut Topik sunny
Refleksi: Mereka yang mengadaikan adalah wakil-wakil  rakyat  dan  pengadaian 
bukan kepada iblis melainkan kepada kaum bermodal dari negeri-negeri sahabat, 
jadi tidak apa-apa, insyaalloh banyak berkatnya.

http://www.sinarharapan.co.id/detail/article/tanah-indonesia-digadaikan/

Senin 29. of Juni 2009 13:58 

Tanah Indonesia Digadaikan 
OLEH: SIGIT WIBOWO



Jakarta - Penerbitan obligasi syariah (sukuk) de-ngan menjadikan aset-aset 
Republik Indonesia sebagai jaminan (underlying) merupakan bentuk penggadaian 
martabat dan harga diri bangsa. 

 
Penerbitan obligasi tersebut bertentangan dengan UUD 45, karena menjadikan uang 
recehan sebagai imbalan atas harga diri bangsa Indonesia.
Paradigma utang masih menggunakan pendekatan neoliberalisme, sehingga harga 
diri bangsa pun digadaikan hanya untuk mendapatkan uang recehan, kata 
Koordi-nator KAU Dani Setiawan di Jakarta, Senin (29/6). Aset-aset nasional 
berupa fasilitas publik seharusnya digunakan untuk kepentingan umum, bukan 
untuk memenuhi dahaga para ekonom neoliberal yang ingin menjerumuskan 
Indonesia.  Paradigma sesat ini harus dihentikan karena menjadikan bangsa 
Indonesia tertawaan di pergaulan internasional, katanya.


Ia menyatakan, setelah Gelora Bung Karno dan Kemayoran digadaikan, 
simbol-simbol ke-daulatan lain juga digadaikan. Setelah itu gedung-gedung 
pemerintahan atau Monas juga bisa digadaikan oleh para ekonom fundamental pasar 
ini, paparnya.

Harga Diri
Ekonom Tim Indonesia Bangkit Ichsannudin Noorsy mengecam harga diri bangsa yang 
ditukarkan dengan obligasi syariah atau sukuk. Para ekonom neoliberal secara 
vulgar menunjukkan keberingasannya dengan menggadaikan aset-aset negara, 
katanya.  Sejak diberlakukannya UU SBSN 2008, pemerintah ingin mengoptimalkan 
pendapatan negara bukan pajak (PNBP) aset-aset negara.


Ia mencontohkan Kema-yoran yang memiliki luas sekitar 136 hektare digadaikan 20 
juta per meter persegi sehingga pemerintah bisa meraup dana Rp 27 triliun. 
Tindakan ini merupakan pengkhianatan terhadap konstitusi dan mengingkari 
cita-cita Republik ini, katanya.
Menurutnya, sukuk tersebut juga tidak bisa dibenarkan secara pendekatan agama. 
Membebas-kan PPH dan PPN itu sama artinya membebankan orang miskin untuk 
mensubsidi orang kaya, katanya. PPN dan PPH yang harusnya bisa dipungut 
pemerintah untuk membantu orang miskin justru digunakan untuk menolong orang 
kaya.


Ia tidak habis pikir pejabat Depkeu yang memiliki pola pikir sesat dengan 
menyatakan mahalnya penerbitan obligasi dan sukuk global sebanding dengan 
manfaat yang jauh lebih besar di tengah kondisi krisis ekonomi global. 
Apalagi, mengklaim yield (imbal hasil) obligasi maupun sukuk global yang 
diterbitkan pemerintah di awal tahun dinilai masih wajar di tengah kondisi 
krisis ekonomi global. Statement-statement seperti itu menunjukkan untuk 
menda-patkan utang, mereka sanggup menjual harga diri bangsa ataupun menjual 
masa depan bangsa, katanya. Yield (imbal hasil) ditentukan melalui mekanisme 
pasar (supply dan demand), menujukkan ia penga-nut ekonomi neoliberal atau 
fundamentalisme pasar.   


Seperti diketahui, pemerintah telah menerbikan sukuk pada bulan April 2009 
berjangka waktu lima tahun dengan yield 8,8 persen. Yield tersebut lebih rendah 
dibanding global bond lima tahun dengan yield 10,5 persen. Gelora Bung Karno 
dan Kemayoran telah dijaminkan hanya untuk mendapatkan uang recehan dari 
investor Timur Tengah


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Rumah Mereka Hanya Sebuah Gerobak

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/detail-cetak/article/rumah-mereka-hanya-sebuah-gerobak/

Senin, 29 Juni 2009 14:35 
Rumah Mereka Hanya Sebuah Gerobak


JAKARTA - Meski usianya telah mencapai 482 tahun, Jakarta belum menjadi kota 
yang nyaman bagi warganya untuk dapat meletakkan kepala. Ratusan orang masih 
hidup nomaden dengan gerobaknya.


  SH/Deytri Aritonang

 
Mama, Aku Ingin Pulang adalah lagu yang selalu mereka nyanyikan, tapi tidak 
akan pernah menjadi kenyataan. Poniman (62) sontak terbangun dari tidur 
nyenyaknya ketika seseorang membangun-kannya. Matahari baru saja meninggalkan 
peraduannya. Lalu lintas Ibu Kota sudah mulai padat. Orang itu membangunkannya 
bukan untuk mengusirnya, tapi agar dia bisa menghindar dari kejaran Satuan 
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur yang tengah menertibkan kawasan 
kota. Masih dalam lelah dan kantuknya, dia bangkit. Lelaki asal Malang, Jawa 
Timur, ini pun segera keluar dari rumahnya.

Matanya masih lebam akibat tidur yang hanya sebentar. Namun, kantuk tidak 
menghalangi niatnya untuk melaju seribu langkah. Ketika seluruh tubuhnya sudah 
berada di luar gerobaknya, Poniman menarik rumah-nya itu. Ya, rumah Poniman 
hanya gerobak berukuran 2x1 meter (m) dengan tinggi 1 m. Tidak sampai seratus 
meter dia melangkah, Poniman berhenti. Pria yang mengaku pernah bekerja sebagai 
kuli bangunan ini duduk sejenak, mengistirahatkan tubuh kecilnya yang mulai 
bungkuk. Selang bebe-rapa menit, dia mengambil seduhan jahe yang disimpannya 
sejak malam. Diseruputnya minuman itu dengan harapan mampu menghangatkan 
tubuhnya dan memelekkan matanya. Poniman mengusap matanya yang masih kotor. Ia 
membersihkannya dengan jaket lusuh yang membalut tubuhnya. Tidak lama, ia sadar 
dia berlari tanpa alas kaki. Sampai lupa pakai sandal saking takutnya, 
ujarnya. Dia kembali untuk mengambil sandal.


Dengan tangan hitam dan kotor, lelaki tua itu tidak lupa menikmati kue lapis 
yang didapatnya dari orang yang menaruh belas kasihan padanya. Kebutuhan 
hidupnya memang kebanyakan dipenuhi dari belas kasihan orang-orang yang 
mengenalnya. Beberapa orang tidak segan menaruh simpati pada Poniman. Beberapa 
yang lain barangkali tidak peduli pada keberadaan pemulung yang setiap harinya 
merebahkan badannya di dalam ge-robaknya itu.
Setiap malam dia memarkir gerobaknya di sisi selatan Taman Jatinegara, Jakarta 
Timur. Sekitar tahun 1950-an, lelaki yang telah bercerai dari istrinya ini 
memutuskan mencari nafkah di Jakarta.


Saat itu, Jakarta-seperti yang didengarnya dari perantau di kampung 
halamannya-adalah tambang emas. Mengumpulkan rupiah di Ibu Kota bukanlah 
perkara yang sulit baginya yang saat itu masih muda dan produktif. Bukan cuma 
di Jakarta, Poniman muda juga sempat melanglang buana, mencoba keberuntungannya 
hingga Pulau Sumatera, mengerjakan proyek pembangunan jalan. Tidak ada 
kebutuhan primernya yang tidak tercukupi. Untuk sekadar makan, tinggal, dan 
berpakaian, ia masih bisa memenuhi dari hasil kerjanya sebagai kuli bangunan. 
Dia bahkan sesekali dapat mengirim uang ke kampung halamannya. Namun, 
keberuntungan tidak melulu menjadi garis takdirnya. Krisis moneter tahun 1998 
membuat beberapa rencana proyek pembangunan terhenti. Ia tidak mempunyai 
pekerjaan dan penghasilan.


