[ppiindia] BUMN akan Steril dari Kepentingan Politik
Media Indonesia Selasa, 10 Mei 2005 15:39 WIB BUMN akan Steril dari Kepentingan Politik Penulis: Syamsul Azhar JAKARTA--MIOL: Menteri Negara BUMN Sugiharto mengaskan pemilihan direksi dan komisaris BUMN tidak akan ada keterkaitan dengan kepentingan politik. Hal itu juga telah menjadi komitmen Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini diungkapkan Sugiharto, Selasa(10/5) di Jakarta. Tidak ada, dalam BUMN Summit Presiden telah mengatakan BUMN disterilkan dari kepentingan politik. Saya juga ditunjuk menjadi menteri sebagai profesional. Karena itu Kementrian BUMN harus steril dari politik, itu kata Presiden, juga Wakil Presiden, kata Sugiharto. Di depan peserta seminar Lima Tahun Pelaksanaan UU No 5 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli, dan Persaingan Usaha tidak sehat, Sugiharto, mengatakan pada Selasa pagi dia sudah melakukan beberapa rapat di rumahnya, dalam rangka penegakkan persaingan usaha, dan mempersiapkan calon direksi dan komisaris BUMN. Kami ingin tinggalkan masa lalu, kami berusaha untuk melaksanakan Keppres No.8 Tahun 2005 tentng TPA. Dimasa lalu, kami dengar ada pungli-pungli untuk duduk di jabatan BUMN. Sekarang lanjut Sugiharto, dalam pemilihan direksi BUMN dia mencoba untuk menghindari terulangnya kejadian masa lalu. Jika orang yang duduk di jabatan dengan sogokan, itu akan cacat lahir. kebijakannya akan cacat juga. Untuk menciptakan good corporate governance di lingungan BUMN, kementerian BUMN mencoba mengurangi kolusi, terutama dibidang pengadaan barang, dan tender di bawah US$5000 akan masuk sistem elektronik. Tak optimal Pada kesempatan itu, Sugiharto juga mengungkapkan, dari 11 eselon I di lingkungan BUMN, susunannya harus diperbaiki. Hanya 30% dari mereka yang full time, ada yang mengundurkan diri, pensiun, dll. Tapi penggantian eselon I itu belum terlaksana karena belum mendapat persetujuan dari Tim Penilai Akhir(TPA). Kalau tidak bisa menciptakan corporate leader, kami khawatir target lima tahun mendatang tidak optimum, katanya. (OL-1) [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Dying to be thin? Anorexia. Narrated by Julianne Moore . http://us.click.yahoo.com/FLQ_sC/gsnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Genealogi Korupsi di Indonesia
Media Indonesia Selasa, 10 Mei 2005 Genealogi Korupsi di Indonesia Boni Hargens, peneliti Pusat Kajian Ilmu Politik FISIP UI, Depok HEBOH dugaan korupsi di KPU dengan ditahannya anggota komisi itu, Mulyana W Kusumah dan pejabat di KPU, kian meneguhkan bahwa urusan penilapan uang bisa dilakukan oleh siapa saja. Tidak ada person dan lembaga yang dapat dikonotasikan bersih, bahkan imun terhadap tindak pidana korupsi. Kasak-kusuk tentang korupsi di lembaga penyelenggara KPU itu, sebenarnya telah muncul sejak Agustus 2004 ketika sejumlah LSM mengangkat persoalan tersebut ke ruang publik. Dalam temuannya, secara rinci koalisi LSM mencatat dugaan korupsi seperti Rp170,04 miliar (distribusi logistik), Rp56,468 miliar (surat suara), Rp2,775 miliar (pengadaan mobil operasional KPUD), Rp31,207 miliar (pengadaan kotak suara), Rp80,10 miliar (pembengkakan kotak suara), Rp6,2 miliar (pengadaan bilik suara), Rp28,554 miliar (pembengkakan bilik suara). Semua temuan itu sebelumnya telah dilaporkan ke KPK untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut. Runutan cerita itu menggambarkan bahwa pembongkaran isu korupsi di KPU oleh KPK bukan karena kebetulan. Jelas juga bukan karena ada tindak pidana penyuapan yang dilakukan Mulyana W Kusumah terhadap staf BPK, tetapi merupakan buah dari proses panjang penyidikan yang dilakukan secara tersembunyi. Memang ada yang bilang bahwa telah terjadi konspirasi antara BPK dan KPK untuk 'mematikan' manuver para aktivis sekelas Mulyana. Tuduhan itu dikuatkan oleh adanya surat perintah penahanan yang diduga sudah dipersiapkan sebelumnya. Tetapi ada juga yang bilang bahwa konspirasi itu adalah bagian dari wewenang kerja KPK untuk memberantas korupsi sehingga tidak ada masalah dengan surat perintah penahanan itu. Saya pikir, ada atau tidaknya konspirasi, adalah masalah lain yang mesti dipisahkan dengan masalah dugaan korupsi. Hanya, yang perlu ditelusuri lebih jauh adalah apakah itu korupsi kolektif ataukah personal supaya Mulyana tidak dikambinghitamkan secara konyol. Kalau memang terbukti anggota KPU entah personal ataupun kolektif telah melakukan tindak pidana korupsi, sebagai bangsa kita patut berduka karena hal ini menandakan hilangnya keteladanan moral dalam menjalankan jabatan publik di negeri ini. Lebih jelasnya, kejadian ini memunculkan skeptisisme baru bahwa jabatan publik yang semestinya dipertanggungjawabkan kepada kebaikan publik, kini didagangkan untuk ambisi dan keuntungan diri. Ini pertanda buruk tentang kebangkrutan moral para pejabat publik di negeri yang demokrasinya prematur. Geneologi korupsi Jika terbukti secara hukum, dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah, kasus ini mendesak kita untuk berpikir ulang tentang genealogi korupsi di bangsa ini, apa sebetulnya akar korupsi di bangsa ini? Ada yang bilang bahwa penyakit korupsi berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitis, endemik, dan sistemik. Pada tahap elitis, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para elite/pejabat. Pada tahap endemik, korupsi mewabah menjangkau lapisan masyarakat luas. Lalu di tahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Boleh jadi bangsa ini telah mencapai tahap sistemik itu. Suatu studi yang mendalam tentang akar korupsi, agaknya urgen dilakukan agar kita bisa merumuskan suatu solusi pemberantasan dan pencegahan yang efektif. Ide Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) tentang pemberantasan korupsi melalui strategi detektif dan strategi represif sebetulnya sudah berjalan dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi. Tetapi ternyata, adanya KPK dan sejumlah LSM yang menangani isu yang sama, korupsi justru semakin tersistematisasi dan meluas. Mengapa? Barangkali karena mekanisme pemberantasan korupsi yang dijalankan selama ini ibarat memangkas dahan duri tanpa mencabut akarnya. Tiga wilayah akar korupsi Lebih jelasnya, ada tiga wilayah penting yang menjadi lokus bertumbuhnya akar korupsi. Pertama, wilayah individu. Di wilayah ini, perilaku korup tidak hanya ditautkan dengan moralitas personal yakni menyangkut nilai-nilai yang diserap seseorang, tetapi juga menyangkut hal situasional seperti adanya peluang korupsi atau juga faktor kemiskinan. Dalam konteks ini barangkali kita bisa menemukan titik terang mengapa korupsi bisa meluas di negeri yang tidak begitu menghargai kaum intelektualnya dan mengapa jabatan publik sering kali dipandang sebagai ajang mencari keuntungan ekonomis. Jelas sebetulnya bahwa ketika jabatan publik hanya ditakar secara ekonomis, seluruh harapan luhur tentang moral jabatan dan etika politik menjadi sirna. Perilaku korupsi persis berkembang subur dalam iklim yang demikian. Kedua, wilayah sistem. Kredo dasar kaum institusionalis adalah bahwa perilaku individu ditentukan oleh sistem. Implikasi dari paradigma institusionalisme ini adalah bahwa korupsi dipahami sebagai konsekuensi dari kerja sistem yang tidak efektif.
