Re: [budaya_tionghua] PAT BIE TO

2010-09-03 Terurut Topik Mr david djauhari
Pak Adi yang baik, 

Maaf sebelumnya apakah anda memiliki buku Pat Bie To ini yg dalam format pdf 
nya? 
sepertinya email dari mobile saya gak masuk... nih gak tau kenapa. 
kemudian informasi apa saja yang dibutuhkan mengenai buku ini? 
terima kasih banyak sebelumnya... 


Best Regards, 

--- On Wed, 8/25/10, Adi Mulya  wrote:

From: Adi Mulya 
Subject: [budaya_tionghua] PAT BIE TO
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Wednesday, August 25, 2010, 9:34 AM







 



  



  
  
  Kepada yang terhormat, Saudara saudara saya di milist Budaya tionghoa 
yang saya cintai, saya mohon informasi barangkali saudara saudara ada yang tahu 
tentang 
sebuahLegenda Cerita PAT BIE TO,dari Parakan jawa tengah, yang diceritakan 
oleh HAUW LIAN OEN, cetakan dari Tasikmalaya, sekitar tahun 1900san, 
barangkali siapa saja yang mengetahui sudilah kiranya memberi tahu kami 
sebelum, dan sesudahnya saya terimakasih sekali.



 





 



  






  

[budaya_tionghua] Re: sejarah baju koko: Koko Masuk Islam

2010-08-30 Terurut Topik David
Owe rasa Remy Sylado (23 461) terlalu “maksa” di sini. Bila baju koko mau 
dihubungkan dengan “baju kakak laki-laki”, itu sah-sah saja; toh tidak ada 
yang melarang, sebab “koko å"¥å"¥â€ kan artinya “kakak laki-laki” dalam 
bahasa Indonesia; “abang” dalam bahasa Melayu; “lae” dalam bahasa 
Batak; “akang atau a’a” dalam bahasa Sunda; “mas” dalam bahasa Jawa; 
dan “belih” dalam bahasa Bali. Tapi “Koko” ya MBOK cukup “koko” 
saja, karena kata ini cukup populer dan singkat pula, kenapa harus “pake 
ribet” sebab dihubungkan dulu dengan “engkoh-engkoh” segala rupa (pake 
tambahan “eng” di depannya)? Kenapa bahasa Indonesia (apakah pasti bahasa 
Indonesia dan bukan bahasa lain, Melayu, Sunda, atau Jawa, misalnya?) harus 
mengejanya DARI kata “engkoh-engkoh”, seperti kata dia, bukan LANGSUNG dari 
kata “koko” saja? Koq rasanya dia terlalu mengada-ada alias Lebay ya…

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, hendri f isnaeni  
wrote:

Bagaimana ceritanya tui-khim menjadi baju koko? Menurut Remy Sylado, karena 
yang memakai tui-khim itu engkoh-engkoh sebutan umum bagi lelaki Cina maka baju 
ini pun disebut baju engkoh-engkoh. Dieja bahasa Indonesia sekarang menjadi 
baju koko, kata Remy dalam novelnya Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah.




[budaya_tionghua] Re: Tionghoa

2010-08-18 Terurut Topik David
Hmm, belajar tentang Tionghoa, tapi ngga belajar etika dan tata-krama (li 
禮)-nya, beginilah jadinya. Orang Sunda bilang belegug (tidak tahu adat). 
Padahal bukankah li tidak terpisahkan dari budaya Tionghoa?

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Vheru Prayitno  wrote:

Etika dan rasa hormatnya dimana seh
Emang ngk ada cara yg lebih santun
Apalagi BUTUH

--- Pada Sel, 17/8/10, budi anto 
Judul: Re: [budaya_tionghua] Tionghoa
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 17 Agustus, 2010, 2:55 PM

haiya ini anak jaman sekarang, mau terima bersih aza, ente yang mau susun 
skripsi, main suruh2 kirim ke email situ, pake minta secepatnya lagi, 
ckckckkckc. emang situ siapa?

From: faulina 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Tue, August 17, 2010 5:07:09 PM
Subject: [budaya_tionghua] Tionghoa

salam sejahtera,

Perkenalkan saya faulina rani wijaya seorang mahasiswa UPI jurusan pendidikan 
sejarah. Saya tertarik dengan artikel Tionghoa yang telah anda buat, dan 
kebetulan semester ini saya sedang menyusun skripsi yang berjudul "Peranan Liem 
Koen Hian dalam Gerakan Politik Tionghoa di Indonesia (Tahun 1925-1951). Dalam 
hal ini saya mohon bantuan anda dalam proses pembuatan skripsi ini, saya butuh 
informasi mengenai latar belakang kenapa Liem Koen Hian turut berpartisipasi 
dalam dunia politik diIndonesia pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia 
padahal sebelumnya ia adalah seorang jurnalis.Jika anda mempunyai datanya, saya 
harap anda dapat kirim datanya melalui e mail saya secepatnya ya untuk menyusun 
BAB I. terima kasih
>




Re: Bls: [budaya_tionghua] Di Ciampea

2010-08-17 Terurut Topik david sugi
Boleh neh kalo mau ngadain acara lagi, diberikan pengumuman di milis siapa yang 
mau ikut...

--- Pada Sel, 17/8/10, raden soenarto  menulis:

Dari: raden soenarto 
Judul: Re: Bls: [budaya_tionghua] Di Ciampea
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 17 Agustus, 2010, 12:07 AM







 



  



  
  
  Bro Ardian dan teman2 lainnya, menarik sekali baca ceritanya,. Mudah2an 
aku bisa bergabung; terusin program ini, Tapi jangan lupa buat ceritanya di 
milis ini. Salam ...

--- Pada Sel, 17/8/10, ardian_c  menulis:


Dari: ardian_c 
Judul: Re: Bls: [budaya_tionghua] Di Ciampea
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 17 Agustus, 2010, 1:21 AM


  

ya nanti kita sambung lagi ke tempat2 laennya.

kalu yg doeloe ke kioe li tong, itu sempet saya tunjukkin ke temen2 ada 
jembatan yg menarik. trus jg waktu ke kim tek ie saya kasih liat satu sin cie 
yg unik.

nanti kalu ketemu en sempet ya pak, kita ke makam sunan kuning. kl yg ki ageng 
pandaranan seh saya sempet kesana, sayangnya gak bawa kamera buat difoto.

moga2 jg bapak bisa hadir neh di acara kita bulan oktober mendatang.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, raden soenarto  wrote:
>
> Menarik dan senang baca ceritanya  kapan sambung lagi ..???
> 
> --- Pada Sen, 16/8/10, henyung  menulis:
> 
> 
> Dari: henyung 
> Judul: [budaya_tionghua] Di
 Ciampea
> Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Tanggal: Senin, 16 Agustus, 2010, 11:09 AM
> 
> 
>   
> 
> 
> 
> Kapan: hari minggu kemarin tanggal 15 Agustus 2010.
> 
> Ngapain: lihat-lihat, dengar, berbincang, kenalan, silahturahim, foto-foto, 
> belajar, mengamati, uji nyali
> 
> Peserta:
> - Dananjaya-chan
> - ko David Kwa Kian Hauw
> - ko Ayao
> - mbah Ardian Zhang Zhichang
> - ko Khemagiri Mitto
> - Sutomo Kho
> - Hartono/Joao Kho
> - Awi
> - Robby Dada
> - Eko Hermiyanto
> - Agoeng Setiawan
> - Subur Teguh
> - Hendri Irawan Yu Yongde
> 
> Cerita:
> Rombongan dibagi tiga, satu dari daerah pluit, satu
 dari kebon jeruk, satu dari kelapa gading. Dengan titik kumpul di rumah mbah.
> Saya ikut rombongan dari pluit berangkat jam 6 pagi, kita makan-makan dulu 
> sarapan paginya bakmi keriting siantar di pasar muara karang. 
> 
> Sembari menuju meka makan, intermezzo sekalian ditunjukin ke rekan-rekan 
> iniloh:
> - Perkumpulan Perantau Pematang Siantar
> - Perkumpulan Perantau Tebing Tinggi
> - Perkumpulan Perantau Belawan
> 
> Sambil sedikit ngoceh, ini loh bukti "patriotisme???" sejati tanpa bualan 
> kosong membela siapa kalau perang. Tanah leluhur mereka itu yang Pematang 
> Siantar, Tebing Tinggi, Belawan; Bukan lagi Meixian, Anhui, Anxi, Fujian; 
> Masih banyak lagi misalnya perkumpulan Bagan, perkumpulan Kuala Simpang. 
> Isinya semua tenglang; Yang mendirikan tenglang, yang ngurus tenglang, 
> kerjanya ya buat tenglang. Baru-baru ini perkumpulan Tebing Tinggi mengadakan 
> kejuaraan xiangqi/catur gajah.
> 
>
 Bakmie habis, langsung lanjut masuk jalan tol sembari obrol-obrol ringan. 
Rumah mbah sempat kelewatan akhirnya sampai juga setelah terpaksa muter jalan. 
Nunggu komplit rombongannya, rame2 sarapan dulu di warung doyong. Warung doyong 
ini jualannya masakan peranakan Bogor, dengan ayam gorengnya yang jadi menu 
populer.
> 
> Perut kenyang baru kita menjemput liason rombongan dengan Ciampea: Ko Ayao; 
> Dilanjut dengan menjemput ko David;
> 
> Sebelum ke rumah ko Ayao, rombongan sempat berhenti sebentar di GEREJA BULULU 
> :)
> Beberapa rekan-rekan memberikan penghormatan, termasuk mbah dan saya, sesuai 
> cara masing-masing. Dibanding terakhir kali berkunjung, bagian belakang 
> gereja sudah direnovasi menjadi lebih rapi dan bersih. Sayangnya di bagian 
> depan ada beberapa peninggalan dan bukti sejarah yang "lenyap". Ke lantai 
> atas gereja, syukurlah yang antik di sana masih ada. Altarnya sungguh indah, 
> juga kimsinnya. Barangkali ini yang
 disebut altar khas peranakan ?
> 
> Perjalanan memakan waktu kurang lebih 45 menit, titik tujuan ada di Hok Tek 
> Bio Ciampea. Bio ini usianya sudah lama, menurut beberapa sumber penduduk 
> tenglang Ciampea adalah pelarian dari pembantaian Batavia di abad ke 18. 
> Pelarian mereka dipimpin leluhur marga Thung, yang kemudian mendirikan Hok 
> Tek Bio.
> 
> Dari Hok Tek Bio kita jalan menembus kebun singkong dan sawah. Banyakan sih 
> kebun singkong di kiri dan kanan, terselip juga kebun jagung dan kebun 
> terong. Oh yah, kita jalan dipandu oleh dua orang tokoh setempat. 
> 
> Pemberhentian pertama adalah kuburan leluhur penduduk setempat yaitu yang 
> marga Thung dan kuburan seorang ratu. Yang marga Thung masih berkerabat dan 
> keturunan dari sultan dan raja-raja di daerah jawa barat.
> 
> Setelah itu mbah dimintain bantuan buat 

[budaya_tionghua] Re: Di Ciampea

2010-08-16 Terurut Topik David
Selaen itu, papan nama GREDJA BOELOLOE dengan nama Ma Suhu TAN ENG NIO yang 
letaknya di kiri altar utama, di atas lorong yang menerus ke belakang, dekat 
tempat Ciamsi, juga sudah lenyap tidak karuan parannya. Padahal papan nama itu 
dibuat dalam teknik LUKISAN KACA, yang sekarang sudah langka yang mampu 
membuatnya. 

Ada lagi, meja sembahyang berukir halus khas Peranakan yang tadinya ada TIGA, 
untuk menghormati Ma Suhu, Ncek Pece, dan satu orang lagi, yang DUA sudah 
disingkirkan ke belakang, dan ketiga tokoh yang tadinya punya meja sembahyang 
sendiri-sendiri kini sudah DIPAKSA berdesakan di SATU meja, padahal tempat 
masih lega. Entah ke-DUA meja sembahyang berukir indah itu masih ada di 
belakang---yang menghadap ke kebon belakang---atau sudah "pindah tempat" ke 
tangan pedagang antik yang mana... Sayang ya, orang Tionghoa sendiri tidak 
menghargai karya masa lalu mereka.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c"  wrote:
>
> yang geredja boloelo itu ada bbrp yg lenyap tapi nurut ko ayao, itu ada 
> disimpen ama satu org kebetulan aye kenal ama orgnya.
> 
> sebenernya seh yg "lenyap" itu doeloe aye ada potonya, tapi lenyap hiks hiks.
> isinya antara lain sanjiao, sakyamuni, kongzi dan jinqie kunlun kalu gak 
> salah. nah itu yg uniknya, soalnya biasanya taishang tapi ini kok kunlun.
> 
> yg diatas seh itu hiantian siangtee, trus jg "rumah" altar itu gak ciri khas 
> peranakan tapi khas min nan.
> 
> ente mestinya liat 2 kursi yg antik dibawah tangga, kalu nurut pengalaman owe 
> ada kemungkinan itu kursi "medium".
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "henyung"  wrote:
> >
> > Kapan: hari minggu kemarin tanggal 15 Agustus 2010.
> > 
> > Ngapain: lihat-lihat, dengar, berbincang, kenalan, silahturahim, foto-foto, 
> > belajar, mengamati, uji nyali
> > 
> > Peserta:
> > - Dananjaya-chan
> > - ko David Kwa Kian Hauw
> > - ko Ayao
> > - mbah Ardian Zhang Zhichang
> > - ko Khemagiri Mitto
> > - Sutomo Kho
> > - Hartono/Joao Kho
> > - Awi
> > - Robby Dada
> > - Eko Hermiyanto
> > - Agoeng Setiawan
> > - Subur Teguh
> > - Hendri Irawan Yu Yongde
> > 
> > Cerita:
> > Rombongan dibagi tiga, satu dari daerah pluit, satu dari kebon jeruk, satu 
> > dari kelapa gading. Dengan titik kumpul di rumah mbah.
> > Saya ikut rombongan dari pluit berangkat jam 6 pagi, kita makan-makan dulu 
> > sarapan paginya bakmi keriting siantar di pasar muara karang. 
> > 
> > Sembari menuju meka makan, intermezzo sekalian ditunjukin ke rekan-rekan 
> > iniloh:
> > - Perkumpulan Perantau Pematang Siantar
> > - Perkumpulan Perantau Tebing Tinggi
> > - Perkumpulan Perantau Belawan
> > 
> > Sambil sedikit ngoceh, ini loh bukti "patriotisme???" sejati tanpa bualan 
> > kosong membela siapa kalau perang. Tanah leluhur mereka itu yang Pematang 
> > Siantar, Tebing Tinggi, Belawan; Bukan lagi Meixian, Anhui, Anxi, Fujian; 
> > Masih banyak lagi misalnya perkumpulan Bagan, perkumpulan Kuala Simpang. 
> > Isinya semua tenglang; Yang mendirikan tenglang, yang ngurus tenglang, 
> > kerjanya ya buat tenglang. Baru-baru ini perkumpulan Tebing Tinggi 
> > mengadakan kejuaraan xiangqi/catur gajah.
> > 
> > Bakmie habis, langsung lanjut masuk jalan tol sembari obrol-obrol ringan. 
> > Rumah mbah sempat kelewatan akhirnya sampai juga setelah terpaksa muter 
> > jalan. Nunggu komplit rombongannya, rame2 sarapan dulu di warung doyong. 
> > Warung doyong ini jualannya masakan peranakan Bogor, dengan ayam gorengnya 
> > yang jadi menu populer.
> > 
> > Perut kenyang baru kita menjemput liason rombongan dengan Ciampea: Ko Ayao; 
> > Dilanjut dengan menjemput ko David;
> > 
> > Sebelum ke rumah ko Ayao, rombongan sempat berhenti sebentar di GEREJA 
> > BULULU :)
> > Beberapa rekan-rekan memberikan penghormatan, termasuk mbah dan saya, 
> > sesuai cara masing-masing. Dibanding terakhir kali berkunjung, bagian 
> > belakang gereja sudah direnovasi menjadi lebih rapi dan bersih. Sayangnya 
> > di bagian depan ada beberapa peninggalan dan bukti sejarah yang "lenyap". 
> > Ke lantai atas gereja, syukurlah yang antik di sana masih ada. Altarnya 
> > sungguh indah, juga kimsinnya. Barangkali ini yang disebut altar khas 
> > peranakan ?
> > 
> > Perjalanan memakan waktu kurang lebih 45 menit, titik tujuan ada di Hok Tek 
> > Bio Ciampea. Bio ini usianya sudah lama, menurut beberapa sumber penduduk 
> > tenglang Ciampea adalah pelarian dari pembantaian Batavia di abad ke 18. 
> > Pelarian mereka dipimpin leluhur marga Thung, yang kemudian mendi

[budaya_tionghua] Re: Di Ciampea

2010-08-15 Terurut Topik David
Maaf, bukan GREDJA BOELOE tapi GREDJA BOELOLOE.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "henyung"  wrote:
>
> Hadoh maaf, ada salah ketik.
> 
> GEREJA BULULU harusnya adalah GEREDJA BOELOE
> 
> makasih
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "henyung"  wrote:
> >
> > Kapan: hari minggu kemarin tanggal 15 Agustus 2010.
> > 
> > Ngapain: lihat-lihat, dengar, berbincang, kenalan, silahturahim, foto-foto, 
> > belajar, mengamati, uji nyali
> > 
> > Peserta:
> > - Dananjaya-chan
> > - ko David Kwa Kian Hauw
> > - ko Ayao
> > - mbah Ardian Zhang Zhichang
> > - ko Khemagiri Mitto
> > - Sutomo Kho
> > - Hartono/Joao Kho
> > - Awi
> > - Robby Dada
> > - Eko Hermiyanto
> > - Agoeng Setiawan
> > - Subur Teguh
> > - Hendri Irawan Yu Yongde
> > 
> > Cerita:
> > Rombongan dibagi tiga, satu dari daerah pluit, satu dari kebon jeruk, satu 
> > dari kelapa gading. Dengan titik kumpul di rumah mbah.
> > Saya ikut rombongan dari pluit berangkat jam 6 pagi, kita makan-makan dulu 
> > sarapan paginya bakmi keriting siantar di pasar muara karang. 
> > 
> > Sembari menuju meka makan, intermezzo sekalian ditunjukin ke rekan-rekan 
> > iniloh:
> > - Perkumpulan Perantau Pematang Siantar
> > - Perkumpulan Perantau Tebing Tinggi
> > - Perkumpulan Perantau Belawan
> > 
> > Sambil sedikit ngoceh, ini loh bukti "patriotisme???" sejati tanpa bualan 
> > kosong membela siapa kalau perang. Tanah leluhur mereka itu yang Pematang 
> > Siantar, Tebing Tinggi, Belawan; Bukan lagi Meixian, Anhui, Anxi, Fujian; 
> > Masih banyak lagi misalnya perkumpulan Bagan, perkumpulan Kuala Simpang. 
> > Isinya semua tenglang; Yang mendirikan tenglang, yang ngurus tenglang, 
> > kerjanya ya buat tenglang. Baru-baru ini perkumpulan Tebing Tinggi 
> > mengadakan kejuaraan xiangqi/catur gajah.
> > 
> > Bakmie habis, langsung lanjut masuk jalan tol sembari obrol-obrol ringan. 
> > Rumah mbah sempat kelewatan akhirnya sampai juga setelah terpaksa muter 
> > jalan. Nunggu komplit rombongannya, rame2 sarapan dulu di warung doyong. 
> > Warung doyong ini jualannya masakan peranakan Bogor, dengan ayam gorengnya 
> > yang jadi menu populer.
> > 
> > Perut kenyang baru kita menjemput liason rombongan dengan Ciampea: Ko Ayao; 
> > Dilanjut dengan menjemput ko David;
> > 
> > Sebelum ke rumah ko Ayao, rombongan sempat berhenti sebentar di GEREJA 
> > BULULU :)
> > Beberapa rekan-rekan memberikan penghormatan, termasuk mbah dan saya, 
> > sesuai cara masing-masing. Dibanding terakhir kali berkunjung, bagian 
> > belakang gereja sudah direnovasi menjadi lebih rapi dan bersih. Sayangnya 
> > di bagian depan ada beberapa peninggalan dan bukti sejarah yang "lenyap". 
> > Ke lantai atas gereja, syukurlah yang antik di sana masih ada. Altarnya 
> > sungguh indah, juga kimsinnya. Barangkali ini yang disebut altar khas 
> > peranakan ?
> > 
> > Perjalanan memakan waktu kurang lebih 45 menit, titik tujuan ada di Hok Tek 
> > Bio Ciampea. Bio ini usianya sudah lama, menurut beberapa sumber penduduk 
> > tenglang Ciampea adalah pelarian dari pembantaian Batavia di abad ke 18. 
> > Pelarian mereka dipimpin leluhur marga Thung, yang kemudian mendirikan Hok 
> > Tek Bio.
> > 
> > Dari Hok Tek Bio kita jalan menembus kebun singkong dan sawah. Banyakan sih 
> > kebun singkong di kiri dan kanan, terselip juga kebun jagung dan kebun 
> > terong. Oh yah, kita jalan dipandu oleh dua orang tokoh setempat. 
> > 
> > Pemberhentian pertama adalah kuburan leluhur penduduk setempat yaitu yang 
> > marga Thung dan kuburan seorang ratu. Yang marga Thung masih berkerabat dan 
> > keturunan dari sultan dan raja-raja di daerah jawa barat.
> > 
> > Setelah itu mbah dimintain bantuan buat identifikasi beberapa bongpay tua 
> > dari era Guangxu (abad ke 19), yang sudah tidak terurus. Karena mbah 
> > pakainya bahasa mandarin, sepertinya agak sulit diidentifikasi siapa anak 
> > cucunya yang masih tersisa di kampung itu. Jadi rencana lain kalinya adalah 
> > menculik kang Kinghian, karena dia spesialis bongpay dan dialek minnan. 
> > 
> > Rekan-rekan  yang lain juga asik mendokumentasikan beberapa kuburan yang 
> > termasuk "unik". Salah satunya adalah kuburan dengan tanda salib yang besar 
> > tapi dicat merah seperti bio dan dihiasi ukiran naga ! Sungguh unik dan 
> > indah kuburan itu.
> > 
> > Lewat dari pekuburan, rombongan dipandu menyusuri medan yang lebih berat. 
> > Terjal, curam, licin, vegatasi le

[budaya_tionghua] Re: Kuburan Ber-basement.

2010-08-04 Terurut Topik David
Ko Steve,

Owe rasa tidak, tapi mengenai prosedurnya yang jelas owe kurang tahu. Hal itu 
harus ditanyakan ke teman kita yang mengarti hukum Belanda di Hindia Belanda 
sebelum dan sesudah 1910, saat diberlakukannya Wet op het Nederlandsch 
Onderdaan (Undang-undang Kekawulaan Belanda) bagi kaum Tionghoa Peranakan. 
Dalam undang-undang itu semua orang Tionghoa yang terlahir di Hindia Belanda 
(Tionghoa Peranakan) adalah Kawula Belanda.

Setahu owe, orang yang di-gelijkgesteld boleh menikmati fasilitas khusus 
Europeanen. Misalnya, naik kereta api kelas satu, makan di restoran kelas satu 
dan menginap di hotel kelas satu khusus Belanda, sesuatu yang tidak boleh 
dinikmati warga Vreemde Oosterlingen biasa. Tidak jelas, selain terbebas dari 
kewajiban mempunyai pas untuk bepergian ke daerah lain (dalam sistem Pas, 
sebelum 1915), apakah orang-orang seperti itu juga boleh tinggal di luar 
Chineesche Kamp (Kampung Tionghoa) (dalam sistem Pemukiman, juga sebelum 1915).

Tio Tek Hong mencatat, setelah 1910, prosedur untuk gelijkgesteld dipermudah, 
sehingga semakin banyak orang yang di-gelijkgesteld.

“Setelah lebih banyak orang yang di-gelijkgesteld, ada yang telah 
melebih-lebihi dan merasa gelijkstelling itu menyebabkan ia menjadi orang 
Belanda, lebih Belanda daripada Belanda. Meskipun gelijkstelling itu “bukan 
naturalisasi” (kebangsaannya tinggal tetap, hanya “haknya saja yang 
dipersamakan dengan hak Eropa”) bahkan sampai ada yang mengubah namanya 
menjadi van Veen, Nieuwkamp van der Aa, van Deen atau van Nieuwboom, ditambah 
Sr. atau Jr. dan mereka marah jika dipanggil babah, maunya… tuan!

Tetapi ketika Jepang duduki Jawa, orang-orang demikian mendadak jadi “tukar 
bulu” menjadi Tionghoa kembali, karena khawatir dianggap Belanda dan 
diinternir Jepang…” (Tio, 2006: 61)

Setelah Indonesia merdeka (akhir 1940-an dan awal 1950-an), banyak dari mereka 
yang “termasuk golongan Eropah” ini akhirnya banyak yang pindah ke Belanda, 
seiring kepulangan orang-orang Belanda ke negerinya, termasuk juga orang-orang 
Belanda Peranakan alias Indo. Tak heran bilamana sejak dulu banyak orang 
Indonesia dijumpai di Belanda.

Mengenai Khouw Tjeng Kee―salah satu dari tiga bersaudara KHOUW TJENG PO, 
KHOUW TJENG TJOAN DAN KHOUW TJENG KEE―bukankah dia ini pemilik gedung megah 
di GAJAH MADA 204, yang di kemudian hari jadi Kedutaan Besar Tiongkok dan 
dibiarkan hancur sendiri setelah diserbu oleh KAMI-KAPPI saat jatuhnya Soekarno 
(1967?) dan di atasnya sekarang dibangun pusat perbelanjaan megah (lupa 
namanya)? Gedung itulah yang fotonya dimuat dalam Merilees, Scott, Batavia in 
Nineteenth Century Photographs, yang oleh si penulis DISANGKAKAN gedung bekas 
kediaman sepupunya Majoor Khouw Kim An (yang pernah ditempati perkumpulan 
sosial Sin Ming Hui alias Candra Naya), padahal BUKAN?

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono  wrote:

Ko David,

Bukannya kalau di gelijkgesteld juga berarti dia warganegara Belanda?
Saya ingat di buku Prof. Blusee mengenai Anny Tan, diceritakan kalau 
gelijkgesteld berarti juga kena wajib militer. Dan kongklusi saya, kalau wajib 
militer, berarti warga negara Belanda ya?

Khouw Oen Giok ini masih anak dari Khouw Tjeng Kee, adiknya Khouw Tjeng Tjoan 
yang papanya Khouw Kim An. Jadi statusnya masih saudara sepupu.

Salam,
Steve


From: David  wrote:

Mungkin juga pak Steve. Teman saya ada yang mengatakan Khouw Oen Giok, ada yang 
bilang Oen Giok Khouw. Mungkin juga yang satu cara penulisan tradisionil, 
satunya pakai cara barat. Saya sendiri kurang jelas tentang sosok ini.

Salam

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono  wrote:

Itu namanya apa bukan Khouw Oen Giok? Masih kerabat jauh Majoor Khouw Kim An.

Salam,
Steve


From: Dipo  wrote:

Waduh, ternyata saya sendiri yang notabene menghabiskan 18 tahun hidup pertama 
saya di daerah Solo tidak tahu menahu mengenai kuburan ini.

Saya tadi menelpon orang tua saya, tetapi, baik ibu maupun ayah saya juga sama 
sekali tidak tahu mengenai kuburan ini. Entah dengan kakek saya karena saya 
belum berkesempatan untuk menelepon beliau.




[budaya_tionghua] Re: Kuburan Ber-basement.

2010-08-04 Terurut Topik David
KHOUW Oen Giok adalah cara penulisan nama TIONGHOA yang UMUM, sementara Oen 
Giok KHOUW (O.G. KHOUW) mengikuti tatacara penulisan nama BELANDA. Cara ini 
dipakai untuk menunjukkan yang bersangkutan sudah GELIJKGESTELD (dipersamakan 
haknya dengan Belanda, namun kebangsaannya tetap) setelah mengajukan permohonan 
dengan membayar f. 1,50 alias Tun Pnua (Seperak Setengah). Maka orang-orang 
semacam ini sering diolok-olok dengan sebutan BELANDA TUN PNUA ('BELANDA 
SEPERAK SETENGAH'), karena tingkah lakunya seringkali lebih Belanda daripada 
Belanda!

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dipo"  wrote:
>
> Mungkin juga pak Steve. Teman saya ada yang mengatakan Khouw Oen Giok, ada 
> yang bilang Oen Giok Khouw. Mungkin juga yang satu cara penulisan 
> tradisionil, satunya pakai cara barat. Saya sendiri kurang jelas tentang 
> sosok ini.
> 
> Salam
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono  wrote:
> >
> > Itu namanya apa bukan Khouw Oen Giok ? Masih kerabat jauh Majoor Khouw Kim 
> > An.
> > 
> > Salam,
> > Steve
> > 
> > 
> > 
> > 
> > From: Dipo 
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Sent: Tue, August 3, 2010 1:17:32 PM
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: Kuburan Ber-basement.
> > 
> >   
> > Dari deskripsi Ophoeng, sepertinya ini semacam mausoleum ya ? Saya cari 
> > fotonya 
> > dibagian photo tidak ketemu Phoeng. Apa mungkin mirip milik Oen Giok Khouw 
> > di 
> > Petamburan itu, disitu juga ada basementnya ?
> > 
> > Salam 
> > 
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, eko hermiyanto  
> > wrote:
> > >
> > > Waduh, ternyata saya sendiri yang notabene menghabiskan 18 tahun hidup
> > > pertama saya di daerah Solo tidak tahu menahu mengenai kuburan ini.
> > > 
> > > Saya tadi menelpon orang tua saya, tetapi, baik ibu maupun ayah saya juga
> > > sama sekali tidak tahu mengenai kuburan ini. Entah dengan kakek saya 
> > > karena
> > > saya belum berkesempatan untuk menelepon beliau.
> > >
> >
>




[budaya_tionghua] Re: Tentang asimilasi

2010-07-27 Terurut Topik David
Ralat dikit: kalu ngga salah inget, bukan Ratu Victoria yang membebaskan Gereja 
Anglikan dari pengaruh Vatikan deng, tapi rasanya Henry VIII...

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, agoeng_...@... wrote:
>
> Bah, aturan dr mana tuh kalo keturunan pertama tidak malu tapi makin kebawah 
> makin malu. Mungkin di US banyak yg begitu kali yah, pantes org indo yg balik 
> dr sono banyak yg kebarat2 n bahkan ngomong indo pun malu.
> 
> Btw saya jg tanya ah, kalo suatu saat anak anda mau sembayang or ngunjungi 
> makam leluhur kira2 mau disuruh kemana yah? Muter2 US cari makam siapapun 
> buat dikunjungi? Taman makam pahlawan? Atau dibilang ga usah cari lah kan 
> udah ga berhubungan (padahal ente ga mau suruh balik ke indo atau ke tiongkok 
> krn takut dicap ga nasionalis)
> 
> Btw ente ini ngalor ngidul panjang lebar atas bawah, hrs begini harus begono 
> tp ente sendiri kabur dr indo, sedangkan kami yg katanya ga mau membaur ini 
> masih juga bertahan hidup disini, kok kayak komentator bola yg cuma bisa 
> komen sana kemari tp disuruh nendang bola lurus aja blom tentu bisa.  Plzz 
> deh ah
> 
> Perlu dicam kan yg kita bahas disini bukan milih kalo tiongkok perang vs 
> indonesia mana yg dibela, tp kenapa kami2 harus mengingkari akar budaya kami 
> sehingga harus diubah hanya karena ketakutan kedekatan perasaan dengan tanah 
> leluhur?
> Kalo takut seorang wn bertuan dua,hrsnya PMKRI cs yg hrs menyatakan ketidak 
> tergantungannya terhadap vatican seperti ratu victoria membebaskan gereja di 
> inggris dr pengaruh vatican. Kepatuhan org terhadap pemimpin tertinggi 
> agamanya jauh lebih berbahaya dibanding oleh sebab2 lain. 
> -Original Message-
> From: ANDREAS MIHARDJA 
> Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Date: Tue, 27 Jul 2010 17:56:21 
> To: 
> Reply-To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Tentang asimilasi
> 
> Saya masih 1st generation indonesian immigrant diUS jadi saya tidak malu.
> Anak saya mungkin tidak terlalu memberikan priority ini sebab kelahiran US 
> tetapi tetap menghormati roots mereka.
> Saya tidak memamerkan pendidikan saya ini utk yg sudah lama sudah >5 thn yl 
> mengetahuinya=   saya memberikan sugestion lihat internet utk 
> membuktikan anak saya tidak ganti nama dan tetap menghormati roots - tetapi 
> dia 
> tidak ada feeling sama sekali terhdp Indonesia. --- seperti saya tidak 
> terhadap 
> China sebab bukan tanah tumpah darah aku.
> 
> Saya ingin tanya jikalau Indonesia perang melawan China  - kamu akan pilih 
> negara mana --- China atau Indonesia. Jikalau kamu memilih China well sudah 
> patut kamu tidak dipercaya oleh penduduk Indonesia.  Jikalau kamu pilih 
> Indonesia yg seharusnya dilakukan baru kamu dpt dipercaya.
> 
> Mengenai PD2 mereka yg tinggal diIndonesia ket. China tidak mempunyai 
> kewarganegaraan Indonesia - mereka adalah dutch subject tetapi bukan belanda 
> dan 
> bukan indonesia - dan oleh karena PD2 jepang perang dgn China maka memang 
> tidak 
> dipercaya. [ Tetapi oleh karena tentara jepang banyak asal dari Taiwan - 
> mereka 
> secara umum dpt berkom baik dgn chinese ket. Mingnan dan dianggap saudara.]
> 
> Saya hanya memberikan advice agar kalian merubah filsafat hidup kalian 
> jikalau 
> ingin hidup dgn tenang diIndonesia dan tidak selalu harus gelisah keselamatan 
> kalian jikalau ada keributan negara. Apakah kalian ingin mengulang peristiwa 
> yg 
> lalu. Keadaan diJawa dgn overpopulation adalah sangat explosive dan setiap 
> sa'at 
> dpt meledak kembali.  
> 
> Saya hanya melihat bahwa banyak teman sekolah dan dan main saya yg membaur 
> semua 
> cukup maju di-Indonesia dan ini tidak memandang agama.
> Mereka semua mendapat posisi yg utama didalam pemerintahan manapun.
> 
> Andreas
> 
> 
> 
> 
> From: Dada 
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Sent: Tue, July 27, 2010 5:15:50 PM
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Tentang asimilasi
> 
> bang andreas 
> 
> 
> 1. Pertama , anda menganjurkan chinese indonesia untuk melupakan china , tapi 
> anda sendiri yang di amerika , tidak bisa melupakan indonesia. itupun anda 
> lakukan berulang-ulang , hingga seperti propaganda. 
> 
> 
> saya bingung sama mahluk yang namanya andreas miharja ini . 
> andreas : "...saya kalau ditanya ethnicity saya menjawab saya USA citizen 
> from Indonesian origin dan saya tidak malu utk mengakuinya. Anak saya semua 
> menjawab mereka USA-citizen ket. Indonesia meskipun semua mempunyai nama 
> chinese 
> mereka dari marga Chen dan tidak pernah menginjak Indonesia. Mereka proud of 
> their ethnicity."
> 
> Dia sendiri yg konon tidak malu dan bangga akan etnisitas dia , tapi 
> menghimbau 
> chinese indonesia melupakan china (sebagaimana dia tidak bisa melupakan 
> indonesia hihihihi ) ,berasimilasi , integrasi gak keruan ,merasa sok bijak 
> dan 
> paling pintar dalam hal menggurui soal nasionalisme , kebangsaan , dengan 
> segala 
> teori dari A sampai Z penuh tendensi, sampai pamer gelar

Re: Bls: 回覆: Bls: [budaya_tionghua] Event Budaya Tionghoa

2010-07-25 Terurut Topik David
0 Juli, 2010, 11:31 PM

Oic,
Tapi kenapa sebagian besar nama mereka masih berbau tionghoa ?

2. Harry Tjan Silalahi (pendiri CSIS)
3. Kwik Hay Gwan (bapaknya Kwik Kian Gie)
4. Lo Ginting
5. Ong Hok Ham
6. Melly G Tan

Mngkn benar apa yg kita sangkakan ke mereka, bukan mau membela, tapi cuma utk 
lebih kritis. sy pikir kalu mereka masih mempertahankan nama tionghoa mereka, 
mngkn ada sisi lain yg mngkn mereka pertimbangkan.

Kadang kita sbg bagian keluarga kita, bisa ada suatu instinct utk menjaga 
keluarga kita spy bisa hidup dgn aman dan jauh dr gangguan, apapun itu caranya, 
yg kadang bahkan mungkin bisa melanggar adat budaya kita sendiri. Apalagi kalau 
kita sbg orang tua. 
Itu pendapat sy sih.

From: Azura-Mazda 
ReplyTo: budaya_tionghua@ yahoogroups. com 
Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] Event Budaya Tionghoa

Ko David Kwa, 

Nih daftar pentolan-pentolan LPKB dan pengikutnya 
yg dulu mempropagandakan pemberangusan identitas 
dan budaya Tionghoa dengan program asimilasi
(ganti nama, buang budaya, kawin silang, ganti agama). 
 
1. Haji Junus Jahja 
2. Harry Tjan Silalahi (pendiri CSIS)
3. Kwik Hay Gwan (bapaknya Kwik Kian Gie)
4. Lo Ginting
5. Ong Hok Ham
6. Melly G Tan
7. Shindunata Kristoforus (Ong Tjong Hay-alumni PMKRI)
8. PK Ojong
 
Please ditambahkan jika kurang

--- Pada Sel, 20/7/10, David 
Judul: Re: Bls: [budaya_tionghua] Event Budaya Tionghoa
Kepada: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
Tanggal: Selasa, 20 Juli, 2010, 5:11 AM

Bukannya mengajak orang lain agar U HAU 有孝 (berbakti) pada leluhur, agar 
jangan PUT HAU 不孝 (tidak berbakti) seperti dirinya, eh, ini mah malah 
membonceng kekuasaan untuk menindas orang lain yang U HAU 有孝, biar 
ikut-ikutan PUT HAU 不孝 seperti mereka!!! Mungkin orang-orang seperti itu 
waktu kecil tidak diajari HAU 孝 (bakti) oleh orangtua mereka ya, sehingga 
tersesat seperti itu??? Mudah-mudahan mereka dibukakan mata dan kupingnya, biar 
menyadari dosa-dosa mereka dan bertobat untuk selamanya…

--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, zhoufy@ wrote:

Orang mau punya lain keyakinan sih sah2 saja, dia mau anti sama budaya leluhur 
ya silahkan. Yg paling menyakitkan: cina2 itu sampai hati meminjam tangan 
penguasa untuk melakukan penindasan!

Menurut saya, dosa pertama tetap suharto, karena dia yg punya kuasa. Orang2 
anti nenek moyang itu sejak dulu sudah ada, tapi mereka toh tidak bisa berbuat 
macam2. Tapi Begitu suharto dan orde baru berkuasa, mereka tiba2 naik daun 
menjadi otak sekaligus antek suharto dlm membantai budaya leluhur!

Sampai hari ini, orang2 semacam ini masih malang melintang di forum umum, hanya 
saja rapi membungkus diri. Bila situasi berbalik, mereka bisa menikam kembali!

 - - - - - -

From: "David" 
ReplyTo: budaya_tionghua@ yahoogroups. com 
Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] Event Budaya Tionghoa

Emang keliwatan bener tu CINA-CINA! Mungkin ngga banyak yang tau, bagaimana 
teror menghantui masyarakat Tionghoa yang terjadi sesudahnya. Buku berhuruf 
Tionghoa dibakar-bakarin, termasuk buku-buku papa saya. Saya tidak tahu apakah 
ada catatan silsilah keluarga penting atau apa yang turut dibakar; yang 
penting, yang ada surat Tionghoanya HARUS dibakar! Majalah-majalah luar negeri 
berbahasa Inggris, kalau ada salah satu gambarnya yang beraksara Tionghoa, 
dicoret dengan spidol hitam, padahal aksara itu CUMA nama tempat di Taiwan, 
misalnya! Kelenteng-kelenteng di wilayah Jakarta dan Jawa Barat HARUS “ganti 
kulit” jadi wihara, supaya “berlindung” di salah satu agama yang 
“diakui” pemerintah; kalau tidak, mau ditutup! Hal yang sama tidak terjadi 
di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena di sana ada organisasi Tri Dharma di 
bawah Ong Kie Tjay yang melindungi mereka.

Salah seorang famili saya masih ingat, bagaimana pada tahun 1967-an orang 
Tionghoa di salah satu daerah seputaran Bogor ramai-ramai pindah agama karena 
tidak tahan diteror terus. Teror itu ternyata datang dari orang Tionghoa 
sendiri. Di Bogor sendiri ada orang yang mengeluh, karena dia masih 
mempertahankan meja sembahyang leluhur (“meja abu”) di ruang muka rumahnya 
yang kelihatan dari jalan, dia sering didatangi orang-orang yang mengolok-olok 
penghormatan kepada leluhur yang masih dijalankannya itu dan menyuruh 
menyingkirkannya. Keterlaluan tidak?

Jadi, bukan semata-mata dosanya Suharto, tu CINA-CINA juga!

--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Maria Claudia  menulis:

Dari: budi anto  wrote:
Lho...da ge Eric, kebudayaan Tionghoa memang pendatang. kan bukan pribumi spt 
Jawa, Sunda, Batak, Dayak dsb. Memangnya kenapa kalo Tionghoa itu disebut 
pendatang? disebut Non-Pri? memang bukan pribumi kok. Itu temen da ge Eric mau 
dipersamakan ya? Why? segitu takutnya dengan perbedaan 

ya? Jadi menyama-nyamakan diri dengan pribumi? Tionghoa jelas berbeda dgn 
pribumi sebagaimana kebudayaan Acheh berbeda dengan Jawa atau Papua. So what?




[budaya_tionghua] Re: SIAPA TAKUT?

2010-07-22 Terurut Topik David
PENGUASA + PENGUSAHA KRONI jadi ? Kasihan deh mayoritas rakyat (TIONGHOA maupun 
NON-TIONGHOA)... 

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Tjandra Ghozalli  
wrote:
>
> Sehari setelah TVRI menayangkan kunjungan para konglomerat ke Tapos (1992 
> kalau tidak salah)�- saya bertemu dengan bung Sofyan Wanandi di CSIS, Tanah 
> Abang.
> Maka tak pelak lagi saya tanya soal kunjungan ke Tapos�tersebut.� Saya 
> bilang bahwa saya sempat takjub melihat Om Liem berbantahan dengan pak Harto 
> di layar TV�soal dana sumbangan yang 10% (kalau ndak salah) dari income per 
> tahun untuk rakyat jelata.� Menurut Om Liem nilai 10% terlalu besar, paling 
> layak cuma 5% doang. Sejek bujek saya lihat di layar TV semua pejabat pada 
> manut pada ucapan pak Harto, tapi Om Liem nggak!� Kok berani ya? tanya saya 
> pada bung Sofyan.� Menurut bung Sofyan kalau acara itu nggak diedit malah 
> lebih parah lagi, kita semua yang biasa diundang pak Harto bebas aja bicara, 
> kenapa harus takut kalau benar? ujar bung Sofyan.� Sebetulnya di antara 
> kita tidak ada ganjalan rasialis, kita ketawa bersama, ngeledek bersama 
> he..he.. Tapi gua sempet kaget juga ketika Om Liem mendadak keluarin 
> kalkulator lalu menghitung langsung soal dana sumbangan yang diminta pak 
> Harto, kata bung Sofyan. Lalu dia bilang nilainya kegedean! He..he..kacau
>  juga om Liem, tapi gua suka, lanjutnya. �RGDS.TG
>




Re: Bls: [budaya_tionghua] Event Budaya Tionghoa

2010-07-20 Terurut Topik David
Bukannya mengajak orang lain agar U HAU 有孝 (berbakti) pada leluhur, agar 
jangan PUT HAU 不孝 (tidak berbakti) seperti dirinya, eh, ini mah malah 
membonceng kekuasaan untuk menindas orang lain yang U HAU 有孝, biar 
ikut-ikutan PUT HAU 不孝 seperti mereka!!! Mungkin orang-orang seperti itu 
waktu kecil tidak diajari HAU 孝 (bakti) oleh orangtua mereka ya, sehingga 
tersesat seperti itu??? Mudah-mudahan mereka dibukakan mata dan kupingnya, biar 
menyadari dosa-dosa mereka dan bertobat untuk selamanya…

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

Orang mau punya lain keyakinan sih sah2 saja, dia mau anti sama budaya leluhur 
ya silahkan. Yg paling menyakitkan: cina2 itu sampai hati meminjam tangan 
penguasa untuk melakukan penindasan!

