CiKEAS Dari Amerika: K-Video: Tania Gunadi, Dari Bandung Ke Layar Kaca Amerika
Jembatan Info Indonesia Amerika Banyak artikel menarik di KabariNews.com minggu ini: K-Video: Tania Gunadi, Dari Bandung Ke Layar Kaca AmerikaIni Dia .. Pandangan Awal DPR Dalam Kasus CenturyPetani Pare-Pare Mendadak Dapat Uang Rp.13 TriliunKenali 7 Tanda-tanda Pasangan Selingkuh Silakan Klik Disini
CiKEAS Petroleum Fund Quarterly Report
Di Timor Leste pendapatan hasil minyak dan gas diumumkan, bagaimana dengan NKRI yang juga menghasilkan gas dan minyak, apakah hasil pendapatan hasil kekyaan alam diumumkan ataukah menjadi rahasia penguasa negara? Autoridade Bankária Pagamentu Timor-Leste nian (ABP) Banking and Payments Authority of Timor-Leste Petroleum Fund Quarterly Report Quarter ended 31 December 2009 PRESS RELEASE The Banking Payments Authority (BPA) today released the Quarterly Report ended 31 December 2009 of the Petroleum Fund of Timor-Leste showing that the Capital of the fund as of 31 December 2009 was $5,376.63 million compared to $5,301.57 million at the end of September 2009. The report shows that the gross capital inflows during the quarter were $394.03 million, consisting of US$ 155.30 million as contributions of taxpayer to the Fund, royalty contributions from the NPA (National Petroleum Authority) of US$ 233.49 million and other receipt was US$ 5, 24 million. The investment income of the Fund was -5.63 million of which the coupon and interest received was $43.64 million and the change in the market valuation was $-49.30 million. This resulted in a portfolio return of the Fund for the quarter of -0.10%, while the benchmark return for the period was -0.10%. The portfolio return was exactly the same with the benchmark return and within the mandate. The Petroleum Fund law specifies that the BPA, as the future central bank of Timor-Leste, is the agent responsible for the operational management of the Fund. The Ministry of Finance is responsible for setting the overall investment strategy for the Fund. The mandate given to the BPA has not changed, namely to manage the fund closely to the Merrill Lynch 0-5 years US Government Bond Index, while the mandate given to the BIS is to manage a diversified bond portfolio in an enhanced return manner with the objective of outperforming the Benchmark while maintaining an ex ante tracking error within 100 basis points. The BPA has managed the portfolio close to the benchmark over the first 18 quarters. The difference in return between the portfolio and the benchmark since the inception of the fund in 2005 is -0.06 basis points Highlights of the XVIII Quarterly Report, which covers the period from 1 October to 31 December 2009, include: . The opening balance was $5,301.57million. . Net receipts during the quarter were $394.03 million which consisted of taxpayer receipts of $155.30 million, royalty receipts of $233.49 million and other receipt was $5.24 million. The fund outflows were $313.43 million which compose of $312 million was transferred to the State Budget while $1.34 million was to cover the operational management costs. The net capital flow was $80.69 million. . The portfolio return was -0.10 % for the quarter while the benchmark return was -0.10 %. The excess return was 0 (zero) basis point. Investment income during the quarter was $-5.63 million consisting of interest income was $43.64 million and market revaluations of -$49.30 million. . The closing balance was $ 5,376.63 million. The quarterly reports, as well as the Petroleum Fund law and Management Agreement, are available from the Banking Payments Authority's website www.bancocentral.tl . Further information may be obtained from: Venancio Alves Maria Executive Director Petroleum Fund Management, Banking Payments Authority of Timor-Leste Email: venancio.ma...@bancocentral.tl Telephone: (670) 3313718 Dili, 8 February 2010.
CiKEAS Maroko, Polisario Gagal Capai Perjanjian Sahara Barat
http://www.antaranews.com/berita/1265948281/maroko-polisario-gagal-capai-perjanjian-sahara-barat Maroko, Polisario Gagal Capai Perjanjian Sahara Barat Jumat, 12 Pebruari 2010 11:18 WIB | Mancanegara | Timur Tengah/Afrika | Markas PBB, New York (ANTARA News/AFP) - Maroko dan gerakan kemerdekaan Front Polisario pada Jumat gagal mempersempit perbedaan mereka mengenai Sahara Barat yang disengketakan, setelah dua hari pembicaraan tidak resmi di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS). Chritopher Ross, utusan pribadi Sekjen PBB Ban Ki-moon untuk Sahara Barat, mengatakan bahwa dalam sebuah pernyataan di akhir pembicaraan itu bahwa tidak ada pihak yang mau menerima usul pihak lainnya sebagai dasar bagi berlanjutnya pembicaraan di masa mendatang. Ia menyatakan, kedua pihak bagaimanapun telah menegaskan kembali komitmen mereka untuk meneruskan pembicaraan mereka secepat mungkin. Menurut dia, untuk maksud itu, ia berencana melakukan perjalanan ke wilayah tersebut guna berkonsultasi lagi dengan berbagai pihak terkait. Ross mengatakan, pembicaraan itu dilakukan dalam suasana kerja yang serius, keterusterangan dan saling menghormati. Pertemuan tertutup di Pusat Pengetahuan IBM di dusun kecil Armonk itu meniru pertemuan tidak resmi yang sama di Austria Agustus lalu. Pembicaraan itu ditujukan untuk memuluskan jalan bagi putaran kelima pembicaraan resmi antara pihak-pihak tersebut. Empat putaran sebelumnya yang diadakan di Manhasset New York Juni 2007 gagal untuk memecahkan perselisihan mengenai wilayah kaya pospat yang dicaplok Maroko pada 1975 setelah mundurya penguasa kolonial Spanyol. Pencaplokan atas wilayah itu telah memicu perang antara pasukan Maroko dan gerilyawan Polisario yang didukung Aljazair. Kedua belah pihak menyetujui gencatan senjata pada 1991 tapi pembicaraan yang disponsori PBB mengenai masa depan Sahara Barat sejak itu tidak menghasilkan kemajuan. Rabat telah berjanji untuk memberi Sahara Barat otonomi luas tapi mengesampingkan kemerdekaan. Front Polisario yang mendapat dukungan Aljazair menginginkan referendum untuk memutuskan nasib sendiri dengan kemerdekaan sebagai salah satu opsi. Mohammed Khadad, seorang pejabat senior Polisario yang menghadiri pertemuan di Armonk, menjelaskan berbagai pihak yang terlibat, Rabu, memusatkan perhatian pada masalah hak asasi manusia dan langkah-langkah untuk membangun kepercayaan. Namun, kepada AFP, ia mengatakan bahwa Rabat terus mengecilkan masalah hak asasi manusia dan menolak bukti komisi internasional atau pengawasan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak melalui Misi PBB untuk Referendum Sahara Barat (MINURSO) atau kantor Komisaris Tinggi untuk Pengungsi. Bola berada di Dewan Keamanan, kata Khadad. Ia menekankan bahwa badan PBB yang memiliki 15 anggota itu harus memecahkan masalah hak asasi manusia ketika mereka bertemu April mendatang guna memutuskan pembaruan mandat MINURSO. Delegasi Maroko tidak memberi komentar. Tahun lalu, beberapa anggota Dewan Keamanan PBB menyuarakan keprihatinan mereka mengenai situasi HAM di Sahara Barat. Beberapa diplomat menyatakan bahwa DK-PBB mungkin akan mengubah mandat MINURSO yang di dalamnya tercakup pengawasan hak asasi manusia. (Uu.S008/R013/P003)foto-polandia.jpg
CiKEAS Kok Bangsa Ini Tak Besar-besar? (RALAT)
Refleksi: Tak akan bisa dibesarkan, sebab selalu dikerdilkan oleh para bandit penguasa penerus masa silam kegelapan. http://www.antaranews.com/kolom/?i=1264073631 Kok Bangsa Ini Tak Besar-besar? Kamis, 21 Januari 2010 18:33 WIB | | Dibaca 8147 kali Alfan Alfian Bung, baru kemarin ya dapat buku itu. Buku yang sering disebut-sebut Pak mantan ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie itu lho. Itu tu, bukunya Profesor Arysio Santos yang cukup menghebohkan, membuat kita merasa gimana gitu. Judulnya cukup provokatif, Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato's Lost Civilization. Yang mengejutkan dari temuan Prof. Santos, yang Geolog dan Fisikawan Nuklir Brazil itu mencatat temuan yang mengejutkan, bahwa Indonesia ini ternyata merupakan tempat lahirnya peradaban besar dunia, sebagaimana pernah disebut-sebut oleh Plato, yakni peradaban Atlantis yang hilang. Hehe, aku tahu, kelihatannya Bung akan langsung nyeletuk, kalau kita bangsa besar, tempat peradaban besar pernah singgah, lantas mau apa? Mau bangkit? Bangkit apa? Bukankah kita sudah lama jadi the sleeping giant? Bahwa kita bangsa yang besar, ya. Luas. Kaya. Koes Plus menggambarkannya ke dalam bait-bait berjilid-jilid lagu Nusantara. Tapi, realitasnya kita sekarang kalah jauh lho dibanding banyak negeri lain. Ini bangsa yang bongsor, seperti kisah Gulliver, yang tertawan oleh kurcaci-kurcaci entah siapa (coba hayo siapa?). Bung, ingat nggak kegelisahan Mohammad Hatta tempo dulu? Itu lho yang soal kutipannya dari penyair Jerman Friedrich von Schiller, Sebuah abad besar telah lahir. Tetapi, ia menemukan generasi yang kerdil. Maksudku begini Bung, aku kira itu merupakan peringatan bagi kita, sejak Indonesia diproklamasikan sebagai negara-bangsa modern: kita ini bangsa yang mestinya besar lho, makanya kita juga harus siap untuk menjadi manusia-manusia besar, bukan manusia-manusia kerdil. Bukan besar atau kerdil dalam arti fisik lho ya. Tapi mindset kita Bung. Seorang pengarang berkaliber internasional berkewarganegaraan Singapura, Bung, pernah menyentil melalui makalah seminarnya, yang kemudian menjadi judul bukunya, Can Asian Think? Mengapa kita yang di Asia ini kalah jauh dengan bangsa-bangsa Barat, kecuali beberapa, tanya Kishore Mahbubani, sang pengarang buku itu? Mengapa hanya Jepang yang dicatat mampu menandingi kelas pencapaian peradaban Barat? Pikir Bung apa kira-kira. Apakah betul kita, orang Asia ini tak dapat berpikir? Wabil khusus Bung, apakah bangsa ini, tak mampu berpikir? Maaf bung kalau pertanyaan yang terakhir itu terkesan ekstrim. Jelas kita bisa berpikir. Kalau tidak, mana mungkin para pejuang pergerakan nasional kita tempo dulu mampu merekonstruksi jajahan Hindia-Belanda ini dimerdekakan sebagai Indonesia. Pembangunan identitas kebangsaan itu, sesuatu yang luar biasa lho Bung. Jangan lupa itu. Bolehlah kita catat lagi di sini nasihat Bung Karno agar setelah merdeka nation and character building terus dilanjutkan. Itu merupakan proses yang abadi, yang harus kita lanjutkan terus-menerus sebagai kaum Nasionalis. Semua kita Nasionalis kok, mudah-mudahan. Kata-kata Nasionalis, sebaiknya nggak usah dipolitisasi Bung, tak harus diperhadap-hadapkan dengan kelompok agama, misalnya. Lho, kita ini kan negara Pancasila Bung. Menurut Almarhum Gus Dur, Pancasila itu merupakan suatu konsensus nasional kita, suatu karya agung para pendiri bangsa ini. Bagi sebuah bangsa yang plural ini, pancasila itu karya agung lho. Dunia mengakuinya. Bhinneka Tunggal Ika itu kan mirip dengan semboyan bangsa Amerika E Pluribus Unum. Tapi beda lho Bung. Kita berbeda-beda, tetapi tetap satu, bahwa keberbedaan kita tak usah dipaksa-paksa untuk dihomogenkan. Kalau E Pluribus Unum itu harfiah artinya dari banyak menjadi satu. Kita pernah punya pengalaman Bung, ketika Pancasila menjadi sesuatu yang menakutkan, karena seringnya dipakai sebagai palu Godam kekuasaan. Zaman Orde Baru itu lho Bung. Maksudnya baik sih. Tetapi proyek homogenisasi dan penafsiran secara tunggal, telah memunculkan celah yang lebar bagi pelanggengan kekuasaan rezim. Saya ingat Bung salah satu bait sajaknya Cak Nun tempo dulu, dalam kumpulan puisinya berjudul Sesobek Buku Harian Indonesia (1993), bahwa, Kalau negara mau kuat, maka rakyat harus dilemahkan. Rumus baku demikian, tentu sudah tidak lagi berlaku ya Bung pada era reformasi ini. Atau, bermutasi ke dalam bentuk lain? Misalnya, Kalau mau berkuasa dan bertahan di dalam kekuasaan, maka rakyat harus dibodohkan, begitukah? Peninabobokan daya kritis rakyat itu, bukankah tak bagus bagi upaya membangun kembali peradaban besar kita Bung? Bukankah membangun peradaban Indonesia mempersyaratkan kecerdasan sumberdaya manusia, yang notabene kecerdasan rakyatnya? Apakah politik itu sama dengan membodohi rakyat Bung? Bukankah politik itu seharusnya mencerdaskan rakyat? Dan Bung, ini yang terakhir Bung, sebelum surat elektronik ini saya
CiKEAS Kok Bangsa Ini Tak Besar-besar?
