CiKEAS Kelalaian yang Menelan Korban

2009-06-18 Terurut Topik rkintoko

  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia.  
 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Kelalaian yang Menelan Korban 
Kamis, 18 Juni 2009 | 03:23 WIB 
Bumi menyediakan banyak kekayaan bagi penghuninya. Akan tetapi, saat manusia 
lalai, alam juga akan memberikan kembalian yang setimpal pula. 
Hal inilah yang terjadi saat terjadi ledakan akibat gas metana (CH) yang 
menewaskan 31 pekerja tambang batu bara di pertambangan tertutup milik rakyat, 
CV Perdana, Selasa (16/6) sekitar pukul 10.00. Lokasi tambang berada di 
perbatasan Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, dan Kecamatan Koto Tujuah, 
Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. 
Warga Kabupaten Sijunjung kebanyakan menyebut kawasan itu Bukit Bual, sedangkan 
warga Sawahlunto menyebutnya Ngalau Cigak. 
Ny Erna Bakar (43), penjaga warung di CV Perdana, termasuk yang beruntung. 
Ditemui di RSUD Sawahlunto, Rabu petang, alat bantu pernapasannya baru saja 
dilepas. 
”Sudah agak lega sekarang. Kemarin sesak sekali napas saya. Tapi kepala saya 
masih pusing,” tutur Ny Erna, satu-satunya perempuan yang menjadi korban 
ledakan gas metana di pertambangan batu bara rakyat CV Perdana. 
Sore kemarin Erna sudah bisa duduk. Sejak dilarikan ke RSUD Sawahlunto, ia 
mendapat tempat tidur dalam satu ruangan dengan tujuh korban ledakan yang 
selamat. ”Waktu itu sekitar jam 10.00. Saya sedang duduk menjaga warung. 
Tiba-tiba ada bunyi ledakan sangat keras. Saya terlempar mungkin ada 5 meter,” 
tutur Erna. 
Lemparan itu membuat Erna terkapar selama hampir setengah jam dalam keadaan 
setengah pingsan di lereng bukit yang berseberangan dengan lereng penambangan. 
Dari empat lubang penambangan di depannya, ia melihat api, kemudian asap hitam 
tebal. ”Panas sekali,” katanya. 
Sebagian kecil lengan, perut, dan punggungnya terbakar. ”Saya bersyukur 
selamat. Tapi, namanya nyawa, mau diambil dimana pun ya bisa saja,” katanya 
lagi. Erna beruntung terhindar dari malapetaka meskipun ia menghirup banyak gas 
metana. 
Gas metana juga membuat Syaiful (19) hingga kemarin belum sadar. Syaiful nekat 
menembus kabut pekat hitam untuk mencari bapaknya ke dalam lubang meskipun 
warga sudah menahannya. Tak ayal, Syaiful ditemukan pingsan dalam lubang. 
Banyak orang mengira ia tewas, ternyata ia hanya pingsan dan masih bisa 
diselamatkan. 
Ledakan dalam tambang batu bara rakyat itu membuat sekitar 32 orang tewas 
terpanggang. Kondisi jasad korban menghitam seperti emas hitam yang mereka 
tambang. 
Pemerintah Kota Sawahlunto menyatakan, ada sedikitnya 13 penambang yang 
mendapat kuasa penambangan di kawasan pertambangan batu bara Sawahlunto. 
Kawasan itu menjadi magnet bagi ratusan orang untuk mencari makan. Total jumlah 
pekerjanya sekitar 900 orang, belum termasuk pekerja pendukung, seperti sopir, 
tenaga bongkar muat, penjaga warung, hingga pemulung batu bara atau orang yang 
mencari rontokan batu bara dari truk di jalan. ”Pemulung saja bisa mendapat Rp 
50.000 per hari,” tutur Wali Kota Sawahlunto Amran Nur. 
Pertambangan rakyat itu muncul pascareformasi 1998. Masyarakat banyak menguasai 
tambang bawah tanah bekas tambang PT Bukit Asam yang sudah tidak dieksplorasi 
lagi karena kecilnya cadangan. 
Sebelumnya, PT Bukit Asam menguasai kawasan tambang seluas 11.000 hektar di 
Sawahlunto. Pada tahun 2007 penguasaan lahan hanya 2.950 hektar. Batu bara itu 
dipasok untuk keberlangsungan PLTU Ombilin yang mempunyai daya 2 x 100 MW. 
Sawahlunto menjadi terkenal karena batu bara setelah Willem Hendrik de Greve, 
peneliti batu bara dari Belanda, menyelidiki kemungkinan adanya batu bara di 
kawasan Sungai Ombilin, Sawahlunto, pada 1868. Penambangan pertama pun 
dilakukan pada tahun 1880. 
Sejarah panjang membuat warga Kota Sawahlunto banyak yang tumbuh dari tambang 
batu bara. Mereka yang tumbuh di kota itu paham tentang batu bara. Mereka juga 
tahu kalau batu bara makin berkualitas bila kandungan gas metana makin besar. 
Gas yang tersimpan dalam tambang adalah oksigen, karbon monoksida, hidrogen 
sulfida, dan metana. Semakin tinggi gas metana dalam pertambangan batu bara, 
semakin berkualitas kandungan batu bara. 
Akan tetapi, jika metana dalam udara lebih dari 15 persen, akan terjadi 
ledakan. Jika kandungan metana dalam udara 1 hingga 5 persen, akan terjadi 
kebakaran jika ada percikan api. 
Semua keterangan tentang batu bara itu terekam dalam museum kecil sejarah batu 
bara di Sawahlunto yang berada di tengah Kota Sawahlunto. Museum diberi nama 
Info Box Lubang Tambang Mbah Soero. 
Lubang Tambang Mbah Soero sendiri adalah bekas tambang yang dibangun tahun 1889 
yang kini menjadi obyek wisata di 

CiKEAS Kekuasaan, Kebangkitan dan Keagungan

2009-05-27 Terurut Topik rkintoko





  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia.  
 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Kekuasaan, Kebangkitan dan Keagungan 
Kamis, 28 Mei 2009 
Oleh : Gede Prama 
Sebuah negeri yang berlimpah kekayaan, tetapi miskin keteladanan, demikian 
seorang guru membisikkan pesan kepada muridnya tentang Indonesia pada 
pertengahan 2009. 
Mungkin di sini letak keadilan. Singapura hanya punya sebuah pulau kecil, 
tetapi karena hanya itu yang dimiliki, mereka merawat dengan cermat. Tidak saja 
alamnya dirawat baik, perilaku manusianya juga terawat baik. 
Indonesia punya belasan ribu pulau, tidak ada satu pun yang tertata rapi 
sebagaimana Singapura. Jangan tanya manusianya. Mungkin itu sebabnya, tetua 
pada zaman dulu bertanya: kekayaan alam itu berkah atau musibah? 
Merapikan kekuasaan 
Dulu, hanya di Timur ada teori kepala naga. Bila kepala bergerak sedikit saja, 
badan dan ekor bergerak lebih keras lagi. Namun Amerika Serikat dengan George W 
Bush memberi bukti tambahan. Bagaimana kekacauan di kepala (pemimpin) tidak 
saja merusak badan dan ekor naga (tatanan dan rakyat), tetapi juga membuat 
banyak naga di tempat lain menderita. Ini menghadirkan urgensi, bagaimana 
manusia akan merenda kekuasaan pada masa depan? Sebagaimana diteladankan terang 
benderang oleh Barack Obama di AS, lebih rapi dan terkendali sedikit saja 
kepala naganya, maka badan, ekor, dan bahkan naga-naga lain ikut rapi dan 
terkendali. 
Dengan demikian, pekerjaan rumah terbesar kemudian adalah dari mana kekuasaan 
itu berakar? Pemimpin-pemimpin agung (Muhammad Yunus, Nelson Mandela, Dalai 
Lama, dan Mahatma Gandhi) semua memiliki pohon kepemimpinan yang kokoh karena 
berakar kuat ke dalam. Mungkin itu sebabnya Thich Nhat Hanh dalam The Art of 
Power menulis “the true power comes from within.” Bangunan kekuasaan yang kuat 
sekaligus megah lebih mungkin terbangun bila berakar kuat ke dalam. 
Sayang beberapa pemilu Indonesia mempertontonkan secara terang kalau kekuasaan 
hanya tertarik pada hal-hal luar: uang, kursi kekuasaan, pujian orang. Dalam 
bahasa seorang guru, manusia termiskin adalah mereka yang hanya memiliki uang 
dan dendam. Bila begini gambarnya, mudah dimaklumi di mana-mana kekuasaan hanya 
menghadirkan bau tidak sedap yang mengundang antipati. 
Tidak sedikit jiwa-jiwa yang jernih dan bersih setelah masuk kekuasaan ikut 
tertular bau tidak sedap itu. Sekaligus membawa konsekuensi lain, ia yang setia 
pada kebersihan dan kejernihan hati kemudian lari menjauh dari kekuasaan. 
Seorang sahabat benar ketika mengemukakan, bila semua yang bersih dan jernih 
menjauh dari kekuasaan, akankah kekuasaan dibiarkan selamanya menyebarkan 
kerusakan dan kebusukan? Sejarah menyimpan orang-orang bersih dan jernih yang 
mengubah dunia. Sebutlah George Washington, Winston Churchill, Mahatma Gandhi, 
Nelson Mandela, sampai HH Dalai Lama. 
Semua memang orang-orang bersih, jernih yang turun merapikan ulang kekuasaan. 
Namun, jarang yang mencermati, para pemimpin ini lahir dengan “biaya” amat 
mahal. Nelson Mandela lebih dari seperempat abad tersiksa di penjara. Mahatma 
Gandhi sejak muda jadi pengacara sudah dipentungi hingga berdarah-darah. HH 
Dalai Lama kehilangan negeri yang ia cintai pada belasan tahun, lebih dari 
setengah abad mengungsi di negeri orang. 
Pertanyaannya kemudian, punyakah kita pemimpin yang berani menyelamatkan negeri 
ini dengan ongkos besar berupa cacian, makian, injakan? Tahun pertama dicaci, 
tahun kedua dimaki, tahun ketiga diinjak pakai kaki, kemudian baru kebangkitan 
mungkin datang. 
Tiga cahaya kekuasaan 
Sengaja atau tidak, kita semua sedang melukis. Melalui ucapan, pikiran, dan 
perbuatan, kita sedang melukis masa depan. Benar pendapat yang mengatakan, para 
pendiri negeri ini ketika membuat rancang bangun Indonesia, kemudian menemukan 
Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, tidak saja merenung ratusan tahun ke belakang, 
tetapi merenung ribuan tahun ke belakang. 
Mohammad Yamin dan kawan-kawan jauh dari kemungkinan rabun tentang masa depan. 
Sebaliknya, itu menunjukkan tanda-tanda kemampuan membaca masa depan jauh 
melebihi zamannya. Bila kemudian generasi berikutnya terlihat kikuk dan ragu di 
depan perubahan, layak dipertanyakan, apakah kita lebih maju dari pendahulu? 
Untuk merespon dari tuntutan inilah, kita memerlukan pemimpin dengan konstruksi 
batin yang kokoh berakar ke dalam. Itu sebabnya, dalam bab “The True Power”, 
Thich Nhat Hanh menulis lima sumber kekuasaan: faith, diligence, mainfulness, 
concentration, insight. Keyakinan, itu yang pertama dan utama. Maka, banyak 
yang meyakini, bila orang biasa rumusnya 

CiKEAS Predator Demokrasi

2009-05-14 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Predator Demokrasi 
Jumat, 15 Mei 2009  
Oleh : Kurniawan Muhammad 
Arah koalisi yang tengah dibangun partai-partai saat ini memperjelas siapa saja 
yang akan bertarung pada pilpres nanti. 
Konfigurasi politik saat ini relatif baru. Namun, pada saat bersamaan, hal ini 
dapat diterjemahkan sebagai bantuan sirkulasi the ruling group karena 
pertarungan pilpres nanti hanya akan menjadi pertarungan elite lama, yang jika 
meminjam istilah Vedi Hadiz, mereka bisa disebut dengan istilah predator. 
Mereka adalah petarung lama dengan warisan lama pada era baru. 
Ajang tarung predator 
Dengan jelas rantai predator ini bisa kita lihat. SBY, karier politiknya tidak 
bisa dilepaskan dari perannya di Fraksi ABRI pada era Soeharto. Begitu pula 
Jusuf Kala, Wiranto, dan Prabowo, warisan Golkar terlalu kental melekat di 
badan mereka. Megawati, meskipun berupaya hadir sebagai new hero, karier 
politiknya yang dirintis sejak 1986 sebagai anggota DPR membuat capres dari 
PDI-P ini masuk kategori ini. Dengan demikian, pilpres nanti hanya akan 
diramaikan oleh pewaris rezim lama yang seharusnya hilang dari sirkulasi elite 
10 tahun lalu. 
Atas terulangnya fenomena ini, ada dua hal yang perlu disimak. 
Pertama, era pasca-Soeharto tidak mampu menghasilkan kelompok baru yang kuat. 
Meski demokrasi liberal saat ini telah menyediakan ruang yang luas bagi siapa 
pun untuk mengaktualisasikan kepentingannya, jika tidak diiringi munculnya 
aktor baru yang kuat yang mampu mengambil alih kendali kuasa yang ada, maka 
ruang kuasa hanya akan dicaplok oleh kelompok predator. Fakta ini adalah 
konsekuensi logis dari warisan Orba yang secara sistimik memandulkan mereka 
selama ledih kurang 32 tahun. Akhirnya, mereka minim pengalaman, kapasitas, dan 
kemampuan. 
Kedua, kekosogan inilah yang kemudian berhasil dimanfaatkan para elite yang 
pernah masuk lingkaran rezim lama, yang pasti membawa warisan rezim itu, untuk 
merebut kembali tali kuasa yang sempat mereka rasakan. Mereka tahu nikmatnya 
berkuasa. Mereka mapan secara jaringan, pengalaman, dan modal. 
Dengan bekal yang mereka bawa, kelompok ini akhirnya mengambil alih kembali 
kontrol kuasa yang ada dengan format dan cara yang baru. Kuasa ekonomi yang 
mereka miliki sebagai warisan rezim lama akhirnya menjadi faktor determinan 
dalam iklim politik liberal saat ini. Ditambah dengan basis sistem ekonomi 
liberal yang minim, akuntabilitas dan transparansi, mempersulit kelompok baru 
untuk menembus bahkan hanya untuk sekedar menyaingi kelompok predator ini. 
Kondisi inilah yang menyebabkan sirkulasi elite tidak bisa berjalan sebagaimana 
mestinya. Kelompok baru yang diharapkan lahir dari perputaran ini terpaksa 
tersingkir karena kebuntuan modal. Dengan demikian, dengan format dan sistem  
yang baru kini, hanya kelompok predator yang mampu bertahan dan akhirnya 
berhasil meraih kembali kendali kuasa yang lebih legitimate dan demokratis. 
Namun sejatinya harus berani kita katakan, kondisi demikian sebenarnya 
menunjukkan tidak adanya sirkulasi elite baru, yang ada hanya rotasi kuasa 
dalam kelompok aktor yang sama. 
Menunggu lima tahun 
Seharusnya trasisi politik yang sudah dijalani hampir 10 tahun mampu melahirkan 
the new ruling class. Sebab, itulah salah satu pesan perubahan tahun 1998; 
adanya pemimpin baru tanpa warisan rezim lama. 
Pemilu 2009 yang diharapkan mampu menjawab kebuntuan relasi kuasa sudah hampir 
bisa dipastikan kembali gagal untuk diwujudkan. Lima tahun ke depan adalah 
harapan terdekat yang bisa diharapkan, sebab tak ada lagi harapan untuk melihat 
tampilnya sosok pemimpin baru yang benar-benar lahir dari rahim reformasi pada 
2009 ini. Kecuali, para predator ini sadar diri bahwa mereka bukan pewaris sah 
kuasa negeri ini pasca-1998. [Kurniawan Muhammad Graduate Student, Political 
Science Ritsumeikan University, Jepang - Kompas]. 
 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm



 
SONETA INDONESIA www.soneta.org
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


  

CiKEAS Bangsa Pembajak Hak Cipta

2009-05-05 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Bangsa Pembajak Hak Cipta 
Rabu, 6 Mei 2009 | 03:31 WIB 
Oleh : Kusmayanto Kadiman 
Berita Indonesia kembali masuk daftar hitam pelanggar hak cipta, sesuai dengan 
laporan United State Trade Representatives-Priority Watch List (Kompas, 1/5), 
sungguh merupakan tamparan. 
Berita itu merupakan tamparan mengingat berbagai ide, konsep, inisiatif, hingga 
pembuatan undang-undang telah dilakukan. Pada tahun 2006 United State Trade 
Representatives memasukkan Indonesia ke daftar abu-abu, yaitu Watch List, 
sebagai apresiasi kesungguhan Indonesia memberantas pembajakan. Bahkan, tahun 
2009 dicanangkan sebagai Tahun Indonesia Kreatif dengan semangat Aku 100 Persen 
Cinta Produk Indonesia. Pasti ada kesalahan mendasar yang kita lakukan. Apa 
itu? 
Berita yang memalukan ini bak berita biasa dan nyaris tidak mendapat perhatian, 
mengingat seluruh masyarakat sedang demam, terpana, bahkan terhipnotis, 
hiruk-pikuk dagang sapi dan hawa panas konstelasi Pemilu Presiden 2009. 
Ditambah berita heboh seputar skandal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. 
Belum lagi geliat alam yang senantiasa melakukan penyeimbangan atas kecerobohan 
dan kerakusan manusia melakukan eksploitasi berlebihan pada kekayaan alam. 
Bencana alam dan bencana akibat ulah manusia silih berganti mengancam dan 
menerpa kita. Longsor, banjir, kebakaran bangunan dan lahan, sampai kecelakaan 
transportasi berkoalisi menjadi ancaman keseharian kita. Sumber penyakit pun 
seperti tak mau kalah. Demam berdarah, flu burung, dan kini flu babi bak 
berkoalisi menjadi ancaman massal ketenteraman kita. 
Masalah ”software” 
Hak cipta atau sering disebut hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah 
produk hukum yang memberikan perlindungan atas karya inovatif dari sang 
pencipta. HaKI dapat diajukan dalam berbagai wujud, seperti merek dan logo 
dagang, resep, formula, komposisi, lirik, sampai artefak teknologi. 
Upaya Indonesia melindungi HaKI atas karya komposer Gesang dengan lagu 
”Bengawan Solo” adalah contoh nyata perjuangan menegakkan HaKI yang hasilnya 
bukan hanya memberikan manfaat positif pada sosioekonomi sang komposer, tetapi 
juga pada peningkatan citra bangsa. 
Mari kita fokus pada HaKI yang terkait perlindungan dan penegakan hukum pada 
karya inovatif bidang peranti lunak dan aplikasi komputer yang lebih populer 
dengan istilah software. 
Gempuran ”software” 
Kesadaran akan peluang sekaligus ancaman globalisasi sudah kita pahami betul. 
Ide, konsep, strategi, sampai realisasi fortifikasi (”Fortifikasi dalam 
Globalisasi”, Kompas, 4/3) yang menjadi kiat mitigasi dari tsunami globalisasi 
juga sudah kita gulirkan. 
Fortifikasi atas gempuran software impor telah membangunkan ABG (academicians, 
businessmen, government) untuk kemudian menggelorakan semangat Indonesia Go 
Open Source! (IGOS) pada awal 2004, yaitu semangat membangun peranti lunak yang 
memenuhi kebutuhan mendasar bagi pengguna komputer tanpa kekhawatiran melanggar 
HaKI dan tanpa pemborosan uang untuk membayar lisensi yang harus dibayarkan 
kepada pemilik yang notabene menjadi dampak negatif atau ancaman globalisasi. 
Jika copyrights adalah senjata pamungkas kapitalis, juga telah ada perlawanan 
berupa gerakan copyleft yang digagas para pejuang yang juga berasal dari negara 
kapitalis, yaitu Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat. 
Semangat dan perjuangan IGOS ini serupa dengan copyleft movement. Ada juga 
gerakan dari Eropa yang melawan, yaitu perjuangan yang diinisiasi dan dimotori 
penuh determinasi oleh Linus Torvalds dari Finlandia, dengan membangun berbagai 
peranti lunak untuk mengoperasikan dan memanfaatkan komputer dengan semangat 
dari kita untuk kita. 
Free Open Source Software (FOSS) telah menjadi ikon baru sebagai penyeimbang 
gempuran Proprietary Softwares; meski kata free tidak selamanya berkonotasi 
gratis. Jargon Linux kini dipandang bukan hanya sebagai sebuah artefak 
teknologi, tetapi sudah naik ke tataran semangat perjuangan copyleft. 
Kapitalisme ”software” 
Kesadaran akan peluang sekaligus ancaman kapitalisme software juga telah 
menarik perhatian pimpinan negara-negara, bukan hanya yang masuk daftar negara 
berkembang. Presiden AS Barack Obama dalam gebrakan 100 harinya juga menjadikan 
Gedung Putih sebagai pilot pengembangan dan penggunaan FOSS. Hal serupa 
dilakukan Presiden India yang pada 4 Juni 2007 menginstruksikan penerapan FOSS 
dalam sistem pertahanan demi menciptakan sistem pertahanan nasional yang lebih 
aman. 
Ini dilakukan sang presiden yang juga ilmuwan dan ahli 

CiKEAS Politisi (Enggan) Berkarya - Isi Koali

2009-04-30 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Politisi (Enggan) Berkarya 
Kamis, 30 April 2009 | 05:08 WIB 
Oleh : Toto Suparto 
Aristoteles pernah mengingatkan, aktif dalam berpolitik menjadi baik sejauh 
tidak diperbudak proses biologis. 
Padanan ”perbudakan biologis” adalah mazhab Cyrenaik yang menempatkan 
”kesenangan tubuh lebih baik daripada kesenangan jiwa”. Lalu, tubuh dimanjakan 
dengan materi sehingga menimbulkan kesan, urusan perut adalah segalanya. 
Ketika politisi diperbudak proses biologis, aktivitas politik jadi mata 
pencarian. Untung rugi dan kepentingan pribadi menjadi tolok ukur. Mereka 
berpendapat, adalah politisi tolol jika tak mendapat keuntungan duniawi. 
Celaka jika politisi menempatkan politik sebagai pekerjaan. Filsuf Hannah 
Arendt mengingatkan, jika politik dianggap pekerjaan, urusan orang banyak akan 
terabaikan. Kata Arendt, kegiatan politik bukan sarana untuk meningkatkan 
kesejahteraan, tetapi untuk mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam 
politik, yaitu kebebasan, kesetaraan, keadilan, dan solidaritas. Kita tak 
melihat kesenangan biologis sebagai prinsip berpolitik secara benar. 
Milik filsuf 
Di mata politisi kita, konsepsi itu hanya milik filsuf. Mereka beranggapan, 
bukan zamannya politisi tak memikirkan urusan perut. Anggapan yang tak keliru 
sepanjang bisa menempatkannya secara proporsional. Artinya, urusan rakyat juga 
diperhatikan. Ada perimbangan saat menikmati fasilitas negara dan seberapa 
besar kontribusi yang diberikan bagi kesejahteraan rakyat. Tetapi, saat urusan 
perut menjadi segalanya, kontribusi itu mengecil. Dalam kondisi beginilah kita 
patut memprihatinkan perilaku politisi itu. 
Perilaku memprihatinkan kian nyata saat pemilu. Kita dibuat kian yakin bahwa 
politisi nyaris mengejar kekuasaan demi kenikmatan biologis. Rakyat lalu dibuat 
bingung atas perilaku politisi. Elite politik memperagakan perilaku 
”plintat-plintut”, ésuk dhelé, soré témpé (pagi kedelai, sore berubah menjadi 
tempe), ungkapan yang menggambarkan inkonsistensi seseorang. Awal pekan 
dinyatakan koalisi didasari idealisme, akhir pekan dikedepankan pragmatisme. 
Maka, omong kosong jika koalisi demi kepentingan rakyat. Pragmatisme koalisi 
adalah keuntungan sesaat, cuma mengalkulasi kekuasaan. 
Akhirnya, perilaku politisi tak lagi merakyat. Di sini makna merakyat adalah 
mengembalikan kekuasaan yang diperoleh politisi untuk kepentingan rakyat. 
Caranya, mereka memperjuangkan kepentingan rakyat sesuai dengan perannya. Para 
wakil rakyat selayaknya ingat, mereka meraih kursi legislatif karena suara 
rakyat. Dari calon anggota legislatif, mereka dipercaya mewakili aneka 
kepentingan rakyat di DPR. 
Sesuai dengan konsep filsuf John Locke, memperjuangkan kepentingan rakyat 
adalah bagaimana menjalankan fungsi legislator sebagaimana mestinya. Menurut 
Locke, kekuasaan pembuat undang-undang adalah kekuasaan bersama tiap anggota 
masyarakat yang diberikan kepada orang atau majelis pembuat undang-undang 
(legislator), yang kemudian diberikan kembali kepada rakyat. 
Demi kekuasaan, para politisi berseteru secara terbuka, saling serang, seolah 
rakyat tak pernah ada. Mereka lupa, tiap perseteruan, apalagi jika disertai 
ancaman, membuat rakyat miris dan khawatir. Padahal, rakyat menginginkan 
kedamaian, sementara elite politik menjauhkan kedamaian dengan aneka 
pernyataan. Maka, omong kosong jika segala pernyataan politik demi rakyat; 
ujung-ujungnya memuluskan jalan kekuasaan mereka. 
Maka, saat Arendt menyatakan kegiatan politik bukan pekerjaan, para elite 
politik pasti mencibir, konsep itu cocok di awang-awang, bukan dunia nyata. 
Semestinya berkarya 
Meski dianggap cocok di awang-awang, filsafat politik Arendt tetap dijadikan 
landasan untuk bahan renungan politisi kita. Kata Arendt, politik merupakan 
wahana untuk berkarya, bukan bekerja. Apa beda kerja dan karya ini? 
Arendt menyatakan, kerja merupakan tuntutan agar manusia bisa hidup. Bagai 
binatang, manusia harus memenuhi kebutuhan dasariah untuk hidup. Atas dasar ini 
manusia disebut binatang yang bekerja (animal laborans). Penyebutan Arendt ini 
kian menjelaskan makna kerja baginya, yaitu ”hanya menghasilkan barang yang 
habis dikonsumsi”. Ia ingin menegaskan, kerja tidak terlalu peduli akan 
kehadiran orang lain karena perhatian fokus pada proses biologis tubuh manusia. 
Memang kehadiran orang lain membuat pekerja bisa hidup, tetapi kehadiran itu 
sendiri bukan ciri khas pluralitas. 
Apa yang membedakan dengan karya? Arendt menegaskan, karyalah yang membuat 
manusia berbeda dari binatang 

