RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, October 1, 2008, 4:33 PM Huehehehehe, ya deh gue ngerti, lu mau membelokkan masalah jati diri ke urusan hilangnya bahasa Tionghoa gitu yah. Jadi dibiarin nge-gantung aja urusan korelasi kemampuan bahasa mandarin dan jati diri yah? Boleeeh, nggak masyalah buat gue mah. Hayuk lah kita belok yah, ke masalah 'di-paksa itu' Menurut gue, seandainya pun tionghoa tionghoa dibiarkan bebas dengan bahasanya sendiri, tidak akan berbeda banyak dengan keadaan jaman sekarang, malahan mungkin lebih parah. Gue perbandingkan aja dengan temen-temen gue, yang Jawa, yang Sunda, saat ini mereka sendiri ngerasa, bahwa kemampuan mereka berbahasa ibu (minjem istilah elu) sudah sangat-sangat berkurang dibandingkan angkatan yang sebelumnya. Padahal bokap nyokapnya masih bisa kok berbahasa jawa halus, berbahasa Sunda lemes, lha kok anaknya sama kayak gue - yang lu anggap 'tercabut dari akar ' gitu? padahal nggak ada lhoh larangan berbahasa Jawa dan Sunda. Begitu pun di Singapura Nggak ada larangan berbahasa mandarin. Tapi angkatan gue disana lebih nyaman saling bicara dengan bahasa Inggris tuh, biarpun mandarinnya nggak sekacau gue sih. Apakah fenomena ini karena dipaksa paksa, atau terpaksa paksa? Gue bilang kondisinya malahan mendingan bahasa mandarin ketimbang nasib bahasa Jawa dan Sunda, karena banyak orang merasa 'dipaksa' tidak belajar bahasa mandarin di jaman ORBA, di jaman sekarang jadi pada sibuk euphoria belajar mandarin. kebetulan RRC lagi berkembang juga perekonomiannya, jadi lebih banyak lagi yang merasa BUTUH belajar mandarin. Coba 20 taon yang lalu, seandainya pun bahasa Mandarin di bebaskan untuk dipelajari, gue yakin lebih laku tempat kursus bahasa Inggris. Jadi kalau nggak bisa bahasa mandarin, ya nggak perlu nuding ORBA jadi kambing item lrrr. -Original Message- From: budaya_tionghua@ yahoogroups. com [mailto:budaya_ tionghua@ yahoogroups. com] On Behalf Of King Hian Sent: Wednesday, October 01, 2008 2:24 PM To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan??? ?) KH: Maksud gua: kita2 ini (Cina produk orde baru) DIPAKSA kehilangan kemampuan bhs Tionghoanya (tidak mesti Mandarin). Yang 'DIHILANGKAN' dari kita ini mencakup seluruh aspek tradisi (termasuk agama) Tionghoa. Gua angkat masalah bahasa adalah sebagai satu contoh yang paling gampang dilihat. Masalahnya ada orang yang sadar bahwa dirinya telah dicabut dari akar, ada yang tidak. Ada pula yang lebih ekstrim: orang2 Cina, yang menganjurkan pelarangan itu. Tapi semua ini memang tergantung persepsi kita masing2, mau ngerasa atau tidak, itu pilihan. Tapi sebaiknya jangan jadi tipe fosil (pake istilah lu)! KH Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok http://groups. yahoo.com/ group/budaya_ tionghua/ --- On Wed, 10/1/08, Ulysee [EMAIL PROTECTED] com.sg wrote: From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] com.sg Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Wednesday, October 1, 2008, 12:11 PM Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii. . ... Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan??? ?) No virus found in this incoming message. Checked
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Melihat komentar dibawah ini, yang menjadi masalaha hanya soal bahasa, Tetapi bukan itu yang menjadikan kita jati diri, Jati diri adalah ke pribadian yang di bentuk dari lingkungan, sekolah,keluarga dan alam sekitar kita hidup. Kalau jaman Orba memang di larang tetapi apa ynag dilakukan oleh pemimpin tersebut, yiatu kolaboarasi dengan mereka, Apa arti ganti nama ? Walaupun nama sudah di ganti dan muka di cat ataupun mata di permak, kita tidak akan kehilangan jati diri kalau punya prinsip hidup, Jadi bukan bahasa yang menjadi patokan, Sama dengan yang bisa berbahasa Holland atau pun sekarang English, maupun Spain, Apakah bangasa America latin berubah jati diri ya menjadi orang Spain, Memang ada sebagain tetapi bukan semua nya 100 % kecuali sudah melupakan jati diri nya. Penggantian nama hany menghilangkan satu generasi, tetapi kita bisa lihat nama marga tetap akan ada selama 2 nya, Coba lihat apakah orang Sumatera yang menpunyai nama Marga akan berubah ke Jawa misalnya ? Contoh yang jelas Aceh dulu merasa di jajah oleh orang Jawa, Jadi kemanpuan berbahasa itu bukan jaminan bahwa kita berubah jati diri nya LIhat para Hoa Kiau yang ada di Bejing atau kota lain nya, Mereka dulu berasal dari Indonesia, karena PP 10 mereka pergi dan Imigarsi Indonesia katakan jangan balik ke Indonesia? Sekarang mereka banyak di Indonesia, maupun yang tetap di Tiongkok tetap merayakan hari HUT 17 Agustus dengan pakaina daerah dari Indonesia ( Jawa ). Ini bukti bahwa bukan bahasa yang menjadi masalah, Bahasa bisa di pelajari kalau ada kesempatan serta kemampuan juga, - Original Message - From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wednesday, October 01, 2008 12:11 PM Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii. Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan) -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of King Hian Sent: Tuesday, September 30, 2008 9:42 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI ABS: Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. KH: Betul ABS Heng! Saya sangat setuju. Pertanyaan saya kpd Uly tentang kemampuan bhs Mandarin adalah untuk mengomentari point pernyataannya, bahwa ia belum pernah meniggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Bukan mengomentari point sebelumnya. Bukan untuk mengatakan TIDAK BISA BHS TIONGHOA BERARTI HILANG KEBANGGAAN SBG TIONGHOA - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! KH: Pertanyaan saya kpd sdr Uly adalah 'pernyataan untuk mengingatkan' sdr Uly bahwa dia seperti saya dan teman2 lain (kecuali yang tinggal di Sumatra, terutama pesisir Timur, Bangka-Belitung, Kalbar) yang terpaksa tidak diajarkan bhs Tionghoa oleh orang tuanya (padahal orang tuanya bisa berbahasa Tionghoa) karena pemerintah orba mengharamkan bhs Cina. Dan hubungannya dengan topik awal diskusi ini adalah: orang2 LPKB adalah pendukung utama pelarangan bhs Cina ini. Banyak orang Tionghoa di Jawa kelahiran 1930-1950-an yang masih bisa berbahasa Tionghoa karena: 1. mereka totok (generasi pertama-kedua), kedua orang tuanya masih berbahasa Tionghoa (umumnya bhs dialek) 2. mereka sekolah di sekolah Tionghoa, banyak orang2 Tionghoa peranakan yang orang tuanya sudah berbahasa Melayu, tetapi karena bersekolah di sekolah Tionghoa, mereka bisa
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Ini Jika anda melihat bahasa hanyalah sekedar alat komunikasi. Padahal bahasa lebih dari itu. Dalam bahasa mengandung berbagai aspek filsafat dan budaya satu bangsa! para penterjemah sering mengalami kesulitan menterjemahkan sebuah istilah, karena tak ada padanan yang memadai dalam bahasa lain. karena istilah tersebut mengandung sebuah konsep yang hanya ada pada bangsa tsb. Orang yang dari kecil sudah hidup dalam lingkup bahasa tertentu, akan lain dng orang yang mempelajari bahasa sesudah dewasa. karena pola pikirnya sudah terbentuk oleh bahasa ibunya. Saya mengungkap hal ini, bukan menyatakan orang yang tak bisa bhs tionghoa pasti kehilangan identitas ketionghoaan. tapi memastikan tak bisa bhs Tionghoa akan melunturkan kadar ketionghoannya. Semua pasti ada pengaruhnya, seorang Xiong Delong yang jelas2 berdarah India, bisa menjadi sangat Tionghoa karena pengaruh lingkungan sejak kecil. Maka jangan mengecilkan pengaruh aspek 2 budaya thd pembentukan identitas! Salam, ZFy - Original Message From: Tangko [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wednesday, October 1, 2008 1:40:54 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Melihat komentar dibawah ini, yang menjadi masalaha hanya soal bahasa, Tetapi bukan itu yang menjadikan kita jati diri, Jati diri adalah ke pribadian yang di bentuk dari lingkungan, sekolah,keluarga dan alam sekitar kita hidup. Kalau jaman Orba memang di larang tetapi apa ynag dilakukan oleh pemimpin tersebut, yiatu kolaboarasi dengan mereka, Apa arti ganti nama ? Walaupun nama sudah di ganti dan muka di cat ataupun mata di permak, kita tidak akan kehilangan jati diri kalau punya prinsip hidup, Jadi bukan bahasa yang menjadi patokan, Sama dengan yang bisa berbahasa Holland atau pun sekarang English, maupun Spain, Apakah bangasa America latin berubah jati diri ya menjadi orang Spain, Memang ada sebagain tetapi bukan semua nya 100 % kecuali sudah melupakan jati diri nya. Penggantian nama hany menghilangkan satu generasi, tetapi kita bisa lihat nama marga tetap akan ada selama 2 nya, Coba lihat apakah orang Sumatera yang menpunyai nama Marga akan berubah ke Jawa misalnya ? Contoh yang jelas Aceh dulu merasa di jajah oleh orang Jawa, Jadi kemanpuan berbahasa itu bukan jaminan bahwa kita berubah jati diri nya LIhat para Hoa Kiau yang ada di Bejing atau kota lain nya, Mereka dulu berasal dari Indonesia, karena PP 10 mereka pergi dan Imigarsi Indonesia katakan jangan balik ke Indonesia? Sekarang mereka banyak di Indonesia, maupun yang tetap di Tiongkok tetap merayakan hari HUT 17 Agustus dengan pakaina daerah dari Indonesia ( Jawa ). Ini bukti bahwa bukan bahasa yang menjadi masalah, Bahasa bisa di pelajari kalau ada kesempatan serta kemampuan juga, - Original Message - From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wednesday, October 01, 2008 12:11 PM Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii. Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan) -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of King Hian Sent: Tuesday, September 30, 2008 9:42 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI ABS: Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. KH: Betul ABS Heng! Saya sangat setuju. Pertanyaan saya kpd Uly tentang kemampuan bhs Mandarin adalah untuk mengomentari point pernyataannya, bahwa ia belum
RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Lho! ya kalau disangsikan itu harus bisa mengajukan argumen yang meneguhkan pendapat, donk. kalau argumennya amburadul, waktu tanya malah marah-marah bukannya menjelaskan, khan semakin diragukan keabsahannya, ya khan? Makanya kalau bikin artikel itu yang ballance, jangan pake istilah yang menggoda untuk dipertanyakan. pemasungan budaya apalah, jentrengin aja data faktanya, jangan pake muatan politis, orang mau anggap itu keji atau tidak, ya ndak perlu dipaksakan dan nggak perlu di ngototin gitu lh. -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Fy Zhou Sent: Tuesday, September 30, 2008 11:05 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Saya kira, uraian2 Kinghian di bawah cukup jelas mengungkap aksi Orba yang memasung budaya dan bahasa tionghoa. mungkin yang lain bisa melengkapi daftarnya dng jenis2 aksi pemasungan budaya Tionghoa yang lain, setelah tersusun rapi bisa dijadikan arsip tetap di Web Budaya Tionghoa. Selanjutnya, kalau ada orang yang menyangsikan kekejian politik Orde baru thd masyarakt Tionghoa, tinggal kita mereposting artikel ini untuk menjawab, atau suruh dia membaca sendiri artikelnya di Web, agar tak memakan energi kita2 lagi untuk menuliskan seabreg jawaban yang sama. Salam, ZFy .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Tangko: Penggantian nama hany menghilangkan satu generasi, tetapi kita bisa lihat nama marga tetap akan ada selama 2 nya, Coba lihat apakah orang Sumatera yang menpunyai nama Marga akan berubah ke Jawa misalnya ? KH: Apakah Anda belum pernah bertemu dengan orang Tionghoa yang sudah tidak punya nama Tionghoa, dan tidak tahu apa sne (marga) nya? Kalo saya sih sering. Saya beberapa kali membantu beberapa orang yang ingin tahu apa sne-nya. salam, KH --- On Wed, 10/1/08, Tangko [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Tangko [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, October 1, 2008, 1:40 PM Melihat komentar dibawah ini, yang menjadi masalaha hanya soal bahasa, Tetapi bukan itu yang menjadikan kita jati diri, Jati diri adalah ke pribadian yang di bentuk dari lingkungan, sekolah,keluarga dan alam sekitar kita hidup. Kalau jaman Orba memang di larang tetapi apa ynag dilakukan oleh pemimpin tersebut, yiatu kolaboarasi dengan mereka, Apa arti ganti nama ? Walaupun nama sudah di ganti dan muka di cat ataupun mata di permak, kita tidak akan kehilangan jati diri kalau punya prinsip hidup, Jadi bukan bahasa yang menjadi patokan, Sama dengan yang bisa berbahasa Holland atau pun sekarang English, maupun Spain, Apakah bangasa America latin berubah jati diri ya menjadi orang Spain, Memang ada sebagain tetapi bukan semua nya 100 % kecuali sudah melupakan jati diri nya. Penggantian nama hany menghilangkan satu generasi, tetapi kita bisa lihat nama marga tetap akan ada selama 2 nya, Coba lihat apakah orang Sumatera yang menpunyai nama Marga akan berubah ke Jawa misalnya ? Contoh yang jelas Aceh dulu merasa di jajah oleh orang Jawa, Jadi kemanpuan berbahasa itu bukan jaminan bahwa kita berubah jati diri nya LIhat para Hoa Kiau yang ada di Bejing atau kota lain nya, Mereka dulu berasal dari Indonesia, karena PP 10 mereka pergi dan Imigarsi Indonesia katakan jangan balik ke Indonesia? Sekarang mereka banyak di Indonesia, maupun yang tetap di Tiongkok tetap merayakan hari HUT 17 Agustus dengan pakaina daerah dari Indonesia ( Jawa ). Ini bukti bahwa bukan bahasa yang menjadi masalah, Bahasa bisa di pelajari kalau ada kesempatan serta kemampuan juga, - Original Message - From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wednesday, October 01, 2008 12:11 PM Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii. Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan) -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of King Hian Sent: Tuesday, September 30, 2008 9:42 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI ABS: Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. KH: Betul ABS Heng! Saya sangat setuju. Pertanyaan saya kpd Uly tentang kemampuan bhs Mandarin adalah untuk mengomentari point pernyataannya, bahwa ia belum pernah meniggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Bukan mengomentari point sebelumnya. Bukan untuk mengatakan TIDAK BISA BHS TIONGHOA BERARTI HILANG KEBANGGAAN SBG TIONGHOA - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! KH: Pertanyaan saya kpd sdr Uly adalah 'pernyataan untuk
RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Uly: Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan) KH: Maksud gua: kita2 ini (Cina produk orde baru) DIPAKSA kehilangan kemampuan bhs Tionghoanya (tidak mesti Mandarin). Yang 'DIHILANGKAN' dari kita ini mencakup seluruh aspek tradisi (termasuk agama) Tionghoa. Gua angkat masalah bahasa adalah sebagai satu contoh yang paling gampang dilihat. Masalahnya ada orang yang sadar bahwa dirinya telah dicabut dari akar, ada yang tidak. Ada pula yang lebih ekstrim: orang2 Cina, yang menganjurkan pelarangan itu. Tapi semua ini memang tergantung persepsi kita masing2, mau ngerasa atau tidak, itu pilihan. Tapi sebaiknya jangan jadi tipe fosil (pake istilah lu)! KH Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ --- On Wed, 10/1/08, Ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, October 1, 2008, 12:11 PM Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii. Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan)
RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
G lg di malingsia nih. Katanya disini diskriminasi lebih parah dari diindo tp kenapa yah disini masih bisa pake bahasa ibu semua n ga dilarang2 jadi iri nih. Hik hik hik. Btw barusan g naek taksi kebetulan dia org tenglang. Dari awal naek sampe ke tujuan dia maki2 melayu sini mlulu katanya sembayang n kotbah aja yg banyak giliran disuruh kerja banyak alesan sakit dll tp makan dll mau enak mlulu. Hahaha ternyata yg rasis engga cuma diindo aja yah. Atau emang dasarnya tenglang dimana pun udah rasis? Sent from my BlackBerry� powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: King Hian [EMAIL PROTECTED] Date: Wed, 1 Oct 2008 00:24:01 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan) � KH: Maksud gua: kita2 ini (Cina produk orde baru) DIPAKSA kehilangan kemampuan bhs Tionghoanya (tidak�mesti Mandarin). Yang 'DIHILANGKAN' dari kita ini mencakup�seluruh aspek�tradisi (termasuk agama) Tionghoa. Gua angkat masalah bahasa adalah sebagai satu contoh yang paling gampang dilihat. � Masalahnya ada orang yang sadar bahwa dirinya telah dicabut dari akar, ada yang tidak. Ada pula yang lebih ekstrim:�orang2 Cina, yang menganjurkan pelarangan itu. � Tapi semua ini memang tergantung persepsi kita masing2,�mau ngerasa atau tidak, itu pilihan. Tapi sebaiknya jangan jadi tipe fosil (pake istilah lu)! � KH Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ --- On Wed, 10/1/08, Ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, October 1, 2008, 12:11 PM Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii. Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan)
RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Kalau lu lihat beberapa peraturan dan undang-undang malaysia, diskriminasinya jelas banget antara yang keturunan cina yang yang malay. Kalau gue bilang sih di Indonesia kondisinya jahhh lebih mendingan. At least sebagai warganegara, hak dan kewajiban kita sama kok di mata hukum. Jadinya lu sama gue suka ribut, kadang gue ngelihat dari segi persamaan hukum, lu lihat dari kacamata pergaulan lu sendiri. Ya ga apa apa, ribut ribut itu menambah wawasan juga kok, ehehehhe. -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, October 01, 2008 2:51 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI G lg di malingsia nih. Katanya disini diskriminasi lebih parah dari diindo tp kenapa yah disini masih bisa pake bahasa ibu semua n ga dilarang2 jadi iri nih. Hik hik hik. Btw barusan g naek taksi kebetulan dia org tenglang. Dari awal naek sampe ke tujuan dia maki2 melayu sini mlulu katanya sembayang n kotbah aja yg banyak giliran disuruh kerja banyak alesan sakit dll tp makan dll mau enak mlulu. Hahaha ternyata yg rasis engga cuma diindo aja yah. Atau emang dasarnya tenglang dimana pun udah rasis? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT _ From: King Hian [EMAIL PROTECTED] Date: Wed, 1 Oct 2008 00:24:01 -0700 (PDT) To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan???-?) KH: Maksud gua: kita2 ini (Cina produk orde baru) DIPAKSA kehilangan kemampuan bhs Tionghoanya (tidak mesti Mandarin). Yang 'DIHILANGKAN' dari kita ini mencakup seluruh aspek tradisi (termasuk agama) Tionghoa. Gua angkat masalah bahasa adalah sebagai satu contoh yang paling gampang dilihat. Masalahnya ada orang yang sadar bahwa dirinya telah dicabut dari akar, ada yang tidak. Ada pula yang lebih ekstrim: orang2 Cina, yang menganjurkan pelarangan itu. Tapi semua ini memang tergantung persepsi kita masing2, mau ngerasa atau tidak, itu pilihan. Tapi sebaiknya jangan jadi tipe fosil (pake istilah lu)! KH Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok http://groups.-yahoo.com/-group/budaya_-tionghua/ --- On Wed, 10/1/08, Ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: [EMAIL PROTECTED] Date: Wednesday, October 1, 2008, 12:11 PM Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii.-.-... Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan???-?) No virus found in this incoming message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM
RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Huehehehehe, ya deh gue ngerti, lu mau membelokkan masalah jati diri ke urusan hilangnya bahasa Tionghoa gitu yah. Jadi dibiarin nge-gantung aja urusan korelasi kemampuan bahasa mandarin dan jati diri yah? Boleeeh, nggak masyalah buat gue mah. Hayuk lah kita belok yah, ke masalah 'di-paksa itu' Menurut gue, seandainya pun tionghoa tionghoa dibiarkan bebas dengan bahasanya sendiri, tidak akan berbeda banyak dengan keadaan jaman sekarang, malahan mungkin lebih parah. Gue perbandingkan aja dengan temen-temen gue, yang Jawa, yang Sunda, saat ini mereka sendiri ngerasa, bahwa kemampuan mereka berbahasa ibu (minjem istilah elu) sudah sangat-sangat berkurang dibandingkan angkatan yang sebelumnya. Padahal bokap nyokapnya masih bisa kok berbahasa jawa halus, berbahasa Sunda lemes, lha kok anaknya sama kayak gue - yang lu anggap 'tercabut dari akar ' gitu? padahal nggak ada lhoh larangan berbahasa Jawa dan Sunda. Begitu pun di Singapura Nggak ada larangan berbahasa mandarin. Tapi angkatan gue disana lebih nyaman saling bicara dengan bahasa Inggris tuh, biarpun mandarinnya nggak sekacau gue sih. Apakah fenomena ini karena dipaksa paksa, atau terpaksa paksa? Gue bilang kondisinya malahan mendingan bahasa mandarin ketimbang nasib bahasa Jawa dan Sunda, karena banyak orang merasa 'dipaksa' tidak belajar bahasa mandarin di jaman ORBA, di jaman sekarang jadi pada sibuk euphoria belajar mandarin. kebetulan RRC lagi berkembang juga perekonomiannya, jadi lebih banyak lagi yang merasa BUTUH belajar mandarin. Coba 20 taon yang lalu, seandainya pun bahasa Mandarin di bebaskan untuk dipelajari, gue yakin lebih laku tempat kursus bahasa Inggris. Jadi kalau nggak bisa bahasa mandarin, ya nggak perlu nuding ORBA jadi kambing item lrrr. -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of King Hian Sent: Wednesday, October 01, 2008 2:24 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan???-?) KH: Maksud gua: kita2 ini (Cina produk orde baru) DIPAKSA kehilangan kemampuan bhs Tionghoanya (tidak mesti Mandarin). Yang 'DIHILANGKAN' dari kita ini mencakup seluruh aspek tradisi (termasuk agama) Tionghoa. Gua angkat masalah bahasa adalah sebagai satu contoh yang paling gampang dilihat. Masalahnya ada orang yang sadar bahwa dirinya telah dicabut dari akar, ada yang tidak. Ada pula yang lebih ekstrim: orang2 Cina, yang menganjurkan pelarangan itu. Tapi semua ini memang tergantung persepsi kita masing2, mau ngerasa atau tidak, itu pilihan. Tapi sebaiknya jangan jadi tipe fosil (pake istilah lu)! KH Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok http://groups.-yahoo.com/-group/budaya_-tionghua/ --- On Wed, 10/1/08, Ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: [EMAIL PROTECTED] Date: Wednesday, October 1, 2008, 12:11 PM Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii.-.-... Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan???-?) No virus found in this incoming message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version
RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Iya katanya mereka didiskriminasi tp masih boleh ngomong mandarin hokkkian dll bahkan jadi bahasa resmi juga. Toko2 pasang merk hurup mandarin gede2. Di jalan2 iklan petunjuk dll pake hurup mandaris juga, bahkan ditv pun ada acara film mandarin malingsia yg bintang lokal n situasi lokal malay pula, nah kenapa di indo yg lo blg kagak ada diskriminasi dllnya malah semua dilarang n kagak ada, bahkan guru2 mandarin pun dikejar2 kayak penjahat kakap. Itu yg g bingung, yg diskriminasi yg mana yah? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] Date: Wed, 1 Oct 2008 15:59:13 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau lu lihat beberapa peraturan dan undang-undang malaysia, diskriminasinya jelas banget antara yang keturunan cina yang yang malay. Kalau gue bilang sih di Indonesia kondisinya jahhh lebih mendingan. At least sebagai warganegara, hak dan kewajiban kita sama kok di mata hukum. Jadinya lu sama gue suka ribut, kadang gue ngelihat dari segi persamaan hukum, lu lihat dari kacamata pergaulan lu sendiri. Ya ga apa apa, ribut ribut itu menambah wawasan juga kok, ehehehhe. -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, October 01, 2008 2:51 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI G lg di malingsia nih. Katanya disini diskriminasi lebih parah dari diindo tp kenapa yah disini masih bisa pake bahasa ibu semua n ga dilarang2 jadi iri nih. Hik hik hik. Btw barusan g naek taksi kebetulan dia org tenglang. Dari awal naek sampe ke tujuan dia maki2 melayu sini mlulu katanya sembayang n kotbah aja yg banyak giliran disuruh kerja banyak alesan sakit dll tp makan dll mau enak mlulu. Hahaha ternyata yg rasis engga cuma diindo aja yah. Atau emang dasarnya tenglang dimana pun udah rasis? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT _ From: King Hian [EMAIL PROTECTED] Date: Wed, 1 Oct 2008 00:24:01 -0700 (PDT) To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan???-?) KH: Maksud gua: kita2 ini (Cina produk orde baru) DIPAKSA kehilangan kemampuan bhs Tionghoanya (tidak mesti Mandarin). Yang 'DIHILANGKAN' dari kita ini mencakup seluruh aspek tradisi (termasuk agama) Tionghoa. Gua angkat masalah bahasa adalah sebagai satu contoh yang paling gampang dilihat. Masalahnya ada orang yang sadar bahwa dirinya telah dicabut dari akar, ada yang tidak. Ada pula yang lebih ekstrim: orang2 Cina, yang menganjurkan pelarangan itu. Tapi semua ini memang tergantung persepsi kita masing2, mau ngerasa atau tidak, itu pilihan. Tapi sebaiknya jangan jadi tipe fosil (pake istilah lu)! KH Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok http://groups.-yahoo.com/-group/budaya_-tionghua/ --- On Wed, 10/1/08, Ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: [EMAIL PROTECTED] Date: Wednesday, October 1, 2008, 12:11 PM Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii.-.-... Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak
RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Setahu saya, di Malay yang terang2an diskriminasi adalah kebijakan ekonominya yang membedakan Pri dan Nonpri. Di bidang budaya sih seperti bumi dan langit dibandingkan Ondonesia zaman Orba, (terpaksa nyantumin Orba lagi) ZFy --- On Wed, 10/1/08, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: From: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, October 1, 2008, 10:02 AM Iya katanya mereka didiskriminasi tp masih boleh ngomong mandarin hokkkian dll bahkan jadi bahasa resmi juga. Toko2 pasang merk hurup mandarin gede2. Di jalan2 iklan petunjuk dll pake hurup mandaris juga, bahkan ditv pun ada acara film mandarin malingsia yg bintang lokal n situasi lokal malay pula, nah kenapa di indo yg lo blg kagak ada diskriminasi dllnya malah semua dilarang n kagak ada, bahkan guru2 mandarin pun dikejar2 kayak penjahat kakap. Itu yg g bingung, yg diskriminasi yg mana yah? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] com.sg Date: Wed, 1 Oct 2008 15:59:13 +0700 To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau lu lihat beberapa peraturan dan undang-undang malaysia, diskriminasinya jelas banget antara yang keturunan cina yang yang malay. Kalau gue bilang sih di Indonesia kondisinya jahhh lebih mendingan. At least sebagai warganegara, hak dan kewajiban kita sama kok di mata hukum.. Jadinya lu sama gue suka ribut, kadang gue ngelihat dari segi persamaan hukum, lu lihat dari kacamata pergaulan lu sendiri. Ya ga apa apa, ribut ribut itu menambah wawasan juga kok, ehehehhe. -Original Message- From: budaya_tionghua@ yahoogroups. com [mailto:budaya_ tionghua@ yahoogroups. com] On Behalf Of [EMAIL PROTECTED] com Sent: Wednesday, October 01, 2008 2:51 PM To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI G lg di malingsia nih. Katanya disini diskriminasi lebih parah dari diindo tp kenapa yah disini masih bisa pake bahasa ibu semua n ga dilarang2 jadi iri nih. Hik hik hik. Btw barusan g naek taksi kebetulan dia org tenglang. Dari awal naek sampe ke tujuan dia maki2 melayu sini mlulu katanya sembayang n kotbah aja yg banyak giliran disuruh kerja banyak alesan sakit dll tp makan dll mau enak mlulu. Hahaha ternyata yg rasis engga cuma diindo aja yah. Atau emang dasarnya tenglang dimana pun udah rasis? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: King Hian [EMAIL PROTECTED] com Date: Wed, 1 Oct 2008 00:24:01 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan??? ?) KH: Maksud gua: kita2 ini (Cina produk orde baru) DIPAKSA kehilangan kemampuan bhs Tionghoanya (tidak mesti Mandarin). Yang 'DIHILANGKAN' dari kita ini mencakup seluruh aspek tradisi (termasuk agama) Tionghoa. Gua angkat masalah bahasa adalah sebagai satu contoh yang paling gampang dilihat. Masalahnya ada orang yang sadar bahwa dirinya telah dicabut dari akar, ada yang tidak. Ada pula yang lebih ekstrim: orang2 Cina, yang menganjurkan pelarangan itu. Tapi semua ini memang tergantung persepsi kita masing2, mau ngerasa atau tidak, itu pilihan. Tapi sebaiknya jangan jadi tipe fosil (pake istilah lu)! KH Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok http://groups. yahoo.com/ group/budaya_ tionghua/ --- On Wed, 10/1/08, Ulysee [EMAIL PROTECTED] com.sg wrote: From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] com.sg Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Wednesday, October 1, 2008, 12:11 PM Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii. . ... Udah baca bolak balik penjelasan
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Kesukuan perseorangan bukan berdasarkan pemakaian bahasa. Penduduk China tidak semua memakai putonghua utk berkommunikasi Suku keturunan china diseluruh tidak semua memakai bahasa putonghua utk berkommunikasi. Kesukuan perseorangan tergantung dari tradisi, kebudayaan dan juga jaman sekarang mah DNA. dulu sih keturunan. Kesukuan perseorangan berdasarkan pendidikan pembingbingan dan perasaan perseorangan. Jikalau orang yg berkulit hitam atau putih berkata dia adalah chinese oleh karena leluhurnya atau OT-nya adalah chinese - so be it. DiEuropah dan di benua America dan banyak yg asal dari negara2 diCaribean OT adalah hasil pembauran antara suku pribumi america, negro, europa dan chinese dan keturunannya banyak yg hitam seperti negro atau boele seperti asli Europa - sama dgn diIndonesia pembauran antara suku jawa, Bali atau Sumatera dgn suku China dan yg kalian beringkan nama Babah. Jikalau siBabah ini ingin mengatakan dia pribumi Jawa, Bali etc ini correct - tetapi kalau dia bilang dia pribumi china dia juga correct. Di China sendiri warna kulit tidak menentukan kesukuan dan pemakaian bahasa tidak menentukan kesukuan --- ini semua tergantung perasaan perseorangan dan pendidikan yg dia terima sedari bayi sampai dewasa. Sebagai contoh saya baru2 ini berkenalan dgn seorang suku vietnam yg warna kulitnya dan geneticnya adalah 70% negro - tetapi dia bilang dia adalag suku vietnam dan hanya bisa berkomunikasi dlm bah. vietnam dan makan dan berkebudayaan vietnam - nah dimata saya dia adalah orang vietnam. DiUSA saya ketemu orang ket. Vietnam kelahiran USA tetapi sudah tidak bisa memakai bahasa OTnya lagi dan hanya memakai ingeris - dia bilang dia suku vietnam - so be it. Yang penting perasaan kita - kita berwarganegara apa Jikalau warga negara Indonesia mereka harus berpendapat saya Indonesian keturunan china atau jawa atau sunda. Jangan menepatkan keskuan dimuka dan berpendapat saya jawa warga negara indonesia atau warganegara belanda atau orang babah sering berkata saya cina WNI. Perhatikanlah orang Malaysia atau Singapore - mereka selalu berkata I am Singaporan chinese, tamil, malay etc sama dgn diMalaysia I am Malaysian chinese, native, tamil, etc. Satu hal yg kalian harus ingatkan jaman sekarang - pemerintah PRC tidak mengakui dwikewarganegara-an. Isteri saya kelahiran Szechuan dulu memakai chinese pasport - sekarang WN-US - paspor chinanya dicabut oleh pemerintah PRC dan hilang. Jikalau inging kembali harus tinggal diChina selama x thn dan re-apply WN chinanya. Andreas --- On Wed, 10/1/08, perfect_harmony2000 [EMAIL PROTECTED] wrote: From: perfect_harmony2000 [EMAIL PROTECTED] Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, October 1, 2008, 11:39 AM Sdr.King Hian, sederhananya bisa kita balik begini, holocaust tidak ada, buktinya orang Yahudi masih ada di Jerman dan tidak semua Yahudi menderita. Ada yang tahu bahwa negara besar pada masa itu dan satu institusi keagamaan menutup mata ? Hormat saya, Xuan Tong --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, King Hian [EMAIL PROTECTED] .. wrote: Uly: Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan??? ?) KH: Maksud gua: kita2 ini (Cina produk orde baru) DIPAKSA kehilangan kemampuan bhs Tionghoanya (tidak mesti Mandarin). Yang 'DIHILANGKAN' dari kita ini mencakup seluruh aspek tradisi (termasuk agama) Tionghoa. Gua angkat masalah bahasa adalah sebagai satu contoh yang paling gampang dilihat. Masalahnya ada orang yang sadar bahwa dirinya telah dicabut dari akar, ada yang tidak. Ada pula yang lebih ekstrim: orang2 Cina, yang menganjurkan pelarangan itu. Tapi semua ini memang tergantung persepsi kita masing2, mau ngerasa atau tidak, itu pilihan. Tapi sebaiknya jangan jadi tipe fosil (pake istilah lu)! KH Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok http://groups. yahoo.com/ group/budaya_ tionghua/ --- On Wed, 10/1/08, Ulysee ulysee_me2@ ... wrote: From: Ulysee ulysee_me2@ ... Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Wednesday, October 1, 2008, 12:11 PM Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Pak Andreas, Kalau masalah Indonesian Chinese dan Tionghoa Indonesia ini sih murni masalah Linguistik, dalam bahasa Inggris menganut hukum MD sedang Indonesia belaku hukum DM! ini tak ada hubungannya dng sikap politik dsb dsb. Lihat saja, untuk menempatkan Indonesia di depan Tionghoa, anda terpaksa menambah kata penghubung keturunan. Apakah setiap ngomong kita harus membawa2 keturunan? salam, ZFy - Original Message From: ANDREAS MIHARDJA [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Thursday, October 2, 2008 2:16:34 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Yang penting perasaan kita - kita berwarganegara apa Jikalau warga negara Indonesia mereka harus berpendapat saya Indonesian keturunan china atau jawa atau sunda. Jangan menepatkan keskuan dimuka dan berpendapat saya jawa warga negara indonesia atau warganegara belanda atau orang babah sering berkata saya cina WNI. Perhatikanlah orang Malaysia atau Singapore - mereka selalu berkata I am Singaporan chinese, tamil, malay etc sama dgn diMalaysia I am Malaysian chinese, native, tamil, etc.
