[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - JANGAN LAGI MENGEMIS MINTA MAAF PADA JEPANG!

2010-09-05 Terurut Topik isa


*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*05 September, 2010*

**


*JANGAN LAGI MENGEMIS MINTA MAAF PADA JEPANG!*


Judul stulisan ini 'JANGAN LAGI MENGEMIS MINTA MAAF PADA JEPANG', adalah 
varian-ku dari judul artikel di mingguan Belanda 'Groene Amsterdammer', 
12 Agustus 2010. Judul aslinya ialah *'Niet Meer Bedelen Om Excuses'*. 
Jangan lagi mngemis permintaan-maaf. Maksudnya janganlah lagi (kita 
orang Belanda) mengemis supaya Jepang minta maaf kepada Belanda. Itu 
bersangkutan dengan tindakan Jepang di kamp-kam-interniran Belanda di 
Hindia-Belanda semasa pendudukan Jepang. Khususya mengenai paksaan 
terhadap wanita-wanita Belanda untuk dijadikan 'gundik' atau 'pelacur' 
Jepang.


Tulisan oleh *Fred Lanzing, antropolog dan historicus Belanda itu*, bisa 
dianggap kontroversial. Tidak bisa lain. Karena 'melawan arus'. Arus 
yang keras kedengaran selama ini di negeri Belanda. Yaitu tuntutan 
kepada (pemerintah Jepang) agar mengakui adanya korban-korban kekejaman 
militer Jepang selama pendudukan Jepang atas Hindia-Belanda. Khususnya 
kasus wanita-wanita Belanda yang dipaksa jadi pelacur Jepang. Serta 
tuntutan 'ganti rugi'. Sampai sekarang, tuntutan tsb ditolak oleh 
pemerintah Jepang. Sepertinya jadi masalah 'menggantung' dalam hubungan 
Belanda-Jepang.


Pandangan Lanzing tsb 'lain dari pada yang lainnya'. Terbanding 
pandangan yang bisa diketahui di Belanda sampai kini, mengenai masa 
pendudukan Jepang atas Hindia-Belanda.* Lanzing mengambil posisi tegas 
untuk memulai halaman baru dalam hubungan Belanda-Jepang*. Sikap Lanzing 
ini pasti tidak bisa diremehkan, karena Lanzing sendiri dan keluarganya 
adalah penghuni kamp-interniran Jepang semasa periode pendudukan Jepang. 
Lanzing bicara atas dasar pengalaman dan hasil risetnya sendiri.


Maka ada baiknya bagian-bagian tertentu tulisan Lanzing itu, 
diterjemahkan bebas dalam bahasa Indonesia untuk pengetahuan pembaca. 
Lengkapnya artikel Lanzing itu, bisa dibaca teks aslinya dalam bahasa 
Belanda, seperti terlampir.


* * *


Dalam rangka peringatan 65 tahun kapitulasi Jepang yang diadakan di 
Belanda, terbit sebuah kumpulan sajak 'Geen Requiem', oleh penulis 
Belanda Marion Bloem. Diterbitkan atas inisiatif 'Stichting Herdenking 
15 Augustus 1945' dengan pendanaan 'Stichting Afwikkeling Het Gebaar'. 
Buku Marion Bloem inilah yang jadi fokus sanggahan historicus Fred Lanzing.


Tulis Lanzing a.l : *Tahun ini, 65 tahun yang lalu Jepang bertekuk 
lutut. Saya mendesak agar perang di Hindia-Belanda, Perang Pasifik, 
disuruh pensiun saja. Sudah waktunya generasi saya, yang telah mengalami 
sendiri prahara perang tsb, mengenyahkan sétan ini dari hati dan benak 
kita. Agar kita mengambil keputusan -- mengenangkan masa lampau perang 
tsb sebagai suatu peristiwa sejarah. Marilah kita menjauhkan diri selalu 
dan lagi-lagi mengungkit-ungkit rasa pedih masa lampau. Sudah waktunya 
untuk pemulihan, melupakan, demi ketenangan sukma.*


Lanzing dengan keras mengecam buku Marion Bloem. Tulis Lanzing a.l – Di 
dalam buku itu tertulis bahwa tahun 2010 adalah tahun 'untuk ekstra 
memperingati renungan-perang banyak warga negeri kita'. Sajak-sajak 
(Marion Bloem itu) disertai oleh suatu 'penjelasan historis'.

Sajak-sajak dan penjelasan tsb memberikan 'gambaran mengenai masa dalam 
sejarah tanah-air kita, yang masih saja amat tak dikenal'.


Sayang, tulis Lanzing, harus dikatakan bahwa* 'Geen Requiem' (kumpulan 
sajak Marion Bloem itu, I.I.) samasekali tidak memberikan sumbangan 
apapun bagi diungkapnya-kebenaran mengenai perang di Hindia-Belanda. 
Juga tidak bagi suatu permulaan untuk mengatasi rasa dendam dan dengki, 
halmana sering menjadi ciri dari buku (Marion Bloem) itu.*


Selanjutnya Lanzing menguraikan bahwa apa yang dikatakan Maron Bloem 
tentang 'perjuangan KNIL melawan serbuan Jepang' ke Hindia Belanda, itu 
samasekali tidak benar. Setahu saya, lanjut Lanzing, KNIL memberikan 
perlawanan kecil terhadap pendaratan Jepang di pantai Jawa (Banten). Dan 
tak lama, KNIL kapitulasi pada tanggal 8 Maret 1942 sesudah seminggu 
pendaratan Jepang.

Lanzing juga membantah tentang adanya 'perjuangan' melawan Jepang. 
Samasekali tak ada perjuangan KNIL melawan Jepang. Demikian Lanzing.


Apakah ada 'pengejaran' yang dilakukan Jepang terhadap orang-orang 
Belanda? Samaserkali tidak, tulis Lanzing. Dalam bulan Oktober 1942, 
kami biasa saja naik 'betjak' menuju kamp-interniran di Kramat, setelah 
disampaikan keputusan bahwa ibu saya harus ke situ.


Lanzing juga mempertanyakan kebenaran cerita yang ditulis dalam kata 
pengantar buku Marion Bloem. Misalnya, tentang 'penghinaan, penindasan, 
serba-kekurangan, keputus-asaan, dan penderitaan (..) yang harus 
disosialisasikan pada lingkungan yang lebih luas. Agar terdapat 
pengakuan mengenai penderitaan, untuk adanya pengertian'. Ini 
benar-benar mengherankan saya, kata Lanzing.

Setiap tahun, -- 15 Agusrus 1945 --, diperingati di Belanda. Bendera 
nasional dikibarkan. Sering setengah tiang

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - BARACK OBAMA MENGAKHIRI PERANG IRAK YANG DIMULAI George BUSH

2010-09-01 Terurut Topik isa


*Kolom IBRAHIM ISA*

*Rabu, 1 September 2010*

*---*


*BARACK OBAMA MENGAKHIRI PERANG IRAK YANG DIMULAI George BUSH*


Seperti biasa PR-nya Presiden Barack Obama, dengan menggunakan nama 
Oganizing America, secara teratur menyampaikan kepada pemilih, pendukung 
atau siapa saja yang dianggap bersimpati pada Obama - situasi 
politik AS dan kebijakan bersangkutan dengan situasi tsb. Sering juga 
'penyampaian situasi' atau 'seruan Obama' dintandatangani oleh Presiden 
Obama sendiri.


Demikianlah, aku juga termasuk yang secara teratur menerima informasi 
atau penyampaian situasi politik demikian itu. Kemarin kuterima lagi 
(dalam bahasa Inggris), atas nama Presiden Obama, sebuah PERNYATAAN 
RESMI bahwa AS menghentikan 'combat mission', tugas tempur di Irak.


Dipancarkan melalui TV dari Gedung Putih Presiden Bush, a.l menyatakan:


. . .Tonight, I'd like to talk to you about the end of our combat 
mission in Iraq, the ongoing security challenges we face, and the need 
to rebuild our nation here at home.

Selanjutnya: . . . I am announcing that the American combat mission in 
Iraq has ended. Operation Iraqi Freedom is over, and the Iraqi people 
now have lead responsibility for the security of their country.

This was my pledge to the American people as a candidate for this 
office. Last February, I announced a plan that would bring our combat 
brigades out of Iraq, while redoubling our efforts to strengthen Iraq's 
security forces and support its government and people. That's what we've 
done.



* * *



Di-Indonesiakan menjadi kira-kira begini:

 . . . .Malam ini, saya ingin bicara dengan kalian tentang berakhirnya 
misi tempur kita di Irak, tantangan keamanan yang berlangsung terus yang 
kita hadapi, serta mengenai perlunya kita nenbangun kembali nasion kita 
di sini di dalam negeri.

Saya mengumumkan bahwa misi tempur Amerika di Irak telah berakhir. 
Operasi Kemerdekaan Irak telah selesai, dan rakyat Irak sekarang memikul 
tanggungjawab mengenai keamanan negerinya.

Ini adalah janji saya kepada rakyat Amerika ketika sebagai calon 
presiden. Akhir Februarti y.l saya mengumumkan rencana akan menarik 
brigade-brigade kita dari Irak, sambil melipatgandakan usaha kita untuk 
memperkokoh pasukan keamanan Irak, serta menyokong pemerintah dan 
rakyatnya. Itulah yang kita lakukan.



Keputusan Barack Obama ini banyak mendapat sambutan. Ia berusaha 
memenuhi janjinya ketika pilpres yang lalu, bahwa ia akan mengakhiri 
perang Irak.

Mengapa? Karena Obama serta banyak kekuatan maju lainnya di Amerika, 
bahkan pendapat umum mayoritas Amerika, dengan KERAS MENENTANG PERANG 
IRAK yang dilancarkan oleh Presiden George Bush.



* * *



Apakah politik luarngeri AS yang dipimpin ketika dipimimpin oleh 
Presiden Bush, sudah berakhir? Pada Sidang Umum PBB pada tanggal 12 
September, 2003, tercatat bahwa Bush a.l mengatakan either you are with 
us, or you are with the terrorists. Jelas politik ini adalah politik 
luarnegeri warisan Perang Dingin. Kalau kalian tidak bersama kami, 
kalian menentang kami. Politik luarnegeri Bush itu ditentang oleh 
mayoritas negeri didunia ini. Bahkan sekutu-sekutu AS sendiri di NATO 
menolaknya.


Setelah  Bush memaklumkan perang terhadap terrorisme, - - - - 
bagaimana dunia ini diurus, bagaimana hubungan internasional diatur dan 
diurus,  itu sepenuhnya hendak dijadihkan monopoli AS. Artinya, AS-lah 
yang menentukan segala-galanya. Menurut Amerikanya Bush, PBB, suatu 
badan internasional yang diakui dan didukung oleh seluruh dunia, harus 
tunduk di bawah kemauan AS.  AS merasa punya hak untuk memberikan 
ultimatum kepada badan internasional ini. AS mengambil hak ditangannya 
sendiri untuk menentukan mana-mana negeri di dunia ini, yang termasuk 
negara syaitan  dan harus digulingkan, seperti Irak, umpamanya,  dan 
digantikan, dan mana-mana negeri yang berkelakuan baik.


* * *


Bagaimana selanjutnya perkembangan hubungan AS -- Irak, dan hubungan AS 
dengan negeri-negeri laiinya -- apakah akan dengan sungguh-sungguh 
menghormati hak bangsa-bangsa di dunia ini untuk menentukan nasibnya 
sendiri, ataukah dengan cara lain AS mau tetap bertindak sebagai 
penguasa, -- hanyalah perkenbangan selanjutnya akan membuktikannya.


Setiap orang yang cinta kemerdekaan, demokrasi dan perdamaian, menyambut 
dihentikannya pertumpahan darah di Irak.


Dalam pada itu setiap langkah siapa saja di dunia, khususnya AS, yang 
sewenang-wenang  menentukan  pemerintah negeri mana yang boleh eksis 
terus, dan mana yang harus digantikan, wajib dikritik dan ditentang 
habis-habisan!


* * *


Lampiran: (teks Inggris pidato Presiden Barack Obama):


Obama delivers Oval Office address on Iraq. Transcript



Good evening. Tonight, I'd like to talk to you about the end of our 
combat mission in Iraq, the ongoing security challenges we face, and the 
need to rebuild our nation here at home.

I know this historic moment comes at a time of great uncertainty for 
many Americans

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - Ber- Soliloquis Pada Umur – 80

2010-08-26 Terurut Topik isa


*/IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita//
-/ *

/*Kemis, 26 Agustus 2010*/

/*Ber-Soliloquis Pada Umur – 80 *
*Berdialog Dengan Diri Sendiri */

/* Bg.I */

/Semula samasekali tidak ada maksud membuat tulisan seperti ini. Dalam 
waktu panjang sebelum sendiri berkeluarga, di rumah orangtua kami, sejak 
'tempo doeloe', tak pernah ada yang memperingati hari ultah./ /Dirasakan 
itu kebiasaan orang-orang Belanda! Ada juga yang dilakukan oleh bangsa 
kita yang Nasrani. Itupun di kalangan atasannya. Sedangkan keluarga kami 
tidak tegolong kalangan atas. Lagipula penganut agama Islam. /



/* * */



/Kongkritnya sekarang ini, situasinya jadi lain samasekali. Karena aku 
menerima tidak kurang dari //*delepan puluh tujuh (87) – mungkin lebih – 
ucapan selamat ultah ke-80. *//Yang disertai harapan terbaik dan doa. 
Agar panjang umur, bahagia dan meneruskan kegiatan penulisan dengan 
semangat yang sama! Terus terang, aku sendiri menjadi heran. Tetapi tokh 
gembira! Tak pernah mengalami situasi seperti ini. /



/Kenyataan inilah yang menjadi penyebab utama mendorong aku menulis 
sehubungan dengan mencapai umur 80. Pertama-tama untuk dengan 
setulus-tulusnya menyatakan banyak-banyak terima kasih kepada para 
'well-wishers' itu. Ucapan selamat itu ada yang melalui tilpun langsung, 
banyak yang lewat e-mail. Yang paling banyak adalah yang dimuat di 
FACEBOOK.Facebook benar-benar merupakan alat komunikasi sederhana, 
cepat, gratis dan efektif/



/Sepantasnyalah aku merespons ucapan selamat yang amat bersahabat dan 
mengharukan itu. Handai-taulan, sahabat lama dan baru, tua dan muda, 
baik yang di Indonesia, maupun di negeri lainnya, kenalan-kenalan yang 
baru samsekali (banyak sekali, terutama dari generasi muda di Indonesia) 
-- sungguh memberikan *inpirasi dan dorongan* untuk meneruskan apa yang 
kukerjakan, sejak menjadi 'orang eksil'. *Yaitu menulis, merefleksikan 
sekadar pengalaman masa lalu untuk dijadikan bahan pertimbangan, 
menyampaikan message* dan dorongan kepada generasi muda untuk meneruskan 
perjuangan yang telah dimulai oleh para founding fathers negara Republik 
Indonesia tercinta ini. Hal ini selalu diajukan generasi muda di 
Indonesia kepadaku, Sampaikanlah pengalaman perjuangan masa lalu kepada 
kami-kami yang muda-muda ini. Begitu selalu seruan mereka. /



/Sikap mereka itu sungguh menggugah. Menggugah untuk menulis. Mengajukan 
saran dan fikiran dalam rangka kita membersihkan pengaruh pendidikan 
periode Orba. Siapa tidak ingat politik pendidikan ORBA. Dicekoki pada 
generasu muda bahwa 'kebenaran itu ada pada pimpinan, pada penguasa', 
bahwa sebelum bertindak, harus 'menunggu arahan' . Pokoknya menjadikan 
kaum muda tidak berani dan tidak mampu berfikir bebas. Tidak berani 
mengambil tanggungjawab sendiri. Dalam segala tindakan pedomannya 
'menunggu arahan' dan 'asal bapak senang'. /



/Menjadilah tugas bersama untuk -- Mendorong mereka agar berani berfikir 
bebas dan mandiri. Membebaskan diri dari pandangan 'apriori'. Menanamkan 
rasa solidaritas bangsa – Membela dengan gairah nasib rakyat miskin. 
Menegakkan dan membela kebenaran, keadilan, demokrasi dan HAM. Ikut 
membangun Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauké', memberlakukan 
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar falsafah bangsa dan 
negara, sesuai ajaran Bung Karno./



/* * */



/Dari respons menamggapi tulisan-tulisanku, yang didasarkan pada garis 
pembangunan nasion Indonesia sesuai ajaran Bung Karno, --- bisa 
diketahui bahwa artikel-artikel, buku-buku baru yang banyak diterbitkan 
setelah jatuhnya Orba, banyak membantu usaha pencerahan fikiran. Bahwa 
generasi muda sendiri menganggap perlu untuk mengadakan pencerahan 
fikiran secara fundamental, mengenal sejarah dan identitas bangsa 
sendiri dalam proses pelurusan sejarah bangsa yang dalam tempo begitu 
lama dibengkokkan oleh rezim Orba - Bahwa Proses dan perkembangan 
pencerahan fikiran ini --- amat melegakan hati. Serta dengan optimis 
memandang kedepan! /



/* * */



/*Menjelang umur 80 th, semakin sering aku ber- SOLILOQUIS*//. Berdialog 
dengan diri sendiri. Kadang-kadang bersoliloquis itu melelahkan. Karena 
mengharuskan diri yang sudah manula ini menyelam jauh ke memori, ke 
pengalaman masa lampau, ke sanubari dan hati nurani./



/Suatu ketika aku melihat keadaan seorang kenalan lama yang paling tidak 
sudah diatas 75 th. Ia jurnalis pensiunan. Kami sering papasan ketika 
menuju winkelcentrum di dekat rumah. Jalannya agak pincang. Akibat 
stroke. Wajahnya tidak cerah. Kusapa dia: Pagi-pagi begini, mau kemana, 
nih? Sekali tempo dengan gurau ia jawab: Cari pacar! Kami tertawa 
terbahak-bahak. Tempo lain kutanya lagi: Mau kemana Bung? Dengan muram 
dijawbnya: Tunggu mati saja lagi!. Pada mukanya ada tanda-tanda luka. 
Bekas jatuh terjerembab rupanya. Jangan begitu dong!, kataku. Kami 
terdiam, tidak ada yang tertawa. Tak lama tetangganya yang juga kenalan 
lama kami, memberitakan, --- bahwa sang jurnalis

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – Selected NEWS VIE WS,,FOCUS – ON THE PRESIDENT

2010-08-23 Terurut Topik isa


*IBRAHIM ISA'S – Selected NEWS  VIEWS*

*FOCUS – ON THE PRESIDENT*

Monday, August 23, 2010

-

– *SBY’s re-election: A START TO A DICTATORSHIP REGIME?*

– *Editorial: NAME YOUR CHOICE, MR PRESIDENT*

– *POPULARITY DROP -- A 'YELLOW LIGHT' TO THE PRESIDENT*

– *PRESIDENT SLAMMED FOR SILENCE ON POLICE SCANDALS*

– *THE WEEK IN REVIEW; INDEPENDENCE WEEK*



*SBY’s re-election: A START TO A DICTATORSHIP REGIME?*


Mario Masaya, Bandung | Mon, 08/23/2010 Opinion

It was the speculative loud speaker, Ruhut Sitompul, that raised the 
discourse of another term for Susilo Bambang Yudhoyono’s rulership. Even 
though it was claimed to be his personal view, some might think that the 
message was delivered intentionally by the power behind it.

The basic reason is to test public opinion on the matter. In 
international relations studies, it is called “leakage”. It was used by 
the government to disclose some policies to test public opinion.

The leakage is very useful for two reasons. First, if the public shows 
some interest in this matter, and even supports the proposal recklessly, 
it might be a stepping stone for Cikeas to act accordingly. It also 
helps Yudhoyono and his party know which particular group is “loyal” to 
him, and which one is against.

The second benefit can be seen from Yudhoyono’s response himself. He 
appears to be an “angel” by showing that he disagrees with this matter 
and will not undertake such an undemocratic move. He said in his speech 
on the Constitution Day at the House of Representatives (Aug. 18) that 
he would give space for new leadership, not changing the rules for 
personal benefit. This response from Yudhoyono is regarded as another 
“good-image” political move as he usually does.

Politically speaking, this strategic movement is very beneficial for 
Yudhoyono and  the Democratic Party itself. There are two different 
responses which result from this matter, the pros and the cons.

The pros of the possibility to change our Constitution and prolong 
Yudhoyono’s leadership, argue that Indonesia’s development under 
Yudhoyono’s presidency cannot be separated from his role. Therefore, the 
fate of this republic will be much depended on by Yudhoyono.

The cons, on the other hand, are that it will ruin the democracy itself 
and Indonesia will move backward.

This is based on the Indonesian Amended Constitution article 7 that 
stipulates a president can only be re-elected once. To amend this 
amendment means to make the first step to an undemocratic regime. It 
will create detrimental effects, which can be an obstacle to  development.

How should we actually respond to this discussion?

First of all, let us compare these prolonged democratically elected 
presidential terms in other countries.
In Venezuela, socialist president Hugo Chavez won the election the third 
time in 2006 after winning the election in 1998 and 2000. Chavez’s 
policy is anti-US policy in most matters. With the so-called “Bolivarian 
Revolution”, Chavez’s left-wing policy has made the country into a 
socialist country, nationalizing many international companies.

More notably, it was in 2009 a referendum took place that gave him 
essential victory. This victory allows him to be President as long as 
the people keep electing him. On his presidency, he has cracked down on 
the press, greatly increasing restrictions as well as punishments for 
opposition. This condition creates a bigger possibility that Venezuela 
will be, or is, a dictatorship regime.

Taking into account what happened in Venezuela, it will be very likely 
that the way to dictatorship can also be started from now, in this 
populist presidential era. While dictatorship has not such a bad image 
in Venezuela, we have a very unfortunate history of dictatorship under 
the New Order.

Even nowadays it is still premature to think that Indonesia might return 
to the Soeharto era; however, it is still worth remembering the blood of 
Indonesian reformists shed to bring democracy to the republic in 1998.

We should be aware that the political games created by politicians may 
have a severe effect on the
well being of this republic. The possibility of a third presidential 
term for example, is seen as a coup for democracy.

Democracy as the best political system of the worst is still a much 
better game in this country regardless of the slow economic development, 
corruption and many other problems. Democracy ensures individual freedom 
and human rights while others are not. Therefore, it is unnecessary to 
discuss the possibility of returning to the age of the “Iron Hand” as it 
only brings back bad memories and fears into the present.

Even it is only a debate of another term of presidency; it is a warning 
for all Indonesian people that the option of another dictatorship regime 
still exists.

It is also a caution for the ruling party that even the opportunity to 

[wanita-muslimah] Tak Kenal BUNG KARNO, Maka – – – – -Tak Kenal INDONESIA

2010-08-17 Terurut Topik ibrahim Isa
IBRAHIM ISA
-
Selasa, 17 Agustus 2010

Tak Kenal BUNG KARNO,
Maka – – – – -Tak Kenal INDONESIA
*
P r o f i l Negarawan Dan Nation Builder Terbesar Indonesia

Menulis sebuah `p r o f i l` tentang Bung Karno — Seorang negarawan, 
`statesman' dan `nation builder', pembangun bangsa terbesar, — dalam dua-tiga 
halaman saja, adalah sangat-sangat tidak mudah. Hasilnya pasti tidak seperti 
apa yang diharapkan. Keterbatasan ruangan dalam penerbitan Informasi, sebuah 
berkala terbitan Perhimpunan Persaudaraan, untuk menuliskan sebuah profil 
yang agak lengkap, merupakan realitas yang wajar dan bisa difahami. Kalaulah 
kita buka computer, menjenguk sebentar ke website `Google.com', — ketik nama 
SOEKARNO, di situ bisa dibaca, sedikitnya terdapat – 1.750.000 satu juta 
tujuhratus limapuluh ribu bahan tertulis, termasuk beberapa audio, youtube, 
Facebook, dan video, yang bersangkutan dengan nama SUKARNO. Demikianlah 
terkenalnya nama Sukarno di dunia informatika mancanegara.
Dalam rangka, menyambut dan memperingati Ultah Ke-65 Hari Kemerdekaan Nasional 
Indonesia, 17 Agustus 1945, memang dimaksudkan di sini, hendak menulis `PROFIL' 
tentang Bung Kanro. Betapapun sulitnya. Karena begitu banyak segi dan ragam 
sosok dan tokoh yang bernama S u k a r n o .

Kata `Profil' – – – – Menurut Kamus Oxford adalah sebuah gambaran, `silhoutte', 
`potret yang diilihat dari sisi'. Jadi profil itu adalah suatu gambar seseorang 
yang dilihat dari s a t u sisi saja. Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan 
`profil' itu sebagai `s k e t s a biografis`. SUKARNO adalah seorang manusia 
biasa. Dengan segala keunggulan dan kekurangannya. Benar! Sukarno adalah 
manusia biasa. Tetapi, sekaligus, — SUKARNO, adalah manusia LUAR BIASA.

Beliau orang besar. Sosok seperti beliau itu langka sekali dalam sejarah 
Indonesia.
Yang menjadikan Bung Karno langka a.l — adalah, bahwa sejak masa mudanya beliau 
telah memilih jalan hidup perjuangan demi kemerdekaan bangsa dan tanah air. 
Pemuda Sukarno tidak memilih hidup tenang dan énak sebagai insinyur bangunan 
dengan penghasilan lumayan. Malah akan bisa hidup sebagai `lapisan atas' di 
zaman kolonial Hindia Belanda. Tetapi Sukarno memilih jalan yang sulit dan 
menderita. Masuk-keluar penjara. Kemudian jadi orang buangan. Ya, itulah 
Sukarno yang sejak muda telah memilih jalan hidup sebagai pejuang kemerdekaan 
Indonesia. Demi cita-cita mulya yang diyakininya. Jalan hidup ini 
dipertahanknnya dengan konsisten, sampai akhir hidup beliau dalam tahanan rezim 
Orba di bawah Jendral Suharto.
Bung Karno lain dari Jendral Suharto. Yang jauh sebelum meninggalkan dunia yang 
fana ini, Suharto, selain mengumpulkan kekayaan bagi diri dan keluarganya 
melalui korupsi besar-besaran, ia telah menyiapkan `kuburan keluarga'. Sebuah 
lokasi menyolok, di sebuah gunung dengan bangunan mewah lengkap dengan 
pengawalan. Kuburan semegah ini tak ada bandingnya di Indonesia.

Namun, Bung Karno, setelah meniggal dunia dalam tahanan militer, atas keputusan 
Jendral Suharto, jenazahnya diangkut jauh dari pusat kehidupn politik negara, 
yaitu ke Blitar untuk dimakamkan di situ. Semua tahu hal ini diluar keingian 
dan wasiat Bung Karno. Secara terbuka Bung Karno telah menyampaikan, bahwa 
beliau ingin dikubur di sebuah lokasi sederhana di Bogor dengan tulisan di batu 
nisan: — BUNG KARNO, PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT. Memang Suharto tidak tanggung 
tanggung dalam tindakannya mengucilkan, mengasingkan dan menghancurkan nama 
Sukarno.
Tetapi lihat, apa yang terjadi! Adalah massa rakyat sendiri yang bersikap. 
Dewasa ini kota Blitar tempat peristirahatan terakhir Bung Karno, telah menjadi 
salah satu `tugu nasional' penting. Massa pengunjung memperlakukan kuburan Bung 
Karno, seperti kuburan wali-wali. Bahkan lebih dari itu. Hingga detik ini, 
sudah ratusan ribu, bahkan mungkin sudah jutaan pencinta Bung Karno yang 
berdatangan dari pelbagai penjuru tanah air, pergi ber-ZIARAH ke MAKAM BUNG 
KARNO. Untuk menyatakan kecintaan, penghormatan dan kesetiaan mereka pada Bung 
Karno. Dan hal ini akan berlangsung terus.
Lebih-lebih dalam situasi bangsa dan tanah air dewasa ini mendambakan dan 
membutuhkan seorang pemimpin dan penyuluh bangsa sekaliber BUNG KARNO.
Bagi setiap orang Indonesia yang mengenal sejarah perjuangan bangsa, nama 
penulis kenamaan Belanda, Multatuli, alias Douwes Dekker, tidaklah asing lagi. 
Melalui bukunya `MAX HAVELAAR', sudah pada abad ke-19. Multatuli dengan 
terang-terangan, tegas dan tajam menggugat kolonialisme Belanda dan feodalisme 
di Banten, yang menjadi sekutu dan pijakan kekuasaan kolonialisme di Hindia 
Belanda. Kita juga mengenal nama-nama Belanda lainnya, yang simpati dengan 
bangsa Indonesia. Seperti antara lain Prof Dr W.F. Wertheim, Dr Bob Hering, 
Piet van Staveren, Poncke Princen, dan banyak lainnya yang memiliki hati 
nurani. Mereka-mereka itu tak sudi melihatberlangsungnya pemerasan dan 
penindasan oleh kolonialisme Belanda atas bangsa Indonesia. 

Mereka menyatakan protes

[wanita-muslimah] Wong “JOWO-Surinam” Ing Negoro Londo

2010-08-14 Terurut Topik ibrahim Isa
IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita 
Sabtu, 14 Agustus 2010 
-- 

Wong JOWO-Surinam Ing Negoro Londo 
 Dalam Rangka Peringatan 120 Tahun Kedatangan Orang Jawa di Suriname 

Cerita-cerita, -- s e j a r a h , tentang 'Wong Jowo ing Negoro Londo' (mereka 
berimigrasi dari Suriname), -- orang Belanda menyebutnya Javaanse-Surinamers 
-- , menarik sekali. Mengharukan dan menggugah. Dan hatiku ikut bangga, sebagai 
suami seorang putri dari Jawa. Begitulah, hari Minggu, pekan lalu, kami kumpul 
bersama di suatu ruang peringatan dengan kira-kira 300 orang-orang Jawa lainnya 
yang berdatangan dari pelbagai penjuru Belanda. 

Cukup banyak data dan ulasan yang bisa diakses di internet mengenai para 
kompatriot itu. Jangan héran, bagi kebanyakan orang-orang Jawa-Indonesia, 
keberadaan dan latar belakang 'Wong-Jowo-Surinam' ing Holan iku, sedikit sekali 
yang tahu. Ya, sesekali secara kebetulan, kita papasan dengan orang (yang 
dianggap orang Indonesia), di jalan atau di pertokoan. Ternyata mereka itu 
adalah 'wong Jowo-Surinam'. Orang Jawa yang menetap di Belanda, asal Surinam. 
Mereka bertanya pula: Sampean soko Surinam? 

Aku baru-baru ini saja, agak mengenal latar belakang 'Wong Jowo Ing Negoro 
Londo. Yaitu selagi dan sesudah pada tanggal 08 Agustus 2010 lalu, bersama 
Murti – istriku, Zus Titiek Maslam, Zus Wisnu dan Bung Sarmaji menghadiri 
Peringatan 120 JAAR JAVAANSE IMMIGRATIE – Een Andere Kijk op Geschiedenis – De 
Javaanse migratie door de ogen van gewone mensen.  Artinya kira-ki begini: 
120 tahun migrasi Orang-Orang Jawa – Suatu Pandangan Lain Atas Sejarah – 
Migrasi Orang-orang Jawa Melalui Mata Orang-orang Biasa.. Penyelenggara 
peringatan dilakukan bersama oleh Stichting Herdenking Javaanse Immigratie 
(STICHHJI), Stichting Budi Utama dan KITLV Leiden. 

Di ruangan pertemuan di pamerkan untuk dijual buku-buku sehubungan dengan 
orang-orang Jawa Surinam. Juga bisa dipesan kamus Jawa-Nederlands.  Di situ aku 
membeli sebuah buku berjudul STILLE PASSANTEN, Levensverhalen van 
Javaans-Surinaamse ouderen in Nederland. Cerita-cerita pengalaman orang-orang 
Jawa Surinam di Nederland. Penulis: Yvette Kopijn dan Harriette Mingoen, Ketua 
STICHHJI. Aku baru membaca kata pengantarnya dan melihat-lihat foto-foto 
sekitar orang-orang Jawa yang mula datang ke Suriname. Kaum migran Jawa  yang 
berjumlah 32.956 migran itu diangkut berangsusr-angsur selama periode 1890 s/d 
1939 dengan 53 kapal ke  Paramaribo, Suriname.  Setelah menyelesaikan kontrak 
kerja selama 5 tahun, mereka boleh mengakhiri kontrak dan kembali ke kampung 
halaman di Jawa. Sebagian besar memilih menetap di Suriname, menjadikan negeri 
itu tanah airnya kedua. 

* * * 

Perayaan Peringatan tsb berlangsung di ruang pertemuan Haagse Hogeschool, Den 
Haag. Hanya beberapa puluh meter jaraknya pas dimuka Stasiun KA - Den Haag HS 
letaknya. Perayaan Peringatan mengambil bentuk Manifestasi Budaya. Dimeriahkan 
dengan acara seni:  gamelan Jawa, tari-tarian, pentjak silat, nyanyi solo dan 
paduan suara, musik Jawa, juga musik pop. Tak ketinggalan dipanggungkan pula 
tari serimpi yang indah lemah lunglai itu. Hadirin menikmati seluruh acara yang 
berlangsung dari jam 12 siang sampai jam 07 malam. Dengan sendirinya tersedia 
di situ makanan Indonesia  dan Suriname (seperti tahu lontong dan saoto), serta 
 cendol dan minuman lainnya dengan harga yang layak. 

Sarmaji yang duduk disampingku, tak habis heran dan kagum menyaksikan acara  
seni itu.  Bagaimana orang-orang Jawa Suriname kok bisa tetap memelihara budaya 
Jawa meskipun lebih seratus tahun terpisah dari kampung halaman asal, 
berlanglang-buwana sampai ke Suriname dan Belanda. Itu menunjukkan bahwa 
meskipun tinggal di negeri lain, mereka tetap mempertahankan budaya dan 
identitas mereka. Hebat kan, kataku!

Tapi yang lebih mengharukan  lagi serta terheran-heran kami, adalah ketika 
perayaan dibuka dengan tampilnya barisan bendera teridiri dari putri-putri, 
yang masing-masing membawa bendera Merah Putih Biru (Belanda), Merah Putih 
(Indonesia), dan Bendera Suriname. Tak terkira reaksi kami ketika itu. Serasa 
terdengar debaran jantung masing-masing, ketika seiring dengan barisan bendera 
tampil di panggung, diperdengarkan masing-masing --  lagu WILHELMUS,  lalu 
INDONESIA RAYA kemudian lagu KEBANGSAAN SURINAME. Sungguh tak tak terduga  bisa 
melihat bendera Merah Merah Putih dikibarkan diatas panggung  di Haagse 
Hogeschool Den Haag, dengan diiringi musik INDONESIA RAYA. Dan itu dalam suatu  
perayaan peringatan yang dilangsungkan oleh  WONG JOWO ING NEGORO LONDO.

Kutanyakan  bagaimana kesan Sarmaji disampingku. Bagaimana perasaannya melihat 
Sang MERAH PUTIH yang disertai musik INDONESIA RAYA di atas panggung? Wah, wah, 
bukan main bangganya aku!, kata Sarmaji.

* * * 

Bagiku pribadi,  belum lama mengetahui adanya orang-orang Jawa-Surinam di 
Holland. Kurang lebih 15 tahun y.l. seorang sahabat dekat kami (yang asal etnis 
Jawa) ternyata melakukan kerja

[wanita-muslimah] ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA

2010-08-08 Terurut Topik ibrahim Isa
IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita
Minggu, 08 Agustus 2010
--

ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA
Diterbitkan oleh BARI MUCHTAR, Ranesi, Hilversum

***

Kemarin dulu, kuterima dari sahabatku Bari Muchtar, Ranesi, Hilversum,  e-mail 
berikut ini:
ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONESIA, 
diterbitkan 06 Agustus,  2010, oleh BARI MUCHTAR, Ranesi, Hilversum.
Dalam pesannya kepadaku mengomentari tulisanku tentang Peringatan 65th 
Hiroshima, Bari Muchtar menulis sbb:

Pak Ibrahim,

Mudah-mudahan senjata nuklir benar-benar disingkirkan di muka bumi. Pak 
Ibrahim, ini link rangkuman wawancara dengan bapak ttg orang-orang Belanda yang 
bersahabat dengan Indonesia.

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/orang-orang-belanda-sahabat-indonesia

Salam hormat,
Bari Muchtar

*  * *

Kupikir, Ranesi telah menyiarkannya untuk pendengar Radio Hilversum, baik 
kiranya dipublikasikan agar pembaca dapat mengikutinya
ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA
Dalam buku sejarah Indonesia ditulis, Belanda pernah menjajah Indonesia selama 
tiga setengah abad. Makanya wajar kalau orang masih tidak bisa melepaskan 
pikiran yang mengganggap orang Belanda itu penjajah.
Tapi dalam sejarah selama lebih kurang tiga abad itu ternyata banyak orang 
Belanda yang berani menentang penguasa penjajah. Mereka memprotes, memberontak 
dan membelot menjadi pro Indonesia dan malah menjadi warga negara Indonesia.
Ibrahim Isa, seorang eksil yang tinggal di Amsterdam, menyebut mereka itu 
orang-orang yang menjadi jembatan antara Belanda dan Indonsia atau sahabat 
Indonesia. Siapa saja antara lain mereka itu?
Multatuli
Pertama adalah Multatuli, seorang asisten residen di Lebak, Banten. Tokoh 
Belanda yang bernama asli Eduard Douwes Dekker ini mengundurkan diri jabatannya 
karena ia tidak setuju dengan sistem feodal saat itu. Ini dilakukannya setelah 
tuntutannya untuk memecat bupati tidak dikabulkan oleh pemerintah kolonial 
Belanda saat itu. Maklum pemerintah Belanda justru memanfaatkan sistem feodal 
itu untuk kepentingan penjajahan.
Kemudian pada sekitar abad keduapuluhan nama Douwes Dekker muncul tapi orangnya 
berbeda. Pria yang masih berhubungan darah dengan Dekker yang dijuluki 
Multatuli ini adalah seorang jurnalis. Bersama dengan Ki Hadjar Dewantara dan 
dr Mangunsutjipto,  ia membentuk Indische Partij pada tahun 1911.
Indische partij itu partai politik pertama yang mengajukan tuntutan agar 
bangsa-bangsa di Nederlands Indie (nama Indonesia waktu itu,red) memilik haknya 
untuk menentukan nasibnya sendiri,   tandas Ibrahim Isa.
Pembelot
Setelah Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 
Agustus 1945 terjadi perang antara pejuang kemerdekaan Republik Indonesia 
melawan tentara Belanda. Menurut versi Belanda serdadu yang dikirm itu bertugas 
untuk memulihkan keamanan apa yang disebut aksi polisionil atau politionele 
actie. Tapi menurut kacamata Indonesia tentara Belanda itu jelas dikirim ke RI 
untuk merebut kembali negaranya yang baru merdeka.
Di Belanda saat itu banyak pemuda Belanda yang menolak ditugaskan ke Indonesia 
yang bagi Belanda masih saat itu masih bernama Nederlands Indie atau Hindia 
Belanda. Hati nurani mereka tidak mengizinkan untuk menjadi bagian dari  
tentara yang mau menjajah lagi.Menurut Ibrahim Isa, jumlahnya sekitar 500 
orang. Mereka akhirnya diadili dan dipenjarakan,  katanya.
Namun ada pula yang toh berangkat ke Indonesia, tapi akhirnya membelot ke pihak 
Indonesia. Contohnya Poncke Princen. Karena menyeberang menjadi Tentara 
Indonesia, maka ia dianggap penghkhianat oleh Belanda. Tapi untuk kita, untuk 
bangsa Indonesia ia dianggap sebagai sahabat yang sangat dekat, tandas Ibrahim 
Isa.
Princen, tambah Ibrahim Isa, menunjukkan kepeduliannya dan dedikasi kepada 
Indonesia dengan menjadi pejuang Hak Asasi Manusia atau HAM dan demokrasi pada 
jaman Orba. Akibatnya ia sempat dipenjarakan oleh rejim di bawah pimpinan 
Soeharto ini. Princen diakui sebagai pejuang demokrasi dan HAM,  simpul 
Ibrahim Isa.
Selanjutnya Ibrahim Isa menambahkan bahwa di perpustakaan-perpustakaan Belanda 
banyak sekali ditemukan buku-buku tulisan bekasTentara Kerajaan Belanda. Banyak 
di antara mereka sebenarnya tidak tahu bahwa mereka ke Indonesia dulu 
ditugaskan untuk menjajah kembali. Karena yang dikatakan kepada mereka, tugas 
mereka adalah memulihkan kembali keamanan di Hindia Belanda.  Jadi, mereka 
merasa ditipu.
Lalu ada seorang ilmuwan Belanda yang terang-terangan mengusulkan kepada 
pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua kepada Indonesia. Ia adalah guru 
besar sosiologi bernama  Werthheim. Bukunya yang berjudul The Society in 
transtion menjadi bahan bacaan wajib bagi yang mau studi antropologi dan 
sospol Indonesia. Di jaman Orba di Belanda ia mendirikan Komite Indonesia, 
untuk memperjuangkan hak-hak demokrasi bagi Indonesia  kata Ibrahim Isa.
Teman keluarga Bung Karno
Terakhir tokoh sepuh Ibrahim Isa yang masih sangat aktif membaca buku ini 
menyebut nama

[wanita-muslimah] MENGENANGKAN ULTAH-65 PEMBOMAN ATOM ATAS HIROSHIMA DAN NAGASAKI

2010-08-06 Terurut Topik ibrahim Isa
Kolom IBRAHIM ISA 
Jum'at, 06 Agustus 2010
---


HIROSHIMA – NAGASAKI Di Bom Atom
Bukankah Itu 'PEMBUNUHAN MASAL'?
AS Dituntut Minta Maaf Kpd Rakyat Jepang
Mengenangkan Ultah Ke-65 


Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman, merasa perlu mengorbankan lebih dari 
240.000 penduduk sipil Hiroshima dan  Nagasaki, memusnahkan dua kota tsb demi,  
m e m p e r c e p a t   berakh irnya Perang Duni II. Demi  'm e n g u r a n g i 
'  korban Perang Pasifik. Begitu pembelaan AS atas penggunaan senjata pemusnah 
masal terhadap penduduk sipil Jepang.

Bom atom yang diledakkan di atas Hirshima yang ironis  –  dijuluki Little Boy 
 dan yang di atas kota Nagasaki – dijuluki Fatman, telah  minta korban kurang 
lebih seperempat juta penduduk sipil (sumber Wikipedia). Padat tanggal 15 
Agustus, 1945 pemerintah Kerajaan Jepang menyatakan menyerah pada Sekutu. 

***

Perkembangan ini menyebabkan  pelbagai analisis dan pandangan. Antara lain 
dikemukakan bahwa Amerika Serikat 'mengejar waktu' dengan menggunakan Bom Atom, 
senjata pemusnah maasl yang dahsyat itu terhadap Jepang, --  supaya  Jepang 
segera menyerah. Karena tentara Sovyet yang sudah menaklukkan kekuatan pokok 
Jepang di daratan Timur Asia,  sedang siap-siap untuk menyerbu dan menaklukkan 
Jepang. AS dan sekutunya bagaimanapun tidak membolehkan Sovyet lebih dahulu 
mengalahkan dan menduduki Jepang.

Degan pelbagai dalih untuk memenangkan strategi pokoknya di Asia dalam 
persaingan  dengan Uni Sovyet, AS tidak segan-segan mengorbankan menjadi mangsa 
sendjata bom atom, sebanyak kurang lebih 240.000 penduduk sipil yang mati. 
Belum lagi sejumlah besar yang masih hidup tetapi menderita seumur hidup 
disebabkan radiasi fatal yang berasal dari peledakan bom atom di Hiroshima dan 
Nagasaki.

Analisis dan komentar lainnya menyimpulkan bahwa kebijakan AS meledakkan bom 
Atom di atas kota Hirohsima dan Nagasaki,  adalah demi memenangkan strategi 
perangnya. Oleh karena itu,  tidak lain tak bukan, tindakan AS itu  adalah 
suatu PEMBUNUHAN MASAL TERHADAP PENDUDUK SIPIL. Dan merupakan kejahatan perang 
yang teramat biadab! Menggunakan cara teror militer terhadap penduduk sipil 
untuk memaksakan lawan bertekuk lutut.

***

Hari ini, 06 Agustus, 2010,  dengan suatu upacara khusus di  Peace Memorial 
Park di kota Hiroshima,  ribuan rakyat Jepang mengenangkan ulangtahun ke-65 
diledakkannya bom atom  di atas kota Hiroshima. Untuk pertama kalinya 
pemerintah AS mengirimkan utusan resmi untuk ambil bagian dalam peringatan 
korban bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Juga wakil-wakil resmi Inggris dan 
Perancis, dua-duanya pemilih senjata nuklir, ikut hadir dalam pertemuan.

Kehadiran utusan resmi AS untuk pertama kalinya dalam peringatan korban bom 
atom Hiroshima dan  Negasaki yang diadakan setiap tahun itu, dikatakan 
merupakan sutu sikap baru AS. Bersamaan dengan itu Menlu AS Hillary Clinton 
menyatakan di Washington bahwa AS berniat untuk  menyingkirkan senjata nuklir 
dari dunia.

Apakah ini benar suatu pertanda akan adanya perubahan pada politik luarnegeri 
dan global AS. Sejak Perang Dunia berakhir AS  menggunakan arsenal senjata 
nuklirnya  sebagai buah catur terpenting dalam dalam strategi Perang Dingin 
versus Blok Timur ketika itu. Sekaligus senjata nuklirnya digunakan untuk 
mengintimidasi negeri-negeri yang tidak tunduk  serta yang berani  menentang 
dominasi AS? 

Hanyalah perkembangan selanjutnya yang bisa membuktikannya.

Sekjen PBB Ban Ki-Moon yang hadir bersama utusan dari 75 negeri lainnya dalam 
upacara peringatan Hiroshima itu, menyatakan bahwa: Satu-satunya jaminan tidak 
digunakannya  lagi senjata semacam itu adalah dengan megnhapuskannya 
samasekali.

Gerakan Perdamaian Dunia yang sejak berakhirnya |Perang Dunia II muncul dan 
sangat aktif serta betambah besar pengaruhnya di Jepang, sejalan dengan 
pandangan umum di Jepang menuntut agar PEMERINTAH AMERIKA MINTA MAAF KEPADA 
RAKYAT JEPANG, atas peledakan bom atom atas kota Hirshima dan Nagasaki, yang 
telah menimbulkan korban begitu besar pada rakyat sipil.

Setiap pencinta damai dan yang berfikiran sehat, dengan sendirinya menganggap 
tuntutan dihapuskannya samasekali semua senjata nuklir dan senjata pemusnah 
masal lainnya, serta tuntutan masyarakat Jepang, agar AS minta maaf,  adalah  
tuntutan yang pada tempatnya dan adil!


***

 





[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - MEMPERINGATI HARI ULTAH JUSUF ISAK ,,Bg 2, Selesai

2010-07-16 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita
Jum'at, 16 Juli 2010
--
**
MEMPERINGATI HARI ULTAH JUSUF ISAK *

*Bg 2, Selesai **
*
Sahabatku Umar Said, Paris, rekan Jusuf Isak di Sekretariat Persatuan 
Wartawan Asia-Afrika PWAA), Jakarta, telah menulis sebuah artikel 
berkenaan dengan Hari Ultan Jusuf Isak. Website Umar Said, membuat 
ruangan khusus sekitar Hari Ultah Jusuf Isak. Dalam Website tsb 
disiarkan esay Wilson Obrigados.


* * *


Menarik sekali dan penting sekali kesimpulan yang ditulis Wilson 
mengenai JUSUF ISAK dan AJARAN-AJARAN BUNG KARNO.

Tulis Wilson: *Joesoef juga menjadi membela Soekarnoisme yang gigih. 
Bahkan kesan saya, beliau lebih militan dan paham Soekarnoisme ketimbang 
banyak orang yang kerap mengaku-ngaku dan menyitir nama Soekarno untuk 
kepentingan pragmatis dan politik kekuasaan belaka. Ia memperlakukan 
Soekarno sebagai negarawan, baik dalam pikiran dan tindakan. Dalam 
berbagai kesempatan berbicara Joesoef mencela orang-orang yang mengaku 
Soekarnoisme tapi ANTI KOMUNISME. Bagi Joesoef seorang yang anti 
komunis, otomatis bukan Soekarnois. Mereka tidak tahu bahwa nasakom itu 
adalah pondasi politik Soekarno untuk mempersatukan dan membangun bangsa 
Indonesia. ucap Joesoef. *



Berikut ini adalah bagian penutup esay WILSON OBRIGADOS, memperingati 
Hari Ultah JUSUF ISAK. Bagian pertama esay Wilson telah disiarkan kemarin.

* * *
*
 Selamat Ulang Tahun, Selamat Tidur Panjang : *

*Joesoef Isak 15 Juli 1928-15 Juli 2010*


Akhirnya, saya memberanikan diri menerima tugas membuat pengantar untuk 
buku Revolusi Agustus.

Beberapa hari kemudian saya ditelepon mba Panti, anak Soemarsono bahwa 
bapak ingin bertemu sambil makan siang bersama disebuah restoran di 
Pondok Indah Mall.
Dengan gugup dan kagum saya untuk pertamakalinya secara fisik bertemu 
dengan Soemarsono, salah seorang tokoh dalam peristiwa Madiun 1948. 
Pertemuan itu berdampak positif, saya mulai memahami cerita di balik 
naskah tersebut. Setelah buku ini terbit, saya dan keluarga Soemarsono 
tetap menjalin komunikasi. Bahkan kami sempat napak tilas sejarah 
Soemarsono dijaman revolusi di Surabaya dan Madiun. Sekarang saya punya 
obsesi untuk membuat dokumenter tentang Soemarsono untuk peristiwa 10 
November 1945 di Surabaya dan Peristiwa Madiun 1948.

Akhirnya, selama bulan puasa saya mengumpulkan seluruh buku yang berkait 
dengan Peristiwa Madiun. Bahkan waktu mudik lebaran di Pekalongan saya 
habiskan untuk membaca naskah Soemarsono dan beberapa buku lainnya. 
Setelah lebaran dan pulang mudik dari Pekalongan pengantar itu-pun kelar 
dan langsung saya antar kepada Joesoef Isak di Duren Tiga. Joesoef akan 
membaca dan mengirimnya kepada Soemarsono.

Beberapa hari kemudian Joesoef menelpon saya bahwa mereka berdua tak ada 
soal dengan pengantar tersebut. Jadi naskah sudah bisa dicetak. Setelah 
naik cetak buku dilaunching dan disiskusikan di dua tempat yaitu di 
Gedung Joang 45 di Cikini dan di Teater Utan Kayu. Dalam kedua acara 
tersebut saya hadir sebagai pembicara. Sementara di Utan Kayu saya, 
Soemarsono dan Romo Baskoro dari Sanata Darma sebagai narasumber.

Bulan Agustus 2009, keluarga Soemarsono diundang Pemimpin Redaksi Grup 
Jawa Pos, Dahlan Iskan untuk napak tilas sejarah Soemarsono di jaman 
Revolusi. Saya ikut dalam rombongan keluarga sekaligus membuat 
dokumenter. Selama napak tilas memang tak ada persoalan. Namun persolan 
muncul ketika kami sudah kembali ke Jakarta. Sebuah kelompok yang 
menamakan dirinya Front Anti Komunis melakukan demo membakar buku itu 
dan menolak Soemarsono di kantor Jawa Pos.

Aksi pembakaran itu ternyata mengkonsolidasikan dukungan untuk menolak 
aksi tak beradab membakar buku. Bonie Triyana, Goenawan Muhamad, Andreas 
harsono dan saya lalu menggalang petisi publik dan jumpa pers menolak 
pembakaran buku. Ribuan orang dalam waktu beberapa hari mendukung petisi 
tersebut.

Kerjasama saya dan Joesoef juga berlangsung ketika saya menerbitkan 
memoar penjara saya Dunia Di Balik Jeruji; Catatan Perlawanan pada 
tahun 2005. Saya meminta Joesoef Isak memberi pengantar pada buku 
tersebut. Joesoef lalu memberi pengantar pada buku itu bersama Xanana 
Gusmao, yang kini menjadi Perdana Mentri Republik Demokratik Timor Leste.
Hubungan saya dan Joesoef sebetulnya lebih cocok sebagai 'guru' dan 
'murid' atau sebagai seorang 'junior' yang awam dengan 'senior' yang 
sarat pengalaman. Meskipun mungkin Joesoef, karena sikap egaliternya 
tidak memandang dalam relasi seperti itu.

Kemudian kami jadi sering bertemu karena saya sering berkunjung 
kerumahnya, baik datang sendiri, maupun dengan teman seperti Bonie Triyana.
Kunjungan yang paling membuat gundah adalah ketika ia sakit dan harus 
dirawat dirumah sakit pada awal tahun 2009. Usai dirawat inap, Joesoef 
berobat jalan dirumahnya. Saya mengunjungi Joesoef Isak bersama Nor 
Hiqmah istri saya, Irina 'Nyoto dan Faizah istri Max Lane penerjemah 
tetralogi Pramoedya edisi Inggris.

Pertemuan tersebut membuat saya sangat

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - MEMPER INGATI ULTAH JUSUF ISAK

2010-07-15 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

Amsterdam, Kemis, 15 Juli 2010

-


*MEMPERINGATI ULTAH JUSUF ISAK*


Kemarin, kubaca di Facebook, kiriman dari sahabatku sejarawan generasi 
muda*, Wilson Obrigados* Jakarta. Kiriman itu adalah sebuah esay untuk 
memperingati HARI ULTAH JUSUF ISAK (15 Juli 1928). Jusuf Isak, adalah 
pemrakarsa, pendiri dan pemimpin Penerbit Buku-Buku Bermutu “HASTA 
MITRA”. Ia wartawan senior dan pejuang Kebebasan Menyatakan Pendapat. Ia 
juga mantan Sekretaris Jendral Persatuan Wartawan Asia-Afrka. Jusuf Isak 
adalah pemenang 'Wertheim Award 2005' bersama Goenawan Mohammad. Ia 
dihormati dan mendapat penghargaan internasional dengan beberapa 
international awards, a.l dari Perancis, Australia dan Amerika.

JUSUF ISAK yang tak pernah berhenti berjuang demi cita-cita luhurnya, 
meninggal dunia tahun yang lalu.

Mengenangkan Jusuf Isak dengan sebuah esay seperti yang dilakukan oleh 
Wilson Obrigados, adalah cara yang baik sekali untuk belajar dari 
keteladaan Jusuf Isak. Suatu perjalanan hidup yang hingga akhir umurnya 
terus berjuang demi *KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT, DEMOKRASI, dan 
AJARAN-AJARAN BUNG KARNO..*

Di bawah ini dipublikasikan esay Wilson Obrigados tsb dalam dua kali siaran.

* * *

*Wilson Obrigados, 14 Juli 2010*

” *Selamat Ulang Tahun, Selamat Tidur Panjang” : Joesoef Isak 15 Juli 
1928-15 Juli 2010. Bg 1*

Tanggal 14 Agustus 2009, sekitar lima kali saya menelpon rumah Joesoef 
Isak. Pembantu dirumah yang menerima telepon menjawab bahwa pak Joesoef 
sedang kontrol ke rumah sakit. Saat itu Joesoef Isak sudah beberapa 
bulan terakhir terkena penyakit agak berat. Tabung gas pernafasan 
disediakan dirumah, bersiaga bila beliau susah bernafas.

”Tolong sampaikan ke pak Joesoef bawah Wilson tadi telpon dan besok 
siang akan mampir kerumah.” pesan saya, setiap kali telpon diangkat.

Jumat siang, 15 Agustus 2009 saya datang menemui Joesoef Isak. Saya tak 
pernah menduga itulah pertemuan terakhir dengan beliau. Joesoef duduk 
diruang tengah sambil menonton televisi. Tabung oksigen ada disebelah 
kursinya. Desantara, anak bungsunya juga duduk diruang tengah. Tubuh 
Joesoef kelihatan lemah. Wajahnya pucat. Saya duduk dikursi disebelahnya.

”Ada apa bung, kemarin katanya berkali-kali telepon. Saya sedang keluar, 
kontrol ke dokter, ” ujar Joeosoef dengan suara lirih.

Kedatangan saya memang punya dua tujuan hari itu. Pertama saya 
menjelaskan rencana untuk membawa Sitor Situmorang bertemu dan 
berdiskusi dengan beliau. Pertemuan itu adalah bagian dari film 
dokumenter yang dibuat kawan-kawan JAVIN dalam rangka ulang tahun Sitor 
Situmorang yang ke-85. Saya sendiri berharap Joesoef Isak dapat 
memancing berbagai pemikiran dan pengalaman Sitor berkait dengan 
Soekarnoisme dalam berbagai kurun sejarah.

”Bung dan Sitor sama-sama Soekarnois tulen, jadi diskusi antara bung 
berdua tentang Soekarno akan menjadi kerangka utama dari film 
kawan-kawan JAVIN,” ucap saya.

Ternyata Joesoef sudah beberapa tahun tak pernah bertemu fisik secara 
langsung dengan Sitor. Jadi kedatangan Sitor benar-benar disambut dengan 
antusias. Bahkan bu Asni akan menyiapkan makan siang bersama untuk 
merayakan pertemuan tersebut. Pertemuan akan dilakukan hari Sabtu, 16 
Austus jam 11 siang.

”Besok siang saya akan bawa Sitor Situmorang kemari bersama Dolo Rosa 
Sinaga”, ujar saya.

Setelah urusan pertemuan dengan Sitor selesai, saya mengeluarkan sebuah 
fotocopy naskah dari tas ransel saya.

”Bung saya membawa naskah yang sejak lama bung cari-cari, yaitu tentang 
Dewan Ekonomi (Dekon) yang menjadi stategi pembangunan yang dirumuskan 
oleh pemerintahan Bung Karno.” Naskah yang saya bawa adalah skripsi 
Amirudin anak sejarah UI.” Di belakang ada lampiran konsep Dekon. ”ujar 
saya sambil menunjukan fotocopy-an yang saya bawa dan saya sorongkan 
kepadanya.

Menurut Joesoef, selama ini Soekarno dituduh oleh para pendukung 
Soeharto dan orde baru bahwa ia tak punya konsep pembangunan ekonomi. 
Soekarno hanya memikirkan mobilisasi politik dan ideologis untuk 
mempersatukan bangsanya. Bahka kajian-kajian tentang Soekarno sangat 
jarang membahas soal konsep pembangunan ekonomi yang sedang disiapkan 
oleh Bung Karno menjelang akhir kekuasaan konstitusionalnya.

Joesoef memegang naskah yang saya berikan. Ia memandang sejenak, 
membuka-buka halaman dan berhenti di lampiran konsep Dekon di bagian 
belakang buku.

”Dulu saya pernah punya naskah asli konsep Dekon ini. Buku kecil 
berwarna biru sampulnya. Namun ketika saya kembali dari penjara, buku 
itu hilang. Baru sekarang ini saya melihat kembali naskahnya,” ujar Joesoef.

Menurut Joeosoef saat itu Soekarno sedang menyiapkan dua strategi besar 
untuk menyiapkan bangsanya agar ’berdaulat secara politik’ dan 
’berdaulat secara ekonomi’ tanpa mengekor atau menjadi epigon kekuatan 
ekonomi politik global saat itu.

Menurut Joesoef, dalam kedaulatan politik, Soekarno mengeluarkan konsep 
’Demokrasi Terpimpin”, sebagai suatu konsep untuk

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Amster dam Menyambut 'Oranje' Sebagai PAHLAWAN M ereka.

2010-07-13 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Selasa, 13 Juli 2010*

*---*


*BELANDA – KALAH . . . (1-0)*

*SPANYOL MEREBUT PIALA EMAS . . . . . . . . .*

** * **

*Tapi Amsterdam Menyambut 'Oranje' Sebagai PAHLAWAN Mereka.*


Pagi tadi, bersama Murti, kami pergi ke Nieuwmark. Sebuah pertokoan di 
pusat kota Amsterdam. Letaknya satu halte Metro sebelum 
Amsterdam-Central. Maksudnya menjenguk rumah putri sulung kami, Pratiwi. 
Rumahnya kosong, karena sekeluarga berkunjung ke Mesir. Sebelum 
berangkat Pratiwi mencatat alamat kantor pusat Sekretariat Tetap 
Organisasi Setiakawan Rakyat Afro-Asia di Caro. Itu kantor tempat 
kerjaku selama tahun-tahun 1960-1965. Ia juga mencatat alamat Sekolah 
Indonesia, Cairo, di daerah Dokki, dekat rumah kami. Maksudnya dalam 
kunjungannya ke Cairo itu, mungkin karena nostalgi ingin melihat bekas 
sekolahnya dulu. Ia juga ingin melihat kayak apa kantor bapaknya dulu di 
Cairo.


Dari rumah Pratiwi kami pergi belanja di supermark Tionghoa, 'Oriental', 
pas dekat halte Metro Nieuwmark. Di lapangan muka supermark 'Oriental', 
sudah dipasang layar TV raksasa. Supaya masyarakat di sekitar situ bisa 
menyaksikan siaran TV hari ini, 'Amsterdam Menyabut 
Pahlawan-pahlawannya', yaitu kesebelasan 'Oranje'.


Walikota Amsterdam, Erhard van der Laan, menyatakan sebelumnya, jika 
'Oranje' menang akan disambut besar-besaran di Museum Plein. Sebelumnya 
diarak keliling berlayar di 'grachten' Amsterdam yang terkenal itu. Tapi 
kalau 'Oranje' menempati nomor dua, kalah dari Spanyol, maka 'Oranye' 
akan disambut masa di Museumplein. Jadi tidak ada pengaturan berkeliling 
dengan perahu-perahu menelusuri 'Amsterdamse grachten'.


Tapi dalam waktu 24 jam Walikota Van der Laan mengubah keputusnnya: Di 
pers muncul berita: 'Amsterdam is trots, dus toch de gracht in'. Artinya 
'Amsterdam bangga, jadi tokh akan diatur berlayar di 'grachten'. 
“Amsterdam bangga dengan pemuda-pemuda dari kesebelasan Nederland. Suatu 
acara berlayar melalui 'grachten', itu akan memberikan kesempatan indah 
bagi penggemar (fans) untuk bisa melihat pahlawan-pahlawan mereka dan 
memberikan dukungan terhadapnya”. Demikian Walikota Amsterdam Van der 
Laan menjelaskan keputusan terakhir dalam rangka menyambut kesebelasan 
'Oranje'.


* * *


Tak terhindarkan ada pers yang memberikan komentar sinis. Bukankah 
dimana saja di dunia ini selalu ada orang-orang yang sinis. Orang-orang 
semacam ini sok-soknya mau lucu-lucu. Tetapi tidak jarang 'kebablasan'. 
Jadi kelewat batas, menjadi tidak etis. Satu contoh: Bert Wagendorp 
dalam kolomnya di “de Volkskrant” hari ini, a.l. menulis: Kalau sih PM 
(dimisioner) Balkenende menyambut kesebelasan 'Oranje', itu bisa 
dimengertilah. Disini yang kalah – dalam hal ini Balkenende yang 
partainya, CDA merosot dalam pemilu Juni yang lalu – menyambut 'Oranje' 
yang kalah 1-0 dari Spanyol. Dan kalaulah Ratu Beatrix mengundang 
'Oranye' bertamu di Istana dan berfoto bersama, itupun bisa dimengerti. 
Karena bukankah Sang Ratu, bertindak sebagai sang Ibu, yang ngemong 
anak-anaknya pulang dengan sedih hati krena kalah itu.


Demikian Bert Wagendorp.

Mana yang cocok apakah keputusan Van der Laan, menyambut besar-besaran 
kesebelasan 'Oranje' , ataukah Wagendorp dengan komentar sinisnya, 
mencemoohkan keputusan Walikota Amsterdam. Baik kita liat saja bagaimana 
jalannya sambutan itu.


* * *


Sungguh diluar dugaanku dan kita semua yang menyaksikan di TV bagaimana 
orang-orang Belanda menyambut “PAHLAWAN-PAHLAWANNYA kesebelasan ORANJE”. 
Kurang lebih setengah juta orang yang berkumpul di Musieumplen dan 
memenuhi tepi-tepi 'grachten' mengelu-elukan kesebelasan Óranje'. Banyak 
slogan-slogan yan berbunyi: WELKOM THUIS HELDEN. Selamat kembali pulang 
para pahlawan. Salah satu semboyan besar yang dipasang di Museumplein 
berbunyi 'GIO' (van BRONCKHORST, kapten kesebelasan 'Oranje' yang 
keturunan Maluku itu), 'MALUKU IS TROTS'. Maluku bangga. Demikian 
Giovannie Van Bronckhorst dielu-elukan massa.


Di sepanjang 'grachten' yang dilalui iring-iringan kapal 'Oranje' ribuan 
massa berwarna 'oranje' – mulai dari topi, T-shirt sampai ke sepatu – 
mengelu-elukan pahlawan mereka. Tidak ada satupun teriakan ataupun 
tulisan sinis, seperti komentarnya Bert Wagendorp yang mengéjék 
kesebelasan 'Oranje' yang kalah dalam babak final kejuaraan dunia 
sepakbola di Afrika Selatan.


De Telegraaf, sebuah surat kabar liberal Belanda, menulis dengan 
huruf-huruf besar 'Zij hebben als leeuwen gevochten '. Mereka, 
kesebelasan Belanda, telah berjuang bagaikan singa-singa. De Telegraaf 
yang sering suka nyindir dan juga sinis dalam komentar-komentarnya, kali 
ini tampaknya mengerti perasaan dan semangat massa orang-orang Belanda 
yang mencintai dan menghargai olahragawan mereka.


Maka mengertilah kita mengapa pemimpin kesebelasan nasional Belanda Bert 
Van Marwijk mengatakan: Kekecewaan belum sepenuhnya hilang, tetapi kami 
benar-benar boleh berbangga. Coba lihat massa yang mengelu-elukan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Amster dam Menyambut 'Oranje' Sebagai PAHLAWAN M ereka.

2010-07-13 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Selasa, 13 Juli 2010*

*---*


*BELANDA – KALAH . . . (1-0)*

*SPANYOL MEREBUT PIALA EMAS . . . . . . . . .*

** * **

*Tapi Amsterdam Menyambut 'Oranje' Sebagai PAHLAWAN Mereka.*


Pagi tadi, bersama Murti, kami pergi ke Nieuwmark. Sebuah pertokoan di 
pusat kota Amsterdam. Letaknya satu halte Metro sebelum 
Amsterdam-Central. Maksudnya menjenguk rumah putri sulung kami, Pratiwi. 
Rumahnya kosong, karena sekeluarga berkunjung ke Mesir. Sebelum 
berangkat Pratiwi mencatat alamat kantor pusat Sekretariat Tetap 
Organisasi Setiakawan Rakyat Afro-Asia di Caro. Itu kantor tempat 
kerjaku selama tahun-tahun 1960-1965. Ia juga mencatat alamat Sekolah 
Indonesia, Cairo, di daerah Dokki, dekat rumah kami. Maksudnya dalam 
kunjungannya ke Cairo itu, mungkin karena nostalgi ingin melihat bekas 
sekolahnya dulu. Ia juga ingin melihat kayak apa kantor bapaknya dulu di 
Cairo.


Dari rumah Pratiwi kami pergi belanja di supermark Tionghoa, 'Oriental', 
pas dekat halte Metro Nieuwmark. Di lapangan muka supermark 'Oriental', 
sudah dipasang layar TV raksasa. Supaya masyarakat di sekitar situ bisa 
menyaksikan siaran TV hari ini, 'Amsterdam Menyabut 
Pahlawan-pahlawannya', yaitu kesebelasan 'Oranje'.


Walikota Amsterdam, Erhard van der Laan, menyatakan sebelumnya, jika 
'Oranje' menang akan disambut besar-besaran di Museum Plein. Sebelumnya 
diarak keliling berlayar di 'grachten' Amsterdam yang terkenal itu. Tapi 
kalau 'Oranje' menempati nomor dua, kalah dari Spanyol, maka 'Oranye' 
akan disambut masa di Museumplein. Jadi tidak ada pengaturan berkeliling 
dengan perahu-perahu menelusuri 'Amsterdamse grachten'.


Tapi dalam waktu 24 jam Walikota Van der Laan mengubah keputusnnya: Di 
pers muncul berita: 'Amsterdam is trots, dus toch de gracht in'. Artinya 
'Amsterdam bangga, jadi tokh akan diatur berlayar di 'grachten'. 
“Amsterdam bangga dengan pemuda-pemuda dari kesebelasan Nederland. Suatu 
acara berlayar melalui 'grachten', itu akan memberikan kesempatan indah 
bagi penggemar (fans) untuk bisa melihat pahlawan-pahlawan mereka dan 
memberikan dukungan terhadapnya”. Demikian Walikota Amsterdam Van der 
Laan menjelaskan keputusan terakhir dalam rangka menyambut kesebelasan 
'Oranje'.


* * *


Tak terhindarkan ada pers yang memberikan komentar sinis. Bukankah 
dimana saja di dunia ini selalu ada orang-orang yang sinis. Orang-orang 
semacam ini sok-soknya mau lucu-lucu. Tetapi tidak jarang 'kebablasan'. 
Jadi kelewat batas, menjadi tidak etis. Satu contoh: Bert Wagendorp 
dalam kolomnya di “de Volkskrant” hari ini, a.l. menulis: Kalau sih PM 
(dimisioner) Balkenende menyambut kesebelasan 'Oranje', itu bisa 
dimengertilah. Disini yang kalah – dalam hal ini Balkenende yang 
partainya, CDA merosot dalam pemilu Juni yang lalu – menyambut 'Oranje' 
yang kalah 1-0 dari Spanyol. Dan kalaulah Ratu Beatrix mengundang 
'Oranye' bertamu di Istana dan berfoto bersama, itupun bisa dimengerti. 
Karena bukankah Sang Ratu, bertindak sebagai sang Ibu, yang ngemong 
anak-anaknya pulang dengan sedih hati krena kalah itu.


Demikian Bert Wagendorp.

Mana yang cocok apakah keputusan Van der Laan, menyambut besar-besaran 
kesebelasan 'Oranje' , ataukah Wagendorp dengan komentar sinisnya, 
mencemoohkan keputusan Walikota Amsterdam. Baik kita liat saja bagaimana 
jalannya sambutan itu.


* * *


Sungguh diluar dugaanku dan kita semua yang menyaksikan di TV bagaimana 
orang-orang Belanda menyambut “PAHLAWAN-PAHLAWANNYA kesebelasan ORANJE”. 
Kurang lebih setengah juta orang yang berkumpul di Musieumplen dan 
memenuhi tepi-tepi 'grachten' mengelu-elukan kesebelasan Óranje'. Banyak 
slogan-slogan yan berbunyi: WELKOM THUIS HELDEN. Selamat kembali pulang 
para pahlawan. Salah satu semboyan besar yang dipasang di Museumplein 
berbunyi 'GIO' (van BRONCKHORST, kapten kesebelasan 'Oranje' yang 
keturunan Maluku itu), 'MALUKU IS TROTS'. Maluku bangga. Demikian 
Giovannie Van Bronckhorst dielu-elukan massa.


Di sepanjang 'grachten' yang dilalui iring-iringan kapal 'Oranje' ribuan 
massa berwarna 'oranje' – mulai dari topi, T-shirt sampai ke sepatu – 
mengelu-elukan pahlawan mereka. Tidak ada satupun teriakan ataupun 
tulisan sinis, seperti komentarnya Bert Wagendorp yang mengéjék 
kesebelasan 'Oranje' yang kalah dalam babak final kejuaraan dunia 
sepakbola di Afrika Selatan.


De Telegraaf, sebuah surat kabar liberal Belanda, menulis dengan 
huruf-huruf besar 'Zij hebben als leeuwen gevochten '. Mereka, 
kesebelasan Belanda, telah berjuang bagaikan singa-singa. De Telegraaf 
yang sering suka nyindir dan juga sinis dalam komentar-komentarnya, kali 
ini tampaknya mengerti perasaan dan semangat massa orang-orang Belanda 
yang mencintai dan menghargai olahragawan mereka.