CiKEAS Generasi Penyusu, Generasi Penumpang

2009-04-29 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Generasi Penyusu, Generasi Penumpang 
Rabu, 29 April 2009 | 04:48 WIB 
Oleh : AHMAD SYAFII MAARIF 
Salah satu gejala sosiologis politik yang luput dari perhatian publik adalah 
munculnya generasi penyusu atau generasi penumpang. Apa itu, siapa itu? 
Tidak lain dari sosok si anak, adik, atau kemenakan yang maju sebagai calon 
anggota legislatif dengan menyusu atau menumpang pada kewibawaan dan 
popularitas orangtua atau keluarga dekatnya, sementara dia sendiri secara 
politik masih belum punya apa-apa untuk ditawarkan kepada bangsa dan negara. 
Generasi yang ”dipaksa” tampil ini tentu tidak dapat diharapkan agar menjadi 
politisi dengan mental merdeka dan mandiri untuk bersaing secara wajar dan 
sehat dengan warga negara yang memang dari awal muncul atas kemampuan dan 
kekuatan sendiri tanpa bayangan orangtua atau keluarganya. Anda bisa bayangkan 
akan betapa rapuhnya kultur politik kita pada masa depan jika pemimpin yang 
tampil adalah para penyusu belaka. 
Semifeodal 
Generasi penyusu jika tidak cepat dan sigap melepaskan diri dari pengaruh 
patronnya sudah dapat dipastikan akan menjadi sasaran bisik-bisik 
berkepanjangan. Dan itu pasti menyakitkan. Publik yang siuman akan mengatakan 
bahwa fenomena perpolitikan Indonesia ternyata sampai batas-batas tertentu 
masih melekat pada kultur dinastik semifeodal, sesuatu yang dulu ingin 
dilumpuhkan oleh cita-cita pergerakan nasional dan revolusi kemerdekaan. Dalam 
perkembangan sejarah, unsur-unsur semifeodal itu masih bertahan, justru 
mendapat perlindungan dari mereka yang mengaku sebagai demokrat dengan kibaran 
panji-panji egalitarianisme. Demokrasi sejati tidak mungkin tegak secara sehat 
dalam kepungan sisa-sisa budaya feodalisme dinastik itu. 
Saya tidak perlu menyebut identitas mereka itu sebab orang yang aktif membaca 
pergerakan peta politik Indonesia akan dengan mudah memahami ke mana ujung 
tombak tulisan ini mengarah. Kita punya beberapa contoh terbuka tentang mulai 
merebaknya kemunculan generasi penumpang ini. Bagi saya, orang tidak perlu 
terlalu risau dengan gejala ini. Sebab, siapa pun yang muncul ke panggung 
politik, dalam perjalanan waktu pasti akan dibenturkan pada ujian-ujian sejarah 
yang adakalanya sangat kejam. Dalam ujian itu nanti akan terlihat mana yang 
emas mana pula yang tembaga. 
Generasi penyusu jika tidak awas dalam menyiapkan diri menjadi politisi 
merdeka, lebih baik siap-siap dari sekarang untuk hanya mengejar posisi 
tembaga. Biarkanlah warga lain yang dari semula memang tidak bergantung pada 
patron mana pun, tidak juga pada orangtuanya. Mereka inilah yang diharapkan 
untuk memimpin Indonesia pada masa depan: generasi merdeka dan mandiri! 
Budaya pragmatisme 
Sistem demokrasi yang sehat pasti akan melahirkan masyarakat meritokratik: 
posisi terhormat hanya diberikan kepada mereka yang memang layak untuk itu 
dengan sederet persyaratannya. Sebenarnya gerakan reformasi sejak 11 tahun lalu 
punya slogan yang bagus dalam format anti-KKN. Ironisnya, dalam perjalanan 
waktu yang belum lama justru telah disiapkan pula generasi penyusu yang 
menorpedo cita-cita mulia reformasi itu. Dengan demikian, demokrasi Indonesia 
yang memberikan peluang sama kepada semua warga dalam politik masih harus 
dihadapkan pada tantangan-tantangan aneh yang sengaja disu- supkan oleh 
pertimbangan-pertimbangan pragmatisme politik tunanilai dan tunavisi. 
Selama beberapa tahun pada era pascaproklamasi, tercatatlah beberapa partai 
politik yang anti-feodalisme dalam teori dan praktik, tetapi semuanya telah 
menghilang dengan suratan tangannya masing-masing. Partai-partai itu adalah 
Masyumi, PKI, Partai Katolik, dan PSI. Adapun keturunan mereka yang telah putus 
rantai dengan pendahulunya akan menemukan kesulitan besar untuk meneruskan 
sikap antifeodalisme itu karena dua kemungkinan sebab. Pertama, mereka memang 
sudah tidak berminat lagi membuka lembaran sejarah pendahulunya. Kedua, budaya 
pragmatisme telah menutup mata kalbu mereka untuk tidak merasa malu melahirkan 
generasi penyusu dengan segala akibat buruknya di kemudian hari. ”Sungguh, pada 
kisah-kisah mereka,” tegas Al Quran, ”terdapat pelajaran moral (’ibrah) bagi 
mereka yang punya visi tajam.” (Surat Yusuf: 111) 
Dalam kultur yang serba instan, tentu suara Langit ini tidak banyak lagi yang 
menghiraukan. [Ahmad Syafii Maarif  Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah - Kompas] 
--- 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 

CiKEAS Membongkar Akar Kemiskinan

2009-04-22 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Membongkar Akar Kemiskinan 
Kamis, 23 April 2009 | 03:14 WIB 
Oleh : Sjamsoe’oed Sadjad 
Semua figur politisi dari partai besar maupun kecil menyuarakan keinginan 
menghilangkan kemiskinan di negeri ini meski belum jelas bagaimana konsepsi dan 
programnya. 
Dunia kemiskinan tidak hanya ditemui di desa, tetapi juga di perkotaan. 
Keduanya terkait erat bila dihubungkan dengan proses urbanisasi yang 
mengumuhkan perkotaan. Namun, jika ditelusuri akar masalahnya, kemiskinan di 
desalah menjadi penyebab, sedangkan kemiskinan di perkotaan lebih sebagai 
akibat. 
Maka, jika kemiskinan di desa bisa diatasi, kemiskinan di kota dengan 
sendirinya bisa diperkecil. Atau, jika akar kemiskinan akan dibongkar, harus 
bertolak dari desa. 
”Zoning” kemiskinan 
Dalam era demokrasi perlombaan antara partai dan figur politisi tentu akan ada 
yang menang, setengah menang, maupun tidak kebagian menang. Dalam hal ini tidak 
ada yang kalah. Jika nanti ada yang menjadi pelaksana pemerintahan, pengawas 
pemerintahan, atau menjadi warga biasa, sebagai politisi semua harus tetap 
berkiprah menghilangkan kemiskinan. 
Jika akar kemiskinan ada di desa, apa wujudnya? Selama ini warga desa kita 
kurang mendapat pendidikan yang mengarah pada menghilangkan kemiskinan. 
Di suatu wilayah, katakan kabupaten, perlu diciptakan zoning kemiskinan yang 
dibuat bertingkat. Kriterianya bisa ditentukan atas dasar aktivitas ekonomi 
warga yang disesuaikan kondisi sumber dayanya, baik sumber daya alam (SDA) 
maupun sumber daya manusia (SDM). Kondisi zonasi kemiskinan itu menjadi bahan 
pendidikan yang harus dididikkan kepada masyarakat di desa. Masyarakat desa 
harus disadarkan tingkat kemiskinannya agar timbul gairah bersama bagaimana 
menghilangkannya. 
Dari zoning ini bisa ditentukan juga gambaran desa mana yang mampu menjadi 
trigger yang menyebabkan zona miskin bisa lebih bergerak ekonominya. Mungkin 
dengan perbaikan infrastruktur, pemberian modal, atau pelatihan untuk keahlian 
tertentu. Semua berkat dorongan trigger itu. 
Desa lebih hidup karena akar kemiskinan dikuasai. Pendidikan masyarakat yang 
mengarah pembongkaran akar kemiskinan akan bergerak lebih produktif lagi jika 
diisi pendidikan yang intensif dalam pembentukan modal usaha melalui 
pembangunan kelembagaan perbankan di pedesaan dan kiprahnya kalangan swasta 
yang sudah mapan serta thing tank dari perguruan tinggi. 
Kemiskinan relatif 
Proses rasionalisasi usaha perekonomian desa perlu menjadi pusat pemikiran para 
politisi yang kini sedang berlomba mendapat kedudukan politik di kelembagaan 
eksekutif maupun legislatif. Semua harus bisa menciptakan kemauan politik yang 
jelas terkait cara membongkar akar kemiskinan negeri ini. 
Diyakini, sebagian besar bentuk kemiskinan yang dihadapi tergolong kemiskinan 
relatif, bukan kemiskinan absolut. Karena itu, dengan pendidikan masyarakat 
yang solid, yang terprogram secara territorial specific oleh para pemangku 
otonomi daerah, diyakini kemiskinan bisa teratasi, dan kesejahteraan masyarakat 
akan tercapai. Semua bisa diwujudkan jika timbul kesadaran politik dalam 
membongkar akar kemiskinan di pedesaan. 
Amat diharapkan, kalangan perbankan menjadi pelopor dalam menghadapi akar 
kemiskinan, jangan hanya di-counter dengan pernyataan bahwa dulu sudah ada 
upaya perbankan ”khusus”, tetapi mengapa berubah menjadi bank umum. Bank 
pertanian pun dinyatakan maju-mundur dalam rencana pembentukannya. Konon, ada 
perundangan yang melarang berdirinya bank khusus. Jika benar, mungkin perlu ada 
revisi. 
Dalam kondisi politik masa depan, diharapkan hasil pemilu kali ini bisa 
membuahkan suasana berbeda untuk menghadapi kemiskinan bangsa. Dan, desa 
menjadi isu dominan, sedangkan penggerak utamanya ialah permodalan usaha yang 
dikelola mekanisme perbankan di desa. 
Pendidikan 
Bagaimana rasionalisasi pertanian dan masyarakat pedesaan diwujudkan. Salah 
satunya pendidikan dengan menanamkan mentalitas industrial yang setiap langkah 
usahanya mengejar nilai tambah. Jika semula hanya bisa menghasilkan produksi 
bahan baku, dengan industrialisasi di pedesaan diupayakan bisa diproduksi 
menjadi komoditas primer, sekunder, tersier, sampai kuarter, baru masuk pasar. 
Semua itu adalah proses pendidikan masyarakat yang akarnya ada di permodalan. 
Fokusnya tentu pada mekanisme perbankan. Terkait dengan pembangunan pedesaan 
berupa usaha mikro, kecil, dan menengah yang pada prinsipnya harus bisa 
dikreasi, diciptakan, dan diselenggarakan di pedesaan, termasuk model 
perbankan, oleh masyarakat 

CiKEAS Kunci Masa Depan -Menanam Keikhlasan -Rakyat..

2009-04-16 Terurut Topik rkintoko


=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
DISKUSI PANEL 
Kependudukan, Kunci Masa Depan 
Kamis, 16 April 2009 | 02:46 WIB 
Oleh : MARIA HARTININGSIH 
Demokrasi politik melalui pemilihan langsung menghasilkan pelaku-pelaku baru di 
bidang pengambilan keputusan yang berorientasi jangka pendek. Kebanyakan dari 
mereka tak paham arti ”kebijakan publik”, terutama masalah kesejahteraan yang 
terkait dengan human capital investment melalui Program Kesehatan dan Keluarga 
Berencana (KB) yang berperspektif jangka panjang. 
Karena orientasinya lima tahunan, para pemimpin berlomba-lomba mengklaim ”hasil 
karya”-nya agar dapat terpilih lagi. Kerja yang lebih banyak didasari 
kepentingan politik itu tak mampu (dan tak mau) melihat jauh ke depan, 
khususnya yang terkait dengan kualitas penduduk, sandaran masa depan bangsa. 
Tidak jauh berbeda dari masa lalu, saat ini pun pertumbuhan ekonomi dianggap 
sebagai mantra yang dapat mengatasi semua persoalan. Segala cara dilakukan 
untuk menggenjot ”pertumbuhan”, termasuk di antaranya pengaplingan dan 
eksploitasi sumber daya alam dengan pemberian izin kepada perusahaan- 
perusahaan transnasional maupun korporasi nasional, ekspor manusia (sebagian 
besar dengan tingkat pendidikan rendah) sebagai buruh di luar negeri, dan 
utang. 
Banyak kebijakan lebih didasari kepentingan pihak yang kuat meski kerap 
mengatasnamakan ”kesejahteraan rakyat”. Adapun rakyat yang semakin kehilangan 
akses pada sumber daya lokal dengan mudah dijadikan obyek yang mudah dipecah 
belah. 
Seluruh kerja dan upaya dengan perspektif panjang bukanlah wilayah yang 
”menggiurkan” dalam politik kekuasaan karena hasilnya tak dapat ditengarai 
dalam waktu singkat. Hanya negarawan yang akan mengambil risiko itu. 
Pembelajaran 
Jejak sejarah memberikan gambaran yang seharusnya memberikan pembelajaran. 
Jared Diamond dalam Collapse: How Societies Choose to Fail or Survive (2005) 
menyebutkan, penyebab kehancuran suatu bangsa pada masa lalu adalah musnahnya 
manusia karena degradasi lingkungan dan sumber daya alam yang parah, penyakit, 
perang antarnegara, maupun konflik karena elite politik terus-menerus berebut 
kekuasaan. 
Proses itu terus berlanjut. Afrika adalah ”the lost continent” karena konflik 
dan perebutan kekuasaan yang terus-menerus, kehancuran lingkungan, dan 
meruyaknya infeksi menular, khususnya tuberkulosis (TB), malaria, dan HIV/AIDS. 
Kolaps pada zaman ini juga disebabkan ledakan pertumbuhan penduduk yang 
dibarengi rendahnya kualitas dan akses terhadap pelayanan sosial dasar, seperti 
pendidikan dan kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi, pengangguran dengan 
segala dampaknya, serta kehancuran lingkungan dan sumber daya alam dalam arti 
luas. 
Faktor lain terkait dengan bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, 
penyakit akibat gaya hidup maupun kerusakan lingkungan, apalagi kalau ditambah 
ketegangan terus-menerus antarelite politik yang memicu konflik horizontal 
maupun vertikal. Ujung dari semuanya sama: kehancuran. 
Semua persoalan itu terkait dengan masalah kependudukan sekaligus tercakup 
dalam Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Sejarah menunjukkan, gagal atau 
berhasilnya suatu bangsa melewati masa-masa kritisnya dan terus maju tergantung 
dari bagaimana bangsa itu menghadapi masalah-masalah kependudukan, yang 
semuanya bermuara pada human capital investment. 
Berjalan mundur 
Kependudukan adalah persoalan rumit yang tak bisa lagi direduksi sebagai 
Program KB pada masa lalu, yang bersifat sentralistik dan koersif karena 
mereduksi seluruh pengalaman manusia sebagai angka. Namun, aspek kuantitas pun 
mengalami kemunduran pada Orde ”Reformasi” ini. 
Indikatornya banyak. Selain penurunan tingkat fertilitas (TFR) yang mandek, 
penurunan angka kematian bayi dan balita (IMR) serta angka kematian ibu 
melahirkan (MMR) juga lambat, angka kurang gizi balita tetap tinggi, kinerja 
akademik anak tidak optimal, meningkatnya penyakit-penyakit yang menggerogoti 
produktivitas, seperti TB, malaria, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), 
penyakit-penyakit oportunistik akibat virus HIV/AIDS, diare, anemia, dan 
lain-lain. 
Kemunduran juga dipicu perubahan sosial, terkait dengan ideologi. Pandangan 
ekstrem telah memasuki kelompok intelektual dan menengah dan dalam sistem 
politik. Bahkan, ada partai politik anti-KB. Pandangan pronatalis menguat pada 
era otonomi daerah, seiring dengan menguatnya identitas karena besarnya dana 
alokasi umum tergantung besarnya jumlah penduduk. 
Jawaban terhadap semua tantangan itu menentukan apakah ”jendela peluang” dalam 

CiKEAS Roh dan Substansi Perubahan - Masih ada..