Menurut saya, dosa pertama tetap suharto, karena dia yg punya kuasa. Orang2 
anti nenek moyang itu sejak dulu sudah ada, tapi mereka toh tidak bisa berbuat 
macam2. Tapi Begitu suharto dan orde baru berkuasa, mereka tiba2 naik daun 
menjadi otak sekaligus antek suharto dlm membantai budaya leluhur!

Sampai hari ini, orang2 semacam ini masih malang melintang di forum umum, hanya 
saja rapi membungkus diri. Bila situasi berbalik, mereka bisa menikam kembali!



From: "David"  
Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Date: Tue, 20 Jul 2010 07:16:18 -
To: 
ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] Event Budaya Tionghoa

Emang keliwatan bener tu CINA-CINA! Mungkin ngga banyak yang tau, bagaimana 
teror menghantui masyarakat Tionghoa yang terjadi sesudahnya. Buku berhuruf 
Tionghoa dibakar-bakarin, termasuk buku-buku papa saya. Saya tidak tahu apakah 
ada catatan silsilah keluarga penting atau apa yang turut dibakar; yang 
penting, yang ada surat Tionghoanya HARUS dibakar! Majalah-majalah luar negeri 
berbahasa Inggris, kalau ada salah satu gambarnya yang beraksara Tionghoa, 
dicoret dengan spidol hitam, padahal aksara itu CUMA nama tempat di Taiwan, 
misalnya! Kelenteng-kelenteng di wilayah Jakarta dan Jawa Barat HARUS “ganti 
kulit” jadi wihara, supaya “berlindung” di salah satu agama yang 
“diakui” pemerintah; kalau tidak, mau ditutup! Hal yang sama tidak terjadi 
di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena di sana ada organisasi Tri Dharma di 
bawah Ong Kie Tjay yang melindungi mereka.

Salah seorang famili saya masih ingat, bagaimana pada tahun 1967-an orang 
Tionghoa di salah satu daerah seputaran Bogor ramai-ramai pindah agama karena 
tidak tahan diteror terus. Teror itu ternyata datang dari orang Tionghoa 
sendiri. Di Bogor sendiri ada orang yang mengeluh, karena dia masih 
mempertahankan meja sembahyang leluhur (“meja abu”) di ruang muka rumahnya 
yang kelihatan dari jalan, dia sering didatangi orang-orang yang mengolok-olok 
penghormatan kepada leluhur yang masih dijalankannya itu dan menyuruh 
menyingkirkannya. Keterlaluan tidak?

Jadi, bukan semata-mata dosanya Suharto, tu CINA-CINA juga!

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Maria Claudia  
wrote:

Lho tapi kan sebelum Suharto berkuasa orang Tionghoa bebas mempraktekkan 
tradisi leluhur, Imlek boleh dirayakan, nama ga usah diganti. Begitu Suharto 
berkuasa, semua yang berbau China harus diubah seolah-olah kalau memakai 
embel-embel ketionghoaan itu dosa besar. Pakai nama 3 huruf aja diejek-ejek 
teman sekolah, padalah mereka sama-sama orang Tionghoa. Sampai urusan cinta aja 
kok pemerintah ikut-ikutan. Apa ga lucu? Pemerintah itu urusin aja gimana 
caranya mensejahterakan rakyat, bukan ngurusin siapa harus kawin sama siapa. 
Kalo bukan kesalahan Suharto, mungkin nama Indonesian Chinese itu seperti di 
luar negeri : Henry Chen, Elizabeth Chou. Dan pastinya Ardian Chen ? he he 
he .. bukannya Andian C ... (Chandra?) . Hayo 
... apa itu bukan dosanya Suharto?


From: ardian_c  
wrote:

Iya,kan saya juga udah bilang, itu dosanya Suharto. Dan saya sih lebih percaya 
kalau program asimilasi Suharto itu lebih ke arah genocide, buktinya pada akhir 
masa jabatannya genocide itu benar-benar dilakukan kan, meskipun tidak merata 
ke seluruh Indonesia? Mudah-mudahan akan ada lebih banyak Ryantiarno sekarang 
ini, pada saat semua orang boleh bebas bicara ...

From: "zhoufy@" 

Re: Bls: [budaya_tionghua] Event Budaya Tionghoa

2010-07-20 Terurut Topik David
Emang keliwatan bener tu CINA-CINA! Mungkin ngga banyak yang tau, bagaimana 
teror menghantui masyarakat Tionghoa yang terjadi sesudahnya. Buku berhuruf 
Tionghoa dibakar-bakarin, termasuk buku-buku papa saya. Saya tidak tahu apakah 
ada catatan silsilah keluarga penting atau apa yang turut dibakar; yang 
penting, yang ada surat Tionghoanya HARUS dibakar! Majalah-majalah luar negeri 
berbahasa Inggris, kalau ada salah satu gambarnya yang beraksara Tionghoa, 
dicoret dengan spidol hitam, padahal aksara itu CUMA nama tempat di Taiwan, 
misalnya… Kelenteng-kelenteng di wilayah Jakarta dan Jawa Barat HARUS 
“ganti kulit” jadi wihara, supaya “berlindung” di salah satu agama yang 
“diakui” pemerintah, kalau tidak, mau ditutup! Hal yang sama tidak terjadi 
di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena di sana ada organisasi Tri Dharma di 
bawah Ong Kie Tjay yang melindungi mereka.

Salah seorang famili saya masih ingat, bagaimana pada tahun 1967-an orang 
Tionghoa di salah satu daerah seputaran Bogor ramai-ramai pindah agama karena 
tidak tahan diteror terus. Teror itu ternyata datang dari orang Tionghoa 
sendiri. Di Bogor sendiri orang yang mengeluh, karena dia masih mempertahankan 
meja sembahyang leluhur (“meja abu”) di ruang muka rumahnya yang kelihatan 
dari jalan, dia sering didatangi orang-orang yang mengolok-olok penghormatan 
kepada leluhur yang masih dijalankannya itu dan menyuruh menyingkirkannya. 
Keterlaluan tidak?

Jadi, bukan semata-mata dosanya Suharto, tu CINA-CINA juga!

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Maria Claudia 

[budaya_tionghua] Re: Rawon & Pucung Berkeluak Juga. (Was: Ayam Keluak)

2010-07-19 Terurut Topik David
Andipo-te,

Bukan hanya di Bogor dan Bandung saja, tapi di Jakarta dan Tangerang juga ada. 
Kalau di Jakarta namanya Ayam KELUWEK, cuma di sana namanya Ayam KELOWAK. Nah!

Minggu lalu, waktu lewat sama teman-teman di Pasar Lama, Jalan Cilame, 
Tangerang, secara tak sengaja mata owe ‘kebentrok’ sama orang yang jual 
buah keluak satu wadah penuh. Sayang, owe tidak bisa milih keluwek yang bagus 
dan cara masaknya. Kalau bisa, owe sudah beli...

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dipo"  wrote:

Rekan semua,

Menurut beberapa orang yang saya temui di Singapura, konon masakan ini khas 
Peranakan, di Tiongkok sana tidak ada yang makan keluwak.

Kesimpulan saya soal ayam keluwak kelewek ini, penyebarannya seputar Bogor 
Bandung dan Semenanjung Malaya ya. Dari Cirebon sampai ke Jatim tidak ada 
masakan ini. Menarik sekali pola penyebarannya.

Jadi tidak sabar ingin mencicipi ayam keluak versi Indonesia. 

Salam
 
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Tjandra Ghozalli  wrote:

Twakim saya tinggal di Bogor (Jl. Perniagaan) - sekarang sudah meninggal, eh 
resepnya ikut dibawa. RGDS.TG
 
--- On Thu, 7/15/10, Dipo  wrote:
 
From: Dipo 
Subject: [budaya_tionghua] Re: Rawon & Pucung Berkeluak Juga. (Was: Ayam Keluak)
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Thursday, July 15, 2010, 6:02 PM
 
Ophoeng, ko David, pak Tjandra dan lainnya,
 
Saya pertama kali mencicipi ayam keluak di Singapura, dan selama ini mengira 
hidangan itu khas Peranakan semenanjung Melayu. Memang seperti rawon, kuahnya 
hitam begitu. Baru tahu kalau masakan itu juga dikenal di Jawa Barat setelah 
membaca buku "Peranakan Tionghoa Indonesia, Sebuah Perjalanan Budaya".

Ternyata ko David & pak Tjandra sudah pernah mencicipi masakan itu disini. 
Malah ternyata ada sapi & gabus keluak juga. Twakim pak Tjandra dulu tinggal di 
daerah mana ya ? 
 
Kalau masak sendiri saya takut, karena konon keluak itu mengandung racun. Lha 
saya bikin masakan dari bahan yang tidak beracun saja bisa sakit perut :D

Jadi sepertinya saya musti tunggu hidangan ini keluar di Mirah Delima.
 
Salam
 
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Tjandra Ghozalli  wrote:

Sebetulnya ayam keluak sama seperti sapi keluak atau gabus keluak, cuma bahan 
dagingnya yg beda. Saya pernah makan pepes pucung di rumah saya punya twakim, 
rasanya tuh pepesan eunak tenan, gurih dan wangi. Tapi setelah beliau berpulang 
- saya jadi kehilangan pepes pucung.  Ada yg tau di mana bisa beli pepes 
pucung? Soalnya dari penelusuran saya se Jabar, nggak ada yang jual tuh.  
RGDS.TG
 
--- On Wed, 7/14/10, Ophoeng  wrote:

From: Ophoeng 
Subject: [budaya_tionghua] Rawon & Pucung Berkeluak Juga. (Was: Ayam Keluak)
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Wednesday, July 14, 2010, 11:06 PM

Bung Andipo dan TTM semuah,

Hai, apakabar? Sudah makan?

Saya belum pernah makan ayam keluak, juga ndak tahu di mana mesti cari menu ini 
di Jakarta, sorry. Tapi kalau lihat resep dan cara masaknya, kayaknya sih itu 
versi ayam untuk rawon daging sapi (Surabayan), atau pucung untuk gabus 
(Betawian).

Ketiga-tiga menu tsb memakai keluak sebagai bumbu utama, berkuah. Hanya saja 
beda di BBU - Bahan Baku Utama-nya, yakni ayam, sapi dan ikan gabus.

Dugaan saya, ayam keluak gak gitu populer di mari untuk dimasak 'rawon', karena 
jaman dulu ayam-nya masih ayam kampung tak berlemak, kurus-kering, jadi kurang 
sedep-mantep kalau dimasak rawon. Lebih sedep juga kalau dimasak opor yang pake 
santen. 

Bandingkan dengan rawon pakai daging sapi yang dipilih bagian berlemak - 
panas-panas makan gawon - sega rawon (nasi rawon) yang dikondimeni asinan telur 
bebek dan langunya si pendekar (pendek kekar) kecambah mentah dan sambel terasi 
yang ditumis dulu pake minyak jelantah wah. mending anda ajak mertua 
bareng makannya, daripada ntar beliau dicuekin ajah ketika lewat, jeh!

Beda ama sekarang, ayam-mya panm ayam negeri yang montok tak banyak gerak 
berlemak, mestinya sih akan enak juga dimasak rawon begitu. Seperti halnya 
sekarang, kayaknya ada kedai yang menawarkan variasi rawon dengan memakai 
tulang iga sapi sebagai BBU-nya.

Kalau anda mau, coba ajah pakai resep rawon untuk masak ayam keluak. Pilih 
ayam-nya yang gemuk bergajih, biar setara sedep-mantep gurihnya karena ada 
lemak itu. Atau lihat saja resep-nya di link berikut:

http://www.asianonlinerecipes.com/nyonya/ayam-buah-keluak.php

http://original-javanese-recipes.blogspot.com/2007/03/sop-rawon-east-java-traditional-beef.html

http://masakkue.blogspot.com/2008/10/gabus-pucung-pedas-makanan-indonesia.html

Ketiga resep itu semuanya memakai buah keluak sebagai bumbu utamanya. Hasilnya 
tentu saja kurang lebih sama.

Begitulah saja kira-kira ya.

Mong-omong, itu buku ttg Peranakan Indonesia di Indonesia atau di Malaysia?

Salam makan enak dan sehat,
Ophoeng

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dipo"  wrote:

Rekan semua,

Sewaktu membaca buku Peranakan Indonesia Tionghoa s

[budaya_tionghua] Re: Ayam Keluak

2010-07-13 Terurut Topik David
Andipo-te,

Hidangan Tionghoa Peranakan bernama Ayam Keluwek―atau ada pula sebagian orang 
yang menyebutnya Ayam Kelowak―ini biasa dibuat sebagai hidangan rumahan, 
itupun tergantung pada ketersediaan keluak yang baik di pasaran. Menurut 
pemiliknya, dalam waktu dekat di Restoran Peranakan MèraDelima pun masakan ini 
akan segera diadakan, tapi tentunya dengan citarasa kita, Indonesia, bukan 
Singapura atau Malaysia. Kita tunggu saja.

Kiongchiu,
Kian Hauw

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dipo"  wrote:

Rekan semua,
 
Sewaktu membaca buku Peranakan Indonesia Tionghoa semalam, dibagian  makanan 
(bagian pertama yang saya baca) disinggung tentang Ayam Keluak. Menurut buku 
itu, hidangan ini juga bisa didapatkan di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Buat 
saya ini informasi baru, sebelumnya saya mengira masakan ini khas Malaysia / 
Singapura. Apakah ada rekan2 yang tahu dimana bisa mendapatkan masakan ini ? 

Salam




Re: [budaya_tionghua] Permainan angka, mentest usia anda

2010-07-07 Terurut Topik david sugi
wah ga tepat nyasarnya jauh banget

--- Pada Sen, 5/7/10, Cristine Mandasari  menulis:

Dari: Cristine Mandasari 
Judul: Re: [budaya_tionghua] Permainan angka, mentest usia anda
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 5 Juli, 2010, 1:00 PM







 



  



  
  
  tepat kok, kak maria 

--- On Mon, 7/5/10, Maria Claudia  wrote:

From: Maria Claudia 
Subject: Re: [budaya_tionghua] Permainan angka, mentest usia anda
To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
Date: Monday, July 5, 2010, 7:38 AM







 




  
  
  Ga tepat th  ..

From: ChanCT 
To: GELORA_In 
Sent: Sat, July 3, 2010 6:57:35 AM
Subject: [budaya_tionghua] Permainan angka, mentest usia anda









 




  
  
  


Permainan angka, mentest usia 
anda, ... sungguh ajaib mengapa bisa begitu tepat?
 
Lakukan langkah-langkah 
berikut:
 
1. Pilih satu angka dari:  
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 
9
2. Angka yang anda pilih itu 
di kali 2
3. Kemudian di tambah 5
4. Setelah itu di kali 50
5. Hasil perkalian di tambah 1760
6. Kemudian langkah terakhir 
angka yang didapat di kurangi tahun kelahiran 
anda
 
Dari 3 angka yang anda dapatkan, 
angka pertama adalah angka yang anda pilih, 
sedang 2 angka berikut itulah usia anda. 

 
Coba-lah lagi, 
Sungguh JITU!
 
Sungguh menarik dan ajaib! Itulah 
permainan angka tahun 2010, ...
 



 







  


 



 





  


 





 



  







[budaya_tionghua] Re: salam kenal - kritikan untuk membangun

2010-06-14 Terurut Topik David
Liatwie Sianseng, Hoedjin en Liesoe,

Toeroet owe poenja pemandengan, di dalem forum samatjem ini memang djoega owe 
merasa jang orang tida salajiknja berkoekoeh sama itoe edjahan jang pamerenta 
orde baoe bikin dan jang pamerenta orde baoe namaken Edjahan Jang 
Disampoernaken (EJD), kerna ini forum toch tjoemah meroepaken satoe forum 
boewat orang bitjara ngalor-ngidoel, boekannja satoe forum jang sifatnja 
wetenschappelijk atawa scientific. Zo orang tida perloe pake itoe edjahan 
versie pamerenta orde baoe, sahingga dengen mardika orang boleh-boleh sadja 
pake edjahan jang biasa terpake di dalem bahasa Melajoe Tionghoa menoeroet apa 
iaorang poenja soeka.

Owe poenja kiongtjhioe,
Kwa Kian Hauw

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

Owe rasa itoe kowadjiban pake itoe eyd tida betoel, boewat owe tida nikmat 
punya.

Santai santai sajalah

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: "Leon Agustian" 
Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Mon, 14 Jun 2010 11:18:19 
To: 
Reply-To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: salam kenal - kritikan untuk membangun

Seharusnya ini adalah forum social yang santai. Saat saya gabung dengan milis 
ini, tidak ada ketentuan mengharuskan penggunaan bhs Indonesia yang baik dan 
benar (EYD, bukan Van Ophuysen atau ejaan “OEâ€?. Apalagi dengan tema 
“Budaya Tionghoaâ€?dan bukan “Budaya dan Bahasa Indonesiaâ€? tentunya 
masalah Budaya Tionghoa yang diutamakan dan bukan bahasa Indonesianya.

Saran saya, penggunaan EYD yg baik dan benar adalah suatu nilai plus untuk 
forum ini, tapi bahasa yang santai/pergaulan biasanya lebih memudahkan orang2 
untuk berinteraksi dengan lebih terbuka.

Maaf kalau memang diharuskan menggunakan EYD yang baik dan benar, saya merasa 
belum sanggup dan lebih baik mengundurkan diri dari milist ini.

From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] 
On Behalf Of Maria Claudia
Sent: Sunday, June 13, 2010 8:23 PM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: salam kenal - kritikan untuk membangun

Waduh .. maaf, maaf, saya kira di forum ini boleh bicara dengan bahasa 
sehari-hari, yang penting dimengerti .. Ngomong-ngomong kok yang 
memakai bahasa jadul dan tidak mengindahkan tata bahasa yang baik dan benar kok 
tidak dikritik ...

Maria

From: akuratan 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Sat, June 12, 2010 4:05:49 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: salam kenal - kritikan untuk membangun

Saran untuk perbaikan waktu menulis:
Martin menulis 'sekarang ini saya kuliah di binus jakarta'.
Anda seorang mahasiswa belum belajar cara menulis sesuai dg kaidah Pedoman Umum 
Bahasa Indonesia.
Anda tidak menggunakan huruf besar pada awal kalimat/nama Bina Nusantara 
(Binus/BINUS)/nama kota/bulan 'Jakarta/Juli'. Demikian juga, Anda belum dapat 
membedakan di yg dipakai untuk menunjukkan awalan/tempat/arah/tujuan: dimakan, 
dicium, diterima, disambut, di sini, di sana...
Bagaimana dg karya tulis yang ditulis Anda berupa laporan/tugas/dls...

Ingat ini adalah komunitas tempat berkumpulnya beberapa kelompok orang, mulai 
dari Indonesia dan sebagian ada pengamat dari luar Indonesia.

Mudah-mudahan kritikan untuk memperbaiki Anda termasuk semua pembaca tulisan 
singkat ini dpt belajar menulis dg mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baku: 
benar-baik-baku.

Salam hangat,

Akur Atan.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com 


[budaya_tionghua] Re: Makna Umur 70 Tahun.

2010-06-04 Terurut Topik David
Dulu-dulu sih bukan di atas 60 taon, tapi kalu suda ngo-tay Îå´ú (Lima 
Generasi), artinya sudah punya cicit (anaknya buyut) baru bole dipake mera buat 
hio, toh-ui dll. Entah karena sudah jarang orang sekarang yang bisa ngalamin 
sampe punya cicit (cucunya cucu), maka orang sekarang baru umur 60 ke atas suda 
bole dikasi mera, bukan puti seperti biasanya. Menurut owe, dikasi mera 
menandakan orang tersebut suda berbahagia karena suda berumur cukup panjang 
dalam hidupnya. 

Owe denger, di Jakarta dulu ada kebiasaan, waktu berangkat ke kuburan dengan 
digotong beramai-ramai (16 orang, dengan pikulan khusus), sang cicit (yang masi 
kecil tentunya) dikenakan baju mera, lalu didudukin di atas peti mati (koan), 
dan turut digotong ke kuburan.

Kiongchiu,
David Kwa

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c"  wrote:
>
> Owe bukan pakar jg bukan locianpwe, kalu pakar adanya pakarjo pakardi.
> 
> Sejarah asal usul penggunaan warna itu asalnya dari kosmologi 5 arah.
> Itu bisa diliat di Li Ji. Sapa yg mulai ? H mo nurut dongeng ada banyak 
> versi neh, yg versi simple aja dah itu yg ngajarin Nv Wa dewi pencipta 
> manusia.
> 
> Nah kalu org bisa idup lewatin 60 tahun artinye die bisa lewatin satu siklus 
> jiazi alias 60 taon, en kalender org tionghoa itu 1 siklus atawa satu putaran 
> itu adalah 60 taon. Makanya RRT noh adain pesta kemerdekaannya gede2an waktu 
> hut ke 60, bukan kayak org laen or bangsa laen yg ngerayain gede2annya waktu 
> 50 taon.
> 
> Nah org yg bisa lewatin itu artinye dah bisa ngelewatin satu siklus, makanya 
> dirayakan besar2an, kalu jg mati dianggep telah bisa menikmati hidupnya 
> dengan baik dan kasarnya berbahagialah dia bisa hidup sampe lewatin 1 siklus.
> So kematian kadang dianggap suatu kebahagiaan.
> 
> Trus kenapa sih setiap ada org Tionghoa yg dikuburkan secara budaya Tionghoa 
> selalu diasosiasikan dengan Khong Hu Cu ? Saya sih bilang itu lebih pas 
> dikuburkan dengan BUDAYA TIONGHOA, nah kalu yg pake kembang2an segala macem, 
> itu jgn suka disebut dikuburkan dgn cara kristen or katoliklar  yg bener mah 
> dikuburkan dngan BUDAYA BULE.
> 
> Tapi sekali lage itu kata gw yg bukan pakar huahahahahahahahahaha
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ophoeng"  wrote:
> >
> > TTM BT semuah,
> > 
> > Hai, apakabar? Sudah makan?
> > 
> > Numpang tanya dan ingin minta info dari para locianpwee dan pakar di milis 
> > kita ini.
> > 
> > Ketika adik lelaki papi mertua saya meninggal, usianya 85 tahun, saya lihat 
> > ada pedoman untuk upacara yang dilakukan secara Konghucu(?) yang 
> > menyebutkan bahwa 'kalau yang meninggal berusia di atas 60 tahun, maka 
> > lilin dan hio yang dipakai adalah yang berwarna merah'. Juga saya lihat 
> > peti mati diselimuti dengan kain merah.
> > 
> > Pertanyaan: (1) mengapa ada 'pengaturan' ttg warna merah ini, yang umumnya 
> > dianggap sebagai lambang sukacita, bertentangan dengan suasana berkabung 
> > yang biasanya disimbolkan dengan warna hitam atau putih.
> > 
> > (2) Sejarah asal-usul simbol warna hitam dan putih = berkabung, dan merah = 
> > bersukacita, itu dulunya bagaimana, dan siapakah yang mula-mula membuat 
> > 'aturan' ini?
> > 
> > (3) Dalam kehidupan sehari-hari, di kalangan masyarakat Tionghua, yang 
> > konservatip terutama, sering merayakan HUT kelahiran orangtua yang ke-70 
> > secara besar-besaran. Apakah makna usia 70 tahun bagi mereka ini? 
> > 
> > Begitulah saja. Kiranya saya bisa memperoleh info ttg hal-hal tsb.
> > 
> > Terima kasih.
> > 
> > Salam makan enak dan sehat,
> > Ophoeng - KL
> >
>




[budaya_tionghua] Re: istilah cokin dan batek

2010-05-24 Terurut Topik David
Istilah "COKin" (Cina) berasal dari bahasa “prOKem” (preman alias penjahat) 
di Jakarta yang popular sejak jamannya novel remaja tahun 70-an “Ali Topan 
Anak Jalanan” karya siapa yah (lupa), seperti juga istilah "bOKin” (bini 
alias istri at pacar), “bOKap” (bapak), “nyOKap” (nyak alias ibu), 
“sendOKur” (saudara), “JOKaw” (Jawa), “BetOKaw” (Betawi) 
“plOKis” (polisi), “sendOKir” (sendiri), "mOKat" (mati),“bo’il” 
(mobil), “ba’on (Ambon), “ogut” (gua alias saya) dst.

Kalu “batek” mah tidak tahu dan baru denger ini hari.

DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Roy Thaniago" 

[budaya_tionghua] Re: Budaya Tionghoa Hao,、Ha uw、 孝、Bakti

2010-05-19 Terurut Topik David
Apeq Liang U yang terhormat,

Sungguh terharu owe membaca cerita Apeq tentang Lv Da yang beribukan seorang 
perempuan buta, pengemis pula. Namun dia tidak malu terhadap teman-teman 
kuliahnya, malah mengajak ibunya itu tinggal bersamanya di asrama mahasiswa. 
Hao gamdong Tian 孝感動天!!! Ternyata Hao belum pupus di bumi Tiongkok 
modern. Kamsia Apeq sudah sharing kisah tentang Hao di dunia modern ini. 
Sehingga owe bisa belajar lebih mengasihi orangtua owe dari yang sudah-sudah.

Kiongchiu,
Kian Hauw

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u  wrote:

BUDAYA TIONGHOA: HAO 孝, HAUW, BAKTI 
 
Tidak ada yang tidak tahu, bahwa Hao / Bakti adalah salah satu  factor penting 
dalam budaya Tionghoa. Orang tua merawat dan membesarkan anaknya dengan penuh 
kasih sayang, sang anakpun berkewajiban merawat orang tuanya setelah mereka 
tua. 
 
Bakti sekarang mulai luntur. Dengan masuknya budaya barat, yang menekankan 
bahwa membiayai orang tua adalah kewajiban negara. Mereka hidup mandiri dari 
pensiun atau dari sumbangan negara. Tapi satu factor yang dilupakan adalah 
“kasih”. Orang tua dengan penuh kasih membesarkan kita, kitapun harus 
dengan penuh kasih merawat mereka saat mereka sudah tua. Itulah Hao.
 
Lunturnya Hao menimbulkan gejala orang tua yang kesepian, meninggal tak ada 
yang tahu. Bukan masalah uang saja yang diperlukan, tapi masalah kasih.
 
Dalam situasi gersangnya hao, tiga tahun lalu seorang gadis menggegerkan 
Tiongkok. Ia membawa ibunya yang buta ke universitas, karena ia diterima di 
universitas keguruan Nanjing fakultas sastra dan bahasa untuk drama dan film. 
Ia memang tidak mempunyai jalan lain, karena anak tunggal dan dari kecil sudah 
tak punya ayah, tak punya rumah, hidup sebagai pengemis. Pihak universitas 
mengadakan rapat darurat, lalu menempatkan ibunya sementara di asrama mahasiswa 
yang masih kosong (tahun kuliah baru  belum mulai lagi). Pemerintah daerah 
menyumbang biaya hidup, seorang pengusaha memberikan kamar gratis di asrama 
karyawannya. 
 
Sekarang ia sudah hampir ujian semester untuk naik ke tingkat 4 tingkat 
terakhir dalam program sarjana. 
 
Kebetulan saya datang ke Nanjing akhir bulan yang lalu, Saya meminta  kenalan 
mahasiswi di Nanjing untuk mencari gadis ini melalui milis Xiaonei Wang, milis 
khusus untuk mahasiswa yang harus mencantumkan nama asli dan alamat sekolah 
yang benar. Nama dia adalah Lv Da, namanya seperti laki-laki tapi ia wanita. 
Saya katakan kepada mahasiswi yang membantu itu, bahwa ada seorang tua dari 
luar negeri akan ke Nanjing dan ia mengundang Lv Da bersama ibunya untuk datang 
makan bersama pada tanggal satu Mei。Kalau ibunya tak mungkin datang, saya 
akan datang mengunjunginya ke asramanya. Saya tak pernah mempunyai kontak 
dengan dia, di  luar dugaan pada tanggal 1 Mei pagi ia memberi kabar akan 
datang, tapi ibunya sudah kembali ke kota kabupaten tempat neneknya tinggal. Di 
asrama ia tak kerasan, kebanyakan orang memandang rendah dia, seorang wanita 
janda buta, pengemis yang miskin, siapa yang mau memandang dia?

Lv Da datang, seorang gadis bertubuh kecil yang pendiam, dengan kulit sangat 
putih mirip orang Tiongkok utara. 
 
Di sini saya lampirkan fotonya dari internet, pada saat ia datang ke 
universitas tiga tahun yang lalu membawa ibunya yang buta itu.

Ternyata budaya Hao masih ada, saya terharu. 
 
Liang U
Nanjing,
1 Mei 2010




[budaya_tionghua] Re: Bantu cari gambar Dewa Fa kong Thai Ti = Er Lang (bukan Ngi Liong Sin)

2010-05-05 Terurut Topik David
Coba cari di Google Images dengan kata kunci: Huaguang Dadi 華光大帝, dan 
Er Lang Shen 二郎神, mudah-mudahan ketemu.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "leonardkarnadi"  
wrote:
>
> Teman2 ada yg bisa bantu cariin gambar dewa Fa Kong resolusi yg tertinggi? 
> Aku searching di inet susah, namanya beda2, inggris beda, beda daerah beda 
> sebutan, ngae jadi bingung :D
> 
> Karena temen mao pasang gambar dewa Fa Kong (menurut research gw, dewa Fa 
> Kong bewa tombak ujungnya pedang mata 3, matanya juga 3 (dijidat 1), bawa 
> anjing. Beberapa gambar ga bawa anjing. Rencananya temen mau pajang di tempat 
> sembayang, karena patungnya susah cari and mahal. Ada yg bisa bantu, thx. Oh 
> iya, 1 lagi, gambarnya jangan yg modern, seperti di game2, yg orangnya 
> ganteng, terlalu action, yg biasa aja, style berdiri. Kan ga keren pajang 
> gambar dewa lage action. Yang klasik. Thx berat yah...
>




[budaya_tionghua] Re: Forum Warga Miskin Kampung Cina Benteng Menolak Penggusuran Tanpa Musyawarah

2010-04-30 Terurut Topik David
Liatwi,

Mohon maaf, owe mau sekadar numpang tanya, bukankah pernyataan MENOLAK 
PENGGUSURAN TANPA MUSYAWARAH sama saja SUBSTANSINYA dengan BUKANNYA MENOLAK 
DIGUSUR, TAPI MENUNTUT GANTI RUGI? Atau, keduanya memang dua hal yang sama 
sekali berbeda? Menurut owe, itu cuma permainan kata-kata... Mohon pencerahan 
dan pcmiiw.

Seandainya ada di antara rekan-rekan yang sewot karena beranggapan bahwa apa 
yang owe sampaikan salah dan dari narasumber yang salah pula, owe mohon 
beribu-ribu maaf, sebab owe tak pandai bersilat lidah dan bermain kata-kata di 
dunia maya. Karena memang begitulah yang owe dengar, dan owe hanya 
menyampaikannya apa adanya, TANPA sekali-kali bermaksud mengatakan orang Sewan 
tidak miskin, tidak dimarjinalkan dalam masyarakat Benteng secara umum, tidak 
didiskriminasi, sehingga tidak perlu dibantu, bla bla bla! Sama sekali tidak! 
Itu saja.

Kiongchiu,
David Kwa

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "F Alexander FW"  wrote:

Sedikit ralat

MENOLAK PENGGUSURAN JIKA TANPA MUSYAWARAH

Demikian maksud sebenarnya

Best Regards,
F Alexander FW
YM: alexv4n...@...
BB: 2110D1EF
GC: alexfe...@...
HP: 08121909697
-

-Original Message-
From: "Erik" 
Date: Thu, 29 Apr 2010 09:59:35 
To: 
Subject: [budaya_tionghua] Forum Warga Miskin Kampung Cina Benteng Menolak 
Penggusuran Tanpa Musyawarah

Insiden penggusuran "KAMPUNG CINA BENTENG" di Sewan akhir-akhir ini rupanya 
telah menarik perhatian banyak pihak. Macam-macam pakar tampil ikut berbicara, 
selain yang menawarkan solusi dan bantuan hukum, ada juga yang ikut menganalisa 
dari sudut pandang antropologis, sosiologis, historis dll, bahkan ada pula yang 
coba-coba menarik kesimpulan berdasarkan info nara sumber "asli orang sana". 
Dalam alam demokrasi, semua itu tentu sah-sah saja sejauh kita menghormati 
kebebasan orang berpendapat, namun kebebasan itu pun hendaknya didasarkan pada 
fakta lapangan yang telah diuji keabsahannya melalui proses cek dan recek.

Agar rekan-rekan di milis BT bisa mendapat gambaran yang lebih jelas dan 
lengkap tentang latar belakang dan perkembangan terakhir insiden itu, izinkan 
saya berbagi pandangan, pendapat, pengalaman serta fakta-fakta yang saya 
peroleh langsung di lapangan sana.

Adalah benar bahwa pembenahan daerah sepanjang kali Cisadane merupakan bagian 
dari masterplan yang sudah disosialisasikan sejak lama berdasarkan Perda No.18 
?(saya agak lupa nomornya, tolong dikoreksi jika salah). Namun adalah fakta 
pula bahwa berdasarkan peraturan yang tingkatannya lebih tinggi daripada Perda, 
setiap penggusuran baru boleh dilakukan setelah adanya musyawarah dan 
tercapainya kesepakatan bersama antara Pemda dan masyarakat!

Kenyataan di lapangan adalah, yang dilakukan Pemda Tangerang kepada warga Sewan 
hanya sebatas sosialisasi dan pemberitahuan mengenai PENERTIBAN (euphemisme 
yang digunakan untuk mengganti kata PENGGUSURAN). Warga yang sama sekali tidak 
pernah diajak musyawarah tiba-tiba harus dihadapkan pada arogansi Pemda dengan 
pengerahan pasukan Satpol PP lengkap dengan alat-alat berat seperti Beko, 
Buldozer dll untuk memaksakan secara sepihak penggusuran itu pada tgl. 13 April 
lalu. Oleh karena itulah, setelah bahu membahu, bergandengan tangan bersama 
seluruh warga Sewan, elemen-elemen pendukung dan para simpatisan menghalau dan 
berhasil menghentikan tindakan arogansi Satpol PP, bersama dengan LSM 
pendamping yang dikoordinir LBH Jakarta, WARGA MISKIN KAMPUNG CINA BENTENG 
menyatakan dengan tegas "MENOLAK PENGGUSURAN TANPA MUSYAWARAH"!! Itu adalah 
pernyataan resmi dari forum, tidak pernah ada pernyataan MENOLAK DIGUSUR, atau 
MENUNTUT GANTI RUGI sebagaimana diisukan dan diplintirkan.

Selain itu, warga Sewan yang mayoritas adalah Cina Benteng pun tidak pernah 
keberatan atau menentang program normalisasi kali Cisadane. Namun pertanyaan 
mereka adalah, normalisasi seperti apa yang akan dilakukan?! Adalah fakta bahwa 
kali Cisadane sekarang ini berada dalam keadaan tidak normal, ketidak normalan 
itu adalah akibat kelalaian Pemda yang selama ini membiarkan terjadinya abrasi 
kali, membuat kali Cisadane semakin melebar, sehingga rumah warga yang awalnya 
jauh dari kali, kini tiba-tiba menjadi berada di atas bantaran. Warga bertanya, 
bukankah lebih bijaksana jika "Normalisasi" itu dilakukan dengan mengembalikan 
kali Cisadane ke wajah aslinya, tanpa harus mengorbankan hak warga atas rumah 
tinggal? Fakta di lapangan memperlihatkan adanya sisa-sisa tembok dan juga 
sumur di tengah kali Cisadane yang membuktikan bahwa dulunya di sana pernah ada 
rumah tinggal. Hanya karena biaya penurapan jauh lebih tinggi dari pada biaya 
penggusuran, pemda memilih kebijakan mengorbankan warga atas kelalaiannya 
merawat sungai selama ini?? Warga disuruh bertanggung-jawab atas kesalahan 
pemda?!?!

Walikota Tangerang, Wahidin Halim pernah berkilah bahwa penggusuran warga Sewan 
selain dalam rangka normalisasi kali Cisadane, juga de

[budaya_tionghua] Cina Benteng Bukannya Menolak Digusur, Tapi Menuntut Ganti Rugi!

2010-04-26 Terurut Topik David
Mohon maaf, pendapet owe berbeda. Menurut apa yang owe dengar dari pihak 
narasumber “asli orang sana” yang sering nongkrong dan bergaul rapat dengan 
orang Sewan, warga masyarakat di sana BUKANNYA MENOLAK DIGUSUR, melainkan 
MENUNTUT GANTI RUGI! 

Seperti kita ketahui, dalam masterplan mengenai pembenahan daerah sepanjang 
bantaran kali Cisadane yang sudah disosialisasikan sejak 2 tahun lalu, bantaran 
kali Cisadane mulai dari UDIK (selatan), sekitar KARAWACI KAMP (belakang/depan 
eks Rumah Kongsi Oey Djie San, hingga ILIR (utara) di TANJUNG BURUNG, yang 
wilayahnya termasuk kabupaten dan kota Tangerang sedikit demi sedikit sudah 
dibenahi dengan mendirikan tanggul. Hal ini dilakukan untuk mencegah semakin 
melebarnya bantaran kali yang dulunya sempit itu, akibat longsor. Hasilnya, 
kita bisa saksikan, penggalan kali Cisadane yang berada di belakang Pasar Lama 
hingga Pintu Air TAMPAK LEBIH INDAH DAN RAPI karena telah terbebas dari 
bangunan-bangunan yang tadinya berada di atasnya, diberi tanggul penahan dan 
dihijaukan dengan pohon peneduh, meski masih kecil-kecil.

Namun sayangnya, keinginan warga Sewan akan GANTI RUGI ini telah dipelintir 
oleh media massa, dan juga LBH, bahwa mereka menolak penggusuran, padahal tidak 
demikian halnya. Lagipula hal ini dikhawatirkan akan berkembang menjadi isu 
ETNIS, menjadi seolah hanya Cina Benteng saja yang keukeuh-peuteukeuh MENOLAK 
PENGGUSURAN, seperti kita baca diberitakan di media massa. Padahal, menurut 
narasumber yang sama, Sewan Lebak, Tangga Asem dan Kokun sebenarnya juga banyak 
warga Muslimnya, bukan hanya Cina Benteng. 

Apalagi selama ini Cina Benteng memang seolah dimarjinalkan, selalu dikaitkan 
dengan warga kelas bawah yang patut dikasihani, akibat pemberitaan KELIRU di 
media massa. Padahal, dari pengalaman owe SEGALANG-SEGULUNG dengan mereka, Cina 
Benteng SAMA SAJA dengan warga Cina non-Benteng lainnya: ada yang termasuk 
kelas bawah, tetapi tidak sedikit pula yang termasuk warga kelas atas. Sekali 
lagi owe tegaskan, CINA BENTENG tak lebih dan tak kurang artinya dari CINA 
TANGERANG, bukan CINA KELAS BAWAH, apalagi NAMA KAMPUNG!!!

Lebih lanjut lagi, isu ETNIS―bukan KEMANUSIAAN―ini akan terus-menerus 
dihembuskan, setiap kali ada penggusuran warga Sewan dan bantaran kali Cisadane 
dari UDIK sampai ke ILIR lainnya. Padahal, seperti yang owe dengar (boleh 
dicek) masterplan mengenai pembenahan daerah sepanjang bantaran Kali Cisadane 
sudah disosialisasikan semenjak DUA TAHUN lalu. Jadi, bukan baru sekarang saja. 
Dan ini sebetulnya bukan hanya menjadi proyek Pemerintah Kota Tangerang, tetapi 
juga menjadi proyek rencana kerja Pemerintah Pusat, karena melewati batas 
-batas wilayah antara Kota dan Kabupaten Tangerang.

Di lain pihak, pembenahan yang dilakukan selain itu sebenarnya terbukti telah 
membuat Kota Tangerang terlihat lebih indah dan rapi, dan rencananya kali 
Cisadane akan menjadi bersih dan digunakan sebagai sarana transportasi air 
seperti di Belanda. Asyik, bukan, seandainya rencana ini bisa terwujud? Tinggal 
negosiasi dengan Pemkot Tangerang mengenai ganti rugi ini saja. Mudah bukan?

Kiongchiu,
David Kwa

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, F Alexander FW  wrote:

Senin, 19/04/2010 11:34 WIB

10 Dalih Menolak Penggusuran China Benteng

Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Pekan kemarin, Satpol PP Kota Tangerang nyaris menggusur pemukiman 
warga China Benteng yang tinggal di Kampung Wangi, Mekar Sari, Kota Tengarang. 
Meski tak berhasil meluluhlantakan pemukiman, tapi dua bangunan yaitu pabrik 
roti dan peternakan babi berhasil
diambrukkan Satpol PP.

Seakan tak gentar menghadapi Satpol PP, 1007 warga akan terus bertahan di tanah 
yang telah ditempati sejak abad ke-17 M tersebut. Apalagi, pengusiran paksa 
oleh Satpol PP mengintai sewaktu-waktu.

"Kami punya 10 dalih menolak penggusuran tersebut. 10 Dalih ini menghadapi 10 
tudingan pemerintah sebagai alasan menggusur," ujar kuasa hukum warga, 
Nurkholis Hidayat dari LBH Jakarta kepada detikcom, Senin, (19/4/2010).

Dalih pertama yaitu warga China Benteng telah menghuni pinggiran Kali Cisadane 
sejak sebelum Indonesia merdeka. Ketiadaan sertifikat tanah dikarenakan politik 
agraria penguasa yang tidak berpihak pada masyarakat miskin.

"Warga juga membayar pajak tanah dan memiliki adminsitrasi pemerintahan (RT/RW) 
resmi," ujarnya.

Kedua, fakta bangunan sederhana sudah ada sejak dahulu kala dan ketiadaan IMB 
karena administrasi pemerintah kota yang diskriminatif dan tidak berpihak pada 
masyarakat miskin.

"Warga justru menjadi korban pungli oknum pemerintahan kota," tambahnya.

Ketiga, warga bersedia untuk menjaga kebersihan dan menata ulang pinggiran 
kali. Namun tanggungjawab kebersihan kota juga seharusnya sebanding dengan 
pelayanan dan penyediaan infrastruktur kebersihan oleh Pemkot terhadap warga.