[ppiindia] Menguak Prahara Korupsi KPU
Media Indoensia Selasa, 10 Mei 2005 Menguak Prahara Korupsi KPU Mohammad Yasin Kara, anggota Komisi II DPR dari F-PAN KORUPSI di negeri ini telah kian menggurita, bagaikan jamur yang tumbuh subur di musim penghujan. Oleh karena itu, kasus dugaan korupsi terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mulyana W Kusumah beserta koleganya perlu diusut tuntas sehingga kebenaran dapat ditampilkan apa adanya. Dan yang paling penting adalah bagaimana setiap orang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, baik secara individual maupun secara institusional. Penangkapan dan penahanan Mulyana W Kusumah di Hotel Ibis, Jumat (8/4), atas dugaan penyuapan terhadap tim investigasi auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyangkut pengadaan logistik Pemilu 2004, kini telah menjadi opini publik dan menyita perhatian masyarakat secara luas. Persoalannya adalah dugaan korupsi itu kini telah menjadi semacam bola liar yang terasa sulit untuk dikendalikan. Dan yang paling dikhawatirkan adalah terjadinya politisasi karena ketidakjelasan persepsi mengenai kasus dugaan korupsi tersebut. Jika demikian yang terjadi, jelas misi suci untuk memberantas korupsi akan menjadi sangat absurd dan absurd. Mulyana W Kusumah mengaku dirinya diperas dan dijebak. Setelah dugaan korupsi sesuai dengan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selesai dan diserahkan ke DPR, kontroversi pun tidak dapat dihindari. Ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa untuk mengungkap kasus ini penting dibentuk sebuah panitia khusus (pansus), sedangkan sebagian yang lain berpendapat tidak perlu. Adalah Ketua Komisi III DPR Teras Narang menyatakan ketidaksetujuannya dibentuk pansus itu. Menurutnya, DPR tidak perlu melakukan pengkajian lagi terhadap laporan BPK itu, dan laporan BPK itu mestinya langsung diteruskan ke aparat hukum, yakni kejaksaan dan kepolisian karena materi yang disampaikan ke DPR itu merupakan hasil audit investigasi yang sudah dilakukan secara komprehensif. Untuk itu, tidak perlu dibentuk pansus (Media Indonesia, 2/5/2005). Dari pernyataan Teras Narang yang menolak tegas pembentukan pansus dan diperiksanya kembali laporan hasil audit BPK itu telah menggerakkan penulis untuk menuangkan gagasan ini dengan sebuah pertanyaan besar, ada apa dibalik cerita korupsi di KPU itu? Tegasnya, kenapa Komisi III DPR yang diwakili Teras Narang menolak usulan itu? Adakah kemungkinan anggota Dewan atau pejabat negara lainnya yang terlibat atau paling tidak ada terselubung kepentingan politik tertentu di balik prahara dugaan korupsi itu? Semua kemungkinan bisa saja terjadi. Namun demikian, kami dari Komisi II DPR, seperti sering kali ditegaskan Pimpinan Komisi Ferry Mursyidan Baldan, tetap pada pendirian bahwa DPR berdasarkan permintaan Komisi II DPR periode 1999-2004 dalam dengar pendapat dengan KPU dan Panwaslu 2 Mei 2002 berkewajiban untuk mengkaji laporan investigasi BPK secara proporsional dengan menyertakan klarifikasi dari KPU. Hal ini penting dilakukan. Pertama, perlu ditegaskan bahwa para anggota BPK itu diangkat berdasarkan hasil seleksi DPR. Oleh karena itu, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan sebagai representasi masyarakat, bangsa, dan negara. Kedua, bukan sekadar itu, BPK bukanlah lembaga absolut. Di dalamnya terdapat manusia-manusia yang secara teoretis memiliki potensi besar untuk melakukan berbagai kesalahan. Oleh karena itu, kebenaran yang mereka temukan menjadi sangat nisbi. Di sinilah letak pentingnya pemeriksaan kembali itu. Seperti juga ditegaskan anggota Panitia Anggaran DPR Emir Moeis bahwa divisi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam laporan BPK harus ditelaah lebih lanjut karena bisa jadi penyimpangan yang ditemukan adalah kesalahan administratif, bukan tindak pidana. Untuk itu pun kita bertanya: benarkah Mulyana itu korupsi? Tidakkah terselubung kepentingan lain di dalamnya? Memang, pesimisme banyak kalangan masyarakat tidak bisa kita nafikan. Banyak orang sangat trauma dengan perilaku para anggota Dewan atau pejabat negara selama ini. Dalam sejarah pembentukan panitia khusus (pansus) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama ini selalu menghilang ditelan hiruk pikuknya wacana politik lain yang terus bergulir ke arena publik. Tentu saja pansus adalah baik daripada tidak sama sekali. Yang terpenting, jangan ada politisasi karena pansus membutuhkan anggaran, yang kalau diukur dengan kondisi kehidupan berbangsa yang sangat miskin kini, sangat besar. Jangan pernah dahulukan kepentingan pribadi dengan semata mengharap keuntungan bersifat finansial, sementara masyarakat kita pada umumnya menderita kelaparan dan seterusnya. Rencana DPR membentuk pansus KPU itu sebenarnya kalau kita kaji dengan akal sehat juga mengandung sisi yang sangat positif, di antaranya (seperti telah disebutkan) dapat berfungsi sebagai mediasi untuk mempertemukan kedua belah pihak antara BPK di satu sisi dan KPU pada sisi yang lain. Adapun KPK adalah sisi lain
[ppiindia] Babak Baru Skandal Korupsi KPU
Media Indonesia Selasa, 10 Mei 2005 Babak Baru Skandal Korupsi KPU Saldi Isra, pengajar Universitas Andalas, Padang KASUS korupsi yang terjadi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasuki babak baru. Perkembangan itu ditandai dengan mencuatnya informasi terbaru yang menyebutkan bahwa dana taktis KPU yang diperoleh dari rekanan selain dibagi kepada kalangan internal juga dibagikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Departemen Keuangan, hal ini membuka lembaran baru kasus korupsi yang terjadi di KPU. Ibarat cerita berseri, pengungkapan skandal korupsi di KPU dimulai dari adegan penangkapan Mulyana W Kusumah (8/4) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peristiwa itu terjadi ketika Mulyana berupaya menyuap salah seorang auditor BPK yang sedang melakukan audit investigatif penggunaan anggaran KPU. Untuk mengungkap skenario yang ada di belakang penyuapan itu, KPK menggeledah kantor KPU. Berpegang pada postulat bahwa tindak pidana korupsi hampir selalu melibatkan banyak aktor (baik perorangan maupun lembaga), kasus korupsi KPU memasuki babak selanjutnya. Untuk menindaklanjuti hasil penggeledahan di atas, KPK memeriksa sebagian besar figur kunci di KPU yang dianggap mengetahui aliran dana selama proses penyelenggaraan Pemilihan Umum 2004. Tidak hanya orang-orang KPU, KPK juga meminta keterangan dari sejumlah rekanan KPU. Klimaks episode ini, KPK menahan beberapa orang figur kunci di sekretariat KPU. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengungkapkan sebuah tindak pidana. Misalnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 20 Ayat (1) KUHAP bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan. Pasal 1 angka 3 KUHAP menegaskan penyidikan dimaksudkan untuk mencari serta mengumpulkan bukti sehingga dengan bukti tersebut membuat terang tindak pidana yang terjadi. Di samping itu, pengumpulan bukti-bukti tidak hanya dimaksudkan memperjelas tindak pidana yang terjadi tetapi juga guna menemukan pelaku tindak pidana. Bahkan, penahanan juga dapat dilakukan kalau ada kemungkinan tersangka akan menghilangkan atau merusak barang bukti. Barangkali, dengan alasan itu pula KPK menahan Mulyana dan beberapa orang figur kunci di sekretariat KPU. Sampai sejauh ini, langkah penahanan mulai berhasil mengungkapkan fakta baru: setiap anggota KPU menerima dana taktis senilai US$105 ribu (atau hampir Rp1 miliar). Proses penyerahannya dilakukan empat tahap secara tunai usai pemilu presiden tahap kedua. Tidak hanya itu, bagi-bagi uang panas juga untuk para pejabat BPK, DPR, dan Departemen Keuangan. Sekali lagi, kalau itu benar, menurut Editorial Media Indonesia (9/5), misalnya DPR kemungkinan kepentingannya agar permintaan tambahan anggaran KPU disetujui lembaga wakil rakyat itu. Sedangkan untuk anggota BPK, apa lagi kalau bukan agar auditnya licin. Sebagai sebuah babak baru, skandal korupsi KPU pasti akan lebih menarik dan menegangkan. Kalau pada babak sebelumnya KPK berhadapan dengan KPU, maka pada episode sekarang muncul pihak lain dengan otoritas politik yang amat besar yaitu DPR. Otoritas politik itu muncul karena hampir semua pengisian lembaga-lembaga negara melalui proses politik di DPR. Dalam kasus korupsi KPU ini, semua lembaga yang menjadi aktor penting (KPU, KPK, dan BPK) diseleksi oleh DPR. Dengan disebut-sebutnya DPR dalam kasus korupsi KPU, dapat menjadi pisau bermata dua. Pada salah satu sisi, anggota lembaga perwakilan rakyat ini dihadapkan kepada tantangan untuk membuktikan kepada publik bahwa mereka tidak menerima uang sebagaimana yang diberitakan. Sementara di sisi lain, dengan posisi politik yang dimiliki DPR, bukan tidak mungkin ada skenario mengambangkan kasus korupi yang terjadi di KPU. Gejala ke arah ini sudah mulai terlihat dengan adanya perbedaan pandangan antara beberapa kalangan di DPR dalam merespons hasil audit investigatif BPK atas penggunaan anggaran KPU. Satu-satunya cara untuk membersihkan DPR dari berita miring itu, semua anggota lembaga perwakilan rakyat harus mendorong KPK membongkar skandal korupsi KPU sampai tuntas. Terkait dengan hal itu, menarik menyimak pendapat Wakil Ketua DPR Zaenal Ma'arif dan Ketua Komisi III DPR Teras Narang yang meminta Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amien menyebut nama anggota DPR yang menerima dana taktis dari KPU. Penyebutan itu menjadi penting agar tidak menjadi fitnah bagi anggota DPR yang tidak mengetahui soal itu (Media Indonesia, 9/5). Untuk memperjelas posisi DPR, anggota DPR harus menggunakan otoritas lembaga mereka untuk membongkar dan memberantas praktik korupsi. Dalam kasus KPU, anggota DPR wajib menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang menghendaki kasus tersebut dibongkar secara
[ppiindia] Indonesian Embassy Wants Miyati Case Reinvestigated
http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=63534d=10m=5y=2005 Tuesday, 10, May, 2005 (01, Rabi` al-Thani, 1426) Indonesian Embassy Wants Miyati Case Reinvestigated Maha Akeel, Arab News JEDDAH, 10 May 2005 - After visiting Nour Miyati at the hospital, the Indonesian Embassy recommends reinvestigating her case. I found her physically better now than when she was first brought to the hospital in Shumaisi but mentally she seems to be unstable, M. Sukiarto, labor attache at the Indonesian Embassy, told Arab News. The investigative committee commissioned by the Riyadh Municipality came out with its report earlier this week after two months of investigating the case of Miyati who accused her sponsor and his wife of torture. In March, Miyati was taken to a Riyadh hospital by her sponsor in critical condition with severe injuries causing gangrene to her fingers, toes and part of her right foot. She has had some of her fingers amputated as a result. Her case received wide media attention and caused public outrage. She was transferred to the Riyadh Specialist Hospital for better medical treatment upon orders from Crown Prince Abdullah. At first she claimed that her sponsor tied her up for a month in a bathroom and beat her severely injuring her eyes and knocking several of her teeth out. In the committee's report, Miyati has retracted her earlier accusations about being tied up. When Arab News spoke with Sukiarto to comment on the report, he expressed surprise at the findings especially that the embassy and the lawyer it hired for Miyati was denied access to her throughout the investigation. During the past two days Sukiarto and the lawyer has visited Miyati at the Specialist Hospital and found her mentally unstable. She didn't recognize us even after we introduced ourselves and couldn't remember what she had for breakfast, said Sukiarto to Arab News. I think it is necessary to reinvestigate the case after she fully recovers from her injuries physically and mentally because her current condition might have caused her to change her statements, he said. She is being charged now with making false accusations and her sponsor and his wife are charged with assault and mistreatment. I think her mental condition is the result of her suffering and we should wait until she recovers before charging her, he said. The lawyer will follow up on the case in the meantime to ensure fairness. The National Society for Human Rights, which became involved with the case from the start, has not seen Miyati yet at the Riyadh Specialist Hospital. We have not visited her yet so I don't know what her current physical and mental condition is, said Thuraya Abid Sheikh from the NSHR to Arab News. She did not seem to be suffering from any mental problem when we visited her at Shumaisi and neither does the medical report by the investigative committee mention anything about that so I don't know why she is having a problem now, she said when asked about what Sukiarto observed. If the Indonesian Embassy wishes us to look into the case again we will but they haven't contacted us yet, said Sheikh. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Does he tell you he loves you when he's hitting you? Abuse. Narrated by Halle Berry. http://us.click.yahoo.com/aFQ_rC/isnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] What Put Lid on Women Chefs' Display?