2009-04-15 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Roh dan Substansi Perubahan 
Rabu, 15 April 2009 | 03:27 WIB 
Oleh : Herry Tjahjono 
Manajemen perubahan secara sederhana – sesungguhnya mencakup dua dimensi: 
substanssial dan instrumental. Namun, mayoritas praktik manajemen perubahan di 
berbagai organisasi di negeri ini lebih mengedepankan dimensi instrumental. 
Kasus-kasus alih generasi atau suksesi kepemimpinan di berbagai perusahaan 
lebih suka bicara soal transisi dan aspek teknis-taktis perubahan, seperti 
bagaimana meningkatkan revenue, profit, atau aspek keuangan lainnya, target 
kerja dan produktifitas, membesarkan organisasi dan sejenisnya. Karena itu, 
dari sudut perilaku organisasi, yang terjadi adalah sekedar transisi 
organisasional – dari pundak generasi awal ke pundak generasi berikutnya. 
Demikian pula yang terjadi dalam berbagai perusahaan BUMN. Pergantian 
kepemimpinan, baik bersifat procedural maupun politis, lebih terkait dengan 
dimensi instrumental manajeman perubahan, bersifat aspek teknis-taktis. Itu 
juga sekedar proses transisi dari satu pemimpin lama ke pemimpin baru. 
Eksesnya, muncul sindroma “ganti pemimpin ganti kebijakan” – karena fokus 
pemimpin baru hanya “bagaimana” punya kinerja teknis: meningkatkan keuntungan, 
mengurangi utang, produktivitas, dan seterusnya. 
Karena haya mengedepankan dimensi instrumental, hanya satu sisi mata uang, 
praktik manajemen perubahan di berbagai organisasi tersebut bersifat tidak 
mendasar dan sering going nowhere, mudah goyah dan banyak yang gagal sama 
sekali. 
Tawaran Perubahan SBY  
Sekarang kita lihat “organisasi Indonesia” yang baru usai menggelar pemilu 
legislatif. Kemenangan Partai Demokrat tak jauh dari dinamika ini. Semuanya 
tergambarkan sejak awal masa kampanye. Mari kita bernostalgia lebih dulu, saat 
kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden dalam pemilu 2004 
karena ia menawarkan sebuah (manajemen) perubahan bagi republik (organisasi) 
Indonesia. Kini, baik implisit maupun eksplisit, kampanye Pemilu 2009 juga 
dipenuhi oleh obsesi para pemimpin partai tentang isu (manajemen) perubahan dan 
nyaris semuanya (baik yang langsung maupun tidak) meng-counter semua 
(manajemen) perubahan yang telah dijalankan SBY selama ini. 
Celakanya, hampir semua kopmpetitor SBY dan partai-partai pesaing Partai 
Demokrat menyerang (manajemen) perubahan SBY dari dimensi instrumental saja. 
Ingat, selama berkuasa – terlepas dari berbagai kekurangannya – SBY telah 
menjalankan (manajemen) perubahan dengan dimensi instrumental. 
Meminjam konsep Rhenald Kasali, seorang pemimpin menjalankan perubahan itu 
dengan melewati tahapan “melihat, bergerak, dan menyelesaikan”. Dalam kampanye 
Pemilu 2004, SBY telah “melihat” adanya kebutuhan dan perlunya isu perubahan. 
Lalu, selama memerintah, SBY telah “bergerak” (melaksanakannya). Dan, dalam 
kampanye Pemilu 2009, SBY tinggal melakukan tahapan akhir: “menyelesaikan”. Itu 
sebabnya dengan mantap ia mengusung slogan “Lanjutkan”. 
Maka, semua pemimpin partai yang menyerang SBY lewat (manajemen) perubahan 
dimensi instrumental ibarat menggarami lautan. Tak mempan, rakyat bergumam, 
“ah, sesungguhnya semua cuma bicara yang itu-itu juga. Kalau Cuma begitu, 
mending kita lihat bagaimana SBY “menyelesaikannya” (me-lanjut-kannya)”. 
Contoh paling transparan soal aspek teknis-takstis dimensi instrumental adalah 
PDI-P yang awalnya menyerang habis soal BLT (meski belakangan mengaku bahwa 
merekalah yang memuluskannya dan ikut mengawasi distribusi BLT di lapangan). 
BLT, sekali lagi, sekedar aspek teknis-taktis, tangible. Bicara soal berbagai 
“angka dan bilangan” terkait kemiskinan, pengangguran, pertanian, dan bahan 
pokok murah dan seterusnya, semuanya soal dimensi instrumental. Padahal, untuk 
soal ini SBY tinggal tahap “menyelesaikan”! 
Dimensi Substansial 
Seandainya saja para pemimpin partai lebih jeli melakukan kampanye dengan 
counter (manajemen) perubahan dari dimensi substansial, persoalan mungkin akan 
lain. Dimensi substansial menyangkut cultural-strategis, (relative) intangible 
tetapi sangat mendasar, ada unsure tranformasi organisasional (bukan sekedar 
transisi). Manajemen perubahan dimensi substasial inilah yang jarang disentuh 
oleh para pemimpin perusahaan dan organisasi, termasuk para pemimpin partai 
politik yang berlaga. 
Aspek kultural-strategis terkait dengan nilai-nilai (dasar) bangsa. Ini jauh 
lebih besar dari “sekedar” soal teknis. Contohnya soal “martabat bangsa” yang 
terkoyak-koyak akibat pelecehan dan dehumanisasi atas sekian banyak anak 

CiKEAS PEMILU : Aman, lancar dan damai

2009-04-13 Terurut Topik rkintoko

   
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
PEMILU : Aman, lancar dan damai 
Kerja keras serentak pekerjaan KPU oleh Panitia Pemilu Setempat (PPS) di 
seluruh Indonesia tanggal pada hari Kamis, 9 April 2009 patut mendapat acungan 
jempol. Luar biasa sukses! Namun ketidaksempurnaan dan ketidak cermatan KPU 
menginventaris DPT pun sangat bertentangan dengan maksud dan tujuan pemilu itu 
sendiri. Saat ini masyarakat semakin paham mana yang urgent dan penting dan 
mana yang tidak perlu. Dan kejadian ini tidak boleh terulang di Pilpres Juli 
2009 mendatang. 
Saya melihat para pelaksana pemilu di TPS 2 di sekitar tempat tinggal kita 
sangat tekun melaksanakan tugasnya, dengan penuh semangat menuntaskan tugas 
rumitnya perhitungan dan prosedural laporan pelaksanaan di TPS, sehingga harus 
di selesaikan hingga larut malam bahkan di banyak tempat selesai hingga dini 
hari [sedangkan hasil data instant pun sudah beterbangan kemana2 sejak sore 
hari]. Ada beberapa TPS yang pintar saat menunggu masyarakat giliran 
mencontreng sudah/langsung melaksanakan/mencicil pekerjaan sehingga laporan 
bisa selesai lebih cepat dari TPS lain, karena apabila mengikuti prosedur yang 
ditetapkan KPU maka cenderung selesai larut malam bahkan hingga dini hari. 
Itulah bagian wujud dharma rakyat kepada bangsanya.
Lancar tenang dan damai 
Prediksi pemilu berjalan ramai dan tegang ternyata justru berjalan aman, tenang 
dan damai. Memang ada banyak peristiwa yang mengemuka, diantaranya; tidak 
tercantumnya banyak pemilih di DPT domisili mereka tinggal, bahkan istri pak RT 
juga ada yang menjadi korban ‘DPT error’. Kita tidak tahu apakah hal tersebut 
disengaja atau kelalaian manusiawi [human error], hal ini menjadi penting 
menjadi perhatian pihak terkait; KPU dan pemerintah. 
Pemilu kali ini rupanya sudah berganti wajah, dan sifatnya, walaupun tidak 
mengubah maksud, tujuan dan esensinya. Masyarakat semakin tambah mengerti, 
tambah pintar dan tambah sadar apa dan bagaimana sebenarnya pemilu itu 
dilaksanakan. Sikap masyarakat semakin dewasa, elegan dan tahu mana yang 
penting dan perlu, sehingga lebih bermartabat. Contohnya, ketika kampanye saya 
tidak lagi menemui pengendara sepeda motor/mobil peserta kampanye yang melepas 
knalpotnya [di Jl. Protokol Jakarta] dan menarik keras2 gasnya untuk menarik 
perhatian massa, ini berbeda sekali dengan beberapa kampaye pemilu terdahulu. 
Para pengendara dijalanan pun relatif sopan tidak ugal2an dengan ngebut atau 
berbonceng lebih dari tiga orang. Mungkin mereka sekarang massa sudah 
menyadarinya sehingga ada rasa malu yang kuat untuk melakukan hal-hal yang 
tidak perlu dan tidak penting..! Kemajuan dan perkembangan kesadaran berpolitik 
tersebut bisa dilihat diantaranya: Pertama, kampanyepun
 lebih terkonsentrasi di lapangan2 terbuka dan bukan di jalanan. Kedua, 
masyarakatpun sudah bisa menerima perbedaan satu sama lain tanpa menjadi 
masalah. Ketiga, berbeda dengan pemilu yang lalu, apabila sudah pernah bawa 
bendera salah satu partai maka rasanya tidak bisa/mau kenal dengan yang 
lainnya. Jadi masih ada rasa fanatisme sempit yang tidak perlu dan tidak 
penting. Keempat, sekarang masyarakat lebih terbuka pengertiannya, sehingga 
bisa menerima perbedaan pendapat, maka ketika pagi menerima atribut dari partai 
yang satu maka siang pun sudah bisa menerima kaos atau atribut dari partai yang 
lain dan sore pun tidak menolak untuk menerima dari yang lain lagi dengan 
tersenyum ramah. Semua ini menandakan keterbukaan dan toleransi masyarakatpun 
semakin baik. Kelima, perbedaan partai bukan lagi menjadi kendala untuk tetap 
menjalin hubungan dengan pihak lain. Keenam, sekarang tidak ada lagi istilah; 
fanatisme pokoke….. ikut partai A. Ketujuh, kepemimpinan
 nasional Indonesia juga sudah terbukti bisa menerima pemimpin siapa saja, 
laki-laki, perempuan dari manapun ia dilahirkan dan berasal. Kedelapan, 
masyarakat selalu saja berharap ada perubahan, perbaikan dan kesejahteraan dari 
partai yang dipilihnya, sehingga apabila tidak terbukti, ya selanjutnya di 
pemilu berikutnya akan segera pindah ke lain hati, lihat saja perolehan partai2 
yang berlaga kali ini. 
Jadi rupanya secara perilaku sosial dan politik masyarakat Indonesia memang 
sudah cepat belajar, sudah berubah, lebih baik, lebih manusiawi dan lebih 
bermartabat. 
Jangan berharap bisa mengadu domba antar kelompok/individu lagi, kecuali anda 
sendiri memang domba. Ya silahkan saja.. 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 



 
SONETA INDONESIA www.soneta.org
Retno Kintoko 

CiKEAS Dosa Besar Pemilu 2009 Menebus Dosa..