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
- Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Tuesday, September 30, 2008 12:16 AM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Dalam menanggapi masalah utama, banyak anggota disini yang membuat analisa dan pernyataan2 sampiran sebagai bahan berargumentasi, apakah Pak ABS tak pernah menanggapi potongan2 kalimat tersebut sebagai sebuah topik baru yang lepas dari konteks pembicaraan awal? - Ini sih okay-okay saja. Tetapi kalau di tengah-tengah pembahasan tentang A, mendadak seseorang bilang: Si X ini saya lihat dalam posting-posting di milis selalu bersikap B! Pokoknya sekarang jawab, bagaimana sikapnya terhadap C. Yah, kita lantas cuma bisa bilang: Haiyaaa!. Makanya saya bilang ini mempolitikkan diskusi kita. Jangan salah, bukan berdiskusi tentang politik lho. Tapi mempolitikkan diskusi... Wasalam. Coba sekarang
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Ada orang yang dalam mengungkap pandangannya selalu gamblang dan total, Tapi ada orang yang dalam mengungkap pandangannya selalu samar2 dan sepotong2 dicicil. Untuk yang pertama sangat mudah untuk mendiskusikan pemikirannya. Tapi untuk yang kedua? tak ada cara selain mengungkit seluruh isi pembicaraannya, meminta dia bicara yang lebih terbuka dan menyeluruh, agar lebih gamblang! ZFy - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Tuesday, September 30, 2008 3:35:05 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tuesday, September 30, 2008 12:16 AM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Dalam menanggapi masalah utama, banyak anggota disini yang membuat analisa dan pernyataan2 sampiran sebagai bahan berargumentasi, apakah Pak ABS tak pernah menanggapi potongan2 kalimat tersebut sebagai sebuah topik baru yang lepas dari konteks pembicaraan awal? - Ini sih okay-okay saja. Tetapi kalau di tengah-tengah pembahasan tentang A, mendadak seseorang bilang: Si X ini saya lihat dalam posting-posting di milis selalu bersikap B! Pokoknya sekarang jawab, bagaimana sikapnya terhadap C. Yah, kita lantas cuma bisa bilang: Haiyaaa!. Makanya saya bilang ini mempolitikkan diskusi kita. Jangan salah, bukan berdiskusi tentang politik lho. Tapi mempolitikkan diskusi... Wasalam. Coba sekarang
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
ABS: Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. KH: Betul ABS Heng! Saya sangat setuju. Pertanyaan saya kpd Uly tentang kemampuan bhs Mandarin adalah untuk mengomentari point pernyataannya, bahwa ia belum pernah meniggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Bukan mengomentari point sebelumnya. Bukan untuk mengatakan TIDAK BISA BHS TIONGHOA BERARTI HILANG KEBANGGAAN SBG TIONGHOA - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! KH: Pertanyaan saya kpd sdr Uly adalah 'pernyataan untuk mengingatkan' sdr Uly bahwa dia seperti saya dan teman2 lain (kecuali yang tinggal di Sumatra, terutama pesisir Timur, Bangka-Belitung, Kalbar) yang terpaksa tidak diajarkan bhs Tionghoa oleh orang tuanya (padahal orang tuanya bisa berbahasa Tionghoa) karena pemerintah orba mengharamkan bhs Cina. Dan hubungannya dengan topik awal diskusi ini adalah: orang2 LPKB adalah pendukung utama pelarangan bhs Cina ini. Banyak orang Tionghoa di Jawa kelahiran 1930-1950-an yang masih bisa berbahasa Tionghoa karena: 1. mereka totok (generasi pertama-kedua), kedua orang tuanya masih berbahasa Tionghoa (umumnya bhs dialek) 2. mereka sekolah di sekolah Tionghoa, banyak orang2 Tionghoa peranakan yang orang tuanya sudah berbahasa Melayu, tetapi karena bersekolah di sekolah Tionghoa, mereka bisa berbahasa Mandarin. Umumnya mereka ini mempunyai anak2 yang lahir di zaman orba, dan umumnya mereka tidak mengajarkan bhs Tionghoa (Mandarin atau dialek) kepada anak2nya. Dari teman2 Tionghoa yang seangkatan dengan saya, 99% tidak bisa berbahasa Tionghoa, padahal orangtuanya fasih berbahasa Tionghoa. Termasuk beberapa teman saya yang orang tuanya pernah jadi guru di sekolah Tionghoa (tetapi anaknya sama sekali tidak bisa). Begitu juga dengan teman2 orang tua saya (yang masih berbahasa Tionghoa). Saya beberapa kali ikut reuni sekolah orang tua saya, sewaktu berkumpul mereka berbicara dlm bhs Mandarin. Sedangkan anak2nya yang juga ikut tidak bisa berbahasa Mandarin. Kembali ke 'pernyataan' saya di atas. Dari diskusi sebelumnya, sdr Uly pernah bercerita bahwa ayahnya 'masih' membaca koran berbahasa Tionghoa. Sehingga saya menyimpulkan bahwa orang tuanya masih mampu berbahasa Tionghoa. Kalau sekarang Uly tidak bisa berbahasa Tionghoa itu karena (sama seperti saya dan yang lainnya) 'TERPAKSA' tidak diajarkan bhs Tionghoa karena tekanan pemerintah orba. -- ABS: Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa tionghoa paling-paling 300-an ribu. Atau 10% saja. Walaupun banyak di antara mereka yang 90% itu yang masih Konghucu sekali pun! 10% itu pun barangkali sudah kebanyakan asumsinya. Dari seribuan teman tionghoa saya di dunia percersilan, yang paham bahasa tionghoa cuma kurang dari 10 orang, atau 1%. Dan dari 300-an ribu penutur bahasa tionghoa di Indonesia itu, kebanyakan tahunya dialek. Yang bisa Mandarin paling-paling 100-an ribu. Itu pun Mandarin pasaran, yang cuma sampai ni hao ma, wo ai ni, dan lyric lagu Mandarin. Yang mampu muncul di acara Metro Xinwen, misalnya, paling-paling 10-an ribu orang saja. Atau malahan nggak sampai 1.000 orang jangan-jangan! ? Lantas apa tionghoa yang 2 juta 9 ratus ribu, termasuk yang Konghucu, mau dianggap tionghoa palsu, tionghoa yang tidak bangga dan tidak berjatidiri? ? KH: Saya belum bisa menerima angka2 yang diutarakan ABS Heng, mungkin bisa kita bahas di thread lain. Tetapi saya tidak pernah menganggap orang yang tidak bisa berbahasa Tionghoa adalah Tionghoa Palsu. -- ABS: Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial, ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda. KH: Pada zaman Belanda sekolah yang 'bermutu' adalah ELS yang diperuntukkan untuk orang Eropa saja, bahasa yang dipergunakan adalah bhs Belanda. Hanya segelintir orang Pribumi (anak Pejabat) dan Tionghoa (anak orang kaya) yang bisa diperbolehkan bersekolah di sini. Sebelum THHK mendirikan sekolah utk orang Tionghoa, sekolah yang tersedia bagi orang Tionghoa adalah sekolah2 'lokal' yang mengajarkan kitab2 klasik, ini pun hanya mereka yang kaya yang mampu 'memanggil guru' untuk mengajar anak2nya. Setelah THHK membuka sekolah dengan konsep 'sekolah modern', cukup banyak orang peranakan yang menyekolahkan anaknya di sini, dan mereka menjadi lebih mampu berbhs Tionghoa. Untuk mengimbangi 'pengaruh
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
From: Fy Zhou Ada orang yang dalam mengungkap pandangannya selalu gamblang dan total, Tapi ada orang yang dalam mengungkap pandangannya selalu samar2 dan sepotong2 dicicil. Dalam hal ini, budaya sangat memegang peranan penting. Budaya barat umumnya terbiasa to the point, dan ogah muter muter sehingga terkesan sombong, padahal selain sudah menjadi kebiasaan juga bahasanya lebih fokus. Berbeda dengan budaya dari asia, baik Mandarin maupun Indonesia to the point sebisa mungkin dihindarkan, sehingga bila terbiasa dengan to the point menjadi bertele tele, demikian juga dengan bahasa Indonesia yang bila ditulis to the point menjadi terlalu singkat, dan malah persepsinya bisa menjadi seperti tantangan. Mana yang terbaik ?, semua kembali kepada kebiasaan, untuk yang ini aku selalu berusaha untuk merubah menjadi to the point, selain lebih singkat, tegas dan tidak cape hati.. sur.
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
kalau lagi merayu bolehlah muter2, biar tak terasa sudah kena tuh rayuannya.. Kalau yang diomongkan masalah2 santai juga tak apa muter2, untuk pengisi waktu luang kan. Tapi kalau lagi bicara serius ketemu lawan bicara yang muter2, bisa membuat tekann darah naik lho! - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Tuesday, September 30, 2008 10:18:59 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) From: Fy Zhou Ada orang yang dalam mengungkap pandangannya selalu gamblang dan total, Tapi ada orang yang dalam mengungkap pandangannya selalu samar2 dan sepotong2 dicicil. Dalam hal ini, budaya sangat memegang peranan penting. Budaya barat umumnya terbiasa to the point, dan ogah muter muter sehingga terkesan sombong, padahal selain sudah menjadi kebiasaan juga bahasanya lebih fokus. Berbeda dengan budaya dari asia, baik Mandarin maupun Indonesia to the point sebisa mungkin dihindarkan, sehingga bila terbiasa dengan to the point menjadi bertele tele, demikian juga dengan bahasa Indonesia yang bila ditulis to the point menjadi terlalu singkat, dan malah persepsinya bisa menjadi seperti tantangan. Mana yang terbaik ?, semua kembali kepada kebiasaan, untuk yang ini aku selalu berusaha untuk merubah menjadi to the point, selain lebih singkat, tegas dan tidak cape hati.. sur.
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Saya kira, uraian2 Kinghian di bawah cukup jelas mengungkap aksi Orba yang memasung budaya dan bahasa tionghoa. mungkin yang lain bisa melengkapi daftarnya dng jenis2 aksi pemasungan budaya Tionghoa yang lain, setelah tersusun rapi bisa dijadikan arsip tetap di Web Budaya Tionghoa. Selanjutnya, kalau ada orang yang menyangsikan kekejian politik Orde baru thd masyarakt Tionghoa, tinggal kita mereposting artikel ini untuk menjawab, atau suruh dia membaca sendiri artikelnya di Web, agar tak memakan energi kita2 lagi untuk menuliskan seabreg jawaban yang sama. Salam, ZFy - Original Message From: King Hian [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Tuesday, September 30, 2008 9:41:44 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI ABS: Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. KH: Betul ABS Heng! Saya sangat setuju. Pertanyaan saya kpd Uly tentang kemampuan bhs Mandarin adalah untuk mengomentari point pernyataannya, bahwa ia belum pernah meniggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Bukan mengomentari point sebelumnya. Bukan untuk mengatakan TIDAK BISA BHS TIONGHOA BERARTI HILANG KEBANGGAAN SBG TIONGHOA - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! KH: Pertanyaan saya kpd sdr Uly adalah 'pernyataan untuk mengingatkan' sdr Uly bahwa dia seperti saya dan teman2 lain (kecuali yang tinggal di Sumatra, terutama pesisir Timur, Bangka-Belitung, Kalbar) yang terpaksa tidak diajarkan bhs Tionghoa oleh orang tuanya (padahal orang tuanya bisa berbahasa Tionghoa) karena pemerintah orba mengharamkan bhs Cina. Dan hubungannya dengan topik awal diskusi ini adalah: orang2 LPKB adalah pendukung utama pelarangan bhs Cina ini. Banyak orang Tionghoa di Jawa kelahiran 1930-1950-an yang masih bisa berbahasa Tionghoa karena: 1. mereka totok (generasi pertama-kedua) , kedua orang tuanya masih berbahasa Tionghoa (umumnya bhs dialek) 2. mereka sekolah di sekolah Tionghoa, banyak orang2 Tionghoa peranakan yang orang tuanya sudah berbahasa Melayu, tetapi karena bersekolah di sekolah Tionghoa, mereka bisa berbahasa Mandarin. Umumnya mereka ini mempunyai anak2 yang lahir di zaman orba, dan umumnya mereka tidak mengajarkan bhs Tionghoa (Mandarin atau dialek) kepada anak2nya. Dari teman2 Tionghoa yang seangkatan dengan saya, 99% tidak bisa berbahasa Tionghoa, padahal orangtuanya fasih berbahasa Tionghoa. Termasuk beberapa teman saya yang orang tuanya pernah jadi guru di sekolah Tionghoa (tetapi anaknya sama sekali tidak bisa). Begitu juga dengan teman2 orang tua saya (yang masih berbahasa Tionghoa). Saya beberapa kali ikut reuni sekolah orang tua saya, sewaktu berkumpul mereka berbicara dlm bhs Mandarin. Sedangkan anak2nya yang juga ikut tidak bisa berbahasa Mandarin. Kembali ke 'pernyataan' saya di atas. Dari diskusi sebelumnya, sdr Uly pernah bercerita bahwa ayahnya 'masih' membaca koran berbahasa Tionghoa. Sehingga saya menyimpulkan bahwa orang tuanya masih mampu berbahasa Tionghoa. Kalau sekarang Uly tidak bisa berbahasa Tionghoa itu karena (sama seperti saya dan yang lainnya) 'TERPAKSA' tidak diajarkan bhs Tionghoa karena tekanan pemerintah orba. - - ABS: Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa tionghoa paling-paling 300-an ribu. Atau 10% saja. Walaupun banyak di antara mereka yang 90% itu yang masih Konghucu sekali pun! 10% itu pun barangkali sudah kebanyakan asumsinya. Dari seribuan teman tionghoa saya di dunia percersilan, yang paham bahasa tionghoa cuma kurang dari 10 orang, atau 1%. Dan dari 300-an ribu penutur bahasa tionghoa di Indonesia itu, kebanyakan tahunya dialek. Yang bisa Mandarin paling-paling 100-an ribu. Itu pun Mandarin pasaran, yang cuma sampai ni hao ma, wo ai ni, dan lyric lagu Mandarin. Yang mampu muncul di acara Metro Xinwen, misalnya, paling-paling 10-an ribu orang saja. Atau malahan nggak sampai 1.000 orang jangan-jangan! ? Lantas apa tionghoa yang 2 juta 9 ratus ribu, termasuk yang Konghucu, mau dianggap tionghoa palsu, tionghoa yang tidak bangga dan tidak berjatidiri? ? KH: Saya belum bisa menerima angka2 yang diutarakan ABS Heng, mungkin bisa kita bahas di thread lain. Tetapi saya tidak pernah menganggap orang yang tidak bisa berbahasa Tionghoa adalah Tionghoa Palsu. - - ABS: Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Sebagai catatan saja, di P siantar memakai dialeknya berbeda dengan mandarin, tapi hampir mirip dengan mandarin, dan orang Tionghua siantar menyebutnya sebagai Mandarin Siantar. Jadi kalau orang Tionghua di siantar mampu menguasai 3 bahasa tionghua sekaligus, yaitu bahasa mandarin siantar, bahasa mandarin dan bahasa hokkian (karena pengaruh Medan yang dekat dan dialek yang dipakai adalah Hokkian) Dan bahkan banyak teman saya yang Tionghua di siantar bahkan bisa bahasa batak, dan saya termasuk sedikit dari pribumi yang mampu berbahasa mandarin dengan baik. Karena saya sekolah di siantar sampai smp dan disekolah tionghua. Bung John jadi caleg di PDIP yah --- On Sun, 9/28/08, Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Sunday, September 28, 2008, 8:50 PM Ko John, penduduk Pematang Siantar itu jagonya bahasa mandarin apa Hokian??? - Original Message - From: John Siswanto To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:18 Subject: Bls: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Pak Akhmad Bukhari Saleh (ABS) yth, Terima kasih atas pencerahan bapak, saya ingin mengomentari postingan bapak, sbb : 1. Menurut Wikipedia Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah populasi Tionghoa Indonesia adalah berkisar 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia. 2. Kalau anda datang ke kota kelahiran saya, Pematang Siantar, etnis Tionghoanya minimal 90 % mampu berbahasa Mandarin (bukan dialek), bukan 10 %..., bahkan non-Tionghoanyapun bisa berbahasa mandarin.. bingung ? coba deh jalan-jalan ke kota kelahiranku. .. untuk mendapatkan pengalaman baru... 3. Saya lebih cenderung, kita tidak mendikotomikan masalah Tionghoa dan non-Tionghoa, lebih baik kita membahas, bagaimana kita sebagai suatu bangsa, saling bahu membahu membangun negara kita bersama, niscaya, masalah-masalah turunannya juga akan dikisis/hilang. .. 4. Kalau kita masih ribut yang boten-boten, sementara jurang pemisah di antara kita makin melebar, apa jadinya bangsa ini ke depan ? wassalam, Jhon Siswanto --- Pada Ming, 28/9/08, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] net.id menulis: Dari: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] net.id Topik: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kepada: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Tanggal: Minggu, 28 September, 2008, 1:06 AM - Original Message - From: King Hian To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 2:05 AM Subject: RE: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! - - - - Ada 2 kesimpulan yang tidak tepat di statement di atas ini. Bahkan cenderung ngawur! Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa tionghoa paling-paling 300-an ribu. Atau 10% saja. Walaupun banyak di antara mereka yang 90% itu yang masih Konghucu sekali pun! 10% itu pun barangkali sudah kebanyakan asumsinya. Dari seribuan teman tionghoa saya di dunia percersilan, yang paham bahasa tionghoa cuma kurang dari 10 orang, atau 1%. Dan dari 300-an ribu penutur bahasa tionghoa di Indonesia itu, kebanyakan tahunya dialek. Yang bisa Mandarin paling-paling 100-an ribu. Itu pun Mandarin pasaran, yang cuma sampai ni hao ma, wo ai ni, dan lyric lagu Mandarin. Yang mampu muncul di acara Metro Xinwen, misalnya, paling-paling 10-an ribu orang saja. Atau malahan nggak sampai 1.000 orang jangan-jangan! ? Lantas apa tionghoa yang 2 juta 9 ratus ribu, termasuk yang Konghucu, mau dianggap tionghoa palsu, tionghoa yang tidak bangga dan tidak berjatidiri? ? Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial, ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda. Malahan di jaman
