[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - JANGAN LAGI MENGEMIS MINTA MAAF PADA JEPANG!
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *05 September, 2010* ** *JANGAN LAGI MENGEMIS MINTA MAAF PADA JEPANG!* Judul stulisan ini 'JANGAN LAGI MENGEMIS MINTA MAAF PADA JEPANG', adalah varian-ku dari judul artikel di mingguan Belanda 'Groene Amsterdammer', 12 Agustus 2010. Judul aslinya ialah *'Niet Meer Bedelen Om Excuses'*. Jangan lagi mngemis permintaan-maaf. Maksudnya janganlah lagi (kita orang Belanda) mengemis supaya Jepang minta maaf kepada Belanda. Itu bersangkutan dengan tindakan Jepang di kamp-kam-interniran Belanda di Hindia-Belanda semasa pendudukan Jepang. Khususya mengenai paksaan terhadap wanita-wanita Belanda untuk dijadikan 'gundik' atau 'pelacur' Jepang. Tulisan oleh *Fred Lanzing, antropolog dan historicus Belanda itu*, bisa dianggap kontroversial. Tidak bisa lain. Karena 'melawan arus'. Arus yang keras kedengaran selama ini di negeri Belanda. Yaitu tuntutan kepada (pemerintah Jepang) agar mengakui adanya korban-korban kekejaman militer Jepang selama pendudukan Jepang atas Hindia-Belanda. Khususnya kasus wanita-wanita Belanda yang dipaksa jadi pelacur Jepang. Serta tuntutan 'ganti rugi'. Sampai sekarang, tuntutan tsb ditolak oleh pemerintah Jepang. Sepertinya jadi masalah 'menggantung' dalam hubungan Belanda-Jepang. Pandangan Lanzing tsb 'lain dari pada yang lainnya'. Terbanding pandangan yang bisa diketahui di Belanda sampai kini, mengenai masa pendudukan Jepang atas Hindia-Belanda.* Lanzing mengambil posisi tegas untuk memulai halaman baru dalam hubungan Belanda-Jepang*. Sikap Lanzing ini pasti tidak bisa diremehkan, karena Lanzing sendiri dan keluarganya adalah penghuni kamp-interniran Jepang semasa periode pendudukan Jepang. Lanzing bicara atas dasar pengalaman dan hasil risetnya sendiri. Maka ada baiknya bagian-bagian tertentu tulisan Lanzing itu, diterjemahkan bebas dalam bahasa Indonesia untuk pengetahuan pembaca. Lengkapnya artikel Lanzing itu, bisa dibaca teks aslinya dalam bahasa Belanda, seperti terlampir. * * * Dalam rangka peringatan 65 tahun kapitulasi Jepang yang diadakan di Belanda, terbit sebuah kumpulan sajak 'Geen Requiem', oleh penulis Belanda Marion Bloem. Diterbitkan atas inisiatif 'Stichting Herdenking 15 Augustus 1945' dengan pendanaan 'Stichting Afwikkeling Het Gebaar'. Buku Marion Bloem inilah yang jadi fokus sanggahan historicus Fred Lanzing. Tulis Lanzing a.l : *Tahun ini, 65 tahun yang lalu Jepang bertekuk lutut. Saya mendesak agar perang di Hindia-Belanda, Perang Pasifik, disuruh pensiun saja. Sudah waktunya generasi saya, yang telah mengalami sendiri prahara perang tsb, mengenyahkan sétan ini dari hati dan benak kita. Agar kita mengambil keputusan -- mengenangkan masa lampau perang tsb sebagai suatu peristiwa sejarah. Marilah kita menjauhkan diri selalu dan lagi-lagi mengungkit-ungkit rasa pedih masa lampau. Sudah waktunya untuk pemulihan, melupakan, demi ketenangan sukma.* Lanzing dengan keras mengecam buku Marion Bloem. Tulis Lanzing a.l Di dalam buku itu tertulis bahwa tahun 2010 adalah tahun 'untuk ekstra memperingati renungan-perang banyak warga negeri kita'. Sajak-sajak (Marion Bloem itu) disertai oleh suatu 'penjelasan historis'. Sajak-sajak dan penjelasan tsb memberikan 'gambaran mengenai masa dalam sejarah tanah-air kita, yang masih saja amat tak dikenal'. Sayang, tulis Lanzing, harus dikatakan bahwa* 'Geen Requiem' (kumpulan sajak Marion Bloem itu, I.I.) samasekali tidak memberikan sumbangan apapun bagi diungkapnya-kebenaran mengenai perang di Hindia-Belanda. Juga tidak bagi suatu permulaan untuk mengatasi rasa dendam dan dengki, halmana sering menjadi ciri dari buku (Marion Bloem) itu.* Selanjutnya Lanzing menguraikan bahwa apa yang dikatakan Maron Bloem tentang 'perjuangan KNIL melawan serbuan Jepang' ke Hindia Belanda, itu samasekali tidak benar. Setahu saya, lanjut Lanzing, KNIL memberikan perlawanan kecil terhadap pendaratan Jepang di pantai Jawa (Banten). Dan tak lama, KNIL kapitulasi pada tanggal 8 Maret 1942 sesudah seminggu pendaratan Jepang. Lanzing juga membantah tentang adanya 'perjuangan' melawan Jepang. Samasekali tak ada perjuangan KNIL melawan Jepang. Demikian Lanzing. Apakah ada 'pengejaran' yang dilakukan Jepang terhadap orang-orang Belanda? Samaserkali tidak, tulis Lanzing. Dalam bulan Oktober 1942, kami biasa saja naik 'betjak' menuju kamp-interniran di Kramat, setelah disampaikan keputusan bahwa ibu saya harus ke situ. Lanzing juga mempertanyakan kebenaran cerita yang ditulis dalam kata pengantar buku Marion Bloem. Misalnya, tentang 'penghinaan, penindasan, serba-kekurangan, keputus-asaan, dan penderitaan (..) yang harus disosialisasikan pada lingkungan yang lebih luas. Agar terdapat pengakuan mengenai penderitaan, untuk adanya pengertian'. Ini benar-benar mengherankan saya, kata Lanzing. Setiap tahun, -- 15 Agusrus 1945 --, diperingati di Belanda. Bendera nasional dikibarkan. Sering setengah tiang
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - BARACK OBAMA MENGAKHIRI PERANG IRAK YANG DIMULAI George BUSH
*Kolom IBRAHIM ISA* *Rabu, 1 September 2010* *---* *BARACK OBAMA MENGAKHIRI PERANG IRAK YANG DIMULAI George BUSH* Seperti biasa PR-nya Presiden Barack Obama, dengan menggunakan nama Oganizing America, secara teratur menyampaikan kepada pemilih, pendukung atau siapa saja yang dianggap bersimpati pada Obama - situasi politik AS dan kebijakan bersangkutan dengan situasi tsb. Sering juga 'penyampaian situasi' atau 'seruan Obama' dintandatangani oleh Presiden Obama sendiri. Demikianlah, aku juga termasuk yang secara teratur menerima informasi atau penyampaian situasi politik demikian itu. Kemarin kuterima lagi (dalam bahasa Inggris), atas nama Presiden Obama, sebuah PERNYATAAN RESMI bahwa AS menghentikan 'combat mission', tugas tempur di Irak. Dipancarkan melalui TV dari Gedung Putih Presiden Bush, a.l menyatakan: . . .Tonight, I'd like to talk to you about the end of our combat mission in Iraq, the ongoing security challenges we face, and the need to rebuild our nation here at home. Selanjutnya: . . . I am announcing that the American combat mission in Iraq has ended. Operation Iraqi Freedom is over, and the Iraqi people now have lead responsibility for the security of their country. This was my pledge to the American people as a candidate for this office. Last February, I announced a plan that would bring our combat brigades out of Iraq, while redoubling our efforts to strengthen Iraq's security forces and support its government and people. That's what we've done. * * * Di-Indonesiakan menjadi kira-kira begini: . . . .Malam ini, saya ingin bicara dengan kalian tentang berakhirnya misi tempur kita di Irak, tantangan keamanan yang berlangsung terus yang kita hadapi, serta mengenai perlunya kita nenbangun kembali nasion kita di sini di dalam negeri. Saya mengumumkan bahwa misi tempur Amerika di Irak telah berakhir. Operasi Kemerdekaan Irak telah selesai, dan rakyat Irak sekarang memikul tanggungjawab mengenai keamanan negerinya. Ini adalah janji saya kepada rakyat Amerika ketika sebagai calon presiden. Akhir Februarti y.l saya mengumumkan rencana akan menarik brigade-brigade kita dari Irak, sambil melipatgandakan usaha kita untuk memperkokoh pasukan keamanan Irak, serta menyokong pemerintah dan rakyatnya. Itulah yang kita lakukan. Keputusan Barack Obama ini banyak mendapat sambutan. Ia berusaha memenuhi janjinya ketika pilpres yang lalu, bahwa ia akan mengakhiri perang Irak. Mengapa? Karena Obama serta banyak kekuatan maju lainnya di Amerika, bahkan pendapat umum mayoritas Amerika, dengan KERAS MENENTANG PERANG IRAK yang dilancarkan oleh Presiden George Bush. * * * Apakah politik luarngeri AS yang dipimpin ketika dipimimpin oleh Presiden Bush, sudah berakhir? Pada Sidang Umum PBB pada tanggal 12 September, 2003, tercatat bahwa Bush a.l mengatakan either you are with us, or you are with the terrorists. Jelas politik ini adalah politik luarnegeri warisan Perang Dingin. Kalau kalian tidak bersama kami, kalian menentang kami. Politik luarnegeri Bush itu ditentang oleh mayoritas negeri didunia ini. Bahkan sekutu-sekutu AS sendiri di NATO menolaknya. Setelah Bush memaklumkan perang terhadap terrorisme, - - - - bagaimana dunia ini diurus, bagaimana hubungan internasional diatur dan diurus, itu sepenuhnya hendak dijadihkan monopoli AS. Artinya, AS-lah yang menentukan segala-galanya. Menurut Amerikanya Bush, PBB, suatu badan internasional yang diakui dan didukung oleh seluruh dunia, harus tunduk di bawah kemauan AS. AS merasa punya hak untuk memberikan ultimatum kepada badan internasional ini. AS mengambil hak ditangannya sendiri untuk menentukan mana-mana negeri di dunia ini, yang termasuk negara syaitan dan harus digulingkan, seperti Irak, umpamanya, dan digantikan, dan mana-mana negeri yang berkelakuan baik. * * * Bagaimana selanjutnya perkembangan hubungan AS -- Irak, dan hubungan AS dengan negeri-negeri laiinya -- apakah akan dengan sungguh-sungguh menghormati hak bangsa-bangsa di dunia ini untuk menentukan nasibnya sendiri, ataukah dengan cara lain AS mau tetap bertindak sebagai penguasa, -- hanyalah perkenbangan selanjutnya akan membuktikannya. Setiap orang yang cinta kemerdekaan, demokrasi dan perdamaian, menyambut dihentikannya pertumpahan darah di Irak. Dalam pada itu setiap langkah siapa saja di dunia, khususnya AS, yang sewenang-wenang menentukan pemerintah negeri mana yang boleh eksis terus, dan mana yang harus digantikan, wajib dikritik dan ditentang habis-habisan! * * * Lampiran: (teks Inggris pidato Presiden Barack Obama): Obama delivers Oval Office address on Iraq. Transcript Good evening. Tonight, I'd like to talk to you about the end of our combat mission in Iraq, the ongoing security challenges we face, and the need to rebuild our nation here at home. I know this historic moment comes at a time of great uncertainty for many Americans
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - Ber- Soliloquis Pada Umur – 80
*/IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita// -/ * /*Kemis, 26 Agustus 2010*/ /*Ber-Soliloquis Pada Umur 80 * *Berdialog Dengan Diri Sendiri */ /* Bg.I */ /Semula samasekali tidak ada maksud membuat tulisan seperti ini. Dalam waktu panjang sebelum sendiri berkeluarga, di rumah orangtua kami, sejak 'tempo doeloe', tak pernah ada yang memperingati hari ultah./ /Dirasakan itu kebiasaan orang-orang Belanda! Ada juga yang dilakukan oleh bangsa kita yang Nasrani. Itupun di kalangan atasannya. Sedangkan keluarga kami tidak tegolong kalangan atas. Lagipula penganut agama Islam. / /* * */ /Kongkritnya sekarang ini, situasinya jadi lain samasekali. Karena aku menerima tidak kurang dari //*delepan puluh tujuh (87) mungkin lebih ucapan selamat ultah ke-80. *//Yang disertai harapan terbaik dan doa. Agar panjang umur, bahagia dan meneruskan kegiatan penulisan dengan semangat yang sama! Terus terang, aku sendiri menjadi heran. Tetapi tokh gembira! Tak pernah mengalami situasi seperti ini. / /Kenyataan inilah yang menjadi penyebab utama mendorong aku menulis sehubungan dengan mencapai umur 80. Pertama-tama untuk dengan setulus-tulusnya menyatakan banyak-banyak terima kasih kepada para 'well-wishers' itu. Ucapan selamat itu ada yang melalui tilpun langsung, banyak yang lewat e-mail. Yang paling banyak adalah yang dimuat di FACEBOOK.Facebook benar-benar merupakan alat komunikasi sederhana, cepat, gratis dan efektif/ /Sepantasnyalah aku merespons ucapan selamat yang amat bersahabat dan mengharukan itu. Handai-taulan, sahabat lama dan baru, tua dan muda, baik yang di Indonesia, maupun di negeri lainnya, kenalan-kenalan yang baru samsekali (banyak sekali, terutama dari generasi muda di Indonesia) -- sungguh memberikan *inpirasi dan dorongan* untuk meneruskan apa yang kukerjakan, sejak menjadi 'orang eksil'. *Yaitu menulis, merefleksikan sekadar pengalaman masa lalu untuk dijadikan bahan pertimbangan, menyampaikan message* dan dorongan kepada generasi muda untuk meneruskan perjuangan yang telah dimulai oleh para founding fathers negara Republik Indonesia tercinta ini. Hal ini selalu diajukan generasi muda di Indonesia kepadaku, Sampaikanlah pengalaman perjuangan masa lalu kepada kami-kami yang muda-muda ini. Begitu selalu seruan mereka. / /Sikap mereka itu sungguh menggugah. Menggugah untuk menulis. Mengajukan saran dan fikiran dalam rangka kita membersihkan pengaruh pendidikan periode Orba. Siapa tidak ingat politik pendidikan ORBA. Dicekoki pada generasu muda bahwa 'kebenaran itu ada pada pimpinan, pada penguasa', bahwa sebelum bertindak, harus 'menunggu arahan' . Pokoknya menjadikan kaum muda tidak berani dan tidak mampu berfikir bebas. Tidak berani mengambil tanggungjawab sendiri. Dalam segala tindakan pedomannya 'menunggu arahan' dan 'asal bapak senang'. / /Menjadilah tugas bersama untuk -- Mendorong mereka agar berani berfikir bebas dan mandiri. Membebaskan diri dari pandangan 'apriori'. Menanamkan rasa solidaritas bangsa Membela dengan gairah nasib rakyat miskin. Menegakkan dan membela kebenaran, keadilan, demokrasi dan HAM. Ikut membangun Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauké', memberlakukan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar falsafah bangsa dan negara, sesuai ajaran Bung Karno./ /* * */ /Dari respons menamggapi tulisan-tulisanku, yang didasarkan pada garis pembangunan nasion Indonesia sesuai ajaran Bung Karno, --- bisa diketahui bahwa artikel-artikel, buku-buku baru yang banyak diterbitkan setelah jatuhnya Orba, banyak membantu usaha pencerahan fikiran. Bahwa generasi muda sendiri menganggap perlu untuk mengadakan pencerahan fikiran secara fundamental, mengenal sejarah dan identitas bangsa sendiri dalam proses pelurusan sejarah bangsa yang dalam tempo begitu lama dibengkokkan oleh rezim Orba - Bahwa Proses dan perkembangan pencerahan fikiran ini --- amat melegakan hati. Serta dengan optimis memandang kedepan! / /* * */ /*Menjelang umur 80 th, semakin sering aku ber- SOLILOQUIS*//. Berdialog dengan diri sendiri. Kadang-kadang bersoliloquis itu melelahkan. Karena mengharuskan diri yang sudah manula ini menyelam jauh ke memori, ke pengalaman masa lampau, ke sanubari dan hati nurani./ /Suatu ketika aku melihat keadaan seorang kenalan lama yang paling tidak sudah diatas 75 th. Ia jurnalis pensiunan. Kami sering papasan ketika menuju winkelcentrum di dekat rumah. Jalannya agak pincang. Akibat stroke. Wajahnya tidak cerah. Kusapa dia: Pagi-pagi begini, mau kemana, nih? Sekali tempo dengan gurau ia jawab: Cari pacar! Kami tertawa terbahak-bahak. Tempo lain kutanya lagi: Mau kemana Bung? Dengan muram dijawbnya: Tunggu mati saja lagi!. Pada mukanya ada tanda-tanda luka. Bekas jatuh terjerembab rupanya. Jangan begitu dong!, kataku. Kami terdiam, tidak ada yang tertawa. Tak lama tetangganya yang juga kenalan lama kami, memberitakan, --- bahwa sang jurnalis
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – Selected NEWS VIE WS,,FOCUS – ON THE PRESIDENT
*IBRAHIM ISA'S Selected NEWS VIEWS* *FOCUS ON THE PRESIDENT* Monday, August 23, 2010 - *SBYs re-election: A START TO A DICTATORSHIP REGIME?* *Editorial: NAME YOUR CHOICE, MR PRESIDENT* *POPULARITY DROP -- A 'YELLOW LIGHT' TO THE PRESIDENT* *PRESIDENT SLAMMED FOR SILENCE ON POLICE SCANDALS* *THE WEEK IN REVIEW; INDEPENDENCE WEEK* *SBYs re-election: A START TO A DICTATORSHIP REGIME?* Mario Masaya, Bandung | Mon, 08/23/2010 Opinion It was the speculative loud speaker, Ruhut Sitompul, that raised the discourse of another term for Susilo Bambang Yudhoyonos rulership. Even though it was claimed to be his personal view, some might think that the message was delivered intentionally by the power behind it. The basic reason is to test public opinion on the matter. In international relations studies, it is called leakage. It was used by the government to disclose some policies to test public opinion. The leakage is very useful for two reasons. First, if the public shows some interest in this matter, and even supports the proposal recklessly, it might be a stepping stone for Cikeas to act accordingly. It also helps Yudhoyono and his party know which particular group is loyal to him, and which one is against. The second benefit can be seen from Yudhoyonos response himself. He appears to be an angel by showing that he disagrees with this matter and will not undertake such an undemocratic move. He said in his speech on the Constitution Day at the House of Representatives (Aug. 18) that he would give space for new leadership, not changing the rules for personal benefit. This response from Yudhoyono is regarded as another good-image political move as he usually does. Politically speaking, this strategic movement is very beneficial for Yudhoyono and the Democratic Party itself. There are two different responses which result from this matter, the pros and the cons. The pros of the possibility to change our Constitution and prolong Yudhoyonos leadership, argue that Indonesias development under Yudhoyonos presidency cannot be separated from his role. Therefore, the fate of this republic will be much depended on by Yudhoyono. The cons, on the other hand, are that it will ruin the democracy itself and Indonesia will move backward. This is based on the Indonesian Amended Constitution article 7 that stipulates a president can only be re-elected once. To amend this amendment means to make the first step to an undemocratic regime. It will create detrimental effects, which can be an obstacle to development. How should we actually respond to this discussion? First of all, let us compare these prolonged democratically elected presidential terms in other countries. In Venezuela, socialist president Hugo Chavez won the election the third time in 2006 after winning the election in 1998 and 2000. Chavezs policy is anti-US policy in most matters. With the so-called Bolivarian Revolution, Chavezs left-wing policy has made the country into a socialist country, nationalizing many international companies. More notably, it was in 2009 a referendum took place that gave him essential victory. This victory allows him to be President as long as the people keep electing him. On his presidency, he has cracked down on the press, greatly increasing restrictions as well as punishments for opposition. This condition creates a bigger possibility that Venezuela will be, or is, a dictatorship regime. Taking into account what happened in Venezuela, it will be very likely that the way to dictatorship can also be started from now, in this populist presidential era. While dictatorship has not such a bad image in Venezuela, we have a very unfortunate history of dictatorship under the New Order. Even nowadays it is still premature to think that Indonesia might return to the Soeharto era; however, it is still worth remembering the blood of Indonesian reformists shed to bring democracy to the republic in 1998. We should be aware that the political games created by politicians may have a severe effect on the well being of this republic. The possibility of a third presidential term for example, is seen as a coup for democracy. Democracy as the best political system of the worst is still a much better game in this country regardless of the slow economic development, corruption and many other problems. Democracy ensures individual freedom and human rights while others are not. Therefore, it is unnecessary to discuss the possibility of returning to the age of the Iron Hand as it only brings back bad memories and fears into the present. Even it is only a debate of another term of presidency; it is a warning for all Indonesian people that the option of another dictatorship regime still exists. It is also a caution for the ruling party that even the opportunity to
[wanita-muslimah] Tak Kenal BUNG KARNO, Maka -Tak Kenal INDONESIA
IBRAHIM ISA - Selasa, 17 Agustus 2010 Tak Kenal BUNG KARNO, Maka -Tak Kenal INDONESIA * P r o f i l Negarawan Dan Nation Builder Terbesar Indonesia Menulis sebuah `p r o f i l` tentang Bung Karno Seorang negarawan, `statesman' dan `nation builder', pembangun bangsa terbesar, dalam dua-tiga halaman saja, adalah sangat-sangat tidak mudah. Hasilnya pasti tidak seperti apa yang diharapkan. Keterbatasan ruangan dalam penerbitan Informasi, sebuah berkala terbitan Perhimpunan Persaudaraan, untuk menuliskan sebuah profil yang agak lengkap, merupakan realitas yang wajar dan bisa difahami. Kalaulah kita buka computer, menjenguk sebentar ke website `Google.com', ketik nama SOEKARNO, di situ bisa dibaca, sedikitnya terdapat 1.750.000 satu juta tujuhratus limapuluh ribu bahan tertulis, termasuk beberapa audio, youtube, Facebook, dan video, yang bersangkutan dengan nama SUKARNO. Demikianlah terkenalnya nama Sukarno di dunia informatika mancanegara. Dalam rangka, menyambut dan memperingati Ultah Ke-65 Hari Kemerdekaan Nasional Indonesia, 17 Agustus 1945, memang dimaksudkan di sini, hendak menulis `PROFIL' tentang Bung Kanro. Betapapun sulitnya. Karena begitu banyak segi dan ragam sosok dan tokoh yang bernama S u k a r n o . Kata `Profil' Menurut Kamus Oxford adalah sebuah gambaran, `silhoutte', `potret yang diilihat dari sisi'. Jadi profil itu adalah suatu gambar seseorang yang dilihat dari s a t u sisi saja. Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan `profil' itu sebagai `s k e t s a biografis`. SUKARNO adalah seorang manusia biasa. Dengan segala keunggulan dan kekurangannya. Benar! Sukarno adalah manusia biasa. Tetapi, sekaligus, SUKARNO, adalah manusia LUAR BIASA. Beliau orang besar. Sosok seperti beliau itu langka sekali dalam sejarah Indonesia. Yang menjadikan Bung Karno langka a.l adalah, bahwa sejak masa mudanya beliau telah memilih jalan hidup perjuangan demi kemerdekaan bangsa dan tanah air. Pemuda Sukarno tidak memilih hidup tenang dan énak sebagai insinyur bangunan dengan penghasilan lumayan. Malah akan bisa hidup sebagai `lapisan atas' di zaman kolonial Hindia Belanda. Tetapi Sukarno memilih jalan yang sulit dan menderita. Masuk-keluar penjara. Kemudian jadi orang buangan. Ya, itulah Sukarno yang sejak muda telah memilih jalan hidup sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia. Demi cita-cita mulya yang diyakininya. Jalan hidup ini dipertahanknnya dengan konsisten, sampai akhir hidup beliau dalam tahanan rezim Orba di bawah Jendral Suharto. Bung Karno lain dari Jendral Suharto. Yang jauh sebelum meninggalkan dunia yang fana ini, Suharto, selain mengumpulkan kekayaan bagi diri dan keluarganya melalui korupsi besar-besaran, ia telah menyiapkan `kuburan keluarga'. Sebuah lokasi menyolok, di sebuah gunung dengan bangunan mewah lengkap dengan pengawalan. Kuburan semegah ini tak ada bandingnya di Indonesia. Namun, Bung Karno, setelah meniggal dunia dalam tahanan militer, atas keputusan Jendral Suharto, jenazahnya diangkut jauh dari pusat kehidupn politik negara, yaitu ke Blitar untuk dimakamkan di situ. Semua tahu hal ini diluar keingian dan wasiat Bung Karno. Secara terbuka Bung Karno telah menyampaikan, bahwa beliau ingin dikubur di sebuah lokasi sederhana di Bogor dengan tulisan di batu nisan: BUNG KARNO, PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT. Memang Suharto tidak tanggung tanggung dalam tindakannya mengucilkan, mengasingkan dan menghancurkan nama Sukarno. Tetapi lihat, apa yang terjadi! Adalah massa rakyat sendiri yang bersikap. Dewasa ini kota Blitar tempat peristirahatan terakhir Bung Karno, telah menjadi salah satu `tugu nasional' penting. Massa pengunjung memperlakukan kuburan Bung Karno, seperti kuburan wali-wali. Bahkan lebih dari itu. Hingga detik ini, sudah ratusan ribu, bahkan mungkin sudah jutaan pencinta Bung Karno yang berdatangan dari pelbagai penjuru tanah air, pergi ber-ZIARAH ke MAKAM BUNG KARNO. Untuk menyatakan kecintaan, penghormatan dan kesetiaan mereka pada Bung Karno. Dan hal ini akan berlangsung terus. Lebih-lebih dalam situasi bangsa dan tanah air dewasa ini mendambakan dan membutuhkan seorang pemimpin dan penyuluh bangsa sekaliber BUNG KARNO. Bagi setiap orang Indonesia yang mengenal sejarah perjuangan bangsa, nama penulis kenamaan Belanda, Multatuli, alias Douwes Dekker, tidaklah asing lagi. Melalui bukunya `MAX HAVELAAR', sudah pada abad ke-19. Multatuli dengan terang-terangan, tegas dan tajam menggugat kolonialisme Belanda dan feodalisme di Banten, yang menjadi sekutu dan pijakan kekuasaan kolonialisme di Hindia Belanda. Kita juga mengenal nama-nama Belanda lainnya, yang simpati dengan bangsa Indonesia. Seperti antara lain Prof Dr W.F. Wertheim, Dr Bob Hering, Piet van Staveren, Poncke Princen, dan banyak lainnya yang memiliki hati nurani. Mereka-mereka itu tak sudi melihatberlangsungnya pemerasan dan penindasan oleh kolonialisme Belanda atas bangsa Indonesia. Mereka menyatakan protes
[wanita-muslimah] Wong JOWO-Surinam Ing Negoro Londo
IBRAHIM ISA Berbagi Cerita Sabtu, 14 Agustus 2010 -- Wong JOWO-Surinam Ing Negoro Londo Dalam Rangka Peringatan 120 Tahun Kedatangan Orang Jawa di Suriname Cerita-cerita, -- s e j a r a h , tentang 'Wong Jowo ing Negoro Londo' (mereka berimigrasi dari Suriname), -- orang Belanda menyebutnya Javaanse-Surinamers -- , menarik sekali. Mengharukan dan menggugah. Dan hatiku ikut bangga, sebagai suami seorang putri dari Jawa. Begitulah, hari Minggu, pekan lalu, kami kumpul bersama di suatu ruang peringatan dengan kira-kira 300 orang-orang Jawa lainnya yang berdatangan dari pelbagai penjuru Belanda. Cukup banyak data dan ulasan yang bisa diakses di internet mengenai para kompatriot itu. Jangan héran, bagi kebanyakan orang-orang Jawa-Indonesia, keberadaan dan latar belakang 'Wong-Jowo-Surinam' ing Holan iku, sedikit sekali yang tahu. Ya, sesekali secara kebetulan, kita papasan dengan orang (yang dianggap orang Indonesia), di jalan atau di pertokoan. Ternyata mereka itu adalah 'wong Jowo-Surinam'. Orang Jawa yang menetap di Belanda, asal Surinam. Mereka bertanya pula: Sampean soko Surinam? Aku baru-baru ini saja, agak mengenal latar belakang 'Wong Jowo Ing Negoro Londo. Yaitu selagi dan sesudah pada tanggal 08 Agustus 2010 lalu, bersama Murti istriku, Zus Titiek Maslam, Zus Wisnu dan Bung Sarmaji menghadiri Peringatan 120 JAAR JAVAANSE IMMIGRATIE Een Andere Kijk op Geschiedenis De Javaanse migratie door de ogen van gewone mensen. Artinya kira-ki begini: 120 tahun migrasi Orang-Orang Jawa Suatu Pandangan Lain Atas Sejarah Migrasi Orang-orang Jawa Melalui Mata Orang-orang Biasa.. Penyelenggara peringatan dilakukan bersama oleh Stichting Herdenking Javaanse Immigratie (STICHHJI), Stichting Budi Utama dan KITLV Leiden. Di ruangan pertemuan di pamerkan untuk dijual buku-buku sehubungan dengan orang-orang Jawa Surinam. Juga bisa dipesan kamus Jawa-Nederlands. Di situ aku membeli sebuah buku berjudul STILLE PASSANTEN, Levensverhalen van Javaans-Surinaamse ouderen in Nederland. Cerita-cerita pengalaman orang-orang Jawa Surinam di Nederland. Penulis: Yvette Kopijn dan Harriette Mingoen, Ketua STICHHJI. Aku baru membaca kata pengantarnya dan melihat-lihat foto-foto sekitar orang-orang Jawa yang mula datang ke Suriname. Kaum migran Jawa yang berjumlah 32.956 migran itu diangkut berangsusr-angsur selama periode 1890 s/d 1939 dengan 53 kapal ke Paramaribo, Suriname. Setelah menyelesaikan kontrak kerja selama 5 tahun, mereka boleh mengakhiri kontrak dan kembali ke kampung halaman di Jawa. Sebagian besar memilih menetap di Suriname, menjadikan negeri itu tanah airnya kedua. * * * Perayaan Peringatan tsb berlangsung di ruang pertemuan Haagse Hogeschool, Den Haag. Hanya beberapa puluh meter jaraknya pas dimuka Stasiun KA - Den Haag HS letaknya. Perayaan Peringatan mengambil bentuk Manifestasi Budaya. Dimeriahkan dengan acara seni: gamelan Jawa, tari-tarian, pentjak silat, nyanyi solo dan paduan suara, musik Jawa, juga musik pop. Tak ketinggalan dipanggungkan pula tari serimpi yang indah lemah lunglai itu. Hadirin menikmati seluruh acara yang berlangsung dari jam 12 siang sampai jam 07 malam. Dengan sendirinya tersedia di situ makanan Indonesia dan Suriname (seperti tahu lontong dan saoto), serta cendol dan minuman lainnya dengan harga yang layak. Sarmaji yang duduk disampingku, tak habis heran dan kagum menyaksikan acara seni itu. Bagaimana orang-orang Jawa Suriname kok bisa tetap memelihara budaya Jawa meskipun lebih seratus tahun terpisah dari kampung halaman asal, berlanglang-buwana sampai ke Suriname dan Belanda. Itu menunjukkan bahwa meskipun tinggal di negeri lain, mereka tetap mempertahankan budaya dan identitas mereka. Hebat kan, kataku! Tapi yang lebih mengharukan lagi serta terheran-heran kami, adalah ketika perayaan dibuka dengan tampilnya barisan bendera teridiri dari putri-putri, yang masing-masing membawa bendera Merah Putih Biru (Belanda), Merah Putih (Indonesia), dan Bendera Suriname. Tak terkira reaksi kami ketika itu. Serasa terdengar debaran jantung masing-masing, ketika seiring dengan barisan bendera tampil di panggung, diperdengarkan masing-masing -- lagu WILHELMUS, lalu INDONESIA RAYA kemudian lagu KEBANGSAAN SURINAME. Sungguh tak tak terduga bisa melihat bendera Merah Merah Putih dikibarkan diatas panggung di Haagse Hogeschool Den Haag, dengan diiringi musik INDONESIA RAYA. Dan itu dalam suatu perayaan peringatan yang dilangsungkan oleh WONG JOWO ING NEGORO LONDO. Kutanyakan bagaimana kesan Sarmaji disampingku. Bagaimana perasaannya melihat Sang MERAH PUTIH yang disertai musik INDONESIA RAYA di atas panggung? Wah, wah, bukan main bangganya aku!, kata Sarmaji. * * * Bagiku pribadi, belum lama mengetahui adanya orang-orang Jawa-Surinam di Holland. Kurang lebih 15 tahun y.l. seorang sahabat dekat kami (yang asal etnis Jawa) ternyata melakukan kerja
[wanita-muslimah] ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA
IBRAHIM ISA Berbagi Cerita Minggu, 08 Agustus 2010 -- ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA Diterbitkan oleh BARI MUCHTAR, Ranesi, Hilversum *** Kemarin dulu, kuterima dari sahabatku Bari Muchtar, Ranesi, Hilversum, e-mail berikut ini: ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONESIA, diterbitkan 06 Agustus, 2010, oleh BARI MUCHTAR, Ranesi, Hilversum. Dalam pesannya kepadaku mengomentari tulisanku tentang Peringatan 65th Hiroshima, Bari Muchtar menulis sbb: Pak Ibrahim, Mudah-mudahan senjata nuklir benar-benar disingkirkan di muka bumi. Pak Ibrahim, ini link rangkuman wawancara dengan bapak ttg orang-orang Belanda yang bersahabat dengan Indonesia. http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/orang-orang-belanda-sahabat-indonesia Salam hormat, Bari Muchtar * * * Kupikir, Ranesi telah menyiarkannya untuk pendengar Radio Hilversum, baik kiranya dipublikasikan agar pembaca dapat mengikutinya ORANG-ORANG BELANDA SAHABAT INDONSIA Dalam buku sejarah Indonesia ditulis, Belanda pernah menjajah Indonesia selama tiga setengah abad. Makanya wajar kalau orang masih tidak bisa melepaskan pikiran yang mengganggap orang Belanda itu penjajah. Tapi dalam sejarah selama lebih kurang tiga abad itu ternyata banyak orang Belanda yang berani menentang penguasa penjajah. Mereka memprotes, memberontak dan membelot menjadi pro Indonesia dan malah menjadi warga negara Indonesia. Ibrahim Isa, seorang eksil yang tinggal di Amsterdam, menyebut mereka itu orang-orang yang menjadi jembatan antara Belanda dan Indonsia atau sahabat Indonesia. Siapa saja antara lain mereka itu? Multatuli Pertama adalah Multatuli, seorang asisten residen di Lebak, Banten. Tokoh Belanda yang bernama asli Eduard Douwes Dekker ini mengundurkan diri jabatannya karena ia tidak setuju dengan sistem feodal saat itu. Ini dilakukannya setelah tuntutannya untuk memecat bupati tidak dikabulkan oleh pemerintah kolonial Belanda saat itu. Maklum pemerintah Belanda justru memanfaatkan sistem feodal itu untuk kepentingan penjajahan. Kemudian pada sekitar abad keduapuluhan nama Douwes Dekker muncul tapi orangnya berbeda. Pria yang masih berhubungan darah dengan Dekker yang dijuluki Multatuli ini adalah seorang jurnalis. Bersama dengan Ki Hadjar Dewantara dan dr Mangunsutjipto, ia membentuk Indische Partij pada tahun 1911. Indische partij itu partai politik pertama yang mengajukan tuntutan agar bangsa-bangsa di Nederlands Indie (nama Indonesia waktu itu,red) memilik haknya untuk menentukan nasibnya sendiri, tandas Ibrahim Isa. Pembelot Setelah Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 terjadi perang antara pejuang kemerdekaan Republik Indonesia melawan tentara Belanda. Menurut versi Belanda serdadu yang dikirm itu bertugas untuk memulihkan keamanan apa yang disebut aksi polisionil atau politionele actie. Tapi menurut kacamata Indonesia tentara Belanda itu jelas dikirim ke RI untuk merebut kembali negaranya yang baru merdeka. Di Belanda saat itu banyak pemuda Belanda yang menolak ditugaskan ke Indonesia yang bagi Belanda masih saat itu masih bernama Nederlands Indie atau Hindia Belanda. Hati nurani mereka tidak mengizinkan untuk menjadi bagian dari tentara yang mau menjajah lagi.Menurut Ibrahim Isa, jumlahnya sekitar 500 orang. Mereka akhirnya diadili dan dipenjarakan, katanya. Namun ada pula yang toh berangkat ke Indonesia, tapi akhirnya membelot ke pihak Indonesia. Contohnya Poncke Princen. Karena menyeberang menjadi Tentara Indonesia, maka ia dianggap penghkhianat oleh Belanda. Tapi untuk kita, untuk bangsa Indonesia ia dianggap sebagai sahabat yang sangat dekat, tandas Ibrahim Isa. Princen, tambah Ibrahim Isa, menunjukkan kepeduliannya dan dedikasi kepada Indonesia dengan menjadi pejuang Hak Asasi Manusia atau HAM dan demokrasi pada jaman Orba. Akibatnya ia sempat dipenjarakan oleh rejim di bawah pimpinan Soeharto ini. Princen diakui sebagai pejuang demokrasi dan HAM, simpul Ibrahim Isa. Selanjutnya Ibrahim Isa menambahkan bahwa di perpustakaan-perpustakaan Belanda banyak sekali ditemukan buku-buku tulisan bekasTentara Kerajaan Belanda. Banyak di antara mereka sebenarnya tidak tahu bahwa mereka ke Indonesia dulu ditugaskan untuk menjajah kembali. Karena yang dikatakan kepada mereka, tugas mereka adalah memulihkan kembali keamanan di Hindia Belanda. Jadi, mereka merasa ditipu. Lalu ada seorang ilmuwan Belanda yang terang-terangan mengusulkan kepada pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua kepada Indonesia. Ia adalah guru besar sosiologi bernama Werthheim. Bukunya yang berjudul The Society in transtion menjadi bahan bacaan wajib bagi yang mau studi antropologi dan sospol Indonesia. Di jaman Orba di Belanda ia mendirikan Komite Indonesia, untuk memperjuangkan hak-hak demokrasi bagi Indonesia kata Ibrahim Isa. Teman keluarga Bung Karno Terakhir tokoh sepuh Ibrahim Isa yang masih sangat aktif membaca buku ini menyebut nama
[wanita-muslimah] MENGENANGKAN ULTAH-65 PEMBOMAN ATOM ATAS HIROSHIMA DAN NAGASAKI
Kolom IBRAHIM ISA Jum'at, 06 Agustus 2010 --- HIROSHIMA NAGASAKI Di Bom Atom Bukankah Itu 'PEMBUNUHAN MASAL'? AS Dituntut Minta Maaf Kpd Rakyat Jepang Mengenangkan Ultah Ke-65 Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman, merasa perlu mengorbankan lebih dari 240.000 penduduk sipil Hiroshima dan Nagasaki, memusnahkan dua kota tsb demi, m e m p e r c e p a t berakh irnya Perang Duni II. Demi 'm e n g u r a n g i ' korban Perang Pasifik. Begitu pembelaan AS atas penggunaan senjata pemusnah masal terhadap penduduk sipil Jepang. Bom atom yang diledakkan di atas Hirshima yang ironis dijuluki Little Boy dan yang di atas kota Nagasaki dijuluki Fatman, telah minta korban kurang lebih seperempat juta penduduk sipil (sumber Wikipedia). Padat tanggal 15 Agustus, 1945 pemerintah Kerajaan Jepang menyatakan menyerah pada Sekutu. *** Perkembangan ini menyebabkan pelbagai analisis dan pandangan. Antara lain dikemukakan bahwa Amerika Serikat 'mengejar waktu' dengan menggunakan Bom Atom, senjata pemusnah maasl yang dahsyat itu terhadap Jepang, -- supaya Jepang segera menyerah. Karena tentara Sovyet yang sudah menaklukkan kekuatan pokok Jepang di daratan Timur Asia, sedang siap-siap untuk menyerbu dan menaklukkan Jepang. AS dan sekutunya bagaimanapun tidak membolehkan Sovyet lebih dahulu mengalahkan dan menduduki Jepang. Degan pelbagai dalih untuk memenangkan strategi pokoknya di Asia dalam persaingan dengan Uni Sovyet, AS tidak segan-segan mengorbankan menjadi mangsa sendjata bom atom, sebanyak kurang lebih 240.000 penduduk sipil yang mati. Belum lagi sejumlah besar yang masih hidup tetapi menderita seumur hidup disebabkan radiasi fatal yang berasal dari peledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Analisis dan komentar lainnya menyimpulkan bahwa kebijakan AS meledakkan bom Atom di atas kota Hirohsima dan Nagasaki, adalah demi memenangkan strategi perangnya. Oleh karena itu, tidak lain tak bukan, tindakan AS itu adalah suatu PEMBUNUHAN MASAL TERHADAP PENDUDUK SIPIL. Dan merupakan kejahatan perang yang teramat biadab! Menggunakan cara teror militer terhadap penduduk sipil untuk memaksakan lawan bertekuk lutut. *** Hari ini, 06 Agustus, 2010, dengan suatu upacara khusus di Peace Memorial Park di kota Hiroshima, ribuan rakyat Jepang mengenangkan ulangtahun ke-65 diledakkannya bom atom di atas kota Hiroshima. Untuk pertama kalinya pemerintah AS mengirimkan utusan resmi untuk ambil bagian dalam peringatan korban bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Juga wakil-wakil resmi Inggris dan Perancis, dua-duanya pemilih senjata nuklir, ikut hadir dalam pertemuan. Kehadiran utusan resmi AS untuk pertama kalinya dalam peringatan korban bom atom Hiroshima dan Negasaki yang diadakan setiap tahun itu, dikatakan merupakan sutu sikap baru AS. Bersamaan dengan itu Menlu AS Hillary Clinton menyatakan di Washington bahwa AS berniat untuk menyingkirkan senjata nuklir dari dunia. Apakah ini benar suatu pertanda akan adanya perubahan pada politik luarnegeri dan global AS. Sejak Perang Dunia berakhir AS menggunakan arsenal senjata nuklirnya sebagai buah catur terpenting dalam dalam strategi Perang Dingin versus Blok Timur ketika itu. Sekaligus senjata nuklirnya digunakan untuk mengintimidasi negeri-negeri yang tidak tunduk serta yang berani menentang dominasi AS? Hanyalah perkembangan selanjutnya yang bisa membuktikannya. Sekjen PBB Ban Ki-Moon yang hadir bersama utusan dari 75 negeri lainnya dalam upacara peringatan Hiroshima itu, menyatakan bahwa: Satu-satunya jaminan tidak digunakannya lagi senjata semacam itu adalah dengan megnhapuskannya samasekali. Gerakan Perdamaian Dunia yang sejak berakhirnya |Perang Dunia II muncul dan sangat aktif serta betambah besar pengaruhnya di Jepang, sejalan dengan pandangan umum di Jepang menuntut agar PEMERINTAH AMERIKA MINTA MAAF KEPADA RAKYAT JEPANG, atas peledakan bom atom atas kota Hirshima dan Nagasaki, yang telah menimbulkan korban begitu besar pada rakyat sipil. Setiap pencinta damai dan yang berfikiran sehat, dengan sendirinya menganggap tuntutan dihapuskannya samasekali semua senjata nuklir dan senjata pemusnah masal lainnya, serta tuntutan masyarakat Jepang, agar AS minta maaf, adalah tuntutan yang pada tempatnya dan adil! ***
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - MEMPERINGATI HARI ULTAH JUSUF ISAK ,,Bg 2, Selesai
*IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita Jum'at, 16 Juli 2010 -- ** MEMPERINGATI HARI ULTAH JUSUF ISAK * *Bg 2, Selesai ** * Sahabatku Umar Said, Paris, rekan Jusuf Isak di Sekretariat Persatuan Wartawan Asia-Afrika PWAA), Jakarta, telah menulis sebuah artikel berkenaan dengan Hari Ultan Jusuf Isak. Website Umar Said, membuat ruangan khusus sekitar Hari Ultah Jusuf Isak. Dalam Website tsb disiarkan esay Wilson Obrigados. * * * Menarik sekali dan penting sekali kesimpulan yang ditulis Wilson mengenai JUSUF ISAK dan AJARAN-AJARAN BUNG KARNO. Tulis Wilson: *Joesoef juga menjadi membela Soekarnoisme yang gigih. Bahkan kesan saya, beliau lebih militan dan paham Soekarnoisme ketimbang banyak orang yang kerap mengaku-ngaku dan menyitir nama Soekarno untuk kepentingan pragmatis dan politik kekuasaan belaka. Ia memperlakukan Soekarno sebagai negarawan, baik dalam pikiran dan tindakan. Dalam berbagai kesempatan berbicara Joesoef mencela orang-orang yang mengaku Soekarnoisme tapi ANTI KOMUNISME. Bagi Joesoef seorang yang anti komunis, otomatis bukan Soekarnois. Mereka tidak tahu bahwa nasakom itu adalah pondasi politik Soekarno untuk mempersatukan dan membangun bangsa Indonesia. ucap Joesoef. * Berikut ini adalah bagian penutup esay WILSON OBRIGADOS, memperingati Hari Ultah JUSUF ISAK. Bagian pertama esay Wilson telah disiarkan kemarin. * * * * Selamat Ulang Tahun, Selamat Tidur Panjang : * *Joesoef Isak 15 Juli 1928-15 Juli 2010* Akhirnya, saya memberanikan diri menerima tugas membuat pengantar untuk buku Revolusi Agustus. Beberapa hari kemudian saya ditelepon mba Panti, anak Soemarsono bahwa bapak ingin bertemu sambil makan siang bersama disebuah restoran di Pondok Indah Mall. Dengan gugup dan kagum saya untuk pertamakalinya secara fisik bertemu dengan Soemarsono, salah seorang tokoh dalam peristiwa Madiun 1948. Pertemuan itu berdampak positif, saya mulai memahami cerita di balik naskah tersebut. Setelah buku ini terbit, saya dan keluarga Soemarsono tetap menjalin komunikasi. Bahkan kami sempat napak tilas sejarah Soemarsono dijaman revolusi di Surabaya dan Madiun. Sekarang saya punya obsesi untuk membuat dokumenter tentang Soemarsono untuk peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan Peristiwa Madiun 1948. Akhirnya, selama bulan puasa saya mengumpulkan seluruh buku yang berkait dengan Peristiwa Madiun. Bahkan waktu mudik lebaran di Pekalongan saya habiskan untuk membaca naskah Soemarsono dan beberapa buku lainnya. Setelah lebaran dan pulang mudik dari Pekalongan pengantar itu-pun kelar dan langsung saya antar kepada Joesoef Isak di Duren Tiga. Joesoef akan membaca dan mengirimnya kepada Soemarsono. Beberapa hari kemudian Joesoef menelpon saya bahwa mereka berdua tak ada soal dengan pengantar tersebut. Jadi naskah sudah bisa dicetak. Setelah naik cetak buku dilaunching dan disiskusikan di dua tempat yaitu di Gedung Joang 45 di Cikini dan di Teater Utan Kayu. Dalam kedua acara tersebut saya hadir sebagai pembicara. Sementara di Utan Kayu saya, Soemarsono dan Romo Baskoro dari Sanata Darma sebagai narasumber. Bulan Agustus 2009, keluarga Soemarsono diundang Pemimpin Redaksi Grup Jawa Pos, Dahlan Iskan untuk napak tilas sejarah Soemarsono di jaman Revolusi. Saya ikut dalam rombongan keluarga sekaligus membuat dokumenter. Selama napak tilas memang tak ada persoalan. Namun persolan muncul ketika kami sudah kembali ke Jakarta. Sebuah kelompok yang menamakan dirinya Front Anti Komunis melakukan demo membakar buku itu dan menolak Soemarsono di kantor Jawa Pos. Aksi pembakaran itu ternyata mengkonsolidasikan dukungan untuk menolak aksi tak beradab membakar buku. Bonie Triyana, Goenawan Muhamad, Andreas harsono dan saya lalu menggalang petisi publik dan jumpa pers menolak pembakaran buku. Ribuan orang dalam waktu beberapa hari mendukung petisi tersebut. Kerjasama saya dan Joesoef juga berlangsung ketika saya menerbitkan memoar penjara saya Dunia Di Balik Jeruji; Catatan Perlawanan pada tahun 2005. Saya meminta Joesoef Isak memberi pengantar pada buku tersebut. Joesoef lalu memberi pengantar pada buku itu bersama Xanana Gusmao, yang kini menjadi Perdana Mentri Republik Demokratik Timor Leste. Hubungan saya dan Joesoef sebetulnya lebih cocok sebagai 'guru' dan 'murid' atau sebagai seorang 'junior' yang awam dengan 'senior' yang sarat pengalaman. Meskipun mungkin Joesoef, karena sikap egaliternya tidak memandang dalam relasi seperti itu. Kemudian kami jadi sering bertemu karena saya sering berkunjung kerumahnya, baik datang sendiri, maupun dengan teman seperti Bonie Triyana. Kunjungan yang paling membuat gundah adalah ketika ia sakit dan harus dirawat dirumah sakit pada awal tahun 2009. Usai dirawat inap, Joesoef berobat jalan dirumahnya. Saya mengunjungi Joesoef Isak bersama Nor Hiqmah istri saya, Irina 'Nyoto dan Faizah istri Max Lane penerjemah tetralogi Pramoedya edisi Inggris. Pertemuan tersebut membuat saya sangat
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - MEMPER INGATI ULTAH JUSUF ISAK
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* Amsterdam, Kemis, 15 Juli 2010 - *MEMPERINGATI ULTAH JUSUF ISAK* Kemarin, kubaca di Facebook, kiriman dari sahabatku sejarawan generasi muda*, Wilson Obrigados* Jakarta. Kiriman itu adalah sebuah esay untuk memperingati HARI ULTAH JUSUF ISAK (15 Juli 1928). Jusuf Isak, adalah pemrakarsa, pendiri dan pemimpin Penerbit Buku-Buku Bermutu HASTA MITRA. Ia wartawan senior dan pejuang Kebebasan Menyatakan Pendapat. Ia juga mantan Sekretaris Jendral Persatuan Wartawan Asia-Afrka. Jusuf Isak adalah pemenang 'Wertheim Award 2005' bersama Goenawan Mohammad. Ia dihormati dan mendapat penghargaan internasional dengan beberapa international awards, a.l dari Perancis, Australia dan Amerika. JUSUF ISAK yang tak pernah berhenti berjuang demi cita-cita luhurnya, meninggal dunia tahun yang lalu. Mengenangkan Jusuf Isak dengan sebuah esay seperti yang dilakukan oleh Wilson Obrigados, adalah cara yang baik sekali untuk belajar dari keteladaan Jusuf Isak. Suatu perjalanan hidup yang hingga akhir umurnya terus berjuang demi *KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT, DEMOKRASI, dan AJARAN-AJARAN BUNG KARNO..* Di bawah ini dipublikasikan esay Wilson Obrigados tsb dalam dua kali siaran. * * * *Wilson Obrigados, 14 Juli 2010* *Selamat Ulang Tahun, Selamat Tidur Panjang : Joesoef Isak 15 Juli 1928-15 Juli 2010. Bg 1* Tanggal 14 Agustus 2009, sekitar lima kali saya menelpon rumah Joesoef Isak. Pembantu dirumah yang menerima telepon menjawab bahwa pak Joesoef sedang kontrol ke rumah sakit. Saat itu Joesoef Isak sudah beberapa bulan terakhir terkena penyakit agak berat. Tabung gas pernafasan disediakan dirumah, bersiaga bila beliau susah bernafas. Tolong sampaikan ke pak Joesoef bawah Wilson tadi telpon dan besok siang akan mampir kerumah. pesan saya, setiap kali telpon diangkat. Jumat siang, 15 Agustus 2009 saya datang menemui Joesoef Isak. Saya tak pernah menduga itulah pertemuan terakhir dengan beliau. Joesoef duduk diruang tengah sambil menonton televisi. Tabung oksigen ada disebelah kursinya. Desantara, anak bungsunya juga duduk diruang tengah. Tubuh Joesoef kelihatan lemah. Wajahnya pucat. Saya duduk dikursi disebelahnya. Ada apa bung, kemarin katanya berkali-kali telepon. Saya sedang keluar, kontrol ke dokter, ujar Joeosoef dengan suara lirih. Kedatangan saya memang punya dua tujuan hari itu. Pertama saya menjelaskan rencana untuk membawa Sitor Situmorang bertemu dan berdiskusi dengan beliau. Pertemuan itu adalah bagian dari film dokumenter yang dibuat kawan-kawan JAVIN dalam rangka ulang tahun Sitor Situmorang yang ke-85. Saya sendiri berharap Joesoef Isak dapat memancing berbagai pemikiran dan pengalaman Sitor berkait dengan Soekarnoisme dalam berbagai kurun sejarah. Bung dan Sitor sama-sama Soekarnois tulen, jadi diskusi antara bung berdua tentang Soekarno akan menjadi kerangka utama dari film kawan-kawan JAVIN, ucap saya. Ternyata Joesoef sudah beberapa tahun tak pernah bertemu fisik secara langsung dengan Sitor. Jadi kedatangan Sitor benar-benar disambut dengan antusias. Bahkan bu Asni akan menyiapkan makan siang bersama untuk merayakan pertemuan tersebut. Pertemuan akan dilakukan hari Sabtu, 16 Austus jam 11 siang. Besok siang saya akan bawa Sitor Situmorang kemari bersama Dolo Rosa Sinaga, ujar saya. Setelah urusan pertemuan dengan Sitor selesai, saya mengeluarkan sebuah fotocopy naskah dari tas ransel saya. Bung saya membawa naskah yang sejak lama bung cari-cari, yaitu tentang Dewan Ekonomi (Dekon) yang menjadi stategi pembangunan yang dirumuskan oleh pemerintahan Bung Karno. Naskah yang saya bawa adalah skripsi Amirudin anak sejarah UI. Di belakang ada lampiran konsep Dekon. ujar saya sambil menunjukan fotocopy-an yang saya bawa dan saya sorongkan kepadanya. Menurut Joesoef, selama ini Soekarno dituduh oleh para pendukung Soeharto dan orde baru bahwa ia tak punya konsep pembangunan ekonomi. Soekarno hanya memikirkan mobilisasi politik dan ideologis untuk mempersatukan bangsanya. Bahka kajian-kajian tentang Soekarno sangat jarang membahas soal konsep pembangunan ekonomi yang sedang disiapkan oleh Bung Karno menjelang akhir kekuasaan konstitusionalnya. Joesoef memegang naskah yang saya berikan. Ia memandang sejenak, membuka-buka halaman dan berhenti di lampiran konsep Dekon di bagian belakang buku. Dulu saya pernah punya naskah asli konsep Dekon ini. Buku kecil berwarna biru sampulnya. Namun ketika saya kembali dari penjara, buku itu hilang. Baru sekarang ini saya melihat kembali naskahnya, ujar Joesoef. Menurut Joeosoef saat itu Soekarno sedang menyiapkan dua strategi besar untuk menyiapkan bangsanya agar berdaulat secara politik dan berdaulat secara ekonomi tanpa mengekor atau menjadi epigon kekuatan ekonomi politik global saat itu. Menurut Joesoef, dalam kedaulatan politik, Soekarno mengeluarkan konsep Demokrasi Terpimpin, sebagai suatu konsep untuk
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Amster dam Menyambut 'Oranje' Sebagai PAHLAWAN M ereka.
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Selasa, 13 Juli 2010* *---* *BELANDA KALAH . . . (1-0)* *SPANYOL MEREBUT PIALA EMAS . . . . . . . . .* ** * ** *Tapi Amsterdam Menyambut 'Oranje' Sebagai PAHLAWAN Mereka.* Pagi tadi, bersama Murti, kami pergi ke Nieuwmark. Sebuah pertokoan di pusat kota Amsterdam. Letaknya satu halte Metro sebelum Amsterdam-Central. Maksudnya menjenguk rumah putri sulung kami, Pratiwi. Rumahnya kosong, karena sekeluarga berkunjung ke Mesir. Sebelum berangkat Pratiwi mencatat alamat kantor pusat Sekretariat Tetap Organisasi Setiakawan Rakyat Afro-Asia di Caro. Itu kantor tempat kerjaku selama tahun-tahun 1960-1965. Ia juga mencatat alamat Sekolah Indonesia, Cairo, di daerah Dokki, dekat rumah kami. Maksudnya dalam kunjungannya ke Cairo itu, mungkin karena nostalgi ingin melihat bekas sekolahnya dulu. Ia juga ingin melihat kayak apa kantor bapaknya dulu di Cairo. Dari rumah Pratiwi kami pergi belanja di supermark Tionghoa, 'Oriental', pas dekat halte Metro Nieuwmark. Di lapangan muka supermark 'Oriental', sudah dipasang layar TV raksasa. Supaya masyarakat di sekitar situ bisa menyaksikan siaran TV hari ini, 'Amsterdam Menyabut Pahlawan-pahlawannya', yaitu kesebelasan 'Oranje'. Walikota Amsterdam, Erhard van der Laan, menyatakan sebelumnya, jika 'Oranje' menang akan disambut besar-besaran di Museum Plein. Sebelumnya diarak keliling berlayar di 'grachten' Amsterdam yang terkenal itu. Tapi kalau 'Oranje' menempati nomor dua, kalah dari Spanyol, maka 'Oranye' akan disambut masa di Museumplein. Jadi tidak ada pengaturan berkeliling dengan perahu-perahu menelusuri 'Amsterdamse grachten'. Tapi dalam waktu 24 jam Walikota Van der Laan mengubah keputusnnya: Di pers muncul berita: 'Amsterdam is trots, dus toch de gracht in'. Artinya 'Amsterdam bangga, jadi tokh akan diatur berlayar di 'grachten'. Amsterdam bangga dengan pemuda-pemuda dari kesebelasan Nederland. Suatu acara berlayar melalui 'grachten', itu akan memberikan kesempatan indah bagi penggemar (fans) untuk bisa melihat pahlawan-pahlawan mereka dan memberikan dukungan terhadapnya. Demikian Walikota Amsterdam Van der Laan menjelaskan keputusan terakhir dalam rangka menyambut kesebelasan 'Oranje'. * * * Tak terhindarkan ada pers yang memberikan komentar sinis. Bukankah dimana saja di dunia ini selalu ada orang-orang yang sinis. Orang-orang semacam ini sok-soknya mau lucu-lucu. Tetapi tidak jarang 'kebablasan'. Jadi kelewat batas, menjadi tidak etis. Satu contoh: Bert Wagendorp dalam kolomnya di de Volkskrant hari ini, a.l. menulis: Kalau sih PM (dimisioner) Balkenende menyambut kesebelasan 'Oranje', itu bisa dimengertilah. Disini yang kalah dalam hal ini Balkenende yang partainya, CDA merosot dalam pemilu Juni yang lalu menyambut 'Oranje' yang kalah 1-0 dari Spanyol. Dan kalaulah Ratu Beatrix mengundang 'Oranye' bertamu di Istana dan berfoto bersama, itupun bisa dimengerti. Karena bukankah Sang Ratu, bertindak sebagai sang Ibu, yang ngemong anak-anaknya pulang dengan sedih hati krena kalah itu. Demikian Bert Wagendorp. Mana yang cocok apakah keputusan Van der Laan, menyambut besar-besaran kesebelasan 'Oranje' , ataukah Wagendorp dengan komentar sinisnya, mencemoohkan keputusan Walikota Amsterdam. Baik kita liat saja bagaimana jalannya sambutan itu. * * * Sungguh diluar dugaanku dan kita semua yang menyaksikan di TV bagaimana orang-orang Belanda menyambut PAHLAWAN-PAHLAWANNYA kesebelasan ORANJE. Kurang lebih setengah juta orang yang berkumpul di Musieumplen dan memenuhi tepi-tepi 'grachten' mengelu-elukan kesebelasan Óranje'. Banyak slogan-slogan yan berbunyi: WELKOM THUIS HELDEN. Selamat kembali pulang para pahlawan. Salah satu semboyan besar yang dipasang di Museumplein berbunyi 'GIO' (van BRONCKHORST, kapten kesebelasan 'Oranje' yang keturunan Maluku itu), 'MALUKU IS TROTS'. Maluku bangga. Demikian Giovannie Van Bronckhorst dielu-elukan massa. Di sepanjang 'grachten' yang dilalui iring-iringan kapal 'Oranje' ribuan massa berwarna 'oranje' mulai dari topi, T-shirt sampai ke sepatu mengelu-elukan pahlawan mereka. Tidak ada satupun teriakan ataupun tulisan sinis, seperti komentarnya Bert Wagendorp yang mengéjék kesebelasan 'Oranje' yang kalah dalam babak final kejuaraan dunia sepakbola di Afrika Selatan. De Telegraaf, sebuah surat kabar liberal Belanda, menulis dengan huruf-huruf besar 'Zij hebben als leeuwen gevochten '. Mereka, kesebelasan Belanda, telah berjuang bagaikan singa-singa. De Telegraaf yang sering suka nyindir dan juga sinis dalam komentar-komentarnya, kali ini tampaknya mengerti perasaan dan semangat massa orang-orang Belanda yang mencintai dan menghargai olahragawan mereka. Maka mengertilah kita mengapa pemimpin kesebelasan nasional Belanda Bert Van Marwijk mengatakan: Kekecewaan belum sepenuhnya hilang, tetapi kami benar-benar boleh berbangga. Coba lihat massa yang mengelu-elukan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Amster dam Menyambut 'Oranje' Sebagai PAHLAWAN M ereka.
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Selasa, 13 Juli 2010* *---* *BELANDA KALAH . . . (1-0)* *SPANYOL MEREBUT PIALA EMAS . . . . . . . . .* ** * ** *Tapi Amsterdam Menyambut 'Oranje' Sebagai PAHLAWAN Mereka.* Pagi tadi, bersama Murti, kami pergi ke Nieuwmark. Sebuah pertokoan di pusat kota Amsterdam. Letaknya satu halte Metro sebelum Amsterdam-Central. Maksudnya menjenguk rumah putri sulung kami, Pratiwi. Rumahnya kosong, karena sekeluarga berkunjung ke Mesir. Sebelum berangkat Pratiwi mencatat alamat kantor pusat Sekretariat Tetap Organisasi Setiakawan Rakyat Afro-Asia di Caro. Itu kantor tempat kerjaku selama tahun-tahun 1960-1965. Ia juga mencatat alamat Sekolah Indonesia, Cairo, di daerah Dokki, dekat rumah kami. Maksudnya dalam kunjungannya ke Cairo itu, mungkin karena nostalgi ingin melihat bekas sekolahnya dulu. Ia juga ingin melihat kayak apa kantor bapaknya dulu di Cairo. Dari rumah Pratiwi kami pergi belanja di supermark Tionghoa, 'Oriental', pas dekat halte Metro Nieuwmark. Di lapangan muka supermark 'Oriental', sudah dipasang layar TV raksasa. Supaya masyarakat di sekitar situ bisa menyaksikan siaran TV hari ini, 'Amsterdam Menyabut Pahlawan-pahlawannya', yaitu kesebelasan 'Oranje'. Walikota Amsterdam, Erhard van der Laan, menyatakan sebelumnya, jika 'Oranje' menang akan disambut besar-besaran di Museum Plein. Sebelumnya diarak keliling berlayar di 'grachten' Amsterdam yang terkenal itu. Tapi kalau 'Oranje' menempati nomor dua, kalah dari Spanyol, maka 'Oranye' akan disambut masa di Museumplein. Jadi tidak ada pengaturan berkeliling dengan perahu-perahu menelusuri 'Amsterdamse grachten'. Tapi dalam waktu 24 jam Walikota Van der Laan mengubah keputusnnya: Di pers muncul berita: 'Amsterdam is trots, dus toch de gracht in'. Artinya 'Amsterdam bangga, jadi tokh akan diatur berlayar di 'grachten'. Amsterdam bangga dengan pemuda-pemuda dari kesebelasan Nederland. Suatu acara berlayar melalui 'grachten', itu akan memberikan kesempatan indah bagi penggemar (fans) untuk bisa melihat pahlawan-pahlawan mereka dan memberikan dukungan terhadapnya. Demikian Walikota Amsterdam Van der Laan menjelaskan keputusan terakhir dalam rangka menyambut kesebelasan 'Oranje'. * * * Tak terhindarkan ada pers yang memberikan komentar sinis. Bukankah dimana saja di dunia ini selalu ada orang-orang yang sinis. Orang-orang semacam ini sok-soknya mau lucu-lucu. Tetapi tidak jarang 'kebablasan'. Jadi kelewat batas, menjadi tidak etis. Satu contoh: Bert Wagendorp dalam kolomnya di de Volkskrant hari ini, a.l. menulis: Kalau sih PM (dimisioner) Balkenende menyambut kesebelasan 'Oranje', itu bisa dimengertilah. Disini yang kalah dalam hal ini Balkenende yang partainya, CDA merosot dalam pemilu Juni yang lalu menyambut 'Oranje' yang kalah 1-0 dari Spanyol. Dan kalaulah Ratu Beatrix mengundang 'Oranye' bertamu di Istana dan berfoto bersama, itupun bisa dimengerti. Karena bukankah Sang Ratu, bertindak sebagai sang Ibu, yang ngemong anak-anaknya pulang dengan sedih hati krena kalah itu. Demikian Bert Wagendorp. Mana yang cocok apakah keputusan Van der Laan, menyambut besar-besaran kesebelasan 'Oranje' , ataukah Wagendorp dengan komentar sinisnya, mencemoohkan keputusan Walikota Amsterdam. Baik kita liat saja bagaimana jalannya sambutan itu. * * * Sungguh diluar dugaanku dan kita semua yang menyaksikan di TV bagaimana orang-orang Belanda menyambut PAHLAWAN-PAHLAWANNYA kesebelasan ORANJE. Kurang lebih setengah juta orang yang berkumpul di Musieumplen dan memenuhi tepi-tepi 'grachten' mengelu-elukan kesebelasan Óranje'. Banyak slogan-slogan yan berbunyi: WELKOM THUIS HELDEN. Selamat kembali pulang para pahlawan. Salah satu semboyan besar yang dipasang di Museumplein berbunyi 'GIO' (van BRONCKHORST, kapten kesebelasan 'Oranje' yang keturunan Maluku itu), 'MALUKU IS TROTS'. Maluku bangga. Demikian Giovannie Van Bronckhorst dielu-elukan massa. Di sepanjang 'grachten' yang dilalui iring-iringan kapal 'Oranje' ribuan massa berwarna 'oranje' mulai dari topi, T-shirt sampai ke sepatu mengelu-elukan pahlawan mereka. Tidak ada satupun teriakan ataupun tulisan sinis, seperti komentarnya Bert Wagendorp yang mengéjék kesebelasan 'Oranje' yang kalah dalam babak final kejuaraan dunia sepakbola di Afrika Selatan. De Telegraaf, sebuah surat kabar liberal Belanda, menulis dengan huruf-huruf besar 'Zij hebben als leeuwen gevochten '. Mereka, kesebelasan Belanda, telah berjuang bagaikan singa-singa. De Telegraaf yang sering suka nyindir dan juga sinis dalam komentar-komentarnya, kali ini tampaknya mengerti perasaan dan semangat massa orang-orang Belanda yang mencintai dan menghargai olahragawan mereka. Maka mengertilah kita mengapa pemimpin kesebelasan nasional Belanda Bert Van Marwijk mengatakan: Kekecewaan belum sepenuhnya hilang, tetapi kami benar-benar boleh berbangga. Coba lihat massa yang mengelu-elukan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISAS – FOCUS ON MUHAMMADIYAH
IBRAHIM ISAS FOCUS ON MUHAMMADIYAH Friday, July 9^th , 2010 Muhammadiyahs century The Jakarta Post | Tue, 07/06/2010 - Editorial There are few organizations like it. A sociocultural mass base numbering in the millions. A force of societal stability. A catalyst for cultural change. Indonesia is blessed by the presence of two such mainstream groupings: Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah. In its centennial year, Muhammadiyah is undertaking its congress to elect its next chairman and ultimately shape the direction of the organization. With a network of schools, universities, hospitals and various institutions under its aegis, few organizations are as well placed and equipped to help determine the direction of this nation. Since it was formed by Ahmad Dahlan in 1912 in Yogyakarta, Muhammadiyah has been founded on the pillars of reason and progressive change. Rejecting the traditonalist dogmatic approach, it instead advocated for rational reasoning and interpretation, or ijtihad, within its community. For a lack of a better word, it was already secular even before the birth of the state or conservative ulemas decided that secularism was taboo. From this ideological underpinning, most Indonesian Muslims can be considered Muhammadiyah-ist in their thinking to be reasoned and utilize common sense in the practice of religion rather than blindly importing Arabism as the basis of practicing their religiosity. Under the chairmanship of Din Syamsuddin, Muhammadiyah has retained its basic virtues which have allowed its leading figures to become contributing members of the greater society. The moderate stance of Muhammadiyah has been a bulwark against growing conservatism and those who would corrupt the religion of peace for a personal agenda of intolerance and violence. Greater assertiveness is expected of the organization in this cause. We are hopeful that Muhammadiyah members once again employ their common sense by electing a chairman, Din or anyone else, who reflects the nationalistic pluralistic values that embody this nation. To do otherwise would represent a threat to the fine balance of diversity which enriches the worlds greatest archipelago. Muhammadiyahs new century presents greater challenges and responsibilities. As Indonesia embarks on an open political system, institutions like Muhammadiyah are a linchpin in the fight against dogma. Voices of unreason will triumph and its caustic message accepted as conventional wisdom if the likes of Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama refuse to challenge them. We further urge that Muhammadiyah continue its independent stance without bowing to the temptations of being prostrate to the status quo. A position pledged by Din when he opened the congress over the weekend. In a time when coalitions are formed for the sake of political profit, Muhammadiyah should underline its role as a loyal critic of the government, whoever is in power. A counterweight on the side of the people while at the same time rejecting the temptations of delving into the formal practical political arena. It is an appeal as beguiling as the menace of Muhammadiyah being infiltrated by those who would seek to exploit it for political ends. But with 100 years of common sense and the wisdom of thousands of learned Muhammadiyah graduates, there should be no reason that it cannot overcome these challenges. The past century has been an era of teaching and educating. The coming century should be one in which Muhammadiyah raises itself as a pulpit of enlightenment. Congress promotes need for tolerance Slamet Susanto, The Jakarta Post, Yogyakarta | Fri, 07/09/2010 Muhammadiyah, the countrys largest modernist Muslim organization, must develop programs to promote pluralism and religious tolerance, agreed participants Wednesday on the penultimate day of the groups 46th congress in Yogyakarta. The congress Commission E said it saw a need to promote interfaith cooperation, mutual tolerance and acceptance among different community groups to help create positive social conditions. Muhammadiyah supports and promotes pluralism but we reject pluralism that leads to syncretism and says that all religions are the same, said recently-re-elected Muhammadiyah Chairman Din Syamsuddin. As part of the community, people must recognize the existence of other religions and be aware that there is some truth in every religion, he said. However, people must also remember that all religions do not share the same truths, he added. We must recognize diversity in religion and have mutual respect for each other and be tolerant. However judgments on truth should be made in accordance with an individuals faith, he said. Lakum diinukum waliyadiin, he added, referring to a verse from the Koran that is translated as: To you, your religion, and to me, mine.