Refleksi: Tak bisa akan dibesarkan, sebab selalu dikerdilkan oleh para bandit penerus masa silam kegelapan. http://www.antaranews.com/kolom/?i=1264073631 Kok Bangsa Ini Tak Besar-besar? Kamis, 21 Januari 2010 18:33 WIB | | Dibaca 8147 kali Alfan Alfian Bung, baru kemarin ya dapat buku itu. Buku yang sering disebut-sebut Pak mantan ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie itu lho. Itu tu, bukunya Profesor Arysio Santos yang cukup menghebohkan, membuat kita merasa gimana gitu. Judulnya cukup provokatif, Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato's Lost Civilization. Yang mengejutkan dari temuan Prof. Santos, yang Geolog dan Fisikawan Nuklir Brazil itu mencatat temuan yang mengejutkan, bahwa Indonesia ini ternyata merupakan tempat lahirnya peradaban besar dunia, sebagaimana pernah disebut-sebut oleh Plato, yakni peradaban Atlantis yang hilang. Hehe, aku tahu, kelihatannya Bung akan langsung nyeletuk, kalau kita bangsa besar, tempat peradaban besar pernah singgah, lantas mau apa? Mau bangkit? Bangkit apa? Bukankah kita sudah lama jadi the sleeping giant? Bahwa kita bangsa yang besar, ya. Luas. Kaya. Koes Plus menggambarkannya ke dalam bait-bait berjilid-jilid lagu Nusantara. Tapi, realitasnya kita sekarang kalah jauh lho dibanding banyak negeri lain. Ini bangsa yang bongsor, seperti kisah Gulliver, yang tertawan oleh kurcaci-kurcaci entah siapa (coba hayo siapa?). Bung, ingat nggak kegelisahan Mohammad Hatta tempo dulu? Itu lho yang soal kutipannya dari penyair Jerman Friedrich von Schiller, Sebuah abad besar telah lahir. Tetapi, ia menemukan generasi yang kerdil. Maksudku begini Bung, aku kira itu merupakan peringatan bagi kita, sejak Indonesia diproklamasikan sebagai negara-bangsa modern: kita ini bangsa yang mestinya besar lho, makanya kita juga harus siap untuk menjadi manusia-manusia besar, bukan manusia-manusia kerdil. Bukan besar atau kerdil dalam arti fisik lho ya. Tapi mindset kita Bung. Seorang pengarang berkaliber internasional berkewarganegaraan Singapura, Bung, pernah menyentil melalui makalah seminarnya, yang kemudian menjadi judul bukunya, Can Asian Think? Mengapa kita yang di Asia ini kalah jauh dengan bangsa-bangsa Barat, kecuali beberapa, tanya Kishore Mahbubani, sang pengarang buku itu? Mengapa hanya Jepang yang dicatat mampu menandingi kelas pencapaian peradaban Barat? Pikir Bung apa kira-kira. Apakah betul kita, orang Asia ini tak dapat berpikir? Wabil khusus Bung, apakah bangsa ini, tak mampu berpikir? Maaf bung kalau pertanyaan yang terakhir itu terkesan ekstrim. Jelas kita bisa berpikir. Kalau tidak, mana mungkin para pejuang pergerakan nasional kita tempo dulu mampu merekonstruksi jajahan Hindia-Belanda ini dimerdekakan sebagai Indonesia. Pembangunan identitas kebangsaan itu, sesuatu yang luar biasa lho Bung. Jangan lupa itu. Bolehlah kita catat lagi di sini nasihat Bung Karno agar setelah merdeka nation and character building terus dilanjutkan. Itu merupakan proses yang abadi, yang harus kita lanjutkan terus-menerus sebagai kaum Nasionalis. Semua kita Nasionalis kok, mudah-mudahan. Kata-kata Nasionalis, sebaiknya nggak usah dipolitisasi Bung, tak harus diperhadap-hadapkan dengan kelompok agama, misalnya. Lho, kita ini kan negara Pancasila Bung. Menurut Almarhum Gus Dur, Pancasila itu merupakan suatu konsensus nasional kita, suatu karya agung para pendiri bangsa ini. Bagi sebuah bangsa yang plural ini, pancasila itu karya agung lho. Dunia mengakuinya. Bhinneka Tunggal Ika itu kan mirip dengan semboyan bangsa Amerika E Pluribus Unum. Tapi beda lho Bung. Kita berbeda-beda, tetapi tetap satu, bahwa keberbedaan kita tak usah dipaksa-paksa untuk dihomogenkan. Kalau E Pluribus Unum itu harfiah artinya dari banyak menjadi satu. Kita pernah punya pengalaman Bung, ketika Pancasila menjadi sesuatu yang menakutkan, karena seringnya dipakai sebagai palu Godam kekuasaan. Zaman Orde Baru itu lho Bung. Maksudnya baik sih. Tetapi proyek homogenisasi dan penafsiran secara tunggal, telah memunculkan celah yang lebar bagi pelanggengan kekuasaan rezim. Saya ingat Bung salah satu bait sajaknya Cak Nun tempo dulu, dalam kumpulan puisinya berjudul Sesobek Buku Harian Indonesia (1993), bahwa, Kalau negara mau kuat, maka rakyat harus dilemahkan. Rumus baku demikian, tentu sudah tidak lagi berlaku ya Bung pada era reformasi ini. Atau, bermutasi ke dalam bentuk lain? Misalnya, Kalau mau berkuasa dan bertahan di dalam kekuasaan, maka rakyat harus dibodohkan, begitukah? Peninabobokan daya kritis rakyat itu, bukankah tak bagus bagi upaya membangun kembali peradaban besar kita Bung? Bukankah membangun peradaban Indonesia mempersyaratkan kecerdasan sumberdaya manusia, yang notabene kecerdasan rakyatnya? Apakah politik itu sama dengan membodohi rakyat Bung? Bukankah politik itu seharusnya mencerdaskan rakyat? Dan Bung, ini yang terakhir Bung, sebelum surat elektronik ini saya tutup,
CiKEAS Olam Singapore donates two ambulances to West Sumatra
Refleksi : Ayo para petinggi dan pengusaha NKRI jangan kikir dengan hanya sumbangkan kambing dan sapi waktu hari raya, tetapi sumbangkanlah alat-alat berguna tahan lama untuk kepentingan masyarakat berkesusahan. Kalau kambing, ayam, sapi disembelih dan dimakan paling-paling dua hari sudah habis, harus tunggu 350 hari lagi baru ada bila tiba belas kasihan. http://www.antaranews.com/en/news/1265964939/olam-singapore-donates-two-ambulances-to-west-sumatra Olam Singapore donates two ambulances to West Sumatra Friday, February 12, 2010 15:55 WIB | National | | Padang (ANTARA News) - International agri-commodity company Olam Singapore has donated two ambulances to West Sumatra`s provincial administration. The two Grand Max Long Chasis ambulances were handed by Olam marketing director for Indonesia, De Samanta Kumar, to West Sumatra provincial administration secretary Firdaus K here on Thursday at a function to lay the first cornerstone of elementary school SDN 07 Gurung Laweh in Padang. De Samanta Kumar said here on Friday Olam was an agri commodity company based in Singapore which has been operating in Indonesia for 15 years and six months in West Sumatra. Samanta said the company was giving the ambulances to West Sumatra to help victims of disasters.We were also a victims of last year`s earthquake because when it happened I was in Padang city, Samanta said, adding that the donation was channeled through Indonesia`s Regional Representatives Council (DPD) Task Force led by Gusti Kanjeng Ratu Hemas. The two ambulances would be used together bythe West Sumara provincial administration and the Padang Pariaman district administration as moving clinics in the aftermaths of disasters. According to Samanta, Olam company would continue to give assistance to West Sumatra in the form of a Corporate Social Responsibility (CSR) program for the social and economic empowerment of cocoa farmers.(*)
CiKEAS Patung Buddha Berwajah Gus Dur Ditutup
http://www.antaranews.com/berita/1265968460/patung-buddha-berwajah-gus-dur-ditutup Patung Buddha Berwajah Gus Dur Ditutup Jumat, 12 Pebruari 2010 16:54 WIB | Peristiwa | Pendidikan/Agama | Magelang (ANTARA News) - Patung Buddha berwajahPresiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Studio Mendut Magelang karya pematung Cipto Purnomo yang menimbulkan kontroversi akhirnya ditutup dengan ranting-ranting kayu. Berdasarkan pantauan, Jumat, patung tersebut kini ditutup ranting kayu dan di depannya dipasang beberapa tulisan, yaitu Patung ditutup untuk umum, dan Menunggu usulan bijak patung ini sebaikknya dibagaimanakan? Selain itu, Akan menyerahkan pertimbangan kepada pihak yang kompeten, Mohon maaf kepada yang tidak berkenan atas kelemahan kami, Demi pembelajaran kami yang warga dusun gunung yang sangat butuh pencerahan (manusia jauh lebih penting dari patung). Patung untuk memperingati 40 hari wafatnya Gus Dur tersebut ternyata membuat Dewan Pengurus Pusat Theravada Indonesia melayangkan protes terhadap karya seniman Magelang itu karena dianggap melecehkan simbol agama Buddha. Demi kebaikan bersama maka patung tersebut ditutup dan kami tidak tahu sampai kapan akan ditutup, kata budayawan yang juga pemilik Stodio Mendut, Sutanto. Ia mengatakan, tidak ada maksud seniman melecehkan Buddha. Karya tersebut untuk menggambarkan seorang Gus Dur yang pluralis, tidak membeda-bedakan agama, etnis maupun bangsa. Harapan saya, tidak hanya masalah patung, bidang hukum, pendidikan dan lainnya, bangsa ini masih harus banyak belajar, katanya.Pengasuh Pondok Pesantren Tegalrejo, KH. Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) menyatakan tidak ada maksud Cipto melecehkan pada agama tertentu. Sejak awal saya sudah mengatakan patung itu sebagai karya seni sebagai ungkapan cinta terhadap Gus Dur, karena Gus Dur tidak pernah melecehkan agama lain.Ia mengatakan, Gus Dur itu bukan hanya milik satu kelompok, tetapi milik seluruh bangsa. Ia berharap, kepada pihak yang merasa tersinggung dengan hasil karya tersebut untuk bisa memahami dan kalau memang dianggap melecehkan seniman harus minta maaf. Selain patung Budha berwajah Gus Dur yang diberi judul Sinar Hati Gus Dur, dua patung lain di Studio Mendut yakni Gunung Gus Dur karya Ismanto dan Presiden di Sarang Penyamun karya Samsudin juga ikut ditutup dengan kain. (H018/A038) 4_9_3.gif sig.jsp?pc=ZSzeb098pp=GRfox000 Description: Binary data
CiKEAS Allah row signals Malay race fear
http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8505724.stm Page last updated at 01:54 GMT, Friday, 12 February 2010 Allah row signals Malay race fear By Vaudine England BBC News, Kuala Lumpur Malay, Chinese and Indian Malaysians, thrown together by a colourful past, have often managed a mutual accommodation of each other's different faiths and cultures. But the recent argument over the use of the word Allah has provoked strident - and divergent - views both within the Muslim community and outside it. So too has the labelling of Indian and Chinese Malaysians as pendatang, or immigrants, by a senior ruling party member, Nasir Safar. He lost his job as adviser to the Prime Minister Najib Razak 12 hours later. Meanwhile, the cancellation of a concert by US singer Beyonce, the arrest of young unmarried couples for close proximity and the caning sentence given to a mother for drinking beer have all attracted international attention. Such rows call into question whether Malaysia is a state in which different races and faiths live in equality and comfort with each other, or whether the country is becoming more conservatively Muslim at the expense of others. Change of direction The results of the 2008 elections ramped up the tension. The ruling coalition still won, but with a much reduced majority in the worst result in 50 years. Norani Othman, a professor at the Institute of Malaysian and International Studies (IKMAS) at Universiti Kebangsaan Malaysia, says that after independence, there was a national emphasis on consensus-building and equality. That was adapted, after race riots in 1969, to more overtly pro-Malay policies. As Muslim nations around the world struggled to modernise, yet not lose touch with their traditional roots, the influence of Islamist parties expanded. In Malaysia, that pitted the ruling United National Malays Organisation (Umno) against the Islamic Party of Malaysia (PAS) with the result that the 1980s saw a deliberate process of Islamisation. What were once affirmative action policies geared to help Malays catch up with other Malaysians became policies enshrining Malay primacy or ascendancy, and being Malay meant being Muslim. Institutions deemed to conform with Islamic principles and values were created - Islamic banks, Islamic insurance, Islamic university - there was even talk of Islamising knowledge. The list of matters judged to be under the jurisdiction of Islamic laws has expanded over the decades. Just as the so-called race riots of 1969 were in fact a sign of systemic breakdown, as Australian academic Clive Kessler argues, so