Dia tidak ingin pulang ke kampung halamannya. Malu, ujarnya lirih. Lagi pula, 
menurutnya, bagaimana pun sulitnya hidup di Jakarta, masih ada yang bisa 
dilakukannya untuk menyambung hidupnya. Di Malang, tanpa lahan bertani, ia 
tidak dapat bekerja. Poniman memutuskan tetap bertahan di Jakarta meski 
nasibnya terkatung-katung. Hari ini barangkali ia bisa makan, besok belum tentu 
demikian. Tidur di emperan toko atau di stasiun kereta api menjadi kisahnya 
setiap hari. Namun, kegetiran itu tidak membuatnya melangkah pulang meski 
hasratnya untuk kembali begitu besar.


Hingga suatu hari, seorang lelaki tua menawarinya sebuah gerobak. Dengan 
kebingung-annya, diterimanya gerobak itu. Keberuntungan kali ini miliknya. 
Pemberi gerobak itu tidak meminta imbalan. Asal dijaga dan dipakai yang 
be-nar, kata laki-laki yang adalah malaikat bagi Poniman itu. Sejak itu, 
gerobak menjadi rumah bergerak baginya. Dia hanya perlu mencari tempat untuk 
memarkir gerobaknya. Jika tempat itu menurutnya aman, dia tinggal masuk ke 
dalam gerobak, menutupnya dengan plastik terpal, dan tidur. Entah lelap atau 
tidak.


Tidak terbersit sedikit pun di pikiran Poniman untuk mengeluh. Kesulitan 
hidupnya selalu dijalaninya dengan rasa syukur. Lelaki yang kulitnya gosong 
terbakar matahari ini pun tidak mau menggantungkan hidupnya pada orang lain. 
Kalau bisa, saya jangan sampai  merepotkan orang, ujarnya. Pantang merepotkan 
orang lain tetap dipegangnya meski dalam kondisi tubuh lemah karena penyakit. 
Masih sangat jelas diingatannya ketika be-berapa tahun lalu didera pe-nyakit 
yang tidak dikenalnya.


Penyakit itu menempel di tubuhnya hingga sebulan. Menggigil kedinginan ditambah 
nyeri tulang setiap hari 

[wanita-muslimah] For Radical Islam, Iranian Poll Fallout May Signal the Beginning of the End

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://thejakartaglobe.com/opinion/for-radical-islam-iranian-poll-fallout-may-signal-the-beginning-of-the-end/315431


June 30, 2009 
Joshua Muravchik

For Radical Islam, Iranian Poll Fallout May Signal the Beginning of the End


Much as the hammers that leveled the Berlin Wall in 1989 marked the end of the 
Cold War, so might the protests rocking Iran signal the death of radical Islam 
and the challenges it poses to the West.

No, that doesn't mean we'll be removing the metal detectors from our airports 
anytime soon. Al Qaeda and its ilk, even diminished in strength, will retain 
the ability to stage terrorist strikes. But the danger brought home on Sept. 
11, 2001, was always greater than the possibility of murderous attacks. 

It was the threat that a hostile ideology might come to dominate large swaths 
of the Muslim world.

Not all versions of this ideology - variously called Islamism or radical Islam 
- are violent. But at the core of even the peaceful ones, such as that espoused 
by Egypt's Muslim Brotherhood, is the idea that the Islamic world has been 
victimized by the West and must defend itself. 

Even before the United States invaded Iraq, stoking rage, polls in Muslim 
countries revealed support for Osama bin Laden and for Al Qaeda's aims, if not 
its methods. If such thinking were to triumph in major Muslim countries beyond 
Iran - say, Pakistan, Egypt and Saudi Arabia - violent extremists would command 
vast new stores of personnel, explosives and funds.

This is precisely the nightmare scenario that is now receding. Even if the 
Iranian regime succeeds in suppressing the protests and imposes the re-election 
of President Mahmoud Ahmadinejad by force of bullets, mass arrests and hired 
thugs, it will have forfeited its legitimacy, which has always rested on an 
element of consent as well as coercion.
 
Most Iranians revered Ayatollah Khomeini, but when his successor, Ayatollah 
Khamenei, declared the election results settled, hundreds of thousands of 
Iranians took to the streets, deriding his anointed candidate with chants of 
Death to the dictator!

Even if they manage to hang on for a month or a couple of years, they've shed 
the blood of their people, says Egyptian publisher and columnist Hisham 
Kassem. It's over.

The downfall or discrediting of the regime in Tehran would deal a body blow to 
global Islamism which, despite its deep intellectual roots, first achieved real 
influence politically with the Iranian revolution of 1979. And it would also 
represent just the most recent - and most dramatic - in a string of setbacks 
for radical Islam. 

Election outcomes over the past two years have completely undone the momentum 
that Islamists had achieved with their strong showing at the polls in Egypt in 
2005 and Palestine in 2006.

This countertrend began in Morocco in 2007. The Justice and Development Party 
(PJD), a moderate Islamist group that had registered big gains five years 
before, was expected to win parliamentary elections. But it carried only 14 
percent of the vote, finishing second to a conservative party aligned with the 
royal palace. And in municipal elections earlier this month, the PJD's vote 
sank to 7 percent.

Jordanians also went to the polls in 2007 and handed the Islamic Action Front 
one of its worst election defeats since Jordan's monarchy restored Parliament 
in 1989, as The Washington Post reported. 

Forged from diverse ethnic groups linked only by Islam, Pakistan would seem 
fertile soil for radical Islamism. Nonetheless, Islamist parties had not done 
well until 2002, when - with military strongman Pervez Musharraf suppressing 
mainstream political forces - Islamists won 11 percent of the popular vote and 
63 seats in Parliament. But in a vote last year, on a more level field, the 
Islamists' tally sank to 2 percent and six out of 270 elected seats. 

In April, Indonesian Islamist parties that had emerged four years earlier to 
capture 39 percent of the vote lost ground in parliamentary elections this time 
around, falling to below 30 percent. You can't pray away a bad economy, 
unemployment, poverty and crime, one voter, a 45-year old shop assistant, told 
Agence France-Press.

Then in May came parliamentary elections in Kuwait, where women had won the 
right to vote and hold office in 2005 but had never yet won office. Even though 
the Islamic Salafi Alliance issued a fatwa against voting for female 
candidates, four captured seats in Parliament. Adding insult to injury for the 
Islamists, their representation fell from 21 seats to 11. There is a new 
mind-set here in Kuwait, the al-Jazeera network reported, and it's definitely 
going to reverberate across the Gulf region.

Finally, Lebanon held a tense election earlier this month that many expected 
would result in the triumph of Hezbollah and its allies over the pro-Western 
March 14 coalition. Instead, the latter carried the popular vote and nailed 
down a commanding majority in Parliament.

Of 

[wanita-muslimah] The Forgotten History of 1965

2009-06-30 Terurut Topik sunny
http://thejakartaglobe.com/culture/the-forgotten-history-of-1965/315358

June 30, 2009 
Armando Siahaan

 
(JG Illustration)

The Forgotten History of 1965
Countries and their citizens often have to face unpleasant truths about sordid 
episodes of the past. Germans have had to deal with the slaughter of millions 
of people of Jewish descent and others deemed undesirable under the leadership 
of Adolph Hitler. The Japanese still struggle to fully acknowledge their 
history of aggression and exploitation in Asia during the first half of the 
20th century. And Chinese party officials remain reluctant to acknowledge the 
Tiananmen Square crackdown of 1989. 

Here in Indonesia, there is yet to be full official recognition of the dark 
years of 1965 to 1966. Under the reign of Suharto, from 1966 to 1998, the only 
major event recognized from those two bloody years was a failed coup in 1965 in 
which six generals were killed. Textbooks of the era record the night known as 
the September 30th Movement, but make no mention of the mass killings of 
suspected Indonesian Communist Party members that followed. 

There has not been great public knowledge about the 1965 mass killings in 
Indonesia, said Katherine McGregor, a historian from the University of 
Melbourne. Maybe at a community level people know, but not at the national 
level. 

The magnitude of the anticommunist massacre was unprecedented in Indonesia's 
history. Historians generally agree that the number of people killed during 
this systematic slaughter ranged from 500,000 to one million. The killings 
largely took place in Java and Bali, but also elsewhere in the country, and 
were carried out with extreme brutality. 

Throughout the 32 years of Suharto's dictatorship, the story was untold or 
became distorted, and generations grew up with little or no knowledge of the 
slaughter. In 1966, the Indonesian Communist Party (PKI) and the existence of 
communism in Indonesia were legally banned. Subsequently, hundreds of thousands 
of Communist Party members and sympathizers were arrested and forced into 
exile. 