[wanita-muslimah] IBRAHIIM ISA – Berbagi Cerita - KE MANA KITA PERGI BELAJAR ISLAM-INDONESIA? -- Jawabnya: – – – LEIDEN, Holland.
*IBRAHIIM ISA Berbagi Cerita* http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/25/where-we-go-study-indonesian-islam.html *Jum´at, 2 Juli 2010* http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/25/where-we-go-study-indonesian-islam.html *---* http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/25/where-we-go-study-indonesian-islam.html *KEMANA KITA PERGI BELAJAR ISLAM-INDONESIA? **--** **Jawabnya: **LEIDEN, Holland.* Dua hal yang ingin di-berbagi-ceritakan kali ini. *DISKUSI ´BLASPHEMY LAW DI KITLV´* Satu ceerita, mengenai diskusi yang digelar KITLV di Leiden pada tanggal 24 Juni 2010. Satu lagi mengenai tulisan Lutfhi Assyaukanie di 'The Jakarta Post', berjudul WHERE WE GO TO STUDY INDONESIAN ISLAM?. Terjemahan bebas --- dalam bahasa Indonesia: KEMANA KITA PERGI BELAJAR ISLAM-INDONESIA? Pertanyaan ini diajukan oleh Lutfhi Assyaukanie, dan sekaligus telah dijawabnya sendiri, dalam artikelnya yang dimuat di 'The Jakarta Post Online', 25 Juni 2010. Lutfhi adalah sorang sarjana generasi muda (PhD), Lahir 27 Agustus 1967. Pernah belajar di University of Jordan - spesialisasi Hukum Islam dan Falsafah. Memperoleh master-degreenya di International Islamic University of Malayasia, dan meraih PhDnya dalam Islamic Sudies di University of Melbourne. Bersama Ulil Abshar ia mendirikan Jaringan Islam Liberal (2001). Lutfhi memberikan kuliah di Universitas Paramadina. Sekian dulu tentang siapa Lutfhi Assyaukanie. * * * Aku belum lama bersalam-kenal dengan Lutfhi (di KITLV, Leiden, 24 Juni 2010). Sayang kami tak sempat cakap-cakap. Ketika itu kami kebetulan duduk sebelah-menyebelah dalam suatu pertemuan atas undangan KITLV. Acaranya ketika itu: Talks on the Blasphemy Law Human Rights vs. Mainstream Islam. Kami menyaksikan film dokumenter produksi Lexi Rambadetta Junior. Film dokumenter itu, adalah cuplikan dari dokumenter sepanjang 50 jam yang dibuat Lexi Rambadetta Jr mengenai peristiwa sekitar sidang Mahkamah Konstitusi Indonesia. Kongkritnya suatu sidang 'judicial review' bersangkutan dengan undang-undang anti-pencemaran agama Islam Blasphemy Law . Sidang berlangsung di Jakarta dari Februari sampai April 2010. Catatan: Menurut suatu penjelasan, --- yang dalam bahasa Inggris disebut -- 'Blasphemy Law' di Indonesia itu, maksudnya ialah Pasal 156(a) KUHP. Berasal dari UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Pasal 1 UU ini berbunyi: yang a.l menyatakan: Barangsiapa di muka umum menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa penduduk negara Indonesia dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun. Pasal 156(a) KUHP tersebut berasal dari UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Pasal 1 UU ini a.l berbunyi: Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang utama di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama itu. Sementara pendapat beranggap bahwa Pasal mengenai penistaan agama tsb paling tidak kontroversial. Dikatakan bahwa uu itu seringkali digunakan untuk memberangus kepercayaan agama lain yg dinilai telah menghina kepercayaannya (Islam). Anggapan ini diajukan dengan mengambil contoh, adanya upaya menghancurkan Ahmadiyah, yang dinilai telah menghina Islam, karena Ahmadiyah mempercayai adanya nabi baru setelah Muhammad. * * * Masih kuteruskan sedikit sekitar DISKUSI mengenai Blasphemy Law Hak Azasi versus Mainstream Islam di Indonesia yang digelar oleh KITLV pada tanggal 24 Juni 2010 di KITLV, Kamar 138, Reuvenplaats 2, 2311, BE Leiden. Dijelaskan dalam undangan KITLV itu: Film dokumenter ini mempertunjukkan kejadian di Mahkamah Konstitusi Indonesia, ketika diadakan sidang 'judicial review' mengenai Blasphemy Law 1965, mulai Februari sampai April 2010. Pada pertengahan 2009, grup-grup Hak-Hak Manusia terdiri dari perorangan (pluralis), kaum Muslim moderat dan kaum minoritas, mengajukan sebuah petisi terhadap undang-undang tsb. Salah seorang dari yang mengajukan petisi tsb adalah Gus Dur, mantan Presiden yang meninggal pada akhir 2009. Selama sidang Mahkamah Konstitusi, pemerintah dan grup-grup religius, mealkukan perlawanan kuat. Pembuat film mendokumentasi setiap diskusi dalam proses sidang (lebih dari 50 jam). Lalu menciptakan sebuah dokumentasi selama satu jam. Itu akan dipertunjukkan untuk pertama kalinya di Leiden, Nederland. Ini adalah dokumenter 'work-in-progress' dan akan dirampungkan dalam bulan November 2010. Para pembuat film mengharapkan memperoleh masukan dan dukungan. Pada pementasan film, Lexi
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS AND VIE WS - FOCUS ON FRONT PEMBELA ISLAM FPI
*IBRAHIM ISA'S SELECTED NEWS AND VIEWS* *Wednesday, June 30, 2010* *-* *FOCUS ON FRONT PEMBELA ISLAM FPI* - -- INDONESIAN MILITARY BEHIND ISLAMIST THUGS -- ISLAMIC HARD-LINERS A THREAT TO THE NATION -- FPI MUST BE BANNED : HOUSE LEGISLATORS -- DISBAND FPI, SAY LEGISLATORS AND ACTIVISTS -- CHRISTIANS ASK FOR INTERFAITH FORUM AMID TENSIONS -- DEMANDS FOR FPI'S DISBANDMENT CONTINUE -- FPI, NO PROBLEM !!?? --- INDONESIAN MILITARY BEHIND ISLAMIST THUGS A lawmaker on Wednesday accused the security forces of secretly supporting Islamist vigilantes as a kind of paramilitary force to intimidate opponents and commercial rivals. Indonesian Democratic Party of Struggle lawmaker Eva Kusuma Sundari said extremist vigilantes known for violent attacks on bars, minorities and human rights advocates had direct links to military and police generals. The organization is now part of the conflict management strategy the Indonesian military exercises to maintain its power, she told AFP, referring to the stick-wielding fanatics known as the Islamic Defenders Front (FPI). There are several military personnel who still use the services of the FPI... I suspect they maintain and protect the FPI because they still have interests with them. The FPI is known for threatening, intimidating and physically attacking Indonesians with almost complete impunity, despite repeated calls for the government to ban the organization. On Sunday it threatened war against the Christian minority in the Jakarta suburb of Bekasi and urged all mosques in the city to create armed militias. Sundari is a member of a group of MPs who has demanded the government crack down on the vigilantes after they burst into an official meeting on health care in East Java last week and accused the organisers of being communists. FPI chairman Habib Rizieq hit back at the groups critics, saying they were part of a conspiracy among communists and liberals against the imposition of sharia or Islamic law in the secular but mainly Muslim country. Police should not discriminate -- whoever propagates communism should be brought to justice as it is a criminal offence, he told a press conference at FPI headquarters in Jakarta. He did not renounce violence and when a journalist asked him to respond to community concerns about violence he accused him of being a communist. /Agence-France Presse/ ISLAMIC HARD-LINERS A THREAT TO THE NATION Jakarta Globe Editorial, June 27 2010 - Religious tolerance and freedom is the fundamental pillar of our society. The nations founding ideology, Pancasila, is centered around the freedom to worship and to believe in ones God. It is against this backdrop that recent developments in Bekasi are profoundly disturbing. Over the past few months, hard-line Islamic groups have sought to impose their will on the residents and dictate what is acceptable and what is not. Now, several Islamic organizations in Bekasi have recommended that every mosque in the city form a militant unit and that local Muslims prepare for the possibility of war against what they perceive to be the Christianization of the city. A new group calling itself Bekasi Islamic Presidium, formed at the close of the two-day Bekasi Islamic Congress at the Al-Azhar Mosque on Sunday, said these militant units were important to guard Bekasi Muslims against conversion to Christianity. The presidium is also expected to forward several recommendations to the Bekasi administration to create policies that are compliant with Shariah law. These developments and recommendations should be looked into seriously and weighed with great care. There is a growing perception that Muslim hard-liners who shout loudly are not challenged, irrespective of the damage they cause in communities that do not share their views, as long as they are not visible from the metropolitan center of Jakarta. Most recently this has been seen in Bogor, in the Koja protests, and now in Bekasi. However, if left unattended, these simmering religious tensions have the potential to erupt into an open conflict with far reaching repercussions. Talk of open war and the formation of local militant units is dangerous. We only need to recall the bloodbath in Poso and Maluku where thousands of people lost their lives and homes in religious conflict between 1999 and 2000 to understand how quickly the fire spreads once lit, and how difficult it is to extinguish. We are encouraged by a statement from the Bekasi chapter of the Islamic Defenders Front (FPI) saying they would seek a dialogue with the citys Christian community. We hope a truly open and
[wanita-muslimah] Ibrahim Isa: - EEN ALLOCHTOON SCHOOLKIND EN EEN MOSLIMA MET HOOFDDOEK (Teks asli, bahasa Indonesia, lihat lampiran)
*Ibrahim Isa: (Teks asli, bahasa Indonesia, lihat lampiran) -- Amsterdam, 27 juni 2010 * * EEN ALLOCHTOON SCHOOLKIND EN EEN MOSLIMA MET HOOFDDOEK * *Vertaald door Maya Keuning * *Ten Geleide : Dit waaargebeurde verhaal is vertaald door onze kleindochter (18), Maya Keuning. Zij heeft dit jaar haar studie op de St Nicolaas Lyceum afgerond met sukses. Zij begon Bahasa Indonesia lessen (een keer per week) bij haar opa te volgen, minder dan twee jaar geleden. De resultaat is, naar mijn mening, geweldig* *** Enige tijd geleden maakte ik iets mee wat mij compleet verraste. Maar het was ook een ervaring waardoor ik trots werd op de allochtonen in Nederland. Dit verhaal heeft te maken met een allochtone schooljongen en een Islamitische vrouw met hoofddoek. Volgens de gegevens van het CBS -- Centraal Bureau Statistiek -- worden de Nederlandse burgers verdeeld in twee categorieën: burgers waarvan de ouders in Nederland geboren zijn worden 'autochtoon' genoemd. De burgers waarvan minstens één van de ouders in het buitenland geboren is, heten 'allochtoon'. Het kan gaan om een blanke of een getinte immigrant. In Nederland is er racisme, een antivreemdelingen houding, met name jegens gekleurde vreemdelingen en moslims. Sommigen maken veel onderscheid tussen autochtoon en allochtoon. Hierover zijn vaak hevige debatten, maar hoe kan het ook anders? De burgers worden nou eenmaal zo verdeeld in twee groepen. Zij die zogezegd 'origineler' zijn, heten autochtoon. Zij zijn van mening dat zij meer recht hebben op wonen in Nederland, omdat zij 'inheems' zijn. Maar aan de andere kant kan gezegd worden: Als het zo geformuleerd wordt, hoe zit het dan met koningin Beatrix, van het koninkrijk der Nederlanden? Volgens deze categorisering wordt Beatrix ingedeeld bij 'allochtoon'. Is het niet dat haar vader, prins Bernhard, van afkomst een Duits burger is? Of neem de echtgenoot van koningin Beatrix, wijlen prins Claus, geboren in Duitsland. En dan is ook nog de kroonprins, prins Willem-Alexander, getrouwd met een Argentijnse. Tja, in welke categorie horen nu de dochters van de kroonprins en zijn vrouw Maxima? Allochtoon of autochtoon? Wat een gedoe! Door toedoen van het CBS hebben wij nu verschillende bevolkingscategorieën. Misschien was dit niet de bedoeling. Deze manier van verdelen diende slechts voor administratieve doeleinden. Nu gaan wij niet debatteren over wat allochtoon en autochtoon is, over of het juist is dat autochtonen meer recht hebben op Nederlandse grond. We gaan het niet hebben over of de allochtonen beschouwd worden als minder dan autochtonen, zoals de zogenaamde 'non-pri's in Indonesië tijdens de Orba periode. Maar nee, we gaan nu niet verder discussiëren over deze zaak. Wellicht de volgende keer! Ik ga verder met mijn eigen verhaal. Die ochtend was het helder weer; de zon scheen aangenaam en er was een zacht briesje, geen wolken te bekennen. 'Ideaal weer om te fietsen', dacht ik. Die dag had ik een afspraak bij de tandarts. De tandartskliniek is niet ver weg van mijn huis, dus ik kon fietsen of de bus nemen. Ik besloot om te gaan fietsen, de gezonde optie. Ooit zei mijn dokter tegen mij, als bijna tachtigjarige: 'Twijfelt u tussen de auto of het openbaar vervoer, kies dan de tweede. Als U nog kunt fietsen is dat nog beter en lopen is ideaal.' Dus ik stapte op de fiets en kwam aan bij een kruising. Daar stond het stoplicht voor mij op rood, dus moest ik stoppen en afstappen. Normaliter zwaai ik dan mijn been achterlangs om af te stappen; ik rijdt op een herenfiets. Maar deze keer ging het afstappen van de fiets iets anders. Toen ik de fiets afremde, gleed ik al naar voren zonder dat ik mijn been kon optillen. Mijn kruis belandde op de stang, mijn voeten bereikten de grond maar net. Oh help, ik stond niet stabiel en voor ik het wist...viel ik voorover! Het ging door mijn hoofd dat deze bijna tachtigjarige lichaam inderdaad niet meer is, wat het was. Ik ben al een senior! Hoe durf je nou nog te fietsen! Eigenlijk kan ik nog prima fietsen, ik had slechts een beetje pech. Ik viel helemaal voorover op de grond. Ik had nog geluk, dat ik geen arm of been gebroken had. Dat vind ik nou typisch Indonesisch: je valt met je fiets op de grond en nog voel je dat je geluk hebt, want je bent niet gewond geraakt! Maar ik kon niet gemakkelijk opstaan, ik zat nog op de grond en toen gebeurde iets wat ik niet had verwacht. Toevallig stond er een allochtoon schoolkind bij het stoplicht te wachten en hij reageerde meteen. De jongen greep mijn arm en probeerde mij op te tillen. Het lukte hem niet; ik weeg ongeveer 75 kg en de jongen was ongeveer 11 jaar oud. Maar de snelheid waarmee hij reageerde was verwonderlijk. Hij vroeg: 'Gaat het, meneer? Heeft U iets, meneer?' Maar opstaan lukte ons niet. Het volgende verraste mij nog meer: een moslima met hoofddoek, een Marokkaanse, zag dat
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - MENGUNGKAP LATAR BELAKANG 'DUKUNGAN' AUSTRALIA PADA TIMOR LESTE
*Kolom IBRAHIM ISA* *Rabu, 23 Juni 2010* *-* *MENGUNGKAP LATAR BELAKANG 'DUKUNGAN' AUSTRALIA PADA TIMOR LESTE* *Ketika -- S*etengah abad yang lalu, Amerika Serikat 'gairah' bersimpati memberikan 'dukungan' kepada Republik Indonesia dalam konfliknya dengan Kerajaan Belanda, latar belakang 'dukungan' tsb adalah demi kepentingannya sendiri. Yaitu menyelamatkan, bahkan perluasan investasi modal dan 'milik' Amerika di Indonesia. Kepentingan perusahaan minyak raksasa Amerika di Indonesia, sperti Stanvac, Standard Oil dan Caltex, adalah latar belakang 'simpati' dan 'dukungan' Amerika pada Republik Indonesia. Kepentingan strategi Perang Dingin adalah elemen lainnya yang melatarbelakangi sikap AS terhadap konflik Indonesia-Belanda paro-kedua abad lalu. Keterlibatan AS dengan Kup Jendral Suharto 1965, dan didirikannya rezim Orba, serta bantuan politik, ekonomi dan militer terhadap rezim Suharto, idem-dito punya latar belakang kepentingan sendiri yang sama. Sikap AS terhadap Indonesia dewasa ini, sama saja, latarbelakangnya adalah kepentingan sendiri yang sama juga. * * * Catatan media Australia dan mancanegara, serta perkembangan selanjutnya, menjelaskan apa latar-belakang sikap Australia mendukung rezim Orba melakukan agresi, okupasi dan aneksasi di Timor Leste. Latar belakangnya adalah pertimbangan kepentingan ekonomi jangka panjang Australia di Indonesia dan Timor Timur. Situasi berubah. Disusul tergulingnya Presiden Suharto. Rezim Orba berantakan. Australia berbalik memberikan 'dukungan' pada perjuangan rakyat Timor Leste. 'Dukungan' ini jauh dari murni. Australia melihat bahwa betapapun rakyat Timor Leste akan mencapai kemerdekaannya. Australia harus merintis hubungan baru dengan Timor Leste. Tentu sikap pemerintah Australia ini tidak bisa disamakan dengan sikap prinsipil rakyat Australia umumnya, yang sejak semula memberikan simpati dan dukungannya yang sungguh-sungguh tanpa pamrih, pada perjuangan rakyat Timor Leste untuk kemerdekaan nasionalnya. Rakyat Australia penuh simpati dengan penderitaan rakyat Timor Timur di bawah pendudukan militer Indonesia selama 25 tahun. Menurut laporan sebuah komisi independen yang dibentuk PBB, jumlah korban di fihak rakyat Timor Timur selama pendudukan militer Indonesia tidak kurang dari 100.000 rakyat yang tewas. * * * Perhatikan apa yang terjadi belakangan: Betapa palsunya apa yang dinakaman 'bantuan' Australia pada Timor Leste. Ikuti berita BBC (23 Juni 2010), sbb: Presiden Timor Leste, Ramos Horta, baru-baru ini menyatakan, bahwa bantuan pembangunan Australia *salah arah.* Dalam surat kepada Duta Besar Australia menjelang kunjungan, Presiden Ramos Horta menyatakan sebagian besar dana donor dibelanjakan bukan untuk Timor Leste, tapi untuk biaya konsultan, misi penelitian, laporan dan rekomendasi. Minyak dan gas yang berada di bawah perairan Laut Timor juga menjadi titik pertikaian lain. Sejak Timor Leste merdeka dari Indonesia pada tahun 2002, perundingan soal simpanan migas yang sangat berharga berlangsung penuh sengketa. Sejak lama Australia dengan bernafsu 'melirik' sumber-sumber minyak dan gas yang kaya raya di bawah perairan Timor Leste. Lagi berita BBC: Di negara tempat 50% penduduk Timor Leste hidup dengan 1 dolar per hari, banyak orang memandang *Australia dan perusahaan sumber daya alam berniat jahat untuk merebut bagian dalam jumlah yang terlalu besar, dan tidak berbuat cukup untuk menciptakan lapangan kerja di wilayah Timor Leste*. * * * Apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menebus dosa menimbulkan begitu banyak korban di fihak rakyat Timor Timur tak jelas. Paling tidak satu hal bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia! Yaitu -- Secara tebuka dimuka umum nyatakan penyesalan pemereintah Indonesia, dan minta maaf atas kesalahan melakukan agresi, pendudukan dan aneksasi Timor Timur. Sikap pemerintah Indonesia yang jujur mengakui kesalahan sejarah mengagresi, menduduki dan menganeksasi Timor Timur, diharapakna akan membuka mata para elite politik yang duduk di pelbagai parpol dan lembaga-lembaga kekuasaan negeri lainnya, yang sampai dewasa ini mempertahankan dukungannya pada politik Orba, mengagresi, menduduki dan menganeksasi Timor Timur. * * * [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - MELAWAN IMPUNITY -- SETELAH 10TH LEBIH REFORMASI
*Kolom IBRAHIM ISA - Selasa, 22 Juni 2010 * *MELAWAN IMPUNITY -- SETELAH 10TH LEBIH REFORMASI* * Menyambut Kegiatan YPKP 65 - MEMORIALISASI KORBAN 65* * * * *Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65)*, berprakarsa mengadakan 'Kegiatan Memorialisasi' pada hari Jumat, 25 Juni 2010 dan diakhiri dengan Siaran Pers. Kegiatan tsb akan berlangsung di LP Pemuda Tangerang dan sekitar wilayah Cikokol Inisiatif ini teramat penting! Ia sejalan dengan usaha agar bangsa ini tidak melupakan sejarah. Tidak melupakan bahwa para pelaku pelanggaran HAM terbesar dalam sejarah Indonesia, yaitu pendiri dan penguasa Orba, sampai saat ini bergerak bebas seolah-olah kejahatan terhadap kemanusiaan yang mereka lakukan itu, tak bisa digugat, tidak bisa dituntut. Halmana berarti dibiarkannya keadaan 'impunity', situasi tanpa hukum berlangsung terus. *YPKP 65* memberikan penjelasan sbb: Puluhan tahun silam, banyak tempat di wilayah Tangerang seperti di LP Pemuda Tangerang, Tanah Tinggi / Pasar Anyar dan sebagainya meBaru. Walau pun tempat-tempat tersebut kini sudah tidak lagi digunakan sebagai tempat penyiksaan, bahkan beberapa tempat di antaranya sudah beralih fungsi namun ingatan terhadap peristiwa penyiksaan masih terus ada dalam benak korban-korbanpenyiksaan orde baru. Kegiatan ini adalah dalam rangka kampanye yang dipandu oleh JAPI, Jaringan Kerja Anti Penyiksaan Indonesia. Th 2010. Sampai saat ini kalangan yang berkuasa/pemerintah masih mengangap 'tabu' meninggung apalagi bicara mengenai pelangaran berbesar HAM yang pernah terjadi di negeri kita sejak Jendral Suharto merebut kekuasaan negara RI. Itulah sebabnya inisiatif mengadakan Memorialisas korban 65, merupakan kegiatan penting dalam rangka meningkatkan kesedaran masyarakat, tentang hak hukum warganegara. Tentang harus berkahirnya situasi IMPUNITY. * * * Sehari menjelang dibukanya Rapat Umun Tahunan Anggota Amnesty International Nedeland pada tanggal 11 Juni 2010, sebagai anggota Amnesty Nederalnd, kutulis sepucuk OPEN LETTER, yang berjudul AMNESTY INTERNATINAIONAL - NEVER FORGET THE MASS KILLINGS OF 1965. Surat terbuka itu a.l berbunyi (terjemahan bebas dalam bahasa Indonesia), sbb: . . . . untuk beberapa lamanya Amnesty Internaional tampaknya 'melupakan' penderitaan dan keadaan menyedihkan para korban pelanggaran hak-hak manusia, yang dilakukan atas perintah klik militer di bawah Jendrql Suharto. Itulah sebabnya saya menulis Surat Terbuka, tertanggal 16 Februari, 2006, kepada Amnesty International (Pusat) di London. Antara lain dinyatakan dalam Surat Terbuka tsb. sbb: Sampai saat ini, masyarakat internasional tak berhasil menjernihkan kasus dibunuhnya sekitar sejuta warga Indonesia yang patuh hukum. Suatu kejadian pembunuhan yang diorganisasi oleh Jendral Suharto selama ia naik kekuasaan dalam tahun 1965-1966. Berbeda dengan perlakuan terhadap para korban pemboman Bali tahun 2002, yang sebagian terbesar terdiri dari orang asing non-Indonesia, mereka mendapatkan sedikit-banyak keadilan dalam watku beberapa bulan saja, --- lebih dari 40 tahun lamanya para korban kejahatan luarbiasa terhadap kemanusiaan, yang masih hidup, sebegitu jauh berlalu tanpa siapapun mengetahuinya. Dua tahun yang lalu, tanggal 27 Maret 2004, saya menulis sepucuk Surat Terbuka kepada Sekretaris Jendral PBB, Tuan Kofi Annan. Dengan mengutip otokritiknya berkenaan debngan konferensi memorial di PBB, 26 Maret, 2004, untuk memperingati ultah ke-10 Genosida Ruwanda, bahwa Masyarakat Internasional telah bersalah melakukan kejahatan 'menghilangkan' guilty of the sin of omission, saya minta perhatian Anda terhadap situasi impunity ketiadaan hukum di Indonesia. Sayang sekali saya tidak terima balasan apapun. *** Sekarang ini, saya minta perhatian Sekretariat Internasional AI terhadap masalah berikut ini: Dalam tahun 1965-1966, siapa saja yang dianggap punya hubungan betapa kecilnyapun dengan Partai Komunis Indonesia, -- dibunuh di rumah mereka, di jalan-jalan, atau di lapangan pembantaian, seperti di pekuburan Wonosobo. Ini hasil penggalian kuburan dalam bulan November 2000. Sementara dari korban banyak yang dipukul kepalanya dan dibuang di gua-gua curam. Seperti yang dilakukan di Blita Penggalian kuburan menemukannya pada bulan Agustus 2000. Banyak dari lebih dari 200.000 tahanan politik menderita siksaan, disuruh bekerja atau dibiarkan mati kelaparan. Mereka yang 'selamat', masih bisa hidup, dengan penderitaan bertahun-tahun lamanya, bahkan selama puluhan tahun, dalam syarat kondisi yang paling jelek inhuman conditions. Setelah bebas, sebagaimana halnya orang-orang yang dituduh komunis lainnya, yang masih bisa 'selamat' dari pembunuhan dan pemenjaraan, dikenakan diskriminasi dan dikucilkan dari masyarakat. Berbagai peraturan yang dikenakan terhadap para korban tsb sampai sekarang masih berlaku. Meskipun Suharto sudah jatuh. Pembatasan tsb meliputi hak dengan bebas
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Open Letter to the Annual General Meeting of Members of Amnesty International Holland
*Kolom IBRAHIM ISA --- Friday, 11 June 2010* * - Open Letter to the Annual General Meeting of Members of Amnesty International Holland **- ** AMNESTY INTERNATIONAL ! NEVER FORGET THE 1965-66-67 MASS KILLINGS IN INDONESIA The biggest ever VIOLATION OF HUMAN RIGHTS In Indonesian History* Tomorrow, Saturday 12th, 2010, Amnesty International, Holland, will convene its annual general meeting of members, in Vergadercentrum Regards De Eenhoorn, Amersfoort. Human Rights activists all over the country welcome and support the acitivities of Amnesty Interntional Holland, in general. Amnesty International Holland, was and continue to be one of the most active branch of Amnesty International worldwide. Sinds its establishment Amnesty International Holland, take active part in international campaigns for a world in which everyone enjoy all rights as stipulated in the Universal Declaration of Human Rights and other international human rights documents. Including activities for Human Rights in Indonesia. This endeavours is realized through investigation/research and by organizing activities directed against and the ending of serious volations of the rights of physical and mental inviolability, the right of freedom of consience and freedom of expression. * * * However, for some time Amnesty International seems to 'forget' the sufferings and plight of victims of human rights violations, perpetrated under the direction of the Indonesia military clique under General Suharto. That is the reason for my open letter, February 18, 2006, addressed to the Amnesty International in London, a.o as folows: *To date, the international community has failed to address the massacre of around 1 million law-abiding citizens of Indonesia, orchestrated by General Suharto during his rise to power in 1965-1966.* Whereas the victims of the Bali bombings of 2002, mostly non-Indonesians, found some measure of justice within months, more than four decades later the survivors of this massive crime against humanity as yet pass unrecognised. Two years ago, March 27, 2004, I wrote an open letter to the Secretary General of the UNO, Mr Kofi Annan. Quoting his selfcriticism on the occasion of the memorial conference at the UN, March 26, 2004, comemmorating the tenth anniv. of the Rwanda Genocide, that The International Community is guilty of sins of omission , I asked his attention to the present situation of i m p u n i t y in Indonesia. Sadly enough I did not receive even an answer to my letter. Now, I would like to draw the attention of the Internatinal Secretariat to the following: In 1965-1966 , anyone alleged to have the most tenuous links to the Communist Party of Indonesia was killed, at heir houses, in the streets, or at mass grave sites, such as the Wonosobo site, exhumed in November 2000. Some were hit on the head and thrown vertical caves, as was done at the Blitar site, uncovered in August 2002. Many of the over 200.000 political prisoners were tortured, worked or starved to death; those who survived did so by enduring years, often decades, of the most inhuman conditions. Upon release they, like other alleged communists who survived the killings and avoided the jails, were systematically discriminated against and ostracised. The regulations introduced to deal with these persons remain in force even today, despite the fall of the Suharto regime, and include restrictions on the right to marry freely, work, travel and practice religion. To this day, nobody accused of being connected with communism is allowed to participate in elections or hold certain public or professional positions in society, such as practicing medicine, working in government departments or undertake military service. But these systematic remnants of the massacre are by no means its most malevolent legacy. Far more insidious is the violent opportunism and mean vengeful spirit that persist to this day. This was seen in the last days of the Suharto dictatorship, with the so-called 'May Riots' of 1998, during which the military encouraged civilians to rape and kill ethnic Chinese Indonesians, destroy or loot their property. An es timated 1190 were killed in Jakarta and 168 women gang-raped. In September 1999 the military again incited murder, this time by civilian militias in East Timor, after a successful referendum for independence. One to two thousands person were again killed. In October 1999, the military engineered a religious war in the Maluku islands, causing an estimated 6000 deaths and displacing 500.000 person. In February 2001, an estimated 500 Madurese settlers were massacred in Sampit, Central Kalimantan. None of these crimes have been properly investigated, perpetrators
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - Amerika dan Fakta-fakta Baru keterlibatan AS dalam tragedy 1965
IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita --- Rabu, 02 Juni 2010 *Catatan Dr. S Margana dari Ceramah Dr. Bradley R. Simpson * Pagi ini kuterima kiriman CATATAN DR. S. MARGANA sekitar ceramah Dr Bradley S. Simpson. Tema yang diceramahkan sungguh menarik: Amerika dan Fakta-fakta Baru keterlibatan AS dalam tragedy 1965 Tulisan Margana tsb dialamatkan ke JKI (Jaringan Kerja Budaya). Liputan Margana itu menarik bagiku, dan merupakan bahan pertimbangan penting. DR Bradley mengemukakan hal-hal baru. Seperti kesimpulannya bahwa Uni Sovet juga tidak menghendaki terus berdirinya PKI. Karena PKI dianggap condong atau memihak ke Tiongkok. Yang lebih baru lagi dari hasil penelitian Bradley ialah bahwa *keterlibatan Amerika dalam peristiwa 1965 itu bukanlah bagian dari perang dingin antara AS dan Unisoviet, tapi kepentingan ekonomilah menjadi motif utamanya. *Bradley menunjukkan tentang **Masalah Minyak di Sumatera dan Pembukaan Rekening TNI di Bank Swiss **sebagai petunjuk bahwa bagi Amerika masalah utama dengan Indonesia adalah menyangkut kepentingan ekonominya. * * * Mengingat studi dan penelitian sekitar PERISTIWA 1965, 'dihancurkannya PKI', digulingkannya Presiden Sukarno oleh Jendral Suharto cs. dan berdirinya Orde Baru, belum tuntas dan oleh karena itu akan berlangsur terus, maka hasil studi Dr Bradley tsb merupakan bahan input berharga. Di bawah ini disiarkan ulang liputan Dr S. Margana, dengan meninggalkan bagian-bagian tulisan tertentu, yang tak langsung bersangkutan dengan tema pokok tulisan. Terima kasih kepada Dr. S. Margana yang telah meluangkan waktu untuk menulis liputan sekitar ceramah Dr Bradley. * * * *Amerika dan Fakta-fakta Baru keterlibatan AS dalam tragedy 1965: Catatan dari Ceramah Dr. Bradley R. Simpson * *Dr. Sri Margana* Hari Sabtu tanggal 29 Mei 2010 yang lalu, aku menghadiri ceramah dan diskusi yang diadakan oleh PUSDEK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Diskusi yang diadakan di gedung LPPM Univ. Sadhar itu menghadirkan Seorang Sejarawan muda Amerika Dr. Bradley R. Simpson. Tema yang diambil dalam diskusi itu adalah Amerika Serikat dan Tragedi 65. . . . . . . . . . . Diskusi yang dipandu oleh sejarawan muda dari Sadhar yaitu Dr. Baskoro T. Wardoyo ini dihadiri kurang lebih 30 peserta, baik mahasiswa, dosen, aktifis maupun para pelaku sejarah. Diskusi ini sangat menarik karena ternyata ada beberapa fakta baru yang dikemukakan oleh Dr. Bradley Simpson berkaitan dengan tragedy tahun 1965. *Tentang Dr. Bradley R. Simpson* Sebelum mmenjadi sejarawan Dr. Bradley R. Simpson adalah seorang aktivis HAM, yang banyak melakukan kegiatan pemantauan terhadap pelanggaran HAM terutama di Timor-timur. Ia memperoleh gelar doktor di bidang sejarah dari Northwestern University Amerika, dengan disertasi berjudul: Modernizing Indonesia: U.S. --Indonesian Relations, 1961-1967 pada tahun 2003. Sekarang ia menjadi dosen sejarah di Princeton University, New Jersey AS, dan sedang aktif sebagai Research Fellow, National Security Archive. Selama beberapa bulan terakhir ini ia menjadi visiting lecture di Universitas Parahyangan Bandung. Pada tahun 2008 lalu ia baru saja menerbitkan buku berjudul Economists with Guns: Authoritarian Development and U.S. -- Indonesian Relations, 1960-1968 (Stanford University Press, April 2008). Buku ini sekarang sedang proses penerjemahan dan akan diterbitkan oleh penerbit Gramedia Jakarta. * Fakta-fakta Baru tentang peristiwa 1965* Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, penelitian dan penerbitan tentang peristiwa politik tahun 1965 di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup berarti. Baik para sejarawan, politikus, maupun para pelaku yang terlibat atau yang menjadi saksi dari tragedy itu telah menyampaikan penelitian dan kesaksian mereka baik secara tertulis maupun dalam banyak ceramah, seminar dan diskusi. Kebanyakan dari buku-buku dan kesaksian-kesaksian yang telah terbit dan disampaikan itu melihat peristiwa itu dari segi politik, khususnya tentang teori dan spekulasi yang mensinyalir keterlibatan Amerika Serikat (CIA) dalam peristiwa itu. Nuansa pertarungan idiologi liberal, kapitalisme dan komunisme tampak kental dalam berbagai analisis tentang keterlibatan AS dalam peristiwa itu. Namun, Dr. Bradley Simpson melihat dari perspektif yang berbeda. Ia menegaskan bahwa sebenarnya Unisovietpun lebih suka melihat Indonesia tanpa PKI, terutama setelah Komunis Indonesia lebih dekat ke Cina. Bradley juga menegaskan bahwa keterlibatan Amerika dalam peristiwa 1965 itu bukanlah bagian dari perang dingin antara AS dan Unisoviet, tapi kepentingan ekonomilah menjadi motif utamanya. Untuk mendukung argumennya itu ia menampilkan beberapa dokumen baru yang belum pernah dibicarakan oleh para peneliti sebelumnya: *1.Masalah Minyak di Sumatera * Pada tahun 1950-an, setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pemerintah Sukarno mulai melakukan revolusi besar di bidan perekonomian dengan cara
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - “PANCASILA” DASAR F ALSAFAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA ---Tak T erpisahkan Dengan “AJARAN BUNG KARNO”
*Kolom IBRAHIM ISA * *-- * *Selasa, 01 Juni 2010 * *PANCASILA DASAR FALSAFAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA ---Tak Terpisahkan Dengan AJARAN BUNG KARNO* *Ditulis dalam rangka MEMERINGATI LAHIRNYA PANCASILA, I JUNI 1945 * Mari kita ingat-ingat kembali situasi politik ketika LAHIRNYA PANCASILA, I JUNI 1945! Kembali kita ke suasana dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia(BPUPKI) yang sedang berlangsung. Begitu banyak usul dan fikiran diutarakan oleh anggota-anggota BUPKI. Tidak sedikit yang masih kurang berani memasuki ambang pintu kemerdekaan tanah air dan bangsa. Sementara pendapat menghendaki agar segala sesuatu disiapkan terlebih dahulu, sebelum bangsa ini menjadi bangsa merdeka. Bung Karno secara khusus menunjukkan tidak tepatnya fikiran yang hendak mempersiapkan segala sesuatu terlebih dahuu. Menanggapi pendapat serta semangat 'kebelumsiapan' dan 'kekurang-beranian' itu, Bung Karno khusus mengambil contoh negeri Arab Saudi Sebagian terbesar rakyatnya masih hidup sebagai nomad di padang pasir. Tokh pemimpin nasional Saudi Arabia ketika itu, Ibnu Saud, mendirikan pemerintah Saudi Arabia, membawa bangsa dan negerinya ke tahap kemerdekaan bangsa. Bung Karno juga memberikan contoh berdirinya Negara Sovyet Buruh dan Tani pertama di dunia di bawah pimpinan W.I Lenin, di saat masyarakat Rusia Tsar masih terbelakang. Lenin mencetuskan Revolusi Oktober tanpa menunggu masyarakat Rusia punya persiapan selengkap-lengkapnya untuk itu. * * * Selain itu sementara anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan menghendaki negara Indonesia yad.didasarkan pada kepercayaan agama. Mereka mengadakan tekanan tertentu pada sidang agar pendapatnya itu diterima sidang. Dalam situasi dan suasana seperti itu Bung Karno, sebagai pemimpin bangsa yang ulung dan bijaksana, membangkitkan semangat hadirin, agar mengutamakan persatuan seluruh bangsa untuk mencapai kemerdekaan nasional, Bung Karno menunjukkan kekhususan bangsa kita yang terdiri dari begitu banyak suku-bangsa, serta memeluk berbagai kepercayaan agama, tersebar di ribuan pulau-pulau besar-kecil NUSANTARA. Bung Karno menyemangati hadirin agar membina dan memupuk semangat berani memasuki ambang kemerdekaan. Tidak perlu menanti sampai semua persiapan selesai. Kata Bung Karno: Sejak tahun 1932, kita punya semboyan INDONESIA MERDEKA SEKARANG. Bahkan tiga kali sekarang; SEKARANG, SEKARANG, SEKARANG. Demikian Bung Karno menyemangati hadirin. Bung Karno menekankan makna fikiran strategis dan visionair bahwa negara Indonesia Merdeka yang mendatang seyogianya didasarkan atas prinsip GOTONG ROYONG, serta prinsip 'musyawarah dan mufakat untuk mencapai kesatuan fikiran dan tindakan. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, LIMA PRINSIP. PancaSila, telah disahkan menjadi dasar falasah negara Republik Indonesia. * * * Orang tak-bisa-tidak, semakin besar kekaguman, penghormatan dan respek pada penggalinya, Bung KARNO. Semakih tertanamkan pengertian bahwa PANCASILA punya ARTI HISTORIS. Pancasila dengan Bung Karno bagaikan anak-kembar yang tak terpisahkan. Singkatnya: Pancasila yang telah menjadi kata sepakat bangsa menjadi DASAR FALSAFAH NEGARA REPBULIK INDONESIA, dipakukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, adalah tak terpisahkan! Di bawah kekuasaan balatentara pendudukan Kerajaan Jepang, yang fasis dan terkenal amat kejam serta amat ketat mengawasi dan mengekang kegiatan politik pemimpin-pemimpin Indonesia ketika itu, Bung Karno dengan keberanian luar-biasa berhasilmengajukan konsepsi strategis-visionair. Bung Karno mengajukan PANCASILA, sebagai hasil penyimpulan pengalaman perjuangan bangsa yang dipimpinnya sendiri. Atas dasasr pengetahuan politik dan teori revolusi yang dikuasainya dari menekuni ratusan buku akhli falsafah dan politik dunia. Namun, yang teramat penting, ialah beliau menggali kebiajakan Pancasila, dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia selama ratusan tahun bermasyarakat dan bernegara. Seperti aslinya dalam uraian Pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, merumuskan secara singkat isi Pancasila Bung Karno menyebutnya sbb: 1. Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan 3. Musyawarah dan Mufakat 4. Kesehateraan Sosial 5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa Bila diperas jadi satu, kata Bung Karno, maka itu adalah Semangat dan Jiwa GOTONG ROYONG. *** Orde Baru Presiden Suharto dan pakar sejarah Angkatan Darat, Prof. Nugoroho Noto Sutanto, berusaha memelintir fakta sejarah sekitar PANCASILA untuk menghilangkan peranan penggali Pancasila, telah berakhir dengan memalukan. Suharto dan pendukungnya telah gagal total (baca uraian Aswi Adam, 31 Mei 2010 sekitar Pancasila). Komisi yang dibentuk oleh Presiden Suharto sendiri mengenai lahirnya Pancasila yang dikepalai oleh mantan Presiden RI, Dr Moh. Hatta,--- menolak mentah-mentah rekayasa Prof. Dr Nugoroho Notosusanto, dan
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - PUTRI-PUTRI Kota MADIUN – – Nina dan Christina Meraih PRESTASI INTERNASIONAL
Kolom IBRAHIM ISA *Rabu, 26 Mei 2010* - PUTRI-PUTRI Kota MADIUN Nina dan Christina Meraih PRESTASI INTERNASIONAL *Mengharumkan Nama Bangsa Indonesia* Sementara orang (Indonesia) di dalam maupun yang bermukim di luar Indonesia, kedengaran sering ngomél-ngomél. Dengan geram menuding-nuding sambil menyatakan: Ah, kapan negeri kita ini akan maju. Setiap membuka s.k., mendengar radio atau melihat TV yang muncul, tak lain kasus KORUPSI, TEROR atau CEKCOK POLITIK di kalangan elite. Usaha dan kegiatan Reformasi betul-betul 'jalan ditempat'. Sungguh memalukan! Kalau tidak kasus korupsi, ya berita tentang manipulasi keuangan negara. Seperti kasus Bank Century. Ini yang baru. Kasus 'lama' korupsi yang menyangkut mantan Presiden Suharto sampai sekarang sudah tidak ada ceritanya lagi. Sudah masuk laci Kejaksaan Agung untuk tidak dibuka-buka lagi. Belakangan ramai tentang Komjen Polisi Susno Aji. Diberitakan ia punya segepok cerita dan bukti tentang korupsi dan manipulasi di Kepolisian dan Pengadilan Negeri. George Adicondro yang menulis buku sekitar korupsi dan manipulasi di kalangan penguasa, dipanggil Polisi. Sekarang Susno Aji yang berani menantang akan membongkat kriminalitas di kalangan pengusa, malah meringkuk dipenjarakan oleh rekan-rekannya dari Kepolisian. Atau berita tentang suatu tempat kegiatan dan ibadah perkumpulan Ahmadiyah diserbu orang-orang yang menentang. Ahmadiyah dianggap suatu aliran yang bertentangan dengan Islam. Atau berita tentan gereja Nasrani yang dibakar. Berita lainnya lagi melaporkan tentang suatu pertemuan aktivis Komnasham yang diobrak-abrik perusuh; sedangkan aparat (Polisi) berpeluk tangan saja. Maka muncullah pertanyaan: MAU KEMANA INDONESIA KITA INI. 'QUO VADIS INDONESIA? Gejala-gejala yang dimunculkan dalam berita media itu, seolah membenarkan sikap dan pandangan yang 'tak percaya lagi pada kemampuan dan keunggulan bangsa sendiri'. Seolah-olah mengiyakan cetusan-cetusan kolonial bahwa Indonesia adalah suatu 'bangsa kuli', di antara bangsa-bangsa lainnya. Suatu bangsa yang bodoh dan malas. Tidak punya prestasi apa-apa! Maka pernah muncul dan kedengaran sementara suara yang menyatakan: MALU JADI ORANG INDONESIA! Untung masih ada wartawan senior ROSIHAN ANWAR, yang beberapa tahun yang lalu menulis sajak; AKU TIDAK MALU JADI ORANG INDONESIA! Rosihan minta sajaknya itu dibacakan dalam suatu pertemuan. Seorang penyair budayawan dari generasi muda LAKSMI PAMUNCTJAK ketika menulis memperingati HARI KEBANGKITAN NASISONAL tahun lalu, juga dengan lantang menyatakan dalam pertemuan di Gedung Menteng 31; AKU BANGGA JADI ORANG INDONESIA!. Tentu suara yang menyatakan TIDAK MALU JADI ORANG INDONESIA, bukan hanya dari Rosihan Anwar saja. Banyak lainnya sependapat dengan Rosihan dan Laksmi Pamuntjak, hanya saja tidak menyatakannya secara terbuka. * * * Dua gadis INDONESIA, siswa SMA Negeri 5 Kota Madiun, Jawa Timur, NINA MILASARI (17) dan CHRISTINA KARTIKA BINTANG DEWI (15), telah menghancurkan 'mitos rekayasa' yang menyatakan orang-orang Indonesia itu bodoh. Ini mereka buktikan dengan prestasinya meraih MEDALI EMAS dalam International Environmental Project Olympic (INEPO) 2010 yang diselenggarakan di Kota Istanbul, Turki, 19 hingga 22 Mei lalu. Demikian berita mailist GELORA-45 dan Sastra Pembebasan yang mengutip Antara News hari ini. Mereka telah berhasil meraih MEDALI EMAS DALAM AJANG LOMBA KARYA ILMIAH TINGKAT INTERNASIONAL. Keduanya menunjukkan dan mengujikan karya ilmiah berjudul The Use Of Sugar Factory Dust in Making Seismic Resistant Bricks atau Kegunaan Limbah Abu Asap Pabrik Gula untuk Pembuatan Batu Bata yang Tahan Gempa di hadapan 25 juri. Keselurahnnya ada 110 finalis dari 45 negara yang menunjukkan dan mengujikan hasil karya ilmiahnya di ajang INEPO itu. Menurut berita ada 11 tim yang meraih emas dan empat tim diantaranya dari Indonesia, termasuk tim dari SMA Negeri 5 Kota Madiun. Di bawah bimbingan para gurunya, Nina dan Christina berhasil menciptakan konstruksi batu bata yang dinilai tahan gempa. Inovasi teknologi berhasil mereka ciptakan setelah melakukan eksperimen sekitar satu tahun. Memberikan penjelasan tentang hasil penelitian dan eksperimen mereka itu, kedua gadis itu menuturkan sbb: Kami memanfaatkan abu asap dari proses pembakaran bahan baku gula yang banyak terdapat di pabrik-pabrik gula. Abu asap itu mengandung silikat yang tinggiSilikat atau silikon dioksida (SiO2) itu memiliki daya rekat yang tinggi dan biasa digunakan bahan baku pembuatan semen atau konstruksi lainnya Awalnya, mereka memanfaatkan abu asap tersebut untuk briket yang biasa dijadikan bahan untuk pembakaran.Setelah tahu mengandung silikat yang tinggi, maka mereka mencoba memanfaatkannya untuk pembuatan batu bata. Batu bata yang bahan bakunya dicampur dengan silikat menjadikan batu bata lebih ringan sehingga lebih tahan getaran atau gempa. Konstruksi bahan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - “HAS TA MITRA” INSPIRATOR PERGERAKAN PEMUDA
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Senin, 24 Mei 2010* *---* *HASTA MITRA INSPIRATOR PERGERAKAN PEMUDA* TANGAN SAHABAT 'HASTA MITRA Dalam Kenangan. Demikian sebuah judul ulasan Tempo Online, 26 April 2010. Liputan Tempo itu adalah tentang pertunjukan film yang berdurasi 38 menit. Dipertunjukkan dalam rangka memperingati Ultah Ke-30 HASTA MITRA, yang lahir dibawah kekuasaan rezim otoriter Orba, pada bulan April 1980. Para pendiri HASTA MITRA Jusuf Isak, Hasyim Rachman dan Pramudya Ananta Tur, semuanya sudah tiada. Kebetulan kukenal dari dekat ketiga-tiga pejuang KEBEBASAN BERFIKIR , KBEBASAN BERKESPRESI dan KEBEBASAN PERS itu. Persis seperti dilukiskan dalam film dokumenter tsb. Mereka-mereka itu adalah pejuang-pejuang tangguh dan berani. LUAR BIASA BERANI dan penuh insiatif serta kreatif. Tak pernah 'jera' meskipun keluar masuk penjara penguasa. Tak takut susah payah, tak kenal lelah. Tak takut berkorban demi cita-citanya! Mereka-mereka itu benar-benar adalah pejuang teladan bagi generasi muda. Adalah pejuang bangsa, pemikir pencerah-pencecrah yang tak kenal lelah, tak kenal takut pada penguasa bengis Orba. Jasa-jasa sumbangsih mereka pada bangsa tak akan bisa dihapuskan dari sejarah perjuangan emansipasi bangsa ini. Cocok sekali apa yang dikatakan Wilson, aktivis PRD: B*uku-buku terbitan Hasta Mitra menginspirasi pergerakan pemuda. Menjadi ikon dan membangkitkan semangat kaum muda, * *Sejarawan Aswi Warman Adam, pas sekali meyatakan: Hasta Mitra adalah perusahaan penerbitan yang melakukan perlawanan. Dia melawan dengan menerbitkan tanpa peduli berapa kali dilarang, katanya. Buku-buku yang diterbitkan, menurut dia, hampir menghasilkan pemenang Hadiah Nobel, sehingga Hasta Mitra bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk dunia* * * * Bagaimana selanjutnya dengan HASTA MITRA yang telah membuat cemerlang dan harum nama bangsa, dalam sejarah perjuangan emasipatoar nasion. Itu menjadi kepedulian generasi dewasa ini. Betapapun, cita-cita perjuangan yang dirintis pendiri-pendiri HASTA MITRA dan rekan-rekan seperjuangannya 30 tahun yang lalu akan tetap menyuluhi dan menyemangati generasi muda. Di bawah ini dipublikasikan ulang (siaran GELORA45.COM hari ini) tulisan wartawan Tempo, RINI KUSTIANI, sekitar pertunjukan film dokumenter TANGAN SAHABAT DALAM KENANGAN, sbb: * * * *Tangan Sahabat dalam Kenangan * LEBIH dari lima puluh orang khusyuk menyimak film berdurasi 38 menit yang disemprotkan pada sebuah layar putih. Tanah becek dan udara lembap setelah hujan turun tak menyurutkan para tamu hadir dalam perayaan 30 tahun penerbit Hasta Mitra di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa petang pekan lalu. Film berjudul Pikiran Orang Indonesia itu mengisahkan perjalanan hidup Joesoef Isak yang tak lepas dari Hasta Mitra. Perusahaan penerbitan yang berdiri sejak April 1980 ini digagas tiga eks tahanan politik, *Joesoef Isak, Pramoedya Ananta Toer, dan Hasjim Rachman*. Gagasan mendirikan perusahaan percetakan dicetuskan Hasjim ketika masih di Pulau Buru. Ketika mantan Pemimpin Redaksi Bintang Timur ini membaca hasil karya Pram, dia mendatanginya dan meminta izin suatu saat akan menerbitkan tulisan-tulisannya. Pramoedya menyetujui. Ketiganya bertemu setelah Pramoedya dan Hasjim keluar dari Pulau Buru pada 1979. Nama Hasta Mitra disematkan Pramoedya, yang artinya tangan sahabat. Penerbitan ini menjadi wadah penyaluran karya eks tahanan politik yang pada saat itu sulit mendapatkan pekerjaan. Dari semua tulisan yang diterbitkan, yang paling laris adalah hasil karya Pramoedya selama di Pulau Buru. Cerita bagaimana mengamankan naskah-naskah Pramoedya menarik disimak. Tumiso ditugasi membawa sekarung buku yang ditulis Pramoedya selama di Pulau Buru. Ketika ia hendak masuk ke Lembaga Pemasyarakatan Magelang, pria yang kini berusia 71 tahun itu pura-pura sakit supaya buku-buku tersebut selamat dari sitaan petugas. Walhasil, buku-buku Pramoedya dapat disebarluaskan. Dimulai dengan modal seadanya, rumah Joesoef Isak di daerah Duren Tiga, Jakarta Selatan, disulap menjadi kantor Hasta Mitra. Peralatan kerja pun serba terbatas, hanya ada satu mesin ketik listrik yang digunakan Pramoedya dan Joesoef secara bergantian. Bumi Manusia, terbitan pertama Hasta Mitra pada 1980, memecahkan rekor penjualan buku, 5.000 eksemplar ludes dalam tempo 12 hari. Keberhasilan ini menarik minat investor, salah satunya Bank Negara Indonesia, untuk turut membantu menyuntik modal. Namun tawaran itu sirna setelah Jaksa Agung mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 052/JA/5/81 tanggal 29 Mei 1981, yang melarang penyebaran buku-buku berbau komunisme dan Marxisme. Pendek kata, semua terbitan Hasta Mitra yang juga karya Pramoedya dilarang, seperti Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Pelarangan itu tak menciutkan nyali Hasta Mitra untuk kembali menerbitkan buku. Kalau terbit satu dilarang, kami terbitkan lagi
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Nyai ONTOSOROH MENGGUGAT PENGUASA KOLONIAL BELANDA!
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Jum'at, 21 Mei 2010* *-* *Nyai ONTOSOROH MENGGUGAT PENGUASA KOLONIAL BELANDA!* Ya, betul. Betul sekali! Nyai Ontosoroh dengan bérang dan berani menggugat penguasa. Dengan tudingan telunjuknya dan mata berapi-api, Nyai Ontosoroh menggugat ketidak-adilan. Menggugat diskriminasi terhadap dirinya, sebagai orang pribumi. Menggugat diskriminasi terhadap menantunya, Minke. Hakikatnya Nyai Ontosoroh menggugat penindasan dan diskriminasi penguasa kolonial Belanda.terhadap bangsa Indonesia. Perkawinan Annelies, putri Nyai Ontosoroh dengan Minke, anak bupati Jawa, tidak diakui oleh penguasa Belanda. Dikatakan bahwa Annelies masih di bawah umur. Juga dikatakan bahwa Annelies bukan putri dari Nyai Ontosoroh. Annelies hanyalah putri dari Herman Melemma. Si tuan majikan yang telah 'membeli'nya dari orangtuanya. Kemudian menjadikannya gundik, dengan sebutan 'Nyai'. Penguasa Belanda menolak mengakui Annelies adalah hasil hubungan Nyai Ontosoroh dengan tuan Melemma. Karena itu, katanya, bukan perkawinan yang disahkan hukum Hindia Belanda. Nyai Ontosoroh, semata-mata dianggap dan diperlakukan sehagai gundik belaka!. Kongkalikong penguasa dengan pengadilan kolonial telah merenggutkan putri satu-satunya Nyai Ontosoroh, Annelies, dari ibu kandungnya. Maka, Nyai Ontosoroh tampil berani menggugat pengadilan dan penguasa Belanda. Kekuasaan kolonial Belanda yang begitu kokoh bercokol di Indonesia, tidak memungkinkan Nyai Ontosoroh bisa mencapai kemenangan di pengdilan kolonial Belanda. Demikianlah bisa diperkirakan sejak semula, bahwa Nyai Ontosoroh kalah! * * * Itulah intisari sebuah pentasan Tropentheater Amsterdam, drama berjudul THEY CALL ME NYAI ONTOSOROH. Ruangan de Kleine Zaal Tropentheater dipenuhi penonton. Irina Nyoto, anggota rombongan Pentas Teater yang datang dari Jakarta itu, bertanya kepadaku seusai petunjukkan: Bagaimana Oom? Tanpa ragu kujawab: Bagus sekali. Sukses! Iya, Oom?, tanya Irina lagi. Ya, kataku. Tentu segala sesuatu itu tidak mutlak. Jelas, pertunjukkan malam ini SUKSES BESAR. Yang pokok adalah sukses. Lancar sekali dan mencengkam. Publik terpukau dari awal sampai akhir. Diasyikkan oleh drama yang baru kali ini mereka saksikan. Namun, kataku -- pada bagian akhir drama, suara Nyai Ontosoroh mengecil sampai hampir-hampir tak terdengar samasekali. Ini perlu diperhatikan. Pada saat tertentu, teks dalam bahasa Inggris yang diproyeksikan ke panggung tidak tampak. Pada saat lain terasa kurang cocok dengan teks yang diucapkan di panggung. Ada kawan disamping saya bilang: Perhatikan, agar teks Inggrisnya benar-benar pas dengan yang diucapkan di panggung. * * * Begitulah adanya! Perhatian terhadap 'nasib' Nyai Ontosoroh, belakangan ini di Indonesia maupun di Belanda bertambah besar. Ini terutama setelah di Indonesia muncul drama 'NYAI ONTOSOROH' pada tahun 2007. Itu hasil karya FAIZA MARDZOEKI yang didasarkan atas novel besar Pramudya Ananta Tur, BUMI MANUSIA. Drama yang panjang ini kemudian oleh Pentas Teater digubah jadi drama lebih singkat, 'They Call Me Nyai Ontosoroh, Dari Ketidak-adilan Menuju Kemerdekaan. Pengaturannya a.l sbb: Faiza Mardzoeki teks dan produksi. Wawan Sofwan sutradara. Peran Nyai Ontosoroh dimainkan oleh aktris Sita Nursanti. Agni Melani memerankan Annelies. Bagus Setiawan memerankan Minke. Willem Bevers memerankan Herman Melemma. Bahasa: INDONESIA dengan teks Inggris yang diproyeksikan di panggung. * * * Seperti dijelaskan fihak penyelenggara pertunjukkan Tropentheater: Tahun ini KITLV merayakan ultahnya yang ke-100 dengan menarik perhatian publik pada masa kolonial Hindia Belanda dulu. Dalam hal ini memperingati ultah ke-100 KITLV dengan suatu petunjukkan istimewa: THEY CALL ME NYAI ONTOSOROH. Karya ini adalah gubahan atas drama 'NYAI ONTOSOROH. Sebuah drama besar dan panjang, dipertunjukkan mulai 2007 dengan sukses besar oleh pelbagai grup drama di pelbagai kota Nusantara. Atas permintaan Tropentheater, FAIZA MARDZOEKI, penulis gubahan tsb, telah membuat versi khusus. Itulah yang dipertunjukkan pada hari Kemis malam 21 Mei 2010. Murti dan aku serta penonton lainnya, termasuk tampak sahabat kami Sutji dan Sarmaji, menikmatinya sampai akhir. Seperti diketahui Nyai Ontosorh adalah salah seorang dari tokoh sentral dalam buku BUMI MANUSIA, bagian pertama dari Tetralogi Pulau Buru, karya novelis Pramudya Ananta Tur. Cerita BUMI MANUSIA itu, mengisahkan kehidupan empat manusia pada zaman kolonial Belanda. Ontosoroh dijual bapaknya ketika masih gadis, kepada seorang pengsaha Belanda, Herman Melemma. Ia dijadikan gundiknya. Diberi nama 'Nyai'. Dari hubungan majikan-gundik, lahir seorang putra, Robert, dan seorang putri, Annelies. Karena statusnya yang rendah itu, Ontosoroh tak punya hak apapun. Tetapi Ontosoroh faham bahwa pendidikan adalah kunci untuk haridepan yang lebih baik. Maka ia belajar membaca dan menulis
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Nyai ONTOSOROH MENGGUGAT PENGUASA KOLONIAL BELANDA!