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Bung Ari Tonang yang baik, horas bah laeku, gimana kabar ? saya termasuk orang yang anda maksudkan, saya bisa bahasa Mandarin (umum), Mandarin Siantar (kata teman-teman dialek Sichuan), hokkian, tapi ditambah dialek Tio Ciu, juga fasih bahasa Batak (toba). Anda sendiri berasal dari mana ? Apakah kita dongan sa huta (teman sekampung) ? Benar kawan memang saya dicalegkan dari PDI Perjuangan, anda tahu darimana bung ? Horas, John Siswanto --- Pada Sel, 30/9/08, Ari Tonang [EMAIL PROTECTED] menulis: Dari: Ari Tonang [EMAIL PROTECTED] Topik: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Selasa, 30 September, 2008, 12:32 PM Sebagai catatan saja, di P siantar memakai dialeknya berbeda dengan mandarin, tapi hampir mirip dengan mandarin, dan orang Tionghua siantar menyebutnya sebagai Mandarin Siantar. Jadi kalau orang Tionghua di siantar mampu menguasai 3 bahasa tionghua sekaligus, yaitu bahasa mandarin siantar, bahasa mandarin dan bahasa hokkian (karena pengaruh Medan yang dekat dan dialek yang dipakai adalah Hokkian) Dan bahkan banyak teman saya yang Tionghua di siantar bahkan bisa bahasa batak, dan saya termasuk sedikit dari pribumi yang mampu berbahasa mandarin dengan baik. Karena saya sekolah di siantar sampai smp dan disekolah tionghua. Bung John jadi caleg di PDIP yah --- On Sun, 9/28/08, Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] co.id wrote: From: Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] co.id Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Sunday, September 28, 2008, 8:50 PM Ko John, penduduk Pematang Siantar itu jagonya bahasa mandarin apa Hokian??? - Original Message - From: John Siswanto To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:18 Subject: Bls: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Pak Akhmad Bukhari Saleh (ABS) yth, Terima kasih atas pencerahan bapak, saya ingin mengomentari postingan bapak, sbb : 1. Menurut Wikipedia Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah populasi Tionghoa Indonesia adalah berkisar 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia. 2. Kalau anda datang ke kota kelahiran saya, Pematang Siantar, etnis Tionghoanya minimal 90 % mampu berbahasa Mandarin (bukan dialek), bukan 10 %..., bahkan non-Tionghoanyapun bisa berbahasa mandarin.. bingung ? coba deh jalan-jalan ke kota kelahiranku. .. untuk mendapatkan pengalaman baru... 3. Saya lebih cenderung, kita tidak mendikotomikan masalah Tionghoa dan non-Tionghoa, lebih baik kita membahas, bagaimana kita sebagai suatu bangsa, saling bahu membahu membangun negara kita bersama, niscaya, masalah-masalah turunannya juga akan dikisis/hilang. .. 4. Kalau kita masih ribut yang boten-boten, sementara jurang pemisah di antara kita makin melebar, apa jadinya bangsa ini ke depan ? wassalam, Jhon Siswanto --- Pada Ming, 28/9/08, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] net.id menulis: Dari: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] net.id Topik: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kepada: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Tanggal: Minggu, 28 September, 2008, 1:06 AM - Original Message - From: King Hian To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 2:05 AM Subject: RE: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! - - - - Ada 2 kesimpulan yang tidak tepat di statement di atas ini. Bahkan cenderung ngawur! Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa tionghoa paling-paling 300-an ribu. Atau 10% saja. Walaupun banyak di antara mereka yang 90% itu yang masih Konghucu sekali pun! 10% itu pun barangkali sudah kebanyakan asumsinya. Dari seribuan teman tionghoa saya di dunia percersilan, yang paham bahasa tionghoa cuma kurang dari 10 orang, atau 1%. Dan dari 300-an ribu penutur bahasa tionghoa di Indonesia itu, kebanyakan tahunya dialek. Yang bisa Mandarin paling-paling 100-an ribu. Itu pun Mandarin
RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa mandarin??? Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum ngertiii. Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti, kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin? to remind: Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - KH: masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! Jadi Kemungkinannya ada 2: 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya. Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah meninggalkan jati dirinya??? 2. ( belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan) -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of King Hian Sent: Tuesday, September 30, 2008 9:42 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI ABS: Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. KH: Betul ABS Heng! Saya sangat setuju. Pertanyaan saya kpd Uly tentang kemampuan bhs Mandarin adalah untuk mengomentari point pernyataannya, bahwa ia belum pernah meniggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak. Bukan mengomentari point sebelumnya. Bukan untuk mengatakan TIDAK BISA BHS TIONGHOA BERARTI HILANG KEBANGGAAN SBG TIONGHOA - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! KH: Pertanyaan saya kpd sdr Uly adalah 'pernyataan untuk mengingatkan' sdr Uly bahwa dia seperti saya dan teman2 lain (kecuali yang tinggal di Sumatra, terutama pesisir Timur, Bangka-Belitung, Kalbar) yang terpaksa tidak diajarkan bhs Tionghoa oleh orang tuanya (padahal orang tuanya bisa berbahasa Tionghoa) karena pemerintah orba mengharamkan bhs Cina. Dan hubungannya dengan topik awal diskusi ini adalah: orang2 LPKB adalah pendukung utama pelarangan bhs Cina ini. Banyak orang Tionghoa di Jawa kelahiran 1930-1950-an yang masih bisa berbahasa Tionghoa karena: 1. mereka totok (generasi pertama-kedua), kedua orang tuanya masih berbahasa Tionghoa (umumnya bhs dialek) 2. mereka sekolah di sekolah Tionghoa, banyak orang2 Tionghoa peranakan yang orang tuanya sudah berbahasa Melayu, tetapi karena bersekolah di sekolah Tionghoa, mereka bisa berbahasa Mandarin. Umumnya mereka ini mempunyai anak2 yang lahir di zaman orba, dan umumnya mereka tidak mengajarkan bhs Tionghoa (Mandarin atau dialek) kepada anak2nya. Dari teman2 Tionghoa yang seangkatan dengan saya, 99% tidak bisa berbahasa Tionghoa, padahal orangtuanya fasih berbahasa Tionghoa. Termasuk beberapa teman saya yang orang tuanya pernah jadi guru di sekolah Tionghoa (tetapi anaknya sama sekali tidak bisa). Begitu juga dengan teman2 orang tua saya (yang masih berbahasa Tionghoa). Saya beberapa kali ikut reuni sekolah orang tua saya, sewaktu berkumpul mereka berbicara dlm bhs Mandarin. Sedangkan anak2nya yang juga ikut tidak bisa berbahasa Mandarin. Kembali ke 'pernyataan' saya di atas. Dari diskusi sebelumnya, sdr Uly pernah bercerita bahwa ayahnya 'masih' membaca koran berbahasa Tionghoa. Sehingga saya menyimpulkan bahwa orang tuanya masih mampu berbahasa Tionghoa. Kalau sekarang Uly tidak bisa berbahasa Tionghoa itu karena (sama seperti saya dan yang lainnya) 'TERPAKSA' tidak diajarkan bhs Tionghoa karena tekanan pemerintah orba. -- ABS: Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa tionghoa paling-paling 300-an ribu. Atau 10% saja. Walaupun banyak di antara mereka yang 90% itu yang masih Konghucu sekali pun! 10% itu pun barangkali sudah kebanyakan asumsinya. Dari seribuan teman tionghoa saya di dunia percersilan, yang paham bahasa tionghoa cuma kurang dari 10 orang, atau 1%. Dan dari 300-an ribu penutur bahasa tionghoa di Indonesia itu, kebanyakan tahunya dialek. Yang bisa Mandarin paling-paling 100-an ribu. Itu pun Mandarin pasaran, yang cuma sampai ni hao ma, wo ai ni, dan lyric lagu Mandarin. Yang mampu muncul di acara Metro Xinwen, misalnya, paling-paling 10-an ribu orang saja. Atau malahan nggak sampai 1.000 orang jangan-jangan! ? Lantas apa tionghoa yang 2 juta 9 ratus ribu, termasuk yang Konghucu, mau dianggap tionghoa palsu, tionghoa yang tidak
Komunis (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
- Original Message - From: melani chia To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 7:56 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI ABS bukannya pahlwan melawan Komunis jaman dulu (tdk suka konmunis)???Pak?? Pahlawan sih bukan, tidak suka iya, ikut menggulung komunis iya!!! Kouwnio!!! - - - - - - - - - Lalu 10 th lalu jadi pejuang repormasi juga He he he... emangnya yang anti komunis nggak bisa ikut repormasi?? Malahan yang nggak kelihatan waktu repormasi justru yang komunis!! - - - - - - - - - Tapi soal ini nggak ada hubungannya dengan budaya tionghoa. Jadi saya sudahkan sampai di sini Kalau Chia kouwnio masih penasaran, mau terus-terusin soal komunis dan reformasi, japri saja. Ntar kalau lagi mood debat, saya jawab. Tapi kalau lagi nggak mood debat, ya saya diemin dulu, sampai mood lagi. Abis lebih senang tindakan nyata dari debat sih... Wasalam.
Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Kalau berdiskusi atau berdebat tentang ketionghoaan, ya bahas saja soal ketionghoaan. Nanti diskusinya jadi terdesak atau jadi di atas angin, itu soal biasa. Tidak usah kalau terdesak lalu membelok-belokkan topik diskusi dengan menstempelkan berbagai cap-cap kepolitikan pada lawan diskusinya. Lalu mengarang-ngarang analisis fiktif tentang pribadi orang lain berdasarkan gambar cap yang diciptakan sendiri itu. Tidak salah Promotheus-heng ketika mengatakan dalam posting-nya pagi ini, menanggapi Zhou-heng juga: Saya tidak terlalu memperhatikan sikap politik member- member milis ini (apalagi jika terus dihubungkan dengan asimilasi-integrasi, orba-orla, dll). Saya lebih tertarik pada topik dan isi tulisannya. Jika saya ingin memperhatikan pun, menurut saya terlalu prematur, untuk menduga-duga sikap politik (dan kemudian menuding-nuding) hanya berdasarkan tulisan- tulisan yang ada. Untuk sedikit OOT dari budaya tionghoa, saya menegaskan kembali bahwa sikap saya tentang kebijakan pendidikan nasional pemerintah Indonesia, dalam kaitannya dengan pendidikan asing, sudah berulang-ulang saya kemukakan dalam berbagai posting di milis ini selama beberapa tahun ini, tanpa pernah berubah. Silahkan dilihat-lihat arsipnya. Saya konsisten berpendapat bahwa pengintegrasian semua sistem pendidikan asing, baik belanda, tionghoa, arab, india, dsb. menjadi satu sistem pendidikan nasional, telah memberi manfaat positif ke arah pembentukan bangsa Indonesia yang kohesif. Jaman sudah berjalan maju jauh sekali. Mereka yang masih memimpikan egoisme sektarian masa lalu, hanya akan tinggal bermimpi. Kalau habib-habib FPI yang senang berjubah misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah arab, atau indo-indo cantik pemain sinetron misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah belanda, atau Raam Punjabi cs. di Pasar Baru misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah india, mereka akan menemui the hard facts bahwa mereka semua hanya sedang bermimpi! Kalau soal Orba awal atau Orba akhir, seluruh keluarga saya ada di puncak black-list-nya Soeharto sudah sejak 1978. Itu adalah 11 tahun setelah Soeharto jadi presiden, 20 tahun sebelum dia terjungkal, entah itu Orba awal atau Orba akhir. Cuma saja, keluarga kami tidak dalam posisi untuk cari selamat ke luarnegeri. Tetapi ini juga soal yang OOT dengan budaya tionghoa, jadi pembahasannya ya sampai sini saja. Kalau soal kapan memulai sesuatu dari nol lagi, ini kebetulan contoh kasusnya ada hubungannya dengan budaya tionghoa. Jadi boleh lah kita bahas sedikit di sini. Bagi saya memulai sesuatu dari nol tidak ada hubungannya dengan usia, melainkan dengan keyakinan, dengan semangat, dengan passion. Ketika saya mulai membangun kembali dunia cerita silat tionghoa di Indonesia, saya mulai samasekali dari nol. Nyatanya teman-teman seperti Zhou-heng, Tan-lookay, Ul- djie, misalnya, saya kenal dalam konteks itu baru-baru saja, teman-teman dari nol, bukan teman-teman dari jaman dulu. Saya memulai dari nol, dengan antara lain menghindari jalan pintas mencampuri berinvestasi dalam bisnis penerbitan cersil. Saya berprinsip mulailah dari awal dengan menciptakan musim tjoen di dunia susastera tionghoa Indonesia, nanti dengan sendirinya akan tumbuh rumput-rumput hijau bisnis penerbitan sastra tionghoa Indonesia yang subur. Bukan penerbitan milik saya saja. Alhamdulillah, melihat perkembangannya sekarang, memulai sesuatu dari nol di usia tua, tetapi dengan keyakinan, dengan semangat, dengan passion, ternyata saya bisa melakukannya, dan ternyata juga bisa berhasil. Saya sendiri samasekali tidak meng-klaim, tetapi banyak teman yang berpandangan bahwa suksesnya penerbitan buku Zhou-heng pun tidak terlepas dari merekahnya musim tjoen pada dunia susastra tionghoa yang saya ikut memulainya dari nol tadi itu. Wasalam. = - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 9:59 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau saya perhatikan seluruh posting Pk ABS, dari dulu hingga sekarang, tidak ada satupun yang terang2an menyalahkan politik budaya Orde Baru yang berkaitan dng bhasa dan budaya Tionghoa, bahkan sering secara tak langsung menyanggah point2 yang menyebut kemunduran budaya Tionghoa di zaman Orba! bahkan membuat pernyatan2 yang mengaburkan seperti kalimat di bawah ini : Sebetulnya di Indonesia tidak pernah ada larangan, di jaman Orba sekali pun, untuk orang ngomong bahasa Mandarin. Apalagi ngomong di antara sesamanya. Di atas anda sengaja menonjolkan masalah tak ada larangan Ngomong, anda sengaja tak mau menyinggung, bahwa larangan bahasa tulis dan pendidikan mandarin sangat berperan dalam memundurkan pemakaian bhs mandarin! Ini bukan pembelaan lantas apa? Saya tahu anda melawan Orba, tapi Orba yang anda lawan adalah dalam hal politik represif non demokratisnya