http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=63535d=10m=5y=2005 Tuesday, 10, May, 2005 (01, Rabi` al-Thani, 1426) What Put Lid on Women Chefs' Display? Ebtihal Mubarak, Arab News JEDDAH, 10 May 2005 - What was supposed to be a pioneering exhibition of the talents of new women chefs has essentially vaporized. Although organizers maintain it's due to a mistake in permit applications, some of the young women involved believe conservative authorities quashed the event after seeing a photograph in a local newspaper. At any rate, the attempt to include and expand women's participation in food services was suddenly halted at the Food, Hotel and Propac Arabia Exhibition that was held at Al-Harithy Hall recently. Female chefs from Jeddah Institute of Culinary Arts (JICA) were supposed to cook and show their culinary skills at the chef auditorium in front of a female audience during the four-day exhibition. The first-of-its-kind in the Kingdom, the institute tries to fill the gap in a highly demanding domain. Our job is to supply the local market with well trained Saudi chefs, said Reda Gazawi, owner and the general manager of the institute. However, the show was canceled after two days when a girl's picture was shown on the front page of a local newspaper. Although Bandar Abo Al-Hamayel, the institute's public relations manager, attributes the cancellation to delays in obtaining necessary permits, a number of frustrated girls trace the cancellation to the media coverage. Reda Gazawi declined to discuss the issue. Okaz reported that the Khadija Bint Khowailed Center, the women's section at the Jeddah Chamber of Commerce and Industry, was sponsoring the institute. But when Arab News sought a comment from Dr. Nadia Baeshen, general manager of the center, she denied sponsoring the institute, saying that the center offers only economic advice to businesswomen. Responding to Arab News inquiries, Dr. Baeshen said that the cancellation was either due to permit problems or other administrative reasons. With the limited job market for women in the Kingdom, the 19 female chefs who trained at Jeddah Institute of Culinary Arts carefully searched for a respectable profession to earn a living. A number of the girls hold bachelor degrees; others have multiple diplomas that range from computer programming to cosmetology. Regardless of the certificates, none of the students had even a shred of hope in finding a job. Sawsan Bargawi, an Islamic studies graduate who's been jobless for three years, discovered her hidden cooking skills at the institute. I would like to send a message to Saudi graduate girls to explore new fields boldly and not to look down at manual jobs or be intimidated by new ideas, she said. Bargawi's youngest sister, Samar, who just graduated from high school last year considered herself fortunate that she found the institute already established in order to pursue her dreams. I want to be a famous chef and own my restaurant with my friends in the future, said Samar. Chasing personal dreams is not the only reason for enrolling at the institute. Haya Al-Dosari, who holds computer and cosmetology diplomas, told Arab News that she joined the institute to take responsibility for her financial needs and to help out her family. The girls' reaction to the mysterious cancellation was an unexpected shock. The students' expectation of receiving acknowledgments after the event could have been a plus on our resumes when applying for a job, as one of the students commented, is gone with the wind. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Dying to be thin? Anorexia. Narrated by Julianne Moore . http://us.click.yahoo.com/FLQ_sC/gsnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to:
Re: Kok Orang Kristen yang Pusing? - Re: [ppiindia] Re: Kontroversi shalat Bahasa Indonesia ( POLITEISME DALAM AJARAN KRISTEN )
Anda mengulangi ulasan Ahmad Deedat yang pernah disiarkan di mlist ini. Tema sekarang adalah pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa shalat, bukan trinitas atau tinitus. - Original Message - From: eledri [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Tuesday, May 10, 2005 11:00 AM Subject: RE: Kok Orang Kristen yang Pusing? - Re: [ppiindia] Re: Kontroversi shalat Bahasa Indonesia ( POLITEISME DALAM AJARAN KRISTEN ) POLITEISME DALAM AJARAN KRISTEN TRINITAS VERSUS ALKITAB Kaum misionaris Kristen senantiasa mengajarkan bahwa Tuhan itu terdiri atas tiga pribadi dalam satu substansi atau yang lebih dikenal dengan istilah Trinitas atau Tritunggal (Bapa, Anak/Yesus, dan Roh Kudus). Dari manakah dasar ajaran dan keyakinan ini? Adakah tertulis dalam Alkitab/Bibel? Pada bagian ini kita akan mencermati apa yang dikatakan Alkitab tentang konsep ketuhanan dengan mengkonfrontasikannya dengan ajaran/doktrin Trinitas. Tentu saja dalam pembahasan ini kita harus memisahkan antara ajaran dan keyakinan tentang Trinitas dengan apa saja yang dikatakan Alkitab tentang konsep ketuhanan. 1. Bapa/Allah. Perjanjian Lama secara tegas menyatakan bahwa tidak ada tuhan-tuhan lain bagi umat Israel kecuali Allah. Akulah Tuhanmu, yang telah membebaskanmu dari negeri Mesir, keluar dari tempat perbudakan; engkau tidak ada memiliki tuhan-tuhan lain selain Aku. (Keluaran 20:2-3 - al. Douay-Rheims Bible 1582 M King James Version 1611 M) Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia. (Ulangan 4:35) Bahkan, dalam Perjanjian Baru, Yesus sendiri menyatakan secara tegas bahwa Tuhan itu hanyalah Allah saja. Jawab Yesus: Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. (Markus 12:29) Jawab Yesus: Mengapa engkau memanggilku Guru yang baik? Hanya Satu yang baik, yaitu Allah. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah-Nya. (Matius 19:17 - al. Douay-Rheims Bible 1582 M King James Version 1611 M) Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus. (Yohanes 17:3) Konsep ketuhanan dan keesaan Allah ini sangat jelas dikatakan oleh Alkitab. 2. Anak Allah. Frasa anak Allah banyak ditemukan dalam Alkitab. Namun demikian, Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa anak Allah, siapa pun dia, memiliki kesetaraan dengan Allah. Tampaknya, Alkitab hanya ingin menggambarkan bahwa siapa saja yang memiliki hubungan kedekatan secara spiritual dengan Allah dianugerahi gelar sebagai anak Allah. Ketika manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, dan bagi mereka lahir anak-anak perempuan, maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. (Kejadian 6:1-2) Menurut ayat di atas, disiratkan bahwa sebelum Allah menciptakan manusia, anak-anak Allah telah terlebih dahulu diciptakan, hingga ketika jumlah manusia bertambah banyak, konon anak-anak Allah tersebut tertarik kepada anak-anak perempuan manusia lalu mengambil istri dari antara perempuan-perempuan itu dan melahirkan keturunan bagi mereka (Kejadian 6:4). Simak juga anak-anak Allah yang lain berikut ini: Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung; (Keluaran 4:22) Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, di jalan yang rata, di mana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi Bapa Israel, Efraim adalah anak sulung-Ku. (Yeremia 31:9) Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, anak Allah. (Markus 1:1) anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah. (Lukas 3:38) Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. (Matius 5:9) Selain itu, Alkitab juga menggambarkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan kedekatan secara sepiritual dengan Allah dianggap menjadi satu kesatuan dengan Allah. Yesus berkata: Bapaku, yang memberikan mereka kepadaku, lebih besar daripada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu. (Yohanes 10:29-30) Dan bukan untuk mereka ini saja aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaku oleh pemberitaan mereka, supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam aku dan aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus aku ... Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam aku, supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi aku ... dan aku telah memberitahukan nama-Mu kepada
Re: [ppiindia] Al-Farabian Epistemology
Pada tahun berapa hidup Al-Faraby? - Original Message - From: imuchtarom [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Tuesday, May 10, 2005 8:46 PM Subject: [ppiindia] Al-Farabian Epistemology beberapa butir dari bagian tulisan di bawah ini yang mungkin dapat digaris bawahi: = 3 karya tulis Al-Faraby dalam bidang Epistemology ... ( ilmu mengenai sumber dari 'pengetahuan' manusia ) __ (1) kitab ihsa'al-ulum __ (2) risala fi'l-'aql __ (3) kitab al-huruf = adanya 6 kemampuan dasar intelektual: __ (1) discernment/prudence = kemampuan dalam _ membedakan hal yang 'baik' dari hal yang _ ' buruk' (overlap dgn. kategori kemampuan _ intelektual yang ke-4 di bawah ini) __ (2) common sense (akal-sehat) __ (3) natural perception __ (4) conscience (hati nurani) : lihat butir _ (1) di atas __ (5) potential intellect, actual intellect, _ acquired intellect dan agent atau active _ intellect __ (6) Devine reason: God Himself, as the source _ of all intellectual energy and power =( ihm )= http://www.muslimphilosophy.com/ip/rep/H021.htm 3. Epistemology Farabian epistemology has both a Neoplatonic and an Aristotelian dimension. Much of the former has already been surveyed in our examination of al-Farabi's metaphysics, and thus our attention turns now to the Aristotelian dimension. Our three primary Arabic sources for this are al-Farabi's Kitab ihsa' al-'ulum, Risala fi'l-'aql and Kitab al-huruf. It is the second of these works, Risala fi'l-'aql, which provides perhaps the most useful key to al-Farabi's complex theories of intellection. In this work he divides 'aql (intellect or reason) into six major categories in an attempt to elaborate the various meanings of the Arabic word 'aql. First, there is what might be termed discernment or prudence; the individual who acts for the good is characterized by this faculty, and there is clearly some overlap with the fourth kind of intellect, described below. The second of al-Farabi's intellects is that which has been identified with common sense; this intellect has connotations of 'obviousness' and 'immediate recognition' associated with it. Al-Farabi's third intellect is natural perception. He traces its source to Aristotle's Posterior Analytics, and it is this intellect which allows us to be certain about fundamental truths. It is not a skill derived from the study of logic, but it may well be inborn. The fourth of the six intellects may be characterized as 'conscience': this is drawn by the philosopher from Book VI of Aristotle's Nicomachean Ethics. It is a quality whereby good might be distinguished from evil and results from considerable experience of life (see Aristotle §§18-21). Al-Farabi's fifth intellect is both the most difficult and the most important. He gives most space to its description in his Risala fi'l-'aql and considers it to be of four different types: potential intellect, actual intellect, acquired intellect and agent or active intellect. 