2009-04-13 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
ANALISIS POLITIK 
Dosa Besar Pemilu 2009 
Selasa, 14 April 2009 | 03:27 WIB 
Oleh EEP SAEFULLOH FATAH 
Saya tak tahu jumlah mereka. Mungkin puluhan atau ratusan ribu atau bahkan 
jutaan. Mereka pemegang kartu tanda penduduk dan terdaftar sebagai penduduk. 
Namun, mereka kehilangan hak pilih karena nama mereka tak tertera dalam daftar 
pemilih tetap. 
Sebagian dari mereka datang ke tempat pemungutan suara pada 9 April lalu sambil 
membawa bukti-bukti identitas kependudukan. Tetapi, aturan melarang mereka 
menggunakan hak pilih mereka. Halangan administrasi merenggut hak-hak politik 
mereka. Mereka terabaikan. Di tengah sukacita para calon pemenang dan kesibukan 
partai-partai menyusun koalisi menuju pemilu presiden, Juli mendatang, tempat 
mereka makin tergeser dari berita pokok media massa. 
Empat salah kaprah 
Pencederaan hak-hak para pemilih itu adalah dosa besar Pemilu 2009 yang tak 
sekadar layak diratapi. Celakanya, sejumlah salah kaprah kita temukan dalam 
perbincangan tentang kisruh DPT. Pertama, kisruh DPT lebih banyak dipahami 
sebagai bencana administrasi. Ini jelas salah besar! Kisruh ini bukanlah 
bencana administrasi, melainkan pelecehan atas hak politik rakyat! 
Mereka yang memahaminya sebagai sekadar perkara administratif tak paham bahwa 
bagian terpenting dalam setiap pemilu demokratis adalah terpenuhinya hak-hak 
politik para pemilih. Tanpa ini, pemilu cedera berat. 
Adalah salah besar menjadikan hal ihwal administratif (tak tercatat dalam DPT) 
sebagai alasan untuk membunuh hak pilih seseorang. Semestinya administrasi 
harus tunduk, tersubordinasi, dibuat lentur, menyesuaikan diri untuk memenuhi 
hak-hak pemilih. Setiap orang yang punya bukti sah kependudukan semestinya 
beroleh kesempatan menunaikan hak pilihnya. 
Kedua, kisruh DPT dipahami sebagai muasal persoalan. Sejatinya, kisruh ini 
adalah konsekuensi logis dari kekacauan administrasi kependudukan kita. Itu 
bukanlah sebab, melainkan akibat. 
Tak satu pun dari empat presiden pada era reformasi yang berhasil menata 
administrasi kependudukan secara layak. Alhasil, tiga pemilu legislatif (1999, 
2004, 2009), satu pemilu presiden (2004), dan lebih dari 450 pemilihan kepala 
daerah selama satu dasawarsa terakhir dicederai rendahnya kredibilitas data 
pemilih. Dicederainya hak pilih ratusan ribu — bahkan jutaan — calon pemilih 
dalam pemilu pada 9 April lalu adalah puncak dari kisruh permanen 
berulang-ulang itu. 
Sejak awal reformasi sudah kerap kita dengar beragam rencana pembenahan 
administrasi kependudukan. Kita juga pernah mendengar rencana komputerisasi 
data kependudukan dan pemberlakuan nomor identitas tunggal bagi setiap 
penduduk. Nyatanya, dalam perkara ini kita tak beranjak maju. 
Ketiga, kisruh DPT dipahami sebagai buah kekeliruan Komisi Pemilihan Umum 
(KPU). Tentu saja KPU punya andil memfasilitasi tak terkelolanya kisruh itu. 
Namun, KPU bukan biang keladi sendirian. Menteri Dalam Negeri (yang membawahkan 
otoritas pendataan dan administrasi kependudukan) dan Presiden (sebagai 
penanggung jawab tertinggi pengelolaan administrasi pemerintahan) adalah 
pihak-pihak yang selayaknya ikut bertanggung jawab. 
Maka, saya sungguh menyesalkan bahwa sampai dengan saat ini belum terdengar 
sepotong pun permohonan maaf dari KPU, Mendagri, maupun Presiden kepada setiap 
orang yang hak-hak politiknya dilucuti. KPU terkesan lebih senang membela diri, 
Mendagri alpa bahwa ia ikut bertanggung jawab, dan Presiden lebih sibuk 
menyiapkan jalan terlapang menuju termin kedua pemerintahannya. 
Keempat, banyak partai politik berasumsi bahwa kisruh DPT menyebabkan mereka 
kalah. Padahal, sungguh sulit mengaitkan serta-merta kisruh itu dengan 
perolehan suara setiap partai. Tak ada satu teori pun yang bisa membuktikan 
bahwa kisruh ini menguntungkan secara konsisten partai tertentu dan merugikan 
partai yang lain. Kisruh ini pun akhirnya hanya sekadar topeng pemanis untuk 
menyembunyikan ketidaksiapan sebagian partai untuk kalah. 
Dua perkembangan 
Dari balik kisruh DPT, mencuat dua kemungkinan perkembangan: perlawanan warga 
negara atau kemarahan partai-partai. 
Para calon pemilih yang hak politiknya dicederai punya alasan kuat untuk 
melakukan aksi kolektif menuntut pertanggungjawaban para pejabat publik 
terkait. Mereka berhak memperkarakan pelecehan hak-hak politik mereka melalui 
jalur hukum secara elegan, tanpa kekerasan, dengan melintasi sekat partai atau 
pilihan politik. Demokrasi harus memberikan jalan lapang bagi perlawanan 
semacam ini. 
Tetapi, kita layak 

CiKEAS Pemilu : Masih banyak yang harus dilakukan

2009-04-08 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
ANALISIS POLITIK 
Pemilu : Masih banyak yang harus dilakukan 
Akhirnya yang ditunggu dan dinantikan datang juga. Sehari lagi kita akan 
melakukan penyontrengan di TPS domisili kita terdekat. Semua fasiltas sudah 
dipersiapkan oleh KPU dan pemerintah. Masyarakat tinggal menggunakan fasilitas 
tersebut dan meyalurkan haknya untuk memilih dan menyuarakan pilihannya. 
Para aktivis partai, caleg, dpd, fungsionaris pemerintah dan aparat keamanan 
semuanya tentunya tertuju pada bagaimana pelaksanaan pemilu kali ini dapat 
berjalan tenang, damai, lancar dan sukses. Masyarakat, aktivis demokrasi dan 
hak azazi manusia dan para personil partai pun bergandeng tangan erat2 mengawal 
jalannya pengumpulan dan perhitungan suara. 
Tindakan tak terpuji yang berlawanan dengan aturan main dan ilegal, hanya akan 
memperburuk citra dan nilai diri para pelaku, partai, maupun organisasi yang 
membinanya. Sehingga tidak perlu hal itu terjadi. 
Marilah kita pilih yang terbaik diantara yang baik, karena semua sudah 
menunjukkan prestasi dan kebaikannya kepada masyarakat, untuk membangun bangsa 
Indonesia saat ini dan ke depan.   
Semoga pemilu kali ini dapat berjalan tenang, tertib, aman, lancar dan sukses! 
Karena masih banyak hal yang harus kita lakukan… 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 
  
Sedikit catatan: 
Menjelang pemilu kita banyak belajar dengan keras bahkan hingga berduka nestapa 
oleh peristiwa yang mendera, diantaranya; oleh gelombang krisis moneter global 
bagi para pengusaha, investor dan karyawan, banjir dan longsor di beberapa 
kawasan produktif beras di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tragedi Situ Gintung pun 
turut membuat duka nestapa ratusan jiwa dan keluarga, dan terakhir tragedi 
jatuhnya pesawat latih Foker 27 yang menelan korban 17 orang pasukan Paskhas AU 
dan 7 orang TNI AU. Sudah berhati-hati dan tanpa disengaja pun banyak menelan 
korban. Jadi memang banyak hal yang harus di benahi dan lakukan untuk 
menghadapi pembangunan masyarakat Indonesia di masa depan. Sehingga saling 
menjaga, saling menghormati dan menghargai diantara lembaga dan komponen bangsa 
menjadi wujud semangat, cerminan keluhuran budi dan teladan bagi generasi 
Indonesia di masa depan! 
Selamat jalan para pahlawan kemanusiaan dan pahlawan kehidupan. 
Selamat PEMILU, Kamis, 9 April 2009  
Selamat Hari Raya PASKAH 2009, Minggu, 12 April 2009  
Kiranya TUHAN Yang Maha Kuasa, senantiasa menyinari dengan wajahNya, 
Melimpahi berkat kebahagiaan, kesejahteraan, kemakmuran dan kemajuan bagi 
seluruh rakyat Indonesia. Dan kepada para pemimpinnya diberikan kemuliaan 
derajat, kehormatan dan kebijaksanaan agar pantas dan mampu membawa kebaikan 
dan kemajuan masyarakat Indonesia saat ini dan ke depan. Amien! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
WDNCenter  WDNCenter_RH Moderator 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 



 
SONETA INDONESIA www.soneta.org
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


  

CiKEAS TUHAN BERPERANG GANTI KITA (2) Happy Easter!

2009-04-07 Terurut Topik rkintoko

==  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDNC] 
[ Seri : Membangun Spiritual Keluarga Indonesia ] 
== 
[SQ] 
Renungan Harian 
“Air Hidup” 
Rabu, 8 April 2009 
Baca: 2 Tawarikh 20:20-30 
TUHAN BERPERANG GANTI KITA (2) 
“Ketika mereka mulai bersorak-sorai dan menyanyikan nyanyian pujian, dibuat 
Tuhanlah penghadangan terhadap bani Amon dan Moab, dan orang-orang dari 
pegunungan Seir, yang hendak menyerang Yehuda, sehingga mereka terpukul kalah.” 
2 Tawarikh 20:22 
Tindakan raja Yosafat tidak hanya sampai di situ, “Ia menyerukan kepada seluruh 
Yehuda supaya berpuasa.” (2 Tawarikh 20:3b). Yosafat meminta seluruh rakyatnya 
ikut berpuasa, bukan hanya tentaranya, karena keamanan dan keselamatan bangsa 
merupakan tanggung jawab bersarna tanpa kecuali. Seluruh rakyat diharuskan 
berpuasa menyatakan pertobatannya kepada Tuhan. Yosafat menyadari, Tuhanlah 
yang membuat segala sesuatu berhasil. Tanpa pertolongan dan campur tangan-Nya 
bangsa Israel tidak dapat bertahan menghadapi ancaman musuh. Alkitab mencatat, 
“...Tuhan mengokohkan kerajaan yang ada di bawah kekuasaannya. Seluruh Yehuda 
memberikan persembahan kepada Yosafat, sehingga ia menjadi kaya dan sangat 
terhormat.” (2 Tawarikh 17:5). Oleh karena itu bersama seluruh rakyatnya ia 
merendahkan diri di hadapan Tuhan. 
Mereka bersehati berdoa rnemohon belas kasihan Tuhan, “Kami tidak tahu apa yang 
harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu.” (2 Tawarikh 20: 12c). 
Yosafat tidak bertanya strategi apa untuk melawan musuh, dia sepenuhnya 
mempercayakan perkara ini kepada Tuhan. Doa mereka didengar Tuhan. Seketika itu 
juga Tuhan menjawab dan memberitahukan apa yang harus mereka lakukan: “… kamu 
takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan 
berperang melainkan Allah. Dalam peperangan ini tidak usah kamu bertempur. Hai 
Yehuda dan Yerusalem, tinggallah berdiri di tempatmu, dan lihatlah bagaimana 
Tuhan memberikan kemenangan kepadamu.” (2 Tawarikh 20:15,17). Kemudian Yosafat 
mengumpulkan dan mengangkat orang-orang yang akan menyanyikan nyanyian bagi 
Tuhan, ditempatkannyalah mereka di depan pasukan bersenjata. Jadi bangsa Israel 
turun ke medan perang bersenjatakan nyanyian syukur dan puji-pujian kepada 
Tuhan. 
Suatu peristiwa yang unik! Hanya dengan mencari Tuhan, berpuasa, berdoa bersama 
dan menaikkan pujian pengagungan kepada Tuhan, musuh dapat dikalahkan! 
Apa pun masalah kita, segera datang pada-Nya, Ia pasti bertindak menolong kita! 
  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 
 
Mengucapkan Selamat,
1. Melaksanakan penyontrengan di TPS domisili terdekat 
    dan pergunakan hak pilih dengan baik dan benar
sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan demokrasi
    dan pemerintahan Indonesia untuk masa bhakti 5 tahun ke depan.
2. Menjalankan dan merayakan ibadah, kebaktian raya, misa raya; 
    Kamis putih, Jumat Agung dan Hari Raya Paskah, Minggu, 12 April 2009.

Semoga semua peristiwa yang kita telah lalui, akan memberi nilai, makna yang 
sangat berarti dan memberikan spirit, semangat di dalam kehidupan kita 
berkeluarga, bergereja, bermasyarakat dan berbangsa Indonesia, saat ini dan ke 
depan.  
Selamat PASKAH 2009.  
TUHAN Memberkati kita semua. Amien! 
Teriring Salam dan doa, 
Retno Kintoko 
WDNCenter  WDNCenter_RH Moderator 

 


 
SONETA INDONESIA www.soneta.org
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


  

CiKEAS Pemilu dan Janji Perubahan

2009-04-06 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
ANALISIS EKONOMI 
Pemilu dan Janji Perubahan 
Senin, 6 April 2009 | 02:56 WIB 
Oleh : FAISAL BASRI 
Perubahan adalah kata yang paling banyak diusung selama masa kampanye Pemilihan 
Umum 2009 ini. Memang, pemilu merupakan sarana untuk melakukan pembaruan 
kontrak politik, menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. 
Partai yang sedang berkuasa mengklaim keberhasilan yang telah dicapai dan 
berjanji akan lebih baik lagi kalau kembali berkuasa. Sejumlah partai, terutama 
partai-partai baru, menawarkan perubahan mendasar, pembalikan haluan ekonomi, 
dan perombakan strategi pembangunan. Seberapa menjanjikan perubahan itu? 
DPR mendatang akan sangat berbeda. Jumlah partai di DPR akan menciut, 
diperkirakan tak akan lebih dari 10 partai, sebagai konsekuensi penerapan 
parliamentary threshold 2,5 persen. 
Ketentuan peraih suara terbanyak, bukan nomor urut calon anggota legislatif, 
yang berhak melenggang ke Senayan, membuat sebagian besar anggota DPR yang ada 
sekarang akan tergusur. 
Muka-muka baru yang akan muncul adalah politisi yang sudah teruji paling dekat 
dengan rakyat. Hubungan mereka dengan pemilihnya lebih langsung, tak lagi 
tersekat oleh birokrasi partai. 
Sebagai anggota DPR, mereka akan senantiasa menjaga hubungan dengan 
konstituennya. Berdasarkan mazhab rational choice (pilihan rasional), hanya 
dengan berbuat demikian mereka akan bisa berhasil sebagai politisi dalam 
menapaki jenjang-jenjang kekuasaan yang lebih tinggi. 
Untuk itu, mereka akan memperjuangkan alokasi anggaran lebih besar bagi daerah 
pemilihannya, dan memastikan pelaksanaannya sesuai dengan tujuan. 
Akan lebih lengkap lagi apabila anggota DPR mewujudkan janji-janji kampanye 
mereka dengan makin produktif menelurkan undang-undang yang bermutu. 
Penataan institusi 
Pembangunan dan penataan institusi adalah tantangan terberat bagi anggota DPR 
baru. Dengan institusi yang baik, kepastian bagi perbaikan yang terukur akan 
lebih terhadirkan. 
Harapan tersebut akan terwujud apabila anggota DPR mau lebih banyak mendengar, 
mengundang, lebih sering melakukan public hearing, dan lebih kerap mendengar 
langsung keluhan konstituennya. 
Tak boleh lagi proses pengambilan keputusan dilakukan secara tertutup di 
hotel-hotel mewah. 
Hubungan antara DPR dan pemerintah tampaknya juga akan mengalami perubahan. 
Dengan jauh lebih sedikit partai di DPR, pengelompokan antara partai-partai 
pendukung pemerintah dan partai-partai oposisi akan lebih tegas sehingga 
meningkatkan efektivitas pemerintahan dan fungsi checks and balances. 
Pemilu legislatif kali ini sudah memberikan petunjuk sementara ke arah mana 
pengelompokan yang bakal terjadi. Pengelompokan tampaknya tak berdasarkan 
orientasi ideologis yang kental, atau bahkan tak berorientasi ideologi sama 
sekali. 
Buktinya, penjajakan koalisi sangat cair dan bisa berubah setiap saat. Bertolak 
dari kecenderungan ini, bisa diduga bahwa perubahan mendasar masih sangat sulit 
terjadi. 
Partai-partai besar yang ada sekarang masih akan menjadi penentu utama karena 
merekalah yang paling berpeluang untuk mengajukan calon presiden dan wakil 
presiden. 
Dengan kemungkinan konfigurasi politik pascapemilu seperti itu, kita tak bisa 
berharap terjadi perubahan radikal. Ruang gerak yang cukup terbuka baru sebatas 
bagi perbaikan gradual. Masalahnya, bagi Indonesia, lebih baik saja tak cukup. 
Harus ditata ulang 
Dewasa ini kita sedang berada di tengah krisis ekonomi global. 
Persoalan-persoalan fundamental mengemuka. Makin disadari bahwa perekonomian 
dunia yang berlandaskan financially-driven capitalism dewasa ini sangat rapuh, 
dan oleh karena itu harus ditata ulang. 
Ironisnya, perekonomian Indonesia berada di jalur yang sesat itu, dan kian 
terseret di dalamnya. Lebih mengkhawatirkan lagi, kita tak memiliki 
jaring-jaring pengaman yang memadai sehingga sangat rentan dalam menghadapi 
guncangan eksternal. 
Modal dasar kita yang sebetulnya cukup memadai untuk menggerakkan perekonomian 
domestik bisa porak-poranda seketika akibat kerapuhan sektor finansial kita. 
Lalai 
Kita lalai membangun basis kekuatan domestik. Segala potensi yang kita miliki, 
termasuk pendanaan, tak didayagunakan. Pemerintahan sekarang belum menunjukkan 
keberhasilan nyata dalam penerimaan pajak. 
Nisbah pajak (tax ratio) tetap saja bertengger di aras 12 persen, dengan 
kecenderungan yang menurun. Juga kegagalan memoneterisasikan kekayaan alam kita 
sehingga belum kunjung menjadi berkah bagi pembangunan. 
Kelalaian itulah yang membuat kita semakin 