"Lagipula kontribusi sampah warga tidak sebanyak sampah dan limbah berbagai 
perusahaan dan pabrik yang mengalir ke Kali Cisadan

[budaya_tionghua] Re: Fw: Menyusuri Kampung Bersejarah Cina Benteng

2010-04-19 Terurut Topik David Kwa
 bagi BARAT dan TIMUR.
Akan tetapi, pembagian wilayah ILIR dan UDIK seperti itu hanya diketahui oleh 
warga CINA BENTENG sendiri. Bagi warga di luar BENTENG, Jakarta misalnya, yang 
digolongkan CINA BENTENG adalah JUGA termasuk orang Tionghoa yang bermukim 
secara turun-temurun di seluruh KABUPATEN TANGERANG, yang meliputi 
wilayah-wilayah seputar Tangerang tadi: Batuceper, Teluknaga, Mauk, Sepatan, 
Cikupa, Balaraja, Curug, Legok, Tigaraksa, Serpong dsb, bahkan sampai ke Dadap 
dan Kosambi yang berbatasan dengan Jakarta. Seperti istilah ORANG BETAWI yang 
melebar hingga ke Bogor, Tangerang dan Bekasi, istilah CINA BENTENG juga 
lama-lama mengalami perluasan, hingga mereka yang berasal dari Tegal Alur di 
Kamal, Jakarta Barat, misalnya, bahkan masih juga disebut CINA BENTENG, padahal 
bagi warga CINA BENTENG sendiri mereka sejatinya lebih tepat disebut CINA ILIR 
(UTARA).
 “Sejumlah informasi menyebutkan, warga Cinben terbagi menjadi dua golongan. 
Itu didasarkan pada kedatangan mereka dari Tiongkok. Golongan pertama datang 
pada abad ke-15 untuk menjadi pekerja dan pedagang. Mereka mencapai Tangerang 
dengan perahu sederhana. 
Sedangkan golongan kedua adalah orang Tionghoa yang datang pada abad ke-18. 
Mereka mendapatkan restu dan perbekalan dari kaisar Tiongkok. Saat migrasi itu, 
mereka berjanji tetap loyal kepada Tiongkok dan kaisar Dinasti Qing. Mereka 
datang dengan kapal dagang Belanda.”
Setahu owe, rasanya tidak pernah ada dekrit Kaisar Qing yang memberi 
izin―apalagi restu dan perbekalan―bagi orang Tionghoa yang bermigrasi ke luar 
Tiongkok. Yang ada hanya migrasi secara ilegal. Juga tidak benar bila ada yang 
mengatakan mereka datang dengan kapal Belanda, karena mereka datang dengan 
kapal jung Tiongkok.
Pemukiman warga CINA ILIR (UTARA) di Sewan yang menjadi lahan sengketa, hanya 
sebagian kecil dari pemukiman warga CINA ILIR dan CINA UDIK di seluruh 
kabupaten Tangerang. Sebelum dibangunnya Bandara Soetta, wilayah mereka lebih 
luas lagi. Dengan dibangunnya Bandara Soetta, karena lahan pemukiman semakin 
sempit, mereka yang tadinya punya tanah yang luas-luas di desa-desa yang 
wilayahnya dijadikan wilayah Bandara, terpaksa hidup berjejalan di 
kawasan-kawasan di luar Bandara, antara lain di Sewan ini. Tragisnya, derita 
mereka seolah tak habis-habis, mereka sekarang akan digusur pula entah ke mana, 
tanpa menerima ganti rugi… Semoga keadilan berpihak pada mereka yang miskin dan 
tidak berdaya…
 
Kiongchiu,
David Kwa
 
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT"  wrote:

[Jawa Pos, Senin, 19 April 2010 ] 
Menyusuri Kampung Bersejarah Cina Benteng, Tangerang, yang Terancam Digusur 
Dupa di Teras Rumah, Kertas Mantra Menempel di Pintu 
Kampung Cina Benteng tampak seperti museum hidup di Kota Tangerang. Kampung itu 
ada sejak ratusan tahun lalu. Masyarakatnya menghuni kawasan di sepanjang 
bantaran Sungai Cisadane. Demi alasan penghijauan, kampung tersebut bakal 
digusur dan warga dipaksa pergi. 
THOMAS KUKUH-IGNA, Jakarta
---
SEKILAS, tak ada yang istimewa dari perkampungan di bantaran Sungai Cisadane, 
Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari, Tangerang, tersebut. Kondisinya tak 
jauh berbeda dengan kawasan bangunan di pinggir sungai pada umumnya. 
Memprihatinkan dan berdesakan. Selain itu, sempit, kumuh, dan sumpek. 
Sebagian besar rumah di kawasan tersebut dibuat dari gedek. Banyak yang reot. 
Kalaupun ada yang sudah ditembok dengan bata, bangunannya tidak mulus lagi. 
Catnya memudar. Bahkan, banyak rumah yang tidak dicat. Selain itu, mayoritas 
rumah di sana hanya berlantai tanah. 
Kendati begitu, ada yang sedikit berbeda dan unik di kampung tersebut. Di teras 
hampir semua rumah dipasang dupa (Hio, DK). Lalu, di atas pintu ditempel kertas 
berwarna kuning. Kertas kecil berukuran sekitar 20 x 6 sentimeter itu 
bertulisan huruf Tiongkok (Tionghoa, DK) berwarna merah (Hu, DK). 
"Kata leluhur kami, itu mantra untuk menolak bala. Tapi, saya nggak tahu 
namanya apa. Cuma nurut kata orang tua," kata Loa Sun Yam, 39, warga yang 
tinggal di RT 04/RW 04, saat ditemui Jawa Pos kemarin siang (18/4). 
Ya, hampir semua penghuni kampung di bantaran sungai tersebut adalah warga 
keturunan Tionghoa. Kampung tua yang diperkirakan ada sejak 1830 itu lebih 
dikenal dengan sebutan Kampung Cina Benteng atau disingkat Cinben. Luasnya 
sekitar 10 hektare. 
"Meskipun kami keturunan (Tionghoa, Red), nggak ada yang kaya. Semuanya hidup 
susah," keluh wanita yang memiliki nama lain Meliana itu. 
Dia menceritakan, sebagian besar warga kampung tersebut berprofesi sebagai 
pedagang kecil, seperti pembuat roti keliling dan pedagang yang meracang. 
Banyak pula yang menjadi pembantu rumah tangga dan buruh kasar di kampung 
sekitar. "Sisanya adalah tukang rongsokan dan penganggur," tutur wanita 
berkulit gelap itu. 
Nah, beberapa hari terakhir, kesusahan warga kampung tersebut menjadi-jadi. 
Kini mereka terus dibayangi perasaan waswas karena permukiman di bantaran 
sungai itu men

[budaya_tionghua] Re: Tokoh klenteng lokal dari Jawa ke Malaya ???

2010-04-18 Terurut Topik David

Sarua, Bogor ge hareudang, lamun beurang jeung teu hujan mah, he he he...

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ibcindon"  wrote:
>
> Suhu  Kian Hauw  y.b.,
> 
>  
> 
> Setahu oweh ; kalu Mbah Jugo belon melayang pindah pertapaan, agakny  masih 
> di dekat kota Malang sekarang yaitu di gunung Kawi.
> 
>  
> 
> Sualnya TAN TIK SIOE SIAN, belum pernah ketemu dia punya wasiat ato pun 
> catatan  jadi  owe tidak bisa cerita banyak……… Kklenteng  ular atau 
> batu item di Semenanjung Malaya  kayanya pernah dengar saliwat tapi 
> 
>  
> 
> owe udah poho dimana …..
> 
>  
> 
> Soja hormat,
> 
>  
> 
> Dari Bandoeng yang lagi haredang,
> 
>  
> 
> Sugiri.
> 
>  
> 
>  
> 
>  
> 
>  
> 
>  
> 
>  
> 
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of David
> Sent: Sunday, April 18, 2010 2:22 PM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Tokoh klenteng lokal di pulau Jawa.,
> 
>  
> 
>   
> 
> Loheng yang terhormat,
> 
> Kamsia atas Loheng punya pengunjukan nyang sanget berharga, cumah di dalem 
> hati owe ada timbul satu pertanyahan nyang tida ternyatahken di dalem itu 
> tulisan. Di bilangan mana dari pulo Java ada tempat menetepnya Mbah Jugo? 
> Sebab di dalem tekst ada katerangan, "... Tempat ini juga dikunjungi 
> berbarengan oleh umat Muslim dan Tionghoa nyang mempercayainya," aken tetapi 
> sayangnya Loheng tida jelasken dimana adanya itu tempat nyang sring dapet 
> kunjungan dari berbagi bangsa Selam dan Tionghoa…
> 
> Lantes, owe ada kaingetan sama satu lagi tokoh nyang juga locaal di Java, 
> iyaitulah Tan Tik Sioe SIAN 陳德壽仙 (Tan Tik Sioe 
> 陳德壽 nyang telah capei gelar spiritueel SIAN 仙) adanya. 
> Apa Loheng atawa Liatwi Sianseng-Hujin-Lisu 
> åˆâ€"位先ç"Ÿå¤«äººå¥³å£« nyang laen bisa tulung 
> ceritaken lebi jau perkara ini tokoh, salaennya iya ada sampe bekend kerna 
> iya perna bertapah di atas Gunung Wilis, Java Wetan, dan suda tulung banyak 
> orang dengen sembuken berbagi-bagi panyakit, serta akhirnya tinggalken ini 
> duniya sewaktu iya melancong di P. Pinang, Malaya, pada tahon 1925, di tempat 
> mana, kalu owe tida sala denger, di salah satu greja (bio) di itu pulo (Snake 
> Temple di Batu Hitam?), iya ada tinggalken satu pringetan dari iyapunya nama 
> nyang wangi? (pcmiiw).
> 
> Owe punya kiongchiu,
> Kian Hauw
> Buitenzorg
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> <mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com> , "ibcindon"  wrote:
> 
> Mbah Jugo seorang Tionghoa yang mengasingkan diri pada tahun 1876, lalu hidup 
> secara Taoist dan meninggal 3 tahun kemudian. Diceritakan bahwa sebenarnya ia 
> adalah tokoh pergerakan pemberontakan Taiping, yang dipimpin Hong Xiuquan 
> (1813-1864). Ketika Taiping dikalahkan; ia melarikan diri ke pulau Jawa dan 
> demi melindungi diri ia tidak pernah memakai nama aslinya lagi. Mbah Jugo 
> juga memiliki murid setempat Imam Soedjono dan Chen Yuquan. Tempat ini juga 
> dikunjungi berbarengan oleh umat Muslim dan Tionghoa yang mempercayainya.
>




[budaya_tionghua] Re: Tokoh klenteng lokal di pulau Jawa.,

2010-04-18 Terurut Topik David
Loheng yang terhormat,

Kamsia atas Loheng punya pengunjukan nyang sanget berharga, cumah di dalem hati 
owe ada timbul satu pertanyahan nyang tida ternyatahken di dalem itu tulisan. 
Di bilangan mana dari pulo Java ada tempat menetepnya Mbah Jugo? Sebab di dalem 
tekst ada katerangan, "... Tempat ini juga dikunjungi berbarengan oleh umat 
Muslim dan Tionghoa nyang mempercayainya," aken tetapi sayangnya Loheng tida 
jelasken dimana adanya itu tempat nyang sring dapet kunjungan dari berbagi 
bangsa Selam dan Tionghoa…

Lantes, owe ada kaingetan sama satu lagi tokoh nyang juga locaal di Java, 
iyaitulah Tan Tik Sioe SIAN 陳德壽仙 (Tan Tik Sioe 陳德壽 nyang telah 
capei gelar spiritueel SIAN 仙) adanya. Apa Loheng atawa Liatwi 
Sianseng-Hujin-Lisu 列位先ç"Ÿå¤«äººå¥³å£« nyang laen bisa tulung ceritaken 
lebi jau perkara ini tokoh, salaennya iya ada sampe bekend kerna iya perna 
bertapah di atas Gunung Wilis, Java Wetan, dan suda tulung banyak orang dengen 
sembuken berbagi-bagi panyakit, serta akhirnya tinggalken ini duniya sewaktu 
iya melancong di P. Pinang, Malaya, pada tahon 1925, di tempat mana, kalu owe 
tida sala denger, di salah satu greja (bio) di itu pulo (Snake Temple di Batu 
Hitam?), iya ada tinggalken satu pringetan dari iyapunya nama nyang wangi? 
(pcmiiw).

Owe punya kiongchiu,
Kian Hauw
Buitenzorg

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ibcindon"  wrote:

Mbah Jugo seorang Tionghoa yang mengasingkan diri pada tahun 1876, lalu hidup 
secara Taoist dan meninggal 3 tahun kemudian. Diceritakan bahwa sebenarnya ia 
adalah tokoh pergerakan pemberontakan Taiping, yang dipimpin Hong Xiuquan 
(1813-1864). Ketika Taiping dikalahkan; ia melarikan diri ke pulau Jawa dan 
demi melindungi diri ia tidak pernah memakai nama aslinya lagi. Mbah Jugo juga 
memiliki murid setempat Imam Soedjono dan Chen Yuquan. Tempat ini juga 
dikunjungi berbarengan oleh umat Muslim dan Tionghoa yang mempercayainya.




[budaya_tionghua] Re: BERPA BANYAK SIH GELOMBANG KETURUNANAN TIONGHOA YANG DATANG DI NANYANG. 2.//

2010-04-15 Terurut Topik David
Loheng,

Ralat juga: 
1.  Zheng He (Mandarin Pinyin) (baca: cĕng hĕ) = Chêng Hô (Mandarin 
Wade-Giles) (baca: cĕng hĕ) = Tne Ho 鄭å'Œ (Hokkian), bukan ZHONG HE atau 
CENG HO. 
2.  Yang dimaksud dengan Kelenteng Sam Po Kong Bui Su, Jakarta, Ancol, apa 
bukannya sama saja dengan Kelenteng ANXU DABOGONG MIAO (atau DA BO GONG AN XU 
MIAO), Jakarta, Ancol? Setahu owe di Ancol cuma ada satu kelenteng itu, dan 
kelenteng Toapeqkong Ancol 安恤大伯公廟 (Anxu Dabogong Miao) ini dibangun 
di ATAS situs makam Sam Po Sui Su 三寶水師 (pelaut Sam Po, salah seorang 
anak buah Sam Po Kong yang kelentengnya ada di Semarang) berdampingan dengan 
istrinya yang seorang doger (penari profesional) Nyai Sitiwati dan seorang 
tokoh lain yang disebut-sebut sebagai mertuanya, Said Areli Dato Kembang.
3.  Nama kelenteng Kim Tek Yni (baca: I dengan sengau) é‡`德院 (bukan Kim 
Tek JI), Jakarta, Petak Sembilan, adalah lafal Hokkian dari Jin De Yuan. Lalu 
mengapa tahun dibangunnya berbeda, Kim Tek I ca 1580, sementara Jin De Yuan ca 
1650. Menurut hasil penelitian Claudine Salmon, Kim Tek I aka Jin De Yuan 
dibangun ca 1650 (dinasti Mancu/Cheng), bukan 1580 (dinasti Beng).

Kiongchiu,
David Kwa

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ibcindon"  wrote:
>
> 
> Periode
> 
>   Bangunan klenteng
> 
> Dibangun
> 
> 
> Zhong he, Ceng ho
> 
> 1405-1433
> 
>   
>   
> Sam Po Kong Bui Su, Jakarta, Ancol
> 
> circa 1480
> 
> 
> dinasti Ming
> 
> abad 16
> 
> Talang, Cirebon
> 
> 1577
> 
>   
> Kim Tek Ji, Jakarta, Kota
> 
> circa  1580
> 
>   
> Tay Kak Sie, Cirebon
> 
> circa 1595
> 
> 
> Batavia, JP Z Coen
> 
> 1619
> 
>   
> 
> dinasti Manzu, Qing
> 
> 1644-1911
> 
> Jin De Yuan, Jakarta, Petak 9
> 
> circa 1650
> 
>   
> Da Bo Gong An Xu Miao, Jakarta, Ancol
> 
> circa 1650
> 
>   
> Bun San Tong , Cirebon
> 
> circa 1680
> 
> 
> huru-hara Batavia
> 
> 1740
> 
>   
>   
> Feng Shan Miao, Da Shi Miao, Jakarta, Kemenangan
> 
> circa 1751
> 
>   
> Chen Shi Zu Miao, Jakarta,  Blandongan
> 
> circa 1757
> 
>   
> Wan Jie  Si, Jakarta, Lautze
> 
> circa 1761
> 
>   
> Boen Tek Bio, Tangerang
> 
> circa  1780
> 
>   
> Lu Ban Gong, Jakarta, Bandengan  selatan
> 
> circa 1794
> 
> 
> Singapore dikuasai Inggris
> 
> 1819
> 
>   
>   
> Da Bo Gong  You Mi  Hang  Hui Miao, Jakarta, Pejagalan
> 
> circa 1823
> 
>   
> Xin De Miao, Jakarta, Pasar baru
> 
> circa 1825
> 
> 
> Hong Kong dikuasai Inggris
> 
> 1842
> 
>   
>   
> San Yuan Gong, Jakarta, Jembatan batu
> 
> circa  1847
> 
> 
> pemberontakan Tai Ping Dian Guo
> 
> 1850 - 1864
> 
>   
>   
> Lu Guo Dai Fu, Jakarta, Angke
> 
> circa 1860
> 
>   
> Hong  Xi Miao, Jakarta, Angke
> 
> circa 1869
> 
>   
> Hok Tek Bio, Cianjur
> 
> 1880
> 
>   
> Hiap Thian Kiong, Bandung
> 
> 1885
> 
>   
> Hiap Thian  Kiong, Krawang
> 
> 1892
> 
>   
> Tju  Tji Kiong, Krawang
> 
> 1908
> 
> 
> Tiongkok Nasionalis, GMT
> 
> 1911- 1950
> 
>   
>   
> Kun An  Tong , Cirebon, Kuningan
> 
> 1917
> 
>   
> Tian Bao Tang, Jakarta, Jatinegara
> 
> circa 1920
> 
>   
> Hok Man Tong, Tasikmalaya
> 
> circa 1920
> 
>   
> Tong Shan Tang, Jakarta, Mangga besar
> 
> circa 1925
> 
>   
> Pasar Tanah Abang, Jakarta.
> 
> circa 1928
> 
>   
> Ban Sian Tong, Bandung
> 
> 1935
> 
> Tabel 1.  Periode  migrasi dan pembangunan  klenteng tua di Jawa barat,  dan
> Jakarta.[1] [2]
> 
>  Terlihat adanya kecenderungan setelah setiap periode eksodus gelombang
> imigrasi Tionghoa akan diikuti dengan pendirian klenteng baru di tempat
> mereka bertempat tinggal di pulau Jawa. Bangunan klenteng ini dikerjakan
> oleh para tukang yang didatangkan langsung dari tempat asalnya di Tiongkok
> Selatan (Fujian dan Gwangdong), dengan sendirinya seluruh detail bangunan
> akan dikerjakan sama benar dengan bangunan serupa di tempat asalnya;
> sehingga terlihat sarat dengan nuansa langgam arsitektur vernakular
> Tiongkok Selatan.
> 
>  
> 
>  
> 
>  
> 
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> [mailto:

Re: [budaya_tionghua] tanggal lahir cina ==> saya mau tanya juga...

2010-04-13 Terurut Topik David Oei
Silahkan convert di sini

http://www.chinesefortunecalendar.com/CLunarCal1.htm



2010/4/14, tony hui :
>
>
>
>   Q :
> Halo juga semuanya...
> Saya juga mau tanya dan mohon informasinya. .
> Papa saya lahir pada tanggalan cina, bulan 1 tanggal 19 tahun 1946.
> Itu berarti tanggal masehi nya berapa ya?
> Thanks atas bantuannya.
>
>
> Ans :
> bulan 1 tanggal 19 tahun 1946. untuk masehi 20 - 02 - 1946
>
>
> Q:
> Halo...saya mau tya,,kalo saya lahir pada tanggal 8 november 1984,,itu
> tangal cina nya tanggal berapa ya???thq sebelumnya
>
> Ans : tgl cina nya bulan 10 tgl 16
>
> Ada waktu main-main ke sini yatq 
>
>
> 
>


[budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA THE/ZHENG

2010-04-10 Terurut Topik David
Sorry, terbalik. Tio/ZHAO dan Thio/ZHANG.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Kawaii_no_Shogetsu"  
wrote:
>
>  Ntar malah rancu ketuker sama Tio/Zhang dan Thio/Zhao lagi. Apa bedanya sama 
> orang yang buang marga? 
> 
>  Aizai... Aizai...
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zhoufy@ wrote:
> >
> > Theo itu marga yg berasal dari mana ya? Bgmn huruf Han nya?  Jika setiap 
> > generasi mencipta marga baru sendiri2, itu pasti akan memutus link ke 
> > leluhur. Nantinya, antara sdr sepupu tak akan punya marga yg sama lagi, 
> > apalagi generasi di bawahnya.
> > Jadi, apa gunanya marga spt ini? 
> >   
> > Sent from my BlackBerry®
> > powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> > 
> > -Original Message-
> > From: suanger86@
> > Date: Fri, 9 Apr 2010 06:43:54 
> > To: 
> > Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA 
> > THE/ZHENG
> > 
> > Halo semuanya,
> > 
> > Saya jg bermarga the.saya jg menikah dengan suami yg bermarga the.pada saat 
> > anak kami lahir.marga the kita ubah menjadi theo.mungkin ini bisa menjadi 
> > acuan buat yg bingung krn ingin membawa marga dibelakang namanya.
> > 
> > Salam,
> > Vera
> > Powered by Telkomsel BlackBerry®
> > 
> > -Original Message-
> > From: Petrus Paryono 
> > Date: Thu, 8 Apr 2010 17:52:05 
> > To: 
> > Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA 
> > THE/ZHENG
> > 
> > Dear All,
> > 
> > membaca diskusi ini rasanya sedih. Karena she THE dan she-she yang lain 
> > bakal punah dari negeri ini. Saat ini saya masih baca nama 3 seseorang dan 
> > itu biasanya terpampang pada berita duka. Hanya pada akhir hayatnya, nama 3 
> > muncul lagi setelah "ditenggelamkan" sekian puluh tahun.
> > 
> > Ada she yang berubah-bentuk, misalnya TAN menjadi SUTANTO, LIEM menjadi 
> > HALIM atau SALIM, KHO menjadi KOSASIH, dan sebagainya. Tapi she THE berubah 
> > jadi apa ya? Saya belum bisa mengenali bentuk barunya.
> > 
> > Salam dari salah satu generasi terakhir pemilik she THE di Indonesia.
> > 
> > Petrus Paryono
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > From: Kawaii_no_Shogetsu 
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Sent: Thu, April 8, 2010 4:59:31 PM
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA 
> > THE/ZHENG
> > 
> >   
> > Kalau boleh tahu, kenalan anda ini dari keluarga The cabang mana? 
> > 
> > Karena yang saya, Steve Looheng, dan "Kukong" Oephoeng sedang bahas ini 
> > adalah keluarga The dari cabang Tanjung, keturunannya The Siem Tjiang dan 
> > The Siem Wan.
> > 
> > Kiongchiu,
> > Hian Goan.
> > 
> > --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, david_apank@ ... wrote:
> > >
> > > Di cirebon ada juga yang saya kenal yang marga the. Kalo tidak salah 
> > > namanya the she tung. 
> > > Sent from BlackBerry® on 3
> > > 
> > > -Original Message-
> > > From: "Kawaii_no_Shogetsu " 
> > > Date: Wed, 07 Apr 2010 08:47:38 
> > > To: 
> > > Subject: [budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA 
> > > THE/ZHENG
> > > 
> > >  Wah. masih sodara ya kita? Hehehe...
> > > Saya keturunan The Tjiauw Keng, alias Baba Tjiauw Keng. Saya dan adik 
> > > laki-laki merupakan keturunan terakhir yang masih punya nama generasi. 
> > > Sepupu-sepupu dalam saya semuanya dah tidak punya. Ada keinginan buat 
> > > mendata dan menyusun Buku silsilah. Sekalian supaya nama generasi ini gak 
> > > putus cuman sampai di saya saja, tapi tetap berkelanjutan ke generasi 
> > > yang selanjutnya.
> > > 
> > > The She Giam
> > > alias The Hian Goan.
> > > 
> > > 
> > > --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Steve Haryono  wrote:
> > > >
> > > > Bung She Giam,
> > > > 
> > > > Jadi betul dugaan saya ya ?
> > > > Saya pernah menanyakan dengan saudara saya menikah dengan keturunan The 
> > > > Sim Wan dan The Tjiauw Ling, menurut dia setelah The Tjiauw  
> > > > keliatannya mereka tidak lagi konsisten memakai nama generasi. 
> > > > Kemungkinan memang ya tidak ada, dan ada yang pindah kota, hubungan 
> > > > antar keluarga jadi jarang, jadi tidak lagi memakai nama generasi yang 
> > > > sama.
> > > > 
> > > > Salam,
> > > > Steve
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > >
> > > > From: Kawaii_no_Shogetsu 
> > > > To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > > > Sent: Wed, April 7, 2010 8:52:38 AM
> > > > Subject: [budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA 
> > > > THE/ZHENG
> > > > 
> > > > 
> > > > Tanjung itu daerah Brebes. Memang dekat dengan Cirebon, tapi sudah 
> > > > mulai masuk daerah Tegal.
> > > > 
> > > > Kiongchiu
> > > > 
> > > > --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Steve Haryono  wrote:
> > > > >
> > > > > Bung She Giam,
> > > > > Mungkin bisa dikasih tau ke saya, Tanjung itu daerah mana ?
> > > > > Di daerah dekat Cirebon juga ada desa yang namanya desa Tanjung, 
> > > > > cuman saya tidak yakin kalau ini yang dimaksud.
> > > > > 
> > > > > Salam,
> > > > > Steve
> > >

[budaya_tionghua] Re: Aksen Jawa (Timur Tengah) Was:Bapak menjadi Bapa, atau Bapa diganti jadi Bapak?

2010-04-05 Terurut Topik David

Bicara soal MEDHOK, jelas aksen mereka sehari-hari berpengaruh besar terhadap 
ejaan yang mereka pakai dalam lirik lagu karaoke, misalnya, atau teks bahasa 
Tionghoa (Mandarin atau Hokkian) beraksara Latin lainnya. Bahkan, lagu-lagu 
Mandarin yang TIDAK memakai ejaan PINYIN yang keluaran Surabaya, misalnya, 
dapat kita tengarai dari ejaannya yang dipengaruhi logat Jawa atas kata-kata 
yang berbunyi hentak P, T, K, dan Q. Contoh:

Pinyin  Jateng-JatimLafal (Pengucapan)
Peiban 陪伴 (mendampingi) Beipan  PHeipan
Taiyang 太陽 (matahari)   Daiyang THaiyang
Kaishi 開始 (mulai)   Gaishe  KHaishe
Qiguai 奇怪 (aneh)Jikuai  CHikuai

Yang owe tau sih, di Betawi hanya ada istilah enya’-babe(h), bukan 
emak-babeh, kurang tau kalu Betawinya bagian Serpong mah. Enya’ ditengarai 
berasal dari Hokkian ng-nia; encing (laki-perempuan) dari ng-cim; encang belum 
ketemu. Di kalangan Peranakan di Bogor ng-nia ini berubah lafal jadi n-nah, 
sementara baba jadi babah.

Kiongchiu,
DK



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ophoeng"  wrote:
Bung David dan TTM semuah,

Hai, apakabar? Sudah makan?

Hehehe.. kalau anda tidak menceritakan pengalaman masa-masa SD dengan 
guru-guru asal jawa (timur dan tengah), saya memang tidak 'ngeh' soal aksen 
mereka. Khususnya dalam soal akhiran 'K' ini.

Nymabung dikit, saya perhatikan, teman-teman saya yang Tionghua dari Jawa 
timur, kalau berbicara, kenapa ya aksen-nya justru lebih 'medhok' dari penduduk 
'asli' Serbejeh (Surabaya). Kalau kita bertemu mereka, akan dengan jelas 
terrasa bahwa mereka berasal dari jatim (Surabaya).

Cara teman-teman Tionghoa kita yang berasal dari Jawa (timur dan tengah) 
berbicara dalam basa Tionghoa juga sama 'medhok'nya, terpengaruh oleh aksen 
Jawa mungkin ya?

Kalau bicara tentang 'ng-ma' yang jadi 'ema', lalu mereka menyebutnya 'emak', 
mengapa lantas di Betawi ada sebutan 'emak' (dengan 'k' yang cetol, jelas) yang 
artinya adalah 'mama' (ibu) yang padanannya adalah 'babeh'. Apakah 'emak' (jadi 
'enyak'?) dan 'babeh', juga 'encing' dan 'encang' (kalau 'engkong' sih jelas 
toh) itu pengaruh dari basa Hok-kian tah?

Begitu saja sih ya.

Salam makan enak dan sehat,
Ophoeng
BSD City, Tangerang Selatan



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "David"  wrote:

Perkara lafal dan ejaan, owe jadi ingat pengalaman semasa SD dulu. Ketika ada 
mata pelajaran yang harus didiktekan oleh gurunya yang orang Jawa, maka dia, 
seperti umumnya orang Jawa, tidak bisa mengucapkan kata TITIK TITIK (…) 
dengan baik, melainkan jadi TITE’ TITE’. Tentu saja kami yang orang Jakarta 
langsung serentak berteriak mengoreksi, “TITIK TITIK, bu, bukan TITE’ 
TITE’!” Sang guru diam saja, karena dia tahu maksudnya memang benar itu, 
hanya dia tidak bisa melafalkannya dengan benar.

Sebaliknya, pada kesempatan lain, dia selalu mengucapkan BANYAK ANAK-ANAK 
DUDUK-DUDUK sebagai BANYA’ ANA’-ANA’ DUDO’-DUDO’ (dengan konsonan 
akhir K yang seharusnya dilafalkan jadi seperti “ditelan”).

Setelah dewasa, semua itu owe pikir memang bukan semata-mata kesalahan sang 
guru, tapi karena EJAAN SOEWANDI (1947). Ejaan itu TIDAK bisa membedakan antara 
mana yang konsonan akhir K betulan (yang harus diucapkan dengan jelas, seperti 
kasus TITIK TITIK dan BANYAK ANAK-ANAK DUDUK-DUDUK di atas) dan mana yang hanya 
merupakan bunyi hamzah ‘ belaka (seperti dalam BAPA’, KAKA’, TIDA’). 
Keduanya disamakan saja dengan konsonan akhir K, berbeda dengan ejaan Van 
Ophuijsen (1901) yang jelas-jelas MEMBEDAKAN antara keduanya. Maklum SOEWANDI 
kan orang Jawa, dan orang Jawa kita tahu tidak bisa membedakan antara keduanya.

Akibatnya, karena kesalahan dalam ejaan itu, yang kemudian diwarisi oleh EYD 
(1972), saudara-saudara Tionghoa kita dari Jawa Tengah dan Jawa Timur cenderung 
mengeja EMA (‘nenek’) menjadi EMAK, dan TACI (‘kakak perempuan’) 
menjadi TACIK, padahal ejaan Hokkiannya NG-MA dan CI-CI (tanpa bunyi hamzah 
‘), sesuatu yang dihindari mereka yang dari Jakarta dan Jawa Barat. Karena 
mereka akan melafalkannya sebagai EMAK dan TACIK. Repot, bukan?

Kiongchiu,
DK




[budaya_tionghua] Re: (Bapak menjadi Bapa, atau Bapa diganti jadi Bapak?)

2010-04-05 Terurut Topik David
Perkara lafal dan ejaan, owe jadi ingat pengalaman semasa SD dulu. Ketika ada 
mata pelajaran yang harus didiktekan oleh gurunya yang orang Jawa, maka dia, 
seperti umumnya orang Jawa, tidak bisa mengucapkan kata TITIK TITIK (¡­) dengan 
baik, melainkan jadi TITE¡¯ TITE¡¯. Tentu saja kami yang orang Jakarta langsung 
serentak berteriak mengoreksi, ¡°TITIK TITIK, bu, bukan TITE¡¯ TITE¡¯!¡± Sang 
guru diam saja, karena dia tahu maksudnya memang benar itu, hanya dia tidak 
bisa melafalkannya dengan benar.

Sebaliknya, pada kesempatan lain, dia selalu mengucapkan BANYAK ANAK-ANAK 
DUDUK-DUDUK sebagai BANYA¡¯ ANA¡¯-ANA¡¯ DUDO¡¯-DUDO¡¯ (dengan konsonan akhir K 
yang seharusnya dilafalkan jadi seperti ¡°ditelan¡±). 

Setelah dewasa, semua itu owe pikir memang bukan semata-mata kesalahan sang 
guru, tapi karena EJAAN SOEWANDI (1947). Ejaan itu TIDAK bisa membedakan antara 
mana yang konsonan akhir K betulan (yang harus diucapkan dengan jelas, seperti 
kasus TITIK TITIK dan BANYAK ANAK-ANAK di atas) dan mana yang hanya merupakan 
bunyi hamzah ¡® belaka (seperti dalam BAPA¡¯, KAKA¡¯, TIDA¡¯). Keduanya 
disamakan saja dengan konsonan akhir K, berbeda dengan ejaan Van Ophuijsen yang 
jelas-jelas MEMBEDAKAN antara keduanya. Maklum SOEWANDI kan orang Jawa, dan 
orang Jawa kita tahu tidak bisa membedakan antara keduanya. 

Akibatnya, karena kesalahan dalam ejaan itu, yang kemudian diwarisi oleh EYD 
(1972), saudara-saudara Tionghoa kita dari Jawa Tengah dan Jawa Timur cenderung 
mengeja EMA (¡®nenek¡¯) menjadi EMAK, dan TACI (¡®kakak perempuan¡¯) menjadi 
TACIK, padahal ejaan Hokkiannya NG-MA dan CI-CI (tanpa bunyi hamzah ¡®), 
sesuatu yang dihindari mereka yang dari Jakarta dan Jawa Barat. Karena mereka 
akan melafalkannya sebagai EMAK dan TACIK. Repot, bukan?

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

Karena Bapa, kaka dan tida begitu keluar dari mulut orang Jakarta dan 
sekitarnya diimbuhin bunyi K, maka Suwandi yg hidup di Jakarta menuliskan 
kembali menjadi bapak, kakak dan tidak.

Lidah orang Jawa hanya mengenal huruf akhir A dan K, tdk mengenal G; sedangkan 
lidah orang jakarta tak mengenal huruf akhir A, tahunya K dan G! Ini yg repot.

From: "Erik"  
Date: Mon, 05 Apr 2010 09:38:07 -
To: 
Subject: [budaya_tionghua] Re: (Bapak menjadi Bapa, atau Bapa diganti jadi 
Bapak?) Imlek Agama atau Budaya?

Nah, ini menarik dan bisa dijadikan thread baru!!

Apakah ejaan BAPAK dalam EYD (yang melanjutkan ejaan Suwandi) merupakan ejaan 
yang tepat dan sempurna.? Kalau kita rajin membaca terbitan-terbitan lama kata 
itu memang dieja BAPA kok!! Dan kalau dibunyikan juga BAPA (tanpa bunyi K)!  
Lain dengan kata BADAK, KATAK, JITAK dll yang memang berbunyi akhir K, 
kata-kata seperti BAPAK, KAKAK, NORAK dll yang tidak berbunyi akhir K sewaktu 
masih dieja dengan sistem Van Hophuijsen dulu ditulis sebagai BAPA, KAKAK, dan 
NORA (tanpa akhiran K sesuai dengan bunyinya).

Mengapa tiba-tiba Suwandi mengeja kata-kata yang tak berbunyi akhir K itu 
menjadi BAPAK, KAKAK dan sebagainya?? 

Ada yang bisa menjelaskannya? Mohon petunjuknya.

Salam,

Erik

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, pozz...@... wrote:

Dengan mengganti gantinya, itu merupakan tindskan ego arogansi manusia bagi 
saya. Mis: kata bapak yang bahasa umum menjadi bapa untuk tuhan yesus. Isa 
almasih menjadi jesus, bunda maria menjadi mary, menjadi siti maryam. Semua itu 
bentuk arogansi ego manusia untuk membedakan, untuk mengekslusifkannya.. 




[budaya_tionghua] Re: (budaya_tionghua) ASAL OWE DARI MANA?

2010-03-26 Terurut Topik David
Oh itu mah rasanya kisah perjalanan Euwyong Tjhoen Moi (Myra Sidharta) dari 
Belitung. Beliau memang seorang Haknyin yang kakek-moyangnya berasal dari 
Moyyan, Kuongtung, tapi bukan anak Auwyong Peng Koen, malah tidak ada hubungan 
sama sekali, selain punya "siang" sama. Keberhasilan beliau mencari akarnya 
(xun'gen) di kampung halamannya pernah ia tuturkan di Intisari.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:
>
> Pernah baca cerita anak pk oyong yg kembali ke kampung leluhur di meixian.
> 
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> 
> -Original Message-
> From: King Hian 
> Date: Fri, 26 Mar 2010 02:44:32 
> To: 
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: (budaya_tionghua) ASAL OWE DARI MANA?
> 
> Zhou Xiong,
> Yang pernah saya baca, leluhur Auwjong Peng Koen berasal dari Jinmen (Kim 
> Mng) yang berbahasa Hokkian dialek Xiamen.
> 
> kiongchiu
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> From: "zho...@..." 
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Sent: Fri, March 26, 2010 3:01:46 PM
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: (budaya_tionghua) ASAL OWE DARI MANA?
> 
>   
> Analisa anda agak bias.
> 
> Orang hokian paling banyak di indonesia, benar. Orang hokian lebih dulu 
> datang, juga benar. Dua hal inilah yg membuat bhs hokian mendominasi, bukan 
> alasan profesi.
> 
> Zaman dulu, orang tionghoa kebanyakan adalah pedagang kecil, tdk seperti 
> sekarang sbg pengusaha besar. Jadi tdk benar mengelompokkan pengusaha dan 
> pedagang berdasarkan suku asal. yg berhasil menjadi profesional juga tdk 
> banyak, dan yg profesional umumnya juga sudah holand spreken. Latar etnis tak 
> terlalu berpengaruh lagi. Begitu juga, yg menjadi penulis maupun penerbit 
> bisa dr berbagai kalangan/suku. Spt ouwyang pengkoen adalah orang hakka. 
> Namun karena bhs hokian sudah duluan populer, yg lain ikutan saja.
> 
> Jika mau mengkaitkan profesi dng asal suku, lebih tepatnya begini:
> Orang hokian kebanyakan usaha hasil bumi. Orang hakka usaha kelontong. Hokjia 
> usaha tekstil, konghu meubel, hinhua sepeda, hubei tukang gigi. Berangkat 
> dari jenis usaha kecil ini, kemudian hari baru bisa berkembang menjadi 
> pengusaha besar. Hokian membuka kebun sawit dan mendirikan pabrik minyak 
> goreng. Hakka membuka pabrik plastik dan alat rumah tangga. Hokjia membuka 
> pabrik tekstil, hinhua menjadi dealer sepeda motor dsb dsb.
> 
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> 
> 
> From:  Tjandra Ghozalli  
> Date: Thu, 25 Mar 2010 21:51:42 -0700 (PDT)
> To: 
> Subject: [budaya_tionghua] Re: (budaya_tionghua) ASAL OWE DARI MANA?
>   
> Dear member,
> Istilah yang berasal dari suku Hokkian memang mempengaruhi bahasa Melayu, 
> sebab suku Hokkian adalah suku Tionghoa yang terbesar (terbanyak) di 
> Indonesia. Selain itu dahulu di negeri ini orang Tionghoa terkatagorikan sbb: 
> Hokkian dikenal sebagai pebisnis, profesional (dokter, insinyur, ahli hukum 
> dsb), penulis dan penerbit. Khe dikenal sebagai pedagang kelontong, Konghu 
> dikenal sebagai pengusaha meubel, Hokcia dikenal sebagai pemilik restoran dan 
> lain sebagainya. Redaksi SinPo, Star Weekly, Pancawarna, Panorama, Liberty, 
> Perniagaan dll dipegang oleh orang Hokkian. Bahkan Si Put On tidak lain 
> penjawantahan orang Hokkian peranakan yang sarat dengan istilah: owe, ne, 
> ngko, nci, nso, ngku, ngkong, thiokong, juga istilah gosu, phoatang, ciacay, 
> captun, gotun. Jadi oleh karena suku Hokkian memegang kendali penerbitan dan 
> penulis novel maka istilah istilah Hokkian mudah mengalir ke masyarakat 
> Tionghoa (termasuk non Hokkian) dan masyarakat non Tionghoa di
>  Indonesia. Demikian penjelasan dari saya mengapa istilah atau penulisan nama 
> bergaya Hokkian dipakai di Indonesia sejak zaman Belanda..  RGDS.TG
>




[budaya_tionghua] Re: Fw: Sincia Zaman Dulu di Rumah Kapten Tionghoa

2010-03-25 Terurut Topik David
Mpeh Chan,

Wah sungguh bagus dan menarik sekali kisahnya. Alangkah menariknya bila bisa 
diceritakan waktu ada pesta pernikahan, pesta ulang tahun (shejit) serta saat 
Kapitan meninggal dunia dan juga kenangan-kenangan lain yang pak Go alami 
sebagai tetangga dan teman main anak Kapitan.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" 

[budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? BABA dan NONA

2010-03-25 Terurut Topik David
Mpeq Liang U dan Liatwi,

Panggilan Baba dan Nona di Jakarta memang ada, entah di bagian lain pulau ini. 
Owe ingat, pengalaman owe semasa kecil, waktu berkunjung ke rumah teman, ema 
(nenek)-nya teman itu, yang peranakan Jakarta asli, pernah “menginterogasi” 
owe dengan logat Jakarta aslinya yang medok: “Si Babĕ (dengan “ĕ” 
pĕpĕt, maksudnya owe) anak siapĕ, tinggal di manĕ?”, dst, dst. Mungkin, 
maksudnya, siapa tahu dia kenal keluarga owe. Nah, mengenai panggilan Nona, ema 
owe pun pernah menyapa teman owe yang perempuan dengan panggilan Si Nona. 
Mungkin, kalau yang menyapa emanya teman owe yang Jakarta asli itu, 
panggilannya akan berubah lafal jadi Si Nonĕ… Kesimpulan owe, merupakan hal 
lazim bagi orang Tionghoa (peranakan) maupun non-Tionghoa, untuk menyapa 
laki-laki (pemuda) dan perempuan (gadis) Tionghoa peranakan dengan panggilan 
Baba (Babĕ) dan Nona (Nonĕ). 

Panggilan Nona ternyata tidak terbatas terhadap mereka yang masih belum menikah 
(gadis) saja. Ema owe―yang tentu sudah ema-ema waktu peristiwa ini 
terjadi―sering ditawari belanja oleh tukang sayur langganannya yang orang 
Betawi dengan: “Nona, belanja???!!!” 

Memang, pada masa lampau tidak lazim seorang non-Tionghoa memanggil orang 
Tionghoa (Peranakan dan Totok) dengan panggilan Ngko/Nci, tapi BABA/NONA. 
Padahal Ngko/Nso (bukan Nci, bila yang bersangkutan sudah mempunyai suami) 
hanya dipakai oleh seorang Tionghoa terhadap orang Tionghoa lain yang kira-kira 
SEBAYA umurnya dengan kita, bukan yang seumuran orangtua kita!!! Makanya, owe 
pernah mengritik habis novel Ca Bau Kan-nya Remy Sylado yang “tidak sesuai 
dengan kenyataan sejarah”… Apalagi settingnya pada masa lalu, sehingga 
dianggap novel sejarah, tapi ternyata si pengarang tidak tahu adanya aturan 
seperti itu… Parahnya, semua dipanggil Ngko…

Kiongchiu,
DK


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u  wrote:

Terima kasih banyak atas masukannya, selama ini semua rekan mengatakan owe 
hanya dipakai di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Timur ada tapi tidak semua. Saya 
tak pernah ke Padang, jadi tak tahu. Meskipun we tanpa o tapi saya yakin itu 
maksudnya dan asalnya sama, cuma variasi daerah saja.
Panggilan untuk yang lebih tua kalau begitu lebih mirip dalam Mandarin, 
laki-laki shushu yang berarti encek dan perempuan ayi yang berarti ie-ie.
Hanya di Jawa tak ada panggilan baba, nona ada. Baba dipakai panggilan orang 
Indonesia non Tionghoa terhadap orang laki-laki Tionghoa. Dalam arti 
sehari-hari baba atau babah adalah peranakan Tionghoa laki-laki. 
Perbedaan ini tak aneh di Tiongkok sendiri banyak variasi, meskipun panggilan 
Mandarin makin populer karena menjadi bahasa persatuan. Di Singapore sendiri 
panggilan akong, engkong, atau akung mulai digantikan jadi yeye, dan panggilan 
anma, ama, ataupun emma, mulai diganti jadi nainai. Tapi untuk kakek nenek dari 
pihak perempuan belum menggunakan laoye dan laolao seperti dalam Mandarin di 
Tiongkok utara.
Sekali lagi terima kasih atas masukan yang berharganya.

