[assunnah] >>Makna Idul Futhri/Adha<

2013-10-13 Terurut Topik Abu Abdillah
MAKNA IDUL FITHRI/ADHA 



Oleh

Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

http://almanhaj.or.id/content/1149/slash/0/makna-idul-fihtriadlha/


Pada setiap kali menjelang Idul Fithri seperti sekarang ini (Ramadhan 
1412H) atau tepat pada hari rayanya, seringkali kita mendengar dari para
 Khatib (penceramah/muballigh) di mimbar menerangkan, bahwa Idul Fithri 
itu maknanya -menurut persangkaan mereka- ialah "Kembali kepada Fitrah",
 Yakni : Kita kembali kepada fitrah kita semula (suci) disebabkan telah 
terhapusnya dosa-dosa kita.



Penjelasan mereka di atas, adalah batil baik ditinjau dari jurusan 
lughoh/bahasa ataupun Syara'/Agama. Kesalahan mana dapat kami maklumi 
-meskipun umat tertipu- karena memang para khatib tersebut (tidak 
semuanya) tidak punya bagian sama sekali dalam bahasan-bahasan ilmiyah. 
Oleh karena itu wajiblah bagi kami untuk menjelaskan yang haq dan yang 
haq itulah yang wajib dituruti Insya Allahu Ta'ala.



Kami berkata.



Pertama : "Adapun kesalahan mereka menurut lughoh/bahasa, ialah bahwa 
lafadz Fithru/ Ifthaar"(فطر / افطار ) artinya menurut bahasa : Berbuka 
(yakni berbuka puasa jika terkait dengan puasa). Jadi Idul Fithri 
artinya "Hari Raya berbuka Puasa". Yakni kita kembali berbuka (tidak 
puasa lagi) setelah selama sebulan kita berpuasa. Sedangkan "Fitrah" 
tulisannya sebagai berikut (فطرة ) dan bukan (فطر )".



Kedua : "Adapun kesalahan mereka menurut Syara' telah datang hadits yang
 menerangkan bahwa "Idul Fithri" itu ialah "Hari Raya Kita Kembali 
Berbuka Puasa".



عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ : أَنْ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ قَالَ : اَلصَّوْمُ يَوْمُ تَصُوْمُوْنَ، وَالْفِطْرُ يَوْمَ 
تُفْطِرُوْنَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ



"Artinya :Dari Abi Hurairah (ia berkata) : Bahwasanya Nabi shallallahu 
'alaihi wa sallam telah bersabda. "Shaum/puasa itu ialah pada hari kamu 
berpuasa, dan (Idul) Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka. Dan (Idul)
 Adlha (yakni hari raya menyembelih hewan-hewan kurban) itu ialah pada 
hari kamu menyembelih hewan".



[Hadits Shahih. Dikeluarkan oleh Imam-imam : Tirmidzi No. 693, Abu Dawud
 No. 2324, Ibnu Majah No. 1660, Ad-Daruquthni 2/163-164 dan Baihaqy 
4/252 dengan beberapa jalan dari Abi Hurarirah sebagaimana telah saya 
terangkan semua sanadnya di kitab saya "Riyadlul Jannah" No. 721. Dan 
lafadz ini dari riwayat Imam Tirmidzi]



Dan dalam salah satu lafadz Imam Daruquthni :



صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ



"Artinya : Puasa kamu ialah pada hari kamu (semuanya) berpuasa, dan (Idul) 
Fithri kamu ialah pada hari kamu (semuanya) berbuka".



Dan dalam lafadz Imam Ibnu Majah :



اَلْفِطْرُ يَِوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ



"Artinya : (Idul) Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka, dan (Idul) Adlha 
pada hari kamu menyembelih hewan".



Dan dalam lafadz Imam Abu Dawud:



وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّوْمَ



"Artinya : Dan (Idul) Fithri kamu itu ialah pada hari kamu (semuanya) 
berbuka, sedangkan (Idul) Adlha ialah pada hari kamu (semuanya) 
menyembelih hewan".



Hadits di atas dengan beberapa lafadznya tegas-tegas menyatakan bahwa 
Idul Fithri ialah hari raya kita kembali berbuka puasa (tidak berpuasa 
lagi setelah selama sebulan berpuasa). Oleh karena itu disunatkan makan 
terlebih dahulu pada pagi harinya, sebelum kita pergi ke tanah lapang 
untuk mendirikan shalat I'ed. Supaya umat mengetahui bahwa Ramadhan 
telah selesai dan hari ini adalah hari kita berbuka bersama-sama. Itulah
 arti Idul Fithri artinya ! Demikian pemahaman dan keterangan ahli-ahli 
ilmu dan tidak ada khilaf diantara mereka.



Bukan artinya bukan "kembali kepada fithrah", karena kalau demikian 
niscaya terjemahan hadits menjadi : "Al-Fithru/suci itu ialah pada hari 
kamu bersuci". Tidak ada yang menterjemahkan dan memahami demikian 
kecuali orang-orang yang benar-benar jahil tentang dalil-dalil Sunnah 
dan lughoh/bahasa.



Adapun makna sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa puasa itu 
ialah pada hari kamu semuanya berpuasa, demikian juga Idul Fithri dan 
Adlha, maksudnya : Waktu puasa kamu, Idul Fithri dan Idul Adha 
bersama-sama kaum muslimin (berjama'ah), tidak sendiri-sendiri atau 
berkelompok-kelompok sehingga berpecah belah sesama kaum muslimin 
seperti kejadian pada tahun ini (1412H/1992M).



Imam Tirmidzi mengatakan -dalam menafsirkan sabda Nabi shallallahu 
'alaihi wa sallam di atas- sebagian ahli ilmu telah menafsirkan hadits 
ini yang maknanya :



اَلصَّوْمُ وَالْفِطْرُ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَعِظَمِ النَّاسِ



"Artinya : Bahwa shaum/puasa dan (Idul) Fithri itu bersama jama'ah dan 
bersama-sama orang banyak".



Semoga kaum muslimin kembali bersatu menjadi satu shaf yang kuat berjalan di 
atas manhaj dan aqidah Salafush Shalih. Amin! [1]






[assunnah] >>Hukum Shalat Ied?<

2013-10-13 Terurut Topik Abu Abdillah
HUKUM SHALAT IED


Oleh


Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari


http://almanhaj.or.id/content/53/slash/0/hukum-sholat-ied/






Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :


"Kami menguatkan pendapat bahwa shalat Ied hukumnya wajib bagi setiap
individu (fardlu 'ain), sebagaimana ucapan Abu Hanifah[1] dan selainnya.
 Hal ini juga merupakan salah satu dari pendapatnya Imam Syafi'i dan
salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Imam Ahmad.






Adapun pendapat orang yang menyatakan bahwa shalat Ied tidak wajib, ini
sangat jauh dari kebenaran. Karena shalat Ied termasuk syi'ar Islam yang
 sangat agung. Manusia berkumpul pada saat itu lebih banyak dari pada
berkumpulnya mereka untuk shalat Jum'at, serta disyari'atkan pula takbir
 di dalamnya.






Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa shalat Ied hukumnya fardhu
kifayah adalah pendapat yang tidak jelas. [Majmu Fatawa 23/161]






Berkata Al-Allamah Asy Syaukani dalam "Sailul Jarar" (1/315).[2]


"Ketahuilah bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus
mengerjakan dua shalat Id ini dan tidak pernah meninggalkan satu
kalipun. Dan beliau memerintahkan manusia untuk keluar mengerjakannya,
hingga menyuruh wanita-wanita yang merdeka, gadis-gadis pingitan dan
wanita haid.






Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid agar menjauhi shalat dan
menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum muslimin. Bahkan beliau menyuruh
wanita yang tidak memiliki jilbab agar dipinjamkan oleh saudaranya.[3]






Semua ini menunjukkan bahwa shalat Ied hukumnya wajib dengan kewajiban
yang ditekankan atas setiap individu bukan fardhu kifayah. Perintah
untuk keluar (pada saat Id) mengharuskan perintah untuk shalat bagi
orang yang tidak memiliki uzur. Inilah sebenarnya inti dari ucapan
Rasul, karena keluar ke tanah lapang merupakan perantara terlaksananya
shalat. Maka wajibnya perantara mengharuskan wajibnya tujuan dan dalam
hal ini kaum pria tentunya lebih diutamakan daripada wanita".






Kemudian beliau Rahimahullah berkata :


"Diantara dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Ied adalah : Shalat Ied
 dapat menggugurkan kewajiban shalat Jum'at apabila bertetapan waktunya
(yakni hari Ied jatuh pada hari Jum'at -pen)[4]. Sesuatu yang tidak
wajib tidak mungkin dapat menggugurkan sesuatu yang wajib. Dan sungguh
telah jelas bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus
melaksanakannya secara berjama'ah sejak disyari'atkannya sampai beliau
meninggal. Dan beliau menggandengkan kelaziman ini dengan perintah
beliau kepada manusia agar mereka keluar ke tanah lapang untuk
melaksanakan shalat Ied"[5]






Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" (hal 344) setelah 
menyebutkan hadits Ummu Athiyah :


"Maka perintah yang disebutkan menunjukkan wajib. Jika diwajibkan keluar

 (ke tanah lapang) berarti diwajibkan shalat lebih utama sebagaimana hal
 ini jelas, tidak tersembunyi. Maka yang benar hukumnya wajib tidak
sekedar sunnah .."






[Disalin dari buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii As Sunnah Al-Muthahharah,
edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah oleh Syaikh Ali bin Hasan
bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura',
penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]


_


Foote Note


[1]. Lihat "Hasyiyah Ibnu Abidin 2/166 dan sesudahnya


[2]. Shiddiq Hasan Khan dalam "Al-Mau'idhah Al-Hasanah" 42-43


[3]. Telah tsabit semua ini dalam hadits Ummu Athiyah yang dikeluarkan
oleh Bukhari (324), (352), (971), (974), (980), (981) dan (1652). Muslim
 (890), Tirmidzi (539), An-Nasaa'i (3/180) Ibnu Majah (1307) dan Ahmad
(5/84 dan 85).


[4]. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah -tatkala bertemu hari Id
dengan hai Jum'at- Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
(1 hadits) "Artinya : Telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari
raya. Barangsiapa yang ingin (melaksanakan shalat Id) maka dia telah
tercukupi dari shalat Jum'at " [Diriwayatkan Abu Daud (1073) dan
Ibnu Majah (1311) dan sanadnya hasan. Lihat "Al-Mughni" (2/358) dan
"Majmu Al-Fatawa" (24/212).


[5]. Telah lewat penyebutan dalilnya. Lihat "Nailul Authar" (3/382-383) dan 
"Ar-Raudlah An-Nadiyah" (1/142).  

[assunnah] >>Tata Cara Shalat Ied<

2013-10-13 Terurut Topik Abu Abdillah
TATA CARA SHALAT IED



Oleh

Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari

http://almanhaj.or.id/content/1174/slash/0/tata-cara-shalat-ied/



Pertama :

Jumlah raka'at shalat Ied ada dua berdasaran riwayat Umar radhiyallahu 'anhu.



صَلاَةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ، وَصَلاَةُ الأَضْحَى رَكْعَتَانِ، 
وَصَلاَةُ الْفِطْرِ رَكْعَتَانِ، تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرِ عَلَى لِسَانِ 
مُحَمَّدِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم 



"Artinya : Shalat safar itu ada dua raka'at, shalat Idul Adha dua 
raka'at dan shalat Idul Fithri dua raka'at. dikerjakan dengan sempurna 
tanpa qashar berdasarkan sabda Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" 
[Dikeluarkan oleh Ahmad 1/370, An-Nasa'i 3/183, At-Thahawi dalam Syarhu 
Ma'anil Al Atsar 1/421 dan Al-Baihaqi 3/200 dan sanadnya Shahih]



Kedua :

Rakaat pertama, seperti halnya semua shalat, dimulai dengan takbiratul 
ihram, selanjutnya bertakbir sebanyak tujuh kali. Sedangkan pada rakaat 
kedua bertakbir sebanyak lima kali, tidak termasuk takbir intiqal 
(takbir perpindahan dari satu gerakan ke gerakan lain,-pent)



Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata :



أَنَّ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم كَانَ يُكَبِّرُ 
فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى : فِي الأُولَى سَبْعً تَكْبِيرَانِ، وَفِي 
الثَانِيَةِ خَمْسًاسِوَى تَكْبِيْرَتَيْ الرُّكُوْعِ



"Artinya : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
bertakbir dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada rakaat pertama 
sebanyak tujuh kali dan rakaat kedua lima kali, selain dua takbir ruku" 
[1]



Berkata Imam Al-Baghawi : "Ini merupakan perkataan mayoritas ahli ilmu 
dari kalangan sahabat dan orang setelah mereka, bahwa beliau shallallahu
 'alaihi wa sallam bertakbir pada rakaat pertama shalat Ied sebanyak 
tujuh kali selain takbir pembukaan, dan pada rakaat kedua sebanyak lima 
kali selain takbir ketika berdiri sebelum membaca (Al-Fatihah). 
Diriwayatkan yang demikian dari Abu Bakar, Umar, Ali, dan selainnya" [Ia
 menukilkan nama-nama yang berpendapat demikian, sebagaimana dalam " 
Syarhus Sunnah 4/309. Lihat 'Majmu' Fatawa Syaikhul Islam' 24/220,221]



Ketiga :

Tidak ada yang shahih satu riwayatpun dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan 
mengucapkan takbir-takbir shalat Ied[2] Akan tetapi Ibnul Qayyim berkata
 : "Ibnu Umar -dengan semangat ittiba'nya kepada Rasul- mengangkat kedua
 tangannya ketika mengucapkan setiap takbir" [Zadul Ma'ad 1/441]



Aku katakan : Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam.



Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" hal 348 : 
"Mengangkat tangan ketika bertakbir dalam shalat Ied diriwayatkan dari 
Umar dan putranya -Radhiyallahu anhuma-, tidaklah riwayat ini dapat 
dijadikan sebagai sunnah. Terlebih lagi riwayat Umar dan putranya di 
sini tidak shahih.



Adapun dari Umar, Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang dlaif 
(lemah). Sedangkan riwayat dari putranya, belum aku dapatkan sekarang"



Dalam 'Ahkmul Janaiz' hal 148, berkata Syaikh kami : "Siapa yang 
menganggap bahwasanya Ibnu Umar tidak mengerjakan hal itu kecuali dengan
 tauqif dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka silakan ia untuk 
mengangkat tangan ketika bertakbir".



Keempat :

Tidak shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam satu dzikir 
tertentu yang diucapkan di antara takbir-takbir Ied. Akan tetapi ada 
atsar dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu [3] tentang hal ini. Ibnu 
Mas'ud berkata :



بَيْنَ كُلِّ تَكْبِيْرَتَيْنِ حَمْدُ لِلّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَثَنَاءٌ عَلَى 
اللَّهِ



"Artinya : Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada 
Allah Azza wa Jalla"



Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah : "(Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam) diam sejenak di antara dua takbir, namun tidak dihapal dari 
beliau dzikir tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir tersebut".



Aku katakan : Apa yang telah aku katakan dalam masalah mengangkat kedua 
tangan bersama takbir, juga akan kukatakan dalam masalah ini.



Kelima :

Apabila telah sempurna takbir, mulai membaca surat Al-Fatihah. Setelah 
itu membaca surat Qaf pada salah satu rakaat dan pada rakaat lain 
membaca surat Al-Qamar[4] Terkadang dalam dua rakaat itu beliau membaca 
surat Al-A'la dan surat Al-Ghasyiyah[5]



Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah : "Telah shahih dari beliau bacaan 
surat-surat ini, dan tidak shahih dari belaiu selain itu"[6]



Keenam :

(Setelah melakukan hal di atas) selebihnya sama seperti shalat-shalat biasa, 
tidak berbeda sedikitpun. [7]



Ketujuh :

Siapa yang luput darinya (tidak mendapatkan) shalat Ied berjama'ah, maka 
hendaklah ia shalat dua raka'at.



Dalam hal ini berkata Imam Bukhari Rahimahullah dalam "Shahihnya" : "Bab
 : Ap

[assunnah] >>Apa hukum Shalat Ied?<

2013-10-13 Terurut Topik Abu Abdillah
APA HUKUM SHALAT IED ?






Oleh


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


http://almanhaj.or.id/content/1628/slash/0/apa-hukum-shalat-ied/






Pertanyaan



Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum shalat Ied ?






Jawaban


Yang saya pahami bahwa shalat ied adalah fardhu a'in, sehingga tidak
boleh bagi kaum laki-laki untuk meninggalkannya. Mereka harus
menghadirinya, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
memerintahkannya, bahkan beliau juga memerintahkan para gadis pingitan
untuk ikut keluar menuju shalat ied. Bahkan beliau juga memerintahkan
orang yang haidh untuk datang juga meskipun mereka harus menjauh dari
tempat shalat. Hal ini menunjukkan pentingnya perkara tersebut. Pendapat
 yang saya sebutkan inilah yang rajih dan diambil oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah.






Tetapi sebagaimana shalat Jum'at jika tidak mengerjakannya, seseorang
tidak perlu mengqadhanya, sebab tidak ada dalil yang menunjukkan
kewajibannya. Ia tidak harus melakukan shalat apapun sebagai
penggantinya, karena shalat Jum'at jika ketinggalan mengerjakannya maka
penggantinya adalah shalat dhuhur. Karena ia adalah waktu dhuhur. Adapun
 jika ketinggalan shalat ied maka ia tidak usah diqadha.






Nasehat saya untuk saudaraku kaum muslimin hendaknya bertaqwa kepada
Allah, melaksanakan shalat ini yang berisi kebaikan dan do'a, dan
bertemunya manusia satu dengan yang lainnya, serta menumbuhkan rasa 

kasih sayag dan cinta. Sekiranya manusia diundang untuk menghadiri
permainan tentu anda akan melihat mereka bersegera untuk mendatanginya,
lalu bagaimana jika yang memanggil mereka adalah Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam untuk melakukan shalat ini yang dengannya mereka
mendapatkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan janjinya
kepada mereka ?






Yang perlu diperhatikan bagi wanita yang pergi menuju shalat ied, mereka
 harus menjauhi tempat para lelaki, hendaknya mereka berada di bagian
belakang tempat shalat yang jauh dari lelaki, dan jangan keluar dalam
kondisi berhias ataupun bertabarruj (menampakkan auratnya), hal ini
sebagaimana terjadi pada zaman Rasul ketika beliau memerintahkan kaum
wanita untuk ikut keluar menuju tempat shalat, ada yang berkata :






Ya, Rasulullah, di antara kami ada yang tidak mempunyai jilbab. Beliau
menjawab : Hendaknya temannya meminjamkan jilbabnya padanya[1]






Jilbab yaitu baju panjang atau sejenis mantel. Hal ini menunjukkan
kewajiban wanita untuk memakai jilbab jika keluar rumah, karena ketika
Rasulullah ditanya tentang wanita yang tidak mempunyai jilbab beliau
tidak mengatakan hendaklah ia keluar dengan pakaian semampunya, tetapi
beliau mengatakan.






Hendaknya saudarinya meminjamkan jilbabnya






Dan bagi imam shalat ied jika berkhutbah di depan kaum lelaki hendaknya
juga mengkhususkan khutbah di depan kaum wanita jika mereka tidak
mendengar khutbah di depan kaum lelaki. Tetapi jika mereka bisa
mendengarkannya maka hal ini cukup. Hanya yang lebih utama dalam
penghujung khutbah menyinggung khusus hukum hukum wanita sebagai nasihat
 dan untuk mengingatkan mereka, sebagaimana yang diperbuat Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam ketika beliau berkhutbah ied pada kaum
lelaki lalu beliau berjalan menuju kaum wanita, lalu menasehati dan
mengingatkan mereka






[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu
Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis
 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]


___


Footnote


[1]. Hadits Riwayat Bukhari, Kitab Haidh, bab wanita haidh menghadiri
shalat dua hari raya dan do'a kaum muslimin (324), Muslim, Kitab Shalat
iedain, bab kebolehan wanta keluar pada dua hari raya (890) 
  

RE: [assunnah]>>Hukum Berkurban atas nama PT or Organisasi<

2013-10-12 Terurut Topik Abu Harits
From: didik.kurnia...@gmail.com
Date: Sat, 12 Oct 2013 01:10:42 +
ikhwah fillah




Mohon postingan dalil / hukumnya berkurban atas nama PT/Organisasi or instansi.






Bagaimana hukumnya?




Jazzakallah khairan




Powered by Telkomsel BlackBerry
>>>


1. Ibadah kurban itu dibebankan kepada kaum muslimin yang mampu, bukan kepada 
instansi ; perusahaan(PT), sekolahan, organisasi. Penjelasannya silakan baca di
http://almanhaj.or.id/content/2013/slash/0/kurban-dan-pensyariatannya/
http://almanhaj.or.id/content/1844/slash/0/wajibkah-melaksanakan-ibadah-kurban/


2. Penjelasan kurban atas nama instansi (sekolah, perusahaan, organisasi)
IURAN KURBAN DI SEKOLAH


Oleh


Syaikh Masyhur bin Hasan Salman


http://almanhaj.or.id/content/2290/slash/0/iuran-kurban-di-sekolah-pahala-qurban-untuk-yang-sudah-wafat/






Pertanyaan


Syaikh Masyhur bin Hasan Salman ditanya : Menjelang Idul Adha tiba, ada
beberapa masalah yang senantiasa mengemuka dan perlu mendapat perhatian.
 Diantara masalah tersebut, yaitu penyembelihan hewan kurban di
sekolah-sekolah. Kegiatan ini sangat marak, karena memang digalakkan
oleh beberapa sekolah, baik swasta maupun negeri. Dimana sekolah-sekolah
 tersebut mengharuskan siswanya untuk mengeluarkan dana dengan jumlah
tertentu sesuai dengan keputusan sekolah masing-masing. Dana yang
terkumpul kemudian digunakan untuk membeli hewan kurban sapi atau
kambing. Anggapan yang kemudian timbul, bahwa kegiatan sejenis ini
termasuk dalam kategori pelaksanaan ibadah yang sah. Bagaimanakah
pendapat ini ? Alasan yang melatar belakangi perbuatan ini, yaitu untuk
melatih siswa melaksanakan ibadah.






Jawaban


Mengenai penyembelihan kurban di sekolah, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, baik oleh pihak sekolah ataupun pihak wali murid atau
orang tua.






1. Jika seseoraang melaksanakan ibadah kurban dengan cara yang benar dan
 memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syari’at, maka ibadah
kurbannya tersebut sah dan cukup untuk dirinya dan anggota keluarganya
yang lain, baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Namun tidak
disyari’atkan bila dikhususkan untuk orang yang sudah meninggal.






Sehingga, jika seorang siswa sudah melaksanakan ibadah kurban di sekolah
 atau di tempat lainnya dengan cara yang benar, maka syari’at kurban
menjadi gugur atas anggota keluarga lainnya. Dalam hal ini, berarti ia
mendapatkan limpahan wewenang dari orang tuanya.






Yang harus mendapat perhatian penuh, yaitu pelaksanaan sunnah yang
berkaitan dengan ibadah kurban. Diantara sunnah-sunnah itu ialah ; bagi
orang yang berkurban dan anggota keluarganya, disunnahkan untuk
menyaksikan penyembelihannya, orang yang berkurban disunnahkan untuk
mengkonsumsi sebagian daging hewan yang dikurbankan. Sunnah-sunnah ini,
kadang kala terabaikan ketika seseorang berkurban di sekolah






2. Pihak sekolah tidak berhak mengharuskan siswanya untuk berkurban di
sekolah. Yang berhak untuk menentukan tempat berkurban atau melimpahkan
urusan kurban kepada orang lain adalah pemilik kurban, dalam hal ini
wali siswa atau bapaknya. Pihak sekolah hanya berkewajiban untuk
mengajarkan, melatih dan memotivasi siswanya untuk melaksanakan
amalan-amalan ta’at dengan cara yang benar. Jika pihak sekolah
mengharuskan siswanya untuk menyembelih hewan kurbannya di sekolah,
berarti pihak sekolah telah melakukan sesuatu yang bukan wewenangnya.






3. Adapun masalah iuran untuk kurban, jika memenuhi ketentuan syari’at,
maka perbuatan ini sah dan ibadah kurbannya sah. Yaitu satu sapi atau
unta untuk tujuh orang. Jika menyalahi ketentuan ini, maka ibadah
kurbannya tidak sah.






Khusus mengenai iuran kurban yang dikenakan kepada para siswa sebanyak
lima ribu, sepuluh ribu atau beberapa ribu rupiah, kemudian dana yang
terkumpul digunakan untuk membeli kambing atau sapi, dan kemudian mereka
 namakan perbuatan ini sebagai ibadah kurban, maka demikian ini
merupakan perbuatan yang keliru. Hal ini, dilihat dari beberap segi:






A. Penyembelihan yang mereka namakan ibadah kurban ini menyelisihi yang
telah menjadi ketetapan syari’at. Yaitu seekor kambing untuk satu orang
dan seekor sapi untuk tujuh orang. Sedangkan ibadah kurban mereka ini,
satu sapi atau kambing untuk puluhan orang, bahkan mungkin ratusan
orang. Ini jelas menyelisihi ketetapan syari’at. Karena menyelisihi,
maka iuran kurban yang seperti ini tidak bisa dinamakan sebagai ibadah 

kurban. Dengan kata lain, ibadah kurban seperti ini tidak sah.






B. Ibadah kurban hanya dibebankan kepada kaum muslimin yang mampu. Jika
mampu, hendaknya ia berkurban. Dan jika tidak mampu, maka kewajiban
syari’at tidak akan dibebankan kepada orang yang tidak mampu.






C. Selanjutnya kami [1], memberi saran, bila beralasan untuk melatih
para siswa melakukan perbuatan ta’at, ini tujuan yang sangat mulia.
Namun tujuan mulia ini, bukan berarti kemudian boleh dicapai dengan cara
 yang tidak dibenarkan. Mungkin ada cara lain yang bisa ditempuh untuk
mencapai tujuan ini, yai

RE: [assunnah]>>Tanya puasa tarwiyah tgl 8 dzulhijjah<

2013-10-12 Terurut Topik Abu Harits
From: rendymulyono...@gmail.com
Date: Fri, 11 Oct 2013 15:00:23 +0700
Assalamu alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Mohon maaf jika Sudah pernah ditanyakan pada milis ini. 

Saat khutbah jumat tadi khotib menyampaikan amalan bulan dzulhijjah salah 
satunya adalah puasa tarwiyah pada tgl 8 dzulhijjah.

Apakah puasa ini ada sunahnya atau tidak, mohon penjelasan beserta dalilnya . 

Walaikum salam warohmatullohi wabarokatuh

Rendy 

>>>>>>>>>>>>>


Puasa sunnah di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah :


1. Berpuasa Pada Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah.

Mulai dari awal bulan Dzulhijjah, ternyata telah ada amalan yang 
disunnahkan untuk kita kerjakan. Diriwayatkan dari sebagian isteri Nabi ,
 mereka berkata:



كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ 
ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ 
شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ



Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan 
hari bulan Dzulhijjah, hari ‘Asyura, tiga hari pada setiap bulan, dan 
hari Senin pertama awal bulan serta hari Kamis.[7]



Hadits ini menganjurkan kita berpuasa pada sembilan hari bulan 
Dzulhijjah. Dan ini merupakan pendapat jumhur ulama. Adapun hadits 
‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berikut ini:



مَارَاَيْتُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَا ئِمًا فِيْ 
الْعَشْرِ قَطٌّ



Aku tidak pernah sekali pun melihat Rasulullah berpuasa pada sepuluh hari 
pertama bulan Dzulhijjah.[8]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3740/slash/0/keutamaan-sepuluh-hari-pertama-bulan-dzulhijjah/


2. Adapun pengkhususan puasa pada tanggal 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyah), 
haditsnya maudhu



DERAJAT HADITS PUASA HARI TARWIYAH

Oleh

Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

http://almanhaj.or.id/content/2303/slash/0/derajat-hadits-puasa-hari-tarwiyah/


Sudah terlalu sering saya ditanya tentang puasa pada hari tarwiyah 
(tanggal delapan Dzulhijjah) yang biasa diamalkan oleh umumnya kaum 
muslimin. Mereka berpuasa selama dua hari yaitu pada tanggal delapan dan
 sembilan Dzulhijjah (hari Arafah). Dan selalu pertanyaan itu saya jawab
 : Saya tidak tahu! Karena memang saya belum mendapatkan haditsnya yang 
mereka jadikan sandaran untuk berpuasa pada hari tarwiyah tersebut.



Alhamdulillah, pada hari ini (3 Agustus 1987) saya telah menemukan haditsnya 
yang lafadznya sebagai berikut.



صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ، وَصَوْمُ يَوْمِ عَرفَةَ 
كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ



“Artinya : Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa 
pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun”.



Diriwayatkan oleh Imam Dailami di kitabnya Musnad Firdaus (2/248) dari jalan :



1. Abu Syaikh dari :

2. Ali bin Ali Al-Himyari dari :

3. Kalbiy dari :

4. Abi Shaalih dari :

5. Ibnu Abbas marfu’ (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam)



Saya berkata : Hadits ini derajatnya maudlu’. 



Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.



Pertama.

Kalbiy (no. 3) yang namanya : Muhammad bin Saaib Al-Kalbiy. Dia ini 
seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan kepada Sufyan Ats-Tsauri, 
“Apa-apa hadits yang engkau dengar dariku dari jalan Abi Shaalih dari 
Ibnu Abbas, maka hadits ini dusta” (Sedangkan hadits di atas Kalbiy 
meriwayatkan dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas).



Imam Hakim berkata : “Ia meriwayatkan dari Abi Shaalih hadits-hadits 
yang maudlu’ (palsu)” Tentang Kalbiy ini dapatlah dibaca lebih lanjut di
 kitab-kitab Jarh Wat Ta’dil.



1. At-Taqrib 2/163 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar

2. Adl-Dlu’afaa 2/253, 254, 255, 256 oleh Imam Ibnu Hibban

3. Adl-Dlu’afaa wal Matruukin no. 467 oleh Imam Daruquthni

4. Al-Jarh Wat Ta’dil 7/721 oleh Imam Ibnu Abi Hatim

]. Tahdzibut Tahdzib 9/5178 oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar



Kedua : Ali bin Ali Al-Himyari (no. 2) adalah seorang rawi yang majhul (tidak 
dikenal).



Kesimpulan

1. Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) adalah hukumnya bid’ah. 
Karena hadits yang mereka jadikan sandaran adalah hadits palsu/maudlu’ 
yang sama sekali tidak boleh dibuat sebagai dalil. Jangankan dijadikan 
dalil, bahkan membawakan hadits maudlu’ bukan dengan maksud menerangkan 
kepalsuannya kepada umat, adalah hukumnya haram dengan kesepakatan para 
ulama.



2. Puasa pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) adalah hukumnya sunat 
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah ini.



صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ اَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ اَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ
 الَّتِيْ قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ، وَصِيَامُ يَوْمِ 
عَاشُوْرَاءَ اَحتَسِبُ عَلَى اللّهِ اَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ 
قَبْلَهُ



“Artinya : … Dan puasa pada hari Arafah –aku mengharap dari Allah- 
menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan 
datang. Dan puasa pada hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram) –aku 
mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu”. 



[Shahih riwayat Imam Muslim (3/168), 

Re: [assunnah] Daging kurban berlebihan, bolehkah di bagikan ke

2013-10-11 Terurut Topik Abu Zahraan
















dari kajian yg saya ikuti dari Ustadz Abu Ahmad Zainal Abidin, dan juga Abu Usamah, boleh setelah selesai pembagian untuk kaum miskin dan muslimin disekitar. lebih lanjut liat di


http://www.konsultasisyariah.com/memberikan-daging-kurban-kepada-orang-kafir/http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/panduan-ibadah-qurban-bagian-2.html


Wassalamu'alaykum,Syahrun.STAbu Zahraan Al Muizy Falimbany



Pada 11 Oktober 2013 13.28, hennyp...@ymail.com <henny_...@ag.co.id> menulis:





























�





  









  




Assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh
Setiap hari raya qurban masjid di perumahan
kami kebanjiran daging kurban sehingga sangat berlebih meskipun telah
dibagi-bagikan ke banyak orang. Utk menghabiskannya pihak panitia masjid membagi
daging kurban tsb ke semua warga di perumahan yg sdh pasti banyak beragam agama
yg dipeluknya. Dan yg pasti warga perumahan kami tsb banyak yg menyerahkan hewan
kurban, shg menerima kembali daging kurban tsb, meski pd waktu penyerahan ke
takmir berpesan agar diberikan kepada yg berhak/memerlukan
saja.
Pertanyaan saya : apakah ada kriteria
bagaimana masalah tsb dapat diatasi dng berdasar pd nash2 Al Quran dan Sunnah
?
Atas segala perhatiannya diucapkan terima
kasih
�

Wassalamualaikum Warahmatullahi
wabarakatuh
 

















































__._,_.___

  
  








Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/









   



  



  
  Your email settings: Individual Email|Traditional 
  Change settings via the Web (Yahoo! ID required) 
  Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured 
   
Visit Your Group 
   |
  
Yahoo! Groups Terms of Use
   |
  
   Unsubscribe 
   
 

  




__,_._,___





RE: [assunnah]>>Daging kurban berlebihan, bolehkah di bagikan ke non muslim<

2013-10-11 Terurut Topik Abu Harits
From: henny_...@ag.co.id
Date: Fri, 11 Oct 2013 13:28:05 +0700
Assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh

Setiap hari raya qurban masjid di perumahan
kami kebanjiran daging kurban sehingga sangat berlebih meskipun telah
dibagi-bagikan ke banyak orang. Utk menghabiskannya pihak panitia masjid membagi
daging kurban tsb ke semua warga di perumahan yg sdh pasti banyak beragam agama
yg dipeluknya. Dan yg pasti warga perumahan kami tsb banyak yg menyerahkan hewan
kurban, shg menerima kembali daging kurban tsb, meski pd waktu penyerahan ke
takmir berpesan agar diberikan kepada yg berhak/memerlukan
saja.
Pertanyaan saya : apakah ada kriteria
bagaimana masalah tsb dapat diatasi dng berdasar pd nash2 Al Quran dan Sunnah?
Atas segala perhatiannya diucapkan terima
kasih


Wassalamualaikum Warahmatullahi
wabarakatuh


SIAPAKAH ORANG YANG BERHAK MENERIMA DAGING HEWAN KURBAN?

Pertanyaan.

Al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ`ditanya : Siapakah 
yang berhak menerima daging binatang kurban dan apa hukum memberikan 
daging hewan kurban kepada yang menyembelih?

Jawaban.

Orang yang melakukan ibadah kurban boleh mengkonsumsi daging hewan 
kurbannya, sebagiannya boleh diberikan kepada orang-orang fakir untuk 
mencukupi kebutuhan mereka pada hari itu, diberikan kepada kerabat untuk
 menyambung silaturrahim, diberikan kepada tetangga sebagai bantuan dan 
boleh juga diberikan kepada teman-teman untuk mengokohkan ikatan 
persaudaraan.



Menyegerakan pembagian hewan kurban pada hari raya lebih baik daripada 
hari kedua dan seterusnya, sebagai penghibur bagi mereka pada hari itu. 
Berdasarkan keumuman firman Allah Azza wa Jalla :



وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ 
وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ



Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang 
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang 
bertakwa.[Ali Imrân/3:133]



فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ



Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.[al-Baqarah/2:148]



Dan daging kurban boleh juga diberikan kepada tukang sembelih, tapi bukan 
sebagai upah.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2520/slash/0/siapakah-orang-yang-berhak-menerima-daging-hewan-qurban/

DAGING KURBAN UNTUK ORANG KAFIR

Lajnah Da’imah ketika ditanya masalah ini menjawab [1]: Boleh memberikan
 daging kurban untuk orang kafir mu’ahid (orang kafir yang mengikat 
perjanjian damai dengan kaum muslimin) dan tawanan yang masih kafir, 
baik karena mereka miskin, kerabat, tetangga, atau sekedar melunakkan 
hati mereka, karena ibadah kurban itu intinya adalah menyembelihnya 
untuk mendekatkan diri kepada Allah dan ibadah kepada-Nya.



Adapun dagingnya, maka yang paling afdhal adalah dimakan pemiliknya 
sepertiga, diberikan kepada kerabat, tetangga dan sahabatnya sepertiga, 
kemudian disedekahkan buat fakir miskin sepertiga.



Seandainya pembagiannya tidak rata, atau sebagian yang lain merasa cukup
 (sehingga yang lain tidak mendapatkan daging kurban) maka tidak mengapa
 ; di dalam permasalahan ini ada keluasan. Akan tetapi , daging kurban 
tidak boleh diberikan kepada orang kafir harbi (yang memerangi Islam) 
karena yang wajib (bagi orang Islam) adalah menghinakan dan melemahkan 
mereka, bukan menelongnya atau menguatkan mereka dengan pemberian 
(sedekah) ; demikian pula hukumnya sama dalam sedekah yang bersifat 
sunnah, sebagaimana keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.



لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ 
وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا 
إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ﴿٨﴾إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ
 اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ 
دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ
 يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ



Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap 
mereka yang tidak memerangimu karena agama (mu) dan yang tidak 
mengusirmu dari tempatmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang 
berlaku adil. Allah hanya melarang kamu untuk menjadikan mereka yang 
memerangimu, mengusirmu dari tempatmu, dan membantu orang lain 
mengusirmu sebagai kawanmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai 
kawan, maka mereka adalah orang-orang yang zalim. [al-Mumtahanah/60: 
8-9]



Dan juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh Asma binti 
Abi Bakar Radhiyallahu anhuma untuk selalu menyambunga (silaturahmi) 
dengan ibunya dengan memberinya harta, padahal ibunya masih musyrik saat
 masih dalam perjanjian damai [2]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3741/slash/0/daging-kurban-untuk-orang-kafir/

Wallahu Ta'ala A'lam






 









  

[assunnah] >>Hukum Yang Berkaitan Dengan Hewan Kurban<

2013-10-11 Terurut Topik Abu Abdillah
HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN HEWAN KURBAN



Oleh

Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari

http://almanhaj.or.id/content/1281/slash/0/hukum-hukum-yang-berkaitan-dengan-hewan-kurban/


Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan hewan kurban. Sepantasnyalah 
bagi seorang muslim untuk mengetahuinya agar ia berada di atas ilmu 
dalam melakukan ibadahnya, dan di atas keterangan yang nyata dari 
urusannya. Berikut ini aku sebutkan hukum-hukum tersebut secara ringkas.



1. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba 
jantan [1] yang disembelihnya setelah shalat Ied. Beliau shallallahu 
'alaihi wa sallam mengabarkan.



َمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَلاَةَ فَلَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيءٍ، وَإِنَّمَا 
هُوَ لَحْمٌ قَدْ مَهُ لأَهْلِهِ



"Artinya : Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka tidaklah termasuk 
kurban sedikitpun, akan tetapi hanyalah daging sembelihan biasa yang 
diberikan untuk keluarganya" [2]



2. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada para 
sahabatnya agar mereka menyembelih jadza' dari domba, dan tsaniyya dari 
yang selain domba [3]



Mujasyi bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu mengabarkan bahwa Nabi shallallahu 
'alaihi wa sallam bersabda.



إِنَّ الْجَدَعَ مِنَ الضَّأنِ يُوْفِي مِمَّا يُوْفِي مِنْهُ الثَنِيُّ مِنَ 
الْمَعْزِ



"Artinya : Sesungguhnya jadza' dari domba memenuhi apa yang memenuhi tsaniyya 
dari kambing" [4]



3. Boleh mengakhirkan penyembelihan pada hari kedua dan ketiga setelah 
Idul Adha, karena hadits yang telah tsabit dari Nabi Shallallahu 'alaihi
 wa sallam : (bahwa) beliau bersabda :



كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبَحٌ



"Artinya : Setiap hari Tasyriq ada sembelihan" [5]



Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah :

"Ini adalah madzhabnya Ahmad, Malik dan Abu Hanifah semoga Allah 
merahmati mereka semua. Berkata Ahmad : Ini merupakan pendapatnya lebih 
dari satu sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Al-Atsram 
menyebutkannya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhum"[6]



4. Termasuk petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bagi orang yang 
ingin menyembelih kurban agar tidak mengambil rambut dan kulitnya walau 
sedikit, bila telah masuk hari pertama dari sepuluh hari yang awal bulan
 Dzulhijjah. Telah pasti larangan yang demikian itu.[7]



Berkata An-Nawawi dalam "Syarhu Muslim" (13/138-39) :

"Yang dimaksud dengan larangan mengambil kuku dan rambut adalah larangan
 menghilangkan kuku dengan gunting kuku, atau memecahkannya, atau yang 
selainnya. Dan larangan menghilangkan rambut dengan mencukur, memotong, 
mencabut, membakar atau menghilangkannya dengan obat tertentu[8] atau 
selainnya. Sama saja apakah itu rmabut ketiak, kumis, rambut kemaluan, 
rambut kepala dan selainnya dari rambut-rambut yang berada di tubuhnya".



Berkata Ibnu Qudamah dalam "Al-Mughni" (11/96) :

"Kalau ia terlanjur mengerjakannya maka hendaklah mohon ampunan pada 
Allah Ta'ala dan tidak ada tebusan karenanya berdasarkan ijma, sama saja
 apakah ia melakukannya secara sengaja atau karena lupa".



Aku katakan :

Penuturan dari beliau rahimahullah mengisyaratkan haramnya perbuatan itu
 dan sama sekali dilarang (sekali kali tidak boleh melakukannya -ed) dan
 ini yang tampak jelas pada asal larangan nabi.



5. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memilih hewan kurban yang sehat,
 tidak cacat. Beliau melarang untuk berkurban dengan hewan yang 
terpotong telinganya atau patah tanduknya[9]. Beliau memerintahkan untuk
 memperhatikan kesehatan dan keutuhan (tidak cacat) hewan kurban, dan 
tidak boleh berkurban dengan hewan yang cacat matanya, tidak pula dengan
 muqabalah, atau mudabarah, dan tidak pula dengan syarqa' ataupun 
kharqa' semua itu telah pasti larangannya. [10]



Boleh berkurban dengan domba jantan yang dikebiri karena ada riwayat 
dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang dibawakan Abu Ya'la (1792) 
dan Al-Baihaqi (9/268) dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Haitsami 
dalam " Majma'uz Zawaid" (4/22).



6. Belaiu shallallahu 'alaihi wa sallam menyembelih kurban di tanah lapang 
tempat dilaksanakannya shalat. [11]



7. Termasuk petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa satu 
kambing mencukupi sebagai kurban dari seorang pria dan seluruh 
keluarganya walaupun jumlah mereka banyak. Sebagaimana yang dikatakan 
oleh Atha' bin Yasar [12] : Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari : 
"Bagaimana hewan-hewan kurban pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi 
wa sallam ?" Ia menjawab : "Jika seorang pria berkurban dengan satu 
kambing darinya dan dari keluarganya, maka hendaklah mereka memakannya 
dan memberi makan yang lain" [13]



8. Disunnahkan bertakbir dan mengucapkan basmalah ketika menyembelih kurban, 
karena ada riwayat dari Anas bahwa ia berkata :



ضَحَّى النَّبِيُّ ب

[assunnah] Info Kajian Rutin Masjid Baitul Jihad Kemang Pratama 2 Bekasi - Sabtu Pagi

2013-10-11 Terurut Topik Abu Haekal



بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ








السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ





INFO KAJIAN








Hadirilah Kajian Rutin Akhir Pekan (Sabtu Pagi), Terbuka Untuk Umum, Ikhwan
Dan Akhwat





إن شاء الله





Hari: Sabtu 12 Oktober 2013





Jam: 08:30 s/d 11:00 WIB





Narasumber: Ustadz Mahfudz Umri LC Hafizahullah





Tema:


Melanjutkan Pembahasan Kitab


Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jamaah


Dalam


Tazkiyatun Nufus


Karya: Ustadz Yazid Bin Abdul Qadir Jawas





Tempat: 



Masjid Baitul Jihad, Lantai 2


Perumahan Kemang Pratama 2, Bekasi.





“Insya Allah kajian ini merupakan kajian rutin bulanan setiap hari Sabtu
pekan kedua”





Info:





Untuk Ikhwan: 0812 952 1600


Untuk Akhwat: 0815 880 8944








جَزَاك اللهُ خَيْرً





بَارَكَ اللّهُ فِيْك



















RE: [assunnah]>>Doa anak yatim<

2013-10-09 Terurut Topik Abu Harits



From: tdragos...@gmail.com
Date: Mon, 7 Oct 2013 09:37:12 +0700















 



  



  
  
  Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhBelakangan ana menyaksikan 
fenomena dimana orang-orang jika mempunyai hajat lalu mengundang anak-anak 
yatim untuk disantuni lalu meminta anak-anak yatim tersebut mendoakan hajat 
yang dimintakan oleh orang yang mengundang. Ana ingin menanyakan jikalau ada 
akhi atau ukhti yang insya Allah dirahmati Allah, mengetahui tentang dalil 
maqbulnya doa anak yatim. 
Jazakumullahu khair
>

Yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap anak yatim 
adalah menyantuninya,  bukan meminta do'a dari mereka (anak yatim).

KEUTAMAAN MENYANTUNI ANAK YATIM

Oleh

Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA



عَنْ سَهْلِ بَْنِ سَعْدٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى
 الله عليه وسلم : أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَ، 
وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئاً 



Dari Sahl bin Sa’ad Radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku dan orang yang menanggung 
anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari 
tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan 
keduanya.[HR al-Bukhari no. 4998 dan 5659]



Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang 
yang meyantuni anak yatim, sehingga imam al-Bukhari rahimahullah 
mencantumkannya dalam bab: Keutamaan Orang Yang Mengasuh Anak Yatim.



Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:



• Makna hadits ini: orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan 
menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [1].



• Arti “menanggung anak yatim” adalah mengurusi dan memperhatikan semua 
keperluan hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, mengasuh 
dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang benar [2].



• Yang dimaksud dengan anak yatim adalah seorang anak yang ditinggal oleh 
ayahnya sebelum anak itu mencapai usia dewasa [3].



• Keutamaan dalam hadits ini berlaku bagi orang yang meyantuni anak 
yatim dari harta orang itu sendiri atau harta anak yatim tersebut jika 
orang itu benar-benar yang mendapat kepercayaan untuk itu [4].



