CiKEAS Dari Amerika: K-Video: Tania Gunadi, Dari Bandung Ke Layar Kaca Amerika

2010-02-12 Terurut Topik John Oei




Jembatan
Info Indonesia
Amerika

 

Banyak artikel menarik di
KabariNews.com minggu ini:

 

K-Video: Tania
 Gunadi, Dari Bandung
 Ke Layar Kaca AmerikaIni Dia .. Pandangan Awal DPR Dalam Kasus 
CenturyPetani Pare-Pare Mendadak Dapat
 Uang Rp.13 TriliunKenali 7 Tanda-tanda Pasangan Selingkuh

 



  
 Silakan Klik Disini




  

CiKEAS Petroleum Fund Quarterly Report

2010-02-12 Terurut Topik sunny
Di Timor Leste pendapatan hasil minyak dan gas diumumkan, bagaimana dengan NKRI 
yang juga menghasilkan gas dan minyak, apakah hasil pendapatan hasil kekyaan 
alam diumumkan ataukah menjadi rahasia penguasa negara?


  

  Autoridade Bankária  Pagamentu Timor-Leste nian (ABP)
  Banking and Payments Authority of Timor-Leste

  Petroleum Fund Quarterly Report
  Quarter ended 31 December 2009

  PRESS RELEASE

  The Banking  Payments Authority (BPA) today released the Quarterly Report 
ended 31 December 2009 of the Petroleum Fund of Timor-Leste showing that the 
Capital of the fund as of 31 December 2009 was $5,376.63 million compared to 
$5,301.57 million at the end of September 2009.

  The report shows that the gross capital inflows during the quarter were 
$394.03 million, consisting of US$ 155.30 million as contributions of taxpayer 
to the Fund, royalty contributions from the NPA (National Petroleum Authority) 
of US$ 233.49 million and other receipt was US$ 5, 24 million.

  The investment income of the Fund was -5.63 million of which the coupon and 
interest received was $43.64 million and the change in the market valuation was 
$-49.30 million. This resulted in a portfolio return of the Fund for the 
quarter of -0.10%, while the benchmark return for the period was -0.10%. The 
portfolio return was exactly the same with the benchmark return and within the 
mandate.

  The Petroleum Fund law specifies that the BPA, as the future central bank of 
Timor-Leste, is the agent responsible for the operational management of the 
Fund. The Ministry of Finance is responsible for setting the overall investment 
strategy for the Fund.

  The mandate given to the BPA has not changed, namely to manage the fund 
closely to the Merrill Lynch 0-5 years US Government Bond Index, while the 
mandate given to the BIS is to manage a diversified bond portfolio in an 
enhanced return manner with the objective of outperforming the Benchmark while 
maintaining an ex ante tracking error within 100 basis points.

  The BPA has managed the portfolio close to the benchmark over the first 18 
quarters. The difference in return between the portfolio and the benchmark 
since the inception
  of the fund in 2005 is -0.06 basis points

  Highlights of the XVIII Quarterly Report, which covers the period from 1 
October to 31 December 2009, include:

  . The opening balance was $5,301.57million.

  . Net receipts during the quarter were $394.03 million which consisted of 
taxpayer receipts of $155.30 million, royalty receipts of $233.49 million and 
other receipt was $5.24 million. The fund outflows were $313.43 million which 
compose of $312 million was transferred to the State Budget while $1.34 million 
was to cover the operational management costs. The net capital flow was $80.69 
million.

  . The portfolio return was -0.10 % for the quarter while the benchmark return 
was -0.10 %. The excess return was 0 (zero) basis point. Investment income 
during the quarter was $-5.63 million consisting of interest income was $43.64 
million and market revaluations of -$49.30 million.

  . The closing balance was $ 5,376.63 million.

  The quarterly reports, as well as the Petroleum Fund law and Management 
Agreement, are available from the Banking  Payments Authority's website  
www.bancocentral.tl .

  Further information may be obtained from:
  Venancio Alves Maria
  Executive Director
  Petroleum Fund Management,
  Banking  Payments Authority of Timor-Leste
  Email: venancio.ma...@bancocentral.tl
  Telephone: (670) 3313718
  Dili, 8 February 2010.

CiKEAS Maroko, Polisario Gagal Capai Perjanjian Sahara Barat

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://www.antaranews.com/berita/1265948281/maroko-polisario-gagal-capai-perjanjian-sahara-barat

Maroko, Polisario Gagal Capai Perjanjian Sahara Barat
Jumat, 12 Pebruari 2010 11:18 WIB | Mancanegara | Timur Tengah/Afrika | 
Markas PBB, New York (ANTARA News/AFP) - Maroko dan gerakan kemerdekaan Front 
Polisario pada Jumat gagal mempersempit perbedaan mereka mengenai Sahara Barat 
yang disengketakan, setelah dua hari pembicaraan tidak resmi di Markas 
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS).

Chritopher Ross, utusan pribadi Sekjen PBB Ban Ki-moon untuk Sahara Barat, 
mengatakan bahwa dalam sebuah pernyataan di akhir pembicaraan itu bahwa tidak 
ada pihak yang mau menerima usul pihak lainnya sebagai dasar bagi berlanjutnya 
pembicaraan di masa mendatang.

Ia menyatakan, kedua pihak bagaimanapun telah menegaskan kembali komitmen 
mereka untuk meneruskan pembicaraan mereka secepat mungkin.

Menurut dia, untuk maksud itu, ia berencana melakukan perjalanan ke wilayah 
tersebut guna berkonsultasi lagi dengan berbagai pihak terkait. 

Ross mengatakan, pembicaraan itu dilakukan dalam suasana kerja yang serius, 
keterusterangan dan saling menghormati.

Pertemuan tertutup di Pusat Pengetahuan IBM di dusun kecil Armonk itu meniru 
pertemuan tidak resmi yang sama di Austria Agustus lalu. Pembicaraan itu 
ditujukan untuk memuluskan jalan bagi putaran kelima pembicaraan resmi antara 
pihak-pihak tersebut.

Empat putaran sebelumnya yang diadakan di Manhasset New York Juni 2007 gagal 
untuk memecahkan perselisihan mengenai wilayah kaya pospat yang dicaplok Maroko 
pada 1975 setelah mundurya penguasa kolonial Spanyol.

Pencaplokan atas wilayah itu telah memicu perang antara pasukan Maroko dan 
gerilyawan Polisario yang didukung Aljazair. 

Kedua belah pihak menyetujui gencatan senjata pada 1991 tapi pembicaraan yang 
disponsori PBB mengenai masa depan Sahara Barat sejak itu tidak menghasilkan 
kemajuan.

Rabat telah berjanji untuk memberi Sahara Barat otonomi luas tapi 
mengesampingkan kemerdekaan.

Front Polisario yang mendapat dukungan Aljazair menginginkan referendum untuk 
memutuskan nasib sendiri dengan kemerdekaan sebagai salah satu opsi.

Mohammed Khadad, seorang pejabat senior Polisario yang menghadiri pertemuan di 
Armonk, menjelaskan berbagai pihak yang terlibat, Rabu, memusatkan perhatian 
pada masalah hak asasi manusia dan langkah-langkah untuk membangun kepercayaan.

Namun, kepada AFP, ia mengatakan bahwa Rabat terus mengecilkan masalah hak 
asasi manusia dan menolak bukti komisi internasional atau pengawasan atas 
dugaan pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak melalui Misi PBB untuk 
Referendum Sahara Barat (MINURSO) atau kantor Komisaris Tinggi untuk Pengungsi.

Bola berada di Dewan Keamanan, kata Khadad.

Ia menekankan bahwa badan PBB yang memiliki 15 anggota itu harus memecahkan 
masalah hak asasi manusia ketika mereka bertemu April mendatang guna memutuskan 
pembaruan mandat MINURSO.

Delegasi Maroko tidak memberi komentar.

Tahun lalu, beberapa anggota Dewan Keamanan PBB menyuarakan keprihatinan mereka 
mengenai situasi HAM di Sahara Barat.

Beberapa diplomat menyatakan bahwa DK-PBB mungkin akan mengubah mandat MINURSO 
yang di dalamnya tercakup pengawasan hak asasi manusia.
(Uu.S008/R013/P003)foto-polandia.jpg

CiKEAS Kok Bangsa Ini Tak Besar-besar? (RALAT)

2010-02-12 Terurut Topik sunny
Refleksi: Tak akan bisa dibesarkan, sebab selalu dikerdilkan oleh para bandit 
penguasa penerus masa silam kegelapan.

http://www.antaranews.com/kolom/?i=1264073631

Kok Bangsa Ini Tak Besar-besar?
Kamis, 21 Januari 2010 18:33 WIB | | Dibaca 8147 kali
Alfan Alfian
Bung, baru kemarin ya dapat buku itu. Buku yang sering disebut-sebut Pak mantan 
ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie itu lho. Itu tu, bukunya 
Profesor Arysio Santos yang cukup menghebohkan, membuat kita merasa gimana 
gitu. 

Judulnya cukup provokatif, Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The 
Definitive Localization of Plato's Lost Civilization. Yang mengejutkan dari 
temuan Prof. Santos, yang Geolog dan Fisikawan Nuklir Brazil itu mencatat 
temuan yang mengejutkan, bahwa Indonesia ini ternyata merupakan tempat lahirnya 
peradaban besar dunia, sebagaimana pernah disebut-sebut oleh Plato, yakni 
peradaban Atlantis yang hilang. 

Hehe, aku tahu, kelihatannya Bung akan langsung nyeletuk, kalau kita bangsa 
besar, tempat peradaban besar pernah singgah, lantas mau apa? Mau bangkit? 
Bangkit apa? Bukankah kita sudah lama jadi the sleeping giant? Bahwa kita 
bangsa yang besar, ya. Luas. Kaya. 

Koes Plus menggambarkannya ke dalam bait-bait berjilid-jilid lagu Nusantara. 
Tapi, realitasnya kita sekarang kalah jauh lho dibanding banyak negeri lain. 
Ini bangsa yang bongsor, seperti kisah Gulliver, yang tertawan oleh 
kurcaci-kurcaci entah siapa (coba hayo siapa?).

Bung, ingat nggak kegelisahan Mohammad Hatta tempo dulu? Itu lho yang soal 
kutipannya dari penyair Jerman Friedrich von Schiller, Sebuah abad besar telah 
lahir. Tetapi, ia menemukan generasi yang kerdil. 

Maksudku begini Bung, aku kira itu merupakan peringatan bagi kita, sejak 
Indonesia diproklamasikan sebagai negara-bangsa modern: kita ini bangsa yang 
mestinya besar lho, makanya kita juga harus siap untuk menjadi manusia-manusia 
besar, bukan manusia-manusia kerdil. Bukan besar atau kerdil dalam arti 
fisik lho ya. Tapi mindset kita Bung.
 
Seorang pengarang berkaliber internasional berkewarganegaraan Singapura, Bung, 
pernah menyentil melalui makalah seminarnya, yang kemudian menjadi judul 
bukunya, Can Asian Think? Mengapa kita yang di Asia ini kalah jauh dengan 
bangsa-bangsa Barat, kecuali beberapa, tanya Kishore Mahbubani, sang pengarang 
buku itu? 

Mengapa hanya Jepang yang dicatat mampu menandingi kelas pencapaian peradaban 
Barat? Pikir Bung apa kira-kira. Apakah betul kita, orang Asia ini tak dapat 
berpikir? Wabil khusus Bung, apakah bangsa ini, tak mampu berpikir?

Maaf bung kalau pertanyaan yang terakhir itu terkesan ekstrim. Jelas kita bisa 
berpikir. Kalau tidak, mana mungkin para pejuang pergerakan nasional kita tempo 
dulu mampu merekonstruksi jajahan Hindia-Belanda ini dimerdekakan sebagai 
Indonesia. 

Pembangunan identitas kebangsaan itu, sesuatu yang luar biasa lho Bung. Jangan 
lupa itu. Bolehlah kita catat lagi di sini nasihat Bung Karno agar setelah 
merdeka nation and character building terus dilanjutkan. 

Itu merupakan proses yang abadi, yang harus kita lanjutkan terus-menerus 
sebagai kaum Nasionalis. Semua kita Nasionalis kok, mudah-mudahan. Kata-kata 
Nasionalis, sebaiknya nggak usah dipolitisasi Bung, tak harus 
diperhadap-hadapkan dengan kelompok agama, misalnya.

Lho, kita ini kan negara Pancasila Bung. Menurut Almarhum Gus Dur, Pancasila 
itu merupakan suatu konsensus nasional kita, suatu karya agung para pendiri 
bangsa ini. Bagi sebuah bangsa yang plural ini, pancasila itu karya agung lho. 

Dunia mengakuinya. Bhinneka Tunggal Ika itu kan mirip dengan semboyan bangsa 
Amerika E Pluribus Unum. Tapi beda lho Bung. Kita berbeda-beda, tetapi tetap 
satu, bahwa keberbedaan kita tak usah dipaksa-paksa untuk dihomogenkan. Kalau 
E Pluribus Unum itu harfiah artinya dari banyak menjadi satu. 

Kita pernah punya pengalaman Bung, ketika Pancasila menjadi sesuatu yang 
menakutkan, karena seringnya dipakai sebagai palu Godam kekuasaan. Zaman Orde 
Baru itu lho Bung. Maksudnya baik sih. Tetapi proyek homogenisasi dan 
penafsiran secara tunggal, telah memunculkan celah yang lebar bagi pelanggengan 
kekuasaan rezim. 

Saya ingat Bung salah satu bait sajaknya Cak Nun tempo dulu, dalam kumpulan 
puisinya berjudul Sesobek Buku Harian Indonesia (1993), bahwa, Kalau negara 
mau kuat, maka rakyat harus dilemahkan.

Rumus baku demikian, tentu sudah tidak lagi berlaku ya Bung pada era reformasi 
ini. Atau, bermutasi ke dalam bentuk lain? Misalnya, Kalau mau berkuasa dan 
bertahan di dalam kekuasaan, maka rakyat harus dibodohkan, begitukah? 

Peninabobokan daya kritis rakyat itu, bukankah tak bagus bagi upaya membangun 
kembali peradaban besar kita Bung? Bukankah membangun peradaban Indonesia 
mempersyaratkan kecerdasan sumberdaya manusia, yang notabene kecerdasan 
rakyatnya?

Apakah politik itu sama dengan membodohi rakyat Bung? Bukankah politik itu 
seharusnya mencerdaskan rakyat?

Dan Bung, ini yang terakhir Bung, sebelum surat elektronik ini saya 

CiKEAS Kok Bangsa Ini Tak Besar-besar?