'Aql bi'l-quwwa (potential intellect) is the intellect which, in Fakhry's words, has the capacity 'of abstracting the forms of existing entities with which it is ultimately identified' (Fakhry 1983: 121). Potential intellect can thus become 'aql bi'l-fi'l (actual intellect). In its relationship to the actual intellect, the third sub-species of intellect, 'aql mustafad (acquired intellect) is, to use Fakhry's words again, the 'the agent of actualization' to the actualized object. Finally, there is the 'aql al-fa''al (agent or active intellect), which was described in §2 above and need not be elaborated upon again. The sixth and last of the major intellects is Divine Reason or God himself, the source of all intellectual energy and power. Even this brief presentation of Farabian intellection must appear complex; however, given the complexity of the subject itself, there is little option. The best source for al-Farabi's classification of knowledge is his Kitab ihsa' al-'ulum. This work illustrates neatly al-Farabi's beliefs both about what can be known and the sheer range of that knowledge. Here he leaves aside the division into theological and philosophical sciences which other Islamic thinkers would use, and divides his material instead into five major chapters. Through all of them runs a primary Aristotelian stress on the importance of knowledge. == Chapter 1 deals with the 'science of language', == Chapter 2 formally covers the 'science of logic' == Chapter 3 is devoted to the 'mathematical sciences' == Chapter 4 surveys physics and metaphysics, and the ___ final chapter encompasses 'civil science' (some prefer ___ the term 'political science'), jurisprudence and ___ scholastic theology. A brief examination of these chapter ___ headings shows that a total of eight main subjects are ___ covered; Not surprisingly, there are further subdivisions as well. To give just one
Fw: [ppiindia] Al-Farabian Epistemology
- Original Message - From: Ambon [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Tuesday, May 10, 2005 8:55 PM Subject: Re: [ppiindia] Al-Farabian Epistemology Pada tahun berapa hidup Al-Faraby? Pertanyaan ini ditarik kembali. - Original Message - From: imuchtarom [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Tuesday, May 10, 2005 8:46 PM Subject: [ppiindia] Al-Farabian Epistemology beberapa butir dari bagian tulisan di bawah ini yang mungkin dapat digaris bawahi: = 3 karya tulis Al-Faraby dalam bidang Epistemology ... ( ilmu mengenai sumber dari 'pengetahuan' manusia ) __ (1) kitab ihsa'al-ulum __ (2) risala fi'l-'aql __ (3) kitab al-huruf = adanya 6 kemampuan dasar intelektual: __ (1) discernment/prudence = kemampuan dalam _ membedakan hal yang 'baik' dari hal yang _ ' buruk' (overlap dgn. kategori kemampuan _ intelektual yang ke-4 di bawah ini) __ (2) common sense (akal-sehat) __ (3) natural perception __ (4) conscience (hati nurani) : lihat butir _ (1) di atas __ (5) potential intellect, actual intellect, _ acquired intellect dan agent atau active _ intellect __ (6) Devine reason: God Himself, as the source _ of all intellectual energy and power =( ihm )= http://www.muslimphilosophy.com/ip/rep/H021.htm 3. Epistemology Farabian epistemology has both a Neoplatonic and an Aristotelian dimension. Much of the former has already been surveyed in our examination of al-Farabi's metaphysics, and thus our attention turns now to the Aristotelian dimension. Our three primary Arabic sources for this are al-Farabi's Kitab ihsa' al-'ulum, Risala fi'l-'aql and Kitab al-huruf. It is the second of these works, Risala fi'l-'aql, which provides perhaps the most useful key to al-Farabi's complex theories of intellection. In this work he divides 'aql (intellect or reason) into six major categories in an attempt to elaborate the various meanings of the Arabic word 'aql. First, there is what might be termed discernment or prudence; the individual who acts for the good is characterized by this faculty, and there is clearly some overlap with the fourth kind of intellect, described below. The second of al-Farabi's intellects is that which has been identified with common sense; this intellect has connotations of 'obviousness' and 'immediate recognition' associated with it. Al-Farabi's third intellect is natural perception. He traces its source to Aristotle's Posterior Analytics, and it is this intellect which allows us to be certain about fundamental truths. It is not a skill derived from the study of logic, but it may well be inborn. The fourth of the six intellects may be characterized as 'conscience': this is drawn by the philosopher from Book VI of Aristotle's Nicomachean Ethics. It is a quality whereby good might be distinguished from evil and results from considerable experience of life (see Aristotle §§18-21). Al-Farabi's fifth intellect is both the most difficult and the most important. He gives most space to its description in his Risala fi'l-'aql and considers it to be of four different types: potential intellect, actual intellect, acquired intellect and agent or active intellect. 'Aql bi'l-quwwa (potential intellect) is the intellect which, in Fakhry's words, has the capacity 'of abstracting the forms of existing entities with which it is ultimately identified' (Fakhry 1983: 121). Potential intellect can thus become 'aql bi'l-fi'l (actual intellect). In its relationship to the actual intellect, the third sub-species of intellect, 'aql mustafad (acquired intellect) is, to use Fakhry's words again, the 'the agent of actualization' to the actualized object. Finally, there is the 'aql al-fa''al (agent or active intellect), which was described in §2 above and need not be elaborated upon again. The sixth and last of the major intellects is Divine Reason or God himself, the source of all intellectual energy and power. Even this brief presentation of Farabian intellection must appear complex; however, given the complexity of the subject itself, there is little option. The best source for al-Farabi's classification of knowledge is his Kitab ihsa' al-'ulum. This work illustrates neatly al-Farabi's beliefs both about what can be known and the sheer range of that knowledge. Here he leaves aside the division into theological and philosophical sciences which other Islamic thinkers would use, and divides his material instead into five major chapters. Through all of them runs a primary Aristotelian stress on the importance of knowledge. == Chapter 1 deals with the 'science of language', == Chapter 2 formally covers the 'science of logic' == Chapter 3 is devoted to the 'mathematical sciences' == Chapter 4 surveys physics and metaphysics, and the ___ final chapter
[ppiindia] No room for political Islam in Syria
http://www.atimes.com/atimes/Middle_East/GE10Ak01.html May 10, 2005 No room for political Islam in Syria By Sami Moubayed DAMASCUS - At the gates of the popular as-Sehour Mosque in Aleppo (north Syria) a sign reads, No to explosions! showing a bomb with a red line going through it. This is a sign of Syria's willingness to cooperate with moderate Islam that does not encourage terrorism. It is also a signal that Washington and Damascus have a common enemy in Islamic fundamentalism. Further south in the capital Damascus, a regime-friendly moderate Muslim cleric named Mohammad Habash stands as a member of the Syrian parliament, advocating the abolition of law No 49, which says that membership in the Syrian Muslim Brotherhood is a capital offense, punishable by death. This law was passed when in June 1980 members of the Brotherhood tried to assassinate president Hafez Assad. By calling for a rapprochement, Habash wants to absorb the Brotherhood, and other Muslim groups, to make them regime-friendly. Ending the extremism of yet another radical Islamic group would serve the interests of both Syria and the United States. Habash, who came to parliament in March 2003 while war was raging in neighboring Iraq, has served as a liaison between the Syrian government and the Islamic opposition, embodied by the outlawed Brotherhood. His calls on the government so far have been responded to favorably, and it is expected that law 49 will be abolished during the upcoming Ba'ath Party conference, scheduled for June. Syria, which is facing increased pressure from the US, realizes that the only way to avoid isolation is to create a united front at home, where the Ba'athists and all their traditional enemies (the Brotherhood included) can work together for a united and strong Syria. Since pressure increased on Damascus in 2003, Syria has stressed that it wants to reach out to what it describes as nationalist opposition, men who are not funded, allied, or in support of a US-engineered regime change in Syria, like the US-based Farid al-Ghadri. One week after the fall of Baghdad, the Doha-based al-Jazeera TV interviewed members of the Syrian Muslim Brotherhood, and all of them called for dialogue with the regime, rather than confrontation, stressing that there was no Ahmad Chalabi among the Syrian opposition, and pointing out that they would never side with the US against Syria, despite their history of conflict with the Ba'athists. The message was noted, and highly appreciated by the Syrian government. Reconciliation with the Brotherhood When President Bashar Assad came to power in July 2000, long before Syria's relations plummeted with Washington, he raised the motto: More friends for Syria, and less enemies. On July 22, five days into his constitutional term as president, 40 Islamic leaders in the Arab world published an open letter to Assad in the Jordanian daily al-Dustur, calling on him to turn a new page in his relations with the outlawed Muslim groups in Syria. It was signed by the leaders of the Syrian, Egyptian, and Jordanian Muslim Brotherhood. Five days later, on July 27, Assad responded promptly and released 30 members of the Muslim Brotherhood from jail, who had tried and failed to launch a rebellion against his father in 1982. He also released members of the Brotherhood's allies, the Islamic Liberation Party (Hizb al-Tahrir al-Islami) and the Lebanese Islamic group Haraket al-Tawhid al-Islami (Movement of Islamic Unification), which had launched an insurrection against the Syrian army stationed in Tripoli in 1986. Other gestures included the return of Abu al-Fateh Baynouni, the brother of the Brotherhood's leader, Ali Sadr al-Din al-Baynouni, from exile in September 2001 and permission to publish and sell some of the books of the Syrian Brotherhood's founder, ideologue, and scholar, Mustapha al-Sibaii, after having been on the Ba'ath blacklist for over four decades. Assad's greatest gesture was a general amnesty in which 600 political prisoners were set free in 2000, 90% of whom were from the Brotherhood. In November 2001, Assad released another 113, most of whom had been arrested in 1979 for a massacre conducted on Ba'ath Party cadets in Aleppo. In December 2004, Assad released another 112 members of the Brotherhood, and most recently, 55 prisoners were set free, mostly from the Brotherhood, on February 12. In turn, the Brotherhood supported the new leader by issuing statements praising his promised reforms, claiming that he was not responsible for the mistakes of the past. In May 2001, they issued a National Honor Pact, articulating their demands, but also recognizing the legitimacy of the Ba'athist regime, something they had refused to do since the party came to power in 1963. The Brotherhood found more reason to cooperate when in 2001, Assad refused to join in the US-led war on Afghanistan, and in 2003, in the war on Iraq. They