Maka mengertilah kita mengapa pemimpin kesebelasan nasional Belanda Bert 
Van Marwijk mengatakan: Kekecewaan belum sepenuhnya hilang, tetapi kami 
benar-benar boleh berbangga. Coba lihat massa yang mengelu-elukan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISAS – FOCUS ON MUHAMMADIYAH

2010-07-09 Terurut Topik isa

IBRAHIM ISAS – FOCUS ON MUHAMMADIYAH

Friday, July 9^th , 2010




Muhammadiyah’s century

The Jakarta Post | Tue, 07/06/2010 - Editorial

There are few organizations like it. A sociocultural mass base numbering 
in the millions. A force of societal stability. A catalyst for cultural 
change. Indonesia is blessed by the presence of two such mainstream 
groupings: Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah.

In its centennial year, Muhammadiyah is undertaking its congress to 
elect its next chairman and ultimately shape the direction of the 
organization. With a network of schools, universities, hospitals and 
various institutions under its aegis, few organizations are as well 
placed and equipped to help determine the direction of this nation.

Since it was formed by Ahmad Dahlan in 1912 in Yogyakarta, Muhammadiyah 
has been founded on the pillars of reason and progressive change. 
Rejecting the traditonalist dogmatic approach, it instead advocated for 
rational reasoning and interpretation, or ijtihad, within its community.

For a lack of a better word, it was already “secular” even before the 
birth of the state or conservative ulemas decided that secularism was taboo.

 From this ideological underpinning, most Indonesian Muslims can be 
considered Muhammadiyah-ist in their thinking — to be reasoned and 
utilize common sense in the practice of religion rather than blindly 
importing Arabism as the basis of practicing their religiosity.

Under the chairmanship of Din Syamsuddin, Muhammadiyah has retained its 
basic virtues which have allowed its leading figures to become 
contributing members of the greater society.  The moderate stance of 
Muhammadiyah has been a bulwark against growing conservatism and those 
who would corrupt the religion of peace for a personal agenda of 
intolerance and violence. Greater assertiveness is expected of the 
organization in this cause.

We are hopeful that Muhammadiyah members once again employ their common 
sense by electing a chairman, Din or anyone else, who reflects the 
nationalistic pluralistic values that embody this nation.
To do otherwise would represent a threat to the fine balance of 
diversity which enriches the world’s greatest archipelago.

Muhammadiyah’s new century presents greater challenges and 
responsibilities. As Indonesia embarks on an open political system, 
institutions like Muhammadiyah are a linchpin in the fight against 
dogma. Voices of unreason will triumph and its caustic message accepted 
as conventional wisdom if the likes of Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama 
refuse to challenge them.

We further urge that Muhammadiyah continue its independent stance 
without bowing to the temptations of being prostrate to the status quo. 
A position pledged by Din when he opened the congress over the weekend.

In a time when coalitions are formed for the sake of political profit, 
Muhammadiyah should underline its role as a loyal critic of the 
government, whoever is in power. A counterweight on the side of the 
people while at the same time rejecting the temptations of delving into 
the formal practical political arena.

It is an appeal as beguiling as the menace of Muhammadiyah being 
infiltrated by those who would seek to exploit it for political ends. 
But with 100 years of common sense and the wisdom of thousands of 
learned Muhammadiyah graduates, there should be no reason that it cannot 
overcome these challenges.

The past century has been an era of teaching and educating. The coming 
century should be one in which Muhammadiyah raises itself as a pulpit of 
enlightenment.


Congress promotes ‘need for tolerance’

Slamet Susanto, The Jakarta Post, Yogyakarta | Fri, 07/09/2010

Muhammadiyah, the country’s largest modernist Muslim organization, must 
develop programs to promote pluralism and religious tolerance, agreed 
participants Wednesday on the penultimate day of the group’s 46th 
congress in Yogyakarta.

The congress’ Commission E said it saw a need to promote interfaith 
cooperation, mutual tolerance and acceptance among different community 
groups to help create positive social conditions.

“Muhammadiyah supports and promotes pluralism — but we reject pluralism 
that leads to syncretism and says that all religions are the same,” said 
recently-re-elected Muhammadiyah Chairman Din Syamsuddin.

As part of the community, people must recognize the existence of other 
religions and be aware that there is some truth in every religion, he said.

However, people must also remember that all religions do not share the 
same truths, he added.

“We must recognize diversity in religion and have mutual respect for 
each other and be tolerant.

However judgments on truth should be made in accordance with an 
individual’s faith,” he said.

“Lakum diinukum waliyadiin,” he added, referring to a verse from the 
Koran that is translated as: “To you, your religion, and to me, mine”.


[wanita-muslimah] IBRAHIIM ISA – Berbagi Cerita - KE MANA KITA PERGI BELAJAR ISLAM-INDONESIA? -- Jawabnya: – – – LEIDEN, Holland.

2010-07-02 Terurut Topik isa
*IBRAHIIM ISA – Berbagi Cerita* 
http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/25/where-we-go-study-indonesian-islam.html

*Jum´at, 2 Juli 2010* 
http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/25/where-we-go-study-indonesian-islam.html

*---* 
http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/25/where-we-go-study-indonesian-islam.html


*KEMANA KITA PERGI BELAJAR ISLAM-INDONESIA? **--** **Jawabnya: – – – 
**LEIDEN, Holland.*


Dua hal yang ingin di-berbagi-ceritakan kali ini.


*DISKUSI ´BLASPHEMY LAW DI KITLV´*


Satu ceerita, mengenai diskusi yang digelar KITLV di Leiden pada tanggal 
24 Juni 2010. Satu lagi mengenai tulisan Lutfhi Assyaukanie di 'The 
Jakarta Post', berjudul “WHERE WE GO TO STUDY INDONESIAN ISLAM?”. 
Terjemahan bebas --- dalam bahasa Indonesia: “KEMANA KITA PERGI BELAJAR 
ISLAM-INDONESIA?”


Pertanyaan ini diajukan oleh Lutfhi Assyaukanie, dan sekaligus telah 
dijawabnya sendiri, dalam artikelnya yang dimuat di 'The Jakarta Post 
Online', 25 Juni 2010.


Lutfhi adalah sorang sarjana generasi muda (PhD), Lahir 27 Agustus 1967. 
Pernah belajar di University of Jordan - spesialisasi Hukum Islam dan 
Falsafah. Memperoleh master-degreenya di International Islamic 
University of Malayasia, dan meraih PhDnya dalam Islamic Sudies di 
University of Melbourne. Bersama Ulil Abshar ia mendirikan Jaringan 
Islam Liberal (2001). Lutfhi memberikan kuliah di Universitas 
Paramadina. Sekian dulu tentang siapa Lutfhi Assyaukanie.


* * *


Aku belum lama bersalam-kenal dengan Lutfhi (di KITLV, Leiden, 24 Juni 
2010). Sayang kami tak sempat cakap-cakap. Ketika itu kami kebetulan 
duduk sebelah-menyebelah dalam suatu pertemuan atas undangan KITLV. 
Acaranya ketika itu: “Talks on the Blasphemy Law – Human Rights vs. 
Mainstream Islam”. Kami menyaksikan film dokumenter produksi Lexi 
Rambadetta Junior. Film dokumenter itu, adalah cuplikan dari dokumenter 
sepanjang 50 jam yang dibuat Lexi Rambadetta Jr mengenai peristiwa 
sekitar sidang Mahkamah Konstitusi Indonesia. Kongkritnya suatu sidang 
'judicial review' bersangkutan dengan undang-undang anti-pencemaran 
agama – Islam Blasphemy Law – . Sidang berlangsung di Jakarta dari 
Februari sampai April 2010.


Catatan: Menurut suatu penjelasan, --- yang dalam bahasa Inggris 
disebut -- 'Blasphemy Law' di Indonesia itu, maksudnya ialah Pasal 
156(a) KUHP. Berasal dari UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan 
Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Pasal 1 UU ini berbunyi: yang 
a.l menyatakan:

“Barangsiapa di muka umum menyatakan permusuhan, kebencian atau
penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa penduduk negara Indonesia
dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun.”

Pasal 156(a) KUHP tersebut berasal dari UU No. 1/PNPS/1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Pasal 1 UU ini
a.l berbunyi: 

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan,
menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan
penafsiran tentang sesuatu agama yang utama di Indonesia atau
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai
kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang
dari pokok-pokok ajaran dari agama itu.” –


Sementara pendapat beranggap bahwa Pasal mengenai penistaan agama
tsb paling tidak kontroversial. Dikatakan bahwa uu itu seringkali
digunakan untuk memberangus kepercayaan agama lain yg dinilai telah
menghina kepercayaannya (Islam). Anggapan ini diajukan dengan
mengambil contoh, adanya upaya menghancurkan Ahmadiyah, yang dinilai
telah menghina Islam, karena Ahmadiyah mempercayai adanya nabi baru
setelah Muhammad. 



* * *



Masih kuteruskan sedikit sekitar DISKUSI mengenai Blasphemy Law –
Hak Azasi versus Mainstream Islam di Indonesia yang digelar oleh
KITLV pada tanggal 24 Juni 2010 di KITLV, Kamar 138, Reuvenplaats 2,
2311, BE Leiden. 



Dijelaskan dalam undangan KITLV itu: Film dokumenter ini
mempertunjukkan kejadian di Mahkamah Konstitusi Indonesia, ketika
diadakan sidang 'judicial review' mengenai Blasphemy Law 1965, mulai
Februari sampai April 2010. Pada pertengahan 2009, grup-grup Hak-Hak
Manusia terdiri dari perorangan (pluralis), kaum Muslim moderat dan
kaum minoritas, mengajukan sebuah petisi terhadap undang-undang tsb.
Salah seorang dari yang mengajukan petisi tsb adalah Gus Dur, mantan
Presiden yang meninggal pada akhir 2009. 

Selama sidang Mahkamah Konstitusi, pemerintah dan grup-grup
religius, mealkukan perlawanan kuat.

Pembuat film mendokumentasi setiap diskusi dalam proses sidang
(lebih dari 50 jam). Lalu menciptakan sebuah dokumentasi selama satu
jam. Itu akan dipertunjukkan untuk pertama kalinya di Leiden, Nederland.



Ini adalah dokumenter 'work-in-progress' dan akan dirampungkan dalam
bulan November 2010. Para pembuat film mengharapkan memperoleh
masukan dan dukungan. Pada pementasan film, Lexi

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS AND VIE WS - FOCUS ON FRONT PEMBELA ISLAM FPI

2010-06-30 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS AND VIEWS*

*Wednesday, June 30, 2010*

*-*

*FOCUS ON FRONT PEMBELA ISLAM FPI*


  
-


  -- INDONESIAN MILITARY BEHIND ISLAMIST THUGS


  -- ISLAMIC HARD-LINERS A THREAT TO THE NATION

-- FPI MUST BE BANNED : HOUSE LEGISLATORS

-- DISBAND FPI, SAY LEGISLATORS AND ACTIVISTS


  -- CHRISTIANS ASK FOR INTERFAITH FORUM AMID TENSIONS

-- DEMANDS FOR FPI'S DISBANDMENT CONTINUE

-- FPI, NO PROBLEM – !!??

---


  INDONESIAN MILITARY BEHIND ISLAMIST THUGS

A lawmaker on Wednesday accused the security forces of secretly 
supporting Islamist vigilantes as a kind of paramilitary force to 
intimidate opponents and commercial rivals.
Indonesian Democratic Party of Struggle lawmaker Eva Kusuma Sundari said 
extremist vigilantes known for violent attacks on bars, minorities and 
human rights advocates had direct links to military and police generals.

“The organization is now part of the conflict management strategy the 
Indonesian military exercises to maintain its power,” she told AFP, 
referring to the stick-wielding fanatics known as the Islamic Defenders 
Front (FPI).
“There are several military personnel who still ‘use’ the services of 
the FPI... I suspect they maintain and protect the FPI because they 
still have interests with them.”

The FPI is known for threatening, intimidating and physically attacking 
Indonesians with almost complete impunity, despite repeated calls for 
the government to ban the organization.
On Sunday it threatened “war” against the Christian minority in the 
Jakarta suburb of Bekasi and urged all mosques in the city to create 
armed militias. Sundari is a member of a group of MPs who has demanded 
the government crack down on the vigilantes after they burst into an 
official meeting on health care in East Java last week and accused the 
organisers of being communists.

FPI chairman Habib Rizieq hit back at the group’s critics, saying they 
were part of a conspiracy among communists and liberals against the 
imposition of sharia or Islamic law in the secular but mainly Muslim 
country.
“Police should not discriminate -- whoever propagates communism should 
be brought to justice as it is a criminal offence,” he told a press 
conference at FPI headquarters in Jakarta.

He did not renounce violence and when a journalist asked him to respond 
to community concerns about violence he accused him of being a communist.
/Agence-France Presse/


  ISLAMIC HARD-LINERS A THREAT TO THE NATION


  Jakarta Globe Editorial, June 27 – 2010 -

Religious tolerance and freedom is the fundamental pillar of our 
society. The nation’s founding ideology, Pancasila, is centered around 
the freedom to worship and to believe in one’s God.
It is against this backdrop that recent developments in Bekasi are 
profoundly disturbing. Over the past few months, hard-line Islamic 
groups have sought to impose their will on the residents and dictate 
what is acceptable and what is not.

Now, several Islamic organizations in Bekasi have recommended that every 
mosque in the city form a militant unit and that local Muslims prepare 
for the possibility of “war” against what they perceive to be the 
Christianization of the city. A new group calling itself Bekasi Islamic 
Presidium, formed at the close of the two-day Bekasi Islamic Congress at 
the Al-Azhar Mosque on Sunday, said these militant units were important 
to “guard Bekasi Muslims” against conversion to Christianity. The 
presidium is also expected to forward several recommendations to the 
Bekasi administration to create policies that are compliant with Shariah 
law.

These developments and recommendations should be looked into seriously 
and weighed with great care. There is a growing perception that Muslim 
hard-liners who shout loudly are not challenged, irrespective of the 
damage they cause in communities that do not share their views, as long 
as they are not visible from the metropolitan center of Jakarta. Most 
recently this has been seen in Bogor, in the Koja protests, and now in 
Bekasi. However, if left unattended, these simmering religious tensions 
have the potential to erupt into an open conflict with far reaching 
repercussions.

Talk of open war and the formation of local militant units is dangerous. 
We only need to recall the bloodbath in Poso and Maluku where thousands 
of people lost their lives and homes in religious conflict between 1999 
and 2000 to understand how quickly the fire spreads once lit, and how 
difficult it is to extinguish.

We are encouraged by a statement from the Bekasi chapter of the Islamic 
Defender’s Front (FPI) saying they would seek a dialogue with the city’s 
Christian community. We hope a truly open and 

[wanita-muslimah] Ibrahim Isa: - EEN ALLOCHTOON SCHOOLKIND EN EEN MOSLIMA MET HOOFDDOEK (Teks asli, bahasa Indonesia, lihat lampiran)

2010-06-27 Terurut Topik isa
*Ibrahim Isa:  (Teks asli, bahasa Indonesia, lihat lampiran)
--
Amsterdam, 27 juni 2010 *

*
EEN ALLOCHTOON SCHOOLKIND EN EEN MOSLIMA MET HOOFDDOEK *

*Vertaald door Maya Keuning *



*Ten Geleide :  Dit waaargebeurde verhaal is vertaald door onze 
kleindochter (18), Maya Keuning. Zij heeft dit jaar haar studie op de St 
Nicolaas Lyceum afgerond met sukses. Zij begon Bahasa Indonesia lessen  
(een keer per week) bij haar opa te volgen,  minder dan twee jaar 
geleden. De resultaat is, naar mijn mening, geweldig*

***

Enige tijd geleden maakte ik iets mee wat mij compleet verraste. Maar 
het was ook een ervaring waardoor ik trots werd op de allochtonen in 
Nederland.

Dit verhaal heeft te maken met een allochtone schooljongen en een 
Islamitische vrouw met hoofddoek. Volgens de gegevens van het CBS -- 
Centraal Bureau Statistiek -- worden de Nederlandse burgers verdeeld in 
twee categorieën: burgers waarvan de ouders in Nederland geboren zijn 
worden 'autochtoon' genoemd. De burgers waarvan minstens één van de 
ouders in het buitenland geboren is, heten 'allochtoon'. Het kan gaan om 
een blanke of een getinte immigrant. In Nederland is er racisme, een 
antivreemdelingen houding, met name jegens gekleurde vreemdelingen en 
moslims. Sommigen maken veel onderscheid tussen autochtoon en allochtoon.

Hierover zijn vaak hevige debatten, maar hoe kan het ook anders? De 
burgers worden nou eenmaal zo verdeeld in twee groepen. Zij die zogezegd 
'origineler' zijn, heten autochtoon. Zij zijn van mening dat zij meer 
recht hebben op wonen in Nederland, omdat zij 'inheems' zijn. Maar aan 
de andere kant kan gezegd worden: Als het zo geformuleerd wordt, hoe 
zit het dan met koningin Beatrix, van het koninkrijk der Nederlanden? 
Volgens deze categorisering wordt Beatrix ingedeeld bij 'allochtoon'. Is 
het niet dat haar vader, prins Bernhard, van afkomst een Duits burger 
is? Of neem de echtgenoot van koningin Beatrix, wijlen prins Claus, 
geboren in Duitsland. En dan is ook nog de kroonprins, prins 
Willem-Alexander, getrouwd met een Argentijnse. Tja, in welke categorie 
horen nu de dochters van de kroonprins en zijn vrouw Maxima? Allochtoon 
of autochtoon?
Wat een gedoe! Door toedoen van het CBS hebben wij nu verschillende 
bevolkingscategorieën. Misschien was dit niet de bedoeling. Deze manier 
van verdelen diende slechts voor administratieve doeleinden.

Nu gaan wij niet debatteren over wat allochtoon en autochtoon is, over 
of het juist is dat autochtonen meer recht hebben op Nederlandse grond. 
We gaan het niet hebben over of de allochtonen beschouwd worden als 
minder dan autochtonen, zoals de zogenaamde 'non-pri's in Indonesië 
tijdens de Orba periode.

Maar nee, we gaan nu niet verder discussiëren over deze zaak. Wellicht 
de volgende keer!

Ik ga verder met mijn eigen verhaal.
Die ochtend was het helder weer; de zon scheen aangenaam en er was een 
zacht briesje, geen wolken te bekennen. 'Ideaal weer om te fietsen', 
dacht ik. Die dag had ik een afspraak bij de tandarts. De 
tandartskliniek is niet ver weg van mijn huis, dus ik kon fietsen of de 
bus nemen. Ik besloot om te gaan fietsen, de gezonde optie. Ooit zei 
mijn dokter tegen mij, als bijna tachtigjarige: 'Twijfelt u tussen de 
auto of het openbaar vervoer, kies dan de tweede. Als U nog kunt fietsen 
is dat nog beter en lopen is ideaal.'

Dus ik stapte op de fiets en kwam aan bij een kruising. Daar stond het 
stoplicht voor mij op rood, dus moest ik stoppen en afstappen. 
Normaliter zwaai ik dan mijn been achterlangs om af te stappen; ik rijdt 
op een herenfiets. Maar deze keer ging het afstappen van de fiets iets 
anders. Toen ik de fiets afremde, gleed ik al naar voren zonder dat ik 
mijn been kon optillen. Mijn kruis belandde op de stang, mijn voeten 
bereikten de grond maar net. Oh help, ik stond niet stabiel en voor ik 
het wist...viel ik voorover! Het ging door mijn hoofd dat deze bijna 
tachtigjarige lichaam inderdaad niet meer is, wat het was. Ik ben al een 
senior! Hoe durf je nou nog te fietsen! Eigenlijk kan ik nog prima 
fietsen, ik had slechts een beetje pech.

Ik viel helemaal voorover op de grond. Ik had nog geluk, dat ik geen arm 
of been gebroken had. Dat vind ik nou typisch Indonesisch: je valt met 
je fiets op de grond en nog voel je dat je geluk hebt, want je bent niet 
gewond geraakt!

Maar ik kon niet gemakkelijk opstaan, ik zat nog op de grond en toen 
gebeurde iets wat ik niet had verwacht. Toevallig stond er een 
allochtoon schoolkind bij het stoplicht te wachten en hij reageerde 
meteen. De jongen greep mijn arm en probeerde mij op te tillen. Het 
lukte hem niet; ik weeg ongeveer 75 kg en de jongen was ongeveer 11 jaar 
oud. Maar de snelheid waarmee hij reageerde was verwonderlijk. Hij 
vroeg: 'Gaat het, meneer? Heeft U iets, meneer?' Maar opstaan lukte ons 
niet.

Het volgende verraste mij nog meer: een moslima met hoofddoek, een 
Marokkaanse, zag dat

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - MENGUNGKAP LATAR BELAKANG 'DUKUNGAN' AUSTRALIA PADA TIMOR LESTE

2010-06-23 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Rabu, 23 Juni 2010*

*-*



*MENGUNGKAP LATAR BELAKANG 'DUKUNGAN' AUSTRALIA PADA TIMOR LESTE*



*Ketika -- S*etengah abad yang lalu, Amerika Serikat 'gairah' bersimpati 
memberikan 'dukungan' kepada Republik Indonesia dalam konfliknya dengan 
Kerajaan Belanda, latar belakang 'dukungan' tsb adalah demi 
kepentingannya sendiri. Yaitu menyelamatkan, bahkan perluasan investasi 
modal dan 'milik' Amerika di Indonesia. Kepentingan perusahaan minyak 
raksasa Amerika di Indonesia, sperti Stanvac, Standard Oil dan Caltex, 
adalah latar belakang 'simpati' dan 'dukungan' Amerika pada Republik 
Indonesia. Kepentingan strategi Perang Dingin adalah elemen lainnya yang 
melatarbelakangi sikap AS terhadap konflik Indonesia-Belanda paro-kedua 
abad lalu.



Keterlibatan AS dengan Kup Jendral Suharto 1965, dan didirikannya rezim 
Orba, serta bantuan politik, ekonomi dan militer terhadap rezim Suharto, 
idem-dito punya latar belakang kepentingan sendiri yang sama. Sikap AS 
terhadap Indonesia dewasa ini, sama saja, latarbelakangnya adalah 
kepentingan sendiri yang sama juga.



* * *



Catatan media Australia dan mancanegara, serta perkembangan selanjutnya, 
menjelaskan apa latar-belakang sikap Australia mendukung rezim Orba 
melakukan agresi, okupasi dan aneksasi di Timor Leste. Latar belakangnya 
adalah pertimbangan kepentingan ekonomi jangka panjang Australia di 
Indonesia dan Timor Timur.



Situasi berubah. Disusul tergulingnya Presiden Suharto. Rezim Orba 
berantakan. Australia berbalik memberikan 'dukungan' pada perjuangan 
rakyat Timor Leste. 'Dukungan' ini jauh dari murni. Australia melihat 
bahwa betapapun rakyat Timor Leste akan mencapai kemerdekaannya. 
Australia harus merintis hubungan baru dengan Timor Leste.



Tentu sikap pemerintah Australia ini tidak bisa disamakan dengan sikap 
prinsipil rakyat Australia umumnya, yang sejak semula memberikan simpati 
dan dukungannya yang sungguh-sungguh tanpa pamrih, pada perjuangan 
rakyat Timor Leste untuk kemerdekaan nasionalnya. Rakyat Australia penuh 
simpati dengan penderitaan rakyat Timor Timur di bawah pendudukan 
militer Indonesia selama 25 tahun. Menurut laporan sebuah komisi 
independen yang dibentuk PBB, jumlah korban di fihak rakyat Timor Timur 
selama pendudukan militer Indonesia tidak kurang dari 100.000 rakyat 
yang tewas.



* * *



Perhatikan apa yang terjadi belakangan: Betapa palsunya apa yang 
dinakaman 'bantuan' Australia pada Timor Leste. Ikuti berita BBC (23 
Juni 2010), sbb:

Presiden Timor Leste, Ramos Horta, baru-baru ini menyatakan, bahwa 
bantuan pembangunan Australia *salah arah.* Dalam surat kepada Duta 
Besar Australia menjelang kunjungan, Presiden Ramos Horta menyatakan 
sebagian besar dana donor dibelanjakan bukan untuk Timor Leste, tapi 
untuk biaya konsultan, misi penelitian, laporan dan rekomendasi.



Minyak dan gas yang berada di bawah perairan Laut Timor juga menjadi 
titik pertikaian lain. Sejak Timor Leste merdeka dari Indonesia pada 
tahun 2002, perundingan soal simpanan migas yang sangat berharga 
berlangsung penuh sengketa.



Sejak lama Australia dengan bernafsu 'melirik' sumber-sumber minyak dan 
gas yang kaya raya di bawah perairan Timor Leste. Lagi berita BBC: Di 
negara tempat 50% penduduk Timor Leste hidup dengan 1 dolar per hari, 
banyak orang memandang *Australia dan perusahaan sumber daya alam 
berniat jahat untuk merebut bagian dalam jumlah yang terlalu besar, dan 
tidak berbuat cukup untuk menciptakan lapangan kerja di wilayah Timor 
Leste*.



* * *



Apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menebus dosa 
menimbulkan begitu banyak korban di fihak rakyat Timor Timur tak jelas.



Paling tidak satu hal bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia! Yaitu -- 
Secara tebuka dimuka umum nyatakan penyesalan pemereintah Indonesia, dan 
minta maaf atas kesalahan melakukan agresi, pendudukan dan aneksasi 
Timor Timur. Sikap pemerintah Indonesia yang jujur mengakui kesalahan 
sejarah mengagresi, menduduki dan menganeksasi Timor Timur, diharapakna 
akan membuka mata para elite politik yang duduk di pelbagai parpol dan 
lembaga-lembaga kekuasaan negeri lainnya, yang sampai dewasa ini 
mempertahankan dukungannya pada politik Orba, mengagresi, menduduki dan 
menganeksasi Timor Timur. * * *



















[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - MELAWAN IMPUNITY -- SETELAH 10TH LEBIH REFORMASI

2010-06-21 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA
-
Selasa, 22 Juni 2010
*

*MELAWAN IMPUNITY -- SETELAH 10TH LEBIH REFORMASI*
*
Menyambut Kegiatan  YPKP 65  -  MEMORIALISASI KORBAN 65*

* * *

*Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65)*, berprakarsa 
mengadakan 'Kegiatan Memorialisasi' pada hari Jumat, 25 Juni 2010 dan 
diakhiri dengan Siaran Pers. Kegiatan tsb akan berlangsung di LP Pemuda 
Tangerang dan sekitar wilayah Cikokol

Inisiatif ini teramat penting! Ia sejalan dengan usaha agar bangsa ini 
tidak melupakan sejarah. Tidak melupakan bahwa para pelaku pelanggaran 
HAM terbesar dalam sejarah Indonesia, yaitu pendiri dan penguasa Orba, 
sampai saat ini bergerak bebas seolah-olah kejahatan terhadap 
kemanusiaan yang mereka lakukan itu, tak bisa digugat, tidak bisa 
dituntut. Halmana berarti dibiarkannya keadaan 'impunity', situasi tanpa 
hukum berlangsung terus.


*YPKP 65* memberikan penjelasan sbb: Puluhan tahun silam, banyak tempat 
di wilayah Tangerang seperti di LP Pemuda Tangerang, Tanah Tinggi / 
Pasar Anyar dan sebagainya meBaru. Walau pun tempat-tempat tersebut kini 
sudah tidak lagi digunakan sebagai tempat penyiksaan, bahkan beberapa 
tempat di antaranya sudah beralih fungsi namun ingatan terhadap 
peristiwa penyiksaan masih terus ada dalam benak korban-korbanpenyiksaan 
orde baru.

Kegiatan ini adalah dalam rangka kampanye yang dipandu oleh JAPI, 
Jaringan Kerja Anti Penyiksaan Indonesia. Th 2010.

Sampai saat ini kalangan yang berkuasa/pemerintah masih mengangap 'tabu' 
meninggung apalagi bicara mengenai pelangaran berbesar HAM yang pernah 
terjadi di negeri kita sejak Jendral Suharto merebut kekuasaan negara RI.

Itulah sebabnya inisiatif mengadakan Memorialisas korban 65, merupakan 
kegiatan penting dalam rangka meningkatkan kesedaran masyarakat, tentang 
hak hukum warganegara. Tentang harus berkahirnya situasi IMPUNITY.



* * *

Sehari menjelang dibukanya Rapat Umun Tahunan Anggota Amnesty 
International Nedeland pada tanggal 11 Juni 2010, sebagai anggota 
Amnesty Nederalnd, kutulis sepucuk  OPEN LETTER, yang berjudul  
AMNESTY INTERNATINAIONAL - NEVER FORGET THE MASS KILLINGS OF 1965. 
Surat terbuka itu a.l berbunyi (terjemahan bebas dalam bahasa 
Indonesia), sbb:

. . . . untuk beberapa lamanya Amnesty Internaional tampaknya 
'melupakan' penderitaan dan keadaan menyedihkan para korban pelanggaran 
hak-hak manusia, yang dilakukan atas perintah klik militer di bawah 
Jendrql Suharto. Itulah sebabnya saya menulis Surat Terbuka, tertanggal 
16 Februari, 2006, kepada Amnesty International (Pusat) di London. 
Antara lain dinyatakan dalam Surat Terbuka tsb. sbb:

Sampai saat ini, masyarakat internasional tak berhasil menjernihkan 
kasus dibunuhnya sekitar sejuta warga Indonesia yang patuh hukum. Suatu 
kejadian pembunuhan yang diorganisasi oleh Jendral Suharto selama ia 
naik kekuasaan dalam tahun 1965-1966. Berbeda dengan perlakuan terhadap 
para korban pemboman Bali tahun 2002, yang sebagian terbesar terdiri 
dari orang asing non-Indonesia, mereka mendapatkan sedikit-banyak 
keadilan dalam watku beberapa bulan saja, ---  lebih dari 40 tahun 
lamanya para korban kejahatan luarbiasa terhadap kemanusiaan,  yang 
masih hidup, sebegitu jauh berlalu tanpa siapapun mengetahuinya.

Dua tahun yang lalu, tanggal 27 Maret 2004, saya menulis sepucuk Surat 
Terbuka kepada Sekretaris Jendral PBB, Tuan Kofi Annan. Dengan mengutip 
otokritiknya berkenaan debngan konferensi memorial di PBB, 26 Maret, 
2004, untuk memperingati ultah ke-10 Genosida Ruwanda, bahwa Masyarakat 
Internasional telah bersalah melakukan kejahatan 'menghilangkan'  
guilty of the sin of omission, saya minta perhatian Anda terhadap 
situasi impunity ketiadaan hukum di Indonesia. Sayang sekali saya 
tidak terima balasan apapun.

***

Sekarang ini, saya minta perhatian Sekretariat Internasional AI terhadap 
masalah berikut ini:

Dalam tahun 1965-1966, siapa saja yang dianggap punya hubungan betapa 
kecilnyapun dengan Partai Komunis Indonesia, -- dibunuh di rumah mereka, 
di jalan-jalan, atau di lapangan pembantaian, seperti di pekuburan 
Wonosobo. Ini hasil penggalian kuburan dalam bulan November 2000. 
Sementara dari korban banyak yang dipukul kepalanya dan dibuang di 
gua-gua curam. Seperti yang dilakukan di Blita Penggalian kuburan 
menemukannya pada bulan Agustus 2000. Banyak dari lebih dari 200.000 
tahanan politik menderita siksaan, disuruh bekerja atau dibiarkan mati 
kelaparan. Mereka yang 'selamat', masih bisa hidup, dengan penderitaan 
bertahun-tahun lamanya, bahkan selama puluhan tahun, dalam syarat 
kondisi yang paling jelek inhuman conditions.

Setelah bebas, sebagaimana halnya orang-orang yang dituduh komunis 
lainnya, yang masih bisa 'selamat' dari pembunuhan dan pemenjaraan, 
dikenakan diskriminasi dan dikucilkan dari masyarakat. Berbagai 
peraturan yang dikenakan terhadap para korban tsb sampai sekarang masih 
berlaku. Meskipun Suharto sudah jatuh. Pembatasan tsb meliputi hak 
dengan bebas

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Open Letter to the Annual General Meeting of Members of Amnesty International Holland

2010-06-11 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA
---
Friday, 11 June 2010*

*
-
Open Letter to the Annual General Meeting of Members of Amnesty 
International Holland
**-
**

AMNESTY INTERNATIONAL ! NEVER FORGET
THE 1965-66-67 MASS KILLINGS IN INDONESIA
The biggest ever VIOLATION OF HUMAN RIGHTS In Indonesian History*



Tomorrow, Saturday 12th, 2010, Amnesty International, Holland, will
convene its annual general meeting of members, in Vergadercentrum
Regards De Eenhoorn, Amersfoort. Human Rights activists all over the
country welcome and support the acitivities of Amnesty Interntional
Holland, in general. Amnesty International Holland, was and continue to
be one of the most active branch of Amnesty International worldwide.

Sinds its establishment Amnesty International Holland, take active part
in international campaigns for a world in which everyone enjoy all
rights as stipulated in the Universal Declaration of Human Rights and
other international human rights documents. Including activities for
Human Rights in Indonesia. This endeavours is realized through
investigation/research and by organizing activities directed against and
the ending of serious volations of the rights of physical and mental
inviolability, the right of freedom of consience and freedom of expression.

*   *   *

However, for some time Amnesty International seems to 'forget' the
sufferings and plight of victims of human rights violations, perpetrated
under the direction of the Indonesia military clique under General Suharto.

That is the reason for my open letter, February 18, 2006, addressed to
the Amnesty International in London, a.o
as folows:


*To date, the international community has failed to address the massacre
of around 1 million law-abiding citizens of Indonesia, orchestrated by
General Suharto during his rise to power in 1965-1966.*

Whereas the victims of the Bali bombings of 2002, mostly
non-Indonesians, found some measure of justice within months, more than
four decades later the survivors of this massive crime against humanity
as yet pass unrecognised.

Two years ago, March 27, 2004, I wrote an open letter to the Secretary
General of the UNO, Mr Kofi Annan. Quoting his selfcriticism on the
occasion of the memorial conference at the UN,  March 26, 2004,
comemmorating  the tenth anniv.  of the Rwanda Genocide,  that The
International Community is guilty of sins of omission , I asked his
attention to the present situation of  i m p u n i t y   in Indonesia.
Sadly enough I did not receive even an answer  to my letter.

Now,  I  would like to draw the attention of the Internatinal  
Secretariat to the following:

In 1965-1966 , anyone alleged to have the most tenuous links to the
Communist Party of Indonesia was killed, at heir houses, in the streets,
or at mass grave sites, such as the Wonosobo site, exhumed in November
2000. Some were hit on the head and thrown vertical caves, as was done
at the Blitar site, uncovered in August 2002. Many of the over 200.000
political prisoners were tortured, worked or starved to death; those who
survived did so by enduring years, often decades, of the most inhuman
conditions.

Upon release they, like other alleged communists who survived the
killings and avoided the jails, were systematically discriminated
against and ostracised. The regulations introduced to deal with these
persons remain in force even today, despite the fall of the Suharto
regime, and include restrictions on the right to marry freely, work,
travel and practice religion. To this day, nobody accused of being
connected with communism is allowed to participate in elections or hold
certain public or professional positions in society, such as practicing
medicine, working in government departments or undertake military service.

But these systematic remnants of the massacre are by no means its most
malevolent legacy. Far more insidious is the violent opportunism and
mean vengeful spirit that persist to this day. This was seen in the last
days of the Suharto dictatorship, with the so-called  
'May Riots' of 1998, during which the military encouraged civilians to 
rape and kill
ethnic Chinese Indonesians, destroy or loot their property. An es
timated 1190 were killed in Jakarta and 168 women gang-raped. In
September 1999 the military again incited murder, this time by civilian
militias in East Timor, after a successful referendum for independence.
One to two thousands person were again killed.

In October 1999, the military engineered a religious war in the Maluku
islands, causing an estimated 6000 deaths and displacing 500.000 person.
In February 2001, an estimated 500 Madurese settlers were massacred in
Sampit, Central Kalimantan.
None of these crimes have been properly investigated, perpetrators

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - Amerika dan Fakta-fakta Baru keterlibatan AS dalam tragedy 1965

2010-06-02 Terurut Topik isa
IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita
---
Rabu, 02 Juni 2010

*Catatan Dr. S Margana dari Ceramah Dr. Bradley R. Simpson *

Pagi ini kuterima kiriman CATATAN DR. S. MARGANA sekitar ceramah Dr 
Bradley S. Simpson.
Tema yang diceramahkan sungguh menarik:

Amerika dan Fakta-fakta Baru keterlibatan AS dalam tragedy 1965

Tulisan Margana tsb dialamatkan ke JKI (Jaringan Kerja Budaya). Liputan 
Margana itu menarik bagiku, dan merupakan bahan pertimbangan penting. DR 
Bradley mengemukakan hal-hal baru.
Seperti kesimpulannya bahwa Uni Sovet juga tidak menghendaki terus 
berdirinya PKI. Karena PKI dianggap condong atau memihak ke Tiongkok. 
Yang lebih baru lagi dari hasil penelitian Bradley
ialah bahwa *keterlibatan Amerika dalam peristiwa 1965 itu bukanlah 
bagian dari perang dingin antara AS dan Unisoviet, tapi kepentingan 
ekonomilah menjadi motif utamanya.

*Bradley menunjukkan tentang **Masalah Minyak di Sumatera dan 
Pembukaan Rekening TNI di Bank Swiss **sebagai petunjuk bahwa bagi 
Amerika masalah utama dengan Indonesia adalah menyangkut kepentingan 
ekonominya.

* * *

Mengingat studi dan penelitian sekitar PERISTIWA 1965, 'dihancurkannya 
PKI', digulingkannya Presiden Sukarno oleh Jendral Suharto cs. dan 
berdirinya Orde Baru, belum tuntas dan oleh karena itu akan berlangsur 
terus, maka hasil studi Dr Bradley tsb merupakan bahan input berharga.

Di bawah ini disiarkan ulang liputan Dr S. Margana, dengan meninggalkan 
bagian-bagian tulisan tertentu, yang tak langsung bersangkutan dengan 
tema pokok tulisan.

Terima kasih kepada Dr. S. Margana yang telah meluangkan waktu untuk 
menulis liputan sekitar ceramah Dr Bradley.

* * *

*Amerika dan Fakta-fakta Baru keterlibatan AS dalam tragedy 1965:
Catatan dari Ceramah Dr. Bradley R. Simpson *
*Dr. Sri Margana*

Hari Sabtu tanggal 29 Mei 2010 yang lalu, aku menghadiri ceramah dan 
diskusi yang diadakan oleh PUSDEK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 
Diskusi yang diadakan di gedung LPPM Univ. Sadhar itu menghadirkan 
Seorang Sejarawan muda Amerika Dr. Bradley R. Simpson. Tema yang diambil 
dalam diskusi itu adalah Amerika Serikat dan Tragedi 65. . . . . . . . 
. . .

Diskusi yang dipandu oleh sejarawan muda dari Sadhar yaitu Dr. Baskoro 
T. Wardoyo ini dihadiri kurang lebih 30 peserta, baik mahasiswa, dosen, 
aktifis maupun para pelaku sejarah. Diskusi ini sangat menarik karena 
ternyata ada beberapa fakta baru yang dikemukakan oleh Dr. Bradley 
Simpson berkaitan dengan tragedy tahun 1965.

*Tentang Dr. Bradley R. Simpson*
Sebelum mmenjadi sejarawan Dr. Bradley R. Simpson adalah seorang aktivis 
HAM, yang banyak melakukan kegiatan pemantauan terhadap pelanggaran HAM 
terutama di Timor-timur. Ia memperoleh gelar doktor di bidang sejarah 
dari Northwestern University Amerika, dengan disertasi berjudul: 
Modernizing Indonesia: U.S. --Indonesian Relations, 1961-1967 pada 
tahun 2003. Sekarang ia menjadi dosen sejarah di Princeton University, 
New Jersey AS, dan sedang aktif sebagai Research Fellow, National 
Security Archive. Selama beberapa bulan terakhir ini ia menjadi visiting 
lecture di Universitas Parahyangan Bandung. Pada tahun 2008 lalu ia baru 
saja menerbitkan buku berjudul Economists with Guns: Authoritarian 
Development and U.S. -- Indonesian Relations, 1960-1968 (Stanford 
University Press, April 2008). Buku ini sekarang sedang proses 
penerjemahan dan akan diterbitkan oleh penerbit Gramedia Jakarta.
*
Fakta-fakta Baru tentang peristiwa 1965*
Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, penelitian dan penerbitan 
tentang peristiwa politik tahun 1965 di Indonesia mengalami perkembangan 
yang cukup berarti. Baik para sejarawan, politikus, maupun para pelaku 
yang terlibat atau yang menjadi saksi dari tragedy itu telah 
menyampaikan penelitian dan kesaksian mereka baik secara tertulis maupun 
dalam banyak ceramah, seminar dan diskusi. Kebanyakan dari buku-buku dan 
kesaksian-kesaksian yang telah terbit dan disampaikan itu melihat 
peristiwa itu dari segi politik, khususnya tentang teori dan spekulasi 
yang mensinyalir keterlibatan Amerika Serikat (CIA) dalam peristiwa itu. 
Nuansa pertarungan idiologi liberal, kapitalisme dan komunisme tampak 
kental dalam berbagai analisis tentang keterlibatan AS dalam peristiwa itu.

Namun, Dr. Bradley Simpson melihat dari perspektif yang berbeda. Ia 
menegaskan bahwa sebenarnya Unisovietpun lebih suka melihat Indonesia 
tanpa PKI, terutama setelah Komunis Indonesia lebih dekat ke Cina. 
Bradley juga menegaskan bahwa keterlibatan Amerika dalam peristiwa 1965 
itu bukanlah bagian dari perang dingin antara AS dan Unisoviet, tapi 
kepentingan ekonomilah menjadi motif utamanya.
Untuk mendukung argumennya itu ia menampilkan beberapa dokumen baru yang 
belum pernah dibicarakan oleh para peneliti sebelumnya:

*1.Masalah Minyak di Sumatera *
Pada tahun 1950-an, setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pemerintah 
Sukarno mulai melakukan revolusi besar di bidan perekonomian dengan cara

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - “PANCASILA” DASAR F ALSAFAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA ---Tak T erpisahkan Dengan “AJARAN BUNG KARNO”

2010-06-01 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA *

*-- *

*Selasa, 01 Juni 2010 *



“*PANCASILA” DASAR FALSAFAH NEGARA  REPUBLIK INDONESIA ---Tak 
Terpisahkan Dengan “AJARAN BUNG KARNO”*

*Ditulis dalam rangka MEMERINGATI LAHIRNYA “PANCASILA”,  I JUNI 1945 *



Mari  kita ingat-ingat kembali situasi politik ketika “LAHIRNYA 
PANCASILA”,  I JUNI 1945!

Kembali kita ke suasana dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha 
Persiapan Kemerdekaan Indonesia(BPUPKI) yang sedang berlangsung. Begitu 
banyak usul dan fikiran diutarakan oleh anggota-anggota BUPKI. Tidak 
sedikit yang masih kurang berani memasuki ambang pintu kemerdekaan tanah 
air dan bangsa.

Sementara pendapat   menghendaki agar ‘segala sesuatu’  disiapkan 
terlebih dahulu, sebelum bangsa ini menjadi bangsa merdeka. Bung Karno 
secara khusus menunjukkan tidak tepatnya fikiran yang  hendak 
‘mempersiapkan segala sesuatu’ terlebih dahuu.

Menanggapi pendapat serta semangat 'kebelumsiapan' dan 
'kekurang-beranian' itu, Bung Karno khusus mengambil contoh negeri  Arab 
Saudi  Sebagian terbesar rakyatnya masih hidup sebagai nomad di padang 
pasir. Tokh  pemimpin nasional Saudi Arabia ketika itu, Ibnu Saud, 
mendirikan pemerintah Saudi Arabia, membawa bangsa dan negerinya ke 
tahap kemerdekaan bangsa.


Bung Karno juga memberikan contoh berdirinya Negara Sovyet Buruh dan 
Tani pertama di dunia di bawah pimpinan W.I Lenin, di saat masyarakat 
Rusia Tsar masih terbelakang. Lenin mencetuskan Revolusi Oktober tanpa 
menunggu masyarakat Rusia punya persiapan selengkap-lengkapnya untuk itu.


* * *

Selain itu   sementara anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan menghendaki 
negara Indonesia yad.didasarkan pada kepercayaan agama. Mereka 
mengadakan tekanan tertentu pada sidang agar pendapatnya itu diterima 
sidang.

Dalam situasi dan suasana seperti itu Bung Karno, sebagai pemimpin 
bangsa yang ulung dan bijaksana, membangkitkan semangat hadirin,  agar 
mengutamakan persatuan seluruh bangsa untuk mencapai kemerdekaan 
nasional, Bung Karno menunjukkan kekhususan bangsa kita yang terdiri 
dari begitu banyak suku-bangsa, serta memeluk berbagai kepercayaan 
agama, tersebar di ribuan pulau-pulau besar-kecil NUSANTARA.  Bung Karno 
menyemangati hadirin agar membina dan memupuk semangat berani memasuki 
ambang kemerdekaan. Tidak perlu menanti sampai semua persiapan selesai.


Kata Bung Karno: Sejak tahun 1932, kita punya semboyan INDONESIA MERDEKA 
SEKARANG. Bahkan tiga kali sekarang; SEKARANG, SEKARANG, SEKARANG. 
Demikian Bung Karno menyemangati hadirin.

Bung Karno menekankan makna fikiran strategis dan visionair bahwa negara 
Indonesia Merdeka yang mendatang seyogianya didasarkan atas prinsip 
GOTONG ROYONG, serta prinsip 'musyawarah dan mufakat untuk mencapai 
kesatuan fikiran dan tindakan.


Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, LIMA PRINSIP. PancaSila, telah 
disahkan menjadi dasar falasah negara Republik Indonesia.

* * *

Orang tak-bisa-tidak, semakin besar kekaguman, penghormatan dan respek 
pada penggalinya, Bung KARNO. Semakih tertanamkan pengertian bahwa 
PANCASILA punya ARTI HISTORIS. Pancasila dengan Bung Karno  bagaikan 
‘anak-kembar’ yang tak terpisahkan. Singkatnya: Pancasila yang telah 
menjadi kata sepakat bangsa menjadi DASAR FALSAFAH NEGARA REPBULIK 
INDONESIA,  dipakukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik 
Indonesia,  adalah tak terpisahkan!

Di bawah kekuasaan balatentara pendudukan Kerajaan Jepang,  yang fasis 
dan terkenal amat kejam serta amat ketat mengawasi dan mengekang 
kegiatan politik pemimpin-pemimpin Indonesia ketika itu, Bung Karno 
dengan keberanian luar-biasa berhasilmengajukan konsepsi 
strategis-visionair.

Bung Karno mengajukan  PANCASILA, sebagai hasil penyimpulan pengalaman 
perjuangan bangsa yang dipimpinnya sendiri. Atas dasasr pengetahuan 
politik dan teori revolusi yang dikuasainya dari menekuni ratusan buku 
akhli falsafah dan politik dunia.

Namun, yang teramat penting, ialah beliau menggali kebiajakan Pancasila, 
dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia selama ratusan tahun 
bermasyarakat dan bernegara.


Seperti aslinya dalam uraian Pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, 
merumuskan secara singkat isi Pancasila Bung Karno menyebutnya sbb:

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Musyawarah dan Mufakat
4. Kesehateraan Sosial
5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa

Bila diperas jadi satu, kata Bung Karno, maka itu adalah Semangat dan 
Jiwa GOTONG ROYONG.

***

Orde Baru Presiden Suharto dan ‘pakar sejarah’ Angkatan Darat, Prof. 
Nugoroho Noto Sutanto, berusaha memelintir fakta sejarah sekitar 
‘PANCASILA’ untuk menghilangkan peranan penggali Pancasila, telah 
berakhir dengan memalukan. Suharto dan pendukungnya telah gagal total 
(baca uraian Aswi Adam, 31 Mei 2010 sekitar Pancasila).

Komisi yang dibentuk oleh Presiden Suharto sendiri mengenai lahirnya 
Pancasila yang dikepalai oleh mantan Presiden RI, Dr Moh. Hatta,--- 
menolak mentah-mentah rekayasa Prof. Dr Nugoroho Notosusanto, dan

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - PUTRI-PUTRI Kota MADIUN – – Nina dan Christina Meraih PRESTASI INTERNASIONAL

2010-05-26 Terurut Topik isa

  Kolom IBRAHIM ISA

*Rabu, 26 Mei 2010*

-


  PUTRI-PUTRI Kota MADIUN – – Nina dan Christina Meraih PRESTASI
  INTERNASIONAL

*Mengharumkan Nama Bangsa Indonesia*



Sementara orang (Indonesia) di dalam maupun yang bermukim di luar 
Indonesia, kedengaran sering ngomél-ngomél. Dengan geram menuding-nuding 
sambil menyatakan: Ah, kapan negeri kita ini akan maju. Setiap membuka 
s.k., mendengar radio atau melihat TV – yang muncul, tak lain kasus 
KORUPSI, TEROR atau CEKCOK POLITIK di kalangan elite. Usaha dan kegiatan 
Reformasi betul-betul 'jalan ditempat'.



Sungguh memalukan! Kalau tidak kasus korupsi, ya berita tentang 
manipulasi keuangan negara. Seperti kasus Bank Century. Ini yang baru. 
Kasus 'lama' korupsi yang menyangkut mantan Presiden Suharto sampai 
sekarang sudah tidak ada ceritanya lagi. Sudah masuk laci Kejaksaan 
Agung untuk tidak dibuka-buka lagi.



Belakangan ramai tentang Komjen Polisi Susno Aji. Diberitakan ia punya 
segepok cerita dan bukti tentang korupsi dan manipulasi di Kepolisian 
dan Pengadilan Negeri. George Adicondro yang menulis buku sekitar 
korupsi dan manipulasi di kalangan penguasa, dipanggil Polisi. Sekarang 
Susno Aji yang berani menantang akan membongkat kriminalitas di kalangan 
pengusa, malah meringkuk dipenjarakan oleh rekan-rekannya dari Kepolisian.



Atau berita tentang suatu tempat kegiatan dan ibadah perkumpulan 
“Ahmadiyah” diserbu orang-orang yang menentang. “Ahmadiyah” dianggap 
suatu aliran yang bertentangan dengan Islam. Atau berita tentan gereja 
Nasrani yang dibakar. Berita lainnya lagi melaporkan tentang suatu 
pertemuan aktivis Komnasham yang diobrak-abrik perusuh; sedangkan aparat 
(Polisi) berpeluk tangan saja.



Maka muncullah pertanyaan: MAU KEMANA INDONESIA KITA INI. 'QUO VADIS 
INDONESIA?”

Gejala-gejala yang dimunculkan dalam berita media itu, seolah 
membenarkan sikap dan pandangan yang 'tak percaya lagi pada kemampuan 
dan keunggulan bangsa sendiri'. Seolah-olah mengiyakan cetusan-cetusan 
kolonial bahwa Indonesia adalah suatu 'bangsa kuli', di antara 
bangsa-bangsa lainnya. Suatu bangsa yang bodoh dan malas. Tidak punya 
prestasi apa-apa!



Maka pernah muncul dan kedengaran sementara suara yang menyatakan: MALU 
JADI ORANG INDONESIA!



Untung masih ada wartawan senior ROSIHAN ANWAR, yang beberapa tahun yang 
lalu menulis sajak; AKU TIDAK MALU JADI ORANG INDONESIA! Rosihan minta 
sajaknya itu dibacakan dalam suatu pertemuan. Seorang penyair budayawan 
dari generasi muda LAKSMI PAMUNCTJAK ketika menulis memperingati HARI 
KEBANGKITAN NASISONAL tahun lalu, juga dengan lantang menyatakan dalam 
pertemuan di Gedung Menteng 31; AKU BANGGA JADI ORANG INDONESIA!.



Tentu suara yang menyatakan TIDAK MALU JADI ORANG INDONESIA, bukan hanya 
dari Rosihan Anwar saja. Banyak lainnya sependapat dengan Rosihan dan 
Laksmi Pamuntjak, hanya saja tidak menyatakannya secara terbuka.



* * *



Dua gadis INDONESIA, siswa SMA Negeri 5 Kota Madiun, Jawa Timur, NINA 
MILASARI (17) dan CHRISTINA KARTIKA BINTANG DEWI (15), telah 
menghancurkan 'mitos rekayasa' yang menyatakan orang-orang Indonesia itu 
bodoh. Ini mereka buktikan dengan prestasinya meraih MEDALI EMAS dalam 
International Environmental Project Olympic (INEPO) 2010 yang 
diselenggarakan di Kota Istanbul, Turki, 19 hingga 22 Mei lalu. Demikian 
berita mailist GELORA-45 dan Sastra Pembebasan yang mengutip Antara News 
hari ini.



Mereka telah berhasil meraih MEDALI EMAS DALAM AJANG LOMBA KARYA ILMIAH 
TINGKAT INTERNASIONAL. Keduanya menunjukkan dan mengujikan karya ilmiah 
berjudul The Use Of Sugar Factory Dust in Making Seismic Resistant 
Bricks atau Kegunaan Limbah Abu Asap Pabrik Gula untuk Pembuatan Batu 
Bata yang Tahan Gempa di hadapan 25 juri. Keselurahnnya ada 110 finalis 
dari 45 negara yang menunjukkan dan mengujikan hasil karya ilmiahnya di 
ajang INEPO itu. Menurut berita ada 11 tim yang meraih emas dan empat 
tim diantaranya dari Indonesia, termasuk tim dari SMA Negeri 5 Kota Madiun.



Di bawah bimbingan para gurunya, Nina dan Christina berhasil menciptakan 
konstruksi batu bata yang dinilai tahan gempa. Inovasi teknologi 
berhasil mereka ciptakan setelah melakukan eksperimen sekitar satu tahun.



Memberikan penjelasan tentang hasil penelitian dan eksperimen mereka 
itu, kedua gadis itu menuturkan sbb:

Kami memanfaatkan abu asap dari proses pembakaran bahan baku gula yang 
banyak terdapat di pabrik-pabrik gula. Abu asap itu mengandung silikat 
yang tinggiSilikat atau silikon dioksida (SiO2) itu memiliki daya rekat 
yang tinggi dan biasa digunakan bahan baku pembuatan semen atau 
konstruksi lainnya”

Awalnya, mereka memanfaatkan abu asap tersebut untuk briket yang biasa 
dijadikan bahan untuk pembakaran.Setelah tahu mengandung silikat yang 
tinggi, maka mereka mencoba memanfaatkannya untuk pembuatan batu bata.
Batu bata yang bahan bakunya dicampur dengan silikat menjadikan batu 
bata lebih ringan sehingga lebih tahan getaran atau gempa. Konstruksi 
bahan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - “HAS TA MITRA” INSPIRATOR PERGERAKAN PEMUDA

2010-05-24 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Senin, 24 Mei 2010*

*---*


“*HASTA MITRA” INSPIRATOR PERGERAKAN PEMUDA*


“TANGAN SAHABAT” – '”HASTA MITRA” Dalam Kenangan. Demikian sebuah judul 
ulasan Tempo Online, 26 April 2010. Liputan Tempo itu adalah tentang 
pertunjukan film yang berdurasi 38 menit. Dipertunjukkan dalam rangka 
memperingati Ultah Ke-30 HASTA MITRA, yang lahir dibawah kekuasaan rezim 
otoriter Orba, pada bulan April 1980.


Para pendiri HASTA MITRA – Jusuf Isak, Hasyim Rachman dan Pramudya 
Ananta Tur, semuanya sudah tiada. Kebetulan kukenal dari dekat 
ketiga-tiga pejuang KEBEBASAN BERFIKIR , KBEBASAN BERKESPRESI dan 
KEBEBASAN PERS itu. Persis seperti dilukiskan dalam film dokumenter tsb. 
Mereka-mereka itu adalah pejuang-pejuang tangguh dan berani. LUAR BIASA 
BERANI dan penuh insiatif serta kreatif. Tak pernah 'jera' meskipun 
keluar masuk penjara penguasa. Tak takut susah payah, tak kenal lelah. 
Tak takut berkorban demi cita-citanya!


Mereka-mereka itu benar-benar adalah pejuang teladan bagi generasi muda. 
Adalah pejuang bangsa, pemikir pencerah-pencecrah yang tak kenal lelah, 
tak kenal takut pada penguasa bengis Orba. Jasa-jasa sumbangsih mereka 
pada bangsa tak akan bisa dihapuskan dari sejarah perjuangan emansipasi 
bangsa ini.


Cocok sekali apa yang dikatakan Wilson, aktivis PRD: B*uku-buku terbitan 
Hasta Mitra menginspirasi pergerakan pemuda. Menjadi ikon dan 
membangkitkan semangat kaum muda, *


*Sejarawan Aswi Warman Adam, pas sekali meyatakan: Hasta Mitra adalah 
perusahaan penerbitan yang melakukan perlawanan. Dia melawan dengan 
menerbitkan tanpa peduli berapa kali dilarang, katanya. Buku-buku yang 
diterbitkan, menurut dia, hampir menghasilkan pemenang Hadiah Nobel, 
sehingga Hasta Mitra bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk dunia*


* * *


Bagaimana selanjutnya dengan HASTA MITRA yang telah membuat cemerlang 
dan harum nama bangsa, dalam sejarah perjuangan emasipatoar nasion. Itu 
menjadi kepedulian generasi dewasa ini. Betapapun, cita-cita perjuangan 
yang dirintis pendiri-pendiri HASTA MITRA dan rekan-rekan 
seperjuangannya 30 tahun yang lalu akan tetap menyuluhi dan menyemangati 
generasi muda.


Di bawah ini dipublikasikan ulang (siaran GELORA45.COM hari ini) tulisan 
wartawan Tempo, RINI KUSTIANI, sekitar pertunjukan film dokumenter 
TANGAN SAHABAT DALAM KENANGAN, sbb:


* * *


*Tangan Sahabat dalam Kenangan *

LEBIH dari lima puluh orang khusyuk menyimak film berdurasi 38 menit 
yang disemprotkan pada sebuah layar putih. Tanah becek dan udara lembap 
setelah hujan turun tak menyurutkan para tamu hadir dalam perayaan 30 
tahun penerbit Hasta Mitra di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa 
petang pekan lalu.


Film berjudul Pikiran Orang Indonesia itu mengisahkan perjalanan hidup 
Joesoef Isak yang tak lepas dari Hasta Mitra. Perusahaan penerbitan yang 
berdiri sejak April 1980 ini digagas tiga eks tahanan politik,

*Joesoef Isak, Pramoedya Ananta Toer, dan Hasjim Rachman*. Gagasan 
mendirikan perusahaan percetakan dicetuskan Hasjim ketika masih di Pulau 
Buru. Ketika mantan Pemimpin Redaksi Bintang Timur ini membaca hasil 
karya Pram, dia mendatanginya dan meminta izin suatu saat akan 
menerbitkan tulisan-tulisannya. Pramoedya menyetujui. Ketiganya bertemu 
setelah Pramoedya dan Hasjim keluar dari Pulau Buru pada 1979.


Nama Hasta Mitra disematkan Pramoedya, yang artinya tangan sahabat.
Penerbitan ini menjadi wadah penyaluran karya eks tahanan politik yang 
pada saat itu sulit mendapatkan pekerjaan. Dari semua tulisan yang 
diterbitkan, yang paling laris adalah hasil karya Pramoedya selama di 
Pulau Buru.

Cerita bagaimana mengamankan naskah-naskah Pramoedya menarik disimak.

Tumiso ditugasi membawa sekarung buku yang ditulis Pramoedya selama di 
Pulau Buru. Ketika ia hendak masuk ke Lembaga Pemasyarakatan Magelang, 
pria yang kini berusia 71 tahun itu pura-pura sakit supaya buku-buku 
tersebut selamat dari sitaan petugas. Walhasil, buku-buku Pramoedya 
dapat disebarluaskan.

Dimulai dengan modal seadanya, rumah Joesoef Isak di daerah Duren Tiga, 
Jakarta Selatan, disulap menjadi kantor Hasta Mitra. Peralatan kerja pun 
serba terbatas, hanya ada satu mesin ketik listrik yang digunakan 
Pramoedya dan Joesoef secara bergantian.


Bumi Manusia, terbitan pertama Hasta Mitra pada 1980, memecahkan rekor 
penjualan buku, 5.000 eksemplar ludes dalam tempo 12 hari. Keberhasilan 
ini menarik minat investor, salah satunya Bank Negara Indonesia, untuk 
turut membantu menyuntik modal. Namun tawaran itu sirna setelah Jaksa 
Agung mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 052/JA/5/81 tanggal 29 Mei 
1981, yang melarang penyebaran buku-buku berbau komunisme dan Marxisme. 
Pendek kata, semua terbitan Hasta Mitra yang juga karya Pramoedya 
dilarang, seperti Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

Pelarangan itu tak menciutkan nyali Hasta Mitra untuk kembali 
menerbitkan buku. Kalau terbit satu dilarang, kami terbitkan lagi

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Nyai ONTOSOROH MENGGUGAT PENGUASA KOLONIAL BELANDA!

2010-05-21 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Jum'at, 21 Mei 2010*

*-*


*Nyai ONTOSOROH MENGGUGAT PENGUASA KOLONIAL BELANDA!*


Ya, betul. Betul sekali!

Nyai Ontosoroh dengan bérang dan berani menggugat penguasa. Dengan 
tudingan telunjuknya dan mata berapi-api, Nyai Ontosoroh menggugat 
ketidak-adilan. Menggugat diskriminasi terhadap dirinya, sebagai orang 
pribumi. Menggugat diskriminasi terhadap menantunya, Minke. Hakikatnya 
Nyai Ontosoroh menggugat penindasan dan diskriminasi penguasa kolonial 
Belanda.terhadap bangsa Indonesia.


Perkawinan Annelies, putri Nyai Ontosoroh dengan Minke, anak bupati 
Jawa, tidak diakui oleh penguasa Belanda. Dikatakan bahwa Annelies masih 
di bawah umur. Juga dikatakan bahwa Annelies bukan putri dari Nyai 
Ontosoroh. Annelies hanyalah putri dari Herman Melemma. Si tuan majikan 
yang telah 'membeli'nya dari orangtuanya. Kemudian menjadikannya gundik, 
dengan sebutan 'Nyai'. Penguasa Belanda menolak mengakui Annelies adalah 
hasil hubungan Nyai Ontosoroh dengan tuan Melemma. Karena itu, katanya, 
bukan perkawinan yang disahkan hukum Hindia Belanda. Nyai Ontosoroh, 
semata-mata dianggap dan diperlakukan sehagai gundik belaka!.


Kongkalikong penguasa dengan pengadilan kolonial telah merenggutkan 
putri satu-satunya Nyai Ontosoroh, Annelies, dari ibu kandungnya.


Maka, Nyai Ontosoroh tampil berani menggugat pengadilan dan penguasa 
Belanda. Kekuasaan kolonial Belanda yang begitu kokoh bercokol di 
Indonesia, tidak memungkinkan Nyai Ontosoroh bisa mencapai kemenangan di 
pengdilan kolonial Belanda. Demikianlah bisa diperkirakan sejak semula, 
bahwa Nyai Ontosoroh kalah!


* * *


Itulah intisari sebuah pentasan Tropentheater Amsterdam, drama berjudul 
“THEY CALL ME NYAI ONTOSOROH”. Ruangan de Kleine Zaal Tropentheater 
dipenuhi penonton.


Irina Nyoto, anggota rombongan Pentas Teater yang datang dari Jakarta 
itu, bertanya kepadaku seusai petunjukkan: Bagaimana Oom? Tanpa ragu 
kujawab: Bagus sekali. Sukses! Iya, Oom?, tanya Irina lagi. Ya, kataku. 
Tentu segala sesuatu itu tidak mutlak. Jelas, pertunjukkan malam ini 
SUKSES BESAR. Yang pokok adalah sukses. Lancar sekali dan mencengkam. 
Publik terpukau dari awal sampai akhir. Diasyikkan oleh drama yang baru 
kali ini mereka saksikan. Namun, kataku -- pada bagian akhir drama, 
suara Nyai Ontosoroh mengecil sampai hampir-hampir tak terdengar 
samasekali. Ini perlu diperhatikan. Pada saat tertentu, teks dalam 
bahasa Inggris yang diproyeksikan ke panggung tidak tampak. Pada saat 
lain terasa kurang cocok dengan teks yang diucapkan di panggung. Ada 
kawan disamping saya bilang: Perhatikan, agar teks Inggrisnya 
benar-benar pas dengan yang diucapkan di panggung.


* * *


Begitulah adanya!

Perhatian terhadap 'nasib' Nyai Ontosoroh, belakangan ini di Indonesia 
maupun di Belanda bertambah besar. Ini terutama setelah di Indonesia 
muncul drama 'NYAI ONTOSOROH' pada tahun 2007. Itu hasil karya FAIZA 
MARDZOEKI yang didasarkan atas novel besar Pramudya Ananta Tur, BUMI 
MANUSIA. Drama yang panjang ini kemudian oleh Pentas Teater digubah jadi 
drama lebih singkat, 'They Call Me Nyai Ontosoroh”, Dari Ketidak-adilan 
Menuju Kemerdekaan.


Pengaturannya a.l sbb:

Faiza Mardzoeki – teks dan produksi. Wawan Sofwan – sutradara. Peran 
Nyai Ontosoroh dimainkan oleh aktris Sita Nursanti. Agni Melani 
memerankan Annelies. Bagus Setiawan memerankan Minke. Willem Bevers 
memerankan Herman Melemma.


Bahasa: INDONESIA dengan teks Inggris yang diproyeksikan di panggung.


* * *


Seperti dijelaskan fihak penyelenggara pertunjukkan Tropentheater: Tahun 
ini KITLV merayakan ultahnya yang ke-100 dengan menarik perhatian publik 
pada masa kolonial Hindia Belanda dulu. Dalam hal ini memperingati ultah 
ke-100 KITLV dengan suatu petunjukkan istimewa: THEY CALL ME NYAI 
ONTOSOROH. Karya ini adalah gubahan atas drama 'NYAI ONTOSOROH”. Sebuah 
drama besar dan panjang, dipertunjukkan mulai 2007 dengan sukses besar 
oleh pelbagai grup drama di pelbagai kota Nusantara.


Atas permintaan Tropentheater, FAIZA MARDZOEKI, penulis gubahan tsb, 
telah membuat versi khusus. Itulah yang dipertunjukkan pada hari Kemis 
malam 21 Mei 2010. Murti dan aku serta penonton lainnya, termasuk tampak 
sahabat kami Sutji dan Sarmaji, menikmatinya sampai akhir.


Seperti diketahui Nyai Ontosorh adalah salah seorang dari tokoh sentral 
dalam buku “BUMI MANUSIA”, bagian pertama dari Tetralogi Pulau Buru, 
karya novelis Pramudya Ananta Tur.


Cerita “BUMI MANUSIA” itu, mengisahkan kehidupan empat manusia pada 
zaman kolonial Belanda. Ontosoroh dijual bapaknya ketika masih gadis, 
kepada seorang pengsaha Belanda, Herman Melemma. Ia dijadikan gundiknya. 
Diberi nama 'Nyai'. Dari hubungan majikan-gundik, lahir seorang putra, 
Robert, dan seorang putri, Annelies. Karena statusnya yang rendah itu, 
Ontosoroh tak punya hak apapun. Tetapi Ontosoroh faham bahwa pendidikan 
adalah kunci untuk haridepan yang lebih baik. Maka ia belajar membaca 
dan menulis

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Nyai ONTOSOROH MENGGUGAT PENGUASA KOLONIAL BELANDA!

2010-05-21 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Jum'at, 21 Mei 2010*

*-*


*Nyai ONTOSOROH MENGGUGAT PENGUASA KOLONIAL BELANDA!*


Ya, betul. Betul sekali!

Nyai Ontosoroh dengan bérang dan berani menggugat penguasa. Dengan 
tudingan telunjuknya dan mata berapi-api, Nyai Ontosoroh menggugat 
ketidak-adilan. Menggugat diskriminasi terhadap dirinya, sebagai orang 
pribumi. Menggugat diskriminasi terhadap menantunya, Minke. Hakikatnya 
Nyai Ontosoroh menggugat penindasan dan diskriminasi penguasa kolonial 
Belanda.terhadap bangsa Indonesia.


Perkawinan Annelies, putri Nyai Ontosoroh dengan Minke, anak bupati 
Jawa, tidak diakui oleh penguasa Belanda. Dikatakan bahwa Annelies masih 
di bawah umur. Juga dikatakan bahwa Annelies bukan putri dari Nyai 
Ontosoroh. Annelies hanyalah putri dari Herman Melemma. Si tuan majikan 
yang telah 'membeli'nya dari orangtuanya. Kemudian menjadikannya gundik, 
dengan sebutan 'Nyai'. Penguasa Belanda menolak mengakui Annelies adalah 
hasil hubungan Nyai Ontosoroh dengan tuan Melemma. Karena itu, katanya, 
bukan perkawinan yang disahkan hukum Hindia Belanda. Nyai Ontosoroh, 
semata-mata dianggap dan diperlakukan sehagai gundik belaka!.


Kongkalikong penguasa dengan pengadilan kolonial telah merenggutkan 
putri satu-satunya Nyai Ontosoroh, Annelies, dari ibu kandungnya.


Maka, Nyai Ontosoroh tampil berani menggugat pengadilan dan penguasa 
Belanda. Kekuasaan kolonial Belanda yang begitu kokoh bercokol di 
Indonesia, tidak memungkinkan Nyai Ontosoroh bisa mencapai kemenangan di 
pengdilan kolonial Belanda. Demikianlah bisa diperkirakan sejak semula, 
bahwa Nyai Ontosoroh kalah!


* * *


Itulah intisari sebuah pentasan Tropentheater Amsterdam, drama berjudul 
“THEY CALL ME NYAI ONTOSOROH”. Ruangan de Kleine Zaal Tropentheater 
dipenuhi penonton.


Irina Nyoto, anggota rombongan Pentas Teater yang datang dari Jakarta 
itu, bertanya kepadaku seusai petunjukkan: Bagaimana Oom? Tanpa ragu 
kujawab: Bagus sekali. Sukses! Iya, Oom?, tanya Irina lagi. Ya, kataku. 
Tentu segala sesuatu itu tidak mutlak. Jelas, pertunjukkan malam ini 
SUKSES BESAR. Yang pokok adalah sukses. Lancar sekali dan mencengkam. 
Publik terpukau dari awal sampai akhir. Diasyikkan oleh drama yang baru 
kali ini mereka saksikan. Namun, kataku -- pada bagian akhir drama, 
suara Nyai Ontosoroh mengecil sampai hampir-hampir tak terdengar 
samasekali. Ini perlu diperhatikan. Pada saat tertentu, teks dalam 
bahasa Inggris yang diproyeksikan ke panggung tidak tampak. Pada saat 
lain terasa kurang cocok dengan teks yang diucapkan di panggung. Ada 
kawan disamping saya bilang: Perhatikan, agar teks Inggrisnya 
benar-benar pas dengan yang diucapkan di panggung.


* * *


Begitulah adanya!

Perhatian terhadap 'nasib' Nyai Ontosoroh, belakangan ini di Indonesia 
maupun di Belanda bertambah besar. Ini terutama setelah di Indonesia 
muncul drama 'NYAI ONTOSOROH' pada tahun 2007. Itu hasil karya FAIZA 
MARDZOEKI yang didasarkan atas novel besar Pramudya Ananta Tur, BUMI 
MANUSIA. Drama yang panjang ini kemudian oleh Pentas Teater digubah jadi 
drama lebih singkat, 'They Call Me Nyai Ontosoroh”, Dari Ketidak-adilan 
Menuju Kemerdekaan.