Propaganda tools, such as the film Pengkhianatan G30SPKI (The Betrayal of 
the September 30th Movement by the Indonesian Communist Party) and the Lubang 
Buaya Monument that marks the place the generals were buried, were exploited by 
Suharto to demonize and depict the Communist Party as brutal, barbaric and 
evil. These became part of official history, according to Adrian Vickers, a 
professor of Southeast Asian Studies at the University of Sydney. 

And despite the fall of Suharto in 1998, Indonesia still gives prominence to 
the generals' murders over the massacre. 

It's very difficult to move beyond a certain frame of reference that was 
created by the New Order regime, Vickers said. We need to change the terms of 
history. 

Suggesting a strong unwillingness to face up to the country's dark past, the 
government has yet to officially recognize the 1965 mass killings. 

Asvi Warman Adam of the Indonesian Institute of Sciences said that the national 
school curriculum has yet to include a section on the event. The New Order 
version is intact, emphasizing the sole culpability of the Indonesian Communist 
Party for the September 30th Movement. 

In the latest version of Sejarah Nasional Indonesia (Indonesian National 
History), from state-owned publishing company Balai Pustaka, which is used as 
a reference for history textbooks, the mass killings are omitted, Asvi said, as 
well as any hint of human rights violations by the Indonesian Armed Forces . 

The book only mentions that the Indonesian Armed Forces crushed the Communist 
Party and that subsequently the government established a fact-finding 
commission that reported directly to the current president, Asvi said. But it 
didn't mention what was reported. 

In 2008, the National Commission on Human Rights created a team to conduct a 
formal inquiry into whether there was sufficient evidence of human rights 
violations linked to the 1965 mass killings. But the head of the team, 
Nurkholis, has said that progress is relatively slow due to the logistics of 
interviewing witnesses and continued opposition from the military and Muslim 
groups. 

Unless the government plays a more active role in unraveling the truth, 
history will remain untold, Asvi said. 

However, some people have no doubt the truth should be revealed. 

It's about historical justice, said the University of Melbourne's McGregor. 

It's about acknowledging the suffering of the people in the past and trying to 
resolve a great moment of crisis and tragedy in Indonesian history.

Young Perspectives

Gladys Samantha, 21, university student 

Gladys Samantha knows little of the significance of 1965 in Indonesian history. 

I'm very weak when it comes to Indonesian history, she said, adding that, in 
general, history has never been considered an important subject for Indonesian 
students. I don't think we even have a history major 

[wanita-muslimah] Diskriminasi Isu Seksi dan Isu Marjinal

2009-06-30 Terurut Topik Dwi Soegardi
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70314

PEREMPUAN

01 Juli 2009
GENDERANG GENDER
Diskriminasi Isu Seksi dan Isu Marjinal

* Oleh Ari Kristianawati


MENYIMAK secara teliti materi debat capres-cawapres yang berelasi
dengan sedikit isu perempuan, tidak akan ditemukan sebuah gagasan
progresif sebagai resolusi (isu) kebijakan tata kelola pemerintahan
yang progender. Debat capres-cawapres yang ditayangkan media televisi
yang interkoneksi, menampilkan gagasan normatif dari para calon
pemimpin tentang pemecahan masalah perempuan.

Dalam masalah penyelesaian kasus kekerasan yang kerap dialami buruh
migran perempuan (TKW) di luar negeri, misalnya, jawaban seragam para
calon pemimpin adalah kebijakan renegoisasi MoU antara Pemerintah RI
dan pemerintah negara tujuan buruh migran.

Bahkan para capres mengatakan, para TKW perlu dilengkapi keahlian
profesi, sehingga tidak hanya menjadi —maaf— ”babu” atau pembantu
rumah tangga. Ada juga gagasan untuk menghentikan sementara pengiriman
TKW ke luar negeri.

Sama sekali tak ada gagasan atau rekonsepsi program mengenai
intervensi draft konvensi perlindungan hak asasi perempuan dalam MoU
baru antara Pemerintah RI dan pemerintah negara lain yang kultur
masyarakatnya sangat patriarkhis. Tak ada klausul gagasan untuk
melakukan upaya advokasi dan monitoring implementasi hak asasi
perempuan di negara lain melalui jalur diplomasi.


Warisan Sosial

Memang, isu (kasus) perempuan buruh migran bukanlah isu ”seksi”, yang
bagi para kandidat capres dianggap biang permasalahan sosial-ekonomi
yang sulit dipecahkan atau diatasi oleh kebijakan struktural. Berbeda
dengan isu seksi lainnya, semisal kasus KDRT Manohara, yang cepat
direspons menjadi kebijakan empati yang tidak usah memerlukan langkah
kebijakan struktural.

Isu seksi tentang perempuan adalah isu warisan situasi sosial
antikediktatoran menjelang gelombang demokrasi tahun 1990-an. Isu
seksi perempuan yang lebih memiliki nilai commercial news dan menjadi
buliran kajian ilmiah, umumnya merupakan komponen program kesetaraan
gender yang berada di ruang hak sipil-politik (women’s civil rights).

Misalnya isu keterwakilan perempuan di parlemen, isu anti-KDRT, isu
persamaan hak politik, dan sebagainya. Isu perempuan seperti ini
disokong oleh dana besar dari liga atau korporasi gerakan liberalisasi
politik global.
Sebaliknya, isu marjinal perempuan yang lebih berwatak kepada hak
sosial-ekonomi-budaya (ecosoc rights) dipandang tidak memberikan nilai
commercial news. Kasusnya dianggap umum, karena korban sosialnya pada
umumnya bersifat kolektif.

Isu kekerasan terhadap perempuan buruh migran atau TKW tidak akan
bermutasi menjadi isu seksi yang menimbulkan empati luas dari
masyarakat, apabila tidak dijadikan agenda setting media. Dan tidak
ada korban yang ”mati” atau menderita yang kasat mata.

Banyak isu marjinal perempuan yang dialpakan para calon pemimpin atau
pengambil kebijakan negara, seperti upah buruh perempuan yang rendah,
isu diskriminasi perempuan di bidang ekonomi, dan isu kekerasan
terhadap perempuan pekerja informal. Isu marjinal ini tidak menarik,
bahkan apabila diresponsi akan menjadi problem baru yang menyusahkan
kemapanan mereka saat memegang otoritas kebijakan.


Beberapa Sebab

Isu marjinal perempuan mengalami pola diskriminasi dibandingkan dengan
isu seksi perempuan seperti kasus Manohara, kasus Cici Paramida, dan
sebagainya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, isu marjinal tak akan mendongkrak dimensi popularitas para
calon pemimpin atau tokoh pengambil kebijakan publik daripada isu
seksi perempuan, yang hanya butuh pernyataan empati tanpa tindak
lanjut serius. Isu marjinal akan menyulitkan sikap pemimpin, karena
harus dibarengi dengan tindakan yang empati dan memiliki nuansa
kebertanggungjawaban institusional.

Kedua, masih banyak media yang tidak menjadikan isu marjinal perempuan
sebagai cermin keberpihakan gender. Lebih menarik jika mengambil angle
isu seksi perempuan, karena mendorong hasrat keingintahuan konsumen
berita dan pemburu informasi yang rekreatif.

Ketiga, isu marjinal perempuan tidak menempatkan victim (korban)
sebagai bagian dari momen selebritas-popularitas. Korban dalam
berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan justru merupakan objek
pewacanaan yang sekadar membangkitkan empati dan sulit dicari resolusi
sosialnya.

Isu seksi perempuan saat ini memang mendominasi ruang pewacanaan
publik dan menjadi acuan bagi perumusan kebijakan tata kelola
pemerintahan, karena tidak membongkar basis struktural sebagai pangkal
persoalan ketidakadilan perempuan dalam hak sosial-ekonomi-budaya.

Padahal jika serius diperjuangkan para calon pemimpin, isu marjinal
perempuan bisa menjadi alat uji kapabilitasnya dalam mendukung arus
perubahan sosial yang menguntungkan bagi upaya pemenuhan hak asasi
perempuan. (32)

—Ari Kristianawati, guru SMA Negeri 1 Sragen.




===
Milis Wanita 

[wanita-muslimah] Kiprah Ibu Negara dan Kepemimpinan Bangsa

2009-06-30 Terurut Topik Dwi Soegardi
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70315

PEREMPUAN

01 Juli 2009
Kiprah Ibu Negara dan Kepemimpinan Bangsa

GEGER jilbab istri capres dan cawapres sempat menyita perhatian
publik. Perempuan berjilbab dipersonifikasikan sebagai individu yang
baik dan taat agama. Jika ibu negara berjilbab, konon bangsa ini akan
lebih baik.