do the current tensions pose a direct challenge to Malaysia's founding aspirations of a diverse and democratic nation, argues Prof Othman. Malay-ness The trend, she says, is clear: It is one of a steady increase in religious authoritarianism and intolerance, emanating from many key sectors and influential levels of Malaysian Muslim society. National citizenship training has sparked recent controversy, with some critics saying it was contributing to an apparently unstoppable rise of race and faith-based exclusivity. Participants report they are told that the only thing left for the Malay community is power, because they are a majority, and that any loss of power could mean they become something like an American Indian in their own country, one source said. Shoring up that power involves the projecting of the Other, the non-Malay, as always conspiring or wanting to take over, she said. That siege mentality is expressed in the claim that non-Muslims using the word Allah might convert Muslims - even when figures suggest that Islam is the fastest growing faith in the country. A new group called Perkasa - meaning strengthen - is avowedly pro-Malay. Critics call it chauvinistic. Its founder, Ibrahim Ali, says: If the Malays are not happy, then it will become a problem. Rising stars such as Idris Haron, MP for Melaka and a member of Umno's Supreme Council, has supported party colleagues who describe non-Malays as immigrants. Yes the fundamental structure of the country is race-based, says Mr Haron. It is the Malaysian way of life that a Malay must be a Muslim, he says - and that Malays are rightfully the top priority when it comes to political development. Mr Haron argues that the Chinese and Indians in Malaysia live far better than they would in other countries, thanks to Malay tolerance and generosity. One Malaysia? But the determination of one's rights according to one's race and religion profoundly worries not only Malaysia's many more liberal minds - it bothers the strategists behind the ruling coalition too. They know that loyal non-Malays no longer see them as representative of a pluralist centre of Malaysian life. We don't have an effective channel of communication between the communities Chandra Muzaffar The elections in March 2008 also showed
CiKEAS Nama Ibu Kota ''Mangupura'' Resmi Digunakan
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitakid=2id=30028 12 Februari 2010 | BP Sejarah Baru Kabupaten Badung Nama Ibu Kota ''Mangupura'' Resmi Digunakan Mangupura (Bali Post) - Sejarah baru bagi Kabupaten Badung, terukir Jumat (12/2) kemarin. Badung kini telah memiliki nama ibu kota yakni ''Mangupura''. Penggunaan nama Mangupura diresmikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) H. Gamawan Fauzi, melalui seremoni dan simbolis penyerahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 67 tahun 2009 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Badung dari wilayah Kota Denpasar ke wilayah Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, yang digelar di lapangan Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung, Mangupraja Mandala, Mangupura, Badung. Peresmian tersebut disaksikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Ketua DPRD Badung Drs. I Made Sumer, Apt., Dirjen Pemerintahan Umum Depdagri Sutrisno, serta tidak kurang dari seribu undangan baik dari unsur Pemerintahan Provinsi Bali, kabupaten/kota se-Bali maupun komponen masyarakat mulai dari bendesa adat, pekaseh, sekaa-sekaa seni serta penglingsir puri. Penetapan nama ibu kota Badung sebetulnya telah dilaksanakan 16 November 2009 lalu oleh Presiden. Nama Mangupura memiliki arti kota yang menawan hati, tempat mencari keindahan, kedamaian dan kebahagiaan yang mendatangkan kesejahteraan serta menumbuhkan rasa aman bagi masyarakatnya. Ibu kota Badung meliputi sembilan desa/kelurahan di wilayah Kecamatan Mengwi yaitu Desa Mengwi, Desa Gulingan, Desa Mengwitani, Desa Kekeran, Kelurahan Kapal, Kelurahan Abianbase, Kelurahan Lukluk, Kelurahan Sempidi dan Kelurahan Sading. Bupati Badung A.A. Gde Agung, S.H. dalam sambutannya mengatakan, pembangunan Puspem Badung dilatarbelakangi proses pemekaran Kabupaten Badung menjadi dua wilayah yakni Kabupaten Badung dan Kodya Denpasar pada tahun 1992. Pemekaran tersebut secara faktual telah menyebabkan Daerah Administratif Kodya Denpasar saat itu terdapat dua pusat pemerintahan. Atas dasar tersebut ada pemikiran untuk memiliki sebuah pusat pemerintahan yang berada di wilayah Kabupaten Badung. Setelah didahului pembelian lahan, tahun 2007 Puspem Badung mulai dibangun di atas lahan 46,6 Ha. Bupati Gde Agung juga menyampaikan secara singkat gambaran keberhasilan pembangunan di Badung selama lima tahun yang di antaranya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, penurunan jumlah Rumah Tangga Miskin yang pada tahun 2005 mencapai 5.201 RTM dan pada tahun 2009 menjadi 3.826 RTM. Begitu pula dengan peningkatan PAD dari Rp 348.995.706.650 (tahun 2005) menjadi Rp 858.108.300.109,74 (tahun 2010). Mendagri H. Gamawan Fauzi mengatakan, sebelum berangkat ke Badung dipikirkan bahwa Puspem Badung itu bangunannya kecil. ''Namun sampai di Badung, saya betul-betul merasa keliru memaknai karena belum ada sebuah kabupaten punya gedung semegah dan secantik ini,'' kata Mendagri. Masih soal Puspem Badung, Gamawan juga mengatakan, hal ini menunjukkan Pemkab Badung telah benar-benar siap dalam menjalankan pemerintahan, sejak pemekaran mulai dirintis dan dijalankan. Pujian Mendagri terhadap Puspem Badung, juga diwujudkan melalui harapan agar Puspem Badung dapat menjadi salah satu daya tarik wisata. Gubernur Bali Made Mangku Pastika merasa bergembira dan menyampaikan selamat dan terima kasih kepada Bupati dan DPRD Badung atas kesungguhan serta kerja kerasnya dalam mewujudkan Puspem. Hal ini juga menjadi harapan masyarakat, untuk memiliki kota di wilayah kabupatennya sendiri. Dengan keberadaan ibu kota tersebut akan dapat mempermudah dan mempersingkat birokrasi antara pemerintah dan masyarakatnya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Usai meresmikan nama Ibu Kota Badung Mangupura, Mendagri beserta rombongan meninjau sejumlah lokasi di Badung yang akan digunakan sebagai tempat pendukung World Culture Forum dan KTT APEC tahun 2013 mendatang. (ded)
CiKEAS Petugas Dinilai Tidur, Jumat Selingkuh Masih Marak
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitakid=2id=29997 12 Februari 2010 | BP Petugas Dinilai Tidur, Jumat Selingkuh Masih Marak NEGARA - Sejumlah masyarakat menilai petugas dan aparat di Jembrana masih tidur sehingga praktek prostitusi masih marak terjadi.Sweeping dan operasi yang dilakukan selama ini dinilai masih belum tepat sasaran dan tepat waktu sehingga praktek-praktek yang dilakukan sering kecolongan karena bocor duluan dan hasilnya juga terkadang nihil. Bahkan Jumat (12/2) salah seorang warga Br Tengah Negara menelpon wartawan kalau belakangan ini semakin marak perselingkuhan yang dilakukan oleh PNS. Tadi ada PNS kecamatan yang datang ke hotel D, kok tidak ada petugas yang melakukan sidak dan operasi, sebelumnya gencar dilakukan sweeping tapi sekarang malah tidur lagi, kata warga yang minta namanya jangan dimediakan tersebut. PNS yang berpakaian dinas tersebut menggunakan jaket masuk ke hotel dengan membonceng seorang cewek. Dia masuk ke kamar no 3, katanya. Diharapkan lagi agar petugas khususnya kepolisian dan Satpol PP lebih meningkatkan operasi sehingga tidak ada lagi PNS yang membolos untuk melakukan hal-hal yang negatif. Selain itu ada salah seorang sumber yang mengatakan kalau beberapa PNS juga suka jajan ke lokasi prostitusi di Batukarung. Biasanya kalau hari Jumat pakai pakaian olah raga, katanya.(by DenPost) [ Kembali ] 36_3_18.gif sig.jsp?pc=ZSzeb096pp=GRfox000 Description: Binary data
CiKEAS Tasikmalaya ulema bans Valentine's Day
http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/12/tasikmalaya-ulema-bans-valentine%E2%80%99s-day.html Tasikmalaya ulema bans Valentine's Day The Jakarta Post , Jakarta | Fri, 02/12/2010 5:33 PM | The conservative Indonesian Ulema Council in Tasikmalaya, West Java announced a ban on Valentine's Day on Friday, citing its Roman legacy that contradicts Islamic law. Leader of the council, Acep Noor Mubarok, said Valentine's Day, which falls on Feb. 14, was prone to unrestricted expressions of love, which Islam cannot tolerate. Islam only recognizes mutual respect, which is commonly expressed at an informal social gathering, Acep added. All activities related to the Valentine's Day are haram [forbidden under Islam], he told tempointeraktif.com. He blamed the government's lack of control of Western culture on the popularity of the Valentine's Day in the country. 4_17_10.gif23_28_100.gif sig.jsp?pc=ZSzeb095pp=GRfox000 Description: Binary data
CiKEAS House fails to link depositor, SBY campaign team
http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/12/house-fails-link-depositor-sby-campaign-team.html House fails to link depositor, SBY campaign team Andi Hajramurni , The Jakarta Post , Makassar, South Sulawesi | Fri, 02/12/2010 10:07 PM | National The House of Representatives inquiry committee on the Bank Century bailout failed Friday to find a solid connection between auto repair company owner Amiruddin Rustan, who is suspected to have received a disbursement of the bailout fund, with President Susilo Bambang Yudhoyono's campaign team. Amiruddin was suspected to have donated money to Yudhoyono's campaign team as the committee members discovered a company named Rustan Consulting was listed among the donors based on the data from the General Elections Commission (KPU). There is a donation from a company amounting to Rp 500 million [US$53,000]. We want to know if AR [Amiruddin] owns the company, committee member Akbar Faisal from the People's Conscience Party (Hanura) said. Akbar also said that based on data from the Financial Transaction Report and Analysis Center (PPATK), Amiruddin had received around Rp 4 billion of the disbursement fund from November 2008 to February 2009. Amiruddin dismissed a connection with Yudhoyono's campaign team and insisted that he had no knowledge or affiliation with Rustan Consulting. During the inquiry, the committee members also questioned the former Bank Century Makassar branch executive director, Rusdi Natsir, about the bogus investment scheme known as Antaboga securities, which had been used by the bank's former owner, Robert Tantular, to scam around Rp 1 trillion from depositors. Rusdi said sales of investment products were conducted after the branch office received an internal memo from the central office ordering branches to offer the product to the public. 23_28_11.gif sig.jsp?pc=ZSzeb097pp=GRfox000 Description: Binary data
CiKEAS Century team finds suspicious transactions in Medan
Refleksi: Bukan main panjang dan jauh cakupan tangan-tangan Gurita BC. http://www.thejakartapost.com/news/2010/02/12/century-team-finds-suspicious-transactions-medan.html Century team finds suspicious transactions in Medan The Jakarta Post , Jakarta | Fri, 02/12/2010 6:10 PM | National Members of the House of Representatives inquiry team on the Bank Century bailout found during their visit to Medan, North Sumatera, suspicious transfers from the bank's central office in Jakarta to the Medan branch. We cannot reveal the names of the account holders yet because we still need to verify further for more accuracy, leader of the Medan team, Benny Kabur Harman from the Democratic Party, said as quoted by Antara after a meeting with Bank Indonesia officials at the Medan branch. The committee is assigned to probe into the case, which evolves around a bailout that rose ten times to Rp 6.76 trillion (US$716 million) from its original estimate. The bailout was issued on Nov. 21, 2008. Bank Indonesia director for Medan, Gatot Sugiono, acknowledged there was a transaction worth Rp 240 billion in November 2008, but underlined that such an amount was just common.
