[EMAIL PROTECTED] Buya Syafei Maarif: Pertemuan Ranting di Tamparungo
Republika, Selasa, 01 Mei 2007 http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=291413kat_id=19 Ranting di sini hendaklah dibaca sebagai Ranting Muhammadiyah dalam Kecamatan Sumpur Kudus, Sumatra Barat. Ada sembilan ranting di kecamatan itu di bawah koordinasi cabang Sumpur Kudus dengan ketuanya, Asril Rajulan S.Ag., guru SMA Negeri Sumpur Kudus. Tamparungo nama salah satu nagari dari delapan nagari yang ada di kecamatan itu. Di Sumpur Kudus sendiri, ada dua ranting: Sumpur Kudus dan Calau. Ranting Calau telah punya kantor, sebuah masjid bantuan YAMP (Yayasan Amalbakti Muslim-Pancasila) yang diresmikan Dr Sulastomo pada 2005, perpustakaan, TK, dan sebuah kamar penginapan untuk tamu. Sampai 1999, ranting yang pernah ada hanyalah di Silantai dan di Sumpur Kudus yang semula sebagai bagian dari Muhammadiyah Cabang Lintau dalam Kabupaten Tanah Datar. Di nagari-nagari lain, Muhammadiyah masih ditolak sebagai gerakan yang dianggap membahayakan Islam yaitu Islam sebagaimana yang mereka pahami, yang sarat dengan tradisi yang tidak jelas dalil agamanya. Sisa dari penolakan ini masih ada sedikit, tetapi tak berdaya. Ibarat sisa-sisa laskar Pajang, mereka malah perlu disantuni, jangan dimusuhi. Mereka masih mempertahankan khutbah Jumat dalam bahasa Arab, sebuah bahasa yang tidak dipahami khatibnya, apalagi oleh jamaah. Kepada pengurus Muhammadiyah setempat, saya selalu mengatakan agar cara-cara dakwah Muhammadiyah tempo doeloe yang serba frontal harus diubah menjadi cara yang lebih bijak dan persuasif. Biarlah tradisi kelampauan yang kurang mencerahkan itu bertahan sampai batas waktu tertentu, ia akan redup dengan sendirinya. Akibat PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia), sebuah kekuasaan tandingan melawan Jakarta, berpusat di Sumatra Barat, termasuk di Sumpur Kudus, dan kemudian kalah awal tahun 1960-an setelah beberapa tahun bergerilya di hutan-hutan, Muhammadiyah tiarap selama hampir 40 tahun di kecamatan itu. Baru tahun 2000 berupaya bangkit kembali dengan tenaga-tenaga muda, sekalipun pengetahuan tentang Islam dan Muhammadiyah masih sangat terbatas. Sebagai seorang yang berasal dari kawasan udik itu, saya turut mendorong agar Muhammadiyah digeliatkan kembali dengan penekanan kerja-kerja konkret untuk kepentingan masyarakat luas. Muhammadiyah lahir untuk kepentingan umum. Masalah-masalah khilafiah yang ketika saya kecil amat menguras energi, dialihkan kepada kerja-kerja yang langsung dirasakan manfaatnya oleh orang banyak, seperti pendidikan, silaturahim, panti asuhan, dan kegiatan ekonomi. Kini Muhammadiyah di kecamatan itu hampir tidak punya saingan. Tetapi, kendala yang masih perlu diatasi ialah mencari pemimpin yang punya komitmen tinggi untuk mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat luas. Maka, pertemuan ranting di Tamparungo yang berlangsung tanggal 15 April 2007 itu adalah dalam rangkaian tujuan besar ini dengan pembicara utama Ustaz Drs H. Syamsir Roust MA, wakil ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar, dosen IAIN Imam Bonjol Padang yang kini sedang kuliah S3 di kampusnya. Dalam perjalanan sepanjang 125 km dari Padang, Syamsir sering berceloteh mengapa pimpinan wilayah meminjamkan kendaraan tua yang boros kepada rombongan kami, sementara yang lebih baik dan hemat tersedia. Saya sendiri tidak peduli dengan itu semua, sebab hal ini akan sangat bergantung kepada kepekaan pimpinan dalam berorganisasi. Bukankah pimpinan Muhammadiyah tempo doeloe sangat tahan banting, bahkan dengan berjalan kaki? Syamsir sempat heran mengapa Muhammadiyah tumbuh dalam hutan, tidak lagi sebagai gejala urban yang selama ini menjadi kesimpulan para pengamat, dalam negeri dan asing. Lebih satu jam Syamsir berbicara tentang seluk beluk Muhammadiyah dengan perhatian besar dari peserta, termasuk hadir wakil bupati Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung (dan memberi sambutan), camat, dan wali nagari Tamparungo. Tidak kurang dari 300 yang hadir dalam pertemuan ranting itu, bertempat di SMP Negeri, sebagian besar bukan anggota resmi. Penggerak utama pertemuan ini adalah Drs Masgamal, ketua ranting dan guru SMP Negeri di nagari itu. Ranting Tamparungo telah pula merintis rumah untuk orang miskin di samping kegiatan surau dan silaturahim. Sebagai kawasan yang serba sederhana, Muhammadiyah harus sabar dan tahan uji dalam upaya memperbaiki moral masyarakat yang ternyata di tingkat pedesaan sekalipun tidak sederhana. Pengaruh media elektronik, positif atau negatif, telah menyeruak jauh sampai ke pelosok yang terpencil. Untuk menjaga moral masyarakat inilah kiprah Muhammadiyah sangat dinantikan orang banyak, di samping langsung menangani masalah-masalah konkret untuk kepentingan semua Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. Website: http://www.rantaunet.org UNTUK SELALU
[EMAIL PROTECTED] [Apakabar] Pak Crouch, Kanjeng Nabi, Kucing dan Si Aboe [*]
Ketika masih menjabat Juru Bicara Deplu, penampilan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Kerajaan Inggris Raya merangkap Irlandia Utara Marty Natalegawa, jauh dari citra seorang birokrat. Tampan, cerdas, energik dan trendy. Dan saya termasuk yang agak “terkejut” ketika membaca boks yang melengkapi wawancara Marty dengan Kompas 11 Desember 2005. Ternyata alumnus London School of Economic and Political Science, menghabiskan sebagian besar waktunya di mancanegara---bahkan SMA nya pun di London---dan beristerikan perempuan Thailand Sranya Bamrungphong, mengawali nama anak laki-lakinya dengan “Raden Mohammad”. Mengawali nama anak laki-laki dengan Muhammad, adalah salah satu bentuk yang sangat umum bagi seorang muslim menunjukkan kecintaan mereka kepada Junjungannya. Termasuk saya. Salah satu bentuk lain ialah dengan menyayangi kucing. Adalah Harold Crouch, ahli Indonesia kondang asal Australia yang juga seorang penganut Islam, seperti dikutip Majalah TEMPO, pernah “mengeluhkan” kesukaan ummat Islam terhadap kucing. Dan Pak Crouch, tentu saja tidak salah ketika mengatakan bahwa hal ini berhubungan dengan kecintaan mereka terhadap Sang Nabi, yang memang dikenal sebagai penyayang dan pelindung binatang, terutama kucing. Sebagaimana dikemukakan Prof Schimmel dalam bukunya “And Muhammad Is His Messenger” (1985), Nabi yang mulia itu pernah menggunting lengan bajunya karena tidak tega membangunkan seekor kucing yang ketika Nabi tidur, ikut tidur di lengan baju beliau. Tetapi saya percaya bahwa Pak Crouch tidak berkata begitu, jika dia mempunyai kucing seperti si Aboe. Si Aboe adalah seekor kucing kampung jantan berumur setengah tahunan yang sangat tampan dengan bulu bersih berkilat bewarna hitam ke abu-abuan, yang pada suatu hari datang begitu saja ke rumah kami. Sesuai dengan warna bulunya, oleh anak-anak saya kucing itu diberi nama si Aboe. Kehadirannya di rumah kami saya ketahui ketika pulang bertugas dari luar kota. Saya yang sejak kecil penyayang kucing, langsung jatuh cinta pada pandangan pertama kepada si Aboe. Tetapi seperti biasa, masalah timbul karena Kur sang ratu rumah tangga saya tidak suka, bahkan “alergi” terhadap kucing. Tetapi seperti yang terjadi sebelumnya, doi akhirnya tidak bisa apa-apa. Selain Iben anak tertua, empat dari lima anak dan keempat cucu kami, mewarisi sifat penyayang berat saya kepada kucing. Akhirnya disepakati si Aboe boleh menjadi anggota keluarga kami dengan tiga syarat: pertama tidak suka nyolong ikan, kedua tidak beol di dalam rumah dan ketiga tidak mencakar jok sofa atau memecah pot kembang milik Kur. Kalau salah satu ketiga syarat tersebut dilanggar, maka si Aboe akan bernasib seperti kucing-kucing kami terdahulu: “diekstradisi”! Saya tahu Kur tidak main-main dengan ancamannya itu, misalnya seperti yang terjadi pada salah satu kucing yang dulu pernah kami pelihara. Suatu ketika kucing tersebut sakit mencret. Meila, anak keempat kami yang ketika itu masih bersekolah di SMP, yang sekarang sudah menjadi gadis dewasa dan telah bekerja, merawat kucing itu dengan telaten, termasuk membuang dan membersihkan bekas beolnya sampai kucing itu sehat kembali. Walaupun terlihat agak mangkel, Kur masih bisa “mentolerir” hal itu. Kur “naik pitam” ketika pada suatu malam Meila berhujan-hujan sendirian keluar rumah cukup jauh mencari kucing itu yang sejak siang tidak pulang-pulang, dan setelah berhasil menemukannya membawanya kucing itu pulang. Besoknya tanpa dapat ditawar-tawar lagi Kur menyuruh Iben membawa kucing itu ke Pasar Kemiri, Depok, dan melepaskannya di sana. Si Aboe memang kucing manis, tidak “beol” di rumah, dan tidak mencakar jok sofa, kecuali sekali-sekali, dan kalau ketahuan serta dihardik Kur, ia buru-buru lari ngumpet ke kolong meja atau kolong lemari. Aboe juga tidak suka mencuri ikan. Bahkan Aboe makannya rada susah, terutama bila ikan cue’ yang dibeli Kur khusus buat si Aboe bila ia berbelanja ke pasar Agung sudah habis. Biasanya saya dan anak-anak merelakan sebagian rendang daging, kalio ayam, dendeng atau tongkol belado, atau belado-belado lainnya dari piring kami untuk Aboe. Caranya, pertama rendang, ayam atau dendeng tersebut digelimangi dulu ke nasi agar bumbu pedasnya bersih. Setelah itu daging atau ayam tersebut harus disuir-suir. Kalau tidak Aboe ogah menyentuhnya. Melihat ini Kur biasanya hanya geleng-geleng kepala. Si Aboe memang kucing manis. Seperti kucing-kucing rumah lainnya, si Aboe sering lari ke sana ke sini, jingrak-jingkrakkan, terkam sana, terkam sini, guling-gulingan sendirian dan kalau sudah capek, lalu merebahkan badan dan menegakkan kepalanya dengan gagahnya sembari mengibas-ngibasnya ekornya yang pendek itu bak seekor macan Benggala. Kalau kita mencoba mengelus punggung atau perutnya, maka tangan kita akan “dicakar” atau “digigitnya”, tentu saja dicakar dan digigit bohong-bohongan. Tetapi tangan saya juga pernah digigit benaran oleh si Aboe sehingga berdarah,
[EMAIL PROTECTED] Setelah Lima Windu plus Satu
“Jadi sekarang nak Darwin suami siapa?” tanya Pak Penghulu selesai ijab Kabul. “Suami saya,” jawab Kur mantab Kalender di dinding saat itu menunjukkan tanggal 30 bulan Juni tahun 1966. Dan jam di dinding baru saja berdentang lima kali. Kur ketika itu baru tiga bulan lewat 17 tahun, dan saya dua bulan lagi genap 22 tahun. Ada ungkapan Minang, “nyawa serasa tidak di badan”, itulah yang saya rasakan ketika itu. Ya, seperti umumnya mempelai pria saya rasa, nyawa saya berada di saat-saat yang saya bayangkan ketika menghitung hari. Tetapi apa hendak dikata, perkara yang saya kira mudah, karena ketololan saya ternyata “susah”, sehingga “malam pengantin” berubah menjadi “pekan pengantin” :D Sudah tidak terhitung kalender di dinding dirobek dan diganti, hari ini kembali kembali menunjukkan tanggal 30 bulan Juni, tetapi tahunnya sudah 2007, aritinya sudah lima windu plus satu tahun kami berdua “sekasur seselimut”, dalam arti maknawiyah maupun harafiyah. Walaupun kami dari dulu hidup tidak pernah berlebihan, dan sampai saat ini masih tinggal di rumah Perumnas tipe 42 di atas tanah seluas 115 meter persegi yang sudah diperluas sedikit di sana sini, yang jauh dari mewah--dan tanpa bermaksud mendahului takdir atau menyombongkan diri---sukar bagi saya mencari lobang untuk mengatakan bahwa bahwa perkawinan kami yang sudah memberi kami 5 orang anak dan 4 orang cucu bukan keluarga yang bahagia. Dan tentu saja itu dicapai dengan jatuh bangun dan bayak belajar dari kesalahan dan kekeliruan, bahkan sampai hari ini dan sepanjang hayat kami. Banyak penyebab atau resep disampaikan orang bijak dan para pakar agar rumah tangga bahagia, termasuk kesesuaian horoskop. Semuanya benar, walaupun akhirnya tidak akan terlepas dari komitmen, kesadaran bahwa pasangan kita, sebagaimana diri kita sendiri bukan malaikat. Menyadari kekurangan diri dan memperbaikannya harus lebih didahulukan bersamaan dengan lebih memperhatikan kebaikan pasangan hidup, serta selalu memelihara komunikasi. Anak-anak harus dibiarkan menjadi diri mereka sendiri, membiarkan mereka jatuh dan berbuat kesalahan dan memperbaiki diri mereka dengan cara mereka sendiri, selalu mendukung, memberikan arahan dan menunjukkan cinta kita kepada mereka. Kedua anak gadis kami kadang-kadang ingin tidur dekat mama mereka, dan saya mengalah dengan menggelar kasur di bawah. Saya selalu berusaha untuk memelihara hubungan dengan tetangga dan mendidik keluarga saya sesuai dengan nilai-nilai Islam yang saya pahami, dengan menghindarkan diri dari sikap yang merasa lebih baik dari penganut agama lain atau sesama muslim dari mahzab yang berbeda, utamanya Syiah dan Ahmadiyah. Dan dalam hal-hal yang saya anggap prinsip saya siap melawan arus. Di lingkungan tempat tinggal saya, tetangga dan kenalan kami selalu menyapa kami dengan Pak Haji dan Bu Haji. Beberapa orang tetangga kalau bersalaman malah ada yang berusaha mencium tangan saya, yang membuat saya sangat risih. Sekitar hari Natal tahun lalu anak kami nomor empat Meila masuk rumah lalu berucap: “Subhanallah!” “Kenapa sayang?” tanya saya. “Neng, tadi lupa mengucapkan Selamat Natal sama mbak Netty,” ujarnya dengan wajah menyesal. Netty adalah putri keluarga Sormen yang terpisah tiga rumah dari rumah kami. Jawaban yang membuat perasaan saya lapang karena Meila sudah melakukan apa yang saya tanamkan untuk memulyakan tetangga, tanpa memandang ras dan agama. Kalender di dinding masih dirobek dan diganti. Tentu saja saya tidak tahu pasti, apakah 30 Juni tahun depan saya masih bersama Kur, atau Kur masih akan bersama saya, atau bahkan kami berdua sudah berada di tempat peristirahatan yang terakhir. Yang pasti adalah alangkah tidak mudah bagi saya untuk hidup tanpa Kur . Yang pasti, semua itu merupakan keniscayaan Tetapi kami berdua selalu berkeinginan dan berdoa, agar kami bisa bertemu dan berkumpul kembali di alam sana. Dan kami percaya bahwa Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang akan mengabulkannya. Depok, 30 Juni 2007 Wassalam, Darwin Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. Website: http://www.rantaunet.org UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi. - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: 1. Email ukuran besar dari 300KB. 2. Email dikirim untuk banyak penerima. -- * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config * Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di: http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2 dengan mendaftarkan juga
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafei Maarif: Islamofobia
- Do'a Bersama untuk Keselamatan Negeri, di Masjid istiglal pada hari Minggu 8 April 2007. RI 1 akan memimpin istigfar nasional. Marilah diikuti beramairamai. - Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 20 Maret 2007 http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=286794kat_id=19 Seorang jenderal polisi (Katolik) mengatakan via telepon kepada saya pada 16 Februari 2007 bahwa, “Segala bentuk terorisme yang ada sekarang ini, penyebabnya adalah Amerika.” Tentu tidak seluruhnya benar pernyataan ini, karena teror yang merenggut nyawa Indira Gandhi dan anaknya, Rajeef, misalnya, tak ada hubungannya dengan Amerika. Tetapi, teror yang marak belakangan ini di kalangan kelompok kecil Muslim garis keras di berbagai bagian dunia, memang tidak dapat dilepaskan dari politik luar negeri Amerika yang imperialistik, seperti sudah lebih dari sekali saya tulis di Republika. Sejak Tragedi 11 September 2001, gelombang Islamofobia (takut dan benci Islam), di belahan dunia Barat khususnya, seperti tidak bisa dibendung. “Either with us, or, against us” adalah bentuk kemarahan dan arogansi Bush dalam menjawab tragedi di atas yang didalangi oleh Muslim garis keras yang dulu pernah menjadi sahabat Amerika di era Perang Dingin. Rabbi Abraham Cooper yang mengunjungi saya di Apartemen Rasuna, Selasa malam 12 Maret 2007, mengatakan bahwa “Amerika harus membayar bill (ongkos) untuk menghadapi terorisme global. Bukankah dulu CIA yang membantu Taliban di Afghanistan untuk melawan Uni Soviet?” Sekarang Amerika juga kewalahan berurusan dengan pasukan Taliban yang menggunakan siasat perang gerilya untuk melawan musuh. Bahwa, Taliban ingin membentuk rezim teokratik primitif di sana, tidak akan saya komentari di sini. Yang jelas pasukan berjubah ini masih mendapat dukungan justru karena hadirnya pasukan asing di Afghanistan yang dinilai rakyat sebagai penjajah. Dapat dipastikan bahwa Amerika dan sekutunya tidak akan pernah menang baik di Afghanistan maupun di Irak. Opini publik dan nurani dunia semakin tidak berpihak kepada segala bentuk intervensi asing terhadap sebuah negara berdaulat. Tetapi, dasar keras kepala yang amoral, Amerika tidak pernah belajar dari kegagalan imperialistiknya di Vietnam tahun 1954 sampai dengan 1975. Tuduhan teror terhadap umat Islam telah semakin menyuburkan sikap Islamofobia di dunia Barat khususnya, sekalipun ada saja penulis Barat yang agak paham Islam telah membantahnya dengan fakta historis. Karen Armstrong (penulis perempuan Inggris) dan John Esposito dari Amerika adalah di antara penulis Barat yang menangkis tuduhan semena-mena yang menyamakan Islam dengan terorisme. Tetapi, mencitrakan Islam sebagai agama teror tetap saja dilakukan oleh pendukung gagasan Islamofobia, sekalipun perkembangan Islam di Barat sebagai agama perdamaian seperti tidak bisa dibendung pula. Inilah di antara paradoks dunia modern yang sedang mencari alternatif format peradaban yang lebih adil dan ramah. Pencarian peradaban alternatif ini memang masih diganggu oleh praktik bom bunuh diri yang sangat menakutkan pihak Barat dan merusak citra Islam di depan publik, sekalipun perbuatan nekat itu dilakukan oleh rasa frustrasi dan terhina yang sangat dalam. Ada teori yang mengatakan bahwa penyebab utama dari frustrasi ini adalah karena kegagalan umat Islam berurusan dengan gelombang modernitas sekuler-ateistik yang memang sangat menyakitkan. Pertanyaannya adalah: Apakah dengan budaya bom bunuh diri, posisi umat Islam akan terangkat dari buritan peradaban? Akal sehat tentu mengatakan bahwa cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan hanyalah akan menuai reaksi antipati, bukan simpati. Padahal, Islam ingin menciptakan sebuah dunia yang adil, ramah, beradab, dan toleran. Islam dengan wajah kejam dan bengis bukanlah Islam yang ada dalam hati dan otak nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Bahwa Islamofobia menyakitkan hati umat Islam adalah suatu yang wajar dan masuk akal. Tetapi, menjawabnya dengan cara-cara reaktif yang emosional tak terkendali hanyalah akan semakin menjauhkan kita dari cita-cita “kemanusiaan yang adil dan beradab. “ Oleh sebab itu, untuk membendung gelombang Islamofobia yang masih gentayangan di muka bumi, umat Islam menurut hemat saya jangan sampai melupakan prinsip ini: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau [Muhammad], kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.” (Lihat QS Sl-Anbiya: 107). Dalam ungkapan lain, betapapun perih dan parahnya beban sejarah yang menghimpit umat Islam, diktum Alquran ini jangan sampai dibenamkan ke dalam debu sejarah. Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. Website: http://www.rantaunet.org UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer
Re: [EMAIL PROTECTED] Sederhana bukan ? Re: ABS SBK proyek yang
Alangkah baiknya, diskusi yang bersifat teologis seperti ini, dialihkan ke Surau saja. Sementara diskusi agama di Palanta lebih difokuskan pada bagaimana membumikan Adat Bersandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah (ABSSBK), seperti beberapa waktu yang lalu. Iba hati melihat Surau waktu ini terasa lengang. Padahal kita tahu bahwa Surau adalah merupakan pilar yang sangat penting terhadap dalamnya ruh islam masuk memori kolektif masyarakat Minangkabau, yang tercermin dari adagium ABSSBK tersebut. Tentu perlu pula dipikirkan kemungkinan keanggotaan rangkap RN dengan Surau; setiap yang terdaftar di RN otomatis terdaftar pula di Surau (tetapi tidak sebaliknya). Bagi yang tidak ingin mailboxnya cepat penuh, kan dapat men-set “no email” di Surau. Baa tu Rang Dapua jo Angku Buih? Wassalam, St Bandaro Kayo (63+) [EMAIL PROTECTED] Sederhana bukan ? Re: ABS SBK proyek yang Posted by: proto_melayu [EMAIL PROTECTED] Mon Feb 26, 2007 5:57 pm (PST) Sanak Ridha terima kasih atas diskusi bermutunya.. Saya masih menganggap asbabun nuzul adalah hal tak terpisahkan ketika kita ingin memahami maksud Tuhan didalam wahyunya. Karena turunnya wahyu tidak bisa dilepaskan dari latar belakang kondisi sosial, politik maupun ekonomi ketika itu terutama surat2 madaniyah. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ayat Makiyyah bersifat universal dan merupakan bentuk revolusi teologis (seperti: penumpasan berhala, paham-paham politeis dan antroposentris). Sedangkan ayat Madaniyah bernuansa sangat kontekstual dan lebih pada revolusi sosiologis -bakuduang Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. - Website: http://www.rantaunet.org UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi. - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: 1. Email ukuran besar dari 500KB. 2. Email dikirim untuk banyak penerima. -- * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config * Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di: http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2 dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
[EMAIL PROTECTED] [SUPERKORAN] Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri (1)
Setiap saya berada di Bali saya ingat kampung halaman saya Sumatra Barat. Dan setiap saya berada di Sumatra Barat saya ingat Bali. Betapa tidak, baik Sumatra Barat dan Bali dianugerahi Allah SWT dua hal yang hampir sama: panorama alam yang mempesona, penduduk yang relatif homogen dengan adat dan seni budaya yangpenuh eksotika. Namun selebihnya, seperti kita tahu, dari segi pengembangan pariwisata, Sumatra Barat masih tertinggal jauh dari Bali. Tetapi tertinggal atau bukan, Sumatra Barat tetap sebuah daerah tujuan wisata (DTW) yang lebih dari pantas untuk dikunjungi pada liburan akhir tahun ini, baik oleh para perantau Minang yang sudah lama tidak pulang kampuang, lebih-lebih jika Anda bukan orang Minang dan belum pernah ke Sumatra Barat sebelumnya. Saya saja yang orang Minang dan dalam 3 tahun terakhir ini sering ke Sumatra Barat tidak bosan-bosannya melihat keindahan alam Sumatra Barat. Dua pekan lalu selama empat hari dari Kamis 16/12 sampai Minggu 19/12/04 yang lalu, bersama isteri saya Kur dan dua anak gadis kami Meila (25 th) dan si bungsu Ira (23 th) saya saya mengambil cuti dan berkunjung ke Sumatra Barat. Sambil menyelam minum air, sambil mengunjungi beberapa keluarga dekat saya yang masih di Padangpanjang, sekitar 20 km di Selatan Bukittinggi, saya mengunjungi berapa tempat yang sangat menarik dan eksotik. Bagi Kur yang berasal dari Jawa Barat, ini adalah kunjungan yang kedua setelah kami menikah, yang pertama ketika kami baru punya anak dua dalam tahun 1973, dan bagi Meila dan Ira ini adalah kunjungan yang pertama dan sudah lama mereka rindukan. Mungkin karena kunjungan saya ke Sumatra Barat kali ini bukan dalam rangka tugas sehingga tidak ada pikiran yang membebani kepala dan bersama keluarga pula, perjalanan tersebut rasanya menyenangkan sekali. Sebenarnya empat hari kurang cukup, namun karena saya tidak bisa cuti lama-lama dan “gizi” kami terbatas, terpaksa dicukup-cukupkan, antara lain dengan menyusun jadwal perjalanan yang ketat, suatu hal yang sudah terbiasa saya lakukan jika melakukan kunjungan kerja ke daerah. Berikut ini beberapa catatan singkat saya. Kami menggunakan Garuda GA 160 yang berangkat jam 6.30 pagi dari Soekarno-Hatta dan tiba di Bandara Tabing jam 7.40. Awalnya saya hanya minta bantuan Kantor Regional kami di Padang untuk booking hotel di Bukittinggi dan Padang serta menjemput di Bandara Tabing dan mengantar Bukittinggi liwat Maninjau, karena saya khawatir saya tidak berhasil dapat mobil yang bagus atau harga yang sesuai kalau saya mencarinya di Bandara Tabing. Tetapi, Alhamdulillah, pucuk dicinta ulam tiba, saya diberitahu bahwa kalau saya menginginkan, saya dapat menggunakan mobil Kijang berikut Nofi, pengemudinya sampai Sabtu. Apalagi Nofi sudah sering mengantar saya bertugas di Sumatra Barat, dan sudah tahu tempat-tempat makan yang saya sukai. Bukittinggi dapat dicapai dari Padang melalui dua rute: rute Padang-Lubuk Alung-Pariaman-Lubukbasung-Maninjau: melewati kelok ampek puluh ampek dengan jarak ± 170 km, serta rute Padang-Lubuk Alung-Padangpanjang-Bukittinggi lewat Lembah Anai dengan jarak ± 90 km. Kondisi jalan di kedua rute tersebut, seperti halnya hampir semua jalan di Sumatra Barat cukup bagus dan terawat baik. Saya sempat menanyakan sewa taksi Bandara yang kondisinya umumnya sudah tidak prima itu ke Bukittinggi dari Tabing dan memperoleh harga Rp 135 rb lewat Padangpanjang dan Rp 185 rb kalau lewat Maninjau. Rute Padang-Bukittinggi lewat Maninjau berpisah dengan rute Padang-Bukittinggi di Lubuk Alung, berbelok ke kiri meliwati Kota Pariaman dan Lubukbasung, ibukota Kabupaten Agam. Sampai di sini tidak ada pemandangan yang luar biasa kecuali alam yang relatif asri. Suasana yang agak berbeda terasa setelah mobil memasuki jalan yang menyusuri Danau Maninjau. Namun suasana dan panorama yang fantastik---yang bahkan tidak akan Anda temui di Bali sekalipun---ialah ketika mobil mulai memasuki kelok ampek puluh ampek---jalan menanjak dengan 44 tikungan sepanjang 7 km. Kur seperti terpekik ketika mobil meliwati kelok pertama dan kedua, tetapi kemuadian terdiam dan terpana melihat hamparan Danau Maninjau di bawahnya. Di beberapa kelokan di atasnya beberapa kera hutan jinak bermain dengan anak-anaknya. Saya kemudian minta Nofi untuk mencari tempat berhenti untuk berfoto dengan latar belakang danau Maninjau. Sayang sekali di sana kera-kera jinak sudah tidak ada di sana, sehingga keinginan Ira untuk berfoto dengan hewan-hewan lucu---dan tidak “jahil” seperti di Bedugul, Bali tersebut tidak kesampaian. Setelah itu kami nemeneruskan perjalanan menjanjak kelok demi kelok——setiap kelok diberi nomer yang jelas di jalan, masih dengan hamparan danau Maninjau di latar bawahnya sampai ke kelok terakhir di kawasan yang disebut Puncak Lawang. Puncak Lawang dalam beberapa tahun terakhir ini digunakan sebagai sebagai tempai kegiatan olahraga paralayang. Kalau Anda penggemar paralayang, Anda bisa membayangkan betapa
[EMAIL PROTECTED] [SUPERKORAN] Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri (2)
Kami mendapat kamar di lantai empat di mana ngarai Sianok yang sering juga disebut Grand Canyon of Indonesia itu dengan latar Gunung Merapi dan Gunung Singgalang di kiri kanan terlihat menghampar seperti sebuah lukisan panorama yang sangat indah. Bukittinggi yang dingin (900 m di atas permukaan laut) memang terlhat sangat cantik, bahkan dari jendela kamar Superior yang biasa saya gunakan. Kabut kadang-kadang terlihat menyaput pucuk-pucuk pohon. Sementara Ngarai Sianok di kejauhan dengan desir anak sungai yang mengalir di bawahnya seperti menyimpan misteri masa silam dengan bunyi genta pedati menyisir jalan di dasar ngarai menyisir malam. Novotel letaknya memang sangat strategis. Karena anak-anak sudah mengeluh lapar, setelah menaruh koper-koper di kamar kami diantar Inof ke warung Nasi Kapau Uni Lis di Pasar Wisata, Pasar Atas dekat gerbang tangga yang menghubungkan Pasar Atas dengan kawasan Pasar Bawah yang lazim disebut sebagai jenjang empat puluh, sesuai dengan jumlah anak tangganya. Kenikmatan Nasi Kapau Uni Lis dan nasi kapau warung tenda lainnya di Bukittinggi cukup berbeda dengan masakan kapau di warung-tenda di Jalan Kramat Raya Jakarta. Selain kualitas bahan, yang lebih baik, masakan kapau di warung-warung tenda di Bukittinggi umumnya masih dimasak dengan kayu bakar. Saya makan dengan gulai tunjang dan gulai rebung, sedangkan Kur dengan dendeng belado. Anak-anak saya lihat makan dengan lahap sekali. Dari sana kami langsung ke Padangpanjang menemui beberapa keluarga dekat saya yang masih ada. Dan sebelum kembali ke Bukittinggi kami mampir ke SMS atawa Sate Mak Syukur di Padangpanjang yang tersohor itu. Bagi Anda yang punya bayi dan belum pernah mencicipi Sate Padang, mungkin “tidak tega” memakan sate daging sapi yang berkuah kuning setengah kental itu. Tetapi sekali mencoba pasti ingin mencoba lagi. Malamnya di Bukittinggi kami makan di restoran “Cubadak Gaya Baru” di Pasar Bawah. Berbeda dengan rumah-rumah makan di Jakarta atau kota-kota besar lainnya yang di setiap piring disajiakan dua potong ikan, di restoran ini di setiap piring hanya disajikan satu potong. Beda lainnya, ada sejumlah masakan khas serta bumbunya rata-rata lebih terasa. Hawa dingin dan perasaan letih karena perjalan yang cukup panjang hari itu menyebabkan kami cepat tertidur. Walaupun tidak jauh dari Novotel ada 2 buah masjid besar, azab subuh hanya terdengar hanya lamat-lamat saja, lebih pelan dari pada suara azan yang saya dengar di hotel tempat saya menginap di Sanur, Bali sepekan sebelumnya. Hari itu kami merencanakan akan ke Harau yang terletak di Kab Limapuluh Kota sekitar 25 km sebelah timur Payakumbuh arah ke Pekanbaru, atau sekitar 50 km dari Bukittinggi, kemandirian ke Pagarruyung di dekat Batusangkar, ibukota Kabupaten Tanahdatar, lalu ke pinggir Danau Singkarak, dan dari sini kembali ke Bukittinggi lewat Padangpanjang dan akan start dari hotel jam 10 pagi. Karena hanya punya 3 kupon breakfast, dan kalau sarapan di hotel harus tambah bayar Rp 45 rb, saya memilih sarapan di luar saja dan pergi ke sebuah “Bufet” di Pasar Wisata untuk makan Amping Dadih [1] dan minum teh telor khas Minang, habis hanya Rp 9 rb. Sehabis sarapan Kur dan anak-anak sempat berjalan-jalan ke Pasar Atas. Perjalanan ke Harau memamakan waktu kurang dari satu jam. Harau adalah adalah sebuah hutan lindung yang asri, berupa sebuah ngalau memanjang yang berpagar bukit yang curam berupa patahan dan ujung pada sebuah air terjun. Karena hari itu hari Jumat pengunjung tidak terlalu ramai. Sesudah berfoto-foto kami segera cabut, kembali ke arah semula dan setelah beberapa meliwati Payakumbuh, berbelok ke kiri, ke arah selatan menuju ke Batusangkar dan terus ke Istana Pagaruyung. Karena waktu salat Jumat sudah tiba, saya dan Nofi salat di sebuah masjid yang tidak jauh dari sana, sebuah Masjid berukuran sedang yang cukup bagus yang merupakan wakaf dari seorang dermawan bersebelahan dengan kantor Bupati Tanahdatar, salah satu dari 4 kabupaten/kota yang menurut evaluasi LIPI yang paling berhasil melaksanakan otonomi daerah di Indonesia. Kantor Bupati tersebut terlihat sangat sederhana. Seusai salat jumat, saya bergabung dengan Kur dan anak-anak yang sudah lebih dulu masuk kompleks Istana Pagaruruyung. Kami berfoto-foto berpakaian adat Minangkabau di dalam bangunan istana---tepatnya replica dari istana asli yang habis terbakar yang terletak tidak jauh dari sana. Kemudian kami makan siang di restoran “Ambun Pagi” yang terletak di arah jalan ke Sawahlunto. Saya melihat Kur mendelik menyaksikan saya menyambar piring gulai gajeboh (daging yang sangat berlemak) yang dimasak asam padeh (tanpa santan) yang sangat jarang ditemukan di rumah-rumah makan Padang di luar Sumatra Barat (kecuali di Resto Simpang Raya Bogor). Kami kemudian juga mencicipi gulai jarieng (jengkol) yang agak berbeda dengan jengkol yang ada di Jawa, lebih empuk, lebih legit dan tidak terlalu berbau. Selesai makan kami
[EMAIL PROTECTED] “Sumatra Barat yang Cantik dan Ek sotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri” di Superkoran A pakabar, dan Komentar
“Setiap saya berada di Bali saya ingat kampung halaman saya Sumatra Barat. Dan setiap saya berada di Sumatra Barat saya ingat Bali.” “Betapa tidak, baik Sumatra Barat dan Bali dianugerahi Allah SWT dua hal yang hampir sama: panorama alam yang mempesona, penduduk yang relatif homogen dengan adat dan seni budaya yangpenuh eksotika. Namun selebihnya, seperti kita tahu, dari segi pengembangan pariwisata, Sumatra Barat masih tertinggal jauh dari Bali.” Demikian saya mengawali catatan perjalanan yang saya tulis ketika saya mengajak kedua anak gadis saya dan mama mereka mengunjungi kampung halaman papanya akhir 2004 yang lalu. Tulisan yang saya bagi menjadi tiga bagian itu saya beri judul “Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri”, saya kirimkan ke sejumlah milis, termasuk RantauNet. Adinda Erwin Muchtar dkk di situs Cimbuak mengapreasiai catatan tersebut dengan melewakannya di sana. Sebagai bagian dari komitmen saya dalam mendukung MAPPAS yang pernah saya kemukakan beberapa waktu yang lalu, dan dengan segala kekurangan dan keterbatasan saya waktu ini, serta sebagai sumbangan kecil saya---atau malahan dapat dikatakan nyaris tidak punya arti apa-apa jika dilihat dari besar, luas dan kompleksnya permsalahan yang dihadapibagi pengembangan parawisata Sumatra Barat, saya mengirim kembali catatan perjalanan tersebut untuk dimuat di Superkoran milis Apakabar. Mengapa Apakabar? Apakabar waktu ini mempunyai anggota sebanyak kurang lebih 6500 orang itu, kurang lebih sepertiganya bermukim di mancanegara, sedangkan Superkoran Apakabar---yang terbuka untuk publik; dapat diakses melalui dapat diakses pada www.superkoran.info)---merupakan koran elektronik yang sejak diluncurkan satu setengah tahun yang lalu sudah dikunjungi sekitar 160.000 pembaca, atau rata-rata mendekati 300 orang perhari. Alhamdulillah sahabat saya Elceem dan owner Apakabar---yang sejak setahun terakhir ini memberi amanah kepada saya untuk menjadi salah seorang anggota Tim Moderator milis tersebut---menganggap tulisan tersebut yang pernah “ditayangkan” di milis Apakabar itu, masih cukup layak dimuat di Superkoran. Dua dari tiga tulisan tersebut sudah dimuat dan diletakkan di tembat yang strategis: kolom paling kanan serta dihiasi ilustrasi pemandangan alam dan jam gadang. Sampai hari Minggu kemarin dua anggota milis tersebut---dua-duanya bukan orang Minang---sudah memberikan tanggapan yang saya kopikan di bawah ini, yang secara tersirat memberikan gambaran tentang potensi dan masih besarnya peluang bagi pengembangan parawisata di Sumatra Barat. AW: [apakabar] Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Posted by: Swan Liong Be [EMAIL PROTECTED] yongkiebe Fri Feb 23, 2007 6:05 am (PST) Betul sdr. Darwin; ini yang juga saya sayangkan sekali! Kalo saya lewat TravelAgency dikota München ini, hampr selalu kalo tentang indonesia yang saya liat: Bali dengan segala macam variasinya, hampir tidak tentang daerah² lain. Indonesia negara yang mempunyai alam yang bagus dan beranekaragam; koq selalu Bali atau Danau Toba yag dipromosikan. Saya lama²bosan melihatnya. Misalnya apa yang anda tulis tentang sumatra barat, atau Sulawesi, Maluku dengan Seagarden atau Lembeh Street etc.patut dipromosikan! Kan menyedihkan kalo daerah² ini baru dikenal sehubungan dengan kecelakaan atau bencana, bukan? Salam, SLBe -Ursprüngliche Nachricht- Von: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Im Auftrag von Darwin Bahar Re: Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Posted by: tony_lke [EMAIL PROTECTED] tony_lke Fri Feb 23, 2007 1:01 pm (PST) *** Kampuang nan jauh di mato Gunuang Sansai Baku Liliang Takana Jo Kawan, Kawan Nan Lamo Sangkek Basu Liang Suliang Kekaguman ku pada SumBar (alam orangnyo dsb) dimulai dari lagu ini ketika sbg anak2 sering mendendang lagu tsb. let's say lagu favorit gitu. Keindahan Ngarai Sianok dan danau Maninjau/Singkarak hanya bisa aku bayangkan, namun sungguh beruntung beberapa tahun yg lalu saya bisa membawa keluarga mengunjungi Bukiak Tinggi demikian orang2 setempat menyebutnya. Perjalanan melalui Pekan Baru merupakan pengalaman unik karena melalui Koto Panjang yg saat itu sudah menjadi kota hantu (deserted) karena penduduknya relokasi akibat pembangunan bendungan. Ketika melalui Koto Panjang serasa 'surreal'melihat air yg mulai menggenang. Yg menarik (if not mistaken the name) jalur antara Kelok Sembilan dan Payakumbuh mirip alpine pass dinegeri2 bersalju. Antara Payakumbuh-Bukit Tinggi mirip sekali dng Puncak-Bdg or SBY-Malang, kiri kanan kulihat banyak ...banyak pohon cem..oops maksudku banyak sawah2 dng padi yg mulai menguning :-) Tiba di Bukiak Tinggi subuh langsung check-in di Novotel, ini salah satu hotel yg dpt saya rekomendasi karena letaknya
[EMAIL PROTECTED] “Sumatra Barat yang Cantik dan Ek sotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri” di Superkoran A pakabar, dan Komentar - Bagian 1
“Setiap saya berada di Bali saya ingat kampung halaman saya Sumatra Barat. Dan setiap saya berada di Sumatra Barat saya ingat Bali.” “Betapa tidak, baik Sumatra Barat dan Bali dianugerahi Allah SWT dua hal yang hampir sama: panorama alam yang mempesona, penduduk yang relatif homogen dengan adat dan seni budaya yangpenuh eksotika. Namun selebihnya, seperti kita tahu, dari segi pengembangan pariwisata, Sumatra Barat masih tertinggal jauh dari Bali.” Demikian saya mengawali catatan perjalanan yang saya tulis ketika saya mengajak kedua anak gadis saya dan mama mereka mengunjungi kampung halaman papanya akhir 2004 yang lalu. Tulisan yang saya bagi menjadi tiga bagian itu saya beri judul “Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri”, saya kirimkan ke sejumlah milis, termasuk RantauNet. Adinda Erwin Muchtar dkk di situs Cimbuak mengapreasiai catatan tersebut dengan melewakannya di sana. Sebagai bagian dari komitmen saya dalam mendukung MAPPAS yang pernah saya kemukakan beberapa waktu yang lalu, dan dengan segala kekurangan dan keterbatasan saya waktu ini, serta sebagai sumbangan kecil saya---atau malahan dapat dikatakan nyaris tidak punya arti apa-apa jika dilihat dari besar, luas dan kompleksnya permsalahan yang dihadapibagi pengembangan parawisata Sumatra Barat, saya mengirim kembali catatan perjalanan tersebut untuk dimuat di Superkoran milis Apakabar. Mengapa Apakabar? Apakabar waktu ini mempunyai anggota sebanyak kurang lebih 6500 orang itu, kurang lebih sepertiganya bermukim di mancanegara, sedangkan Superkoran Apakabar---yang terbuka untuk publik; dapat diakses melalui dapat diakses pada www.superkoran.info)---merupakan koran elektronik yang sejak diluncurkan satu setengah tahun yang lalu sudah dikunjungi sekitar 160.000 pembaca, atau rata-rata mendekati 300 orang perhari. Alhamdulillah sahabat saya Elceem dan owner Apakabar---yang sejak setahun terakhir ini memberi amanah kepada saya untuk menjadi salah seorang anggota Tim Moderator milis tersebut---menganggap tulisan tersebut yang pernah “ditayangkan” di milis Apakabar itu, masih cukup layak dimuat di Superkoran. Dua dari tiga tulisan tersebut sudah dimuat dan diletakkan di tembat yang strategis: kolom paling kanan serta dihiasi ilustrasi pemandangan alam dan jam gadang. Sampai hari Minggu kemarin dua anggota milis tersebut---dua-duanya bukan orang Minang---sudah memberikan tanggapan yang saya kopikan berikut ini, yang secara tersirat memberikan gambaran tentang potensi dan masih besarnya peluang bagi pengembangan parawisata di Sumatra Barat. (Bersambung) Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. - Website: http://www.rantaunet.org UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi. - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: 1. Email ukuran besar dari 500KB. 2. Email dikirim untuk banyak penerima. -- * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config * Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di: http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2 dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
[EMAIL PROTECTED] “Sumatra Barat yang Cantik dan Ek sotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri” di Superkoran A pakabar, dan Komentar - Bagian 2
Sampai hari Minggu kemarin dua anggota milis tersebut---dua-duanya bukan orang Minang---sudah memberikan tanggapan yang saya kopikan di bawah ini, yang secara tersirat memberikan gambaran tentang potensi dan masih besarnya peluang bagi pengembangan parawisata di Sumatra Barat. AW: [apakabar] Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Posted by: Swan Liong Be [EMAIL PROTECTED] yongkiebe Fri Feb 23, 2007 6:05 am (PST) Betul sdr. Darwin; ini yang juga saya sayangkan sekali! Kalo saya lewat TravelAgency dikota München ini, hampr selalu kalo tentang indonesia yang saya liat: Bali dengan segala macam variasinya, hampir tidak tentang daerah² lain. Indonesia negara yang mempunyai alam yang bagus dan beranekaragam; koq selalu Bali atau Danau Toba yag dipromosikan. Saya lama²bosan melihatnya. Misalnya apa yang anda tulis tentang sumatra barat, atau Sulawesi, Maluku dengan Seagarden atau Lembeh Street etc.patut dipromosikan! Kan menyedihkan kalo daerah² ini baru dikenal sehubungan dengan kecelakaan atau bencana, bukan? Salam, SLBe -Ursprüngliche Nachricht- Von: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Im Auftrag von Darwin Bahar Re: Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Posted by: tony_lke [EMAIL PROTECTED] tony_lke Fri Feb 23, 2007 1:01 pm (PST) *** Kampuang nan jauh di mato Gunuang Sansai Baku Liliang Takana Jo Kawan, Kawan Nan Lamo Sangkek Basu Liang Suliang Kekaguman ku pada SumBar (alam orangnyo dsb) dimulai dari lagu ini ketika sbg anak2 sering mendendang lagu tsb. let's say lagu favorit gitu. Keindahan Ngarai Sianok dan danau Maninjau/Singkarak hanya bisa aku bayangkan, namun sungguh beruntung beberapa tahun yg lalu saya bisa membawa keluarga mengunjungi Bukiak Tinggi demikian orang2 setempat menyebutnya. Perjalanan melalui Pekan Baru merupakan pengalaman unik karena melalui Koto Panjang yg saat itu sudah menjadi kota hantu (deserted) karena penduduknya relokasi akibat pembangunan bendungan. Ketika melalui Koto Panjang serasa 'surreal'melihat air yg mulai menggenang. Yg menarik (if not mistaken the name) jalur antara Kelok Sembilan dan Payakumbuh mirip alpine pass dinegeri2 bersalju. Antara Payakumbuh-Bukit Tinggi mirip sekali dng Puncak-Bdg or SBY-Malang, kiri kanan kulihat banyak ...banyak pohon cem..oops maksudku banyak sawah2 dng padi yg mulai menguning :-) Tiba di Bukiak Tinggi subuh langsung check-in di Novotel, ini salah satu hotel yg dpt saya rekomendasi karena letaknya yg strategis ditengah alun2 (ada pasar jajanan) dan dilantai atas you can actually enjoy four corners of the world karena tdk ada bangunan disekitarnya yg lebih tinggi, so you get uninterrupted views. nggak tahu deh keadaan sekarang. Salah satu pengalaman menggelikan yaitu saya mengira perjalanan dari hotel ke Ngarai Sianok bakal berjam2, eh ..eh.. nggak taunya cuma 1-2 menit driving dari hotel. Selain salah saya sendiri yg tdk mempelajari keadaan lapangan sebelumnya juga karena tdk adanya info turis dihotel waktu itu. Mudah-mudahan kelak kami bisa berkunjung kesana lagi. Salam, Tony --- In [EMAIL PROTECTED], Darwin Bahar [EMAIL PROTECTED] wrote: Kami tiba di Bukittinggi belum terlalu petang sehingga sempat mengunjungi toko sovenir di dekat Jam Gadang. Wassalam, Darwin cut- Sekedar ikut menghangatkan perbincangan seputar pengembangkan parawisata Sumatra Barat di Palanta ini, berikut ini tulisan-tulisan tersebut saya reposting ke Palanta, disertai permohonan maaf kepada para dunsanak yang sudah pernah membaca tulisan tersebut, yang waktu dan pulsanya terbuang percuma karena reposting ini. Wassalam, St Bandaro Kayo (63+) Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. - Website: http://www.rantaunet.org UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi. - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: 1. Email ukuran besar dari 500KB. 2. Email dikirim untuk banyak penerima. -- * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-config * Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di: http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2 dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
Re: [EMAIL PROTECTED] Mancari kader pangganti nan tuo-tuo
Mandaftar ambo ciek menjadi pendukung MPKAS dan MAPPAS, sebagai penggembira Wassalam, Bandaro Kayo (63+) Depok --- In [EMAIL PROTECTED], Herman Jambak [EMAIL PROTECTED] wrote: bakarek Ambo muloi, tolong ditambahkan dek nan basangkutan atau mambari koreksi jikok salah latak dan salah manulihkan namo jo gala. 1. Saafrudin Bahar St. Madjolelo 2. Chaidir Nin Latief Dt. . 3. M. Dafiq Saib St. Lembang Alam 4. Benni Inayatullah 5. Yulnofrins Napilus 6. Ronal Chandra St a garan go ah. 7. Nur'aini B Prapdanu 8. Kunia Chalik 9. Penulis emailko. 10. M. Syahreza 11. Rehza 12. Erwin 13. Herman Jambak 14. Rinaldo Azis 15. Aslim Nurhasan 16. S. Timmy Pulungan (Tentative) 17. Darwin Bahar St Bandaro Kayo Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. - Website: http://www.rantaunet.org UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi. - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: 1. Email ukuran besar dari 500KB. 2. Email dikirim untuk banyak penerima. -- * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di: http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2 dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
Re: [EMAIL PROTECTED] Slogan W takuruang nak di lua
Angku Ban, Indak telap di saya itu. Banyak cerdik pandai di Palanta ika untuk marantantg, membalik dan menelentangkan perkara ini, termasuk Angku Dave dan Angku St Bandaro Labih. Wassalam, Bandaro Kayo Re: [EMAIL PROTECTED] Slogan W takuruang nak di lua Posted by: bandaro [EMAIL PROTECTED] Thu Jan 25, 2007 8:57 pm (PST) Kpd Bdr Labiah, Darwin Bahar dan D St Lembang Alam Ambo heran, baa ko pituah negatif dari niniak moyang kito dianggap sebagai anjuran. ---bakuduang--- Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008. - Website: http://www.rantaunet.org UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Email dengan attachment, tidak dianjurkan. - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: 1. Email ukuran besar dari 500KB. 2. Email dikirim untuk banyak penerima. -- * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di: http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2 dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
[EMAIL PROTECTED] [Apakabar] Arafah dan “Teolog i Langit” (1)
Tolong dibaca aturan pada footer dibawah Kamis pagi, langit Makkah bergemuruh. Selepas shalat Subuh, kami menyaksikan gelombang jamaah menuju Mina. Pergerakannya seperti arus sungai yang tak terbendung. Kami yang menyaksikan terbawa haru. Mereka berbeda ras, bangsa, warna kulit, dan bahasa. Hitam, putih, coklat dan kuning kulit mereka. Pakaiannya sama, putih. Juga teriakannya. Labbaaik Allaahumma Labbaik. Kami sambut panggilan-Mu ya Allah. Suara mereka terdengar amat lantang, menembus langit. Dari Wisma Haji di Aziziyah, kami hanya bisa terpaku. Jalan di depan Wisma Haji adalah jalan yang menghubungkan Makkah dan Mina. Jalan khusus pejalan kaki itu seperti sungai dengan air bah. Demikian berita Republika, Jumat, 29 Desember 2006, seperti dilaporkan wartawannya langsung dari kota suci Makkah pada hari Tarwiyah, yaitu pada saat seluruh jemaah haji dari berbagai penjuru dunia sudah terkosentrasi di Makkah Al-Muqarramah dan mulai bergerak ke Arafah yang terletak 25 km di sebelah Timur kota suci tersebut, sebuah lembah seluas 1.500 m2 yang dikellingi oleh ngarai dan bukit berbatu yang membentuk busur di bagian Timurnya, guna melaksanakan Wukuf pada keesokan harinya. Gelombang jemaah tersebut seluruhnya mengenakan pakaiaan ihram---disunahkan berwarna putih---yang bagi jemaah laki-laki terdiri dari dua potong kain tanpa jahitan yang satu dijadikan sarung, yang lain dijadikan selendang untuk menutupi bagian atas badan, tanpa lapisan apapun di dalamnya, sementara bagi jemaah perempuan berupa busana muslim biasa dengan wajah dan telapak tangan yang harus (wajib] terlihat. Di antara jemaah tersebut, yaitu yang memilih haji ifrad dan haji qiran [1] sudah mengenakan pakaian ihram sejak mereka memasuki kota suci Makkah di miqat-miqat yang ditetapkan syariah. Sedangkan yang memilih haji tamattu sudah bertahallul, melepasnya setelah selesai melaksanakan umrah pada hari pertama mereka tiba, dan hari itu mengenakannya kembali setelah melafzkan niat haji. Sebagian jemaah ada yang memilih bermabit (bermalam) di Mina yang terletak di daerah berbukit-bukit di sebelah timur Makkah antara kota suci tersebut dengan Muzdalifah pada jalan menuju Arafah, dan sehabis subuh baru bergerak menuju Arafah. Jemaah haji Muasaah Asia Tenggara, termasuk Indonesia [2] seperti kafilah kami ketika saya dan isteri melaksanakan ibadah haji dalam tahun 2003, langsung dan bermabit di Arafah, berangkat dengan bus sehabis Isya melalui jalan by pass khusus yang ketika itu baru selesai dibangan Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA). Para jemaah yang datang lebih awal, lazimnya mengunjungi kota suci Madinah terlebih dahulu guna berziarah dan melakukan arbain---salat wajib 40 waktu berturut turut serta berziarah ke makam Nabi Muhammad s.a.w---di Masjid Nabawi di Madinah al Munawarah, kegiatan yang sebenarnya bukan rukun atau wajib haji, tetapi sangat jarang dilewatkan oleh para jemaah haji, Sedangkan yang datang lebih belakangan melakukannya setelah melaksanakan seluruh amalan haji di kota suci Makkah dan sekitarnya. Sebelum lohor seluruh jemaah sudah berkumpul di Padang Arafah guna melaksanakan wukuf pada saat matahari mulai tergelincir ke Barat. “Al-hajju Arafah” (puncak peribadatan Haji itu di Arafah) sabda Rasulullah SAW yang sangat masyhur. Dalam Catatan Perjalanan saya, saya menulis: “Arafah di saat-saat berwukuf adalah salah satu tempat, di mana Allah Yang Maha Pengasih, Penyayang dan Pengampun, membuka hijab, tempat di mana do’a lebih diijabah, munajah lebih didengar dan pengampunan lebih disegerakan. Arafah adalah saat-saat yang paling ditunggu oleh para hamba yang datang dari tempat yang jauh, ikhlas karena Allah semata, dan melafazkan talbiyah, tidak jarang sembari bercucuran air mata: “Labbaykallah humma labbayk, labbaykala syarikalaka labbayk. Innal hamda, wani’mata, laka walmulk. Lasyarikalak (Aku datang Ya Allah, memenuhi panggilan-Mu. Aku datang Ya Allah, tiada yang setara dengan-Mu. Segala puji dan nikmat hanyalah milik-Mu, segala kekuasaan jua milik-Mu. Tiada yang setara dengan-Mu).” Dari saat menjelang magrib sampai larut malam, para jemaah mulai secara bergelombang bergerak untuk mabit di padang terbuka di Muzdalifah, sebuah pengalaman yang bagi saya terasa sangat eksotik, walaupun ketika saya menjalaninya dalam keadaan sakit. Di tempat ini pula jemaah mengumpulkan kerikil untuk melakukan pelemparan jamarat keesokan harinya di Mina. Bakda Subuh sebagian besar jemaah meneruskan perjalanan mereka ke Mina untuk melakukan pelemparan jamarat, amalan haji yang bukan merupakan rukun, tetapi hanya wajib haji, tetapi yang paling sering menimbulkan korban jiwa apabila dilaksankan dengan kurang berdisiplin [2]. Yang memilih nafar awal akan berada dan melakukan pelemparan jamarat di Mina selama dua hari berturut-turut, sementara yang memilih nafar akhir selama tiga hari Sehabis melakukan pelemparan hari
[EMAIL PROTECTED] [Apakabar] Arafah dan “Teolog i Langit” (2)
Tolong dibaca aturan pada footer dibawah Seperti diberitakan beberapa media di Indonesia, pada puncak ibadah haji Jumat 29 Desember 2006 itu, sekitar 4 juta jemaah dari berbagai ras, bangsa, warna kulit, dan bahasa berkumpul untuk melaksanakan wukuf di Arafah Jumat, 29 Desember 2006 itu. Termasuk hampir 190.000 jemaah haji Indonesia, yang di saat-saat yang paling istemewa tersebut gementaran karena kedinginan dan rasa lapar, bukan karena berpuasa di Arafah merupakan ibadah wajib atau Sunnah, tetapi karena sekitar 30 jam-an tidak mendapat pasokan makanan dan minuman yang layak, menyusul kegagalan Ana for Development (AFD) yang mulai musim haji tahun ini ditunjuk Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPHI) sebagai pemasok katering seluruh jemaah haji Indonesia, yang sebelumnya dilaksanakan oleh muasasah satu bulan sebelum Hari-H, dalam melaksanakan kewajibannya. Kebijakan yang pada dasarnya baik, tetapi dilaksanakan secara gegabah dan salah kaprah. Tidak sedikit di antara jemaah tersebut yang sudah uzur, sakit dan sakit-sakitan atau kurang sehat dan letih. Mereka ini sudah tidak mendapat sejak Jumat pagi itu, terus di malam harinya ketika mereka mabit: tidur di alam terbuka di Muzdalifah menahan lapar dan dingin diselimuti cuaca Arab Saudi bulan Desember yang mencapai 10 derajat Celcius, dan angin bersiur kencang sepanjang hari, dan berlanjut keesokannya pada pelemparan jamarat hari pertama di Mina. Seperti dilaporkan Majalah TEMPO pekan lalu, makanan yang dibagikan para dermawan Saudi dan jemaah negara lain pun jadi rebutan para jemaah. Pahit, jengkel, sedih, marah, malu campur aduk di kalangan jemaah. apalagi pada saat pasokan makanan macet, hampir tidak ada petugas PPHI yang datang menenangkan atau memeriksa kondisi jemaah. Bahwa kegagalan katering ini bukan salah urus pertama yang merugikan atau menimbulkan penderitaan para jemaah haji Indonesia sudah diketahui bersama. Tetapi bahwa ini yang terakhir, banyak yang tidak percaya, utamanya jika penyelenggaraan perjalanan haji masih dilaksanakan oleh Departemen Agama. “Alhamdulillah, hanya dua yang meninggal. Kenapa yang saya bilang alhamdulillah, sebab saya pikir soal hatering ini akan memakan banyak korban,” demikian Menag Maftuh Basyuni seperti dikutip TEMPO pekan lalu. “Alhamdulillah? Hanya dua? Di kolom saya di Superkoran Apakabar menjelang Ramadan dua tahun lalu, saya mengutip Hadis Nabi yang mengisahkan nasib dua perempuan, yang satu pelacur yang masuk surga karena mendahulukan memberi minum seekor anjing yang kehausan di padang pasir meskipun ia sendiri juga kehausan; yang lain ahli ibadah yang masuk neraka karena sibuknya beribadah membiarkan seekor kucing yang terkurung di dalam rumahnya mati kelaparan. Itu mengenai pengkhidmatan dan penafian terhadap kehidupan seekor hewan, Pak Menteri Agama seperti tanpa dosa menyatakan tentang pupusnya kehidupan manusia akibat kebijakannya dan Departemen yang dipimpinnya dengan berpekik: “Hanya dua?” “Tanya kenapa?” seru sebuah iklan rokok. “Masyarakat Islam memiliki dua kelemahan yang mendasar,” ujar WS Rendra belas tahun yang lalu, seperti dikutip Ahmad Tohari dalam kolomnya di Republika 10 Januari 2005 yang lalu yang menyoroti kebingungan ummat dan tokoh=tokoh Islam, termasuk Ketua MUI dan Ketua PB NU dalam menghadapi bencana Tsunami di Aceh, (Menjenguk Allah di Aceh). “Kelemahan pertama menyangkut sikap dan pandangan terhadap kemanusiaan. Dan yang kedua menyangkut kegiatan di bidang pembukuan”. Tidak sukar untuk memaklumi bahwa yang dimaksud Rendra dengan “kegiatan di bidang pembukuan” adalah “manajemen”. Tidak sukar pula untuk memaklumi bahwa kesengsaraan dan penderitaan para jemaah haji Indonesia, termasuk peristiwa gagal katering pada musim haji tahun 2006 yang lalu berhubungan dengan kedua hal tersebut. Bahkan hal-hal lain yang dapat direntang lebih luas lagi. Tanya kenapa? “Ini berhubungan dengan teologi masyarakat Islam yang dianut hingga kini adalah “Teologi Langit”, jelas Ahmad Tohari dalam kolomnya tersebut, di mana Ahmad Tohari antara lain mengemukakan: “Taruhan terpenting dalam masyarakat Islam adalah menyintai Allah dan Rasul-Nya, yang semuanya memang bersemayam “di langit”. Tak akan sempurna iman seorang muslim sebelum dia menyintai Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya.” “Sampai di sini tidaklah ada sesuatu yang perlu dikritisi. Karena memang begitulah ajaran yang dianut oleh masyarakat Islam, dan akan ditegakkan sampai kapanpun. Namun ketika orang hendak melangkah ke wilayah pengamalan, mereka harus melakukan penafsiran: bagaimanakah menyintai Allah yang Maha Gaib dan tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya di luar ibadah murni?” (Bahkan menurut saya pribadi dalam ibadah murni pun manusia yang membutuhkan Allah dan bukan sebaliknya.) “Ya Allah, kenapa Engkau masukkan aku ke dalam neraka?” “Karena engkau tidak mau menjenguk Aku ketika Aku sakit.”