• Demikian pula, keutamaan ini berlaku bagi orang yang meyantuni anak 
yatim yang punya hubungan keluarga dengannya atau anak yatim yang sama 
sekali tidak punya hubungan keluarga dengannya [5].
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3364/slash/0/keutamaan-menyantuni-anak-yatim/

Anak yatim adalah anak-anak yang kehilangan ayahnya karena meninggal 
sedang mereka belum mencapai usia baligh. Batasan ini mencakup yatim 
yang masih ada hubungan kekerabatan dengan si pemeliharanya, ataupun 
dari orang lain yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Sebagaimana 
yang dikatakan oleh Syaikh Salim bin Id Al Hilali hafizhahullah ketika 
mengomentari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut: 



كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي 
الْجَنَّةِ وَأَشَارَ الرَّاوِيُ وَهُوَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ 
بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى 



"Pemelihara anak yatim, baik dari kerabatnya atau orang lain, aku dan 
dia (kedudukannya) seperti dua jari ini di surga nanti.” Dan perawi, 
yaitu Malik bin Anas berisyarat dengan jari telunjuk dan jari 
tengahnya". [1]

Banyak nash-nash syar’i yang menegaskan keutamaan menyantuni anak yatim 
dan menjanjikan balasan yang agung bagi para pemelihara anak yatim. Di 
antaranya ialah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:



وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاَحُُ لَّهُمْ خَيْرُُ وَإِن 
تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ 



"Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah:”Mengurusi 
urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, 
maka mereka adalah saudaramu". [al Baqarah : 220].



Dalam menafsirkan ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di 
rahimahullah berkata: Ketika turun ayat 



إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ 
فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرً 



"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, 
sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke 
dalam api yang menyala-nyala". [an Nisa’: 10].



Ayat tersebut terasa berat bagi para sahabat. (Sehingga para sahabat) 
segera memisahkan makanan mereka dari makanan anak yatim, karena 
khawatir akan memakan harta mereka, meskipun sebelumnya mereka terbiasa 
menggabungkan harta mereka dengan harta anak yatim (yang berada dalam 
kepengasuhannya, Pen).



Mereka kemudian bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
tentang hal itu, maka Allah memberi khabar kepada mereka, bahwa maksud 
(ayat tersebut) adalah berbuat ishlah dalam masalah harta anak yatim, 
dengan cara menjaga harta tersebut dan mengemba

[assunnah] >>Hukum Membawa Kurban Ke Lain Daerah<

2013-10-09 Terurut Topik Abu Abdillah
HUKUM MEMBAWA KURBAN KE LAIN DAERAH

Oleh

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

http://almanhaj.or.id/content/2528/slash/0/hukum-membawa-kurban-ke-lain-daerah/



Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla dengan hikmah dan rahmatnya telah 
mensyariatkan kepada hamba-Nya yang belum berhaji agar mendekatkan diri 
kepada-Nya dengan menyembelih binatang kurban untuk mereka dan keluarga 
mereka di negeri mereka sendiri. Hal itu juga untuk mengagungkan 
syiar-syiar Allah Azza wa Jalla yang berlangsung di Masjdil Haram, dan 
(juga) di negeri Islam yang lainnya. Allah Azza wa Jalla berfirman:



وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ 
مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ 
وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا



Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), 
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah 
direzkikan Allah kepada mereka, maka Rabb-mu ialah Rabb yang Maha Esa, 
karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. [al-Hajj/22:34]



Allah Azza wa Jalla berfirman:



وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا 
خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ
 جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ 
كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ لَنْ يَنَالَ 
اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ 
مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا 
هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ 



Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi'ar 
Allah. Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah 
olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan 
telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah 
sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada 
padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah 
Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu 
bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat 
mencapai (keridhaan) Allah. Tetapi, ketakwaan kamulah yang dapat 
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya 
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah 
kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. [al-Hajj/22:36-37]



Allah Azza wa Jalla juga berfirman:



فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ



Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu; dan berkorbanlah. [al-Kautsar/108/2]



Allah Azza wa Jalla berfirman:



قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ 
الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ 
الْمُسْلِمِينَ 



Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku 
hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan 
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang 
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".[al-An`âm/6:162-163]



Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa udhiyah (binatang 
kurban) dan daging merupakan sesuatu yang berbeda. Beliau bersabda: “ 
Barang siapa shalat seperti kami dan mengerjakan kurban seperti kami, 
maka telah benar penyembelihannya. Dan barang siapa menyembelih sebelum 
shalat, maka itu adalah kambing yang diambil dagingnya (sembelihan 
biasa).” Seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam : “ Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih sebelum keluar 
mengerjakan shalat.” kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
menjawab: “ Itu adalah kambing untuk diambil dagingnya (bukan kurban).” 



Pada nash-nash al-Qur`ân dan Sunnah di atas terdapat petunjuk yang jelas
 bahwa tujuan dari binatang kurban itu tidak hanya sekedar dimanfaatkan 
dagingnya saja. Jika tujuannya hanya mengambil manfaat dagingnya saja, 
niscaya anak-anak dan orang dewasa bisa mengerjakannya. Akan tetapi, 
tujuan yang paling utama adalah di balik semua itu, yaitu mengagungkan 
syiar-syiar Allah Azza wa Jalla dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan 
ibadah kurban dan menyebut nama Allah Azza wa Jalla ketika menyembelih 
Syiar ini tidak akan terjadi, kecuali apabila dilakukan di dalam negeri 
tertentu, sehingga bisa dilihat oleh orang dewasa maupun anak-anak. 
Dengan ini diketahui bahwa yang paling utama, paling sempurna, dan 
paling lurus bagi syiar-syiar Allah Azza wa Jalla adalah hendaknya kaum 
Muslimin berkurban di negeri mereka sendiri dan tidak membawa kurban 
mereka ke lain negeri. Karena membawa ke lain negeri menghilangkan 
maslahat-maslahat yang banyak dan menimbulkan banyak keburukan, di 
antaranya:



1. Hilangnya syiar-syiar Allah Azza wa Jalla di negeri itu. 
Masing-masing rumah kosong dari syiar, apalagi apabila diikuti oleh 
orang lain.



2. Hilangnya kesempatan menyembelih hewan kurban secara langsung oleh 
yang berkurban, dalam rangka mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam. Orang yang berkurban disunnahkan menyembelih binatang

[assunnah] >>Hukum Mengirim Kurban Ke Luar Negeri<

2013-10-09 Terurut Topik Abu Abdillah
, kemudian Rasulullah menandainya dengan tangannya, 
kemudian mengirimnya bersama bapakku (Abu Bakr), lalu tidak diharamkan 
kepada Rasulullah sesuatu yang Allah halalkan baginya sampai disembelih 
hadyunya” [Hadits Riwayat Muslim]



Sudah dimaklumi, ketika mengirim hadyu tersebut bersama Abu Bakr, saat 
itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di Madinah 
sebagaimana disebutkan dalam sebagian lafazh hadits. Wallahu a’lam.



Pendapat inilah yang dirajihkan Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali [5] dan 
Prof Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayar [6]. Namun, pada asalnya kurban
 itu disembelih oleh orang yang berkurban di daerahnya. Akan tetapi, 
apabila ada hajat dan manfaat yang lebih besar untuk dikirim –misalnya 
ke negeri yang sedang mengalami kelaparan atau tertimpa bencana- maka 
diperbolehkan. Sedangkan amalan sebagian kaum muslimin yang mewajibkan 
pengumpulan kurban mereka dari jauh ke satu tempat tertentu atau lembaga
 tertentu dengan meninggalkan daerahnya yang membutuhkan kurban 
tersebut, maka yang seperti ini tidak ada dasarnya dalam syariat. 
Demikian pembahasan ini, mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a’lam



[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10 /Tahun VIII/1425H/2004M. 
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi 
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197]

___

Footnote

[1]. Permasalahan ini diangkat dari makalah Abu Bakar Al-Baghdadi, 
Juz’un Fil Adh-hiyah Wa Hukmi Ikhrajiha ‘An Baladi Al-Mudhahi, Majalah 
Al-Himah, tanpa edisi, halaman 50-55 dan risalah Prof Dr Abdullah bin 
Muhammad Ath-Thayar, Ahkam Al-Idain Wa Asyara Dzil Hijjah, Cetakan 
Pertama, Tahun 1413H, Dar Al-Ashimah, Riyadh, halaman 88 dengan sedikit 
perubahan dan tambahan dari penulis.

[2]. Lihat Ahkam Al-Idain Wa Asyara Dzil Hijjah, halaman. 88

[3] Syaikh Al-Albani berkata : “Hadits shahih diriwayatkan Abu Dawud 
(2810) dan At-Tirmidzi (1/287). “Lihat Irwa Al-Ghalil (4/349), No. 1.138

[4]. Diriwayatkan Al-Buakhri No 3.320

[5]. Wawancara Penulis dengan beliau pada hari selasa 7 Desember 2004M di 
Institut Teknologi Surabaya (ITS)

[6]. Ahkam Al-Idain Wa Asyara Dzil Hijjah, op.cit. halaman. 88  
  

[assunnah] Kajian Masjid Jannatul Firdaus Taman Galaxy, Ust. Abu Haidar - Bekasi Selatan

2013-10-09 Terurut Topik Abu Haykal
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Assalaamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuh


Alhamdulillah, kami atas nama DKM Masjid Jannatul Firdaus dan Masjid
Al Ihsan mengundang kaum muslimin dan muslimat untuk menghadiri kajian
rutin setiap bulan yang InsyaAlloh Ta'ala akan dilaksanakan pada hari

Sabtu ini.
(Kajian Ilmiah rutin Sabtu pekan ke 2, sebelumnya di Masjid Al Ihsan
PTM VJS, karena sedang di renovasi maka dipindah lokasi)


Tema : Aqidah, Tanda-tanda Kiamat Besar


Pemateri: Ust. Abu Haidar as-Sundawy
Hari/Tanggal: Sabtu, 7 Dhu'l-hijjah 1434H / 12 Oktober 2013
Waktu: 09.00 pagi - Selesai
Tempat: Masjid Jannatul Firdaus, belakang sekolah PB Sudirman Taman Galaxy


Terbuka untuk Umum Ikhwan dan Akhwat


Keterangan Map:
http://i45.tinypic.com/15cyrr7.jpg


Google Map:
https://maps.google.com/?sll=-6.258969,106.971335&q=Jalan+Taman+Soka+2,+Bekasi,+West+Java+17147,+Indonesia


Jalur Transportasi:
Kendaraan arah kalimalang turun di superindo jaka permai, naik 05A
turun jogging track taman aster/masjid jannatul firdaus.


Bagi yang membawa kendaraan mobil/motor, dari jogging track jalan
terus, sebelum jembatan belok kiri, parkir di halaman parkir SMA PB
Sudirman.


Contact person :
Abu Abdillah 0811179759
pin 27BE77FA
Abu Fakhry 08551020015
pin 21434C69


Jazakumullohu khoir atas perhatiannya


RE: [assunnah]>>Hukum pernikahan dengan Sepupu<

2013-10-09 Terurut Topik Abu Harits
اعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ 



"Penyusuan itu mengharamkan sebagaimana yang diharamkan karena nasab". 
[HSR Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’I Ibnu Maajad dan Ahmad]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2848/slash/0/hukum-safar-bagi-wanita-tanpa-mahram/

Wallahu Ta'ala A'lam
   >>>>>>>>>>>>>






  

RE: [assunnah]>>Amalan mempunyai keturunan<

2013-10-08 Terurut Topik Abu Harits
From: nsya...@yahoo.com
Date: Sun, 6 Oct 2013 19:14:04 +
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.






Alhamdulilah sudah 2 tahun ini saya mendapatkan banyak pencerahan tntng sunnah, 
yg mana dahulu kala dalam beribadah masih belum punya tuntunan terutama mslh 
tauhid. 

Sekarang ini kami ingin sekali mmpunyai keturunan, mohon bantuan kiat 2 amalan 
apa saja yg dapat kami lakukan yg sesuai dengan syariat.  





Jazakallahu khoriran, mohon jawabannya
 Dikirim dari ponsel cerdas BlackBerry 10 saya.

>>

 

APABILA BELUM DIKARUNIAI ANAK
Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Mahaadil, Maha Mengetahui, dan 
Mahabijaksana menganugerahkan anak kepada pasangan suami isteri, dan ada pula 
yang tidak diberikan anak. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَفِي رَوَايَةٍ : اقْسِمُوا الْمَالَ بَيْنَ أَهْلِ الْفَرَائِضِ عَلَ كِتَابِ 
اللَّهِ فَمَا تَرَكَتِ الْفَرَائِضُ فَئلأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ لِلَّهِ مُلْكُ 
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ 
إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا 
وَإِنَاثًا ۖ وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا ۚ إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ 

“Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia 
kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan 
memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia 
menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang 
Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” [Asy-Syuuraa : 49-50]

Apabila sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama namun ditakdirkan oleh 
Allah belum memiliki anak, maka janganlah ia berputus asa dari rahmat Allah 
‘Azza wa Jalla. Hendaklah ia terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis 
salaam dan Zakariya ‘alaihis salaam telah berdo’a kepada Allah sehingga Allah 
‘Azza wa Jalla mengabulkan do’a mereka.

Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al-Qur-an, 
yaitu:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang 
yang shalih.” [Ash-Shaaffaat : 100]

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ 
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا 

“...Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami 
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang 
yang bertaqwa.” [Al-Furqaan : 74]

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ 

“...Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa 
keturunan) dan Engkau-lah ahli waris yang terbaik.” [Al-Anbiyaa' : 89]

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“...Ya Rabb-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya 
Engkau Maha Mendengar do’a.” [Ali ‘Imran : 38]

Suami isteri yang belum dikaruniai anak, hendaknya ikhtiar dengan berobat 
secara medis yang dibenarkan menurut syari’at, juga menkonsumsi obat-obat, 
makanan dan minuman yang menyuburkan. Juga dengan meruqyah diri sendiri dengan 
ruqyah yang diajarkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan terus menerus 
istighfar (memohon ampun) kepada Allah atas segala dosa. Serta senantiasa 
berdo’a kepada Allah di tempat dan waktu yang dikabulkan. Seperti ketika thawaf 
di Ka’bah, ketika berada di Shafa dan Marwah, pada waktu sa’i, ketika wuquf di 
Arafah, berdo’a di sepertiga malam yang akhir, ketika sedang berpuasa, ketika 
safar, dan lainnya.[10]

Apabila sudah berdo’a namun belum terkabul juga, maka ingatlah bahwa semua itu 
ada hikmahnya. Do’a seorang muslim tidaklah sia-sia dan Insya Allah akan 
menjadi simpanannya di akhirat kelak.

Janganlah sekali-kali seorang muslim berburuk sangka kepada Allah! Hendaknya ia 
senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Apa yang Allah takdirkan baginya, maka 
itulah yang terbaik. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyayang kepada 
hamba-hamba-Nya, Mahabijaksana dan Mahaadil.

Bagi yang belum dikaruniai anak, gunakanlah kesempatan dan waktu untuk berbuat 
banyak kebaikan yang sesuai dengan syari’at, setiap hari membaca Al-Qur-an dan 
menghafalnya, gunakan waktu untuk membaca buku-buku tafsir dan buku-buku lain 
yang bermanfaat, berusaha membantu keluarga, kerabat terdekat, 
tetangga-tetangga yang sedang susah dan miskin, mengasuh anak yatim, dan 
sebagainya.

Mudah-mudahan dengan perbuatan-perbuatan baik yang dikerjakan dengan ikhlas 
mendapat ganjaran dari Allah di dunia dan di akhirat, serta dikaruniai 
anak-anak yang shalih.

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2318/slash/0/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-menurut-syariat-islam-yang-mulia/

 

Wallahu Ta'ala A'lam 






  

RE: [assunnah]>>Hukum bila tidak menyimak bacaan Al Quran<

2013-10-08 Terurut Topik Abu Harits
From: purb...@yahoo.co.id
Date: Mon, 7 Oct 2013 09:14:24 +0800 







Bismillah

Bagaiman hukumnya bila tidak menyimak bacaan Al Qur'an, yang di dengar dari 
pengeras suara di masjid?

muliaman purba
>>>>>>>>>>>>>
 
DALAM PERTEMUAN DIPERDENGARKAN BACAAN AL-QUR'AN AKAN TETAPI YANG HADIR TIDAK 
MENYIMAK, SIAPAKAH YANG BERDOSA ?
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
http://almanhaj.or.id/content/346/slash/0/dalam-pertemuan-diperdengarkan-bacaan-al-quran-dan-yang-hadir-tidak-menyimak-siapakah-yang-berdosa/

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Apabila dalam suatu majelis 
(perkumpulan) diperdengarkan kaset murattal (bacaan Al-Qur'an) tetapi 
orang-orang yang hadir dalam perkumpulan tersebut kebanyakan mengobrol dan 
tidak menyimak (mendengarkan) bacaan Al-Qur'an yang keluar dari kaset tersebut. 
Siapakah dalam hal ini yang berdosa ? Yang mengobrol atau yang memasang kaset 
itu ?

Jawaban.
Apabila majelis tersebut memang majelis zikir dan ilmu yang di dalamnya ada 
tilawah Al-Qur'an maka siapaun yang hadir dalam majelis tersebut wajib diam dan 
menyimak bacaan tersebut. Dan berdosa bagi siapa saja yang sengaja mengobrol 
dan tidak menyimak bacaan tersebut.

Dalilnya adalah surat Al-A'raf/7 : 204.

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ 
تُرْحَمُونَ

"Apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah agar kalian 
mendapat rahmat"

Adapun jika majelis tersebut bukan majelis ilmu dan zikir serta bukan majelis 
tilawah Al-Qur'an akan tetapi hanya kumpul-kumpul biasa untuk mengobrol, 
diskusi, bekerja, belajar atau pekerjaan lain-lain, maka dalam suasana seperti 
ini tidak boleh kita mengeraskan bacaan Al-Qur'an baik secara langsung ataupun 
lewat pengeras suara (kaset), sebab hal ini berati memaksa orang lain untuk 
ikut mendengarkan Al-Qur'an, padahal mereka sedang mempunyai kesibukan lain dan 
tidak siap untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'an. Jadi dalam keadaan seperti ini 
yang salah dan berdosa adalah orang yang memeperdengarkan kaset murattal 
tersebut.

Di dalam masalah ini ada sebuah contoh : Misalnya kita sedang melewati sebuah 
jalan, yang jalan tersebut terdengar suara murattal yang keras yang berasal 
dari sebuah toko kaset. Begitu kerasnya murattal ini sehingga suaranya memenuhi 
jalanan.

Apakah dalam keadaan seperti ini kita wajib diam untuk mendengarkan bacaan 
Al-Qur'an yang tidak pada tempatnya itu ? Jawabannya tentu saja "tidak". Dan 
kita tidak bersalah ketika kita tidak mampu untuk menyimaknya.

Yang bersalah dalam hal ini adalah yang memaksa orang lain untuk 
mendengarkannya dengan cara memutar keras-keras murattal tersebut dengan tujuan 
untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat agar mereka tertarik untuk 
membeli dagangannya.

Dengan demikian mereka telah mejadikan Al-Qur'an ini seperti seruling 
(nyanyian) sebagaimana telah di-nubuwah-kan (diramalkan) dalam sebuah hadits 
shahih [Ash-Shahihah No. 979]. Kemudian mereka itu juga menjual ayat-ayat Allah 
dengan harga yang rendah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan 
Nasrani, hanya caranya saja yang berbeda.

اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا

"Mereka menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit" [At-Taubah/9 : 9]
 
MEMBACA AL-QUR’AN ATAU MEMUTAR KASET BACAAN AL-QUR’AN MELALUI PENGERAS SUARA 
SEBELUM SHALAT JUM’AT
Oleh
Wahid bin ‘Abdis Salam Baali.
http://almanhaj.or.id/content/2161/slash/0/membaca-al-quran-atau-memutar-kaset-bacaan-al-quran-melalui-pengeras-suara-sebelum-shalat-jumat/

Di banyak masjid seorang qari’ akan duduk sebelum shalat Jum’at sekitar 
setengah jam sambil membaca al-Qur’an dengan suara keras sampai waktu adzan 
tiba. Dan ini jelas salah, dengan dua alasan:

Pertama: Perbuatan ini adalah bid’ah yang diada-adakan. Tidak pernah ditegaskan 
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan seorang Sahabat 
yang memiliki suara yang merdu, seperti Abu Musa al-Asy’ari, ‘Abdullah bin 
Mas’ud, dan lain-lainnya untuk membaca al-Qur’an sebelum shalat Jum’at 
sementara orang-orang mendengarkannya. Seandainya hal tersebut baik, pastilah 
mereka (Salafush Shalih) akan mendahului kita untuk melakukan hal itu.

Kedua: Hal itu akan mengganggu orang-orang yang shalat, membaca al-Qur’an, 
berdzikir, dan berdo’a.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang sebagian jama’ah shalat untuk 
saling mengeraskan suara dalam membaca al-Qur’an atas sebagian yang lain. Imam 
Malik dan Imam Ahmad رحمهما الله telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih 
dari al-Bayadhi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam pernah keluar menemui orang-orang yang sedang mengerjakan shalat, 
sementara suara mereka terdengar keras membaca al-Qur’an, maka beliau bersabda:

إِنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ بِمَا يُنَاجِيهِ بِهِ وَلاَ 
يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْ

[assunnah] >>Mari Meneladani Rasulullah di Bulan Dzulhijjah<

2013-10-06 Terurut Topik Abu Abdillah
MARI MENELADANI RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DI BULAN DZULHIJJAH

http://almanhaj.or.id/content/3493/slash/0/meneladani-raslullh-shallallahu-alaihi-wa-sallam-di-bulan-dzulhijjah/



Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu disebutkan bahwa Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 



مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ 
مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ ». فقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ 
الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ؟ قَالَ: "وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ 
اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ 
ذَلِكَ بِشَىْءٍ".



Tidak ada hari-hari di mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allâh 
Azza wa Jalla daripada hari–hari yang sepuluh ini". Para sahabat 
bertanya, "Tidak juga jihad di jalan Allâh ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
 sallam menjawab, "Tidak juga jihad di jalan Allâh, kecuali orang yang 
keluar mempertaruhkan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan 
sesuatupun." [HR al-Bukhâri no. 969 dan at-Tirmidzi no. 757, dan lafazh 
ini adalah lafazh riwayat at-Tirmidzi]



Dalam riwayat yang lain, salah seorang istri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam mengatakan:



كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَصُوْمُ تِسْعَ ذِي 
الْحِجَّةِ



Adalah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa sembilan
 hari bulan Dzulhijjah [HR. Abu Daud dan Nasa’i. Hadits ini dinilai 
shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Daud, 
no. 2129 dan Shahih Sunan Nasa’I, no. 2236] [1] 



Hadits ini sangat gamblang menjelaskan keutamaan sepuluh hari pertama 
bulan Dzulhijjah dan keutamaan amal shalih yang dilakukan pada masa-masa
 itu dibandingkan dengan hari-hari yang lain selama setahun. 



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang mana 
yang lebih utama antara sepuluh hari (pertama) bulan Dzulhijjah ataukah 
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ? Beliau rahimahullah menjawab, 
"Siang hari sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah lebih utama daripada 
siang hari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân, dan sepuluh malam 
terakhir bulan Ramadhan lebih utama daripada sepuluh malam pertama bulan
 Dzulhijjah." (Majmû Fatâwâ, 25/287)[2] Ibnul Qayyim rahimahullah juga 
setuju dengan perkataan guru beliau tersebut. 



Hadits ini seharus sudah cukup memberikan motivasi kepada kaum Muslimin 
untuk berlomba melakukan amal shalih pada waktu-waktu yang diisyaratkan 
oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Terlebih lagi 
diantara waktu yang disebutkan itu ada waktu yang teramat istimewa yang 
juga dijelaskan keutamaannya secara khusus oleh Rasûlullâh Shallallahu 
‘alaihi wa sallam yaitu hari Arafah. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam bersabda :



مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ 
النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ
 الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ ؟



Tidak ada hari di mana Allâh Azza wa Jalla membebaskan hamba dari neraka
 lebih banyak daripada hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu 
membanggakan mereka di depan para malaikat dan berkata: Apa yang mereka 
inginkan?" [HR. Muslim no. 1348]



Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan tentang 
keutamaan berpuasa pada hari ini bagi kaum Muslimin yang sedang tidak 
melakukan ibadah haji. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :



صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ 
الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ



Puasa hari Arafah aku harapkan dari Allâh bisa menghapuskan dosa setahun
 sebelumnya dan setahun setelahnya. [HR. Muslim no. 1162]



Alangkah naifnya, kalau hari-hari yang penuh keutamaan ini kita 
sia-siakan begitu saja. Sudah menjadi keharusan bagi setiap kaum 
Muslimin yang mengimani hari akhir untuk meneladani Rasûlullâh 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memanfaat waktu-waktu yang memiliki 
nilai lebih ini. Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk 
diantara para hamba-Nya bisa memanfaatkan masa-masa ini dan semoga Allâh
 Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk para hamba-Nya yang dibebaskan 
dari api neraka.



[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XV/1432H/2011M. Penerbit 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton 
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

___

Footnote

[1]. Lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassar, 1/254 

[2]. Lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassar, 1/256





YA ALLAH, TERIMALAH AMAL IBADAH KAMI!



Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :



مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ 
هَذِهِ اْلأَيَّامِ - يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ 
اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ فِي
 سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلاً خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ 
يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ



Tidak ad

Re: [assunnah] Istri kurban apakah terkena juga larangan memotong kuku

2013-10-06 Terurut Topik Masri Abu 'Abdillah
 Larangan Mencukur Rambut dan Kuku bagi Shohibul Qurban, Apa Berlaku Juga Bagi 
Anggota Keluarga?

Seperti kita ketahui bahwa ketika masuk 1 Dzulhijjah hingga hewan qurban 
disembelih, shohibul qurban dilarang mencukur rambut dan memotong kuku. Nah ini 
yang berlaku pada shohibul qurban. Lantas bagaimana untuk anggota keluarganya? 
Apalagi jika satu kambing di atas namakan satu keluarga itu boleh, apakah 
mereka juga terkena larangan tersebut?

Jawabannya adalah larangan tersebut hanya berlaku pada shohibul udhiyah atau 
shohibul qurban, yaitu siapa pemilih hewan qurban tersebut.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz -semoga Allah merahmati beliau- 
berkata, “Keluarga shohibul qurban tidak punya kewajiban apa-apa.  Keluarganya 
tidak dilarang dari mencukur rambut dan memotong kuku, demikian pendapat yang 
tepat dari pendapat yang ada. Larangan tadi hanya berlaku untuk orang yang 
berqurban secara khusus di mana ia adalah yang membeli qurban dengan hartanya.” 
(Fatawa Islamiyah, 2: 316).

Baca 3 artikel:

1- Larangan mencukur rambut dan kuku: 
http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2790-larangan-mencukur-rambut-dan-memotong-kuku-bagi-yang-ingin-berqurban.html

2- Hukum mencukur rambut bagi keluarga shohibul qurban: 
http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/4110-hukum-mencukur-rambut-bagi-keluarga-shohibul-qurban.html

3- Apakah panitia qurban dilarang mencukur rambut dan kuku:

http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/4100-apakah-panitia-qurban-dilarang-memotong-rambut-dan-kuku.html

Terus telusuri artikel-artikel Islam di Rumaysho.Com

 Ditulis oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal حفظه الله تعالى

 ┈┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈┈
-Original Message-
From: Taufan Soeripto 
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Thu, 3 Oct 2013 17:11:51 
To: 
Reply-To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] Istri kurban apakah terkena juga larangan memotong kuku

  
 
 
 



Assalamualaikum..
 
Ustad pengasuh mailist Assunah..
Nasehatkan kepada kami, apakah istri-istri yg membeli dan berkuraban atas nama 
mereka sendiri (walaupun dana membeli qurban berasal dari suami), terkena 
larangan juga untuk memotong kuku-rambut..?
 
BarokAllohu fikum atas ilmu agamanya
 
abu zizan 
 

RE: [assunnah]>>Istri kurban apakah terkena larangan memotong kuku<

2013-10-06 Terurut Topik Abu Harits
From: anak_minya...@yahoo.com
Date: Thu, 3 Oct 2013 17:11:51 -0700
Nasehatkan kepada kami, apakah istri-istri yg membeli dan berkuraban atas nama 
mereka sendiri (walaupun dana membeli qurban berasal dari suami), terkena 
larangan juga untuk memotong kuku-rambut..?BarokAllohu fikum atas ilmu 
agamanyaabu zizan
>>

Yang tidak boleh mengambil rambut dan kuku adalah orang yang hendak berkurban 
(yaitu istri).

Diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha dari Nabi Shallallahu ‘alaihi 
wa sallam beliau bersabda.



إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ 
شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًَا



“Artinya : Apabila sepuluh hari pertama (Dzulhijjah) telah masuk dan 
seseorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh 
rambut dan kulitnya sedikitpun” [Riwayat Muslim]



Ini adalah nash yang menegaskan bahwa yang tidak boleh mengambil rambut 
dan kuku adalah orang yang hendak berkurban, terserah apakah kurban itu 
atas nama dirinya atau kedua orang tuanya atau atas nama dirinya dan 
kedua orang tuanya. Sebab dialah yang membeli dan membayar harganya. 
Adapun kedua orang tua, anak-anak dan istrinya, mereka tidak dilarang 
memotong rambut atau kuku mereka, sekalipun mereka diikutkan dalam 
kurban itu bersamanya, atau sekalipun ia yang secara sukarela membelikan
 hewan kurban dari uangnya sendiri untuk mereka. Adapun tentang menyisir
 rambut, maka perempuan boleh melakukannya sekalipun rambutnya 
berjatuhan karenanya, demikian pula tidak mengapa kalau laki-laki 
menyisir rambut atau jenggotnya lalu berjatuhan karenanya.



Barangsiapa yang telah berniat pada pertengahan sepuluh hari pertama 
untuk berkurban, maka ia tidak boleh mengambil atau memotong rambut dan 
kuku pada hari-hari berikutnya, dan tidak dosa apa yang terjadi sebelum 
berniat. Demikian pula, ia tidak boleh mengurungkan niatnya berkurban 
sekalipun telah memotong rambut dan kukunya secara sengaja. Dan juga 
jangan tidak berkurban karena alasan tidak bisa menahan diri untuk tidak
 memotong rambut atau kuku yang sudah menjadi kebiasan setiap hari atau 
setiap minggu atau setiap dua minggu sekail. Namun jika mampu menahan 
diri untuk tidak memotong rambut atu kuku, maka ia wajib tidak 
memotongnya dan haram baginya memotongnya.

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2300/slash/0/hukum-memotong-rambut-atau-kuku-bagi-yang-akan-berkurban-memberikan-daging-kepada-yang-menyembelih/

Wallahu Ta'ala A'lam





 









  

RE: [assunnah]>>Bekas Cukuran Rambut Bayi<

2013-10-06 Terurut Topik Abu Harits
From: cacun.sopia...@pzcussons.com
Date: Fri, 4 Oct 2013 10:18:39 +0700
 Assalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Afwan mau tanya, adakah hadist yang menjelaskan tentang ditimbangnya bekas 
cukuran rambut bayi ? dan dibuang kemana bekas cukurannya?syukron>>>
6. Mencukur rambut pada hari ketujuh dan bersedekah.

Disunnahkan mencukur rambut secara merata, yaitu digundul (dibotak), 
lalu bersedekah senilai dengan perak seberat rambutnya. Rasulullah 
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Fathimah.



اِحْلِقِى رَأْسَهُ وَتَصَدَّقِى بِوَزْنِ شَعْرِهِ فِضَّةً عَلَى الْمَسَاكِيْنِ.



“Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak seberat rambutnya kepada 
orang-orang miskin.” [14]__[14]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad 
(VI/390, 392) dan al-Baihaqi 
(IX/304). Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1175) dan Tuhfatul Mauduud (hal. 
159-163).
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1191/slash/0/ketika-si-buah-hati-hadir/
Wallahu Ta'ala A'lam








 









  

[assunnah] (unknown)

2013-10-06 Terurut Topik Abu hafizha Al-maidany
AGENDA KEGIATAN MASJID ABU BAKAR ASH SHIDDIQ PEKAN INI





Jl.Akasia (depan pom bensin Maharta) Tajur, Ciledug, Tangerang Telp.081381364960













Hari : Senin, 07 Oktober 2013 M.







Waktu : Ba'da Maghrib







Materi : Kitab Tafsir Ibnu Katsir







Pemateri : Ust.Riyad Badjrie

















Hari : kamis, 10 Oktober September 2013 M.






Waktu : Ba'da Dzuhur







Materi : Kitab Tauhid







Pemateri : Ust.Sulam Mustareja

















Hari : Jum'at, 11 Oktober 2013 M.







Waktu : 11 : 43 WIB







Khotib : Ust. Muhammad Cahyo







Tema : Hukum mencukur jenggot

















Hari : Sabtu, 12 Oktober 2013 M.







Waktu : Ba'da Shubuh







Materi : FirqotunNajiah







Pemateri : Ust.Abdul Hakim Lc.

















NOTE : Qodarullah Ustadz Ali Saman sedang safar/Haji, oleh sebab itu kajian 
kitab zadul ma'ad setiap Ahad subuh 



 DILIBURKAN..! Dan akan dimulai kembali Insya Allah Ta'ala pada tanggal 10 
November 2013 M.











Insya Allah Ta'ala sebagian dari kajian di masjid Abu Bakar Ash Shiddiq akan 
disiarkan secara langsung 

Melalui radio 837 AM Muslim Jakarta 

[assunnah] >>Keutamaan 10 Hari Pertama Dzulhijjah<

2013-10-04 Terurut Topik Abu Abdillah
KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH
Oleh
Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
http://almanhaj.or.id/content/3404/slash/0/keutamaan-sepuluh-hari-pertama-bulan-dzulhijjah/

Imam al-Bukhari dalam shahiihnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 
anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: 

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ أَفْضَلُ مِنَ الْعَمَلِ فِيْ هَذِهِ، 
قَالُوا: وَلاَ الْجِهَادُ؟ فَقَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ 
يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ... 

“Tidak ada amalan yang lebih utama dari amalan di sepuluh hari pertama 
Dzulhijjah ini. Mereka bertanya, ‘Tidak juga jihad?’ Beliau menjawab, ‘Tidak 
juga jihad, kecuali seorang yang keluar menerjang bahaya dengan dirinya dan 
hartanya sehingga tidak kembali membawa sesuatu pun.’” [1]

Dengan demikian, jelaslah bahwa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah 
hari-hari dunia terbaik secara mutlak. Hal itu karena ibadah induk berkumpul 
padanya dan tidak berkumpul pada selainnya. Padanya terdapat seluruh ibadah 
yang ada di hari lain, seperti shalat, puasa, shadaqah dan dzikir, namun 
hari-hari tersebut memiliki keistimewan yang tidak dimiliki hari-hari lain 
yaitu manasik haji dan syari’at berkur-ban pada hari ‘Id (hari raya) dan 
hari-hari Tasyriq.

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Yang rajih bahwa sebab keistimewaan bulan 
Dzulhijjah karena ia menjadi tempat berkumpulnya ibadah-ibadah induk, yaitu 
shalat, puasa, shadaqah dan haji. Hal ini tidak ada di bulan lainnya. 
Berdasarkan hal ini apakah keutamaan tersebut khusus kepada orang yang berhaji 
atau kepada orang umum? Ada kemungkinan di dalamnya. [2]

Dalam sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah terdapat amalan berikut ini:

1. Haji dan umrah. Keduanya termasuk amalan terbaik yang dapat mendekatkan 
seorang hamba kepada Rabb-nya.

2. Puasa sembilan hari pertama dan khususnya hari kesembilan yang termasuk 
amalan-amalan terbaik. Cukuplah dalam hal ini sabda Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam :

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي 
قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ 

“Puasa hari ‘Arafah yang mengharapkan pahala dari Allah dapat menghapus 
dosa-dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.” [3]

3. Takbir dan dzikir di hari-hari ini diijabahi (dikabulkan) berdasarkan firman 
Allah:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

“Dan supaya mereka menyebut Nama Allah pada hari yang telah ditentukan” [Al 
Hajj/22: 28]

4. Disyari’atkan pada hari ini menyembelih kurban dari hari raya dan hari 
Tasyriq. Ini adalah sunnah Bapak kita, Ibrahim ketika Allah mengganti anaknya, 
Isma’il dengan hewan sembelihan yang besar dan juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam telah menyembelih dua kambing gemuk lagi bertanduk untuk diri dan 
umatnya.

5. Sebagaimana juga disyari’atkan pada hari raya kepada seorang muslim untuk 
bersemangat melaksanakan shalat, mendengarkan khutbah dan memanfaatkannya untuk 
mengenal hukum-hukum kurban dan yang berhubungan dengannya.

6. Disyari’atkan juga pada hari-hari ini dan hari-hari lainnya untuk 
memperbanyak amalan sunnah, berupa shalat, membaca al-Qur-an, shadaqah, 
memperbaharui taubat dan meninggalkan dosa dan kemaksiatan, baik yang kecil 
maupun yang besar.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Sepuluh hari pertama Dzulhijjah 
seluruhnya adalah kemuliaan dan keutamaan, amalan di dalamnya dilipatgandakan, 
dan disunnahkan agar bersungguh-sungguh dalam ibadah di hari-hari tersebut.” [4]

MAKSUD DARI HARI-HARI YANG DITENTUKAN (AL-AYYAAM AL-MA'LUUMAAT) DAN HARI-HARI 
YANG BERBILANG (AL-AYAAM AL-MA'DUUDAAT)
Allah berfirman:

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ 
فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ اتَّقَىٰ 
ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Nama Allah dalam beberapa hari yang 
berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, 
maka tidak ada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan 
(keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi 
orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu 
akan dikumpulkan kepada-Nya.” [al-Baqarah/2: 203]

Dan Allah Ta’ala berfirman:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ 
مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۖ فَكُلُوا 
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ 

“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka 
menyebut Nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang Allah telah 
berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian 
daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang 
sengsara lagi fakir.” [al-Hajj/22: 28]

Para ulama berselisih pendapat dalam maksud dari firman Allah di atas tentang 
hari-hari yang berbilan

[assunnah] >>Menjual Kulit Binatang Kurban<

2013-10-02 Terurut Topik Abu Abdillah
MENJUAL KULIT BINATANG KURBAN?
Oleh
Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari
http://almanhaj.or.id/content/2294/slash/0/menjual-kulit-binatang-kurban/


Menyembelih binatang kurban merupakan ibadah agung yang dilakukan umat Islam 
setiap tahun pada hari raya kurban.

Orang yang menyembelih binatang kurban, boleh memanfaatkannya untuk memakan 
sebagian daging darinya, menshadaqahkan sebagian darinya kepada orang-orang 
miskin, menyimpan sebagian dagingnya, dan memanfaatkan yang dapat dimanfaatkan, 
misalnya ; kulitnya untuk qirbah (wadah air) dan sebagainya.

Dalil hal-hal di atas adalah hadits-hadits dibawah ini.

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَع قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَبَقِيَ فِي 
بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُالْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ 
اللَّه نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي قَالَ كُلُوا وَأَطْعِمُوا 
وَادَّ خِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ 
أَنْتُعِينُوا فِيهَا

“Artinya : Dari Salamah bin Al-Akwa Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : “Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa di antara kamu 
menyembelih kurban, maka janganlah ada daging kurban yang masih tersisa dalam 
rumahnya setelah hari ketiga”. Tatkala pada tahun berikutnya, para sahabat 
bertanya : “Wahai, Rasulullah! Apakah kita akan melakukan sebagaimana yang 
telah kita lakukan pada tahun lalu?” Beliau menjawab : “Makanlah, berilah 
makan, dan simpanlah,. Karena sesungguhnya tahun yang lalu, menusia tertimpa 
kesusahan (paceklik), maka aku menghendaki agar kamu menolong (mereka) padanya 
(kesusahan itu). [HR Bukhari no. 569, Muslim, no, 1974]

Perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Makanlah, berilah makan, dan 
simpanlah’, bukan menunjukkan kewajiban, tetapi menunjukkan kebolehan. Karena 
perintah ini datangnya setelah larangan, sehingga hukumnya kembali kepada 
sebelumnya. [Lihat juga Fathul Bari, penjelasan hadits no. 5.569]

Dari hadits ini kita mengetahui, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
pernah melarang memakan daging kurban lebih dari tiga hari. Hal itu agar umat 
Islam pada waktu itu menshadaqahkan kelebihan daging kurban yang ada. Namun 
larangan itu kemudian dihapuskan. Dalam hadits lain. Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam dengan tegas menghapuskan larangan tersebut dan menyebutkan 
sebabnya. Beliau bersabda.

كُنْتُ نَهَيْتُكُم عَنْ لُحُومِ اْلأَضَا حِيِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ لِيَتَّسِعَ ذُو 
الطَّوْلِ عَلَى مَنْ لاَ طَوْلَ لَهُ فَكُلُوا مَابَدَا لَكُمْ وَأَطْعِمُوا 
وَادَّخِرُوا

“Artinya ; Dahulu aku melarang kamu dari daging kurban lebih dari tiga hari, 
agar orang yang memiliki kecukupan memberikan keleluasan kepada orang yang 
tidak memiliki kecukupan. Namun (sekarang), makanlah semau kamu, berilah makan, 
dan simpanlah” [HR Tirmidzi no. 1510, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]

Setelah meriwayatkan hadits ini, Imam Tirmidzi rahimahullah berkata. :

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ اَهلِ الْمِلْمِ مِنْ اَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى 
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ

“Artinya : Pengamalan hadits ini dilakukan oleh ulama dari kalangan para 
sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka”.

Dalam hadits lain disebutkan:
“Dari Abdullah bin Waqid, dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam melarang memakan daging kurban setelah tiga hari. Abdullah bin Abu Bakar 
berkata : Kemudian aku sebutkan hal itu kepda Amrah. Dia berkata, “dia 
(Abdullah bin Waqid) benar”. Aku telah mendengar Aisyah Radhiyallahu anha 
mengatakan, orang-orang Badui datang waktu Idul Adh-ha pada zaman Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau bersabda, ‘Simpanlah (sembelihan 
kurban) selama tiga hari, kemudian shadaqahkanlah sisanya’. Setelah itu (yaitu 
pada tahun berikutnya, -pent) para sahabat mengatakan : “Wahai Rasulullah, 
sesungguhnya orang-orang membuat qirbah-qirbah [1] dari binatang-binatang 
kurban mereka, dan mereka melelehkan (membuang) lemak darinya”. Maka Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Memangnya kenapa?” Mereka menjawab, 
“Anda telah melarang memakan daging kurban setelah tiga hari”. Maka beliau 
bersabda : “Sesungguhnya aku melarang kamu hanyalah karena sekelompok orang 
yang datang (yang membutuhkan shadaqah daging, -pent). Namun (sekarang) 
makanlah, simpanlah, dan bershadaqahlah’ [HR Muslim no. 1971]

Banyak ulama menyatakan, orang yang menyembelih kurban disunnahkan bershadaqah 
dengan sepertiganya, memberi makan dengan sepertiganya, dan dia bersama 
keluarganya memakan sepertiganya. Namun riwayat-riwayat yang berkaitan dengan 
ini lemah. Sehingga hal ini diserahkan kepada orang yang berkurban. Seandainya 
dishadaqahkan seluruhnya, hal itu dibolehkan. Wallahu a’lam [2]

MENJUAL SESUATU DARI HEWAN SEMBELIHAN KURBAN
Dalam masalah ini terdapat beberapa hadits, sebagaimana tersebut dibawah ini.

1. Hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu.

عَنْ عَلِيِّ رضي اللّه عنْه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ

[assunnah] >>Hadits Shalat Arbain<

2013-10-02 Terurut Topik Abu Abdillah
HADITS SHALAT ARBA'IN
Oleh
Ustadz Astinizamani Lc.
http://almanhaj.or.id/content/3732/slash/0/hadits-shalat-arbain/


Keinginan kuat agar selamat dari adzab api neraka dan selamat dari kemunafikan 
telah memotivasi banyak orang untuk melakukan shalat berjama’ah selama 40 kali 
di masjid Nabawi. Shalat ini disebutkan dengan shalat arba’in. Patut 
diselidiki, bagaimanakah derajat hadits tersebut? Berikut sedikit penjelasannya.

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِيْنَ صَلاَةً لاَيَفُوتُهُ صَلاَةٌكُتِبَتْ 
لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِئََ مِنَ النِّفَاقِ

Barangsiapa melaksanakan shalat di masjidku sebanyak empat puluh shalat, tanpa 
ada satu shalat pun yang tertinggal; niscaya ia akan dijauhkan dari neraka, 
selamat dari siksaan dan dijauhkan dari sifat kemunafikan.

Hadits ini diriwayatkan oleh : Imam Ahmad dalam kitab al-Musnad [1] dan 
at-Thabrani dalam al-Mu’jamul Awsath [2], dengan sanad mereka dari : 
‘Abdurrahmaan bin Abir Rijal, dari Nubaith bin ‘Umar, dari Anas bin Malik 
Radhiyallahu anhu, beliau Radhiyallahu anhu mengatakan bahwa Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : (sebagaimana redaksi (matn) di atas)

hadits dengan (matn di atas merupakan riwayat Imam Ahmad, sedangkan dalam 
riwayat at-Thabrani, tanpa ada kalimat: (ؤَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ).

Setelah membawakan riwayat ini, at-Thabrani mengatakan, “Tidak ada yang 
meriwayatkannya dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu selain Nubaith bin ‘Umar 
dan hanya Ibn Abir Rijal yang meriwayatkannya (dari Nubaith).”

Sanad hadits ini bermasalah, karena perawi yang bernama : Nurbaith bin ‘Umar 
dalam sanad ini tidak diketahui atau tidak dikenal (majhul), sebagaimana 
penjelasan at-Thabrani, bahwa tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali 
‘Abdurrahman bin Abir Rijal. 

Majhul itu ada dua jenis:
1. Majhul ‘ain, artinya : Tidak diketahui atau tidak dikenal. Para Ulama ahli 
hadits mendefinisikannya sebagai seorang perawi yang tidak meriwayatkan darinya 
kecuali satu orang saja.

2. Majhul hal, artinya : Tidak diketahui perihal atau derajatnya. Dalam istilah 
lain dikatakan mastur (tertutup) yang didefinisikan sebagai perawi seorang 
perawi yang meriwayatkan darinya dua orang atau lebih, tapi tidak ada satu 
Ulama hadits pun yang bercerita tentang perihal dan derajatnya. [3] 

Hadits yang diriwayatkan oleh perawi majhul- baik yang majhul ‘ain maupun haal- 
dihukumi lemah (dha’if), sampai ditemukan riwayat lain yang mengikutinya dan 
menguatkan derajatnya. Hadits di atas, tidak ada satu riwayat pun yang 
mengikuti dan menguatkan riwayat ini, sehingga hadits ini menjadi dla’if.