Kiongchiu.
Liang U




[budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?

2010-03-23 Terurut Topik David
Betul sekali, Mpeq Liang U, Hanji-nya sama saja dengan wei å"¯ (Mandarin) yang 
Mpeq sebutkan. Sayang sekali, di komputer owe tidak bisa "keluar" dengan 
sempurna. Barangkali ada yang salah dengan komputer owe. Mmian seji.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u  wrote:
>
> Hiantit David Kwa, 
>     Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari å"¯ã€‚Kata 
> wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau 
> menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, 
> begitu telpon diangkat mereka menyahut wei?
>     Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, 
> mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang 
> menggunakannya?  Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya 
> sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum 
> peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak 
> pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), 
> masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan 
> kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah 
> mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini 
> berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah 
> kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. 
>     Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, 
> tidak menjadi tanda tanya lagi.
>     Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus 
> sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas.
>     Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email  anda, apakah 
> huruf  å"¯ saya sama dengan yang dimaksud anda?
> Banban kamsia li. 
>     Liang U
> 
> 
> 
> 
> From: David 
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM
> Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
> 
>   
> Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS,
> 
> Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk 
> hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) 
> UÈ å"¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the 
> Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the 
> Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 
> 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å"¯ 
> (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai â€Å"the answer to a call; yes, 
> sir!� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab 
> panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan 
> â€Å"UÈ Ã¥"¯!�
> 
> Kata UÈ å"¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum 
> Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra 
> Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya 
> jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 
> æâ€"°å®¢) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa 
> Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum 
> Nyonya (perempuan Tionghoa Peranakan) mewarisi budaya ibunya yang perempuan 
> lokal. Di kalangan kaum Baba UÈ―yang dieja OWÈ dalam bahasa 
> Melayu Tionghoa dan Indonesia―memperoleh makna tambahan; OWÈ tidak 
> lagi sekadar mengiakan panggilan seseorang yang dihormati, OWÈ juga 
> mengandung makna kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat. 
> Namun, berbeda dengan kaum BABA, kaum NYONYA tetap menggunakan SAYA yang 
> dipakai ibu mereka, BUKAN OWÈ!
> 
> Di kuping kaum BABA, kata ganti Hokkian (Selatan) GUA æˆ`, yang sebenarnya 
> bermakna netral, terdengar lebih kasar ketimbang kata OWÈ, yang halus. 
> Dalam budaya Peranakan, akan dianggap SANGAT TIDAK SOPAN apabila seorang anak 
> berani memakai kata ganti GUA terhadap orangtuanya, di mana seharusnya kata 
> ganti hormat OWÈ lah yang dipakai.
> 
> Begitulah, kata OWÈ seharusnya dipakai oleh seseorang yang berkedudukan 
> sosial lebih rendah terhadap seseorang yang lebih tinggi (anak terhadap 
> orangtua, adik terhadap koko/cici, bawahan terhadap atasan, dsb). Dalam 
> posisi sebaliknya, termasuk antarsahabat AKRAB, kata ganti GUA lah yang 
> dipakai. 
> 
> Kata GUA juga sering dipakai dalam keadaan marah. Seseorang yang tadinya 
> secara sopan menggunakan kata ganti OWÈ dalam bertutur, bisa saja 
> tiba-tiba beralih ke kata ganti GUA dalam keadaan 

rumah Tjong A Fie d/h[budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia

2010-03-23 Terurut Topik David
Sdr. Bukjam,

Buku tersebut sepertinya ada di Toko Buku Periplus - JavaBooks di Kelapa 
Gading. Alamatnya owe lupa. Di dalamnya ada pembahasan rumah Tjong A Fie di 
Medan (hlm. 146) dan Tjong Pit Se (Cheong Fatt Tze) di Pulau Pinang (hlm. 128) 
lengkap, disamping rumah yang Tjong Pit Se bangun di kampung halaman di Dabu, 
Guangdong (hlm. 274). Coba aja cari di sana.

Kiongchiu 拱手,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, bukjam  wrote:
>
> teman-teman sekalian,
> 
> sayang bukjam keliwatan diskusi soal topik menarik ini. gara-gara masalah
> mailbox. Buku itu bisa beli dimana di jkt? Apakah ada pembahasan mengenai
> rumah Tjong A Fie di Medan? Atau Tjong Pit Se di Penang? BUKJAM mengunjungi
> rumah peninggalan Tjong A Fie di Medan, melihat akan peninggalan arsitektur
> Hakka (khek) zaman dulu dipadukan dengan arsitektur Belanda di bagian
> loteng. Sungguh bagus ukiran-ukiran asli Tiongkok, bahkan ada hadiah
> langsung ukiran karakter dari Kaisar Ching.
> 
> salam,
> BUKJAM
> 
> 
> 
> 
> 
> Liatwi,
> 
> Setahu owe, sesuai kondisi geografis, CIMCE 深井 pada rumah-rumah di 
> Tiongkok
> UTARA yang kurang sinar matahari dan hujan, macam SIHEYUAN di Beijing, memang
> lebih besar daripada di Tiongkok SELATAN yang kebalikannya. Maka tak heran 
> bila
> CIMCE yang sengaja ditutupi dengan bahan transparan tidak diketemukan dalam
> buku-buku yang berbicara tentang arsitektur Tiongkok UTARA. Oleh sebab itu
> arsitektur Tiongkok UTARA tidak “nyambung” dengan arsitektur Tionghoa yang
> ada di kita. “Lha wong” beda banget koq!
> 
> Sebaliknya, hal yang sama tidak berlaku di SELATAN. Di propinsi-propinsi
> Tiongkok SELATAN macam di FUJIAN dan GUANGDONG, tempat asal sebagian besar
> orang Tionghoa di Indonesia, curah hujan lebih tinggi dan sinar matahari lebih
> banyak, sehingga orang tidak perlu membuat CIMCE 深井 yang besar-besar.
> Setelah orang Tionghoa bermigrasi ke Nanyang, termasuk ke Indonesia, yang 
> lebih
> “basah”, CIMCE 深井 yang besarnya seperti di Fujian selatan jelas tidak
> begitu diperlukan, malah kalau perlu “ditahan” dengan krei kayu atau 
> bambu.
> Selain itu, rupanya banyak CIMCE 深井 yang sengaja ditutupi dengan genteng
> kaca, setelah diketemukannya genteng kaca. Bahkan ada yang menulis, ada bukti
> bahwa CIMCE 深井 rumah-rumah Tionghoa di Bogor yang DOELOE curah hujannya
> sangat tinggi (maklum Kota Hujan) sengaja dibuat lebih kecil, atau malah
> ditutupi dengan genteng kaca.
> 
> Kiongchiu 拱手,
> DK
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com,  wrote:
> 
> Adanya sumur langit yg ditutupi genteng kaca ini memang bisa jadi dibangun
> berbarengan dng pendirian bangunan utama, bukan ditambahkan di kemudian hari.
> Maka ini tepatnya disebut modifikasi pribadi pemilik.
> 
> Tapi saya lihat modifikasi ini sifatnya sporadis, tdk mengikuti pakem
> arsitektur yg baku. Coba perhatikan, bagaimana pola dan konstruksi atap
> tambahannya,pasti akan terlihat kacau dipaksakan. Dan saya kira pola ini juga
> belum terlalu lama, mengingat di zaman kuno genteng kaca juga belum ada.
> Seberapa lamanya ya perlu diriset, kapan genteng kaca mulai di produksi.
> 
> Dan saya tidak menjumpai penutupan ini di quadrant house beijing, rumah taman
> suzhou maupun di wilayah lain di Tiongkok, lebih banyak terjadi di asia
> tenggara, apa karena di sini curah hujannya deras?
> 
> -Original Message-
> From: "David"  Date: Wed, 10 Mar 2010 01:23:12
> To:  Subject: [budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia
> 
> Zhou-xiong, Loek-heng dan Dipo-te,
> 
> Yang menarik, CIMCE 深井 yang tertutup ternyata bukan hanya dijumpai di
> bangunan skala kecil macam Ruko Familie Lo di Pasar Lama, Tangerang, dan
> tempat-tempat lain di seluruh Jawa, tapi juga di gedung BESAR model bekas
> kediaman Majoor der Chineezen Khouw Kim An 許��`安―Sin Ming Hui
> 新明會―Tjandra Naja/Candra Naya di Jl. Gajah Mada 188, Jakarta Barat. 
> Pada
> halaman 176-177 buku Chinese Houses in Southeast Asia ada fotonya yang dengan
> jelas menggambarkan bagaimana CIMCE 深井 yang seharusnya terbuka tersebut
> sengaja ditutup dengan struktur kuda-kuda Tionghoa berukir yang bergenteng
> kaca, agaknya supaya cahaya tetap dapat masuk, namun air hujan tidak. Dari
> buatannya, struktur ini sepertinya bukan buatan baru yang ditambahkan 
> kemudian,
> tapi sudah ada sejak lama, bahkan mungkin seusia bangunannya sendiri yang
> didirikan pada 1807. Atau, ini memang merupakan tambahan kemudian, namun tetap
> pada abad 19, beberapa tahun setelah didirikan?
> 
> Kiongchiu 拱手,
> DK
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou  wrote:
> 
> kemungkinan besar rumah2 yang anda amati ini tidak terlalu besar, sehin

[budaya_tionghua] Re: Kebaya Encim dan sarung nyonya

2010-03-23 Terurut Topik David
nita Minahasa, adalah diambilkan dari kebaya wanita peranakan, yakni 
putih. Demikian pula di Malukku. Ini terjadi, karena pembauran di Minahasa 
lebih intensif daripada di Jawa. Ini kita lihat pula, dari makam tradisonal 
Minahasa (dari masa pra Kristiani), yang dinamakan "Waruga", kebanyakan diisi 
dengan pot pot dan bahan rumah tangga keramik Tionghoa.

Kebaya yang berasal dari minahasa ini anda dapat lihat juga di Malakka, 
terutama di-gambar gambar di museum Baba-Nonya.

Meskipun sama-sama batik, sarung dan kebaya, bedanya kontras. Karena yang 
memakai batik ini biasanya berbeda, batik corak putih ini yang dikenal batik 
Nyonya, dan hanya dipakai oleh orang Tionghoa. Baju kebayanya biasanya berwarna 
polos, kebanyakan putih, tapi ada yang berwarna muda, misalnya merah muda, 
hijau muda dan sebagainya, tapi pasti polos, bagian bawahnya tidak rata, tapi 
panjang di depan, jadi ujungnya agak lancip, biasanya diberi renda atau sulaman 
lain.

Kebaya berkembang ada, latar putih kembang biasanya biru, ini untuk orang tua, 
nenek-nenek. Singapore mempunyai musium yang memamerkan budaya peranakan. 
Bahkan tahun lalu ada pesta perkawinan peranakan yang disponsori biro turis dan 
diadakan upacara besar di musium. Penonton banyak, terutama turis. Memang 
tujuannya menarik turis.

Jangan lupa budaya di Tiongkok sendiri tiap daerah berbeda di Indonesia. Budaya 
kita di Indonesia kebanyakan berasal dari budaya Hokkian dan Kheq yang dominan. 
Orang Tio ciu , Hainan, Jasirah Leizhou, Taiwan adalah turunan imigran Hokkian 
yang pindah ke sana. Orang Kheqpun terdapat di Taiwan, Hunan, Sichuan di 
Tiongkok barat.

Cara pengunaan dan pemakaian

Kebaya Encim dipakai pada atasan baju wanita, dan Sarung Nyonya digunakan pada 
bawahan wanita. Biasanya dapat ditambahkan aksesories lainnya seperti kain 
songket, kain ini digunakan pada bahu wanita, Kain songket sendiri dapat 
digunakan oleh pria, tergantung dari pola warnanya, Pakaian ini dahulu dipakai 
dalam ruang lingkup sehari - hari, dan juga pada saat pesta. Lain halnya 
sekarang Kebaya Encim dan Sarung Nyonya dipakai untuk Acara tertentu, seperti 
pesta, Peresmian, Atau acara - acara Budaya, pada era sekarang Kebaya encim dan 
sarung Nyonya mengalami perubahan drastis, sehingga motifnya sangat menarik dan 
Indah digunakan pada acara penting.

Kesimpulan. 
Kebaya encim dan sarung nyonya adalah aset nasional yang mesti dilestarikan, 
kebaya Encim ini hampir punah dengan kemajuan zaman.
Banyaknya generasi muda sekarang, terutama generasi wanita Tionghoa Indonesia 
sekarang baik tua ataupun muda, tidak mau memakai Kebaya Encim dan sarung 
Nyonya ini, takut dipanggil "ENCIM". Sehingga penguna kebaya encim ini mulai 
jarang terlihat 
oleh masyarakat Indonesia. Janganlah Aset Budaya "Kebaya Encim dan Sarung 
Nyonya" direbut oleh negara lain dan diklaim salah satu budaya nasional mereka, 
barulah kita marah-marah, dan mulai berbondong - bondong memakainya karena 
takut direbut negara lain, seperti kejadian batik diakui budaya NEgara Lain.
jangan ada lagi perebutan Aset budaya nasional kembali, mari kita lestarikan 
"kebaya Encim" sebagai aset nasional negara Kita. Karena "Kebaya Encim dan 
sarung Nyonya" tidak dapat ditemukan dinegara manapun selain Indonesia.

*tulisan ini serta merta mengalami perubahan sesuai dengan adanya data 
pendukung"

Ucapan terima kasih kepada
NaraSumber dan Kontributor :

- Bpk David Kwa
Peneliti dan pengamat budaya Tionghoa Peranakan Indonesia.

- Ibu Hartati
Peneliti dan Pengamat Budaya Tionghoa.

- Prof. DR Hans Hwie Song
Pengamatan dan peneliti.

- Prof. Dr. Leo Suryadinata.
Peneliti dan pengamat Budaya Nasional 

- Bapak RM. Danardono.
Peneliti dan pengamat Budaya Jawa

- BPk Ahmad Bukhtari saleh.
Peneleti dan pengamat budaya Nasional dan budaya tionghoa.

- Bapak liang U.

- Bapak King Hian.


- Segenap anggota Milis Budaya Tionghoa dan Tionghoa Net, yang telah memberikan 
sumbangsih besar bagi
pelestarian Budaya yang telah memberikan sumbangsih penulisan ini, dan tak 
dapat disebutkan namanya satu persatu.


- INTI (Ikatan Nasionalis Tionghoa Indonesia)

- PSMTI (Persatuan Sosial Marga Tionghoa Indonesia)

- Seluruh Organisasi masyarakat Tionghoa dan Tokoh - Tokoh masyarakat Indonesia 
yang melakukan pelestarian Budaya.




[budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua

2010-03-23 Terurut Topik David
Setahu owe, dalam tradisi Tionghoa, perempuan Tionghoa yang sudah menikah 
memakai nama suaminya, dengan tambahan kata Nyonya di depan nama suaminya. 
Misalnya, di kalangan Peranakan, seorang perempuan bernama (Nona) Tan Giok Nio 
menikah dengan (Baba) Lim Tjeng Hiang. Setelah menikah, namanya berubah menjadi 
Nyonya Lim Tjeng Hiang (terlahir Tan Giok Nio). Ini yang terjadi di kalangan 
Peranakan, dari tradisi turun-temurun yang diwariskan dari Tiongkok. 

Namun ada beberapa kasus dimana perempuan Tionghoa terkenal yang sudah menikah 
tetap memakai terus namanya, seperti Madame/Nyonya Sun Yat-sen (terlahir Soong 
Ching-ling) yang Fuyuan-heng sebutkan. Tapi ini adalah kasus yang luar biasa, 
yang merupakan pengecualian, yang terjadi pada orang-orang luar biasa. Orang 
biasa rata-rata memakai nama suaminya seperti contoh di atas.

Sebenarnya gejala ini bukan hal yang eksklusif Tionghoa, tetapi berlaku umum 
pada bangsa-bangsa di Asia. Ibu negara kita juga memakai nama suaminya, ibu Ani 
Bambang Yudhoyono, begitu pula istri, Imelda Marcos, janda mendiang Presiden 
Filipina Ferdinand Marcos, dan Sonia Gandhi, janda mendiang Perdana Menteri 
India Rajiv Gandhi, dll. Di sisi lain, kalau mau bicara pengecualian, di kita 
juga toch ada Megawati Soekarnoputri yang tidak mengganti namanya menjadi 
Megawati Kiemas, meski telah menikah dengan Taufik Kiemas! Namun ini lagi-lagi 
hanya contoh kasus.

Jadi, Jenny Suwandi yang menikah dengan Johan Liu dengan sendirinya namanya 
akan menjadi Jenny Liu.

Kiongchiu,
DK


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

Tdk, dlm tradisi Tionghoa, wanita yg menikah tetap mempertahankan nama marga 
asalnya. Seperti istri Sun Yatsen tetap dipanggil sbg Song Furen/ nyonya Song. 
Di zaman kuno dimana satu pria banyak istri, pemakaian nama marga jelas sangat 
membantu membedakan istri yg satu dng lain. 

-Original Message-
From: pozz...@...
Date: Sun, 21 Mar 2010 01:12:15 
To: 
Subject: [budaya_tionghua] Tanya penamaan dalam budaya Tionghua

Apakah dalam budaya Tionghua nama famili suami akan ada/ditambahkan pada nama 
istri? Mis: Jenny Suwandi menikah dengan Johan Liu, akankah menjadi Jenny Liu? 
Trims.





[budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?

2010-03-22 Terurut Topik David
Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS,

Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat 
khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å"¯. Dalam 
Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken 
Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. 
Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), 
halaman 350b, ada entri OÈ å"¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the 
answer to a call; yes, sir!” Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian 
biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang 
dihormati, dengan “UÈ å"¯!”

Kata UÈ å"¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan 
di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan 
hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum 
Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan 
perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi 
budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya (perempuan Tionghoa 
Peranakan) mewarisi budaya ibunya yang perempuan lokal. Di kalangan kaum Baba 
UÈ―yang dieja OWÈ dalam bahasa Melayu Tionghoa dan Indonesia―memperoleh 
makna tambahan; OWÈ tidak lagi sekadar mengiakan panggilan seseorang yang 
dihormati, OWÈ juga mengandung makna kata ganti orang pertama tunggal 
laki-laki bentuk hormat. Namun, berbeda dengan kaum BABA, kaum NYONYA tetap 
menggunakan SAYA yang dipakai ibu mereka, BUKAN OWÈ!

Di kuping kaum BABA, kata ganti Hokkian (Selatan) GUA æˆ`, yang sebenarnya 
bermakna netral, terdengar lebih kasar ketimbang kata OWÈ, yang halus. Dalam 
budaya Peranakan, akan dianggap SANGAT TIDAK SOPAN apabila seorang anak berani 
memakai kata ganti GUA terhadap orangtuanya, di mana seharusnya kata ganti 
hormat OWÈ lah yang dipakai.

Begitulah, kata OWÈ seharusnya dipakai oleh seseorang yang berkedudukan sosial 
lebih rendah terhadap seseorang yang lebih tinggi (anak terhadap orangtua, adik 
terhadap koko/cici, bawahan terhadap atasan, dsb). Dalam posisi sebaliknya, 
termasuk antarsahabat AKRAB, kata ganti GUA lah yang dipakai. 

Kata GUA juga sering dipakai dalam keadaan marah. Seseorang yang tadinya secara 
sopan menggunakan kata ganti OWÈ dalam bertutur, bisa saja tiba-tiba beralih 
ke kata ganti GUA dalam keadaan marah kepada orang kedua.

Demikianlah pendapat owè mengenai asal-usul kata ganti OWÈ.

Kiongchiu,
DK


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, iskandar effendi  
wrote:

salam hormat , oom Liang, semoga sehat selalu.
ingin berbagi sedikit, tentang sebutan owe ini.

di daerah Padang, dalam pergaulan sehari hari , kita menyebut diri sendiri 
kepada yang lebih tua, sebagai "we", .. tidak pake "o".
sedangkan terhadap teman sebaya, .."gua"...
kepada yang lebih tua umurnya,... memanggil " ie--ie",perempuan ...dan ... 
"encek",lelaki
kepada yang seumur "lu"
kepada yang lebih muda ..."baba"lelaki... "nona"perempuan.

Salam,
ie

Pada 20 Maret 2010 12:10, liang u  menulis:

Re: [budaya_tionghua] ASAL OWE DARI MANA? 

Rekan-rekan, 
Dulu waktu masih zaman orba, saya lupa majalah Star Weekly atau Pancawarna 
pernah memuat beberapa artikel yang mendiskusikan dari mana kata owe itu 
berasal? Kata itu dalam masyarakat Tionghoa Jawa Barat dipergunakan sebagai 
kata "saya" untuk laki-laki, tapi dipakai juga sebagai kata "ya" untuk 
laki-laki. Kaum Tionghoa totok yang menggunakan bahasa Indonesia juga 
menggunakan kata owe, tentu tidak kalau ia menggunakan bahasa daerah Tiongkok. 
Orang Tionghoa non Hokkian jarang menggunakan kata itu, kecuali ia berbicara 
dengan orang peranakan Hokkian dalam bahasa Indonesia atau Melayu Tionghoa. 
Sampai sekarang saya tidak dapat menemukan jawaban yang tepat. Menurut 
perkiraan saya, kata "owe" yang berarti saya berasal dari kata gua dalam dialek 
Hokkian. Orang yang berdialek Melayu Jakarta, mengucapkan gua menjadi gUÈ. 
Kata gUÈ ini yang berubah bunyi menjadi owe. Dalam dialek Hokkian bunyi w itu 
dari segi linguistik agak beda dengan w Indonesia, tapi lebih dekat ke o. Kata 
gwan lebih tepat diucapkan goan, jadi owe itu berasal dari o-e, yang bunyinya 
dekat dengan gUÈ Jakarta. Karena oe zaman Belanda dibaca u, maka o-e tidak 
ditulis oe tapi ditambah w, menjadi owe. 

Owe juga digunakan sebagai kaya "ya" dalam menjawab pertanyaan atau perintah 
orang. Kalau orang tua memerintah kita: "Kau pulang cepat yah." Si anak akan 
menjawab "Owe, Ne!" Ne adalah ibu dari dialek Hokkian. Sedang kalau perempuan 
akan menjawab, "Saya, Ne!" Baik owe maupun saya di sini berarti "ya." Lalu dari 
mana datangnya owe di sini ? Kita lihat dalam dialek Hokkian kalau diperintah 
demikian orang akan menjawab: "Ho! kadang "ho e!"

Ho berarti baik 好, e adalah akhiran, yang berfungsi seperti lah dalam bahasa 
Indonesia. Bunyi ho-e ini menjadi owe. Jadi jawaban : "owe" berarti "ya" atau 
"baiklah." Dalam bahasa Mandarin dika

[budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia

2010-03-09 Terurut Topik David
Liatwi,

Setahu owe, sesuai kondisi geografis, CIMCE 深井 pada rumah-rumah di Tiongkok 
UTARA yang kurang sinar matahari dan hujan, macam SIHEYUAN di Beijing, memang 
lebih besar daripada di Tiongkok SELATAN yang kebalikannya. Maka tak heran bila 
CIMCE yang sengaja ditutupi dengan bahan transparan tidak diketemukan dalam 
buku-buku yang berbicara tentang arsitektur Tiongkok UTARA. Oleh sebab itu 
arsitektur Tiongkok UTARA tidak “nyambung” dengan arsitektur Tionghoa yang 
ada di kita. “Lha wong” beda banget koq!

Sebaliknya, hal yang sama tidak berlaku di SELATAN. Di propinsi-propinsi 
Tiongkok SELATAN macam di FUJIAN dan GUANGDONG, tempat asal sebagian besar 
orang Tionghoa di Indonesia, curah hujan lebih tinggi dan sinar matahari lebih 
banyak, sehingga orang tidak perlu membuat CIMCE 深井 yang besar-besar. 
Setelah orang Tionghoa bermigrasi ke Nanyang, termasuk ke Indonesia, yang lebih 
“basah”, CIMCE 深井 yang besarnya seperti di Fujian selatan jelas tidak 
begitu diperlukan, malah kalau perlu “ditahan” dengan krei kayu atau bambu. 
Selain itu, rupanya banyak CIMCE 深井 yang sengaja ditutupi dengan genteng 
kaca, setelah diketemukannya genteng kaca. Bahkan ada yang menulis, ada bukti 
bahwa CIMCE 深井 rumah-rumah Tionghoa di Bogor yang DOELOE curah hujannya 
sangat tinggi (maklum Kota Hujan) sengaja dibuat lebih kecil, atau malah 
ditutupi dengan genteng kaca.

Kiongchiu 拱手,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com,  wrote:

Adanya sumur langit yg ditutupi genteng kaca ini memang bisa jadi dibangun 
berbarengan dng pendirian bangunan utama, bukan ditambahkan di kemudian hari. 
Maka ini tepatnya disebut modifikasi pribadi pemilik. 

Tapi saya lihat modifikasi ini sifatnya sporadis, tdk mengikuti pakem 
arsitektur yg baku. Coba perhatikan, bagaimana pola dan konstruksi atap 
tambahannya,pasti akan terlihat kacau dipaksakan. Dan saya kira pola ini juga 
belum terlalu lama, mengingat di zaman kuno genteng kaca juga belum ada. 
Seberapa lamanya ya perlu diriset, kapan genteng kaca mulai di produksi.

Dan saya tidak menjumpai penutupan ini di quadrant house beijing, rumah taman 
suzhou maupun di wilayah lain di Tiongkok, lebih banyak terjadi di asia 
tenggara, apa karena di sini curah hujannya deras?

-Original Message-
From: "David"  wrote:

kemungkinan besar rumah2 yang anda amati ini tidak terlalu besar, sehingga 
pemanfaatan ruangannya harus optimal, maka court yard yang seharusnya terbuka 
dibuat tertutup. ini umum terjadi di rumah2 tua di perkotaan Jawa.

From: Dipo  wrote:

Quoting Dipo 

[budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia

2010-03-09 Terurut Topik David
Zhou-xiong, Loek-heng dan Dipo-te,

Yang menarik, CIMCE 深井 yang tertutup ternyata bukan hanya dijumpai di 
bangunan skala kecil macam Ruko Familie Lo di Pasar Lama, Tangerang, dan 
tempat-tempat lain di seluruh Jawa, tapi juga di gedung BESAR model bekas 
kediaman Majoor der Chineezen Khouw Kim An 許é‡`安―Sin Ming Hui 
新明會―Tjandra Naja/Candra Naya di Jl. Gajah Mada 188, Jakarta Barat. Pada 
halaman 176-177 buku Chinese Houses in Southeast Asia ada fotonya yang dengan 
jelas menggambarkan bagaimana CIMCE 深井 yang seharusnya terbuka tersebut 
sengaja ditutup dengan struktur kuda-kuda Tionghoa berukir yang bergenteng 
kaca, agaknya supaya cahaya tetap dapat masuk, namun air hujan tidak. Dari 
buatannya, struktur ini sepertinya bukan buatan baru yang ditambahkan kemudian, 
tapi sudah ada sejak lama, bahkan mungkin seusia bangunannya sendiri yang 
didirikan pada 1807. Atau, ini memang merupakan tambahan kemudian, namun tetap 
pada abad 19, beberapa tahun setelah didirikan?

Kiongchiu 拱手,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou  wrote:

kemungkinan besar rumah2 yang anda amati ini tidak terlalu besar, sehingga 
pemanfaatan ruangannya harus optimal, maka court yard yang seharusnya terbuka 
dibuat tertutup. ini umum terjadi di rumah2 tua di perkotaan Jawa.

From: Dipo 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Tue, March 9, 2010 6:39:58 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia

Loek heng & Zhou heng,

Jadi penutupan bagian atas sumur langit adalah modifikasi atas desain asli 
rumah?

Karena rumah tua di Pasar Lama konon sudah dihuni oleh 7 generasi, jadi minimal 
150 tahunan. Sepertinya (karena saya tidak punya latar belakang 
arsitektur/sejarah) penutup genting kaca itu sudah ada sejak awal rumah 
dibangun. Karena dilihat dari struktur atapnya, kalau tidak ditutup maka air 
akan bocor ke semua bagian rumah.

Atau memang ada rumah yang desain awalnya sudah memakai penutup?

Salam

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, lkart...@...> wrote:

Quoting Dipo 

[budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia

2010-03-07 Terurut Topik David
Lukito-heng dan Andipo-te, 

Tianjing 天井 (skywell) = “sumur langit” adalah istilah Mandarin (Huayu), 
sementara chhimcne 深井 (deepwell) = “sumur dalam” lebih ke istilah 
Hokkian selatan (Banlam). Dalam arsitektur Hokkian selatan, di kelenteng yang 
ada chhimcne-nya, orang bersembahyang kepada Thnikong (Thian) menghadap ke 
langit (= Thnikong atau Thian) dari chhimcne ini. Salah satunya, di Kelenteng 
Lo Chia Bio, Jl. Duri I, Jakarta Pusat.

Sekarang kita mau pilih yang mana? “Sumur langit” atawa “sumur dalam”?

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Andipo  wrote:

Terima kasih atas balasannya. Saya tidak punya penjelasan lain, karena saya 
juga kesulitan menemukan istilah yang tepat. "Deep well" menurut saya kurang 
mengena. "light well" menurut saya lebih tepat. 

"Sumur udara" terdengar bagus dan cukup informatif, saya akan pakai itu.. 

Salam

--- On Mon, 3/8/10, lkart...@...  wrote:

From: lkart...@... 
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dipo" 
Date: Monday, March 8, 2010, 10:36 AM

Quoting Dipo :

Saya sudah beberapa waktu kebingungan mencari terjemahan "light? well" dalam 
bahasa Indonesia. Tetapi mengapa masih memakai tanda? kutip ? Apakah istilah 
"sumur udara" tidak umum dipakai ?

Cak Dipo,

Dari beberapa buku menyebutkan "deep well" makanya saya mencoba menyebutkan 
sumur udara dalam tanda kutip karena saya masih meragukan (belum mantap) 
menggunakan istilah tsb. memang fungsinya secara denotatip adalah untuk 
sirkulasi udara. dari penggalian artefak rumah tinggal di daerah Mesopotamia 
memiliki pola yang sama yaitu memiliki court yard tsb. SEcara konotatip adalah 
untuk tempat sembahyang berhubungan dengan Thien secara terbuka dan langsung. 
Atau anda mempunya penjelasan yang lain sebagai pencerahan buat saya yang lagi 
menggali...

salam
loek's




[budaya_tionghua] Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia

2010-03-05 Terurut Topik David Kwa
Liatwi, 
 
Buat yang senang arsitektur Tionghoa, kemarin, oleh penerbit Periplus, owe 
dikirimi sejilid buku: Knapp, Ronald G. & A. Chester Ong, Chinese Houses in 
Southeast Asia: The Eclectic Architecture of Sojourners and Settlers, 
Singapore: Tuttle Publishing, 2010, 288 hlm.
Buku ini bercerita banyak tentang migrasi orang Tionghoa yang berasal dari 
propinsi-propinsi di Tiongkok Tenggara―Fujian dan Guangdong―ke Nanyang, yakni 
ke kawasan-kawasan yang sekarang dikenal sebagai Asia Tenggara. Setelah sukses 
di perantauan, para pionir ini mulai membangun pelbagai rumah yang bergaya 
campuran antara arsitektur Tionghoa―rumah-toko (ruko), bungalow, vila, dan 
gedung megah―yang menggabungkan berbagai pengaruh Tionghoa, Eropa dan lokal di 
dalamnya, yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, Malaysia, Filipina, 
Singapura, Muangthai dan Vietnam. Walau sebagian besar di antaranya telah 
hancur tak berbekas, namun yang tersisa masih menyisakan sepenggal cerita 
tentang mereka―para pionir ini. Nah, kisah mengenai berbagai bentuk arsitektur 
hibrid inilah yang menjadi bahasan dalam buku menarik ini, hasil perburuan 
selama tiga tahun (2007-2009), paling tidak dari foto-fotonya yang keren-keren.
Buku ini membuka mata kita lebar-lebar pada keindahan yang terpancar dari 
bangunan-bangunan tua yang terpelihara baik dan telah dipugar dengan 
sungguh-sungguh. Di sisi lain, dengan membaca buku ini, kita juga patut 
merasa prihatin atas sebagian bangunan tua yang ada di kita berada dalam 
kondisi rusak parah akibat penelantaran selama bertahun-tahun serta 
sebagian―macam bekas gedung Kongsi Kapitein der Chineezen Oey Djie San di 
Tangerang―bahkan telah rata dengan tanah belum lama ini..
 
Kiongchiu,
DK


  

[budaya_tionghua] Liong (Naga) = Dragon???!!!

2010-03-03 Terurut Topik David Kwa
Liatwi,
 
Maaf, kalu owe boleh ikut berkomentar, owe sendiri melihat penerjemahan Naga 
dan Liong―sama-sama dari Timur dan sama-sama bermakna KONOTASI baik bagi 
bangsa-bangsa di Timur―cukup menarik untuk dipertanyakan adakah unsur 
kesengajaan oleh kaum misionaris Barat dalam menerjemahkan suatu mahluk baik 
macam Liong (Naga) menjadi mahluk jahat macam Dragon. Dan itu terjadi di masa 
negara-negara Timur tengah terpuruk―India dan Indonesia sama-sama dijajah dan 
Tiongkok setengah dijajah. 
 
Bagaimana mungkin sesuatu yang berkonotasi baik dan sakral, totem yang 
dihormati (bahkan dipuja) oleh masyarakat Tionghoa, diterjemahkan menjadi 
sesuatu yang jahat, simbol setan dan kejahatan yang dihujat oleh kaum Nasrani, 
bila tidak ada unsur kesengajaan, sehingga akibatnya Liong (Naga) kemudian 
dihujat habis-habisan oleh kaum Nasrani, termasuk orang Tionghoa sendiri??? 
Apakah itu bukannya sengaja hendak melecehkan budaya Tionghoa? Liong (Naga) = 
Setan/Iblis???!!!
 
Kiongchiu,
DK
 
Dlm hal ini saya tidak melihat unsur kesengajaan dalam menerjemahkan long 
menjadi dragon, Karena mereka2 ini hanya berusaha mencari padanan kata yg 
familiar bagi mereka.
 
Coba perhatikan: Dragon dlm bhs inggris meski asalnya merujuk ke mahluk jahat 
tetap saja diterjemahkan ke bhs Indonesia menjadi Naga, sama persis dng long yg 
mewakili kebaikan. jika anda terima naga adalah Long, berarti dragon adalah 
identik dng Long. 
 
Dan perhatikan terjemahan legenda2 barat ke dalam bhs mandarin, dragon tetap 
diterjemahkan menjadi Long, kadang2 perlu ditambahkan kata 'E' di depannya yg 
berarti jahat. Pola ini saya kira juga bisa dipakai untuk istilah Dragon, 
tinggal diimbuhi awalan Great atau istilah lain yg adiluhung.
 
Dan meski Long menjadi totem bangsa tionghoa, dalam legenda-legenda Tiongkok 
kuno tetap dimungkinkan muncul Long yg berulah jahat dan membuat petaka seperti 
banjir dsb. Mestinya ingat legenda Naga hitam yg menjadi cikal bakal nama Hei 
Long jiang?
 

 
From: "Erik"  
Date: Wed, 03 Mar 2010 07:35:39 -
To: 
Subject: [budaya_tionghua] Re: Imlek Agama atau Budaya?
 
Tidak ada masalah Long diterjemahkan sebagai Naga, kata itu memang sudah lama 
dikenal sebagai padanan kata Long. Dalam banyak literatur Buddhis kata Long dan 
Naga memang identik. Misalnya Long Shu diterjemahkan sebagai Nagarjuna, Deva 
naga diterjemahkan menjadi Tian Long dll sebagainya. (Bahkan ada pendapat 
beberapa ahli bahwa totem Long memang berasal dari tradisi India, tapi ini 
masih kontroversial!)
 
Tetapi kalau diterjemahkan sebagai Dragon? Itu bukan cuma sekedar masalah 
bahasa, tidak sesederhana itu!! 
Anda biasanya kritis, kok dalam hal ini tidak melihat adanya bau busuk di balik 
penterjemahan Long menjadi Dragon ini? Sama halnya dengan kamus Tionghoa -- 
Indonesia terbitan pasca tahun 1965 yang mengganti kata Tiongkok/Tionghoa 
menjadi Cina, ada tersembunyi motif tertentu di sana. Demikian pula, Long yang 
sudah ada padanannya yakni NAGA (yang berasal dari bahasa Sanskerta) kok 
bisa-bisanya tiba-tiba diterjemahkan sebagai Dragon oleh para misionaris 
Nasrani waktu itu. Padahal mereka sangat tahu bahwa Dragon adalah simbol setan 
dan kejahatan yang dihujat, sedangkan Long adalah totem yang dihormati (bahkan 
dipuja) oleh masyarakat Tionghoa. Apa motifnya, kalau bukan penghinaan atau 
pelecehan terhadap budaya Tionghoa lewat penyamaan totem Long dengan setan??
Kalau berdalih "Terlanjur", kata CINA pun sudah terlanjut dan sangat 
memasyarakat di Indonesia!! 
Kenapa sikap anda jadi mendua menghadapi istilah CINA dan istilah DRAGON ini??
 
Salam,
Erik


  

[budaya_tionghua] Re: Imlek Agama atau Budaya?

2010-03-01 Terurut Topik David
Betul sekali, masyarakat Bogor juga memandang TAHUN BARU TIONGHOA dan CAP GOU 
ME sebagai peristiwa budaya, bukan agama. Agama mah urusan masing-masing, 
dirayakan di kelenteng/vihara/litang/gereja/mesjid/pura/kuil masing-masing. 
Tapi pada Kirab Cap Go Meh 2010 yang lalu, berbagai kelompok BUDAYA 
non-Tionghoa dan penganut agama non-Tionghoa (baca: kebanyakan Sunda-Muslim) 
turut berpartisipasi. Mereka itu, antara lain, Kampung Budaya Sindangbarang dan 
Jajaka-Mojang Kota Bogor. Bahkan Langliong yang dimainkan oleh sekelompok 
tentara dari Yonif 315 bertindak sebagai pembuka jalan Kirab. Lagipula, kalau 
TBT dan CAP GOU ME dianggap peristiwa agama, ngapain juga yang non-Tionghoa dan 
penganut agama non-Tionghoa ikut meramaikan acara khas Tionghoa ini? Tidak 
masuk akal, bukan?

Kiongchiu,
DK 

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "pempekd9"  wrote:
>
> Benar sekali. Gereja Katolik menggunakan aneka warna untuk setiap peristiwa. 
> Karena tahun barua adalah peristiwa gembira maka sangat wajar digunakan warna 
> merah. Kebetulan sekali di paroki kami, ST Kristoforus, Jakarta imam 
> meggunakan jubah berwarna merah dengan hiasan tulisan kuno yang saya tidak 
> mengerti. 
> 
> Sedikit koreksi, Kardinal adalah uskup dan tidak merupakan jenjang 
> kepangkatan. Urutan kepangkatan adalah Paus, Uskup dan imam. Kardinal adalah 
> uskup yang memiliki keistimewaan dapat dipilih menjadi Paus. 
> 
> Dari berita saya dengar bahwa perayaan Cap Go Meh di Bekasi juga diikuti satu 
> kelompok dari militer yang memainkan liong. Juga Cap Go Meh di Petak sembilan 
> juga diikuti beragam kelompok kesenian lokal. Ini menunjukan bahwa CAp Go Meh 
> adalah milik semua. Didalam vihara/kelenteng/gereja dilakukan ibadah masing 
> masing, diluarnya dirayakan dengan kegembiraan bersama.
> 
> Salam,
> Anton W
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ANDREAS MIHARDJA  wrote:
> >
> > Untuk yg tidak tahu;
> > Hari raya lunar atau tet newyear - dikota Los Angeles dirayakan oleh 
> > Cardinal Mahony sendiri diCathedral LA.? Menurut peraturan gereja setiap 
> > perayaan hari Raya ada warna yg dipakai utk misa.? Dari photo yg saya 
> > terima warna Misa adalah merah. Jadi Cardinal, dan pembantu dia, 
> > para?Uskup?, para Romo? yg harus melayani Cardinal?melakukan upacara 
> > sembayang, mereka?semua memakai jubah merah.? Cardinalnya yg posisinya 
> > adalah dibawah Paus juga pakai sulaman naga.? Meja sembayang atau altar 
> > mereka juga ditutupi taplak merah dan semacem?saji-an ada diatasnya. 
> > Menurut gereja catholic Lunar newyear atau Tet Newyear tidak ada 
> > hubungannya dgn agama - tetapi berhubungan dgn calendar dan tradisi. 
> > Didalam cathedral juga dragon dan barong dan tari?an diperlihatkan. Mereka 
> > juga membagikan jeruk dan angpao.
> > 
> > Kemarin adalah perayaan capgomeh dikota SanFrancisco dgn pawai yg 
> > terpanjang diUSA dan munkin juga didunia. Pengikutnya adalah 140 group dari 
> > China, Hongkong, Macao, Taiwan,Canada dan dari banyak tempat di California 
> > dan USA. Turut dlm pawai juga menteri? dan wakil kita?ket chinese dari 
> > pemerintah USA. Walikota kota San Francisco -Kevin Newsom membagikan angpao 
> > kepada anak? sambil lewat.? Partisipan pawai memang majority asian tetapi 
> > semua bangsa turut main barong, Liong dsb. Symbol kota SF golden dragon yg 
> > kepalanya adalah 50 lbs dgn badan 220 ft turut ada, bersama dgn barong 
> > emas?LiuPei yg demikian berat dan besarnya sampai??kepalanya harus 
> > dimainkan oleh 2-3 orang. Ini barong dan Liong adalah milik kota SF. --- 
> > disini kita lihat perayaan Lunar newyear bukan milik satu agama tertentu 
> > tetapi milik setiap orang.
> > 
> > Andreas
> > 
> > 
> > 
> > 
> > From: Kawaii_no_Shogetsu 
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Sent: Sun, February 28, 2010 11:55:46 PM
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: Imlek Agama atau Budaya?
> > 
> > Wah, ntar klo Pastornya pake jubah bersulam naga gitu, yang ada malah 
> > keliatan kayak Tosu ato Saikong donk Hehehe
> > 
> > 
> > 
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Tjandra Ghozalli  
> > wrote:
> > >
> > > Dear member,
> > > Memang benar ketika diajukan sebagai hari raya nasional, Imlek 
> > > diposisikan sebagai hari raya agama Konghucu.? Kelompok PSMTI maupun INTI 
> > > tidak bisa mengajukannya sebagai hari raya budaya ethnis Tionghoa.? Sebab 
> > > tidak mungkin suatu ethnis memiliki hari libur sendiri sendiri. Ingat di 
> > > Indonesia ada ratusan ethnis, kalau satu dikasih izin yg lain juga boleh, 
> > > celakalah kita yang setiap hari libur, kapan kerjanya? Namun bagi kami, 
> > > umat Katholik, kami menganggap Imlek sebagai hari raya budaya Tionghoa 
> > > oleh sebab itu gereja Katholik yang mempunyai umat dominasi Tionghoa, 
> > > diadakan acara bagi jeruk yang telah diberkati pastur, interior gereja 
> > > digubah ala oriental, bahkan dahulu barongsai boleh main di halaman 
> > > gereja. Bukan itu saja di gereja kami (Regina Caeli) anak anak 

Re: Bls: [budaya_tionghua] Misa Imlek di Cathedral

2010-02-27 Terurut Topik David
AM:
KungTze ulang tahunnya adalah 28 september yangli atau tgl 27 bulan 9 Lunar  
dan dirayakan di ROC dan PRC.