2010-02-12 Terurut Topik sunny
Refleksi: Tak bisa akan dibesarkan, sebab selalu dikerdilkan oleh para bandit 
penerus masa silam kegelapan.

http://www.antaranews.com/kolom/?i=1264073631

Kok Bangsa Ini Tak Besar-besar?
Kamis, 21 Januari 2010 18:33 WIB | | Dibaca 8147 kali
Alfan Alfian
Bung, baru kemarin ya dapat buku itu. Buku yang sering disebut-sebut Pak mantan 
ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie itu lho. Itu tu, bukunya 
Profesor Arysio Santos yang cukup menghebohkan, membuat kita merasa gimana 
gitu. 

Judulnya cukup provokatif, Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The 
Definitive Localization of Plato's Lost Civilization. Yang mengejutkan dari 
temuan Prof. Santos, yang Geolog dan Fisikawan Nuklir Brazil itu mencatat 
temuan yang mengejutkan, bahwa Indonesia ini ternyata merupakan tempat lahirnya 
peradaban besar dunia, sebagaimana pernah disebut-sebut oleh Plato, yakni 
peradaban Atlantis yang hilang. 

Hehe, aku tahu, kelihatannya Bung akan langsung nyeletuk, kalau kita bangsa 
besar, tempat peradaban besar pernah singgah, lantas mau apa? Mau bangkit? 
Bangkit apa? Bukankah kita sudah lama jadi the sleeping giant? Bahwa kita 
bangsa yang besar, ya. Luas. Kaya. 

Koes Plus menggambarkannya ke dalam bait-bait berjilid-jilid lagu Nusantara. 
Tapi, realitasnya kita sekarang kalah jauh lho dibanding banyak negeri lain. 
Ini bangsa yang bongsor, seperti kisah Gulliver, yang tertawan oleh 
kurcaci-kurcaci entah siapa (coba hayo siapa?).

Bung, ingat nggak kegelisahan Mohammad Hatta tempo dulu? Itu lho yang soal 
kutipannya dari penyair Jerman Friedrich von Schiller, Sebuah abad besar telah 
lahir. Tetapi, ia menemukan generasi yang kerdil. 

Maksudku begini Bung, aku kira itu merupakan peringatan bagi kita, sejak 
Indonesia diproklamasikan sebagai negara-bangsa modern: kita ini bangsa yang 
mestinya besar lho, makanya kita juga harus siap untuk menjadi manusia-manusia 
besar, bukan manusia-manusia kerdil. Bukan besar atau kerdil dalam arti 
fisik lho ya. Tapi mindset kita Bung.
 
Seorang pengarang berkaliber internasional berkewarganegaraan Singapura, Bung, 
pernah menyentil melalui makalah seminarnya, yang kemudian menjadi judul 
bukunya, Can Asian Think? Mengapa kita yang di Asia ini kalah jauh dengan 
bangsa-bangsa Barat, kecuali beberapa, tanya Kishore Mahbubani, sang pengarang 
buku itu? 

Mengapa hanya Jepang yang dicatat mampu menandingi kelas pencapaian peradaban 
Barat? Pikir Bung apa kira-kira. Apakah betul kita, orang Asia ini tak dapat 
berpikir? Wabil khusus Bung, apakah bangsa ini, tak mampu berpikir?

Maaf bung kalau pertanyaan yang terakhir itu terkesan ekstrim. Jelas kita bisa 
berpikir. Kalau tidak, mana mungkin para pejuang pergerakan nasional kita tempo 
dulu mampu merekonstruksi jajahan Hindia-Belanda ini dimerdekakan sebagai 
Indonesia. 

Pembangunan identitas kebangsaan itu, sesuatu yang luar biasa lho Bung. Jangan 
lupa itu. Bolehlah kita catat lagi di sini nasihat Bung Karno agar setelah 
merdeka nation and character building terus dilanjutkan. 

Itu merupakan proses yang abadi, yang harus kita lanjutkan terus-menerus 
sebagai kaum Nasionalis. Semua kita Nasionalis kok, mudah-mudahan. Kata-kata 
Nasionalis, sebaiknya nggak usah dipolitisasi Bung, tak harus 
diperhadap-hadapkan dengan kelompok agama, misalnya.

Lho, kita ini kan negara Pancasila Bung. Menurut Almarhum Gus Dur, Pancasila 
itu merupakan suatu konsensus nasional kita, suatu karya agung para pendiri 
bangsa ini. Bagi sebuah bangsa yang plural ini, pancasila itu karya agung lho. 

Dunia mengakuinya. Bhinneka Tunggal Ika itu kan mirip dengan semboyan bangsa 
Amerika E Pluribus Unum. Tapi beda lho Bung. Kita berbeda-beda, tetapi tetap 
satu, bahwa keberbedaan kita tak usah dipaksa-paksa untuk dihomogenkan. Kalau 
E Pluribus Unum itu harfiah artinya dari banyak menjadi satu. 

Kita pernah punya pengalaman Bung, ketika Pancasila menjadi sesuatu yang 
menakutkan, karena seringnya dipakai sebagai palu Godam kekuasaan. Zaman Orde 
Baru itu lho Bung. Maksudnya baik sih. Tetapi proyek homogenisasi dan 
penafsiran secara tunggal, telah memunculkan celah yang lebar bagi pelanggengan 
kekuasaan rezim. 

Saya ingat Bung salah satu bait sajaknya Cak Nun tempo dulu, dalam kumpulan 
puisinya berjudul Sesobek Buku Harian Indonesia (1993), bahwa, Kalau negara 
mau kuat, maka rakyat harus dilemahkan.

Rumus baku demikian, tentu sudah tidak lagi berlaku ya Bung pada era reformasi 
ini. Atau, bermutasi ke dalam bentuk lain? Misalnya, Kalau mau berkuasa dan 
bertahan di dalam kekuasaan, maka rakyat harus dibodohkan, begitukah? 

Peninabobokan daya kritis rakyat itu, bukankah tak bagus bagi upaya membangun 
kembali peradaban besar kita Bung? Bukankah membangun peradaban Indonesia 
mempersyaratkan kecerdasan sumberdaya manusia, yang notabene kecerdasan 
rakyatnya?

Apakah politik itu sama dengan membodohi rakyat Bung? Bukankah politik itu 
seharusnya mencerdaskan rakyat?

Dan Bung, ini yang terakhir Bung, sebelum surat elektronik ini saya tutup, 

CiKEAS Olam Singapore donates two ambulances to West Sumatra

2010-02-12 Terurut Topik sunny
Refleksi : Ayo para petinggi dan pengusaha NKRI jangan kikir dengan hanya 
sumbangkan kambing dan sapi waktu hari raya, tetapi sumbangkanlah alat-alat 
berguna tahan lama untuk kepentingan masyarakat berkesusahan. Kalau kambing, 
ayam, sapi disembelih dan dimakan paling-paling dua hari sudah habis, harus 
tunggu 350 hari lagi baru ada bila tiba belas kasihan.


http://www.antaranews.com/en/news/1265964939/olam-singapore-donates-two-ambulances-to-west-sumatra

Olam Singapore donates two ambulances to West Sumatra
Friday, February 12, 2010 15:55 WIB | National | | 
Padang (ANTARA News) - International agri-commodity company Olam Singapore has 
donated two ambulances to West Sumatra`s provincial administration.

The two Grand Max Long Chasis ambulances were handed by Olam marketing director 
for Indonesia, De Samanta Kumar, to West Sumatra provincial administration 
secretary Firdaus K here on Thursday at a function to lay the first cornerstone 
of elementary school SDN 07 Gurung Laweh in Padang.

De Samanta Kumar said here on Friday Olam was an agri commodity company based 
in Singapore which has been operating in Indonesia for 15 years and six months 
in West Sumatra.

Samanta said the company was giving the ambulances to West Sumatra to help 
victims of disasters.We were also a victims of last year`s earthquake because 
when it happened I was in Padang city, Samanta said, adding that the donation 
was channeled through Indonesia`s Regional Representatives Council (DPD) Task 
Force led by Gusti Kanjeng Ratu Hemas.

The two ambulances would be used together bythe West Sumara provincial 
administration and the Padang Pariaman district administration as moving 
clinics in the aftermaths of disasters.

According to Samanta, Olam company would continue to give assistance to West 
Sumatra in the form of a Corporate Social Responsibility (CSR) program for the 
social and economic empowerment of cocoa farmers.(*)


CiKEAS Patung Buddha Berwajah Gus Dur Ditutup

2010-02-12 Terurut Topik sunny
  
http://www.antaranews.com/berita/1265968460/patung-buddha-berwajah-gus-dur-ditutup

Patung Buddha Berwajah Gus Dur Ditutup
Jumat, 12 Pebruari 2010 16:54 WIB | Peristiwa | Pendidikan/Agama | 
Magelang (ANTARA News) - Patung Buddha berwajahPresiden ke-4 RI, Abdurrahman 
Wahid (Gus Dur) di Studio Mendut Magelang karya pematung Cipto Purnomo yang 
menimbulkan kontroversi akhirnya ditutup dengan ranting-ranting kayu.

Berdasarkan pantauan, Jumat, patung tersebut kini ditutup ranting kayu dan di 
depannya dipasang beberapa tulisan, yaitu Patung ditutup untuk umum, dan 
Menunggu usulan bijak patung ini sebaikknya dibagaimanakan?

Selain itu, Akan menyerahkan pertimbangan kepada pihak yang kompeten, Mohon 
maaf kepada yang tidak berkenan atas kelemahan kami, Demi pembelajaran kami 
yang warga dusun gunung yang sangat butuh pencerahan (manusia jauh lebih 
penting dari patung).

Patung untuk memperingati 40 hari wafatnya Gus Dur tersebut ternyata membuat 
Dewan Pengurus Pusat Theravada Indonesia melayangkan protes terhadap karya 
seniman Magelang itu karena dianggap melecehkan simbol agama Buddha.

Demi kebaikan bersama maka patung tersebut ditutup dan kami tidak tahu sampai 
kapan akan ditutup, kata budayawan yang juga pemilik Stodio Mendut, Sutanto.

Ia mengatakan, tidak ada maksud seniman melecehkan Buddha. Karya tersebut untuk 
menggambarkan seorang Gus Dur yang pluralis, tidak membeda-bedakan agama, etnis 
maupun bangsa.

Harapan saya, tidak hanya masalah patung, bidang hukum, pendidikan dan 
lainnya, bangsa ini masih harus banyak belajar, katanya.Pengasuh Pondok 
Pesantren Tegalrejo, KH. Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) menyatakan tidak ada maksud 
Cipto melecehkan pada agama tertentu.

Sejak awal saya sudah mengatakan patung itu sebagai karya seni sebagai 
ungkapan cinta terhadap Gus Dur, karena Gus Dur tidak pernah melecehkan agama 
lain.Ia mengatakan, Gus Dur itu bukan hanya milik satu kelompok, tetapi milik 
seluruh bangsa.

Ia berharap, kepada pihak yang merasa tersinggung dengan hasil karya tersebut 
untuk bisa memahami dan kalau memang dianggap melecehkan seniman harus minta 
maaf.

Selain patung Budha berwajah Gus Dur yang diberi judul Sinar Hati Gus Dur, 
dua patung lain di Studio Mendut yakni Gunung Gus Dur karya Ismanto dan 
Presiden di Sarang Penyamun karya Samsudin juga ikut ditutup dengan kain. 
(H018/A038)





4_9_3.gif

sig.jsp?pc=ZSzeb098pp=GRfox000
Description: Binary data


CiKEAS Allah row signals Malay race fear

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8505724.stm

Page last updated at 01:54 GMT, Friday, 12 February 2010


Allah row signals Malay race fear 
By Vaudine England 
BBC News, Kuala Lumpur 

Malay, Chinese and Indian Malaysians, thrown together by a colourful past, have 
often managed a mutual accommodation of each other's different faiths and 
cultures. 

But the recent argument over the use of the word Allah has provoked strident 
- and divergent - views both within the Muslim community and outside it. 

So too has the labelling of Indian and Chinese Malaysians as pendatang, or 
immigrants, by a senior ruling party member, Nasir Safar. 

He lost his job as adviser to the Prime Minister Najib Razak 12 hours later. 

Meanwhile, the cancellation of a concert by US singer Beyonce, the arrest of 
young unmarried couples for close proximity and the caning sentence given to 
a mother for drinking beer have all attracted international attention. 

Such rows call into question whether Malaysia is a state in which different 
races and faiths live in equality and comfort with each other, or whether the 
country is becoming more conservatively Muslim at the expense of others. 

Change of direction 

The results of the 2008 elections ramped up the tension. 

The ruling coalition still won, but with a much reduced majority in the worst 
result in 50 years. 


Norani Othman, a professor at the Institute of Malaysian and International 
Studies (IKMAS) at Universiti Kebangsaan Malaysia, says that after 
independence, there was a national emphasis on consensus-building and equality. 

That was adapted, after race riots in 1969, to more overtly pro-Malay policies. 

As Muslim nations around the world struggled to modernise, yet not lose touch 
with their traditional roots, the influence of Islamist parties expanded. 

In Malaysia, that pitted the ruling United National Malays Organisation (Umno) 
against the Islamic Party of Malaysia (PAS) with the result that the 1980s saw 
a deliberate process of Islamisation. 

What were once affirmative action policies geared to help Malays catch up 
with other Malaysians became policies enshrining Malay primacy or ascendancy, 
and being Malay meant being Muslim. 

Institutions deemed to conform with Islamic principles and values were created 
- Islamic banks, Islamic insurance, Islamic university - there was even talk of 
Islamising knowledge. 

The list of matters judged to be under the jurisdiction of Islamic laws has 
expanded over the decades. 

Just as the so-called race riots of 1969 were in fact a sign of systemic 
breakdown, as Australian academic Clive Kessler argues, so do the current 
tensions pose a direct challenge to Malaysia's founding aspirations of a 
diverse and democratic nation, argues Prof Othman. 

Malay-ness 

The trend, she says, is clear: It is one of a steady increase in religious 
authoritarianism and intolerance, emanating from many key sectors and 
influential levels of Malaysian Muslim society. 

National citizenship training has sparked recent controversy, with some critics 
saying it was contributing to an apparently unstoppable rise of race and 
faith-based exclusivity. 


Participants report they are told that the only thing left for the Malay 
community is power, because they are a majority, and that any loss of power 
could mean they become something like an American Indian in their own country, 
one source said. 

Shoring up that power involves the projecting of the Other, the non-Malay, as 
always conspiring or wanting to take over, she said. 

That siege mentality is expressed in the claim that non-Muslims using the word 
Allah might convert Muslims - even when figures suggest that Islam is the 
fastest growing faith in the country. 

A new group called Perkasa - meaning strengthen - is avowedly pro-Malay. 
Critics call it chauvinistic. 

Its founder, Ibrahim Ali, says: If the Malays are not happy, then it will 
become a problem. 

Rising stars such as Idris Haron, MP for Melaka and a member of Umno's Supreme 
Council, has supported party colleagues who describe non-Malays as 
immigrants. 

Yes the fundamental structure of the country is race-based, says Mr Haron. 