Namun, Imam Ibn Hibban menyebutkan nama Nubaith bin ‘Umar dalam kitabnya 
al-Tsiqat [4]. Ini kemudian dijadikan pegangan oleh beberapa ulama untuk 
menghukumi hadits ini sebagai hadits shahih. Diantaranya adalah Iam 
al-Haitsami. Beliau rahimahullah mengatakan,”Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad 
dan at-Thabrani dalam kitab al-Awsath dan para perawinya semua tsiqah.”[5] 

Begitu juga imam al-Mundziri, bahkan beliau rahimahullah berlebihan dengan 
mengatakan, “diriwayatkan oleh Ahmad dan para perawinya semua adalah para 
perawi yang disebutkan di kitab-kitab shahih, dan diriwayatkan juga oleh 
at-Thabrani di “al-Awsath”” [6]

Pernyataan ini keliru. Karena tidak semua perawi yang ada dalam sanad tersebut 
tsiqah. Kita tidak pernah mendapatkan penyebutan perawi yang bernama : Nubaith 
bin ‘Umar dalam kitab-kitab shahih, seperti shahih al-Bukhari, Muslim dan yang 
lainnya, bahkan tidak juga dalam kitab-kitab sunan yang empat ; Abu Dawud , 
al-Tirmidzi, al-Nasa’i dan Ibn Majah. Lalu, bagaimana bisa dikatakan bahwa 
semua perawi hadits ini adalah para perawi yang disebutkan dalam kitab-kitab 
shahih, padahal tidak ada para Ulama yang mengumpulkan hadits-hadits shahih 
mengambil sanad melalui jalan beliau.

Dari uraian ini, kita fahami bahwa perkataan kedua imam ini adalah sebuah 
kekeliruan.

Penulisan nama Nubaith bin ‘Umar oleh imam Ibn Hibban dalam kitabnya Tsiqat, 
dianggap oleh para ulama hadits sebagai bentuk tasahul (sikap terlalu mudah 
atau menggampangkan) beliau dalam memberikan derajat tsiqah untuk para perawi 
majhul. Dan tidak ada ulama, baik sebelum atau setelah masa beliau, yang 
menggunakan metode seperti ini. Walaupun sebagian dari mereka ada yang 
menjadikan sikap tersebut sebagai pegangan untuk mengangkat derajat seorang 
perawi majhul menjadi tsiqah. Wallahu a’lam.

SENADA TAPI TAK SAMA
Kemudian, ada hadits yang hampir senada dengan hadits ini yaitu yang 
diriwayatkan oleh at-Tirmidzi [7], Bahsyal [8] dalam kitabnya Tarikh Wasith” 
[9], Ibnu ‘Adi dalam kitab al-Kamil [10] dan al-Baihaqi dalam kitab Su’abul 
Iman [11], semua dengan sanad masing-masing, dari Salm bin Qutaibah Abu 
Qutaibah dari Thu’mah bin ‘Amr, dari Habib..., dari Anas bin Malik Radhiyallahu 
anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya saja dalam riwayat 
at-Tirmidzi disebutkan bahwa riwayatnya,”dari Habib bin Abu Tsabit, dari 
Anas bin 

[assunnah] >>Shalat Arba'in di Masjid Nabawi<

2013-10-01 Terurut Topik Abu Abdillah
MENYOROTI SHALAT ARBA'IN DI MASJID NAWABI
Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin MA
http://almanhaj.or.id/content/3731/slash/0/menyoroti-shalat-arbain-di-masjid-nabawi/

MUQADIMAH
Pada umumnya, para jamaah haji dijadwalkan untuk mengunjungi kota madinah 
sebelum atau sesudah penyelenggaraan ibadah haji. Mereka sangat bersemangat 
berkunjunga ke Madinah meski ziarah ini tidak ada hubungannya dengan memiliki 
kedudukan yang tinggi dalam sejarah penyebaran Islam. Ke tempat inilah Nabi 
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah untuk kemudian menghabiskan 
umur beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyemai dakwah Islam di sana. 
Oleh karena itu, meski ibadah haji tetap sah tanpa ziarah ke Madinah, namun 
para jamaah haji selalu merasa ada yang kurang jika tidak berkunjung ke sana. 
Di antara ibadah yang biasa dilakukan para jamaah haji selama di kota ini 
adalah shalat arba’in di Masjid Nabawi. Tulisan ini mencoba menelisik beberapa 
segi dari ibadah ini agar para pembaca bisa mengetahui kedudukannya dalam Islam.

KEUTAMAAN SHALAT DI MASJID NABAWI.
Shalat di Masjid Nabawi tidaklah seperti shalat di masjid lain. Allah Azza wa 
Jalla telah menyematkan padanya keutamaan yang besar, sebagaimana Allah Azza wa 
Jalla telah melebihkan sebagian amalan di atas sebagian yang lain. Hadits 
berikut dengan tegas menjelaskan hal ini.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ 
فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
bersabda “satu kali shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di 
masjid lain, kecuali Masjidil Haram.” [HR. Al-Bukhari no.1190 dan Muslim no 505]

Sungguh keutamaan yang besar! Ini berarti satu kali shalat fardhu di sana lebih 
baik dari shalat fardhu yang kita lakukan dalam dua ratus hari di tempat yang 
lain. Maka sungguh merugi orang yang sudah sampai di Madinah tapi tidak 
sungguh-sungguh memanfaatkan kesempatan besar ini. Hadits yang muttafaq ‘alaih 
sehingga tidak diragukan lagi keshahihannya ini sudah cukup sebagai penggelora 
semangat kita dan kita tidak butuh lagi hadits-hadits yang lemah.

APA ITU SHALAT ARBA'IN?
Arba’in atau arba’un dalam bahasa arab berarti empat puluh. Yang dimaksud 
dengan shalat arba’in adalah melakukan shalat empat puluh waktu di Masjid 
Nabawi secara berturut-turut dan tidak ketinggalan takbiratul ihram bersama 
imam. Para jamaah haji meyakini bahwa amalan ini akan membuat mereka tebebas 
dari neraka dan kemunafikan. Karenanya jamaah haji Indonesia dan banyak negara 
lain diprogramkan untuk menginap di Madinah selama minimal 8 hari agar bisa 
menjalankan shalat arba’in.

Dasar keyakinan ini adalah sebuah hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu 
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

مَنْ صَلَّ فِي مَسجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاَةً، لاَيَفُوتُهُ صَلاَةٌ، كُتِبَتْ 
لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنْ الْعَذَابِ، وَبَرِىءَ مِنَ 
النِّفَاقِ

Barang siapa shalat di masjidku empatpuluh shalat tanpa ketinggalan sekalipun, 
dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan dan ia bebas 
dari kemunafikan. [HR. Ahmad no.12.583 dan ath-thabrani dalam al-ausath no. 
5.444]

Hadits ini dihukumi shahih oleh beberapa ulama seperti al-Mundziri 
rahimahullah, al-Haitsami rahimahullah dan Hammad al-Anshari rahimahullah [1] 
karena Ibnu Hibban rahimahullah memasukkan Nubaith bin Umar, salah seorang 
perawi hadits tersebut dalam kitab ats-Tsiqat. Padahal Nubaith ini tidak 
dikenal (majhul), dan para Ulama hadits menjelaskan bahwa Ibnu Hibban 
rahimahullah memakai standar longgar dalam kitab ini, yaitu memasukkan 
orang-orang yang majhul ke dalam kelompok rawi yang terpercaya (tsiqah).

Perlu direnungkan, bagaimana amalan dengan pahala sebesar ini tidak populer di 
kalangan shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hanya 
diriwayatkan oleh satu sahabat lalu oleh satu tabi’i yang tidak dikenali dan 
tidak memiliki riwayat sama sekali –tidak dalam hadits shahih maupun dha’if- 
kecuali hadits ini ?[2]

Maka sesungguhnya penshahihan ini tidak bisa diterima, dan pendapat yang 
melemahkan hadits ini adalah pendapat yang –wallahu a’lam- lebih kuat, dan ini 
adalah pendapat Syaikh al-Albani, Bin Baz, Abdul Muhsin al-‘Abbad, dan Lajnah 
Daimah (Komisi Tetap Fatwa di Arab Saudi) [3]. Pembahasan lebih dalam mengenai 
takhrij hadits dan perbedaan para ulama seputar keshahihan hadits ini bisa 
ditelaah di tulisan lain dalam mabhats ini.

BEBERAPA CATATAN TENTANG PRAKTEK SHALAT ARBA'IN
Terlepas dari perbedaan pendapat diatas ada beberapa catatan yang perlu 
diperhatikan seputar amalan ini, di antaranya:

1. Kadang-kadang terjadi pelanggaran sunnah yang sudah jelas untuk mengejar 
pahala amalan yang masih diperselisihkan ini. Saat musim haji, di Masjid Nabawi 
kita bisa dengan mudah melihat banyak orang yang berlarian saat me

[assunnah] >>Tauhid Di Balik Talbiyah<

2013-10-01 Terurut Topik Abu Abdillah
TAUHID DI BALIK TALBIYAH
Oleh
Syaikh Prof. Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Badr
http://almanhaj.or.id/content/2867/slash/0/tauhid-di-balik-talbiyah/

Pengantar
Ketika jama’ah haji atau jama’ah umrah mengumandangkan talbiyah, sebenarnya 
mereka sedang mengikrarkan pernyataan tauhid kepada Allah dan mengikrarkan 
pernyataan anti syirik.

Di bawah ini adalah sebuah risalah yang disadur dari buah karya Syaikh Prof. 
Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Badr, seorang guru besar jurusan Aqidah 
pada Univ. Islam Madinah di Kerajaan Saudi Arabia. Diambil dari kumpulan 
risalah beliau berjudul al-Jaami’ lil-Buhuts war-Rasaa`il, diterbitkan oleh 
Daar Kunuuz Isybiliya, Riyadh, cet. I – 1426 /2005 M, hlm. 252 – 255. Risalah 
ini berisi ikrar tentang tauhid dan peringatan dari syirik yang terdapat pada 
talbiyah yang dikmandangkan oleh seseorang ketika berhaji atau berumrah. 
Disadur dengan bebas oleh Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin. Silahkan menyimak.

Sesungguhnya kalimat talbiyah berisi pernyataan tauhid kepada Allah k dan 
penentangan terhadap syirik.

Seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia, bernama Jabir 
bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu, ketika menjelaskan sifat haji Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:

Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertalbiyah dengan tauhid, yaitu:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ 
الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ. رواه مسلم

"Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi 
panggilan-Mu ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. 
Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan hanyalah kepunyaan-Mu, tiada 
sekutu bagi-Mu".[1] 

Maka Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu mensifati talbiyah Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam di atas sebagai talbiyah dengan tauhid. Sebab di dalamnya 
berisi pemurnian peribadatan hanya kepada Allah dan membuang kemusyrikan. Hal 
ini juga membuktika bahwa kalimat-kalimat talbiyah itu bukan semata lafal-lafal 
kosong, tetapi mengandung makna agung yang merupakan ruh dan asas agama, yaitu 
tauhidullah.

Oleh karena itu, setiap orang yang mengumandangkan kalimat-kalimat talbiyah di 
atas wajib menghayati makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga ia menjadi 
orang yang benar dalam bertalbiyah, kata-katanya cocok dengan kenyataannya, ia 
benar-benar berpegang pada ajaran tauhid dan menjaga hak-hak tauhid. Menjauhi 
segala hal yang dapat membatalkan tauhid, baik itu kemusyrikan maupun yang 
lainnya.

Maka ia menjadi orang yang tidak akan meminta kecuali kepada Allah, tidak akan 
ber-istighatsah (bersambat) kecuali kepada Allah, tidak bertawakkal kecuali 
kepada Allah, tidak akan meminta bantuan serta pertolongan kecuali kepada 
Allah, dan tidak akan mengarahkan salah satu macam ibadahpun kecuali hanya 
kepada Allah saja. Sebab hanya di tangan Allah dan hanya menjadi kewenangan-Nya 
sajalah hak untuk memberi, menahan pemberian, melimpahkan anugerah, melimpahkan 
manfaat dan menimpakan madharat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ 
خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ 

"Atau siapakah yang dapat mengabulkan (doanya) orang yang tengah didesak 
kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan siapakah yang dapat menghilangkan 
kesusahan dan dapat menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi? Apakah ada 
sesembahan lain yang berhak disembah di samping Allah? Amat sedikitlah kamu 
mengingat kepada-Nya". [an-Naml/27:62]. 

Ketika seorang muslim dalam talbiyahnya mengucapkan: Laa Syariika lahu (tiada 
sekutu bagi-Nya), maka ia wajib memahami hakikat syirik, wajib mengerti bahaya 
syirik dan wajib berhati-hati dengan sesungguh-sungguhnya agar tidak terjerumus 
ke dalam syirik atau ke dalam salah satu sebab atau salah satu jalan atau salah 
satu celah yang dapat mengantarkan menuju syirik. Sebab syirik merupakan dosa 
dan kemaksiatan paling besar.

Hukuman yang ditimpakan bagi perbuatan dosa syirik, baik hukuman di dunia 
maupun di akhirat, jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman yang diancamkan 
bagi dosa-dosa lainnya. 

Hukuman bagi perbuatan dosa syirik di dunia antara lain, bahwa orang-orang 
musyrik menjadi halal darah serta hartanya, para wanita serta anak-anak kaum 
musyrikin bisa menjadi tawanan perang. Sedangkan di akhirat, dosa syirik tidak 
akan diampunkan oleh Allah Azza wa Jalla kecuali dengan bertaubat daripadanya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ 
لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا 

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni 
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. 
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang 
besar". [an-Nisâ`/4:48].

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَي

[assunnah] >>Wajibkah Ibadah Kurban?<

2013-09-30 Terurut Topik Abu Abdillah
a perbedaan antara mengkhusukan atau berdiri sendiri (istiqlal) dengan 
memasukkan (tabi'un). Artinya orang yang sudah meninggal bisa mendapatkan 
pahala ibadah kurban karena dia termasuk dalam lingkup keluarga orang yang 
melakukan ibadah kurban atas nama dirinya dan keluarganya. Dan berniat atas 
nama keluarganya yang masih hidup dan yang sudah meninggal. Adapun melakukan 
ibadah kurban khusus atas nama orang yang sudah meninggal, maka sepengetahuan 
saya, perbuatan ini tidak ada dasarnya dalam sunnah. Sedangkan, jika orang yang 
sudah meniggal itu sudah berwasiat agar disembelihkan hewan kurban, maka ini 
harus dilaksanakan dalam rangka menunaikan wasiatnya. Semoga masalah ini bisa 
difahami. Bahwasanya ibadah kurban itu hanya disyari'atkan bagi orang yang 
masih hidup, bukan bagi orang yang sudah meninggal. Berkurban atas nama orang 
yang sudah meninggal hanya ada pada (dua keadaan yaitu) ikutan (artinya si 
mayyit termasuk anggota kelurga dari orang yang melakukan ibadah kurban atas 
nama dirinya dan keluarganya, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati-red) 
atau karena wasiat. Sedangkan selain dua itu, meskipun boleh, namun sebaiknya 
tidak melakukan hal itu.

Sumber : Majmu' Fatawa wa Rasa'il Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 
25/21-23 

MENYEMBELIH BUKAN PADA HARI RAYA IDUL ADHA

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ditanya tentang seseorang yang beribadah 
kepada Allâh dengan menyembelih hewan tapi bukan pada saat-saat disyari'atkan 
berkorban. Apakah dia mendapatkan pahala ?

Beliau rahimahullah menjawab :
Telah diketahui bersama bahwa beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan 
menyembelih hewan sembelihan bukan pada saat disyari'atkan berkorban tidak akan 
menghasilkan pahala ibadah korban. Namun jika dia bershadaqah dengan daging 
hewan tersebut, maka dia mendapatkan pahala shadaqah, bukan pahala berkorban. 
Oleh karena itu, kami mengatakan kepada orang itu, "Jangan beribadah kepada 
Allah Azza wa Jalla dengan sesembelihan kecuali dengan niat beribadah kepada 
Allah Azza wa Jalla dengan menyedaqahkan dagingnya


BOLEHKAH BERHUTANG UNTUK BERKURBAN


Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah ditanya, "Apa hukum ibadah 
kurban ? Bolehkah bagi seseorang berhutang untuk melaksanakan ibadah kurban ?"

Beliau rahimahullah menjawab :
Ibadah kurban itu hukumnya sunnah mu'akkadah (ibadah sunat yang sangat 
ditekankan) bagi orang yang mampu melaksanakannya. Bahkan sebagian ahli ilmu 
mengatakan bahwa ibadah kurban itu hukumnya wajib. Diantara yang berpendapat 
wajib adalah imam Abu Hanîfah dan murid-murid beliau rahimahullah. Ini juga 
riwayat dari Imam Ahmad rahimahullah dan pendapat ini dipilih oleh Syaikhul 
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Berdasarkan keterangan ini maka tidak seyogyanya bagi orang yang mampu 
meninggalkan ibadah ini. Sedangkan orang yang tidak memiliki uang, maka tidak 
seharusnya dia mencari hutangan untuk melaksanakan ibadah kurban. Karena (kalau 
dia berhutang), dia akan tersibukkan dengan tanggungan hutang, sementara dia 
tidak tahu, apakah dia akan mampu melunasinya ataukah tidak ? Namun bagi yang 
mampu, maka janganlah dia meninggalkan ibadah ini karena itu sunnah. Dan 
sebenarnya ibadah kurban itu satu untuk seseorang dan keluarganya. Inilah yang 
sunnah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkorban dengan seekor kambing 
atas nama diri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semua keluarganya. Jika 
ada orang yang berkorban seekor kambing atas nama diri dan semua keluarganya, 
maka itu sudah cukup untuk semua, baik yang masih hidup maupun yang sudah 
meninggal dunia tanpa perlu mengkhususkan ibadah korban atas nama orang yang 
sudah meninggal dunia, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang. Mereka 
melakukan ibadah korban khusus atas nama orang yang sudah meninggal dunia dan 
membiarkan diri dan keluarga mereka. Mereka tidak melakukan ibadah korban atas 
nama diri dan keluarga mereka.

Adapun melakukan ibadah korban atas nama orang yang sudah meninggal dunia 
karena wasiat yang diwasiatkannya, maka itu wajib dilaksanakan. Wallahu a'lam. 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XV/1432H/2011M. Penerbit Yayasan 
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 
57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
__
Footnote
[1]. HR. Ahmad 6/391 dan Ibnu Majah, no. 3122
[2]. Dalam fatwa yang lain, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah 
menyebutkan pilihan beliau yaitu sunnah mu'akkadah. 
[3]. HR. Bukhari, Kitâbul Adhâhi, Bâb Man Dzabaha Qablas Shalâti fal Yu'id (no. 
5561) dan Muslim dalam Kitâbul Adhâhi, Bâbu Waqtiha (no. 1960) 
[4]. HR. Ahmad 2/321 dan Ibnu Mâjah, Kitâbul Adhâhi, Bâbul Adhai Wajibah Hiya 
am La ? (no. 3123) dan al-Hakim (2/389) dan beliau t menilainya sebagai hadits 
shahih.  

[assunnah] >>Yang Dituntut Dari Orang Yang Berkurban<

2013-09-30 Terurut Topik Abu Abdillah
YANG DITUNTUT DARI ORANG YANG BERKURBAN
Oleh
Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
http://almanhaj.or.id/content/1722/slash/0/yang-dituntut-dari-orang-yang-berkurban-perkara-yang-perlu-diingat/

Jika seorang muslim ingin berkurban untuk diri dan keluarganya atau menyumbang 
kurban untuk orang yang hidup atau yang telah wafat dan masuk bulan Dzulhijjah, 
baik masuknya dengan melihat hilal atau menyempurnakan bulan Dzulqa’dah tiga 
puluh hari, maka diharamkan baginya mengambil sebagian dari rambut, kuku dan 
kulitnya sampai ia menyembelih kurbannya.

Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma 
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ 
فَلاَ يَأْخُذْ مِنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ

“Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin 
berkurban, maka janganlah mengambil (memotong) rambut dan kukunya sedikit pun 
sampai ia menyembelih kurbannya.” [1] 

HIKMAH TIDAK MEMOTONG RAMBUT, KUKU DAN BULU KULIT
Para ulama menjelaskan sedikit hikmah larangan memotong rambut dan kuku serta 
bulu, Di antaranya:

1. Ada yang mengatakan bahwa ketika orang yang berkurban berserikat dengan 
muhrim (orang yang berihram haji) dalam sebagian amalan hajinya, yaitu 
mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih kurban, maka sesuailah 
sebagian hukumnya dalam larangan memotong rambut dan kuku.

2. Ada yang mengatakan bahwa hikmahnya agar seluruh anggota tubuh orang yang 
berkurban tetap lengkap untuk dibebaskan dari api Neraka.

3. Ada yang mengatakan bahwa hikmahnya membiarkan rambut dan kuku sempurna agar 
diambilnya bersama sembelihan kurban, sehingga menjadi bagian kurban disisi 
Allah dan kesempurnaan ibadah dengannya.

Tampaknya itu semua dan selainnya yang dimaksudkan sebagai hikmah. Wallaahu 
a’lam.

PERKARA YANG PERLU DIINGAT
1. Banyak terlontar pertanyaan dari orang-orang pada malam tanggal tigapuluh 
Dzulqa’dah, apakah mereka boleh memotong rambut dan kuku mereka? Kita katakan, 
“Jika belum pasti masuk bulan Dzulhijjah pada malam tiga puluh tersebut, maka 
mereka diperbolehkan untuk itu dan tidak mengapa, sebab permasalahan ini 
berhubungan dengan masuknya bulan Dzulhijjah. Bulan Dzulhijjah itu dapat 
ditetapkan dengan melihat hilal atau menyempurnakan Dzulqa’dah tigapuluh hari. 
Namun siapa yang ingin berhati-hati pun dibolehkan.

2. Jika telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan seorang muslim 
belum berniat menyembelih kurban lalu memotong rambut dan kukunya, kemudian 
setelah lewat dua atau tiga hari atau lebih ia ingin menyembelih kurban, maka 
wajib baginya untuk tidak memotong semenjak ia berniat, dan tidak mengapa 
baginya perkara yang telah berlalu. Walillaahil Hamd.

3. Para ulama berbeda pendapat, apakah memotong rambut dan kuku hukumnya haram, 
adalah makruh atau mubah bagi orang yang ingin berkurban? Yang rajih, hukumnya 
adalah haram, karena asal dari larangan adalah untuk pengharaman dan tidak ada 
yang memalingkan hukum tersebut dari asalnya. Namun bila seorang muslim telah 
memotong rambut dan kukunya, maka tidak dikenakan fidyah, hanya saja wajib 
baginya bertaubat dan beristighfar dari pelanggaran larangan tersebut.

4. Orang yang ingin menyembelih kurban kemudian telah memotong rambut dan 
kukunya masih diperbolehkan menyembelih kurbannya, dan memotong rambut dan 
kukunya tersebut tidak menghalanginya berkurban, sebab hal itu adalah satu 
perkara dan hal lainnya adalah perkara berbeda. Namun, orang tersebut berdosa 
dengan sebab melanggar larangan tersebut. Sedangkan apa yang diduga oleh orang 
umum bahwa itu menyebabkan kurbannya tidak diterima, maka tidak berdasar sama 
sekali secara syari’at.

5. Orang yang memiliki hajat di bolehkan memotong rambut, kuku dan sedikit 
bulunya, seperti jika kukunya sobek lalu butuh di potong atau kulitnya 
terkelupas sehingga mengganggunya, maka ia dibolehkan untuk menghilangkannya 
atau terkena luka sehingga butuh memotong bulu atau rambutnya dibolehkan.

6. Larangan memotong rambut, kuku dan kulit ditujukan khusus bagi orang yang 
ingin berkurban untuk dirinya dan keluarganya, atau menyumbang kurban untuk 
orang hidup atau yang telah wafat. Sedangkan orang yang dimasukkan dalam pahala 
kurban seperti isteri dan anak, maka tidak terkena larangan ini, karena 
larangan ini khusus bagi yang ingin berkurban saja. Sebagian ulama berpendapat 
bahwa larangan tersebut juga mengenai mereka, karena mereka berserikat dengan 
orang yang berkurban dalam masalah pahala, sehingga berserikat juga dalam 
hukum. Namun yang rajih adalah pendapat pertama. Wallaahu a’lam.

7. Perwakilan tidak ada pengarunya dalam larangan memotong rambut dan kuku 
serta kulit ini, karena yang dilarang memotongnya hanyalah orang yang ingin 
berkurban. Adapun wakil dan orang yang diwasiati maka tidak dilarang. Sedangkan 
dugaan banyak orang bahwa jika ia (orang yang berkurban) telah diwakilkan orang 
lain (penyembelihannya

[assunnah] AGENDA KEGIATAN MASJID ABU BAKAR ASH SHIDDIQ PEKAN INI

2013-09-30 Terurut Topik Abu hafizha Al-maidany
AGENDA KEGIATAN MASJID ABU BAKAR ASH SHIDDIQ PEKAN INI




Jl.Akasia (depan pom bensin Maharta) Tajur, Ciledug, Tangerang Telp.081381364960











Hari : Senin, 30 September 2013 M.






Waktu : Ba'da Maghrib






Materi : Kitab Tafsir Ibnu Katsir






Pemateri : Ust.Riyad Badjrie















Hari : Rabu, 02 Oktober September 2013 M.





Waktu : Ba'da Isya






Materi : Ringkasan materi daurah puncak (Aqidah & Manhaj)




Pemateri : Ust.Mukhtarom















Hari : kamis, 03 Oktober September 2013 M.





Waktu : Ba'da Dzuhur






Materi : Kitab Tauhid






Pemateri : Ust.Sulam Mustareja














 

Hari : Jum'at, 04 Oktober 2013 M.






Waktu : 11 : 46 WIB






Khotib : Ust. Fuad Mubarok Lc.






Tema : Bersyukur dengan yang sedikit















Hari : Sabtu, 05 Oktober 2013 M.






Waktu : Ba'da Shubuh






Materi : FirqotunNajiah






Pemateri : Ust.Abdul Hakim Lc.















Hari : Ahad, 06 Oktober 2013 M.






Waktu : Ba'da Shubuh





 

Materi : Kitab Zadul Ma'ad






Pemateri : Ust.Ali Saman Hasan Lc. MA.















Hari : Ahad, 06 Oktober 2013 M.






Waktu : Ba'da Ashar (pukul 16:00 WIB) - Maghrib





Materi : Kitab Mukhtasor Al Muzanni






Pemateri : Ust.DR.Erwandi Tarmidzie 
















Insya Allah Ta'ala sebagian dari kajian di masjid Abu Bakar Ash Shiddiq akan 
disiarkan secara langsung 
Melalui radio 837 AM Muslim Jakarta 

[assunnah] ust.Dr. Erwandi KAJIAN Jakarta Timur

2013-09-30 Terurut Topik Abu Ayub




UNDANGAN KAJIAN ILMIAH,...


Insya Alloh :
Hari     :  Rabu, 2 Oktober 2013
waktu          :  09.00 s/d dzuhur
Pemateri     :  Ust. Dr. Erwandi Termizi,MA
TEMA    :  FIQH JUAL BELI  (Kitab Minhajussalikin) 
Tempat    :   MASJID NURUL IMAN 
                        (masjid hijau) karena cat nya warna  hjijau,
                        jln. Raya cilangkap cipayung jakarta timur
        (dekat MABES TNI)




CP  :  021- 938 31 347


Jazakallahukhair







 Dari: Abu Ayub 
Kepada: "assunnah@yahoogroups.com" 
Dikirim: Jumat, 20 September 2013 17:07
Judul: Bls: [assunnah] ust.Dr. Erwandi  Kajian Jakarta Timur





wa'alaikumsalam,.


kajian rutin di jakarta timur, sbb :
alamat lengkapnya jln. Raya cilangkap cipayung jakarta timur (dekat MABES TNI)
pada : 
            - Setiap hari Rabu 
            - 09.30 s/d dzuhur
            - MASJID NURUL IMAN  (masjid hijau) karena cat nya warna  hjijau,
               jln. Raya cilangkap cipayung jakarta timur (dekat MABES TNI)


Nara sumber :  
             1. Ustadz Dr. Erwandi ,

             2. Ustadz Abu Usamah, LC
             3. Ustadz Fatih, LC
             4. Ustadz Abdullah Taslim, MA
             5. Ustddz Drs. Hayat Setiawan, MA


Pemateri secara bergntian mengisi pada setiap pekan (setiap rabu)
namun ana tidak hafal pada pekan keberapa masing2  nara sumber tsb mengisinya,


Semoga bermanfaat, syukran.

















 Dari: Ahmad Adriansyah 
Kepada: assunnah@yahoogroups.com
Dikirim: Jumat, 20 September 2013 7:37
Judul: [assunnah] Kajian Jakarta Timur





 
Assalamu'alaykum
Adakah informasi jadwal kajian di Jakarta Timur akhr pekan ini?
Syukron,
Ahmad
 

[assunnah] >>Syarat Hewan Kurban<

2013-09-29 Terurut Topik Abu Abdillah
SYARAT-SYARAT HEWAN KURBAN




Oleh
Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
http://almanhaj.or.id/content/1711/slash/0/syarat-syarat-hewan-kurban-dan-hewan-kurban-yang-utama-dan-yang-dimakruhkan/


Kurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika telah memenuhinya, 
yaitu.


1. Hewan kurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik 
domba atau kambing biasa.


2. Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah 
tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.


a. Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
b. Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
c. Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun

d. Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan


3. Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah 
dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


a. Buta sebelah yang jelas/tampak
b. Sakit yang jelas.
c. Pincang yang jelas
d. Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang


Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam 
aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berkurban dengannya, seperti buta kedua 
matanya, kedua tangan dan kakinya putus, ataupun lumpuh.


4. Hewan kurban tersebut milik orang yang berkurban atau diperbolehkan (di 
izinkan) baginya untuk berkurban dengannya. Maka tidak sah berkurban dengan 
hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang 
beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut.


5. Tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan 
hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi.


6. Penyembelihan kurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan 
syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka 
sembelihan kurbannya tidak sah. [1]


HEWAN KURBAN YANG UTAMA DAN YANG DIMAKRUHKAN
Yang paling utama dari hewan kurban menurut jenisnya adalah unta, lalu sapi. 
Jika penyembelihannya dengan sempurna, kemudian domba, kemudian kambing biasa, 
kemudian sepertujuh unta, kemudian sepertujuh sapi.


Yang paling utama menurut sifatnya adalah hewan yang memenuhi sifat-sifat 
sempurna dan bagus dalam binatang ternak. Hal ini sudah dikenal oleh ahli yang 
berpengalaman dalam bidang ini. Di antaranya.


a. Gemuk
b. Dagingnya banyak
c. Bentuk fisiknya sempurna
d. Bentuknya bagus
e. Harganya mahal


Sedangkan yang dimakruhkan dari hewan kurban adalah.


1. Telinga dan ekornya putus atau telinganya sobek, memanjang atau melebar.
2. Pantat dan ambing susunya putus atau sebagian dari keduanya seperti 
–misalnya putting susunya terputus-
3. Gila
4. Kehilangan gigi (ompong)
5. Tidak bertanduk dan tanduknya patah


Ahli fiqih Rahimahullah juga telah memakruhkan Al-Adbhaa’ (hewan yang hilang 
lebih dari separuh telinga atau tanduknya), Al-Muqaabalah (putus ujung 
telinganya), Al-Mudaabirah (putus dari bagian belakang telinga), Asy-Syarqa’ 
(telinganya sobek oleh besi pembuat tanda pada binatang), Al-Kharqaa (sobek 
telinganya), Al-Bahqaa (sebelah matanya tidak melihat), Al-Batraa (yang tidak 
memiliki ekor), Al-Musyayya’ah (yang lemah) dan Al-Mushfarah [2, 3]


DAGING KURBAN YANG DIMAKAN, DIHADIAHKAN DAN DISHADAQAHKAN
Disunnahkan bagi orang yang berkurban untuk memakan sebagian hewan kurbannya, 
menghadiahkannya dan bershadaqah dengannya. Hal ini adalah masalah yang 
lapang/longgar dari sisi ukurannya. Namun yang terbaik menurut kebanyakan ulama 
adalah memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya dan bershadaqah 
sepertiganya.


Tidak ada perbedaan dalam kebolehan memakan dan menghadiahkan sebagian daging 
kurban antara kurban yang sunnah dan kurban yang wajib, dan juga tidak ada 
perbedaan antara kurban untuk orang hidup, orang yang wafat atau wasiat.


Diharamkan menjual bagian dari hewan kurban baik dagingnya, kulitnya atau 
bulunya dan tidak boleh juga memberi sebagian dari hewan kurban tersebut kepada 
jagalnya sebagai upah penyembelihan, karena hal itu bermakna jual beli.[4]


Ibnu Hazm Rahimahullah berpendapat lebih jauh dari itu, sampai ia menetapkan 
kewajiban memakan sebagian hewan kurbannya, ia mengatakan, “Diwajibkan atas 
setiap orang yang berkurban untuk memakan sebagian hewan kurbannya dan itu 
harus dilakukan walaupun hanya sesuap atau lebih. Juga diwajibkan bershadaqah 
darinya dengan sesukanya, baik sedikit atau pun banyak dan itu harus, dan 
dimubahkan memberi makan kepada orang kaya dan kafir dan menghadiahkan 
sebagiannya jika ia berkeinginan untuk itu.” [5]


[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia 
Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad 
Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
___
Footnote
[1]. Lihat Bidaayatul Mujtahid (I/450), Al-Mugni (VIII/637) dan setelahnya, 
Badaa’I’ush Shana’i (VI/2833) dan Al-Muhalla (VIII/30).
[2]. Para ulama berselisih t

[assunnah] >>Asal Pensyariatan Kurban<

2013-09-29 Terurut Topik Abu Abdillah
’, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada 
orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang 
nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” 
[Ash-Shaaffaat : 102-107]

Dalam penyembelihan kurban terdapat upaya menghidupkan sunnah ini dan 
menyembelih sesuatu dari pemberian Allah kepada manusia sebagai ungkapan rasa 
syukur kepada Pemilik dan Pemberi kenikmatan. Syukur yang tertinggi adalah 
kemurnian ketaatan dengan mengerjakan seluruh perintahNya.

2. Mencukupkan orang lain di hari ‘Id, karena ketika seorang muslim menyembelih 
kurbannya, maka ia telah mencukupi diri dan keluarganya, dan ketika ia 
menghadiahkan sebagiannya untuk teman dan tetangga dan kerabatnya, maka dia 
telah mencukupi mereka, serta ketika ia bershadaqah dengan sebagiannya kepada 
para fakir miskin dan orang yang membtuhkannya, maka ia telah mencukupi mereka 
dari meminta-minta pada hari yang menjadi hari bahagia dan senang tersebut.

HUKUM BERKURBAN
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum kurban menjadi beberapa pendapat, 
yang paling masyhur ada dua pendapat, yaitu.

Pendapat Pertama : Hukum kurban adalah sunnah mu’akkadah, pelakunya mendapat 
pahala dan yang meninggalkannya tidak berdosa. Inilah pendapat mayoritas ulama 
salaf dan yang setelah mereka.

Pendapat Kedua : Hukum kurban adalah wajib secara syar’i atas muslim yang mampu 
dan tidak musafir, dan berdosa jika tidak berkurban. Inilah pendapat Abu 
Hanifah dan selainnya dari para ulama.

Setiap pendapat ini berdalil dengan dalil yang telah dipaparkan dalam 
kitab-kitab madzhab. Pendapat yang menenangkan jiwa dan didukung dengan 
dalil-dalil kuat dalam pandangan saya bahwa hukum kurban adalah sunnah 
mu’akkadah, tidak wajib.

Ibnu Hazm Rahimahullah berkata, “Kurban hukumnya sunnah hasanah, tidak wajib. 
Barangsiapa meninggalkannya tanpa kebencian terhadapnya, maka tidaklah berdosa 
[8]

Sedangkan Imam An-Nawawi Rahimahullah mengatakan, “Para ulama berbeda pendapat 
tentang kewajiban kurban atas orang yang mampu. Sebagian besar ulama 
berpendapat bahwa kurban itu sunnah bagi orang yang mampu, jika tidak 
melakukannya tanpa udzur, maka ia tidak berdosa dan tidak harus mengqadha’nya. 
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kurban itu wajib atas orang yang mampu. 
[9]

[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia 
Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad 
Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
___
Footnote
[1]. Lisaanul ‘Arab, maddah Dhahaa (XIV/477) dan al-Mu’jamul Wasiith maddah 
Dhahaah (I/537).
[2]. Shahiih Muslim bi Syarh an-Nawawi (XIII/109) dan Fat-hul Baari (X/3) dan 
Nihaayatul Muhtaaj (III/133).
[3]. Tafsir Ibni Katsir (IV/558), Zaadul Masiir, karya Ibnul Jauzi (I/249) dan 
Tafsiir Al-Qurthubi (XI/218]
[4]. Hadits Riwayat Bukhari dan Musim lihat Fathul Baari (X/9) dan Shahih 
Muslim bi Syarh An-Nawawi (XIII/120).
[5]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim lihat Fathul Baari (X/6) dan Shahihh 
Muslim bi Syarh An-Nawawi (XIII/113)
[6]. Al-Mughni (VIII/617)
[7]. Fathul Baari (/3)
[8]. Al-Muhalla (VIII/3)
[9]. Shahiih Muslim bi Syarh An-Nawawi (XIII/110) dan lihat dalil dua pendapat 
ini dan perdebatannya dalam Fathul Baari (X/3), Bidaayatul Mujtahid (I/448), 
Mughniyul Mubtaaj (IV/282) Majmu Al-Fatawaa (XXVI/304), Al-Mughni dan Syarhhul 
Kabiir (XI/94) dan Al-Mughni (VIII/617) dan setelahnya.
  

[assunnah] >>Berserikat Dalam Kurban<

2013-09-29 Terurut Topik Abu Abdillah
BERSERIKAT DALAM KURBAN




Oleh
Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
http://almanhaj.or.id/content/1703/slash/0/berserikat-dalam-kurban-dan-bershadaqah-dengan-nilainya/


Seekor kambing tidak bisa untuk dua orang atau lebih yang keduanya membeli dan 
menyembelih kurban tersebut, karena hal itu tidak terdapat dalam dalam 
Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana tidak bolehnya berserikat lebih dari tujuh 
orang dalam satu unta atau satu sapi, karena ibadah itu tauqifiyah (semata 
bersandar kepada wahyu). Yang benar dan boleh hanyalah berserikat tujuh orang 
atau kurang dari itu dalam satu unta atau sapi. Hukum ini berlaku tidak pada 
permasalahan pahalanya, karena tidak ada batasan jumlah berserikat dalam 
pahalanya, karena keutamaan Allah itu sangat luas sekali.


Disini wajib diingatkan akan kesalahan yang dianggap remah oleh sebagian orang 
yang memiliki tanggung jawab melaskanakan wasiat, dimana ia mengumpulkan 
wasiat-wasiat lebih dari satu kerabatnya dalam satu kurban untuk semua. Ini 
tidak bolehkan. Namun, jika yang berwasiat adalah seorang yang berwasiat dengan 
beberapa kurban lalu ia kumpulkan dalam satu kurban, maka hal itu tidak 
mengapa, isnya Allah.


BERSHADAQAH DENGAN NILAINYA
Penyembelihan kurban termasuk salah satu syi’ar agama Islam yang jelas, oleh 
karena itu menyembelih lebih utama dari bershadaqah senailainya, dengan dasar 
sebagai berikut.


1. Penyembelihan kurban adalah amalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
dan sahabat beliau dan orang-orang setelah mereka dari para Salaf umat ini.


2. Penyembelihan termasuk syai’ar Allah, seandainya manusia berpaling darinya 
kepada shadaqah senilai kurban tersebut, tentulah syi’ar penyembelihan kurban 
ini akan hilang.


3. Penyembelihan kurban adalah ibadah yang tampak sedangkan shadaqah dengan 
senilainya dimaukkan dalam ibadah yang tidak nampak.


4. Seandainya bershadaqah senilainya sama dengan bilai penyembelihan kurban 
atau lebih baik, tentullah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah 
menjelaskannya denan ucapan atau perbuatan, karena beliau tidak pernah 
meninggalkan satu kebaikan kecuali beliau telah menunjukkannya dan tidak pula 
satu kejelekan pun melainkan beliau telah memperingatkannya darinya.


5. Sudah dimaklumi bahwa shadaqah dengan nilai kurban tersebut lebih mudah dan 
lebih gampang dari menyembelihnya karena adanya kesulitan yang telah diketahui 
oleh orang yang meneman penyembelihan dan mendahuluinya pada banyak keadaan. 
Seandainya bershadaqah dengan harga kurban tersebut lebih utama atau sama, 
pasti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskannya, sebab beliau 
adalah orang yang sangat menyayangi umatnya dan sangat pengasih terhadap 
mereka. Beliaua adalah orang yang selalu memilih perkara yang paling mudah dan 
ringan untuk umatnya. Dengan demikian, diketahui secara pasti bahwa 
penyembelihan adalah utama. Wallahu a’lam.


Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan, “Al-Udhiyah (kurban), Aqiqah dan 
Al-Hadyu lebih utama dari shadaqah senilainya. Jika ia memiliki harta untuk 
bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, maka hendaklah ia berkurban, dan 
memakan dari sebagian kurbannya lebih utama dari shadaqah dan Al-Hadyu di 
Makkah lebih baik dari bershadaqah senilainya. [Majmuu’ Al-Fataawaa (XXVI/304)]


Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan, “Penyembelihan di tempatnya lebih utama 
dari shadaqah dengan senilainya”. Beliau melanjutkan perkataanya, “oleh 
karenanya, seandainya ia bershadaqah dengan nilai yang berlipat ganda sebagai 
ganti sembelihan haji Tammatu’ ( Dam Al-Mut’ah) dan sembelihan haji Qiran (Dam 
Al-Qiran), maka ia tidak dapat menggantikannya. Demikian juga kurban” [Ahkaamul 
Udh-hiyah Wa Zakaah, hal. 14]


[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia 
Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad 
Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
  

[assunnah] >>Waktu Penyembelihan Kurban<

2013-09-29 Terurut Topik Abu Abdillah
WAKTU PENYEMBELIHAN KURBAN


Oleh
Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
http://almanhaj.or.id/content/1699/slash/0/orang-orang-yang-disyariatkan-untuk-berkurban-dan-kapan-waktu-penyembelihan-kurban/

Waktu penyembelihan kurban mulai dari setelah ‘Id di hari raya kurban sampai 
terbenam matahari pada hari terakhir Tasyriq yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. 
Sehingga hari penyembelihan adalah empat hari : satu hari di hari raya kurban 
setelah shalat ‘Id dan tiga hari setelahnya. Barangsiapa menyembelih kurbannya 
sebelum selesai shalat ‘Id atau setelah terbenamnya matahari tanggal 13 
Dzulhijjah, maka kurbannya tidak sah. Ada yang mengatakan bahwa waktu 
penyembelihan hanya dua hari setelah ‘Id saja, dan menurut pendapat ini hari 
penyembelihan hanya tiga hari saja. Tetapi yang rajih adalah pendapat yang 
pertama.

Dibolehkan menyembelih kurban di waktu siang atau malam, namum penyembelihan di 
siang hari lebih utama. Setiap hari dari hari-hari penyembelihan lebih utama 
dari hari setelahnya, karena mendahulukan sembelihan termasuk sikap bersegera 
melaksanakan ketaatan.

An-Nawawi Rahimahullah berkata : Adapun waktu berkurban, maka sepatutnya 
menyembelihnya setelah shalat bersama imam dan ketika itu sah secara ijma’. 
Ibnul Munzdiri Rahimahullah berkata, “Mereka telah berijma’ bahwa penyembelihan 
kurban tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya matahari pagi hari raya kurban. 
‘Dan mereka berbeda pendapat pada penyembelihan setelahnya’ [1].

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Mereka sepakat bahwa kurban disyariatkan juga 
di malam hari sebagaimana disyariatkan di siang hari, kecuali satu riwayat dari 
Imam Malik dan juga Imam Ahmad [2].

KURBAN SAH UNTUK BERAPA ORANG ?
Satu kurban berupa kambing cukup untuk seorang dari ahli baitnya (keluarganya) 
dan kaum muslimin yang ia kehendaki, baik masih hidup ataupun sudah wafat. 
Telah diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
menyembelih kurbannya, beliau berkata :

اَللّهُمَّ تَقَبَّلْ عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ و َمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ.

“Ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarda Muhammad dan umat Muhammad” 

Sepertujuh untuk unta atau sapi mencukupi dari orang yang cukup untuk satu 
kambing. Seandainya seorang muslim menyembelih sepertujuh unta atau sapi 
untuknya dan keluarganya, maka itu adalah sah, dan seandainya untuk tujuh orang 
brserikat menyembelih kurban atau hadyu, satu unta atau satu sapi, maka itupun 
sah.

ORANG YANG DISYARIATKAN BERKURBAN
Pada asalnya kurban itu disyariatkan untuk oang yang masih hidup, berdasarkan 
riwayat yang mengatakan bahwa beliau telah menyembelih hewan kurban untuk diri 
dan keluarganya.

Adapun perbuatan sebagian orang yang mendahulukan kurban untuk mayit atas diri 
dan keluarganya sebagai shadaqah dari mereka, maka amalan ini tidak mempunyai 
dasar menurut apa yang kami ketahui. Namun, seandainya ia berkurban untuk diri 
dan keluarganya lalu memasukkan orang-orang yang telah meninggal dunia bersama 
mereka atau menyembelih kurban untuk mayit secara sendirian sebagai shadaqah 
darinya, maka hal itu tidak mengapa dan ia mendapat pahala, insya Allah

Adapun kurban untuk orang yang telah meninggal dunia yang merupakan wasiat 
(orang yang mati) kepadanya, maka ini wajib dilaksanakan, walaupun ia belum 
berkurban untuk dirinya sendiri, karena ia diperintahkan untuk melaksanakan 
wasiat tersebut

[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia 
Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad 
Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
___
Footnote
[1]. Shahiih Muslim bi Syarh An-Nawawi (XIII/110)
[2]. Fathul Baari (X/8)
  

[assunnah] >>Menziarahi Kota Madinah<

2013-09-26 Terurut Topik Abu Abdillah
MENZIARAHI KOTA MADINAH AL-MUNAWARAH*
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
http://almanhaj.or.id/content/995/slash/0/menziarahi-kota-madinah-al-munawwarah61482/


Keutamaan Kota Madinah
Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah 
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ تَعَالَىٰ سَمَّى الْمَدِينَةَ طَابَةَ.

“Sesungguhnya Allah Subahnahu wa Ta'ala menamakan Madinah dengan Thabah.” [1]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam bersabda:

إِنَّ الْمَدِيْنَةَ كَالْكِيْرِ، تُخْرِجُ الْخَبِيْثَ، لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ 
حَتَّى تَنْفِيَ الْمَدِيْنَةُ شِرَارَهَا، كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ 
الْحَدِيْدِ.

“Sesungguhnya Madinah itu seperti alat peniup api yang mengeluarkan hal yang 
kotor. Tidak akan terjadi Kiamat itu sampai Madinah menghilangkan 
keburukan-keburukan yang ada di dalamnya sebagaimana alat peniup api 
mengilangkan kotoran besi.” [2]

Keutamaan Masjid Nabawi Dan Shalat Di Dalamnya
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menyatakan bahwa hadits ini bersambung 
kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: مَسْجِدِ الْحَرَامِ، 
وَمَسْجِدِي هَذَا، وَمَسْجِدِ اْلأَقْصَى.