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Jum'at, 21 Mei 2010* *-* *Nyai ONTOSOROH MENGGUGAT PENGUASA KOLONIAL BELANDA!* Ya, betul. Betul sekali! Nyai Ontosoroh dengan bérang dan berani menggugat penguasa. Dengan tudingan telunjuknya dan mata berapi-api, Nyai Ontosoroh menggugat ketidak-adilan. Menggugat diskriminasi terhadap dirinya, sebagai orang pribumi. Menggugat diskriminasi terhadap menantunya, Minke. Hakikatnya Nyai Ontosoroh menggugat penindasan dan diskriminasi penguasa kolonial Belanda.terhadap bangsa Indonesia. Perkawinan Annelies, putri Nyai Ontosoroh dengan Minke, anak bupati Jawa, tidak diakui oleh penguasa Belanda. Dikatakan bahwa Annelies masih di bawah umur. Juga dikatakan bahwa Annelies bukan putri dari Nyai Ontosoroh. Annelies hanyalah putri dari Herman Melemma. Si tuan majikan yang telah 'membeli'nya dari orangtuanya. Kemudian menjadikannya gundik, dengan sebutan 'Nyai'. Penguasa Belanda menolak mengakui Annelies adalah hasil hubungan Nyai Ontosoroh dengan tuan Melemma. Karena itu, katanya, bukan perkawinan yang disahkan hukum Hindia Belanda. Nyai Ontosoroh, semata-mata dianggap dan diperlakukan sehagai gundik belaka!. Kongkalikong penguasa dengan pengadilan kolonial telah merenggutkan putri satu-satunya Nyai Ontosoroh, Annelies, dari ibu kandungnya. Maka, Nyai Ontosoroh tampil berani menggugat pengadilan dan penguasa Belanda. Kekuasaan kolonial Belanda yang begitu kokoh bercokol di Indonesia, tidak memungkinkan Nyai Ontosoroh bisa mencapai kemenangan di pengdilan kolonial Belanda. Demikianlah bisa diperkirakan sejak semula, bahwa Nyai Ontosoroh kalah! * * * Itulah intisari sebuah pentasan Tropentheater Amsterdam, drama berjudul THEY CALL ME NYAI ONTOSOROH. Ruangan de Kleine Zaal Tropentheater dipenuhi penonton. Irina Nyoto, anggota rombongan Pentas Teater yang datang dari Jakarta itu, bertanya kepadaku seusai petunjukkan: Bagaimana Oom? Tanpa ragu kujawab: Bagus sekali. Sukses! Iya, Oom?, tanya Irina lagi. Ya, kataku. Tentu segala sesuatu itu tidak mutlak. Jelas, pertunjukkan malam ini SUKSES BESAR. Yang pokok adalah sukses. Lancar sekali dan mencengkam. Publik terpukau dari awal sampai akhir. Diasyikkan oleh drama yang baru kali ini mereka saksikan. Namun, kataku -- pada bagian akhir drama, suara Nyai Ontosoroh mengecil sampai hampir-hampir tak terdengar samasekali. Ini perlu diperhatikan. Pada saat tertentu, teks dalam bahasa Inggris yang diproyeksikan ke panggung tidak tampak. Pada saat lain terasa kurang cocok dengan teks yang diucapkan di panggung. Ada kawan disamping saya bilang: Perhatikan, agar teks Inggrisnya benar-benar pas dengan yang diucapkan di panggung. * * * Begitulah adanya! Perhatian terhadap 'nasib' Nyai Ontosoroh, belakangan ini di Indonesia maupun di Belanda bertambah besar. Ini terutama setelah di Indonesia muncul drama 'NYAI ONTOSOROH' pada tahun 2007. Itu hasil karya FAIZA MARDZOEKI yang didasarkan atas novel besar Pramudya Ananta Tur, BUMI MANUSIA. Drama yang panjang ini kemudian oleh Pentas Teater digubah jadi drama lebih singkat, 'They Call Me Nyai Ontosoroh, Dari Ketidak-adilan Menuju Kemerdekaan. Pengaturannya a.l sbb: Faiza Mardzoeki teks dan produksi. Wawan Sofwan sutradara. Peran Nyai Ontosoroh dimainkan oleh aktris Sita Nursanti. Agni Melani memerankan Annelies. Bagus Setiawan memerankan Minke. Willem Bevers memerankan Herman Melemma. Bahasa: INDONESIA dengan teks Inggris yang diproyeksikan di panggung. * * * Seperti dijelaskan fihak penyelenggara pertunjukkan Tropentheater: Tahun ini KITLV merayakan ultahnya yang ke-100 dengan menarik perhatian publik pada masa kolonial Hindia Belanda dulu. Dalam hal ini memperingati ultah ke-100 KITLV dengan suatu petunjukkan istimewa: THEY CALL ME NYAI ONTOSOROH. Karya ini adalah gubahan atas drama 'NYAI ONTOSOROH. Sebuah drama besar dan panjang, dipertunjukkan mulai 2007 dengan sukses besar oleh pelbagai grup drama di pelbagai kota Nusantara. Atas permintaan Tropentheater, FAIZA MARDZOEKI, penulis gubahan tsb, telah membuat versi khusus. Itulah yang dipertunjukkan pada hari Kemis malam 21 Mei 2010. Murti dan aku serta penonton lainnya, termasuk tampak sahabat kami Sutji dan Sarmaji, menikmatinya sampai akhir. Seperti diketahui Nyai Ontosorh adalah salah seorang dari tokoh sentral dalam buku BUMI MANUSIA, bagian pertama dari Tetralogi Pulau Buru, karya novelis Pramudya Ananta Tur. Cerita BUMI MANUSIA itu, mengisahkan kehidupan empat manusia pada zaman kolonial Belanda. Ontosoroh dijual bapaknya ketika masih gadis, kepada seorang pengsaha Belanda, Herman Melemma. Ia dijadikan gundiknya. Diberi nama 'Nyai'. Dari hubungan majikan-gundik, lahir seorang putra, Robert, dan seorang putri, Annelies. Karena statusnya yang rendah itu, Ontosoroh tak punya hak apapun. Tetapi Ontosoroh faham bahwa pendidikan adalah kunci untuk haridepan yang lebih baik. Maka ia belajar membaca dan menulis
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - IN MEMORIAM DR HAN HWIE SONG
*IBRAHIM ISA* *RABU, 19 MEI 2010* *--* *IN MEMORIAM DR HAN HWIE SONG* *Terkejut dan turut berdukacita kami, suami istri, menerima berita meninggalnya Dr Han Hwie Song. Dari lubuk hati kami menyampaikan belasungkawa kepada istri dan seluruh keluarga beliau. Semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan Y.M.E. Mengharapkan serluruh keluarga yang ditinggalkan tabah menghadapi kepergian Dr Han.* *Dr. Han kami kenal baik. Pernah suatu ketika kami diajak makan bersama oleh beliau bersama istri dan mengadkan tukar fikiran yang luas. Dari tulisan-tulisan beliau dan percakapan tulus ikhlas dan bersahabat sesama Indonesia, ketika itu, kami memperoleh kesan mendalam mengenai sikap dan pandangan Dr Han terhadap pembangunan bangsa dan tanah air Indonesia, terhadap suku etnis Tionghoa Indonesia, serta peranan positif yang harus dilakukan oleh etnis Tionghoa di Indonesia dalam pembangunan nasion Indonesia, kemakmuran berama dan kokohnya Republik Indonesia.* *Di satu fihak Dr Han menyadari dan memahami dirinya sebagai bagian dari nasion Indonesia. Di segi lain, sebagai asal etnis Tionghoa, beliau merasa bangga atas hasil-hasil dan kemajuan Republik Rakya Tiongkok dewasa ini.* ** * ** *Ketika mengenangkan Dr Han baik kiranya dalam kesemaptan ini, membaca kembali salah satu tulisan beliau dalam bahasa Belanda, yang berjudul DE CHINEZEN IN INDONESI, 2008.* *Di bawah ini dikutip sebagian kecil dari tulisan beliau itu yang secara bebas diterjemahkan dalam bahasa Indonesai, a.l sbb: * *. . . . Kita di Indonesia selalu mendengar bahwa kekuasaan (kolonial) Belanda, memberikan hak istimewa, fasilitas dan keuntungan kepada orang-orang Tionghoa. Tetapi sejarah menunjukkan bahwa hal itu tak benar. Orang-orang Tionghoa sangat dibatasi dalam kesempatan dan kebebasan bergerak, mobilitas dan berdagang. . . . . Saya ingin menegaskan kembali bahwa setiap orang Tionghoa yang akan bepergian, yang hendak meninggalkan daerah orang Tionghoa, harus mendapat izin dair penguasa Belanda, dan harus dicatat kemana ia mau pergi, dan bahwa ia harus kembali ke tempatnya pada jam yang ditentukan. Bila ia bepegian tanpa izin penguasa maka ia bisa ditangkap polisi.* *Hal ini merintangi orang-orang Tionghoa melakukan kegiatan dagangnya. Dengan izin perjalanan ini bisa kita analisa betapa sulitnya bagi kaum pedagang untuk menentukan harga barang dagangan mereka dan melakukan pemasaran melakukan kegiatan organisasi mereka. Contoh kedua diskriminasi yang dilakukan oleh penguasa Belanda terhadap orang-orang Tionghoa terletak di bidang pendidikan. Bagi orang-orang Tionghoa kaya dan anak-anak opsir Tionghoa, major, kapitan, letnan, (yaitu orang-orang Tionghoa yang diangkat oleh penguasa Hindia-Belanda untuk mengatur kehidupan orang-orang Tionghoa, mereka diberi pangkat militer tetapi bukan militer) timbullah kemungkinan untuk mengunjungi sekolah-sekolah Barat yang swasta. Pemerintah samasekali tak peduli dengan pendidikan orang-orang Tionghoa, sedangkan bagi anak-anak autochton sejak 1871 diadakan pendidikan khusus.* *. Demikian a.l tulis Dr Han dalam bukunya.* *Pada akhir karyanya itu Dr Han menutup dengan alinea sbb:* *Sebagai penutup artikel ini, orang bisa bertanya apakah suatu problim di kalangan masyrakat Tionghoa, apakah itu semata-mata merupakan problim bagi orang-orang Tionghoa saja -- ataukah ia merupakan problim bagi seluruh negara dan bangsa Indonesia? * *Jelas ini adalah masalah bagi seluruh negara dan bangsa Indonesia. Dalam periode reformasi dewasa ini Indonesia akan menuju ke arah suatu negeri yang demokratis, stabil dan makmur. Dan ini hanya mungkin direalisasi bilamana seluruh bangsa, termasuk golongan etnis Tionghoa melakukan kerjasama aktif dan kreatif dengan semua golongan etnis lainnya di Indonesia. Hanyalah dengan kreativitas dan efisiensi ekonomi bisa menjadi dinamis. Kemajuan materiil ekonomi berhubungan erat dengan ketrampilan orang-orangnya. Oleh karena itu saya berharap Indonesia berani memberdayakan orang-orang yang intelegent, tanpa membeda-bedakan asal ras apa mereka itu.* ** * ** *Pemikiran dan saran-saran kongkrit Dr Han dalam rangka pembangunan nasion Indonesia sungguh realis dan mendalam. Juga menunjukkan kepedulian beliau yang selalu --- untuk tercipatanya suatu Indonesia yang demokratis, adil dan makmur.* *Dr Han sudah meninggalkan kita. Tetapi beliau akan selalu dikenang sebagai seorang Indonesia asal etnis Tinghoa yang patriotik . Maka ia merupakan salah satu suri teladan bagi siapapun.* ** * ** [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Focus on Thailand
*IBRAHIM ISA Focus on Thailand* *Monday, May 17, 2010* *--* *POLITICAL SITUATION IN THAILAND GETTING WORSE AND OUT OF CONTROL* Dear readers, A close friend of mine, a humanrights activist, sent me the following message: . . . . . As you may know, the political situation in Thailand is getting worse and out of control, with a high number of death tolls and injuries. I'm sending you a brief summary of the recent crackdown on red-shirts demonstrators, written by a friend of mine, as it might be useful for foreigners to get the overall picture of what have been happening here in BKK. * * * *A brief summary of crackdown on Red Shirt demonstration in Bangkok during 13-15 May 2010* 1. In brief, since 13 May, the government has launched the so called Operation Ratchaprasong. Basically, all utilities feeding the area (electricity, tap water and even mobile phone signal have already been cut or jammed). Checkpoints have been set up in the perimeter around the area for about five square kilometers to exclusively block any group/individual from entering the protesting site and even to prevent the transportation of food and water inside the rally site. Rubber and live rounds have been fired around the protesting site in three or four major neighborhoods up to the area of Victory monument, Din Daeng, Klongtoey and Silom. Close to 200 casualties including 22 deaths, all of them civilians including one medic officer (shot while wearing his medic uniform), one staff from private rescue team, and several Thai journalists and one Canadian journalist (from France24), have been reported and confirmed by the Erawan Center (part of the Ministry of Public Health and other concerned agencies). 2. Since 13 May, the firing by security officials has been made indiscriminately (at least as explained by CNNs Dan River, please check out the video on cnn.com) against anyone, particularly the red shirts protesters. As a result, even staff from a medic team has been shot dead the night of 14 May while he was tending to some injured persons around Victory Monuments area. This indiscriminate shootings are contradictory to the rule of engagement as spelled out and time and again reiterated by the government, particularly, Mr. Panitan Wattanayakorn and the spokesperson of CRES (Center for Resolution of Emergency Situation) that on in cases purported for defending life of official or when the protesters are found to being using weapons, then live rounds will be fired. Before, they have been claiming that live rounds are fired only into the sky to scare people away. But many pictures and the high number of casualties as a result of gun wounds testify differently to their claim. Yesterdays afternoon, they even declared 500 meters parameter on Ratchaparop (Pratunam) just adjacent to the protesting site a live firing zone meaning anyone found to trespass the area will be immediately shot by live bullets (see Bangkok Post report attached). Later in the evening, they have revoked such order, perhaps due to criticisms in media. 3. All in all, special laws, particularly, the Emergency Decree on Government Administration in States of Emergency B.E. 2548 (2005) has been invoked coupled with normal Criminal Procedure Code. Almost 60 people have been arrested invoking the Emergency Decree. About 40 of them have been convicted with the maximum penalties (not exceeding two years). Yesterday, a magistrate court in Bangkok convicted 26 protesters rounded up during the 13-14 May clashes in Bangkok to one year in jail with no suspension (reduced to six months due to confession) (please see Bangkok Post report). Previously, at least four people known to be related to the Red Shirts have been arrested and still held in custody for breaches of the Emergency Decree. No visits, no bail, no access to lawyers have been allowed. A week ago, the Red Shirts legal team and their MPs have submitted a motion to the Constitutional Court asking the Court to review if the Decree is still applicable, since it was issued by the virtue of 1997 Constitution which has been revoked since the coup in 2006. Unfortunately, the Court has made no ruling yet, not even to issue any injunction. Before, the Red Shirts lawyers have also asked the Civil Court to issue an injunction to stop the government from using lethal weapons to suppress the demonstration. The Court ruled that it is in no position to interfere the exercise of administrative power and the situation warrants such operation by the government. 4. Brutal suppression methods have been employed by the security officials. Apart from firing live rounds against the protesters and anyone found to stumble in and around the area they declared off-limit, snipers have reportedly been installed in high-rises around the different areas of the protesting site. It has been reported
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - Merasa PERLU BELAJAR BAHASA JAWA!
*IBRAHIM ISA Catatan Partikeliran* *Rabu, 12 Mei 2010* *-* *Merasa PERLU BELAJAR BAHASA JAWA! * Belajar bahasa Jawa? Dalam usia yang sedemikian lanjut ini? Jelas ini bukan didorong oleh 'sukuisne'. Lalu, bagaimana persis maksudnya? Ya, itu sudah lama menjadi keinginan pribadi. Sebentar-sebentar semangat untuk belajar bahasa Jawa itu mencuat. Sebentar lagi lenyap. Terlupakan karena kesibukan. Atau, memang karena tidak segera dikerjakan. Mestinya seperti kata kalimat-kalimat yang banyak digunakan sekarang ini: JUST DO IT! Alasan terdekat mengapa ingin belajar bahasa Jawa, sesungguhnya ini: Kan teman-hidupku Murtniningrum; dia itu orang Jawa. Salah seorang menantu kami orang Jawa. Dua orang kakak iparku juga asal Jawa. Belakangan ini kami, suami-isatri, selang-seling berbahasa Jawa di rumah. Itu atas permintaanku. Kufikir dengan cara ini bisa jugalah belajar bahasa Jawa. Yang paling sering berbahasa Jawa dengan aku (dulu) ialah almarhum mertuaku. Selain itu adiknya Murti. Kalau tidak berbahasa Belanda, mereka begitu saja berbahasa Jawa padaku. Apa boleh buat! Ngerti tak ngerti aku ikut berbahasa Jawa satu dua kalimat. Begitulah. Ketika mengajar di Peguruan KRIS pada tahun 50-an abad lalu, aku banyak bergaul dengan para Kawanua. Putra-putri Minahasa, Sulawesi. Tadinya kurasa anéh. Salah seorang dari guru KRIS yang Kawanua itu, Ticoalu namanya. Ia seringkali berbahasa Jawa dengan aku. Termasuk bila memaki selalu dalam bahasa Jawa. Ternyata Ticoalu dibesarkan di Jogyakarta. Lingkungannya selalu Jawa. Nah, demikianlah si Kawanua itu fasih berbahasa Jawa. Lebih fasih ketimbang bicara dalam bahasa daerahnya 'sendiri'. Tahun lalu kami suami istri berkunjung ke Indonesia. Memerlukan ke Jogyakarta nengok para kemenakan. Dua orang wanita, masing-masing sudah berkeluarga dan dosen di Gajah Mada. Ketika berkunjung dan bermalam dirumah mereka. Semua berbahasa Jawa. Medog banget bahasa Jawanya. Sahabat kami suami-istri orang Tapanuli. Biasa disebut orang Batak. Tetapi istrinya bukan main lancarnya berbahasa Jawa. Tetangga dan teman-teman sang istri ternyata semua orang Jawa. Dari situlah ia belajar bahasa Jawa. Itu bukan di Jogya atau Solo. Tetapi di KEBAYORAN, Jakarta. * * * Jadi sesungguhnya, aku bukan samasekali tidak mengerti bahasa Jawa. Kalau orang Jawa 'ngerasani' aku, jangan dikira aku tak mengerti. Sedikit-sedikit mengerti bahasa Jawa, memang ada latar belakang sejarahnya. Pada tahun-tahun 1946-47, kesatuanku ditempatkan di Pingit, Jogyakarta. Lingkungan teman-teman seperjuangan kebanyakan orang Jawa. Masyarakat setempat, ya 'Jowo kabéh'. Itu semua yang secara alamiah, membikin aku mengerti dan sedikit-sedikit bisa berbahasa JAWA. Tetapi, itu kan puluhan tahun yang lalu. Sudah banyak yang lupa. Ketika masih bermukim di tanah air dulu, belajar bahasa Jawa tak usah direncanakan kongkrit. Begitu fikirku. Karena, mayoritas teman-teman sekerja dan seorganisasi adalah orang-orang asal Jawa. Mereka sering tak peduli, ada kawan lainnya yang tidak atau kurang mengerti bahawa Jawa. Kalau bicara sehari-hari, ngobrol, bahkan di tengah rapat, pun, bahasa Jawa yang digunakan. Karena bahasa itu dirasakan bahasa yang paling wajar dan mampu mereka gunakan. * * * Bila bercerita tentang rakyat kita dan tanah air tercinta kepada teman-teman asing ketika melakukan PR, begitu -- yang tak lupa selalu kuceriterakan ialah semangat BHINNEKA TUNGGAL IKA yang kukuh pada bangsa kita. Jelas dasarnya adalah semangat SUMPAH PEMUDA, 28 OKTOBER 1928. Kukisahkan tentang BAHASA INDONESIA. Tahukah Anda, kataku: Bahasa Indonesia itu asalnya terutama dari bahasa salah satu suku-bangsa minoritas Indonesia di Sumatera, Riau. Dulunya disebut bahasa Melayu. Suku-bangsa terbesar dari nasion Indonesia, adalah suku-bangsa Jawa. Tetapi ketika ditentukan bersama, 28 Oktober 1928, yang disetujui sebagai bahasa nasional, lingua-franca-nya bangsa Indonesia, adalah BAHASA yang asalnya dari bahasa SUKU-MINORITAS MELAYU. Semua wakil pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai suku, termasuk Jawa, SEPAKAT. Mereka yang asal suku-bangsa Jawa samasekali tidak menuntut agar bahasa Jawa yang dijadikan bahasa nasional. Padahal bahasa Jawa dipakai oleh mayoritas bangsa Indonesia. Suku Jawa. Dari salah satu sumber dicatat bahwa dewasa ini ditaksir sekitar 85 juta penduduk Indonesia menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan. Kita tau bahwa di sementara negeri masalah penggunaan bahasa sebagai bahasa nasional, bukan soal kecil. Lihat saja di Sri Langka dan India. Bahkan di Eropah dewasa ini soal bahasa masih jadi soal pelik. Seperti halnya di Belgia, antara etnis Vlaming yang menggunakan bahasa Belanda, dan etnis Walonia yang berbahasa Perancis. *Tidakkah kita harus berbesar hati bahwa SEMANGAT PERSATUAN , jiwa BHINNEKA TUNGGAL IKA bangsa kita ternyata memang solid dan cukup besar?* * * * Namun, meski
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - “Mij n Vriend SUKARNO” – Willem Oltmans,, Bagian – 3
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Senin, 10 Mei 2010* *--* *Mijn Vriend SUKARNO Willem Oltmans * *Bagian 3 * Bagian 3 dari tulisan berjudul Mijn Vriend Sukarno, Willem Oltmans, mengisahkan episode, a.l sbb: Pemilu pertama setelah jatuhnya Suharto: PDI-P yang diketuai Megawati Sukarnoputri, menggondol kemenangan. Sehingga dianggap wajarlah Megawati menggantikan Presiden Habibie jadi peresiden pertama hasil pemilu pasca-Suharto. Tetapi hal itu tidak terjadi. Yang jadi Presiden RI setelah pemilu, adalah Abdurrahman Wahid dari PKB. Janggal sekali. Terasa sangat tidak adil. Mega tidak jadi presiden; itu dianggap tidak wajar dan tidak adil. Karena, bukankah jumlah kursi yang diperoleh PDI-P jauh lebih besar ketimbang jumlah kursi PKB yang dipimpin Abdurrahman Wahid? Megawati gagal meraih kursi Presiden RI, meskipun PDI-P di bawah pimpinannya adalah pemenang dalam pemilu. 'Kejanggalan' ini bisa terjadi, karena pendukung-pendukung Orba, terutama dari kalangan militer, polisi, media dan birokrasi, masih punya pengaruh besar. Mereka punya tali-menali erat dengan kekuasaan riil. Mereka menentang keras Megawati Sukarnoputri, putri pertama mantan Presiden Sukarno ini, menjabat Presiden RI. Macam-macam alasan rekayasa dan reka-rekaan yang diajukan. Golongan Islam a.l menguar-uarkan bahwa menurut ajaran Islam wanita pantang memimpin negara. Golkar, 'anak-kandung' Suharto yang merupakan pendukung utama Orba, mengisukan bahwa Megawati hanyalah seorang 'ibu rumah tangga' belaka yang tak tamat universitas. Tidak punya titel apapun. Lagipula 'bodoh'. Begitu dikampanyekan. Dari sumber yang amat bisa dipercaya diperoleh informasi, bahwa kalangan militer dan polisi, seperti halnya kalangan parpol dan birokasi, amat ' k h a w a t i r ' PDI-P dan Megawati akan melakukan ' b a l a s d e n d a m ' terhadap mereka, bila ia menjadi Pesiden RI. *Masih segar dalam ingatan masyarakat, bahwa Mega adalah satu-satunya tokoh parpol (PDI) di kala Suharto masih jaya-jayanya, berani berhadap-hadapan dengan Suharto*.* Bahkan berani menyatakan, bila dikehendaki rakyat, ia bersedia menggantikan Presiden Suharto. Mereka ingat betul bagaimana Suharto, termasuk mereka-mereka itu melakukan segala sesuatu untuk menggembosi pengaruh Mega dan PDI ketika itu. Tetapi gagal!* Namun, mereka berhasil menjegal Megawati. Sehingga ia hanya memperoleh jabatan sebagai wakil Presiden. Tidak bisa difahami? Tokh suatu kenyataan! Itulah logika 'kasak-kusuk' dan 'permainan politik' kalangan berkuasa ketika itu. * * * Willem Oltmans, yang yakin amat mengenal Presiden Sukarno, fikran dan misinya, punya pendapat tersendiri mengenai Megawati. Oltmans beranggapan bahwa dari keturunan Bung Karno, terutama adalah Sukmawati Sukarnoputri, yang benar-benar mengkhayati misi dan ajaran Bung Karno. Menurut Sukmawati warna politik dan arah yang ditempuh Megawati dan PDI-P tidak 'nyambung' dengan ajaran Bung Karno. Maka, bersama Ny. Supeni, tokoh PNI, mantan Dubes Berkeliling Luar Biasa RI periode Presiden Sukarno, -- Sukmawati membentuk PNI baru. Tetapi karena organisasinya masihlemah dan kekurangan dana, PNI baru tsb tidak berhasil memperoleh satu kursipun dalam pemilu 1999. Andaikata Megawati berkesempatan menanyakan kepada Bung Karno apakah beliau setuju Mega menjabat sebagai presiden, maka, menurut Willem Oltmans, Presiden Sukarno akan memberikan jawaban negatif. Menurut pandangan Oltmans, sejak 1965, tidak ada satupun di Indonesia, yang benar-benar tampil membela Bung Karno. Yang oleh Suharto dan media Barat, telah 'dihabisi'. Oltmans melihat bahwa Megawati Sukarnoputri tidak mengkhayati semangat dan jiwa Bung Karno serta ajarannya. Tulis Oltmans a.l : Di Bandung saya mendengar sendiri Mega berpidato di suatu rapat umum yang dihadiri ratusan ribu orang (21 Mei 1999). Mega tidak sekalipun menyebut nama bapaknya. Padahal semua tau bahwa Megawati Sukarnoputri bisa tampil di situ, semata-mata berkat Bung Karno. Bila mendengarkan pidato Bung Karno, hadirin merasa sang pemimpin menyatu-hati dan semangat dengan massa. Mega lain. Ia tidak bicara panjang. Pada akhir pidatonya tiba-tiba Mega menyatakan: Saya segera harus ke Sukabumi dan Bogor. Mega tidak meyakinkan orang. Sehingga pada saya timbul kesan bahwa Mega datang ke rapat umum itu, seolah orang yang sedang mengadakan turné dalam rangka meraih suatu jabatan. Yaitu jabatan presiden. Demikian Oltmans. * * * Cerita ini diakhiri dengan kesan dan tanggapan Willem Oltmans mengenai Hartini Sukarno. Suatu kesan dan pendapat yang kurang sedap didengar mengenai Hartini Sukarno. Juga setelah 1973, bertahun-tahun lamanya saya berkorespodensi dengan nyonya Hartini, demikian Oltmans. Hartini bercerita mengenai keluarganya dan sering mengirimkan foto-foto tentang dia sendiri, tentang perkawinan putra-putranya dll. Dalam tahun 1994 perasaan-gampang-memberi-maaf orang Jawa, tampaknya telah
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SIAPA SIAUW GIOK TJHAN?,,Menyambut BUKU baru : “SIAUW GIOK TJHAN – RENUNGAN SEORANG PA TRIOT INDONESIA”
*Kolom IBRAHIM ISA * *Sabtu, 08 Mei 2010* *--* *SIAPA SIAUW GIOK TJHAN?* *Menyambut BUKU baru : SIAUW GIOK TJHAN RENUNGAN SEORANG PATRIOT INDONESIA* * * * Siapa Siauw Giok Tjhan? Bagi mereka-merka yang mengenal sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, nama Siauw Giok Tjhan, tak asing lagi. Ada yang masih ingat, berkata begini: Pak Siauw 'kan pernah menjabat sebagai menteri pada kabinet Presiden Sukarno pada permulaan revolusi. Salah seorang yang mengenal Siauw Giok Tjhan menambahkan: Saya ingat betul beliau pernah duduk di DPR-RI pada awal tahun limapuluhan abad lalu. Begitu sampai periode Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarnol Kebetulan aku juga kenal pribadi pada beliau. Aku kenal Siauw sejak beliau memimpin Sunday Courier, sebuah mingguan progresif di Jakarta sekitar tahun 1949-1955. Sejak beliau pindah ke negeri Belanda berkali-kali kami sempat bertemu dan bertukar fikiran dengan Siauw GiokTjhan. * * * Ketika menyambut terbitnya buku *Sumbangsih Siauw Giok Tjhan dan Baperki dalam Sejarah Indonesia*, oleh penerbit Hasta Mitra, kutulis pada tanggal 28 Mei 2000 y.l antara lain sbb: Seumur hidupnya apa yang dilakukan Siauw Giok Tjhan adalah memberikan sumbangannya pada usaha besar pembinaan nasion Indonesia, kepada perjuangan untuk usaha menegakkan keadilan bagi semua, bagi setiap warganegara Indonesia. Sebagai seorang intelektual Indonesia keturunan Tionghoa, beliau menyadari betul bahwa perjuangan untuk kemerdekaan nasional dan keadilan sosial, amat bertalian erat dengan perjuangan untuk sama-hak bagi orang-orang Tionghoa warganegara Indonesia yang sudah turun-temurun hidup bermukim di negeri ini, dan yang tidak sedikit diantaranya secara fisik dan kulturil sudah berintegrasi dan berbaur dengan orang-orang pribumi. Secara naluriah mereka sudah menjadikan Indonesia sebagai negerinya sendiri. Beliau melihat dan menyadari bahwa orang-orang Tionghoa serta keturunan Tionghoa tsb merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia. Di bidang ekonomi, berbeda dengan modal monopoli asing, modal mereka adalah modal domestik yang memainkan peranan positif dalam perkembangan ekonomi nasional. Beliau melihat kekuatan ekonomi yang terkandung di dalam masyarakat keturunan Tionghoa Indonesia. Dan bahwa sekali kekuatan ekonomi ini berpadu dan dibimbing oleh kesadaran nasional yang mantap, maka ia akan merupakan kekuatan pendorong yang ampuh dalam perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya ekonomi nasional Indonesia. Beliau mengemban keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa perasaan naluriah dari o r ang-orang Tionghoa dan keturunan Tionghoa yang sudah menjadikan Indonesia sebagai negerinya sendiri, khususnya yang sudah menjadi warganegara Indonesia yang sah menurut hukum, perlu ditingkatkan menjadi kesadaran politik yang mantap akan ke-Indonesiannya itu. Itulah sebabnya Bung Siauw mencurahkan perhatian dan kegiatannya untuk mencapai tujuan tsb. Beliau menolak konsep 'asimilasi' antara keturunan Tionghoa dengan bangsa Indonesia yang 'pribumi', sebagai suatu jalan untuk memecahkan 'masalah minoritas etnis Tionghoa'. Karena di dalam konsep asimilasi itu dirasakan terkandung faktor keharusan yang bersangkutan meninggalkan tradisi bangsa dan kultur asal-muasal mereka. Siauw menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Eka, prinsip yang selama ini menjadi dasar negara Republik Indonesia, dimana setiap suku bangsa dari nasion Indonesia, tetap mempertahankan dan bahkan mengembangkan tradisi dan kultur daerahnya, sambil bersama-sama seluruh nasion membangun tradisi dan kultur Indonesia secara nasional. Menyadari perlunya ada wadah organisasi untuk memperjuangkan keyakinan politiknya, maka bersama dengan pejuang-pejuang integrasi lainnya, beliau ambil bagian penting dalam mendirikan BAPERKI. *Nama Siauw Giok Tjhan tidak bisa dipisahkan dari sejaarah perjuangan seluruh rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan nasional, untuk keadilan sosial dan melawan diskriminasi rasial. Seluruh hidup beliau telah disumbangkannya untuk cita-cita luhur tersebut. * Bangsa kita memiliki tidak sedikit pahlawan nasional, yaitu tokoh-tokoh perjuangan yang telah memberikan teladan sepanjang hidupnya, tanpa pamrih memperuntukkan yang paling berharga dari hidup mereka untuk kepentingan seluruh bangsa, yang telah memberikan sumbangan besar dalam perjuangan kemerdekaan, persamaan-hak dan pembangunan nasion Indonesia. SIAUW GIOK TJHAN ADALAH SALAH SEORANG DARI PAHLAWAN NASIONAL ITU! * * * Hari ini disiarkan sebuah berita gembira. Bisa dibaca di Gelora45 dll mailitst di wacana internet, sbb: *Pada tanggal 22 Mei yad akan diluncurkan sebuah buku PENTING, berjudul: RENUNGAN PATRIOT INDONESIA SIAUW GIOK TJHAN. * Suatu kenyataan --- dengan penerbitan buku tsb, bertambah satu lagi buku yang memprkaya khazanah literatur Indonesia mengenai para pejuang
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - BUNG KARNO Bersikap Rasionil Tentang,,“Karl MA RX” “MARXISME”
IBRAHIM ISA Berbagi Cerita Jum'at, 07 Mei 2010. *BUNG KARNO Bersikap Rasionil Tentang * *Karl MARX MARXISME* Berbagai cara orang memperingati Hari Buruh Internasional 1 Mei dan hari ultah ke-192 Karl Marx Trier, 05 Mei 1818 London, 14 Maret 1883. Di banyak negeri di dunia hari-hari bersejarah tsb diperingati dengan rapat-rapat terbatas dan umum, demo, pemogokan serta pelbagai komentar dan tulisan. Banyak disiarkan artikel analitis dan kritis. Namun, tidak sedikit pula yang 'asbun', asal 'pro' atau 'anti' saja. Tetapi Bung Karno lain. Beliau adalah seorang pejuang dan politkus yang serius sejak masa mudanya. Bung Karno, Sang Proklamator dan Pendiri Republik Indonesia, jauh sejak masa muda dan akitf dalam gerakan kemerdekaan bangsa, telah menulis tentang MARX dan MARXISME . Tulisan beliau itu dipublikasikan 1933, 12 tahun sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Bagi yang peduli, silakan membacanya sendiri tulisan Bung Karno tsb dengan cermat, kritis dan analitis. Namun seyogianya dengan lapang dada. Dengan demikian bisa menangkap makna dan maksud tulisan tsb. Seorang penulis di Facebook, Darwin ISKANDAR, --- menyajikan kepada pembaca Facebook artikel Bung Karno tsb selengkapnya: * * * Dalam tulisannya tsb Bung Karno memulai dengan kalimat-kalimat bersejarah berikut ini: */Mendengar perkataan ini, -begitulah dulu pernah saya menulis-, mendengar perkataan ini, maka tampak sebagai suatu bayangan di penglihatan kita gambarnya berduyun-duyun kaum yang mudlarat dari segala bangsa dan negeri, pucat muka dan kurus badan, pakaian berkoyak-koyak; tampak pada angan kita dirinya pembela dan kampiun si mudlarat tadi, seorang ahli pikir yang ketetapan hatinya dan keinsyafan akan kebiasannya mengingatkan kita pada pahlawan dari dongeng-dongeng kuno Jermania yang sakti dan tiada terkalahkan itu, suatu manusia yang geweldig, yang dengan sesungguh-sungguhnya bernama datuk pergerakan kaum buruh, yakni Heinrich Karl Marx./* Artikelnya tentang Marxismt itu beliau akhiri dengan kelimat-kalimat berikut ini. */Jikalau mereka menghargai akan contoh-contoh saudara-saudaranya-seasas yang sama bekerja bersama-sama dengan kaum Islam, sebagai yang terjadi dilain-lain negeri, maka niscayalah mereka mengikuti contoh-contoh itu pula. Dan jikalau mereka dalam pada itu juga bekerja bersama-sama dengan kaum Nasionalis atau kaum kebangsaan, maka mereka dengan tenteram-hati boleh berkata: kewajiban kita sudah kita penuhi. Dan dengan memenuhi segala kewajiban Marxis-muda tadi itu, dengan memperlihatkan segala perubahan teori asasnya, dengan menjalankan segala perubahan taktik pergerakannya itu, mereka boleh menyebutkan diri pembela Rakyat yang tulus-hati, mereka boleh menyebutkan diri garamnya Rakyat. Tetapi Marxis yang ingkar akan persatuan, Marxis yang kolot-teori dan kuno-taktiknya, Marxis yang memusuhi pergerakan kita Nasionalis dan Islamis yang sungguh-sungguh, -- Marxis yang demikian itu janganlah merasa terlanggar kehormatannya jikalau dinamakan racun Rakyat adanya! (Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, Suluh Indonesia Muda, 1926.)/* /* * */ Beberapa puluh tahun sesudah meninggalnya Karl Marx, pada tanggal 07 November 1917, dimulai dari kota Petrograd, meletaus Revolusi Sosialis Rusia di bawah pimpinan W.I Lenin, seorang Marxis Rusia. Revolusi Sosialis Rusia telah melahirkan URSS, Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis; menghapuskan sistim kapitalis/feodal otokratis dan opresif Tsar. Setelah itu, teristimewa setelah berakhirnya Perang Dunia II, dengan dikalahkannya fasisme, di Eropah Timur maupun di Asia telah lahir negeri-negeri yang mendasarkan falsafah negara dan sistim ekonominya pada Marxisme. Disusul kemudian oleh berdirinya negara sosialis pertama di Amerika Latin --- Cuba di bawah pimpinan Fidel Casto. Perkembangan ini menunjukkan keunggulan gerakan politik yang didasarkan atas idologi dan politik Marxisme. * * * Pergolakan politik dan perkembangan dunia berjalan terus. Negeri-negeri yang mendasarkan falsafah negara dan sistim ekonominya pada Marxisme seperti Uni Sovyet dan seluruh negeri-negeri Eropah Timur yang tergabung dalam blok Comecon, terbukti tidak bisa mempertahankan sistim kenegaraan dan ekonomi Marxisme. Pada awal tahun sembilan-puluhan abad lalu, tidak satupun dari negeri sosialis di Eropah Timur yang bisa bertahan terhadap gejolak dan prahara perubahan yang mengembalikan negeri-negeri 'asal sosialis' tsb ke jalan anti-pode sosialisme SISTIM EKONOMI DAN POLITIK KAPITALIS. Hanya Republik Rakyat Tiongkok, Korea Utara, Vietnam dan Cuba yang masih mempertahankan sistim falsafah, ekonomi dan politik pada ajaran Marx. Dengan mengadakan penyesuaian, dengan cara mentrapkannya pada kondisi kongkrit negeri masing-masing. Demikianlah seperti yang resmi formal dinyatakan oleh yang bersangkutan. * * * Tidak jelas apakah di negeri lain
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - IN MEMORIAM PRO F. DR FRANS HÜSKEN,,1945 – 28 April 2010
/*Kolom IBRAHIM ISA*/ /*Selasa, 04 Mei 2010*/ /**/ /*IN MEMORIAM PROF. DR FRANS HÜSKEN*/ /*1945 28 April 2010*/ /Kemarin sore, dengan terkejut dan teramat sedih kuterima surat-elektronik dari sahabatku Jaap Erkelens mantan Perwakilan KITLV di Jakarta, anggota Bestuur St Wertheim. Isinya adalah berita-duka, -- menyampaikan bahwa sahabat tercinta, / /Prof. Dr. Frans Hüsken (lahir:1945), telah meninggal dunia pada tanggal 28 April, 2010 yang lalu, di Haarlem, Holland. Frans Hüsken meninggalkan istri dan seorang putra serta dua orang cucu-cucunya. Kepada seluruh keluarga Frans Hüsken: Sebagai sahabat dekat sama-sama melakukan kegiatan di Pengurus Stichting Wertheim, kusampaikan RASA BELASUNGKAWA SEDALAM-DALAMNYA dengan meninggalnya Frans Hüsken. Semoga segenap keluarga Frans Hüsken tabah adanya menghadapi musibah ini./ /* * */ /Prof. Dr Frans Hüsken akan dikebumikan pada tanggal 06 Mei 2010, di Begraafplaats Westerveld, Duin en Kruidbergweg 2-6, 1985 HG Driehuis. Condoleance register on line: http://www.condoleanceregister.com/Frans-Hsken.html/ /Prof. Dr Frans Hüsken adalah salah seorang pendiri Stichting Wertheim pada tanggal 04 Maret 1988, bersama 8 orang cendekiawan lainnya. Mereka itu adalah: Go Gien Tjwan, G.J Huize, Pluvier, Coen Holtzappel (dewasa ini Ketua St Wertheim), F. Tiggelman, Batara Simatupang, Els Ensering dan Basuki Gunawan. Stichting Wertheim didirikan ketika Indonesia masih merana di bawah pemerintahan tirani Orde Baru Suharto. / /*KEPEDULIAN utama St Wertheim adalah soidaritas serta sumbangsih pada PERJUANGAN EMANSIPASI BANGSA INDONESIA.*/ /* * */ /Selama melakukan kegiatan bersama di St Wertheim, Frans Hüsken dikenal sebagai sahabat sejati bangsa Indonesia yang tanpa pamrih telah memberikan sumbangsihnya atas usaha bangsa Indonesia dalam perjuangan EMANSIPASI BANGSA./ /Semasa hidupnya sebagai cendekiawan Frans Hüsken telah menulis banyak karya ilmiah mengenai Indonesia. Antara lain: Development and Social Welfare: Indonesia's Experiences Under the New Order ,bersama dengan Juliette Koning -- Ropewalking and Safety Nets: Local Ways of Managing Insecurities in Indonesia; bersana Hiroyosi Kano dan Djoko Surjo Di Bawah Asap Pabrik Gula: Masyarakat Desa Di Pesisir Jawa Sepanjang Abad Ke-20; bersama Huub De Jonge Violence and Vengeance: Discontent and Conflict in New Order Indonesia, 2002; / /Frans Hüsken, adalah seorang Profesor Antropolgi pada Universitas Radboud Nijmegen, Holland. Perhatian dan kegiatan utamanya a.l adalah studi-riset sejarah dan politik antropologi dan sejarah antropologi. Dalam pekerjaan langsung ia memfokuskan pada transformasi sosio-ekonomi, politik dan budaya, khususnya DI PEDESAAN INDONESIA. Bersama dengan Peter Boomgaard, Hiroyosi Kano dan Djoko Surjo ia terlibat dalam proyek riset Indonesia-Jepang-Belanda megnenai sejarah pedesaan Jawa Utara di abad ke- 20. Hasil riset mereka itu a.l disiarkan dalam /Beneath the Smoke of the Sugar-Mill. Javanese Coastal Communities during the Twentieth Century/ (2001)./ /Frans Hüsken juga mengkordinasikan program riset mengenai Keamanan Sosial dan Politik Sosial di Indonesia. Hasilnya a.l. Diterbitkannya bersama Juliette Koning, karya ilmiah //Rope Walking and Safety Nets. Local Ways of Managing Insecurities in Indonesia// (2006). Hasil-hasil karya ilmiah lainnya adalah//bersama Huub De Jon, adalah ///Reading Asia///,2001); ///Een dorp op Java. Sociale differentiatie in een boerengemeenschap, 1850-1980; /// (1988), Edisi Inggris dan Indonesia terbit 1998); ///Indonesië. Culturen in Verandering ///(bersama Ben Witjes, 1990); ///Trends en Tradities in de Ontwikkelingssociologie/// (bersama Dirk Kruyt dan Philip Quarles van Ufford, 1984, Edisi Indonesia : 1989); ///Cognition and Social Organization in Southeast Asia/// (bersama Jeremy Kemp, 1992), dan ///Development and Social Welfare. Indonesia's Experiences under the New Order/// (bersama Jan-Paul Dirkse and Mario Rutten, 1993)./ /Masih banyak karya-karya Frans Hüsken lainnya berupa makalah serta artikel-artikel hasil riset lainnya./ * * * /*Dengan 'kepergian' Prof. Dr Frans Hüsken (65^th ) Bangsa Indonesia, khususnya para cendekiawan progresif Indonesia serta Stichting Wertheim, telah kehilangan besar seorang cendekiawan, sarjana, periset, penggiat dan sahabat Indonesia sejati. / /*) -- Penulis adalah Sekretaris Stichting Wertheim, Amsterdam/ /* * *./ [Non-text portions of this message have been removed] === Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS AND VIE WS - WORLD PRESS FREEDOM DAY – 03 MAY
*IBRAHIM ISA'S **SELECTED NEWS AND VIEWS* *WORLD PRESS FREEDOM DAY 03 MAY* *---* --- Role of the Press Key to Indonesias Progress* * --- SBY Must Keep Ball Rolling in Economy --- Indonesia Must Keep the Wind in its Economy's Sails --- Confidence Abounds For Indonesia's Economy --- Dont Let Corruption Steal Focus From Reform -- *Role of the Press Key to Indonesias Progress * Jakarta Globe Editorial, 02 May 2010 Indonesia today enjoys one of the freest press climates in the region at least as far as having the freedom to start up new publications. Shortly after the fall of Suhartos authoritarian New Order government, the Ministry of Information, which was tasked with issuing press licenses and monitoring coverage of sensitive issues, was abolished. It was a startling reform, and the nation went from fearful of information to open and outspoken almost overnight. As a result, there are more than 200 local publications and television stations in the country today, creating a vibrant media environment. Radio stations remain popular and a key source of news and information, while bloggers and the online media are mushrooming. The press has also grown in influence. In the current era, both the government and opposition political parties understand and appreciate that they need to maintain open communication channels with the mainstream media. The local media industry has come a long way since the repressive days of the New Order regime when newspapers and magazines could be closed by the government with little regard for due process. But as journalists in Indonesia celebrate World Press Freedom Day today, they should be mindful of continuing threats against them, in particular the threat of criminal defamation and various forms of intimidation designed to stifle their voices and the peoples right to know. In recent years, there has been an alarming rise in the use of criminal defamation against journalists despite the enactment of the 1999 Law on the Press and the 2008 Law on Freedom of Information, which ostensibly protect journalists against charges of criminal defamation. Unfortunately, repressive criminal legislation remains on the books. And while the media is now a full-fledged industry, it still struggles to attract the best and brightest Indonesians. This is primarily because of low salaries and the low prestige associated with journalism. The media must, however, acknowledge that professionalism among journalists also has to improve before salaries will rise and more bright young people will consider it a career option. There is a dire need to improve on-the-job training for young journalists as well as modernizing curriculums in journalism schools. The future for Indonesias press is bright. As more people attain higher education, there will be a greater thirst for information, entertainment and enlightenment. Journalists must adapt to the changing landscape, and while they must continue to play a watchdogs role to keep excessive government in check, the media must also play a nation-building role. Given its ability to influence the populace and change mind-sets, the press has a unique opportunity to shape a new Indonesia. It must exercise its responsibility with wisdom and care. In many ways, the countrys future is in its hands. * * * SBY Must Keep Ball Rolling in EconomyJakarta Globe Editorial, 19 April 2010: President Susilo Bambang Yudhoyono put the economy back on the front burner in Bali on Monday and his timing could not have been better. Buffeted by a string of controversies, the president has at times taken his eye off the economic ball. Tampaksiring Palace in verdant central Bali was the perfect setting for Yudhoyono to focus the governments attention on the economy as senior officials, business leaders and provincial governors joined his cabinet for a three-day national retreat on economic strategy. To kick off the event, he outlined his 10 Tampaksiring strategies aimed at boosting economic growth. These include encouraging significant growth in investment and exports, as well as developing human resources. The president was on the mark in noting that Indonesia must push per capita income beyond the $3,000 level if it is to climb above emerging economy status and also reduce poverty. By the end of his term in 2014, Yudhoyono wants to see a per capita income of $4,500. With average income now at $2,600, the government, working with private business, must power the economy forward. The momentum is clearly with the country at this time and it would be a crime not to maximize this golden opportunity. The presidents ambitious program also calls for a reduction in the official unemployment rate from about 8 percent to between
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - “ Mijn Vriend SUKARNO” – Willem Oltmans,, Bagian – 2
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Jum'at, 30 April 2010* *---* *Mijn Vriend **SUKARNO* *Willem Oltmans * *Bagian 2* Tulisan ini -- Juga hendak memberikan gambaran yang ' l a i n ' kepada 'kita-kita' orang-orang Indonesia, -- mengenai orang-orang Belanda. Khususnya bersangkutan dengan pertanyaan: Bagaimana sebenarnya sikap Belanda sekarang ini, terhadap Indonesia? Apakah memperlakukan Indonesia, masih seperti dulu? Ataukah sudah berubah? Menganggap Indonesia sebagai suatu bangsa merdeka. Yang setara dan sederajat dengan Belanda? Untuk menghindari sikap 'main-pukul-rata', maka dikemukakan dalam tulisan ini kasus kongkrit. Ia seorang Belanda. Wartawan kawakan. Ia meninggal dunia enam tahun yang lalu. Namanya WILLEM OLTMANS. Berbeda dengan banyak rekan-wartawan Belanda lainnya, ia punya penilaian tersendiri mengenai *Sukarno.* Baginya, Sukarno adalah seorang pemimpin nasional bangsa Indonesia dan Presiden pertama Republik Indonesia, telah memerdekakan bangsanya. Oltmans hormat dan mengaguminya. Wartawan Belanda itu, paling tidak selama sepuluh tahun, menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa Presiden Sukarno begitu dihormati, dicintai dan punya pengaruh amat besar di kalangan rakyatnya. Teristimewa di kalangan 'wong cilik', di kalangan kaum 'Marhaen'. Dalam salah satu tulisannya, Willem Oltmans, menjelaskan bahwa di kalangan penguasa dan lapisan tertentu masyarakat Belanda, ketika itu, i.e dalam periode sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sampai periode setelah 1949, --- *Sukarno adalah Musuh-negara kita nomor satu. Hij is Onze Staatsvijand nummer een.* Tokh -- 'musuh negara nomor satu itu, kepala negara dan kepala pemerintah Indonesia tsb, bagi Willem Oltmans, adalah Mijn Vriend Sukarno. Adalah Sahabatku Sukarno. Kata Oltmans: Sikap dan pelbagai cerita tentang Sukarno yang begitu sering dan paling suka dimamah-biak di Belanda dan di Barat, bahkan di kalangan Indonesia tertentu , -- didasarkan pada 'reka-rekaan' saja. Muncul dari emosi yang disebabkan, akhirnya oleh kenyataan yang sulit mereka cernakan. Yaitu: Di*a itu, Sukarno, adalah pemenang yang tak diragukan lagi, dan bahwa kita orang-orang Belanda, telah bertindak sebagai orang-orang kalah yang menyedihkan (miserabel).* ** * ** Bagaimana bisa begitu? Bukankah tidak sulit mencari di Belanda, (ketika itu dan sampai sekarangpun) -- tokoh-tokoh politik, pemimpin-pemimpin masyarakat, termasuk dari kalangan gereja, apalagi di kalangan penulis, pakar dan media, di kalangan para mantan 'KNIL' dan 'KL', --- yang 'tidak suka' dan 'membenci' Sukarno. Pandangan mereka-mereka itu sama dengan pandangan penguasa Belanda zaman kolonial. Menilai bahwa Sukarno adalah musuh negara kita nomor satu. Menemukan orang-orang sinis yang 'anti-Sukarno' di Belanda samasekali TIDAK SULIT!!! Dewasa ini, baik yang terang-terangan maupun yang terselubung, masih terdapat orang-orang Belanda yang 'benci setengah mati' kepada Sukarno. Begitu mendengar nama Sukarno, maka cepat saja berkomentar: 'Oh itu, si kolaborator Jepang itu! 'Oh itu, yang beristri lebih dari empat itu'. 'Oh itu, promotor konsep 'Demokrasi Terpimpin' yang 'telah gagal total' dan telah 'menjerumuskan' Indonesia'. 'Oh, itu, si 'diktator otoritér' yang berhubungan erat dengan Peking dan Moskow! Yang kerjasama dan Pro-PKI itu!' Membantah fitnahan bahwa 'Sukarno kolaborator Jepang', Willem Oltmans mengingatkan pada buku-studi Prof. George McTurnan Kahin berjudul *Nationalism and Revolution* (1952). Di situ, (halaman 104 106) G.T Kahin menulis a.l. . . . . bahwa Sukarno menganggap Jepang sepenuhnya adalah fasis. Sukarno beranggapan bahwa ia dan kawan-kawan seperjuangannya harus menempuh cara perjuangan yang paling halu (subtiel), untuk menghindar dari berbentrokan dengan kekuatan (pendudukan militer) Jepang. Maka mereka bertindak sedemikian rupa sehingga Jepang menganggap mereka berkolaborasi. Seperti apa yang saya lakukan, kata Oltmans, Prof G.T. Kahin mengambil kesimpulan demikian itu, melalui proses penelitian terhadap Bung Karno, Hatta, Sjahrir dan banyak orang Indonesia lainnya. * * * Tidak sekali-dua kutulis, bahwa, masih ada, --- *bahkan tidak sedikit jumlahnya orang-orang Belanda yang berpandangan w a j a r mengenai Sukarno dan Indonesia*. Mereka mampu melihat realita dan menilai bahwa Sukarno, *pertama-tama,* adalah seorang pemimpin terkemuka perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Seorang pahlawan bangsa yang dicintai rakyatnya. Bahwa Sukarno adalah salah seorang terpenting pembangun NASION INDONESIA. Bahwa Sukarno adalah pejuang nasional yang telah memberikan segala-galanya yang terbaik dari hidupnya demi kepentingan bangsa dan tanah air Indonesia. Bahwa, --- adalah Sukarno yang menggali dari bumi Indonesia, dasar falsafah kenegaraan bangsa Indonesia. Serta dengan populer dan sistimatis merumuskannya, dalam pidatonya ( 1 Juni 1945) LAHIRMYA
[wanita-muslimah] *IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - ERASMUS HUIS JAKARTA MEMPERINGATI MULTATULI
**IBRAHIM ISA**) - Berbagi Cerita --- Kemis, 29 April 2010* Pagi ini kuterima e-mail dari Paul Peters, Direktur ERASMUS HUIS Jakarta, sekitar: --- PERTUNJUKAN TEATER Dengan Judul MAX HAVELAAR SPEECH, di ERASMUS HUIS JAKARTA Untuk MEMPERINGATI KELAHIRAN EDUARD DOUWES DEKKER, alias MULTATULI dan PERAYAAN 150 TH BUKU MAX HAVELAAR Bung Paul Peters y.b., Terima kasih atas informasi dan undangan untuk menghadiri PERTUNJUKAN TEATER DENGAN JUDUL MAX HAVELAAR SPEECH, untuk MEMPERINGATI KELAHIRAN EDUARD DOUWES DEKKER, alias MULTATULI, penulis karya sastra roman kenamaan Belanda MAX HAVELAAR; dan PERAYAAN 150 TH BUKU MAX HAVELAAR pada tanggal 03 Mei jam 20.00 yad, di ERASMUS HUIS, JAKARTA. Sayang sekali, kebetulan saya masih ada di Amsterdam. Menghaapkan Sukses! Salam takzim, I. Isa *) Ibrahim Isa adalah Sekretaris Stichting Wertheim, Amsterdam Publisis - TERLAMPIR INFORMASI DAN UNDANGAN DARI PAUL PETERS: Peters, Paul schreef: message from Paul Peters Director Erasmus Huis Theatre play Max Havelaar Speech Right-click here to download pictures. To help protect your privacy, Outlook prevented automatic download of this picture from the Internet. *Please click attached PDF documentRight-click here to download pictures. To help protect your privacy, Outlook prevented automatic download of this picture from the Internet. Adobe Acrobat PDF pdfmaxhavelaar.pdf (312 Kb) BLOCKED::http://cms.mfa.nl//aspx/download.aspx?file=/contents/pages/57185/pdfmaxhavelaar.pdf* *Senin, 3 Mei 2010 / Monday, 3 May 2010, 20.00, Erasmus Huis, Jl, H.R. Rasuna Said Kav. S-3, 12950 Jakarta, 021 - 5241069* *Teater/Theater Max Havelaar Sutradara/Director: Rachman Sabur Dalam bahasa Indonesia/ Language Indonesian* Dalam rangka memperingati kelahiran Eduard Douwes, Dekker, nama pena Multatuli (1820-1887) dan perayaan 150 tahun tahun buku Max Havelaar. Yayasan Payung Hitam akan mempersembahkan pertunjukan teater dengan judul Max Havelaar Speech. Pertunjukan ini adalah hasil kerjasama antara Payung Hitam, Erasmus Huis, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan HIVOS. Informasi: Rachman Sabur, 0813 - 9529 9157, Ade Ii Syarifuddin, 0813 - 2143 3943 Right-click here to download pictures. To help protect your privacy, Outlook prevented automatic download of this picture from the Internet. Emailadres payung_hita...@yahoo.com mailto:payung_hita...@yahoo.com BLOCKED::mailto:payung_hita...@yahoo.com +++ To commemorate the birth of Eduard Douwes Dekker - pen name: Multatuli (1820-1887) and the 150th anniversary of his book Max Havelaar. Payung Hitam Foundation will perform a theatre play called Max Havelaar Speech. This play is a collaboration between Payung Hitam, Erasmus Huis, The Royal Netherlands Embassy and HIVOS. Information: Rachman Sabur, 0813 - 9529 9157, Ade Ii Syarifuddin, 0813 - 2143 3943 Right-click here to download pictures. To help protect your privacy, Outlook prevented automatic download of this picture from the Internet. Emailadres payung_hita...@yahoo.com mailto:payung_hita...@yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Sejara wan Muda -- BONNIE TRIYANA,,Memperingati 150 Th “MAX HAVELAAR”
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Selasa, 27 April 2010* *---* *Sejarawan Muda -- BONNIE TRIYANA * *Memperingati 150 Th MAX HAVELAAR* ** * ** *Notisi:* Buku Mutatuli alias Eduard Douwes Dekker, -- /*Max Havelaar, of de Koffiveilingen der Nederlandsche Handelmaatschappy */,(Edisi Indonesia: Max Havelaar atau Persekutuan Lelang Dagang Kopi Hindia Belanda ) adalah novel pertama dalam sejarah literatur Belanda, yang begitu jelas MENGGUGAT FEODALISME (mengungkap sistim tanam-paksa) dan KOLONIALISME di Hindia Belanda. Bicara tentang *'jembatan- awal'* yang menghubungkan rakyat Indonesia dengan rakyat Belanda, adalah sikap dan pendirian Eduard Douwes Dekkter yang tercatat hitam diatas putih dalam sejarah hubungan kedua bangsa , *itulah JEMBATAN-AWAL yang sesungguhnya yang menghubungkan rakyat Belanda dengan rakyat Indonesia.* Karya Eduard Douwes Dekker tsb, yang ditulisnya di sebuah kamar di Brussel (1859) *dalam jangka waktu sebulan saja* (!!), terbit pertama tahun 1860. Di Belanda novel pendobrak ini dinilai sebagai karya sastra Belanda terbesar. Sebagai mula langkah- pembaruan dalam sejarah sastra Belanda. Khususnya gaya penulisannya yang memelopori suatu pendobrakan terhadap penulisan novel tradisionil. Dunia pendidikan Belanda menjadikan karya Mutatuli itu sebagai bacaan wajib di sekolah-sekolah. Edisi Indonesia pertama, terjemahan H.B. Jasin, terbit pada tahun 1972 dan dicetak ulang 1973. * * * Dalam rangka memperingati 150-th terbitnya buku Douwes Dekker alias Multatuli, Max Havelaar atau Persekutuan Lelang Dagang Kopi Hindia Belanda, yang diselenggarakan dengan pelbagai kegiatan di Amsterdam, punya gema yangnyata di Indonesia. Sejarawan generasi baru *Bonnie Triyana*, mempersembahkan tulisannya sbb: * * * *MADU Dan RACUN di Rangkasbitung* http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/04/26/KL/mbm.20100426.KL133346.id.html# *Bonnie Triyana, Sejarawan *TEMPO ONLINE 26 April 2010 INI bukan roman tapi gugatan, demikian tema peringatan 190 tahun kelahiran Eduard Douwes Dekker alias Multatuli. Acara itu berbarengan dengan perayaan 150 tahun penerbitan Max Havelaar atau Persekutuan Lelang Dagang Kopi Hindia Belanda karya Multatuli, yang diselenggarakan di Belanda tahun ini. Dirayakan di tanah kelahirannya, Dekker dan Max Havelaar nyaris dilupakan di negeri yang pernah dibelanya: Indonesia. Max Havelaar diajukan Universitas van Amsterdam sebagai salah satu warisan dunia. Karya itu pernah dianggap sebagai roman picisan berdasarkan khayalan belaka. Tak sedikit orang yang menganggap Multatuli manusia frustrasi yang menumpahkan kekecewaannya pada sosok Bupati Lebak Raden Adipati Karta Natanagara yang ia benci. Sempat pula muncul pernyataan bahwa Multatuli tak berbeda dengan orang Belanda kulit putih lainnya yang datang ke Indonesia dengan satu tujuan: menjajah. Dekker alias Multatuli datang ke Rangkasbitung, Lebak, Banten pada pengujung Januari 1856. Posisi sebagai asisten residen ia dapatkan berkat lobi khusus E. de Waal kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Duymaer van Twist. De Waal-kelak menjadi menteri urusan daerah kolonial-adalah kerabat dekat Everdine Huberte Baronesse van Wijnbergen, istri Dekker. Sebelum ke Rangkasbitung, Lebak, Dekker telah malang-melintang dalam berbagai penugasan sebagai amtenar-di Sumatera Barat, Karawang, Bagelen, Manado, dan Ambon. Penugasan ke Rangkasbitung adalah pengalaman baru bagi Dekker. Lebak, seperti beberapa daerah di Banten lainnya, adalah daerah minus yang menjadi ladang subur bagi tumbuhnya pemberontakan. Paling tidak ada dua pemberontakan besar yang terjadi pada abad ke-19: pemberontakan Haji Wakhia (1850) dan pemberontakan petani Banten (1888). Beberapa pekan setelah tiba di Rangkasbitung, Dekker tidak menunjukkan tanda-tanda bermusuhan dengan Bupati Lebak Raden Adipati Karta Natanagara. Ia malah pernah menawarkan uang kepada Bupati karena pejabat itu menanggung hidup banyak orang di luar keluarga inti. Hubungan baik yang dijalin oleh Dekker tampak dalam surat yang tak sempat ia kirimkan ke Gubernur Jenderal Van Twist. Kata Dekker, Bupati adalah orang yang sangat menyenangkan. Kalaupun Dekker mencium gelagat tak beres dari cara Karta Natanagara memerintah, ia tak langsung menegur. Dekker malah mengajak Bupati bicara dari hati ke hati layaknya sahabat. Patih Lebak yang menyaksikan pertemuan itu mengatakan baru pertama kali melihat pejabat Belanda bicara halus dan ramah. Pada waktu yang bersamaan, Natanagara sedang menyiapkan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita -“Mijn Vriend SUKARNO” – Willem Oltmans,,Ba gian –1
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Senin, 26 April 2010* *--* *Mijn Vriend **SUKARNO* Willem Oltmans *Bagian 1* * * * MIJN VRIEND SUKARNO, dalam bahasa Indonesia SAHABATKU SUKARNO, adalah buku yang ditulis oleh wartawan kawakan Belanda, Willem Oltmans (10 Juni 1925 30 September 2004). Willem Oltmans telah menulis banyak buku. Yang terpenting antaranya adalah MJJN VRIEND SUKARNO (1995, Penerbit Het Spectrum BV, Utrecht). Supaya jangan salah faham, tulisan ini bukan sebuah 'pembicaraan i s i buku'. Tujuan utama penulisan ialah sebagai tambahan untuk 'mengenal' Bung Karno, melalui 'cerita' yang dituturkan oleh Willem Otlmans. Suatu hal yang mutlak bila hendak 'mengenal Bung Karno', jalan terbaik adalah dengan teliti membaca buku beliau *DI BAWAH BENDERA REVOLUSI, Jilid I dan II*; Kemudian dua jilid buku penting adalah: 'REVOLUSI BELUM SELESAI, Jilid I dan II. Sebuah Kumpulan 100 Pidato Presiden Soekarno ( 30 September 1965 13 Februari 1966). Penyunting Budi Setiyono dan sejarawan muda Bonnie Triyana. Buku-buku tsb teramat penting! Karena di situ bisa dibaca tentang politik dan visi Bung Karno, mengenai Indonesia dan dunia. Juga tentang perkembangan politik sesudah G30S; penjelasan berulang kali Presiden Sukarno bahwa 'Superemar' bukanlah 'penyerahan kekuasaan' kepada Jendral Suharto; dan bahwa Presiden Sukarno sampai akhir menentang dibubarkannya PKI. Selain itu masih ada buku penting lainnya mengenai manusia langka, pemimpin besar bangsa Indonesia Sukarno, mengenai politik serta visinya. Buku itu berjudul *SUKARNO AN AUTOBIOGRAPHY, As Told to Cindy Adams, 1965*. Buku ini barangkali adalah yang terpenting untuk mengenal Bung Karno. Karena di situ Bung Karno bicara s e n d i r i mengenai dirinya; tentang Indonesia dan dunia internasional. Mengenai pengalaman dan apa yang dianggapnya sudah ia capai selama hidupnya berjuang untuk bangsa Indonesia. Sebuah buku lagi ialah : *SOEKARNO, FOUNDING FATHER OF INDONESIA*, 2002, karya riset dan studi Prof. Dr Bob Hering. Penerbit KITLV, Leiden. Diluncurkan di KBRI Den Haag, wilayah Republik Indonesia, atas permintaan penulisnya sendiri. * * * Menyatakan 'mengenal', apalagi 'tau' tentang politik dan visi Bung Karno, tanpa membaca dan mempelajari dengan seksama buku-buku tsb, --- sama saja dengan 'cakap-cakap angin'. 'Cakap angin' seperti itu tak usah diperlakukan serius. Di luar buku-buku tsb, masih ada banyak sekali buku dan tulisan mengenai Bung Karno. Antara lain oleh pakar/penulis Belanda, Lambert Giebels, berjudul: *SOEKARNO Nederlandsch Onderdaan Een biografie 1901 1950*. Buku Giebels yang kedua ialah *SOEKARNO PRESIDENT, Een biografie 1950-1970*. Satu buku lagi yang ditulis oleh pakar Australia J.D Legge, berjudul *SOEKARNO A Political Biography*. Barangkali masih perlu disebut satu buku lagi tentang Bung Karno.Yaitu yang ditulis oleh seorang pakar Jerman, Bernhard Dahm, berjudul *SUKARNO'S KAMPF UM INDONESIENS UNABHANGIGKEIT, Kiel, 1964.* * * * Dari sekian banyak pakar, penulis atau wartawan yang pernah menulis tentang Bung Karno, --- bisa dikatakan, wartawan asing, yang terdekat dengan pribadi Bung Karno, a.l. adalah wartawan Amerika CINDY ADAMS dan wartawan kawakan Belanda WILLEM OLTMANTS. Cindy Adams adalah wartawan yang menuliskan otobiografi Bung Karno, menurut apa yang diucap oleh Bung Karno dengan kata-katanya sendiri. Sedangkan Willem Oltmans adalah wartawan Belanda yang karena kedekatannya dan dukungannya kepada Presiden Sukarno, pemimpin bangsa dan perjuangan rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat, -- telah di'persona-non-gratakan' dan diisolasi sedemikain rupa, praktis membikin Oltmans tidak bisa lagi melakukan profesinya sebagai wartawan Belanda. Sehingga Oltmans harus hidup bertahun-tahun lamanya dari tunjangan. Perlakuan yang demikian kejamnya oleh pemerintah Belanda ketika itu berlangsung selama 47 tahun. Hanyalah di periode pemerintah PM Lubbers, Willem Otlmans bisa mengadjukan tuntutan terhadap pemerintah Belanda periode Luns, di muka pengadilan Belanda. Setelah 47 tahun diisolasi dan menjadi 'pariah', melalui proses hukum di pengadilan akhirnya Oltmans menang. Pemerintah Belanda disalahkan. Oltmans 'direhabilitasi' dan negara harus membayar ganti rugi kepada Willem Oltmans sebanyak 8 juta gulden. Bisa dipastikan bahwa memang Willem Oltmans adalah orang Belanda yang paling akrab dengan Presiden Sukarno. Hanya Willem Oltman yang oleh Presiden Sukarno pernah diberi sebuah foto-pribadi beliau. Lagipula dengan tulisan tangan dan ditandatangi dibawahnya oleh Presiden Sukarno sendiri. Berikut ini tertulis dalam tulisan Bung Karno sendiri di bawah fotonya itu: *VOOR WILM OLTMANS MET MIJN BESTE DANK. SOEKARNO', 4/9 1957.* 'Persahabatan' antara Bung Karno dengan Willem Oltmans, memang punya sejarah jauh kebelakang. Jelas pula BERLATAR BELAKANG POLITIK. Yaitu politik sikap peduli dan simpati
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SEJAUH MANA “DEMOKRASI” ,,Yang Bung YUSRIL PERJUANGKAN?