CiKEAS Eka, Ramdan, Fikri Berharap Nasib Sebaik Bilqis
Refleksi : Tak terhitung keburukan NKRI bagi kehidupan warga mayoritas nan miskin atau berpendapatan rendah, sebab selama 60 tahun lebih yang disebut merdeka-merdeka tidak ada perbaikan mendasar untuk meningkatkan kehidupan rakyat miskin dari berkehidupan buruk menjadi baik dan lebih baik lagi sekalipun negeri penuh dengan kelimpahan kekayaan alam yang diolah. Sesuai servey yang baru-bau ini diumumkan terdapat 1,7 juta pekerja anak, angka ini mungkin masih rendah. Contoh lain ialah, ratusan ribu wanita harus meninggalkan keluarga pergi merantau mencari nafkah di tanah orang dengan tidak kepastian bahwa tidak akan bercucuran air mata. Padahal sesuai aturan agama mayoritas dikatakan orang-laki atau suami bertangung memberi nafkah kepada isteri. Sekalipun juga sesuai konstitusi yang dipuja-puja bahwa negara bertanggung jawab terhadap kehidupan fakir miskin. Apakah masyarakat dininabobokan ke alam fatamorgana oleh penguasa negara? http://www.surabayapost.co.id/?mnu=beritaact=viewid=9e57be5389ed6ba4e95ec7bdd5ff9f2fjenis=b706835de79a2b4e80506f5 82af3676a Eka, Ramdan, Fikri Berharap Nasib Sebaik Bilqis Jumat, 12 Februari 2010 | 13:08 WIB Oleh: Anas Bahtiar - Reny Mardiningsih WAJAH pucat Eka akan membuat siapa pun merasa iba. Kedua bola mata yang biasanya membuat gemas, kini menguning. Tak hanya itu, hampir seluruh kulitnya juga menguning. Biasanya, setiap malam tiba Eka pasti terbangun. Ada gata-gatal seperti biduren di tubuhnya, itu yang mungkin membuat dia sulit tidur, ujar Sunarti sambil menimang-nimang Eka dalam gendongannya di RSSA. Sebenarnya, dominannya warna kuning di tubuh Eka sudah terlihat sejak lahir. Warna ini sempat menghilang setelah Eka dibawa berobat ke rumah sakit. Namun tak sampai seminggu tampak sehat, Eka kembali kambuh. Sunarti ingat betul perawat sudah pernah memberitahunya bahwa Eka mengalami gangguan pada saluran empedunya. Setelah ramai-ramai liputan terhadap Bilqis Anindya Passa, penderita atresia bilier asal Jakarta, sunarti makin paham apa yang diderita anaknya. Merasa sudah pernah berobat ke dokter dan tidak sembuh, Solihin dan Sunarti ganti melirik pengobatan alternatif. Dua tabib di daerah Lawang dan Kromengan, Kabupaten Malang mereka datangi. Berkat jamu dari tabib, Eka sempat sembuh, kata Sunarti, Jumat (12/2). Sayang, lagi-lagi kondisi membahagiakan itu tak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian tubuh Eka kembali menguning. Sejak itu, puluhan ahli sudah pengobatan alternatif dijalani bayi malang itu. Biaya yang kami keluarkan tidak sedikit. Malah ada tabib yang biaya pengobatannya mencapai Rp 600.000 sekali berobat, kata Sunarti. Pengobatan bagi Eka bukanlah beban ringan bagi Solihin dan Sunarti. Pekerjaan Solihin sebagai buruh tani biasa tak menghasilkan banyak uang. Biaya yang selama ini kami keluarkan pun banyak dibantu kerabat dan teman, kata Solihin. Semoga kali ini biayanya (perawatan di RSSA, Red.) bisa gratis, harapnya. Meski tidak semasif bantuan bagi Bilqis, Eka dan kedua orangtuanya kini bisa sedikit berharap. Mulai banyak orang merasa iba pada Eka dan melakukan gerakan menolongnya. Puluhan jurnalis di Kota Malang, misalnya, mengadakan pengumpulan dana bagi pengobatan Eka. Hasil aksi spontanitas ini langsung diberikan kepada orangtua Eka di RSSA. Kami tergerak untuk melakukan ini sekaligus untuk memperingati hari pers nasional. Jadi yang dilakukan teman-teman adalah aksi spontanitas ketika mengetahui Eka Putra Prasetya dirujuk ke RSSA Malang, ujar Eko Nurcahyo, ketua PWI Malang yang mengkoordinasi aksi simpati. Dengan membawa dua kotak sumbangan dan beberapa lembar poster berisi ajakan bersimpati untuk Eka, para jurnalis ini berkeliling intansi pemerintah dan swasta. Kantor DPRD Kota Malang dan Balaikota tak luput jadi sasaran. Selain wartawan di Malang, sumbangan bagi Eka juga digalang komunitas pembaca media online detik.com. Hingga kemarin mereka sudah mengumpulkan Rp 8,726 juta. Sumbangan ditunggu hingga Selasa (16/2). Keesokan harinya akan kami serahkan ke orangtua Eka Putra, kata Achmad Lutfi, koordinator aksi. Warga Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang ini sempat kaget dan terharu ketika ditemui para jurnalis yang menyerahkan dana bantuan. Meski memiliki kesamaan ciri fisik dengan Bilqis, namun penyakit pasti yang diderita Eka belum diketahui. ''Kami masih harus melakukan observasi lengkap, termasuk serangkaian pemeriksaan laboratorium dan foto. Untuk itu rumah sakit belum bisa menentukan jenis penyakit yang diderita Eka, ujar Ahmad Baroghis, Kepala Humas RSSA. Eka digolongkan kandidat operasi cangkok hati. Pasalnya, usia Eka sudah 18 bulan. Idealnya, operasi dilakukan sebelum usia 3 tahun. Lebih cepat lebih baik. Eka adalah balita kesekian yang diduga menderita atresia bilier. Para penderita kelainan empedu ini menyeruak ke permukaan berkat kegigihan keluarga Bilqis dalam mencari bantuan bagi transplantasi hati, satu langkah medis yang diyakini bisa
CiKEAS Miliaran Dana Century Diambil Nasabah Fiktif
http://www.sinarharapan.co.id/cetak-sinar/berita/read/miliaran-dana-century-diambil-nasabah-fiktif/ Jumat, 12 Pebruari 2010 13:44 Miliaran Dana Century Diambil Nasabah Fiktif OLEH: NINUK CUCU SUWANTI Jakarta - Miliaran dana talangan Bank Century ternyata ditarik nasabah fiktif. Pansus Century tidak menemukan data nasabah ketika dicek di lapangan. Untuk itu, Pansus mengecek lebih jauh ke Bank Indonesia (BI) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Anggota Pansus Bank Century dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuzy mengungkapkan Pansus akan menindaklanjuti temuan nama nasabah yang fiktif itu, Jumat (12/2). Kami setelah pertemuan dengan Bank Indonesia dan usai salat Jumat akan menindaklanjuti hasil temuan empat nama nasabah yang fiktif ke BPK, kata Romahurmuzy saat dihubungi SH tengah melakukan rapat dengan BI di Gedung Bank Indonesia Jakarta, Jumat. Menurut Romahurmuzy yang kerap disapa Rommy, keempat nama tersebut yakni Lie Anna Puspasa, yang beralamat di Ciputat Raya RT 04/08 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Lie menarik dana Rp 24 miliar pada 27 April 2009. Ternyata, Pansus tidak menemukan nama dan alamat tersebut. Nasabah M Linus, yang beralamat di Ruko Griya Satu IK Blok B No 16 RT 02/RW 14 Pisangan Ciputat, melakukan penarikan dana Rp 1,3 miliar pada 19 September 2008. Tapi, nama itu tidak dikenal. Nasabah M Nizar yang melakukan penarikan dana Rp 1,4 miliar pada 15 September 2008, ternyata juga tidak dikenal setelah dicek di alamatnya di Ruko Serena Jl Juanda No 36 Rempoa Ciputat. Kasena Pandi yang menarik dana Rp 2 miliar pada 15 Desember 2008 juga tidak ditemukan, karena alamat yang ada yakni di Puri Bintaro PB IV/12 RT 03/09 sudah kosong beberapa bulan lalu. Sementara itu, Pansus Century, Jumat pagi, melakukan investigasi lapangan ke BI, Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat. Ketua Pansus Angket Bank Century Idrus Marham mengatakan investigasi dilakukan sebagai pengecekan di lapangan terhadap dokumen yang diberikan sebelumnya. Menurut Idrus, dalam investigasi ini didapatkan penjelasan lebih jauh tentang proses pemberian FPJP (fasilitas pinjaman jangka pendek). Kami ingin tahu rekonstruksi ulang tentang penerbitan PBI (peraturan BI) yang hanya membutuhkan waktu lima jam, kata Idrus. Tim investigasi lapangan Pansus Century yang datang ke kantor BI terdiri atas Idrus Marham, Muruarar Sirait, Ade Syamsudin, Romahurmuzy dan Muhammad Toha. Tim Pansus diterima Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur BI Darmin Nasution yang didampingi Deputi Gubernur Muliaman D Hadad, Budi Rochadi, Budi Mulya dan jajaran direktur BI. (ant)
CiKEAS Polri Akui Sulit Penuhi Permintaan Kejaksaan
http://www.sinarharapan.co.id/cetak-sinar/berita/read/polri-akui-sulit-penuhi-permintaan-kejaksaan/ Jumat, 12 Pebruari 2010 13:52 Pengadilan Diingatkan Tak Cetak Robert Tantular Baru Polri Akui Sulit Penuhi Permintaan Kejaksaan OLEH: DEYTRI ARITONANG/RIKANDO SOMBA Jakarta - Polri akui sulit memenuhi tuntutan Kejaksaan, terutama demi dapat menggelar pengadilan in absentia bagi tersangka buron kasus Bank Century, Rafat Ali Rizfi dan Hesham al Warraq. Untuk itu, Polri akan melakukan pertemuan dengan Kejaksaan agar institusi penuntutan segera menyatakan berkas yang diberikan Polri lengkap (P21). Pertemuan itu segera dilaksanakan setidaknya bulan ini.Paling tidak ada kepastian hukum dulu. Nanti kita lihat dalam forum koordinasi Polisi dengan Kejaksaan. Sumbatan-sumbatan itulah yang nanti kita buka. Bisakah sumbatan ini dihilangkan? Harus bagaimana? ujar Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Pol Dr Ito Sumardi kepada SH, usai sebuah diskusi bertajuk Quo Vadis Penegakan Hukum Kasus Century dan Antaboga, di Jakarta, Kamis (11/2). Pembobolan Bank Century oleh pemilik saham dan jajaran pejabat bank itu sendiri bisa dikategorikan sebagai kejahatan perbankan terbesar di Tanah Air sepanjang sejarah. Sayangnya, hukuman yang diberikan pengadilan terhadap para pelaku dinilai melukai rasa keadilan. Padahal, semestinya proses hukum terhadap mereka harus jadi penjeraan agar kejahatan sama tak berulang. Pengadilan diingatkan untuk tidak menciptakan Robert Tantular-Robert Tantular baru. Demikian dikemukakan Ito Sumardi dan Kepala Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam LK) Dr A Fuad Rahmany. Hukuman minimal itu menjadi hal yang sangat memprihatinkan. Efek penjeraannya jadi hilang. Orang bisa berbuat sama seperti Robert (Tantular-red), membobol bank sekian triliun tapi hanya diganjar hukuman yang hanya lima tahun, kata Ito Sumardi. Sinergi Ito Sumardi mengatakan, sinergi antarpenegak hukum sangat menentukan dalam proses peradilan pidana. Ia menyayangkan vonis pengadilan terhadap Robert Tantular yang hanya lima tahun dengan denda Rp 50 miliar. Atau Lila Gondokusumo yang dihukum 18 bulan. Begitu halnya dengan vonis terhadap Tariq Khan yang diganjar 10 bulan penjara. Padahal, kejahatan mereka bernilai total hampir Rp 2 triliun. Ia menambahkan, yang disidik Polri adalah kasus pembobolan dan kejahatan perbankan, serta pencucian uang (money laundering) para pejabat Bank Century sebelum bailout dilakukan. Hukuman ringan ini dikeluhkannya tak mendukung upaya Indonesia mendapatkan kembali dana dan aset bank itu yang telah dilarikan ke luar negeri oleh Tantular dkk. Kedua belas negara tempat larinya dana, mensyaratkan adanya hukuman final yang berat, sekaligus menetapkan kerugian yang sesuai dengan uang dan aset yang dilarikan. Hal sama dikeluhkan Fuad Rahmany. Ia menyitir vonis terhadap Maddoff, pelaku kejahatan investasi perbankan di AS yang dihukum 150 tahun dengan pengembalian semua aset dan modalnya. Vonis seperti ini sayangnya tak pernah ada di Indonesia. Ia mengakui pelaku kejahatan finansial di Tanah Air belum ada yang mendapatkan hukuman berat. Jangan sampai pengadilan malah menciptakan kesempatan bagi orang untuk menjadi Robert Tantular- Robert Tantular baru, kritiknya. Fuad mengharapkan, ke depan, aparat hukum bisa menangkap rasa keadilan masyarakat sekaligus menerapkan penjeraan dan mengembalikan ganti rugi yang diderita korban (civil remedy). Ia mendukung pernyataan Kabareskrim Ito Sumardi yang membuka diri bagi para korban bank itu dan program investasi bodong Antaboga untuk melaporkan penipuan yang dilakukan Bank Century. Polisi, menurutnya, akan memproses hal itu. Ito juga menyarankan agar langkah perdata bisa dilakukan terhadap para pelaku kejahatan perbankan. Kami membuka diri. Kami akan proses, janji Ito. Di kesempatan sama, Abdul Hakim Garuda Nusantara, advokat senior yang mantan Ketua Komnas HAM, menegaskan, kunci dari penyelesaian kasus ini adalah sinerginya antarpenegak hukum. Ia mengatakan, pengadilan di Tanah Air juga harus mampu menangkap kemauan internasional. Jangan sampai kesepahaman antarpenegak hukum ini jadi permasalahan. Gegap gempita perpolitikan selayaknya juga tak lupa menyoroti perkembangan kasus hukum ini, pungkasnya. n
CiKEAS KPK Tahan Politisi PDIP Terkait Kasus Suap
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=44082:kpk-tahan-politisi-pdip-terkait-kasus-suapcatid=3:nasionalItemid=128 Sabtu, 13 Februari 2010 KPK Tahan Politisi PDIP Terkait Kasus Suap Jakarta, (Analisa) Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, menahan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Dudhie Makmun Murod (DMM), dalam kasus dugaan suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada 2004. Dudhie ditahan setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, sekira pukul 14.30 WIB. Pria yang pernah menjadi anggota DPR itu tidak banyak memberikan keterangan kepada wartawan. Ketika ditanya perannya dalam kasus itu, Dudhie hanya berkata singkat, Saya hanya menjalankan perintah. Namun, Dudhie tidak bersedia menjelaskan siapa pemberi perintah itu. Dengan pengawalan sejumlah petugas KPK, Dudhie langsung memasuki mobil tahanan yang akan membawanya ke rumah tahanan Cipinang, Jakarta Timur. Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan, Dudhie diduga terlibat dalam dugaan suap yang diduga terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004. Untuk itu KPK melakukan upaya penahanan terhadap tersangka DMM, kata Johan. Tim penyidik KPK menjerat Dudhie dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Dudie Makmun Murod dan Endin AJ Soefihara yang pada saat kejadian menjabat sebagai anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi keuangan dan perbankan, serta mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga pernah menjadi anggota DPR, Udju Djuhaeri. (Ant) 23_29_110.gif23_29_108.gif sig.jsp?pc=ZSzeb098pp=GRfox000 Description: Binary data
CiKEAS Kebijakan Nondiskriminatif untuk Pemerataan Pendidikan