It is the Malaysian way of life that a Malay must be a Muslim, he says - and 
that Malays are rightfully the top priority when it comes to political 
development. 

Mr Haron argues that the Chinese and Indians in Malaysia live far better than 
they would in other countries, thanks to Malay tolerance and generosity. 

One Malaysia? 

But the determination of one's rights according to one's race and religion 
profoundly worries not only Malaysia's many more liberal minds - it bothers the 
strategists behind the ruling coalition too. 

They know that loyal non-Malays no longer see them as representative of a 
pluralist centre of Malaysian life. 


 We don't have an effective channel of communication between the communities  
Chandra Muzaffar 
The elections in March 2008 also showed 

CiKEAS Nama Ibu Kota ''Mangupura'' Resmi Digunakan

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitakid=2id=30028

  12 Februari 2010 | BP
 
  Sejarah Baru Kabupaten Badung 
  Nama Ibu Kota ''Mangupura'' Resmi Digunakan 
  Mangupura (Bali Post) -

  Sejarah baru bagi Kabupaten Badung, terukir Jumat (12/2) kemarin. Badung 
kini telah memiliki nama ibu kota yakni ''Mangupura''. Penggunaan nama 
Mangupura diresmikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) H. Gamawan Fauzi, melalui 
seremoni dan simbolis penyerahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 67 tahun 2009 
tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Badung dari wilayah Kota Denpasar ke 
wilayah Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, yang digelar di lapangan Pusat 
Pemerintahan (Puspem) Badung, Mangupraja Mandala, Mangupura, Badung.

  Peresmian tersebut disaksikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Ketua 
DPRD Badung Drs. I Made Sumer, Apt., Dirjen Pemerintahan Umum Depdagri 
Sutrisno, serta tidak kurang dari seribu undangan baik dari unsur Pemerintahan 
Provinsi Bali, kabupaten/kota se-Bali maupun komponen masyarakat mulai dari 
bendesa adat, pekaseh, sekaa-sekaa seni serta penglingsir puri.

  Penetapan nama ibu kota Badung sebetulnya telah dilaksanakan 16 November 
2009 lalu oleh Presiden. Nama Mangupura memiliki arti kota yang menawan hati, 
tempat mencari keindahan, kedamaian dan kebahagiaan yang mendatangkan 
kesejahteraan serta menumbuhkan rasa aman bagi masyarakatnya.

  Ibu kota Badung meliputi sembilan desa/kelurahan di wilayah Kecamatan 
Mengwi yaitu Desa Mengwi, Desa Gulingan, Desa Mengwitani, Desa Kekeran, 
Kelurahan Kapal, Kelurahan Abianbase, Kelurahan Lukluk, Kelurahan Sempidi dan 
Kelurahan Sading.

  Bupati Badung A.A. Gde Agung, S.H. dalam sambutannya mengatakan, 
pembangunan Puspem Badung dilatarbelakangi proses pemekaran Kabupaten Badung 
menjadi dua wilayah yakni Kabupaten Badung dan Kodya Denpasar pada tahun 1992. 
Pemekaran tersebut secara faktual telah menyebabkan Daerah Administratif Kodya 
Denpasar saat itu terdapat dua pusat pemerintahan. Atas dasar tersebut ada 
pemikiran untuk memiliki sebuah pusat pemerintahan yang berada di wilayah 
Kabupaten Badung.

  Setelah didahului pembelian lahan, tahun 2007 Puspem Badung mulai 
dibangun di atas lahan 46,6 Ha. Bupati Gde Agung juga menyampaikan secara 
singkat gambaran keberhasilan pembangunan di Badung selama lima tahun yang di 
antaranya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, penurunan jumlah Rumah Tangga 
Miskin yang pada tahun 2005 mencapai 5.201 RTM dan pada tahun 2009 menjadi 
3.826 RTM. Begitu pula dengan peningkatan PAD dari Rp 348.995.706.650 (tahun 
2005) menjadi Rp 858.108.300.109,74 (tahun 2010).

  Mendagri H. Gamawan Fauzi mengatakan, sebelum berangkat ke Badung 
dipikirkan bahwa Puspem Badung itu bangunannya kecil. ''Namun sampai di Badung, 
saya betul-betul merasa keliru memaknai karena belum ada sebuah kabupaten punya 
gedung semegah dan secantik ini,'' kata Mendagri.

  Masih soal Puspem Badung, Gamawan juga mengatakan, hal ini menunjukkan 
Pemkab Badung telah benar-benar siap dalam menjalankan pemerintahan, sejak 
pemekaran mulai dirintis dan dijalankan. Pujian Mendagri terhadap Puspem 
Badung, juga diwujudkan melalui harapan agar Puspem Badung dapat menjadi salah 
satu daya tarik wisata.

  Gubernur Bali Made Mangku Pastika merasa bergembira dan menyampaikan 
selamat dan terima kasih kepada Bupati dan DPRD Badung atas kesungguhan serta 
kerja kerasnya dalam mewujudkan Puspem. Hal ini juga menjadi harapan 
masyarakat, untuk memiliki kota di wilayah kabupatennya sendiri. Dengan 
keberadaan ibu kota tersebut akan dapat mempermudah dan mempersingkat birokrasi 
antara pemerintah dan masyarakatnya dalam rangka memberikan pelayanan kepada 
masyarakat.

  Usai meresmikan nama Ibu Kota Badung Mangupura, Mendagri beserta 
rombongan meninjau sejumlah lokasi di Badung yang akan digunakan sebagai tempat 
pendukung World Culture Forum dan KTT APEC tahun 2013 mendatang. (ded)
 


CiKEAS Petugas Dinilai Tidur, Jumat Selingkuh Masih Marak

2010-02-12 Terurut Topik sunny
  

http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitakid=2id=29997

  12 Februari 2010 | BP 
 
 
  Petugas Dinilai Tidur, Jumat Selingkuh Masih Marak


  NEGARA - Sejumlah masyarakat menilai petugas dan aparat di Jembrana masih 
tidur sehingga praktek prostitusi masih marak terjadi.Sweeping dan operasi yang 
dilakukan selama ini dinilai masih belum tepat sasaran dan tepat waktu sehingga 
praktek-praktek yang dilakukan sering kecolongan karena bocor duluan dan 
hasilnya juga terkadang nihil.

  Bahkan Jumat (12/2) salah seorang warga Br Tengah Negara menelpon 
wartawan kalau belakangan ini semakin marak perselingkuhan yang dilakukan oleh 
PNS. Tadi ada PNS kecamatan yang datang ke hotel D, kok tidak ada petugas yang 
melakukan sidak dan operasi, sebelumnya gencar dilakukan sweeping tapi sekarang 
malah tidur lagi, kata warga yang minta namanya jangan dimediakan tersebut.

  PNS yang berpakaian dinas tersebut menggunakan jaket masuk ke hotel 
dengan membonceng seorang cewek. Dia masuk ke kamar no 3, katanya. Diharapkan 
lagi agar petugas khususnya kepolisian dan Satpol PP lebih meningkatkan operasi 
sehingga tidak ada lagi PNS yang membolos untuk melakukan hal-hal yang negatif. 
Selain itu ada salah seorang sumber yang mengatakan kalau beberapa PNS juga 
suka jajan ke lokasi prostitusi di Batukarung. Biasanya kalau hari Jumat 
pakai pakaian olah raga, katanya.(by DenPost)  

  [ Kembali ]  






36_3_18.gif

sig.jsp?pc=ZSzeb096pp=GRfox000
Description: Binary data


CiKEAS Tasikmalaya ulema bans Valentine's Day

2010-02-12 Terurut Topik sunny


http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/12/tasikmalaya-ulema-bans-valentine%E2%80%99s-day.html

Tasikmalaya ulema bans Valentine's Day
The Jakarta Post ,  Jakarta   |  Fri, 02/12/2010 5:33 PM  | 

 

The conservative Indonesian Ulema Council in Tasikmalaya, West Java announced a 
ban on Valentine's Day on Friday, citing its Roman legacy that contradicts 
Islamic law.

Leader of the council, Acep Noor Mubarok, said Valentine's Day, which falls on 
Feb. 14, was prone to unrestricted expressions of love, which Islam cannot 
tolerate. 

Islam only recognizes mutual respect, which is commonly expressed at an 
informal social gathering, Acep added.

All activities related to the Valentine's Day are haram [forbidden under 
Islam], he told tempointeraktif.com.

He blamed the government's lack of control of Western culture on the popularity 
of the Valentine's Day in the country.






4_17_10.gif23_28_100.gif

sig.jsp?pc=ZSzeb095pp=GRfox000
Description: Binary data


CiKEAS House fails to link depositor, SBY campaign team

2010-02-12 Terurut Topik sunny

  
http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/12/house-fails-link-depositor-sby-campaign-team.html

House fails to link depositor, SBY campaign team
Andi Hajramurni ,  The Jakarta Post ,  Makassar, South Sulawesi   |  Fri, 
02/12/2010 10:07 PM  |  National 



The House of Representatives inquiry committee on the Bank Century bailout 
failed Friday to find a solid connection between auto repair company owner 
Amiruddin Rustan, who is suspected to have received a disbursement of the 
bailout fund, with President Susilo Bambang Yudhoyono's campaign team.

Amiruddin was suspected to have donated money to Yudhoyono's campaign team as 
the committee members discovered a company named Rustan Consulting was listed 
among the donors based on the data from the General Elections Commission (KPU).

There is a donation from a company amounting to Rp 500 million [US$53,000]. We 
want to know if AR [Amiruddin] owns the company, committee member Akbar Faisal 
from the People's Conscience Party (Hanura) said.

Akbar also said that based on data from the Financial Transaction Report and 
Analysis Center (PPATK), Amiruddin had received around Rp 4 billion of the 
disbursement fund from November 2008 to February 2009.

Amiruddin dismissed a connection with Yudhoyono's campaign team and insisted 
that he had no knowledge or affiliation with Rustan Consulting.

During the inquiry, the committee members also questioned the former Bank 
Century Makassar branch executive director, Rusdi Natsir, about the bogus 
investment scheme known as Antaboga securities, which had been used by the 
bank's former owner, Robert Tantular, to scam around Rp 1 trillion from 
depositors.

Rusdi said sales of investment products were conducted after the branch office 
received an internal memo from the central office ordering branches to offer 
the product to the public.






23_28_11.gif

sig.jsp?pc=ZSzeb097pp=GRfox000
Description: Binary data


CiKEAS Century team finds suspicious transactions in Medan

2010-02-12 Terurut Topik sunny
Refleksi:  Bukan main panjang dan jauh cakupan tangan-tangan Gurita BC.  

http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/12/century-team-finds-suspicious-transactions-medan.html

Century team finds suspicious transactions in Medan
The Jakarta Post ,  Jakarta   |  Fri, 02/12/2010 6:10 PM  |  National 

Members of the House of Representatives inquiry team on the Bank Century 
bailout found during their visit to Medan, North Sumatera, suspicious transfers 
from the bank's central office in Jakarta to the Medan branch.

We cannot reveal the names of the account holders yet because we still need to 
verify  further for more accuracy, leader of the Medan team, Benny Kabur 
Harman from the Democratic Party, said as quoted by Antara after a meeting with 
Bank Indonesia officials at the Medan branch.

The committee is assigned to probe into the case, which evolves around a 
bailout that rose ten times to Rp 6.76 trillion (US$716 million) from its 
original estimate. The bailout was issued on Nov. 21, 2008.

Bank Indonesia director for Medan, Gatot Sugiono, acknowledged there was a 
transaction worth Rp 240 billion in November 2008, but underlined that such an 
amount was just common.


CiKEAS Eka, Ramdan, Fikri Berharap Nasib Sebaik Bilqis

2010-02-12 Terurut Topik sunny
Refleksi : Tak terhitung keburukan NKRI bagi kehidupan warga mayoritas nan 
miskin atau berpendapatan rendah, sebab selama 60 tahun lebih yang disebut 
merdeka-merdeka tidak ada perbaikan mendasar untuk meningkatkan kehidupan 
rakyat miskin dari berkehidupan buruk menjadi baik dan lebih baik lagi 
sekalipun negeri penuh dengan kelimpahan kekayaan alam yang diolah. Sesuai 
servey yang baru-bau ini diumumkan terdapat 1,7 juta pekerja anak, angka ini 
mungkin masih rendah. Contoh lain ialah, ratusan ribu wanita harus meninggalkan 
keluarga pergi merantau mencari nafkah di tanah orang dengan tidak kepastian 
bahwa tidak akan bercucuran air mata. Padahal sesuai aturan agama mayoritas 
dikatakan orang-laki atau suami bertangung memberi nafkah kepada isteri. 
Sekalipun juga sesuai konstitusi yang dipuja-puja bahwa negara bertanggung 
jawab terhadap kehidupan fakir miskin. Apakah masyarakat dininabobokan ke alam 
fatamorgana oleh penguasa negara?

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=beritaact=viewid=9e57be5389ed6ba4e95ec7bdd5ff9f2fjenis=b706835de79a2b4e80506f5
82af3676a



Eka, Ramdan, Fikri Berharap Nasib Sebaik Bilqis 
Jumat, 12 Februari 2010 | 13:08 WIB 
 


Oleh: Anas Bahtiar - Reny Mardiningsih

WAJAH pucat Eka akan membuat siapa pun merasa iba. Kedua bola mata yang 
biasanya membuat gemas, kini menguning. Tak hanya itu, hampir seluruh kulitnya 
juga menguning. 

Biasanya, setiap malam tiba Eka pasti terbangun. Ada gata-gatal seperti 
biduren di tubuhnya, itu yang mungkin membuat dia sulit tidur, ujar Sunarti 
sambil menimang-nimang Eka dalam gendongannya di RSSA. 

Sebenarnya, dominannya warna kuning di tubuh Eka sudah terlihat sejak lahir. 
Warna ini sempat menghilang setelah Eka dibawa berobat ke rumah sakit. Namun 
tak sampai seminggu tampak sehat, Eka kembali kambuh. Sunarti ingat betul 
perawat sudah pernah memberitahunya bahwa Eka mengalami gangguan pada saluran 
empedunya. Setelah ramai-ramai liputan terhadap Bilqis Anindya Passa, penderita 
atresia bilier asal Jakarta, sunarti makin paham apa yang diderita anaknya. 

Merasa sudah pernah berobat ke dokter dan tidak sembuh, Solihin dan Sunarti 
ganti melirik pengobatan alternatif. Dua tabib di daerah Lawang dan Kromengan, 
Kabupaten Malang mereka datangi. 

Berkat jamu dari tabib, Eka sempat sembuh, kata Sunarti, Jumat (12/2).

Sayang, lagi-lagi kondisi membahagiakan itu tak berlangsung lama. Beberapa hari 
kemudian tubuh Eka kembali menguning. Sejak itu, puluhan ahli sudah pengobatan 
alternatif dijalani bayi malang itu. 