[ppiindia] Indonesia's island of hope
http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/GE10Ae02.html May 10, 2005 Indonesia's island of hope By George Leopold BATAM - Ismeth Abdullah fidgets in his chair as he talks about his life's work: an industrial development authority designed to attract foreign investment to this region of Southeast Asia where poverty and modernity coexist in eerie contrast. Abdullah, who works 18-hour days and flies daily between here and the Indonesian capital of Jakarta, embodies the aspirations of a region largely misunderstood by the West and struggling to bring jobs and hope to its more than 240 million inhabitants. If the Batam Industrial Trade Authority succeeds, more of the manufacturing jobs flowing to Asia could end up on this dusty island of stark contrasts. For now, Indonesia's unemployment hovers around 17%, Abdullah said, and average wages are $120 a month. The island has been investing heavily in training and education, such as Politeknik Batam, a program to train the engineers and technical managers of the future. The strategy is to offer Western companies an alternative to other industrial and free trade zones in the region, including Penang in Malaysia and Shenzhen in China. Let Batam become a model that shows we can compete with other regions, said Abdullah, who also serves as acting governor of Indonesia's Riau Islands province, across the Strait of Malacca from Singapore. Frustrated by Jakarta's policies, he is campaigning to become the full-time provincial governor, running on a reform platform that includes tax exemptions for overseas investment and the extension of land titles from 30 years to 90. The trade authority, meanwhile, has sought to diversify by creating a regional office in Japan. We don't want to depend too heavily on Singapore-based companies, Abdullah said. Batam has been largely untouched by recent catastrophic earthquakes in the region. But this former Dutch colony, once known for its rubber plantations, faces man-made obstacles as it woos investors. The trade authority is launching a marketing campaign to burnish Batam's image as an island immune to the instability seen elsewhere in Indonesia and firmly allied with investor-friendly Singapore, the self-styled Switzerland of Asia. Indonesia's Muslim majority, however, is an issue for some in the West. Local officials bristle at the idea that Indonesia is a monolithic Muslim culture. We're not a Muslim country; we are a country with a Muslim majority, said one ethnic-Chinese executive here. But at the same time, the executive warned reporters not to identify US companies operating here, citing terrorism concerns. More convincing are the expats who've moved to Batam from other parts of Southeast Asia. They are betting the island will emerge as a viable alternative to Singapore and China as more companies move manufacturing offshore. One established manufacturing segment here is semiconductor packaging and testing. Advanced Interconnect Technologies has operated on Batam for decades and has expanded its operations while gearing up to handle 300-mm wafers. Companies like AIT receive regular wafer shipments that must be cut, packaged and tested. Cycle times are critical, and company managers claim the Batam plant's proximity to customers in Singapore gives it an advantage over powerhouses like Taiwan, which ships finished wafers to mainland China for processing. It's China versus Southeast Asia when it comes to fast back-end operations, said Michael McKerreghan, AIT's chief operating officer here. Despite Batam's sprawling industrial parks hosting familiar names like Infineon, Thomson and Philips, Abdullah expressed frustration with laws that limit investment and siphon revenues needed for infrastructure improvements, training, education and development. Indonesia is a member of the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), for example, but has been importing oil for months as it copes with aging refineries and struggles under energy subsidies that have sapped the national economy. The oil-rich nation continues to generate electricity using diesel fuel, while burning off huge quantities of natural gas that would produce cheaper electricity with less pollution. Meanwhile, corruption is a persistent problem that has extended as far as the alleged murder by poisoning of a human rights activist aboard a flight of the state-owned airline. In recent weeks, pirates thought to be hiding along Indonesia's Sumatran coast attacked a Japanese tanker in the Malacca Strait. But there is hope that projects like the Batam industrial zone will be a catalyst for lifting the island's economy. Island officials stressed that electronics manufacturing will continue to be a key employer. Officials at the Batamindo Industrial Park said 41% of its tenants manufacture electronics for parent companies in Singapore. The plan now is to attract manufacturers from other
[ppiindia] Kepedulian Kita Kepada Bahasa Indonesia
http://www.indomedia.com/bpost/052005/11/opini/opini1.htm Selasa, 10 Mei 2005 22:32 Kepedulian Kita Kepada Bahasa Indonesia Oleh: Fachrur Rozy Kata provinsi itu, ditulis dengan v (provinsi) ataukah p (propinsi), tanya seorang teman lewat telepon kepada saya. Saya jawab: Provinsi dengan menggunakan v seperti kata victory. Memang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada dua cara penulisan, yakni propinsi dan provinsi, tetapi yang baku adalah provinsi. Alasannya, kata tersebut berasal dari province (Inggris). Selain itu dalam KBBI kata provinsi-lah yang mendapat penjelasan tentang makna kata. Kata province ini, menurut Webster's New World Dictionary adalah: 1) any of the outside territories controlled dan ruled by ancient Rome; 2) an administrative divission of a country; specif., any of the ten main administrative divission of Canada; 3) a territorial district; territory. Demikian antara lain beberapa makna dari kata province. Saya bertanya, mengapa teman saya itu menanyakan ihwal penulisan kata provinsi tersebut. Ia menjelaskan, bahwa ia berdebat dengan seorang temannya ketika membuat sebuah laporan/tulisan. Temannya menulis kata propinsi. Oleh teman saya ini, penulisan propinsi tersebut dikoreksinya menjadi provinsi. Kata teman saya itu, penulisan yang benar adalah provinsi. Namun, temannya itu membantah, bahwa penulisan yang benar adalah propinsi, bukan provinsi. Temannya itu kemudian menceriterakan, ketika ia menulis skripsi ia menulis provinsi, dan dosen pembimbingnya mencoret kata itu dan mengganti dengan propinsi. Menurut dosennya penulisan kata provinsi itu keliru. Malam harinya, teman saya ini menelepon saya untuk menanyakan ihwal penulisan yang benar dari kata provinsi. Karena, katanya, ia ingat bahwa saya pernah mengatakan penulisan kata provinsi yang baku adalah provinsi. Itulah latar belakang mengapa teman saya menelepon saya menanyakan penulisan kata provinsi. Penulisan kata propinsi ataukah provinsi memang tampaknya hanya hal remeh. Demikian pula seperti dikeluhkan Drs. Werhan Asmin, S.H, M,H. M.Div. (BPost 3/05) tentang penggunaan titik pada singkatan PT (Perseroan Terbatas). Ada yang menulis PT. ABCD, atau P.T. ABCD. Menurut Werhan, penulisan yang benar adalah PT ABCD (tanpa titik setelah huruf P). Apa yang dikemukakan oleh Werhan adalah betul. Untuk mendukung argumentasinya Werhan merujuk ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang menegaskan, cara penulisan singkatan bagi Perseroan Terbatas adalah PT tanpa tanda baca titik, disusul nama perseroan tersebut. Misalnya PT ABCD. Werhan mendukung argumentasinya dengan contoh perbandingan, penulisan singkatan SD untuk sekolah dasar dan MA untuk Mahkamah Agung juga tanpa tanda baca titik di akhir singkatan. Sebetulnya, mengenai penggunaan tanda titik atau tidak pada singkatan seperti PT, SD, dan MA diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (selanjutnya disingkat PUEBI), yakni dalam penulisan singkatan dan akronim. Dalam butir b ditulis: Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen yang resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik. Jika kita cermati judul dan tulisan pada rubrik Hot Line BPost 3 Mei 2005 tersebut, terdapat penulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam PUEBI, yakni Penggunaan Titik Pada Singkatan PT, Surat Terbuka Untuk Distamben Kotabaru (garis bawah dari penulis), penulisan Undang-undang No 1 Tahun 1995, dan Drs Werhan Asmin SH MH MDiv. Menurut PUEBI, judul di atas seharusnya ditulis Penggunaan Titik pada Singkatan PT, Surat Terbuka untuk Distamben Kotabaru, sedangkan Undang-undang No 1 Tahun 1995 seharus ditulis Undang-Undang No.1 Tahun 1995, dan Drs Werhan Asmin SH MH MDiv seharusnya ditulis Drs. Werhan Asmin, S.H., M.H., M.Div. Argumentasi saya untuk mengatakan, penulisan huruf P kapital pada judul Penggunaan Titik pada Singkatan PT dan U kapital pada Surat Terbuka untuk Distamben Kotabaru adalah ketentuan tentang pemakaian huruf kapital yang diatur dalam PUEBI: Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Memang pada contoh yang dikemukakan PUEBI tersebut, tidak ada kata pada, tetapi statusnya sama dengan kata di. Penulisan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tidak ditulis Undang-undang No. 1 Tahun 1995. Berdasarkan ketentuan PUEBI: Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Penulisan gelar misalnya, dikemukakan dalam PUEBI: Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Sedangkan penggunaan tanda baca
[ppiindia] Pembacaan Tuntutan Makar Rusuh