Pengaturannya a.l sbb:

Faiza Mardzoeki – teks dan produksi. Wawan Sofwan – sutradara. Peran 
Nyai Ontosoroh dimainkan oleh aktris Sita Nursanti. Agni Melani 
memerankan Annelies. Bagus Setiawan memerankan Minke. Willem Bevers 
memerankan Herman Melemma.


Bahasa: INDONESIA dengan teks Inggris yang diproyeksikan di panggung.


* * *


Seperti dijelaskan fihak penyelenggara pertunjukkan Tropentheater: Tahun 
ini KITLV merayakan ultahnya yang ke-100 dengan menarik perhatian publik 
pada masa kolonial Hindia Belanda dulu. Dalam hal ini memperingati ultah 
ke-100 KITLV dengan suatu petunjukkan istimewa: THEY CALL ME NYAI 
ONTOSOROH. Karya ini adalah gubahan atas drama 'NYAI ONTOSOROH”. Sebuah 
drama besar dan panjang, dipertunjukkan mulai 2007 dengan sukses besar 
oleh pelbagai grup drama di pelbagai kota Nusantara.


Atas permintaan Tropentheater, FAIZA MARDZOEKI, penulis gubahan tsb, 
telah membuat versi khusus. Itulah yang dipertunjukkan pada hari Kemis 
malam 21 Mei 2010. Murti dan aku serta penonton lainnya, termasuk tampak 
sahabat kami Sutji dan Sarmaji, menikmatinya sampai akhir.


Seperti diketahui Nyai Ontosorh adalah salah seorang dari tokoh sentral 
dalam buku “BUMI MANUSIA”, bagian pertama dari Tetralogi Pulau Buru, 
karya novelis Pramudya Ananta Tur.


Cerita “BUMI MANUSIA” itu, mengisahkan kehidupan empat manusia pada 
zaman kolonial Belanda. Ontosoroh dijual bapaknya ketika masih gadis, 
kepada seorang pengsaha Belanda, Herman Melemma. Ia dijadikan gundiknya. 
Diberi nama 'Nyai'. Dari hubungan majikan-gundik, lahir seorang putra, 
Robert, dan seorang putri, Annelies. Karena statusnya yang rendah itu, 
Ontosoroh tak punya hak apapun. Tetapi Ontosoroh faham bahwa pendidikan 
adalah kunci untuk haridepan yang lebih baik. Maka ia belajar membaca 
dan menulis

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - IN MEMORIAM DR HAN HWIE SONG

2010-05-19 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA*

*RABU, 19 MEI 2010*

*--*


*IN MEMORIAM DR HAN HWIE SONG*


*Terkejut dan turut berdukacita kami, suami istri, menerima berita 
meninggalnya Dr Han Hwie Song. Dari lubuk hati kami menyampaikan 
belasungkawa kepada istri dan seluruh keluarga beliau. Semoga arwahnya 
diterima di sisi Tuhan Y.M.E. Mengharapkan serluruh keluarga yang 
ditinggalkan tabah menghadapi kepergian Dr Han.*


*Dr. Han kami kenal baik. Pernah suatu ketika kami diajak makan bersama 
oleh beliau bersama istri dan mengadkan tukar fikiran yang luas. Dari 
tulisan-tulisan beliau dan percakapan tulus ikhlas dan bersahabat sesama 
Indonesia, ketika itu, kami memperoleh kesan mendalam mengenai sikap dan 
pandangan Dr Han terhadap pembangunan bangsa dan tanah air Indonesia, 
terhadap suku etnis Tionghoa Indonesia, serta peranan positif yang harus 
dilakukan oleh etnis Tionghoa di Indonesia dalam pembangunan nasion 
Indonesia, kemakmuran berama dan kokohnya Republik Indonesia.*


*Di satu fihak Dr Han menyadari dan memahami dirinya sebagai bagian dari 
nasion Indonesia. Di segi lain, sebagai asal etnis Tionghoa, beliau 
merasa bangga atas hasil-hasil dan kemajuan Republik Rakya Tiongkok 
dewasa ini.*


** * **


*Ketika mengenangkan Dr Han baik kiranya dalam kesemaptan ini, membaca 
kembali salah satu tulisan beliau dalam bahasa Belanda, yang berjudul DE 
CHINEZEN IN INDONESI, 2008.*


*Di bawah ini dikutip sebagian kecil dari tulisan beliau itu yang secara 
bebas diterjemahkan dalam bahasa Indonesai, a.l sbb: *


*. . . . Kita di Indonesia selalu mendengar bahwa kekuasaan (kolonial) 
Belanda, memberikan hak istimewa, fasilitas dan keuntungan kepada 
orang-orang Tionghoa. Tetapi sejarah menunjukkan bahwa hal itu tak 
benar. Orang-orang Tionghoa sangat dibatasi dalam kesempatan dan 
kebebasan bergerak, mobilitas dan berdagang. . . . . Saya ingin 
menegaskan kembali bahwa setiap orang Tionghoa yang akan bepergian, yang 
hendak meninggalkan daerah orang Tionghoa, harus mendapat izin dair 
penguasa Belanda, dan harus dicatat kemana ia mau pergi, dan bahwa ia 
harus kembali ke tempatnya pada jam yang ditentukan. Bila ia bepegian 
tanpa izin penguasa maka ia bisa ditangkap polisi.*

*Hal ini merintangi orang-orang Tionghoa melakukan kegiatan dagangnya. 
Dengan izin perjalanan ini bisa kita analisa betapa sulitnya bagi kaum 
pedagang untuk menentukan harga barang dagangan mereka dan melakukan 
pemasaran melakukan kegiatan organisasi mereka. Contoh kedua 
diskriminasi yang dilakukan oleh penguasa Belanda terhadap orang-orang 
Tionghoa terletak di bidang pendidikan. Bagi orang-orang Tionghoa kaya 
dan anak-anak opsir Tionghoa, major, kapitan, letnan, (yaitu orang-orang 
Tionghoa yang diangkat oleh penguasa Hindia-Belanda untuk mengatur 
kehidupan orang-orang Tionghoa, mereka diberi pangkat militer tetapi 
bukan militer) timbullah kemungkinan untuk mengunjungi sekolah-sekolah 
Barat yang swasta. Pemerintah samasekali tak peduli dengan pendidikan 
orang-orang Tionghoa, sedangkan bagi anak-anak autochton sejak 1871 
diadakan pendidikan khusus.*

*. Demikian a.l tulis Dr Han dalam bukunya.*


*Pada akhir karyanya itu Dr Han menutup dengan alinea sbb:*


*Sebagai penutup artikel ini, orang bisa bertanya apakah suatu problim 
di kalangan masyrakat Tionghoa, apakah itu semata-mata merupakan problim 
bagi orang-orang Tionghoa saja -- ataukah ia merupakan problim bagi 
seluruh negara dan bangsa Indonesia? *


*Jelas ini adalah masalah bagi seluruh negara dan bangsa Indonesia. 
Dalam periode reformasi dewasa ini Indonesia akan menuju ke arah suatu 
negeri yang demokratis, stabil dan makmur. Dan ini hanya mungkin 
direalisasi bilamana seluruh bangsa, termasuk golongan etnis Tionghoa 
melakukan kerjasama aktif dan kreatif dengan semua golongan etnis 
lainnya di Indonesia. Hanyalah dengan kreativitas dan efisiensi ekonomi 
bisa menjadi dinamis. Kemajuan materiil ekonomi berhubungan erat dengan 
ketrampilan orang-orangnya. Oleh karena itu saya berharap Indonesia 
berani memberdayakan orang-orang yang intelegent, tanpa membeda-bedakan 
asal ras apa mereka itu.*


** * **


*Pemikiran dan saran-saran kongkrit Dr Han dalam rangka pembangunan 
nasion Indonesia sungguh realis dan mendalam. Juga menunjukkan 
kepedulian beliau yang selalu --- untuk tercipatanya suatu Indonesia 
yang demokratis, adil dan makmur.*


*Dr Han sudah meninggalkan kita. Tetapi beliau akan selalu dikenang 
sebagai seorang Indonesia asal etnis Tinghoa yang patriotik . Maka ia 
merupakan salah satu suri teladan bagi siapapun.*


** * **



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Focus on Thailand

2010-05-17 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Focus on Thailand*

*Monday, May 17, 2010*

*--*


*POLITICAL SITUATION IN THAILAND GETTING WORSE AND OUT OF CONTROL*


Dear readers,

A close friend of mine, a humanrights activist, sent me the following 
message:

. . . . .

As you may know, the political situation in Thailand is getting worse 
and out of control, with a high number of death tolls and injuries. I'm 
sending you a brief summary of the recent crackdown on red-shirts 
demonstrators, written by a friend of mine, as it might be useful for 
foreigners to get the overall picture of what have been happening here 
in BKK.


* * *

*A brief summary of crackdown on Red Shirt demonstration in Bangkok 
during 13-15 May 2010*


1. In brief, since 13 May, the government has launched the so called 
“Operation Ratchaprasong”. Basically, all utilities feeding the area 
(electricity, tap water and even mobile phone signal have already been 
cut or jammed). Checkpoints have been set up in the perimeter around the 
area for about five square kilometers to exclusively block any 
group/individual from entering the protesting site and even to prevent 
the transportation of food and water inside the rally site. Rubber and 
live rounds have been fired around the protesting site in three or four 
major neighborhoods up to the area of Victory monument, Din Daeng, 
Klongtoey and Silom. Close to 200 casualties including 22 deaths, all of 
them civilians including one medic officer (shot while wearing his medic 
uniform), one staff from private rescue team, and several Thai 
journalists and one Canadian journalist (from France24), have been 
reported and confirmed by the Erawan Center (part of the Ministry of 
Public Health and other concerned agencies).


2. Since 13 May, the firing by security officials has been made 
“indiscriminately” (at least as explained by CNN’s Dan River, please 
check out the video on cnn.com) against anyone, particularly the red 
shirts protesters. As a result, even staff from a medic team has been 
shot dead the night of 14 May while he was tending to some injured 
persons around Victory Monument’s area. This indiscriminate shootings 
are contradictory to the “rule of engagement” as spelled out and time 
and again reiterated by the government, particularly, Mr. Panitan 
Wattanayakorn and the spokesperson of CRES (Center for Resolution of 
Emergency Situation) that “on in cases purported for defending life of 
official or when the protesters are found to being using weapons, then 
live rounds will be fired”. Before, they have been claiming that live 
rounds are fired only “into the sky” to scare people away. But many 
pictures and the high number of casualties as a result of gun wounds 
testify differently to their claim. Yesterday’s afternoon, they even 
declared 500 meters parameter on Ratchaparop (Pratunam) just adjacent to 
the protesting site a “live firing zone” meaning anyone found to 
trespass the area will be immediately shot by live bullets (see Bangkok 
Post report attached). Later in the evening, they have revoked such 
order, perhaps due to criticisms in media.


3. All in all, special laws, particularly, the Emergency Decree on 
Government Administration in States of Emergency B.E. 2548 (2005) has 
been invoked coupled with normal Criminal Procedure Code. Almost 60 
people have been arrested invoking the Emergency Decree. About 40 of 
them have been convicted with the maximum penalties (not exceeding two 
years). Yesterday, a magistrate court in Bangkok convicted 26 protesters 
rounded up during the 13-14 May clashes in Bangkok to one year in jail 
with no suspension (reduced to six months due to confession) (please see 
Bangkok Post report). Previously, at least four people known to be 
related to the Red Shirts have been arrested and still held in custody 
for breaches of the Emergency Decree. No visits, no bail, no access to 
lawyers have been allowed.


A week ago, the Red Shirts’ legal team and their MPs have submitted a 
motion to the Constitutional Court asking the Court to review if the 
Decree is still applicable, since it was issued by the virtue of 1997 
Constitution which has been revoked since the coup in 2006. 
Unfortunately, the Court has made no ruling yet, not even to issue any 
injunction. Before, the Red Shirts lawyers have also asked the Civil 
Court to issue an injunction to stop the government from using lethal 
weapons to suppress the demonstration. The Court ruled that it is in no 
position to “interfere the exercise of administrative power” and the 
situation warrants such operation by the government.


4. Brutal suppression methods have been employed by the security 
officials. Apart from firing live rounds against the protesters and 
anyone found to stumble in and around the area they declared off-limit, 
snipers have reportedly been installed in high-rises around the 
different areas of the protesting site. It has been reported

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - Merasa PERLU BELAJAR BAHASA JAWA!

2010-05-12 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran*

*Rabu, 12 Mei 2010*

*-*


*Merasa PERLU BELAJAR BAHASA JAWA! *


Belajar bahasa Jawa?

Dalam usia yang sedemikian lanjut ini? Jelas ini bukan didorong oleh 
'sukuisne'.

Lalu, bagaimana persis maksudnya? Ya, itu sudah lama menjadi keinginan 
pribadi. Sebentar-sebentar semangat untuk belajar bahasa Jawa itu 
mencuat. Sebentar lagi lenyap. Terlupakan karena kesibukan. Atau, memang 
karena tidak segera dikerjakan. Mestinya seperti kata kalimat-kalimat 
yang banyak digunakan sekarang ini: JUST DO IT!


Alasan terdekat mengapa ingin belajar bahasa Jawa, sesungguhnya ini: Kan 
teman-hidupku – Murtniningrum; dia itu orang Jawa. Salah seorang menantu 
kami orang Jawa. Dua orang kakak iparku juga asal Jawa. Belakangan ini 
kami, suami-isatri, selang-seling berbahasa Jawa di rumah. Itu atas 
permintaanku. Kufikir dengan cara ini bisa jugalah belajar bahasa Jawa. 
Yang paling sering berbahasa Jawa dengan aku (dulu) ialah almarhum 
mertuaku. Selain itu adiknya Murti. Kalau tidak berbahasa Belanda, 
mereka begitu saja berbahasa Jawa padaku. Apa boleh buat! Ngerti tak 
ngerti aku ikut berbahasa Jawa satu dua kalimat. Begitulah.


Ketika mengajar di Peguruan KRIS pada tahun 50-an abad lalu, aku banyak 
bergaul dengan para “Kawanua”. Putra-putri Minahasa, Sulawesi. Tadinya 
kurasa anéh. Salah seorang dari guru KRIS yang Kawanua itu, Ticoalu 
namanya. Ia seringkali berbahasa Jawa dengan aku. Termasuk bila memaki 
selalu dalam bahasa Jawa. Ternyata Ticoalu dibesarkan di Jogyakarta. 
Lingkungannya selalu Jawa. Nah, demikianlah si Kawanua itu fasih 
berbahasa Jawa. Lebih fasih ketimbang bicara dalam bahasa daerahnya 
'sendiri'.


Tahun lalu kami suami istri berkunjung ke Indonesia. Memerlukan ke 
Jogyakarta nengok para kemenakan. Dua orang wanita, masing-masing sudah 
berkeluarga dan dosen di Gajah Mada. Ketika berkunjung dan bermalam 
dirumah mereka. Semua berbahasa Jawa. Medog banget bahasa Jawanya.


Sahabat kami suami-istri orang Tapanuli. Biasa disebut orang Batak. 
Tetapi istrinya bukan main lancarnya berbahasa Jawa. Tetangga dan 
teman-teman sang istri ternyata semua orang Jawa. Dari situlah ia 
belajar bahasa Jawa. Itu bukan di Jogya atau Solo. Tetapi di KEBAYORAN, 
Jakarta.


* * *


Jadi sesungguhnya, aku bukan samasekali tidak mengerti bahasa Jawa. 
Kalau orang Jawa 'ngerasani' aku, jangan dikira aku tak mengerti. 
Sedikit-sedikit mengerti bahasa Jawa, memang ada latar belakang 
sejarahnya. Pada tahun-tahun 1946-47, kesatuanku ditempatkan di Pingit, 
Jogyakarta. Lingkungan teman-teman seperjuangan kebanyakan orang Jawa. 
Masyarakat setempat, ya 'Jowo kabéh'. Itu semua yang secara alamiah, 
membikin aku mengerti dan sedikit-sedikit bisa berbahasa JAWA.


Tetapi, itu kan puluhan tahun yang lalu. Sudah banyak yang lupa.


Ketika masih bermukim di tanah air dulu, belajar bahasa Jawa tak usah 
direncanakan kongkrit. Begitu fikirku. Karena, mayoritas teman-teman 
sekerja dan seorganisasi adalah orang-orang asal Jawa. Mereka sering tak 
peduli, ada kawan lainnya yang tidak atau kurang mengerti bahawa Jawa. 
Kalau bicara sehari-hari, ngobrol, bahkan di tengah rapat, pun, bahasa 
Jawa yang digunakan. Karena bahasa itu dirasakan bahasa yang paling 
wajar dan mampu mereka gunakan.


* * *


Bila bercerita tentang rakyat kita dan tanah air tercinta kepada 
teman-teman asing – ketika melakukan “PR”, begitu -- yang tak lupa 
selalu kuceriterakan ialah semangat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” yang kukuh 
pada bangsa kita. Jelas dasarnya adalah semangat “SUMPAH PEMUDA, 28 
OKTOBER 1928”. Kukisahkan tentang BAHASA INDONESIA. Tahukah Anda, 
kataku: Bahasa Indonesia itu asalnya terutama dari bahasa salah satu 
suku-bangsa minoritas Indonesia di Sumatera, Riau. Dulunya disebut 
bahasa Melayu.


Suku-bangsa terbesar dari nasion Indonesia, adalah suku-bangsa Jawa. 
Tetapi ketika ditentukan bersama, 28 Oktober 1928, yang disetujui 
sebagai bahasa nasional, “lingua-franca”-nya bangsa Indonesia, adalah 
BAHASA yang asalnya dari bahasa SUKU-MINORITAS MELAYU.


Semua wakil pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai suku, termasuk 
Jawa, SEPAKAT. Mereka yang asal suku-bangsa Jawa samasekali tidak 
menuntut agar bahasa Jawa yang dijadikan bahasa nasional. Padahal bahasa 
Jawa dipakai oleh mayoritas bangsa Indonesia. Suku Jawa. Dari salah satu 
sumber dicatat bahwa dewasa ini ditaksir sekitar 85 juta penduduk 
Indonesia menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan.


Kita tau bahwa di sementara negeri masalah penggunaan bahasa sebagai 
bahasa nasional, bukan soal kecil. Lihat saja di Sri Langka dan India. 
Bahkan di Eropah dewasa ini soal bahasa masih jadi soal pelik. Seperti 
halnya di Belgia, antara etnis Vlaming yang menggunakan bahasa Belanda, 
dan etnis Walonia yang berbahasa Perancis.


*Tidakkah kita harus berbesar hati bahwa SEMANGAT PERSATUAN , jiwa “” 
“BHINNEKA TUNGGAL IKA” bangsa kita ternyata memang solid dan cukup besar?*


* * *


Namun, meski

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - “Mij n Vriend SUKARNO” – Willem Oltmans,, Bagian – 3

2010-05-10 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Senin, 10 Mei 2010*

*--*


“*Mijn Vriend SUKARNO” – Willem Oltmans *

*Bagian – 3 *


Bagian – 3 dari tulisan berjudul “Mijn Vriend Sukarno, Willem Oltmans,” 
mengisahkan episode, a.l sbb:


Pemilu pertama setelah jatuhnya Suharto: PDI-P yang diketuai Megawati 
Sukarnoputri, menggondol kemenangan. Sehingga dianggap wajarlah Megawati 
menggantikan Presiden Habibie jadi peresiden pertama hasil pemilu 
pasca-Suharto. Tetapi hal itu tidak terjadi. Yang jadi Presiden RI 
setelah pemilu, adalah Abdurrahman Wahid dari PKB. Janggal sekali. 
Terasa sangat tidak adil. Mega tidak jadi presiden; itu dianggap tidak 
wajar dan tidak adil. Karena, bukankah jumlah kursi yang diperoleh PDI-P 
jauh lebih besar ketimbang jumlah kursi PKB yang dipimpin Abdurrahman 
Wahid?


Megawati gagal meraih kursi Presiden RI, meskipun PDI-P di bawah 
pimpinannya adalah pemenang dalam pemilu. 'Kejanggalan' ini bisa 
terjadi, karena pendukung-pendukung Orba, terutama dari kalangan 
militer, polisi, media dan birokrasi, masih punya pengaruh besar. Mereka 
punya tali-menali erat dengan kekuasaan riil. Mereka menentang keras 
Megawati Sukarnoputri, putri pertama mantan Presiden Sukarno ini, 
menjabat Presiden RI. Macam-macam alasan rekayasa dan reka-rekaan yang 
diajukan. Golongan Islam a.l menguar-uarkan bahwa menurut ajaran Islam 
wanita pantang memimpin negara. Golkar, 'anak-kandung' Suharto yang 
merupakan pendukung utama Orba, mengisukan bahwa Megawati hanyalah 
seorang 'ibu rumah tangga' belaka yang tak tamat universitas. Tidak 
punya titel apapun. Lagipula 'bodoh'. Begitu dikampanyekan.



Dari sumber yang amat bisa dipercaya diperoleh informasi, bahwa kalangan 
militer dan polisi, seperti halnya kalangan parpol dan birokasi, amat ' 
k h a w a t i r ' PDI-P dan Megawati akan melakukan ' b a l a s d e n d 
a m ' terhadap mereka, bila ia menjadi Pesiden RI.


*Masih segar dalam ingatan masyarakat, bahwa Mega adalah satu-satunya 
tokoh parpol (PDI) di kala Suharto masih jaya-jayanya, berani 
berhadap-hadapan dengan Suharto*.* Bahkan berani menyatakan, bila 
dikehendaki rakyat, ia bersedia menggantikan Presiden Suharto. Mereka 
ingat betul bagaimana Suharto, termasuk mereka-mereka itu melakukan 
segala sesuatu untuk menggembosi pengaruh Mega dan PDI ketika itu. 
Tetapi gagal!*


Namun, mereka berhasil menjegal Megawati. Sehingga ia hanya memperoleh 
jabatan sebagai wakil Presiden. Tidak bisa difahami? Tokh suatu 
kenyataan! Itulah logika 'kasak-kusuk' dan 'permainan politik' kalangan 
berkuasa ketika itu.


* * *


Willem Oltmans, yang yakin amat mengenal Presiden Sukarno, fikran dan 
misinya, punya pendapat tersendiri mengenai Megawati. Oltmans 
beranggapan bahwa dari keturunan Bung Karno, terutama adalah Sukmawati 
Sukarnoputri, yang benar-benar mengkhayati misi dan ajaran Bung Karno.


Menurut Sukmawati warna politik dan arah yang ditempuh Megawati dan 
PDI-P tidak 'nyambung' dengan ajaran Bung Karno. Maka, bersama Ny. 
Supeni, tokoh PNI, mantan Dubes Berkeliling Luar Biasa RI periode 
Presiden Sukarno, -- Sukmawati membentuk PNI baru. Tetapi karena 
organisasinya masihlemah dan kekurangan dana, PNI baru tsb tidak 
berhasil memperoleh satu kursipun dalam pemilu 1999.


Andaikata Megawati berkesempatan menanyakan kepada Bung Karno apakah 
beliau setuju Mega menjabat sebagai presiden, maka, menurut Willem 
Oltmans, Presiden Sukarno akan memberikan jawaban negatif. Menurut 
pandangan Oltmans, sejak 1965, tidak ada satupun di Indonesia, yang 
benar-benar tampil membela Bung Karno. Yang oleh Suharto dan media 
Barat, telah 'dihabisi'.


Oltmans melihat bahwa Megawati Sukarnoputri tidak mengkhayati semangat 
dan jiwa Bung Karno serta ajarannya. Tulis Oltmans a.l : Di Bandung saya 
mendengar sendiri Mega berpidato di suatu rapat umum yang dihadiri 
ratusan ribu orang (21 Mei 1999). Mega tidak sekalipun menyebut nama 
bapaknya. Padahal semua tau bahwa Megawati Sukarnoputri bisa tampil di 
situ, semata-mata berkat Bung Karno. Bila mendengarkan pidato Bung 
Karno, hadirin merasa sang pemimpin menyatu-hati dan semangat dengan 
massa. Mega lain. Ia tidak bicara panjang. Pada akhir pidatonya 
tiba-tiba Mega menyatakan: “Saya segera harus ke Sukabumi dan Bogor”. 
Mega tidak meyakinkan orang. Sehingga pada saya timbul kesan bahwa Mega 
datang ke rapat umum itu, seolah orang yang sedang mengadakan turné 
dalam rangka meraih suatu jabatan. Yaitu jabatan presiden. Demikian 
Oltmans.


* * *


Cerita ini diakhiri dengan kesan dan tanggapan Willem Oltmans mengenai 
Hartini Sukarno. Suatu kesan dan pendapat yang kurang sedap didengar 
mengenai Hartini Sukarno.


Juga setelah 1973, bertahun-tahun lamanya saya berkorespodensi dengan 
nyonya Hartini, demikian Oltmans. Hartini bercerita mengenai keluarganya 
dan sering mengirimkan foto-foto tentang dia sendiri, tentang perkawinan 
putra-putranya dll. Dalam tahun 1994 “perasaan-gampang-memberi-maaf 
orang Jawa”, tampaknya telah

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SIAPA SIAUW GIOK TJHAN?,,Menyambut BUKU baru : “SIAUW GIOK TJHAN – RENUNGAN SEORANG PA TRIOT INDONESIA”

2010-05-08 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA *

*Sabtu, 08 Mei 2010*

*--*


*SIAPA SIAUW GIOK TJHAN?*

*Menyambut BUKU baru : “SIAUW GIOK TJHAN – RENUNGAN SEORANG PATRIOT 
INDONESIA”*


* * *


Siapa Siauw Giok Tjhan?

Bagi mereka-merka yang mengenal sejarah pergerakan kemerdekaan 
Indonesia, nama Siauw Giok Tjhan, tak asing lagi. Ada yang masih ingat, 
berkata begini: Pak Siauw 'kan pernah menjabat sebagai menteri pada 
kabinet Presiden Sukarno pada permulaan revolusi. Salah seorang yang 
mengenal Siauw Giok Tjhan menambahkan: Saya ingat betul beliau pernah 
duduk di DPR-RI pada awal tahun limapuluhan abad lalu. Begitu sampai 
periode Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarnol


Kebetulan aku juga kenal pribadi pada beliau. Aku kenal Siauw sejak 
beliau memimpin “Sunday Courier”, sebuah mingguan progresif di Jakarta 
sekitar tahun 1949-1955. Sejak beliau pindah ke negeri Belanda 
berkali-kali kami sempat bertemu dan bertukar fikiran dengan Siauw 
GiokTjhan.


* * *


Ketika menyambut terbitnya buku *“Sumbangsih Siauw Giok Tjhan dan 
Baperki dalam Sejarah Indonesia”*, oleh penerbit Hasta Mitra, kutulis 
pada tanggal 28 Mei 2000 y.l antara lain sbb:


“Seumur hidupnya apa yang dilakukan Siauw Giok Tjhan adalah memberikan
sumbangannya pada usaha besar pembinaan nasion Indonesia, kepada 
perjuangan untuk usaha menegakkan keadilan bagi semua, bagi setiap 
warganegara Indonesia.

“Sebagai seorang intelektual Indonesia keturunan Tionghoa, beliau menyadari
betul bahwa perjuangan untuk kemerdekaan nasional dan keadilan sosial, amat
bertalian erat dengan perjuangan untuk sama-hak bagi orang-orang Tionghoa
warganegara Indonesia yang sudah turun-temurun hidup bermukim di negeri 
ini, dan yang tidak sedikit diantaranya secara fisik dan kulturil sudah
berintegrasi dan berbaur dengan orang-orang pribumi. Secara naluriah mereka
sudah menjadikan Indonesia sebagai negerinya sendiri. Beliau melihat dan
menyadari bahwa orang-orang Tionghoa serta keturunan Tionghoa tsb 
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan, pertumbuhan dan 
perkembangan ekonomi Indonesia. Di bidang ekonomi, berbeda dengan modal 
monopoli asing, modal mereka adalah modal domestik yang memainkan 
peranan positif dalam perkembangan ekonomi nasional.

“Beliau melihat kekuatan ekonomi yang terkandung di dalam masyarakat
keturunan Tionghoa Indonesia. Dan bahwa sekali kekuatan ekonomi ini 
berpadu dan dibimbing oleh kesadaran nasional yang mantap, maka ia akan 
merupakan kekuatan pendorong yang ampuh dalam perkembangan dan 
pertumbuhan selanjutnya ekonomi nasional Indonesia.

“Beliau mengemban keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa perasaan naluriah
dari o r ang-orang Tionghoa dan keturunan Tionghoa yang sudah menjadikan
Indonesia sebagai negerinya sendiri, khususnya yang sudah menjadi
warganegara Indonesia yang sah menurut hukum, perlu ditingkatkan menjadi
kesadaran politik yang mantap akan ke-Indonesiannya itu. Itulah sebabnya
Bung Siauw mencurahkan perhatian dan kegiatannya untuk mencapai tujuan tsb.

Beliau menolak konsep 'asimilasi' antara keturunan Tionghoa dengan bangsa
Indonesia yang 'pribumi', sebagai suatu jalan untuk memecahkan 'masalah
minoritas etnis Tionghoa'. Karena di dalam konsep asimilasi itu dirasakan
terkandung faktor keharusan yang bersangkutan meninggalkan tradisi bangsa
dan kultur asal-muasal mereka. Siauw menganggapnya sebagai sesuatu yang
tidak sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Eka, prinsip yang selama ini
menjadi dasar negara Republik Indonesia, dimana setiap suku bangsa dari
nasion Indonesia, tetap mempertahankan dan bahkan mengembangkan tradisi 
dan kultur daerahnya, sambil bersama-sama seluruh nasion membangun 
tradisi dan kultur Indonesia secara nasional.

Menyadari perlunya ada wadah organisasi untuk memperjuangkan keyakinan
politiknya, maka bersama dengan pejuang-pejuang integrasi lainnya, beliau
ambil bagian penting dalam mendirikan BAPERKI.

*Nama Siauw Giok Tjhan tidak bisa dipisahkan dari sejaarah perjuangan
seluruh rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan nasional, untuk
keadilan sosial dan melawan diskriminasi rasial. Seluruh hidup beliau 
telah disumbangkannya untuk cita-cita luhur tersebut. *

Bangsa kita memiliki tidak sedikit pahlawan nasional, yaitu tokoh-tokoh
perjuangan yang telah memberikan teladan sepanjang hidupnya, tanpa pamrih
memperuntukkan yang paling berharga dari hidup mereka untuk kepentingan
seluruh bangsa, yang telah memberikan sumbangan besar dalam perjuangan
kemerdekaan, persamaan-hak dan pembangunan nasion Indonesia.

“SIAUW GIOK TJHAN ADALAH SALAH SEORANG DARI PAHLAWAN NASIONAL ITU!

* * *


Hari ini disiarkan sebuah berita gembira. Bisa dibaca di “Gelora45” dll 
mailitst di wacana internet, sbb:


*Pada tanggal 22 Mei yad akan diluncurkan sebuah buku PENTING, berjudul: 
“RENUNGAN PATRIOT INDONESIA – SIAUW GIOK TJHAN”. *


Suatu kenyataan --- dengan penerbitan buku tsb, bertambah satu lagi buku 
yang memprkaya khazanah literatur Indonesia mengenai para pejuang

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - BUNG KARNO Bersikap Rasionil Tentang,,“Karl MA RX” “MARXISME”

2010-05-07 Terurut Topik isa

  IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita

Jum'at, 07 Mei 2010.



*BUNG KARNO Bersikap Rasionil Tentang *

“*Karl MARX”  “MARXISME”*

Berbagai cara orang memperingati Hari Buruh Internasional 1 Mei dan hari 
ultah ke-192 Karl Marx Trier, 05 Mei 1818 – London, 14 Maret 1883. Di 
banyak negeri di dunia hari-hari bersejarah tsb diperingati dengan 
rapat-rapat terbatas dan umum, demo, pemogokan serta pelbagai komentar 
dan tulisan. Banyak disiarkan artikel analitis dan kritis. Namun, tidak 
sedikit pula yang 'asbun', asal 'pro' atau 'anti' saja.



Tetapi Bung Karno lain. Beliau adalah seorang pejuang dan politkus yang 
serius sejak masa mudanya. Bung Karno, Sang Proklamator dan Pendiri 
Republik Indonesia, jauh sejak masa muda dan akitf dalam gerakan 
kemerdekaan bangsa, telah menulis tentang MARX dan MARXISME . Tulisan 
beliau itu dipublikasikan 1933, 12 tahun sebelum bangsa Indonesia 
mencapai kemerdekaannya. Bagi yang peduli, silakan membacanya sendiri 
tulisan Bung Karno tsb dengan cermat, kritis dan analitis. Namun 
seyogianya dengan lapang dada. Dengan demikian bisa menangkap makna dan 
maksud tulisan tsb.

Seorang penulis di Facebook, Darwin ISKANDAR, --- menyajikan kepada 
pembaca Facebook artikel Bung Karno tsb selengkapnya:



* * *



Dalam tulisannya tsb Bung Karno memulai dengan kalimat-kalimat 
bersejarah berikut ini:

“*/Mendengar perkataan ini, -begitulah dulu pernah saya menulis-, 
mendengar perkataan ini, maka tampak sebagai suatu bayangan di 
penglihatan kita gambarnya berduyun-duyun kaum yang mudlarat dari segala 
bangsa dan negeri, pucat muka dan kurus badan, pakaian berkoyak-koyak; 
tampak pada angan kita dirinya pembela dan kampiun si mudlarat tadi, 
seorang ahli pikir yang ketetapan hatinya dan keinsyafan akan 
kebiasannya mengingatkan kita pada pahlawan dari dongeng-dongeng kuno 
Jermania yang sakti dan tiada terkalahkan itu, suatu manusia yang 
”geweldig”, yang dengan sesungguh-sungguhnya bernama ”datuk” pergerakan 
kaum buruh, yakni Heinrich Karl Marx”./*



Artikelnya tentang Marxismt itu beliau akhiri dengan kelimat-kalimat 
berikut ini.

“*/Jikalau mereka menghargai akan contoh-contoh 
saudara-saudaranya-seasas yang sama bekerja bersama-sama dengan kaum 
Islam, sebagai yang terjadi dilain-lain negeri, maka niscayalah mereka 
mengikuti contoh-contoh itu pula. Dan jikalau mereka dalam pada itu juga 
bekerja bersama-sama dengan kaum Nasionalis atau kaum kebangsaan, maka 
mereka dengan tenteram-hati boleh berkata: kewajiban kita sudah kita 
penuhi.

Dan dengan memenuhi segala kewajiban Marxis-muda tadi itu, dengan 
memperlihatkan segala perubahan teori asasnya, dengan menjalankan segala 
perubahan taktik pergerakannya itu, mereka boleh menyebutkan diri 
pembela Rakyat yang tulus-hati, mereka boleh menyebutkan diri garamnya 
Rakyat.

Tetapi Marxis yang ingkar akan persatuan, Marxis yang kolot-teori dan 
kuno-taktiknya, Marxis yang memusuhi pergerakan kita Nasionalis dan 
Islamis yang sungguh-sungguh, -- Marxis yang demikian itu janganlah 
merasa terlanggar kehormatannya jikalau dinamakan racun Rakyat adanya!

(Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, Suluh Indonesia Muda, 1926.)/*



/* * */



Beberapa puluh tahun sesudah meninggalnya Karl Marx, pada tanggal 07 
November 1917, dimulai dari kota Petrograd, meletaus Revolusi Sosialis 
Rusia di bawah pimpinan W.I Lenin, seorang Marxis Rusia. Revolusi 
Sosialis Rusia telah melahirkan URSS, Uni Republik-Republik Sovyet 
Sosialis; menghapuskan sistim kapitalis/feodal otokratis dan opresif Tsar.



Setelah itu, teristimewa setelah berakhirnya Perang Dunia II, dengan 
dikalahkannya fasisme, di Eropah Timur maupun di Asia telah lahir 
negeri-negeri yang mendasarkan falsafah negara dan sistim ekonominya 
pada Marxisme. Disusul kemudian oleh berdirinya negara sosialis pertama 
di Amerika Latin --- Cuba di bawah pimpinan Fidel Casto.



Perkembangan ini menunjukkan keunggulan gerakan politik yang didasarkan 
atas idologi dan politik Marxisme.



* * *



Pergolakan politik dan perkembangan dunia berjalan terus. Negeri-negeri 
yang mendasarkan falsafah negara dan sistim ekonominya pada Marxisme 
seperti Uni Sovyet dan seluruh negeri-negeri Eropah Timur yang tergabung 
dalam blok Comecon, terbukti tidak bisa mempertahankan sistim kenegaraan 
dan ekonomi Marxisme. Pada awal tahun sembilan-puluhan abad lalu, tidak 
satupun dari negeri sosialis di Eropah Timur yang bisa bertahan terhadap 
gejolak dan prahara perubahan yang mengembalikan negeri-negeri 'asal 
sosialis' tsb ke jalan anti-pode sosialisme – SISTIM EKONOMI DAN POLITIK 
KAPITALIS.



Hanya Republik Rakyat Tiongkok, Korea Utara, Vietnam dan Cuba yang masih 
mempertahankan sistim falsafah, ekonomi dan politik pada ajaran Marx. 
Dengan mengadakan penyesuaian, dengan cara mentrapkannya pada kondisi 
kongkrit negeri masing-masing. Demikianlah seperti yang resmi formal 
dinyatakan oleh yang bersangkutan.



* * *



Tidak jelas apakah di negeri lain

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - IN MEMORIAM PRO F. DR FRANS HÜSKEN,,1945 – 28 April 2010

2010-05-04 Terurut Topik isa
/*Kolom IBRAHIM ISA*/

/*Selasa, 04 Mei 2010*/

/**/


/*IN MEMORIAM PROF. DR FRANS HÜSKEN*/

/*1945 – 28 April 2010*/


/Kemarin sore, dengan terkejut dan teramat sedih kuterima 
surat-elektronik dari sahabatku Jaap Erkelens mantan Perwakilan KITLV 
di Jakarta, anggota Bestuur St Wertheim. Isinya adalah berita-duka, -- 
menyampaikan bahwa sahabat tercinta, /

/Prof. Dr. Frans Hüsken (lahir:1945), telah meninggal dunia pada tanggal 
28 April, 2010 yang lalu, di Haarlem, Holland. Frans Hüsken meninggalkan 
istri dan seorang putra serta dua orang cucu-cucunya. Kepada seluruh 
keluarga Frans Hüsken: Sebagai sahabat dekat sama-sama melakukan 
kegiatan di Pengurus Stichting Wertheim, kusampaikan RASA BELASUNGKAWA 
SEDALAM-DALAMNYA dengan meninggalnya Frans Hüsken. Semoga segenap 
keluarga Frans Hüsken tabah adanya menghadapi musibah ini./


/* * */


/Prof. Dr Frans Hüsken akan dikebumikan pada tanggal 06 Mei 2010, di 
Begraafplaats Westerveld, Duin en Kruidbergweg 2-6, 1985 HG Driehuis. 
Condoleance register on line: 
http://www.condoleanceregister.com/Frans-Hsken.html/


/Prof. Dr Frans Hüsken adalah salah seorang pendiri “Stichting Wertheim” 
pada tanggal 04 Maret 1988, bersama 8 orang cendekiawan lainnya. Mereka 
itu adalah: Go Gien Tjwan, G.J Huize, Pluvier, Coen Holtzappel (dewasa 
ini Ketua St Wertheim), F. Tiggelman, Batara Simatupang, Els Ensering 
dan Basuki Gunawan. Stichting Wertheim didirikan ketika Indonesia masih 
merana di bawah pemerintahan tirani Orde Baru Suharto. /


/*KEPEDULIAN utama “St Wertheim” adalah soidaritas serta sumbangsih pada 
PERJUANGAN EMANSIPASI BANGSA INDONESIA.*/


/* * */


/Selama melakukan kegiatan bersama di St Wertheim, Frans Hüsken dikenal 
sebagai sahabat sejati bangsa Indonesia yang tanpa pamrih telah 
memberikan sumbangsihnya atas usaha bangsa Indonesia dalam perjuangan 
EMANSIPASI BANGSA./


 /Semasa hidupnya sebagai cendekiawan Frans Hüsken telah menulis banyak 
karya ilmiah mengenai Indonesia. Antara lain: “Development and Social 
Welfare: Indonesia's Experiences Under the New Order” ,bersama dengan 
Juliette Koning -- “Ropewalking and Safety Nets: Local Ways of Managing 
Insecurities in Indonesia”; bersana Hiroyosi Kano dan Djoko Surjo “Di 
Bawah Asap Pabrik Gula: Masyarakat Desa Di Pesisir Jawa Sepanjang Abad 
Ke-20”; bersama Huub De Jonge “Violence and Vengeance: Discontent and 
Conflict in New Order Indonesia”, 2002; /


/Frans Hüsken, adalah seorang Profesor Antropolgi pada Universitas 
Radboud Nijmegen, Holland. Perhatian dan kegiatan utamanya a.l adalah 
studi-riset sejarah dan politik antropologi dan sejarah antropologi. 
Dalam pekerjaan langsung ia memfokuskan pada transformasi sosio-ekonomi, 
politik dan budaya, khususnya DI PEDESAAN INDONESIA. Bersama dengan 
Peter Boomgaard, Hiroyosi Kano dan Djoko Surjo ia terlibat dalam proyek 
riset Indonesia-Jepang-Belanda megnenai sejarah pedesaan Jawa Utara di 
abad ke- 20. Hasil riset mereka itu a.l disiarkan dalam “/Beneath the 
Smoke of the Sugar-Mill. Javanese Coastal Communities during the 
Twentieth Century/ (2001)”./


/Frans Hüsken juga mengkordinasikan program riset mengenai Keamanan 
Sosial dan Politik Sosial di Indonesia. Hasilnya a.l. Diterbitkannya 
bersama Juliette Koning, karya ilmiah – “//Rope Walking and Safety Nets. 
Local Ways of Managing Insecurities in Indonesia”// (2006). Hasil-hasil 
karya ilmiah lainnya adalah//bersama Huub De Jon, adalah “///Reading 
Asia///,2001); “///Een dorp op Java. Sociale differentiatie in een 
boerengemeenschap, 1850-1980”; /// (1988), Edisi Inggris dan Indonesia 
terbit 1998); “///Indonesië. Culturen in Verandering” ///(bersama Ben 
Witjes, 1990); “///Trends en Tradities in de Ontwikkelingssociologie”/// 
(bersama Dirk Kruyt dan Philip Quarles van Ufford, 1984, Edisi Indonesia 
: 1989); “///Cognition and Social Organization in Southeast Asia/// 
“(bersama Jeremy Kemp, 1992), dan “///Development and Social Welfare. 
Indonesia's Experiences under the New Order/// (bersama Jan-Paul Dirkse 
and Mario Rutten, 1993)./



/Masih banyak karya-karya Frans Hüsken lainnya berupa makalah serta 
artikel-artikel hasil riset lainnya./



* * *



/*Dengan 'kepergian' Prof. Dr Frans Hüsken (65^th ) Bangsa Indonesia, 
khususnya para cendekiawan progresif Indonesia serta Stichting Wertheim, 
telah kehilangan besar seorang cendekiawan, sarjana, periset, penggiat 
dan sahabat Indonesia sejati. /


/*) -- Penulis adalah Sekretaris Stichting Wertheim, Amsterdam/


/* * *./






[Non-text portions of this message have been removed]





===
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS AND VIE WS - WORLD PRESS FREEDOM DAY – 03 MAY

2010-05-03 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA'S – **SELECTED NEWS AND VIEWS*

*WORLD PRESS FREEDOM DAY – 03 MAY*

*---*


  --- Role of the Press Key to Indonesia’s Progress* *

--- SBY Must Keep Ball Rolling in Economy

--- Indonesia Must Keep the Wind in its Economy's Sails


  --- Confidence Abounds For Indonesia's Economy


  --- Don’t Let Corruption Steal Focus From Reform

--


  *Role of the Press Key to Indonesia’s Progress *

Jakarta Globe Editorial, 02 May 2010

Indonesia today enjoys one of the freest press climates in the region­ — 
at least as far as having the freedom to start up new publications. 
Shortly after the fall of Suharto’s authoritarian New Order government, 
the Ministry of Information, which was tasked with issuing press 
licenses and monitoring coverage of sensitive issues, was abolished. It 
was a startling reform, and the nation went from fearful of information 
to open and outspoken almost overnight.


As a result, there are more than 200 local publications and television 
stations in the country today, creating a vibrant media environment. 
Radio stations remain popular and a key source of news and information, 
while bloggers and the online media are mushrooming.

The press has also grown in influence. In the current era, both the 
government and opposition political parties understand and appreciate 
that they need to maintain open communication channels with the 
mainstream media.

The local media industry has come a long way since the repressive days 
of the New Order regime when newspapers and magazines could be closed by 
the government with little regard for due process. But as journalists in 
Indonesia celebrate World Press Freedom Day today, they should be 
mindful of continuing threats against them, in particular the threat of 
criminal defamation and various forms of intimidation designed to stifle 
their voices and the people’s right to know.

In recent years, there has been an alarming rise in the use of criminal 
defamation against journalists despite the enactment of the 1999 Law on 
the Press and the 2008 Law on Freedom of Information, which ostensibly 
protect journalists against charges of criminal defamation. 
Unfortunately, repressive criminal legislation remains on the books.

And while the media is now a full-fledged industry, it still struggles 
to attract the best and brightest Indonesians. This is primarily because 
of low salaries and the low prestige associated with journalism. The 
media must, however, acknowledge that professionalism among journalists 
also has to improve before salaries will rise and more bright young 
people will consider it a career option. There is a dire need to improve 
on-the-job training for young journalists as well as modernizing 
curriculums in journalism schools.

The future for Indonesia’s press is bright. As more people attain higher 
education, there will be a greater thirst for information, entertainment 
and enlightenment. Journalists must adapt to the changing landscape, and 
while they must continue to play a watchdog’s role to keep excessive 
government in check, the media must also play a nation-building role.

Given its ability to influence the populace and change mind-sets, the 
press has a unique opportunity to shape a new Indonesia. It must 
exercise its responsibility with wisdom and care. In many ways, the 
country’s future is in its hands.

* * *

SBY Must Keep Ball Rolling in EconomyJakarta Globe Editorial, 19 April 
2010:

President Susilo Bambang Yudhoyono put the economy back on the front 
burner in Bali on Monday and his timing could not have been better. 
Buffeted by a string of controversies, the president has at times taken 
his eye off the economic ball.

Tampaksiring Palace in verdant central Bali was the perfect setting for 
Yudhoyono to focus the government’s attention on the economy as senior 
officials, business leaders and provincial governors joined his cabinet 
for a three-day national retreat on economic strategy. To kick off the 
event, he outlined his 10 “Tampaksiring strategies” aimed at boosting 
economic growth.

These include encouraging significant growth in investment and exports, 
as well as developing human resources. The president was on the mark in 
noting that Indonesia must push per capita income beyond the $3,000 
level if it is to climb above emerging economy status and also reduce 
poverty. By the end of his term in 2014, Yudhoyono wants to see a per 
capita income of $4,500.

With average income now at $2,600, the government, working with private 
business, must power the economy forward. The momentum is clearly with 
the country at this time and it would be a crime not to maximize this 
golden opportunity.

The president’s ambitious program also calls for a reduction in the 
official unemployment rate from about 8 percent to between 

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - “ Mijn Vriend SUKARNO” – Willem Oltmans,, Bagian – 2

2010-04-30 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Jum'at, 30 April 2010*

*---*


“*Mijn Vriend **SUKARNO”* – *Willem Oltmans *

*Bagian – 2*

Tulisan ini -- Juga hendak memberikan gambaran yang ' l a i n ' kepada 
'kita-kita' orang-orang Indonesia, -- mengenai orang-orang Belanda. 
Khususnya bersangkutan dengan pertanyaan: Bagaimana sebenarnya sikap 
Belanda sekarang ini, terhadap Indonesia? Apakah memperlakukan 
Indonesia, masih seperti dulu? Ataukah sudah berubah? Menganggap 
Indonesia sebagai suatu bangsa merdeka. Yang setara dan sederajat dengan 
Belanda?


Untuk menghindari sikap 'main-pukul-rata', maka dikemukakan dalam 
tulisan ini kasus kongkrit. Ia seorang Belanda. Wartawan kawakan. Ia 
meninggal dunia enam tahun yang lalu. Namanya WILLEM OLTMANS. Berbeda 
dengan banyak rekan-wartawan Belanda lainnya, ia punya penilaian 
tersendiri mengenai *Sukarno.* Baginya, Sukarno adalah seorang pemimpin 
nasional bangsa Indonesia dan Presiden pertama Republik Indonesia, telah 
memerdekakan bangsanya. Oltmans hormat dan mengaguminya. Wartawan 
Belanda itu, paling tidak selama sepuluh tahun, menyaksikan dengan mata 
kepala sendiri betapa Presiden Sukarno begitu dihormati, dicintai dan 
punya pengaruh amat besar di kalangan rakyatnya. Teristimewa di kalangan 
'wong cilik', di kalangan kaum 'Marhaen'.


Dalam salah satu tulisannya, Willem Oltmans, menjelaskan bahwa di 
kalangan penguasa dan lapisan tertentu masyarakat Belanda, ketika itu, 
i.e dalam periode sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sampai 
periode setelah 1949, --- *Sukarno adalah “Musuh-negara kita nomor 
satu”. Hij is “ Onze Staatsvijand nummer een”.*


Tokh -- 'musuh negara nomor satu” itu, kepala negara dan kepala 
pemerintah Indonesia tsb, bagi Willem Oltmans, adalah “Mijn Vriend 
Sukarno”. Adalah “Sahabatku Sukarno”.


Kata Oltmans: Sikap dan pelbagai cerita tentang Sukarno yang begitu 
sering dan paling suka dimamah-biak di Belanda dan di Barat, bahkan di 
kalangan Indonesia tertentu , -- didasarkan pada 'reka-rekaan' saja. 
Muncul dari emosi yang disebabkan, akhirnya oleh kenyataan yang sulit 
mereka cernakan. Yaitu: “Di*a itu, Sukarno, adalah pemenang yang tak 
diragukan lagi, dan bahwa kita orang-orang Belanda, telah bertindak 
sebagai orang-orang kalah yang menyedihkan (miserabel).*


** * **


Bagaimana bisa begitu?

Bukankah tidak sulit mencari di Belanda, (ketika itu dan sampai 
sekarangpun) -- tokoh-tokoh politik, pemimpin-pemimpin masyarakat, 
termasuk dari kalangan gereja, apalagi di kalangan penulis, pakar dan 
media, di kalangan para mantan 'KNIL' dan 'KL', --- yang 'tidak suka' 
dan 'membenci' Sukarno. Pandangan mereka-mereka itu sama dengan 
pandangan penguasa Belanda zaman kolonial. Menilai bahwa Sukarno adalah 
“musuh negara kita nomor satu”. Menemukan orang-orang sinis yang 
'anti-Sukarno' di Belanda samasekali TIDAK SULIT!!!


Dewasa ini, baik yang terang-terangan maupun yang terselubung, masih 
terdapat orang-orang Belanda yang 'benci setengah mati' kepada Sukarno.


Begitu mendengar nama Sukarno, maka cepat saja berkomentar: 'Oh itu, si 
kolaborator Jepang itu! 'Oh itu, yang beristri lebih dari empat itu'. 
'Oh itu, promotor konsep 'Demokrasi Terpimpin' yang 'telah gagal total' 
dan telah 'menjerumuskan' Indonesia'. 'Oh, itu, si 'diktator otoritér' 
yang berhubungan erat dengan Peking dan Moskow! Yang kerjasama dan 
Pro-PKI itu!'


Membantah fitnahan bahwa 'Sukarno kolaborator Jepang', Willem Oltmans 
mengingatkan pada buku-studi Prof. George McTurnan Kahin berjudul 
*Nationalism and Revolution* (1952). Di situ, (halaman 104 – 106) G.T 
Kahin menulis a.l.

“. . . . bahwa Sukarno menganggap Jepang sepenuhnya adalah fasis. 
Sukarno beranggapan bahwa ia dan kawan-kawan seperjuangannya harus 
menempuh cara perjuangan yang paling halu (subtiel), untuk menghindar 
dari berbentrokan dengan kekuatan (pendudukan militer) Jepang. Maka 
mereka bertindak sedemikian rupa sehingga Jepang menganggap mereka 
berkolaborasi”.


Seperti apa yang saya lakukan, kata Oltmans, Prof G.T. Kahin mengambil 
kesimpulan demikian itu, melalui proses penelitian terhadap Bung Karno, 
Hatta, Sjahrir dan banyak orang Indonesia lainnya.


* * *


Tidak sekali-dua kutulis, bahwa, masih ada, --- *bahkan tidak sedikit 
jumlahnya orang-orang Belanda yang berpandangan w a j a r mengenai 
Sukarno dan Indonesia*. Mereka mampu melihat realita dan menilai bahwa 
Sukarno, *pertama-tama,* adalah seorang pemimpin terkemuka perjuangan 
kemerdekaan bangsa Indonesia. Seorang pahlawan bangsa yang dicintai 
rakyatnya. Bahwa Sukarno adalah salah seorang terpenting pembangun 
NASION INDONESIA. Bahwa Sukarno adalah pejuang nasional yang telah 
memberikan segala-galanya yang terbaik dari hidupnya demi kepentingan 
bangsa dan tanah air Indonesia. Bahwa, --- adalah Sukarno yang menggali 
dari bumi Indonesia, dasar falsafah kenegaraan bangsa Indonesia. Serta 
dengan populer dan sistimatis merumuskannya, dalam pidatonya ( 1 Juni 
1945) “LAHIRMYA

[wanita-muslimah] *IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - ERASMUS HUIS JAKARTA MEMPERINGATI MULTATULI

2010-04-29 Terurut Topik isa
**IBRAHIM ISA**) - Berbagi Cerita
---
Kemis, 29 April 2010*


Pagi ini kuterima e-mail dari Paul Peters, Direktur ERASMUS HUIS 
Jakarta, sekitar:


---
 

PERTUNJUKAN TEATER Dengan Judul
MAX HAVELAAR SPEECH, di ERASMUS HUIS JAKARTA

Untuk MEMPERINGATI KELAHIRAN EDUARD DOUWES DEKKER,
alias MULTATULI dan PERAYAAN 150 TH BUKU MAX HAVELAAR

 



Bung Paul Peters y.b.,


Terima kasih atas informasi dan undangan untuk menghadiri PERTUNJUKAN 
TEATER DENGAN JUDUL
MAX HAVELAAR SPEECH, untuk MEMPERINGATI KELAHIRAN EDUARD DOUWES 
DEKKER, alias

MULTATULI, penulis karya sastra roman kenamaan Belanda  MAX HAVELAAR;

dan PERAYAAN 150 TH BUKU MAX HAVELAAR pada tanggal 03 Mei jam 20.00 
yad, di ERASMUS HUIS, JAKARTA.

Sayang sekali, kebetulan saya masih ada di Amsterdam.


Menghaapkan Sukses!


Salam takzim,
I. Isa
*) Ibrahim Isa adalah
Sekretaris Stichting Wertheim, Amsterdam
Publisis
- 


TERLAMPIR INFORMASI DAN UNDANGAN DARI PAUL PETERS:

Peters, Paul schreef:


message from Paul Peters
Director Erasmus Huis



 Theatre play Max Havelaar Speech

Right-click here to download pictures. To help protect your privacy, 
Outlook prevented automatic download of this picture from the Internet.

*Please click attached PDF documentRight-click here to download 
pictures. To help protect your privacy, Outlook prevented automatic 
download of this picture from the Internet. Adobe Acrobat PDF 
pdfmaxhavelaar.pdf (312 Kb) 
BLOCKED::http://cms.mfa.nl//aspx/download.aspx?file=/contents/pages/57185/pdfmaxhavelaar.pdf*
 


*Senin, 3 Mei 2010 / Monday, 3 May 2010, 20.00, Erasmus Huis, Jl, H.R. 
Rasuna Said Kav. S-3, 12950 Jakarta, 021 - 5241069*

*Teater/Theater
Max Havelaar
Sutradara/Director: Rachman Sabur
Dalam bahasa Indonesia/ Language Indonesian*

Dalam rangka memperingati kelahiran Eduard Douwes, Dekker, nama pena 
Multatuli (1820-1887) dan perayaan 150 tahun tahun buku Max Havelaar. 
Yayasan Payung Hitam akan mempersembahkan pertunjukan teater dengan 
judul Max Havelaar Speech.
Pertunjukan ini adalah hasil kerjasama antara Payung Hitam, Erasmus 
Huis, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan HIVOS.
Informasi: Rachman Sabur, 0813 - 9529 9157, Ade Ii Syarifuddin, 0813 - 
2143 3943
Right-click here to download pictures. To help protect your privacy, 
Outlook prevented automatic download of this picture from the Internet. 
Emailadres payung_hita...@yahoo.com mailto:payung_hita...@yahoo.com 
BLOCKED::mailto:payung_hita...@yahoo.com

+++

To commemorate the birth of Eduard Douwes Dekker - pen name: Multatuli 
(1820-1887) and the 150th anniversary of his book Max Havelaar. Payung 
Hitam
Foundation will perform a theatre play called Max Havelaar Speech.
This play is a collaboration between Payung Hitam, Erasmus Huis, The 
Royal Netherlands Embassy and HIVOS.
Information: Rachman Sabur, 0813 - 9529 9157, Ade Ii Syarifuddin, 0813 - 
2143 3943
Right-click here to download pictures. To help protect your privacy, 
Outlook prevented automatic download of this picture from the Internet. 
Emailadres payung_hita...@yahoo.com mailto:payung_hita...@yahoo.com




[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Sejara wan Muda -- BONNIE TRIYANA,,Memperingati 150 Th “MAX HAVELAAR”

2010-04-27 Terurut Topik isa


  *IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

  *Selasa, 27 April 2010*

  *---*

  *Sejarawan Muda -- BONNIE TRIYANA *

  *Memperingati 150 Th “MAX HAVELAAR”*

  ** * **

  *Notisi:*

  Buku Mutatuli alias Eduard Douwes Dekker, -- “/*Max Havelaar, of
  de Koffiveilingen der Nederlandsche Handelmaatschappy */“,(Edisi
  Indonesia: “Max Havelaar atau Persekutuan Lelang Dagang Kopi
  Hindia Belanda” ) adalah novel pertama dalam sejarah literatur
  Belanda, yang begitu jelas MENGGUGAT FEODALISME (mengungkap sistim
  tanam-paksa) dan KOLONIALISME di Hindia Belanda.

  Bicara tentang *'jembatan- awal'* yang menghubungkan rakyat
  Indonesia dengan rakyat Belanda, adalah sikap dan pendirian Eduard
  Douwes Dekkter yang tercatat hitam diatas putih dalam sejarah
  hubungan kedua bangsa – – , *itulah JEMBATAN-AWAL yang
  sesungguhnya yang menghubungkan rakyat Belanda dengan rakyat
  Indonesia.*

  Karya Eduard Douwes Dekker tsb, yang ditulisnya di sebuah kamar di
  Brussel (1859) *dalam jangka waktu sebulan saja* (!!), terbit
  pertama tahun 1860. Di Belanda novel pendobrak ini dinilai sebagai
  karya sastra Belanda terbesar. Sebagai mula langkah- pembaruan
  dalam sejarah sastra Belanda. Khususnya gaya penulisannya yang
  memelopori suatu pendobrakan terhadap penulisan novel tradisionil.
  Dunia pendidikan Belanda menjadikan karya Mutatuli itu sebagai
  bacaan wajib di sekolah-sekolah.

  Edisi Indonesia pertama, terjemahan H.B. Jasin, terbit pada tahun
  1972 dan dicetak ulang 1973.



* * *


Dalam rangka memperingati 150-th terbitnya buku Douwes Dekker alias
Multatuli, “Max Havelaar atau Persekutuan Lelang Dagang Kopi Hindia
Belanda”, yang diselenggarakan dengan pelbagai kegiatan di
Amsterdam, punya gema yangnyata di Indonesia.

Sejarawan generasi baru *Bonnie Triyana*, mempersembahkan tulisannya sbb:



* * *



  *MADU Dan RACUN di Rangkasbitung*
  
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/04/26/KL/mbm.20100426.KL133346.id.html#

  *Bonnie Triyana, Sejarawan – *TEMPO ONLINE – 26 April 2010

  INI bukan roman tapi gugatan, demikian tema peringatan 190 tahun
  kelahiran Eduard Douwes Dekker alias Multatuli. Acara itu
  berbarengan dengan perayaan 150 tahun penerbitan Max Havelaar atau
  Persekutuan Lelang Dagang Kopi Hindia Belanda karya Multatuli,
  yang diselenggarakan di Belanda tahun ini. Dirayakan di tanah
  kelahirannya, Dekker dan Max Havelaar nyaris dilupakan di negeri
  yang pernah dibelanya: Indonesia.

  Max Havelaar diajukan Universitas van Amsterdam sebagai salah satu
  warisan dunia. Karya itu pernah dianggap sebagai roman picisan
  berdasarkan khayalan belaka. Tak sedikit orang yang menganggap
  Multatuli manusia frustrasi yang menumpahkan kekecewaannya pada
  sosok Bupati Lebak Raden Adipati Karta Natanagara yang ia benci.
  Sempat pula muncul pernyataan bahwa Multatuli tak berbeda dengan
  orang Belanda kulit putih lainnya yang datang ke Indonesia dengan
  satu tujuan: menjajah.

  Dekker alias Multatuli datang ke Rangkasbitung, Lebak, Banten pada
  pengujung Januari 1856. Posisi sebagai asisten residen ia dapatkan
  berkat lobi khusus E. de Waal kepada Gubernur Jenderal Hindia
  Belanda Duymaer van Twist. De Waal-kelak menjadi menteri urusan
  daerah kolonial-adalah kerabat dekat Everdine Huberte Baronesse
  van Wijnbergen, istri Dekker.

  Sebelum ke Rangkasbitung, Lebak, Dekker telah malang-melintang
  dalam berbagai penugasan sebagai amtenar-di Sumatera Barat,
  Karawang, Bagelen, Manado, dan Ambon. Penugasan ke Rangkasbitung
  adalah pengalaman baru bagi Dekker. Lebak, seperti beberapa daerah
  di Banten lainnya, adalah daerah minus yang menjadi ladang subur
  bagi tumbuhnya pemberontakan. Paling tidak ada dua pemberontakan
  besar yang terjadi pada abad ke-19: pemberontakan Haji Wakhia
  (1850) dan pemberontakan petani Banten (1888).

  Beberapa pekan setelah tiba di Rangkasbitung, Dekker tidak
  menunjukkan tanda-tanda bermusuhan dengan Bupati Lebak Raden
  Adipati Karta Natanagara. Ia malah pernah menawarkan uang kepada
  Bupati karena pejabat itu menanggung hidup banyak orang di luar
  keluarga inti. Hubungan baik yang dijalin oleh Dekker tampak dalam
  surat yang tak sempat ia kirimkan ke Gubernur Jenderal Van Twist.
  Kata Dekker, Bupati adalah orang yang sangat menyenangkan.

  Kalaupun Dekker mencium gelagat tak beres dari cara Karta
  Natanagara memerintah, ia tak langsung menegur. Dekker malah
  mengajak Bupati bicara dari hati ke hati layaknya sahabat. Patih
  Lebak yang menyaksikan pertemuan itu mengatakan baru pertama kali
  melihat pejabat Belanda bicara halus dan ramah. Pada waktu yang
  bersamaan, Natanagara sedang menyiapkan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita -“Mijn Vriend SUKARNO” – Willem Oltmans,,Ba gian –1

2010-04-26 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Senin, 26 April 2010*

*--*

“*Mijn Vriend **SUKARNO*” – Willem Oltmans

*Bagian –1*


* * *

“MIJN VRIEND SUKARNO”, dalam bahasa Indonesia “SAHABATKU SUKARNO”, 
adalah buku yang ditulis oleh wartawan kawakan Belanda, Willem Oltmans 
(10 Juni 1925 – 30 September 2004). Willem Oltmans telah menulis banyak 
buku. Yang terpenting antaranya adalah “MJJN VRIEND SUKARNO” (1995, 
Penerbit Het Spectrum BV, Utrecht). Supaya jangan salah faham, tulisan 
ini bukan sebuah 'pembicaraan i s i buku'. Tujuan utama penulisan ialah 
sebagai tambahan untuk 'mengenal' Bung Karno, melalui 'cerita' yang 
dituturkan oleh Willem Otlmans.


Suatu hal yang mutlak bila hendak 'mengenal Bung Karno', jalan terbaik 
adalah dengan teliti membaca buku beliau “*DI BAWAH BENDERA REVOLUSI”, 
Jilid I dan II*; Kemudian dua jilid buku penting adalah: 'REVOLUSI BELUM 
SELESAI, Jilid I dan II. Sebuah Kumpulan 100 Pidato Presiden Soekarno ( 
30 September 1965 – 13 Februari 1966). Penyunting Budi Setiyono dan 
sejarawan muda Bonnie Triyana. Buku-buku tsb teramat penting! Karena di 
situ bisa dibaca tentang politik dan visi Bung Karno, mengenai Indonesia 
dan dunia. Juga tentang perkembangan politik sesudah G30S; penjelasan 
berulang kali Presiden Sukarno bahwa 'Superemar' bukanlah 'penyerahan 
kekuasaan' kepada Jendral Suharto; dan bahwa Presiden Sukarno sampai 
akhir menentang dibubarkannya PKI.


Selain itu masih ada buku penting lainnya mengenai manusia langka, 
pemimpin besar bangsa Indonesia Sukarno, mengenai politik serta visinya. 
Buku itu berjudul *SUKARNO AN AUTOBIOGRAPHY, As Told to Cindy Adams, 
1965*. Buku ini barangkali adalah yang terpenting untuk mengenal Bung 
Karno. Karena di situ Bung Karno bicara s e n d i r i mengenai dirinya; 
tentang Indonesia dan dunia internasional. Mengenai pengalaman dan apa 
yang dianggapnya sudah ia capai selama hidupnya berjuang untuk bangsa 
Indonesia.


Sebuah buku lagi ialah : “*SOEKARNO, FOUNDING FATHER OF INDONESIA”*, 
2002, karya riset dan studi Prof. Dr Bob Hering. Penerbit KITLV, Leiden. 
Diluncurkan di KBRI Den Haag, wilayah Republik Indonesia, atas 
permintaan penulisnya sendiri.


* * *


Menyatakan 'mengenal', apalagi 'tau' tentang politik dan visi Bung 
Karno, tanpa membaca dan mempelajari dengan seksama buku-buku tsb, --- 
sama saja dengan 'cakap-cakap angin'. 'Cakap angin' seperti itu tak usah 
diperlakukan serius.


Di luar buku-buku tsb, masih ada banyak sekali buku dan tulisan mengenai 
Bung Karno.


Antara lain oleh pakar/penulis Belanda, Lambert Giebels, berjudul: 
*SOEKARNO Nederlandsch Onderdaan – Een biografie 1901 – 1950*. Buku 
Giebels yang kedua ialah “*SOEKARNO PRESIDENT, Een biografie 1950-1970*.


Satu buku lagi yang ditulis oleh pakar Australia J.D Legge, berjudul 
*SOEKARNO A Political Biography”*.


Barangkali masih perlu disebut satu buku lagi tentang Bung Karno.Yaitu 
yang ditulis oleh seorang pakar Jerman, Bernhard Dahm, berjudul 
“*SUKARNO'S KAMPF UM INDONESIENS UNABHANGIGKEIT”, Kiel, 1964.*


* * *


Dari sekian banyak pakar, penulis atau wartawan yang pernah menulis 
tentang Bung Karno, --- bisa dikatakan, wartawan asing, yang terdekat 
dengan pribadi Bung Karno, a.l. adalah wartawan Amerika CINDY ADAMS dan 
wartawan kawakan Belanda WILLEM OLTMANTS. Cindy Adams adalah wartawan 
yang menuliskan otobiografi Bung Karno, menurut apa yang diucap oleh 
Bung Karno dengan kata-katanya sendiri. Sedangkan Willem Oltmans adalah 
wartawan Belanda yang karena kedekatannya dan dukungannya kepada 
Presiden Sukarno, pemimpin bangsa dan perjuangan rakyat Indonesia untuk 
membebaskan Irian Barat, -- telah di'persona-non-gratakan' dan diisolasi 
sedemikain rupa, praktis membikin Oltmans tidak bisa lagi melakukan 
profesinya sebagai wartawan Belanda. Sehingga Oltmans harus hidup 
bertahun-tahun lamanya dari tunjangan.


Perlakuan yang demikian kejamnya oleh pemerintah Belanda ketika itu 
berlangsung selama 47 tahun. Hanyalah di periode pemerintah PM Lubbers, 
Willem Otlmans bisa mengadjukan tuntutan terhadap pemerintah Belanda 
periode Luns, di muka pengadilan Belanda. Setelah 47 tahun diisolasi dan 
menjadi 'pariah', melalui proses hukum di pengadilan akhirnya Oltmans 
menang. Pemerintah Belanda disalahkan. Oltmans 'direhabilitasi' dan 
negara harus membayar ganti rugi kepada Willem Oltmans sebanyak 8 juta 
gulden.


Bisa dipastikan bahwa memang Willem Oltmans adalah orang Belanda yang 
paling akrab dengan Presiden Sukarno. Hanya Willem Oltman yang oleh 
Presiden Sukarno pernah diberi sebuah foto-pribadi beliau. Lagipula 
dengan tulisan tangan dan ditandatangi dibawahnya oleh Presiden Sukarno 
sendiri. Berikut ini tertulis dalam tulisan Bung Karno sendiri di bawah 
fotonya itu:


“*VOOR WILM OLTMANS MET MIJN BESTE DANK. SOEKARNO', 4/9 – 1957.*


'Persahabatan' antara Bung Karno dengan Willem Oltmans, memang punya 
sejarah jauh kebelakang. Jelas pula BERLATAR BELAKANG POLITIK. Yaitu 
politik sikap peduli dan simpati

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SEJAUH MANA “DEMOKRASI” ,,Yang Bung YUSRIL PERJUANGKAN?

2010-04-24 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Sabtu, 24 April 2010*

*-*


*SEJAUH MANA “DEMOKRASI” *

*Yang Bung YUSRIL PERJUANGKAN? *


Sungguh menarik! Juga signifikan pernyataan mantan Menteri Menkumdang 
*Yusril Izha Mahendra* di Medan kemarin, 23 April 2010. Begini beliau 
nyatakan: “Dari seluruh pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di 
Indonesia, hanya terdapat dua Pemilu yang berlangsung dengan baik. Yakni 
Pemilu tahun 1955 dan tahun 1999”. Pemilu terakhir tahun 2009 lalu 
dinilai sebagai Pemilu terburuk dari sisi pelaksanaannya.* *


“*Pemilu Terbaik di Indonesia Tahun 1955 dan 1999”*. Begitu disimpulkan 
Yusriln Ihza Mahendra..


Kepedulian dengan perkembangan 'demokrasi' di negeri kita, adalah 
sesuatu yang patut dihargai. Apalagi bila sikap tsb datang dari seorang 
tokoh parpol Muslim seperti Yusril Ihza Mahendra, Ketua Majlis Syuro 
Partai Bulan Bintang (PBB).


Kita masih ingat suara sumbang bersangkutan dengan hak-hak demokrasi 
yang datang dari tokoh partai Islam lainnya, Hamzah Haz. Ketika itu dr 
Ciptaning, salah seorang kader muda PDI-P, dewasa ini anggota DPR dan 
salah seorang Ketua PDI-P, meluncurkan bukunya berjudul *“AKU BANGGA 
JADI ANAK PKI”.* Wapres periode itu, Hamzah Haz, ketua PPP, menuntut 
agar buku dr Ciptaning itu dilarang. Tidak boleh terbit. Hamzah Haz 
mengingatkan pada ketetapan MPRS yang sudah dibongkar-pasang oleh 
Suharto. Yaitu Tap MPRS No XXV, 1966, yang melarang Marxisme/Leninisme 
dan PKI. Kita juga ingat pernyataan tokoh besar dan kiayi Islam 
Abdurrahman Wahid, bahwa Tap MPRS No XXV, Th 1966 itu bertentangan 
dengan UUD RI, bertentangan dengan hak-hak demokrasi.