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=44090:kebijakan-nondiskriminatif-untuk-pemerataan-pendidikancatid=78:umumItemid=131 Kebijakan Nondiskriminatif untuk Pemerataan Pendidikan Oleh : Taufikul Fahrudi Dunia pendidikan di penghujung tahun 2009 lalu seperti menemukan rohnya kembali. Ini terlihat dari kebijakan dasar yang kini dikembangkan Depdiknas dengan jargon kebijakan nondiskriminatif. Jargon itu memang bukan sesuatu yang baru, berpangkal dari ungkapan yang telah disepakati Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memberi perhatian lebih di bidang pendidikan dalam kalimat education for all (pendidikan untuk semua). Namun, hal itu terasa baru dan ke depannya serius akan dijalankan pemerintah karena tolok ukurnya makin jelas. Buktinya? Paling tidak jika kita mengikuti beberapa kali pernyataan dan kunjungan kerja Mendiknas Mohammad Nuh, optimisme kebijakan itu akan dijalankan makin besar. Untuk sekadar menyebutkan contoh, kunjungan kerja Mendiknas ke beberapa sekolah luar biasa (SLB) serta rencana untuk memperhatikan sekolah- sekolah yang berada di lingkungan lembaga pemasyarakatan (LP) adalah bukti kecil bahwa ke depan kebijakan nondiskriminatif itu akan dijalankan. Tentu bukan hanya pernyataan dan kunjungan kerja Mendiknas yang dapat dijadikan acuan. Beberapa program seratus hari Depdiknas kiranya juga bermuara pada upaya untuk menjalankan kebijakan nondiskriminatif itu. Sebut saja misalnya program penyediaan internet secara massal di sekolah, penguatan kemampuan kepala dan pengawas sekolah, beasiswa perguruan tinggi negeri (Bidik Misi) untuk lulusan SMA/ SMK/MA berprestasi dari keluarga kurang mampu. Itu semua adalah program-program yang bermuara pada kebijakan nondiskriminatif. Kebijakan nondiskriminatif intinya adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari hulu, meliputi penyiapan infrastruktur dalam hal ini sekolah, guru, proses belajar mengajar, hingga hilir, bersentuhan dengan kualitas lulusan hingga mencegah miss match antara yang dihasilkan lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan dengan keperluan pasar tenaga kerja. Kebijakan tersebut menjadi penting dalam upaya membangun pemerataan pendidikan yang selama ini masih mengalami ketimpangan. Dalam hal akses masyarakat kurang mampu terhadap pendidikan tinggi misalnya, kini tercatat baru 3,3 persen dari keluarga kurang mampu yang masuk ke jenjang pendidikan tinggi. Harapannya, melalui program beasiswa Bidik Misi, persentase itu dapat dilipatgandakan, selain diharapkan juga akan mengurangi ketimpangan antara 20 persen terkaya dengan 20 persen termiskin yang saat ini 10 kali lipat nilainya. Sebab, begitu masuk, mereka diharapkan tidak putus pendidikannya. Sebanyak 20.000 kursi disiapkan di perguruan tinggi negeri baik yang dikelola Depdiknas maupun Departemen Agama. Beasiswa dengan nilai Rp10 juta per tahun ini-bukan hanya untuk biaya kuliah, tapi juga untuk biaya hidup selama penerima beasiswa menempuh pendidikan di perguruan tinggi-diberikan bukan juga setahun dua-tahun, tapi sampai mereka lulus kuliah. Sementara bagi peserta didik yang difabel di mana mereka masuk dalam kategori anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), melalui kebijakan nondiskriminatif, mulai tahun 2010, Depdiknas berencana memberikan perhatian lebih kepada sekolah-sekolah tersebut antara lain dalam bentuk pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang memang tidak bisa disamakan dengan sekolah reguler, harus ada BOS khusus. Inilah salah satu bentuk perhatian agar apa yang selama ini dijadikan sebagai jargon atau slogan education for all atau pendidikan untuk semua benar-benar nyata dilakukan. Makna dari slogan itu tentu muaranya adalah kebijakan nondiskriminatif. Artinya, tidak membedakan semua satuan pendidikan, model maupun bentuknya. Termasuk di dalamnya SLB, keluarga kurang mampu, dan mereka yang karena nasibnya berada di dalam lembaga pemasyarakatan. Intinya, pendidikan itu untuk semua (education for all).Tidak hanya untuk anak yang normal, melainkan juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Tidak ada diskriminasi dalam pendidikan. Itu sebabnya, memperhatikan SLB dan sekolah inklusi serta anak-anak tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi dan mereka yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan merupakan bagian dari pengejawantahan kebijakan nondiskriminatif. Hal itu sebagaimana yang telah diamanatkan dalam konstitusi kita bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan (Pasal 31 ayat 1) dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (Pasal 31 ayat 2).*** Penulis adalah Pemerhati Masalah Pendidikan. printButton.pngemailButton.png
CiKEAS Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih
http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010dt=0213pub=Utusan_Malaysiasec=Luar_Negarapg=lu_08.htm Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih SURABAYA 12 Feb. - Pemimpin-pemimpin Islam di Indonesia hari ini menggesa supaya umat Islam tidak meraikan 'Hari Kekasih' kerana ia adalah berdosa dan menjurus kepada gejala 'seks bebas'. Kami melarang umat Islam daripada meraikan Hari Kekasih. Ia selalu diraikan oleh golongan muda yang belum berkahwin. Mereka meraikannya dengan berpegangan tangan atau melakukan seks bebas yang tidak sepatutnya dilakukan, kata Abdullah Cholil, pemimpin Nahdlatul Ulama di Timur Jawa, pertubuhan Islam terbesar di negara ini. Sementara itu, ketua Majlis Ulama Indonesia cawangan Timur Jawa iaitu badan Islam tertinggi negara ini, Lalilurrahman berkata, perayaan ini adalah tradisi Barat dan tidak membawa kepentingan kepada agama Islam. Hari Kekasih berasal dari budaya Barat dan tidak selari dengan ajaran Islam serta budaya Timur, katanya. Pusat membeli belah di bandar-bandar utama di Indonesia dihiasi dengan tawaran-tawaran hadiah Hari Kekasih sama seperti menyambut sambutan Tahun Baru Cina. Kebanyakan rakyat Indonesia adalah berfahaman sederhana dan tidak ramai yang mematuhi fatwa pemimpin Islam tempatan. - AFP
CiKEAS Family Vaults Women to Leadership in Asia
http://www.nytimes.com/2010/02/08/world/asia/08iht-asiawomen.html?ref=asia February 8, 2010 The Female Factor Family Vaults Women to Leadership in Asia By SETH MYDANS BANGKOK - I am not a woman prime minister, Indira Gandhi liked to say during her many years as India's leader. I am a prime minister. But the question, here in Asia, is whether there really is such a thing as a woman prime minister. More women have reached the pinnacle of power in Asia in recent years than in any other part of the world, and their example has shown that in general, women leaders can be hard to tell from men. Rather than earning their positions independently, almost every one of them has risen to power through a family connection. If you look at the record, you don't see a huge difference, said Paula R. Newberg, director of the Institute for the Study of Diplomacy at Georgetown University. We are talking more symbol than substance. Sirimavo Bandaranaike of Sri Lanka, who became the world's first female elected head of state in 1960, has been followed by female leaders in India, Pakistan and Indonesia, by two each in Bangladesh and the Philippines, and by Mrs. Bandaranaike's own daughter in Sri Lanka. Two are in power today, and both are known for their toughness and combativeness: President Gloria Macapagal Arroyo in the Philippines and Prime Minister Sheikh Hasina in Bangladesh. Most surprising - given widespread stereotypes about Islam - is female leadership in the heavily Muslim states in Southeast and South Asia, said a 2005 report, Dynasties and Female Leadership in Asia, written for the German Science Foundation. Except for Afghanistan and Brunei, women lead, or have led, governments or opposition groups in all predominantly Islamic countries in this region (Bangladesh, Indonesia, Malaysia and Pakistan). But taken together, experts say these leaders have done little to advance the causes associated with women's rights; they have not, with a few possible exceptions, governed differently from men, and they have not broken a path to the top that other women have followed. When I first got interested in this subject about 30 years ago, my supposition was that perhaps women would have a different perspective, said Guida M. Jackson, the author of Women Who Ruled and Women Rulers Throughout the Ages, which explore the record worldwide. I was looking for no more war and all the other stuff. What she found instead, she said, was that they are just as egomaniacal, in many cases, or just as intent on holding on to their own power and to heck with the next bunch that comes along as anybody else. And the rise of female leaders does not seem to reflect any change in the patriarchal nature of Asian societies. Rather, it demonstrates the power of a name and the persistence of political dynasties, whether they involve women or men. There is no doubt that the rise of female leaders is linked to their being members of prominent families: they are all the daughters, wives, or widows of former government heads or leading oppositionists, according to the German report. An exception is Han Myung-sook, who attained her position as prime minister of South Korea from 2006 to 2007 without a family connection. Two of the less aggressive women leaders were forthright about their roles. I know my limitations, and I don't like politics, said Corazon Aquino, who became president of the Philippines in 1986 after the assassination of her husband, the opposition leader Benigno Aquino. I was only involved because of my husband. Megawati Sukarnoputri, a daughter of the founder of Indonesia, Sukarno, made a campaign virtue of her passive style, declaring, So what's wrong with being a housewife? This is not to say that the role of women has remained static in Asia. Women are advancing in many nations as business executives, politicians and diplomats, and in professions like law. Society in many places is becoming more Westernized, with a breakdown in family structures that liberates women from traditional roles in the household and accords them greater respect in the public arena. But there still seems to be a glass ceiling that holds back women from reaching the very top purely on their own merits, and a political context that may limit their room to maneuver as leaders. Perhaps if their number reached a critical mass, female leaders would have more leeway to pursue policies that favor the equality of women, the nurturing of families and a less confrontational style of leadership, said Dewi Fortuna Anwar, director for programs and research at the Habibie Center, an independent policy institute in Indonesia. But they are still anomalies in a man's world, she said, battling to demonstrate their strength to potential adversaries and to the male allies who may seek to manipulate them. You need to be more manly, you need to show that you don't cry in public, that you are tough enough
CiKEAS Russia's T-50 Shows New Face and Human Intelligence
http://english.pravda.ru/russia/economics/12-02-2010/112189-fifth_generation_pak_fa-0 12.02.2010 Russia's T-50 Shows New Face and Human Intelligence Russia's new T-50 PAK FA fifth generation aircraft performed its second flight on February 12. The flight took place at the airbase in the city of Komsomolsk-on-Amur. The flight continued for 57 minutes; all systems of the aircraft functioned properly, a source at the Russian defense complex told Interfax. The new plane has a new look now, the official added. Several days ago the plane was painted in gray and white camouflage colors of the Russian Air Force. The new colors made the aircraft look more menacing in the air, the official said. The plane will perform several other test flights at the base of Komsomolsk-on-Amur and will be thereafter sent to the Moscow region, where the main part of test flights will be conducted. The combat capacity of the fighter jet will later be tested in the Astrakhan region of Russia. The first test flight was conducted on January 29. The general director of Russia's legendary Sukhoi design bureau said that the first successful flight of the fifth-generation jet marked great progress for the Russian aviation technology. Test pilot Sergey Bogdan shared positive impressions of his experience on board the T-50. Prime Minister Putin stated that the program to train crews for the new jet would be launched in 2013, whereas serial purchasing of the jet would commence in 2015. The main distinction of the aircraft is the computer analysis of all information. A pilot receives the results of the analysis in the form of prompt messages, GZT.ru wrote. The exploitation of the new plane will be cheaper in comparison with its predecessors. For example, the cost of one hour of exploitation of Su-27 (4th generation) makes up $10,000. The price for the same time of exploitation of T-50 is expected to be reduced to $1,500. Nikolai Makarov, Russian armed forces chief of staff, said that Sukhoi's T-50 would have several advantages over its US rival - F-22 Raptor. First and foremost, it goes about high, nearly human intelligence, Makarov said. In addition, T-50 will be a lot cheaper than the US analogue, although the price has not been exposed yet, Makarov said. Russia started working on the fifth-generation aircraft during the 1980s, but the works were suspended after the collapse of the Soviet Union. The US prototype of the modern F-22 fighter jet took off for the first time in 1990. Russia returned to the development of the domestic fifth-generation aircraft only in 2002. Russian specialists believe that it would be incorrect to compare Russia's T-50 and USA's Raptor: their concepts are different, Nezavisimaya Gazeta wrote. For example, the Pentagon refused from the plans to make F-22 a highly maneuverable aircraft. US specialists believed that self-guided all-aspect missiles relieve a Raptor pilot of the need to attack an enemy from the back. In addition, the US jet can reach the enemy at maximum operating range, which is unreachable for missiles of other fighter jets. PAK FA designers say that it is a multi-role jet. Therefore, the aircraft can be used as an interceptor jet or a bomber plane. Russian specialists also said that F-22 had never been used in many US-led military operations, not even in Iraq and Afghanistan. Raptor was originally developed as a heavy fighter jet to gain predominance in the air. That is why it is referred to as a multi-functional, rather than a multi-role plane. Most likely, the aircraft will be used in connection with unmanned combat planes and will then become a prologue to the construction of the sixth-generation aircraft in the United States. The Americans are concerned about the preservation of their technologies, experience and knowledge in the field of aircraft-making. In Russia, such an approach to long-term planning in the development of new military hardware either does not exist or is kept secret, like it happened with the PAK FA program. t50-1.jpg