[EMAIL PROTECTED] Longsor di Padang Pariaman, 13 Tewas
Tolong dibaca aturan di footer dibawah -- Sukseskan Pulang Basamo Juni 2008 Selasa, 09 Januari 2007 | 17:44 WIB http://www.tempointeractive.com/hg/nusa/sumatera/2007/01/09/brk,20070109-90917,id.html TEMPO Interaktif, PADANG:13 warga Korong Kolam Janiah, Kenagarian Kudu Gantiang, Kecamatan Lima Koto Timur, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat atau sekitar 100 kilometer di utara Kota Padang, dipastikan tewas tertimbun longsoran bukit yang berdiri menjulang di belakang rumah mereka, Senin (8/1) sekitar pukul 16.30 WIB. Hingga pukul 15.30 WIB sore ini baru dua korban yang ditemukan. Korban yang pertama ditemukan adalah Buyung, 4 tahun, pada pukul 10.45 WIB. Korban kedua, Noni, 37 tahun, ditemukan pukul 13.30 WIB dan ketiga, Rozi, 10 tahun, ditemukan pukul 15.30 WIB. Korban yang dipastikan masih tertimbun dan masih belum bisa dievakuasi adalah Rindu, 41 tahun, Hen, 13 tahun, Tirau, 50 tahun, Imaniar, 50 tahun, Sida, 35 tahun, Niko, 10 tahun, Rohim, 10 tahun, Tomi, 13 tahun, Firdaus, 14 tahun, dan Fahmi, 2 tahun. Kejadian longsor itu berlangsung tiba-tiba tanpa hujan maupun gempa bumi. Tanah bukit yang menjulang sekitar 50 meter dan hampir seperti dinding dengan kemiringan 90 derajat di belakang empat rumah korban longsor. Sebuah musala atau masjid kecil berukuran 9 X 9 meter persegi bernama 'Jabal Nur' yang terletak di seberang rumah korban ikut tertimbun. Meski longsor terjadi Senin sore, tim evakuasi dari berbagai organisasi dan instasi, di antaranya Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Polisi Resort Padang Pariaman dengan menggunakan dua eskavator baru bisa bekerja esok paginya, Selasa (9/1). Senin malam, dua longsoran susulan terjadi di tempat yang sama sehingga masyarakat dan tim evakuasi berhamburan menyelamatkan diri. Bupati Padang Pariaman Muslim Kasim yang ditemui di lapangan mengatakan pencarian para korban akan terus dilakukan sampai semua korban ditemukan. Ia juga mengaku sudah mengevakuasi 10 keluarga atau 90 warga di sekitar lokasi yang rumahnya berada di tempat yang rawan longsor Ada sejumlah lokasi di Kabupaten Padang Pariaman yang warganya terancam longsor, kami sedang mencari jalan keluar untuk relokasi secara permanen, katanya. -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan,silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2 dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: 1. Email ukuran besar dari 100KB. 2. Email dengan attachment. 3. Email dikirim untuk banyak penerima.
[EMAIL PROTECTED] [Fwd: Tulisan Bondan Winarno ...... makanan enak !]
Tolong dibaca aturan di footer dibawah -- Sebuah tulisan yang menarik, Wasalam, Bandaro Kayo Original Message Subject:Tulisan Bondan Winarno .. makanan enak ! Date: Sun, 10 Dec 2006 12:27:11 +0700 From: JASP [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] SUARA PEMBARUAN DAILY Jalansutra Pulang Basamo Angku Bondan Bondan Winarno Pulang. Pulanglah, Nak. Kapan saja kau rasa sepi. Puisi di atas saya kutip dari buku berjudul Pulang tulisan Happy Salma yang baru saja terbit. Sungguh menyentuh! Tetapi, bukan karena rasa sepi bila saya kemudian melakukan perjalanan ke Padang dan Bukittinggi akhir pekan lalu. Saya sungguh me- rindukan ranah Minang nan elok - tempat saya pernah dibesarkan puluhan tahun yang silam. Perjalanan kali ini ditemani 23 warga Jalansutra yang memang ingin jalan-jalan dan makan-makan ke berbagai kota di Sumatera Barat. Dikomandani oleh Andrew Mulianto dan Irvan Kartawiria, serta dibantu oleh Christine Bawole, perjalanan yang memakai sandi operasi Pulang Basamo Angku Bondan ini berlangsung selama empat hari. Beberapa veteran JS-ers yang pernah mengikuti berbagai wisata kuliner sebelumnya, tampak ikut lagi dalam perjalanan kali ini, seperti: Wibowo serta anaknya Pandito, Lorentia, Sienny yang kali ini malah memboyong ibu dan dua saudaranya, serta Siska yang khusus datang dari Medan untuk bergabung. Keterlambatan penerbangan menuju ke Padang rupanya malah membuat peserta seperti kesetanan. Maklum, kami baru makan siang menjelang pukul lima sore di Rumah Makan Pagi Sore yang legendaris itu. Pagi Sore adalah masakan Padang yang khas, karena rumah makan itu sendiri dimiliki oleh seorang warga keturunan Tionghoa yang sudah turun-temurun menjalani usaha ini. (Catatan: Pagi Sore Padang tidak ada kaitannya dengan Pagi Sore Palembang yang kini sudah buka cabang di Jakarta). Andrew yang jadi jurubayar sontak kaget ketika melihat bon yang menunjukkan bahwa 75 potong ayam goreng telah ludes diganyang oleh 24 orang. Ini doyan apa lapar? pikirnya. Ayam kampung goreng Pagi Sore memang luar biasa. Kelihatannya mah polos-polos ajah, tetapi ternyata rasanya betul-betul mantap dan gurih, dengan rasa asin yang seimbang. Saking seudeupnyah, saya sampai membayangkan nonton film di gedung bioskop sambil ngemil ayam goreng ini, kata Irvan. Pagi Sore juga terkenal dengan sambal orang miskin yang khas. Disebut demikian karena semua bahannya belum masak di pohon. Cabenya masih hijau, tomatnya masih hijau, tekokaknya masih muda, bahkan jengkol yang dipakai pun khusus yang masih kecil-kecil. Semuanya diaduk ke dalam minyak panas tumisan teri. Wuiiih . . . Dalam perjalanan ini, panitia memang ingin membuktikan bahwa not all nasi padang are created equal. Pagi Sore dipilih karena dia mewakili gagrak masakan padang yang diolah dengan sentuhan Tionghoa. Sajian Pagi Sore sangat mirip dengan rumah makan serupa di Jakarta, bernama Pondok Jaya. Ada sentuhan ke-Tionghoa-an yang membuat masakan mereka bernuansa lain. Secara visual saja sudah tampak bedanya, yaitu memakai sendok bebek untuk mengambil lauk. Malam pertama di Padang dilewatkan dengan makan malam di RM Tanpa Nama dan Martabak Kubang Hayuda. Yang disebut terakhir membuat mata kami semua terbelalak. Begitu banyaknya pesanan martabak telur, sehingga sekaligus menggoreng belasan martabak di wajan datar yang super besar. Martabak gurih berkulit renyah ini didampingi teh talua alias teh telur. Teh telur di Martabak Kubang Hayuda agak berbeda dengan yang disajikan secara tradisional. Di MBK, telur ayam kampung dikocok dengan blender sampai mengembang. Dengan cara ini, ketika dituang teh panas, semua partikel telur yang sudah mengembang itu terpapar dengan air mendidih yang membuatnya matang. Untuk menyingkirkan aroma amis, disediakan juga seiris limau atau jeruk nipis. Di warung-warung tradisional, teh telur disajikan dengan cara yang lebih garang - mirip Uji Nyali. Telurnya cuma dikocok sebentar dengan sendok, lalu dituangi teh panas. Ketika disajikan, bentuk dan bau telurnya masih teramat jelas, sehingga yang tidak terbiasa makan telur mentah pasti akan berpikir tujuh kali sebelum menyeruputnya. Keesokan paginya, kami memilih untuk tidak sarapan di hotel, melainkan pergi ke kedai kopi di Jalan Niaga. Di kawasan Pecinan ini suasananya memang mirip Glodok di awal abad ke-20. Kedai kopi yang menjadi sasaran adalah Nanyo. Tetapi, apo dayo, ternyata kedai itu tutup berhubung renovasi. Kami harus puas dengan the second best yang ada di ruas jalan itu. Jangan buruk sangka! Sekalipun di kawasan Pecinan, tetapi pengunjung kedai-kedai kopi di sini kebanyakan memang warga pribumi. Kopi hitam manis di sini juga disebut sebagai kopi o - seperti tradisi di Malaysia. Kebanyakan penduduk asli lebih suka minum kopi susu. Maklum, di masa lalu kopi susu adalah satu kemewahan di negeri ini. Selain cakwe, bubur kacang,
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafei Maarif: Abou El Fadl tentang Peta Umat (II)
Tolong dibaca aturan di footer dibawah -- Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 05 Desember 2006 http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=19 Selanjutnya mari kita ikuti tesis-tesis El Fadl tentang kutub umat Islam kontemporer yang saling berhadapan. Pertama, kekuatan Islam puritan (sebutan lain dari fundamentalis), dan kedua, Islam moderat yang merupakan mayoritas mutlak dari sekitar 1,3 miliar umat Islam di muka bumi. Ada sebuah pertanyaan kunci yang dihadapkan kepada kedua kutub ini: Siapa yang bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan atas nama agama? Jawaban pertanyaan ini ternyata lebih sulit dari apa yang dibayangkan oleh sementara orang. Kedua kutub umat itu memberikan jawaban yang sungguh berbeda. Dalam penilaian El Fadl, kaum puritan akan mengatakan bahwa itu adalah sebuah pertanyaan yang salah, sebab, “Bagaimana seseorang dapat membedakan antara sebuah agama dan tanggung jawab terhadapnya. Kaum puritan akan mengatakan bahwa agama tidak diwakili oleh apa pun selain teks dan ritualnya, dan para pengikut yang tulus akan membaca teks dan melaksanakan ritual.” Sebaliknya golongan moderat akan mengatakan, “Posisi kaum puritan tidak saja naif, tetapi penuh masalah. Apa yang membuat suatu agama melebihi teks dan ritual, dan apa yang berlaku karena teks dan ritual bukanlah sebuah perwujudan penuh dari Ketuhanan. Tuhan dan kemauan Tuhan terlalu mulia dan luas untuk dapat dinyatakan oleh teks dan ritual. Tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan manusia atas nama Tuhan mesti jatuh atas pundak umat manusia.” (Hlm 276). Kedua kutub itu, “Sama-sama ingin sepenuhnya terikat dengan Tuhan. Keduanya tidak ingin menjalani hidupnya di bumi tanpa petunjuk Tuhan. Tetapi, apa yang membedakan puritan dan moderat cukup lebar --terutama yang bertalian dengan masalah amanah dan aksesibilitas (apa yang dapat diraih). Kaum moderat yakin bahwa Tuhan memberi kepercayaan kepada manusia dengan kekuatan nalar dan kemampuan membedakan antara baik dan buruk. Tetapi, amanah yang ditempatkan pada diri manusia itu begitu dahsyat --demikian dahsyatnya sehingga manusia dan hanya manusia saja yang bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Inilah yang pada gilirannya membenarkan tanggung jawab di Hari Akhir. Amanah yang diletakkan pada diri manusia tidak hanya untuk menjalankan atau melaksanakan seperangkat perintah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Tetapi, Tuhan menyediakan untuk manusia arahan dan tujuan, dan terpulanglah kepada manusia untuk menemukan hukum-hukum yang perlu dan layak.” (Ibid) Di mana posisi kaum puritan? “Sebaliknya, kaum puritan tidak percaya bahwa amanah yang ditempatkan pada manusia demikian lebar dan kabur. Tuhan memberikan hukum kepada manusia, yang sebagian besar keadaannya bersifat khas dan rinci, dan memercayai mereka untuk melaksanakannya. Maka, anugerah Tuhan yang benar kepada manusia bukanlah kemampuan menalar tetapi kekuatan untuk memahami dan menaati. Tidaklah mengherankan kemudian, kaum puritan diyakinkan bahwa Tuhan mengurus masalah-masalah kecil urusan manusia dengan memberikan hukum-hukum konkret dan khas yang mengatur banyak dari apa yang dikatakan dan diperbuat manusia.” Di mana pula posisi kaum moderat dalam masalah ini? “Kaum moderat memercayai sebaliknya: Sebagian besar masalah yang menyangkut persoalan manusia terserah kepada kebijaksanaan manusia yang dengannya mereka berbuat yang terbaik sejauh yang mungkin asal mereka mengamati garis pedoman moral yang umum.” (Ibid). Masih ada beberapa perbedaan pendekatan dan pemahaman Islam antara dua kekuatan itu yang terekam dalam kesimpulan karya El Fadl yang tidak akan dibeberkan di sini. El Fadl tidak menutup kemungkinan adanya pendekatan yang ketiga, tetapi memerlukan kajian tersendiri. Sekarang yang sedang berhadapan adalah dua kutub di atas. Pertanyaannya adalah: Mana di antara keduanya yang mesti diperkuat untuk mencapai tujuan Islam berupa rahmat bagi semua? Jelas El Fadl memilih jalan moderat, sebab hanya jalan inilah yang dapat membawa umat Islam mencapai tujuannya melalui cara-cara yang beradab, damai, dan manusiawi, tetapi tetap berpegang kepada prinsip yang diyakini, tidak boleh terombang-ambing dalam tarikan gelombang modernitas yang sekuler dan tidak adil. Akhirnya, karya-karya El Fadl kini sedang serius dibicarakan di kalangan intelektual muda NU dan Muhammadiyah untuk dipakai sebagai salah satu rujukan penting dalam upaya memahami peta Islam kontemporer, baik global maupun yang bertalian dengan arus gerakan Islam di Indonesia. El Fadl telah memperkaya literatur Islam kontemporer dengan cara yang sangat bertanggung jawab. -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting *
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafei Maarif: Abou El Fadl tentang Peta Umat (1)
Tolong dibaca aturan di footer dibawah -- Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 28 Nopember 2006 http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=273426kat_id=19 Jika dibandingkan dengan metode Fazlur Rahman dalam kajian keislaman yang cenderung melebar, tetapi tidak kurang tajam dan mendalamnya, pendekatan Khaled Abou El Fadl lebih menukik dan berani, khususnya dalam masalah syariah yang memang merupakan disiplin utamanya. El Fadl kelahiran Kuwait, lama belajar di Mesir, kemudian di Amerika Serikat. Sekarang adalah guru besar hukum Islam di UCLA School of Law. Mata kuliah yang diasuhnya adalah hukum Islam, hukum imigrasi, hukum hak-hak asasi manusia, dan hukum internasional dan keamanan nasional. Semuanya berkaitan dengan masalah hukum. Saya pernah memapah Abou El Fadl di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta pada saat memberi ceramah di sana sekitar satu setengah tahun yang lalu, yang dipandu oleh Sukidi, sekarang belajar di Harvard. Dalam kondisi fisik yang tidak lagi prima, El Fadl adalah salah seorang juru bicara Islam kontemporer yang cerah di muka bumi. Ia telah menulis beberapa karya penting tentang Islam yang diramunya dari sumber-sumber klasik dan modern. Di atas ramuan itulah ia memetakan tafsirannya tentang Islam dengan cara yang sangat kritikal, mendalam, dan komprehensif. Pedang kritiknya dibidikkan kepada dua sasaran: Puritanisme Islam dan modernitas sekuler. Solusi yang ditawarkannya adalah sebuah Islam moderat yang cerdas, kreatif, dan penuh semangat juang, sebagai cerminan dari rahmat bagi seluruh alam. Resonansi ini sebagian didasarkan pada kesimpulan salah satu karya terbarunya, The Great Theft / Kemalingan Besar. ( New York: HarperSanFrancisco, 2005, 290 hlm. plus catatan akhir). Karya lain yang tidak kurang menantangnya, di antaranya And God Knows the Soldiers dan Speaking in God's Name. Kedua buku ini banyak berbicara tentang gelombang puritanisme kontemporer. Menurut El Fadl, aliran puritan dapat dilacak akarnya pada golongan Khawarij, bekas pengikut 'Ali bin Abi Thalib, yang pada abad pertama Islam telah banyak membunuh orang Islam dan non-Muslim, dan bertanggung jawab dalam menghabisi nyawa 'Ali bin Abi Thalib sendiri. Setelah terlibat dalam pertumpahan darah yang panjang dan sia-sia, sisa-sisa kaum Khawarij masih dijumpai sedikit di Oman dan Ajazair, tetapi mereka sudah berubah menjadi moderat, bahkan pasifis (suka damai). Dalam penglihatan El Fadl, mengapa arus ekstremisme marak di dunia Muslim sekarang? Salah satu sebabnya adalah karena “lembaga-lembaga tradisional Islam yang secara historis bertindak untuk meminggirkan aliran ekstremis tidak ada lagi. Inilah yang membuat periode sejarah Islam sekarang jauh lebih sulit dibandingkan periode yang lain, dan inilah sebabnya mengapa orientasi puritanisme modern lebih mengancam integritas moralitas dan nilai-nilai Islam melebihi gerakan-gerakan ekstremis sebelumnya. Barangkali inilah pertama kali dalam sejarah bahwa pusat dunia Islam, Makkah dan Madinah, telah berada di bawah kontrol negara puritan selama periode yang demikian lama.” (Ibid., hlm. 102). Dengan uang yang melimpah, Wahabisme telah diekspor ke berbagai pojok bumi yang mematikan kebebasan berpikir dan intelektualisme Islam. Ironisnya adalah bahwa Kerajaan Saudi dalam politik global banyak bergantung pada Amerika Serikat. Inilah sebuah kongsi yang aneh antara dua sistem politik yang sebenarnya sangat rapuh, tetapi direkat oleh kepentingan-kepentingan pragmatis jangka pendek. Puritanisme kontemporer memang umumnya muncul dari rahim Wahabisme, dan Taliban adalah salah satu bentuknya. Jadi, tidak mengherankan jika seorang Usamah bin Ladin diterima baik dalam kultur Taliban, karena persamaan doktrin yang dianut, dengan catatan jasa Amerika cukup besar dalam mendukung puritanisme ini sewaktu menghadapi pasukan Uni Soviet di Afghanistan. Sejak tragedi 11 September 2001, kemudian aliansi mereka pecah. Dan Amerika sekarang kewalahan menghadapi “anak didiknya” ini yang sebagian terlibat dalam kegiatan teror global, sebagaimana juga Gedung Putih di bawah Bush telah pula menjadi pusat teror negara bersama Israel. Invasi terhadap Afghanistan dan Irak dengan helah yang dibuat-buat adalah bentuk terorisme negara untuk menghancurkan dua bangsa dan negara lemah, yang sekarang kondisinya malah semakin memburuk dan rusak. Menurut keterangan yang diberikan Pak Taufiq Kiemas kepada saya di pesawat Garuda dalam penerbangan ke Yogyakarta pada 23 November, sebenarnya Presiden Megawati telah mengingatkan Bush agar tidak menyerang Irak, sebab akan sulit keluar dari sana, tetapi Bush tetap nekat. Sebuah kenekatan yang harus dibayar dengan ongkos yang sangat mahal, termasuk kekalahan Partai Republik baru-baru ini dalam pemilihan senat dan kongres Amerika. -- Website: http://www.rantaunet.org
[EMAIL PROTECTED] Menyelami Penafsiran Buya Hamka
Tolong dibaca aturan di footer dibawah -- Oleh : Syamsul Hidayat Wakil Ketua Majelis Tabilgh PP Muhammadiyah http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=273875kat_id=16 Sangat menarik Resonansi Republika (21/11) yang memuat tulisan Buya Syafii Maarif. Tulisan itu bermula dari jawaban atas pertanyaan melalui SMS yang beliau terima dari seorang jenderal polisi yang sedang bertugas di daerah konflik Poso. Sangat patut dan layak diapresiasi sikap Sang Jendral tersebut, begitu pula Buya Syafii dalam merespons permintaan tersebut. Dalam rangka apresiasi kepada beliau berdua dan takzim kepada Buya Hamka rahimahullah, tulisan ini ingin menggaris bawahi apa yang dikemukakan oleh Buya Syafii maupun Buya Hamka. Namun, ada kutipan Syafii dari tafsir Hamka yang membuat Resonansi itu menyisakan pertanyaan. Di situ terlihat seolah-olah ayat 62 Al Baqarah dan ayat 69 Al Maidah beserta tafsir Buya Hamka mengisyaratkan pengakuan Alquran atas paham pluralisme agama. Empat golongan Sebagaimana Syafii Maarif, tulisan ini mencoba mengutip apa adanya pernyataan Buya Hamka yang dimuat dalam Tafsir Al Azhar, juz I halaman 203 menurut versi yang penulis miliki: cetakan September 1987 terbitan Pustaka Panjimas Jakarta. Perbedaan posisi halaman dengan kutipan Buya Syafii, menurut hemat penulis lebih disebabkan oleh perbedaan edisi cetaknya. Berikut kutipannya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman (pangkal ayat 62). Yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman di sini adalah orang yang memeluk agama Islam, yang telah menyatakan percaya kepada Nabi Muhammad SAW dan tetaplah menjadi pengikutnya hingga Hari Kiamat. Dan orang-orang yang jadi Yahudi dan Nasrani dan Shabiin, yaitu tiga golongan beragama yang percaya juga kepada Tuhan, tetapi telah dikenal dengan nama-nama yang demikian, barang siapa yang beriman kepada Allah. Yaitu mengaku adanya Allah Yang Maha Esa dengan sebenar-benar pengakuan, mengkuti suruhanNya dan menghentikan larangannya, dan Hari Kemudian dan beramal shaleh, yaitu hari akhirat, kepercayaan yang telah tertanam kepada Tuhan dan Hari Kemudian, mereka buktikan pula dengan mempertinggi mutu diri mereka. Maka untuk mereka adalah ganjaran di sisi Tuhan mereka. Inilah janjian yang adil dari Tuhan kepada seluruh manusia, tidak pandang dalam agama yang mana mereka hidup atau merk apa yang diletakkan kepada diri mereka, namun mereka masing-masing akan mendapat ganjaran atau pahala di sisi Tuhan, sepadan dengan iman dan amal shalih yang telah mereka kerjakan itu. Dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita (ujung ayat 62) Demikianlah bunyi utuh dari tafsir ijmali (tafsir garis besar) yang ditulis Hamka atas ayat tersebut. Syafii Maarif, mengambil kesimpulan dari tafsir ijmali tersebut. Mungkin karena terbatasnya ruang Resonansi, aspek-aspek rinci yang dikemukakan oleh Buya Hamka dalam kutipan Syafii kurang mendapatkan porsi, padahal sangat penting. Dalam tafsir yang lebih rinci yang tercantum halaman 203-210, Hamka menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut terdapat nama dari empat golongan, yaitu: (1) golongan orang beriman, (2) orang-orang yang jadi Yahudi, (3) orang Nasrani dan (4) orang-orang Shabiin. Golongan pertama adalah orang-orang yang telah terlebih dahulu menyatakan percaya kepada segala ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Kelompok kedua adalah orang-orang yang jadi Yahudi, yakni yang memeluk agama Yahudi. Demikian juga kelompok ketiga, sering dihubungkan dengan tempat kelahiran Isa Al Masih, yaitu kampung Nazaret atau disebut juga Nasiroh. Dan kelompok keempat yaitu Shabiin, yakni orang yang berpindah-pindah dari agama asalnya. Dalam ayat tersebut, kata Hamka, keempat golongan tersebut dikumpulkan menjadi satu, bahwa mereka semua akan mendapatkan ganjaran dari Allah, terbebas dari rasa ketakutan dan duka cita, apabila benar-benar mereka beriman kepada Allah, Hari Akhir, dan beramal saleh. Menurut Buya Hamka, ayat ini dakwah kepada penegakan nilai-nilai agama sebagai hakikat beragama. Beragama bukan sekadar klaim kebenaran melalui mulut dan tidak dibuktikan dengan keyakinan yang kokoh dan perbuatan amal saleh. Selanjutnya ayat ini menerangkan tentang keimanan kepada Allah dan Hari Akhir. Iman kepada Allah, meniscayakan keimanan kepada wahyu-wahyu yang diturunkan Allah kepada para rasul-Nya, tidak membeda-bedakan di antara satu Rasul dengan Rasul yang lain, percaya kepada keempat kitab yang telah diturunkan Allah. Dakwah dan toleransi Buya Syafii dalam kajian tersebut menghubungkan dengan ayat 69 Surat Al Maidah, yang memiliki redaksi mirip. Lengkapnya dalam terjemahan Buya Hamka berbunyi: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang Yahudi, dan (begitu juga) orang Shabi'un dan Nasara, barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, dan dia pun mengamalkan yang saleh. Maka tidaklah ada ketakutan dan tidaklah mereka akan berduka cita. (Tafsir
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafei Maarif: Hamka Tentang Ayat 62 Al-Baqarah dan Ayat 69 Al-Maidah
Tolong dibaca aturan di footer dibawah -- Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 21 Nopember 2006 http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=272485kat_id=19 Pada suatu hari bulan November 2006 datanglah sebuah pesan singkat dari seorang jenderal polisi yang sedang bertugas di Poso menanyakan tentang maksud ayat 62 surat al-Baqarah. Kata jenderal ini pengertian ayat ini penting baginya untuk menghadapi beberapa tersangka kerusuhan yang ditangkap di sana. Karena permintaan itu serius, maka saya tidak boleh asal menjawab saja, apalagi ini menyangkut masalah besar yang di kalangan para mufassir sendiri belum ada kesepakatan tentang maksud ayat itu. Ayat yang substansinya serupa dapat pula ditemui dalam surat al-Maidah ayat 69 dengan sedikit perdedaan redaksi. Beberapa tafsir saya buka, di antaranya Tafsir al-Azhar karya Hamka yang monumental itu. Sebenarnya saya cenderung untuk menerima penafsiran Buya Hamka dari sekian tafsir yang pernah saya baca, baik yang klasik maupun yang kontemporer. Dalam perkara ini Hamka bagi saya adalah fenomenal dan revolusioner. Agar lebih runtut, saya kutip dulu makna kedua ayat itu menurut tafsir Hamka. Al-Baqarah 62: Sesungguhnya orang-orang beriman, dan orang-orang yang jadi Yahudi dan Nasrani dan Shabi'in, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan beramal yang shalih, maka untuk mereka adalah ganjaran dari sisi Tuhan mereka, dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita. Kemudian al-Maidah 69: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang Yahudi dan (begitu juga) orang Shabi'un, dan Nashara, barangsipa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, dan dia pun mengamalkan yang shalih. Maka tidaklah ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita. Ikuti penafsiran Hamka berikut: Inilah janjian yang adil dari Tuhan kepada seluruh manusia, tidak pandang dalam agama yang mana mereka hidup, atau merk apa yang diletakkan kepada diri mereka, namun mereka masing-masing akan mendapat ganjaran atau pahala di sisi Tuhan, sepadan dengan iman dan amal shalih yang telah mereka kerjakan itu. 'Dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita (ujung ayat 62), hlm.211. Yang menarik, Hamka dengan santun menolak bahwa ayat telah dihapuskan (mansukh) oleh ayat 85 surat surat Ali 'Imran yang artinya: Dan barangsiapa yang mencari selain dari Islam menjadi agama, sekali-kali tidaklah tidaklah akan diterima daripadanya. Dan di Hari Akhirat akan termasuk orang-orang yang rugi. (Hlm. 217). Alasan Hamka bahwa ayat ini tidak menghapuskan ayat 62 itu sebagai berikut: Ayat ini bukanlah menghapuskan (nasikh) ayat yang sedang kita tafsirkan ini melainkan memperkuatnya. Sebab hakikat Islam ialah percaya kepada Allah dan Hari Akhirat. Percaya kepada Allah, artinya percaya kepada segala firmannya, segala Rasulnya dengan tidak terkecuali. Termasuk percaya kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan hendaklah iman itu diikuti oleh amal yang shalih. (Hlm 217). Kalau dikatakan bahwa ayat ini dinasikhkan oleh ayat 85 surat Ali 'Imran itu, yang akan tumbuh ialah fanatik; mengakui diri Islam, walaupun tidak pernah mengamalkannya. Dan surga itu hanya dijamin untuk kita saja. Tetapi kalau kita pahamkan bahwa di antara kedua ayat ini adalah lengkap melengkapi, maka pintu da'wah senantiasa terbuka, dan kedudukan Islam tetap menjadi agama fitrah, tetap (tertulis tetapi) dalam kemurniannya, sesuai dengan jiwa asli manusia. (Hlm. 217). Tentang neraka, Hamka bertutur: Dan neraka bukanlah lobang-lobang api yang disediakan di dunia ini bagi siapa yang tidak mau masuk Islam, sebagaimana yang disediakan oleh Dzi Nuwas Raja Yahudi di Yaman Selatan, yang memaksa penduduk Najran memeluk agama Yahudi, padahal mereka telah memegang agama Tauhid. Neraka adalah ancaman di Hari Akhirat esok, karena menolak kebenaran. (Hlm. 218). Sikap Hamka yang menolak bahwa ayat 62 al-Baqarah dan ayat 69 al-Maidah telah dimansukhkan oleh ayat 85 surat Ali 'Imran adalah sebuah keberanian seorang mufassir yang rindu melihat dunia ini aman untuk didiami oleh siapa saja, mengaku beragama atau tidak, asal saling menghormati dan saling menjaga pendirian masing-masing. Sepengetahuan saya tidak ada Kitab Suci di muka bumi ini yang memiliki ayat toleransi seperti yang diajarkan Alquran. Pemaksaan dalam agama adalah sikap yang anti Alquran (lih. al-Baqarah 256; Yunus 99). Terima kasih Buya Hamka, tafsir lain banyak yang sependirian dengan Buya, tetapi keterangannya tidak seluas dan seberani yang Buya berikan. Saya berharap agar siapa pun akan menghormati otoritas Buya Hamka, sekalipun tidak sependirian. -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke:
Re: [EMAIL PROTECTED] [ikkp] Undangan Halal Bi Halal Ikatan Keluarga Kurai Pekanbaru
Tolong dibaca aturan di footer dibawah -- Dinda Datuk Marah Bangso, Alhamdulillah, Pak Gub Sabtu pagi kemarin memang berada di tengah-tengah kami warga IKM Kota Depok. Seperti tercermin dalam sambutan beliau di depan Halal Bilhalal warga Minang di Depok, Gubernur Sumatra Barat memang berbeda dengan Gubernur-Gubernur lain. Kemanapun Gubernur Sumatra Barat pergi di sana selalu ada rakyatnya yang menyambutnya. Dan banyaknya undangan kepada beliau dari warga Minang di berbagai tempat di Indonesia, bahkan di mancanegara dapat dimaklumi, karena sudah lama pula rasanya Sumatra Barat tidak punya Pemimpin (dengan P besar). Tentu pula tidak semua undangan yang datang bisa beliau ketahui dan dapat beliau penuhi (karena melalui dan diatur oleh staf beliau). Mungkin tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa undangan halal bil halal kepada beliau saat ini tidak kalah dari undangan kepada Aa Gym. Seperti beliau smapaikan di Depok, undangan kepada beliau saat ini juga datang dari warga Minang di Melbourne. Karena itu para perantau Minang yang tidak dapat beliau kunjungi hendaknya janganlah terlalu kecewa. Yang penting digarisbawahi di sini ialah seperti dinda Datuk Marah Bangso kemukakan, agar beliau diberi kesehatan---plus hidayah dan kekuatan---oleh Allah SWT sehingga berhasil memimpin Sumatra Barat, sehingga tidak hanya memberi kemanfatan bagi masyarakat Sumatra Barat saja, tetapi juga dapat menjadi teladan bagi provinsi-provinsi lain di Indonesia, bagaimana sebuah provinsi yang miskin SDA tetapi tetap berhasil dalam pembangunan, karena kepemimpinan yang arif serta didukung oleh masyarakat yang memiliki `social capital' yang kuat yang dibengun di atas dua fondasi adat dan agama Islam yang diformulasikan dalam ABS-SBK. Suatu hal yang pernah dicapai Sumatra Barat di bawah kepemimpinan Pak Azwar Anas dulu. Seperti kita ketahui, selama Pemerintah Orde Baru, Sumatra Barat adalah satu-satunya provinsi di luar Jawa yang pernah memperoleh pengharagaan Sam Karya Purna Nugraha, yang diberikan kepada provinsi yang dianggap berhasil melakukan pembanguna lima tahunnya yang dulu dikenal sebagai REPELITA. Sejujujurnya bagi saya smabutan Pak Gub selama lebih kurang satu jam di Depok, di mana beliau memaparkan dengan jelas dan runtut problem, beberapa keberhasilan yang dicapai, serta program Pemeberantasan Kemiskinan di Sumatra Barat yang `Berbasis Nagari dengan Base Masjid (yang bagi saya terlihat sebagai salah satu cara membumikan ABS-SBK), terasa sangat singkat. Dan dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada Walikota Depok pak Nurmahmudi Ismail yang juga hadir dan dijadwalkan memberikan Sambutan berikutnya, sehabis acara sambutan Pak Gubernur Sumatra Barat, saya langsung pulang. Wassalam, Bandaro Kayo (63+) --- In [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] wrote: Ass,wr,wb. Di Depok urang Minang mancantumkan Pak Gubernur Sumbar akan hadir di HBH nyo, di Palembang pado acara HBH BMKM Sumsel Pak Gumawan Fauzi di mintak pulo hadir basamo Menteri Sosial Bpk Bahtiar Chamsyah, iko ambo baco pulo dihari nan samo Urang Kurai Pakan Baru mancantumkan pulo Pak Gubernur Sumbar mambari kato sambutannyo. bakuduang -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika: 1. Email ukuran besar dari 100KB. 2. Email dengan attachment. 3. Email dikirim untuk banyak penerima.