“Tidak boleh mengadakan perjalanan kecuali ke tiga masjid; Masjidil Haram, 
masjidku ini, dan Masjidil Aqsa.” [3]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam bersabda:

صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هٰذَا، خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِي غَيْرِهِ مِنَ 
الْمَسَاجِدِ، إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ.

"Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu kali shalat di masjid lain, 
kecuali Masjidil Haram.’” [4]

Dari ‘Abdullah bin Zaid bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ.

“Di antara rumahku dan mimbarku terdapat taman dari taman-taman Surga.” [5]

Adab-Adab Mengunjungi Masjid Nabawi Yang Mulia Dan Kuburan Rasulullah 
Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Mulia
Keutamaan yang khusus dimiliki oleh Masjid Nabawi yang mulia, Masjidil Haram 
dan Masjid Aqsha adalah kemuliaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk tiga 
masjid ini dan kelebihan shalat di dalamnya daripada shalat di tempat lain. 
Barangsiapa yang datang mengunjungi Masjid Nabawi hendaknya datang untuk 
mendapatkan pahala dan memenuhi panggilan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
yang menganjurkan untuk mengunjungi dan menziarahi Masjid Nabawi.

Tidak ada adab-adab yang dikhususkan untuk tiga masjid ini dari masjid-masjid 
yang lain, kecuali kerancuan yang bisa saja terjadi pada sebagian manusia, 
akhirnya mereka menetapkan adab-adab khusus untuk Masjid Nabawi. Kerancuan ini 
tidak akan pernah terjadi seandainya kubur Rasulullah yang mulia tidak di dalam 
masjid.

Agar urusan ini menjadi jelas bagi kaum muslimin apabila ia datang ke Madinah 
dan ingin mengunjungi Masjid Nabawi, kami akan membawakan adab-adab menziarahi 
masjid ini:

1. Apabila ia masuk hendaknya ia masuk dengan kaki kanan kemudian membaca:

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ، اَللّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ 
رَحْمَتِكَ.

“Ya Allah, semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Muhammad. Ya 
Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku,” [6]

Atau membaca:

أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ 
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

“Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung, dengan wajah-Nya Yang Mahamulia 
dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari syaitan yang terkutuk.” [7]

2. Shalat Tahiyatul Masjid dua raka’at sebelum duduk.

3. Hendaknya menghindari shalat ke arah kuburan Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam yang mulia dan menghadap ke kuburan tersebut ketika berdo’a.

4. Kemudian menuju kuburan Nabi yang mulia untuk memberi salam kepada Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Hendaknya ia menghindari meletakkan tangan di atas dada, menganggukkan 
(menundukkan) kepala, merendahkan diri yang tidak pantas dilakukan kecuali 
kepada Allah saja dan beristigatsah kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. 
Hendaknya ia memberi salam kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan 
kalimat dan lafazh yang ia pakai untuk memberi salam kepada orang yang 
dikuburkan di Baqi’. Ada beberapa bacaan yang shahih dari Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam, di antaranya:

اَلسَّلاَمُ عَلَىٰ أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ 
وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ، وَإِنَّا 
إِنْ شَاءَ اللهُ، بِكُمْ لَلاَحِقُونَ.

“Semoga kesejahteraan untukmu, wahai penduduk kampung (barzakh) dari 
orang-orang mukmin dan muslim. Semoga Allah merahmati orang-orang yang 
terdahulu dan orang-orang yang terakhir di antara kita. Sesungguhnya kami 
-insya Allah- akan menyusul kalian.” [8]

Kemudian memberi salam kepada dua Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam ; Abu Bakar dan ‘Umar denga

[assunnah] Bolehnya Singkatan "SAW" atau "Aslkm wr wb", dan Sejenisnya

2013-09-26 Terurut Topik Andi Abu Salman
tidak
didouble. Yang paling mendekati kebenaran adalan "Shollallahu 'alaihi
wa sallam"

Keempat : Dari penjelasan poin di atas maka saya kurang setuju dengan
penghukuman sebagian orang yang menyatakan bahwa menyingkat
(�� �� �� � �) dengan Ass wr
wb adalah kesalahan, dikarenakan makna "Ass" dalam bahasa Inggris
adalah makna yang jorok. Hal ini dikarenakan sbb :

Tujuan dari tulisan adalah bacaan, dan tujuan penulisan "Ass wr wb"
bukanlah maksudnya dibaca secara leterlek "Ass". Saya rasa ini
dipahami oleh semua orang yang berakal. Demikian juga kalau tujuannya
hanya membaca teks secara leterlek maka bagaimana mau dibaca "wr" dan
"wb"??
Penulisan singkatan tersebut (yaitu Ass wr wb) dimaksudkan adalah
dalam bahasa Indonesia, karenanya janganlah dibawa kepada makna
bahasa-bahasa yang lain. Jika caranya demikian maka bisa jadi kita
akan terjerumus dalam banyak kesalahan. Sebagai contoh kata "butuh"
dalam bahasa Indonesia adalah maknanya "perlu", tapi dalam bahasa
Malaysia maknanya konon adalah "kemaluan". Demikian juga misalnya kata
"naik" dalam bahasa Indonesia artinya beranjak dari tempat yang rendah
ke tempat yang tinggi, akan tetapi dalam bahasa Arab artinya
"berhubungan tubuh/seks"
Jika kita membawa tulisan Indonesia ke makna-makna dalam bahasa lain,
seperti Ass dalam bahasa inggris artinya "pantat" maka jadilah
penyingkatan ini menjadi haram, bukan hanya makruh. Demikian juga
mungkin saja kata "SAW" dalam bahasa-bahasa yang lain bisa jadi
bermakna buruk. Padahal mayoritas ulama hanya menyatakan hukumnya
sekedar makruh dan tidak sampai pada derajat haram. Wallahu A'lam.

Kelima : Sering kita butuh pada singkatan-singkatan tersebut dalam
menulis sms dalam rangka untuk menghemat biaya dan menghemat waktu.
Karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwasanya kecepatan
mengucapkan (berbicara dengan lisan) lebih cepat daripada kecepatan
pengungkapan dengan tulisan.

Keenam : Kita juga mendapati para ulama melakukan penyingkatan,
seperti (��) yang merupakan singkatan dari (�), demikian juga

misalnya kata (�) yang merupakan singkatan dari (���  ��
��), juga kata (�) singkatan dari (� ���), juga kata
(�) singkatan dari (�� ��� ��) juga kata (�) yang
merupakan singkatan dari (�� ��� ��� ��� ��� �).

Ketujuh : Diriwayatkan bahwsanya sebagian ahlil hadits menuliskan kata
"Nabi" tanpa menuliskan (���   ), akan tetapi hanya
mencukupkan mengucapkan sholawat kepada Nabi dengan lisan tidak dengan
tulisan. Jika perkaranya dibolehkan maka tentu menulis singkatan
sholawat dalam rangka untuk mengingatkan pembaca agar bersholawat juga
dibolehkan. Wallahu A'lam bis Showaab


Catatan :

-Bagaimanapun menulis doa secara lengkap itulah yang dianjurkan, dan
lebih baik, serta sang penulis akan mendapatkan pahala dari tulisannya
tersebut selain pahala ucapan.

-Tulisan ini juga dimaksudkan untuk mengingatkan kepada para pembaca
yang tatkala menegur orang yang menyingkat shalawat atau menyingkat
salam dengan terkesan seakan-akan perbuatan tersebut adalah haram dan
terhina pelakunya.

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 16-11-1434 H / 22 September 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com














__._,_.___

  
  








Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/









   



  



  
  Your email settings: Individual Email|Traditional 
  Change settings via the Web (Yahoo! ID required) 
  Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured 
   
Visit Your Group 
   |
  
Yahoo! Groups Terms of Use
   |
  
   Unsubscribe 
   
 

  




__,_._,___





RE: [assunnah]>>Umroh Atau Rumah<

2013-09-25 Terurut Topik Abu Harits
From: abujmuham...@yahoo.com.au
Date: Wed, 25 Sep 2013 00:25:52 -0700 






Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Adakah ikhwan / akhwat yang bisa menjawab pertanyaan ana , mana yg lebih di 
utamakan melaksanakan umroh terlebih dahulu atau membangun rumah dahulu , 
sedang kan ana sudah melaksanakan haji beberapa th yg lalu alhamdulillah.

Mohon pencerahan nya.



Jazakallahu kheir.



Abu Muhammad (Australia)

>>>>>>>>>>>>

 

Apabila sudah melaksanakan haji beserta umrah, yang lebih diutamakan adalah 
membangun/membeli rumah sebagai tempat tinggal, karena diantara salah satu 
kewajiban suami terhadap istri dan anak-anaknya adalah menyediakan tempat 
tinggal. Selengkpanya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2623/slash/0/jika-suami-tidak-memberi-nafkah/

 

1. Haji Beserta Umrah Adalah Kewajiban Yang Dilakukan Sekali Dalam Seumur Hidup.

Haji Beserta Umrah Adalah Kewajiban Yang Dilakukan Sekali Dalam Seumur Hidup, 
Bagi Setiap Muslim, Baligh, Berakal, Merdeka Serta Mampu

Firman Allah Ta’ala:

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى 
لِّلْعَالَمِينَ فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ 
كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ 
إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat beribadah) manusia 
ialah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi 
petunjuk bagi seluruh manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di 
antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) men-jadi 
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu 
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa 
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak 
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Ali ‘Imran: 96-97]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam berkhutbah di tengah-tengah kami, beliau bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوْا، فَقَالَ 
رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّىٰ قَالَهَا ثَلاَثاً، 
ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ قُلْتُ نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، 
وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا 
هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَىٰ 
أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا 
اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ.

“Telah diwajibkan atas kalian ibadah haji, maka tunaikanlah (ibadah haji 
tersebut).” Lalu ada seorang berkata, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” 
Lalu beliau diam sampai orang tersebut mengatakannya tiga kali, kemudian 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Andaikata aku menjawab ya, 
niscaya akan menjadi suatu kewajiban dan niscaya kalian tidak akan mampu 
(melaksanakannya).” Kemudian beliau bersabda, “Biarkanlah aku sebagaimana aku 
membiarkan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian 
ialah banyak bertanya dan banyak berselisih dengan Nabi mereka. Apabila aku 
memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian. Dan 
apabila aku melarang sesuatu, maka tinggalkanlah.” [5]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1538/slash/0/keutamaan-haji-dan-umrah/

 

2. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Saya telah melaksanakan 
haji wajib dan sekarang mampu pergi haji lagi. Manakah yang lebih utama 
menyedekahkan dana untuk haji yang kedua ataukah saya berangkat haji?

Jawab
Jika kamu mempunyai keluasan dalam harta dan memungkinkan sedekah di samping 
pergi haji, maka lebih utama bagimu untuk melaksanakan keduanya. Tetapi jika 
tidak dapat melakukan kedua hal tersebut sedangkan disekitarmu terdapat 
orang-orang miskin yang sangat membutuhkan bantuan atau kegiatan-kegiatan 
kebaikan yang memerlukan dana, maka memberikan dana haji kamu kepada mereka 
adalah lebih utama dari pada haji sunnah. Tetapi jika disana tidak ada 
kebutuhan yang sangat perlu, maka haji lebih utama.

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2386/slash/0/memilih-haji-sunnah-ataukah-sedekah-untuk-membiayai-para-pejuang/

 

Wallahu Ta'ala A'lam 





  

RE: [assunnah]>>Perihal Madzi<

2013-09-25 Terurut Topik Abu Harits

From: sabdo.rac...@yahoo.com
Date: Mon, 23 Sep 2013 11:25:41 +0800 







Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh,
Ana mw bertanya, Ana termasuk orang yg gampang keluar madzi,
pertanyaannya:
1.Bagaimana jika ana sedang shalat tiba-tiba keluar madzi apakah
shalat ana harus ana ulang dgn membersihkan madzi dan berwdhu seperti
biasa lalu shalat kembali.
2.Apakah membersihkan madzi cukup dipercikan saja sampai terlihat
basah dicelana dalam kita tanpa perlu mengganti celananya.
Jazakallahu khoriran, mohon jawabannya
>>
 
Madzi, yaitu cairan putih (bening), encer, dan lengket yang keluar ketika 
naiknya syahwat. Dia tidak keluar dengan syahwat, tidak menyembur, dan tidak 
pula diikuti lemas. Terkadang keluar tanpa terasa. Dialami pria maupun 
wanita.[11]

Madzi adalah najis. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
menyuruh membasuh kemaluan darinya. 

‘Ali Radhiyallahu anhu berkata, “Aku adalah laki-laki yang sering keluar madzi. 
Aku malu menanyakannya pada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam karena kedudukan 
puteri beliau. Lalu kusuruh al-Miqdad bin al-Aswad untuk menanyakannya.

Beliau lantas bersabda: 

يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ.

‘Dia harus membasuh kemaluannya dan berwudhu.’” [12]

Sedangkan wadi adalah cairan putih (bening) dan kental yang keluar setelah 
kencing.[13]

Wadi adalah najis.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Mani, wadi, dan madzi. Adapun 
mani, maka wajib mandi. Sedangkan untuk wadi dan madzi, beliau (Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda:

اِغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيْرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ.

‘Basuhlah dzakar atau kemaluanmu dan wudhulah sebagaimana engkau berwudhu untuk 
shalat.’” [14]
__
[11]. Syarh Muslim, karya an-Nawawi (III/213).
[12]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih Muslim (I/247 no. 303)], ini adalah lafazhnya. 
Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/230 no. 132), Mukhtashar.
[13]. Fiqhus Sunnah (I/24).
[14]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 190)], dan al-Baihaqi (I/115).
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1438/slash/0/air-an-najaasaat/
 
Menyucikan pakaian yang terkena madzi
Dari Sahl bin Hunaif, dia berkata, "Aku mengalami kesulitan karena madzi. Aku 
sering mandi karenanya. Kuadukan masalahku ini kepada Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, "Cukuplah bagimu wudhu." Aku berkata, 
"Wahai Rasulullah, bagaimana dengan yang mengenai pakaian saya?" Beliau 
bersabda:

يَكْفِيْكَ أَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحُ بِهِ ثَوْبَكَ، حَيْثُ 
تَرَى أَنَّهُ قَدْ أَصَابَ مِنْهُ.

"Cukup ambil segenggam air lalu guyurkan (percikkan) pada pakaianmu yang 
terkena olehnya." [8]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1002/slash/0/cara-membersihkan-najis/
 
Agar shalat menjadi sah, disyaratkan hal-hal berikut :
...
C. Kesucian Baju, Badan, dan Tempat yang Digunakan Untuk Shalat..
Adapun dalil bagi disyaratkannya kesucian badan adalah sabda Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam kepada 'Ali. Dia menanyai beliau tentang madzi dan berkata:

تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ.

"Wudhu' dan basuhlah kemaluanmu." [3]
 
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/936/slash/0/syarat-syarat-sahnya-shalat/
 
Wallahu Ta'ala A'lam
 




  

[assunnah] >>Yang Terlarang Ketika Ihram<

2013-09-24 Terurut Topik Abu Abdillah
di Hudaibiyah 
sebelum beliau memasuki kota Makkah. Ka’ab pada saat itu sedang berihram, ia 
menyalakan api di bawah panci sedangkan kutunya berjatuhan di wajahnya satu 
demi satu. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya 
kepadanya, ‘Apakah kutu-kutu ini mengganggumu.’ ‘Benar,’ jawab Ka’ab. 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Cukurlah rambutmu lalu 
berilah makan sebanyak satu faraq untuk enam orang (satu faraq sama dengan tiga 
sha’) atau berpuasalah tiga hari atau sembelihlah seekor hewan kurban.’”[8]

7. Berhubungan intim dan faktor-faktor yang dapat membuatnya tertarik untuk 
berhubungan intim
8. Mengerjakan kemaksiatan
9. Bermusuhan dan berdebat

Dalil pengharaman tiga poin ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ 
وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang-siapa yang 
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerja-kan haji, maka tidak boleh 
rafats, berbuat fasiq dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” 
[Al-Baqarah: 197]

10,11. Melamar dan menikah
Berdasarkan hadits ‘Utsman bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ، وَلاَ يَخْطُبُ، وَلاَ يُخْطَبُ 
عَلَيْهِ.

“Orang yang sedang berihram dilarang menikah dan menikahkan serta melamar dan 
dilamar.”

12. Membunuh atau menyembelih hewan buruan darat atau mengisyaratkan atau 
memberi tanda untuk membunuh hewan buruan tersebut.

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا

“... Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam 
ihram...” [Al-Maa-idah: 96]

Juga sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beberapa orang 
Sahabat bertanya tentang keledai betina yang diburu oleh Abu Qatadah, ia pada 
saat itu tidak sedang berihram sedangkan yang lainnya berihram. Kemudian 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya:

أَمِنْكُمْ أَحَدٌ أَمَرَهُ أَنْ يَحْمِلَ عَلَيْهَا أَوْ أَشَارَ إِلَيْهَا؟ 
قَالُوْا: لاَ قَالَ: فَكُلُوْا.

“Apakah ada salah seorang di antara kalian memerintahkan agar ia memburu 
keledai itu, atau memberi isyarat ke keledai itu?” “Tidak,” jawab mereka. 
Beliau bersabda, “Makanlah.” [9]

13. Makan hewan buruan yang diburu untuknya atau yang ia isyaratkan untuk 
diburu, atau yang diburu dengan bantuannya
Berdasarkan apa yang difahami dari sabda beliau:

أَمِنْكُمْ أَحَدٌ أَمَرَهُ أَنْ يَحْمِلَ عَلَيْهَا أَوْ أَشَارَ إِلَيْهَا؟ 
قَالُوْا: لاَ، قَالَ: فَكُلُوْا.

“Apakah ada salah seorang di antara kalian memerintahkan agar ia memburu 
keledai itu atau memberi isyarat ke keledai itu?” “Tidak,” jawab mereka. Beliau 
bersabda, “Makanlah.” [10]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis 
Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih 
Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu 
Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
___
Footnote
[1]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (III/401, no. 1542), Shahiih Muslim 
(II/834, no. 1177), Sunan Abi Dawud (V/269, no. 1806), Sunan an-Nasa-i (V/129).
[2]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/57, no. 1841), Sunan an-Nasa-i 
(V/132), Shahiih Muslim (II/835, no. 1178), Sunan at-Tirmidzi (II/165, no. 
835), Sunan Abi Dawud (V/275, no. 1812).
[3]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1022)], Shahiih al-Bukhari (IV/52, no. 
1838), Sunan Abi Dawud (V/271, no. 1808), Sunan an-Nasa-i (V/133), Sunan 
at-Tirmidzi (II/164, no. 834).
[4]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1023)], Muwatha' Imam Malik (224/724), 
Mus-tadrak al-Hakim (I/454).
[5]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1012)].
[6]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (III/401, no. 1542), Shahiih Muslim 
(II/ 834, no. 117), Sunan Abi Dawud (V/269, no. 1806), Sunan an-Nasa-i (V/129
[7]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (III/135, no. 1265), Shahiih Muslim 
(II/865, no. 1206), Sunan Abi Dawud (IX/63, no. 3223-3222), Sunan an-Nasa-i 
(V/196).
[8]. Muttafaq 'alaih: Shahiih Muslim (II/861, no. 1201 (83)) ini adalah lafazh 
beliau, Shahiih al-Bukhari (IV/12, no. 1814), Sunan Abi Dawud (V/309, no. 
1739), Sunan an-Nasa-i (V/194), Sunan at-Tirmidzi (II/214, no. 960), Sunan Ibni 
Majah (II/1028, no. 3079).
[9]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (V/28, no. 1824), Shahiih Muslim 
(II/853, no. 1196 (60)), Sunan an-Nasa-i (V/186) semisal hadits tersebut.
[10]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (V/28, no. 1824), Shahiih Muslim 
(II/853, no. 1196 (60)), Sunan an-Nasa-i (V/186) semisal hadits tersebut.
  

[assunnah] OOT : Info Lowongan Pekerjaan

2013-09-24 Terurut Topik Abu Abdurrahman
















Bismillah,Mohon izin admin untuk share info lowongan pekerjaan.Penerbit Darussunnah, yang menerbitkan Buku2 Islam serta Al-Qur'an dengan manhaj salaf, saat ini sedang membutuhkan tenaga Accounting berpengalaman, dengan syarat sbb. :    1. Laki-Laki    2. Beragama Islam (disukai manhaj salaf)    3. Menguasai program accounting MYOB dan Zahir    4. Berpengalaman dibidangnya min 2 thn    5. Jujur dan AmanahBagi yang berminat dan sesuai dengan kualifikasi tsb diatas, silahkan mengirim CV ke :    Penerbit Darussunnah   
 Komp. PP Adhi Karya    Jl. Soka No. 9 RT 18 RW 02    Cipinang Muara    Jakarta 13420Wabillahi tawfiq 













__._,_.___

  
  








Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/









   



  



  
  Your email settings: Individual Email|Traditional 
  Change settings via the Web (Yahoo! ID required) 
  Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured 
   
Visit Your Group 
   |
  
Yahoo! Groups Terms of Use
   |
  
   Unsubscribe 
   
 

  




__,_._,___





RE: [assunnah]>>Wanita Qurban Biaya Sendiri<

2013-09-23 Terurut Topik Abu Harits
From: ferry6...@yahoo.com
Date: Sat, 21 Sep 2013 16:00:24 +0800 







Assalamu'alaykum..
Ikwahfillah sekalian,
Saya ingin bertanya mengenai pelaksanaan qurban
1.Apakah ada dalilnya dibolehkan seorang istri melaksanakan qurban dengan biaya 
sendiri   (diluar dr uang pemberian suami) meskipun suami akan  berniat 
untuk melaksanakan qurban juga??


Demikianlah. Terima kasih sebelumnya.
Wassalamu'alaykum.
>>
 
Para Ulama berbeda pendapat mengenai apakah ibadah kurban itu wajib ataukah 
tidak ? menjadi dua pendapat.[2] Diantara para Ulama, ada yang mengatakan bahwa 
ibadah kurban ini hukumnya wajib bagi yang mampu, karena ada perintah (dari 
Allâh) untuk melakukannya dalam al-Qur'an. Yaitu dalam firman Allah Azza wa 
Jalla :

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. [al-Kautsar/108:1-2]

Juga berdasarkan perintah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada orang 
yang melakukannya sebelum shalat 'Id agar dia menyembelih hewan kurban lagi 
setelah shalat.[3] Juga berdasarkan riwayat :

مَنْ وَجَدَ سَعَةً وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Barangsiapa memiliki kemampuan tapi dia tidak melakukan ibadah kurban, maka 
janganlah dia mendekati masjid kami. [4]

Oleh karena itu, tidak selayaknya bagi orang yang mampu meninggalkan ibadah 
ini. Hendaklah dia berkurban dengan satu hewan (kambing) atas nama dia dan 
keluarganya. Dan tidak sah dua orang atau lebih bersekutu dalam kepemilikan 
seekor kambing kurban. Sedangkan pada sapi atau unta, maka itu boleh ada tujuh 
orang bersekutu dalam kepemilikannya. Sekali lagi, ini dalam kepemilikan. 
Adapun bersekutu dalam pahala, maka tidak apa-apa seseorang berkurban dengan 
satu kambing atas nama dirinya dan keluarganya, meskipun jumlahnya banyak. 
Bahkan dia boleh berkurban atas nama dirinya dan seluruh Ulama Islam atau yang 
serupa dengan itu, (misalnya) atas nama banyak orang sampai tidak ada yang bisa 
menghitungnya kecuali Allah Azza wa Jalla.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1844/slash/0/wajibkah-melaksanakan-ibadah-kurban/
 
APAKAH BOLEH WANITA MENYEMBELIH KURBAN
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah boleh wanita menyembelih hewan dan 
apakah boleh kita memakan hasil sembelihannya?

Jawaban
Dibolehkan bagi wanita menyembelih hewan sebagaimana laki-laki berdasarkan 
beberapa hadits shahih. Dan dibolehkan juga memakan dagingnya, dengan syarat 
wanita tersebut muslimah atau ahlul kitab dan dia melakukan penyembelihan 
tersebut secara syar’i walaupun laki-laki yang mampu menyembelih ada, sebab 
tidak adanya laki-laki bukan menjadi syarat halalnya sembelihan wanita tersebut.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berfatwa dalam hal ini sebagai berikut:

Dibolehkan bagi wanita menyembelih hewan kurban dan semisalnya, sebab dalam 
urusan ibadah wanita sama halnya dengan laki-laki, kecuali ada dalil yang 
membedakan antara keduanya. Hal teresebut berdasarkan kisah seorang wanita 
budak pengembala kambing kemudian ada serigala yang menerkam kambingnya lalu 
budak tersebut mengambil batu yang tajam untuk menyembelih kambing tersebut, 
lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memakan 
sembelihan tersebut.

[Kitab Fatawa Dakwah Syaikh Ibnu Baz Juz 2/183. As’ilah wa Ajwibah fi Shalatil 
Idaini, 32-33]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2301/slash/0/mana-yang-lebih-baik-untuk-berkurban-cara-menyembelih-kurban-wanita-menyembelih-hewan-kurban/
 
Wallahu Ta'ala A'lam

 




  

[assunnah] >>Rukun-Rukun Haji<

2013-09-23 Terurut Topik Abu Abdillah
َسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ 
وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran 
mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesunguhnya kamu pasti akan memasuki 
Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala 
dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut...” [Al-Fath: 27]

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam berdo’a:

اَللّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِيْنَ، قَالُوْا: وَالْمُقَصِّرِينَ، يَا رَسُوْلَ 
اللهِ؟ قَالَ: اَللّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِيْنَ، قَالُوْا: 
وَالْمُقَصِّرِيْنَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اَللّهُمَّ ارْحَمِ 
الْمُحَلِّقِيْنَ، قَالُوْا: وَالْمُقَصِّرِيْنَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: 
وَالْمُقَصِّرِيْنَ.

“Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka 
berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau 
berdo’a lagi, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) 
rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai 
Rasulullah?” Beliau berdo’a lagi, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang 
mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan 
rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdo’a lagi, “Dan orang-orang yang 
memendekkan rambutnya.”

Jumhur ahli fiqih berselisih pendapat akan hukum mencukur atau memendekkan 
rambut ini. Sebagian besar dari mereka berpendapat hukumnya wajib, orang yang 
meninggalkannya wajib membayar dam, sedangkan ahli fiqh madzhab Syafi’i 
berpendapat mencukur atau memendekkan rambut merupakan salah satu di antara 
rukun-rukun haji. Faktor yang membuat mereka berselisih pendapat adalah karena 
tidak adanya dalil yang menguatkan pen-dapat yang pertama maupun yang kedua, 
sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh kami, al-Albani.

Syarat-Syarat Thawaf •
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam bersabda: 

اَلطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَّلاَةِ إِلاَّ أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُوْنَ 
فِيْهِ فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيْهِ فَلاَ يَتَكَلَّمُ إِلاَّ بِخَيْرٍ.

“Thawaf mengelilingi Ka’bah seperti shalat, namun dalam thawaf kalian boleh 
berbicara. Barangsiapa yang berbicara ketika thawaf hendaklah ia berbicara 
dengan perkataan yang baik.” [9]

Jika thawaf itu seperti shalat, maka disyaratkan hal-hal sebagai berikut:
1. Suci dari dua hadats (hadats kecil dan besar)
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طُهُورٍ.

“Allah tidak menerima shalat tanpa thaharah (bersuci).” [10]

Juga berdasarkan sabda beliau kepada ‘Aisyah yang haidh pada saat haji:

اِفْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوْفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى 
تَغْتَسِلِي.

“Kerjakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang berhaji, hanya saja engkau 
tidak boleh thawaf di Baitullah sampai engkau mandi (bersih dari haidhmu).” [11]

2. Menutup aurat
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: 

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (me-masuki) masjid...” 
[Al-A’raf: 31].

Dan berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwasanya Abu Bakar ketika haji yang mana 
dalam haji itu ia diangkat sebagai amir oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam, sebelum haji Wada’, beliau mengutus Abu Hurairah bersama beberapa orang 
pada hari raya kurban untuk mengumumkan kepada orang-orang. Setelah tahun ini 
orang musyrik tidak boleh berhaji, dan tidak boleh thawaf di Baitullah dalam 
keadaan telanjang. [12]

3. Thawaf sebanyak tujuh putaran sempurna
Hal ini karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam thawaf tujuh kali, 
seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu ‘Umar, “Setelah tiba Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam tha-waf mengelilingi Ka’bah tujuh kali, kemudian 
beliau shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim dan sa’i antara Shafa dan 
Marwah tujuh kali. Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada contoh yang baik 
bagimu.

Amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ini merupakan penjelasan dari 
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ 

“...Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu 
(Baitullah).” [Al-Hajj: 29]

Apabila ia meninggalkan sedikit saja dari tujuh putaran itu, thawafnya tidak 
sah. Jika ia ragu hendaknya ia mengambil kemungkinan yang paling sedikit agar 
ia menjadi yakin.

4,5. Memulai dan mengakhiri thawaf di Hajar Aswad dengan menempatkan Ka’bah di 
sebelah kiri
Berdasarkan hadits Jabir Radhiyallahu anhua: “Ketika Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam tiba di Makkah beliau mendatangi Hajar Aswad dan mengusapnya, 
kemudian beliau melangkah ke arah kanan, beliau thawaf dengan berlari-lari 
kecil tiga putaran dan berjalan biasa empat putaran.”

6.Thawaf di luar Ka’bah
Hal ini karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : 

وَلْ

[assunnah]

2013-09-23 Terurut Topik Abu hafizha Al-maidany



















BIOGRAFI
IMAM BUKHARI


Pertumbuhan beliau


Nama:  Muhammad bin Isma'il bin
Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah, Kuniyah beliau: Abu Abdullah


Nasab beliau:  Al Ju'fi; nisbah Al Ju'fi adalah nisbah
arabiyyah. Faktor penyebabnya adalah, bahwasanya al Mughirah kakek Bukhari yang
kedua masuk Islam berkat bimbingan dari Al Yaman Al Ju'fi. Maka nisbah beliau
kepada Al Ju'fi adalah nisbah perwalian, 
Al Bukhari; yang merupakan nisbah kepada negri  Imam Bukhari lahir.


Tanggal lahir: Beliau
dilahirkan pada hari Jum'at setelah shalat Jum'at 13 Syawwal 194 H


Tempat lahir: Bukhara


 


Masa kecil beliau: Bukhari dididik dalam keluarga yang
berilmu. Bapaknya adalah seorang ahli hadits, akan tetapi dia tidak termasuk
ulama yang banyak meriwayatkan hadits, Bukhari menyebutkan di dalam kitab
tarikh kabirnya, bahwa bapaknya telah melihat Hammad bin Zaid dan Abdullah bin
Al Mubarak, dan dia telah mendengar dari imam Malik, karena itulah dia termasuk
ulama bermadzhab Maliki. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil, sehingga dia
pun diasuh oleh sang ibu dalam kondisi yatim. Akan tetapi ayahnya meninggalkan
Bukhari dalam keadaan yang berkecukupan dari harta yang halal dan berkah. Bapak
Imam Bukhari berkata ketika menjelang kematiannya; "Aku tidak mengetahui
satu dirham pun dari hartaku dari barang yang haram, dan begitu juga satu
dirhampun hartaku bukan dari hal yang syubhat."


Maka dengan harta tersebut Bukhari menjadikannya  sebagai media untuk sibuk dalam hal menuntut
ilmu.


Ketika menginjak usia 16 tahun, dia bersama ibu dan kakaknya
mengunjungi kota suci, kemudian dia tinggal di Makkah dekat dengan baitulah
beberapa saat guna menuntut ilmu.


Kisah hilangnya penglihatan beliau: Ketika
masa kecilnya, kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat
Khalilullah Nabi Ibrahim 'Alaihi wa sallam berujar kepadanya; "Wahai ibu,
sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya doa
yang kamu panjatkan kepada-Nya." Menjelang pagi harinya ibu imam Bukhari
mendapati penglihatan anaknya telah sembuh. Dan ini merupakan kemuliaan Allah
subhanahu wa ta'ala yang di berikan kepada imam Bukhari di kala kecilnya.


Perjalan beliau dalam menuntut ilmu, Kecerdasan dan kejeniusan beliau


kecerdasan dan kejeniusan Bukhari nampak semenjak masih kecil. Allah
menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan

yang sangat kuat, sedikit sekali orang yang memiliki kelebihan seperti dirinya
pada zamannya tersebut. Ada satu riwayat yang menuturkan tentang dirinya,
bahwasanya dia menuturkan; "Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits
ketika aku masih berada di sekolah baca tulis." Maka Muhammad bin Abi
Hatim bertanya kepadanya; "saat itu umurmu berapa?". Dia menjawab;
"Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah lulus dari sekolah
akupun bolak-balik menghadiri majelis hadits  Ad-Dakhili dan ulama hadits yang lainnya.
Ketika sedang membacakan hadits di hadapan murid-muridnya, Ad-Dakhili berkata;
'Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.' Maka aku menyelanya;
'Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.' Tapi dia
menghardikku, lalu aku berkata kepadanya, 'kembalikanlah kepada sumber aslinya,
jika anda  punya.' Kemudian dia pun masuk
dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata, 'Bagaimana kamu bisa tahu
wahai anak muda?' Aku menjawab, 'Dia adalah Az Zubair. Nama aslinya Ibnu 'Adi
yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.' Kemudian dia pun mengambil pena dan
membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku, 'Kamu benar.' Maka
Muhammad bin Abi Hatim bertanya kepada Bukhari; "Ketika kamu membantahnya
berapa umurmu?". Bukhari menjawab, "Sebelas tahun."


Hasyid bin Isma'il menuturkan: bahwasanya Bukhari selalu ikut bersama
kami mondar-mandir menghadiri para masayikh Bashrah, dan saat itu dia masih
anak kecil. Tetapi dia tidak pernah menulis (pelajaran yang dia simak),
sehingga hal itu berlalu beberapa hari. Setelah berlalu 6 hari, kamipun
mencelanya. Maka dia menjawab semua celaan kami; "Kalian telah banyak
mencela saya, maka tunjukkanlah kepadaku hadits-hadits yang telah kalian
tulis." Maka kami pun mengeluarkan catatan-catatan hadits kami. Tetapi dia
menambahkan hadits yang lain lagi sebanyak lima belas ribu hadits. Dan dia
membaca semua hadits-hadits tersebut dengan hafalannya di luar kepala. Maka
akhirnya kami mengklarifikasi catatan-catatan kami dengan berpedoman kepada
hafalannya.


Permulaannya dalam menuntut ilmu


Aktifitas beliau dalam menuntut ilmu di mulai semenjak sebelum
menginjak masa baligh, dan hal itu di tunjang dengan peninggalan orang tuanya
berupa harta, beliau berkata; 'aku menghabiskan setiap bulan sebanyak lima
ratus dirham, yang aku gunakan untuk pembiaan menuntut ilmu, dan apa yang ada
di sisi Allah itu

[assunnah] AGENDA MASJID ABBAS PEKAN INI

2013-09-23 Terurut Topik Abu hafizha Al-maidany
AGENDA KEGIATAN MASJID ABU BAKAR ASH SHIDDIQ PEKAN INI


Jl.Akasia (depan pom bensin Maharta) Tajur, Ciledug, Tangerang Telp.081381364960







Hari : Senin, 23 September 2013 M.




Waktu : Ba'da Maghrib




Materi : Kitab Tafsir Ibnu Katsir




Pemateri : Ust.Riyad Badjrie











Hari : kamis, 26 September 2013 M.




Waktu : Ba'da Dzuhur




Materi : Kitab Tauhid




Pemateri : Ust.Sulam Mustareja











Hari : Jum'at, 27 September 2013 M.

 



Waktu : 11 : 47 WIB




Khotib : Ust. Nuzul Dzikri Lc.




Tema : Bersabar dgn Musibah











Hari : Sabtu, 28 September 2013 M.




Waktu : Ba'da Shubuh




Materi : FirqotunNajiah
 




Pemateri : Ust.Abdul Hakim Lc.











Hari : Sabtu, 28 September 2013 M.




Waktu : Ba'da Maghrib




Materi : Syarhus Sunnah




Pemateri : Ust.Mukhtarom











Hari : Ahad, 29 September 2013 M.




Waktu : Ba'da Shubuh




Materi : Kitab Zadul Ma'ad




Pemateri : Ust.Ali Saman Hasan Lc. MA.




 







Insya Allah Ta'ala kajian di masjid Abu Bakar Ash Shiddiq akan disiarkan secara 
langsung 
Melalui radio 837 AM Muslim Jakarta 

[assunnah] >>Sunah-Sunah Haji<

2013-09-22 Terurut Topik Abu Abdillah
SUNAH-SUNAH HAJI
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
http://almanhaj.or.id/content//slash/0/sunah-sunah-haji/

Haji Adalah Salah Satu Ibadah dari Sekian Banyak Ibadah, Mempunyai Rukun, 
Hal-Hal yang Wajib dan Hal-Hal yang Sunnah

I. Sunah-Sunnah Haji

A. Sunah-Sunnah Ihram:
1. Mandi ketika ihram
Berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau melihat Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam mengganti pakaiannya untuk ihram lalu mandi.[1] 

2. Memakai minyak wangi di badan sebelum ihram
Berdasarkan hadits ‘Aisyah ia berkata, “Aku pernah memberi wewangian Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk ihramnya sebelum berihram dan untuk 
tahallulnya sebelum melakukan thawaf di Ka’bah.” [2]

3. Berihram dengan kain ihram (baik yang atas maupun yang bawah) yang berwarna 
putih
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam berangkat dari Madinah setelah beliau menyisir rambut dan memakai 
minyak, lalu beliau dan para Sahabat memakai rida’ dan izar (kain ihram yang 
atas dan yang bawah).

Adapun disunnahkannya yang berwarna putih berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, 
bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اِلْبَسُوْا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضِّ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ 
وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ.

“Pakailah pakaianmu yang putih, sesungguhnya pakaian yang putih adalah 
pakaianmu yang terbaik dan kafankanlah orang-orang yang wafat di antara kalian 
dengannya.” [3]

4. Shalat di lembah ‘Aqiq bagi orang yang melewatinya
Berdasarkan hadits ‘Umar, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam bersabda di lembah ‘Aqiq:

أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَالَ: صَلِّ فِي هَذَا الْوَادِي 
الْمُبَارَكِ، وَقُلْ: عُمْرَةٌ فِي حَجَّةٍ

"Tadi malam, telah datang kepadaku utusan Rabb-ku dan berkata, ‘Shalatlah di 
lembah yang diberkahi ini dan katakan (niatkan) umrah dalam haji.’”

5. Mengangkat suara ketika membaca talbiyah
Berdasarkan hadits as-Saib bin Khalladi, ia berkata bahwa Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَتَانِي جِبْرِيْلُ فَأَمَرَنِي أَنْ آمُرَ أَصْحَابِي أَنْ يَرْفَعُوْا 
أَصْوَاتَهُمْ بِاْلإِهْلاَلِ أَوِ التَّلْبِيَةِ.

“Telah datang kepadaku Jibril dan memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan 
para Sahabatku supaya mereka mengeraskan suara mereka ketika membaca talbiyah.” 
[4]

Oleh karena itu, dulu para Sahabat Rasulullah berteriak. Ibnu Hazm rahimahullah 
berkata, “Dulu ketika Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berihram 
suara mereka telah parau sebelum mencapai Rauha.” [5]

6.Bertahmid, bertasbih dan bertakbir sebelum mulai ihram
Berdasarkan hadits Anas, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
shalat Zhuhur empat raka’at di Madinah sedangkan kami bersama beliau, dan 
beliau shalat ‘Ashar di Dzul Hulaifah dua raka’at, beliau menginap di sana 
sampai pagi, lalu menaiki kendaraan hingga sampai di Baidha, kemudian beliau 
memuji Allah bertasbih dan bertakbir, lalu beliau berihram untuk haji dan 
umrah.” [6]

7. Berihram menghadap Kiblat
Berdasarkan hadits Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu ‘Umar selesai 
melaksanakan shalat Shubuh di Dzul Hulaifah, ia memerintahkan agar rombongan 
mulai berjalan. Maka rombongan pun berjalan, lalu ia naik ke kendaraan. Ketika 
rombongan telah sama rata, ia berdiri menghadap Kiblat dan bertalbiyah... Ia 
mengi-ra dengan pasti bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
mengerjakan hal ini.” [7]

B. Sunnah-Sunnah Ketika Masuk Kota Makkah:
8, 9, 10. Menginap di Dzu Thuwa, mandi untuk memasuki kota Makkah dan masuk 
kota Makkah pada siang hari
Dari Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu ‘Umar telah dekat dengan kota 
Makkah, ia menghentikan talbiyah, kemudian beliau menginap di Dzu Thuwa, shalat 
Subuh di sana dan mandi. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam mengerjakan hal ini.” [8]

11. Memasuki kota Makkah dari ats-Tsaniyah al-‘Ulya (jalan atas)
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Dulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam memasuki kota Makkah dari ats-Tsaniyah al-‘ulya (jalan atas) dan 
keluar dari ats-Tsaniyah as-Sufla (jalan bawah).”[9]

12. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk ke dalam masjid haram dan membaca:

أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ 
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ 
وَسَلِّمْ، اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.

“Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung, dengan wajah-Nya Yang Mahamulia 
dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari syaitan yang terkutuk. Dengan Nama Allah dan 
semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Muhammad, Ya Allah, bukalah 
pintu-pintu rahmat-Mu untukku.” [10]

13. Mengangkat tangan ketika melihat Ka’bah
Apabila ia melihat Ka’bah, mengangkat tangan jika mau, karena hal ini benar 
shahih dari Ibnu ‘Abbas [11]. Kemudian berdo’a dengan do’a yang mudah dan 
apabila ia mau berdoa dengan do’anya Umar juga baik, sebab do’a ini 

RE: [assunnah]>>Hukum Transfer Gaji Melalui Bank<

2013-09-22 Terurut Topik Abu Harits
From: akhmad.ni...@rekindworleyparsons.com
Date: Wed, 18 Sep 2013 09:36:28 +0800


Assalaamu'alaykum, 
Mohon penjelasan mengenai hukum menyimpan Uang di Bank, Bermula dari Perusahaan 
untuk uang Gajian bulanan akan ditransfer ke Bank dan tidak dibayarkan secara 
Cash ? 






 Syukron,jazakumullah khair.
Wassalaamu'alaykum.
Abu Nazri
>>>>>>>>>>>>
HUKUM MENTRANSFER UANG MELALUI BANK-BANK RIBA
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
http://almanhaj.or.id/content/1583/slash/0/hukum-mentransfer-uang-melalui-bank-bank-riba/

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami adalah para pegawai Turki 
yang bekerja di kerajaan Saudi Arabia. Negara kami Turki, sebagaimana yang kita 
maklumi, adalah negara yang menjadikan sekulerisme sebagai hukum dan 
undang-undang. Riba demikian memasyrakat di negeri kami dalam aplikasi yang 
aneh sekali, hingga mencapai 50% dalam satu tahunnya. Kami disini terpaksa 
mentransfer uang kepada keluarga kami di Turki melalui jasa bank-bank tersebut, 
yang jelas merupakan sumber dan biangnya riba.

Kami juga terpaksa menyimpan uang kami di bank karena khawatir dicuri, hilang 
atau bahaya-bahaya lain. Dengan dasar itu, kami mengajukan dua pertanyaan 
penting bagi kami. Tolong berikan penjelasan dalam persoalan kami ini, semoga 
Allah memberi kan pahala terbaik bagi anda.

Pertama : Bolehkah kami mengambil bunga dari bank-bank riba tersebut lalu kami 
sedekahkan kepada fakir miskin atau membangun sarana umum, daripada dibiarkan 
menjadi milik mereka ?

Kedua : Kalau memang tidak boleh, apakah boleh menyimpan uang di bank-bank 
tersebut dengan alasan darurat untuk menjaga uang itu agar tidak tercuri atau 
hilang, tanpa mengambil bunganya ? Harus dimaklumi, bahwa pihak bank akan 
memanfaatkan uang tersebut selama masih ada didalammnya.

Jawaban
Kalau memang terpaksa mentransfer uang melalui bank riba, tidak ada masalah, 
insya Allah, berdasarkan firman Allah Ta'ala.

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ

"Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya 
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.." [Al-An'am/6 : 119]

Tidak diragukan lagi, bahwa mentransfer uang melalui bank-bank itu termasuk 
bentuk kedaruratan umum pada masa sekarang ini, demikian juga menyimpan uang 
didalamnya tanpa harus mengambil bunganya. Kalau diberi bunga tanpa ada 
kesepakatan sebelumnya atau tanpa persyaratan, boleh saja diambil untuk 
dioperasikan di berbagai kebutuhan umum, seperti membantu fakir miskin, 
menolong orang-orang yang terlilit hutang dan lain sebagainya.

Namun bukan untuk dimiliki dan digunakan sendiri. Keberadaannya bahkan 
berbahaya bagi kaum muslimin bila ditinggalkan begitu saja, walaupun dari usaha 
yang tidak diperbolehkan. Maka lebih baik digunakan untuk yang lebih bermanfaat 
bagi kaum muslimin, daripada dibiarkan menjadi milik orang-orang kafir sehingga 
justru digunakan untuk hal-hal yang diharamkan oleh Allah.

Namun bila mungkin mentransfer melalui bank-bank Islam atau melalui cara yang 
diperbolehkan, maka tidak boleh mentransfer melalui bank-bank riba. Demikian 
juga menyimpan uang, bila masih bisa dilakukan di bank-bank Islam atau di 
badan-badan usaha Islam, tidak boleh menyimpannya di bank-bank kafir berbasis 
riba, karena hilangnya unsur darurat. Hanya Allah yang bisa memberikan 
taufiqNya.





  

RE: [assunnah]>>Pemakaian jam tangan di tangan kanan<

2013-09-22 Terurut Topik Abu Harits
From: pungk...@yahoo.com
Date: Fri, 20 Sep 2013 11:05:26 +
​السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 
Ikhwan fillah 
Mohon pencerahan ttg hal tsb, apak ada dalil shahih yg menyebutkannya ? 
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 
Pungky Heru Prabowo 
>>>

MEMAKAI JAMAN TANGAN DENGAN TANGAN KANAN
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
http://almanhaj.or.id/content/1781/slash/0/memakai-jam-tangan-dengan-tangan-kanan/

 

Pertanyaan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Kami melihat sebagian orang 
memakai jam tangan di tangan kanan, dan mereka berkata bahwa yang demikian itu 
sunnah, ada dalilnya?

Jawaban
Kami berpegang teguh dalam masalah ini dengan kaidah umum yang terdapat dalam 
hadits Aisyah di dalam Ash-Shahih, ia berkata.

كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ يُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِي كُلِّ شَيْىءِ فِي تَرَجُّلِهِ 
وَفِي تَنَعُّلِهِ وَفِي تَطَهُّرِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai menggunakan (mendahulukan) 
kanan dalam segala sesuatu, yaitu ketika bersisir, bersuci, dan dalam setiap 
urusan"

Dan kami tambahkan dalam hal ini, hadits lain yang diriwayatkan dalam 
Ash-Shahih, bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّ الْيَهُوْدَ وَ النَّصَارَى لاَيَصْبِغُوْنَ شُعُوْرَهُمْ فَخَالِفُوْهُمْ

"Sesungguhnya Yahudi tidak mencelup (menyemir) rambut-rambut mereka, karena itu 
berbedalah dengan mereka, dengan cara menyemir rambut kalian".

Juga hadits yang lain yang di dalamnya terdapat perintah untuk berbeda dengan 
musyrikin.

Maka dari hadits-hadits tersebut dapat kami simpulkan bahwa disunnahkan bagi 
seorang muslim untuk bersemangat dalam membedakan diri dengan orang-orang kafir.

Dan sepatutnyalah untuk kita ingat bahwa membedakan diri dari orang kafir, 
mengandung arti bahwa kita dilarang mengikuti adat kebiasaan mereka. Maka tidak 
boleh bagi seorang muslim untuk menyerupai orang kafir, dan sudah selayaknya 
bagi kita untuk selalu tampil beda dengan orang-orang kafir.

Di antara adat kebiasaan orang kafir adalah memakai jam tangan di tangan kiri, 
padahal kita mendapatkan pintu yang teramat luas di dalam syari'at untuk 
menyelisihi adat ini. Walhasil mengenakan jam tangan di tangan kanan merupakan 
pelaksanaan kaidah umum, yaitu (mendahulukan) yang kanan [1], dan juga kaidah 
umum yang lain yaitu membedakan diri dengan orang-orang kafir.

[Disalin dari buku Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarah, Edisi Indonesia 
Fatwa-Fatwa Albani, Penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani Hafidzzhullah, 
Penerjemah Adni Kurniawan, Penerbit Pustaka At-Tauhid]
___
Footnote
[1]. Yaitu di dalam hal-hal yang baik dan mulia, sebagai pemuliaan anggota 
tubuh bagian kanan

 

HUKUM MENGENAKAN CINCIN PERAK ? APAKAH DIKENAKAN DI TANGAN KIRI ATAU TANGAN 
KANAN ?
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami menanyakan hukum 
mengenakan cincin perak. Kalau memang boleh, apakah dikenakan di tangan kanan 
atau tangan kiri ?

Jawaban
Tidak ada salahnya mengenakan cincin perak bagi kaum lelaki ataupun wanita. 
Juga boleh dikenakan di tangan kanan atau tangan kiri. Namun lebih baik di 
tangan kanan, karena itu lebih mulia, dan karena Nabi juga mengenakan cincin di 
tangan kanan, dan sesekali di tangan kiri. Beliau adalah panutan sekaligus suri 
tauladan.

Adapun cincin emas dan jam emas, tidak boleh dikenakan oleh kaum lelaki, namun 
hanya khusus bagi kaum wanita saja, berdasarkan riwayat dalam hadits-hadits 
shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan 
diharamkannya emas dan sutra bagi kaum lelaki, namun tidak diharamkan bagi kaum 
wanita. Hanya Allah yang dapat taufiq.

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1042/slash/0/hukum-mengenakan-cincin-perak-apakah-dikenakan-di-tangan-kiri-atau-tangan-kanan/

 

Wallahu Ta'ala A'lam 

 






  

RE: [assunnah]>>Sumpah demi kebaikan?<

2013-09-22 Terurut Topik Abu Harits
> From: nea_...@yahoo.com
> Date: Tue, 17 Sep 2013 11:23:23 +
> Assalamu'alaikum warahmatullohi wabarakatuh.. 
> Dgn segala kerendahan hati, saya ingin btanya :). Bolehkah seseorang 
> menyumpahi muslimin lainnya untuk suatu kebaikan? Contohnya "Jangan keluar 
> naek motor dgn anak-anak krn bahaya terluka. Jika dilanggar maka kalian akan 
> jungkir balik."
> Mhn masukannya..
> Trimakasih
> Sent from my BlackBerry®
>
MENDOAKAN KEJELEKAN ATAS ANAK KETIKA BERBUAT SALAH
Oleh
Syaikh Abdullah bin Jibrin

Pertanyaan.
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Banyak orang tua yang merespon kesalahan 
dan kekeliruan anak-anak mereka dengan laknat dan kutukan. Mohon penjelasannya 
untuk mereka (para orang tua) dalam masalah ini!

Jawaban.
Kami berpesan agar orang tua memaafkan dan memaklumi kekurangan anak-anak di 
masa kecil, bersabar dari ucapan atau kekurang ajaran mereka, karena akal 
mereka belum matang sehingga terkadang masih sering melakukan kesalahan dalam 
ucapan maupun tingkah laku. Orang tua yang arif akan memaafkannya dan mengajari 
etika dengan lemah lembut, mengasihi dan menasehati sehingga akan lebih 
diterima dan merubah moralnya.

Akan tetapi sebagian orang tua terjebak dalam kesalahan fatal, yaitu mendo’akan 
anak-anak dengan kematian, penyakit, bencana dan malapetaka, dan ini sering 
dilakukan. Tetapi begitu kemarahannya mereda, ia hanya bisa menyesal dan sadar 
kalau ia keliru, serta mengikuti kebenciannya terhadap sumpah serapah yang 
buruk tersebut. Sebenarnya orang tua tidak menginginkannya karena rasa sayang 
dan kasih yang tertanam pada hatinya kepada anak. Faktor pemicunya hanyalah 
kemarahan yang sangat. Padahal Allah Maha Memaafkan. Dia berfirman.

وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ 
لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ

Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti 
permintaan mereka untuk menyegarakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. 
[Yunus/10 : 11]

Kewajiban orang tua adalah sabar dan menahan diri terhadap (perilaku) anak-anak 
dan memberikan sanksi terhadap mereka dengan pukulan yang menyebabkannya jera, 
karena anak-anak akan terpengaruh dengan pukulan lebih banyak daripada hanya 
sekedar arahan dan ucapan.

Adapun menyumpahi anak, maka hal itu tidak akan member manfaat kepadanya. 
Seorang anak kecil tidak akan mengerti apa yang diucapkan padanya (dari cacian 
dan sumpah serapah), sumpah orang tua (ketika terucap) telah tercatat sebagai 
amal buruknya, sementara sang anak tidak akan mendapatkan manfaat darinya.

[Fatawa Islamiyah 4/141]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1677/slash/0/keistimewaan-mendidik-anak-mendoakan-kejelakan-atas-anak-ketika-berbuat-salah/
 
 
  

Bls: [assunnah] Mohon info kajian di MIAH bogor

2013-09-21 Terurut Topik Joni Abu Rania
Wa'alaikumsalam warah matullah wabarakatuh 
Alhamdulillah kajian ilmu syar'i ustadz yazid jawas hafidzahullah ; Allah 
mudahkan dan izinkan masih berjalan dgn baik lancar dan semakin semangat bagi 
semuanya... karena ... masyaAllah...ilmu syar'i itu adalah sebuah kebutuhan 
makanan nutrisi sehat bagi hati / qalbu kita (sebagaimana tubuh kita butuh 
makanan nutrisi..) .
Makanan ilmu syar'i dari ustadz yazid jawas; guru kita semua .. semoga Allah 
senantiasa menjaga beliau, aamiiin..
Adapun kajian ilmiah masih tetap rutin di selenggarakan di masjid imam ahmad 
bin hambal (d/a jl.baranangsiang kpp ipb, kota bogor) setiap ahad pagi +-jam 
09:30 sd waktu sholat dzuhur.
Pekan lalu sdh di mulai lagi sejak libur iedul fitri dan mungkin akan libur 
lagi sd selesai hari raya iedul adha.
Silahkan antum konfirmasi langsung kontak masjid imam ahmad bin hambal no tlp 
(ana japri).

Semoga kita tetap semangat ke kajian ilmu syar'i.. aamiiin..

abu rania
Kahuripan bogor


 winugr...@gmail.com menulis:

>  
>
>Assalamuallaikum warahmaullahi wabarakatuh 
>
>Afwan ana mau tanya apakah kajian rutin ustad Yazid hari ahad tanggal 22 
>September 2013 di Masjid Imam Ahmad bin Hambal Bogor sudah berjalan apa tidak. 
>Kemudian bahasannya sekarang mengenai kitab apa? 
>
>Ana sudah hampir setahun tidak mengikuti kajian disana karena dinas di luar 
>kota. 
>
>Jazakallah Khairan Katsiran 
>
>Wassalamuallaikum warahmatullahi wabarakatuh 
>
>Abu Wafiy 
>Sent from my BlackBerry� 
>powered by Sinyal Kuat INDOSAT
>
>
>
>Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages 
>in this topic (1) 
>


RE: [assunnah]>>Menghadiri acara Walimatul safar<

2013-09-20 Terurut Topik Abu Harits
From: arunafa...@gmail.com
Date: Fri, 20 Sep 2013 01:04:40 +000
Assalammualaikum...


Afwan, jadi hukumnya gimana?










Powered by Telkomsel BlackBerry®
>>>>>>>>>>>>>>>>>

Walimatul safar , hukumnya mubah.

Walimah-walimah yang disebutkan oleh para ulama di atas, hukum asalnya adalah 
mubah, karena walimah termasuk urusan keduniaan. Yaitu urusan yang biasa 
dilakukan oleh manusia karena bermanfaat di dunia ini. Karena hukumnya mubah, 
maka jangan sampai dianggap sunnah, apalagi wajib, sehingga orang yang 
meninggalkannya dicela. Atau menganggapnya makruh atau haram, sehingga orang 
yang melakukannya dicela. Kecuali walimah yang diperintahkan atau dianjurkan 
oleh agama, sehingga menjadi ibadah wajib atau mustahab. Atau walimah yang 
dilarang, sehingga manjadi haram atau makruh.


Diantara walimah-walimah di atas, yang diperintahkan atau dianjurkan oleh 
syari’at yaitu : Walimatul ‘Ursy (walimah pernikahan) dan Walimah Aqiqah pada 
hari ke tujuh kelahiran bayi.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2442/slash/0/macam-macam-walimah-apakah-makanan-acara-bidah-haram/

ACARA OPEN HOUSE CALON JEMAAH HAJI
Oleh
Ustadz DR Muhammad Arifin Badri MA


Pertanyaan
Ustadz, di daerah tempat saya tinggal, jika ada yang mau naik haji, sehari 
sebelum keberangkatan biasanya yang bersangkutan mengadakan open house seharian 
dari pagi sampai malam. Tetangga berdatangan, katanya untuk medo’akan yang mau 
naik haji semoga hajinya mambur. Hal yang sama dilakukan sepulangnya yang 
bersangkutan dari naik haji, tetangga berdatangan untuk mengucapkan selamat dan 
menerima oleh-oleh dari tanah suci. Apakah hal ini riya’ bagi yang naik haji? 
Dan apakah kegiatan seperti ini bid’ah?


Jawaban
Ini merupakan budaya yang sudah merebak. Budaya ini perlu diwaspadai, karena 
belakangan budaya ini seakan sudah menjadi rangkain ritual ibadah haji. Budaya 
ini jika dirutinkan secara syari’at bermasalah, karena kalau dirutinkan, maka 
dapat memunculkan suatu keyakinan bahwa ibadah haji itu harus diawali dan 
diakhiri dengan open haouse. Namun apakah dengan sebab ini, serta merta budaya 
itu bisa dihukumi haram? Ini juga tidak bisa. Karena dahulu para ulama mengenal 
yang namanya walimatus safar (walimah yang di lakukan ketika hendak melakukan 
perjalan jauh). Walimah safar ini digolongkan kedalam acara-acara yang mubah, 
juga sedekah dan syukuran.


Misalnya, sepulang dari menunaikan ibadah haji anda ingin bersedekah dengan 
mengundang tetangga untuk jamuan makan malam, selama tidak meyakininya sebagai 
rangkaian dari ibadah haji, insya Allah tidak mengapa. Karena disebutkan dalam 
al-Mughni oleh Ibnu Qudamah rahimahullah ada beberapa macam walimah, 
diantaranya adalah walimah safar, walimah khitan dan lain sebagainya, tapi itu 
semua bersifat mubah, terkait dengan tradisi masyarakat setempat. Asalkan tidak 
dianggap sebagai hal yang diharuskan atau bagian dari ritual ibadah haji. 
Terutama para tokoh masyarakat dan para ulama, mereka memiliki peran penting 
untuk mejelaskan kepada masyarakat dengan lisannya atau menjelaskannya dengan 
prakteknya, misalnya dengan sesekali meninggalkan budaya tersebut agar 
masyarakat tahu bahwa itu bukan hal yang disunnahkan apalagi diwajibkan. 
Wallahu a’lam
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3369/slash/0/syariat-ibadah-haji/

Wallahu Ta'ala A'lam





From: Abu Harits 
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Fri, 20 Sep 2013 00:51:11 +
Subject: RE: [assunnah]>>Menghadiri acara Walimatul safar<<
From: luluko...@yahoo.co.id
Date: Thu, 12 Sep 2013 18:34:21 -0700












Assalammualaikum...
Ana dapat undangan untuk menghadiri acara walimatul safar, pertanyaannya, 
apakah dengan menghadiri acara tersebut sesuai dengat syariat..?
Mohon pencerahannya.
Jazakumulloh khairan katsiran atas jawabannya.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Walimah, adalah setiap makanan yang dibuat karena acara pernikahan atau lainnya.


Imam Syafi’i dan sahabat-sahabat beliau menyatakan, bahwa walimah setiap 
undangan (makan) diadakan, disebabkan karena adanya kejadian yang menyenangkan, 
baik pernikahan atau lainnya. Namun yang masyhur, jika disebut walimah saja, 
maka yang dimaksud adalah walimah pernikahan. Adapun untuk lainnya, disebutkan 
dengan secara khusus, seperti walimah khitan atau lainnya. [1]

• An naqii’ah, walimah karena kepulangan orang yang bepergian. Ada yang 
menyatakan, an naqii’ah adalah walimah yang dibuat oleh orang yang datang (dari 
safar). Sedangkan walimah yang dibuatkan untuknya dinamakan at tuhfah.

• Walimah haji, jika itu dilakukan setelah pulangnya, maka termasuk An-Naqii’ah 
atau At-Tuhfah. Jika itu dilakukan sebelum keberangkatannya, maka mungkin 
termasuk al ma’dubah. Tetapi kami tidak mengetahui kebiasaan ini dilakukan oleh 
Salafush Shalih.

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2442/slash/0/macam-macam-walimah-apakah-makanan-acara-bidah-haram/

Wallahu Ta'ala A'lam

















  

Re: [assunnah] Kajian Jakarta Timur

2013-09-20 Terurut Topik Abu Hanifa Farid
Assalaamu'alaikum,   Hadirilah Kajian Rutin TAYSIR 
MUSHTHALAH HADITS Bag ke.V, SABTU TGL 21 SEPT 2013, Ba'da Shalat ISYA 
Jam.19.30-21.15
Ustadz ZULKIFLI, Lc (Alumni Univ.Islam Madinah)
Tempat : Masjid AL IHSAN CIPINANG MUARA.
  Alamat : Jl.Cipinang Muara 3 Jl.T (Pasar Deprok) RT.013/008 
Jakarta Timur. Hubungi Machfudi Abu Farid (08159288905)- Rute : Lewat Jalur 
mikrolet M31 jurusan Kp.Melayu-Pondok Kelapa dan angkot merah T36 jurusan 
kalimalang-rw mangun turun di Jl.T pasar deprok jalan agak kedalam ± 200m)  
Smg dpt hadir
Barakallahu fiikum.
Sent from my BlackBerry® via Smart 1x / EVDO Network. Smart.Hebat.Hemat.

-Original Message-
From: Ahmad Adriansyah 
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Fri, 20 Sep 2013 07:37:03 
To: 
Reply-To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] Kajian Jakarta Timur

Assalamu'alaykum
Adakah informasi jadwal kajian di Jakarta Timur akhr pekan ini?
Syukron,


Ahmad



Bls: [assunnah] ust.Dr. Erwandi Kajian Jakarta Timur

2013-09-20 Terurut Topik Abu Ayub
wa'alaikumsalam,.


kajian rutin di jakarta timur, sbb :
alamat lengkapnya jln. Raya cilangkap cipayung jakarta timur (dekat MABES TNI)
pada : 
            - Setiap hari Rabu 
            - 09.30 s/d dzuhur
            - MASJID NURUL IMAN  (masjid hijau) karena cat nya warna  hjijau,
               jln. Raya cilangkap cipayung jakarta timur (dekat MABES TNI)


Nara sumber :  
             1. Ustadz Dr. Erwandi ,
             2. Ustadz Abu Usamah, LC
             3. Ustadz Fatih, LC
             4. Ustadz Abdullah Taslim, MA
             5. Ustddz Drs. Hayat Setiawan, MA


Pemateri secara bergntian mengisi pada setiap pekan (setiap rabu)
namun ana tidak hafal pada pekan keberapa masing2  nara sumber tsb mengisinya,


Semoga bermanfaat, syukran.

















 Dari: Ahmad Adriansyah 
Kepada: assunnah@yahoogroups.com
Dikirim: Jumat, 20 September 2013 7:37
Judul: [assunnah] Kajian Jakarta Timur





 
Assalamu'alaykum
Adakah informasi jadwal kajian di Jakarta Timur akhr pekan ini?
Syukron,
Ahmad
 

RE: [assunnah]>>Tanya Aqiqah laki-laki dg satu Kambing<

2013-09-19 Terurut Topik Abu Harits
erpendapat bahwa ‘aqiqah 
anak laki-laki adalah dengan seekor kambing sebagaimana anak perempuan. Di 
antara yang berpendapat demikian adalah ‘Abdullah bin ‘Umar, Urwah bin Zubair, 
Imam Malik dan lainnya.[8]

Jumhur ulama berpegang dengan hadits ‘Aisyah bahwa ‘aqiqah anak laki-laki 
adalah dengan dua ekor kambing dan ‘aqiqah anak perempuan adalah dengan seekor 
kambing. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullaah setelah membawakan 
kedua hadits di atas beserta hadits-hadits lainnya, beliau berkata, “Semua 
hadits yang semakna dengan ini menjadi hujjah bagi jumhur ulama dalam 
membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan (dalam masalah ‘aqiqah).” 

Beliau melanjutkan, “Meskipun riwayat Abu Dawud adalah tsabit (shahih), akan 
tetapi tidak menafikan hadits-hadits shahih lainnya yang menentukan dua ekor 
kambing bagi anak laki-laki. Maksud hadits itu hanyalah untuk menunjukkan 
bolehnya ber’aqiqah dengan seekor kambing bagi anak laki-laki...” [9]

Syaikh Abu Muhammad ‘Isham bin Mar’i berkata, “Hadits tersebut menunjukkan 
bolehnya ber’aqiqah dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, walaupun 
sunnahnya adalah dengan dua ekor kambing sebagai-mana telah dijelaskan pada bab 
sebelumnya. Sunnah ini hanya berlaku bagi orang tua yang tidak mampu 
melakukannya, karena tidak semua orang tua mampu meng’aqiqahi anak laki-lakinya 
dengan dua ekor kam-bing. Inilah pendapat wasath (pertengahan) yang meng-himpun 
berbagai dalil.”[10]

Jenis kelamin kambing ‘aqiqah adalah boleh jantan atau pun betina. Hal ini 
berdasarkan hadits yang di-riwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2835), at-Tirmidzi, 
Ibnu Majah dan lainnya.

Persyaratan kambing ‘aqiqah tidak sama dengan kambing kurban. Hal ini adalah 
pendapat Ibnu Hazm, ash-Shan’ani dan asy-Syaukani rahimahumullaah.[11]

• Bacaan ketika menyembelih kambing ‘aqiqah
Pertama: Wajib membaca “bismillah” berdasarkan firman Allah Ta’ala.

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ 
ۗ

“Dan janganlah kamu memakan dari (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak 
disebutkan Nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan.” [Al-An’aam : 
121]

Kedua: Boleh juga dengan membaca.

بِسْمِ اللهِ، اَللهُ أَكْبَرُ.

“Dengan menyebut Nama Allah, Allah Mahabesar.”

‘Aisyah berkata, “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sembelihlah 
dengan menyebut Nama Allah dan ucapkanlah.

بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ، هَذِهِ عَقِيْقَةُ 
فُلاَنٍ.

"Dengan menyebut Nama Allah, Allah Mahabesar. Ya Allah, sembelihan ini dari-Mu 
dan untuk-Mu. Ini adalah ‘aqiqah si Fulan.’” [12]

Tidak boleh melumuri kepala bayi dengan darah kambing ‘aqiqah. Perbuatan ini 
merupakan amalan bid’ah serta perbuatan kaum Jahiliyyah.

Boleh memotong atau mematahkan tulang kambing sembelihan ‘aqiqah, sebagaimana 
yang lainnya.

Orang tua yang ber’aqiqah boleh makan dagingnya, bersedekah, memberi makan 
orang lain, atau meng-hadiahkan kepada kaum muslimin.

Boleh membagikan daging yang belum dimasak, akan tetapi yang afdhal (lebih 
utama) adalah dimasak terlebih dahulu.[13]

Bagi orang dewasa yang belum di’aqiqahi pada waktu bayinya, tidak ada tuntunan 
dari syara’ untuk meng’aqiqahi dirinya sendiri. Hal ini karena lemahnya hadits 
yang berkenaan dengan hal tersebut.

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1191/slash/0/ketika-si-buah-hati-hadir/

 

Wallahu Ta'ala A'lam 







  

RE: [assunnah]>>Menghadiri acara Walimatul safar<

2013-09-19 Terurut Topik Abu Harits
From: luluko...@yahoo.co.id
Date: Thu, 12 Sep 2013 18:34:21 -0700










Assalammualaikum...
Ana dapat undangan untuk menghadiri acara walimatul safar, pertanyaannya, 
apakah dengan menghadiri acara tersebut sesuai dengat syariat..?
Mohon pencerahannya.
Jazakumulloh khairan katsiran atas jawabannya.


>>>





Walimah, adalah setiap makanan yang dibuat karena acara pernikahan atau lainnya.


Imam Syafi’i dan sahabat-sahabat beliau menyatakan, bahwa walimah setiap 
undangan (makan) diadakan, disebabkan karena adanya kejadian yang menyenangkan, 
baik pernikahan atau lainnya. Namun yang masyhur, jika disebut walimah saja, 
maka yang dimaksud adalah walimah pernikahan. Adapun untuk lainnya, disebutkan 
dengan secara khusus, seperti walimah khitan atau lainnya. [1]





• An naqii’ah, walimah karena kepulangan orang yang bepergian. Ada yang 
menyatakan, an naqii’ah adalah walimah yang dibuat oleh orang yang datang (dari 
safar). Sedangkan walimah yang dibuatkan untuknya dinamakan at tuhfah.





• Walimah haji, jika itu dilakukan setelah pulangnya, maka termasuk An-Naqii’ah 
atau At-Tuhfah. Jika itu dilakukan sebelum keberangkatannya, maka mungkin 
termasuk al ma’dubah. Tetapi kami tidak mengetahui kebiasaan ini dilakukan oleh 
Salafush Shalih.





Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2442/slash/0/macam-macam-walimah-apakah-makanan-acara-bidah-haram/





Wallahu Ta'ala A'lam









  

RE: [assunnah]>>Tanya: Menjama' Qashar<

2013-09-18 Terurut Topik Abu Harits
From: milis.dediguna...@gmail.com
Date: Wed, 18 Sep 2013 09:18:18 +0700












Kalau jamak qosor dibolehkan tidak?


Jadi tidak hanya menggabungkan namun sekaligus juga meringkas.








Rasulullah shallallahu alaihi wa'ala alihi wasallam selalu melakukan jama' 
sekaligus qashar apabila dalam perjalanan dan belum sampai tujuan





JAMA' DAN SEKALIGUS QASHAR.
Tidak ada kelaziman antara jama' dan qashar. Musafir di sunnahkan mengqashar 
shalat dan tidak harus menjama', yang afdhal bagi musafir yang telah 
menyelesaikan perjalanannya dan telah sampai di tujuannya adalah mengqashar 
saja tanpa menjama' sebagaimana dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wa 
sallam ketika berada di Mina pada waktu haji wada', yaitu beliau hanya 
mengqashar saja tanpa menjama,[30] dan beliau shallallahu alaihi wa'ala alihi 
wa sallam pernah melakukan jama'sekaligus qashar pada waktu perang Tabuk.[31] 
Rasulullah shallallahu alaihi wa'ala alihi wasallam selalu melakukan jama' 
sekaligus qashar apabila dalam perjalanan dan belum sampai tujuan.[32] Jadi 
Rasulullah shallallahu alaihi wa'ala alihi wasallam sedikit sekali menjama' 
shalatnya karena beliau shallallahu alaihi wa'ala alihi wasallam melakukannya 
ketika diperlukan saja.[33]


MUSAFIR SHALAT DI BELAKANG MUKIM.
Shalat berjama'ah adalah wajib bagi orang mukim ataupun musafir, apabila 
seorang musafir shalat di belakang imam yang mukim maka dia mengikuti shalat 
imam tersebut yaitu empat rakaat, namun apabila dia shalat bersama-sama musafir 
maka shalatnya di qashar (dua raka'at). Hal ini di dasarkan atas riwayat sahih 
dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma. Berkata Musa bin Salamah: Suatu ketika kami 
di Makkah (musafir) bersama Ibnu Abbas, lalu aku bertanya: Kami melakukan 
shalat empat raka'at apabila bersama kamu (penduduk Mekkah), dan apabila kami 
kembali ke tempat kami (bersama-sama musafir) maka kami shalat dua raka'at ? 
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma menjawab: Itu adalah sunnahnya Abul Qasim 
(Rasulullah shallallahu alaihi wa'ala alihi wasalla”[34]


MUSAFIR MENJADI IMAM ORANG MUKIM.
Apabila musafir dijadikan sebagai imam orang-orang mukim dan dia mengqashar 
shalatnya maka hendaklah orang-orang yang mukim meneruskan shalat mereka sampai 
selesai (empat raka'at), namun agar tidak terjadi kebingungan hendaklah imam 
yang musafir memberi tahu makmumnya bahwa dia shalat qashar dan hendaklah 
mereka (makmum yang mukim) meneruskan shalat mereka sendiri-sendiri dan tidak 
mengikuti salam setelah dia (imam) salam dari dua raka'at. Hal ini pernah di 
lakukan Rasulullah shallallahu alaihi wa'ala alihi wasallam ketika berada di 
Makkah (musafir) dan menjadi imam penduduk Mekkah, beliau shallallahu alaihi 
wa'ala alihi wasallam berkata: Sempurnakanlah shalatmu (empat raka’at) wahai 
penduduk Mekkah ! Karena kami adalah musafir.[35] Beliau shallallahu alaihi 
wa'ala alihi wasallam shalat dua-dua (qashar) dan mereka meneruskan sampai 
empat raka'at setelah beliau salam.[36]


Apabila imam yang musafir tersebut khawatir membingungkan makmumnya dan dia 
shalat empat raka'at (tidak mengqashar) maka tidaklah mengapa karena hukum 
qashar adalah sunnah mu'akkadah dan bukan wajib.[37]


Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1336/slash/0/seputar-hukum-shalat-jama-dan-qashar/





Wallahu Ta'ala A'lam










  

RE: [assunnah]>>Ibadah Qurban-berserikat-<

2013-09-18 Terurut Topik Abu Harits
From: slukitas...@gmail.com
Date: Tue, 17 Sep 2013 09:11:49 -0700










Bismillah.




Assalaamu'alaikum warahmatullaah wabaarakaatuh.
Ikhwahfillah, ana insyaa Allaah sudah faham tentang berserikat membeli seekor 
sapi adalah untuk 7 orang yang berserikat. Namun bolehkah jika yang berserikat 
hanya 2 orang? Jadi 1 orang berserikat 5/7 bagian, sisa yang 2/7 menjadi bagian 
ikhwan yang lain.
Mohon bantuan antum yang faham.
Jazaakumullaahu khairan.
>>

Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar : Boleh berserikat tujuh orang atau kurang 
dari itu dalam satu unta atau sapi.


Seekor kambing tidak bisa untuk dua orang atau lebih yang keduanya membeli dan 
menyembelih kurban tersebut, karena hal itu tidak terdapat dalam dalam 
Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana tidak bolehnya berserikat lebih dari tujuh 
orang dalam satu unta atau satu sapi, karena ibadah itu tauqifiyah (semata 
bersandar kepada wahyu). Yang benar dan boleh hanyalah berserikat tujuh orang 
atau kurang dari itu dalam satu unta atau sapi. Hukum ini berlaku tidak pada 
permasalahan pahalanya, karena tidak ada batasan jumlah berserikat dalam 
pahalanya, karena keutamaan Allah itu sangat luas sekali.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1703/slash/0/berserikat-dalam-kurban-dan-bershadaqah-dengan-nilainya/

Wallahu Ta'ala A'lam










  

[assunnah] (unknown)

2013-09-18 Terurut Topik Abu hafizha Al-maidany
HADIRILAH KAJIAN ILMIAH:
KITAB MUKHTASOR AL
MUZANNI
Pemateri :  
Ust. DR. Erwandi
Tarmidzi
HARI: AHAD, 06 OKTOBER 2013 M.
WAKTU: BA’DA ASHAR
DI MASJID ABU BAKAR ASH
SHIDDIQ
Jl.akasia, Tajur, Ciledug Tangerang
Note: Insya Ta’ala kajian ini akan dilaksanakan setiap ahad pekan
pertama.
Cp: 081381364960

RE: [assunnah]>>Tanya : Pakaian Ihram<

2013-09-17 Terurut Topik Abu Harits
From: hani_...@yahoo.co.uk
Date: Sun, 15 Sep 2013 04:56:04 +0100
Assalamu'alaikum...










Seperti yg kita ketahui bahwa pakaian ihram tidak boleh diberi wewangian. 
Bagaimana dengan pemakaian deterjen ketika pencucian, yg mana di kain yg dicuci 
menyisakan wangi...?
Jazakumullah khair.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
 
HUKUM PEWANGI PAKIAN BAGI WANITA

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

السائل: هل يجوز غسل ملابس المرأة أو يديها بصابون معطَّر، ثم تخرج بهذه الرائحة 
من بيتِها أمامَ الأجانب؟

Pertanyaan, “Bolehkahkan mencuci pakaian perempuan atau perempuan membasuh 
kedua tangannya dengan sabun wangi kemudian perempuan tersebut keluar rumah 
dengan membawa wangi yang semerbak melewati para laki-laki yang bukan mahramnya?

الشيخ الألباني: إذا كانت الرائحة فائحة؛ ما يجوز طبعًا.

Jawaban Syaikh Al Albani, “Jika muncul wangi yang semerbak dari diri si wanita 
maka tentu saja tidak diperbolehkan.

السائل: حُكم العطر.

Penanya, “Sebagaimana hukum wewangian?”

الشيخ الألباني:آه [أي: نعم].

Jawaban Syaikh al Albani, “Ya” 
[Kaset Silsilah al Huda wan Nur no 814 detik 56:09 dst].

إذا لم تتعطر المرأة عند خروجها من بيتها ولكنها عطرت طفلها المصاحب لها فيشملها 
النهي لوجود الرائحة الفاتنة

Syaikh Abu Said al Jazairi dalam bukunya Taujih an Nazhar ila Ahkam al Libas 
waz Zinah wan Nazhar hal 75 mengatakan, “Jika seorang muslimah tidak mengenakan 
parfum ketika keluar rumah namun anak yang dia gendong diberi parfum maka 
muslimah tersebut telah melakukan hal yang terlarang karena munculnya wangi 
yang semerbak dari arah dirinya”.

قال [ابن حجر العسقلاني ]: ويلحق بالطيب ما في معناه لأن سبب المنع منه ما فيه من 
تحريك داعية الشهوة

Ibnu Hajar al Asqalani mengatakan, “Dianalogkan dengan minyak wangi [yang 
terlarang dipakai oleh muslimah ketika hendak keluar rumah, pent] segala hal 
yang semisal dengan minyak wangi [sabun wangi dll, pent] karena sebab 
dilarangnya wanita memakai minyak wangi adalah adanya sesuatu yang menggerakkan 
dan membangkitkan syahwat” [Fathul Bari 2/349]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3296/slash/0/tabarruj-dalam-berpakaian/
 
HAL-HAL YANG TERLARANG KETIKA IHRAM
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

Diharamkan bagi seseorang yang telah berihram melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Memakai pakaian yang dijahit
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar:

أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنَ 
الثِّيَابِ؟ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ يَلْبَسُ 
الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيْلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ 
الْخِفَافَ، إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ 
ولْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ، وَلاَ تَلْبَسُوْا مِنَ الثِّيَابِ 
شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانٌ أَوْ وَرْسٌ.

“Bahwa seseorang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, pakaian apa yang boleh dipakai 
oleh orang yang berihram?’ Beliau bersabda, ‘Tidak boleh memakai baju, surban, 
celana, penutup kepala dan sepatu kecuali seseorang yang tidak memiliki sandal, 
ia boleh menggunakan sepatu, namun hendaknya ia memotong bagian yang lebih 
bawah dari mata kaki. Dan hendaknya jangan memakai pakaian yang diolesi minyak 
Za’faran dan Wars.’” [1]

Bagi orang yang tidak mempunyai pakaian kecuali celana dan sepatu diberi 
keringanan memakai celana dan sepatu tanpa dipotong, berdasarkan hadits Ibnu 
‘Abbas, ia berkata:

سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ بِعَرَفَاتٍ: مَنْ 
لَمْ يَجِدِ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِ الْخُفَّيْنِ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ 
إِزَارًا فَلْيَلْبَسْ سَرَاوِيْلَ لِلْمُحْرِمِ.

“Aku mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di ‘Arafah, 
‘Barangsiapa yang tidak mempunyai sandal hendaknya ia memakai sepatunya dan 
barangsiapa yang tidak mempunyai izar (kain ihram) hendaknya ia memakai celana, 
bagi orang yang berihram.’” [2]

2. Menutup wajah dan kedua tangan bagi wanita
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
bersabda:

لاَ تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسُ الْقُفَّازَيْنِ.

“Bagi wanita yang berihram tidak boleh memakai niqab (penutup muka/cadar) dan 
kaos tangan.” [3]

Ia boleh menutup mukanya jika ada laki-laki yang lewat, berdasarkan hadits 
Hisyam bin ‘Urwah dari Fatimah binti al-Mundzir, ia berkata, “Kami menutup muka 
kami sedangkan kami tengah berihram dan bersama kami Asma’ binti Abi Bakar 
ash-Shiddiq.” [4]

3. Menutup kepala bagi laki-laki baik dengan surban atau yang lainnya
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu 
‘Umar:

لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ.

“Tidak boleh memakai baju dan surban.” [5]

Namun boleh berteduh dalam kemah atau yang lainnya, berdasarkan hadits Jabir 
yang lalu, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk 
mendirikan kemah, maka didirikan untuk beliau kemah di Namirah, kemudian beliau 
mampir di kemah tersebut.”

4. Memakai minyak wangi
Berdas

RE: [assunnah] >>Larangan memakai cadar ketika ihram<

2013-09-17 Terurut Topik Abu Harits
From: siti_marwa...@yahoo.co.id
To: assunnah@yahoogroups.com
Date: Tue, 17 Sep 2013 16:34:07 +0800
Bismillah,
Assalamu 'alaykum warahmatullahi wabarakatuh,
 Salah satu larangan dalam berihram bagi wanita adalah memakai cadar dan sarung 
tangan. lantas bagaimana cara kami menutupi wajah kami dari pria ajnabi ? 
apakah larangan memakai cadar juga berlaku ketika sholat di hadapan pria ajnabi 
spt di masjid ?
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

 

Adapun sebagai ganti cadar bagi wanita ketika sedang ihram adalah dia dapat 
menutup wajahnya dengan kerudung dan yang sepertinya ketika dia berhadapan 
laki-laki.

 

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum ihram dengan memakai 
kaos kaki dan kaos tangan ? Dan apa dalilnya tentang hal tersebut ?

Jawaban
Bagi laki-laki ketika ihram tidak boleh memakai kaos kaki dan khuf (sepatu 
slop) kecuali jika tidak mendapatkan sandal berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam.

وَمَنْ لَمْ يَجِد نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِ الْخُفَّيْنِ،وَمَنْ لَمْ 
يَجِدْإِزَارًا فَلْيَلْبَسِ السِّرَاوِيْلَ

"Dan barangsiapa yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh memakai khuf, 
dan siapa yang tidak mendapatkan kain, maka dia memakai celana panjang" 
[Muttafaqun 'Alaih]

Adapun bagi wanita, maka diperbolehkan memakai kaos kaki dan sepatu khuf, 
karena kaki wanita adalah aurat. Dan jika seorang wanita menjulurkan bajunya 
hingga menutup kedua kakinya maka cukup baginya dari kaos kaki dan khuf dalam 
shalat dan yang lainnya. Adapaun kaos tangan maka bagi laki-laki mupun 
perempuan tidak diperbolehkan memakainya ketika sedang ihram. Sebab Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang wanita yang sedang ihram.

لاَتَنْتَقِبُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تَلْبِسُ الْقُفَّازَيْنِ

"Janganlah wanita bercadar, dan janganlah dia memakai kaos tangan" [Hadits 
Riwayat Bukhari dalam shahihnya]

Jika memakai kaos tangan, maka haram bagi perempuan, lebih-lebih lagi bagi 
laki-laki. Karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang 
laki-laki yang meninggal ketika dia sedang ihram.

إِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْر،ٍ وَكَفَّنُوْهُ فِيثَوْبَيْهِ، وَلاَتُحَنِّطُوْهُ 
وَلاَ تَخَمِّرُوْا رَأسَهُ وَوَجْهَهُ فَإِنَهُ يَبْعَثً يَوْمَ الْقِيَامَةِ 
مُلبَيَا

"Mandikanlah dia dengan air dan bidara, kafankan dia dengan dua baju 
(ihram)nya, jangan kamu berikan dia parfum, dan jangan kamu tutup kepala dan 
mukanya, sebab dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan berihram" 
[Muttafaqun 'alaih dan redaksinya bagi Muslim]

Adapun sebagai ganti cadar bagi wanita ketika sedang ihram adalah dia dapat 
menutup wajahnya dengan kerudung dan yang sepertinya ketika dia berhadapan 
laki-laki. Demikian ini berdasarkan riwayat dari Aisyah Radhiallahu 'anha, ia 
berkata.

كَانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّوْنَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ 
عَلَيْهِ وَسَلّم فََإِذَا حَاذَوْنَا سَدَلَتْ إِحْدَانَا جِِلْبَابَهَا مِنْ 
رَاسِهَا عَلَى وَجْهِهَا فَإِذَا جَاوَزُوْنَا كَشَفْنَاهُ 

"Adalah rombongan laki-laki melewati kami dan kami bersama Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka berpapasan dengan kami. setiap 
orang diantara kami mejulurkan jilbabnya dari kepala ke mukanya, dan jika 
mereka telah melewati kami, maka kami membukanya" [Hadits Riwayat Abu Dawud dan 
Ibnu Majah]

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1262/slash/0/jenis-pakaian-wanita-ketika-ihram-ihram-memakai-kaos-kaki-dan-kaos-tangan-pakaian-ihram-waktu-lama/

 

Wallahu Ta'ala A'lam 







  

RE: [assunnah]>>Tanya: Menjama' sholat<

2013-09-17 Terurut Topik Abu Harits
From: purb...@yahoo.co.id
Date: Sun, 15 Sep 2013 12:03:27 +0800







Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Tanya, bagaimana cara menjama' sholat yang benar?

Syuukron

muliaman purba
>>>>>>>>>>>>>>

JAMA'.
Menjama' shalat adalah mengabungkan antara dua shalat (Dhuhur dan Ashar atau 
Maghrib dan 'Isya') dan dikerjakan dalam waktu salah satunya. Boleh seseorang 
melakukan jama'taqdim dan jama'ta'khir.[19]

Jama' taqdim adalah menggabungkan dua shalat dan dikerjakan dalam waktu shalat 
pertama, yaitu; Dhuhur dan Ashar dikerjakan dalam waktu Dhuhur, Maghrib dan 
'Isya' dikerjakan dalam waktu Maghrib. Jama' taqdim harus dilakukan secara 
berurutan sebagaimana urutan shalat dan tidak boleh terbalik.

Adapun jama' ta'khir adalah menggabungkan dua shalat dan dikerjakan dalam waktu 
shalat kedua, yaitu; Dhuhur dan Ashar dikerjakan dalam waktu Ashar, Maghrib dan 
'Isya'dikerjakan dalam waktu, Isya', Jama' ta'khir boleh dilakukan secara 
berurutan dan boleh pula tidak berurutan akan tetapi yang afdhal adalah 
dilakukan secara berurutan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah 
shallallahuhu alaihi wa'ala alihi wasallam.[20]

Menjama' shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya - baik 
musafir atau bukan- dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi 
dilakukan ketika diperlukan saja.[21]

Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama' shalatnya dalah 
musafir ketika masih dalan perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan[22] , 
turunnya hujan [23] , dan orang sakit.[24]

Berkata Imam Nawawi rahimahullah:Sebagian imam (ulama) berpendapat bahwa 
seorang yang mukim boleh menjama' shalatnya apabila di perlukan asalkan tidak 
di jadikan sebagai kebiasaan."[25]

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu 
alaihi wa'ala alihi wasallam menjama antara dhuhur dengan ashar dan antara 
maghrib dengan isya' di Madinah tanpa sebab takut dan safar (dalam riwayat 
lain; tanpa sebab takut dan hujan). Ketika ditanyakan hal itu kepada Ibnu Abbas 
radhiallahu anhuma beliau menjawab: Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa'ala 
alihi wasallam tidak ingin memberatkan ummatnya.[26]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1336/slash/0/seputar-hukum-shalat-jama-dan-qashar/

.Menjama' Dua Shalat
Sebab-sebabnya:

1. Safar
Dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam bepergian sebelum matahari tergelincir, beliau akhirkan Zhuhur hingga 
waktu 'Ashar. Beliau turun dari kendaraannya lalu menjama' keduanya. Dan jika 
matahari sudah tergelincir sebelum melakukan perjalanan, maka beliau shalat 
Zhuhur lalu naik kendaraan." [11]

Dari Mu'adz Radhiyallahu anhu: "Saat terjadinya perang Tabuk, jika Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa salalm bepergian sebelum matahari tergelincir, beliau 
akhirkan Zhuhur sampai waktu 'Ashar. Kemudian beliau menjama' kedua shalat 
tersebut. Jika bepergian sesudah matahari tergelincir, beliau menjama' shalat 
Zhuhur dengan 'Ashar lalu berangkat. Bila bepergian sebelum Maghrib, beliau 
akhirkan Maghrib hingga menjama'nya dengan 'Isya. Bila bepergian setelah 
Maghrib, beliau mengawalkan waktu 'Isya dan menjama'nya dengan Maghrib." [12]

Masih dari Mu’adz: "Para Sahabat pernah bepergian bersama Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika perang Tabuk. Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam menjama' shalat Zhuhur dengan 'Ashar, dan shalat Maghrib 
dengan 'Isya'." Dia berkata lagi: "Pada suatu hari beliau mengakhirkan shalat. 
Beliau keluar lalu shalat Zhuhur dan 'Ashar dengan dijama'. Setelah itu beliau 
masuk. Tak lama kemudian beliau keluar lagi lalu shalat Maghrib dan 'Isya 
dengan dijama'."[13]

2. Hujan
Dari Nafi' Radhiyallahu anhu, "Jika 'Abdullah Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma 
mengumpulkan para amir (gubernur) antara Maghrib dan 'Isya' ketika hujan, maka 
dia menjama' shalat bersama mereka."

Dari Hisyam bin 'Urwah: "Ayahnya -'Urwah-, Sa'id bin al-Musayyib, dan Abu Bakar 
bin 'Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam bin al-Mughirah al-Makhzumi pernah 
menjama' shalat Maghrib dengan 'Isya' pada suatu malam ketika hujan turun. 
Mereka menjama' kedua shalat tersebut tanpa ada yang mengingkari." [14]

Dari Musa bin 'Uqbah, "Ketika turun hujan, ‘Umar bin 'Abdul 'Aziz pernah 
menjama' shalat Maghrib dengan 'Isya' di akhir waktu. Sedangkan Sa'id bin 
al-Musayyib, 'Urwah bin az-Zubair, Abu Bakar bin 'Abdurrahman, beserta para 
ulama zaman itu bermakmum di belakangnya. Namun, mereka tidak mengingkari 
perbuatan ter

RE: [assunnah]>>Suami tidak menafkahi istri dan anak<

2013-09-17 Terurut Topik Abu Harits
From: ari_ham...@yahoo.com

Date: Sat, 14 Sep 2013 13:58:45 +





اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ana mau tanya, bagaimana hukumnya jika ada seorang suami yang sudah sekitar 4 
tahun tidak menafkahi istri dan anak?

وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Powered by Telkomsel BlackBerry®

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

JIKA SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH
Oleh
Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari
http://almanhaj.or.id/content/2623/slash/0/jika-suami-tidak-memberi-nafkah/

Sesungguhnya rasa kasih-sayang di antara suami-isteri hampir-hampir tidak 
ditemui bandingannya. Dua jenis manusia, pada mulanya tidak saling mengenal, 
kemudian Allah mempertemukan keduanya, sehingga terjalin hubungan yang melebihi 
seorang saudara dengan saudaranya, seorang kawan dengan kawannya. Maka ini 
termasuk salah satu tanda kekuasaan Allah yang mengagumkan. Allah Subhanahu wa 
Ta'ala berfirman:

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا 
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ 
لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ 

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah, Dia menciptakan untukmu 
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram 
kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya 
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang 
berpikir." [ar Ruum / 30:21]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Seandainya Allah Subhanahu wa Ta'ala 
menjadikan Bani Adam (manusia) semuanya laki-laki, dan menjadikan wanita-wanita 
(isteri-isteri) mereka dari jenis selain mereka, mungkin dari jin atau 
binatang, maka tidak akan terjadi persatuan antara mereka dengan isteri-isteri 
mereka. Bahkan pasti akan terjadi keengganan, seandainya isteri-isteri itu 
bukan dari jenisnya. Kemudian, di antara kesempurnaan rahmat Allah terhadap 
Bani Adam, bahwa Dia menciptakan isteri-isteri mereka dari jenis mereka 
sendiri, dan menjadikan di antara mereka rasa kasih, yaitu kecintaan, dan 
rahmat, yaitu sayang. Karena seorang laki-laki menahan isterinya, kemungkinan 
kecintaannya kepada isterinya, atau karena sayangnya, karena dia telah memiliki 
anak darinya, atau karena dia membutuhkan nafkah darinya, atau karena keakraban 
antara keduanya, atau lainnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar 
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".[1]

Oleh karena itulah, kasih-sayang yang telah tumbuh di antara pasangan 
suami-isteri itu, selayaknya dijaga dan dikembangkan, sehingga tidak layu dan 
akhirnya sirna. Dari sini kita mengetahui keagungan syari’at Allah Azza wa 
Jalla yang menerangkan hak dan kewajiban suami-isteri. 

