[MABINDO] Deni Needs Help
Hi Sobat, Tadi siang aku di telepon teman sesama guru sekolah minggu dulu di Vihara Tridharma, Jakarta Selatan. Katanya ada aktivis mereka yang butuh uluran tangan. Nama aktivis itu:DENI, gue gak tau spellnya bener kagak. Deni adalah aktivis di Vihara Dharma Paramita, jabatannya: ketua HIMATRI (Himpunan Mahasiswa dan Sarjana Tridharma Indonesia) Katanya lagi setengah tahun lalu, deni divonis kena kanker limfa, oleh dokter disarankan limfa diangkat dan beres. Tapi malangnya setelah limfa diangkat hatinya membengkak. Ini disebabkan sekarang hatinya harus merangkap kerjaan limfa. Ini tentu merupakan penderitaan yang amat sangat. Tak hanya sampai di situ, usut punya usut ternyata penyakit Deni yang sebenarnya adalah talasemia.(kalau saya tak salah, kelainan genetika yang berhubungan dengan sel darah). Deni sekarang berumur 28 tahun, meski berasal dari kelas menengah , saat ini katanya sudah babak belur juga oleh biaya pengobatan dan sebagainya. Saya tak megenal Deni dan latar belakangnya. Informasi di atas saya dapat dari teman yang menelepon aku (namanya Siska Dharmawan), saat ini deni sangat membutuhkan uluran tangan. Mudah-mudahan hati Anda sekalian terketuk, untuk melakukan sesuatu buat sahabat kita: Deni. Untuk Info selanjutnya tentang Deni, teman-teman bisa menghubungi Siska Dharmawan, yang saat ini menjabat Sekretaris Pimpinan Wilayah DKI Pemuda Tridharma Indonesia No hp siska: 08158837727 ,02194163497 Thx banyak Harpin R
[MABINDO] Cerita dari Sibolga
Cerita dari Sibolga Saat ini saya masih berada di Sibolga, tempat terdekat untuk menyeberang ke pulau Nias dimana bencana alam tengah terjadi. Saya tiba di sini 3 April jam 5 pagi setelah semalaman menumpang mobil cater L 300 dari Medan. Tidak lama saat kami masih duduk di Aula vihara sempat mengalami gempa dan ikut lari bersama mencari tanah lapang yang jauh dari bangunan tinggi. Semalam kami tidur layaknya masyarakat Sibolga yang lain, dengan perasaan was-was dan gelisah apakah esok kami masih bisa bangun dengan tubuh utuh dan nyawa masih di badan. Apakah esok pagi langit2 dan dinding kamar kami masih merupakan langit2 kamar dan dinding ketika kami bangun, bukan menjadi beton yang menindih kami dan menjadi penyebab berakhirnya hidup kami di sini. Di Sibolga inilah semua pengungsi diungsikan melalui fery sebelum melanjutkan perjalanan untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik di rumah sakit di medan. Dari informasi yang didapat dari pengungsi yang baru tiba banyak didapatkan cerita penanganan gempa ini yang tidak serius dari pemerintah termasuk masalah diskriminasi oleh pemerintah. Seorang korban yang berhasil selamat tetapi harus kehilangan istri dan anaknya menceritakan bagaimana ia harus melakukan tawar menawar dengan orang yang akan menyelamatkannya dari tembok yang menghimpitnya, hasilnya ia harus membayar sepuluh juta dan baru diselamatkan. Dengan cara seperti ini jangan harap bisa selamat kalau Anda adalah orang miskin. Pembagian sembako gratis bagi orang pribumi tetapi masyarakat keturunan Tionghoa harus membeli dengan harga mahal kata salah seorang pengungsi yang baru tiba semalam. Seorang lagi mengatakan ada garis pemisah yang ditarik di suatu daerah, disebelah kanan garis ini daerah masyarakat keturunan Tionghoa, di sebelah sana adalah masyarakat pribumi, katanya TNI yang melakukan penyelamatan memprioritaskan di daerah yang merupakan masyarakat pribumi. Biasanya ada beberapa fery yang melakukan penyeberanangan ke Nias. Tetapi saat ini yang ada adalah fery milik swasta yang melakukan kkn dengan tariff tinggi. Bantuan dari posko dari Sibolga sendiri tertahan tiga hari di pelabuhan, dan baru diberi kesempatan menyebrang setelah pengurusnya ngotot. Jadi untuk mengirimkan bantuan ke Nias juga tidak mudah karena kesulitan alat angkut. Saya sendiri tertahan di sibolga semalam sambil berharap hari ini bisa mendapatkan tiket untuk menyeberang ke Nias. Seorang suster katolik mengatakan, kalau di Aceh bisa dilakukan pemberian makanan dengan menerjunkannya di daerah2 yang terisolir mengapa tidak dilakukan di daerah Nias? Apakah Nias tidak penting bagi pemerintah di bandingkan daerah Aceh? Perlu diketahui di Nias terdapat banyak masyarakat keturunan Tionghoa yang kaya. Diperkirakan 50 persen masyarakat tionghoa di sini meninggal akibat gempa yang baru terjadi, mayoritas dari mereka beragama Buddha. Jadi 50 persen umat Buddha di sini meninggal akibat gempa yang baru terjadi. Sementara sisa yang ada sudah mengungsi karena cedera fisik maupun psikologis di rumah sakit di Medan dan sebagainya. Perlu diketahui juga masyarakat pribumi yang ada di sini beragama Katolik. Apakah kondisi social masyarakat yang ada di sini membuat permerintah bersikap berbeda dalam menanganinya bencana di sini, dibandingkan kondisi social di Aceh yang mayoritasnya Islam? Konon katanya sikap masyarakat pribumi di sini pun tidak terlalu simpatik, kondisi prihatin orang2 yang tertinbum reruntuhan bangunan rumahnya entah hidup atau mati justru menjadi kesempatan mereka sekelompok orang di sini memperkaya diri. Entah sudah menjadi mayat ataupun masih hidup kalau ingin dievakuasi harus menyerahkan sejumlah uang pada mereka. Kalau mengevakuasi mayat biayanya 4 juta, kemudian mau memasukkan ke dalam peti mati harus membayar empat juta lagi. Sementara bagi yang masih tertimbun dan hidup, anda bisa melakukan negosiasi sambil merintih kesakitan dari tempat dimana Anda tertinbun. Cerita2 seperti ini beredar luas di sini dan seolah sudah menjadi rahasia umum, tentang ketidakadilan pemerintah dan sikap yang kurang simpatik dari warga sendiri yang meminta uang untuk evakuasi dan juga melakukan penjarahan. Saya tidak melihat dengan mata kepala saya sendiri, tetapi yang jelas, bencana alam tidak akan pernah berakhir di tempat dimana Negara dan masyarakatnya tidak mempunyai moral dan hati. Kita hanya bisa berharap ini tidak benar-benar sedang terjadi di bumi pertiwi ini. Sibolga, 4 April 2005 Dari tanah timbun di tepi laut dimana orang2 tidak tahu apakah mereka masih bisa bernafas detik selanjutnya Harpin R Yahoo! Groups Sponsor ~--> Would you Help a Child in need? It is easier than you think. Click Here to meet a Child you can help. http://us.click.yahoo.com/0Z9NuA/I_qJAA/i1hLAA/b0VolB/TM ~-> ** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org
[MABINDO] Cerita dari Nias
Cerita dari Nias Mungkin nias adalah cermin daerah tertinggal di Indonesia. Rata-rata dari penduduk aslinya tak mengenal bangku sekolah, sehingga usia perkawinan dini menjadi hal biasa. Akibatnya tingkat pertumbuhan penduduk cukup tinggi. Saat kami membuka posko kesehatan di daerah pengungsi, seorang ayah muda mondar-mandir selama empat kali, setiap kali muncul dia membawa 2 anak. Saat kemunculannya yang keempat Dr. Mahendra penasaran bertanya, Bapak tadi sudah ke sini kan? Ini siapa? Dia berkata, `Anak saya'. Lalu yang tadi? `Anak saya juga', katanya. Selama 7 tahun berumahtangga, dia sudah punya 7 anak. Biasanya 2 bulan setelah melahirkan, istrinya hamil lagi. Mengapa ini bisa terjadi? Kemiskinan, keterbelakangan, tak berpendidikan, mungkin ini alasan yang paling tepat. Tapi ada juga yang berseloroh, habis tak ada hiburan lain, selain membuat anak, hehe. Untuk mencari penghidupan yang baik, banyak diantara mereka merantau ke kota besar di daerah sekitarnya, seperti Gunung Sitoli, Sibolga, Padang Sidempuan, atau Medan. Karena tak memiliki pendidikan, mereka hanya bisa memasuki sector PBB (Persatuan Babu Babu, istilah keren dari pembantu rumah tangga untuk wanitanya, dan menjadi tukang becak untuk lelakinya). Saat ini katanya 90% pembantu rumah tangga dan tukang becak yang ada di Sumatra Utara adalah orang Nias. Mereka berhasil mengantikan rekor pembantu rumah tangga yang dulu disandang orang Jawa. Hasil bumi yang paling menonjol dari Pulau Nias adalah Nilam. Saat masa panem tiba, banyak abang becak dan pembantu rumah tangga ini pulang kampung. Hasil panem dibelikan untuk hal-hal yang konsumtif dan baru kembali ke kota saat persediaan uang mereka menipis. Ada 3 daerah yang rusak parah akibat gempa di Pulau Nias. Yakni Gunung Sitoli yang mana merupakan tempat perputaran uang paling kencang, tempat dimana masyarakat menjual hasil bumi dan di sini masyarakat Tionghoa adalah mayority. Di gunung Sitoli inilah gempa paling parah terjadi. Di sini juga vihara Vimala Dharma berada, diperkirakan 50% umat Buddha di sini meninggal akibat gempa ini. Tempat ke dua adalah Lahewah, sekitar 3 jam perjalanan dari mobil dari Gunung Sitoli, dan Teluk Dalam (4 jam perjalanan dengan mobil dari Gunung Sitoli. Tetapi sejak gempa, jalur penghubung darat tempat2 ini terputus. Saat ini pusat ekonomi di Gunung Sitoli lumpuh total. Semua bangunan yang dulu berdiri kokoh kini tinggal onggokan batu. Di malam hari gelap gulita dan menjadi kota mati. Umumnya di malam hari inilah para penjarah berkeliaran menjarah barang apa saja yang bisa mereka jarah. Satu dua pemilik rumah yang di siang hari sibuk membongkar reruntuhan rumahnya mencari surat dan barang berharga dengan was-was terjadi gempa lagi, saat malam memilih menginap di gunung (dataran yang lebih tinggi). Jalan-jalan penghubung antara Gunung Sitoli ke daerah sekitar juga rusak total dan hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor dengan resiko tak ada yang menjamin keselamatan Anda. Akibat lumpuhnya pusat ekonomi di gunung sitoli juga berakibat fatah bagi daerah sekitarnya. Tidak ada lagi yang membeli hasil bumi dari penduduk, akibatnya hasil alam seperti karet jatuh total. Transportasi yang terputus juga menyebabkan pasokan sembako terputus, kalau ada harganya pun selangit. Harga sembako yang selangit, penduduk yang tak memiliki uang lagi karena tak ada yang membeli hasil bumi, menyebabkan banyak yang kelaparan. Hasilnya terjadi eksodus menyeberang ke Sibolga. Bagaimana dengan bantuan pemerintah? Seorang tokoh masyarakat setempat dengan lantang berkata: Tidak ada pemerintah RI di sini! Yang ada semua adalah bantuan Asing. Untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah birokrasinya berbelat-belit. Kalaupun ada bantuan dari pemerintah itu hanya sampai di lingkungan keluarga pejabat-pejabat pemerintah. Dalam hal bantuan dari pemerintah ini banyak pihak sepakat, pemerintah RI sangat lamban dalam bertindak! Mungkin karena di sini kami orang Kristen, katanya (maksudnya P. Nias adalah daerahnya orang Kristen, berbeda dengan Aceh). Secara fisik kadang agak sudah membedahkan orang Nias dan orang Tionghoa. Karena banyak juga diantara mereka bermata sipit dan berkulit putih. Ada yang mengatakan mereka satu ras dengan orang filiphina. Saat kami mendata pasien yang lewat posko kesehatan untuk pengungsi di daerah Pandan, Sibolga kebanyakan bermarga Zeboa dan Harefa. Karena tak mengenyam bangku sekolah, banyak diantara penduduk nias tidak bisa berbahasa Indonesia. Sehingga seperti di luar negeri saja, saat memberi pengobatan untuk mereka kita membutuhkan penerjemah. Satu hal negative yang sangat terkenal oleh masyarakat Sumatra dari orang Nias adalah kekejaman mereka. Di Nias (Teluk Dalam) perang suku masih sering terjadi. Mereka tidak segan-segan untuk menggorok dan menggantung leher musuhnya. Cerita penggunanan teluh/guna-guna untuk membunuh musuhnya juga masih sering terdengar. Ada yang mengatakan kejamnya lebih
[MABINDO] Babak Baru Indonesia dalam Percaturan Buddhis Dunia
Babak Baru Indonesia dalam Percaturan Buddhis Dunia Hari ini 30 juni 2005, sekitar sebulan delapan hari sudah kami peserta training Young Bodhisattva 2005 dari berbagai negara berkumpul bersama di Thailand. Ms. Ann, sekretaris eksekutif INEB (sebuah LSM Buddhist Internasional bermarkas di Bangkok yang dimotori Sulak Silavaksa) yang menjadi fasilitator acara ini berkata pada saya: "Anytime when you are coming to Bangkok, please welcomes to our place." Kapan saja kamu berada di Bangkok, silahkan berkunjung ke tempat kami. Saya tersenyum, thx. Lalu ia berkata, pertama kali berjumpa dengan saya, ia berpikir saya hanya halfmonk, alias setengah biku. Itu tentu karena gaya saya yang easy going, alias cuek bebek, termasuk dalam hal berbusana biku, hehe. " I am sorry, " katanya, lalu meminta maaf dan menjelaskan, mengapa akhirnya ia merasa saya adalah biku sepenuhnya. Ia meminta maaf karena pada saat malam puja giliran Indonesia memimpin yang pertama kali, dia tak sempat mengikuti, karena harus ke Bangkok. Sedangkan Ashram tempat kami tinggal di pinggir kota, sekitar 2 jam perjalanan dari Bangkok. Selama training memang tiap jam 7 malam kami mengadakan puja yang tiap malam dipimpin oleh Negara yang berbeda, diurut berdasarkan abjab. Ada 11 negara. Banladesh, Bhutan, Cambodia, India, Indonesia, Ladakh, Myanmar, Nepal, Sri Langka, Thailand, Tibet. Setiap malam, kami bergiliran memimpin chanting versi Negara kami. "But, when the second time you lead Indonesian prayer, I felt you are real monk," katanya. Saat kedua kali saya memimpin doa pas giliran Indonesia, dimana dia sempat mengikuti, dia merasakan bahwa saya biku yang sebenar-benarnya. "Really?" Yang benar? Kata saya sambil tertawa. Membayangkan bahwa dia tak akan menemukan doa versi saya di belahan manapun di muka bumi ini, bahkan di Indonesia sekalipun, hehe. Dibuka dengan lagu Pendupaan, Vandhana yang pakai Namo Sanghyang Adi Buddhaya, yang digabung dengan Trisarana dalam Bahasa Indonesia, ada Tai Pei Chou lalu ada Bhaisaja Guru yang ditutup dengan lagu Perlimpahan Jasa. This is the shortcut prayer kata saya waktu itu. Karena yang Nepal, Bhutan dan Tibet mengajari meditasi pelafalan Om Mani Pad Me Hum, yah kita perkenalkan juga yang metode Amitabha. Dianggap real biku atau bukan tak majalah. Yang terpenting saat itu kami tim dari Indonesia sudah menciptakan babak baru dalam percaturan Buddhis dunia. Untuk pertama kalinya paritta dengan Bahasa Indonesia membahana memecahkan kesunyian malam di sebuah ashram di Thailand, sebuah Negara Buddhis Theravada yang aktif menyebarkan Buddhism ke negara lain..yang tentu tak lupa dibungkus dengan culture mereka, termasuk ke Indonesia. Kami telah menciptakan babak baru di sini, Untuk pertama kali, peserta dari negara sahabat entah itu Tibet, Myanmar, India , Nepal, Sri langka, Thailand mengikuti dan melantunkan parita dalam Bahasa Indonesia yang kami pimpin. "Ya, dari cara kamu memimpin doa, saya tahu kamu biku yang sebenar- benarnya," kata Ms. Ann. "Thx," kata saya lagi. Meskipun dia tak akan menemukan parita versi Indonesia di belahan manapun di bumi ini saat ini, walau di Indonesia sekali pun, tapi saya berharap suatu saat dia akan menemukannya. Yah, suatu saat nanti dia pasti akan menemukannya . Saat dimana orang-orang beragama Buddha di Indonesia sudah memiliki rasa kepercayaan diri yang cukup, punya harga diri, bisa mengerti dan bangga akan kebudayaan mereka sendiri. Atau singkatnya tak lagi sekedar menjadi peniru yang baik, hehe. EBC, 19 Juli 2005 nyanachatta ** MABINDO - Forum Diskusi Masyarakat Buddhis Indonesia ** ** Kunjungi juga website global Mabindo di http://www.mabindo.org ** Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[MABINDO] Informasi Meditasi
Informasi Meditasi Bhante Nyanachatta yang merupakan biku pengembara, saat ini tengah menghabiskan retreat 3 bulannya di alamat: JL. Mangga I Blok F No.15 Rt/Rw.08 Tanjung Duren, Duri Kepa, Jakarta Barat (terletak di ruas jalan antara Vihara Ekayana dan Kantor Pusat MBI). Selama masa istirahat dari kegiatan traveling ini beliau juga memberikan bimbingan Meditasi Vipassana Metode Mahasi dan Metode Pelafalan Om Mani Padme Hum atau Amitofo. Metode diberikan berdasarkan minat dan karakter anda. Bagi yang berminat bisa menghubungi beliau di email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Sponsor ~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/b0VolB/TM ~-> ** MABINDO - Forum Diskusi Masyarakat Buddhis Indonesia ** ** Kunjungi juga website global Mabindo di http://www.mabindo.org ** Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[MABINDO] informasi meditasi 2
