Rekan-rekan,
   Beberapa hari yang lalu, saya membaca diskusi mengenai ejaan bahasa 
Indonesia, yaitu ejaan Suwandi dan dua macam akhiran k dalam bahasa Indonesia 
yang kacau dalam ejaan Suwandi. Karena sibuk saya tak sempat ikut diskusi. Hari 
ini meskipun sudah kesiangan ingin saya memberikan tambahan sedikit.  
   Di sini saya mencoba memberi penjelasan yang saya tahu, mudah-mudah bisa 
menambah keterangan yang sudah diberikan rekan-rekan sekalian.

Ejaan huruf Latin pertama untuk bahasa Indonesia disusun oleh orang Belanda van 
Ophuysen. Dalam ejaan ini u menggunakan oe seperti bahasa Belanda, dan u yang 
dalam bahasa Belanda dibaca menjadi i dengan mulut dimoncongkan tepat seperti 
yu dan v Mandarin. Tahun 1950-an, tak ingat tepatnya, Suwandi waktu itu 
menteri pendidikan, merubah oe menjadi u, sama sekali tak ada kesulitan, karena 
u tidak terpakai dalam bahasa Indonesia waktu itu. Untuk orang Tionghoa ada 
sedikit pengaruhnya, marga Thung yang dibaca Theng dengan e dibaca seperti pada 
kata tengggara, mendadak banyak orang menjadi salah baca menjadi Thoeng.  Dalam 
ejaan Suwandi ada lagi beberapa perubahan. Ejaan sebelumnya membedakan k pada 
akhir suku menjadi dua macam k, yaitu k yang tak keluar bunyinya ditulis dengan 
tanda ' dan k yang keluar bunyinya. Penggunaan tanda ' sering dilupakan orang, 
dan kalau mengetik dengan mesin tik saat itu, untuk mengetik ' memerlukan 
memijat dua tombol, sedang
 mengetik k tidak. Tambahan lagi dalam praktek orang banyak mengabaikan tanda ' 
itu. Dengan alasan kepraktisan, maka kedua jenis k itu disamakan menjadi k, 
tanda ' tidak dipergunakan lagi. Jadilah ra'jat menjadi rakjat, bapa' menjadi 
bapak dsb.  Kita tahu dalam dialek Jawa hampir semua k dibelakang adalah ', 
sedang dalam bahasa Indonesia kebanyakan justru k bukan '.  Ada lagi perubahan 
lain, dulu dalam bahasa Indonesia ada bunyi sengau yang diambil 
dari bahasa Arab, contohnya 'adil.  'a ini adalah a dengan bunyi sengau. Dalam 
ejaan Suwandi tanda sengau ' ini juga dihilangkan, adil adalah a biasa, jadi 
hilanglah bunyi sengau itu. Ejaan Suwandi ini diperbaiki lagi menjadi EJB, 
dengan mencoba mengurangi huruf rangkap dan didekatkan dengan kebiasaan 
internasional yang berbasiskan bahasa Inggeris, dj menjadi j, tj menjadi c, nj 
menjadi ny, ch menjadi kh, sj menjadi sy. 

Kalau kita bandingkan dengan dialek Hokkian. Dialek Hokkian punya bunyi sengau 
yang tak boleh dibuang, karena artinya akan salah, juga mempunyai bunyi k yang 
tak keluar seperti banyak dalam dialek Jawa, yang juga tak boleh dihilangkan 
karena artinya bisa salah. Untuk bunyi sengau dipergunakan n pengganti h pada 
ejaan Ophuysen. Marga Thio dalam ejaan Ophuysen menjadi Tnio. Penggantian ini 
menghindarkan orang salah baca, dalam ejaan Ophuysen yang dipergunakan untuk 
nama Tionghoa h yang terletak dibelakang konsonan lain seperti th di atas, 
melambangkan dua bunyi; h untuk bunyi letusan dan h untuk bunyi sengau. 
Jadi h pada Thio itu tak jelas, apakah untuk bunyi letupan atau untuk bunyi 
sengau? Akibatnya menyakitkan, orang yang mempunyai marga sendiri banyak yang 
salah membunyikannya. Tak mampu membaca nama sendiri secara tepat adalah 
tragedi.   

Bunyi k pada akhir suku kata juga kacau,  ba'cang ditulis bakcang, daging 
ba' jadi bak yang berarti mata. Untuk mencegah kekacauan itu, maka sekarang 
orang mengganti k yang keluar bunyinya dengan q. Jadi Bakcang, k nya hanya 
menyendak bunyi tak keluar bnyinya seperti pada dialek Jawa, sedang bak pada 
bakciu = mata, tetap k.

Pada saat perumusan ejaan Suwandi maupun EJB zaman menteri Prof. Prijono, ada 
usulan pemakaian huruf q karena sayang ada huruf tak terpakai dalam alfabet. 
Yang saya ingat ada yang usul pengganti k tersendat tadi, jadi ra'jat menjadi 
raqyat, ada yang usul mengganti kh, sehingga kh yang merupakan huruf rangkap 
hilang. Kedua usulan ini akhirnya ditolak oleh suara yang mengatakan q itu 
adalah huruf khusus untuk Al Qur'an, jadi tak boleh dipakai keperluan lain. 
Perlu diketahui dalam ejaan Suwandi kh adalah ch. Kabar menjadi chabar, 
kemudian khabar, sekarang di Indonesiakan menjadi kabar. 