Namun, gagasan ini juga bukan tanpa kritik. Banyak aktivis
berpandangan, berjilbab dan tidak itu urusan individu, tidak ada
kaitannya dengan masalah kenegaraan. Selain soal jilbab, istri salah
seorang kontestan Pilpres 2009 juga diisukan beragama Katolik. Sontak
hal ini sedikit mengendurkan mitra koalisi.
Isu agama, bagi masyarakat Indonesia, masih sangat sensitif. Basis
agama sering dijadikan alasan dalam memilih calon pemimpin. Ca-lon
nonmuslim —maaf— masih sulit diterima oleh sebagian besar ma-syarakat
Indonesia. Hal ini tercermin pula dari hasil penelitian Ari Anshori
dkk (Presiden Pilihan Umat, 2009).

Penelitian kualitatif yang dida-sarkan hasil wawancara sejumlah tokoh
agama itu dengan jelas mengisyaratkan pemimpin Indonesia (presiden dan
wapres) harus se-orang muslim. Alasan yang dominan adalah karena
faktor kepatutan, bahwa mayoritas penduduk di ne-geri ini adalah
muslim.


Ibu Negara

Terlepas dari polemik di atas, marilah kita menilik sejarah panjang
bangsa Indonesia yang telah memiliki enam presiden, dan lima ibu
negara. Bagaiman peran dari masing-masing ibu negara tersebut, inilah
yang lebih penting daripada berdebat soal jilbab atau tidak berjilbab.

Pertama, Ibu Fatmawati. Fatma-wati tentu bukan orang sembarangan. Ia
sosok yang kuat dan teguh dalam pendirian. Ketika Sukarno dalam masa
sulit semasa memimpin revolusi di negeri ini dan sering dipenjara,
Fatmawati selalu setia menunggu dan mendukungnya.

Tanpa dukungan dan kesetiaan Fatmawati, mungkin Sukarno tidak akan
mampu memimpin revolusi kemerdekaan negeri ini. Di era kemerdekaan,
Fatmawati tetap menunjukkan dirinya sebagai Ibu Negara. Ia rela
menjahit bendera Merah-Putih sebagai simbol pemersatu bangsa. Ia pun
teguh dalam pendirian dan tidak mau dipoligami, meski risikonya harus
bercerai.

Di masa Orde Baru, kita mengenal Ibu Tien Soeharto. Banyak literatur
menyatakan, Ibu Tien merupakan ”separo nyawa” Soeharto. Bahkan, dia
menjadi bagian dari pemerintahan Soeharto itu sendiri. Artinya, Ibu
Tien telah menjadi pendamping hidup dan penasihat spiritual yang ampuh
bagi Soeharto.

Kiprah Ibu Tien dalam pemerintahan tidaklah sedikit. Ia inisiator
Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Meski diwarnai pro-kontra, TMII
telah menjadi simbol ragam budaya Nusantara yang adiluhung. Keragaman
budaya Nusantara inilah yang menjadikan bangsa ini kuat. Lebih dari
itu, multikulturalisme bangsa telah menopang tegaknya NKRI hingga
sekarang.

Kiprah Ibu Tien dalam pemberdayaan perempuan tercermin dari program
PKK. Meski hanya serupa organisasi paguyuban ibu tingkat RT/RW, PKK
mampu memberdayakan perempuan Indonesia. Pekerjaan ibu rumah tangga
tidak sertamerta dimaknai sebagai pekerja rendahan. Dengan program
ini, perempuan Indonesia mampu menyalurkan potensi dan bakatnya guna
masa depan keluarga dan bangsanya.


Babak Baru

Setelah rezim otoritarian Soeharto tumbang, bangsa ini memasuki babak
baru dalam berbangsa dan bernegara. Dimulai dari gerakan reformasi
1997/1998, bangsa ini melahirkan ”pemimpin baru”, sebagai pelaksana
tugas pengganti Soeharto, yaitu BJ Habibie.

Habibie memerintah dalam situasi serbasulit. Tapi dalam waktu singkat,
dia mampu mengembalikan kepercayaan dunia internasional terhadap
Indonesia. Ini terbukti dengan meningkatnya nilai tukar rupiah dari Rp
16.000 menjadi Rp 9.000 per dolar AS.

Kiprah Habibie tentu tidak lepas dari pendampingnya, Ibu Ainun
Habibie. Dengan pembawaan kalem dan tenang, wanita yang berasal dari
Purwodadi itu sanggup mengikuti ritme dan mengendalikan suasana hati
suaminya.
Selanjutnya, bangsa ini dipimpin Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Pembawaannya yang nyentrik, dengan aneka gagasan besar mengenai
kebangsaan dan keagamaan, mampu sedikit mengendurkan urat saraf dan
kepenatan bangsa Indonesia.

Terobosan Gus Dur yang melampaui batas tradisi menjadi titik awal
tumbuhnya demokratisasi dan kebebasan berekspresi di negeri ini.
Pembawaan ini berpengaruh terhadap istrinya, Ibu Shinta Nuriyah Wahid.

Ibu Shinta Nuriah dikenal sebagai aktivis gender dan hak asasi manusia
(HAM). Ia seringkali mendampingi korban tindak kekerasan, baik dalam
rumah tangga maupun buruh migran. Hingga kini, kiprahnya dalam
memperjuangkan HAM dan gender masih bisa kita lihat, seperti
penolakkannya terhadap UU Antipornografi.

Kita tidak bisa melihat kiprah Megawati Soekarnoputri sebagai ibu
negara, karena dia adalah presiden. Pun demikian dengan Ibu Ani
Yudhoyono, yang tak bisa dinilai karena masa tugasnya sebagai ibu
negara belum berakhir. Dari paparan tersebut, sangat jarang isu agama
mewarnai perjalanan kenegaraan para ibu negara. Mereka tampil apa
adanya. Ibu Fatma, 

[wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami

2009-06-30 Terurut Topik Dwi Soegardi
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70316

PEREMPUAN

01 Juli 2009
Silat Lidah Ayat-ayat Poligami

* Oleh Abu Rokhmad


Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks
agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan.
Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas
dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu
lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya.

KAUM Adam juga punya ’’keistimewaan’’ lain: pandai bersilat lidah
untuk membenarkan tindakan poligaminya, dan tahan malu saat digunjing
masyarakat.

Pada awal pensyariatannya, poligami dibolehkan karena kecenderungan
orang Arab saat itu menikahi perempuan tanpa batasan jumlah. Secara
resmi seorang suami bisa memiliki istri dengan jumlah puluhan, bahkan
tanpa batas. Ditambah dengan yang tak resmi, jumlah istri bisa lebih
dari itu.

Budaya masyarakat Arab zaman dulu menempatkan perempuan sebagai bagian
dari simbol status sosial lelaki, sejajar dengan harta dan tahta.
Makin tinggi kelas sosialnya, makin banyak istri yang dimiliki.

Makin banyak istri, makin tinggi kebanggaannya di mata masyarakat.
Perempuan jelas tidak punya posisi tawar sedikitpun. Mereka cenderung
dilecehkan dan direndahkan.

Mengumpulkan banyak istri bukan hanya dominasi Arab Jahiliyyah saja.
Jawa era kerajaan pun punya perilaku yang tidak jauh beda. Raja
memiliki dua jenis istri: permaisuri dan selir. Permaisuri hanya satu,
tetapi selir bisa puluhan.

Budaya feodal dipadu dengan patriarkhal telah menjadi tempat
persemaian subur bagi poligami. Perempuan dan orang tuanya kadang
menawarkan putrinya untuk dijadikan selir raja, atau dipoligami
orang-orang yang dianggap memiliki bebet, bibit, bobot (3 B) yang
baik. Kiai atau tokoh agama termasuk orang yang dianggap punya
kualitas 3B, sehingga sering ditawari untuk kawin lagi.

Pertanyaannya, apakah Islam mengajarkan poligami. Jawabannya tidak!
Islam justru membawa revolusi berupa penghargaan tinggi terhadap
perempuan, dan disejajarkan dengan laki-laki. Budaya beristri tanpa
batas jumlah diberangus oleh Islam, dengan maksimal yang boleh
dinikahi empat orang. Ini wujud koreksi Islam atas budaya setempat
yang tak layak diteruskan.