*Kolom IBRAHIM ISA* *Sabtu, 24 April 2010* *-* *SEJAUH MANA DEMOKRASI * *Yang Bung YUSRIL PERJUANGKAN? * Sungguh menarik! Juga signifikan pernyataan mantan Menteri Menkumdang *Yusril Izha Mahendra* di Medan kemarin, 23 April 2010. Begini beliau nyatakan: Dari seluruh pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia, hanya terdapat dua Pemilu yang berlangsung dengan baik. Yakni Pemilu tahun 1955 dan tahun 1999. Pemilu terakhir tahun 2009 lalu dinilai sebagai Pemilu terburuk dari sisi pelaksanaannya.* * *Pemilu Terbaik di Indonesia Tahun 1955 dan 1999*. Begitu disimpulkan Yusriln Ihza Mahendra.. Kepedulian dengan perkembangan 'demokrasi' di negeri kita, adalah sesuatu yang patut dihargai. Apalagi bila sikap tsb datang dari seorang tokoh parpol Muslim seperti Yusril Ihza Mahendra, Ketua Majlis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB). Kita masih ingat suara sumbang bersangkutan dengan hak-hak demokrasi yang datang dari tokoh partai Islam lainnya, Hamzah Haz. Ketika itu dr Ciptaning, salah seorang kader muda PDI-P, dewasa ini anggota DPR dan salah seorang Ketua PDI-P, meluncurkan bukunya berjudul *AKU BANGGA JADI ANAK PKI.* Wapres periode itu, Hamzah Haz, ketua PPP, menuntut agar buku dr Ciptaning itu dilarang. Tidak boleh terbit. Hamzah Haz mengingatkan pada ketetapan MPRS yang sudah dibongkar-pasang oleh Suharto. Yaitu Tap MPRS No XXV, 1966, yang melarang Marxisme/Leninisme dan PKI. Kita juga ingat pernyataan tokoh besar dan kiayi Islam Abdurrahman Wahid, bahwa Tap MPRS No XXV, Th 1966 itu bertentangan dengan UUD RI, bertentangan dengan hak-hak demokrasi. Suatu ketika, Menteri Menkumdang dalam kebinet Gus Dur, Yusril dikirim Presiden Abdurrahman Wahid ke Den Haag, Holland, a.l untuk melaksanakan Instruksi Presiden No.1 Tahun 2001. Instruksi Presiden tsb adalah dalam rangka pelaksanaan 'politik rekonsialiasi' Presiden Wahid. Dalam hal ini menyangkut ratusan warganegara RI yang oleh Presiden Wahid disebut 'orang-orang yang terhalang pulang. Mereka-mereka itu paspornya telah dicabut penguasa dengan sewenang-wenang. Padahal mereka adalah warganegara yang setia kepada Presiden Sukarno. Perlakuan sesewenang-wenang tsb dilakukan atas tuduhan 'terlibat dengan G30S'. Alasan sesungguhnya ialah karena mereka-mereka itu menolak mengutuk Presiden Sukarno yang dituduh terlibat, bahkan dituduh sebagai 'dalang' G30S. Parahnya ialah, pada saat penguasa Jendral Suharto bertindak demikian itu, Ir Sukarno formalnya masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Sungguh ironis: Presiden Sukarno dituduh dalang G30S, yang dikatakan melakukan kudeta terhadap Presiden Republik Indonesia. Apa hendak dikata. Seluruh pendukung Orba, termasuk yang sekarang ini berkuasa, menerima absurditas dan kebohongan penguasa ketika itu. * * * Tahun 2001 itu Menteri Menkumdang Yusril Izha Mahendra mengadakan pertemuan dengan ratusan 'orang-orang yang terhalang pulang' tsb. Kebetulan penulis ini juga hadir di situ. Diggunakan kesemaptan itu untuk mengajukan tuntutan agar Tap MPRS No. XXV/1966 segera dicabut. Reaksi Yusril: Itu ketetapan MPRS, maka hal itu adalah urusan MPRS. Yusril menyatakan bahwa ia tak berwewenang. Namun, Yusril merasa gembira dan bangga bisa melaksanakan Instruksi Presiden No. 1 Th 2001. Ia akan mengurus para warganegara yang paspornya dicabut dengan sewenang-wenang oleh Orba, agar bisa segera pulang kembali ke tanah air. Tanpa melalui macam-macam prosedur. Pokokny akan dipermudah. Yusril menyatakan bahwa Pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid, punya 'political will' untuk mengurus masalah tsb. Tentu pernyataan tsb disambut dengan gembira. *Catat ini: Jiwa kebijaksanaan Instruksi Presiden No. 1 Th 2001, ialah 'REKONSILIASI'. Hakikatnya 'merehabilitasi' para warganegara yang telah diperlakukan tak adil, difitnah dan dituduh menyangkut Peristiwa 1965. Mereka-mereka itu diburukkan nama baiknya dan dijadikan orang 'kelayaban' sepanjang lebih dari 32 tahun Orba. Dalam periode itu Presiden Wahid secara khusus mengunjungi Pramudya Ananta Tur di rumahnya, seorang eks-tapol Pulau Buru. Wahid hendak mendemonstrasikan dan mensosialisasikan 'kebiajakan rekonsiliasi' dan 'kebijakan rehabilitasi'nya pada seluruh bangas dan kepada dunia luar. Realita menunjukkan bahwa, meskipun REFORAMSI sedang bergelora, kekuatan anti-demokrasi di negeri kita masih unggul terbanding kekuatan pro-demokrasi. * ** * ** Celakanya Yusril mundur teratur, lupa pada janjinya akan melaksanakan Instruksi Presiden Wahid. Penyebabnya: Ramai-ramai yang ditimbulkan oleh parpol Islam termasuk parpolnya sendiri PKB dan golongan anti-demokratis lainnya. Mreka menuding Yusril akan membawa pulang 'orang-orang PKI'. Sampai jatuhnya pemerintah Wahid Instruksi Presiden No. 1 itu t i d a k dikutik-kutik lagi. Di 'peti-eskan'. Termasuk dipeti-eskan oleh pemerintah Presiden Megawati yang menggantikan Presiden Wahid. Episode dalam sejarah ini jangan sampai
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S FOCUS: - WOMEN'S RIGHTS IN INDONESIA
*IBRAHIM ISA'S FOCUS: * *On KARTINI DAY, 21 APRIL 2010* *--* *WOMEN'S RIGHTS IN INDONESIA* April 21, 2010 -- Nurfika Osman Ismira Lutfia *As Indonesia Celebrates Kartini Day, Observers Say Women's Rights Lacking* If Indonesia were to be graded on its efforts to empower women and uphold their rights, it would score poorly, according to activists and academics. The country today marks Kartini Day, which celebrates the Indonesian heroine who led the struggle for women's equality. Indonesia's efforts to empower women, however, have been hampered by the weak implementation of laws designed to accomplish that goal, and other pieces of legislation that are seen to infringe upon the rights of women. Ida Rowaida, head of the gender studies department at the University of Indonesia, told the Jakarta Globe that Indonesia had made progress with the passage of the 2007 Law on Trafficking, the 2004 Law on Domestic Violence and a new law on gender equality, which is currently being drafted. She said the laws should serve as a legal reference to ensure that all government policies are gender sensitive. However, we have not seen the translation of these laws in the field, she said. Mariana Amiruddin, executive director of Jurnal Perempuan, a women's rights magazine, said no significant achievements had resulted from these laws, as many people do not even understand the definition of gender and women's empowerment. There is a severe lack of awareness, Mariana said. In the case of trafficking, for example, how can people implement the law when they do not understand what trafficking is? Government programs have not reached targets, she said. Ask people in villages that have many cases of trafficking. They do not know anything about it. The 2008 Anti-Pornography Law, recently upheld by the Constitutional Court, the existence of more than 150 discriminative bylaws that still have not been annulled despite repeated calls and the proposed law on marriage were cited as huge setbacks to women's rights. The wife of late former President Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah, said legislation such as the Anti-Pornography Law put barriers on women. Mariana criticized the government for its failure to annul 154 bylaws nationwide that are considered discriminatory, 64 of which discriminate against a woman's right to freely express herself and women's right to gainful employment. This is a reality in our society and this shows backwardness, she said. Ida said these discriminatory laws are showing us how the state views women. The concept of gender and equality remains a big question mark. How can we implement a gender-sensitive budget and so on? she said, referring to the State Ministry for Women's Empowerment and Child Protection's push for seven ministries to implement a gender-responsive budget system. Kasmawati, the deputy for public institution empowerment at the ministry, acknowledged that women's development in Indonesia was still far from satisfactory, based on the United Nations Development Program's Gender Development Index. In a report released in March, Indonesia ranked 90th out of 156 countries in the index for 2009, down from the 80th position it held in 2007. We are still lagging behind and we still have to work hard to catch up because women are still marginalized even though there are laws [on women's rights], she said. To address the issue of discriminatory laws, she said female lawmakers should be empowered by the political parties they represent. The parties have to fully support them so women's rights are upheld, Kasmawati said. She also applauded the House for having some male lawmakers who had good gender perspectives, but said that we need more of them. Sinta and Ida said the prevailing culture was to blame for many of the problems. Structural intervention such as in law is important, but cultural intervention such as education is more important, Ida said. There are people who see gender as a threat. Sinta said that barriers to proper implementation of the gender laws sometimes came from women themselves. They relish their subordinance [to men]. Maria Farida Indrati says women must lead the fight for their rights. - Judging by Her Record, Maria Farida is Not Afraid to Stand Out The no-nonsense, matter-of-fact qualities that impress most who met Maria Farida Indrati belie the warmth and friendliness underneath. Maria, 60, is not your stereotypical Javanese woman. Not only is she the country's first woman to sit on the Constitutional Court, she has also distinguished herself with dissenting opinions on three major verdicts --- setting aside a number of seats in the legislature for women, the Anti-Pornography Law and on Monday the Blasphemy Law. To mark Kartini Day, Maria shares her views on how far the country's women have made it with
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Besok Rabu DUAPULUH SATU APRIL Adalah “HARI KAR TINI”
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Selasa, 20 April 2010* ** Besok Rabu DUAPULUH SATU APRIL Adalah HARI KARTINI --- Memperingatinya a.l.. dengan menyiarkan tulisan LAKSMI PAMUNTJAK, yang disampaikannya dalam diskusi tentang Kartini dan Eropa untuk memperingati Hari Kartini di Teater Utan Kayu, Jakarta, 21 April 2008. * * * Besok 21 April 2010, adalah *HARI KARTINI* (Jepara, 21 April 1879 Rembang, September 1904'. Setiap tahun diperingati oleh bangsa kita. Itu berlangsung sejak 'zaman kolonial'. Semakin lama isi peringatan HARI KARTINI, semakin luas arti yang diberikan terhadapnya. Entah sudah berapa banyak tulisan, seminar dan buku yang ditulis tentang KARTINI. KARTINI sendiri bicara melalui surat-suratnya. Kemudian dibukukan berjudul HABIS GELAP TERBITLAH TERANG. Lalu dipublikasikan secara luas, di Indonesia, maupun di Belanda. Juga telah diterjemahkan dalam pelbagai bahasa asing. Tak diragukan Kartini adalah tokoh wanita Indonesia yang lahir pada zaman kolonial Hindia Belanda, dalam lingkungan feodal Jawa, TAPI SIKAP DAN VISINYA mendobrak lingkungan feodal dan jauh memandang ke haridepan dimana perempuan Indonesia harus merebut kebebasannya. * * * *Laksmi Pamuntjak*, penulis dan budayawan Indonesia generasi muda, yang banyak menulis dan memberikan ceramah sekitar sastradan budaya Indonesia, menyambut HARI KARTINI 21 April besok, dengan menyiarkan kembali tulisan yang dibuatnya pada tnggal 20 Arpil 2008. Tulisan Laksmi itu UNIK. Lain dari yang lain. Namun berisi dan bermutu, mengundang pembaca untuk lebih lanjut 'mengenal Kartini'. Menelusuri Visi dan peranannya dalam proses wanita Indonesia berjuang untuk kebebasannya sebagai manusia yang sama-hak dengan kaum lelaki. Aku membaca tulisan Laksmi Pamuntjak di Facebook sore hari ini. Setelah membacanya tergerak untuk ikut mempublikasikannya dalam 'network-ku'. Agar pembacaku juga bisa mengkhayati tulisan Laksmi Pamuntjak itu. Tulis Laksmi Pamuntjak a.l.: *Tulisnya pada Stella: Apa peduliku soal peraturan-peraturan adat? Aku gembira sekali akhirnya dapat mengoyak peraturan adat Jawa yang konyol itu saat berbincang dalam tulisanku ini. Adat peraturan ini dibuat oleh manusia, bagiku itu menjijikkan. * *Sebelumnya kita baca dalam tulisan Laksmi: * *Apa yang kita lihat dalam diri Kartini adalah sebuah upaya yang konsisten untuk memaknai dirinya sebagai aspek perlawanan dari mimikri. * *Kartini dan Eropa: Sebuah Mimikri** *oleh Laksmi Pamuntjak * *Tulisan ini disampaikan dalam diskusi tentang Kartini dan Eropa untuk memperingati Hari Kartini di Teater Utan Kayu, Jakarta, 21 April 2008. Selama ini bila Kartini dibicarakan, ia selalu dilihat sebagai sosok yang utuh dan transparan. Atau ia sebagai feminis, sebagai pendekar emansipasi perempuan, atau sebagai pembela rakyat, pejuang anti-kolonial. Tapi kita perlu ingat, dalam membaca Kartini, kita sebenarnya membaca sejumlah besar surat. Ia bukan saja berbicara mengenai Aku dan Engkau tapi juga kepada seorang Engkau, yang senantiasa harus ditafsirkan dan dinegosiasi. Kartini adalah contoh bagaimana Aku selalu merupakan subyek dalam proses. Ini tampak jelas dalam surat pembuka Kartini kepada Stella Zeehandelar, seorang feminis dan sosialis Belanda berdarah Yahudi, jurnalis majalah mingguan Belanda untuk perempuan-perempuan muda progresif, De Hollandsche Lelie, yang mempunyai hubungan kuat dengan gerakan sosialis ternama di Belanda: Panggil saja aku Kartiniitu namaku. Kalimat ini terkenal karena menjadi judul buku Pramoedya Ananta Toer tentang perempuan muda dari Jepara ini. Tetapi sebenarnya di sini Kartini menandaskan ke-aku-annya dengan memakai tatapan dan bahasa pihak Yang Lain, yang bukan Aku. Ketika aku memberikan alamatku kepada Mev. Van Wermeskerken tentu aku tidak bisa hanya menulis Kartini bukan, hal ini pasti akan mereka anggap aneh di Belanda dan untuk menulis mejuffrouw (nona) atau sejenisnya di depan namaku, wah, aku tidak berhak untuk ituaku hanyalah orang Jawa. tulis Kartini. Ini bisa jadi semacam sarkasme, tapi juga bisa murni sebuah kesantunan terhadap seorang asing yang baru saja ia kenal. Ia juga dapat dilihat sebagai usaha menyesuaikan diri, agar lebih mudah dipahami orang di Belanda. Surat memang berbeda dari jurnal karena ia harus selalu menempatkan diri dalam dialog dengan orang lain. Kadang ia berpuisi dengan liris, beretorika dengan mengumpat, atau berbisik dengan lirih. Kadang ia mesra layaknya terhadap seorang kekasih: Nanti, nanti, Stella, pujaanku, saat aku sudah menggenggamnya di tanganku, erat, amat erat, sehingga tak akan lepas, saat itulah kau akan tahu. Tetapi tak jarang pula ia berjarak, seperti pada ketakmampuan Kartini mengakui, dalam surat pertama, bahwa ia anak selir. Surat berbeda dengan esai. Esai menghadirkan semacam sesuatu yang konstan (terutama dalam struktur, metode, kronologi dan fakta sejarah yang jelas
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA – COMMEMMORATING The 55TH ANNIVERSARY OF The AFRO-ASIAN CONFERENCE
*Kolom IBRAHIM ISA **19 April 2010 ** COMMEMMORATING The 55TH ANNIVERSARY OF The AFRO-ASIAN CONFERENCE Bandung, 1955) **File 5* *NOTICE:* *18 April, 1955, the historical epochmaking Afro-Asian Conference was held at Bandung, Indonesia.* *To freshen up our readers on the importance of the Bandung Conference, 4 documents on the conference have been published here. Among others the speech of President Sukarno of the Republic of Indonesia at the opening session of the conference (File-3), and the speech of PM Pandit Jawaharlal Nehru of the Republic of India, at the political committee of the conference (File 4 ) .* *Follows below an Editorial of the Chinese People's Daily (18 April 2005) marking the 50*^*th* *anniversary of the Bandung Conference.* ** * ** *Peole's Daily Editorial - (China):* *Editor's notes* People's Daily today publishes on the front page an editorial marking the 50th anniversary of the Bandung Conference. Full text of the editorial reads as follows: Today marks the 50th anniversary of the convocation of the well-known Bandung Conference. The Afro-Asian Conference held in Bandung, Indonesia from April 18 to 24, 1955 was an international meeting, the convocation of which was initiated by Asian and African countries themselves for the first time in history to discuss major issues related to various Asian and African countries. At the week-long conference, the 304 delegates from 29 countries and regions scored many important achievements by breaking through imperialist obstructions and sabotages. The Final Communique of the Afro-Asian Conference unanimously adopted by the conference covers seven aspects including the participating countries' economic cooperation, cultural cooperation, human rights and self-determination, the question concerning people of dependencies, and promotion of world peace and cooperation, consensus was reached in these aspects. In the communiqu��,The Declaration on Promoting World Peace and Cooperation puts forward 10 famous principles, which extend and develop the Five Principles of Peaceful Coexistence (mutual respect for territorial integrity and sovereignty; mutual non-aggression; non-interference in each other's internal affairs; equality and mutual benefit; and peaceful coexistence), and which represent Asian-African countries' important contributions to the norms of international relations. On the basis of in-depth discussions on various topics, the conference formed the spirit of the Bandung Conference which features the monolithic solidarity of the people of various Asian and African countries, opposition to imperialism and colonialism, fight for and safeguard of national independence, defense of world peace and enhancement of friendships between people of various countries. Convocation of the Bandung Conference was seen as an indication of the awakening of the people in the extensive regions of Asia and Africa, and as an important turning point in the history of Asian-African national liberation movements. Since then, Asian and African countries have mounted as an important rising force on to the international arena. In the 50 years after the Bandung Conference, the Asian-African region has experienced great changes. The system of colonial rule and racial segregation has become a thing of the past, the vast numbers of Asian and African countries are playing an increasingly great role in international affairs and have scored world-attracting achievements in economic development. Many Asian countries are heading for economic revitalization, and numerous African countries are exploring ways of independent development. Although there may still be many difficulties, people are convinced that the 21st century will certainly be a century in which the numerous Asian and African countries will further advance toward development and prosperity. China was an active participant in the Bandung Conference. Premier Zhou Enlai led the Chinese Delegation to the conference, putting forward and always persisting in the principle of seeking common ground while reserving differences, thus making important contribution to the success of the conference. Premier Zhou Enlai helped dispel doubts, defuse puzzles and quiet down disputes with his charisma of personality, political wisdom and an attitude of equality, thus promoting the cause of Asian-African solidarity and winning respect and admiration from various quarters. The illustrious manifestations of the Chinese Delegation at the Bandung Conference can be regarded as a monumental work in New China's diplomatic history. The brilliant achievements China has gained on its road of peace and development over the past half century all the more represents a successful practice of the Bandung spirit. Today, China continues to firmly persist in the Bandung spirit featuring solidarity, equality and cooperationto strengthen relations with Asian-African
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - 'Per himpunan Persaudaraan' (Holland), Menampi lkan Film,,'PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN'
IBRAHIM ISA Berbagi Cerita Minggu, 18 April 2010 'Perhimpunan Persaudaraan' (Holland), Menampilkan Film 'PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN' Pada pagi-siang-sampai sore Minggu yang cerah ini, musim semi benar-benar menampakkan dirinya. Di taman-taman kecil sepanjang jalan sepeda tanam-tanaman bunga-bungaan sudah memamerkan keindahannya dalam pelbagai warna dan bentuk. Sedangkan Sang Surya dengan leluasa berkiprah. Tanpa gangguan angin kencang. Angin sepoi-sepoi basa nan sejuk tentu selalu ada. Kalau tidak bukan musim semi namanya. Pada hari Minggu tanggal 18 April inilah Perhimpunan Persaudaraan, sebuah perkumpulan orang-orang Indonesia di Belanda, mengadakan Bazar di Diemen, dan pemutaran film: PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN . Tentang film inilah cerita kali ini nanti agak dipusatkan. * * * Dalam undangan yang dikirimkan Sekretaris Perhipunan Pesaudaraan, Aminah Idris, lewat e-mail di internet dan melalu hubungan tilpun, ditegaskan maksud pertemuan adalah agar para hadirin, handai taulan, saling bertemu, bertukar fikiran, bercakap-cakap dalam suasana santai dan menikmati makanan yang dihidangkan di situ dengan harga yang pantas. Boleh kutulis di sini bahwa makanan yang dihidangkan itu jauh lebih murah dari harga-harga di restoran. Rasanyapun lebih 'miroso'. Ada martabak, risoles, lemper, gado-gado dan lontong. Kebetulan aku milih lontong, karyanya istri Chalik Hamid. Memang sedap. Begitupun martabak dan risolesnya. Yang lain-lain kebetulan belum sempat kucicipi. Kiranya juga lezat-lezat. Juga dijual buku-buku terbitan Indonesia. Ada yang buku politik, ada yang drama, cerpen maupun memoar. Hadirin yang berjumlah kurang-lebih 70 orang itu, berdatangan dari Amsterdam, Diemen, Zeist, Purmerend, Almere, Utrecht, Woerden, dl tempatl--- Juga ada yang datang dari Paris dan Jerman. Mereka benar-benar memanfaatkan kesempatan tsb untuk bercengkerama, cakap-cakap dan saling bergurau. Maklumlah, kawan-kawan lama tsb bisa bertemu begini sesekali saja. Kegiatan Perhimpunan Persaudaraan yang diorganisir dari waktu ke waktu memang bermanfaat dan sangat dihargai prakarsa tsb di kalangan orang-orang Indonesia maupun orang Belanda, yang tampak sesekali berminat hadir dalam kegiatan itu. Aku beruntung bertemu dengan sahabat lamaku, Tan Sie Tik. Tan memberikan sebuah makalah yang ditulis oleh seorang pakar dan penulis, Leo Suryadinata. Tulisan itu dimuat dalam Majalah Prisma No 3 Maret 1983. Jadi cukup tua bahan ini. Namun, penting artinya bagiku. Judulnya: -- LIEM KOEN HIAN PERANAKAN yang MENCARI IDENTITAS. Kalau tak salah Bung Karno menyebut nama Liem Koen Hian, dalam pidato beliau LAHIRNYA PANCASILA, 1 Juni 1945. Begitu kukatakan kepada Tan Sie Tik. Bukan hanya itu yang kuperoleh dari Tan. Ada lagi. Yaitu, dua dvd. Satu berjudul TJIDURIAN 19 dan satu lagi 40 YEARS OF SILENCE. Menurut Tan, isi dvd yang kedua itu, adalah wawancara dengan para korban Peristiwa 1965. Diantaranya ada wawancara yang diambil oleh Dr John Roosa, penulis karya riset dan studi penting G30S Dalih Untuk Pembunuhan Masal dan Kudeta Suharto. Berkali-kali kuucapkan terima kasih kepada Tan Sie Tik atas 'oleh-oleh' yang dibawanya untukku. * * * Salah seorang Ketua Perhimpunan Persaudaraan, Taufik Tahrawi membuka Bazar dan silaturahmi. Mulailah suasana penuh kehangatan dan persahabatan di kalangan masayrakat INDONESIA yang hadir disitu. * * * FILM -- PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN. Memang menarik film itu, tetapi juga dikatakan kontroversial. Ya, biasalah. Ada yang suka, ada yang tak suka. Ada yang menilainya film baik dan berani. Ada yang mengatakan film tsb secara salah menginterpretasikan pemberlakuan agama Islam khususnya bersangkutan dengan perempuan. Tadinya kukira film itu bisa-baisa saja. Model cerita sinetron di tayangan pelbagai TV Indonesia. Nyatanya perkiraanku itu meleset. Baru sekali melihatnya, berani kukatakan film tsb BERMUTU. Memancing komentar, mengundang kritik, dan pujian. Jadi cukup menghimbau untuk melihatnya sendiri. Suranto, salah seorang Sekretaris Perhimpunan Persaudaraan' memerlukan mengusakannya agar hadirin yang berminat bisa membeli dvd film tsb. Komentar dari orang asing luar Indonesia, ada yang menilai film tsb sebagai pengemukaan tokoh pahlawan hak wanita, R.A. KARTINI, dalam sorotan dewasa ini. Ada juga pendapat positif mengatakan film tsb telah mengangkat masalah KEBEBASAN WANITA dan hak-hak azasinya sebagai perempuan dan manusia secara baik dan populer. * * * Di bawah ini disampaikan sebuah SINOPSIS tentang film PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN. Sinopsis ini dikirimkan bersama undangan yang dikeluarkan olehPerhimpunan Persaudaraan. SINPOSIS tsb cukup memberikan cerita singkat film. Juga dikemkakan pendapat yang pro dan kontra. Juga dsampaikan pendapat dan pandangan sutradranya sendiri: *H**anung Bramantyo * ** * ** *Sinopsis Film PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN.* Kisah
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Mem peringati 30 Th Penerbit 'Hasta Mitra'
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Sabtu, 17 April 2010* -- *HASTA MITRA - PENYULUH Dikala* *KEBEBASAN BEREKSPRESI DIPASUNG 'ORBA' * *Memperingati 30 Th Penerbit 'Hasta Mitra'* *Kemarin malam kuterima sebuah e-mail dari sahabat baikku Gung Ayu. Kubuka e-mail tsb. Ternyata isinya adalah sepucuk surat undangan penting oleh Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI). Kukatakan penting karena 'kita-kita' ini diundang oleh ISSI untuk menghadiri pertemuan pada tanggal 20 April yad, di Rumah Dolorasa Sinaga, Jl Pinang Ranti No. 40 RT 015/RW 01, Pinang Ranti, Pondok Gede, Jakarta Timur (perempatan Garuda, seberang Tamini Square). * *Kutekankan di sini pertemuan yang akan diadakan itu memang benar PENTING. Pertemuan tsb diselenggarakan ISSI: Untuk Mengenang 30 Tahun HASTA MITRA-- Mengenang sebuah perlawanan, merayakan perjuangan Hasta Mitra: MENCERDASKAN BANGSA LEWAT BUKU.* *Selain pemutaran film dokumenter tentang Hasta Mitra oleh JAVIN Akan ada perbincangan dengan tema: Jejak langkah Hasta Mitra dalam mencerdaskan bangsa bersama Wilson, Hilmar Farid, dan keluarga pendiri Hasta Mitra. Juga akan dipamerkan sejarah pelarangan buku dan buku-buku produksi Hasta Mitra.* ** * ** *Pembantaian lebih sejuta warganegara tak bersalah yang cinta dan membela Republik Indonesia dan Presiden Sukarno, 45 th yang lalu, adalah pelanggaran hak-hak azasi manusia yang terbesar dan terbiadab yang pernah dilakukan oleh penguasa sepanjang sejarah Indonesia. Sejajar dengan keseweang-wenangan ini rezim Orba melakukan pelanggaran terbesar lainnya terhadap hak-hak demokrasi: MEMASUNG KEBEBASAN BEREKSPRESI. Ini adalah fakta-fakta sejarah. Di Indonesia dan mancanegara dewasa ini, tak ada satupun sejarawan maupun penulis yang waras yang, yang masih mencoba untuk membantahnya.* *Namun, ada satu fakta sejarah penting lainya yang pada pokoknya ditutupi atau bahkan dibantah oleh sementara sejarawan atau penulis. Yaitu sekitar munculnya tiga manusia pemberani Indonesia: * *Jususf Isak, Hasyim Rachman dan Paramudya Ananta Tur. Di bawah ancaman kembali dimasukkan penjara (sebab ketiga manusia Indonesia itu adalah 'eks-tapol' yang belum lama keluar penjara dan Pulau Buru), berhadap-hadapan dengan 'senapan bersansgkur' Jendral Suharto, mereka bertiga tampil tegak MENDOBRAK PASUNGAN KEBEBASAN BEREKSPRESI rezim Orba. * *Seolah-olah suara melantang Bung Karno di zaman perjuangan kermerdekaan melawan kolonialisme dan imperialisme, Jususf, Hasyim dan Pram meneriakkan suara lantang: INI DADAKU, MANA DADAMU!* *Ketiga tokoh pejuang kebebasan berekspresi tsb bangkit, tidak 'jera' atas persekusi rezim orba, meringkuk lebih sepuluh tahun di penjara, dan di Pulau Buru. Mereka BERLAWAN. Tekad juang dan semangat perlawanan mereka, berjuang demi hak-hak demokrasi, khususnya kebebasan berekspresi: MEREKA MENDIRIKAN PENERBIT HASTA MITRA, Penerbit buku bermutu.* *Sepenuhnya 'pas' untuk menytakan bahwa ketiga tokoh kebebasan berekspresi tsb telah membuat SEJARAH. Mencatat perlawanan mereka dengan perbuatan kongkrit dan nyata. Tak peduli dengan larangan dan ancaman penguasa mereka tampil terbuka mendirikan penerbit Hasta Mitra. Menerbitkan buku tetralogi pertama Pram BUMI MANUSIA.* *Berdirinya HASTA MITRA 30 th yang lalu, adalah suatu 'gebrakan', suatu 'tinju perlawanan' yang ampuh terhadap pengekangan hak kebebasan berekspresi. Diterbitkannya buku Pram Bumi Manusia sebagai produk pertama Hasta Mitra, adalah suatu 'BREAKING NEWS'.* *Tidak saja bagi Indonesia yang masih merana di bawah pelarangan kebebasan berekspresi, tetapi juga merupakan 'breaking news' bagi dunia internasional. Secepat kilat Pramudya Anantar Tur dan 'Bumi Manusia' menjadi di kenal oleh masyrakat Indonesia dan khazanah sastra Indonesia dan dunia. * ** * ** *Tiga puluh tahun sudah berlalu sejak didirikannya Hasta Mitra. Dengan sedih dan menyesal bahwa ketiga pahlawan pendobrak pemasungan kebebasan berekspresi: JUSUF ISAK, HASYIM RACHMAN, DAN PRAMUDYA ANANTA TUR telah tiada. Mereka adalah pahlawan-pahlawan pejuang demi kebebasan berekspresi melawan pemasungan sewenang-wenang rezim |Orba.* ** * ** *Wikipedia, sebuah ensiklopedia bebas di internet yang berpusat di Amerika, mencatat berikut ini mengenai Hasta Mitra: * *Hasta Mitra* adalah nama sebuah penerbit buku di Indonesia yang didirikan oleh Hasjim Rashman, Jusuf Isak dan Pramudya AnantaTur, tiga orang tahanan politik Indonesia yang diasingkan di Pulau Buru. Setelah ketiganya dibebaskan dari Buru pada tahun 1979, mereka membentuk Hasta Mitra pada April 1980. Jalan ini ditempuh ketiga orang tersebut agar masih bisa bekerja dalam bidang yang dekat dengan profesi lama mereka: jurnalistik dan sastra. Hasjim, Joesoef, dan Pramoedya sebelumnya telah dilarang oleh pemerintah untuk kembali ke profesi lama tersebut, dan dengan mendirikan Hasta Mitra mereka juga dapat menampung sekitar 20 bekas
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - File 4),,COMMEMMORATING The 55th Anniversary,,Of The AFRO-ASIAN CONFERENCE, BANDUNG 1955.
*Kolom IBRAHIM ISA* *Friday, April 16, 2010* *-* *File 4)* *COMMEMMORATING The 55*^*th* * Anniversary* *Of The AFRO-ASIAN CONFERENCE, BANDUNG 1955.* *Notice:* Following is the speech of Prime Minister of the Republic of India, Pandit Jawaharlal* NEHRU*, at the Political Committee of the Bandung Conference. The Indian Prime Minister refuted the speech of the Turkish Delegation (member of the Western military alliance NATO). Nehru pointed ou the Turkish delegate is representing the views of one of the major military blocs in the world. Stressing India's independent foreign policy Nehru said: *I belong to neither and I propose to belong to neither whatever happens in the world.* Nehru insist upon India's stand of not siding on any of the military blocs, neither the US bloc nor the Soviet bloc, as follows: *. . . So far as I am concerned, it does not matter what war takes place; we will not take part in it unless we have to defend ourselves. If I join any of these big groups I lose my identity. . . .* * * * *Prime Minister Nehru: * *Speech to Bandung Conference Political Committee, 1955 * Mr. Chairman, The turn this discussion has taken is a much wider one than that we had already expected. In fact, it has covered the whole major heading. We have just had the advantage of listening to the distinguished leader of the Turkish Delegation who told us what lie, as a responsible leader of the nation must do and must not do. He gave us an able statement of what I might call one side representing the views of one of the major blocs existing at the present time in the world. I have no doubt that an equally able disposition could be made on the part of the other bloc. I belong to neither and I propose to belong to neither whatever happens in the world. If we have to stand alone, we will stand by ourselves, whatever happens (and India has stood alone without any aid against a mighty Empire, the British Empire) and we propose to face all consequences. . . . We do not agree with the communist teachings, we do not agree with the anti-communist teachings, because they are both based on wrong principles. I never challenged the right of my country to defend itself; it has to. We will defend ourselves with whatever arms and strength we have, and if we have no arms we will defend ourselves without arms. I am dead certain that no country can conquer India. Even the two great power blocs together cannot conquer India; not even the atom or the hydrogen bomb. I know what my people are. But I know also that if we rely on others, whatever great powers they might be if we look to them for sustenance, then we are weak indeed. . . . My country has made mistakes. Every country makes mistakes. I have no doubt we will make mistakes; we will Stumble and fall and get up. The mistakes of my country and perhaps the mistakes of other countries here do not make a difference; but the mistakes the Great Powers make do make a difference to the world and may well bring about a terrible catastrophe. I speak with the greatest respect of these Great Powers because they are not only great in military might but in development, in culture, in civilization. But I do submit that greatness sometimes brings quite false values, false standards. When they begin to think in terms of military strength - whether it be the United Kingdom, the Soviet Union or the U.S.A. - then they are going away from the right track and the result of that will be that the overwhelming might of one country will conquer the world. Thus far the world has succeeded in preventing that; I cannot speak for the future. . . . . . . So far as I am concerned, it does not matter what war takes place; we will not take part in it unless we have to defend ourselves. If I join any of these big groups I lose my identity. . . . If all the world were to be divided up between these two big blocs what would be the result? The inevitable result would be war. Therefore every step that takes place in reducing that area in the world which may be called the /unaligned area is /a dangerous step and leads to war. It reduces that objective, that balance, that outlook which other countries without military might can perhaps exercise. Honorable Members laid great stress on moral force. It is with military force that we are dealing now, but I submit that moral force counts and the moral force of Asia and Africa must, in spite of the atomic and hydrogen bombs of Russia, the U.S.A. or another country, count. . . . . . . Many members present here do not obviously accept the communist ideology, while some of them do. For my part I do not. I am a positive person, not an 'anti' person. I want positive good for my country and the world. *Therefore, are we, the countries of Asia and Africa, devoid of any positive position except being pro-communist or anti-communist?* Has it come to this, that the leaders
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Commemmorating The 55th Anniv. Of The BANDUNG CONFERENCE, April 1955 ,, File 3
Kolom IBRAHIM ISA Thursday, 15 April 2010 - *Commemmorating The 55th Anniv. Of The BANDUNG CONFERENCE, April 1955 * *File 3* *Notice:* Following is the speech of President Sukarno of the Republic of Indonesia, at the opening session of the Bandung Conference, April 18th 1955. In his speech Sukarno underlined that: -- 'COLONIALISM IS NO YET DEAD'. It takes a new form, i.e. neo-colonialism. The actual international situation, in which the majority of he world's people are still living in poverty; the economic and financial activities are still dominated from world's financial centres in New York, London, Tokyo, Paris and Frankfurt, -- are very much similar to the situation, as described by President Sukarno more than half a century ago. Not much has changed since then. *Sukarno:* *I beg of you do not think of colonialism only in the classic form which we of Indonesia, and our brothers in different parts of Asia and Africa, knew. Colonialism has also its modern dress, in the form of economic control, intellectual control, actual physical control by a small but alien community within a nation. It is a skilful and determined enemy, and it appears in many guises. It does not give up its loot easily. Wherever, whenever and however it appears, colonialism is an evil thing, and one which must be eradicated from the earth. . . . * * * * * **President Sukarno -- The Republic Indonesia: * Speech at the Opening Session of the Bandung Conference. This twentieth century has been a period of terrific dynamism. Perhaps the last fifty years have seen more developments and more material progress than the previous five hundred years. Man has learned to control many of the scourges which once threatened him. He has learned to consume distance. He has learned to project his voice and his picture across oceans and continents. lie has probed deep into the secrets of nature and learned how to make the desert bloom and the plants of the earth increase their bounty. He has learned how to release the immense forces locked in the smallest particles of matter. But has man's political skill marched hand-in-hand with his technical and scientific skill? Man can chain lightning to his command-can be control the society in which be lives? The answer is No! The political skill of man has been far outstripped by technical skill, and what lie has made he cannot be sure of controlling. The result of this is fear. And man gasps for safety and morality. Perhaps now more than at any other moment in the history of the world, society, government and statesmanship need to be based upon the highest code of morality and ethics. And in political terms, what is the highest code of morality? It is the subordination of everything to the well-being of mankind. But today we are faced with a situation where the well-being of mankind is not always the primary consideration. Many who are in places of high power think, rather, of controlling the world. Yes, we are living in a world of fear. The life of man today is corroded and made bitter by fear. Fear of the future, fear of the hydrogen bomb, fear of ideologies. Perhaps this fear is a greater danger than the danger itself, because it is fear which drives men to act foolishly, to act thoughtlessly, to act dangerously. . . . All of us, I am certain, are united by more important things than those which superficially divide us. We are united, for instance, by a common detestation of colonialism in whatever form it appears. We are united by a common detestation of racialism. And we are united by a common determination to preserve and stabilise peace in the world. . . . We are often told Colonialism is dead. Let us not be deceived or even soothed by that. 1 say to you, colonialism is not yet dead. How can we say it is dead, so long as vast areas of Asia and Africa are unfree. And, I beg of you do not think of colonialism only in the classic form which we of Indonesia, and our brothers in different parts of Asia and Africa, knew. Colonialism has also its modern dress, in the form of economic control, intellectual control, actual physical control by a small but alien community within a nation. It is a skilful and determined enemy, and it appears in many guises. It does not give up its loot easily. Wherever, whenever and however it appears, colonialism is an evil thing, and one which must be eradicated from the earth. . . . Not so very long ago we argued that peace was necessary for us because an outbreak of fighting in our part of the world would imperil our precious independence, so recently won at such great cost. Today
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - 55 - Tahun KA A-Bandung – Retrospeksi Sekitar Perjuangan Pembebasan Irian Barat,,(II)
*Kolom IBRAHIM ISA* *Rabu, 14 April 2010* *-* *55 - Tahun KAA-Bandung Retrospeksi Sekitar Perjuangan Pembebasan Irian Barat* *(II)* *Memperingati 55 th. Konferensi Asia-Afrika Bandung, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang kutempuh kali ini, pertama-tama merelease pelbagai dokumen dan tulisan mengenai Konferensi Asia-Afrika Pertama tsb. Itu dalam bahasa aslinya. Bahasa Inggris. Tak salah beranggapan bahwa pembaca internet Indonesia mampu memahami isi tulisan dalam bahasa Inggris. Releaase tsb telah dimulai kemarin. Akan menyusul disiarkan pidato-pidato Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Jaharlal Nehru. Kemudian tanggapan pelbagai fihak.* *Memang maksud meniarkan kembali dalam bahasa Inggris dokumen-dokumen sekitar Konferensi Bandung tsb, ialah dalam rangka menyegarkan kembali ingatan sahabat dan relasi orang-orang asing, pembaca asing umumnya, mengenai arti penting bersejarah Konferensi Asia-Afrika Bandung. Terutama mengigatkan, bahwa hal-hal yang diputuskan dalam KAA Bandung 55 tahun y.l., pada pokoknya masih relevan dalam situasi dunia dewasa ini. Memperingati KAA Bandung, bukanlah suatu kegiatan n o s t a l g i , seperti yang sering diuar-uarkan dan disiarkan oleh penulis-penulis sinis mengenai peristiwa sejarah penting bangsa kita.* *Kali ini memperingati 55 th KAA Bandung, diteruskan dengan cara menyiarkan kembali tulisanku lima tahun yang lalu 24 Maret 2005. Tema pokok: Kegiatanku di Cairo (Sekretariat Tetap Solidarias Rakyat-Rakyat Asia-Afrika) sekitar kampanye pembebasan Irian Barat.* ** * ** *IBRAHIM ISA* *24 Maret 2005.* *SETENGAH ABAD K.A.A BANDUNG 1955 2005) * *Keterlibatan-Ku dlm Gerakan N.G.O Asia-Afrika* * * ** * *Memperluas Dukungan Mancanegara Terhadap Perjuangan Pembebasan Irian Barat * Pada suatu malam musim panas tahun 1961, bersama Murti (istriku) kami menghadiri pertemuan silaturakhmi di Kedutaan Besar Indonesia, Cairo. Pertemuan silaturakhmi seperti itu sudah berkali-kali diadakan yang maksudnya untuk mempererat tali persaudaraan dan keakraban di kalangan masyarakat Indonesia-Mesir, termasuk para mahasiswa yang sedang belajar di Al Azhar University, dengan KBRI khususnya. Tentunya malam itu acaranya termasuk cakap-cakap tentang perkembangan terakhir situasi tanah-air. Pertemuan seperti itu inisiatornya adalah Dubes Sanusi Hardjadinata (mantan Gubernur Jawa Barat dan mantan Menteri Dalam Negeri, seorang tokoh parpol PNI). Sesuatu yang bermanfaat, oleh karena itu dijadikan semacam tradisi. Dubes Isman (Ketua Kosgoro, mantan pimpinan TRIP Jawa Timur) yang menggantikan Dubes Sanusi ternyata juga meneruskan kebiasaan baik ini. Tidak tahu sekarang ini (2005), apalagi ketika di zaman Orba, apakah masih begitu. Intermezo: Berkomunikasi dan berkordinasi dengan dua tokoh dubes kita itu, terus terang, rasanya lebih santai dan nyambung berkomunikasi dengan Dubes Isman. Dubes Sanusi Hardjadinata, terasa menonjol sikapnya yang karena sudah lama hidup dan bergiat sebagai abdi negara, mirip-mirip langgam pamong-praja. Jadi menteri-pun, sebenarnya ya, jadi birokrat juga. Diplomat kurang lebih idem dito. Akhirnya lama-lama pada jadi birokrat yang membosankan. Dalam otakku tersirat fikiran: Untung juga aku tak pernah menjadi pegawai negeri. OK! . . . Dalam pertemuan silaturakhmi tsb, seperti biasa, kami jumpai muka-muka lama yang sudah cukup dikenal. Satu dua, ada yang baru. Di antara muka-lama di Cairo, bagiku, adalah *Saleh Bawazir*. Ia sudah lama di Cairo sebagai wartawan Kantor Berita Nasional Antara untuk Timur Tengah. Aku sebut nama Saleh Bawazir dalam kenanganku ini, karena benar dia ada sangkut pautnya dengan suatu kejadian dalam rangka kampanye kita untuk pembebasan Irian Barat. Nanti bisa dilihat dalam kaitan yang bagaimana. Saleh Bawazir seperti kita-kita ini, adalah orang Indonesia yang tak pernah disebut pri atau non-pri, meskipun ia keturunan Arab. Mengapa? Wallahualam, bissawaab! Wartawan Indonesia keturunan Arab, tentunya yang fasih berbahasa Arab seperti Saleh Bawazir temanku itu, punya syarat berharga sekali untuk bisa dengan efektif melakukan pekerjaannya di Cairo. Kalau hanya bisa berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, bisa juga jadi wartawan di dunia Arab. Tetapi seolah-olah cacad. Karena tidak bisa berbahasa setempat, maka tidak bisa secara luas dan luwes berkomunikasi langsung dengan masyarakat setempat. Pertama-tama dengan wartawan-wartawan setempat dan wartawan negeri Arab lainnya, yang banyak sekali di Cairo. Maklumlah ketika itu Mesir, dianggap dan dipandang sebagai mercu-suarnya dunia Arab yang progresif, yang anti-kolonialisme, anti-imperialisme, pro-kemerdekaan, yang berani berhadapan muka dan berbusung-dada terhadap dunia Barat. Seperti Bung Karno berani bilang terhadap Barat: *Ini dadaku, mana dadamu!* Mesir tidak takut digebuk oleh Barat, hatinya bukan hati pengecut seorang antek. Lebih dari itu
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - 55 Years Of AFRO-ASIAN CONFERENCE,,Bandung, 18 -24 April 1955,,(FILE-1)
*IBRAHIM ISA * *13 April 2010* ** *55 Years Of AFRO-ASIAN CONFERENCE * *Bandung, 18 -24 April 1955* *(FILE-1)* NOTICE: Fiftyfive years ago, a significant hitorical/political event took place at Bandung, Indonesia. The First Afro-Asian Conference -- f i r s t of its kind in the history of the two contintents -- was held from 18 -- 24 April 1955. Twentynine countries attended that important meeting. A significant and historical document was unaninously adopted: THE TEN BANDUNG PRINCIPLES OF PEACEFUL CO-EXISTENCE. The meeting constitutea a great impetus to the national independence struggle of the Afro-Asian peoples and countries. Asserting themselves as an independentt force, they are neither allied to or a substitute of the Western Bloc, nor the Eastern Bloc countries. This Afro-Asian independent political movement that started at Bandung (1955) developed 6 years later, into a formal political movement called THE NON ALIGNED MOVEMENT (Belgrade, 1961). * * * From today on, a series of important documents of different sources on the HISTORICAL BANDUNG CONFERENCE I will be published in this column: * * * History of the Afro-Asian Conference: The first large-scale *Asian--African* or *Afro--Asian Conference*---also known as the *Bandung Conference*---was a meeting of Asian and African states, most of which were newly independent, which took place on April 18-24, 1955 in Bandung, Indonesia The conference was organized by Indonesia, Burma, Pakistan, Ceylon (Sri Langka) and India, and was coordinated by Roeslan Abdulgani, Secretary General of the Indonesian Ministry of Foreign Affairs. The conference's stated aims were to promote Afro-Asian economic and cultural cooperation and to oppose colonialism or neo-colonialism by the United States, the Soviet Union , or any other imperialistic nations. The conference was an important step toward the crystallization of the NON-ALIGNED MOVEMENT. * * * The conference reflected what they regarded as a reluctance by the Western powers to consult with them on decisions affecting Asia in a setting of Cold War tensions; their concern over tension between the People's Republic of China and the United States; their desire to lay firmer foundations for China's peace relations with themselves and the West; their opposition to colonialism, especially French influence in North Africa and French colonial rule in Algeria; and Indonesia's desire to promote its case in the dispute with the Netherlands over western New Guinea (Irian Barat) SOEKARNO,the first president of the Republic of INDONESIA, portrayed himself as the leader of this group of nations, naming it *NEFOS* (Newly Emerging Forces). Major debate centered around the question of whether Soviet policies in Eastern Europe and Central Asia should be censured along with Western colonialism. A consensus was reached in which colonialism in all of its manifestations was condemned, implicitly censuring the Soviet Union, as well as the West. CHINA played an important role in http://en.wikipedia.org/wiki/Kashmir_Princess the conference and strengthened its relations with other Asian nations. Having survived an asassination attempt by foreign intelligence services on the way to the conference, the Chinese premier,ZHOU EN LAI, displayed a moderate and conciliatory attitude that tended to quiet fears of some anticommunist delegates concerning China's intentions. Later in the conference, Zhou Enlai signed on to the article in the concluding declaration stating* that **overseas Chinese* http://en.wikipedia.org/wiki/Overseas_Chinese* **owed primary loyalty to their home nation, rather than to China* -- a highly sensitive issue for both his Indonesian hosts and for several other participating countries. A 10-point Declaration on Promotion of World Peace and Cooperation, incorporating the principles of the UNO was adopted unanimously: 1. /Respect for fundamental human rights and for the purposes and principles of the charter of the United Nations/ 2. /Respect for the sovereignty and territorial integrity of all nations/ 3. /Recognition of the equality of all races and of the equality of all nations large and small/ 4. /Abstention from intervention or interference in the internal affairs of another country/ 5. /Respect for the right of each nation to defend itself, singly or collectively, in conformity with the charter of the United Nations/ 6. /(a) Abstention from the use of arrangements of collective defence to serve any particular interests of the big powers (b) Abstention by any country from exerting pressures on other countries/ 7. /Refraining from acts or threats of aggression or the use of force against the territorial integrity or political independence of any country/ 8
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - KEBEBA SAN PERS Dengan ATMAKUSUMAH ASTRAATMADJA Di Rumah MINTARDJO
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Jum'at, 09 April 2010* *---* *KEBEBASAN PERS** Dengan ATMAKUSUMAH ASTRAATMADJA Di Rumah MINTARDJO* Dua minggu lalu kami kumpul-kumpul di Korenbloemenlaan 59, Oestgeest, Leiden. Di rumah siapa lagi. Kalau bukan rumahnya MINTARDJO. Diantara teman-teman terdekat dia disapa akrab: Bung MIN. Di kalangan mahasiswa dan para postgraduates Indonesia di Belanda ini, -- boleh dibilang tidak ada yang tak kenal *'Pak Min'*. Belum lama jurnalis Alpha yang sedang studi tambahan di Belanda, menulis tentang Mintardjo, dengan judul INDONESIAN AT HEART. Laporan dalam bahasa Inggris itu ditulis untuk The Jakarta Post. Kali ini kumpul-kumpul di rumah Pak Min, atas undangan PPI Leiden. Untuk bercengkerama, berbincang-bincang santai dengan* ATMAKUSUMAH* *ASTRAATMADJA*. Ia datang dari Indonesia bersama istrinya. Putranya, Tri, yang sedang belajar di Leiden juga ada di situ. Penuh sesak rumah Pak Min hari itu. Acara hari itu: masalah KEBEBASAN PERS. Kongkritnya mendengarkan uraian Atmakusumah Astraatmadja, yang baru kembali dari suatu sidang UNESCO di Paris. * * * Tentu harus diperkenalkan lebih dulu: Siapa itu Atmakusumah Astraatmadja? Ini dia: --- Mengenal sesorang, bisa dari riwayatnya yang diketahui. Atau dari apa yang ditulis orang lain tentang dia. Coba ikuti suatu tulisan tentang Atmakasumah a.l sbb: Indonesia mulai mengeyam udara nyaman 'kebebasan pers' sesudah Presiden Suharto digulingkan oleh gerakan massa menuntut Reformasi. Muncul seribu-satu macam penerbitan, termasuk koran, majalah, siaran radio dan TV. Semua leluasa memanfaatkan kebebasan ini. Tak terhindarkan muncul juga yang bisa dianggap tidak bertanggung-jawab atau 'berkelebihan'. Saat itu, timbul fikiran apakah kebebasan yang dicapai ini, tidak akan berakibat buruk? Nyatanya memang ada petinggi Indonesia yang nyeletuk; Wah, demokrasi ini sudah 'kebablasan'. Aneh juga suara yang begini ini. Demokrasi di negeri kita masih pada tahap permulaan, sudah ada yang khawair akan timbul suasana 'anarkisme'! Suara konservatif begini, sering juga disebut keluhan dari jurusan 'the established forces'. Atau orang-orang yang sudah 'mapan' pada kekuasaan dan kekayaannya. Pada saat itu Atmakusumah meyakinkan mereka-mereka yang ragu dan khawatir menyaksikan menggebu-gebunya 'kebebasan pers'. Ia menegaskan bahwa meskipun diakui adanya ekses, tetapi harus dipertahankan hak penerbit untuk melanggar disana-sini, sebagaimana halnya mereka dengan kuat mempertahankan hak wartawan untuk melakukan investigasi berita-berita yang disiarkan. Namun, Atmakusumah menganjurkan rekan-rekannya untuk memelihara disiplin dan mematuhi kode etik-jurnalistik. Atmakusumah juga terlibat dalam merencanakan 'kode etik' yang dimaksudkan itu. Demikianlah, Dewan Pers dewasa ini dibimbing oleh kode tsb. Tanpa kompas moral, pers seakan-akan kapal yang kehilangan arah di tengah kabut tebal. Demikian Atmakusumah. * * * Atmakusumah amat peduli dengan generasi muda jurnalis. Ia getol bertukar fikiran dengan mereka, bersikap tenang dan bijaksana. Ia beranggapan Indonesia tetap berada dalam gejolak transisi politik yang bergelora. PERJUANGAN UNTUK KEBEBASAN MEDIA BELUM SELESAI. Ketika memilih Atmakusumah Astraatmadja sebagai pemenang Award Ramon Magsaysay Th. 2000, atas pertimbangan pengakuan peranan Atmakusumah meletakkan dasar institusional dan profesional untuk era baru kebebasan pers di Indonesia. * * * Atmakasumah Astraatmadja meramalkan, bahwa pembaca-pembaca Indonesia, yang dewasa ini menikmati besar-kecilnya 'kebebasan pers' Indonesia, -- akan bisa menyimpulkan sendiri, mana yang benar dan mana yang tidak benar mengenai apa-apa yang disiarkan oleh media. * * * Dalam diskusi di Paris, Atmakusumah dihadapkan pada pertanyaan, orang harus mengambil sikap yang bagaimana, bila muncul seorang diktator baru yang kembali memberangus kebebasan pers. Atmakusumah: Kita harus mendidik generasi kini dan mendatang bagaimana berjuang demi membela kebebasan pers. Saya sendiri terlibat dalam perjuangan ini lebih dari setengah abad, jawab Atmakusumah. Menurut saya, kata Atmakusumah, akan sulit sekali bagi seorang diktator baru untuk merebut kekuasaan di Indonesia. Karena rakyat telah menikmati dan menghargai manfaatnya kemerdekaan pers. Di Indonesia sekarang setiap orang bisa menyatakan pendapatnya, pandangan dan keluhan-keluhannya. Hal ini dilakukan bukan saja oleh para aktivis politik dan hak-hak manusia, tetapi juga oleh kaum pekerja dan buruh industri, petani dan para nelayan. Di segi lain, media harus terus menerus memperbaiki kwalitasnya untuk menjamin, tak akan ada alasan bagi pemerintah dan publik melakukan penindasan terhadap kebebasan berekspresi. Namun, adalah penting bagi penegak hukum, untuk pertama-tama, melindungi lembaga media bila mereka diancam dalam suatu demonstrasi yang menentang media, dan bukan 'bertekuk-lutut' dimuka kaum demostran
[wanita-muslimah] Invitation to connect on LinkedIn
LinkedIn I'd like to add you to my professional network on LinkedIn. - IBRAHIM IBRAHIM ISA Independent Publishing Professional Amsterdam Area, Netherlands Confirm that you know IBRAHIM ISA https://www.linkedin.com/e/isd/1208910388/mJAJY06i/ -- (c) 2010, LinkedIn Corporation [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS VIE WS
*IBRAHIM ISA'S SELECTED NEWS VIEWS* *Wednesday, 07 April 2010* *--* *-- A disgraced police official turns on his former buddies * *-- Megawati denies rift with husband* **-- Bust corruption at tax office, SBY orders ** **-- From Gayus Tambunan to critical literacy** **---** *A disgraced police official turns on his former buddies * Monday, 05 April 2010 Jakarta Globe: Susno Duadji A disgraced police official turns on his former buddies If there was ever an unlikely reformer, it is Susno Duadji, formerly the Indonesian National Police head of detectives, who was caught dead to rights by the country's anti-corruption agency for helping key officials ensnared in the notorious Bank Century scandal to flee the country. Susno was forced out of his position because of the scandal and was lucky he wasn't indicted. He remains in limbo in an unspecified capacity with the national police force. But in the wake of his ouster, Susno has suddenly started blowing the whistle on his former associates. His revelations have caused an uproar in the entire national law enforcement establishment as he grants interviews to virtually every news organization that wants to listen. What he is delivering has nothing to do with a sudden about turn in conscience. It appears to have more to do with injured pride and the machinations against President Susilo Bambang Yudhoyono's reform team by the Golkar Party, headed by coal tycoon Aburizal Bakrie. In March, Susno raised a storm by accusing three police officials, then identified only by their rank and initials which meant it wouldn't be hard to figure out who they were -- of taking bribes from a mid-ranking tax official named Gayus Tambunan to bury a criminal probe after he was discovered to have Rp28 billion (US$3.1 million) in his bank account. The case has since ensnared the Attorney General's Office, top officials of the National Police and the Tangerang District Court as well the Directorate General of Taxation and a number of companies. Despite the revelations over Tambunan's bank accounts, the Tangerang District Court acquitted the tax official of embezzlement on March 12 and he promptly left Jakarta for Singapore with Susno sounding the alarm. Tambunan surrendered to police in Singapore. On Friday, the national police chief dismissed Police Brig. Gen. Edmond Ilyas, the former head of economic crimes, from his new job as Lampung Police Chief on information based on Susno's accusations. Brig. Gen. Radja Erisman, the current director of economic crimes, is also believed to have been implicated by Susno, partly because he unfroze Tambunan's bank accounts, which allowed him to flee. Ilyas and Erismana have filed criminal defamation complaints against Susno over his allegations, saying they were innocent of the charges. Reportedly investigators have evidence that Ilyas received at least Rp1.1 billion from Tambunan and Andi Kosasih, a Batam businessman who was said to be helpful in connecting entrepreneurs with officials, especially entrepreneurs who have difficulty in obtaining business licenses. Two more police officials, Comdr. Arafat Enanie and Adj. Comr. Sri Sumartini, are also suspects after it turned out that they questioned Tambunan in the relaxed atmosphere of Jakarta hotels rather than at National Police headquarters during the earlier probe of the tax official. Enanie is said to have received a Harley-Davidson motorcycle, a Toyota Fortuner and a house from Tambunan, a police source said. We already seized all of that as evidence, while Sumartini got Rp100 million in cash, which she used to go on a pilgrimage to Mecca. Arafat is also said to have received bribes from PT Mega Cipta Jaya Garmindo, a company that allegedly transferred funds into Gayus's accounts. The Attorney General's Office is equally embarrassed over the way its prosecutors handled the case that ended with Tambunan's acquittal. Last week, Attorney General Hendarman Supandji was forced to stumble into a statement that they had not been bribed to dismiss the charges. Instead, he blamed thoughtlessness, saying they were overloaded with big cases. The falling police officials led Eliswan Azly, a columnist writing for Antara, the government-owned and operated news service, to write that Susno had shown unprecedented courage in publicly disclosing case-brokering practices in the police force and quoted officials recommending that he take up the post of Head of the Corruption Eradication Commission (KPK),which became vacant after the former anti-graft chief, Antasari Azhar, was convicted of arranging the murder of a rival for an attractive female golf caddy's affections. Despite Antasari's conviction, the KPK is widely considered to be the most unbuyable public agency in Indonesia. It was Susno,
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - “NYA I ONTOSOROH” - DI TROPEN THEATER, AM STERDAM
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Sabtu, 03 April 2010* -- *NYAI ONTOSOROH * DI TROPEN THEATER, AMSTERDAM Masih kira-kira sebulan lagi. Tetapi, kalau hendak dapat tempat yang 'enak' pada pementasan drama They Call Me Nyai Ontosoroh, cepat-cepatlah pesan tempat di Tropen Theatar Qmsterdam! Acara tsb dipentaskan dua kali di Amsterdam. Drama di-adaptasi oleh Faiza Mardzoeki dari novel Pramoedya Ananta Toer, BUMI MANUSIA . Pementasan pertama, hari Kemis, 20 Mei yad ini (mulai jam 20.30). Berikutnya , pada 21 Mei (mulai jam 20.30). Lokasi: Tropen Theater, Kleine Zaal. Ticket Euro 17. Isi drama oleh Tropen Theater Amsterdam dijelaskan sbb: Van Onrechtvaardigheid naar onafhankelijkheid -- Dari Ketidak-adilan menuju ke Kemerdekaan. Yang menarik ialah, bahasa yang digunakan pada pementasan drama ini adalah bahasa INDONESIA. Dengan teks Inggris. Bolehlah dibilang menarik, arena pementasan dilakukan di Belanda. Lagipula diperhitungkan hadirin akan banyak dari orang-orang Belanda dan orang-orang Indonesia yang sudah lama bermukim di Holland. Seperti kami-kami ini. Penonton pasti ingin dengar bagaimana anak panggung yang 'bule', berbahasa Indonesia. Drama They Call Me Nyai Ontosoroh, mengisahkan kehidupan Nyai Ontosoroh; putrinya Annelies (Indo), dan Minke, menantunya yang 'pribumi' itu. Suatu kehidupan yang tragis. Karena di Hindia Belanda dulu, status sosial seseorang ditentukan oleh seberapa persen darah Eropah yang mengalir di tubuhnya. Empat orang artis mementaskan betapa tidak adilnya sistim kolonial yang merupakan dasar-mula perjuangan Indonesia untuk kemerdekaan. * * * They Call Me Nyai Ontosoroh adalah versi pendek drama Nyai Ontosoroh yang di adaptasi oleh* Faiza Mardzoeki *dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Drama aslinya berjudul : Nyai Ontosoroh. Suatu produksi yang makan waktu tiga jam pementasan. Mulai dipentaskan pada tahun 2007. Sutradaranya berbeda-beda. Dimainkan di sembilan kota di Indonesia. Pengunjungnya ribuan. Perhatian publik ternyata cukup besar. Hal itu dapat dilihat dari publisitas luas serta tanggapan kritis oleh media nasional maupun daerah. Versi baru yang lebih pendek, TheyCall Me Nyai Ontosoroh, dipentaskan oleh Tropen Theater Amsterdam. Rencananya akan dipertunjukkan di Nederland dan Belgia dalam tahun 2010 ini. Produser: *Faiza Mardzoeki. *Sutradara: Wawan Sofwan. Cerita menegangkan ini dipenuhi oleh kisah perjalanan hidup s e l i r (Nyai) Ontosoroh, dipersembahkan di panggung drama dengan menggunakan teknik flashback. Juga digunakan seni video oleh Ariani Darmawan dan Yudith, dua orang artis film dan video yang terkenal. Musik dipimpin oleh Riki Setiakawa. Panggung di-design oleh Deden Bulqini. Deden adalah seorang penata panggung yang berhasil: Pakaian dan rias dikordinasi oleh Irina Dayasih. Tampil di panggung memainkan peranan Nyai Otosoroh, adalah Sita Nursanti ; Agni Melati sebagai Annelies; Willem Bevers sebagai Meneer Herman Melemma, sedangkan Bagus Setiawan sebagai Minke. Rencana pementasan lainnya: Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, 7 Mei 2010, jam 20.00 Erasmus Huis-Jakarta, 11 Mei, jam 20,00 * * * Tong Tong Festival, Den Haag, 23-24 Mei, mulai jam 20.00 Antwerpen, Belgia, 26 Mei, jam 20.00 Informasi disadur dari siaran Tropen Theater Amsterdam * * * [Non-text portions of this message have been removed] === Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com * To unsubscribe from this group, send an email to: wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - I.S. S.I. – SELAMAT BERKIPRAH !