DK:
Kong Zi (Khong Cu) ulang tahunnya tanggal 28 September yangli (yanglek) dan 
tanggal 27 bulan 8 yinli (imlek)…

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ANDREAS MIHARDJA  wrote:
>
> Saya kira yg berpendapat bahwa Lunat NewYear adalah originnya dari KungTze 
> terus terang kurang pengetahuannya. 
> 
> Didalam kalangan kenalan dan teman saya ada bbp yg keturunan KungTze langsung 
> Mereka tidak pernah beranggapan bahwa mereka adalah suatu aliran agama. 
> Mereka beragama Daoism dan juga Buddhism seperti penduduk China yg lain.  
> Perlu diketahui sewaktu KungTze menyebar filsafatnya - sumber pengetahuannya 
> bukan hanya dari brain dia sendiri - tetapi dari filsafat yg dia terima dari 
> bbp ratus tahun sebelumnya yg sudah berada diantara masyarakat² China. 
> Kungtze hobbynya adalah mengumpulkan syair dan dongeng dan dgn pengetahuan 
> ini dia mengolah menjadi ajaran filsafat. Dia sebetulnya sama seperti 
> Socrates, Plato dari Greek. Jadi kalau ahli dari greek dianggap sebagai 
> pendirinya agama Socrates memang agak aneh - meskipun filsafat Europa dan 
> agama nasrani memakai filsafat Socrates cs. Filsafat KungTze dan LaoTze 
> dipakai didalam system pemerintahan di PRC/ROC
> Ini analogy-nya dpt diketemukan didalam agama aliran rastrafari christian 
> dari Jamaica yg memuja emperor Haile Selassie sebagai 2nd advent of christ. 
> Saya banyak kenalan yg familynamenya Haile dan asal Ethiopia [incl nephew 
> dari emperor ini] dan Eritrea/Somalia. Terus terang mereka juga merasa aneh 
> jikalau mereka dipuja sebagai semigod.
> Tetapi jikalau Kongkao atau Rastafari mau dianggap sebagai aliran agama - itu 
> adalah kebebasan pendapat dan kita tidak perlu menentangnya. Tujuan dari 
> aliran ini adalah demi keselamatan umat mereka dan ini perlu dihormati oleh 
> siapapun juga. Agama nasrani juga asalnya dari filsafat Jesus dan indirect 
> dari agama yahudi classic.
> 
> Lunar calender diChina, Japan, Korea etc sebetulnya dimulai 4708 thn yg lalu 
> dan bukan dimulai 551 + 2010 =2561 yl sewaktu kelahirannya KungTze. Sewaktu 
> itu calender sudah ribuan tahun dipakai dan menurut legend asal dari HuangDi 
> - yg mungkin mendapatnya dari negara barat - Mesopotamia. Calender ini 
> dipakai dinegara yg beragama Hindu, Buddha dan Daoism. Juga bangsa yahudi 
> memakai calender ini.
> Calender HuangDi dipakai di China, Mongolia, Tibet, Thailand, Kampuchea, 
> Laos Korea dan juga Japan dan Vietnam. Orang Tibet menyebutnya Losar newyear.
> Orang Vietnam menyebutnya tahun barunya TET newyear. 
> Oleh karena diVietnam banyak yg catholic biasanya TET newyear dirayakan 
> dicathedral dgn meriah. Dikota LosAngeles ini juga dirayakan dgn meriah dan 
> misa besarnya dipimpin oleh Cardinal  Roger Mahony dgn dragon and lion 
> dances dan segala macem tradisi dari lunar newyear. Warna misanya adalah 
> merah.
> 
> Jadi ilustrasi diatas jelas membuktikan tidak adanya hubungan sincia dgn 
> agama Kung Tze. Ini adalah calender umum dan merupakan kontranya dari 
> calender gregorian. Mungkin kalau diIndonesia jikalau kalian beragumentasi 
> sincia adalah berdasarkan calender KungTze tidak apa² - tetapi kalau kalian 
> keluar Indonesia mereka minimalnya akan terpesona dgn logica. KungTze ulang 
> tahunnya adalah 28 september yangli atau tgl 27 bulan 9 Lunar  dan 
> dirayakan diROC dan PRC. 
> 
> Andreas   
> 
> 
> 
> From: Hoey Hin 
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Sent: Sat, February 27, 2010 4:27:43 AM
> Subject: Re: Bls: [budaya_tionghua] Misa Imlek di Cathedral
> 
> 
> 
> 
> Bisa dikasih tau siapa yang mengklaim dan kapan? karena setau saya tidak ada 
> yang mengklaim bahwa Sin Cia adalah perayaan bagi umat agama Khonghucu saja, 
> yang ada adalah SinCia merupakan salah satu hari keagamaan terpenting dalam 
> rangkaian ibadah umat Ru. Meskipun pada saat dilarang atau sebelum diakuinya 
> Agama Khonghucu oleh pemerintahan Orba, umat Khonghucu dimanapun tetap 
> merayakan hari raya ini, tidak jarang para pengurusnya sampe harus berhadapan 
> dengan Kodim atau Bakin kalo ngga salah. Kalau perayaan imlek secara nasional 
> dirayakan oleh agama Khonghucu tentunya suatu hal yang wajar karena ini 
> adalah salah satu hari raya terbesar bagi Umat Ru, saya rasa semua juga sudah 
> tau bagaimana sejarahnya Agama Khonghucu & kebudayaan Tionghua diperbolehkan 
> di negara kita ini, sehingga akhirnya etnis Tionghua mendapatkan kesetaraan 
> hak seperti halnya warga Indonesia yang lain. 
> 
> Mengenai umat agama lain ada yang merayakannya secara agamis maupun budaya 
> bagi saya itu sah2 saja, mereka toh punya dasar pemikiran agamanya sendiri 
> walaupun terkadang ada yang hanya bersifat politik atau mengikuti arus saja, 
> herannya kenapa juga tidak dari dulu2 merayakannya. Seperti halnya juga 
> anggota di milis ini yang datang dari berbagai latar belakang a

[budaya_tionghua] Re: Pai Thi kong. apa artinya ???

2010-02-23 Terurut Topik David
Eddy Heng, 

Pertama-tama komputernya harus sudah bisa baca aksara Tionghoa dulu. Caranya: 
Start ―> Control Panel ―> Regional and Language Options ―> Languages ―> 
Details ―> English (United States) â€" US ―> Add ―> Chinese (PRC) ―> 
centang: keyboard/layout IME dan handwriting recognition ―> OK ―> OK ―> 
selesai.
Setelah itu baru sesuaikan Encodingnya. Caranya: pada halaman e-mail atau 
mailling list klik View ―> Encoding ―> Unicode (UTF-8) ―> selesai.
Mudah-mudahan cara ini bisa membantu. Kalau tidak, dimohon ada teman lain yang 
bisa membantu menjelaskan.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, *  schrieb am Mo, 22.2.2010:

Von: David mailto:budaya_ tionghua@ yahoogroups. com] On Behalf Of Hung wicaksana
Sent: Monday, February 22, 2010 1:38 AM
To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
Subject: [budaya_tionghua] Pai Thi kong 

ca ca pai thi kong, bo kuang siao liang kei a si lao a kong, , ta kei
kuai lok shin thei khian kong, che lui bo khun lan jin khin song :) 




[budaya_tionghua] Re: Pai Thi kong

2010-02-23 Terurut Topik David
Liatwi,

Demikianlah yang kudengar. Mengenai asal-usul Sembahyang Keng Thnikong 
供天公  atau Pai Thnikong 拜天公, dikisahkan bahwa Sembahyang itu bermula 
pada suatu peristiwa yang terjadi awal dinasti Cheng 清, pada tarikh Sunti 
順治 (1644-1662). Ketika itu pasukan Mancu baru memegang kekuasaan di 
Tiongkok. Paman kaisar Rajamuda Duoni memerintahkan adiknya Rajamuda Duoduo 
(1614â€"1649) memimpin balatentara menaklukkan wilayah selatan yang masih belum 
takluk kepada pemerintah Mancu. Tne Seng Kong (Zheng Chenggong, (1624-1662) 
yang bergelar Kok Seng Ia 國å§"爺 (Koxinga di lidah Belanda), menggalang 
semua penduduk dari empat keresidenan: Cuanciu泉州, Ciangciu漳州, 
Tiociu潮州, dan Huiciu惠州, untuk mengadakan perlawanan. Semua pemuda dari 
keempat daerah itu melawan dengan sengit, sementara orang tua-tua, kaum 
perempuan dan anak-anak bersembunyi di kebun tebu yang banyak di daerah itu. 
Semua orang, tak peduli tua-muda atau lelaki-perempuan, olehn Rajamuda Duoduo 
semua diperintahkan untuk dibunuh. Keadaan baru terasa aman setelah tanggal 7 
bulan 1 imlek, setelah Rajamuda Duoduo mengelaurkan perintah menghentikan 
pembunuhan. Rakyat keempat daerah yang bersembunyi di kebun tebu terlepas dari 
pembantaian.

Tanggal 8 bulan 1 imlek mereka kembali ke rumah masing-masing, untuk mengadakan 
sembahyang syukuran pada malam harinya, atas perlindungan yang Thnikong berikan 
sehingga mereka semua berada dalam keadaan selamat. Untuk memperingati jasa 
tebu, merekla tak lupa menyertakan sepasang tebu dalam sembahyang syukuran itu. 
Dan, untuk “mengelabui” orang Mancu bahwa mereka tengah bersyukur dapat 
lolos dari kekejian orang Mancu, mereka mengatakan mereka tengah memperingati 
Thnikong Sne 天公ç"Ÿ, alias Hari Lahirnya Thnikong!

Konon begitulah asal-muasal sembahyang Keng Thikong atau Pai Thnikong yang 
berlaku di kalangan orang Hokkian yang owe dengar.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, lucia Herawati  
wrote:

Menurut cerita jaman perang rakyat berlindung di antara tanaman tebu .. jadi 
mengingat jasa tebu tersebut  maka saat bersyukur kepada TIAN ..tebu selalu 
disertakan ...
Tx

--- Pada Sel, 23/2/10, Edy Lim  menulis:

Dari: Edy Lim 
Judul: Re: [budaya_tionghua] Pai Thi kong
Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 23 Februari, 2010, 9:38 AM

Saya sudah pai thi kong..
ada yang tahu alasan kenapa teman2 dari suku Hokkien kalau pai thikong harus 
pakai tebu yang menjulang tinggi? :)

Ko Hung, yang tertulis di e-mail ko Hung itu dialek apa ya?

Cheers,
Eddy Lim


From: Hung wicaksana 
To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
Sent: Mon, February 22, 2010 1:37:55 AM
Subject: [budaya_tionghua] Pai Thi kong

ca ca pai thi kong, bo kuang siao liang kei a si lao a kong, , ta kei kuai lok 
shin thei khian kong, che lui bo khun lan jin khin song :)



[budaya_tionghua] Re: Pai Thi kong. apa artinya ???

2010-02-22 Terurut Topik David
Encodingnya Unicode (UTF-8) bukan?

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, *  wrote:
>
> sorry...ngak kebaca...atau keluar huruf Tionghoanya
>  
> Eddy Lim
> 
> --- David  schrieb am Mo, 22.2.2010:
> 
> 
> Von: David 
> Betreff: [budaya_tionghua] Re: Pai Thi kong. apa artinya ???
> An: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Datum: Montag, 22. Februar, 2010 11:34 Uhr
> 
> 
>   
> 
> 
> 
> Kalau tidak salah, mungkin tulisan Tionghoanya begini ya:
> 
> Ca-ca bai Thni Kong æâ€"©æâ€"©æ‹Å"天公
> Bo-kuan siao-lien-ke aq-si lau-a-gong 
> 無管å°�年家æŠ`是è€�阿公
> Tak-ke khuai-lok sin-the kian-khong 
> é€�家快樂身é«"å�¥åº·
> Cue-lui bo khun-lan cin khin-song 
> 找é�³ç„¡å›°é›£çÅ"Ÿè¼•é¬†
> 
> Kiongchiu,
> DK
> 
> --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Hung wicaksana  
> wrote:
> >
> > pagi pagi sembayang thi kong, tidak peduli anak muda atau kakek kakek, 
> > semua bergembira kesehatan sehat sehat selalu, cari duit tidak susah sangat 
> > mudah
> > 
> > --- Pada Sen, 22/2/10, ibcindon  menulis:
> > 
> > Dari: ibcindon 
> > Judul: RE: [budaya_tionghua] Pai Thi kong. apa artinya ???
> > Kepada: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > Tanggal: Senin, 22 Februari, 2010, 1:06 PM
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> >  
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > Wah apa artinya nih  ? 
> > 
> >   
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > From: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > [mailto:budaya_ tionghua@ yahoogroups. com] On Behalf Of Hung wicaksana
> > 
> > Sent: Monday, February 22, 2010 1:38 AM
> > 
> > To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > 
> > Subject: [budaya_tionghua] Pai Thi kong 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> >   
> > 
> >   
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > ca ca pai thi kong, bo kuang siao liang kei a si lao a kong, , ta kei
> > kuai lok shin thei khian kong, che lui bo khun lan jin khin song :) 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> >   
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > Dapatkan
> > nama yang Anda sukai! 
> > 
> > Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail. com. 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > Lebih bergaul dan terhubung dengan lebih baik. Tambah lebih banyak teman ke 
> > Yahoo! Messenger sekarang! http://id.messenger .yahoo.com/ invite/
> >
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> __
> Do You Yahoo!?
> Sie sind Spam leid? Yahoo! Mail verfügt über einen herausragenden Schutz 
> gegen Massenmails. 
> http://mail.yahoo.com
>




[budaya_tionghua] Re: Nama Tionghoa jaman dulu--> akhiran "KO" pada nama Tionghoa

2010-02-22 Terurut Topik David
Liatwi,

Dalam dialek Hokkian selatan (Banlam), KO yang beberapa abad lalu ditambahkan 
di belakang she dan nama seseorang, artinya sama dengan KO (‘abang’) yang 
kita kenal sekarang, mirip dengan HNIA 兄 yang artinya juga sama-sama 
‘abang’, namun lebih hormat sedikit. 

“Ko å"¥, an elder brother; also a respectful appellation, as an affix (often 
enclitic), much like “hia”, but perhaps a little more respectful, e.g. 
iap-ko.”
a-ko 阿å"¥, son of first-class mandarin.
a-ko-sia 阿å"¥èˆ, sons and grandsons of mandarin in general.

Kalau kita cermati nama-nama para kapitan dan letnan di Batavia pada B. 
Hoetink, “Chineesche Officieren te Batavia onder de Compagnie, dalam 
Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië (1922) 
yang dibuat berdasarkan arsip Belanda, nama-nama para pemimpin Tionghoa yang 
terdiri satu marga (she) dan satu nama (mia) pun menggunakan akhiran KO (CO 
dalam ejaan berdasarkan bahasa Portugis, bahasa yang lazim di Batavia pada abad 
17 dan 18, dalam bentuknya yang tercampur bahasa Melayu). Misalnya: 
Kapitein ke-2 Lim Lacco 林六å"¥ (Lim Lak) (1636-1645)
Kapitein ke-6 Queeconco 郭郡å"¥ (Kwee Koen) (1685-1695)
Kapitein ke-8 Tambocco 陳穆å"¥ (Tan Bok) (1707-1719)
Kapitein ke-12 Lim Beengko 林明å"¥ (Lim Beng) (1743-1747)

Selain akhiran KO, ada pula akhiran KOA (baca: knua) 官 dan LO 老―bila 
orangnya sudah tua―di belakang nama-nama mereka. Misalnya:
Kapitan ke-4 (Gan) Siqua 顏二官 (Gan Djie) (1663-1666)
Kapitan ke-14 Oeij Tsjilauw 黃鈰老 (Oeij Tjhie) (1750-1756)

Orang biasa―bukan pejabat―yang menyandang akhiran KOA adalah Kwee Lak Koa 
(baca: kueq lak knua) 郭六官 yang bergelar Tek Hay Cinjin 澤海真人, 
dewata di Kelenteng Tek Hay Kiong 澤海宮, Tegal.

“閩俗:å`¼äººæ›°éƒŽï¼Œ 
å`¼å…¬å­ï¼Œå…¬å­«æ›°èˆï¼Œå`¼æœ‰é«"面者曰官。訛官為觀,遂多以觀為名者。
朋友相稱曰老, 廈俗亦然” å`¨å‡± 《廈門志》卷15 風俗記

Dalam kasus Cojuangco, generasi pertama yang berasal dari Desa Hongjian, 
Kabupaten Tong’an, provinsi Fujian, yang datang ke Filipina pada 1861 adalah 
Khou Giok Huang (mungkin Xu Yuhuan 許玉ç'° dalam Mandarin), kongcounya 
Presiden Corazon Cojuangco-Aquino. Dalam ejaan Spanyol di sana, nama ini 
mungkin ditulis Co Giok Huang; setelah mengganti namanya agar berbau Spanyol 
dan membuang ketionghoaannya, maka namanya kemudian menjadi Jose Cojuangco dari 
Co (baca Ko, dari Khou/Xu 許) + Juang (baca: Huang) + Co (baca: Ko). Jadilah 
Cojuangco suatu marga baru bagi semua keturunannya.

Kiongchiu,
DK


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "kwartanada"  wrote:

Halo Ko Steve,

Makasih buat info paper yg menarik tulisan senior2 saya. Saya malah baru tahu. 
Soal akhiran "KO", ini langsung membuat saya teringat dg family name-nya 
Corazon Cojuangco Aquino. "Cojuangco" ini serupa dg kasus yg diangkat Ko Steve. 
Menurut artikel di bawah ini, "ko" adalah panggilan hormat dalam budaya Hokkian.

Kasus Batavia ini serupa dg Filipina, dalam arti pelakunya adalah org2 Hokkian. 
Namun di Filipina, nama pribadi yg ditambah akhiran "KO" itu, dan bukan surname 
asli, yg justru diadopsi menjadi nama famili yg baru, spt Cojuangco. Jadi 
misalnya Lim Cojuang, karena ingin menjadi "mestizo" (Indo) yg baik (dan 
membuang ketionghoaannya), maka anak2nya membuat "Cojuangco" dan bukannya "Lim" 
sbg surname yg baru.

Ini hanya pendapat sepintas, mungkin salah. Silakan rekan2 lain yg lebih tahu 
soal ini, utk memberi keterangan yg lebih valid.

salam,
didi

http://www.wsws.org/articles/2009/aug2009/cory-a04.shtml

An influx of Chinese males in the mid-eighteenth century, and a second influx 
after 1850, filled the economic gap needed for the development of an 
import-export trade, and provided an outlet for British capital looking for 
investment opportunities. The immigrant bachelors married indios; their 
families became Chinese mestizos.

To avoid racial reprisals from the colonial administration and from the indio 
population, these Chinese mestizo families hispanized themselves, adopting 
Spanish names, the Spanish language, and artifacts, accents, behavior and 
culture from the Spanish metropole. Within a generation, all indication of 
indio and Chinese origin had been erased, with the exception of the Hokkienese 
k'o, a title of respect, which was often incorporated at the end of the new 
surname?thus, Cojuangco.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono  wrote:

Teman-teman sekalian,

Karena saya pernah ikut conference sekali tahun lalu, saya sering menerima 
kiriman dari kenalan saya Koh Keng We yang bekerja di Library di Ohio 
University (bukan OSU). Isinya macam-macam buku/paper baru yang baru saja di 
published.

Kali ini ada paper yang menarik perhatian saya yaitu:
http://rspas.anu.edu.au/cscsd/occasional_papers/index.php?issue=02
Mengenai :

Identifying Hokkien (And Other) Merchants in Voc-Ruled Batavia: Data From The 
Ci Ji Stele (1697) and The Financial Records Of

[budaya_tionghua] Re: Pai Thi kong. apa artinya ???

2010-02-22 Terurut Topik David
Kalau tidak salah, mungkin tulisan Tionghoanya begini ya:

Ca-ca bai Thni Kong 早早拜天公
Bo-kuan siao-lien-ke aq-si lau-a-gong 無管小年家æŠ`是老阿公
Tak-ke khuai-lok sin-the kian-khong 逐家快樂身é«"健康
Cue-lui bo khun-lan cin khin-song 找鐳無困難真輕鬆

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Hung wicaksana  
wrote:
>
> pagi pagi sembayang thi kong, tidak peduli anak muda atau kakek kakek, semua 
> bergembira kesehatan sehat sehat selalu, cari duit tidak susah sangat mudah
> 
> --- Pada Sen, 22/2/10, ibcindon  menulis:
> 
> Dari: ibcindon 
> Judul: RE: [budaya_tionghua] Pai Thi kong. apa artinya ???
> Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Tanggal: Senin, 22 Februari, 2010, 1:06 PM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> 
>   
> 
> 
> 
>   
>   
>   
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Wah apa artinya nih  ? 
> 
>    
> 
> 
> 
> 
> 
> From: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> [mailto:budaya_ tionghua@ yahoogroups. com] On Behalf Of Hung wicaksana
> 
> Sent: Monday, February 22, 2010 1:38 AM
> 
> To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> 
> Subject: [budaya_tionghua] Pai Thi kong 
> 
> 
> 
> 
> 
>    
> 
>    
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>  
>   
>   
>   ca ca pai thi kong, bo kuang siao liang kei a si lao a kong, , ta kei
>   kuai lok shin thei khian kong, che lui bo khun lan jin khin song :) 
>   
>   
>  
> 
> 
>    
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Dapatkan
> nama yang Anda sukai! 
> 
> Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail. com. 
> 
> 
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> 
>   
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>   Lebih bergaul dan terhubung dengan lebih baik. Tambah lebih banyak 
> teman ke Yahoo! Messenger sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/
>




[budaya_tionghua] Re: KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA. 4/e. pusat bahasa. 2008

2010-02-18 Terurut Topik David
Owe pikir masalahnya bukan terletak pada bahasa INGGRIS, tapi pada bahasa 
INDONESIA! Jadi, sebaiknya, jangan diselewengkan menjadi permasalahan dengan 
bahasa INGGRIS. Dan harus dibedakan antara bahasa INGGRIS dan bahasa INDONESIA. 

Dalam bahasa INGGRIS, karena tidak ada masalah KONOTASI dengan CHINA (baca: 
CAINA), maka istilah People's Republic of CHINA (baca: CAINA) oke-oke saja, 
sementara dalam bahasa INDONESIA istilah yang netral adalah Republik Rakyat 
TIONGKOK ―bukan Republik Rakyat CINA atau CHINA, karena ada masalah KONOTASI 
dengan CHINA atau CINA. Jawa Post Group pun tetap konsisten dengan istilah 
TIONGHOA dan TIONGKOK. Toh istilah TIONGKOK tidak menimbulkan keberatan apa-apa 
dari berbagai pihak, karena tidak ada KONOTASI negatif apa-apa. Selain itu, 
tidak mungkin bahasa INGGRISnya dipaksakan menjadi People's Republic of 
TIONGKOK, itu mah terlalu mengada-ada dan absurd. Seperti juga istilah 
TIONGHOA, yang INGGRISnya Chinese, istilah TIONGKOK kan hanya dikenal di 
INDONESIA, dan telah menjadi istilah khas INDONESIA!!! Masa mau dicampur? 
Seandainya dicampur pun, apa jadinya dengan People's Republic of TIONGKOK atau 
People's Republic of ZHONGGUO,? Aneh, bukan? Aya-aya wae…

Seperti kita ketahui, dalam bahasa INDONESIA tokh orang MAYORITAS tetap 
melafalkannya CINA, kecuali “maksa” jadi CAINA seperti dalam pelafalan 
bahasa Inggris yang dilakukan oleh SEGELINTIR orang di MetroTv dan Kompas, tapi 
kan itu hanya kasus “luarbiasa” yang menyalahi kaidah pelafalan dalam 
bahasa INDONESIA yang berasal dari bahasa Melayu; di Malaysia sendiri CHINA ya 
tetap CINA (baca: CINE), tidak mungkin jadi CAINA. Dan, karena bahasa nasional 
kita INDONESIA, ya sebaiknya sih kita mematuhi kaidah pelafalan bahasa 
INDONESIA, dan Melayu, tentunya. Kecuali bila, seandainya, bahasa nasional kita 
hendak diganti dengan INGGRIS, lain lagi masalahnya…

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, eddy witanto  wrote:

Re: KAMUS BESAR BAHASA? INDONESIA. 4/e. pusat bahasa.? 2008
Posted by: "ChanCT" sa...@... harimao_45
Date: Thu Feb 18, 2010 1:02 am ((PST))

Tidak lagi gunakan sebutan China apalagi Cina!



Om Chan...apa kabar Om? HK sudah semakin hangat ya?
Om, kalau tidak lagi gunakan sebutan China...hmmm...kok negaranya sendiri masih 
pakai nama China sih Om? Made in China, People's Republic of China, dll. Kalau 
tiba2 jadi People's Republic of Tiongkok apa malah nggak jadi kerumitan yang 
dahsyat? wong mereka sendiri (kecuali orang Fujian ya...) nggak kenal apa itu 
"Tiongkok". Kalau pakai P.R of Tiongkok, wah bisa-bisa semua provinsi melempari 
Provinsi Fujian dong...karena dikira Fujian mau bikin negara sendiri...
 Misalnya dalam sebuah forum internasional yang diselenggarakan di Bali, bahasa 
yang digunakan adalah bahasa Inggris. Nah, ada delegasi RRT datang lalu 
disambut oleh pihak Indonesia. Lalu diperkenalkan ke pihak Indonesia, "this is 
delegation from People's Republic of Tiongkok" wahpihak Indonesianya sih 
mungkin paham, tapi pimpinan delegasi RRT tiba2 menjawil penerjemahnya 
"ssst...xiaojie, what is Tiongkok?" Du"lha Tiongkok itu ya negara 
Anda sendiri." Baru deh delegasi mereka mengangguk-angguk..."O...I see, soale 
ndak ada kata "Tiongkok" di negara saya."
Kalo misalnya Presiden Hu berkunjung ke Indonesia, lalu dalam konferensi pers 
dikenalkan oleh Presiden SBY "this is my counterpart H.E President of the 
People's Republic of Tiongkok" khan jadinya kacau balau Om...soale Presiden Hu 
apa ndak celingak-celinguk kebingungan? Atau seharusnya mungkin "this is 
...from People's Republic of Zhongguo"?





[budaya_tionghua] Sin Tjhoen Kiong Hie

2010-02-14 Terurut Topik David Kwa
Ini oetjapan slamet kepaksa owe misti kirim sekali lagi, kerna maski owe soeda 
kirim KEMAREN atawa sehari sablonnja harian TAHON BAROE Imlek, oleh sebab satoe 
en laen hal, en tokh sampe sekarang ternjata masi blon kloear djoega, hal mana 
baroe kataoean sasoedanja ini hari owe ada koetika jang baek boewat preksa:
 
Liatwie Sianseng-Hoedjin-Lisoe (Toean, Njonja en Nona Sekalian),
 
Maski blon sampe waktoenja, owe djoega tiada loepa maoe oetjapken Selamet TAHON 
BAROE Imlek 2561 kepada Liatwie Sianseng-Hoedjin-Liesoe. Moga-moga tahon depan 
jang djatonja besok nanti bakal bawa lebi banjak kebroentoengan boeat kitaorang 
semoea.
 
新春恭喜添福添壽身體健康心想事成新春快樂生意興隆合家平安財源廣進萬事如意
Sin Tjhoen Kiong Hie, Thiam Hok Thiam Sioe, Sim Siang Soe Seng, Sin Tjhoen 
Khoaij Lok, Seng Ie Hin Liong, Hap Kee Peng An, Tjaij Goan Kong Tjin, Ban Soe 
Djie Ie.
 
Tjatetan:
Owe tida pake Kiong Hie Hoat Tjaij, karena owe sedar jang itoe perkatahan jang 
merendaken deradjatnja menoesia kan atsalnja ada perkatahan jang biasanja 
dipake oleh kalangan gembel-toekang minta-minta terhadap orang jang iaorang 
anggep sabagi satoe thauwkee, tentoenja sembari mengharep dikasi angpauw jang 
loemajan besar!!!
 
Owe poenja kiongtjhioe,
David Kwa di Kota Oedjan


  

[budaya_tionghua] Rachman Hakim Kembali pimpin Perhimpunan INTI Pusat

2010-01-14 Terurut Topik Mr david djauhari
Saya Ucapkan selamat..Untuk Bapak Rachman Hakim. 
Semoga diskriminasi dan permasalahan tionghoa di Indonesia untuk kedepannya 
bisa menjadi lebih baik. 


  



Bls: [budaya_tionghua] Re: ini tampang si tukang ngaku2 cicitnya guang xu

2010-01-09 Terurut Topik David Kwa
Maaf, Gong Xi Fa Cai 'kale, bukan Gong Xi Fa CHai, karena, dalam Pinyin, Cai 
sudah dilafalkan "CHai", berbeda dengan Zai yang dilafalkan "Cai".

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "iie_siang"  wrote:
>
> Wah! saya juga miris...
> Jangan2 ada gereja yang dilempari oleh umat KhongHuCu/Tao gara2 ucapan GONG 
> XI FA CHAI saat perayaan IMLEK... :-)
> 
> ada gereja di tmptku yang mayoritas umatnya Chinesse dengan entengnya 
> mengatakan saat berkhotbah bahwa 
> 
> "Boleh itu kl mengucapkan GongXiFaChai.. khan GongXi artinya Selamat, FaChai 
> artinya Kemakmuran.. jadi boleh saja tiap orang mengucapkan Selamat untuk 
> Kemakmuran"
> 
> padahal kita juga tahu kalo dulu tdk pernah ucapan itu disampaikan di gereja 
> (mungkin alasannya takut ama pemerintah???)
> 
> 
> Entah berani apa gak ya? kl Dia berkhotbah:
> "Boleh itu kl mengucapkan Allahhu Akbar.. khan artinya Allah Maha Besar... 
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Denny Tan  wrote:
> >
> > dear teman,
> > 
> > mohon dihentikan persoalan debat penganut kristen 
> > khuatir masalah ini merebet ke yg lain
> > karena kebakaran besar dimulai dari api yg kecil
> > 
> > saya kutip berita hari ini dari wall street journal kejadian
> > di Malyasia
> > 
> > saya mengkhuatirkan nantinya yg susah saudara saudara kita sendiri
> > kalo sudah rame yg dilihat bukan lagi kristen, islam atau pencinta budaya
> > saya giris mengingat peristiwa Mei 1998
> > 
> > wassalam
> > 
> > By JAMES HOOKWAY and CELINE FERNANDEZ 
> > KUALA LUMPUR â€" Malaysia's government is scrambling to calm tensions in 
> > this multi-ethnic nation after attackers fire-bombed three churches early 
> > on Friday morning, escalating a potentially explosive argument over whether 
> > Christians can use the Arabic word Allah.
> > Nobody was hurt in the pre-dawn attacks, and only one of the churches 
> > suffered serious damage. But government leaders warned that they might 
> > employ the country's strict Internal Security Act, which allows for 
> > detention without trial, to ease the situation.
> > View Full ImageAssociated Press 
> > Kuala Lumpur police officers inspect the damage to the Metro Tabernacle 
> > Church which was destroyed by a fire bomb a little after midnight in the 
> > Kuala Lumpur suburb of Desa Melawati, Friday, Jan. 8, 2010.
> > 
> > More
> > * Malaysia Suspends 'Allah' Ruling 
> > * Opinion: The Politics of 'Allah' 
> > Prime Minister Najib Razak â€" who had previously been supportive of Muslim 
> > protests against a Dec. 31 court ruling that allowed Roman Catholics to 
> > refer to Allah in Malay-language sections of their weekly newspaper â€" 
> > called for calm and warned that Malaysians should avoid blaming his 
> > government for inspiring Friday's attacks.
> > "There should be no over-zealous action that can harm the harmony of the 
> > country," Mr. Najib said.
> > Political analysts say Mr. Najib is attempting to tread a fine line between 
> > wooing the support of Malaysia's large ethnic-Chinese and Indian 
> > minorities, who make up around 40% of the country's population, and 
> > maintaining the support of an ethnic-Malay majority that has become 
> > increasingly defined by its Islamic faith in recent years.
> > Mr. Najib needs the support of Malaysia's minority groups to regain ground 
> > lost to the opposition in 2008's national election, when the ruling 
> > National Front lost its two-thirds majority in parliament for the first 
> > time in decades.
> > The High Court's decision on New Year's Eve to overturn a three-year-old 
> > government ban on the Catholic Herald newspaper's use of the term Allah has 
> > created a fresh fault-line between rule of law and a growing Islamist 
> > movement in a country long considered to be a moderate Muslim nation. How 
> > Mr. Najib handles the controversy could determine whether he is returned to 
> > power in national elections that have to be held by 2013.
> > View Full ImageAssociated Press 
> > A Muslim man shouts slogans during a protest against the use of the word 
> > "Allah" by non-Muslims after Friday prayer at National Mosque in Kuala 
> > Lumpur, Malaysia, Friday, Jan. 8, 2010.
> > 
> > The court verdict â€" which the
> >  government has appealed â€" ruled that Malay-speaking Christians have a 
> > constitutional right to refer to God as Allah. Malay language doesn't have 
> > an exact translation for the concept of one single deity, and Malays and 
> > indigenous tribes borrowed the term Allah from Arab traders in the 12th 
> > century. Today, many Malay-speaking Christians from Sabah and Sarawak 
> > states on the island of Borneo frequently use the term, as do Indonesian 
> > Christians and Christians in Arabic-speaking countries in the Middle East.
> > Many Malaysian Muslims, however, say the term is exclusive to Islam, and on 
> > Friday several hundred held a noisy, though brief protest at mosque in 
> > downtown Kuala Lumpur, chanting "Allahu Akbar", or God is t

[budaya_tionghua] Re: Tahun 2010 shio macan unsur apa? Sdr. KaNia

2010-01-07 Terurut Topik David Kwa
Terjemahan yang sering owe baca sih, Tiangan = Heavenly Stems = Batang Langit, 
sedang Dizhi = Earthly Branches = Cabang Bumi.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Kawaii_no_Shogetsu"  
wrote:
>
>  Kok Pasak Bumi? Obat Kuat donk, wkwkwkwk...
>  地支 tuch Earthly Branch, Cabang Bumi, kok jadi Pasak?
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u  wrote:
> >
> > Terima kasih atas bantuan sdr. Pinklotus3000 yang telah menunjukkan alamat 
> > Jiazi di Wikipedia, di situ lengkap tinggal tambah saja  
> > 1.  Pada Tiang Langit (Tiangan) unsur : Jia  adalah kayu Yang, Yi adalah 
> > kayu Yin,  Bing  adalah api Yang, Ding adalah api Yin,Wu adalah Tanah 
> > Yang, Ji adalah Tanah Yin, Geng adalah Logam Yang ,Xin adalah logam Yin, 
> > Ren adalah Air Yang, Gui adalah Air Yin.
> > Yang = positif
> > Yin = negatif;
> > 
> > 2.  Pada Pasak Bumi (Dizhi) snio: Zi = tikus, Chou : kerbau;  Yin: 
> > harimau;  Mao: kelinci; Chen: naga; Si = ular; Wu = kuda;  Wei = 
> > kambing;  Shen =  kera;  You;  Ayam;  Wu = anjing;  Hai = babi.
> > 
> > Kombinasi antaraTiang Langit dan Pasak Bumi akan menghasilakan 60, jadi 
> > satu siklus (satu jiazi) adalah 60 tahun. Karena itulah orang Tionghoa 
> > selalu merayakan Ulang Tahun ke 60 secara besar-besaran (untuk yang punya 
> > uang tentunya), karena orang telah melewati satu jiazi atau satu siklus dan 
> > hampir tak ada orang yang bisa melewati siklus kedua , yaitu 120 tahun.
> > 
> > Tiang Langit dan Pasak Bumi ini adalah cara pemberian nama tahun dalam 
> > budaya Tionghua, jadi tak ada hubungannya dengan ramal meramal. 
> > 
> > Kiongchiu
> > 
> > 
> > 
> > 
> > From: pinklotus3000 
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Sent: Wed, January 6, 2010 3:01:15 PM
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: Tahun 2010 shio macan unsur apa?
> > 
> >   
> > jika mau mencoba mr.gugle aja maka akan didapatkan website ini :
> > 
> > http://id.wikipedia.org/wiki/Jiazi
> > 
> > belum tahu kebenaran penulisan di dalam wikipedia ini.
> > 
> > salam
> > 
> > --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, "::KaNia::"  
> > wrote:
> > >
> > > Males akh Pak nelusurnya.. .
> > > Kirimin lg aja deh Pak tabelnya.
> > > Makasih Pak...
> > > 
> > > 'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not 
> > > sure about the universe.'
> > > - Albert Einstein 
> > > 
> > > 
> > > 
> > > 
> > >  _ _ __
> > > From: liang u 
> > > To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > > Sent: Wednesday, January 6, 2010 10:43:07
> > > Subject: Re: [budaya_tionghua] Tahun 2010 shio macan unsur apa?
> > > 
> > >   
> > > Dalam bahasa Tionghoa jin adalah singkatan dari dua kata bisa 
> > > 黄é‡` (huangjin) yang berarti mas, bisa é‡`属 ( jinshu) 
> > > yang berarti logam.
> > > Tiang langit 天干 tiangan ada 10 macam, bergilir tiap tahun. 
> > > Tiang langit ini sifatnya dinyatakan dengan lima unsur kayu, api, tanah, 
> > > logam dan air. Masing-masing dua tahun tahun pertama positif (yang) tahun 
> > > kedua negatif (yin) . Tahun ini 2010 adalah tahun gengyin 
> > > 庚寅ï¼ŧ geng menunjukkan logam  positif atau 
> > > yang, Pasak bumi åŦquot;°å�€Â ada 12 belas, yang 
> > > sering dinyatakan dalam snio yang terdiri dari 12 binatang. menyatakan 
> > > yin, tahun 寅yin ini  dinyatakan dalam snio adalah macan. Jadi 
> > > tahun ini ( tepatnya setelah Tahun Baru Imlek) adalah tahun 
> > > macan logam  potitif, tahun depan baru kelinci  logam 
> > >  negatif. 
> > >     Karena seperti saya sebut di atas jin itu mengandung dua 
> > > arti mas dan logam, kalau nada menyebut mas bukan logam, juga tak bisa 
> > > disalahkan. 
> > > Dalam 10 tahun akan muncul sekali tahun logam positif dan logam negatif, 
> > > dalam 60 tahun tentu saja ada 6 kali logam positif dan 6 kali logam 
> > > positif. 
> > > Kombinasi 10 tiang langit dan 12 pasak bumi menghasilkan 60 tahun yang 
> > > berbeda. 60 tahun dinamakan satu jiazi. 
> > >    Tabel ini pernah saya muat di milis ini, bisa ditelusur
> > >     Semoga membantu.
> > >       Liang U
> > > 
> > > 
> > > 
> > > 
> > >  _ _ __
> > > From: Lim Wiss 
> > > To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > > Sent: Wed, January 6, 2010 10:00:06 AM
> > > Subject: RE: [budaya_tionghua] Tahun 2010 shio macan unsur apa?
> > > 
> > >   
> > > Kadang saya juga heran dengan yang namanya unsur logam, selalu dikatakan 
> > > unsur emas.
> > > Setahu saya unsur emas hanya 50 tahun sekali baru ada. Jika unsur logam 
> > > bukan unsur emas lalu apa? Logam saja?
> > > Ada para rekan yang bisa menjelaskan?
> > >  
> > > Rgds,
> > > Lim Wiss
> > >  
> > > 
> > >  _ _ __
> > > 
> > > From:budaya_ tionghua@ yahoogroups. com [mailto:budaya_ tionghua@ 
> > > yahoogroups. com] On Behalf Of Jen Ku Luk
> > > Sent: Tuesday, Januar

[budaya_tionghua] Re: Ayam Arak atau Ayam Wijen? (Was: Ada yang punya resep masakan tito babi?)

2010-01-06 Terurut Topik David Kwa
Owe bukan tukang masak, tapi setahu owe di Jakarta biasanya orang pakai air 
kapur sirih buat titou atau babat sapi supaya jangan bau.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ANDREAS MIHARDJA  wrote:
>
> Saya lupa kasih tahu cara membersihkan titou usus dari babi atau dari sapi. 
> Bahannya setelah dicuci bersih gn aer sampai bersih? kemudian direndam dlm 
> caporit atau campuran chlorox. Kalau diEu atau America biasaya ini sudah 
> dilakukan oleh penjual daging.
> Ditanggung kalau sudah diendam 3-4 jam baunya hilang dan kalau babat malah 
> jadi putih.
> Andreas
> 
> --- On Tue, 1/5/10, Edy Lim  wrote:
> 
> From: Edy Lim 
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Ayam Arak atau Ayam Wijen? (Was: Ada yang 
> punya resep masakan tito babi?)
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Date: Tuesday, January 5, 2010, 2:54 PM
> 
> Bagaimana kalau langsung minum sari pati ayam (chicken essence) merek BRAND'S 
> dari Singapore?
> konon 1 botol setara dengan gizi seekor ayam..
> 
> Semoga membantu.
> 
> Salam,
> Edy
> 
> From: ANDREAS MIHARDJA 
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Sent: Wed, January 6, 2010 1:49:14 AM
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Ayam Arak atau Ayam Wijen? (Was: Ada yang 
> punya resep masakan tito babi?)
> 
> Agar jangan kesasar dgn theory,
> Jikalau melahirkan sang ibu memerlukan bayak calcium - kapur. Ini dibutuhkan 
> utk bayi yg harus membikin tulang baru.? Kalau si-ibu tidak makan cukup pur 
> nant kalau tua katan tulangnya kena osteoporosis [ini kepercayaan bukan 
> pengetahan]
> ?
> Berdasarkan ajaran ini chinese medicine mempergunakan ayam dan terutama ayam 
> "kampung" yg katanya tulangnya lebih kuat. Kenapa ayam dan bukan babi - yah 
> kalau makan daging babi kaga ada tulangnya kecuali kalau makan bakut atau 
> spareribs. Titou , huncheng atau toahoan semua hanya cholesterol tidak 
> berguna utk bayi.
> Jahe dikeringkan atau basah semua sama yg penting disini sarinya dan ini 
> harus banyak - 250 gr utk satu ayam. Kalau pake minyak ma-you - sering pada 
> diarree dankalau masukan arak setelah?direbus sopnya nanti si-ibu mabok arak 
> dan bajinya juga. Karena itu arak dan jahe harus dimasak dan essencenya yg 
> dipakai. Arak yg dipakai seharusnya arak beras merah - arak beranak Kalau 
> diEU/US pakai arak anggur merah yg penuh antioxidantnya.  disinilah 
> ajaran chinese herbal medicine dipakai.
> Kenapa masak begini kenapa tidak minum susu - oleh karena banya ket. asia 
> tidak toleran lactose dari susu dan kalau minum susu malah menjadi diarree - 
> usus mereka bikin anti susu.?Kenapa tidak boleh makan ginseng atau obat kuat 
> lain - karena menrut filsafat chinese herbal medicine yg dbantu adalah 
> penyakitnya dan bukan si-ibu. Ini obatkuat boleh dimakan setelah si-ibu sehat 
> kembali 100%
> ?
> Andreas
>
> --- On Tue, 1/5/10, King Hian  wrote:
> 
> From: King Hian 
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Ayam Arak atau Ayam Wijen? (Was: Ada yang 
> punya resep masakan tito babi?)
> To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> Date: Tuesday, January 5, 2010, 9:01 AM
> 
> Bang Ophoeng,
> 
> Rasanya sih, saya belum pernah mendengar sebutan siaohuan utk menyebut usus 
> kecil.
> usus besar disebut tuahuan
> usus kecil/usus halus disebut hunchng
> perut babi disebut titou
> 
> Betul yang bang Ophoeng bilang, perempuan yang habis melahirkan dimasakkan 
> ayam mua-yu (mua: wijen, yu: minyak), yang dimasak dengan jahe (jahe kering 
> yang dijemur terlebih dahulu). Dan waktu dimakan baru dicampur dengan arak. 
> Tapi karena saya bukan tukang masak, saya tdk tahu bagaimana resep/detil cara 
> masaknya.
> 
> kiongchiu,
> KH
> 
> From: Ophoeng 
> To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> Sent: Tue, January 5, 2010 10:55:30 PM
> Subject: [budaya_tionghua] Ayam Arak atau Ayam Wijen? (Was: Ada yang punya 
> resep masakan tito babi?)
> 
> Bu Ulysee, Bu Tanti dan TTM semuah,
> 
> Hai, apakabar? Sudah makan?
> 
> Tito itu, kalau ndak salah sih bagian lambung atau perut babi (babat kalau 
> pada sapi?), sebab kalau usus babi, kayaknya di menu RM Rico (dulu di Jl. 
> Kebayuran Lama, sekarang ada di Gading Serpong) yang konon dilanggani oleh 
> encek Liem, disebutnya 'huan', ada toahuan (usus besar) ada xiaohuan (usus 
> kecil).
> 
> Dari tito atau tietouw inilah, maka dibikin 'analogi' nomenklatur untuk 
> 'kee-touw', yakni touw (lambung) si swikee, yang 'kee'nya juga hasil 
> penganalogian dari 'kee darat' aka ayam, sebagai kontras dengan si swikee 
> yang 'ayam air'.
> 
> Tapi, kalau sudah menyebut jerohan, kayaknya mungkin memang yang dicari 
> kolesterolnya. Saya ndak tahu mengapa ibu habis melahirkan mesti dikasih 
> banyak asupan kolesterol. Padahal mah, tentu saja dagingnya yang lebih 
> bergizi dan seimbang kandungannya, ada protein dan kolesterol dari lemaknya. 
> Kecuali kalau memang dimaksudkan untuk pengobatan. Seperti darah babi, 
> katanya is good for your lung, despite the fact that there must be much 
> bacteria in the blood, jeh!
> 
> Kalau mau sih, ya jangan cuma dikasih tito-ny

[budaya_tionghua] Re: Tahun 2010 shio macan unsur apa?