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Pak ABS, Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! Juga tak usah berkilah dng orde baru Tengahan dan akhiran, toh anda pastinya paham, yang saya angkat adalah peran anda di awal berdirinya orde baru. Anda sepenuhnya menyokong politik budayanya kan? kalau seminggu kemudian keluarga anda ternyata dimusuhi Suharto, itu sudah soal lain, yang pasti bukan karena anda berubah menentang politik budaya tionghoanya bukan? Saya bisa terus mengejar anda, karena setiap kita sebut ada kemunduran dibidang tertentu bagi masyarakat Tionghoa akibat politik Orde baru, anda selalu menyanggah. Jika hal 2 konkrit negatif yang kita kemukakan semua anda bantah, lantas yang mana yang anda terima sbg negatif? jangan2 menurut anda yang ada hanya positif melulu! Kalau begitu, tolong sebutkan dng tegas, apakah secara keseluruhan, Nasib Tionghoa di zaman Orde baru mengalami kemajuan atau kemunduran dibanding zaman Orla? kebijakan Suharto menghambat tau malah mendorong budaya tionghoa? Salam sejarah ZFy - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 4:38:26 PM Subject: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Kalau berdiskusi atau berdebat tentang ketionghoaan, ya bahas saja soal ketionghoaan. Nanti diskusinya jadi terdesak atau jadi di atas angin, itu soal biasa. Tidak usah kalau terdesak lalu membelok-belokkan topik diskusi dengan menstempelkan berbagai cap-cap kepolitikan pada lawan diskusinya. Lalu mengarang-ngarang analisis fiktif tentang pribadi orang lain berdasarkan gambar cap yang diciptakan sendiri itu. Tidak salah Promotheus-heng ketika mengatakan dalam posting-nya pagi ini, menanggapi Zhou-heng juga: Saya tidak terlalu memperhatikan sikap politik member- member milis ini (apalagi jika terus dihubungkan dengan asimilasi-integrasi , orba-orla, dll). Saya lebih tertarik pada topik dan isi tulisannya. Jika saya ingin memperhatikan pun, menurut saya terlalu prematur, untuk menduga-duga sikap politik (dan kemudian menuding-nuding) hanya berdasarkan tulisan- tulisan yang ada. Untuk sedikit OOT dari budaya tionghoa, saya menegaskan kembali bahwa sikap saya tentang kebijakan pendidikan nasional pemerintah Indonesia, dalam kaitannya dengan pendidikan asing, sudah berulang-ulang saya kemukakan dalam berbagai posting di milis ini selama beberapa tahun ini, tanpa pernah berubah. Silahkan dilihat-lihat arsipnya. Saya konsisten berpendapat bahwa pengintegrasian semua sistem pendidikan asing, baik belanda, tionghoa, arab, india, dsb. menjadi satu sistem pendidikan nasional, telah memberi manfaat positif ke arah pembentukan bangsa Indonesia yang kohesif. Jaman sudah berjalan maju jauh sekali.. Mereka yang masih memimpikan egoisme sektarian masa lalu, hanya akan tinggal bermimpi. Kalau habib-habib FPI yang senang berjubah misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah arab, atau indo-indo cantik pemain sinetron misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah belanda, atau Raam Punjabi cs. di Pasar Baru misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah india, mereka akan menemui the hard facts bahwa mereka semua hanya sedang bermimpi! Kalau soal Orba awal atau Orba akhir, seluruh keluarga saya ada di puncak black-list-nya Soeharto sudah sejak 1978. Itu adalah 11 tahun setelah Soeharto jadi presiden, 20 tahun sebelum dia terjungkal, entah itu Orba awal atau Orba akhir. Cuma saja, keluarga kami tidak dalam posisi untuk cari selamat ke luarnegeri. Tetapi ini juga soal yang OOT dengan budaya tionghoa, jadi pembahasannya ya sampai sini saja. Kalau soal kapan memulai sesuatu dari nol lagi, ini kebetulan contoh kasusnya ada hubungannya dengan budaya tionghoa. Jadi boleh lah kita bahas sedikit di sini. Bagi saya memulai sesuatu dari nol tidak ada hubungannya dengan usia, melainkan dengan keyakinan, dengan semangat, dengan passion. Ketika saya mulai membangun kembali dunia cerita silat tionghoa di Indonesia, saya mulai samasekali dari nol. Nyatanya teman-teman seperti Zhou-heng, Tan-lookay, Ul- djie, misalnya, saya kenal dalam konteks itu baru-baru saja, teman-teman dari nol, bukan teman-teman dari jaman dulu. Saya memulai dari nol, dengan antara lain menghindari jalan pintas mencampuri berinvestasi dalam bisnis penerbitan cersil. Saya berprinsip mulailah dari awal dengan menciptakan musim tjoen di dunia susastera tionghoa Indonesia, nanti dengan sendirinya akan tumbuh rumput-rumput hijau bisnis penerbitan sastra tionghoa Indonesia yang subur. Bukan
Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Hi Semuanya, Maaf, saya nyampaikan pemikiran saya tentang kata politik, menurut saya pribadi, kalau kita sudah hidup di negara demokratis jangan terbelenggu lagi dengan istilah politik, politik bukan sesuatu yang tabu atau hanya boleh dibicarakan oleh kalangan tertentu, siapa saja punya hak asasi berpolitik, dimanapun boleh bicara politik, di UUD pun tidak dilarang kecuali kita teracuni unsur paham komunis yang selalu mentabukan rakyatnya berbicara politik seakan berbicara politik di negara komunis adalah hal yang akan berhubungan dengan penguasa dan salah-salah bicara akan dimasukkan ke penjara atau dibunuh. Saya pingin hidup bebas, bicara bebas, menyampaikan pendapat secara bebas karena kebebasan itu pemberian Tuhan kecuali perbuatan amoral dan perbuatan yang melanggar hukum tertulis dan memang saya tidak suka dengan masa orba yang selalu mengekang dan menindas kita. Sekali maaf, mungkin ini tidak ada hubungannya dengan topik yang dibahas. Salam bebas, Ati --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak ABS, Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! Juga tak usah berkilah dng orde baru Tengahan dan akhiran, toh anda pastinya paham, yang saya angkat adalah peran anda di awal berdirinya orde baru. Anda sepenuhnya menyokong politik budayanya kan? kalau seminggu kemudian keluarga anda ternyata dimusuhi Suharto, itu sudah soal lain, yang pasti bukan karena anda berubah menentang politik budaya tionghoanya bukan? Saya bisa terus mengejar anda, karena setiap kita sebut ada kemunduran dibidang tertentu bagi masyarakat Tionghoa akibat politik Orde baru, anda selalu menyanggah. Jika hal 2 konkrit negatif yang kita kemukakan semua anda bantah, lantas yang mana yang anda terima sbg negatif? jangan2 menurut anda yang ada hanya positif melulu! Kalau begitu, tolong sebutkan dng tegas, apakah secara keseluruhan, Nasib Tionghoa di zaman Orde baru mengalami kemajuan atau kemunduran dibanding zaman Orla? kebijakan Suharto menghambat tau malah mendorong budaya tionghoa? Salam sejarah ZFy - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 4:38:26 PM Subject: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Kalau berdiskusi atau berdebat tentang ketionghoaan, ya bahas saja soal ketionghoaan. Nanti diskusinya jadi terdesak atau jadi di atas angin, itu soal biasa. Tidak usah kalau terdesak lalu membelok-belokkan topik diskusi dengan menstempelkan berbagai cap-cap kepolitikan pada lawan diskusinya. Lalu mengarang-ngarang analisis fiktif tentang pribadi orang lain berdasarkan gambar cap yang diciptakan sendiri itu. Tidak salah Promotheus-heng ketika mengatakan dalam posting-nya pagi ini, menanggapi Zhou-heng juga: Saya tidak terlalu memperhatikan sikap politik member- member milis ini (apalagi jika terus dihubungkan dengan asimilasi-integrasi , orba-orla, dll). Saya lebih tertarik pada topik dan isi tulisannya. Jika saya ingin memperhatikan pun, menurut saya terlalu prematur, untuk menduga-duga sikap politik (dan kemudian menuding-nuding) hanya berdasarkan tulisan- tulisan yang ada. Untuk sedikit OOT dari budaya tionghoa, saya menegaskan kembali bahwa sikap saya tentang kebijakan pendidikan nasional pemerintah Indonesia, dalam kaitannya dengan pendidikan asing, sudah berulang-ulang saya kemukakan dalam berbagai posting di milis ini selama beberapa tahun ini, tanpa pernah berubah. Silahkan dilihat-lihat arsipnya. Saya konsisten berpendapat bahwa pengintegrasian semua sistem pendidikan asing, baik belanda, tionghoa, arab, india, dsb. menjadi satu sistem pendidikan nasional, telah memberi manfaat positif ke arah pembentukan bangsa Indonesia yang kohesif. Jaman sudah berjalan maju jauh sekali.. Mereka yang masih memimpikan egoisme sektarian masa lalu, hanya akan tinggal bermimpi. Kalau habib-habib FPI yang senang berjubah misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah arab, atau indo-indo cantik pemain sinetron misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah belanda, atau Raam Punjabi cs. di Pasar Baru misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah india, mereka akan menemui the hard facts bahwa mereka semua hanya sedang bermimpi! Kalau soal Orba awal atau Orba akhir, seluruh keluarga saya ada di puncak black-list-nya Soeharto sudah sejak 1978. Itu adalah 11 tahun setelah Soeharto jadi presiden, 20 tahun sebelum dia terjungkal, entah itu Orba awal atau Orba
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
- Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 5:18 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! --- Dari judul thread diskusi ini saja sudah jelas, kita sedang membahas apakah ketidak-mampuan berbahasa Mandarin pada seorang tionghoa berarti ketiadaan kebanggaan dan jatidirinya sebagai orang tionghoa. Di mana dalam thread diskusi tersebut saya berargumen bahwa itu tidak betul. Lalu Zhou-heng memaksa membelokkan masalah ke soal Orla, Orba, dsb., sambil memaksa mem-politik-praktis-kan diskusi budaya menjadi diskusi gugat-menggugat, sambil memaksa pokoknya saya harus mengambil sikap soal politik untuk issue yang sudah basi (dan sudah seringsekali saya postingkan sikap sayatentangnya, lihat saja di arsip). Tapi hebatnya kalimat pembelokan masalah itu disatu- paragraf-kan dengan kalimat yang memaksa agar orang percaya bahwa Zhou-heng sedang tidak membelokkan masalahnya! Haiyyaaa... Wasalam. == - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 5:18 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Pak ABS, Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! Juga tak usah berkilah dng orde baru Tengahan dan akhiran, toh anda pastinya paham, yang saya angkat adalah peran anda di awal berdirinya orde baru. Anda sepenuhnya menyokong politik budayanya kan? kalau seminggu kemudian keluarga anda ternyata dimusuhi Suharto, itu sudah soal lain, yang pasti bukan karena anda berubah menentang politik budaya tionghoanya bukan? Saya bisa terus mengejar anda, karena setiap kita sebut ada kemunduran dibidang tertentu bagi masyarakat Tionghoa akibat politik Orde baru, anda selalu menyanggah. Jika hal 2 konkrit negatif yang kita kemukakan semua anda bantah, lantas yang mana yang anda terima sbg negatif? jangan2 menurut anda yang ada hanya positif melulu! Kalau begitu, tolong sebutkan dng tegas, apakah secara keseluruhan, Nasib Tionghoa di zaman Orde baru mengalami kemajuan atau kemunduran dibanding zaman Orla? kebijakan Suharto menghambat tau malah mendorong budaya tionghoa? Salam sejarah ZFy
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Dalam menanggapi masalah utama, banyak anggota disini yang membuat analisa dan pernyataan2 sampiran sebagai bahan berargumentasi, apakah Pak ABS tak pernah menanggapi potongan2 kalimat tersebut sebagai sebuah topik baru yang lepas dari konteks pembicaraan awal? Cukup sering kok! Dan ini sah2 saja, karena dalam hal ini kita kebetulan tak memasalahkan poiint utama yang dibahas(alias sepakat),. yang tidak sepakat justru salah satu bagian dari argumentnya. Misalnya kita sedang membahas orang bisa sakit jantung karena kolestrol, lalu dalam salah satu contoh saya menyebut satu nama yang mati karena sakit jantung. padahal anda tahu orang itu mati karena penyakit lever, bisa saja anda bebantahan dng saya mengenai sebab kematian orang tsb, tanpa meributkan apakah teori saya tentang penyebab sakit jantung betul atau tidak! - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 11:15:25 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Monday, September 29, 2008 5:18 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat.. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! - - - Dari judul thread diskusi ini saja sudah jelas, kita sedang membahas apakah ketidak-mampuan berbahasa Mandarin pada seorang tionghoa berarti ketiadaan kebanggaan dan jatidirinya sebagai orang tionghoa.. Di mana dalam thread diskusi tersebut saya berargumen bahwa itu tidak betul. Lalu Zhou-heng memaksa membelokkan masalah ke soal Orla, Orba, dsb., sambil memaksa mem-politik- praktis-kan diskusi budaya menjadi diskusi gugat-menggugat, sambil memaksa pokoknya saya harus mengambil sikap soal politik untuk issue yang sudah basi (dan sudah seringsekali saya postingkan sikap sayatentangnya, lihat saja di arsip). Tapi hebatnya kalimat pembelokan masalah itu disatu- paragraf-kan dengan kalimat yang memaksa agar orang percaya bahwa Zhou-heng sedang tidak membelokkan masalahnya! Haiyyaaa... Wasalam. = = - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Monday, September 29, 2008 5:18 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Pak ABS, Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! Juga tak usah berkilah dng orde baru Tengahan dan akhiran, toh anda pastinya paham, yang saya angkat adalah peran anda di awal berdirinya orde baru. Anda sepenuhnya menyokong politik budayanya kan? kalau seminggu kemudian keluarga anda ternyata dimusuhi Suharto, itu sudah soal lain, yang pasti bukan karena anda berubah menentang politik budaya tionghoanya bukan? Saya bisa terus mengejar anda, karena setiap kita sebut ada kemunduran dibidang tertentu bagi masyarakat Tionghoa akibat politik Orde baru, anda selalu menyanggah. Jika hal 2 konkrit negatif yang kita kemukakan semua anda bantah, lantas yang mana yang anda terima sbg negatif? jangan2 menurut anda yang ada hanya positif melulu! Kalau begitu, tolong sebutkan dng tegas, apakah secara keseluruhan, Nasib Tionghoa di zaman Orde baru mengalami kemajuan atau kemunduran dibanding zaman Orla? kebijakan Suharto menghambat tau malah mendorong budaya tionghoa? Salam sejarah ZFy __.._,_.___ Messages in this topic (4) Reply (via web post) | Start a new topic Messages .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Change settings via the Web (Yahoo! ID required) Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use
Re: Komunis (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Kalau gitu diakhiri aja,peace dah. --- On Mon, 29/9/08, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] Subject: Komunis (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, 29 September, 2008, 4:10 PM - Original Message - From: melani chia To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Monday, September 29, 2008 7:56 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI ABS bukannya pahlwan melawan Komunis jaman dulu (tdk suka konmunis)??? Pak?? Pahlawan sih bukan, tidak suka iya, ikut menggulung komunis iya!!! Kouwnio! !! - - - - - - - - - Lalu 10 th lalu jadi pejuang repormasi juga He he he... emangnya yang anti komunis nggak bisa ikut repormasi??? ??? Malahan yang nggak kelihatan waktu repormasi justru yang komunis! ! - - - - - - - - - Tapi soal ini nggak ada hubungannya dengan budaya tionghoa. Jadi saya sudahkan sampai di sini Kalau Chia kouwnio masih penasaran, mau terus-terusin soal komunis dan reformasi, japri saja. Ntar kalau lagi mood debat, saya jawab. Tapi kalau lagi nggak mood debat, ya saya diemin dulu, sampai mood lagi. Abis lebih senang tindakan nyata dari debat sih... Wasalam.
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman sekarang, majalah2 dan buku sastra mandarin lokal dibagikn gratis! - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 3:06:44 PM Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial, ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda. Malahan di jaman Orba, untuk kepentingan mereka, rejim Orba mendidik banyak sekali agen-agennya, pribumi dan tionghoa, tentara dan sipil, belajar Mandarin di Singapore, Malaysia dan Taiwan (negara-negara cina yang sahabat RI waktu itu), a.l. teman saya Jend. Agum Gumelar yang fasih Mandarin karena bertahun-tahun di Taipeh. Jadi populasi penutur Mandarin di jaman Orba, jangan-jangan justru naik jumlahnya! Wasalam.
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Orang tua saya dulu sekolah di sekolah TiongHua setelah di bredel taon 65, mereka putus sekolah, orang tua saya bilang, TiongHua peranakan sulit masuk sekolah TiongHua, kebanyakan sekolah TiongHua itu hanya orang Totoq, bahkan terjadi saling hina antara totoq peranakan. Dari penjelasan itu, asumsi saya jumlah orang yang bisa bahasa mandarin juga ga menjadi banyak, karena hanya orang yang emang bisa bahasa mandarin yang sekolah di sekolahan TiongHua, sementara yang peranakan emang dari dasarnya kaga mahir mandarin, dan sulit masuk sekolah TiongHua. Kecuali kalo peranakan itu les / kursus bahasa mandarin, biar kaga ketinggalan sama totoq. Jadi asumsi makin banyak yang bisa bahasa mandarin itu darimana? Tolong dijelaskan kepada saya yang blon ngerasain jaman itu kecuali tau dari cerita orang tua. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:33 Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman sekarang, majalah2 dan buku sastra mandarin lokal dibagikn gratis! - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 3:06:44 PM Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial, ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda. Malahan di jaman Orba, untuk kepentingan mereka, rejim Orba mendidik banyak sekali agen-agennya, pribumi dan tionghoa, tentara dan sipil, belajar Mandarin di Singapore, Malaysia dan Taiwan (negara-negara cina yang sahabat RI waktu itu), a.l. teman saya Jend. Agum Gumelar yang fasih Mandarin karena bertahun-tahun di Taipeh. Jadi populasi penutur Mandarin di jaman Orba, jangan-jangan justru naik jumlahnya! Wasalam.