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafei Maarif: Otokritik
Tolong dibaca aturan di footer dibawah -- Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 07 Nopember 2006 http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=270869kat_id=19kat_id1=kat_id2= Ada satu ungkapan yang disepakati oleh seluruh umat Islam sebagai mengandung kebenaran: “Al-Islam shalih li kulli zaman wa makan” (Islam itu sesuai/baik bagi setiap masa dan tempat). Sebagai sesuatu yang ideal, saya sendiri setuju dengan ungkapan ini, sebab jika tidak demikian Islam akan kehilangan relevansinya untuk mengawal perubahan zaman. Pertanyaan kuncinya bila dikaitkan dengan situasi Indonesia adalah: Apakah Islam yang ada di kantong Muhammadiyah dan NU sudah mampu secara moral mengawal perubahan zaman ke arah kebaikan di negeri ini? Bahwa Muhammadiyah dan NU sering diperhitungkan orang untuk kepentingan politik sesaat, tentu semua kita mengakuinya mengingat pengaruh kedua sayap umat itu sudah meresap jauh sampai ke akar rumput. Tetapi, apakah kerja keduanya sudah cukup efektif dalam upaya memperbaiki moral bangsa, data empiris menunjukkan bahwa jawabannya masih negatif. Mengapa? Saya melihat ada tiga alasan utama mengapa antara idealisme dan realitas masih ada sekat-sekat berupa dinding tebal yang membatasinya. Pertama, saya mulai ragu apakah Islam yang selama ini ada dalam otak orang Muhammadiyah dan NU sudah cukup memadai untuk membawa bangsa dan negara ini ke arah keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi semua, tanpa diskriminasi. Jika keraguan saya ini mengandung kebenaran, maka pilihan yang terbuka adalah keberanian untuk meninjau kembali seluruh paham keagamaan kita dengan Alquran sebagai al-furqan (kriterium pembeda). Peninjauan ini akan meliputi ranah teologi, filsafat, moral, politik, sosial, dan ekonomi. Kedua, apakah doktrin mazhab, nonmazhab, salafiyah, dan yang sejenis itu tidak perlu kita masukkan saja ke dalam museum sejarah, sebuah gerakan dekonstruksi sekaligus rekonstruksi perlu dilakukan terhadap semua paham keagamaan kita yang ternyata sudah tidak shalih lagi untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang semakin ruwet dari hari ke hari. Otokritik ini sangat diperlukan, sebab jika tidak abad-abad yang akan datang boleh jadi masih akan dikuasai oleh kekuatan sekularisme-ateistik, di mana gagasan besar tentang Tuhan akan tetap saja tertindas oleh gelombang modernitas yang antikeadilan. Jika umat Islam tetap saja berkutat dalam paham keagamaannya seperti selama ini, apakah kita yakin bahwa masa depan akan berpihak kepada Islam? Gagasan semacam ini telah mulai saya komunikasikan dengan beberapa pemikir muda Muhammadiyah dan NU untuk dipertimbangkan. Ketiga, Muhammadiyah dan NU tidak lain dari hasil sejarah yang kelahirannya dipengaruhi oleh lingkungan zaman tertentu yang kemudian menampakkan diri dalam sikap-sikap teologis-filosofis dan fiqhiyah yang dianut para pengikutnya. Semua hasil pemikiran, atau katakan kerja ijtihad, adalah time-bound (terikat oleh waktu). Dalam perspektif ini, tidak satu pun hasil pemikiran manusia yang bersifat final, termasuk pemikiran keagamaannya. Bagi seorang beriman, yang final adalah kebenaran wahyu, tetapi tafsiran terhadap wahyu itu selamanya nisbi. Di sinilah berlakunya ketegangan antara unsur kemutlakan dan unsur kenisbian yang memaksa kita untuk senantiasa membuka ruang untuk berdialog dalam upaya mencari ajaran yang paling mendekati kebenaran. Muhammadiyah dan NU harus bersikap rendah hati untuk tidak memutlakkan paham keagamaan yang telah mereka pegang selama ini. Perkara khilafiyah yang kadang-kadang masih marak di akar rumput, perlu disikapi dengan kearifan tingkat tinggi. Energi umat jangan sampai terkuras oleh masalah-masalah kecil itu, sehingga mata kita buta untuk melihat persoalan-persoalan besar yang menjadi misi utama Islam: Rahmat bagi alam semesta. Jika saya membaca peta Muhammadiyah dan NU, semata-mata karena itu yang terdekat dengan kita, dan keduanya dikenal sebagai dua sayap yang menampilkan ummatan wasathan (komunitas tengah) yang tidak mau terjebak oleh segala bentuk ekstremitas. Bila dikaitkan dengan wajah dunia Islam secara keseluruhan yang masih kusut-masai, kepeloporan Muhammadiyah-NU sebagai kekuatan yang antiekstremitas, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa umat Islam di bagian-bagian lain dunia akan mendapat ilham dari apa yang telah dan akan ditunjukkan oleh keduanya. Saya berharap tenaga-tenaga pemikir yang serius dari kedua sayap ini agar membaca sebanyak-banyaknya dengan daya kritikal yang prima karya-karya pemikiran Islam kontemporer untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk kepentingan kita di Indonesia. Tanpa kesediaan untuk berubah ke arah sikap yang lebih cerdas dan terbuka, saya khawatir Islam di Indonesia hanyalah sebuah gumpalan asap (ungkapan Iqbal) yang gampang terseret oleh berbagai kepentingan duniawi yang bermutu rendah. -- Website:
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafei Maarif: Kemerdekaan dan Harga Diri
Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 22 Agustus 2006 http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=261449kat_id=19 Roda waktu telah bergulir 61 tahun plus lima hari sejak Sukarno-Hatta mengumumkan kemerdekaan Indonesia kepada dunia pada 17 Agustus 1945. Di antara bait lagu yang masih terngiang di telinga sebagian kita di awal kemerdekaan itu adalah: “Pemimpin kita Sukarno dengan Hatta. Terasa sekali kekompakan antara kedua figur itu, perbedaan strategi mereka tahun 1930-an seperti telah lebur ditelan bahana pekik kemerdekaan. Keduanya dielukan sebagai orang yang paling berjasa dan bertanggung jawab bagi terwujudnya impian panjang berupa kemerdekaan. Chairil Anwar dalam “Krawang-Bekasi” mengabadikan bait ini: “Menjaga Bung Karno, Menjaga Bung Hatta, Menjaga Bung Sjahrir.” Seakan-akan suasana serba manis itu akan berlangsung lama. Apalagi bagi Chairil yang wafat muda tahun 1949 tentu tidak pernah membayangkan bahwa beberapa tahun setelah pemulihan kedaulatan, ketiga pemimpin bangsa itu telah berlaku ungkapan ini: “seiring bersimpang jalan”, khususnya antara Sukarno dan Hatta-Sjahrir dengan segala akibat buruknya bagi bangunan Indonesia sebagai bangsa muda. Bahwa kesetiaan rakyat kepada kemerdekaan terlihat pada swainisiatif mereka dalam merayakan hari kemerdekaan ini dengan semangat tinggi, dari kota sampai ke sudut-sudut Tanah Air yang jauh tersuruk di pelosok. Modal sosial ini masih terpelihara dengan baik sampai hari ini. Bendera merah-putih dikibarkan, kampung dibersihkan dan dihiasi. Bermacam perlombaan dipertandingkan, dari anak-anak sampai lansia. Renungan kemerdekaan diadakan di mana-mana. Alangkah dahsyatnya makna proklamasi bagi bangsa ini. Mereka seperti melupakan beban derita yang menghimpit fisik dan jiwa mereka selama puluhan tahun. Tekadnya hanya satu: kemerdekaan wajib disyukuri. Suasana kampung jauh lebih khusyuk dibandingkan dengan upacara-upacara resmi yang digelar pemerintah. Mengapa? Karena rakyat melakukannya dengan kesadaran yang datang dari dalam dirinya, bukan atas perintah. Dari sisi ini kita berhasil luar biasa. Oleh sebab itu, jika Anda ingin menyaksikan dan merasakan apa makna kemerdekaan bagi rakyat banyak, ikutilah kegiatan mereka dari jarak yang dekat di kampung-kampung. Di kampung saya di perumahan Nogotirto, acara perlombaan diadakan pada tingkat RW, sedangkan renungan kemerdekaan dipusatkan pada tingkat RT masing-masing, antara lain, berupa tirakatan (sedikit bernuansa mistik) sebagai bagian dari kekayaan kultur kita. Untuk biaya tidak ada masalah, semua keluarga akan dengan sukarela menggotongnya bersama tanpa ada yang merasa dipaksa. Suasana murni yang semacam inilah yang seharusnya berlaku di tingkat atas. Jauh dari basa-basi, semua merasakan kemerdekaan diri dalam iklim persaudaraan. Dalam penyelenggaraan renungan, penduduk tidak lupa membawa makanan, kecil atau besar, untuk disantap bersama. Alangkah dalam dan agung nilainya kemerdekaan sebuah bangsa bila disikapi secara tulus, gembira, tanpa ada pihak yang ingin mendominasi. Justru nilai-nilai Pancasila itu terasa hidup di tingkat akar rumput. Pesan egalitarian benar-benar terwujud dalam upacara yang serba rileks ini. Pertanyaan kunci saya yang perlu dilontarkan adalah: mengapa pada saat-saat tertentu sebagian kita menjadi beringas dan anarkis? Pasti ada penyebab yang sangat mendasar. Apa itu? Pengabaian dan bahkan pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila oleh para pemimpin, sebagian rakyat tinggal meniru saja. Keteladanan telah lama menghilang, filosofi mumpung telah menjadi pakaian harian sebagian kita, dimulai dari atas kemudian turun ke bawah dengan berbagai variasinya. Berapa kali saya katakan bahwa “bangsa ini telah dirusak oleh tangan anak-anaknya sendiri sampai batas-batas yang jauh”. Keserakahan global tinggal menumpangi saja kerapuhan moral yang hampir sempurna ini. Akibat fatalnya sangat jelas: harga diri sebagai bangsa telah merosot ke tingkat yang paling bawah. Bagaimana dunia akan menghormati dan menghargai kita sebagai bangsa jika kita sendiri juga tidak menghargai martabat kita sebagai bangsa beradab. Keberingasan, brutalitas, anarkisme adalah musuh sejati dari Pancasila, khususnya sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Itu belum lagi kita berbicara tentang kebocoran harta negara yang menurut Kwik Kian Gie bisa mencapai Rp 305,5 triliun per tahun. Namun, betapapun banyaknya borok yang dipikulkan ke bahu bangsa ini, kita tidak boleh lupa mengucapkan ini: Dirgahayu kemerdekaan Indonesia. Sekali merdeka, tetap merdeka! -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafii Maarif: Sinyal di Sumpur Kudus
Sinyal di Sumpur Kudus Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 15 Agustus 2006 http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=19 Sekiranya letak Sumpur Kudus tidak tersuruk jauh di perbatasan Sumatra Barat dan Riau Daratan, di lembah bukit barisan, boleh jadi perhatian saya terhadap nagari yang sunyi ini akan tipis saja. Republika telah turut berjasa mengenalkan nagari dan kecamatan ini kepada para pembaca melalui Resonansi dan resensi otobiografi saya yang disiarkan secara luas itu. Ucapan terima kasih yang manis harus saya sampaikan kepada harian ini yang terus saya ikuti perjalanannya di samping sebagai pelanggan setia sejak pertama kali muncul tahun 1993 dengan segala kritik saya terhadapnya. Di Sumpur Kudus saya sendiri sudah tidak punya tempat tinggal lagi. Warisan ayah-bunda telah lama dimakan bubuk zaman, sekalipun keturunan keduanya sudah beranak pinak entah berapa kompi, sebagian besar tidak lagi saya kenal. Jika pulang kampung, saya selalu nebeng di tempat keluarga dekat yang dengan ramah menyambut saya dan teman-teman dari Jawa. Sejak satu setengah tahun yang lalu listrik, berkat uluran tangan PLN, telah mencahayai kawasan tersuruk itu hingga merambat ke tepi bukit. Begitu juga bantuan teman-teman dari Jawa, baik dari instansi pemerintah maupun swasta, telah banyak mengalir ke kawasan itu. Terakhir, sebuah masjid mungil di Silantai, tetangga nagari Sumpur, sedang dalam proses penyudahan, sebagian besar dananya dipasok dari kebaikan teman-teman. Tanpa itu semua, penyelesaian tempat ibadah ini akan memakan tempo tahunan, karena jangkauan tangan penduduk sangat terbatas. Ada satu dua orang yang punya rezeki agak lumayan, namun hatinya belum tersentuh untuk membeli tiket ke akhirat. Maka, terasa benarlah bagi Sumpur Kudus khususnya, dan Ranah Minang umumnya, tanpa rantau akan banyak mengalami kesulitan untuk membenahi sarana-sarana publik. Pemerintah sendiri juga punya keterbatasan-keterbatasan untuk membangun Indonesia yang luas ini. Saya tidak mau mengungkit kali ini, tentang kekayaan bangsa yang menguap ratusan triliun saban tahun karena kerapuhan birokrasi dan akutnya sakit mental kita. Penduduk Kecamatan Sumpur Kudus --yang juga nama nagari itu-- hanyalah sekitar 20 ribu jiwa. Umumnya petani padi, karet, cokelat, kulit manis, dan sedikit gambir. Sebelum kendaraan bermotor masuk ke kawasan itu, angkutan kuda merupakan transportasi utama untuk berbelanja ke pasar Kumanis yang jaraknya sekitar 30 kilometer dari nagari itu. Kini hewan yang pernah berjasa besar itu telah menghilang, disapu bersih oleh kendaraan yang menggunakan BBM yang harganya selalu dinaikkan pemerintah. Kalau dulu, anak-anak akan dengan mudah mengenal apa itu kuda karena tampak di mana-mana, di jalan dan di sawah, sekarang harus diceritakan dulu atau ditonton melalui televisi. Inilah perubahan zaman yang terus bergerak dan bergulir tanpa ada kekuatan yang dapat menghambatnya. Kadang-kadang muncul juga nostalgia untuk mengingat iringan kuda beban yang berangkat hari Senen dari Sumpur Kudus dan nagari sekitarnya ke Kumanis dan pulang Rabu dengan mengangkut keperluan pokok rakyat yang tidak dapat semuanya disediakan kampung. Bayangkan untuk menempuh jarak 60 km pergi pulang, harus diatur waktu lebih dua hari. Tetapi, dalam rekaman memori saya di usia lanjut ini, panorama masa lampau itu terlihat demikian asri dan tenang, sekalipun ketika dijalani cukup membuat kita penat, lelah, dan dahaga. Maklumlah jarak sepanjang itu ditempuh dengan berjalan kaki. Sekiranya Indonesia tidak merdeka sejak 61 tahun yang lalu, tentu nama Sumpur Kudus akan tetap tertimbun dari pengetahuan publik. Kemerdekaanlah yang memberi berkah kepadanya dan kepada bangsa ini, sekalipun banyak pula tangan-tangan amoral telah mengotorinya. Berkah yang paling baru ialah sinyal telepon genggam (HP) telah menerobos kawasan udik itu sejak 5 Agustus 2006. Sebuah perusahaan telah membangun dua menara untuk menerima dan menyampaikan sinyal itu kepada sasarannya. Saya percaya penduduk segera akan menyerbu kedai-kedai HP di kota, di samping memang sebagai alat komunikasi yang diperlukan, juga jangan dilupakan gengsi, sekalipun harus menekan keperluan yang lain. Komentar yang saya terima ialah dengan munculnya sinyal di sana, maka kemerdekaan Sumpur Kudus menjadi semakin sempurna, mengejar kawasan-kawasan lain yang telah lebih dulu merasakannya. Inilah teknologi yang berkembang dengan sangat kencang dengan segala sisinya yang positif dan negatif, sebuah risiko yang harus dihadapi. Dunia bukanlah teritori hitam-putih. Banyak dimensi yang harus dikaji dan dipertimbangkan untuk menarik sebuah kesimpulan yang tepat dan arif, apakah itu baik atau sebaliknya. Selamat dengan sinyal baru Sumpur Kudus, jangan lupa bersyukur kepada Allah SWT. -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi
Re: [EMAIL PROTECTED] Iyo..yo.. tapi sabanano lo go eh..Re: Tolong potongikua
Mambiakan ikue nan bajelo-jelo ko taraso manggaduah bana ka bakeh nan man-set pangiriman e-mail dalam bantuak ‘daily digest’ Ambo memang manset pangiriman email dari RantauNetYahoo, dek karano kualitas emailnya memang labieh rancak, dan kok ingin perai untuk samantaro tingga manset ‘no-email’ Wassalam, Bandaro Kayo [EMAIL PROTECTED] Iyo..yo.. tapi sabanano lo go eh..Re: Tolong potongikua Posted by: darul [EMAIL PROTECTED] Sun Aug 13, 2006 8:27 pm (PST) Tanggapan dibawah yo. -Original Message- From: Muhammad Dafiq Saib Sent: Sunday, August 13, 2006 7:29 AM bakuduang -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =
Re: [EMAIL PROTECTED] Oh Redaksi Suara Pembaaruan ...
Kura-kura dalam perahu, humor tingkat tinggi ala Nyik Sungut yang untuk menikmatinya perlu imajinasi. Saya tertawa sampai bercucuran air mata Apalagi setelah Ajo Duta sato manyulo pula PS. Di Padang Panjang bagi kami inyiek tu nenek perempuan. Di Depok cucu-cucu kami memanggil Kur, orang rumah saya yang orang Sunda itu dengan sapaan “inyiek”. Sedangkan saya “anduang” Wassalam, Bandaro Kayo (63) Re: [EMAIL PROTECTED] Oh Redaksi Suara Pembaaruan ... Posted by: Rasyid, Taufiq (taufiqr) [EMAIL PROTECTED] Tue Aug 8, 2006 5:34 pm (PST) Istilah untuak jenis sumua model iko memang lah biaso di Jawa jo Batawi, MakNgah. Sumua ko biasonyo nan model sumua bor bukan sumua gali biaso (pipa sajo nan dibor/ditancapkan kan kadalam tanah, macam sumua minyak) Ma-maku dindiang untuak manggantuangkan gambar didindiangpun keceknyo: Dipantek-in aja. ---bakuduang-- -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafii Maarif: Masalah Bangsa: Tidak Sederhana
Masalah Bangsa: Tidak Sederhana Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 25 Juli 2006 http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=257955kat_id=19 Ada sejumlah pejabat yang masih berilusi bahwa masalah bangsa akan selesai dengan sendirinya bila waktunya sudah datang. Mereka berpikir ringan-ringan dan santai-santai saja, sementara kebanyakan politisi, baik yang mengaku beragama ataupun yang tidak, lakunya tidak banyak berbeda. Kekayaan bangsa dan negara yang masih tersisa telah lama menjadi rayahan tanpa rasa malu. Pada suatu ketika saya pernah menyebut Indonesia sebagai RGI (Republik Garong Indonesia), karena semakin panjangnya deretan para penggarong dan perampok harta negara bergentayangan, dari pusat sampai daerah. Tidak itu saja, sebagian aparat penegak hukum pun telah memasukkan dirinya ke dalam daftar warga hitam itu. Akibatnya sangat nyata: masyarakat luas semakin merasakan hidup ini ibarat di sebuah negeri tanpa tuan. Pemilu langsung 2004 yang semula diharapkan akan menciptakan perubahan-perubahan yang mendasar untuk perbaikan menyeluruh bagi bangsa ini, ternyata semakin jauh dari kenyataan. Alam pun telah menunjukkan kemarahannya. Bumi diguncang, laut menyerbu darat, mayat bergelimpangan, banjir memberi ancaman maut. Kemudian karena sikap gegabah pengusaha, Sidoarjo pun digenangi lumpur gas yang belum teratasi sampai hari ini. Maka tidaklah heran, seorang teman penting mengirimkan SMS kepada saya bahwa Kuala Lumpur yang sebenarnya bukan di Malaysia, tetapi di Sidoarjo, karena sudah bermandikan lumpur. Ngenes bukan? Sebenarnya orang-orang baik di negeri masih belum habis, tetapi mereka seperti tidak punya saluran untuk berucap. Ada yang berucap, pertanyaannya kemudian adalah: masih adakah telinga yang mau mendengar, mata yang mau melihat, hati yang berfungsi? Bukankah sebagian kita telah lama mati rasa, tidak peduli, tidak hirau dengan masalah-masalah besar yang menyangkut hari depan bangsa ini? Pragmatisme, keserakahan, dan wawasan yang terlalu pendek, telah menyebabkan kita kehilangan perspektif masa depan. Otak sederhana yang pengecut dan tidak ikhlas, tetapi punya otoritas, adalah salah satu sebab mengapa bangsa ini tetap saja berada di buritan perkembangan. Pengangguran yang semakin meluas karena sempitnya lapangan kerja akan menjadi bom waktu yang dahsyat pada saatnya. Masalah bangsa jauh dari sederhana. Pemerintah sebagai komandan harus menyadari kenyataan rapuh ini secara jujur, berani, dan mau membuang ilusi bahwa Indonesia masih aman. Kata mereka yang super optimistis ini: orang tidak perlu khawatir, karena Indonesia secara kultural telah punya urat tunggang yang menembus jauh ke pitala bumi. Benar, bahwa banyak suku bangsa di Indonesia yang berusia sangat tua dengan kebudayaan yang canggih, kaya, dan sebagian telah menjadi fosil. Tetapi Indonesia, sebagaimana telah berulang saya sampaikan, adalah sebuah bangsa muda yang belum berusia satu abad. Jadi, masih rentan, labil, dan karenanya gampang pecah, jika tidak disikapi secara arif, historis, dan jujur oleh kita semua sebagai anak bangsa. Memandang enteng persoalan ini sama dengan kita sedang menggali kuburan masa depan kita. Proses penyadaran yang terus-menerus bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa muda tidak boleh dilupakan. Kelalaian kita selama ini dalam proses penyadaran itu telah berakibat sangat buruk bagi integrasi nasional yang sama-sama kita rindukan. Kita sungguh tidak ingin menyaksikan sebuah Indonesia yang berkeping-keping oleh kesalahan persepsi kita. Sebab itu, kita harus berteriak terus dan terus berteriak, hingga ada telinga yang mau mendengar. Teriakan yang keluar dari kecintaan yang tulus dan dalam terhadap bangsa yang baru berumur setahun jagung ini bila diukur dengan perjalahan suku-suku bangsa adalah sebuah keniscayaan. Indonesia yang baru muncul dalam peta dunia tahun 1920-an perlu kita selamatkan dengan seluruh kekuatan energi yang masih tersisa. Saya percaya bahwa gelombang teriakan yang tidak punya agenda politik apa-apa tentu akan dirasakan pula resonansinya pada jiwa mereka yang punya gelombang sama. Pertemuan kami dengan para mantan perwira tinggi sepuh yang sudah berusia di atas 70 tahun plus beberapa anak muda di suatu tempat di Jakarta tanggal 19 Juli 2006 semakin menyadarkan saya bahwa kekecewaan bangsa ini terhadap kepemimpinan Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sungguh nyata. Bukan karena mereka tidak dapat bagian kue nasional. Mereka semua sudah sangat mapan secara ekonomi. Di antara mereka ada yang sudah oleng kalau berjalan, tetapi ketidakrelaan mereka menyaksikan Indonesia ambruk di tangan anak-anaknya sendiri patut dicatat sebagai patriotisme yang tahan banting sejarah. Mereka umumnya adalah para pejuang revolusi dalam mempertahankan eksistensi republik pada saat Belanda ingin meneruskan petualangan kolonialismenya kembali. Akhirnya, karena masalah bangsa jauh dari sederhana, maka stok otak-otak
[EMAIL PROTECTED] Pasar Depan Jam Gadang Terbakar
Innalillahi wainna ilaihi, rojiun Wassalam, Bandaro Kayo (63) Pasar Depan Jam Gadang Terbakar http://www.kompas.com/ KCM, Minggu, 30 Juli 2006 Padang, Minggu- Kawasan pertokoan di jalan A. yani tepatnya di depan di depan Jam Gadang Kota Bukitinggi Sumatera Barat terbakar sekitar pukul 17:45 WIB, Minggu (30/7), hingga kini kobaran api masih terus membesar. Wartawan Antara dari lokasi kejadian, melaporkan, hingga kini kobaran api terus membesar dan mulai menjalar ke arah gedung BRI yang terdapat disekitar lokasi pertokoan itu. Lokasi pertokoan yang cukup sempit dan api yang terus membesar cukup menyulitkan petugas, untuk memadamkan api yang masih berkobar dan semakin membesar. Sementara itu, suasana hiruk pikuk dan kepanikan terus terjadi karena sejumlah besar masyarakat mulai berdatangan memadati sekitar lokasi kejadian. Masyarakat dalam jumlah besar terus berdatangan ke pusat pertokoan yang terbakar itu karena lokasi itu cukup ramai dan terletak di jantung Kota Bukitinggi.Hingga kini, dilaporkan belum terdeteksi jumlah toko yang terbakar serta kerugian yang diderita. Kawasan pertokoan di depan jam Gadang itu, menjual aneka pakaian jadi berupa bordiran dan sulaman dalam jumlah besar dan cukup sering dikunjungi orang yang datang ke kota wisata itu. Sejumlah unit mobil pemadam kebakaran kini terus berusaha memadamkan dan mencegah meluasnya kobaran api. -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =
Re: [EMAIL PROTECTED] Gubernur Sumbar digugat Walhi
Tidak ada gading yang tidak retak. “Gubernur manusia juga,” kecek ungkapan populer kiniko. Tetapi Gamawan Fauzi---yang dalam tahun 2004 ketika masih menjabat Bupati Solok bersama-sama dengan Koordinator Forum Peduli Sumatera Barat Saldi Isra menerima Bung Hatta Anti Corruption Award atau BHACA---tentu diharapkan lebih dari sekedar seorang Gubernur. “Menurut Dewan Juri BHACA, Gamawan layak mendapat anugerah BHACA selain karena dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan merakyat, dia tidak pernah terlibat korupsi maupun dugaan korupsi. Sebagai pejabat pemerintah, Gamawan tidak pandang bulu dalam mengambil tindakan bagi aparatnya yang indisipliner, bahkan terhadap sahabatnya sendiri” demikian Kompas Rabu, 29 September 2004 yang melaporkan pemeberian anugerah tersebut. Dari seorang Gamawan dipertaruhkan apakah “clean government” atau “good governance” dapat disemaikan di bumi pertiwi yang telah luluh lantak oleh penyakit superganas yang bernama korupsi ini. Apalagi Sumbar tahun ini merupakan satu dari 5 provinsi percontohan yang ditetapkan Pemerintah mengenai pembrantasan KKN. Lebih dari itu, dari seorang Gamawan pula dipertaruhkan, apakah “Adat Bersandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah (ABS-SBK)”, yang dikatakannya setelah pelantikannya: “Harus dijadikan pedoman hidup dan perilaku sehari-hari, dalam semua aspek kehidupan kita, serta dalam rangka membangun kehidupan sosial budaya kita semua,” akan benar-benar menjadi sebuah realitas, ataukah akan tetap hanya, seperti yang dikatakannnya sendiri “fasih dalam ucapan dan lancar dalam tulisan, serta dibicarakan oranmg dalam seminar-seminar” (Padek on-line 16-Agustus-2005, 10:07:04) Tetapi ada pula yang patut dipertanyakan mengenai gugatan perdata Walhi sebagaimana yang diberitakan Riaupos 28 Juli 2006, tersebut, dapatkah surat rekomendasi gubernur yang meminta Menteri Kehutanan segera menerbitkan SPP Iuran Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IIUPHHK) untuk PT Salaki Summa Sejahtera (PT SSS), yang masih berupa ‘dugaan’ tersebut dijadikan dasar gugatan? Karena itu Pak Gubernur hendaknya segera mengklarifikasikan masalah tersebut dengan segera kepada publik dan masyarakat Sumatra Barat yang telah memilihnya menjadi Gubernur melalui Pilkadal---yang kalau tidak dapat dikatakan paling---tetapi merupakan salah satu Pilkadal yang paling demokratis dan bersih di Indonesia Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga Wassalam, Bandaro Kayo (63) --- [EMAIL PROTECTED] Gubernur Sumbar digugat Walhi Posted by: Sjamsir Sjarif [EMAIL PROTECTED] Thu Jul 27, 2006 9:03 pm (PST) Dari Riaupos 28 Juli 2006 kito baco: Gubernur Sumbar digugat Walhi Rp1 bakuduang--- -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =
[EMAIL PROTECTED] Situs Cimbuak
Nakan Erwin dan Dewis Sudah cukup lama juga mengunjungi situs Cimbuak, sekali mengunjungi jadi “pangling” (bahasa awaknya apa ika ya?). Tambah bagus, lengkap tapi ada yang tidak berhasil saya temukan lagi (?), yaitu Al Quran online. Dulu saya beberapa kali ke sana untuk mengkopi beberapa ayat-ayat penting. Kalau temuan saya tersebut benar, yaitu akses kepada Al Quran online sudah dihilangkan, rasanya sangat sayang sekali. Kalau boleh, saya ingin mengusulkan untuk dipertimbangkan, yaitu supaya ada juga menu di sana untuk mengakses beberapa milis urang awak, utamanya RN dan Surau, atau kalau perlu ditambah satu lagi dengan Aktivis Minang, serta menu untuk mengakses situs koran-koran di Padang seperti Padek dan Singgalang. Dengan begini sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Para netter urang awak-akan lebih mudah berinternet ria, dan situs Cimbuak akan semakin bayak dikunjungi, termasuk---mudah-mudahan---para pengambil keputusan di Pemprov/Pemkab/Pemkot di Sumbar. Soalnya saya “bermimpi”, milis urang awak seperti RN, Surau dan Aktivis Minang dapat juga menjadi sarana untuk sumbang saran masyarakat Minang, baik yang berada di Sumbar maupun di perantauan, termasuk yang di mancanegara, bagi pengembangan dan kemajuan kampung halaman kita bersama. PS: saya sudah melakukan sejumlah revisi dan updating terhadap Catatan Perjalanan Haji dari yang pernah dimuat di milis RN dan Surau / versi yang ada di di Cimbuak sekarang ini dan kemudian saya rangkum dalam bentuk e-book. Kalau tidak merepotkan saya ingin versi yang ada di Cimbuak tersebut diganti dengan versi revisi tersebut. Wassalam, Bandaro Kayo -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafii Maarif: Diary Perakit Bom
Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 04 Juli 2006 http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=19 Berikut ini hanyalah fragmen catatan harian (diary) seorang perakit bom yang kemudian dikenal dengan nama Jabir, tertembak di sebuah rumah di Wonosobo pada 29 April 2006 yang lalu. Fotokopi catatan harian ini saya minta dari pihak kepolisian untuk dipelajari struktur kejiwaan anak umat ini, mengapa seorang santri sampai terjebak oleh jaringan teror yang dipimpin Dr Azhari dan Noor Din M Top, warga Malaysia, yang menebarkan maut di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Lebih 100 halaman tulis tangan diary yang sampai ke tangan polisi, di samping juga ditemukan teknik cara membuat dan merangkai bom. Di bagian depan ada moto dalam bahasa Arab yang diterjemahkan kemudian: Bagi din [agama] ini kami menjadi pejuang sejati; sampai kemuliaan din ini kembali, atau mengalir tetes-tetes darah kami. Jelas di sini mengikuti ajaran mentornya, bagi Jabir merakit dan meledakkan bom bunuh diri adalah bagian dari jihad untuk kemuliaan din. Fragmen di bawah adalah catatan tentang suasana keluarga Jabir yang ditulis sebagai kenangan terhadap ibunya yang dipanggilnya ummi dan bapak dengan sebutan abi. Ibunya, seorang guru, sering menderita, baik oleh tingkah abangnya, Ipul, yang sering memaksakan kehendak, maupun oleh temperamen ayahnya yang tidak sabar, seperti menampar anak atau membanting hidangan yang sudah siap untuk disantap. Jabir sangat hormat kepada ibunya, karena dia tahu betul bahwa sang ibulah yang paling bertanggung jawab untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Kita kutip (ejaan dan kalimat disesuaikan tanpa mengubah isi: walau dengan NEM pas-pasan ummilah yang mengantar nanda daftar di pondok Al-Mukmin. Masih ingat dalam memori nanda, ketika ummi harus kecopetan ketika turun dari bus di wilayah Tirtomoyo. Ummi hanya bisa bersedih dan sedikit meneteskan air mata, nanda waktu itu tak tahu harus berbuat apa. Selanjutnya kita turut merasakan kedekatan hubungan emosional Jabir dengan ibunya. Kita baca: Nanda juga ingat ketika ummi berkunjung ke pondok, ummi hanya memberi nanda uang 10.000. Waktu itu nanda balas 'insya Allah cukup' walaupun kenyataannya sangat jauh dari cukup, nanda tak tega 'tuk mengatakannya. Tiga tahun lebih nanda di Al-Mukmin dengan tunggakan SPP yang pernah sampai tujuh bulan, menyebabkan nanda harus berkamar di teras bersama santri-santri yang belum membayar uang kamar, namun nanda ikhlas karena prinsip nanda selagi belum ada kiriman uang berarti ummi belum punya uang. Masih teringat juga dalam benak nanda ketika masa liburan selesai, ummi sibuk ke sana ke mari mencari pinjaman uang, paling tidak untuk bisa memberangkatkan nanda ke pondok, nanda masih ingat mata sembab ummi ketika memberikan uang yang hanya cukup balik ke pondok dan sedikit jajan dengan mengucapkan 'sing sabar sek ya le' (yang sabar dulu nak). Dalam perjalanan nanda hanya dapat menangis, bukan karena sedikitnya uang, namun jerih payah ummi dalam mengusahakan mencukupi kebutuhan nanda di pondok. Trenyuh juga rasanya kita membaca catatan Jabir ini yang sering diterpa oleh serba kekurangan. Kita teruskan betapa sang ibu harus berkorban terlalu banyak untuk anak: Pernah ummi ke kantor polisi guna mengambil motor mas Ipul yang ditilang gara-gara nggak pakai helm, ummi rela menunggu dari siang sampai sore. Belum lagi ketika mas Ipul menggunakan telepon dengan cara tak wajar, sehingga ummi terpaksa menjual motor mas Ipul guna menutup bayaran telepon. Rentetan nasib ibunya direkam Jabir dalam kalimat: Ketika ummi pulang mengajar, dengan rasa capek yang belum hilang, ummi harus segera membungkusi tempe tanpa sempat memejamkan mata. Itu ummi lakukan terkadang sampai sore, bahkan estafet ba'da (sesudah) 'Isya'. Sebelum sajak penutup sebagai penghormatan untuk ibunya, Jabir menulis: Sebenarnya nanda ingin membahagiakan ummi, namun, biarlah nanda bahagiakan ummi kelak jika Allah mengaruniakan syahadah (kesaksian sebagai syahid) pada nanda karena hanya itu yang nanda bisa, dan mudah-mudahan Allah menerima amal jihad nanda. (Ditulis malam Senen jam 20.22-21.47, Bumi Allah, 4 September 2005). Seperti disebutkan di muka, Jabir tewas ditembak pada 29 April 2006 di Wonosobo. Pada bagian lain, digambarkan pula kebahagiaan Dr Azhari ketika dalam majlis pertemuan di suatu tempat di Afghanistan, Usamah bin Ladin telah memanggil warga Malaysia ini untuk duduk di sampingnya. Kejadian ini tentu turut memberi legitimasi moral dan politik pada Azhari untuk menambah kharismanya dalam menebarkan maut di Indonesia. Seorang Jabir, si santri, yang demikian dalam mencintai ibunya, ternyata dengan mudah terseret oleh magnet Azhari, seorang doktor lulusan Inggris, yang pengetahuan agamanya jauh di bawah Jabir. Allahu a'lam -- Website: http://www.rantaunet.org = *
[EMAIL PROTECTED] International Conference of Islamic Scholars (ICIS) II
Dalam salah satu kolom saya di Superkoran Apakaba---mengutip Prof Tariq Ramadan (2001)---saya menulis: “Ketika mengamati peta dunia, kita sadar bahwa kebanyakan kaum muslimin hidup di belahan bumi selatan dalam berbagai kondisi yang sering dramatis. Hasilnya, 85% dari 1,5 miliar kaum beriman hidup dalam kemiskinan dan 60% di antaranya buta huruf.” Oleh sebagian tokoh dan ulama Islam, penyebab terjadinya hal tersebut sering dituduhkan disebabkan oleh kesalahan pihak lain, yaitu kolonialisme dan neo-kolonialisme Barat. Dalam batas-batas tertentu, tuduhan tersebut tidak sepenuhnya salah. Namun kesalahan terbesar ialah para tokoh dan ulama tersebut lupa pada kesalahan mereka sendiri yaitu terlalu asyik memelihara konflik yang sebagian besar bersumber dari ketidakmampuan dalam menoleransi perbedaan mazhab, aliran dan pemikiran, termasuk di Indonesia. Akibatnya begitu banyak waktu dan sumber daya terbuang untuk “menjaga akidah” dan terlalu sedikit untuk meningkatkan etos kerja dan daya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan kemandirian dalam bidang pangan dan teknologi. Buruk rupa cermin dibelah. Dalam perspektif ini, International Conference of Islamic Scholars (ICIS) II, yang diselenggarakan PBNU, 20-21 Juni 2006 dan diikuti berbagai peserta dari 53 negara, baik pakar Muslim mapun non-Muslim---sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof Ayzumardi Azra dalam kolomnya di harian Republika, Kamis, 22 Juni 2006 yang saya lampirkan di bawah ini---“memiliki banyak signifikansi”. Bagi saya yang menarik ialah bahwa tema dan misi ICIS ini sangat kuat diwarnai oleh sikap moderat dan tasamuh (toleransi) yang sudah membudaya di kalangan nahdhyin. Gus Dur bisa diganti oleh dan kemudian kurang akur dengan KH Hasyim Muzadi, atau PKB dapat saja pecah dua bahkan pecah tiga, atau para ulama sepuh dapat saja mefatwakan bahwa “liberalisme” yang dewasa ini digandrungi oleh sebagian generasi mudanya sebagai “haram”. Tetapi sebagai jamiah, NU selalu terlihat sebagai kesatuan yang utuh. Alhamdulillah, Indonesia beruntung dengan adanya NU. Wassalam, Darwin ICIS NU Oleh : Azyumardi Azra Republika, Kamis, 22 Juni 2006 http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=253239kat_id=19 International Conference of Islamic Scholars (ICIS) II, yang diselenggarakan PBNU, 20-21 Juni 2006 kemarin di Jakarta memiliki banyak signifikansi. Konferensi yang diikuti berbagai peserta dari 53 negara, baik pakar Muslim mapun non-Muslim, seperti dikemukakan Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, merupakan usaha untuk membumikan keyakinan kaum Muslimin, bahwa Islam adalah rahmatan lil `alamin, rahmat bagi alam semesta; seperti tema konferensi yang diungkapkan dalam bahasa Inggris: Upholding Islam as Rahmatan lil `Alamin toward Global Justice and Peace, menjunjung Islam sebagai agama rahmatan lil `alamin menuju keadilan dan perdamaian global. Memang, kaum Muslimin meyakini bahwa Islam diturunkan Allah SWT dan disampaikan Nabi Muhammad SAW adalah sebagai rahmat bagi alam semesta. Dengan tema seperti di atas, tersirat bahwa kaum Muslimin belum sepenuhnya mampu mewujudkan sebagai rahmat bagi alam semesta; bahkan sebaliknya, kaum Muslimin di berbagai tempat di muka bumi ini, termasuk di Indonesia, menghadapi banyak masalah internal dan eksternal. Menghadapi berbagai masalah internal dan eksternal itu, kaum Muslimin akibatnya belum juga mampu memajukan dirinya menjadi lebih kompetitif menghadapi negara-bangsa lain dalam pertarungan internasional. KH Hasyim Muzadi mengakui hal tersebut. Dalam wawancara panjang dengan koran Seputar Indonesia (19/6/2006), KH Hasyim Muzadi menyatakan, penyelenggaraan ICIS II menyusul ICIS I pada 2004 bertepatan dengan meningkatnya berbagai konflik internal di kalangan umat Muslimin di banyak negara Muslim, termasuk di Indonesia. Menurut dia, perbedaan antarmazhab dan aliran menjadi pemicu konflik internal tersebut. Konflik internal di kalangan kaum Muslimin juga menjadi keprihatinan PM Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi. Berbagai konflik sektarian memecah belah umat Islam. Akibatnya umat Islam terpuruk ke dalam kemiskinan; sekitar 50 persen umat Muslimin hidup dengan pendapatan kurang dari 2 dolar AS (sekitar Rp 18.000) sehari. Selanjutnya adalah lingkaran setan; kemiskinan mengakibatkan umat terbelakang dalam pendidikan, kesehatan, dan kejahatan, semua ini melestarikan umat Islam dalam kemiskinan. Ketika saya berbincang-bincang dengan Pak Lah, panggilan akrab Abdullah Badawi, di suite-nya sebelum acara pembukaan ICIS berlangsung, ia juga menekankan bahwa umat Islam harus menerobos lingkaran kemiskinan dengan meningkatkan etos kerja dan daya upaya untuk meningkatkan kemandirian (self-sufficiency), dalam bidang pangan dan teknologi, misalnya. Jika umat Muslimin miskin dan tergantung pada pihak luar, maka lingkaran kemiskinan umat tersebut menjadi lestari. Sebagian kita mungkin lebih senang menyalahkan pihak lain atas kemiskinan dan keterbelakangan
[EMAIL PROTECTED] Dari Situs JIL: Cahaya Harold Bloom
Editorial Cahaya Harold Bloom Oleh Hamid Basyaib 19/06/2006 Injil Ibrani, secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya, merupakan teks yang sangat sulit dipahami. Injil Yunani (Perjanjian Baru) membingungkan dan (ayat-ayatnya) saling bertentangan. Sedangkan Alquran Arab ternyata sungguh terbuka dan jernih, sangat konsisten dan benar-benar koheren. Yang menyatakan hal itu bukan dosen Jurusan Tafsir ataupun dekan Fakultas Dakwah UIN. Yang menegaskannya adalah Harold Bloom, profesor sastra di Universitas Yale, AS, dalam karya mashurnya, Genius: A Mosaic of One Hundred Exemplary Creative Minds. Ia menyanjung Quran dalam bab khusus tentang Nabi Muhammad, yang dinobatkannya sebagai salah seorang jenius sastra terbesar dalam sejarah. Muhammad adalah satu-satunya nabi yang dianggap jenius oleh Bloom. Pada Kristen ia bukan menyebut Yesus, melainkan Santo Paulus, penulis salah satu versi Injil. Dan pada Yahudi, ia bukan memasukkan Nabi Musa, tapi seorang tokoh dari masa sekitar seribu tahun Sebelum Masehi, yang oleh para sarjana hanya disebut “J” atau “Yahwist”. Bloom, yang boleh dikata kritikus sastra (Barat) terbesar saat ini, secara khusus mengutip lengkap Surah An Nur ayat 35, “sebuah puisi yang sempurna pada-dirinya”, suatu “mukjizat tapi alamiah”, dan sama sekali tak mengandung unsur sektarian. Ia terutama takjub pada ungkapan “cahaya-atas-cahaya” (nur alannur) dalam surah itu. Ceruk tempat cahaya-atas-cahaya bertahta, menurut tafsir Bloom, mungkin hati Muhammad; tapi pada akhirnya bisa hati siapa saja yang peka. Sebab, seperti disebut oleh ayat tersebut, “Tuhan membimbing kepada cahayaNya siapapun yang Ia kehendaki”. Pohon zaitun yang diberkahi dan merupakan sumber energi mahabening itu – minyak yang bercahaya cemerlang bahkan tanpa tersentuh api -- tidak tumbuh di Timur maupun di Barat. Ia bisa mekar di mana saja. Atau tidak di mana-mana. Ia ada di manapun dan kapanpun suatu wawasan yang jernih memancar. Bagi Bloom, cahaya yang dilukiskan secara memukau itu tepat dijadikan lambang Alquran. Ia adalah bukti lain tentang status otentik Quran sebagai kitab bagi siapa saja, bukan hanya bagi muslim. Mungkinkah Harold Bloom sendiri tepercik cahaya-atas-cahaya? Boleh jadi. Dengan ulasan memikat tersebut, ia membuktikan bahwa kitab suci yang bukan rujukan agamanya itu dapat diapresiasi dengan jernih dan tajam. Kita bisa menambahkan: mereka yang sejak lahir menjunjung Quran sebagai kitab suci agamanya pun mungkin luput dalam memahami pesan-pesan pokoknya dengan jernih. Orang-orang seperti Bloom, yang beragama Yahudi dan juga dikenal sebagai pakar agama-agama, mampu menangkap inti-inti pesan Quran. Mereka sanggup memilah inti dari anjuran maupun ketentuan-ketentuan temporal dan situasionalnya, yang kerap justru dianggap permanen dan bersifat legal. Kaum Muslim sendiri mungkin saja kehilangan wawasan dan daya tangkap yang persis terhadap inti pesan itu, dan justeru tertawan pada anjuran atau ide-ide Quran yang bukan merupakan inti pesannya sebagai pengarah langkah dan pedoman hidup. Bloom menganggap kebangkitan spiritual Barat ditopang oleh tiga teks suci: Injil Yahudi (atau Perjanjian Lama, menurut perspektif Kristen), Perjanjian Baru, dan Alquran (inilah sebabnya ia membahas Quran dan Muhammad dalam buku yang mengulas sastra Barat itu). Ia heran mengapa orang Barat hanya membaca dua yang pertama, seraya sangat mengabaikan Quran – atau malah mengecamnya secara serampangan. Ketika mereka kelak mulai mengikuti anjuran Bloom untuk membaca Quran, siapa tahu rekan-rekannya di Barat itu mampu membacanya secara setajam Bloom. Tapi kemampuan seperti itu lebih besar lagi kita harapkan terjadi pada pihak yang paling berkepentingan, yaitu umat Islam sendiri. Sebab, cara mereka membaca Kitab Suci adalah penentu wajah Islam hari ini – juga esok. [] Referensi: http://islamlib.com/id/index.php?page=articleid=1070 -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =
[EMAIL PROTECTED] PENYEBAB PSP KALAH
Dalam tahun limapuluhan, PSP atawa Persatuan Sepakbola Padang adalah kesebelasan yang tangguh dan disegani. Kesebelasan ini pernah menahan Grasshopper FC dari Swis dengan skor 2-2 dalam suatu petandingan di Kota Padang. Suatu waktu Tim ini bertandang ke Kota Medan untuk bertanding dengan PSMS Medan. Karena orang Minang di Kota ini cukup banyak, maka sehabis Magrib---pertandingan dilakukan malam hari---Stadion Teladan yang barus selesai dibangun dan digunakan untuk PON penuh sesak oleh urang awak yang yang sangat bergairah untuk menonton kemenakan yang sedang naik daun. Tidak jelas mana yang lebih banyak apakah suppoter tim tamu atau tuan rumah. Karena perkara keras suara, Urang Awak tidak kalah dengan Orang Batak. Apalagi kaum pedagangnya. Begitu peluit kick off ditiup, suara dukungan pada tim tamu semakin membahana. “Ooiii, Pajak Sentral di siko !!!” Tetapi tidak disangka tidak dinyana, PSP main seperti orang baru belajar bola. Tendangan sering meleset, yang ditendang bukan bola, tetapi bayang-bayang bola, atau bola diumpan kepada lawan, dan kiper sering salah antisipasi. Pokoknya kacau balau. Maka dukungan berubah menjadi umpatan: Ooii, gadang sarawa !!! Walhasil, Tim PSP digunduli, dan para pendukung pulang dengan murung. Tetapi namanya sayang ke kemenakan, Tim Tamu diundang juga oleh para tokoh masyarakat Minang di sana untuk dijamu dan diajak berbincang-bincang. Dan ketika sampai kepada masalah kenapa PSP bermain seperti orang baru belajar main sepak bola, terungkapalamaak.mata mereka silau oleh lampu stadion, karena PSP biasa main siang dan…..habis Maghrib…….biasanya mengaji di surau. Demikian cerita sahibul hikayat. Wassalam, Bandaro Kayo -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =
[EMAIL PROTECTED] Prof Ayzumardi Azra: “Gus Dur 's comment on the Koran was baseless”
Sesuai dengan pengakuannya sendiri sebagai mana yang diberitakan koran The Jakarta Post di bawah ini, ternyata Gus Dur tidak diusir pada peristiwa Purwakarta seperti yang digembar-gemborkan sebelumnya. Saya ingin menggarisbawahi komentar Rektor UIN Prof Dr Ayzumardi Azra bahwa: “Gus Dur's comment on the Koran was baseless”, dan pendapatnya bahwa dia dapat mengerti bahwa “Muslims were angered by Gus Dur's comment.” Dan saya sangat setuju pendapat Prof Ayzumardi, bahwa kemarahan tersebut seharusnya tidak dinyatakan dengan kekerasan, yang dapat memancing tindak kekerasan balik dari para pendukung Gus Dur yang di kalangan sebagian besar akar rumput NU yang---suka tidak suka masih---sangat kuat dan punya prinsip yang meminjam Cak Nun: “right or wrong is my Gus Dur” Kalau masa FPI bentrok dengan masa Garda Bangsa dan Banser yang untung siapa? Yang tidak perlu dipertanyakan kalau hal tersebut terjadi merupakan tindakan yang memalukan dan semakin menampilkan wajah Islam yang distorted: suka tindak kekerasan. Yang juga tidak perlu dipertanyakan ialah bahwa memberikan komentar atau bereaksi berlebihan terhadap apa yang diomongin tokoh yang sudah beberapa kali terkena serangan stroke tersebut hanya membuang-buang waktu dan energi yang tidak perlu. Wassalam, H. Darwin Bahar St.Bandaro Kayo (63) Gus Dur clarifies his Koran comment National News - May 29, 2006 The Jakarta Post, Jakarta http://www.thejakartapost.com/yesterdaydetail.asp?fileid=20060529.H02 During a talk show on Radio 68H on Saturday, former president Abdurahman Gus Dur Wahid clarified an earlier comment he made in which he described the Koran as the most pornographic scripture. The comment has angered his critics, including conservative clerics and hard-line Islamist groups like the Islam Defenders Front (FPI) and the Indonesian Mujahidin Council (MMI). The comment was part of four-part discussion. So we cannot isolate it from the entire discussion, Gur Dur said in explaining that the comment had been taken out of context. He said that whether someone viewed something as pornographic was entirely dependent on the person's point of view. I had this friend, the son of a kyai (Islamic cleric), who told me that he was 'interested' in pregnant women. He told me he couldn't stop imagining how they got pregnant, Gus Dur said. What Habib Riziq (FPI's leader) failed to do was ask me for clarification, he said. Azyumardi Azra, rector of the Jakarta State Institute of Islamic Studies, said Gus Dur's comment on the Koran was baseless. I read the transcript of his talk show on Radio 68H. He was referring to a verse in the Koran that says children should obey their mother because she breast-fed them for two years. The verse mentions nothing about breasts, which might have been referred to by Gus Dur as pornographic, Azyumardi said. There is no verse in the Koran that graphically discusses any subject that could be seen as pornographic. I don't know if Gus Dur was joking or serious on the talk show, he said. Azyumardi said he could understand that some Muslims were angered by Gus Dur's comment, but he strongly condemned anyone who expressed their anger through violence. Gus Dur also clarified Saturday that he was not forced to leave the podium by FPI members during an interfaith discussion in Purwakarta on Tuesday. He said he left the discussion because he had another event in Jakarta to attend. (04) -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =
[EMAIL PROTECTED] Buya Syafei Maarif: Logika Sejarah
Logika Sejarah Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 25 April 2006 Secara teoretis, sejarah memerlukan dua pilar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, jika orang ingin melakukan rekonstruksi tentang masa lampau. Kedua pilar itu adalah logika dan pengetahuan. Dengan kekuatan logika orang akan mampu menyaring dan memisahkan secara cerdas dan kritikal antara fakta dan mitos atau legenda. Logika itu sendiri akan membimbing orang untuk melihat masa lampau secara jernih dan bertanggung jawab. Ibn Khaldun (1332-1406) dalam al-Muqaddimah-nya sangat menekankan agar seorang sejarawan tidak boleh menjadi partisan terhadap pandangan-pandangan dan mazhab-mazhab tertentu dalam membaca masa lampau, sebuah penyakit yang diidap oleh sejumlah sejarawan Muslim sebelumnya. Pilar kedua adalah pengetahuan yang luas yang harus dimiliki seorang sejarawan untuk mendukung kariernya sebagai seorang peneliti terhadap kelampauan yang tidak mungkin lagi diakses secara langsung karena sudah terjadi. Melalui jejak kelampauanlah seseorang melakukan rekonstruksi tentang peristiwa tertentu pada masa lampau yang menjadi pusat perhatiannya. Untuk apa dan untuk kepentingan siapa? Bertrand Russell mengatakan untuk pleasure (kesenangan). Tidak salah, tetapi sejarawan Itali, Benedetto Croce (1886-1952), memberikan jawaban umum yang lebih mantap: untuk kepentingan orang hidup, bukan untuk kepentingan mati. Sebab itu, Croce berteori, sejarah selalu bersifat kontemporer, sekalipun ramuannya diambil dari kelampauan. Karena sifatnya yang kontemporer, unsur subjektif tidak dapat dihindari, selama bangunan sejarah itu ditegakkan di atas fakta. Untuk mendapatkan pengetahuan luas sebagai salah satu pilar sejarah, Ibn Khaldun dalam meramu teorinya telah mempelajari lingkungan geografis, politik, sosiologis, antropologis, psikologis, dan dimensi-dimensi lain yang dapat memperkaya metode analisisnya. Daerah jelajah intelektualnya adalah Afrika Utara dan Andalusia. A.J. Toynbee (1889-1975) demikian tinggi menilai al-Muqaddimah sebagai sebuah karya dahsyat yang pernah diciptakan otak manusia. Tanpa latar belakang pengetahuan yang luas, seorang sejarawan pasti akan gagap dan meraba-raba dalam melihat masa lampau yang memang unik itu. Karena sejarah ditulis untuk kepentingan orang hidup dalam sebuah zaman dan ruang tertentu, maka teori khilafah, misalnya, yang diusung kembali oleh Taqiyuddin an-Nabhani untuk membagun sebuah dunia Muslim yang masih berserakan ini, patut juga diperhatikan. Tetapi, mengaitkannya sebagai sesuatu yang syar'i, jelas berlebihan, sebab tidak ada pijakan logika Qur'ani yang dapat dijadikan dasar sepanjang pengetahuan saya. Memang, khilafah adalah fakta sejarah masa lampau yang benar-benar terjadi. Hanya orang buta saja yang tidak dapat melihat fakta keras ini. Tetapi, apa yang dilakukan Abu Bakar dan 'Umar bin Khattab untuk membangun sistem khilafah semata-mata sebagai buah ijtihad yang terikat dengan ruang dan waktu. Sebagai ijtihad, kedudukannya adalah nisbi, sah diterima dan sah pula untuk ditolak dengan argumentasi yang kokoh secara agama dan logika. Orang yang berilmu tidak boleh memaksakan sebuah pendapat yang bersifat ijtihadi. Dalam perspektif ini, meratapi kejatuhan Turki Usmani di tangan Kemal Ataturk yang dipandang sejumlah orang sebagai bentuk khilafah yang terakhir, jelas menyesatkan dan ahistoris. Saya mendukung pendapat Shah Wali Allah, pembaru dari India abad ke-18, yang mengatakan bahwa sistem khilafah hanya sampai periode 'Ali bin Abi Thalib, khalifah terakhir dari al-khulafa' al-rasyidun yang hanya berusia kurang sedikit dari tiga dasawarsa. Sistem politik yang berkembang sesudah itu di dunia Muslim adalah sistem kerajaan, baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar dalam format imperium. Bukan sistem khilafah karena salah satu diktum Alquran tentang prinsip egalitarian dalam politik telah dibuang ke dalam limbo sejarah. Mu'awiyah adalah figur transisi antara sistem khilafah dan sistem kerajaan. Dengan mengangkat anaknya Yazid sebagai penggantinya, maka bermulalah sistem kerajaan itu, sekalipun untuk mengelabui umat agar tetap setia, mantel khalifah terus dipakai, sedangkan proses pembentukan atau pengangkatannya sudah tidak lagi mengacu kepada Alquran yang mengedepankan syura (permusyawaratan) dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem khilafah dalam teori al-Mawardi (w. 1058), misalnya, masih saja mensyaratkan keturunan Quraisy untuk menjadi khalifah. Ini tidak mengherankan, karena dia membangun teori politiknya dalam upaya mempertahankan Daulah 'Abbasiyah yang masih berdarah Quraisy yang pada abad ke-11 sudah sangat rapuh. Bagi saya masalah kepemimpinan umat yang dikaitkan dengan keturunan darah tertentu harus ditolak karena antilogika dan bahkan anti Alquran yang menempatkan manusia sama di depan Tuhan dan di depan sejarah. Perubahan zaman harus mengubah cara berpikir kita, tetapi nilai-nilai dasar yang autentik wajib dipertahankan. Dalam perspektif ini, prinsip syura dalam Alquran adalah
[EMAIL PROTECTED] Dr. H. Rosihan Anwar, Raja Cemeeh yang Rendeh Hati
Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 02 Mei 2006 Resonansi ini mendahului mencantumkan gelar doktor pada wartawan kawakan H Rosihan Anwar sebelum UIN Syarif Hidayatullah secara resmi mengukuhkan gelar kehormatan itu untuk tokoh ini pada 6 Mei 2006. Pada upacara itu Rosihan akan menyampaikan orasi yang bertajuk: Wartawan, Engkau Pahlawan Dalam Hatiku. Saya sungguh berbahagia menyambut inisiatif UIN untuk memberi penghormatan kepada anak bangsa yang begitu besar dan banyak jasanya kepada Tanah Air dan kemanusiaan melalui cara dan bidang yang ditekuninya selama puluhan tahun. Rosihan, kelahiran 10 Mei 1922 di Kubang Nan Duo (Solok), dinilai telah memberikan sumbangan besar kepada dunia jurnalistik dan komunikasi sejak usianya yang masih sangat dini. Dalam Resonansi 16 Agustus 2005 dengan judul Surat Ramadhan KH, di samping menyebut nama alm. Ramadhan yang patut dianugerahi Doktor H.C., saya juga menyebut nama Rosihan Anwar untuk diberi penghargaan serupa. Ramadhan telah dipanggil Allah beberapa waktu yang lalu ketika berada di Afrika Selatan, jauh dari Tanah Airnya. Alhamdulillah, UIN Syarif Hidayatullah di bawah pimpinan Rektor Prof Azyumardi Azra PhD yang energenik sangat tanggap dalam perkara ini. Mengapa perguruan tinggi lain tidak banyak yang tergerak berbuat serupa demi menyampaikan terima kasih kepada anak-anak bangsa yang memang pantas dihargai. Siapa yang tidak kenal Rosihan dengan segudang karya tulisnya, meliputi dunia jurnalistik, otobiografi (Menulis Dalam Air, 1983), biografi tokoh, pengalaman naik haji, dan banyak yang lain. Sebagai alumnus AMS tempo doeloe, Rosihan punya akses yang luas sekali terhadap literatur dunia dalam berbagai bahasa. Barangkali hampir semua negara di muka bumi telah didatanginya. Radius pergaulannya yang menjangkau berbagai tokoh dunia, Timur dan Barat, telah menjadikan seorang Rosihan sebagai seorang yang kaya dalam wawasan, khazanah, dan kearifan. Entah sudah berapa puluh presiden dan orang penting dunia telah diwawancarainya. Cemeehnya yang kadang-kadang mencuat sebagai warisan budaya Minang haruslah dipandang sebagai intermezo dalam pergaulan. Kalau kami sudah berdekatan duduk, ungkapan-ungkapan cemeeh ini sering berhamburan, sesuatu yang saya nikmati. Dalam Menulis Dalam Air (hlm 237), di antara bentuk cemeeh itu terbaca: Pengalaman dalam mewawancarai orang Indonesia tentu lain pula [dibandingkan dengan orang asing]. Kalau bertemu dengan orang-orang articulate, yang pandai mengeluarkan buah pikiran, sudah barang tentu tidak terdapat banyak kesukaran. Tetapi, kalau berhadapan dengan orang yang bergelemakpeak alam pikirannya, mempergunakan bahasa Indonesia buruk dengan kalimat-kalimat tidak logis, maka timbul persoalan besar bagaimana menulis wawancara baik. Bergelemakpeak, bahasa Minang, berarti tak karu-karuan, tak jelas ujung-pangkalnya. Ini adalah cara Rosihan membidik bahasa Indonesia sebagian pejabat yang memang agak parah. Rosihan, yang juga tampak rendah hati dalam tulisannya, tidak malu-malu mencemeehkan diri sendiri. Kesaksian dalam Menulis Dalam Air (hlm 240), kita baca: Wawancara-wawancara yang dimuat dalam majalah-majalah seperti Tempo, Prisma, menunjukkan kadar keahlian yang begitu tinggi sehingga bila dibandingkan dengan tulisan wawancara yang saya buat, pasti akan membuat malu. Tetapi itu wajar sekali. Suatu generasi baru wartawan Indonesia telah maju ke depan, sedangkan saya termasuk outgoing generation, angkatan lah laruik sanjo. Angkatan laruik sanjo adalah generasi yang akan meninggalkan gelanggang lantaran berlomba dengan usia lanjut. Di era Demokrasi Terpimpin (1959-1966), Rosihan adalah kolumnis tetap dalam majalah Gema Islam dengan nama samaran Haji Waang. Tulisannya pasti menarik, bermuatan dakwah, tetapi jangan lupa cemeeh sering muncul di dalamnya sebagai salah satu cara Rosihan menyikapi keadaan politik yang serba panglima saat itu. Dengan ingatan yang kuat, Rosihan sangat kaya sumber, sehingga penanya mengalir bak air, bergelombang penaka ombak, sekalipun ia masih agak gagap menggunakan komputer. Di usianya yang sudah lanjut, karya-karyanya ditulis dengan menggunakan mesin tik yang memang lebih akrab dengannya selama puluhan tahun sampai detik ini. Akhirnya sebagai generasi yang sedikit lebih muda, sekalipun sudah sama-sama berada kategori laruik sanjo, saya menyampaikan rasa syukur yang dalam kepada Allah yang telah menggerakkan UIN memberi penghormatan kepada abang dan sahabat saya, Dr H Rosihan Anwar. Berbahagialah Pak Rosihan bersama keluarga dengan penganugerahan UIN ini, sekalipun juga harus mengeluarkan biaya. Semoga tetap sehat, panjang umur, dan terus berkarya. -- Website: http://www.rantaunet.org = * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke:
[EMAIL PROTECTED] Amin untuk Pak Amien
Oleh Budiarto Shambazy http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0604/22/utama/2601911.htm -- Di atas sehelai kertas kecil, Pak Amien Rais sedang membuat corat-coret. Saya ngomong apa ya? kata Pak Amien kepada kami separuh bertanya, separuh basa-basi. Namun, cuma dalam hitungan menit corat-coret tersebut menjadi pointers yang dijadikan dia untuk berpidato. Pak Amien penutur bahasa Inggris yang termasuk bagus karena langsung ke sasaran dan tidak bertele-tele. Saat itu Pak Amien berpidato di depan para pengusaha Amerika Serikat (AS) di ibu kota Washington DC bulan April 1999. Ia memang dielu-elukan oleh berbagai pihak di AS sebagai calon presiden yang mampu memimpin Indonesia. Doktor lulusan University of Chicago ini sedang melakukan tur ke beberapa kota di AS sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN). Wajar jika setiap acara pidato Pak Amien di mana-mana, mulai dari di depan anggota DPR sampai para mahasiswa, disesaki hadirin. Paul Wolfowitz, bekas Duta Besar AS di Jakarta yang kini memimpin Bank Dunia, membuka diskusi dengan mahasiswa dan staf pengajar. Ia menjabat sebagai dekan The Paul H Nitze School of Advanced International Studies (SAIS), The Johns Hopkins University. Hujan salju di Washington DC tak membuat tulang menggigil berkat pidato Pak Amien mengenai pentingnya kita kembali mengamalkan Pancasila. Padahal, waktu itu Pancasila telah menjadi barang rongsokan. Pak Amien bilang Pancasila adalah penjamin harmoni dalam hubungan antara kelompok mayoritas dan minoritas etnis China. Menurut dia, Orde Baru telah menghambat warga China untuk ikut menikmati hak dan kewajiban yang sama seperti warga Indonesia lainnya, misalnya dihambat masuk ABRI atau pegawai negeri. Butir penting yang sering disinggung dalam pidato-pidato Pak Amien adalah tentang masih bercokolnya gurita kekuasaan Orde Baru. Ia sering memakai istilah chopping off (memangkas) habis sisa-sisa Orde Baru. Ia menggerak-gerakkan telapak tangan kanan seperti sebilah golok yang sedang memotong ranting pohon. Bahasa Inggris dia lempeng-lempeng saja, sama seperti sikapnya yang tidak mencla-menclé. Pak Amien juga sering memulai kalimat dengan kata-kata I mean... jika sedang menjawab pertanyaan hadirin. Kalau sudah begitu, kami beberapa wartawan sering meneruskan dengan sebuah kata suci, Amin, Pak Amien Boleh dong mendoakan sekaligus mengamini agar Pak Amien terpilih menjadi orang nomor satu di negeri ini? Pada Pemilu 1999 PAN hanya meraih sembilan persen suara. Ia segera mengatakan bahwa tidaklah realistis baginya untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Tak lama kemudian Pak Amien memelopori terbentuknya Poros Tengah yang menggolkan Abdurrahman Wahid sebagai presiden yang dipilih MPR. Bagi sebagian rakyat, Poros Tengah menikam punggung Megawati Soekarnoputri dari belakang. Pak Amien mendapat jatah sebagai ketua MPR. Dari posisi ini ia secara perlahan-lahan memperlihatkan diri sebagai tokoh berkelas nasional. Dengan slogan Cerdas, Jujur, Berani ia mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilihan presiden (pilpres) 2004 bersama cawapres Siswono Yudo Husodo. Duet ini terpental di putaran pertama karena hanya meraih 14,86 persen suara. Pak Amien telah membantu kita menempuh perubahan sejak reformasi 1998. Sepanjang ingatan, cuma Pak Amien dan Megawati Soekarnoputri yang berani melawan Presiden Soeharto pada tahun-tahun terakhir Orde Baru. Belakangan ini Pak Amien sering mencuri perhatian karena pernyataan maupun gerak-gerik politiknya yang belum tentu sepaham dengan pemerintah. Si Kancil beraksi lagi, itulah julukan kepada dia. Aneh juga jika ada pihak-pihak yang menaruh curiga kepadanya. Padahal, yang dikemukakan dia masih berkisar pada bagaimana membangun bangsa kita. Tentu tidaklah berdosa juga andaikan Pak Amien tampil pencilatan dalam rangka menyongsong pilpres tahun 2009. Toh, lebih baik menyiapkan diri dari sekarang ini karena tiga tahun bukan masa yang lama. Baru beberapa hari lalu Pak Amien menyatakan lebih baik kita memikirkan masa depan bangsa ketimbang meributkan soal remeh-temeh seperti Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi (RUU-APP). Berulang kali Pak Amien menggugat keberadaan perusahaan-perusahaan tambang AS, seperti Busang, Freeport, sampai Blok Cepu. Kita masih beruntung mendengarkan kritik-kritik dari Pak Amien. Tanpa kritik-kritik yang konstruktif, demokrasi seperti jalan buntu yang penuh dengan hantu. Tentu banyak juga kalangan yang mengernyitkan dahi melihat gaya Pak Amien. Orang-orang seperti Pak Amien, Gus Dur, atau Megawati tentu kerap kali terpeleset saat melangkahkan kaki masing-masing. Rasa skeptis yang berkepanjangan membuat kita memimpikan pemimpin seperti Ratu Adil yang serba sempurna dan sudah lama ditunggu-tunggu. Ternyata yang ditunggu bukanlah ksatria berkuda dan bersenjata (a knight in shining armor), namun cuma manusia biasa. Makanya, kita yang sering kecewa. Kita seperti bayi yang suka melepéh pemimpin pilihannya sendiri. Kita
Re: [EMAIL PROTECTED] [SUPERKORAN] Tidak Ada Restoran Padang di Padang, Sebuah Ref
Di Sumatra Barat, khususnya di Bukit Tinggi, memang banyak penganan dan makanan yang enak-enak. Dulu setiap bertugas ke sana saya selalu bingung mau makan apa, semua kepengin tetapi kapasitas perut terbatas. Heri Latif, penyair asal Sumatra Barat yang bermukim di negeri Belanda pernah memberi tahu saya bahwa di Bukit Tinggi ada sate yang kuahnya dicampur dengan dadieh (susu kerbau yang dibekukan) yang tentunya rasanya khas, tetapi belum sempat saya cicipi karena selalu kalah duluan dengan SMS (Sate Mak Sukur) Padang Panjang. Jalan utama Padang-Bukit Tinggi yang meliuk-liuk di sekitar Lembah Anai yang sangat indah dengan sungai Batang Anai mengalr di bawahnya itu sudah diperlebar lebih dari dua kalinya ketika Mbak Martha lewati dalam tahun 1982. Dan ketika Mbak Martha lewati, Mak Sukur masih berjualan sate hanya di pasar Padang Panjang dan yang di pinggir jalan raya Padang-Bukit Tinggi itu belum ada. Ya Taman Nasional Lembah Anai itu memang sangat indah (mungkin salah satu yang terindah di dunia) dan terawat serta penuh dengan pepohonan yang menjulang tinggi, di antaranya sudah berumur ratusan tahun. Sangat kontras dengan Taman Nasional Wasur di arah Timur Laut kota Merauke, Papua, yang saya kunjungi awal tahun 2004 yang lalu yang membuat perasaan saya nelangsa Seperti pernah saya tulis dalam catatan perjalanan di milis ini ketika isteri saya Kur dan dua anak gadis kami saya ajak pulang kampuang sembari mengunjungi beberapa obyek wisata di Sumatra Barat, Padang-Bukit Tinggi juga dapat dilewati melalui kota Pariaman di pesisir Sumatra, terus ke Lubuk Basung ibukota Kota Kab Agama, terus ke Maninjau, dan setelah itu kita akan melewati Kelok Ampek Puluh Ampek---jalan menanjak dengan tikungan tajam yang berjumlah 44 buah---yang terkenal itu dengan hamparan Danau Maninjau di bawahnya. Sungguh sangat fantastis. Dari sini kita bisa memasuki kota Bukit Tinggi yang asri tersebut melalui kota kecil Padangluar yang terletak di jalan raya Padang Panjang-Bukit Tinggi atau melalui jalan yang menyusuri dasar ngarai Sianok atau “Grand Canyon of Sumatara”. Konon Pemerintah akan membuat jembatan di Ngarai Sianok yang kalau sudah jadi tentunya akan sangat impresif sekali, sekalipun saya lebih mengimpikan dibangunnya kereta gantung seperti yang di Alpen. Padang-Bukit Tinggi juga dapat dilewati melalui jalur yang agak “nyeleneh”, yaitu melalui Solok, kemudian dengan menyusuri pinggir Danau Singkarak yang indah itu sepanjang ± 20 km ---lebih indah dari pemandangan Danau Sentani jika kita lihat dari jalan raya Bandara Sentani-Jayapura di Papua---ke arah Padang Panjang dan terus ke Bukit Tinggi, atau di desa yang namanya Ombilin berbelok ke Utara ke Batusangkar, tempat kedudukan raja-raja Minangkabau zaman baheula, di mana agak sedikit di luar kota ada duplikat Istana Raja Pagaruyung (yang aslinya sudah terbakar), terus ke Utara kemudian ketemu dengan jalan raya yang menghubungkan Bukit Tinggi dengan Payakumbuh dan Pekanbaru di provinsi Riau. Di jalan raya antara Ombilin-Batu Sangkar tadi, kembali kita akan melalui kawasan hutan yang masih asri disertai bunyi serangga dan desiran air sungai Batang Ombilin, pemandangan dan suasana yang sukar ditemukan di daerah lain di Indonesia. Di samping Singkarak dan Maninjau, Sumbar masih punya danau: danau kembar Danau Diateh dan Danau Dibaruah di Kab Solok Selatan. Kalau cuaca bagus, kedua danau tersebut biasanya dapat dilihat sepintas dari jendela pesawat pada penerbangan pagi Padang (Tabing)-Jakarta, di mana pesawat biasanya landing langsung ke arah Selatan Bukan bermaksud promosi :-), dari segi keindahan alam dan keunikan seni budayanya, Sumatra Barat tidak kalah dengan Bali, tetapi parawisata Sumatra Barat sangat jauh ketinggalan dalam infrastruktur, baik fisik maupun non-fisik. Jalan raya di Sumbar, termasuk jalan-jalan kolektor, memang rata-rata cukup bagus dan terawat baik, dan Sumbar juga sudah memiliki bandara internasional “Minangkabau” yang katanya tidak kalah dari “Ngurah Rai” (saya belum pernah melihat bandara yang agak jauh dari jalan raya Padang-Padang Panjang itu, karena sewaktu terakhir ke Sumbar bersama Kur dan anak-anak Desember 2004 yang lalu, pesawat yang kami tumpangi masih menggunakan Bandara Tabing). Tetapi hotel, jaauuhhh… tertinggal dalam jumlah, kualitas dan pelayanan. Hotel berbintang empat di Sumbar mungkin baru berjumlah 5 atau 6, termasuk hotel “Pusako” Bukit Tinggi, tempat peretemuan Presiden kita dengan PM Malaysia beberapa waktu yang lalu. Dulu, kecuali acara kantor kami diselenggarakan di sana---hotel ini memang mempunyai ruang pertemuan yang luas, dan secara fisik hotel ini cukup bagus) atau Novotel sedang penuh, “Pusako” bukan pilihan saya untuk menginap kalau lagi sedang bertugas ke Bukit Tinggi dan sekitarnya. Pertama sambungan telepon di kamar-kamar tidak bisa dicopot untuk digunakan mengakses internet. Kedua menu sarapan pagi ala buffet yang chargenya jadi satu dengan room
[EMAIL PROTECTED] Terapi Air, Alaamaak….