2010-01-06 Terurut Topik David Kwa
Nah itu nyang bikin bingung, sebab lebi banyak nyang pake Tiangan-Dizhi doang 
ketimbang nyang pake Nayin. Sebenernya, nyang mana yang lebi tepat? Songbaimu?

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "pinklotus3000"  
wrote:
>
> kalau nurut chinese metaphysic gak ada namanya Emas, yang ada yang 5 
> unsur(kayu,logam,air,tanah,api), please CMIIW para pakar fengshui yang banyak 
> bergabung tapi jadi naga di dalam lautan :D.
> 
> sedangkan siklus itu 60 tahun(jia zi), ci Lim. Unsur Emas kali nurut orang2 
> barat yang biasanya perkawinan 50 tahun jadi perkawinan emas.
> 
> 
> kalo gak pake nayin jadi MACAM LOGAM, kalau pake nayin jadi MACAN KAYU.
> 
> CMIIW.
> 
> 
> salam
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Lim Wiss"  wrote:
> >
> > Kadang saya juga heran dengan yang namanya unsur logam, selalu dikatakan
> > unsur emas.
> > 
> > Setahu saya unsur emas hanya 50 tahun sekali baru ada. Jika unsur logam
> > bukan unsur emas lalu apa? Logam saja?
> > 
> > Ada para rekan yang bisa menjelaskan?
> > 
> >  
> > 
> > Rgds,
> > 
> > Lim Wiss
> > 
> >  
> > 
> >   _  
> > 
> > From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of Jen Ku Luk
> > Sent: Tuesday, January 05, 2010 11:16 PM
> > To: budaya Tionghua
> > Subject: [budaya_tionghua] Tahun 2010
> > 
> >  
> > 
> >   
> > 
> > 
> > Tahun 2010.
> > Menurutku itu adalah Tahun Macan Mas tapi ada juga yang mengatakan bahwa itu
> > Tahun Macan Kayu.
> > Yang bener yang mana ya?
> > Ada yang bisa menjelaskannya. Trima kasih.
> > 
> > Salam hangat,
> > Jen
> > 
> >  
> > 
> >   _  
> > 
> > Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang!
> > 
> >
>




[budaya_tionghua] Re: Kenangan pemikiran Gus Dur : BERI JALAN ORANG CINA

2010-01-04 Terurut Topik David Kwa
Kamsia sudah dibetulkan.

Kiongchiu,
Dk

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "sumamihardja"  wrote:
>
> Salah dong. Kalau mau masukin sinci, bukan di Tan Seng Ong Bio. Sincinya 
> diletakkan di dekat daerah situ juga, di Chenshi Zongci (kelenteng 
> leluhur/kelenteng untuk kerabat dengan marga Tan) di Pinangsia III. Kalau 
> yang Tan Seng Ong lebih tepatnya untuk penghormatan kepada "tokoh" pelindung 
> marga Tan, khususnya yang berasal dari Hokkian. Tan Seng Ong juga diakui 
> sebagai pejabat yang membuka daerah Selatan (Tenggara) Tiongkok, sehingga 
> banyak juga marga lain dari Hokkian Ciangciu yang memberi hormat kepadanya.
> 
> Btw, saya sering menjadi rombongan Gus Dur ke sejumlah acara. Dari 
> omong-omong saya sendiri dengan GD dan sejumlah rekan dekatnya, terus terang 
> GD sebenarnya lebih bicara untuk memberikan kepercayaan diri kepada sejumlah 
> kalangan (ceritanya banyak dan seringkali mengundang tawa bagi yang kenal 
> tabiat asli GD). 
> 
> GD juga pernah mengklaim diri sebagai marga Ui (Oei, Huang)di beberapa 
> kesempatan dan menurut rekan saya, terkadang menyebut sejumlah marga yang 
> lain (dan bagi kalangan lain adalah mengaku turunan dari sesepuh yang 
> dihormati di wilayah itu). Maaf, saya tidak mau bicara panjang dulu mengenai 
> topik-topik cerita GD mengenai "marga" dirinya, karena bukan itu esensinya. 
> GD senang memberikan dukungan spontan dan solidaritas yang tinggi. Kapan 
> diperlukan, cerita-ceritanya baru akan saya buka. 
> 
> Apapun itu, saya memberikan penghormatan yang tinggi kepada GD karena sikap 
> inertnya untuk melawan diskriminasi, dan kesetiannya untuk mengawal 
> solidaritas kemanusiaan. Saya sendiri pernah didaulat dan memimpin Komite 
> Anti Diskriminasi Indonesia yang waktu itu mengawal sejumlah UU dan peraturan 
> hukum baru, mulai dari penghapusan pelarangan budaya "Cina" (yaaa, judulnya 
> begitu sih oleh Orba Soeharto tahun 1967), perayaan Sincia, dsb hingga ke UU 
> kewarganegaraan, UU Administrasi Kependudukan dan Penghapusan Diskriminasi 
> (yang belakangan tereduksi kembali menjadi hanya Ras dan Etnis). Sayangnya 
> kejatuhan GD mempengaruhi juga upaya menghapus diskriminasi total kepada 
> sejumlah kelompok belaan saya (adat, penghayat, etnis, agama, status sosial, 
> penyandang perbedaan kemampuan [maaf:cacad], dsb). Itulah kenangan beratnya 
> perjuangan bersama GD dan rekan-rekan yang lain.
> 
> Yang pasti dalam hal ini, kalau mau dihubungkan dengan penghormatan kepada 
> GD, saya tidak mau terbawa kepada "marga" apakah GD. GD boleh dianggap 
> sebagai guru bangsa dan sekaligus juga "Bapak anti diskriminasi, pluralitas, 
> mulstikulturalisme, dsb" dan otomatis juga "Bapak pelindung kalangan 
> minoritas, pelindung kalangan Tionghoa, dsb" tentunya tanpa ditafsirkan 
> menjadi pelindung "penjahat, kroruptor, pemerkosa yang kebetulan beretnis 
> Tionghoa" (sengaja saya tulis ini karena saya sebal melihat ada yang suka 
> memleset-mlesetkan istilah).
> 
> Jadi dalam hal ini, kalau mau diadakan pendoaan GD secara Tionghoa, saya 
> pikir terbuka untuk setiap marga, dan setiap marga berhak mengaku GD sebagai 
> bapak pelindungnya juga. Btw, kalau miliser BT juga mau mengadakan doa 
> bersama 40 hari-an GD, boleh juga dilakukan (di mana?). Akan lebih elok 
> apabila bisa dilakukan secara ritual budaya Tionghoa (tanpa adanya unsur yang 
> terlalu dominan dari kelompok agama manapun) untuk menunjukkan toleransi GD 
> yang sangat tinggi terhadap semua golongan. Dua hari kemarin, saya 
> menyaksikan sendiri bagaimana dua majelis agama "berebut" mendoakan arwah 
> Ayah dari teman saya dan berceramah panjang lebar ke keluarga (Ayahnya aja 
> enggak kayak begitu), padahal si Ayah tersebut adalah orang tradisionalis 
> (Ru-Tao atau setidaknya agama rakyat). Dari pengalaman mutakhir itu, kita 
> pakai saja metode umum hidangan samseng (tapi yang satu itu diganti sapi 
> aja), sayuran, buah, kue, hio merah, lilin merah (usia 61 ke atas), dsb, 
> tanpa menjadikannya syirik dalam pandangan tradisionalis (masih mirip dengan 
> tradisi NU). Ritualnya hormat kepada orang tua (empat lambaian), bisa juga 
> dilakukan dengan dua kali kui (berlutut) dengan masing-masing empat pai 
> (soja). Kalau mau ke tempat GD baik di Jombang ataupun di Ciganjur, mungkin 
> tempatnya sulit untuk diadakan ritual Tionghoa dan tentunya juga akan lebih 
> elok kalau diisi tahlilan ala NU.
> 
> Dalam kematian, rasa sedihlah yang utama.
> 
> 
> Suma Mihardja
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "David Kwa"  wrote:
> >
> > Kalu begitu sinci Gus Dur mesti masuk altar leluhur sne Tan di Kelenteng 
> > Sne Tan. 

[budaya_tionghua] Re: Manichaenisme di China

2010-01-03 Terurut Topik David Kwa
Apakah di era modern sekarang ini ajaran Beng Kau Ã÷½Ì dan Peklian Kau °×ɏ½Ì 
sudah benar-hilang hilang dari panggung sejarah Tiongkok dan dunia, atau masih 
ada manifestasinya dalam bentuk suatu ajaran tertentu? Yiguan Dao һ؞µÀ, 
misalnya, dengan Mingming Shangdi Ã÷Ã÷ÉϵÛ-nya.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Erik"  wrote:

Sebenarnya bagi teman-teman pencinta cerita silat, ¡°Manicheanism¡± sudah 
sangat tidak asing! Lewat cerita ¡°To Liong To¡± atau ¡°Pedang Pembunuh Naga¡± 
kita kenal tokoh Thio Bu Ki yang dikisahkan sebagai seorang Jiaozhu (ketua) 
dari sebuah aliran bernama ¡°Beng Kauw¡±. ¡°Beng Kauw¡± inilah yang dimaksud 
dengan Manicheanism.

Lafal Mandarin untuk ¡°Beng Kauw¡± adalah ¡°Ming Jiao (Ã÷½Ì)¡±, sebutan lain 
untuknya dalam bahasa Mandarin adalah pula Moni Jiao (IJÄá½Ì), merupakan sebuah 
aliran kepercayaan yang didirikan oleh seorang Persia bernama Mani pada 
pertengahan abad ke-3 dengan memperpadukan ajaran Kristiani dengan kepercayaan 
lokal di Iran ketika itu. Awalnya Mani bercita-cita mengembangkan ajarannya 
sebagai sebuah agama trans-nasional yang mampu mengatasi segala perbedaan yang 
ada pada pelbagai tradisi kepercayaan di zamannya. Bermula dari Babilonia pada 
tahun 242 masehi, lalu menyebar ke Persia di bawah dukungan kerajaan Sassanian, 
namun kemudian terpaksa harus ¡°mati dalam kandungan¡± gara-gara berbenturan 
dengan para penganut ¡°Zoroastrianism¡± dengan terbunuhnya Mani yang disalib 
pada tahun 277 masehi. Sisa-sisa penganut Manicheanism kemudian berpencar ke 
seantero penjuru dunia, sebagian biarawan pengikut Mani yang melarikan diri ke 
Roma pun dibunuh atas perintah raja yang berkuasa ketika itu, hanya mereka yang 
berhasil tiba di daerah yang sekarang dikenal dengan Uzbekistan dan Khazakstan 
tenggara yang mampu bertahan dan mengembangkan ajaran Manicheanism.

Adapun inti ajaran Manicheanism antara lain adalah ¡°Pertentangan Abadi antara 
Terang dan Gelap¡±¡¯serta ¡°Pertentangan Abadi antara Yang Baik dan Yang 
Jahat¡±. Tuhan adalah kebaikan Abadi, oleh karena itu segala yang tidak 
memiliki kualifikasi yang baik adalah musuh Tuhan
dan harus diperangi.

Ming Jiao (Manicheanism) di Tiongkok

Manicheanism masuk ke Tiongkok di zaman Tang lewat jalan sutra dan kemudian 
dikembangkan oleh Zhang Jiao (ÕŽÇ) dengan nama Ming Jiao lewat proses 
sinkretisasi dengan agama dan kepercayaan setempat antara lain Daoism, Buddhism 
dan juga Teratai Putih (Bailian Jiao/°×Á«½Ì).

Adapun doktrin dasar mereka masih tetap yakni ¡°Pertentangan Abadi antara 
Terang dan Gelap¡±; ¡°Pertentangan Abadi antara Yang Baik dan yang Jahat¡±, 
hanya saja tokoh Mani telah didewakan dan disembah sebagai ¡°Dewa Terang¡± 
lambang Kebenaran dan Kebaikan, di samping mereka juga menyembah Dewa Bulan dan 
Dewa Matahari.

Ciri khas kaum Manicheanis di Tiongkok adalah mereka menjunjung tinggi 
nilai-nilai persatuan, kesatuan, kedisiplinan dan keseragaman dengan selalu 
berjubah putih-putih dan kebiasaan bervegetarian, pantang minuman keras serta 
dikubur dalam keadaan bugil. Doktrin yang menjadi perekat kesatuan mereka 
adalah keyakinan bahwa ¡°Pada akhirnya kekuatan terang yang melambangkan 
kebaikan dan kebenaran pasti akan mengalahkan kekuatan gelap lambang 
kejahatan¡±. Pada zaman 5 Dinasti (Îå´ú), dinasti Song dan juga Yuan komunitas 
Manicheanism merupakan kelompok radikal yang acap memimpin pemberontakan petani 
terhadap penguasa, yang terkenal dalam sejarah antara lain pemberontakan Muyi 
terhadap kaisar Liang Zhenming pada tahun 920, pemberontakan Fang La, 
pemberontakan Wang Nianjing dll yang terjadi pada zaman dinasti Song di wilayah 
sekitar Huainan, Jiangxi, Fujian dll.

Di zaman dinasti Song, nama Manicheanism resmi diterjemahkan sebagai ¡°Ming 
Jiao¡± dengan doktrin yang diringkas dan dipadatkan ke dalam 8 kata 
¡°Çå¾»¡¢¹âÃ÷¡¢´óÁ¦¡¢Öǻۡ± yang artinya adalah ¡°SUCI, TERANG, KUAT, CERDAS¡±. 
Pengikut Ming Jiao di zaman ini tersebar dalam segala lapisan masyarakat, ada 
petani, sarjana, pejabat sipil, militer, pendekar, penyamun dll. Untuk 
menghadapi tekanan penguasa, komunitas Ming Jiao menjelmakan diri ke dalam 
beberapa lembaga bawah tanah di pelbagai daerah di Tiongkok dengan nama yang 
berbeda-beda. Selain di Fujian masih dikenal dengan nama Ming Jiao, di Zhejiang 
mereka berganti nama sebagai Moni jiao, serta dikenal sebagai kelompok Er Kui 
Zi di Huainan, Si Guo di Jiangdong dan Jingang Chan di Jiangxi.

Tokoh sejarah Tiongkok yang terlibat dengan gerakan Ming Jiao adalah Zhu 
Yuanzhang (ÖìÔªè° 

[budaya_tionghua] Re: Kenangan pemikiran Gus Dur : BERI JALANORANG CINA

2010-01-01 Terurut Topik David Kwa
Kalu begitu sinci Gus Dur mesti masuk altar leluhur sne Tan di Kelenteng Sne 
Tan. Di Jakarta ada satu di Jln Blandongan, Jakarta Barat, yakni Kelenteng Tan 
Seng Ong Bio êÂ}ÍõR. Orang-orang sne Tan semestinya berbangga ada orang yang 
kakek-moyangnya sne Tan, yang begitu besar jasanya bagi bangsa dan negara kita 
ini. Yang kematiannya ditangisi begitu banyak orang, tidak saja oleh umatnya, 
tetap oleh semua... 

Sebagaimana kita tahu, karena sudah sering dibicarakan, kita tidak menyembah 
Gus Dur, tetapi menghormatinya sebagai tokoh yang berjasa, terutama bagi 
masyarakat Tionghoa Indonesia. So, why not?

"Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. 
Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang 
menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri 
Kesultanan Demak.Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, 
puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V."

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, agoeng_...@... wrote:

Gus Dur pernah ngaku keturunan marga Tan klo gak salah, gimana perkumpulan 
marga Tan? Bisa masuk ke altar leluhur marga Tan gak?

-Original Message-
From: Ong Bun 

[budaya_tionghua] Re: Kenangan pemikiran Gus Dur : BERI JALAN ORANG CINA

2009-12-30 Terurut Topik David Kwa
Kalu ngga ada Gus Dur, mana bisa sekarang kita “bekoar-koar” dengen bebas 
tentang budaya Tionghoa di sini..? Bisa-bisa... Selamet jalan Gus Dur yang 
demokratis, pluralis dan humanis. Kau punya jasa-jasa terhadep kitaorang punya 
diri kitaorang nanti inget terus di dalem ati. Gus Dur Ban Sue, Ban Sue, Ban 
Ban Sue 萬歲,萬歲,萬萬嵗!

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, shinmen takezo 


[budaya_tionghua] Re: Istilah Hokkian

2009-12-23 Terurut Topik David Kwa
Memang juga owe perna denger orang bilang "kna su-yna 敢輸贏", artinya 
'brani taroan'.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, khaidi wong  wrote:

tam? kam? berani?

kam su yna, berani kalah menang, berani tarohan ???


On 12/23/2009 06:21 PM, David Kwa wrote: 
tam (?) su yna 輸贏



[budaya_tionghua] Re: Istilah Hokkian

2009-12-23 Terurut Topik David Kwa
Ko Irawan yb,
 
Di bawah ini owe berusaha menemukan makna beberapa istilah yang sering dipakai 
di kalangan Tionghoa baik dalam bentuk tertulis pada Sastra Melayu Tionghoa di 
masa lalu, maupun dalam bahasa pergaulan sehari-hari di masa kini.
 
Ada beberapa kata yang bagi owe tidak jelas artinya, ditandai dengan (?), 
karena di Jakarta tidak dikenal dan mungkin hanya dikenal di beberapa daerah di 
Jawa Tengah. Mudah-mudahan rekan-rekan lain bisa membantu melengkapi.
 
  Hokkian Selatan Huayu Makna 
01.   
  u ceng-li 有情理
bo ceng-li 無情理 you qínglǐ 有情理
wú qínglǐ 無情理 beralasan, masuk akal;
tidak beralasan, tidak masuk akal 
02.   
  mai song 覓喪
sang sng 送喪 tànsāng 探喪
sòngsāng 送喪atau sòngbìn 送殯 berkunjung ke rumah keluarga yang sedang berduka;
mengantar jenazah ke kuburan/krematorium 
03.   
  hniou-snua 香綫 xiāng香 dupa berbentuk lidi 
04.   
  sui-ke 水雞 háma 蛤蟆atau tiánjī 田雞 kodok atau katak 
05.   
  khnua-bo 看無 kànbiǎn 看扁 memandang rendah 
06.   
  bo-khang 無空(?) wú kōng 無空 tidak ada “khangthau” (objekan)? 
07.   
  ke sui (?)     
08.   
  tam (?) su yna 輸贏 … shū-yíng 輸贏 … kalah atau menang 
 
Catatan:
-    Karena pengaruh bahasa Jawa, fonem KH (“K” hentak) cenderung 
dilafalkan menjadi G. Contoh, bo KHang menjadi bo Gang.
-    “O” berbeda dengan “OU”. “OU” dilafalkan seperti “A” dalam bahasa Jawa 
(misal, WANA), sementara “O” seperti “O” biasa dalam bahasa Jawa.
-    “Ê” pêpêt tidak dituliskan. Contoh, sang-sng.
-    “N” di belakang huruf mati menunjukkan bunyi sengau (nasal sound). 
Contoh, hNiou-sNua.
-    “YNa” dibaca “ia” dengan bunyi sengau. Contoh, … su yNa.
 
Kiongchiu,
DK
 
Semarang, 23-12-2009.
 
Dengan hormat,
 
Mohon pencerahan dari teman-teman tentang arti istilah Hokkian dan terjemahannya
ke Zhongwen?berikut ini:
 
01.  Ceng Li dan Bo Ceng Li.
02.  Mai Song dan Sang Seng.
03.  Hio Swa.
04.  Swie Ke.
05.  Gwa Bo.
06.  Bo Gang.
07.  Kee Sui.
08.  Tam Su Nya.
 
dan mungkin istilah-istilah / jargon lainnya.
 
Terima kasih.
 
Irawan R


  

Bls: [budaya_tionghua] Re: Apa yang dibahas tentang cicit Guang Xu ?

2009-12-22 Terurut Topik David Kwa
Sebutan Koxinga sendiri berasal dari Hokkian: Kok Seng Ya 國å§"爺, artinya 
“Tuan dengan Sne Kaisar-Kerajaan”, sebab konon Tne Seng Kong 鄭成功 
sebagai pendukung dinasti Beng (Ming) 明 diberi hak istimewa oleh kaisar untuk 
memakai sne Cu 朱, snenya kaisar dinasti Beng (PCMIIW). 

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, King Hian 

[budaya_tionghua] Re: ttg copy darat

2009-12-18 Terurut Topik David Kwa
Dr Irawan yb,

Slamet dateng di Jakarta, Dr. Irawan. Owe si rencananya mau dateng buat bikin 
tamba rame. Kalu begitu, sampe ketemu besok,.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dr. Irawan"  wrote:

Terimakasih, 
Siapa saja yang ada disana, apakah David Kwa peneliti dan ahli budaya Tionghoa 
ada datang disana? Saya datang dari Amerika.

salam,
Dr. Irawan.

2009/12/19 budi anto  wrote:

copy darat yang bang irawan maksud yang di VOC? silahkan aza datang tanpa perlu 
reservasi terlebih dahulu bang ajak family juga gpp biar lebih mengenal budaya 
tionghua lebih dekat :)

--
From: Dr. Irawan 

Re: [budaya_tionghua] [Forward] Ada yang Mencari Keluarga di Tanjung Pinang.

2009-12-15 Terurut Topik Mr david djauhari


--- On Tue, 12/15/09, Edy Lim  wrote:


ok pak Edy Lim... ^_^
akan saya berikan email bapak kepada orang yang mencari keluarga tersebut. 
sukses selalu untuk anda... 
 
 
Salam hangat dari saya, 
 
 
 David Huang
 
 

From: Edy Lim 
Subject: Re: [budaya_tionghua] [Forward] Ada yang Mencari Keluarga di Tanjung 
Pinang.
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Tuesday, December 15, 2009, 8:51 PM


  





Dear David,
Saya usahakan bantuannya, Bapak.
Berikan saja e-mail saya kepada yang bersangkutan.
Dimana pun berada, kita orang Tionghua adalah saudara di segala arah.

Cheers,

Edy Lim
Lim Mui Leng (林美龙)







From: Mr david djauhari 
To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
Sent: Tue, December 15, 2009 5:54:38 PM
Subject: Re: [budaya_tionghua] [Forward] Ada yang Mencari Keluarga di Tanjung 
Pinang.

  

Terima kasih untuk pak edy atas kesediaannya untuk membantu. 
Kebetulan informasi ini hasil terusan dari salah satu diskusi. 
Dan saya coba meneruskannya di milis ini. 
Paling tar sy coba untuk 
Meneruskan informasi yg bapak edy sampaikan. 
Sebelumnya, sy ingin tanyakan untuk pak eddy, apa tidak apa2 email pak edy sy 
beri tahukan kepada yang mencari keluarga? 
Saya minta ijin dr pak edy sebelumnya, karena menyangkut privasi. 
Jadi yg mencari keluarga ditanjung pinang tersebut bisa langsung menghubungi 
bapak.

Ban...ban kamsiah sebelumnya.. 

Sukses untuk bapak...

On Fri Dec 11th, 2009 10:43 PM ICT Edy Lim wrote:

>Dear David,
>Bisa berikan informasi lebih detail tentang saudara Anda?
>
> * Nama Tionghua (tulisan Mandarin) dan Indonesia, serta nama panggilan..
> * Orang Teochew, Hakka, Hokkien atau etnik mana?
> * Umur berapa di angkat jadi anak?
> * Beliau sekarang berumur sekitar berapa?
> * Apakah ada tanda lahir atau bekas luka yang mungkin bisa dikenali?
> * Kalau ada foto, mungkin lebih bagus.
> * Ibu Anda sejak kapan pindah ke Jogja dan nama Ibu Anda adalah.. ?
>
>Saya kebetulan besar di Tanjungpinang jadi mungkin bisa tanya sana sini.
>Dan masih bolak balik Batam-Tanjungpinang .
>
>Jadi kalau bisa, pasti saya bantu.
>
>
>Cheers,
>
>Edy Lim
>Lim Mui Leng (林美龙)
>
>
>
>___ _ _ ___
>From: Mr david djauhari 
>To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
>Sent: Fri, December 11, 2009 10:16:25 PM
>Subject: [budaya_tionghua] [Forward] Ada yang Mencari Keluarga di Tanjung 
>Pinang.
>
> 
>Selamat siang teman - teman mohon maaf jika mengganggu waktu teman - teman 
>semua. Perkenalkan nama saya Yuoky Surinda panggilan yoki yang skrg sedang 
>berada di Yogyakarta.
>
>Disini saya ingin meminta bantuan serta pertolongan dari teman - teman semua 
>untuk mencari keluarga dari Ibu kandung saya yang kebetulan berdarah Tionghoa. 
>Saya sudah mencoba kesana kemari namun belum menemukan titik terang keberadaan 
>keluarga besar dari Ibu kandung saya, karena ibu kandung saya ini kebetulan 
>diangkat oleh keluarga pribumi yang berada di Tanjung Pinang Kepulauan Riau.
>
>Orang tua laki - laki dari Ibu saya bernama Ngim Fu Sen dan orang tua 
>perempuan Ibu saya bernama Lim Kim Moy.
>
>Apabila teman - teman ada yang mengetahuinya saya harap bisa menghubungi saya 
>karena ibu saya sangat ingin bertemu dengan saudara - saudaranya baik itu yang 
>berada dimana saja..saya sangat mengharapkan bantuan dari teman - teman 
>semua. Apabila diperlukan menunjukkan surat saya siap untuk mengirimkannya 
>kepada saudara. 
>
>Saya mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan yang teman - teman berikan.
>
>Email saya : yoki_yo...@yahoo. com
>No Kontak saya : 081328269988 atau bisa langsung kepada ibu saya 08127675226 
>yang bernama Yusnaini Aman
>
>
> 
>
>
> 











  

Re: [budaya_tionghua] [Forward] Ada yang Mencari Keluarga di Tanjung Pinang.

2009-12-15 Terurut Topik Mr david djauhari
Terima kasih untuk pak edy atas kesediaannya untuk membantu. 
Kebetulan informasi ini hasil terusan dari salah satu diskusi. 
Dan saya coba meneruskannya di milis ini. 
Paling tar sy coba untuk 
Meneruskan informasi yg bapak edy sampaikan. 
Sebelumnya, sy ingin tanyakan untuk pak eddy, apa tidak apa2 email pak edy sy 
beri tahukan kepada yang mencari keluarga? 
Saya minta ijin dr pak edy sebelumnya, karena menyangkut privasi. 
Jadi yg mencari keluarga ditanjung pinang tersebut bisa langsung menghubungi 
bapak.

Ban...ban kamsiah sebelumnya.. 

Sukses untuk bapak...

On Fri Dec 11th, 2009 10:43 PM ICT Edy Lim wrote:

>Dear David,
>Bisa berikan informasi lebih detail tentang saudara Anda?
>
>   * Nama Tionghua (tulisan Mandarin) dan Indonesia, serta nama panggilan..
>   * Orang Teochew, Hakka, Hokkien atau etnik mana?
>   * Umur berapa di angkat jadi anak?
>   * Beliau sekarang berumur sekitar berapa?
>   * Apakah ada tanda lahir atau bekas luka yang mungkin bisa dikenali?
>   * Kalau ada foto, mungkin lebih bagus.
>   * Ibu Anda sejak kapan pindah ke Jogja dan nama Ibu Anda adalah..?
>
>Saya kebetulan besar di Tanjungpinang jadi mungkin bisa tanya sana sini.
>Dan masih bolak balik Batam-Tanjungpinang.
>
>Jadi kalau bisa, pasti saya bantu.
>
>
>Cheers,
>
>Edy Lim
>Lim Mui Leng (林美龙)
>
>
>
>
>From: Mr david djauhari 
>To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
>Sent: Fri, December 11, 2009 10:16:25 PM
>Subject: [budaya_tionghua] [Forward] Ada yang Mencari Keluarga di Tanjung 
>Pinang.
>
>  
>Selamat siang teman - teman mohon maaf jika mengganggu waktu teman - teman 
>semua. Perkenalkan nama saya Yuoky Surinda panggilan yoki yang skrg sedang 
>berada di Yogyakarta.
>
>Disini saya ingin meminta bantuan serta pertolongan dari teman - teman semua 
>untuk mencari keluarga dari Ibu kandung saya yang kebetulan berdarah Tionghoa. 
>Saya sudah mencoba kesana kemari namun belum menemukan titik terang keberadaan 
>keluarga besar dari Ibu kandung saya, karena ibu kandung saya ini kebetulan 
>diangkat oleh keluarga pribumi yang berada di Tanjung Pinang Kepulauan Riau.
>
>Orang tua laki - laki dari Ibu saya bernama Ngim Fu Sen dan orang tua 
>perempuan Ibu saya bernama Lim Kim Moy.
>
>Apabila teman - teman ada yang mengetahuinya saya harap bisa menghubungi saya 
>karena ibu saya sangat ingin bertemu dengan saudara - saudaranya baik itu yang 
>berada dimana saja..saya sangat mengharapkan bantuan dari teman - teman 
>semua. Apabila diperlukan menunjukkan surat saya siap untuk mengirimkannya 
>kepada saudara. 
>
>Saya mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan yang teman - teman berikan.
>
>Email saya : yoki_yo...@yahoo. com
>No Kontak saya : 081328269988 atau bisa langsung kepada ibu saya 08127675226 
>yang bernama Yusnaini Aman
>
>
> 
>
>
>  


  



[budaya_tionghua] [Forward] Ada yang Mencari Keluarga di Tanjung Pinang.

2009-12-11 Terurut Topik Mr david djauhari
Selamat siang teman - teman mohon maaf jika mengganggu waktu teman - teman 
semua. Perkenalkan nama saya Yuoky Surinda panggilan yoki yang skrg sedang 
berada di Yogyakarta.

Disini saya ingin meminta bantuan serta pertolongan dari teman - teman semua 
untuk mencari keluarga dari Ibu kandung saya yang kebetulan berdarah Tionghoa. 
Saya sudah mencoba kesana kemari namun belum menemukan titik terang keberadaan 
keluarga besar dari Ibu kandung saya, karena ibu kandung saya ini kebetulan 
diangkat oleh keluarga pribumi yang berada di Tanjung Pinang Kepulauan Riau.

Orang tua laki - laki dari Ibu saya bernama Ngim Fu Sen dan orang tua perempuan 
Ibu saya bernama Lim Kim Moy.

Apabila teman - teman ada yang mengetahuinya saya harap bisa menghubungi saya 
karena ibu saya sangat ingin bertemu dengan saudara - saudaranya baik itu yang 
berada dimana saja..saya sangat mengharapkan bantuan dari teman - teman 
semua. Apabila diperlukan menunjukkan surat saya siap untuk mengirimkannya 
kepada saudara. 

Saya mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan yang teman - teman berikan.

Email saya : yoki_yo...@yahoo.com
No Kontak saya : 081328269988 atau bisa langsung kepada ibu saya 08127675226 
yang bernama Yusnaini Aman



  


[budaya_tionghua] Re: Pedang Pusaka Berusia 2000 Tahun

2009-12-11 Terurut Topik David Kwa
Boleh juga. Nama Hokkian yang indah, ANG BOEN SAN (Hokkian) = HONG WENSHAN 
(Mandarin). Han Ji 漢字 (aksara Tionghoa)-nya 洪文山. Sne å§" (marga) Ang 
memang banyak dipakai orang Hokkian.

Mengenai artinya, biar para rekan lain yang lebih kompeten menerjemahkan ke 
dalam bahasa Indonesia yang baik. Dengan begitu ‘kan kitaorang boleh menyapa 
beliau sebagai nCEK Boen San, he he he. Atau, simply, Koko/Ko Boen San…

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:

Barangkali Ang Bun San? Cocok kan.

-Original Message-
From: Steve Haryono 

[budaya_tionghua] Re: cari buku sejarah China

2009-12-07 Terurut Topik David Kwa
Ci Cristine,

Maaf, koreksi dikit. Setau owe bukan Nio Djoe Lan (baca: nio ju lan), tapi Nio 
Joe Lan (baca: nio yu lan).

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Cristine Mandasari 
 wrote:
>
> sebenarnya ada banyak buku yg memuat sejarah cina
> edisi ivan tan yg disebutkan memang edisi yang terbaru
> namun buku2 lama yg terbit sebelumnya juga tidak kalah dalam hal kualitas & 
> kuantitas
> kesulitannya sebatas anda harus mencarinya dgn keluar-masuk pasar buku bekas 
> atau kenapa anda tidak coba menjadi anggota perpustakaan saja sehingga anda 
> bisa mendapatkan akses buku sejarah cina dgn lbh leluasa?
> buku yg sy rekomendasikan adalah buku karangan nioe djoe lan yg berjudul 
> tiongkok sepandjang abad, terbitan balai pustaka thn 1952
> buku yg berbahasa indonesia yg lain adalah sejarah cina kontemporer jilid I & 
> II karangan w. d. sukisman, terbitan pt pradnya paramita thn 1992
> kalo buku berbahasa inggris (pengarang, judul, penerbit):
> 1. peter worthing, a military history of modern china: from the manchu 
> conquest to tian an men square, greenwood publishing group, 2007
> 2. kenneth lieberthal, governing china from revolution through reform, w.w. 
> norton company & inc., 2004
> semoga info ini berguna 
> 
> 
> 
> ?
>




[budaya_tionghua] Re: Minoritas di Tiongkok, Film Mulan (Hua Mulan= Hua Bok Lan)

2009-12-02 Terurut Topik David Kwa
Bukan, aksaranya laen.

Hongtee 皇帝 artinya ‘kaisar’, sementara Oey Tee 黃帝 artinya ‘Kaisar 
Kuning’, kakek-moyang orang Tionghoa. Dalam konteks ini tentu Hongteelah yang 
dimaksud.

Memang, dalam dialek Mandarin keduanya sama-sama dilafalkan Huangdi dan Huang 
Di.

Kiongtjhioe,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh"  
wrote:
>
> - Original Message - 
> From: liang u 
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> Sent: Thursday, December 03, 2009 11:45 AM
> Subject: [budaya_tionghua] Minoritas di Tiongkok, Film Mulan (Hua Mulan= Hua 
> Bok Lan)
> 
> >  Sebutan Khan bukan Huangdi (HongTe) 
> 
> Maaf, alih-alih Hong Te, apa bukannya Oey Te?
> 
> - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
> 
> > suku Dangxiang pernah mendirikan
> > negara Xi Xia ( He barat atau Se He)
> 
> Sementara orang mengatakan yang dimaksud dengan Se He itu negeri India.
> Apa untuk India itu, huruf "He"-nya beda ya?
> 
> Wasalam.
> 
> =
>  
> 
> - Original Message - 
> From: liang u 
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> Sent: Thursday, December 03, 2009 11:45 AM
> Subject: [budaya_tionghua] Minoritas di Tiongkok, Film Mulan (Hua Mulan= Hua 
> Bok Lan)
> 
> Saya baru menonton film Mulan beberapa hari yang lalu, film ini cukup 
> mengharukan, dan pengunjung cukup banyak, meskipun ulasan di koran Singapore 
> mengatakan, siapa yang mau menonton cerita yang sudah diketahui semua orang? 
> Ternyata tidak demikian, film ini bukan saja menampilkan peperangan tapi juga 
> menampilkan segi lain dari peperangan, segi manusiawi, sehingga cukup 
> mengharukan.
> 
> Dulu kita pernah berdebat, ada yang mengatakan Mulan zaman dinasti Tang 
> (618-907), ada yang mengatakan zaman Dinasti Utara Wei (386-534). Saya 
> cenderung mengatakan Zaman Dinasti Utara Wei, alasannya dalam Sajak Mulan Ci 
> ada kalimat yang mengatakan Khan merikrut tentara secara besar-besaran。 
> Sebutan Khan bukan Huangdi (HongTe) menunjukkan zaman itu yang berkuasa 
> adalah suku dari utara non-Han. Dalam film ini jelas disebutkan negara yang 
> dibela Mulan adalah Wei.  Seorang putra khan  dalam cerita diberi nama Tuoba 
> Hong atau Tokpuat Hong. Tuoba adalah sne (marga) keluarga kerajaan zaman itu, 
>  etnis Xianbei . Etnis Xianbei adalah etnis yang kuat secara militer pada 
> zaman dulu. Tapi pada zaman Dinasti Utara ini kaisar Tuoba Jun, menjadi 
> pelopor asilimilasi etnis Tuoba dan etnis Han. Sne Tuoba dari keluarga khan 
> diganti menjadi sne Yuan. Mulailah etnis Xianbei terintergrasi ke dalam etnis 
> Han. 
> 
> Di barat etnis Qiang yang salah satu cabangnya suku Dangxiang pernah 
> mendirikan negara Xi Xia ( He barat atau Se He) , adalah contoh lain dari 
> minoritas yang sangat kuat pada zaman dulu.
> 
> Pendiri dinasti pertama di Tiongkok yaitu dinasti Xia (He) bernama Yu (Ie), 
> sering disebut Xia Yu, dan karena terkenal dengan jasanya membuat saluran 
> pengairan ia disebut juga Da Yu ( Ie yang Agung) adalah etnis Qiang.  Etnis 
> ini juga sebagian besar sudah terasimilasi menjadi etnis Han, meskipun tidak 
> habis, sekarang pusat mereka adalah di kabupaten Beichuan, Sichuan. Kabupaten 
> yang terparah dilanda gempa tahun lalu. 
> 
> Sekedar tambahan
>




Re: Bls: [budaya_tionghua] salam kenal

2009-12-02 Terurut Topik David Kwa
Encoding: Unicode (UTF-8)

Pak Beni Tan yth,

Pertama-tama perkenankanlah owe mengoreksi penggunaan istilah usang zaman orde 
babe “warga keturunan” vs “pribumi”. Istilah berbau diskriminatif 
itu―memangnya siapa seh yang bukan “keturunan”, dan lagian kita ini 
“keturunan” apa?―sekarang sepertinya sudah ditinggalkan deh; yang ada 
tinggal istilah “Tionghoa/Tionghua” vs “non-Tionghoa/ Tionghua”…

Kedua, ada baiknya foto bongpay yang dimaksud disertakan sebagai lampiran 
sehingga teman-teman dan owe bisa membaca tulisan Tionghoanya. Namun, dari 
penuturan Anda tentang bongpay Tan Kek Tjiang, sekilas owe bisa memperkirakan 
bahwa kongcou (kakek buyut) Anda Tan Tjeng Lok berasal dari Kabupaten Tang-wna 
同安 (Man. Tong’an), di dekat Emui 廈門 (Man. Xiamen). Memang, dalam 
dialek Hokkian selatan, dialek yang dibawa kakek-moyang mayoritas orang 
Tionghoa di Jawa, aksara 同安 bisa dilafalkan Tang-wna dan Tong-an, namun 
sebagai nama tempat lebih sering Tang-wna (baca: tang dan ua dengan bunyi 
sengau). Dan ema Anda sne (marga) Yo 楊 (Man. Yang).

Tanpa melihat huruf Tionghoanya, bongpay ngkong Anda Tan Kek Tjiang kira-kira 
bertulisan: 
Kanan (kuburan ngkong, dalam ejaan lama): Hian Kho Kek Tjiang Tan Hoe Koen Tjie 
Bong 顯考□□陳夫君之å¢", artinya ‘Kuburan almarhumah ayah kami Tuan 
Tan Kek Tjiang’.
Kiri (kuburan ema, dalam ejaan lama): Hian Pie Wie Poen Leng Tan Boen Yo Sie 
Bong 顯妣□□□陳門楊氏之å¢", artinya ‘Kuburan almarhumah ibu kami 
Nyonya Tan Kek Tjiang, terlahir Yo xxx xxx. 

□ dan xxx menyatakan huruf Tionghoa yang harus dilihat dari foto di bongpay.

Mungkin Acek Liang U, King Hian-te mau menambahkan? Sumangga pisan…

Kiongchiu,
DK


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Benianto Thanjoyo  
wrote:

Salam kenal buat seluruh anggota milis budaya tionghua, semoga semuanya dalam 
keadaan baik-baik saja.
Pertama-tama saya sangat senang dengan adanya milis ini karena walaupun tidak 
saling kenal kita bisa saling berbagi informasi di milis ini.
Kedua sebagai warga keturunan yang sering mendapat perlakuan "diskriminasi" 
dari oknum pejabat/pegawai pemerintahan, kita bisa saling mencurahkan 
"unek-unek" di milis ini.
Ketiga, saya mohon bantuan dari teman-teman milis untuk menginformasikan 
asal-usul dari keluarga saya sebagai berikut:
Kakek buyut saya datang dari Tiongkok (kemungkinan daerah Amoy) dan tinggal di 
daerah Cirebon tepatnya di Jamblang bernama Tan Tjeng Lok (kata papa saya alm. 
dia adalah seorang sinshe), kakek buyut saya ini punya anak laki-laki 2 orang 
bernama Tan Tjong Siang dan Tan Tjong Liat dan ada anak perempuan katanya 
kembali ke Tiongkok tapi sudah putus hubungan.
Tan Tjong Liat punya anak laki-laki 4 orang bernama Tan Kek Tjiang, Tan Kek Im, 
Tan Kek An dan Tan Kek Ho. Tan Kek Ho ini punya 11 orang anak salah satunya 
papah saya alm. Jadi dari kakek buyut saya Tan Tjeng Lok sampai saya sudah lima 
generasi.
Saya ingin sekali mengetahui daerah asal usul kakek buyut saya dari pihak papah 
alm. Satu pertanda awal mungkin bacaan di bongpay kakek saya Tan Kek Tjiang 
dalam huruf kanji, saya sudah konsultasi di kelenteng daerah Glodok Jakarta 
Barat katanya bunyi Hok Kiannya sebagai berikut:
"Hiang Koh Kek Tjiang Tan Hu Kun Ci Bong dan Hiang Pie Wie Poen Leng Tan Bun Yo 
Sie Bong" kemudian di sisi kiri ada tulisan "Tong" dan di sisi kanan ada 
tulisan "Wan".
Kemudian saya tanya ke apek-apek di kelenteng situ apakah Tong Wan itu nama 
suatu daerah di Tiongkok, jawabannya iya, tapi tepatnya tidak tahu.
Nah bagi warga milis yang mengetahui tolong informasinya ... Sebelumnya 
diucapkan banyak-banyak terimakasih.