CiKEAS USSR's Grave Digger Finds His Own Grave
http://english.pravda.ru/world/americas/12-02-2010/112183-charlie_wilson-0 12.02.2010 USSR's Grave Digger Finds His Own Grave Charlie Wilson, the former congressman from Texas and the main orchestrator of arms supplies to Afghanistan's Mujahideens to fight against Soviet troops, died on February 10 at age 76. His life was chronicled in the movie and book Charlie Wilson's War which has not made it to the Russian theatres as an anti-Soviet film, reports GZT.Ru. Wilson died on his way to Memorial Medical Center -Lufkin in Texas where he served in Senate for over 20 years. He was taken to hospital after he started having difficulty breathing while attending a meeting in the eastern Texas town where he lived. Wilson was pronounced dead on arrival, and the preliminary cause of death was cardiopulmonary arrest, Associated Press reports. He had the heart transplant in September 2007. Charlie Wilson's political career started when he was 27, after his service in the Pentagon. He was elected to the U.S. House of Representatives from the Second District of Texas. By age 40, Wilson made his way into the Congress with the support of Texas black population. He was re-elected 12 times, and served from 1973 through 1996. Besides being an ambitious politician, Wilson earned a reputation as a hard-drinking womanizer known as Good Time Charlie. When retired, Wilson confessed in an interview that he was knows as Tornado among women. The news about Wilson's death was on the front pages of Thursday newspapers in the US. According to Politico, Congress lost one of its most colorful characters . Charlie Wilson, a Texas Democrat who mixed wit and a maverick lifestyle with a deadly serious backroom campaign to secure covert funding for Afghan rebels fighting Soviet occupiers in the 1980s. This is the most interesting part of his biography. Wilson specialized in the USSR issues during his years in the Pentagon. His passionate interest in the Mujahideen cause began in 1980, less than a year after the Soviet invasion of Afghanistan, when he read a news agency dispatch about the plight of refugees. Supported by Joanne Herring, a wealthy political backer and anti-communist, he started financing Afghanistan's resistance. Wilson used his seat on the powerful House Appropriations Committee, and the secrecy of the U.S. covert-operations budget, to send billions of dollars in arms to the Afghan rebels. After the withdrawal of Soviet troops from Afghanistan, Zia-ul-Haq, President of Pakistan, while answering the question of an American journalist who asked how illiterate Afghan peasants were able to strike such an intense blow at Russia, said It was Charlie. After visiting a refugee camp in Pakistan and seeing wounded and maimed Afghan guerrilla fighters and children, Mr. Wilson vowed to help them. He stayed true to his position after 9/11 attack. He continued to argue that failing to help mujahedeen in the 1980s would be the same as failing to help the USSR to fight Hitler. Wilson's story was described by a journalist George Crile in his book Charlie Wilson's War. The movie based on the book came out in 2007. In the US it received four Oskar nominations, while in Russia it has not even made it to the theatres. The theatres gave an official explanation stating that the film was not commercially viable, but unofficially they confessed that its anti-Soviet theme was the actual reason, reports GZT.Ru
CiKEAS Partai Islam di Belanda
http://www.ad.nl/ad/nl/1012/Binnenland/article/detail/435199/2009/10/05/Moslimpartij-bij-verkiezingen-in-Venlo.dhtml Moslimpartij bij verkiezingen in Venlo FOTO ANP VENLO - De Nederlandse Moslimpartij NMP doet op 18 november mee aan de gemeenteraadsverkiezingen in Venlo. Dat liet voorzitter Henny Kreeft van de NMP maandag weten. Kreeft levert dinsdag bij de gemeente de kieslijst van de NMP in waarop vier kandidaten staan, twee met een Marokkaanse, een met een Turkse en een met een Pakistaanse achtergrond. Lijsttrekker wordt de politiek nog onbekende Ismael Hassani. De partij hoopt op twee zetels, vooral afgesnoept van PvdA en GroenLinks. Het feit dat Geert Wilders uit Venlo komt, is volgens Kreeft toeval. ,,Venlo is heel belangrijk voor ons'', aldus Kreeft. De partij wil namelijk volgend jaar in nog eens negen gemeenten meedoen aan de verkiezingen. Kreeft verwacht daarbij in Amsterdam vier zetels te bemachtigen, en in steden als Rotterdam, Alkmaar en Den Haag meer dan twee. In Venlo zijn al in november verkiezingen wegens gemeentelijke herindeling. 05/10/09 18u46media_xl_69631.jpg
CiKEAS Mesin Mati, Trigana Air Mendarat di Rawadi Samboja Kutai Kartanegara
Refleksi: Masih mujur, mesin mati bukan manusia (penumpang dan awak pesawat) mati. Sekalipun negara sudah berumur lebih dari 60 tahun, hampir tiap bulan ada pesawat terbang NKRI masih terkait masa kanak-kanaknya. --- Jawa Pos [ Jum'at, 12 Februari 2010 ] Mesin Mati, Trigana Air Mendarat di Rawadi Samboja Kutai Kartanegara Awak Pesawat dan Penumpang Selamat KUTAI KARTANEGARA - Seluruh awak dan penumpang Pesawat Trigana Air rute penerbangan Berau-Samarinda nyaris celaka. Karena mesin sebelah kiri mati mendadak, pesawat berkapasitas 48 penumpang itu mendarat darurat di areal rawa-rawa di Kelurahan Bukit Merdeka, Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar), atau sekitar 5 kilometer dari jalan poros Km 45 Balikpapan-Samarinda kemarin pukul 11.30 Wita. Pesawat beregister PK-YRP dengan nomor penerbangan TGN 162 itu sebenarnya sudah berposisi siap mendarat di Bandara Temindung Samarinda. Namun, sesaat sebelum mendarat, mesin pesawat sebelah kiri tiba-tiba tidak berfungsi. Kapten Pilot Nursolihin pun mencoba meminta izin kepada menara pengawas (air traffic control/ATC) Bandara Temindung untuk mendarat darurat. Namun, petugas ATC tidak mengizinkan dengan alasan lokasi Bandara Temindung sangat tidak aman untuk pendaratan darurat. Selain landasan pacu yang pendek (hanya sekitar 1.000 meter), lokasi bandara berada di tengah permukiman warga. Belum lagi beberapa bangunan tinggi sekitar bandara yang menyulitkan pendaratan darurat. Karena itu, pesawat dialihkan ke Bandara Sepinggan, Balikpapan. ''Untungnya, saat pesawat diputuskan tak boleh mendarat di Bandara Temindung, posisi badan pesawat bisa kembali diangkat dan mengudara ke arah Balikpapan,'' jelas Kepala Bandara Temindung Samsul Banri kemarin. Saat terbang menuju Bandara Sepinggan, pilot lagi-lagi mengalami kesulitan. Yakni, mesin bagian kanan ikut mati. Pilot tak mau berspekulasi terbang dengan dua mesin dalam keadaan mati. Karena itu, sebelum sampai di Balikpapan, pilot memutuskan mendarat darurat di areal rawa-rawa di Samboja. Pilot sengaja memilih areal rawa sebagai lokasi pendaratan darurat untuk mengamankan pesawat dari percikan api. Pesawat buatan Aerospatiale, Prancis, dan Aeritalia, Italia, tersebut mengangkut 43 penumpang dewasa, seorang anak, dan dua bayi. Pesawat Avions de Transport Regional (ATR) bermesin twin-turboprop itu juga mengangkut 74 kg kargo serta 451 kg bagasi. Kasi Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (K3P) Bandara Temindung Roesmanto menjelaskan, pilot melakukan kontak terakhir dengan Bandara Temindung pukul 11.20 Wita. Menurut dia, pilot mendarat darurat karena mesin kanan pesawat juga mati karena tenaganya terforsir. Sebab, pesawat terbang hanya dengan satu mesin mulai Samarinda. ''Keputusan pilot sudah tepat. Jarak pandang cukup untuk mendarat darurat,'' ungkap Roesmanto. ''Sepuluh menit sebelum mendarat di Bandara Temindung, mesin kiri pesawat mati. Pilot mengumumkan pesawat harus mendarat di landasan yang panjang,'' ungkap Iwan, 38, penumpang Trigana Air, kemarin. Menurut dia, meski mengalami penerbangan tidak normal, pesawat tetap melakukan penerbangan menuju Bandara Sepinggan. Memasuki Samboja, mesin kanan yang diharapkan mampu bertahan hingga Bandara Sepinggan mendadak juga mati. Pilot pun mengambil keputusan mendarat. ''Waktu mesin satunya mati, saya waswas. Pilot memanggil dua pramugari masuk ke ruang kabin. Setelah itu, pramugari keluar dan duduk menggunakan sabuk pengaman,'' jelasnya. Dandi, 19, penumpang asal Berau, mengungkapkan, saat kedua mesinnya mati, pesawat sempat berputar-putar beberapa menit. ''Saya tidak tahu maksud pilot berputar-putar. Tapi, kemudian pramugari berteriak emergency landing dan menyuruh kami menerapkan langkah keselamatan. Kami menunduk dan beberapa penumpang juga berteriak,'' ujarnya. Kepala Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu Kabupaten Berau Mansyah Kelana beserta istrinya, Mariah, yang turut menjadi penumpang pesawat tersebut mengaku bersyukur semua penumpang bisa selamat. ''Saya kebetulan ada tugas dinas ke Samarinda. Sekaligus istri hendak kontrol penyakit jantung,'' jelas Mansyah ketika dihubungi kemarin. Dia membenarkan bahwa mesin sebelah kiri pesawat mati saat pesawat akan mendarat di Bandara Temindung. ''Saya dapat informasi kemudian dialihkan ke Balikpapan. Tapi, malah mendarat di lumpur. Alhamdulillah, Allah masih melindungi,'' katanya. Saat mesin mati, awak kabin sudah memberi tahu penumpang bahwa pesawat dalam keadaan darurat karena mesin mati. Karena kendala teknis itu, pendaratan dialihkan ke Balikpapan. ''Tiba-tiba, pesawat terus terbang makin rendah. Kemudian, pramugari memerintah semua penumpang untuk menunduk. Ya kami semua menunduk. Tiba-tiba, di dalam pesawat sudah penuh lumpur,'' ungkapnya. Mansyah menyatakan salut atas upaya pilot mencari lokasi mendarat yang tepat. ''Tidak ada ledakan. Semua penumpang selamat. Kondisi mesin pesawat juga sudah mati semua. Alhamdulillah,'' ucapnya. Beberapa saksi
CiKEAS Gertak Sambal Reshuffle Kabinet
Jawa Pos [ Kamis, 11 Februari 2010 ] Gertak Sambal Reshuffle Kabinet Oleh: Moh Samsul Arifin USIA Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sudah lebih dari seratus hari. Dari Istana Presiden di Cipanas, sang nakhoda memaklumatkan keberhasilan pemerintahannya. Menurut dia, hingga seratus hari kerja -sejatinya seratus hari plus lima tahun- (program pemerintahan) telah mencapai target (sukses) 99 persen. Tentu klaim ini bisa diperdebatkan karena sejumlah pihak memiliki indikator berbeda untuk menilai. Nah, jika program seratus hari dinyatakan 99 persen sukses, mengapa pula ada usul agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merombak kabinet? Inilah yang anomali dalam jagat politik Indonesia. Konklusi bisa ditarik tanpa menimbang premis minor dan mayornya: Pemerintahan disusun oleh parpol yang menyetor kadernya untuk duduk di kabinet. Mereka disebut kawan kongsi Partai Demokrat yang bersama-sama menyokong pemerintahan SBY-Boediono. Setelah (pemerintahan) berjalan seratus hari dan diklaim sukses, kabinet malah hendak dirombak. Tapi, jangan berhenti pada logika umum untuk memahami politik di negeri yang lepas dari otoritarianisme 12 tahun lalu ini. Masuklah ke dalam sengkarut tali-temali ikatan politik yang melatarbelakangi pembentukan kabinet. Di sini, rasanya, politik dan subjek politik (baca: aktor dan parpol) berada di persimpangan jalan. *** Usul reshuffle berasal dari petinggi Partai Demokrat terkait dengan dinamika yang berkembang di Panitia Khusus Angket Bank Century. Demokrat gerah terhadap parpol kawan kongsi, khususnya Partai Golkar, PKS, dan PPP. Sebab, ketiga parpol itu bakal menentukan rekomendasi Pansus Century nanti. Apabila kawan koalisi kompak, seluruh kebijakan KSSK dan BI pada masa lalu seperti merger, pemberian fasilitas jangka pendek, penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, hingga pengucuran dana talangan (bailout) kepada bank yang pernah dimiliki Robert Tantular cs itu dianggap tak bermasalah. Sebaliknya, jika Golkar, PKS, dan PPP bergabung dengan tiga parpol oposisi -PDIP, Hanura, dan Gerindra- kesimpulan terkait dengan kebijakan yang antara lain diputuskan Boediono dan Sri Mulyani Indrawati tersebut akan menguak tabir skandal Bank Century. Ini yang ditunggu-tunggu publik, yang notabene adalah konstituen parpol pemilik kursi di parlemen. Kredibilitas Pansus Century dan parpol akan sangat ditentukan oleh kesimpulan akhir panitia yang dibentuk pada Desember 2009 itu. Tentu kesimpulan akhirnya harus berdasar fakta dan data yang diperoleh selama proses penyelidikan. Bukan sejenis apriori yang beralas kepentingan semata. Kita mengingatkan anggota Pansus Century untuk berangkat dari temuan BPK yang menyatakan ada sejumlah pelanggaran dan keganjilan dalam fase-fase menuju bailout Century. Temuan BPK itulah soko gurunya, dan bukannya politisasi yang menyertai kerja pansus yang akan berakhir Maret nanti. Reshuffle dalam jalinan politik merupakan pedang bermata dua: ia jadi semacam gertakan -kalau bukan ancaman- kepada parpol untuk mengerem anggotanya di Pansus Century. Ancaman tersebut biasanya berujung pada pemecatan kader parpol dari kabinet. Kedua, reshuffle bisa dibaca sebagai uluran tangan kepada parpol semacam Golkar, PKS, dan PPP untuk menambah kursi di kabinet. Sebentuk tawaran untuk mengubah haluan atau kritisisme kadernya di parlemen. Isu reshuffle yang dikaitkan dengan perilaku kawan koalisi di parlemen itu pernah juga terjadi pada masa Abdurrahman Wahid atau Megawati Soekarnoputri. Sebuah risiko yang secara otomatis melekat kepada parpol dan kadernya yang duduk di kabinet. Yang harus dicamkan, Demokrat di satu sisi dan Golkar-PKS di sisi lain punya optik berbeda soal koalisi. Demokrat sejak awal selalu mengumandangkan bahwa koalisi terjadi antara mereka dan parpol lain dalam mendukung pemerintahan SBY-Boediono. Sedangkan Golkar dan PKS menyebut tak terikat koalisi dengan Demokrat, melainkan dengan Presiden SBY. Ini menegasikan Demokrat. Tak heran jika petinggi Golkar dan PKS, dalam kasus Bank Century, menyatakan bahwa keduanya terikat kepada ''koalisi kebenaran. Maksudnya, anggota kedua parpol di Pansus Century itu diminta mengungkap skandal tersebut tanpa memikirkan koalisi parpolnya dengan Presiden SBY. *** Menengok kesimpulan sementara fraksi-fraksi di DPR, kita menangkap sinyal koalisi yang dibangun Presiden SBY tidak efektif. Hanya satu parpol, yakni PKB, yang sebangun dengan Demokrat. Selebihnya, tujuh fraksi lain -dengan bahasa masing-masing-mendapati ada keganjilan, pelanggaran, dan indikasi tindak pidana korupsi pada tiga tahap skandal Bank Century. Kawan kongsi semacam Golkar, PKS, PPP, dan PAN memiliki kesamaan pandangan dengan tiga parpol di kubu oposisi; PDIP, Gerindra, dan Hanura. Koalisi yang dibangun SBY sebetulnya rapuh karena tidak diikat platform dan ideologi yang sama. Sebaliknya, koalisi berfondasi pada pembagian kursi di kabinet, semacam power sharing. Siapa yang