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ 
دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara 
yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan 
daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".[al Baqarah / 
2:228]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yaitu, mereka (para isteri) memiliki 
hak yang menjadi kewajiban para laki-laki (suami), maka hendaklah setiap satu 
dari keduanya menunaikan kewajibannya kepada yang lain dengan baik”.[2] 

NAFKAH BAGI ISTERI DAN ANAK
Di antara hak terbesar wanita yang menjadi kewajiban suaminya adalah nafkah. 
Nafkah, secara bahasa adalah, harta atau semacamnya yang diinfaqkan 
(dibelanjakan) oleh seseorang. Adapun secara istilah, nafkah adalah, apa yang 
diwajibkan atas suami untuk isterinya dan anak-anaknya, yang berupa makanan, 
pakaian, tempat tinggal, perawatan, dan semacamnya.[3] 

Nafkah bagi isteri ini hukumnya wajib berdasarkan al Kitab, as Sunnah, dan 
Ijma'.

Disebutkan dalam al Qur`an : 

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ 
تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا

"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang 
ma'ruf" [al Baqarah / 2:233]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, : “Dan kewajiban ayah si anak 
memberi nafkah (makan) dan pakaian kepada para ibu (si anak) dengan ma’ruf 
(baik), yaitu dengan kebiasaan yang telah berlaku pada semisal para ibu, dengan 
tanpa israf (berlebihan) dan tanpa bakhil (menyempitkan), sesuai dengan 
kemampuannya di dalam kemudahannya, pertengahannya, dan kesempitannya” [4]. 

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ 
مِمَّآ ءَاتَاهُ اللهُ لاَيُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ مَآءَاتَاهَا

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang 
disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah 
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) 
apa yang Allah berikan kepadanya &qu

Re: [assunnah] [ask] Dalil diperbolehkannya memotong jenggot pada panjang tertentu

2013-09-17 Terurut Topik ABU FAISAL ARKAN
Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barokatuh,


Semoga artikel di bawah ini bisa dijadikan bahan referensi.


Abu Faisal Priyatna



http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2764-hukum-memangkas-jenggot.html


Pada 7 September 2013 07.49, priyo susetyo  menulis:

> **
>
>
> Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh ya ikhwah
>
> Ana punya teman yang sedang semangat nyunnah, salah satu nya adalah
> memelihara jenggot, namun temen ana tsb sedang mencari dalil apakah jenggot
> boleh dipotong pada panjang tertentu??. Barangkali ada ikhwah yang punya
> detail dalil nya tentang boleh nya memotong jengggot (dg panjang tertentu)?
> dan kalo ada buku yang mengulas nya secara detail, bisa ana diinformasikan
> judul,penerbit dan penulis buku tsb.?
>
> Afwan apabila pertanyaan ana ini sudah pernah ada yang menanyakan, dan
> syukron jazzakaulloh khoiron katsir atas jawaban dari ikhwah semua.
>
> Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
> Abu Harits Priyo
>
>
>


Bls: [assunnah] Tanya kajian di Daerah Bintaro, Tanggerang

2013-09-17 Terurut Topik Joni Abu Rania
Wa'alaikumsalam warahmatulallah wabarakatuh,
Kajian syari' rutin; insyaAllah ada pd stiap pekan haribahad pagi ; jam 09:00 
sd dzuhur
Bertempat di masjid assunnah (belakang plaza bintaro); akses bisa via jalan 
samping dekat stasiun pondok ranji atau bisa juga melalui jl.gapura utama, 
menteng, bintaro sektor 3 (lewat perumahan kuricang bintaro);
Para pemateri antara lain : 
Ustadz Muhtarom; Ustadz Erwandi Tarmidzi; dan para asatidz lainnya..

Semoga manfaat.

BarajAllahu fiikum

joni aburania, kahuripan, bogor

 "@amed"  menulis:

>  
>
>السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 
>
>Bagi ikhwan dan akhwat yang mengetahui kajian di Bintaro dan sekitarnya, agar 
>kiranya memberikan informasinya, sebelumnya ana ucapkan جَزَاك اللهُ خَيْرًا . 
>
>وَعَلَيًكُمُ السَّلَامُ وَرَحًمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ 
>Powered by Telkomsel BlackBerry®
>
>
>
>Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages 
>in this topic (1) 
>
>Recent Activity: 
>


[assunnah] >>Ihram Dalam Haji Dan Umrah<

2013-09-12 Terurut Topik Abu Abdillah
IHRAM DALAM HAJI DAN UMRAH
Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc
http://almanhaj.or.id/content/2866/slash/0/ihram-dalam-haji-dan-umrah/


Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali 
hanya untuk menyembah-Nya semata, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka 
menyembah-Ku". [adz- Dzariyat/51 : 56].

Untuk merealisasikan penyembahan tersebut dibutuhkan suatu media yang dapat 
menjelaskan makna dan hakikat penyembahan yang dikehendaki Allah Azza wa Jalla. 
Sehingga dengan hikmah-Nya yang agung, Dia mengutus para rasul untuk membawa 
dan menyampaikan risalah dan syariat-Nya kepada jin dan manusia.

Di antara kesempurnaan Islam adalah penetapan ibadah haji ke Baitullah, 
al-Haram sebagai salah satu syiar Islam yang agung. Bahkan ibadah haji 
merupakan rukun Islam yang kelima, dan menjadi salah satu sarana bagi kaum 
muslimin untuk bersatu, meningkatkan ketakwaan dan meraih surga yang telah 
dijanjikan untuk orang-orang yang bertakwa. Oleh karena itu, dengan 
kesempurnaan syari'atnya, Islam telah menetapkan suatu tata cara atau metode 
yang lengkap dan terperinci, sehingga tidak perlu lagi adanya penambahan dan 
pengurangan dalam pelaksanaan ibadah ini.

Salah satu bagian ibadah haji adalah ihram, yang harus dilakukan setiap orang 
yang menunaikan ibadah haji dan umrah. Sebagai salah satu bagian tersebut, maka 
pelaksanaannya perlu dijelaskan, yakni menyangkut tata cara dan hukum seputar 
hal itu.

DEFINISI IHRAM
Kata ihram diambil dari bahasa Arab, yaitu dari kata al-haram yang bermakna 
terlarang atau tercegah. Hal itu dinamakan dengan ihram, karena seseorang yang 
dengan niatnya masuk pada ibadah haji atau umrah, maka ia dilarang berkata dan 
beramal dengan hal-hal tertentu seperti jima', menikah, ucapan kotor, dan 
lain-sebagainya. Dari sini, para ulama mendefinisikan ihram dengan salah satu 
niat dari dua nusuk (yaitu haji dan umrah), atau kedua-duanya secara 
bersamaan.[1]

Dengan demikian, menjadi jelas kesalahan pemahaman sebagian kaum muslimin yang 
mengatakan ihram adalah berpakaian dengan kain ihram. Karena ihram merupakan 
niat masuk ke dalam haji atau umrah. Sedangkan berpakaian dengan kain ihram 
merupakan satu keharusan bagi seseorang yang telah berihram.

TEMPAT BERIHRAM
Ihram, sebagai bagian penting ibadah haji dan umrah dilakukan dari miqât. 
Seorang yang akan berhaji dan umrah, ia harus mengetahui miqat sebagai tempat 
berihram. Mereka yang tidak berihram dari miqât, berarti telah meninggalkan 
suatu kewajiban dalam haji, sehingga wajib atas mereka untuk menggantinya 
dengan dam (denda).

TATA CARA IHRAM
1. Disunnahkan untuk mandi sebelum ihram bagi laki-laki dan perempuan, baik 
dalam keadaaan suci atau haidh, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir 
Radhiyallahu 'anhu Beliau berkata:

فَخَرَجْنَا مَعَهُ حَتَّى أَتَيْنَا ذَا الْحُلَيْفَةِ فَوَلَدَتْ أَسْمَاءُ 
بِنْتُ عُمَيْسٍ مُحَمَّدَ بْنَ أَبِيْ بَكْرٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ 
كَيْفَ أَصْنَعُ؟ قَالَ : اغْتَسِلِيْ وَاسْتَثْفِرِيْ بِثَوْبٍ وَاحْرِمِيْ (رواه 
مسلم)

"Lalu kami keluar bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala sampai di 
Dzul Hulaifah, Asma binti 'Umais melahirkan Muhammad bin Abi Bakr. Maka ia 
(Asma) mengutus (seseorang untuk bertemu) kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam (dan bertanya): 'Apa yang aku kerjakan?' Beliau Shallallahu 'alaihi 
wa sallam menjawab: 'Mandilah dan beristitsfarlah [2], dan berihramlah'." 
[Riwayat Muslim (2941) 8/404, Abu Dawud no. 1905 dan 1909, dan Ibnu Majah no. 
3074.]

Apabila tidak mendapatkan air maka tidak bertayammum, karena bersuci yang 
disunnahkan apabila tidak dapat menggunakan air maka tidak bertayamum. Allah l 
menyebutkan tayammum dalam bersuci dari hadats sebagaimana firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا 
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ 
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ 
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ 
الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا 
صَعِيدًا طَيِّبًا

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka 
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan 
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka 
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat 
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, 
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)…". [al-Mâ`idah/5 : 6].

Oleh karena itu, tidak bisa dianalogikan (dikiaskan) kepada yang lainnya. Juga 
karena tidak ada contoh atau perintah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
untuk bertayammum apalagi jika mandi ihram tersebut untuk

[assunnah] Kajian Masjid Jannatul Firdaus Taman Galaxy, Ust. Abu Haidar - Bekasi Selatan

2013-09-12 Terurut Topik Abu Achmad
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Assalaamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuh

Alhamdulillah, kami atas nama DKM Masjid Jannatul Firdaus dan Masjid
Al Ihsan mengundang kaum muslimin dan muslimat untuk menghadiri kajian
rutin setiap bulan yang InsyaAlloh Ta'ala akan dilaksanakan pada hari
Sabtu ini.
(Kajian Ilmiah rutin Sabtu pekan ke 2, sebelumnya di Masjid Al Ihsan
PTM VJS, karena sedang di renovasi maka dipindah lokasi)

Tema : Aqidah, Tanda-tanda Kiamat Besar

Pemateri: Ust. Abu Haidar as-Sundawy
Hari/Tanggal: Sabtu, 8 Dzulqo'dah 1434H / 14 September 2013
Waktu: 09.00 pagi - Selesai
Tempat: Masjid Jannatul Firdaus, belakang sekolah PB Sudirman Taman Galaxy

Terbuka untuk Umum Ikhwan dan Akhwat

Keterangan Map:
http://i45.tinypic.com/15cyrr7.jpg

Google Map:
https://maps.google.com/?sll=-6.258969,106.971335&q=Jalan+Taman+Soka+2,+Bekasi,+West+Java+17147,+Indonesia

Jalur Transportasi:
Kendaraan arah kalimalang turun di superindo jaka permai, naik 05A
turun jogging track taman aster/masjid jannatul firdaus.

Bagi yang membawa kendaraan mobil/motor, dari jogging track jalan
terus, sebelum jembatan belok kiri, parkir di halaman parkir SMA PB
Sudirman.

Contact person :
Abu Abdillah 0811179759
pin 27BE77FA
Abu Fakhry 08551020015
pin 21434C69

Jazakumullohu khoir atas perhatiannya


[assunnah] >>Tanda-Tanda Haji Mabrur<

2013-09-12 Terurut Topik Abu Abdillah
TANDA-TANDA HAJI MABRUR
Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin
http://almanhaj.or.id/content/3370/slash/0/tanda-tanda-haji-mabrur/

PEMBUKA
Ajaran Islam dalam semua aspeknya memiliki hikmah dan tujuan tertentu. Hikmah 
dan tujuan ini diistilahkan oleh para Ulama dengan maqâshid syarî'ah, yaitu 
berbagai maslahat yang bisa diraih seorang hamba, baik di dunia maupun di 
akhirat. 

Adapun maslahat akhirat, orang-orang shaleh ditunggu oleh kenikmatan tiada tara 
yang terangkum dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam(hadits qudsi): 

قَالَ اللَّه: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيْ الصَّالِحِيْنَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، 
وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

Allah berfirman: “Telah Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh kenikmatan 
yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah 
terbetik di hati manusia." [1] 

Untuk ibadah haji, secara khusus Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
bersabda: 

وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

Haji yang mabrûr tidak lain pahalanya adalah surga. [2]

Adapun di dunia, banyak maslahat yang bisa diperoleh umat Islam dengan 
menjalankan ajaran agama mereka. Dan untuk ibadah haji khususnya, ada beberapa 
contoh yang bisa kita sebut; seperti menambah teman, bertemu dengan Ulama dan 
keuntungan berdagang. 

Di samping itu, Allah Azza wa Jalla juga memberikan tanda-tanda diterimanya 
amal seseorang, sehingga Allah Azza wa Jalla bisa menyegerakan kebahagiaan di 
dunia sebelum akhirat dan agar ia semakin bersemangat untuk beramal.

TIDAK SEMUA ORANG MERAIH HAI MABRUR
Setiap orang yang pergi berhaji mencita-citakan haji yang mabrûr. Haji mabrûr 
bukanlah sekedar haji yang sah. Mabrûr artinya diterima oleh Allah Azza wa 
Jalla , dan sah artinya menggugurkan kewajiban. Bisa jadi haji seseorang sah 
sehingga kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya 
diterima oleh Allah Azza wa Jalla . 

Jadi, tidak semua yang hajinya sah terhitung sebagai haji mabrûr. Ibnu Rajab 
al-Hanbali mengatakan: "Yang hajinya mabrûr sedikit, tapi mungkin Allah Azza wa 
Jalla memberikan karunia kepada jama`ah haji yang tidak baik dikarenakan 
jama’ah haji yang baik."[3] 

TANDA-TANDA HAJI MABRUR
Bagaimanakah mengetahui mabrûrnya haji seseorang? Apa perbedaan antar haji yang 
mabrûr dengan yang tidak mabrûr? Tentunya yang menilai mabrûr tidaknya haji 
seseorang adalah Allah Azza wa Jalla semata. Kita tidak bisa memastikan bahwa 
haji seseorang adalah haji yang mabrûr atau tidak. Para Ulama menyebutkan ada 
tanda-tanda mabrûrnya haji, berdasarkan keterangan al-Qur`ân dan Hadits. Namun, 
itu tidak bisa memberikan kepastian mabrûr tidaknya haji seserang. 

Sebagian dari tanda-tanda ini barangkali berhubungan dengan pembahasan cara 
meraih haji mabrûr, karena cara kita menjalankan ibadah haji juga bisa 
dijadikan cermin dalam hal ini. 

Di antara tanda-tanda haji mabrûr yang telah disebutkan para Ulama adalah:

Pertama: Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal, karena Allah 
Azza wa Jalla tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh 
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: 

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik.[4] 

Orang yang ingin hajinya mabrûr harus memastikan bahwa seluruh harta yang ia 
pakai untuk haji adalah harta yang halal, terutama bagi mereka yang selama 
mempersiapkan biaya pelaksanaan ibadah haji tidak lepas dari transaksi dengan 
bank. Jika tidak, maka haji mabrûr bagi mereka hanyalah jauh panggang dari api. 

Ibnu Rajab rahimahullah berkata dalam sebuah syair[5] : 
Jika anda berhaji dengan harta tak halal asalnya.
Maka anda tidak berhaji, yang berhaji hanya rombongan anda.
Allah Azza wa Jalla tidak menerima kecuali yang halal saja.
Tidak semua yang berhaji mabrûr hajinya. 

Kedua: Amalan-amalannya dilakukan dengan baik, sesuai dengan tuntunan Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya 
dijalankan, dan semua larangan ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka 
hendaknya segera melakukan penebusan yang telah ditentukan.

Di samping itu, haji yang mabrûr juga memperhatikan keikhlasan hati, yang 
seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. Mari merenungkan perkataan 
Syuraih al-Qâdhi: "Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jama`ah haji 
banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang 
ikhlas karena Allah Azza wa Jalla ."[6] 

Pada zaman dahulu ada orang yang menjalankan ibadah haji dengan berjalan kaki 
setiap tahun. Suatu malam ia tidur di atas kasurnya dan ibunya memintanya untuk 
mengambilkan air minum. Ia merasakan berat untuk bangkit memberikan air minum 
kepada sang ibu. Ia pun teringat perjalanan haji yang selalu ia lakukan dengan 
berjalan kaki tanpa merasa berat. Ia mawas diri dan berpikir bahwa pandangan 
dan pujian manusialah yang telah membuat perjalanan itu ringan. Sebaliknya saat 
meyendiri, memberikan air minum untuk orang p

[assunnah] TK-SD di Brebes, Jawa Tengah

2013-09-11 Terurut Topik Abu Laalikaii

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ 

Perkenan ana bertanya ke seluruh ikhwan yg berdomisili atau memiliki jejaring 
di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya terkait nama, lokasi TK & SD di Kota 
Brebes beserta contact person.

​جَزَاك اللهُ خَيْرًا

و السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ   

-abu laalikaii- 





Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
assunnah-dig...@yahoogroups.com 
assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://info.yahoo.com/legal/us/yahoo/utos/terms/



[assunnah] >>Tata Cara Umrah<

2013-09-10 Terurut Topik Abu Abdillah
TATA CARA UMRAH

Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Ahmad Al-Ahmad
http://almanhaj.or.id/content/2252/slash/0/tata-cara-umrah/


Pertama: Ihram Dari Miqat. 
Mandilah lalu usapkanlah minyak wangi ke bagian tubuhmu, misalnya ke rambut dan 
jenggot. Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian ihram. Jika pakaian ihram 
terkena minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian yang berjahit. Kenakan 
selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca mata, cincin dan sabuk 
boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram). 

Adapun bagi wanita, maka ia mandi meskipun haid, lalu mengenakan pakaian yang 
ia kehendaki, tetapi harus memenuhi syarat hijab, sehingga tidak tampak sesuatu 
pun dari bagian tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan dan tidak memakai 
minyak wangi serta tidak menyerupai laki-laki. 

Jika Anda tidak mampu berhenti di miqat seperti yang melakukan perjalanan 
dengan pesawat terbang maka mandilah sejak di rumah, lalu jika telah mendekati 
miqat mulailah ihram dan ucapkanlah: 

لَبَّيكَ عُمْرَةً Labbaika Umratan

Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah.

Jika Anda khawatir tidak bisa menyempurnakan ibadah haji karena sakit atau 
lainnya maka ucapkan: 

فإِ نْ حَبَسَنِِي حَا بِسٌ فَمَحَلّي حَيْثُ حَبَسْتَنِيْ Fa in habasanii 
haabisun famahallii haitsu habastanii

Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana 
Engkau menahanku.

Lalu mulailah mengucapkan talbiyah hingga sampai ke Makkah. Talbiyah hukumnya 
sunnah mu'akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun wanita. Bagi 
laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak bagi wanita. 
Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan: 

لَبََّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ،لَبَّيْكَ لاَ شَريْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إنَّ 
الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ والْمُلكَ، لاَشَرِيْكَ لَكَ

Labbaika Allahumma labbaika, Labbaika Laa Syariika laka labbaika, innal hamda 
wanni'mata laka wal mulka, laa syariika laka

Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi 
panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya 
segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu.

Disunnahkan mandi sebelum masuk Makkah, jika hal itu memungkinkan. 

Peringatan: 
1. Sebagian orang mempercayai bahwa pakaian yang dikenakan wanita haruslah 
berwarna tertentu, misalnya hijau, hitam atau putih. Ini adalah tidak benar! 
Sungguh tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian yang harus 
dikenakan. 

2. Talbiyah yang dilakukan secara bersama-sama dengan satu suara -di mana hal 
ini dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah bid'ah. Perbuatan tersebut tidak 
ada contohnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah 
seorang sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya setiap Haji mengucapkan 
talbiyah sendiri-sendiri.

3. Tidak diharuskan seorang yang sedang ihram, baik laki-laki maupun wanita 
mengenakan terus pakaian yang ia kenakan ketika ihram sepanjang ibadahnya, 
tetapi dibolehkan ia menggantinya kapan dia suka. 

4. Hendaknya setiap Haji benar-benar memperhatikan masalah menutup aurat, sebab 
sebagian laki-laki terkadang auratnya terbuka di depan orang lain, misalnya 
ketika duduk atau tidur, sedang dia tidak merasa.

5. Sebagian wanita mempercayai dibolehkannya membuka wajah di depan laki-laki 
selama masih dalam keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib menutupi 
wajahnya. Di antara dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah radhiallahu anha: 

كََانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّوْنَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُوْلِ اللَّه 
مُحْرِِِمَات، فَإِذَا حَاذَوْابِنَا أَسْدَلَتْ إحْدَانَا جِلبَا بَهََا عَلَى 
وجْهِهَا، فإِ ذَا جَا وَزُوْنَا كَشَفْنَاهُ

Dahulu ada kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat dengan 
kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan ketika 
mereka telah lewat, kami membukanya kembali. [HR. Ahmad dan Abu Daud dengan 
sanad hasan].

Dan dari Asma' binti Abi Bakar radhiallahu anha, ia berkata:

كُنَّانُغَطِّيْ وُجُوْ هَنَا مِنَ الرِّجَالِ، وَكُنَّا نَمْتَشِطُ قَبْلَ ذَلِكَ 
فِي اْلإِحْرَام 

Kami menutupi wajah kami dari (penglihatan) laki-laki dan sebelumnya kami 
menyisir rambut ketika ihram. [Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini 
shahih].

Kedua: Jika Anda telah sampai di Masjidil Haram, dahulukanlah kaki kananmu dan 
ucapkan (do'a): 

،بسْمِ اللَّه، والصَّلاَةُ والسَّلاَمُ عَلَىرَسُوْاللِّه، اَللّهُمَّ َافْتَحْ 
لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِك أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ 
وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. Ya 
Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmatMu'. 'Aku berlindung kepada Allah 
Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta KekuasaanNya Yang 
Mahaazali dari setan yang terkutuk. 

Do'a ini juga diucapkan ketika memasuki masjid-masjid y

RE: [assunnah]>>Tanya : Dapatkah menikah kmbali dengan dengn istri yg sdh dicerakan<

2013-09-10 Terurut Topik Abu Harits
From: purb...@yahoo.co.id
To: assunnah@yahoogroups.com
Date: Mon, 9 Sep 2013 15:54:37 +0800 







Bismillah

Bolehkah menikah kembali dengan istri yang baru diceraikan oleh suaminya.

Bagaimana dengan hukum yang menyatakan bahwa si perempuan harus menikah dahulu 
dan tidur semalam lalu bercerai dan menikah kembali dengan suami yang pertama.

Syukron

muliaman purba
>
 
1. Istri yang ditalak satu atau dua dan setelah itu rujuk, bagaimanakah tata 
cara rujuk yang syar'i? Apabila masa 'iddah belum habis, apakah harus membuat 
akad nikah baru? Apabila masa 'iddah telah habis, bagaimanakah cara rujuk yang 
sesuai syar'i? 
 
Jawaban.
Agama Islam sangat menjaga keutuhan biduk rumah tangga kaum muslimin. Hal ini 
bisa dilihat dalam pengaturan tentang perceraian (talak). Bahwasanya, Islam 
tidak menjadikan talak hanya sekali, namun sampai tiga kali. Disebutkan dalam 
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara 
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. [al-Baqarah/2:229]. 

Juga adanya pensyariatan 'iddah. Yaitu masa menunggu bagi yang ditalak, seperti 
tersebut dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ 
لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا 
تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ 
بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ

Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu 
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) 'iddahnya (yang wajar), 
dan hitunglah waktu 'iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah 
kamu keluarkan mereka dari rumah mereka, dan janganlah mereka (diizinkan) ke 
luar, kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. 
[ath-Thalâq/65:1].

Dengan demikian, seorang suami yang menceraikan istrinya satu kali, ia masih 
memungkinkan untuk memperbaiki kembali bila dirasa hal itu perlu dan baik bagi 
keduanya. Semua ini menunjukkan perhatian Islam yang sangat besar dalam 
pembangunan rumah tangga yang kokoh dan awet. Adapun syarat sahnya rujuk, di 
antaranya:

a). Rujuk setelah talak satu dan dua saja, baik talak tersebut langsung dari 
suami atau dari hakim.
b). Rujuk dari istri yang ditalak dalam keadaan pernah digauli. Apabila istri 
yang ditalak tersebut sama sekali belum digauli, maka tidak ada rujuk. Demikian 
menurut kesepakatan ulama.
c). Rujuk dilakukan selama masa 'iddah. Apabila telah lewat masa 'iddah 
-menurut kesepakatan ulama fikih- tidak ada rujuk.

Dalam rujuk, tidak disyaratkan keridhaan dari wanita. Sedangkan bila masih 
dalam masa 'iddah, maka anda lebih berhak untuk diterima rujuknya, walaupun 
sang wanita tidak menyukainya. Dan bila telah keluar (selesai) dari masa 'iddah 
tetapi belum ada kata rujuk, maka sang wanita bebas memilih yang lain. Bila 
wanita itu kembali menerima mantan suaminya, maka wajib diadakan nikah baru. 
Allah menyatakan dalam firman-Nya.

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ۚ وَلَا 
يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ 
كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ 
بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي 
عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ 
عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. 
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, 
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak 
merujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki 
ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut 
cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan 
daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [al-Baqarah/2 
ayat 228].

Di dalam Fathul Bâri, Ibnu Hajar mengatakan: "Para ulama telah bersepakat, 
bahwa bila orang yang merdeka mencerai wanita yang merdeka setelah berhubungan 
suami istri, baik dengan talak satu atau dua, maka suami tersebut lebih berhak 
untuk rujuk kepadanya, walaupun sang wanita tidak suka. Apabila tidak rujuk 
sampai selesai masa iddahnya, maka sang wanita menjadi orang asing (ajnabiyah), 
sehingga tidak halal baginya, kecuali dengan nikah baru".[1] 

Cara untuk rujuk, ialah dengan menyampaikan rujuk kepada istri yang ditalak, 
atau dengan perbuatan. Rujuk dengan ucapan ini disahkan secara ijma’ oleh para 
ulama, dan dilakukan dengan lafazh yang sharih (jelas dan gamblang), misalnya 
dengan ucapan "saya rujuk kembali kepadamu" atau dengan kinayah (sindiran), 
seperti ucapan "sekarang, engkau sudah seperti dulu". Kedua ungkapan ini, bila 
diniatkan untuk rujuk, maka sah. Sebaliknya, bila tanpa diniatkan untuk rujuk, 
maka tidak sah. 

Sedangkan rujuk dengan perbuatan

[assunnah] Info Kajian Rutin Masjid Baitul Jihad Kemang Pratama 2 Bekasi - Sabtu Pagi

2013-09-10 Terurut Topik Abu Haekal


بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ





السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ





INFO KAJIAN





Hadirilah Kajian Rutin Akhir Pekan (Sabtu Pagi), Terbuka Untuk Umum, Ikhwan
Dan Akhwat



إن شاء الله



Hari: Sabtu 14 September 2013



Jam: 08:30 s/d 11:00 WIB



Narasumber: Ustadz Mahfudz Umri LC Hafizahullah



Tema:

Pembahasan Kitab

Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Dalam

Tazkiyatun Nufus

Karya: Ustadz Yazid Bin Abdul Qadir Jawas Hafizahullah



Tempat:

Masjid Baitul Jihad, Lantai 2

Perumahan Kemang Pratama 2, Bekasi.



“Insya Allah kajian ini merupakan kajian rutin bulanan setiap hari Sabtu
pekan kedua”



Mohon Bantuan Untuk Dapat Disebarkan Informasi Kajian ini Kepada Ikwan dan
Akhwat Yang Lain



Info:



Untuk Ikhwan: 0812 987 4893

Untuk Akhwat: 0815 880 8944





جَزَاك اللهُ خَيْرً



بَارَكَ اللّهُ فِيْك













[assunnah] >>Syariat Ibadah Haji<

2013-09-08 Terurut Topik Abu Abdillah
SYARIAT IBADAH HAJI
Oleh
Syaikh Khalil Harras
http://almanhaj.or.id/content/3369/slash/0/syariat-ibadah-haji/

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ 
أُمُّهُ

Barangsiapa berhaji karena Allah, lantas dia tidak berbuat keji dan melakukan 
kefasikan, maka dia pulang bagaikan hari dimana dia dilahirkan ibunya. [HR 
al-Bukhâri no. 1424]

Kaum Muslimin keluar dari bulan Ramadhan dalam keadaan telah memiliki bekal 
berupa kekuatan yang besar dalam kehidupan rohani yang suci; jiwa-jiwa mereka 
menjadi kuat dan tidak bergantung kepada kebendaan; keinginan-kenginan mereka 
telah terlatih untuk mengalahkan hawa nafsu syahwat; serta mampu menanggung 
kepayahan-kepayahan dan melawan hal-hal yang dibenci. Karenanya, mereka 
memasuki bulan-bulan haji dalam keadaan telah siap sempurna rohani dan 
jasmaninya. Mereka telah memiliki kesiapan untuk melaksanakan beban-beban yang 
terdapat pada kewajiban yang suci itu (Haji), yang menjadi rukun kelima dari 
rukun-rukun Islam.

Haji itu seperti puasa, hukumnya wajib sejak dahulu; Allah Azza wa Jalla telah 
mewajibkannya kepada para hamba-Nya semenjak Dia memerintahkan kekasih-Nya, 
yaitu Ibrâhîm Alaihissallam, agar membangun Baitul Harâm di Mekah, kemudian 
menyuruhnya supaya memaklumkan haji kepada manusia agar mendatanginya.

يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ 
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ 
مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

“… niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai 
unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka 
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah 
Azza wa Jalla pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang telah Allah Azza 
wa Jalla berikan kepada mereka berupa binatang ternak…” [al-Hajj/22:27-28]

Allah Azza wa Jalla telah memperlihatkan manasik-manasik haji dan 
syi’ar-syi’arnya kepada Ibrâhîm Alaihissallam dan putranya, yaitu Ismâ’îl 
Alaihissallam. Maka manasik-manasik itu akan tetap ada sepeninggal keduanya 
kepada anak keturunannya yaitu berhaji ke Baitullah dan melakukan thawâf di 
situ, wukûf di ‘Arafah dan Muzdalifah, serta melaksanakan sa’i antara Shafa dan 
Marwa.

Hanya saja anak keturunan mereka telah mengadakan bid’ah-bid’ah di dalamnya 
lantaran lamanya masa, dikuasai hawa nafsu, dan setan menghiasi penyimpangan 
mereka.

Mereka mengadakan peribadatan kepada patung-patung, lalu menaruhnya di sekitar 
Ka’bah dan bagian dalamnya. Mereka memulai beribadah untuk berhala dan 
menyembelih di dekatnya sebagai bentuk taqarrub kepadanya, dan dahulu mereka 
mengucapkan dalam talbiahnya; 

اللَّهُمَّ لاَ شَرِيْكَ لَكَ, إِلاَّ شَرِيْكًا هُوَ لَكَ, تَمْلِكُهُ مِمَّا 
مَلَكَ

“Wahai Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, melainkan sekutu yang Engkau punya, 
Engkau memiliki apa yang dia punya”

Dahulu, mereka thawâf di Ka’bah dengan bertelanjang, karena merasa tidak nyaman 
melaksanakan thawâf dengan pakaian-pakaian yang dikenakan pada saat mereka 
datang, sampai-sampai kaum wanita pun thawâf di Ka’bah dengan tidak berpakaian. 
Para wanita itu menutupi farjinya dengan sehelai kain, lalu mengatakan:

“Pada hari ini tampaklah sebagian atau seluruhnya (tubuh); namun apa saja yang 
terlihat, maka aku tidak membolehkan (dijamah) ”

Tatkala Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi-Nya, yaitu Muhammad Shallallahu 
‘alaihi wa sallam sebagai pembaharu agama Nabi Ibrâhîm Alaihissallam, sudah 
sewajarnya jika pembaharuan itu mencakup kewajiban haji. Maka, haji diwajibkan 
pada tahun ke enam dari hijrah, dan dalil fardunya dari al-Qur’an adalah firman 
Allah Azza wa Jalla :

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah.” [al-Baqarah/2:196]

Hingga firman Allah:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ 
وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

“ (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang 
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh 
rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji” 
[al-Baqarah/2:197]

Juga firman-Nya yang lain :

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ 
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ 
وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrâhîm. 
Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu), dia menjadi aman. Mengerjakan haji 
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup 
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), 
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta 
alam.”[Ali ‘Imrân/3:97]

Adapun dalil dari Sunnah, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
:

[assunnah] >>Keutamaan Haji Dan Umrah<

2013-09-08 Terurut Topik Abu Abdillah
KEUTAMAAN HAJI DAN UMRAH
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
http://almanhaj.or.id/content/1538/slash/0/keutamaan-haji-dan-umrah/

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam bersabda:

اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ 
الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Umrah ke umrah adalah penghapus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur 
tidak ada pahala baginya selain Surga.” [1]

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam bersabda:

تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ 
وَالذُّنُوْبَ، كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ 
وَالْفِضَّةِ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya meniadakan dosa dan 
kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran (karat) besi, emas 
dan perak, dan tidak ada balasan bagi haji mabrur melainkan Surga.”[2]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Aku mendengar Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَجَّ ِللهِ عزوجل فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ 
وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.

‘Barangsiapa melakukan haji ikhlas karena Allah Azza wa Jalla tanpa berbuat 
keji dan kefasiqan, maka ia kembali tanpa dosa sebagaimana waktu ia dilahirkan 
oleh ibunya.’”[3]

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 
beliau bersabda:

اَلْغَازِي فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ، وَفْدُ اللهِ، 
دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ. وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ.

“Orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang menunaikan haji dan umrah, 
adalah delegasi Allah. (ketika) Allah menyeru mereka, maka mereka memenuhi 
panggilan-Nya. Dan (ketika) mereka meminta kepada-Nya, maka Allah mengabulkan 
(pemintaan mereka).” [4]

Haji Beserta Umrah Adalah Kewajiban Yang Dilakukan Sekali Dalam Seumur Hidup, 
Bagi Setiap Muslim, Baligh, Berakal, Merdeka Serta Mampu

Firman Allah Ta’ala:

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى 
لِّلْعَالَمِينَ فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُ 
كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ 
إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat beribadah) manusia 
ialah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi 
petunjuk bagi seluruh manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di 
antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) men-jadi 
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu 
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa 
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak 
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Ali ‘Imran: 96-97]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam berkhutbah di tengah-tengah kami, beliau bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوْا، فَقَالَ 
رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّىٰ قَالَهَا ثَلاَثاً، 
ثُمَّ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ قُلْتُ نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، 
وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا 
هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَىٰ 
أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا 
اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ.

“Telah diwajibkan atas kalian ibadah haji, maka tunaikanlah (ibadah haji 
tersebut).” Lalu ada seorang berkata, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” 
Lalu beliau diam sampai orang tersebut mengatakannya tiga kali, kemudian 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Andaikata aku menjawab ya, 
niscaya akan menjadi suatu kewajiban dan niscaya kalian tidak akan mampu 
(melaksanakannya).” Kemudian beliau bersabda, “Biarkanlah aku sebagaimana aku 
membiarkan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian 
ialah banyak bertanya dan banyak berselisih dengan Nabi mereka. Apabila aku 
memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian. Dan 
apabila aku melarang sesuatu, maka tinggalkanlah.” [5]

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi 
wa sallam bersabda:

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، 
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، 
وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.

‘Islam dibangun atas lima pilar: (1) Persaksian bahwa tidak ada ilah yang 
berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah 
utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) haji ke 
Baitullah, dan (5) berpuasa Ramadha

[assunnah] >>Mengingat Maut<

2013-09-05 Terurut Topik Abu Abdillah
MENGINGAT MAUT
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al Atsari
http://almanhaj.or.id/content/2982/slash/0/mengingat-maut/


Jika Anda pernah mendengar kisah mengenai orang-orang yang hidup kekal di dunia 
ini, sesungguhnya itu hanya dongeng yang batil. Sebagian orang beranggapan ada 
orang-orang yang hidup kekal di dunia ini, seperti Khidhir Alaihissallam, 
Dzulqarnain atau lainnya. Keyakinan seperti ini tidak dikenal dalam Islam. 
Karena, tidak ada manusia yang hidup kekal di dunia ini.

Kematian, sesungguhnya merupakan hakikat yang menakutkan, akan menghampiri 
semua manusia. Tidak ada yang mampu menolaknya. Dan tidak ada seorangpun kawan 
yang mampu menahannya. 

Kematian datang berulang-ulang, menjemput setiap orang, orang tua maupun 
anak-anak, orang kaya maupun orang miskin, orang kuat maupun orang lemah. 
Semuanya menghadapi kematian dengan sikap yang sama, tidak ada kemampuan 
menghindarinya, tidak ada kekuatan, tidak ada pertolongan dari orang lain, 
tidak ada penolakan, dan tidak ada penundaan. Semua itu mengisyaratkan, bahwa 
kematian datang dari Pemilik kekuatan yang paling tinggi. Meski sedikit, tak 
seorang pun manusia memiliki wewenang atas kematian. 

Hanya di tangan Allah semata pemberian kehidupan. Dan hanya di tanganNya, 
mengambil kembali yang telah Dia berikan pada ajal yang telah digariskan. Allah 
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ 
الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ 
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat 
sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan 
dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu 
tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. [Ali Imran:185].

Maut merupakan ketetapan Allah. Seandainya ada seseorang yang selamat dari 
maut, niscaya manusia yang paling mulia pun akan selamat. Namun maut merupakan 
SunnahketetapanNya atas seluruh makhluk. Allah berfirman:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ

Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam) akan mati dan 
sesungguhnya mereka akan mati (pula). [Az Zumar:30].

Tidak ada manusia yang kekal di dunia ini. 

وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِّتَّ فَهُمُ 
الْخَالِدُونَ كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ 
وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ }

Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu 
(Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang 
berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan 
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu 
dikembalikan. [Al Anbiya:34-35].

MENGHINDAR DARI KEMATIAN?
Kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu. Dia telah menetapkan kematian atas 
diri manusia. Sehingga bagaimanapun manusia berupaya menghindar darinya, 
kematian itu tetap akan mengejarnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ 
مُشَيَّدَةٍ

Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di 
dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. [An Nisa’:78]. 

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ 
تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ 
تَعْمَلُونَ 

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka 
sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan 
kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan 
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". [Al Jumu’ah:8].

وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ

Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu 
lari dari padanya. [Qaaf:19].

Kematian sebagai bukti nyata kekuasaan Allah, dan siapapun tidak ada yang dapat 
mengalahkanNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ

Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat 
dikalahkan [Al Waqi’ah:60].

Allah menantang kepada orang-orang yang menyangka bahwa mereka tidak dikuasai 
oleh Allah, dengan mengembalikan nyawa orang yang sekarat, jika memang mereka 
benar. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

فَلَوْ لآ إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ وَأَنتُمْ حِينَئِذٍ تَنظُرُونَ وَنَحْنُ 
أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَكِن لاَّ تُبْصِرُونَ فَلَوْ لآ إِن كُنتُمْ غَيْرَ 
مَدِينِينَ تَرْجِعُونَهَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan. Padahal kamu ketika itu 
melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu.Tapi kamu tidak melihat, 
maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah). Kamu tidak mengembalikan 
nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-o

[assunnah] >>Renungan Terhadap Kematian<

2013-09-05 Terurut Topik Abu Abdillah
ang 
banyak berduri tajam, tersangkut di kerongkongan anda, sehingga setiap duri 
menancap di setiap syarafnya. Selanjutnya dahan itu sekonyong-konyong ditarik 
dengan sekuat tenaga oleh seorang yang gagah perkasa. Bayangkanlah, apa yang 
akan turut tercabut bersama dahan itu dan apa yang akan tersisa!" [Riwayat Abu 
Nu'aim Al Asfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya']

شداد بن أوس الموت افظع هول في الدنيا والآخرة على المؤمن وهو أشد من نشر 
بالمناشير وقرض بالمقاريض وغلي في القدور. ولو أن الميت نشر فأخبر أهل الدنيا 
بالموت ما انتفعوا بعيش ولا لذوا بنوم 

Syaddaad bin Al Aus berkata: "Kematian adalah pengalaman yang paling menakutkan 
bagi seorang mukmin, baik di dunia ataupun di akhirat. Kematian itu lebih 
menyakitkan dibanding anda digergaji, atau dipotong dengan gunting, atau 
direbus dalam periuk. Andai ada seseorang yang telah mati diizinkan untuk 
menceritakan tentang apa yang ia rasakan pada saat menghadapi kematian, niscaya 
mereka tidak akan pernah bisa menikmati kehidupan dan juga tidak akan pernah 
tidur nyenyak."

Bila demikian dahsyatnya rasa sakit yang menimpa seorang mukmin ketika 
menghadapi sakaratul maut, maka bagaimana dengan diri anda? Betapa banyak dosa 
dan kemaksiatan yang menodai lembaran amal anda? Anda ingin tahu bagaimana 
rasanya sakaratul maut bila anda tidak segera bertaubat dari kemaksiatan dan 
beristiqamah dalam ketaatan? Simaklah kelanjutan hadits riwayat Imam Ahmad dan 
Ibnu Majah di atas:

وَإِنَّ الْعَبْدَ الْكَافِرَ وفي رواية وَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ السُّوءُ إِذَا 
كَانَ فِى انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ 
مِنَ السَّمَاءِ مَلاَئِكَةٌ سُودُ الْوُجُوهِ مَعَهُمُ الْمُسُوحُ فَيَجْلِسُونَ 
مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِىءُ مَلَكُ الْمَوْتِ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ 
رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ اخْرُجِى إِلَى سَخَطٍ مِنَ 
اللَّهِ وَغَضَبٍ - قَالَ - فَتُفَرَّقُ فِى جَسَدِهِ فَيَنْتَزِعُهَا كَمَا 
يُنْتَزَعُ السَّفُّودُ مِنَ الصُّوفِ الْمَبْلُولِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا 
أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِى يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَجْعَلُوهَا فِى 
تِلْكَ الْمُسُوحِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَنْتَنِ رِيحِ جِيفَةٍ وُجِدَتْ عَلَى 
وَجْهِ الأَرْضِ فَيَصْعَدُونَ بِهَا فَلاَ يَمُرُّونَ بِهَا عَلَى مَلأٍ مِنَ 
الْمَلاَئِكَةِ إِلاَّ قَالُوا مَا هَذَا الرُّوحُ الْخَبِيثُ فَيَقُولُونَ 
فُلاَنُ بْنُ فُلاَنٍ بِأَقْبَحِ أَسْمَائِهِ الَّتِى كَانَ يُسَمَّى بِهَا فِى 
الدُّنْيَا رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني

"Bila orang kafir, pada riwayat lain: Bila orang jahat hendak meninggal dunia 
dan memasuki kehidupan akhirat, ia didatangi oleh segerombol malaikat dari 
langit. Mereka berwajahkan hitam kelam, membawa kain yang kasar, dan 
selanjutnya mereka duduk darinya sejauh mata memandang. Pada saat itulah 
Malaikat Maut 'alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. 
Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: "Wahai jiwa yang buruk, bergegas 
engkau keluarlah dari ragamu menuju kepada kebencian dan kemurkaan Allah". 
Segera ruh orang jahat itu menyebar keseluruh raganya. Tanpa menunda-nunda 
malaikat maut segera mencabut ruhnya dengan keras, bagaikan mencabut kawat 
bergerigi dari bulu domba yang basah. Begitu ruhnya telah keluar, segera 
Malaikat Maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat 
Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang 
tidak membiarkanya sekejappun berada di tangannya. Para malaikat segera 
mengambil ruh orang jahat itu dan membukusnya dengan kain kasar yang mereka 
bawa. Dari kain itu tercium aroma busuk bagaikan bau bangkai paling menyengat 
yang pernah tercium di dunia. Selanjutnya para malaikat akan membawa ruh itu 
naik ke langit. Tidaklah para malaikat itu melintasi segerombolan malaikat 
lainnya, melainkan mereka akan bertanya: "Ruh siapakah ini, begitu buruk." 
Malaikat pembawa ruh itupun menjawab: Ini adalah arwah Fulan bin Fulan (disebut 
dengan namanya yang terburuk yang dahulu semasa hidup di dunia ia pernah 
dipanggil dengannya)."

Saudaraku! Coba anda ingat kembali, rasa pedih dan sakit yang pernah anda 
rasakan ketika tertusuk atau tersengat api! Sangat menyakitkan bukan? Padahal 
syaraf yang merasakan rasa sakit hanyalah sebagiannya. Walau demikian, rasanya 
begitu menyakitkan, sehingga susah untuk dilupakan? 

Nah bagaimana halnya bila kelak pada saat sakaratul maut seluruh syaraf anda 
merasakan sakit. Disaat ruh anda berusaha berpegangan erat-erat dengan setiap 
syaraf anda sedangkan Malaikat Maut mencabutnya dengan keras dan kuat. 
Betul-betul menyakitkan. 

Penampilan Rasa Malaikat Maut yang begitu seram dan menakutkan akan semakin 
menambah pedih rasa sakit yang anda rasakan.

Saudaraku! Siapkah anda menjalani pengalaman yang begitu menakutkan dan begitu 
menyakitkan? 

Bila saudara tidak kuasa menjalani sakaratul maut yang sangat menyakitkan 
seperti ini, maka mengapa noda-noda maksiat terus mengotori lembaran amal dan 
menghitamkan hati anda? Mengapa kaki anda terasa kaku, tang

RE: [assunnah]>>Asuransi syari'ah (asuransi Ta'awun)<

2013-09-05 Terurut Topik Abu Harits
From: edwar_hu...@yahoo.com.hk
Date: Sun, 25 Aug 2013 06:49:02 +0800


Mohon Pencerahannya





Tentang prinsip asuransi syariah yang diperbolehkan? apakah ada asuransi 
syariah diindonesia yang memang menggunakan prinsip syariah yang di perbolehkan?
Asuransi yang diperlukan diperuntukan  untuk kendaraan roda empat, tidak 
asuransi jiwa

Salam
Husni


PERBEDAAN ANTARA ASURANSI TA'AWUN DAN ASURANSI KONVENSIONAL[14]
Dari karekteristik diatas dan definisi yang disampaikan para ulama kontemporer 
tentang asuransi ta'awun dapat dijelaskan perbedaan antara asuransi ini dengan 
yang konvensional. Diantaranya:

1. Asuransi ta'awun termasuk akad tabarru yang tujuannya murni takaful dan 
ta'awun (saling tolong-menolong) dalam menutup kerugian yang timbul dari bahaya 
dan musibah. Sehingga premi dari anggotanya bersifat hibah (tabarru).
Ini berbeda dengan asuransi konvensional yang memiliki maksud mencari 
keuntungan berdasarkan akad al-mu'awwadhah al-ihtimaliyah (bisnis oriented dan 
bersifat spekulatif).