http://www.indomedia.com/bpost/052005/11/nusantara/nusa1.htm Pembacaan Tuntutan Makar Rusuh Jayapura, BPost Puluhan orang, baik massa maupun aparat keamanan serta pegawai pengadilan, kemarin (10/5) mengalami luka-luka akibat kerusuhan yang terjadi pada saat pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Abepura, Jayapura, terhadap Philip Karma dan Yusack Pakage yang mengkoordinir penaikan bendara Bintang Kejora 1 Desember 2004. Selain itu, tiga mobil yang sedang diparkir juga mengalami kerusakan antara lain kacanya pecah-pecah dan badan mobil penyok-penyok. Wartawan harian ini di Jayapura melaporkan, beberapa kaca di PN Abepura juga pecah akibat melayangnya berbagai benda yang dilempar massa. Menurut seorang saksi mata, kerusuhan terjadi saat kedua terdakwa yang dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum, hendak keluar dari Pengadilan Negeri sekitar pukul 11.00 WIT. Namun mobil yang membawa kedua terdakwa dihadang oleh ratusan massa yang berada di dalam halaman gedung pengadilan negeri maupun berada luar halaman. Tiba-tiba terjadi aksi saling lempar antara massa dengan aparat keamanan. Jumlah aparat keamanan yang ada sekitar tiga satuan setingkat kompi. Setelah insiden mereda, para korban yang mengalami luka-luka dibawa ke rumah sakit terdekat. Menurut pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura, ada 11 orang dari puluhan korban luka-luka yang dirawat. Para korban kerusuhan yang dirawat adalah Dekcy Y (25), Alfius E (23), Yan Kayame (32), Herman Wanimbo (22), Kanepa Abol (24), Anjar Mea (25), Melki Gobay (20), Marten Mote (23), Amos Pigome (20), Mika Sieb (23), dan Petrus Tenud (21). Dokter jaga di UGD RSUD Jayapura, dr Made Heri mengatakan ke-11 pasien tersebut tidak ada yang mengalami luka tembak. Sementara itu, jumlah petugas yang dirawat di RS Bhayangkara milik Polda Papua hingga kemarin sore belum diketahui. Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Jayapura AKBP Son Ani tidak bersedia memberi keterangan mengenai jumlah korban. Ia juga belum mengizinkan wartawan meliput di RS tersebut. Saat minta jangan diganggu dulu karena mereka masih dirawat, kata Kapolres. Kapolresta menambahkan, dengan adanya insiden itu pihaknya akan lebih memperketat pengamaan di LP Abepura yang menjadi tempat tahanan kedua terdakwah. Sementara itu Jaksa Penuntutut Umum yang menangani kasus tersebut Yulius SH secara terpisah mengatakan pihaknya menunut lima tahun penjara karena kedua terdakwa melanggar pasal 110 Junto 106 KUHP. Setelah kedua terdakwa berhasil di bawah kembali ke LP Abepura, situasi di penagdilan Negeri Jayapura berangsur-angsur pulih karena sebagian massa sudah meninggalkan lokasi.ant Copyright © 2003 Banjarmasin Post [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Ever feel sad or cry for no reason at all? Depression. Narrated by Kate Hudson. http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] SBY Cium Kening Pak Harto
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/5/11/n5.htm Rabu Pon, 11 Mei 2005 Nusantara SBY Cium Kening Pak Harto Jakarta (Bali Post) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjenguk mantan Presiden Soeharto. Namun, ketika ditanya seputar proses hukum yang dilakukan pendahulunya itu, Presiden Yudhoyono tampak memberikan jawaban dengan meninggikan nada suaranya dan keduanya tangannya ditunjukkan ke atas. Presiden tampak sedikit emosional dengan raut muka yang tegang. ''Tidak dalam waktu dan kondisi yang tepat untuk menanyakan hal itu saat ini,'' tegas Kepala Negara usai memberikan pidato singkat, Selasa (10/5) kemarin. Presiden Yudhoyono tiba di RSPP Jakarta sekitar pukul 16.45 WIB didampingi Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Jubir Presiden Andi Malarangeng. Presiden dan rombongan meninggalkan tempat Soeharto dirawat sekitar pukul 17.05 WIB. Dalam keterangan persnya, Presiden Yudhoyono mengaku menjenguk Soeharto karena penguasa orde baru itu sedang dirawat lantaran penyakit yang cukup serius dideritanya. Ini tentu sebuah kewajiban kemanusiaan yang harus dijalankan untuk menghormati para pemimpin yang telah memimpin negara ini di masa lalu. Tradisi yang baik untuk menjalankan misi kemanusiaan dan menghormati senior yang dulu pernah memimpin negeri ini adalah sebuah tradisi yang baik dan perlu dijaga kelestariannya. Presiden datang dengan pengawalan yang sangat ketat dari regu Paspampres. Pengamanan terlihat sejak dari pintu depan RSPP hingga ke lift yang membawa ke lantai VI, kamar 604, tempat penguasa orde baru itu dirawat. Bali Post juga menyaksikan sejumlah staf dan dokter RSPP yang mendiskusikan masalah kedatangan Presiden ini serta kesehatan Pak Harto. Mereka dijaga ketat oleh Paspampres berseragam biru gelap itu. Apa yang dilakukan Presiden ketika menjenguk Soeharto? Menurut dr. Djoko Rahardjo -- dokter kepresidenan yang ikut masuk menemani Presiden -- Presiden datang langsung menuju kamar 604. Di kamar tampak tiga putri Pak Harto, yakni Siti Hardiyanti Indra Rukmana (Tutut), Siti Hediati Hastuti Soeharto (Titiek), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek). ''Presiden menyalami Pak Harto, lantas mencium keningnya, pipi kanan dan kiri,'' tegas Djoko. Pak Harto hanya senyum-senyum dan mengucapkan terima kasih. Presiden tampak terharu dengan kondisi penyakit yang diderita mantan panglima tertinggi ABRI itu. ''Presiden lantas mendoakan Pak Harto agar cepat sembuh,'' terangnya. Dalam kesempatan itu, menurut dr. Djoko, Presiden tidak menyinggung masalah penyidikan kasus korupsinya, terutama kepada tiga putri Pak Harto. Juga tidak dibicarakan masalah-masalah lain, baik politik maupun hukum. Anak-anaknya juga tidak menanyakan perihal masalah kasus hukum ayahnya. Kondisi terakhir Pak Harto, kata Djoko, hingga saat ini perdarahan di usus belum bisa dihentikan. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan gangguan terhadap stroke yang pernah diderita Pak Harto. ''Kondisinya masih sama dengan yang kemarin, masih dalam kondisi dubia (fifty-fifty),'' tegasnya. Transfusi darah terus diberikan tim dokter. Ini dilakukan guna menghindari kekurangan darah dan menjaga stabilitas HB-nya. Hingga kemarin, HB Pak Harto turun lagi hingga ke kisaran 10 gram per deciliter. Dua hari lalu, HB Pak Harto mencapai 10,8 gram per deciliter. Padahal, hari ini saja, Pak Harto sudah menjalani transfusi darah sekitar 300 cc. Harus Dituntaskan Secara terpisah, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Soehandojo mengatakan, secara yuridis kasus Soeharto tetap harus dituntaskan demi kepastian hukum bagi yang bersangkutan. ''Itu merupakan bentuk dukungan moral dan bisa dipahami. Tetapi yang lebih penting dari aspek yuridis penyelesaiannya harus dituntaskan dan ada kepastian,'' kata Soehandojo. Sejauh ini, kata Soehandojo, kejaksaan belum bisa melanjutkan proses hukum terhadap Soeharto. Sebab, kejaksaan mengemban amanat dari MA untuk merawat Soeharto sampai sembuh, dan setelah itu baru bisa dilanjutkan proses hukumnya. (010/kmb7/kmb3/kmb4) [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- What would our lives be like without music, dance, and theater? Donate or volunteer in the arts today at Network for Good! http://us.click.yahoo.com/MCfFmA/SOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya,
[ppiindia] Membersihkan Lantai Kotor dengan Sapu Kotor?
http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticleartid=9470 Selasa, 10-Mei-2005, 08:59:16 Membersihkan Lantai Kotor dengan Sapu Kotor? Oleh: Sigit Rachmat Membaca tak perlu mengernyitkan kening untuk membaca arti judul di atas. Jika, judul tulisan memang benar-benar sebuah pertanyaan dalam arti yang sebenarnya atau yang tersurat. Pertanyaan itu akan dengan mudah dijawab siapapun, apalagi bagi yang terbiasa atau pernah membersihkan lantai dengan sapu. Bagi mereka tentu akan menjawab tidak. Apakah mereka juga akan menjawab tidak, jika menjawab yang tersirat dalam pertanyaan itu? Dalam hal terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi yang sedang gencar-gencarnya dilaksanakan pemerintah. Mari kita jawab bersama. Tindak pidana korupsi yang seperti sudah menggurita di semua sektor di Indonesia, agaknya benar-benar membuat pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) geram, dan mungkin juga bingung untuk mengatasinya. Korupsi yang sudah puluhan tahun tumbuh subur itu, sangat sulit untuk memberantasnya. Meskipun berbagai Undang-Undang (UU), dan peraturan tentang pemberantasan korupsi sudah cukup banyak. Beberapa lembaga anti korupsi juga sudah dibentuk, yang tujuannya untuk memperkuat aparatur penegak hukum yang sudah ada. Seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Namun, korupsi seperti sebuah virus AIDS yang belum ada obatnya. Mungkin melihat kinerja penegakan hukum untuk memberantas korupsi masih belum juga maksimal. Maka, beberapa hari lalu, Presiden SBY membentuk tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pembentukan tim ini dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) nomor 11 tahun 2005. Di depan tim yang baru dibentuk itu, presiden dengan tegas, menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi. Sekali roda, dan mesin pemberantasan korupsi telah berputar, jangan pernah berhenti, kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY terlihat begitu menggebu memberantas korupsi di Indonesia. Mungkinkah keinginannya itu, dan keinginan sebagian besar rakyat Indonesia tersebut bisa tercapai? Mungkin, dan bisa juga masih antara ya atau tidak. Karena itulah, SBY masih merasa perlu membentuk Tim KPTPK. Meskipun kita semua tahu, bahwa di Indonesia sudah ada aparatur penegak hukum yang berwenang untuk memberantas korupsi, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Jika boleh diibaratkan sapu, merekalah penyapu segala tindak kejahatan. Termasuk tindak pidana korupsi. Lalu kenapa presiden masih membentuk Tim KPTKP ? Menarik untuk disimak pendapat Guru Besar dan Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta, Musa Asyarie (Kompas, Jumat 6/5). Menurutnya, korupsi yang membuncah di mana-mana mewujudkan situasi yang anomalik. Yang bisa mengakibatkan pengusutan korupsi justru menjadi komoditas, dan ladang subur korupsi baru. Pendapat Musa seakan memberikan jawaban, bahwa untuk membersihkan lantai yang kotor diperlukan sapu yang bersih, bukan sapu yang kotor. Senang tidak senang, suka tidak suka, inilah wajah kita semua sekarang. Korupsi seakan bukan dianggap sebagai kejahatan. Bahkan, korupsi seakan sudah menjadi sebuah kebanggaan yang pantas untuk dipamerkan kepada siapa saja. Sebab itu, seorang presiden sekalipun, bisa merasakan betapa sulitnya memberantas korupsi itu. Padahal, seorang presiden memiliki kekuasaan untuk memimpin, dan menjalankan pemerintahan yang bersih. Bayangan sulitnya untuk membersihkan sapu kotor, maka lebih baik membuat sapu yang baru, dan bersih. Bangga Bisa Korupsi Korupsi memang sudah menggejala seperti gurita di semua sektor di Indonesia, dan sudah dianggap sebagai sebuah perbuatan biasa. Bahkan membanggakan, dan harus dipamerkan. Bisa dalam bentuk mobil, tanah atau rumah megah berharga miliaran rupiah. Walaupun, pemiliknya hanya seorang pegawai negeri biasa. Tapi, memiliki kewenangan karena jabatannya untuk mengurus hal-hal yang bersifat finansial atau berhubungan dengan uang. Korupsi saat ini tidak hanya dilakukan sendiri-sendiri, dan sudah bersifat lembaga. Sehingga, terkesan bangga jika bisa melakukan korupsi. Pendapat yang disampaikan budayawan, Jacob Sumarjdo (Kompas, Sabtu 7/5), menegaskan hal itu. Disampaikannya, pelaku korupsi bangga, dan seolah-olah bisa korupsi itu hak istimewanya. Karenanya, korupsi tak perlu disembunyikan tetapi dipamerkan lewat pembelian mobil, tanah, dan rumah. Jika disimak kondisi di sekeliling kita, pendapat Jacob ini benar adanya. Cukup hanya dengan menjabat jabatan yang basah sekitar dua atau tiga tahun saja, si pejabat sudah mampu memiliki semua yang dikatakan Jacob itu. Fakta juga menunjukkan, mereka tidak menyembunyikannya, dan justru bangga memilikinya. Kesannya, urat malunya sudah putus.