Suatu ketika, Menteri Menkumdang dalam kebinet Gus Dur, Yusril dikirim 
Presiden Abdurrahman Wahid ke Den Haag, Holland, a.l untuk melaksanakan 
Instruksi Presiden No.1 Tahun 2001. Instruksi Presiden tsb adalah dalam 
rangka pelaksanaan 'politik rekonsialiasi' Presiden Wahid. Dalam hal ini 
menyangkut ratusan warganegara RI yang oleh Presiden Wahid disebut 
'orang-orang yang terhalang pulang”. Mereka-mereka itu paspornya telah 
dicabut penguasa dengan sewenang-wenang. Padahal mereka adalah 
warganegara yang setia kepada Presiden Sukarno. Perlakuan 
sesewenang-wenang tsb dilakukan atas tuduhan 'terlibat dengan G30S'. 
Alasan sesungguhnya ialah karena mereka-mereka itu menolak mengutuk 
Presiden Sukarno yang dituduh terlibat, bahkan dituduh sebagai 'dalang' 
G30S. Parahnya ialah, pada saat penguasa Jendral Suharto bertindak 
demikian itu, Ir Sukarno formalnya masih menjabat sebagai Presiden 
Republik Indonesia. Sungguh ironis: Presiden Sukarno dituduh dalang 
G30S, yang dikatakan melakukan kudeta terhadap Presiden Republik 
Indonesia. Apa hendak dikata. Seluruh pendukung Orba, termasuk yang 
sekarang ini berkuasa, menerima absurditas dan kebohongan penguasa 
ketika itu.


* * *


Tahun 2001 itu Menteri Menkumdang Yusril Izha Mahendra mengadakan 
pertemuan dengan ratusan 'orang-orang yang terhalang pulang' tsb. 
Kebetulan penulis ini juga hadir di situ. Diggunakan kesemaptan itu 
untuk mengajukan tuntutan agar Tap MPRS No. XXV/1966 segera dicabut. 
Reaksi Yusril: Itu ketetapan MPRS, maka hal itu adalah urusan MPRS. 
Yusril menyatakan bahwa ia tak berwewenang.


Namun, Yusril merasa gembira dan bangga bisa melaksanakan Instruksi 
Presiden No. 1 Th 2001. Ia akan mengurus para warganegara yang paspornya 
dicabut dengan sewenang-wenang oleh Orba, agar bisa segera pulang 
kembali ke tanah air. Tanpa melalui macam-macam prosedur. Pokokny akan 
dipermudah. Yusril menyatakan bahwa Pemerintah Presiden Abdurrahman 
Wahid, punya 'political will' untuk mengurus masalah tsb. Tentu 
pernyataan tsb disambut dengan gembira.


*Catat ini: Jiwa kebijaksanaan Instruksi Presiden No. 1 Th 2001, ialah 
'REKONSILIASI'. Hakikatnya 'merehabilitasi' para warganegara yang telah 
diperlakukan tak adil, difitnah dan dituduh menyangkut Peristiwa 1965. 
Mereka-mereka itu diburukkan nama baiknya dan dijadikan orang 
'kelayaban' sepanjang lebih dari 32 tahun Orba. Dalam periode itu 
Presiden Wahid secara khusus mengunjungi Pramudya Ananta Tur di 
rumahnya, seorang eks-tapol Pulau Buru. Wahid hendak mendemonstrasikan 
dan mensosialisasikan 'kebiajakan rekonsiliasi' dan 'kebijakan 
rehabilitasi'nya pada seluruh bangas dan kepada dunia luar. Realita 
menunjukkan bahwa, meskipun REFORAMSI sedang bergelora, kekuatan 
anti-demokrasi di negeri kita masih unggul terbanding kekuatan 
pro-demokrasi. *


** * **


Celakanya Yusril mundur teratur, lupa pada janjinya akan melaksanakan 
Instruksi Presiden Wahid. Penyebabnya: Ramai-ramai yang ditimbulkan oleh 
parpol Islam – termasuk parpolnya sendiri PKB – dan golongan 
anti-demokratis lainnya. Mreka menuding Yusril akan membawa pulang 
'orang-orang PKI'. Sampai jatuhnya pemerintah Wahid Instruksi Presiden 
No. 1 itu t i d a k dikutik-kutik lagi. Di 'peti-eskan'. Termasuk 
dipeti-eskan oleh pemerintah Presiden Megawati yang menggantikan 
Presiden Wahid.


Episode dalam sejarah ini jangan sampai

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S FOCUS: - WOMEN'S RIGHTS IN INDONESIA

2010-04-21 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA'S FOCUS: *

*On KARTINI DAY, 21 APRIL 2010*

*--*

*WOMEN'S RIGHTS IN INDONESIA*

April 21, 2010 -- Nurfika Osman  Ismira Lutfia

*As Indonesia Celebrates Kartini Day, Observers Say Women's Rights Lacking*

If Indonesia were to be graded on its efforts to empower women and 
uphold their rights, it would score poorly, according to activists and 
academics.
The country today marks Kartini Day, which celebrates the Indonesian 
heroine who led the struggle for women's equality. Indonesia's efforts 
to empower women, however, have been hampered by the weak implementation 
of laws designed to accomplish that goal, and other pieces of 
legislation that are seen to infringe upon the rights of women.

Ida Rowaida, head of the gender studies department at the University of 
Indonesia, told the Jakarta Globe that Indonesia had made progress with 
the passage of the 2007 Law on Trafficking, the 2004 Law on Domestic 
Violence and a new law on gender equality, which is currently being 
drafted. She said the laws should serve as a legal reference to ensure 
that all government policies are gender sensitive.
However, we have not seen the translation of these laws in the field, 
she said.

Mariana Amiruddin, executive director of Jurnal Perempuan, a women's 
rights magazine, said no significant achievements had resulted from 
these laws, as many people do not even understand the definition of 
gender and women's empowerment.
There is a severe lack of awareness, Mariana said. In the case of 
trafficking, for example, how can people implement the law when they do 
not understand what trafficking is? Government programs have not reached 
targets, she said. Ask people in villages that have many cases of 
trafficking. They do not know anything about it.
The 2008 Anti-Pornography Law, recently upheld by the Constitutional 
Court, the existence of more than 150 discriminative bylaws that still 
have not been annulled despite repeated calls and the proposed law on 
marriage were cited as huge setbacks to women's rights.

The wife of late former President Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah, said 
legislation such as the Anti-Pornography Law put barriers on women.

Mariana criticized the government for its failure to annul 154 bylaws 
nationwide that are considered discriminatory, 64 of which discriminate 
against a woman's right to freely express herself and women's right to 
gainful employment.

This is a reality in our society and this shows backwardness, she said.

Ida said these discriminatory laws are showing us how the state views 
women. The concept of gender and equality remains a big question mark. 
How can we implement a gender-sensitive budget and so on? she said, 
referring to the State Ministry for Women's Empowerment and Child 
Protection's push for seven ministries to implement a gender-responsive 
budget system.

Kasmawati, the deputy for public institution empowerment at the 
ministry, acknowledged that women's development in Indonesia was still 
far from satisfactory, based on the United Nations Development Program's 
Gender Development Index. In a report released in March, Indonesia 
ranked 90th out of 156 countries in the index for 2009, down from the 
80th position it held in 2007.

We are still lagging behind and we still have to work hard to catch up 
because women are still marginalized even though there are laws [on 
women's rights], she said.
To address the issue of discriminatory laws, she said female lawmakers 
should be empowered by the political parties they represent. The 
parties have to fully support them so women's rights are upheld, 
Kasmawati said.

She also applauded the House for having some male lawmakers who had good 
gender perspectives, but said that we need more of them.

Sinta and Ida said the prevailing culture was to blame for many of the 
problems. Structural intervention such as in law is important, but 
cultural intervention such as education is more important, Ida said. 
There are people who see gender as a threat.
Sinta said that barriers to proper implementation of the gender laws 
sometimes came from women themselves. They relish their subordinance 
[to men].

Maria Farida Indrati says women must lead the fight for their rights.


  -


  Judging by Her Record, Maria Farida is Not Afraid to Stand Out

The no-nonsense, matter-of-fact qualities that impress most who met 
Maria Farida Indrati belie the warmth and friendliness underneath. 
Maria, 60, is not your stereotypical Javanese woman.

Not only is she the country's first woman to sit on the Constitutional 
Court, she has also distinguished herself with dissenting opinions on 
three major verdicts ­--- setting aside a number of seats in the 
legislature for women, the Anti-Pornography Law and on Monday the 
Blasphemy Law. To mark Kartini Day, Maria shares her views on how far 
the country's women have made it with 

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Besok Rabu DUAPULUH SATU APRIL Adalah “HARI KAR TINI”

2010-04-20 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Selasa, 20 April 2010*

**

Besok Rabu DUAPULUH SATU APRIL Adalah “HARI KARTINI”


--- Memperingatinya a.l.. dengan menyiarkan tulisan LAKSMI PAMUNTJAK, 
yang disampaikannya dalam diskusi tentang Kartini dan Eropa untuk 
memperingati Hari Kartini di Teater Utan Kayu, Jakarta, 21 April 2008.


* * *

Besok 21 April 2010, adalah *“HARI KARTINI”* (Jepara, 21 April 1879 – 
Rembang, September 1904'. Setiap tahun diperingati oleh bangsa kita. Itu 
berlangsung sejak 'zaman kolonial'. Semakin lama isi peringatan HARI 
KARTINI, semakin luas arti yang diberikan terhadapnya. Entah sudah 
berapa banyak tulisan, seminar dan buku yang ditulis tentang KARTINI. 
KARTINI sendiri bicara melalui surat-suratnya. Kemudian dibukukan 
berjudul “HABIS GELAP TERBITLAH TERANG”. Lalu dipublikasikan secara 
luas, di Indonesia, maupun di Belanda.


Juga telah diterjemahkan dalam pelbagai bahasa asing.


Tak diragukan Kartini adalah tokoh wanita Indonesia yang lahir pada 
zaman kolonial Hindia Belanda, dalam lingkungan feodal Jawa, TAPI SIKAP 
DAN VISINYA mendobrak lingkungan feodal dan jauh memandang ke haridepan 
dimana perempuan Indonesia harus merebut kebebasannya.


* * *


*Laksmi Pamuntjak*, penulis dan budayawan Indonesia generasi muda, yang 
banyak menulis dan memberikan ceramah sekitar sastradan budaya 
Indonesia, menyambut HARI KARTINI 21 April besok, dengan menyiarkan 
kembali tulisan yang dibuatnya pada tnggal 20 Arpil 2008. Tulisan Laksmi 
itu UNIK. Lain dari yang lain. Namun berisi dan bermutu, mengundang 
pembaca untuk lebih lanjut 'mengenal Kartini'. Menelusuri Visi dan 
peranannya dalam proses wanita Indonesia berjuang untuk kebebasannya 
sebagai manusia yang sama-hak dengan kaum lelaki.


Aku membaca tulisan Laksmi Pamuntjak di Facebook sore hari ini. Setelah 
membacanya tergerak untuk ikut mempublikasikannya dalam 'network-ku'. 
Agar pembacaku juga bisa mengkhayati tulisan Laksmi Pamuntjak itu.


Tulis Laksmi Pamuntjak a.l.:


*Tulisnya pada Stella: “Apa peduliku soal peraturan-peraturan adat? Aku 
gembira sekali akhirnya dapat mengoyak peraturan adat Jawa yang konyol 
itu saat berbincang dalam tulisanku ini. Adat peraturan ini dibuat oleh 
manusia, bagiku itu menjijikkan.” *


*Sebelumnya kita baca dalam tulisan Laksmi: *


“*Apa yang kita lihat dalam diri Kartini adalah sebuah upaya yang 
konsisten untuk memaknai dirinya sebagai aspek perlawanan dari mimikri. “*



*Kartini dan Eropa: Sebuah Mimikri**

 *oleh Laksmi Pamuntjak *


*Tulisan ini disampaikan dalam diskusi tentang Kartini dan Eropa untuk 
memperingati Hari Kartini di Teater Utan Kayu, Jakarta, 21 April 2008.


Selama ini bila Kartini dibicarakan, ia selalu dilihat sebagai sosok 
yang utuh dan transparan. Atau ia sebagai feminis, sebagai pendekar 
emansipasi perempuan, atau sebagai pembela rakyat, pejuang anti-kolonial.

Tapi kita perlu ingat, dalam membaca Kartini, kita sebenarnya membaca 
sejumlah besar surat. Ia bukan saja berbicara mengenai “Aku” dan 
“Engkau” tapi juga kepada seorang “Engkau”, yang senantiasa harus 
ditafsirkan dan dinegosiasi. Kartini adalah contoh bagaimana “Aku” 
selalu merupakan subyek dalam proses.

Ini tampak jelas dalam surat pembuka Kartini kepada Stella Zeehandelar, 
seorang feminis dan sosialis Belanda berdarah Yahudi, jurnalis majalah 
mingguan Belanda untuk perempuan-perempuan muda progresif, De 
Hollandsche Lelie, yang mempunyai hubungan kuat dengan gerakan sosialis 
ternama di Belanda: “Panggil saja aku Kartini—itu namaku.”

Kalimat ini terkenal karena menjadi judul buku Pramoedya Ananta Toer 
tentang perempuan muda dari Jepara ini. Tetapi sebenarnya di sini 
Kartini menandaskan ke-”aku”-annya dengan memakai tatapan dan bahasa 
pihak Yang Lain, yang “bukan Aku”.

“Ketika aku memberikan alamatku kepada Mev. Van Wermeskerken tentu aku 
tidak bisa hanya menulis Kartini bukan, hal ini pasti akan mereka anggap 
aneh di Belanda dan untuk menulis “mejuffrouw” (nona) atau sejenisnya di 
depan namaku, wah, aku tidak berhak untuk itu—aku hanyalah orang Jawa.” 
tulis Kartini.

Ini bisa jadi semacam sarkasme, tapi juga bisa murni sebuah kesantunan 
terhadap seorang asing yang baru saja ia kenal. Ia juga dapat dilihat 
sebagai usaha menyesuaikan diri, agar lebih mudah dipahami orang di 
Belanda.

Surat memang berbeda dari jurnal karena ia harus selalu menempatkan diri 
dalam dialog dengan orang lain. Kadang ia berpuisi dengan liris, 
beretorika dengan mengumpat, atau berbisik dengan lirih. Kadang ia mesra 
layaknya terhadap seorang kekasih: “Nanti, nanti, Stella, pujaanku, saat 
aku sudah menggenggamnya di tanganku, erat, amat erat, sehingga tak akan 
lepas, saat itulah kau akan tahu.” Tetapi tak jarang pula ia berjarak, 
seperti pada ketakmampuan Kartini mengakui, dalam surat pertama, bahwa 
ia anak selir.

Surat berbeda dengan esai. Esai menghadirkan semacam sesuatu yang 
konstan (terutama dalam struktur, metode, kronologi dan fakta sejarah 
yang jelas

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA – COMMEMMORATING The 55TH ANNIVERSARY OF The AFRO-ASIAN CONFERENCE

2010-04-19 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA – **19 April 2010 **
COMMEMMORATING The 55TH ANNIVERSARY OF The AFRO-ASIAN CONFERENCE 
Bandung, 1955) **File 5*

*NOTICE:*

*18 April, 1955, the historical epochmaking Afro-Asian Conference was 
held at Bandung, Indonesia.*

*To freshen up our readers on the importance of the Bandung Conference, 
4 documents on the conference have been published here. Among others the 
speech of President Sukarno of the Republic of Indonesia at the opening 
session of the conference (File-3), and the speech of PM Pandit 
Jawaharlal Nehru of the Republic of India, at the political committee of 
the conference (File 4 ) –.*

*Follows below an Editorial of the Chinese People's Daily (18 April 
2005) marking the 50*^*th* *anniversary of the Bandung Conference.*



** * **

*Peole's Daily Editorial - (China):*

*Editor's notes*

People's Daily today publishes on the front page an editorial marking 
the 50th anniversary of the Bandung Conference. Full text of the 
editorial reads as follows:

Today marks the 50th anniversary of the convocation of the well-known 
Bandung Conference.

The Afro-Asian Conference held in Bandung, Indonesia from April 18 to 
24, 1955 was an international meeting, the convocation of which was 
initiated by Asian and African countries themselves for the first time 
in history to discuss major issues related to various Asian and African 
countries.

At the week-long conference, the 304 delegates from 29 countries and 
regions scored many important achievements by breaking through 
imperialist obstructions and sabotages. The Final Communique of the 
Afro-Asian Conference unanimously adopted by the conference covers 
seven aspects including the participating countries' economic 
cooperation, cultural cooperation, human rights and self-determination, 
the question concerning people of dependencies, and promotion of world 
peace and cooperation, consensus was reached in these aspects. In the 
communiqu��,The Declaration on Promoting World Peace and 
Cooperation puts forward 10 famous principles, which extend and develop 
the Five Principles of Peaceful Coexistence (mutual respect for 
territorial integrity and sovereignty; mutual non-aggression; 
non-interference in each other's internal affairs; equality and mutual 
benefit; and peaceful coexistence), and which represent Asian-African 
countries' important contributions to the norms of international 
relations. On the basis of in-depth discussions on various topics, the 
conference formed the spirit of the Bandung Conference which features 
the monolithic solidarity of the people of various Asian and African 
countries, opposition to imperialism and colonialism, fight for and 
safeguard of national independence, defense of world peace and 
enhancement of friendships between people of various countries.

Convocation of the Bandung Conference was seen as an indication of the 
awakening of the people in the extensive regions of Asia and Africa, and 
as an important turning point in the history of Asian-African national 
liberation movements. Since then, Asian and African countries have 
mounted as an important rising force on to the international arena.

In the 50 years after the Bandung Conference, the Asian-African region 
has experienced great changes. The system of colonial rule and racial 
segregation has become a thing of the past, the vast numbers of Asian 
and African countries are playing an increasingly great role in 
international affairs and have scored world-attracting achievements in 
economic development. Many Asian countries are heading for economic 
revitalization, and numerous African countries are exploring ways of 
independent development. Although there may still be many difficulties, 
people are convinced that the 21st century will certainly be a century 
in which the numerous Asian and African countries will further advance 
toward development and prosperity.

China was an active participant in the Bandung Conference. Premier Zhou 
Enlai led the Chinese Delegation to the conference, putting forward and 
always persisting in the principle of seeking common ground while 
reserving differences, thus making important contribution to the success 
of the conference. Premier Zhou Enlai helped dispel doubts, defuse 
puzzles and quiet down disputes with his charisma of personality, 
political wisdom and an attitude of equality, thus promoting the cause 
of Asian-African solidarity and winning respect and admiration from 
various quarters. The illustrious manifestations of the Chinese 
Delegation at the Bandung Conference can be regarded as a monumental 
work in New China's diplomatic history. The brilliant achievements China 
has gained on its road of peace and development over the past half 
century all the more represents a successful practice of the Bandung 
spirit. Today, China continues to firmly persist in the Bandung spirit 
featuring solidarity, equality and cooperationto strengthen relations 
with Asian-African

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - 'Per himpunan Persaudaraan' (Holland), Menampi lkan Film,,'PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN'

2010-04-18 Terurut Topik isa
IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita

Minggu, 18 April 2010




'Perhimpunan Persaudaraan' (Holland), Menampilkan Film

'PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN'


Pada pagi-siang-sampai sore Minggu yang cerah ini, musim semi 
benar-benar menampakkan dirinya. Di taman-taman kecil sepanjang jalan 
sepeda tanam-tanaman

bunga-bungaan sudah memamerkan keindahannya dalam pelbagai warna dan 
bentuk. Sedangkan Sang Surya dengan leluasa berkiprah. Tanpa gangguan 
angin kencang. Angin sepoi-sepoi basa nan sejuk tentu selalu ada. Kalau 
tidak bukan musim semi namanya.


Pada hari Minggu tanggal 18 April inilah “Perhimpunan Persaudaraan”, 
sebuah perkumpulan orang-orang Indonesia di Belanda, mengadakan Bazar di 
Diemen, dan pemutaran film: “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN” .


Tentang film inilah cerita kali ini nanti agak dipusatkan.


* * *


Dalam undangan yang dikirimkan Sekretaris “Perhipunan Pesaudaraan”, 
Aminah Idris, lewat e-mail di internet dan melalu hubungan tilpun, 
ditegaskan maksud pertemuan adalah agar para hadirin, handai taulan, 
saling bertemu, bertukar fikiran, bercakap-cakap dalam suasana santai 
dan menikmati makanan yang dihidangkan di situ dengan harga yang pantas. 
Boleh kutulis di sini bahwa makanan yang dihidangkan itu jauh lebih 
murah dari harga-harga di restoran. Rasanyapun lebih 'miroso'. Ada 
martabak, risoles, lemper, gado-gado dan lontong. Kebetulan aku milih 
lontong, karyanya istri Chalik Hamid. Memang sedap. Begitupun martabak 
dan risolesnya. Yang lain-lain kebetulan belum sempat kucicipi. Kiranya 
juga lezat-lezat.

Juga dijual buku-buku terbitan Indonesia. Ada yang buku politik, ada 
yang drama, cerpen maupun memoar.


Hadirin yang berjumlah kurang-lebih 70 orang itu, berdatangan dari 
Amsterdam, Diemen, Zeist, Purmerend, Almere, Utrecht, Woerden, dl 
tempatl--- Juga ada yang datang dari Paris dan Jerman. Mereka 
benar-benar memanfaatkan kesempatan tsb untuk bercengkerama, cakap-cakap 
dan saling bergurau. Maklumlah, kawan-kawan lama tsb bisa bertemu begini 
sesekali saja. Kegiatan “Perhimpunan Persaudaraan” yang diorganisir dari 
waktu ke waktu memang bermanfaat dan sangat dihargai prakarsa tsb di 
kalangan orang-orang Indonesia maupun orang Belanda, yang tampak 
sesekali berminat hadir dalam kegiatan itu.


Aku beruntung bertemu dengan sahabat lamaku, Tan Sie Tik. Tan memberikan 
sebuah makalah yang ditulis oleh seorang pakar dan penulis, Leo 
Suryadinata. Tulisan itu dimuat dalam Majalah Prisma No 3 Maret 1983. 
Jadi cukup tua bahan ini. Namun, penting artinya bagiku. Judulnya: -- 
LIEM KOEN HIAN PERANAKAN yang MENCARI IDENTITAS. Kalau tak salah Bung 
Karno menyebut nama Liem Koen Hian, dalam pidato beliau LAHIRNYA 
PANCASILA, 1 Juni 1945. Begitu kukatakan kepada Tan Sie Tik.


Bukan hanya itu yang kuperoleh dari Tan. Ada lagi. Yaitu, dua dvd. Satu 
berjudul “TJIDURIAN 19” dan satu lagi “40 YEARS OF SILENCE”. Menurut 
Tan, isi dvd yang kedua itu, adalah wawancara dengan para korban 
“Peristiwa 1965”. Diantaranya ada wawancara yang diambil oleh Dr John 
Roosa, penulis karya riset dan studi penting “G30S – Dalih Untuk 
Pembunuhan Masal dan Kudeta Suharto”. Berkali-kali kuucapkan terima 
kasih kepada Tan Sie Tik atas 'oleh-oleh' yang dibawanya untukku.


* * *


Salah seorang Ketua Perhimpunan Persaudaraan, Taufik Tahrawi membuka 
Bazar dan silaturahmi. Mulailah suasana penuh kehangatan dan 
persahabatan di kalangan masayrakat INDONESIA yang hadir disitu.


* * *


FILM -- “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN”. Memang menarik film itu, tetapi 
juga dikatakan “kontroversial”. Ya, biasalah. Ada yang suka, ada yang 
tak suka. Ada yang menilainya film baik dan berani. Ada yang mengatakan 
film tsb secara salah menginterpretasikan pemberlakuan agama Islam 
khususnya bersangkutan dengan perempuan. Tadinya kukira film itu 
bisa-baisa saja. Model cerita sinetron di tayangan pelbagai TV 
Indonesia. Nyatanya perkiraanku itu meleset. Baru sekali melihatnya, 
berani kukatakan film tsb BERMUTU. Memancing komentar, mengundang 
kritik, dan pujian. Jadi cukup menghimbau untuk melihatnya sendiri. 
Suranto, salah seorang Sekretaris “Perhimpunan Persaudaraan' memerlukan 
mengusakannya agar hadirin yang berminat bisa membeli dvd film tsb.


Komentar dari orang asing luar Indonesia, ada yang menilai film tsb 
sebagai pengemukaan tokoh pahlawan hak wanita, R.A. KARTINI, dalam 
sorotan dewasa ini.

Ada juga pendapat positif mengatakan film tsb telah mengangkat masalah 
KEBEBASAN WANITA dan hak-hak azasinya sebagai perempuan dan manusia 
secara baik dan populer.


* * *


Di bawah ini disampaikan sebuah SINOPSIS tentang film “PEREMPUAN 
BERKALUNG SORBAN”. Sinopsis ini dikirimkan bersama undangan yang 
dikeluarkan oleh”Perhimpunan Persaudaraan”.


SINPOSIS tsb cukup memberikan cerita singkat film. Juga dikemkakan 
pendapat yang pro dan kontra. Juga dsampaikan pendapat dan pandangan 
sutradranya sendiri: *H**anung Bramantyo *


** * **


*Sinopsis Film “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN”.*

Kisah

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Mem peringati 30 Th Penerbit 'Hasta Mitra'

2010-04-17 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Sabtu, 17 April 2010*

--


“*HASTA MITRA” – – - PENYULUH Dikala*

*KEBEBASAN BEREKSPRESI DIPASUNG 'ORBA' *

*Memperingati 30 Th Penerbit 'Hasta Mitra'*


*Kemarin malam kuterima sebuah e-mail dari sahabat baikku Gung Ayu. 
Kubuka e-mail tsb. Ternyata isinya adalah sepucuk surat undangan penting 
oleh Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI). Kukatakan penting karena 
'kita-kita' ini diundang oleh ISSI untuk menghadiri pertemuan pada 
tanggal 20 April yad, di Rumah Dolorasa Sinaga, Jl Pinang Ranti No. 40 
RT 015/RW 01, Pinang Ranti, Pondok Gede, Jakarta Timur (perempatan 
Garuda, seberang Tamini Square). *


*Kutekankan di sini pertemuan yang akan diadakan itu memang benar 
PENTING. Pertemuan tsb diselenggarakan ISSI: Untuk Mengenang 30 Tahun 
HASTA MITRA-- Mengenang sebuah perlawanan, merayakan perjuangan “Hasta 
Mitra”: MENCERDASKAN BANGSA LEWAT BUKU.*


*Selain pemutaran film dokumenter tentang Hasta Mitra oleh JAVIN – Akan 
ada perbincangan dengan tema: Jejak langkah Hasta Mitra dalam 
mencerdaskan bangsa bersama Wilson, Hilmar Farid, dan keluarga pendiri 
Hasta Mitra. Juga akan dipamerkan sejarah pelarangan buku dan buku-buku 
produksi Hasta Mitra.*


** * **


*Pembantaian lebih sejuta warganegara tak bersalah yang cinta dan 
membela Republik Indonesia dan Presiden Sukarno, 45 th yang lalu, adalah 
pelanggaran hak-hak azasi manusia yang terbesar dan terbiadab yang 
pernah dilakukan oleh penguasa sepanjang sejarah Indonesia. Sejajar 
dengan keseweang-wenangan ini rezim Orba melakukan pelanggaran terbesar 
lainnya terhadap hak-hak demokrasi: MEMASUNG KEBEBASAN BEREKSPRESI. Ini 
adalah fakta-fakta sejarah. Di Indonesia dan mancanegara dewasa ini, tak 
ada satupun sejarawan maupun penulis yang waras yang, yang masih mencoba 
untuk membantahnya.*


*Namun, ada satu fakta sejarah penting lainya yang pada pokoknya 
ditutupi atau bahkan dibantah oleh sementara sejarawan atau penulis. 
Yaitu sekitar munculnya tiga manusia pemberani Indonesia: *

*Jususf Isak, Hasyim Rachman dan Paramudya Ananta Tur. Di bawah ancaman 
kembali dimasukkan penjara (sebab ketiga manusia Indonesia itu adalah 
'eks-tapol' yang belum lama keluar penjara dan Pulau Buru), 
berhadap-hadapan dengan 'senapan bersansgkur' Jendral Suharto, mereka 
bertiga tampil tegak MENDOBRAK PASUNGAN KEBEBASAN BEREKSPRESI rezim Orba. *


*Seolah-olah suara melantang Bung Karno di zaman perjuangan kermerdekaan 
melawan kolonialisme dan imperialisme,  Jususf, Hasyim dan Pram 
meneriakkan suara lantang: INI DADAKU, MANA DADAMU!*


*Ketiga tokoh pejuang kebebasan berekspresi tsb bangkit, tidak 'jera' 
atas persekusi rezim orba, meringkuk lebih sepuluh tahun di penjara, dan 
di Pulau Buru. Mereka BERLAWAN. Tekad juang dan semangat perlawanan 
mereka, berjuang demi hak-hak demokrasi, khususnya kebebasan 
berekspresi: MEREKA MENDIRIKAN PENERBIT HASTA MITRA, Penerbit buku bermutu.*


*Sepenuhnya 'pas' untuk menytakan bahwa ketiga tokoh kebebasan 
berekspresi tsb telah membuat SEJARAH. Mencatat perlawanan mereka dengan 
perbuatan kongkrit dan nyata. Tak peduli dengan larangan dan ancaman 
penguasa – mereka tampil terbuka mendirikan penerbit Hasta Mitra. 
Menerbitkan buku tetralogi pertama Pram “BUMI MANUSIA”.*

*Berdirinya HASTA MITRA 30 th yang lalu, adalah suatu 'gebrakan', suatu 
'tinju perlawanan' yang ampuh terhadap pengekangan hak kebebasan 
berekspresi. Diterbitkannya buku Pram “Bumi Manusia” sebagai produk 
pertama Hasta Mitra, adalah suatu 'BREAKING NEWS'.*

*Tidak saja bagi Indonesia yang masih merana di bawah pelarangan 
kebebasan berekspresi, tetapi juga merupakan 'breaking news' bagi dunia 
internasional. Secepat kilat Pramudya Anantar Tur dan 'Bumi Manusia' 
menjadi di kenal oleh masyrakat Indonesia dan khazanah sastra Indonesia 
dan dunia. *


** * **


*Tiga puluh tahun sudah berlalu sejak didirikannya Hasta Mitra. Dengan 
sedih dan menyesal bahwa ketiga pahlawan pendobrak pemasungan kebebasan 
berekspresi: JUSUF ISAK, HASYIM RACHMAN, DAN PRAMUDYA ANANTA TUR telah 
tiada. Mereka adalah pahlawan-pahlawan pejuang demi kebebasan 
berekspresi melawan pemasungan sewenang-wenang rezim |Orba.*


** * **


*Wikipedia, sebuah ensiklopedia bebas di internet yang berpusat di 
Amerika, mencatat berikut ini mengenai Hasta Mitra: *


*Hasta Mitra* adalah nama sebuah penerbit buku di Indonesia yang 
didirikan oleh Hasjim Rashman, Jusuf Isak dan Pramudya AnantaTur, tiga 
orang tahanan politik Indonesia yang diasingkan di Pulau Buru.

Setelah ketiganya dibebaskan dari Buru pada tahun 1979, mereka membentuk 
Hasta Mitra pada April 1980. Jalan ini ditempuh ketiga orang tersebut 
agar masih bisa bekerja dalam bidang yang dekat dengan profesi lama 
mereka: jurnalistik dan sastra. Hasjim, Joesoef, dan Pramoedya 
sebelumnya telah dilarang oleh pemerintah untuk kembali ke profesi lama 
tersebut, dan dengan mendirikan Hasta Mitra mereka juga dapat menampung 
sekitar 20 bekas

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - File 4),,COMMEMMORATING The 55th Anniversary,,Of The AFRO-ASIAN CONFERENCE, BANDUNG 1955.

2010-04-16 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Friday, April 16, 2010*

*-*


*File 4)*

*COMMEMMORATING The 55*^*th* * Anniversary*

*Of The AFRO-ASIAN CONFERENCE, BANDUNG 1955.*


*Notice:*

Following is the speech of Prime Minister of the Republic of India, 
Pandit Jawaharlal* NEHRU*, at the Political Committee of the Bandung 
Conference. The Indian Prime Minister refuted the speech of the Turkish 
Delegation (member of the Western military alliance NATO). Nehru pointed 
ou the Turkish delegate is representing the views of one of the major 
military blocs in the world. Stressing India's independent foreign 
policy Nehru said:


*I belong to neither and I propose to belong to neither whatever 
happens in the world.*


Nehru insist upon India's stand of not siding on any of the military 
blocs, neither the US bloc nor the Soviet bloc, as follows:

*. . . So far as I am concerned, it does not matter what war takes 
place; we will not take part in it unless we have to defend ourselves. 
If I join any of these big groups I lose my identity. . . .*


* * *

*Prime Minister Nehru: *
*Speech to Bandung Conference Political Committee, 1955 *

Mr. Chairman,

The turn this discussion has taken is a much wider one than that we had 
already expected. In fact, it has covered the whole major heading. We 
have just had the advantage of listening to the distinguished leader of 
the Turkish Delegation who told us what lie, as a responsible leader of 
the nation must do and must not do. He gave us an able statement of what 
I might call one side representing
the views of one of the major blocs existing at the present time in the 
world. I have no doubt that an equally able disposition could be made on 
the part of the other bloc. I belong to neither and I propose to belong 
to neither whatever happens in the world. If we have to stand alone, we 
will stand by ourselves, whatever happens (and India has stood alone 
without any aid against a mighty Empire, the British Empire) and we 
propose to face all consequences. . . .

We do not agree with the communist teachings, we do not agree with
the anti-communist teachings, because they are both based on wrong 
principles. I never challenged the right of my country to defend itself; 
it has to. We will defend ourselves with whatever arms and strength we 
have, and if we have no arms we will defend ourselves without arms. I am 
dead certain that no country can conquer India.
Even the two great power blocs together cannot conquer India; not even 
the atom or the hydrogen bomb. I know what my people are. But I know 
also that if we rely on others, whatever great powers they might be if 
we look to them for sustenance, then we are weak indeed.
. . .

My country has made mistakes. Every country makes mistakes. I have no 
doubt we will make mistakes; we will Stumble and fall and get up. The 
mistakes of my country and perhaps the mistakes of other countries here 
do not make a difference; but the mistakes the Great Powers make do make 
a difference to the world and may well bring about a terrible 
catastrophe. I speak with the greatest respect of these Great Powers 
because they are not only great in military might
but in development, in culture, in civilization. But I do submit that 
greatness sometimes brings quite false values, false standards. When 
they begin to think in terms of military strength - whether it be the 
United Kingdom, the Soviet Union or the U.S.A. - then they are going 
away from the right track and the result of that will be that the 
overwhelming might of one country will conquer the world. Thus far the 
world has succeeded in preventing that; I cannot speak
for the future. . . .

. . . So far as I am concerned, it does not matter what war takes place; 
we will not take part in it unless we have to defend ourselves. If I 
join any of these big groups I lose my identity. . . . If all the world 
were to be divided up between these two big blocs what would be the 
result? The inevitable result would be war. Therefore every step that 
takes place in reducing that area in the world which may be called the 
/unaligned area is /a dangerous step and leads to war. It reduces that 
objective, that balance, that outlook which other countries without 
military might can perhaps exercise.

Honorable Members laid great stress on moral force. It is with military 
force that we are dealing now, but I submit that moral force counts and 
the moral force of Asia and Africa must, in spite of the atomic and 
hydrogen bombs of Russia, the U.S.A. or another country, count. . . .

. . . Many members present here do not obviously accept the communist 
ideology, while some of them do. For my part I do not. I am a positive 
person, not an 'anti' person. I want positive good for my country and 
the world.


*Therefore, are we, the countries of Asia and Africa, devoid of any 
positive position except being pro-communist or anti-communist?* Has it 
come to this, that the leaders

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Commemmorating The 55th Anniv. Of The BANDUNG CONFERENCE, April 1955 ,, File 3

2010-04-15 Terurut Topik isa

  Kolom IBRAHIM ISA


  Thursday,  15 April 2010

-
*Commemmorating The 55th Anniv. Of The BANDUNG CONFERENCE, April 1955 * 

*File 3*
*Notice:*


Following is the speech of President Sukarno of the Republic of
Indonesia, at the opening session of the Bandung Conference, April
18th 1955. In his speech Sukarno underlined that: -- 'COLONIALISM IS
NO YET DEAD'. It takes a new form,  i.e.  neo-colonialism. 

The actual international situation, in which the majority of he
world's people are still living in poverty; the economic and
financial activities are still dominated from world's financial
centres in New York, London, Tokyo, Paris and Frankfurt, -- are very
much similar to the situation, as described by President Sukarno
more than half a century ago. Not much has changed since then. 

*Sukarno:*

*I beg of you do not think of colonialism only in the classic form
which we of Indonesia, and our brothers in different parts of Asia
and Africa, knew. Colonialism has also its modern dress, in the form
of economic control, intellectual control, actual physical control
by a small but alien community within a nation. It is a skilful and
determined enemy, and it appears in many guises. It does not give up
its loot easily. Wherever, whenever and however it appears,
colonialism is an evil thing, and one which must be eradicated from
the earth. . . . *



* * *
*
**President Sukarno -- The Republic Indonesia: * 

Speech at the Opening Session of the Bandung Conference.

This twentieth century has been a period of terrific dynamism.
Perhaps the last fifty years have seen more developments and more
material progress than the previous five hundred years. Man has
learned to control many of the scourges which once threatened him.
He has learned to consume distance. He has learned to project his
voice and his picture across oceans and continents. lie has probed
deep into the secrets of nature and learned how to make the desert
bloom and the plants of the earth increase their bounty. He has
learned how to release the immense forces locked in the smallest
particles of matter. 

But has man's political skill marched hand-in-hand with his
technical and scientific skill? Man can chain lightning to his
command-can be control the society in which be lives? The answer is
No! The political skill of man has been far outstripped by technical
skill, and what lie has made he cannot be sure of controlling.

The result of this is fear. And man gasps for safety and morality.

Perhaps now more than at any other moment in the history of the
world, society, government and statesmanship need to be based upon
the highest code of morality and ethics. And in political terms,
what is the highest code of morality? It is the subordination of
everything to the well-being of mankind. But today we are faced with
a situation where the well-being of mankind is not always the
primary consideration. Many who are in places of high power think,
rather, of controlling the world.

Yes, we are living in a world of fear. The life of man today is
corroded and made bitter by fear. Fear of the future, fear of the
hydrogen bomb, fear of ideologies. Perhaps this fear is a greater
danger than the danger itself, because it is fear which drives men
to act foolishly, to act thoughtlessly, to act dangerously. . . .

All of us, I am certain, are united by more important things than
those which superficially divide us. We are united, for instance, by
a common detestation of colonialism in whatever form it appears. We
are united by a common detestation of racialism. And we are united
by a common determination to preserve and stabilise peace in the
world. . . .

We are often told Colonialism is dead. Let us not be deceived or
even soothed by that. 1 say to you, colonialism is not yet dead. How
can we say it is dead, so long as vast areas of Asia and Africa are
unfree.

And, I beg of you do not think of colonialism only in the classic
form which we of Indonesia, and our brothers in different parts of
Asia and Africa, knew. Colonialism has also its modern dress, in the
form of economic control, intellectual control, actual physical
control by a small but alien community within a nation. It is a
skilful and determined enemy, and it appears in many guises. It does
not give up its loot easily. Wherever, whenever and however it
appears, colonialism is an evil thing, and one which must be
eradicated from the earth. . . .

Not so very long ago we argued that peace was necessary for us
because an outbreak of fighting in our part of the world would
imperil our precious independence, so recently won at such great cost.

Today

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - 55 - Tahun KA A-Bandung – Retrospeksi Sekitar Perjuangan Pembebasan Irian Barat,,(II)

2010-04-14 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Rabu, 14 April 2010*

*-*


*55 - Tahun KAA-Bandung – Retrospeksi Sekitar Perjuangan Pembebasan 
Irian Barat*

*(II)*


*Memperingati 55 th. Konferensi Asia-Afrika Bandung, dapat dilakukan 
dengan berbagai cara. Cara yang kutempuh kali ini, pertama-tama 
merelease pelbagai dokumen dan tulisan mengenai Konferensi Asia-Afrika 
Pertama tsb. Itu dalam bahasa aslinya. Bahasa Inggris. Tak salah 
beranggapan bahwa pembaca internet Indonesia mampu memahami isi tulisan 
dalam bahasa Inggris. Releaase tsb telah dimulai kemarin. Akan menyusul 
disiarkan pidato-pidato Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Jaharlal 
Nehru. Kemudian tanggapan pelbagai fihak.*


*Memang maksud meniarkan kembali dalam bahasa Inggris dokumen-dokumen 
sekitar Konferensi Bandung tsb, ialah dalam rangka menyegarkan kembali 
ingatan sahabat dan relasi orang-orang asing, pembaca asing umumnya, 
mengenai arti penting bersejarah Konferensi Asia-Afrika Bandung. 
Terutama mengigatkan, bahwa hal-hal yang diputuskan dalam KAA Bandung 55 
tahun y.l., pada pokoknya masih relevan dalam situasi dunia dewasa ini. 
Memperingati KAA Bandung, bukanlah suatu kegiatan n o s t a l g i , 
seperti yang sering diuar-uarkan dan disiarkan oleh penulis-penulis 
sinis mengenai peristiwa sejarah penting bangsa kita.*


*Kali ini memperingati 55 th KAA Bandung, diteruskan dengan cara 
menyiarkan kembali tulisanku lima tahun yang lalu – 24 Maret 2005. Tema 
pokok: Kegiatanku di Cairo (Sekretariat Tetap Solidarias Rakyat-Rakyat 
Asia-Afrika) sekitar kampanye pembebasan Irian Barat.*


** * **



*IBRAHIM ISA*
*24 Maret 2005.*


*SETENGAH ABAD K.A.A – BANDUNG 1955 – 2005) *
*Keterlibatan-Ku dlm Gerakan N.G.O Asia-Afrika*

* * ** *

*Memperluas Dukungan Mancanegara Terhadap Perjuangan Pembebasan Irian 
Barat *

Pada suatu malam musim panas tahun 1961, bersama Murti (istriku) kami 
menghadiri pertemuan silaturakhmi di Kedutaan Besar Indonesia, Cairo. 
Pertemuan silaturakhmi seperti itu sudah berkali-kali diadakan yang 
maksudnya untuk mempererat tali persaudaraan dan keakraban di kalangan 
masyarakat Indonesia-Mesir, termasuk para mahasiswa yang sedang belajar 
di Al Azhar University, dengan KBRI khususnya. Tentunya malam itu 
acaranya termasuk cakap-cakap tentang perkembangan terakhir situasi 
tanah-air.

Pertemuan seperti itu inisiatornya adalah Dubes Sanusi Hardjadinata 
(mantan Gubernur Jawa Barat dan mantan Menteri Dalam Negeri, seorang 
tokoh parpol PNI). Sesuatu yang bermanfaat, oleh karena itu  dijadikan 
semacam tradisi. Dubes Isman (Ketua Kosgoro, mantan  pimpinan  TRIP Jawa 
Timur) yang menggantikan Dubes Sanusi ternyata juga meneruskan kebiasaan 
baik ini. Tidak tahu sekarang ini (2005), apalagi ketika di zaman Orba, 
apakah masih begitu.

Intermezo: Berkomunikasi dan berkordinasi dengan dua tokoh dubes “kita” 
itu, terus terang, rasanya lebih santai dan nyambung berkomunikasi 
dengan Dubes Isman. Dubes Sanusi Hardjadinata, terasa menonjol sikapnya 
yang karena sudah lama hidup dan bergiat sebagai abdi negara, 
mirip-mirip langgam pamong-praja. Jadi menteri-pun, sebenarnya ya, jadi 
birokrat juga. Diplomat kurang lebih idem dito. Akhirnya lama-lama pada 
jadi birokrat yang membosankan. Dalam otakku tersirat fikiran: Untung 
juga aku tak pernah menjadi pegawai negeri.

OK! . . . Dalam pertemuan silaturakhmi tsb, seperti biasa, kami  jumpai 
muka-muka “lama” yang  sudah cukup dikenal. Satu dua, ada yang baru. Di 
antara “muka-lama” di Cairo, bagiku, adalah *Saleh Bawazir*. Ia sudah 
lama di Cairo sebagai wartawan Kantor Berita Nasional Antara untuk Timur 
Tengah. Aku sebut nama Saleh Bawazir dalam kenanganku ini, karena benar 
dia ada sangkut pautnya dengan suatu kejadian dalam rangka kampanye kita 
untuk  pembebasan Irian Barat. Nanti bisa dilihat dalam kaitan yang 
bagaimana.

Saleh Bawazir seperti ‘kita-kita’ ini, adalah orang Indonesia yang tak 
pernah disebut “pri” atau “non-pri”, meskipun ia keturunan Arab. 
Mengapa? Wallahualam, bissawaab!

Wartawan Indonesia keturunan Arab, tentunya yang fasih berbahasa Arab 
seperti Saleh Bawazir temanku itu, punya syarat berharga sekali untuk 
bisa dengan efektif melakukan pekerjaannya di Cairo. Kalau hanya bisa 
berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, bisa juga jadi wartawan di 
dunia Arab. Tetapi seolah-olah “cacad”. Karena tidak bisa berbahasa 
setempat, maka tidak bisa secara luas dan luwes berkomunikasi langsung 
dengan masyarakat setempat. Pertama-tama dengan wartawan-wartawan 
setempat dan wartawan negeri Arab lainnya, yang banyak sekali di Cairo. 
Maklumlah ketika itu Mesir, dianggap dan dipandang sebagai 
“mercu-suarnya” dunia Arab yang progresif, yang anti-kolonialisme, 
anti-imperialisme, pro-kemerdekaan, yang berani berhadapan muka dan 
berbusung-dada terhadap dunia Barat. Seperti Bung Karno berani bilang 
terhadap Barat: “*Ini dadaku, mana dadamu!”* Mesir tidak takut “digebuk” 
oleh Barat, hatinya bukan hati pengecut seorang “antek”. Lebih dari itu

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - 55 Years Of AFRO-ASIAN CONFERENCE,,Bandung, 18 -24 April 1955,,(FILE-1)

2010-04-13 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA *

*13 April 2010*

**

*55 Years Of AFRO-ASIAN CONFERENCE *

*Bandung, 18 -24 April 1955*

*(FILE-1)*

NOTICE:

Fiftyfive years ago, a significant hitorical/political event took place 
at Bandung, Indonesia. The First Afro-Asian Conference -- f i r s t of 
its kind in the history of the two contintents -- was held from 18 -- 24 
April 1955. Twentynine countries attended that important meeting.


A significant and historical document was unaninously adopted: THE TEN 
BANDUNG PRINCIPLES OF PEACEFUL CO-EXISTENCE.


The meeting constitutea a great impetus to the national independence 
struggle of the

Afro-Asian peoples and countries. Asserting themselves as an 
independentt force, they are neither allied to or a substitute of the 
Western Bloc, nor the Eastern Bloc countries.


This Afro-Asian independent political movement that started at Bandung 
(1955) developed 6 years later, into a formal political movement called 
THE NON ALIGNED MOVEMENT (Belgrade, 1961).


* * *


 From today on, a series of important documents of different sources on 
the HISTORICAL BANDUNG CONFERENCE I will be published in this column:


* * *


History of the Afro-Asian Conference:

The first large-scale *Asian--African* or *Afro--Asian 
Conference*---also known as the *Bandung Conference*---was a meeting of 
Asian and African states, most of which were newly independent, which 
took place on April 18-24, 1955 in Bandung, Indonesia

The conference was organized by Indonesia, Burma, Pakistan, Ceylon (Sri 
Langka) and India, and was coordinated by Roeslan Abdulgani, Secretary 
General of the Indonesian Ministry of Foreign Affairs. The conference's 
stated aims were to promote Afro-Asian economic and cultural cooperation 
and to oppose colonialism or neo-colonialism by the United States, the 
Soviet Union , or any other imperialistic nations.



The conference was an important step toward the crystallization of the 
NON-ALIGNED MOVEMENT.



* * *



The conference reflected what they regarded as a reluctance by the 
Western powers to consult with them on decisions affecting Asia in a 
setting of Cold War tensions; their concern over tension between the 
People's Republic of China and the United States; their desire to lay 
firmer foundations for China's peace relations with themselves and the 
West; their opposition to colonialism, especially French influence in 
North Africa and French colonial rule in Algeria; and Indonesia's desire 
to promote its case in the dispute with the Netherlands over western New 
Guinea (Irian Barat)



SOEKARNO,the first president of the Republic of INDONESIA, portrayed 
himself as the leader of this group of nations, naming it *NEFOS* (Newly 
Emerging Forces).



Major debate centered around the question of whether Soviet policies in 
Eastern Europe and Central Asia should be censured along with Western 
colonialism. A consensus was reached in which colonialism in all of its 
manifestations was condemned, implicitly censuring the Soviet Union, as 
well as the West.



CHINA played an important role in 
http://en.wikipedia.org/wiki/Kashmir_Princess the conference and 
strengthened its relations with other Asian nations. Having survived an 
asassination attempt by foreign intelligence services on the way to the 
conference, the Chinese premier,ZHOU EN LAI, displayed a moderate and 
conciliatory attitude that tended to quiet fears of some anticommunist 
delegates concerning China's intentions.

Later in the conference, Zhou Enlai signed on to the article in the 
concluding declaration stating* that **overseas Chinese* 
http://en.wikipedia.org/wiki/Overseas_Chinese* **owed primary loyalty 
to their home nation, rather than to China* -- a highly sensitive issue 
for both his Indonesian hosts and for several other participating countries.

A 10-point Declaration on Promotion of World Peace and Cooperation, 
incorporating the principles of the UNO was adopted unanimously:



   1.

  /Respect for fundamental human rights and for the purposes and
  principles of the charter of the United Nations/

   2.

  /Respect for the sovereignty and territorial integrity of all
  nations/

   3.

  /Recognition of the equality of all races and of the equality of
  all nations large and small/

   4.

  /Abstention from intervention or interference in the internal
  affairs of another country/

   5.

  /Respect for the right of each nation to defend itself, singly or
  collectively, in conformity with the charter of the United Nations/

   6.

  /(a) Abstention from the use of arrangements of collective defence
  to serve any particular interests of the big powers
  (b) Abstention by any country from exerting pressures on other
  countries/

   7.

  /Refraining from acts or threats of aggression or the use of force
  against the territorial integrity or political independence of any
  country/

   8

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - KEBEBA SAN PERS Dengan ATMAKUSUMAH ASTRAATMADJA Di Rumah MINTARDJO

2010-04-09 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Jum'at, 09 April 2010*

*---*

*KEBEBASAN PERS** Dengan ATMAKUSUMAH ASTRAATMADJA Di Rumah MINTARDJO*



Dua minggu lalu kami kumpul-kumpul di Korenbloemenlaan 59, Oestgeest, 
Leiden. Di rumah siapa lagi. Kalau bukan rumahnya MINTARDJO. Diantara 
teman-teman terdekat dia disapa akrab: Bung MIN. Di kalangan mahasiswa 
dan para postgraduates Indonesia di Belanda ini, -- boleh dibilang tidak 
ada yang tak kenal *'Pak Min'*. Belum lama jurnalis Alpha yang sedang 
studi tambahan di Belanda, menulis tentang Mintardjo, dengan judul 
“INDONESIAN AT HEART”. Laporan dalam bahasa Inggris itu ditulis untuk 
The Jakarta Post.


Kali ini kumpul-kumpul di rumah Pak Min, atas undangan PPI Leiden. Untuk 
bercengkerama, berbincang-bincang santai dengan* ATMAKUSUMAH* 
*ASTRAATMADJA*. Ia datang dari Indonesia bersama istrinya. Putranya, 
Tri, yang sedang belajar di Leiden juga ada di situ.

Penuh sesak rumah Pak Min hari itu.


Acara hari itu: masalah “KEBEBASAN PERS”. Kongkritnya mendengarkan 
uraian Atmakusumah Astraatmadja, yang baru kembali dari suatu sidang 
UNESCO di Paris.


* * *


Tentu harus diperkenalkan lebih dulu: Siapa itu Atmakusumah Astraatmadja?

Ini dia: --- Mengenal sesorang, bisa dari riwayatnya yang diketahui. 
Atau dari apa yang ditulis orang lain tentang dia. Coba ikuti suatu 
tulisan tentang Atmakasumah a.l sbb: Indonesia mulai mengeyam udara 
nyaman 'kebebasan pers' sesudah Presiden Suharto digulingkan oleh 
gerakan massa menuntut Reformasi. Muncul seribu-satu macam penerbitan, 
termasuk koran, majalah, siaran radio dan TV. Semua leluasa memanfaatkan 
kebebasan ini. Tak terhindarkan muncul juga yang bisa dianggap tidak 
bertanggung-jawab atau 'berkelebihan'. Saat itu, timbul fikiran apakah 
kebebasan yang dicapai ini, tidak akan berakibat buruk?


Nyatanya memang ada petinggi Indonesia yang nyeletuk; Wah, demokrasi ini 
sudah 'kebablasan'. Aneh juga suara yang begini ini. Demokrasi di negeri 
kita masih pada tahap permulaan, sudah ada yang khawair akan timbul 
suasana 'anarkisme'! Suara konservatif begini, sering juga disebut 
keluhan dari jurusan 'the established forces'. Atau orang-orang yang 
sudah 'mapan' pada kekuasaan dan kekayaannya.


Pada saat itu Atmakusumah meyakinkan mereka-mereka yang ragu dan 
khawatir menyaksikan menggebu-gebunya 'kebebasan pers'. Ia menegaskan 
bahwa meskipun diakui adanya ekses, tetapi harus dipertahankan hak 
penerbit untuk melanggar disana-sini, sebagaimana halnya mereka dengan 
kuat mempertahankan hak wartawan untuk melakukan investigasi 
berita-berita yang disiarkan.


Namun, Atmakusumah menganjurkan rekan-rekannya untuk memelihara disiplin 
dan mematuhi kode etik-jurnalistik. Atmakusumah juga terlibat dalam 
merencanakan 'kode etik' yang dimaksudkan itu. Demikianlah, Dewan Pers 
dewasa ini dibimbing oleh kode tsb. Tanpa kompas moral, pers seakan-akan 
kapal yang kehilangan arah di tengah kabut tebal. Demikian Atmakusumah.


* * *


Atmakusumah amat peduli dengan generasi muda jurnalis. Ia getol bertukar 
fikiran dengan mereka, bersikap tenang dan bijaksana. Ia beranggapan 
Indonesia tetap berada dalam gejolak transisi politik yang bergelora. 
PERJUANGAN UNTUK KEBEBASAN MEDIA BELUM SELESAI.


Ketika memilih Atmakusumah Astraatmadja sebagai pemenang Award Ramon 
Magsaysay Th. 2000, atas pertimbangan pengakuan peranan Atmakusumah 
meletakkan dasar institusional dan profesional untuk era baru kebebasan 
pers di Indonesia.


* * *


Atmakasumah Astraatmadja meramalkan, bahwa pembaca-pembaca Indonesia, 
yang dewasa ini menikmati besar-kecilnya 'kebebasan pers' Indonesia, -- 
akan bisa menyimpulkan sendiri, mana yang benar dan mana yang tidak 
benar mengenai apa-apa yang disiarkan oleh media.


* * *

Dalam diskusi di Paris, Atmakusumah dihadapkan pada pertanyaan, orang 
harus mengambil sikap yang bagaimana, bila muncul seorang diktator baru 
yang kembali memberangus kebebasan pers. Atmakusumah: Kita harus 
mendidik generasi kini dan mendatang bagaimana berjuang demi membela 
kebebasan pers. Saya sendiri terlibat dalam perjuangan ini lebih dari 
setengah abad, jawab Atmakusumah.


Menurut saya, kata Atmakusumah, akan sulit sekali bagi seorang diktator 
baru untuk merebut kekuasaan di Indonesia. Karena rakyat telah menikmati 
dan menghargai manfaatnya kemerdekaan pers. Di Indonesia sekarang setiap 
orang bisa menyatakan pendapatnya, pandangan dan keluhan-keluhannya. Hal 
ini dilakukan bukan saja oleh para aktivis politik dan hak-hak manusia, 
tetapi juga oleh kaum pekerja dan buruh industri, petani dan para nelayan.


Di segi lain, media harus terus menerus memperbaiki kwalitasnya untuk 
menjamin, tak akan ada alasan bagi pemerintah dan publik melakukan 
penindasan terhadap kebebasan berekspresi.


Namun, adalah penting bagi penegak hukum, untuk pertama-tama, melindungi 
lembaga media bila mereka diancam dalam suatu demonstrasi yang menentang 
media, dan bukan 'bertekuk-lutut' dimuka kaum demostran

[wanita-muslimah] Invitation to connect on LinkedIn

2010-04-08 Terurut Topik IBRAHIM ISA
LinkedIn


   
I'd like to add you to my professional network on LinkedIn.

- IBRAHIM

IBRAHIM ISA
Independent Publishing Professional
Amsterdam Area, Netherlands

Confirm that you know IBRAHIM ISA
https://www.linkedin.com/e/isd/1208910388/mJAJY06i/


 
--
(c) 2010, LinkedIn Corporation

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS VIE WS

2010-04-07 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS  VIEWS*

*Wednesday, 07 April 2010*

*--*

*-- A disgraced police official turns on his former buddies *

*-- Megawati denies rift with husband*

**-- Bust corruption at tax office, SBY orders **

**-- From Gayus Tambunan to critical literacy**

**---**


 

*A disgraced police official turns on his former buddies *

Monday, 05 April 2010

Jakarta Globe:

Susno Duadji A disgraced police official turns on his former buddies

If there was ever an unlikely reformer, it is Susno Duadji, formerly the 
Indonesian National Police head of detectives, who was caught dead to 
rights by the country's anti-corruption agency for helping key officials 
ensnared in the notorious Bank Century scandal to flee the country. 
Susno was forced out of his position because of the scandal and was 
lucky he wasn't indicted. He remains in limbo in an unspecified capacity 
with the national police force.

But in the wake of his ouster, Susno has suddenly started blowing the 
whistle on his former associates. His revelations have caused an uproar 
in the entire national law enforcement establishment as he grants 
interviews to virtually every news organization that wants to listen. 

What he is delivering has nothing to do with a sudden about turn in 
conscience. It appears to have more to do with injured pride and the 
machinations against President Susilo Bambang Yudhoyono's reform team by 
the Golkar Party, headed by coal tycoon Aburizal Bakrie.

In March, Susno raised a storm by accusing three police officials, then 
identified only by their rank and initials – which meant it wouldn't be 
hard to figure out who they were -- of taking bribes from a mid-ranking 
tax official named Gayus Tambunan to bury a criminal probe after he was 
discovered to have Rp28 billion (US$3.1 million) in his bank account. 
The case has since ensnared the Attorney General's Office, top officials 
of the National Police and the Tangerang District Court as well the 
Directorate General of Taxation and a number of companies.

Despite the revelations over Tambunan's bank accounts, the Tangerang 
District Court acquitted the tax official of embezzlement on March 12 
and he promptly left Jakarta for Singapore with Susno sounding the 
alarm. Tambunan surrendered to police in Singapore. On Friday, the 
national police chief dismissed Police Brig. Gen. Edmond Ilyas, the 
former head of economic crimes, from his new job as Lampung Police Chief 
on information based on Susno's accusations. Brig. Gen. Radja Erisman, 
the current director of economic crimes, is also believed to have been 
implicated by Susno, partly because he unfroze Tambunan's bank accounts, 
which allowed him to flee. Ilyas and Erismana have filed criminal 
defamation complaints against Susno over his allegations, saying they 
were innocent of the charges.

Reportedly investigators have evidence that Ilyas received at least 
Rp1.1 billion from Tambunan and Andi Kosasih, a Batam businessman who 
was said to be helpful in connecting entrepreneurs with officials, 
especially entrepreneurs who have difficulty in obtaining business 
licenses.

Two more police officials, Comdr. Arafat Enanie and Adj. Comr. Sri 
Sumartini, are also suspects after it turned out that they questioned 
Tambunan in the relaxed atmosphere of Jakarta hotels rather than at 
National Police headquarters during the earlier probe of the tax 
official. Enanie is said to have received a Harley-Davidson motorcycle, 
a Toyota Fortuner and a house from Tambunan, a police source said. We 
already seized all of that as evidence, while Sumartini got Rp100 
million in cash, which she used to go on a pilgrimage to Mecca. Arafat 
is also said to have received bribes from PT Mega Cipta Jaya Garmindo, a 
company that allegedly transferred funds into Gayus's accounts. 

The Attorney General's Office is equally embarrassed over the way its 
prosecutors handled the case that ended with Tambunan's acquittal. Last 
week, Attorney General Hendarman Supandji was forced to stumble into a 
statement that they had not been bribed to dismiss the charges. Instead, 
he blamed thoughtlessness, saying they were overloaded with big cases.

The falling police officials led Eliswan Azly, a columnist writing for 
Antara, the government-owned and operated news service, to write that 
Susno had shown unprecedented courage in publicly disclosing 
case-brokering practices in the police force and quoted officials 
recommending that he take up the post of Head of the Corruption 
Eradication Commission (KPK),which became vacant after the former 
anti-graft chief, Antasari Azhar, was convicted of arranging the murder 
of a rival for an attractive female golf caddy's affections.

Despite Antasari's conviction, the KPK is widely considered to be the 
most unbuyable public agency in Indonesia. It was Susno, 

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - “NYA I ONTOSOROH” - DI TROPEN THEATER, AM STERDAM

2010-04-03 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Sabtu, 03 April 2010*

--

“*NYAI ONTOSOROH” *

DI TROPEN THEATER, AMSTERDAM


Masih kira-kira sebulan lagi.

Tetapi, kalau hendak dapat tempat yang 'enak' pada pementasan drama 
“They Call Me Nyai Ontosoroh”, cepat-cepatlah pesan tempat di Tropen 
Theatar Qmsterdam! Acara tsb dipentaskan dua kali di Amsterdam. Drama 
di-adaptasi oleh Faiza Mardzoeki dari novel Pramoedya Ananta Toer, “BUMI 
MANUSIA” .


Pementasan pertama, hari Kemis, 20 Mei yad ini (mulai jam 20.30). 
Berikutnya , pada 21 Mei (mulai jam 20.30). Lokasi: Tropen Theater, 
Kleine Zaal. Ticket – Euro 17. Isi drama oleh Tropen Theater Amsterdam 
dijelaskan sbb: “Van Onrechtvaardigheid naar onafhankelijkheid” -- “Dari 
Ketidak-adilan menuju ke Kemerdekaan.”


Yang menarik ialah, bahasa yang digunakan pada pementasan drama ini 
adalah bahasa INDONESIA. Dengan teks Inggris.

Bolehlah dibilang menarik, arena pementasan dilakukan di Belanda. 
Lagipula diperhitungkan hadirin akan banyak dari orang-orang Belanda dan 
orang-orang Indonesia yang sudah lama bermukim di Holland. Seperti 
kami-kami ini. Penonton pasti ingin dengar bagaimana anak panggung yang 
'bule', berbahasa Indonesia.


Drama “They Call Me Nyai Ontosoroh”, mengisahkan kehidupan Nyai 
Ontosoroh; putrinya Annelies (Indo), dan Minke, menantunya yang 
'pribumi' itu. Suatu kehidupan yang tragis. Karena di Hindia Belanda 
dulu, status sosial seseorang ditentukan oleh seberapa persen darah 
Eropah yang mengalir di tubuhnya. Empat orang artis mementaskan betapa 
tidak adilnya sistim kolonial yang merupakan dasar-mula perjuangan 
Indonesia untuk kemerdekaan.

* * *



“They Call Me Nyai Ontosoroh” adalah versi pendek drama “Nyai Ontosoroh” 
yang di adaptasi oleh* Faiza Mardzoeki *dari novel “Bumi Manusia” karya 
Pramoedya Ananta Toer. Drama aslinya berjudul : Nyai Ontosoroh”. Suatu 
produksi yang makan waktu tiga jam pementasan. Mulai dipentaskan pada 
tahun 2007. Sutradaranya berbeda-beda. Dimainkan di sembilan kota di 
Indonesia. Pengunjungnya ribuan. Perhatian publik ternyata cukup besar. 
Hal itu dapat dilihat dari publisitas luas serta tanggapan kritis oleh 
media nasional maupun daerah.


Versi baru yang lebih pendek, TheyCall Me Nyai Ontosoroh, dipentaskan 
oleh Tropen Theater Amsterdam. Rencananya akan dipertunjukkan di 
Nederland dan Belgia dalam tahun 2010 ini. Produser: *Faiza Mardzoeki. 
*Sutradara: Wawan Sofwan. Cerita menegangkan ini dipenuhi oleh kisah 
perjalanan hidup s e l i r (Nyai) Ontosoroh, dipersembahkan di panggung 
drama dengan menggunakan teknik flashback.


Juga digunakan seni video oleh Ariani Darmawan dan Yudith, dua orang 
artis film dan video yang terkenal. Musik dipimpin oleh Riki Setiakawa. 
Panggung di-design oleh Deden Bulqini. Deden adalah seorang penata 
panggung yang berhasil: Pakaian dan rias dikordinasi oleh Irina Dayasih.

Tampil di panggung memainkan peranan Nyai Otosoroh, adalah Sita Nursanti 
; Agni Melati sebagai Annelies; Willem Bevers sebagai Meneer Herman 
Melemma, sedangkan Bagus Setiawan sebagai Minke.


Rencana pementasan lainnya:


Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, 7 Mei 2010, jam 20.00
Erasmus Huis-Jakarta, 11 Mei, jam 20,00


* * *
Tong Tong Festival, Den Haag, 23-24 Mei, mulai jam 20.00
Antwerpen, Belgia, 26 Mei, jam 20.00

Informasi disadur dari siaran Tropen Theater Amsterdam * * *




[Non-text portions of this message have been removed]





===
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com 
wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - I.S. S.I. – SELAMAT BERKIPRAH !

2010-03-31 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Rabu, 31 Maret 2010*

*--*


*I.S.S.I. – SELAMAT BERKIPRAH !*

*(Terima kasih kepada HILMAR FARID yang mensosialisasikannya)*


Pagi ini kubuka computer-ku. Biasalah, berbagai macam e-mail yang masuk. 
Berjejejer puluhan news-items yang reguler dan wajar. Lalu, macam-macam 
info, artikel-artikel analitis, pamflet-pamflet dari pelbagai organisasi 
kampanye, seperti dari Presiden Barack Obama, Michael Moore, dll. Tidak 
ketinggalan pula dari lawannya, yaitu GOPUSA, dari Partai Republik. Ada 
juga komentar-komentar 'jeplakan' tanpa isi. Tanggapan-tanggapan yang 
'asbun' (asal bunyi). Pelbaga iklan dan promosi seribu-satu-macam 
komoditi juga bertebaran. Sampai-sampai muncul pecobaan 'maling-maling' 
untuk merampok creditcard orang-orang yang tidak waspada. Isi internet 
pokoknya: Serba-ada!


Ramainya dunia internet! Sungguh tidak kalah dengan 'pasar' ataupun 
'supermark'. Namun, jangan ragukan: Satu hal jelas. Kemajuan ilmu dan 
teknologi bersangkutan dengan internet amat bermanfaat bagi umat 
manusia: Siapa saja bisa menerima begitu banyak informasi dan berhargai 
dokumentasi. Internet juga merupakan alat berkomunikasi tanpa ongkos.


Bagiku yang suka menulis dan juga menjadi sebagai suatu 'hobi', internet 
itu amat sangat membantu.


* * *


Namun, pagi ini mataku terpancang pada nama HILMAR FARID.


Ia sejarawan Indonesia, penulis dan aktivis muda pro-demokrasi dan HAM. 
Kuterima dari Hilmar Farid sebuah news-item penting. Segera kubuka: 
Ternyata isinya memang informasi penting: Sekitar kegiatan sebuah 
lembaga masyarakat, bernama:


*INSTITUT SEJARAH SOSIAL INDONESIA (ISSI).*


*HILMAR! – SELAMAT ATAS KEHADIRAN SITUS ISSI:*


** * **


Komentarku belakangan saja!

Di bawah ini disiarkan kembali bahan informasi dari Hilmar Farid, sbb:


*Berikut link ke situs Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI),* 
http://sejarahsosial.org/. Sila ditengok!


*INSTITUT SEJARAH SOSIAL INDONESIA (ISSI) *dibentuk pada 2003 bertujuan 
memajukan penelitian dalam sejarah sosial di Indonesia, khususnya 
melalui metode sejarah lisan. Para penelitinya aktif mengikuti berbagai 
seminar tentang sejarah lisan di berbagai tempat, juga melakukan riset 
sejarah lisan antara lain mengenai organisasi perempuan, masyarakat 
Tionghoa, komunitas buruh industrial dan jagoan. Selain itu, mereka juga 
menyampaikan penelitiannya di berbagai konferensi ilmiah dan menerbitkan 
hasil-hasil penelitiannya di berbagai jurnal. Sebagai bagian dari 
program kegiatannya, ISSI mengurus arsip-arsip suara yang berasal dari 
riset sejarah lisan. ISSI juga mempunyai perpustakaan yang menyimpan 
2.500 judul buku, makalah dan majalah yang sebagian besar di antaranya 
berasal dari koleksi pribadi sejumlah individu. Secara umum, ISSI 
memiliki tiga program besar, yaitu:


*1.Riset dan publikasi*

ISSI memiliki perhatian besar pada pengembangan metode sejarah lisan. 
Berawal dari penelitian sejarah lisan tentang peristiwa 1965 yang 
dimulai sejak tahun 2000, saat ini ISSI sedang melakukan berbagai 
penelitian sejarah lisan dengan tema-tema lainnya, seperti sejarah 
gerakan perempuan, sejarah buruh, sejarah seniman LEKRA, sejarah 
pendidikan Tionghoa, sejarah seni Ketoprak. ISSI juga melakukan beragam 
riset yang dilakukan bersama lembaga-lembaga jaringan, seperti peristiwa 
Mei 1998 dan Semanggi (bekerja sama dengan Tim Relawan untuk 
Kemanusiaan), Solo dan peristiwa 1965 (kerjasama dengan ELSAM), dan 
riset bangunan-bangunan yang pernah digunakan oleh organisasi kiri 
(bekerjasama dengan Lembaga Kreativitas untuk Kemanusiaan). Riset yang 
terakhir ini menjadi bagian dari sebuah proyek pembuatan film Tjidurian 
19 (2009). Sedangkan untuk publikasi, hingga tahun 2009, ISSI telah 
menerbitkan buku Tahun yang Tak Pernah Berakhir (2004, kumpulan esai) 
dan Dalih Pembunuhan Massal (2008, John Roosa).


*2.Dokumentasi*
Sebagai sebuah lembaga riset sejarah, ISSI memiliki koleksi arsip suara 
sejumlah 390 wawancara, literatur sejumlah lebih dari 4000 judul dan 
audiovisual (foto dan rekaman audiovisual wawancara sejarah lisan).