Pemelintiran Ayat

Banyak orang mengkambinghitamkan ayat Alquran (4: 3) yang membolehkan
poligami. Ayat ini memuat perintah halus dan diplomasi tingkat tinggi
Tuhan kepada umatnya, agar sebaiknya menikah dengan satu istri.

Ayat ”Nikahilah perempuan-perempuan yang kamu cintai, dua, tiga atau
empat, dan bila takut tidak mampu berbuat adil, nikahilah satu saja”
menunjukkan bahwa Islam promonogami. Mafhum mukhalafah-nya terbaca
dari ”nikahilah wanita yang kamu cintai satu saja.” Ayat itu ditutup
dengan kalimat ”yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”.

Formula if/than dalam ayat itu menunjukkan, poligami dibolehkan dengan
syarat yang berat. Tuhan sudah punya desain kalau manusia pasti tidak
dapat bersikap adil. Karena itu, laki-laki umumnya lebih memilih
berpasangan dengan satu istri. Sebab adil adalah salah satu ”baju”
Tuhan. Manusia pasti kedodoran bila mencoba memakai pakaian tersebut.

Betapapun baik pelaku poligami, umumnya tetap belum bisa diterima
masyarakat secara bulat. Tokoh agama maupun berpenghasilan besar pun
perlu berpikir panjang sebelum memutuskan berpoligami. Alasan
sosiologis ini perlu dipertimbangkan, mengingat kita hidup dalam
masyarakat yang sudah berubah.

Berpoligami bukan hanya bisnis antara manusia dan Tuhan, melainkan
transaksi yang melibatkan manusia dan masyarakat sekitar. Perlu
ditegaskan, poligami dipandang sebagian besar masyarakat bukan sebagai
pelaksanaan syariat agama. Ia lebih dimaknai sebagai egoisme laki-laki
yang mengatasnamakan agama.

Emergency exit, yang sering dijadikan argumentasi laki-laki untuk
berpoligami, kebanyakan malah tidak terpenuhi. Istri sehat dan salihah
tak layak dipoligami, kecuali kalau sang isteri merelakan tindakan
suaminya.


Harus Jantan

Secara umum, laki-laki yang berpoligami cenderung berargumen normatif.
Tak ada yang baru dan spesifik, selain berlindung di balik norma agama
yang membolehkan poligami. Itu pun tetap bertentangan dengan Pasal 57
Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur alasan pemberian izin suami
bila ingin beristri lebih dari satu.

Kaum lelaki yang berpoligami rata-rata gagal membangun argumentasi
aqliyyah yang memuaskan dan dapat dipahami nalar perempuan dan
masyarakat pada umumnya.

Pelaku poligami akan terkena stigma negatif yang terlanjur mengendap
di benak publik. Ia bisa dianggap tak berbeda dengan laki-laki hidung
belang yang berpoligami untuk memuaskan nafsu insaniahnya.

Umumnya poligami selalu diawali dengan ”perselingkuhan”. Sebab, kata
orang, jalan menuju poligami biasanya ditempuh dengan cara backstreet.
Karena itu, laki-laki yang ingin berpoligami haryus mengubah pola
poligami secara jantan.

Hukum positif mengatur cara-cara yang harus 

[wanita-muslimah] Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh

2009-06-30 Terurut Topik Dwi Soegardi
http://www.republika.co.id/berita/57972/Perempuan_Miliki_Hak_Tak_Termasuk_Eksploitasi_Tubuh


Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh
By Republika Newsroom
Selasa, 23 Juni 2009 pukul 16:46:00


Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh

INTELEKTUAL: Perempuan memiliki hak terhadap dirinya, bukan berarti
terbebas dari nilai etika yang berkaitan dengan eksplorasi tubuh.
Eksplorasi intelektualitas perempuan yang perlu digali.

JAMBI--Kaum perempuan saat ini memiliki hak untuk bersikap. Alih-alih
menggunakan hak itu untuk mengeksplorasi intelektualitas, jutru banyak
yang mengeksploitasi tubuh untuk tujuan tertentu.

Dosen Psikologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Thaha
Saefuddin (STS) Jambi yang juga aktivis perempuan, Rizky mengatakan,
menggunakan hak bukan berarti mengeksploitasi tubuh untuk tujuan
tertentu. Masih banyak kalangan perempuan masih salah dalam
menafsirkan hak atas tubuhnya.Ada perempuan terlampau berani dalam
mengeskploitasi tubuhnya dengan alasan merupakan hak yang dimiliki,
katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Langkan
Budaya Taratak di Jambi, Senin malam (22/6).

Dalam diskusi yang digelar usai pemutaran film dokumenter bertajuk
Bagaimana hak perempuan atas tubuhnya, Rizky menyatakan pemikiran
salah itu perlu diluruskan oleh kaum perempuan yang ada di Indonesia,
termasuk di Jambi. Dia menegaskan, perempuan harus mengetahui dimana
batasan-batasannya dalam menggunakan hak tubuhnya sesuai dengan norma
agama dan etika.

Kebudayaan masyarakat timur seperti kita masih sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai etika dan rasa malu, kata Rizki. Dia merasa
prihatin jika ada perempuan yang menggunakan hak tubuhnya sebagai
komoditi penghasil uang, dengan mengabaikan moral dan etika yang
berlaku kuat di masyarakat.

Bukan tubuh yang seharusnya digunakan, tetapi intelektualitas
perempuan, sebab menggunakan tubuh untuk dijual sama saja
menghilangkan hak diri sendiri sebagai perempuan, tegasnya.

Pemutaran film dokumenter dengan istilah screendocs regular ini
menjadi agenda rutin Langkan Budaya Taratak.

Diskusi berlangsung cukup menarik, tidak hanya kaum perempuan saja
yang terpanggil untuk mengkaji sejuah mana hak mereka atas tubuhnya.
Namun peserta pria pun tak ketinggalan menyampaikan tanggapannya atas
hak tubuh perempuan itu.

Terkadang kita sendiri tidak tahu, bagaimana hak kita atas tubuh kita
sendiri. Apakah hak itu diatur dalam undang-undang, peraturan
pemerintah atau peraturan daerah, kata Novrita Amelya, aktris Teater
Oranye yang mengikuti diskusi. (ant/rin)


Re: [wanita-muslimah] Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh

2009-06-30 Terurut Topik jano ko


  
  http://www.republik a.co.id/berita/ 57972/Perempuan_ Miliki_Hak_ 
Tak_Termasuk_ Eksploitasi_ Tubuh



Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh

By Republika Newsroom

Selasa, 23 Juni 2009 pukul 16:46:00



Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh



INTELEKTUAL: Perempuan memiliki hak terhadap dirinya, bukan berarti

terbebas dari nilai etika yang berkaitan dengan eksplorasi tubuh.

Eksplorasi intelektualitas perempuan yang perlu digali.


---

Janoko :

Perlu disosialisasikan UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga, bahwa kekerasan itu 
tidak hanya berupa kekerasan fisik saja.
Coba mulai dipikirkan bersama - sama apakah ada pengaruhnya tontonan - tontonan 
erotik terhadap perkembangan jiwa anak.

Salam

Janoko ( bukan penganut aliran bloon ).

-o0o-


--- On Wed, 1/7/09, Dwi Soegardi soega...@gmail.com wrote:

From: Dwi Soegardi soega...@gmail.com
Subject: [wanita-muslimah] Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com, keluarga-sejaht...@yahoogroups.com, 
majelism...@yahoogroups.com
Date: Wednesday, 1 July, 2009, 7:55 AM
















  
  http://www.republik a.co.id/berita/ 57972/Perempuan_ Miliki_Hak_ 
Tak_Termasuk_ Eksploitasi_ Tubuh



Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh

By Republika Newsroom

Selasa, 23 Juni 2009 pukul 16:46:00



Perempuan Miliki Hak, Tak Termasuk Eksploitasi Tubuh



INTELEKTUAL: Perempuan memiliki hak terhadap dirinya, bukan berarti

terbebas dari nilai etika yang berkaitan dengan eksplorasi tubuh.

Eksplorasi intelektualitas perempuan yang perlu digali.



JAMBI--Kaum perempuan saat ini memiliki hak untuk bersikap. Alih-alih

menggunakan hak itu untuk mengeksplorasi intelektualitas, jutru banyak

yang mengeksploitasi tubuh untuk tujuan tertentu.