[ppiindia] Jika Terpilih, Mega makin tak Populer
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/3/27/n3.html Jika Terpilih, Mega makin tak Populer Jakarta (Bali Post) - Popularitas Megawati Soekarnoputri akan terus melorot jika terpilih sebagai ketua umum dalam Kongres PDI-P, 28 Maret sampai dengan 2 April 2005. ''Sekarang Mega hanya mendapat 30 persen dukungan publik. Artinya, kepemimpinan PDI-P dipegang siapa pun, rakyat bisa terima,'' kata Direktur Soegeng Sarjadi Syndicated, Sukardi Rinakit, di Jakarta, Sabtu (26/3) kemarin. Sukardi meramalkan Megawati tetap unggul dalam kongres mendatang. Kalau dilihat dari hasil polling, Megawati lebih unggul tetapi tidak lagi mendominasi pendapat publik sepenuhnya seperti tahun 1999 yang mendapat dukungan 99 persen. Meski gerakan pembaruan mencoba menghadang, Sukardi mengatakan posisi Mega makin kuat dan berpeluang besar memimpin partai ini lagi. Ia melihat peta kekuatan masing-masing. Gerakan pembaruan hanya didukung sekitar 800 orang, sedangkan 1.000 dari 1.800 peserta kongres mendukung Megawati. Terhadap keinginan sejumlah pihak agar hak prerogatif dan formatur tunggal dipertahankan, Sukardi menilai jika itu dipertahankan maka demokratisasi di tubuh PDI-P akan terancam. ''Kalau Mega tetap dengan hak prerogatif dan formatur tunggal, demokrasi akan hancur. Artinya, Mega berperan mengkerdilkan demokrasi partai mungkin secara nasional,'' kata pengamat politik ini. Sementara itu, Koordinator Barisan Pendukung Mega Arnold MP Manurung mengatakan kongres kali ini merupakan jembatan emas untuk mengantarkan PDI-P menuju partai modern yang berwatak kerakyatan. Atas dasar itulah, kata Arnold, pihaknya mendukung secara penuh aspirasi akar rumput yang mengamanatkan kembali kepada Mega untuk menjadi ketua umum. Selain itu, mendesak Megawati untuk mempercepat penyempurnaan partai menjadi partai modern yang berwatak kerakyatan. (010) [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Is there a place for intolerance in Islam?
http://www.thejakartapost.com/detaileditorial.asp?fileid=20050326.F05irec=4 Is there a place for intolerance in Islam? Sukidi Mulyadi, Cambridge, Massachusetts, USA In his book, The Place of Tolerance in Islam, (2002:22-33), Khaled Abou El Fadl, a distinguished Islamic scholar at the University of California, Los Angeles, makes a clear statement about the close interaction between the Koran as the text and the Muslim as the reader and interpreter in the construction of intolerance in Islam. If the reader is intolerant, hateful, or oppressive, he argues, so will be the interpretation of the text. In particular, the intolerant interpretation of Islam is then attributed to the Muslim puritans and extremists who read and interpret the Koran strictly, literally, and ahistorically. In support of his thesis, Khaled points to a number of these puritans and extremists in the course of Islamic history. First, intolerance in Islam, as Khaled postulates, may be traced back to the formation of the Kharijites (Arabic, pl. Khawbrij; s. Khawbrijn) in the first century of Islam. The Kharijites were commonly considered seceders, rebels, or revolutionary activists,, because they seceded and fought against the leadership of the fourth caliph, Ali b. Abi-Talib (r. 656-61), cousin and son-in-law of Muhammad. According to Khaled, the Kharijites were responsible for the assassination of Ali b. Abi-Talib by one of their members, Ibn-Muljam, in 661, and the deaths of both Muslims and non-Muslims at that time. He regards such historical events as examples of intolerance and fanaticism in the first century of Islam. Before the rise of the Kharijites, however, Khaled disregards several earlier examples that could also be taken to demonstrate intolerance in the course of Islamic history. One of these incidences involved the assassination of the third caliph, Uthman b. Affan (r. 644-56), at Madina by the mutineers -- a modern term for religious extremists -- who broke into Uthman's house and killed him in the year 656. Second, intolerance in the modern period is often associated with the rise of fanatics and extremist groups such as the jihad organizations -- al-Qaeda and the Taliban. Khaled argues that their theological foundations draw upon the so-called intolerant puritanism of the Wahhabi creed. The Wahhabi creed is a puritan form of Islamic teaching and propagation that is based mainly upon a strictly literal interpretation of the Koran and the Hadith. The founder of its movement, Muhammad b. Abd al-Wahhab (1703-1791), was a typical puritan Muslim. However, it seems to me that Khaled fails to trace the line connecting the teachings of Abd al-Wahhab back to the tradition of Ibn Taymiyyah (1263-1328). I believe it is essential to describe him briefly in order to get a proper understanding about the origins of the sort of intolerant interpretations of Islam that can be traced back to Ibn Taymiyyah. Born in Harran in Mesopotamia and trained in the Hambali tradition, Taymiyyah attempted to reinforce the doctrines of sharia using a strictly literal method, and declared that the Mongols and their descendants, regardless of their profession of faith in Islam, were infidels and apostates, because they paid more attention to the propagation of the Yasa than Islamic sharia. His literalist and intolerant view of Islam led him to regard the development of Islamic practices after the death of the Prophet Muhammad and the four rightly guided caliphs as unauthentic Islam, including popular Sufism, Shi'ism, and the veneration of saints' tombs. As a consequence, Taymiyyah began to oppose all forms of popular Sufism, cultic forms of worship, and the veneration of saints' tombs, in favor of purifying Islamic belief and practices from such religious deviations. Having been influenced by Taymiyyah's exclusivist and intolerant interpretations of Islamic sharia, Abd al-Wahhab also reinforced the Islamic sharia with a strictly literal approach, and began to purify Islamic doctrines and practices from corrupting customary Islam. Accordingly, forms of customary Islam were considered unauthentic Islam as they were characterized by a combination of Islamic values and doctrines adapted to shared characteristics of identity, local tradition and ancestral heritage. Similar to Ibn Taymiyyah, Abd al-Wahhab, as Marshall G.S. Hodgson (1974:161) argues, was not the first to denounce most other Muslims as infidels to be killed, but the Wahhabi state built up by the Sa'ud family proved effectively powerful ... to destroy all the sacred tombs, including the tomb of Muhammad, to massacre the Muslims of the holy cities, and to impose their own standards on future pilgrims. As such, Saudi Arabia's state version of Wahhabi Islam is founded on a strictly literal interpretation of the Koran and the Hadith, and an intolerant view of both Muslims and non-Muslims alike. Given such brief historical
[ppiindia] Menhan Diprotes DPR
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detailid=4712 Menhan Diprotes DPR Sabtu, 26 Mar 2005, Karena Beberkan Nilai Anggaran Operasi Ambalat Rp 5 Triliun JAKARTA - Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono kini menghadapi hari-hari sulit. Selain menghadapi persoalan internal di Dephan karena keberaniannya menolak usul pejabat eselon I yang ingin meremajakan mobil dinasnya, kini Juwono menuai protes dari para anggota Komisi I DPR. Protes para politisi Senayan itu tidak terkait mobil dinas itu, tapi menyangkut masalah pengungkapkan dana tambahan untuk operasi Ambalat. Sejumlah anggota Komisi I DPR menyatakan keberatannya kepada Juwono yang begitu saja membeberkan akan ada tambahan dana Rp 5 triliun untuk operasi TNI. Apalagi, sebagian besar dana itu dialokasikan untuk membiayai operasi militer di perairan Blok Ambalat. Anggota Komisi I Djoko Susilo (FPAN, dapil Jatim I) menilai, Juwono telah melanggar kesepakatan antara Panitia Anggaran DPR, Pokja Pertahanan Komisi I DPR, dan Dephan. Ketiga pihak telah sepakat merahasiakan besaran usul anggaran tambahan untuk pengembangan kekuatan TNI itu, termasuk berbagai alternatifnya. Sikap protes juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi I Effendy Choirie (FKB, dapil Jatim IX). Jumlah anggaran belum boleh disampaikan kepada masyarakat karena ketiga pihak belum sepakat. Lagi pula, Malaysia jangan sampai tahu dulu ada kenaikan anggaran. Kalau ada yang membocorkan, ya artinya melanggar