3.Pendidikan
Sejak 2006, ISSI telah memulai program bersama guru-guru sejarah. 
Program ini dirasa penting, megingat pentingnya sejarah sebagai alat 
analisa dan pembangun karakter bangsa, bukan hanya sekedar rentetan 
fakta untuk dihafal. Dalam rangka reformasi pendidikan sejarah tersebut, 
ISSI bersama dengan kelompok guru yaitu Asosiasi Guru Sejarah Indonesia 
(AGSI) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah (MGMP Sejarah) telah 
mengadakan berbagai workshop dan seminar. Saat ini ISSI bersama AGSI 
telah memulai untuk merumuskan materi esensial pelajaran sejarah tingkat 
SMA.
Dengan semangatnya untuk menjadikan sejarah sebagai bagian penting dalam 
gerakan – bukan saja ilmu pengetahuan, ISSI membangun jaringan dengan 
berbagai lembaga kemanusiaan, terutama dengan Komnas perempuan dan ELSAM.

* * *







[Non-text portions of this message have been removed

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - DULU KAMI DIKIBULIN (Bg 5, selesai),Rien Snijders, Eks – Marinier Kerajaan Belanda

2010-03-26 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Jum'at, 26 Maret 2010*

*-*


*DULU KAMI DIKIBULIN (Bg 5, selesai)
Rien Snijders, Eks – Marinier Kerajaan Belanda
*

Kuteruskan cerita yang lalu. Yang ini adalah sambungan dari tulisan 
lalu, bagian 4.

Sampailah pada bagian yang 'terakhir' kita cakap-cakap. Mengenangkan dan 
memikirkan kembali peristiwa sejarah krusial di waktu lalu seiktar 
hubungan Indonesia-Belanda. Khususnya berkisar sekitar periode sesudah 
Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia MEMPROKLAMASIKAN 
KEMERDEKAAN INDONESIA. Dengan mengambil tema: buku yang ditulis oleh 
seorang eks-marinier Kerajaan Belanda, Rien Snijders., berjudul DULU 
KAMI DIKIBULIN.

Terkadang tanpa disadari orang yang membaca buku Rien Snjiders, 
terpancing, tertegun sejenak. Lalu BER-SOLILOQUIZE. Berbicara dengan 
diri sendiri: “Memang benarlah – menngenai banyak hal, berkaitan dengan 
situasi dan gejala, kebanyakan orang menjadi mengerti dan sadar, 
bertambah pengenalan dan pengetahuannya – melalui pengalamannya sendiri. 
Tentu ada syarat mutlak -- Orang tiba pada pengertian dan kesadaran 
baru, bila ia punya sikap bersedia mengakui, bahwa apa yang menjadi 
pemahaman dan keyakinan semula, ternyata tidak benar adanya. Dikoreksi 
oleh pengenalan dan pemahaman yang baru.

Di sinilah Rien Snijders, melihat, menyaksikan dengan mata dan kepala 
sendiri, 'melakoninya' sendiri, bahwa -- TERNYATA TIDAK BENARLAH apa 
yang diktakan dulu. Ketika itu, beberapa saat sebelum mereka dikirim ke 
Indonesia, mereka diindoktrinasi bahwa tujuan ke 'onze Indië ', ke 
'Hindia Belanda kita', itu adalah untuk menciptakan ketenangan, 
ketertiban dan perdamaian. Menciptakan 'rust en orde'. Karena, 'rust en 
orde' di Hindia Belanda telah dihancurlan oleh aksi-aksi kegiatan yang 
mereka katakan periode 'bersiap' pemuda-pemuda eksteremis di bawah 
komando Sukarno, si 'kolaborator' Jepang.

Rien Snijders, menjadi sedar dan berbalik pandangan politiknya mengenai 
peranan tentara Belanda di Indonesia ketika itu. Hal itu terjadi sesudah 
ia sendiri 'melakoninya' di Indonesia apa yang dinamakan 'menciptakan 
ketenangan, ketertiban dan perdamaian'.

Tentulah, ada syarat penting lainnya pada Rien Snijders, bisanya dia 
tiba pada kesimpulan baru: Rien Snijders beresdia untuk mengubah 
pandangan dan keyakinannya, ketika ternyata bahwa pandangan dan 
keyakinannya itu, -- bertolak belakang, bertentangan dengan kenyataan 
hidup di Indonesia. KESEDIAAN untuk MENERIMA KEBENARAN BARU, kerendahan 
hati untuk mengkoreksi pandangan sendiri yang keliru, --- itulah syarat 
penting yang ada pada Rien Snijders, untuk melihat kebenaran yang sesuai 
dengan kenyataan di Indonesia.

* * *

Tulis Snijders mengenai Prof. Willem Schermerhorn (mantan perdana 
menteri Belanda kemudian anggota Komisi Jendral Kerajaan Belanda dikirim 
ke Indonesia untuk berunding dengan Republik Indonesia):

“Barangkali golongan 'Indië Veteranen' masih bisa ingat dan sepenuhnya 
membenarkan apa yang dikatakan oleh Prof Schermerhorn yang menyatakan 
penyesalannya berkenaan dengan meninggalnya Sutan Sjahrir,(mantan 
perdana menteri Republik Indonesia, I.I.). Seperti diketahui Prof 
Schermerhorn adalah ketua Komisi Jendral yang ditugaskan pemerintah Den 
Haag, untuk melakukan perundingan untuk suatu Indonesia yang merdeka. Ia 
menamakan Sutan Sjahrir adalah 'jembatan' antara timur dan barat. Dengan 
suara yang tertegun dan tersedu-sedan Shermerhorn menyimpulkan bahwa 
Sjahrir ada di fihak yang benar dengan sikapnya yang berimbang berkenaan 
dengan masalah kemerdekaan, tetapi dengan kerugian besar Nederland telah 
gagal.



“Diantara mereka-mereka yang menyatakan penyesalannya ialah politikus 
Bruins Slot yang dalam tahun 1972 terbuka dimuka umum menyesali mengapa 
matanya begitu terlambat terbuka. Menteri Jan Pronk lebih jauh lagi 
ketika ia mengatakan bahwa bagi dirinya adalah dengan sendirinya, bahwa 
semua yang pernah menolak dinas militer (ke Indonesia ketika itu) 
direhabilitasi. Dan rekannya menteri pertahanan Relus ter Beek, dimuka 
monumen Roermond mengakui bahwa baginya matanya menjadi terbuka dan 
bahwa ia menyadari apa yang oleh semua pemerintah yang lalu disia-siakan.

PONCKE PRINCEN

“Banyak pejuang-pejuang tua menolak pandangan Jan Pronk, mereka tak mau 
tau tentang rehabilitasi kaum penentang dinas militer (ke Indonesia). 
Ketika diketahui bahwa menteri Perkembangan dan Kerjasama Pronk dalam 
kunjungannya ke Indonesia dalam tahun 1991, melakukan kontak dengan 
desertir Poncke Princen, hal itu seakan-akan bom yang dilontarkan kepada 
mereka (kaum pejuang tua, bekas KNIL dan KL yang pernah 'dinas' di 
Indonesia, I.I).

“Tak ada bencana yang lebih besar yang bisa dibayangkan yang lebih dari 
itu. Pada banyak veteran pejuang Hindia Belanda mendengar saja nama 
Poncke Princen sudah menimbulkan reaksi luarbiasa kerasnya. Mereka 
sedikitpun tak melihat yang baik mengenai apa yang dilakukan oleh 
serdadu Poncke Princen dalam tahun 1948 ketika ia

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SEKITAR KUNJUNGAN OBAMA KE INDONESIA (3), Dengan Obama Ada Syarat Hubungan Setara Saling Menguntungkan

2010-03-23 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA
Rabu, 24  Maret 2010*

*--*

*SEKITAR KUNJUNGAN OBAMA KE INDONESIA (3)**
 Dengan Obama Ada Syarat Hubungan Setara Saling Menguntungkan*


*Catatan Penulis:*

Tulusan ini seperti tertera dalam artikel di bawah, asal mulanya dibuat 
atas permintaam Tina Manihuruk, wartawan s.k. Pikiran Rakyat Bandung. 
Wartawan tsb ditugaskan oleh Redaksinya untuk mengusahakan tulisan dari 
'luar' sekitar rencana kunjungan kenegaraan Obama ke Indonesia.

Sang Wartawan, Tina Manihuruk yang lugu dan 'awam' itu, mencari dan 
menemukan nama dan artikel-artikel saya di Blogger internet. Ia segera 
menulis e-mail kepada saya. Tina lalu m i n t a kepada saya untuk 
menulis artikel yg dimaksud. Saya sanggupi.

Sesudah Redaksi meminta dan mambaca BIODATA saya, mereka putuskan untuk 
tidak memuat artikel yang telah saya tulis atas usul wartawan mereka 
sendiri.

Rupanya setelah membaca biodata saya, Redaksi menjadi 'sadar' (mungkin 
juga terkejut mengetahui) bahwa orang yang mereka mintai untuk menulis 
artikel tentang kunjungan Obama ke Indonesia, adalah seorang *disiden 
politik. *Seorang publisis yang (ujung rambut sampai ke telapak 
kakinya, adalah sangat *ANTI-ORBA*. Keruan saja mereka putar haluan. 
Menjadi 'takut' memuat tulisan saya. Takut 'ambil risiko'. Kemudian 
Redaksi mencari-cari dalih yang tak masuk akal untuk menolak artikel 
saya itu.

Saya tulisi wartawan Tina Manihuruk yang jujur itu, bahwa s.k. Pikiran 
Rakyat Bandung ternyata masih hidup dalam kultur Orba. Di zaman Orba 
tidak ada kebebasan pers. Kultur pers Orba adalah pengawasan, 
pengontrolan dan kemudian pemberangusan. Orba tidak membolehkan penulis 
dan tulisan yang berpendirian dan berpandangan politik lain, apalagi 
yang bertentangan dengan pandangan dan politik penguasa dan pendana.

Dengan penolakannya terhadap artikel saya yang diminta oleh wartawan 
mereka sendiri itu, Pikiran Rakyat Bandung menunjukkan bahwa, Redaksi 
s.k Pikiran Rakyat masih bertindak menurut 'his master voice', yaitu 
patuh menurut kehendak pendana dan penguasa pers Indonesia.

** * **


*SEKITAR HUBUNGAN INDONESIA-AMERIKA*

* Dengan Obama Ada Syarat Hubungan Setara Saling Menguntungkan*


Tulisan ini dibuat atas permintaan Tina Manuhuruk, wartawan s.k.
FIKIRAN RAKYAT, Bandung, berkenaan dengan rencana kunjungan
kenegaraan Presiden Barack Obama ke Indonesia. Tina menyarankan agar
rencana kunjungan tsb ditinjau dari segi *'hubungan AS-Indonesia.
Apa kepentingannya untuk kedua belah fihak. Bagaimana prospek
hubungan Indonesia-Amerika setelah kepemimpinan AS dipegang Presiden
Baracl Obama'. * 


** * **


Empat tahun yang lalu, Presiden G.W. Bush, mengadakan kunjungan
singkat ke Indonesia, yang berlangsung selama enam jam.


Dalam keterangan-pers bersama dua Presiden, G.W. Bush dan S.B.
Yudhoyono (November 2006), dinyatakan bahwa *kedua fihak sepakat
mendorong jalan damai untuk menyelesaikan berbagai krisis dan
konflik di dunia*. Sesungguhnya tak jelas apakah pandangan mereka,
Bush dan SBY, sama mengenai apa yang dinamakan 'krisis dunia'. Bagi
pemerintah George Bush ketika itu, jelas apa yang dinamakan 'krisis'
itu. Bush menyebut Korea Utara dan Iran sebagai sumber 'krisis
nuklir', karena kedua negara tsb berambisi membuat senjata nuklir. 


Lagipula jelas bagi siapapun, bahwa pemerintahan Bush ketika itu
menganggap usaha mengatasi dan melawan terorisme, sebagai 'perang
melawan teror', 'war against terror'. Terorisme, terutama terorisme
gerakan Bin Laden, dinyatakan AS dan sementara sekutunya, sebagai
'bahaya bagi dunia'. Padahal kita tau berbagai negeri lain punya
pendapat sendiri. Sebagai contoh: Prof Marten Rossem, seorang pakar
Belanda gurubesar di Universitas Utrecht, akhli tentang Amerika,
menganalisis bahwa di satu segi, terorisme adalah bahaya riil yang
merupakan pelanggaran HAM dan telah menimbulkan ribuan korban warga
sipil yang tewas dan luka-luka. Namun, terorisme bukanlah sesuatu
yang bisa dikatakan sebagai 'bahaya terhadap perdamaian dunia'. Dan
di dunia ini, nyatanya tidak ada yang bisa dinamakan
'perang-peperangan melawan teror'.


Di segi lain, pendudukan militer Israel yang berkepanjangan atas
Gaza dan Tepian Barat Sungai Jordan, blokade ekonomi yang dilakukan
Israel di Gaza, karena pemilu di situ dimenangi oleh gerakan Islam
Hammas, --- justru hal itu yang merupakan sumber rill berkembangnya
konflik menjadi lebih besar di Timur Tengah, yang benar-benar akan
membahayakan kestabilan Timur Tengah dan sekitarnya serta ancaman
terhadap perdamaian dunia.


Jelas, dua masalah besar yang mempunyai potensi berkembang menjadi
konflik yang lebih berbahaya bagi perdamaian dunia, ialah masalah
berkepanjangannya pendudukan Israel terhadap Palestina, dan
penanganan kasus sekitar tuduhan Barat bahwa Iran sedang membuat
senjata nuklir

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – ON TERROR ATTACKS IN INDONESIA

2010-03-12 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA'S – ON TERROR ATTACKS IN INDONESIA*

*Saturday, 13 March 2010 – Sources : D. Ronodipoero*

*--*

*

  *DULMATIN SLIPPED INTO INDONESIA*

*

  *TERROR'S NEWS STSRSUCTURE AND ATTACK METHOD *

*

  *'COMMAND CENTER' FOR NEWS TERROR NETWORK *

*

  *DULMATIN TO SHARE KNOWLEDGE AT A NEW CAMP*

*--*

Thursday March 11, 2010

*DULMATIN'S SLIPPED INTO INDONESIA*

By AMY CHEW


FOR the past eight years, the Philippines security forces have repeatedly

made claims the elusive, shadowy Indonesian expert bomb-maker, Dulmatin,

hiding among the Abu Sayaf rebels, in Mindanao has been killed.

All claims turned out to be false, to the frustration of Indonesian

authorities, for they know only too well the destruction the 39-year-old

militant can wreck upon the country.

He was one of the masterminds of 2002 Bali bombings which killed 202 people.


Indonesian anti-terror officers believe Dulmatin slipped back quietly into

the country more than a year ago but no one knew it was the fugitive.

We are not quite sure why he returned, a senior Indonesian anti-terror

officer told The Star. During that period, the name of a little-known

preacher, Muhammad Yahya, came on the radar of the anti-terror police.


Muhammad Yahya's name came up in the militants' circle. We put him under

surveillance but we didn't know who he was and that it was actually Dulmatin

himself, said the officer.

The police kept an eye on Muhammad Yahya but he was not a top priority as

the authorities had their hands full hunting for other militants, including

slain Malaysian terrorist Noordin Muhammad Top.


It is believed Dulmatin aligned himself with Noordin's splinter group,

Tandzim Al-Qodat, when he returned as both men shared the same beliefs.

Dulmatin believes in jihad and killing infidels as part of the mission to

establish an Islamic state based on syariah laws, said a regional

anti-terror officer.


Muhammad Yahya eked out a living trading in livestock in Central Java and

was known to be friendly and interacted well with the local community

wherever he went.

He used many aliases to avoid detection. He was also good at interacting

with the locals, said the officer.

But behind the seemingly innocent demeanour of the livestock trader,

Dulmatin was reinvigorating the terror network, procuring weapons and

training militants.


Dulmatin spent his time procuring weapons from previous conflict areas like

Ambon and Poso.He also trained terror members in military warfare, 
said the officer.

Ambon on the Spice Islands and Poso in Central Sulawesi were the scene of

bloody fighting between Muslim and Christians from 1999 to 2002 which killed

thousands.


During the conflict, over 1,000 weapons were smuggled into the two areas.

The majority of the weapons remain in the hands of local residents and

militants are known to buy the weapons off them.

Muhammad Yahya's name resurfaced sometime in February when Indonesian police

discovered a militant training camp in Aceh and conducted a series of raids.


During the raids, three police officers were killed and 21 alleged militants

were arrested.The men who were at the camp comprised both Javanese and 
Acehnese. One of

the trainers was a former GAM member, said the officer.

GAM stands for Free Aceh, the separatist movement which waged an insurgency

for 29 years for an independent state.

GAM laid down its arms after signing a historic peace agreement in 2005 in

the wake of the epic Boxing Day tsunami which laid the land to waste.

Aceh governor Irwandi Yusuf has said no GAM member is involved in the

training camp but anti-terror officers disagreed.

Former ex-GAM combatants who were arrested during the raids are alleged to

belong the GAM faction which rejected the peace deal, said the officer.

Those who joined the terror camp are ex-GAM members who failed to

reintegrate into society and could not find any work after the peace

agreement.


Following the Aceh raids, Muhammad Yahya's name came up again.

It was then that we found out that Muhammad Yahya was Dulmatin, said the

officer. The police started to trail Dulmatin and kept him under tight

surveillance.

Dulmatin went back and forth between Aceh and Jakarta. His former

comrade-in-arms in southern Philippines who returned to Indonesia earlier

gave him shelter.

Last Tuesday, the police trailed Dulmatin to Pamulang in Greater Jakarta.

When Dulmatin stepped into the Internet cafe, Indonesian anti-terror police

followed suit. Dulmatin opened fire and the police returned fire. After 
eight long years,

the terror king is finally dead.

---


*TERROR CELL ALLIANCE FORGES NEWS STRUCTURE AND ATTACK METHODS*


Rendi A. Witular, Hotli Simanjuntak and Dicky Christanto , The Jakarta Post

| Fri, 

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Menjelang Kunjungan Presiden BARACK OBAMA (1),, Apa Pesan Amnesty International A.S. Kepada Obama

2010-03-11 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Kemis, 11 Maret 2010*

*--*

*Menjelang Kunjungan Presiden BARACK OBAMA (1)*

* Apa Pesan Amnesty International A.S. Kepada Obama*


Diberitakan dari Indonesia, bahwa sekitar akhir Maret ini, Presiden 
Amerika Serikat, Barack Obama akan mengadakan kunjungan kenegaraan ke 
Indonesia. Ini adalah kunjungan pertama kalinya ia lakukan ke Indonesia, 
sesudah menjadi Presiden Amerika Serikat.


Sejak berumur 6 tahun, dari th 1967 s/d 1971 keluarga Obama berdomisili 
di Jakarta, di Jalan Taman Amir Hamzah, No 22 (Pav). Setelah cerai 
dengan suaminya yang pertama, seorang mahasiswa Kenya yang sedang 
menempuh studinya di Universitas Hawaii, ibu Obama kawin lagi dengan 
seorang Indonesia, Lolo Soetoro, seorang mahasiwa Indonesia yang ketika 
itu bersekolah di Unversitas Hawaii. Dari perkawinan dengan Lolo 
Soetoro, Barack Obama memperoleh seorang adik perempuan bernama Maya. 
Sekarang tinggal di Hawai (USA).


Barac Obama dengan Indonesia memang dekat. Ia bersekolah (dasar) di 
sekolah Indonesia di Menteng. Teman-teman sepermainamya adalah anak-anak 
Indonesia. Mereka bermian bersama di sekolah, berenang di sungai 
sama-sama, atau menunggang kerbau kaum tani di sawah.


* * *


Yang terpenting ialah bahwa Barack Obama MENULIS buku, dimana ia berkish 
tentang masa kecilnya di Indonesia. Di buku berikutnya, Obama menulis 
tentang politik Indonesia. Ini dilakukannya setelah ia menjadi Senator 
USA. Sesudah ia menjadi politkus. Tulisannya di dalam bukunya THE 
AUDICITY OF HOPE -- Thoughts On Reclaiming The American Dream, Obama 
memerlukan kurang lebih 10 halaman mengisahkan kenangan dan PENDANGANNYA 
tentang Indonesia. Sebelum dan semasa Orba.


Bagaimana persisnya pandangan/sikap Barack Obama megenai rezim Orba di 
bawah Presiden Suharto? Berani kukatakan: Obyektif; di lihat dari 
pandangan politisi Amerika dewasa ini. Dalam bukunya Obama jelas menilai 
bahwa yang terjadi di Indonesia dalam tahun 1965 adalah perebutan 
kekuasaan oleh Jendral Suharto. Ia juga jelas menggambarkan jumlah luar 
biasa orang Indonsia yang tak bersalah yang jadi korban kampanye 
pembersihan golongan militer; pada masa-masa Suharto mulai berkuasa. 
Presiden SBY mutlak harus membaca baik-baik, sedikitnya bagian tentang 
Indonesia. Yang ditulis Obama dalam bukunya itu, adalah pandangan 
kritis, tajam dan pasti tidak disukai oleh elite dewasa ini yang masih 
belum lepas dari pandangan verdi Orba mengenai Peristiwa 1965. Termausk 
penasihat-penasihat politik SBY benar-benar harus tau isi politik 
buku-buku Obama itu.


* * *


Sebagai ilustrasi mari kita jenguk sebagian (kecil) pandangn Obama 
mengenai Indonesia menjelang dan ketika kekuasaan negara 'bergésér' dari 
Presiden Sukarno ke Jendral Suharto.


/Sukarno proved to be a major disappointment to Washington. Along with 
Nehru of India and Nasser of Egypt, he helped found the nonaligned 
movement, an effort by nations newly liberated from colonial rule to 
navigate an independent path between/

/the West anf the Soviet bloc. Indonesia's Cmmunist Party, although 
never formally in power, grew in size and influence. Sukarno himself 
ramped up the anti-Western rhetoric, nationalizing key industries, 
rejecting U.S. aid, and strengthening ties with the Soviets and China. 
With U.S. Forces knee-deep in Vietnam and the domino theory still a 
central tenet of U.S. Foreign policy, the CIA began providing covert/

/support to various insurgencies inside Indonesia, and cultivated close 
links with Indonesia's military officers, many of whom had been trained 
in the Unite States. In 1965, under the leadership of General Suharto, 
the military moved against Sukanro, and under emergency powers began a 
massive purge of communists and their symphathizers. According to 
estimates, between 500.ooo and one million people were slaughtered 
during the purge, with 750.000 others imprisoned or forced to exile./

/(Barack Obama -- THE AUDICITY OF HOPE. Thoughts on Reclaiming The 
American Dream, First published (2006) in New York, the U.S. by The 
Crown Publishers; Chapter 8, The World Beyond Our Borders, page 272-273. 
Paperback edition, by Canongates Book, 2008.)/


Jelas, dikemukakan mengapa Washington 'tak suka' kepada Sukarno. 
Penyebabnya: -- Sukarno bersama Nehru dan Nasser membangun kekuatan baru 
Gerakan Non-Blok, yang dikatakan Obama sebagai, suatu usaha untuk 
menempuh politik yang bebas dari Barat maupun blok-Soviet. Juga terang 
dijelaskan, bahwa di bawah 'teori domino' yang menjadi pendirian politik 
laurnegeri AS, CIA mendukung pemberontakan di daerah, (maksudnya PRRI, 
Permesta dan GAM, Gerakan Aceh Merdeka), meskipun tidak ditulis hitam di 
atas putih. Juga gamblang sekali dijealskan bahwa CIA membangun 
jaringannya dengan perwira-perwira tentara. Hasilnya, pada tahun 1965 di 
bawah Jendral Suharto dilakukan perebutan kekuasaan negara.


Selanjutnya Obama mengungkapkan bahwa pada 'pembersihan' yang dilakukan 
Suharto terhadap kaum Komunis dan

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - PERJUANGAN WANITA INTERNASIONAL Untuk Emansipasi Masih Belum Selesai !!

2010-03-08 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Senin, 08 Maret 2010*

*-*


*PERJUANGAN WANITA INTERNASIONAL Untuk Emansipasi Masih Belum Selesai !!*


*Dalam Rangka Seratus Tahun International Women's Day*


Peringatan Seabad Hari Wanita Internasional, International Women's Day 
(IWD), tujuan terutamanya ialah agar kaum wanita khususnya dan 
masyarakat umumnya, jangan sampai lupa, bahwa hak-sama wanita dengan 
kaum priya yang diperjuangkan oleh wanita sedunia sejak seabad yang 
lalu, realisasinnya masih jauh dari tuntuan. Di banyak negeri 
mancanegara, termasuk dinegeri-negeri yang maju dan memproklamasikan 
diri sebagai pembela HAM, termasuk hak-sama kaum wanita dengan kaum 
priya, seperti di Amerika Serikat dan negeri-negeri Barat lainnya, 
hak-sama kaum wanita dengan kaum priya masih jauh dari terpenuhi.


* * *


Dimana kedudukan, tempat kaum wanita Indonesia dalam keluarga, 
masyarakat dan negara, menurut pandangan bangsa kita umumnya? Mengenai 
hal tsb pasti ada berbagai pandangan, jawaban dan tanggapan. Ambil satu 
contoh. Mengenai UU Pornografi. Jelas ada dua pendapat yang saling 
bertolak belakang. Satu pandangan menjadikan kaum wanita sebagai obyek 
yang menjadi 'masalah'. Satu pendangan linnya melihatnya dari ketidak 
setaraan hukum terhadap hak-sama antara wanita dan priya. Kita masih 
ingat, bagaimana perlawanan sementara tokoh golongan yang 
me(nyalah)gunakan agama untuk menjegal Megawati Sukarnoputri menjadi 
perempuan pertama yang menjabat kepala negara dan pemerintahan. Kita 
kesampingan dulu 'masalah' itu untuk kali ini.


Agak lain dengan tema utama memperingati IWD – International Women's 
Day, yaitu mengedepankan masalah perjuangan kaum wanita utuk hak-sama 
dengan kaum priya dalam rangka pelaksanaan HAM, kali ini ingin 
dikemukakan bagaimana pandangan tokoh pejuang kemerdekaan yang 
memberikan seluruh jiwa raganya untuk 'nation-building', BUNG KARNO.


Sejarah bangsa ini mencatat, mendokumentasi nama Bung Karno terkait erat 
dengan buku berjudul – “SARINAH”. Buku Bung Karno itu berisi kuliah 
beliau mengenai kedudukan wanita Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan 
Republik Indonesia. “Sarinah-lah yang mengajarkan Sukarno untuk cinta 
kepada rakyat, sehingga rakyat pun akan mencintainya. . . . . .Sarinah 
adalah perempuan desa yang mengajari Sukarno mengenal cinta-kasih. 
Sarinah mengajari Sukarno untuk mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat 
jelata. Ajaran-ajaran itu bergulir setiap pagi, bersamaan Sarinah 
memasak di gubuk kecil yang berfungsi sebagai dapur, di dekat rumah. 
Sukarno selalu duduk di samping Sarinah. Pada saat-saat seperti itulah 
Sarinah berpidato, Karno, pertama engkau harus mencintai ibumu. 
Kemudian, kamu harus mencintai rakyat jelata. Engkau harus mencintai 
manusia umumnya. (Goenadi, 17/7-2009).


Pada saat memperingati “SEABAD 08 MARET”, Hari (perjuangan ) Wanita 
Sedunia untuk sama-hak, ada baiknya mengingat kembali perhatian Bung 
Karno terhadap kedudukan wanita dalam perjuangan kemerdekaan Republik 
Indonesia. Ada baiknya membaca (kembali) buku beliau: * “Sarinah, 
Kewadjiban Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia”*


*Siapakah Sarinah? Kalau dilihat di buku “Bung Karno, Penyambung Lidah 
Rakyat Indonesia”, BK menceritakan tentang Sarinah berikut kutipannya:*


*” Sarinah adalah bagian dari rumah-tangga kami. Tidak kawin. Bagi kami 
dia seorang anggota keluarga kami. Dia tidur dengan kami, tinggal dengan 
kami, memakan apa yang kami makan, akan tetapi ia tidak mendapat gaji 
sepeser pun. Dialah yang mengajarku untuk mengenal cinta-kasih. Aku 
tidak menyinggung pengertian jasmaniahnya bila aku menyebut itu. Sarinah 
mengajarku untuk mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat jelata. Selagi 
ia memasak di gubuk kecil dekat rumah, aku duduk di sampingnya dan 
kemudian ia berpidato, ” Karno, pertama engkau harus mencintai ibumu. 
Akan tetapi kemudian kau harus mencintai pula rakyat jelata. Engkau 
harus mencintai manusia umumnya.” Sarinah adalah nama yang biasa. Akan 
tetapi Sarinah yang ini bukanlah wanita yang biasa. Ia adalah satu 
kekuasaan yang paling besar dalam hidupku. “ (Roso Daras). Dsini Bung 
Karno mengangkat Sarinah, seorang wanita yang mengasuhnya sejak kecil, 
sebagai seorang wanita yang memberikan pendidikan moral bangsa kepadanya.*


*“Saya namakan (buku tsb) Sarinah, sebagai tanda terima kasih. Ketika 
masih kanak-kanak, pengasuh saya bernama Sarinah. Ia mbok saya. Ia 
membantu Ibu saya, dan dari dia saya telah menerima rasa cinta dan rasa 
kasih. Dari dia saya menerima pelajaran untuk mencintai orang kecil. Dia 
sendiri orang kecil, tetapi budinya besar. Semoga Tuhan membalas 
kebaikannya.” (Roso Daras).*


*Dari uraian kecil diatas bisa disaksikan bagaimana sikap dan pandangan 
Bung Karno mengenai kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat. 
Sebagai sumber rasa cinta. Cinta kepada orangtua dan cinta kepada rakyat 
dan bangsa. *


*Memperingati Hari 8 Maret seperti ini juga merupakan salah satu cara 
mengenangkan HARI WANITA

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SUKARNO DAN PAN CASILA MASIH TETAP MEMIMPIN INDONESIA MASAKIN I *– (1)

2010-02-22 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA *

*Selasa, 23 Februari 2010*

**



*SUKARNO DAN PANCASILA MASIH TETAP MEMIMPIN INDONESIA MASAKINI *– (1)*


“Lahirnya Pancasila” (1 Juni 1945), uraian Bung Karno mengenai 
dasar-dasar negara Indonesia Merdeka yang segera akan lahir sekitar 
periode itu, adalah sebuah pemikiran mendalam yang lahir dari tanah air 
Indonesia. Ia merupakan hasil penggalian Bung Karno dalam usaha beliau 
merumuskan falsafah dan prinsip-prinsip kenegaraan bagi suatu Indonesia 
Merdeka yang meluas dan memanjang dari Barat sampai ke Timur. Dari 
Sabang sampai Merauké. Lahirnya Pancasila merupakan perpaduan 
pengetahuan teori ilmu politik, sosial dan ekonomi serta pengalaman 
perjuangan langsung Bung Karno dan perjuangan rakyat Indonesia, melawan 
kolonialisme Belanda.


Secara singkat padat Bung Karno merumuskan bahwa negara dan masyarakat 
yang kita sedang bangun adalah suatu nasion Indonesia yang dibangun atas 
dasar prinsip “Bhinneka Tungggal Ika”, sering juga beliau merumuskannya 
secara sederhana sebagai suatu masyarakat GOTONG ROYONG, yang bersatu, 
adil dan makmur.


Negara kesatuan Republik Indonesia mencantumkan falsafah dan 
prinsip-prinsip Pancasila dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. 
Lahir dan beridirinya negara Republik Indnesia adalah didasarkan atas 
falsafah dan prinsip-prinsip kenegaraan seperti yang dirumuskan oleh 
Bung Karno dalam pemikiran politiknya yang klasik dan historis: 
“LAHIRNYA PANCASILA”.


* * *


Menarik perhatian adalah pandangan seorang cendekiawan dan penyair 
berbangsa Kanada, Prof. Dr Peter Dale Scott, mantan profesor di The 
University of California, Berkely, mengenai Pancasila dan Bung Karno.

Dengan judul:


*SOEKARNO Dan PANCASILA Masih Tetap Memimpin Indonesia Masa kini”.*


Tulisan tsb khusus dibuat Peter Dale Scott dalam rangka merayakan 
“PERINGATAN SEABAD BUNG KARNO” 06 Juni 1901- 2001 , sebagai artikel 
pertama pada buku “100 TAHUN BUNG KARNO”, yang diterbitkan oleh Penerbit 
Hasta Mitra di bawah pimpinan editor Joesoef Isak. Buku tsb merupakan 
sebuah LIBER AMICORUM (Jakarta, Juni 2001).


Peter Dale Scott dikenal di Indonesia dengan hasil kajiannya tentang 
konspirasi CIA bersama klik militer Suharto dalam penggulingan Presiden 
Sukarno sesudah terjadinya G30S. Mengantar tulisannya mengenai Pancasila 
Bung Karno, Peter Dale Cott menulis kepada Joesoef Isak: “ . . . . I 
must say it was inspiring to read Soekarno's speech, which carries a 
very rich intelectual content”. Scott menambahkan bahwa Pancasila tetap 
valid bukan saja buat Indonesia, tetapi juga bagi Dunia – Josoef Isak, 
Editor Hasta Mitra.


Dalam situasi politik Indonesia yang politis dan ideologis masih sngat 
labil, teristimewa menyangkut arah perkembangan nasion dan negara RI 
selanjutnya, sungguh perlu sekali mengkaji kembali ajaran Bung Karno 
mengenai falsafah Pancasila.


Lebih-lebih lagi formalnya Pancasila tetap merupakan dasar falsafah 
negara Republik Indonesia. Dan hal itu resmi dan formal pula dicantumkan 
di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.


Oleh karena itu dirasa perlu menyiarkan kembali in-extenso tulisan Prof. 
Peter Dale Scott, mengenai SOEKARNO DAN PANCASILA.


* * *

Sebagai tambahan bahan pengenalan dengan Peter Dale Scott, baik juga 
dibaca kembali tulisan (mungkin yang pertama) Peter D. Scott tentang 
Indonesia. Dalam majalah berkala Pacific Affairs,58, Musim Panas 1985, 
halaman 239-264) terdapat analisisnya berjudul: “The United States and 
the Overthrow of Sukarno, 1965-1967”. “Amerika Serikat dan Penggulingan 
Sukarno, 1965-1967”. Intisari dari analisis Scott, ialah seperti 
ditulisanya sendiri:


*“This article argues instead that, by inducing, or at a minimum 
helping to induce, the Gestapu coup, the right in the Indonesian Army 
eliminated its rivals at the army's center, thus paving the way to a 
long-planned elimination of the civilian left, and eventually to the 
establishment of a military dictatorship.*^*2* * Gestapu, in other 
words, was only the first phase of a three-phase right-wing coup -- one 
which had been both publicly encouraged and secretly assisted by U.S. 
spokesmen and officials.*^*”*


^Di Indonesiakan, menjadi kira-kira sbb ^*: “Artikel ini memberikan 
argumentasi sebaliknya, yaitu, dengan menggiring, atau paling tidak 
mambantu menggiring, 'kup' Gestapu, kaum kanan di Tentara Indonesia, 
mengeliminasi saingannya di pusat tentara, dengan demikian melapangkan 
jalan untuk melaksanakan penghancuran kaum kiri sipil yang sudah lama 
direncanakan, dan akhirnya menegakkan kediktatoran militer. Dengan kata 
lain, Gestapu, hanyalah merupakan fase pertama dari tiga fase kup sayap 
kanan – sesuatu yang didorong/disokong secara terbuka dan secara rahasia 
dibantu oleh jurubicara dan pejabat-pejabat AS”.*


^Jelas, analisis Peter Dale Scott, bertolak belakang dengan versi Orba 
dan seluruh barisan pendukungnya sampai dewasa ini. Orba dan 
pendukungnya menyatakan bahwa G30S adalah kudeta PKI (yang

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - LAWAN BAHAYA SERIUS BAGI KEBEBASAN PERS

2010-02-18 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

**

*Kemis, 18 Februari 2010*


*LAWAN BAHAYA SERIUS BAGI KEBEBASAN PERS*


Berita hari ini, seperti dapat dibaca di bawah, berjudul -- :


AJI TOLAK RPM MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA.


Ini adalah canang teramat serius yang dinyatakan AJI - Asosiasi 
Jurnalis Independen. Menurut berita tsb Menteri Komunikasi dan 
Informatika Kabinet SBY-II, punya rencana untuk memberlakukan SENSOR 
PERS. Bicara blak-blakan, pemerintah SBY-II, hendak kembali ke politik 
dan kultur PENGONTROLAN PERS menuruti model ORBA. Canang sebagai tanda 
bahaya, apalagi yang sekarang ini diajukan oleh AJI, adalah suatu canang 
bahaya nyata terhadap KEBEBASAN PERS di Indonesia.



Ketua AJI, Aliansi Jurnalistik Independen, *Nezar Patria AJI, 
*menyatakan* *kepada BBC: Peraturan tsb berbahaya.Berbahayanya adalah 
lembaga itu kemudian berpotensi menjadi badan sensor baru .



Oleh karena itu canang ini harus ditabuh sekuat-kautnya dan 
berulang-kali. Agar masyarakat kita menjadi sadar betul, bahwa bahaya 
terhadap KEBEBASAN BEREKSPRESI yang datang dari jurusan penguasa, adalah 
SERIUS dan NYATA. Bahwa bahwa praktek Orba memberangus berita bahkan 
media yang kritis dan berani, akan terulang lagi!


* * *


Tentu orang bertanya: Bagaimana sikap PWI, Persatuan Wartawan Indonesia? 
PWI, yang baru-baru ini mengadakan peringatan/ perayaan Hari Pers 
Nasional? Bagaimana sikap 18 wartawan Indonesia, pertama-tama wartawan 
senior Rosihan Anwar. Bukankah mereka-mereka itu oleh PWI dianugerahi 
penghargaan 'NUMBER ONE PRESS CARD'? Bagaimana sikap mereka-mereka itu 
terhadap percobaan pemerintah untuk memberangus kebebasan pers?



SEGI LAIN dari jalannya perkembangan: Kita menyaksikan bahwa meski 
gerakan Reformasi 'jalan di tempat', serta adanya usaha keras kekuatan 
Orba untuk kembali mengontrol media dan pers, -- Namun, kekuatan 
positif, reaktif dan kritis masyarakat pro-Demokrasi dan pro-Reformasi, 
masih EKSIS. Terus bertahan dan melangkah mengadakan perlawanan. Pasti 
perkembangan ini akan meluas melalui proses perjuangan demi kebebasan 
berekspresi.


* * *


Kita saksikan: -- Melalui Ketua Fraksinya di DPR, *Tjahyo Kumolo*, PDI-P 
menyatakan protes keras terhadap rencana pemberangusan pers oleh 
pemerintah SBY-II  kongkritnya Rancangan Peraturan Menteri (RPM) 
mengenai konten multimedia. Kumolo mendesak agar rencana itu segera 
dibatalkan. Karena, katanya, dapat membahayakan kebebasan pers. Banyak 
pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 
tentang Pers. Selain itu,  kata, Kumolo, banyak pasal-pasal yang 
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 
Penyelenggara internet d i l a r a n g untuk mendistribusikan konten 
yang dianggap ilegal. Seperti tercermin dalam Pasal 7 sampai Pasal 13 
yang mewajibkan penyelenggara internet memblokade dan menjaring semua 
konten yang dianggap ilegal.


Menurut berita, sejumlah media menolak Rancangan Peraturan Menteri 
Komunikasi dan Informatika tentang Konten Multimedia di Indonesia. 
Rancangan setebal 6 bab dan 32 pasal itu dianggap akan membatasi 
kebebasan pers dan ekspresi umum, serta mengarah pada pembredelan 
terhadap media internet sebagaimana praktek Departemen Penerangan 
dibawah rezim Orde Baru.


Dewan Pers dalam rapat hari Selasa menyatakan rancangan peraturan 
tentang konten multimedia ini bertentangan dengan UUD 1945, UU Pers, dan 
UU Penyiaran. .(BBC hari ini).


* * *


Mengapa kita katakan adanya bahaya terhadap KEBEBASAN BEREKSPRESI? 
Kebijakan Menteri Komunkasi dan Informatika Kabinet SBY-II tsb tidak 
berdiri sendiri. Masih segar dalam ingatan kita, belum lama Kejaksaan 
Agung RI telah mengeluarkan larangan  beredar terhadap lima buku. 
Antaranya yang terpenting ialah larangan beredar terhadap buku 
sejarawan/peneliti  Dr John Roosa, berjudul: A Pretext for Mass Murder - 
The September 30th Movement  Suharto's Coup d'État In Indomesia  
DALIH UNTUK PEMBUNUHAN MASAL -- Gerakan 30 September Dan KUDETA SUHARTO 
DI INDONESIA. Difokuskan perhatian pada pelarangan buku Johm Roosa, 
karena buku John Roosa tsb merupakan suatu usaha serius mutakhir dalam 
rangka 'pelurusan sejarah', yang sudah begitu diputarbalikkan dan 
direkayasa oleh Orba dan pendukungnya sampai dewasa ini.


Bukankah ironis sekali keadaan berikut ini? :

Pada kesempatan peringatan Hari Pers Nasional y.l di Palembang, Ketua 
PWI (periode 2008 -- 2013), Margiono Direktur Jawa Pos seperti 
dicibirkan oleh banyak komentar, dengan 'khidmatnya' MENCIUM TANGAN 
PRESIDEN SBY. Sungguh sial! Tak peduli tangannya dicium Ketua PWI 
Margiono, SBY akan jalan terus dengan rencananya untuk memberangus pers. 
Jangan ragu lagi: Pemerintah tetap berniat jahat untuk membatasi dan 
mengontrol Media dan Pers.


Maka itu rencana pemerintah untuk MENYENSOR PERS HARUS DILAWAN dan 
DIGAGALKAN!


* * *














[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA -- Berbagi Cerita - SELAMAT TAHUN BARU IMLEK - Untuk Yang Keturunan Tionghoa Dan Untuk Kita Semua

2010-02-13 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA -- Berbagi Cerita
Sabtu, 13 Februari 2010*

*--**
**SELAMAT TAHUN BARU IMLEK *
*Untuk Yang Keturunan Tionghoa Dan Untuk Kita Semua*

Beberapa hari y.l bersama Murti, kami mampir berbelanja di Toko Super. 
Sebuah toko Tionghoa-Suriname di Winkelcentrum Amsterdamse Poort. 
Kutanyakan pada kasir muda yang bertugas di situ: Hoi, kataku, -- 
numpang tanya, ya. Kapan persisnya hari raya Imlek? Segera dijawab: 
Tanggal 14 Februari ini. Jadi berarti besok. Percakapan tsb dilakukan 
dalam bahasa Belanda. Para pemilik toko Tionghoa di Belanda, yang 
umumnya adalah migran dari Suriname, generasi mudanya fasih berbahasa 
Belanda. Kewarganegaraan mereka umumnya juga sudah Belanda.


Putri Sulung kami, -- Tiwi, mengingatkan bahwa orang-orang Tionghoa 
mulai merayakan Imlek pada malam tanggal 13 Februari. Ini dikatakan 
Tiwi, karena sebelumnya kukatakan pada Murti, -- Bagaimana kalau kita 
pada tanggal 14 Februari nanti menikmati JIAO ZI, yang lezat itu. Tapi 
bikin sendiri, kataku. Putri kami Si Bungsu pandai bikin Jiao Zi. 
Nostalgi ya, kata Murti menyetujuinya. Kalau mau ikut merayakannya 
biasanya dimulai pada tanggal 13 Februari, tegas Tiwi.


Sebetulnya yang dimaksudkan Tiwi bukan hanya orang-orang Tinghoa saja 
yang merayakan Imlek. Di Indonesia masyarakat yang luas ikut merayakan 
Imlek. Belum ada yang menghitung berapa besar jumlahnya. Apalagi 
ramé-ramé Cap Go Meh, dua minggu kemudian. Lebih meriah lagi masyarakat 
ambil bagian dalam perayaan tsb.


Di Indonesia, tanah air tercinta, Imlek secara tradisionil dulunya 
memang dirayakan oleh orang-orang Tionghoa pendatang. Tetapi juga oleh 
orang-orang Tionghoa yang turun-temurun bermukim di Indonesia. Bahkan 
banyak sekali yang sudah menjadi warganegara Indonesia, telah menjadikan 
Indonesia sebagai tanah tumpah darahnya sendiri. Lihat saja sejarah 
perjuangan kemerdekaan bangsa kita melawan kolonialisme Belanda. Tidak 
sedikit pejuang-pejuangnya adalah yang keturunan Tionghoa. Siapa yang 
tidak kenal pejuang-pejuang anti kolonialisme Belanda, seperti Siauw 
Giok Tjhan (Baperki), Tan Ling Djie (PKI), Mr Tan Po Goan (PSI), John 
Lie (ALRI), Ir Tjoa Sek In, Oei Tjoe That (Partindo), Yap Thiam Hien 
Advocat Perjuang HAM , Go Gien Tjwan (Baperki) dan banyak lainnya 
lagi. Kemudian aktivis dan penulis Benny G. Setiono. Mereka-mereka itu 
adalah orang-orang Indonesia etnis Tionghoa, sekaligus adalah patriot 
pejuang kemerdekaan yang tangguh. 'Mereka' adalah sebagian dari BHINNEKA 
TUNGGAL IKA.


* * *


Pagi ini aku menilpun beberapa sahabat akrab untuk menanyakan a.l 
bagaimana menulis JIAO Zi dalam ejaan Pingyin. Menjawab pertanyaanku, 
sahabat kami itu membenarkan bahwa orang-orang yang merayakan Imlek 
memulainya pada tanggal 13 Februari malam. Pada pasang mercon segala!


Ketika aku bekerja di Beijing, dan kami sekeluarga berdomisili di 
Tiongkok (1966-1987), setiap Hari Raya Imlek, ramai-ramai sekeluarga, 
sering juga bersama teman-teman lainnya, menikmati makanan khas Tionghoa 
pada hari raya Imlek, yaitu JIA ZI. Dalam bahasa Inggris disebut 
dumpling'. Rasanya lezat sekali. Kami betul-betul menikmatinya. Juga 
kutanyakan kepada sahabat-sahabat dekat itu, bagaimana Hari IMLEK 
dirayakan pada periode Presiden Sukarno dulu. Memang seingatku, 
masayarakat Indonesia dengan leluasa dan gembira merayakan Imlek di 
Indonesia.


Perayaan yang damai dan bahagia ini dirusak, diobrak-abrik oleh politik 
rasialis anti-Tionghoa dan anti-Tiongkok rezim Orba Jendral Suharto. 
Dari catatan sejarah selama tiga puluh tahun lebih, bisa dikemukakan sbb:

Selama 1965 -1998 perayaan tahun baru Imlek dilarang. Instruksi Presiden 
Nomor 14 Tahun 1967, yang ditandangani oleh Jendral Suharto melarang 
segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek. Sebelumnya Suharto 
meregisir kampanye anti-etnik-Tiomghoa yang disenapaskan dengan kampnye 
penumpasan G30S dan terhadap orang-orang Kiri. Khususnya PKI. Dalam 
kampanya itu tak terhitung warga Indonesia keturunan Tionghoa yang jatuh 
korban. Ribuan orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa terpaksa 
bereksodus ke Tiongkok. Aksara dan bahasa Tionghoa dilarang. Toko dan 
jalan-jalan yang menggunakan nama Tiongoa harus ganti nama Indonesia. 
Sekolah-sekolah dan penerbitanTionghoa ditutup. Bahkan nama (orang) yang 
Tionghoa disuruh ganti dengan nama Indonesia. Di sepanjang sejarah 
Indonesia, dalam rangka kita membangun satu nasion yang terdiri dari 
banyak etnik, tidak pernah ada politik rasis dan rasialis sebiadab pada 
zaman Orba ini. Maka tidak habis heran kita dibuatnya,  Bisa-bisanya 
ada yang mengusulkan mantan Presiden Suharto , yang bertanggungjawab 
atas politik rasis dan rasialis anti-Tionghoa dan anti-Tiongkok,  
dinobatkan jadi PAHLAWAN NASIONAL. Sungguh keterlaluan! Sungguh di luar 
batas kesopanan elememter!! Lagipula siapa tidak kenal Jendral Suharto 
sebagai kleptokraat, koruptor dan nepotis terbesar di Indonesia.


* * *

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - Apresiasi Pro A. Kohar Ibrahim, “In Memoriam HR Bandaharo”

2010-02-04 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran*

*Kemis, 04 Februari 2010*

-


*WARISAN BAGI PENULIS GENERASI MUDA*

*Apresiasi Pro A. Kohar Ibrahim, “In Memoriam HR Bandaharo” *


Pagi ini kubaca sebuah tulisan sahabatku A. Kohar Ibrahim: berjudul

“*HR Bandaharo – Berpihak Hingga Berpulang”. *Ditulis dengan langgam 
santai, sederhana, berisi dan bermutu. Tulisan semacam ini, Bung Kohar, 
– – – kukira, membawa fikiran kita ke masa-masa lalu penuh semangat 
perjuangan, elan revolusioner dan optimisme. Cerita Bung itu, mulus dan 
mencenkam, karena Bung sendiri hadir pada masa itu.


Sepertinya cerita kenangan itu biasa-biasa saja. Tetapi, esai yang 
begini ini, tanpa bumbu dan tambahan, yang apa adanya, penting dibaca 
oleh generasi muda. Agar para budayawan muda kita bisa sedikit menoleh 
ke catatan-dokumenter 'suka-dukanya' kehidupan dan perjuangan para 
jurnalis dan sastrawan LEKRA. Juga untuk sedikit berkenalan dengan tokoh 
sastrawan Lekra, HR Bandaharo.


Kebetulan aku juga kenal Bung Banda. Kecuali sesekali bertemu di 
Jakarta, pada tahun 1962 kami bersama Bung Jubaar Ayub, menghadiri 
Konferensi Sastrawan Asia-Afrika di Cairo, Mesir. Kemudian kumpul lagi 
di Medan pada Konferensi Lembaga Sastra Indonesia. Terakhir bertemu di 
Bali, ketika sama-sama menghadiri Sidang Biro Pengarang Asia-Afrika. 
Meskipun tidak lama kami cakap-cakap, dari sinar matanya dan 
pembawaannya, entah mengapa, Bung Banda se l a l u memancarkan cahaya 
penuh elan revolusioner dan optimisme. Satu lagi: Ia suka guyon!!


Namun, yang teramat penting ialah LEGASI yang ditinggalkan oleh penyair 
Lekra HR Bandaharo --- Suatu warisan yang sekali-kali jangan dilupakan: 
KEBERPIHAKANNYA PADA RAKYAT.

Cocok sekali kutipan dalam tulisan Bung tentang HR Bandaharo. Penyair 
yang terkenal dengan baris sajaknya:


“*tak seorang berniat pulang *

*walau mati menanti”*


* * *


'Harian Batam Pos' belum kukenal betul. Bahwa pada tanggal 12 Mei 2003, 
s.k tsb memuat tulisan Bung Kohar tentang HR Bandaharo, mengundang 
penghargaan orang pada 'keberanian-nya'. Karena, kukira redaksinya bukan 
tidak kenal pada Bung Kohar sebagai penulis Lekra. Juga pada waktu itu 
pers Indonesia masih 'tabu' terhadap LEKRA.


Hal ihwal mengalami perkembangan meskipun tak disukai oleh sementara 
pandangan konservatif dan 'tabu' terhadap kenyataan masa lampau. Disini 
kita menyaksikan sikap mancari kebenaran dan kritis pengarang muda 
seperti Asep Samboja. Mengomentari sikap pengarang Lekra a.l. HR 
Bandaharo dan A. Wispi mendukung pernyataan Presiden Sukarno (Januari 
1965) INDONESIA KELUAR Dari PBB, Asep Sambodja menulis (11 September 
2009) mengenai HR Banharo a.l. sbb:


“/Dalam hal ini saya setuju dengan pendapat Goenawan Mohamad yang 
mengatakan bahwa karya-karya sastrawan Lekra seperti Agam Wispi, H.R. 
Bandaharo, dan Amarzan Ismail Hamid gemanya masih hidup sampai sekarang 
(lihat pengantar GM dalam buku ///Pramoedya Ananta Toer dan Sastra 
Realisme Sosialis/// (2006) karya Eka Kurniawan). Kalau kita lihat apa 
yang sekarang terjadi di Afghanistan, Irak, Iran, Korea Utara, nyaris 
ada campur tangan Amerika. Begitu juga ketika Resolusi PBB tidak bergigi 
ketika Israel menginvasi Palestina, pastilah di balik itu ada campur 
tangan Amerika. /


* * *


Kiranya Bung tak berkeberatan, kukomentari tulisan Bung, dan siarkan 
kembali untuk dibaca lebih banyak orang, khususnya kaum muda kita.


* * *


Harian Batam Pos 12 Mei 2003
Cybersastra.Net 18.1.2004
Facebook : 3.1.2010

*HR Bandaharo
Berpihak Hingga Berpulang
**CdB (16)
A. Kohar Ibrahim *


MUNGKIN terlalu subyektif jika saya kemukakan bahwasanya satu-satunya 
penyair beberapa zaman yang sejak semula secara gamblang  menyatakan 
keberpihakan sampai dia berpulang ke alam baqa tak lain tak bukan adalah 
HR Bandaharo. Penyair yang terkenal dengan baris sajaknya: tak seorang 
berniat pulang / walau mati menanti. Yang bisa ditafsirkan kini sebagai 
kekonsistenannya sebagai penyair atau penulis engage. Yang berpihak. 
Kongkretnya, bagi Bandaharo sekali berpihak sejak mula teruslah berpihak 
pada rakyat, pada lagu perjuangan kehidupan manusia,  sampai hembusan 
nafasnya yang terakhir.

Karena namanya telah masuk daftar hitam yang dibuat penguasa militer 
sudah sejak awal mula berdirinya Orde Baru. Karena  diberangus dan 
dipenjara serta dibuang ke Pulau Buru untuk kemudian terus mengalami 
penindasan selaku eks-tapol hingga mati merana di Ibukota Jakarta. 
Karena upaya penggelapan sekaligus pembodohan sang penguasa zalim itu 
terhadap masyarakat, termasuk generasi mudanya, maka tentulah bangsa dan 
rakyat Indonesia tidak banyak lagi yang mengenal seorang penyair bernama 
HR Bandaharo.
Padahal pada masanya, terutama sekali di kalangan Lekra, HR Bandaharo 
adalah salah seorang penyair terkemuka. Salah seorang Angkatan Pujangga 
Baru. Dengan salah satu gubahan puisinya yang terkenal dan yang secara 
jelas menandakan  keberpihakannya. Puisi yang diterbitkan tahun 1939 itu 
berjudul

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Menanggapi Dek larasi “Nasional Demokrat”

2010-02-02 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Selasa, 02 Februari 2010*

*-*---


*NASIONAL(IS) DAN DEMOKRAT*

*Menanggapi Deklarasi “Nasional Demokrat”*


Pagi ini, setengah 'surprise' terbaca berita 'hangat': Surya Paloh, 
salah seorang elite petinggi Golkar, tampil mendeklarasikan suatu 
organisasi kemasyarakatan (baru). Namanya “NASIONAL DEMOKRAT”. Maksudnya 
kira-kira berpendirian NASIONALIS dan DEMOKRATIS. Tempat yang dipilih 
untuk deklarasi juga tidak sebarangan. Yaitu Stadion Utama “GELORA BUNG 
KARNO”. Dalam rangka “de-Sukarnoisasi”, Orba mengubah nama itu menjadi 
*Stadion Utama Senayan*. Sejak Presiden Suharto disingkirkan oleh 
gerakan Reformasi, nama Bung Karno direhabilitasi di situ, dan nama 
beliau menghiasi lagi Stadion terbesar di Indonesia itu Surat Keputusan 
Presiden No. 7/2001.


Perlu ditunjukkan nama tempat deklarasi organisasi Nasional Demokrat, 
karena pada tempat dilakukannya deklarasi itu, terkait nama Bung Karno. 
Dengan demikian, barangkali itu maksudnya, agar nyambung nama tempat 
deklarasi Stadion Utama Gelora Bung Karno, dengan nama organisasi yang 
dideklarasikan: Nasional Demokrat. Siapa tidak tahu, bahwa Bung Karno 
adalah pemimpin nasional utama yang memproklamasikan berdirinya negara 
kesatuan REPUBLIK INDONESIA. 
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htm

Bersamaan dengan itu Sukarno juga seorang Demokrat. 
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htm


Menjadi tambah penting makna deklarasi, kiranya disebabkan oleh 
nama-nama tokoh yang ambil bagian dalam prakarsa mendirikan organisasi 
NASIONAL DEMOKRAT. Mereka itu adalah *Surya Paloh, Sri Sultan Hamengku 
Buwono X, Ahmad Syafi-i Maarif, Siswono Yudo Husodo, Syamsul Mu'arif, 
Khofifah, Soleh Solahudin, Thomas Suyanto, Didik J Rachbini, Anis 
Baswedan, Rizal Sukma, Jeffrie Geovani, Enggartiasto Lukita, Budiman 
Sujatmiko, Eep Saefulloh, Franky Sahilatua, dan lainnya.* 
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htm


Dalam daftar penggagas organisasi kemasyarkatan Nasional Demokrat itu 
bisa dilihat nama tokoh Reformasi Sultan Hamengkubuwono X; mantan 
pemimpin Muhammadiah, intelektual prominen Ahmad Syafii Maarif; --- 
tokoh muda PDI-P Budiman Sudjatmiko, dan pengamat politik dari generasi 
muda, Eep Safulloh, dll. Sedangkan yang hadir pada pendeklarasian 
Nasional Demokrat adalah tokoh-tokoh seperti Ketum PDI-P Megawati 
Sukarnoputri, mantan Wapres Jusuf Kalla dan Ketum DPP Partai Hanura, 
Wiranto. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htm


Setelah berdialog, yang merupakan bagian dari acara hari itu, Megawati 
berkomentar, bahwa didirikannya organisasi kemasyarakatan ' 
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htmNasional 
Demokrat', adalah wajar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gagasan 
Nasional Demokrat, seperti *memantapkan Pancasila, NKRI, dan UUD 1945, 
*kata Mega, adalah sejalan dengan konstitusi PDI-P.


Pernyataan Megawati tsb sedikit banyak memberikan gambaran arah yang 
akan ditempuh dan tujuan didirikannya Nasional Demokrat. Paloh 
menambahkan bahwa belum terfikir untuk mendirikan parpol (baru).


* * *


Menoleh sedikit saja ke catatan sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa 
Indonesia, kita saksikan bahwa: Suatu gerakan yang awalnya ditandai oleh 
tujuan melawan ketidak-adilan, memperjuangkan sama hak, --- dalam 
perkembangannya bermuara pada gerakan untuk kemerdekaan bangsa dan tanah 
air. Menjadikannya suatu gerakan yang jelas anti kolonialisme dan 
anti-imperialisme. Dalam gerakan dan perjuangan yang bersifat nasional 
itu, terdapat di dalamnya golongan yang memnperjuangkan prinsip-prinsip 
Islam, seperti SI kemudian NU, Muhammadiyah, PSII, belakangan juga 
Masyumi. Ada juga yang berfaham Marxis seperti PKI dan Partai Sosialis 
Indonesia.


Dari segi utamanya, gerakan kemerdekaan dalam sejarah kita yang dimulai 
dari gerakan sosial, religi ataupun budaya, berkembang menjadi suatu 
gerakan nasional. Yang berpegang pada faham kebangsaan. Ini jelas sekali 
dimanifestasiskan oleh ikrar SUMPAH PEMUDA , 28 Oktober 1928. 
Dideklarasikan dalam Kongres Pemuda II, sbb:

Sumpah Pemuda versi orisinal:

*Pertama, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah
darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang
satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga , Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa
persatoean, bahasa Indonesia.* (Sumber Wikipedia)

Bahkan PKI, Partai Komunis Indonesia, yang adalah sebuah gerakan Marxis 
yang juga berfaham internasionalis, adalah gerakan politik yang 
pertama-tama memperjuangkan kepentingan bangsa sendiri. Ini bisa dilihat 
dari kegiatannya yang bersifat nasional dan menonjol, yaitu mencetuskan 
pemberontakan nasional pertama melawan kolonialisme pemerintah Belanda. 
Tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia lepas dari kolonialisme Belanda.


* * *


Salah seorang tokoh PKI, --- TAN MALAKA, dikatakan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita “PATAH TUMBUH HILANG BERGANTI

2010-01-27 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita *

*Rabu, 28 Januari 2010*

*---*


“*PATAH TUMBUH HILANG BERGANTI*

*GUGUR SATU TUMBUH SERIBU”*

*Mengantar A.S. Munandar ke Peristirahatan Terakhir*


Kemarin itu, hari Selasa 26 Januari 2010, jam 12.30, dinginnya bukan 
main! Sepertinya di Belanda, sudah mencapai suhu terrendah selama musim 
dingin kali ini. Delapan derajat Celsius di bawah nol. Namun, lebih 200 
hadirin memenuhi ruang-duka Goetzee Dela Rouwcentrum, di Boezemsingel 
35, Rotterdam. Beberapa orang adalah dari keluarga A.S. Munandar 
(termasuk dua orang putranya yang datang dari Indonesia) - ”Endro dan 
Widyo”.


Kebanyakan adalah orang-orang Indonesia. Berpakaian tebal dan songkok 
musim dingin. Beberapa orang Belanda datang juga, antara lain sahabat 
lama A.S. Munandar, wartawan senior Joop Morrien. Juga Ketua Wertheim 
Stichting, dr Coen Hotzappel. Lalu sahabat-sahabat dari Filipina. 
Demikian juga dari kalangan komunitas Tionghoa-Belanda seperti dr Go 
Gien Tjwan, Ong HuiYang dan Dr Paul Thung dan istri, dll. Selebihnya 
adalah kenalan-kenalan lama AS Munandar dari Amsterdam, Den Haag, 
Leidsendam, Purmerend, Zaandam, Utrecht, Zeist, Rosendaal, Rotterdam, 
Dortmund, Keulen, Hülhorst, Paris dan Stockholm. Mungkin juga (maaf) ada 
yang ketinggalan dicatat di sini.


Pertemuan yang mengensankan kemarin itu, dibuka dengan hikmat oleh 
pimpinan Perhimpunan Persaudaraan Taufik. Diikuti oleh penghentingan 
cipta mengenangkan A.S. Munandar tercinta.


* * *


Pagi ini – Kutanyakan kesan Andreas Sungkono dari pimpinan Perhimpunan 
Persaudaraan Indonesia, yang sejak semula bersama kawan-kawannya dari 
Perhimpunan Persaudraan sibuk mengatur-atur pertemuan hari itu: 
Bagaimana kesannya mengenai perpisahan dengan Bung Cipto kemarin.


Yaah, jawabnya, kita semua terutama berduka-cita! Tetapi bersamaan 
dengan itu juga terharu, lega dan gembira menyaksikan begitu banyak yang 
datang pada upacara perpisahan dengan Bung Cipto. Kiranya fihak 
Rouwcentrum Goetzee Dela, juga terhera-heran. Begitu banyak hadirin yang 
datang pada hari pemkakaman A.S. Munandar. Jarang sekali begitu banyak 
hadiri pada suatu upacara pemakaman.


Kusajikan di sini sajak yang dirangkum Andreas Sungkono dalam kata 
perpisahannya kepada A.S. Munandar, sbb:


/Selamat Jalan/


/Ketika cuaca dingin membeku/

/Dan cakrawala Nusantara /

/Masih kotor dengan debu/

/Kau pergi tinggalkan kami/

/Walau itu bukan maumu sendiri/


/Kau telah berlawan, bertahan /

/Lebih dari dua pekan/

/Tapi kodrat telah sampai ke batas janji/

/Tak bisa ditunda lagi/


/Kau tinggalkan semua yang kau punya/

/Pemikiran dan keyakinan/

/Juga api yang kau jaga menyala/

/Serahkan pada generasi muda /

/Pelanjut angkatan/

/Meneruskan perjalanan/

/Menuju harapan…./

/Selamat jalan Bung Cipto!/


Beristirahatlah dengan tenang di alam damai dan abadi!


* * *


Sarmaji dari Perhimpunan Dokumentasi Indonesia Amsterdam, berkesan a.l. 
sbb: Sangat mengharukan kata perpisahan dari dr Paul Thung, sahabat 
A.S.Munandar sejak muda ketika bersekolah di HBS dan kemudian sama-sama 
bekerja di laboratorium geologi di Bogor pada zaman pendudukan Jepang, 
sampai bertemu kembali di Belanda sesudah berpidah duapuluh tahun lebih. 
Apa kesan Dr Paul Thung: Ashar tidak berubah. Ia adalah orang yang jujur 
dan berprinsip yang berjuang untuk keyakinannya sampai akhir umurnya. 
Betapapun kesulitan yang dihadapinya, tanah air dan bangsa, IA TETAP 
OPTIMIS.


Aku terharu mendengar kata-kata yang diucapkan oleh putera Bung Cip, 
Widyo yang ditinggalkan bapaknya ketika berumur 1 tahun (1965). Kemudian 
baru bertemu lagi pada tahun 1988 ketika ia berkunjung ke Belanda untuk 
pertama kalinya jumpa dengan bapaknya. Kata Sarmaji.


Kutambahkan bahwa juga amat mengharukan betapa cucu AS Munandar, Satria, 
mengutarakan hubungan dekatnya dengan Opanya, Opa Munandar.


* * *


Yang a.l. hendak difokuskan di sini ialah kata-kata perpisahan yang 
diutarakan oleh sahabat lama AS Munandar, Umar Said. Umar Said, adalah 
mantan Pemimpin Redaksi s.k.Ekonomi Nasional dan Bendahara Persatuan 
Wartawan Asia-Afrika (Jakarta). Umar Said mengangkat satu kalimat yang 
ditulis oleh A.S.Munandar dalam bukunya, bab: KILASAN KENANGAN MASA 
LALU. Kalimat-kalimat itu adalah:


“Ribuan kawan dan sahabat dekat yang kukenal sudah tidak ada, mereka 
telah memberikan pengorbanan luarbiasa, mengenang mereka membuat hatiku 
amat sedih. Tetapi seperti peribahasa kita: /Patah Tumbuh Hilang 
Berganti! /Tetap kupelihara rasa optimis, karena percaya pada bangsa dan 
rakyatku, terutama pada generasi mudanya, yang kelak pasti akan berhasil 
mewudjudkan cita-citanya untuk masyarakat yang adil”.


Kemudian Umar Said menghubungkan keyakinan A.S. Munandar tsb dengan 
perkembangan belakangan ini di tanahair. Muncul dan berkembangnya 
kebangkitan baru kesedaran akan keadilan terutama di kalangan generasi 
muda, di tengah-tengah membeludaknya kritik-kritik dan protes terhadap 
skandal-skandal di lembaga

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS AND VIE WS

2010-01-24 Terurut Topik isa
IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS AND VIEWS

Monday, 25 January 2010

-


*One Foreigner's Appreciation of Gus Dur *


*Why Indonesia's book bans should not be shrugged off
-*

http://www.asiasentinel.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=2218I 
http://www.asiasentinel.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=2218I
temid=175

*One Foreigner's Appreciation of Gus Dur
*Written by Philip Bowring
Sunday, 03 January 2010
ImageNot just Indonesia but the Islamic world lost an irreplaceable figure

Symbolism matters. By most measures Abdurrahman Wahid - known universally as
Gus Dur - was a disaster as Indonesia's president. Even Megawati's years of
doing nothing appear an achievement in comparison with Gus Dur's chaotic 21
months in power as Indonesia's fourth leader.

Yet is it possible to argue that the almost blind head of the Nahdlatul
Ulama, who died on Dec. 30, contributed not just more than anyone to
Indonesia's nearly peaceful transition from the Suharto era, of which he was
a part, to plural democracy. Even more important, he embodied a tradition of
tolerance which is as essential as a common language to the survival of
Indonesia, a nation which is not merely multi-religious but harbours a wide
variety of interpretations of the religion of the majority.

His most obvious contribution as president to inclusiveness and tolerance
was his ending of overt discrimination against Chinese people and language.
But that was only one aspect of a career built on a profound belief in the
importance of common values transcending religious divisions. Despite an
unprepossessing physique, he was an effective leader because he combined
several elements. He inherited leadership of the NU from his father and
grandfather, and hence the quasi-feudal authority that went with the grass
roots Muslim organisation.

But he added to that true intellectual weight, a profound knowledge not only
of Islam but of other religions and philosophies combined with an ability,
learned through his years in journalism, to express himself simply and
directly. And to those he added an earthiness to which people at large, be
they peasants from east Java or politicians in Jakarta could easily relate.

The Gus Dur who loved retailing gossip about the sex lives of the first
family was the same Gus Dur who was treated with reverence both by his
fellow kiai - the religious leaders of Indonesian Muslims - and by attendees
at international gatherings.

His failings were obvious too and rather typical of one born to high office.
To those were added physical decline in the wake of his stroke and what
amounted to almost an addiction to politicking which left friends and allies
exasperated. If he had been directly elected as president, things might have
been different. But he proved temperamentally incapable of the managing the
coalition of entrenched interests necessary when the presidency was the gift
of the MPR, the country's fractured House of Representatives. His liberal
views on separatist issues such as Aceh and Irian Jaya also contributed to
his downfall - though in the case of Aceh they paved the way to post-tsunami
peace.

His failures do not undermine his importance as religious leader and
politician in keeping religion and politics separate and ensuring that
mainstream Islam in Indonesia remained tolerant and plural, where religion
was a matter of private conscience and where the secular state kept out of
religious affairs - and vice versa. He also reconciled Islamic teachings
with pancasila, Indonesia's amorphous, five-sided state philosophy of belief
in one god, humanitarianism, national unity, popular sovereignty and social
justice.

It was this belief in pluralism which enabled him to be a moderating
influence in the latter Suharto years and play a central role in the
democratic transition. That a nearly blind cleric who had already suffered
strokes was elected president at all was a reflection of his symbolic role
in a nation searching for a new basis for harmony.

Many Muslim-majority countries (not least Malaysia) could learn much from
the liberal intellectual traditions which Gus Dur embodied. Indeed, the
physical infirmity of his later years largely prevented him from playing an
international role, providing a coherent and good-humored counter to the
exclusivism and extremism displayed by religious and political authorities
in countries as diverse as Iran, Malaysia and Pakistan.

The world, not just Indonesia, needs more Gus Durs.
--
http://www.economist.com/images/blocks/black.gif

*Banyan
The books of slaughter and forgetting*
Jan 21st 2010

*Why Indonesia's book bans should not be shrugged off*

THE past, even in Indonesia, is a foreign country: they did things
differently there. The downfall in 1998 of the 32-year Suharto “New Order”
regime seemed to mark the 

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - “APAKAH ORANG TIONGHOA SUDAH,,KEHILANGAN PERCAYADIRI?”

2010-01-18 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran*

*Senin, 18 Januari 2010*

*-*


*Hari Minggu Bersama LU XUN*


“*APAKAH ORANG TIONGHOA SUDAH *

*KEHILANGAN PERCAYADIRI?”*


Minggu kemarin, salju yang menutupi Holland dua pekan lebih, akhirnya 
tokh mulai mencair. Sebetulnya mulai Sabtu yl dimulai proses pelumeran. 
Tapi dari Jerman kuterima berita bahwa di situ mulai lagi turun salju 
lebat. Berita radio Belanda hari ini mengatakan bahwa Selasa besok akan 
turun lagi salju. Sungguh,musim dingin kali ini sulit diramal.


Duduk santai membaca cerpen Lu Xun benar-benar mengasyikkan. Asyik 
mengagumi kamampuan dan ketajaman Lu Xun sebagai penulis cerpen. 
Menggugah pembacanya berfikir, sekali lagi berfikir. Cerpen-cerpen Lu 
Xun selalu berlatar belakang dan mengenai apa yang terjadi di masyarakat 
Tiongkok. Selalu bersumber dan berpijak pada kenyataan riil. Langsung 
ataupun tidak.