Biaya yang kami keluarkan tidak sedikit. Malah ada tabib yang biaya 
pengobatannya mencapai Rp 600.000 sekali berobat, kata Sunarti. 

Pengobatan bagi Eka bukanlah beban ringan bagi Solihin dan Sunarti. Pekerjaan 
Solihin sebagai buruh tani biasa tak menghasilkan banyak uang. Biaya yang 
selama ini kami keluarkan pun banyak dibantu kerabat dan teman, kata Solihin. 
Semoga kali ini biayanya (perawatan di RSSA, Red.) bisa gratis, harapnya.

Meski tidak semasif bantuan bagi Bilqis, Eka dan kedua orangtuanya kini bisa 
sedikit berharap. Mulai banyak orang merasa iba pada Eka dan melakukan gerakan 
menolongnya. Puluhan jurnalis di Kota Malang, misalnya, mengadakan pengumpulan 
dana bagi pengobatan Eka. Hasil aksi spontanitas ini langsung diberikan kepada 
orangtua Eka di RSSA. 

Kami tergerak untuk melakukan ini sekaligus untuk memperingati hari pers 
nasional. Jadi yang dilakukan teman-teman adalah aksi spontanitas ketika 
mengetahui Eka Putra Prasetya dirujuk ke RSSA Malang, ujar Eko Nurcahyo, ketua 
PWI Malang yang mengkoordinasi aksi simpati. 

Dengan membawa dua kotak sumbangan dan beberapa lembar poster berisi ajakan 
bersimpati untuk Eka, para jurnalis ini berkeliling intansi pemerintah dan 
swasta. Kantor DPRD Kota Malang dan Balaikota tak luput jadi sasaran. 

Selain wartawan di Malang, sumbangan bagi Eka juga digalang komunitas pembaca 
media online detik.com. Hingga kemarin mereka sudah mengumpulkan Rp 8,726 juta. 
Sumbangan ditunggu hingga Selasa (16/2). 

Keesokan harinya akan kami serahkan ke orangtua Eka Putra, kata Achmad Lutfi, 
koordinator aksi.

Warga Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang ini sempat kaget dan 
terharu ketika ditemui para jurnalis yang menyerahkan dana bantuan. 

Meski memiliki kesamaan ciri fisik dengan Bilqis, namun penyakit pasti yang 
diderita Eka belum diketahui. ''Kami masih harus melakukan observasi lengkap, 
termasuk serangkaian pemeriksaan laboratorium dan foto. Untuk itu rumah sakit 
belum bisa menentukan jenis penyakit yang diderita Eka, ujar Ahmad Baroghis, 
Kepala Humas RSSA.

Eka digolongkan kandidat operasi cangkok hati. Pasalnya, usia Eka sudah 18 
bulan. Idealnya, operasi dilakukan sebelum usia 3 tahun. Lebih cepat lebih baik.
 
Eka adalah balita kesekian yang diduga menderita atresia bilier. Para penderita 
kelainan empedu ini menyeruak ke permukaan berkat kegigihan keluarga Bilqis 
dalam mencari bantuan bagi transplantasi hati, satu langkah medis yang diyakini 
bisa 

CiKEAS Miliaran Dana Century Diambil Nasabah Fiktif

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://www.sinarharapan.co.id/cetak-sinar/berita/read/miliaran-dana-century-diambil-nasabah-fiktif/

Jumat, 12 Pebruari 2010 13:44 
Miliaran Dana Century Diambil Nasabah Fiktif 
OLEH: NINUK CUCU SUWANTI



Jakarta - Miliaran dana talangan Bank Century ternyata ditarik nasabah fiktif. 
Pansus Century tidak menemukan data nasabah ketika dicek di lapangan.


 
 Untuk itu, Pansus mengecek lebih jauh ke Bank In­do­nesia (BI) dan Badan 
Pe­me­riksa Keuangan (BPK).
Anggota Pansus Bank Cen­tury dari Fraksi Partai Per­satuan Pembangunan (PPP) 
Romahurmuzy mengungkapkan Pansus akan menindaklanjuti temuan nama nasabah yang 
fiktif itu, Jumat (12/2). Kami setelah pertemuan dengan Bank Indonesia dan 
usai salat Jumat akan menindaklanjuti hasil temuan empat nama nasabah yang 
fiktif ke BPK, kata Romahurmuzy saat di­hubungi SH tengah mela­ku­kan rapat 
dengan BI di Gedung Bank Indonesia Jakarta, Jumat.

Menurut Romahurmuzy yang kerap disapa Rommy, keempat nama tersebut yakni Lie 
Anna Puspasa, yang beralamat di Ciputat Raya RT 04/08 Kebayoran Lama, Jakarta 
Selatan. Lie menarik dana Rp 24 miliar pada 27 April 2009. Ternyata, Pansus 
tidak menemukan nama dan alamat tersebut. 


Nasabah M Linus, yang beralamat di Ruko Griya Satu IK Blok B No 16 RT 02/RW 14 
Pisangan Ciputat, melakukan penarikan dana Rp 1,3 miliar pada 19 September 
2008. Tapi, nama itu tidak dikenal. Nasabah M Nizar yang melakukan penarikan 
dana Rp 1,4 miliar pada 15 September 2008, ternyata juga tidak dikenal setelah 
dicek di alamatnya di  Ruko Serena Jl Juanda No 36 Rempoa Ciputat. Kasena Pandi 
yang menarik dana Rp 2 miliar pada 15 Desember 2008 juga tidak ditemukan, 
karena alamat yang ada yakni di Puri Bintaro PB IV/12 RT 03/09  sudah kosong 
beberapa bulan lalu. Sementara itu, Pansus Century, Jumat pagi, melakukan 
investigasi lapangan ke BI, Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat. Ketua Pansus Angket 
Bank Century Idrus Marham mengatakan investigasi dilakukan sebagai pengecekan 
di lapangan terhadap dokumen yang diberikan sebelumnya. 


Menurut Idrus, dalam investigasi ini didapatkan penjelasan lebih jauh tentang 
proses pemberian FPJP (fasilitas pinjaman jangka pendek). Kami ingin tahu 
rekonstruksi ulang tentang penerbitan PBI (peraturan BI) yang hanya membutuhkan 
waktu lima jam, kata Idrus. 


Tim investigasi lapangan Pansus Century yang datang ke kantor BI terdiri atas 
Idrus Marham, Muruarar Sirait, Ade Syamsudin, Romahurmuzy dan Muhammad Toha. 
Tim Pansus diterima Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur BI Darmin Nasution yang 
didampingi Deputi Gubernur Muliaman D Hadad, Budi Rochadi, Budi Mulya dan 
jajaran direktur BI. (ant)



CiKEAS Polri Akui Sulit Penuhi Permintaan Kejaksaan

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://www.sinarharapan.co.id/cetak-sinar/berita/read/polri-akui-sulit-penuhi-permintaan-kejaksaan/

Jumat, 12 Pebruari 2010 13:52 
Pengadilan Diingatkan Tak Cetak Robert Tantular Baru

Polri Akui Sulit Penuhi Permintaan Kejaksaan
OLEH: DEYTRI ARITONANG/RIKANDO SOMBA



Jakarta - Polri akui sulit memenuhi tuntutan Kejaksaan, terutama demi dapat 
menggelar pengadilan in absentia bagi tersangka buron kasus Bank Century, Rafat 
Ali Rizfi dan Hesham al Warraq.

 
Untuk itu, Polri akan me­lakukan pertemuan dengan Ke­jaksaan agar institusi 
pe­nun­tutan segera menyatakan berkas yang diberikan Polri lengkap (P21). 
Pertemuan itu segera di­laksanakan setidak­nya bulan ini.Paling tidak ada 
kepastian hukum dulu. Nanti kita lihat dalam forum koordinasi Polisi dengan 
Kejaksaan. Sumbatan-sumbatan itulah yang nanti kita buka. Bisakah sumbatan ini 
dihilangkan? Harus bagai­mana? ujar Kepala Badan Reserse Kriminal 
(Kabares­krim) Mabes Polri Komjen Pol Dr Ito Sumardi kepada SH, usai sebuah 
diskusi bertajuk Quo Vadis Penegakan Hukum Kasus Century dan Antaboga, di 
Jakarta, Kamis (11/2).


Pembobolan Bank Century oleh pemilik saham dan jajaran pejabat bank itu sendiri 
bisa dikategorikan sebagai kejahatan perbankan terbesar di Tanah Air sepanjang 
sejarah. Sayangnya, hukuman yang diberikan pengadilan terhadap para pelaku 
dinilai melukai rasa keadilan.  Padahal, semes­tinya  proses hukum terhadap 
mereka harus jadi penjeraan agar kejahatan sama tak berulang. Pengadilan 
diingatkan untuk tidak menciptakan Robert Tantular-Robert Tan­tu­lar baru. 
Demikian dikemu­kakan Ito Sumardi dan Kepala Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga 
Keuangan (Bapepam LK) Dr A Fuad Rahmany. 
Hukuman minimal itu menjadi hal yang sangat memprihatinkan. Efek penjeraannya 
jadi hilang. Orang bisa berbuat sama seperti Robert (Tantular-red), membobol 
bank sekian triliun tapi hanya diganjar hukuman yang hanya lima tahun, kata 
Ito Sumardi. 

Sinergi
Ito Sumardi mengatakan, sinergi antarpenegak hukum sangat menentukan dalam 
proses peradilan pidana. Ia menyayangkan vonis pengadilan terhadap Robert 
Tantular yang hanya lima tahun dengan denda Rp 50 miliar. Atau Lila Gondokusumo 
yang dihukum 18 bulan. Begitu halnya dengan vonis terhadap Tariq Khan yang 
diganjar 10 bulan penjara. Padahal, kejahatan mereka bernilai total hampir Rp 2 
triliun.  Ia menambahkan, yang disidik Polri adalah kasus pembobolan dan 
kejahatan perbankan, serta pencucian uang (money laundering) para pejabat Bank 
Century sebelum bailout dilakukan. 
Hukuman ringan ini dikeluhkannya tak mendukung upaya Indonesia mendapatkan 
kembali dana dan aset bank itu yang telah dilarikan ke luar negeri oleh 
Tantular dkk. Kedua belas negara tempat larinya dana, mensyaratkan adanya 
hukuman final yang berat, sekaligus menetapkan kerugian yang sesuai dengan uang 
dan aset yang dilarikan.  Hal sama dikeluhkan Fuad Rahmany. Ia menyitir vonis 
terhadap Maddoff, pelaku kejahatan investasi perbankan di AS yang dihukum 150 
tahun dengan pengembalian semua aset dan modalnya. Vonis seperti ini sayangnya 
tak pernah ada di Indonesia. Ia mengakui pelaku kejahatan finansial di Tanah 
Air belum ada yang mendapatkan hukuman berat.
Jangan sampai pengadilan malah menciptakan kesempatan bagi orang untuk menjadi 
Robert Tantular- Robert Tantular baru, kritiknya.


Fuad mengharapkan, ke depan, aparat hukum bisa me­nangkap rasa keadilan 
ma­syarakat sekaligus menerapkan penjeraan dan mengembalikan ganti rugi yang 
diderita korban (civil remedy). Ia mendukung pernyataan Kabareskrim Ito Sumardi 
yang membuka diri bagi para korban bank itu dan program investasi bodong 
Antaboga untuk melaporkan penipuan yang dilakukan Bank Century. Polisi, 
menurutnya, akan memproses hal itu. Ito juga menyarankan agar langkah perdata 
bisa dilakukan terhadap para pelaku kejahatan perbankan. Kami membuka diri. 
Kami akan proses, janji Ito.


Di kesempatan sama, Ab­dul Hakim Garuda Nusantara, advokat senior yang mantan 
Ketua Komnas HAM, menegaskan, kunci dari penyelesaian kasus ini adalah 
sinerginya antarpenegak hukum. Ia me­ngatakan, pengadilan di Tanah Air juga 
harus mampu me­nang­kap kemauan internasional. Jangan sampai kesepahaman 
antarpenegak hukum ini jadi permasalahan. Gegap gempita perpolitikan 
selayak­nya juga tak lupa menyoroti perkembangan kasus hukum ini, pungkasnya. n




CiKEAS KPK Tahan Politisi PDIP Terkait Kasus Suap

2010-02-12 Terurut Topik sunny
   

http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=44082:kpk-tahan-politisi-pdip-terkait-kasus-suapcatid=3:nasionalItemid=128
Sabtu, 13 Februari 2010 

  KPK Tahan Politisi PDIP Terkait Kasus Suap  
  Jakarta, (Analisa)

  Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, menahan politisi 
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Dudhie Makmun Murod (DMM), dalam 
kasus dugaan suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) 
pada 2004.

  Dudhie ditahan setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 
sekira pukul 14.30 WIB. Pria yang pernah menjadi anggota DPR itu tidak banyak 
memberikan keterangan kepada wartawan.

  Ketika ditanya perannya dalam kasus itu, Dudhie hanya berkata singkat, 
Saya hanya menjalankan perintah. Namun, Dudhie tidak bersedia menjelaskan 
siapa pemberi perintah itu. Dengan pengawalan sejumlah petugas KPK, Dudhie 
langsung memasuki mobil tahanan yang akan membawanya ke rumah tahanan Cipinang, 
Jakarta Timur.

  Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan, Dudhie diduga terlibat dalam 
dugaan suap yang diduga terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 
2004. Untuk itu KPK melakukan upaya penahanan terhadap tersangka DMM, kata 
Johan. Tim penyidik KPK menjerat Dudhie dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 
11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

  Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah 
Dudie Makmun Murod dan Endin AJ Soefihara yang pada saat kejadian menjabat 
sebagai anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi keuangan dan perbankan, serta 
mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga pernah menjadi anggota 
DPR, Udju Djuhaeri. (Ant) 






23_29_110.gif23_29_108.gif

sig.jsp?pc=ZSzeb098pp=GRfox000
Description: Binary data


CiKEAS Kebijakan Nondiskriminatif untuk Pemerataan Pendidikan

2010-02-12 Terurut Topik sunny


http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=44090:kebijakan-nondiskriminatif-untuk-pemerataan-pendidikancatid=78:umumItemid=131

  Kebijakan Nondiskriminatif untuk Pemerataan Pendidikan  
  Oleh : Taufikul Fahrudi 
  Dunia pendidikan di penghujung tahun 2009 lalu seperti menemukan rohnya 
kembali. Ini terlihat dari kebijakan dasar yang kini dikembangkan Depdiknas 
dengan jargon kebijakan nondiskriminatif.

  Jargon itu memang bukan sesuatu yang baru, berpangkal dari ungkapan yang 
telah disepakati Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memberi perhatian lebih di 
bidang pendidikan dalam kalimat education for all (pendidikan untuk semua). 
Namun, hal itu terasa baru dan ke depannya serius akan dijalankan pemerintah 
karena tolok ukurnya makin jelas. 