Salam hangat
Beni Than




[budaya_tionghua] Re: JELAJAH KOTA TOEA : Wisata Sepeda Onthel ke Kampung Angke

2009-11-23 Terurut Topik David Kwa
Encoding Unicode (UTF-8)

Maaf, mau meluruskan sedikit.

Setahu owe, dalam bahasa Tionghoa dialek Hokkian Selatan (Banlam 閩南) 
subdialek Ciangciu 漳州, ragam bahasa yang dibawa kakek-moyang sebagian besar 
orang Tionghoa di Jawa, Ang 紅 artinya ‘merah’, sedangkan Khe 溪 artinya 
‘kali kecil’. Jadi, Angkhe 紅溪―tidak pakai Ho 河 sebab Ho 河 artinya 
‘Sungai’―yang dilafalkan Angke (tanpa bunyi hentak ‘h’) oleh kaum 
Peranakan Jakarta, artinya tidak lain tidak bukan dari ‘Kali Merah’, bukan 
‘Bangke Merah’! Orang Cuanciu akan menyebut Angkhe sebagai Angkhue…

Mengapa kali yang mengalir sepanjang Jalan Angke (Angkeweg pada jaman Belanda) 
disebut demikian? Menurut sejarah Tionghoa Betawi yang owe pelajari, jauh 
sebelum terjadinya tindak kekerasan terhadap orang Tionghoa pada 13-15 Mei 1998 
11 tahun lalu, setelah Belanda dengan keji membantai 10.000 orang Tionghoa di 
dalam benteng Batavia (intramuros) pada 9-12 Oktober 1740 atas perintah 
Gubernur Jenderal Valckenier, mayat mereka dilempar-lemparkan begitu saja ke 
dalam kali. Saking banyaknya mayat-mayat yang mengapung di sungai, air kali 
menjadi merah oleh darah mereka yang sama sekali tak berdosa itu, sehingga 
orang Tionghoa di kemudian hari mencatat peristiwa terkelam berkenaan dengan 
politik Belanda terhadap orang Tionghoa dalam sejarah kolonialisme Belanda di 
Indonesia waktu itu sebagai Tragedi Pembantaian Angk(h)e 紅溪大屠殺慘案. 
Peristiwa terjadinya tindak kekerasan pertama yang memilukan ini tak pernah 
benar-benar terhapuskan dari benak orang Tionghoa, bahkan sampai sekarang.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Satura Fathur  wrote:
Angke (Hanzi: 紅溪河) merupakan sebuah kampung tua yang berada di wilayah 
Jakarta Barat. Kata Angke diadopsi dari bahasa Cina dengan dua suku kata yaitu 
Ang yang artinya darah dan Ke berarti bangkai. peristiwa sejarah yang sangat 
berhubungan dengan sejarah kota Batavia adalah tragedi tahun 1740 dimana banyak 
etnis Tionghoa yang dibantai oleh VOC dan konon ribuan orang meninggal sia-sia 
di sepanjang kali angke. Perjalanan kali ini akan dibonceng dengan sepeda 
onthel yang merupakan salah satu moda transportasi khas kota tua Jakarta. 
Sambil diceritakan sejarah budaya kampung angke dan sekitarnya, mulai dari 
kehidupan sosial budaya, sejarah bangunan, toponim dan hal-hal yang menarik 
untuk kita ketahui dalam konteks Jelajah Kota Toea. 

JELAJAH KOTA TOEA : Wisata Sepeda Onthel ke Kampung Angke
Minggu, 6 Desember 2009
Pukul : 07.30 â€" 13.00 Wib
Museum Bank Mandiri (Jl. Lapangan Stasiun No. 1, Jakarta Kota)
Rute : Museum Bank Mandiri, Kali Besar, Roa Malaka, Bandengan, Pekojan, Angke, 
Rawa Bebek dan sekitarnya.
Fasilitas : Sinopsis, Id Card, Tour Guide, Snack, Air Mineral, Makan Siang, 
Tiket Kunjungan dan peserta dibonceng sepeda onthel 
Biaya partisipasi : Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah)
Pembayaran via transfer ke Bank Mandiri cabang Jakarta Kota
No. Rek. 1150004512697  a/n. Kartum Setiawan

Pendaftaran & Informasi :
KOMUNITAS JELAJAH BUDAYA
Jl. Lapangan Stasiun No. 1 Jakarta
Phone : 0817 9940 173 / 021 99 700 131
Email : kartum_...@yahoo. com
Milist : jelajahkotatua@ yahoogroups. com
* Semua peserta telah disiapkan sepeda onthel oleh panitia. 
* Peserta Maksimal 100 orang, jadi buruan daftar,




[budaya_tionghua] Re: tan dan thung

2009-11-18 Terurut Topik David Kwa
Kan Rumah Abu Familie Thung yang disebut Kiu Seng Tong di Suryakencana no 
206/184 (?) (sorry, lupa), sedang diperbaiki. Pintunya owe liat sering dibuka. 
Banyak tukang sedang kerja. Hubungi aja ke sana. Kalu ngga tanya ke Thung 
Tjiang Kwee di Panorama Tours di jalan yang sama. Rumahnya besar dan agak masuk 
dari jalan besar. Mudah-mudahan ketemu.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "alexandra"  wrote:
>
> perkenalkan, nama saya tanty slamet dan selama 23 tahun tinggal di jalan 
> suryakencana, bogor. keluarga saya dari pihak nenek adalah anak  dari thung 
> tjun ho (yang adalah kakak dari thung tjun pok). nama nenek saya thung giok 
> nio atau giriyati. sedangkan kakek saya adalah anak dari tan tek pho. kakek 
> saya bernama tan eng taj.
> mohon bantuan, saya tahu bahwa saya memiliki sejarah sebagai keturunan dari 
> 'orang-orang besar'. tetapi, saya merasa kehilangan kontak dengan banyak 
> saudara2 saya baik dari tan dan thung.
> dengan surat ini, saya ingin berkenalan dengan saudara2 baik tan atau thung 
> dan kembali saling mengenal sehingga tidak terjadi putusnya kontak antar 
> generasi.
> saya tunggu y
> 
> 
> 
> 
> salam manis, 
> tanty slamet
>




[budaya_tionghua] Re: Hingar Bingar kasus KPK versus POLRI

2009-11-10 Terurut Topik David Kwa
Bro younginheart,

Numpang tanya: Sauce Carciu apaan tuh? Angciu? Kamsia li.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "younginheart5000"  wrote:
>
> Supaya nggak masuk ranah politik, kita tukar tukaran resep aja yuk:
> 
> Ayam Goreng Hongkong 
>  
> untuk 10 porsi
> 
> Bahan- Bahan :
> 
> Ayam 1 ekor
> Minyak  1 liter
> Gula Maltose 2 sdm
> Cuka 2 sdm
> Cuka hitam 2 sdm
> Garam 1 sdt
> Penyedap rasa 1 sdt
> Goh yong 1/2 sdt
> Hoisim 1/2 sdm
> Sauce Carciu 1 sdm
> Tauco 1 sdm
> Miyak wijen 1/2 sdm
> 
> Cara Membuat:
> 
> - Ayam dibersihkan lalu diberi garam diamkan selama 3 jam. 
> - Rebus ayam dan masukkan semua bumbu yang telah disiapkan selama 20 menit 
> lalu gantung selama 4 jam. 
> - Kemudian goreng dan potong-potong. 
> - Ayam siap disajikan dengan nasi putih dan kerupuk
> 
> ( Oleh Michael/) 
> 
> 
> Selamat mencoba!
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, suwandy sie  wrote:
> >
> > menurut sy itu sudah masuk ke ranah politik. biarkan saja urusan elit 
> > politik yg menyelesaikan. Untuk saudara youngin, harap jgn jadi pemicu 
> > perdebatan yg tidak jelas lagi dengan menulis tionghoa (cina). tolong di 
> > perhatikan penulisan bahasa anda, jgn sampai terjadi provokasi kembali. 
> > Terima kasih. -no offense-.
> > 
> > 
> > Salam,
> > SS
> > 
> > 
> > --- On Sun, 11/8/09, younginheart5000  wrote:
> > 
> > From: younginheart5000 
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: Hingar Bingar kasus KPK versus POLRI
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Date: Sunday, November 8, 2009, 4:29 PM
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> >  
> > 
> > 
> > 
> >   
> > 
> > 
> > 
> >   
> >   
> >   Masalah yang menerjang bangsa Indonesia, tak ada urusan dengan kita?
> > 
> > 
> > 
> > masalah KPK vs Polri bukan urusan orang Tionghoa (Cina)?
> > 
> > 
> > 
> > --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, suwandy sie  wrote:
> > 
> > >
> > 
> > > mau tanya dunk pada millister disini, apakah topik/thread ini cocok di 
> > > bahas di millis ini ? ada unsur pendidikan ga ? bagi saya, seperti tidak 
> > > ada kerjaan aja membahas masalah polri dan kpk. Terima kasih. -no 
> > > offense-.
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > Salam,
> > 
> > > SS
> > 
> > > 
> > 
> > > --- On Sun, 11/1/09, zhoufy@  wrote:
> > 
> > > 
> > 
> > > From: zhoufy@ 
> > 
> > > Subject: Re: [budaya_tionghua] Hingar Bingar kasus KPK versus POLRI
> > 
> > > To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > 
> > > Date: Sunday, November 1, 2009, 10:30 AM
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > >  
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > >   
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > > Publik hanya melihat ketidak wajaran cara penanganan kedua kasus, yg satu 
> > > melibatkan polri, yg satu melibatkan kpk.
> > 
> > > 
> > 
> > > Dari aksi kilat kalap penahanan, sampai tuduhan yg berubah2, publik sudah 
> > > mencium adanya angin busuk dr polri.
> > 
> > > 
> > 
> > > Apalagi sebelumnya polri kan sudah mendeklarasikan perang antara buaya 
> > > dan cicak! Ini bagi publik menjadi jelas adanya.
> > 
> > >  Sent from my BlackBerry®
> > 
> > > powered by Sinyal Kuat INDOSATFrom:  John Siswanto  > > yahoo.com>
> > 
> > > Date: Sun, 1 Nov 2009 07:55:08 +0800 (SGT)To:  > > com>; Subject: [budaya_tionghua] 
> > > Hingar Bingar kasus KPK versus POLRI
> > 
> > > 
> > 
> > >  
> > 
> > > 
> > 
> > > 
> > 
> > >   Dear all,
> > 
> > >  
> > 
> > > Sampai hari ini saya belum tahu fakta apa yang terjadi dalam kasus KPK 
> > > versus POLRI. Tadinya saya berharap Penyidik Kepolisian mau mengungkapkan 
> > > secara transparan, apa yang terjadi dengan hasil PENYELIDIKAN & 
> > > PENYIDIKAN terhadap Bibit Samad Rianto (Bibit) dan Chandra M Hamzah 
> > > (Chandra) keduanya dinonaktifkan setelah ditetapkan sebagai Tersangka 
> > > oleh POLRI.
> > 
> > >  
> > 
> > > Ditambahkan lagi, Polisi melaksanakan wewenangnya untuk mengadakan upaya 
> > > paksa penahanan terhadap Bibit & Chandra.
> > 
> > >  
> > 
> > > Riuh rendahlah pendapat publik dalam negeri, apalagi salah satu alasan 
> > > penahanan Bibit & Chandra karena sering melakukan konferensi pers 
> > > (konpres).
> > 
> > >  
> > 
> > > Banyak (lebih dari 10) tokoh masyarakat negeri inimemberikan komentar 
> > > pedas, menjaminkan dirinya, dst... dst... dst... yang intinya bersimpati 
> > > kepada KPK (?) atau Bibit dan Chandra ?
> > 
> > > Saya gak bisa membayangkan bagaimana jadinya, seandainya Polisi sudah 
> > > memiliki 2 alat bukti (yang ini saya yakini pasti ada), bahwa memang ada 
> > > "serigala berbulu domba".
> > 
> > >  
> > 
> > > Opini publik sudah terbentuk (sesuatu yang tidak perlu terjadi apabila 
> > > pembesar negeri ini mau mengungkapkan secara transparan (cukup garis 
> > > besarnya saja) apa yang terjadi dalam kasus Bibit dan Hamzah...
> > 
> > >  
> > 
> > > Jangan di satu pihak yang di-indikasikan b

[budaya_tionghua] Kho Ping Hoo Bukan Penerjemah Cersil Tionghoa

2009-10-29 Terurut Topik David Kwa
Ah, Kho Ping Hoo (Asmaraman KPH setelah orde babe) kan tidak menerjemahkan, 
karena dia tidak bisa bahasa Tionghoa. Dia adalah pengarang asli, bukan 
penerjemah seperti OKT, Boe Beng Tjoe, Gan KL, Gan KH dll. Oleh sebab itu 
karya-karyanya―meski cukup populer―sama sekali tidak pernah dibahas di 
Milis Tjersil, yang hanya membahas karya cersil Tionghoa―bukan 
Cina―terjemahan. Anggota Milis Tjersil pasti tahu itu. Tapi, karena 
settingnya di Tiongkok, memang juga orang sering mengira karya-karyanya 
terjemahan, padahal bukan...

Cersil yang setting ceritanya di Tiongkok, baik pengarangnya lokal atau luar, 
baik terjemahan dari bahasa Tionghoa maupun asli ditulis dalam bahasa 
Indonesia, tetap saja harus dikategorikan Cersil Tionghoa, kenapa pula harus 
dibedakan antara Cersil Tionghoa dan Cersil Cina? Nanti jadi ramai lagi deh... 
Kalau mau, bedakan saja antara Cersil Terjemahan dan Karangan Asli, beres kan?

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "kwaih...@..."  wrote:

Istilah "cersil indonesia" dipakai untuk cersil yang setting ceritanya 
Indonesia, seperti karya SH Mintardja, karya penulis di Padang dan Menado yang 
saya lupa namanya, dll.-nya lagi

Istilah "cersil tionghoa" dipakai untuk cersil yang setting ceritanya Tiongkok 
tetapi dikarang penulis orang Indonesia, seperti Kho Ping Hoo, OPA (Oey Peng 
An) SD Liong (Sie Djiak Liong), dll., termasuk beberapa orang non-tionghoa yang 
saya lupa namanya.

Istilah "cersil cina" dipakai untuk cersil yang setting ceritanya Tiongkok dan 
dikarang penulis di mainland, Hongkong dan Taiwan, yang diterjemahkan ke dalam 
bahasa Indonesia.

# Sebenarnya lebih tepat disebut "cersil terjemahan".
 Karena seperti karya Khoo Ping Hoo, banyak sekali penggemarnya, dan ada yg 
menyebut itu "cersil cina", kalau tidak percaya silahkan tanya ke :
http://akucinaindonesia.com/
yg kebetulan juga orang oslo? sorry solo, seperti bung Skalaras ZFY dan juga 
almarhum Asmaraman KPH.
Sojah wushu,
Koay Hiap.




[budaya_tionghua] Re: Hokkian Kulon - Wetan

2009-10-27 Terurut Topik David Kwa
Terpaksa owe ulangi, sebab tabelnya tidak keluar si. Jadi, disusun saja.
 
ABS Loopangtjoe,
 
Memang ada perbedaan-perbedaan kecil dalam mentransliterasikan bunyi-bunyi 
subdialek Ciangciu dalam dialek Hokkian (Selatan) ke dalam ejaan Latin, yang 
dipakai saudara-saudara kita baik di bilangan kulon (barat) maupun di wetan 
(timur) pulau ini. Perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh pengaruh bahasa 
Melayu-Sunda dan bahasa Jawa itu a.l.:
 
Aksara TH
武林至尊
寶刀屠龍
號令天下
莫敢不從
倚天不出
誰與爭鋒
 
Ejaan Lama Hokkian Kulon (Barat)
boe lim tjie tjoen
poo too tOUW liong
hoo lENG THian hee
bok kam poet tjiong
ie THian poet TJHoet
sOEI ie tjENG hong
 
Ejaan Lama Hokkian Wetan (Timur)
boe lim tjie tjoen
poo too tO liong
hoo lING DHian hee
bok kam poet tjiong
ie DHian poet DJoet
sWIE ie tjING hong
 
Terus, mengenai rima, kalau Hokkian lafalnya "liong 龍", "ciong 從", dan "hong 
鋒", maka dalam Mandarin lafalnya “long 龍”, “cong 從” dan “feng 鋒” (dahulu 
dilafalkan “fung”). Jadi, kalau menurut lafal dahulu, kata-kata ini berima 
juga. Ya terjemahan Indonesianya tentu berima juga, namun ini tampaknya sulit.
 
Kiongchiu,
DK
 


  

[budaya_tionghua] Re: Bu Lim Ci Cun, dst.

2009-10-27 Terurut Topik David Kwa
Memang ada perbedaan-perbedaan kecil dalam mentransliterasikan bunyi-bunyi 
subdialek Ciangciu dalam dialek Hokkian (Selatan) ke dalam ejaan Latin, yang 
dipakai saudara-saudara kita baik di bilangan kulon (barat) maupun di wetan 
(timur) pulau ini. Perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh pengaruh bahasa 
Melayu-Sunda dan bahasa Jawa itu a.l.:

Aksara TH   Ejaan Lama Hokkian Kulon (Barat)Ejaan Lama Hokkian 
Wetan (Timur)
武林至尊boe lim tjie tjoen  boe lim tjie tjoen
寶刀屠龍poo too tOUW liong  poo too tO liong
號令天下hoo lENG THian hee  hoo lING DHian hee
莫敢不從bok kam poet tjiong bok kam poet tjiong
倚天不出ie THian poet TJHoetie DHian poet DJoet
誰與爭é‹'sOEI ie tjENG hong  sWIE ie tjING hong

Terus, mengenai rima, kalau Hokkian lafalnya "liong 龍", "ciong 從", dan 
"hong é‹'", maka dalam Mandarin lafalnya “long 龍”, “cong 從” dan 
“feng é‹'” (dahulu dilafalkan “fung”). Jadi, kalau menurut lafal 
dahulu, kata-kata ini berima juga. Ya seharusnya bahasa Indonesianya berima 
juga, tapi ini kelihatannya sulit.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh"  
wrote:

Banban kamsia buat penyempurnaannya, Hauw-djie! Saya kan memang tidak mengerti 
aksara tionghoanya maupun pinyinnya, hanya sekedar modal hafalan saja. Jadi 
tentu saja perlu diperbaiki.

Tapi tolong dikonfirmasikan, apakah adanya sedikit perbedaan dalam 
transliterasi pinyin-nya, itu dikarenakan yang Hauw-djie pakai ada wetan punya 
Hokkian, khususnya seputar Tangerang, sedangkan yang saya pasang semalam itu 
ada kulon punya, khususnya sekitar Semarang? Apa betul ada itu macam perbedaan?

Satu hal lagi. Dalam bahasa Tionghoanya yang di sini dimunculkan dalam dialek 
Hokkian, terlihat jelas adanya rima (rhime) dalam syairnya. Yaitu kesamaan 
bunyi akhir pada kata-kata "liong", "ciong", dan "hong" (baris ke-2, ke-4 dan 
ke-6). Nah, apakah untuk "龍", "從", dan "é‹'" itu, ber-rima juga dalam 
bunyinya pada bahasa tionghoa dialek Mandarinnya?

Akhirnya, terjemahan bahasa Indonesianya seharusnya ber-rima juga ya!? Yaitu 
kata-kata "naga", "menurut", dan "menandinginya", seharusnya diganti dengan 
kata-kaya yang bernada-akhir sama.

Tapi kalau ini soal sih, ada ZhouFy-heng punya kebisaan ya...

Wasalam.


=

- Original Message - 
From: David Kwa 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Sent: Tuesday, October 27, 2009 12:37 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Bu Lim Ci Cun, dst.

Supaya tidak membingungkan, owe benahi saja dengan ejaan baru, yang merupakan 
penyederhanaan ejaan Pinyin Dialek Hokkian, sembari disertakan aksara 
Tionghoanya dan ejaan lama (Van Ophuijzen)-nya sekalian.

Aksara TiongHoa
武林至尊
寶刀屠龍
號令天下
莫敢不從
倚天不出
誰與爭é‹'

Ejaan Baru
bu lim cI cun
po to tou liong
ho leng thian hE
bok kam put ciong
I thian puT cHut
sui I ceng hong

Ejaan Lama (Van Ophuijzen)
boe lim tjie tjoen
poo too touw liong
hoo leng thian hee
bok kam poet tjiong
ie thian poet tjhoet
soei ie tjeng hong

Makna
termulia di rimba persilatan
golok mustika pembunuh naga
perintahnya di kolong langit ini
tiada manusia yang berani tidak menurut
kalau pedang langit tidak muncul
siapa yang bisa menandinginya

Catatan:
-   IE dalam ejaan lama, dalam ejaan baru menjadi I saja (tanpa E), sebab 
dalam ejaan baru tidak ada IE.
-   EE dalam ejaan lama, dieja menjadi E saja (bukan EE), sebab dalam ejaan 
baru tidak ada EE.
-   H dalam tjHoet dalam ejaan lama, atau cHut dalam ejaan baru, menyatakan 
bunyi hentak (aspirated sound).
-   OUW dalam ejaan lama menjadi OU saja dalam ejaan baru dan dilafalkan 
seperti AW dalam kata Inggris “I sAW you”.
-   O dalam ejaan lama maupun baru adalah O biasa, yang harus dibedakan 
dengan OU di atas.

Kiongchiu,
DK




[budaya_tionghua] Re: Bu Lim Ci Cun, dst.

2009-10-26 Terurut Topik David Kwa
Supaya tidak membingungkan, owe benahi saja dengan ejaan baru, yang merupakan 
penyederhanaan ejaan Pinyin Dialek Hokkian, sembari disertakan aksara 
Tionghoanya dan ejaan lama (Van Ophuijzen)-nya sekalian.

Aksara TiongHoa
武林至尊
寶刀屠龍
號令天下
莫敢不從
倚天不出
誰與爭é‹'

Ejaan Baru
bu lim cI cun
po to tou liong
ho leng thian hE
bok kam put ciong
I thian puT cHut
sui I ceng hong

Ejaan Lama (Van Ophuijzen)
boe lim tjie tjoen
poo too touw liong
hoo leng thian hee
bok kam poet tjiong
ie thian poet tjhoet
soei ie tjeng hong

Makna
termulia di rimba persilatan
golok mustika pembunuh naga
perintahnya di kolong langit ini
tiada manusia yang berani tidak menurut
kalau pedang langit tidak muncul
siapa yang bisa menandinginya

Catatan:
-   IE dalam ejaan lama, dalam ejaan baru menjadi I saja (tanpa E), sebab 
dalam ejaan baru tidak ada IE.
-   EE dalam ejaan lama, dieja menjadi E saja (bukan EE), sebab dalam ejaan 
baru tidak ada EE.
-   H dalam tjHoet dalam ejaan lama, atau cHut dalam ejaan baru, menyatakan 
bunyi hentak (aspirated sound).
-   OUW dalam ejaan lama menjadi OU saja dalam ejaan baru dan dilafalkan 
seperti AW dalam kata Inggris“I saw you”.
-   O dalam ejaan lama maupun baru adalah O biasa, yang harus dibedakan 
dengan OU di atas.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh" 


[budaya_tionghua] Re; Bu Lim Ci Cun dst.

2009-10-26 Terurut Topik David Kwa
Aksara TiongHoa
武林至尊
寶刀屠龍
號令天下
莫敢不從
倚天不出
誰與爭é‹'

Ejaan Baru
bu lim cI cun
po to tou liong
ho leng thian hE
bok kam put ciong
I thian puT cHut
sui I ceng hong

Ejaan Lama (Van Ophuijzen)
boe lim tjie tjoen
poo too touw liong
hoo leng thian hee
bok kam poet tjiong
ie thian poet tjhoet
soei ie tjeng hong

Makna
termulia di rimba persilatan
golok mustika pembunuh naga
perintahnya di kolong langit ini
tiada manusia yang berani tidak menurut
kalau pedang langit tidak muncul
siapa yang bisa menandinginya

Catatan:
IE dalam ejaan baru menjadi I saja (tanpa E)
EE dieja menjadi E saja (bukan EE), sebab dalam ejaan baru tidak ada EE
H dalam tjHoet atau cHut menyatakan bunyi hentak (aspirated sound)
OUW menjadi OU saja dan dilafalkan seperti AW dalam kata “I saw you”.
O adalah O biasa, harus dibedakan dengan OU di atas.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh" 


[budaya_tionghua] Re: Dunia Permilisan

2009-10-26 Terurut Topik David Kwa
Owe juga ngga bisa tau pasti. Kalu tida ada huruf tionghoanya, tida tau itu 
perkatahan artinya apa. Owe cuma menebak-nebak saja, barangkali minta tulung 
Bung ZFy, supaya bisa kasi salin lebi baek.

bu lim 武林 = rimba persilatan
ci cun 至尊 = yang termulia
po to 寶刀 = golok mustika
tou liong (to) 屠龍(刀)= membunuh naga (nama golok)
i thian (kiam) 倚天(劍)= mengandalkan langit (nama pedang)
put chut 不出 = tida keluar?

Apa artinya?

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "kwaih...@..." 

[budaya_tionghua] Re: Nabil, Mely dan cina ===> penggunaan media massa>>> gado2...Betawi

2009-10-25 Terurut Topik David Kwa
Yang saya tau, orang Rawa Belong, Tenabang, Senèn dan Mèstèr (Jatinegara) 
suka melafalkan “a” menjadi “e’/e’/è”, meski kadar “e”-nya pun 
berbeda-beda sedikit. Contoh, di Rawa Belong menjadi è’ (meja menjadi 
mejè’), di Tenabang menjadi é (mèja menjadi mèjé), di Senèn dan 
Mèstèr menjadi “è” (“mèja” menjadi “mèjè”).

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Nasir Tan 
Subject: [budaya_tionghua] Re: Nabil, Mely dan cina ===penggunaan media 
massa>>gado2
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Sunday, October 25, 2009, 8:18 AM

Nambain dikit ah...

Tergantung Betawi mana dulu. Dalam Melayu Betawi setidaknya ada dua lafal 
(pronunciation) : Betawi Tengah (dulu Ilir/Utara atau Betawi Kota) dan Betawi 
Pinggir (dulu Udik/Selatan alias Betawi Ora). 

Betawi Ilir cenderung tidak banyak memakai “h” di belakang suatu kata 
(kadang juga di depan), misalnya: mera, puti, suda, baba, nona, nyonya, si, 
tamba, sera, tenga, engko, koko, ujan, utan, item, ijo, ilir, dsb.

Betawi Udik, di kawasan yang berbatasan dengan kawasan penutur bahasa Sunda 
(Banten, Jawa Barat) sehingga menunjukkan pengaruh bahasa Sunda yang kuat, 
cenderung menambahkan “h” di belakang suatu kata, umpamanya: sayah/ayah, 
gimanah, ajah, di sinih, babah, nonah, nyonyah, engkoh, kokoh, dll.

Jadi, keduanya tidak bisa dikacaukan pemakaiannya, masing-masing ada pakemnya. 
Di TV kita menyaksikan keduanya sering dikacaukan, disebabkan ketidaktahuan 
sutradara dan aktor atas bahasa Betawi yang mereka pakai. 

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, zhoufy@ > wrote:

Oh benar, ngomong soal betawi, orang betawi biasanya tdk membedakan suda dan 
sudah, baba pun dibunyikan babah! Maka ada atau tdk ada huruf H dianggap sama 
saja. 

Terimakasi
Permisih dulu

-Original Message-
From: Nasir Tan 
Date: Sat, 24 Oct 2009 22:39:28 
To: 
Subject: [budaya_tionghua] Nabil, Mely dan cina ===penggunaan media massa>>gado2

Biasa bro..kalo kita di Betawi kan suka makan gado2, jadi ngomongpun kadang dah 
gado2 aja mungkin kita sengaja ataupun tidak sengaja. ..hehehe.




[budaya_tionghua] Re: Nabil, Mely dan cina ===> penggunaan media massa>>> gado2

2009-10-25 Terurut Topik David Kwa
Nambain dikit ah...

Tergantung Betawi mana dulu. Dalam Melayu Betawi setidaknya ada dua lafal 
(pronunciation): Betawi Tengah (dulu Ilir/Utara atau Betawi Kota) dan Betawi 
Pinggir (dulu Udik/Selatan alias Betawi Ora). 

Betawi Ilir cenderung tidak banyak memakai “h” di belakang suatu kata 
(kadang juga di depan), misalnya: mera, puti, suda, baba, nona, nyonya, si, 
tamba, sera, tenga, engko, koko, ujan, utan, item, ijo, ilir, dsb.

Betawi Udik, di kawasan yang berbatasan dengan kawasan penutur bahasa Sunda 
(Banten, Jawa Barat) sehingga menunjukkan pengaruh bahasa Sunda yang kuat, 
cenderung menambahkan “h” di belakang suatu kata, umpamanya: sayah/ayah, 
gimanah, ajah, di sinih, babah, nonah, nyonyah, engkoh, kokoh, dll.

Jadi, keduanya tidak bisa dikacaukan pemakaiannya, masing-masing ada pakemnya. 
Di TV kita menyaksikan keduanya sering dikacaukan, disebabkan ketidaktahuan 
sutradara dan aktor atas bahasa Betawi yang mereka pakai. 

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... > wrote:

Oh benar, ngomong soal betawi, orang betawi biasanya tdk membedakan suda dan 
sudah, baba pun dibunyikan babah! Maka ada atau tdk ada huruf H dianggap sama 
saja. 

Terimakasi
Permisih dulu

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: Nasir Tan 
Date: Sat, 24 Oct 2009 22:39:28 
To: 
Subject: [budaya_tionghua] Nabil, Mely dan cina ===penggunaan media massa>>gado2

Biasa bro..kalo kita di Betawi kan suka makan gado2, jadi ngomongpun kadang dah 
gado2 aja mungkin kita  sengaja ataupun tidak sengaja...hehehe.




[budaya_tionghua] Re: ronde

2009-10-21 Terurut Topik David Kwa
Onde yang direbus, pake air gula-jahe, sedangkan yang digoreng, yang di luarnya 
pake wijen mah namanya onde-onde, biasa dijual di tukang gandasturi. Di 
Tenabang Bukit dan Kebon Jati dulu sih banyak orang jual, tau dah sekarang...

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, jackson_ya...@... wrote:
>
> Onde yang diberi air gula putih, ondenya warna merah,ijo,putih ya??? Atau 
> onde yg tukang kue putu?
 
> -Original Message-
> From: "San San" 
> Date: Wed, 21 Oct 2009 09:04:50 
> To: 
> Subject: [budaya_tionghua] Re: ronde
> 
> 
> yang dikatakan ko Henyung bener...
> 
> ronde biasa di gunakan pada saat acara Dongzhi...ronde terbuat dari tepung 
> ketandan biasa pada acara pernikahan Tionghoa yang masih kental budayanya 
> menggunakan ronde ini untuk makanan yang dimakan antar sesama saudara 
> kandung, yang konon katanya mempererat tali kandung persaudaraan meskipun 
> sudah menikah / dinikahkan dan berdiri dengan keluarga yang barudan pada 
> upacara-upacara keagamaan pun terkadang menggunakan ronde ini...
> 
> salam,
> san san
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "henyung"  wrote:
> >
> > Maaf nih karena bukan berasal dari pusat kekuasaan (baca: jawa), jadi 
> > istilah ronde agak asing.
> > 
> > Ronde itu tangyuan bukan ? Yang biasanya dimakan saat dongzhi ? Kalau betul 
> > tangyuan, budayanya memang dari winter solstice / dongzhi. Tapi asli tidak 
> > asli yah tergantung definisi aslinya kali. Soalnya tangyuan juga bisa 
> > beda-beda tergantung dari lokasinya.
> > 
> > Hormat saya,
> > 
> > Yongde
> > 
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, paulina maya  wrote:
> > >
> > > Halo teman-teman,
> > > saya pengen tahu ronde itu sebetulnya makanan asli Tiongkok atau bukan?
> > > Lalu bahasa mandarinnya ada gak ya?
> > > Kalau boleh bagi informasinya ya.
> > > terima kasih
> > > 
> > > salam
> > > maya
> > >
> >
>




[budaya_tionghua] Re: Bakso

2009-10-21 Terurut Topik David Kwa
Topik ini rasanya pernah dibahas di posting yang lalu-lalu―entah nomer 
berapa. Kalau tidak salah ingat, dulu pernah ada seorang rekan dari Singapura 
yang memberi pencerahan bahwa Baqso dalam bahasa Hokkian Selatan artinya 
“daging (baq 肉) yang dipulung bulat-bulat (so æ") seperti pil”. Aneh 
juga ya, kenapa namanya bukan Gu Baqwan 牛肉丸 (‘baqso sapi’)saja, 
seperti di Medan dan di Jawa Timur? Entah sejak kapan istilah ini muncul, namun 
bila sejak awal namanya memang hanya Baqso 肉æ" saja, tanpa embel-embel Gu 
Baqso 牛肉æ" di depannya, rasanya―dulu―semua terbuat dari daging babi 
(Baq 肉 kan artinya ‘daging’, umumnya ‘daging babi’), seperti Bahcang 
肉粽 (Bakcang), Baqpnia 肉餅 (Bakphia) serta aneka penganan yang berawalan 
Baq lainnya. Benarkah demikian perkiraan owe?

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "henyung"  wrote:

Seharusnya yang namanya bakso itu bentuknya tidak bulat, tapi adonan daging 
yang ditaruh/dioleskan (nso) di dalam atau di atas sesuatu. Konkritnya adalah 
tahu isi daging yang biasanya turut serta dalam semangkok "bakso".

Kalau yang bulat harusnya namanya bak-wan. Bakso "Akiaw" yang terkenal di 
mangga besar, di pusat aslinya (medan) pake nama gu-bak-wan, bukan bakso.

Tetapi satu ketika dalam sejarah interaksi budaya, nama bakso menjadi lebih 
generik dan diterima masyarakat. Orang tahunya "bakso bulat seperti bola 
pingpong".

Hormat saya,
Yongde

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "joao_kho"  wrote:
Nah karena ada yg nanya ronde, jadi sekalian saya tanya tentang bakso. Bakso 
ini asalnya dari mana, kok kedengaran kayak daging bulat gitu. Sebenarnya 
daging bakso yg awal-awal mulai itu dari daging apa?

Salam,
JK




[budaya_tionghua] Re: ronde

2009-10-21 Terurut Topik David Kwa
Sdri Maya,

Benar, asalnya dari Fujian (Hokkian) Selatan, seperti penganan-penganan lain, 
dibawa oleh kakek-moyang kita yang berasal dari sana. Di Hokkian Selatan 
(Banlam 閩南) namanya Yni åœ" atau Yni-a åœ"ä»". Mandarinnya Tangyuan 湯åœ". 
Di Singapura dan Malaysia penganan ini juga dapat ditemukan, namanya Kuih Ee 
(baca: i), sementara di Jabotabek namanya bukan Ronde, tapi Onde; nama Ronde 
lebih banyak digunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Selain pada Perayaan Tangceq 冬節 (Dongzhi 冬至) setiap 22 Desember, Onde 
juga dipakai dalam upacara yang dilakukan di kamar pengantin. Dalam upacara 
tradisional ini kedua mempelai saling menyuapkan Onde berwarna merah dan putih, 
perlambang dualisme im 陰 (yin) dan yang 陽 dalam filsafat Tionghoa.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, paulina maya  wrote:
>
> Halo teman-teman,
> saya pengen tahu ronde itu sebetulnya makanan asli Tiongkok atau bukan?
> Lalu bahasa mandarinnya ada gak ya?
> Kalau boleh bagi informasinya ya.
> terima kasih
> 
> salam
> maya
>




Re: [budaya_tionghua] Nasionalisme dari Taman Budaya Tionghoa

2009-10-20 Terurut Topik Mr david djauhari

@admin : minta ijin untuk copy paste yah... terima kasih banyak... 














  

[budaya_tionghua] Re: Artikel menarik: Teringat akan Lie

2009-10-15 Terurut Topik David Kwa
Kurang enak, repost ah.

Lie Kim Hok memang keturunan imigran dari Tiongkok seperti dikatakan penulis, 
tapi bukan langsung. Ayahnya Lie Hian Tjouw dan ibunya Oey Tjiok Nio sudah 
Tionghoa Peranakan. Jadi Lie Kim Hok pun seorang Tionghoa Peranakan.

Tulisan ini jelas memperlihatkan kontribusi orang Tionghoa Peranakan yang 
sangat besar dalam pemakaian bahasa Melayu dan penyebarannya melalui sastra dan 
pers Melayu Tionghoa (i.e. sastra dan pers dalam bahasa Melayu yang dihasilkan 
orang Tionghoa)―meminjam istilah yang dipakai oleh Claudine Salmon. 

Pada waktu kaum Tionghoa Peranakan membutuhkan suatu buku pegangan tatabahasa 
(paramasastera) bahasa Melayu, pada 1884 keinginan itu terpenuhi oleh upaya 
yang dilakukan oleh Lie Kim Hok. Buku Tatabahasa Melayu Lie Kim Hok sampai lama 
menjadi pegangan para penulis Tionghoa Peranakan dalam melahirkan berbagai 
karya sastra. Itulah sebabnya Lie Kim Hok pantas digelari Bapak Melayu Tionghoa 
oleh sebagian kalangan Tionghoa Peranakan. 

Melalui sastra dan pers Melayu Tionghoa inilah bahasa Melayu lebih tersebar ke 
seluruh penjuru Nusantara. Terlepas dari label Melayu Pasar (Melayu Rendah) 
yang diberikan kolonial Belanda, sejak perempat terakhir abad 19, jauh sebelum 
bahasa Melayu menjadi bahasa umum di kalangan masyarakat karena masih dianggap 
“asing” oleh sebagian besar kaum non-Tionghoa Peranakan di negeri ini, kaum 
Peranakan telah membaca dan menulis dalam bahasa ini, hingga matinya sastra dan 
pers Melayu Tionghoa pada 1960-an. Meski demikian, peran serta itu hampir tidak 
pernah disebutkan dalam sejarah Indonesia, kecuali oleh beberapa peneliti asing 
macam Claudine Salmon, Benedict Anderson dll. Yang disebut-sebut selalu Balai 
Poestaka, Poedjangga Baroe dll, yang pada hakekatnya adalah bentukan pemerintah 
kolonial Belanda untuk mengawasi bacaan anak negeri, jangan sampai “dimasuki 
unsur-unsur yang tidak baik” (yang berada di luar sensor pemerintah). Nah, 
untuk membatasi penyebaran sastra dan pers Melayu Tionghoa yang berada di luar 
kendali pemerintah, pemerintah kolonial mendiskreditkannya dengan label 
“pasar”, “rendah”, “liar”, “roman picisan” dlsb. Padahal, owe 
pernah membaca, bahasa Melayu Tionghoa―atau disebut bahasa Melayu Lingua 
Franca oleh alm. Pramudya Ananta Tur―didasarkan pada bahasa yang hidup di 
masyarakat yang berinteraksi di berbagai bandar di seluruh penjuru Nusantara, 
dan bukan bahasa hasil rekayasa pemerintah kolonial yang dilakukan oleh Van 
Ophuijsen sebagai Menteri Pendidikan pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Dalam 
buku Tempo Doeloe Pram berhasil mengumpulkan beberapa tulisan dalam bahasa 
Melayu Lingua Franca yang dihasilkan para penulis Tionghoa Peranakan maupun 
Belanda Peranakan (indo) pada masa itu. Bahkan, Kabarnya, Medan Prijaji pun 
ditulis dalam bahasa itu.

Dan, yang boleh dilupakan, Lie Kim Hok juga turut membidani berdirinya Tiong 
Hoa Hwee Koan pada 17 Maret 1900.

Kiongchiu,
DK

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/16/0247377/teringat.akan.lie

TERINGAT AKAN LIE

Oleh Kasijanto Sastrodinomo

Tiba-tiba saya teringat akan Lie Kim Hok, keturunan imigran asal Tiongkok yang 
datang di Indonesia abad ke-19. Lahir di Bogor, 1853, Lie kemudian dikenal 
sebagai penulis, penyadur, dan penerjemah cerita (ke) dalam bahasa Melayu dari 
generasi keturunan Tionghoa (baca: Tionghoa Peranakan, DK) sebelum Perang. 
Dialah penulis bernapas panjang yang mampu berkarya hingga berjilid-jilid. 
Cerita Tjhit Liap Seng (1886), misalnya, terdiri dari 8 jilid: Kawanan Bangsat 
(1910) 10 jilid dan Penipoe Besar (1923) 23 jilid yang terbit setelah ia 
meninggal dunia pada 1912.

Berpendidikan missie, Lie mampu berbahasa Belanda, tetapi tak memahami bahasa 
Tionghoa. Sekitar 125 tahun lalu, dia menulis buku yang bertajuk amat panjang, 
Malajoe Batawi: Kitab deri hal perkataän-perkataän Malajoe, hal memetjah 
oedjar-oedjar Malajoe dan hal pernahkan tanda-tanda batja dan hoeroef-hoeroef 
besar (1884, ejaan asli). Ternyata, buku itu bukanlah sesuatu yang luar biasa, 
”hanya” semacam penuntun praktis pelajaran bahasa Melayu. Menurut CD 
Grijns, peneliti bahasa Melayu kontemporer, Lie cuma membahas ”varian 
[bahasa] lain” yang waktu itu banyak digunakan oleh generasi Tionghoa 
kelahiran Indonesia (baca: Tionghoa Peranakan, DK).

Namun, pada masanya, Lie telah menyumbangkan sesuatu yang luar biasa: buku 
pelajaran bahasa Melayu lahir pertama kali justru dari non-Melayu. Lie juga 
menulis dengan sepenuh Melayu karena sepanjang 116 halaman bukunya itu tidak 
ditemukan satu pun istilah linguistik berbau asing seperti lazimnya sekarang. 
Dia membagi sepuluh kelas kata dengan istilah pribumi: nama paäda (biasa 
disebut nomina); pengganti nama ’pronomina’; penerang ’adjektiva’; 
pemoela ’artikula’; nama bilangan ’numeralia’; nama kerdja ’verba’; 
penerangan ’adverbia’; pengoendjoek ’preposisi’; pengoeboeng 
’konjungsi’; dan oetjap seroe ’interjeksi’.