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Rabu, 31 Maret 2010* *--* *I.S.S.I. SELAMAT BERKIPRAH !* *(Terima kasih kepada HILMAR FARID yang mensosialisasikannya)* Pagi ini kubuka computer-ku. Biasalah, berbagai macam e-mail yang masuk. Berjejejer puluhan news-items yang reguler dan wajar. Lalu, macam-macam info, artikel-artikel analitis, pamflet-pamflet dari pelbagai organisasi kampanye, seperti dari Presiden Barack Obama, Michael Moore, dll. Tidak ketinggalan pula dari lawannya, yaitu GOPUSA, dari Partai Republik. Ada juga komentar-komentar 'jeplakan' tanpa isi. Tanggapan-tanggapan yang 'asbun' (asal bunyi). Pelbaga iklan dan promosi seribu-satu-macam komoditi juga bertebaran. Sampai-sampai muncul pecobaan 'maling-maling' untuk merampok creditcard orang-orang yang tidak waspada. Isi internet pokoknya: Serba-ada! Ramainya dunia internet! Sungguh tidak kalah dengan 'pasar' ataupun 'supermark'. Namun, jangan ragukan: Satu hal jelas. Kemajuan ilmu dan teknologi bersangkutan dengan internet amat bermanfaat bagi umat manusia: Siapa saja bisa menerima begitu banyak informasi dan berhargai dokumentasi. Internet juga merupakan alat berkomunikasi tanpa ongkos. Bagiku yang suka menulis dan juga menjadi sebagai suatu 'hobi', internet itu amat sangat membantu. * * * Namun, pagi ini mataku terpancang pada nama HILMAR FARID. Ia sejarawan Indonesia, penulis dan aktivis muda pro-demokrasi dan HAM. Kuterima dari Hilmar Farid sebuah news-item penting. Segera kubuka: Ternyata isinya memang informasi penting: Sekitar kegiatan sebuah lembaga masyarakat, bernama: *INSTITUT SEJARAH SOSIAL INDONESIA (ISSI).* *HILMAR! SELAMAT ATAS KEHADIRAN SITUS ISSI:* ** * ** Komentarku belakangan saja! Di bawah ini disiarkan kembali bahan informasi dari Hilmar Farid, sbb: *Berikut link ke situs Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI),* http://sejarahsosial.org/. Sila ditengok! *INSTITUT SEJARAH SOSIAL INDONESIA (ISSI) *dibentuk pada 2003 bertujuan memajukan penelitian dalam sejarah sosial di Indonesia, khususnya melalui metode sejarah lisan. Para penelitinya aktif mengikuti berbagai seminar tentang sejarah lisan di berbagai tempat, juga melakukan riset sejarah lisan antara lain mengenai organisasi perempuan, masyarakat Tionghoa, komunitas buruh industrial dan jagoan. Selain itu, mereka juga menyampaikan penelitiannya di berbagai konferensi ilmiah dan menerbitkan hasil-hasil penelitiannya di berbagai jurnal. Sebagai bagian dari program kegiatannya, ISSI mengurus arsip-arsip suara yang berasal dari riset sejarah lisan. ISSI juga mempunyai perpustakaan yang menyimpan 2.500 judul buku, makalah dan majalah yang sebagian besar di antaranya berasal dari koleksi pribadi sejumlah individu. Secara umum, ISSI memiliki tiga program besar, yaitu: *1.Riset dan publikasi* ISSI memiliki perhatian besar pada pengembangan metode sejarah lisan. Berawal dari penelitian sejarah lisan tentang peristiwa 1965 yang dimulai sejak tahun 2000, saat ini ISSI sedang melakukan berbagai penelitian sejarah lisan dengan tema-tema lainnya, seperti sejarah gerakan perempuan, sejarah buruh, sejarah seniman LEKRA, sejarah pendidikan Tionghoa, sejarah seni Ketoprak. ISSI juga melakukan beragam riset yang dilakukan bersama lembaga-lembaga jaringan, seperti peristiwa Mei 1998 dan Semanggi (bekerja sama dengan Tim Relawan untuk Kemanusiaan), Solo dan peristiwa 1965 (kerjasama dengan ELSAM), dan riset bangunan-bangunan yang pernah digunakan oleh organisasi kiri (bekerjasama dengan Lembaga Kreativitas untuk Kemanusiaan). Riset yang terakhir ini menjadi bagian dari sebuah proyek pembuatan film Tjidurian 19 (2009). Sedangkan untuk publikasi, hingga tahun 2009, ISSI telah menerbitkan buku Tahun yang Tak Pernah Berakhir (2004, kumpulan esai) dan Dalih Pembunuhan Massal (2008, John Roosa). *2.Dokumentasi* Sebagai sebuah lembaga riset sejarah, ISSI memiliki koleksi arsip suara sejumlah 390 wawancara, literatur sejumlah lebih dari 4000 judul dan audiovisual (foto dan rekaman audiovisual wawancara sejarah lisan). 3.Pendidikan Sejak 2006, ISSI telah memulai program bersama guru-guru sejarah. Program ini dirasa penting, megingat pentingnya sejarah sebagai alat analisa dan pembangun karakter bangsa, bukan hanya sekedar rentetan fakta untuk dihafal. Dalam rangka reformasi pendidikan sejarah tersebut, ISSI bersama dengan kelompok guru yaitu Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah (MGMP Sejarah) telah mengadakan berbagai workshop dan seminar. Saat ini ISSI bersama AGSI telah memulai untuk merumuskan materi esensial pelajaran sejarah tingkat SMA. Dengan semangatnya untuk menjadikan sejarah sebagai bagian penting dalam gerakan bukan saja ilmu pengetahuan, ISSI membangun jaringan dengan berbagai lembaga kemanusiaan, terutama dengan Komnas perempuan dan ELSAM. * * * [Non-text portions of this message have been removed
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - DULU KAMI DIKIBULIN (Bg 5, selesai),Rien Snijders, Eks – Marinier Kerajaan Belanda
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Jum'at, 26 Maret 2010* *-* *DULU KAMI DIKIBULIN (Bg 5, selesai) Rien Snijders, Eks Marinier Kerajaan Belanda * Kuteruskan cerita yang lalu. Yang ini adalah sambungan dari tulisan lalu, bagian 4. Sampailah pada bagian yang 'terakhir' kita cakap-cakap. Mengenangkan dan memikirkan kembali peristiwa sejarah krusial di waktu lalu seiktar hubungan Indonesia-Belanda. Khususnya berkisar sekitar periode sesudah Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia MEMPROKLAMASIKAN KEMERDEKAAN INDONESIA. Dengan mengambil tema: buku yang ditulis oleh seorang eks-marinier Kerajaan Belanda, Rien Snijders., berjudul DULU KAMI DIKIBULIN. Terkadang tanpa disadari orang yang membaca buku Rien Snjiders, terpancing, tertegun sejenak. Lalu BER-SOLILOQUIZE. Berbicara dengan diri sendiri: Memang benarlah menngenai banyak hal, berkaitan dengan situasi dan gejala, kebanyakan orang menjadi mengerti dan sadar, bertambah pengenalan dan pengetahuannya melalui pengalamannya sendiri. Tentu ada syarat mutlak -- Orang tiba pada pengertian dan kesadaran baru, bila ia punya sikap bersedia mengakui, bahwa apa yang menjadi pemahaman dan keyakinan semula, ternyata tidak benar adanya. Dikoreksi oleh pengenalan dan pemahaman yang baru. Di sinilah Rien Snijders, melihat, menyaksikan dengan mata dan kepala sendiri, 'melakoninya' sendiri, bahwa -- TERNYATA TIDAK BENARLAH apa yang diktakan dulu. Ketika itu, beberapa saat sebelum mereka dikirim ke Indonesia, mereka diindoktrinasi bahwa tujuan ke 'onze Indië ', ke 'Hindia Belanda kita', itu adalah untuk menciptakan ketenangan, ketertiban dan perdamaian. Menciptakan 'rust en orde'. Karena, 'rust en orde' di Hindia Belanda telah dihancurlan oleh aksi-aksi kegiatan yang mereka katakan periode 'bersiap' pemuda-pemuda eksteremis di bawah komando Sukarno, si 'kolaborator' Jepang. Rien Snijders, menjadi sedar dan berbalik pandangan politiknya mengenai peranan tentara Belanda di Indonesia ketika itu. Hal itu terjadi sesudah ia sendiri 'melakoninya' di Indonesia apa yang dinamakan 'menciptakan ketenangan, ketertiban dan perdamaian'. Tentulah, ada syarat penting lainnya pada Rien Snijders, bisanya dia tiba pada kesimpulan baru: Rien Snijders beresdia untuk mengubah pandangan dan keyakinannya, ketika ternyata bahwa pandangan dan keyakinannya itu, -- bertolak belakang, bertentangan dengan kenyataan hidup di Indonesia. KESEDIAAN untuk MENERIMA KEBENARAN BARU, kerendahan hati untuk mengkoreksi pandangan sendiri yang keliru, --- itulah syarat penting yang ada pada Rien Snijders, untuk melihat kebenaran yang sesuai dengan kenyataan di Indonesia. * * * Tulis Snijders mengenai Prof. Willem Schermerhorn (mantan perdana menteri Belanda kemudian anggota Komisi Jendral Kerajaan Belanda dikirim ke Indonesia untuk berunding dengan Republik Indonesia): Barangkali golongan 'Indië Veteranen' masih bisa ingat dan sepenuhnya membenarkan apa yang dikatakan oleh Prof Schermerhorn yang menyatakan penyesalannya berkenaan dengan meninggalnya Sutan Sjahrir,(mantan perdana menteri Republik Indonesia, I.I.). Seperti diketahui Prof Schermerhorn adalah ketua Komisi Jendral yang ditugaskan pemerintah Den Haag, untuk melakukan perundingan untuk suatu Indonesia yang merdeka. Ia menamakan Sutan Sjahrir adalah 'jembatan' antara timur dan barat. Dengan suara yang tertegun dan tersedu-sedan Shermerhorn menyimpulkan bahwa Sjahrir ada di fihak yang benar dengan sikapnya yang berimbang berkenaan dengan masalah kemerdekaan, tetapi dengan kerugian besar Nederland telah gagal. Diantara mereka-mereka yang menyatakan penyesalannya ialah politikus Bruins Slot yang dalam tahun 1972 terbuka dimuka umum menyesali mengapa matanya begitu terlambat terbuka. Menteri Jan Pronk lebih jauh lagi ketika ia mengatakan bahwa bagi dirinya adalah dengan sendirinya, bahwa semua yang pernah menolak dinas militer (ke Indonesia ketika itu) direhabilitasi. Dan rekannya menteri pertahanan Relus ter Beek, dimuka monumen Roermond mengakui bahwa baginya matanya menjadi terbuka dan bahwa ia menyadari apa yang oleh semua pemerintah yang lalu disia-siakan. PONCKE PRINCEN Banyak pejuang-pejuang tua menolak pandangan Jan Pronk, mereka tak mau tau tentang rehabilitasi kaum penentang dinas militer (ke Indonesia). Ketika diketahui bahwa menteri Perkembangan dan Kerjasama Pronk dalam kunjungannya ke Indonesia dalam tahun 1991, melakukan kontak dengan desertir Poncke Princen, hal itu seakan-akan bom yang dilontarkan kepada mereka (kaum pejuang tua, bekas KNIL dan KL yang pernah 'dinas' di Indonesia, I.I). Tak ada bencana yang lebih besar yang bisa dibayangkan yang lebih dari itu. Pada banyak veteran pejuang Hindia Belanda mendengar saja nama Poncke Princen sudah menimbulkan reaksi luarbiasa kerasnya. Mereka sedikitpun tak melihat yang baik mengenai apa yang dilakukan oleh serdadu Poncke Princen dalam tahun 1948 ketika ia
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SEKITAR KUNJUNGAN OBAMA KE INDONESIA (3), Dengan Obama Ada Syarat Hubungan Setara Saling Menguntungkan
*Kolom IBRAHIM ISA Rabu, 24 Maret 2010* *--* *SEKITAR KUNJUNGAN OBAMA KE INDONESIA (3)** Dengan Obama Ada Syarat Hubungan Setara Saling Menguntungkan* *Catatan Penulis:* Tulusan ini seperti tertera dalam artikel di bawah, asal mulanya dibuat atas permintaam Tina Manihuruk, wartawan s.k. Pikiran Rakyat Bandung. Wartawan tsb ditugaskan oleh Redaksinya untuk mengusahakan tulisan dari 'luar' sekitar rencana kunjungan kenegaraan Obama ke Indonesia. Sang Wartawan, Tina Manihuruk yang lugu dan 'awam' itu, mencari dan menemukan nama dan artikel-artikel saya di Blogger internet. Ia segera menulis e-mail kepada saya. Tina lalu m i n t a kepada saya untuk menulis artikel yg dimaksud. Saya sanggupi. Sesudah Redaksi meminta dan mambaca BIODATA saya, mereka putuskan untuk tidak memuat artikel yang telah saya tulis atas usul wartawan mereka sendiri. Rupanya setelah membaca biodata saya, Redaksi menjadi 'sadar' (mungkin juga terkejut mengetahui) bahwa orang yang mereka mintai untuk menulis artikel tentang kunjungan Obama ke Indonesia, adalah seorang *disiden politik. *Seorang publisis yang (ujung rambut sampai ke telapak kakinya, adalah sangat *ANTI-ORBA*. Keruan saja mereka putar haluan. Menjadi 'takut' memuat tulisan saya. Takut 'ambil risiko'. Kemudian Redaksi mencari-cari dalih yang tak masuk akal untuk menolak artikel saya itu. Saya tulisi wartawan Tina Manihuruk yang jujur itu, bahwa s.k. Pikiran Rakyat Bandung ternyata masih hidup dalam kultur Orba. Di zaman Orba tidak ada kebebasan pers. Kultur pers Orba adalah pengawasan, pengontrolan dan kemudian pemberangusan. Orba tidak membolehkan penulis dan tulisan yang berpendirian dan berpandangan politik lain, apalagi yang bertentangan dengan pandangan dan politik penguasa dan pendana. Dengan penolakannya terhadap artikel saya yang diminta oleh wartawan mereka sendiri itu, Pikiran Rakyat Bandung menunjukkan bahwa, Redaksi s.k Pikiran Rakyat masih bertindak menurut 'his master voice', yaitu patuh menurut kehendak pendana dan penguasa pers Indonesia. ** * ** *SEKITAR HUBUNGAN INDONESIA-AMERIKA* * Dengan Obama Ada Syarat Hubungan Setara Saling Menguntungkan* Tulisan ini dibuat atas permintaan Tina Manuhuruk, wartawan s.k. FIKIRAN RAKYAT, Bandung, berkenaan dengan rencana kunjungan kenegaraan Presiden Barack Obama ke Indonesia. Tina menyarankan agar rencana kunjungan tsb ditinjau dari segi *'hubungan AS-Indonesia. Apa kepentingannya untuk kedua belah fihak. Bagaimana prospek hubungan Indonesia-Amerika setelah kepemimpinan AS dipegang Presiden Baracl Obama'. * ** * ** Empat tahun yang lalu, Presiden G.W. Bush, mengadakan kunjungan singkat ke Indonesia, yang berlangsung selama enam jam. Dalam keterangan-pers bersama dua Presiden, G.W. Bush dan S.B. Yudhoyono (November 2006), dinyatakan bahwa *kedua fihak sepakat mendorong jalan damai untuk menyelesaikan berbagai krisis dan konflik di dunia*. Sesungguhnya tak jelas apakah pandangan mereka, Bush dan SBY, sama mengenai apa yang dinamakan 'krisis dunia'. Bagi pemerintah George Bush ketika itu, jelas apa yang dinamakan 'krisis' itu. Bush menyebut Korea Utara dan Iran sebagai sumber 'krisis nuklir', karena kedua negara tsb berambisi membuat senjata nuklir. Lagipula jelas bagi siapapun, bahwa pemerintahan Bush ketika itu menganggap usaha mengatasi dan melawan terorisme, sebagai 'perang melawan teror', 'war against terror'. Terorisme, terutama terorisme gerakan Bin Laden, dinyatakan AS dan sementara sekutunya, sebagai 'bahaya bagi dunia'. Padahal kita tau berbagai negeri lain punya pendapat sendiri. Sebagai contoh: Prof Marten Rossem, seorang pakar Belanda gurubesar di Universitas Utrecht, akhli tentang Amerika, menganalisis bahwa di satu segi, terorisme adalah bahaya riil yang merupakan pelanggaran HAM dan telah menimbulkan ribuan korban warga sipil yang tewas dan luka-luka. Namun, terorisme bukanlah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai 'bahaya terhadap perdamaian dunia'. Dan di dunia ini, nyatanya tidak ada yang bisa dinamakan 'perang-peperangan melawan teror'. Di segi lain, pendudukan militer Israel yang berkepanjangan atas Gaza dan Tepian Barat Sungai Jordan, blokade ekonomi yang dilakukan Israel di Gaza, karena pemilu di situ dimenangi oleh gerakan Islam Hammas, --- justru hal itu yang merupakan sumber rill berkembangnya konflik menjadi lebih besar di Timur Tengah, yang benar-benar akan membahayakan kestabilan Timur Tengah dan sekitarnya serta ancaman terhadap perdamaian dunia. Jelas, dua masalah besar yang mempunyai potensi berkembang menjadi konflik yang lebih berbahaya bagi perdamaian dunia, ialah masalah berkepanjangannya pendudukan Israel terhadap Palestina, dan penanganan kasus sekitar tuduhan Barat bahwa Iran sedang membuat senjata nuklir
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – ON TERROR ATTACKS IN INDONESIA
*IBRAHIM ISA'S ON TERROR ATTACKS IN INDONESIA* *Saturday, 13 March 2010 Sources : D. Ronodipoero* *--* * *DULMATIN SLIPPED INTO INDONESIA* * *TERROR'S NEWS STSRSUCTURE AND ATTACK METHOD * * *'COMMAND CENTER' FOR NEWS TERROR NETWORK * * *DULMATIN TO SHARE KNOWLEDGE AT A NEW CAMP* *--* Thursday March 11, 2010 *DULMATIN'S SLIPPED INTO INDONESIA* By AMY CHEW FOR the past eight years, the Philippines security forces have repeatedly made claims the elusive, shadowy Indonesian expert bomb-maker, Dulmatin, hiding among the Abu Sayaf rebels, in Mindanao has been killed. All claims turned out to be false, to the frustration of Indonesian authorities, for they know only too well the destruction the 39-year-old militant can wreck upon the country. He was one of the masterminds of 2002 Bali bombings which killed 202 people. Indonesian anti-terror officers believe Dulmatin slipped back quietly into the country more than a year ago but no one knew it was the fugitive. We are not quite sure why he returned, a senior Indonesian anti-terror officer told The Star. During that period, the name of a little-known preacher, Muhammad Yahya, came on the radar of the anti-terror police. Muhammad Yahya's name came up in the militants' circle. We put him under surveillance but we didn't know who he was and that it was actually Dulmatin himself, said the officer. The police kept an eye on Muhammad Yahya but he was not a top priority as the authorities had their hands full hunting for other militants, including slain Malaysian terrorist Noordin Muhammad Top. It is believed Dulmatin aligned himself with Noordin's splinter group, Tandzim Al-Qodat, when he returned as both men shared the same beliefs. Dulmatin believes in jihad and killing infidels as part of the mission to establish an Islamic state based on syariah laws, said a regional anti-terror officer. Muhammad Yahya eked out a living trading in livestock in Central Java and was known to be friendly and interacted well with the local community wherever he went. He used many aliases to avoid detection. He was also good at interacting with the locals, said the officer. But behind the seemingly innocent demeanour of the livestock trader, Dulmatin was reinvigorating the terror network, procuring weapons and training militants. Dulmatin spent his time procuring weapons from previous conflict areas like Ambon and Poso.He also trained terror members in military warfare, said the officer. Ambon on the Spice Islands and Poso in Central Sulawesi were the scene of bloody fighting between Muslim and Christians from 1999 to 2002 which killed thousands. During the conflict, over 1,000 weapons were smuggled into the two areas. The majority of the weapons remain in the hands of local residents and militants are known to buy the weapons off them. Muhammad Yahya's name resurfaced sometime in February when Indonesian police discovered a militant training camp in Aceh and conducted a series of raids. During the raids, three police officers were killed and 21 alleged militants were arrested.The men who were at the camp comprised both Javanese and Acehnese. One of the trainers was a former GAM member, said the officer. GAM stands for Free Aceh, the separatist movement which waged an insurgency for 29 years for an independent state. GAM laid down its arms after signing a historic peace agreement in 2005 in the wake of the epic Boxing Day tsunami which laid the land to waste. Aceh governor Irwandi Yusuf has said no GAM member is involved in the training camp but anti-terror officers disagreed. Former ex-GAM combatants who were arrested during the raids are alleged to belong the GAM faction which rejected the peace deal, said the officer. Those who joined the terror camp are ex-GAM members who failed to reintegrate into society and could not find any work after the peace agreement. Following the Aceh raids, Muhammad Yahya's name came up again. It was then that we found out that Muhammad Yahya was Dulmatin, said the officer. The police started to trail Dulmatin and kept him under tight surveillance. Dulmatin went back and forth between Aceh and Jakarta. His former comrade-in-arms in southern Philippines who returned to Indonesia earlier gave him shelter. Last Tuesday, the police trailed Dulmatin to Pamulang in Greater Jakarta. When Dulmatin stepped into the Internet cafe, Indonesian anti-terror police followed suit. Dulmatin opened fire and the police returned fire. After eight long years, the terror king is finally dead. --- *TERROR CELL ALLIANCE FORGES NEWS STRUCTURE AND ATTACK METHODS* Rendi A. Witular, Hotli Simanjuntak and Dicky Christanto , The Jakarta Post | Fri,
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Menjelang Kunjungan Presiden BARACK OBAMA (1),, Apa Pesan Amnesty International A.S. Kepada Obama
*Kolom IBRAHIM ISA* *Kemis, 11 Maret 2010* *--* *Menjelang Kunjungan Presiden BARACK OBAMA (1)* * Apa Pesan Amnesty International A.S. Kepada Obama* Diberitakan dari Indonesia, bahwa sekitar akhir Maret ini, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama akan mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Ini adalah kunjungan pertama kalinya ia lakukan ke Indonesia, sesudah menjadi Presiden Amerika Serikat. Sejak berumur 6 tahun, dari th 1967 s/d 1971 keluarga Obama berdomisili di Jakarta, di Jalan Taman Amir Hamzah, No 22 (Pav). Setelah cerai dengan suaminya yang pertama, seorang mahasiswa Kenya yang sedang menempuh studinya di Universitas Hawaii, ibu Obama kawin lagi dengan seorang Indonesia, Lolo Soetoro, seorang mahasiwa Indonesia yang ketika itu bersekolah di Unversitas Hawaii. Dari perkawinan dengan Lolo Soetoro, Barack Obama memperoleh seorang adik perempuan bernama Maya. Sekarang tinggal di Hawai (USA). Barac Obama dengan Indonesia memang dekat. Ia bersekolah (dasar) di sekolah Indonesia di Menteng. Teman-teman sepermainamya adalah anak-anak Indonesia. Mereka bermian bersama di sekolah, berenang di sungai sama-sama, atau menunggang kerbau kaum tani di sawah. * * * Yang terpenting ialah bahwa Barack Obama MENULIS buku, dimana ia berkish tentang masa kecilnya di Indonesia. Di buku berikutnya, Obama menulis tentang politik Indonesia. Ini dilakukannya setelah ia menjadi Senator USA. Sesudah ia menjadi politkus. Tulisannya di dalam bukunya THE AUDICITY OF HOPE -- Thoughts On Reclaiming The American Dream, Obama memerlukan kurang lebih 10 halaman mengisahkan kenangan dan PENDANGANNYA tentang Indonesia. Sebelum dan semasa Orba. Bagaimana persisnya pandangan/sikap Barack Obama megenai rezim Orba di bawah Presiden Suharto? Berani kukatakan: Obyektif; di lihat dari pandangan politisi Amerika dewasa ini. Dalam bukunya Obama jelas menilai bahwa yang terjadi di Indonesia dalam tahun 1965 adalah perebutan kekuasaan oleh Jendral Suharto. Ia juga jelas menggambarkan jumlah luar biasa orang Indonsia yang tak bersalah yang jadi korban kampanye pembersihan golongan militer; pada masa-masa Suharto mulai berkuasa. Presiden SBY mutlak harus membaca baik-baik, sedikitnya bagian tentang Indonesia. Yang ditulis Obama dalam bukunya itu, adalah pandangan kritis, tajam dan pasti tidak disukai oleh elite dewasa ini yang masih belum lepas dari pandangan verdi Orba mengenai Peristiwa 1965. Termausk penasihat-penasihat politik SBY benar-benar harus tau isi politik buku-buku Obama itu. * * * Sebagai ilustrasi mari kita jenguk sebagian (kecil) pandangn Obama mengenai Indonesia menjelang dan ketika kekuasaan negara 'bergésér' dari Presiden Sukarno ke Jendral Suharto. /Sukarno proved to be a major disappointment to Washington. Along with Nehru of India and Nasser of Egypt, he helped found the nonaligned movement, an effort by nations newly liberated from colonial rule to navigate an independent path between/ /the West anf the Soviet bloc. Indonesia's Cmmunist Party, although never formally in power, grew in size and influence. Sukarno himself ramped up the anti-Western rhetoric, nationalizing key industries, rejecting U.S. aid, and strengthening ties with the Soviets and China. With U.S. Forces knee-deep in Vietnam and the domino theory still a central tenet of U.S. Foreign policy, the CIA began providing covert/ /support to various insurgencies inside Indonesia, and cultivated close links with Indonesia's military officers, many of whom had been trained in the Unite States. In 1965, under the leadership of General Suharto, the military moved against Sukanro, and under emergency powers began a massive purge of communists and their symphathizers. According to estimates, between 500.ooo and one million people were slaughtered during the purge, with 750.000 others imprisoned or forced to exile./ /(Barack Obama -- THE AUDICITY OF HOPE. Thoughts on Reclaiming The American Dream, First published (2006) in New York, the U.S. by The Crown Publishers; Chapter 8, The World Beyond Our Borders, page 272-273. Paperback edition, by Canongates Book, 2008.)/ Jelas, dikemukakan mengapa Washington 'tak suka' kepada Sukarno. Penyebabnya: -- Sukarno bersama Nehru dan Nasser membangun kekuatan baru Gerakan Non-Blok, yang dikatakan Obama sebagai, suatu usaha untuk menempuh politik yang bebas dari Barat maupun blok-Soviet. Juga terang dijelaskan, bahwa di bawah 'teori domino' yang menjadi pendirian politik laurnegeri AS, CIA mendukung pemberontakan di daerah, (maksudnya PRRI, Permesta dan GAM, Gerakan Aceh Merdeka), meskipun tidak ditulis hitam di atas putih. Juga gamblang sekali dijealskan bahwa CIA membangun jaringannya dengan perwira-perwira tentara. Hasilnya, pada tahun 1965 di bawah Jendral Suharto dilakukan perebutan kekuasaan negara. Selanjutnya Obama mengungkapkan bahwa pada 'pembersihan' yang dilakukan Suharto terhadap kaum Komunis dan
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - PERJUANGAN WANITA INTERNASIONAL Untuk Emansipasi Masih Belum Selesai !!
*Kolom IBRAHIM ISA* *Senin, 08 Maret 2010* *-* *PERJUANGAN WANITA INTERNASIONAL Untuk Emansipasi Masih Belum Selesai !!* *Dalam Rangka Seratus Tahun International Women's Day* Peringatan Seabad Hari Wanita Internasional, International Women's Day (IWD), tujuan terutamanya ialah agar kaum wanita khususnya dan masyarakat umumnya, jangan sampai lupa, bahwa hak-sama wanita dengan kaum priya yang diperjuangkan oleh wanita sedunia sejak seabad yang lalu, realisasinnya masih jauh dari tuntuan. Di banyak negeri mancanegara, termasuk dinegeri-negeri yang maju dan memproklamasikan diri sebagai pembela HAM, termasuk hak-sama kaum wanita dengan kaum priya, seperti di Amerika Serikat dan negeri-negeri Barat lainnya, hak-sama kaum wanita dengan kaum priya masih jauh dari terpenuhi. * * * Dimana kedudukan, tempat kaum wanita Indonesia dalam keluarga, masyarakat dan negara, menurut pandangan bangsa kita umumnya? Mengenai hal tsb pasti ada berbagai pandangan, jawaban dan tanggapan. Ambil satu contoh. Mengenai UU Pornografi. Jelas ada dua pendapat yang saling bertolak belakang. Satu pandangan menjadikan kaum wanita sebagai obyek yang menjadi 'masalah'. Satu pendangan linnya melihatnya dari ketidak setaraan hukum terhadap hak-sama antara wanita dan priya. Kita masih ingat, bagaimana perlawanan sementara tokoh golongan yang me(nyalah)gunakan agama untuk menjegal Megawati Sukarnoputri menjadi perempuan pertama yang menjabat kepala negara dan pemerintahan. Kita kesampingan dulu 'masalah' itu untuk kali ini. Agak lain dengan tema utama memperingati IWD – International Women's Day, yaitu mengedepankan masalah perjuangan kaum wanita utuk hak-sama dengan kaum priya dalam rangka pelaksanaan HAM, kali ini ingin dikemukakan bagaimana pandangan tokoh pejuang kemerdekaan yang memberikan seluruh jiwa raganya untuk 'nation-building', BUNG KARNO. Sejarah bangsa ini mencatat, mendokumentasi nama Bung Karno terkait erat dengan buku berjudul – “SARINAH”. Buku Bung Karno itu berisi kuliah beliau mengenai kedudukan wanita Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. “Sarinah-lah yang mengajarkan Sukarno untuk cinta kepada rakyat, sehingga rakyat pun akan mencintainya. . . . . .Sarinah adalah perempuan desa yang mengajari Sukarno mengenal cinta-kasih. Sarinah mengajari Sukarno untuk mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat jelata. Ajaran-ajaran itu bergulir setiap pagi, bersamaan Sarinah memasak di gubuk kecil yang berfungsi sebagai dapur, di dekat rumah. Sukarno selalu duduk di samping Sarinah. Pada saat-saat seperti itulah Sarinah berpidato, Karno, pertama engkau harus mencintai ibumu. Kemudian, kamu harus mencintai rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya. (Goenadi, 17/7-2009). Pada saat memperingati “SEABAD 08 MARET”, Hari (perjuangan ) Wanita Sedunia untuk sama-hak, ada baiknya mengingat kembali perhatian Bung Karno terhadap kedudukan wanita dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Ada baiknya membaca (kembali) buku beliau: * “Sarinah, Kewadjiban Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia”* *Siapakah Sarinah? Kalau dilihat di buku “Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”, BK menceritakan tentang Sarinah berikut kutipannya:* *” Sarinah adalah bagian dari rumah-tangga kami. Tidak kawin. Bagi kami dia seorang anggota keluarga kami. Dia tidur dengan kami, tinggal dengan kami, memakan apa yang kami makan, akan tetapi ia tidak mendapat gaji sepeser pun. Dialah yang mengajarku untuk mengenal cinta-kasih. Aku tidak menyinggung pengertian jasmaniahnya bila aku menyebut itu. Sarinah mengajarku untuk mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat jelata. Selagi ia memasak di gubuk kecil dekat rumah, aku duduk di sampingnya dan kemudian ia berpidato, ” Karno, pertama engkau harus mencintai ibumu. Akan tetapi kemudian kau harus mencintai pula rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya.” Sarinah adalah nama yang biasa. Akan tetapi Sarinah yang ini bukanlah wanita yang biasa. Ia adalah satu kekuasaan yang paling besar dalam hidupku. “ (Roso Daras). Dsini Bung Karno mengangkat Sarinah, seorang wanita yang mengasuhnya sejak kecil, sebagai seorang wanita yang memberikan pendidikan moral bangsa kepadanya.* *“Saya namakan (buku tsb) Sarinah, sebagai tanda terima kasih. Ketika masih kanak-kanak, pengasuh saya bernama Sarinah. Ia mbok saya. Ia membantu Ibu saya, dan dari dia saya telah menerima rasa cinta dan rasa kasih. Dari dia saya menerima pelajaran untuk mencintai orang kecil. Dia sendiri orang kecil, tetapi budinya besar. Semoga Tuhan membalas kebaikannya.” (Roso Daras).* *Dari uraian kecil diatas bisa disaksikan bagaimana sikap dan pandangan Bung Karno mengenai kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat. Sebagai sumber rasa cinta. Cinta kepada orangtua dan cinta kepada rakyat dan bangsa. * *Memperingati Hari 8 Maret seperti ini juga merupakan salah satu cara mengenangkan HARI WANITA
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SUKARNO DAN PAN CASILA MASIH TETAP MEMIMPIN INDONESIA MASAKIN I *– (1)
*Kolom IBRAHIM ISA * *Selasa, 23 Februari 2010* ** *SUKARNO DAN PANCASILA MASIH TETAP MEMIMPIN INDONESIA MASAKINI * (1)* Lahirnya Pancasila (1 Juni 1945), uraian Bung Karno mengenai dasar-dasar negara Indonesia Merdeka yang segera akan lahir sekitar periode itu, adalah sebuah pemikiran mendalam yang lahir dari tanah air Indonesia. Ia merupakan hasil penggalian Bung Karno dalam usaha beliau merumuskan falsafah dan prinsip-prinsip kenegaraan bagi suatu Indonesia Merdeka yang meluas dan memanjang dari Barat sampai ke Timur. Dari Sabang sampai Merauké. Lahirnya Pancasila merupakan perpaduan pengetahuan teori ilmu politik, sosial dan ekonomi serta pengalaman perjuangan langsung Bung Karno dan perjuangan rakyat Indonesia, melawan kolonialisme Belanda. Secara singkat padat Bung Karno merumuskan bahwa negara dan masyarakat yang kita sedang bangun adalah suatu nasion Indonesia yang dibangun atas dasar prinsip Bhinneka Tungggal Ika, sering juga beliau merumuskannya secara sederhana sebagai suatu masyarakat GOTONG ROYONG, yang bersatu, adil dan makmur. Negara kesatuan Republik Indonesia mencantumkan falsafah dan prinsip-prinsip Pancasila dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Lahir dan beridirinya negara Republik Indnesia adalah didasarkan atas falsafah dan prinsip-prinsip kenegaraan seperti yang dirumuskan oleh Bung Karno dalam pemikiran politiknya yang klasik dan historis: LAHIRNYA PANCASILA. * * * Menarik perhatian adalah pandangan seorang cendekiawan dan penyair berbangsa Kanada, Prof. Dr Peter Dale Scott, mantan profesor di The University of California, Berkely, mengenai Pancasila dan Bung Karno. Dengan judul: *SOEKARNO Dan PANCASILA Masih Tetap Memimpin Indonesia Masa kini.* Tulisan tsb khusus dibuat Peter Dale Scott dalam rangka merayakan PERINGATAN SEABAD BUNG KARNO 06 Juni 1901- 2001 , sebagai artikel pertama pada buku 100 TAHUN BUNG KARNO, yang diterbitkan oleh Penerbit Hasta Mitra di bawah pimpinan editor Joesoef Isak. Buku tsb merupakan sebuah LIBER AMICORUM (Jakarta, Juni 2001). Peter Dale Scott dikenal di Indonesia dengan hasil kajiannya tentang konspirasi CIA bersama klik militer Suharto dalam penggulingan Presiden Sukarno sesudah terjadinya G30S. Mengantar tulisannya mengenai Pancasila Bung Karno, Peter Dale Cott menulis kepada Joesoef Isak: . . . . I must say it was inspiring to read Soekarno's speech, which carries a very rich intelectual content. Scott menambahkan bahwa Pancasila tetap valid bukan saja buat Indonesia, tetapi juga bagi Dunia Josoef Isak, Editor Hasta Mitra. Dalam situasi politik Indonesia yang politis dan ideologis masih sngat labil, teristimewa menyangkut arah perkembangan nasion dan negara RI selanjutnya, sungguh perlu sekali mengkaji kembali ajaran Bung Karno mengenai falsafah Pancasila. Lebih-lebih lagi formalnya Pancasila tetap merupakan dasar falsafah negara Republik Indonesia. Dan hal itu resmi dan formal pula dicantumkan di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Oleh karena itu dirasa perlu menyiarkan kembali in-extenso tulisan Prof. Peter Dale Scott, mengenai SOEKARNO DAN PANCASILA. * * * Sebagai tambahan bahan pengenalan dengan Peter Dale Scott, baik juga dibaca kembali tulisan (mungkin yang pertama) Peter D. Scott tentang Indonesia. Dalam majalah berkala Pacific Affairs,58, Musim Panas 1985, halaman 239-264) terdapat analisisnya berjudul: The United States and the Overthrow of Sukarno, 1965-1967. Amerika Serikat dan Penggulingan Sukarno, 1965-1967. Intisari dari analisis Scott, ialah seperti ditulisanya sendiri: *This article argues instead that, by inducing, or at a minimum helping to induce, the Gestapu coup, the right in the Indonesian Army eliminated its rivals at the army's center, thus paving the way to a long-planned elimination of the civilian left, and eventually to the establishment of a military dictatorship.*^*2* * Gestapu, in other words, was only the first phase of a three-phase right-wing coup -- one which had been both publicly encouraged and secretly assisted by U.S. spokesmen and officials.*^** ^Di Indonesiakan, menjadi kira-kira sbb ^*: Artikel ini memberikan argumentasi sebaliknya, yaitu, dengan menggiring, atau paling tidak mambantu menggiring, 'kup' Gestapu, kaum kanan di Tentara Indonesia, mengeliminasi saingannya di pusat tentara, dengan demikian melapangkan jalan untuk melaksanakan penghancuran kaum kiri sipil yang sudah lama direncanakan, dan akhirnya menegakkan kediktatoran militer. Dengan kata lain, Gestapu, hanyalah merupakan fase pertama dari tiga fase kup sayap kanan sesuatu yang didorong/disokong secara terbuka dan secara rahasia dibantu oleh jurubicara dan pejabat-pejabat AS.* ^Jelas, analisis Peter Dale Scott, bertolak belakang dengan versi Orba dan seluruh barisan pendukungnya sampai dewasa ini. Orba dan pendukungnya menyatakan bahwa G30S adalah kudeta PKI (yang
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - LAWAN BAHAYA SERIUS BAGI KEBEBASAN PERS
*Kolom IBRAHIM ISA* ** *Kemis, 18 Februari 2010* *LAWAN BAHAYA SERIUS BAGI KEBEBASAN PERS* Berita hari ini, seperti dapat dibaca di bawah, berjudul -- : AJI TOLAK RPM MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Ini adalah canang teramat serius yang dinyatakan AJI - Asosiasi Jurnalis Independen. Menurut berita tsb Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet SBY-II, punya rencana untuk memberlakukan SENSOR PERS. Bicara blak-blakan, pemerintah SBY-II, hendak kembali ke politik dan kultur PENGONTROLAN PERS menuruti model ORBA. Canang sebagai tanda bahaya, apalagi yang sekarang ini diajukan oleh AJI, adalah suatu canang bahaya nyata terhadap KEBEBASAN PERS di Indonesia. Ketua AJI, Aliansi Jurnalistik Independen, *Nezar Patria AJI, *menyatakan* *kepada BBC: Peraturan tsb berbahaya.Berbahayanya adalah lembaga itu kemudian berpotensi menjadi badan sensor baru . Oleh karena itu canang ini harus ditabuh sekuat-kautnya dan berulang-kali. Agar masyarakat kita menjadi sadar betul, bahwa bahaya terhadap KEBEBASAN BEREKSPRESI yang datang dari jurusan penguasa, adalah SERIUS dan NYATA. Bahwa bahwa praktek Orba memberangus berita bahkan media yang kritis dan berani, akan terulang lagi! * * * Tentu orang bertanya: Bagaimana sikap PWI, Persatuan Wartawan Indonesia? PWI, yang baru-baru ini mengadakan peringatan/ perayaan Hari Pers Nasional? Bagaimana sikap 18 wartawan Indonesia, pertama-tama wartawan senior Rosihan Anwar. Bukankah mereka-mereka itu oleh PWI dianugerahi penghargaan 'NUMBER ONE PRESS CARD'? Bagaimana sikap mereka-mereka itu terhadap percobaan pemerintah untuk memberangus kebebasan pers? SEGI LAIN dari jalannya perkembangan: Kita menyaksikan bahwa meski gerakan Reformasi 'jalan di tempat', serta adanya usaha keras kekuatan Orba untuk kembali mengontrol media dan pers, -- Namun, kekuatan positif, reaktif dan kritis masyarakat pro-Demokrasi dan pro-Reformasi, masih EKSIS. Terus bertahan dan melangkah mengadakan perlawanan. Pasti perkembangan ini akan meluas melalui proses perjuangan demi kebebasan berekspresi. * * * Kita saksikan: -- Melalui Ketua Fraksinya di DPR, *Tjahyo Kumolo*, PDI-P menyatakan protes keras terhadap rencana pemberangusan pers oleh pemerintah SBY-II kongkritnya Rancangan Peraturan Menteri (RPM) mengenai konten multimedia. Kumolo mendesak agar rencana itu segera dibatalkan. Karena, katanya, dapat membahayakan kebebasan pers. Banyak pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Selain itu, kata, Kumolo, banyak pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Penyelenggara internet d i l a r a n g untuk mendistribusikan konten yang dianggap ilegal. Seperti tercermin dalam Pasal 7 sampai Pasal 13 yang mewajibkan penyelenggara internet memblokade dan menjaring semua konten yang dianggap ilegal. Menurut berita, sejumlah media menolak Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Konten Multimedia di Indonesia. Rancangan setebal 6 bab dan 32 pasal itu dianggap akan membatasi kebebasan pers dan ekspresi umum, serta mengarah pada pembredelan terhadap media internet sebagaimana praktek Departemen Penerangan dibawah rezim Orde Baru. Dewan Pers dalam rapat hari Selasa menyatakan rancangan peraturan tentang konten multimedia ini bertentangan dengan UUD 1945, UU Pers, dan UU Penyiaran. .(BBC hari ini). * * * Mengapa kita katakan adanya bahaya terhadap KEBEBASAN BEREKSPRESI? Kebijakan Menteri Komunkasi dan Informatika Kabinet SBY-II tsb tidak berdiri sendiri. Masih segar dalam ingatan kita, belum lama Kejaksaan Agung RI telah mengeluarkan larangan beredar terhadap lima buku. Antaranya yang terpenting ialah larangan beredar terhadap buku sejarawan/peneliti Dr John Roosa, berjudul: A Pretext for Mass Murder - The September 30th Movement Suharto's Coup d'État In Indomesia DALIH UNTUK PEMBUNUHAN MASAL -- Gerakan 30 September Dan KUDETA SUHARTO DI INDONESIA. Difokuskan perhatian pada pelarangan buku Johm Roosa, karena buku John Roosa tsb merupakan suatu usaha serius mutakhir dalam rangka 'pelurusan sejarah', yang sudah begitu diputarbalikkan dan direkayasa oleh Orba dan pendukungnya sampai dewasa ini. Bukankah ironis sekali keadaan berikut ini? : Pada kesempatan peringatan Hari Pers Nasional y.l di Palembang, Ketua PWI (periode 2008 -- 2013), Margiono Direktur Jawa Pos seperti dicibirkan oleh banyak komentar, dengan 'khidmatnya' MENCIUM TANGAN PRESIDEN SBY. Sungguh sial! Tak peduli tangannya dicium Ketua PWI Margiono, SBY akan jalan terus dengan rencananya untuk memberangus pers. Jangan ragu lagi: Pemerintah tetap berniat jahat untuk membatasi dan mengontrol Media dan Pers. Maka itu rencana pemerintah untuk MENYENSOR PERS HARUS DILAWAN dan DIGAGALKAN! * * * [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA -- Berbagi Cerita - SELAMAT TAHUN BARU IMLEK - Untuk Yang Keturunan Tionghoa Dan Untuk Kita Semua
*IBRAHIM ISA -- Berbagi Cerita Sabtu, 13 Februari 2010* *--** **SELAMAT TAHUN BARU IMLEK * *Untuk Yang Keturunan Tionghoa Dan Untuk Kita Semua* Beberapa hari y.l bersama Murti, kami mampir berbelanja di Toko Super. Sebuah toko Tionghoa-Suriname di Winkelcentrum Amsterdamse Poort. Kutanyakan pada kasir muda yang bertugas di situ: Hoi, kataku, -- numpang tanya, ya. Kapan persisnya hari raya Imlek? Segera dijawab: Tanggal 14 Februari ini. Jadi berarti besok. Percakapan tsb dilakukan dalam bahasa Belanda. Para pemilik toko Tionghoa di Belanda, yang umumnya adalah migran dari Suriname, generasi mudanya fasih berbahasa Belanda. Kewarganegaraan mereka umumnya juga sudah Belanda. Putri Sulung kami, -- Tiwi, mengingatkan bahwa orang-orang Tionghoa mulai merayakan Imlek pada malam tanggal 13 Februari. Ini dikatakan Tiwi, karena sebelumnya kukatakan pada Murti, -- Bagaimana kalau kita pada tanggal 14 Februari nanti menikmati JIAO ZI, yang lezat itu. Tapi bikin sendiri, kataku. Putri kami Si Bungsu pandai bikin Jiao Zi. Nostalgi ya, kata Murti menyetujuinya. Kalau mau ikut merayakannya biasanya dimulai pada tanggal 13 Februari, tegas Tiwi. Sebetulnya yang dimaksudkan Tiwi bukan hanya orang-orang Tinghoa saja yang merayakan Imlek. Di Indonesia masyarakat yang luas ikut merayakan Imlek. Belum ada yang menghitung berapa besar jumlahnya. Apalagi ramé-ramé Cap Go Meh, dua minggu kemudian. Lebih meriah lagi masyarakat ambil bagian dalam perayaan tsb. Di Indonesia, tanah air tercinta, Imlek secara tradisionil dulunya memang dirayakan oleh orang-orang Tionghoa pendatang. Tetapi juga oleh orang-orang Tionghoa yang turun-temurun bermukim di Indonesia. Bahkan banyak sekali yang sudah menjadi warganegara Indonesia, telah menjadikan Indonesia sebagai tanah tumpah darahnya sendiri. Lihat saja sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa kita melawan kolonialisme Belanda. Tidak sedikit pejuang-pejuangnya adalah yang keturunan Tionghoa. Siapa yang tidak kenal pejuang-pejuang anti kolonialisme Belanda, seperti Siauw Giok Tjhan (Baperki), Tan Ling Djie (PKI), Mr Tan Po Goan (PSI), John Lie (ALRI), Ir Tjoa Sek In, Oei Tjoe That (Partindo), Yap Thiam Hien Advocat Perjuang HAM , Go Gien Tjwan (Baperki) dan banyak lainnya lagi. Kemudian aktivis dan penulis Benny G. Setiono. Mereka-mereka itu adalah orang-orang Indonesia etnis Tionghoa, sekaligus adalah patriot pejuang kemerdekaan yang tangguh. 'Mereka' adalah sebagian dari BHINNEKA TUNGGAL IKA. * * * Pagi ini aku menilpun beberapa sahabat akrab untuk menanyakan a.l bagaimana menulis JIAO Zi dalam ejaan Pingyin. Menjawab pertanyaanku, sahabat kami itu membenarkan bahwa orang-orang yang merayakan Imlek memulainya pada tanggal 13 Februari malam. Pada pasang mercon segala! Ketika aku bekerja di Beijing, dan kami sekeluarga berdomisili di Tiongkok (1966-1987), setiap Hari Raya Imlek, ramai-ramai sekeluarga, sering juga bersama teman-teman lainnya, menikmati makanan khas Tionghoa pada hari raya Imlek, yaitu JIA ZI. Dalam bahasa Inggris disebut dumpling'. Rasanya lezat sekali. Kami betul-betul menikmatinya. Juga kutanyakan kepada sahabat-sahabat dekat itu, bagaimana Hari IMLEK dirayakan pada periode Presiden Sukarno dulu. Memang seingatku, masayarakat Indonesia dengan leluasa dan gembira merayakan Imlek di Indonesia. Perayaan yang damai dan bahagia ini dirusak, diobrak-abrik oleh politik rasialis anti-Tionghoa dan anti-Tiongkok rezim Orba Jendral Suharto. Dari catatan sejarah selama tiga puluh tahun lebih, bisa dikemukakan sbb: Selama 1965 -1998 perayaan tahun baru Imlek dilarang. Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, yang ditandangani oleh Jendral Suharto melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek. Sebelumnya Suharto meregisir kampanye anti-etnik-Tiomghoa yang disenapaskan dengan kampnye penumpasan G30S dan terhadap orang-orang Kiri. Khususnya PKI. Dalam kampanya itu tak terhitung warga Indonesia keturunan Tionghoa yang jatuh korban. Ribuan orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa terpaksa bereksodus ke Tiongkok. Aksara dan bahasa Tionghoa dilarang. Toko dan jalan-jalan yang menggunakan nama Tiongoa harus ganti nama Indonesia. Sekolah-sekolah dan penerbitanTionghoa ditutup. Bahkan nama (orang) yang Tionghoa disuruh ganti dengan nama Indonesia. Di sepanjang sejarah Indonesia, dalam rangka kita membangun satu nasion yang terdiri dari banyak etnik, tidak pernah ada politik rasis dan rasialis sebiadab pada zaman Orba ini. Maka tidak habis heran kita dibuatnya, Bisa-bisanya ada yang mengusulkan mantan Presiden Suharto , yang bertanggungjawab atas politik rasis dan rasialis anti-Tionghoa dan anti-Tiongkok, dinobatkan jadi PAHLAWAN NASIONAL. Sungguh keterlaluan! Sungguh di luar batas kesopanan elememter!! Lagipula siapa tidak kenal Jendral Suharto sebagai kleptokraat, koruptor dan nepotis terbesar di Indonesia. * * * Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - Apresiasi Pro A. Kohar Ibrahim, “In Memoriam HR Bandaharo”
*IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran* *Kemis, 04 Februari 2010* - *WARISAN BAGI PENULIS GENERASI MUDA* *Apresiasi Pro A. Kohar Ibrahim, “In Memoriam HR Bandaharo” * Pagi ini kubaca sebuah tulisan sahabatku A. Kohar Ibrahim: berjudul “*HR Bandaharo – Berpihak Hingga Berpulang”. *Ditulis dengan langgam santai, sederhana, berisi dan bermutu. Tulisan semacam ini, Bung Kohar, – – – kukira, membawa fikiran kita ke masa-masa lalu penuh semangat perjuangan, elan revolusioner dan optimisme. Cerita Bung itu, mulus dan mencenkam, karena Bung sendiri hadir pada masa itu. Sepertinya cerita kenangan itu biasa-biasa saja. Tetapi, esai yang begini ini, tanpa bumbu dan tambahan, yang apa adanya, penting dibaca oleh generasi muda. Agar para budayawan muda kita bisa sedikit menoleh ke catatan-dokumenter 'suka-dukanya' kehidupan dan perjuangan para jurnalis dan sastrawan LEKRA. Juga untuk sedikit berkenalan dengan tokoh sastrawan Lekra, HR Bandaharo. Kebetulan aku juga kenal Bung Banda. Kecuali sesekali bertemu di Jakarta, pada tahun 1962 kami bersama Bung Jubaar Ayub, menghadiri Konferensi Sastrawan Asia-Afrika di Cairo, Mesir. Kemudian kumpul lagi di Medan pada Konferensi Lembaga Sastra Indonesia. Terakhir bertemu di Bali, ketika sama-sama menghadiri Sidang Biro Pengarang Asia-Afrika. Meskipun tidak lama kami cakap-cakap, dari sinar matanya dan pembawaannya, entah mengapa, Bung Banda se l a l u memancarkan cahaya penuh elan revolusioner dan optimisme. Satu lagi: Ia suka guyon!! Namun, yang teramat penting ialah LEGASI yang ditinggalkan oleh penyair Lekra HR Bandaharo --- Suatu warisan yang sekali-kali jangan dilupakan: KEBERPIHAKANNYA PADA RAKYAT. Cocok sekali kutipan dalam tulisan Bung tentang HR Bandaharo. Penyair yang terkenal dengan baris sajaknya: “*tak seorang berniat pulang * *walau mati menanti”* * * * 'Harian Batam Pos' belum kukenal betul. Bahwa pada tanggal 12 Mei 2003, s.k tsb memuat tulisan Bung Kohar tentang HR Bandaharo, mengundang penghargaan orang pada 'keberanian-nya'. Karena, kukira redaksinya bukan tidak kenal pada Bung Kohar sebagai penulis Lekra. Juga pada waktu itu pers Indonesia masih 'tabu' terhadap LEKRA. Hal ihwal mengalami perkembangan meskipun tak disukai oleh sementara pandangan konservatif dan 'tabu' terhadap kenyataan masa lampau. Disini kita menyaksikan sikap mancari kebenaran dan kritis pengarang muda seperti Asep Samboja. Mengomentari sikap pengarang Lekra a.l. HR Bandaharo dan A. Wispi mendukung pernyataan Presiden Sukarno (Januari 1965) INDONESIA KELUAR Dari PBB, Asep Sambodja menulis (11 September 2009) mengenai HR Banharo a.l. sbb: “/Dalam hal ini saya setuju dengan pendapat Goenawan Mohamad yang mengatakan bahwa karya-karya sastrawan Lekra seperti Agam Wispi, H.R. Bandaharo, dan Amarzan Ismail Hamid gemanya masih hidup sampai sekarang (lihat pengantar GM dalam buku ///Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis/// (2006) karya Eka Kurniawan). Kalau kita lihat apa yang sekarang terjadi di Afghanistan, Irak, Iran, Korea Utara, nyaris ada campur tangan Amerika. Begitu juga ketika Resolusi PBB tidak bergigi ketika Israel menginvasi Palestina, pastilah di balik itu ada campur tangan Amerika. / * * * Kiranya Bung tak berkeberatan, kukomentari tulisan Bung, dan siarkan kembali untuk dibaca lebih banyak orang, khususnya kaum muda kita. * * * Harian Batam Pos 12 Mei 2003 Cybersastra.Net 18.1.2004 Facebook : 3.1.2010 *HR Bandaharo Berpihak Hingga Berpulang **CdB (16) A. Kohar Ibrahim * MUNGKIN terlalu subyektif jika saya kemukakan bahwasanya satu-satunya penyair beberapa zaman yang sejak semula secara gamblang menyatakan keberpihakan sampai dia berpulang ke alam baqa tak lain tak bukan adalah HR Bandaharo. Penyair yang terkenal dengan baris sajaknya: tak seorang berniat pulang / walau mati menanti. Yang bisa ditafsirkan kini sebagai kekonsistenannya sebagai penyair atau penulis engage. Yang berpihak. Kongkretnya, bagi Bandaharo sekali berpihak sejak mula teruslah berpihak pada rakyat, pada lagu perjuangan kehidupan manusia, sampai hembusan nafasnya yang terakhir. Karena namanya telah masuk daftar hitam yang dibuat penguasa militer sudah sejak awal mula berdirinya Orde Baru. Karena diberangus dan dipenjara serta dibuang ke Pulau Buru untuk kemudian terus mengalami penindasan selaku eks-tapol hingga mati merana di Ibukota Jakarta. Karena upaya penggelapan sekaligus pembodohan sang penguasa zalim itu terhadap masyarakat, termasuk generasi mudanya, maka tentulah bangsa dan rakyat Indonesia tidak banyak lagi yang mengenal seorang penyair bernama HR Bandaharo. Padahal pada masanya, terutama sekali di kalangan Lekra, HR Bandaharo adalah salah seorang penyair terkemuka. Salah seorang Angkatan Pujangga Baru. Dengan salah satu gubahan puisinya yang terkenal dan yang secara jelas menandakan keberpihakannya. Puisi yang diterbitkan tahun 1939 itu berjudul
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Menanggapi Dek larasi “Nasional Demokrat”
*Kolom IBRAHIM ISA* *Selasa, 02 Februari 2010* *-*--- *NASIONAL(IS) DAN DEMOKRAT* *Menanggapi Deklarasi Nasional Demokrat* Pagi ini, setengah 'surprise' terbaca berita 'hangat': Surya Paloh, salah seorang elite petinggi Golkar, tampil mendeklarasikan suatu organisasi kemasyarakatan (baru). Namanya NASIONAL DEMOKRAT. Maksudnya kira-kira berpendirian NASIONALIS dan DEMOKRATIS. Tempat yang dipilih untuk deklarasi juga tidak sebarangan. Yaitu Stadion Utama GELORA BUNG KARNO. Dalam rangka de-Sukarnoisasi, Orba mengubah nama itu menjadi *Stadion Utama Senayan*. Sejak Presiden Suharto disingkirkan oleh gerakan Reformasi, nama Bung Karno direhabilitasi di situ, dan nama beliau menghiasi lagi Stadion terbesar di Indonesia itu Surat Keputusan Presiden No. 7/2001. Perlu ditunjukkan nama tempat deklarasi organisasi Nasional Demokrat, karena pada tempat dilakukannya deklarasi itu, terkait nama Bung Karno. Dengan demikian, barangkali itu maksudnya, agar nyambung nama tempat deklarasi Stadion Utama Gelora Bung Karno, dengan nama organisasi yang dideklarasikan: Nasional Demokrat. Siapa tidak tahu, bahwa Bung Karno adalah pemimpin nasional utama yang memproklamasikan berdirinya negara kesatuan REPUBLIK INDONESIA. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htm Bersamaan dengan itu Sukarno juga seorang Demokrat. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htm Menjadi tambah penting makna deklarasi, kiranya disebabkan oleh nama-nama tokoh yang ambil bagian dalam prakarsa mendirikan organisasi NASIONAL DEMOKRAT. Mereka itu adalah *Surya Paloh, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Ahmad Syafi-i Maarif, Siswono Yudo Husodo, Syamsul Mu'arif, Khofifah, Soleh Solahudin, Thomas Suyanto, Didik J Rachbini, Anis Baswedan, Rizal Sukma, Jeffrie Geovani, Enggartiasto Lukita, Budiman Sujatmiko, Eep Saefulloh, Franky Sahilatua, dan lainnya.* http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htm Dalam daftar penggagas organisasi kemasyarkatan Nasional Demokrat itu bisa dilihat nama tokoh Reformasi Sultan Hamengkubuwono X; mantan pemimpin Muhammadiah, intelektual prominen Ahmad Syafii Maarif; --- tokoh muda PDI-P Budiman Sudjatmiko, dan pengamat politik dari generasi muda, Eep Safulloh, dll. Sedangkan yang hadir pada pendeklarasian Nasional Demokrat adalah tokoh-tokoh seperti Ketum PDI-P Megawati Sukarnoputri, mantan Wapres Jusuf Kalla dan Ketum DPP Partai Hanura, Wiranto. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htm Setelah berdialog, yang merupakan bagian dari acara hari itu, Megawati berkomentar, bahwa didirikannya organisasi kemasyarakatan ' http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/18/metro/tida17.htmNasional Demokrat', adalah wajar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gagasan Nasional Demokrat, seperti *memantapkan Pancasila, NKRI, dan UUD 1945, *kata Mega, adalah sejalan dengan konstitusi PDI-P. Pernyataan Megawati tsb sedikit banyak memberikan gambaran arah yang akan ditempuh dan tujuan didirikannya Nasional Demokrat. Paloh menambahkan bahwa belum terfikir untuk mendirikan parpol (baru). * * * Menoleh sedikit saja ke catatan sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, kita saksikan bahwa: Suatu gerakan yang awalnya ditandai oleh tujuan melawan ketidak-adilan, memperjuangkan sama hak, --- dalam perkembangannya bermuara pada gerakan untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air. Menjadikannya suatu gerakan yang jelas anti kolonialisme dan anti-imperialisme. Dalam gerakan dan perjuangan yang bersifat nasional itu, terdapat di dalamnya golongan yang memnperjuangkan prinsip-prinsip Islam, seperti SI kemudian NU, Muhammadiyah, PSII, belakangan juga Masyumi. Ada juga yang berfaham Marxis seperti PKI dan Partai Sosialis Indonesia. Dari segi utamanya, gerakan kemerdekaan dalam sejarah kita yang dimulai dari gerakan sosial, religi ataupun budaya, berkembang menjadi suatu gerakan nasional. Yang berpegang pada faham kebangsaan. Ini jelas sekali dimanifestasiskan oleh ikrar SUMPAH PEMUDA , 28 Oktober 1928. Dideklarasikan dalam Kongres Pemuda II, sbb: Sumpah Pemuda versi orisinal: *Pertama, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea, Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga , Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.* (Sumber Wikipedia) Bahkan PKI, Partai Komunis Indonesia, yang adalah sebuah gerakan Marxis yang juga berfaham internasionalis, adalah gerakan politik yang pertama-tama memperjuangkan kepentingan bangsa sendiri. Ini bisa dilihat dari kegiatannya yang bersifat nasional dan menonjol, yaitu mencetuskan pemberontakan nasional pertama melawan kolonialisme pemerintah Belanda. Tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia lepas dari kolonialisme Belanda. * * * Salah seorang tokoh PKI, --- TAN MALAKA, dikatakan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita “PATAH TUMBUH HILANG BERGANTI
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita * *Rabu, 28 Januari 2010* *---* *PATAH TUMBUH HILANG BERGANTI* *GUGUR SATU TUMBUH SERIBU* *Mengantar A.S. Munandar ke Peristirahatan Terakhir* Kemarin itu, hari Selasa 26 Januari 2010, jam 12.30, dinginnya bukan main! Sepertinya di Belanda, sudah mencapai suhu terrendah selama musim dingin kali ini. Delapan derajat Celsius di bawah nol. Namun, lebih 200 hadirin memenuhi ruang-duka Goetzee Dela Rouwcentrum, di Boezemsingel 35, Rotterdam. Beberapa orang adalah dari keluarga A.S. Munandar (termasuk dua orang putranya yang datang dari Indonesia) - Endro dan Widyo. Kebanyakan adalah orang-orang Indonesia. Berpakaian tebal dan songkok musim dingin. Beberapa orang Belanda datang juga, antara lain sahabat lama A.S. Munandar, wartawan senior Joop Morrien. Juga Ketua Wertheim Stichting, dr Coen Hotzappel. Lalu sahabat-sahabat dari Filipina. Demikian juga dari kalangan komunitas Tionghoa-Belanda seperti dr Go Gien Tjwan, Ong HuiYang dan Dr Paul Thung dan istri, dll. Selebihnya adalah kenalan-kenalan lama AS Munandar dari Amsterdam, Den Haag, Leidsendam, Purmerend, Zaandam, Utrecht, Zeist, Rosendaal, Rotterdam, Dortmund, Keulen, Hülhorst, Paris dan Stockholm. Mungkin juga (maaf) ada yang ketinggalan dicatat di sini. Pertemuan yang mengensankan kemarin itu, dibuka dengan hikmat oleh pimpinan Perhimpunan Persaudaraan Taufik. Diikuti oleh penghentingan cipta mengenangkan A.S. Munandar tercinta. * * * Pagi ini Kutanyakan kesan Andreas Sungkono dari pimpinan Perhimpunan Persaudaraan Indonesia, yang sejak semula bersama kawan-kawannya dari Perhimpunan Persaudraan sibuk mengatur-atur pertemuan hari itu: Bagaimana kesannya mengenai perpisahan dengan Bung Cipto kemarin. Yaah, jawabnya, kita semua terutama berduka-cita! Tetapi bersamaan dengan itu juga terharu, lega dan gembira menyaksikan begitu banyak yang datang pada upacara perpisahan dengan Bung Cipto. Kiranya fihak Rouwcentrum Goetzee Dela, juga terhera-heran. Begitu banyak hadirin yang datang pada hari pemkakaman A.S. Munandar. Jarang sekali begitu banyak hadiri pada suatu upacara pemakaman. Kusajikan di sini sajak yang dirangkum Andreas Sungkono dalam kata perpisahannya kepada A.S. Munandar, sbb: /Selamat Jalan/ /Ketika cuaca dingin membeku/ /Dan cakrawala Nusantara / /Masih kotor dengan debu/ /Kau pergi tinggalkan kami/ /Walau itu bukan maumu sendiri/ /Kau telah berlawan, bertahan / /Lebih dari dua pekan/ /Tapi kodrat telah sampai ke batas janji/ /Tak bisa ditunda lagi/ /Kau tinggalkan semua yang kau punya/ /Pemikiran dan keyakinan/ /Juga api yang kau jaga menyala/ /Serahkan pada generasi muda / /Pelanjut angkatan/ /Meneruskan perjalanan/ /Menuju harapan ./ /Selamat jalan Bung Cipto!/ Beristirahatlah dengan tenang di alam damai dan abadi! * * * Sarmaji dari Perhimpunan Dokumentasi Indonesia Amsterdam, berkesan a.l. sbb: Sangat mengharukan kata perpisahan dari dr Paul Thung, sahabat A.S.Munandar sejak muda ketika bersekolah di HBS dan kemudian sama-sama bekerja di laboratorium geologi di Bogor pada zaman pendudukan Jepang, sampai bertemu kembali di Belanda sesudah berpidah duapuluh tahun lebih. Apa kesan Dr Paul Thung: Ashar tidak berubah. Ia adalah orang yang jujur dan berprinsip yang berjuang untuk keyakinannya sampai akhir umurnya. Betapapun kesulitan yang dihadapinya, tanah air dan bangsa, IA TETAP OPTIMIS. Aku terharu mendengar kata-kata yang diucapkan oleh putera Bung Cip, Widyo yang ditinggalkan bapaknya ketika berumur 1 tahun (1965). Kemudian baru bertemu lagi pada tahun 1988 ketika ia berkunjung ke Belanda untuk pertama kalinya jumpa dengan bapaknya. Kata Sarmaji. Kutambahkan bahwa juga amat mengharukan betapa cucu AS Munandar, Satria, mengutarakan hubungan dekatnya dengan Opanya, Opa Munandar. * * * Yang a.l. hendak difokuskan di sini ialah kata-kata perpisahan yang diutarakan oleh sahabat lama AS Munandar, Umar Said. Umar Said, adalah mantan Pemimpin Redaksi s.k.Ekonomi Nasional dan Bendahara Persatuan Wartawan Asia-Afrika (Jakarta). Umar Said mengangkat satu kalimat yang ditulis oleh A.S.Munandar dalam bukunya, bab: KILASAN KENANGAN MASA LALU. Kalimat-kalimat itu adalah: Ribuan kawan dan sahabat dekat yang kukenal sudah tidak ada, mereka telah memberikan pengorbanan luarbiasa, mengenang mereka membuat hatiku amat sedih. Tetapi seperti peribahasa kita: /Patah Tumbuh Hilang Berganti! /Tetap kupelihara rasa optimis, karena percaya pada bangsa dan rakyatku, terutama pada generasi mudanya, yang kelak pasti akan berhasil mewudjudkan cita-citanya untuk masyarakat yang adil. Kemudian Umar Said menghubungkan keyakinan A.S. Munandar tsb dengan perkembangan belakangan ini di tanahair. Muncul dan berkembangnya kebangkitan baru kesedaran akan keadilan terutama di kalangan generasi muda, di tengah-tengah membeludaknya kritik-kritik dan protes terhadap skandal-skandal di lembaga
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S – SELECTED NEWS AND VIE WS
IBRAHIM ISA'S SELECTED NEWS AND VIEWS Monday, 25 January 2010 - *One Foreigner's Appreciation of Gus Dur * *Why Indonesia's book bans should not be shrugged off -* http://www.asiasentinel.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=2218I http://www.asiasentinel.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=2218I temid=175 *One Foreigner's Appreciation of Gus Dur *Written by Philip Bowring Sunday, 03 January 2010 ImageNot just Indonesia but the Islamic world lost an irreplaceable figure Symbolism matters. By most measures Abdurrahman Wahid - known universally as Gus Dur - was a disaster as Indonesia's president. Even Megawati's years of doing nothing appear an achievement in comparison with Gus Dur's chaotic 21 months in power as Indonesia's fourth leader. Yet is it possible to argue that the almost blind head of the Nahdlatul Ulama, who died on Dec. 30, contributed not just more than anyone to Indonesia's nearly peaceful transition from the Suharto era, of which he was a part, to plural democracy. Even more important, he embodied a tradition of tolerance which is as essential as a common language to the survival of Indonesia, a nation which is not merely multi-religious but harbours a wide variety of interpretations of the religion of the majority. His most obvious contribution as president to inclusiveness and tolerance was his ending of overt discrimination against Chinese people and language. But that was only one aspect of a career built on a profound belief in the importance of common values transcending religious divisions. Despite an unprepossessing physique, he was an effective leader because he combined several elements. He inherited leadership of the NU from his father and grandfather, and hence the quasi-feudal authority that went with the grass roots Muslim organisation. But he added to that true intellectual weight, a profound knowledge not only of Islam but of other religions and philosophies combined with an ability, learned through his years in journalism, to express himself simply and directly. And to those he added an earthiness to which people at large, be they peasants from east Java or politicians in Jakarta could easily relate. The Gus Dur who loved retailing gossip about the sex lives of the first family was the same Gus Dur who was treated with reverence both by his fellow kiai - the religious leaders of Indonesian Muslims - and by attendees at international gatherings. His failings were obvious too and rather typical of one born to high office. To those were added physical decline in the wake of his stroke and what amounted to almost an addiction to politicking which left friends and allies exasperated. If he had been directly elected as president, things might have been different. But he proved temperamentally incapable of the managing the coalition of entrenched interests necessary when the presidency was the gift of the MPR, the country's fractured House of Representatives. His liberal views on separatist issues such as Aceh and Irian Jaya also contributed to his downfall - though in the case of Aceh they paved the way to post-tsunami peace. His failures do not undermine his importance as religious leader and politician in keeping religion and politics separate and ensuring that mainstream Islam in Indonesia remained tolerant and plural, where religion was a matter of private conscience and where the secular state kept out of religious affairs - and vice versa. He also reconciled Islamic teachings with pancasila, Indonesia's amorphous, five-sided state philosophy of belief in one god, humanitarianism, national unity, popular sovereignty and social justice. It was this belief in pluralism which enabled him to be a moderating influence in the latter Suharto years and play a central role in the democratic transition. That a nearly blind cleric who had already suffered strokes was elected president at all was a reflection of his symbolic role in a nation searching for a new basis for harmony. Many Muslim-majority countries (not least Malaysia) could learn much from the liberal intellectual traditions which Gus Dur embodied. Indeed, the physical infirmity of his later years largely prevented him from playing an international role, providing a coherent and good-humored counter to the exclusivism and extremism displayed by religious and political authorities in countries as diverse as Iran, Malaysia and Pakistan. The world, not just Indonesia, needs more Gus Durs. -- http://www.economist.com/images/blocks/black.gif *Banyan The books of slaughter and forgetting* Jan 21st 2010 *Why Indonesia's book bans should not be shrugged off* THE past, even in Indonesia, is a foreign country: they did things differently there. The downfall in 1998 of the 32-year Suharto New Order regime seemed to mark the
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - “APAKAH ORANG TIONGHOA SUDAH,,KEHILANGAN PERCAYADIRI?”