Jadwal latihan tiap hari selama biku pembimbing ada di tempat dlm masa retreat. pagi sampai malam, tapi anda bisa mengatur jadwal sendiri, sesuai schedule Anda. Register/pendaftaran wajib dan bisa dilakukan langsung saat kedatangan. Peserta terbatas. Sesuai semangat asli vipassana saat diajarkan Guru Buddha, tak dikenakan biaya apapun, all free. Namun bila menginginkan Anda bisa mendanakan makanan/minuman maupun pelengkapan untuk mereka yang sedang berlatih. Yahoo! Groups Sponsor ~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/b0VolB/TM ~-> ** MABINDO - Forum Diskusi Masyarakat Buddhis Indonesia ** ** Kunjungi juga website global Mabindo di http://www.mabindo.org ** Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[MABINDO] Informasi meditasi 3
Informasi meditasi 3 Waduh banyak yang nanya makin dijelasin makin gak jelas neh. Gini yah, ini informasi meditasi ke 3 yang terakhir, gak ada lagi nanti yang keempat, entar dikira iklan bersambung terselubung lagi, kan gawat bisa ditagih pajak ama moderator, hehe. Saat ini Bhante Chatta lagi retreat 3 bulan, siapa yang mau ikut meditasi datang aja, ga usah ampe 3 bulan kok, mau setahun dua tahun juga terserah anda. Joking, aslinya mau sehari dua hari ato satu jam ato 2 jam aja terserah Anda. Hidup ini bebas, kok binun. Nasib Anda ada di tangan Anda, Man. Tapi kalo maunya cuma 2 menit ato 3 menit mending tidur di rumah aja deh, daripada lamaan pejalanannya. Bukan apa-apa, macttt. Biodata Bhante Chatta? Nih, sedikit aja yach. Beliau ditabiskan jadi biku di Panditarama forest monastry, Myanmar. Guru penabisnya yang pendiam, yang merupakan abot/kepala vihara di situ pernah memujinya sebagai yogi/meditator yang serius dan bagus. Sempet ambil bodisatva sila di Dharamsala. U Tejaniya yang guru meditasi di Shwe U Min memuji perkembangannya sangat cepat, cuma herannya waktu dia kembali yang kedua kali U Tejaniya cuma bilang kayaknya saya pernah lihat kamu, wakakakakakak, mungkin karena biku yang datang dan pergi sangat banyak. Tapi U Tejaniya tetep inget ama Bhante Tirtanyano, soalnya dengan penguasaan bahasa Mandarin, Inggris, Sangsekerta dan sedikit Thailand dan Myanmar, Bhante Tirtanyano pernah menjadi translater dan menghabiskan sekitar 5 vasa di sini. Bhante Chatta tidak pernah tinggal lama di satu center, biasanya kalau gak pergi karena bosan, atau tempat itu heboh karena lagi ada perayaan, mungkin dia sendiri yang bikin heboh terus diusir, hehe. Biasalah biku pengembara, rada aneh, suka-suka dia aja, hehe. Beliau pernah mengajar meditasi (pesertanya bule semua) di Mahabodi International Meditation Centre, India. Berikut sedikit wawancara imajiner tentang vipassana dengan beliau: Tanya (T) : Vipassana apa sih? Jawab (J): Mengalami sendiri. Artinya Anda harus latihan dan mengalaminya sendiri. T: Ada yang bilang saat vipassana kita membuat pikiran kita berhenti. J: Wah, mending jadi kebo aja. Kebo gak usah berpikir juga idup, hehe. Nunggu waktu dipotong aja, hahaha. T: Uh jawabannya sadis amat, tak berprasaan. J: Yah emang seperti itu. Di dalam vipassana kita tidak menghendaki sesuatu. Tidak mencari sesuatu. Juga tak menghindari sesuatu. Just aware, tau-tau aja apa yang berproses di dalam batin. Kalau lagi bete, tau lagi bete, kalo betenya ilang, tau betenya ilang, kalau mau pipis? Yah udah ke belakang sono, jangan pipis di sini, hehe. Tapi dari proses berdiri, berjalan, ampai di toilet pun kita tetap menjaga kesadaran dengan memanfaatkan ke enam indera kita. Tak menghendaki dan juga tak menolak, itu kuncinya. Be nature aja, jadi tak usah menciptakan pikiran untuk menghentikan pikiran. Pikiran kamu tak akan pernah berhenti, sampai kamu mati sekalipun pikiranmu tetap berproses mengikuti alur karma kamu. Kecuali kamu seorang meditator yang tangguh, tetap sadar mengawasi pikiranmu sampai akhir hidupmu, itu yang namanya sadar menuju bahagia. T: Jadi kalau tidak membuat pikiran berhenti, apa dong? J :Mungkin tepatnya menyadari proses berpikir. Ada banyak istilah di dalam meditasi. Ada yang bilang menjinakkan harimau. Ada juga istilah menangkap kebo. Ibarat komputer kita adalah komputer super canggih. Di dalam komputer ada chip yang menjadi otaknya yang bisa dilihat dan diraba (rupa), dan ada program berjalan yang tidak bisa dilihat dan diraba (nama)/sifatnya maya saja, ada tapi tiada, nyata terasa, makin bingung kan, udah anggap aja seperti itu. Sifat seorang guru meditasi hanyalah mendampingi Anda, mengajarkan bagaimana teknik meditasi yang baik dan benar. Mengarahkan anda apabila tersesat di jalan. Ibaratnya kata Guru Buddha "Aku hanya penunjuk jalan." Mengarahkan Anda hingga akhirnya Anda menyadari dan melihat sendiri adanya `Nama' dan `Rupa'. Udah ah, ntar makin bingung. Jadi guru tidak menghadiahkahn sesuatu bagi Anda, tapi sekedar menjadi penunjuk jalan. Anda yang barus berusaha sendiri. Istilah yang paling populer adalah no pain no gain. Bersusah-susah dan bersakit- sakit dulu untuk mencapai sebuah kemenangan. Kemenangan yang diperoleh tanpa perjuangan hanyalah kemenangan semu. Tetapi peran guru sangat penting. Sebagai komputer super canggih yang segalanya sudah otomatis terprogram untuk survive dalam banyak medan perang--samsara(mungkin pernah nonton Terminator?), program pertahanan otomatis Anda luar biasa kuatnya. Kalau dalam bahasa Dharma, perjuangan hidup yang keras di medan yang keras dengan persaingan sangat ketat membuat self center anda makin kuat, konsep diri Anda tentang diri Anda luar biasa kuatnya. Makin lama anda hidup di samsara ini, konsep self yang tertanam dalam diri Anda makin lihai dan kuat. Nah, ketika Anda meditasi vipassana, sebenarnya adalah untuk mengenali dan menyadari realita ini. Back
[MABINDO] GOOD BYE SANGHA, YOU ARE ONLY HISTORY
GOOD BYE SANGHA, YOU ARE ONLY HISTORY Sangha sebagai komunitas atau komuniti dan bukan komoditi sangat jelas dari awalnya. Sangha adalah persaudaraan para Arya, organisasinya para Biku. Sejak 2500 tahun lalu, Guru Buddha dengan unlimitted wisdom, unlimited loving kindnes dan future visionnya telah melihat kesulitan yang bakal dialami murid-muridnya yang meninggalkan rumah tangga dari masa ke masa. Pada awalnya murid Guru Buddha semua adalah arahat, sehingga tak dibutuhkan aturan tata tertib biku, semua adalah orang suci, semua adalah orang bijaksana, sehingga tindak tanduk mereka tak dilandasi tiga akar kejahatan loba moha dan dosa, keserakahan, kebencian dan kebodohan. Namun perkembangan ajaran Buddha yang pesat kemudian mendatangkan kesulitan tersendiri. Tak sedikit yang menjadi Biku karena mengikuti tren, mencari popularitas atau untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Dengan kata lain, banyak juga yang pikirannya masih dikuasai tiga akar kejahatan ini. Yang tentu saja selain merugikan diri sendiri juga sangat merusak citra Ajaran Buddha, banyak umat awam yang konplain langsung akan kondisi ini pada Guru Buddha. Dengan kebijaksanaannya, sebagai antisipasi kondisi ini munculah apa yang dinamakan vinaya Biku. Konon, butir-butir vinaya baru selalu muncul setiap terjadi sebuah pelanggaran oleh Biku yang mana diketahui oleh Guru Buddha entah lewat mata kebijaksanaan atau juga lewat protes umat berumahtangga dan laporan Biku lain. Tak jarang vinaya yang muncul perlu dijelaskan dengan sangat rinci, misalnya tidak boleh memberikan persembahan pada Biku berupa pelayanan seks, Biku tidak boleh memasukkan alat kelaminnya ke dalam alat kelamin wanita, pantat, mulut dan juga ke dalam alat kelamin hewan betina. Biku tak boleh bermastubasi. Setiap kali ada vinaya baru muncul, itu pasti didasari adanya sebuah pelanggaran yang berhubungan dengan vinaya itu, dengan kata lain pelanggaran-pelanggaran tersebut pernah terjadi sehingga menciptakan vinaya tersebut. Melihat sebab lahirnya vinaya, orang seringkali berkata, andaikata Guru Buddha masih ada, pasti saat ini sudah lahir beribu-ribu atau ratus-ratus vinaya baru. Dengan future visionnyalah, Guru Buddha melihat kesulitan-kesulitan tak terhingga yang harus dipikul murid-muridnya yang meninggalkan rumah tangga di masa depan. Secara fisik sebagai sosok yang sangat manusiawi, yang masih dikuasai usia tua, sakit, dan kehancuran tubuh kasar ini, Guru Buddha tak bisa mendampingi murid-murid terkasihnya memasuki jaman berikutnya, seperti jaman edan sekarang ini. Meskipun demikian, secara batin sebagai pribadi yang telah terbebaskan pancaran spirit dan belas kasihnya tak akan dan tak pernah musnah, selalu dia pancarkan untuk membantu mereka yang tengah melatih kesadaran selama 24 jam. Menyadari kondisi di masa depan inilah, ketika secara fisik dia tak bisa mendampingi mereka, Guru Buddha membuat aturan-aturan berhubungan dengan keBikuan, yang tak lain untuk melindungi murid-murid yang ia kasihi ini. Yang mana aturan-aturan ini secara tidak langsung merepresentasikan kehadiran dirinya dalam melindungi murid-muridnya yang tengah berlatih. Secara tak langsung juga, aturan-aturan ini kemudian membuat komunitas Sangha, organisasi yang ia dirikan menjadi sebuah komunitas yang unik, komunitas yang sangat berbeda dengan komunitas-komunitas yang ada di sekitarnya, seperti komunitas petani, komunitas pedagang, komunitas pemerintahan dan masyarakat umum lainnya. Sangha adalah komunitas orang yang tengah melatih diri dengan meninggalkan kehidupan berumah-tangga. Hidup mandiri jauh/ memutuskan ikatan dari keluarga biologis, tidak memiliki apa-apa, tidak bermata pencaharian, semua ini tentulah tak mudah. Terlebih lagi di saat mereka mengalami sakit secara fisik, maupun psikis bisa berupa depresi, keputusasaan, kecewa, sedih, marah maupun tengah dikuasai nafsu duniawi lainnya. Dengan kata lain, menjadi anggota Sangha tidak otomatis menjadi Arahat atau Buddha, tapi manusia biasa yang tengah berlatih yang masih akan mengalami hal-hal seperti di atas. Di sisi lain meninggalkan dan melepaskan semua kepemilikan duniawi ini adalah syarat mutlak untuk menjadi komunitas Sangha, sebuah syarat untuk mengikuti latihan melihat dan mendapatkan batin yang tenang, jernih, bersih. Karena kemudian hanya dengan batin yang jernih pula kita bisa melihat /menyadari muncul, datang dan perginya akar-akar kejahatan di dalam batin ini, untuk kemudian membersihkannya. Dan dalam proses latihan, sudah sewajarnya kondisi-kondisi tidak nyaman ini akan selalu datang dan pergi. Menyadari kondisi ini pulalah, Guru Buddha mewajibkan patimokha, dimana pada tiap-tiap awal dan tengah bulan, Biku-Biku yang sibuk berlatih berkumpul untuk mendengarkan kembali tekat dan aturan yang harus mereka jalankan, menyegarkan batin mereka. Mereka merefleksi diri apakah mereka sudah berlatih cukup baik. Apakah ada pelanggaran yang telah mereka lakukan. Apabila itu dilakukan mereka bisa mengaku pada komunitas mereka denga
[MABINDO] Pasal 86 UU Perlindungan Anak
Pasal 86 UU Perlindungan Anak Buat Anda yang terpaksa menyekolahkan anak di sekolah misionari atau capek menghadapi eveangelis bermuka tembok yang rajin menyabangi dan mengiming-iming dengan proposal keselamatan dan angin sorganya, berikut adalah pasal dalam undang-undang perlindungan anak yang bisa digunakan sebagai payung hukum mengadukan para sales angin sorga ini ke polisi. Pasal 86 UU Perlindungan Anak âSetiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk memilih agama lain bukan atas kemauan sendiri, padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebut belum berakal dan belum bertanggungjawab sesuai dengan agama yang dianutnya dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100 juta.â Namun pada beberapa kasus korbannya bukan anak-anak lagi, contohnya penulis mendapat laporan dari beberapa mahasiswa di Universitas Pelita Harapan dan Ukrida yang diwajibkan mengikuti retret agama tertentu. Pada kasus ini mungkin tidak bisa digunakan Undang Undang perlindungan anak (batasan disebut anak-anak umur brapa ya?), karena mereka jelas bukan anak-anak lagi, tapi sebenarnya ini sudah perlangaran HAM yang berat, MEMAKSAKAN ritual agama dan doa pada orang yang memiliki keyakinan berbeda. Di sisi lain mereka tidak bisa menolak kegiatan ini karena diwajibkan untuk mahasiswa baru, beberapa diantaranya Cuma bisa melapor ke penulis dengan hati teriris karena ada temannya yang akhirnya terbius angin sorga dan pindah agama gara-gara mengikuti acara indroktinasi tadi, yang memang dirancang dengan efek psikologi yang luar biasa. Untuk kasus terakhir ini, adakah yang bisa memberi solusi? Adakah payung hukum yang bisa membantu mereka? Harpin R Yahoo! Groups Sponsor ~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/b0VolB/TM ~-> ** MABINDO - Forum Diskusi Masyarakat Buddhis Indonesia ** ** Kunjungi juga website global Mabindo di http://www.mabindo.org ** Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[MABINDO] [Info] Gramedia diskon 30%
Gramedia diskon 30% buat pencinta buku, gramedia grand indonesia sedang memberikan diskon 30 persen untuk all item,kecuali barang elektronik. diskon ini berlangsung hingga 26 desember 2008. Saya baru dari sana tgl 20/12 kemarin. Buku Prof.Slamet Muljana yang kontrofesia seharga Rp.39.500 setelah didiskon menjadi Rp.27.650. Lumayanlah, apalagi buat kolektor buku sejati yang saya kenal macam B.Dharmavimala dan Monk Handaka yang tukang borong buku, hehe. Cuma jangan berharap banyak memborong buku buddhis. Dalam gedung mewah dimana gramedia menempati dua lantai, untuk buku buddhis hanya disediakan rak kayu kecil sekitar 2x1 meter, tenggelam oleh ikon buku kristen yang dibuat besar2 dan menempati rak khusus plus sangat banyak. Tapi ada satu buku yang cukup sensasional di rak buku bahasa inggris. kalau tak salah judulnya Jesus family tomb, tau deh udah brani diterjemahkan ke indonesia belum. kalau saya tak salah lagi, isinya tentang penemuan arkeologi di Israel tahun 1980an. Ada sebuah kompleks pemakanman keluarga yang nama2 di nisannya indentik dengan keluarga Jesus, Maria, Yusuf termasuk di dalamnya Maria Magdalena. Melalu penelitian DNA diketahui semuanya adalah memiliki gen satu keluarga kecuali Maria Magdalena. Konon katanya hal cukup krusia yang belum dibuka adalah hasil penelitian apakah anggota paling muda (Judah/Judas?) dari anggota keluarga itu berasal dari gen Jesus dan Maria Magdalena? Dalam artian Judah adalah anak dari Jesus dan Maria Magdalena? Selamat memborong buku. Ini bukan iklan terselubung, tapi iklan beneran,hehe. Karena sementara ini, hanya kebaikan info sederhana ini yang bisa aku lakukan. Thx untuk kesempatannya Bung Moderator Harpin r
[MABINDO] BHANTE TUKANG pukul KENTONGAN
Bhante tukang pukul kentongan (`mang tuh kentongan salehnye ape ye?Hehe) Sedikit berbagi cerita tentang bhante tua yang baik ini. Yang tugas resminya di Panditarama Forest Monastry sehari-harinya adalah tukang pukul kentongan. Yakni jam 03.00 pagi (bunyi kentongan yang sangat tak diidolakan oleh Yogi/peserta meditasi, karena kami harus segera, suka atau tidak, bangun dari tidur, berbenah diri menuju aula meditasi, kalau ada yang bandel, akan datang Bhante tua lain yang menyusuri kuti demi kuti `mengusir' penghuninya segera ke aula meditasi. Bhante tua tukang `sapu bersih' ini `bersenjatakan' longceng penjual es doger yang buncinya: cring-cring, cring-cring, hehe) Lalu Pukul 05.30, nah ini bel yang selalu diidamkan para yogi, bel makan pagi, haha. Segera kita berbenah, lalu berbaris rapi berjalan penuh kesadaran ke ruang makan. Jangan pikir ini gampang loh. Dari aula meditasi menuju ruang makan sekitar 300 meter, melalui jalan menurun, jembatan kayu, menanjak, anak-anak tangga dalam kondisi pagi buta yang sueer, asli dingin, gelap dan buta. Tapi kita dibekali senter kok. Habis makan boleh kembali sendiri-sendiri ke kuti, tapi tetap slow motion.. kayak nonton film yang gerakannya diperlambat, pelan dan penuh kesadaran melangkah. Pukul 06.00 bell lagi, saatnya menuju aula meditasi lagi. Pukul 10.00, hehe saatnya makan siang, saat yang diidolakan. Pukul 12.00 uhhh, ke aula lagi Pukul 14.00 break ceramah dharma Pukul 16.00 meditasi lagi Pukul 17.00 kembali ke kuti untuk berbesih diri. Pukul 18.00 kembali ke aula, meditasi lagi. Pukul 21.00 Saatnya kembali ke kuti untuk tidur dan akan dibangunkan lagi oleh bunyi kentongan jam 03.00 pagi buta,hehe. Bhante tua inilah yang bertugas memukul kentongan ini. Itu tugas resminya. Tugas tak resminya beliau hobi mengcukur rambut. Siapa saja dari peserta meditasi, baik itu sangha maupun umat biasa , kalau lewat kuti beliau, bila dilihat rambut kita cukup panjang menurut beliau, pasti dipanggil dengan jurus tiga kata saktinya..(Come..! Squat, lalu sit..) . Jadi beliau memanggil kita dengan kata: Come untuk menghampiri dirinya, saat kita datang mendekatinya beliau pasti bilang :squat, disuruh jongkok lalu beliau membasahi rambut kita dengan air dari drum, setelah itu sit! yang artinya duduk dan beliau mulai mencukur rambut kita sampai bersih. Itulah tiga jurus andalannya, soalnya beliau berasal dari Tiongkok dan tidak begitu bisa berbahasa Inggris, hehe. Tapi untunglah aku sedikit-sedikit bisa berkomunikasi dengan beliau pakai bahasa hokkian. Saat saya browsing internet di Panditarama Monastry tiba-tiba aku mendapatkan foto beliau yang lagi memukul gong. Lalu munculah memori ini. Ops, ternyata ada yang berubah. Kentongan kayu setinggi orang kini telah digantikan sebuah gong kecil, tapi bunyinya pasti sangat nyaring. Cukup nyaring untuk membangunkan kesadaran mereka yang masih terlelap, hahaha. Oh ya, mungkin kentungan kayu besar itu, karena suaranya yang dahsyat, hanya dipukul saat pagi buta. Namaste Bhante, namaskara dari jau. Jadi pengen dicukur ama bhante lagi nih, hehe. kuti Ancol, 10 Januari 2009 Harpin R sumber:www.harpin.wordpress.com