2. Pemberian ganti rugi atas (pertanggungan) resiko bahaya dalam asuransi 
ta'awun, diambil dari jumlah premi yang ada di dalam shunduq (simpanan) 
asuransi. Apabila tidak mencukupi, maka adakalanya meminta tambahan dari 
anggotanya, atau mencukupkan hanya dengan menutupi sebagian kerugian saja. 
Sehingga tidak ada keharusan menutupi seluruh kerugian yang ada bila anggota 
tidak sepakat menutupi seluruhnya.

Adapun dalam asuransi konvensional yang mengikat diri untuk menutupi seluruh 
kerugian yang ada (sesuai kesepakatan) sebagai ganti premi asuransi yang 
dibayar tertanggung. Hal ini menyebabkan perusahaan asuransi mengikat diri 
untuk menanggung semua resiko sendiri tanpa adanya bantuan dari nasabah 
lainnya. Oleh karena itu, tujuan akadnya ialah mencari keuntungan, namun 
keuntungannya tidak bisa untuk kedua belah pihak. Bahkan apabila perusahaan 
asuransi tersebut memperoleh keuntungan, maka nasabah (tertanggung) merugi. 
Begitu pula sebaliknya, bila nasabah (tertanggung) memperoleh keuntungan, maka 
perusahaan (pihak penanggung) itulah yang merugi. Yang demikian ini termasuk 
dalam kategori memakan harta dengan cara batil, karena keuntungan yang 
diperoleh oleh salah satu pihak berada di atas kerugian pihak lainnya.

3. Dalam asuransi ta'awun, seluruh nasabah tolong-menolong menunaikan ganti 
rugi yang harus dikeluarkan, dan pembayaran ganti rugi sesuai dengan dana yang 
tersedia, dan juga dari peran para anggotanya.

Adapun menurut asuransi konvensional, bisa jadi perusahaan asuransi tidak mampu 
membayar ganti rugi (pertanggungan) kepada nasabahnya apabila melewati batas 
ukuran (jumlah) yang telah ditetapkan perusahaan untuk dirinya.

4. Asuransi ta'awun tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan dari selisih 
premi yang dibayar dari ganti rugi yang dikeluarkan. Bahkan bila ada selisih 
(sisa) dari pembayaran klaim, maka dikembalikan kepada anggota (tertanggung). 
Sedangkan dalam perusahaan asuransi konvensional, sisa tersebut menjadi milik 
perusahaan asuransi (penanggung).

5. Penanggung (al-Mu`ammin) dalam asuransi ta'awun adalah tertanggung 
(al-Mu`ammin lahu) sendiri. Sedangkan dalam asuransi konvensional, penanggung 
(al-Mu`ammin) adalah pihak luar.

6. Dalam asuransi ta'awun, premi yang dibayarkan tertanggung digunakan untuk 
kebaikan mereka seluruhnya. Karena tujuan asuransi ta'awun bukan untuk mencari 
keuntungan, namun dimaksudkan untuk menutupi ganti kerugian dan biaya 
operasinol perusahaan asuransi saja.

Sedangkan dalam asuransi konvensional, premi tersebut digunakan untuk 
kemaslahatan perusahaan dan mendapatkan keuntungan. Karena tujuan dari usaha 
asuransi ini untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari pembayaran 
premi para nasabahnya.

7. Asuransi ta'awun terbebas dari riba, spekulasi, dan perjudian serta gharar 
yang terlarang.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2590/slash/0/perbedaan-antara-asuransi-taawun-dan-asuransi-konvensional/

Wallahu Ta'ala A'lam








  

RE: [assunnah] [OOT] Rute ke Islamic Center Karawang

2013-09-04 Terurut Topik Zon Abu Fattah
Assalamu'alaikum wr wb.
Sekedar sdkt koreksi dr info akh Wandi.
Setau sy dr Cawang tdk bs naik bis lgsg ke Krwg. Yg ada bis Bks/Ckrg trs
nyambung ke Krwg di Jtbening.
Kalau mau lgsg Krwg bs dr Kp Rambutan/Ps Rebo, terminal Tj Priok/Plumpang
atau terminal Kalideres.
Smg membantu.

Wassalam,
Abu Fattah
On Sep 5, 2013 6:53 AM, "Wardi"  wrote:

> **
>
>
> Afwan Arief
>
> Mungkin bisa membantu.
>
> Dari Cawang Naik Bis apa saja Jurusan karawang yang keluar di Tol karawang
> barat
>
> Lalu turun dilampu merah setelah Jambatan layang dalam kota
>
> Terus naik angkot Jurusan kota ( Ramayana ) Turun dilapangan Karang
> Pawitan ( Masjid Al-Jihad )
>
> ** **
>
> Terima kasih.
>
> * *
>
> ** **
>
>  
>
> ** **
>
> *From:* assunnah@yahoogroups.com [mailto:assunnah@yahoogroups.com] *On
> Behalf Of *Arief Firdaus
> *Sent:* Wednesday, September 04, 2013 10:28 PM
> *To:* assunnah@yahoogroups.com
> *Subject:* [assunnah] [OOT] Rute ke Islamic Center Karawang
>
> ** **
>
>   
>
> Assalamualaikum,
>
> ** **
>
> Apakah di milis ini ada ikhwan yang mengetahui tentang rute
>
> ke Islamic Center Karawang dari Jakarta jika menggunakan
>
> angkutan umum?
>
> ** **
>
> Jazakallahu khairan katsiran.
>
> 
>
>


RE: [assunnah]>>Tanya mandi Jum'at bagi Wanita?<

2013-09-04 Terurut Topik Abu Harits
To: assunnah@yahoogroups.com
Date: Wed, 4 Sep 2013 10:53:09 +0700


Assalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh,








Saya juga mau bertanya mengenai mandi wajib pada hari jumat apakah berlaku juga 
untuk seorang wanita yang sudah baligh?
Pertanyaan saya berkaitan dengan hadits:
Dari Abu Sa'id al-Khudri, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ.

“Mandi hari Jum'at wajib bagi setiap orang yang telah baligh.” 

Mohon penjelasan ustadz di milist asunnah ini.
Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih, Jazakumullahu 
khoiron.Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Meilani
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Mandi Jum’at dan berhias pada 
hari itu, apakah umum untuk lelaki dan wanita? Bagaimana hukum mandi 
sebelumnya, yaitu sehari atau dua hari sebelumnya?

Jawaban
Hukum ini hanya khusus bagi lelaki karena ialah yang menghadiri Jum’at, dan 
ialah yang diminta untuk berhias ketika keluar. Sedangkan wanita tidak diminta 
untuk itu. Tetapi setiap orang jika pada tubuhnya terdapat kotoran sudah 
sewajarnya untuk membersihkannya. Karena hal itu termasuk perkara terpuji yang 
tidak layak untuk ditinggalkan.

Adapun melakukan mandi Jum’at sehari atau dua hari sebelumnya maka hal ini 
tidak berfaedah, karena hadits yang menerangkan hal ini menyebutkan bahwa mandi 
Jum’at khusus dikerjakan pada hari Jum’at mulai terbit fajar sampai menjelang 
shalat jum’at. Inilah waktu mandi Jum’at, sedangkan melakukannya sehari atau 
dua hari sebelumnya, maka hal itu tidak berpahala sebagai mandi Jum’at. Dan 
Allah lah yang memberi taufiq.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2771/slash/0/apakah-setelah-shalat-jumat-harus-shalat-dhuhur-mandi-jumat-udzur-meninggalkan-shalat-jumat/
 
HUKUM MANDI UNTUK SHALAT JUM’AT.
Hadits-hadits shahih yang diriwayatkan di dalam ash-Shahiihain dan yang lainnya 
dari jalan sejumlah Sahabat memastikan bahwa mandi pada hari Jum’at wajib 
hukumnya, akan tetapi ada pula riwayat yang menunjukkan tidak wajib, 
sebagaimana diriwayatkan oleh Ash-haabus Sunan, yang masing-masing riwayat di 
dalamnya saling menguatkan. Maka kewajiban yang diriwayatkan di dalam 
ash-Shahiihain wajib ditakwil dengan Ta-kiidul Masyru’iyyah, (peribadatan yang 
sangat dianjurkan untuk dilakukan-pent.) dengan cara penggabungan berbagai 
hadits, walaupun kata wajib tidak dapat dipalingkan dari makna yang sebenarnya, 
kecuali jika ada dalil yang memalingkan-nya sebagaimana yang kami ungkapkan, 
akan tetapi menggabungkan di antara hadits lebih didahulukan dari pada cara 
tarjih (mengambil dalil yang paling kuat dan mengamalkannya-pent.), walaupun 
harus dengan sudut pandang yang jauh.[4]

Dan ketahuilah sesungguhnya hadits:

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ.

“Jika salah satu di antara kalian akan datang untuk melakukan shalat Jum’at, 
maka mandilah.”

Menunjukkan bahwa mandi tersebut untuk shalat Jum’at, dan barangsiapa 
melakukannya untuk tujuan lain, maka dia belum mengamalkan sesuatu yang 
disyari’atkan di dalam hadits ini. Sama saja dia melakukannya di awal hari, 
pertengahan atau dipenghujungnya.

Ungkapan di atas diperkuat oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu 
Khuzaimah, Ibnu Hibban dan yang lainnya secara Marfu:

مَنْ أَتَى الْجُمُعَةَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ فَلْيَغْتَسِلْ.

“Barangsiapa datang untuk melakukan shalat Jum’at dari kalangan pria atau 
wanita, maka hendaklah ia mandi.”

Di dalam riwayat Ibnu Khuzaimah ada tambahan:

وَمَنْ لَمْ يَأْتِهَا فَلَيْسَ عَلَيْهِ غُسْلٌ.

“Dan barangsiapa yang tidak menghadirinya, maka ia tidak berkewajiban untuk 
mandi.”

Berkata penulis (al-Albani), “Hadits di atas dengan tambahan “wanita” adalah 
ganjil, tidak shahih sama sekali. Justeru riwayat yang shahih adalah tanpa 
penyebutan “pria dan wanita”. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, 
Muslim dan selain mereka telah saya teliti yang demikian itu dalam kitab 
adh-Dha’iifah (no. 3958).”
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3286/slash/0/hukum-shalat-jumat-pada-hari-raya-hukum-mandi-untuk-shalat-jumat/
 
Wallahu Ta'ala A'lam




  

RE: [assunnah]>>Tanya mandi wajib<

2013-09-03 Terurut Topik Abu Harits
From: pramana_djo...@yahoo.com
To: assunnah@yahoogroups.com
Date: Tue, 3 Sep 2013 20:56:22 +0700
Mohon share ilmunya mengenai mandi wajib.
Berdasarkan keterangan dari para ulama, bagaimana tata cara mandi yg diajarkan 
Rasulullah sholallahu'alaihi wasallam.?
Sedikit dari pengetahuan ana, ada pendapat ulama, bahwasanya cukup mengalirkan 
air keseluruh tubuh. Namun bagaimana menurut ulama tersebut,sah kah jika shalat 
setelah mandi tanpa wudhu lagi.?
Atas jawabannya, ana ucapkan jazakumullahu khoir.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

 

KITAB THAHARAH (PERIHAL BERSUCI)
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
http://almanhaj.or.id/content/679/slash/0/mandi/


3. Mandi
a. Hal-Hal Yang Mewajibkannya:
1. Keluar mani, baik saat terjaga ataupun tidur
Berdasarkan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :

إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ.

“Sesungguhnya air (mandi) itu disebabkan air (keluarnya mani)” [1]

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, Ummu Sulaim Radhiyallahu anhuma, 
berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. 
Apakah seorang wanita wajib mandi jika mimpi bersetubuh?” Beliau berkata, “Ya, 
jika dia melihat air.” [2]

Khusus dalam keadaan terjaga disyaratkan adanya syahwat, sedangkan pada tidur 
tidak disyaratkan.

Berdasarkan sabda beliau:

إِذَا حَذَفَتِ الْمَاءَ فَاغْتَسِلْ مِنَ الْجَنَابَةِ, فَإِذَا لَمْ تَكُنْ 
حَاذِفًا فَلاَ تَغْتَسِلْ.

“Jika engkau memancarkan air (mani), maka mandilah karena junub. Jika tidak 
memancarkannya, maka engkau tidak wajib mandi.”[3]

Asy-Syaukani berkata, [4] "Memancarkan adalah melontarkan. Hal ini tidak 
mungkin terjadi kecuali disebabkan syahwat. Karena itulah penulis berkata, "Di 
sini terdapat peringatan terhadap apa yang keluar dengan tidak disertai 
syahwat. Mungkin karena sakit atau hawa dingin, yang semua itu tidak mewajibkan 
mandi."

Barangsiapa mimpi bersetubuh dan tidak melihat adanya air mani, maka dia tidak 
wajib mandi. Dan barangsiapa melihat air mani, sedangkan dia tidak ingat apakah 
dia mimpi bersetubuh, maka dia tetap wajib mandi.

Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam ditanya tentang seorang laki-laki yang mendapati basah (bekas air 
mani) sedangkan dia tidak ingat apakah ia mimpi bersetubuh. Beliau menjawab, 
'Dia wajib mandi.' Dan tentang seorang laki-laki yang mimpi bersetubuh namun 
tidak mendapati basah (bekas air mani). Beliau menjawab, 'Dia tidak wajib 
mandi'." [5]

2. Jima’, walaupun tidak keluar air mani
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 
beliau bersabda:

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اْلأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ 
الْغُسْلُ وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ.

“Jika ia telah duduk di antara keempat cabang istrinya, kemudian ia membuatnya 
kepayahan (kiasan untuk bersetubuh), maka ia wajib mandi. Meskipun tidak keluar 
air mani." [6]

3. Masuk Islamnya orang kafir
Dari Qais bin 'Ashim, ia menceritakan bahwa ketika masuk Islam, Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhnya mandi dengan air dan bidara. [7]

4. Terputusnya haidh dan nifas
Berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma. Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam berkata kepada Fathimah binti Abi Khubaisy:

إِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِـي الصَّلاَةَ، وَإِذَا أَدْبَرَتْ 
فَاغْتَسِلِيْ وَصَلِّي.

“Jika datang haidh, maka tinggalkanlah shalat. Dan jika telah lewat, maka mandi 
dan shalatlah.” [8]

Nifas dan haidh dihukumi sama secara ijma'.

5. Hari Jum'at
Dari Abu Sa'id al-Khudri, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ.

“Mandi hari Jum'at wajib bagi setiap orang yang telah baligh.” [9]

b. Rukun-Rukunnya:
1. Niat
Berdasarkan hadits:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ.

“Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya.”

2. Meratakan air pada sekujur badan.

c. Tata Cara Yang Disunnahkan Ketika Mandi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Dahulu, jika Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam hendak mandi janabah (junub), beliau memulainya 
dengan membasuh kedua tangannya. Kemudian menuangkan air dari tangan kanan ke 
tangan kirinya lalu membasuh kemaluannya. Lantas berwudhu sebagaimana berwudhu 
untuk shalat. Lalau beliau mengambil air dan memasukkan jari-jemarinya ke 
pangkal rambut. Hingga jika beliau menganggap telah cukup, beliau tuangkan ke 
atas kepalanya sebanyak tiga kali tuangan. Setelah itu beliau guyur seluruh 
badannya. Kemudian beliau basuh kedua kakinya." [10]

Catatan:
Tidak wajib bagi seorang wanita mengurai rambutnya ketika mandi janabah 
(junub). Namun wajib dilakukan ketika mandi sehabis haidh.

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai 
Rasulullah, sesunggu

RE: [assunnah]>>Jarak berapa KM dikatakan musafir?<

2013-09-02 Terurut Topik Abu Harits
From: nea_...@yahoo.com
To: assunnah@yahoogroups.com
Date: Sun, 1 Sep 2013 06:38:54 +





Assalamu'alaikum warahmatullohi wabarakatuh
... "Tentang menjamak (mengumpulkan shalat) : jika dia dalam keadaan berjalan 
(naik kendaraan) yang lebih utama adalah menjamak antara dhuhur dan ashar, 
antara maghrib dan isya, bisa dengan jama taqdim maupun jama takhir, melihat 
mana yang lebih mudah baginya, segala hal yang lebih mudah adalah lebih utama.
Jika dia dalam keadaan berhenti (tinggal di suatu daerah) yang lebih utama 
adalah tidak menjamak shalat, jika dia tetap menjamak maka tidak mengapa ; 
berdasarkan pengesahan dua hal itu dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa 
sallam."...


Yangingin saya tanyakan adalah jarak brp KM bisa dikatakan musafir?
Trimakasih

>>>


Jawaban.
Banyak pertanyaan seperti ini. Permasalahannya kembali kepada ketentuan dan 
batasan safar, serta kapan seseorang dianggap telah bermukim dan menjadikan 
tempat tinggalnya tersebut sebagai negerinya.

Para ulama berselisih tentang batasan jarak safar. Dan yang râjih, yaitu 
kembali kepada anggapan dan kebiasaan umumnya, tanpa batasan waktu tertentu.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Al-Qur`an dan as-Sunnah tidak 
mengkhususkan satu jenis safar untuk mengqashar shalat, berbuka puasa dan 
tayammum. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak membatasi jarak safar 
yang boleh qashar dengan batasan waktu dan tempat tertentu. Juga tidak mungkin 
hal itu dapat dibatasi dengan batasan yang shahîh, karena bumi tidak bisa 
diukur dengan ukuran yang baku dalam keumuman safar. Demikian juga gerak 
musafir berbeda-beda. Barang siapa yang membagi safar dengan safar dekat dan 
jauh, dan mengkhususkan sebagian hukum safar dengannya, dan sebagian lain 
dengan yang lain, serta menjadikannya berhubungan dengan safar yang jauh, maka 
ia tidak memiliki hujjah yang wajib dirujuk.

Sedangkan Ibnul-Qayyim berkata: "Semua yang diriwayatkan dari beliau 
Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang pembatasan safar dengan satu hari, dua 
hari atau tiga hari, maka tidak ada yang shahîh sedikitpun darinya".

Oleh karena itu Syaikh Masyhur Salman berkata: "Musafir mengqashar shalat 
selama tidak ada negeri (daerah) yang dijadikannya sebagai tempat muqîm 
(mauthin), dan ada dalam niatnya kembali ke negeri tersebut, baik ia sedang 
dalam perjalanan atau telah menetap di negeri lain dalam waktu tertentu, yang 
ia ketahui selama tidak menjadikannya sebagai mauthin, atau tidak mengetahui 
lamanya, dan dalam dirinya mengatakan 'sekarang saya bisa pergi atau besok saya 
akan pergi'."

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin di dalam Syarhul-Mumti' (4/546) 
menjelaskan, bahwa iqâmah (bermukim) dibagi menjadi dua, yaitu iqâmah mutlak 
dan iqâmah muqayyad (terbatas).

Pengertian iqâmah mutlak, yaitu berniat mukim menetap selama tidak ada sebab 
yang mengharuskannya meninggalkan tempat tersebut. Di antaranya para duta 
besar. Sudah pasti pada asalnya mereka menetap dengan iqâmah mutlak, sehingga 
tidak meninggalkannya kecuali bila diperintahkan. Berdasarkan hal ini, maka ia 
wajib menyempurnakan (tidak mengqashar), puasa Ramadhan, dan dalam mengusap 
khauf tidak lebih dari sehari semalam. Karena iqâmah mutlak, sehingga ia 
mengambil hukum mustauthin (warga yang mukim tetap).

Kemudian Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin mengatakan, iqâmah muqayyadah 
ada dua. Yaitu yang terikat dengan waktu, dan terikat dengan pekerjaan. Orang 
yang berniat iqâmah muqayyad disebabkan oleh pekerjaannya, maka ia tetap 
mengqashar shalatnya, walaupun waktunya lama.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2214/slash/0/bacaan-amin-setelah-al-fatihah-musfir-atau-bukan-menggabung-dua-ijtihd/










SHALAT ORANG YANG MELAKUKAN SAFAR
B. Batasan Jarak Shalat Qashar
Para ulama memiliki banyak pendapat yang berbeda dalam menentukan batasan jarak 
diperbolehkannya mengqashar shalat. Sampai-sampai Ibnu al-Mundzir dan yang 
lainnya menyebutkan lebih dari dua puluh pendapat dalam masalah ini. Yang rajih 
(kuat) adalah, "Pada dasarnya, tidak ada batasan jarak yang pasti. Kecuali yang 
disebut safar dalam bahasa Arab, yaitu bahasa yang digunakan Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam saat berkomunikasi dengan mereka (orang-orang Arab). Jika 
memang safar mempunyai batasan selain dari apa yang baru saja kami kemukakan, 
tentu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan lupa menjelaskannya. Para 
Sahabat pun tidak akan lalai menanyakan hal tersebut pada beliau Shallallahu 
'alaihi wa sallam. Mereka juga tidak akan bersepakat untuk mengabaikan 
penukilan riwayat yang menjelaskan batasan tersebut kepada kita." [6]

C. Tempat Diperbolehkannya Mengqashar Shalat
Mayoritas ulama berpendapat bahwa, disyari'atkan mengqashar shalat ketika telah 
meninggalkan tempat mukim dan keluar dari daerah tempat tinggal. Ini adalah 
syarat. Dan tidaklah disempurnakan shalat (4 raka’at) sampai memasuki rumah 
pertama (di dalam tempat tinggalnya). Ibnul Mundzir berkata, "Aku tidak 
mengetahui bahwa Nab

RE: [assunnah]>>Takbir 3x sesudah salam (Dzikir Setelah Shalat)<

2013-08-31 Terurut Topik Abu Harits
> From: fariz.jericho...@gmail.com
> To: assunnah@yahoogroups.com
> Date: Fri, 30 Aug 2013 22:55:45 +
> Assalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh.
> Afwan mau tanya dalil takbir 3x sesudah salam...karena ada yang mempraktekkan 
> seperti itu...yang umum diketahui, sesudah salam adalah membaca istighfar 3x 
> lalu membaca Allahumma antassalaam..
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
 
Dzikir Dan Do’a yang Disyari'atkan Setelah Shalat
http://almanhaj.or.id/content/607/slash/0/dzikir-dan-doa-yang-disyariatkan-setelah-shalat/
1. Dari Tsauban Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Jika Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam selesai shalat, beliau beristighfar tiga kali dan mengucap:

"اَللّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَـارَكْتَ يَا ذَا 
الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَام."

"Ya Allah, Engkaulah Pemberi keselamatan, dan dari-Mu keselamatan. Mahasuci 
Engkau, wahai Pemilik keagungan dan kemuliaan."

Al-Walid berkata, "Aku berkata pada al-Auza'i: "Bagaimana istighfar itu?" Dia 
berkata: "Ucapkanlah [1]: "أَسْتَغْفِرُ اللهَ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ.” 

2. Dari Abu az-Zubair, dia berkata, "Dulu, ketika Ibnu az-Zubair selesai salam 
pada akhir shalat, dia mengucap:

"لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ 
الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ 
بِاللهِ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ 
النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ، وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ 
اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ."

"Tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah semata, tidak ada sekutu 
bagi-Nya. Bagi-Nya seluruh kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia Mahakuasa 
atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan (pertolongan) 
Allah. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah. Kami tidak 
beribadah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah, dan pujian yang baik. 
Tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah, dengan memurnikan ibadah 
kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir benci.”

Dia berkata, "Dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertahlil dengan 
do’a tersebut pada akhir setiap shalat." [2]

3. Dari Warrad bekas budak al-Mughirah bin Syu'bah, dia berkata, "Al-Mughirah 
bin Syu'bah menulis surat kepada Mu'awiyah, bahwa Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam jika selesai shalat dan salam, beliau mengucap:

"لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ 
الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، اَللّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا 
أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ 
الْجَدُّ."

"Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan haq selain Allah. Tidak ada sekutu 
bagi-Nya. Bagi-Nya-lah segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dan Dia 
Mahakuasa atas segala se-suatu. Ya Allah, tidak ada yang menghalangi apa yang 
Engkau berikan. Dan tidak ada yang mampu memberi apa yang Engkau tahan. 
Tidaklah bermanfaat bagi pemilik kekayaan. Karena dari-Mu-lah kekayaan itu." 
[3] *

4. Dari Ka'b bin 'Ujrah, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm, beliau 
bersabda:

مُعَقَّبَاتٌ لاَ يُخِيْبُ قَائِلُهُنَّ -أَوْ فَاعِلُهُنَّ- : ثَلاَثَ 
وَثَلاَثُوْنَ تَسْبِيْحَةٍ، وَثَلاَثُ وَثَلاَثُوْنَ تَحْمِيْدَةٍ، وَأَرْبَعُ 
وَثَلاَثُوْنَ تَكْبِيْرَةٍ، فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ.

"Do’a setelah shalat yang tidak akan merugi orang yang membacanya atau yang 
melakukannya: tigapuluh tiga tasbih, tigapuluh tiga tahmid, dan tigapuluh empat 
takbir, pada akhir setiap shalat." [4]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam :

مَنْ سَبَّحَ اللهَ ِفِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ، وَحَمَّدَ 
اللهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ، وَكَبَّرَ اللهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ، فَتِلْكَ 
تِسْعَةُ وَتِسْعُوْنَ، وَقَالَ: تَمَامُ الْمِائَةِ: "لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ 
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ ْالْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلـى 
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ،" غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلُ زُبَدِ 
الْبَحْرِ.

"Barangsiapa bertasbih kepada Allah tigapuluh tiga kali pada akhir setiap 
shalat, bertahmid kepada Allah tigapuluh tiga kali, dan bertakbir kepada Allah 
tigapuluh tiga kali, hingga semua itu mencapai sembilan puluh sembilan. 
Kemudian menyempurnakan seratus dengan membaca: "Tidak ada ilah yang berhak 
diibadahi dengan haq selain Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nyalah segala 
kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu." 
Maka di-ampunilah dosa-dosanya meskipun sebanyak buih di lautan."[5]

5. Dari Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Pada suatu h

RE: [assunnah]>>Hukum Ruqyah Center<

2013-08-31 Terurut Topik Abu Harits
From: hchandral...@gmail.com
To: assunnah@yahoogroups.com
Date: Sat, 31 Aug 2013 18:54:03 +0700







Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa baraktuh

Mohon ilmunya mengenai:
Bagaimana hukumnya tentang ruqyah center ya?
Jazaakallah khoir--
Chandra Abu Maryam
Depok
>>>>>>>>>>>>>>

TIDAK BOLEH MEMBUKA TEMPAT PRAKTEK PEMBACAAN RUQYAH
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apa pendapat Syaikh tentang orang 
yang membuka praktek pengobatan dengan bacaan ruqyah?

Jawaban
Ini tidak boleh dilakukan karena ia membuka pintu fitnah, membuka pintu usaha 
bagi yang berusaha melakukan tipu muslihat. Ini bukanlah perbuatan As-Salafush 
Shalih bahwa mereka membuka rumah atau membuka tempat-tempat untuk tempat 
praktek. Melebarkan sayap dalam hal ini akan menimbulkan kejahatan, kerusakan 
masuk di dalamnya dan ikut serta di dalamnya orang yang tidak baik. Karena 
manusia berlari di belakang sifat tamak, ingin menarik manusia kepada mereka, 
kendati dengan melakukan berbagai hal yang diharamkan. Dan tidak boleh 
dikatakan. “Ini adalah orang shalih”, karena manusia mendapat fitnah, semoga 
Allah memberi perlindungan. Walaupun dia seorang yang shalih maka membuka pintu 
itu tetap tidak boleh.
[Al-Muntaqa min Fatawa Alu Fauzan, Jilid II hal. 148]
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2280/slash/0/beberapa-sifat-dan-adab-orang-yang-meruqyah-tidak-boleh-membuka-tempat-praktek-pembacaan-ruqyah/

Seandainya mengkhususkan diri untuk meruqyah dan menjadikannya sebagai 
pekerjaan tetap (profesi) serta menyebarkannya di kalangan masyarakat adalah 
suatu kebaikan, tentu para sahabat akan melakukannya lebih dahulu daripada kita.

Sebenarnya yang membuat para tukang ruqyah pada zaman kita ini lebih terkenal 
ialah, karena mereka menyediakan tempat-tempat khusus untuk menemui mereka 
kapan mereka suka, sebagaimana yang dilakukan para dokter, pedagang atau 
pemilik perusahaan lainnya.

Seandainya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membuka tempat khusus untuk meruqyah 
-tentu akan banyak yang datang, dan kemudian beliau sibuk hanya untuk menemui 
mereka kapan mereka mau- tentu beliau tidak akan dapat mengajarkan ilmu syar’i, 
dan juga tidak dapat menjelaskan tentang kebenaran agama Islam kepada umat. 
Terlebih lagi pada zaman yang diliputi kejahilan seperti saat ini serta 
merebaknya kebodohan dan khurafat, ketergantungan kepada selain Allah, kepada 
wali-wali setan, para syaikh dan kepada tokoh tertentu.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2692/slash/0/hukum-mengkhususkan-diri-untuk-meruqyah-dan-menjadikannya-sebagai-pekerjaan-tetap/

Wallahu Ta'ala A'lam





  

BLS: [assunnah] Info Kajian di Bekasi

2013-08-31 Terurut Topik Abu Afina
 Hadirilah Kajian dan Bedah Buku
" TERAPI PENYAKIT WAHN "
اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ
Hari Ahad 1 September 2013

#Untuk Umum Bersama : Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary Maidani

1. Masjid Nurul Iman : Blok M Square Lt.7 Jakarta Selatan
Waktu : 09.00 sd Dzuhur
CP. Abu Salwa : 081318967449

2. Masjid Jami' Amar Ma'ruf Bekasi : Jl. HM Joyo Martono, Bulak Kapal-Bekasi 
Timur
Waktu : 14.00 sd Selesai
CP. 081289400880

#Khusus Akhwat Bersama : Ustadzah Ummu  Ihsan Khoiriyah (Istri Ustadz Abu Ihsan 
Al-Atsary)

1. Masjid Jami' Amar Ma'ruf Bekasi : Jl. HM Joyo Martono, Bulak Kapal-Bekasi 
Timur
Waktu : 09.00 sd Dzuhur
CP. 081289400880

2. Masjid Jami' Asy-Syifa, Jl. Syech Quro, Palawad-Karawang
Waktu : Ba'da Ashar sd Selesai
CP. Ibu Nunik : 081388384959, Ummu Nuha : 085691486808

Mohon disebarkan
جَزَاك اللهُ خَيْرًا
Semoga bermanfaaat

-Pesan Asli-
Dari: "tri cahyana" 
Terkirim: ‎30/‎08/‎2013 7:01
Kepada: "assunnah@yahoogroups.com" 
Subjek: [assunnah] Info Kajian di Bekasi


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Mohon info kajian Sabtu dan Ahad (31 Agustus 1 September 2013) yang ada di 
seputaran Bekasi.
Terimakasih



RE: [assunnah]>>Wanita muslimah menikah dg non muslim<

2013-08-29 Terurut Topik Abu Harits
From: arieffird...@yahoo.com
Date: Tue, 27 Aug 2013 17:56:17 +0800 





Assalamualaikum,
Saya mengetahui bahwa seorang lelaki boleh menikah dengan wanita ahlu kitab 
namun seorang wanita dilarang menikah dengan lelaki ahlu kitab.
Tapi ada kasus dimana seorang wanita muslimah menikah dengan lelaki ahlu kitab 
dan sampai melahirkan beberapa orang anak, dimana salah seorang anaknya itu 
perempuan dan ingin di nikahi oleh seorang lelaki muslim?
Bagaimana status dari anak perempuan tersebut, apakah termasuk anak zina, dan 
siapa yang menjadi wali bagi anak perempuan tersebut jika menikah?
jazakallahu khairan katsiraan



 

MENIKAHKAHKAN WANITA MUSLIMAH DENGAN ORANG KAFIR
Kaum muslimin dilarang menikahkan wanita muslimah dengan semua orang kafir baik 
orang Yahudi, Nashrani, penyembah berhala (paganis) atau lainnya. Karena mereka 
tidak diperbolehkan menikahi wanita muslimah walaupun muslimah tersebut seorang 
fasiq. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَلَا تَنكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ 
خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ 
حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ 
أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى 
الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ 
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

"Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita 
mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari 
orang-orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, 
sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah 
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka 
mengambil pelajaran".[al-Baqarah/2:221]

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah menyatakan : Maknanya 
adalah janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita 
mu'min-red) hingga mereka beriman.[4]

Hal ini juga dipertegas dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ 
فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ 
مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ 
وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu 
perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. 
Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui 
bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada 
(suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang 
kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka". 
[al-Mumtahanah/60:10]

Syaikh Muhammad al-Amîn asy-Syinqithi rahimahullah menyatakan : “Ayat ini 
berisi pengharaman kaum mukminat bagi orang-orang kafir.” [5]

Dalam ayat yang mulia ini Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang untuk 
mempertahankan status pernikahan kaum mukminat dengan orang kafir. Bila status 
pernikahan yang sudah terjadi saja harus diputus, maka tentu lebih tidak boleh 
lagi bila memulai pernikahan baru.

Sedangkan secara logika tentang pelarangan ini, syaikh Muhammad bin Shâlih 
al-Utsaimîn menyatakan : “Adapun dalil nazhari (dalil akal), karena tidak 
mungkin seorang muslimah itu akan menjadi baik di bawah kekuasaan suami yang 
kafir padahal suami adalah sayyid (pemimpin), sebagaimana dijelaskan dalam 
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِن دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا 
لَدَى الْبَابِ

"Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis 
Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya menjumpai suami (sayyid) 
wanita itu di depan pintu". [Yusuf/12:25]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :

اتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّهُنَّ عَوَانٌ عَلَيْكُمْ

"Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita, karena mereka adalah tawanan 
kalian".[6]

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2633/slash/0/nikah-dengan-orang-kafir/

 

WANITA MUSLIMAH MENIKAH DENGAN LAKI-LAKI NON MUSLIM
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya : "Bagaimana hukumnya wanita muslimah 
menikah dengan laki-laki non muslim?"

Jawaban.
Pernikahan tersebut batil karena bertentangan dengan dalil-dalil dari Al-Qur'an 
dan hadits serta ijma' para ulama.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ 
خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ 
حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ 
أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى 
الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ 
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

"Artinya : Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka 
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih

Re: [assunnah] Mohon untuk dikirim bacaan sholat fardhu dan artinya

2013-08-27 Terurut Topik Masri Abu 'Abdillah
و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bisa dicopas dari sini http://sholat.wordpress.com/ insyaa Allah..

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
أبوعبدالله
-Original Message-
From: nar_aristy...@yahoo.com
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Sun, 25 Aug 2013 15:33:08 
To: 
Reply-To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] Mohon untuk dikirim bacaan sholat fardhu dan artinya

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ  
Pak ustadz, mohon bisa dikirimkan bacaan sholat fardhu,  dari awal sampai 
akhir, mohon ada tulisan arab dan latinnya dan artinya, sepertinya ada 
perbedaan sedikit dari yang umum, atas bantuannya ana ucapkan terima kasih.

شُكْرًا كَثِيْرً جَزَاك اللهُ خَيْرً 
Wassalam
Aristya Brahmana

Powered by Telkomsel BlackBerry®

RE: [assunnah]>>Baca Al-qur'an atau terjemahannya sambil berbaring?<

2013-08-27 Terurut Topik Abu Harits
di mulut 
dan mendapat keridhaan Allah Ta'ala:

مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ 

Bersih dimulut dan mendapatkan ridha dari Tuhan (Allah Ta'ala )”. [HR. Bukhari 
dalam bab Shaum.1831].

5. Menghadap kiblat hal ini juga sebagai upaya menghidupkan sunnah dalam 
bermajlis.

خَيرُْ المجالس ما استقبل القبلة (رواه الطبرانى فى الأوسط من حديث ابن عمر 

Sebaik-baik Majlis adalah yang menghadap kearah qiblat. [HR. Thabrani dalan 
Al-Ausath hadits dari Ibnu Umar]. [8] 

6. Membaguskan suara dengan tidak ghuluw (melewati batas), riya` (agar dilihat 
orang) , sum`ah (agar didengar orang) atau ujub (mengagumi diri sendiri).

زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ ..رواه أحمد وابن ماجة والنسائى والحاكم 
وصححه

Perindahlah (bacaan) Al-Qur`an dengan suara kalian. (HR. Ahmad, Ibnu Majah 
Nasa`i dan Hakim menshahihkannya] [9].

Tetapi jangan sampai seseorang mengeraskan bacaannya di dalam mushalla (masjid) 
sementara orang lain dalam keadaan shalat, sedangkan hal yang demikian itu 
telang dilarang.

خَرَجَ عَلَى النَّاسِ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَقَدْ عَلَتْ أَصْوَاتُهُمْ 
بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ إِنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ بِمَا 
يُنَاجِيهِ بِهِ وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْآنِ 

Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar pada suatu kaum, sedang 
mereka sementara dalam keadaan shalat dan mengeraskan bacaannya, maka Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Setiap kalian bermunajat 
(berbisik-bisik) kepada Rabbnya, maka janganlah kalian mengeraskan bacaan 
(Al-Qur`an) kalian atas sebagian yang lain. [HR. Imam Malik dalam kitabnya 
“Al-Muwatha`”[1/80]), Ibnu Abdil Barr berkata: “Ini adalah hadits shahih] [10]. 
[Lihat: Majaalis Syahrur Ramadhan; Syaikh Al-Utsaimin]

7. Hendaknya membaca dengan sirri (pelan) apabila dikhawatirkan dapat 
menimbulkan riya` atau sum`ah pada dirinya atau dapat mengganggu ketenangan 
dalam Masjid sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi 
wa salalm.

الجْاَهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرُ بِالصَّدَقَةِ .

Mengeraskan (dalam membaca) Al-Qur`an sama dengan menampakan dalam bershadaqah. 
[Minhajul Muslim, hal.71] [11]

Dan telah diketahui bahwa shadaqah yang dicintai adalah yang sembunyi-sembunyi, 
kecuali dalam keadaan tertentu yang berfaidah. Misalnya: untuk mendorong orang 
lain agar melakukan seperti yang kita lakukan.

8. Hendaknya membaca Al-Qur`an dengan tartil. 

وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلا

Dan bacalah al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. [Al-Muzammil : 4]

Ali bin Abi Thalib menjelaskan ma`na tartil dalam ayat tersebut diatas adalah:
”Mentajwidkan huruf-hurufnya dengan mengetahui tempat-tempat berhentinya”. 
[Syarh Mandhumah Al-Jazariyah, hl. 13]

Maka seyogyanya bagi kita bersabar, jangan terburu ingin segera selesai 
(khatam) dalam membaca Al-Qur`an atau terburu nafsu ingin segera menguasai 
(memahami) Al-Qur`an sehingga lalai memperhatikan kaidah-kaidah dalam tilawah.

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang dalam tilawah, 
menamatkan al-Qur’an kurang dari 3 malam, sebab tidak akan bisa memahami 
maknanya. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

لَا يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ 

Barangsiapa membaca al-Qur’an kurang dari 3 hari maka tidak akan dapat 
memahaminya. [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah]

Demikian pula Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Abdullah 
bin Umar Radhiyallahu 'anhuma supaya mengkhatamkan al-Qur’an setiap 7 hari 
(sekali). [HR. Mutafaq Alaih]

Adapun beberapa riwayat dari Salafus Shalih yang menyatakan bahwa di antara 
mereka ada yang mengkhatamkan al-Qur’an sehari semalam sekali, atau 2 kali 
khatam, atau 3 kali dan bahkan ada juga yang 8 kali khatam, maka semua itu 
tidak bisa menjadi hujjah karena bertentangan dengan hadits di atas. Demikian 
juga sekelompok Salaf tidak menyukai mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari 
semalam. Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth mengomentari hadits di atas dengan 
perkataan: “Inilah yang benar dan sesuai dengan Sunnah. [Lihat At-Tibyan Fi 
Adab Hamalatil Qur’an, tahqiq: Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth, hal: 49]

Bacaan dengan perlahan-perlahan (tartil), bukan dengan cepat-cepat, hal yang 
demikian itu akan membantu dalam tadabbur (memahami) maknanya dan menghindari 
dari kesalahan dalam melafadzkan atau mengeluarkan huruf-hurufnya. Di dalam 
Shahih Bukhari disebutkan.

سُئِلَ أَنَسٌ كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَتْ مَدًّا ثُمَّ قَرَأَ ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ 
الرَّحِيمِ ) يَمُدُّ بِبِسْمِ اللَّهِ وَيَمُدُّ بِالرَّحْمَنِ وَيَمُدُّ 
بِالرَّحِيمِ 

Dari anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, bahwa ketika ditanya tentang qira’ah 
(bacaan) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia berkata: “Bahwa bacaannya 
panjang-panjang, kemudian membaca: ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 
memanjangkan (بِبِسْمِ اللَّهِ ) kemudian (الرَّحْمَنِ) kemudian (الرَّحِيمِ ) 
[HR. Bu

RE: [assunnah]>>Turut berbela sungkawa ke non muslim<

2013-08-27 Terurut Topik Abu Harits
From: luluko...@yahoo.co.id
Date: Mon, 26 Aug 2013 05:49:42 + 





Assalammualaikum...
Apakah boleh takziah ke rumah non muslim ?
Jazakumullah Khairon atas jawabannya.



 

TA’ZIYAH KEPADA ORANG KAFIR
Ada perbedaan pendapat dalam masalah melayat kepada orang kafir dzimmi (orang 
kafir dalam perlindungan). Sebagian ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah 
memperbolehkannya [13]. Adapun Imam Ahmad bersikap tawaqquf, beliau tidak 
berpendapat apa-apa dalam masalah ini.[14]

Sedangkan para sahabat Imam Ahmad memandang ta’ziyah sama dengan ‘iyadah 
(menengok atau besuk). Dan dalam masalah ini, mereka memiliki dua pendapat :

Pertama : Menengok dan melayat orang kafir hukumnya terlarang atau haram [15]. 
Dalil yang mereka pergunakan ialah: 

لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ فَإِذَا لَقِيتُمْ 
أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ 

Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian berpapasan 
dengan salah seorang dari mereka, pepetlah ke tempat yang sempit. [HR Muslim, 
7/5]
. 
Dalam hal ini, ta’ziyah disamakan dengan memulai salam kepada mereka.

Kedua : Membolehkan ta’ziyah dan menengoknya, dengan dalil hadits berikut ini : 

قَالَ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ غُلَامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ 
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ أَسْلِمْ 
فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ 
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْلَمَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنْ 
النَّارِ

Dahulu ada seorang anak Yahudi yang membantu Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam. Suatu ketika si anak ini sakit. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam menengoknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, dan berkata : “Masuklah ke 
dalam Islam”.
Anak tersebut memandang bapaknya yang hadir di dekatnya. Bapaknya 
berkata,”Patuhilah (perkataan) Abul Qasim Shallallahu 'alaihi wa sallam ,” maka 
anak itupun masuk Islam. Setelah itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar 
seraya berkata : “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari 
siksa neraka”. [HR Bukhari, 2/96].

Pendapat yang rajih, yaitu tidak boleh melayat orang kafir dzimmi, terkecuali 
apabila membawa kemaslahatan -menurut dugaan yang rajih- misalnya 
mengharapkannya masuk Islam. Wallahu a’lam.

MELAYAT ORANG MUSLIM YANG DITINGGAL MATI OLEH SEORANG KAFIR
Jumhur ulama memperbolehkan ta’ziyah kepadanya [16]. Adapun pendapat yang 
melarangnya, dipegang oleh Imam Malik dan salah satu riwayat dari mazhab 
Hanabilah [17].

Yang rajih dalam masalah ini, ialah pendapat jumhur ulama. Dalilnya ialah, 
keumuman dalil-dalil yang memerintahkan ta’ziyah.

Selengkapnya baca di http://almanhaj.or.id/content/3067/slash/0/fiqih-taziyah/

 

Wallahu Ta'ala A'lam 




  

RE: [assunnah]>>Cara Berbakti Kepada Orangtua yang Telah Meninggal<

2013-08-26 Terurut Topik Abu Harits
From: faidamumta...@gmail.com
Date: Mon, 26 Aug 2013 16:15:51 +0700
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh...
Bagaimanakah cara yang benar dan utama, kita sebagai anak untuk bisa berbakti 
kepada orangtua yang telah wafat?
Amal apa yang bisa kita (yg masih hidup) lakukan sehingga pahalanya terus 
diterima oleh yang sudah wafat?
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh...
FM
>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Berbakti kepada kedua orang tua tidak hanya dilakukan tatkala keduanya masih 
hidup. Namun tetap dilakukan manakala keduanya telah meninggal dunia. Ada 
sebuah kisah, yaitu seseorang dari Bani Salamah mendatangi Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam. Ia bertanya: 

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ 
بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ 
لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا 
تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا 

"Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara berbakti kepada kedua orang tuaku 
setelah keduanya meninggal?" Beliau menjawab,"Ya, dengan mendoakannya, 
memintakan ampun untuknya, melaksanakan janjinya (wasiat), menyambung 
silaturahmi yang tidak bisa disambung kecuali melalui jalan mereka berdua, dan 
memuliakan teman-temannya". [HR Abu Dawud]. 

Allâhu Akbar! betapa luas cakupan berbakti kepada kedua orang tua, bahkan 
termasuk di dalamnya keharusan memuliakan dan menyambung silaturahmi kepada 
teman kerabat.

Disebutkan dalam kitab Shahîh Muslim, dari 'Abdullâh bin 'Umar bin Khatthâb 
Radhiyallahu 'anhu : "Suatu hari beliau Radhiyallahu 'anhu berjalan di kota 
Makkah dengan mengendarai keledai yang biasa beliau Radhiyallahu 'anhu gunakan 
bersantai jika bosan mengendarai unta. Lalu di dekat beliau lewatlah seorang 
Arab Badui. Lantas 'Abdullah bin 'Umar pun bertanya kepadanya:”Benarkah engkau 
Fulan bin Fulan?” Ia menjawab,”Ya,” kemudian 'Abdullah bin 'Umar memberikan 
keledainya kepada orang itu sambil berkata,”Naikilah keledai ini.” Beliau juga 
memberikan sorban yang mengikat di kepalanya seraya berkata,”Ikatlah kepalamu 
dengan sorban ini,” maka sebagian sahabatnya berkata,”Semoga Allah 
mengampunimu. Mengapa engkau memberikan keledai kendaraan santaimu dan sorban 
ikat kepalamu kepada orang itu?” Maka 'Ibnu 'Umar menjawab: ”Orang ini, dahulu 
adalah teman 'Umar (bapakku), dan aku pernah mendengar Rasulullah 
berkata,'Sesungguhnya bakti yang terbaik, ialah tetap menyambung hubungan 
keluarga ayahnya".
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2647/slash/0/kewajiban-berbakti-kepada-orang-tua/
 
Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus 
berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali 
kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar 
kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah 
lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita 
diberi petunjuk ke jalan yang benar.

APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL
Maka yang harus kita lakukan adalah:
1. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila 
kita pernah berbuat dur-haka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
4. Membayarkan hutang-hutangnya.
5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2123/slash/0/menggapai-ridha-allah-dengan-berbakti-kepada-orang-tua/
http://almanhaj.or.id/content/1810/slash/0/lima-perkara-termasuk-berbakti-kepada-kedua-orang-tua-setelah-meninggal/
 
Apabila kedua orang tua telah meninggal maka : 
Yang pertama : Kita lakukan adalah meminta ampun kepada Allah Ta'ala dengan 
taubat yang nasuh (benar) bila kita pernah berbuat durhaka kepada kedua orang 
tua sewaktu mereka masih hidup.

Yang kedua : Adalah mendo'akan kedua orang tua kita.
Dalam sebuah hadits dla'if (lemah) yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu 
Hibban, seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam.
"Apakah ada suatu kebaikan yang harus aku perbuat kepada kedua orang tuaku 
sesudah wafat keduanya ?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Ya, 
kamu shalat atas keduanya, kamu istighfar kepada keduanya, kamu memenuhi janji 
keduanya, kamu silaturahmi kepada orang yang pernah dia pernah silaturahmi 
kepadanya dan memuliakan teman-temannya" [Hadits ini dilemahkan oleh beberapa 
imam ahli hadits karena di dalam sanadnya ada seorang rawi yang lemah dan 
Syaikh Albani Rahimahullah melemahkan hadits ini dalam kitabnya Misykatul 
Mashabiih dan juga dalam Tahqiq Riyadush S

RE: [assunnah]>>Tanya : Hukum gadai/boroh kebun<

2013-08-26 Terurut Topik Abu Harits
From: purb...@yahoo.co.id
Date: Sat, 24 Aug 2013 17:27:58 +0800 







Assalamu'alaykum Warahmatullah Wabarakatuh,
Ada permasalahan yang belum saya ketahui, misalkan A memiliki kebun sawit, dan 
si A ini ingin meminjam uang sebesar Rp 100 ribu kepada si B. Si B ingin si A 
memborohkan kebunnya, dan hasil kebun tersebut diambil oleh si B selama Si A 
belum bisa melunasinya. Dan dalam pelunasan nantinya si A akan membayar kembali 
kepada si B sebesar Rp 100 ribu dan mendapatkan kembali kebunnya.
Apakah hukum tersebut dibolehkan dan bagaimana hukum yang sebenarnya.
Terimakasih
muliaman purba
>>
 
Diantara bentuk akad yang banyak dilakukan masyarakat, terlebih mansyarakat 
pedesaan, ialah menggadaikan lahan pertanian mereka. Berdasarkan akad ini 
mereka mendapatkan sejumlah piutang, dan sebagai konsekuensinya mereka 
menyerahkan ladangnya untuk digarap oleh kreditor. Sebagaimana pada saat jatuh 
tempo, debitor (penghutang) berkewajiban mengembalikan utangnya dengan utuh 
tanpa dikurangi sedikit pun. Demikianlah gadai sawah atau ladang yang banyak 
dilakukan oleh masyarakat.

Akad gadai semacam ini, walaupun telah merajalela, bukan berarti akad ini tanpa 
masalah alias halal. Akad ini sejatinya adalah akad yang mengandung unsur riba, 
karena akad ini adalah akad piutang yang mendatangkan keuntungan, sehingga 
haram secara hukum syari’at. 

Sahabat Fudhalah bin Ubaid Radhiyallahu anhu:

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا

“Setiap piutang yang mendatangkan manfaat maka itu adalah riba.” [Rriwayat 
al-Baihaqi 5/350]

Ucapan serupa juga ditegaskan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin 
Salam dan Anas bin Malik Radhiyallahu anhum sebagaimana disebutkan oleh 
al-Baihaqi pada kitabnya di atas

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dan piutang yang 
mendatangkan kemanfaatan, telah tetap pelarangannya dari beberapa sahabat yang 
sebagian disebutkan oleh penanya dan juga dari selain mereka, diantaranya 
sahabat Abdullah bin Salam dan Anas bin Malik.” [Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah 
29/334]

Coba Anda renungkan: Debitur (penghutang) semasa masih menggarap ladangya 
ternyata mengalami kesulitan, sehingga berhutang. Tentu setelah ladangnya ia 
gadaikan, kondisinya semakin parah. Karena itu pada kenyataannya di masyarakat, 
orang-orang yang menggadaikan lahannya dengan cara semacam ini kesulitan untuk 
melunasi piutangnya, dan banyak dari mereka terpaksa menjual lahannya.

Kondisi semacam ini tentu tidak baik dan mengancam kerukunan masyarakat. Karena 
itu, pada kesempatan ini saya menawarkan dua solusi halal dan jauh dari riba:

Solusi Pertama: Akad Sewa
Menyewakan lahan kepada investor selama beberapa waktu, dapat menjadi 
alternatif pengganti akad gadai yang mengandung riba. Sebagai pemilik lahan, 
Anda dapat menyewakan lahan kepada orang lain (investor) dalam batas waktu 
tertentu, dengan uang sewa yang Anda inginkan dan disetujui oleh penyewa. 
Dengan hasil penyewaan ini Anda dapat memenuhi keburuhan Anda, tanpa harus 
terjerumus dalam praktik riba.

Solusi Kedua : Kerja Sama
Diantara solusi yang lebih adil dan jauh dari perselisihan ialah dengan 
menjalin kerja sama antara pemilik lahan dengan penggarap. Berdasarkan kerja 
sama ini kedua belah pihak berhak mendapatkan bagian dari hasil ladang sesuai 
dengan persentase yang disepakati. Dan sebaliknya bila ladang gagal 
menghasilkan, maka penggarap ladang bebas dari kewajiban apapun selain 
mengembalikan ladang kepada pemiliknya.
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3270/slash/0/menyewakan-tanah-pertanian/
 
Wallahu Ta'ala A'lam 
 




  

Re: [assunnah] Tanya : Antene tambahan radio rodja di mobil

2013-08-25 Terurut Topik Masri Abu 'Abdillah
Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh,

Barakallahufiikum ya Aba Shofia. Radio rodja dan radio-radio sunnah yang lain, 
insyaa Allah bisa didengarkan dgn streaming via internet. Antum bisa dengarkan 
di mobil dgn smartphone, tablet, dll, insyaa Allah..

Wassalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Abu Abdillah

-Original Message-
From: Wawang Darmawan 
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Sun, 25 Aug 2013 11:46:53 
To: assunnah
Reply-To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] Tanya : Antene tambahan radio rodja di mobil

Assalamualaikum,

Lokasi ana di Lamongan Jawa Timur
Kalo untuk dengar radio rodja dapat didengar jika beli antene parabola.

Namun bagaimana jika kita mengendarai mobil ?

Apa ada alat khusus seperti antene tersebut

Jazakallohu atas infonya ?


Abu Shofia



RE: [assunnah]>>Beda taruhan dan perlombaan<

2013-08-24 Terurut Topik Abu Harits
ni juga dirâjihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dan 
Ibnul-Qayyim. [9]

Dalil pendapat ini ialah: 
1. Sebuah hadits yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu 'Abbas berkaitan dengan 
firman Allah Ta’ala: “Alif lâm-mîm. Telah dikalahkan Romawi, di negeri yang 
terdekat…” [Ar-Rûm/30:1-3].

Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata,"Pada saat itu orang-orang musyrik 
menginginkan Persia yang mengalahkan Romawi, sebab mereka sama-sama penyembah 
berhala. Sedangkan kaum Muslimin sendiri menginginkan Romawi yang mengalahkan 
Persia, sebab orang-orang Romawi adalah Ahlul-Kitab. 

Lalu mereka menceritakan hal ini kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar 
menceritakan hal ini kepada orang-orang musyrik. Mereka pun berujar: 
“Tentukanlah tempo antara kami dan engkau. Apabila kami yang benar atau menang, 
maka kami berhak mendapatkan anu dan anu. Dan apabila engkau yang benar, maka 
engkau berhak anu dan anu,” lalu disepakatilah tempo tersebut selama lima 
tahun. Ternyata setelah lima tahun berlalu, ucapan mereka tidak terbukti. Lalu 
hal ini diceritakan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda: 
“Mengapa tidak kalian tentukan temponya sekitar sepuluh tahun?”[10] 

Di sini kedua belah pihak menyediakan hadiah untuk lawannya apabila menang. 
Mengenai masalah ini, tidak ada dalil yang menerangkanya telah dimansukh.

2. Agama ditegakkan juga dengan hujjah dan ijtihad. Apabila perlombaan dengan 
alat-alat jihad diperbolehkan, maka kompetisi ilmiah lebih utama lagi untuk 
diperbolehkan.

Ibnul Qayyim berkata,"Oleh karena itu, musâbaqah dalam bidang keilmuan yang 
bisa membukakan hati, memuliakan dan meninggikan Islam, (maka) lebih utama lagi 
bolehnya.”[11]

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2238/slash/0/promosi-dengan-menggunakan-hadiah/

 

Berlomba-Lomba Dalam Kebaikan
Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa para Sahabat Radhiyallahu anhum 
berlomba-lomba dalam kebaikan karena kuatnya semangat mereka dalam melakukan 
amal-amal shalih dan kebaikan; mereka sedih jika tidak dapat mengerjakan 
kebaikan yang dikerjakan oleh orang lain. Orang-orang miskin dari mereka sedih, 
sebab tidak dapat bersedekah dengan harta seperti yang dilakukan orang-orang 
kaya. Mereka sedih tidak bisa berangkat ke medan jihad karena tidak mempunyai 
bekal. Keadaan mereka ini dijelaskan oleh Allah Azza wa Jalla dalam 
al-Qur`ân.[2] 

Allah Azza wa Jalla berfirman : Dan tidak ada (pula dosa) atas orang-orang yang 
datang kepadamu (Muhammad), agar engkau memberi kendaraan kepada mereka, lalu 
engkau berkata : ‘Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu,’ lalu mereka 
kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena sedih, disebabkan mereka 
tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan (untuk ikut berperang). 
[at-Taubah/9:92]

Salafush Shâlih adalah orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan karena 
mengharapkan surga, dan kita diperintahkan mengikuti jejak mereka yaitu 
berlomba-lomba dalam kebaikan. 

Allah Azza wa Jalla berfirman: “…Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang 
berlomba-lomba.” [al-Muthaffifîn/83:26]

Mereka mendapatkan pujian dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya sebab 
keberuntungan mereka dan kemuliaan mereka di dunia dan akhirat. Ada di antara 
mereka yang memiliki udzur dari mengerjakan suatu amalan dan diberikan 
keringanan kepadanya, lalu ia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam sambil menangis karena ia tidak mampu melakukan amalan tersebut. 
Sebagaimana hal itu dikabarkan oleh Allah Azza wa Jalla , ketika Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk berjihad. 

Allah Azza wa Jalla berfirman: “…Lalu mereka kembali sedang mata mereka 
bercucuran air mata karena sedih, disebabkan mereka tidak memperoleh apa yang 
akan mereka infakkan (untuk ikut berperang).” [at-Taubah/9:92]

Di dalam hadits ini juga terdapat dalil bahwa orang-orang miskin ingin seperti 
orang-orang kaya dalam mendapatkan pahala sedekah dengan harta. Kemudian Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan kepada orang-orang miskin tentang 
sedekah-sedekah yang mampu mereka kerjakan.[3] 

Dalam hadits lain dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa orang-orang fakir 
kaum Muhajirin mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: 
“Orang-orang yang kaya telah pergi dengan membawa derajat yang tinggi dan 
nikmat yang kekal.” Beliau bertanya: “Apa itu?” Mereka menjawab: “Mereka shalat 
seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa, mereka bisa 
bersedekah sedang kami tidak bisa, dan mereka memerdekakan hamba sahaya sedang 
kami tidak bisa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

«أَفَلاَ أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُوْنَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ ، 
وَتَسْبِقُوْنَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ ، وَلاَ يَكُوْنَ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ 
إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ؟» قَالُوْا : بَلَى يَا رَسُوْلَ 
اللّٰـهِ. قَالَ : «تُسَبِّحُوْنَ ، وَتُكَبِّرُوْنَ ، وَتَـحْمَدُوْنَ دُبُرَ 
كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ مَرَّةً»

RE: [assunnah]>>Tanya : Keturunan Nabi<

2013-08-24 Terurut Topik Abu Harits
From: andrim...@gmail.com
Date: Wed, 21 Aug 2013 11:40:06 +
saya mau tanya, adakah keturunan nabi muhammad shallalalhu 'alaihi wa sallam 
s/d sekarang? Apakah habib bisa dikatakan keturunan nabi muhammad shallallahu 
'alaihi wa sallam? 
Terimakasih ya

>>>

 

Jawaban.
1. Keturunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih ada. Bahkan di 
antara keturunan beliau, yaitu imam Mahdi, akan datang menjelang hari Kiamat, 
dan termasuk tanda-tanda besar hari Kiamat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam bersabda :

الْمَهْدِيُّ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ يُصْلِحُهُ الهُ‘ فِي لَيْلَةٍ

Al Mahdi dari kami, ahli bait, Allah akan memperbaikinya di dalam satu malam. 
[HR Ahmad, no. 646; Ibnu Majah, no. 4085. Dihasankan oleh al Albani di dalam 
ash Shahihah, no. 2371].

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

الْمَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِي مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ 

Al Mahdi dari keturunanku dari anak Fatimah. [HR. Ahmad, no. 646; Ibnu Majah, 
no. 4085, dan ini lafazhnya. Dishahihkan oleh al Albani. Lihat juga di dalam 
ash Shahihah, no. 2371]. 

Adapun banyak orang mengaku sebagai keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam , maka pengakuan tersebut kemungkinan benar, kemungkinan juga tidak 
benar. Sedangkan meminta berkah (tabarruk) dari mereka, maka itu merupakan 
kesalahan. Sesungguhnya semua berkah dan kebaikan itu hanyalah milik Allah Azza 
wa Jalla. Dia berfirman :

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ 
الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ 
بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Katakanlah : "Wahai Allah, Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan 
kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang 
Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau 
hinakan orang yang Engkau kehendaki. Hanya di tanganMu segala kebajikan. 
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Ali Imran/3:26].

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2204/slash/0/keturunan-rasulullah-dan-meminta-berkah-keberadaan-dajjal/

 

2. AL-MAHDI
Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil

http://almanhaj.or.id/content/3420/slash/0/pasal-pertama-al-mahdi/


Pada akhir zaman akan keluar seorang laki-laki dari kalangan Ahlul Bait, Allah 
akan mengokohkan agama Islam dengannya, dia akan menjadi pemimpin selama tujuh 
tahun. Bumi akan dipenuhi dengan keadilan sebagaimana sebelum-nya dipenuhi 
dengan kezhaliman. Semua umat merasakan kenikmatan pada masanya dengan 
kenikmatan yang belum dirasakan sebelumnya; bumi me-ngeluarkan berbagai 
tumbuhan, langit menurunkan hujan, dan harta akan dilimpahkan tanpa batas.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Pada masanya, buah-buahan sangat melimpah, 
banyak tanaman tumbuh subur, harta melimpah, pemerintahan kuat, agama tegak, 
musuh tunduk, dan kebaikan langgeng di hari-harinya.”[1] 

1. Nama dan Sifatnya
Nama laki-laki tersebut seperti nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 
dan nama bapak-nya seperti nama bapak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka 
nama beliau adalah Muhammad -atau Ahmad- bin ‘Abdillah. Beliau berasal dari 
keturunan Fathimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dari 
keturunan al-Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu anhuma.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang al-Mahdi, “Dia adalah Muhammad bin 
‘Abdillah al-‘Alawi, al-Fathimi, al-Hasani.”[2] 

Dan sifatnya yang diterangkan dalam riwayat bahwa beliau memiliki dahi yang 
lebar, dan hidung yang mancung.

2. Tempat Keluarnya
Al-Mahdi akan keluar dari arah timur. Diterangkan dalam hadits, dari Tsauban 
Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
bersabda:

يَقْتَتِلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ ثَلاَثَةٌ؛ كُلُّهُمْ اِبْنُ خَلِيْفَةٍ، ثُمَّ لاَ 
يَصِيْرُ إِلَـى وَاحِدٍ مِنْهُمْ، ثُمَّ تَطْلُعُ الرَّايَاتُ السُّوْدُ مِنْ 
قِبَلِ الْمَشْرِقِ، فَيَقْتُلُوْنَكُمْ قِتْلاً لَمْ يَقْتُلْهُ قَوْمٌ... (ثُمَّ 
ذكر شَيْئًا لاَ أَحْفَظُهُ، فَقَالَ:) فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ؛ فَبَايِعُوْهُ، 
وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ؛ فَإِنَّهُ خَلِيْفَةُ اللهِ اَلْمَهْدِيُّ.

“Ada tiga orang yang akan saling membunuh di sisi simpanan kalian; mereka semua 
adalah putera khalifah, kemudian tidak akan kembali ke salah seorang dari 
mereka. Akhirnya muncullah bendera-bendera hitam dari arah timur, lalu mereka 
akan memerangi kalian dengan peperangan yang tidak pernah dilakukan oleh satu 
kaum pun… (lalu beliau menutur-kan sesuatu yang tidak aku fahami, kemudian 
beliau berkata:) Jika kalian melihatnya, maka bai’atlah dia! Walaupun dengan 
merangkak di atas salju, karena sesungguhnya ia adalah khalifah Allah 
al-Mahdi.”[3] 

Ibnu Katsir rahimahulah berkata, “Yang dimaksud dengan simpanan pada redaksi 
tersebut adalah simpanan Ka’bah. Tiga orang dari putera-putera khalifah akan 
saling membunuh di sisinya untuk memperebutkannya hingga tiba akhir zaman. 
Kemudian keluarlah al-Mahdi dan beliau datang dari arah timur, bukan dari 
Sardab Samir

Re: [assunnah]>>Tanya: bela diri<

2013-08-23 Terurut Topik Lontar Abu Nawra
Gak semua, tergantung penyelenggaranya. Yang penting kan belajar beladirinya.

Regards,
Lontar Aditya


-Original Message-
From: supryahooo 
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Sat, 24 Aug 2013 12:09:01 
To: 
Reply-To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: Re: [assunnah]>>Tanya: bela diri<<

Saya pernah mencoba berbagai macam perguruan.(ju jitsu,taek kwondo, PSHT, 
Karate, Tinju, Muaythay boxing) semuanya mengikuti tradisi asal perguruan 
tersebut. ( Kecuali tinju yang masih netral dan mengutamakan olah fisik ) smua 
sudh tentu mengikuti tata cara asalnya ada yg seperti budha, shinto, Hindu, dsb


yayat rachadiat  wrote:

>Akh setahu saya aikido ada menghormati membungkukan badan sampai seperti 
>sujud, trus ada meditasi sebentar... Di thifan ada istilah daht panas dan daht 
>dingin, daht tersebut seperti tenaga dalam, ada yang tahukah apakah hal 
>tersebut diperbolehkan dan tdk mengandung kesyirikan? 
>
>yayat rachadiat
>
>
>From: ahlul firdaus 
>Sender: assunnah@yahoogroups.com 
>Date: Fri, 23 Aug 2013 07:59:16 +0700
>To: 
>ReplyTo: assunnah@yahoogroups.com 
>Subject: Re: [assunnah] Re: Tanya: bela diri
>
>Akhiy, syukron atas infonya.
>Ana dulu, waktu smp sempat ikut kempo, cara menghormatnya pake membungkukan 
>badan, macam mau ruku. 
>untuk thifan, aikido, ninjutsu memang bebas dr cara2 diatas, dan juga bebas 
>dar syirik, khurofat, bidah ya? 
>Mohon infonya.
>
>Barrakallahu fikum.
>
>
>On Aug 23, 2013 4:43 AM, gwsan...@gmail.com> wrote:
>
>Kl di Rawa Lumbu Bekasi, yg pengajarnya ikhwan kita salah satunya Sufu 
>Taesukan (afwan kl salah penulisannya, diajarkan juga di Rodja, sama dengan 
>Thifan) dan Aikido.
>
>Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuhu,
>Gusti Abu Muhammad
>
>Powered by Telkomsel BlackBerry®
>
>
>From: Bahni Mahariasha 
>Sender: assunnah@yahoogroups.com 
>Date: Thu, 22 Aug 2013 12:40:32 +0700
>To: assunnah@yahoogroups.com
>ReplyTo: assunnah@yahoogroups.com 
>Subject: [assunnah] Re: Tanya: bela diri
>
>Ada beberapa beladiri yang masih mengandung syirik akh. Pilih2 saja yg tdk 
>mengandung syirik. Dapet kabar dari teman kalau ada beladiri yg isinya banyak 
>ikhwan salaf yg latihan salah satunya Thifan dan baru2 ini Ninjutsu di bekasi
>Syukron




Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
assunnah-dig...@yahoogroups.com 
assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [assunnah] Re: Tanya: bela diri

2013-08-23 Terurut Topik Lontar Abu Nawra
Bisa ikut asad combat ninjutsu di jatibening. Tepatnya di lap basket komplek 
jatiagung 1 jatibening baru. Latian setiap ahad jam 7-10. 

Kalau di daerah bintaro, setau ana dulu ada aikido mandiri, latiannya di mesjid 
asunnah bintaro sektor 3 kalo gak salah, ga tau masih ada atau nggak.

Karate di jatiasih, di sekolah dar el salam vila nusa indah 2.

Cukup banyak ikhwan yg ikut latihan. Kalo masih pakai cara2 yg gak syar'i ya 
ikhwan2 اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ gak ikutan akhi, jd ga perlu khawatir dan ragu2..
 
Regards,
Lontar Aditya

-Original Message-
From: ahlul firdaus 
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Fri, 23 Aug 2013 07:59:16 
To: 
Reply-To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: Re: [assunnah] Re: Tanya: bela diri

Akhiy, syukron atas infonya.
Ana dulu, waktu smp sempat ikut kempo, cara menghormatnya pake membungkukan
badan, macam mau ruku.
untuk thifan, aikido, ninjutsu memang bebas dr cara2 diatas, dan juga bebas
dar syirik, khurofat, bidah ya?
Mohon infonya.

Barrakallahu fikum.
 On Aug 23, 2013 4:43 AM,  wrote:

> **
>
>
> ** Kl di Rawa Lumbu Bekasi, yg pengajarnya ikhwan kita salah satunya Sufu
> Taesukan (afwan kl salah penulisannya, diajarkan juga di Rodja, sama dengan
> Thifan) dan Aikido.
>
> Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuhu,
> Gusti Abu Muhammad
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> --
> *From: * Bahni Mahariasha **
> *Sender: * assunnah@yahoogroups.com
> *Date: *Thu, 22 Aug 2013 12:40:32 +0700
> *To: *assunnah@yahoogroups.com**
> *ReplyTo: * assunnah@yahoogroups.com
> *Subject: *[assunnah] Re: Tanya: bela diri
>
>
>
>  Ada beberapa beladiri yang masih mengandung syirik akh. Pilih2 saja yg
> tdk mengandung syirik. Dapet kabar dari teman kalau ada beladiri yg isinya
> banyak ikhwan salaf yg latihan salah satunya Thifan dan baru2 ini Ninjutsu
> di bekasi
> Syukron
>   
>



RE: [assunnah]>>Tanya : Talak Ba'in<

2013-08-22 Terurut Topik Abu Harits
From: dedi16...@yahoo.com.sg
Date: Tue, 20 Aug 2013 22:39:48 +
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 
Apa yg di maksud dengan talak ba'in?
Bila sudah jatuh Talak-1 sejak 2 tahun lalu (sampai sekarang belum pernah 
rujuk) apakah masih bisa rujuk kembali? Bagaimana cara yang syar'i bila mereka 
ingin rujuk?
Jazaakallohu khoiron

>

 

1. Talak ba'in adalah talak yang ketiga dengan derajat bainunah kubra’ 
(perpisahan besar) yang tidak menyisakan ikatan lagi antara keduanya sedikit 
pun sejak jatuhnya talak, bahkan tidak bisa menikahinya kembali sampai bekas 
istrinya itu telah digauli oleh suami yang lain.

 

2. SEORANG SUAMI MENCERAIKAN ISTRINYA DAN MENGINGINKAN RUJUK KEPADANYA SETELAH 
SATU TAHUN KEMUDIAN
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ada laki-laki yang mentalak 
istrinya dengan talak satu kemudian pindah dari negeri yang mana ia tinggal dan 
tinggal di negeri asing selama satu tahun, kemudian ia pulang dan menjumpai 
istrinya dalam keadaan belum menikah, kemudian ia ingin mengadakan akad nikah 
dengannya, sedangkan istrinya bersedia kembali kepadanya, padahal laki-laki 
tersebut belum merujuknya selama masa iddah?’

Jawaban
Apabila yang terjadi seperti yang disebutkan oleh penanya, maka pernikahannya 
sah dengan syarat ada wali dan dua orang saksi yang adil serta adanya kerelaan 
mempelai wanita karena talak satu tidak mengharamkan pernikahannya dengan 
suaminya. Demikian juga dengan talak dua. Pernikahan keduanya hanya dilarang 
dengan adanya talak tiga hingga istri tersebut menikah dengan suami baru dan 
suami barunya menyebadaninya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ 
وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ 
يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا 
حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ 
حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ 
فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ 
بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ 
عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ 
وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara 
yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu 
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali 
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika 
kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum 
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh 
istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu 
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah 
orang-orang yang zhalim. Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang 
kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan 
suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak 
ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika 
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah 
hukum-hukum Allah diterangkanNya kepada kamu yang (mau) mengetahui” [Al-Baqarah 
: 229-230]

Talak yang terakhir inilah yang dimaksud dengan talak tiga menurut semua 
ulama-ulama.
[Kitab Fatawad Da’wah, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, juz 2 hal. 239]

APAKAH RUJUK ITU DILAKUKAN SECARA PAKSA ATAS WANITA TANPA ADA KERELAAN?
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : Ada seorang laki-laki 
yang mentalak istrinya secara sah juga sesuai sunnah kemudian ia menyerahkan 
surat talak dan ingin merujuknya. Apakah ia berhak merujuknya secara paksa 
tanpa kerelaan istrinya? Atau kerelaannya itu berpengaruh terhadap rujuk 
dengannya? Apa syarat-syarat rujuk? Berilah saya fatwa!”

Jawaban
Apabila yang terjadi sebagaimana yang disebut dan talaknya adalah talak yang 
mengikuti sunnah, maka ia berhak untuk merujuknya selama masih dalam masa iddah 
dengan dua orang saksi yang adil, baik istrinya rela ataupun tidak, jika talak 
tersebut bukan talak tiga atau karena adanya penyakit.

Apabila sudah keluar dari masa iddahnya atau talaknya karena suatu penyakit dan 
bukan talak tiga, maka ia berhak rujuk dengan wanita tersebut dengan akad nikah 
dan mahar baru disertai dengan kerelaannya. Di dalam dua kondisi tersebut talak 
yang terjadi dianggap talak satu. Adapun apabila talak ini adalah talak tiga 
maka ia hanya boleh dinikahi setelah menikah dengan suami lain dan telah 
menyenggamainya, sehingga apabila suami yang kedua mentalaknya atau meninggal 
maka dia diperbolehkan untuk dinikahi kembali oleh suami pertama setelah habis 
masa iddahnya dengan akad dan mahar baru disertai kerelaannya.

Iddah bagi wanita yang hamil adalah sampai ia melahirkan. Baik karen

RE: [assunnah]>>Warisan yang dihibahkan<

2013-08-22 Terurut Topik Abu Harits
From: icha2...@yahoo.co.id
Date: Mon, 19 Aug 2013 12:31:37 +0800 






Assalamualaikum, 
Seorang ayah mempunyai rumah yang ditinggalinya sampai sekarang dan rumah 
tersebut sudah dibalik nama 
atas nama atas nya yang pertama (Laki-laki) beberapa tahun yang lalu. Jadi 
sertifikat rumah tersebut bukan lagi atas nama ayah. 
Rumah tersebut akan dijual kepada anak perempuan nya dan sang kakak yang dalam 
hal ini yang merasa berhak peruh 
atas rumah tersebut mengatur pembagian atas penjualan rumah tersebut. 
Ayah dalam hal ini sudah sangat tua dan beliau menyerahkan urusan kepada 
anak-anaknya. 
Yang jadi pertanyaan saya :
1. apakah benar bahwa sang kakak tertua selaku pemilik nama di sertifikat rumah 
tersebut, dialah yang berhak memiliki 
rumah tersebut (karena berdalih rumah tersebut sudah dihibahkan ayah kepada 
dia). dan dia lah yang mengatur pembagian dari hasil 
penjualan rumah tersebut walaupun ayah masih hidup. Apakah ini diperbenarkan 
secara syar'i ? 
2. bilamana rumah tersebut dijual sementara orangtua masih ada, bagaimanakah 
cara pengaturan pembagiannya?
apakah masih sang ayah yang berhak untuk masalah pembagian hibah kepada 2 orang 
anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan.
3. bagaimana bila ayah sudah tiada, dan rumah tersebut dijual, apakah masih 
sang kakak yang berhak mengatur masalah warisan?
atau tetap berdasarkan yang Allah tetapkan untuk pembagiannya?, walaupun rumah 
tersebut serifikat atas nama anak tertua.
Saya mengucapkan banyak terima kasih atas segala masukan dan penjelasan dari 
bapak/ibu sekalian. 
>
 
1. Pengertian Hibah.
Berkenaan dengan definisi hibah (هِبَةٌ), As Sayid Sabiq berkata di dalam 
kitabnya [1] : “(Definisi) hibah menurut istilah syar’i ialah, sebuah akad yang 
tujuannya penyerahan seseorang atas hak miliknya kepada orang lain semasa 
hidupnya [2] tanpa imbalan apapun [3]”. Beliau berkata pula: “Dan hibah bisa 
juga diartikan pemberian atau sumbangan sebagai bentuk penghormatan untuk orang 
lain, baik berupa harta atau lainnya”.

Syaikh Al Fauzan berkata: “Hibah adalah pemberian (sumbangan) dari orang yang 
mampu melakukannya pada masa hidupnya untuk orang lain berupa harta yang 
diketahui (jelas)”.[4] 
http://almanhaj.or.id/content/2660/slash/0/sekilas-hibah-wasiat-dan-warisan/
 
Apabila seorang ayah menghibahkan (meberikan hadiah) rumah kepada salah seorang 
anaknya, maka sejak akad dan serah terima dilakukan rumah tersebut sudah 
menjadi harta milik anaknya, apabila rumah tersebut dijual, hasil pejualannya 
sepenuhnya menjadi harta anaknya tersebut.
 
2. Seorang Ayah Harus Adil Terhadap Anaknya Dalam Memberikan Pemberian 
(Hadiah). Haram Melebihkan Pemberian Kepada Sebagian Anak Saja
Dari an-Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Ayahku bersedekah kepadaku dengan 
sebagian hartanya. Maka ibuku, (yaitu) ‘Amrah binti Rawahah berkata, ‘Aku tidak 
ridha hingga engkau mempersaksikannya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam.’ Maka, ayahku berangkat menemui Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
untuk mempersaksikannya atas sedekahku. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam berkata kepadanya, ‘Apakah engkau melakukan ini kepada seluruh 
anak-anakmu?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda:

اِتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا فِي أَوْلاَدِكُمْ.

"Bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah kepada anak-anakmu."

Lalu Ayahku pulang dan mengembalikan sedekah tersebut.”

Dan dalam suatu riwayat, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

فَلاَ تُشْهِدْنِي إِذًا، فَإِنِّي لاَ أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ.

“Kalau demikian maka janganlah engkau mempersaksikanku, sesungguhnya aku tidak 
bersaksi atas kezhaliman”

Dan dalam suatu riwayat: “Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam 
bersabda, ‘Tidakkah menggembirakanmu, jika mereka sama dalam berbuat kebaikan 
kepadamu?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Kalau begitu, maka jangan 
engkau lakukan.’” [10] 
http://almanhaj.or.id/content/1087/slash/0/hibah-pemberianhadiah/
 
Wallahu Ta'ala A'lam

 




  

RE: [assunnah]>>Tanya: bela diri<

2013-08-21 Terurut Topik Abu Harits
From: ahlul.fird...@gmail.com
Date: Wed, 21 Aug 2013 12:20:08 +0700 






Bismillah

Mau tanya, untuk bela diri, yang sesuai sunnah, apa ya namanya?
Apa semua group atau aliran bisa kita ikuti salah satunya? Ex. Taekwondo, 
kempo, pencak silat, karate, etc

Jazzakallahu khoiron
Regards
ahlul firdaus



 

Tujuan dari seluruh olah raga (bela diri) adalah untuk memelihara hak, 
mempertahankannya dan membelanya. Tujuannya sama sekali bukan untuk mendapatkan 
harta dan mengumpulkannya, bukan pula untuk popularitas dan kecintaan akan 
ketenaran, dan juga bukan untuk kemegahan di muka bumi serta kerusakan 
didalamnya yang menyertainya, sebagaimana yang terjadi pada sebagian 
olahragawan saat ini.

 

Olah raga bela diri tidak bercampur dengan do'a dan dzikir-dzikir yang 
dibuat-buat dengan tujuan untuk medapatkan kekuatan luar biasa (tenaga 
dalam/pengobatan tenaga dalam).

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/105/slash/0/pengobatan-tenaga-dalam/

 

TUJUAN YANG DIHARAPKAN DARI OLAH RAGA
Tujuan dari seluruh olah raga ini yang telah diketahui pada masa awal kelahiran 
Islam dengan nama furusiyah, yakni kepandaian menunggang kuda, adalah untuk 
memelihara hak, mempertahankannya dan membelanya. Tujuannya sama sekali bukan 
untuk mendapatkan harta dan mengumpulkannya, bukan pula untuk popularitas dan 
kecintaan akan ketenaran, dan juga bukan untuk kemegahan di muka bumi serta 
kerusakan didalamnya yang menyertainya, sebagaimana yang terjadi pada sebagian 
olahragawan saat ini.

Sesunguhnya tujuan dari semua jenis olah raga tersebut adalah untuk menguatkan 
tubuh dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan jihad fi sabilillah 
(perjuangan di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala), berdasarkan hal itu, olah raga 
dalam Islam harus dipahami dalam pengertian ini. Jika ada orang yang memahami 
olah raga selain dari pengertian tersebut,maka ia telah mengeluarkan olah raga 
dari tujuannya yang baik kepada tujuan yang buruk, yaitu permainan yang bathil 
dan perjudian yang dilarang.

Dasar hukum mengenai disyariatkannya dan dianjurkannya olah raga adalah firman 
Allah Ta'ala.

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi" 
[Al-Anfal : 60]

Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

المؤ من الوى خير وأحب الى الله من المؤ من الضعيف

"Seorang Mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah baik daripada seorang 
Mukmin yang lemah" [HR Muslim]

Kekuatan dalam Islam mencakup pedang dan tombak serta argumentasi dan petunjuk

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/75/slash/0/tujuan-yang-diharapkan-dari-olah-raga-hukum-masuk-stadion-untuk-menyaksikan-pertandingan/

 

Wallahu Ta'ala A'lam

 





  

[assunnah] Kajian Ust. Firanda Andirja MA di Balikpapan, 22-24 Agustus 2013

2013-08-21 Terurut Topik Abu Mufidah

Jadwal Kegiatan Kajian Ust. Firanda
Andirja MA di Balikpapan, 22-24 Agustus 2013

KAMIS, 22 AGUSTUS 2013

Waktu
: 10.00 - Zhuhur
Peserta
: Khusus Muslimah
Tempat
: Pondokan Nadita (Jl. Marsma Iswahyudi)
Tema
: Menelaah Kembali Hak dan Kewajiban Istri
 
Waktu
: Ba’da Maghrib - Selesai
Peserta
: Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat
: Masjid As-Salam (Perumahan Wika)
Tema
: Keutamaan Shahabat dan Ahlul Bait
 
JUM’AT, 23 AGUSTUS 2013

Waktu
: Ba’da Shubuh - Selesai
Peserta
: Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat
: Masjid Namirah (Balikpapan Baru)
Tema
: Menangis Karena Takut Kepada Allah
 
Waktu
: 08.30 – 10.30
Peserta
: Khusus Muslimah
Tempat
: Pondokan Nadita (Jl. Marsma Iswahyudi)
Tema
: Ceraikan Aku Jika Engkau Jantan
 
Waktu
: Ba’da Maghrib - Selesai
Peserta
: Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat
: Masjid Istiqomah (Jl. Sport, Gn Dubs, Samping Lapangan Merdeka)
Tema
: Mengenal Aqidah Syi’ah
 
SABTU, 24 AGUSTUS 2013

Waktu
: Ba’da Shubuh - Selesai
Peserta
: Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat
: Masjid Istiqlal (Jl. Panorama, Samping Stadion Persiba)
Tema
: Mukjizat Akhlak Nabi
 
Waktu
: 09.00 – Zhuhur
Peserta
: Umum (Muslim & Muslimah)
Tempat
: Masjid Al-Imam An-Nasa’I, (Jl. Syarifudin Yos, Depan Sepinggan Pratama)
Tema
: Menyingkap Hakekat Agama Syi’ah.
 
Diselenggarakan
oleh :
Yayasan
Ath-Thoifah Al-Manshuroh
Bekerjasama
dengan :
Pondokan
Nadita, DKM Al-Ikhlas Mapolda Kaltim, As-Salam, Namirah, Istiqomah, Istiqlal
Informasi
:
0852
4526 2706

RE: [assunnah]>>Tanya hibah - Poligami<

2013-08-19 Terurut Topik Abu Harits


From: yahya_kud...@yahoo.com
Date: Mon, 12 Aug 2013 09:54:24 + 




Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ana ada masalah hibah dengan saudara ana.
Ayah saya memiliki 3 istri, dari istri pertama memiliki 7 anak laki laki, dari 
istri ke 2 memiliki 4 anak lakilaki dan 1 anak permpuan
dari istri ke 3 tidak memiliki anak.
istri pertama meninggal dunia pada akhir tahun 1989, istri kedua cerai tahun 
1990, istri ketiga masih terikat perkawinan dengan ayah saya hingga ayah saya 
meninggal tahun 2006
ayah saya memiliki rumah dihibahkan pada istri pertamanya tahun 1989 sesuai 
surat yang ditunjukkan 7 orang saudara saya (anak dari istri pertama). 
sementara pada tahun itu ayah kami masih memiliki 1 orang istri yang lain(belum 
menikah dengan istri ketiga)
Adakah hibah ini sah menurut hukum Islam? apakah dalilnya? apakah hibah suami 
ke istri juga harus berlaku adil seperti hibah orang tua kepada anak seperti 
yang terdapat dalam riwayat Shahabat Nu'man bin Bisyir Radiallahu anhumaa?
mohon kiranya untuk menjawab persoalan saya ini. beserta dalilnya,
atas jawaban kami ucapkan JAZAAKUMULLAH KHAIRAN KATSIRA
>>>
 
Masalah hibah ini terkait juga dengan sikap berlaku adil dalam poligami. Dimana 
Allah Azza wa Jalla tidak mensyaratkan adanya poligami, kecuali dengan satu 
syarat saja. Yaitu berlaku adil terhadap para isteri dalam perkara lahiriyah.  
Yaitu berbuat adil dalam hal makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan dalam 
hal tidur seranjang. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena 
sesungguhnya Allah melarang yang demikian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa 
sallam bersabda.

مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ 
الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ.

"Barangsiapa memiliki dua isteri, kemudian ia lebih condong kepada salah satu 
dari keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan pundaknya 
miring sebelah.”  
 
1. Defenisi Hibah
Berkenaan dengan definisi hibah (هِبَةٌ), As Sayid Sabiq berkata di dalam 
kitabnya [1] : “(Definisi) hibah menurut istilah syar’i ialah, sebuah akad yang 
tujuannya penyerahan seseorang atas hak miliknya kepada orang lain semasa 
hidupnya [2] tanpa imbalan apapun [3]”. Beliau berkata pula: “Dan hibah bisa 
juga diartikan pemberian atau sumbangan sebagai bentuk penghormatan untuk orang 
lain, baik berupa harta atau lainnya”.

Syaikh Al Fauzan berkata: “Hibah adalah pemberian (sumbangan) dari orang yang 
mampu melakukannya pada masa hidupnya untuk orang lain berupa harta yang 
diketahui (jelas)”.[4] 

Demikian makna hibah secara khusus. Adapun secara umum, maka hibah mencakup 
hal-hal berikut ini:
1. Al ibra`: ( الإِبْرَاء) yaitu hibah (berupa pembebasan) utang untuk orang 
yang terlilit utang (sehingga dia terbebas dari utang).
2. Ash shadaqah (الصَّدَقَة) : yaitu pemberian yang dimaksudkan untuk 
mendapatkan pahala akhirat.
3. Al hadiyah ( الهَدِيَّة) : yaitu segala sesuatu yang melazimkan 
(mengharuskan) si penerimanya untuk menggantinya (membalasnya dengan yang lebih 
baik) [5].
Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2660/slash/0/sekilas-hibah-wasiat-dan-warisan/
 
2. Poligami
Adapun adil dalam hal pemberian nafkah dan pakaian, maka yang demikian itu 
merupakan Sunnah (ajaran Nabi), dan kita diharuskan meneladani Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam. Demikian juga Rasulullah, beliau juga berlaku adil di antara 
isteri-isteri beliau dalam hal nafkah, sebagaimana berlaku adil di dalam 
pembagiannya.[5]

Syamsul Haq al 'Azhim rahimahullah berkata: "Hadits ini sebagai dalil wajibnya 
suami untuk menyamakan pembagian di antara isteri-isterinya, dan haram atasnya 
jika) cenderung kepada salah satu dari mereka. Allah Ta'ala berfirman:

فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ

"[Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai)] – 
[An-Nisaa` ayat 129], yang dimaksudkan adalah cenderung dalam pembagian dan 
nafkah, bukan dalam hal kecintaan, karena ini termasuk perkara yang tidak 
dikuasai oleh hamba".[6]
Selengkapnya baca di
http://almanhaj.or.id/content/2552/slash/0/syarat-syarat-poligami/
http://almanhaj.or.id/content/2553/slash/0/adab-adab-poligami/
 
Suami Harus Dapat Berlaku Adil Terhadap Isterinya, Jika Ia Mempunyai Isteri 
Lebih Dari Satu.
Yaitu berbuat adil dalam hal makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan dalam 
hal tidur seranjang. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena 
sesungguhnya Allah melarang yang demikian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa 
sallam bersabda.

مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ 
الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ.

"Barangsiapa memiliki dua isteri, kemudian ia lebih condong kepada salah satu 
dari keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan pundaknya 
miring sebelah.” [1]

Pada dasarnya poligami (ta’addud) dibolehkan dalam Islam apabila seorang dapat 
berlaku adil. Di akhir buku ini, penulis bawakan pembahasan tentang hal ini 
dalam bab Kedudukan Wanita dalam Islam.
Selengkapnya

RE: [assunnah]>>Tanya Qunut Subuh<

2013-08-18 Terurut Topik Abu Harits
From: like_her...@yahoo.com
Date: Fri, 16 Aug 2013 11:59:04 + 
Mohon bantuan menjawab pertanyaan :
Apakah hukum Qunut dlm Shalat Shubuh dan apakah Qunut Shubuh termasuk bid'ah?
Herisa Padianto
Powered by Telkomsel BlackBerry®

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

 

QUNUT SHUBUH TERUS MENERUS ADALAH BID'AH!!!

Qunut Shubuh yang dilakukan oleh ummat Islam di Indonesia dan di tempat lain 
secara terus-menerus adalah ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Shahabatnya dan tidak juga dilakukan oleh 
para tabi’in. Para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam -mudah-mudahan 
Allah meridhai mereka-, mereka adalah orang-orang yang selalu shalat berjama’ah 
bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka menceritakan apa yang 
mereka lihat dari tata cara shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
yang lima waktu dan lainnya. Mereka jelas-jelas mengatakan bahwa qunut Shubuh 
terus-menerus tidak ada Sunnahnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Bahkan di antara mereka ada yang berkata : Qunut Shubuh adalah bid’ah, 
sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat-riwayat yang akan saya paparkan di 
bawah ini: 

HADITS KETUJUH

عَنْ أَبِيْ مَالِكٍ سَعِيْدٍ بْنِ طَارِقٍ اْلاَشْجَعِيِّ قَالَ قُلْتُ ِلأَبِيْ: 
يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ هاَهُنَا بِالْكُوْفَةِ 
نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِيْنَ فَكَانُوْا يَقْنُتُوْنَ فِي الْفَجْرِ؟ فَقَالَ: 
أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ. 
رواه الترمدى رقم: (402) وأحمد (3/472، 6/394) وابن ماجه رقم: (1241) والنسائي 
(2/204) والطحاوي (1/146) والطياليسي رقم: (1328) والبيهقي (2/213) والسياق لابن 
ماجه وقال الترميذي: حديث حسن صحيح وانظر صحيح سنن النسائي رقم: (1035).

Dari Abi Malik al-Asyja’i, ia berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, 
sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam, di bela-kang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan di belakang ‘Ali di daerah 
Qufah sini kira-kira selama lima tahun, apakah qunut Shubuh terus-menerus?” Ia 
jawab: “Wahai anakku qunut Shubuh itu bid’ah!!

Hadits shahih riwayat at-Tirmidzi (no. 402), Ahmad (III/472, VI/394), Ibnu 
Majah (no. 1241), an-Nasa-i (II/204), ath-Thahawi (I/146), ath-Thayalisi (no. 
1328) dan Baihaqi (II/213), dan ini adalah lafazh hadits Imam Ibnu Majah, dan 
Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih.” Lihat pula kitab Shahih Sunan 
an-Nasa-i (I/233 no. 1035) dan Irwaa-ul Ghalil (II/182) keduanya karya Imam 
al-Albany. [4]

Bid’ah yang dimaksud oleh Thariq bin Asyyam al-Asyja’i ini adalah bid’ah 
menurut syari’at, yaitu: Mengadakan suatu ibadah yang tidak dicontohkan oleh 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan maksud bertaqarrub kepada 
Allah. Dan semua bid’ah adalah sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
أخرجه النسائي (3/188189) أنظر صحيح سنن النسائي (1/346) رقم (1487) والبيهقي في 
الأسماء والصفات عن جابر .

“Artinya : Tiap-tiap bid’ah adalah sesat dan tiap-tiap kesesatan tempatnya di 
Neraka.”

Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam an-Nasa-i dalam kitab Sunannya 
(III/188-189) dan al-Baihaqi dalam kitab al-Asma’ wash Shifat, lihat juga kitab 
Shahih Sunan an-Nasa-i (I/346), karya Imam al-Albany.

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/1406/slash/0/qunut-shubuh-terus-menerus-adalah-bidah/

 

Wallahu Ta'ala A'lam 

 






  

  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   >