Sekedar tambahan, tolong masukkan lain kalau saya lupa ada yang terlewat. 
z
Kiongchiu

Liang U





________________________________
From: ardian_c <ardia...@yahoo.co.id>
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Thu, April 8, 2010 4:03:34 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: (Pro bung Poz) Imlek Agama atau Budaya?

  
ada yg bedalar diantara penganut kristen jg, contoh neh kristen nestorian yg 
diuber2 , dicap bidah, dibantai segala macem, beda tuh.

--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, "younginheart5000" <crv...@...> wrote:
>
> Bro Hari, masakan ayat ayat Alkitab dianggap sekedar budaya? Semua penganut 
> Kristen, apapun budayanya, percaya yang sama.
> 
> Tao, Konghucu juga jangan sekedar dianggap budaya, tetapi kepercayaan. .
> 
> Kalau seorang Kristiani percaya dari ayat ayat, bahwa naga itu buruk, ya 
> buruklah sang naga..
> 
> --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, liang u <liang_u@> wrote:
> >
> > Jaman dulu yang tidak boleh dipakai rakyat adalah baju bergambar naga, 
> > sebab itu adalah pakaian resmi kaisar. Sedang nama menggunakan Liong tidak 
> > dilarang, misalnya jenderalnya Lao Pi yang terkenal bernama Tio Cu Liong. 
> > 赵子龙 Tio In. 
> > Kiongchiu
> > 
> > 。
> > 
> >  
> > 
> > 
> > 
> > ____________ _________ _________ __
> > From: Hariadi <hariadi.tjahjono@ >
> > To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > Sent: Mon, April 5, 2010 8:40:17 PM
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: (Pro bung Poz) Imlek Agama atau Budaya?
> > 
> >   
> > Dear members,
> > 
> > ijinkan saya sumbang pendapat.
> > 
> > Kebetulan nama saya ada Liongnya, shio ular, dan beragama nasrani. 
> > Secara chinese, memang Liong itu lambang keberanian, keperkasaan. Dijaman 
> > doeloe, yg boleh pake nama Liong hanya kaisar. Sedangkan ular bagi chinese 
> > adalah simbol kebijaksanaan.
> > 
> > Sedangkan secara kristiani (ada ayat2nya dialkitab), naga dan ular adalah 
> > simbol dari iblis, setan. Dan dibudaya barat memang simbol dari kejahatan, 
> > banyak cerita satria memerangi naga.
> > 
> > Buat saya not a problem, ini hanya perbedaan budaya. Gak ada yg bener atau 
> > salah. Dibudaya barat, ortu dipanggil nama saja, di chinese bisa dimaki 
> > anak puthau.
> > Dikebanyakan budaya, menjulurkan lidah itu penghinaan, dinepal (kalo gak 
> > salah) itu penghormatan. Kita di indo boleh makan sapi, di India sapi itu 
> > suci dan merupakan sesembahan, mereka gak makan sapi
> > 
> > so ini cuman perbedaan budaya, gak usah dibesar2kan. 
> > 
> > salam,
> > 
> > hari
> > 
> > --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, pozzzmo@ wrote:
> > >
> > > Kasih tau donk bro.. Kita kan disini buat share.. Bukan buat marah2..
> > > Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung 
> > > Teruuusss... !
> > > 
> > > -----Original Message-----
> > > From: "Erik" <rsn_cc@>
> > > Date: Mon, 05 Apr 2010 10:36:32 
> > > To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
> > > Subject: [budaya_tionghua] Re: (Pro bung Poz) Imlek Agama atau Budaya?
> > > 
> > > 
> > > Wah, rupanya anda tidak mengerti bahasa Mandarin kalau begitu!! Untuk
> > > kata Dragon memang sudah ada terjemahan bahasa Mandarinya!! Cari sendiri
> > > ah! Atau tanya sama yang mengerti!!
> > > 
> > > 
> > > 
> > > Salam,
> > > 
> > > Erik,
> > > 
> > > ------------ --------- --------- --------- --------- --------- -\
> > > ----------
> > > 
> > > In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, pozzzmo@ wrote:
> > > >
> > > > Perjuangkan jg sampai negara2 berbahasa mandarin memiliki kosa kata
> > > khusus lagi buat Dragon.. Boliong mungkin? :)
> > > > Cuma suggest.. :)
> > > > Sent from my BlackBerry?smartpho ne from Sinyal Bagus XL, Nyambung
> > > Teruuusss... !
> > > >
> > > > -----Original Message-----
> > > > From: "Erik" rsn_cc@
> > > > Date: Mon, 05 Apr 2010 10:11:57
> > > > To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > > > Subject: [budaya_tionghua] Re: (Pro bung Poz) Imlek Agama atau Budaya?
> > > >
> > > >
> > > > Betul sekali, NAGA bukan iblis. Malah dalam tradisi India (termasuk
> > > > agama Buddha) Naga adalah salah satu mahluk suci. Dalam sutra-sutra
> > > > Buddhis Naga yang berasal dari bahasa Sanskerta memang diterjemahkan
> > > > sebagai Long (Áú) dalam bahasa Mandarin.
> > > >
> > > > Tapi, Naga dan Long/Liong bukan DRAGON, tidak bisa dipersamakan! Yang
> > > > satu merupakan mahluk suci/totem yang disakralkan, sedangkan yang
> > > > lainnya merupakan simbol iblis yang dihujat! Juga perwujudan antara
> > > > Long/Liong dengan Dragon sangat beda kok!!
> > > >
> > > > Salam,
> > > >
> > > > Erik
> > >
> >
>





      

Kirim email ke