[MABINDO] Televisi 29 inc di kuti saya
`Televisi 29 inc' di kuti saya Sewaktu di Panditarama Forest Monastry saya mempunyai sebuah `televisi 29 inc' di kamar. Sebuah kemewahan yang luar biasa bukan? Untuk seseorang Biku yang hidup di tengah hutan, di sebuah negara yang penghidupannya masih di bawah garis kemiskinan, ini adalah hal yang `wah'. Sebagai seorang murid Guru Buddha berjubah saat itu, idealnya aku tak memiliki kemewahan apa-apa. Jubah cuma dua stel. Dua hari cuci sekali. Yang satu dijemur, satunya dipakai. Yang dijemur kering, satunya lagi yang dicuci, begitu siklusnya. Di samping itu, aku memiliki mangkok patta yang dipakai mengumpulkan makanan di pagi hari, berikut sendok dan garpu yang digunakan saat makan, alat cukur, alat mandi, beberapa alat tulis dan kamus. Alat makan ini kami cuci sendiri habis makan dan dijemur di depan kuti. Rutinitas kami dimulai bangun jam tiga pagi (gilanya aku suka langsung mandi, hehe). Terus meditasi bersama di hall. Waktu menunjukkan setengah enam saat makan pagi, habis itu dilanjutkan pindapatta, memberikan kesempatan umat perumah tangga mendapat kebajikan berdana pada mereka yang tengah berlatih. Karena letak monastry di tengah hutan, untuk pindapatta, tiap pagi kami diangkut mobil truck melewati jalan hutan berdebu ke perkampungan penduduk. Biasanya kami menutup muka dengan secarik kain menembus kabut debu bertebangan oleh laju ban mobil truck. Sekitar setengah jam perjalanan kami tiba di perkampungan penduduk, dan diturunkan di ujung jalan. Mulailah menyusuri tapak-tapak jalan desa yang terkadang berkrikil tajam. Sambil mengumpulkan makanan, kami melakukan meditasi jalan. Pemahaman saya, dalam kondisi batin meditatif, kami menjadi lahan yang efektif bagi umat yang berdana, apalagi jika disertai ketulusan yang baik. Rasanya air mata ini selalu akan meleleh tiap kali melihat ketulusan penduduk yang meski hidup dalam kemiskinan mendanakan sendok demi sendok nasi ke mangkok patta kami, dengan begitu tulus dan rendah hati. Terkadang mereka melakukannya di depan gubuk mereka yang sangat `mungil'! (maafkan aku teman, susah bagiku menjelaskannnya dengan kata-kata). Melihat kondisi ini, aku berpikir alasan lain kami berpindapatta, adalah memicu semangat kami agar lebih tekun berlatih, sehingga karma baik yang mereka tanam dalam bentuk dana makanan menjadi tak sia-sia. Karena untuk monastry berkelas international, branchnya ada di seluruh dunia, dengan donatur yang global, kami tak akan kekurangan makanan. Monastry sendiri memiliki tukang masak yang tiap hari menyajikan makanan berkualitas bagi yogi yang berlatih. Biasanya makanan hasil pindapatta digabungkan masakan koki di monastry. Kembali ke pindapatta. Biasanya penduduk yang berdana berdiri di depan rumah atau di pesimpangan jalan yang biasa dilalui barisan biku berpindapatta. Berdiri di atas aspal di samping alas kaki yang sengaja dicopot. Kalau membawa anak, anaknya disuruh bersujud terus menerus sementara orang tuanya kusyuk mendanakan sendok demi sendok nasi ke dalam mangkok kami. Ada juga yang sebelum berdana, bernamaskara dulu di aspal. Setelah dana makanan habis, ia bernamaskara lagi. Sepulang dari pindapatta dengan kaki pegal, karena kerikil tajam, terkadang gatal karena menginjak kotoran hewan, aku biasa mandi lagi dan melanjutkan jadwal meditasi seharian di hall. Di luar kegiatan rutin tentu suatu yang sangat surprise, ketika suatu malam sehabis jam meditasi di aula, menjelang tidur, aku mendapat kehadiran `televisi, layar lebar di kuti aku. Wow, kemewahan yang luar biasa! Tapi juga mengerikan! Bayangkan, di tengah hutan sunyi dan dingin, di tengah kuti gelap gulita karena diesel monastry dimatikan tiap jam 10 malam, tiba-tiba hadir televisi 29 inci berwarna yang tengah menyala dengan sendirinya? Begitulah kenyataannya. Malam itu aku sudah berbaring. Saat mataku hampir terpejam, tiba-tiba muncul televisi layar lebar itu di dinding kamarku. Tentu saja bentuknya tak seperti televisi konvensional yang kita kenal. Televisi di kuti aku lebih tipis, bahkan tak memakai boks, berupa layar menempel di dinding. Mula-mula kaget setengah mampus mendapatkan kehadiran ini. Tapi aku segera mepertahankan kesadaran dengan meditasi pada bentuk tubuhku saat tidur, merasakan dinginnya matras tidurku. Intip-intip aku melihat apa yang ditampilkan televisi itu. Ada berberapa wanita berjalan, masuk rumah, berpakaian merah, ada pembantaian, merah darah sampai akhirnya aku merasa tubuh kasar aku sudah tertidur dan tak bias digerakkan, tapi kesadaranku masih terjaga. Tapi itu hanya sebentar, karena kemudian aku tak ingat apa-apa lagi, benar-benar udah pulas. Televisi itu? Tak tahulah, saat terjaga pukul 3 pagi tak ada lagi. Keesokan harinya, ketika giliran audisi dengan sayadaw pembimbingku yang terkasih, yang juga guru penabisku di Panditarama Forest Monastry: U Tamana Kyaw, aku melaporkan yang aku alami. Tanpa melihat wajahnya (selama retreat kami tak boleh melihat wajah guru pembimbing saat melaporkan hasil meditasi) aku merasakan beliau
[MABINDO] BAGAI ULAR MELOMPAT dari JIDAT
BAGAI `ULAR' MELOMPAT dari JIDAT U Thamana Kyaw, guruku yang terkasih kaget saat saya melapor kemajuan meditasi secara rutin 2 hari sekali , memang saya tak melihat langsung perubahan wajahnya(kami tak diijinkan menatap langsung guru meditasi), tapi saya merasakan posisi duduknya yang tiba-tiba diubah. Pagi itu saya melaporkan pusaran kecil bergerak dari alis kiri ke alis kanan mondar-mandir. "Mungkin itu angin?" katanya diterjemahkan seorang ibu penerjemah," kapan kamu merasakannya?" "Saat saya mau tidur," kataku tetap beranjali dan menunduk. Mendengar itu, tiba-tiba beliau merubah posisi duduk, seperti orang terkejut, "sebelumnya kamu belajar ilmu apa?" "Tidak belajar apa-apa" kataku reflek tanpa pikir panjang, karena takut. "Dulu sehabis dari sini kamu ke India, di India belajar apa?" tanyanya mengulang yang diterjemahkan penerjemahnya. Beliau sendiri bisa bahasa Inggris, namun lebih nyaman menggunakan penerjemah. Dulu, sebulan setelah ditabis beliau aku pamit ke India dan diijinkan. Kini, setelah mengikuti Word Buddhist Sangha Council di Myanmar, aku tak menyiakan kesempatan masuk center lagi. Dalam kondisi center meditasi yang ketat, melakukan sesuatu yang salah adalah menakutkan, belum divonis kita down dulu. Untuk memprotek diri saya langsung menjawab, "tidak belajar apa-apa, di India aku melakukan ziarah ke tempat suci Buddhis," jawaban paling aman menurutku. Susah bagiku yang biku Theravada, ditabis di center ini oleh beliau, menjelaskan di India saya juga mengikuti Nyung Nay retreat, mengambil Bhodisattva Sila dan 1000 armed Chenrezig inisiasi oleh Jhado Rinpoche di Tushita Meditation Center beraliran Tantra. Apakah guruku akan mengerti? Pikirku naïf, oleh simple mind berpikir itu upacara biasa. Jadi memang saya tak belajar apa-apa. Guruku yang tekasih itu agaknya mengerti. Ia tak mengejar lagi, sebelumnya saya belajar ilmu apa? Ia kemudian menuntun mengamati objek yang dominan. Apa yang dominan yang aku rasakan, itu yang diamati. Dalam hal ini sesuatu yang bergerak di dahi saya. Dalam tahap ini, saya menjalani pengamatan menyakitkan dan melelahkan. Pusaran itu setelah diawasi dengan ketat berhenti di titik tengah antara kedua alis. Karena titik itu terus berputar, saya mengamati titik itu. Makin diamati, titik itu berputar makin kuat dan tajam, bagaikan sebuah bor terus berputar mengebor jidat saya. Sakit... dan lelah.. sampai kapan? Selama proses menyakitkan itu, berulang kali aku meminta waktu bertemu guruku yang juga merupakan abbot, kepala vihara. Sebuah permintaan yang amat mahal dan tak pernah dikabulkan oleh biku-biku pengawas di hall. Mereka hanya mengatakan, akan disampaikan, akan di sampaikan, titik. Sampai akhirnya, setelah melewati rangkain sakit yang amat sangat, suatu siang aku merasakan titik di jidatku jebol. Sebuah aliran meluncur, bagaikan seekor ular menerjang, mendobrak keluar dari titik diantara kedua jidat saya. Ah, melegakan, proses itu akhirnya selesai juga. Keesokan harinya, seperti terjadwal dua hari sekali aku mendapat kesempatan melapor hasil meditasi ke guruku yang terkasih. Aku menceritakan proses menyakitkan itu, sampai akhirnya merasakan sesuatu menjebol, bagaikan ular melompat dari titik di kedua alis di jidat saya. Guruku yang terkasih mendengarkan dengan seksama dan tertawa. Aku lega mendengar tawanya. Itu berarti, proses yang aku alami bukan sesuatu yang salah. Selanjutnya beliau membimbingku untuk mengamati objek yang dominan saja. Beliau tak bertanya lagi selama di India aku belajar ilmu apa? Tinggal aku sendiri yang bertanya-tanya, maksud beliau bertanya seperti itu apa? Pertanyaan yang mana aku tak pernah punya kekuatan menanyakannya. Dalam perjalanan belajar `ilmu', aku hanya pernah mendapat ilmu dari seorang tua penjaga galangan kapal di Jambi. Itupun menurutku bukan `belajar', tapi `hadiah'. Karena kondisi warung kakak saya suka diganggu preman setempat, pas aku pulang ke Jambi orang tua itu menawarkan ilmu `kuda lumping' pada aku. Dikatakan ilmu kuda lumping karena setelah menerima ilmu kita bisa makan kaca dan beling seperti kuda lumping. Dikatakan `hadiah' karena sifatnya pemberian. Dengan menggunakan sebatang (saya lupa namanya, kemangi atau apa yang bisa didapat dari penjual bunga dan kemenyan di Pasar Angso Duo Jambi) yang diposisikan seperti sedotan antara alat kelamin orang tua itu dan saya (kita dalam posisi berdiri berhadapan berpakaian lengkap), orang tua itu menuntun aku membaca kalimat syahadat, ilmu tersebut langsung aku miliki. Dan ini bukan isapan jempol, setelah itu aku mengetes di belakang rumah, ilmu itu bekerja. Sampai aku kembali ke Jakarta pun ilmu itu tetap bekerja. Orang tua itu cuma berpesan, tak boleh dipamerkan. Ia sempat menawarkan ilmu kebal, dimana harus melalui ritual mandi di sungai Batanghari, tapi tak sempat dilakukan karena keburu kembali ke Jakarta. Untuk berjaga-jaga aku sempat bertanya, kalau tak mau lagi melepasnya bagaimana? "Cukup ke sungai dan ucapkan `kau yang ada di dalam diriku,
[MABINDO] HARI-HARI yang ANEH
HARI-HARI yang ANEH Singkat cerita, meditasiku memasuki tahap aneh. Semisal getaran yang bisa aku rasakan pada kaki maupun tanganku sebelah kiri. Dua kali interview dengan guruku terkasih U Thamana Kyaw, beliau bertanya: "Apakah getaran di ubun-ubunku sudah hilang?" Saat pertemuan pertama aku berpikir sebentar lalu bilang, "masih ada." "Kapan terakhir kamu merasakannya?" "Sebelum memasuki ruangan ini" Lalu seperti biasa aku melaporkan perkembangan meditasiku, aku meletakkan kesadaranku pada hembusan angin di kulit, hangatnya sinar mentari, juga dinginnya air atau keramik di kamar mandi yang menyentuh jemari dan wajahku. Seperti puisi ya.. tapi ini beneran. Dengan latihan terpusat dan terus menerus, aku menyadari, menjaga kesadaran tak hanya saat kita melakukan meditasi duduk, tapi di tiap moment. Hangatnya mentari pagi di kulit, desiran angin di kulit, kerikil-kerikil tajam yang menyakitkan kaki, bisa menjadi bahan menjaga kesadaran. Aku juga melaporkan semalam, saat meditasi banyak binatang kecil berjalan di kulitku. Karena penasaran, aku meraba, ternyata tak ada apa-apa. Aku juga merasakan angin berputar-butar di telingaku, juga seperti ada orang yang menyentuh kakiku. Sayadaw cuma tersernyum. Tetap menjaga kesadaran, mengamati hal yang dominan, katanya. Rasanya, itu hari terakhir aku melapor dengan keadaan `normal'. Oleh kesalahan penafsiran instruksi beliau, dan keangkuhan yang timbul akan hasil meditasiku karena sayadaw tampak bahagia tiap mendengar perkembangan meditasiku, tanpa aku sadari keangkuhanku makin kuat Keangkuhan yang bagai racun merampas kesadaranku untuk membunuhnya perlahan. Di samping itu, oleh kejadian-kejadian aneh yang aku alami, aku mulai susah membedakan yang maya dan nyata. Obyek meditasiku pun bukan sesuatu yang nyata, seperti naik turunnya perut, tapi getaran dan uliran yang tak bisa ditangkap mata. Tapi bisa dirasakan dalam kondisi batin tertentu. Biasanya, dari pengalamanku, bila pikiran tak dibiarkan berkeliaran, dalam hal ini sebagai meditator, dalam tidur kita tak pernah mimpi. Kesadaran kita bekerja lebih cepat dari tubuh dan pikiran. Begitu mata terbuka, langsung bangkit dari tidur, atau terkadang kesadaran datangnya lebih cepat dari tubuh ini, sehingga saat terjaga masih sempat mendengar orang mendenkur. Mula-mula bingung juga. Dengkur siapa gerangan? Padahal aku tidur sendiri, ya iyalah denkur gue sendiri.. emang hantu bisa mendenkur? Hehe. Nah, tak biasanya pagi itu aku mimpi dibangunkan oleh seorang gundul, dari wajahnya kelihatan dia wanita. Mungkin Siale atau Samaneri. Wajah Samaneri itu cantik tapi bersedih. What's aku kebingungan. Kok bisa-bisanya, mimpi dibangunkan samaneri, seumur hidup itu kali pertama aku mimpi wanita gundul. Tapi aku tak mengubrisnya. Akan tetapi kesedihan wajah samaneri ternyata pertanda tak bagus. Terbukti hari itu aku mengalami konflik dengan Biku dari Thailand. Masalahnya sederhana. Biku itu minta aku jalan lebih cepat waktu selesai mengikuti patimoka dan hendak ke kuti, tapi aku ogah, balelo aja yang membuat dia jengkel. Lalu saat meditasi malam, saat terasa ada tangan memegang pundakku, lututku, bukannya menjaga kesadaran, aku mencari dan mengamati sensasi itu. Tentu makin jadi. Hal paling bodoh yang pernah aku lakukan sepanjang karier meditasiku, hehe. Aku merasakan ada cahaya melayang dan berhenti di hadapanku. Mulutku terbuka sendiri. Lalu sebuah gelembung udara mendesak masuk ke mulutku. Aku bisa merasakan proses itu berlangsung inci per-inci sampai gelembung itu di puserku, lalu keluar lagi perlahan-lahan. Saat meditasi malam usai, aku berjalan pulang ke kuti. Saat melalui pohon di tikungan jalan. Aku merasakan ada yang berbicara pada ku. (aku mengetik ini sedikit merinding merekar kembali satu persatu pengalamanku, jangan nempel lagi yah, plsss). Aku merasakan ada dialog yang terjadi di pikiranku, seperti ada dua orang yang tengah berkomunikasi. Jadi ringkasnya, aku tidak pulang ke kutiku sendiri lagi. Ada yang `menyertaiku'. Ia mengatakan dirinya adalah Avalokitesvara atau lebih kita kenal dengan Kwam Im. Malam itu tak seperti biasanya, duduk di dipan, kedua tanganku bekerja membentuk mudra-mudra, sambil mengucapkan `Om Mani Padme Hum' Konon kata makhluk itu, ia sedang membersihkan cakra-cakra aku. Begitu juga keesokan hari saat terjaga, kembali tanganku membentuk mudra-mudra yang tak aku mengerti untuk membersihkan cakra. Saat makan pagi, aku tidak makan daging. Saat aku duduk, aku merasa ada yang menempel di belakang. Tapi karena aku mau makan daging juga, aku menelan sepotong daging, hebatnya, aku merasa makhluk yang nempel di belakangku mental sedikit. Tapi jangan khawatir, melalui gerakan-gerakan mudranya saat ga ada orang, ajaib dan susah dipercaya, daging itu bisa dimuntahkan kembali otomatis dari mulut aku, meski sebenarnya udah nyampe di perut. Mulailah aku melewati hari-hari paling kacau dalam hidupku di Panditarama Forest Monastry. Hari itu sambil berpindapata, tangan ini sibuk membentuk