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Ko John, penduduk Pematang Siantar itu jagonya bahasa mandarin apa Hokian??? - Original Message - From: John Siswanto To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:18 Subject: Bls: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Pak Akhmad Bukhari Saleh (ABS) yth, Terima kasih atas pencerahan bapak, saya ingin mengomentari postingan bapak, sbb : 1. Menurut Wikipedia Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah populasi Tionghoa Indonesia adalah berkisar 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia. 2. Kalau anda datang ke kota kelahiran saya, Pematang Siantar, etnis Tionghoanya minimal 90 % mampu berbahasa Mandarin (bukan dialek), bukan 10 %..., bahkan non-Tionghoanyapun bisa berbahasa mandarin.. bingung ? coba deh jalan-jalan ke kota kelahiranku... untuk mendapatkan pengalaman baru... 3. Saya lebih cenderung, kita tidak mendikotomikan masalah Tionghoa dan non-Tionghoa, lebih baik kita membahas, bagaimana kita sebagai suatu bangsa, saling bahu membahu membangun negara kita bersama, niscaya, masalah-masalah turunannya juga akan dikisis/hilang... 4. Kalau kita masih ribut yang boten-boten, sementara jurang pemisah di antara kita makin melebar, apa jadinya bangsa ini ke depan ? wassalam, Jhon Siswanto --- Pada Ming, 28/9/08, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] menulis: Dari: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] Topik: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Minggu, 28 September, 2008, 1:06 AM - Original Message - From: King Hian To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 2:05 AM Subject: RE: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! - - - - Ada 2 kesimpulan yang tidak tepat di statement di atas ini. Bahkan cenderung ngawur! Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa tionghoa paling-paling 300-an ribu. Atau 10% saja. Walaupun banyak di antara mereka yang 90% itu yang masih Konghucu sekali pun! 10% itu pun barangkali sudah kebanyakan asumsinya. Dari seribuan teman tionghoa saya di dunia percersilan, yang paham bahasa tionghoa cuma kurang dari 10 orang, atau 1%. Dan dari 300-an ribu penutur bahasa tionghoa di Indonesia itu, kebanyakan tahunya dialek. Yang bisa Mandarin paling-paling 100-an ribu. Itu pun Mandarin pasaran, yang cuma sampai ni hao ma, wo ai ni, dan lyric lagu Mandarin. Yang mampu muncul di acara Metro Xinwen, misalnya, paling-paling 10-an ribu orang saja. Atau malahan nggak sampai 1.000 orang jangan-jangan! ? Lantas apa tionghoa yang 2 juta 9 ratus ribu, termasuk yang Konghucu, mau dianggap tionghoa palsu, tionghoa yang tidak bangga dan tidak berjatidiri? ? Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial, ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda. Malahan di jaman Orba, untuk kepentingan mereka, rejim Orba mendidik banyak sekali agen-agennya, pribumi dan tionghoa, tentara dan sipil, belajar Mandarin di Singapore, Malaysia dan Taiwan (negara-negara cina yang sahabat RI waktu itu), a.l. teman saya Jend. Agum Gumelar yang fasih Mandarin karena bertahun-tahun di Taipeh. Jadi populasi penutur Mandarin di jaman Orba, jangan-jangan justru naik jumlahnya! Wasalam. -- Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Huss orang tua aku ( ibu ) dan keluarganya sekolah di sekolah Tionghoa lho. Salah satu almarhum pamanku suka sedih dan sakit hati bila ingat masa sekolah tersebut, karena sering disebut fankwie nyasar. Memang sih untuk yang cina peranakan umumnya sekolah di sekolah Kristen ( Katholik ) dan kebingungan bila memasukan ke sekolah Tionghoa, karena beda Budaya nya. Dalam hal ini cina peranakan sudah terbiasa dengan pola hidup belanda. Ibuku biarpun ireng malah di sekolah sampai setingkat SMA ( lulus SMA ) selalu juara ( padahal pelajaran yang paling tidak di sukai pelajaran sejarah, harus nya dikirim ke Taiwan karena dapat bea siswa ). Sampai sekarang ibu ku sering mengalami kejadian lucu dan kearah tragis, bila naik angkot sering mendengar keluh kesah mengenai cina sialan, dan ibuku dianggap bukan cina, dilain pihak biar bagaimanapun juga ibuku adalah cina, biarpun cina peranakan. Sampai sekarang mantan sekolahnya suka mengadakan reuni ( bayangkan usia diatas 60 reuni.seru banget ngkali yah ) Dan disaat kena breidel ibu ku menjadi guru privat sambil ngumpet ngumpet ngajarin anak anak dari teman sekolahnya dulu. Di jaman Orla yang mampu berbahasa Tionghoa bisa dibilang jauh lebih banyak dibandingkan dengan dijaman Belanda dan Orba, karena pada jaman setelah merdeka banyak didirikan sekolah sekolah Tionghoa sampai ketingkat kecamatan, ditambah lagi sekolah terbagi 2 kelompok, satu kelompok pro Taiwan ( jadi setiap masuk kelas di brainwash Tengshoa harus bisa diambil alih ), sedang satunya lagi pro RRT, kedua sekolah tersebut adu service dalam hal ini service kwalitas pengajaran dan pendidikan ( aku pisah pengajar dan pendidik, karena di jaman sekarang pendidik nya sudah kabur dibawa kalong wewe ), akibatnya kwalitas sekolah tersebut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah Kristen ( yang siswanya selain sedikit juga kurang mendapat bantuan dari pusat/vatican ). Bisa dibilang generasi Tionghoa Indonesia yang lahir sampai ditahun 52-an cukup banyak yang masuk sekolah Tionghoa, dan setelah kena breidel ( aneh kan bagian pendidikan di breidel, sedang rumah sakit tidak kena otak atik, menandakan yang enak diambil yang gak enak dibuang ), dan generasi terakhir tersebut akhirnya hanya bisa bicara dan sulit menulis, ada juga yang bisa baca terutama yang hobby membaca sejarah, buku silat, dan minimal Lao Fu Tse wakakakak. Informasi, ibuku sekolah sampai SMP di kota kecil sedang SMA nya di Jakarta, karena pada saat itu belum ada SMA nya. ( dan akibatnya brojol lah aku, karena ketemu ayahku cina singkek di Jakarta huehuehue ) sur. http://indolobby.blogspot.com - Original Message - From: Liquid Yahoo Orang tua saya dulu sekolah di sekolah TiongHua setelah di bredel taon 65, mereka putus sekolah, orang tua saya bilang, TiongHua peranakan sulit masuk sekolah TiongHua, kebanyakan sekolah TiongHua itu hanya orang Totoq, bahkan terjadi saling hina antara totoq peranakan. Dari penjelasan itu, asumsi saya jumlah orang yang bisa bahasa mandarin juga ga menjadi banyak, karena hanya orang yang emang bisa bahasa mandarin yang sekolah di sekolahan TiongHua, sementara yang peranakan emang dari dasarnya kaga mahir mandarin, dan sulit masuk sekolah TiongHua. Kecuali kalo peranakan itu les / kursus bahasa mandarin, biar kaga ketinggalan sama totoq. Jadi asumsi makin banyak yang bisa bahasa mandarin itu darimana? Tolong dijelaskan kepada saya yang blon ngerasain jaman itu kecuali tau dari cerita orang tua. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:33 Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman sekarang, majalah2 dan buku sastra mandarin lokal dibagikn gratis! - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Banyak sedikit adalah dalam pembandingan. Saya membandingkan antara zaman Belanda, zaman Orla dan zaman Orba. Zaman Belanda pendidikan bhs tionghoa masih sporadis, zaman Orla pendidikan bhsTionghoa sudah sistematis.zaman Orba pendidikan bhs tionghoa tergilas habis! ini anda cukup paham bukan? Sekolah Tionghoa zaman Orla sebenarnya bukan khusus untuk orang totok, hanya peraturan pemerintah yang membatasi Tionghoa WNA saja yang boleh masuk ke situ. Teman2 saya banyak yang secara kultural babah, tapi karena orang tuanya masih WNA ya sekolah di situ. Kebanyakan anak2 usia sekolah kan masih ikut status WNA orang tua. setelah dewasa baru boleh mengajukan diri untuk naturalisasi. seperti kakak2 saya. Di zaman itu, Tionghoa yang WNA jumlahnya cukup signifikan, anda bisa melihat data penduduk yang berkaitan dng Tionghoa WNI yang berhak ikut pemilu, ternyata jumlahnya sangat minim, maka Siauw giok Tjwan giat memperjuangkan sistem pewarga negaraan pasif. di zaman sekarang, pendidikan bhs mandarin baru mulai digiatkan lagi, hasilnya belum ketahuan, jadi saya belum bisa membandingkannya. ZFy - Original Message From: Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 8:49:43 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Orang tua saya dulu sekolah di sekolah TiongHua setelah di bredel taon 65, mereka putus sekolah, orang tua saya bilang, TiongHua peranakan sulit masuk sekolah TiongHua, kebanyakan sekolah TiongHua itu hanya orang Totoq, bahkan terjadi saling hina antara totoq peranakan. Dari penjelasan itu, asumsi saya jumlah orang yang bisa bahasa mandarin juga ga menjadi banyak, karena hanya orang yang emang bisa bahasa mandarin yang sekolah di sekolahan TiongHua, sementara yang peranakan emang dari dasarnya kaga mahir mandarin, dan sulit masuk sekolah TiongHua. Kecuali kalo peranakan itu les / kursus bahasa mandarin, biar kaga ketinggalan sama totoq. Jadi asumsi makin banyak yang bisa bahasa mandarin itu darimana? Tolong dijelaskan kepada saya yang blon ngerasain jaman itu kecuali tau dari cerita orang tua. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:33 Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman sekarang, majalah2 dan buku sastra mandarin lokal dibagikn gratis! - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] net.id To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 3:06:44 PM Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial, ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda. Malahan di jaman Orba, untuk kepentingan mereka, rejim Orba mendidik banyak sekali agen-agennya, pribumi dan tionghoa, tentara dan sipil, belajar Mandarin di Singapore, Malaysia dan Taiwan (negara-negara cina yang sahabat RI waktu itu), a.l. teman saya Jend. Agum Gumelar yang fasih Mandarin karena bertahun-tahun di Taipeh. Jadi populasi penutur Mandarin di jaman Orba, jangan-jangan justru naik jumlahnya! Wasalam.
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Wah, kalau begitu naga2nya Ibu anda masih cukup aktif ya, saya banyak kenal generasi tua yang aktif mengajar dan menulis, jangan2 kenal ibu anda. meski saya hanya jebolan 4 Sd. ZFy - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 10:15:36 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Huss orang tua aku ( ibu ) dan keluarganya sekolah di sekolah Tionghoa lho. Salah satu almarhum pamanku suka sedih dan sakit hati bila ingat masa sekolah tersebut, karena sering disebut fankwie nyasar. Memang sih untuk yang cina peranakan umumnya sekolah di sekolah Kristen ( Katholik ) dan kebingungan bila memasukan ke sekolah Tionghoa, karena beda Budaya nya. Dalam hal ini cina peranakan sudah terbiasa dengan pola hidup belanda. Ibuku biarpun ireng malah di sekolah sampai setingkat SMA ( lulus SMA ) selalu juara ( padahal pelajaran yang paling tidak di sukai pelajaran sejarah, harus nya dikirim ke Taiwan karena dapat bea siswa ). Sampai sekarang ibu ku sering mengalami kejadian lucu dan kearah tragis, bila naik angkot sering mendengar keluh kesah mengenai cina sialan, dan ibuku dianggap bukan cina, dilain pihak biar bagaimanapun juga ibuku adalah cina, biarpun cina peranakan. Sampai sekarang mantan sekolahnya suka mengadakan reuni ( bayangkan usia diatas 60 reuni... ..seru banget ngkali yah ) Dan disaat kena breidel ibu ku menjadi guru privat sambil ngumpet ngumpet ngajarin anak anak dari teman sekolahnya dulu. Di jaman Orla yang mampu berbahasa Tionghoa bisa dibilang jauh lebih banyak dibandingkan dengan dijaman Belanda dan Orba, karena pada jaman setelah merdeka banyak didirikan sekolah sekolah Tionghoa sampai ketingkat kecamatan, ditambah lagi sekolah terbagi 2 kelompok, satu kelompok pro Taiwan ( jadi setiap masuk kelas di brainwash Tengshoa harus bisa diambil alih ), sedang satunya lagi pro RRT, kedua sekolah tersebut adu service dalam hal ini service kwalitas pengajaran dan pendidikan ( aku pisah pengajar dan pendidik, karena di jaman sekarang pendidik nya sudah kabur dibawa kalong wewe ), akibatnya kwalitas sekolah tersebut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah Kristen ( yang siswanya selain sedikit juga kurang mendapat bantuan dari pusat/vatican ). Bisa dibilang generasi Tionghoa Indonesia yang lahir sampai ditahun 52-an cukup banyak yang masuk sekolah Tionghoa, dan setelah kena breidel ( aneh kan bagian pendidikan di breidel, sedang rumah sakit tidak kena otak atik, menandakan yang enak diambil yang gak enak dibuang ), dan generasi terakhir tersebut akhirnya hanya bisa bicara dan sulit menulis, ada juga yang bisa baca terutama yang hobby membaca sejarah, buku silat, dan minimal Lao Fu Tse wakakakak. Informasi, ibuku sekolah sampai SMP di kota kecil sedang SMA nya di Jakarta, karena pada saat itu belum ada SMA nya. ( dan akibatnya brojol lah aku, karena ketemu ayahku cina singkek di Jakarta huehuehue ) sur. http://indolobby. blogspot.. com - Original Message - From: Liquid Yahoo Orang tua saya dulu sekolah di sekolah TiongHua setelah di bredel taon 65, mereka putus sekolah, orang tua saya bilang, TiongHua peranakan sulit masuk sekolah TiongHua, kebanyakan sekolah TiongHua itu hanya orang Totoq, bahkan terjadi saling hina antara totoq peranakan. Dari penjelasan itu, asumsi saya jumlah orang yang bisa bahasa mandarin juga ga menjadi banyak, karena hanya orang yang emang bisa bahasa mandarin yang sekolah di sekolahan TiongHua, sementara yang peranakan emang dari dasarnya kaga mahir mandarin, dan sulit masuk sekolah TiongHua. Kecuali kalo peranakan itu les / kursus bahasa mandarin, biar kaga ketinggalan sama totoq. Jadi asumsi makin banyak yang bisa bahasa mandarin itu darimana? Tolong dijelaskan kepada saya yang blon ngerasain jaman itu kecuali tau dari cerita orang tua. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:33 Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Knapa ada sekolah tionghoa jaman belanda? Ya itu tadi FY Zhou baru aja bilang kalo di batesin ama pemerintah. Tapi emang ada aturan tertulisnya? (dari segi hukum). Ngai bilang sulit itu bukan berarti ga ada, tapi ya sulit masuk, ya mungkin aja karena susah beradaptasi atau maksudnya sulit itu sedikit sekali yang non totoq. Abis ortu juga masih kecil saat itu, ortu ngai cuma bisa nikmatin ampe 6 SD, itupun kaga lulus karena katanya waktu pagi-pagi mao masuk sekolah, sekolahannya di jaga ama tentara, ga boleh masuk sekolah lagi, ude di segel. Ya uda sejak itu putus sekolah, ya akhirnya mao ga mao jadi pedagang... - Original Message - From: ardian_c [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, 28 September, 2008 23:46 Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI bokap gw ngajar di sekolah zhongwen lho, en ada bbrp muridnya yg pribumi lho. ada satu ex guru bahasa inggris gw yg termasuk tipe peranakan jg pernah sekolah zhongwen, gak dibedain kok. Malah die bilang sekolah khc itu bagus, semua anak didik dapet susu dan makanan sehat setiap pagi, uang sekolah murah, semua agama diajarin, budi pekerti jg diajarin. So gimana ? Btw tau kenapa ada sekolah tionghoa jaman belanda ? hehehehe --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] wrote: Orang tua saya dulu sekolah di sekolah TiongHua setelah di bredel taon 65, mereka putus sekolah, orang tua saya bilang, TiongHua peranakan sulit masuk sekolah TiongHua, kebanyakan sekolah TiongHua itu hanya orang Totoq, bahkan terjadi saling hina antara totoq peranakan. Dari penjelasan itu, asumsi saya jumlah orang yang bisa bahasa mandarin juga ga menjadi banyak, karena hanya orang yang emang bisa bahasa mandarin yang sekolah di sekolahan TiongHua, sementara yang peranakan emang dari dasarnya kaga mahir mandarin, dan sulit masuk sekolah TiongHua. Kecuali kalo peranakan itu les / kursus bahasa mandarin, biar kaga ketinggalan sama totoq. Jadi asumsi makin banyak yang bisa bahasa mandarin itu darimana? Tolong dijelaskan kepada saya yang blon ngerasain jaman itu kecuali tau dari cerita orang tua. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:33 Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman sekarang, majalah2 dan buku sastra mandarin lokal dibagikn gratis! - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 3:06:44 PM Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial, ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda. Malahan di jaman Orba, untuk kepentingan mereka, rejim Orba mendidik banyak sekali agen-agennya, pribumi dan tionghoa, tentara dan sipil, belajar Mandarin di Singapore, Malaysia dan Taiwan (negara-negara cina yang sahabat RI waktu itu), a.l. teman saya Jend. Agum Gumelar yang fasih Mandarin karena bertahun-tahun di Taipeh. Jadi populasi penutur Mandarin di jaman Orba, jangan-jangan justru naik jumlahnya! Wasalam. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Jadi gue harus percaya siapa? OrTu gue atau cerita elu? :-) OrTu gue kan cerita berdasarkan pengalaman kecil waktu sekolah di sekolahan TiongHua, lah elu emang sekolah di sekolahan TiongHua juga? Cerita dong pengalamannye kalo gitu - Original Message - From: ardian_c [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, 29 September, 2008 00:52 Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI aduh akang, yg banyak diriin sekolah tionghoa itu THHK en rata2 pendirinya itu kaum PERANAKAN boekan TOTOK. Yg diajarin jg bhs melayu en tionghoa. Set dah Soalne belanda tdk pernah menyediakan skulnya buat org2 tionghoa, so peranakan yg waktu itu lebih kaya drpd totok yg baru pada dateng nyangkul or kerja jadi kuli. Lagian inget org tionghoa itu pentingin pendidikan, budaya baca jg kentel dikalangan mrk. Tapi ya syaratnya mesti ada duit lebih doeloe kale ya jd baru bisa beli boekoe. Org tionghoa jaman itu mana bisa belajar disekolah belanda ? wong uang sekolahnya mahal jg kalu mo masuk ya mesti belajar budaya belanda hehehehheehe ntar kalu gw tulis agama disalahin lage. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] wrote: Knapa ada sekolah tionghoa jaman belanda? Ya itu tadi FY Zhou baru aja bilang kalo di batesin ama pemerintah. Tapi emang ada aturan tertulisnya? (dari segi hukum). Ngai bilang sulit itu bukan berarti ga ada, tapi ya sulit masuk, ya mungkin aja karena susah beradaptasi atau maksudnya sulit itu sedikit sekali yang non totoq. Abis ortu juga masih kecil saat itu, ortu ngai cuma bisa nikmatin ampe 6 SD, itupun kaga lulus karena katanya waktu pagi-pagi mao masuk sekolah, sekolahannya di jaga ama tentara, ga boleh masuk sekolah lagi, ude di segel. Ya uda sejak itu putus sekolah, ya akhirnya mao ga mao jadi pedagang... - Original Message - From: ardian_c [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, 28 September, 2008 23:46 Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI bokap gw ngajar di sekolah zhongwen lho, en ada bbrp muridnya yg pribumi lho. ada satu ex guru bahasa inggris gw yg termasuk tipe peranakan jg pernah sekolah zhongwen, gak dibedain kok. Malah die bilang sekolah khc itu bagus, semua anak didik dapet susu dan makanan sehat setiap pagi, uang sekolah murah, semua agama diajarin, budi pekerti jg diajarin. So gimana ? Btw tau kenapa ada sekolah tionghoa jaman belanda ? hehehehe --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Liquid Yahoo liquidha@ wrote: Orang tua saya dulu sekolah di sekolah TiongHua setelah di bredel taon 65, mereka putus sekolah, orang tua saya bilang, TiongHua peranakan sulit masuk sekolah TiongHua, kebanyakan sekolah TiongHua itu hanya orang Totoq, bahkan terjadi saling hina antara totoq peranakan. Dari penjelasan itu, asumsi saya jumlah orang yang bisa bahasa mandarin juga ga menjadi banyak, karena hanya orang yang emang bisa bahasa mandarin yang sekolah di sekolahan TiongHua, sementara yang peranakan emang dari dasarnya kaga mahir mandarin, dan sulit masuk sekolah TiongHua. Kecuali kalo peranakan itu les / kursus bahasa mandarin, biar kaga ketinggalan sama totoq. Jadi asumsi makin banyak yang bisa bahasa mandarin itu darimana? Tolong dijelaskan kepada saya yang blon ngerasain jaman itu kecuali tau dari cerita orang tua. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:33 Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Soal jumlah populasi warga suku Tionghoa di Indonesia pernah dibahas pada milis ini di masa alalu dengan cukup rinci, dan kesimpulannya tidak ada angka pasti yang dapat dipegang sebagai acuan. Penyebutan hasil sensus tahun 2000 pun bagi saya meragukan, karena apa iya di formulir sensus ada bagian yang menanyakan apakah si pengisi formulir suku tionghoa atau bukan. Andaikata hal itu ditanyakan, maka tentunya kita sekarang punya angka pasti, tidak mengatakannya berkisar antara sekian sampai sekian persen. Bahkan andaikata hal keturunan asing itu ditanyakan di formulir sensus, tentunya kita sekarang juga punya angka berapa banyak adanya itu habib-habib biang kerusuhan di Indonesia, berapa banyak adanya nona-nona cantik yang potensial jadi artis sinetron seperti Rianti Cartwirght dan Chinta Laura itu, dsb. he he he... Angka 3 juta yang saya pakai itu memang hanya perumpamaan saja, berdasarkan kesepahaman kita di milis ini bahwa angka sebenarnya kita semua sama-sama tidak tahu. Angka itu hanya untuk menunjukkan bahwa suku Tionghoa di Indonesia itu banyak jumlahnya, ada jutaan. Untuk lalu masuk pada betapa sangat kecilnya jumlah mereka yang menguasai bahasa Mandarin dari antara keseluruhan jumlah warga suku Tionghoa di Indonesia yang jutaan itu. Kalau John-heng anggap 3 juta terlalu sedikit, dengan senang hati saya pakai angka 10 juta deh. Tetapi lalu berapa dari 10 juta itu yang fasih berbahasa Mandarin, toh akan tetap saja magnitude-nya pada orde ribuan orang. Tentu mungkin saja di daerah tertentu atau kelompok pergaulan tertentu, persentase penutur bahasa Mandarin lebih besar dari di daerah atau kelompok lain. Di satu pihak bisa 90%, di yang lain bisa 50%, tetapi ada juga yang 0%. Tetapi point saya adalah bahwa yang tidak bisa berbahasa Mandarin itu, walaupun katakanlah mereka hanya 10% sekalipun, samasekali tidak kurang kebanggaannya dan jati dirinya sebagai orang tionghoa. Kalau soal dikotomi tionghoa dan non-tionghoa, maaf, saya tidak paham apa yang dimaksud John-heng, karena saya samasekali tidak menyinggungnya. Wasalam. = - Original Message - From: John Siswanto To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 4:18 PM Subject: Bls: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Pak Akhmad Bukhari Saleh (ABS) yth, Terima kasih atas pencerahan bapak, saya ingin mengomentari postingan bapak, sbb : 1. Menurut Wikipedia Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah populasi Tionghoa Indonesia adalah berkisar 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia. 2. Kalau anda datang ke kota kelahiran saya, Pematang Siantar, etnis Tionghoanya minimal 90 % mampu berbahasa Mandarin (bukan dialek), bukan 10 %..., bahkan non-Tionghoanyapun bisa berbahasa mandarin.. bingung ? coba deh jalan-jalan ke kota kelahiranku... untuk mendapatkan pengalaman baru... 3. Saya lebih cenderung, kita tidak mendikotomikan masalah Tionghoa dan non-Tionghoa, lebih baik kita membahas, bagaimana kita sebagai suatu bangsa, saling bahu membahu membangun negara kita bersama, niscaya, masalah-masalah turunannya juga akan dikisis/hilang... 4. Kalau kita masih ribut yang boten-boten, sementara jurang pemisah di antara kita makin melebar, apa jadinya bangsa ini ke depan ? wassalam, Jhon Siswanto --- Pada Ming, 28/9/08, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] menulis: Dari: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] Topik: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Minggu, 28 September, 2008, 1:06 AM - Original Message - From: King Hian To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 2:05 AM Subject: RE: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Uly: - cina yang masih bangga jadi cina - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak - - - - masa gak ngerasa sih? apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! - - - - Ada 2 kesimpulan yang tidak tepat di statement di atas ini. Bahkan cenderung ngawur! Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Saya tidak punya kepentingan untuk membela Orba, karena saya aktif dengan tindakan nyata menjungkalkan Orba. Tidak seperti banyak orang yang entah ada di mana waktu itu, lalu beraninya teriak-teriak keras belakangan sesudah Orba terjungkal, itu pun banyak yang hanya omong doang dari tempat kenikmatannya yang jauh di luar negeri. Saya hanya mempertanyakan keabsahan postulat Tjan sianseng, eh maaf, Chan sianseng, mengenai pasang-surutnya jumlah penutur bahasa Mandarin dikaitkan dengan periodisasi jaman. Sama saja kita mempertanyakan keabsahan postulat Harry Tjan sianseng mengenai pasang-surutnya nasib orang Tionghoa dikaitkan dengan periodisasi jaman. Sebetulnya di Indonesia tidak pernah ada larangan, di jaman Orba sekali pun, untuk orang ngomong bahasa Mandarin. Apalagi ngomong di antara sesamanya. Kalau pun dianjurkan tidak berbahasa Mandarin, itu ketika forumnya multi suku. Sama saja kita menghimbau agar tidak berbicara bahasa Batak, atau Jawa, atau bahasa suku lainnya, ketika forumnya multi suku. Jadi tidak ada yang tahu berapa persen warga suku Tionghoa yang tadinya bisa berbahasa Mandarin, jadi tidak bisa berbahasa Mandarin di masa Orba. Kalau pun jumlahnya ada rada banyakan, it's for good, untuk kebaikan, jadi lebih mantab berbahasa kesatuan, Bahasa Indonesia! Yang jelas, di jaman mana pun, orang Tionghoa yang tidak bisa berbahasa Mandarin jauh lebih besar persentasenya dalam keseluruhan orang Tionghoa di Indonesia. Tetapi yang pasti, ini point saya dalam posting terdahulu itu, orang Tionghoa yang tidak bisa berbahasa Mandarin, baik mereka yang dari semula tidak bisa, maupun mereka yang tadinya bisa lalu menjadi tidak bisa, tidak ada yang berkurang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai orang Tionghoa! Wasalam. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 4:33 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman sekarang, majalah2 dan buku sastra mandarin lokal dibagikn gratis! . -- No virus found in this incoming message. Checked by AVG - http://www.avg.com Version: 8.0.169 / Virus Database: 270.7.2/1689 - Release Date: 9/24/2008 6:51 PM
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
totoq peranakan. Dari penjelasan itu, asumsi saya jumlah orang yang bisa bahasa mandarin juga ga menjadi banyak, karena hanya orang yang emang bisa bahasa mandarin yang sekolah di sekolahan TiongHua, sementara yang peranakan emang dari dasarnya kaga mahir mandarin, dan sulit masuk sekolah TiongHua. Kecuali kalo peranakan itu les / kursus bahasa mandarin, biar kaga ketinggalan sama totoq. Jadi asumsi makin banyak yang bisa bahasa mandarin itu darimana? Tolong dijelaskan kepada saya yang blon ngerasain jaman itu kecuali tau dari cerita orang tua. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:33 Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman sekarang, majalah2 dan buku sastra mandarin lokal dibagikn gratis! - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh absaleh@ To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 3:06:44 PM Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial, ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda. Malahan di jaman Orba, untuk kepentingan mereka, rejim Orba mendidik banyak sekali agen-agennya, pribumi dan tionghoa, tentara dan sipil, belajar Mandarin di Singapore, Malaysia dan Taiwan (negara-negara cina yang sahabat RI waktu itu), a.l. teman saya Jend. Agum Gumelar yang fasih Mandarin karena bertahun-tahun di Taipeh. Jadi populasi penutur Mandarin di jaman Orba, jangan-jangan justru naik jumlahnya! Wasalam. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
From: Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] Blon tidur bozz? Ga maen war craft? +++ War craft ntu permainan apa sih ? sur
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Wah hebatnya ABS,ternyata pejuang repormasi ya?/ yg diluar???kabur krn ;( bukan tau bacot doang) 1 ada yg jadi korban,merasa malu 2.kecewa 3 takut 4 udah cape peristiwa rasis berulang apa udah lupa peristiwa th 46-49 Btw ABS waktu itu sebagai apa ya? sampe bisa numbangi ORBA,saya ini kuper,ngak gaul jadi tdk tau sama sekali,maaf lho kalau sampe hari ini baru tau pak ABS punya andil besar dalam memrperjuangan repormasi. Soal larangan bhs CINO entah itu berbagai dialek mau pun mandarin, bagi semua org keturunan tau, dan yg radical pribumi /pencuci otak itu jahat tau?/ saya masih ingat kalau lagi diluar rumah ngomong pake bahasa tionghoa,..apa kata anak pribumi,..EEE...CINO MAKAN BABI ,BALEK KAU KE RRC ,DISINI CUMA NUMPANG,... blm lagi yg sibling sy yg cowo2,pada jadi sasran empuk waktu kecilnya suka dipalakin duit jajannya,fisik juga sering diserang,...saya masih idup pak,saksi idup koko saya berantem sama temannya org sunda,bapaknya ketua RT, koko saya dipangil kerumahnya tanpa setau org tua saya,..didepan mata saya liat sendiri,kebetulan saya lagi beli lontong krn bininya pak RT jualan lontong,...itu kepala kokoku dibentur ke dinding sama bapaknya tuh anak,pake maki CINO lagi kurang ajar tau? Menjadi tionghoa mau pun suku lain bukan masalah bangga atau tdk,yg menjadi bahan diskusi adalah soal pelarangan mengunakan bhs,...ini kan tidakan tdk manusiawi,... ABS bukannya pahlwan melawan Komunis jaman dulu (tdk suka konmunis)???Pak?? Lalu 10 th lalu jadi pejuang repormasi juga --- On Mon, 29/9/08, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, 29 September, 2008, 2:59 AM Saya tidak punya kepentingan untuk membela Orba, karena saya aktif dengan tindakan nyata menjungkalkan Orba. Tidak seperti banyak orang yang entah ada di mana waktu itu, lalu beraninya teriak-teriak keras belakangan sesudah Orba terjungkal, itu pun banyak yang hanya omong doang dari tempat kenikmatannya yang jauh di luar negeri. Saya hanya mempertanyakan keabsahan postulat Tjan sianseng, eh maaf, Chan sianseng, mengenai pasang-surutnya jumlah penutur bahasa Mandarin dikaitkan dengan periodisasi jaman. Sama saja kita mempertanyakan keabsahan postulat Harry Tjan sianseng mengenai pasang-surutnya nasib orang Tionghoa dikaitkan dengan periodisasi jaman. Sebetulnya di Indonesia tidak pernah ada larangan, di jaman Orba sekali pun, untuk orang ngomong bahasa Mandarin. Apalagi ngomong di antara sesamanya. Kalau pun dianjurkan tidak berbahasa Mandarin, itu ketika forumnya multi suku. Sama saja kita menghimbau agar tidak berbicara bahasa Batak, atau Jawa, atau bahasa suku lainnya, ketika forumnya multi suku. Jadi tidak ada yang tahu berapa persen warga suku Tionghoa yang tadinya bisa berbahasa Mandarin, jadi tidak bisa berbahasa Mandarin di masa Orba. Kalau pun jumlahnya ada rada banyakan, it's for good, untuk kebaikan, jadi lebih mantab berbahasa kesatuan, Bahasa Indonesia! Yang jelas, di jaman mana pun, orang Tionghoa yang tidak bisa berbahasa Mandarin jauh lebih besar persentasenya dalam keseluruhan orang Tionghoa di Indonesia. Tetapi yang pasti, ini point saya dalam posting terdahulu itu, orang Tionghoa yang tidak bisa berbahasa Mandarin, baik mereka yang dari semula tidak bisa, maupun mereka yang tadinya bisa lalu menjadi tidak bisa, tidak ada yang berkurang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai orang Tionghoa! Wasalam. = === - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 4:33 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Sejenis game online, ya perang2an - Original Message - From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, 29 September, 2008 03:04 Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI From: Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] Blon tidur bozz? Ga maen war craft? +++ War craft ntu permainan apa sih ? sur .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Oh nulisnya dalam bhs indonesia (kan pakai istilah cina)? saya kira dlm mandarin. - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 11:32:12 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Weleh sekarang sejak jadi umat GBI aktifnya di agama, ntu juga masih untung aku masih bisa menahan gempuran GBI yang meng sesat kan filsafat KHC. Kadang sebel dan sengak banget sama ulah karesten yang mengakibatkan budaya Tionghoa dianggap sesat, jadi ingat pepatah kacang lupa kulit, ingin jadi bani Israel mata sipit, padahal di sonoh tetap saja dianggap cina dan bukan bangsa pilihan. Eniwe biar bagaimana pun beliau adalah ibuku, jadi aku hanya bisa berusaha menjelaskan semampuku ( seperti yang aku tulis, ibuku kurang menyukai sejarah, jadi aku mencoba masuk di sejarah, dan amitaba. bisa diterima, biarpun digabung gabung dengan kitab suci Alkitab ). Beberapa waktu yang lalu memang ada niat untuk tetap mengajar, aku bilang generasi sekarang sudah lebih gampang mendapatkan ilmu bahasa Mandarin, biarkan saja generasi muda yang meneruskan tugas. Pernah menulis di majalah cina ( terbitan bandung ), aku tulis cina karena majalah tersebut lebih memilih istilah cina dibandingkan Tionghoa, biarpun pengurusnya Tionghoa singkek, mereka hanya mengikuti trend anak Tionghoa jaman sekarang yang sudah tidak memperdulikan lagi istilah cina dan Tionghoa. sur. http://indolobby. blogspot. com - Original Message - From: Fy Zhou Wah, kalau begitu naga2nya Ibu anda masih cukup aktif ya, saya banyak kenal generasi tua yang aktif mengajar dan menulis, jangan2 kenal ibu anda.. meski saya hanya jebolan 4 Sd. ZFy - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] net.id To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 10:15:36 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Huss orang tua aku ( ibu ) dan keluarganya sekolah di sekolah Tionghoa lho. Salah satu almarhum pamanku suka sedih dan sakit hati bila ingat masa sekolah tersebut, karena sering disebut fankwie nyasar. Memang sih untuk yang cina peranakan umumnya sekolah di sekolah Kristen ( Katholik ) dan kebingungan bila memasukan ke sekolah Tionghoa, karena beda Budaya nya. Dalam hal ini cina peranakan sudah terbiasa dengan pola hidup belanda. Ibuku biarpun ireng malah di sekolah sampai setingkat SMA ( lulus SMA ) selalu juara ( padahal pelajaran yang paling tidak di sukai pelajaran sejarah, harus nya dikirim ke Taiwan karena dapat bea siswa ). Sampai sekarang ibu ku sering mengalami kejadian lucu dan kearah tragis, bila naik angkot sering mendengar keluh kesah mengenai cina sialan, dan ibuku dianggap bukan cina, dilain pihak biar bagaimanapun juga ibuku adalah cina, biarpun cina peranakan. Sampai sekarang mantan sekolahnya suka mengadakan reuni ( bayangkan usia diatas 60 reuni... ..seru banget ngkali yah ) Dan disaat kena breidel ibu ku menjadi guru privat sambil ngumpet ngumpet ngajarin anak anak dari teman sekolahnya dulu. Di jaman Orla yang mampu berbahasa Tionghoa bisa dibilang jauh lebih banyak dibandingkan dengan dijaman Belanda dan Orba, karena pada jaman setelah merdeka banyak didirikan sekolah sekolah Tionghoa sampai ketingkat kecamatan, ditambah lagi sekolah terbagi 2 kelompok, satu kelompok pro Taiwan ( jadi setiap masuk kelas di brainwash Tengshoa harus bisa diambil alih ), sedang satunya lagi pro RRT, kedua sekolah tersebut adu service dalam hal ini service kwalitas pengajaran dan pendidikan ( aku pisah pengajar dan pendidik, karena di jaman sekarang pendidik nya sudah kabur dibawa kalong wewe ), akibatnya kwalitas sekolah tersebut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah Kristen ( yang siswanya selain sedikit juga kurang mendapat bantuan dari pusat/vatican ). Bisa dibilang generasi Tionghoa Indonesia yang lahir sampai ditahun 52-an cukup banyak yang masuk sekolah Tionghoa, dan setelah kena breidel ( aneh kan bagian pendidikan di breidel, sedang rumah sakit tidak kena otak atik, menandakan yang enak diambil yang gak enak dibuang ), dan generasi terakhir tersebut akhirnya hanya bisa bicara dan sulit menulis, ada juga yang bisa baca terutama yang hobby membaca sejarah, buku silat, dan minimal Lao Fu Tse wakakakak. Informasi, ibuku sekolah sampai SMP di kota kecil sedang SMA nya di Jakarta, karena pada saat itu belum ada SMA nya. ( dan akibatnya brojol lah aku, karena ketemu ayahku cina singkek di Jakarta huehuehue ) sur. http://indolobby. blogspot. com - Original Message - From: Liquid Yahoo Orang tua saya dulu sekolah di sekolah TiongHua setelah di bredel taon 65, mereka putus sekolah