CiKEAS Hukuman Mati Harus tanpa Ragu
Jawa Pos [ Kamis, 11 Februari 2010 ] Hukuman Mati Harus tanpa Ragu HUKUMAN yang dipandang terberat adalah melenyapkan eksistensi seseorang. Kita mengenalnya sebagai hukuman mati. Hari-hari ini, hukuman mati menjadi kontroversi lagi. Bukan kontroversi, persisnya. Tetapi perdebatan abadi antara kelompok prohukuman mati dan kelompok yang ingin menghapuskannya (abolisionis). Hari ini kita akan mendengarkan vonis atas tiga terdakwa utama kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnain, yakni Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono, dan Wiliardi Wizar. Selain kasus pembunuhan itu tergolong high profile (karena melibatkan nama-nama besar), tuntutan atas tiga terdakwa juga tergolong istimewa, yakni tuntutan mati. Tuntutan itu mencuatkan aneka protes. Selain dari terdakwa, penentangan muncul dari aktivis HAM dari kelompok abolisionis. Para aktivis memandang hukuman mati sudah tidak layak diterapkan dengan berbagai alasannya. Di antaranya, hukuman mati tidak bisa dikoreksi dan melanggar hak hidup yang dijamin konstitusi. Pihak yang prohukuman mati biasanya diam. Sebab, toh hukuman mati masih berlaku dan tetap bisa diterapkan. Negara Republik Indonesia, seperti juga banyak negara lain, termasuk Amerika Serikat, memang masih belum merasa perlu menghapus hukuman mati. Hukuman mati masih diperlukan. Memang, kesan pembalasan dalam hukuman mati sangat kentara. Padahal, pembalasan dalam hukuman semakin tidak populer. Tetapi, sifat hukuman dalam hukum pidana memang tidak bisa sama sekali meninggalkan sifat pembalasan (kalau tidak ada pembalasan, kenapa orang tidak rela ada sel mewah atau perlakuan beda di penjara?). Seseorang yang sudah terbukti dengan telak melakukan kejahatan yang berat, yakni merampas hak hidup orang lain, memang bisa dihukum mati sebagai salah satu pilihan hukuman. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita yang warisan kolonial Belanda juga tidak serampangan dalam mengancamkan hukuman mati. Yang diancam hukuman mati, di antaranya, adalah pembunuhan berencana, seperti yang didakwakan kepada Antasari dan komplotannya. Kejahatan pembunuhan berencana memang keji. Yakni, seseorang dengan kesadaran penuh ingin melenyapkan hak hidup orang lain. Jadi, seseorang yang berencana membunuh orang lain berarti sudah mantap di batin dan otaknya untuk melakukan kejahatan itu. Itu kejahatan yang sangat berat. Salain pembunuhan berencana, hukuman mati juga masih layak bagi kejahatan kekerasan yang bengis, seperti terorisme. Hak hidup orang-orang yang sudah berniat membunuh orang lain sebanyak-banyaknya juga tidak layak dilindungi. Sebab, dia juga sama sekali tidak peduli pada hak orang lain. Kita harus mempertimbangkan kenestapaan korbannya juga. Alangkah njomplangnya rasa keadilan kita apabila orang-orang semacam itu masih harus dipelihara negara, misalnya, seumur hidup atau 20 tahun di penjara. Padahal, dia sudah mengakibatkan banyak orang lain dan keluarganya mengalami kenestapaan. Kritik lain adalah hukuman mati tidak bisa dikoreksi. Sebenarnya, tidak ada hukuman jenis apa pun yang bisa dikoreksi dengan sepenuhnya adil. Katakanlah, seseorang dijebloskan ke penjara selama lima tahun, tapi ternyata salah vonis. Meskipun dia diganti rugi, jelas sekali banyak kesempatan dan kehormatan dalam hidupnya tidak bisa kembali. Untuk mengurangi kemungkinan kesalahan manusiawi (errare humanum est), perlu setiap hukuman itu diterapkan tanpa keraguan (no reasonable doubt). Termasuk hukuman mati. Jangan menghukum mati atau penjara kalau ada keraguan. Tidak terkecuali kepada Antasari, Sigid, Wiliardi, atau siapa pun, atau kepada orang-orang yang lebih kecil. Tapi, kalau memang haqqul yakin, kenapa tidak? (*)
CiKEAS West Papua 40 years on
http://insideindonesia.org/content/view/1262/47/ West Papua 40 years on Reflecting on the Act of Free Choice and the integration of West Papua into Indonesia Jennifer Robinson Last August, East Timor celebrated a decade since the United Nations vote which gave it independence from Indonesia. This year, too, many West Papuans have been remembering a UN sponsored vote, but many of them have been mourning how it denied them their independence. In 1969, in an 'Act of Free Choice' the UN gave West Papuans the choice between the same two options put before the Timorese in 1999: integration with Indonesia or full independence. But the conduct of the vote could hardly have been more different than that which took place 30 years later in East Timor. Different histories Most East Timorese and outside observers hailed the UN administration in East Timor and the conduct of the vote for self-determination as a success. Under threat of violence, but with the world watching, 78.5 percent of the Timorese voted for independence. The subsequent independence ended a bloody 24-year occupation by Indonesian forces. For many West Papuans, the UN-sponsored vote legitimised the forced takeover by Indonesia in 1962 and the Indonesian annexation that continues today Few people are aware that 30 years before East Timor, West Papua was the first ever UN administered territory and the first territory granted a UN sponsored vote. But for the Papuans, the process and outcome could not have been more different. The vote, conducted by Indonesia with UN supervision, is now widely acknowledged to have been a sham: only a handful of Papuans were allowed to participate, the few who could vote were forced to do so in public, in full view of Indonesian soldiers and without international observers, under threat of violence. Despite popular support for independence, the Papuans were coerced into voting for integration with Indonesia. Unsurprisingly, the Act of Free Choice is more popularly known to Papuans as the 'Act of No Choice'. For many West Papuans, the UN-sponsored vote legitimised the forced takeover by Indonesia in 1962 and the Indonesian annexation that continues today. Remembering 1969 The fortieth anniversary of the Act of Free Choice provides an excellent opportunity for Inside Indonesia to reflect upon the events of that time and their continuing relevance today. The contested histories arising from that fateful vote - in particular concerning Papua's status as a part of Indonesia - are at the root of ongoing conflict in Papua. Yet, for many years there was little documentation or discussion of the events of 1969. Inside Indonesia is thus pleased to present over coming weeks a series of articles that consider the Act of Free Choice, its legal consequences and the viewpoints of Indonesians and Papuans on the event and its implications for Papua's future. The fortieth anniversary of the Act of Free Choice provides an excellent opportunity for Inside Indonesia to reflect upon the events of that time and their continuing relevance today International lawyer Melinda Janki writes about the legal consequences of the conduct of the Act of Free Choice. Since 1969, Indonesia has represented the vote as signifying West Papua's exercise of its right to self-determination, offering it as justification for the territory's incorporation into the Indonesian state. After setting out the requirements for the legitimate exercise of self-determination in international law, she shows that the Act of Free Choice fell far short of those standards. As a matter of international law, she argues, the Act cannot justify Indonesian sovereignty over West Papua. Professor Pieter Drooglever , author of an independent study of the Act of Free Choice commissioned by the Dutch government in 2000, provides an overview of his findings about the vote and the political circumstances prevailing at the time, considering the roles of the Netherlands, Indonesia, the US and the UN. He explains how his study focuses on Papuan sentiments on the transfer and gives voice to those views, and he reflects on the intense political controversy caused by his study and the criticisms he received in Indonesia. The series then presents Indonesian and Papuan views on the Act of Free Choice. Jusuf Wanandi of the Centre for Strategic and International Studies in Jakarta was part of the team that organised the Act of Free Choice and he presents his recollections of and reflections on that period. It is rare for persons involved in these historic events on the Indonesian side to present their views on them to an international audience, and we are very grateful to Mr Wanandi for doing so. Next, Muridan S. Widjojo of the Indonesian Institute of Sciences represents a liberal Indonesian view. While recognising that differing interpretations of the history of the Act are at the root of conflict in today's Papua, he
CiKEAS A violation of international law
http://insideindonesia.org/content/view/1261/47/ A violation of international law Indonesia's claim to sovereignty over West Papua rests upon an unsound legal basis Melinda Janki Between 14 July and 2 August 1969, the Indonesian government held what it called the 'Act of Free Choice' in West Papua. It gathered 1022 Papuan tribal representatives into eight locations - one for each region of West Papua: Merauke, Jayawijaya, Paniai, Fak-Fak, Sorong, Manokwari, Cenderawasih and Jayapura. Some of these Papuans had to walk three days to their designated location. Some had to leave behind their wives and children in the 'care of the Indonesian government'. These 1022 Papuans were asked to choose between two alternatives, either to remain with Indonesia or to sever ties with Indonesia and become an independent state separate from Indonesia, like Papua New Guinea. In each region the decision-making process was the same. The head of the West Irian provincial government informed the Papuan group that the peoples of West Papua had already expressed their desire not to be separated from Indonesia and that the right answer was for Papua to remain a part of Indonesia. The Indonesian Minister of Home Affairs informed them that this 'Act of Free Choice' would finally safeguard the unity of the Indonesian nation and there was no alternative but to 'remain within the Republic of Indonesia'. The Papuans were not permitted to vote. They had to reach a decision through the Indonesian system of musyawarah (mutual deliberation) in which discussion continues until everybody agrees. All of this took place under the watchful gaze of the Chair of the West Irian Provincial House of Representatives, the Chief of the Indonesian Information Service, as well as a Brigadier-General in the Indonesian army. One by one each Papuan group declared in favour of remaining with Indonesia. Ever since that time, Indonesia has represented this 'Act of Free Choice' as West Papua's exercise of its right to self-determination. This is its justification for the integration of West Papua into the Republic of Indonesia. Self-determination in international law From its origins as a political principle championed by Lenin and then by Woodrow Wilson, self-determination has evolved into a fundamental human right and a rule of international law. In its 1960 'Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples', the UN General Assembly stated that 'the subjection of peoples to alien subjugation, domination and exploitation constitutes a denial of fundamental human rights, is contrary to the Charter of the United Nations and is an impediment to world peace and cooperation'. Since then the principle of self-determination has attained quasi-constitutional status within the United Nations and has been reinforced by state practice throughout the world. As a result, millions of people have gained their freedom from the former colonial powers. Self-determination has been entrenched in treaty law and in the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. The 'Act of Free Choice' was an egregious violation of West Papua's legal right to self-determination In early 2008, the chair of the UN special committee on decolonisation, who was also the UN representative for Indonesia, H.E. Mr R. M. Marty M Natalegawa (now Indonesia's foreign minister), declared that 'decolonisation remains an unfinished business of the United Nations. We must therefore continue to give decolonisation a high priority and seek effective ways to accelerate the process of decolonisation in the remaining Non-Self-Governing Territories'. If he is really serious, His Excellency need look no further than across the Afar Sea to West Papua. The situation in 1969 In 1969, Indonesia did not have sovereignty over West Papua. It had exercised administration responsibilities over the territory under UN supervision since 1963, after assuming responsibilities from the United Nations Temporary Executive Authority, which had in turn taken over administration from the Netherlands, the original colonial power. Indonesia's obligations towards West Papua were governed by two separate treaties. The first and more important was the UN Charter, Article 73 of which imposed on Indonesia a 'sacred trust' to bring West Papua to self-government. The second treaty was the 'Agreement Concerning West New Guinea (West Irian)' made on 15 August 1962 between the Kingdom of the Netherlands and the Republic of Indonesia and commonly referred to as the New York Agreement. This treaty imposed on Indonesia an obligation, as the administering power, to hold an act of self-determination in West Papua in accordance with international practice. In 1969 'international practice' was well-established. Under Resolution 1541 (XV) 'Principles which should guide Members in determining whether or not an obligation exists to