[MABINDO] Perjalanan MENANGKAP PIKIRAN
Perjalanan MENANGKAP PIKIRAN-Awal di Panditarama Forest Monastry. Kembali ke awal kedatangan saya di Panditarama Forest Monastry. Waktu itu, masih Samanera. Saya diantar ke forest oleh sopir Pak Handaka, tiba di sana sekitar jam 10.30. Menjelang sore, saya ditabis menjadi Biku oleh guruku terkasih, U Thamana Kyaw di Sima asri dan sunyi Panditarama Forest Monastry. Bagi penyuka eksotisme, mungkin senang berlama-lama di kuti ini. Untuk mencapainya melalui jembatan di atas danau penghubung meditation hal dan ruang makan. Nah, sima ini terletak ditengah perjalanan melalui jembatan. Selesai ditabis aku minta ijin ke front office menggunakan internet mengabarkan Pak Handaka dan guruku terkasih di Indonesia, Bhante Dharmavimala. Tentu tak boleh lama, di Myanmar yang dibentengi junta militer internet termasuk barang luarbiasa mewah, selain itu, ibu di front officer terkenal galak dan tak segan memarahi Biku! Weleh-weleh- weleh. Awal masuk Panditarama Forest Monastry terusterang aku bego soal vipassana, apalagi mengamati naek turun perut.. aduh makkk ampun dah..gimana caranya? Aku sudah terbiasa dengan anapanasati, mengamati keluar masuk nafas. Jadi semangat awalnya juga asal bisa ke Myanmar dan juga asal bisa belajar meditasi di Mahasi Center, kan terkenal tuh, Bhante Ashin Jinarakkhita yang kesohor itu kan belajar di sini, di Mahasi Center. Barulah sampai di Myanmar, pelupuk mata ini sedikit terangkat. Ternyata Mahasi Tradition sudah beranak pinak, berkembang sangat pesat. Dari Pak Handaka dan keluarganya yang helpful terhadap Sangha inilah aku diantar melihat satu center ke center lain di Myanmar. Baik itu `turunan' Mahasi atau bukan. Jadilah kita seperti Indiana Jones, dengan mobil (Jeep atau Kijang ya?). Kita, saya dan keluarga Pak Handaka berpetualang melihat center demi center. Mahasi Center sendiri konon telah ditinggalkan murid-murid terbaiknya, seperti Sayadaw U Pandita (Panditarama) dan Chammay Sayadaw yang membuka center sendiri. Karena Mahasi Sayadaw sudah tutup usia, maka tak ada guru besar lagi di Mahasi Center. Rekomendasi Pak Handaka, mau belajar metode Mahasi ada dua pilihan, tempat Sayadaw U Panditarama atau Chammay Sayadaw. Perlu juga diketahui, tak hanya di Indonesia terjadi blok antara biku, di Myanmar juga begitu. Meski sama-sama menggunakan metode Mahasi, hubungan U Panditarama dan Chammay Sayadaw konon tak mulus. Panditarama Sayadaw adalah guru meditasi Aung San Su Ki oposisi Junta berkuasa, sedangkan Chammy Sayadaw rekanan junta. Jadi ceritanya sedikit mirip kisah air dan minyak. Selain kedua Master yang mengajarkan metode Mahasi, ada lagi satu center yang didirikan Sayadaw yang dulu merupakan sayadaw di Mahasi center, yakni Shwe Oo Min Center. Cuma sedikit aneh, Shwe Oo Min Center tak mengajarkan Metode Mahasi, yang mengamati naik turunnya perut. Center ini bisa disebut center `kebebasan' karena diijinkan menggunakan metode apa saja yang menurut anda nyaman. Mau anapanasati boleh, naik turun perut jug oke, atur aja bro. Sekilas center ini mirip center zen, dan merupakan pusat meditasi pecinan di Myanmar. Myanamar memang gudangnya master meditasi. Ada banyak center meditasi di sini dengan metode berlainan. Ada Goenka Center, Pak Auk Sayadaw, Mingun Sayadaw, etc. Terlalu banyak center di sini dengan metode beragam. Ada center yang ketika anda masuk ke meditation hallnya seperti masuk ke rumah tukang kayu. Anda seperti mendengar orang menggergaji kayu, `ngik ngok,ngik ngok' yang berasal dari suara nafas keluar masuk hidung yang dipush, ditarik panjang hingga berdesis kayak ngorok. Konon masternya meditation ini, yang awalnya petani, mencapai arahat saat mencangkul dengan nafas ngos-ngosan. Jadi beliau mengajarkan metode `ngos-ngosan' mengepush nafas. Uniknya, meski metode berbeda, oleh masyarakat di sini, master-master pendiri center ini dianggap telah mencapai arahat. Hal ini dibuktikan dengan relik dan sebagainya. Namun begitu, yang membangakan kita orang Indonesia, apabila membaca biografi Mahasi Sayadaw, selalu terdapat paragraph menceritakan muridnya The Boan An atau Ashin Jinarakkhita. Cuma beliau satu-satunya murid yang diberi paragraph di biografi Mahasi Sayadaw. Singkat cerita, mulailah aku melewati hari-hari `buta' dan menyiksa di Panditarama Forest Monastry. Dikatakan buta karena memulai dari nol, buta tentang Metode Mahasi. Dikatakan menyiksa karena datang saat musim panas, summer di Myanmar. Saking panasnya angin yang berhembus pun panas. Jadilah saya melewati hari gerah. Bukan hanya itu, Panditarama Center juga terkenal keras dan ketat. Rasanya semua kegiatan diawasi dan ditempel rapat dari bangun sampai tidur. Mencuri waktu menarik nafas rasanya bisa ketahuan. Hampir menginjak sebulan setelah itu, aku mengirim email ke Handaka menceritakan `duka' yang aku alami. Panas dan tak betah. Oleh Pak Handaka disarankan kalau tak betah pindah center saja. Setelah itu, aku mencari hari baik minta ijin meninggalkan center. Di hari melaporkan ha
[MABINDO] LUKISAN Buddhist For Free
LUKISAN Buddhist For Free Di sela kesibukan menjaga counter aku juga melukis. Lukisan 'Buddha" ini aku kerjakan kurang lebih seminggu, medianya cat minyak di atas kanvas, ukurannya 59,5x89cm. Foto lukisan ini bisa dilihat di http://harpin.wordpress.com, di Lukisan for Free. Bagi yang berminat memilikinya bisa menghubungi saya di emai: harpi...@yahoo.com. Cukup mengganti biaya produksi serelanya agar bisa aku gunakan untuk membeli bahan-bahan dan melukis lagi. Salam dalam hujan, Harpin
[MABINDO] Perjalanan MENANGKAP PIKIRAN 2
Perjalanan MENANGKAP PIKIRAN 2 Shwe Oo Min Center U Tejaniya Sayadaw memintaku merapatkan tangan anjali, âapa yang terasa?â tanyanya. âHangat,â kataku âItu juga meditasiâ katanya. Satu hal berbeda di Shwe Oo Min center dibandingkan Panditarama Forest Monastry, di sini kami dapat âcurhatâ panjang lebar dengan Sayadaw pembimbing. Di Panditarama Forest Monastry kami tak boleh menatap guru pembimbing saat interviu, di sini kami bebas menatap, bertanya dan bercerita. Guru pembimbing sangat bersahabat. Terkadang karena kondisi, interviu dilakukan rombongan, bareng-bareng seperti klub sharing. Di lain pihak, wajah U Tejaniya Sayadaw benar-benar mirip sahabat saya di Indonesia, Chinese dan putih. Ditambah metode interviu friendly, jauh dari formalitas..bahkan aku bisa berbicara bila ketemu di jalan setapak, membuat dia reali seperti sahabat sepermainan saya. Hal unik lainnya, U Tejaniya Sayadaw awet muda, dari teman biku Vietnam aku tahu usia beliau saat itu 40 tahunan, tapi gaya dan yang terlihat seperti baru menginjak 30an. Dari rekan Biku Vietnam lagi aku mendapat info, penunjukan U Tejaniya Sayadaw sebagai guru meditasi oleh Shwe Oo Min Sayadaw menimbulkan pro kontra. Dari segi vassa, ada banyak murid Shwe Oo Min yang jauh lebih senior di center itu, namun beliaulah yang ditunjuk oleh Shwe Oo Min Sayadaw. Sekedar info, ada kesamaan antara U Tejaniya Sayadaw dan Bhante Dharmavimala guru saya terkasih di Indonesia, Sama-sama tak pernah menunjukkan dan menuntut diperlakukan sebagai senior, tapi lebih memposisikan sebagai sahabat dalam Dharma, bahkan terhadap biku baru seperti saya Mungkin bedanya, U Tejaniya Sayadaw lebih muda dan ekspresif. Jadilah saya yang baru datang dari center ketat, Panditarama Forest Monastry, bagai menikmati liburan di Shwe Oo Min center. Saat bel jam 3 pagi berbunyi, tak ada biku menyusuri kuti dengan âlonceng esâ mengusir kita ke hal meditasi. Semuanya lebih berdasar kesadaran. Saat di meditation hal pun, tak ada urutan senioritas pada bantal-bantal tempat duduk seperti di Panditarama Forest Monastry. Dengan kata lain, kita boleh duduk dimana saja, yang penting nyaman. Ajaibnya, saking bebasnya di hal meditasi, pemandangannya agak aneh Ada yang meditasinya menyandar ke tiang penyangah ruangan, ada yang duduk di kursi lipat/malas⦠dan tampaknya tertidur, weleh-weleh. Aku tak bisa membayangkan yang terjadi bila hal ini di Panditarama Forest Monastry. Waktu meditasi jalan tak ada yang bergerak slow motion. Di sini yogi/pemeditasi berjalan biasa. Aku yang baru dari Mahasi tradition saat berjalan ke meditation hal masih kebawa berjalan pelan. U Tejaniya Sayadaw yang melihatku di kejauhan berjalan mendekat. âDonât need to move so slowlyâ katanya, tak usah berjalan selambat itu. Berjalan biasa saja, tapi dengan kesadaran terjaga. Saat interviu beliau bertanya, saat makan bagaimana? âAku menyadari makanan yang aku makan, keras, lunak, asin, pedas, manis. Sempat juga aku nafsu karena lapar, terus aku berhenti sebentar, menyadari nafsu itu, setelah tenang melanjutkan makan.â âHmm..itu dia,â kata beliau, âsaat makan, saat dimana kita harus sangat berhati-hati ketika nafsu muncul dengan kuat.â Selain perbedaan-perbedaan di atas, ada juga perbedaan fasilitas. Panditarama Forest Monastry adalah center besar, luas dan kaya dengan Big Master yang masih ada. Sebaliknya Shwe Oo Min center tak terlalu luas. Tak ada kuti-kuti yang berdiri sendiri, melainkan bangunan dengan kamar berjajar seperti kamar kos, dan Shwe Oo Min Sayadaw yang sudah tutup usia. Dari segi makanan juga begitu. Di Panditarama Forest Monastry, makanan berlimpah yang sering membuat kita kekenyangan, di sini tak demikian. Tak berlebih, tapi cukup. Di Panditarama Forest Monastry tak disediakan menu vegetarian, di sini ada meja khusus menyediakan makanan vegetarian. Jadi tak heranlah, banyak biku dan bikuni Mahayana yang bahagia berlatih di sini. Dengan kondisi center lebih bebas, perlahan aku âbisaâ menghirup nafas, menggunakan pikiranku, menganalisa buku-buku yang kuambil dari front office Panditarama Forest Monastry. Mencocokkan dengan praktek yang aku alami. Perlahan aku menyadari dan menyesali kebodohan-kebodohanku. Hal mendasar Vipassana yang sebelumnya kuabaikan, sepeti mencatat proses batin: melamun, menghayal, rencana, sakit mulai aku mengerti. Terkadang kalau lelah, aku tak mengikuti session meditasi pagi, tapi langsung sarapan di ruang makan jam 5.30 pagi. Setelah itu, mengikuti pindapata yang dipimpin langsung U Tejaniya Sayadaw. Tiga minggu aku di Shwe Oo Min center keadaan center mulai tak kondusif, karena mendekati tahun baru Myanmar, center dipenuhi orang-orang Myanmar. Ini merupakan tradisi turun-menurun, mungkin seperti umat Islam di Indonesia mengikuti pesantren kilat saat liburan. Mereka bisa masuk center sekeluarga. Bapaknhya ditabis jadi biku, anaknya karena dibawah 20 tahun ditabis jadi samanera, lalu ibunya jadi siale/samaneri
[MABINDO] DHARMABOOK For Free
Ada beberapa judul buku Dharma yang bisa diambil di Konter saya di Pasar Pagi Mangga Dua secara gratis. Sebaliknya tangan saya juga terbuka lebar mendistribusikan buku/cd Dharma yang anda miliki. Keterangan lebih lanjut kunjungi: http://harpin.wordpress.com
[MABINDO] Re: DHARMABOOK For Free
Ini alamat konter saya: Konter Poster/lukisan/action figure Lt.5 blok B (depan toko Ferenssa B57) Pasar Pagi Mangga Dua Jl. Mangga Dua Raya, Jakarta Utara tlp. 02193793025 Terima kasih, Harpin --- In MABINDO@yahoogroups.com, "Tonyadi" wrote: > > Mau tanya konter pak Harpin di pasar pagi mangga dua di mana ? > - Original Message - > From: harpin70 > To: MABINDO@yahoogroups.com > Sent: 30 Januari 2009 17:19 > Subject: [MABINDO] DHARMABOOK For Free > > > Ada beberapa judul buku Dharma yang bisa diambil di Konter saya di > Pasar Pagi Mangga Dua secara gratis. > > Sebaliknya tangan saya juga terbuka lebar mendistribusikan buku/cd > Dharma yang anda miliki. > > Keterangan lebih lanjut kunjungi: http://harpin.wordpress.com > > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] >
[MABINDO] Kembali KE MYANMAR
Kembali ke Myanmar. Aku berkunjung ke Myanmar lagi saat World Buddhist Summit ke 4, Desember 2004. Oleh Guru saya terkasih saya ditugaskan mewakili Sangha Agung Indonesia bersama Yang Mulia Bhante Nyanasuryanadi Mahathera. Pada hari âHâ aku berangkat ke Batam. Entah mengapa aku menolak membawa cindramata rupang besar dari Bhante Aryamaitri Mahasthavira yang sudah seperti orang tua saya. Aduh kualat deh. Ampun Bhante, hehe. Tapi untunglah, belakangan aku tahu, Bhante Nyanasuryanadi yang Mahathera sekalipun, sangat rendah hati membawakan patung itu. Keesokan harinya, Bhante Nyanasuryanadi Mahathera menyusul tiba di Batam. Kami menginap di Vihara Buddhayana Nagoya Point, untuk keesokan menyebrang dengan kapal feri ke Singapura. Di Singapura kami mencari pesawat ke Myanmar. Sebenarnya bisa terbang langsung dari Jakarta ke Singapura, tapi supaya irit, perjalanan dilakukan ala back paker traveler. Ada rekan Hendritanti menemani dari Batam sampai Bandara Changi, Singapura. Terimakasih dan namaskara untuk rekan Hendritanti, yang kini menjadi Biku Nyanagupta. Siapa menyusul? Haha. Seperti biasa, tiba di Myanmar, Bapak Handaka yang helpfull pada Monk menunggu di airport. Berbeda dengan perjumpaan pertama saat beliau masih menggunakan celana panjang, kini beliau âmenyatuâ dengan masyarakat Myanmar, kemana-mana pakai sarung kotak-kotak, hehe. Hari pertama kami bermalam di kediamannya. Terdapat âkutiâ di rumah beliau untuk biku-biku yang transit belajar ke Myanmar. Kami juga menerima dana makanan Ibu Eli yang selalu memberi terbaik buat biku. Setelah cukup istirahat, kami bersafari dengan keluarga Handaka: Bapak Handaka, Ibu Eli dan kedua anaknya : Voni dan Nyonyo (waktu itu anak yang ketiga , Minggala belum hadir,hehe) ke vihara-vihara suci di Myanmar, sebelum akhirnya meregister di hotel, yang disediakan panitia World Buddhist Summit. Ada catatan kecil manfaat yang saya dapat dari kebiasaan mencatat proses batin, chittanupassana. Terimakasih pada Sayadaw U Tejaniya yang mematangkan karma aku tentang chittanupassana. Setidaknya kini aku bisa meditasi di tempat ramai sekalipun, aku bisa meditasi dengan mata terbuka, sambil baca koran, sambil ngobrol, sambil nonton televisi. Jadi saat mata aku nonton televisi, bila ada pikiran melintas aku mencatatnya, seperti :melamun, sambil mengalihkan sejenak mata dari televisi, plong melamun itu hilang, nonton lagi. Merencanakan, catat: rencana, pusaran pikiran rencana itu melemah dan hilang, kembali ke televisi. Terkadang kita seperti melihat dua hal pada saat bersamaan. Saat mata menonton ke televisi tetapi batin kita melihat /merasakan proses pikiran yang tercatat berputar lalu melemah. Kadang untuk menyeimbangkan proses dalam batin, kepala aku bergerak pelan ke kiri atau ke kanan 15 derajat seperti menoleh sesuatu di samping. Jadi saat nonton televisi, televisi jadi objeck meditasi utamanya,hehe. Proses pencatatan dalam batin ini sangat bermanfaat bagi pengendalian diri, terutama saat mengobrol dengan umat maupun rekan biku supaya tak hanyut dalam pikiran dan pembicaraan yang berkembang. Karena batin yang terbiasa mencatat, aku cepat tersadar kemana pikiran atau ucapan bergerak. Misalnya tanpa sadar pembicaraan menjurus ke arah benci atau iri, biasanya sifat pembicaraan ini cepat tertangkap melalui kebiasaan mencatat yang otomatis: Ini kebencian. Ini irihati, ini kesombongan, sehingga aku cepat mengerem pembicaraan. Ringkasnya pencatatan pikiran membantu kesadaran akan hadirnya akar-akar kejahatan yang bersifat sangat halus, seperti kebencian, keangkuhan, keserakahan, nafsu dan irihati, yang bisa menciptakan karma buruk melalui pikiran, ucapan dan perbuatan. untuk kemudian sadar dan tak melanjutkan. Jadi kini dari segi wajah, menurut aku sendiri, tampaknya aku lebih bahagia, hehe. Ups, ini keangkuhan, hehe lagi. Sambil menonton televisi, baca koran terkadang makan ubi berteman secangkir teh aku mengamati proses yang berlangsung dalam batin datang dan pergi. Tuing muncul pikiran, tuing pikiran itu menjadi lemah, tuing muncul lagi, tuing lemah lagi. Tuing tuing tuing, terkadang prosesnya cepat sekali, tapi kadang juga lambat sekali. Ketika World Buddhist Summit yang berlansung sekitar 2 minggu berakhir, aku melanjutkan perjalanan ke Panditarama Forest Monastry. Sedangkan Yang Mulia Bhante Nyanasuryanadi Mahathera yang sangat rendah hati harus segera ke Indonesia, tugasnya di Sangha Agung Indonesia dan dosen di IIAB Smara Tunggal Ampel, Boyolali telah menanti. Batavia, 05 Februari 2009 (05:17 am) Harpin.