  Buktinya? Paling tidak jika kita mengikuti beberapa kali pernyataan dan 
kunjungan kerja Mendiknas Mohammad Nuh, optimisme kebijakan itu akan dijalankan 
makin besar. Untuk sekadar menyebutkan contoh, kunjungan kerja Mendiknas ke 
beberapa sekolah luar biasa (SLB) serta rencana untuk memperhatikan sekolah- 
sekolah yang berada di lingkungan lembaga pemasyarakatan (LP) adalah bukti 
kecil bahwa ke depan kebijakan nondiskriminatif itu akan dijalankan. 

  Tentu bukan hanya pernyataan dan kunjungan kerja Mendiknas yang dapat 
dijadikan acuan. Beberapa program seratus hari Depdiknas kiranya juga bermuara 
pada upaya untuk menjalankan kebijakan nondiskriminatif itu. Sebut saja 
misalnya program penyediaan internet secara massal di sekolah, penguatan 
kemampuan kepala dan pengawas sekolah, beasiswa perguruan tinggi negeri (Bidik 
Misi) untuk lulusan SMA/ SMK/MA berprestasi dari keluarga kurang mampu. Itu 
semua adalah program-program yang bermuara pada kebijakan nondiskriminatif. 

  Kebijakan nondiskriminatif intinya adalah bagian dari komitmen pemerintah 
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari hulu, meliputi penyiapan 
infrastruktur dalam hal ini sekolah, guru, proses belajar mengajar, hingga 
hilir, bersentuhan dengan kualitas lulusan hingga mencegah miss match antara 
yang dihasilkan lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan dengan keperluan pasar 
tenaga kerja. 

  Kebijakan tersebut menjadi penting dalam upaya membangun pemerataan 
pendidikan yang selama ini masih mengalami ketimpangan. Dalam hal akses 
masyarakat kurang mampu terhadap pendidikan tinggi misalnya, kini tercatat baru 
3,3 persen dari keluarga kurang mampu yang masuk ke jenjang pendidikan tinggi. 
Harapannya, melalui program beasiswa Bidik Misi, persentase itu dapat 
dilipatgandakan, selain diharapkan juga akan mengurangi ketimpangan antara 20 
persen terkaya dengan 20 persen termiskin yang saat ini 10 kali lipat nilainya.

  Sebab, begitu masuk, mereka diharapkan tidak putus pendidikannya. 
Sebanyak 20.000 kursi disiapkan di perguruan tinggi negeri baik yang dikelola 
Depdiknas maupun Departemen Agama. Beasiswa dengan nilai Rp10 juta per tahun 
ini-bukan hanya untuk biaya kuliah, tapi juga untuk biaya hidup selama penerima 
beasiswa menempuh pendidikan di perguruan tinggi-diberikan bukan juga setahun 
dua-tahun, tapi sampai mereka lulus kuliah. Sementara bagi peserta didik yang 
difabel di mana mereka masuk dalam kategori anak-anak berkebutuhan khusus 
(ABK), melalui kebijakan nondiskriminatif, mulai tahun 2010, Depdiknas 
berencana memberikan perhatian lebih kepada sekolah-sekolah tersebut antara 
lain dalam bentuk pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang memang 
tidak bisa disamakan dengan sekolah reguler, harus ada BOS khusus. 

  Inilah salah satu bentuk perhatian agar apa yang selama ini dijadikan 
sebagai jargon atau slogan education for all atau pendidikan untuk semua 
benar-benar nyata dilakukan. Makna dari slogan itu tentu muaranya adalah 
kebijakan nondiskriminatif. Artinya, tidak membedakan semua satuan pendidikan, 
model maupun bentuknya. Termasuk di dalamnya SLB, keluarga kurang mampu, dan 
mereka yang karena nasibnya berada di dalam lembaga pemasyarakatan. 

  Intinya, pendidikan itu untuk semua (education for all).Tidak hanya untuk 
anak yang normal, melainkan juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Tidak ada 
diskriminasi dalam pendidikan. Itu sebabnya, memperhatikan SLB dan sekolah 
inklusi serta anak-anak tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan 
tinggi dan mereka yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan merupakan bagian 
dari pengejawantahan kebijakan nondiskriminatif. 

  Hal itu sebagaimana yang telah diamanatkan dalam konstitusi kita bahwa 
setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan (Pasal 31 ayat 1) dan setiap 
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya 
(Pasal 31 ayat 2).***

  Penulis adalah Pemerhati Masalah Pendidikan.
 
printButton.pngemailButton.png

CiKEAS Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010dt=0213pub=Utusan_Malaysiasec=Luar_Negarapg=lu_08.htm

Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih

SURABAYA 12 Feb. - Pemimpin-pemimpin Islam di Indonesia hari ini menggesa 
supaya umat Islam tidak meraikan 'Hari Kekasih' kerana ia adalah berdosa dan 
menjurus kepada gejala 'seks bebas'.

Kami melarang umat Islam daripada meraikan Hari Kekasih.

Ia selalu diraikan oleh golongan muda yang belum berkahwin. Mereka meraikannya 
dengan berpegangan tangan atau melakukan seks bebas yang tidak sepatutnya 
dilakukan, kata Abdullah Cholil, pemimpin Nahdlatul Ulama di Timur Jawa, 
pertubuhan Islam terbesar di negara ini.

Sementara itu, ketua Majlis Ulama Indonesia cawangan Timur Jawa iaitu badan 
Islam tertinggi negara ini, Lalilurrahman berkata, perayaan ini adalah tradisi 
Barat dan tidak membawa kepentingan kepada agama Islam.

Hari Kekasih berasal dari budaya Barat dan tidak selari dengan ajaran Islam 
serta budaya Timur, katanya.

Pusat membeli belah di bandar-bandar utama di Indonesia dihiasi dengan 
tawaran-tawaran hadiah Hari Kekasih sama seperti menyambut sambutan Tahun Baru 
Cina.

Kebanyakan rakyat Indonesia adalah berfahaman sederhana dan tidak ramai yang 
mematuhi fatwa pemimpin Islam tempatan. - AFP


CiKEAS Family Vaults Women to Leadership in Asia

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://www.nytimes.com/2010/02/08/world/asia/08iht-asiawomen.html?ref=asia

February 8, 2010
The Female Factor
Family Vaults Women to Leadership in Asia 
By SETH MYDANS

BANGKOK - I am not a woman prime minister, Indira Gandhi liked to say during 
her many years as India's leader. I am a prime minister.

But the question, here in Asia, is whether there really is such a thing as a 
woman prime minister.

More women have reached the pinnacle of power in Asia in recent years than in 
any other part of the world, and their example has shown that in general, women 
leaders can be hard to tell from men. 

Rather than earning their positions independently, almost every one of them has 
risen to power through a family connection.

If you look at the record, you don't see a huge difference, said Paula R. 
Newberg, director of the Institute for the Study of Diplomacy at Georgetown 
University. We are talking more symbol than substance.

Sirimavo Bandaranaike of Sri Lanka, who became the world's first female elected 
head of state in 1960, has been followed by female leaders in India, Pakistan 
and Indonesia, by two each in Bangladesh and the Philippines, and by Mrs. 
Bandaranaike's own daughter in Sri Lanka.

Two are in power today, and both are known for their toughness and 
combativeness: President Gloria Macapagal Arroyo in the Philippines and Prime 
Minister Sheikh Hasina in Bangladesh.

Most surprising - given widespread stereotypes about Islam - is female 
leadership in the heavily Muslim states in Southeast and South Asia, said a 
2005 report, Dynasties and Female Leadership in Asia, written for the German 
Science Foundation.

Except for Afghanistan and Brunei, women lead, or have led, governments or 
opposition groups in all predominantly Islamic countries in this region 
(Bangladesh, Indonesia, Malaysia and Pakistan).

But taken together, experts say these leaders have done little to advance the 
causes associated with women's rights; they have not, with a few possible 
exceptions, governed differently from men, and they have not broken a path to 
the top that other women have followed.

When I first got interested in this subject about 30 years ago, my supposition 
was that perhaps women would have a different perspective, said Guida M. 
Jackson, the author of Women Who Ruled and Women Rulers Throughout the 
Ages, which explore the record worldwide. I was looking for no more war and 
all the other stuff.

What she found instead, she said, was that they are just as egomaniacal, in 
many cases, or just as intent on holding on to their own power and to heck with 
the next bunch that comes along as anybody else.

And the rise of female leaders does not seem to reflect any change in the 
patriarchal nature of Asian societies. Rather, it demonstrates the power of a 
name and the persistence of political dynasties, whether they involve women or 
men.

There is no doubt that the rise of female leaders is linked to their being 
members of prominent families: they are all the daughters, wives, or widows of 
former government heads or leading oppositionists, according to the German 
report.

An exception is Han Myung-sook, who attained her position as prime minister of 
South Korea from 2006 to 2007 without a family connection.

Two of the less aggressive women leaders were forthright about their roles.

I know my limitations, and I don't like politics, said Corazon Aquino, who 
became president of the Philippines in 1986 after the assassination of her 
husband, the opposition leader Benigno Aquino. I was only involved because of 
my husband.

Megawati Sukarnoputri, a daughter of the founder of Indonesia, Sukarno, made a 
campaign virtue of her passive style, declaring, So what's wrong with being a 
housewife?

This is not to say that the role of women has remained static in Asia. Women 
are advancing in many nations as business executives, politicians and 
diplomats, and in professions like law.

Society in many places is becoming more Westernized, with a breakdown in family 
structures that liberates women from traditional roles in the household and 
accords them greater respect in the public arena.

But there still seems to be a glass ceiling that holds back women from reaching 
the very top purely on their own merits, and a political context that may limit 
their room to maneuver as leaders.

Perhaps if their number reached a critical mass, female leaders would have more 
leeway to pursue policies that favor the equality of women, the nurturing of 
families and a less confrontational style of leadership, said Dewi Fortuna 
Anwar, director for programs and research at the Habibie Center, an independent 
policy institute in Indonesia.

But they are still anomalies in a man's world, she said, battling to 
demonstrate their strength to potential adversaries and to the male allies who 
may seek to manipulate them.

You need to be more manly, you need to show that you don't cry in public, that 
you are tough enough 

CiKEAS Russia's T-50 Shows New Face and Human Intelligence

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://english.pravda.ru/russia/economics/12-02-2010/112189-fifth_generation_pak_fa-0

12.02.2010

Russia's T-50 Shows New Face and Human Intelligence

 
 


Russia's new T-50 PAK FA fifth generation aircraft performed its second flight 
on February 12. The flight took place at the airbase in the city of 
Komsomolsk-on-Amur. 

The flight continued for 57 minutes; all systems of the aircraft functioned 
properly, a source at the Russian defense complex told Interfax. The new plane 
has a new look now, the official added. 

Several days ago the plane was painted in gray and white camouflage colors of 
the Russian Air Force. The new colors made the aircraft look more menacing in 
the air, the official said. 

The plane will perform several other test flights at the base of 
Komsomolsk-on-Amur and will be thereafter sent to the Moscow region, where the 
main part of test flights will be conducted. The combat capacity of the fighter 
jet will later be tested in the Astrakhan region of Russia. 

The first test flight was conducted on January 29. The general director of 
Russia's legendary Sukhoi design bureau said that the first successful flight 
of the fifth-generation jet marked great progress for the Russian aviation 
technology. Test pilot Sergey Bogdan shared positive impressions of his 
experience on board the T-50. 

Prime Minister Putin stated that the program to train crews for the new jet 
would be launched in 2013, whereas serial purchasing of the jet would commence 
in 2015. 

The main distinction of the aircraft is the computer analysis of all 
information. A pilot receives the results of the analysis in the form of prompt 
messages, GZT.ru wrote. 

The exploitation of the new plane will be cheaper in comparison with its 
predecessors. For example, the cost of one hour of exploitation of Su-27 (4th 
generation) makes up $10,000. The price for the same time of exploitation of 
T-50 is expected to be reduced to $1,500. 

Nikolai Makarov, Russian armed forces chief of staff, said that Sukhoi's T-50 
would have several advantages over its US rival - F-22 Raptor. 

First and foremost, it goes about high, nearly human intelligence, Makarov 
said. 

In addition, T-50 will be a lot cheaper than the US analogue, although the 
price has not been exposed yet, Makarov said. 

Russia started working on the fifth-generation aircraft during the 1980s, but 
the works were suspended after the collapse of the Soviet Union. The US 
prototype of the modern F-22 fighter jet took off for the first time in 1990. 
Russia returned to the development of the domestic fifth-generation aircraft 
only in 2002. 

Russian specialists believe that it would be incorrect to compare Russia's T-50 
and USA's Raptor: their concepts are different, Nezavisimaya Gazeta wrote. For 
example, the Pentagon refused from the plans to make F-22 a highly maneuverable 
aircraft. US specialists believed that self-guided all-aspect missiles relieve 
a Raptor pilot of the need to attack an enemy from the back. In addition, the 
US jet can reach the enemy at maximum operating range, which is unreachable for 
missiles of other fighter jets. 

PAK FA designers say that it is a multi-role jet. Therefore, the aircraft can 
be used as an interceptor jet or a bomber plane. 

Russian specialists also said that F-22 had never been used in many US-led 
military operations, not even in Iraq and Afghanistan. 

Raptor was originally developed as a heavy fighter jet to gain predominance in 
the air. That is why it is referred to as a multi-functional, rather than a 
multi-role plane. Most likely, the aircraft will be used in connection with 
unmanned combat planes and will then become a prologue to the construction of 
the sixth-generation aircraft in the United States. 

The Americans are concerned about the preservation of their technologies, 
experience and knowledge in the field of aircraft-making. In Russia, such an 
approach to long-term planning in the development of new military hardware 
either does not exist or is kept secret, like it happened with the PAK FA 
program. 
t50-1.jpg

CiKEAS USSR's Grave Digger Finds His Own Grave

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://english.pravda.ru/world/americas/12-02-2010/112183-charlie_wilson-0

12.02.2010

USSR's Grave Digger Finds His Own Grave

Charlie Wilson, the former congressman from Texas and the main orchestrator of 
arms supplies to Afghanistan's Mujahideens to fight against Soviet troops, died 
on February 10 at age 76. His life was chronicled in the movie and book 
Charlie Wilson's War which has not made it to the Russian theatres as an 
anti-Soviet film, reports GZT.Ru. 

Wilson died on his way to Memorial Medical Center -Lufkin in Texas where he 
served in Senate for over 20 years. He was taken to hospital after he started 
having difficulty breathing while attending a meeting in the eastern Texas town 
where he lived. Wilson was pronounced dead on arrival, and the preliminary 
cause of death was cardiopulmonary arrest, Associated Press reports. He had the 
heart transplant in September 2007. 

Charlie Wilson's political career started when he was 27, after his service in 
the Pentagon. He was elected to the U.S. House of Representatives from the 
Second District of Texas. By age 40, Wilson made his way into the Congress with 
the support of Texas black population. He was re-elected 12 times, and served 
from 1973 through 1996. 