Re: CiKEAS Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih
Kayaknya, mulai pagi ini, banyak anak2 muda di Jakarta siap-siap merayakan VAlentine Day. Kalau mereka tidak mengindahkan larangan MUI, gimana ya wibawah MUI sekarang ini?? 'Cogito Ergo Sum saya berpikir maka saya ada Rene Descartes --- On Fri, 2/12/10, sunny am...@tele2.se wrote: From: sunny am...@tele2.se Subject: CiKEAS Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih To: undisclosed-recipi...@yahoo.com Date: Friday, February 12, 2010, 3:04 PM http://www.utusan. com.my/utusan/ info.asp? y=2010dt=0213pub=Utusan_Malaysiasec=Luar_Negarapg=lu_08.htm Ulama Indonesia larang sambutan Hari Kekasih SURABAYA 12 Feb. - Pemimpin-pemimpin Islam di Indonesia hari ini menggesa supaya umat Islam tidak meraikan 'Hari Kekasih' kerana ia adalah berdosa dan menjurus kepada gejala 'seks bebas'. Kami melarang umat Islam daripada meraikan Hari Kekasih. Ia selalu diraikan oleh golongan muda yang belum berkahwin. Mereka meraikannya dengan berpegangan tangan atau melakukan seks bebas yang tidak sepatutnya dilakukan, kata Abdullah Cholil, pemimpin Nahdlatul Ulama di Timur Jawa, pertubuhan Islam terbesar di negara ini. Sementara itu, ketua Majlis Ulama Indonesia cawangan Timur Jawa iaitu badan Islam tertinggi negara ini, Lalilurrahman berkata, perayaan ini adalah tradisi Barat dan tidak membawa kepentingan kepada agama Islam. Hari Kekasih berasal dari budaya Barat dan tidak selari dengan ajaran Islam serta budaya Timur, katanya. Pusat membeli belah di bandar-bandar utama di Indonesia dihiasi dengan tawaran-tawaran hadiah Hari Kekasih sama seperti menyambut sambutan Tahun Baru Cina. Kebanyakan rakyat Indonesia adalah berfahaman sederhana dan tidak ramai yang mematuhi fatwa pemimpin Islam tempatan. - AFP
CiKEAS 100 Tahun Kebangkitan: Indonesia Bisa dengan Pemetaan Konsep
100 Tahun Kebangkitan: Indonesia Bisa dengan Pemetaan Konsep Dengan bantuan 6 Pertanyaan (5 W + 1 H) perlu diperjelas lagi tentang pernyataan Bapak Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Indonesia BISA itu, yang sering beliau ucapkan semenjak menjabat jadi Presiden dan untuk peringatan acara Seabad Kebangkitan Nasional Indonesia (yang ke 100 tahun).5W + 1HBaca juga Solve Problem with MindMap dan Di balik kesederhanaan terletak kekuatannya. Apanya yang Indonesia bisa? Jawabannya bisa beragam, dari mulai yang pesimis (bisa hancur) sampai yang optimis (bisa bangkit).Kapan Indonesia Bangkit? Jawabannya bisa beragam, dari mulai yang pesimis (kapan-kapan) sampai yang optimis (saat ini juga).Siapa yang bangkit? Jawabannya bisa beragam, dari mulai yang pesimis (tidak ada yang bangkit atau siapa yang peduli akan kebangkitan) sampai yang optimis (semua komponen bangsa dari pucuk pimpinan MPR, Presiden dan jajarannya, sampai ke rakyat terkecil).Di mana terjadi kebangkitan itu? Jawabannya bisa beragam, dari mulai yang pesimis (tidak terjadi kebangkitan di mana-mana, karena sudah apatis) sampai yang optimis (di segala bidang: hukum, ekonomi, pendidikan, semua sendi kehidupan bangsa Indonesia).Mengapa Indonesia harus bangkit? Jawabannya bisa beragam, dari mulai yang pesimis (ya mengapa harus bangkit? apa kita belum bangkit selama ini? apa sih artinya bangkit itu, mungkin yang kamu maksudkan adalah Bangkot, Kebangkotan??) sampai yang optimis (Karena kita ini adalah bangsa yang besar, memiliki sumber daya yang luar biasa, posisi yang sangat strategis. Kita perlu bangkitkan Sumber Daya Manusianya yang eling (sadar) akan tugas-tugasnya di hadapan TUHAN untuk berkarya bagiNya dan bagi sesamanya dan menekan hawa nafsu untuk kepentingan perut dan sekitarnya sendiri. SDA + SDM yang sadar = Kebangkitan Indonesia).Indonesia-NYAPertanyaan terakhir yang mungkin perlu kita renungkan adalah: BAGAIMANA caranya Indonesia bangkit?Jawabannya adalah kita harus satu padukan akal, budi, tenaga dan kalau perlu mengorbankan seluruhnya (baik materiil dan moril) untuk Kebangkitan Indonesia ini secara sinergis. Saya ibaratkan kita semua ahli dalam bidang masing-masing, tetapi tidak ada Dirijen yang memimpin seperti dalam Okestra. Setiap orang yang terlibat harus tahu peran (partitur) masing-masing, kapan ia harus berbunyi, bagaimana caranya berbunyi, selaras dengan bunyi yang lain, kapan ia harus diam, dan seterusnya. Di Negara Indonesia ini Dirijen itu adalah Bapak Presiden Republik Indonesia.Sayangnya saya sudah layangkan dua buah surat kepada Bapak Presiden SBY untuk bertemu dan ingin menyumbangkan teknik Pemetaan Konsep, sampai sekarang belum ditanggapi.Seandainya saya adalah Presiden, saya akan membuat visi dan misi sesuai GBHN atau rancangan besar selama periode kepemimpinan saya (paling tidak dalam bentuk janji-janji saat kampanye) dalam bentuk peta konsep. Kemudian saya kumpulan para menteri, para gubernur dan aparat terkait. Saya kemudian jabarkan, saya perjelas apa target dari masing-masing cabang-cabang itu. Kemudian saya akan plot/ tunjuk siapa PIC (person in charge) untuk tiap cabang yang ada. Saya beri tanggal kapan target itu harus berhasil. Secara periodik bertemu kembali untuk mengecheck bagian mana yang terhambat, karena apa, sumber daya apa yang dibutuhkan, bisa diambil dari mana, dst. Ada kemajuan n% bisa dimonitor di tiap cabang.Di level Menteri, misi itu akan dijabarkan menjadi Peta Konsep yang lebih rinci. Ia mendelegasikan kepada anak buahnya. Sehingga saat bertemu rapat pleno dengan Pak Presiden peta konsep Mentri itu bisa digabungkan menjadi 1 Mega Peta Konsep (ini yang disebut MultiMap). Semua notulen rapat, rancangan, data, evaluasi diattachkan sehingga bila diperlukan bisa dibuka dan dirembugkan secara bersama-sama. Keputusan-keputusan penting bisa diambil agar tidak macet atau terhenti.Kalau perlu dibuatkan sebuah situs untuk menampilkan progress dari Mega Peta Konsep itu untuk diPAHAMI oleh masyarakat luas. Sehingga komponen bangsa yang lain bisa ambil bagian untuk percepatan pencapaian tujuan bersama-sama, yaitu KESEJAHTERAAN RAKYAT INDONESIA!Saya yakin dengan kesehatian dari para pemimpin (pemerintah) dan segenap rakyatnya bersatu padu dalam simponi yang indah dan tak lupa memanjatkan doa kepada TUHAN agar memberikan ridho dan hidayahnya agar cita-cita Bangsa Indonesia Bangkit terwujud!Selamat menjelang Hari Kebangkitan Nasional yang ke 100, Ibu Pertiwi! (air mata Sur mengembang mengingat syair lagu Ibu Pertiwi sedang lara..)Sur meminta bantuan kepada siapapun agar pesan ini dapat disampaikan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia. Terima kasih banyak sebelumnya. Sumber: http://pkab.wordpress.com/2008/05/10/pre-indonesia-bisa/ Berselancar lebih cepat. Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka browser. Dapatkan IE8 di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer
CiKEAS 72 Siswa Bukittinggi Diterima Orang Tua Asuh Malaysia
SEREMBAN--Sebanyak 72 siswa SLTA pilihan dari Kota Bukittinggi diserahkan kepada orang tua asuh di Negeri Sembilan Malaysia. Penyerahan secara resmi dilakukan Sekretaris Daerah Pemko Bukittinggi, Khairul dan Kepal Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi, Yahelmi Miaz di Jabatan Pendidikan Seremban, Negeri Sembilan Malaysia, Sabtu (28/6). Jurnalis PadangKini.com yang ikut rombongan, Metrison, melaporkan, para siswa yang akan mengikuti program pertukaran pelajar selama dua minggu itu, diserahkan kepada masing-masing orang tua asuh di Kantor Jabatan Pendidikan Seremban. Acara itu disaksikan Kepala Jabatan Pendidikan Negeri sembilan, Encik Jamali. Acara penyerahan siswa dilakukan dengan upacara yang diawali Tari Kompang yang dibawakan pelajar Negeri Sembilan sebagai tanda penyambutan terhadap tamu kehormatan di negara bagian tersebut. Tari ini mirip dengan Tari Pasambahan di Minangkabau. Tari Kompang juga meyuguhkan siriah dalam carano sebagai tanda ucapan selamat datang kepada tamu di Negeri Sembilan Malaysia. Yahelmi Miaz mengatakan, para siswa akan ditempatkan di sekolah yang telah ditunjuk, serta akan diasuh oleh orang tua angkat masing-masing. Selain mengikuti pendidikan, para peserta akan dikenalkan dengan Seremban Negeri sembilan dan mempromosikan Kota Bukittinggi. Peserta ditempat di dua daerah, di Seremban 41 orang dan Terengganu 31 orang, 6 guru akan ditugaskan sebagai pendamping di Seremban dan 4 guru di Terengganu, setelah diserahkan secara resmi, maka siswa akan menjadi tanggung jawab guru sekolah tempat mereka ditempatkan, serta dalam pembinaan orang tua asuh mereka, katanya. Para siswa dan guru berangkat dengan Air Asia,Sabtu (28/6) dan akan kembali pada 12 Juli melalui jalur laut dan darat. Dimana kedua rombongan Seremban dan Terengganu tadi akan berkumpul di Port Dickson dan akan dipulangkan setelah acara penutupan kegiatan. Setelah itu sekitar Agustus nanti juga akan dilakukan kunjungan pertukaran pelajar balasan dari Seremban dan Terengganu ke Bukittinggi. Kota Bukittinggi dengan Negeri Sembilan sejak beberapa tahun lalu, melakukan kerjasama program pertukaran pelajar pelajar yang dilakukan setiap tahun. (met/s) http://ariefbudi.wordpress.com http://jalanku.multiply.com http://teknofood.blogspot.com FaceBook : http://id-id.new.facebook.com/people/Arief-Budi-Setyawan/1663852032 ...Bila engkau penat menempuh jalan panjang, menanjak dan berliku.. dengan perlahan ataupun berlari, berhenti dan duduklah diam.. pandanglah ke atas.. 'Dia' sedang melukis pelangi untukmu.. Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/
CiKEAS Ada Kekuatan Dibalik Kesederhanaan
Manusia tetap hidup sampai sekarang karena rasa penasaran (Gestalt), salah satu kemampuan otak kanan. Coba dengan kata kunci “Korupsi” sebagai topik utamanya. Setiap cabang yang muncul coba lakukan secara Rekursif dengan 6 pertanyaan dasar tadi. Misal: Siapa pelaku korupsi = Hantu Kupret. Tanyakan lagi: Mengapa Hantu Kupret lakukan itu? Bagaimana caranya Hantu Kupret lakukan? Caranya adalah Begini (cabang baru). Tanyakan lagi Mengapa Begini bisa terjadi ? Dan seterusnya… Sampai kapan? Sampai anda puas dengan jawabannya dan telah memecahkan problem awalnya. Bila belum, terus kembangkan… dan kau akan heran akan hasilnya. Laporkan sudah sampai seberapa besar peta yang dihasilkan? Saya menemukan Zahman Framework. Saat tiba di kantor NovaTara di gedung Surveyor, saya bertemu dengan Mr. Paskaran, Pak Gindo, Pak Maman dan berdiskusi dan mencoba untuk menjalankan MindManager Pro 7 dengan sistem VFon selama 2 jam. Suatu kombinasi yang luar biasa (superb!) antara Pemetaan Konsep dengan Mind Manager Pro 7 dan VFon system. Tercetus ide dengan skenario begini: Mr. President, Mentri Kehutanan, Perwakilan dari WALHI, Gubernur Wilayah Kalimantan Tengah, Ketua Adat hutan yang terkena penggundulan 1.000 ha, Hakim, Pengacara dan Polisi penangkap terlibat dalam diskusi video conferencing sambil mengedit sebuah Peta Konsep dengan topik utamanya adalah Kasus Adelin Lis. Masing-masing pihak diberikan kesempatan untuk menaruh keping informasi yang mereka miliki ke dalam 1 Peta Konsep (dengan sharing application) yang sama dan ketika di kelompokkan keping-keping itu, maka akan mulai tampak gambaran besarnya, dan terlihat mana bagian yang masih belum ditemukan (missing piece). Usaha kemudian bisa dikerahkan untuk mencari evidence untuk melengkapi missing piece tersebut. Attachment atau hyperlink bisa ditambahkan, seperti: notulen sidang, foto atau video bukti penggundulan hutan, lokasi hutan (di mana penggergajian, stasiun penghanyutan via sungai, alat-alat berat, dll). Atau bisa diambil keputusan berdasarkan fakta-fakta yang sudah ada karena akan terlihat pola/ pattern dengan kemampuan otak kanan. Doakan agar presentasi Peta Konsep dengan Sekretariat Kabinet/ Mr. President (dalam waktu dekat) bisa berjalan lancar dan mereka dapat melihat Jalan Keluar yang selama ini mungkin dicari-cari. Bersenang-senang di Yahoo! Messenger dengan semua teman. Tambahkan mereka dari email atau jaringan sosial Anda sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/
CiKEAS Don’t let you become the victim of change
Don’t let you become the victim of change. In today's world there are two kinds of companies... The Quick, and TheDead! Learn your current state and opportunities also understand your competitor movement better using Mind Map. “The future is coming so fast, we can’t possibly predict it; we can only learn to respond quickly.” – Steven Kerr Sumber : http://petakonsepanakbangsa.org __ Coba Yahoo! Messenger 10 Beta yang baru. Kini dengan update real-time, panggilan video, dan banyak lagi! Kunjungi http://id.messenger.yahoo.com/