*IBRAHIM ISA Catatan Partikeliran* *Senin, 18 Januari 2010* *-* *Hari Minggu Bersama LU XUN* *APAKAH ORANG TIONGHOA SUDAH * *KEHILANGAN PERCAYADIRI?* Minggu kemarin, salju yang menutupi Holland dua pekan lebih, akhirnya tokh mulai mencair. Sebetulnya mulai Sabtu yl dimulai proses pelumeran. Tapi dari Jerman kuterima berita bahwa di situ mulai lagi turun salju lebat. Berita radio Belanda hari ini mengatakan bahwa Selasa besok akan turun lagi salju. Sungguh,musim dingin kali ini sulit diramal. Duduk santai membaca cerpen Lu Xun benar-benar mengasyikkan. Asyik mengagumi kamampuan dan ketajaman Lu Xun sebagai penulis cerpen. Menggugah pembacanya berfikir, sekali lagi berfikir. Cerpen-cerpen Lu Xun selalu berlatar belakang dan mengenai apa yang terjadi di masyarakat Tiongkok. Selalu bersumber dan berpijak pada kenyataan riil. Langsung ataupun tidak. Membacanya dewasa ini, fikiran pembaca dibawanya jauh ke masa lampau di Tiongkok . Ketika itu Tiongkok sudah tujuh tahun lamanya dikuasai rezim Kuomintang di bawah Jenderalisimo Chiang Kai Sek. Cerpen Lu Xun yang kubaca Mnggu kemarin berjudul: *Apakah Orang Tionghoa Sudah Kehilangan Percaya Diri?.* 25 September 1934 Karya tsb keluar 7 tahun setelah berlangsung 'Pembantaian Shanghai', 12 April 1927. Ketika Chiang Ka Sek memulai kampanye anti-Komunis, mengakhiri kerjasama, atau suatu front nasional KMT-PKT yang digalang oleh mantan pemimpin KMT, Dr Sun Yatsen. Lebih 300 Komunis dan simpatisannya dieksekusi. Lebih seribu ditangkap dan dipenjarakan. Limaribu lainnya hilang atau 'dihilangkan'. Namun, Partai Komunis Tiongkok tidak tinggal diam. Mereka berlawan. Dengan senjata ditangan. Partai Komunis Tiongkok memimpin Pemberontakan Panen Musim Rontok di propinsi Hunan, 7 Desember 1927. Dan melanccarkan pemberontkan Guangzhou, 19 Desember 1927. Sebelumnya berlangsung Pemberontakan (Tentara Nasional di) Nanchang, pada tanggal 1 Agustus 1927.. Hari 1 Agustus 1927 tsb kemudian diresmikan menjadi lahirnya Tentera Pembebasan Rakyat Tiongkok TPRT dari Republik Rakyat Tiongkok ( 1 Oktober 1949). Pada tanggal 1 Agustus 1927 itu sebagian dari Tentara Nasional Tiongkok, di bawah pimpinan Zhou Enlai, Ho Lung, Zhu Teh, Yeh Ting dan Liu Bo Cheng dll, melalui pemberontakan tsb mendirikan tentara sendiri di bawah pimpinan PKT.Tujannya adalah melakukan perlawanan bersenjata melawan teror militer KMT dan demi meneruskan revolusi Tiongkok yang dimulai oleh Dr Sun Yatsen, sampai selesai. Keunggulan militer KMT dan kesalahan taktis dan strategis Tentara Merah Tiongkok di bawah pimpinan PKT menyebabkan kekalahan daerah basis revolusioner Tiongkok di Jiangxi, dengan ibukota Ruijing. Mulai saat itulah, Oktober 1934, Tentara Merah Tiongkok memulai yang kemudian dikenal dunia dengan LONG MARCH. Jasanya wartawan Amerika, Edgar Snow, menulis buku otentik dan historis Red Star Over China, 1935., yang antara lain mengabarkan ke seluruh dunia tentang kekuatan Partai Komunis Tiongkok, Tentara Merah Tiongkok yang dipimpinnuya serta darah basis revolsioner di Shaanxi. Edgar Snow diselundupkan oleh organisasi rahasia PKT menyelinap ke daerah basis revolsuioner Tiongkok di Yenan, Shaanxi. Patut menjadi catatan sejarah yang tidak boleh dilupakan: Partai Komunis Tiongkok memimpin Tentara Merah Tiongkok, mencetuskan revolusi tani di sepanjang perjalanan panjang menuju Yenan. Mereka melakukan Long March bukan semata-mata untuk menghindarkan diri dari kampanye pemusnahan militer KMT. Mereka melakukan Long March menuju Tiongkok Barat Laut, dengan maksud di tempat baru itu membangun kekuatan besenjata rakyat. Dengan tujuan melakukan perang perlawanan terhadap agresi militer Jepang terhadap Tiongkok. Mereka menawarkan kepada KMT suatu kerjasama, suatu front menghadapi agresi Jepang, membela tanahair Tiongkok. Mendemonstrasikan kepada seluruh rakyat Tiongkok, bahwa kaum Komunis Tiongkok meletakkan kepentingan di atas kepenting lainnya. Akhirnya . KMT yang kepala batu anti- Komunis itu, terpaksa setuju dengan front bersama dengan PKT menghadapi agresi Jepang dan membela tanah air. Jendral Chiang Kaisek terpaksa setuju, sesudah ia diculik dan dipaksa oleh jenderal-jendralnya sendiri untuk menerima tawaran PKT dan aktif melawan agresi Jepang dan membela tanah air. Betapa bijaksana dan lapang dadanya serta benarnya politik front persatuan PKT. Walaupun mereka sudah babakbelur, hampir saja dimusnahkan oleh KMT. Begitu luar biasa penderitaan mereka, namun, tidak mengutamakan balas dendam, tetapi, berlapang dada menawarkan persatuan dengan KMT demi melawan Jepang. * * * LONG MARCH Tentara Merah Tiongkok dibahwa pimpinan PKT, merupakan sebuah epik dalam sejarah modern Tiongkok. Sebuah pengalaman sejarah. Peristiwa tsb merupakan manifestasi heroisme patriotik, keberanian dan pengorbanan dan kepahlawan kekuatan revolusioner Tiongkok. Long Mrach adalah sejarah
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Sarkaw i MANAP, Dan Karya-nya,,'KISAH PERJALAN AN'
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Sabtu, 09 Januari 2010* -- *Sarkawi MANAP, Dan Karya-nya* *'KISAH PERJALANAN' * Bertemu muka dengan Sarkawi Manap, bagiku selalu menyenangkan. Melihat wajahnya saja, suasana sudah diliputi oleh optimisme. Sederhana alasannya. Karena pembawaannya yang terbuka, ramah, tidak pelit dengan senjumnya yang menarik. Dan ia selalu gembira. Maka, aku ikut gembira bertemu dengan Sarkawi. Apalagi kali ini. Dalam kesempatan hadir pada Hari Peringatan Tahun Baru 2010, di Diemen, Belanda, yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pesaudaraan dan beberapa organisasi Indonesia lainnya, Sarkawi datang berkunjung ke Amsterdam bersama Salwiana, istrinya. Di situlah kami jumpa lagi. Yang terasa mendekatkan hubungan kami, ialah karena salah seorang putrinya, NILA UTAMA, persis sama namanya dengan nama Ibuku. Aku pernah bilang pada Sarkawi: Bung, nama putri Bung yang sulung itu, persis nama ibu saya. Sayang, tak pernah kutanyakan, ia dapat ilham dari mana, memberikan nama NILA UTAMA pada putri sulungnya. Pasti ini sesuatu yang kebetulan saja. Namun yang merupakan surprise bagiku, ialah bukunya yang baru terbit *'KISAH PERJALANAN'*. Senang sekali menerima buku itu dari tangan penulisnya sendiri. Isinya juga menarik dan punya arti sejarah. Merupakan kisah-kisah yang berjudul sbb: *Berorganisasi, Eks Tapol, Mawar yang Gugur Sebelum Mekar,* *Nasib Tidak Beruntung, Kehilangan, Tidak Bersih Lingkungan, Nostalgia, Pulau Kemarau, Saksi Hidup dan Selamat Jalan. * * * * Memang kami bersahabat kental. Bukan karena sama-sama 'orang Seberang', orang Sumatera. Bukan! Tetapi karena dia terus terang saja adalah kawan seperjuangan! Yang selama kukenal, sedikitpun tidak ada penyesalan, tidak ada keraguan tentang keadilan dan kebenaran tujuan cita-cita yang diperjuangkannya demi kebebasan, keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Kalau dr Ciptaning, anggota fraksi PDI-P di DPR, di kantor kerjanya terpampang gambar besar bukunya 'AKU BANGGA JADI ANAK PAKI', maka, Sarkawi Manap melalui kisahnya itu, dengan caranya sendiri hendak menyampaikan suatu pesan kepada pembaca, bahwa : AKU BANGGA JADI ANGGOTA PKI! Setelah PKI ditumpas punah oleh Jendral Suharto melalui penangkapan, pembunuhan, pemenjaraan dan pembuangan, jarang ditemukan orang Indonesia yang blak-blakkan mengatakan: Saya anggota PKI, dan di bawah pimpinan PKI saya berjuang demi keadilan dan kemakmuran serta pembebasan rakyat Indonesia. Saya berjuang dan mengabdi keada negara Republik Indonesia melalui tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan PKI kepada saya. Demikian Sarkawi Manap. Mengenal orangnya, membaca tulisan-tulisannya dalam perdebatan tajam dan terbuka di intenet -- versus seorang bekas anggota PKI yang nyeberang ke fihak Suharto, membaca bukunya 'KISAH PERJALANAN', aku berani menyatakan bahwa: Begitu itulah Sarkawi Manap. Anggota PKI. Ia tidak rela partainya, PKI, difitnah, dinista dan dibusukkan oleh Orba dan lawan-lawan politik PKI. Ia hendak menunjukkan bahwa ia dikirim oleh PKI ke luarnegeri untuk belajar, menambah ilmu dan ketrampilan. Semua itu demi mengabdi kepada tanah air dan bangsa, demi negara Republik Indonesia di bawah pimpinan Presiden Sukarno. Sarkawi Manap dengan dengan lugu dan berani menyatakan: Saya, anggota PKI, saya akan terus berjuang demi keadilan dan pembebasan rakyat Indonesia. Melihat sikap dan pendirian Sarkawi Manap seperti itu, aku bangga punya teman seperjuangan seperti dia.! * * * Buku karya S. Manap ini adalah buku yang kedua yang ditulisnya selama berada di luar negeri. Yang pertama berjudul 'DI PENGASINGAN'. 'KISAH PERJALANAN', keluar Maret, 2009. Penerbit: Ultimus Bandung. Samsir Mohammad, mantan anggota Konstituante dan MPRS, sempat menulis Kata Pengantar untuk buku Sarkawi. Benar sekali yang dikemukakan oleh Samsir Mohammad dalam kata pengantarnya: Buku Sarkawi Manap, 'KISAH PERJALANAN' menyajikan dan memperkenalkan kejadian-kejadian yang dialami dan dijalani secara lurus dan benar. 'Kisah Perjalanan' mengisahkan perjalanan yang amat panjang yang melintasi tiga benua, Amerika tepatnya Kuba, Eropa (Moskow, Praha) dan Asia (Tiongkok, Birma, dan Vietnam). Kesan Samsir selanjutnya: KISAH PERJALANAN dan cerpen-cerpen yang dinukilkan oleh Sarkawi menjelaskan kepada kita apa yang terjadi di awal paro kedua abad yang baru silam, secara lurus dan benar, baik tentang dirinya maupun mengenai komunitas-komunitas berbagai bangsa dimana dia berada. S. Manap (58^th ), sebelum berangkat ke luarnegeri pada bulan Januari 1965 ke Kuba untuk belajar, adalah mahasiswa Akademi Ilmu Sosial Aliarcham, Jakarta. Setelah terjadi peristiwa G30S, paspornya dicabut penguasa militer Jakarta. Seperti nasib ratusan warganegara Indonesia yang sedang di luar negeri ketika itu, paspornya telah dicabut oleh penguasa militer Jakarta tanpa porses hukum apapun, atas tuduhan dan fitnahan terlibat dengan G30S
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Menyon gsong “TAHUN BARU” Bersama LU XUN
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Kemis, 31 Desember 2009* *--* *Menyongsong TAHUN BARU Bersama LU XUN* * * * Menutup tahun 2009 menyongsong tahun 2010, aku fikir-fikir, apa sebaiknya yang cocok ditulis. Kebetulan ketika menoto kembali buku-buku di 'perpustakaan-ku', mataku tertarik lagi pada buku 'LU XUN, Selected Works', Volume Four. Cetakan ketiga Peking, 1980. Selama periode Revolusi Kebudayaan Tiongkok (1966-1975) buku Lu Xun tsb tak pernah dicetak ulang. Terbitan pertama edisi Inggris adalah pada th 1964, pas dua tahun s e b e l u m diluncurkannya Revolusi Kebudayaan. Tentang apa sebabnya, selama Revolusi Kebudayaan buku Lu Xun tsb tidak diterbitkan ulang, hal itu merupakan tema menarik tersendiri. Namun, tidak dimaksudkan untuk dibicarakan sekarang. Kali ini aku ingin mengajak teman-teman dan para sahabat membaca, menikmati dan meresapi cerpen-cerpen Lu Xun. Problimnya: Cerpen Lu Xun yang mana? Meskipun ia mati-muda, pada umur 55 th, namun, begitu banyak cerpen yang ditulis oleh Lu Xun. Ketika membaca kembali buku tsb diatas, kutemui dua cerpen Lu Xun yang kira-kira cocok untuk dihidangkan kepada pembaca, menjelang tahun baru: Satu, yang berjudul 'TAHUN BARU'. Meskipun cerpen Lu Xun itu mengenai Tahun Baru Tionghoa, namun suasanya seperti Tahun Baru dimana-mana. Kedua, yang berjudul 'NASIB'. Melalui konsultasi dengan Murti, kami simpulkan: Yang paling cocok untuk disiarkan kali ini, berkenaan dengan suasana menyongsong tahun baru 2010, ialah cerpen Lu Xun yang berjudul: 'TAHUN BARU'. * * * Kiranya cukup banyak di Indonesia yang masih ingat penulis besar Tiongkok Baru, Lu Xun (1881-1936). Penulis raksasa ini hidup dalam periode ketika Tiongkok memasuki zaman pancaroba dan pergolakan besar. Dari feodalisme klasik Tiongkok menuju ke zaman baru, zaman perubahan dan REVOLUSI. Zaman itu adalah ketika berlangsungnya Revolusi Nasiona Tiongkok di bawah pimpinan Dr Sun Yat-sen; zaman koalisi Kuomintang (KMT) dengan Partai Komunis Tionngkok (PKT); zaman ketika kemudian pecahnya koalisi tsb. Disusul dengan periode perang dalam negeri KMT vs PKT. Periode itu adalah ketika Partai Komunis Tiongkok melakukan perlawanan bersenjata dengan memobilisasi kaum tani, mengadakan revolusi tani, melawan kampanye teror pemerintah KMT; di saat ketika PKT membangun daerah basis revolisoner di Tjiangsi. Kemudian melakukan 'Long March' dan dibangunnya pemerintah Merah di Yenan, Tiongkok Utara. Ketika Tiongkoak dihadapkan pada tugas baru diperlukannya koalisi kembali dengan KMT untuk melawan agresi Jepang terhadap Tiongkok. Untuk menyegarkan kembali ingatan kita: Aku sependapat dengan penilaian penerbit di Beijing, bahwa Lu Xun, adalahBapak Kesusasteraan Tiongkok Kontemporer. Lu Xun bukan saja seorang penulis dan pemikir besar, tapi juga seorang revolusioner. Lu Xun menggunakan pena sebagai senjata dalam perjuangan luar biasa terhadap imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat di Tiongkok. Cerpen-cerpen dan esay Lu Xun merupakan kombinasi puisi dengan komentar politik. Punya arti politik mendalam dan menggunakan bahasa yang tajam. Tulisannya yang menggunakan style yang menarik mencerminkan syarat-syarat sosial Tiongkok ketika itu. * * * Hampir 10 tahun yang lalu pernah kupublikasikan salah satu cerpen Lu Xun, brjudul 'MENNANTIKAN SEORANG GENIUS?' Dalam cerpennya itu Lu Xun mengemukakan bahwa, adalah masuk akal orang-orang Tionghoa ketika itu menantikan munculnya seorang GENIUS yang akan menyelamatkan Tiongkok yang sedang krisis. Tapi, Lu Xun juga menegaskan satu pandangan tegas. Bahwa GENIUS itu tak akan lahiar begitu saja, dengan sendiriny. Genius itu hanya bisa lahir bila l a h a n di mana ia lahir dan tumbuh, tersedia. Disediakan oleh masyarakat itu sendiri. Seperti tanaman yang bagus dan kuat, tidak akan tumbuh bila tersedia lahannya yang sesuai! Suatu logika yang tajam dan mendalam! (Terfikir untuk mempublikasikan lagi cerpen Lu Xun tsb.) Baiklah, sekarang ini mari kita ikuti dan nikmati bersama cerpen Lu Xun berjudul: *TAHUN BARU* *Oleh: Lu Xun * * 5 Februari 1934* Tahun Baru Lunar di Shanghai kali ini lebih hidup terbanding tahun lalu. Berbagai julukan digunakan dalam media cetak dan pidato-pidato: Ada yang mengemukakannya dengan nada menghina, bahwa itu dari 'penanggalan usang' (*), sedang lainnya mengemukakannya sebagai 'kalender tua'. Tetapi perangai orang pada Tahun Baru ini sama saja: Mereka melakukan perhitungan, menyajikan korban untuk roh-roh dan kepada leluhur, membakar mercon, main mahyong, melakukan kunjungan Tahun Baru, dan menyampaikan harapan kebahagiaan dan kemakmuran satu sama lainnya. Meskipun surat-surat kabar yang terus menerus muncul meskipun hari itu adalah hari Tahun Baru menyatakan penyesalan mereka (**), itu semata-mata sentimen saja, dan samasekali bukan demikian kenyataannya. Sementara penulis heroik lainnya mengeluarkan seruan untuk berjuang
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Catatan Partikeliran - PRITA BEBAS,,BERKAT KUATNYA DUKUNGAN MASYARAKAT
*IBRAHIM ISA - Catatan Partikeliran * *Selasa, 29 Desember 2009* ** *PRITA BEBAS * *BERKAT KUATNYA DUKUNGAN MASYARAKAT* Hari ini terbetik berita CERAH menjelang akhir tahun 2009. Sebuah berita BBC (oleh Sri Lestari) : melaporkan bahwa PRITA DIVONIS BEBAS! Mungkin judul berikut ini lebih mencerminkan realita: PRITA MULYASARI BEBAS, BERKAT DUKUNGAN MASYARAKAT! Kasus Prita Mulyasari menunjukkan satu hal penting! Terutama, rasa keadilan dan sadar-hukum, di kalangan masyarakat kita, khususnya di kalangan wartawan muda, media, mengalami peningkatan penting. Dengan dukungan masyarakat dan media, terkumpul dana lebih dari Rp 800 juta untuk membantu Prita. Terkumpulnya dana sebesar itu, adalah berkat simpati dan solidaritas masyarakat terhadap Prita Mulyasari. Di satu fihak kita saksikan betapa Rumah Sakit Omni, yang memperlakukan pasien Prita secara sewenang-wenang, diksriminatif serta memberikan diagnosis yang salah. Di lain fihak munculnya keberanian dan kesigapan Prita Mulyasari, didorong oleh semangat melawan kewenang-wenangan, melakukan protes. Dengan cara menulis surat elektronik (e-mail) kepada teman-temannya. Yang kemudian gugatan tsb tersebar luas di kalangan masyrakat. Selanjutnya sikap arogansi mendorong RS Omni untuk membungkam dan menghukum Prita yang dianggapnya begitu 'berani' melakukan kritik terbuka. Kita saksikan pula betapa fihak kepolisian ikut membela elite (RS Omni). Prita ditahan polisi selama 21 hari. Lalu Pengadilan Negeri menunjukkan pula pengabdiannya terhadap elite dengan vonisnya menghukum denda Prita sejumlah Rp 204 juta. Yang harus dibayarnya kepada RS Omni. Puaslah RS Omni atas 'kemenangannya'! Tetapi kalangan elite tsb termasuk Polisi dan Pengadilan Negeri, samasekali buta terhadap perkembangan kesadaran akan keadilan di kalangan masyarakat. Mereka Juga mensepelekan keberanian dan semangat Prita yang terus berlawan. Kesewenanga-wenangan elite, keberfihakan Polisi dan Pengadilan pada elite, telah membangkitkan kemarahan masyarakat terhadap RS Omni, Polisi dan Pengadilan. Mulailah meluncur gelombang protes dan sekaligus tindakan solidair pengumpulan dana dikalangan masyarakat. Hasilnya sungguh membesarkan hati dan mendorong semangat membela keadilan. Dimulai dengan langkah RS Omni yang memcabut kembali 'gugatan-nya bahwa Prita melakukan pencemaran 'nama baik' mereka, akhirnya diikuti oleh keputusan Pengadilan Negeri Tanggerang yang memvonis bebas Prita Mulyasari. * * * Selain gejala nyata bahwa kesedaran membela keadilan, kesadaran hukum masyarakat nyata meningkat, -- kasus Prita ini juga menunjukkan bahwa mengahadapi perlawanan masyarakat yang tegas dan konsisten, akhirnya Pengadilan Negeri juga tak punya pilihan lain, kecuali mengambil langkah mundur. Apakah kasus PRITA MULYASARI ini merupakan pertanda bahwa, lembaga hukum Indonesia, dalam hal ini Pengadilan Negeri Tanggerang, sudah mulai berubah? Sudah ada sedikit kemajuan? Hal ini masih harus kita lihat lagi. Kenyataan dan perkembangan selanjutnyalah yang akan membuktikannya. Yang jelas, ialah, bahwa masyarakat telah memperoleh pelajaran penting: PERJUANGAN YANG ADIL AKHIRNYA MENCAPAI KEMENANGAN! * * * LAMPIRAN BERITA: Prita Mulyasari divonis bebas *Sri Lestari Wartawan BBC* Prita Mulyasari disambut para pendukung usai vonis bebas Pengadilan Negeri Tangerang membebaskan Prita Mulyasari dari tuduhan pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni International Alam Sutra Tangerang. Ketua Majelis Hakim Arthur Hangewa menyatakan terdakwa Prita Mulyasari tidak terbukti bersalah telah melakukan tindakan pidana sebagaimana dakwaan kesatu, kedua dan ketiga. Arthur Hangewa menyatakan, Kedua, membebaskan dari semua dakwaan tersebut. Ketiga memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya, katanya. Dikatakan juga, menetapkan barang bukti berupa satu eksemplar berita di Yahoo email dengan subjek penipuan Omni International Hospital Alam Sutera Tangerang tanggal 22 Agustus 2008. Satu eksemplar email from Prita Mulyasari sent Friday August 15, 2008 subjek Penipuan Omni International Hospital Alam Sutera Tangerang, tetap terlampir dalam berkas perkara, katanya. Jaksa penuntut menyatakan pikir-pikir dulu selama 14 hari. Tanggapan Prita Sementara itu seusai sidang, Prita langsung bersalaman dengan anggota Majelis Hakim. Pendukung Prita .Para pendukung Prita Mulyasari hadir di pengadilan Prita menyatakan, Alhamdulillah, nggak tahu mau ngomong apa. Ini Kuasa Tuhan. Subhanallah, hati nurani Majelis Hakim yang mulia banget luar biasa kepada kami rakyat Indonesia. Harapan untuk kasus perdata? Kuasa hukum saya dan keluarga tetap membuka perdamaian, kita selesaikan secara bijaksana, katanya. Prita dituntut hukuman enam bulan penjara karena menyebarkan email yang dituduh mencemarkan nama baik rumah sakit itu dalam sidang yang dimulai 4 Juni 2009. Dalam proses
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - KASUS PRITA MULYASARI – – – JEBOLAN Penting terhadap 'IMPUNITY'
**IBRAHIM ISA Catatan Partikeliran** **Senin, 21 Desember 2009** **--** *KASUS PRITA MULYASARI * *JEBOLAN Penting terhadap 'IMPUNITY'* *Media Indonesia, hari ini a.l memberikan komentar sbb: * **'Kabar gembira bagi publik'.*** * *Benar! Menjelang Hari Natal dan Tahun Baru, kalau mau dibilang ada berita gembira, maka itu adalah berita kemenangan PRITA MULYASARI. Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga 'biasa' (32**^th **) dengan dua anak. Yang menonjol ialah bahwa warga Serpong ini, berani membela keadilan serta kebenaran yang ia yakin ada padanya. Ia menggugat salah diagnosia, serta mengecam rumah sakit Omni Internasional Serpong. Ketika ia pasien di situ Prita mendapat perlakuan buruk RS Omni Internasional tsb. * *Prita Mulyasarsi memulai gugatannya sbb: * */Sabtu, 30/08/2008 11:17 WIB /**/RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif /**/ /**/Prita Mulyasari/**/ suaraPembaca /* ***/Jakarta/**/ Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan./* /Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus. / /Gugataan Prita diakhiri dengan kalimat-kalimat berikut:/ /Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini./ /Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini./ /Lihat isi surat lengkap seperti terlampir/ /* * */ *Keluhan dan gugatan Prita Mulyasari itu disampaikannya dalam sepucuk surat elektronik (e-mail) kepada teman-temannya. Pada gilirannya teman-temannya yang menerima berita itu tersentak oleh kesewenang-wenangan dan arogansi RS Omni Internsional. Dari situ timbul rasa simpati dan solidaritas mereka dengan Prita. Lalu 'mensosialisasikan' gugatan Prita itu. Sehingga tersebarlah kasus tsb di kalangan masyarakat. Timbul berbagai pernyataan protes. RS Omni Internasional Serpong marah, merasa terpojok dan kehilangan muka. * *Lalu, Lagi-lagi dengan sikap arogan melaporkan Prita kepada Polisi serta menggugat Prita ke pengadilan. Perita Mulyasari dituduh mencemarkan 'nama baik' RS Omni Internasional Serpong.* ** * ** *Fihak RS Omni Internasional Serpong merasa, bahwa fihak kepolisian dan pengadilan ada di fihaknya. Karena, bukankah semua tau, bahwa di negeri kita, sejak rezim Orba sudah biasa polisi dan pengadilan itu membela yang punya uang. Berfihak pada 'elit' yang kuasa atau ada kaitan dengan penguasa. Dan sudah biasa penguasa mempersekusi 'wong cilik'. Maka RS Omni Internasional dengan mudah saja 'mengadukan' Prita Mulyasari ke Pengadilan.* *Betul saja! Tidak lama kemudian Polisi menahan Prita. Ia disekap sampai sebulan lamanya. Dan Hakim Pengadilan Negeri Tanggerang lalu menjatuhkan 'vonis dendá' tidak kurang dari Rp. 204 juta. Jumlah itu harus dibayar Prita kepada RS Omni Internasional Serpong. * *Mana bisa, warga biasa seperti Prita Mulyasari akan mampu membayar 'denda' sebesar itu. Lagipula keputusan hakim Pengadilan Negeri Tanggerang itu oleh masyarakat dianggap samasekali tidak adil. Peristiwa Prita Mulyasari menggugat RS Omni Internasional, bahwa kemudian Prita ditahan polisi, diajukan ke pangadilan kemudian Pengadilan Negeri Tanggerang, memutuskan Prita harus membayar 'ganti rugi' kepada RS Omni, -- Itu cepat tersebar di kalangan masyarakat. Publik menganggap bahwa tindakan polisi dan pengadilan merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan menyatakan pendapat.* *MASYRAKAT KONTAN BERREAKSI. Reaksinya adalah dilancarkannya aksi solidaritas membantu Prita dengan mengumpulkan uang recehan. Aksi itu terkenal dengan nama gerakan 'KOIN KEADILAN UNTUK PRITA. * *Penting sekali bahwa dalam gerakan ini, media internet, kalangan pers (tidak semua) ambil bagian aktif dalam kampanye membela Prita Mulyasari. Halmana menunjukkan bahwa rasa keadilan masyarakat terkoyak-koyak mendengar keputusan hakim Pengadilan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - Radio Hilversum Memperingati “60TH K.M.B”
*IBRAHIM ISA Catatan Partikeliran* *Sabtu, 19 Desember 2009* -- *Radio Hilversum Memperingati 60TH K.M.B* Konferensi Meja Bundar : Belanda-Indonesia (1949) Beginilah ceritanya: Radio Hilversum RNW, Radio Nederland Wereldomroep, dengan RANESI-nya, diberitakan, menyelenggarakan 'peringatan 60 th KMB'. Dalam kesempatan itu mereka a.l mengundang wartawan senior Indonesia ROSIHAN ANWAR. Katanya, Rosihan Anwar adalah satu-satunya wartawan Indonesia yang masih hidup yang sempat meliput Konferensi Meja Bundar antara fihak Indonesia dan Belanda, di Den Haag, -- Agustus-Desember 1949. Yang kuketahui, ketika itu wartawan Antara, almarhum Sukrisno juga hadir untuk meliput. Sukrisno kemudian menjabat Dubes RI di Bucharest lalu di Hanoi sesudah G30S, oleh klik militer Suharto paspornya dicabut. Jadilah Sukrisno salah seorang 'yang terhalang pulang' . Sampai ia meinggal di Amsterdam. Dikatakan bahwa Rosihan Anwar ketika itu menentang KMB, maka tidak diundang oleh fihak Indonesia untuk ikut ke Belanda meliput KMB. Namun, ia sempat juga meliput KMB, karena, katanya diundang oleh pemerintah Belanda. Sampai dimana benar tidaknya berita tsb wallahualam! Sepengatahuanku, wartawan Antara Sukrisno bukanlah wartawan yang pro-KMB. Tokh diajak oleh Delegasi Indonesia ikut ke Den Haag. Dalam beberapa kali cakap-cakap dengan Sukrisno jelas sekali bahwa ia punya kritik keras sekali terhadap persetujuan KMB. Terutama yang menyangkut keharusan Indonesia membayar hutang Hindia Belanda pada tahun-tahun konflik dengan Republik Indonesia. Hutang itu a.l adalah ongkos perang Nica untuk menlikwidasi Republik Indonesia. Sukrisno juga menentang dikembalikannya semua 'aset Belanda' di Indonesia kepada 'pemiliknya'. Sukrisno menentang digabungkannya TNI dengan eks-tentara KNIL menjadi APRIS, Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat; serta ditempatkannya MMB, Misi Militer Belanda di Indonesia. Satu lagi yang ditentang Sukrsino ialah ketentuan KMB, bahwa dibentuk Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai oleh Ratu Belanda. Kenyataan bahwa Irian Barat masih diduduki oleh kolonialisme Belanda, merupakan bom waktu yang dipasang Belanda di wilayah Indonesia. Pendirian Sukrisno ini sering dikemukakannya dalam diskusi-diskusi yang sering kami adakan. Apa yang dikemukakan Sukrisno itu, sesungguhnya adalah pendirian bangsa Indonesia. Bahwa sejak 17 Agustus 1945, bangsa kita telah merdeka dan telah menegakkan negara Republik Indonesia, yang berwilayah dari Sabang sampai Merauké. Jadi, apa benar, Rosihan Anwar ketika itu tidak diundang Delegasi Indonesia ikut meliput KMB, karena menentang KMB? * * * Yang penting bagiku, bukan kedatangan Rosihan Anwar ke Den Haag, atas undangan Radio Hilversum. Yang penting ialah, menelusuri kembali kasuss sekitar KMB. Bagaimana memahami dan tau benar, apa sebenarnya KMB itu? Mengapa ada KMB? Dan bagaimana perkembangan selanjutnya sesudah KMB. Apa jadinya dengan KMB? Itu semua sudah berlalu. Sudah jadi sejarah. Namun, dengan meneliti dan menstudi kembali sejarah kita dapat diarik pelajaran positif untuk hari depan. Khususnya bagi generasi muda harapan bangsa. * * * Belum jelas bagaimana orang fihak Belanda memandang kembali ke KMB. Apakah itu sekadar saat lahirnya Republik Indonesia Serikat (RIS)? Bahwa ssaat itu adalah saat ketika berlangsungnya 'penyerahan kedaulatan' Hindia Belanda oleh pemerintah Belanda kepada RIS, 27 Desember 1949 Bahwa saaat itulah yang dianggap lahirnya di Hindia Belanda sebuah NEGARA INDONESIA. Bahwa, sejak itulah Indonesia merdeka. Begitukah pamahamannya? Dalam waktu cukup panjang, bagi pemerintah Belanda, merdekanya Indonesia, adalah pada tanggal 27 Desember 1949. * * * Setelah berdirinya RIS, suatu komplotan militer di bawah pimpinan Kapten KNIL Westerling, dengan mengumandangkan Gerakan Ratu Adil, berkomplot untuk merebut kekuasaan negara di Indonesia. Usaha Indonesia untuk menangkap Westerling gagal. Westerling bisa lolos menyelamatkan diri ke Belanda. Belum lama, di Holland ramai pers memberitakan bahwa Pangeran Bernhard, suami Ratu Juliana ketika itu, dikatakan terlibat dalam komplotan Westerling itu. Dikatakan juga baha Pangeran Bernhard berkeinginan untuk menjadi semacam 'Raja Belanda (onderkoning) di Indonesia'. Suatu fakta dalam sejarah kita, tidak lama sesudah berdirinya negara Repbulik Indonesia Serikat, sebagai hasil KMB, tak lamakemudian pemerintah Indonesia ketika melikwidasi RIS dan menghidupkan kembali REPUBLIK INDONESIA. Tindakan pemerintah Indonesia tsb adalah sesuai dengan gerakan luas massa rakyat Indonesia, yang menuntut dibubarkannya RIS karena itu dianggap sebagai produk dari kompromi dengan kolonialisme Belanda. Beberapa tahun kemudian di bawah Presiden Sukarno seluruh Persetujuan KMB itu dibatalkan secara sefihak oleh Indonesia. Selanjutanya semua modal dan aset Belanda dinasionalissi oleh Indonesia
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Via ARTURO – Ingat Kembali Pahlawan Tani Revo lusioner Emilio ZAPATA!'
IBRAHIM ISA Berbagi Cerita Senin, 14 Desember 2009 Via ARTURO Ingat Kembali Pahlawan Tani Revolusioner Emilio ZAPATA!' Menjelang sore tadi, kami kembali di Amsterdam. Dari menjenguk cucu yang sedang menempuh studi (tambahan) di State University of San Diego (SUSD), Ca USA. Kami suami istri dan putri kedua kami bersama suaminya, sejak 04 Des, s/d 13 Desember berkunjung ke San Diego dan sekitarnya. Maksud pokok ialah menjenguk sang cucu yang sedang studi, sambil sedikit 'malié-lié', kata orang Minang.. Lumayan kesan sekilas yang diperoleh selama berada di San Diego dan sekitar. Namun, yang ingin aku 'berbagi-cerita-kan', ialah, mengenai keluarga Arturo (Amerika Hispanik) tempat cucu kami mondok selama studinya di San Diego. Hari brikutnya di San Diego, kami berkunjung ke rumah pemondokan cucu.kami itu. Arturo (41 th) adalah seorang pengusaha sedangan. Istrinya, perofesor matematik. Mereka termasuk golongan menengah. Yang tertama menarik perhatian ialah hampir seperempat dinding bagain dalam rumah keluarga Arturo itu dihiasi oleh tokoh revolusioner Meksiko ZAPATA. Nama lengkap tokoh revolusioner Meksiko tsb ialah: Emilio ZAPATA Salazar. * * * Aku sungguh heran, Arturo seorang warganegara Amerika Serikat, tidak menempatkan tokoh-tokoh Revolusi Amerika, seperti George Washington, Abraham Lincoln, Thomas Jeffeson dll untuk menghiasi rumahnya. Mengapa justru ZAPATA 08 Agustus 1879 10 April 1911 yang dipilihnya? Ketika langsung kutanya, Arturo menjawab: Saya orang Amerika. Tetapi saya juga orang Meksiko. Jelas ditampilkannya identitas asal sebagai orang Meksiko. Kesetiannya ditegaskannya ada pada Amerika Serikat. Arturo pernah berdinas sebagai anggota US Navy. Warganegara AS benar! Itu yang utama. Tetapi, Arturo tidak meninggalkan identitas asalnya; Meksiko. Arturo menambahkan: Namun, yang terpenting mengapa foto-foto Zapata menghiasi dinding rumah kami, ialah, karena ZAPATA adalah seorang pemimpin REVOLUSIONER. Zapata memimpin revolusi di Meksiko untuk menggulingkan rezim tuan tanah kaya yang korup dan lalim di Meksiko ketika itu . Dalam revolusi ketika itu Zapata mengumandangkan semboyan: Kebebasan dan Tanah untuk KaumTani. Dengan cepat sekali Arturo bertanya balik padaku: Apakah di negeri kalian juga terjadi revolusi? Siapa pemimpin revolusioner Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan. Aku kontan jawab: Salah seorang pemimpin perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah SUKARNO. Sukarno adalah pemimpin perang kemerdekaan Indonesia, sejak PROKLAMASI KEMERDEKAAN, 17 Agustus 1945. Ketika kami terlibat dalam perang kemerdekaan melawan kolonialisme Belanda, Sukarno adalah Presiden Republik Indonesia. * * * Dalam percakapan selanjutnya Arturo menunjukkan kekaguman dan penghormatannya pada pemimpin revolusi Meksiko tsb. Bagiku bertambah pengetahuan bahwa seorang warganegara Amerika, seperti Arturo ini, tanpa ragu-ragu dan beban apapun, menyatakan kepada orang asing yang baru dikenalnya, bahwa ia mengagumi seorang tokoh revolusioner, seperti Zapata. Ketika aku cerita tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia dan revolusi kemerdekaan yang mengantarkan Indonesia ke gerbang kemerdekaan nasion, ia mendengarkan dengan penuh perhatian dan kekaguman. Semakin jelas bagiku, bahwa seorang warganegara AS, seperti Arturo ini pengagum revolusi dan memuja tokoh pemimpin revolusioner Meksiko seperti Zapata. Kata revolusi dan ravolusioner bukanlah barang 'tabu' bagi Arturo, seorang warga AS yang setia pada bangsa dan tanahairya. Kecuali foto-foto Zapata dan pemimpin revolusi Meksiko lainnya yang menghiasi dinding rumahnya, juga terdapat foto-foto anggota gerilya tani di bawah pimpinan Zapata. Paling atas sekali dari kumpulan foto-foto kaum revolusioner Meksiko dipasangnya sebuah bedil dengan sangkur terhunus diujungnya. Bedil beneran! Istri Arturo menjelaskan bahwa bedil yang dipajang di situ adalah bedil kenang-kenangan. Kuceriterakan kepada Arturo bahwa aku mengenal nama Zapata, ketika pada tahun limapuluhan abad lalu di Jakarta di putar sebuah film Hollywood berjudul VIVA ZAPATA. Film tsb dibintangi oleh peran utamanya Marlon Brando sebagai ZAPATA. Anthony Quinn juga main di situ. Dalam film Hollywood tsb dikisahkan Zapata sebagai salah seorang pemimpin Revolusi Meksiko melawan rezim diktatur Porfiro Diaz. Kuceriterakan kepada Arturo, ketika menyaksikan pajangan foto-foto kaum revolusioner Meksiko menghiasi dinding rumahnya, aku teringat kembali pada film VIVA ZAPATA. Teringat kembali pada tokoh ZAPATA sebagai salah seorang pemimpin revolusioner Meksiko. Zapata sebagai pahlawan pelindung penduduk sukubangsa Indian. Zapata sebagai pemimpin kaum tani yang membagi-bagikan tanah milih tuantanah besar Meksiko kepada kaum tani yang miskin. Dari percakapan hangat antara Arturo, seorang warganegara AS, dengan aku sebagai orang Indonesia, secara tak disadari sudah terjalin suatu hubungan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran - 'Website Umar Said' , Njoto dan JOHN ROOSA
IBRAHIM ISA Catatan Partikeliran Minggu, 29 Nov 2009 -- *'Website Umar Said' , Njoto dan JOHN ROOSA . . . .* Minggu pagi ini kubaca .'WEBSITE UMAR SAID'. Sekali dibuka orang akan asyik membacanya. Banyak yang bisa ditemukan. Isinya kaya sekali. Sungguh edukatif, khususnya untuk generasi muda. Belakangan ini kecuali menulis sendiri sekitar hiruk-pikuk penangkapan Bibit dan Chandra dari KPK serta kasus korupsi Bank Century, 'Website Umar Said' terus meng-update perkembangan sekitar kasus korupsi itu. Coba bukalah 'Website Umar Said'. Bravo Yik!!. * * *. Dari seorang teman yang baru kembali dari Jakarta, kudengar tentang Nomor Istimewa TEMPO. Di situ banyak dimuat artikel mengenai Njoto, salah seorang pemimpin PKI. Resminya Njoto dulunya wakil-ketua dua CCPKI. Tempo nomor khusus Njoto sedikitnya menulis 15 ulasan. Kuhubungi Jakarta. Berusaha memperoleh nomor khusus majalah TEMPO tentang Njoto itu. Ternyata sudah tak ada lagi. Habis terjual di toko-toko buku atau kios-kios di pinggir jalan. Kufikir, apa begitu populernya Njoto di kalangan pembaca TEMPO. Nah, ternyata 'Website Umar Said', memuat s e m u a artikel tentang Nyoto yang diambilnya dari nomor istimewa Tempo tsb. Di antaranya terdapat sebuah artikel oleh John Roosa. Artikel John Roosa ini yang kuangkat. Artikel John Roosa singkat padat. Bisa memberikan input penting untuk siapa saja yang menaruh perhatian terhadap masalah besar dalam sejarah modern Indonesia, yaitu kasus G30S, PKI dan pembuuhan masal ekstra judisial terhadap anggoa PKI dan simpatisannya. Serta pembunuhan terarah terhadap pimpinan inti PKI termasuk Njoto. Di dalam artikel John Roosa yang dikutip di bawah ini, penulisnya berusaha menjelaskan bahwa tuduhan keterlibatan PKI sebagai partai dan anggota-anggota PKI dalam G30S, tidak masuk akal. Lebih tidak masuk akal lagi pembunuhan masal dengan alasan keterlibatan dengan G30S. Keterlibatan sementara anggota pimpinan PKI, ya!, kata Roosa. Tetapi lebih sejuta yang dibantai itu? Tau pun mereka tidak sekitar G30S. Apalagi terlibat! Hendak lebih teliti menelusuri hasil studi John Roosa, bacalah bukunya : A PRETEXT FOR A MASS MURDER . . . . . . . Sudah terbit edisi Indonesia. * * * Politbiro PKI, Njoto, dan G30S /**John Roosa**/ *) Penulis adalah dosen sejarah di University of British Columbia (Vancouver, Kanada) anggota Institut Sejarah Sosial Indonesia, dan penulis buku Dalih Pembunuhan Massal (2008), SELAMA 32 tahun berkuasa, rezim Soeharto menggunakan segala macam propaganda untuk mengindoktrinasi rakyat bahwa PKI lah yang bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa G30S. Sampai hari ini, buku-buku pelajaran dilarang dan dibakar karena menuliskan G30S, bukan G30S/PKI. Tapi apa artinya mengatakan PKI yang bertanggung jawab? Apakah itu berarti bahwa tiga juta anggota partai itu bertanggung jawab semua? Jelas tidak. G30S itu merupakan aksi konspirasi; ia diorganisasi secara rahasia. Ia berhasil menculik dan membunuh enam orang jenderal karena ia berhasil mencapai unsur kejutan. Orang tidak bisa membayangkan tiga juta orang Indonesia diberi tahu sebelumnya mengenai rencana itu, lalu bisa menjaga kerahasiaannya. Namun entah bagaimana juga Soeharto menyalahkan mereka. Tentara memimpin penangkapan massal sekitar 1,5 juta orang dengan tuduhan terlibat dalam G30S. Sebuah penerbitan Lemhannas pada 1969 yang dipakai dalam kursus yang diselenggarakan lembaga itu bagi para pejabat negara memuat pertanyaan: Apakah setiap anggota PKI tentu terlibat dalam G30S/PKI? Jawabannya, sudah pasti, ya: Setiap orang berkewajiban melaporkan pada penguasa bila ia mengetahui bahwa suatu kejahatan akan dilakukan. Demikianlah, setiap anggota PKI bertanggung jawab karena mereka tahu sebelumnya mengenai bakal dilakukannya tindakan kejahatan itu, tapi tidak memberitahukannya kepada aparat pemerintah. Argumentasi semacam ini tidak masuk akal mengingat bahwa Soehartolah yang telah diberi tahu sebelumnya mengenai bakal terjadinya tindakan itu, bukan tiga juta anggota partai itu. Patut dicatat bahwa buku putih mengenai G30S yang diterbitkan rezim Soeharto tidak mengklaim bahwa semua anggota partai diberi tahu sebelumnya mengenai aksi yang akan dilakukan itu. Laporan resmi yang diterbitkan pada 1994 itu mengklaim bahwa Politbiro PKI memutuskan dilancarkannya G30S dan kemudian menggunakan jaringan rahasia partai di dalam tubuh militer, Biro Khusus, untuk melaksanakan keputusan tersebut. Versi peristiwa seperti ini setidak-tidaknya tampak masuk akal, berbeda dengan klaim yang menyatakan bahwa setiap anggota partai ikut serta. Tapi ada beberapa masalah dengan versi semacam ini. Buku putih itu tidak konsisten. Judul bagian yang membahas persoalan ini berbunyi: Keputusan CC [Comite Central] PKI untuk Melancarkan Gerakan Perebutan Kekuasaan. Namun isinya cuma mengatakan keputusan itu dibuat oleh Politbiro (yang
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - SURAT PRESIDEN BARACK OBAMA Merayakan 'THANKSGIVING DAY'
/*Kolom IBRAHIM ISA*/ /*26 November 2009*/ /*---*/ /*SURAT PRESIDEN BARACK OBAMA Merayakan 'THANKSGIVING DAY'*/ /Pagi ini di ruangan surat-listrik (e-mail) kuterima sepucuk surat yang ditandatangi Presiden Barack Obama dari Amerika Serikat. Surat dari Presiden Obama ini bukan yang pertama kalinya. Kali ini pertama-tama tertuju kepada rakyat Amerika. Tetapi sepucuk dikirimkan juga kepadaku sebagai orang Indonesia. Sebelum Obama terpilih jadi presiden AS, sudah kuterima suratnya. Kemudian setelah Obama terpilih kuterima lagi, antara lain ketika ia dipilih sebagai pemenang 'Hadiah Nobel untuk Perdamaian, 2009'. / /Mungkin sekali surat-surat tsb dikirimkan kepadaku, disebabkan oleh beberapa artikel yang kutulis mengenai Barack Obama -- yang juga dimuat di Google.Com. Ketika itu sedang sibuk-sibuknya Obama dan tim suksesnya berkampanye untuk pilpres AS 2008. Tulisanku tsb a.l menyebut dua buah buku yang ditulisnya 'Dreams From My Father', 2004; dan 'The Audicity of Hope', 2004 . / /Obama terang-terangan menunjuk pada keterlibatan AS dalam campur tangan dalam urusan dalam negeri Indonesia. Khususnya jaringan hubungan yang dibina CIA dengan perwra-perwira TNI, yang kemudian berkelanjutan dengan digulingkannya Presiden Sukarno, dan berkuasanya Jendral Suharto. / /Di dalam bukunya yang kedua, Obama bercerita mengenai masa kecilnya di Indonesia. Juga tentang pandangannya mengenai Indonesia. Ia menganggap rezim Suharto, dinilai menurut ukuran apapun, adalah suatu rezim represif. Penangkapan dan penyiksaan terhadap disiden merupakan sesuatu yang biasa. Tidak ada kebebasan pers. Pemilihan umum hanya formalitas belaka. . . . Dan semua itu berlangsung pada tahun 1970-an dan 80-an dengan sepengetahuan, kalau bukannya persetujuan terbuka dari pemerintah Amerika Serikat. Demikian Obama dalam bukunya. / /* * */ /Obama sungguh-sungguh jatuh cinta pada Indonesia. Ia menggambarkan Indonesia, sebagai negeri 'masa-mudanya'. Ia ingin mengajak Michelle dan dua putri-putrinya untuk 'share' bagian dari hidupnya di Indonesia, untuk mendaki candi Prambanan, peninggalan budaya Hindu yang berusia seribu tahun itu. Demikian Obama dalam bukunya./ /Kepedulian Obama dengan Indonesia seperti tertulis dalam 'The Audicity of Hope', Bab 8, The World Beyond Our Borders, halaman 273 s/d 280, merupakan tulisan yang paling ekstensif mengenai Indonesia, oleh seorang politisi Amerika. Bagi warga Indonesia-pun, tulisan Obama itu bisa merupakan input yang edukatif. Juga bisa dijadikan semacam 'referensi' untuk mengenal negeri sendiri. Apakah ini suatu penilaian yang berkelebihan? Jawabnya: TIDAK! Bacalah buku-buku Obama itu. Baik bagi pembaca Indonesia umumnya. Khususnya bagi para cendekiawan dan pakar-pemerhati politik Indonesia. Terutama generasi muda. / /Supaya lebih mengenal bahwa ada AMERIKA YANG LAIN. Suatu Amerika bukan yang hanya dimanifestasikan dan diwakili oleh Mac Carthy 1950 dan George Bush (2000-2008). Bahwa ada 'Amerika-nya Barack Obama'. Lebih jauh lagi, ada Amerikanya Paul Robeson, Amerikanya Ben Anderson dan Ruth McVey, dsb. / /Jusuf Isak, ketika kembali dari kunjungannya ke Amerika, untuk menerima Award dari Pen Club, menegaskan kepadaku, bahwa ada 'Amerka yang lain'. Amerika yang progresif. Dan kita harus mengenal dan berkomunikasi dengan Amerika 'yang lain itu'. Difikir kebelakang, bukankah Presiden Sukarno sendiri sering mengatakan bahwa ia memperoleh inspirasi dari THE DECLARATION OF INDEPENDECE OF AMERICA, dan dari pemikiran Thomas Jefferson dan Abraham Lincoln?/ /* * */ /Surat berkenaan dengan 'Thanksgiving Day', adalah dari Barack Obama, dikirimkan atas namanya. Ditujukan kepada rakyat Amerika, terutama kepada para pendukungnya yang berkat kemahiran mengorganisasi dan mempresentasikan visi politik Obama, dalam pilpres y.l.berhasil merebut kemenangan mutlak. Suratnya itu ternyata juga dikirimkan kepada 'sahabat-sahabat dan simpatisan' asing dari luar negeri AS. Dalam hal ini seperti yang ditujukan kepadaku. / /Dalam salah satu jawabanku telah kunyatakan bahwa aku bukan warganegara Amerika Serikat.Tetapi bersikap positif terhadap visinya mengenai demokrasi, kemerdekaan, kebebasan menyatakan pendapat dan hubungan internasional atas dasar sama derajat dan saling menguntungkan. / /* * */ /Banyak dari kita sudah tau arti THANKSGIVING bagi rakyat Amerika. Di negeri kita bolehlah sedikit disamakan dengan HARI SYUKURAN ke hadirat Ilahi. Seperti pada hari Raya Idilfitri. Masing-masing bangsa punya tradisi dan budayanya sendiri. Bagi kita, khususnya umat Islam, hari raya khidmat di saat sanak keluarga berkumpul bersilaturahmi dan saling bermaafan adalah pada Hari Lebaran. Bagi umat Kristen hari itu adalah pada Hari Natal. Bagi umat Budha dan Hindu Bali masing-masing juga ada yang serupa itu./ /Thanksgiving Day ditetapkan pada tanggal 26 November 1789, sebagai HARI NASIONAL, oleh Presiden George Washingthin (1789
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita - IMAGO SOEKARNO YANG DIKISRUHKAN,,'A MISLEADING IMAGE OF SOEKARNO', Oleh Joesoef Isak,,(3)
*IBRAHIM ISA - Berbagi Cerita Rabu, 25 November 2009 -* *IMAGO SOEKARNO YANG DIKISRUHKAN* 'A MISLEADING IMAGE OF SOEKARNO', *Oleh Joesoef Isak * (3) == Pengantar I.Isa == Siaran ini adalah bagian terakhir (3) dari artikel penting JOESOEF ISAK (18 Okt 1994), berjudul 'A Misleading Image of Soekarno'. Artikel tsb ditulis sekitar kedatangan Ratu Beatrix dan Pangeran Clause ke Indonesia (1995). Teramat penting dalam bagian penutup artikelnya, Joesoef Isak, menulis tentang sikap dan hubungan Sukarno sebagai pemimpin nasional Indonesia dengan PKI. Kaitannya dengan situasi ketika itu, yaitu periode Perang Dingin. Yang berpendirian bahwa: 'Bila kalian tidak bersama kami (Barat), berarti 'kalian adalah musuh kami'. Joesoef Isak mengungkapkan apa sebabnya terjadi perubahan sikap pimpinan PSI (Soebadio-Sudjatmoko) terhadap Sukarno. Yang tadinya menentang Sukarno, berubah menjadi mendukung Sukarno. Dijelaskan bahwa tujuan PSI adalah untuk memisahkan Sukarno dari PKI. Sekali tempo, Soebadio pernah berucap kepada (Joeseof Isak) sbb: Dulu itu, kami salah menentang Sukarno. Itulah sebabnya Sukarno merangkul dan dirangkul PKI. Selanjutnya kita (PSI) harus mendukung Sukarno dan bersama pendukung Sukano melawan Suharto. Demikian Soebadio Sastrosatomo, pimpinan utama PSI setelah Syahrir meninggal. Joesoef selanjutnya mengungkapkan bahwa dalam menyusun DEKON, Deklarasi Ekonomi, rencana strategis pembangunan ekonomi nasional Indonesia, pakar-pakar ekonomi seperti Ali Wardhana dan Widjojo Nitisastro dari PSI turut aktif ambil bagian. Jadi sudah sejak saat itu, orang-orang PSI (tidak termasuk faksinya Prof Dr Sumitro Djojohadikusmo), mendukung Presiden Sukarno. Secara analitis Joesoef memperinci apa sebabnya pemerinah Belanda ketika itu, dalam usaha memecah belah para pemimpin nasional Indonesia, memilih memberikan dukungannya kepada Hata-Syahrir, teristimewa kepada Syahrir. Tujuan Den Haag ialah untuk memencilkan kemudian menyisihkan Sukarno. Silakan pembaca menelusuri lebih lanjut uraian Joesoef Isak. Jusuf Isak menjelaskan mengapa tuduhan dan fitnahan Barat terhadap Sukarno, khususnya Belanda, demikian gairahnya. Dan bahwa semua tuduhan dan fitnahan tsb satu persatu dianalisis sehingga menjadi terungkap ketidak-benarannya. * * * *A MISLEADING IMAGE OF SUKARNO 3 ** **JOESOEF ISAK* * * And all of this are just the plain facts, which we as a nation easily remember, because what was happening was transparent, and could be followed through the newspapers. What occured beneath the surface, was a swarm of conspiracies of a different calibre. The fact that Sukarno in such a situation was still able to govern, and we Indonesian people could still speak proudly about our own Indonesia, was a wonder. Shouldn't the question arise, how did Sukarno, in such an intensely conflicting situation, manage to keep Indonesia from starving to death? Remember then, we were not supported by a Marshall-plan after the second world war, on the contrary, we were still involved in a five year battle against the colonial rulers, who wanted to regain their colony and who stubbornly tried to hold on to Papua, the west part of New Guinea. Most crucial: Indonesia was one of the most stormy political battlefields of the cold war era and Sukarno was at that time the most prime target of both blocs. Was it so difficult to understand, why Sukarno took the initiative to organize the third world countries into an independent force, in order to form a united front of nonaligned power against the conflicting world powers? According to Western cold war ideology of that time, it was immoral and megalomaniacal. Then let us bring forth all the various economic experts to tell us how, in such a strained political situation, Sukarno was able to launch an acceptable economic policy and to feed daily eighty million Indonesian people? Meanwhile, Hatta had indeed put distance between himself and Sukarno, because as a strong anticommunist he did not succeed in moving Sukarno away from the communists. As the great unificator of Indonesia, Sukarno upheld the principle of the unity and totality of Indonesia. The unification of all revolutionary forces was always consciously his dynamic political motive. Therefore, Soekarno and Hatta were politically estranged from each other, but this was played out in a respectable way, between the two greatest Indonesian leaders. The negative image of Sukarno by the Western people in general and by the Dutch people in particular was caused in part by the tendentious comparisons between Sukarno, and Hatta-Syahrir. Sukarno got the title of dictator with all of the attendants negative adjectives, such as agitator, megalomaniac, tyrant, etc. Hatta and Syahrir on the other hand, were praised as unquestionable democrats. It was unthinkable that Sukarno wanted to fight against the powerful West and that he nurtured
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - A MI SLEADING IMAGE OF SUKARNO (2)
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Selasa, 24 November 2009* *-* *A MISLEADING IMAGE OF SUKARNO (2)* *IMAGO BUNG KARNO YANG DIKISRUHKAN* Minggu lalu, 18 November 2009, dalam rubrik ini dimuat bagian pertama dari artikel *Jusuf Isak *(dalam bahasa Inggris) berjudul: '*A MISLEADING IMAGE OF SUKARNO'.* Berikut di bawah ini adalah bagian (2) dari tulisan Jususf Isak (14 Oktober 1994). Tulisan Jusuf Isak merupakan tangkisan terhadap fitnahan dan tuduhan di kalangan Barat, teristimewa di Belanda, dan mereka yang sependapat. Hal itu telah dimulai sejak zaman kolonial. Semakin gencar pada waktu Proklamasi Republik Indonesia. Diteruskan dalam periode perang kemerdekaan, berdirinya RIS, digulingkannya Presiden Sukarno, sampai dewasa ini. Mereka-mereka itu tak henti-hentinya mengkisruhkan IMAGO Bung Karno. Dengan itu secara terselubung melakukan serangan politik dan imago terhadap Republik Indonesia dan nasion Indonesia. Mengkisruhkan imago Bung Karno , ta-lain bertujuan mengkisruhkan negara REPUBLIK INDONESIA. Bukankah Republik Indonesia diproklamasikan oleh Sukarno-Hatta? Sudah lebih setengah abad lamanya musuh-musuh Republik Indonesia melakukan pelbagai usaha untuk melikwidaasi Ngara Kesatuan Republik Kesatuan ini. Dilakukan a.l melalui politik pecah-belah. Kongkritnya memprakarsai dan menggalakkan pelbagai gerakan separatisme dan gerakan-gerakan subversi lainnya. Kegagalan-demi-kegagalan mendorong mereka untuk kembali menggalakkan cara lama, melalui -- 'character assassination' -- terhadap BAPAK NASION DAN BAPAK REPBULIK INDONESIA, Sukarno! * * * Di bagian ke-2 publikasi ini Jusuf Isak bicara mengenai periode Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarno, pada saat beliau dituduh memenjarakan lawan politiknya, termasuk sementara warganegara yang bebeda pandangan politik dengan Presiden Sukarno. Tegas Jusuf: Bersangkutan dengan Demokrasi Terpimpin, memang Bung Karno tidak sempat merealisasi konsepnya tentang Demokrasi Terpimpin, sebagaimana diharapnya. Sebaliknya, TNI berhasil melaksanakan Demokrasi Terpimpin sesuai interpretasinya sendiri. Lahirnya Demokrasi Terpimpin Sukarno jelas adalah suatu tindakan yang lahir dari keperluan politik menghadapi ketidak-stabilan politik saat itu. Suatu situasi gawat yang disebabkan, sebagian besar, oleh warisan 'demokrasi liberal kita'. Dimana enampuluh parpol dengan sewenang-wenang mendominasi negeri, belum lagi disebut, tentunya, manuver terselubung para negara adikuasa perang dingin. Demikian a.l tulis Jusuf. Mari telusuri tulisan Jusuf Isak selanjutnya (dalam bahasa Inggris), sbb: *A MISLEADING IMAGE OF SUKARNO (2)* *Joesoef Isak:* * * * One of Syahrir's right-handmen for instance, who still goes around in Jakarta, healthy and well, could say something noteworthy about it. Further, it would also be interesting to know, who in fact was responsible for the arrests of Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer, Subadio Sastrosatomo, Poncke Princen and others, during the 60's. The inclusion of Pramoedya's name on the same list as Mochtar Lubis challenges the uninitiated and unprejudiced observer to contemplate who indeed had the power during the guided democracy of Sukarno. Guided Democracy?! Sukarno didn't even have sufficient time to put the concept into practice. With sixty political parties, a fallout from Syahrir's views impressing the West of our democratic Indonesia, we experienced at one time the changing of cabinets every month. Indeed, Sukarno was not able to actualize his guided democracy as fully as it should have been. The military Suharto, on the contrary, has been completely successful to practice his brand of guided democracy in all aspects of our political existence. He has given his version a special name, the Pancasila Democracy, but of course, minus the communists. Now Guided Democracy has become nothing other than a collective label to malign Sukarno's policies, for as a political concept Sukarno's Guided Democracy could not have come into full fruition. Time was too short for that. An accurate investigation of the said period led us only to the source of the present New Order power machinations, power which the military actually had in their hands since 1957, when the State of Emergency was launched in connection with the West Irian campaign. This occurred of course during Sukarno's administration. For those who are seriously interested, it should be beneficial to notice, that since Sukarno as a young student started to fully commit himself to the independent national movement - in hundreds of his well known deliberations, and even in the years after he became President -, he never raised the idea of Guided Democracy. Even in his most important Pancasila Speech on June 1st, 1945, which was directly adopted as the official ideology of the new republic, not a single word ever occured which can be indicated that he was in favour of guided
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Di K ITLV – Ceramah David REEVE Sekitar Sejara wan Indonesia ONG HOK HAM
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Minggu, 22 November 2009* *--* *Di KITLV Ceramah David REEVE* *Sekitar Sejarawan Indonesia ONG HOK HAM * Kemis pekan lalu, bergegas-gegas kami Cisca Pattipilohy dan aku -- jalan kaki dari stasiun Leiden Centraal, menuju Reuvenplaats 2, gedung KITLV. Meski sudah manula, masih mampu juga kami jalan-cepat selama 20 menit. Ceramah mantan menlu RI Hasan Wirayuda, mengenai politik luarnegeri RI, pada acara pertama tidak kami hadiri. Kami lebih tertarik pada acara kedua: Ceramah pakar Australia David Reeve. Apalagi diskusinya dipandu oleh pakar KITLV Gerry van Klinken. Senang mengikuti diskusi yang dipandu Gerry. Karena berjalan lancar dan efisien. Baik mengenai jalannya diskusi maupun tentang waktunya. * * * Reeve adalah seorang peneliti dan penulis. Ketika memperkenalkan dirinya kepadaku, begini bunyi e-mail D. Reeeve: Dear Pak Ibrahim, 'Ini David Reeve dari Sydney, Australia, mantan dosen studi kawasan Indonesia di UNSW. Saya sedang menulis biografi *ONG HOK HAM* (1933 2007), teman lama saya dari tahun 70-an. Apakah bapak juga kenal dengan pak Ong?' David Reeve membawakan topik yang menarik: *Becoming Indonesian: The painful journey of Ong Hok Ham. *David menjelaskan berulang kali, betapa sulitnya dari seorang turunan Tionghoa yang berpendidikan Belanda (di rumah keluarganya berbahasa Belanda), mengalami zaman pendudukan Jepang yang menjungkir balikkan segala sesuatu yang Belanda. Kemudian setelah kemenangan Sekutu atas Jepang, semula mengharapkan kembalinya kekuasaan kolonial Belanda, Tetapi, yang muncul adalah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan perang kemerdekaan. -- Tokh Ong Hok Ham berbulat tekad MENJADI ORANG INDONESIA. Karena itulah tanah tumpah darah yang amat dicintainya. Sehingga tidak jarang kedengaran, ucapan dan komentar orang yang mengenalnya: Ong Hok Ham lebih Indonesia dari orang pribumi. Ong Hok Ham lebih Jawa dari orang Jawa. Begitu keras semangat ke-Inonesiannya, dan komitmennya pada tanah air yang menyala-nyala di dada warga RI turunan Tionghoa yang satu ini. Meskipun barulah ketika ia mencapai umur 20-an, ia mulai bisa berbahasa Indonesia. Orang yang pernah melihat foto Ong Hok Ham masih muda belia, pakai sarung plekat serta mengenakan songkok-peci hitam, sebagai sesuatu yang wajar dari Ong. Mari kita ikuti apa kata David Reeve mengenai Ong Hok Ham a.l sbb : Adalah jarang terjadi, orang Indonesia keturunan Tionghoa menjadi intelektual. Dianggap bahwa mereka-mereka itu hanya menaruh perhatian pada bisnis saja. Lebih mengherankan lagi, On Hok Ham menjadi seorang pakar di bidang sejarah Indonesia. / /Ia menulis sepenuhnya membawakan suara Indonesia. Ong Hok Ham adalah salah seorang keturunan Tionghoa yang menjadi akhli dalam sejarah Indonesia. Ia menjadi salah seorang keturunan Tionghoa yang dijadikan teladan (sebagai warganegara Indonesia), sejajar dengan Arief Budiman, Soe Hok Gie, The Kian Wie, Kwik Kian Gie, dan Teguh Karya. * * * Setelah mengikuti kuliah di UI (Fakultas Hukum) beberapa waktu, Ong Hok Ham meneruskan studinya di Yale University, USA (1978 1975). Di situ dengan desertasi berjudul /*The Residency of Madiun: Priyayi and Peasant in the Nineteenth Century*/*,* Ong Hok Ham meraih gelar PhD-nya. Ong banyak menulis tentang sejarah zaman kolonial Indonesia, masyarakat Jawa, kekuasaan dan legitimitas, sejarah ekonomi Indonesia, keturunan Tionghoa dll. Ia dianggap sejarawan terkenal dalam tahun 1980-an dan 1990-an yang banyak menulis di s.k. Kompas, mingguan Tempo dan berkala Prisma. Salah satu bukunya yang merupakan kompilasi tulisan-tulisannya di mingguan Tempo, diterbitkan dengan judul /*Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang*/* .* Ong Hok Ham menulis banyak buku lainnya. Antara lain: koleksi esay berjudul *'Runtuhnya Hindia Belanda'*, '*' Negara dan Rakyat'* dan *'Dari Soal Priyai sampai* *Nyi Blorong, Refleksi Historis Nusantara'*. Koleksi lainnya ialah yang diterbitkan dalam bahasa Inggris adalah yang berjudul *'The Thugs, The Curtain Thief, and The Sugar Lord',* bersangkutan dengan kekuasaan, politik dan budaya di Jawa zaman kolonial. Lalu a.l. Buku-buku selanjutnya yang ditulisnya: '*Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina', 'Sejarah Etnis Cina di Indonesia'; dan 'Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa'.* Dalam tahun 1989 Ong Hok Ham, pensiun dari jabatannya sebagai Gurubesar Sejarah di Universitas Indonesia. Kemudian jadi ketua Lembaga Studi Sejarah Indonesia. * * * Yang menarik dari penjelasan David Reeve, ialah, bahwa Ong Hok Ham, menjadi simpatisan PKI, s e s u d a h PKI dilarang (1966) oleh Jendral Suharto. Ong juga punya pendapat kritis terhadap kekerasan dan pembunuhan masal yang terjadi sekitar akhir tahun 60-an di bawah rezim Orba. Ia mengagumi kemampuan PKI mengorganisasi rakyat. Pendapatnya tsb tidak disembunyikannya. Untuk itu ia dijebloskan ke dalam