Membacanya dewasa ini, fikiran pembaca dibawanya jauh ke masa lampau di 
Tiongkok . Ketika itu Tiongkok sudah tujuh tahun lamanya dikuasai rezim 
Kuomintang di bawah Jenderalisimo Chiang Kai Sek. Cerpen Lu Xun yang 
kubaca Mnggu kemarin berjudul:


“*Apakah Orang Tionghoa Sudah Kehilangan Percaya Diri?”.* 25 September 
1934


Karya tsb keluar 7 tahun setelah berlangsung 'Pembantaian Shanghai', 12 
April 1927. Ketika Chiang Ka Sek memulai kampanye anti-Komunis, 
mengakhiri kerjasama, atau suatu front nasional KMT-PKT yang digalang 
oleh mantan pemimpin KMT, Dr Sun Yatsen. Lebih 300 Komunis dan 
simpatisannya dieksekusi. Lebih seribu ditangkap dan dipenjarakan. 
Limaribu lainnya “hilang” atau 'dihilangkan'.


Namun, Partai Komunis Tiongkok tidak tinggal diam. Mereka berlawan. 
Dengan senjata ditangan. Partai Komunis Tiongkok memimpin Pemberontakan 
Panen Musim Rontok di propinsi Hunan, 7 Desember 1927. Dan melanccarkan 
pemberontkan Guangzhou, 19 Desember 1927. Sebelumnya berlangsung 
Pemberontakan (Tentara Nasional di) Nanchang, pada tanggal 1 Agustus 
1927.. Hari 1 Agustus 1927 tsb kemudian diresmikan menjadi lahirnya 
Tentera Pembebasan Rakyat Tiongkok TPRT dari Republik Rakyat Tiongkok ( 
1 Oktober 1949). Pada tanggal 1 Agustus 1927 itu sebagian dari Tentara 
Nasional Tiongkok, di bawah pimpinan Zhou Enlai, Ho Lung, Zhu Teh, Yeh 
Ting dan Liu Bo Cheng dll, melalui pemberontakan tsb mendirikan tentara 
sendiri di bawah pimpinan PKT.Tujannya adalah melakukan perlawanan 
bersenjata melawan teror militer KMT dan demi meneruskan revolusi 
Tiongkok yang dimulai oleh Dr Sun Yatsen, sampai selesai.



Keunggulan militer KMT dan kesalahan taktis dan strategis Tentara Merah 
Tiongkok di bawah pimpinan PKT menyebabkan kekalahan daerah basis 
revolusioner Tiongkok di Jiangxi, dengan ibukota Ruijing. Mulai saat 
itulah, Oktober 1934, Tentara Merah Tiongkok memulai yang kemudian 
dikenal dunia dengan “LONG MARCH”. Jasanya wartawan Amerika, Edgar Snow, 
menulis buku otentik dan historis “Red Star Over China”, 1935., yang 
antara lain mengabarkan ke seluruh dunia tentang kekuatan Partai Komunis 
Tiongkok, Tentara Merah Tiongkok yang dipimpinnuya serta darah basis 
revolsioner di Shaanxi. Edgar Snow diselundupkan oleh organisasi rahasia 
PKT menyelinap ke daerah basis revolsuioner Tiongkok di Yenan, Shaanxi.



Patut menjadi catatan sejarah yang tidak boleh dilupakan: Partai Komunis 
Tiongkok memimpin Tentara Merah Tiongkok, mencetuskan revolusi tani di 
sepanjang perjalanan panjang menuju Yenan. Mereka melakukan “Long March” 
bukan semata-mata untuk menghindarkan diri dari kampanye pemusnahan 
militer KMT. Mereka melakukan “Long March” menuju Tiongkok Barat Laut, 
dengan maksud di tempat baru itu membangun kekuatan besenjata rakyat. 
Dengan tujuan melakukan perang perlawanan terhadap agresi militer Jepang 
terhadap Tiongkok. Mereka menawarkan kepada KMT suatu kerjasama, suatu 
front menghadapi agresi Jepang, membela tanahair Tiongkok. 
Mendemonstrasikan kepada seluruh rakyat Tiongkok, bahwa kaum Komunis 
Tiongkok meletakkan kepentingan di atas kepenting lainnya. Akhirnya . 
KMT yang kepala batu anti- Komunis itu, terpaksa setuju dengan front 
bersama dengan PKT menghadapi agresi Jepang dan membela tanah air. 
Jendral Chiang Kaisek terpaksa setuju, sesudah ia diculik dan dipaksa 
oleh jenderal-jendralnya sendiri untuk menerima tawaran PKT dan aktif 
melawan agresi Jepang dan membela tanah air.



Betapa bijaksana dan lapang dadanya serta benarnya politik front 
persatuan PKT. Walaupun mereka sudah babakbelur, hampir saja dimusnahkan 
oleh KMT. Begitu luar biasa penderitaan mereka, namun, tidak 
mengutamakan balas dendam, tetapi, berlapang dada menawarkan persatuan 
dengan KMT demi melawan Jepang.



* * *



“LONG MARCH” Tentara Merah Tiongkok dibahwa pimpinan PKT, merupakan 
sebuah epik dalam sejarah modern Tiongkok. Sebuah pengalaman sejarah. 
Peristiwa tsb merupakan manifestasi heroisme patriotik, keberanian dan 
pengorbanan dan kepahlawan kekuatan revolusioner Tiongkok. “Long Mrach” 
adalah sejarah

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Sarkaw i MANAP, Dan Karya-nya,,'KISAH PERJALAN AN'

2010-01-09 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Sabtu, 09 Januari 2010*

--


*Sarkawi MANAP, Dan Karya-nya*

*'KISAH PERJALANAN' *


Bertemu muka dengan Sarkawi Manap, bagiku selalu menyenangkan. Melihat 
wajahnya saja, suasana sudah diliputi oleh optimisme. Sederhana 
alasannya. Karena pembawaannya yang terbuka, ramah, tidak pelit dengan 
senjumnya yang menarik. Dan ia selalu gembira. Maka, aku ikut gembira 
bertemu dengan Sarkawi. Apalagi kali ini. Dalam kesempatan hadir pada 
Hari Peringatan Tahun Baru 2010, di Diemen, Belanda, yang 
diselenggarakan oleh Perhimpunan Pesaudaraan dan beberapa organisasi 
Indonesia lainnya, Sarkawi datang berkunjung ke Amsterdam bersama 
Salwiana, istrinya. Di situlah kami jumpa lagi.


Yang terasa mendekatkan hubungan kami, ialah karena salah seorang 
putrinya, NILA UTAMA, persis sama namanya dengan nama Ibuku. Aku pernah 
bilang pada Sarkawi: Bung, nama putri Bung yang sulung itu, persis nama 
ibu saya. Sayang, tak pernah kutanyakan, ia dapat ilham dari mana, 
memberikan nama NILA UTAMA pada putri sulungnya. Pasti ini sesuatu yang 
kebetulan saja.


Namun yang merupakan surprise bagiku, ialah bukunya yang baru terbit 
*'KISAH PERJALANAN'*. Senang sekali menerima buku itu dari tangan 
penulisnya sendiri. Isinya juga menarik dan punya arti sejarah. 
Merupakan kisah-kisah yang berjudul sbb:

*Berorganisasi, Eks Tapol, Mawar yang Gugur Sebelum Mekar,*

*Nasib Tidak Beruntung, Kehilangan, Tidak Bersih Lingkungan, Nostalgia, 
Pulau Kemarau, Saksi Hidup dan Selamat Jalan. *


* * *


Memang kami bersahabat kental. Bukan karena sama-sama 'orang Seberang', 
orang Sumatera. Bukan! Tetapi karena dia – terus terang saja – adalah 
kawan seperjuangan! Yang selama kukenal, sedikitpun tidak ada 
penyesalan, tidak ada keraguan tentang keadilan dan kebenaran tujuan 
cita-cita yang diperjuangkannya demi kebebasan, keadilan dan kemakmuran 
rakyat Indonesia.


Kalau dr Ciptaning, anggota fraksi PDI-P di DPR, di kantor kerjanya 
terpampang gambar besar bukunya 'AKU BANGGA JADI ANAK PAKI', maka, 
Sarkawi Manap melalui kisahnya itu, dengan caranya sendiri hendak 
menyampaikan suatu pesan kepada pembaca, bahwa : AKU BANGGA JADI ANGGOTA 
PKI!


Setelah PKI ditumpas punah oleh Jendral Suharto melalui penangkapan, 
pembunuhan, pemenjaraan dan pembuangan,  jarang ditemukan orang 
Indonesia yang blak-blakkan mengatakan: Saya anggota PKI, dan di bawah 
pimpinan PKI saya berjuang demi keadilan dan kemakmuran serta pembebasan 
rakyat Indonesia. Saya berjuang dan mengabdi keada negara Republik 
Indonesia melalui tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan PKI kepada 
saya. Demikian Sarkawi Manap.


Mengenal orangnya, membaca tulisan-tulisannya dalam perdebatan tajam dan 
terbuka di intenet -- versus seorang bekas anggota PKI yang nyeberang ke 
fihak Suharto, membaca bukunya 'KISAH PERJALANAN', aku berani menyatakan 
bahwa: Begitu itulah Sarkawi Manap. Anggota PKI.


Ia tidak rela partainya, PKI, difitnah, dinista dan dibusukkan oleh Orba 
dan lawan-lawan politik PKI. Ia hendak menunjukkan bahwa ia dikirim oleh 
PKI ke luarnegeri untuk belajar, menambah ilmu dan ketrampilan. Semua 
itu demi mengabdi kepada tanah air dan bangsa, demi negara Republik 
Indonesia di bawah pimpinan Presiden Sukarno. Sarkawi Manap dengan 
dengan lugu dan berani menyatakan: Saya, anggota PKI, saya akan terus 
berjuang demi keadilan dan pembebasan rakyat Indonesia.


Melihat sikap dan pendirian Sarkawi Manap seperti itu, aku bangga punya 
teman seperjuangan seperti dia.!



* * *


Buku karya S. Manap ini adalah buku yang kedua yang ditulisnya selama 
berada di luar negeri. Yang pertama berjudul 'DI PENGASINGAN'.

'KISAH PERJALANAN', keluar Maret, 2009. Penerbit: Ultimus Bandung. 
Samsir Mohammad, mantan anggota Konstituante dan MPRS, sempat menulis 
Kata Pengantar untuk buku Sarkawi.


Benar sekali yang dikemukakan oleh Samsir Mohammad dalam kata pengantarnya:


Buku Sarkawi Manap, 'KISAH PERJALANAN' menyajikan dan memperkenalkan 
kejadian-kejadian yang dialami dan dijalani secara lurus dan benar. 
'Kisah Perjalanan' mengisahkan perjalanan yang amat panjang yang 
melintasi tiga benua, Amerika tepatnya Kuba, Eropa (Moskow, Praha) dan 
Asia (Tiongkok, Birma, dan Vietnam). Kesan Samsir selanjutnya: KISAH 
PERJALANAN dan cerpen-cerpen yang dinukilkan oleh Sarkawi menjelaskan 
kepada kita apa yang terjadi di awal paro kedua abad yang baru silam, 
secara lurus dan benar, baik tentang dirinya maupun mengenai 
komunitas-komunitas berbagai bangsa dimana dia berada”.


S. Manap (58^th ), sebelum berangkat ke luarnegeri pada bulan Januari 
1965 ke Kuba untuk belajar, adalah mahasiswa Akademi Ilmu Sosial 
Aliarcham, Jakarta.

Setelah terjadi peristiwa G30S, paspornya dicabut penguasa militer 
Jakarta. Seperti nasib ratusan warganegara Indonesia yang sedang di luar 
negeri ketika itu, paspornya telah dicabut oleh penguasa militer Jakarta 
tanpa porses hukum apapun, atas tuduhan dan fitnahan terlibat dengan 
G30S

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Menyon gsong “TAHUN BARU” Bersama LU XUN

2009-12-31 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Kemis, 31 Desember 2009*

*--*



*Menyongsong “TAHUN BARU” Bersama LU XUN*



* * *


Menutup tahun 2009 – menyongsong tahun 2010, aku fikir-fikir, apa 
sebaiknya yang cocok ditulis. Kebetulan ketika menoto kembali buku-buku 
di 'perpustakaan-ku', mataku tertarik lagi pada buku 'LU XUN, Selected 
Works', Volume Four. Cetakan ketiga – Peking, 1980. Selama periode 
Revolusi Kebudayaan Tiongkok (1966-1975) buku Lu Xun tsb tak pernah 
dicetak ulang. Terbitan pertama edisi Inggris adalah pada th 1964, pas 
dua tahun s e b e l u m diluncurkannya Revolusi Kebudayaan. Tentang apa 
sebabnya, selama Revolusi Kebudayaan buku Lu Xun tsb tidak diterbitkan 
ulang, hal itu merupakan tema menarik tersendiri. Namun, tidak 
dimaksudkan untuk dibicarakan sekarang.


Kali ini aku ingin mengajak teman-teman dan para sahabat membaca, 
menikmati dan meresapi cerpen-cerpen Lu Xun. Problimnya: Cerpen Lu Xun 
yang mana? Meskipun ia mati-muda, pada umur 55 th, namun, begitu banyak 
cerpen yang ditulis oleh Lu Xun.


Ketika membaca kembali buku tsb diatas, kutemui dua cerpen Lu Xun yang 
kira-kira cocok untuk dihidangkan kepada pembaca, menjelang tahun baru: 
Satu, yang berjudul 'TAHUN BARU'. Meskipun cerpen Lu Xun itu mengenai 
Tahun Baru Tionghoa, namun suasanya seperti Tahun Baru dimana-mana. 
Kedua, yang berjudul 'NASIB'. Melalui konsultasi dengan Murti, kami 
simpulkan: Yang paling cocok untuk disiarkan kali ini, berkenaan dengan 
suasana menyongsong tahun baru 2010, ialah cerpen Lu Xun yang berjudul: 
'TAHUN BARU'.


* * *


Kiranya cukup banyak di Indonesia yang masih ingat penulis besar 
Tiongkok Baru, Lu Xun (1881-1936). Penulis raksasa ini hidup dalam 
periode ketika Tiongkok memasuki zaman pancaroba dan pergolakan besar. 
Dari feodalisme klasik Tiongkok menuju ke zaman baru, zaman perubahan 
dan REVOLUSI.


Zaman itu adalah ketika berlangsungnya Revolusi Nasiona Tiongkok di 
bawah pimpinan Dr Sun Yat-sen; zaman koalisi Kuomintang (KMT) dengan 
Partai Komunis Tionngkok (PKT); zaman ketika kemudian pecahnya koalisi 
tsb. Disusul dengan periode perang dalam negeri KMT vs PKT. Periode itu 
adalah ketika Partai Komunis Tiongkok melakukan perlawanan bersenjata 
dengan memobilisasi kaum tani, mengadakan revolusi tani, melawan 
kampanye teror pemerintah KMT; di saat ketika PKT membangun daerah basis 
revolisoner di Tjiangsi. Kemudian melakukan 'Long March' dan dibangunnya 
pemerintah Merah di Yenan, Tiongkok Utara. Ketika Tiongkoak dihadapkan 
pada tugas baru diperlukannya koalisi kembali dengan KMT untuk melawan 
agresi Jepang terhadap Tiongkok.


Untuk menyegarkan kembali ingatan kita: Aku sependapat dengan penilaian 
penerbit di Beijing, bahwa Lu Xun, adalahBapak Kesusasteraan Tiongkok 
Kontemporer. Lu Xun bukan saja seorang penulis dan pemikir besar, tapi 
juga seorang revolusioner. Lu Xun menggunakan pena sebagai senjata dalam 
perjuangan luar biasa terhadap imperialisme, feodalisme dan kapitalisme 
birokrat di Tiongkok. Cerpen-cerpen dan esay Lu Xun merupakan kombinasi 
puisi dengan komentar politik. Punya arti politik mendalam dan 
menggunakan bahasa yang tajam. Tulisannya yang menggunakan style yang 
menarik mencerminkan syarat-syarat sosial Tiongkok ketika itu.


* * *


Hampir 10 tahun yang lalu pernah kupublikasikan salah satu cerpen Lu 
Xun, brjudul

'MENNANTIKAN SEORANG GENIUS?' Dalam cerpennya itu Lu Xun mengemukakan 
bahwa, adalah masuk akal orang-orang Tionghoa ketika itu menantikan 
munculnya seorang GENIUS yang akan menyelamatkan Tiongkok yang sedang 
krisis. Tapi, Lu Xun juga menegaskan satu pandangan tegas. Bahwa GENIUS 
itu tak akan lahiar begitu saja, dengan sendiriny. Genius itu hanya bisa 
lahir bila l a h a n di mana ia lahir dan tumbuh, tersedia. Disediakan 
oleh masyarakat itu sendiri. Seperti tanaman yang bagus dan kuat, tidak 
akan tumbuh bila tersedia lahannya yang sesuai! Suatu logika yang tajam 
dan mendalam! (Terfikir untuk mempublikasikan lagi cerpen Lu Xun tsb.)


Baiklah, sekarang ini mari kita ikuti dan nikmati bersama cerpen Lu Xun 
berjudul:



*TAHUN BARU*

*Oleh: Lu Xun *

* 5 Februari 1934*


Tahun Baru Lunar di Shanghai kali ini lebih hidup terbanding tahun lalu.


Berbagai julukan digunakan dalam media cetak dan pidato-pidato: Ada yang 
mengemukakannya dengan nada menghina, bahwa itu dari 'penanggalan usang' 
(*), sedang lainnya mengemukakannya sebagai 'kalender tua'. Tetapi 
perangai orang pada “Tahun Baru” ini sama saja: Mereka melakukan 
perhitungan, menyajikan korban untuk roh-roh dan kepada leluhur, 
membakar mercon, main mahyong, melakukan kunjungan Tahun Baru, dan 
menyampaikan harapan kebahagiaan dan kemakmuran satu sama lainnya.


Meskipun surat-surat kabar yang terus menerus muncul meskipun hari itu 
adalah hari Tahun Baru menyatakan penyesalan mereka (**), itu 
semata-mata sentimen saja, dan samasekali bukan demikian kenyataannya. 
Sementara penulis heroik lainnya mengeluarkan seruan untuk berjuang

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Catatan Partikeliran - PRITA BEBAS,,BERKAT KUATNYA DUKUNGAN MASYARAKAT

2009-12-29 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA - Catatan Partikeliran *

*Selasa, 29 Desember 2009*

**


*PRITA BEBAS *

*BERKAT KUATNYA DUKUNGAN MASYARAKAT*


Hari ini terbetik berita CERAH menjelang akhir tahun 2009. Sebuah berita 
BBC (oleh Sri Lestari) : melaporkan bahwa PRITA DIVONIS BEBAS!


Mungkin judul berikut ini lebih mencerminkan realita:

PRITA MULYASARI BEBAS, BERKAT DUKUNGAN MASYARAKAT!


Kasus Prita Mulyasari menunjukkan satu hal penting! Terutama, rasa 
keadilan dan sadar-hukum, di kalangan masyarakat kita, khususnya di 
kalangan wartawan muda, media, mengalami peningkatan penting. Dengan 
dukungan masyarakat dan media, terkumpul dana lebih dari Rp 800 juta 
untuk membantu Prita. Terkumpulnya dana sebesar itu, adalah berkat 
simpati dan solidaritas masyarakat terhadap Prita Mulyasari.


Di satu fihak kita saksikan betapa Rumah Sakit Omni, yang memperlakukan 
pasien Prita secara sewenang-wenang, diksriminatif serta memberikan 
diagnosis yang salah. Di lain fihak munculnya keberanian dan kesigapan 
Prita Mulyasari, didorong oleh semangat melawan kewenang-wenangan, 
melakukan protes. Dengan cara menulis surat elektronik (e-mail) kepada 
teman-temannya. Yang kemudian gugatan tsb tersebar luas di kalangan 
masyrakat. Selanjutnya sikap arogansi mendorong RS Omni untuk membungkam 
dan menghukum Prita yang dianggapnya begitu 'berani' melakukan kritik 
terbuka. Kita saksikan pula betapa fihak kepolisian ikut membela elite 
(RS Omni). Prita ditahan polisi selama 21 hari. Lalu Pengadilan Negeri 
menunjukkan pula pengabdiannya terhadap elite dengan vonisnya menghukum 
denda Prita sejumlah Rp 204 juta. Yang harus dibayarnya kepada RS Omni.


Puaslah RS Omni atas 'kemenangannya'!


Tetapi kalangan elite tsb termasuk Polisi dan Pengadilan Negeri, 
samasekali buta terhadap perkembangan kesadaran akan keadilan di 
kalangan masyarakat. Mereka Juga mensepelekan keberanian dan semangat 
Prita yang terus berlawan.


Kesewenanga-wenangan elite, keberfihakan Polisi dan Pengadilan pada 
elite,  telah membangkitkan kemarahan masyarakat terhadap RS Omni, 
Polisi dan Pengadilan. Mulailah meluncur gelombang protes dan sekaligus 
tindakan solidair pengumpulan dana dikalangan masyarakat. Hasilnya 
sungguh membesarkan hati dan mendorong semangat membela keadilan.


Dimulai dengan langkah RS Omni yang memcabut kembali 'gugatan-nya bahwa 
Prita melakukan pencemaran 'nama baik' mereka, akhirnya diikuti oleh 
keputusan Pengadilan Negeri Tanggerang yang memvonis bebas Prita Mulyasari.


* * *


Selain gejala nyata bahwa kesedaran membela keadilan, kesadaran hukum 
masyarakat nyata meningkat, -- kasus Prita ini juga menunjukkan bahwa 
mengahadapi perlawanan masyarakat yang tegas dan konsisten, akhirnya 
Pengadilan Negeri juga tak punya pilihan lain, kecuali mengambil langkah 
mundur.


Apakah kasus PRITA MULYASARI ini merupakan pertanda bahwa, lembaga hukum 
Indonesia, dalam hal ini Pengadilan Negeri Tanggerang, sudah mulai 
berubah? Sudah ada sedikit kemajuan? Hal ini masih harus kita lihat 
lagi. Kenyataan dan perkembangan selanjutnyalah yang akan membuktikannya.


Yang jelas, ialah, bahwa masyarakat telah memperoleh pelajaran penting: 
PERJUANGAN YANG ADIL AKHIRNYA MENCAPAI KEMENANGAN!


* * *


LAMPIRAN BERITA:

Prita Mulyasari divonis bebas

*Sri Lestari Wartawan BBC*

Prita Mulyasari disambut para pendukung usai vonis bebas

Pengadilan Negeri Tangerang membebaskan Prita Mulyasari dari tuduhan 
pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni International Alam Sutra Tangerang.


Ketua Majelis Hakim Arthur Hangewa menyatakan terdakwa Prita Mulyasari 
tidak terbukti bersalah telah melakukan tindakan pidana sebagaimana 
dakwaan kesatu, kedua dan ketiga.

Arthur Hangewa menyatakan, Kedua, membebaskan dari semua dakwaan tersebut.

Ketiga memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat 
serta martabatnya, katanya.


Dikatakan juga, menetapkan barang bukti berupa satu eksemplar berita di 
Yahoo email dengan subjek penipuan Omni International Hospital Alam 
Sutera Tangerang tanggal 22 Agustus 2008.

Satu eksemplar email from Prita Mulyasari sent Friday August 15, 2008 
subjek Penipuan Omni International Hospital Alam Sutera Tangerang, tetap 
terlampir dalam berkas perkara, katanya.

Jaksa penuntut menyatakan pikir-pikir dulu selama 14 hari.


Tanggapan Prita


Sementara itu seusai sidang, Prita langsung bersalaman dengan anggota 
Majelis Hakim.

Pendukung Prita .Para pendukung Prita Mulyasari hadir di pengadilan

Prita menyatakan, Alhamdulillah, nggak tahu mau ngomong apa. Ini Kuasa 
Tuhan. Subhanallah, hati nurani Majelis Hakim yang mulia banget luar 
biasa kepada kami rakyat Indonesia.

Harapan untuk kasus perdata? Kuasa hukum saya dan keluarga tetap 
membuka perdamaian, kita selesaikan secara bijaksana, katanya.


Prita dituntut hukuman enam bulan penjara karena menyebarkan email yang 
dituduh mencemarkan nama baik rumah sakit itu dalam sidang yang dimulai 
4 Juni 2009.

Dalam proses

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - KASUS PRITA MULYASARI – – – JEBOLAN Penting terhadap 'IMPUNITY'

2009-12-21 Terurut Topik isa
**IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran**

**Senin, 21 Desember 2009**

**--**


*KASUS PRITA MULYASARI – – – *

*JEBOLAN Penting terhadap 'IMPUNITY'*


*Media Indonesia, hari ini a.l memberikan komentar sbb: *

**'Kabar gembira bagi publik'.*** *


*Benar! Menjelang Hari Natal dan Tahun Baru, kalau mau dibilang ada 
berita gembira, maka itu adalah berita kemenangan PRITA MULYASARI. Prita 
Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga 'biasa' (32**^th **) dengan 
dua anak. Yang menonjol ialah bahwa warga Serpong ini, berani membela 
keadilan serta kebenaran yang ia yakin ada padanya. Ia menggugat salah 
diagnosia, serta mengecam rumah sakit Omni Internasional Serpong. Ketika 
ia pasien di situ Prita mendapat perlakuan buruk RS Omni Internasional 
tsb. *


*Prita Mulyasarsi memulai gugatannya sbb: *


*“/Sabtu, 30/08/2008 11:17 WIB
/**/RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif /**/
/**/Prita Mulyasari/**/ – suaraPembaca /*



*“**/Jakarta/**/ – Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa 
manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat 
berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title 
international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka 
semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan./*

/Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya 
mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 
Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing 
kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut 
berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran 
dan manajemen yang bagus. /



/Gugataan Prita diakhiri dengan kalimat-kalimat berikut:/

“/Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni 
supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang 
tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. 
Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini./

/Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah 
karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, 
dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia 
hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM 
juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan 
perawatan medis dari dokter ini./

/Lihat isi surat lengkap seperti terlampir/



/* * */



*Keluhan dan gugatan Prita Mulyasari itu disampaikannya dalam sepucuk 
surat elektronik (e-mail) kepada teman-temannya. Pada gilirannya 
teman-temannya yang menerima berita itu tersentak oleh 
kesewenang-wenangan dan arogansi RS Omni Internsional. Dari situ timbul 
rasa simpati dan solidaritas mereka dengan Prita. Lalu 
'mensosialisasikan' gugatan Prita itu. Sehingga tersebarlah kasus tsb di 
kalangan masyarakat. Timbul berbagai pernyataan protes. RS Omni 
Internasional Serpong marah, merasa terpojok dan kehilangan muka. *


*Lalu,  Lagi-lagi dengan sikap arogan melaporkan Prita kepada Polisi 
serta menggugat Prita ke pengadilan. Perita Mulyasari dituduh 
mencemarkan 'nama baik' RS Omni Internasional Serpong.*


** * **


*Fihak RS Omni Internasional Serpong merasa, bahwa fihak kepolisian dan 
pengadilan ada di fihaknya. Karena, bukankah semua tau, bahwa di negeri 
kita, sejak rezim Orba sudah biasa polisi dan pengadilan itu membela 
yang punya uang. Berfihak pada 'elit' yang kuasa atau ada kaitan dengan 
penguasa. Dan sudah biasa penguasa mempersekusi 'wong cilik'. Maka RS 
Omni Internasional dengan mudah saja 'mengadukan' Prita Mulyasari ke 
Pengadilan.*


*Betul saja! Tidak lama kemudian Polisi menahan Prita. Ia disekap sampai 
sebulan lamanya. Dan Hakim Pengadilan Negeri Tanggerang lalu menjatuhkan 
'vonis dendá' tidak kurang dari Rp. 204 juta. Jumlah itu harus dibayar 
Prita kepada RS Omni Internasional Serpong. *


*Mana bisa, warga biasa seperti Prita Mulyasari akan mampu membayar 
'denda' sebesar itu. Lagipula keputusan hakim Pengadilan Negeri 
Tanggerang itu oleh masyarakat dianggap samasekali tidak adil. Peristiwa 
Prita Mulyasari menggugat RS Omni Internasional, bahwa kemudian Prita 
ditahan polisi, diajukan ke pangadilan kemudian Pengadilan Negeri 
Tanggerang, memutuskan Prita harus membayar 'ganti rugi' kepada RS Omni, 
-- Itu cepat tersebar di kalangan masyarakat. Publik menganggap 
bahwa tindakan polisi dan pengadilan merupakan pelanggaran serius 
terhadap kebebasan menyatakan pendapat.*


*MASYRAKAT KONTAN BERREAKSI. Reaksinya adalah dilancarkannya aksi 
solidaritas membantu Prita dengan mengumpulkan uang recehan. Aksi itu 
terkenal dengan nama gerakan 'KOIN KEADILAN UNTUK PRITA”. *


*Penting sekali bahwa dalam gerakan ini, media internet, kalangan pers 
(tidak semua) ambil bagian aktif dalam kampanye membela Prita Mulyasari. 
Halmana menunjukkan bahwa rasa keadilan masyarakat terkoyak-koyak 
mendengar keputusan hakim Pengadilan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - Radio Hilversum Memperingati “60TH K.M.B”

2009-12-19 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran*

*Sabtu, 19 Desember 2009*

--



*Radio Hilversum Memperingati “60TH K.M.B”*

 Konferensi Meja Bundar : Belanda-Indonesia (1949)

Beginilah ceritanya:

Radio Hilversum – RNW, Radio Nederland Wereldomroep, dengan RANESI-nya, 
diberitakan, menyelenggarakan 'peringatan 60 th KMB'. Dalam kesempatan 
itu mereka a.l mengundang wartawan senior Indonesia ROSIHAN ANWAR. 
Katanya, Rosihan Anwar adalah satu-satunya wartawan Indonesia yang masih 
hidup yang sempat meliput Konferensi Meja Bundar antara fihak Indonesia 
dan Belanda, di Den Haag, -- Agustus-Desember 1949. Yang kuketahui, 
ketika itu wartawan Antara, almarhum Sukrisno juga hadir untuk meliput. 
Sukrisno kemudian menjabat Dubes RI di Bucharest lalu di Hanoi – sesudah 
G30S, oleh klik militer Suharto paspornya dicabut. Jadilah Sukrisno 
salah seorang 'yang terhalang pulang' . Sampai ia meinggal di Amsterdam.



Dikatakan bahwa Rosihan Anwar ketika itu menentang KMB, maka tidak 
diundang oleh fihak Indonesia untuk ikut ke Belanda meliput KMB. Namun, 
ia sempat juga meliput KMB, karena, katanya diundang oleh pemerintah 
Belanda. Sampai dimana benar tidaknya berita tsb wallahualam! 
Sepengatahuanku, wartawan Antara Sukrisno bukanlah wartawan yang 
pro-KMB. Tokh diajak oleh Delegasi Indonesia ikut ke Den Haag. Dalam 
beberapa kali cakap-cakap dengan Sukrisno jelas sekali bahwa ia punya 
kritik keras sekali terhadap persetujuan KMB. Terutama yang menyangkut 
keharusan Indonesia membayar hutang Hindia Belanda pada tahun-tahun 
konflik dengan Republik Indonesia. Hutang itu a.l adalah ongkos perang 
Nica untuk menlikwidasi Republik Indonesia. Sukrisno juga menentang 
dikembalikannya semua 'aset Belanda' di Indonesia kepada 'pemiliknya'. 
Sukrisno menentang digabungkannya TNI dengan eks-tentara KNIL menjadi 
APRIS, Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat; serta ditempatkannya 
MMB, Misi Militer Belanda di Indonesia.



Satu lagi yang ditentang Sukrsino ialah ketentuan KMB, bahwa dibentuk 
Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai oleh Ratu Belanda. Kenyataan bahwa 
Irian Barat masih diduduki oleh kolonialisme Belanda, merupakan bom 
waktu yang dipasang Belanda di wilayah Indonesia.



Pendirian Sukrisno ini sering dikemukakannya dalam diskusi-diskusi yang 
sering kami adakan. Apa yang dikemukakan Sukrisno itu, sesungguhnya 
adalah pendirian bangsa Indonesia. Bahwa sejak 17 Agustus 1945, bangsa 
kita telah merdeka dan telah menegakkan negara Republik Indonesia, yang 
berwilayah dari Sabang sampai Merauké.

Jadi, apa benar, Rosihan Anwar ketika itu tidak diundang Delegasi 
Indonesia ikut meliput KMB, karena menentang KMB?



* * *



Yang penting bagiku, bukan kedatangan Rosihan Anwar ke Den Haag, atas 
undangan Radio Hilversum. Yang penting ialah, menelusuri kembali kasuss 
sekitar KMB. Bagaimana memahami dan tau benar, apa sebenarnya KMB itu? 
Mengapa ada KMB? Dan bagaimana perkembangan selanjutnya sesudah KMB. Apa 
jadinya dengan KMB? Itu semua sudah berlalu. Sudah jadi sejarah. Namun, 
dengan meneliti dan menstudi kembali sejarah kita dapat diarik pelajaran 
positif untuk hari depan. Khususnya bagi generasi muda harapan bangsa.

* * *

Belum jelas bagaimana orang fihak Belanda memandang kembali ke KMB. 
Apakah itu sekadar saat lahirnya Republik Indonesia Serikat (RIS)? Bahwa 
ssaat itu adalah saat ketika berlangsungnya 'penyerahan kedaulatan' 
Hindia Belanda oleh pemerintah Belanda kepada RIS, 27 Desember 1949 
Bahwa saaat itulah yang dianggap lahirnya di Hindia Belanda sebuah 
NEGARA INDONESIA. Bahwa, sejak itulah Indonesia merdeka. Begitukah 
pamahamannya? Dalam waktu cukup panjang, bagi pemerintah Belanda, 
merdekanya Indonesia, adalah pada tanggal 27 Desember 1949.



* * *



Setelah berdirinya RIS, suatu komplotan militer di bawah pimpinan Kapten 
KNIL Westerling, dengan mengumandangkan Gerakan Ratu Adil, berkomplot 
untuk merebut kekuasaan negara di Indonesia. Usaha Indonesia untuk 
menangkap Westerling gagal. Westerling bisa lolos menyelamatkan diri ke 
Belanda. Belum lama, di Holland ramai pers memberitakan bahwa Pangeran 
Bernhard, suami Ratu Juliana ketika itu, dikatakan terlibat dalam 
komplotan Westerling itu. Dikatakan juga baha Pangeran Bernhard 
berkeinginan untuk menjadi semacam 'Raja Belanda (onderkoning) di 
Indonesia'.



Suatu fakta dalam sejarah kita, tidak lama sesudah berdirinya negara 
Repbulik Indonesia Serikat, sebagai hasil KMB, tak lamakemudian 
pemerintah Indonesia ketika melikwidasi RIS dan menghidupkan kembali 
REPUBLIK INDONESIA. Tindakan pemerintah Indonesia tsb adalah sesuai 
dengan gerakan luas massa rakyat Indonesia, yang menuntut dibubarkannya 
RIS karena itu dianggap sebagai produk dari kompromi dengan 
kolonialisme Belanda. Beberapa tahun kemudian di bawah Presiden Sukarno 
seluruh Persetujuan KMB itu dibatalkan secara sefihak oleh Indonesia.



Selanjutanya semua modal dan aset Belanda dinasionalissi oleh Indonesia

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Via ARTURO – Ingat Kembali Pahlawan Tani Revo lusioner Emilio ZAPATA!'

2009-12-14 Terurut Topik isa
IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita

Senin, 14 Desember 2009




Via ARTURO – Ingat Kembali Pahlawan Tani Revolusioner Emilio ZAPATA!'


Menjelang sore tadi, kami kembali di Amsterdam. Dari menjenguk cucu yang 
sedang menempuh studi (tambahan) di State University of San Diego 
(SUSD), Ca – USA. Kami – suami istri dan putri kedua kami bersama 
suaminya, sejak 04 Des, s/d 13 Desember berkunjung ke San Diego dan 
sekitarnya. Maksud pokok ialah menjenguk sang cucu yang sedang studi, 
sambil sedikit 'malié-lié', kata orang Minang..


Lumayan kesan sekilas yang diperoleh selama berada di San Diego dan 
sekitar. Namun, yang ingin aku 'berbagi-cerita-kan', ialah, mengenai 
keluarga Arturo (Amerika Hispanik) tempat cucu kami mondok selama 
studinya di San Diego. Hari brikutnya di San Diego, kami berkunjung ke 
rumah pemondokan cucu.kami itu. Arturo (41 th) adalah seorang pengusaha 
sedangan. Istrinya, perofesor matematik. Mereka termasuk golongan menengah.


Yang tertama menarik perhatian ialah hampir seperempat dinding bagain 
dalam rumah keluarga Arturo itu dihiasi oleh tokoh revolusioner Meksiko 
ZAPATA. Nama lengkap tokoh revolusioner Meksiko tsb ialah: Emilio ZAPATA 
Salazar.


* * *


Aku sungguh heran, Arturo seorang warganegara Amerika Serikat, tidak 
menempatkan tokoh-tokoh Revolusi Amerika, seperti George Washington, 
Abraham Lincoln, Thomas Jeffeson dll untuk menghiasi rumahnya. Mengapa 
justru ZAPATA 08 Agustus 1879 – 10 April 1911 yang dipilihnya? Ketika 
langsung kutanya, Arturo menjawab: Saya orang Amerika. Tetapi saya juga 
orang Meksiko. Jelas ditampilkannya identitas asal sebagai orang 
Meksiko. Kesetiannya ditegaskannya ada pada Amerika Serikat. Arturo 
pernah berdinas sebagai anggota US Navy. Warganegara AS benar! Itu yang 
utama. Tetapi, Arturo tidak meninggalkan identitas asalnya; Meksiko.


Arturo menambahkan: Namun, yang terpenting mengapa foto-foto Zapata 
menghiasi dinding rumah kami, ialah, karena ZAPATA adalah seorang 
pemimpin REVOLUSIONER. Zapata memimpin revolusi di Meksiko untuk 
menggulingkan rezim tuan tanah kaya yang korup dan lalim di Meksiko 
ketika itu . Dalam revolusi ketika itu Zapata mengumandangkan semboyan: 
Kebebasan dan Tanah untuk KaumTani.


Dengan cepat sekali Arturo bertanya balik padaku: Apakah di negeri 
kalian juga terjadi revolusi? Siapa pemimpin revolusioner Indonesia 
dalam perjuangan kemerdekaan. Aku kontan jawab: Salah seorang pemimpin 
perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah SUKARNO. Sukarno adalah pemimpin 
perang kemerdekaan Indonesia, sejak PROKLAMASI KEMERDEKAAN, 17 Agustus 
1945. Ketika kami terlibat dalam perang kemerdekaan melawan kolonialisme 
Belanda, Sukarno adalah Presiden Republik Indonesia.


* * *


Dalam percakapan selanjutnya Arturo menunjukkan kekaguman dan 
penghormatannya pada pemimpin revolusi Meksiko tsb. Bagiku bertambah 
pengetahuan bahwa seorang warganegara Amerika, seperti Arturo ini, tanpa 
ragu-ragu dan beban apapun, menyatakan kepada orang asing yang baru 
dikenalnya, bahwa ia mengagumi seorang tokoh revolusioner, seperti 
Zapata. Ketika aku cerita tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia dan 
revolusi kemerdekaan yang mengantarkan Indonesia ke gerbang kemerdekaan 
nasion, ia mendengarkan dengan penuh perhatian dan kekaguman.


Semakin jelas bagiku, bahwa seorang warganegara AS, seperti Arturo ini 
pengagum revolusi dan memuja tokoh pemimpin revolusioner Meksiko seperti 
Zapata. Kata revolusi dan ravolusioner bukanlah barang 'tabu' bagi 
Arturo, seorang warga AS yang setia pada bangsa dan tanahairya. Kecuali 
foto-foto Zapata dan pemimpin revolusi Meksiko lainnya yang menghiasi 
dinding rumahnya, juga terdapat foto-foto anggota gerilya tani di bawah 
pimpinan Zapata. Paling atas sekali dari kumpulan foto-foto kaum 
revolusioner Meksiko dipasangnya sebuah bedil dengan sangkur terhunus 
diujungnya. Bedil beneran! Istri Arturo menjelaskan bahwa bedil yang 
dipajang di situ adalah bedil kenang-kenangan.


Kuceriterakan kepada Arturo bahwa aku mengenal nama Zapata, ketika pada 
tahun limapuluhan abad lalu di Jakarta di putar sebuah film Hollywood 
berjudul VIVA ZAPATA. Film tsb dibintangi oleh peran utamanya Marlon 
Brando sebagai ZAPATA. Anthony Quinn juga main di situ. Dalam film 
Hollywood tsb dikisahkan Zapata sebagai salah seorang pemimpin Revolusi 
Meksiko melawan rezim diktatur Porfiro Diaz.


Kuceriterakan kepada Arturo, ketika menyaksikan pajangan foto-foto kaum 
revolusioner Meksiko menghiasi dinding rumahnya, aku teringat kembali 
pada film VIVA ZAPATA. Teringat kembali pada tokoh ZAPATA sebagai salah 
seorang pemimpin revolusioner Meksiko. Zapata sebagai pahlawan pelindung 
penduduk sukubangsa Indian. Zapata sebagai pemimpin kaum tani yang 
membagi-bagikan tanah milih tuantanah besar Meksiko kepada kaum tani 
yang miskin.


Dari percakapan hangat antara Arturo, seorang warganegara AS, dengan aku 
sebagai orang Indonesia, secara tak disadari sudah terjalin suatu 
hubungan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - 'Website Umar Said' , Njoto dan JOHN ROOSA

2009-11-29 Terurut Topik isa

IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran


Minggu, 29 Nov 2009

--

*'Website Umar Said' , Njoto dan JOHN ROOSA . . . .*


Minggu pagi ini kubaca .'WEBSITE UMAR SAID'. Sekali dibuka orang
akan asyik membacanya. Banyak yang bisa ditemukan. Isinya kaya
sekali. Sungguh edukatif, khususnya untuk generasi muda. Belakangan
ini kecuali menulis sendiri sekitar hiruk-pikuk penangkapan Bibit
dan Chandra dari KPK serta kasus korupsi Bank Century, 'Website Umar
Said' terus meng-update perkembangan sekitar kasus korupsi itu.


Coba bukalah 'Website Umar Said'. Bravo Yik!!.


* * *.


Dari seorang teman yang baru kembali dari Jakarta, kudengar tentang
Nomor Istimewa TEMPO. Di situ banyak dimuat artikel mengenai Njoto,
salah seorang pemimpin PKI. Resminya Njoto dulunya wakil-ketua dua
CCPKI. Tempo nomor khusus Njoto sedikitnya menulis 15 ulasan.

Kuhubungi Jakarta. Berusaha memperoleh nomor khusus majalah TEMPO 
tentang Njoto itu. Ternyata sudah tak ada lagi. Habis terjual di 
toko-toko buku atau kios-kios di pinggir jalan. Kufikir, apa begitu 
populernya Njoto di kalangan pembaca TEMPO. Nah, ternyata 'Website Umar 
Said', memuat s e m u a artikel tentang Nyoto yang diambilnya dari nomor 
istimewa Tempo tsb. Di antaranya terdapat sebuah artikel oleh John 
Roosa. Artikel John Roosa ini yang kuangkat.

Artikel John Roosa singkat padat. Bisa memberikan input penting untuk 
siapa saja yang menaruh perhatian terhadap masalah besar dalam sejarah 
modern Indonesia, yaitu kasus G30S, PKI dan pembuuhan masal ekstra 
judisial terhadap anggoa PKI dan simpatisannya. Serta pembunuhan terarah 
terhadap pimpinan inti PKI termasuk Njoto.

Di dalam artikel John Roosa yang dikutip di bawah ini, penulisnya 
berusaha menjelaskan bahwa tuduhan keterlibatan PKI sebagai partai dan 
anggota-anggota PKI dalam G30S, tidak masuk akal. Lebih tidak masuk akal 
lagi pembunuhan masal dengan alasan keterlibatan dengan G30S. 
Keterlibatan sementara anggota pimpinan PKI, ya!, kata Roosa. Tetapi 
lebih sejuta yang dibantai itu? Tau pun mereka tidak sekitar G30S. 
Apalagi terlibat!



Hendak lebih teliti menelusuri hasil studi John Roosa, bacalah bukunya : 
A PRETEXT FOR A MASS MURDER . . . . . . . Sudah terbit edisi Indonesia.



* * *


Politbiro PKI, Njoto, dan G30S

/**John Roosa**/

*) Penulis adalah dosen sejarah di University of British Columbia
(Vancouver, Kanada) anggota Institut Sejarah Sosial Indonesia, dan
penulis buku Dalih Pembunuhan Massal (2008),

SELAMA 32 tahun berkuasa, rezim Soeharto menggunakan segala macam
propaganda untuk mengindoktrinasi rakyat bahwa PKI lah yang bertanggung
jawab atas terjadinya peristiwa G30S. Sampai hari ini, buku-buku
pelajaran dilarang dan dibakar karena menuliskan G30S, bukan G30S/PKI.
Tapi apa artinya mengatakan PKI yang bertanggung jawab?

Apakah itu berarti bahwa tiga juta anggota partai itu bertanggung jawab
semua? Jelas tidak. G30S itu merupakan aksi konspirasi; ia diorganisasi
secara rahasia. Ia berhasil menculik dan membunuh enam orang jenderal
karena ia berhasil mencapai unsur kejutan. Orang tidak bisa membayangkan
tiga juta orang Indonesia diberi tahu sebelumnya mengenai rencana itu,
lalu bisa menjaga kerahasiaannya.

Namun entah bagaimana juga Soeharto menyalahkan mereka. Tentara memimpin
penangkapan massal sekitar 1,5 juta orang dengan tuduhan terlibat dalam
G30S. Sebuah penerbitan Lemhannas pada 1969 yang dipakai dalam kursus
yang diselenggarakan lembaga itu bagi para pejabat negara memuat
pertanyaan: ”Apakah setiap anggota PKI tentu terlibat dalam G30S/PKI?”
Jawabannya, sudah pasti, ya: ”Setiap orang berkewajiban melaporkan pada
penguasa bila ia mengetahui bahwa suatu kejahatan akan dilakukan.”

Demikianlah, setiap anggota PKI bertanggung jawab karena mereka tahu
sebelumnya mengenai bakal dilakukannya tindakan kejahatan itu, tapi
tidak memberitahukannya kepada aparat pemerintah. Argumentasi semacam
ini tidak masuk akal mengingat bahwa Soehartolah yang telah diberi tahu
sebelumnya mengenai bakal terjadinya tindakan itu, bukan tiga juta
anggota partai itu.

Patut dicatat bahwa buku putih mengenai G30S yang diterbitkan rezim
Soeharto tidak mengklaim bahwa semua anggota partai diberi tahu
sebelumnya mengenai aksi yang akan dilakukan itu. Laporan resmi yang
diterbitkan pada 1994 itu mengklaim bahwa Politbiro PKI memutuskan
dilancarkannya G30S dan kemudian menggunakan jaringan rahasia partai di
dalam tubuh militer, Biro Khusus, untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Versi peristiwa seperti ini setidak-tidaknya tampak masuk akal, berbeda
dengan klaim yang menyatakan bahwa setiap anggota partai ikut serta.

Tapi ada beberapa masalah dengan versi semacam ini. Buku putih itu tidak
konsisten. Judul bagian yang membahas persoalan ini berbunyi: ”Keputusan
CC [Comite Central] PKI untuk Melancarkan Gerakan Perebutan Kekuasaan.”
Namun isinya cuma mengatakan keputusan itu dibuat oleh Politbiro (yang

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SURAT PRESIDEN BARACK OBAMA Merayakan 'THANKSGIVING DAY'

2009-11-26 Terurut Topik isa
/*Kolom IBRAHIM ISA*/

/*26 November 2009*/

/*---*/



/*SURAT PRESIDEN BARACK OBAMA Merayakan 'THANKSGIVING DAY'*/


/Pagi ini di ruangan surat-listrik (e-mail) kuterima sepucuk surat yang 
ditandatangi Presiden Barack Obama dari Amerika Serikat. Surat dari 
Presiden Obama ini bukan yang pertama kalinya. Kali ini pertama-tama 
tertuju kepada rakyat Amerika. Tetapi sepucuk dikirimkan juga kepadaku 
sebagai orang Indonesia. Sebelum Obama terpilih jadi presiden AS, sudah 
kuterima suratnya. Kemudian setelah Obama terpilih kuterima lagi, antara 
lain ketika ia dipilih sebagai pemenang 'Hadiah Nobel untuk Perdamaian, 
2009'. /


/Mungkin sekali surat-surat tsb dikirimkan kepadaku, disebabkan oleh 
beberapa artikel yang kutulis mengenai Barack Obama -- yang juga dimuat 
di Google.Com. Ketika itu sedang sibuk-sibuknya Obama dan tim suksesnya 
berkampanye untuk pilpres AS 2008. Tulisanku tsb a.l menyebut dua buah 
buku yang ditulisnya  'Dreams From My Father', 2004; dan 'The Audicity 
of Hope', 2004 . /


/Obama terang-terangan menunjuk pada keterlibatan AS dalam campur tangan 
dalam urusan dalam negeri Indonesia. Khususnya jaringan hubungan yang 
dibina CIA dengan perwra-perwira TNI, yang kemudian berkelanjutan dengan 
digulingkannya Presiden Sukarno, dan berkuasanya Jendral Suharto. /


/Di dalam bukunya yang kedua, Obama bercerita mengenai masa kecilnya di 
Indonesia. Juga tentang pandangannya mengenai Indonesia. Ia menganggap 
rezim Suharto, dinilai menurut ukuran apapun, adalah suatu rezim 
represif. Penangkapan dan penyiksaan terhadap disiden merupakan sesuatu 
yang biasa. Tidak ada kebebasan pers. Pemilihan umum hanya formalitas 
belaka. . . . Dan semua itu berlangsung pada tahun 1970-an dan 80-an 
dengan sepengetahuan, kalau bukannya persetujuan terbuka dari pemerintah 
Amerika Serikat. Demikian Obama dalam bukunya. /


/* * */


/Obama sungguh-sungguh jatuh cinta pada Indonesia. Ia menggambarkan 
Indonesia, sebagai negeri 'masa-mudanya'. Ia ingin mengajak Michelle dan 
dua putri-putrinya untuk 'share' bagian dari hidupnya di Indonesia, 
untuk mendaki candi Prambanan, peninggalan budaya Hindu yang berusia 
seribu tahun itu. Demikian Obama dalam bukunya./


/Kepedulian Obama dengan Indonesia seperti tertulis dalam 'The Audicity 
of Hope', Bab 8, The World Beyond Our Borders, halaman 273 s/d 280, 
merupakan tulisan yang paling ekstensif mengenai Indonesia, oleh seorang 
politisi Amerika. Bagi warga Indonesia-pun, tulisan Obama itu bisa 
merupakan input yang edukatif. Juga bisa dijadikan semacam 'referensi' 
untuk mengenal negeri sendiri. Apakah ini suatu penilaian yang 
berkelebihan? Jawabnya: TIDAK! Bacalah buku-buku Obama itu. Baik bagi 
pembaca Indonesia umumnya. Khususnya bagi para cendekiawan dan 
pakar-pemerhati politik Indonesia. Terutama generasi muda. /


/Supaya lebih mengenal bahwa ada AMERIKA YANG LAIN. Suatu Amerika bukan 
yang hanya dimanifestasikan dan diwakili oleh Mac Carthy 1950 dan 
George Bush (2000-2008). Bahwa ada 'Amerika-nya Barack Obama'. Lebih 
jauh lagi, ada Amerikanya Paul Robeson, Amerikanya Ben Anderson dan Ruth 
McVey, dsb. /


/Jusuf Isak, ketika kembali dari kunjungannya ke Amerika, untuk menerima 
Award dari Pen Club, menegaskan kepadaku, bahwa ada 'Amerka yang lain'. 
Amerika yang progresif. Dan kita harus mengenal dan berkomunikasi dengan 
Amerika 'yang lain itu'. Difikir kebelakang, bukankah Presiden Sukarno 
sendiri sering mengatakan bahwa ia memperoleh inspirasi dari THE 
DECLARATION OF INDEPENDECE OF AMERICA, dan dari pemikiran Thomas 
Jefferson dan Abraham Lincoln?/


/* * */


/Surat berkenaan dengan 'Thanksgiving Day', adalah dari Barack Obama, 
dikirimkan atas namanya. Ditujukan kepada rakyat Amerika, terutama 
kepada para pendukungnya yang berkat kemahiran mengorganisasi dan 
mempresentasikan visi politik Obama, dalam pilpres y.l.berhasil merebut 
kemenangan mutlak. Suratnya itu ternyata juga dikirimkan kepada 
'sahabat-sahabat dan simpatisan' asing dari luar negeri AS. Dalam hal 
ini seperti yang ditujukan kepadaku. /


/Dalam salah satu jawabanku telah kunyatakan bahwa aku bukan warganegara 
Amerika Serikat.Tetapi bersikap positif terhadap visinya mengenai 
demokrasi, kemerdekaan, kebebasan menyatakan pendapat dan hubungan 
internasional atas dasar sama derajat dan saling menguntungkan. /


/* * */


/Banyak dari kita sudah tau arti THANKSGIVING bagi rakyat Amerika. Di 
negeri kita bolehlah sedikit disamakan dengan HARI SYUKURAN ke hadirat 
Ilahi. Seperti pada hari Raya Idilfitri. Masing-masing bangsa punya 
tradisi dan budayanya sendiri. Bagi kita, khususnya umat Islam, hari 
raya khidmat di saat sanak keluarga berkumpul bersilaturahmi dan saling 
bermaafan adalah pada Hari Lebaran. Bagi umat Kristen hari itu adalah 
pada Hari Natal. Bagi umat Budha dan Hindu Bali masing-masing juga ada 
yang serupa itu./


/Thanksgiving Day ditetapkan pada tanggal 26 November 1789, sebagai HARI 
NASIONAL, oleh Presiden George Washingthin (1789

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - IMAGO SOEKARNO YANG DIKISRUHKAN,,'A MISLEADING IMAGE OF SOEKARNO', Oleh Joesoef Isak,,(3)

2009-11-25 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita
Rabu, 25 November 2009
-*

*IMAGO SOEKARNO YANG DIKISRUHKAN*

'A MISLEADING IMAGE OF SOEKARNO', *Oleh Joesoef Isak *

(3)




== Pengantar I.Isa ==


Siaran ini adalah bagian terakhir (3) dari artikel penting JOESOEF ISAK 
(18 Okt 1994), berjudul 'A Misleading Image of Soekarno'. Artikel tsb 
ditulis sekitar kedatangan Ratu Beatrix dan Pangeran Clause ke Indonesia 
(1995).


Teramat penting dalam bagian penutup artikelnya, Joesoef Isak, menulis 
tentang sikap dan hubungan Sukarno sebagai pemimpin nasional Indonesia 
dengan PKI. Kaitannya dengan situasi ketika itu, yaitu periode Perang 
Dingin. Yang berpendirian bahwa: 'Bila kalian tidak bersama kami 
(Barat), berarti 'kalian adalah musuh kami'.


Joesoef Isak mengungkapkan apa sebabnya terjadi perubahan sikap pimpinan 
PSI (Soebadio-Sudjatmoko) terhadap Sukarno. Yang tadinya menentang 
Sukarno, berubah menjadi mendukung Sukarno. Dijelaskan bahwa tujuan PSI 
adalah untuk memisahkan Sukarno dari PKI. Sekali tempo, Soebadio pernah 
berucap kepada (Joeseof Isak) sbb: Dulu itu, kami salah menentang 
Sukarno. Itulah sebabnya Sukarno merangkul dan dirangkul PKI. 
Selanjutnya kita (PSI) harus mendukung Sukarno dan bersama pendukung 
Sukano melawan Suharto. Demikian Soebadio Sastrosatomo, pimpinan utama 
PSI setelah Syahrir meninggal.


Joesoef selanjutnya mengungkapkan bahwa dalam menyusun DEKON, Deklarasi 
Ekonomi, rencana strategis pembangunan ekonomi nasional Indonesia, 
pakar-pakar ekonomi seperti Ali Wardhana dan Widjojo Nitisastro dari PSI 
turut aktif ambil bagian. Jadi sudah sejak saat itu, orang-orang PSI 
(tidak termasuk faksinya Prof Dr Sumitro Djojohadikusmo), mendukung 
Presiden Sukarno.


Secara analitis Joesoef memperinci apa sebabnya pemerinah Belanda ketika 
itu, dalam usaha memecah belah para pemimpin nasional Indonesia, memilih 
memberikan dukungannya kepada Hata-Syahrir, teristimewa kepada Syahrir. 
Tujuan Den Haag ialah untuk memencilkan kemudian menyisihkan Sukarno.


Silakan pembaca menelusuri lebih lanjut uraian Joesoef Isak.

Jusuf Isak menjelaskan mengapa tuduhan dan fitnahan Barat terhadap 
Sukarno, khususnya Belanda, demikian gairahnya. Dan bahwa semua tuduhan 
dan fitnahan tsb satu persatu dianalisis sehingga menjadi terungkap 
ketidak-benarannya.



* * *


*A MISLEADING IMAGE OF SUKARNO   3  **
**JOESOEF ISAK* *
*
And all of this are just the plain facts, which we as a nation easily 
remember, because what was happening was transparent, and could be 
followed through the newspapers. What occured beneath the surface, was a 
swarm of conspiracies of a different calibre. The fact that Sukarno in 
such a situation was still able to govern, and we Indonesian people 
could still speak proudly about our own Indonesia, was a wonder. 
Shouldn't the question arise, how did Sukarno, in such an intensely 
conflicting situation, manage to keep Indonesia from starving to death?

Remember then, we were not supported by a Marshall-plan after the 
second world war, on the contrary, we were still involved in a five year 
battle against the colonial rulers, who wanted to regain their colony 
and who stubbornly tried to hold on to Papua, the west part of New 
Guinea. Most crucial: Indonesia was one of the most stormy political 
battlefields of the cold war era and Sukarno was at that time the most 
prime target of both blocs. Was it so difficult to understand, why 
Sukarno took the initiative to organize the third world countries into 
an independent force, in order to form a united front of nonaligned 
power against the conflicting world powers? According to Western cold 
war ideology of that time, it was immoral and megalomaniacal.

Then let us bring forth all the various economic experts to tell us how, 
in such a strained political situation, Sukarno was able to launch an 
acceptable economic policy and to feed daily eighty million Indonesian 
people?

Meanwhile, Hatta had indeed put distance between himself and Sukarno, 
because as a strong anticommunist he did not succeed in moving Sukarno 
away from the communists. As the great unificator of Indonesia, Sukarno 
upheld the principle of the unity and totality of Indonesia. The 
unification of all revolutionary forces was always consciously his 
dynamic political motive. Therefore, Soekarno and Hatta were politically 
estranged from each other, but this was played out in a respectable way, 
between the two greatest Indonesian leaders.

The negative image of Sukarno by the Western people in general and by 
the Dutch people in particular was caused in part by the tendentious 
comparisons between Sukarno, and Hatta-Syahrir. Sukarno got the title of 
dictator with all of the attendants negative adjectives, such as 
agitator, megalomaniac, tyrant, etc. Hatta and Syahrir on the other 
hand, were praised as unquestionable democrats. It was unthinkable that 
Sukarno wanted to fight against the powerful West and that he nurtured

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - A MI SLEADING IMAGE OF SUKARNO (2)

2009-11-24 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Selasa, 24 November 2009*

*-*


*A MISLEADING IMAGE OF SUKARNO (2)*


*IMAGO BUNG KARNO YANG DIKISRUHKAN*



Minggu lalu, 18 November 2009, dalam rubrik ini dimuat bagian pertama 
dari artikel *Jusuf Isak *(dalam bahasa Inggris) berjudul:

'*A MISLEADING IMAGE OF SUKARNO'.*


Berikut di bawah ini adalah bagian (2) dari tulisan Jususf Isak (14 
Oktober 1994). Tulisan Jusuf Isak merupakan tangkisan terhadap fitnahan 
dan tuduhan di kalangan Barat, teristimewa di Belanda, dan mereka yang 
sependapat. Hal itu telah dimulai sejak zaman kolonial. Semakin gencar 
pada waktu Proklamasi Republik Indonesia. Diteruskan dalam periode 
perang kemerdekaan, berdirinya RIS, digulingkannya Presiden Sukarno, 
sampai dewasa ini. Mereka-mereka itu tak henti-hentinya mengkisruhkan 
IMAGO Bung Karno.


Dengan itu secara terselubung melakukan serangan politik dan imago 
terhadap Republik Indonesia dan nasion Indonesia. Mengkisruhkan imago 
Bung Karno , ta-lain bertujuan mengkisruhkan negara REPUBLIK INDONESIA. 
Bukankah Republik Indonesia diproklamasikan oleh Sukarno-Hatta?


Sudah lebih setengah abad lamanya musuh-musuh Republik Indonesia 
melakukan pelbagai usaha untuk melikwidaasi Ngara Kesatuan Republik 
Kesatuan ini. Dilakukan a.l melalui politik pecah-belah. Kongkritnya 
memprakarsai dan menggalakkan pelbagai gerakan separatisme dan 
gerakan-gerakan subversi lainnya. Kegagalan-demi-kegagalan mendorong 
mereka untuk kembali menggalakkan cara lama, melalui -- 'character 
assassination' -- terhadap BAPAK NASION DAN BAPAK REPBULIK INDONESIA, 
Sukarno!


* * *


Di bagian ke-2 publikasi ini Jusuf Isak bicara mengenai periode 
Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarno, pada saat beliau dituduh 
memenjarakan lawan politiknya, termasuk sementara warganegara yang 
bebeda pandangan politik dengan Presiden Sukarno.


Tegas Jusuf: Bersangkutan dengan Demokrasi Terpimpin, memang Bung Karno 
tidak sempat merealisasi konsepnya tentang Demokrasi Terpimpin, 
sebagaimana diharapnya. Sebaliknya, TNI berhasil melaksanakan Demokrasi 
Terpimpin sesuai interpretasinya sendiri. Lahirnya Demokrasi Terpimpin 
Sukarno jelas adalah suatu tindakan yang lahir dari keperluan politik 
menghadapi ketidak-stabilan politik saat itu. Suatu situasi gawat yang 
disebabkan, sebagian besar, oleh warisan 'demokrasi liberal kita'. 
Dimana enampuluh parpol dengan sewenang-wenang mendominasi negeri, belum 
lagi disebut, tentunya, manuver terselubung para negara adikuasa perang 
dingin. Demikian a.l tulis Jusuf.


Mari telusuri tulisan Jusuf Isak selanjutnya (dalam bahasa Inggris), sbb:



*A MISLEADING IMAGE OF SUKARNO (2)*

*Joesoef Isak:*


* * *


One of Syahrir's right-handmen for instance, who still goes around in 
Jakarta, healthy and well, could say something noteworthy about it. 
Further, it would also be interesting to know, who in fact was 
responsible for the arrests of Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer, 
Subadio Sastrosatomo, Poncke Princen and others, during the 60's. The 
inclusion of Pramoedya's name on the same list as Mochtar Lubis 
challenges the uninitiated and unprejudiced observer to contemplate who 
indeed had the power during the guided democracy of Sukarno. Guided 
Democracy?! Sukarno didn't even have sufficient time to put the concept 
into practice. With sixty political parties, a fallout from Syahrir's 
views impressing the West of our democratic Indonesia, we experienced at 
one time the changing of cabinets every month. Indeed, Sukarno was not 
able to actualize his guided democracy as fully as it should have been.

The military Suharto, on the contrary, has been completely successful to 
practice his brand of guided democracy in all aspects of our political 
existence. He has given his version a special name, the Pancasila 
Democracy, but of course, minus the communists. Now Guided Democracy 
has become nothing other than a collective label to malign Sukarno's 
policies, for as a political concept Sukarno's Guided Democracy could 
not have come into full fruition. Time was too short for that. An 
accurate investigation of the said period led us only to the source of 
the present New Order power machinations, power which the military 
actually had in their hands since 1957, when the State of Emergency was 
launched in connection with the West Irian campaign. This occurred of 
course during Sukarno's administration.

For those who are seriously interested, it should be beneficial to 
notice, that since Sukarno as a young student started to fully commit 
himself to the independent national movement - in hundreds of his well 
known deliberations, and even in the years after he became President -, 
he never raised the idea of Guided Democracy. Even in his most 
important Pancasila Speech on June 1st, 1945, which was directly adopted 
as the official ideology of the new republic, not a single word ever 
occured which can be indicated that he was in favour of guided

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Di K ITLV – Ceramah David REEVE Sekitar Sejara wan Indonesia ONG HOK HAM

2009-11-22 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Minggu, 22 November 2009*

*--*


*Di KITLV – Ceramah David REEVE*

*Sekitar Sejarawan Indonesia ONG HOK HAM *


Kemis pekan lalu, bergegas-gegas kami – Cisca Pattipilohy dan aku -- 
jalan kaki dari stasiun Leiden Centraal, menuju Reuvenplaats 2, gedung 
KITLV. Meski sudah manula, masih mampu juga kami jalan-cepat selama 20 
menit. Ceramah mantan menlu RI Hasan Wirayuda, mengenai politik 
luarnegeri RI, pada acara pertama tidak kami hadiri. Kami lebih tertarik 
pada acara kedua: Ceramah pakar Australia David Reeve.


Apalagi diskusinya dipandu oleh pakar KITLV Gerry van Klinken. Senang 
mengikuti diskusi yang dipandu Gerry. Karena berjalan lancar dan 
efisien. Baik mengenai jalannya diskusi maupun tentang waktunya.


* * *


Reeve adalah seorang peneliti dan penulis. Ketika memperkenalkan dirinya 
kepadaku, begini bunyi e-mail D. Reeeve:


Dear Pak Ibrahim, 'Ini David Reeve dari Sydney, Australia, mantan dosen 
studi kawasan Indonesia di UNSW. Saya sedang menulis biografi *ONG HOK 
HAM* (1933 – 2007), teman lama saya dari tahun 70-an. Apakah bapak juga 
kenal dengan pak Ong?'


David Reeve membawakan topik yang menarik: *Becoming Indonesian: The 
painful journey of Ong Hok Ham. *David menjelaskan berulang kali, betapa 
sulitnya dari seorang turunan Tionghoa yang berpendidikan Belanda (di 
rumah keluarganya berbahasa Belanda), mengalami zaman pendudukan Jepang 
yang menjungkir balikkan segala sesuatu yang Belanda. Kemudian setelah 
kemenangan Sekutu atas Jepang, semula mengharapkan kembalinya kekuasaan 
kolonial Belanda, – – – – Tetapi, yang muncul adalah Proklamasi 
Kemerdekaan Republik Indonesia dan perang kemerdekaan. -- Tokh Ong Hok 
Ham berbulat tekad MENJADI ORANG INDONESIA. Karena itulah tanah tumpah 
darah yang amat dicintainya.


Sehingga tidak jarang kedengaran, ucapan dan komentar orang yang 
mengenalnya: Ong Hok Ham lebih Indonesia dari orang pribumi. Ong Hok Ham 
lebih Jawa dari orang Jawa. Begitu keras semangat ke-Inonesiannya, dan 
komitmennya pada tanah air yang menyala-nyala di dada warga RI turunan 
Tionghoa yang satu ini. Meskipun barulah ketika ia mencapai umur 20-an, 
ia mulai bisa berbahasa Indonesia. Orang yang pernah melihat foto Ong 
Hok Ham masih muda belia, pakai sarung plekat serta mengenakan 
songkok-peci hitam, sebagai sesuatu yang wajar dari Ong.


Mari kita ikuti apa kata David Reeve mengenai Ong Hok Ham a.l sbb : 
Adalah jarang terjadi, orang Indonesia keturunan Tionghoa menjadi 
intelektual. Dianggap bahwa mereka-mereka itu hanya menaruh perhatian 
pada bisnis saja. Lebih mengherankan lagi, On Hok Ham menjadi seorang 
pakar di bidang sejarah Indonesia. / /Ia menulis sepenuhnya membawakan 
suara Indonesia. Ong Hok Ham adalah salah seorang keturunan Tionghoa 
yang menjadi akhli dalam sejarah Indonesia. Ia menjadi salah seorang 
keturunan Tionghoa yang dijadikan teladan (sebagai warganegara 
Indonesia), sejajar dengan Arief Budiman, Soe Hok Gie, The Kian Wie, 
Kwik Kian Gie, dan Teguh Karya.


* * *


Setelah mengikuti kuliah di UI (Fakultas Hukum) beberapa waktu, Ong Hok 
Ham meneruskan studinya di Yale University, USA (1978 – 1975). Di situ 
dengan desertasi berjudul /*The Residency of Madiun: Priyayi and 
Peasant in the Nineteenth Century*/*,* Ong Hok Ham meraih gelar 
PhD-nya. Ong banyak menulis tentang sejarah zaman kolonial Indonesia, 
masyarakat Jawa, kekuasaan dan legitimitas, sejarah ekonomi Indonesia, 
keturunan Tionghoa dll.


Ia dianggap sejarawan terkenal dalam tahun 1980-an dan 1990-an yang 
banyak menulis di s.k. Kompas, mingguan Tempo dan berkala Prisma. Salah 
satu bukunya yang merupakan kompilasi tulisan-tulisannya di mingguan 
Tempo, diterbitkan dengan judul /*Wahyu yang Hilang, Negeri yang 
Guncang*/* .*


Ong Hok Ham menulis banyak buku lainnya. Antara lain: koleksi esay 
berjudul *'Runtuhnya Hindia Belanda'*, '*' Negara dan Rakyat'* dan 
*'Dari Soal Priyai sampai* *Nyi Blorong, Refleksi Historis Nusantara'*. 
Koleksi lainnya ialah yang diterbitkan dalam bahasa Inggris adalah yang 
berjudul *'The Thugs, The Curtain Thief, and The Sugar Lord',* 
bersangkutan dengan kekuasaan, politik dan budaya di Jawa zaman 
kolonial. Lalu a.l. Buku-buku selanjutnya yang ditulisnya: '*Anti Cina, 
Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina', 'Sejarah Etnis Cina di Indonesia'; 
dan 'Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa'.*


Dalam tahun 1989 Ong Hok Ham, pensiun dari jabatannya sebagai Gurubesar 
Sejarah di Universitas Indonesia. Kemudian jadi ketua Lembaga Studi 
Sejarah Indonesia.


* * *


Yang menarik dari penjelasan David Reeve, ialah, bahwa Ong Hok Ham, 
menjadi simpatisan PKI, s e s u d a h PKI dilarang (1966) oleh Jendral 
Suharto. Ong juga punya pendapat kritis terhadap kekerasan dan 
pembunuhan masal yang terjadi sekitar akhir tahun 60-an di bawah rezim 
Orba. Ia mengagumi kemampuan PKI mengorganisasi rakyat. Pendapatnya tsb 
tidak disembunyikannya. Untuk itu ia dijebloskan ke dalam

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - TIONGKOK MODERN DI MATA SEORANG CENDEKIAWAN BELANDA, -- HENK SCHULTE NORDHOLT

2009-11-21 Terurut Topik isa
IBRAHIM ISA
--
Sabtu, 21 November 2009

---
TIONGKOK MODERN DI MATA SEORANG CENDEKIAWAN BELANDA, --   HENK SCHULTE 
NORDHOLT
---

Para sahabat dan handai y.b.,


Pagi ini aku baca di harian Belanda de Volkskrant, 21 Nov.  2009, sebuah 
tulisan analitis mengenai TIONGKOK
Judul: DE LANGE MARS IS NOG MAAR BEGONNEN. Long Mars baru saja dimulai.
Pengantar Red. berbunyi sbb:

'Tiba-tiba Barat menemukan Tiongkok, sedangkan negara-biara Mao sudah 
bertahun-tahun lamanya
menempuh arah pada posisi ekonomi terbesar di dunia.
Sekarang ini meski Peking tak-bisa-tidak sekata untuk dicapainya solusi 
mengenai masalah-masalah dunia,
namun, suatu Tiongkok yang demokratis akan punya arti lebih besar,
begitu menurut pendapat Henk Schulte Nordholt.