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Kurikulum mandarin masih ada di THHK setelah Republik, teman saya masih sempat mengenyam pendidikan bhs mandarin di Muntilan. Tapi di tahun(?) pemerintah membuat peraturan. membedakan sekolah nasional dan sekolah asing, bhs mandarinpun hilang di THHK. ZFy - Original Message From: ardian_c [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 12:52:24 AM Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI aduh akang, yg banyak diriin sekolah tionghoa itu THHK en rata2 pendirinya itu kaum PERANAKAN boekan TOTOK. Yg diajarin jg bhs melayu en tionghoa. Set dah Soalne belanda tdk pernah menyediakan skulnya buat org2 tionghoa, so peranakan yg waktu itu lebih kaya drpd totok yg baru pada dateng nyangkul or kerja jadi kuli. Lagian inget org tionghoa itu pentingin pendidikan, budaya baca jg kentel dikalangan mrk. Tapi ya syaratnya mesti ada duit lebih doeloe kale ya jd baru bisa beli boekoe. Org tionghoa jaman itu mana bisa belajar disekolah belanda ? wong uang sekolahnya mahal jg kalu mo masuk ya mesti belajar budaya belanda hehehehheehe ntar kalu gw tulis agama disalahin lage. --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Liquid Yahoo [EMAIL PROTECTED] . wrote: Knapa ada sekolah tionghoa jaman belanda? Ya itu tadi FY Zhou baru aja bilang kalo di batesin ama pemerintah. Tapi emang ada aturan tertulisnya? (dari segi hukum). Ngai bilang sulit itu bukan berarti ga ada, tapi ya sulit masuk, ya mungkin aja karena susah beradaptasi atau maksudnya sulit itu sedikit sekali yang non totoq. Abis ortu juga masih kecil saat itu, ortu ngai cuma bisa nikmatin ampe 6 SD, itupun kaga lulus karena katanya waktu pagi-pagi mao masuk sekolah, sekolahannya di jaga ama tentara, ga boleh masuk sekolah lagi, ude di segel. Ya uda sejak itu putus sekolah, ya akhirnya mao ga mao jadi pedagang... - Original Message - From: ardian_c [EMAIL PROTECTED] . To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, 28 September, 2008 23:46 Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI bokap gw ngajar di sekolah zhongwen lho, en ada bbrp muridnya yg pribumi lho. ada satu ex guru bahasa inggris gw yg termasuk tipe peranakan jg pernah sekolah zhongwen, gak dibedain kok. Malah die bilang sekolah khc itu bagus, semua anak didik dapet susu dan makanan sehat setiap pagi, uang sekolah murah, semua agama diajarin, budi pekerti jg diajarin. So gimana ? Btw tau kenapa ada sekolah tionghoa jaman belanda ? hehehehe --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Liquid Yahoo liquidha@ wrote: Orang tua saya dulu sekolah di sekolah TiongHua setelah di bredel taon 65, mereka putus sekolah, orang tua saya bilang, TiongHua peranakan sulit masuk sekolah TiongHua, kebanyakan sekolah TiongHua itu hanya orang Totoq, bahkan terjadi saling hina antara totoq peranakan. Dari penjelasan itu, asumsi saya jumlah orang yang bisa bahasa mandarin juga ga menjadi banyak, karena hanya orang yang emang bisa bahasa mandarin yang sekolah di sekolahan TiongHua, sementara yang peranakan emang dari dasarnya kaga mahir mandarin, dan sulit masuk sekolah TiongHua. Kecuali kalo peranakan itu les / kursus bahasa mandarin, biar kaga ketinggalan sama totoq. Jadi asumsi makin banyak yang bisa bahasa mandarin itu darimana? Tolong dijelaskan kepada saya yang blon ngerasain jaman itu kecuali tau dari cerita orang tua. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:33 Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman sekarang
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Kalau saya perhatikan seluruh posting Pk ABS, dari dulu hingga sekarang, tidak ada satupun yang terang2an menyalahkan politik budaya Orde Baru yang berkaitan dng bhasa dan budaya Tionghoa, bahkan sering secara tak langsung menyanggah point2 yang menyebut kemunduran budaya Tionghoa di zaman Orba! bahkan membuat pernyatan2 yang mengaburkan seperti kalimat di bawah ini : Sebetulnya di Indonesia tidak pernah ada larangan, di jaman Orba sekali pun, untuk orang ngomong bahasa Mandarin. Apalagi ngomong di antara sesamanya. Di atas anda sengaja menonjolkan masalah tak ada larangan Ngomong, anda sengaja tak mau menyinggung, bahwa larangan bahasa tulis dan pendidikan mandarin sangat berperan dalam memundurkan pemakaian bhs mandarin! Ini bukan pembelaan lantas apa? Saya tahu anda melawan Orba, tapi Orba yang anda lawan adalah dalam hal politik represif non demokratisnya, yakni Orba akhir dan bukan Orba awal, Orba awal dengan politik budaya tionghoanya sedari awal memang anda dukung, anda dan temen2 seperjuangan anda di tahun 66, seperti Sofyan Wanandi Cs sangat membanggakan hal ini! Saya tahu memang berat sebagai orang yang sudah berusia lanjut, seperti pak ABS dan HTS untuk mengkoreksi sikap politiknya di masa muda. Karena ini sama saja disuruh menghapus seluruh rekord kebanggaannya. Jika HTS disuruh mengakui kesalahan LPKB, berarti sebagian besar sejarah perjuangan di nilai negatif, mana tahan? lain halnya jika masih berusi muda, masih bisa mulai lagi dari nol. Salam Sejarah ZFy - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 1:59:49 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Saya tidak punya kepentingan untuk membela Orba, karena saya aktif dengan tindakan nyata menjungkalkan Orba. Tidak seperti banyak orang yang entah ada di mana waktu itu, lalu beraninya teriak-teriak keras belakangan sesudah Orba terjungkal, itu pun banyak yang hanya omong doang dari tempat kenikmatannya yang jauh di luar negeri. Saya hanya mempertanyakan keabsahan postulat Tjan sianseng, eh maaf, Chan sianseng, mengenai pasang-surutnya jumlah penutur bahasa Mandarin dikaitkan dengan periodisasi jaman. Sama saja kita mempertanyakan keabsahan postulat Harry Tjan sianseng mengenai pasang-surutnya nasib orang Tionghoa dikaitkan dengan periodisasi jaman. Sebetulnya di Indonesia tidak pernah ada larangan, di jaman Orba sekali pun, untuk orang ngomong bahasa Mandarin. Apalagi ngomong di antara sesamanya. Kalau pun dianjurkan tidak berbahasa Mandarin, itu ketika forumnya multi suku. Sama saja kita menghimbau agar tidak berbicara bahasa Batak, atau Jawa, atau bahasa suku lainnya, ketika forumnya multi suku. Jadi tidak ada yang tahu berapa persen warga suku Tionghoa yang tadinya bisa berbahasa Mandarin, jadi tidak bisa berbahasa Mandarin di masa Orba. Kalau pun jumlahnya ada rada banyakan, it's for good, untuk kebaikan, jadi lebih mantab berbahasa kesatuan, Bahasa Indonesia! Yang jelas, di jaman mana pun, orang Tionghoa yang tidak bisa berbahasa Mandarin jauh lebih besar persentasenya dalam keseluruhan orang Tionghoa di Indonesia. Tetapi yang pasti, ini point saya dalam posting terdahulu itu, orang Tionghoa yang tidak bisa berbahasa Mandarin, baik mereka yang dari semula tidak bisa, maupun mereka yang tadinya bisa lalu menjadi tidak bisa, tidak ada yang berkurang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai orang Tionghoa! Wasalam. = === - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 4:33 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau statment Pak ABS yng terakhir ini ngawur adanya! terkesan mau mengurangi dosa Orde Baru! Apa Pak ABS tak mau melihat faktanya : Pemakian bahasa mandarin itu pasang surut, jika di zaman belanda sempat surut karena sebagian sudah menjadi babah yang bermelayu pasar dan sebagian menjadi Holand spreaken, di zaman belanda pula mulai berdiri sekolah2 Tionghoa yang berhasil menaikkan lagi jumlah pemakai bhs Tionghoa. Puncak perkembangan pemakai bahs Tionghoa adalah pada zaman Orla, di mana sekolah2 berbahasa Tionghoa bermunculan seperti jamur. Jumlah sekolah maupun jumlah murid sekolah berbhs tionghoa jauh melebihi sekolah Tionghoa berbhs Indonesia. Harap maklum, saat itu anak2 usia sekolah yang WNA masih lebih banyak dari yang WNI. Jumlah Koran maupun jumlah oplah koran berbhs mndarin di zaman sekarangpun tak bisa menandingi zamn emas Orla. Belum lagi semaraknya penerbitan sastra mandarin lokal di masa itu! Di zaman sekarang, majalah2 dan buku sastra mandarin lokal dibagikn gratis
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Nulis nya memakai bahasa Mandarin, soale ntu majalah majalah Mandarin. Memakai bahasa Indonesia mah mana ibuku, palingan garis besarnya dikasih tahu ke aku dan selanjutnya aku yang nulis ke 'millis' huehuehue.. http://indolobby.blogspot.com - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 8:59 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Oh nulisnya dalam bhs indonesia (kan pakai istilah cina)? saya kira dlm mandarin. - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, September 28, 2008 11:32:12 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Weleh sekarang sejak jadi umat GBI aktifnya di agama, ntu juga masih untung aku masih bisa menahan gempuran GBI yang meng sesat kan filsafat KHC. Kadang sebel dan sengak banget sama ulah karesten yang mengakibatkan budaya Tionghoa dianggap sesat, jadi ingat pepatah kacang lupa kulit, ingin jadi bani Israel mata sipit, padahal di sonoh tetap saja dianggap cina dan bukan bangsa pilihan. Eniwe biar bagaimana pun beliau adalah ibuku, jadi aku hanya bisa berusaha menjelaskan semampuku ( seperti yang aku tulis, ibuku kurang menyukai sejarah, jadi aku mencoba masuk di sejarah, dan amitaba. bisa diterima, biarpun digabung gabung dengan kitab suci Alkitab ). Beberapa waktu yang lalu memang ada niat untuk tetap mengajar, aku bilang generasi sekarang sudah lebih gampang mendapatkan ilmu bahasa Mandarin, biarkan saja generasi muda yang meneruskan tugas. Pernah menulis di majalah cina ( terbitan bandung ), aku tulis cina karena majalah tersebut lebih memilih istilah cina dibandingkan Tionghoa, biarpun pengurusnya Tionghoa singkek, mereka hanya mengikuti trend anak Tionghoa jaman sekarang yang sudah tidak memperdulikan lagi istilah cina dan Tionghoa. sur. http://indolobby. blogspot. com - Original Message - From: Fy Zhou Wah, kalau begitu naga2nya Ibu anda masih cukup aktif ya, saya banyak kenal generasi tua yang aktif mengajar dan menulis, jangan2 kenal ibu anda. meski saya hanya jebolan 4 Sd. ZFy - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] net.id To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 10:15:36 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Huss orang tua aku ( ibu ) dan keluarganya sekolah di sekolah Tionghoa lho. Salah satu almarhum pamanku suka sedih dan sakit hati bila ingat masa sekolah tersebut, karena sering disebut fankwie nyasar. Memang sih untuk yang cina peranakan umumnya sekolah di sekolah Kristen ( Katholik ) dan kebingungan bila memasukan ke sekolah Tionghoa, karena beda Budaya nya. Dalam hal ini cina peranakan sudah terbiasa dengan pola hidup belanda. Ibuku biarpun ireng malah di sekolah sampai setingkat SMA ( lulus SMA ) selalu juara ( padahal pelajaran yang paling tidak di sukai pelajaran sejarah, harus nya dikirim ke Taiwan karena dapat bea siswa ). Sampai sekarang ibu ku sering mengalami kejadian lucu dan kearah tragis, bila naik angkot sering mendengar keluh kesah mengenai cina sialan, dan ibuku dianggap bukan cina, dilain pihak biar bagaimanapun juga ibuku adalah cina, biarpun cina peranakan. Sampai sekarang mantan sekolahnya suka mengadakan reuni ( bayangkan usia diatas 60 reuni... ..seru banget ngkali yah ) Dan disaat kena breidel ibu ku menjadi guru privat sambil ngumpet ngumpet ngajarin anak anak dari teman sekolahnya dulu. Di jaman Orla yang mampu berbahasa Tionghoa bisa dibilang jauh lebih banyak dibandingkan dengan dijaman Belanda dan Orba, karena pada jaman setelah merdeka banyak didirikan sekolah sekolah Tionghoa sampai ketingkat kecamatan, ditambah lagi sekolah terbagi 2 kelompok, satu kelompok pro Taiwan ( jadi setiap masuk kelas di brainwash Tengshoa harus bisa diambil alih ), sedang satunya lagi pro RRT, kedua sekolah tersebut adu service dalam hal ini service kwalitas pengajaran dan pendidikan ( aku pisah pengajar dan pendidik, karena di jaman sekarang pendidik nya sudah kabur dibawa kalong wewe ), akibatnya kwalitas sekolah tersebut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah Kristen ( yang siswanya selain sedikit juga kurang mendapat bantuan dari pusat/vatican ). Bisa dibilang generasi Tionghoa Indonesia yang lahir sampai ditahun 52-an cukup banyak yang masuk sekolah Tionghoa, dan setelah kena breidel ( aneh kan bagian pendidikan di breidel, sedang rumah sakit tidak kena otak
Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Oh istilah majalah cina itu hanya oral to, urang salah paham rupanya. kalau boleh tahu, pakai nama apa ya? boleh Japri. - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 12:19:47 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Nulis nya memakai bahasa Mandarin, soale ntu majalah majalah Mandarin. Memakai bahasa Indonesia mah mana ibuku, palingan garis besarnya dikasih tahu ke aku dan selanjutnya aku yang nulis ke 'millis' huehuehue.. http://indolobby. blogspot. com - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Monday, September 29, 2008 8:59 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Oh nulisnya dalam bhs indonesia (kan pakai istilah cina)? saya kira dlm mandarin. - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] net.id To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 11:32:12 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Weleh sekarang sejak jadi umat GBI aktifnya di agama, ntu juga masih untung aku masih bisa menahan gempuran GBI yang meng sesat kan filsafat KHC. Kadang sebel dan sengak banget sama ulah karesten yang mengakibatkan budaya Tionghoa dianggap sesat, jadi ingat pepatah kacang lupa kulit, ingin jadi bani Israel mata sipit, padahal di sonoh tetap saja dianggap cina dan bukan bangsa pilihan. Eniwe biar bagaimana pun beliau adalah ibuku, jadi aku hanya bisa berusaha menjelaskan semampuku ( seperti yang aku tulis, ibuku kurang menyukai sejarah, jadi aku mencoba masuk di sejarah, dan amitaba. bisa diterima, biarpun digabung gabung dengan kitab suci Alkitab ). Beberapa waktu yang lalu memang ada niat untuk tetap mengajar, aku bilang generasi sekarang sudah lebih gampang mendapatkan ilmu bahasa Mandarin, biarkan saja generasi muda yang meneruskan tugas. Pernah menulis di majalah cina ( terbitan bandung ), aku tulis cina karena majalah tersebut lebih memilih istilah cina dibandingkan Tionghoa, biarpun pengurusnya Tionghoa singkek, mereka hanya mengikuti trend anak Tionghoa jaman sekarang yang sudah tidak memperdulikan lagi istilah cina dan Tionghoa. sur. http://indolobby. blogspot. com - Original Message - From: Fy Zhou Wah, kalau begitu naga2nya Ibu anda masih cukup aktif ya, saya banyak kenal generasi tua yang aktif mengajar dan menulis, jangan2 kenal ibu anda. meski saya hanya jebolan 4 Sd. ZFy - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] net.id To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 10:15:36 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Huss orang tua aku ( ibu ) dan keluarganya sekolah di sekolah Tionghoa lho. Salah satu almarhum pamanku suka sedih dan sakit hati bila ingat masa sekolah tersebut, karena sering disebut fankwie nyasar. Memang sih untuk yang cina peranakan umumnya sekolah di sekolah Kristen ( Katholik ) dan kebingungan bila memasukan ke sekolah Tionghoa, karena beda Budaya nya. Dalam hal ini cina peranakan sudah terbiasa dengan pola hidup belanda. Ibuku biarpun ireng malah di sekolah sampai setingkat SMA ( lulus SMA ) selalu juara ( padahal pelajaran yang paling tidak di sukai pelajaran sejarah, harus nya dikirim ke Taiwan karena dapat bea siswa ). Sampai sekarang ibu ku sering mengalami kejadian lucu dan kearah tragis, bila naik angkot sering mendengar keluh kesah mengenai cina sialan, dan ibuku dianggap bukan cina, dilain pihak biar bagaimanapun juga ibuku adalah cina, biarpun cina peranakan. Sampai sekarang mantan sekolahnya suka mengadakan reuni ( bayangkan usia diatas 60 reuni... ..seru banget ngkali yah ) Dan disaat kena breidel ibu ku menjadi guru privat sambil ngumpet ngumpet ngajarin anak anak dari teman sekolahnya dulu. Di jaman Orla yang mampu berbahasa Tionghoa bisa dibilang jauh lebih banyak dibandingkan dengan dijaman Belanda dan Orba, karena pada jaman setelah merdeka banyak didirikan sekolah sekolah Tionghoa sampai ketingkat kecamatan, ditambah lagi sekolah terbagi 2 kelompok, satu kelompok pro Taiwan ( jadi setiap masuk kelas di brainwash Tengshoa harus bisa diambil alih ), sedang satunya lagi pro RRT, kedua sekolah tersebut adu service dalam hal ini service kwalitas pengajaran dan pendidikan ( aku pisah pengajar dan pendidik, karena di jaman sekarang pendidik nya sudah kabur dibawa kalong wewe ), akibatnya kwalitas sekolah tersebut menjadi lebih tinggi