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - TIONGKOK MODERN DI MATA SEORANG CENDEKIAWAN BELANDA, -- HENK SCHULTE NORDHOLT
IBRAHIM ISA -- Sabtu, 21 November 2009 --- TIONGKOK MODERN DI MATA SEORANG CENDEKIAWAN BELANDA, -- HENK SCHULTE NORDHOLT --- Para sahabat dan handai y.b., Pagi ini aku baca di harian Belanda de Volkskrant, 21 Nov. 2009, sebuah tulisan analitis mengenai TIONGKOK Judul: DE LANGE MARS IS NOG MAAR BEGONNEN. Long Mars baru saja dimulai. Pengantar Red. berbunyi sbb: 'Tiba-tiba Barat menemukan Tiongkok, sedangkan negara-biara Mao sudah bertahun-tahun lamanya menempuh arah pada posisi ekonomi terbesar di dunia. Sekarang ini meski Peking tak-bisa-tidak sekata untuk dicapainya solusi mengenai masalah-masalah dunia, namun, suatu Tiongkok yang demokratis akan punya arti lebih besar, begitu menurut pendapat Henk Schulte Nordholt. Aku baca dengan penuh perhatian. Ditulis dengan latar belakang pengetahuan dasar mengenai Tiongkok modern. Dan dengan obyektivitas seorang cendekiawan Barat, Nama penulisnya adalah Dr Henk Schulte Nordholt, seorang pakar dan historicus. Banyak menulis mene=genai Tiongkok. Sayang tulisan itu dalam bahasa Belanda. Yang bisa bahasa Belanda, saya sarankan untuk membaca artikel Henk tsb. Mudah-mudahan juga bersedia untuk menterjemahkannya dalam bahasa Indonesia. Supaya bisa dibaca oleh pembaca Indonesia. Salam takzim, Ibrahim Isa --- ChanCT schreef: - Original Message - *From:* H.S. Han mailto:hanhwies...@planet.nl *To:* C.T. Chan mailto:sa...@netvigator.com *Sent:* Saturday, November 21, 2009 7:40 PM *Subject:* Re: Newsweek The Rise of China Kawan-kan yang budiman, Banyak tulisan-tulisan yang mendefinisikan dekade sekarang ini adalah kebangkitan Tiongkok, yang pernah saya tulis dalam artikel-artikel saya tentang renaissanceTiongkok dan pencerahan. Pemimpin-pimpinan dunia bertanya mengapa RRT tidak ikut dalam mendemokrasikan dan perang di Afganistan ? Saya rasa jawabannya jelas ialah: RRT beranggapan bahwa Peperangan di Afganistan tidak bisa dimenangkan, kalau tidak bisa dimenangkan buat apa harus ikut! Sekali terjun tidak bisa keluar lagi. Bisa keluar tetapi kehilangan muka. Ini adalah pengalaman USA di Vietnam, dan juga pengalaman USSR diAfganistan. Bukankah lebih baik membangun negara baik dalam bidang ekonmi, teknologi dan budaya, sebagai persiapan mendemokrasikan negara. Bagi para kawan yang ada interes persoalan ini silahkan baca artikel dibawah ini. RRT yang pada tahun 1978 masih tergolong negara ketiga (Third World) sekarang menjadi negara kedua yang terpenting didunia ini sesudah USA! Salam dan nikmatilah weekend Han Hwie-Song Newsweek 20/10 Facebook *What really defined the decade was the rise of China*. By Fareed Zakaria * Shanghai's majestic and thoroughly modern skyline Philippe Lopez / AFP-Getty Images One year in, it seemed obvious what would define this decade. After 9/11, everyone could see that we were living in the age of terror. Presidents and senators talked about it, the media covered its every twist and turn, from bombings in Bali to terror camps in Pakistan. And yet, as the decade comes to a close, it is clear to me that the big story is actually something quite different, something less crisis-ridden, less television-friendly but in the long run far more consequential---the rise of China. First, the case against terrorism as a defining idea. A few years into the decade, the age of terror began fizzling out. Once the combined power and attention of governments worldwide were focused on them, terrorist groups found it much harder to operate. They were chased around the globe by special forces, their money tracked, and their recruits scrutinized at every visa entry point. Al Qaeda's core mission was a jihad against the United States, and its methods were large attacks on symbols of American power---warships, embassies. It has found it very difficult to continue along this path in the new environment. Similar groups and people---all small minorities as well---have picked up the battle, inspired by Al Qaeda more than directed by it. But these local groups can only attack smaller targets in their home countries, often places that are unprotected and will always be unprotected---cafes, railway stations, subways. The problem with these attacks, however, is that they kill locals, turning more and more Muslims against Al Qaeda and its ilk. Thus the core weakness for Al Qaeda is exposed---it lacks popular appeal. Its message does not resonate anywhere. It hopes
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Mau Tegakkan NEGARA-HUKUM - R.I - 'Harus' MELAWAN Aparat 'PENEGAK HUKUM'
*Kolom IBRAHIM ISA Selasa, 10 November 2009** -- * *Mau Tegakkan NEGARA-HUKUM - R.I* *'Harus' MELAWAN Aparat 'PENEGAK HUKUM' * Sejak berdirinya Republik Indonesia, nasion dan negara yang baru tegak-bangkit ini berketetapan untuk mengokohkan negara Republik Indonesia yang belandaskan keadilan dan kebenaran. Suatu negara yang berlandaskan HUKUM dan Undang-Undang. Untuk itu telah dirembukkan, didiskusikan, diperdebatkan dan akhirnya dirumuskan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang (sudah beberapa kali diamandemen). Sudah ditentukan berlakunya sistim kenegaraan kesatuan yang memiliki lembaga eksekutif, legeslatif dan yudikatif (yang independen). Telah pula ditetapkan bahwa, antara lain, -- lembaga Kejaksaan dan Kepolisian merupakan aparat 'penegak hukum'. Namun, pengalaman bernegara sejak 17 Agustus 1945, menunjukkan bahwa dalam periode yang panjang, khususnya sejak berdirinya Orde Baru di bawah Presiden Jendral Suharto, -- bahwa, dalam usaha hendak menegakkan negara hukum, masyarakat, bangsa ini h a r u s berhadapan dengan APARAT PENEGAK HUKUM NEGARA itu sendiri. Dalam hal ini perjuangan harus dilakukan terhadap aparat kejaksaan, pengadilan dan kepolisian. Ketika zaman ORBA, situasinya lebih gawat. Kekuasaan negara adalah --- otoritas DWIFUNGSI ABRI. Panglima Tertinggi Abri, yaitu Jendral Suharto, beliaulah kekuasaan mutlak dan tunggal. Adalah t e n t a r a yang menentukan mana yang salah dan mana yang benar. Mana yang adil dan mana yang tidak adil. Dalam periode 'Reformasi', pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, telah mengembalikan tugas keamanan dalam negeri kepada Kepolisian. Memishkan tugas-tugas tentara dan polisi. Tentara harus kembali ke 'tangsi'. Harus profesional dengan tugas utamanya mempertahankan negeri terhadap bahaya, ancaman, agreesi dari luar. Pengalaman praktek menunjukkan bahwa lembaga negara yang diharapkan menjadi 'penegak hukum', justru memainkan peranan yang sebaliknya. Sehingga, usaha, kegiatan, perjuangan bangsa ini untuk MENEGAKKAN NEGARA HUKUM, menegakkan suatu 'RECHTSSTAAT' yang setara dengan negara-negara lainnya di dunia ini, yang berlandaskan hukum , * terpaksa harus mengarahkan ujung tombak, sasaran perjuangannya pada APARAT KEJAKSAAN DAN KEPOLISIAN.* * * * Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi oleh merintah SBY-1, menciptakan situasi baru dalam usaha pemberantasan korupsi. KPK sedikit banyak telah berbuat dalam usaha pemberantasan korupsi. Seharusnya lembaga penegak hukum, Kejaksaan dan Kepolisian, merupakan aparat ampuh sebagai suatu lembaga/otoritas yang memberikan bantuan terhadap kerja KPK. Tetapi, --- nyatanya Kejaksaan dan Kepolisian itu sendiri merupakan sarang korupsi yang sejak lama tak terjamah. Akibatnya, pekerjaan KPK dihalangi-halangi. Bahkan KPK itu sendiri menjadi sasaran Kejaksaan dan Kepolisian. 'Dikriminalisasi', begitu media mengomentari tindakan Kepolisian terhadap KPK. Ini semua disaksikan masyarakat dengan gamblang. * * * Ambil saja kasus yang menjadi 'ramai' belakangan ini. Penahanan terhadap pimpinan KPK Bibit dan Chandra, yan non-aktif. Suatu komisi yang dibentuk oleh Presiden sendiri untuk menangani, melacak dan menindak pelanggaran korupsi, malah pejabat-pejabatnya dikenakan 'tahanan' oleh Mabes Polisi RI. Tambah lagi terungkapnya rekamaan sekitar 'kolusi' (dipertunjukkan di Mahkamah Konstusi) antara pejabat-pejabat kejaksaan, kepolisian dan pengusaha (yang notabene sedang buron).. Penjelasan dan kontra penjelasan, yang menjadi semacam 'polemik terbuka' lewat pers, antara kepolisian dan Tim Pencari Fakta (bentukan SBY) yang dikepalai oleh advokat Adnan Buyung Nasution, sudah sedemikian 'hopeless'-nya sehingga Tim-8 (TPF) bentukan Presiden SBY, mengancam akan mengundurkan diri. * * * Wajarlah orang jadi mengerti kecaman tajam dan keras yang dilontarkan Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Yasseir Thohari, ke fihak Kejaksaan dan Kepolisian. Dia bilang: *Kejaksaan dan Kepolisian terbukti gagal melakukan reformasi internal. Atau bahkan tidak melakukan reformasi sama sekali.* Pengungkapan rekaman di MK ibarat puncak dari `gunung es`, memperlihatkan dengan sangat telanjang, bahwa Kejaksaan dan Kepolisian sama sekali tidak berubah. Demikian Hajriyanto. Ia selanjutnya menilai percaloan dan makelar hukum masih luar biasa bercokol di kedua penegak hukum di Indonesia.* Bahkan masih ada `mafioso` yang begitu kuat dan berpengaruh yang bisa mengatur-atur hukum di negeri ini*. Bayangkan, katanya, jika tidak ada kasus `Bibit-Chandra`. Untung saja harapan masyarakat sangat tinggi kepada KPK, sehingga sebagai ikon pemberantasan korupsi, komisi ini mendapat dukungan luar biasa dari masyarakat. Alhamdulillah, kasus `kriminalisasi` yang penuh rekayasa atas pimpinan nonaktif KPK Bibit-Chandra justru bisa menguak kebobrokan aparat penegak hukum kita, Saat ini, katanya, sesungguhnya sudah sangat terlambat reformasi total harus segera
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Buku Prof. Dr WERTHEIM, Indonesianis Kenamaan – Edisi Indonesia – ELITE Vs MASSA –
*Kolom IBRAHIM ISA (**)* *Kemis, 05 November 2009* *--* *Buku Prof. Dr WERTHEIM, Indonesianis Kenamaan * * Edisi Indonesia ELITE Vs MASSA * Bulan Agustus tahun 2009 ini, Stichting Wertheim, Amsterdam, menerima berita gembira dari Ahmad Nashih LUTFHI, Lingkar Belajar Reformasi Agraria LIBRA. TELAH terbit edisi Indonesia, buku Prof Dr W.F. Wertheim ELITE Vs MASSA. Terjemahan dalam bahasa Indonesia buku ELITE Vs MASSA karya Wertheim, merupakan sumbangan yang tak ternilai terhadap khazanah literatur ilmiah progresif Indonesia. LIBRA mengungkapkan bahwa W.F. Wertheim dikenal sebagai seorang ilmuwan yang telah lama bergelut dengan pedesaan, perubahan sosial dan revolusi Indonesia. Ia juga dikenal sebagai orang yang mencurahkan tenaga dan fikiran untuk mengekspos rezim Suharto sebagai suatu rezim penindas yang tak berperikemanusiaan. Lewat buku ini, Wertheim menguak proses bagaimaan elit baik yang datang dari kalangan ilmuwan, pejabat, peneliti maupun pemimpin informal di Indonesia dengan sadar atau tak sadar mengabaikan dan menyingkirkan keberadaan massa rakyat. Oleh kaum elit ini, rakyat biasa dan kaum yang paling miskin dianggap sebagai 'orang biasa yang tak perlu dianggap penting' dan ' massa rakyat yang bodoh dan tak tahu apa-apa'. Proses ini oleh Wertheim dianggap sebagai sosiologi ketidaktahuan (sociology of ignorance). Karena melupakan dan meremehkan massa rakyat, maka konsekwensinya para ilmuwan, pejabat dan peneliti ini cenderung mengabaikan, membiarkan, meminggirkan atau bahkan menindas rakyat sendiri. 'Dengan sangat sistimatis, Wertheim mengingatkan pentingnya untuk mengkaji dan memahami massa rakyat dengan cara yang empatik, partisipasitoris, dan berpihak. Dengan mengingatkan para ilmuwan sosial di Indonesia untuk mengkaji 'kelompok yang paling miskin dan yang miskin, Wertheim sebenarnya mengingatkan kita akan pentingnya analisa kelas dan teori-teori sosial Marxis!!. Demikian LIBRA. Suatu resensi yang obyektif dan baik mengenai buku Wertheim MASSA Vs ELITE. Ketika meyambut terbitnya buku Wertheim tsb, Stichting Wertheim, menulis bahwa 'Sudah sepantasnya Penerbit LIBRA dan Resist Book mendapat penghargaan atas usahanya itu.' Selanjutnya dijelaskan bahwa, WERTHEIM STICHTING adalah sebuah Yayasan Belanda yang didirikan pada 04 Oktober 1988 melalui suatu akte notaris dan sejak itu menjadikan emansipasi bangsa Indonesia sebagai usahanya dengan memberikan *Wertheim Award* bagi karya emansipatoris teladan bagi orang-orang Indonesia yang masih hidup. 'Orang-orang Indonesia yang sudah menerima Wertheim Award adalah penyair Rendra dan Widji Thukul, penulis Pramudya Ananta Toer, penerbit Joesoef Isak, jurnalis Goenawan Mohammad dan penulis Benny G. Setiono.' Dengan emansipasi yang kami maksudkan ialah proses sejarah kemerdekaan negeri-negeri oleh warganegara mereka, dan ketidaksetaraan, keterbelakangan pendidikan dan penindasan dari partisipasi yang tak mencukupi di bidang pengadaan hukum dan dalam pengambilan keputusan. ' * * * Ahmad Nashih LUTFHI dari LIBRA mengemukakan bahwa, buku Prof Wertheim telah didiskusikan di Eltira FM secara on air pada tanggal 12 Oktober yang lalu. Banyak yang merespon dengan macam-macam pertanyaannya. Antara lain ada yang menukik menyoroti teori sosiologi, ada yang bertanya bagaimana caramya agar elit dengan massa tidak berkonflik. Ada yang bertanya berapa harga buku itu (Rp.25.000). LIBRA selanjutnya menjelaskan a.l. bahwa 'buku Wertheim memberikan sajian tentang sofistikasi teori yang berpijak pada suatu perspektif yang emansipatoris. Juga ditekankan tentang pentingnya 'analisa kelas' dalam melihat sejarah masyarakat (pedesaan) kita, suatu masyarakat yang terdiferensiasi berdasarkan kepemilikan tanah dan penguasaan akan sumber-sumber agraria. Tepat sekali perhatian LIBRA bahwa Peristiwa 1965 tidak hanya mengakibatkan 'terbantainya' mamusia-manusia tanpa dosa yang dikorbankan demi melegitimasi naiknya sebuah rezim baru yang otoriter, namun yang telah 'membunuh' satu perspektif dalam ilmu sosial yang pernah hidup dan menjadi pisau analisa yang cukup tajam. Dilupakannya satu perspektif itu menjadikan perkembangan ilmu sosial di Indonesia berjalan secara 'timpang', lebih fokus pada persoalan 'mental' daripada 'struktural'. Terlebih keterkaitan antara persoalan kultural dengan kecocokannya (compatibility) pada 'pembangunan'. Selanjutnya benar sekali penekanan LIBRA, bahwa dalam karyanya itu Wertheim menunjuk pada 'orang-orang yang dilupakan di Jawa', baik sejak masa kolonial oleh elit-elitnya, oleh pemerintah Indonesia saat ini, dan bahkan oleh beberapa ilmuwan sosiolog dan sejarawan di Indonesia, mengingatkan pada tuduhan serupa, 'history without people' atau 'people wihout history'. Mengapa pelupaan dan ignoransi itu bisa terjadi, Prof. Wertheim menunjukkan dengan cerdas dalam buku ini. * * * Juga adalah penting sekali yang dikemukakan Prof. Dr Sediono
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - Catatan Partikeliran (12) -- 'AMERIKA LATIN YANG TERUS BERGERAK KE KIRI' -
*IBRAHIM ISA - Catatan Partikeliran (12)** Minggu, 01 NOVEMBER 2009* * 'AMERIKA LATIN YANG TERUS BERGERAK KE KIRI', * Adalah judul sebuah artikel di s.k. 'Jawa Pos' (1 Nov 2009). Tulisan tsb cekak aos dan bicara soal hakiki. Apa arti kemenangan gerakan Kiri dibanyak negeri Amerika Latin sepuluh tahun belakangan ini. Apa artinya politik KIRI dan populis bagi rakyat luas yang masih miskin di Amerika Latin. Artikel ini baik dibaca mengigat imago politik Kiri sudah demikian diburukkan oleh rezim Orba. Shingga selama puluhan tahun rakyat kita dibodohi terus mengenai arti politik Kiri Dan Populis. Baiklah kita beralih sebentar dari suasana yang mengkhawatirkan di bidang pemberlakukan negara hukum di negeri kita. Hal mana sehubungan dengan penahanan yang dilakukan Mabes Polisi terhadap dua petinggi KPK (yg dinonaktifkan). Oleh banyak tanggapan tindakan Mabes Politis itu dinilai sebagai SERANGAN BALIK, 'counter-offensive' yang dilancarkan oleh kekuatan pro-korupsi di negeri kita. Nyatanya kekuatan gelap tsb masih punya pengaruh kuat, baik di eksekutif, aparat, maupun di lembaga judikatif. Silakan membaca artikel yang menyegarkan yang kuterima dari sahabatku: *M. Kasim.* * * * Jawa Pos Minggu, 01 November 2009 ] *Amerika Latin yang Terus Bergerak ke Kiri* Che, Castro, dan Program Populis Soy cubano, Argentina, boliviano, peruano, ecuatoriano, etc Usted entiende (Che Guevara) - - - ERNESTO Che Guevara bukanlah orang yang merisaukan identitas. Saya orang Kuba, Argentina, Bolivia, Peru, dan EkuadorKau Tahulah, kata dia. Pendek kata, dia warga Amerika Latin. Karena, dia lahir dan tumbuh menjadi pejuang marxis di Argentina, bergerilya menumbangkan kediktatoran Fulgencio Batista di Kuba bersama Fidel Castro, dan mati ditembak dalam revolusi menentang junta militer di Bolivia. Jose Mujica yang menang dalam pemilihan presiden (pilpres) Uruguay putaran I Minggu lalu (25/10) jelas tak bisa disejajarkan dengan Che. Tapi, kemenangan eks pemberontak beraliran kiri itu seperti mempertegas fenomena yang sedikit banyak bersumber pada spirit antikapitalisme lintasnegara ala Che tadi: Amerika Latin yang semakin bergerak ke kiri. Kiri di sini bisa dibaca bebas sebagai pemerintahan sosialis-marxis yang radikal (misalnya Venezuela, Bolivia, Ekuador) ataupun sosialis-demokrat yang moderat (contohnya Brazil dan Cile). Bermula dari Hugo Chavez yang mulai berkuasa di Venezuela sejak 1998, fenomena itu bergerak seperti kartu domino. Melintas ke sesama negara Amerika Selatan seperti Bolivia, Ekuador, Brazil, Paraguay, Cile, dan Argentina. Melebar ke Kosta Rika, Nikaragua, Honduras, dan El Salvador di Amerika Tengah. Serta, menyeberang ke negeri-negeri mini di kawasan Karibia macam Antigua-Bermuda dan St Vincent-Grenadine. Total di Amerika Selatan saja, menurut World Politics Review, sekitar 75 persen dari 382 juta warga kawasan itu berada di bawah komando pemerintahan kiri. Jumlah itu otomatis akan bertambah kalau Mujica yang sangat diunggulkan memenangi putaran II pilpres Uruguay pada 29 November mendatang. Mengapa menjadi kiri begitu diminati di Amerika Latin di era ketika kapitalisme sudah dianggap sebagai pemenang di mana-mana? Jose Natanson, editor jurnal politik Nueva Sociedad, menyebut prinsip kesetaraan yang ditawarkan pemerintahan kiri sebagai sihir penarik minat. Di saat kemiskinan masih begitu membelenggu di Amerika Latin dan kekayaan sumber daya alam justru diminati korporasi asing, siapa yang tak tertarik mendukung pemimpin yang menawarkan nasionalisasi untuk menggenjot pendapatan negara dan memperluas lapangan kerja, tulis Natanson. Kebijakan ekonomi yang menguatkan peran negara itu belakangan memang terbukti mengerek perekonomian sebagian negara kiri di Amerika Latin. Venezuela dan Bolivia yang kaya minyak dan gas alam, misalnya, mengeruk keuntungan berlipat di saat harga kedua produk itu melambung di pasaran. Itu karena perusahaan-perusahaan minyak besar di kedua negara tersebut telah dinasionalisasi. Daya tarik lain pemerintahan kiri adalah program-program populis. Chavez di Venezuela menggratiskan biaya pendidikan dan kesehatan. Sedangkan Bolivia di era Evo Morales memberi jatah kursi parlemen gratis dengan jumlah yang lebih meningkat kepada warga asli. Di Brazil, Presiden Lula da Silva menjalankan proyek Bolsa Famiglia, semacam Bantuan Langsung Tunai seperti di Indonesia. Bantuan finansial didistribusikan kepada sekitar 40 juta jiwa. Artinya, hampir sepertiga populasi Negeri Samba itu mendapatkan donasi sosial tersebut. Program terobosan ekonomi yang lebih komplet lagi ada di El Salvador. Presiden Mauricio Funes yang baru dilantik 1 Juni lalu itu menerapkan paket bantuan ekonomi untuk hampir seluruh lapisan masyarakat. Di antaranya, membangun sekitar 25.000 rumah baru untuk para pegawai dan memberikan kredit lunak kepada para petani. Selain spirit Che Guevara, Fidel Castro yang kukuh
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - 'JEMBATAN' IN DONESIA – NEDERLAND
*Kolom IBRAHIM ISA* *Kemis, 29 Oktober 2009* *--* *'JEMBATAN' INDONESIA NEDERLAND* *Novel dan Film 'OEROEG', Karya Sastrawan HELLA S. HAASSE* *(Bagian II Selesai)* Banyak manfaatnya untuk memberikan agak lebih banyak perhatian pada masalah 'Jembatan Haridepan Hubungan Baik Indonesia-Nederland'. Ini menyangkut sejarah dua negeri. Di satu fihak sejarah hubungan dua bangsa, Indonesia-Belanda, seolah-olah sudah jelas bagi semua. Tak ada soal atau 'ganjelan' lagi. Namun, di lain fihak kita dapati berbagai interpretasi. Diucapkan dan ditulis. Yang bukan saja berbeda. Tetapi, sering bertolak-belakang. Bagi 'kita-kita' ini soalnya sudah lama jelas! Bagi sementara orang Indonesia, soalnya masih juga belum jelas, rupanya! Seperti tampak dalam reaksi mereka a.l terhadap 'Persetujuan Linggarjati' antara Nederland dan Republik Indonesia, 1946. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia dan Belanda adalah dua negeri, dua negara, dua bangsa dan dua kebudayaan. Bahkan sejak hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, nasion Indonesia sudah lahir dan terus berjuang, sebagai *satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air INDONESIA*. Begitu pemahaman, pegangan dan keyakinan kita. Kita tak akan beranjak dari pendirian ini. Pidato Bung Karno 'LAHIRNYA PANCASILA', 1 Juni 1945, dan UUD RI 1945, sudah dengan jelas dan tegas menyimpulkan, memakukan dan mengukuhkan pendirian bangsa ini. Tetapi bagi sementara fihak di Belanda, dan entah dimana lagi, tidak demikian halnya. Dalam waktu panjang mereka bertahan bahwa negara Indonesia yang merdeka adalah Republik Indonesia Serikat RIS, yang lahir di bumi ini pada . . . . . tanggal 27 Desember 1949. Yaitu pada waktu pemerintah Den Haag, 'menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda kepada Republik Indonesia Serikat. Itu berlangsung melalui pelaksanaan Persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949. Peristiwa itu dipopulerkan dengan nama 'Penyerahan Kedaulatan'. * * * Novel Hella S. Haasse mengisahkan pengalaman dan perasaan persahabatan 'bocah' Indonesia anak mandor perkebunan, 'Oeroeg' dengan 'sinyo' Belanda, Johan, anak administratur perkebunan. Persahabatan itu berakhir dengan 'tragis' dan 'tak terelakkan'. Begitu komentar Philip Freriks, Ambasador kampanye 'Nederland Leest' kali ini. Hella S Haasse sendiri mengatakan bahwa ia 'tidak bisa memahami 'Oeroeg' yang sudah berubah, meninggalkan persahabatanya dengan sinyo Johan. Hella S. Haasse yang bicara melalui Johan, tidak bisa faham bahwa bangsa Indonesia sudah menyatakan diri bebas dari kekuasaan kolonial Belanda. Tulis Hella S. Haase a.l : -- Saya hanya ingin membuat sebuah laporan tentang kehidupan bersama selama masa bocah, yang sekarang ini hilang tanpa jejak. Seakan-akan asap yang lenyap ditiup angin. (Perkebunan teh) Kebon Jati adalah kenang-kenangan . . . . Dan Oeroeg tak akan saya jumpai lagi. Tak perlu lagi saya akui di sini bahwa saya tidak memahami OEROEG. Saya mengenalnya, seperti saya mengenal Telaga Hideung sebuah permukaan air yang berkaca-kaca. Kedalamannya tak akan pernah bisa saya duga. Apakah sekarang ini sudah terlambat? Apakah saya selamanya adalah seorang asing di negeri tempat kelahiran saya, di bumi dari mana saya tidak mau dipindahkan? Hanyalah waktu yang bisa memberikan jawabnya. Demikian, a.l novel Hella S Haasse 'Oeroeg'. Yang bicara pada akhir novel adalah Johan, sinyo Belanda yang sudah berpakaian seragam Divisi 7 Desember KL. Namun, di dalam noval sini, Johan adalah Hella S. Haasse. Betapapun, sungguh indah Hella Haase menuangkannya dalam novelnya itu. Novel Haasse itu ditulis tahun1948. Ketika 'bentrokan' antra Indonesia dan Belanda, masih 'panas-panasnya'. Meskipun sudah ada Linggardjati dan kemudian Renville. Sungguh masih panas. Sehingga akan naif sekali bicara soal adanya JEMBATAN BAGI HARIDEPAN HUBUNGAN INDONESIA BELANDA. * * * Hella S Haase tahun 1948, ketika menulis novel debutnya 'Oeroeg', tidak bisa dikatakan seratus persen sama dengan Hella S Haase tahun 1993, setengah abad lebih kemudian, ketika film 'Oeroeg' diproduksi. Novel tsb adalah debut buku roman Haase. Waktu itu Haasse masih muda remaja 30 th. Haasse merasa kehilangan sahabat karibnya yang lahir spontan sejak masa mudanya. Johan atau Haasse mengkhawatir akam 'kehilangan' pengertian tentang negeri tempat kelahirannya: INDONESIA yang dicintainya. * * * Lebih setengah abad kemudian 1993, muncul film 'OEROEG' yang didasarkan dan bertolak dari NOVEL 'OEROEG' karya Hella S Haase tahun 1948. Judul cerita sama. Tetapi hakikatnya dua cerita itu amat berbeda. Film 'OEROEG' yang disutradarai oleh regisur Hans Hykelma, menyoroti persahabatan dua 'pemuda', Johan dan Oeroeg, SAMASEKALI BERBEDA. Yaitu dari perspektif yang LEBIH BERSIFAT POLITIS. Demikian tegasnya 'benang merah politik' yang menjelujuri dan mengakhiri film tsb -- dan juga karena cerita yang disuguhkan boleh
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S FOCUS - WORTHWHILE TO CONSIDER FOR S.B. YUDHOYONO
*IBRAHIM ISA'S FOCUS * *Tuesday, October 13, 2009* *-* *WORTHWHILE TO CONSIDER FOR S.B. YUDHOYONO* Wimar Witoelar, a public figure in Indonesia, wrote an interesting article, published today by HKSIS, Hongkong. In appreciation of the OBAMA NOBEL PEACE PRICE, he suggested that: 'The second Yudhoyono administration could be vastly different from the first one. The degree of difference may be as great as that between the past administration of the United States and the current one. President Obama has won the Nobel Prize this year. President Yudhoyono may win it in a future year. This is a daring and interesting comparison. Is it realistic to hope that Witoelar's prediction about Yudhoyono proved to be correct? Please read further this significant article of WIMAR WITOELAR: * * * * Nobel Prize for Obama shows Indonesia the way forward* *Wimar Witoelar* The Nobel Peace Prize for President Barack Obama has invited a wide range of reactions, from delight to disappointment. Critics and cynics say Obama has yet to achieve much, having held the presidency for a mere eight months. But those who really want to understand the reason for the award need only to follow the official explanation by the Norwegian Nobel Committee. The committee praised the change in the international climate that the president had brought, along with his cherished goal of ridding the world of nuclear weapons. Only very rarely has a person to the same extent as Obama captured the world's attention and given its people hope for a better future, it added. President Obama, in his acceptance speech at the White House, pointed out that the Nobel Peace Prize has not just been used to honor specific achievement; it's also been used as a means to give momentum to a set of causes. We remember the egg of Columbus. As the story goes, guests at a tavern were heckling Christopher Columbus about his successful expedition. The cynics jeered that discovering the Americas was no great accomplishment. Columbus challenged his critics to stand an egg upright. When nobody succeeded, Columbus showed how to do it by tapping the egg on the table, flattening its tip. Now the egg of Columbus refers to an achievement that seems simple after the fact. Two years ago, the United States was firmly engaged in a war of occupation in Iraq and endless battles in Afghanistan. Not only were they engaged, but then president George W. Bush firmly believed that American values should be preserved by pre-emption, unilateralism and division. Then one year ago, America rejected this aggressive stance. They elected by a landslide a president who believes in negotiation, multilateralism and unity. President Obama later stated in a speech in Cairo, I have come here to seek a new beginning between the United States and Muslims around the world; one based upon mutual interest and mutual respect; and one based upon the truth that America and Islam are not exclusive, and need not be in competition. Instead, they overlap and share common principles - principles of justice and progress; tolerance and the dignity of all human beings. Cynics say Obama has not achieved anything. But until 2008, nobody could find a way to avert America from her collision course with the world. Then Obama offered a way out. Now America is a great nation once more. Obama has brought back America to the people, and the world can rally around common goals of peace and prosperity. No doubt Barack Obama deserves the Nobel Peace Prize. It is not a comfortable prize for Obama because now expectations have risen even higher. We have a president of our own, Susilo Bambang Yudhoyono, who is off to a strong start on the world stage. His acclaimed performances at the G20 meeting in Pittsburgh and address at Harvard University set a new international tone for Indonesia. Like President Obama, Yudhoyono's challenge is to manage the expectations he has raised to a very high level. It is a measure of his standing that the high hopes he set in October 2009 have not been met with skepticism internationally, in sharp contrast with the lukewarm reception he is getting at home in Indonesia. There is some parallel here as Obama also has more critics at home than abroad. This may be due to ignorance and habitual fault-finding, which in Indonesia has become the trademark of the newly politically concerned. In the world consciousness, Indonesia has risen from obscurity at best to a shining debutante in the new world international order branded by US President Obama. His success is Indonesia's success, and it would be asinine to begrudge his success for the sake of negativism. Having recognized his successes, it is worrying to see how high he has set expectations. He welcomes the changes taking place in global politics and recognizes the G20 as a manifestation. In his Harvard address he waxed
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - HADIAH NOBEL PERDAMAIAN UNTUK BARACK OBAMA
*Kolom IBRAHIM ISA* *Sabtu, 10 Oktober 2009* *-- * *HADIAH NOBEL PERDAMAIAN UNTUK BARACK OBAMA* Tadi malam di 'Postvak In' computerku, kuterima kiriman email dari Amerika sbb: *A CALL TO ACTION* 09.10.2009 -- 23.11 To Ibrahim Isa From: President Barack Obama Dear Ibrahim -- This morning, Michelle and I awoke to some surprising and humbling news. At 6 a.m., we received word that I'd been awarded the Nobel Peace Prize for 2009. To be honest, I do not feel that I deserve to be in the company of so many of the transformative figures who've been honored by this prize -- men and women who've inspired me and inspired the entire world through their courageous pursuit of peace. But I also know that throughout history the Nobel Peace Prize has not just been used to honor specific achievement; it's also been used as a means to give momentum to a set of causes. That is why I've said that I will accept this award as a call to action, a call for all nations and all peoples to confront the common challenges of the 21st century. These challenges won't all be met during my presidency, or even my lifetime. But I know these challenges can be met so long as it's recognized that they will not be met by one person or one nation alone. This award -- and the call to action that comes with it -- does not belong simply to me or my administration; it belongs to all people around the world who have fought for justice and for peace. And most of all, it belongs to you, the men and women of America, who have dared to hope and have worked so hard to make our world a little better. So today we humbly recommit to the important work that we've begun together. I'm grateful that you've stood with me thus far, and I'm honored to continue our vital work in the years to come. Thank you, President Barack Obama * * * Diterjemahkan secara bebas, bahasa Indonesinya adalah sbb: 'Pagi ini, Michelle dan saya dibangunkan oleh berita yang tak terduga dan merendahkan hati. Pada jam 6 a.m, kami menerima berita bahwa saya dianugerahi Hadiah Nobel Untuk Perdamaian untuk tahun 2009. Berkata jujur, saya merasa saya tidak patut dideretkan dengan banyak tokoh-tokoh transformasi yang telah dihormati dengan hadiah ini -- priya-priya dan wanita-wanita yang telah menginspirasi saya dan menginspirasi seluruh dunia oleh usaha berani mereka untuk perdamaian. Tetapi saya juga tahu bahwa di sepanjang sejarah, Hadiah Nobel untuk Perdamaian tidak hanya digunakan berkenaan dengan hasil-hasil khusus yang sudah dicapai; ia juga digunakan sebagai *suatu cara untuk memberikan momentum (mendorong) terhadap sementara tujuan *(cetak tebal oleh penterjemah). Itulah sebabnya saya katakan bahwa saya akan menerima hadiah ini sebagai *SERUAN UNTUK BERTINDAK* (huruf besar dan tebal dari penterjemah); suatu seruan tertuju kepada semua nasion dan semua rakyat untuk menangani tantangan bersama abad ke-21. Tantangan ini tidak akan terselesaikan selama masa jabatan presiden saya, atau bahkan selama hidup saya. Tetapi saya tahu tantangan-tantangan ini dapat diselesaikan selama diakui bahwa hal itu tak bisa diselesaikan hanya oleh seseorang atau oleh sesuatu bangsa saja. Hadiah ini -- dan seruan untuk aksi yang menyertainya -- tidak hanya milik saya atau pemerintah saya saja; ia adalah milik semua rakyat di seluruh dunia yang telah berjuang untuk keadilan dan pedamaian. Dan lebih-lebih lagi, ia milik kalian, para priya dan wanita Amerika, yang telah berani mempunyai harapan dan telah bekerja begitu keras untuk menjadikan dunia kita ini sedikit lebih baik. Jadi hari ini kita dengan rendah hati berkomit-ulang dengan pekerjaan penting yang telah kita mulai. Saya berterima kasih bahwa sedemikian jauh kalian bersama saya, dan saya merasa terhormat untuk meneruskan pekerjaan vital kita dalam tahun-tahun berikut selanjutnya. Terima kasih, Presiden Barack Obama * * * Kolom ini adalah tanggapan terhadap surat elektronik yang kuterima tadi malam: Relevan kiranya, apa yang dikatakan oleh Jagland, ketua Komite Norwegia: Jarang sekali orang seperti Obama telah meraih perhatian dunia dan memberi bangsanya harapan akan masa depan yang lebih baik, Diplomasinya disusun dalam konsep bahwa mereka yang akan memimpin dunia harus melakukannya atas dasar nilai-nilai dan sikap-sikap yang juga dipegang oleh sebagian besar penduduk dunia,. Alasan yang dikemukakan Komite Hadiah Nobel memberikan Hadiah tsb kepada Obama, padahal dia belum setahun menjabat, sbb: Itu karena kami ingin mendukung yang dia coba capai. Ini sinyal jelas bahwa kami ingin mendukung hal yang sama seperti yang dia lakukan. Secara spefisik Jagland menyebut upaya Obama *memperkuat lembaga-lembaga internasional dan upaya ke arah dunia yang bebas dari senjata nuklir. * Menjawab pertanyaan, apakah Hadiah Nobel untuk Perdamaian kepada Obama tidak telalu pagi disampaikan, Ketua Jagland menyatakan sbb: Kami menyampaikan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan PARTIKELIRAN 9 - Kasus MUNIR UPDATED
*IBRAHIM ISA Catatan PARTIKELIRAN 9 * *Rabu, 07 Oktober 2009* *-* *Kasus MUNIR UPDATED Di Amnesty International Amsterdam, 19.10.09* Tidak diragukan! Juga tidak mengherankan! Sementara kalangan yang, langsung atau tak langsung, terlibat dengan kasus Munir, berusaha keras untuk 'mengakhiri' proses pengadilan tentang Munir. Menjadikan peristiwa pembunuhan politik terhadap Munir sebagai sesuatu yang 'belong to the past'. Its history!, kata mereka. Menjadikannya sejarah, sejarah yang ditutupi tabir misteri! Namun, bisa dipastikan 'mereka-mereka' yang ingin menjadikan kasus pembunuhan terhadap Munir sebagai 'masalah sejarah' , TIDAK AKAN BERHASIL. Kasus itu suatu ketika akan dibuka lagi. Yang terlibat, yang bertanggung jawab dan pelaku pembunuhan pasti akan diseret (lagi) ke pengadilan. Lebih penting lagi. Dalangnya akan diungkap. Biang-keladinya akan diganjar sesuai kejahatan yang mereka lakukan. Sehubungan dengan inilah, AMNESTY INTERNATIONAL, Nederland, akan menggelar pertemuan di kantor Amnesty International, Keizersgracht 177, di Amsterdam, pada tanggal 19 Oktober mendatang. Temanya tunggal: *UPDATE ON THE MUNIR CASE AND ACCESS TO JUSTICE IN INDONESIA.* Mengenai tema ini Usman Hamid, Direktur KONTRAS, Indonesia, yang akan menyampaikannya. Sedangkan mengenai 'Access to Justice in Indonesia: Munir's case and defamation charges in legal perpsective', akan disampai kan oleh Dr Adriaan Bedner, senior lecturer pada Van Vollenhoven Institut di Leiden. Inisitif Amnesty International afdeling Nederland tsb patut disambut dalam rangka mengingatkan terus pada yang berwewenang dan dunia internasional bahwa kasus pemunuhan politik atas pejuang HAM, Munir masih MENGGANTUNG. Agar diusahakan sekuat-katnya jangan sampai yang berewewenang di Indonesia berhasil sepenuhnya 'mempeti-eskan' kasus Munir. * * * Seperti diketahui, pada tanggal 09 Septenmber 2009, tepat lima tahun berlalu, sejak Munir Bin Thalib, seorang advokat dan pejuang HAM Indonesia terkenal, dibunuh dengan racun. Pembunuhan itu berlangsung dalam perjalanan Munir dengan pesawat Garuda Indonesia, dari Jakarta ke Amsterdam. Dalam proses pengadilan kasus Munir, mantan Mayjen Muchdi Purwoprayogo, petinggi senior badan intel Indonesia, pada tanggal 31 Desember 2008, telah dibebaskan dari tuduhan membunuh Munir. Mereka-mereka yang mendalangi pembunuhan Munir tetap saja bebas. Dalam suatu 'serangan balik', atas pengaduan Muchdi, Kepolisian Jakarta memulai suatu 'investigasi pemfitnahan kriminil' terhadap Usman Hamid, Direktur KONTRAS. Hamid dituduh memfitnah karena membuat pernyataan-pernyatan setelah Muchdi dibebaskan dari tuntutan pengadilan. Untuk itu Usman diinterogasi Kepolisian Jakarta pada tanggal 9 September y.l. Menarik untuk mencatat di sini bahwa Presiden SBY menyatakan bahwa mengungkap pembunuh-pembunuh Munir merupakan 'ujian sejarah' (test of history). Perlu dingat pula bahwa Usman Hamid adalah anggota 'Tim Pencari Fakta' TPF - yang dibentuk oleh Presiden SBY bulan Desember 2004. Dalam bulan Mei 2005, SBY memerintahkan tiga menteri untuk mengadakan investigasi terhadap beberapa orang tersangka pada perusahaan penerbangan Garuda Indonesia dan pada BIN (Badan Intelejen Negara). Terhadap dua orang diajukan tuduhan membunuh Munir, yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto pilot Garuda yang sedang diluar dinas dijatuhi hukuman 20 tahun, dan mantan direktur Garuda Indra Setiawan, divonis setahun. Tetapi menurut yang dengan seksama mengikuti kasus pembunuhan Munir, dua orang tsb diatas, adalah pelaku-pelaku bawahan (bahan-bahan diperoleh dari Martha Barends, Amnesty International). * * * Ketika, atas persetujuan Presiden Bambang Susilo Yudhoyono, dibentuk Tim Pencari Fakta TPFyang independen atas kasus pembunuhan Munir, -timbul sedikit harapan bahwa kasus pembunuhan atas Munir akan terungkap. Dalang maupun pelaku-pelakunya akan diadili. Yang bersalah akan dijatuhi hukuman setimpal. Menyambut terbentuknya TPF yang independen, mari kita baca lagi apa yang kutulis dalam sebuah Kolom lima tahun yang lalu, yaitu pada tanggal 26 November 2004, sbb: Misteri yang menutupi kematian pejuang HAM tenar Indonesia, Munir, ada harapan akan terkuak dengan persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)atas pembentukan tim pencari fakta (TPF) independen kasus Munir, seperti yang dusulkan masyarakat nasional maupun internasional. Berita ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Imparsial Rachland Nashidik,dalam jumpa persnya, kemarin. Menurut Rachland, Presiden SBY sebelumnya telah menerima istri Munir, Suciwati, yang ditemani oleh M. Makarim (Kontras), Rachland Nashidik (Imparsial) dan Todung Mulya Lubis (salah seorang pendiri Kontras dan Imparsial). Dalam pertemuan itu SBY menyampaikan keprihatian atas musibah yang menimpa Munir, dan berjanji akan membantu semaksimal mungkin, dan mendukung sepenuhnyaapa pun yang
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - BANGSA INI HARUS MEMBEBASKAN DIRI,,DARI KEADAAN SAKIT 'AMNESIA'
*Kolom IBRAHIM ISA* *Senin, 05 Oktober 2009* -- *BANGSA INI HARUS MEMBEBASKAN DIRI* *DARI KEADAAN SAKIT 'AMNESIA'* *Apresiasi Thdp Artikel BONNIE TRIYANA* Jurnalis, sejarawan muda BONNIE TRIYANA, menulis sebuah artikel yang bagus berjudul 'BANGSA YANG AMNESIA'. Maksudnya mengenai bangsa Indonesia kita ini. Tulisan itu kritis dan tajam. Analitis dan historian! Sebagai *apresiasi* aku menulis kepada Bonnie Triyana. Dengan sedikit di-edit kembali apresiasiku jadinya sbb: Tulisan Bonnie Triyana, berjudul 'Bangsa Yang Amnesia' bagus sekali! Maka sebaiknya dibaca lebih banyak orang. Khususnya kaum muda. Oleh karena itu, aku publikasikannya di network dengan didahului oleh sebuah apresiasi, sbb: Sungguh, -- tadinya aku tidak tau, apa artinya kata 'amnesia' itu. Diliat di kamus 'An English-Indonesian Dictionary', by John M Echols and Hassan Shadili, Cornell University Press, 1975. Di situ tertera -- 'AMNESIA' terjemahannya dalam bahasa Indonesia adalah 'AMNESIA'. Masyaalah! Kamus Cornell University Press ini guyon apa gimana? Terpaksa dicari di 'KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA', Departemen P K, terbitan Balai Pustaka, 1988. Nah, baru ada makna dari kata 'AMNESIA'. Tetapi, karena kata itu dicantumkan dalam kamus Indonesia, asumsinya ialah bahwa kata 'amnesia 'itu sudah diadoptasi jadi kata Indonesia. Cuma aku yang belum tau. Menurut kamus tsb 'Amnesia' itu artinya 'hilangnya ingatan, terutama tt masa lalu, hal menjadi lupa tt apa yang terjadi sebelumnya'. Kata 'amensia' ini memang sengaja kuangkat di sini, supaya kita tau persis apa maksudnya. Apa pula sangkut pautya dengan kasus 1965. Supaya tau betul, bahwa kata 'amnesia' itu maksudnya 'LUPA INGATAN'. Nah, soalnya: Mengenai kasus sejarah 1965, TERISTIMEWA, menyangkut peristiwa persekusi, pembunuhan masal terhadap warga tak bersalah, dan kebiadaban yang terlibat di situ. APA BENAR mengenai kasus tsb orang jadi LUPA INGATAN? Janganl upa, baik selalu diingat, bahwa 'amnesia' itu adalah suatu keadaan sakit. Apa betul yang bersangkutan sakit? Banyak disebut tentang 'SELEKTIF MEMORI'. Ada yang bilang 'ignorance'. Malah ada yang menyebutnya 'insomnia'. 'Insomnia' artinya 'tak bisa tidur'. Juga suatu penyakit. Mungkin dimaksudkan kalau orang mengingat kasus 'pembantaian masal 1965' lalu terjangkit penyakit 'insomnia' - Orang jadi tidak bisa tidur. Ini bisa terjadi bila itu menyangkut pelaku. Bisa juga menyangkut korban. Tapi, bila itu korban, orang bilang itu 'trauma'. Jelasnya lata 'trauma' artinya 'luka berat'. Atau 'keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat tekanan jiwa atau cedera jasmani, atau luka herat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Nyatanya ketika membicarakan peristiwa sejarah 'kasus persekusi dan pembantaian masal' sesudah terjadinya G30S, orang menggunakan kata-kata: 'AMNESIA', 'SELEKTIF MEMORI', 'IGNORANCE', 'INSOMNIA', 'TRAUMA' dan mungkin ada kata lain lagi. Apakah sama pengertian kita tentang kata-kata tsb. Tampaknya masing-masing punya tafsiran sendiri. Atau tidak mengerti tapi pura-pura mengerti. Baik juga melihat kasus pilot AS yang menjatuhkan bom atom di Hiroshima menjelang berakhirnya Perang Pasifik. Ia kemfuisn jadi 'trauma' . Karena ia menjadi sadar, begitu kolosal penderitaan rakyat Jepang sampai turun temurun karena ledakan bom atom itu. Kondisinya kemudian berkembag. Pilot itu menjadi penderia sakit jiwa. Juga di kalangan korban Hisroshima-Nagasaki, tidak sedikit yang menderita 'trauma'. Tetapi bagi sang pilot, 'traumanya' itu jelas disebabkan hati nuraninya yang mulai bicara. Namun begitu, aktivis-aktivis perdamaian Jepang, tiap tahun memperingati didropnya bom atom di atas kota Hirosyima dan Nagasaki. Meskipun ada yang trauma, peringatan berlangsung terus tiap tahun. Maksudnya mendidik rakyat dan seluruh dunia, tentang ganasnya peperangan lalu. Supaya jangan terulanglagi! Tetapi di Indonesia, orang se-enaknya saja menggunakan kata 'trauma' bersangkutan dengan 'kasus 1965'. Disitu jelas ada maksud untuk 'memeti-eskan kasus 1965'. Hendak menyembunyikan sesuatu yang busuk dimana yang bersangkutan sendiri terlibat sebagai pelaku dalam pelanggaran tsb. Bagi yang benar-benar 'trauma' memang hendak melupakannya, agar bebas dari kenang-kenangan horor. Bagi pelaku, mereka seolah-olah 'trauma', menggunakan dalih untuk bebas dari tuntutan hukum. Mereka hendak mempertahankan situasi 'ketiadaan hukum'. Sering sekali keadaan 'sakit' dijadikan dalih untuk menutupi suatu 'sikap politik'. Sepert halnya mantan presiden Suharto yang setiap kali harus diopname di rumah sakit, begitu ada tanda perkara korupsinya akan disidangkan di pengadilan dimana ia harus hadir. * * * *Bonnie Triyana: * *Bangsa yang Amnesia -- * *(Koran Tempo, 5 Oktober 2009)* Bonnie Triyana, sejarawan alumnus Universitas Diponegoro, Semarang. Menulis skripsi pembunuhan massal anggota dan simpatisan PKI di Purwodadi 1965-1969. Beberapa saat setelah bebas dari
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – CATATAN PARTIKELIRAN 8 - BRAVO 'PERHIMPUNAN PERSAUDARAAN'!
*IBRAHIM ISA CATATAN PARTIKELIRAN 8* *Minggu, 04 Oktober 2009* ** *BRAVO 'PERHIMPUNAN PERSAUDARAAN'!* *Sekitar Rapat Anggota Yang Sukses* Aku menulis ini menurut apa adanya! Bukan karena aku anggota Vereniging Perhimpunan Perasaudaraan di Belanda! Memang tulisan ini sekadar 'Catatan Partikeliran' mengenai rapat umum anggota Perhimpunan yang berlangsung hari ini dari jam 11.30 sampai jam 04.30 sore di gedung sekolah 'Schakel', Diemen Noord. Pertemuan tsb memang benar-benar berlangsung cekak-aos, zakelijk dan harmonis. Dan yang penting, sukses! Sekalipun tulisan ini adalah suatu catatan partikeliran, tetapi signifikan. Mengenai suatu pertemuan yang mengesankan! Suatu rapat yang antusias dan berhasil baik! Pengurus yang lama dipilih kembali dengan aklamasi! Jadi, -- aku menulis tentang kegiatan Perhimpunan Persaudaraan hari ini, juga, samasekali bukan disebabkan karena aku kenal ketua-ketuanya, masing-masing Sungkono dan Farida Ishaya Rachmat dan anggota Pengurus lainnya. Kebetulan, hari ini Sungkono yang memimpin rapat dan Farida yang menyampaikan laporan kegiatan Perhimpunan selama berfungsi dua tahun belakangan ini sebagai pengurus hasil pilihan anggota. * * * Bagi pembaca yang belum mengenalnya: 'Vereniging Perhimpunan Persaudaraan Indonesia' di Belanda, adalah sebuah organisasi sosial-budaya yang terbuka. Terdiri dari orang-orang Indonesia yang bermukim di Belanda. A.l yang tinggal di Amsterdam, Utrecht, Zeist, Woerden, Anrhem, Den Haag, Leyden, Rotterdam, Purmerend, dll tempat di negeri Belanda. Perkumpulan orang-orang Indonesia tsb didirikan lebih 20 tahun yang lalu. Para pengambil inisiatif dan pendirinya adalah orang-orang Indonesia (mengikuti istilah Gus Dur) 'yang terhalang pulang'. Di persekusi oleh Orba, mereka tidak mau menjerah pada 'nasib'. Meskipun dipaksa menjadi eksil di negeri Belanda, mereka memelihara semangat cinta bangsa dan cinta tanah air. Memelihara dan memperkokoh kepedulian terhadap Indonesia. Memelihara dan memperkokoh semangat solidaritas dan gotong-royong diantara anggota, dan di kalangan masyarakat Indonesia di Belanda. Perhimpunan Persaudaraan tidak eksklusif. Di antara anggota-anggotanya juga terdapat yang bukan 'orang yang terhalang pulang'. Orang-orang Indonesia biasa! Kenyataan bahwa perhimpunan orang-orang Indonesia ini bisa bertahan selama 20 th lebih, dengan kegiatan utama di bidang sosial-budaya, mengungkapkan watak organisasi ini yang ulet. Yang SEPI ING PAMRIH, RAMÉ ING GAWÉ! Dua kegiatannya yang menonjol: Satu: Kegiatan solidaritas dengan perjuangan di tanah air untuk demokrasi, keadilan dan hak-hak azasi manusia. Kedua, melakukan kegiatan gotong-royong di antara sesama bangsa Indonesia di Belanda, serta mengusahakan dan menyalurkan bantuan/sumbangan ke tanah air, yang sesewaktu dilanda oleh bencana alam, seperti Tsunami, gempa bumi di Jogyakarta dan Jawa Barat. Hari ini mengumpulkan sumbangan menurut kemampuan untuk para korban gempa bumi di Padang, Bengkulu dan Riau. Yang segera akan disampaikan langsung oleh salah seorang anggota Perhimpunan yang akan ke Indonesia dan Padang dalam waktu dekat ini. Satu segi, -- PERHIMPUNAN PERSAUDARAAN bukan organisasi politik Di fihak lain anggota-anggotanya bebas melakukan kegiatan politik menurut keyakinan masing-masing. Meskipun bukan organisasi politik, 'Perhimpunan Persaudaraan' bukan 'politiko-fobi'. Misalnya, ketika bangsa kita mengadakan PERINGATAN SEABAD BUNG KARNO, Perhimpunan Persaudaraan di Belanda, dengan bekerjasama erat dengan dan mendapat dukungan penuh KBRI Den Haag, mengorganisasi peringatan Seabad Bung Karno dengan suatu seminar dan pesta kebudayaan. Dutabesar Abdul Irsan ketika itu dan para diplomat lainnya dari KBRI, ikut berpartisipasi bersama Perhimpunan Persaudaraan. Begitu juga halnya ketika Prof Dr Bob Hering, cendekiawan historikus Belanda, meluncurkan bukunya BIOGRAFI BUNG KARNO, Bapak Nasion Indonesia, lagi-lagi di KBRI Den Haag. Perhimpunan Persaudaraan aktif terlibat di dalam kegiatan tsb. Bahu membahu dengan KBRI Den Haag. Benar seperti apa yang disimpulkan dalam laporan Pengurus, hubungan antara Persaudaraan dengan KBRI, banyak ditentukan oleh siapa yang jadi Dutabesar. Pada saat pemerintahan Gus Dur dan kemudian pemerintahan Megawati, hubungan Perhimpunan Persaudaraan dengan KBRI, adalah baik. Terdapat sikap saling menghormati. Saat itu, boleh dikatakan dalam banyak kegiatan KBRI, Perhimpunan Peraudaraan selalu diundang. Begitu juga dalam periode Dutabesar Mohamad Jusuf, terjalin hubungan baik antara KBRI khususnya dengan masyrakat Indonesia yang keberadaannya di negeri Belanda disebabkan oleh persekusi Orba. Namun, ketika KBRI memperoleh dutabesar baru yang sekarang ini, hubungan itu seperti putus samaekali. Dalam daftar (mailing list) KBRI seolah-olah sudah tak ada lagi nama organisasi Perhimpunan Persaudaraan. Sehubungan dengan sikap baru KBRI ini
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Sukses Besar Tiongkok Adalah Berkat 'SOSIALISME Dengan Ciri TIONGKOK'
*Kolom IBRAHIM ISA* *Jum'at, 02 Oktober 2009* *---* *Sukses Besar Tiongkok Adalah Berkat 'SOSIALISME Dengan Ciri TIONGKOK'* *Menyambut Ultah Ke-60 Republik Rakyat Tiongkok* Dari jauh, -- -- -- Melalui media TV, radio dan internet seluruh dunia ikut menyaksikan kemegahan PERAYAAN 1 OKTOBER 2009 di Tiongkok. Perayaan itu adalah yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah RRT. Yang dimulai dengan 60 tembakan meriam salvo. Frederic J. Brown, wartawan AFP yang turut hadir dan tampak ikut-ikut juga terpesona, dengan judul PERAYAAN 60TH KOMUNIS TIONGKOK MEGAH, menulis a.l: 'Pasukan wanita milisia Tiongkok turut ambil bagian dalam parade peringatan 60^th berkuasanya Partai Komunis di Lapangan Tiananmen pada parade hari nasional di Beijing. Barangsiapa peduli dengan sejarah modern Tiongkok, khususnya mengenai perang dalam negeri antara KMT dan PKT, tidak heran dengan turut sertanya milisia wanita dalam parade militer itu. Karena tau bahwa di P. Hainan, ketika berlangsung perang gerilya yang memimpin revolusi agraria di situ, kekuatan bersenjatanya a.l terdiri dari pasukan gerilya yang dikenal dengan nama Detasemen Wanita Merah. Mao Tsetung pernah mengatakan bahwa WANITA ADALAH PENYANGGA SEPARUH LANGIT. Epik perjuangan bersenjata Detasemen Wanita Merah di P Hainan tsb diangkat menjadi sebuah film cerita dan seni tari balet. Dengan demikian hendak menunjukkan penghargaan dan perhatian terhadap peranan wanita dalam revolusi. Film Detasemen Wanita Merah tsb pada tahun 1950-an pernah dipertunjukkan di bioskop-bioskop Jakarta. Kebetulan aku pernah melihatnya! Tulis Brown lagi: Parade militer dan pawai megah dan kolosal ditampilkan untuk melambangkan kemajuan dan kebangkitan raksasa Asia ini. Parade melibatkan 500 tank dan berbagai peralatan baru militer produksi dalam negeri, termasuk 150 pesawat yang bermanuver di udara. Komentar orang: Sungguh suatu SPEKTAKEL! Dua hal yang ditonjolkan dalam liputan AFP tsb. Bahwa peringatan itu megah! Dan bahwa peringatan itu adalah peringatan TIONGKOK KOMUNIS. Meskipun peringatan itu adalah peringatan nasional dan dirayakan oleh seluruh bangsa, namun Wartawan Brown tidak salah. Kemegahan 1 Oktober tsb adalah prestasi kaum Komunis Tiongkok. Adalah kemegahan Komunis Tiongkok. Menyaksikan perayaan Ultah ke-60^ RRT dan mengikuti pemberitaan mengenai kemajuan yang dicapai Tiongkok, 'kita-kita' ini merasa turut gembira, ikut bangga. Tiongkok adalah satu-satunya negeri di Dunia Ketiga yang sekarang ini berhasil menduduki tempat SEJAJAR dengan kekuatan-kekuatan ekonomi dan militer di dunia, khususnya Amerika Serikat. Suatu kekuatan raksasa di arena internasional yang ikut menentukan haridepan Asia dan dunia. Ini merupakan perkembangan dan kemajuan Tiongkok yang luar bisa. Dengan membandingkan situasi Tiongkok lebih 60 th yang lalu, selagi Tiongkok di bawah KMT. Tiongkok ketika itu merupakan negeri yang terbelakang, lemah, kacau, miskin dan tergantung pada luar. Sedangkan di dalam negeri tak henti-hentinya berkecamuk perang dalam negeri yang berkepanjangan. * * * Sekarang, seperti termanifestasi dalam Perayaan di Lapangan Tianmen Tiongkok adalah sebuah negeri yang makmur, maju, kokoh dan stabil, bersatu dan hamornis. Betapapun orang punya 'pendapat begini' atau 'begitu' terhadap perkembangan di Tiongkok dewasa ini, terpaksa mengakui bahwa MEREKA BERHASIL. Sosialisme Tiongkok sukses! Antusiasme 'kita-kita' ini, orangAsia, yang sama-sama dari Dunia Ketiga, tercermin juga a.l dari tulisan Dahlan Iskan, pemimpim s.k. Jawa Pos, yang hadir di situ (rupanya) atas undangan fihak Tiongkok. Baca saja artikelnya di Jawa Pos, hari ini 02 Oktober, 2009, berjudul SHO ZHANG HAO! Artinya: Baik Komandan! Tolong cek Bung Chan CT apa sudah benar terjemahan itu, I.I. * * * Tahun 2008, dunia menyaksikan keunggulan dan kemegahan Republik Rakyat Tiongkok dalam mengorganisasi pesta olah-raga Olympiade Beijing. Olympiade Beijing mendemonstrasikan kebolehan dan keunggulan banyak olahragawan Tiongkok. Pesta olahraga internasional itu diakhiri megah dan indah dengan Tiongkok menggondol medali emas dan jumlah total medali paling atas. Negeri-negeri Dunia Ketiga, ikut bergembira dan bangga atas sukses yang dicapai Tiongkok. Memasuki Ultah Ke-60, Republik Rakyat Tiongkok tampil sebagai satu-satunya, dan mungkin dalam skala dunia keseluruhan , sebagai negeri dunia ketiga yang paling berhasil melampaui dengan 'selamat' krisis finansial global yang melanda ekonomi dunia belakangan ini. Sehubungan dengan ini, *Orville Schell*, Direktur Centre Hubungan AS-Tiongkok di Asian Society, menulis al sbb: Adalah menggoncangkan secara intelektual dan politik menyaksikan bahwa, --- bila Barat tidak bisa cepat membereskan sistim pemerintahannya, hanyalah negara-negara yang secara politik belum-direformasi, negara-negara seperti Tiongkok, yang akan mampu mengambil keputusan yang diperlukan suatu nasion, untuk bisa
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - BERTELADAN Pada 'MADRES DE LA PLAYA MAYO' ARGENTINA -- JADILAH PEMBERANI !!