CiKEAS Tantangan bagi Presiden Terpilih

2009-04-02 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Tantangan bagi Presiden Terpilih 
Jumat, 3 April 2009 | 03:06 WIB 
Oleh : Jusuf Wanandi 
Sepintas terasa prematur membahas tantangan yang dihadapi Presiden Indonesia 
terpilih 2009, sementara pemilu legislatif baru akan dilangsungkan pekan depan. 
Namun, masalah ini juga relevan dibahas sekarang. Alasannya, dua dari tiga 
parpol yang akan mendapat suara terbanyak dalam pemilu bergantung pada 
popularitas pemimpinnya, yakni SBY untuk Partai Demokrat (PD) dan Megawati 
untuk PDI-P. Dengan demikian, menentukan pilihan untuk parlemen pun tidak lepas 
dari penilaian terhadap pimpinan parpol yang menjadi capres. 
Dalam Pemilu Presiden 2004, penulis mendukung Megawati karena dia dapat memilih 
anggota kabinet dan para pembantunya yang berprestasi sehingga kekurangannya 
dapat diatasi. Namun, harapan ini tidak terwujud karena dalam pilpres 
dikalahkan SBY. Bagai beauty contest pribadi yang merupakan faktor penting 
dalam pilpres langsung pertama itu, SBY telah memenanginya. 
Ketika SBY mencalonkan diri dalam pilpres itu, sebenarnya Megawati merasa 
dikhianati; karena dua kali ia bertanya kepada SBY apakah akan mencalonkan 
diri, tetapi selalu dibantah oleh SBY. Namun, dua minggu setelah bantahannya 
yang terakhir, ternyata SBY mencalonkan diri. Sejak itu Megawati tidak pernah 
mau lagi bertemu dengan SBY dan perlawanannya kali ini adalah untuk membalas 
courtesy SBY pada tahun 2004 itu. 
Memperbaiki diri 
Megawati memang bukan yang terpandai, tetapi jelas kini ia telah memperbaiki 
diri dan citranya dibandingkan tahun 2004. Ia lebih ramping dan lebih mendekat 
kepada rakyat, bahkan terus berkeliling hingga ke pelosok Tanah Air. Dalam 
jajak pendapat parpol dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Maret lalu 
tentang program PDI-P di bidang ekonomi dan usaha, Megawati telah memimpin 
timnya dengan baik. Pandangan-pandangannya umumnya bernalar dan lugas, yang 
menunjukkan bahwa ia telah menyiapkan diri dengan baik, berbeda dengan ketika 
ia menjadi presiden yang menyerahkan banyak hal kepada para pembantunya saja. 
Di pihak lain, SBY bukan lagi orang yang tidak dikenal atau hanya dikenal 
selintas oleh rakyat Indonesia karena ia telah memerintah selama hampir lima 
tahun. Benar seperti penulis khawatirkan sebelum 2004, sebagai pemimpin, ia 
tidak tegas dan enggan mengambil keputusan-keputusan yang tidak populer di 
kalangan tertentu di masyarakat. 
Ada dua contoh yang menonjol. Pertama, dalam bidang ideologi, SBY tidak berani 
menyatakan tidak sahnya perda-perda syariah di lebih dari 50 kabupaten di 
Indonesia yang nyata-nyata bertentangan dengan konstitusi RI. Menteri Dalam 
Negeri pernah mengajukan masalah itu, tetapi ia menolak untuk mengambil 
keputusan karena alasan politik. 
Kedua, hal yang sama terjadi dengan kasus Ahmadiyah. Sebagai kepala 
pemerintahan, memang SBY tidak menentukan masalah agama. Tetapi, berbagai 
kekacauan dan kekerasan yang terjadi berkaitan dengan masalah Ahmadiyah 
seharusnya menjadi kewajiban pemerintah untuk mengatasinya dengan menjaga 
ketertiban umum dan tegaknya hukum. 
Pemerintah harus dapat mencegah tindakan-tindakan liar yang melanggar hukum, 
seperti membakar masjid Ahmadiyah dan menganiaya pengikutnya; serta bertindak 
tegas terhadap kelompok ekstrem yang menyerang dan menganiaya kelompok lain 
yang membela tegaknya hukum di Indonesia, seperti terjadi pada peristiwa Monas 
tahun 2008. 
Bidang ekonomi 
Sementara itu, ekonomi Indonesia tidak pernah berkembang maksimal dan ekonomi 
riil juga tidak berkembang dengan baik karena SBY tidak tegas dalam mengambil 
keputusan yang diperlukan. Ia lebih mementingkan kebijakan populisnya untuk 
mengangkat citra diri dan mendapat dukungan dalam pemilu. 
Paket stimulus yang amat diperlukan bila ekonomi anjlok juga tidak didukungnya 
secara penuh. Jumlah pengangguran dan kemiskinan meningkat, tetapi angka-angka 
yang diumumkan untuk menutupinya bermasalah. Jika krisis ekonomi yang kita 
alami ini memburuk, SBY harus bertanggung jawab. 
Pada tahun 2004, penulis tidak mendukung Jusuf Kalla karena umumnya ia dikenal 
dari berbagai pernyataannya terdahulu yang dianggap antiasing, anti-WNI 
keturunan Tionghoa, dan anti-Kristen. Namun, setelah memerhatikan lebih cermat 
ucapan-ucapan dan tindakan-tindakannya sebagai Wakil Presiden, penulis 
menyimpulkan bahwa kadang-kadang ia terlalu banyak bicara dan berkomentar 
tentang masalah-masalah yang tidak dikuasainya secara mendalam sehingga mudah 
disalah mengerti, seperti dalam masalah demokrasi. 
Penulis yakin JK tidak 

CiKEAS Bali Kembali ke Kebijakan Satu Pintu

2009-04-01 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient]  
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
PARIWISATA BALI 
Bali Kembali ke Kebijakan Satu Pintu 
Rabu, 1 April 2009 | 02:42 WIB 
Denpasar, Kompas - Perkembangan pariwisata Bali diakui mengubah masyarakat 
dengan budaya spiritual menjadi masyarakat materialistis, dan secara fisik 
perubahan budaya masyarakat telah mengubah ekologi. Karena itu, Pemerintah 
Provinsi Bali akan mengembalikan kebijakan satu pintu dalam pengembangan 
pariwisata, menyusul kesepakatan bersama antarkabupaten/kota. 
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ida Bagus Sedhawa di Denpasar, Selasa 
(31/3), mengatakan, Pemprov Bali tengah mengevaluasi dan menyusun ulang rencana 
tata ruang dan wilayah (RTRW) Pulau Bali untuk 20 tahun ke depan dengan target 
tahun 2009 dapat disahkan DPRD Bali. Rencana tata ruang dan wilayah ini 
diharapkan mampu mengendalikan dan menata ulang pembangunan melalui pemetaan 
wilayah serta memiliki payung hukum yang jelas. 
Menurut Sedhawa, pihaknya optimistis kebudayaan Bali dapat kembali dalam waktu 
20 tahun melalui penerbitan RTRW. ”Kami tengah berupaya keras mengembalikan 
pariwisata yang berbudaya berbasis agraria dengan pariwisata kerakyatan. 
Setidaknya ada upaya sekarang ini mengembalikan kepercayaan masyarakat kembali 
kepada norma-norma spiritual, di antaranya berbasis agraris,” ujarnya. 
Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali Nengah Suarca 
mengatakan, ruang lingkup RTRW yang tengah diselesaikan itu tidak hanya 
mengatasi karut-marutnya pembangunan karena pesatnya pariwisata. Penyusunan 
RTRW untuk 20 tahunan itu juga mencakup pemetaan kawasan mana saja yang 
diperbolehkan diubah karena investasi atau lainnya. 
Pada tahun 1970-an, pengembangan pariwisata hanya diperbolehkan di kawasan 
teben atau hilir, seperti (sekarang) kawasan Nusa Dua, dan Sanur. Pengembangan 
tidak diperbolehkan di kawasan ulu atau atas, antara lain Gunung Agung yang 
dianggap kawasan suci. Namun, dalam perkembangannya, investasi pariwisata 
merambah ke mana-mana. Pembangunan hotel berbintang marak di beberapa kawasan 
dan tidak memedulikan lagi kawasan ulu dan teben tersebut. 
Kabupaten hati-hati 
Diperoleh informasi, sejumlah bupati di Bali menyatakan telah berusaha keras 
untuk memastikan agar pengembangan pariwisata di daerah mereka tetap sesuai 
dengan konsep Tri Hita Karana atau keselarasan antara manusia, alam, dan Sang 
Pencipta. Untuk itu, mereka berhati-hati menerima investor pariwisata terkait 
jenis ataupun lokasi pengembangan fasilitas pariwisata. 
”Kami selama ini tidak main-main mengembangkan pariwisata di daerah kami. 
Dasarnya tetap pariwisata budaya dan agama. Jika itu hilang, apa yang akan kami 
jual,” kata Bupati Karangasem Wayan Geredeg ketika dihubungi dari Denpasar. 
Ia mengungkapkan, Karangasem menetapkan tiga wilayahnya untuk pengembangan 
wisata sesuai dengan topografi masing-masing. Ketiga wilayah itu adalah Padang 
Bai dan Candi Dasa untuk pengembangan wisata pantai, Taman Ujung untuk kawasan 
wisata spiritual, dan Tulamben untuk pariwisata bawah laut. Karangasem tengah 
membangun pelabuhan kapal wisata pertama, dan terbesar di Bali, di sekitar 
kawasan Padang Bai. Pelabuhan itu tak akan memakan kawasan hijau. 
Secara terpisah, Bupati Buleleng Putu Bagiada menyatakan komitmennya untuk 
mengembangkan wisata selaras dengan pelestarian hutan, di samping pengembangan 
wisata pantai di Pantai Lovina. Pembangunan delapan hotel dan resor di kawasan 
Taman Nasional Bali Barat, misalnya, juga diwajibkan selaras dengan upaya 
pelestarian kawasan itu. 
Budayawan Ketut Sumarta melukiskan Bali membutuhkan komitmen bersama guna 
mendorong pengembangan pariwisata yang akrab dan menyatu dengan tradisi 
adat-istiadatnya. 
”Pariwisata jangan menjadi kambing hitam atas gangguan yang menimpa tradisi 
adat. Khusus di Bali, pariwisata justru menghidupkan tradisi setempat, seperti 
pementasan barong, kecak, tek-tekan, dan gamelan. Tradisi juga harus mampu 
mengikuti tuntutan perkembangan. Tradisi berkarakter agraris harus diolah 
menjadi tradisi berkarakter jasa, sesuai tuntutan dunia pariwisata,” kata 
Pemimpin Redaksi Sarad, majalah budaya Bali, itu. 
Oleh sebab itu, obyek wisata berupa taman safari, golf, atau balap mobil di 
Bali, misalnya, adalah obyek yang melenceng dari arah wisata budaya. 
General Manager Hotel Inna Bali Maryanto mengaku resah terhadap kehadiran hotel 
berbintang di Bali yang bertambah banyak dan terkesan tak terkendali. Karena 
itu, pembangunan hotel-hotel berbintang agar distop. 
Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Bali 