Aku baca dengan penuh perhatian. Ditulis dengan latar belakang 
pengetahuan dasar mengenai Tiongkok modern.
Dan dengan obyektivitas seorang cendekiawan Barat,

Nama penulisnya adalah Dr Henk Schulte Nordholt, seorang pakar dan 
historicus.
Banyak menulis mene=genai Tiongkok. Sayang  tulisan itu dalam bahasa 
Belanda.

Yang bisa bahasa Belanda, saya sarankan untuk membaca artikel Henk tsb.
Mudah-mudahan juga bersedia untuk menterjemahkannya dalam bahasa Indonesia.
Supaya bisa dibaca oleh pembaca Indonesia.

Salam takzim,

Ibrahim Isa

---





ChanCT schreef:

 
 
- Original Message -
*From:* H.S. Han mailto:hanhwies...@planet.nl
*To:* C.T. Chan mailto:sa...@netvigator.com
*Sent:* Saturday, November 21, 2009 7:40 PM
*Subject:* Re: Newsweek The Rise of China

Kawan-kan yang budiman,

Banyak tulisan-tulisan yang mendefinisikan dekade sekarang ini adalah 
kebangkitan Tiongkok, yang pernah saya tulis dalam artikel-artikel saya 
tentang renaissanceTiongkok dan pencerahan. Pemimpin-pimpinan 
dunia bertanya mengapa RRT tidak ikut dalam mendemokrasikan dan perang 
di Afganistan ? Saya rasa jawabannya jelas ialah: RRT beranggapan bahwa 
Peperangan di Afganistan tidak bisa dimenangkan, kalau tidak bisa 
dimenangkan buat apa harus ikut! Sekali terjun tidak bisa keluar lagi. 
Bisa keluar tetapi kehilangan muka. Ini adalah pengalaman USA di 
Vietnam, dan juga pengalaman USSR diAfganistan. Bukankah lebih baik 
membangun negara baik dalam bidang ekonmi, teknologi dan budaya, sebagai 
persiapan mendemokrasikan negara. Bagi para kawan yang ada interes 
persoalan ini silahkan baca artikel dibawah ini. RRT yang pada tahun 
1978 masih tergolong negara ketiga (Third World) sekarang menjadi negara 
kedua yang terpenting didunia ini sesudah USA!

Salam dan nikmatilah 
weekend 

 
Han Hwie-Song

Newsweek

20/10 Facebook

*What really defined the decade was the rise of China*.

By Fareed Zakaria

*



Shanghai's majestic and thoroughly modern skyline

Philippe Lopez / AFP-Getty Images

One year in, it seemed obvious what would define this decade. After 
9/11, everyone could see that we were living in the age of terror. 
Presidents and senators talked about it, the media covered its every 
twist and turn, from bombings in Bali to terror camps in Pakistan. And 
yet, as the decade comes to a close, it is clear to me that the big 
story is actually something quite different, something less 
crisis-ridden, less television-friendly but in the long run far more 
consequential---the rise of China.

First, the case against terrorism as a defining idea. A few years into 
the decade, the age of terror began fizzling out. Once the combined 
power and attention of governments worldwide were focused on them, 
terrorist groups found it much harder to operate. They were chased 
around the globe by special forces, their money tracked, and their 
recruits scrutinized at every visa entry point. Al Qaeda's core mission 
was a jihad against the United States, and its methods were large 
attacks on symbols of American power---warships, embassies. It has found 
it very difficult to continue along this path in the new environment. 
Similar groups and people---all small minorities as well---have picked 
up the battle, inspired by Al Qaeda more than directed by it. But these 
local groups can only attack smaller targets in their home countries, 
often places that are unprotected and will always be 
unprotected---cafes, railway stations, subways. The problem with these 
attacks, however, is that they kill locals, turning more and more 
Muslims against Al Qaeda and its ilk.

Thus the core weakness for Al Qaeda is exposed---it lacks popular 
appeal. Its message does not resonate anywhere. It hopes

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Mau Tegakkan NEGARA-HUKUM - R.I - 'Harus' MELAWAN Aparat 'PENEGAK HUKUM'

2009-11-10 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA
Selasa, 10 November 2009**
--
*
*Mau Tegakkan NEGARA-HUKUM - R.I*

*'Harus' MELAWAN Aparat 'PENEGAK HUKUM' *

Sejak berdirinya Republik Indonesia, nasion dan negara yang baru 
tegak-bangkit ini berketetapan untuk mengokohkan negara Republik 
Indonesia yang belandaskan keadilan dan kebenaran. Suatu negara yang 
berlandaskan HUKUM dan Undang-Undang.


Untuk itu telah dirembukkan, didiskusikan, diperdebatkan dan akhirnya 
dirumuskan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang (sudah 
beberapa kali diamandemen). Sudah ditentukan berlakunya sistim 
kenegaraan kesatuan yang memiliki lembaga eksekutif, legeslatif dan 
yudikatif (yang independen). Telah pula ditetapkan bahwa, antara lain, 
-- lembaga Kejaksaan dan Kepolisian merupakan aparat 'penegak hukum'.



Namun, pengalaman bernegara sejak 17 Agustus 1945, menunjukkan bahwa 
dalam periode yang panjang, khususnya sejak berdirinya Orde Baru di 
bawah Presiden Jendral Suharto, -- bahwa, dalam usaha hendak menegakkan 
negara hukum, masyarakat, bangsa ini h a r u s berhadapan dengan APARAT 
PENEGAK HUKUM NEGARA itu sendiri. Dalam hal ini perjuangan harus 
dilakukan terhadap aparat kejaksaan, pengadilan dan kepolisian. Ketika 
zaman ORBA, situasinya lebih gawat. Kekuasaan negara adalah --- otoritas 
DWIFUNGSI ABRI. Panglima Tertinggi Abri, yaitu Jendral Suharto, 
beliaulah kekuasaan mutlak dan tunggal. Adalah t e n t a r a yang 
menentukan mana yang salah dan mana yang benar. Mana yang adil dan mana 
yang tidak adil.

Dalam periode 'Reformasi', pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, 
telah mengembalikan tugas keamanan dalam negeri kepada Kepolisian. 
Memishkan tugas-tugas tentara dan polisi. Tentara harus kembali ke 
'tangsi'. Harus profesional dengan tugas utamanya mempertahankan negeri 
terhadap bahaya, ancaman, agreesi dari luar.



Pengalaman praktek menunjukkan bahwa lembaga negara yang diharapkan 
menjadi 'penegak hukum', justru memainkan peranan yang sebaliknya.

Sehingga, usaha, kegiatan, perjuangan bangsa ini untuk MENEGAKKAN NEGARA 
HUKUM, menegakkan suatu 'RECHTSSTAAT' yang setara dengan negara-negara 
lainnya di dunia ini, yang berlandaskan hukum , * terpaksa harus 
mengarahkan ujung tombak, sasaran perjuangannya pada APARAT KEJAKSAAN 
DAN KEPOLISIAN.*


* * *


Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi oleh merintah SBY-1, 
menciptakan situasi baru dalam usaha pemberantasan korupsi. KPK sedikit 
banyak telah berbuat dalam usaha pemberantasan korupsi. Seharusnya 
lembaga penegak hukum, Kejaksaan dan Kepolisian, merupakan aparat ampuh 
sebagai suatu lembaga/otoritas yang memberikan bantuan terhadap kerja KPK.

Tetapi, --- nyatanya Kejaksaan dan Kepolisian itu sendiri merupakan 
sarang korupsi yang sejak lama tak terjamah. Akibatnya, pekerjaan KPK 
dihalangi-halangi. Bahkan KPK itu sendiri menjadi sasaran Kejaksaan dan 
Kepolisian. 'Dikriminalisasi', begitu media mengomentari tindakan 
Kepolisian terhadap KPK. Ini semua disaksikan masyarakat dengan gamblang.


* * *


Ambil saja kasus yang menjadi 'ramai' belakangan ini. Penahanan terhadap 
pimpinan KPK Bibit dan Chandra, yan non-aktif. Suatu komisi yang 
dibentuk oleh Presiden sendiri untuk menangani, melacak dan menindak 
pelanggaran korupsi, malah pejabat-pejabatnya dikenakan 'tahanan' oleh 
Mabes Polisi RI. Tambah lagi terungkapnya rekamaan sekitar 'kolusi' 
(dipertunjukkan di Mahkamah Konstusi) antara pejabat-pejabat kejaksaan, 
kepolisian dan pengusaha (yang notabene sedang buron)..



Penjelasan dan kontra penjelasan, yang menjadi semacam 'polemik terbuka' 
lewat pers, antara kepolisian dan Tim Pencari Fakta (bentukan SBY) yang 
dikepalai oleh advokat Adnan Buyung Nasution, sudah sedemikian 
'hopeless'-nya sehingga Tim-8 (TPF) bentukan Presiden SBY, mengancam 
akan mengundurkan diri.


* * *


Wajarlah orang jadi mengerti kecaman tajam dan keras yang dilontarkan 
Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Yasseir Thohari, ke fihak Kejaksaan dan 
Kepolisian. Dia bilang: *Kejaksaan dan Kepolisian terbukti gagal 
melakukan reformasi internal. Atau bahkan tidak melakukan reformasi sama 
sekali.* Pengungkapan rekaman di MK ibarat puncak dari `gunung es`, 
memperlihatkan dengan sangat telanjang, bahwa Kejaksaan dan Kepolisian 
sama sekali tidak berubah. Demikian Hajriyanto.


Ia selanjutnya menilai percaloan dan makelar hukum masih luar biasa 
bercokol di kedua penegak hukum di Indonesia.* Bahkan masih ada 
`mafioso` yang begitu kuat dan berpengaruh yang bisa mengatur-atur hukum 
di negeri ini*. Bayangkan, katanya, jika tidak ada kasus 
`Bibit-Chandra`. Untung saja harapan masyarakat sangat tinggi kepada 
KPK, sehingga sebagai ikon pemberantasan korupsi, komisi ini mendapat 
dukungan luar biasa dari masyarakat. Alhamdulillah, kasus 
`kriminalisasi` yang penuh rekayasa atas pimpinan nonaktif KPK 
Bibit-Chandra justru bisa menguak kebobrokan aparat penegak hukum kita, 
Saat ini, katanya, sesungguhnya sudah sangat terlambat reformasi total 
harus segera

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Buku Prof. Dr WERTHEIM, Indonesianis Kenamaan – Edisi Indonesia – ELITE Vs MASSA –

2009-11-04 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA (**)*

*Kemis, 05 November 2009*

*--*


*Buku Prof. Dr WERTHEIM, Indonesianis Kenamaan *

* – Edisi Indonesia – ELITE Vs MASSA – *


Bulan Agustus tahun 2009 ini, Stichting Wertheim, Amsterdam, menerima 
berita gembira dari Ahmad Nashih LUTFHI, Lingkar Belajar Reformasi 
Agraria LIBRA. TELAH terbit edisi Indonesia, buku Prof Dr W.F. 
Wertheim – ELITE Vs MASSA. Terjemahan dalam bahasa Indonesia buku ELITE 
Vs MASSA karya Wertheim, merupakan sumbangan yang tak ternilai terhadap 
khazanah literatur ilmiah progresif Indonesia.


LIBRA mengungkapkan bahwa W.F. Wertheim dikenal sebagai seorang ilmuwan 
yang telah lama bergelut dengan pedesaan, perubahan sosial dan revolusi 
Indonesia. Ia juga dikenal sebagai orang yang mencurahkan tenaga dan 
fikiran untuk mengekspos rezim Suharto sebagai suatu rezim penindas yang 
tak berperikemanusiaan.


Lewat buku ini, Wertheim menguak proses bagaimaan elit baik yang datang 
dari kalangan ilmuwan, pejabat, peneliti maupun pemimpin informal di 
Indonesia dengan sadar atau tak sadar mengabaikan dan menyingkirkan 
keberadaan massa rakyat. Oleh kaum elit ini, rakyat biasa dan kaum yang 
paling miskin dianggap sebagai 'orang biasa yang tak perlu dianggap 
penting' dan ' massa rakyat yang bodoh dan tak tahu apa-apa'. Proses ini 
oleh Wertheim dianggap sebagai sosiologi ketidaktahuan (sociology of 
ignorance). Karena melupakan dan meremehkan massa rakyat, maka 
konsekwensinya para ilmuwan, pejabat dan peneliti ini cenderung 
mengabaikan, membiarkan, meminggirkan atau bahkan menindas rakyat sendiri.


'Dengan sangat sistimatis, Wertheim mengingatkan pentingnya untuk 
mengkaji dan memahami massa rakyat dengan cara yang empatik, 
partisipasitoris, dan berpihak. Dengan mengingatkan para ilmuwan sosial 
di Indonesia untuk mengkaji 'kelompok yang paling miskin dan yang 
miskin, Wertheim sebenarnya mengingatkan kita akan pentingnya analisa 
kelas dan teori-teori sosial Marxis!!. Demikian LIBRA. Suatu resensi 
yang obyektif dan baik mengenai buku Wertheim MASSA Vs ELITE.


Ketika meyambut terbitnya buku Wertheim tsb, Stichting Wertheim, menulis 
bahwa 'Sudah sepantasnya Penerbit LIBRA dan Resist Book mendapat 
penghargaan atas usahanya itu.' Selanjutnya dijelaskan bahwa, WERTHEIM 
STICHTING adalah sebuah Yayasan Belanda yang didirikan pada 04 Oktober 
1988 melalui suatu akte notaris dan sejak itu menjadikan emansipasi 
bangsa Indonesia sebagai usahanya dengan memberikan *Wertheim Award* 
bagi karya emansipatoris teladan bagi orang-orang Indonesia yang masih 
hidup.


'Orang-orang Indonesia yang sudah menerima Wertheim Award adalah penyair 
Rendra dan Widji Thukul, penulis Pramudya Ananta Toer, penerbit Joesoef 
Isak, jurnalis Goenawan Mohammad dan penulis Benny G. Setiono.' Dengan 
emansipasi yang kami maksudkan ialah proses sejarah kemerdekaan 
negeri-negeri oleh warganegara mereka, dan ketidaksetaraan, 
keterbelakangan pendidikan dan penindasan dari partisipasi yang tak 
mencukupi di bidang pengadaan hukum dan dalam pengambilan keputusan. '


* * *


Ahmad Nashih LUTFHI dari LIBRA mengemukakan bahwa, buku Prof Wertheim 
telah didiskusikan di Eltira FM secara on air pada tanggal 12 Oktober 
yang lalu. Banyak yang merespon dengan macam-macam pertanyaannya. Antara 
lain ada yang menukik menyoroti teori sosiologi, ada yang bertanya 
bagaimana caramya agar elit dengan massa tidak berkonflik. Ada yang 
bertanya berapa harga buku itu (Rp.25.000).


LIBRA selanjutnya menjelaskan a.l. bahwa 'buku Wertheim memberikan 
sajian tentang sofistikasi teori yang berpijak pada suatu perspektif 
yang emansipatoris. Juga ditekankan tentang pentingnya 'analisa kelas' 
dalam melihat sejarah masyarakat
(pedesaan) kita, suatu masyarakat yang terdiferensiasi berdasarkan 
kepemilikan tanah
dan penguasaan akan sumber-sumber agraria.

Tepat sekali perhatian LIBRA bahwa Peristiwa 1965 tidak hanya 
mengakibatkan 'terbantainya' mamusia-manusia tanpa dosa yang dikorbankan 
demi melegitimasi naiknya sebuah rezim baru yang otoriter, namun yang 
telah 'membunuh' satu perspektif dalam ilmu sosial yang pernah hidup dan 
menjadi pisau analisa yang cukup tajam. Dilupakannya satu perspektif itu 
menjadikan perkembangan ilmu sosial di Indonesia berjalan secara 
'timpang', lebih fokus pada persoalan 'mental' daripada  'struktural'. 
Terlebih keterkaitan antara persoalan kultural dengan kecocokannya 
(compatibility) pada 'pembangunan'.

Selanjutnya benar sekali penekanan LIBRA, bahwa dalam karyanya itu  
Wertheim  menunjuk pada 'orang-orang yang dilupakan di Jawa', baik sejak 
masa kolonial oleh elit-elitnya, oleh pemerintah Indonesia saat ini, dan 
bahkan oleh beberapa ilmuwan sosiolog dan sejarawan di Indonesia, 
mengingatkan pada tuduhan serupa, 'history without people' atau 'people 
wihout history'. Mengapa pelupaan dan ignoransi itu bisa terjadi, Prof. 
Wertheim menunjukkan dengan cerdas dalam buku ini.


* * *


Juga adalah penting sekali yang dikemukakan Prof. Dr Sediono

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Catatan Partikeliran (12) -- 'AMERIKA LATIN YANG TERUS BERGERAK KE KIRI' -

2009-11-01 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA - Catatan Partikeliran (12)**

Minggu, 01 NOVEMBER 2009*

*
'AMERIKA LATIN YANG TERUS BERGERAK KE KIRI', *

Adalah judul sebuah artikel di s.k. 'Jawa Pos' (1 Nov 2009). Tulisan tsb 
cekak aos dan bicara soal hakiki. Apa arti kemenangan gerakan Kiri 
dibanyak negeri Amerika Latin sepuluh tahun belakangan ini. Apa artinya 
politik KIRI dan populis bagi rakyat luas yang masih miskin di Amerika 
Latin. Artikel ini baik dibaca mengigat imago politik Kiri sudah 
demikian diburukkan oleh rezim Orba. Shingga selama puluhan tahun rakyat 
kita dibodohi terus mengenai arti politik Kiri Dan Populis.

Baiklah kita beralih sebentar dari suasana yang mengkhawatirkan di 
bidang pemberlakukan negara hukum di negeri kita. Hal mana sehubungan 
dengan penahanan yang dilakukan Mabes Polisi terhadap dua petinggi KPK 
(yg dinonaktifkan).


Oleh banyak tanggapan tindakan Mabes Politis itu dinilai sebagai 
SERANGAN BALIK, 'counter-offensive' yang dilancarkan oleh kekuatan 
pro-korupsi di negeri kita. Nyatanya kekuatan gelap tsb masih punya 
pengaruh kuat, baik di eksekutif, aparat, maupun di lembaga judikatif.

Silakan membaca artikel yang menyegarkan yang kuterima dari sahabatku: 
*M. Kasim.*

* * *

Jawa Pos
Minggu, 01 November 2009 ]

*Amerika Latin yang Terus Bergerak ke Kiri*
Che, Castro, dan Program Populis
Soy cubano, Argentina, boliviano, peruano, ecuatoriano, etc Usted 
entiende

(Che Guevara)

- - -

ERNESTO Che Guevara bukanlah orang yang merisaukan identitas. Saya 
orang Kuba, Argentina, Bolivia, Peru, dan EkuadorKau Tahulah, kata 
dia. Pendek kata, dia warga Amerika Latin. Karena, dia lahir dan tumbuh 
menjadi pejuang marxis di Argentina, bergerilya menumbangkan 
kediktatoran Fulgencio Batista di Kuba bersama Fidel Castro, dan mati 
ditembak dalam revolusi menentang junta militer di Bolivia.

Jose Mujica yang menang dalam pemilihan presiden (pilpres) Uruguay 
putaran I Minggu lalu (25/10) jelas tak bisa disejajarkan dengan Che. 
Tapi, kemenangan eks pemberontak beraliran kiri itu seperti mempertegas 
fenomena yang sedikit banyak bersumber pada spirit antikapitalisme 
lintasnegara ala Che tadi: Amerika Latin yang semakin bergerak ke kiri.

Kiri di sini bisa dibaca bebas sebagai pemerintahan sosialis-marxis yang 
radikal (misalnya Venezuela, Bolivia, Ekuador) ataupun sosialis-demokrat 
yang moderat (contohnya Brazil dan Cile). Bermula dari Hugo Chavez yang 
mulai berkuasa di Venezuela sejak 1998, fenomena itu bergerak seperti 
kartu domino. Melintas ke sesama negara Amerika Selatan seperti Bolivia, 
Ekuador, Brazil, Paraguay, Cile, dan Argentina. Melebar ke Kosta Rika, 
Nikaragua, Honduras, dan El Salvador di Amerika Tengah. Serta, 
menyeberang ke negeri-negeri mini di kawasan Karibia macam 
Antigua-Bermuda dan St Vincent-Grenadine.

Total di Amerika Selatan saja, menurut World Politics Review, sekitar 75 
persen dari 382 juta warga kawasan itu berada di bawah komando 
pemerintahan kiri. Jumlah itu otomatis akan bertambah kalau Mujica yang 
sangat diunggulkan memenangi putaran II pilpres Uruguay pada 29 November 
mendatang.

Mengapa menjadi kiri begitu diminati di Amerika Latin di era ketika 
kapitalisme sudah dianggap sebagai pemenang di mana-mana? Jose Natanson, 
editor jurnal politik Nueva Sociedad, menyebut prinsip kesetaraan yang 
ditawarkan pemerintahan kiri sebagai sihir penarik minat.

Di saat kemiskinan masih begitu membelenggu di Amerika Latin dan 
kekayaan sumber daya alam justru diminati korporasi asing, siapa yang 
tak tertarik mendukung pemimpin yang menawarkan nasionalisasi untuk 
menggenjot pendapatan negara dan memperluas lapangan kerja, tulis Natanson.

Kebijakan ekonomi yang menguatkan peran negara itu belakangan memang 
terbukti mengerek perekonomian sebagian negara kiri di Amerika Latin. 
Venezuela dan Bolivia yang kaya minyak dan gas alam, misalnya, mengeruk 
keuntungan berlipat di saat harga kedua produk itu melambung di pasaran. 
Itu karena perusahaan-perusahaan minyak besar di kedua negara tersebut 
telah dinasionalisasi.

Daya tarik lain pemerintahan kiri adalah program-program populis. Chavez 
di Venezuela menggratiskan biaya pendidikan dan kesehatan. Sedangkan 
Bolivia di era Evo Morales memberi jatah kursi parlemen gratis dengan 
jumlah yang lebih meningkat kepada warga asli.

Di Brazil, Presiden Lula da Silva menjalankan proyek Bolsa Famiglia, 
semacam Bantuan Langsung Tunai seperti di Indonesia. Bantuan finansial 
didistribusikan kepada sekitar 40 juta jiwa. Artinya, hampir sepertiga 
populasi Negeri Samba itu mendapatkan donasi sosial tersebut.

Program terobosan ekonomi yang lebih komplet lagi ada di El Salvador. 
Presiden Mauricio Funes yang baru dilantik 1 Juni lalu itu menerapkan 
paket bantuan ekonomi untuk hampir seluruh lapisan masyarakat. Di 
antaranya, membangun sekitar 25.000 rumah baru untuk para pegawai dan 
memberikan kredit lunak kepada para petani.

Selain spirit Che Guevara, Fidel Castro yang kukuh

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - 'JEMBATAN' IN DONESIA – NEDERLAND

2009-10-28 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Kemis, 29 Oktober 2009*

*--*


*'JEMBATAN' INDONESIA – NEDERLAND*

*Novel dan Film 'OEROEG', Karya Sastrawan HELLA S. HAASSE*

*(Bagian II – Selesai)*



Banyak manfaatnya untuk memberikan agak lebih banyak perhatian pada 
masalah 'Jembatan Haridepan Hubungan Baik Indonesia-Nederland'. Ini 
menyangkut sejarah dua negeri. Di satu fihak sejarah hubungan dua 
bangsa, Indonesia-Belanda, seolah-olah sudah jelas bagi semua. Tak ada 
soal atau 'ganjelan' lagi. Namun, di lain fihak kita dapati berbagai 
interpretasi. Diucapkan dan ditulis. Yang bukan saja berbeda. Tetapi, 
sering bertolak-belakang.


Bagi 'kita-kita' ini soalnya sudah lama jelas! Bagi sementara orang 
Indonesia, soalnya masih juga belum jelas, rupanya! Seperti tampak dalam 
reaksi mereka a.l terhadap 'Persetujuan Linggarjati' antara Nederland 
dan Republik Indonesia, 1946.


Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, 
Indonesia dan Belanda adalah dua negeri, dua negara, dua bangsa dan dua 
kebudayaan. Bahkan sejak hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, nasion 
Indonesia sudah lahir dan terus berjuang, sebagai *satu bangsa, satu 
bahasa, dan satu tanah air – INDONESIA*. Begitu pemahaman, pegangan dan 
keyakinan kita. Kita tak akan beranjak dari pendirian ini. Pidato Bung 
Karno 'LAHIRNYA PANCASILA', 1 Juni 1945, dan UUD RI 1945, sudah dengan 
jelas dan tegas menyimpulkan, memakukan dan mengukuhkan pendirian bangsa 
ini.


Tetapi bagi sementara fihak di Belanda, dan entah dimana lagi, tidak 
demikian halnya. Dalam waktu panjang mereka bertahan bahwa negara 
Indonesia yang merdeka adalah Republik Indonesia Serikat – RIS, yang 
lahir di bumi ini pada . . . . . tanggal 27 Desember 1949. Yaitu pada 
waktu pemerintah Den Haag, 'menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda kepada 
Republik Indonesia Serikat. Itu berlangsung melalui pelaksanaan 
Persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB) – 1949. Peristiwa itu 
dipopulerkan dengan nama 'Penyerahan Kedaulatan'.


* * *


Novel Hella S. Haasse mengisahkan pengalaman dan perasaan persahabatan 
'bocah' Indonesia anak mandor perkebunan, 'Oeroeg' – – – dengan 'sinyo' 
Belanda, Johan, anak administratur perkebunan. Persahabatan itu berakhir 
dengan 'tragis' dan 'tak terelakkan'. Begitu komentar Philip Freriks, 
Ambasador kampanye 'Nederland Leest' kali ini. Hella S Haasse sendiri 
mengatakan bahwa ia 'tidak bisa memahami 'Oeroeg' – yang sudah berubah, 
meninggalkan persahabatanya dengan sinyo Johan. Hella S. Haasse yang 
bicara melalui Johan, tidak bisa faham bahwa bangsa Indonesia sudah 
menyatakan diri bebas dari kekuasaan kolonial Belanda.


Tulis Hella S. Haase a.l : --

Saya hanya ingin membuat sebuah laporan tentang kehidupan bersama selama 
masa bocah, yang sekarang ini hilang tanpa jejak. Seakan-akan asap yang 
lenyap ditiup angin. (Perkebunan teh) Kebon Jati adalah kenang-kenangan 
. . . . Dan Oeroeg tak akan saya jumpai lagi. Tak perlu lagi saya akui 
di sini bahwa saya tidak memahami OEROEG. Saya mengenalnya, seperti saya 
mengenal Telaga Hideung – sebuah permukaan air yang berkaca-kaca. 
Kedalamannya tak akan pernah bisa saya duga. Apakah sekarang ini sudah 
terlambat? Apakah saya selamanya adalah seorang asing di negeri tempat 
kelahiran saya, di bumi dari mana saya tidak mau dipindahkan? Hanyalah 
waktu yang bisa memberikan jawabnya. Demikian, a.l novel Hella S Haasse 
'Oeroeg'. Yang bicara pada akhir novel adalah Johan, sinyo Belanda yang 
sudah berpakaian seragam Divisi 7 Desember KL. Namun, di dalam noval 
sini, Johan adalah Hella S. Haasse. Betapapun, – – – – sungguh indah 
Hella Haase menuangkannya dalam novelnya itu.


Novel Haasse itu ditulis tahun1948. Ketika 'bentrokan' antra Indonesia 
dan Belanda, masih 'panas-panasnya'. Meskipun sudah ada Linggardjati dan 
kemudian Renville.

Sungguh masih panas. Sehingga akan naif sekali bicara soal adanya 
JEMBATAN BAGI HARIDEPAN HUBUNGAN INDONESIA – BELANDA.


* * *


Hella S Haase tahun 1948, ketika menulis novel debutnya – 'Oeroeg', 
tidak bisa dikatakan seratus persen sama dengan Hella S Haase tahun 
1993, setengah abad lebih kemudian, ketika film 'Oeroeg' diproduksi. 
Novel tsb adalah debut buku roman Haase. Waktu itu Haasse masih muda 
remaja – 30 th. Haasse merasa kehilangan sahabat karibnya yang lahir 
spontan sejak masa mudanya. Johan atau Haasse mengkhawatir akam 
'kehilangan' pengertian tentang negeri tempat kelahirannya: INDONESIA 
yang dicintainya.


* * *


Lebih setengah abad kemudian – 1993, muncul film 'OEROEG' yang 
didasarkan dan bertolak dari NOVEL 'OEROEG' karya Hella S Haase tahun 
1948. Judul cerita sama. Tetapi hakikatnya dua cerita itu amat berbeda. 
Film 'OEROEG' yang disutradarai oleh regisur Hans Hykelma, menyoroti 
persahabatan dua 'pemuda', Johan dan Oeroeg, SAMASEKALI BERBEDA. Yaitu 
dari perspektif yang LEBIH BERSIFAT POLITIS.


Demikian tegasnya 'benang merah politik' yang menjelujuri dan mengakhiri 
film tsb -- dan juga karena cerita yang disuguhkan boleh

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S FOCUS - WORTHWHILE TO CONSIDER FOR S.B. YUDHOYONO

2009-10-13 Terurut Topik isa

  *IBRAHIM ISA'S FOCUS *

*Tuesday, October 13, 2009*

*-*


  *WORTHWHILE TO CONSIDER FOR S.B. YUDHOYONO*


  Wimar Witoelar, a public figure in Indonesia, wrote an interesting
  article, published today by HKSIS, Hongkong. In appreciation of the
  OBAMA NOBEL PEACE PRICE, he suggested that: 'The second Yudhoyono
  administration could be vastly different from the first one. The
  degree of difference may be as great as that between the past
  administration of the United States and the current one. President
  Obama has won the Nobel Prize this year. President Yudhoyono may win
  it in a future year.


  This is a daring and interesting comparison.

Is it realistic to hope that Witoelar's prediction about Yudhoyono 
proved to be correct?


  Please read further this significant article of WIMAR WITOELAR:




  * * *


  *
  Nobel Prize for Obama shows Indonesia the way forward*

*Wimar Witoelar*

The Nobel Peace Prize for President Barack Obama has invited a wide 
range of reactions, from delight to disappointment. Critics and cynics 
say Obama has yet to achieve much, having held the presidency for a mere 
eight months. But those who really want to understand the reason for the 
award need only to follow the official explanation by the Norwegian 
Nobel Committee.

The committee praised the change in the international climate that the 
president had brought, along with his cherished goal of ridding the 
world of nuclear weapons.

Only very rarely has a person to the same extent as Obama captured the 
world's attention and given its people hope for a better future, it 
added. President Obama, in his acceptance speech at the White House, 
pointed out that the Nobel Peace Prize has not just been used to honor 
specific achievement; it's also been used as a means to give momentum to 
a set of causes.

We remember the egg of Columbus. As the story goes, guests at a tavern 
were heckling Christopher Columbus about his successful expedition. The 
cynics jeered that discovering the Americas was no great accomplishment. 
Columbus challenged his critics to stand an egg upright. When nobody 
succeeded, Columbus showed how to do it by tapping the egg on the table, 
flattening its tip. Now the egg of Columbus refers to an achievement 
that seems simple after the fact.

Two years ago, the United States was firmly engaged in a war of 
occupation in Iraq and endless battles in Afghanistan. Not only were 
they engaged, but then president George W. Bush firmly believed that 
American values should be preserved by pre-emption, unilateralism and 
division. Then one year ago, America rejected this aggressive stance. 
They elected by a landslide a president who believes in negotiation, 
multilateralism and unity. President Obama later stated in a speech in 
Cairo, I have come here to seek a new beginning between the United 
States and Muslims around the world; one based upon mutual interest and 
mutual respect; and one based upon the truth that America and Islam are 
not exclusive, and need not be in competition. Instead, they overlap and 
share common principles - principles of justice and progress; tolerance 
and the dignity of all human beings.

Cynics say Obama has not achieved anything. But until 2008, nobody could 
find a way to avert America from her collision course with the world. 
Then Obama offered a way out. Now America is a great nation once more. 
Obama has brought back America to the people, and the world can rally 
around common goals of peace and prosperity. No doubt Barack Obama 
deserves the Nobel Peace Prize. It is not a comfortable prize for Obama 
because now expectations have risen even higher.

We have a president of our own, Susilo Bambang Yudhoyono, who is off to 
a strong start on the world stage. His acclaimed performances at the G20 
meeting in Pittsburgh and address at Harvard University set a new 
international tone for Indonesia. Like President Obama, Yudhoyono's 
challenge is to manage the expectations he has raised to a very high 
level. It is a measure of his standing that the high hopes he set in 
October 2009 have not been met with skepticism internationally, in sharp 
contrast with the lukewarm reception he is getting at home in Indonesia. 
There is some parallel here as Obama also has more critics at home than 
abroad. This may be due to ignorance and habitual fault-finding, which 
in Indonesia has become the trademark of the newly politically concerned.

In the world consciousness, Indonesia has risen from obscurity at best 
to a shining debutante in the new world international order branded by 
US President Obama. His success is Indonesia's success, and it would be 
asinine to begrudge his success for the sake of negativism.

Having recognized his successes, it is worrying to see how high he has 
set expectations. He welcomes the changes taking place in global 
politics and recognizes the G20 as a manifestation. In his Harvard 
address he waxed 

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - HADIAH NOBEL PERDAMAIAN UNTUK BARACK OBAMA

2009-10-10 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Sabtu, 10 Oktober 2009*

*-- *


*HADIAH NOBEL PERDAMAIAN UNTUK BARACK OBAMA*


Tadi malam di 'Postvak In' computerku, kuterima kiriman email dari 
Amerika sbb:


*A CALL TO ACTION*

09.10.2009 -- 23.11

To Ibrahim Isa

From: President Barack Obama


Dear Ibrahim --

This morning, Michelle and I awoke to some surprising and humbling news. 
At 6 a.m., we received word that I'd been awarded the Nobel Peace Prize 
for 2009.

To be honest, I do not feel that I deserve to be in the company of so 
many of the transformative figures who've been honored by this prize -- 
men and women who've inspired me and inspired the entire world through 
their courageous pursuit of peace.

But I also know that throughout history the Nobel Peace Prize has not 
just been used to honor specific achievement; it's also been used as a 
means to give momentum to a set of causes.

That is why I've said that I will accept this award as a call to action, 
a call for all nations and all peoples to confront the common challenges 
of the 21st century. These challenges won't all be met during my 
presidency, or even my lifetime. But I know these challenges can be met 
so long as it's recognized that they will not be met by one person or 
one nation alone.

This award -- and the call to action that comes with it -- does not 
belong simply to me or my administration; it belongs to all people 
around the world who have fought for justice and for peace. And most of 
all, it belongs to you, the men and women of America, who have dared to 
hope and have worked so hard to make our world a little better.

So today we humbly recommit to the important work that we've begun 
together. I'm grateful that you've stood with me thus far, and I'm 
honored to continue our vital work in the years to come.
Thank you,
President Barack Obama


* * *


Diterjemahkan secara bebas, bahasa Indonesinya adalah sbb:


'Pagi ini, Michelle dan saya dibangunkan oleh berita yang tak terduga 
dan merendahkan hati. Pada jam 6 a.m, kami menerima berita bahwa saya 
dianugerahi Hadiah Nobel Untuk Perdamaian untuk tahun 2009.


Berkata jujur, saya merasa saya tidak patut dideretkan dengan banyak 
tokoh-tokoh transformasi yang telah dihormati dengan hadiah ini -- 
priya-priya dan wanita-wanita yang telah menginspirasi saya dan 
menginspirasi seluruh dunia oleh usaha berani mereka untuk perdamaian.


Tetapi saya juga tahu bahwa di sepanjang sejarah, Hadiah Nobel untuk 
Perdamaian tidak hanya digunakan berkenaan dengan hasil-hasil khusus 
yang sudah dicapai; ia juga digunakan sebagai *suatu cara untuk 
memberikan momentum (mendorong) terhadap sementara tujuan *(cetak tebal 
oleh penterjemah).


Itulah sebabnya saya katakan bahwa saya akan menerima hadiah ini sebagai 
*SERUAN UNTUK BERTINDAK* (huruf besar dan tebal dari penterjemah); suatu 
seruan tertuju kepada semua nasion dan semua rakyat untuk menangani 
tantangan bersama abad ke-21. Tantangan ini tidak akan terselesaikan 
selama masa jabatan presiden saya, atau bahkan selama hidup saya. Tetapi 
saya tahu tantangan-tantangan ini dapat diselesaikan selama diakui bahwa 
hal itu tak bisa diselesaikan hanya oleh seseorang atau oleh sesuatu 
bangsa saja.


Hadiah ini -- dan seruan untuk aksi yang menyertainya -- tidak hanya 
milik saya atau pemerintah saya saja; ia adalah milik semua rakyat di 
seluruh dunia yang telah berjuang untuk keadilan dan pedamaian. Dan 
lebih-lebih lagi, ia milik kalian, para priya dan wanita Amerika, yang 
telah berani mempunyai harapan dan telah bekerja begitu keras untuk 
menjadikan dunia kita ini sedikit lebih baik.


Jadi hari ini kita dengan rendah hati berkomit-ulang dengan pekerjaan 
penting yang telah kita mulai. Saya berterima kasih bahwa sedemikian 
jauh kalian bersama saya, dan saya merasa terhormat untuk meneruskan 
pekerjaan vital kita dalam tahun-tahun berikut selanjutnya.


Terima kasih,

Presiden Barack Obama


* * *


Kolom ini adalah tanggapan terhadap surat elektronik yang kuterima tadi 
malam:


Relevan kiranya, apa yang dikatakan oleh Jagland, ketua Komite Norwegia:

Jarang sekali orang seperti Obama telah meraih perhatian dunia dan 
memberi bangsanya harapan akan masa depan yang lebih baik,

Diplomasinya disusun dalam konsep bahwa mereka yang akan memimpin dunia 
harus melakukannya atas dasar nilai-nilai dan sikap-sikap yang juga 
dipegang oleh sebagian besar penduduk dunia,.

Alasan yang dikemukakan Komite Hadiah Nobel memberikan Hadiah tsb kepada 
Obama, padahal dia belum setahun menjabat, sbb:

Itu karena kami ingin mendukung yang dia coba capai.

Ini sinyal jelas bahwa kami ingin mendukung hal yang sama seperti yang 
dia lakukan.

Secara spefisik Jagland menyebut upaya Obama *memperkuat lembaga-lembaga 
internasional dan upaya ke arah dunia yang bebas dari senjata nuklir. *



Menjawab pertanyaan, apakah Hadiah Nobel untuk Perdamaian kepada Obama 
tidak telalu pagi disampaikan, Ketua Jagland menyatakan sbb:



Kami menyampaikan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan PARTIKELIRAN 9 - Kasus MUNIR UPDATED

2009-10-07 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Catatan PARTIKELIRAN  9 *

*Rabu, 07 Oktober 2009*

*-*


*Kasus MUNIR UPDATED – Di Amnesty International Amsterdam, 19.10.09*


Tidak diragukan! Juga tidak mengherankan! Sementara kalangan yang, 
langsung atau tak langsung, terlibat dengan kasus Munir, berusaha keras 
untuk 'mengakhiri' proses pengadilan tentang Munir. Menjadikan peristiwa 
pembunuhan politik terhadap Munir sebagai sesuatu yang 'belong to the 
past'. Its history!, kata mereka. Menjadikannya sejarah, sejarah yang 
ditutupi tabir misteri!


Namun, bisa dipastikan 'mereka-mereka' yang ingin menjadikan kasus 
pembunuhan terhadap Munir sebagai 'masalah sejarah' , TIDAK AKAN 
BERHASIL. Kasus itu suatu ketika akan dibuka lagi. Yang terlibat, yang 
bertanggung jawab dan pelaku pembunuhan pasti akan diseret (lagi) ke 
pengadilan. Lebih penting lagi. Dalangnya akan diungkap. Biang-keladinya 
akan diganjar sesuai kejahatan yang mereka lakukan.


Sehubungan dengan inilah, AMNESTY INTERNATIONAL, Nederland, akan 
menggelar pertemuan di kantor Amnesty International, Keizersgracht 177, 
di Amsterdam, pada tanggal 19 Oktober mendatang. Temanya tunggal:

*UPDATE ON THE MUNIR CASE AND ACCESS TO JUSTICE IN INDONESIA.*


Mengenai tema ini Usman Hamid, Direktur KONTRAS, Indonesia, yang akan 
menyampaikannya. Sedangkan mengenai 'Access to Justice in Indonesia: 
Munir's case and defamation charges in legal perpsective', akan disampai 
kan oleh Dr Adriaan Bedner, senior lecturer pada Van Vollenhoven 
Institut di Leiden.


Inisitif Amnesty International afdeling Nederland tsb patut disambut 
dalam rangka mengingatkan terus pada yang berwewenang dan dunia 
internasional bahwa kasus pemunuhan politik atas pejuang HAM, Munir 
masih MENGGANTUNG. Agar diusahakan sekuat-katnya jangan sampai yang 
berewewenang di Indonesia berhasil sepenuhnya 'mempeti-eskan' kasus Munir.


* * *


Seperti diketahui, pada tanggal 09 Septenmber 2009, tepat lima tahun 
berlalu, sejak Munir Bin Thalib, seorang advokat dan pejuang HAM 
Indonesia terkenal, dibunuh dengan racun. Pembunuhan itu berlangsung 
dalam perjalanan Munir dengan pesawat Garuda Indonesia, dari Jakarta ke 
Amsterdam. Dalam proses pengadilan kasus Munir, mantan Mayjen Muchdi 
Purwoprayogo, petinggi senior badan intel Indonesia, pada tanggal 31 
Desember 2008, telah dibebaskan dari tuduhan membunuh Munir. 
Mereka-mereka yang mendalangi pembunuhan Munir tetap saja bebas. Dalam 
suatu 'serangan balik', atas pengaduan Muchdi, Kepolisian Jakarta 
memulai suatu 'investigasi pemfitnahan kriminil' terhadap Usman Hamid, 
Direktur KONTRAS. Hamid dituduh memfitnah karena membuat 
pernyataan-pernyatan setelah Muchdi dibebaskan dari tuntutan pengadilan. 
Untuk itu Usman diinterogasi Kepolisian Jakarta pada tanggal 9 September 
y.l.


Menarik untuk mencatat di sini bahwa Presiden SBY menyatakan bahwa 
mengungkap pembunuh-pembunuh Munir merupakan 'ujian sejarah' (test of 
history).

Perlu dingat pula bahwa Usman Hamid adalah anggota 'Tim Pencari Fakta' – 
TPF - yang dibentuk oleh Presiden SBY bulan Desember 2004. Dalam bulan 
Mei 2005, SBY memerintahkan tiga menteri untuk mengadakan investigasi 
terhadap beberapa orang tersangka pada perusahaan penerbangan Garuda 
Indonesia dan pada BIN (Badan Intelejen Negara). Terhadap dua orang 
diajukan tuduhan membunuh Munir, yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto – 
pilot Garuda yang sedang diluar dinas – dijatuhi hukuman 20 tahun, dan 
mantan direktur Garuda Indra Setiawan, divonis setahun. Tetapi menurut 
yang dengan seksama mengikuti kasus pembunuhan Munir, dua orang tsb 
diatas, adalah pelaku-pelaku bawahan (bahan-bahan diperoleh dari Martha 
Barends, Amnesty International).


* * *


Ketika, atas persetujuan Presiden Bambang Susilo Yudhoyono, dibentuk Tim 
Pencari Fakta TPFyang independen atas kasus pembunuhan Munir, -timbul 
sedikit harapan bahwa kasus pembunuhan atas Munir akan terungkap. Dalang 
maupun pelaku-pelakunya akan diadili. Yang bersalah akan dijatuhi 
hukuman setimpal.


Menyambut terbentuknya TPF yang independen, mari kita baca lagi apa yang 
kutulis dalam sebuah Kolom lima tahun yang lalu, yaitu pada tanggal 26 
November 2004, sbb:


“Misteri yang menutupi kematian pejuang HAM tenar Indonesia, Munir, ada 
harapan akan terkuak dengan persetujuan Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono (SBY)atas pembentukan tim pencari fakta (TPF) independen kasus 
Munir, seperti yang dusulkan masyarakat nasional maupun internasional. 
Berita ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Imparsial Rachland 
Nashidik,dalam jumpa persnya, kemarin.

Menurut Rachland, Presiden SBY sebelumnya telah menerima istri Munir, 
Suciwati, yang ditemani oleh M. Makarim (Kontras), Rachland Nashidik 
(Imparsial) dan Todung Mulya Lubis (salah seorang pendiri Kontras dan 
Imparsial). Dalam pertemuan itu SBY menyampaikan keprihatian atas 
musibah yang menimpa Munir, dan berjanji akan membantu semaksimal 
mungkin, dan mendukung sepenuhnyaapa pun yang

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - BANGSA INI HARUS MEMBEBASKAN DIRI,,DARI KEADAAN SAKIT 'AMNESIA'

2009-10-05 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Senin, 05 Oktober 2009*

--


*BANGSA INI HARUS MEMBEBASKAN DIRI*

*DARI KEADAAN SAKIT 'AMNESIA'*

*Apresiasi Thdp Artikel BONNIE TRIYANA*


Jurnalis, sejarawan muda BONNIE TRIYANA, menulis sebuah artikel yang 
bagus berjudul 'BANGSA YANG AMNESIA'. Maksudnya mengenai bangsa 
Indonesia kita ini. Tulisan itu kritis dan tajam. Analitis dan historian!


Sebagai *apresiasi* aku menulis kepada Bonnie Triyana. Dengan sedikit 
di-edit kembali apresiasiku jadinya sbb:


Tulisan Bonnie Triyana, berjudul 'Bangsa Yang Amnesia' bagus sekali! 
Maka sebaiknya dibaca lebih banyak orang. Khususnya kaum muda. Oleh 
karena itu, aku publikasikannya di network dengan didahului oleh sebuah 
apresiasi, sbb:

Sungguh, -- tadinya aku tidak tau, apa artinya kata 'amnesia' itu. 
Diliat di kamus 'An English-Indonesian Dictionary', by John M Echols and 
Hassan Shadili, Cornell University Press, 1975. Di situ tertera -- 
'AMNESIA' terjemahannya dalam bahasa Indonesia adalah 'AMNESIA'. 
Masyaalah! Kamus Cornell University Press ini guyon apa gimana? Terpaksa 
dicari di 'KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA', Departemen P  K, terbitan 
Balai Pustaka, 1988. Nah, baru ada makna dari kata 'AMNESIA'. Tetapi, 
karena kata itu dicantumkan dalam kamus Indonesia, asumsinya ialah bahwa 
kata 'amnesia 'itu sudah diadoptasi jadi kata Indonesia. Cuma aku yang 
belum tau.

Menurut kamus tsb 'Amnesia' itu artinya 'hilangnya ingatan, terutama tt 
masa lalu, hal menjadi lupa tt apa yang terjadi sebelumnya'.

Kata 'amensia' ini memang sengaja kuangkat di sini, supaya kita tau 
persis apa maksudnya. Apa pula sangkut pautya dengan kasus 1965. Supaya 
tau betul, bahwa kata 'amnesia' itu maksudnya 'LUPA INGATAN'.

Nah, soalnya: Mengenai kasus sejarah 1965, TERISTIMEWA, menyangkut 
peristiwa persekusi, pembunuhan masal terhadap warga tak bersalah, dan 
kebiadaban yang terlibat di situ. APA BENAR mengenai kasus tsb orang 
jadi LUPA INGATAN? Janganl upa, baik selalu diingat, bahwa 'amnesia' itu 
adalah suatu keadaan sakit. Apa betul yang bersangkutan sakit?

Banyak disebut tentang 'SELEKTIF MEMORI'. Ada yang bilang 'ignorance'. 
Malah ada yang menyebutnya 'insomnia'. 'Insomnia' artinya 'tak bisa 
tidur'. Juga suatu penyakit. Mungkin dimaksudkan kalau orang mengingat 
kasus 'pembantaian masal 1965' lalu terjangkit penyakit 'insomnia' - 
Orang jadi tidak bisa tidur. Ini bisa terjadi bila itu menyangkut 
pelaku. Bisa juga menyangkut korban. Tapi, bila itu korban, orang bilang 
itu 'trauma'. Jelasnya lata 'trauma' artinya 'luka berat'. Atau 'keadaan 
jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat tekanan jiwa 
atau cedera jasmani, atau luka herat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Nyatanya ketika membicarakan peristiwa sejarah 'kasus persekusi dan 
pembantaian masal' sesudah terjadinya G30S, orang menggunakan kata-kata: 
'AMNESIA', 'SELEKTIF MEMORI', 'IGNORANCE', 'INSOMNIA', 'TRAUMA' dan 
mungkin ada kata lain lagi. Apakah sama pengertian kita tentang 
kata-kata tsb. Tampaknya masing-masing punya tafsiran sendiri. Atau 
tidak mengerti tapi pura-pura mengerti.

Baik juga melihat kasus pilot AS yang menjatuhkan bom atom di Hiroshima 
menjelang berakhirnya Perang Pasifik. Ia kemfuisn jadi 'trauma' . Karena 
ia menjadi sadar, begitu kolosal penderitaan rakyat Jepang sampai turun 
temurun karena ledakan bom atom itu. Kondisinya kemudian berkembag. 
Pilot itu menjadi penderia sakit jiwa. Juga di kalangan korban 
Hisroshima-Nagasaki, tidak sedikit yang menderita 'trauma'. Tetapi bagi 
sang pilot, 'traumanya' itu jelas disebabkan hati nuraninya yang mulai 
bicara.

Namun begitu, aktivis-aktivis perdamaian Jepang, tiap tahun memperingati 
didropnya bom atom di atas kota Hirosyima dan Nagasaki. Meskipun ada 
yang trauma, peringatan berlangsung terus tiap tahun. Maksudnya mendidik 
rakyat dan seluruh dunia, tentang ganasnya peperangan lalu. Supaya 
jangan terulanglagi!

Tetapi di Indonesia, orang se-enaknya saja menggunakan kata 'trauma' 
bersangkutan dengan 'kasus 1965'. Disitu jelas ada maksud untuk 
'memeti-eskan kasus 1965'. Hendak menyembunyikan sesuatu yang busuk 
dimana yang bersangkutan sendiri terlibat sebagai pelaku dalam 
pelanggaran tsb. Bagi yang benar-benar 'trauma' memang hendak 
melupakannya, agar bebas dari kenang-kenangan horor.
Bagi pelaku, mereka seolah-olah 'trauma', menggunakan dalih untuk bebas 
dari tuntutan hukum. Mereka hendak mempertahankan situasi 'ketiadaan hukum'.

Sering sekali keadaan 'sakit' dijadikan dalih untuk menutupi suatu 
'sikap politik'. Sepert halnya mantan presiden Suharto yang setiap kali 
harus diopname di rumah sakit, begitu ada tanda perkara korupsinya akan 
disidangkan di pengadilan dimana ia harus hadir. * * *

*Bonnie Triyana: *
*Bangsa yang Amnesia -- *

*(Koran Tempo, 5 Oktober 2009)*

Bonnie Triyana, sejarawan alumnus Universitas Diponegoro, Semarang. 
Menulis skripsi pembunuhan massal anggota dan simpatisan PKI di 
Purwodadi 1965-1969.

Beberapa saat setelah bebas dari

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – CATATAN PARTIKELIRAN 8 - BRAVO 'PERHIMPUNAN PERSAUDARAAN'!

2009-10-04 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – CATATAN PARTIKELIRAN 8*

*Minggu, 04 Oktober 2009*

**


*BRAVO 'PERHIMPUNAN PERSAUDARAAN'!*

*Sekitar Rapat Anggota Yang Sukses*


Aku menulis ini menurut apa adanya! Bukan karena aku anggota Vereniging 
Perhimpunan Perasaudaraan di Belanda! Memang tulisan ini sekadar 
'Catatan Partikeliran' mengenai rapat umum anggota Perhimpunan yang 
berlangsung hari ini dari jam 11.30 sampai jam 04.30 sore di gedung 
sekolah 'Schakel', Diemen Noord. Pertemuan tsb memang benar-benar 
berlangsung cekak-aos, zakelijk dan harmonis. Dan yang penting, sukses! 
Sekalipun tulisan ini adalah suatu catatan partikeliran, tetapi 
signifikan. Mengenai suatu pertemuan yang mengesankan! Suatu rapat yang 
antusias dan berhasil baik! Pengurus yang lama dipilih kembali dengan 
aklamasi!


Jadi, -- aku menulis tentang kegiatan Perhimpunan Persaudaraan hari ini, 
juga, samasekali bukan disebabkan karena aku kenal ketua-ketuanya, 
masing-masing Sungkono dan Farida Ishaya Rachmat dan anggota Pengurus 
lainnya. Kebetulan, hari ini Sungkono yang memimpin rapat dan Farida 
yang menyampaikan laporan kegiatan Perhimpunan selama berfungsi dua 
tahun belakangan ini sebagai pengurus hasil pilihan anggota.


* * *


Bagi pembaca yang belum mengenalnya: 'Vereniging Perhimpunan 
Persaudaraan Indonesia' di Belanda, adalah sebuah organisasi 
sosial-budaya yang terbuka. Terdiri dari orang-orang Indonesia yang 
bermukim di Belanda. A.l yang tinggal di Amsterdam, Utrecht, Zeist, 
Woerden, Anrhem, Den Haag, Leyden, Rotterdam, Purmerend, dll tempat di 
negeri Belanda. Perkumpulan orang-orang Indonesia tsb didirikan lebih 20 
tahun yang lalu. Para pengambil inisiatif dan pendirinya adalah 
orang-orang Indonesia (mengikuti istilah Gus Dur) 'yang terhalang 
pulang'. Di persekusi oleh Orba, mereka tidak mau menjerah pada 'nasib'. 
Meskipun dipaksa menjadi eksil di negeri Belanda, mereka memelihara 
semangat cinta bangsa dan cinta tanah air. Memelihara dan memperkokoh 
kepedulian terhadap Indonesia. Memelihara dan memperkokoh semangat 
solidaritas dan gotong-royong diantara anggota, dan di kalangan 
masyarakat Indonesia di Belanda.


Perhimpunan Persaudaraan tidak eksklusif. Di antara anggota-anggotanya 
juga terdapat yang bukan 'orang yang terhalang pulang'. Orang-orang 
Indonesia biasa! Kenyataan bahwa perhimpunan orang-orang Indonesia ini 
bisa bertahan selama 20 th lebih, dengan kegiatan utama di bidang 
sosial-budaya, mengungkapkan watak organisasi ini yang ulet. Yang SEPI 
ING PAMRIH, RAMÉ ING GAWÉ! Dua kegiatannya yang menonjol: Satu: Kegiatan 
solidaritas dengan perjuangan di tanah air untuk demokrasi, keadilan dan 
hak-hak azasi manusia. Kedua, melakukan kegiatan gotong-royong di antara 
sesama bangsa Indonesia di Belanda, serta mengusahakan dan menyalurkan 
bantuan/sumbangan ke tanah air, yang sesewaktu dilanda oleh bencana 
alam, seperti Tsunami, gempa bumi di Jogyakarta dan Jawa Barat. Hari ini 
mengumpulkan sumbangan menurut kemampuan untuk para korban gempa bumi di 
Padang, Bengkulu dan Riau. Yang segera akan disampaikan langsung oleh 
salah seorang anggota Perhimpunan yang akan ke Indonesia dan Padang 
dalam waktu dekat ini.


Satu segi, -- PERHIMPUNAN PERSAUDARAAN bukan organisasi politik Di fihak 
lain anggota-anggotanya bebas melakukan kegiatan politik menurut 
keyakinan masing-masing. Meskipun bukan organisasi politik, 'Perhimpunan 
Persaudaraan' bukan 'politiko-fobi'. Misalnya, ketika bangsa kita 
mengadakan PERINGATAN SEABAD BUNG KARNO, Perhimpunan Persaudaraan di 
Belanda, dengan bekerjasama erat dengan dan mendapat dukungan penuh KBRI 
Den Haag, mengorganisasi peringatan Seabad Bung Karno dengan suatu 
seminar dan pesta kebudayaan. Dutabesar Abdul Irsan ketika itu dan para 
diplomat lainnya dari KBRI, ikut berpartisipasi bersama Perhimpunan 
Persaudaraan.


Begitu juga halnya ketika Prof Dr Bob Hering, cendekiawan historikus 
Belanda, meluncurkan bukunya BIOGRAFI BUNG KARNO, Bapak Nasion 
Indonesia, lagi-lagi di KBRI Den Haag. Perhimpunan Persaudaraan aktif 
terlibat di dalam kegiatan tsb. Bahu membahu dengan KBRI Den Haag.


Benar seperti apa yang disimpulkan dalam laporan Pengurus, hubungan 
antara Persaudaraan dengan KBRI, banyak ditentukan oleh siapa yang jadi 
Dutabesar. Pada saat pemerintahan Gus Dur dan kemudian pemerintahan 
Megawati, hubungan Perhimpunan Persaudaraan dengan KBRI, adalah baik. 
Terdapat sikap saling menghormati. Saat itu, boleh dikatakan dalam 
banyak kegiatan KBRI, Perhimpunan Peraudaraan selalu diundang. Begitu 
juga dalam periode Dutabesar Mohamad Jusuf, terjalin hubungan baik 
antara KBRI khususnya dengan masyrakat Indonesia yang keberadaannya di 
negeri Belanda disebabkan oleh persekusi Orba. Namun, ketika KBRI 
memperoleh dutabesar baru yang sekarang ini, hubungan itu seperti putus 
samaekali. Dalam daftar (mailing list) KBRI seolah-olah sudah tak ada 
lagi nama organisasi Perhimpunan Persaudaraan.


Sehubungan dengan sikap baru KBRI ini

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Sukses Besar Tiongkok Adalah Berkat 'SOSIALISME Dengan Ciri TIONGKOK'

2009-10-02 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Jum'at, 02 Oktober 2009*

*---*


*Sukses Besar Tiongkok Adalah Berkat 'SOSIALISME Dengan Ciri TIONGKOK'*


*Menyambut Ultah Ke-60 Republik Rakyat Tiongkok*


Dari jauh, -- -- -- Melalui media TV, radio dan internet seluruh dunia 
ikut menyaksikan kemegahan PERAYAAN 1 OKTOBER 2009 di Tiongkok. Perayaan 
itu adalah yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah RRT. Yang 
dimulai dengan 60 tembakan meriam salvo. Frederic J. Brown, wartawan AFP 
yang turut hadir dan tampak ikut-ikut juga terpesona, dengan judul 
PERAYAAN 60TH KOMUNIS TIONGKOK MEGAH, menulis a.l:


'Pasukan wanita milisia Tiongkok turut ambil bagian dalam parade 
peringatan 60^th berkuasanya Partai Komunis di Lapangan Tiananmen pada 
parade hari nasional di Beijing. Barangsiapa peduli dengan sejarah 
modern Tiongkok, khususnya mengenai perang dalam negeri antara KMT dan 
PKT, tidak heran dengan turut sertanya milisia wanita dalam parade 
militer itu. Karena tau bahwa di P. Hainan, ketika berlangsung perang 
gerilya yang memimpin revolusi agraria di situ, kekuatan bersenjatanya 
a.l terdiri dari pasukan gerilya yang dikenal dengan nama Detasemen 
Wanita Merah. Mao Tsetung pernah mengatakan bahwa WANITA ADALAH 
PENYANGGA SEPARUH LANGIT. Epik perjuangan bersenjata Detasemen Wanita 
Merah di P Hainan tsb diangkat menjadi sebuah film cerita dan seni tari 
balet. Dengan demikian hendak menunjukkan penghargaan dan perhatian 
terhadap peranan wanita dalam revolusi. Film Detasemen Wanita Merah tsb 
pada tahun 1950-an pernah dipertunjukkan di bioskop-bioskop Jakarta. 
Kebetulan aku pernah melihatnya!


Tulis Brown lagi: Parade militer dan pawai megah dan kolosal ditampilkan 
untuk melambangkan kemajuan dan kebangkitan raksasa Asia ini. Parade 
melibatkan 500 tank dan berbagai peralatan baru militer produksi dalam 
negeri, termasuk 150 pesawat yang bermanuver di udara. Komentar orang: 
Sungguh suatu SPEKTAKEL!


Dua hal yang ditonjolkan dalam liputan AFP tsb. Bahwa peringatan itu 
megah! Dan bahwa peringatan itu adalah peringatan TIONGKOK KOMUNIS. 
Meskipun peringatan itu adalah peringatan nasional dan dirayakan oleh 
seluruh bangsa, namun Wartawan Brown tidak salah. Kemegahan 1 Oktober 
tsb adalah prestasi kaum Komunis Tiongkok. Adalah kemegahan Komunis 
Tiongkok.


Menyaksikan perayaan Ultah ke-60^ RRT dan mengikuti pemberitaan mengenai 
kemajuan yang dicapai Tiongkok, 'kita-kita' ini merasa turut gembira, 
ikut bangga. Tiongkok adalah satu-satunya negeri di Dunia Ketiga yang 
sekarang ini berhasil menduduki tempat SEJAJAR dengan kekuatan-kekuatan 
ekonomi dan militer di dunia, khususnya Amerika Serikat. Suatu kekuatan 
raksasa di arena internasional yang ikut menentukan haridepan Asia dan 
dunia. Ini merupakan perkembangan dan kemajuan Tiongkok yang luar bisa. 
Dengan membandingkan situasi Tiongkok lebih 60 th yang lalu, selagi 
Tiongkok di bawah KMT. Tiongkok ketika itu merupakan negeri yang 
terbelakang, lemah, kacau, miskin dan tergantung pada luar. Sedangkan di 
dalam negeri tak henti-hentinya berkecamuk perang dalam negeri yang 
berkepanjangan.


* * *


Sekarang, seperti termanifestasi dalam Perayaan di Lapangan Tianmen 
Tiongkok adalah sebuah negeri yang makmur, maju, kokoh dan stabil, 
bersatu dan hamornis.

Betapapun orang punya 'pendapat begini' atau 'begitu' terhadap 
perkembangan di Tiongkok dewasa ini, terpaksa mengakui bahwa MEREKA 
BERHASIL. Sosialisme Tiongkok sukses!


Antusiasme 'kita-kita' ini, orangAsia, yang sama-sama dari Dunia Ketiga, 
tercermin juga a.l dari tulisan Dahlan Iskan, pemimpim s.k. Jawa Pos, 
yang hadir di situ (rupanya) atas undangan fihak Tiongkok. Baca saja 
artikelnya di Jawa Pos, hari ini 02 Oktober, 2009, berjudul SHO ZHANG 
HAO! Artinya: Baik Komandan! Tolong cek Bung Chan CT apa sudah benar 
terjemahan itu, I.I.


* * *


Tahun 2008, dunia menyaksikan keunggulan dan kemegahan Republik Rakyat 
Tiongkok dalam mengorganisasi pesta olah-raga Olympiade Beijing. 
Olympiade Beijing mendemonstrasikan kebolehan dan keunggulan banyak 
olahragawan Tiongkok. Pesta olahraga internasional itu diakhiri megah 
dan indah dengan Tiongkok menggondol medali emas dan jumlah total medali 
paling atas. Negeri-negeri Dunia Ketiga, ikut bergembira dan bangga atas 
sukses yang dicapai Tiongkok.


Memasuki Ultah Ke-60, Republik Rakyat Tiongkok tampil sebagai 
satu-satunya, dan mungkin dalam skala dunia keseluruhan , sebagai negeri 
dunia ketiga yang paling berhasil melampaui dengan 'selamat' krisis 
finansial global yang melanda ekonomi dunia belakangan ini. Sehubungan 
dengan ini, *Orville Schell*, Direktur Centre Hubungan AS-Tiongkok di 
Asian Society, menulis al sbb: Adalah menggoncangkan secara intelektual 
dan politik menyaksikan bahwa, --- bila Barat tidak bisa cepat 
membereskan sistim pemerintahannya,  hanyalah negara-negara yang 
secara politik belum-direformasi, negara-negara seperti Tiongkok, yang 
akan mampu mengambil keputusan yang diperlukan suatu nasion, untuk bisa

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - BERTELADAN Pada 'MADRES DE LA PLAYA MAYO' ARGENTINA -- JADILAH PEMBERANI !!

2009-09-30 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA *

*Rabu, 30 September 2009*

*---*


*BERTELADAN Pada 'MADRES DE LA PLAYA MAYO' ARGENTINA *

*JADILAH PEMBERANI !!*


Sudah 44 tahun berlalu! Pelanggaran terbesar terhadap Hak-hak Azasi
Manusia di Indonesia, dimulai ketika Jendral Suharto membangkang
terhadap Presiden Sukarno dan mengambil alih pimpinan Angkatan Darat
di tangannya sendiri. Sejak itu dimulai suatu kampanye persekusi
terbesar dalam sejarah Indonesia terhadap orang-orang PKI,
simpatisan PKI, yang dianggap PKI dan pendukung-pendukung Presiden
Sukarno. Pembantaian masal yang merupakan bagian terpenting dari
persekusi Jendral Suharto itu, makan korban antara 500.000 sampai 3
juta warganegara yang tak bersalah. Mereka ditangkap, disiksa dan
dipenjarakan. Mereka ditangkap tengah malam dan tidak kembali untuk
selama-lamnya.Mereka ditangkap dan kemudian dibuang ke pulan Buru.
Lebih sepuluh tahun lamanya dipenjarakan dan dibuang ke pulau Buru,
disekap disitu tanpa tuduhan dan tanpa proses peradilan apapun.



Oleh karena itu tidaklah berkelebihan menyatakan bahwa persekusi tsb 
merupakan PELANGGRAN HAM TERBESR DI SEPANJANG SEJARAH REPUBLIK 
INDONESIA. Itulah sebabnya 'kasus 1965' ini tak boleh dibiarkan terkunci 
dalam memori selektif bangsa ini. Kasus ini harus dibuka. Alasan atau 
dalih apapun tidak boleh membiarkan kebiadaban terkejam yang terjadi 
sejak berdirinya rezim Orde Baru, dibiarkan begitu saja. Kasus Peristiwa 
1965 harus diurus, diajukan ke pengadilan. Yang bersalah harus dihukum. 
Para korban harus dibersihkan nama baiknya dan direhabilitasi hak-hak 
politik dan kewarganegaraannya. Hanya inilah jalan satu-sastunya yang 
benar dan solid menuju suatu REKONSILIASI NASIONAL .



* * *



Argentina pernah mengalmi rezim diktatur militer serupa seperti yang 
terjadi di Indonesia. Korban yang jatuh tidak sebesar di Indonesia. 
Namun, meliputi puluhan ribu warganegara yang tak bersalah. Kekajaman 
rezim militer Jorge Rafael Videla di Argentina ketika itu tidak kalah 
dengan kebiadaban rezim Orba.



Namun, di Argentina -- ini bedanya dengan Indonesia -- sejumlah ibu-ibu, 
terkenal dengan nama MADRES DE LA PLAYA MAYO, dengan keberanian luar 
biasa, tak takut ancaman dan tak taku mati, berjuang terus, melakukan 
aksi, mengadakan demonstrai setiap hari Kemis selama hampir 30 tahun 
lamanya di lapangan LA PLAYA DE MAYO dimuka Istana Presiden. Mereka 
menuntut keadilan! Menuntut keadilan bagi suami, putra, putri, abang, 
adik, paman yang HILANG pada suatu malam diculik oleh aparat rezim 
militer Argentina.



Perjuangan mereka berhasil! Dalam pada itu rezim diktatur militer 
Argentina terguling. Digantikan oleh rezim yang demokratis. Demonstrasi 
para ibu-ibu tsb jalan terus. Akhirnya pemerintah hasil -- pemilu 
Argentina mulai manangani masalahnya. Yang bertanggungjawab atas 
pelanggran HAM: Jendral- jendral, opsir-opsir dan aparat intel, satu 
persatu diajukan ke pengadilan, diadili dan dijatuhi hukuman setimpal.



* * *



Mengenai LAS MADRES PLAYA DE MAYO tsb budayawan Goenawan Mohammad dalam 
Catatan Pinggirnya ( Caping ), khusus memberikan tanggapan. Dalam 
tulisan tsb Goenawan Mohammad menggugah orang-orang Indonesia supaya 
BERANI. Gugahan ini sesuai seruan penyair Widji Thukul, yaitu LAWAN!



Kolom Ibrahim Isa tertanggal 18 Juli 2009, memberikan sedikit pangantar 
atas tulisan Goenawan Mohamad tsb. Di bawah ini dikutip tulisan dalam 
kolom Ibrahim Isa, sbb:


*'CAPING' . . . GOENAWAN YANG MENGGUGAH SUPAYA BERANI!*



Menggugah! Itu kesan dan reaksi pertama sesudah membaca 'Caping' -- 
Catatan Pinggir -- Goenawan Mohammad di Tempo. Kesan berikutnya: Tulisan 
Goenawan berjudul 'ESTABA LA MADRE' , mengetuk hati nurani. Begitu 
ceriteranya, demikian pula messagenya. Tak diragukan, message Goenawan 
ialah, supaya jadi orang PEMB E R A N I ! Berani MENGGUGAT! Supaya jadi 
manusia-manusia berani seperti Ibu-Ibu Argentina yang muncul setiap 
Kemis di Playa de Mayo, Buenos Aires. Mereka berunjuk-rasa di depan 
Istana Presiden setiap Kemis itu begitu 'berani'. Sampai-sampai dibilang 
'gila'. 'Gila' karena BERANI MENGGUGAT di negeri yang selama berkuasanya 
rezim militer diliputi penuh ketakutan. Dan . . . demo itu bukan satu 
dua kali, atau satu dua minggu! Tetapi s e t i a p Kemis, selama lebih 
dari 20 tahun. SUNGGUH ULET. Sungguh mengharukan dan memberikan inspirasi!



Yang mereka tuntut, tanya dan dengungkan tidak lain: Kemana anak-anak, 
suami, sanak saudara kami yang 'DIHILANGKAN' oleh rezim militer Jorge 
Rafael Videla, pada masa-masa THE DIRTY WAR di Argentina. Ketika itu 
kaum Kanan melakukan pengejaran, pembersihan serta pembasmian terhadap 
golongan Kiri. Memang, di sini harus dijelaskan: -- Sasaran dan korban 
rezim militer Videla adalah kaum Kiri, banyak diantaranya orang-orang 
Komunis dan simpatisannya. Fadela sendiri adalah dari golongan militer 
Kanan Konservatif yang anti-Komunis.



Seperti halnya di negeri kita selama

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Peranan SUKARNO-HATTA Di Konferensi LINGGARJATI

2009-09-29 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Selasa, 29 September 2009*

**


*Peranan SUKARNO-HATTA *

*Di Konferensi LINGGARJATI*

*Jabar, November 1946*

*1*


Tema tsb di atas adalah salah satu fasal dari acara 'Seminar Dan Pameran 
Konferensi Linggardjati; Jembatan Bagi Haridepan Hubungan 
Indonesia-Nederland'. Fasal ini disampaikan oleh Dr dr Hoesein Rusdhy, 
historikus. Suatu kegiatan bertemakan salah satu periode dalam revolusi 
kemerdekaan Indonesia. Penyelenggara: Kedutaan Besar Republik Indonesia 
di Nederland. Berlangsung pada hari Senin, tg 28 September 2009. 
Lokasinya di di Aula Koninklijke Bibliotheek, Den Haag. Mulai jam 08.30 
pagi.


Wah, . . . . untuk Francisca Pattipilohy dan aku yang dapat undangan 
tertulis per pos, jam 08.30 itu terlalu pagi. Bayangkan kami tinggal di 
Amsterdam. Harus menggunakan kendaraan umum, karena tidak punya mobil 
sendiri. Maka berangkat dari rumah persis jam 06.30 pagi, agar tidak 
terlambat. Mempertimbangkan kegiatan ini penting maka kami tepat pada 
waktunya hadir di situ.