*Kolom IBRAHIM ISA * *Rabu, 30 September 2009* *---* *BERTELADAN Pada 'MADRES DE LA PLAYA MAYO' ARGENTINA * *JADILAH PEMBERANI !!* Sudah 44 tahun berlalu! Pelanggaran terbesar terhadap Hak-hak Azasi Manusia di Indonesia, dimulai ketika Jendral Suharto membangkang terhadap Presiden Sukarno dan mengambil alih pimpinan Angkatan Darat di tangannya sendiri. Sejak itu dimulai suatu kampanye persekusi terbesar dalam sejarah Indonesia terhadap orang-orang PKI, simpatisan PKI, yang dianggap PKI dan pendukung-pendukung Presiden Sukarno. Pembantaian masal yang merupakan bagian terpenting dari persekusi Jendral Suharto itu, makan korban antara 500.000 sampai 3 juta warganegara yang tak bersalah. Mereka ditangkap, disiksa dan dipenjarakan. Mereka ditangkap tengah malam dan tidak kembali untuk selama-lamnya.Mereka ditangkap dan kemudian dibuang ke pulan Buru. Lebih sepuluh tahun lamanya dipenjarakan dan dibuang ke pulau Buru, disekap disitu tanpa tuduhan dan tanpa proses peradilan apapun. Oleh karena itu tidaklah berkelebihan menyatakan bahwa persekusi tsb merupakan PELANGGRAN HAM TERBESR DI SEPANJANG SEJARAH REPUBLIK INDONESIA. Itulah sebabnya 'kasus 1965' ini tak boleh dibiarkan terkunci dalam memori selektif bangsa ini. Kasus ini harus dibuka. Alasan atau dalih apapun tidak boleh membiarkan kebiadaban terkejam yang terjadi sejak berdirinya rezim Orde Baru, dibiarkan begitu saja. Kasus Peristiwa 1965 harus diurus, diajukan ke pengadilan. Yang bersalah harus dihukum. Para korban harus dibersihkan nama baiknya dan direhabilitasi hak-hak politik dan kewarganegaraannya. Hanya inilah jalan satu-sastunya yang benar dan solid menuju suatu REKONSILIASI NASIONAL . * * * Argentina pernah mengalmi rezim diktatur militer serupa seperti yang terjadi di Indonesia. Korban yang jatuh tidak sebesar di Indonesia. Namun, meliputi puluhan ribu warganegara yang tak bersalah. Kekajaman rezim militer Jorge Rafael Videla di Argentina ketika itu tidak kalah dengan kebiadaban rezim Orba. Namun, di Argentina -- ini bedanya dengan Indonesia -- sejumlah ibu-ibu, terkenal dengan nama MADRES DE LA PLAYA MAYO, dengan keberanian luar biasa, tak takut ancaman dan tak taku mati, berjuang terus, melakukan aksi, mengadakan demonstrai setiap hari Kemis selama hampir 30 tahun lamanya di lapangan LA PLAYA DE MAYO dimuka Istana Presiden. Mereka menuntut keadilan! Menuntut keadilan bagi suami, putra, putri, abang, adik, paman yang HILANG pada suatu malam diculik oleh aparat rezim militer Argentina. Perjuangan mereka berhasil! Dalam pada itu rezim diktatur militer Argentina terguling. Digantikan oleh rezim yang demokratis. Demonstrasi para ibu-ibu tsb jalan terus. Akhirnya pemerintah hasil -- pemilu Argentina mulai manangani masalahnya. Yang bertanggungjawab atas pelanggran HAM: Jendral- jendral, opsir-opsir dan aparat intel, satu persatu diajukan ke pengadilan, diadili dan dijatuhi hukuman setimpal. * * * Mengenai LAS MADRES PLAYA DE MAYO tsb budayawan Goenawan Mohammad dalam Catatan Pinggirnya ( Caping ), khusus memberikan tanggapan. Dalam tulisan tsb Goenawan Mohammad menggugah orang-orang Indonesia supaya BERANI. Gugahan ini sesuai seruan penyair Widji Thukul, yaitu LAWAN! Kolom Ibrahim Isa tertanggal 18 Juli 2009, memberikan sedikit pangantar atas tulisan Goenawan Mohamad tsb. Di bawah ini dikutip tulisan dalam kolom Ibrahim Isa, sbb: *'CAPING' . . . GOENAWAN YANG MENGGUGAH SUPAYA BERANI!* Menggugah! Itu kesan dan reaksi pertama sesudah membaca 'Caping' -- Catatan Pinggir -- Goenawan Mohammad di Tempo. Kesan berikutnya: Tulisan Goenawan berjudul 'ESTABA LA MADRE' , mengetuk hati nurani. Begitu ceriteranya, demikian pula messagenya. Tak diragukan, message Goenawan ialah, supaya jadi orang PEMB E R A N I ! Berani MENGGUGAT! Supaya jadi manusia-manusia berani seperti Ibu-Ibu Argentina yang muncul setiap Kemis di Playa de Mayo, Buenos Aires. Mereka berunjuk-rasa di depan Istana Presiden setiap Kemis itu begitu 'berani'. Sampai-sampai dibilang 'gila'. 'Gila' karena BERANI MENGGUGAT di negeri yang selama berkuasanya rezim militer diliputi penuh ketakutan. Dan . . . demo itu bukan satu dua kali, atau satu dua minggu! Tetapi s e t i a p Kemis, selama lebih dari 20 tahun. SUNGGUH ULET. Sungguh mengharukan dan memberikan inspirasi! Yang mereka tuntut, tanya dan dengungkan tidak lain: Kemana anak-anak, suami, sanak saudara kami yang 'DIHILANGKAN' oleh rezim militer Jorge Rafael Videla, pada masa-masa THE DIRTY WAR di Argentina. Ketika itu kaum Kanan melakukan pengejaran, pembersihan serta pembasmian terhadap golongan Kiri. Memang, di sini harus dijelaskan: -- Sasaran dan korban rezim militer Videla adalah kaum Kiri, banyak diantaranya orang-orang Komunis dan simpatisannya. Fadela sendiri adalah dari golongan militer Kanan Konservatif yang anti-Komunis. Seperti halnya di negeri kita selama
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Peranan SUKARNO-HATTA Di Konferensi LINGGARJATI
*Kolom IBRAHIM ISA* *Selasa, 29 September 2009* ** *Peranan SUKARNO-HATTA * *Di Konferensi LINGGARJATI* *Jabar, November 1946* *1* Tema tsb di atas adalah salah satu fasal dari acara 'Seminar Dan Pameran Konferensi Linggardjati; Jembatan Bagi Haridepan Hubungan Indonesia-Nederland'. Fasal ini disampaikan oleh Dr dr Hoesein Rusdhy, historikus. Suatu kegiatan bertemakan salah satu periode dalam revolusi kemerdekaan Indonesia. Penyelenggara: Kedutaan Besar Republik Indonesia di Nederland. Berlangsung pada hari Senin, tg 28 September 2009. Lokasinya di di Aula Koninklijke Bibliotheek, Den Haag. Mulai jam 08.30 pagi. Wah, . . . . untuk Francisca Pattipilohy dan aku yang dapat undangan tertulis per pos, jam 08.30 itu terlalu pagi. Bayangkan kami tinggal di Amsterdam. Harus menggunakan kendaraan umum, karena tidak punya mobil sendiri. Maka berangkat dari rumah persis jam 06.30 pagi, agar tidak terlambat. Mempertimbangkan kegiatan ini penting maka kami tepat pada waktunya hadir di situ. Undangannya formal sekali. A.l begini bunyinya: 'The Ambassador of the Republic of Indonesia H.E. Junus Effendi Habibie request the pleasure of the company of I. BRAMIJN, at the Seminar Exhibition on Linggardjati Conference', . . . . dst. Nama I. Bramijn tsb adalah nama yang tertera di pasporku. Undangan datang dari KBRI. Yang mengajukan nama-nama kami adalah seorang sahabat Belanda. Anyway, terima kasih kepada KBRI, kepada moderator seminar, Pak Firdaus. Pertama-tama tentu 'bedankt' kepada kawan Belanda itu. Beberapa hari sebelum seminar dibuka, PPI Leiden juga mendapat undangan. Lalu, lewat Jaringan Kerja Indonesia (JKI) diserukan oleh PPI agar yang berminat supaya hadir. * * * Satu pertanyaan! Benarkah Konferensi Linggardjati (1946) adalah suatu 'JEMBATAN HARI DEPAN' Hubungan Indonesia Belanda, sperti dirumuskan dalam daftar acara seminar? Freedom of speech: Boleh-boleh saja menafsirkan demikian. Namun, tidakkah penafsiran itu terlalu berat sebelah? Bahkan berlebihan! Bukankah 'hasil-hasil' yang dicapai dalam Konferensi Linggardjati, telah diinjak-injak di hadapan dunia internasional oleh fihak Belanda? Pada waktu mereka melancarkan agresi militer pertama (21 Juli -- 05 Agustus 1947) terhadap Republik Indonesia? Dengan amat sinis dan munafik di sidang Dewan Keamanan PBB), utusan Belanda menyatakan bahwa agesi mereka terhadap Republik Indonesia itu, adalah 'urusan dalam negeri'; bahwa 'Belanda tidak pernah mengakui campur tangan luar' terhadap urusan 'dalam negeri' Belanda? Sejak semula Belanda menyatakan agresinya itu sebagai 'politieonele actie'. Lebih gawat lagi! Sesudah ceasefire dideklarasikan, kemudian diteruskan dengan Perundingan Renville dipimpin oleh PM Mr Amir Syarifuddin di fihak R.I, fihak Belanda, untuk kedua kalinya melakukan agresi total terhadap Republik Indoneisa (19 Desember '48 -- 05 Januari 1949), sampai menduduki Jogyakarta dan menangkap pemimpin-pemimpin Republik Indonesia: Presiden Sukarno, Wapres Moh Hatta dan pemimpin lainnya. Tujuannya jelas: Melikwidasi Republik Indonesia! Baru ketika Belanda sadar bahwa bangsa Indonesia pantang menyerah serta melancarkan perang gerilya dipadu dengan ofensif diplomatik di arena internasional, Belanda agak mawas diri. Belanda terpaksa menerima campur tangan internasional, terutama dari Amerika Serikat. Baru pada saat itulah kiranya, 'jembatan hari depan' sedikit-sedikit mulai tampak. Itu terjadi terutama disebabkan oleh perjuangan bangsa kita sendiri. Perjuangan nasional yang berpadu dengan tekanan (AS) kepada Belanda. Bertolak dari kepentingannya sendiri (strategi global Perang Dinginnya) AS mendesak Belanda segera mengakhiri kolonialismenya di Indonesia. Belanda di desak AS agar lebih memfokuskan pada memperkokoh persekutuan AS-Eropah, NATO. Barulah sesudah Konferensi Meja Bundar (1949) berakhir, formal Belanda mengakhiri kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Barulah kita bisa bicara tentang 'jembatan bagi haridepan hubungan Indonesia-Belanda'. Diteliti lebih dalam, bertolak dari strategi perjuangan semesta Republik Indonesia yang memadukan perjuangan gerilya dengan ofensif diplomatik di PBB, dunia Sosialis dan dunia Islam, maka Konferensi Linggardjati itu, adalah bagian integral dari suatu peperangantotal. Perang tanpa pertumpahan darah. Suatu pertarungan sengit di bidang diplomasi. Sekitar inilah para pemimpin nasional Indonesia, khususnya mantan PM Sutan Sjahrir, menunjukkan keunggulannya dalam perjuangan di bidang diplomatik. * * * Bicara mengenai 'JEMBATAN BAGI HARIDEPAN HUBUNGAN INDONESIA-BELANDA', pertama-tama catat dulu, sifatnya pada permulaan adalah kolonisasi Belanda atas Indonesia. Untuk menciptakan jembatan yang benar, bagi haridepan hubungan ini, hubungan antara kolonisator dan koloni dulu itu mesti diakhiri. Historis, yang memulai membangun 'jembatan' hubungan Indonesia-Belanda yang SETARA dan SALING MENGHORMATI, samasekali bukan
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - PELAJARAN Dari 'PERISTIWA 1965'
*Kolom IBRAHIM ISA* *Sabtu, 25 september 2009* *---* *REKONSILIASI -- PERSATUAN NASIONAL Dan* *PELAJARAN Dari 'PERISTIWA 1965'* * * * Sejak gelombang Reformasi mengakhiri rezim Orba 11 tahun yang lalu, penulisan maupun analisis mengenai Peristwa G30S 1965 dan pembantaian masal terhadap 1 sampai 3 juta warganegara tak beraslah, terus mengalir. Seakan-akan membanjiri kios-kios dan toko-buku. Penulisan, komentar maupun studi mengenai 'Perisitiwa 1965', akan berlangsung terus. Tak akan mengendur selama kabut misteri masih menutupinya. Adalah pertanda positif bahwa banyak penulis dan sejarawan muda meneruskan serta menggiatkan studi, analisis dan penulisan mengenai masalah tsb. Pembacapun menunjukkan sikap lapang dada dan kesabaran. Sambil masyarakat meneruskan kegiatan yang resultatnya akan merupakan sumbangan bagi PELURUSAN SEJARAH, bagi REKONSILIASI NASIONAL dan PERSATUAN NASIONAL. Di lain fihak akan merupakan sumbangan terhadap usaha memberlakukan keadilan terhadap para korban 1965 serta keluarganya yang berjumlah sekitar 20 juta wargengara tak bersalah. Sejalan dengan semangat tsb diatas, di bawah ini dipublikasikan kembali tulisan sekitar Peristiwa 1965 (a.l. Diterbitkan di Forum Leuven), yang ditulis enam tahun yang lalu. *Kolom IBRAHIM ISA* http://forumleuven.org/index.php/archives/10 *(Forum Leven, Forum Diskusi Sejarah Bangsa, 27.09.2003* http://forumleuven.org/index.php/archives/10 Memperingati Peristiwa 65? Untuk Mengakhiri Era-Impunity dan Rehabilitasi Para Korban http://forumleuven.org/index.php/archives/10 Bung Karno benar sekali, ketika memberikan nama GESTOK, pada peristiwa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar jam 03.00 pagi hari. Bukan nama G30S, Gerakan 30 September, seperti yang disebut oleh para pencetus gerakan, dan bukan juga GESTAPU, seperti penamaan yang diberikan oleh Jendral Suharto (dengan maksud menarik persamaan dengan organisasi fasis Hitler, GESTAPO), Presiden Republik Indonesia memberikan nama GESTOK, artinya gerakan yang terjadi pada tanggal 1 Oktober. Dari segi nama saja, apa yang terjadi ketika itu, sudah terdapat perbedaan tanggapan. Apalagi mengenai hakikat dan isi gerakan tsb. Ada sejumlah pengamat (termasuk dari kalangan militer) menilai gerakan itu, dengan sangat beralasan sebagai suatu gerakan intelijen tentara. Dilakukan oleh segolongan tentara terhadap golongan tentara lainnya di dalam angkatan bersenjata. Segolongan 'mmembersihkan' segolongan lainnya. S.k. PKI Harian Rakyat, pada tanggal 1 Oktober '65, menilai G30S sebagai gerakan yang terjadi di kalangan AD, dilakukan oleh segolongan perwira patriotik untuk membela Presiden Sukarno. Bicara mengenai penyebab G30S, Presiden Sukarno menyebut empat faktor, yaitu: 1. Keblingernya pemimpin-pemimpin PKI; 2. Lihaynya nekolim; 3. Adanya oknum yang tidak benar. (Manai Sophiaan - KEHORMATAN BAGI YANG BERHAK - Bung Karno tidak terlibat G30S/PKI , 1994). Menurut mantan Waperdam RI, Dr. Subandrio, Kol. Untung, pemimpin G30S, yakin sekali bahwa Jendral Suharto ada di belakang G30 (Bukankah Kol Latief beberapa jam sebelumnya sudah memeritahukan hal ini kepada Jendral Suharto?). Subandrio juga yakin betul bukan PKI yang mendalangi G30S --(Memoar Subandrio dan Kesaksiannya). Dokumen-dokumen PKI sendiri, a.l. (Otokritik Politbiro CCPKI,1966). mengungkapkan bahwa sementara pimpinan PKI, dengan mengenyampingkan ketentuan organisasi, telah melibatkan diri dengan petualangan G30S, tapi menegaskan bahwa soal itu adalah soal intern AD. Dokumen PKI itu menyatakan bahwa tindakan tsb adalah suatu avonturisme. Main-main dengan revolusi. Prof. Wertheim, menganalisa bahwa G30S didalangi oleh CIA/Suharto melalui agen-agen yang diselundupkan ke dalam gerakan tsb, yaitu Syam Kamaruzzaman. PKI termasuk perangkap. Ada sementara analisis yang menyatakan bahwa andaikata sesudah terjadinya peristiwa tsb, DN Aidit, ketua PKI, dan Bung Karno, Presiden Republik Indonesia, diajukan ke pengadilan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang adil, maka kemungkinan besar kabut misteri yang meliputi G30S, dimana telah dibunuh 6 Pati ABRI dan seorang perwira menengah, akan terkuak. Tetapi, Jendral Suharto c.s. cepat-cepat melikwidasi DN Aidit (Kesaksian Kolonel Hadisubroto dalam sebuah wawancara dengan Kompas), dan kemudian menjadikan Presiden Sukarno tahanan politik dalam keadaan sakit, terisolasi total dan jauh dari pengobatan yang normal terhadap penyakit yang diidapnya, dibiarkan demikian sampai meninggal dalam keadaan sengsara dan amat menyedihkan. Tanpa ada satu buktipun atau proses pengadilan yang membuktikan kesalahan beliau, sebagaimana DN Aidit ditembak mati tanpa proses pengadilan apapun. Nyatanya, pelbagai analisis dan penilaian tentang G30S, masih berjalan terus, masih diperlukan waktu untuk lebih banyak bahan bukti dan kesaksian untuk bisa mengungkap samasekali tabir misteri dan rahasia yang menutupi G30S. Kabut tebal misteri
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Catatan PARTIKELIRAN – (5) - PRADUGA Dan PRASANGKA NEGATIF PRA DUGA Dan PRASANGKA NEGATIF,,Oleh : M IRDAYANTI Yanti, Dosen di Bonn, Jer man
*IBRAHIM ISA Catatan PARTIKELIRAN (5)* *Sabtu, 19 September 2009* *-* *PRADUGA Dan PRASANGKA NEGATIF* *Oleh : MIRDAYANTI Yanti, Dosen di Bonn, Jerman* Mirdayanti, seorang dosen generasi baru, sudah beberapa tahun lamanya bekerja dan berdomisili di Bonn, Jerman. Tergugah oleh sebuah artikel mengenai ANAK 'ALLOCHTOON Dan WANITA MUSLIM BERJLIBAB di Belanda, ia menulis sebuah tanggapan. Yanti mengangkat sikap praduga dan prasangka sementara kalangan di Jerman terhadap orang-orang migran asal Turki. Tulisan Yanti mengungkap juga bahwa bangsa Jerman dewasa ini, sesungguhnya menyadari betapa negatifnya sikap anti-semitisme masa lampau serta sikap berprasangka dan berpraduga terhadap orang-orang yang berkultur, bertradisi dan beragama lain. Mirdayanti menuturkan apa yang dilihat dan dialaminya sendiri di Jerman. Bicara mengenai masalah sikap berpraduga dan berprasangka, Yanti mengarahkan pandangannya ke ngeri kita. Ia mengecam sementara sikap yang apriori terhadap orang-orang asing berkulit-putih. Tulis Yanti: 'Apalagi kalau kita sudah menyentuh masalah tema stigma komunisme, marxisme, etc. Ini lebih parah lagi. Sulit mengembalikan otak-otak yang sudah tercuci selama 30 tahunan memang, termasuk otak-otak para pemimpin negara kita dan sebagian kaum intelektualnya (catatan: sebagian!!!). Buktinya, dari pada membaca dulu sebuah buku tentang pelurusan sejarah, maka baru mendengar judulnya saja mereka-mereka yang berprasangka sudah langsung ingin membakar buku tersebut misalnya'. Yanti juga dengan tulus memeriksa fikirannya sendiri. Ditulisnya: 'Tapi saya pun sering bertanya pada diri sendiri: Sudahkah saya bersih dari prasangka-prasangka negatif saya? Kadang jawaban jujurnya cukup membuat saya malu sendiri'. Silakan membaca selengkapnya artikel yang ditulis Yanti, sbb: * * * *Oleh : MIRDAYANTI 15 Sept 2009* Pak Ibrahim yb., Isi ceritanya sangat mengagumkan. Demikianlah, kadang kita bisa mengukur kepribadian orang sudah cukup dari sikap spontanitas yang mereka tunjukkan ketika menolong seseorang, tanpa berpikir dan berpraduga, apa latar belakang orang lain yang mereka hendak bantu atau hendak mereka sentuh. Yang saya ketahui bahkan di negara-negara berlatar belakang budaya Islam, orang-orang tua secara adat dan tradisi sangat dihormati. Sama seperti di Indonesia juga. Semakin seorang anggota keluarga berusia senior, semakin dituakan oleh anggota keluarga yang lain dan anak-anak kecil pun ikut mencontoh menghormati kaum-kaum senior. Bukannya dibuang. Maka wajar kalau Pak Ibrahim yang jatuh dari sepeda akan langsung ditolong si anak kecil dan si Mbak berjilbab dari Maroko itu. Banyak memang prasangka dan praduga yang tidak benar dilontarkan kepada orang-orang asing atau keturunan asing di Eropa. Kalaupun kebetulan ada segelintir dari mereka yang melakukan hal-hal kriminal atau yang agak kotor misalnya, namun tidak berarti semua orang asing atau keturunan asing mesti begitu. Biasanya tulisan-tulisan di media akan sangat mempengaruhi para pembacanya. Di sinilah pentingnya media-media di Belanda maupun di kawasan Eropa lainnya untuk turut mencerahkan dan mendidik publik melalui tulisan-tulisan mereka. Di Jerman sendiri saya sangat sering mendengar nada-nada yang begitu miring tentang orang-orang Turki yang merupakan kelompok masyarakat asing terbesar di Jerman. Mereka sudah memiliki keturunan lebih dari 4 generasi di sini. Jadi, sudah banyak sekali yang lahir dan dibesarkan di Jerman, berbahasa Jerman dan hidup lebur dalam budaya Jerman, walaupun sebagian besar memang terus memeluk agama leluhurnya: Islam. Namun tentu saja dengan tingkat level religiositas yang berbeda-beda: ada yang memang nyantri, ada yang abangan, ada yang moderat, atau bahkan yang cuek sama sekali. Selebur apa pun masyarakat Turki dalam budaya dan kehidupan Jerman, tetap saja nada-nada miring dari masyarakat Jerman terhadap orang-orang Turki terasa sekali lebih menggema dibandingkan misalnya prasangka negatif terhadap keturunan asing lainnya. Bukan prasangka kriminal, tetapi lebih ke prasangka sosial dan kebiasaan. Misalnya sering disebutkan bahwa orang-orang Turki, terutama yang tua-tuanya, sering disebutkan tak ingin melebur atau tak bisa berbahasa Jerman dengan baik, konservatif, selalu pakai kerudung, dsb. Sebenarnya masyarakat Jerman sudah jera dengan kisah antisemitisme Hitler di jaman sebelum PD II yang karena akibat rasialisme mereka terhadap keturunan Yahudi dan keturunan asing lainnya di Jerman saat itu, maka sejarah mereka menjadi sangat buram dan memalukan. Lama sekali bangsa Jerman generasi pasca PD II harus menanggung 'beban sejarah' ini di pundak mereka dan tak ingin membicarakannya, karena malu. Namun sekarang bangsa Jerman sudah sangat terbuka dalam soal sejarah gelap mereka. Mau mengakuinya, membicarakannya, memfilmkannya, menorehkannya dalm buku-buku sejarah sekolah, dan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA Berbagi Cerita - SELAMAT ULTAH (Ke-88) Untuk Mas SETIADI REKSOPRODJO
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Jum'at, 18 September 2009* *---* *SELAMAT ULTAH (Ke-88)* *Untuk Mas SETIADI REKSOPRODJO* Pagi ini kubaca di Facebook, diberitakan oleh Witaryono: BAPAK SETIADI REKSOPRODJO hari ini, 18 September, berusia 88 th. Aku bilang kepada Murti, baik kita tilpun langsung saja Mas Setiadi. Beliau hari ini genap berusia 88 th dan masih sehat walafiat, fisik dan mental. Kira-kira jam 9.00 waktu Amsterdam, aku tilpun Mas Setiadi. 'Dari siapa?', tanya seorang wanita dari rumahnya Mas Setiadi, Jalan Sibayak No 4. Jakarta. 'Oh,bilang saja dari negeri Belanda. Dari Amsterdam'. 'Tunggu sebentar, ya Pak', kata wanita itu. Kedengaran di tilpun suara wanita itu kepada Mas Setiadi: Pak ada tilpun dari negeri Belanda. Mas Setiadi segera mengambil tilpun itu: 'Ya, halo', kata Mas Setiadi. 'Ya, siapa?' 'Saya, Ibrahim Isa, dari Amsterdam'. 'Oh, Isa?', kata Mas Setiadi. Langsung saja kami berdua menyanyikan lagu PANJANG UMURNYA, Panjang Umurnya, Panjang Umurnya Serta Muliyaaa! Hip, hip huraa'. Segera terdengar suara Mas Setiadi geli tertawa. Biasanya beliau hanya senyum saja. Jarang tertawa sampai terdengar. Kali ini beliau tertawa terkekeh-kekeh. 'Kok tau saja', kata Mas Setiadi sambil mengucapkan terima kasih. Aku bilang, aku tau dari Witaryono (puteranya Mas Setiadi) yang memberitakannya di Facebook. Tau enggak Facebook? Menurut pengelolanya, sekarang anggotanya sudah melebihi 300 juta. Kalau dipasang berita di situ, seluruh dunia tau. Wah, kata Mas Setiadi, saya sudah tidak mengikuti lagi perkembangan internet yang begitu cepat. * * * Kutanyakan bagaimana kesehatannya. Ya, baik-baik saja, katanya. Masih ke kantor, tanyaku lagi. Ya, masih, katanya. Tetapi tidak setiap hari, seperti dulu. Kalau diperlukan saja. Tidak reguler, katanya. Lalu Mas Setiadi cerita bahwa ia sekarang sedang menulis (buku), Ia cerita tentang apa yang ditulisnya. Biarkanlah Mas Setiadi sendiri nanti yang memberitahukannya kalau buku itu sudah selesai. Pokoknya, yang sedang ditulisnya ialah tema yang penting. Beliau juga cerita bahwa cukup sibuk di Jakarta, sehingga terkadang sulit cari waktu untuk menulis. Aku fikir manusia senior ini memang luar biasa. Sudah mencapai usia 88 th masih cukup kesibukan. Masih menulis buku. Luar biasa! Dua kali jadi meneri RI dua kali masuk penjara! Masih saja bersemangat dan militan! Aku bertanya: Mas, apa resepnya kok sampai sekarang Mas masih mantap saja, masih sehat dan melakukan kegiatan seperti yang muda-muda itu. Beliau tertawa mendengar pertanyaanku itu. Harus menemukan sendiri resepnya itu. OK-lah. Kapan jalan-jalan lagi ke Amsterdam, kataku. Kalau mau menulis buku datanglah ke sini. Di sini bisa dengan tenang menulis, di rumah kami. Pasti lancar. Mau berapa lama juga boleh. Mas Setiadi tertawa lagi. Yaah, katanya. INSYAALLAH! Ya, itulah, katanya. INSYAALLAH itulah salah satu resep tadi itu. Bagaimana maksudnya Mas?, tanyakau. Ditegaskannya, maksudnya yang penting JANGAN NGOYO! Tapi bukan alon-alon asal kelakon, toh mas?, tanyaku balik. 'Tentu, tidak boleh alon-alon asal kelakon' jawabnya tandas. Jadi dua hal tadi itu resepnya ya Mas? kataku. Satu: JANGAN NGOYO -- INSYA ALLAH. Tetapi jangan 'alon-alon asal kelakon'. Boleh ini saya sampaikan ke teman-teman Mas? Ya, saya tak tau apa itu rahasia, katanya lagi. Tetapi ia tak melarang aku meneruskannya kepada teman-teman. Lama kami bercakap-cakap. Percakapan lewat tilpun itu berlangsung lancar, gembira dan penuh antusiasme. Seakan-akan seperti pada tahun limapuluhan abad lalu, ketika kami bersama-sama melakukan kegiatan dalam gerakan perdamaian dunia. Mas Setiadi penah menjabat sebagai salah satu Ketua World Peace Council yang berpusat di Wina ketika itu. Beliau juga anggota Biro Dewan Perdamaian Dunia tsb. Kami juga sempat ngomong-ngomong tentang situasi politik Indonesia dewasa ini. Pengamatan dan analisa beliau, masih sama tajamnya seperti dulu. Mas Setiadi Reksoprodjo adalah manusia langka di Indonesia! Manusia teladan! Ulet, sabar dan oprimis! SELAMAT BERULTAH MAS! Sekalian SELAMAT HARI RAYA IDIL FITRI. IED MUBARAK, Mohon MAAF LAHIR BATHIN! * * * [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA'S Focus - On INDONESIA – MALAYS IA HEATED RELATIONS
*IBRAHIM ISA'S Focus * *On /INDONESIA MALAYSIA HEATED RELATIONS/ * *Wednesday, September 16, 2009 * ** /* */*FOLKLORE AND TRADITIONAL ARTS ARE TOO EASILY HIJACKED ..* *By Malaysia* /*By Tuti Sunario for Indonesia Digest*/ *INDONESIAN BATIK: Unesco to declare as World Heritage * * *Relations between Indonesia and Malaysia have been heating up lately. For some two months now the Indonesian public has been outraged by Malaysias claim that the Balinese pendet or welcome dance forms part of Malaysian tourist cultural attractions. This dance was shown in a trailer in the Visit Malaysia broadcast over the Discovery Channel. The claim has brought an uproar with protests coming from Parliament, political parties to the man in the street. For this was not the first of such claims by Malaysia. Indonesians are still sore over the loss of the islands of Sipadan and Ligitan to Malaysia, by reason that Malaysia has developed and built resorts on these islands. Earlier, Malaysias film ads in the Visit Malaysia campaigns have included the Rasa Sayange song from the Moluccas in Eastern Indonesia, the wayang , the reog ponorogo dance from East Java, the angklung bamboo instrument from West Java, and more, all claiming to be Malaysian. Malaysias explanation so far has been that Malaysians and Indonesians are within one ethnic grouping (serumpun), and these cultural features have been brought to Malaysia by Indonesians who have migrated to that country. *Different concepts of the word Malay in Malaysia and Indonesia * It appears, therefore, that the word Malay has different connotations in Malaysia to that as understood in Indonesia. In Indonesia the word Malay denotes an ethnic group, residing predominantly in the Riau islands and Riau mainland, parts of North and West and Southern Sumatra and parts of Kalimantan. However, in Sumatra itself there are a number of other ethnic groups, such as the Batak, Nias, Mentawai, Kubu or even the Minangkabau and Acehnese who do not call themselves Malay. Indonesia comprises more than 300 different ethnic groups, - besides Malays, - who adhere to different religions, such as Islam, Hinduism, Catholicism, Protestantism, and Buddhism, - as well as local beliefs - although the majority of Indonesias population is Moslem. It is therefore, hard to comprehend why Malaysians can view all Indonesians as Malays. For the Indonesian nation was not founded on ethnicity, culture or religion. It was born out of a common desire by the peoples living here to build a new nation called Indonesia on the territory once known as the Dutch East Indies, regardless of race, ethnic background or religion. In language, indeed, the Malay language, originating from the Riau Islands, was accepted as the base for the Indonesian language as pledged in the Youth Pledge of 1928, - which was long before the Independence of Indonesia or Malaysia. This decision was made because Malay was then the lingua franca or rather the market language in the archipelago, and is more democratic compared to the Javanese language, which was then the majority language spoken on Java. The Javanese language is feudal and has many levels depending on ones status in society. However, since the Youth Pledge onwards, Bahasa Indonesia has developed in a different direction from the Malay language as spoken in Malaysia. In fact, today Indonesians very often do not even comprehend when Malaysians speak, since although a number of words may be similar they may have completely different connotations. However, today with the appearance of the Balinese pendet dance as part of the Visit Malaysia campaign on Discovery Channel, whatever public tolerance was shown before to Malaysias claims of being in one ethnic grouping, little tolerance is shown this time. The pendet dance is very specific to Bali, which is predominantly Hindu. The dance originated as a sacred temple dance, which was partly profaned to become a welcome dance for tourists, and is today the tourist icon for Bali and, consequently, for Indonesia. So to the Indonesian mind it is quite incomprehensible how Malaysia could even think of including this icon in its campaign. Therefore, the placement of the pendet dance coming under the slogan Malaysia, Truly Asia is viewed as a trigger to an advertising and promotional warfare in cyberspace aimed to win international tourists, next to the hijacking of Indonesias cultural expressions by Malaysia. In response, Minister for Culture and Tourism, Jero Wacik, sent a protest letter to the Minister for Tourism of Malaysia. In reaction, Malaysia argued that this was not the responsibility of the government, but that the responsibility lies with the production house company. In turn, the PH argued that it was the initiative of
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – CATATAN PARTIKELIRAN – (IV) = Anak Sekolah 'Allochtoon' da n Wanita Muslim ber-Jilbab
*IBRAHIM ISA CATATAN PARTIKELIRAN (IV)* *Rabu, 16 September 2009* *---* *Anak Sekolah 'Allochtoon' * *dan Wanita Muslim ber-Jilbab * Beberapa waktu yang lalu, hari Kemis, aku mengalami hal yang samasekali diluar dugaanku. Tapi bangga juga sebagai orang 'allochtoon' di Belanda. Memang betul, yang akan kuceriterakan ini ada kaitannya dengan seorang anak sekolah atau 'bocah' 'allochtoon'. Dan, seorang wanita yang juga 'allochtoon', serta ber-jilbab. Di Belanda, menurut catatan CBS Jawatan Statistik Pusat warganegaranya terbagi atas dua kategori. Satu yang disebut '*autochtoon'* yang bapak-ibunya kelahiran Belanda. Dan satu lagi, yang disebut '*allochtoon', y*ang salah satu dari orangtuanya kelahiran asing. Bisa bulé, yang imigran, yang putih, hitam, sawo-matang, dan kuning sipit. Di Holland arus rasisme dan anti-orang asing khususnya orang asing yang berwarna, apalagi yang Muslim, cukup keras. Meskipun minoritas, tapi sangat vokal. Mereka membeda-bedakan warganegara, antara yang 'autochoon' dan yang 'allochtoon'. Maka menimbulkan perdebatan yang sering-sering sengit sekali. Bagaimana tidak menimbulkan perdebatan sengit? Warganegara dibagi-bagi atas dua katagori begitu. Katakanlah, ada yang a s l i , yaitu yang autochtoon. Mereka itu menganggap dirinya lebih berhak untuk berdiam di tanah Belanda, karena 'ke- asli- annya' itu. Lalu, ada yang bilang, kalau begitu perumusannya, bagaimana dengan Beatrix itu, Ratu Kerajaan Belanda. Menurut penggolongan itu, jadinya Beatrix tergolong 'allochtoon'. Bukankah bapaknya, yaitu Pangeran Bernhard, asalnya warganegara Jerman??? Tambahan lagi, suami Ratu Beatrix, yaitu Pangeran Clause almarhum, tadinya juga warganegara Jerman. Tambah lagi: Putra Mahkota, Pangeran Willem Alexander, anaknya Ratu Beatrix kawin dengan warganegara Argentina. Wah,wah, wah, lalau kemana mau dikatagorikan kewarganegaraan putri-putri Willem Alexander dan istrinya Maxima. Apakah beliau itu, 'autochtoon', ataukah lebih tepatnya, 'allochtoon'? Kan jadi repot sendiri! Ulahnya CBS bikin macam-nacan katagori penduduk. Mungkin bukan begitu maksudnya! Dimaksudkan secara adminstratif saja membagi-bagi demikian itu. OK-lah! Sekarang ini, kita tidak memperdebatkan tentang 'allochtoon' dan 'autochtoon'. Apakah benar yang 'autochtoon' itu adalah yang asli-Belanda, dan oleh karena itu lebih berhak tinggal di Belanda. Sedangkan yang 'allochtoon' itu adalah pendatang, jadinya semacam 'non-pri' menurut istilah zaman Orba di Indonesia dulu. Tidak, kita tidak diskusi mengenai soal ini. Barangkali lain kali saja! Baca terus! * * * Kuteruskan cerita PARTIKELIRAN ini. Pagi itu cuaca cerah. Matahari memancarkan sinar hangatnya. Ada sedikit angin sejuk. Tak ada hujan. Cuaca yang ideal, fikirku. Enak sekali untuk bersepeda. Jadi, aku ingin bersepeda ke klinik gigi memenuhi 'pengaturan' dokter. Jarak rumah kami ke klinik gigi itu tak seberapa. Tidak sampai seperempat jam bersepeda sudah sampai. Naik bus juga bisa. Tapi dari rumah harus jalan kaki dulu. Kira-kira sepuluh menit ke halte-bus. Menantikan bus berikutnya. Beberapa menit saja. Terkadang, kalau waktunya kebetulan tidak nge-pas, terpaksa nunggu sampai 10 menit. Walhasil, aku fikir, lebih baik bersepeda saja. Sehat! Pernah dokter bilang: Antara naik mobil dengan berkendaraan umum, pilihlah kendaraan umum. Kalau bisa bersepeda itu lebih baik. Jalan kaki adalah yang paling baik. Itu paling sehat, kata dokter. * * * Untuk menghemat waktu, bersepedalah aku ke dokter gigi. Pada suatu perempatan, jalan sepeda yang khusus itu memotong jalan mobil. Di situ ada 'stoplicht'. Lampu pengatur lalu-lintas, menentukan siapa yang boleh jalan lebih dulu. Siapa yang harus tunggu. Kebetulan lampu merah menyala pada 'stoplicht'. Jadi aku harus berhenti. Turun dari sepeda, menunggu sampai menyala lampu hijau. Biasanya bila menghentikan sepeda dan turun, caranya, aku mengangkat kaki kananku kebelakang. Menyentuh tanah, sepedapun terhenti. Aku turun dari sepeda. Tapi kali ini cara aku berhenti dan turun dari sepeda, lain. Aku turun dari sadel langsung meluncur ke depan menjejakkan kaki ke tanah. Celaka . . . . . .! Selangkanganku tertahan batang sepeda, sehingga kedua kaki tidak mantap jejak ke tanah. Berdiriku jadi labil sekali. Dan . . . . . aduh mak, aku jatuh terjerembab! Saat itu baru terkilas di fikiran . . . memang tubuh ini sudah tidak seperti dulu lagi. Sudah 'senior'! Berani-beraninya masih ingin bersepeda. Nyatanya memang masih mampu bersepeda. Cuma kali ini saja agak sial. Terjerembab ke tanah, aku terjatuh total. Masih untung, tak ada bagian kaki atau tangan yang patah. Inilah orang Indonesia namanya. Sudah jatuh terjerembab di jalan masih merasa u n t u n g . Karena tak ada yang cidera. Tapi aku sulit bangun. Masih terduduk di tanah. Nah, ketika itulah terjadi yang diluar dugaanku . . . . . . Seorang anak
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Buku SEJARAH di Belanda Tentang “PERISTIWA 1965”
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita * *Kemis, 10 Sept 2009 * *- * *Buku SEJARAH di Belanda Tentang PERISTIWA 1965 * Penguasa Indonesia: Pemerintahmya, pers yang mendukungnya, elite dan politisinya, hampir semua parpol, pemerhati, pakar termasuk 'sejarawan' bernama Prof Kasdi yang merestui pembakaran buku Sumarsono, menyebut peristiwa 1965, sebagai 'G30S/PKI'. Pada peiode pemerintahan Presiden Megawati, kata 'PKI' yang secara rekayasa ditambahkan pada kata 'G30S', dihapuskan. Karena dianggap tidak sesuai dengan fakta-fakta sejarah itu sendiri. Itu berlaku untuk buku-buku sejarah di sekolah-sekolah. Yang tadinya oleh penguasa disebut 'G30S/PKI'' , dikembalikan menjadi penamaan 'G30S'. Tanpa tambahan kata 'PKI'. Karena kata 'PKI' itu dianggap kata tambahan dari Orba. Yang tadinya nama gerakan pada tanggal 1 Oktober 1965, adalah 'G30S', sebagaimana para pelaku itu menamakannya, menjadi 'G30S/PKI'. Nama itu adalah rekayasa, 'bikinan' Orba. Memulas sejarah. Maka pada periode pemerintahan Mega dikembalikan jadi nama 'G30S'. Tidak lama kemudian, melalui kasak-kusuk dan manipulasi, nama 'G30S' oleh penguasa diubah lagi menjadi 'G30S/PKI'. Demikianlah getolnya para pahlawan anti-PKI itu bermanipulasi dan merEyakasa fakta sejarah. Tidak habis-habisnya mereka itu memperkosa sejarah Indonesia. Di Tanggerang buku-buku sejarah untuk sekolah yang tidak menggunakan penamaan 'G30S/PKI' dikumpulkan lalu dibakar. * * * Dalam artikel, ttg 20 Juli 2009, berjudul '. . .* Buku Sejarah Indonesia di Perpustakaan Reigersbos*, ditulis , a.l: . . . .aku menemukan buku 'GESCHIEDENIS Van INDONESIË'.' Sejarah Indonesia'. Terbitan Walburg Pers, Zutphen, 2006. Disusun oleh redaksi terdiri dari pakar-pakar Belanda: Leo Dakhuizen , sejarawan dan penulis; Dr Mariëtte van Selm (sejarawan), dan Frans Steeg. Mari kita ikuti sedikit apa yang paRa sejarawan Belanda itu tulis tentang 'Peristiwa 1965' . Demikian a.l (cuplikannya): Subjudul yang tertera di dalam buku yang mereka tulis a.l : *Perebutan kekuasaan (Kudeta), oleh 'Gerakan 30 September' ditindas dengan pertumpahan darah. * Enam jendral terbunuh. Jendral Suharto tidak termasuk dalam daftar yang diculik dan dibunuh. PKI dianggap bertanggungjawab atas kudeta tsb. Dengan maksud mengkaitkannya dengan Gestapo-nya Nazi, 'Gerakan 30 September' diberi nama 'Gestapo'. Terjadi pembunuhan dikalangan orang-orang yang benar-benar PKI dan yang diduga PKI. Juga banyak korban jatuh di kalangan orang-orang Tionghoa. Di kalangan tentara dan aparat pemerintahan dilakukan 'pembersihan'. Orang-orang yang dulu dicap PKI dan orang-orang sekitarnya, bertahun-tahun lamanya hidup dalam penderitaan. Mereka dipenjarakan dan kemudian (setelah bebas dari penjara) dikucilkan dari kehidupan masyarakat. . . . . Kup yang gagal merupakan akhir periode Orde Lama Presiden Sukarno. Sukarno masih menjabat presiden tetapi kedudukannya digerowoti. . . . . . . Pada tanggal 11 Maret 1966 ia (Sukarno) membubuhkan tandatangannya pada sebuah dokumen yang memberikan mandat penuh kepada Suharto untuk memulihkan ketertiban. Setahun kemudian Sukarno dengan hati yang berat, menarik diri ke Bogor, setelah hak-hak dan titelnya dicopot, dan Suharto dibenum jadi presiden. * * * Suatu pencatatan sejarah yang menarik. Karena, dalam penulisan tsb, sedikit banyak dicatat, bahwa nama Suharto tidak termasuk dalam daftar jendral-jendral yang dibunuh oleh 'G30S'. Tidak seperti Jendral Nasution, yang memang termasuk dalam daftar 'G30S' untuk diculik dan dibunuh, tetapi bisa menyelamatkan diri. Pencatatan para sejarawan Belanda itu, banyak mengandung arti. Karena, bukankah ketika itu Jendral Suharto adalah komandan Kostrad. Ia punya pasukan, punya kekuatan. Timbul pertanyaan, mengapa Suharto tidak masuk daftar yang akan diculik oleh 'G30S'. Bila G30S betul bermaksud untuk melakukan kudeta, logisnya kekuatan riil sperti Kostrad, seharusnya ditindak. Atau semestinya ditarik untuk mendukung kudeta tsb. Sebetulnya bila dianalisis, juga tidak mengherankan. Karena, pada malam 30 September 1965 itu, beberapa jam sebelum kekuatan 'G30S' memulai operasinya, Kolonel Latif, salah seorang pemimpin 'G30S' menemui Jendral Suharto. Menurut Kolonel Latif ia menceritakan segala sesuatu. Jadi, Suharto tau apa yang akan terjadi. Tetapi ia tidak melapor kepada atasannya, Penglima TNI, Jendral Yani. Jendral Yani adalah salah satu korban. Sementara analisis mengatakan, bahwa Suharto bukan saja terlibat, tetapi punya agenda sendiri. Ia melaksanakan recananya sendiri. Kesimpulan seperti ini masuk akal. Juga dikemukakan dalam buku Sejarah Indonesia terbitan Belanda itu, bahwa kudeta 'G30S' ditindas dengan petumpahan darah. Tidak disebut berapa banyak korban penindasan berdarah yang dilakukan terhadap 'G30S'. Belakangan bisa kita bisa baca sendiri berita yang mengungkap apa yang disampaikan oleh Jendral Sarwo Edhi. Jendral Sarwo Edhi
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita - Buku SEJARAH di Belanda Tentang “PERISTIWA 1965”
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita * *Kemis, 10 Sept 2009 * *- * *Buku SEJARAH di Belanda Tentang PERISTIWA 1965 * Penguasa Indonesia: Pemerintahmya, pers yang mendukungnya, elite dan politisinya, hampir semua parpol, pemerhati, pakar termasuk 'sejarawan' bernama Prof Kasdi yang merestui pembakaran buku Sumarsono, menyebut peristiwa 1965, sebagai 'G30S/PKI'. Pada peiode pemerintahan Presiden Megawati, kata 'PKI' yang secara rekayasa ditambahkan pada kata 'G30S', dihapuskan. Karena dianggap tidak sesuai dengan fakta-fakta sejarah itu sendiri. Itu berlaku untuk buku-buku sejarah di sekolah-sekolah. Yang tadinya oleh penguasa disebut 'G30S/PKI'' , dikembalikan menjadi penamaan 'G30S'. Tanpa tambahan kata 'PKI'. Karena kata 'PKI' itu dianggap kata tambahan dari Orba. Yang tadinya nama gerakan pada tanggal 1 Oktober 1965, adalah 'G30S', sebagaimana para pelaku itu menamakannya, menjadi 'G30S/PKI'. Nama itu adalah rekayasa, 'bikinan' Orba. Memulas sejarah. Maka pada periode pemerintahan Mega dikembalikan jadi nama 'G30S'. Tidak lama kemudian, melalui kasak-kusuk dan manipulasi, nama 'G30S' oleh penguasa diubah lagi menjadi 'G30S/PKI'. Demikianlah getolnya para pahlawan anti-PKI itu bermanipulasi dan merEyakasa fakta sejarah. Tidak habis-habisnya mereka itu memperkosa sejarah Indonesia. Di Tanggerang buku-buku sejarah untuk sekolah yang tidak menggunakan penamaan 'G30S/PKI' dikumpulkan lalu dibakar. * * * Dalam artikel, ttg 20 Juli 2009, berjudul '. . .* Buku Sejarah Indonesia di Perpustakaan Reigersbos*, ditulis , a.l: . . . .aku menemukan buku 'GESCHIEDENIS Van INDONESIË'.' Sejarah Indonesia'. Terbitan Walburg Pers, Zutphen, 2006. Disusun oleh redaksi terdiri dari pakar-pakar Belanda: Leo Dakhuizen , sejarawan dan penulis; Dr Mariëtte van Selm (sejarawan), dan Frans Steeg. Mari kita ikuti sedikit apa yang paRa sejarawan Belanda itu tulis tentang 'Peristiwa 1965' . Demikian a.l (cuplikannya): Subjudul yang tertera di dalam buku yang mereka tulis a.l : *Perebutan kekuasaan (Kudeta), oleh 'Gerakan 30 September' ditindas dengan pertumpahan darah. * Enam jendral terbunuh. Jendral Suharto tidak termasuk dalam daftar yang diculik dan dibunuh. PKI dianggap bertanggungjawab atas kudeta tsb. Dengan maksud mengkaitkannya dengan Gestapo-nya Nazi, 'Gerakan 30 September' diberi nama 'Gestapo'. Terjadi pembunuhan dikalangan orang-orang yang benar-benar PKI dan yang diduga PKI. Juga banyak korban jatuh di kalangan orang-orang Tionghoa. Di kalangan tentara dan aparat pemerintahan dilakukan 'pembersihan'. Orang-orang yang dulu dicap PKI dan orang-orang sekitarnya, bertahun-tahun lamanya hidup dalam penderitaan. Mereka dipenjarakan dan kemudian (setelah bebas dari penjara) dikucilkan dari kehidupan masyarakat. . . . . Kup yang gagal merupakan akhir periode Orde Lama Presiden Sukarno. Sukarno masih menjabat presiden tetapi kedudukannya digerowoti. . . . . . . Pada tanggal 11 Maret 1966 ia (Sukarno) membubuhkan tandatangannya pada sebuah dokumen yang memberikan mandat penuh kepada Suharto untuk memulihkan ketertiban. Setahun kemudian Sukarno dengan hati yang berat, menarik diri ke Bogor, setelah hak-hak dan titelnya dicopot, dan Suharto dibenum jadi presiden. * * * Suatu pencatatan sejarah yang menarik. Karena, dalam penulisan tsb, sedikit banyak dicatat, bahwa nama Suharto tidak termasuk dalam daftar jendral-jendral yang dibunuh oleh 'G30S'. Tidak seperti Jendral Nasution, yang memang termasuk dalam daftar 'G30S' untuk diculik dan dibunuh, tetapi bisa menyelamatkan diri. Pencatatan para sejarawan Belanda itu, banyak mengandung arti. Karena, bukankah ketika itu Jendral Suharto adalah komandan Kostrad. Ia punya pasukan, punya kekuatan. Timbul pertanyaan, mengapa Suharto tidak masuk daftar yang akan diculik oleh 'G30S'. Bila G30S betul bermaksud untuk melakukan kudeta, logisnya kekuatan riil sperti Kostrad, seharusnya ditindak. Atau semestinya ditarik untuk mendukung kudeta tsb. Sebetulnya bila dianalisis, juga tidak mengherankan. Karena, pada malam 30 September 1965 itu, beberapa jam sebelum kekuatan 'G30S' memulai operasinya, Kolonel Latif, salah seorang pemimpin 'G30S' menemui Jendral Suharto. Menurut Kolonel Latif ia menceritakan segala sesuatu. Jadi, Suharto tau apa yang akan terjadi. Tetapi ia tidak melapor kepada atasannya, Penglima TNI, Jendral Yani. Jendral Yani adalah salah satu korban. Sementara analisis mengatakan, bahwa Suharto bukan saja terlibat, tetapi punya agenda sendiri. Ia melaksanakan recananya sendiri. Kesimpulan seperti ini masuk akal. Juga dikemukakan dalam buku Sejarah Indonesia terbitan Belanda itu, bahwa kudeta 'G30S' ditindas dengan petumpahan darah. Tidak disebut berapa banyak korban penindasan berdarah yang dilakukan terhadap 'G30S'. Belakangan bisa kita bisa baca sendiri berita yang mengungkap apa yang disampaikan oleh Jendral Sarwo Edhi. Jendral Sarwo Edhi
[wanita-muslimah] Kolom IBRAHIM ISA - Seminar 10 Th. TIMOR LESTE – Di KITLV
*Kolom IBRAHIM ISA * *Selasa, 08 September 2009 * *-- * *Seminar 10 Th. TIMOR LESTE Di KITLV * Bersama Cisca Pattipilohy, dua manula ini memberanikan diri menerjang angin kencang dan hujan rintik-rintik. Tambah lagi suhu mulai menurun. Dikuduk terasa silir-silir angin dingin yang melabrak siapa saja yang merintanganinya. Kami memerlukan pergi ke Leiden. Menganggap penting hadir di seminar yang diselenggarakan KITLV bersama Universiteit Leiden dan IIAS. Seperti tertera dalam undangan seminar itu adalah untuk -- ***Commemorate the 10** **^th **^ **anniversary of East Timor s vote on self-determination, 30 August 1999 . **Begitulah seperti diumumkan drs Siegers dari KITLV.** * *Tidak ada maksud berceritera panjang-lebar. Sekadar mengajak pembaca mengikuti yang paling berkesan pada hari Jum'at tanggal 3 September itu. * *Sungguh terasa beruntung sekali, kami memperoleh dua sahabat baru. Kehadirannya bikin suasana Timor Leste lebih terasa. Mereka itu: Dua orang pemuda Timor Leste. Tegap, berseri-seri dan penuh semangat. Langsung datang dari negerinya. Di Belanda, demi melanjutkan studi antropologi di Universitas Tilburg. Sengaja tidak disebutkan nama masing-masing. Soalnya belum runding bahwa nama-nama mereka akan dimunculkan dalam tulisan ini. Yang jelas mereka bukan mahasiswa biasa. Di Timor Leste sana sudah dosen universitas. Mungkin di sini akan menambah studi untuk memperoleh Ph.D.** * ** * *** * *Gerrry van Klinken, pakar di KITLV, moderator sore itu, membuka seminar dengan sekadar penjelasan. Gerry bertindak sebagai moderator. Berikutnya bicara Irene Cristalis** **, seorang jurnalis Belanda. Ia pernah berpangkalan di Hongkong, Beijing, Bangkok, New Delhi dan Timor Timur.** * *Irene membawakan cerita yang telah dituangkannya di dalam bukunya 'EAST TIMOR, A Nation Bitter Dawn' (Reedited and updated June 2009).** * *Di situ diceriterakan terciptanya secara teraumatik negara Asia yang termuda. Timor Timur, yang sedang berjuang untuk membangun kembali negeri sejak Indonesia dengan 'berat' sekali dipaksa mundur dalam tahun 1999. Irene mengisahkan situasi pada hari-hari terakhir pendudukan Indonesia atas Timor Timor. Semua ceriteranya itu didasarkan pada riset bertahun-tahun dan wawancara langsung di lapangan dengan para pemimpin Timor Timur: Para pendeta, biarawati, mahasiswa dan pejuang-pejuang gerilya. Ia juga menunjuk pada kerumitan dalam intern-politik Timor Timur.** * *MENJADIKAN MEREKA ORANG-ORANG INDONESIA. ANAK-ANAK TIMOR YANG DIKIRIM KE INDONESIA.** * *Bicara selanjutnya - seorang sarjana Australia, Helen van Klinken. Ia mengisahkan cerita memilukan. Betapa penguasa Indonesia pada periode pendudukan atas Tim-Tim, berusaha mengubah anak-anak Timor Timur menjadikannya orang-orang Indonesia. Anak-anak itu berasal dari a.l penculikan oleh tentara. Lainnya adalah korban perang agresi dan pendudukan yang dilancarkan Indonesia, terhadap rakyat Timor Timur. * *Alasan perikemanusiaan yang dinyatakan Indonesia mengirimkan anak-anak yatim itu untuk diadopsi oleh keluarga-keluarga Indonesia, tak sesuai dengan kenyataan. Banyak dari anak-anak itu ternyata belakangan dipaksa menjadi semacam budak. Diperas. Sebagian lagi dikirimkan ke pesantren-pesantren Islam. Padahal sebagian besar penduduk Timor Leste, adalah pemeluk agama Katolik.** * ** * *** * *'KOLABORATOR' yang kemudian BERGABUNG DNG PERJUANGAN PERLAWANAN MELAWAN INDONESIA.** * *Paling menarik dan penuh pelajaran, ialah dipertunjukkannya sebuah film dokumenter. Gerry van Klinken menjelaskan sebelumnya bahwa film dokumenter itu berisi wawancara seorang Timor Leste. Ia (tadinya) seorang 'k o l a b o r a t o r' dengan Indonesia. Pada awalnya sang 'kolaborator', percaya pada Indonesia. Percaya pada janji-janji muluk Indonesia. Maka ia mau 'kerjasama' dengan penguasa Indonesia. Melalui pengalaman pahit, dipenjarakan dan disiksa, karena berani menyampaikan surat pengaduan kepada Presiden Suharto, ia berubah. * *Pengaduan itu hakikatnya adalah gugatan terhadap tindakan sewenang-wenang TNI dan aparat pendudukan RI terhadap rakyat Timor Timur. Juga merupakan gugatan terhadap janji-janji kosong fihak Indonesia terhadap rakyat Timor Timur, yang tak pernah dipenuhi. Juga mengenai kesewenang-wenangan penguasa, 'mengurus' kehidupan ekonomi. Yang hakikatnya adalah manipulasi dan korupsi penguasa* *Karena berani-beraninya sang 'kolaborator' menggugat penguasa Indonesia, ia dipenjarakan, diusung ke Bali, berkali-kali diinterogasi, disiksa, sehingga amat menderita fisik dan mental. Akhirnya ia berfihak pada rakyat yang melakukan perlawanan terhadap pendudukan Indonesia terhadap Timor dan menentang 'penyatuan' Timor Timur menjadi bagian dari Republik Indonesia.* ** * ** *Dalam kesempatan diskusi, -- kuajukan pertanyaan sbb: Mohon dijelaskan latar belakang penolakan Presiden Ramos Horta terhadap saran Amnesty International untuk
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISAS - MARI DUKUNG - PETISI KAMI MENGECAM AKSI PEMBAKARAN BUKU!!
*KAMI MENGECAM AKSI PEMBAKARAN BUKU!!* *---* *07 Sept 2009 -- 12:46* *PERNYATAAN SIKAP KAMI MENGECAM AKSI PEMBAKARAN BUKU!!* Pekan lalu Front Anti Komunis di Surabaya membakar buku Revolusi Agustus: Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah karya Soemarsono. Guru Besar Ilmu Sejarah Prof. Dr. Aminuddin Kasdi ikut dalam pembakaran dan mengatakan bahwa sejarah adalah milik pemenang. Mereka membakar buku sebagai reaksi terhadap kolom serial wartawan Jawa Pos Dahlan Iskan tentang Soemarsono, Soemarsono, Tokoh Kunci dalam Pertempuran Surabaya. Pembakaran buku kali ini bukan yang pertama. Pada Juli 2007 ribuan buku pelajaran sejarah dibakar Kejaksaan Negeri Depok. Pembakaran-pembakaran ini membuktikan adanya sekelompok orang yang tidak bisa menerima perbedaan pendapat. Kami prihatin dengan pembakaran buku itu kendati kami belum tentu sepenuhnya setuju dengan isi buku tersebut. Tapi kebebasan berpendapat, baik lisan maupun tulisan, dijamin oleh UUD 1945. Pembakaran buku Soemarsono mengulang kembali aksi fasisme Nazi yang juga membakar buku-buku karya Sigmund Freud, Albert Einstein, Thomas Mann, Jack London, HG Wells serta berbagai cendekiawan lain. Nazi menganggap buku sebagai musuh mereka. Kami prihatin aksi ini dilakukan oleh sekelompok orang, yang memakai nama Islam namun melakukan tindakan tercela pada bulan Ramadhan, bulan di mana Allah pertama kali menurunkan perintah membaca kepada Nabi Muhammad SAW. Buku semestinya dibaca, bukan untuk dibakar. Kami menyayangkan pernyataan Aminuddin Kasdi. Pernyataan sejarah hanya milik pemenang tak sepantasnya dikatakan oleh seorang guru besar ilmu sejarah. Penulisan sejarah semestinya mengedepankan keberimbangan fakta dan keberagaman versi, bukan monopoli satu versi praktik Orde rezim Baru. Oleh karena itu, atas dasar akal sehat dan kepercayaan pada demokrasi, kami menyatakan: PERTAMA, mengecam para pelaku pembakaran buku Revolusi Agustus: Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah karya Soemarsono, dan menganggapnya sebagai tindakan fasistis, yang bertentangan dengan kemanusiaan dan upaya mencerdaskan masyarakat. KEDUA, menuntut kepada Presiden Republik Indonesia untuk menjamin kebebasan berpendapat dan menindak tegas mereka yang menciderai kebebasan sipil di Surabaya. KETIGA, menuntut dihentikannya tindakan pelarangan buku atas alasan apapun. Bila terdapat perbedaan pandangan, yang diwakili sebuah buku, hendaknya dijawab dengan menerbitkan buku baru, yang mencerminkan pandangan yang berbeda --bukan dengan larangan. Semoga demokrasi di Indonesia, yang baru ditanam benihnya, bisa berkembang sehat. Kami yang mendukung: Aboeprijadi Santoso (wartawan) Agung Dwi Hartanto (pengelola taman bacaan) Andreas Harsono (wartawan) Akmal Nasery Basral (wartawan) Amalia Pulungan (aktivis) Anton Septian (wartawan) Andi K Yuwono (aktivis) Aryo Yudanto (Aktivis IKOHI Jawa Timur) Agus Bejo Santoso (aktivis) As Manto Andre J.O Sumual (wartawan) Arif Gunawan Sulistyo (wartawan) Abdul Firman Ashaf (Dosen FISIP Universitas Lampung) Agung Cahyono Widi (wartawan) Aria W. Yudhistira (wartawan Seputar Indonesia) Anissa S Febrina (wartawan Jakarta Post) Aryati Badrus Sholeh (UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta) Basil Triharyanto (wartawan) Budi Setiyono (Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah) Bonnie Triyana (sejarawan-cum-wartawan) Bustanul Arifin (aktivis Jaringan Videomaker Independen) Bonnie Setiawan (Institute for Global Justice) Dr Baskara T Wardaya (guru sejarah) Chris Poerba (Wartawan) Chan Chung Tak (pemerhati Indonesia) Cony Harseno (RIVER, Yogyakarta) Danial Indrakusuma (aktivis) Das albantani (Pejuang EcoVillage) Dandhy Dwi Laksono (wartawan) Devi Fitria (wartawan) Desantara Joesoef (Penerbit Hasta Mitra) Derry Putera (wartawan) Darma Ismayanto (wartawan) Dasa Rudiyanto (aktivis) Faiza Hidayati Mardzoeki (aktivis perempuan) Firdaus Cahyadi (Knowledge Sharing Officer-Yayasan SatuDunia) Fahri Salam (wartawan) Firdaus Mubarik Fahmi Faqih (penyair) Firliana Purwanti (Hivos) Frans Padak Demon (wartawan) Dr Gerry van Klinken (sejarawan, KITLV, Leiden) Goenawan Mohamad (wartawan senior) Heri Latief (penyair) Hamzah Sahal (PP Lakpesdam NU) Halim HD. (Networker Kebudayaan, Forum Pinilih, Solo) Hendayana Musaleft (Aktivis Komite Aksi Mahasiswa Pelajar Pemuda Cilograng, Banten) Iwan Samariansyah (wartawan) Ibrahim Isa (Wertheim Stichting, Belanda) Irina Dayasih (aktivis perempuan) Irham Ali Saifuddin (Pesantren Nurulhuda, Garut) Irma Dana (penulis) Imam Nasima (peneliti PSHK) Imam Shofwan (wartawan) Imas Nurhayati Indah Nurmasari (wartawan) Ibnu Adam Avicena (dosen STAIN Banten) Johanes Lewi Nugroho (aktivis sosial) Krisno Winarno (mahasiswa sejarah Undip, Semarang) Lexy Rambadetta (produser film dokumenter) Lisa Febriyanti (produser film dokumenter) Lolly Suhenty Maria Dian Nurani Mawie Ananta Jonie (penyair eksil di negeri Belanda) M Faishal Aminuddin (sejarawan, dosen Fisip Unbraw) M Abduh Aziz (Dewan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA - CATATAN PARTIKELIRAN - II. - BUKU
*IBRAHIM ISA - CATATAN PARTIKELIRAN - II. * *Jum'at, 04 September 2009 * * * *BUKU (I) * Adakah seseorang atau sebuah lembaga yang mendaftar, misalnya: Selama periode tahun lalu, tahun 2008. Berapa banyak buku yang sudah diterbitkan di dunia ini. Mungkin belum ada orang atau lembaga yang melakukannya. Dan dalam bahasa apa buku-buku yang terbanyak diterbitkan? Entah berapa juta buku yang sudah diterbitkan tahun lalu. Puluhan atau bahkan ratusan juta? Atau lebih. Siapa tau. Kalau ada yang tau mohon diinformasikan untuk umum, demi memperkaya pengetahuan dan horizon masyarakat manusia. Dunia pengetahuan kita sudah memasuki abad komunikasi, pencatatan dan dokumentasi digital. Maka tidak mustahil, semua itu bisa dicatat dan disimpan. Coba saja tanyakan pada 'Google.Com', 'Yahoo.Com', atau Wikipidia. Selain itu, pertanyaan ini: Ada berapa banyak jumlah penerbit dan toko-toko buku di dunia ini. Ambil saja penerbit-penerbit dan toko buku yang terkenal. Batasi tahun 2008 dulu. Sebutkan dalam bahasa yang banyak dikenal di dunia ini. Misalnya bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol . . . Jangan lupa bahasa Tionghoa. Di dunia ini dari 4 penduduknya , satu orang adalah orang Tionghoa. Begitu pernah diberitakan. Pernah aku baca buku yang paling banyak diterbitkan dalam pelbagai bahasa adalah Kitab Injil dan Al Qur'an. Sayangnya tak ada catatan berapa banyak saja yang benar-benar pernah membacanya dalam bahasa yang dimengertinya! Kebanyakan yang membeli, hanya untuk disimpan di lemari buku saja. Sebagai legitimasi bahwa pemiliknya adalah Kristen atau Muslim. Seperti orang yang memakai kalung dengan tanda Salib, atau yang menggunakan kopiah haji atau jilbab. Kiranya tak ada yang akan bantah, bahwa, salah satu sumber terpenting pengetehuan dan budaya manusia ada tercatat dalam buku-buku. Pernah dicatat di bahan yang namanya 'papyrus'. Bangsa kita pernah menggunakan daun lontar. Juga dipelbagai candi ada catatan itu. Orang Tionghoa memang pandai. Dulu mereka mencatat di buku batu-batu. Supaya tahan lama. Mulai batu biasa, sampai yang sebesar gajah. Kalau ingin liat yang spektakuler kunjungi musium di Sian, Tiongkok. Tentu semua itu dituis dalam huruf 'hanzi'. Begitu orang menilai dan memelihara catatan dalam buku. Sungguh memalukan bahwa di dunia ini ada penguasa yang melakukan pembakaran buku-buku untuk menghapuskan catatan atau pengetahuan yang tidak disukainya atau dianggap bahaya. Antara lain, kaisar Tiongkok Chin Shi Huang dan Orbanya Presiden Suharto. Mereka berilusi bisa membasmi ilmu dan pengetahuan yang tak berkenan dihati mreka dengan cara membakarnya. Sampai sekarang masih ada yang punya pikiran seperti itu. Melarang dan membakar buku. Termasuk di antara penguasa di negeri kita ini. * BUKU II* Kemarin ketika di Leiden, dalam rangka menghadiri seminar yang diadakan KITLV untuk memperingati '10 TAHUN TIMOR LESTE, kutemui buku baru di toko buku AKO di stasiun Leiden Centraal. Tak salah buku baru itu berjudul: Dit Mooie Land. Karya KADER ABDOLLAH. Profilfotonya menghias seluruh kulit muka buku. Ia penulis Iran yang suaka di Belanda. Sesudah 8 tahun belajar bahasa Belanda, ia menulis banyak novel, artikel dan kolom DALAM BAHASA BELANDA. Salah satu bukunya pernah bestseller di Belanda. Aku selalu bilang kepada teman-temank, Kader Abdollah adalah salah seorang Iran yang integrasi baik sekali di negeri Belanda. Tapi, tapi, dengan teguh mempertahankan cinta dan kepeduliannya pada negerinya Iran. Buku Kader Abdollah yang baru terbit ini adalah bundel/kumpulan yang ke-empat, dari tulisannya di s.k. 'de Volkskrant', sebuah harian nasional Belanda. Meliputi periode 2003 - 2008. Menarik: Dalam kata pengantarnya ditulisnya antar lain, bahwa menulis kolom setiap minggu merupakan suatu latihan mempraktekkan demokrasi. . . Terkadang saya mlihat bajangan diktatur di layar computer saya. Jangan teruskan sampai sini saja, begitu diingatkannya. Ada satu prinsip yang saya pegang selalu, kata Kader. Apapun yang terjadi kau harus tetap adalah kamu sendiri. 'Wat er ook gebeurde, ik moest mezelf blijven'. Dan bila saya berkaca, saya harus bisa mengatakan: Saya tidak berdusta terhadap pembaca saya. Sungguh suatu prinsip yang patut diteladani. Bukankah banyak dilakukan penulis, khususnya jika menulis tentang otobiografi atau memoir-nya, lalu memulas fakta, merekayasa cerita , alias NGIBUL. Aku bermaksud nanti menulis lagi tentang Kader Abdollah dan karya-karyanya. *BUKU (III) * Ada dua penulis buku yang ingin kusinggung di sini. Dua buku yang ditulis oleh Barack Obama: The Dreams From My Father, dan, The Audicity of Hope, Thoughts on Reforming The American Dream. Dua buku ini telah selesai kami baca. Aku bilang 'kami'. Buku-buku itu kami baca bersama, istriku Murti bersama aku. Aku yang membacakannya dan Murti mendengar.Terkadang disela tukar fikiran. Cara ini kami lakukan sejak dua-tiga tahun lalu. Dengan
[wanita-muslimah] IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita Silakan Baca Analisis Hartati Nurwijaya
*IBRAHIM ISA Berbagi Cerita* *Jum'at, 28 Agustus 2009* *-* SIAPA PEDULI GOLKAR ? SUDAH TAMATKAH RIWAYATNYA??? Silakan Baca Analisis Hartati Nurwijaya HARTATI NURWIJAYA, penulis muda, berdomisili di Junani. Hari ini dalam gaya yang unik dan menarik, Hartati menulis di FC tentang GOLKAR. Judulnya 'GOLKAR Yang Kalang Kabut'. Memang betul Golkar di bawah kelolaan pengusaha-kakap Jusuf Kala, menderita kekalahan besar dalam pilpres 2009. Merosot deras jadi partai nomor tiga. Semua merasa tau apa dan siapa Golkar. Apa betul tau? Tentu, bisa dilacak (misalnya di lembaga riset CSIS), atau dalam catatan dan dokumen-dokumen lainnya. Di situ tercantum: Semula Golkar muncul sebagai ormas dengan nama 'Sekretariat Bersama Golongan Karya'. Yang muncul itu adalah anak kandung Angkatan Darat. Dimaksudkan sebagai tandingan yang kemudian harus menggeser tempat yang diduduki SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), sebagai vakcentraal terbesar dan terkuat di Indonesia ketika itu. Alasan strategi itu ialah karena Sobsi dianggap onderbouw PKI. Berkat manipulasi politik cerdik oleh tentara dan birokrasi pada periode SOB, ormas Golkar menjelma menjadi partai politik. Perkembangan ini semakin canggih dalam periode rezim Orba. Pada periode itu, Golkar adalah satu-satunya parpol yang boleh dan bisa berkiprah. Katakanlah, yang 'punya gigi'. Parpol lainnya seperti PDI dan PPP, hanya boleh 'kiprah' dalam alunan musik Dwifungsi Abri. Lagipula tongkat dirigennya datang dari Cendana. Kehidupan politik yang mencekik dan mematikan demokrasi tsb oleh Presiden Suharto diberi nama 'Demokrasi Pancasila'. Kalahnya dua serangkai - Jusuf Kala/Jendral Wiranto, sebagai calon presiden dan calon wakil presiden pilpres 2009, merupakan pertanda bahwa Golkar merosost. Tapi, apa Golkar sudah tamat riwayatnya? Nanti dulu. Bukankah ketika Presiden Suharto tumbang karena gelombang Reformasi, tidak sedikit Golkaris-golkaris yang pada 'pindah kereta'. Berduyun-duyun pada 'indekos'. Ada yang ke PDI-P, karena ketika itu bintang Mega sedang naik. Ada yang bikin kendaran politik sendiri. Tapi sesungguhnya mereka-mereka itu, tetap adalah warisan Golkar yang hidup dari sumber yang sama pada tempo rezim Orba sedang berjaya-jayanya. Tidak peduli nama dan jubah yang bagaimanapun yang mereka pakai. Bisa kuning, bisa biru, bisa juga hijau atau merah-jambu! Silakan baca tulisan cukup analitis karya Hartati Nurwijya, seperti di bawah ini. *GOLKAR Yang KALANG KABUT* *Oleh HARTATI NURWIJAYA.* Mengapa saya memilih judul diatas, karena selama minggu ini berita tentang pemilihan Ketua Partai Golkar cukup banyak disorot oleh media massa. Partai yang berwarna kuning ini jika diibaratkan dengan musim di negara tempat saya menetap sangat cocok sekali. Kuning disini dilambangkan sebagai musim gugur. Jika saya boleh berpendapat saat-saat ini Golkar bagaikan daun yang sudah kuning da sebentar lagi gugur. Tapi Golkar tidak hidup di negara empat musim. Golkar didirikan oleh Bapak Pembangunan Soeharto dimasa pemerintahannya yang bisa disamakan dengan sistem diktator, karena masa kerja almarhum yang begitu lama menjabat jadi Presiden RI. Golkar memang sudah kuning dari dalam dan luar, sejak tumbangnya pemerintahan Soeharto akibat reformasi. Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Sejak itulah Golkar juga mulai kemundurannya. Hal ini dibuktikan dengan kemenangan Gus Dur dan Mbak Megawati menjadi Presiden RI. Dunia Politik Indonesia, jika saya amati sangat berbeda dengan dunia politik di Yunani. Di Indonesia pengikut partai politik kurang loyalitasnya. Tidak usah jauh-jauh, saya pernah mengoreksi data anggota MPR DPR RI di website tentang Marissa Haque. Ternyata Marissa Haque sudah pindah ke partai lain. Kemudian masih dalam tahun ini juga, salah satu pebisnis handal wanita yang nama depannya sama dengan saya Hartati Murdaya, mengumumkan mendukung Partai Demokrat. Pemilik pabrik sepatu yang mengerjakan order Nike sebelum Nike hengkang dari Indonesia ini tadinya di PDI. Membandingkan parpol di Yunani, sangat aib jika salah satu pengikut partai bahkan anggota parlemen yang pindah ke partai lain. Berbeda dengan pemain sepak bola dua memusuh bebuyutan Panathinaikos dan Olympiakos yang terjadi jual beli atau transfer pemain. Misalnya saja kiper Panathinaikos yang bernama Nikopolidis dijual ke Olympiakos. Di Yunani dua partai yang saling bergantian berkuasa adalah Partai PASOK (sosialis) dan Nea Demokratia (Demokrasi Baru). Dua partai ini mengalami pasang surut dalam perebutan suara dalam pemilu dan sepak terjang politik di Yunani hingga pemilihan parlemen Uni Eropa. Namun tidak pernah terdengar anggota partainya yang hengkang atau hijrah ke partai lain. Masalah loyalitas ini juga tidak hanya menggerogoti tubuh Partai Golkar, kondikte anggota dan pentolan partai juga bisa merubah citra partai itu sendiri. Padahal di dunia politik penjagaan citra