Besides being an ambitious politician, Wilson earned a reputation as a 
hard-drinking womanizer known as Good Time Charlie. When retired, Wilson 
confessed in an interview that he was knows as Tornado among women. 

The news about Wilson's death was on the front pages of Thursday newspapers in 
the US. According to Politico, Congress lost one of its most colorful 
characters . Charlie Wilson, a Texas Democrat who mixed wit and a maverick 
lifestyle with a deadly serious backroom campaign to secure covert funding for 
Afghan rebels fighting Soviet occupiers in the 1980s. 

This is the most interesting part of his biography. Wilson specialized in the 
USSR issues during his years in the Pentagon. His passionate interest in the 
Mujahideen cause began in 1980, less than a year after the Soviet invasion of 
Afghanistan, when he read a news agency dispatch about the plight of refugees. 
Supported by Joanne Herring, a wealthy political backer and anti-communist, he 
started financing Afghanistan's resistance. Wilson used his seat on the 
powerful House Appropriations Committee, and the secrecy of the U.S. 
covert-operations budget, to send billions of dollars in arms to the Afghan 
rebels. 

After the withdrawal of Soviet troops from Afghanistan, Zia-ul-Haq, President 
of Pakistan, while answering the question of an American journalist who asked 
how illiterate Afghan peasants were able to strike such an intense blow at 
Russia, said It was Charlie. 

After visiting a refugee camp in Pakistan and seeing wounded and maimed Afghan 
guerrilla fighters and children, Mr. Wilson vowed to help them. He stayed true 
to his position after 9/11 attack. He continued to argue that failing to help 
mujahedeen in the 1980s would be the same as failing to help the USSR to fight 
Hitler. 

Wilson's story was described by a journalist George Crile in his book Charlie 
Wilson's War. The movie based on the book came out in 2007. In the US it 
received four Oskar nominations, while in Russia it has not even made it to the 
theatres. The theatres gave an official explanation stating that the film was 
not commercially viable, but unofficially they confessed that its anti-Soviet 
theme was the actual reason, reports GZT.Ru


CiKEAS Partai Islam di Belanda

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://www.ad.nl/ad/nl/1012/Binnenland/article/detail/435199/2009/10/05/Moslimpartij-bij-verkiezingen-in-Venlo.dhtml

Moslimpartij bij verkiezingen in Venlo
 
FOTO ANP
VENLO - De Nederlandse Moslimpartij NMP doet op 18 november mee aan de 
gemeenteraadsverkiezingen in Venlo. Dat liet voorzitter Henny Kreeft van de NMP 
maandag weten. 

Kreeft levert dinsdag bij de gemeente de kieslijst van de NMP in waarop vier 
kandidaten staan, twee met een Marokkaanse, een met een Turkse en een met een 
Pakistaanse achtergrond. Lijsttrekker wordt de politiek nog onbekende Ismael 
Hassani. De partij hoopt op twee zetels, vooral afgesnoept van PvdA en 
GroenLinks. Het feit dat Geert Wilders uit Venlo komt, is volgens Kreeft toeval.

,,Venlo is heel belangrijk voor ons'', aldus Kreeft. De partij wil namelijk 
volgend jaar in nog eens negen gemeenten meedoen aan de verkiezingen. Kreeft 
verwacht daarbij in Amsterdam vier zetels te bemachtigen, en in steden als 
Rotterdam, Alkmaar en Den Haag meer dan twee.

In Venlo zijn al in november verkiezingen wegens gemeentelijke herindeling.

05/10/09 18u46media_xl_69631.jpg

CiKEAS Mesin Mati, Trigana Air Mendarat di Rawadi Samboja Kutai Kartanegara

2010-02-12 Terurut Topik sunny
Refleksi: Masih mujur, mesin mati bukan manusia (penumpang dan awak pesawat) 
mati.  Sekalipun negara sudah berumur lebih dari 60 tahun, hampir tiap bulan 
ada pesawat terbang NKRI  masih terkait masa kanak-kanaknya. 
---
Jawa Pos
[ Jum'at, 12 Februari 2010 ] 

Mesin Mati, Trigana Air Mendarat di Rawadi Samboja Kutai Kartanegara 

Awak Pesawat dan Penumpang Selamat 

KUTAI KARTANEGARA - Seluruh awak dan penumpang Pesawat Trigana Air rute 
penerbangan Berau-Samarinda nyaris celaka. Karena mesin sebelah kiri mati 
mendadak, pesawat berkapasitas 48 penumpang itu mendarat darurat di areal 
rawa-rawa di Kelurahan Bukit Merdeka, Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar), atau 
sekitar 5 kilometer dari jalan poros Km 45 Balikpapan-Samarinda kemarin pukul 
11.30 Wita.

Pesawat beregister PK-YRP dengan nomor penerbangan TGN 162 itu sebenarnya sudah 
berposisi siap mendarat di Bandara Temindung Samarinda. Namun, sesaat sebelum 
mendarat, mesin pesawat sebelah kiri tiba-tiba tidak berfungsi. 

Kapten Pilot Nursolihin pun mencoba meminta izin kepada menara pengawas (air 
traffic control/ATC) Bandara Temindung untuk mendarat darurat. Namun, petugas 
ATC tidak mengizinkan dengan alasan lokasi Bandara Temindung sangat tidak aman 
untuk pendaratan darurat. 

Selain landasan pacu yang pendek (hanya sekitar 1.000 meter), lokasi bandara 
berada di tengah permukiman warga. Belum lagi beberapa bangunan tinggi sekitar 
bandara yang menyulitkan pendaratan darurat. Karena itu, pesawat dialihkan ke 
Bandara Sepinggan, Balikpapan.

''Untungnya, saat pesawat diputuskan tak boleh mendarat di Bandara Temindung, 
posisi badan pesawat bisa kembali diangkat dan mengudara ke arah Balikpapan,'' 
jelas Kepala Bandara Temindung Samsul Banri kemarin. 

Saat terbang menuju Bandara Sepinggan, pilot lagi-lagi mengalami kesulitan. 
Yakni, mesin bagian kanan ikut mati. Pilot tak mau berspekulasi terbang dengan 
dua mesin dalam keadaan mati. 

Karena itu, sebelum sampai di Balikpapan, pilot memutuskan mendarat darurat di 
areal rawa-rawa di Samboja. Pilot sengaja memilih areal rawa sebagai lokasi 
pendaratan darurat untuk mengamankan pesawat dari percikan api.

Pesawat buatan Aerospatiale, Prancis, dan Aeritalia, Italia, tersebut 
mengangkut 43 penumpang dewasa, seorang anak, dan dua bayi. Pesawat Avions de 
Transport Regional (ATR) bermesin twin-turboprop itu juga mengangkut 74 kg 
kargo serta 451 kg bagasi. 

Kasi Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (K3P) Bandara Temindung Roesmanto 
menjelaskan, pilot melakukan kontak terakhir dengan Bandara Temindung pukul 
11.20 Wita. Menurut dia, pilot mendarat darurat karena mesin kanan pesawat juga 
mati karena tenaganya terforsir. Sebab, pesawat terbang hanya dengan satu mesin 
mulai Samarinda. 

''Keputusan pilot sudah tepat. Jarak pandang cukup untuk mendarat darurat,'' 
ungkap Roesmanto.

''Sepuluh menit sebelum mendarat di Bandara Temindung, mesin kiri pesawat mati. 
Pilot mengumumkan pesawat harus mendarat di landasan yang panjang,'' ungkap 
Iwan, 38, penumpang Trigana Air, kemarin. Menurut dia, meski mengalami 
penerbangan tidak normal, pesawat tetap melakukan penerbangan menuju Bandara 
Sepinggan.

Memasuki Samboja, mesin kanan yang diharapkan mampu bertahan hingga Bandara 
Sepinggan mendadak juga mati. Pilot pun mengambil keputusan mendarat. ''Waktu 
mesin satunya mati, saya waswas. Pilot memanggil dua pramugari masuk ke ruang 
kabin. Setelah itu, pramugari keluar dan duduk menggunakan sabuk pengaman,'' 
jelasnya.

Dandi, 19, penumpang asal Berau, mengungkapkan, saat kedua mesinnya mati, 
pesawat sempat berputar-putar beberapa menit. ''Saya tidak tahu maksud pilot 
berputar-putar. Tapi, kemudian pramugari berteriak emergency landing dan 
menyuruh kami menerapkan langkah keselamatan. Kami menunduk dan beberapa 
penumpang juga berteriak,'' ujarnya.

Kepala Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu Kabupaten Berau Mansyah Kelana 
beserta istrinya, Mariah, yang turut menjadi penumpang pesawat tersebut mengaku 
bersyukur semua penumpang bisa selamat. ''Saya kebetulan ada tugas dinas ke 
Samarinda. Sekaligus istri hendak kontrol penyakit jantung,'' jelas Mansyah 
ketika dihubungi kemarin. 

Dia membenarkan bahwa mesin sebelah kiri pesawat mati saat pesawat akan 
mendarat di Bandara Temindung. ''Saya dapat informasi kemudian dialihkan ke 
Balikpapan. Tapi, malah mendarat di lumpur. Alhamdulillah, Allah masih 
melindungi,'' katanya. 

Saat mesin mati, awak kabin sudah memberi tahu penumpang bahwa pesawat dalam 
keadaan darurat karena mesin mati. Karena kendala teknis itu, pendaratan 
dialihkan ke Balikpapan. ''Tiba-tiba, pesawat terus terbang makin rendah. 
Kemudian, pramugari memerintah semua penumpang untuk menunduk. Ya kami semua 
menunduk. Tiba-tiba, di dalam pesawat sudah penuh lumpur,'' ungkapnya. 

Mansyah menyatakan salut atas upaya pilot mencari lokasi mendarat yang tepat. 
''Tidak ada ledakan. Semua penumpang selamat. Kondisi mesin pesawat juga sudah 
mati semua. Alhamdulillah,'' ucapnya.

Beberapa saksi 

CiKEAS Gertak Sambal Reshuffle Kabinet

2010-02-12 Terurut Topik sunny
Jawa Pos
[ Kamis, 11 Februari 2010 ] 

Gertak Sambal Reshuffle Kabinet 
Oleh: Moh Samsul Arifin

USIA Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sudah lebih dari seratus hari. Dari 
Istana Presiden di Cipanas, sang nakhoda memaklumatkan keberhasilan 
pemerintahannya. Menurut dia, hingga seratus hari kerja -sejatinya seratus hari 
plus lima tahun- (program pemerintahan) telah mencapai target (sukses) 99 
persen. Tentu klaim ini bisa diperdebatkan karena sejumlah pihak memiliki 
indikator berbeda untuk menilai. Nah, jika program seratus hari dinyatakan 99 
persen sukses, mengapa pula ada usul agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
(SBY) merombak kabinet? 

Inilah yang anomali dalam jagat politik Indonesia. Konklusi bisa ditarik tanpa 
menimbang premis minor dan mayornya: Pemerintahan disusun oleh parpol yang 
menyetor kadernya untuk duduk di kabinet. Mereka disebut kawan kongsi Partai 
Demokrat yang bersama-sama menyokong pemerintahan SBY-Boediono. Setelah 
(pemerintahan) berjalan seratus hari dan diklaim sukses, kabinet malah hendak 
dirombak. 

Tapi, jangan berhenti pada logika umum untuk memahami politik di negeri yang 
lepas dari otoritarianisme 12 tahun lalu ini. Masuklah ke dalam sengkarut 
tali-temali ikatan politik yang melatarbelakangi pembentukan kabinet. Di sini, 
rasanya, politik dan subjek politik (baca: aktor dan parpol) berada di 
persimpangan jalan. 

***

Usul reshuffle berasal dari petinggi Partai Demokrat terkait dengan dinamika 
yang berkembang di Panitia Khusus Angket Bank Century. Demokrat gerah terhadap 
parpol kawan kongsi, khususnya Partai Golkar, PKS, dan PPP. Sebab, ketiga 
parpol itu bakal menentukan rekomendasi Pansus Century nanti. Apabila kawan 
koalisi kompak, seluruh kebijakan KSSK dan BI pada masa lalu seperti merger, 
pemberian fasilitas jangka pendek, penetapan Century sebagai bank gagal 
berdampak sistemik, hingga pengucuran dana talangan (bailout) kepada bank yang 
pernah dimiliki Robert Tantular cs itu dianggap tak bermasalah.

Sebaliknya, jika Golkar, PKS, dan PPP bergabung dengan tiga parpol oposisi 
-PDIP, Hanura, dan Gerindra- kesimpulan terkait dengan kebijakan yang antara 
lain diputuskan Boediono dan Sri Mulyani Indrawati tersebut akan menguak tabir 
skandal Bank Century. Ini yang ditunggu-tunggu publik, yang notabene adalah 
konstituen parpol pemilik kursi di parlemen.

Kredibilitas Pansus Century dan parpol akan sangat ditentukan oleh kesimpulan 
akhir panitia yang dibentuk pada Desember 2009 itu. Tentu kesimpulan akhirnya 
harus berdasar fakta dan data yang diperoleh selama proses penyelidikan. Bukan 
sejenis apriori yang beralas kepentingan semata. Kita mengingatkan anggota 
Pansus Century untuk berangkat dari temuan BPK yang menyatakan ada sejumlah 
pelanggaran dan keganjilan dalam fase-fase menuju bailout Century. Temuan BPK 
itulah soko gurunya, dan bukannya politisasi yang menyertai kerja pansus yang 
akan berakhir Maret nanti.

Reshuffle dalam jalinan politik merupakan pedang bermata dua: ia jadi semacam 
gertakan -kalau bukan ancaman- kepada parpol untuk mengerem anggotanya di 
Pansus Century. Ancaman tersebut biasanya berujung pada pemecatan kader parpol 
dari kabinet. 

Kedua, reshuffle bisa dibaca sebagai uluran tangan kepada parpol semacam 
Golkar, PKS, dan PPP untuk menambah kursi di kabinet. Sebentuk tawaran untuk 
mengubah haluan atau kritisisme kadernya di parlemen. Isu reshuffle yang 
dikaitkan dengan perilaku kawan koalisi di parlemen itu pernah juga terjadi 
pada masa Abdurrahman Wahid atau Megawati Soekarnoputri. Sebuah risiko yang 
secara otomatis melekat kepada parpol dan kadernya yang duduk di kabinet. 

Yang harus dicamkan, Demokrat di satu sisi dan Golkar-PKS di sisi lain punya 
optik berbeda soal koalisi. Demokrat sejak awal selalu mengumandangkan bahwa 
koalisi terjadi antara mereka dan parpol lain dalam mendukung pemerintahan 
SBY-Boediono. Sedangkan Golkar dan PKS menyebut tak terikat koalisi dengan 
Demokrat, melainkan dengan Presiden SBY. Ini menegasikan Demokrat. Tak heran 
jika petinggi Golkar dan PKS, dalam kasus Bank Century, menyatakan bahwa 
keduanya terikat kepada ''koalisi kebenaran. Maksudnya, anggota kedua parpol 
di Pansus Century itu diminta mengungkap skandal tersebut tanpa memikirkan 
koalisi parpolnya dengan Presiden SBY. 