Undangannya formal sekali. A.l begini bunyinya: 'The Ambassador of the 
Republic of Indonesia H.E. Junus Effendi Habibie request the pleasure of 
the company of I. BRAMIJN, at the Seminar  Exhibition on Linggardjati 
Conference', . . . . dst. Nama I. Bramijn tsb adalah nama yang tertera 
di pasporku. Undangan datang dari KBRI. Yang mengajukan nama-nama kami 
adalah seorang sahabat Belanda. Anyway, terima kasih kepada KBRI, kepada 
moderator seminar, Pak Firdaus. Pertama-tama tentu 'bedankt' kepada 
kawan Belanda itu. Beberapa hari sebelum seminar dibuka, PPI Leiden juga 
mendapat undangan. Lalu, lewat Jaringan Kerja Indonesia (JKI) diserukan 
oleh PPI agar yang berminat supaya hadir.


* * *


Satu pertanyaan! Benarkah Konferensi Linggardjati (1946) adalah suatu 
'JEMBATAN HARI DEPAN' Hubungan Indonesia Belanda, sperti dirumuskan 
dalam daftar acara seminar? Freedom of speech: Boleh-boleh saja 
menafsirkan demikian. Namun, tidakkah penafsiran itu terlalu berat 
sebelah? Bahkan berlebihan! Bukankah 'hasil-hasil' yang dicapai dalam 
Konferensi Linggardjati, telah diinjak-injak di hadapan dunia 
internasional oleh fihak Belanda? Pada waktu mereka melancarkan agresi 
militer pertama (21 Juli -- 05 Agustus 1947) terhadap Republik 
Indonesia? Dengan amat sinis dan munafik di sidang Dewan Keamanan PBB), 
utusan Belanda menyatakan bahwa agesi mereka terhadap Republik Indonesia 
itu, adalah 'urusan dalam negeri'; bahwa 'Belanda tidak pernah mengakui 
campur tangan luar' terhadap urusan 'dalam negeri' Belanda? Sejak semula 
Belanda menyatakan agresinya itu sebagai 'politieonele actie'. Lebih 
gawat lagi! Sesudah ceasefire dideklarasikan, kemudian diteruskan dengan 
Perundingan Renville dipimpin oleh PM Mr Amir Syarifuddin di fihak 
R.I, fihak Belanda, untuk kedua kalinya melakukan agresi total terhadap 
Republik Indoneisa (19 Desember '48 -- 05 Januari 1949), sampai 
menduduki Jogyakarta dan menangkap pemimpin-pemimpin Republik Indonesia: 
Presiden Sukarno, Wapres Moh Hatta dan pemimpin lainnya. Tujuannya 
jelas: Melikwidasi Republik Indonesia! Baru ketika Belanda sadar bahwa 
bangsa Indonesia pantang menyerah serta melancarkan perang gerilya 
dipadu dengan ofensif diplomatik di arena internasional, Belanda agak 
mawas diri. Belanda terpaksa menerima campur tangan internasional, 
terutama dari Amerika Serikat. Baru pada saat itulah kiranya, 'jembatan 
hari depan' sedikit-sedikit mulai tampak.


Itu terjadi terutama disebabkan oleh perjuangan bangsa kita sendiri. 
Perjuangan nasional yang berpadu dengan tekanan (AS) kepada Belanda. 
Bertolak dari kepentingannya sendiri (strategi global Perang Dinginnya) 
AS mendesak Belanda segera mengakhiri kolonialismenya di Indonesia. 
Belanda di desak AS agar lebih memfokuskan pada memperkokoh persekutuan 
AS-Eropah, NATO. Barulah sesudah Konferensi Meja Bundar (1949) berakhir, 
formal Belanda mengakhiri kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Barulah 
kita bisa bicara tentang 'jembatan bagi haridepan hubungan 
Indonesia-Belanda'.


Diteliti lebih dalam, bertolak dari strategi perjuangan semesta Republik 
Indonesia yang memadukan perjuangan gerilya dengan ofensif diplomatik di 
PBB, dunia Sosialis dan dunia Islam, maka Konferensi Linggardjati itu, 
adalah bagian integral dari suatu peperangantotal. Perang tanpa 
pertumpahan darah. Suatu pertarungan sengit di bidang diplomasi. Sekitar 
inilah para pemimpin nasional Indonesia, khususnya mantan PM Sutan 
Sjahrir, menunjukkan keunggulannya dalam perjuangan di bidang diplomatik.


* * *


Bicara mengenai 'JEMBATAN BAGI HARIDEPAN HUBUNGAN INDONESIA-BELANDA', 
pertama-tama catat dulu, sifatnya pada permulaan adalah kolonisasi 
Belanda atas Indonesia. Untuk menciptakan jembatan yang benar, bagi 
haridepan hubungan ini, hubungan antara kolonisator dan koloni dulu itu 
mesti diakhiri. Historis, yang memulai membangun 'jembatan' hubungan 
Indonesia-Belanda yang SETARA dan SALING MENGHORMATI, samasekali bukan

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - PELAJARAN Dari 'PERISTIWA 1965'

2009-09-25 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA*

*Sabtu, 25 september 2009*

*---*

*REKONSILIASI -- PERSATUAN NASIONAL Dan*

*PELAJARAN Dari 'PERISTIWA 1965'*



* * *



Sejak gelombang Reformasi mengakhiri rezim Orba 11 tahun yang lalu, 
penulisan maupun analisis mengenai Peristwa G30S 1965 dan pembantaian 
masal terhadap 1 sampai 3 juta warganegara tak beraslah, terus mengalir. 
Seakan-akan membanjiri kios-kios dan toko-buku. Penulisan, komentar 
maupun studi mengenai 'Perisitiwa 1965', akan berlangsung terus. Tak 
akan mengendur selama kabut misteri masih menutupinya.



Adalah pertanda positif bahwa banyak penulis dan sejarawan muda 
meneruskan serta menggiatkan studi, analisis dan penulisan mengenai 
masalah tsb. Pembacapun menunjukkan sikap lapang dada dan kesabaran. 
Sambil masyarakat meneruskan kegiatan yang resultatnya akan merupakan 
sumbangan bagi PELURUSAN SEJARAH, bagi REKONSILIASI NASIONAL dan 
PERSATUAN NASIONAL. Di lain fihak akan merupakan sumbangan terhadap 
usaha memberlakukan keadilan terhadap para korban 1965 serta keluarganya 
yang berjumlah sekitar 20 juta wargengara tak bersalah.



Sejalan dengan semangat tsb diatas, di bawah ini dipublikasikan kembali 
tulisan sekitar Peristiwa 1965 (a.l. Diterbitkan di Forum Leuven), yang 
ditulis enam tahun yang lalu.



*Kolom IBRAHIM ISA* http://forumleuven.org/index.php/archives/10

*(Forum Leven, Forum Diskusi Sejarah Bangsa, 27.09.2003* 
http://forumleuven.org/index.php/archives/10

Memperingati Peristiwa 65? Untuk Mengakhiri Era-Impunity dan 
Rehabilitasi Para Korban http://forumleuven.org/index.php/archives/10



Bung Karno benar sekali, ketika memberikan nama GESTOK, pada peristiwa yang
terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar jam 03.00 pagi hari. Bukan 
nama G30S, Gerakan 30 September, seperti yang disebut oleh para pencetus 
gerakan, dan bukan juga GESTAPU, seperti penamaan yang diberikan oleh 
Jendral Suharto (dengan maksud menarik persamaan dengan organisasi fasis 
Hitler, GESTAPO), Presiden Republik Indonesia memberikan nama GESTOK, 
artinya gerakan yang terjadi pada tanggal 1 Oktober. Dari segi nama 
saja, apa yang terjadi ketika itu, sudah terdapat perbedaan tanggapan. 
Apalagi mengenai hakikat dan isi gerakan tsb.

Ada sejumlah pengamat (termasuk dari kalangan militer) menilai gerakan 
itu, dengan sangat beralasan sebagai suatu gerakan intelijen tentara. 
Dilakukan oleh segolongan tentara terhadap golongan tentara lainnya di 
dalam angkatan bersenjata. Segolongan 'mmembersihkan' segolongan 
lainnya. S.k. PKI Harian Rakyat, pada tanggal 1 Oktober '65, menilai 
G30S sebagai gerakan yang terjadi di kalangan AD, dilakukan oleh 
segolongan perwira patriotik untuk membela Presiden Sukarno.

Bicara mengenai penyebab G30S, Presiden Sukarno menyebut empat faktor, 
yaitu:

1. Keblingernya pemimpin-pemimpin PKI;
2. Lihaynya nekolim;
3. Adanya oknum yang tidak benar. (Manai Sophiaan - KEHORMATAN BAGI YANG 
BERHAK - Bung Karno tidak terlibat G30S/PKI , 1994).

Menurut mantan Waperdam RI, Dr. Subandrio, Kol. Untung, pemimpin G30S, yakin
sekali bahwa Jendral Suharto ada di belakang G30 (Bukankah Kol Latief 
beberapa jam sebelumnya sudah memeritahukan hal ini kepada Jendral 
Suharto?). Subandrio juga yakin betul bukan PKI yang mendalangi G30S 
--(Memoar Subandrio dan Kesaksiannya). Dokumen-dokumen PKI sendiri, a.l. 
(Otokritik Politbiro CCPKI,1966). mengungkapkan bahwa sementara pimpinan 
PKI, dengan mengenyampingkan ketentuan organisasi, telah melibatkan diri 
dengan petualangan G30S, tapi menegaskan bahwa soal itu adalah soal 
intern AD. Dokumen PKI itu menyatakan bahwa tindakan tsb adalah suatu 
avonturisme. Main-main dengan revolusi. Prof. Wertheim, menganalisa 
bahwa G30S didalangi oleh CIA/Suharto melalui agen-agen yang 
diselundupkan ke dalam gerakan tsb, yaitu Syam Kamaruzzaman. PKI 
termasuk perangkap.

Ada sementara analisis yang menyatakan bahwa andaikata sesudah 
terjadinya peristiwa tsb, DN Aidit, ketua PKI, dan Bung Karno, Presiden 
Republik Indonesia, diajukan ke pengadilan yang sesuai dengan ketentuan 
hukum yang adil, maka kemungkinan besar kabut misteri yang meliputi 
G30S, dimana telah dibunuh 6 Pati ABRI dan seorang perwira menengah, 
akan terkuak. Tetapi, Jendral Suharto c.s. cepat-cepat melikwidasi DN 
Aidit (Kesaksian Kolonel Hadisubroto dalam sebuah wawancara dengan 
Kompas), dan kemudian menjadikan Presiden Sukarno tahanan politik dalam 
keadaan sakit, terisolasi total dan jauh dari pengobatan yang normal 
terhadap penyakit yang diidapnya, dibiarkan demikian sampai meninggal 
dalam keadaan sengsara dan amat menyedihkan. Tanpa ada satu buktipun 
atau proses pengadilan yang membuktikan kesalahan beliau, sebagaimana DN 
Aidit ditembak mati tanpa proses pengadilan apapun.

Nyatanya, pelbagai analisis dan penilaian tentang G30S, masih berjalan 
terus, masih diperlukan waktu untuk lebih banyak bahan bukti dan 
kesaksian untuk bisa mengungkap samasekali tabir misteri dan rahasia 
yang menutupi G30S. Kabut tebal misteri

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan PARTIKELIRAN – (5) - PRADUGA Dan PRASANGKA NEGATIF PRA DUGA Dan PRASANGKA NEGATIF,,Oleh : M IRDAYANTI Yanti, Dosen di Bonn, Jer man

2009-09-19 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Catatan PARTIKELIRAN – (5)*

*Sabtu, 19 September 2009*

*-*



*PRADUGA Dan PRASANGKA NEGATIF*

*Oleh : MIRDAYANTI Yanti, Dosen di Bonn, Jerman*


Mirdayanti, seorang dosen generasi baru, sudah beberapa tahun lamanya 
bekerja dan berdomisili di Bonn, Jerman. Tergugah oleh sebuah artikel 
mengenai ANAK 'ALLOCHTOON Dan WANITA MUSLIM BERJLIBAB di Belanda, ia 
menulis sebuah tanggapan. Yanti mengangkat sikap praduga dan prasangka 
sementara kalangan di Jerman terhadap orang-orang migran asal Turki.


Tulisan Yanti mengungkap juga bahwa bangsa Jerman dewasa ini, 
sesungguhnya menyadari betapa negatifnya sikap anti-semitisme masa 
lampau serta sikap berprasangka dan berpraduga terhadap orang-orang yang 
berkultur, bertradisi dan beragama lain.


Mirdayanti menuturkan apa yang dilihat dan dialaminya sendiri di Jerman.


Bicara mengenai masalah sikap berpraduga dan berprasangka, Yanti 
mengarahkan pandangannya ke ngeri kita. Ia mengecam sementara sikap yang 
apriori terhadap orang-orang asing berkulit-putih. Tulis Yanti:


'Apalagi kalau kita sudah menyentuh masalah tema stigma komunisme, 
marxisme, etc. Ini lebih parah lagi. Sulit mengembalikan otak-otak yang 
sudah tercuci selama 30 tahunan memang, termasuk otak-otak para pemimpin 
negara kita dan sebagian kaum intelektualnya (catatan: sebagian!!!). 
Buktinya, dari pada membaca dulu sebuah buku tentang pelurusan sejarah, 
maka baru mendengar judulnya saja mereka-mereka yang berprasangka sudah 
langsung ingin membakar buku tersebut misalnya'.


Yanti juga dengan tulus memeriksa fikirannya sendiri. Ditulisnya:


'Tapi saya pun sering bertanya pada diri sendiri: Sudahkah saya bersih 
dari prasangka-prasangka negatif saya? Kadang jawaban jujurnya cukup 
membuat saya malu sendiri'.


Silakan membaca selengkapnya artikel yang ditulis Yanti,

sbb:


* * *

*Oleh : MIRDAYANTI 15 Sept 2009*


Pak Ibrahim yb.,


Isi ceritanya sangat mengagumkan. Demikianlah, kadang kita bisa mengukur 
kepribadian orang sudah cukup dari sikap spontanitas yang mereka 
tunjukkan ketika menolong seseorang, tanpa berpikir dan berpraduga, apa 
latar belakang orang lain yang mereka hendak bantu atau hendak mereka 
sentuh.


Yang saya ketahui bahkan di negara-negara berlatar belakang budaya 
Islam, orang-orang tua secara adat dan tradisi sangat dihormati. Sama 
seperti di Indonesia juga. Semakin seorang anggota keluarga berusia 
senior, semakin dituakan oleh anggota keluarga yang lain dan anak-anak 
kecil pun ikut mencontoh menghormati kaum-kaum senior. Bukannya dibuang. 
Maka wajar kalau Pak Ibrahim yang jatuh dari sepeda akan langsung 
ditolong si anak kecil dan si Mbak berjilbab dari Maroko itu.


Banyak memang prasangka dan praduga yang tidak benar dilontarkan kepada 
orang-orang asing atau keturunan asing di Eropa. Kalaupun kebetulan ada 
segelintir dari mereka yang melakukan hal-hal kriminal atau yang agak 
kotor misalnya, namun tidak berarti semua orang asing atau keturunan 
asing mesti begitu.


Biasanya tulisan-tulisan di media akan sangat mempengaruhi para 
pembacanya. Di sinilah pentingnya media-media di Belanda maupun di 
kawasan Eropa lainnya untuk turut mencerahkan dan mendidik publik 
melalui tulisan-tulisan mereka.


Di Jerman sendiri saya sangat sering mendengar nada-nada yang begitu 
miring tentang orang-orang Turki yang merupakan kelompok masyarakat 
asing terbesar di Jerman. Mereka sudah memiliki keturunan lebih dari 4 
generasi di sini. Jadi, sudah banyak sekali yang lahir dan dibesarkan di 
Jerman, berbahasa Jerman dan hidup lebur dalam budaya Jerman, walaupun 
sebagian besar memang terus memeluk agama leluhurnya: Islam. Namun tentu 
saja dengan tingkat level religiositas yang berbeda-beda: ada yang 
memang nyantri, ada yang abangan, ada yang moderat, atau bahkan yang 
cuek sama sekali. Selebur apa pun masyarakat Turki dalam budaya dan 
kehidupan Jerman, tetap saja nada-nada miring dari masyarakat Jerman 
terhadap orang-orang Turki terasa sekali lebih menggema dibandingkan 
misalnya prasangka negatif terhadap keturunan asing lainnya. Bukan 
prasangka kriminal, tetapi lebih ke prasangka sosial dan kebiasaan. 
Misalnya sering disebutkan bahwa orang-orang Turki, terutama yang 
tua-tuanya, sering disebutkan tak ingin melebur atau tak bisa berbahasa 
Jerman dengan baik, konservatif, selalu pakai kerudung, dsb.


Sebenarnya masyarakat Jerman sudah jera dengan kisah antisemitisme 
Hitler di jaman sebelum PD II yang karena akibat rasialisme mereka 
terhadap keturunan Yahudi dan keturunan asing lainnya di Jerman saat 
itu, maka sejarah mereka menjadi sangat buram dan memalukan. Lama sekali 
bangsa Jerman generasi pasca PD II harus menanggung 'beban sejarah' ini 
di pundak mereka dan tak ingin membicarakannya, karena malu. Namun 
sekarang bangsa Jerman sudah sangat terbuka dalam soal sejarah gelap 
mereka. Mau mengakuinya, membicarakannya, memfilmkannya, menorehkannya 
dalm buku-buku sejarah sekolah, dan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA Berbagi Cerita - SELAMAT ULTAH (Ke-88) Untuk Mas SETIADI REKSOPRODJO

2009-09-18 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita*

*Jum'at, 18 September 2009*

*---*


*SELAMAT ULTAH (Ke-88)*

*Untuk Mas SETIADI REKSOPRODJO*


Pagi ini kubaca di Facebook, diberitakan oleh Witaryono: BAPAK SETIADI 
REKSOPRODJO hari ini, 18 September, berusia 88 th. Aku bilang kepada 
Murti, baik kita tilpun langsung saja Mas Setiadi. Beliau hari ini genap 
berusia 88 th dan masih sehat walafiat, fisik dan mental. Kira-kira jam 
9.00 waktu Amsterdam, aku tilpun Mas Setiadi.


'Dari siapa?', tanya seorang wanita dari rumahnya Mas Setiadi, Jalan 
Sibayak No 4. Jakarta. 'Oh,bilang saja dari negeri Belanda. Dari 
Amsterdam'.

'Tunggu sebentar, ya Pak', kata wanita itu. Kedengaran di tilpun suara 
wanita itu kepada Mas Setiadi: Pak ada tilpun dari negeri Belanda.


Mas Setiadi segera mengambil tilpun itu: 'Ya, halo', kata Mas Setiadi. 
'Ya, siapa?'

'Saya, Ibrahim Isa, dari Amsterdam'.

'Oh, Isa?', kata Mas Setiadi. Langsung saja kami berdua menyanyikan lagu 
PANJANG UMURNYA, Panjang Umurnya, Panjang Umurnya Serta Muliyaaa! 
Hip, hip huraa'. Segera terdengar suara Mas Setiadi geli tertawa. 
Biasanya beliau hanya senyum saja. Jarang tertawa sampai terdengar. Kali 
ini beliau tertawa terkekeh-kekeh.


'Kok tau saja', kata Mas Setiadi sambil mengucapkan terima kasih.


Aku bilang, aku tau dari Witaryono (puteranya Mas Setiadi) yang 
memberitakannya di Facebook. Tau enggak Facebook? Menurut pengelolanya, 
sekarang anggotanya sudah melebihi 300 juta. Kalau dipasang berita di 
situ, seluruh dunia tau.


Wah, kata Mas Setiadi, saya sudah tidak mengikuti lagi perkembangan 
internet yang begitu cepat.


* * *


Kutanyakan bagaimana kesehatannya. Ya, baik-baik saja, katanya. Masih ke 
kantor, tanyaku lagi. Ya, masih, katanya. Tetapi tidak setiap hari, 
seperti dulu. Kalau diperlukan saja. Tidak reguler, katanya.


Lalu Mas Setiadi cerita bahwa ia sekarang sedang menulis (buku), Ia 
cerita tentang apa yang ditulisnya. Biarkanlah Mas Setiadi sendiri nanti 
yang memberitahukannya kalau buku itu sudah selesai. Pokoknya, yang 
sedang ditulisnya ialah tema yang penting. Beliau juga cerita bahwa 
cukup sibuk di Jakarta, sehingga terkadang sulit cari waktu untuk menulis.


Aku fikir manusia senior ini memang luar biasa. Sudah mencapai usia 88 
th masih cukup kesibukan. Masih menulis buku. Luar biasa! Dua kali jadi 
meneri RI dua kali masuk penjara! Masih saja bersemangat dan militan!


Aku bertanya: Mas, apa resepnya kok sampai sekarang Mas masih mantap 
saja, masih sehat dan melakukan kegiatan seperti yang muda-muda itu. 
Beliau tertawa mendengar pertanyaanku itu. Harus menemukan sendiri 
resepnya itu. OK-lah. Kapan jalan-jalan lagi ke Amsterdam, kataku. Kalau 
mau menulis buku datanglah ke sini. Di sini bisa dengan tenang menulis, 
di rumah kami. Pasti lancar. Mau berapa lama juga boleh.


Mas Setiadi tertawa lagi. Yaah, katanya. INSYAALLAH!


Ya, itulah, katanya. INSYAALLAH itulah salah satu resep tadi itu. 
Bagaimana maksudnya Mas?, tanyakau. Ditegaskannya, maksudnya yang 
penting JANGAN NGOYO!


Tapi bukan alon-alon asal kelakon, toh mas?, tanyaku balik.

'Tentu, tidak boleh alon-alon asal kelakon' jawabnya tandas.


Jadi dua hal tadi itu resepnya ya Mas? kataku. Satu: JANGAN NGOYO -- 
INSYA ALLAH. Tetapi jangan 'alon-alon asal kelakon'. Boleh ini saya 
sampaikan ke teman-teman Mas? Ya, saya tak tau apa itu rahasia, katanya 
lagi. Tetapi ia tak melarang aku meneruskannya kepada teman-teman.


Lama kami bercakap-cakap. Percakapan lewat tilpun itu berlangsung 
lancar, gembira dan penuh antusiasme. Seakan-akan seperti pada tahun 
limapuluhan abad lalu, ketika kami bersama-sama melakukan kegiatan dalam 
gerakan perdamaian dunia. Mas Setiadi penah menjabat sebagai salah satu 
Ketua World Peace Council yang berpusat di Wina ketika itu. Beliau juga 
anggota Biro Dewan Perdamaian Dunia tsb.


Kami juga sempat ngomong-ngomong tentang situasi politik Indonesia 
dewasa ini.

Pengamatan dan analisa beliau, masih sama tajamnya seperti dulu.


Mas Setiadi Reksoprodjo adalah manusia langka di Indonesia! Manusia 
teladan! Ulet, sabar dan oprimis!


SELAMAT BERULTAH MAS!

Sekalian SELAMAT HARI RAYA IDIL FITRI. IED MUBARAK,

Mohon MAAF LAHIR BATHIN! * * *




[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S Focus - On INDONESIA – MALAYS IA HEATED RELATIONS

2009-09-16 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA'S Focus *

*On /INDONESIA – MALAYSIA HEATED RELATIONS/ *

*Wednesday, September 16, 2009 *

**
/*
*/*FOLKLORE AND TRADITIONAL ARTS ARE TOO EASILY HIJACKED…..* *By 
Malaysia*



/*By Tuti Sunario for Indonesia Digest*/

*INDONESIAN BATIK: Unesco to declare as World Heritage  *

 *
 *Relations between Indonesia and Malaysia have been heating up lately. 
For some two months now the Indonesian public has been outraged by 
Malaysia’s “claim” that the Balinese “pendet” or welcome dance forms 
part of Malaysian tourist cultural attractions. This dance was shown in 
a trailer in the “Visit Malaysia” broadcast over the Discovery Channel.
 
The “claim” has brought an uproar with protests coming from Parliament, 
political parties to the man in the street. For this was not the first 
of such claims by Malaysia. Indonesians are still sore over the loss of 
the islands of Sipadan and Ligitan to Malaysia, by reason that Malaysia 
has developed and built resorts on these islands. Earlier, Malaysia’s 
film ads in the “Visit Malaysia” campaigns have included the “Rasa 
Sayange” song from the Moluccas in Eastern Indonesia, the “wayang” , the 
“reog ponorogo” dance from East Java, the “angklung” bamboo instrument 
from West Java, and more, all claiming to be “Malaysian”.
 
Malaysia’s explanation so far has been that “Malaysians and Indonesians 
are within one ethnic grouping (serumpun), and these cultural features 
have been brought to Malaysia by Indonesians who have migrated to that 
country”.
 
*Different concepts of the word “Malay” in Malaysia and Indonesia 
* 
It appears, therefore, that the word “Malay” has different connotations 
in Malaysia to that as understood in Indonesia. In Indonesia the word 
“Malay” denotes an ethnic group, residing predominantly in the Riau 
islands and Riau mainland, parts of North and West and Southern Sumatra 
and parts of Kalimantan. However, in Sumatra itself there are a number 
of other ethnic groups, such as the Batak, Nias, Mentawai, Kubu or even 
the Minangkabau and  Acehnese who do not call themselves “Malay”.

Indonesia comprises more than 300 different ethnic groups, - besides 
Malays, - who adhere to different religions, such as Islam, Hinduism, 
Catholicism, Protestantism, and Buddhism, - as well as local beliefs - 
although the majority of Indonesia’s population is Moslem. It is 
therefore, hard to comprehend why Malaysians can view all Indonesians as 
“Malays”.
 
For the Indonesian nation was not founded on ethnicity, culture or 
religion. It was born out of a common desire by the peoples living here 
to build a new nation called “Indonesia” on the territory once known as 
the Dutch  East Indies, regardless of race, ethnic background or religion.
 
In language, indeed, the Malay language, originating from the Riau 
Islands, was accepted as the base for the Indonesian language as pledged 
in the Youth Pledge of 1928, - which was long before the Independence of 
Indonesia or Malaysia.  This decision was made because Malay was then 
the lingua franca – or rather the market language – in the archipelago, 
and is more democratic compared to the Javanese language, which was then 
the majority language spoken on Java. The Javanese language is feudal 
and has many levels depending on one’s status in society. However, since 
the Youth Pledge onwards, Bahasa Indonesia has developed in a different 
direction from the Malay language as spoken in Malaysia.
 
In fact, today Indonesians very often do not even comprehend when 
Malaysians speak, since although a number of words may be similar they 
may have completely different connotations. 
 
However, today with the appearance of the Balinese “pendet” dance as 
part of the “Visit Malaysia” campaign on Discovery Channel, whatever 
public tolerance was shown before to Malaysia’s claims of being in one 
ethnic grouping, little tolerance is shown this time. The “pendet” dance 
is very specific to Bali, which is predominantly Hindu. The dance 
originated as a sacred temple dance, which was partly profaned to become 
a welcome dance for tourists, and is today the tourist icon for Bali – 
and, consequently, for Indonesia. So to the Indonesian mind it is quite 
incomprehensible how Malaysia could even think of including this icon in 
its campaign.
 
Therefore, the placement of the “pendet” dance coming under the slogan 
“Malaysia, Truly Asia” is viewed as a trigger to an advertising and 
promotional “warfare” in cyberspace aimed to win international tourists, 
next to the “hijacking” of Indonesia’s cultural expressions by Malaysia. 
 
 In response, Minister for Culture and Tourism, Jero Wacik, sent a 
protest letter to the Minister for Tourism of Malaysia. In reaction, 
Malaysia argued that this was not the responsibility of the government, 
but that the responsibility lies with the production house company. In 
turn, the PH argued that it was the initiative of 

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – CATATAN PARTIKELIRAN – (IV) = Anak Sekolah 'Allochtoon' da n Wanita Muslim ber-Jilbab

2009-09-15 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – CATATAN PARTIKELIRAN – (IV)*

*Rabu, 16 September 2009*

*---*


*Anak Sekolah 'Allochtoon' *

*dan Wanita Muslim ber-Jilbab *


Beberapa waktu yang lalu, hari Kemis, aku mengalami hal yang samasekali 
diluar dugaanku. Tapi bangga juga sebagai orang 'allochtoon' di Belanda.


Memang betul, yang akan kuceriterakan ini ada kaitannya dengan seorang 
anak sekolah atau 'bocah' 'allochtoon'. Dan, seorang wanita yang juga 
'allochtoon', serta ber-jilbab. Di Belanda, menurut catatan CBS – 
Jawatan Statistik Pusat – warganegaranya terbagi atas dua kategori. Satu 
yang disebut '*autochtoon'* – yang bapak-ibunya kelahiran Belanda. Dan 
satu lagi, yang disebut '*allochtoon', y*ang salah satu dari orangtuanya 
kelahiran asing. Bisa bulé, yang imigran, yang putih, hitam, 
sawo-matang, dan kuning sipit. Di Holland arus rasisme dan anti-orang 
asing khususnya orang asing yang berwarna, apalagi yang Muslim, cukup 
keras. Meskipun minoritas, tapi sangat vokal. Mereka membeda-bedakan 
warganegara, antara yang 'autochoon' dan yang 'allochtoon'. Maka 
menimbulkan perdebatan yang sering-sering sengit sekali.


Bagaimana tidak menimbulkan perdebatan sengit? Warganegara dibagi-bagi 
atas dua katagori begitu. Katakanlah, ada yang a s l i , yaitu yang 
autochtoon. Mereka itu menganggap dirinya lebih berhak untuk berdiam di 
tanah Belanda, karena 'ke- asli- annya' itu. Lalu, ada yang bilang, 
kalau begitu perumusannya, bagaimana dengan Beatrix itu, Ratu Kerajaan 
Belanda. Menurut penggolongan itu, jadinya Beatrix tergolong 
'allochtoon'. Bukankah bapaknya, yaitu Pangeran Bernhard, asalnya 
warganegara Jerman??? Tambahan lagi, suami Ratu Beatrix, yaitu Pangeran 
Clause almarhum, tadinya juga warganegara Jerman. Tambah lagi: Putra 
Mahkota, Pangeran Willem Alexander, anaknya Ratu Beatrix kawin dengan 
warganegara Argentina. Wah,wah, wah, lalau kemana mau dikatagorikan 
kewarganegaraan putri-putri Willem Alexander dan istrinya Maxima. Apakah 
beliau itu, 'autochtoon', ataukah lebih tepatnya, 'allochtoon'? Kan jadi 
repot sendiri! Ulahnya CBS bikin macam-nacan katagori penduduk. Mungkin 
bukan begitu maksudnya! Dimaksudkan secara adminstratif saja 
membagi-bagi demikian itu.


OK-lah! Sekarang ini, kita tidak memperdebatkan tentang 'allochtoon' dan 
'autochtoon'. Apakah benar yang 'autochtoon' itu adalah yang 
asli-Belanda, dan oleh karena itu lebih berhak tinggal di Belanda. 
Sedangkan yang 'allochtoon' itu adalah pendatang, jadinya semacam 
'non-pri' menurut istilah zaman Orba di Indonesia dulu.


Tidak, kita tidak diskusi mengenai soal ini. Barangkali lain kali saja!


Baca terus!


* * *


Kuteruskan cerita PARTIKELIRAN ini. Pagi itu cuaca cerah. Matahari 
memancarkan sinar hangatnya. Ada sedikit angin sejuk. Tak ada hujan. 
Cuaca yang ideal, fikirku. Enak sekali untuk bersepeda.


Jadi, aku ingin bersepeda ke klinik gigi memenuhi 'pengaturan' dokter. 
Jarak rumah kami ke klinik gigi itu tak seberapa. Tidak sampai 
seperempat jam bersepeda sudah sampai. Naik bus juga bisa. Tapi dari 
rumah harus jalan kaki dulu. Kira-kira sepuluh menit ke halte-bus. 
Menantikan bus berikutnya. Beberapa menit saja. Terkadang, kalau 
waktunya kebetulan tidak nge-pas, terpaksa nunggu sampai 10 menit.


Walhasil, aku fikir, lebih baik bersepeda saja. Sehat! Pernah dokter 
bilang: Antara naik mobil dengan berkendaraan umum, pilihlah kendaraan 
umum. Kalau bisa bersepeda itu lebih baik. Jalan kaki adalah yang paling 
baik. Itu paling sehat, kata dokter.


* * *


Untuk menghemat waktu, bersepedalah aku ke dokter gigi.


Pada suatu perempatan, jalan sepeda yang khusus itu memotong jalan 
mobil. Di situ ada 'stoplicht'. Lampu pengatur lalu-lintas, menentukan 
siapa yang boleh jalan lebih dulu. Siapa yang harus tunggu. Kebetulan 
lampu merah menyala pada 'stoplicht'. Jadi aku harus berhenti. Turun 
dari sepeda, menunggu sampai menyala lampu hijau.


Biasanya bila menghentikan sepeda dan turun, caranya, aku mengangkat 
kaki kananku kebelakang. Menyentuh tanah, sepedapun terhenti. Aku turun 
dari sepeda. Tapi kali ini cara aku berhenti dan turun dari sepeda, 
lain. Aku turun dari sadel langsung meluncur ke depan menjejakkan kaki 
ke tanah. Celaka . . . . . .! Selangkanganku tertahan batang sepeda, 
sehingga kedua kaki tidak mantap jejak ke tanah. Berdiriku jadi labil 
sekali. Dan . . . . . aduh mak, aku jatuh terjerembab! Saat itu baru 
terkilas di fikiran . . . memang tubuh ini sudah tidak seperti dulu 
lagi. Sudah 'senior'! Berani-beraninya masih ingin bersepeda. Nyatanya 
memang masih mampu bersepeda. Cuma kali ini saja agak sial.


Terjerembab ke tanah, aku terjatuh total. Masih untung, tak ada bagian 
kaki atau tangan yang patah. Inilah orang Indonesia namanya. Sudah jatuh 
terjerembab di jalan masih merasa u n t u n g . Karena tak ada yang cidera.


Tapi aku sulit bangun. Masih terduduk di tanah. Nah, ketika itulah 
terjadi yang diluar dugaanku . . . . . . Seorang anak

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Buku SEJARAH di Belanda Tentang “PERISTIWA 1965”

2009-09-10 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita *

*Kemis, 10 Sept 2009 *

*- *





*Buku SEJARAH di Belanda Tentang “PERISTIWA 1965” *



Penguasa Indonesia: Pemerintahmya, pers yang mendukungnya, elite dan 
politisinya, hampir semua parpol, pemerhati, pakar termasuk 'sejarawan' 
bernama Prof Kasdi yang merestui pembakaran buku Sumarsono, menyebut 
peristiwa 1965, sebagai 'G30S/PKI'. Pada peiode pemerintahan Presiden 
Megawati, kata 'PKI' yang secara rekayasa ditambahkan pada kata 'G30S', 
dihapuskan. Karena dianggap tidak sesuai dengan fakta-fakta sejarah itu 
sendiri. Itu berlaku untuk buku-buku sejarah di sekolah-sekolah.



Yang tadinya oleh penguasa disebut 'G30S/PKI'' , dikembalikan menjadi 
penamaan 'G30S'. Tanpa tambahan kata 'PKI'. Karena kata 'PKI' itu 
dianggap kata tambahan dari Orba. Yang tadinya nama gerakan pada tanggal 
1 Oktober 1965, adalah 'G30S', sebagaimana para pelaku itu menamakannya, 
menjadi 'G30S/PKI'. Nama itu adalah rekayasa, 'bikinan' Orba. Memulas 
sejarah. Maka pada periode pemerintahan Mega dikembalikan jadi nama 'G30S'.



Tidak lama kemudian, melalui kasak-kusuk dan manipulasi, nama 'G30S' 
oleh penguasa diubah lagi menjadi 'G30S/PKI'. Demikianlah getolnya para 
pahlawan anti-PKI itu bermanipulasi dan merEyakasa fakta sejarah. Tidak 
habis-habisnya mereka itu memperkosa sejarah Indonesia. Di Tanggerang 
buku-buku sejarah untuk sekolah yang tidak menggunakan penamaan 
'G30S/PKI' dikumpulkan lalu dibakar.



* * *



Dalam artikel, ttg 20 Juli 2009, berjudul '. . .* Buku Sejarah Indonesia 
di Perpustakaan Reigersbos*, ditulis , a.l: . . . .aku menemukan buku 
'GESCHIEDENIS Van INDONESIË'.' Sejarah Indonesia'. Terbitan Walburg 
Pers, Zutphen, 2006. Disusun oleh redaksi terdiri dari
pakar-pakar Belanda: Leo Dakhuizen , sejarawan dan penulis; Dr Mariëtte van
Selm (sejarawan), dan Frans Steeg.



Mari kita ikuti sedikit apa yang paRa sejarawan Belanda itu tulis 
tentang 'Peristiwa 1965' . Demikian a.l (cuplikannya):



Subjudul yang tertera di dalam buku yang mereka tulis a.l : *Perebutan 
kekuasaan (Kudeta), oleh 'Gerakan 30 September' ditindas dengan 
pertumpahan darah. *



Enam jendral terbunuh. Jendral Suharto tidak termasuk dalam daftar yang 
diculik dan dibunuh. PKI dianggap bertanggungjawab atas kudeta tsb. 
Dengan maksud mengkaitkannya dengan Gestapo-nya Nazi, 'Gerakan 30 
September' diberi nama 'Gestapo'. Terjadi pembunuhan dikalangan 
orang-orang yang benar-benar PKI dan yang diduga PKI. Juga banyak korban 
jatuh di kalangan orang-orang Tionghoa. Di kalangan tentara dan aparat 
pemerintahan dilakukan 'pembersihan'. Orang-orang yang dulu dicap PKI 
dan orang-orang sekitarnya, bertahun-tahun lamanya hidup dalam 
penderitaan. Mereka dipenjarakan dan kemudian (setelah bebas dari 
penjara) dikucilkan dari kehidupan masyarakat. . . . .



Kup yang gagal merupakan akhir periode Orde Lama Presiden Sukarno. 
Sukarno masih menjabat presiden tetapi kedudukannya digerowoti. . . .



. . . Pada tanggal 11 Maret 1966 ia (Sukarno) membubuhkan tandatangannya 
pada sebuah dokumen yang memberikan mandat penuh kepada Suharto untuk 
memulihkan ketertiban. Setahun kemudian Sukarno dengan hati yang berat, 
menarik diri ke Bogor, setelah hak-hak dan titelnya dicopot, dan Suharto 
dibenum jadi presiden.



* * *



Suatu pencatatan sejarah yang menarik. Karena, dalam penulisan tsb, 
sedikit banyak dicatat, bahwa nama Suharto tidak termasuk dalam daftar 
jendral-jendral yang dibunuh oleh 'G30S'. Tidak seperti Jendral 
Nasution, yang memang termasuk dalam daftar 'G30S' untuk diculik dan 
dibunuh, tetapi bisa menyelamatkan diri. Pencatatan para sejarawan 
Belanda itu, banyak mengandung arti. Karena, bukankah ketika itu Jendral 
Suharto adalah komandan Kostrad. Ia punya pasukan, punya kekuatan. 
Timbul pertanyaan, mengapa Suharto tidak masuk daftar yang akan diculik 
oleh 'G30S'. Bila G30S betul bermaksud untuk melakukan kudeta, logisnya 
kekuatan riil sperti Kostrad, seharusnya ditindak. Atau semestinya 
ditarik untuk mendukung kudeta tsb.



Sebetulnya bila dianalisis, juga tidak mengherankan. Karena, pada malam 
30 September 1965 itu, beberapa jam sebelum kekuatan 'G30S' memulai 
operasinya, Kolonel Latif, salah seorang pemimpin 'G30S' menemui Jendral 
Suharto. Menurut Kolonel Latif ia menceritakan segala sesuatu. Jadi, 
Suharto tau apa yang akan terjadi. Tetapi ia tidak melapor kepada 
atasannya, Penglima TNI, Jendral Yani. Jendral Yani adalah salah satu 
korban. Sementara analisis mengatakan, bahwa Suharto bukan saja 
terlibat, tetapi punya agenda sendiri. Ia melaksanakan recananya 
sendiri. Kesimpulan seperti ini masuk akal.



Juga dikemukakan dalam buku Sejarah Indonesia terbitan Belanda itu, 
bahwa kudeta 'G30S' ditindas dengan petumpahan darah. Tidak disebut 
berapa banyak korban penindasan berdarah yang dilakukan terhadap 'G30S'. 
Belakangan bisa kita bisa baca sendiri berita yang mengungkap apa yang 
disampaikan oleh Jendral Sarwo Edhi. Jendral Sarwo Edhi

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Buku SEJARAH di Belanda Tentang “PERISTIWA 1965”

2009-09-10 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita *

*Kemis, 10 Sept 2009 *

*- *





*Buku SEJARAH di Belanda Tentang “PERISTIWA 1965” *



Penguasa Indonesia: Pemerintahmya, pers yang mendukungnya, elite dan 
politisinya, hampir semua parpol, pemerhati, pakar termasuk 'sejarawan' 
bernama Prof Kasdi yang merestui pembakaran buku Sumarsono, menyebut 
peristiwa 1965, sebagai 'G30S/PKI'. Pada peiode pemerintahan Presiden 
Megawati, kata 'PKI' yang secara rekayasa ditambahkan pada kata 'G30S', 
dihapuskan. Karena dianggap tidak sesuai dengan fakta-fakta sejarah itu 
sendiri. Itu berlaku untuk buku-buku sejarah di sekolah-sekolah.



Yang tadinya oleh penguasa disebut 'G30S/PKI'' , dikembalikan menjadi 
penamaan 'G30S'. Tanpa tambahan kata 'PKI'. Karena kata 'PKI' itu 
dianggap kata tambahan dari Orba. Yang tadinya nama gerakan pada tanggal 
1 Oktober 1965, adalah 'G30S', sebagaimana para pelaku itu menamakannya, 
menjadi 'G30S/PKI'. Nama itu adalah rekayasa, 'bikinan' Orba. Memulas 
sejarah. Maka pada periode pemerintahan Mega dikembalikan jadi nama 'G30S'.



Tidak lama kemudian, melalui kasak-kusuk dan manipulasi, nama 'G30S' 
oleh penguasa diubah lagi menjadi 'G30S/PKI'. Demikianlah getolnya para 
pahlawan anti-PKI itu bermanipulasi dan merEyakasa fakta sejarah. Tidak 
habis-habisnya mereka itu memperkosa sejarah Indonesia. Di Tanggerang 
buku-buku sejarah untuk sekolah yang tidak menggunakan penamaan 
'G30S/PKI' dikumpulkan lalu dibakar.



* * *



Dalam artikel, ttg 20 Juli 2009, berjudul '. . .* Buku Sejarah Indonesia 
di Perpustakaan Reigersbos*, ditulis , a.l: . . . .aku menemukan buku 
'GESCHIEDENIS Van INDONESIË'.' Sejarah Indonesia'. Terbitan Walburg 
Pers, Zutphen, 2006. Disusun oleh redaksi terdiri dari
pakar-pakar Belanda: Leo Dakhuizen , sejarawan dan penulis; Dr Mariëtte van
Selm (sejarawan), dan Frans Steeg.



Mari kita ikuti sedikit apa yang paRa sejarawan Belanda itu tulis 
tentang 'Peristiwa 1965' . Demikian a.l (cuplikannya):



Subjudul yang tertera di dalam buku yang mereka tulis a.l : *Perebutan 
kekuasaan (Kudeta), oleh 'Gerakan 30 September' ditindas dengan 
pertumpahan darah. *



Enam jendral terbunuh. Jendral Suharto tidak termasuk dalam daftar yang 
diculik dan dibunuh. PKI dianggap bertanggungjawab atas kudeta tsb. 
Dengan maksud mengkaitkannya dengan Gestapo-nya Nazi, 'Gerakan 30 
September' diberi nama 'Gestapo'. Terjadi pembunuhan dikalangan 
orang-orang yang benar-benar PKI dan yang diduga PKI. Juga banyak korban 
jatuh di kalangan orang-orang Tionghoa. Di kalangan tentara dan aparat 
pemerintahan dilakukan 'pembersihan'. Orang-orang yang dulu dicap PKI 
dan orang-orang sekitarnya, bertahun-tahun lamanya hidup dalam 
penderitaan. Mereka dipenjarakan dan kemudian (setelah bebas dari 
penjara) dikucilkan dari kehidupan masyarakat. . . . .



Kup yang gagal merupakan akhir periode Orde Lama Presiden Sukarno. 
Sukarno masih menjabat presiden tetapi kedudukannya digerowoti. . . .



. . . Pada tanggal 11 Maret 1966 ia (Sukarno) membubuhkan tandatangannya 
pada sebuah dokumen yang memberikan mandat penuh kepada Suharto untuk 
memulihkan ketertiban. Setahun kemudian Sukarno dengan hati yang berat, 
menarik diri ke Bogor, setelah hak-hak dan titelnya dicopot, dan Suharto 
dibenum jadi presiden.



* * *



Suatu pencatatan sejarah yang menarik. Karena, dalam penulisan tsb, 
sedikit banyak dicatat, bahwa nama Suharto tidak termasuk dalam daftar 
jendral-jendral yang dibunuh oleh 'G30S'. Tidak seperti Jendral 
Nasution, yang memang termasuk dalam daftar 'G30S' untuk diculik dan 
dibunuh, tetapi bisa menyelamatkan diri. Pencatatan para sejarawan 
Belanda itu, banyak mengandung arti. Karena, bukankah ketika itu Jendral 
Suharto adalah komandan Kostrad. Ia punya pasukan, punya kekuatan. 
Timbul pertanyaan, mengapa Suharto tidak masuk daftar yang akan diculik 
oleh 'G30S'. Bila G30S betul bermaksud untuk melakukan kudeta, logisnya 
kekuatan riil sperti Kostrad, seharusnya ditindak. Atau semestinya 
ditarik untuk mendukung kudeta tsb.



Sebetulnya bila dianalisis, juga tidak mengherankan. Karena, pada malam 
30 September 1965 itu, beberapa jam sebelum kekuatan 'G30S' memulai 
operasinya, Kolonel Latif, salah seorang pemimpin 'G30S' menemui Jendral 
Suharto. Menurut Kolonel Latif ia menceritakan segala sesuatu. Jadi, 
Suharto tau apa yang akan terjadi. Tetapi ia tidak melapor kepada 
atasannya, Penglima TNI, Jendral Yani. Jendral Yani adalah salah satu 
korban. Sementara analisis mengatakan, bahwa Suharto bukan saja 
terlibat, tetapi punya agenda sendiri. Ia melaksanakan recananya 
sendiri. Kesimpulan seperti ini masuk akal.



Juga dikemukakan dalam buku Sejarah Indonesia terbitan Belanda itu, 
bahwa kudeta 'G30S' ditindas dengan petumpahan darah. Tidak disebut 
berapa banyak korban penindasan berdarah yang dilakukan terhadap 'G30S'. 
Belakangan bisa kita bisa baca sendiri berita yang mengungkap apa yang 
disampaikan oleh Jendral Sarwo Edhi. Jendral Sarwo Edhi

[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Seminar 10 Th. TIMOR LESTE – Di KITLV

2009-09-08 Terurut Topik isa
*Kolom IBRAHIM ISA *

*Selasa, 08 September 2009 *

*-- *



*Seminar 10 Th. TIMOR LESTE – Di KITLV *

Bersama Cisca Pattipilohy, dua manula ini memberanikan diri menerjang 
angin kencang dan hujan rintik-rintik. Tambah lagi suhu mulai menurun. 
Dikuduk terasa silir-silir angin dingin yang melabrak siapa saja yang 
merintanganinya. Kami memerlukan pergi ke Leiden. Menganggap penting 
hadir di seminar yang diselenggarakan KITLV bersama Universiteit Leiden 
dan IIAS. Seperti tertera dalam undangan seminar itu adalah untuk -- 
*‘**Commemorate the 10** **^th **^ **anniversary of East Timor ’s vote 
on self-determination, 30 August 1999’ . **Begitulah seperti diumumkan 
drs Siegers dari KITLV.** *


*Tidak ada maksud berceritera panjang-lebar. Sekadar mengajak pembaca 
mengikuti yang paling berkesan pada hari Jum'at tanggal 3 September itu. *

*Sungguh terasa beruntung sekali, kami memperoleh dua sahabat baru. 
Kehadirannya bikin suasana Timor Leste lebih terasa. Mereka itu: Dua 
orang pemuda Timor Leste. Tegap, berseri-seri dan penuh semangat. 
Langsung datang dari negerinya. Di Belanda, demi melanjutkan studi 
antropologi – di Universitas Tilburg. Sengaja tidak disebutkan nama 
masing-masing. Soalnya belum runding bahwa nama-nama mereka akan 
dimunculkan dalam tulisan ini. Yang jelas mereka bukan mahasiswa biasa. 
Di Timor Leste sana sudah dosen universitas. Mungkin di sini akan 
menambah studi untuk memperoleh Ph.D.** *



** * *** *



*Gerrry van Klinken, pakar di KITLV, moderator sore itu, membuka seminar 
dengan sekadar penjelasan. Gerry bertindak sebagai moderator. Berikutnya 
bicara Irene Cristalis** **, seorang jurnalis Belanda. Ia pernah 
berpangkalan di Hongkong, Beijing, Bangkok, New Delhi dan Timor Timur.** *



*Irene membawakan cerita yang telah dituangkannya di dalam bukunya 'EAST 
TIMOR, A Nation Bitter Dawn' – (Reedited and updated – June 2009).** *

*Di situ diceriterakan terciptanya secara teraumatik negara Asia yang 
termuda. Timor Timur, yang sedang berjuang untuk membangun kembali 
negeri sejak Indonesia dengan 'berat' sekali dipaksa mundur dalam tahun 
1999. Irene mengisahkan situasi pada hari-hari terakhir pendudukan 
Indonesia atas Timor Timor. Semua ceriteranya itu didasarkan pada riset 
bertahun-tahun dan wawancara langsung di lapangan dengan para pemimpin 
Timor Timur: Para pendeta, biarawati, mahasiswa dan pejuang-pejuang 
gerilya. Ia juga menunjuk pada kerumitan dalam intern-politik Timor 
Timur.** *



*MENJADIKAN MEREKA ORANG-ORANG INDONESIA. ANAK-ANAK TIMOR YANG DIKIRIM 
KE INDONESIA.** *


*Bicara selanjutnya –- seorang sarjana Australia, Helen van Klinken. Ia 
mengisahkan cerita memilukan. Betapa penguasa Indonesia pada periode 
pendudukan atas Tim-Tim, berusaha mengubah anak-anak Timor Timur 
menjadikannya orang-orang Indonesia. Anak-anak itu berasal dari a.l 
penculikan oleh tentara. Lainnya adalah korban perang agresi dan 
pendudukan yang dilancarkan Indonesia, terhadap rakyat Timor Timur. *



*Alasan perikemanusiaan yang dinyatakan Indonesia mengirimkan anak-anak 
yatim itu untuk diadopsi oleh keluarga-keluarga Indonesia, tak sesuai 
dengan kenyataan. Banyak dari anak-anak itu ternyata belakangan dipaksa 
menjadi semacam budak. Diperas. Sebagian lagi dikirimkan ke 
pesantren-pesantren Islam. Padahal sebagian besar penduduk Timor Leste, 
adalah pemeluk agama Katolik.** *



** * *** *



*'KOLABORATOR' yang kemudian BERGABUNG DNG PERJUANGAN PERLAWANAN MELAWAN 
INDONESIA.** *

*Paling menarik dan penuh pelajaran, ialah dipertunjukkannya sebuah film 
dokumenter. Gerry van Klinken menjelaskan sebelumnya bahwa film 
dokumenter itu berisi wawancara seorang Timor Leste. Ia (tadinya) 
seorang 'k o l a b o r a t o r' dengan Indonesia. Pada awalnya sang 
'kolaborator', percaya pada Indonesia. Percaya pada janji-janji muluk 
Indonesia. Maka ia mau 'kerjasama' dengan penguasa Indonesia. Melalui 
pengalaman pahit, dipenjarakan dan disiksa, karena berani menyampaikan 
surat pengaduan kepada Presiden Suharto, ia berubah. *

*Pengaduan itu hakikatnya adalah gugatan terhadap tindakan 
sewenang-wenang TNI dan aparat pendudukan RI terhadap rakyat Timor 
Timur. Juga merupakan gugatan terhadap janji-janji kosong fihak 
Indonesia terhadap rakyat Timor Timur, yang tak pernah dipenuhi. Juga 
mengenai kesewenang-wenangan penguasa, 'mengurus' kehidupan ekonomi. 
Yang hakikatnya adalah manipulasi dan korupsi penguasa*

*Karena berani-beraninya sang 'kolaborator' menggugat penguasa 
Indonesia, ia dipenjarakan, diusung ke Bali, berkali-kali diinterogasi, 
disiksa, sehingga amat menderita fisik dan mental. Akhirnya ia berfihak 
pada rakyat yang melakukan perlawanan terhadap pendudukan Indonesia 
terhadap Timor dan menentang 'penyatuan' Timor Timur menjadi bagian dari 
Republik Indonesia.*



** * **

*Dalam kesempatan diskusi, -- kuajukan pertanyaan sbb: Mohon dijelaskan 
latar belakang penolakan Presiden Ramos Horta terhadap saran Amnesty 
International untuk

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISAS - MARI DUKUNG - PETISI KAMI MENGECAM AKSI PEMBAKARAN BUKU!!

2009-09-08 Terurut Topik isa
*KAMI MENGECAM AKSI PEMBAKARAN BUKU!!*

*---*

*07 Sept 2009 -- 12:46*



*PERNYATAAN SIKAP

KAMI MENGECAM AKSI PEMBAKARAN BUKU!!*

Pekan lalu Front Anti Komunis di Surabaya membakar buku Revolusi 
Agustus: Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah karya Soemarsono. Guru Besar 
Ilmu Sejarah Prof. Dr. Aminuddin Kasdi ikut dalam pembakaran dan 
mengatakan bahwa sejarah adalah milik pemenang. Mereka membakar buku 
sebagai reaksi terhadap kolom serial wartawan Jawa Pos Dahlan Iskan 
tentang Soemarsono, Soemarsono, Tokoh Kunci dalam Pertempuran Surabaya.

Pembakaran buku kali ini bukan yang pertama. Pada Juli 2007 ribuan buku 
pelajaran sejarah dibakar Kejaksaan Negeri Depok. Pembakaran-pembakaran 
ini membuktikan adanya sekelompok orang yang tidak bisa menerima 
perbedaan pendapat.

Kami prihatin dengan pembakaran buku itu kendati kami belum tentu 
sepenuhnya setuju dengan isi buku tersebut. Tapi kebebasan berpendapat, 
baik lisan maupun tulisan, dijamin oleh UUD 1945. Pembakaran buku 
Soemarsono mengulang kembali aksi fasisme Nazi yang juga membakar 
buku-buku karya Sigmund Freud, Albert Einstein, Thomas Mann, Jack 
London, HG Wells serta berbagai cendekiawan lain. Nazi menganggap buku 
sebagai musuh mereka.

Kami prihatin aksi ini dilakukan oleh sekelompok orang, yang memakai 
nama Islam namun melakukan tindakan tercela pada bulan Ramadhan, bulan 
di mana Allah pertama kali menurunkan perintah membaca kepada Nabi 
Muhammad SAW. Buku semestinya dibaca, bukan untuk dibakar.

Kami menyayangkan pernyataan Aminuddin Kasdi. Pernyataan sejarah hanya 
milik pemenang tak sepantasnya dikatakan oleh seorang guru besar ilmu 
sejarah. Penulisan sejarah semestinya mengedepankan keberimbangan fakta 
dan keberagaman versi, bukan monopoli satu versi praktik Orde rezim Baru.

Oleh karena itu, atas dasar akal sehat dan kepercayaan pada demokrasi, 
kami menyatakan:

PERTAMA, mengecam para pelaku pembakaran buku Revolusi Agustus: 
Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah karya Soemarsono, dan menganggapnya 
sebagai tindakan fasistis, yang bertentangan dengan kemanusiaan dan 
upaya mencerdaskan masyarakat.

KEDUA, menuntut kepada Presiden Republik Indonesia untuk menjamin 
kebebasan berpendapat dan menindak tegas mereka yang menciderai 
kebebasan sipil di Surabaya.

KETIGA, menuntut dihentikannya tindakan pelarangan buku atas alasan 
apapun. Bila terdapat perbedaan pandangan, yang diwakili sebuah buku, 
hendaknya dijawab dengan menerbitkan buku baru, yang mencerminkan 
pandangan yang berbeda --bukan dengan larangan.

Semoga demokrasi di Indonesia, yang baru ditanam benihnya, bisa 
berkembang sehat.


Kami yang mendukung:

Aboeprijadi Santoso (wartawan)
Agung Dwi Hartanto (pengelola taman bacaan)
Andreas Harsono (wartawan)
Akmal Nasery Basral (wartawan)
Amalia Pulungan (aktivis)
Anton Septian (wartawan)
Andi K Yuwono (aktivis)
Aryo Yudanto (Aktivis IKOHI Jawa Timur)
Agus Bejo Santoso (aktivis)
As Manto
Andre J.O Sumual (wartawan)
Arif Gunawan Sulistyo (wartawan)
Abdul Firman Ashaf (Dosen FISIP Universitas Lampung)
Agung Cahyono Widi (wartawan)
Aria W. Yudhistira (wartawan Seputar Indonesia)
Anissa S Febrina (wartawan Jakarta Post)
Aryati
Badrus Sholeh (UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta)
Basil Triharyanto (wartawan)
Budi Setiyono (Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah)
Bonnie Triyana (sejarawan-cum-wartawan)
Bustanul Arifin (aktivis Jaringan Videomaker Independen)
Bonnie Setiawan (Institute for Global Justice)
Dr Baskara T Wardaya (guru sejarah)
Chris Poerba (Wartawan)
Chan Chung Tak (pemerhati Indonesia)
Cony Harseno (RIVER, Yogyakarta)
Danial Indrakusuma (aktivis)
Das albantani (Pejuang EcoVillage)
Dandhy Dwi Laksono (wartawan)
Devi Fitria (wartawan)
Desantara Joesoef (Penerbit Hasta Mitra)
Derry Putera (wartawan)
Darma Ismayanto (wartawan)
Dasa Rudiyanto (aktivis)
Faiza Hidayati Mardzoeki (aktivis perempuan)
Firdaus Cahyadi (Knowledge Sharing Officer-Yayasan SatuDunia)
Fahri Salam (wartawan)
Firdaus Mubarik
Fahmi Faqih (penyair)
Firliana Purwanti (Hivos)
Frans Padak Demon (wartawan)
Dr Gerry van Klinken (sejarawan, KITLV, Leiden)
Goenawan Mohamad (wartawan senior)
Heri Latief (penyair)
Hamzah Sahal (PP Lakpesdam NU)
Halim HD. (Networker Kebudayaan, Forum Pinilih, Solo)
Hendayana Musaleft (Aktivis Komite Aksi Mahasiswa Pelajar Pemuda 
Cilograng, Banten)
Iwan Samariansyah (wartawan)
Ibrahim Isa (Wertheim Stichting, Belanda)
Irina Dayasih (aktivis perempuan)
Irham Ali Saifuddin (Pesantren Nurulhuda, Garut)
Irma Dana (penulis)
Imam Nasima (peneliti PSHK)
Imam Shofwan (wartawan)
Imas Nurhayati
Indah Nurmasari (wartawan)
Ibnu Adam Avicena (dosen STAIN Banten)
Johanes Lewi Nugroho (aktivis sosial)
Krisno Winarno (mahasiswa sejarah Undip, Semarang)
Lexy Rambadetta (produser film dokumenter)
Lisa Febriyanti (produser film dokumenter)
Lolly Suhenty
Maria Dian Nurani
Mawie Ananta Jonie (penyair eksil di negeri Belanda)
M Faishal Aminuddin (sejarawan, dosen Fisip Unbraw)
M Abduh Aziz (Dewan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - CATATAN PARTIKELIRAN - II. - BUKU

2009-09-04 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA - CATATAN PARTIKELIRAN - II. *

*Jum'at, 04 September 2009 *

* *



*BUKU (I)
*
Adakah seseorang atau sebuah lembaga yang mendaftar, misalnya: Selama 
periode tahun lalu, tahun 2008. Berapa banyak buku yang sudah 
diterbitkan di dunia ini. Mungkin belum ada orang atau lembaga yang 
melakukannya. Dan dalam bahasa apa buku-buku yang terbanyak diterbitkan?

Entah berapa juta buku yang sudah diterbitkan tahun lalu. Puluhan atau 
bahkan ratusan juta? Atau lebih. Siapa tau. Kalau ada yang tau mohon 
diinformasikan untuk umum, demi memperkaya pengetahuan dan horizon 
masyarakat manusia. Dunia pengetahuan kita sudah memasuki abad 
komunikasi, pencatatan dan dokumentasi digital. Maka tidak mustahil, 
semua itu bisa dicatat dan disimpan. Coba saja tanyakan pada 
'Google.Com', 'Yahoo.Com', atau Wikipidia.

Selain itu, pertanyaan ini: Ada berapa banyak jumlah penerbit dan 
toko-toko buku di dunia ini. Ambil saja penerbit-penerbit dan toko buku 
yang terkenal. Batasi tahun 2008 dulu. Sebutkan dalam bahasa yang banyak 
dikenal di dunia ini. Misalnya bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol 
. . . Jangan lupa bahasa Tionghoa. Di dunia ini dari 4 penduduknya , 
satu orang adalah orang Tionghoa. Begitu pernah diberitakan.

Pernah aku baca buku yang paling banyak diterbitkan dalam pelbagai 
bahasa adalah Kitab Injil dan Al Qur'an. Sayangnya tak ada catatan 
berapa banyak saja yang benar-benar pernah membacanya dalam bahasa yang 
dimengertinya! Kebanyakan yang membeli, hanya untuk disimpan di lemari 
buku saja.
Sebagai legitimasi bahwa pemiliknya adalah Kristen atau Muslim. Seperti 
orang yang memakai kalung dengan tanda Salib, atau yang menggunakan 
kopiah haji atau jilbab.

Kiranya tak ada yang akan bantah, bahwa, salah satu sumber terpenting 
pengetehuan dan budaya manusia ada tercatat dalam buku-buku. Pernah 
dicatat di bahan yang namanya 'papyrus'. Bangsa kita pernah menggunakan 
daun lontar. Juga dipelbagai candi ada catatan itu. Orang Tionghoa 
memang pandai. Dulu mereka mencatat di buku batu-batu. Supaya tahan 
lama. Mulai batu biasa, sampai yang sebesar gajah. Kalau ingin liat yang 
spektakuler kunjungi musium di Sian, Tiongkok. Tentu semua itu dituis 
dalam huruf 'hanzi'.

Begitu orang menilai dan memelihara catatan dalam buku.

Sungguh memalukan bahwa di dunia ini ada penguasa yang melakukan 
pembakaran buku-buku untuk menghapuskan catatan atau pengetahuan yang 
tidak disukainya atau dianggap bahaya. Antara lain, kaisar Tiongkok Chin 
Shi Huang dan Orbanya Presiden Suharto. Mereka berilusi bisa membasmi 
ilmu dan pengetahuan yang tak berkenan dihati mreka dengan cara 
membakarnya. Sampai sekarang masih ada yang punya pikiran seperti itu. 
Melarang dan membakar buku. Termasuk di antara penguasa di negeri kita ini.
*
BUKU II*
Kemarin ketika di Leiden, dalam rangka menghadiri seminar yang diadakan 
KITLV untuk memperingati '10 TAHUN TIMOR LESTE, kutemui buku baru di 
toko buku AKO di stasiun Leiden Centraal. Tak salah buku baru itu 
berjudul: Dit Mooie Land. Karya KADER ABDOLLAH. Profilfotonya menghias 
seluruh kulit muka buku. Ia penulis Iran yang suaka di Belanda. Sesudah 
8 tahun belajar bahasa Belanda, ia menulis banyak novel, artikel dan 
kolom DALAM BAHASA BELANDA. Salah satu bukunya pernah bestseller di 
Belanda. Aku selalu bilang kepada teman-temank, Kader Abdollah adalah 
salah seorang Iran yang integrasi baik sekali di negeri Belanda. Tapi, 
tapi, dengan teguh mempertahankan cinta dan kepeduliannya pada negerinya 
Iran.

Buku Kader Abdollah yang baru terbit ini adalah bundel/kumpulan yang 
ke-empat, dari tulisannya di s.k. 'de Volkskrant', sebuah harian 
nasional Belanda. Meliputi periode 2003 - 2008. Menarik:
Dalam kata pengantarnya ditulisnya antar lain, bahwa menulis kolom 
setiap minggu merupakan suatu latihan mempraktekkan demokrasi. . . 
Terkadang saya mlihat bajangan diktatur di layar computer saya. Jangan 
teruskan sampai sini saja, begitu diingatkannya.

Ada satu prinsip yang saya pegang selalu, kata Kader. Apapun yang 
terjadi kau harus tetap adalah kamu sendiri. 'Wat er ook gebeurde, ik 
moest mezelf blijven'. Dan bila saya berkaca, saya harus bisa 
mengatakan: Saya tidak berdusta terhadap pembaca saya.

Sungguh suatu prinsip yang patut diteladani. Bukankah banyak dilakukan 
penulis, khususnya jika menulis tentang otobiografi atau memoir-nya, 
lalu memulas fakta, merekayasa cerita , alias NGIBUL.
Aku bermaksud nanti menulis lagi tentang Kader Abdollah dan karya-karyanya.

*BUKU (III) *

Ada dua penulis buku yang ingin kusinggung di sini. Dua buku yang 
ditulis oleh Barack Obama: The Dreams From My Father, dan, The Audicity 
of Hope, Thoughts on Reforming The American Dream.
Dua buku ini telah selesai kami baca. Aku bilang 'kami'. Buku-buku itu 
kami baca bersama, istriku Murti bersama aku. Aku yang membacakannya dan 
Murti mendengar.Terkadang disela tukar fikiran.
Cara ini kami lakukan sejak dua-tiga tahun lalu. Dengan

[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita Silakan Baca Analisis Hartati Nurwijaya

2009-08-28 Terurut Topik isa
*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita*

*Jum'at, 28 Agustus 2009*

*-*


SIAPA PEDULI GOLKAR ?

SUDAH TAMATKAH RIWAYATNYA???


Silakan Baca Analisis Hartati Nurwijaya



HARTATI NURWIJAYA, penulis muda, berdomisili di Junani. Hari ini dalam 
gaya yang unik dan menarik, Hartati menulis di FC tentang GOLKAR. 
Judulnya 'GOLKAR Yang Kalang Kabut'. Memang betul Golkar di bawah 
kelolaan pengusaha-kakap Jusuf Kala, menderita kekalahan besar dalam 
pilpres 2009. Merosot deras jadi partai nomor tiga.


Semua merasa tau apa dan siapa Golkar. Apa betul tau? Tentu, bisa 
dilacak (misalnya di lembaga riset CSIS), atau dalam catatan dan 
dokumen-dokumen lainnya. Di situ tercantum: Semula Golkar muncul sebagai 
ormas dengan nama 'Sekretariat Bersama Golongan Karya'. Yang muncul itu 
adalah anak kandung Angkatan Darat. Dimaksudkan sebagai tandingan yang 
kemudian harus menggeser tempat yang diduduki SOBSI (Sentral Organisasi 
Buruh Seluruh Indonesia), sebagai vakcentraal terbesar dan terkuat di 
Indonesia ketika itu. Alasan strategi itu ialah karena Sobsi dianggap 
onderbouw PKI.


Berkat manipulasi politik cerdik oleh tentara dan birokrasi pada periode 
SOB, ormas Golkar menjelma menjadi partai politik. Perkembangan ini 
semakin canggih dalam periode rezim Orba. Pada periode itu, Golkar 
adalah satu-satunya parpol yang boleh dan bisa berkiprah. Katakanlah, 
yang 'punya gigi'. Parpol lainnya seperti PDI dan PPP, hanya boleh 
'kiprah' dalam alunan musik Dwifungsi Abri. Lagipula tongkat dirigennya 
datang dari Cendana. Kehidupan politik yang mencekik dan mematikan 
demokrasi tsb oleh Presiden Suharto diberi nama 'Demokrasi Pancasila'.


Kalahnya dua serangkai - Jusuf Kala/Jendral Wiranto, sebagai calon 
presiden dan calon wakil presiden pilpres 2009, merupakan pertanda bahwa 
Golkar merosost. Tapi, apa Golkar sudah tamat riwayatnya?


Nanti dulu. Bukankah ketika Presiden Suharto tumbang karena gelombang 
Reformasi, tidak sedikit Golkaris-golkaris yang pada 'pindah kereta'. 
Berduyun-duyun pada 'indekos'. Ada yang ke PDI-P, karena ketika itu 
bintang Mega sedang naik. Ada yang bikin kendaran politik sendiri. Tapi 
sesungguhnya mereka-mereka itu, tetap adalah warisan Golkar yang hidup 
dari sumber yang sama

pada tempo rezim Orba sedang berjaya-jayanya. Tidak peduli nama dan 
jubah yang bagaimanapun yang mereka pakai. Bisa kuning, bisa biru, bisa 
juga hijau atau merah-jambu!


Silakan baca tulisan cukup analitis karya Hartati Nurwijya, seperti di 
bawah ini.



*GOLKAR Yang KALANG KABUT*

*Oleh HARTATI NURWIJAYA.*


Mengapa saya memilih judul diatas, karena selama minggu ini berita 
tentang pemilihan Ketua Partai Golkar cukup banyak disorot oleh media 
massa. Partai yang berwarna kuning ini jika diibaratkan dengan musim di 
negara tempat saya menetap sangat cocok sekali. Kuning disini 
dilambangkan sebagai musim gugur. Jika saya boleh berpendapat saat-saat 
ini Golkar bagaikan daun yang sudah kuning da sebentar lagi gugur. Tapi 
Golkar tidak hidup di negara empat musim. Golkar didirikan oleh Bapak 
Pembangunan Soeharto dimasa pemerintahannya yang bisa disamakan dengan 
sistem diktator, karena masa kerja almarhum yang begitu lama menjabat 
jadi Presiden RI. Golkar memang sudah kuning dari dalam dan luar, sejak 
tumbangnya pemerintahan Soeharto akibat reformasi. Soeharto mengundurkan 
diri pada 21 Mei 1998. Sejak itulah Golkar juga mulai kemundurannya. Hal 
ini dibuktikan dengan kemenangan Gus Dur dan Mbak Megawati menjadi 
Presiden RI.

Dunia Politik Indonesia, jika saya amati sangat berbeda dengan dunia 
politik di Yunani. Di Indonesia pengikut partai politik kurang 
loyalitasnya. Tidak usah jauh-jauh, saya pernah mengoreksi data anggota 
MPR DPR RI di website tentang Marissa Haque. Ternyata Marissa Haque 
sudah pindah ke partai lain. Kemudian masih dalam tahun ini juga, salah 
satu pebisnis handal wanita yang nama depannya sama dengan saya Hartati 
Murdaya, mengumumkan mendukung Partai Demokrat. Pemilik pabrik sepatu 
yang mengerjakan order Nike sebelum Nike hengkang dari Indonesia ini 
tadinya di PDI.

Membandingkan parpol di Yunani, sangat aib jika salah satu pengikut 
partai bahkan anggota parlemen yang pindah ke partai lain. Berbeda 
dengan pemain sepak bola dua memusuh bebuyutan Panathinaikos dan 
Olympiakos yang terjadi jual beli atau transfer pemain. Misalnya saja 
kiper Panathinaikos yang bernama Nikopolidis dijual ke Olympiakos. Di 
Yunani dua partai yang saling bergantian berkuasa adalah Partai PASOK 
(sosialis) dan Nea Demokratia (Demokrasi Baru). Dua partai ini mengalami 
pasang surut dalam perebutan suara dalam pemilu dan sepak terjang 
politik di Yunani hingga pemilihan parlemen Uni Eropa. Namun tidak 
pernah terdengar anggota partainya yang hengkang atau hijrah ke partai lain.



Masalah loyalitas ini juga tidak hanya menggerogoti tubuh Partai Golkar, 
kondikte anggota dan pentolan partai juga bisa merubah citra partai itu 
sendiri. Padahal di dunia politik penjagaan citra

  1   2   3   4   5   >