Dosen Psikologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Thaha

Saefuddin (STS) Jambi yang juga aktivis perempuan, Rizky mengatakan,

menggunakan hak bukan berarti mengeksploitasi tubuh untuk tujuan

tertentu. Masih banyak kalangan perempuan masih salah dalam

menafsirkan hak atas tubuhnya.Ada perempuan terlampau berani dalam

mengeskploitasi tubuhnya dengan alasan merupakan hak yang dimiliki,

katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Langkan

Budaya Taratak di Jambi, Senin malam (22/6).



Dalam diskusi yang digelar usai pemutaran film dokumenter bertajuk

Bagaimana hak perempuan atas tubuhnya, Rizky menyatakan pemikiran

salah itu perlu diluruskan oleh kaum perempuan yang ada di Indonesia,

termasuk di Jambi. Dia menegaskan, perempuan harus mengetahui dimana

batasan-batasannya dalam menggunakan hak tubuhnya sesuai dengan norma

agama dan etika.



Kebudayaan masyarakat timur seperti kita masih sangat menjunjung

tinggi nilai-nilai etika dan rasa malu, kata Rizki. Dia merasa

prihatin jika ada perempuan yang menggunakan hak tubuhnya sebagai

komoditi penghasil uang, dengan mengabaikan moral dan etika yang

berlaku kuat di masyarakat.



Bukan tubuh yang seharusnya digunakan, tetapi intelektualitas

perempuan, sebab menggunakan tubuh untuk dijual sama saja

menghilangkan hak diri sendiri sebagai perempuan, tegasnya.



Pemutaran film dokumenter dengan istilah screendocs regular ini

menjadi agenda rutin Langkan Budaya Taratak.



Diskusi berlangsung cukup menarik, tidak hanya kaum perempuan saja

yang terpanggil untuk mengkaji sejuah mana hak mereka atas tubuhnya.

Namun peserta pria pun tak ketinggalan menyampaikan tanggapannya atas

hak tubuh perempuan itu.



Terkadang kita sendiri tidak tahu, bagaimana hak kita atas tubuh kita

sendiri. Apakah hak itu diatur dalam undang-undang, peraturan

pemerintah atau peraturan daerah, kata Novrita Amelya, aktris Teater

Oranye yang mengikuti diskusi. (ant/rin)


 

  




 

















  New Email names for you! 
Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. 
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA

2009-06-30 Terurut Topik jano ko
Ada berita :

maaf mbak dan mas, akhwan dan akhwat.. mohon agar diskusinya kembali  
ke milis WM dan bukan bikin milis sendiri seperti ini.

---

Janoko :

Masyarakat WM adalah masyarakat yang terdidik dan melek aturan UU dan HAM, 
jadi insan - insan yang diluar Islam tidak usah mencampuri masalah jilbab.
Apakah Janoko harus menongolkan pasal-pasal di HAM tersebut ?

Harap sadar.

Janoko

-o0o-

--- On Tue, 30/6/09, donnie damana donnie.dam...@gmail.com wrote:

From: donnie damana donnie.dam...@gmail.com
Subject: [wanita-muslimah] Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU 
MEGA SELAMATKAN GENERASI KITA
To: sol...@sanipak.co.jp
Cc: sunny am...@tele2.se, adaniperm...@gmail.com, al...@yahoo.com, 
aminudi...@yahoo.com.sg, andiw...@yahoo.com, ariela4e...@yahoo.com, 
baz...@cbn.net.id, css...@tresnamuda.co.id, edi...@chevron.com, 
faizal...@yahoo.co.id, haj...@yahoo.com, hermansyahka...@yahoo.com, 
herri.perm...@yahoo.co.id, ica_hara...@yahoo.com, insist...@yahoogroups.com, 
ko_j...@yahoo.com, Satriyo lasykarl...@gmail.com, linadah...@yahoo.com, 
manmand...@yahoo.com, ismail sutopo manmandir...@gmail.com, 
masar...@gmail.com, mfl_bi...@yahoo.com, morry.in...@gmail.com, 
noniemarl...@yahoo.co.id, nurbaya...@gmail.com, rahimara...@yahoo.com, 
salehn...@gmail.com, soega...@gmail.com, syaiful.rah...@bataindonesia.com, 
wanita-muslimah@yahoogroups.com, wirawan@gmail.com
Date: Tuesday, 30 June, 2009, 2:22 PM

maaf mbak dan mas, akhwan dan akhwat.. mohon agar diskusinya kembali  
ke milis WM dan bukan bikin milis sendiri seperti ini. Apabila masih  
ingin diteruskan seperti ini mohon email saya dihapuskan apabila anda  
semua ingin membalas dengan mode replay all

terima kasih atas perhatian dan pengertiannya

Donnie
On Jun 30, 2009, at 2:14 PM, sol...@sanipak.co.jp wrote:


 setuju...bung satrio dan bung ismail
 pahami benar-benar makna QS:Al-Baqarah : 208
 Memang semua kembali ke keyakinan masing-masing
 Jika memang sudah yakin dengan apa yang menjadi ketetapan Allah
 namun belum sepenuhnya melakukan...artinya ya belum yakin
 yakin itu kan diikrarkan di dalam hati, diwujudkan dalam perbuatan,  
 dan setiap perbuatan ada pertanggungjawabannya
 dan tentunya kita ingin setiap perbuatan kita mendapat ridho dari  
 Allah..
 kalo emang ada yang nonmuslim yang berjilbab mungkin bisa diterima  
 pendapat dari bung sunny
 tapi kalo buat yang muslim, kalo dia emang yakin dengan semua  
 ketetapan Allah dan Allah itu emang ada dan kita selalu dalam  
 pengaturan dan pengawasan-Nya, pasti akan melakukan apa yang sudah  
 ditetapkan Allah...
 maaf jika ada yang salah...

 Wassalam
 soleha



 From:    sunny am...@tele2.se
 To:    Satriyo lasykarl...@gmail.com
 Cc:    ismail sutopo manmandir...@gmail.com,  
 linadah...@yahoo.com, ariela4e...@yahoo.com, herri.perm...@yahoo.co.id 
 , donnie.dam...@gmail.com, faizal...@yahoo.co.id, 
 css...@tresnamuda.co.id 
 , masar...@gmail.com, morry.in...@gmail.com, ica_hara...@yahoo.com 
 , wirawan@gmail.com, mfl_bi...@yahoo.com,  
 ko_j...@yahoo.com, baz...@cbn.net.id,  
 hermansyahka...@yahoo.com, rahimara...@yahoo.com, andiw...@yahoo.com 
 , insist...@yahoogroups.com, haj...@yahoo.com, nurbaya...@gmail.com 
 , syaiful.rah...@bataindonesia.com, al...@yahoo.com, edi...@chevron.com 
 , aminudi...@yahoo.com.sg, adaniperm...@gmail.com, soega...@gmail.com 
 , noniemarl...@yahoo.co.id, sol...@sanipak.co.jp, salehn...@gmail.com 
 , manmand...@yahoo.com, wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Date:    30/06/2009 15:01
 Subject:     Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA  
 SELAMATKAN GENERASI KITA




 Dia tentu paham akan agama, bahwa jilbab dipakai karena keadaan  
 iklim gurun pasir, yaitu mencegah debu pasir melekat di rambut.  
 Jilbab bukan saja dipakai oleh yang beragama Islam, tetapi dulu juga  
 dipakai oleh semua wanita tidak tergantung dari agamanya.

 - Original Message -
 From: Satriyo
 To: sunny
 Cc: ismail sutopo ; linadah...@yahoo.com ; ariela4e...@yahoo.com ; 
 herri.perm...@yahoo.co.id 
  ; donnie.dam...@gmail.com ; faizal...@yahoo.co.id ; css...@tresnamuda.co.id 
  ; masar...@gmail.com ; morry.in...@gmail.com ;  
 ica_hara...@yahoo.com ; wirawan@gmail.com ;  
 mfl_bi...@yahoo.com ; ko_j...@yahoo.com ; baz...@cbn.net.id ; 
 hermansyahka...@yahoo.com 
  ; rahimara...@yahoo.com ; andiw...@yahoo.com ; insist...@yahoogroups.com 
  ; haj...@yahoo.com ; nurbaya...@gmail.com ; syaiful.rah...@bataindonesia.com 
  ; al...@yahoo.com ; edi...@chevron.com ; aminudi...@yahoo.com.sg ; 
adaniperm...@gmail.com 
  ; soega...@gmail.com ; noniemarl...@yahoo.co.id ; sol...@sanipak.co.jp 
  ; salehn...@gmail.com ; manmand...@yahoo.com ; 
wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Sent: Tuesday, June 30, 2009 8:54 AM
 Subject: Re: WM-JILBAB WANITA JANGAN DIREMEHKAN - BU SBY, BU MEGA  
 SELAMATKAN GENERASI KITA

 faham belum tentu taat. as simple as that!