***

Menengok kesimpulan sementara fraksi-fraksi di DPR, kita menangkap sinyal 
koalisi yang dibangun Presiden SBY tidak efektif. Hanya satu parpol, yakni PKB, 
yang sebangun dengan Demokrat. Selebihnya, tujuh fraksi lain -dengan bahasa 
masing-masing-mendapati ada keganjilan, pelanggaran, dan indikasi tindak pidana 
korupsi pada tiga tahap skandal Bank Century. Kawan kongsi semacam Golkar, PKS, 
PPP, dan PAN memiliki kesamaan pandangan dengan tiga parpol di kubu oposisi; 
PDIP, Gerindra, dan Hanura. 

Koalisi yang dibangun SBY sebetulnya rapuh karena tidak diikat platform dan 
ideologi yang sama. Sebaliknya, koalisi berfondasi pada pembagian kursi di 
kabinet, semacam power sharing. Siapa yang 

CiKEAS Hukuman Mati Harus tanpa Ragu

2010-02-12 Terurut Topik sunny
Jawa Pos
[ Kamis, 11 Februari 2010 ] 

Hukuman Mati Harus tanpa Ragu 


HUKUMAN yang dipandang terberat adalah melenyapkan eksistensi seseorang. Kita 
mengenalnya sebagai hukuman mati. Hari-hari ini, hukuman mati menjadi 
kontroversi lagi. Bukan kontroversi, persisnya. Tetapi perdebatan abadi antara 
kelompok prohukuman mati dan kelompok yang ingin menghapuskannya (abolisionis).

Hari ini kita akan mendengarkan vonis atas tiga terdakwa utama kasus pembunuhan 
Nasruddin Zulkarnain, yakni Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono, dan Wiliardi 
Wizar. Selain kasus pembunuhan itu tergolong high profile (karena melibatkan 
nama-nama besar), tuntutan atas tiga terdakwa juga tergolong istimewa, yakni 
tuntutan mati. 

Tuntutan itu mencuatkan aneka protes. Selain dari terdakwa, penentangan muncul 
dari aktivis HAM dari kelompok abolisionis. Para aktivis memandang hukuman mati 
sudah tidak layak diterapkan dengan berbagai alasannya. Di antaranya, hukuman 
mati tidak bisa dikoreksi dan melanggar hak hidup yang dijamin konstitusi.

Pihak yang prohukuman mati biasanya diam. Sebab, toh hukuman mati masih berlaku 
dan tetap bisa diterapkan. Negara Republik Indonesia, seperti juga banyak 
negara lain, termasuk Amerika Serikat, memang masih belum merasa perlu 
menghapus hukuman mati.

Hukuman mati masih diperlukan. Memang, kesan pembalasan dalam hukuman mati 
sangat kentara. Padahal, pembalasan dalam hukuman semakin tidak populer. 
Tetapi, sifat hukuman dalam hukum pidana memang tidak bisa sama sekali 
meninggalkan sifat pembalasan (kalau tidak ada pembalasan, kenapa orang tidak 
rela ada sel mewah atau perlakuan beda di penjara?). 

Seseorang yang sudah terbukti dengan telak melakukan kejahatan yang berat, 
yakni merampas hak hidup orang lain, memang bisa dihukum mati sebagai salah 
satu pilihan hukuman. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita yang warisan 
kolonial Belanda juga tidak serampangan dalam mengancamkan hukuman mati. Yang 
diancam hukuman mati, di antaranya, adalah pembunuhan berencana, seperti yang 
didakwakan kepada Antasari dan komplotannya.

Kejahatan pembunuhan berencana memang keji. Yakni, seseorang dengan kesadaran 
penuh ingin melenyapkan hak hidup orang lain. Jadi, seseorang yang berencana 
membunuh orang lain berarti sudah mantap di batin dan otaknya untuk melakukan 
kejahatan itu. Itu kejahatan yang sangat berat. 

Salain pembunuhan berencana, hukuman mati juga masih layak bagi kejahatan 
kekerasan yang bengis, seperti terorisme. Hak hidup orang-orang yang sudah 
berniat membunuh orang lain sebanyak-banyaknya juga tidak layak dilindungi. 
Sebab, dia juga sama sekali tidak peduli pada hak orang lain. Kita harus 
mempertimbangkan kenestapaan korbannya juga. 

Alangkah njomplangnya rasa keadilan kita apabila orang-orang semacam itu masih 
harus dipelihara negara, misalnya, seumur hidup atau 20 tahun di penjara. 
Padahal, dia sudah mengakibatkan banyak orang lain dan keluarganya mengalami 
kenestapaan. 

Kritik lain adalah hukuman mati tidak bisa dikoreksi. Sebenarnya, tidak ada 
hukuman jenis apa pun yang bisa dikoreksi dengan sepenuhnya adil. Katakanlah, 
seseorang dijebloskan ke penjara selama lima tahun, tapi ternyata salah vonis. 
Meskipun dia diganti rugi, jelas sekali banyak kesempatan dan kehormatan dalam 
hidupnya tidak bisa kembali. 

Untuk mengurangi kemungkinan kesalahan manusiawi (errare humanum est), perlu 
setiap hukuman itu diterapkan tanpa keraguan (no reasonable doubt). Termasuk 
hukuman mati. Jangan menghukum mati atau penjara kalau ada keraguan. Tidak 
terkecuali kepada Antasari, Sigid, Wiliardi, atau siapa pun, atau kepada 
orang-orang yang lebih kecil. Tapi, kalau memang haqqul yakin, kenapa tidak? (*)

CiKEAS West Papua 40 years on

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://insideindonesia.org/content/view/1262/47/


West Papua 40 years on   
Reflecting on the Act of Free Choice and the integration of West Papua into 
Indonesia
Jennifer Robinson



Last August, East Timor celebrated a decade since the United Nations vote which 
gave it independence from Indonesia. This year, too, many West Papuans have 
been remembering a UN sponsored vote, but many of them have been mourning how 
it denied them their independence. In 1969, in an 'Act of Free Choice' the UN 
gave West Papuans the choice between the same two options put before the 
Timorese in 1999: integration with Indonesia or full independence. But the 
conduct of the vote could hardly have been more different than that which took 
place 30 years later in East Timor. 

Different histories
Most East Timorese and outside observers hailed the UN administration in East 
Timor and the conduct of the vote for self-determination as a success. Under 
threat of violence, but with the world watching, 78.5 percent of the Timorese 
voted for independence. The subsequent independence ended a bloody 24-year 
occupation by Indonesian forces. 
For many West Papuans, the UN-sponsored vote legitimised the forced takeover by 
Indonesia in 1962 and the Indonesian annexation that continues today

Few people are aware that 30 years before East Timor, West Papua was the first 
ever UN administered territory and the first territory granted a UN sponsored 
vote. But for the Papuans, the process and outcome could not have been more 
different. The vote, conducted by Indonesia with UN supervision, is now widely 
acknowledged to have been a sham: only a handful of Papuans were allowed to 
participate, the few who could vote were forced to do so in public, in full 
view of Indonesian soldiers and without international observers, under threat 
of violence. Despite popular support for independence, the Papuans were coerced 
into voting for integration with Indonesia. Unsurprisingly, the Act of Free 
Choice is more popularly known to Papuans as the 'Act of No Choice'. For many 
West Papuans, the UN-sponsored vote legitimised the forced takeover by 
Indonesia in 1962 and the Indonesian annexation that continues today. 

Remembering 1969

The fortieth anniversary of the Act of Free Choice provides an excellent 
opportunity for Inside Indonesia to reflect upon the events of that time and 
their continuing relevance today. The contested histories arising from that 
fateful vote - in particular concerning Papua's status as a part of Indonesia - 
are at the root of ongoing conflict in Papua. Yet, for many years there was 
little documentation or discussion of the events of 1969. 
Inside Indonesia is thus pleased to present over coming weeks a series of 
articles that consider the Act of Free Choice, its legal consequences and the 
viewpoints of Indonesians and Papuans on the event and its implications for 
Papua's future. 

The fortieth anniversary of the Act of Free Choice provides an excellent 
opportunity for Inside Indonesia to reflect upon the events of that time and 
their continuing relevance today

International lawyer Melinda Janki writes about the legal consequences of the 
conduct of the Act of Free Choice. Since 1969, Indonesia has represented the 
vote as signifying West Papua's exercise of its right to self-determination, 
offering it as justification for the territory's incorporation into the 
Indonesian state. After setting out the requirements for the legitimate 
exercise of self-determination in international law, she shows that the Act of 
Free Choice fell far short of those standards. As a matter of international 
law, she argues, the Act cannot justify Indonesian sovereignty over West Papua. 

Professor Pieter Drooglever , author of an independent study of the Act of Free 
Choice commissioned by the Dutch government in 2000, provides an overview of 
his findings about the vote and the political circumstances prevailing at the 
time, considering the roles of the Netherlands, Indonesia, the US and the UN. 
He explains how his study focuses on Papuan sentiments on the transfer and 
gives voice to those views, and he reflects on the intense political 
controversy caused by his study and the criticisms he received in Indonesia. 

The series then presents Indonesian and Papuan views on the Act of Free Choice. 
Jusuf Wanandi of the Centre for Strategic and International Studies in Jakarta 
was part of the team that organised the Act of Free Choice and he presents his 
recollections of and reflections on that period. It is rare for persons 
involved in these historic events on the Indonesian side to present their views 
on them to an international audience, and we are very grateful to Mr Wanandi 
for doing so. Next, Muridan S. Widjojo of the Indonesian Institute of Sciences 
represents a liberal Indonesian view. While recognising that differing 
interpretations of the history of the Act are at the root of conflict in 
today's Papua, he 

CiKEAS A violation of international law

2010-02-12 Terurut Topik sunny
http://insideindonesia.org/content/view/1261/47/



A violation of international law   
Indonesia's claim to sovereignty over West Papua rests upon an unsound legal 
basis
Melinda Janki

Between 14 July and 2 August 1969, the Indonesian government held what it 
called the 'Act of Free Choice' in West Papua. It gathered 1022 Papuan tribal 
representatives into eight locations - one for each region of West Papua: 
Merauke, Jayawijaya, Paniai, Fak-Fak, Sorong, Manokwari, Cenderawasih and 
Jayapura. Some of these Papuans had to walk three days to their designated 
location. Some had to leave behind their wives and children in the 'care of the 
Indonesian government'. These 1022 Papuans were asked to choose between two 
alternatives, either to remain with Indonesia or to sever ties with Indonesia 
and become an independent state separate from Indonesia, like Papua New Guinea. 

In each region the decision-making process was the same. The head of the West 
Irian provincial government informed the Papuan group that the peoples of West 
Papua had already expressed their desire not to be separated from Indonesia and 
that the right answer was for Papua to remain a part of Indonesia. The 
Indonesian Minister of Home Affairs informed them that this 'Act of Free 
Choice' would finally safeguard the unity of the Indonesian nation and there 
was no alternative but to 'remain within the Republic of Indonesia'. The 
Papuans were not permitted to vote. They had to reach a decision through the 
Indonesian system of musyawarah (mutual deliberation) in which discussion 
continues until everybody agrees. All of this took place under the watchful 
gaze of the Chair of the West Irian Provincial House of Representatives, the 
Chief of the Indonesian Information Service, as well as a Brigadier-General in 
the Indonesian army. One by one each Papuan group declared in favour of 
remaining with Indonesia. 

Ever since that time, Indonesia has represented this 'Act of Free Choice' as 
West Papua's exercise of its right to self-determination. This is its 
justification for the integration of West Papua into the Republic of Indonesia. 

Self-determination in international law

From its origins as a political principle championed by Lenin and then by 
Woodrow Wilson, self-determination has evolved into a fundamental human right 
and a rule of international law. In its 1960 'Declaration on the Granting of 
Independence to Colonial Countries and Peoples', the UN General Assembly 
stated that 'the subjection of peoples to alien subjugation, domination and 
exploitation constitutes a denial of fundamental human rights, is contrary to 
the Charter of the United Nations and is an impediment to world peace and 
cooperation'. Since then the principle of self-determination has attained 
quasi-constitutional status within the United Nations and has been reinforced 
by state practice throughout the world. As a result, millions of people have 
gained their freedom from the former colonial powers. Self-determination has 
been entrenched in treaty law and in the International Covenant on Economic, 
Social and Cultural Rights. 

The 'Act of Free Choice' was an egregious violation of West Papua's legal right 
to self-determination

In early 2008, the chair of the UN special committee on decolonisation, who was 
also the UN representative for Indonesia, H.E. Mr R. M. Marty M Natalegawa (now 
Indonesia's foreign minister), declared that 'decolonisation remains an 
unfinished business of the United Nations. We must therefore continue to give 
decolonisation a high priority and seek effective ways to accelerate the 
process of decolonisation in the remaining Non-Self-Governing Territories'. If 
he is really serious, His Excellency need look no further than across the Afar 
Sea to West Papua. 

The situation in 1969

In 1969, Indonesia did not have sovereignty over West Papua. It had exercised 
administration responsibilities over the territory under UN supervision since 
1963, after assuming responsibilities from the United Nations Temporary 
Executive Authority, which had in turn taken over administration from the 
Netherlands, the original colonial power. Indonesia's obligations towards West 
Papua were governed by two separate treaties. The first and more important was 
the UN Charter, Article 73 of which imposed on Indonesia a 'sacred trust' to 
bring West Papua to self-government. The second treaty was the 'Agreement 
Concerning West New Guinea (West Irian)' made on 15 August 1962 between the 
Kingdom of the Netherlands and the Republic of Indonesia and commonly referred 
to as the New York Agreement. This treaty imposed on Indonesia an obligation, 
as the administering power, to hold an act of self-determination in West Papua 
in accordance with international practice. 
In 1969 'international practice' was well-established. Under Resolution 1541 
(XV) 'Principles which should guide Members in determining whether or not an 
obligation exists to 

Re: CiKEAS Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih

2010-02-12 Terurut Topik gusti lesek
Kayaknya, mulai pagi ini, banyak anak2 muda di Jakarta siap-siap merayakan 
VAlentine Day. Kalau mereka tidak mengindahkan larangan MUI, gimana ya wibawah 
MUI sekarang ini??
 