Setiap Minggu pagi isteri saya Kur membuka warung tenda di pinggir jalan Merdeka Depok Tengah yang ramai digunakan oleh warga sekitarnya untuk berolahraga jalan pagi. Kemarin pagi ketika mengantarkan obat yang lupa diminumnya, Kur sedang ngobrol dengan kenalan kami Bapak dan Ibu Simatupang yang mampir untuk sarapan nasi uduk. Pak Simatupang beribukan perempuan Minang, karena itu fasih berbahasa Minang. Begitu pula isterinya seorang perempuan Tionghoa yang selalu mengenakan jilbab itu. Lalu kami ngobrol dalam bahasa Minang tentang gejala darah tinggi yang diderita Kur. Ngobrol ngalor-ngidul, Pak Simatupang Lalu menyarankan agar Kur menjalankan terapi air. “Diminum sekaligus setiap pagi Bu Haji,” jelas Pak Simatupang. Terapi air? Lalu saya ingat pengalaman saya dengan terapi air. Sejak tahun 1998, saya bekerja pada sebuah program bantuan Pemerintah AS di Indonesia sampai program itu selesai awal tahun lalu. Mula-mula saya ditempatkan di Malang selama dua tahun. Kita tahu Malang adalah kota yang sejuk, makan apa saja enak, apalagi kalau makan soto Lombok di jalan Sulawesi yang sangat cocok dengan lidah Padang saya. Karena Kur hanya mendampingi saya selama satu tahun pertama, makan saya jadi tidak terkontrol. Akibatnya saya menjadi kelebihan berat Bahkan tensi saya sempat tinggi, tetapi Alhamdulillah, bisa saya atasi dengan rajin berpuasa sunat Senin-Kamis. Ketika ditarik ke Jakarta, awalnya saya ditempatkan Task kami yang berkantor di Depdagri jalan Merdeka Utara. Mula-mula saya ke kantor pakai mobil sendiri, sekali jalan dibutuhkan waktu sekitar 2 jam, itupun liwat tol. Merasa bete di jalan, saya memilih naik KRL AC Depok Express Depok-Gambir-Jakarta Kota, yang perjalanan Depok-Gambir hanya ditempuh kurang dari setengah jam. Apalagi ketika itu karcis abonemen masih mudah didapat, sehingga untuk yang jam 7:20 dari Depok dan Jam 18:00 dari Gambir selalu dapat tempat duduk di bangku yang nomernya tertera di karcis abonemen. Ongkosnyapun lebih ringan. Apalagi saya tidak bisa nyetir sendiri karena tidak pernah diperbolehkan Kur, sebab ketika masih bujangan dan di tahun-tahun pertama perkawianan kami, saya beberapa kali mengalami kecelakaan sepeda motor. Saya hanya perlu diantar jemput pakai mobil ke/dari setasiun Depok Lama. Dari setasiun Gambir ke Depdagri, saya lebih sering jalan kaki. Walaupun berat badan saya sudah mulai normal karena makan lebih terkontrol, tak urung saya ingin juga mengikuti nasehat seorang teman agar mencoba terapi air, 1,5 liter setiap pagi, yang katanya bisa menyembuhkan darah tinggi, kecing manis dan seabreg penyakit lainnya. Dan dengan mantap, pada suatu pagi sebelum berangkat kerja, walaupun dengan agak susah payah, karena tenggorokan saya agak sempit, saya berhasil mengirim 1,5 liter ke dalam lambung saya. Tapi, alaamaak, tanpa dinyana, tanpa diduga, ketika kereta yang saya tumpangi lewat setasiun Pondok Cina, sebagian dari air yang saya minum minta keluar dengan segera. Rupanya ada yang terlupa oleh saya. Seperti kebanyakan pria “aktif” seusia saya, saya mengalami pembesaran prostat, yang menyebabkan kandung kemih agak menyempit karena tertekan. Nah rupanya sebagian dari air yang saya tenggak sebelumnya yang dikirim oleh ginjal saya untuk dibuang sudah tidak tertampung lagi di sana. Saya mulai panik, karena di atas KRL tersebut WC hanya terdapat di bagian dan belakang KRL. Itupun khusus diperuntukkan untuk masinis, dan untuk ke sana bukan perkara mudah, karena terhalang penumpang yang berdiri. Lalu ke mana muka mau saya surukkan, kalau bendungan itu sampai jebol sebelum KRL sampai “berhenti dengan sempurna” di Gambir. Menarik rem darurat, urusan bisa menjadi lebih gawat. Bisa-bisa nama saya keesokan harinya masuk Koran dengan cara yang sangat tidak elegan. Dan saya JG tidak bisa membayangkan bagaimana saya turun dan lari terbirit-birit mencari tempat melepas hajat, disaksikan begitu banyak orang. Akhirnya setelah hampir 15 menit “menderita”, saya sampai juga dengan selamat di setasiun Gambir. Tetapi apakah urusan selesai? Ternyata tidak. Sebagian besar penumpang KRL turun di Setasiun Gambir. Artinya untuk mencapai WC Umum yang terletak di lantai bawah---peron terletak di lantai 3---di tengah kerumunan orang yang berjalan lambat, diperlukan waktu sekitar 5 menit. Akhirnya---ya apa boleh buat---begitu kaki saya mennyentuh peron, sambil berjalan, keran mulai saya buka, cret, cret, cret meluncur melalui kaki celana, membasahi kaus kaki dan sepatu, kemudian meluncue ke lantai. Dalam kerumunan orang yang berjalan pelan tentu tidak ada yang memperhatikan saya, walaupun tentunya ada juga yang hidungnya terganggu oleh bau menyengat. Tetapi ketika sampai di lantai dua di mana kosentrasi kerumunan mulai pecah, saya mendengar suara samar di belakang, “Ni bapak ngompol kali ya?” Tentu saja suara itu tidak saya perdulikan. Dengan setengah berlari saya turun ke WC Umum di lantai I, untuk menyelasaikan
[EMAIL PROTECTED] [Fwd: potret keluarga mualaff]
--- In [EMAIL PROTECTED], widia erlangga [EMAIL PROTECTED] wrote: Subject: [Delta Siesta] H. Zacky, Potret Keluarga Miskin di Pinggiran Jakarta Tak kuasa kami menahan haru menyaksikan kondisi Sebuah rumah yang hampir roboh, dindingnya yang terbuat dari bata putih sudah berangsur condong, atapnya dari asbes bekas sudah porak poranda akibat terpaan angin ribut disertai hujan, yang melanda desa Bedahan Sawangan depok pada hari Rabu 30 November 2005. Rumah dengan bangunan seluas 50 meter persegi dibangun di atas tanah seluas 50 meter persegi itu dihuni oleh H. Zacky Tamam Muslim (57 tahun) bersama sang istri, Hindun (44 tahun) dan enam orang anaknya. Dalam rumah itu juga terdapat dua mantu serta dua cucunya. Berarti rumah yang nyaris roboh tersebut dihuni 3 keluarga dengan 12 jiwa. Mereka hidup tanpa listrik dan tidur beralaskan tikar, seluruh anggota keluarga lebih banyak berpuasa meski diluar bulan Ramadhan. H. Zakcy yang sebelumnya bernama Lucky Lucas Polhaupessy adalah seorang mualaf yang mengucapkan syahadat pada tahun 1995. Gelar Haji yang dimilikinya adalah hadiah dari Departemen Agama yang memberangkatkannya ke Tanah Suci pada tahun 1997. Keinginannya yang kuat untuk menimba ilmu dan wawasan keislaman salah satunya dilakukan dengan melakukan perjalanan Jihad Muhibah pada tahun 1999 yaitu melakukan berjalan kaki ke seluruh wilayah Indonesia. Profesi H. Zacky adalah guru privat Bahasa Inggris dan pengrajin maket miniatur menara dari bahan bambu. Setelah krisis moneter tahun 1998, usaha kerajinan tangan mulai suram apalagi setahun yang lalu sang istri menderita sakit stroke memerlukan biaya yang besar, sehingga modal usahanya terpakai untuk membiayai pengobatan istrinya. Demikian pula kegiatan mengajar sebagai guru privat juga sudah mulai berkurang karena biaya transportasi yang mahal akibat kenaikan BBM. Kini mobilitasnya jauh menurun, kalaupun mengajar, sang guru privat ini harus berjalan kaki dari Sawangan ke tempat ia mengajar, antara lain di Jakarta dan di Bogor. Untuk kembali menggerakkan roda ekonomi keluarga, H. Zacky sangat membutuhkan modal usaha. Sebenarnya usaha kerajinan membuat miniatur menara ini banyak pesanan dari beberapa pihak. Saat ini ada permintaan pembiatan miniature rumah adat dan menara yang belum terselesaikan akibat tidak adanya dana. Hindun, sang istri, pernah menjadi kepala dapur Pesantren Al-Awwabin yang berada di depan rumahnya. Namun setahun yang lalu ia tak lagi bekerja di pesantren tersebut karena penyakit stroke yang dideritanya. Kini Hindun lebih banyak di rumah dan tidak bisa melakukan kegiatan untuk menopang ekonomi keluarganya. Hingga hari ini, Hindun masih perlu perawatan intensif untuk penyakitnya itu. Namun, ketiadaan biaya membuatnya lebih banyak pasrah menerima nasib. Meski terhimpit ekonominya, namun untuk pendidikan anaknya, H. Zacky sangat memberi perhatian dan berharap kelak anaknya yang masih sekolah dapat membahagiakan orang tuanya di kemudian hari. Upaya ini terlihat dari anak ke tiganya yang masih duduk di bangku SMA kelas 2, mendapatkan beasiswa karena prestasinya dan keahliannya melukis. Tidak selayaknya anak usia SMA yang lain, anak gadis H. Zacky ini juga harus berjuang untuk meringankan orang tuannya. Ia berangkat dan pergi ke sekolah dengan berjalan kaki yang jaraknya lebih dari 5 kilometer. Setelah jam pelajaran sekolah usai, ia tidak langsung pulang, tetapi membantu membersihkan dan merapikan musholla yang berada di lingkungan sekolah. Oleh pengurus mushollah, ia diberi uang jajan dan untuk membeli peralatan sekolah. 1 Desember 2005, di bawah terik matahari dengan berjalan kaki dari rumahnya, H. Zacky menuju kantor ACT yang berjarak lebih dari 25 Km. Lelaki itu berharap ada pihak yang dapat meringankan beban hidupnya. Di kantor ACT, ia diterima oleh staf komunikasi untuk selanjutnya berkas diteruskan ke ACT Rescue di bawah Divisi Program. Dari penuturan H. Zacky dan kesimpulan diskusi Divisi Program, berselang satu hari, Tim ACT Rescue meluncur menuju kediaman H. Zacky untuk melakukan verifikasi dan validasi data. Setelah melihat langsung kondisi rumah dan keluarganya, tak kuasa kami menahan air mata. Tak layak kami menyebut rumah itu sebagai tempat tinggal. Atapnya tinggal seperempat bagian, dindingnya nyaris roboh, lantaran pernah ditabrak mobil. Apabila hujan turun, semua anggota keluarga harus mengungsi sebab kamar dan ruang tamu banjir. Mengingat kondisi rumah yang sudah sangat tidak layak huni, yang sewaktu-waktu rumah tersebut roboh dan dapat mengakibatkan jatuhnya korban. Kadang saat hujan deras, mereka lebih memilih berbasah kuyup kedinginan karena khawatir rumah mereka roboh. Tim ACT Rescue segera merencanakan untuk melakukan tindakan emergency secepatnya. Yaitu membangun kembali bagian atap rumah dan memasang slope untuk memperkuat rangka penyangga atap. 3 Desember 2005, sepuluh anggota Tim ACT Rescue beraksi bergotong royong membangun atap rumah H.
[EMAIL PROTECTED] Selamat Menenunaikan Ibadah Haji, Haji Mabrur itu Proses Seumur Hidup
“Dan serulah manusia untuk melakukan haji. Mereka akan datang kepadamu dengan bertelanjang-kaki atau dengan menunggang unta yang sudah lemah dan mereka akan datang kepadamu dari setiap padang pasir yang jauh letaknya”; Al Qur’an, 22:27 Dan seperti terekam dalam sejumlah hadis, ketika ditanyakan kepada Rasulullah mengenai Jihad Akbar, Nabi yang mulia itu menjawab, “haji mabrur”. Pada waktu ini, sekitar 200.000 umat Islam Indonesia sedang bersiap-siap UTK berangkat ke Tanah Suci untuk memenuhi panggilan Nabi Ibrahim a.s. Kloter pertama Insya Allah akan diberangkatkan tanggal 8 bulan ini, dan semuanya tentunya berharap mendapat haji yang mabrur. Belakangan ini banyak kritik dialamtkan terhadap ibadah haji dan pelaksanaan oleh Pemerintah cq Departemen Agama. Ada yang menuding bahwa yang dianggap sebagai pemborosan, utamanya pada saat babgsa ini sedang mengalami keterpurukan sosial sedangkan hasilnya terhadap perbaikan moral bangsa tidak tampak, sementara pelaksanaan oleh Departemen Agama sarat dengan korupsi. Kalau melihat kenyataan yang tampak pada permukaan, kritik-kritik tersebut bukannya tidak berdasar, tetapi tentu saja bukannya tidak bisa dibantah, termasuk jika dikatakan sebagai “pemborosan”. Dalam banyak kasus berhaji malahan menjadi insentif bagi para petani dan pedagang untuk bekerja giat. Dan menjalankan perintah agama juga merupakan hak pribadi seseorang yang tidak saja dilindungi oleh konstitusi negara, tetapi juga merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati seperti yang dikemukakan dalam pasal 18 Declaration of the Human Rights. Namun sikap yang terbaik tentunya tidak menjawab kritik-kritik tersebut secara verbal, tetapi menjadikannya sebagai cambuk agar setiap jemaah dapat melaksanakan ibadah hajinya dengan sebaik-baiknya dan berusaha sepulangnya berusaha untuk menjadi haji mabrur sampai di akhir hayat. Seorang yang hajinya mabrur pasti akan memberikan nilai tambah bagi lingkungannya, tidak sebaliknya. Setibanya di Bandara King Abdul Azis, Jedah ketika saya dan isteri menunaikan ibadah haji pada musim haji tahun 2003 yang lalu, kepada setiap jemaah dibagikan buku kecil mengenai ibadah haji berbahasa Indonesia yang ditulis oleh Mufti Kerajaan Arab Saudi. Dalam buku tersebut antara lain dikemukakan, bahwa berdasarkan Al Qur'an dan Hadis Nabi SAW ada tiga syarat utama sahnya haji: Niatnya hanya karena Allah semata, dibiayai dengan rezeki yang halal, dan manasik tatacaranya harus sesuai dengan sunah Nabi SAW. Jadi isu untuk masalah haji adalah di sini, bagaimana agar pelaksanaan ibadah haji memenuhi ketiga hal tersebut, terutama landasan yang pertama niat hanya karena Allah semata (….Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, Dan bertaqwalah kepadaKu hai orang yang berakal; QS 2:197). Implikasi dari niat haji karena Allah tersebut tentu saja bahwa ibadah-ibadah lainnya seperti shalat, puasa dan berzakat sudah dilakukan dengan genah. Memahami manasik haji juga tidak kalah penting. Kalau anda bukan penghapal yang baik, jangan habiskan waktu anda untuk menghapal doa seperti yang tercantum dalam buku kecil bertali dari Depag tersebut. Hapal yang sangat-sangat pokok saja, seperti apa yang dibaca ketika bertawaf. Banyak hal yang lebih penting yang perlu diketahui para calhaj agar ibadah haji dapat terlaksana dengan baik. Ibadah haji, sebagaimana halnya iabadah-ibadah lainnya seperti shalat dan puasa sebenarnya bukan ibadah yang rumit. hanya sebagian manusia saja yang suka memperumit-rumitnya. Hal lain yang perlu diingat, tujuan ibadah pada dasrnya buat kebaikan manusia sendiri baik sebagai pribadi maupun kelompok. Jangan dibalik. Buku Kecil yang saya sebut di atas juga mengemukakan dengan jelas pada ibadah haji mana yang wajib, mana yang sunnah dan mana yang bukan. Buku ini secara khusus menyoroti kebiasaan yang dilakukan sebagian jemaah haji, termasuk yang dari Indonesia, yaitu berumrah sunnah berkali-kali---yang tidak ada contohnya dari Nabi dan para sahabat-sahabat beliau---yang selain membuat tempat-tempat peribadatan jadi penuh sesak, juga bisa menyebabkan jemaah kecapekan dan jatuh sakit sehingga bisa mengganggu pelaksanaan rukun dan wajib hajinya sendiri. Jemaah haji gelombang pertama ini akan langsung ke mudah yang pada saat musim dingin di Saudi seperti saat ini suhunya di malam hari bisa di bawah 0 derajat Celcius, yang bisa menyebabkan darah keluar dari hidung, jika tidak memakai pakaian yang sesuai serta tidak berhati-hati mengedalikan aktivitas di luar pemondokan atau masjid. Bahaya lain yang sering diabaikan ialah terik matahari di siang hari di kawasan yang kelembaban udaranya sangat rendah bisa menyebabkan jemaah mengalami dehidrasi kalau kuang mendapat asupan cairan. Minum yang banyak serta mengkonsumsi buah-buahan segar merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar. Menjaga kesehatan dan keselamatan diri, harta benda dan “kehormatan” terutama bagi jemaah haji perempuan
[EMAIL PROTECTED] Kumpulan Catatan Perjalanan Haji Bagi Yang Berminat
Seperti diketahui, sepulangnya dari menunaikan ibadah haji bersama isteri pada musim haji 2003 yang lalu, saya menulis catatan perjalanan yang saya kirimkan sesejumlah mailing list, termasuk milis ini. Bagi yang menginginginkan tulisan lengkap dalam file PDF dapat juga mendownlood pada homepage Super Koran Apakabar (Apakabar.ws), pada menu yang paling kanan: Kumpulan Tulisan dan dibawah menu ini anda akan jumpai Darwin Bahar-Perjalanan Haji (URL: http://apakabar.ws/dbahar/db_perhaji.pdf) atau Pada File milis Wanita Muslimah : /Perjalanan/CatatanHaji (rev 7).pdf (URL http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/files/Perjalanan/CatatanHaji%20%28rev%207%29.pdf) atau Kumpulan tulisan versi asli pada Situs Cimbuak (jika masih ada) Tulisan tersebut terdiri dari 28 bagian yaitu: 1. Setelah Perasaan Letih Hilang 2. Prosesnya Nyaris Seperti Mimpi 3. Melintasi Miqat 4. Di Pemondokan, Bersiap-siap untuk Melaksanakan Umrah Haji 5. Air Mata Mulai Tidak Terbendung Setelah Kami Mulai Bertawaf 6. Shalat Pertama di Masjidil Haram 7. Terbaring Sakit, Keberangkatan ke Arafah Tinggal Lima Jam lagi 8. Di Arafah, Talbiah dari Tenda Sebelah 9. Kami Terus Mengamin-Aminkan, Tetapi tidak Menangis 10. Selamat Berjalan Kaki….. 11. Mana yang Orang Mana yang Onta Nich! 12. Bartahallul Kubra, Memungut Rambut Di Lantai Masjid 13. Berziarah Ke Tempat-Tempat Bersejarah, Menarik tetapi Membuat Kesehatan Kembali Merosot 14. Seperti Ruang Perawatan di RSCM Bagi Para Pasien Yang Tidak Mampu Membayar 15. Hari-Hari yang Hilang 16. Ya Allah, Kirimkanlah MalaikatMu….. 17. Melaksanakan Tawaf Wada dan “Misteri” Hajar Aswad 18. Menuju Madinah al Munawarah 19. Masjid Nabawi Di Madinah 20. Arbain Hari Pertama yang Sangat Berat 21. Mukjizat Al Qur’anul Karim 22. Allah Tidak Menghendaki Kesukaran, Tetapi Kemudahan 23. Ke Raudah, Pulangnya Nyeker 24. Setelah Saya kembali Menjadi “Saya” 25. Menangis Menyusuri Halaman Belakang dan Samping Masjid 26. Selamat Tinggal Madinah, Kota Nabi 27. Di Madinatul Hujjaj, Jedah 28. Tepat Jam 4.20 pagi, Boeing 747 Garuda Menjejakkan Rodanya di Landasan Pacu Bandara Soekarno-Hatta -- Website: http://www.rantaunet.org = Berhenti, berhenti sementara dan konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting -- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =
Re: [EMAIL PROTECTED] Ibadah Itu Untuk Siapa Dan Untuk Apa? - Sebuah Catatan Kecil di
Terima kasih atas tanggapannya. Alhamdulillah, saya tahu bahwa beriktikaf selama 10 hari di akhir Ramadhan tersebut adalah sunnah Nabi. Jadi kalau saya berbicara mengenai kecenderungan di sini adalah kecenderungan yang positif, tidak yang lainnya. Wassalam, Bandaro Kayo --- In [EMAIL PROTECTED], Rasyid, Taufiq (taufiqr) [EMAIL PROTECTED] wrote: -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Darwin Bahar Sent: Monday, November 07, 2005 10:46 AM To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Subject: [EMAIL PROTECTED] Ibadah Itu Untuk Siapa Dan Untuk Apa? - Sebuah Catatan Kecil di Penghujung Ramadhan Ramadhan memang bulan yang kondusif untuk beribadah. Selain memenuhi masjid untuk bertarawih, sekarang ada kecenderungan baru: banyak pula jemaah, termasuk dari kalangan terdidik berikttikaf semalam penuh di sejumlah masjid di beberapa hari terakhir, utamanya di malam ke 27. T Wassalam, Darwin Depok, 3 November 2005, menjelang pagi Kebetulan saya ikut ber I'tikaf selama sepuluh malam terakhir dari Ramadhan tahun ini. Dasarnya saya mengikuti hal ini karena hal ini juga dilaksanakan Nabi dulunya dan sepeninggal Nabi, para istrinya juga melaksanakan hal itu. Selain itu juga dikarenakan adanya pembagian Ramadhan itu menjadi 10 hari pertama, 10 hari sesudahnya dan sepuluh hari terakhir masing-masingnya. Dimana makin ke ujung diinformasikan bobot Ramadhan itu makin bertambah, walau kondisinya selama ini kalau makin keujung umat sudah disibukkan utk menyambut Idulfitri. Jadi disini kita bukan mengada-ada atau menambah-nambah ibadah, hanya melaksanakan apa yang pernah dilaksanakan Nabi kita dulunya. Kalau kita mau dan mampu melaksanakannya, rasanya tidak ada masaalah. Mungkin yang lebih mengetahui hal ini bisa menambahkannya Terimakasih.- Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
[EMAIL PROTECTED] Salafisme Wasathiyyah
Salafisme Wasathiyyah Oleh : Azyumardi Azra Republika, Kamis, 13 Oktober 2005 Berbicara dan berdialog dalam Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1426 H di kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pekan lalu (9/10), saya menemukan banyak hal menarik. Di antara kesan itu, yang pasti, ada kegelisahan, kekhawatiran, dan kecemasan di antara para peserta pengajian yang merupakan kalangan pimpinan Muhammadiyah pada tingkat nasional, wilayah/provinsi (PWM), dan organisasi otonom (ortom). Sebagian kegelisahan dan kekhawatiran itu tidaklah baru; sudah lama menjadi wacana dan perdebatan di lingkungan Muhammadiyah sendiri, dan juga menjadi sorotan kalangan pengamat luar. Sebagian kegelisahan itu agaknya sudah ada sepanjang usia Muhammadiyah, yang kini berumur hampir satu abad, sejak masa kelahirannya pada 1912. Dan, Muktamar Muhammadiyah ke-45 yang baru usai tiga bulan lalu (3-8 Juli 2005), tampaknya belum mampu menepis kegundahan dan kekhawatiran itu, sehingga menjadi semacam burning issues di lingkungan pimpinan Muhammadiyah dalam berbagai tingkatannya. Ada macam-macam kekhawatiran yang terungkap dari jamaah; mulai dari gejala memudarnya ideologi dan identitas Muhammadiyah, adanya fenomena radikalisme yang menyeret-nyeret kalangan anak muda Muhammadiyah sampai pada kecemasan bahwa Muhammadiyah hanya akan menjadi penonton di tengah perubahan yang begitu cepat pada tingkat nasional maupun global. Diundang berbicara sebagai outsider, saya melihat perlunya perumusan kembali 'ideologi' --atau identitas paham keagamaan--Muhammadiyah, jika organisasi ini tetap ingin relevan di tengah berbagai perubahan zaman. Dari sudut sejarah pemikiran Islam, bagi saya 'ideologi' Muhammadiyah bercorak Salafiyah (Salafisme), yang pada intinya adalah kembali kepada Islam yang murni, yang belum tercemar --baik oleh tradisi budaya lokal ataupun oleh wacana doktrinal tertentu--yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya, yang biasa juga disebut kaum Salaf. Tetapi jelas, wacana dan gerakan Salafiyah jauh daripada tunggal dan monolitik. Hal ini bisa disimak dari pemikiran dan gerakan tokoh-tokoh yang biasa diasosiasikan sebagai pencetus dan perumus Salafisme, mulai dari Ibn Taymiyyah (1263-1328), Muhammad ibn Abd al-Wahhab (1703-1787), dan Muhammad Abduh (1849-1905). Pendekatan masing-masing pun berbeda dalam upaya mengajak kaum Muslim untuk kembali kepada Islam Salafi; Ibn Taymiyyah cenderung polemisis, Muhammad ibn Abd al-Wahhab suka memakai cara-cara kekerasan, dan Abduh senang dengan pendekatan rasional. Lalu saya ditanya: Muhammadiyah ikut aliran Salafiyyah yang mana? Apa ikut orang-orang yang belakangan ini menyebut diri sendiri Salafi, yang berpakaian --yang katanya-- seperti pakaian Nabi Muhammad, makan dengan cara --yang konon-- seperti cara Nabi bersantap, dan seterusnya; mereka adalah orang-orang Salafi yang 'kembali' kepada zaman Nabi dan para Sahabatnya secara sangat simbolis dan harfiah. Hemat saya, Salafisme Muhammadiyah jauh --dan seyogianya jauh-- dari model Salafiyah literal semacam itu. Salafisme Muhammadiyah sebenarnya telah memiliki distingsinya sendiri, yang tidak lagi persis model Ibn Taymiyyah atau Abduh, apalagi Abd al-Wahhab. Realitas historis dan sosio-religius Islam di nusantara pada gilirannya mempengaruhi corak Salafisme Muhammadiyah. Salafisme Muhammadiyah dalam istilah saya sendiri adalah Salafisme Wasathiyyah, Salafisme yang berada di tengah-tengah, Salafisme moderat. Salafisme Wasathiyyah jelas berbeda dengan Salafisme Wahhabi, yang tidak hanya literal pada tingkat doktrin, tetapi juga radikal dalam praksis dan aksi. Sejarah Islam di Indonesia membuktikan, Salafisme Wahhabi yang radikal tidak pernah bisa menanamkan akarnya dan, bahkan istilah 'Wahhabisme' menjadi semacam anathema bagi kaum Muslimin di kawasan ini. Salafisme Washatiyyah ala Muhammadiyah jelas --dan seharusnya-- berkembang tidak literal. Dalam perspektif saya, literalisme bahkan tidak cocok dengan salah satu prinsip dasar Muhammadiyah, yaitu pengembangan ijtihad. Secara sederhana, ijtihad berarti mengerahkan segenap daya pikiran dan kekuatan intelektual untuk menghasilkan rumusan-rumusan 'baru' dalam berbagai bidang kehidupan; jelas tidak terbatas pada bidang fikih, tetapi juga dalam bidang sosial, budaya, pendidikan, politik, teknologi, seni, dan seterusnya. Jika Muhammadiyah ingin tidak hanya menjadi 'penonton' di tengah perubahan yang begitu cepat dan far-reaching sekarang ini, maka revitalisasi ijtihad merupakan agenda mendesak. Tetapi jelas pula, revitalisasi ijtihad sangat tergantung pada Muhammadiyah sendiri untuk dapat memberikan ruang gerak kepada imajinasi, wacana, dan praksis kreatif kepada jamaahnya. Sikap reaksioner yang berlebihan hanyalah akan membelenggu; dan pada gilirannya ijtihad sulit teraktualisasikan. Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti
[EMAIL PROTECTED] Setinggi-tinggi Terbang Bangau...