 2009/6/30 sunny am...@tele2.se
 Jilbab tetap menjadi topik hangat di WM. Tetapi, kalau dilihat pada  
 Doha Debat, 

Re: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami

2009-06-30 Terurut Topik jano ko
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70316

PEREMPUAN

01 Juli 2009
Silat Lidah Ayat-ayat Poligami

    * Oleh Abu Rokhmad


Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks
agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan.
Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas
dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu
lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya.

---

Janoko :

Janoko binguunnn dech dengan cara berfikir insan tertentu, lha koq yang jadi 
korban koq mas pria terus, lha yang namanya PSK itu piye ?
Lalu kalau pria itu berganti pasangan dan baju, emangnya berganti pasangannya 
dengan hantu ?, berganti pasangannya kan juga ame lawan jenisnya, hiya tho ?, 
lha koq yang disalahkan si pria. Gimana dong ?

Ech ada yang tahu engga, kira - kira si AR ini sudah tahu definisi Poligamis 
tidak ?

Janoko

-o0o-

--- On Wed, 1/7/09, Dwi Soegardi soega...@gmail.com wrote:

From: Dwi Soegardi soega...@gmail.com
Subject: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com, keluarga-sejaht...@yahoogroups.com, 
majelism...@yahoogroups.com
Date: Wednesday, 1 July, 2009, 5:20 AM

http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70316

PEREMPUAN

01 Juli 2009
Silat Lidah Ayat-ayat Poligami

    * Oleh Abu Rokhmad


Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks
agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan.
Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas
dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu
lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya.

KAUM Adam juga punya ’’keistimewaan’’ lain: pandai bersilat lidah
untuk membenarkan tindakan poligaminya, dan tahan malu saat digunjing
masyarakat.

Pada awal pensyariatannya, poligami dibolehkan karena kecenderungan
orang Arab saat itu menikahi perempuan tanpa batasan jumlah. Secara
resmi seorang suami bisa memiliki istri dengan jumlah puluhan, bahkan
tanpa batas. Ditambah dengan yang tak resmi, jumlah istri bisa lebih
dari itu.

Budaya masyarakat Arab zaman dulu menempatkan perempuan sebagai bagian
dari simbol status sosial lelaki, sejajar dengan harta dan tahta.
Makin tinggi kelas sosialnya, makin banyak istri yang dimiliki.

Makin banyak istri, makin tinggi kebanggaannya di mata masyarakat.
Perempuan jelas tidak punya posisi tawar sedikitpun. Mereka cenderung
dilecehkan dan direndahkan.

Mengumpulkan banyak istri bukan hanya dominasi Arab Jahiliyyah saja.
Jawa era kerajaan pun punya perilaku yang tidak jauh beda. Raja
memiliki dua jenis istri: permaisuri dan selir. Permaisuri hanya satu,
tetapi selir bisa puluhan.

Budaya feodal dipadu dengan patriarkhal telah menjadi tempat
persemaian subur bagi poligami. Perempuan dan orang tuanya kadang
menawarkan putrinya untuk dijadikan selir raja, atau dipoligami
orang-orang yang dianggap memiliki bebet, bibit, bobot (3 B) yang
baik. Kiai atau tokoh agama termasuk orang yang dianggap punya
kualitas 3B, sehingga sering ditawari untuk kawin lagi.

Pertanyaannya, apakah Islam mengajarkan poligami. Jawabannya tidak!
Islam justru membawa revolusi berupa penghargaan tinggi terhadap
perempuan, dan disejajarkan dengan laki-laki. Budaya beristri tanpa
batas jumlah diberangus oleh Islam, dengan maksimal yang boleh
dinikahi empat orang. Ini wujud koreksi Islam atas budaya setempat
yang tak layak diteruskan.


Pemelintiran Ayat

Banyak orang mengkambinghitamkan ayat Alquran (4: 3) yang membolehkan
poligami. Ayat ini memuat perintah halus dan diplomasi tingkat tinggi
Tuhan kepada umatnya, agar sebaiknya menikah dengan satu istri.

Ayat ”Nikahilah perempuan-perempuan yang kamu cintai, dua, tiga atau
empat, dan bila takut tidak mampu berbuat adil, nikahilah satu saja”
menunjukkan bahwa Islam promonogami. Mafhum mukhalafah-nya terbaca
dari ”nikahilah wanita yang kamu cintai satu saja.” Ayat itu ditutup
dengan kalimat ”yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”.

Formula if/than dalam ayat itu menunjukkan, poligami dibolehkan dengan
syarat yang berat. Tuhan sudah punya desain kalau manusia pasti tidak
dapat bersikap adil. Karena itu, laki-laki umumnya lebih memilih
berpasangan dengan satu istri. Sebab adil adalah salah satu ”baju”
Tuhan. Manusia pasti kedodoran bila mencoba memakai pakaian tersebut.

Betapapun baik pelaku poligami, umumnya tetap belum bisa diterima
masyarakat secara bulat. Tokoh agama maupun berpenghasilan besar pun
perlu berpikir panjang sebelum memutuskan berpoligami. Alasan
sosiologis ini perlu dipertimbangkan, mengingat kita hidup dalam
masyarakat yang sudah berubah.

Berpoligami bukan hanya bisnis antara manusia dan Tuhan, melainkan
transaksi yang melibatkan manusia dan masyarakat sekitar. Perlu
ditegaskan, poligami dipandang sebagian besar masyarakat bukan 

Re: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami

2009-06-30 Terurut Topik Ari Condro
terima kasih koh, sudah turut serta meramaikan milis.
sayang pertanyaannya engkoh kurang jelas, jadi
mau nimbrung juga rada ribet jadinya.  hehehe ...



2009/7/1 jano ko ko_j...@yahoo.com:

 Janoko :

 Janoko binguunnn dech dengan cara berfikir insan tertentu, lha koq yang jadi
 korban koq mas pria terus, lha yang namanya PSK itu piye ?
 Lalu kalau pria itu berganti pasangan dan baju, emangnya berganti
 pasangannya dengan hantu ?, berganti pasangannya kan juga ame lawan
 jenisnya, hiya tho ?, lha koq yang disalahkan si pria. Gimana dong ?

 Ech ada yang tahu engga, kira - kira si AR ini sudah tahu definisi Poligamis
 tidak ?

 Janoko

 -o0o-

 --- On Wed, 1/7/09, Dwi Soegardi soega...@gmail.com wrote:

 From: Dwi Soegardi soega...@gmail.com
 Subject: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami
 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com, keluarga-sejaht...@yahoogroups.com,
 majelism...@yahoogroups.com
 Date: Wednesday, 1 July, 2009, 5:20 AM

 http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak=70316

 PEREMPUAN

 01 Juli 2009
 Silat Lidah Ayat-ayat Poligami

     * Oleh Abu Rokhmad

 Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks
 agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan.
 Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas
 dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu
 lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya.

 KAUM Adam juga punya ’’keistimewaan’’ lain: pandai bersilat lidah
 untuk membenarkan tindakan poligaminya, dan tahan malu saat digunjing
 masyarakat.

 Pada awal pensyariatannya, poligami dibolehkan karena kecenderungan
 orang Arab saat itu menikahi perempuan tanpa batasan jumlah. Secara
 resmi seorang suami bisa memiliki istri dengan jumlah puluhan, bahkan
 tanpa batas. Ditambah dengan yang tak resmi, jumlah istri bisa lebih
 dari itu.

 Budaya masyarakat Arab zaman dulu menempatkan perempuan sebagai bagian
 dari simbol status sosial lelaki, sejajar dengan harta dan tahta.
 Makin tinggi kelas sosialnya, makin banyak istri yang dimiliki.

 Makin banyak istri, makin tinggi kebanggaannya di mata masyarakat.
 Perempuan jelas tidak punya posisi tawar sedikitpun. Mereka cenderung
 dilecehkan dan direndahkan.

 Mengumpulkan banyak istri bukan hanya dominasi Arab Jahiliyyah saja.
 Jawa era kerajaan pun punya perilaku yang tidak jauh beda. Raja
 memiliki dua jenis istri: permaisuri dan selir. Permaisuri hanya satu,
 tetapi selir bisa puluhan.

