Budi Rahardjo wrote:
> On 1/8/06, fade2blac <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> > Contoh, jika ingin dipaksa meniru India, kenapa nggak ditiru sistem
> > buku murah,
>
> Sebetulnya, di Indonesia *LEBIH MURAH*, yaitu buku bajakan!
> Mengapa ini tidak dimanfaatkan?
> Saya khawatir mau ada buku murah pun kalau nggak ada
> keinginan ya percuma saja. Sekarang toh sudah ada buku "murah"
> (alias bajalan). Kita lupakan dulu masalah legal atau ilegalnya.
> Pada kenyataannya mahasiswa sudah memiliki akses ke buku murah.

Seratus persen setuju Pak Budi.

Saya termasuk pengkoleksi buka Hardy di Mangga 2 dan kadang2 beli juga
tuh yang ada di deket kampus ITB.

Hebatnya toko buku hardi tersebut koleksi bukunya cepat sekali ada
meskipun bukunya baru keluar,ini saya bandingkan dengan toko buka di
singapur.



> Kalau India, memang banyak buku murah - baik yang resmi maupun
> yang tidak resmi (aka bajakan). Saya sempat menengok Old Delhi
> dan masuk ke toko buku bajakan. Harganya memang murah.
> Bahkan, ada orang Indonesia yang sengaja akan pergi ke India
> khusus untuk beli buku murah (resmi atau bajakan saya tidak tahu).

Toko buku di Bangalore India gak enak lho,kaya' toko buku tahun 1980an
di Pasar Senen atau Pasar Baru gak bisa baca buku disitu alias gak
nyaman.Gramedia Jakarta jauh lebih nyaman.

> Yes, buku murah memang penting, tapi semangat mau baca
> lebih penting lagi. Baca yuuuukkk.

Kalo mau lebih pas: "semangat mau maju" :-)

Kalo dah punya semangat mau maju,persoalan buku mahal gak jadi soal
karena banyak buku bajakan.Ini prinsip yang harus dimiliki individu
masing2.

Apalagi jamanya sekarang "The World is Flat" :-)

Carlos

Kirim email ke