Undangan itu selalu di kirim ke rumah. Lebih dari lima tahun tidak pernah saya penuhi. Namun setelah “pensiun” sejak Pebruari lalu, sudah tiga bulan berturut-turut undangan pertemuan bulanan, arisan dan pengajian warga Ikatan Keluarga Minang (IKM) Blok VII, Depok Tengah bisa saya ikuti kembali. Kegiatan tersebut sudah berlangsung tidak lama setelah Perumnas Depok Tengah mulai dihuni dalam tahun 1979, artinya sudah 25 tahun yang lalu. Pesertanya tidak sebanyak dulu, dan ada yang sudah dipanggil keharibaan Allah SWT terlebih dulu, dan ada pula yang sudah tidak aktif. Bahkan dulu ada warga non-keluarga Minang yang dengan setia mengikuti pertemuan/pengajian IKM Blok VII [*]. Baru sekitar 3 bulan yang lalu kami kehilangan Bpk H. Sutan Asarajo, yang bukan saja merupakan sesepuh warga Minang Blok VII, tetapi ketika beliau wafat, hampir seluruh warga RW IX Blok VII merasa kehilangan karena pensiunan PT Pos Indonesia itu seorang yang ringan tangan dan murah hati. Kalau ada warga yang meninggal dunia hampir semua beliau yang memandikan atau mengatur pemandiannya. Begitu pula kalau ada yang berkurban pada Hari Raya Idul Adha di rumah masing-masing, beliau pula yang sering diminta melakukannya. Dan semuanya beliau lakukan dengan ikhlas karena Allah semata. Dulu kami juga punya Pak Adam seorang pensiunan TNI-AD, yang membaktikan dirinya dengan mengurus dan membersihkan masjid Istiqamah, yang ketika diperbesar, Alhamdulillah warga IKM Blok VII ikut pula berperan. Dan tentu berkat kemurahan Allah jua, bahwa dalam rentang waktu yang sekian lama itu, sebahagian besar warga IKM Blok VII sudah dapat memenuhi panggilan Nabi Ibrahim a.s. Salah satu kegiatan kegiatan IKM Blok VII yang dulu bagi saya sangat berkesan ialah shalat Taraweh bergilir dari rumah ke rumah. Walaupun kami mengambil yang 11 rakaat, tetapi biasanya selesainya lebih kudian dibandingan dengan Tarweh di masjid-masjid yang melaksanakan 23 rakkat karena Alhamdulillah kami melakukannya dengan lebih tartil. Dan setelah selesai shalat kami teruskan dengan tadarus satu juz satu malam, sehingga khatam pada akhir Ramadhan. Rasanya, nikmat banget. Malah pada dhahirnya, kegiatan itu yang menimbulkan kembali kecintaan saya kepada Al Qur'an. Dan itu saya rasakan benar hikmahnya ketika memenuhi panggilan Nabi Ibrahim a.s. dalam tahun 2003 yang lalu. Seperti saya tulis dalam Catatan Perjalanan Haji di milis ini sekitar 2 tahun lalu, sakit yang cukup berat saya derita setelah selesai melaksanakan Tawaf Ifadhah menyebabkan saya hampir kehilangan suara. Kondisi saya yang mulai agak membaik menjelang ziarah ke Medinah, kembali memburuk karena perjalanan yang cukup jauh dan berat dengan bus yang hampir semalam suntuk tersebut, sehingga saya mengalami kondisi yang sangat buruk pada hari pertama Arbain di Masjid Nabawi. Alhamdulillah dengan “memaksakan” membaca Al Qur'an setiap hari antara waktu-waktu shalat, suara dan kesehatan saya pulih dengan kecepatan yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Pada pertemuan tadi malam, Alhamdulillah, kami sepakat untuk melanjutkan kembali kegiatan Tarawih bergilir seperti biasa pada bulan suci Ramadhan yang tidak lama lagi akan menjelang, tentunya kalau Allah SWT masih memberi umur dan kesempatan. Dan pada kesempatan ini pula saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada segenap dunsanak di Palanta dan para jemaah Surau atau ketelongsongan kata dan ketidakpatutan sikap dalam berdiskusi. Wabillahi taufiq wal hidayah. Wassalam, St Bandaro Kayo (62+) [*] Mengenai keikutsertaan warga non-minang dalam kegiatan IKM saya mempunyai kisah yang agak menarik. Sewaktu pertama kali ke Bali pada tahun 1991, supir taksi yang membawa saya dari Bandara Ngurah Rai seorang perempuan yang berasal dari Surabaya dan bersuamikan orang Bali yang berhasil dibawanya masuk Islam. Dia bercerita kepada saya bahwa dia hampir selalu mengikuti pertemuan IKM di sana karena selalu ada pengajian, yang tidak ada pada pertemuan panguyuban warga Surabaya karena tidak semuanya Islam. Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
[EMAIL PROTECTED] Lembing
Catatan Pinggir Goenawan Mohamad Tempo, 28/XXXIV/05 - 11 September 2005 Lima hari setelah Nurcholish Madjid meninggal, di sebuah masjid kecil di Jalan Talang di Jakarta, seorang khatib berbicara tentang sesuatu yang menakutkan: dengan sebuah otoritas yang ia kesankan melalui mihrab dan kata-kata Arab, ia mengucapkan sesuatu yang tak benar. Ia mengatakan bahwa wajah jenazah almarhum menghitam, kata sang pemberi khotbah ini, karena Nurcholish diazab Tuhan…. Saya tak tahu lagi apa peran sebuah khotbah. Saya tidak tahu apa peran dusta. Saya tidak tahu untuk apa fitnah terutama dari sebuah posisi, tempat ayat suci dikutip, pesan Rasulullah diulang, dan yang benar dan yang adil diimbaukan berabad-abad. Yang terasa bagi saya, khotbah itu adalah sebuah onggokan sampah. Sampah itu bernama kebencian: buangan dari zaman ini. Salah satu ciri zaman ini: iman menemukan saat-saat guyah, penuh cemas, dan genting dan kebencian, biarpun berbau busuk adalah sebuah mantra untuk menemukan kekuat-an yang melenyapkan kerapuhan itu. Hidup di sebuah dunia yang tidak bisa mereka kendalikan, ada orang-orang yang merasa hanya patut beriman bila mereka tampil dengan wajah sengit. Marah terus-menerus kepada sekitar telah jadi semacam perisai, dan kata-kata telah jadi lembing. Chairil Anwar pernah menulis tentang para ahli agama dan lembing katanya. Ketika kata menjadi lembing, hidup menjadi perang yang percuma. Lawan dalam pikiran, sengketa dalam pendapat, bentrok dalam keyakinan, adalah bagian dari ketegangan yang tak pernah dapat diselesaikan dalam hidup. Tuhan tak bermaksud membuat perbedaan tak pernah ada. Ketika kata menjadi lembing, apa yang bisa dirobohkan? Apa yang bisa dibinasakan? Bahkan sejarah dan dalam hal ini kita bisa berbicara tentang sejarah agama-agama adalah sejarah pembantaian yang tak menyebabkan satu pihak menjadi benar dan diterima di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Syiah dan Sunni tak bisa saling melenyapkan, Katolik dan Protestan tak kunjung mampu saling meyakinkan. Setiap usaha untuk meyakinkan sebenarnya membutuhkan tidak adanya ilusi. Tidak ada paksaan dalam agama, demikian kata Quran: tidak ada kekerasan, dalam laku dan ucapan, yang akan dapat membuat keyakinan berubah. Kebenaran adalah hal yang selalu bergerak antara tertangkap-menangkap dan terlepas-melepas. Yang universal tampak sebagai kaki langit yang bila digapai selalu menjauh tak henti-hentinya. Tiap konsensus mengandung ketidakbulatan. Manusia berpikir, berbicara, dan menafsir apa saja juga Sabda Tuhan senantiasa dalam waktu dan dalam cacat. Bahwa tak ada pintu yang satu ke arah satu keyakinan agama pada akhirnya melahirkan kesadaran, bahwa tidak ada satu kepala yang bisa menentukan arah apa yang terbaik dari yang ada. Pemimpin dan khalifah berganti dengan atau tanpa dikecam. Bertahuntahun kemudian, setelah pengalaman yang lama, demokrasi datang sebagai cara mengatasi kekosongan itu. Demokrasi adalah hal yang tak bisa diingkari jika kita sadar akan kefanaan. Demokrasi sebab itu bagian dari ketegangan, tapi ia tidak akan bisa berjalan dengan kebencian, jika kebencian membuat yang nisbi menjadi seakan-akan mutlak, tak berubah dan kekal. Ada banyak peninggalan kearifan Nurcholish Madjid untuk orang Indonesia, dan salah satunya adalah bagaimana memahami dan menghadapi ketidakkekalan. Ketika Golkar begitu dominan, ia memihak Partai Persatuan Pembangunan. Ketika di bawah Presiden Soeharto dan kekuasaannya pemilihan umum begitu kotor dan kasar, ia mendukung gagasan Komite Independen Pemantau Pemilu. Ketika pada tahun 1998 Soeharto akhirnya bertanya kepada sejumlah tokoh muslim tak lama sebelum ia turun takhta, Nurcholish juga yang mengatakan bahwa sang Presiden yang telah berkuasa sejak 1966 itu lebih baik turun. Yang berkuasa atau tidak, akan selalu bertemu dengan batas. Ada hubungan yang tak selalu tampak antara kearifan tentang ketidakkekalan manusia dan toleransi kepada iman dan pendapat orang lain. Kesulitan para penganut agama ialah ketika mereka menduga bahwa ketidakkekalan mereka akan ditiadakan dengan ajaran yang kekal yang mereka anut. Yang mustahil dan yang mutlak memang sangat menggugah, tapi selalu ia di masa depan, dan masa depan juga tidak abadi. Nurcholish adalah guru tentang kerendahan hati. Kerendahan hati adalah bagian terdalam dari hasrat berjabatan tangan. Kebencian selalu menjadi angkuh tetapi kali ini angkuh itu menjadi angkuh karena sebenarnya ada yang membuat ragu, cemas, dan rapuh. Kebencian yang mengerahkan fitnah adalah tanda putus asa, tapi sekalipun tanpa putus asa, ia tidak akan menyebabkan keyakinan-keyakinan berubah. Kekuatan sebuah firman tidak datang dari kata yang terhunus bagaikan lembing. Ya, Nurcholish adalah guru tentang kata-kata yang tidak menusuk, tidak berteriak. Goenawan Mohamad Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda,
[EMAIL PROTECTED] Nurcholish, Hari Baik untuk Mati
Apa yang akan terjadi dengan Indonesia andai saja tak ada Nurcholish Madjid? Sju'bah Asa Tempo, 28/XXXIV/05 - 11 September 2005 Wallahu a'lam. Itu pertanyaan untung-untungan. Mungkin juga kita akan menjadi seperti di beberapa negara Timur Tengah, yang pertentangannya di antara golongan politik Islam dan sekuler demikian tajam. Di Indonesia, saya pikir, Nurcholish sudah menjadi pembuat jalan lebar di tengah, meski hal itu bisa tak disengaja. Memang, bukan maksud Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu waktu itu, ketika ia memulai kampanye pembaruan pemikiran keagamaannya di awal 1970 untuk menetralkan kalangan penguasa dari kemungkinan menjadi ekstrem terhadap kalangan Islam seperti di sebagian negara-negara Arab itu. Kalangan Islam itu khususnya para bekas Masjumi, dulu. Mereka, seperti dikatakan Nurcholish, tidak tanggap untuk dengan segera mendukung pemerintahan Orde Baru. Yang kami harapkan dulu (di tahun 1966) pimpinan bekas Masjumi itu tidak lagi bicara soal rehabilitasi Masjumi (kepada orang-orang Soeharto), tapi membentuk saja partai baru dan segera menyatakan sikap mendukung 100% kepemimpinan Pak Harto, katanya kepada Tempo di bulan Agustus 1971. Tentu, ekstremitas teoretis bisa terjadi bila pihak Islam tetap keukeuh pada pendirian mereka, sementara para pemain politik di luar Islam terus saja memelihara citra bahaya negara Islam sepeninggal Masjumi. Tak perlu dipertimbangkan benar apakah kesadaran seperti itu berada di kalangan para mantan tokoh Masjumi, yang dikenal sebagai para demokrat sejati, ataukah di seberangnya. Tetapi bila, dalam ajakannya kepada desakralisasi dan sekularisasi, Nurcholish menginginkan pembersihan agama dari semua yang tidak sakral dan bukan sejatinya bagian dari agama, seperti partai atau lembaga, yang dimaksudkannya adalah Masjumi. Pihak yang ditembak paham benar akan serangan itu yang datang dari eksponen yang, sangat menyedihkan, sebenarnya menjadi tumpuan harapan mereka dan untuk kualitasnya dia dijuluki Natsir Muda. Faktor psikologis seperti itu, jangan diingkari, bisa lebih atau tak kurang penting sebagai batu pemisah silaturahim (antara Nurcholish dan keluarga Masjumi) daripada masalah isi kampanye si pemimpin muda. Itu memang momen-momen yang sangat menekan, dan banyak meminta pengorbanan perasaan, masa-masa awal 1970-an itu. Baik saya tuliskan bahwa Mas Sudjoko Prasodjo, almarhum, senior Nurcholish di HMI dan ayahanda sosiolog Imam Prasodjo, menceritakan kepada saya bahwa dekat sebelum masa-masa yang genting itu, kegelisahan luar biasa yang melanda Nurcholish sampai-sampai membawanya melakukan ziarah ke beberapa makam. Seorang kawan, saya lupa, menambahkan bahwa kegelisahan yang kurang lebih sama dulu membuat Muhammad Abduh, reformis besar Mesir, sebentar menjadi ateis. Mas Djoko kemudian menasihati Nurcholish untuk ke luar negeri, belajar sosiologi. Sementara itu, KH Saifuddin Zuhri, almarhum, dari NU, menuturkan kepada saya bahwa di masa itu Nurcholish sering datang dan mengadu, sementara Saifuddin menyaraninya untuk memperhalus sikap kepada orang-orang tua. Itulah transformasi itu. Memang, bukan maksud Nurcholish waktu itu untuk menyelamatkan umat dari kemungkinan ekstremisasi di kalangan penguasa yang menjadi sekuler, yang bisa saja kita bayangkan terjadi, umpama bila kalangan muslimin semakin keras dalam zealot. Sebagian dari negeri-negeri Timur Tengah kurang lebih punya situasi begitu, dan kita juga bukan tidak pernah, lho, menghadapi keadaan yang hampir sama. Saya pikir, Nurcholish, dengan kampanyenya, sudah menjadi bagian yang penting sekali (ingatlah organisasi HMI yang besar, dengan pengaruhnya sampai saat-saat peralihan itu) dari pembangunan gelombang besar masyarakat moderat yang baru, yang bisa turut menyingkirkan kemungkinan bangkitnya situasi runcing saling berhadapan. Dan itu memang sebagiannya bisa dianggap, begitulah kalau Anda mau, buah dari usaha sekularisasi, meskipun agak dilebih-lebihkan. Lagi pula, tentang sekularisasi ini ada yang bisa dituturkan sebagai riwayat. Waktu saya menggarap tulisan pertama di Tempo tentang Nurcholish, 56 hari setelah majalah ini terbit pertama kali (1 Mei 1971), saya sudah melihatnya sebagai kata kunci dalam dakwah tokoh muda yang sudah beberapa tahun sebelumnya saya kenal di Yogya ini. Tapi pengertiannya tidaklah selalu jelas. Benar bahwa Nurcholish mengemukakan tetapnya pertalian negara dan agama, tetapi (hanya) secara individual, di dalam pribadi. Agamalah yang membentuk pribadi itu. Itulah sebabnya, baik Abdul Qadir Djailani, sekarang anggota DPR maupun Ahmad Azhar Basyir (almarhum) dari Muhammadiyah, tegas-tegas menolak. Lebih keras lagi penolakan dari Prof Rasjidi. Tetapi, pada kesempatan lain, Nurcholish juga mengatakan, Dengan sekularisasi tidaklah dimaksudkan penerapan sekularisme dan merobah (mengubah Red.) kaum muslimin menjadi kaum sekularis. Tetapi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah
[EMAIL PROTECTED] Menyongsong kebesaran Islam di Amerika
Judul : Islam Di Amerika Penulis : Jane I. Smith Penerbit : Yayasan Obor Indonesia Tebal : 356 Publik AS yang sebelumnya menafikan agama mulai kembali ke agama untuk mencari sandaran rohani. Hasilnya gereja, sinagoga, masjid, kuil dan rumah ibadat yang sebelumnya kosong melompong kembali dipenuhi hati orang yang hampa. Jika disederhanakan negara Amerika Serikat sejatinya sejak awal berdiri merupakan negara yang terbentuk oleh berbagai pertemuan entitas bangsa pendatang dan penduduk asli Indian. Sebagai sebuah kesatuan jiwa, setiap entitas masih membawa berbagai keyakinan, norma, budaya yang berbeda-beda. Untuk menyatukannya-bahkan hingga kini-diperlukan banyak kebodohan, kearifan dan kecerdasan untuk terus membentuk sebuah bangsa bernama Amerika. Proses itu berjalan terus tanpa akhir. Tak jarang perbedaan diselesaikan dengan jalan dialog namun sering pula harus melalui kerikil tajam kekerasan hingga pertumpahan darah. Tetapi sejak dibentuknya bangsa bernama Amerika, faunding father Amerika mengguratkan kata pemersatu yang bermakna tegas, E Pluribus Unum yang berarti Satu dari Banyak. Satu yang pasti, kata pemersatu itu tidak berarti dari banyak agama menjadi satu agama, sebab E Pluribus Unum masih terikat dengan kearifan In God We Trust atau Kepada Tuhan Kami Percaya. Sementara itu di saat bersamaan sejak akhir abad ke 20, kecenderungan sekularisme di kalangan Kristen mulai muncul yang berujung dibangunnya sekat pemisah yang jelas antara agama dan ranah publik. Sebaliknya terjadi anomali di era 1980-an. Muncul konservatisme, literalisme bahkan fundamentalisme di kalangan Protestan dan Islam. Puncaknya mungkin tercermin pada hasil survei Internasional Social Survey Program 1991. Diantara 42 negara besar, AS menempati posisi kelima sebagai negara yang paling religius. Gelombang ini terus berlanjut di era 1990-an usai peledakan Gedung Federal Alfred P. Murrah di Oklahoma City yang menewaskan 168. Peristiwa ini merupakan picu bagi dimulainya perhatian yang besar kepada Islam yang dituding sebagai dalang dibalik peristiwa berdarah itu. Padahal pelakunya, Timothy McVeigh, veteran Perang Teluk yang Kristen. Perhatian dalam bentuk keras itu makin memuncak usai serangan gedung kembar WTC oleh simpatisan teroris Al Qaeda yang berujung penyerbuan ke Afganistan dan Irak. Dan Islam sebagai salah satu agama yang berkembang paling cepat di AS lalu mulai dipelajari. Buku-buku tentang Islam bak kacang goreng laris manis dan pluralisme mulai mengumandang. Islam yang sebelumnya terpojok di sudut kehidupan mulai dicari-cari wajahnya. Hasilnya mengejutkan. Secara statistik diperkirakan lima tahun dari sekarang jumlah penduduk Muslim AS akan melampui jumlah kaum Yahudi, dan menjadikan Islam agama terbesar nomor dua di negara itu setelah agama Kristen. Gambaran keagamaan Dua buku perkembangan Islam dan keagamaan di Amerika yang peluncurannya dilakukan oleh Kedubes AS masing-masing berjudul, Islam Di Amerika karya Jane I. Smith dan Amerika Baru Yang Religius karya Diana L. Eck semakin memberikan gambaran jelas arah keagamaan AS. Alwi Shihab dalam pengantar karya Jane secara tegas menuturkan kemampuan buku ini untuk meyakinkan khalayak bahwa Islam akan menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen di AS. Sebagai sebuah agama, Islam hadir di Amerika dibawa pertama kali oleh kelompok-kelompok muslim yang datang dalam jumlah besar berasal dari Afrika Barat antara 1530 sampai 1851 karena adanya perdagangan budak. Sejarah makin mengejutkan jika sempat menyimak Ivan Van Sertima, T.B. Irving dan Adib Rashad dalam Dalam Islam, Nationalism, and Slavery disebutkan kaum Muslim berkulit hitam datang ke Benua Amerika 180 tahun sebelum Columbus. Kenyataan ini juga dimuat dalam Slave Religion karya Albert Raboteau yang menyebutkan banyak imigram Muslim berusaha membawa Islam kepada kaum kulit hitam Amerika setelah perang saudara. Selanjutnya pada awal abad ke-20 mereka datang dari Libanon, Suriah dan negara-negara lain di seluruh Kekhalifahan Otsman (sekarang Turki). Berlanjut pada gelombang imigran pasca perang Dunia II atau periode 1960-an dan 1970-an. Hak sipil Gelombang imigrasi itu buah disahkannya undang-undang imigrasi oleh Presiden Lyndon Baines Johnson yang berisi semangat Kebijakan Hak-Hak Sipil yang dikeluarkan tahun 1964, hasil kerja keras Presiden John F. Kennedy dan Jaksa Agung, Robert Kennedy. Hampir mirip dengan karya Albert, Jane secara mengejutkan menampilkan kenyataan bahwa motor penyebaran agama Islam di AS adalah sekte terlarang Ahmadiyah yang masuk ke AS sejak 1921 dan bergerak di Chicago dengan penerbitan bernama Muslim Sunrise. Selanjutnya Syekh Al-haj Dooud Ahmet Faisal yang berlatar belakang Karibia dan Maroko mendirikan Pusat Dakwah Islam Amerika pada 1928 di State St. 143, Brooklyn. Tak dapat dilupakan tentu saja Elijah Muhammad, pemimpin Nation of Islam yang kontroversial dan mengangkat Malcolm X sebagai juru
[EMAIL PROTECTED] Re: [RantauNet] Re: Ahmad Syafii Maarif: Cak Nur
Imam Syafei umur 7 tahun sudah hapal Al Qur'an, umur sebelas tahun sudah hapal ribuan hadis berkata: “Pendapat saya benar, tapi mungkin saja salah, pendapat orang lain salah, tetapi bisa saja benar.” Begitulah orang-orang yang benar berilmu tinggi, begitulah orang-orang yang sadar bahwa kebenaran mutlak hanya ada pada Allah. Orang-orang yang merasa hanya pendapatnya yang benar dan tidak bersedia menerima pendapat yang berbeda itu biasanya umurnya baru setampuk jagung, darahnya baru setampuk pinang. Seperti katak dalam tempurung. Yang suka kekerasan itu orang-orang yang hatinya sudah rusak. Walaupun mengaku Islam, mereka itu pengikut setan, bukan pengikut Rasulullah. Rasulullah jangankan kepada manusia, kepada hewan pun beliau berlaku lembut. Wassalam, Bandaro Kayo Date: Wed, 31 Aug 2005 16:18:48 +0700 From: Ahmad Ridha [EMAIL PROTECTED] Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: Ahmad Syafii Maarif: Cak Nur Darwin Bahar writes: Saya kutip: Perkara orang belum tentu setuju dengan hujah-hujahnya, adalah lumrah belaka. Bukankah tafsiran menusia terhadap wahyu yang mengandung kebenaran mutlak tidak pernah benar mutlak semutlak wahyu itu sendiri? Oleh sebab itu, jika ada orang yang memonopoli kebenaran dengan jalan memasung hak orang lain untuk berpendapat berbeda, sebenarnya (secara tidak sengaja atau gegabah?) telah mengambil alih otoritas Tuhan sebagai Sumber Kebenaran Mutlak. Cara berpikir semacam ini sangat berbahaya dan dapat meluluhlantakkan persaudaraan antarmanusia. Pendapat di atas adalah hujjah yang membantah dirinya sendiri. Bukankah berarti tidak boleh menyalahkan orang yang memaksakan suatu paham ke orang lain? Bukankah orang yang berpendapat di atas melarang seseorang menyalahkan orang lain? Berarti memaksakan pendapatnya juga dong (melarang kan sama dengan meyalahkan). Saya setuju bahwa tidak boleh seorang manusia selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam menetapkan bahwa kebenaran hanyalah yang datang dari dirinya. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa semua pemahaman harus diterima dan dibiarkan. BTW, bukankah telah banyak contoh dari generasi awal yang dikemukakan? Bukankah mereka begitu keras terhadap orang-orang yang pemahamannya 'nyeleneh'? Apakah mereka termasuk yang mengambil otoritas Tuhan? Wassalaamu 'alaikum, --- Ahmad Ridha ibn Zainal Arifin ibn Muhammad Hamim (l. 1980 M/1400 H) Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
[EMAIL PROTECTED] Ahmad Syafii Maarif: Preman Berjubah
Oleh : Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 09 Agustus 2005 http://republika.co.id/kolom_detail.asp?id=208657kat_id=19 Pada saat tersiar berita bahwa saya dan teman-teman dari lintas agama mau bertemu dengan Presiden Bush pada 22 Oktober 2003 di Bali, dalam masyarakat telah terjadi polarisasi penilaian. Ada yang menuduh bahwa kami akan menjadi corong Bush, tetapi ada pula yang menilainya positif. Jawaban saya waktu itu adalah: Mana yang lebih kesatria, berhadapan langsung dengan musuh atau mengepalkan tinju dari balik gunung? Setelah apa yang kami sampaikan yang kemudian disiarkan media massa, barulah kelompok yang skeptik paham bahwa kami yang memilih opsi pertama berada di jalan yang benar. Pada waktu saya bacakan pernyataan yang sudah disiapkan, Bush mendengar dengan baik, sekalipun menghantam politik imperialistiknya. Bagi saya pertemuan semacam itu penting, sebab kita punya kesempatan emas untuk menyampaikan apa yang terasa secara sopan tetapi tajam. Tidak seperti cara-cara sementara pihak yang menyerbu suatu tempat yang mereka nilai berbahaya bagi Islam seperti yang mereka pahami. Ada pula fatwa MUI yang dijadikan dasar. Cara semacam ini adalah cara preman yang berjubah, jauh dari sifat seorang ksatria. Kelompok inilah yang saya kategorikan sebagai mereka yang berani mati, tetapi tidak berani hidup, karena mereka tidak punya sesuatu, kecuali kekerasan, untuk ditawarkan bagi kepentingan kemanusiaan. Di otak belakang mereka sudah lama menggebu syahwat ingin berkuasa melalui cara-cara yang tidak beradab dan antidemokrasi. Mereka tidak segan-segan membajak Tuhan untuk meraih kekuasaan itu di balik dalil-dalil agama yang digunakan. Dan tidak jarang mereka dengan mudah dijadikan mangsa oleh pihak tertentu dengan diberi upah materi. Cara-cara almarhum Ali Moertopo menjinakkan bekas-bekas anggota DI adalah di antara contoh yang masih segar dalam ingatan kita. Cara itu pasti berulang, apalagi masyarakat kita sekarang sangat labil karena serba ketidakpastian menghadang masa depan. Sudah berapa kali saya lontarkan bahwa ujung sekularisme dan fundamentalisme hampir setali tiga uang. Sekularisme mengusir Tuhan dari lingkungan manusia karena dianggap sudah mati, sebagaimana Nietzsche pernah mengatakan, sementara fundamentalisme membajak Tuhan untuk kepentingan kekuasaan. Bedanya, sekularisme memberhalakan manusia dalam mencapai tujuannya yang serba duniawi, fundamentalisme berlindung di belakang jargon-jargon religius untuk membunuh peradaban. Rezim Taliban di Afghanistan adalah contoh yang dekat dengan masa kita yang ingin memutar jarum jam ke belakang. Mereka ingin membangun sebuah dunia cita-cita yang akal sehat tidak dapat memahaminya. Perempuan misalnya tidak perlu sekolah dan harus tinggal di rumah. Kesalahan fatal Amerika dan sekutunya adalah melakukan invasi ke negeri ini, sebuah tindakan biadab yang berlawanan dengan hukum internasional dan prinsip-prinsip demokrasi. Tindakan serupa juga kemudian dilakukan di Irak dengan dalih adanya senjata pemusnah massal, tetapi ternyata bohong belaka. Bahwa, Saddam Hussein kejam terhadap lawan-lawan politiknya, sudah diketahui umum. Tetapi, apa hak negara lain untuk menghukumnya? Doktrin pre-emptive strike (pukul dulu) berlawanan secara diametral dengan etika dan hukum internasional. Tetapi, etika dan hukum itu sudah tidak diabaikan oleh negara-negara kuat tetapi mengklaim sebagai benteng demokrasi. Sebuah kebohongan publik mereka bungkus dengan cara-cara manis, tetapi penuh bisa yang mematikan. Konstelasi politik global sekarang memang sangat pelik dan melelahkan, sementara dunia Islam seperti tidak mengerti apa yang harus dikerjakan. Suasana serba tidak menentu ini menjadi salah satu sebab mengapa kekuatan-kekuatan radikal mendapat lahan subur untuk melancarkan aksinya, apakah itu melalui teror, dan tidak jarang pula berlindung di balik dalil-dalil agama. Pesan Alquran sebagai rahmat bagi alam semesta telah lama dicampakkan entah ke mana. Tragis memang. Tetapi, inilah realitas getir yang harus dihadapi dengan sabar tetapi cerdas, sambil bekerja keras mencari solusi. Kemanusiaan tidak akan bisa tahan lama berada dalam lingkungan global yang serba hipokrit ini. Oleh sebab itu, kita yang masih siuman tidak boleh kehilangan perspektif dalam keadaan yang bagaimanapun. Akal sehat jangan dibiarkan mati dengan meniru cara-cara radikal dan senang dengan serba kekerasan yang risikonya hanya tunggal: menghancurkan peradaban dan diri sendiri, lambat atau cepat. Ya Allah, tunjukilah kami jalan-Mu yang benar dan lurus, jalan yang Engkau ridhai, bukan jalan yang Engkau benci, dan bukan pula jalan yang sesat. Tanpa petunjuk-Mu ya Allah, kami tentu akan bertualang tanpa arah, tidak tahu lagi ke mana langkah ini harus diayunkan. Amin! (Ahmad Syafii Maarif ) Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda,
[EMAIL PROTECTED] Ahmad Syafii Maarif: Cak Nur
Saya kutip: Perkara orang belum tentu setuju dengan hujah-hujahnya, adalah lumrah belaka. Bukankah tafsiran menusia terhadap wahyu yang mengandung kebenaran mutlak tidak pernah benar mutlak semutlak wahyu itu sendiri? Oleh sebab itu, jika ada orang yang memonopoli kebenaran dengan jalan memasung hak orang lain untuk berpendapat berbeda, sebenarnya (secara tidak sengaja atau gegabah?) telah mengambil alih otoritas Tuhan sebagai Sumber Kebenaran Mutlak. Cara berpikir semacam ini sangat berbahaya dan dapat meluluhlantakkan persaudaraan antarmanusia. Wassalam, Darwin = Cak Nur Oleh: Ahmad Syafii Maarif Republika, Selasa, 30 Agustus 2005 http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=211544kat_id=19 Cak Nur (Prof Dr Nurcholish Madjid) adalah cendekiawan dan penulis Indonesia yang sangat produktif sebelum mengalami pencangkokan hati di Cina, kemudian dirawat di Singapura dan di Jakarta selama beberapa bulan. Kondisi kesehatannya memburuk dan ia akhirnya wafat kemarin. Sewaktu dirawat di Singapura dan di RS Pondok Indah, sudah banyak sekali orang penting dan para sahabat menjenguknya demi menunjukkan simpati dan empati yang amat dalam terhadap Cak Nur. Sewaktu saya dan istri mengunjunginya di RS NUH (National University Hospital), Singapura, beberapa bulan yang lalu, Cak Nur baru saja keluar dari ICU dalam keadaan lemah sekali, tetapi dapat berkomunikasi melalui tulisan Arab-Melayu yang tidak mudah saya baca. Kami hanya trenyuh dan tertunduk hormat sambil berdoa untuk kesembuhannya. Sebagai sahabat yang pernah bergaul selama lebih empat tahun di Chicago dan mengaji Alquran pada Fazlur Rahman di kediamannya, sekitar 45 mil dari kota itu, saya sampai batas-batas yang agak jauh telah mengenal Cak Nur dari jarak yang dekat. Ketika berbicara, pembawaannya lembut, sopan, serta mengeluarkan pendapat melalui argumen yang kuat dan teratur. Perkara orang belum tentu setuju dengan hujah-hujahnya, adalah lumrah belaka. Bukankah tafsiran menusia terhadap wahyu yang mengandung kebenaran mutlak tidak pernah benar mutlak semutlak wahyu itu sendiri? Oleh sebab itu, jika ada orang yang memonopoli kebenaran dengan jalan memasung hak orang lain untuk berpendapat berbeda, sebenarnya (secara tidak sengaja atau gegabah?) telah mengambil alih otoritas Tuhan sebagai Sumber Kebenaran Mutlak. Cara berpikir semacam ini sangat berbahaya dan dapat meluluhlantakkan persaudaraan antarmanusia. Dengan sedikit wacana ini, saya akan langsung memasuki topik utama Resonansi ini yang sumbernya dari saksi mata langsung dan otentik. Demikianlah pada 26 Juli 2005, antara pukul 16.30 dan 17.30, beberapa orang mendatangi Cak Nur di rumahnya, sementara Cak Nur sendiri belum pulih kesehatannya, masih lemah. Menyaksikan kondisi fisiknya, semestinya meluluhkan perasaan mereka yang berhati nurani. Rombongan ini mengaku membawa pesan Abu Bakar Ba'asyir untuk Cak Nur. Sumber pertama merekamkan: “Apakah pikiran Cak Nur masih?” Cak Nur menjawab, “Saya masih tidak bingung.” Setelah basa-basi, salah seorang bilang menyampaikan salam Ustadz Ba'asyir, dan bahwa beliau bertanya, dalam buku Fiqh Lintas Agama ada nama Cak Nur dan berpendapat semua agama sama. Cak Nur menjawab, “Saya tidak berpendapat semua agama sama.” “Ada tertulis kawin antaragama boleh. Ustadz Ba'asyir minta Cak Nur menarik pendapat itu.” Seorang lagi mengulangi pesan Ba'asyir, “Itu pendapat salah, minta Cak Nur mencabut pendapat agama sama dan boleh kawin antaragama. Bagaimana pendapat Cak Nur?” Cak Nur menjawab, “Saya tidak dalam kondisi untuk menjawab.” (Ini informasi via SMS yang saya terima pukul 22.35, pada 14 Agustus 2005). Hampir serupa dengan yang pertama, sumber kedua antara lain merekamkan: “Yang mereka sampaikan adalah (katanya) amanat dari Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dan M Thalib (dengan asumsi Cak Nur sudah sehat) tentang tiga hal yang ada dalam buku Fiqh Lintas Agama.” (SMS pukul 06.44, pada 15 Agustus 2005). Saya tidak berminat mempersoalkan isi dialog itu. Sekiranya Cak Nur sehat, dia akan bisa menjawab berjam-jam semua pertanyaan yang diajukan itu. Yang menjadi keprihatinan saya adalah adab orang menjenguk si sakit. Apakah dalam batas kesopanan Cak Nur diguyur dengan pertanyaan-pertanyaan serupa itu dalam kondisi fisik yang mengundang rasa iba itu? Rombongan itu 'kan menyaksikan sendiri keadaan Cak Nur dari jarak yang sangat dekat. Mengapa sampai hati “meneror”-nya dengan berlindung di balik amanah Ba'asyir? Saya sungguh gagal memahami cara orang membawakan pesan agama demikian kasar. Sepengetahuan saya, Ba'asyir bukanlah tipe manusia garang yang suka memaksa-maksa orang lain. Sewaktu saya dan istri menjenguknya di RS PKU Solo pada waktu yang lalu, dia memeluk saya dan mohon doa. Tetapi, mengapa mereka yang menyebut diri pengikutnya seperti tak terkendali, khususnya sewaktu mengunjungi Cak Nur? Pesan saya sebagai orang tua yang sudah berusia di
[EMAIL PROTECTED] Peraturan Boss
Bagi Anda para boss, yang ingin melanggengkan kedudukan anda sebagai boss, perlu sekali memperhatikan tips di bawah ini yang harus anda tekankan kepada bawahan anda supaya dihayati. PERATURAN BOSS: Nomor 1: Boss selalu benar; Nomor 2: Apabila boss melakukan kesalahan. Baca aturan Nomor 1. Bila boss bersikukuh dengan pendapatnya, itu artinya beliau konsisten; Bila staf bersikukuh pada pendapatnya, itu artinya dia keras kepala, kepala batu! Bila boss berubah-ubah pendapatnya, itu berarti beliau fleksibel; Bila staf berubah-ubah pendapatnya, itu berarti dia plin-plan! Tidak punya pendirian! Bila boss bekerja lambat, itu artinya beliau teliti; Bila staf bekerja lambat, itu artinya dia tidak perform! Bila boss bekerja cepat, itu artinya beliau smart Bila staf bekerja cepat, itu artinya dia terlalu terburu-buru! Bila boss lambat dlm mengambil keputusan, itu artinya beliau berhati-hati; Bila staf lambat dlm mengambil keputusan, itu artinya dia telmi ! Bila boss cepat mengambil keputusan, itu artinya beliau berani mengambil risiko; Bila staf cepat mengambil keputusan, itu artinya dia gegabah! Ceroboh! Bila boss meng-by-pass prosedur, itu artinya beliau proaktif-inovatif-kreatif; Bila staf meng-by-pass prosedur, itu artinya dia melanggar aturan! Bila boss curiga terhadap mitra bisnis, itu artinya beliau waspada. Bila staf curiga terhadap mitra bisnis, itu artinya dia negative-thinking! Paranoid! Bila boss mengatakan Sulit, itu artinya beliau predektif-antisipatif; Bila staf mengatakan: Sulit, artinya dia pesimistik! Bila boss mengatakan: Mudah, itu artinya beliau optimis; Bila staf mengatakan: Mudah, itu artinya dia meremehkan masalah! Bila bos sering keluar kantor, itu artinya beliau rajin ke customer, rajin dan sibuk; Bila staf sering keluar kantor, itu artinya dia sering keluyuran! Bila bos sering entertain, itu artinya beliau rajin meng-lobby customer; Bila staf sering entertain, itu artinya dia menghamburkan anggaran! Bila bos tidak pernah entertain, itu artinya beliau hemat; Bila staf tidak pernah entertain, itu artinya dia tidak becus me-lobby customer! Bila bos mengservis atasan, itu artinya dia meng-lobby; Bila staf mengservis atasan, itu artinya dia menjilat! Bila bos sering tidak masuk, itu artinya beliau kecapean karena kerja keras; Bila staf sering tidak masuk, itu artinya dia seorang pemalas! Bila bos minta fasilitas mewah, itu artinya beliau menjaga citra perusahaan; Bila staf minta fasilitas mewah, itu artinya dia terlalu banyak menuntut, tidak tau diuntung! yang terakhir Bila bos membuat tulisan seperti ini, itu artinya beliau pandai membuat lelucon: humoris jempolan; Bila staf membuat tulisan seperti ini, itu artinya dia sedang frustasi, kurang kerjaan, penggangguran, iri terhadap karier orang lain, negative thinking, tidak tahan banting, provokatif ,dan BSH alias Barisan Sakit Hati! (Disalin dari milis Apakabar) Wassalam, Darwin Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
[EMAIL PROTECTED] Apa Ada yang Bisa Memberikan Klarifikasi?
Assalamu ‘alaikum wr. wb. Apakah ada dunsanak di Palanta yang bisa memberikan klarifikasi mengenai berita posting di bawah ini yang saya kopi dari sebuah milis? Pada dasarnya saya dapat memahami kegusaran orang Minang (termasuk saya) terhadap Direktur PUSAKA Sudarto yang juga guru agama pada SMA Don Bosco Padang, karena ikut mem-blow up masalah instruksi Walikota Padang tentang seragam pelajar di Padang menjadi “pemaksaan jilbab bagi non-muslim” dan pernyataannya yang bias/kurang memahami kultur orang Minang dalam wawancaranya dengan Burhanudin (JIL) serta keikutsertaannya sebagai penandanganan apa yang mereka sebut sebagai “pemaksaan jilbab” di Padang bersama-sama dengan Gus Dur, Ulil dan lain-lain. Tetapi kalau berita di bawah ini benar, maka cara-cara seperti itu mestinya dihindarkan. Orang Minang terkenal karena kekuatan akal budi (otak) dan bukan otot. Sebaliknya jika tidak benar, maka berita ini akan saya luruskan di milis tersebut. Wassalam, Bandaro Kayo Date : Tue, 23 Aug 2005 10:03:30 +0700 From : chaos rules [EMAIL PROTECTED] Subject : Kronologis Pengusiran Orang-orang gerakan Pluralisme di Padang From: nendy asyari To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, August 22, 2005 6:13 AM Subject: Pengusiran Orang-orang gerakan Pluralisme di Padang KRONOLOGI Pengusiran Orang-orang gerakan Pluralisme di Padang Hari Rabu 3 Agustus kira-kira jam 10.45 PUSAKA di datangi 8 orang yang mengatasnamakan FORUM TOKOH PEDULI SYARIAH SUMATERA BARAT ereka tediri dari Paga Nagari, MMI, HTI, FPSI, Arimatea, Fakta, PARDHU' AIN dll (kemudian FTPS). Dengan sikap yang arogan tanpa minta izin memotret-motret inventarisasi kantor dan aksesoris serta meminta dokumen lembaga dengan memaksa. Setelah memperoleh dokumen dan selesai melakukan pemotretan dan FTPS meminta ketemu direktur PUSAKA, lalu seorang staf menelpon saya yang saat itu sedang mengajar. Dan saya menyatakan tidak bisa, dan saya jawab Kalau ingin bertemu silahkan datang saja jam 2 siang. Berdasarkan keterangan Ibu Lindawati (bendahara PUSAKA) FTPS ketua rombongan mereka menanyakan tentang posisi kantor apakah sewa atau bagaimana. Kira-kira jam 14.20 rombongan datang lagi, setelah berbasa-basi, kita menanyakan apa yang bisa dibantu? Lalu mereka memegang kendali ketua rombongan (Irfianda Abidin) mempersilahkan salah seorang mereka untuk memjadi pemandu, setelah bermukadimah ria, lalu pembawa acara mempersilahkan ketua rombongan untuk mengutarakan maksud kedatangannya, pertama bahwa maksud kedatangannya adalah untuk menyampaikan dukungannya atas fatwa MUI, dan kemudian membacakan 7 dari 11 fatwa MUI dan menekankan poin nomor 6 karena mereka anggap PUSAKA terkena fatwa MUI tersebut. Setelah ketua rombongan selesai membacakan isi fatwa sambil nyerepet kiri kanan, lalu pembawa acara mereka mempersilahkan salah seorang dari mereka menambahi, kita berusaha mengklarifikasi tapi ditolak, kemudian salah seorang mereka menambahi yang inti pembicaraan adalah agar lembaga-lembaga yang terkena atau yang melakukan kegiatan dengan isu pluralisme menghentikan kegiatannya, kalau tidak, kata mereka kita tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diingini. Kita kembali menyela untuk mengklarifikasi, tetapi kembali tidak diberi kesempatan. Setelah itu pembawa acara kembali mempersilahkan kepada salah seorang dari rombongan (Drs. Ibnu Aqil D.Ghani) pembicaraan. Inti pembicaraanya menurut mereka masyarakat sudah resah dan mereka siap dikomandoi dan mereka sedang menunggu komando. Maka mereka berharap agar PUSAKA menghentikan kegiatannya. Setelah Drs Ibnu Aqil selesai, bicara pembawa acara kembali memberi kesempatan kepada salah seorang dari rombongan, waktu itu mereka menunjuk Mat Acin ketua FAKTA, tapi dia tidak berkomentar, langsung saya ambil kesempatan itu, tapi rombongan tidak ingin kita mengklarifikasi. Drs Ibnu Aqil meminta agar kita diberi kesempatan, kami diberi kesempatan bicara, tapi sangat tidak direspon, ketua rombongan (Irfianda Abidin) mendapat telpon dan bicaranya keras sehingga saya terpaksa diam lagi, sejak saya melanjutkan pembicaraan Irfianda menyela bahwa mereka tidak punya waktu, demikian ketika Mas Windi dari PUSAKA mau bicara juga sangat dibatasi. Akhirnya mereka meminta izin untuk pergi menuju ke tempat perkumpulan Jema'at Ahmadiyah. Kita mau minta kesempatan mengklarifikasi, mereka menimpali kalo mau klarifikasi nanti diundang di DPRD undangan menyusul, apakah PUSAKA bersedia diajak debat. Saya bilang ya kalau dialog kami bersedia tapi mereka bersikeras untuk berdebat dan mereka langsung berdiri untuk meninggalkan PUSAKA setelah menjelek-jelekan Ulil Absar dan mengatakan saya adiknya Ulil. Senin 15 Agustus 2005 mereka berdua datang lagi untuk memastikan bahwa debatnya jadi dilaksanakan. Berkali-kali kita klarisifikasi kita nggak mau debat, kalo mau dialog yang baik kita layanin dan saya siap lahir bathin. Akhirnya mereka menyepakati dia log. Kita katakan kalo dialog oky kita akan datang
[EMAIL PROTECTED] Pendukung Gus Dur di Jatim Ngamuk, Ancam Serang MMI
Al-Quran mengingatkan bahwa “syaitan” itu adalah musuh yang nyata. Tetapi kebanyakan orang Islam---justru orang-orang yang mengaku sangat tahu mengenai Al-Quran---menjadikan saudara-saudaranya seagama yang berbeda paham menjadi musuh dan saling menghalalkan darah mereka. Jadi sebenarnya sangat jauh beda antara (yang merasa dirinya yang paling) mengetahui Al-Quran dengan mengamalkan Al-Quran. Tetapi kebanyakan manusia lupa kepada hal itu. Ketika seseorang bertanya kepada Umulmukminin Siti Aisyah r.a. seperti apa akhlaq Rasulullah, beliau menjawab, “Al-Quran”, dan kemudian membaca Surah Al Mukminun. Sejauh apakah diri saya yang dhaif ini bisa meneladani akhlak Rasulullah? Sejauh manakah diri saya yang dhaif ini bisa mengamalkan Surah Al Mukminun? Malu saya rasanya pada diri saya. Wassalam, Bandaro Kayo Depok, menjelang Shubuh, 12/8/2005 == Pendukung Gus Dur di Jatim Ngamuk, Ancam Serang MMI Budi Sugiharto - detikcom Surabaya - Puluhan Satgas DPW Caretaker PKB Jatim ngamuk. Sambil menenteng pedang, keris, dan clurit, mereka mengancam akan menyerang kantor Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). MMI dianggap telah menghina Gus Dur. MMI wilayah Jatim bisa menghindari amuk pendukung Gus Dur jika mereka menyampaikan permintaan maaf dalam tempo 1x24 jam. Permintaan maaf itu harus disampaikan lewat media massa. MMI telah menghina dan melecehkan Gus Dur, tegas Komandan Satgas Slamet Santoso dalam aksinya di kantor DPW Caretaker PKB Jatim, Jalan Ketintang Baru I, Surabaya, Senin (8/8/2005). Aksi pendukung Gus Dur berawal dari pernyataan Ketua Dewan MMI Jatim Yunus Muhammad Bakaur usai tablig akbar pada Minggu (7/8/2005) kemarin. Kepada wartawan, Yunus mengecam Gus Dur yang dianggap telah melindungi penganut ajaran Ahmadiyah. Dalam pernyataannya, Yunus menuding Gus Dur yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro PKB sebagai orang gila dan tidak rasional. Nantinya bukan Ahmadiyah yang disembelih, tapi Gus Dur dan Ulil (Koordinator Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla) yang akan disembelih, kata Yunus. Pernyataan Yunus langsung membuat panas pendukung Gus Dur. Puluhan satgas langsung meluapkan kemarahannya dengan berdemo di kantor DPW Caretaker PKB Jatim, Minggu malam. Aksi tersebut berlanjut hingga Senin ini. Sejak pagi, puluhan satgas sudah berkumpul di kantor tersebut. Mereka mempreteli lampu-lampu neon yang ada di kantor tersebut. Lampu berukuran panjang itu lalu dipukul-pukulkan ke kepala mereka. Satgas PKB juga menenteng senjata tajam, seperti pedang, keris, dan clurit. Kita siap menyerang MMI. Kita siap mati sebelum Gus Dur disembelih. Kalau mereka ingin menyembelih Gus Dur, kita wajib mati duluan. Mereka harus langkahi mayat kita. Kalau mereka ngaku NU, kita juga NU tulen. Buktikan kalau Yunus pernah menjadi pengawal Gus Dur, kata Slamet sambil menenteng-nenteng kerisnya. Para satgas ini juga memaksakan diri mendatangi kantor MMI di kawasan Perak Barat, Surabaya. Namun niat mereka berhasil dicegah Wakil Ketua PKB Caretaker Jatim Relies Sumitro. Namun jika dalam waktu 1x24 jam tidak ada permintaan maaf dan pengusutan secara hukum oleh aparat, Relies mengaku tidak mampu meredam pendukung Gus Dur. Kita serahkan ke masing-masing pendukung Gus Dur kalau upaya yang kita minta tidak dipenuhi. Bagaimana pun juga pernyataan itu telah melukai pendukung Gus Dur di Indonesia, kata Relies, seraya menambahkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan DPP PKB. Aksi pendukung Gus Dur juga berupaya diredam Kapolsekta Gayungan AKP Wiwik Setyoningsih. Dia meminta massa tidak lakukan aksi anarkis. Saya janji akan mengusut pernyataan MMI, janji Wiwik. Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Allahu Akbar!
A Mustofa Bisri Pekik kalian menghalilintar Membuat makhluk-makhluk kecil tergetar Allahu Akbar! Allah Maha Besar Urat-urat leher kalian membesar Meneriakkan Allahu Akbar Dan dengan semangat jihad Nafsu kebencian kalian membakar Apa saja yang kalian anggap mungkar Allahu Akbar, Allah Maha Besar! Seandainya 5 miliar manusia Penghuni bumi sebesar debu ini Sesat semua atau saleh semua Tak sedikit pun memengaruhi Kebesaran-Nya Melihat keganasan kalian aku yakin Kalian belum pernah bertemu Ar-Rahman Yang kasih sayang-Nya meliputi segalanya Bagaimana kau begitu berani mengatasnamakan-Nya Ketika dengan pongah kau melibas mereka Yang sedang mencari jalan menuju-Nya? Mengapa kalau mereka Memang pantas masuk neraka Tidak kalian biarkan Tuhan mereka Yang menyiksa mereka Kapan kalian mendapat mandat Wewenang dari-Nya untuk menyiksa dan melaknat? Allahu Akbar! Syirik adalah dosa paling besar Dan syirik yang paling akbar Adalah menyekutukan-Nya Dengan mempertuhankan diri sendiri Dengan memutlakkan kebenaran sendiri Laa ilaaha illallah! Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
Re: [surau] [EMAIL PROTECTED] I s the United States “the second Mecca”?
Tarimo kasi ateh penjelasan Angku Boes. Webster’s New World College Dictionary Third Edition, 1996, menjelaskan entri “Mecca” = city in W. Saudi Arabia, near the Read Sea, birthplace of Mohammed hence a holly city of Islam;………n. 1. any place visited by many people. 2. any place that one yearns to go to. 3. any goal that one is seeking to achieve. Jadi di sini Mecca sebagai padanan Makkah /Mekah yang dieja “mek’a” merupakan kosakata Arab yang diserap dan dieja dalam Bahasa Inggris berdasarkan pengucapannya. Dan seperti Angku Boes ketahui ada juga yang yang mengeja Makkah/Mekah dalam bahasa Inggris dengan “Mekka”. Angku Boes tentu lebih tahu sekarang ini mana yang lebih banyak digunakan di “Barat”: “Mecca” atau “Mekka”. PS. “Road to Mecca” yang ditulis oleh mualaf, aktivis/pemikir besar Islam abad XX Muhammad Asad (Leopold Weiss) yang berdarah Yahudi Austria/Polandia, adalah buku yang sangat menarik dan inspiring. Wassalam, Bandaro Kayo Date: Thu, 4 Aug 2005 20:18:52 -0400 From: boes [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: menurut kabar yg saya baca bahwa kita, ummat islam, jangan memakai penulisan kota Makkah sebagai Mecca artinya Mecca sbb: MECCA mempunyai arti SHARAB KHANA atau PUSAT PROSTITUSI. apa demikian, mari kita tunggu para akhli bahasa arab disini. wassalam, boes - Original Message - From: Darwin Bahar [EMAIL PROTECTED] Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Tentang Pengarang-Pengarang Minangkabau.
Identitas Kultural dan Sastra yang Tersebar Oleh Sudarmoko Suatu saat, saya pernah mendengarkan sebuah obrolan ringan tentang fenomena yang menarik tentang pengarang-pengarang Minangkabau. Mereka mencoba membagi dan melihatnya dalam beberapa bagian. Mengingat juga bahwa pembagian ini, dengan cara lain, sering dibicarakan dalam beberapa tulisan, lebih-lebih yang membicarakan tentang pengarang karya sastra Indonesia yang berasal dari Minangkabau. Kehadiran dan pengaruh mereka terlihat jelas dalam sastra Indonesia. Hal ini disebabkan, mereka yang ‘menguasai’ Balai Pustaka dan karya-karya mereka banyak yang diterbitkan di sana. Demikian juga halnya dengan kedekatan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia. Mereka dengan mudah ‘menemukan’ frasa atau kalimat yang sangat indah dan penuh mewakili untuk mengekspresikan sesuatu. Demikian juga dengan sejumlah tradisi ritual dan seremonial yang, tak dapat dihindarkan, mempengaruhi kompetensi dan ingatan akan bahasa dan cara bertutur mereka. Apa yang saya dengar ketika itu adalah bahwa pengarang Minangkabau memiliki kecenderungan untuk mengikatkan dirinya pada rantau dan kampung. Rantau menjadi sebuah wilayah atau ranah yang dianggap mendewasakan anak-anak lelaki, baik secara psikologis maupun materi. Dan sebagian besar pengarang yang berasal dari Minangkabau memang besar di kota-kota atau tempat di luar Minangkabau. Meski, sebagian juga masih bertahan tetap di dalam ranah Minangkabau, dan melakukan perantauan bukan dalam arti geografis dan fisikal. Untuk kasus yang pertama, zaman Balai Pustaka sudah menunjukkan contohnya. Sementara pada kasus yang kedua, sejumlah nama seperti AA Navis (alm), Wisran Hadi, Gus tf, Yusrizal KW, Harris Efendi Thahar, Ode Barta Ananda (alm), dapat diajukan. Mereka masing-masing memberikan sebuah fakta yang patut diperhatikan dan mungkin dapat dilihat jejaknya dalam karya-karya mereka. Memang tak ada jaminan bahwa karya yang dihasilkan oleh perantau akan lebih baik daripada orang-orang tetap tinggal di daerah. Hal ini telah dibuktikan dengan keberhasilan karya-karya Navis, Wisran Hadi, atau Gus tf yang mampu menjadi fenomena dan bahkan mampu memenangi berbagai penghargaan berkelas regional. Dengan demikian, kemungkinan capaian estetik tak ada sangkut pautnya dengan keberadaan geografis pengarang. (dipotong) (Sumber: Milis Forum Pembaca Kompas:Acara Sarasehan 60 thn Kemerdekaan R.I.) Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Kekerasan Atas Nama Agama
Bustanuddin Agus, guru besar Sosiologi Agama Universitas Andalas, Padang. MEDIA INDONESIA, Jum'at, 05 Agustus 2005 KEKERASAN yang mengatasnamakan agama kembali terjadi. Penyerbuan dan aksi perusakan oleh massa terhadap Kampus Al-Mubarok, Parung, Bogor, beberapa waktu lalu kembali meninggalkan noda. Massa menyerbu markas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), suatu kelompok yang mereka nilai mengajarkan aliran sesat. Banyak pihak mengecam aksi kekerasan dalam menyelesaikan masalah perbedaan keyakinan. Kecaman itu tidak hanya didasarkan pada pandangan umum tentang cinta dan perdamaian sejati, tetapi juga dari segi ajaran Islam sendiri. Bahkan ditinjau lebih jauh, tampilnya kekerasan dalam menyelesaikan masalah perbedaan keyakinan, bertolak belakang dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Jika memandang Islam dari beberapa sisi, seperti dari sisi rahman dan rahim (sebagai sifat Allah yang terbanyak diungkap dalam Alquran), sisi hikmah dan pelajaran yang baik (bil hikmah wal mau'izhah hasanah), maupun segi ajaran atau teologisnya, maka tindakan kekerasan terhadap JAI perlu dikritisi. Namun dalam konteks ini, pertanyaan besarnya adalah mengapa kekerasan atas nama agama terus terjadi? Bagi massa yang menyerbu, penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah sudah menjadi keharusan. Apalagi ada fatwa MUI yang menilai Ahmadiyah aliran sesat dan tidak diakui sebagai ajaran Islam. Dalam pandangan Islam, jika seorang muslim kemudian menganut ajaran sesat atau keluar dari Islam, maka ia menjadi murtad atau bughah (pemberontak). Dalam perspektif fikih, jika tidak bertobat dalam tiga hari, orang murtad tadi harus dihukum bunuh atau diperangi. Dari pemberitaan media massa terbaca, sejak awal massa telah menuntut kegiatan jemaat Ahmadiyah di Parung dibubarkan. Pembubaran aktivitas Ahmadiyah, menurut mereka, adalah tuntutan yang islami sekali. Apalagi, dari segi fikih klasik dan struktur masyarakat Islam sendiri, pandangan dan tindakan itu dinilai tidak ada salahnya. Mereka melihat pemerintah tidak tegas terhadap Ahmadiyah, walaupun MUI telah memberi fatwa Ahmadiyah sebagai aliran sesat dan menyesatkan. Tadinya mereka berharap, pemerintah membubarkan kegiatan Ahmadiyah, sebagai tindak lanjut fatwa MUI. Jika tidak, massa dapat mengambil tindakan sendiri. Tetapi, jika ditinjau lebih dalam lagi, sesungguhnya ada kekeliruan mendasar dalam cara pandang mereka menghadapi realitas perbedaan keyakinan. Aksi kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah, selain kontroversial juga blunder. Walaupun atas nama menegakkan keyakinan, tindakan kekerasan itu bisa tergolong melanggar hukum negara. Di samping itu, fatwa MUI sendiri, juga menghadapi kendala operasional. Apalagi, fatwa ulama tidak lagi berwibawa seperti dulu. MUI bahkan tidak lagi menjadi institusi sakral. Dalam pandangan publik, MUI pascareformasi sudah berbeda sekali, misalnya dengan MUI semasa dipimpin Buya HAMKA. Ketika kredibilitas ulama merosot, jangankan pemerintah yang bersifat netral, individu-individu muslim saja banyak yang mengabaikan fatwa para ulama. Kuatnya tuntutan supaya pemerintah tegas menindak aliran sesat, juga terasa tidak 'pas'. Pemerintah sendiri hanya akan bertindak di bawah koridor aturan-aturan formal kenegaraan, seperti UU atau instruksi presiden. Kalaupun, misalnya, ada instruksi tentang pemberantasan judi (yang juga menjadi tuntutan ajaran agama), prosesnya sangat panjang. Aparat di bawah bahkan kerap menunggu komando dari atasannya untuk menindak praktik maksiat. Dengan demikian, selama ini sebagian anggota masyarakat melihat prosedur menegakkan amar makruf nahi mungkar dan menegakkan Islam secara kaffah sangat berbelit-belit. Mereka bahkan mendapat kesan, pemerintah tidak punya kemauan, sehingga diperlukan cara-cara tegas dari masyarakat. Problemnya, cara-cara tegas sering diaktualisasikan dalam bentuk kekerasan fisik. Selain tidak sabar, mereka juga merasa berwenang untuk menghukum. Padahal, dalam konteks bernegara, tindak kekerasan atau represi oleh masyarakat tidak dibenarkan. Yang berhak melakukan represi (dalam pengertiannya yang 'netral') hanyalah negara. Masalahnya, dalam pandangan sebagian masyarakat, sekali lagi, logika seperti ini terasa berbelit-belit, sementara penyimpangan ajaran agama terus terjadi. Dari perspektif ilmu pengetahuan, munculnya kekerasan sebagai solusi masalah sosial dan kemanusiaan, jelas menunjukkan adanya kesenjangan antara cita-cita (das sollen) dengan kenyataan (das sein). Kekerasan atas nama Tuhan, sesungguhnya juga membuktikan adanya kesenjangan antara agama teologis dan agama sosiologis-antropologis. Meskipun demikian, kesenjangan antara das sollen dan das sein tentu suatu yang umum terjadi. Hegel, misalnya, menyebut hukum dialektika: tesis-antitesis-sintesis. Bahkan perspektif sosiologi dan antropologi agama berangkat dari kesadaran mencoloknya kesenjangan antara cita-cita dan kenyataan ini. Kedua cabang ilmu ini berkembang karena banyaknya
[EMAIL PROTECTED] Is the United States “the second Mecca”?