CiKEAS Politik sebagai Janji

2009-04-01 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Politik sebagai Janji 
Kamis, 2 April 2009 | 03:02 WIB 
Ingar-bingar janji memekakkan telinga kita belakangan ini. Di negeri ini, 
selain musim hujan beneran, ada juga musim hujan janji. Datangnya lima tahun 
sekali, menjelang pemilu seperti saat-saat ini. Setelah itu, kita memasuki lima 
tahun musim menanti, yang lebih pantas disebut musim kemarau pemenuhan janji. 
Persoalannya, apakah keliru menempatkan politik sebagai janji? Atau, bahkan, 
apakah pasti keliru kalau janji-janji politik lalu tak terpenuhi? 
Bukankah seorang pemikir besar, seperti Jacques Derrida, justru pernah 
berwacana bahwa janji merupakan matra konstitutif politik sebagai ”demokrasi 
akan datang” (democracy to come)? 
Justru karena dimensi janji tersebut, politik lalu mempunyai struktur 
messianik, mempunyai orientasi etis ekstratemporal untuk mengacu sehingga dapat 
melakukan penyempurnaan terus-menerus tak berkesudahan dalam mengejawantahkan 
’K’eadilan. Baginya, bahkan seandainya tak terpenuhi, janji masih tetap 
merupakan matra penting politik karena betapapun gagal, upaya-upaya memenuhinya 
meninggalkan jejak janji tersebut: meninggalkan jejak-jejak pergulatan etis 
mewujudkan keadilan. 
Seujung hidung 
Kalau sense of humor kita belum ikut-ikutan defisit tergerus krisis finansial, 
kita bisa terpingkal-pingkal melihat politik janji parpol kita seperti 
terpampang pada iklan pemilu mereka. 
Ada klaim sukses menurunkan harga BBM tiga kali berturutan. Padahal, tidakkah 
naik-turunnya harga BBM lebih bergantung pada harga minyak dunia? 
Ada rebutan klaim sukses swasembada beras, padahal sama-sama tidak pernah 
memacul sawah. Ada yang mengulang gimmick basi kontrak-kontrakan politik. Ada 
yang mendadak prihatin dengan penderitaan rakyat; ada yang mendadak merasa jadi 
juru bicara petani; ada yang mendadak prihatin dengan merajalelanya korupsi. 
Semacam itulah janji politik kita. Isinya cuma judul-judul mimpi atau klaim 
keberhasilan. Kurang programatis, defisit strategi apalagi kebijakan, dan 
terutama, alpa ideologis. Terkadang, bahkan ada unsur kibul-kibul yang sengaja 
pula. 
Kesamar-samaran sebagai gaya, sekarang menggejala dalam komunikasi politik 
kita. Karena itu, ketika janji tak terpenuhi, lalu dengan mudah bisa 
berkelat-kelit lewat perdebatan semantik, seperti pada pemakaian ukuran tingkat 
kemiskinan BPS atau Bank Dunia. Padahal, miskin ya miskin, nganggur ya 
nganggur. Tren kenaikan atau penurunannya mestinya tak berbeda pakai penggaris 
mana pun. 
Jangan-jangan segenap janji tersebut memang sekadar pragmatis. Yang penting 
rakyat percaya. Kalau kuasa sudah di tangan, urusan belakangan. Toh, rakyat 
Indonesia bukan masyarakat yang demanding; bukan penuntut yang bawel. Coba 
lihat, penandatanganan kontrak-kontrak politik pemilu lalu. Tak pernah ada yang 
menagih walau tak terwujud. Jadi, cuma gimmick politik seujung hidung. 
Janji ideologis 
Pada pemikiran Derrida, janji politik bukan hanya mungkin tak terpenuhi, 
melainkan bahkan tak mungkin sungguh terpenuhi. 
Maksudnya tentu bukan membenarkan politik dusta seperti janji kampanye para 
politisi kita. Baginya, struktur messianik politik menempatkan idealitas 
’K’eadilan — dengan K kapital; jadi keadilan pada posibilitas perwujudan paling 
optimalnya — sebagai janji di pengujung temporal politik. Jadi, janji tersebut 
bersifat tak berkesudahan (infinitudo) karena tak mungkin sepenuhnya tergapai; 
namun menjadi acuan bagi politik sebagai rangkaian pergulatan tanggung jawab 
etis manusia. 
’K’eadilan sebagai janji politik, lalu menjadi acuan ziarah artikulatif setiap 
keputusan politik sebagai tindak nilai. Rangkaian tindak politik lalu laiknya 
pesawat ulang-alik terus-menerus pulang-pergi mencocokkan-mengejawantahkan di 
antara idealitas ’K’eadilan dengan masing-masing penerapan kontekstualnya. 
Jadi, walaupun Derrida sendiri tidak suka dengan sebutan ini, politik 
semestinya mempunyai dimensi ”utopia” semacam ini. Utopia semacam ini berguna 
untuk menjadi acuan jangka panjang sehingga politik tak terjebak pada tetek 
bengek kekuasaan sesaat yang pragmatis. 
Tepat di sinilah persoalan mendasar politik kita. Dalam politik, rumah utopia, 
rumah cita-cita politik, adalah ideologi. Kebijakan parpol-parpol kita tak 
pernah jelas karena ketidakjelasan ideologi mereka. Sungguh kesulitan besar 
untuk membedakan kebijakan mereka masing-masing atas isu-isu sentral di negeri 
ini. 
Perubahan drastis kebijakan Amerika Serikat (AS) seharusnya menjadi pelajaran 
bagi kita mengenai arti sebuah ”janji” ideologis. 

CiKEAS Menuju Sistem Moneter Dunia Baru

2009-03-30 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
ANALISIS EKONOMI 
Menuju Sistem Moneter Dunia Baru 
Senin, 30 Maret 2009 | 03:51 WIB 
Oleh : A TONY PRASETIANTONO 
Kurs rupiah sedang mengalami dinamika penting. Pekan lalu secara mengesankan 
rupiah menguat dari Rp 12.000 menjadi Rp 11.500 per dollar AS. Memang, 
penguatan Rp 500 per dollar AS dalam tempo singkat tersebut bisa dianggap biasa 
dan wajar, di saat krisis ekonomi global masih terus bergejolak dan belum 
menemukan ekuilibrium permanennya. Rupiah kadang-kadang bisa melemah dan 
menguat oleh penyebab yang sepele. 
Pada kasus penguatan rupiah kali ini, penyebabnya merupakan gabungan beberapa 
faktor. Pertama, cadangan devisa yang dikuasai Bank Indonesia meningkat dari 51 
miliar dollar AS menjadi 53,9 miliar dollar AS. Hal ini disebabkan oleh mulai 
masuknya modal asing ke pasar modal di Jakarta, selain karena masuknya dana 
penjualan obligasi pemerintah di luar negeri (global medium-term notes). 
Kedua, BI meneken perjanjian bilateral currency swap arrangement dengan Bank of 
China senilai Rp 175 triliun atau 100 miliar renminbi. Di bawah payung 
perjanjian ini, eksportir dan importir kedua negara tidak perlu menggunakan 
mata uang dollar AS dalam transaksinya. Mereka cukup mengonversikan langsung 
mata uang masing-masing dengan negara mitra dagang. 
Dalam hal ini, importir Indonesia bisa langsung menukar rupiahnya dengan 
renminbi, sebaliknya importir China menukar renminbinya langsung dengan rupiah. 
Kini tidak perlu lagi ada mata uang ”perantara”, yakni dollar AS, dalam setiap 
transaksi kedua negara. Perjanjian semacam ini akhir-akhir ini mulai marak 
dilakukan, terutama oleh ASEAN + 3, yakni kesepuluh negara ASEAN (Indonesia, 
Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam, Myanmar, Kamboja, Laos, dan 
Brunei) ditambah Jepang, China, dan Korea Selatan. 
Banyak hal positif dapat ditarik dari skema baru ini. Bagi para importir maupun 
eksportir, mereka bisa berhemat karena jalur penukaran mata uang dapat 
diperpendek dari rupiah-dollar AS-renminbi menjadi langsung rupiah-renminbi. 
Berarti, akan dapat dihemat sejumlah fee penukaran. 
Dari sisi ekonomi makro, kebutuhan (permintaan) terhadap dollar AS dapat 
ditekan. Implikasi dari turunnya permintaan dollar AS oleh pemegang rupiah akan 
menyebabkan kurs dollar AS cenderung melemah, atau sebaliknya rupiah bakal 
menguat. Ini sangat positif sebagai upaya untuk menurunkan volatilitas kurs 
rupiah terhadap dollar AS. 
Dengan kata lain, kurs rupiah ke depannya akan cenderung lebih stabil, tidak 
terlalu berfluktuasi. Ini bagus bagi dunia usaha yang pada umumnya amat 
memerlukan kepastian (certainty), termasuk kepastian kurs. Sementara itu, 
variabel inflasi juga diuntungkan karena stabilitas kurs akan menurunkan 
tekanan inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation). 
Ketiga, rupiah harus berterima kasih kepada situasi politik di Tanah Air. 
Sejauh ini kampanye pemilu legislatif berlangsung aman. Masyarakat tampaknya 
sudah penat dan ”kapok” untuk tidak mau lagi mengulang pemilu bergejolak 
seperti sebelumnya, terutama 1999. Timbul kesadaran baru bahwa euforia 
demokrasi sudah tidak zamannya lagi diekspresikan dengan letupan-letupan di 
jalanan. Lagi pula, mengapa harus secara fanatik membela calon anggota 
legislatif jika yang bersangkutan kelak pada akhirnya juga diseret Komisi 
Pemberantasan Korupsi? Jumlah partai peserta pemilu yang amat banyak juga 
memberi andil memecah penumpukan massa. Ini semua berujung pada penguatan 
rupiah. 
Sistem moneter baru 
Secara pelan tapi pasti, krisis ekonomi global telah menginspirasi 
negara-negara di seluruh dunia untuk mengurangi penggunaan dollar AS. Dulu, 
pada Juli 1944, ketika 44 negara bersepakat di Bretton Woods, New Hampshire — 
sejam perjalanan dari Boston — untuk menggunakan dollar AS sebagai mata uang 
dunia, yang didukung dengan cadangan emas yang disimpan bank sentral, 
pertimbangannya adalah dominasi AS dalam perekonomian dunia. Saat itu setiap 
peredaran 35 dollar AS harus didukung dengan 1 ons emas. Kurs tetap (fixed 
rate) pun dapat diberlakukan. 
Kesepakatan yang juga dihadiri ekonom top Inggris, John Maynard Keynes, itu 
berakhir awal 1970-an. Ketika AS mulai sibuk berperang, anggaran pemerintahnya 
defisit besar, maka kurs dollar AS pun jadi fluktuatif. Seiring dengan 
kesulitan untuk menimbun emas dalam jumlah yang sebanding dengan perkembangan 
ekonomi dunia yang kian pesat, standar emas pun dihapus. 
Kurs mata uang bisa bergerak dinamis berdasarkan kekuatan kinerja ekonomi 
negara masing-masing, 

CiKEAS Menuju Sistem Moneter Dunia Baru

2009-03-30 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
ANALISIS EKONOMI 
Menuju Sistem Moneter Dunia Baru 
Senin, 30 Maret 2009 | 03:51 WIB 
Oleh : A TONY PRASETIANTONO 
Kurs rupiah sedang mengalami dinamika penting. Pekan lalu secara mengesankan 
rupiah menguat dari Rp 12.000 menjadi Rp 11.500 per dollar AS. Memang, 
penguatan Rp 500 per dollar AS dalam tempo singkat tersebut bisa dianggap biasa 
dan wajar, di saat krisis ekonomi global masih terus bergejolak dan belum 
menemukan ekuilibrium permanennya. Rupiah kadang-kadang bisa melemah dan 
menguat oleh penyebab yang sepele. 
Pada kasus penguatan rupiah kali ini, penyebabnya merupakan gabungan beberapa 
faktor. Pertama, cadangan devisa yang dikuasai Bank Indonesia meningkat dari 51 
miliar dollar AS menjadi 53,9 miliar dollar AS. Hal ini disebabkan o


  

CiKEAS Indonesia sebagai Model Kerukunan

2009-03-27 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Melirik Indonesia sebagai Model Kerukunan 
Jumat, 27 Maret 2009 | 02:40 WIB 
Oleh : PAULINUS YAN OLLA 
Sebuah seminar yang menampilkan Indonesia sebagai model kehidupan bersama dalam 
kerukunan sekalipun berbeda-beda, unità nella diversità, baru saja diadakan di 
Roma (Antara, 4/3). 
Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini dalam sambutannya pada awal seminar 
jelas-jelas ”meminang” Indonesia menjadi pelaku perdamaian. Tawaran serupa 
telah diutarakan pula Perdana Menteri Australia (The Jakarta Post, 26/2) dan 
beberapa negara lain yang ingin melamar Indonesia sebagai mitra dalam 
percaturan relasi internasional (Kompas, 27/2). 
Mengapa kerukunan Indonesia ingin dijadikan model oleh berbagai pihak di ranah 
internasional? Apa yang menarik dan karenanya sangat diharapkan dari Indonesia 
dalam pergaulan internasional? 
Seminar di Roma membidik salah satu unsur sentral kearifan budaya (cultural 
wisdom) Nusantara yang kini mempunyai nilai pikat dan relevansi sangat tinggi, 
yakni kemampuan hidup bersama secara rukun dalam perbedaan. Sering terjadi 
pergesekan dalam relasi, tetapi keharmonisan telah menyejarah dan menjadi 
pengalaman dominan dalam hidup bersama di Indonesia. 
Bhinneka Tunggal Ika menjadi daya pikat ketika di berbagai belahan Bumi terjadi 
konflik dan ketakutan akan terjadinya benturan antarbudaya. Ketakutan itu 
terlihat, misalnya, dari sikap panik negara-negara Eropa yang kehilangan akal 
menghadapi imigrannya yang berbudaya dan berkeyakinan lain. Kemampuan Indonesia 
untuk meramu perbedaan ratusan suku, bahasa, etnisitas, atau perbedaan agama 
menjadi sebuah harmoni tidak dapat diabaikan ketika dunia seakan disekap 
ketakutan terhadap orang asing (xenofobia) dan kebingungan dihadapkan pada 
pembauran manusia dalam keberagamannya di era globalisasi. 
Pernyataan Menteri Dalam Negeri Italia Roberto Maroni, dobbiamo essere cattivi 
(kita harusnya jahat) terhadap orang asing, menjadi contoh lain kepanikan dan 
ketakutan menghadapi serbuan pendatang dengan keragaman agama, budaya, dan 
nilai hidup yang menyertainya (Corriere della Sera, 9/2). 
Unsur Islam dan keharmonisan relasi antaragama di Indonesia menjadi daya pikat 
lain yang menaikkan pamor Indonesia pascaperistiwa serangan teroris, 11 
September 2001. Islam Indonesia menampilkan wajah yang ramah dan moderat yang 
mampu hidup damai bersama agama-agama lain. Italia, seperti diungkapkan Franco 
Frattini, menginginkan Indonesia sebagai jembatan antara Barat dan Timur 
Tengah. 
Politik identitas 
Jonathan Sacks dalam usahanya mencari jalan untuk menghindari terjadinya 
benturan antarbudaya (the clash of civilizations) memperlihatkan adanya sebuah 
transformasi dari abad ke-20 ke abad ke-21, yakni perubahan dari politik 
ideologis ke politik identitas. Agama dalam politik identitas berperan sangat 
penting karena menjadi sumber jawaban atas identitas. Namun, pada saat yang 
sama, ia menjadi sumber perbedaan yang bisa melahirkan konflik (Jonathan Sacks, 
The Dignity of Difference: 10-11). Indonesia dapat disodorkan sebagai model 
kerukunan karena tampaknya berhasil menjawab kekhawatiran banyak orang yang 
mencurigai agama-agama sebagai sumber konflik. 
Apakah berbagai tawaran menjadi model perdamaian dan kesempatan menjadi duta 
perdamaian itu akan dimanfaatkan Indonesia? Tantangan utama bagi Indonesia 
adalah agar mampu menjadi jembatan/perantara yang dapat dipercaya. 
Sebuah jembatan hanya berfungsi ketika bisa menghubungkan dua sisi. Indonesia 
akan lebih mapan posisinya sebagai mediator bila meninjau kembali sikapnya 
terhadap negara-negara yang dianggap sebagai ”musuh”. Mediasi memerlukan 
kekokohan sikap, tetapi itu tidak berarti tidak mengajak yang dianggap musuh 
untuk duduk di meja perundingan. 
Tantangan lain adalah apakah Indonesia sendiri menyadari kekayaan serta 
keberagamannya sebagai sesuatu yang berharga? Ketika memasuki pertarungan 
kekuasaan dalam pemilu mendatang, ada partai politik yang mengusung isu 
pluralitas sebagai janji (The Jakarta Post, 1/3). Hal itu patut dikritisi 
karena pluralitas Indonesia bukanlah sebuah pengalaman yang bisa diklaim seakan 
buatan atau hadiah partai tertentu. Ia menyentuh dasar keberadaan bersama 
sebagai bangsa dan karenanya siapa pun yang berkuasa sebagai pemimpin wajib 
memeliharanya. 
Praktik kerukunan hidup bersama di Indonesia di ranah internasional tampaknya 
dimaknai sebagai pembalikan dan jawaban atas tesis the clash of civilizations. 
Agama-agama di Indonesia ternyata mampu menjadi sumber identitas yang 