 Budaya feodal dipadu dengan patriarkhal telah menjadi tempat
 persemaian subur bagi poligami. Perempuan dan orang tuanya kadang
 menawarkan putrinya untuk dijadikan selir raja, atau dipoligami
 orang-orang yang dianggap memiliki bebet, bibit, bobot (3 B) yang
 baik. Kiai atau tokoh agama termasuk orang yang dianggap punya
 kualitas 3B, sehingga sering ditawari untuk kawin lagi.

 Pertanyaannya, apakah Islam mengajarkan poligami. Jawabannya tidak!
 Islam justru membawa revolusi berupa penghargaan tinggi terhadap
 perempuan, dan disejajarkan dengan laki-laki. Budaya beristri tanpa
 batas jumlah diberangus oleh Islam, dengan maksimal yang boleh
 dinikahi empat orang. Ini wujud koreksi Islam atas budaya setempat
 yang tak layak diteruskan.

 Pemelintiran Ayat

 Banyak orang mengkambinghitamkan ayat Alquran (4: 3) yang membolehkan
 poligami. Ayat ini memuat perintah halus dan diplomasi tingkat tinggi
 Tuhan kepada umatnya, agar sebaiknya menikah dengan satu istri.

 Ayat ”Nikahilah perempuan-perempuan yang kamu cintai, dua, tiga atau
 empat, dan bila takut tidak mampu berbuat adil, nikahilah satu saja”
 menunjukkan bahwa Islam promonogami. Mafhum mukhalafah-nya terbaca
 dari ”nikahilah wanita yang kamu cintai satu saja.” Ayat itu ditutup
 dengan kalimat ”yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat
 aniaya”.

 Formula if/than dalam ayat itu menunjukkan, poligami dibolehkan dengan
 syarat yang berat. Tuhan sudah punya desain kalau manusia pasti tidak
 dapat bersikap adil. Karena itu, laki-laki umumnya lebih memilih
 berpasangan dengan satu istri. Sebab adil adalah salah satu ”baju”
 Tuhan. Manusia pasti kedodoran bila mencoba memakai pakaian tersebut.

 Betapapun baik pelaku poligami, umumnya tetap belum bisa diterima
 masyarakat secara bulat. Tokoh agama maupun berpenghasilan besar pun
 perlu berpikir panjang sebelum memutuskan berpoligami. Alasan
 sosiologis ini perlu dipertimbangkan, mengingat kita hidup dalam
 masyarakat yang sudah berubah.

 Berpoligami bukan hanya bisnis antara manusia dan Tuhan, melainkan
 transaksi yang melibatkan manusia dan masyarakat sekitar. Perlu
 ditegaskan, poligami dipandang sebagian besar masyarakat bukan sebagai
 pelaksanaan syariat agama. Ia lebih dimaknai sebagai egoisme laki-laki
 yang mengatasnamakan agama.

 Emergency exit, yang sering dijadikan argumentasi laki-laki untuk
 berpoligami, kebanyakan malah tidak terpenuhi. Istri sehat dan salihah
 tak layak dipoligami, 

Re: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami (Poligamer di Bali)

2009-06-30 Terurut Topik encosid
mohon dicatat

poligami bukan ajaran islam, Al qur'an dan Hadis mengatur  membatasi poligami
saat ini, poligami juga ada di masyarakat hindu di bali dan berjalan dengan 
aman tanpa hiruk-pikuk


--- Pada Rab, 1/7/09, jano ko ko_j...@yahoo.com menulis:

Dari: jano ko ko_j...@yahoo.com
Topik: Re: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Tanggal: Rabu, 1 Juli, 2009, 10:11 AM
















  
  http://suaramerdeka .com/smcetak/ index.php? fuseaction= beritacetak. 
detailberitaceta kid_beritacetak =70316



PEREMPUAN



01 Juli 2009

Silat Lidah Ayat-ayat Poligami



    * Oleh Abu Rokhmad



Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks

agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan.

Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas

dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu

lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya.



---



Janoko :



Janoko binguunnn dech dengan cara berfikir insan tertentu, lha koq yang jadi 
korban koq mas pria terus, lha yang namanya PSK itu piye ?

Lalu kalau pria itu berganti pasangan dan baju, emangnya berganti pasangannya 
dengan hantu ?, berganti pasangannya kan juga ame lawan jenisnya, hiya tho ?, 
lha koq yang disalahkan si pria. Gimana dong ?



Ech ada yang tahu engga, kira - kira si AR ini sudah tahu definisi Poligamis 
tidak ?



Janoko



-o0o-



--- On Wed, 1/7/09, Dwi Soegardi soega...@gmail. com wrote:



From: Dwi Soegardi soega...@gmail. com

Subject: [wanita-muslimah] Silat Lidah Ayat-ayat Poligami

To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com, keluarga-sejahtera@ yahoogroups. com, 
majelismuda@ yahoogroups. com

Date: Wednesday, 1 July, 2009, 5:20 AM



http://suaramerdeka .com/smcetak/ index.php? fuseaction= beritacetak. 
detailberitaceta kid_beritacetak =70316



PEREMPUAN



01 Juli 2009

Silat Lidah Ayat-ayat Poligami



    * Oleh Abu Rokhmad



Pada dasarnya, laki-laki itu poligamis. Tanpa harus didukung oleh teks

agama sekalipun, laki-laki cenderung tak cukup dengan satu pasangan.

Takdir anatominya yang agresif, dan tak hamil, membuat mereka bebas

dan tanpa risiko ketika gemar berganti pasangan. Laki-laki tak perlu

lambaran cinta dan kesetiaan untuk melepaskan nafsu biologisnya.



KAUM Adam juga punya ’’keistimewaan’’ lain: pandai bersilat lidah

untuk membenarkan tindakan poligaminya, dan tahan malu saat digunjing

masyarakat.



Pada awal pensyariatannya, poligami dibolehkan karena kecenderungan

orang Arab saat itu menikahi perempuan tanpa batasan jumlah. Secara

resmi seorang suami bisa memiliki istri dengan jumlah puluhan, bahkan

tanpa batas. Ditambah dengan yang tak resmi, jumlah istri bisa lebih

dari itu.



Budaya masyarakat Arab zaman dulu menempatkan perempuan sebagai bagian

dari simbol status sosial lelaki, sejajar dengan harta dan tahta.

Makin tinggi kelas sosialnya, makin banyak istri yang dimiliki.



Makin banyak istri, makin tinggi kebanggaannya di mata masyarakat.

Perempuan jelas tidak punya posisi tawar sedikitpun. Mereka cenderung

dilecehkan dan direndahkan.



Mengumpulkan banyak istri bukan hanya dominasi Arab Jahiliyyah saja.

Jawa era kerajaan pun punya perilaku yang tidak jauh beda. Raja

memiliki dua jenis istri: permaisuri dan selir. Permaisuri hanya satu,

tetapi selir bisa puluhan.



Budaya feodal dipadu dengan patriarkhal telah menjadi tempat

persemaian subur bagi poligami. Perempuan dan orang tuanya kadang

menawarkan putrinya untuk dijadikan selir raja, atau dipoligami

orang-orang yang dianggap memiliki bebet, bibit, bobot (3 B) yang

baik. Kiai atau tokoh agama termasuk orang yang dianggap punya

kualitas 3B, sehingga sering ditawari untuk kawin lagi.



Pertanyaannya, apakah Islam mengajarkan poligami. Jawabannya tidak!

Islam justru membawa revolusi berupa penghargaan tinggi terhadap

perempuan, dan disejajarkan dengan laki-laki. Budaya beristri tanpa

batas jumlah diberangus oleh Islam, dengan maksimal yang boleh

dinikahi empat orang. Ini wujud koreksi Islam atas budaya setempat

yang tak layak diteruskan.



Pemelintiran Ayat



Banyak orang mengkambinghitamkan ayat Alquran (4: 3) yang membolehkan

poligami. Ayat ini memuat perintah halus dan diplomasi tingkat tinggi

Tuhan kepada umatnya, agar sebaiknya menikah dengan satu istri.



Ayat ”Nikahilah perempuan-perempuan yang kamu cintai, dua, tiga atau

empat, dan bila takut tidak mampu berbuat adil, nikahilah satu saja”

menunjukkan bahwa Islam promonogami. Mafhum mukhalafah-nya terbaca

dari ”nikahilah wanita yang kamu cintai satu saja.” Ayat itu ditutup

dengan kalimat ”yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat

aniaya”.



Formula if/than dalam ayat itu menunjukkan, poligami dibolehkan dengan

syarat yang berat. Tuhan sudah punya desain kalau manusia pasti tidak

dapat bersikap adil. Karena itu, laki-laki umumnya lebih memilih

berpasangan dengan satu