The Intellectual Impact of American Muslim Scholars on the Muslim World, with Special Reference to Southeast Asia Osman Bakar Center for Muslim-Christian Understanding Edmund Walsh School of Foreign Service Georgetown University June 2003 Introduction Shortly before the tragic events of September 11, several leading Malaysian newspapers carried a feature article by Bernama, the country’s National News Agency, based on an interview with me. The subject was Islam in America. Two of the points I raised aroused considerable interest. One was the extraordinary diversity of Islam in the United States. The other was the possible emergence of the United States in the next few decades as the most creative and productive center of Islamic intellectual life in the world, in spite of Muslims constituting only a small minority in the United States and an even more numerically insignificant part of the global ummah of 1.4 billion people. This prediction about the future of Islam in the United States may sound overly optimistic, but the optimism is not without a rational basis. Numerous factors favor the emergence of an American Islam that is spiritually dynamic and intellectually robust - provided that American Muslims remain faithful to the tenets of their religion. The intellectual freedom and cultural openness that characterize the United States stand out as the most important of these favorable factors. In the interview, I spoke of the United States as “the second Mecca,” referring to the extraordinary ethnic, cultural and theological diversity of Islam in this country. What I meant was that apart from Mecca – and Medina – the United States is the only place in the world in which every ethnic Muslim group in the ummah and every Muslim school of thought current in 1.the world are found. Islam in the United States is indeed a microcosm of the Muslim world. Its potential significance for both this country and the Muslim world is obvious. If the American Muslim community succeeds in coping with its diversity and pluralism and produces a distinctive and cohesive American Islam, interacting harmoniously and creatively with American diversity and pluralism, it will be in a position to serve as an influential model for the rest of the ummah. This will have far-reaching consequences for the entire world. The idea of the United States of the near future becoming a major world center of Islamic learning and intellectual life and thought, even if not the most advanced in the world, is exciting. The idea is not new, but has existed in various Muslim circles for some time. After all, the phenomenon of a twenty-first century Western Islam exercising much influence on the rest of the ummah would not be without historical precedent. Medieval Spanish Islam, which Maria Rosa Menocal calls “The Ornament of the World,” was once the enlightened western wing of Islam.1 There is broad agreement in these discussions that if the United States were to emerge as the leading center of Muslim intellectual life, its influence on intellectual developments in the Muslim world would be enormous. While real achievements for the American Muslim community in the two domains of the development of an American Islam and the impact of an American Islam on Islam elsewhere are within its practical reach, progress in the two spheres is not proceeding at the same pace. The creation of a distinctively American Islam is still in its initial stage. American Islam identity and culture itself is not yet well-defined. In contrast, the intellectual relationship between American Muslims and the Muslim world has been forged gradually over the last two decades to the benefit of both. American Muslim scholars are already having a visible impact on contemporary intellectual life and developments in various parts of the Muslim world. Selengkapnya lihat di: http://cmcu.georgetown.edu/PDFs/Intellectual_impact_of_American_Muslim_scholars.pdf Wassalam, Bandaro Kayo Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Ahmad Syafii Maarif: Seorang Sudan Bertanya
Maa Angku Sjamsir Sjarif di Palanta nangko. Lah ambo usahokan mancari email angku Ahmad Syafi'i Ma'arif tapi alun dapek juo dek ambo lai. Wassalam, Bandaro Kayo Seorang Sudan Bertanya Oleh : Ahmad Syafii Maarif REPUBLIKA Selasa, 02 Agustus 2005 Sambil membalik-balik arsip lama, saya menjumpai kliping koran the Indonesia Times, 3 Maret 1990, hlm 1 pada Pojok Koki yang mengisahkan pembicaraan singkat antara seorang Indonesia dengan seorang Sudan di Bandara Karachi, Pakistan. Terjemahan pembicaraan itu adalah sebagai berikut: Seorang laki-laki Sudan berjumpa dengan laki-laki Indonesia. Karena melihat demikian ramai wanita Indonesia, ia bertanya akan pergi ke mana para perempuan itu. Mereka akan pergi ke Arab Saudi untuk bekerja sebagai pembantu, jawab si Indonesia. Apakah negeri Anda begitu papa sehingga Anda harus mengirim perempuan untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga? Tahukah Anda apa yang berlaku pada diri mereka yang bekerja di rumah-rumah besar itu? Si Sudan meneruskan: Negeriku adalah salah satu negeri yang termiskin di dunia. Rakyatku sering menderita kelaparan tetapi kami tidak pernah mengirimkan perempuan untuk bekerja di luar negeri sebagai pembantu, khususnya tidak ke sebuah negeri yang memandang rendah kaum perempuan. Si Indonesia tak berucap apa-apa, ia hanya tertawa. Bagaimana ia akan dapat menjawab sebaliknya terhadap pertanyaan yang begitu perih? Di Tanah Air pun tak seorang pun pernah memberikan jawaban yang tepat terhadap pertanyaan serupa itu. Sengaja saya kutip pojok surat kabar yang sudah almarhum itu semata-mata untuk menyegarkan ingatan kita kembali tentang nasib buruk sebagian anak bangsa yang harus membanting tulang di negeri orang karena sempitnya lapangan kerja di Indonesia. Dan percakapan di atas terjadi awal 1990, tujuh tahun sebelum krisis. Anda bisa bayangkan gambaran yang lebih perih dan suram terjadi selama krisis yang sampai hari ini situasinya belum juga membaik. Derita panjang yang yang tak berkesudahan yang ditanggungkan oleh TKW/TKI kita sudah umum kita ketahui, apakah itu di negeri Arab ataupun bahkan di negeri jiran. Sebelum berangkat banyak di antara mereka yang ditipu oleh calo tenaga kerja, sampai di tempat tujuan diperlakukan lagi sebagai separuh manusia. Tentu tidak semua yang bernasib begitu. Bila induk semangnya adalah seorang yang bermartabat, para pekerja kita akan diperlakukan secara bermartabat pula, sebagai manusia penuh. Jika si bos seorang yang haus seks sekalipun sudah punya istri, tidak jarang TKW kita dijadikan tempat pelampiasannya. Tidak sedikit pula yang dizalimi dan disiksa sampai lumpuh. Namun mereka tidak kapok juga pergi, karena sulitnya mencari penghidupan di negeri sendiri. Persoalan TKW/TKI ini hanyalah salah satu masalah sosial yang akut yang dihadapi oleh bangsa kita yang berfalsafahkan Pancasila, yang di antara silanya berbunyi: Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoensia. Bulan ini kita akan memperingati 60 tahun Indonesia merdeka, tetapi masalah TKW/TKI kita yang bernasib malang belum tersentuh oleh kedua sila itu. Rumusan silanya yang padat dan anggun, dalam realitas kita belum sungguh-sungguh mau melaksanakannya. Apakah sebagian besar politisi kita masih mau berunding dengan sila-sila ini? Saya sangat ragu bila dikaitkan dengan fenomena pilkada-pilkada yang sarat dengan politik uang dan ancaman kekerasan. Pancasila dengan demikian telah terlalu lama diinjak-injak dalam perbuatan. Saya tidak tahu bagaimana reaksi ruh seorang Hatta menonton perilaku sebagian anak bangsa yang lupa daratan dan lupa lautan. Barangkali ruh itu akan berucap, Sewaktu aku masih menyatu dengan raga Hatta, aku pernah menderita di Digul yang penuh nyamuk malaria demi kemerdekaan Tanah Air. Hatta melakukan semuanya itu dengan tingkat ketabahan yang luar biasa lantaran cintanya yang teramat dalam kepada bangsa ini. Mengapa tuan-tuan yang datang kemudian sampai hati mengkhianati hasil jerih payah para pendiri Indonesia yang telah berkorban demikian banyak? Nasib malang yang menimpa sebagian para TKW/TKI kita adalah di antara penyebab yang membuat ruh Hatta gelisah yang tak putus-putusnya. Pertanyaannya tetap saja: Mengapa tuan-tuan belum juga sadar hai anak-anak bangsaku. Mengapa petualangan dalam dosa dan dusta belum juga berakhir? Saya percaya dalam suasana 60 tahun Indonesia merdeka masih ada di antara kita yang punya hati nurani. Itulah yang memberi secercah harapan bahwa kita punya masa depan! Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Khaled M Abou Al Fadl tentang Produk Sampingan Kolonialisme
Oleh: Ninuk Mardiana Pambudy Dahono Fitrianto Kompas, Minggu, 24 Juli 2005 Dalam ”The Orphan of Modernity and the Clash of Civilisations” (www.scholarofthehouse.com), Profesor Dr Khaled Abou Al Fadl, profesor hukum dengan spesialisasi hukum Islam dari Fakultas Hukum University of California di Los Angeles, menyebut kelompok Islam radikal adalah produk sampingan kolonialisme dan modernitas, bukan warisan paradigma Islam. Hal itu juga dijelaskan Prof Al Fadl kepada Kompas saat ditanyakan mengapa antara Islam dan modernitas kerap terjadi ketegangan. Sejak Minggu (17/7) hingga Selasa (26/7), Prof Al Fadl berada di Jakarta dan Yogyakarta atas undangan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Sebelumnya, Prof Al Fadl berada sepekan di Singapura dan setelah Yogyakarta dia terbang ke Kuala Lumpur, Malaysia. Selama di Jakarta Prof Al Fadl memberi ceramah dan berdialog dengan tokoh agama dan masyarakat, antara lain dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, dan di Yogyakarta memberi keynote speech pada International Conference on Islam, Women and New Social Order. Berikut petikan wawancara Kompas dengan komisioner pada United States Commission on International Religious Freedom yang dibentuk Pemerintah Amerika Serikat. Dalam ceramah di Jakarta, Senin (18/7), dan juga disebut dalam buku Anda, Speaking in God’s Name, Anda menyebut individu atau kelompok otoriter dan individu yang otoritatif. Di dalam buku itu saya menyusun prinsip metodologi dan moral, yaitu apa dasar yang dimiliki seseorang yang mengklaim dirinya berbicara atas nama Tuhan. Saya tidak mengatakan tak seorang pun dapat berbicara mengenai keinginan Tuhan, tetapi yang saya maksud adalah tidak seorang pun dapat berbicara atas nama Tuhan. Ada beda besar di situ. Apa yang diinginkan Allah kita ketahui melalui elemen kebenaran. Al Quran adalah elemen kebenaran dalam bentuk teks; dan elemen kebenaran yang lain adalah penggunaan akal. Dan apa yang diketahui akal harus disertai pengetahuan karena Allah menciptakan akal manusia menurut aturan tertentu. Bila seseorang berbicara mengenai Tuhan, dia dapat saja otoritatif, yaitu orang yang dapat Anda mintai pendapat karena mereka jujur, rajin, memeriksa semua petunjuk dalam teks dan alam secara filosofis dan menyeluruh. Namun, mengatakan patuhi saya atau Anda bukan Muslim, itu adalah otoriter. Otoriter adalah tindakan merampas wilayah milik Tuhan, dan wilayah Tuhan adalah otoritas absolut untuk mengatakan, menilai, memutuskan, dan memulai serta mengakhiri sesuatu. Dan, buku Speaking in God’s Name seperti lapis-lapis filsafat dan pembaca yang berbeda akan sampai pada lapisan yang berbeda karena saya juga mengajukan argumentasi bahwa otoriter sesungguhnya adalah sekuler sejati. Bisa dijelaskan? Sekuler sejati karena tindakan otoriter membatalkan Tuhan dan menempatkan manusia di tempat Allah. Ketika saya mengatakan saya yang memutuskan serta mengatakan apa yang Islam dan bukan Islam dan mengatakan saya memiliki kekuasaan eksklusif, saya meniadakan Tuhan. Keputusan itu menjadi keputusan manusia, bukan keputusan Tuhan. Ketika itu keputusan manusia, itu adalah sekuler sejati. Jadi, otoriter seperti monopoli di pasar gagasan, sedangkan otoritatif adalah seperti pasar bebas di pasar gagasan. Semua gagasan dan argumentasi tersedia di sana dan memberi kebebasan kepada manusia, kreasi Tuhan terbesar yaitu kreasi tentang pilihan yang membedakan kita dari makhluk lain ciptaan Tuhan. Apa pun yang mencabut elemen kebebasan memilih itu, bukan hanya itu otoriter, tetapi juga membatalkan tujuan penciptaan manusia, membatalkan kemanusiaan kita. Mengapa banyak individu atau kelompok yang tidak toleran pada agama lain atau bahkan dalam kelompok agamanya sendiri? Intoleransi terjadi ketika sebuah agama menganggap agama lain, karena tidak mau mencari keselamatan menurut agama yang pertama, maka pengikut agama lain itu menjadi tidak berharga sebagai manusia. Dan karena mereka didehumanisasi, lalu secara psikologis Anda percaya Anda bukan membunuh manusia melainkan membunuh setan, kejahatan. Tidak diragukan, dalam hubungan antar-agama, Islam adalah yang paling toleran. Alasannya, ini dikatakan Al Quran berulang kali secara jelas, ”orang-orang di antara kamu—kepada penganut Kristiani, Judaisme—yang melakukan perbuatan baik dan berterima kasih kepada Allah, mereka tidak perlu takut dan tidak perlu menderita lebih banyak.” Yang diajarkan Islam adalah manusia sebagai ciptaan yang memiliki akal, memiliki kemampuan memilih, dan karenanya harus ditinggikan derajatnya. Karena itu Al Quran mengatakan, ”kita harus meninggikan derajat manusia” dan bukan ”meninggikan derajat Muslim”. Persoalannya adalah kebodohan atau ketidaktahuan. Di dalam banyak masyarakat, termasuk Islam, ketika masyarakatnya makmur dan pengetahuan menyebar dan orang dengan pengetahuan terbanyak yang paling dihargai, toleransi menyebar. Dan pada masyarakat yang tidak makmur,
[EMAIL PROTECTED] [Fwd: Fw: [nasional-list] 30 Rumah Rusak, Pegawai UNP Hilang]
- Original Message - From: Ambon mailto:[EMAIL PROTECTED] To: Undisclosed-Recipient:; mailto:Undisclosed-Recipient:; Sent: Wednesday, July 27, 2005 2:55 AM Subject: [nasional-list] 30 Rumah Rusak, Pegawai UNP Hilang http://www.padangekspres.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticleartid=3525 http://www.padangekspres.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticleartid=3525 30 Rumah Rusak, Pegawai UNP Hilang * Ombak Mengganas di Pantai Padang Oleh admin padek 1 Senin, 25-Juli-2005, 19:04:55 http://www.padangekspres.com/friend.php?op=FriendSendartid=3525 http://www.padangekspres.com/mod.php?mod=publisherop=printarticleartid=3525 Padang, Padek--Sedikitnya 30 rumah dan seorang warga hilang, akibat mengganasnya ombak di sejumlah tempat di sepanjang Pantai Padang, kemarin. Dua rumah dilaporkan rusak parah, sementara seorang warga Gunung Pangilun, Dasman (47) yang tengah memancing di sekitar kawasan Bukit Lampu, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, hingga berita ini diturunkan belum ditemukan. Dasman, pegawai administrasi di Universitas Negeri Padang (UNP) itu hilang ditelan ombak, ketika menyelamatkan tiga rekannya yang terseret ombak duluan. Upaya keras yang dilakukan jajaran Polisi Pamong Praja (Pol PP), Pol Airud, Badan SAR Nasional, serta dibantu masyarakat belum membuahkan hasil. Pencarian direncanakan dilanjutkan hari ini, menyisiri kembali lokasi hilangnya korban. Hilangnya Dasman menambah deretan warga yang terseret air dalam dua hari terakhir, karena sebelumnya, Sabtu (23/7) seorang warga, Ayu (19) juga tenggelam di Banda Bakali dan akhirnya ditemukan tewas setelah dilakukan pencarian selama tiga jam. Pantauan koran ini di lapangan dan informasi dari masyarakat di Ulak Karang, dalam dua hari ini telah 30 rumah warga yang rusak, dan 2 di antaranya rusak parah terdapat di daerah Pasia, di Kelurahan Ulak Karang Selatan, bahkan sebagian warga yang tinggal di tepi pantai mengungsi ke tempat yang lebih aman. Hingga tadi malam dua rumah warga yang rusak parah, kondisinya sangat mengkhawatirkan bagian bawah dari rumah telah bolong dikikis ombak sehingga lantai rumah menggantung. Hal ini merupakan hal yang baru dialami warga Pasia Ulak Karang. Syafrizal (35) salah seorang warga yang rumahnya terkena ombak mengungkapkan selama ini ombak besar sering terjadi, tetapi yang merusak seperti ini baru kali ini . Istri saya saja baru sekali ini mengalami padahal dia dari kecil di sini, ujarnya lirih. Saat ini, Syafrizal dan tetangganya tidak bisa hidup tenang dan untuk pindah, dia merasa tidak mampu karena tidak punya tempat tinggal lain, jadi dia dan istrinya Panur (32) tetap menghuni bagian rumahnya yang masih utuh dengan tiga orang anak-anaknya yang masih kecil. Mereka sangat berharap sekali pemerintah dapat membantunya. Kami yo harok pemerintah dapek mengatasi ini, kalau disuruh pindah kami namuah sajo, tetapi kami ndak punyo apo-apo untuak pindah, ujar ayah 3 anak ini, sambil tertunduk lemah. Hilang Saat Memancing Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Kota Padang, Budi Hermanto yang turun ke lokasi bersama anggotanya dan jajaran lainnya mengatakan, berdasarkan keterangan tiga rekan korban yang selamat, korban justru hilang ketika menolong mereka bertiga yang terseret arus. Saat itu korban membantu dengan kayu, tetapi setelah tiga orang diselamatkan ternyata korban tak kelihatan, ujar Budi menirukan keterangan para rekan korban yang selama ini sering memancaing. Diketahui para pemancing tersebut merupakan warga Gunung Pangilun, Padang. Sekaitan kurang bersahabatnya ombak laut, Wakil Wali Kota Padang Yusman Kasim mengimbau warga kota, terutama yang tinggal di pinggir pantai untuk tetap waspada, karena keganasan ombak bisa saja datang secara tiba-tiba-tiba. Kita perlu waspada, tetapi tidak perlu panik, karena kepanikan justru akan membawa keresahan yang lebih luas, ujar Yusman. Untuk pengamanan kata Yusman, sebenarnya Pemko padang telah mengajukan program pembangunan krip pantai, bahklan sampai ke Ulak Karang. Namun karena biayanya yang sangat besar, program tersebut baru dapat dilaksanakan secara bertahap. Untuk jangka pendek kewaspadaan yang perlu kita tingkatkan, tetapi yang jelas secara bertahap kita mengupayakan membangun krip di sepanjang pantai, tandasnya. (cr8/suk) Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] FYI: Soft File Buku Dialog Masalah Ketuhanan Yesus
Assalamu ‘alaikum wr. wb. Di antara adidunsanak tentunya ada yang pernah membaca/memiliki buku kecil yang sangat menarik: “Dialog Masalah Ketuhanan Yesus”. Bagi yang berminat memiliki softfile dari buku tersebut dapat mendownload dari file milis Media Dakwah yang diusahakan netters milis tersebut di : http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/files Saya pikir Erwin Muchtar dkk perlu mengupload file tersebut di situs Cimbuak Wassalam, Bandaro Kayo Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Penafsiran Dari Makhluk Islam liberal – was: Re: [surau] Tidak Setuju? OK, Tetapi Kenapa H arus Menyerang dan Merusak?
dibandingkan dengan urat leher sang hamba itu sendiri, bahwa Allah itu akan memberi hidayah kepada siapa yang dikendakiNYA, sering dikerangkeng oleh aturan-aturan yang dibuat oleh para ulama yang pada hakekatnya juga manusia biasa. Subhanallah! Sekian dulu, karena takut saya bahwa semakin banyak saya bicara, semakin banyak pula saya melakukan dosa, karena saya sadar saya memiliki kekurangan, sadar bahwa usia tua yang saya milik sama sekali tidak mempunyai arti bahwa ilmu, amal dan keikhlasan dalam beribadah lebih baik dari pada yang muda-muda. Hanya kepada Allah SWT saja saya mohon keredhaan, hidayah dan maghfirah. Wassalam, Bandaro Kayo Salam, azh -Original Message- From: Darwin Bahar [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, July 24, 2005 2:34 AM To: [EMAIL PROTECTED]; palanta@minang.rantaunet.org Subject: Re: [surau] Tidak Setuju? OK, Tetapi Kenapa Harus Menyerang dan Merusak? Assalamu ‘alaikum wr. wb. Sidang Palanta RN dan Jemaah Surau yang dimulyakan Allah SWT Pada akhir tulisan saya pada postingan saya terdahulu, saya menyatakan harapan saya agar pendapat saya tidak dijadikan polemik ---dan kalau ada nilainya---menjadi refleksi bersama, namun tetap saja mendapat reaksi beragam. Arnoldison malah sengaja men-cc-kannya ke account pribadi saya. Rupanya beliau khawatir komentarnya di Surau tidak terbaca dan tidak ditanggapi oleh saya. Saya memang tidak langsung menanggapi satu demi satu. Pertama karena ya itu, saya tidak ingin berpolemik mengenai hal tersebut. Kedua karena saya juga ingin mengikuti perkembangan keadaan dan berbagai pernyataan dan wacana yang timbul berkenaan dengan hal tersebut di media masa dan di sejumlah milis yang saya ikuti, termasuk pernyataan dari KISDI. Namun tentunya tidak elok kalau saya tetap diam seribu bahasa. Karena itu dengan tidak mengurangi penghormatan saya kepada himbawan Engku Boes agar masalah Ahmadiah ini tidak dibahas lagi di Surau, saya merasa perlu memberikan tanggapan terhadap postingan Azhari di bawah ini, Sekaligus menanggapi Ronald, Arnold, Rida, Rahima dan lain-lain di Palanta dan Surau. Pada dasarnya posting saya yang terdahulu menyangkut keprihatinan saya akan dua hal. Pertama rendahnya kemampuan mayoritas ummat untuk menerima penafsiran yang berbeda terhadap Al-Quran dan Sunnah (yang merupakan urusan ‘langit’ yang berujung kepada perpecahan dan tindak kekerasan, yang banyak mengabiskan enersi ummat sehingga abai terhadap urusan ‘bumi’ yaitu kondisi umat yang ketinggalan jauh dari para ‘kafirun’ secara ekonomi, politik dan iptek. Kedua, adanya salah kaprah/dstorsi terhadap keislaman para pengikut Ahmadiah yang dijadikan dasar untuk menghakimi Ahmadiah sebagai aliran sesat lalu meminta Pemerintah untuk membubarkan Jemaah Ahmadiah Indonesia. For sure, saya tidak menutup mata bahwa aliran sesat di kalangan ummatt Islam di Indonesia yang memang ada perlu dilarang oleh Pemerintah seperti sebuah ‘pesantren’ di Jatim yang membolehkan hubungan seks bebas antara sang kiyai dengan para santri perempuannya. Tetapi Ahmadiah? Seperti dilaporkan Majalah TEMPO pekan ini, jumlah pengikut Ahmadiah di seluruh dunia waktu ini sekitar 200 juta, tersebar di 178 negara, padahal 1965 jumlah mereka baru 10 juta. Adapun di Indonesia saat ini jumlah mereka diperkirakan 500 ribu tersebar di 300 cabang. Padahal tahun 1970-an diperkirakan sekitar 20 ribu. Dari sumber lain saya ketahui bahwa jumlah mereka di Asia hanya 20 juta. Sisanya yang 180 juta tersebar di Autralia, Afrika, Eropah dan Amerika sebagai hasil dakwah para mubaligh mereka yang terlatih dan berdedikasi tinggi, organisasi yang rapi serta didukung oleh jemaah yang gemar berjihad dengan harta mereka untuk keyakinan mereka. Azhari benar ketika mengatakan bahwa jumlah mereka yang jutaan bukan jaminan bahwa sikap keberagamaam Ahmadiah benar. Tetapi pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri, apakah penilaian kita kepada mereka sudah sepenuhnya benar, sehingga secara tidak sadar kata sudah berbuat zalim. Saya menggunakan istilah zalim di sini, karena sepanjang yang saya ketahui, pencemongan terhadap Mirza Gulam Ahmad (MGA)---antara lain dinisbatkan sebagai seorang sebagai seorang ‘pecundang’ “penjilat Inggris” yang suka bekerja sama dengan orang-orang Kristen, dan Jemaah Ahmadiah---antara lain dikatakan punya kitab suci sendiri Tadzkirah dan kalau berhaji tidak ke Mekah tetapi ke Qadian---sudah sangat keterlaluan, persis seperti yang dilakukan kaum pembenci Islam kepada ajaran Islam terhadap dan Junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Tidak usah jauh-kauh membaca buku atau artikel-artikel orientalis-orientalis busuk atau manusia-manusia murtad yang hina seperti Ibn Warraq. Masuk saja ke milis Proletar atau milis MinangNet. Sikap seperti itu jelas tersebut sangat jauh dari sikap akhlaqul karimah, dan sangat jauh dari pesan Al-Quran, yang melarang kebencian kepada suatu kaum
[EMAIL PROTECTED] Re: [surau] Tidak Setuju? OK, Tetapi Kenapa Harus Menyerang dan Merusak?
kerendahan hati untuk menyadari bahwa kita ini bukan Allah SWT, dan apa yang kita anggap benar belum tentu benar menurut Allah SWT. Dengan landasan ini kita seharusnya lebih banyak mengingat Allah serta memperkuat keimanan kita dan orang-orang terdekat kita, seperti yang lebih dari sekali diingat oleh Angku Adrisman dari pada mengurusi keimanan orang lain, yang pada hakekatnya hanya Allah SWT sendiri yang mengatahuinya. Mengapa kita tidak berbaik sangka saja untuk menrima pernyataan Pimpinan Jemaah Ahmadiah Indonesia bahwa Ahmadiah tidak berbeda dengan kelompok Islam lainnya memiliki keyakinan serupa: sama-sama mengucapkan dua kalimat syahadat, kecuali kita benar-benar mempunyai bukti yang sahih bahwa ucapan tersebut dusta dan apa yang mereka lakukan di Markas mereka di Parung tersebut bener-benar meresahkan masyarakat di sekitar nya. Padahal sejauh investgasi yang dilakukan sejumlah media masa ternyata hal itu tidak benar. Nabi SAW sendiri telah memberikan contoh yang seyogyanya kita teladani dengan baik. Sebagaimana yang diungkapkan dalam biografi Nabi SAW yang ditulis oleh Martin Lings (beliau ini seorang Muslim), ketika Nabi SAW mengutus Usamah bin Zaid sebagai komandan sebuah pasukan ke daerah suku Juhaina, Usamah dan seorang Anshar menjumpai seseorang dari mereka dan menyergapnya. Ketika akan dibunuh, orang tersebut berkata: Laa ilaha illalah. Namun tetap saja dibunuhnya orang itu. Tatkala berita mengenai kejadian itu sampai kepada Nabi SAW, beliau bertanya kepada Usamah mengapa ia berbuat demikian, Usamah berkata: Ya Rasulullah, ia mengucapkan Laa ilaha illalah karena untuk memastikan dirinya agar selamat. Rasulullah SAW bersabda: Mengapakah engkau tidak membelah hatinya dan membukanya untuk memastikan apakah ia berkata itu karena datang dari lubuk hatinya yang terdalam atau tidak? Wallahuaalam bissawab Wassalam, Bandaro Kayo --- In [EMAIL PROTECTED], Azhari [EMAIL PROTECTED] wrote: Sebuah kebenaran tidak diukur dari jutaan jamaah Ahmadiyah didunia, bukan diukur megahnya mesjid Ahmadiyah di kota London, tetapi sebuah kebenaran diukur dari acuan kita umat Islam yakni Al-Quran dan sunnah. Ini sebetulnya bukan persoalan sederhana, ini persoalan yang sangat penting yakni aqidah. Ketika seseorang masuk Islam mudah syaratnya yakni membaca syahadat tetapi berat konsekuensinya yakni menjalankan syari'at Islam. Syahadat diucapkan dengan meyakini bahwa Tuhannya Allah swt dan nabinya Muhammad saw, tetapi ketika ada gerakan seperti Ahmadiyah yang menyakini Nabi lain selain Muhammad saw maka ia tidak bisa lagi digolongkan sebagai Islam, meskipun ia masih meyakini Muhammad saw sebagai Nabi ke 25. Salam, azh -Original Message- From: Darwin Bahar [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, July 11, 2005 11:32 PM To: palanta@minang.rantaunet.org; [EMAIL PROTECTED] Subject: [surau] Tidak Setuju? OK, Tetapi Kenapa Harus Menyerang dan Merusak? ... Dengan demikian bagi kelompok pertama yang tetap berpendapat bahwa Jemaah Ahmadiah menyimpang tentunya sah-sah saja. Apalagi pendapat ini didukung jumhur ulama termasuk MUI, walaupun boleh ikut bangga bahwa ada orang Islam yang memperoleh hadiah Nobel untuk fisika, yaitu Prof Abusalam yang notabene seorang muslim Ahmadiah. Kalau mau disanggah, seyogyanya sanggah saja penfasirannya. Persoalannya, mengapa harus melakukan serangan fisik, merusak dan berusaha membubarkan acara yang telah mendapat izin aparat keamanan? Tindakan premanisme dan main hakim sendiri ini tidak saja harus dikutuk, tetapi harus ditindak tegas dan tuntas oleh aparat penegak hukum, dan para pelaku, utamanya mereka-mereka yang bertanggung jawab harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sekali ini dibiarkan, maka jangan terkejut nanti akan ada korban-korban tindakan anarkis berikutnya dengan dalih yang mereka ditetapkan sendiri. Dan ini hendaknya menjadi perhatian sungguh-sungguh dari seluruh umat Islam utamanya para ulama dan tokoh-tokoh umat, terutama Bapak-Bapak di MUI agar lebih mengemukakan kebersamaan serta bersikap tegas terhadap tindakan-tindakan premanisme atas nama Islam yang justru mencemongi Islam. ... Akhirnya saya berharap pendapat saya di atas tidak dijadikan polemik ---dan kalau ada nilainya---menjadi refleksi kita bersama. Ya, apalah awak ini. Wassalam, Darwin Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
[EMAIL PROTECTED] Penjelasan MA Suryawan Mengenai Kitab Tadzkirah
Sebagaimana saya kemukakan pada posting saya terdahulu di bawah ini saya kopikan penjelasan MA Suryawan mengenai Kitab Tadzkirah yang saya kopi dari sebuah milis yang patut didengar dan dipertimbangkan dengan baik. Bagi yang tidak bisa menerima penjelasan tersebut, peganglah pendirian tersebut, supaya tidak menjadi polemic baru lagi. Dan dengan ini saya akhiri pembahsan saya mengenai Jemaah Ahmadiah di kedua milis ini. Hanya kepada Allah SWT saja saya mohon keredhaan, petunjuk dan ampunan. Wassalam, Bandaro Kayo == Soal Buku Tadzkirah Assalamu'alaikum, Saya lagi nonton Today's Dialog di Metro TV malam ini (18 Juli 2005), di mana ada ketua MUI dan Ulil Abshar Abdalla (JIL), mereka bolak-balik bicara tentang buku Tadzkirah yang dikatakan sebagai kitab suci bagi orang Ahmadiyah oleh ketua MUI, padahal bukan. Penjelasannya begini: Masalah Pembajakan Al-Qur'an dan Kitab Tadzkirah Tuduhan bahwa Jemaat Ahmadiyah telah melakukan pembajakan Al-Qur'an adalah sebuah tuduhan yang mengada-ada dan jelas tanpa bukti yang dapat dipertanggung-jawabkan. Tuduhan itu didasarkan pada perkataan bahwa orang Ahmadiyah mempunyai kitab suci sendiri yang bernama Tadzkirah. Tidak diragukan lagi bagi Jemaat Ahmadiyah bahwa tidak ada kitab suci lain kecuali Al-Qur'an. Dan nama Tadzkirah yang disebut-sebut sebagai kitab suci baru muncul sekitar tahun 1992, ketika salah seorang penulis buku yang terbit di Indonesia yaitu M. Amin Djamaluddin mengarang buku berjudul Ahmadiyah Pembajakan Al-Qur'an. Jadi, istilah kitab suci yang melekat pada buku Tadzkirah diciptakan oleh M. Amin Djamaluddin, bukan oleh Jemaat Ahmadiyah. Di dalam literatur-literatur Ahmadiyah apa pun, sejak masa hidup Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. (1835-1908) sampai dengan hari ini, tidak pernah ditemukan istilah kitab suci untuk Tadzkirah. Demikian pula dengan Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. menyatakan bahwa kitab sucinya adalah Al-Qur'an, sbb: Tidak ada kitab kami selain Qur'an Syarif. Dan tidak ada Rasul kami kecuali Muhammad Musthafa shallallaahu `alaihi wasallam. Dan tidak ada agama kami kecuali Islam. Dan kita mengimani bahwa Nabi kita s.a.w. adalah Khaatamul Anbiya', dan Qur'an Syarif adalah Khaatamul Kutub. Jadi, janganlah menjadikan agama sebagai permainan anak-anak. Dan hendaknya diingat, kami tidak mempunyai pendakwaan lain kecuali sebagai khadim Islam. Dan siapa saja yang mempertautkan hal [yang bertentangan dengan] itu pada kami, dia melakukan dusta atas kami. Kami mendapatkan karunia berupa berkat-berkat melalui Nabi Karim s.a.w. Dan kami memperoleh karunia berupa makrifat-makrifat melalui Qur'an Karim. Jadi, adalah tepat agar setiap orang tidak menyimpan di dalam kalbunya apa pun yang bertentangan dengan petunjuk ini. Jika tidak, dia akan mempertanggung-jawabkannya di hadapan Allah Ta'ala. Jika kami bukan khadim Islam, maka segala upaya kami akan sia-sia dan ditolak, serta akan diperkarakan. (Maktubaat-e-Ahmadiyyah, jld. 5, no. 4) Sejarah Tadzkirah Tadzkirah bukanlah kitab suci bagi Jemaat Ahmadiyah. Kitab suci Ahmadiyah adalah Al-Qur'an Karim yang diturunkan kepada junjungannya Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya, yaitu Nabi Besar Muhammad s.a.w. Tadzkirah adalah sebuah buku yang berisi kumpulan wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf serta mimpi-mimpi yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad dalam hidupnya selama lebih dari 30 tahun. Selama Hz. Mirza Ghulam Ahmad hidup, tidak ada buku yang bernama Tadzkirah dalam lingkungan Jemaat Ahmadiyah dan Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. tidak pernah menulis buku yang berjudul Tadzkirah. Buku Tadzkirah ini dibuat kemudian atas prakarsa Hz. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a.. Pada sekitar tahun 1935, beliau menginstruksikan kepada Nazarat Ta'lif wa Tashnif, sebuah biro penerangan dan penerbitan Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu untuk menghimpun wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf serta mimpi-mimpi yang diterima Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagaimana terdapat dalam berbagai macam terbitan (buku-buku, jurnal-jurnal [selebaran, majalah] dan surat kabar-surat kabar) yang mana materi terbitan itu telah disebarkan kepada umum pada saat itu. Selain itu, dari catatan-catatan harian Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. juga ditemukan keterangan mengenai pengalaman ruhani beliau. Dan juga adanya kesaksian dari para Sahabat, anggota keluarga, kerabat dan lainnya, di mana mereka diberitahu oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad mengenai wahyu, kasyaf, mimpi yang beliau terima dari Allah Ta'ala. Untuk maksud ini dibentuklah sebuah panitia yang terdiri dari Maulana Muhammad Ismail, Syekh Abdul Qadir dan Maulvi Abdul Rasyid. Panitia tersebut menyusun buku Tadzkirah secara sistematis dan kronologis. Setelah pekerjaan tersebut selesai, maka buku tersebut diberi nama Tadzkirah. Nama Tadzkirah sendiri mempunyai arti kenangan atau peringatan. Buku ini dicetak dalam jumlah yang terbatas. Di Indonesia pun jumlahnya sangat terbatas dan hanya
[EMAIL PROTECTED] [Fwd: Fwd: Lowongan Kerja di KPK]
--- In [EMAIL PROTECTED], e-mgradzie [EMAIL PROTECTED] wrote: Komisi Pemberantasan Korupsi membutuhkan beberapa tenaga kerja. Jika ada di antara kawan-kawan yang berminat, silakan klik link di bawah ini: http://www.kpk.go.id/portal/html/modules/recruitmentlink/ Batas Akhir 31 Juli 2005 Kirimkan Lamaran dan Daftar Riwayat Hidup ke PPM ASSESSMENT CENTER melalui e-mail: [EMAIL PROTECTED] dengan mencantumkan Kode Posisi pada Subject Line dan Nama Pendaftar sebagai Nama Attachment File Formulir Daftar Riwayat Hidup dapat di-download di bawah ini. Semoga bermanfaat. Saleum, Radzie NB: KPK Sukses menggelandang Puteh (gubernur Aceh) ke penjara, karena korupsi di Aceh. Mampukah membongkar penggunaan dana operasi militer di Aceh? --- E-MGRADZIE Jurnalis di Banda Aceh Jika Anda tak terlalu sibuk, sempatkan mengunjungi rumah saya di alamat: http://www.acehinteraktif.com http://radzie.multiply.com http://www.efmg.blogspot.com Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Email Angku Ahmad Syafi'i Ma'arif - was: Re: [RantauNet] Muhammadiyah itu Tenda Besar
Aa kabatulan ambo indak punyo doh, sakalipun nantun ka ambo usahokan untuak mancarikannyo Wassalam, Sutan Bandaro Kayo --- In palanta@minang.rantaunet.org, Sjamsir Sjarif [EMAIL PROTECTED] Maa Angku Darwin Bahar di Lapau, Kok lai angku punyo email angku Ahmad Syafi'i Ma'arif, atau kok dapek mancarikannyo, tolong kirim ambo di jalua paribadi. Ambo ingin korespondensi paribadi jo baliau. Tarimo kasih. Salam, --MakNgah 40927 From: Darwin Bahar [EMAIL PROTECTED] Date: Fri Jul 15, 2005 1:21am Subject: [EMAIL PROTECTED] Muhammadiyah itu Tenda Besar MAJALAH TEMPO, Edisi. 20/XXXIV/11 - 17 Juli 2005 Wawancara Muhammadiyah itu Tenda Besar Website http://www.rantaunet.org _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Muhammadiyah itu Tenda Besar
MAJALAH TEMPO, Edisi. 20/XXXIV/11 - 17 Juli 2005 Wawancara Muhammadiyah itu Tenda Besar Di bawah kepemimpinan Ahmad Syafi'i Ma'arif, warna Muhammadiyah sebagai gerakan Islam puritan yang kaku mulai pudar. Organisasi Islam yang disebut punya 30 juta pengikut itu kini aktif dalam gerakan nasional memerangi penyakit sosial dan moral bersama Nahdlatul Ulama, kelompok ulama yang kerap berbeda paham dalam soal cara beribadah dengan Muhammadiyah. Pasangan Syafi'i Ma'arif bersama Hasyim Muzadi malah tampak kompak sekali dalam menggelorakan kampanye nasional antikorupsi. Ia juga keras membersihkan tubuh organisasi yang dipimpinnya dari penyakit moral itu. Pimpinan Muhammadiyah, kata dia, harus berkarakter kuat dan tidak mudah goyah oleh godaan ekonomi dan politik. Godaan ekonomi memang menguat setelah Muhammadiyah berhasil mendirikan belasan ribu sekolah dari TK sampai SMU serta ratusan universitas dan ratusan rumah sakit, panti asuhan, dan tempat ibadah yang tersebar di penjuru Nusantara. Memang, dalam kondisi pengembangan aset luar biasa seperti itulah Ahmad Syafi'i Ma'arif memimpin organisasi Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini. Mungkin karena kesibukan tersebut, Muhammadiyah lantas ditengarai kurang berbunyi dalam pengembangan khazanah pemikiran keislaman. Ditambah lagi, nuansa keberpihakan terhadap partai politik tertentu pada masa reformasi membuat Muhammadiyah dituding telah bergeser menjadi wahana kegiatan politik praktis. Tudingan-tudingan itu dibantah Syafi'i Ma'arif. Ia merujuk pada fakta bahwa organisasi yang hampir berumur setengah abad itu tidak sepi pertentangan pemikiran. Terutama antara sejumlah aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Remaja Muhammadiyah, dan Pemuda Muhammadiyah yang dituduh mulai berdamai dengan paham Islam liberal, melawan kelompok Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Muhammadiyah, yang dikenal lebih berpihak pada paham Islam fundamentalis. Perdebatan antara kelompok liberal dalam JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah) dan PSAP (Pusat Studi Agama dan Peradaban) dengan para penganut mazhab Tabligh yang kerap berkumpul di lantai 3 markas Muhammadiyah ini memang kerap seru. Apakah pergulatan pemikiran ini akan terus berlangsung setelah Ahmad Syafi'i Ma'arif resmi menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada Din Syamsuddin dalam Muktamar ke-45 di Malang, Jawa Timur, pekan lalu? Intelektual muslim yang pernah diundang Presiden Amerika George Walker Bush berdialog itu berharap demikian. Setidaknya kesan itu yang muncul ketika Syaiful Amin dan Heru C. Nugroho dari Tempo mewawancarai Syafi'i Ma'arif di kediamannya di Yogyakarta, sebelum berangkat ke Malang menghadiri Muktamar Muhammadiyah, dua pekan lalu. Perbincangan yang kemudian dilanjutkan oleh Bibin Bintariadi, wartawan Tempo di Malang, di sela-sela acara muktamar. Berikut petikannya: Apa perbedaan muktamar ke-45 kali ini dengan sebelumnya? Muktamar dulu tidak ada perubahan AD/ART, sekarang ada. Kali ini program disesuaikan dengan perubahan zaman. Intinya, Muhammadiyah ingin revitalisasi di semua sektor, termasuk soal pemikiran. Hal itu tidak mudah. Selama ini Muhammadiyah agak sedikit inward looking. Jadi, (urusan) keluar itu kurang. Sejak Amien Rais memimpin Muhammadiyah, organisasi ini sudah masuk arus besar bangsa. Itu jasa Amien, kemudian saya teruskan. Amien ke politik sedangkan saya mencoba lebih banyak ke kultural, tapi juga ke tengah-tengah arus bangsa. Dalam muktamar yang lalu, kami juga menjawab kritik soal Muhammadiyah mundur secara intelektual dengan menampung Majelis Tarjih. Majelis yang semula hanya Majelis Tarjih diganti nama menjadi Majelis Tarjih dan Pemikiran Islam. Akhir-akhir ini Muhammadiyah kurang laku dijual, padahal dikenal sebagai organisasi pembaruan. Mengapa? Ya, mungkin tidak laku keras seperti ketika dia pertama kali muncul. Sebab sudah banyak orang yang meniru Muhammadiyah. Karena muncul kelompok Islam progresif yang mengusung perubahan? Itu relatif. Apa parameter progresif itu? Muhammadi-yah punya Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM). Dan aktivitas anak-anak muda itu luar biasa walaupun banyak pertentangan dari dalam. Mahasiswa Muhammadiyah memang pernah mandul lama sekali, sekitar 20 tahun. Bahkan pernah terjadi dualisme Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Sekarang sudah mulai dibenahi dan diatasi. Soal tudingan khazanah keislaman di Muhammadiyah tidak berkembang? Itu jelas terbantahkan. Khazanah keislaman itu sudah berjalan dengan kebangkitan anak-anak muda yang kreatif. Tiap minggu nama mereka muncul di berbagai media. Dari sisi pemikiran, juga muncul potensi yang menurut saya punya masa depan yang bagus sekali. Walaupun oleh sebagian orang di dalam dinilai terlalu jauh, terlalu liberal, bagi saya, biar sajalah. Kalau memang ada persoalan begitu, mari kita ajak duduk, mari berdiskusi. Kalau perlu mari kita tukar bacaan, supaya kita itu jangan sempit (pandangan). Posisi Pengurus
[EMAIL PROTECTED] Tidak Setuju? OK, Tetapi Kenapa Harus Menyerang dan Merusak?
Dalam hidup kita sering terpaksa melihat yang sangat tidak ingin kita lihat atau mendengar yang sangat tidak ingin kita dengar atau mengetahui bahwa apa yang dikhawatirkan terjadi kemudian terjadi, yang menyebabkan kita menjadi sangat sedih dan gusar. Itulah yang saya rasakan ketika menyaksikan berita seputar serangan bom teroris di London yang menewaskan banyak orang tidak bersalah pekan lalu, dan kemudian sebuah peristiwa yang diberitakan Liputan 6 SCTV pagi dan Nuansa Pagi hari Minggu yang lalu, yaitu ketika segerombolan orang yang mengaku dari Lembaga Penelitian dan Pengkajian (LPPI) dan Front Pembela Islam (FPI), sebagian masih belia menyerang, merusak dan berusaha membubarkan ‘Jalsah Salanah’ (pertemuan tahunan) ke 46 Jemaah Ahmadiah Indonesia di kampus gerakan tersebut di Parung, Bogor, hari Jumat lalu, dengan alasan “bertentangan dengan ajaran Islam”. Terdengar jelas ada yang berpekik: “Bakar…….bakar!” “Mereka tidak mengakui Nabi Muhammad dan tidak berkitabkan Al-Quran,” demikian kurang lebih ucapan salah seorang penyerang seperti dikutip SCTV. Memang seperti itu anggapan mayoritas kaum muslimin tentang Jemaah Ahmadiah. Dan seperti itu pula anggapan saya dulu, ketika ikut mengusulkan untuk “mengusir” Nadri Saadudin alias Wan Nadri, seorang mubalih Jemaah Ahmadiah---yang rajin mendakwahkan doktrin-doktrin mereka di sejumlah milis---dari Palanta sekitar 5 tahun yang lalu. Dan setelah itu saya masih sempat “menyerang” Wan Nadri dan Ahmadiah di Milis FID. Namun setelah masuk ke Prol dan menyaksikan kegigihan dan ketangguhan intelektual Ahmadiah MA Suryawan dan Febrina dalam menangkis distorsi terhadap Islam dan serangan kepada pribadi Nabi, saya secara brangsur menyadari kekeliruan pandangan saya kepada Jemaah Ahmadiah selama ini. Sekitar satu setengah tahun yang lalu Wan Nadri yang rupanya tidak dendam kepada saya, menjapri saya memberi tahu bahwa beliau dan isterinya merencanakan untuk menunaikan ibadah haji pada musim haji 2004, dan minta dikirimi catatan lengkap perjalanan haji yang saya kirimkan secara bersambung ke sejumlah milis beberapa bulan sebelumnya, karena catatan yang dikoleksinya tidak lengkap. Permintaannya tersebut segera saya penuhi disertai catatan, semoga Wan Nadri dan isteri mendapat haji mabrur. Tadinya saya akan mengucapkan selamat di milis-milis Wan Nadri biasa mangkal, tetapi saya urungkan. Kenapa? Karena saya khawatir Wan Nadri nanti kenapa-kenapa di Tanah Suci, karena saya tahu para Ulama dan Pemerintah KSA, tidak membenarkan Jemaah Ahmadiah Qadiani untuk menunaikan ibadah haji, dengan kata lain, memasuki teritori KSA [1] Memang, kebanyakan ulama, termasuk ulama-ulama besar, termasuk Dr Yusuf Qaradhawi yang sangat berpengaruh dan dihormati kaum muslimin ‘mainstream’ termasuk saya, berpendapat bahwa Jemaah Ahmadiah Qadiani sudah menyimpang dari ajaran Islam, karena mereka mengimani Mirza Gulam Ahmad (MGA) sebagai Nabi, walaupun menurut Jemaah Ahmadiah sendiri Nabi yang tidak membawa syariat sendiri tetapi meneruskan syariat Nabi Muhammad SAW, dan ini berdasarkan penfasiran mereka terhadap Al-Quran bahwa Nabi yang tidak membawa syariat sendiri tidak berakhir sesudah Nabi Muhammad SAW. Sebagian lain---nampaknya waktu ini minoritas---termasuk saya, tidak berpendapat mereka bukan Islam, karena pada kenyataannya mereka salat, berpuasa, berzakat dan berhaji tidak berbeda berbeda dengan kaum muslimin lainnya, yang secara eksplisit menyatakan bahwa mereka menjalankan syariat---dengan kata lain mengakui dan mencintai---Nabi Muhammad SAW, tidak berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Demikian pula Al-Quran yang mereka gunakan sebagai sumber keimanan dan amalan mereka, juga tidak berbeda dengan Al-Quran kaum muslimin lainnya, yaitu Al-Quran Rashm Usmani. Soal apakah paham mereka yang mengimani MGA itu seorang Nabi itu diterima Allah SWT atau tidak, tentunya hanya Allah Yang Maha Bijaksana sendiri yang mengetahuinya. Selain itu itu Jemaah Ahmadiah juga dikenal antikekerasan dan sangat giat melakukan dakwah Islam ke segenap penjuru dunia. Baitul Futuh, masjid megah yang terletak di jantung Kota London berkapsitas 10 ribu jemaah, terbesar di Eropah, yang diresmikan tahun 2003 lalu, dibangun oleh Jemaah Ahmadiah. Tentu saja kiblatnya menghadap ke arah Ka’bah di Makkah Al-Mukarramah. Dengan kapsitas sebesar itu, mustahil kalau yang salat berjamaah di sana, termasuk Salat Jumat, terbatas hanya dari kalangan kaum muslimin Jemaah Ahmadiah saja. Persoalannya sebenarnya sederhana saja. Kelompok pertama cenderung mengemukakan perbedaan, sedangkan kelompok kedua cenderung melihat persamaannya. Namun seperti saya kemukakan di atas, di kalangan kelompok pertama jelas tidak sedikit memiliki pandangan yang terdistorsi terhadap Ahmadiah. Dengan demikian bagi kelompok pertama yang tetap berpendapat bahwa Jemaah Ahmadiah menyimpang tentunya sah-sah saja. Apalagi pendapat ini didukung jumhur ulama termasuk MUI, walaupun
Re: [RantauNet] [EMAIL PROTECTED] Re: [surau] Islam Hanif, Sebaiknya Ganti Nama Dulu.