[MABINDO] The Power of MIND, a tribute for My MOM
The Power of Mind A Tribute for my MOM Ini cerita sewaktu mama saya masih ada. Saat aku ajak ke Jakarta dan tinggal bersama aku, Mama memiliki keluhan penyakit kulit. Yakni kulitnya suka bentol-bentol kayak alergi. Kalau saya tak salah, penyakit ini cukup lama Mama pikul. Saya tak tahu mulai kapan. Karena sejak umur 7 tahun, aku tak ikut mama. Melainkan tinggal dengan Tuako-adik perempuan paling besar dari Papa. Kakak saya yang paling besar merantau sejak umur belasan. Sedangkan Papa meninggal saat saya bayi. Jadilah Mama hanya tinggal bertiga dengan kakak saya kedua (perempuan) dan kakak ke tiga (laki-laki) di pedalaman Jambi. Karena ketidakcocokan dengan paman, dilain pihak prestasi belajar yang bagus, rutin juara kelas di SMPN 12 Jambi, menginjak kelas 3 SMP aku dikirim ke Yogya, ikut anak bibi. Maksud Bibi, supaya saya bisa sekolah sambil kerja di toko besi anaknya. Semenjak di Yogyakarta, Praktis hubungan aku dengan Mama kian jauh. Kalau masih di Jambi, bila liburan aku bisa ke tempat Mama, kini tidak lagi. Praktis aku disibukkan sekolah dan membantu anak bibi yang workaholic, pekerja keras. Pagi jam tujuh sekolah sampai jam 12.30. Jam 1 siang aku sudah di toko besi grosiran di Bringharjo sampai jam 6 sore. Malamnya, aku pulang ke rumah merangkap gudang di daerah Pingit. Yang namanya gudang, apalagi anak bibi workaholic, seringkali kita masih bekerja sampai jam 2 pagi menyusun barang. Yang namanya barang besi tahu sendirilah, betapa beratnya peti-peti palu, cangkul, kunci-kunci, baut, kaleng cat dan sohib-sohibnya. Yah, mungkin karena mental tak siap, juga punya bakat membandel, hehe, sebulan berselang aku cabut alias kabur dari tempat anak bibi. Aku mencari kos di belakang gudang anak bibi, yang masih aku ingat, cuma Rp.10 ribu per bulan. Demikianlah, sejak itu hingga kini, kediaman resmiku tak jauh dari kamar kos berukuran dua kali tiga, termasuk waktu tinggal di kuti biku,hehe. Selama tiga tahun, untuk bertahan hidup aku dikirimi kakak kedua yang buka warung kelontong di Jambi sebulan Rp.30 ribu. Rp.10 ribu buat bayar kos. Bayar uang sekolah di SMPN12 Yogyakarta Rp.1000 sebulan. Sisanya RP.19 ribu. Sebagai gambaran, tahun 1986 makan di warung nasi pakai telor sepiring 250,- Sehari makan tiga kali jadinya RP.750. Dikalikan 30 hari sebulan hasilnya RP.22.500. Kesimpulannya kiriman kakak saya tak cukup, ada defisit Rp.3.500, itupun untuk standar makan minimun belum termasuk kebutuhan tetek bengek lain. Untuk mengatasinya, setelah konflik batin mendalam dengan muka badak menahan malu, aku yang berumur 16 tahun saat itu, minta kerjaan lagi pada anak bibi. Masuknya sepulang sekolah, tak iku kerja di gudang malam hari, kata aku. Beliau setuju. Seminggunya aku dikasih Rp.5000,- lumayanlah, hehe, buat nutup defisit. Karena kondisi ini harap maklum, nantinya sekolah aku kacau beliau. Meski sukses lulus SMPN 12 dan diterima di SMUK de Britto yang muridnya laki-laki semua, tapi inilah awal kekacauan hidup dan kepribadian aku, sampai harus menamatkan SMU selama 6 tahun, 2 tahun di de Britto 4 tahun di SMUN 9, weleh weleh weleh. Tapi aku ikut anak bibi aku hanya 3 tahun. Aku dikirimin uang juga hanya 3 tahun itu. Tahun-tahun berikutnya, sambil sekolah aku memiliki dua usaha taman bacaan kakilima di depan Rumah Sakit Panti Rapih dan tiga pegawai yang adalah teman-teman sekolah saya. Kembali pada cerita tentang Mama saya. Sudah pasti, karena tak tumbuh bersama Mama, aku tak memiliki hubungan emosional dengan Mama. Perasaan memiliki tak ada. Oleh kenaipan dan pemikiran usia puber, mungkin juga karena rusak dimanja waktu balita, aku justru menyalahkan Mama atas kondisi aku. Sehingga, saya terlalu masa bodoh atas kondisi Mama di daerah. Hanya sekali-kali aku pulang ke daerah dengan gaya backpacker. Di saat itulah, aku sering melihat Mama mengoles tubuhnya dengan arak, karena tubuhnya bentol-bentol alergi. âKenapa, Ma?â âGatel, ga tau kenapa, nggak sembuh-sembuhâ kata Mama. âOhâ¦â kata aku dengan mulut bulat tanpa dilandasi semangat berbakti dan jiwa bhodisattva, mencari solusi untuk Mama. Seolah thatâs not my problem, thatâs outside of me. Hari terus berjalan. Aku sudah menjadi wartawan majalah remaja kesohor di Jakarta. Aku memiliki pacar, mencintai pacar saya lebih dari segalanya. Bahkan, Mama tak ada apa-apanya dibandingkan kekasih hatiku. Kakak perempuan saya bilang, pulang ke Jambi seminggu aku telah sibuk menulis surat ke pacar di Jakarta. Sementara puluhan tahun di rantau, surat yang aku kirim pulang bisa dihitung dengan jari (waktu itu belum ada hp). Seiring waktu berjalan, mungkin karena pemahaman Buddha Dharma yang lebih baik, aku mulai melihat ada yang salah dalam hubunganku dengan Mama. Terutama saat membaca buku Sutrabakti Seorang Anak, dan mengetahui keniscayaan membalas budi ibu, lulu lantaklah hati ini. Apalagi ketika aku sudah rutin meditasi di ruang meditasi Ekayana, yang pertamanya untuk memakai ruang itu harus kucing-kucingan dengan Awi yan
[MABINDO] The Grazy MIND
The Grazy MIND (kelanjutan The Power of MIND) Pada awalnya bentol-bentol alergi terhadap jamur, dan kadang muncul seenak udel tanpa sebab jelas itu, cukup menganggu hidupku. Tapi syukurlah, suatu ketika bentol-bentol itu muncul lalu aku bawa dalam meditasi, ajaib dan susah dipercaya, alergi yang hampir âmembunuhkuâ itu lenyap dalam 15 menit. Jadi merupakan hal wajar berpegian dengan guruku terkasih, beliau suka melihatku duduk meditasi dalam kamar dengan jubah melilit menyelimuti tubuh dari ujung kepala sampai kaki saat alergi itu muncul. Aku tak pernah minum obat mengatasi alergi ini, cukup dibawa meditasi anapanasati samata bhawana yang aku praktekkan saat itu, selesai. Seolah kehilangan taringnya, tak lama setelah jadi samanera bentol-bentol ini lenyap dan tak pernah muncul lagi sampai sekarang. Sedangkan alergi terhadap jamur itu ikut menghilang. Selanjutnya, tahun 2004 aku berkunjung ke Myanmar untuk kedua kali. Setelah mengikuti Fourth World Buddhist Summit, aku melanjutkan perjalanan ke Panditarama Forest Monastry. Semula sempat bingung, nanti bagaimana? Karena aku merasa sudah âpinterâ, sudah bisa mengamati gerak pikiran (baca âKembali ke MYANMARâ) Jadi sikap dan gerak-gerik saya sesuai intruksi di Shwe Oo Min center just rileks, santai saja. Berjalan tak terlalu lambat, yang penting menyadari gerak-gerik pikiran. Saat di ruang makan pun aku bergerak santai. Bahkan dalam hati aku meremehkan mereka yang focus dan serius, aku bertindak sebaliknya, menunjukkan senyum dan keramahanku. Barulah saat interviue dengan guruku terkasih U Tamana Kyaw Sayadaw keesokan pagi, aku menyadari telah diamati sejak kemarin. âKalau tak salah, kamu yogi yang dulu ditabis di sini, bukan?â âBetul, Bhante,â kataku beranjali menunduk. âWaktu itu kamu ke India?â tanyanya yang diterjemahkan seorang ibu dokter penerjemah. âBetul, Bhante.â âDi India kamu kemana saja?â âSaya ziarah, Bhante. Ke tempat-tempat suci Agama Buddha.â âOoâ¦â katanya senang. Kemudian beliau melanjutkan âsetahu saya, dulu kamu yogi yang serius dan bagus. Saya harap kamu mempertahankan sikap yang dulu, kalau tidak, kamu tak akan mendapat kemajuan di sini.â Deg, tiba-tiba aku menyadari, sikap yang memang tak seserius dulu. Dalam hal berjalan, aku selalu mendahului yogi-yogi lain yang bergerak seperti keong. Lambattt banget. âYah, Bhante,â kataku menunduk kian dalam. Malu bercampur takut. âMasih ada yang ingin dilaporkan?â âTidak, Bhante.â Ia berkata sesuatu pada penerjemahnya, lalu penerjemahnya mengatakan, ânow you can go.â Aku namaskara tiga kali perlahan-lahan, lalu bergerak slow motion meninggalkan ruangan interview. Sejak itu, aku kembali pada metode Mahasi di Panditarama Forest Monastry yang serius dan keras. Berjalan sangat lambat. Aku menjadi serius dan tak banyak mengumbar keramahan, terutama saat makan. Benar-benar kembali hidup di dunia sendiri. Hari terus berjalan, hingga suatu pagi saat bangun dan mandi jam 3 pagi, aku merasa gerakanku sangat lambat dalam arti bukan aku yang mengontrolnya, tapi gerakan itu melambat dengan sendirinya. Rasanya enak juga, aku tak usah melambatkan gerakanku, tapi ia melambat sendiri, jadi tak butuh usaha lagi, hehe. Saat interviu dengan Sayadaw, ia tertawa yang terdengar dari gelaknya. Aku agak tenang, berarti gerak lambat sendiri ini bukan sebuah kesalahan. U Tamana Kyaw Sayadaw, guruku terkasih kemudian bertanya, âapakah pusaran di ubun-ubun kamu sudah hilang? Saya ragu.. berpikir sebentar, âsudah,â kataku. âApa yang kau lihat?â Tanya Sayadaw. âHmâ¦tidak jelas,â kataku. âMungkin belum cukup bersih,â tambahnya, âdan kami melihat gerakkanmu juga belum cukup lambat,â tambahnya lagi sambil tersenyum. Berdasarkan pengalaman interviuw, aku bisa tahu meditasiku di trek yang benar atau tidak dari nada suara Sayadaw. Bila nadanya lembut berarti baik, bila suaranya tegas berarti ada yang tak beres. âAda lagi yang ingin kau laporkan?â âHm..aku ragu, sepertinya aku memiliki kekuatan aneh,â kataku sejurus kemudian. âDalam vipassana tak ada keraguan, yang ada hanya kepastian,â kata sayadaw tegas. âSaat meditasi, tanganku bergerak sendiri. Membentuk mudra-mudra, dan sepertinya itu memiliki kekuatan,â kataku. âDalam vipassana yang ada hanya kepastian. Disadari saja, itu akan berhenti.â kata sayadaw lagi dengan tegas. Ups aku menyadari kekeliruanku. Semakin hari, dengan obyeb meditasi yang kian abstrak dan hal aneh yang aku alami (baca âBagai Ular Melompat dari Jidatâ), sepertinya aku makin tak tahu apa-apa dan muda melakukan kesalahan mendasar tanpa menyadarinya. Di lain pihak, nasehat Sayadaw manjur sekali, begitu aku meletakkan kesadaran pada tangan yang akan bergerak sendiri, tangan itu tiba-tiba lemas dan tak berhasil bergerak diluar kesadaranku. Tapi efek dan perkembangan lebih lanjut berjalan sangat cepat. Jadwal interview dua hari sekali tak memadai lagi denga
[MABINDO] The GRAZY MIND (2)
The GRAZY MIND (2) Pernolakan terhadap makhluk mengaku Avalokitesvara berlanjut di kuti. Aku seperti bertempur dengan sesuatu dalam diri, seperti tubuh ini punya dua sopir. Aku, sopir resmi, dan makhluk mengaku Avalokitesvara sebagai sopir âtembakâ hehe. Aku merasakan proses tumbuh sel- sel kontrol baru di luar ragaku. Seperti susunan saraf abstrak terbentuk perlahan menempel dari bahu sampai jemari, berfungsi mengontrol tangan diluar kehendakku. Makhluk itu mengajarkan tak usah makan nasi. Aku sudah hebat. Cukup konsentrasi membentuk bulatan di udara lalu menelannya. Makhluk itu juga suka main mudra di titik di tengah alis kedua mata, seperti tengah menunggu sesuatu. Terus terang, ini membuat aku khawatir, apa yang ia tunggu? Whats next? Dalam kondisi ini, pilihan kooperatif atau tidak jadi pertimbangan. Beruntunglah, Buddha Dharma yang menjadi pegangan hidupku mengajarkan menjadi tuan atas tubuh sendiri. Dengan pertimbangan itu, aku memutuskan tak mau dijadikan alat. Tentu pembrontakan ini tak mudah, terlebih makluk itu melakukan perlawanan agar dibiarkan memakai tubuhku. Dalam kuti saat jam istirahat, aku berusaha ambil kontrol habis atas tubuhku. Berusaha semindful mungkin, bergerak sangat lambat berpegangaan pada lemari dan sebagainya, kesadaran penuh pada semua pori-pori tubuhku, terbongkok-bongkok melakukan kayanupasana, mindful atas tubuh ini. Seorang diri dalam kuti aku benar-benar seperti sakit jiwa. Entah benar atau tidak, merasakan ada yang terus mengawasi aku, kalau-kalau aku lengah dan berusaha mengendarai lagi. Meditasi Malam Ketika meditasi malam berlangsung, tiba-tiba aku merasakan makhluk sekecil debu yang terus menerus keluar dari tulang sayap bahu sebelah kiri. Merasakan hal ini aku ketakutan, lalu melakukan meditasi jalan. Saat meditasi jalan pun, aku tetap merasakan gerakan-gerakan small things itu Ketakutanku pada si Penempel belum usai, sekarang apalagi? Dengan ketakutan amat sangat, aku mendekati kursi tempat Sayadaw U Panditarama biasa duduk saat berceramah, berharap some miracle terjadi untuk melindungi diriku. Dan, aku benar-benar mendapatkan miracle itu. Saat berdiri di samping kursi itu, small thing itu lenyap. Ketika menjauh dari kursi Sayadaw aku merasakan gerakan di bahuku lagi. Saat aku mendekati kursi sayadaw lagi, small thing itu lenyap lagi. Aneh? Menyadari ini, aku bersujud ketakutan di samping kursi sayadaw. Aku merasakan gerakan-gerakan small thing itu hilang lagi, sepertinya kesedot. Yah, kesedot ke atas? Aku melihat ke atas, ternyata di atas kursi Sayadaw biasa duduk berceramah terdapat eksos, kipas angin menyedot udara dari dalam dan membuangnya keluar. Jadi small thing hilang kesedot eksos! Nice. Aku keasyikan meditasi duduk di dekat kursi Sayadaw. Merasa terlindungi. Pertempuran dalam Gelap Malam Saat meditasi malam berakhir aku kembali ke kuti. Tapi berakhirnya meditasi malam bukan berarti berakhirnya ketakutanku. Bahkan ketakutan lebih besar telah menunggu. Karena menjelang tidur, aku merasakan bulatan yang terbentuk dari titik di tengah dua alis melompat bagai kelereng, mengenai jubah yang aku jadikan selimut. Tapi saat itu aku belum tahu sumber bulatan itu darititik diantara dua alis mata. Aku berpikir bulatan yang melompat itu bersumber dari sesuatu di luar aku. Alien, hantu dan sebagainya. Di tengah hutan, di tengah malam gelap dan sunyi, setelah pengalaman makluk kecil yang berlarian keluar dari tulang sayap bahu, kini mendapati ada yang melompat mengenai jubah menjelang tidur, ketakutan ini makin jadi. Celakanya, semakin takut aku, semakin liar imajinasi yang berkembang. Saat itu, aku tak menyadari ini. Tiap imajinasi kegelapan datang, yang lahir dari ketakutanku, aku melawannya dengan menciptakan imajinasi suci sebagai perisai. Celakanya kalau bermain dengan imajinasi, kita seperti bermain dengan air dari samudra yang tak pernah kering. Selalu ada next dan next, sampai kita benar-benar kelelahan menghadapinya. Oleh pikiran naib bahwa yang aku alami sama seperti malam pencerahan Sidharta Gautama menghadapi Mara, pikiran liar makin jadi, bahwa aku harus menaklukan Mara⦠agar jadi Buddha in this very moment. Maka kian serulah pertempuran-pertempuran itu. Oleh batin bening selama meditasi, tak sulit bagi kita melihat jelas melalui mata batin apa yang melintas di pikiran, layaknya melihat dengan mata biasa. Tak aku sadari, penglihatan-penglihatan ini semua bersumber dari pikiranku sendiri. Selama aku bertindak dan bertempur dengan dan berdasarkan pikiran itu, maka aku selalu dalam kekuasaan pikiran itu. Gak bakalan menang! Setelah sekian lama, oleh ketakutan yang makin jadi, aku mengetuk kuti sebelah, yang baru dihuni pemeditasi baru tiba dari Jepang. Aku mengatakan ada hantu yang coba ganggu aku, aku minta ijin nebeng di kutinya. Selesai menggelar matras dan tidur di lantai kuti sebelah, saat berbaring bulatan dan gerakan itu muncul, tapi kini aku lebih tenang, karena tak sendirian. Satu hal yang membuat