 
'Cogito Ergo Sum 
saya berpikir maka saya ada 
Rene Descartes

--- On Fri, 2/12/10, sunny am...@tele2.se wrote:


From: sunny am...@tele2.se
Subject: CiKEAS Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih
To: undisclosed-recipi...@yahoo.com
Date: Friday, February 12, 2010, 3:04 PM


  




http://www.utusan. com.my/utusan/ info.asp? 
y=2010dt=0213pub=Utusan_Malaysiasec=Luar_Negarapg=lu_08.htm
 

Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih
 
SURABAYA 12 Feb. - Pemimpin-pemimpin Islam di Indonesia hari ini menggesa 
supaya umat Islam tidak meraikan 'Hari Kekasih' kerana ia adalah berdosa dan 
menjurus kepada gejala 'seks bebas'.
Kami melarang umat Islam daripada meraikan Hari Kekasih.
Ia selalu diraikan oleh golongan muda yang belum berkahwin. Mereka meraikannya 
dengan berpegangan tangan atau melakukan seks bebas yang tidak sepatutnya 
dilakukan, kata Abdullah Cholil, pemimpin Nahdlatul Ulama di Timur Jawa, 
pertubuhan Islam terbesar di negara ini.
Sementara itu, ketua Majlis Ulama Indonesia cawangan Timur Jawa iaitu badan 
Islam tertinggi negara ini, Lalilurrahman berkata, perayaan ini adalah tradisi 
Barat dan tidak membawa kepentingan kepada agama Islam.
Hari Kekasih berasal dari budaya Barat dan tidak selari dengan ajaran Islam 
serta budaya Timur, katanya.
Pusat membeli belah di bandar-bandar utama di Indonesia dihiasi dengan 
tawaran-tawaran hadiah Hari Kekasih sama seperti menyambut sambutan Tahun Baru 
Cina.
Kebanyakan rakyat Indonesia adalah berfahaman sederhana dan tidak ramai yang 
mematuhi fatwa pemimpin Islam tempatan. - AFP







  

CiKEAS 100 Tahun Kebangkitan: Indonesia Bisa dengan Pemetaan Konsep

2010-02-12 Terurut Topik abe setiawan
100 Tahun Kebangkitan: Indonesia Bisa dengan Pemetaan Konsep




Dengan bantuan 6
Pertanyaan (5 W + 1 H) perlu diperjelas lagi tentang pernyataan Bapak
Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Indonesia
BISA itu, yang sering beliau ucapkan semenjak menjabat jadi Presiden
dan untuk peringatan acara Seabad Kebangkitan Nasional Indonesia (yang
ke 100 tahun).5W + 1HBaca juga Solve Problem with MindMap dan Di balik 
kesederhanaan terletak kekuatannya. Apanya yang Indonesia bisa? Jawabannya bisa 
beragam, dari mulai yang pesimis (bisa hancur) sampai yang optimis (bisa 
bangkit).Kapan Indonesia Bangkit? Jawabannya bisa beragam, dari mulai yang 
pesimis (kapan-kapan) sampai yang optimis (saat ini juga).Siapa
yang bangkit? Jawabannya bisa beragam, dari mulai yang pesimis (tidak
ada yang bangkit atau siapa yang peduli akan kebangkitan) sampai yang
optimis (semua komponen bangsa dari pucuk pimpinan MPR, Presiden dan
jajarannya, sampai ke rakyat terkecil).Di mana terjadi
kebangkitan itu? Jawabannya bisa beragam, dari mulai yang pesimis
(tidak terjadi kebangkitan di mana-mana, karena sudah apatis) sampai
yang optimis (di segala bidang: hukum, ekonomi, pendidikan, semua sendi
kehidupan bangsa Indonesia).Mengapa Indonesia harus bangkit?
Jawabannya bisa beragam, dari mulai yang pesimis (ya mengapa harus
bangkit? apa kita belum bangkit selama ini? apa sih artinya bangkit
itu, mungkin yang kamu maksudkan adalah Bangkot, Kebangkotan??) sampai
yang optimis (Karena kita ini adalah bangsa yang besar, memiliki sumber
daya yang luar biasa, posisi yang sangat strategis. Kita perlu
bangkitkan Sumber Daya Manusianya yang eling (sadar) akan
tugas-tugasnya di hadapan TUHAN untuk berkarya bagiNya dan bagi
sesamanya dan menekan hawa nafsu untuk kepentingan perut dan sekitarnya
sendiri. SDA + SDM yang sadar = Kebangkitan Indonesia).Indonesia-NYAPertanyaan 
terakhir yang mungkin perlu kita renungkan adalah: BAGAIMANA caranya Indonesia 
bangkit?Jawabannya
adalah kita harus satu padukan akal, budi, tenaga dan kalau perlu
mengorbankan seluruhnya (baik materiil dan moril) untuk Kebangkitan
Indonesia ini secara sinergis. Saya ibaratkan kita semua ahli dalam
bidang masing-masing, tetapi tidak ada Dirijen yang memimpin seperti
dalam Okestra. Setiap orang yang terlibat harus tahu peran (partitur)
masing-masing, kapan ia harus berbunyi, bagaimana caranya berbunyi,
selaras dengan bunyi yang lain, kapan ia harus diam, dan seterusnya. Di
Negara Indonesia ini Dirijen itu adalah Bapak Presiden Republik
Indonesia.Sayangnya saya sudah layangkan dua buah surat kepada
Bapak Presiden SBY untuk bertemu dan ingin menyumbangkan teknik
Pemetaan Konsep, sampai sekarang belum ditanggapi.Seandainya
saya adalah Presiden, saya akan membuat visi dan misi sesuai GBHN atau
rancangan besar selama periode kepemimpinan saya (paling tidak dalam
bentuk janji-janji saat kampanye) dalam bentuk peta konsep. Kemudian
saya kumpulan para menteri, para gubernur dan aparat terkait. Saya
kemudian jabarkan, saya perjelas apa target dari masing-masing
cabang-cabang itu. Kemudian saya akan plot/ tunjuk siapa PIC (person in
charge) untuk tiap cabang yang ada. Saya beri tanggal kapan target itu
harus berhasil. Secara periodik bertemu kembali untuk mengecheck bagian
mana yang terhambat, karena apa, sumber daya apa yang dibutuhkan, bisa
diambil dari mana, dst. Ada kemajuan n% bisa dimonitor di tiap cabang.Di
level Menteri, misi itu akan dijabarkan menjadi Peta Konsep yang lebih
rinci. Ia mendelegasikan kepada anak buahnya. Sehingga saat bertemu
rapat pleno dengan Pak Presiden peta konsep Mentri itu bisa digabungkan
menjadi 1 Mega Peta Konsep (ini yang disebut MultiMap). Semua notulen
rapat, rancangan, data, evaluasi diattachkan sehingga bila diperlukan
bisa dibuka dan dirembugkan secara bersama-sama. Keputusan-keputusan
penting bisa diambil agar tidak macet atau terhenti.Kalau perlu
dibuatkan sebuah situs untuk menampilkan progress dari Mega Peta Konsep
itu untuk diPAHAMI oleh masyarakat luas. Sehingga komponen bangsa yang
lain bisa ambil bagian untuk percepatan pencapaian tujuan bersama-sama,
yaitu KESEJAHTERAAN RAKYAT INDONESIA!Saya yakin dengan
kesehatian dari para pemimpin (pemerintah) dan segenap rakyatnya
bersatu padu dalam simponi yang indah dan tak lupa memanjatkan doa
kepada TUHAN agar memberikan ridho dan hidayahnya agar cita-cita Bangsa
Indonesia Bangkit terwujud!Selamat menjelang Hari Kebangkitan
Nasional yang ke 100, Ibu Pertiwi! (air mata Sur mengembang mengingat
syair lagu Ibu Pertiwi sedang lara..)Sur meminta bantuan
kepada siapapun agar pesan ini dapat disampaikan kepada Bapak Presiden
Republik Indonesia. Terima kasih banyak sebelumnya.



Sumber: http://pkab.wordpress.com/2008/05/10/pre-indonesia-bisa/  




  Berselancar lebih cepat. Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk 
Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka 
browser. Dapatkan IE8 di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer

CiKEAS 72 Siswa Bukittinggi Diterima Orang Tua Asuh Malaysia

2010-02-12 Terurut Topik abe setiawan
SEREMBAN--Sebanyak 72 siswa SLTA pilihan dari Kota Bukittinggi diserahkan 
kepada orang tua asuh di Negeri Sembilan Malaysia.
Penyerahan secara resmi dilakukan Sekretaris Daerah Pemko
Bukittinggi, Khairul dan Kepal Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi,
Yahelmi Miaz di Jabatan Pendidikan Seremban, Negeri Sembilan Malaysia,
Sabtu (28/6).
Jurnalis PadangKini.com yang ikut rombongan, Metrison, melaporkan,
para siswa yang akan mengikuti program pertukaran pelajar selama dua
minggu itu, diserahkan kepada masing-masing orang tua asuh di Kantor
Jabatan Pendidikan Seremban. Acara itu disaksikan Kepala Jabatan
Pendidikan Negeri sembilan, Encik Jamali.
Acara penyerahan siswa dilakukan dengan upacara yang diawali Tari
Kompang yang dibawakan pelajar Negeri Sembilan sebagai tanda
penyambutan terhadap tamu
kehormatan di negara bagian tersebut. Tari ini mirip dengan Tari
Pasambahan di Minangkabau. Tari Kompang juga meyuguhkan siriah dalam
carano sebagai tanda ucapan selamat datang kepada tamu di Negeri
Sembilan Malaysia.
Yahelmi Miaz mengatakan, para siswa akan ditempatkan di sekolah yang
telah ditunjuk, serta akan diasuh oleh orang tua angkat masing-masing.
Selain mengikuti pendidikan, para peserta akan dikenalkan dengan
Seremban Negeri sembilan dan mempromosikan Kota Bukittinggi.
Peserta ditempat di dua daerah, di Seremban 41 orang dan Terengganu
31 orang, 6 guru akan ditugaskan sebagai pendamping di Seremban dan 4
guru di Terengganu, setelah diserahkan secara resmi, maka siswa akan
menjadi tanggung jawab guru sekolah tempat mereka ditempatkan, serta
dalam pembinaan orang tua asuh mereka, katanya.
Para siswa dan guru berangkat dengan Air Asia,Sabtu (28/6) dan akan
kembali pada 12 Juli melalui jalur laut dan darat. Dimana kedua
rombongan Seremban dan Terengganu tadi akan berkumpul di Port Dickson
dan akan dipulangkan setelah acara penutupan kegiatan.
Setelah itu sekitar Agustus nanti juga akan dilakukan kunjungan
pertukaran pelajar balasan dari Seremban dan Terengganu ke Bukittinggi.
Kota Bukittinggi dengan Negeri Sembilan sejak beberapa tahun lalu,
melakukan kerjasama program pertukaran pelajar pelajar yang dilakukan
setiap tahun. (met/s)

http://ariefbudi.wordpress.com   http://jalanku.multiply.com  
http://teknofood.blogspot.com
FaceBook : http://id-id.new.facebook.com/people/Arief-Budi-Setyawan/1663852032
  
...Bila engkau penat menempuh jalan panjang, menanjak dan berliku.. dengan 
perlahan ataupun berlari, berhenti dan duduklah diam.. pandanglah ke atas.. 
'Dia' sedang melukis pelangi untukmu..


  Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih 
cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. 
Dapatkan IE8 di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/

CiKEAS Ada Kekuatan Dibalik Kesederhanaan

2010-02-12 Terurut Topik abe setiawan


Manusia tetap hidup sampai sekarang karena rasa penasaran (Gestalt), salah satu 
kemampuan otak kanan.
Coba dengan kata kunci “Korupsi” sebagai topik utamanya. Setiap
cabang yang muncul coba lakukan secara Rekursif dengan 6 pertanyaan
dasar tadi. Misal: Siapa pelaku korupsi = Hantu Kupret. Tanyakan lagi:
Mengapa Hantu Kupret lakukan itu? Bagaimana caranya Hantu Kupret
lakukan? Caranya adalah Begini (cabang baru). Tanyakan lagi Mengapa
Begini bisa terjadi ? Dan seterusnya… Sampai kapan? Sampai anda puas
dengan jawabannya dan telah memecahkan problem awalnya. Bila belum,
terus kembangkan… dan kau akan heran akan hasilnya. Laporkan sudah
sampai seberapa besar peta yang dihasilkan?
Saya menemukan Zahman Framework.

Saat tiba di kantor NovaTara di gedung Surveyor, saya bertemu dengan
Mr. Paskaran, Pak Gindo, Pak Maman dan berdiskusi dan mencoba untuk
menjalankan MindManager Pro 7 dengan sistem VFon selama 2 jam. Suatu
kombinasi yang luar biasa (superb!) antara Pemetaan Konsep dengan Mind Manager 
Pro 7 dan VFon system.
Tercetus ide dengan skenario begini: Mr. President, Mentri
Kehutanan, Perwakilan dari WALHI, Gubernur Wilayah Kalimantan Tengah,
Ketua Adat hutan yang terkena penggundulan 1.000 ha, Hakim, Pengacara
dan Polisi penangkap terlibat dalam diskusi video conferencing sambil
mengedit sebuah Peta Konsep dengan topik utamanya adalah Kasus Adelin
Lis.

Masing-masing pihak diberikan kesempatan untuk menaruh keping informasi yang 
mereka miliki ke dalam 1 Peta Konsep (dengan sharing application)
yang sama dan ketika di kelompokkan keping-keping itu, maka akan mulai
tampak gambaran besarnya, dan terlihat mana bagian yang masih belum
ditemukan (missing piece). Usaha kemudian bisa dikerahkan untuk mencari 
evidence untuk melengkapi missing piece tersebut. Attachment atau hyperlink
bisa ditambahkan, seperti: notulen sidang, foto atau video bukti
penggundulan hutan, lokasi hutan (di mana penggergajian, stasiun
penghanyutan via sungai, alat-alat berat, dll). Atau bisa diambil
keputusan berdasarkan fakta-fakta yang sudah ada karena akan terlihat
pola/ pattern dengan kemampuan otak kanan.
Doakan agar presentasi Peta Konsep dengan Sekretariat Kabinet/ Mr.
President (dalam waktu dekat) bisa berjalan lancar dan mereka dapat
melihat Jalan Keluar yang selama ini mungkin dicari-cari.



  Bersenang-senang di Yahoo! Messenger dengan semua teman. Tambahkan mereka 
dari email atau jaringan sosial Anda sekarang! 
http://id.messenger.yahoo.com/invite/

CiKEAS Don’t let you become the victim of change

2010-02-12 Terurut Topik abe setiawan
 
Don’t let you become the victim of change. In today's world there are two kinds 
of companies... The Quick, and TheDead! Learn your current  state and 
opportunities also understand your  competitor movement better  using Mind Map. 
“The future is coming so fast, we can’t possibly predict it; we can only  learn 
to respond quickly.” – Steven Kerr
Sumber : http://petakonsepanakbangsa.org
   



  __
Coba Yahoo! Messenger 10 Beta yang baru. Kini dengan update real-time, 
panggilan video, dan banyak lagi! Kunjungi http://id.messenger.yahoo.com/