Nald, kalau argumennya “begitulah resiko kalau tinggal di negara yang mayoritas muslim”, minoritas muslim di Prancis atau di negara Eropa lainnya tidak usah protes larangan berjilbab bsgi psrsa muslimah di sekolah-sekolah negeri atau tempat bekerja (jangan bandingkan drngan bunyi lonceng gereja, itu mah “kecil”). Tetapi pointnya bukan itu. Saya perhatikan keberatan mereka---bahkan sebagian kaum muslimin yang tinggal dekat masjid, terutama yang punya bayi atau ada yang sakit) bukan pada azannya (apalagi kalau azannya bagus), tetapi hangar-bingar pakai pengeras suara yang tidak ada hubungannya langsung dengan peribadatan salat subuh---hatta jika itu lantunan ayat-ayat kitab suci Al-Quran. Apalagi kalau ada dua atau tiga mesjid yang berdekatan dan ketiga-tiganya seperti adu keras suara loudspeakernya. Pertanyaannya, apakah ada contoh atau anjuran dari Nabi untuk itu? Malah yang saya tahu, Nabi pernah melarang seorang sahabat mengeraskan bacaan Al-Quran di dalam masjid karena bisa mengganggu sahabat lain yang sedang bertafkur atau larangan Nabi untuk membaca doa keras-keras karena Tuhan yang kita sembah bukanlah Tuhan yang tuli. Tetapi yang lebih hakiki bagi saya, sikap yang melakukan sesuatu yang kita suka karena kita mayoritas, bukan sikap yang sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Soal ada atau tidak adanya NGO dari negara-negara muslim, saya balik tanya kepada Ronald, tolong tinjukkan satu saja NGO dari negara-negara muslim yang hadir di Aceh sejak saat bencana tsunami sampai saat ini. Dari dalam negeri dulu lumayan. Ada Tim Muhammadiyah, PKS, FPI dan lain-lain, dan cukup banyak amal nyata yang dilakukan Tim-Tim tersebut bagi saudara-saudara kita di sana. Tetapi setahu saya, tim-tim tersebut sudah meninggalkan Aceh sekarang Wassalam, Darwin --- In palanta@minang.rantaunet.org, 1972 putra [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalaamu 'alaikum wr wb Mamak Darwin Bahar, . Seharusnya mereka paham bahwa begitulah resiko kalau tinggal di negara yang mayoritas muslim. Toh kaum muslimin yang tinggal di roma pun misalnya, apa mereka juga nggak terganggu dengan bunyi dentang lonceng gereja ? lalu apa mereka juga merasa 'berhak' utk meminta gereja utk tidak membunyikan loncengnya ? .. Kurang benar pula kalau dikatakan bahwa tidak ada NGO dari negara-negara muslim. Silahkan di data ke pemda aceh setempat siapa-siapa saja yang aktif di sana, bahkan sampai saat ini. wassalaam, Ronald _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Re: [surau] Islam Hanif, Sebaiknya Ganti Nama Dulu.
meraka akahirnya menerima Islam dengan utuh dan menjadi mubaligh-mubalikh yang hebat di kalangan mereka sendiri. Kita doakan saja. Sekian tanggapan saya. Wabillahi taufiq wal hidayah Wassalam, St Bandaro Kayo (62-) --- In [EMAIL PROTECTED], Muhammad Arfian [EMAIL PROTECTED] wrote: Mamak Darwin Bahar, Saya memiliki pandangan yang berbeda dengan yang Mamak miliki. Dalam pandangan saya, kekuatan suatu berdasarkan pada konsep 'aqidah (konsep dasar keimanan) yang dimiliki oleh agama tersebut. Sedikit tentang 'aqidah ini, �eaqidah menurut bahasa berasal dari kata al- �eAqdu yang berarti ikatan, at-Tautsiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-Ihkamu artinya mengokohkan/ menetapkan, dan ar-rabthu biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat. Jadi kepercayaan yang kuat kepada Tuhan yang diimani dalam suatu agama merupakan fondasi dari berdirinya agama tersebut. dipotong --- In [EMAIL PROTECTED], Darwin Bahar [EMAIL PROTECTED] wrote: Ketika menanggapi postingan seorang netter penganut Katolik yang simpatik mengenai azan, saya mengutip pendapat Dr Nurcholis Majid _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Kabar Dari Seorang Rekan dari Aceh (3) : Reaksi Aceh NGOs terhadap Hukum Cambuk
Pak Darwin Yth, Satu pertanyaan belum saya jawab, yaitu tentang reaksi NGO Aceh terhadap hukum cambuk. Hari ini (30/6/2005) koalisi NGO HAM Aceh menggelar diskusi tentang Hukum Cambuk dari berbagai perspektif. Saya tidak dapat hadir, karena sibuknya pekerjaan. Tapi seorang teman yang sempat mengikuti acara tersebut menuturkan simpulan-simpulan hasil diskusi, al: Terkait dengan masih berlakunya Hukum Positif di NAD, maka Hukum Cambuk malah menambah beban hukuman bagi si terhukum: melalui proses pemeriksaan,penahanan...ditambah...cambuk. Jadi penerapan Hukum Cambuk dengan menggunakan Infrastruktur Hukum Positif eksisting, cenderung dinilai sebagai tambahan hukuman. Sementara para Ulama Aceh berpendapat bahwa Hukum Syariat harus dilihat dalam perspektif pengadilan Ahirat. Seorang yang dihukum secara Syariat di Dunia, maka di Ahirat tidak mendapatkannya lagi. .. Di Harian Kompas Teuku Kemal Pasya menulis tentang Hukum Cambuk dengan amat menarik (Kompas, 17-18 Juni 2005)... Salam, Sambas _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Islam Hanif, Sebaiknya Ganti Nama Dulu.
Ketika menanggapi postingan seorang netter penganut Katolik yang simpatik mengenai azan, saya mengutip pendapat Dr Nurcholis Majid (Cak Nur), bahwa semakin dekat ke pusat lingkaran---pada tataran esetoris semua agama--semakin kecil perbedaan. Cak Nur memang salah seorang pemikir Islam yang giat dan konsisten mempromosikan adanya titik temu semua agama, tanpa menafikan perbedaan-perbedaan yang ada pada agama-agama tersebut yang menyebabkan dirinya sering menerima hujatan dari kelompok literal/radikal. Bahkan konon ada yang menghalalkan darahnya. Saya tidak tahu bagaimana perasaan Cak Nur ketika membaca Rubrik Agama Majalah TEMPO pekan ini (Edisi 27 Juni-3 Juli 2005): “Gereja yang Nyaris Bertauhid”, yang memberitakan Robert P Walean, seorang penganut Kristen Advent, mempresentasikan apa yang disebutnya “Islam Hanif” di depan sekitar 500 jemaat Gereja Advent di Gedung Argo Pantes Jalan Gatot Subroto sekitar tiga pekan yang lalu, di mana dengan lantang dia “berfatwa” bahwa: “Al-Kitab dan Al-Quran menunjukkan bahwa Islam hanif adalah ajaran yang diterima Allah.” Cak Nur dalam bukunya “Pintu-pintu Menuju Tuhan” mengemukakan bahwa Ibrahim adalah Bapak agama tauhid (monoteisme) sedangkan hanif ialah “bersemangat kebenaran”. Kesimpulan tersebut diperoleh Robert setelah sekitar tiga tahun bersama sejumlah Pendeta Advent membolak balik kedua kitab suci itu di lembaga Penelitian Al-Kitab dan Al-Quran ‘Last Events’ yang didirikannya, di mana akhirnya mereka menemukan kaitan antara Kedar dan Nebayot dalam Yesaya 6-7, yang dalam pandangan Kristen merupakan keturunan Nabi Ibrahim dari garis Ismail yang menganut Islam, dengan QS 16 : 123 (“Kemudian Kami wahyukan kepadamu, ikutilah agama Ibrahim secara hanif”). Dari sini lah ia kemudian mengusung nama Islam hanif, yang artinya Islam yang lurus. Mengenai syariat Islam hanif ini Robert menjelaskan bahwa “Semua perilaku Nabi Ibrahim dan Muhammad SAW adalah Islam hanif.” Tapi tidak persis sama seperti Islam, sebab hari suci Islam hanif versi Robert bukanlah Jumat, melainkan Sabtu alias Sabath sebagaimana juga dalam Kristen Advent. Tidak sukar untuk diduga bahwa ajaran Robert ini menimbulkan pro dan kontra. Menurut Tri Djoko Suwarso, MA, Direktur Komunikasi Gereja Kristen Advent Indonesia Barat seperti dikutip TEMPO, pendeta Kristen Advent terbelah dua. Demikian pula dengan sekitar 400 ribu penganut Advent di Indonesia. Sebagian mendukung, sebagian menolak. Salah seorang yang mendukung itu adalah Pendeta L. Situmorang dari Gereja Masehi Hari Ketujuh di Jalan Dr Saharjo Jakarta, yang menyambut ajaran Robert tersebut dengan terbuka, dan dalam pernyataan resmi bermaterai tertanggal 23 Januari yang lalu, antara lain mengakui bahwa “Muhammad SAW adalah utusan Allah”. Masih menurut TEMPO, Gereja Advent tidak melarang aktivitas Robert di gerejanya dan jemaahnya. “Pak Robert mencoba mewartakan ajaran Tuhan menurut versinya,” ujar Suwarno. Di sini saya lama termenung. Pertama saya termenung betapa Robert dkk begitu berani menerabas kotak-kotak pemikiran yang namanya dogma agama untuk mencari kebenaran yang hakiki dan pertanyaan yang tidak terjawab Kedua saya termenung karena menyaksikan begitu besarnya toleransi umat Kristiani dalam menyikapi perbedaan, walaupun perbedaan itu nyaris seperti siang dengan malam, yang saya percaya bahwa hal tersebut tentunya dilandasi keyakinan bahwa pemilik kebenaran yang hakiki itu hanya Allah. Lalu, kenapa umat Islam---yang inti ajarannya berserah diri kepada Allah---yang juga juga memiliki keyakinan bahwa pemilik kebenaran yang hakiki itu hanya Allah, tetapi kadang-kadang merasa menjadi pemilik kebenaran itu sendiri, sehingga sangat mudah atas nama Allah untuk menkafirkan atau menganggap murtad orang-orang yang pemahaman keagamaannya tidak persis sama seperti JIL, LDII dan Ahmadi. Padahal perbedaan antara orang-orang Islam yang suka menkafir-kafirkan itu dengan JIL, LDII dan Ahmadi tidak sehitam kuku perbedaan antara penganut Advent yang menerima Islam hanif dengan yang menolaknya. Akibatnya waktu dan enersi ummat Islam habis untuk “urusan langit”, sehingga kita abai dengan urusan bumi. Sebagian Ummat Islam menyambut dengan tempik sorak pemberlakuan syariat Islam dalam bentuk pelaksanaan hukum cambuk kepada kriminal-kriminal kecil di Aceh, tetapi abai pada kenyataan bahwa Qanun (Perda) No 13/2003 bersifat diskrimintif karena tidak berlaku bagi pejabat dan ABRI, sesuatu yang bertentangan dengan keadilan dan egaliterianisme yang merupakan prinsip ajaran Islam. Bukankah tidak kurang dari Al Mustafa Rasulullah SAW sendiri dengan tegas bersabda: “Hatta, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya, dan ketika terjadi kesulitan ekonomi, Khalifah Umar bin Khatab tidak memotomg tangan para pencuri yang mencuri hanya sekedar mencuri karena lapar? Tetapi yang lebih menyedihkan umat Islam mulai abai kepada puluhan ribu saudara-saudara mereka korban
[EMAIL PROTECTED] Kabar Dari Seorang Rekan dari Aceh (3)
Assalamualaikum wr. wb. Pak Sambas di mana sekarang, dan apa kabar Aceh? Saya baca di Koran ada relawan asing yang tertembak. Dan bagaimana gaung pelaksanaan hukum cambuk di Bireuen di kalangan NGOs di Aceh? Semoga Pak Sambas dan Tim LGSP-USAID sehat-sehat saja tidak kurang suatu apapun dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT Wassalam, Darwin Terima Kasih Pak Darwin, Alhamdulillah, Saya dengan teman-teman baik-baik saja. Saya lagi grounded naik heli, untuk memulai proses penandatanganan MoU 4 kabupaten, menyusul Kota Banda Aceh yang telah berjalan sekitar dua bulan. Tentang relawan tertembak, terjadi di Lamno, Aceh Jaya, saat saya pergi dari sana, naik heli dari Calang. Memang keamanaan belum sepenuhnya terjamin. Sekitar seminggu setelah saya keluar dari Nagan Raya, Ketua DPRD-nya diculik. Kemarin saat saya masuk Aceh Besar, beberapa hari sebelumnya terjadi kontak senjata...Alhamdulillah, saya selalu bergerak bertepatan dengan saat aman. Ini adalah perlindunganNYA...sangat saya syukuri... Jum'at Kemarin saya sembahyang Jum'at di Masjd Besar Baiturrahman Banda Aceh. Khotib mengambil tema khutbah Maju Terus Dengan Syariat Islam. Argument-argument(hujah)nya sangat tajam. Dikatakan, bagi Islam hanya ada dua hukum: (1) Hukum Allah; (2) Hukum Jahiliyah...sangat memukau, karena khotib memperhadapkannya (vis a vis) dengan hukum dunia international yang berlaku sekarang, yang mengatakan bahwa hukuman fisik itu uncivilized. Rencana eksekusi Hukum Cambuk di Bireun diumumkan di masjid Baiturahman. Yang menarik Ketua BRR Kuntoro Mangkusubroto menyatakan siap dicambuk jika mengkorupsi dana BRR (berita terlampir). Saya secara pribadi melihat Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh membutuhkan orang-orang yang bisa menjaga keteraturan dalam perubahan secepat apa pun. Dengan kata lain, membutuhkan pak Darwin... Salam, Sambas Kuntoro: Saya Siap Dicambuk jika Korupsi SUARA MERDEKA Senin, 27 Juni 2005NASIONAL BANDA ACEH - Kepala Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Pulau Nias, Kuntoro Mangkusubroto, menyatakan siap menerima hukuman cambuk jika melakukan tindak pidana korupsi. Saya siap dicambuk jika melakukan korupsi karena korupsi melanggar Undang-undang Syariat Islam di daerah Serambi Mekah, katanya kepada puluhan wartawan dalam dan luar negeri di Masjid Baiturrahim Ulee Lhue, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, Sabtu lalu. Pernyataan itu dikemukakan Kuntoro saat menjawab pertanyaan wartawan di hadapan delegasi badan dunia PBB, perwakilan Bank Dunia, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kuntoro menegaskan, pihaknya akan menerima hukuman jika melakukan perbuatan melanggar hukum syariat (Islam) yang telah diberlakukan di NAD. Sekali lagi saya katakan bahwa siapa pun yang berada di Aceh, wajib menaati hukum yang berlaku di daerah ini. Apalagi, saya kini sudah tercatat sebagai penduduk Aceh, yakni telah memiliki KTP (kartu tanda penduduk) merah putih yang berlaku di daerah ini, tandas Kuntoro yang mengundang tawa pengunjung. Lebih lanjut, ia menjelaskan kembali komitmennya bahwa setiap dana yang masuk ke badan di bawah pimpinannya (BRR) itu akan diaudit oleh auditor independen profesional dan memiliki nama di dunia internasional. Lima Tahun BRR adalah satu lembaga yang bertanggung jawab atas rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pascabencana alam gempa dan tsunami, 26 Desember 2004, dengan masa tugas selama lima tahun mendatang. Tidak ada korupsi di BRR, tegasnya. Oleh karena itu, katanya, satu kebijakan dari BRR bahwa semua pelaku rekonstruksi dan rehabilitasi NAD dan Nias itu harus menandatangani surat pernyataan tidak melakukan korupsi. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa BRR sangat transparan dalam mengelola dana bantuan yang telah dipercayakan para negara donatur atau lembaga yang mempunyai komitmen untuk membantu pembangunan kembali Aceh dan Nias pascaterjadinya musibah gempa dan tsunami akhir tahun lalu. Di pihak lain, Kuntoro menyebutkan bahwa saat ini tercatat sebanyak 178 proyek yang disetujui untuk melakukan berbagai kegiatannya di Aceh dan Nias dengan total bantuan dana sebesar 585 juta dolar Amerika Serikat. Provinsi NAD yang telah berstatus sebagai wilayah di Indonesia yang menjalankan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) melalui Undang-undang RI Nomor 44/1999. Dalam pelaksanaan undang-undang tersebut, Provinsi NAD telah menghukum cambuk terhadap belasan terpidana kasus judi dan minuman keras di Kabupaten Bireuen dengan hukuman cambuk antara enam hingga delapan kali terhadap pelakunya. (ant-41h) _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet:
[EMAIL PROTECTED] Sumatra Barat Belum Habis
Assala(mu alaikum wr. wb. Sekitar tiga tahunan yang lalu, saya pernah menulis di sini posting dengan subyek seperti di atas. Kesimpulan tersebut saya peroleh setelah Sumatra Barat yang dalam waktu yang cukup lama hanya saya amati dari jauh, saya kunjungi dan saya amati dari dekat awal tahun 2002 yang lalu untuk tugas program tempat saya bekerja, yang wilayah kerjanya mencakup 7 provinsi, termasuk Sumatra Barat. Kemudian Sumatra Barat dan 6 provinsi lainnya tersebut secara berkala saya kunjungi sampai program tersebut berakhir Januari yang lalu. Dan berdasarkan pengamatan saya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kemajuan yang terjadi di Sumatra Barat tidak di bawah, malahan dalam hal-hal tertentu melampau prov lain seperti prestasi dan penghargaan nasional yang diperoleh Kab Tanah Datar dan Kab Solok. Secara pribadi saya juga melihat kemajuan-kemajuan yang cukupti di Kab Agam dalam pengembangan ekonomi lokal Kab Limapuluhkoto dalam pemberdayaan nagari. Seperti yang diberitakan Liputan6.com yang saya kutip di bawah provinsi dinilai Pemerintah Sumatra Barat yang terbaik dalam menangani gizi buruk. Tentu saja hal itu tidak menutupi kenyataan bahwa masih sangat banyaknya hal-hal yang bersifat fundamental yang perlu diperbaiki guna pembangunan fisik dan manusia seutuhnya di Sumatra Barat di waktu-waktu yang akan datang. Siapapun Gubernur yang terpilih pada pilkada besok jelas tidak mungkin berhasil tanpa dukungan masyarakat. Termasuk kita-kita yang merantau cina ini. Termasuk dukungan berupa kritik-kritik. Kritik pedas, jika perlu. Wassalam, St Bandaro Kayo (62-) === Sumatra Barat Terbaik dalam Menangani Gizi Buruk Alwi Shihab saat berkunjung ke Sumbar. 26/6/2005 10:04 Penghargaan diberikan langsung Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab. Jumlah kasus busung lapar di Provinsi Sumbar terbilang sedikit, cuma empat kasus. Padahal pada 1998, ada 615 kasus. Penanganan gizi buruk di Sumbar Liputan6.com, Padang: Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab memberikan penghargaan kepada Provinsi Sumatra Barat di Padang, Sabtu (25/6). Sumbar dinilai terbaik dalam mengatasi kasus gizi buruk dan busung lapar. Dibandingkan dengan provinsi lain, jumlah penderita gizi buruk maupun busung lapar yang ada di Sumbar paling sedikit, yakni empat kasus. Kondisi tersebut sangat jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Contohnya, tahun 1998. Saat itu, ada 615 anak penderita gizi buruk maupun busung lapar [baca: Busung Lapar di Gudang Beras]. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Sumatra Barat Yasril Rival, empat anak itu termasuk 11 penderita busung lapar yang sempat ditemukan. Tujuh di antara mereka sudah lebih dahulu ditangani petugas pos pelayanan terpadu.(AIS/Deni Risman) _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] [Fwd: Daftarkan ciek]
Waalaikumsalam Nakan St Mudo Yo batue, langkoknyo RantauNet forum silaturakhmi urang awak baik nan di kampuang atau nan dirantau. Ambo taruihkan sajo ka Palanta, bulieh tabaco dek urang dapue, supayo keanggotaan St Mudo di RantauNet bisa diproses. Wassalam, Darwin St Bandaro Kayo Original Message Subject:Daftarkan ciek Date: Thu, 09 Jun 2005 09:45:19 +0700 From: pro-spn [EMAIL PROTECTED] To: Darwin Bahar [EMAIL PROTECTED] Assalaamu'alaikum Mak Darwin, ambo pandatang baru di dunia internet. Tadanga kaba ado milist urang awak nan ba-inisial RN. Bisa ambo didaftarkan ciek ? Tarimokasih banyak ateh bantuannyo Jazakumullahu khairan katsiiran Wassalaam Sutan Mudo _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Selamat dan Mohon Maaf
Assalamualaikum Wr Wb Kepada Dinda St Lembang Alam dan keluarga, ikut bergembira mengucapkan selamat atas pernikahan anak kami Diny Fajrini Saib S. Psi dengan nanda Setiadi, ST, serta mohon maaf atas keberhalangan untuk hadir baik pada acara akad nikah pada hari Sabtu 28 Mei maupun pada acara resepsi Minggu tadi malam di Gedung Pewayangan Kautman TMII. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan, rakhmat dan perlindungan kepada kedua mempelai dalam membina keluarga yang sakinah, mawadah, warakhmah dan dianugerahi anak keturunan yang saleh dan salehah. Pada kesembatan ini kami juga menyampaikan selamat kepada kemenakan kami Z Chaniago dan permohonan maaf atas keberhalangan kami untuk hadir pada acara Syukuran Aqiqah cucu kami Muhammad Reza Arvanda pada hari Minggu 8 Mei 2005 yang lalu. Semoga Reza menjadi anak yang saleh dan berbakti kepada Allah SWT, kedua orang tua dan berguna bagi bangsa dan negaranya. Wassalam, HDB St Bandaro Kayo dan Hj Kurniah Darwin Depok _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Fwd: Re: Tentang Jilbab di Kota Padang
(sekaligus menjawab postingan Mbak Herni, Mbak Chae dan Mas Ayeye) --- In [EMAIL PROTECTED], Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Darwin Bahar tepat sekali mengingatkan bahwa kecenderungan budaya Minang yang ujung-ujungnya memang toleran, dan setia adat. Karena itu instruksi walikota nggak diprotes orang Padang sendiri. Sejelek- jeleknya inilah yang saya harapkan, bahwa formalisasi itu nggak bakalan melunturkan sifat toleran orang Minang. Tapi, lepas dari orang Sumbar sendiri nggak protes, orang luar boleh protes dong - anggap saja urun pendapat. Darwin Mbak Mia, ada kearifan orang Minang tntang perlunya perbenturan pendapat yang tercermin dalam pepatah: Beradu kayu di tungku, di sana timbulnya api, untuk memasak nasi yang akan dimakan, yang mencerminkan bahwa pergesekan pendapat bukan saja boleh tetapi perlu agar diperoleh kemanfatan atau nilai tambah bagi semua. Bayangkan apa yang terjadi jika memasak nasi di atas tungku yang apinya tidak menyala. Atau dalam bahasa Pak Walikota Padang: Kontroversi Justru Memperkaya Wawasan. Mia: Saya setuju dengan pendapat-pendapat beberapa temen disini sbb: - kalau itu sifatnya memelihara adat, kenapa harus diformalkan? Darwin: Sejujurnya saya agak terkejut orang secerdas Mbak Mia bisa keluar dengan pertanyaan seperti itu. Karena pertanyaan serupa juga bisa diajukan kepada founding fathers kita yang menetapakan Pancasila, yang dianggap sebagai pencerminan kepribadian bangsa Indonesia menjadi dasar Negara, dari mana semua prinsip pertauran perundang-unadangan, atau pertauran Pemerintah Perancis yang melarang dikenakannya pakaian atau atribut yang dianggap sebagai symbol dari agama termasuk jilbab di sekolah-sekolah negeri sesuai dengan prinsip sekularisme yang dianut Pemerintah Perancis---walaupun kita tahu bahwa dari satu sisi hal tersebut bertentangan dengan pasal 18 Declaration of Human Right tentang kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri Mia: - kalau itu memang dari adat, kenapa jilbab? - kalau itu seragam, lha kenapa jilbab? Darwin: Mbak Mia, di akhir tahun limapuluhan ada sebuah lagu Minang yang berjudul Baju Kurung yang dipopulerkan oleh Orkes Gumarang yang ketika itu merajai blantika musik Nasional, yang saya masih ingat sekali baitnya yang berbunyi: Baju kurung onde-onde lah si baju kurung / Basalendang suto nan aluih bamaniek-maniek. (basalendang=berselendang; suto=sutera; aluih=halus; maniek=manik) Baju kurung dan selendang/kerudung memang merupakan pakaian tradisional yang dikenakan perempuan Minang di Sumatra Barat sejak zaman kuda gigit besi, baik yang selendangnya sekedar disangkutkan di kepala atau dilitkan seperti jilbab seperti yang dikenakan siswa Diniyah Putri di Padang Panjang yang dibangun oleh Rahmah El-Yuniah di awal abad ini. Almarhumah kakak perempuan saya yang tertua Uni Niar (lahir tahun 1932) malah pernah mengalami kejadian lucu. Ketika menikah dan mengikuti suaminya di Jakarta yang bekerja di DKA (sekarang PT KAI) di awal tahun 50-an beliau ikut bekerja sebagai pegawai sipil di AD. Dan kita tahu bahwa di Jakarta, perempuan yang mengenakan pakaian tertutup seperti baju kurung dan selendang yang dikenakan kakak saya tersebut di zaman Orkes Gumarang sangat-sangatlah sedikit dibandingkan dengan di zaman Grup Musik Dewa dewasa ini. Mungkin merasa agak aneh, beberapa pria yang duduk dekat Uni Niar di atas trem listrik ngerasanin-nya dalam bahasa Belanda (maksudnya tentu biar kakak saya tersebut tidak paham apa yang mereka katakan), yang isinya kira-kira: orang ini kampungan banget sich. Uni Niar yang alumnus Diniyah Putri itu dengan tenang menjawab dalam Bahasa Inggris---saya sudah tidak ingat persis isinya---yang menyebabkan pria-pria tersebut terpecak peluhnya. Baju kurung dan selendang/kerudung tersebut berkembang sesuai mode. Tidak sukar menemukan perempuan asal Sumbar, termasuk yang masih belia di pasar-pasar tradisional atau modern seperti ITC yang banyak pedagang Minang tetap menggunakan kerudung atau jilbab, dan sesuai dengan berkembangnya tren perempuan Indonesia menggunakan pakaian tertutup yang disebut busana muslim pakain tradisional orang Minang tersebut berubah nama jadi busana muslim. Namun intinya, baju kurung dan selendang/jilbab tidak ada bedanya dengan kain dan kebaya, baik dengan atau sonder tutup kepala, yang digunakan oleh perempuan Betawi, Jawa, Sunda dan Daerah lainnya untuk kegiatan sehari-hari. Bahkan dulu saya juga pernah mendengar lagu Baju Kurung dalam bahasa Batak, yang saya tidak tahu artinya. Dugaan saya ketika itu ialah bahwa perempuan Batakpun memakai baju kurung juga. Dan Mbak Anita baru saja menjelaskan kepada kita bahwa di negeri persemakmuran Inggris, anak sekolah juga berseragam dengan contoh di Australia, yang default seragam siswinya adalah rok mini. Apa kalau di Australia boleh, di Padang tidak boleh? Atau
[EMAIL PROTECTED] Walikota Menjawab: Kontroversi Justru Memperkaya Wawasan
Oleh admin padek 1 Sabtu, 21-Mei-2005, 14:09:0562 klik Kebijakan Wali Kota Padang Drs H Fauzi Bahar MSi tentang pemberlakukan busana muslim bagi seragam sekolah siswa SLTP dan SLTA di Kota Padang, ternyata menimbulkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat yang mana? Inilah yang menjadi pertanyaan berikutnya bagi khalayak. DALAM pekan ini, seruan Walikota Padang tentang pemberlakuan busana muslim bagi siswa SLTP dan SLTA se-Kota Padang bagi yang muslim, praktis menjadi pembicaraan hangat di tengah-tengah masyarakat Sumbar, bahkan di tingkat nasional sekalipun. Anehnya, ribut-ribut soal penggunaan jilbab bagi pelajar Kota Padang itu sendiri, justru muncul dari segelintir orang di pusat. Sementara, masyarakat Kota Padang sendiri malah tidak mempersoalkan, bahkan mendukung kebijakan tersebut. Mayoritas warga yang menyampaikan aspirasinya dalam rubrik SMS Padang Ekspres, memberikan dukungannya atas kebijakan pemberlakukan berbusana muslim bagi seragam pelajar di Kota Bingkuang ini. Sebagian lagi, menyuarakannya dalam bahasa yang lebih kritis supaya kebijakan itu bukan saja terbatas bagi para pelajar an sich, melainkan lebih luas pada masyarakat Kota Padang yang dimulai dari lingkungan masyarakat terkecil di dalam rumah tangga. Dan, hanya sebagian kecil SMS yang masuk menolak kebijakan tersebut karena alasan kenyamanan siswa dalam belajar. Menanggapi beragam komentar tersebut, Padang Ekspres dalam rubrik Walikota Menjawab setiap Sabtu, memberikan porsi yang lebih representatif bagi Wali Kota Padang Fauzi Bahar untuk menjelaskan aspirasi dan keluhan warga yang dipimpinnya tersebut. Berikut petikan wawancara koran ini Nashrian Bahzein dengan Wali Kota Padang Fauzi Bahar seputar kebijakan pemberlakuan busana muslim bagi seragam sekolah pelajar SLTP dan SLTA di Kota Padang ini. Apa tanggapan Anda mengenai kontroversi ini? Terima kasih. Secara pribadi, saya justru bangga dan senang terhadap feedback yang diberikan masyarakat Kota Padang terhadap kebijakan yang saya keluarkan ini. Terlepas itu apakah datang dari masyarakat saya sendiri, maupun dari kalangan elite di tingkat nasional. Yang jelas, saya memandang itu sebuah kemajuan positif di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan Padang khususnya dalam berdemokrasi di era otonomi daerah. Saya memandang kritikan itu sebagai wacana positif dalam rangka memberikan input bagi Pemko Padang dalam menyempurnahkan kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh kami, sepanjang kritikan itu disampaikan dengan cara yang santun dan konstruktif. Dengan adanya kontroversi ini, semakin membuka cakrawala bagi kami selaku penyelenggara pemerintahan dan pembangunan dalam mengambil kebijakan. Apa motivasi kebijakan tersebut? Kebijakan tersebut pada prinsipnya dilandasi oleh Perda No 11 Tahun 2001 Provinsi Sumbar Tentang Pekat dan Perda No 6 Tahun 2003 Tentang Baca Tulis Al Quran dan Berbusana Muslim di samping penjabaran dari semangat yang terkandung dalam pelaksanaan era otonomi daerah itu sendiri, bahwa daerah berwenang untuk mengatur daerahnya sendiri sesuai dengan adat, budaya dan nilai-nilai agama yang dianut oleh masyarakatnya. Berpijak dari dasar hukum itu, Padang sebagai Ibu kota Sumbar yang berfalsafahkan Adat Basyandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, perlu diejahwantahkan dalam tataran kehidupan praktis, bukan hanya sebatas retorika. Bagaimana sifat kebijakan tersebut? Kebijakan ini masih bersifat seruan bagi pelajar SLTP dan SLTA di Kota Padang yang muslim. Untuk pelajar non muslim, tak usah resah dan salah dalam menafsirkan surat edaran Walikota Padang tentang pemberlakuan kewajiban berbusana muslim bagi seluruh pelajar di Kota Padang. Bagi pelajar non muslim, tidak wajib berbusana muslim, apalagi memakai kerudung bagi perempuan. Pakaian untuk pelajar non muslim, cukup menyesuaikan. Misalnya, tetap menutup aurat, sopan, dan jangan sampai terkesan seksi. Tidak benar ada pemaksaan kehendak oleh Pemko Padang untuk menggunakan pakaian muslim, apalagi berkerudung bagi pelajar non muslim. Kewajiban berbusana muslimTidak benar ada pemaksaan kehendak oleh Pemko Padang untuk menggunakan pakaian muslim hanya bagi pelajar yang beragam Islam. Misalnya bagi pelajar putri tetap menggunakan rok panjang hingga pergelangan kaki, baju lengan panjang, sopan. Bukan pakaian muslim yang pakai kerudung. Adanya sinyalemen pemaksaan bagi siswa non muslim? Adanya informasi yang menyatakan ada sekolah yang memaksakan penggunaan kerudung bagi siswa non muslim, merupakan penafsiran yang salah. Lagi pula, Pemko Padang tetap mengedepankan dan mengembangkan nilai-nilai toleransi kehidupan beragama di Kota Padang. Meski mayoritas penduduk Kota Padang beragama Islam, namun Pemko Padang tetap akomodatif dan melayani kepentingan-kepentingan kelompok minoritas dari kalangan non muslim. (***) _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan
[R@ntau-Net] Re: Lingkup Diskusi di RN--Re: [RantauNet.Com] salam perkenalan
Yosza Dasril wrote: Assalamualaikum Da Bahar, Ambo Yosza Dasril Jalud asal dari payakumbuh kiniko bakarajo di Malaysia taragak bana untuk join jo Rantau.Net ko. Apo sajao syarat nan dilotakkan untuk manjadi ahli Rantau.Net ko Da Bahar. Sakian sajo, mandapek respon positif andaknyo dari Da bahar. Terima kasih. Waalaikum Salam Dinda Yosza Alhamdulillah dan terima kasih atas kiriman e-mailnya. Semoga Dinda Yosza sekeluarga sehat dan sentausa belaka di rantau orang. Indak ado syarat khusus untuk menjadi ahli Rantau.Net. Rasa taragak bana untuk join jo Rantau.Net ko sudah akan menyebabkan Urang Dapua untuk bergegas membukakan pintu bagi Dinda Yosza. Karena itu reply e-mail saya ini saya c.c. kan ke Palanta Rantau.Net, biar terbaca oleh Angku Miko c.s. Wassalam, Darwin Bahar, St Bandaro Kayo (61+) _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Test
Maaf tolong didelete sajo Wass SBK _ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[EMAIL PROTECTED] Penggagas Praktik Salat Dalam Dua Bahasa itu Minta Maaf. Masihkah Ada Tempat untuk Roy?
Pengasuh dan penanggung jawab Pondok Itikaf Jamaah Ngaji Lelaku, Mochammad Yusman Roy, seperti dikutip NU Online, meminta maaf kepada umat Islam di seluruh Indonesia. Ia menyerukan kepada umat Islam untuk tidak mengikuti ajaran dan praktik salat dalam dua bahasa, Arab dan Indonesia. Tapi, masihkah ada tempat untuk Roy? tanya Mas Ahmad Tohari dalam kolomnya di Harian Republika Senin 9 Mei 2005 yang saya sertakan di bawah. Similar dengan kasus salat dengan dua bahasa, tulis Dr Martha Rumimper yang bermukim dan bekerja di Amerika Serikat di Milis Apakabar dua hari lalu, ICNA, Riverside center sudah lama besalat dengan bahasa Arab dan Inggris. Tujuannya adalah untuk membantu umat Islam yang baru atau yang kurang tidak mengerti WHAT THEY ARE PRAYING ABOUT, mengingat banyaknya umat Islam yang Black Americans, Caucasian or those who are not exposed to Arabic Language. Menurut cleric yang ngajarin saya dulu, this is not a problem as a start considering that this is a learning process. And at the end, and once everyone is familiar with what the prayer means and what it is all about, they perform salat with the language used in Alquran, lanjutnya. Dan itu tidak banyak berbeda dengan pengalaman Mas Tohari dan teman-temannya sewktu kecil di kampungnya, yang juga diajari praktik shalat juga dengan dwibahasa, Arab dan Jawa yang sama-sama di-jahr-kan. Bahkan ketika membaca doa berwudhu juga dalam dua bahasa, dan merasa dengan belajar shalat dalam dua bahasa penghayatannya jadi lebih mendalam. Setelah semua lancar dan paham arti semua lafal shalat, barulah mereka diminta melakukannya hanya dalam Bahasa Arab. Sedangkan terjemahnya cukup di batin saja, tapi tak boleh ditinggalkan sama sekali Tetapi, H Muhammad Yusman Roy yang telah mengajarkan shalat dalam wibahasa kepada para santrinya diadukan oleh MUI setempat ke polisi, setelah sebelumnya kegiatan pondoknya disetop melalui keputusan Bupati setempat, kini malahan berstatus sebagai tersangka pelaku tindak pidana dan dikenai pasal 156 (a) KUHP yaitu---Masya Allah---penodaan suatu agama (!) Sebuah tuduhan yang mengejutkan dan mencemaskan banyak orang, karena bisa jadi preseden, yakni bisa dikenakan kepada siapa saja, karena dianggap sekelompok massa menghina Allah atau menodai kemurnian agama. Roy yang tampaknya pasrah dan menyatakan menghormati proses hukum yang dilakukan polisi. Karena, polisi sebatas menjalankan kewajiban. Yang dia sayangkan adalah keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang serta munculnya keputusan serupa dari MUI Jatim yang menerangkan bahwa terjemahan mengiringi pembacaan teks ayat Alquran dalam salat berjamaah ijtihad Ustad Roy adalah sesat. Lalu saya ingat kepada tulisan Mas Tohari yang lain ketika terjadi Bencana Tsunami di Aceh, bahwa teologi masyarakat Islam yang dianut hingga kini adalah teologi langit, atau meminjam Farid Esack, teologi yang terlalu mengurusi Tuhan, sementara Tuhan adalah zat yang tidak perlu diurus. Masih menurut Esack, dengan mengurus (mendekati dan mengasihi) makhluk-Nya, maka kita sama saja telah mengabdi kepada Tuhan. Dan saya tidak dapat menahan air mata saya ketika membaca kalimat-kalimat Mas Tohari pada kolomnya mengenai Yusman Roy: Dia tidak datang dari keluarga santri sehingga pada awalnya pengetahuan agamanya tidak mendalam. Namun dalam perjalanan hidup agaknya Roy mendapat cahaya iman sehingga hatinya melunak. Dia seakan mengalami dinamika 'dari kegelapan menuju cahaya'. Dia sangat beruntung karena dinamika dari kegelapan menuju cahaya adalah inti kehidupan beragama. Ya, saya tidak dapat menahan air mata karena saya karena saya yang datang dari keluarga Islam taat, yang menjalani salat lima waktu sejak berusia dua puluhan---sekarang 61 lebih---dan sejak tahun 1998 hampir tiap malam melakukan salat tahajud, sering tidak semata-mata untuk untuk mencari cahayaNya, tetapi masih disertai pamrih ingin ini dan itu yang bersifat keduniaan. Wassalam, Darwin = Masihkah Ada Tempat untuk Roy? Oleh : Ahmad Tohari Senin, 09 Mei 2005 Rasanya tidak mudah menyatakan simpati kepada orang yang sedang dituduh telah melakukan penodaan terhadap Islam. Muhammad Yusman Roy dari Malang, Jatim; karena telah mengajarkan shalat dalam dwibahasa dia diadukan oleh MUI setempat ke polisi. Kini bekas preman dan petinju itu berstatus sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Namun entahlah, rasa persaudaraan sebagai sesama Muslim yang lemah membuat saya tidak tahan untuk tidak membuat tulisan ini. Saya sadar akan ada pembaca yang segera bilang saya sama saja dengan Roy yang dianggap telah menodai kesucian Islam. Oh, saya mohon, jangan. Simpati saya kepada Roy berawal dari kisah hidupnya di dunia gelap yang keras. Dia pernah bergelimang dengan perkelahian, baik di dalam maupun di luar ring tinju. Dia tidak datang dari keluarga santri sehingga pada awalnya pengetahuan agamanya tidak mendalam. Namun dalam perjalanan hidup agaknya Roy mendapat cahaya iman
[EMAIL PROTECTED] Bupati Malang Stop Kegiatan Ponpes Salat Berbahasa Indonesia
Pemberitaan pers kadang-kadang agak nakal juga, memakai bahasa Arab dan Indonesia, dibilang pakai bahasa Indonesia (saja). Yang namanya Ponpes itu, santrinya tetapnya hanya 20 orang Eniwe, jelas sekali bahwa salat---mulai dari waktu-waktu pelaksanaannya, cara bersuci, bacaan dan bahasa yang digunakan, gerakan, urut-urutan, jumlah rakaat harus mengacu kepada contoh dari Nabi saw, seperti sabda beliau yang masyhur itu: salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku salat. Dan itulah yang dipegang ummat Islam sejak zaman Nabi sampai saat ini oleh mayoritas kaum muslimin di manapun di belahan bumi ini suni, syiah dan ahmadi. Karena itu pemandangan dari jendela pada lantai-lantai teratas Hotel Hilton atau Darut Tauhid ke Masjidil Haram di Mekah pada salat-salat wajib pada musim haji atau di bulan Ramadhan, di mana jemaah salat bisa mencapai 1,5 juta orang yang luber sampai ke jalan-jalan di sekitar Masjid, semuanya melingkar menghadap ke arah Kabah yang berdiri kokoh di pelataran terbuka di tengah masjid, merupakan pemandangan yang sangat fantastis. Dengan dipimpin seorang imam, seluruh jemaah apapun jabatan dan pangkatnya tidak perduli raja atau presiden, apapun bangsanya dan warna kulitnya, lelaki atau perempuan, sejak takbiratul ihram, berdiri, rukuk, sujud, duduk, berdiri lagi, dst..dst... sampai dengan pembacaan ucapan salam, bergerak serempak dengan tertib. Hal itu pula yang menyebabkan seorang muslim Sunni yang bebas prasangka, tidak akan mempunyai hambatan untuk ikut salat berjamah di masjid yang dibangun oleh kaum muslimin Syiah dan Ahmadi atau sebaliknya. Bayangkan apa yang terjadi kalau setiap muslim salat dengan versinya sendiri-sendiri. Lalu, apakah yang diajarkan Ustad KH Muhammad Yusman Roy di Ponpes I'tikaf, Lawang, Malang, yang membaca lafal salat---yang dengan jujur dikatakan sang ustad merupakan kreativitasnya---dengan menggunakan 2 bahasa itu menyimpang dari sunah Nabi? Tidak sukar untuk menjawabnya, karena ada salah satu ketentuan dasar dalam syariat: untuk hal yang bersifat ritual/ubudiyah dilarang melakukan kecuali yang disuruh, sedangkan untuk hal yang bersifat sosial/muamalah semua boleh kecuali yang dilarang. Dengan kata lain, kreativitas Sang Ustad memang perlu dikoreksi Tetapi pertanyaannya kemudian, apakah koreksi terhadap kreativitas Sang Ustad yang pengikutnya katanya 300 orang sedangkan jemaah tetapnya hanya 20 orang tersebut harus langsung dengan menilainya sesat dan dihujat, dan Sang Ustad perlu ditahan polisi seperti yang disarankan untuk ditangkap seperti yang disarankan oleh sejumlah tokoh ormas dan MUI Jatim? Ada memang pendapat yang cukup segar dan bijaksana dari Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Dr Umar Shihab yang menyatakan bahwa ajaran yang disebarkan Yusman tidak bisa dibenarkan, sebab semua ketentuan salat harus sesuai dengan ajaran Alquran yang telah baku. Namun beliau tidak setuju Yusman ditahan polisi. Ia menilai ustad ini hanya cukup diberi pengarahan tentang pemahaman agama Islam. Saya katakan cukup bijaksana, karena kita mestinya tahu, bahwa Sang Ustad yang bekas petinju nasional berdarah Indo-Belanda dan pernah bergelimang dalam dunia hitam yang covert ke Islam dalam tahun 1975, walaupun bagi orang Islam karatan seperti saya ini terlihat agak naf, pada dasarnya berniat baik. Yaitu, agar makmum di belakang imam salat yang menjaharkan bacaan dalam 2 bahasa itu bisa memahami semua maksud yang terkandung dalam salat. Seperti diakuinya sendiri, walaupun pernah berguru kepada seorang kiai di Paneleh, Surabaya, untuk belajar ilmu syariat dan selama 10 tahun mendalami Islam, dirinya merasa belum mampu mendalami arti surat yang dibaca sewaktu salat. Bukankah setiap amal itu ditentukan oleh niatanya, atau palaing tidak, apakah niat baiknya itu tidak patut dihargai? Bahwa untuk melakukan kreativitas dalam syariat diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu, dan kreativitas tersebut tidak untuk sesuatu yang bersifat qathi, itulah yang perlu diberikan pengarahan---sesuai dengan pesan Al-Quran---dengan kebenaran dan kesabaran. Bukankah seperti sabda Nabi SAW, bahwa agama itu nasehat? Dan bukankah para mualaf tersebut orang-orang yang harus kita lunakkan hatinya? Apakah iya, seorang ustadz dengan santri yang hanya berjumlah 300 orang, yang sebagian besar orang-orang yang pernah bergelimang dalam dunia hitam yang ingin taubat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, sekedar ingin sensasi, atau mengalihkan masalah yang terjadi di negeri ini, misalnya mengganggu stabilitas, atau agar ajarannya diblow-up sedemikian rupa, biar ada orang atau sekelompok tertentu menggunakan momen ini untuk merusak citra Islam, seperti yang ditudingkan oleh seorang pimpinan Ormas Islam di Jawa Timur dan anggota DPR RI? Bukannya tidak mungkin setelah memahami arti bahasa Arab melalui pembacaan lafaz salat 2 bahasa tersebut dan berbeur dengan masyarakat di tempat tinggalnya masing-masing kalau salat tidak lagi melafazkan bacaan
[EMAIL PROTECTED] Repaying the West's Debt to Islam
http://www.businessweek.com/technology/content/mar2005/tc20050329_3316.htm VIEWPOINT By Olga Pikovskaya Science today wouldn't be as advanced without so many discoveries from the Muslim world. It's time to reach across today's hurtful barriers Unless you're a history buff, it can be hard to believe how pivotal early Islamic civilization was in laying the foundations of modern science, mathematics, technology, and the arts. Between 600 AD and 1400 AD, Europe was caught in a bleak time, commonly termed the Dark Ages. During that same period, however, Islamic societies were making fundamental discoveries. The contributions of early Islamic people are far too numerous to list. A few innovations starting with the letter a are: acetic acid, alcohol, almanacs, aloe, and astrolabes. In addition, these people were adept at improving the technologies and inventions that Muslim traders brought back from China. In the sciences, Islamic scholars began converting Greek speculations into a process for uncovering verifiable facts. They made fundamental contributions to medicine, astronomy, chemistry, physics, and optics. In medicine, for example, Muslim scientists developed a hollow needle for removing cataracts from the eye by suction -- around 1,000 years ago. And mathematics was a Muslim forte, as seen in the creation of algebra and the Arabic number system that we use today. AT ODDS AGAIN. New musical instruments, such as the violin and the guitar, which most people associate with Western music, owe their origins to the peoples of North Africa and Asia Minor. Islamic artistic contributions ranged from architecture and calligraphy to painting and poetry. These ideas and discoveries spread outside the Muslim world as a result, ironically, of the Crusades. Although Europe lost militarily, the transfer of goods and ideas led directly to the Renaissance. All this is particularly surprising when juxtaposed with the contemporary view of Muslim society as being theocratic and backward. Hundreds of years after the Crusades, the Western and Muslim worlds are once again at odds. While the West is racing ahead in industrialization and human rights, the Muslim world seems less eager for change. If Westernization threatens to undermine their proud history, many Islamic countries would rather foresake foreign amenities, preserve their customs and culture, and continue leading a religious life according to the Quran. GROWING DISTRUST. Islamic resistance to change may stem largely from the desires of political and religious leaders to preserve their power. But skepticism toward Western modernity is not illogical. Some horrific events of the 20th century were justified in terms of scientific and innovative thinking. Both Hitler and Stalin employed the tools of modern science to advance programs that they viewed as highly rational. Coming on top of the political mayhem in the Middle East wrought by the West and its imperialistic policies from the late 19th century until after World War I, it's hardly surprising that the Muslim world views the West with suspicion. The creation and continuing support of Israel, and now the war on terrorism, have only intensified Muslim distrust. Perhaps it's time for the West to remember its debts to the Muslim world and help Islamic society to regain its past glory -- on their terms, not ours. SEE AND BE SEEN. As a beginning, we must establish mutual trust. Given the condescending and stereotypical viewpoints with which each has viewed the other, one small step might be for the U.S. State Dept. or philanthropic organizations to arrange regular visits by Muslim clerics to U.S. universities and public TV and radio shows. Many Americans know so little about the Muslim religion that they would be pleasantly surprised to learn it's more tolerant of other religions than some Protestant denominations are, and more catholic in outlook than Catholicism. School teachers from Islamic countries could be invited to join educational workshops organized by such groups as the National Science Teachers Assn. and the National Science Foundation. Simultaneous translations would be available even to small contingents. Leaders from Muslim communities in the U.S. could make sponsored goodwill tours of the Middle East. Hopefully, they would convey the message that the first amendment of our Constitution guarantees people the right to worship freely as long as it doesn't harm others. Hearing this from fellow Muslims who live in the U.S. might help persuade skeptics that, contrary to past lessons of history, Western culture does not imply meddling in the religious preferences of other peoples. WORDS TO LIVE BY. Such actions could be a start, but changing mindsets on both sides will be a long-term effort. Whatever the duration, we must be patient and remember that we're honoring a debt, expecting nothing in return. We must accept that the Muslin
[R@ntau-Net] Sayang, Kabupaten Solok Terlewat dari Penilaian