[MABINDO] [Info] Gramedia Diskon 30%
Gramedia Diskon 30% Bagi Pencinta Buku, Gramedia Mal Puri Indah memberi diskon 30% untuk semua item kecuali barang elektronik dari 7 s/d 13 Maret 2009. Semoga bermanfaat, Harpin
[MABINDO] Kebakaran di Pademangan Barat, Jakarta Utara
Kebakaran di Pademangan Barat, Jakarta Utara Kembali ini cerita orang susah. Kebakaran terjadi sekitar pukul 16.00 WIB. Api melalap sebanyak 80 rumah warga di kawasan pemukiman padat pendudukyang dihuni sekitar 270 kepala keluarga di RT 16/07 Pademangan Barat, Jakarta Utara(detik.com). Saya masih di Pasar Pagi Mangga Dua dan was-was mengetahui kejadian ini dari teman, jangan-jangan tempat kosku! Setelah mengecek lewat telepon ke toko air isi ulang langananku, aku sedikit bernafas lega, kosku aman. Sepulang dari Pasar Pagi Mangga Dua aku kesulitan mencapai kosku, karena jalan-jalan diblokir dan dipenuhi mobil pemadam kebakaran, becek oleh air hitam yang disedot dari got-got besar. Setelah berkelok-kelok lewat jalan cacing dan sampai di kos, aku menaroh motor dan menyusuri lokasi kebakaran. Bukan apa-apa, letaknya hanya 200 an meter dari tempatku, aku harus memastikan situasi, apakah api berhasil dijinakkan. Menelusuri jalan-jalan yang diblokir tadi dan hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki, aku menemukan rumah-rumah bedeng yang telah jadi arang, asap dan bau sisa kebakaran menyengat di mana-mana. Entah mengapa, tubuhku jadi agak lemas. Aku mengenali kayu-kayu yang tak jelas itu beberapanya adalah bekas tempat aku membeli makan malam. Salah satunya adalah ibu tua yang berjualan nasi kuning, yang berasal dari Cirebon. Ia menempati sebuah rumah petak sekitar 3x5 meter bersama suami, anak-anak, mantu dan cucunya di ujung gang. Hubunganku dengan ibu ini cukup dekat. Entah mengapa, sejak awal membeli nasi dengannya, porsiku dikasih sangat banyak. Pakai telor, pakai ikan, pakai gorengan... saking banyaknya sampai susah dibungkus... dan hanya dia hargai lima ribu rupiah! Melihat ini, ada temanku yang jealous, jadi pas lagi beli ke ibu ini ia bawa nama aku biar dikasih banyak, temennya enko yang badannya gede itu, cerita temanku padaku,hehe. Bagaimana keadaan ibu itu? Dimana dia mengungsi sekarang? Pikirku. Saat itu badanku lemas dan situasi masih kacau, aku segera kembali ke kos. Keesokan hari, saat pulang dari Pasar Pagi aku mencari informasi keberadaan ibu itu. Berbekal sekantong besar pakaian bekas layak pakai milik aku dan pacar, akhirnya aku menemukan ibu itu tinggal di tenda pengungsian. "Semuanya habis," katanya, "yang ada hanya baju melekat di badan ini," ia menunjuk daster coklat yang ia pakai. "Ini ada sedikit baju Bu, mungkin bisa dipakai Bapak dan anak-anak. Tapi tidak ada daster..." kataku pelan. Kemudian aku merogoh kantong, mengambil uang pendapatan hari ini yang aku siapkan, lalu menyelipkan di tangannya. "Makasih, yah." katanya. Tengah ngobrol ada yang datang, "ini anak saya juga ga punya baju, bajunya habis semua, padahal ia mau kerja butuh baju," katanya melirik kantong baju yang kuberikan pada si Ibu. lalu tanpa ba bi bu ia menyuruh anaknya memilih baju yang ada di kantong yang aku bawa. Aku agak tak enak, "ini buat ibu yah," kataku menunjuk kantong baju itu ke si Ibu penjual nasi kuning yang diam, lalu berpamitan. "Gak apa-apa, anak saya juga menantu ibu..." kata ibu penyerobot tadi. "Oh..." kataku mengerti dan pamit. Buat yang memiliki dan ingin menyumbangkan sedikit baju layak pakai, Anda bisa mengantar sendiri ke tempat ini, mau ditemani saya juga bisa. Bila diperlukan untuk membantu mengantarkan, Anda bisa mengedrop di konter saya: Konter Poster Pasar Pagi Mangga Dua, LT.5 (Depan toko Ferenssa B 57). Konter saya buka Jam 10 s/d 17.00 setiap hari. Tlp. 021 93793025 Bila diperlukan lagi, saya bisa menjemput ke tempat Anda, dengan catatan saya menggunakan sepeda motor tanpa SIM dan STNK, jadi harap tempatnya tak terlalu jauh dari lokasi saya, terlalu beresiko,hehe. Anjali, Harpin
[MABINDO] BEAUTIFUL VIPASSANA
BEAUTIFUL VIPASSANA Sudah dari kecil aku jago berdebat. Boleh dibilang, kalau maunya begini... tak ada yang bisa merubah jadi begitu. Hebatnya, otak ini seperti sumber inspirasi yang tak pernah habis bagi saya merubah hitam jandi putih atau putih jadi hitam. Jadi, sudah lama aku menyadari tak ada kebenaran absolut. Sesuatu menjadi benar bergantung suasana hati. Kalau saya menginginkannya benar, jadilah benar. Kalau saya menginginkan salah, jadilah salah. Kata-kata hanyalah permainan logika. Puncak kesewenang-wenangan saya terjadi saat di kelas 3 SMU 9 Yogyakarta tahun 1992. Mungkin suasana kelas Sosial yang rata-rata cowok bandel dan kompak sebagai landasannya. Aku mulai berani menggugat guru Sejarah Perjuangan Bangsa dengan frontal. Sudah rahasia umum, di jaman Orde Baru, semua materi sejarah adalah indoktrinasasi cuci otak tentang sucinya Orde Baru dan hinanya Orde Lama. Dengan mudahnya buku sejarah menyalahkan Bung Karno atas politik Ganyam Malaysia, tetapi melupakan keberhasilannya merebut Irian Barat. Di tengah semangat 45 guru itu menjelekkan Bung Karno dan Orde Lama di depan kelas, aku intruksi, "Pak, seandainya kita berhasil merebut Malaysia dan kini menjadi wilayah Indonesia... mungkin sekarang kita tak akan menyalahkan Bung Karno atas politik Ganyang Malaysianya. Ironinya, keberhasilan yang didapat dari merebut Irian Barat tak pernah dipuji. So, hanya kegagalannya yang dicerca. Kata penutup saya pada guru sejarah:"Kalau Orde Baru hanya bisa terus menjelekkan Orde Lama, akan datang suatu Orde berikutnya yang akan menhina-dinakan Orde Baru," kalimat pamungkas yang membuat muka guru sejarah itu merah padam dan terdiam seribu bahasa. Kelas hening sejenak, yang kemudian disambut sorak-sorai kemengan dari teman-teman sekelas. Ada banyak event pembrontakkan yang membuat muka guru-guru saya memerah, yang terakhir adalah Study Tour. Waktu itu kalau tak salah, biaya study tour ke Bali Rp.75.000,- Ada enam kelas, IPA satu kelas, BIOLOGI dua kelas, SOSIAL 2 kelas yang masing-masing kelas terdiri 50 an orang. Kami berangkat ke Bali dengan model bus gado-gado, anak IPA yang merupakan anak emas mendapat bus ber-ac, yang lain saya tak tahu, sedang kami yang anak SOSIAL-1, yang paling bandel kebagian bus tak ber-ac meski bayarnya sama! Studi Tour kami antara lain mengunjungi tempat pembuatan arak bali. Tempat wisata yang kami kunjungi beberapanya karena tibanya malam, sudah ditutup, jadi kami tidak masuk dalam arti tak ada pengeluaran di situ. Sebenarnya dari tahun sebelumnya sudah ada isu sumir pengurus Studi Tour yang korupsi. Yang katanya, habis Studi Tour bisa beli ini dan itu di rumah. Secara naluri saya menyadari ada yang tak beres, tapi saya juga menyadari tak ada logika membuktikan penyelewengan itu, hingga tiba study tour untuk adik kelas kami tahun berikutnya saat kami di kelas tiga yang diurus guru berbeda, yang ternyata berbiaya sama, Rp.75.000,- Padahal BBM baru naik. Logikanya BBM adalah komponen terpenting. Kenaikan BBM pasti disusul kenaikan transportasi, hotel, dan konsumsi. Apalagi penyelenggara tahun ini melibatkan travel bonafit, seharusnya biayanya jauh lebih mahal. Dari logika sederhana itu aku bergerak. Dengan mesin tik tua, aku mengetik logika-logika sederhana diatas, yang isinya diakhiri kalimat "Oh Guru, Ajarilah kami tentang kejujuran." Kertas itu aku fotocopy, dibaca teman-teman, lalu bersama teman-teman, dicenplungkan lewat jendelah ke kantor kepala sekolah. Tak hanya itu, esoknya aku membawa kertas hvs dan spidol merah-biru yang aku tulis kalimat-kalimat provokatif, lalu ditempel teman-teman di kantin dan sudut-sudut sekolah. Kami memang bebas bergerak, karena kelasnya paling bandel, kompak tapi tidak bodoh, jadi kami seperti penguasa sekolah. Di tangga menuju kelas kami, di tempel kertas bertuliskan "Koruptor Dilarang Masuk!" Entah karena aksi kami atau bukan, hari itu upacara bendera ditiadakan. Kertas-kertas yang kami tempel dicabut guru. Kami juga mendapat info, guru yang menjadi panitia Study Tour masuk kelas demi kelas mempertangungjawabkan laporan keuangan. Menjelang istirahat kedua, tibalah dua orang guru yang menjadi panitia ke kelas kami. Dari raut wajah, aku bisa merasakan sikap yang sedikit ketar-ketir, ini kelas singa, Bung! Guru itu menjelaskan pengeluaran untuk ini-itu. Saat saya tanya bayarnya sama kok busnya beda-beda yah, Pak. Ada yang pake ac ada yang nggak. Guru itu memberi penjelasan yang tak ada kaitannya bahwa kami harus memaklumi, sopirnya sampai begadang karena ban bocor dan sebagainya. Aku dengan angkuh dan berkata menghakimi: "Lho Pak, itu bukan urusan kita, harusnya kita sudah bayar kita harus mendapatkan apa yang kita bayar, kalau tak sesuai kan kita bisa minta dikembaliin uangnya. Lagian, tidak pantas studi tour ke tempat pembuatan arak untuk anak sekolah," kataku. Kalimat terakhir ini kurang didukung teman-teman, soalnya itu salah satu kegemaran mereka,he-he. Guru itu entah m
[MABINDO] BEAUTIFUL VIPASSANA
BEAUTIFUL VIPASSANA Sudah dari kecil aku jago berdebat. Boleh dibilang, kalau maunya begini... tak ada yang bisa merubah jadi begitu. Hebatnya, otak ini seperti sumber inspirasi yang tak pernah habis bagi saya merubah hitam jadi putih atau putih jadi hitam. Jadi, sudah lama aku menyadari tak ada kebenaran absolut. Sesuatu menjadi benar bergantung suasana hati. Kalau saya menginginkannya benar, jadilah benar. Kalau saya menginginkan salah, jadilah salah. Kata-kata hanyalah permainan logika. Puncak kesewenang-wenangan saya terjadi saat di kelas 3 SMU 9 Yogyakarta tahun 1992. Mungkin suasana kelas Sosial yang rata-rata cowok bandel dan kompak sebagai landasannya. Aku mulai berani menggugat guru Sejarah Perjuangan Bangsa dengan frontal. Sudah rahasia umum, di jaman Orde Baru, semua materi sejarah adalah indoktrinasasi cuci otak tentang sucinya Orde Baru dan hinanya Orde Lama. Dengan mudahnya buku sejarah menyalahkan Bung Karno atas politik Ganyam Malaysia, tetapi melupakan keberhasilannya merebut Irian Barat. Di tengah semangat 45 guru itu menjelekkan Bung Karno dan Orde Lama di depan kelas, aku intruksi, "Pak, seandainya kita berhasil merebut Malaysia dan kini menjadi wilayah Indonesia... mungkin sekarang kita tak akan menyalahkan Bung Karno atas politik Ganyang Malaysianya. Ironinya, keberhasilan yang didapat dari merebut Irian Barat tak pernah dipuji. So, hanya kegagalannya yang dicerca. Kata penutup saya pada guru sejarah:"Kalau Orde Baru hanya bisa terus menjelekkan Orde Lama, akan datang suatu Orde berikutnya yang akan menhina-dinakan Orde Baru," kalimat pamungkas yang membuat muka guru sejarah itu merah padam dan terdiam seribu bahasa. Kelas hening sejenak, yang kemudian disambut sorak-sorai kemengan dari teman-teman sekelas. Ada banyak event pembrontakkan yang membuat muka guru-guru saya memerah, yang terakhir adalah Study Tour. Waktu itu kalau tak salah, biaya study tour ke Bali Rp.75.000,- Ada enam kelas, IPA satu kelas, BIOLOGI dua kelas, SOSIAL 2 kelas yang masing-masing kelas terdiri 50 an orang. Kami berangkat ke Bali dengan model bus gado-gado, anak IPA yang merupakan anak emas mendapat bus ber-ac, yang lain saya tak tahu, sedang kami yang anak SOSIAL-1, yang paling bandel kebagian bus tak ber-ac meski bayarnya sama! Studi Tour kami antara lain mengunjungi tempat pembuatan arak bali. Tempat wisata yang kami kunjungi beberapanya karena tibanya malam, sudah ditutup, jadi kami tidak masuk dalam arti tak ada pengeluaran di situ. Sebenarnya dari tahun sebelumnya sudah ada isu sumir pengurus Studi Tour yang korupsi. Yang katanya, habis Studi Tour bisa beli ini dan itu di rumah. Secara naluri saya menyadari ada yang tak beres, tapi saya juga menyadari tak ada logika membuktikan penyelewengan itu, hingga tiba study tour untuk adik kelas kami tahun berikutnya saat kami di kelas tiga yang diurus guru berbeda, yang ternyata berbiaya sama, Rp.75.000,- Padahal BBM baru naik. Logikanya BBM adalah komponen terpenting. Kenaikan BBM pasti disusul kenaikan transportasi, hotel, dan konsumsi. Apalagi penyelenggara tahun ini melibatkan travel bonafit, seharusnya biayanya jauh lebih mahal. Dari logika sederhana itu aku bergerak. Dengan mesin tik tua, aku mengetik logika-logika sederhana diatas, yang isinya diakhiri kalimat "Oh Guru, Ajarilah kami tentang kejujuran." Kertas itu aku fotocopy, dibaca teman-teman, lalu bersama teman-teman, dicenplungkan lewat jendelah ke kantor kepala sekolah. Tak hanya itu, esoknya aku membawa kertas hvs dan spidol merah-biru yang aku tulis kalimat-kalimat provokatif, lalu ditempel teman-teman di kantin dan sudut-sudut sekolah. Kami memang bebas bergerak, karena kelasnya paling bandel, kompak tapi tidak bodoh, jadi kami seperti penguasa sekolah. Di tangga menuju kelas kami, di tempel kertas bertuliskan "Koruptor Dilarang Masuk!" Entah karena aksi kami atau bukan, hari itu upacara bendera ditiadakan. Kertas-kertas yang kami tempel dicabut guru. Kami juga mendapat info, guru yang menjadi panitia Study Tour masuk kelas demi kelas mempertangungjawabkan laporan keuangan. Menjelang istirahat kedua, tibalah dua orang guru yang menjadi panitia ke kelas kami. Dari raut wajah, aku bisa merasakan sikap yang sedikit ketar-ketir, ini kelas singa, Bung! Guru itu menjelaskan pengeluaran untuk ini-itu. Saat saya tanya bayarnya sama kok busnya beda-beda yah, Pak. Ada yang pake ac ada yang nggak. Guru itu memberi penjelasan yang tak ada kaitannya bahwa kami harus memaklumi, sopirnya sampai begadang karena ban bocor dan sebagainya. Aku dengan angkuh dan berkata menghakimi: "Lho Pak, itu bukan urusan kita, harusnya kita sudah bayar kita harus mendapatkan apa yang kita bayar, kalau tak sesuai kan kita bisa minta dikembaliin uangnya. Lagian, tidak pantas studi tour ke tempat pembuatan arak untuk anak sekolah," kataku. Kalimat terakhir ini kurang didukung teman-teman, soalnya itu salah satu kegemaran mereka,he-he. Guru itu entah men