Sadar menulis u

[budaya_tionghua] Re: Artikel menarik: Teringat akan Lie

2009-10-15 Terurut Topik David Kwa
Lie Kim Hok bukan keturunan imigran dari Tiongkok seperti dikatakan penulis. 
Ayahnya Lie Hian Tjouw dan ibunya Oey Tjiok Nio adalah orang Tionghoa 
Peranakan. Jadi Lie Kim Hok pun seorang Tionghoa Peranakan.
Tulisan ini jelas memperlihatkan kontribusi orang Tionghoa Peranakan yang 
sangat besar dalam pemakaian bahasa Melayu dan penyebarannya melalui sastra dan 
pers Melayu Tionghoa (i.e. sastra dan pers dalam bahasa Melayu yang dihasilkan 
orang Tionghoa)―meminjam istilah yang dipakai oleh Claudine Salmon. 
Pada waktu kaum Tionghoa Peranakan membutuhkan suatu buku pegangan tatabahasa 
(paramasastera) bahasa Melayu, pada 1884 keinginan itu terpenuhi oleh upaya 
yang dilakukan oleh Lie Kim Hok. Buku Tatabahasa Melayu Lie Kim Hok sampai lama 
menjadi pegangan para penulis Tionghoa Peranakan dalam melahirkan berbagai 
karya sastra. Itulah sebabnya Lie Kim Hok pantas digelari Bapak Melayu Tionghoa 
oleh sebagian kalangan Tionghoa Peranakan. 
Melalui sastra dan pers Melayu Tionghoa inilah bahasa Melayu lebih tersebar ke 
seluruh penjuru Nusantara. Terlepas dari label Melayu Pasar (Melayu Rendah) 
yang diberikan kolonial Belanda, sejak perempat terakhir abad 19, jauh sebelum 
bahasa Melayu menjadi bahasa umum di kalangan masyarakat karena masih dianggap 
“asing” oleh sebagian besar kaum non-Tionghoa Peranakan di negeri ini, kaum 
Peranakan telah membaca dan menulis dalam bahasa ini, hingga matinya sastra dan 
pers Melayu Tionghoa pada 1960-an. Meski demikian, peran serta itu hampir tidak 
pernah disebutkan dalam sejarah Indonesia, kecuali oleh beberapa peneliti asing 
macam Claudine Salmon, Benedict Anderson dll. Yang disebut-sebut selalu Balai 
Poestaka, Poedjangga Baroe dll, yang pada hakekatnya adalah bentukan pemerintah 
kolonial Belanda untuk mengawasi bacaan anak negeri, jangan sampai “dimasuki 
unsur-unsur yang tidak baik” (yang berada di luar sensor pemerintah). Nah, 
untuk membatasi penyebaran sastra dan pers Melayu Tionghoa yang berada di luar 
kendali pemerintah, pemerintah kolonial mendiskreditkannya dengan label 
“pasar”, “rendah”, “liar”, “roman picisan” dlsb. Padahal, owe 
pernah membaca, bahasa Melayu Tionghoa―atau disebut bahasa Melayu Lingua 
Franca oleh alm. Pramudya Ananta Tur―didasarkan pada bahasa yang hidup di 
masyarakat yang berinteraksi di berbagai bandar di seluruh penjuru Nusantara, 
dan bukan bahasa hasil rekayasa pemerintah kolonial yang dilakukan oleh Van 
Ophuijsen sebagai Menteri Pendidikan pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Dalam 
buku Tempo Doeloe Pram berhasil mengumpulkan beberapa tulisan dalam bahasa 
Melayu Lingua Franca yang dihasilkan para penulis Tionghoa Peranakan maupun 
Belanda Peranakan (Indo) pada masa itu. Bahkan, kabarnya, Medan Prijaji pun 
ditulis dalam bahasa itu.
Kiongchiu,
DK

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/16/0247377/teringat.akan.lie

TERINGAT AKAN LIE

Oleh Kasijanto Sastrodinomo

Tiba-tiba saya teringat akan Lie Kim Hok, keturunan imigran asal Tiongkok yang 
datang di Indonesia abad ke-19. Lahir di Bogor, 1853, Lie kemudian dikenal 
sebagai penulis, penyadur, dan penerjemah cerita (ke) dalam bahasa Melayu dari 
generasi keturunan Tionghoa (baca: Tionghoa Peranakan, DK) sebelum Perang. 
Dialah penulis bernapas panjang yang mampu berkarya hingga berjilid-jilid. 
Cerita Tjhit Liap Seng (1886), misalnya, terdiri dari 8 jilid: Kawanan Bangsat 
(1910) 10 jilid dan Penipoe Besar (1923) 23 jilid yang terbit setelah ia 
meninggal dunia pada 1912.
Berpendidikan missie, Lie mampu berbahasa Belanda, tetapi tak memahami bahasa 
Tionghoa. Sekitar 125 tahun lalu, dia menulis buku yang bertajuk amat panjang, 
Malajoe Batawi: Kitab deri hal perkataän-perkataän Malajoe, hal memetjah 
oedjar-oedjar Malajoe dan hal pernahkan tanda-tanda batja dan hoeroef-hoeroef 
besar (1884, ejaan asli). Ternyata, buku itu bukanlah sesuatu yang luar biasa, 
”hanya” semacam penuntun praktis pelajaran bahasa Melayu. Menurut CD 
Grijns, peneliti bahasa Melayu kontemporer, Lie cuma membahas ”varian 
[bahasa] lain” yang waktu itu banyak digunakan oleh generasi Tionghoa 
kelahiran Indonesia (baca: Tionghoa Peranakan, DK).
Namun, pada masanya, Lie telah menyumbangkan sesuatu yang luar biasa: buku 
pelajaran bahasa Melayu lahir pertama kali justru dari non-Melayu. Lie juga 
menulis dengan sepenuh Melayu karena sepanjang 116 halaman bukunya itu tidak 
ditemukan satu pun istilah linguistik berbau asing seperti lazimnya sekarang. 
Dia membagi sepuluh kelas kata dengan istilah pribumi: nama paäda (biasa 
disebut nomina); pengganti nama ’pronomina’; penerang ’adjektiva’; 
pemoela ’artikula’; nama bilangan ’numeralia’; nama kerdja ’verba’; 
penerangan ’adverbia’; pengoendjoek ’preposisi’; pengoeboeng 
’konjungsi’; dan oetjap seroe ’interjeksi’.
Sadar menulis untuk pembelajar bahasa Melayu awal, Lie berusaha menyajikan 
secara sederhana. Mestinya kita malu karena sampai sekarang masih ada yang 
salah membedakan di seb

[budaya_tionghua] Re: Panggilan antara Besan

2009-10-15 Terurut Topik David Kwa
Liang U Cek,

Di generasi orangtua owe yang Peranakan Hokkian Jabotabek masih berlaku 
ketentuan panggilan antarbesan, termasuk anak-anak dan saudara-saudaranya, yang 
diwariskan turun-temurun, sbb:
-   Terhadap besan laki-laki seseorang menyapa: chinke 親家. Istrinya 
(besan perempuan): che’m, istrinya (besan perempuan): che’m 親姆.
-   Terhadap kakak laki-laki dari menantu laki-laki, seseorang menyapa: 
tuapeq 大伯, jipeq 二伯, dst, sama seperti anak seseorang tersebut. 
Istrinya: tua’m 大姆, ji’m 二姆, dst.
-   Terhadap kakak perempuan dari menantu laki-laki, seseorang menyapa: 
tuakou 大å§`, jikou 二å§` dst; suaminya: tuatniou 大丈, jitniou 二丈, 
dst. 
-   Terhadap kakak laki-laki dari menantu perempuan, seseorang menyapa: 
tuaku 大舅, jiku 二舅, dst. Istrinya: tuakim 大妗, jikim 二妗, dst.
-   Terhadap kakak perempuan dari menantu perempuan, seseorang menyapa: 
tua’i 大姨, ji’i二姨, dst. Suaminya: tuatniou 大丈, jitniou 二丈, 
dst.
-   Terhadap adik laki-laki dari menantu laki-laki, seseorang menyapa: 
ngcek å'‰å", isterinya: ngcim å'‰å¬¸.
-   Terhadap adik perempuan dari menantu laki-laki, seseorang menyapa: kou 
å§`/nyonya mantu. Suaminya: koutniou å§`丈.
-   Terhadap adik laki-laki dari menantu perempuan, seseorang menyapa: ngku 
å'‰èˆ…. Istrinya: ngkim å'‰å¦—.
-   Terhadap adik perempuan dari menantu perempuan, seseorang menyapa: i 
姨. Suaminya: itniou 姨丈.

Owe belum selidik, apakah di daerah lain dan di suku-suku lain non-Hokkian/non 
Peranakan―Hakka, Hinghua, Hokchnia, Konghu, Tiociu―juga berlaku aturan 
istilah kekerabatan yang sama. 

Owe pernah tanya, kenapa begitu? Jawabnya, oleh karena orangtua mengikuti 
istilah kekerabatan yang dipakai anak sebagai menantu terhadap keluarga 
mertuanya. Jadi, misalnya, jika anak memanggil “ngku” terhadap adik 
laki-laki istrinya, orangtua pun demikian, harus memanggil “ngku”. Di sisi 
lain, kalau sang anak menyapa adik laki-laki ayah istrinya dengan panggilan 
“cekkong”―tidak boleh memanggil “cek”, sebab istrinya yang memanggil 
“cek”, dia sendiri harus “cekkong”, sebab ia adalah menantu dan bukan 
keponakan yang bersangkutan―maka ia pun harus menyapa ncek dari sang menantu 
dengan panggilan “cekkong”. Aturan ini rupanya sudah banyak yang tidak 
tahu, kecuali mungkin masih dipertahankan di kalangan Peranakan yang tidak mau 
kehilangan adat Tionghoanya di beberapa wilayah di kawasan Jabotabek.

Kiongchiu,
DK


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u  wrote:
>
> Maaf, sekarang jadi ingat, dalam dialek Hokkian isteri engku adalah engkim 
> tapi dalam dialek Kheq adalah 舅姆 khiume. Jadi mungkin juga besan 
> perempuan bukan qingmu tapi qingme.
> Kiongchiu
> Liang U
> 
> 
> 
> 
> 
> From: liang u 
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Sent: Thu, October 15, 2009 1:47:55 PM
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Panggilan antara Besan
> 
>   
> Harry hiantit,
>Hokkian sih chinke dan che'em, kedua pihak sama saja. Sedang Hokchnia 
> adalah chinga dan chingmu. Untuk orang Kheq tak yakin, pernah dengar tapi tak 
> ingat lagi, kalau tak salah antara chinkung atau chinka, dan chinmu. 
>Maaf cuma tau segitu.
>  Liang U
> 
> 
> 
> 
> 
> From: harry alim 
> To: Budaya_tionghua 
> Sent: Thu, October 15, 2009 11:50:12 AM
> Subject: [budaya_tionghua] Panggilan antara Besan
> 
> Rekan yang terhormat,
> 
> Kebetulan ada sdr yang besanan dengan orang Hokchia dan ada sdr lain yg 
> besannya adalah org khek dan satu lagi besan nya orang Hokkian. Tentu saja 
> semua sdh tinggal dan lahir di Indonesia. Dan sdr saya orang Hokkian yg 
> menggunakan panggilan kekerabatan ala hokkian spt pada umumnya keturunan 
> hokkian di jawa tengah dan jawa timur.  
> 
> Besan yang baru memperkenalkan cara panggilan kekerabatan antara besan yang 
> tentu saja berbeda antara orang Hokkian pada umumnya, Hokchia dan Khek. 
> 
> Mungkin ada yang bisa membantu menjelaskan bagaimana panggilan kekerabatan 
> yang baku antara besan di kalangan keturunan Hokkian, Hokchia dan Khek?
> 
> Bgmn seharusnya ibu mempelai perempuan memanggil ibu mempelai laki2? Bgmn 
> saudara2 ibu mempelai perempuan memanggil ibu mempelai laki2 ? Begitu juga 
> sebaliknya dan yang lainnya?
> 
> Salam,
> 
> Harry Alim
> Sent from my BlueBerry®
> powered by Sinyal Kuat BLUESAT
> 
>  - - --
> 
> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
> 
> .: Website global http://www.budaya- tionghoa. net :.
> 
> .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups. yahoo.com/ group/budaya_ tionghua :.
> 
> .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg. wordpress. com :.
> 
> Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 
> 
> 
>
> 
> __
> Do You Yahoo!?
> Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
> http://mail.yahoo.com
>




[budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan?

2009-10-15 Terurut Topik David Kwa
Owe rasa memang betul begitu adanya. Kalau kita baca Star Weekly akhir 1950-an 
hingga awal 1960-an, konsepsi inilah yang selalu didengung-dengungkan mereka 
yang mendukung konsep Asimilasi. Konsepsi inilah juga yang dipaksakan orde babe 
kepada orang Tionghoa, atas prakarsa orang Tionghoa sendiri! Kita saksikan 
betapa banyak Korban Orde Baru (KOB) yang berjatuhan, selama kurun waktu 
1965-2000, atas kebijakan Asimilasi Paksa ini, dengan segala tektek-bengek yang 
menyertainya. Ada Penutupan Sekolah dan Surat Kabar Tionghoa, Ganti Nama, ada 
Pelarangan Budaya Tionghoa, termasuk Aksara Tionghoa, ada Penggantian Paksa 
Istilah Tiongkok/Tionghoa Menjadi Cina, dll. Akibatnya, paling tidak satu 
generasi adalah generasi yang hilang (lost generation), termasuk kita-kita ini, 
dan mungkin juga satu generasi di atas kita, yang ketika itu tengah 
asyik-asyiknya menikmati masa muda mereka. Masa muda yang akhirnya terenggut 
paksa oleh segala kebijakan rezim orde babe.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote:
>
> Bung Nasir! Ini apa anjuran ganti nama ala orde baru jilid kedua ?
> 
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> 
> -Original Message-
> From: Nasir Tan 
> Date: Thu, 15 Oct 2009 09:08:20 
> To: 
> Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan?
> 
> Mau nimbrung ahh
> Kadang betul, tetapi misalnya bro ketemu Tiongha Kalimantan/Medan  yang 
> cantik apa gak sayang kalo lu gak lamar palagi calon mertua sudah 
> merestui.hehehe, jadi soal jauh kan relatif bro..hehehe, kalau itu mah 
> tergantung jodoh. 
> Memang betul secara hukum tertulis bahwa Tionghoa tidak memiliki domain ( 
> tempat tinggal asa di Indonesia ), seperti Sunda misalnya domainnya Jawa 
> Barat dan Banten, tetapi secara antropologis ( ini yang jarang diungkapkan) 
> etnis Tionghoa pada dasarnya udah pernah menempati daerah tertentu di 
> Indonesai seperti Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.
> Disana banyak ditemukan bukti peninggalan Tionghoa jaman purba, ukiran dan 
> alat pertanian dsbnya, jadi itu bisa menjadi salah satu petunjuk bahwa etnis 
> Tionghoa domainnya di daerah tersebut. Kalau mau klaimn wilayah yah 
> sebenarnya bisa mengklain di daerha yang memiliki basis budaya kuno tersebut, 
> bukan di BSD ato di jl.Sudirman karena disana banyak Orang Cung...
> Teman2 disini mungkin dah pernah membaca suatu buku berjudul : Budaya 
> Indocina di Persimpangan " Isi buku tersebut menunjukkan secara nyata domain 
> etnis Tionghoa di Indonesia. Atau jangan-jangan belum pernah ada yang 
> membacanya..??? 
> Buku itu juga menjelaskan mengenai peralatan pertanian yang digunakan di 
> daerah2 tersebut dan katanya merupakan adopsi dari Tiongkok Kuno ( China ). 
> Tetapi kalau kita mau menyebutkan asal/domain kita secara instan yah memang 
> bingung, apalagi generasi sekrang ( yah kayak kita ini kadang kalo udah gak 
> bisa bahasa Tionghoa, dianggapnya itu bukan Tionghoa, sehingga jalinan dengan 
> pertalian etnis kita misalnya dengan Dayak dan lain-lain yang memiliki 
> persamaan budaya kita putuskan akhirnya kita seperti ini. 
>  
> Kita kemudian mengambil jalan pintas, mengadopsi adat etnis Jawa misalnya 
> menggunakan nama Jawa yang pada gilirannya tanpa penghayatan sehingga kita 
> tetap aja bukan Jawa hingga saat ini. Sekali-sekali kita menggunakan gelar 
> Dayak atau gelar lain, kenapa sih..???. Di kita pake nama Jawa kebanyakan ( 
> gak tau alasan ap ) padahal kelahiran Pangkal Pinang, Bagan Siapi-Api, 
> Bukittinggi. Lain halnya kalo emang lahir di Semarang yah pakela nama sana 
> supaya ketahuan kalo kita Tionghoa Semarang...:-) sekaligus 
> untuk menunjukkan ada domainnya ( asal tempat di Indonesia ). 
> Mungkin dalam hal nama harus melihat contoh Tionghoa Manado ( mana ada pake 
> Sutanto, Kuswono, Tono dll ) dia pake nama khas di Manado sanalah.Di Tanah 
> Toraja ( Sulawesi juga sama ) orang2 Tionghoa pake nama khas daerah itu, jadi 
> dia jadi Toraja. Gak ada Tionghoa Toraja pake nama Budi, Agung,Hermanto, 
> Bambang ato apalah..???. 
>  
> Jadi domainnya mulai bisa jelas. Ini mungkin hal sepele dan jarang orang2 
> disini yang mikir sampe kesana, soalnya wa udah tes nanya2 di Jakarta/Jawa. 
> Pada umumnya dah gak ada Tionghoa yang percaya karena dianggap omong kosong 
> dan seperti biasa kalo Orang Tiionghoa kurang setuju melambaikan 
> tanganhehehe. 
> Umumnya Tionghoa mungkin berpikir kalo pake nama "Jawa" akan lebih mudah 
> karena mengikuti namanya mayoritas. Justru ini yang berbahaya...!!. 
> Mereka akan ciriin dan paling suka kerjain. Sehingga sering terjadi "Joko" 
> dikerjain ama "Tono", because Joko and Tono berbeda. Coba lihat nama Tionghoa 
> Manado : Joseph Lumenta, Robert Tumewu kan dah gak dikerjain. Sekedar usul 
> aja kalo kita lahir di Pontianak atau dimana saja marilah kita coba 
> menggunakan nama yang diadaptasi dari daerah tersebut. Yah kalau lahir di 
> Bandung misalnya bole ambil nama Erick Kartadin

[budaya_tionghua] Re: Foto ==> WAJAH PAHOA

2009-10-14 Terurut Topik david


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT"  wrote:
>
> 
>   - Original Message - 
>   From: ChanCT 
>   To: HKSIS 
>   Sent: Wednesday, October 14, 2009 7:58 PM
>   Subject: [HKSIS] WAJAH PAHOA
> 
> 
> 
> 
> 
>   WAJAH  PAHOA
> 
>   Oleh : Dali Santun Naga
> 
>   Majalah SINERGI No. Oktober
> 
>
> 
>   "Tetapi kemerdekaan sejati hanyalah hasil daripada budi pekerti yang luhur. 
> Sejarah telah menunjukkan jatuhnya negara-negara `besar' oleh karena budi 
> pekertinya tidak luhur – Soekarno, 31 Maret 1953"
> 
>
> 
>   Sekolah Terpadu Pahoa didirikan pada tanggal 17 Maret 2008, bertempat di 
> wilayah Summarecon Serpong. Sekolah ini merupakan sekolah terpadu karena di 
> bawah satu atap terdapat berbagai jenjang pendidikan, dari jenjang pendidikan 
> prasekolah sampai ke jenjang pendidikan sekolah menengah atas. Sekalipun baru 
> didirikan pada tahun 2008,  namun sekolah ini merupakan kelanjutan dari 
> sekolah yang sudah cukup tua. Bahkan tanggal 17 Maret sengaja dipilih sebagai 
> tanggal lahir sekolah ini karena pada tanggal itulah sekolah lama didirikan 
> pada tahun 1901. Sejarah panjang dari sekolah inilah yang menjadikan sekolah 
> ini memiliki keunikan.
> 
>
> 
>   Walaupun tidak setua Sekolah Santa Ursula yang didirikan pada tahun 1859 
> dalam abad ke-19, akar Sekolah Terpadu Pahoa juga lahir pada tahun 1900 dalam 
> abad ke-19. Dan akar ini bertumbuh menjadi sekolah pada tahun 1901 dalam abad 
> ke-20. Kemudian sekolah ini dikenal sebagai Sekolah Pa Hoa, singkatan dari 
> Patekoan Tiong Hoa Hwe Koan. Patekoan adalah nama jalan tempat sekolah itu 
> terletak.  Sekalipun demikian, Sekolah Terpadu Pahoa memiliki kapasitas untuk 
> beradaptasi dengan zaman sehingga menjadi sekolah yang sesuai dengan zaman 
> yang kita hadapi sekarang ini.
> 
>
> 
>   Melalui sejarah yang panjang, Sekolah Terpadu Pahoa memiliki dua wajah. Ada 
> wajah zaman sekarang dan ada wajah zaman lampau. Dua wajah ini berkaitan satu 
> dan lainnya dan, dalam beberapa hal, mereka bersinambungan, serta dalam 
> beberapa hal lainnya, mereka berbeda. Di sini, kita melihat wajah sekolah ini 
> mulai dari wajah sekarang untuk kemudian dilanjutkan dengan wajah masa lampau.
> 
>
> 
>   Wajah sekolah sekarang ini sudah dirintis sejak tahun 1952. Pada waktu itu 
> Sekolah Pa Hoa telah menganut kurikulum nasional sehingga sekolah itu sudah 
> dapat dikategorikan sebagai sekolah nasional. Pada waktu itu, secara 
> institusional, Sekolah Pa Hoa telah menjadi peserta aktif pada ujian negara 
> untuk jenjang menengah pertama dan jenjang  menengah atas. Siswa Sekolah Pa 
> Hoa pada waktu itu sudah merasa sama dengan siswa sekolah negeri dan sekolah 
> swasta nasional lainnya.
> 
>
> 
>   Kini pada tahun 2008, Sekolah Terpadu Pahoa sudah benar-benar menjadi 
> sekolah nasional. Sekolah Terpadu Pahoa sendiri yang mencanangkan diri mereka 
> sebagai sekolah nasional plus. Sebagai sekolah nasional, asas Sekolah Terpadu 
> Pahoa adalah dasar negara Pancasila. Sekolah Terpadu Pahoa menyatakan dirinya 
> terbuka untuk semua komponen bangsa dalam kerangka sila ketiga Pancasila 
> yakni persatuan Indonesia. Dan di samping itu, sekolah ini memiliki plus di 
> bidang budi pekerti dan di bidang bahasa. 
> 
>
> 
>   Sekolah Terpadu Pahoa melihat bahwa salah satu masalah gawat di dalam 
> masyarakat sekarang ini adalah moral bangsa. Karena itu, sekolah ini 
> mengutamakan pendidikan moral melalui budi pekerti. Seperti dicanangkan pada 
> saat pendiriannya, sekolah ini mempertahankan pendidikan moral ajaran 
> Konghucu yang universal yang diadaptasikan dengan wawasan kebangsaan 
> Indonesia, dengan perkembangan zaman, dan dengan tuntutan dunia internasional.
> 
>
> 
>Demikianlah di dalam sekolah ini, pendidikan moral universal Konghucu yang 
> lama dipadukan dengan pendidikan moral universal modern. Manusia bijaksana, 
> berbakti, dan berbudi luhur dari Konghucu dipadukan dengan manusia yang 
> bersila lima dari Pancasila. Manusia bijaksana, berbakti, dan berbudi luhur 
> dari Konghucu dipadukan dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia, 
> kelestarian lingkungan hidup, dan kelestarian lingkungan alam dari 
> Perserikatan Bangsa-bangsa.
> 
>
> 
>   Di samping pendidikan moral, sekolah ini juga mengutamakan bahasa karena 
> bahasa adalah kenderaan untuk segala sesuatu di dalam hidup manusia zaman 
> sekarang. Sekolah ini mengutamakan tiga bahasa, bahasa Indonesia, bahasa Han, 
> dan bahasa Inggris. Seperti juga telah dicanangkan pada saat pendiriannya, 
> sekolah ini memiliki program tiga bahasa untuk dijadikan kenderaan bagi 
> ekspresi diri, komunikasi pergaulan, dan negosiasi kesepakatan, baik lokal 
> maupun internasional. Selain itu, bahasa beserta matematika, juga menjadi 
> kenderaan untuk berpikir dan untuk penguasaan berbagai pengetahuan yang ada 
> di dalam sekolah dan masyarakat.
> 
>
> 
>   Dan sebagai sekolah pada umumnya, Sekolah Terpadu Pahoa berusaha 
> melestarikan moral, menyalurk

[budaya_tionghua] Re: Nasionalisme dari Taman Budaya Tionghoa

2009-10-14 Terurut Topik david


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "HKSIS"  wrote:
>
> Nasionalisme dari 
> 
> Taman Budaya Tionghoa
> 
> Majalah SINERGI No. Oktober
> 
>  
> 
> Jika boleh flashback, kita patut bersyukur karena masyarakat sadar akan 
> kemerdekaan. Terbukti ketika datangnya hari keramat bagi bangsa ini, 
> masyarakat antusias menggelar upacara pengibaran bendera. Hampir di seluruh 
> pelosok tanah air, mulai dari ujung barat hingga timur, tak peduli panasnya 
> terik matahari, mereka melakukan upacara pengibaran sang saka merah putih. 
> 
> 
> 
> Bagi masyarakat Tionghoa sendiri, seperti tahun-tahun sebelumnya, untuk tahun 
> ini kembali menggelar upacara bendera di Taman Budaya Tionghoa TMII Jakarta. 
> Jalannya upacara berlangsung secara khidmat karena diikuti mulai dari anak 
> sekolah hingga yang sudah berusia lanjut. 
> 
> Tepat pukul 09.00 wib, upacara dimulai dari pembacaan Pancasila dan diakhiri 
> persembahan lagu-lagu perjuangan.
> 
> Brigjen TNI (Pur) Tedy Jusuf yang bertindak sebagai komandan upacara, pada 
> kesempatan tersebut tak lupa menyampaikan kata sambutan. Menurutnya, sebagai 
> etnis Tionghoa yang hidup di Indonesia, diharapkan terus meningkatkan 
> persatuan dan kesatuan bangsa. Kita, lanjutnya, harus berpartisipasi mengejar 
> ketertinggalan bangsa ini dari bangsa lainnya di dunia.
> 
> 
> 
> Disamping itu, dirinya juga menganjurkan etnis Tionghoa harus masuk arus 
> besar bangsa ini. Masuklah etnis Tionghoa diberbagai bidang. Jikalau sudah 
> masuk, maka bagi yang menjadi politisi, jadilah politisi yang baik. Jika jadi 
> hakim, jadilah hakim yang jujur. Kalau menjadi pengusaha, jadilah pengusaha 
> pejuang dan lain-lain. 
> 
> SINERGI INDONESIA sendiri merekam bagaimana jalannya upacara pengibaran merah 
> putih. YUDI M
>

waw keren!!! mantap!!! ^_^
tetap jaga persatuan dan kesatuan bangsa... 



[budaya_tionghua] Ada yang tahu tentang gedung "Renvereniging Tasikmalaja" sekitar thn 1930-1932? [6 Attachments]

2009-10-13 Terurut Topik Mr david djauhari
Yang Terhormat para Sianseng, Sesepuh, Bapak Ibu

beberapa waktu lalu, saya tidak sengaja menemukan foto2 jadul milik leleuhur. 
Saya hanya anak muda yang selalu penasaran dimana sih ini? 
Dan sampai sekarang saya sudah tanya2 ama yang lebih tua masih belum ada yang 
tau. Maka saya coba share di milis budaya tionghoa ini, siapa tau ada yang tau 
mengenai sejarah gedung Renvereniging Tasikmalaja ini. 

sekalian saya attach filenya disini. 

Sebelumnya saya haturkan banyak Terima kasih. 

Best Regards,


  

[budaya_tionghua] Re: Suatu ketika kata "Cina" akan bermakna positif ( I am sure )...:)

2009-10-12 Terurut Topik David Kwa
Lagi-lagi dikotomi keturunan (sic!)vs pribumi... helaaas... Btw, siapa yang 
keturunan (sic!), siapa yang pribumi ya? Entah bagaimana caranya menghilangkan 
istilah ini, kalau kita sendiri masih merasa "bangga" dengan istilah warisan 
orde babe ini...?

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Nasir Tan  wrote:
>
> Nah sekarang apa yang harus kita lakukan agar masayarakat Indonesia 
> non-Chinese menyebut/menyapa kita dengan sapaan yang kita inginkan?
> Menurut saya ada 2 hal minimal yang harus kita lakukan :
> 1. Kita memberi usulan ke pemerintah lewat legislatif tentang usulan 
> penyebutan yang kita kehendaki. Katakan, kita mengusulkaan melalui sidang 
> kabinet terbatas agar masyarakat harus menyapa kita-kita yang  keturunan dan 
> masih totok Chinese dengan sebutan Tionghoa, bukan "Cina". Dan untuk itu 
> harus adakan juga semacam Seminar mengenai budaya Tionghoa yang dapat 
> diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat pribumi. Saya 
> pernah mengusulkan pada seseorang sesepuh Tionghoa agar budaya Tionghoa sudah 
> saatnya harus dikedapankan dalam kehidupan, misalnya mengajarkan budaya 
> Tionghoa sejak dini di sekolah-sekolah. Ini penting sebab dapat menanamkan 
> pemahaman yang benar mengenai budaya kita. Ibarat pedang, kalau pedang tidak 
> pernah keluar dari sarungnya bagaimana orang percaya kalau pedang itu punya 
> kelebihan..?? Kita buka saja dan kita diskusikan dan saya yakin pasti ada 
> solusinya.
> ?> 2. Membiarkan mereka menyebut kita-kita ini Cina, tetapi lambat laun makna 
> Chinese akan berubah menjadi positif manakala kontribusi kita kepada bangsa 
> dapat ditonjolkan, dalam artian selama kita tida merugi ( material maupun non 
> material ). Saya ada lihat sedikit di negara Asean lainnya, seperti Philipina 
> yang keterunan Chinese disana tidak merasa lebih tinggi derajatnya dibanding 
> etnis lokalnya, sehingga kesetaraan menjadi bagus. Demikian juga di Thailand 
> dan negara-negara Indo Cina lainnya.
> Keturunan Chinese disana tidak membanggakan diri atau merasa lebih terhormat 
> dibanding pribumi disana. Lha kalu kita di Indonesia ( ..??? ) Seringkali 
> pula kita-kita yang keturunan menyenangi apa yang tidak disenangi oleh 
> pribumi. Ini salah satu sumber kebencian juga, apalagi kalau kita pelit ( 
> baik?materi maupun non materi ) mereka lebih-lebih benci lagi. 
> Saya punya pengalaman waktu remaja. Ketika itu ada teman yang mau minjam 
> catatan, tetapi saya tidak mau memberikan karena dia sering bolos. Akibatnya 
> saya dicaci maki, tetapi akhirnya saya tunjukkan bahwa saya lakukan hal itu 
> bukan karena pelit, tetapi karena dia sering tidak masuk sekolah. Selain itu 
> saya juga tidak tau rumahnya kalo ada apa-apa mau cari kemana? Akhirnya 
> masalah selesai pada saat itu. Hingga sekarang kami akrab dan kalo ketemu dia 
> baik bangat. 
> Demikian menurut saya, ato ada yang ingin menambahkan?
> ?> ?> salam 
> NT
> email : nasir_...@...
> 
> --- On Sun, 10/11/09, dedistd  wrote:
> 
> 
> From: dedistd 
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Suatu ketika kata "Cina" akan bermakna positif 
> ( I am sure )
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Date: Sunday, October 11, 2009, 9:58 PM
> 
> 
> ?
> 
> 
> 
> Sdr Nasir,
> 
> hal serupa pernah disampaikan oleh Arief Budiman. Dia mengatakan bahwa kalau 
> kata "Cina" terus menerus dipakai dengan makna positif, lama kelamaan unsur 
> penghinaannya akan hilang dan kata cina akan menjadi netral atau positif.
> Saya setuju dengan itu.
> 
> Namun sekali lagi mari kita belajar dari sejarah pengubahan kata "cina" 
> menjadi "Tionghoa" seperti yang saya paparkan dalam tulisan saya ("Mengapa 
> Kata "Cina" Tidak Pantas Digunakan?") . Jelas bahwa penggantian kata tersebut 
> memiliki makna sangat yang penting bagi kita Tionghoa Indonesia, karena itu 
> salah satu bukti bahwa generasi di atas kita ikut berjuang untuk Indonesia.
> 
> Jadi msalah kata "Cina" vs "Tionghoa" sebenarnya bukanlah di penghinaan, 
> konotasi dsb tapi di dasar sejarahnya.
> 
> Btw, bicara soal Arief Budiman, dia ini dulunya salah satu orang LPKB yang 
> mendukung asimilasi. Namun setelah sekolah di Amerika dan melihat bagaimana 
> imigran di sana tetap mempertahankan identitasnya, barulah dia "bertobat".
> 
> --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Nasir Tan  wrote:
> 
> > Mmmm. . ...dah banyak ngomong nich, tapi intinya adalah 
> > masalah sebutan Cina/Chinese atau apapun namanya gak jadi masalah yang 
> > penting kita bisa menyesuaikan diri di negara manapun kita berada. Dan yang 
> > lebih penting adalah bukan karena soal penyebutan, tetapi yang terutama 
> > adalah makna dari penyebutan itu sendiri . Kalau makna penyebutan (-), maka 
> > apapun penyebutan?itu sendiri jadi tidak berguna akan sia-sia, sebaliknya 
> > walo dipanggil "Cina" , tetapi kita menonjolkan sifat yang baik ( secama 
> > umum ), maka maknanya?akan jadi baik, memang butuh waktu tetapi kata Cina 
> > akan sangat positif artinya kalo kita mulai bangun dalam diri kita sendiri 

[budaya_tionghua] Re: Kode dan Cide - Yook

2009-10-08 Terurut Topik David Kwa
Ternyata soal Cide dan Kode bukan hanya terdapat di Surabaya-Malang saja ya. Di 
Tangerang, 26 km sebelah barat Jakarta, panggilan seperti itu juga ada. Sama 
seperti di SUB-MAL, di Tangerang setahu owe ada tiga tingkatan: untuk Koko 
å"¥å"¥ (kakak laki-laki) ada Kode (Koko Gede = Toako 大å"¥), Kongah (Koko 
Tengah = Jiko 二å"¥) dan Kocing (Koko Kecil = Snako 三å"¥); sementara untuk 
Cici 姊姊 (kakak perempuan) ada Cide (Cici Gede = Tuaci 大姊), Cingah (Cici 
Tengah = Jici 二姊) dan Cicing (Cici Kecil = Snaci 三姊). Tidak jelas 
panggilan apa yang dipakai bila jumlah Koko dan Cici masing-masing lebih dari 
tiga orang. Yang jelas sering dipakai untuk menyapa seseorang yang baru dikenal 
tentu saja Kode dan Cide. 

Fenomena istilah kekerabatan menggunakan campuran Hokkian-Melayu/Jawa seperti 
itu memang lazim ditemui di kalangan Peranakan di Jawa, baik Banten maupun Jawa 
Timur. Entah bagaimana dengan Jawa Tengah dan daerah-daerah lain di Indonesia.

Sedangkan panggilan Yook di sebagian daerah Jateng-Jatim ternyata berasal dari 
bahasa Hokkian sioq 惜 yang artinya ‘sayang’. Zaman dahulu istilah ini 
awalnya hanya digunakan terhadap anak kecil, misalnya: “Sioq  惜 ('Sayang'), 
jangan menangis!”, oleh seorang ibu kepada anaknya, atau oleh pembantu 
terhadap anak majikannya. Tetapi lama-kelamaan juga panggilan sayang ini 
dipakai terhadap orang dewasa, bahkan sampai turut ditambahi atribut “De” 
dan ‘Lik” segala rupa, seperti Kohde dan Kohlik, Cikde dan Ciklik…

Kiongchiu 拱手,
DK


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, asien malang  wrote:
>
> He he masalah tatjie ini memang rada rada susah,
> setahu saya memang itu panggilan untuk perempuan saja tanpa memandang urutan 
> kelahiran yang bersangkutan, jadi kalau ada perempuan datang ke toko kami 
> misalnya akan kami sapa dengan : Tatjie mau cari apa ? 
> kalau dengan logat surabaya malang lebih berat lagi karena tetjie itu udah 
> jadi tajiek, menggunakan k di belakangnya.
> tetapi di dalam beberapa keluarga, mereka menggunakan urutan meskipun tidak 
> selalu menggunakan angka seperti istilah toatjie, djietjie dstnya, tetapi 
> istilahnya menurut kami di campur dengan bahasa melayu atau jawa yaitu sbb : 
> untuk yang paling? besar di beri kada "de" dari kata gede ( besar ) jadi 
> kalau panggil kakak yang paling besar yah TjiekDe, atau KoDe, kalau yang 
> paling bungsu di panggil dengan TjiekLik atau KohLik ( dari kata tjilik 
> artinya kecil ), untuk yang di tengah tengah di panggil dengan TjiekNgah atau 
> Koh Ngah. Sebutan ini kalau di dengar oleh pihak luar maka yang bersangkutan 
> tetap akan di panggil dengan sebutan itu. jadi bila si TjiekDe tersebut ke 
> toko saya dan saya tahu kebiasaan dia dipanggil TjiekDe maka saya juga akan 
> memanggil demikian : TjiekDe cari apa ?
> memang sebutan ini sudah mulai luntur dan hilang perlahan lahan karena arus 
> jaman yah
> Belum lagi ada istilah Yok, ada yang di panggil YokDe atau dipanggil YokLik. 
> apa pula itu yah ??
> ?
> ?
> salam
> ?
> christian
> --- On Thu, 10/8/09, hoedjin_tjamboek_berdoeri 
>  wrote:
> 
> 
> ?
> 
> __
> Do You Yahoo!?
> Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
> http://mail.yahoo.com
>




[budaya_tionghua] Re: (Ask) Soal Tatji..... dan Tjabolang

2009-10-08 Terurut Topik David Kwa
Hoedjin yang terhormat,

Jikalu owe tida sala tebak, itu panggilan “Taci” mustinya ada beratsal dari 
perkatahan Hokkian "Tuaci 大姊”, yang artinya “ngci yang paling besar”; 
panggilan mana sampe sekarang masi terpake di kalangan Baba-Nyonya di bilangan 
Jawa Tengah dan Jawa Wetan. Cumah tida terang kapan ini kabiasahan mulai 
timbul. Di luar negri, kita nanti katemuken itu panggilan kapan kita nonton DVD 
kaluaran Singapore 2008-2009 yang ceritaken prihal kahidupan sahari-hari dalem 
kalangan Baba-Nyonya di Singapore en Malacca pada jeman dulu dan sekarang 
berjudul “The Little Nyonya”, di dalem DVD mana ada tokoh yang disebut Tua 
Ji (Tuaci 大姊) dan juga Tua Koh (Tuakou 大å§`, ‘swami punya ngci yang 
paling besar’ atawa ‘orang tua lelaki punya ngci yang paling besar’). 

Owe memang perna denger ada itu kabiasahan yang orang lelaki Tionghoa jeman 
dulu suka sebut iapunya istri dengan perkatahan “Caboulang 查某人” 
(artinya ‘orang prampuwan’ atawa ‘istri’) di blakangnya yang 
bersangkutan, bukan dengen berdepan. Di depannya, rasanya satu swami nanti 
panggil iapunya istri dengan satu sebutan laen, upamanya dengen iapunya nama 
kecil.

Kiongchiu 拱手,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "hoedjin_tjamboek_berdoeri" 
 wrote:

Sianseng2 yg Terhormat,

Ada yang taoe awal moelanja kata "Tatji" jang biasa digoenaken oleh Hoadjin2 di 
Djawa Tengah dan Timoer? Kapan moelai di pake ini kata? [:-/]
Rasanya enak sekali terdengernja... jang hingga kini masih sering kita dengar, 
semoga tetep terdengar teroes

Apa masih ada satoe pria Hoadjin pake kata "Tjabolang" pada ia poenja istri? 
[:-/]

Semoga ik dapet pentjerahan

Tabe
Hoedjin Tjamboek berdoeri [:-&]




[budaya_tionghua] Re: Soal Cina... lagi.... hmmm

2009-10-07 Terurut Topik David Kwa
Hoedjin yang terhormat,

Sebenernya nama Huajin 華人 (of Hoa Djin) bukannya barang baru di kupingnya 
kaum Baba-Nyonya di ini kapuloan. Itu nama Hoa Djin 華人 ternyata ada nama 
pedengan (pseudoniem) dari Tuan Phoa Keng Hek 潘景赫, putra Paduka Baba 
Kapitein der Chineezen Phoa Tjeng Tjoan 潘清泉 (1866-1878), siapa terlahir 
di Buitenzorg (Bogor) di dalem tahon 1857 dan menutup mata di Batavia di dalem 
tahon 1937. Ia ini ada sala satu pendiri (oprichter) dari Tiong Hoa Hwee Koan 
Batavia 吧城中華會館 yang diberdiriken pada tanggal 17 Maart 1900. Di 
dalem tahon 1907 ia ada tulis bebrapa artikelen yang menjambung di dalem surat 
khabar Perniagaan dengen pake itu pseudoniem.

Owe punya kiongchiu 拱手,
DK

Re: Soal Cina... lagi hmmm 

Buat David Sianseng,

Kalo memang kata Hoeajin atawa Hoearen leboh soeroep dan mendekati artinya ik 
tida keberatan sama sekali... tjoema koq jah rada asing dan djarang kedengeran 
(maap kalo ik kebanyakan bergaoel sama Ingnidjen2) sementara kata Hoakiauw 
loemajang akarab di koeping ik

Tabe
Hoedjin Tjamboek Berdoeri




[budaya_tionghua] Re: Soal Cina... lagi.... hmmm

2009-10-07 Terurut Topik David Kwa
Menurut owe pribadi punya pendapet kitaorang juga bukan mustinya dipanggil 
Huakiau 華åƒ` (Huaqiao), melenken lebi surup kalu disebut Huajin 華人 
(Huaren), sama saperti Huajin-Huajin laen di Singapura, Malaysia, Muangthai, 
dan Filipina. Ini menyangkut masalah kewarganegaraan. Huakiau pan artinya 
‘warganegara Tiongkok yang ada di sebrang lautan (Tiongkok)’, samentara 
kitaorang yang ada di ini milis kebanyakan ada warganegara Indonesia, sebagian 
bole jadi mala ada warganegara Blanda, Amerika enz, bukan warganegara Tiongkok. 
Betul saperti yang ko Steve bilang, yang balik dan tinggal di Tiongkok sana 
baru bole dinamaken Huakiau. 

Mengenai debat seru CINA, TIONGHOA-TIONGKOK, dan CHINA, owe jadi teringet pada 
kata-kata mutiara alm. Bung Karno, salah satu founding father yang kita cintai: 
“JAS MERAH!”, artinya ‘Jangan sekali-kali melupakan sejarah!’, sebab 
fakta-fakta sejarah sudah dipaparkan dengan jelas oleh rekan-rekan kita yang 
lain. Fakta-fakta sejarah yang patut menjadi bahan perenungan mendalam buat 
kita bersama, utamanya generasi muda, bukan sekadar untuk dihafal belaka. 
Banyak yang kita bisa pelajari dari masa lalu kita, sehingga kita tidak perlu 
menganggap sejarah kita seperti angin lalu, dan berkata dengan enteng: “Ah, 
itu kan dulu!” Justru, seandainya tak ada dulu, maka tak ada sekarang, bukan? 
Negara-negara lain juga begitu, lalu kenapa kita tidak?

Itu saja komentar owe.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono  wrote:

Kayaknya sih kita-kita itu dinamakan huaren dan bukan huakiauw (huaqiao). 
Betulkan khan ko David ? Kalau yang balik dan tinggal di Tiongkok sana baru 
dinamakan Huakiauw.

Rgds.,
Steve

From: hoedjin_tjamboek_berdoeri 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Wed, October 7, 2009 3:11:23 PM
Subject: [budaya_tionghua] Soal Cina... lagi hmmm

Koq kalo boeat saja ada baeknya Orang Cina + Tionghoa DI Indonesia pake aja 
nama "Hoakiauw" (Jang djoega pernah di pake boeat nama Madjalah dan boekoe) 
dari pada moesti adoe oerat leher atawa oerat di kening kepala haroes 
melendoeng, djangan2 bisa petjah neh.

Karena kita adalah Hoakiauw (Cina + Tionghoa yg ada di Perantoean) Saya pernah 
djadi "toekang anter2" satoe cina dari Shanghai jang ke djakarta dalem oeroesan 
mesin Textile taue mereka anggep kita apa... Tida laen dari kita poenja 
leloehoer di anggap sebage Penghianat Negeri dalem oeroesan politik. 
mampoes dah! (siapa yg soedi di potong leher sama pengikoet2 Dr Sun pada taon 
1911) pengen rasanya saat itoe gw tinggalin itoe 3 manoesia (kalo tida inget 
toegas kantor)

Dan mereka tida mengerti Hokian (kebeneran boekan dari itoe soekoe :))
Moelai sekarang mari kita propagandakan Istilah Hoakiauw yg kini saya lagi 
jalanin,

Dah lama neh nga bikin email
Tabe dah 
Hoedjin Tjamboek berdoeri



  1   2   3   4   >