Kabupaten/kota Terkorup versi Transparency Internasional Indonesia (TII) menempatkan Wonosobo sebagai kabupaten/kota tidak terkorup. Saya tidak meragukan validitas penilaian TII tersebut. Yang saya sayangkan adalah terlewatnya Kabupaten Solok di Sumatra Barat , yang Bupatinya Gamawan Fauzi memperoleh Bung Hatta Anti Corruption Award dalam tahun 2004 yang lalu. Saya pikir metode sampling yang digunakan Tim Penilai menyebabkan Kabupaten Solok tidak tersamplel. Tetapi ini adalah konsekwensi dari penelitian sample, sevalid apapun metodologinya. Namun tidak tertutup juga kemunginan bahwa Tim penilai merancukan Kabupaten Solok dengan Kota Solok yang juga dapat peringkat tidak terlalu buruk: rangking 13. Tetapi apapun, penelitian TII sebuah cermin yang bagus buat berkaca. Menyadari kekurangan adalah langkah awal dari usaha perbaikan. Jangan sampai terjadi, buruk muka cermin dibelah. Wassalam, Darwin === Bupati Solok Terima Bung Hatta Anti Corruption Award Reporter: Suwarjono detikcom - Jakarta, Bupati Solok Damawan Fauzi dan Koordinator Forum Peduli Sumatera Barat Saldi Isra, menerima anugerah Bung Hatta Anti Corruption Award tahun 2004. Kedua orang ini merupakan tokoh dalam pemberantasan korupsi di Sumatera Barat. Penyerahan award tersebut dilakukan di Wisma Serba Guna Senayan, Selasa (28/9/2004) pukul 20.00 WIB. Tampak hadir Pengacara Todung Mulya Lubis, Kordinator ICW Teten Masduki, Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Hakim Agung Benjamin Mangkoedilaga. Menurut Ketua Dewan Juri Betti Alisjahbana, Bung Hatta Award diberikan kepada mereka yang telah berjasa dalam mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi dan mendorong keterlibatan masyarakat untuk memberikan dukungan pemberdayaan dan perlindungan bagi mereka yang berjuang melawan koruspi. Damawan Fauzi dianggap layak menerima penghargaan karena dikenal sebagai pribadi yang sederhana, tidak pernah terlibat korupsi dan tidak pandang bulu dalam menindak aparatnya yang indisipliner. bahkan salah satu yang ditindak adalah sahabatnya sendiri, kata Betti. Selama Damawan memerintah, ia telah memberhentikan 10 orang karyawannya, menurunkan pangkat 23 orang stafnya, menunda kenaikan pangkat sembilan orang, menunda kenaikan gaji berkala sembilan orang dan pembebasan dari jabatan 10 orang. Damawan juga menerbitkan Perda tentang transparansi dan partisipasi masyarakat. Sementara itu, Saldi Isra, banyak dikenal sebagai dosen dan aktifis. Dia terpilih karena berhasil membongkar praktik korupsi yang diduga sudah sangat mengakar di DPRD Sumbar. Saldi melakukan gerakan dengan membongkar perilaku anggota DPRD Sumbar sampai akhirnya para anggota dewan dibawa ke pengadilan dan diputuskan bersalah. Selain itu ia juga aktif dalam kampanye anti koruspi melalui beberapa buku, seminar dan lainnya, demikian Betti Alisjahbana.(fab) Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[R@ntau-Net] Sholat dari Perspektif kesehatan
Assalamualaikum Wr. Wb. Dikopi dari Milis Wanita Muslimah. Penulisnya seorang dokter. Wassalam, Bandaro Kayo (61+) === Date: Tue, 15 Feb 2005 07:59:54 -0800 (PST) From: untung sentosa [EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] Subject: Sholat dari Perspektif kesehatan Sholat adalah Tiang agama, siapa yang melaksanakan sholat berarti ia menegakkan agama, demikian sabda Rasulullah saw. Begitulah pentingnya sholat yang menempati urutan kedua dalam rukun Islam. Walaupun sholat itu penting dan biaya serta waktu yang dibutuhkan sangat sedikit jika dibandingkan dengan ibadah dan kegiatan yang lain, tidak sedikit orang yang kurang rajin melaksanakannya dibandingkan dengan kegiatan lain yang justru lebih melelahkan dan menyita waktu. Informasi berikut ini, tentang manfaat sholat ditinjau dari aspek kesehatan, mudah-mudahan akan makin memotivasi dan memantapkan kita dalam melaksanakan ibadah sholat. Kegiatan sholat Sebelum menjelaskan manfaat sholat, ada baiknya kita sedikit mengambarkan gerakan sholat. Untuk melakukan sholat diwajibkan dalam keadaan berwudhlu, dan dianjurkan untuk memperbaharui wudhlu-nya. Dengan air yang bersih, disunatkan untuk terlebih dulu mencuci kedua telapak tangan dan mencuci lubang hidung, baru kemudiaan membasuh muka, kemudian lengan bawah, mengusap rambut termasuk daun telinga, dan kaki. Semua dilakukan minimal sebanyak 3 kali. Setelah berwudhlu, dengan pakaian dan tempat yang bersih, sholat dimulai dengan gerakan takbir (mengucap kata Allahuakbar sambil mengangkat kedua telapak tangan sejajar dengan bahu), dilanjutkan dengan minimal membaca Al Fatihah. Kemudian takbir dan ruku, ketika ruku punggung diupayakan agar datar (tidak melengkung) dan membaca bacaan ruku minimal 3 kali. Selanjutnya Itidal dalam posisi berdiri tegak kemudian takbir dan sujud, dan membaca bacaan sujud minimal 3 kali. Setelah itu duduk diantara dua sujud dengan paha berada di atas betis dan jempol kaki kanan dalam keadaan ditekuk dan membaca bacaan duduk diantara dua sujud. Kemudian sujud kembali seperti yang pertama dan dilanjutkan berdiri tegak kembali untuk rakaat kedua.Catatan penting, selama sholat berlangsung mata tidak dibenarkan melihat kemana-mana, harus tertuju ke arah sajadah. Dan minimal satu gerakan sholat satu tarikan napas. Manfaat sholat Kebersihan, pada waktu wudhlu terjadi pencucian permukaan tubuh yang pada umumnya terbuka dan mudah terkena debu yang sering mengandung bibit penyakit. Penelitian kimiawi membuktikan bahwa akan terjadi penurunan yang sangat besar kadar suatu zat jika dilakukan pembilasan minimal 3 kali. Pendinginan, dinginnya air wudhlu menurunkan suhu permukaan tubuh, terutama kepala (ketika mengusap air ke kepala) yang didalamnya terdapat otak, organ yang aktifitas sangat tinggi (walaupun ukurannya relatif kecil) jika dibandingkan organ tubuh yang lain. Stretching, peregangan otot untuk menghilangkan kekakuan otot sehingga kita menjadi lebih relaks, pergangan terjadi pada otot-otot : otot bahu yang tanpa disadari menjadi tegang jika kita berfikir. Peregangan terjadi ketika gerakan takbir dan ruku, otot punggung dan otot belakang tungkai, peregangan terjadi ketika ruku, otot paha depan dan otot betis, peregangan terjadi ketika duduk di antara dua sujud. Pada duduk ini selain peregangan otot betis juga dipijat, ditekan oleh paha. Catatan istirahat yang lebih baik setelah perjalanan jauh sebenarnya adalah lakukan seperti duduk di antara du sujud untuk beberapa saat baru kemudian berbaring. Pembilasan otak, ketika kita sujud, karena posisi jantung lebih tinggi dari kepala maka volume darah akan meningkat di dalam kepala. Hal ini berarti bertambahnya zat makanan yang masuk ke dalam otak dan bertambahnya jua sisa makanan yang keluar dari otak ketika kepala ditegakkan kembali. Relaksasi, mata yang hanya tertuju pada sajadah dan napas yang teratur serta bacaan-bacaan sholat membuat kita akan menjadi lebih relak, terlebih lagi dengan memahami makna bacaan sholat akan menambah keyakinan kita kepad Allah yang maha pengasih, yang maha penyayang, dsb serta yang mengabulkan doa orang-orang yang berdoa. Hal ini tentunya akan membuat kita menjadi lebih tenang lagi. Singkat kata, salah satu manfaat sholat adalah membuat kita menjadi lebih bersih, lebih segar dan lebih tenang. Manfaat ini hanya didapat jika sholat dilakukan dengan tenang, tidak buru-buru (tumaninah), sebagai perbandingan, stretching pada senam dilakukan minimal dalam 4 hitungan. Selain itu tentunya pemahaman makna bacaan-bacaan sholat. Dan, jika kita membandingkan ritme kehidupan harian dengan waktu sholat, maka manfaat menyegarkan akan makin terasa. Kekakuan otot setelah diam dalam keadaan tidur dihilangkan dengan sholat subuh. Kelelahan setelah aktifitas menjelang siang akan berubah menjadi lebih segar setelah sholat dhuhur. Kemampuan tubuh yang semakin menurun setelah tengah hari disegarkan
[R@ntau-Net] Politik Moral Anak Gembala
Dikopi dari Milis tetangga http://www.gatra.com/artikel.php?id=52777 Politik Moral Anak Gembala KALAU ada pejabat tinggi yang mau tidur di lantai beralas tikar, dialah Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Ia melakukan setiap kali mengunjungi ibunda, di Dusun Kadipaten Lor, Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. ''Mas Nur tidak mau tidur di hotel,'' kata Septi Swastani Setyaningsih adik bungsu Hidayat Nur Wahid yang memanggil kakaknya, Mas Nur itu. Nur Wahid memilih tidur di rumah sederhana seluas 15 meter x 10 meter yang ditempati Nyonya Siti Rahayu, 69 tahun, ibunda Nur Wahid. Tidak ada pernik kemewahan di rumah ini. Ruang tamunya hanya diisi satu meja kursi. Di ruang keluarga cuma ada televisi 14 inci. Di rumah itulah Hidayat Nur Wahid dilahirkan pada 8 April 1960. Ia adalah putra sulung tujuh bersaudara dari pasangan H. Muhamad Syukri dan Siti Rahayu. ''Nama Hidayat Nur Wahid itu pemberian bapaknya,'' kata Nyonya Siti Rahayu, 69 tahun. Hidayat berartinya petunjuk, Nur adalah cahaya, dan Wahid artinya satu. Secara nama, Hidayat Nur Wahid merupakan obsesi sekaligus doa dari kedua orangtuanya agar anak sulung ini menjadi petunjuk dan cahaya yang nomor satu. ''Alhamdulilah terkabul,'' kata Siti Rahayu yang menilai Nur Wahid bisa menjadi petunjuk dan cahaya bagi keluarga dan adik-adiknya. Lebih dari itu, Nur Wahid kini menjadi pelopor hidup sederhana di kalangan pejabat tinggi negeri ini. Latar belakang kehidupan keluarga Nur Wahid sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya. Di dusun kelahiran Nur Wahid yang terletak sekitar satu kilometer selatan Candi Prambanan, keluarganya tergolong sebagai pemuka agama. Kakek dari ibunya merupakan tokoh Muhamamdiyah di Prambanan. Ayahnya, H. Muhammad Syukri (almarhum), meski hidup di kultur NU, merupakan salah satu pengurus Muhamadiyah di Klaten. Ibunya aktivis Aisyiah, organisasi wanita Muhammadiyah. Kedua orangtua Nur Wahid berprofesi guru. Hanya saja, sang ibu berhenti sebagai guru TK ketika anak keduanya lahir. Sedangkan ayahnya terus berkarir di jalur pendidikan. Mulai menjadi guru SD, SMP, hingga akhirnya menjadi Kepala Sekolah di STM Prambanan. Ayahanda Nur Wahid, meninggal enam tahun silam. Sebagai anak guru, Nur Wahid mendapatkan pendidikan yang sangat baik. Kecerdasan Nur Wahid sudah terlihat sejak masih kanak-kanak. Ia sudah bisa membaca sebelum masuk SD. Kegemarannya membaca itu berlanjut sampai sekarang. Di masa anak-anak dan remaja, Nur Wahid mengaku gemar membaca komik Kho Ping Ho. ''Itu bacaan favorit saya,'' katanya Nur Wahid. Selain keranjingan membaca komik, Hidayat juga suka membaca buku-buku sastra dan sejarah milik ayahnya dan keluarga. Kebetulan, sang bapak adalah sarjana muda lulusan IKIP Negeri Yogyakarta. Sebagian besar anggota keluarga Nur Wahid juga bergerak di bidang pendidikan. ''Keluarga besar saya adalah keluarga guru dan karenanya lingkungan saya adalah lingkungan belajar,'' Nur Wahid menegaskan. Saat sekolah, Nur Wahid terhitung murid yang pintar. Di bangku SD Negeri I Kebondalem Kidul, Prambanan, dia selalu mendapat predikat juara. Meski belajar di SD Negeri, Nur Wahid menambah ilmu agama dengan mengaji di masjid pada malam hari. Selain itu, ia juga belajar membaca Al Quran secara secara privat kepada seorang kiai di desanya. ''Kiai saya itu sebenarnya pekerjaan sehari-harinya adalah penjahit. Di sore hari, dia mengajar anak-anak,'' kenang Nur Wahid. Selain itu, orangtua Nur Wahid juga sudah melatih dirinya berpuasa sejak masih berumur tujuh tahun. Sebenarnya, Nur Wahid cuma disuruh ''puasa beduk'' atau berbuka saat luhur tiba. ''Tapi, setelah berbuka, saya tetap puasa lagi,'' kata Nur Wahid pula. Ia menilai, orangtuanya mendidik anak-anak dengan keras dan disiplin. Nur Wahid harus menjalani jam belajar, jam tidur, dan jam salat secara disiplin. Pernah suatu ketika, Nur Wahid mengenang, dirinya diikat di bawah pohon. Itu karena ia terlambat menjalankan salat. Nur Wahid juga pernah dihukum dikunci di dalam kamar, karena tidak pergi mengaji. Sesekali Nur Wahid kecil memberontak juga. Misalnya, pada waktu Ramadan, orangtua Nur Wahid mewajibkan tidur siang ''Tapi saya malah pergi diam-diam, bermain sama teman-teman,'' ujarnya Nur Wahid. Ia juga pernah mengelabui orangtuanya soal waktu berbuka puasa. Pada masa itu, di desa tempat tinggal Nur Wahid belum banyak orang yang punya radio. Televisi juga belum ada yang memiliki. Sedangkan jam belum menjadi tradisi keluarga dan warga di desanya. Maka untuk mengetahui kedatangan waktu magrib tiba, orang hanya memakai patokan matahari tenggelam. Kalau cuaca mendung, orang kesulitan menetapkan waktu buka puasa. Warga desa setempat berpatokan pada kelelawar. Bila ada yang terbang berarti magrib telah tiba. Maka Nur Wahid kecil bersama kawan-kawannya menghalau kelelawar yang bersarang di kuncup daun pisang. Terbanglah kekelawar itu. Mereka lantas menunjukkan kelelawar terbang pada orangtuanya. Saat itulah mereka
Re: [R@ntau-Net] INNALILLAHI WAINNA ILAIHI ROJI'UN
Assalamualaikum Wr. Wb. Walaupun agak terlambat saya dan keluarga menyatakan ikut berduka cita atas berpulangnya ibunda tercinta dari dinda Erwin Muchtar. Semoga almarhumah mendapat tempat yang mulia di sisiNya. Amien Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un Wassalam, Bandaro Kayo dan keluarga Depok --- In [EMAIL PROTECTED], Zuls [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalamu'alaikum wr.wb. Inna lillhi wa inna ilaihi raji'un, ikut mengucapkan berdukacita atas berpulangnya ke Rahmatillah Ibunda dari Bapak Erwin Mochtar, semoga amal ibadahnya diterima Allah dan dosanya diampuni-Nya, Amin! Wassalam ZS Mangkuto dan kel. --- Original Message - From: Z Chaniago [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, January 25, 2005 1:14 PM Subject: [EMAIL PROTECTED] INNALILLAHI WAINNA ILAIHI ROJI'UN Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[R@ntau-Net] Menyikapi Perbedaan Iduladha
Oleh T. DJAMALUDDIN SEMULA, keputusan Majelis Tinggi Arab Saudi, Majlis Al-Qadla' Al-'Ala, yang menetapkan 1 Zulhijah 1425 pada 12 Januari 2005, hari wukuf 9 Zulhijah 1425 pada 20 Januari, dan Iduladha 21 Januari disambut gembira oleh banyak pihak. Kekhawatiran terjadinya kontroversi, seperti sering terjadi lenyaplah sudah. Majelis mengumumkan tidak ada kesaksian hilal pada akhir Dzulqaidah. Di Indonesia, keputusan itu pun disambut dengan lega. Rapat Badan Hisab Rukyat Departeman Agama pada 22 Desember 2004 lalu sempat mengkhawatirkan terjadinya kontroversi keputusan Arab Saudi yang menyebabkan perbedaan dengan keputusan pemerintah RI. Ternyata, kelegaan tidak lama. Sabtu, 15 Januari tersiar kabar melalui mailing list pengamat hilal (bulan sabit pertama) dan media massa bahwa Arab Saudi mengubah keputusannya. Berdasarkan laporan terlihatnya hilal pada 10 Januari 2005, maka diputuskan awal Zulhijah jatuh pada 11 Januari 2005. Akibatnya hari wukuf berubah menjadi 19 Januari dan Iduladha di Arab Saudi pada 20 Januari 2005. Tentu saja perubahan ini menyebabkan perbedaan dengan Iduladha di Indonesia dan menimbulkan kebingungan bagi orang awam. Kalangan astronom jelas menolak kesaksian tersebut karena pada saat magrib 10 Januari 2005 di wilayah Arab bulan telah berada di bawah ufuk. Di Mekah bulan terbenam pukul 18.53 kemudian disusul matahari pukul 18.56. Bagaimana mungkin terlihat hilal padahal bulan telah terbenam. Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) mengeluarkan pernyataan bahwa kesaksian tersebut keliru. Garis tanggal Untuk melihat kemungkinan rukyatul hilal di seluruh dunia, biasa digunakan hisab (perhitungan) secara global dan digambarkan sebagai garis tanggal. Pada peta garis tanggal diketahui di daerah mana bulan dan matahari terbenam bersamaan. Inilah garis tanggal wujudul hilal (wujudnya hilal di kaki langit). Dengan garis tersebut diketahui bahwa di wilayah sebelah timur garis tanggal pada saat magrib hilal berada di bawah ufuk, sedangkan di wilayah baratnya hilal telah di atas ufuk. Garis tanggal wujudul hilal untuk awal Zulhijah melintasi Amerika Utara, Afrika, Yaman, dan Lautan Hindia sebelah selatan Indonesia. Terlihat bahwa Arab Saudi dan Indonesia berada pada satu wilayah garis tanggal. Pada tanggal 10 Januari 2005, baik di Arab Saudi maupun Indonesia, bulan telah berada di bawah ufuk saat magrib. Jadi tidak mungkin ada kesaksian melihat hilal pada hari itu. Dengan demikian, tidak mungkin juga 1 Zulhijah 1425 jatuh pada 11 Januari 2005 dan tidak mungkin Iduladha 20 Januari 2005. Dari gambar garis tanggal beserta beberapa kriteria selain wujudul hilal, dapat disimpulkan bahwa 1 Zulhijah jatuh pada 12 Januari 2005 dan Iduladha 21 Januari. Kriteria kemungkinan teramatinya hilal di Indonesia yang disepakati MABIMS (menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) adalah tinggi minimal 2 derajat dan umur hilal minimal 8 jam. Garis tanggal ketinggian bulan 2 derajat juga digambarkan pada peta garis tanggal yang melintasi Amerika Utara, Afrika, dan Australia. Karena bulan baru atau ijtimak terjadi pada pukul 19.04 WIB 10 Januari, maka saat magrib 11 Januari umur hilal telah lebih dari 8 jam. Karenanya baru pada 11 Januari hilal kemungkinan dapat terlihat. Maka 1 Zulhijah 1425 dapat disimpulkan jatuh pada 12 Januari 2005. Demikian juga dengan kriteria-kriteria lainnya. Kesaksian hilal pada 10 Januari 2005 secara astronomi harus ditolak, karena tidak mungkin terjadi bulan yang telah terbenam dapat dilihat berada di atas ufuk. Dapat dipastikan ada kekeliruan pengamatan. Dari kalangan pengamat hilal seluruh dunia yang bergabung dalam ICOP (International Crescent Observation Project), tidak ada laporan terlihatnya hilal di seluruh dunia pada hari itu. Baru pada 11 Januari dilaporkan pengamatan hilal dari berbagai tempat di dunia. Seperti ditunjukkan pada peta garis tanggal, pada 11 Januari hampir seluruh dunia berkesempatan melihat hilal yang cukup tinggi. Salah satu pengamat di Iran berhasil memotretnya dalam kondisi kaki langit yang berawan. Dari analisis garis tanggal dan laporan rukyatul hilal seluruh dunia, semestinya 1 Zulhijah jatuh pada 12 Januari 2005, hari wukuf 9 Zulhijah pada 20 Januari, dan Iduladha pada 21 Januari 2005. Pemerintah Indonesia telah memutuskan dalam ketetapan Menteri Agama RI bahwa Iduladha jatuh pada 21 Januari. Menyikapi perbedaan Dalam masalah ibadah, pertimbangan syariat lebih diutamakan daripada pertimbangan lainnya. Walaupun secara astronomi keputusan Arab Saudi dinilai kontroversial dan keliru, secara syariat tetap dianggap sah. Laporan saksi yang dianggap adil telah cukup dijadikan dasar tanpa perlu konfirmasi apa pun. Itulah keyakinan Majelis Tinggi Arab Saudi. Karenanya di Arab Saudi dan negara-negara sekitarnya yang mengikutinya, sah bagi mereka untuk beriduladha 20 Januari 2005. Masalahnya kemudian timbul kebingungan pada sebagian masyarakat di Indonesia yang akan beriduladha pada 21 Januari 2004. Sahkah
Re: [R@ntau-Net] Fwd: Masukan Untuk Pembangunan Aceh
Katiko ambo mengunjungi salah satu PDAM di Sumatra Barat yang dikelola dengan cukup baik dan mulai dapat menghasilkan laba sesudah pajak bulan Ramadhan yang lalu, Direkturnyo maagieh tahu, baraso Asian Development Bank melalui Pemerintah Pusat menawarkan pinjaman untuk pengembangan PDAM. Ambo maagieh tahu supayo dipikie dulu sapuluah kali sabalun manarimo pinjaman tu. Katiko Ambo mengunjungi dan batamu jo beberapa pejabat Bappeda, apa nan ambo sampaikan ka bakeh Direktur PDAM tu ambo ulangi baliek. Catatan: Kiniko kurang dari 20% PDAM di Indonesia nan sehaik, dan nan indak sehattu banyak tacakiek dek hutang nan digunokan untuk pengembangan sistem di bawah perencanaan yang semi sentralistik (yang dikenal dengan PJM P3KT/IUIDP) , dengan total tunggakan lebih kurang Rp 4 triliun. Dek hutangtu hutang duo langkah (subsidiary loan), walaupun PDAM-PDAM tu manunggak, Pemerintah Pusat tetap membayar pokok pinjaman + bunga kepada para kreditor = bagian dari pembayaran pinjaman yang saat ini sangat memberatkan APBN. Bautang memang indak salamonyo salah dan dalam dunia usaha utang piutang itu sesuatu yang lazim. Nan paralu diingek taruih, tarutamo untuk pinjaman-pinjaman LN dalam jumlah besar (nan sabgian dari pinjaman itu biasonyo salah saku), sio-sio hutang tumbuah, caba-caba nagari alah. Wassalam, Bandaro Kayo (61+) --- dutamardin umar [EMAIL PROTECTED] wrote: -- Forwarded message -- From: dian rubianti [EMAIL PROTECTED] Date: Sat, 15 Jan 2005 08:51:51 -0800 (PST) Subject: Masukan untuk Aceh To: [EMAIL PROTECTED] Assalamu'alaikum wr.wb Mohon maaf Pak Duta, saya memberanikan diri mengirim email ini pada bapak. Selama ini saya sempat mengikuti pemikiran2 kritis Bapak. Saya mohon masukan untuk pemikiran di bawah ini. Salam rekan-rekan, Semoga coret-coret saya (dari hasil comot sana-sini) ini bisa jadi bahan pertimbangan kita untuk ditindak lanjuti. Sama sekali tidak ada niat untuk menambah kacau situasi yang memang tak terkatakan ini. Mohon maaf kalau kelihatannya sudut pandang saya tidak tahu diri dan kurang kerjaan. Sejauh ini seperti juga rekan yang lian, saya berusaha mengikuti semua ikhtiar dan niat baik berbagai pihak yang ingin membantu Aceh pasca tsunami. Ada satu berita yang mengganggu pikiran dan batin saya, dan mohon masukan dari rekan-rekan semuanya. Mohon disikapi dengan hati dan kepala dingin. Ada rekan yang memforwardkan berita TENTANG rencana kerja dari Bappenas, kemudian di follow-up oleh rekan yang lain. Kesimpulannya kira-kira sebagai berikut: I. BANK DUNIA SAAT INI SUDAH DAN SEDANG MENGIRIM TIM dengan tugas : 1. Menghitung berapa besaran kerusakan gempa dan tsunami di Aceh 2. Menghitung berapa besar alokasi dana yang diperlukan untuk : a. Rehabilitasi b. Rekonstruksi. Dalam keadaan hancur-lebur seperti sekarang, sungguh ini merupakan suatu usaha yang mulia. Tetapi kalau dilihat lebih jauh untuk kepentingan ke depan (jangka panjang), sebenarnya moratorium hanya sampai tim Bank Dunia mendapatkan hasil assessment kerusakan dan kebutuhan dana/yang tidak lain adalah NEW LOAN PROGRAMME PROPOSAL(S). Hutang baru ini tidak saja harus dipikul oleh segenap bangsa Indonesia, tapi juga oleh korban dan ahli waris korban tsunami. Duh! Sudah ditimpa musibah, ditimpa hutang lagi sampai ke anak-cucu. Padahal sekarang ini, hutang kita sudah US$130 milyar? Kalau secara kasar dibagi dengan jumlah penduduk di kepulauan nusantara, kira-kira setiap kita punya hutang $500...termasuk anak saya yang masih balita, belum tau apa-apa...sudah punya hutang yang $500 harus ia lunasi. Sebuah warisan yang mengenaskan! Besarnya NEW LOAN tergantung dari hasil laporan yang dikoordinir oleh BAPPENAS. Oleh sebab itu, untuk rekan-rekan yang punya akses tolong memberi masukan kepada tim ini jangan sampai mereka cuma menyelesaikan pekerjaan rumah-nya Bank Dunia dan menyeret sekian generasi anak-anak Indonesia dalam warisan hutang nenek moyang. II. THE PARIS CLUB (TPC) Dari 1956-2004 kira-kira TPC sudah memberikan rescheduling 369 kali untuk 78 negara. Dari 1983-2004 (20 tahun!) jumlah hutang yang sekedar dijadwalkan kembali hanya sekitar 400 milyar dolar. Kemungkinan sangat besar: tuntutan untuk hapuskan hutang Indonesia (kalau yang langsung menyangkut TPC ya 57 milyar hutang multi-lateral dan bi-lateral dari 77 milyar hutang pemerintah) TIDAK AKAN DIGUBRIS. Desakan politis yang jauh lebih mungkin untuk didengar adalah kalau semua komponen rakyat mendesak Presiden dan DPR serta DPRD untuk mengajukan DEBT CANCELLATION dengan jumlah minimum 57 milyar tsb di atas. KITA TIDAK MUNGKIN BERTAHAN bila hutang cuma ditunda. Istilah PENUNDAAN PEMBAYARAN HUTANG ini sama sekali tidak menyangkut pembatalan hutang dan sama sekali tidak ada goodwill di dalamnya. Semua akibat dari penundaan akan dialokasikan ke pos yang ada dalam HUTANG BARU. Mohon dipertimbangkan, kalau sekarang Daerah
[R@ntau-Net] Prof Dr H Quraish Shihab: Niat Qurban Boleh Diwujudkan Dalam Bentuk Uang Tunai
Assalamualaikum Wr. Wb. Menurut Prof Dr H Quraish Shihab, niat qurban pada Idul Adha tahun ini boleh diwujudkan dalam bentuk uang tunai senilai harga hewan yang diniatkan sebagai bantuan bagi korban musibah gempa dan tsunami di beberapa wilayah Indonesia. Hal itu disampaikan salah seorang ulama terkemuka Indonesia yang dikenal sangat berhati-hati dalam berfatwa itu tersebut menjawab pertanyaan seorang pemirsa pada acara live Lentera Hati di Metro TV yang baru saja selesai jam 3 petang ini. Alasan Prof Quraish Shihab ialah, memotong qurban itu hukumnya sunat, sedangkan membantu orang-orang yang kesusahan dapat dikatakan wajib. Wassalam, Bandaro Kayo (61+) __ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail - Easier than ever with enhanced search. Learn more. http://info.mail.yahoo.com/mail_250 Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
Re: [R@ntau-Net] Hati-hati mereka berusaha menangkap domba-domba yang menderita
Assalamualaikum Wr. Wb. Pasan Kanda Nismah di bawahko jaleh ko jaleh bana. Iko ambo kopi dari Milis tetangga PRIORITY / URGENT MESSAGE Dibutuhkan: Orang tua asuh untuk anak-anak usia 0 - 3 tahun korban `Tsunami' di Aceh yang di bawa ke Batam, Jakarta Bandung. Hubungi Raihana (0815-870-0064) dan/atau Dewi: (021) 568-1580 / 568-1270, atau melalui fax: (021) 568-1579, 5696-5397. Di Jakarta, mereka sementara ditempatkan di RS Dharmais dan RSPAD Gatot Soebroto. Mohon berita ini disebarluaskan. Terima kasih. Sender: 0812-898-1840 on 02/01/05 at 09:26:10. Catatan: kapatangko ambo baco di sebuah milis baraso Aa Gym alah mambao 100 urang anak yatim untuk diasuah di Darut Tauhid Wassalam, Bandaro Kayo (61+) --- In [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] Nismah Rumzy [EMAIL PROTECTED] wrote: Terlampir SMS dari : 1. Bapak Hasballah : Di Medan dah diambil anak2 yatim Aceh oleh misi kreisten dengan payung kemanusiaan.T.I.M perlu segera ke Medan, kord dg Aceh Sepakat.Saya telah rintis.Perlu kita tampung dan ambil langkah bersama, segera.THK. Hasballah Hp. 2. IZ : Pantauan tekn: Bnyk dan akan terus bertambh orang2 Kristen dibwh LSM/NGO brgkt keAceh dgn publisiti menolong korban tpsebnrnya mau ambil anak2 kecil balita yang terlantar kehilangan orangtua,kmd dbw keluar Aceh untuk diKristen-kan. Hati2 thdp program trselubung dan jkpjg ini. Mari kt cgh dg slg berkoordinasi antar lmbgYtmpiatu Muslim, jabngan sampai Serambi Mekah brbh abad ini.Wassllm.IZ 3.Ibu Tuty Allawiyah : malam ini jm 22.15 tiba dihalim langsung ke rumah jtwrngin anak aceh korban sunami Marilah kita berbuat sebelum terlambat Wassalam Bundo Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[R@ntau-Net] Panik Diterpa Isu Tsunami, Warga Padang Berhamburan di Jalan
Reporter: Yonda Sisko detikcom - Padang, Kepanikan melanda Kota Padang Sumatra Barat. Ribuan warga tumpah ruah di jalan sambil menjerit histeris lantaran isu tsunami akan menghantam Padang. Isu yang berhembus cepat itu menyebutkan, air laut di Kota Padang mulai naik sejak pukul 22.00 WIB, Kamis (30/12/2004). Walhasil warga panik dan berhamburan ke jalanan. Warga tampak memboyong barang-barang dan menggendong anak-anak kecil. Beberapa warga menggunakan mobil atau motor, namun ada juga yang berlarian di jalanan. Mereka meninggalkan rumah dan mengungsi. Arus lalu lintas menuju Bukittinggi dan Solok yang merupakan dataran tinggi pun menjadi padat. Kepanikan warga antara lain terlihat di daerah Tabing, Lubuk Buaya, Teluk Bayur, Lolong, Pasaraya, Karandam, Lubuk Minturun, dan Siteba. Hingga pukul 02.30 WIB, Jumat (31/12/2004), warga masih memenuhi jalan-jalan menuju dataran tinggi. Beberapa mobil polisi lalu lalang, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Warga kebanyakan panik sambil berteriak-teriak. Apalagi isu gelombang tsunami berkali-kali berhembus. Suasana sempat beberapa kali tenang, namun beberapa kali pula kembali panik karena diterpa isu tsunami. Tidak hanya kendaraan pribadi, taksi-taksi juga tampak penuh muatan barang di Tabing. Sayangnya, detikcom yang mencoba mengontak Kantor BMG yang berlokasi di Padang Panjang tidak kunjung tersambung. (sss) Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
Re: [R@ntau-Net] FW: www.cimbuak.net dikupas di sinar harapan
Assalamualaikum Wr. Wb. Saya ingin menggarisbawahi beberapa poin dari ulasan Hr Sinar Harapan di bawah ini: (1) Adat Minangkabau memang begitu memukau (2) Bicara Minangkabau, berarti bicara tentang budaya yang telah menyerap Islam sebagai dalam sendi-sendi kehidupan. (3) Minangkabau juga identik dengan warganya yang bekerja keras (4) Intuisi sastra orang Minangkabau jangan diragukan lagi Tanpa tanpa mengomentarinya, kecuali ucapan selamat bagi nakan Dewis cs, jangan jadi takabur dan lupa diri, dan jadikan semua itu menjadi cambuk untuk tetap maju dan lebih maju lagi. Serta cermin dan teladan bagi yang lain Wassalam, Bandaro Kayo (61+) --- In [EMAIL PROTECTED], Dewis Natra [EMAIL PROTECTED] wrote: Alhamdulillah kehadiran cimbuak mulai dapat tempat, berikut adalah ulasan sinar harapan, klik link berikut http://www.sinarharapan.co.id/berita/0412/23/ipt03.html Salam Dewis www.cimbuak.net #kampuang nan jauah dimato dakek dijari# KUPAS SITUS Urang Awak Pantang Tatingga JAKARTA Adat Minangkabau memang begitu memukau Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
Re: [R@ntau-Net] Festival Minangkabau, Festival Seni atau Pembangunan?
Aaa ini baru sabana Minang Yang mengadakan festival orang-orang yang punya DNA pedagang, nama boleh Keseniaan, tetapi isinya dagangan Yang membuat laporan orang-orang yang punya di DNA pengarang, biar yang diceritakan itu sesuatu yang centang perenang, membacanya orang tetap tersengeng-sengeng senang. Jadi klop lah Wassalam, Bandaro Kayo (sedikit perintang-rintang duka dalam mengikuti nestapa yang sedang menimpa saudara-saudara kita yang sering membuat kita berderai airmata .) --- In [EMAIL PROTECTED], RaNK MaRoLa [EMAIL PROTECTED] wrote: Crosposting dari ranah-minang.com - Festival Minangkabau, Festival Seni atau Pembangunan? 27/12/2004 - 18:23 bakuduang Tapi walau bagaimanapun, festival ini sudah dilaksanakan, walaupun sebenarnya lebih layak disebut sebagai pameran pembangunan, karena lebih banyak menampilkan perusahaan atau daerah lain yang melakukan promosi tentang kesempatan dan peluang berinvestasi di daerahnya masing-masing. Sehingga tidak heran jika kemudian ada seorang pengunjung yang justru menyebut festival itu sebenarnya lebih layak disebut sebagai pasar malam. Tapi setidaknya, festival ini memberikan kemudahan bagi ibu-ibu yang ingin berbelanja murah. Semuanya tersedia. Celana dalam, pakaian anak, cendol, sepeda motor, beras, telepon seluler, balon warna-warni, sate dan teh talua, semuanya ada di sini. Harganya pun di diskon! (Bonk/RM) Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
[R@ntau-Net] Penjelasan Teuku Jacob mengenai Homo Floresiensis
Perseteruan antara Teuku Jacob dengan dengan ilmuwan Australia perihal temuan Homo Floresiensis menjadi bola liar evolution vs creation, karena informasi yang setengah-setengah. Malah menurut Radityo Djadjoeri di Milis Apa Kabar, ilmuwan Turki Harun Yahya sempat 'loncat-loncat kegirangan' atas perseteruan tersebut, dan langsung mengutak-atik kata, menyusun beberapa tulisan yang dirangkumnya dari berbagai sumber relevan, dan langsung dipublikasikannya. Titik arahnya sama: 'say no for evolution, say yes for creation'. Padahal---masih menurut menurut bung Radityo---rencananya, Teuku Jacob baru akan menyanggah temuan H. floresiensis sekira awal tahun depan. Kemarin saya menemukan tulisan Teuku Jacob mengenai Homo Floresiensis berikut ini di Hr Republika Wassalam, Bandaro Kayo Yang percaya bahwa alam semesta berikut hukum-hukumnya, termasuk proses penciptaan terhadap manusia---apakah itu itu mengikuti teori evolusi atau bukan---adalah ciptaan Sang Kaliq (the Creator) yang Maha Kuasa dan Maha Cerdas, karena penemuan ilmiah tidak akan pernah bertentangan dengan kandungan Al Quran . Yang pasti saya bukan pengagum Harun Yahya. Gara-Gara Rangka Liang Bua Teuku Jacob Profesor Emeritus Paleoantropologi UGM Republika, Selasa, 28 Desember 2004 Dalam bulan Oktober 2003, Prof RP Soejono datang ke Yogyakarta dan memperlihatkan pada saya foto tengkorak kecil dari penggaliannya di Liang Bua, Flores Barat, bersama dengan tim dari New South Wales, Australia. Dari foto yang diambil dalam posisi rambang dan belum bersih dari tanah yang meliputinya, saya mendapat kesan tengkorak itu amat kecil dan menyerupai kera. Soejono meminta kami di UGM menelitinya, sedangkan Dr MJ Morwood, chief investigator dari pihak Australia, menginginkan orang Australia yang mempelajarinya. Pak Soejono khawatir kalau dibawa ke Australia, dan saya, meskipun tidak begitu tertarik melakukan sendiri, ingin agar ahli-ahli Indonesia yang relatif muda, yang dengan susah-payah direkrut, tidak cuma menggigit jari melihat temuan dari negerinya tidak dapat disentuhnya, sehingga animo untuk masuk ke bidang paleoantropologi teredam dengan tidak sengaja. Tidak ada kabar lagi sampai Juli 2004, ketika Prof Soejono minta agar temuan itu segera dibawa ke Yogyakarta, supaya aman dan wartawan-wartawan luar negeri tidak terus-menerus meneleponnya dan datang ke kantornya. Dr T Subiantono, Asdep Arkeologi, setuju ktengkorak itu saya bawa untuk dipelajari dan memberi biaya angkutan. Tetapi di luar negeri disiarkan saya merampas tulang-tulang itu dari Pusat Arkeologi dan akan disimpan terus di Yogyakarta. Mereka tidak tahu bahwa sejak awal tahun 1960-an Pusat Arkeologi bekerja erat dengan Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi UGM (yang berada dalam satu departemen dan dibangun dengan anggarannya) tanpa surat serah terima. Gedung laboratorium sendiri diserahkan tanpa piagam dan banyak pegawainya bekerja di sini. Pers Australia terutama mendesak saya (dan Pusat Arkeologi), agar semua temuan sisa manusia dikembalikan ke Jakarta, padahal sisa-sisa manusia dari gua-gua Flores tersimpan di London, Leiden, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Maumere. Bermacam-macam fitnah dan isapan jempol difabrikasi: bahwa di Yogya ahli-ahli lain tidak boleh melihatnya, bahwa ada perang teritorium (turf war), bahwa ada kecemburuan ilmiah, bahwa Australia yang menyediakan dana, mengapa orang Indonesia yang meneliti dan sebagainya, meskipun mereka menyediakan situs. Dikabarkan mereka akan menjual copyright pembuatan film TV, kepada penawar tertinggi, padahal bertentangan dengan undang-undang tentang benda budaya. Pelanggaran lain adalah mereka mencetak tengkorak dan menjualnya. Dalam pengalaman saya bukan pertama kali orang asing memakai siasat divide and rule dan semangat empire building. Mencari kebenaran Telepon, faksimile, dan e-mail yang saya terima tidak mengenal waktu. Selfon (HP) dan telepon dapat berbunyi pagi-pagi sekali, sampai siang, bahkan malam dan tengah malam (disangkanya siang di sini). Telepon berdering di rumah, laboratorium, jalan, bandara, dan di hotel. Wartawan-wartawan Australia paling suka mendesak, menyudutkan, menuduh, menyindir dan memfitnah. Misalnya: Apa yang dibuat dengan tulang-tulang itu? Kalau sudah dipelajari, diapakan? Bila dikembalikan ke Jakarta, apa tanggal 1 Januari 2005? Mengapa mempertahankan pendirian skeptis sendirian? Di mana hasil studinya akan dipublikasi? Mengapa bukan spesies baru, mengapa ia bukan berevolusi langsung dari homo habilis? Apa tahu orang-orang Australia marah sekali? Dan profesor Indonesia di Jakarta juga marah. Waktu didesak siapa, mereka menyebut nama orang-orang muda dari luar universitas yang belum profesor. Mengapa harus dilakukan studi di Yogyakarta? Apa ''konflik'' ini tidak akan mengganggu hubungan antara negara? Dan banyak laig yang aneh-aneh, silly dan naif. Ada yang mencap saya a powerful archeologist, the king of paleoanthropology in Indonesia, skeptik, a maverick scientist, I'enfant
[R@ntau-Net] Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri (1)
Setiap saya berada di Bali saya ingat kampung halaman saya Sumatra Barat. Dan setiap saya berada di Sumatra Barat saya ingat Bali. Betapa tidak, baik Sumatra Barat dan Bali dianugerahi Allah SWT dua hal yang hampir sama: panorama alam yang mempesona, penduduk yang relatif homogen dengan adat dan seni budaya yangpenuh eksotika. Namun selebihnya, seperti kita tahu, dari segi pengembangan pariwisata, Sumatra Barat masih tertinggal jauh dari Bali. Tetapi tertinggal atau bukan, Sumatra Barat tetap sebuah daerah tujuan wisata (DTW) yang lebih dari pantas untuk dikunjungi pada liburan akhir tahun ini, baik oleh para perantau Minang yang sudah lama tidak pulang kampuang, lebih-lebih jika Anda bukan orang Minang dan belum pernah ke Sumatra Barat sebelumnya. Saya saja yang orang Minang dan dalam 3 tahun terakhir ini sering ke Sumatra Barat tidak bosan-bosannya melihat keindahan alam Sumatra Barat. Dua pekan lalu selama empat hari dari Kamis sampai Minggu bersama isteri saya Kur dan dua anak gadis kami Meila (25 th) dan si bungsu Ira (23 th) saya saya mengambil cuti dan berkunjung ke Sumatra Barat. Sambil menyelam minum air, sambil mengunjungi beberapa keluarga dekat saya yang masih di Padangpanjang, sekitar 20 km di Selatan Bukittinggi, saya mengunjungi berapa tempat yang sangat menarik dan eksotik. Bagi Kur yang berasal dari Jawa Barat, ini adalah kunjungan yang kedua setelah kami menikah, yang pertama ketika kami baru punya anak dua dalam tahun 1973, dan bagi Meila dan Ira ini adalah kunjungan yang pertama dan sudah lama mereka rindukan. Mungkin karena kunjungan saya ke Sumatra Barat kali ini bukan dalam rangka tugas sehingga tidak ada pikiran yang membani kepala dan bersama keluarga pula, perjalanan tersebut rasanya menyenangkan sekali. Sebenarnya empat hari kurang cukup, namun karena saya tidak bisa cuti lama-lama dan gizi kami terbatas, terpaksa dicukup-cukupkan, antara lain dengan menyusun jadwal perjalanan yang ketat, suatu hal yang sudah terbiasa saya lakukan jika melakukan kunjungan kerja ke daerah. Berikut ini beberapa catatan singkat saya. Kami menggunakan Garuda GA 160 yang berangkat jam 6.30 pagi dari Soekarno-Hatta dan tiba di Bandara Tabing jam 7.40. Awalnya saya hanya minta bantuan Kantor Regional kami di Padang untuk booking hotel di Bukittinggi dan Padang serta menjemput di Bandara Tabing dan mengantar Bukittinggi liwat Maninjau, karena saya khawatir saya tidak berhasil dapat mobil yang bagus atau harga yang sesuai kalau saya mencarinya di Bandara Tabing. Tetapi, Alhamdulillah, pucuk dicinta ulam tiba, saya diberitahu bahwa kalau saya menginginkan, saya dapat menggunakan mobil Kijang berikut Nofi, pengemudinya sampai Sabtu. Apalagi Nofi sudah sering mengantar saya bertugas di Sumatra Barat, dan sudah tempat-tempat makan yang saya sukai. Bukittinggi dapat dicapai dari Padang melalui dua rute: rute Padang-Lubuk Alung-Pariaman-Lubukbasung-Maninjau: melewati kelok ampek puluh ampek dengan jarak ± 170 km, serta rute Padang-Lubuk Alung-Padangpanjang-Bukittinggi lewat Lembah Anai dengan jarak ± 90 km. Kondisi jalan di kedua rute tersebut, seperti halnya hampir semua jalan di Sumatra Barat cukup bagus dan terawat baik. Saya sempat menanyakan sewa taksi Bandara yang kondisinya umumnya sudah tidak prima itu ke Bukittinggi dari Tabing dan memperoleh harga Rp 135 rb lewat Padangpanjang dan Rp 185 rb kalau lewat Maninjau. Rute Padang-Bukittinggi lewat Maninjau berpisah dengan rute Padang-Bukittinggi di Lubuk Alung, berbelok ke kiri meliwati Kota Pariaman dan Lubukbasung, ibukota Kab Agam. Sampai di sini tidak ada pemandangan yang luar biasa kecuali alam yang relatif asri. Suasana yang agak berbeda terasa setelah mobil memasuki jalan yang menyusuri Danau Maninjau. Namun suasana dan panorama yang fantastik---yang bahkan tidak akan Anda temui di Bali sekalipun---ialah ketika mobil mulai memasuki kelok ampek puluh ampek---jalan menanjak dengan 44 tikungan sepanjang 7 km. Kur seperti terpekik ketika mobil meliwati kelok pertama dan kedua, tetapi kemuadian terdiam dan terpana melihat hamparan Danau Maninjau di bawahnya. Di beberapa kelokan di atasnya beberapa kera hutan jinak bermain dengan anak-anaknya. Saya kemudian minta Nofi untuk mencari tempat berhenti untuk berfoto dengan latar belakang danau Maninjau. Sayang sekali di sana kera-kera jinak sudah tidak ada di sana , sehingga keinginan Ira untuk berfoto dengan hewan-hewan lucu---dan tidak jahil seperti di Bedugul, Bali tersebut tidak kesampaian. Setelah itu kami nemeneruskan perjalanan menjanjak kelok demi keloksetiap kelok diberi nomer yang jelas di jalan, masih dengan hamparan danau Maninjau di latar bawahnya sampai ke kelok terakhir di kawasan yang disebut Puncak Lawang. Puncak Lawang dalam beberapa tahun terakhir ini digunakan sebagai sebagai tempai kegiatan olahraga paralayang. Kalau Anda penggemar paralayang, Anda bisa membayangkan betapa fantastiknya melayang-layang dengan hamparan danau Maninjau di bawahnya. Di kawasan
[R@ntau-Net] Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri (2)
Kami mendapat kamar di lantai empat di mana ngarai Sianok yang sering juga disebut Grand Canyon of Indonesia itu dengan latar Gunung Merapi dan Gunung Singgalang di kiri kanan terlihat menghampar seperti sebuah lukisan panorama yang sangat indah. Bukittinggi yang dingin (900 m di atas permukaan laut) memang terlhat sangat cantik, bahkan dari jendela kamar Superior yang biasa saya gunakan. Kabut kadang-kadang terlihat menyaput pucuk-pucuk pohon. Sementara Ngarai Sianok di kejauhan dengan desir anak sungai yang mengalir di bawahnya seperti menyimpan misteri masa silam dengan bunyi genta pedati menyisir jalan di dasar ngarai menyisir malam. Novotel letaknya memang sangat strategis. Karena anak-anak, sudah mengeluh lapar, setelah menaruh koper-koper di kamar kami diantar Inof ke warung Nasi Kapau Uni Lis di Pasar Wisata, Pasar Atas dekat gerbang tangga yang menghubungkan Pasar Atas dengan kawasan Pasar Bawah yang lazim disebut sebagai jenjang empat puluh, sesuai dengan jumlah anak tangganya. Kenikmatan Nasi Kapau Uni Lis dan nasi kapau warung tenda lainnya di Bukittinggi cukup berbeda dengan masakan kapau di warung-tenda di Jalan Kramat Raya Jakarta. Selain kualitas bahan, yang lebih baik, masakan kapau di warung-warung tenda di Bukittinggi umumnya masih dimasak dengan kayu bakar. Saya makan dengan gulai tunjang dan gulai rebung, sedangkan Kur dengan dendeng belado. Anak-anak saya lihat makan dengan lahap sekali. Dari sana kami langsung ke Padangpanjang menemui beberapa keluarga dekat saya yang masih ada. Dan sebelum kembali ke Bukittinggi kami mampir ke SMS atawa Sate Mak Syukur di Padangpanjang yang tersohor itu. Bagi Anda yang punya bayi dan belum pernah mencicipi Sate Padang, mungkin tidak tega memakan sate daging sapi yang berkuah kuning setengah kental itu. Tetapi sekali mencoba pasti ingin mencoba lagi. Malamnya di Bukittinggi kami makan di restoran Cubadak Gaya Baru di Pasar Bawah. Berebeda dengan rumah-rumah makan di Jakarta atau kota-kota besar lainnya yang di setiap piring disajiakan dua potong ikan, di restoran ini di setiap piring hanya disajikan satu potong. Beda lainnya, ada sejumlah masakan khas serta bumbunya rata-rata lebih terasa. Hawa dingin dan perasaan letih karena perjalan yang cukup panjang hari itu menyebabkan kami cepat tertidur. Walaupun tidak jauh dari Novotel ada 2 buah masjid besar, azab subuh hanya terdengar hanya lamat-lamat saja, lebih pelan dari pada suara azan yang saya dengar di hotel tempat saya menginap di Sanur, Bali sepekan sebelumnya. Hari itu kami merencanakan akan ke Harau yang terletak di Kab Limapuluh Kota sekitar 25 km sebelah timur Payakumbuh arah ke Pekanbaru, atau sekitar 50 km dari Bukittinggi, kemandirian ke Pagarruyung di dekat Batusangkar, ibukota Kab Tanahdatar lalu ke pinggir Danau Singkarak, dan dari sini kembali ke Bukittinggi lewat Padangpanjang dan akan start dari hotel jam 10 pagi. Karena hanya punya 3 kupon breakfast, dan kalau sarapan di hotel harus bayar Rp 45 rb, saya memilih sarapan di luar saja dan pergi ke sebuah Bufet di Pasar Wisata untuk makan Amping Dadih [1] dan minum teh telor khas Minang, habis hanya Rp 9 rb. Sehabis sarapan Kur dan anak-anak sempat berjalan-jalan ke Pasar Atas. Perjalanan ke Harau memamakan waktu kurang dari satu jam. Harau adalah adalah sebuah hutan lindung yang asri, berupa sebuah ngalau memanjang yang berpagar bukit yang curam berupa patahan dan ujung pada sebuah air terjun. Karena hari itu hari Jumat pengunjung tidak terlalu ramai. Sesudah berfoto-foto kami segera cabut, kembali ke arah semula dan setelah beberapa meliwati Payakumbuh, berbelok ke kiri, ke arah selatan menuju ke Batusangkar dan terus ke Istana Pagaruyung. Karena waktu salat Jumat sudah tiba, saya dan Nofi salat di sebuah masjid yang tidak jauh dari sana, sebuah Masjid berukuran sedang yang cukup bagus yang merupakan wakaf dari seorang dermawan bersebelahan dengan kantor Bupati Tanahdatar, salah satu dari 4 kabupaten/kota yang menurut evaluasi LIPI yang paling berhasil melaksanakan otonomi daerah di Indonesia. Kantor Bupati tersebut terlihat sangat sederhana. Seusai salat jumat, saya bergabung dengan Kur dan anak-anak yang sudah lebih dulu masuk kompleks Istana Pagaruruyung. Kami berfoto-foto berpakaian adat Minangkabau di dalam bangunan istana---tepatnya replika dari istana asli yang habis terbakar yang terletak tidak jauh dari sana. Kemudian kami makan siang di restoran Ambun Pagi yang terletak di arah jalan ke Sawahlunto. Kur saya lihat mendelik menyaksikan saya menyambar piring gulai gajeboh (daging yang sangat berlemak) yang dimasak asam padeh (tanpa santan) yang sangat jarang ditemukan di rumah-rumah makan Padang di luar Sumatra Barat (kecuali di Resto Simpang Raya Bogor). Kami kemudian juga mencicipi gulai jarieng (jengkol) yang agak berbeda dengan jengkol yang ada di jawa, lebih empuk, lebih legit dan tidak terlalu berbau. Selesai makan kami meneruskan perjalanan ke arah selatan ke Ombilin di pinggir Danau