[MABINDO] BEAUTIFUL VIPASSANA
Re: [pmvbb] BEAUTIFUL VIPASSANA Thx, Tak ada yang salah dalam memperjuangkan kebenaran. Cuman harus sabar dan tak dikuasai kebencian, ini yang susah, but this is the only way... yang diajarkan Guru Buddha junjungan kita. Insight Meditation, Vipassana merubah segalanya. Salam... --- In pmvb...@yahoogroups.com, Chandra Suciadi wrote: > > wew... > > hebat banget nieh cerita nyapengalaman hidup yang berkesan > > mau tanya ko, apa yang membuat koko bisa berubah begitu? apakah bila kita memperjuangkan kebenaran kita dengan fight terus itu salah ya??/ > > thanks... > > >
[MABINDO] Dana untuk Ibu Penjual Nasi Kuning
Dana untuk Ibu Penjual Nasi Kuning Diluar perkiraan saya, simpati berdatangan pada Ibu Penjual Nasi Kuning, lewat posting saya tentang kebakaran di Pademangan. Berikut adalah sumbangan yang masuk, baik diantar langsung atau melalui jasa expedisi. 1.Ibu Ani GMCBP..Rp.500.000,- 2.Ibu Lilis.Rp.500.000,- 3.Gimun Sulaiman dan Angsari Rp.500.000,- 4.Bapak Hong Tjin 2 kantong pakaian+ sepatu 5.Ibu Lisa1 kotak pakaian 6.Ibu Idawaty... 1 kotak pakaian 7.Bapak Hadi 1 tas travel + pakaian 8.Ibu Rita. 1 pack pakaian Paket-paket yang masuk saya antar bertahap ke si ibu sehabis aku pulang dari pasar pagi. Perlu diketahui, hal positif era reformasi dan pemilihan langsung membuat partai politik gemar membangun posko di daerah bencana. Akan halnya kebakaran di Pademangan ditemukan beberapa posko partai politik, yang tentu membantu korban. Sebenarnya banyak keluarga yang harus dibantu.Tetapi stock bantuan yang terbatas membuat dilema di sini. Apabila kita membagi langsung ke mereka yang mengungsi di tenda, dipastikan terjadi keributan karena banyak yang tak kebagian. Apabila disalurkan melalui posko yang bertebaran, ada kekhawatiran tak sampai utuh ke korban. Jadi saya mengambil jalan aman saja. Semua bantuan aku drop ke si Ibu yang aku kenal, dengan catatan, kalau pakaiannya berlebih silahkan berbagi dengan mereka yang memerlukan. Hampir tiap kali aku datang mengantar bantuan dari Umat Buddha, Ibu yang sudah tua ini mengelap air mata dari matanya yang nyaris kering. "Terima kasih, kemarin pakaiannya ibu kasih pakai ke cucu ibu, masih bagus-bagus," katanya. "Iya, itu bantuan dari teman-teman saya, Ibu. Saya cuma menyampaikan," kataku. "kita juga berterimakasih, karena diberi kesempatan membantu ibu," tambah aku yang membuat si Ibu dan keluarganya sedikit heran, sudah membantu kok masih berterimakasih. "Iya, kami berterimakasih karena masih bisa melakukan sesuatu untuk ibu," kataku lagi yang membuat si ibu reflek kembali mengelap matanya yang sudah hampir kehabisan air mata. Terima kasih atas dana-dana Anda. Foto2 Ibu Penjual nasi kuning dan rumahnya yang terbakar bisa dilihat di http://harpin.wordpress.com/humanism
[MABINDO] Foto Tempo Doeloe Sayadaw Ashin Jinarakkhita
Foto Tempo Doeloe Sayadaw Ashin Jinarakkhita Sederhana dan Bersahaja adalah teladan hidup Sayadaw Ashin Jinarakkhita. Saya ingin berbagi foto tempo doeloe Sayadaw Ashin Jinarakkhita dari anagarika, bersama guru mahayananya Aryamularama, bersama Mahasi Sayadaw, kedatangan dharma duta Thailand atas undangan Sayadaw Ashin Jinarakkhita. Tapi masih banyak keterangan foto, tahun, siapa saja yang ada dalam foto yang blank/kosong, ada yang bisa membantu? Atau mungkin memiliki foto lain untuk menambah koleksi saya? Silahkan kunjungi: http://harpin.wordpress.com/pic-history Email: harpi...@yahoo.com Anjali, Harpin
[MABINDO] [Info] Gramedia Mal Kelapa Gading diskon 30%
Gramedia Mal Kelapa Gading diskon 30% semua barang, kecuali elektronik), 25-31 Maret Sumber Informasi: Rumini Lim
[MABINDO] Upgrade foto Tempo Doeloe Sayadaw Ashin Jinarakkhita
Upgrade foto Tempo Doeloe Sayadaw Ashin Jinarakkhita Mulanya saya hanya ingin sharing foto-foto tempo Doeloe Sayadaw Ashin Jinarakkhita, tapi perkembangannya saat merunut data tahun foto-foto yang dikirim oleh rekan Momo dan teman-teman, juga mensearch data di forum2 diskusi dan web di internet, tak disangka, foto2 dan data yang didapat saling berkait dan bercerita banyak tentang perkembangan Sangha di Indonesia yang mungkin selama ini tak pernah ditulis secara formal. Bacalah posting saksi sejarah di forum diskusi ini: Saya rasa, perkembangan yang tidak terduga ini mencemaskan Bhante Ashin Soalnya sering kali bhikkhu-bhikkhu muda itu langsung pergi ke Thailand begitu saja dengan bantuan Bhante Win, tanpa minta pertimbangan Bhante Ashin; seolah-olah Bhante Ashin di-bypass begitu saja. (Ketika pada 1969 saya ditahbiskan menjadi Samanera oleh Bhante Ashin, lalu pada 1970 dibantu oleh Bhante Win pergi ke Thailand untuk menerima upasampada, Bhante Ashin hanya dipamiti saja, tidak dimintai pendapat.) Apa lagi, semua bhikkhu-bhikkhu muda itu ditahbiskan di Wat Bovoranives, garis keturunannya adalah Dhammayuttika. dengan demikian semua bhikkhu yang berasal dari satu garis keturunan boleh mengikuti upacara patimokkha bhikkhu yang bukan dari garis keturunan yang sama tidak boleh mengikuti patimokkha garis keturunan itu. Misalnya, alm Bhante Girirakkhito juga ditahbiskan di Thailand, tapi garis keturunannya adalah Maha Nikaya jadi beliau tidak bisa ikut patimokkha bhikkhu-bhikkhu Dhammayuttika. Bhante Jinapiya yang ditahbiskan di Sri Lanka, tidak bisa ikut patimokkha bhikkhu-bhikkhu Dhammayuttika sampai beliau bersedia ditahbiskan-ulang dalam garis keturunan Dhammayuttika sebagai Bhante Thitaketuko (saya tidak tahu, vassa beliau dihitung dari mana, dari penahbisan pertama atau dari penahbisan belakangan) Tapi bisa dibayangkan kelak, kalau bhikkhu-bhikkhu muda Dhammayuttika mengadakan patimokkha, maka Bhante Ashin tidak bisa ikut, karena berbeda garis keturunan Dan posting ini ada hubungan dengan foto tahun 1969 saat Sayadaw Ashin Jinarakkhita mengundang 4 Dharmaduta Thailand ke Indonesia. Foto ini juga memiliki hubungan dengan penabisan pemuda Usodo/Ong Tik Tjong(sekarang Bhante Sri Pannavaro Mahathera) menjadi samanera Tejavanto di Vihara Dharmasurya, desa Kaloran, Temanggung pada tanggal 24 November 1974. Karena sang guru penahbis adalah Ven. Phra Kru Pallad Attachariya Nukich yang kemudian memakai nama Chau Kun Vidhurdhammabhorn(yang juga akrab di panggil bhante Vin), salah satu dari 4 Dharma Duta Thailand yang diundang Sayadaw Ashin Jinarakkhita untuk membantu pengembangan agama Buddha di Indonesia. Tentu banyak kekurangan dalam merangkai sejarah yang aku lakukan. Bantuan data dan informasi tentu dibutuhkan. Lebih banyak tentang foto dan data yang sudah aku susun bisa dilihat di http://harpin.wordpress.com/pic-history Data ini selalu diupgrade menyesuaikan dengan informasi terbaru.
[MABINDO] The Last Moment at Myanmar (1)
The Last Moment at Myanmar (1) Bagi kami yang berlatih Vipassana, terlebih metode Mahasi di Panditarama Forest Center, rasa sakit, jenuh, adalah makanan sehari-hari yang harus dilalui di awal-awal latihan. Bayangkan, dari jam 3 pagi sudah harus di aula utama untuk meditasi. Diselingi break makan pagi dan siang, mandi sore, praktis hari-hari kami hanya meditasi dan meditasi. Semua, tahap demi tahap bisa aku lalui hingga aku menikmatinya, terlebih oleh pengalaman di luar nalar yang aku alami, yang mana semua harus diakhiri oleh kekacauan ciptaanku sendiri. Kekacauan yang kulalui mencapai klimaks, saat di suatu pagi, meditasi jalan di bawah terik matahari pagi, sengatan2 elektro dari cahaya matahari 'membersihkan' partikel2 di ubun-ubun kepalaku. Amazingly thats i cannot believe, meski aku pernah punya ilmu kuda lumping, mengalami mimpi buto muncul dari dinding kamar aku 2 kali (pertama di ekayana-Jakarta, kedua di Tushita Meditation Center-Dharamasala,India), saat aku bangun ada cahaya sebesar sinar senter bergerak di kamar aku, lalu hilang. Tapi pagi ini yang aku alami benar-benar membuatku takjub tak bisa berkata-kata. Setelah ubun2ku bersih, di jidatku muncul vision. Vision ini berbeda dengan vision ketika duduk meditasi mendalam. Vision saat duduk meditasi mendalam sifatnya samar-samar, seperti mimpi. Atau bahasanya 'seperti' melihat Kwam Im. 'Seperti' melihat Buddha, yang sifatnya seolah-olah... samar-samar seperti mimpi, begitu kita sadar gambar itu tak ada lagi. Seperti juga di awal-awal saya tertarik meditasi dan sering berada di ruang meditasi Ekayana. Suatu kali saat mau meditasi di ruang itu aku terkaget-kaget. Ada rupang 1000 Armed Chenrezig/Kwam Im berwarna coklat Tibetan style di ruangan itu yang biasanya hanya terdapat rupang Buddha putih zen style. Sempat tak percaya dengan apa yang ada di hadapanku aku mendekati rupang Chenrezig itu, meraba dan memastikan its real? Bukan apa-apa, waktu meditasi kemarin aku 'seolah-olah' melihat rupang Avalokitesvara itu, persis, plek. Kehadiran rupang ini mempertegas bentuk dan gambar yang 'seolah-olah' aku lihat dalam meditasi kemarin. Saat aku ceritakan ke guruku terkasih Bhante Dharmavimala, menurut beliau, ruang meditasi ini memang spesial. Di Ekayana yang awalnya dimulai hanya dari beberapa ruko, sudah menjadi rahasia umum, ruangan-ruangan yang ada bersifat multifungsi dan banyak dijebol untuk mencari konfigurasi terbaik. Hanya ruang meditasi di sebelah kantor Bhante Aryamaitri saja dari awal dibangun tak pernah dimanfaatkan untuk ruangan apapun selain ruang meditasi. Di ruangan ini pulalah, air mata dan seduh sedan saya pernah bersahutan saat vision my mom and his suffering live muncul di meditasiku. But, sekedar info, kemarin setelah `3 tahun tak muncul, aku tiba-tiba mampir ke sana. Tebak yang kulihat? Ruangan ini akhirnya jebol juga menjadi kantor, hanya altarnya tetap di posisi dan tak diganggu-gugat. Yah, everything is impermanen, anicca. Menurut Bhante Vimala, ruangan meditasi dipindahkan ke atas, ke lantai empat. Kembali ke vision terbaru ini. Kali ini bukan vision 'seolah-olah' seperti pernah aku alami. But this vision is very real, seolah-olah jidatku menjadi proyektor film 3 dimensi seperti di Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah. Lazimnya vision meditasi yang aku alami bersifat 'seolah-olah' saat kita 'terjaga' vision itu hilang, sehingga tetap menjadi vision 'seolah-olah' melihat ini dan itu. Nah, vision yang ini seperti tercetak di jidat. Begitu kita mengarahkan pandangan ke tempat yang pencahayaannya kuat, lampu atau matahari, vision yang terlihat di kening kita semakin kuat dan jelas. Jadi di saat mata kita melihat orang dan sebagainya di depan kita, di jidat kita juga sedang berlangsung pemutaran gambar 3 dimensi full color. Seperti tengah menonton film saja. Benar, seperti menyetel film 3 dimensi. Karena bila konsentrasi kita lepas dari fim 3 dimensi itu ke arah lain,misalnya berbicara dengan rekan dan sebagainya, gambaran itu hilang. Begitu kita melihat apa yang ada dalam jidat lagi, gambaran itu muncul, reply dari awal. Vision apa yang aku lihat? Ada sebuah ruangan emas. Di dalamnya sebuah rupang emas duduk di singasana emas dengan bantalan merah. Arca emas dan singasananya terus berputar perlahan seperti kita sedang bekerja dengan program desain 3 dimensi. Aku mengamati Arca itu, bukan Buddha, tapi seperti Tibetan Deity. Belakangan, jauh setelah peristiwa itu saat aku mencari jawaban di internet, aku mendapat gambaran sepertinya arca itu gambaran Guru Rimpoche/ Padmasambava. Selanjutnya ada perpohonan dan air mancur yang sangat indah. Lalu di langit ada kuda terbang yang ada orang menungganginya terbang di awan-awan. Darimana gambaran itu muncul? Kalau dibilang imajinasi saya, rasanya saya tak pernah mengkhayalkan kuda terbang. Padmasambava apalagi, Selama ini yang saya mengerti cuma Buddha dan Kwam Im. Selain vision itu, di saat bersamaan terdapat sengatan el
[MABINDO] Pahlawan Dharmab
Pahlawan Dharma Banyak biksu/biksuni murid dari Ashin Jinarakkhita berjasa besar, tapi nyaris tak terdengar. Misalnya saya pernah dengar cerita B.Dharmavimala Thera, di Palembang terdapat bikuni hebat. Kalau saya tak salah, beliau adalah almahumahYA Bhiksuni Dharma Bodhi Mahatheri(Teng Sim She). Konon, sebelum meninggal YA Bhiksuni Dharma Bodhi Mahatheri(Teng Sim She) telepon dari Palembang ke gurunya di Lembah Cipendawa,Pacet. Namun sayang, guru terkasihnya Sayadaw dari Lembah Cipendawa Ashin Jinarakkhita tak di tempat, sehingga YA Bhiksuni Dharma Bodhi Mahatheri(Teng Sim She) hanya meninggalkan pesan `mau pamit' untuk gurunya. Usai telepon ke Lembah Cipendawa, beliau bermeditasi dan meninggal dalam posisi meditasi. Setelah dikremasi terdapat relik berupa telinga beliau. Satu alasan mengapa saat ini banyak terdapat devoter luar biasa dari Jambi dan Palembang, tentu tak lepas dari kharisma beliau yang bertugas di dua wilayah ini saat itu. Kalau saya tak salah, waktu kecil sempat mencicipi kue yang ditawarkan beliau saat diajak mama berkunjung ke kuti beliau di Vihara Sakyakirti Jambi. Sayangnya, kini saat search: YA Bhiksuni Dharma Bodhi Mahatheri(Teng Sim She) di google, saya tak mendapat info apa-apa. Tak kenal maka tak sayang, saya juga akan melist biksu/biksuni luar biasa murid dari Ashin Jinarakkhita, adakah yang bisa membantu? 1. YA Bhiksuni Dharma Bodhi Mahatheri(Teng Sim She) 2. .. Sumber: harpin.wordpress.com
[MABINDO] The Last Moment at Myanmar (2)