CiKEAS Pergulatan Menggapai Kepasrahan

2009-03-22 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
Pergulatan Menggapai Kepasrahan 
Minggu, 22 Maret 2009 | 03:28 WIB 
Oleh : J SUMARDIANTA 
Alam melimpah dengan kebajikan yang bisa diteladani. Inilah semesta hikmah yang 
bisa ditimba dari dongeng tentang kodok yang tak pernah puas diri. 
Ada seekor kodok di pinggir kolam yang sunyi. Kodok itu, dengan suasana hati 
senantiasa kacau, menunggu serangga terbang di atasnya. Setiap kali ada lalat, 
ia segera mencaploknya. 
Kalau sudah kenyang kodok itu ngorek (berbunyi), ”Rek, kek-kek, rek kek-kek”. 
Namun, sering kali ia tidak menangkap apa-apa. Maka bersungut-sungut ia dan 
beginilah gerutunya, ”Ko-ak, ko-ak”. Anak-anak desa mendengar gerutu kodok. 
Mereka tidak tahu kalau kodok itu lapar. Kata mereka, ”Dengarlah, si kodok 
minta hujan”. 
Suatu pagi, kodok tampak gundah-gulana. Hanya lalat-lalat kecil yang sempat 
dicaploknya. Sambil menggerutu, ko-ak-ko-ak, ia mengeluh dalam hati, betapa 
malang nasibku. Sering aku pergi tidur dengan perut kosong. 
Kodok rupanya iri dengan ikan-ikan emas yang hidup bersamanya di kolam. 
Batinnya, sepanjang hari ikan-ikan itu hanya bermain-main saja, berenang ke 
sana kemari, tak pernah bekerja. Toh mereka selalu mendapat makan. Setiap pagi 
anak-anak datang melemparkan nasi ke kolam dan dengan lahap ikan-ikan itu 
menyantapnya. 
Tiba-tiba si kodok mendengar langkah manusia. Ia bersembunyi di balik daun 
sambil mengintip anak yang biasanya datang memberi makan ikan. Ia datang 
bersama seorang lelaki yang membawa jaring. Segera lelaki itu melemparkan nasi 
ke kolam. Datanglah ikan-ikan emas berebut makanan. Ikan terjaring dalam jumlah 
besar. Ikan besar dimasukkan ke dalam keranjang. Yang kecil kembali dilepaskan 
ke kolam. Katanya, tunggulah sampai ikan-ikan ini besar nanti. Ia bilang lagi, 
kali ini cukup. Mari kita masak ikan-ikan ini dengan bumbu asam manis perasan 
limau (orange) di dapur Haji Mangoes. Hari ini Pak Haji kedatangan tamu 
istimewa. Bagi tamunya, mesti ada ikan bakar, nasi mengepulkan asap, dan sambal 
mentah di meja hidangan. 
Si kodok menyaksikan apa yang terjadi. Pula mendengar semua yang dikatakan 
kedua manusia itu. Kodok menjadi ketakutan, tetapi ia tidak menyesali diri dan 
nasibnya lagi. Katanya, ”Betapa saya bahagia bahwa saya seekor kodok”. 
Susah memaafkan 
Tamsil kodok yang tak pernah puas diri sangat cocok buat mengapresiasi buku 
Arvan Pradiansyah, The 7 Laws of Happiness. Motivator, penulis buku laris Life 
is Beautiful ini, memaparkan tujuh rahasia kebahagiaan otentik: sabar 
(patience), syukur (gratefulness), bersahaja (simplicity), kasih (love), 
memberi (giving), memaafkan (forgiving), dan pasrah (surrender). Tiga rahasia 
pertama bersifat menerima berkaitan dengan kecerdasan personal. Tiga rahasia 
kedua bersifat melepaskan ego berurusan dengan kecerdasan sosial. Satu rahasia 
terakhir bersemayam di jantung kecerdasan spiritual. 
Manusia cenderung kemrungsung, tergopoh, dan ruwet hingga susah berdamai dengan 
diri sendiri karena terperangkap perasaan iri. Iri hati adalah perasaan impoten 
yang membikin lumpuh usaha manusia untuk meraih kebahagiaan otentik. Soalnya, 
segala sesuatu entah berupa jabatan, kekuasaan, uang, mobil, rumah, dan tanah 
itu milik orang lain. Manusia diamuk dengki karena penyesalan berlarut, gagal 
memiliki obyek yang diinginkannya. 
Manusia sulit mengasihi, memberi, dan memaafkan hingga susah berdamai dengan 
sesama karena terjebak budaya bertahan hidup. Kesibukan sehari-hari 
menjerumuskan manusia pada nitty-grity (tetek bengek) penguras energi, patuh 
pada sistem yang membelenggu, mengelola birokrasi yang tidak waras, dan 
menjalankan kepatuhan keras. Kerja menjadi lubang hitam raksasa yang menyedot 
habis energi dan kesehatan. Mereka sampai rela membayar kesuksesan dengan tukak 
lambung akut, perkawinan kandas, dan pola hidup sinting. Bahkan, para dokter 
sengsara di tempat kerja. Mereka menghabiskan seluruh hari buat mengobati 
orang-orang yang sengsara akibat pekerjaan. Kegilaan egosentris inilah yang 
oleh William James, Bapak Psikologi Modern, disebut sebagai ”kelembekan moral 
demi kesuksesan banal”. 
Saat bahagia kita kurang berfokus pada diri sendiri, lebih menyukai orang lain, 
dan ingin berbagi nasib baik kepada siapa pun. Sebaliknya, ketika sedih, kita 
kurang memercayai orang lain, suka menyendiri, dan secara defensif berfokus 
terhadap kebutuhan-kebutuhan sendiri. Bahagia itu cermin pribadi yang terbuka 
(extrovertion). Murung itu gambaran orang yang cenderung menarik diri dari 
pergaulan (introvert). 
Kebahagiaan, menurut 

CiKEAS Memantau Kondisi Alam Indonesia

2009-03-19 Terurut Topik rkintoko

=  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
   nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia.  
= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration  Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
Belajar menyelamatkan sumberdaya alam negara untuk kebaikan rakyat Indonesia. 
PERUBAHAN IKLIM 
Memantau Kondisi Indonesia 
Kamis, 19 Maret 2009 | 03:45 WIB 
Oleh : YUNI IKAWATI 
Pencemaran gas-gas rumah kaca tidak mengenal batas wilayah. Menjadi ”atap kaca” 
di atas ruang atmosfer yang memerangkap panas matahari, GRK berdampak negatif 
bagi bumi. Pemantauan efek pemanasan global kini diikuti dengan skenario 
perubahan lingkungan bumi. Indonesia berkontribusi dalam menyusun skenario 
tersebut. 
Naiknya suhu permukaan bumi hingga mengubah pola iklim, melelehnya es di kutub 
hingga permukaan air laut naik, merupakan beberapa dari sederet efek buruk gas 
rumah kaca (GRK) yang menjadi perhatian dunia, karena dampaknya yang begitu 
memengaruhi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. 
Perkiraan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyebutkan, 
jika suhu rata-rata permukaan bumi naik 1°-3,5°C pada tahun 2100, permukaan air 
laut naik antara 15-95 sentimeter. Dengan tingkat kenaikan 1 cm per tahun, pada 
2050 kenaikannya mencapai 40 cm. 
Kenaikan hampir 1 meter akan menenggelamkan 80 persen pantai di Jepang. 
Bagaimana dengan Indonesia? 
Di negara maju, pemantauan sudah dilakukan 50 hingga 100 tahun silam sehingga 
tren kenaikan muka laut jelas terlihat, yaitu 3 milimeter per tahun. 
Data pemantauan oleh stasiun pasang surut (pasut) di Indonesia masih relatif 
sedikit. Rekaman baru dilakukan 20 tahun terakhir. Itu pun terputus-putus, ujar 
Parluhutan Manurung, Kepala Bidang Medan Gaya Berat dan Pasang Surut Badan 
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 
Hasil awal perhitungan di Indonesia menunjukkan kecenderungan naiknya muka laut 
3-8 mm per tahun. 
”Sejak 2007 sudah ada tujuh stasiun pasut dilengkapi GPS sehingga pada 
pengamatan pasut efek tektonik dan tanah lokal bisa dipisahkan dari efek 
pemanasan global,” ujar Parluhutan. 
Pemantauan satelit 
Kenaikan muka laut sejak 1984 diketahui terutama disebabkan oleh meningkatnya 
suhu global akibat meningkatnya kadar CO2 dan gas lain di atmosfer. Fenomena 
naiknya muka laut dipengaruhi secara dominan oleh pemuaian termal sehingga 
volume air laut bertambah. Selain itu, mencairnya es di kutub dan gletser juga 
berkontribusi terhadap kenaikan muka laut. 
Pengukuran yang dilakukan selama ini jangkauannya terbatas di daerah sekitar 
pantai sehingga datanya hanya akurat untuk memprediksi perubahan kedudukan muka 
laut di perairan dangkal atau di sekitar pantai. 
Sementara itu, Kosasih Prijatna dan timnya dari Kelompok Keilmuan Geodesi, 
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, melakukan studi awal perubahan muka 
laut di perairan Indonesia berdasarkan data satelit altimetri Topex (1992- 
2002). Penelitian dilakukan di laut dangkal (Laut Jawa dan Laut Bangka), laut 
lepas (Samudra Hindia), dan laut dalam yang dikelilingi banyak pulau (laut di 
kepulauan Maluku dan Laut Banda). 
Dengan satelit altimetri Topex/Poseidon yang diluncurkan tahun 1992 lewat kerja 
sama Amerika Serikat (NASA) dan Perancis (CNES) diperoleh informasi mengenai 
dinamika global secara cepat dan akurat. Dengan teknik satelit altimetri 
dimungkinkan untuk memantau variasi kedudukan muka laut dengan tingkat presisi 
yang tinggi dan cakupan lautan yang luas. 
Satelit Topex/Poseidon memiliki sensor radar yang beroperasi secara simultan 
pada dua frekuensi sehingga dapat mereduksi efek bias ionosfer. Ketelitian 
pengukuran satelit altimetri sekitar 2 cm. 
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cazenave, perubahan kedudukan muka 
laut rata-rata global menggunakan satelit altimetri Topex/Poseidon dan ERS-1 
selama kurun waktu sekitar empat tahun (Januari 1993-Juli 1997) telah terjadi 
perubahan variasi muka laut global sekitar 1,4 mm ± 0,2 mm/ tahun yang kuat 
kemungkinan disebabkan oleh ekspansi termal. 
Dampak Indonesia 
Indonesia adalah negara kepulauan dengan mayoritas populasinya tersebar di 
sekitar wilayah pesisir. Kemungkinan dampak negatif yang dapat dirasakan 
langsung dari fenomena kenaikan muka laut di antaranya erosi garis pantai, 
penggenangan wilayah daratan, meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, 
meningkatnya dampak badai di daerah pesisir, salinisasi lapisan akuifer dan 
kerusakan ekosistem wilayah pesisir. 
Meskipun demikian, sampai saat ini karakteristik serta perilaku dari fenomena 
naiknya muka laut di wilayah regional perairan Indonesia belum dipahami secara 
baik dan komprehensif. Dengan demikian, perilaku kedudukan muka laut, baik 
variasi temporal maupun spasialnya, di wilayah Indonesia merupakan salah satu 
informasi penting yang diperlukan 

CiKEAS Error

2007-05-20 Terurut Topik rkintoko
Mail transaction failed. Partial message is available.



[Non-text portions of this message have been removed]