The Last Moment at Myanmar (2) Aku diarahkan bagian pengecekan paspor ke sebuah ruangan. Meski aku menjelaskan ke Myanmar atas undangan Pemerintah Myanmar, mengikuti Word Buddhist Summit, tapi over stay karena berada di center meditasi, dan saya biku, bagian imigrasi masa bodoh. Berapa hari over stay aku dihitung, lalu diwajibkan membayar baru diperbolehkan menuju pesawat. Poor day. Pesawat mendarat di Bandara Changi, Singapura. Ada rekan Hendritanti (sekarang Biku Nyanagupta) menyambutku. Malam itu aku menginap di kontrakannya. Untuk keesokan hari melanjutkan perjalanan ke Indonesia. Rekan Hendritanti menjagaku sangat baik. Untuk makan, biar kita makan di tempat umum, dia mewanti-wanti penjualnya untuk tak menggunakan daging, yang sebenarnya bukan pantangan aku, but as long we can follow it, its doesn't matter. Dia juga selalu membuka jalan untuk aku saat berjalan di keramaian, tapi saat aku minta diperlakukan biasa saja, dia juga easy going. Take care me as friendly monk, hehe. Dia juga mau membayar penuh tiket pesawat aku ke Jakarta. Tapi aku menolaknya, aku masih ada sisa sedikit uang, kamu nambahin kekurangannya saja, kataku. Setiba di Indonesia, aku mengontak salah satu biku senior yang punya center di gunung. "Namo Buddhaya Bhante, Ini Nyanachatta. Aku baru pulang dari Myanmar, Aku butuh bantuan Bhante, sepertinya meditasiku mengalami gangguan," kataku to the point. Ajaibnya, ternyata bhante itu sedang `turun gunung' dan berada di Jakarta. "Udah tunggu aja, nanti sekalian aku jemput ke sana," katanya. Wah, kali ini sebuah kehormatan besar lagi bagiku. Biku sesenior dia pas lagi di Jakarta dan menjemput aku langsung di Ekayana. Saat di dalam mobil, biku senior itu bertanya "dalam mobil begini pusing gak?" Ups, dia sangat mengerti kondisiku, kataku dalam hati. Ini yang kucari, "Mual banget Bhante," kataku. Saat umat yang ada dalam mobil ikut berbicara, biku senior itu mengalihkan pembicaraan seolah tentang hal lain, jadi komunikasi ini cuma dua arah antara aku dan dia. Singkat cerita kami sudah sampai di centernya di gunung. Biku senior itu berguman, "Selalu saja begini kalau udah mau jadi." Beliau juga kaget saat tahu aku baru satu bulan di Forest Center Myanmar, "kirain sudah berapa tahun," katanya. Aku sekilas menceritakan kondisi center di Myanmar tempatku berlatih. Disiplin ketat. Entah karena cerita ini atau bukan, di sini biku ini lalu memperlakukan aku dengan sangat keras bahasa lainnya dibentak terus. Agak syok juga, hehe. Belakangan hari saat tidak di center biku senior ini lagi, dan bertemu salah satu yogi yang ada di sana saat itu, yogi itu bercerita mereka sempat komplain ke biku senior itu, kenapa memperlakukan aku begitu keras. Dalam pandangan aku, mungkin ada misundestanding antara disiplin dan bentakan. Di Myanmar, guru kami begitu lembut dan tak pernah membentak. Memang disiplinnya sangat ketat dan seolah bisa membuat kita tak bisa bernapas, tapi fibrasi cintakasihnya yang kuat, rasa menyayanginya yang besar bisa kami rasakan dalam setiap sesi pertemuan yang terbatas. Ketika biku senior ini, mungkin surprise dengan kemajuanku yang hanya satu bulan lebih di center Myanmar yang ketat ingin mengaplikasi system ini di tempatnya, suasana center berubah menjadi medan ospek. Disiplin tanpa loving kindness membuat center menjadi hanya medan bara. Dari center yang damai, saya tiba-tiba mendapati tiap hari harus diomelin. Seperti ketika makan siang: Di Panditarama Forest Center, Myanmar, setiap moment adalah meditasi. Saat makan sekalipun, kami memasukan suap demi suap nasi ke mulut dengan sangat pelahan, mengunyahnya dengan penuh kesadaran, merasakan asin, manis, panas dan dingin makanan yang tercerap indra lidah kami. Agaknya belakangan aku tahu, biku senior ini juga pernah berada di Soeb Oo Min Center Myanmar, dimana tidak menyarankan melakukan segala hal terlalu lambat. Mungkin karena hal inilah, siang itu biku senior itu membentak aku lagi. "Apa sih yang kamu lakukan? Makan begitu lambat! Kamu menikmati makanan itu kan?" "Tidak Bhante," kataku pelan setelah ia menghabiskan unek-uneknya. Mendengar jawaban aku, ia melihatku untuk mendengar alasan lebih lanjut. Dengan memberanikan diri, untuk tak berkesan menggurui, aku menjelaskan aku sedang melakukan meditasi dalam makanan. "Meditasi gimana?! Kamu pasti menikmati makanan itu, enak kan?!" hardiknya. "Tidak Bhante," kataku hati-hati dengan sedikit menunduk. "Aku mengawasi rasa asin, asam, manis, panas atau dingin yang kurasakan dari makananku," aku tak menikmatinya," kataku. Syukurlah, meski tampak keras, biku senior itu bisa menerima alasanku. Beliau tampak berpikir dan tak memarahiku lagi. Namun, suasana makan tentu tak mengenakkan lagi. Meski tahu bahwa aku sedang mendapat gangguan dalam meditasi, aku mencoba selektif terhadap resep yang diberikan padaku. Berhati-hati untuk mencari tahu kondisi batinku ada dimana, dan resep apa yang cocok untukku. Maka keti
[MABINDO] Pahlawan Dharma Y.A Mahawiku Dharma-aji Uggadhammo
Pahlawan Dharma Y.A Mahawiku Dharma-aji Uggadhammo YA. Mahawiku Dharma-aji lahir 10 Februari 1918, di kota Kawedanan Ambarawa dengan nama Darmadjie (Darmakoesoma Semi Adjie) dari pasangan Pak Slamet dan Bu Moerni. Oleh karena miskin, maka anak itu tak dimasukkan ke sekolah, melainkan diajarkan membaca oleh ayahnya: karena cuma diajarkan membaca, diumur 7 tahun beliau sudah pandai membaca, tapi tak dapat menulis. Umur 9 tahun orang tuanya bercerai karena masalah ekonomi. Darmadjie kecil terpaksa menumpang dari rumah teman satu ke teman yang lain. Untuk mencari nafkah, beliau bekerja sebagai buruh pembuat selonsong bungkus rokok kretek. Namun Darmadjie kecil tak putus asa untuk meningkatkan kemampuan dirinya, perlahan ia belajar menulis dari teman-teman yang bersekolah di sekolah Belanda dan Tionghoa, sehingga di usia 11 tahun, ia bisa mengajar teman-temannya yang buta huruf. Tahun 1932 beliau bekerja di toko P&D milik Tan Kiem Soem di ambarawa, untuk melayani Belanda Militer yang minum-minum di situ. Disinilah kesempatan mempraktekan bahasa Belanda yang ia pelajari dari teman-temannya tak ia sia-siakan. Karena bertubuh kurus tinggi, ia dipanggil orang-orang Belanda dengan sebutan Piccalo (seruling). Tahun 1934 saat berumur 16 tahun ia dipanggil ibunya yang kini berdiam di Jalan Pandanaran, Semarang, untuk membantu usaha kecil ibunya yang berjualan manisan, kripik, gula-gula, sayur asin dan sebagainya. Tahun 1942 Beliau menikah dengan seorang gadis dari Semarang bernama Soekini. Setahun kemudian dikaruniai seorang anak yang dinamai Padmawati. Tahun 1946 Saat Belanda ingin menduduki Indonesia kembali, beliau ikut berjuang menghalangi niat Belanda. Di saat ini sebuah pecahan mortir yang ditembakkan dari Gombel menembus pahanya yang menyebabkan seketika itu beliau tak bisa berjalan. Tahun 1949, saat berusia 31 tahun Puteri ketiganya lahir dan diberi nama Riza Arsianti, saat itu ia bekerja sebagai penjaga gudang tembakau di jalan Purwodinatan, Semarang. Karena harga barang-barang terus melambung, gajinya selalu habis di pertengahan bulan. Lalu Darmadjie mencari akal dengan menggelar tikar di alun-alun Semarang sebagai ahli nujum Kong Beng. Karena ramalannya jitu, makin hari pengunjungnya semakin ramai. Dari pekerjaan inilah, ia bisa menghidupi rumah tangganya. Pekerjaan ini dijalaninya kurang lebih 17 tahun. Menginjak usia 40 tahun ia sering berjalan-jalan ke Wihara Buddha Gaya, Watugong, Unggaran untuk menikmati nasi pecel dan sate ayem (bukan Ayam). Di sana ia sering di sapa Yang Mulia Ashin Jinarakkhita "jalan-jalan?", "Ya, Bhante," jawab Dharmadjie. Dari saat itulah, Dharmadjie mengenal Agama Buddha lebih mendalam. Sebelumnya ia hanya mengenal lewat tulisan Bapak Kwee Tek Hoay. Sejak itu, tiap ada perayaan Waisak di Borobudur, Dharmadjie dan keluarga selalu hadir. Tahun 1963 isteri tercintanya, Soekini pergi meninggalkannya dan lima anaknya di rumah sakit Telogorejo Semarang karena serangan jantung. Sedihnya tiada terkira ia rasakan hingga 3 tahun. Sebagai penghibur lara, beliau sering mengunjungi Wihara. Pada waktu itu sudah ada tempat puja bhakti di rumah Maha Upasaka Sariputra Sardono. Tahun 1964, di gedung PHI Semarang diadakan kongres Perbuddhi menjelang Waisak 2508. Darmadjie diwisudi menjadi upasaka oleh Yang Arya Biku Jinapiya. Ia kemudian bertugas di Wihara Tanah Putih sebagai penceramah Agama Buddha. Tahun 1965, saat berusia 50 tahun, beliau mengikuti latihan vipassana selama 3 hari di Wihara Karuna Cattra, Rembang. Beliau diwisudi oleh Yang Arya Biku Girirakhito sebagai Upasaka Pandita Dharmasinha, bertugas di Cetiya Wijayakusuma (rumah almahum Bapak Sadono, Semarang). Saat meninggalkan Wihara Tanah Putih beliau diikuti pengikutnya yang berjumlah 20 orang, yang kemudian jumlah ini terus meningkat. Waisak 2507 Buddha Era (1970), di Maha Mandala candi Borobudur diadakan upasampada kebhikkuan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita (Maha Sangha Indonesia) dengan upajjaya: Ven. Chaukun Sasana Sobhana / Nanasamvara sekarang Sangha Raja Thailand, Achariya: Ven Pra Guru Palat Nukik / Chaukun Dhamma Boru (Dhammaduta untuk Indoensia di Jakarta, Kamavaca: Ven. Chaukun Dhamma Sobhana, Upa. Saksi: Ven. Bhikkhu Kantipalo dari Inggris, Upa Saksi: Ven Viriya Cariya dari Australia dan terakhir Upa saksi Ven. Subhato dari Indonesia. Putra-putra Indonesia yang menerima penabhisan kebikuan adalah: Biku Agga Jinamitto, Biku Jinadhammo dan Biku Uggadhammo, Biku Sirivijayo, Biku Saccamano. Namun dalam perkembangannya Biku Sirivijayo dan Biku Saccamano kemudian lepas jubah. Tahun 1972 Vihara Mahabodhi di Jalan Seroja Timur 11 diresmikan. Semua umat dari cetiya Wijayakusuma berpindah puja baktinya ke wihara baru ini, yang kian hari jumlahnya kian bertambah. Tahun 1980, ketiga biku yang ditabhis pada Waisak 2507 menjadi Thera dan dirayakan di Wihara Dharma Ratna, Sukabumi. Yang Arya Biku Uggadhammo Thera kemudian menetap di Wihara Buddhasena, Bogor. Di sini b
[MABINDO] Perjalanan ke Medan
Perjalanan ke Medan Pesawat yang aku tumpangi mendarat di Bandara Polonia Medan. Bapak A, umat yang mengundangku menjemput sendiri. Karena sikapku yang friendly monk, beliau tak sungkan beranjali, menggenggam dan menggandeng tanganku menuju mobil. Sikap yang sebenarnya mengungkapkan kerinduannya akan pertemuan ini. Kami pertama bertemu saat bencana alam terjadi di Sumatra, saat aku baru pulang dari Myanmar. Komunikasi yang baik membuat hubungan berjalan baik. Beberapa kali beliau menelepon memintaku berkunjung lagi, hingga akhirnya kali ini aku turuti permintaannya. Sebelumnya, beliau juga menawarkan tanahnya yang banyak untuk aku bangun center dan menetap. Namun aku tak menerima karena tahu kebikuanku masih muda, dan belum sanggup melakukan hal sebesar itu. Di sisi lain, aku menyadari kondisi meditasiku yang masih setengah jalan, masih mencari what happening with me. Karena dalam waktu dekat akan mengikuti Youth Bodhisatva Training di Thailand, saat itu aku mempunyai cukup alasan tak menerima permohonannya. Sebagai orang terkaya di daerahnya, yang memiliki mal dan beberapa jenis usaha, sikap beliau terhadapku sangat rendah hati. Beliau menjemputku sendiri ke bandara, setelah itu kami ke tempat saudaranya menjemput anak dan istri beliau untuk kembali ke kota asalnya di pesisir Medan. Berlima, Bapak A yang menyetir, aku yang duduk di sebelahnya dan istri beserta kedua anaknya duduk di belakang, mobil kami melaju. Sebagaimana cerita aku sebelumnya dalam The Last Moment at Myanmar, masalahku berhubungan dengan mual bila berada dalam mobil dengan orang banyak, seiring waktu bisa aku atasi sedikit-sedikit. Yakni dengan mempertahankan kesadaran melalui meditasi akan sikap dudukku. Dengan bersikap mindful atas tubuh, aku bisa merasakan udara berputar kencang di dalam kepalaku, lalu tersedot keluar keluar melalui ubun-ubun. Setelah itu isi kepalaku menjadi plong, kosong. Mual itu hilang. Hal ini ada positif dan negatifnya. Positifnya, aku tak merasa mual lagi. Negatifnya, saking plongnya, kadang benar-benar tak ada lagi pikiran dalam kepala aku. Jadi aku bisa seperti orang ling lung tak tahu harus mengucapkan apa, bayangkan bila ini terjadi saat aku harus mengisi ceramah. Dan ini benar-benar pernah terjadi dalam sebuah kunjunganku di sebuah daerah, umat Mahayana terheran-heran melihat aku hanya memegang mic dalam waktu lama tanpa mengucap sepatah kata pun.Ini bukan mau menunjukkan ajaran Zen `tanpa kata', tapi memang kepalaku benar-benar blank, kosong! Dengan latihan perhatian penuh saat duduk, berdiri dan berjalan maupun makan, perlahan juga aku menyadari segala bentuk pikiran yang berkecamuk itu bukan milikku. Bahkan pikiran itu juga bukan milikku. Bagaimana bisa menjadi milikku, sedangkan pikiran itu sendiri tak ada. Yang ada hanya bentuk-bentuk udara yang terus berputar. Yang ada hanyalah tubuh ini, udara yang terus berputar, dan kesadaran yang menyadari proses yang terus berproses. Kesadaran ini juga selalu timbul-tenggelam. Anicca, dukkha, anatta.Tidak kekal, tidak ada aku, dukkha oleh kesadaran yang tak konstan. Ketika kesadaran kuat, dukkha dan sukkha hanyalah sikap batin yang bertamu, tapi ketika kesadaran lemah, dukkha dan sukha seolah menjadi `pemilik' rumah, kita tenggelam dalam ilusi. That's the real suffering. Adapun halnya tubuh kasar ini, dibentuk sekian banyak bentuk kehidupan, mikroorganisme, kuman positif dan kuman negatif yang memiliki kehendak sendiri. Yang terus bertarung sepanjang hidup kita, di dalam tubuh kita. Bahkan saat nafas sudah pergi dari tubuh ini pun, mereka masih berproses untuk menghancurkan tubuh ini. Apakah tubuh ini benar-benar milikku? Tentu saja tidak, karena di dalam tubuh ini juga hidup beragam mikroorganisme yang memiliki willnya sendiri, dengan kata lain di luar kontrol kita dan bukan milik kita. Tubuh kita hanya seperti lahan kehidupan bagi mereka sama seperti kita merasa bumi ini adalah lahan kehidupan kita. Saat kondisi batin yang tenang kita bisa merasakan gerakan-gerakan berproses dalam tubuh kita. Kalau dikatakan kita pemilik tubuh ini, bagaimana dengan ekosistim di dalam tubuh ini? Sekian banyak kehidupan yang ada di dalam tubuh ini, apakah mereka cuma numpang? Sepertinya tidak. Mereka adalah bagian dari tubuh ini, tanpa ada kehidupan dalam tubuh, berarti tubuh ini sendiri tak eksis lagi, jadi tubuh ini sendiri juga merupakan sebuah kumpulan kehidupan. Kita bukan pemilik tubuh ini, tapi kita betugas menjaga dan merawat tubuh ini, memakainya untuk melatih mencapai tingkat kesadaran yang lebih baik. Kembali ke perjalanan aku bersama keluarga Bapak A di dalam mobil. Seperti biasa sepanjang perjalanan beliau banyak bertanya tentang Dharma, juga berkonsultasi yang aku jawab semampuku. "Agama Buddha kita memang paling baguslah Bhante. Apa yang bhante jelaskan sangat bisa saya terima," katanya. Kemudian beliau membandingkan penjelasan-penjelasan yang sudah beliau dapat dari agama lain. "Ini Bhante