kesepakatan, tegasnya kepada koran ini kemarin. Seperti diberitakan harian ini sebelumnya, Rabu lalu, setelah mengikuti Rakor Polhukam, Juwono kepada wartawan mengungkapkan bahwa pemerintah mengusulkan penambahan anggaran 2005 untuk TNI Angkatan Udara dan TNI Angkatan Lauat Rp 5 triliun. Sebagian anggaran itu digunakan untuk membiayai kegiatan TNI di Ambalat. Effendy tidak menjelaskan lebih jauh konsekuensi yang akan diterima Juwono karena membeberkan rahasia dana pertahanan itu kepada pers. Yang pasti, menurut dia, Dephan memang mengajukan secara khusus anggaran untuk operasi TNI di Ambalat. Tapi, usul itu belum bisa dibahas DPR karena operasi militer di Ambalat baru inisiatif pemerintah. DPR belum memberikan kesepakatan secara resmi dan tertulis atas penggunaan dan gelar kekuatan TNI di Ambalat. Meskipun sejumlah anggota komisi I sudah mendukung inisiatif itu. Seharusnya, pimpinan DPR dan pimpinan fraksi memanggil presiden dalam forum rapat konsultasi untuk menjelaskan operasi militer Ambalat. Kalau disepakati, anggaran yang diajukan bisa disetujui. TNI bisa cepat-cepat membeli rudal, roket, atau bom, jelasnya. Effendy mengungkapkan, nilai Rp 5 triliun yang disebutkan Juwono hanya satu di antara sekian banyak alternatif anggaran pengembangan TNI dan operasi militer di Ambalat. Dia menolak merinci besaran alternatif itu dengan alasan masih rahasia. Tapi, sumber koran ini di DPR mengungkapkan bahwa alternatif besaran anggaran tambahan untuk TNI, antara lain, paket Rp 1 triliun, paket Rp 5 triliun, dan paket Rp 23 triliun. Kalau disetujui, anggaran tersebut akan masuk paket APBN Perubahan atau dana darurat. Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsekal Pertama Sagoem Tamboen pernah mengungkapkan bahwa pada 2005, pihaknya menyampaikan usul penambahan alutsista (alat utama sistem persenjataan). Yang mendesak, misalnya, enam unit pesawat tempur Sukhoi, suku cadang pesawat angkut Hercules C-130, maritime aircraft sebagai pesawat intai, penambahan pesawat latih Wing B, dan beberapa unit radar. Kepala Dinas Penerangan TNI-AL Laksamana Pertama Abdul Malik Yusuf mengatakan, beberapa alutsista yang dibutuhkan, antara lain, kapal selam, rudal, dan beberapa kapal cepat. Reaksi Kalla Sementara itu, sumber kuat koran ini di Dephan mengungkapkan, usul anggaran operasi TNI di Ambalat masuk ke Komisi I DPR tersebut tanpa sepengetahuan Menhan Juwono Sudarsono. Tapi, itu disampaikan salah seorang pejabat eselon I yang sebentar lagi diganti. Masuknya usul penambahan anggaran itu membuat Wapres Jusuf Kalla berang. Kalla memerintah Juwono supaya mengingatkan bawahannya itu. Mengapa Wapres berang? Sebab, permintaan kenaikan anggaran ke Komisi I DPR menyalahi prosedur. Seharusnya itu diajukan ke Depkeu terlebih dahulu. Wapres bertanya-tanya, apa ada broker anggaran? terang sumber yang meminta nama dan jabatannya tidak dikorankan. Sumber koran ini mewanti-wanti supaya nama pejabat eselon I yang disebutkan tidak diungkap dahulu di koran. Sebab, saat ini hubungan Menhan dengan sejumlah Dirjen sedang renggang. Apalagi sejak pembatalan rencana pembelian mobil dinas baru terkuak ke publik. Juwono sendiri dikabarkan bakal mendiamkan saja surat desakan klarifikasi dari Sekjen Dephan Suprihadi yang diteken sejumlah pejabat eselon I pada Kamis lalu. Sejak Juwono kembali memimpin Dephan, kata sumber itu, jajaran pejabat eselon I merasa gerah. Mereka tidak lagi bebas bermain dan melakukan pengadaan barang/jasa yang kental dengan indikasi mark up. Selama
[ppiindia] Sophan: Mega Harus Ditantang
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detailid=4711 Sabtu, 26 Mar 2005, Sophan: Mega Harus Ditantang JAKARTA - Kongres II PDIP (28 Maret-2 April) bakal ramai. Penantang Megawati Soekarnoputri untuk merebut kursi ketua umum partai berlambang banteng moncong putih itu semakin merapatkan barisan. Sophan Sophiaan, salah satu penantang kuat Mega, menegaskan tak akan surut dari gelanggang pencalonan pucuk pimpinan partai. Hal itu diucapkan putra Manai Sophiaan tersebut kepada wartawan di kediaman cendekiawan Nurcholish Madjid, di kawasan Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Kemarin siang, Sophan memang membesuk Cak Nur -nama akrab Nurcholish Madjid. Dia datang semobil dengan Arifin Panigoro yang juga deklarator gerakan pembaruan PDIP. Saya jalan terus. Tapi, saya tidak mau berpolitik seperti sekarang dengan menggunakan janji, menggunakan uang, dan membujuk, katanya. Saya punya cita-cita memperbaiki PDIP karena kemauan. Memperbaiki PDIP sebagai kesadaran, lanjut suami aktris Widyawati itu. Dia menegaskan, dirinya maju menantang Megawati dan Guruh Soekarno Putra karena diminta teman-temannya sesama kader PDIP. Saya melihat PDIP ini stagnan. Tak ada orang yang berani melangkahi Bu Mega. Kalau pegang asas demokratisasi, setiap anggota itu kan punya hak untuk maju, sambungnya. Karena itu, ketika ditanya apakah dirinya berani menantang Mega, dia menjawab berani. Kalau ditanya motivasinya, dengan diplomatis dia menjawab, Motivasi saya, yakni untuk memotivasi teman-teman untuk berani maju. Pendukung Anda siapa saja? Ditanya demikian, Sophan memilih menjawab panjang lebar. Menurut dia, dalam PDIP itu, ada kepentingan formal dan informal. Nah, dalam kaitan informal, lanjut Sophan, banyak orang yang ingin melakukan pembaruan, banyak orang yang ingin supaya PDIP tidak dipimpin oleh orang-orang yang seperti sekarang. Bagian inilah yang mendukungnya. Saat ditanya soal posisi Mega yang masih kuat dan kelihatannya bakal menang lagi, Sophan menerangkan bahwa soal itu merupakan tanggung jawab semua kader PDIP. Apakah ingin PDIP didukung publik atau tidak. Sebab, di mata Sophan, jangan harap ada perubahan kalau Mega kembali menjadi ketua umum. Alasannya, belum apa-apa Mega tetap menghendaki hak prerogratif, Mega tetap menghendaki formatur tunggal. Ini kan pilihan jauh dari demokrasi. Ini semua tanggung jawab semua kader PDIP. Jika di kongres nanti status quo (Mega) menang, gerakan pembaruan PDIP bagaimana? Apa mau bikin PDIP-P atau apa? Seorang kader partai itu masuk partai karena kesadaran. Kalau partai tersebut tidak bisa lagi menampung dan menyalurkan aspirasi saya, saya akan keluar dari partai itu, jawabnya. Dan terus terang, sampai saat ini, aspirasi saya dengan PDIP sudah berbeda. Kita lihat nanti setelah kongres, tambahnya. Sementara itu, Arifin menyatakan pendapatnya secara singkat, Saya akan dukung Sophan. Selesai kan. (naz) [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Sepanjang 400 Kilometer Jalan Lintas Tengah Sumatera Rusak
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/26/utama/1643128.htm Sepanjang 400 Kilometer Jalan Lintas Tengah Sumatera Rusak Baturaja, Kompas - Kerusakan parah jalan lintas Sumatera tidak hanya terjadi di lintas timur. Jalan lintas tengah juga rusak berat di banyak lokasi, memanjang hingga sekitar 400 kilometer mulai dari Kabupaten Lampung Utara hingga Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Menurut pengamatan Kamis pagi hingga Jumat (25/3) mulai dari Bandar Lampung hingga ke Lahat, kerusakan di sepanjang jalan lintas tengah (jalinteng) Sumatera umumnya berupa lubang-lubang yang dalam. Kedalaman lubang bervariasi, dari 0,1 meter sampai lebih dari 0,5 meter. Di banyak lokasi lubang kecil dan dalam terdapat di hampir semua lebar jalan. Akibatnya, mobil dan sepeda motor yang melintas harus berjalan pelan agar dapat menghindari lubang atau melintasinya dengan perlahan-lahan sehingga kendaraan tidak terguncang, terbalik, atau rusak. Kerusakan jalan yang ditemui di banyak lokasi tampak parah. Lubang menganga besar dan dalam selebar badan jalan. Kondisi seperti itu menyebabkan pengemudi kendaraan membawa kendaraannya dengan hati-hati supaya tidak mengalami kecelakaan. Kondisi ini mengakibatkan semua kendaraan berjalan merayap. Gara-gara rusak parahnya jalinteng sepanjang ratusan kilometer sebagian besar sopir truk, bus, dan mobil pribadi lebih memilih jalan lintas timur (jalintim) Sumatera. Sepanjang Kamis siang lalu kendaraan roda empat yang melintas di jalinteng tampak jauh lebih sedikit daripada yang melintas di jalintim sehari sebelumnya. Kondisi jalintim sendiri, meskipun rusak parah di kawasan perbatasan Sumatera Selatan (Sumsel) dan Lampung, tetap dipilih pengendara karena di beberapa lokasi lainnya jalan sudah mulus. Kerusakan di jalintim hanya terdapat di kawasan Simpang Pematang, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, sejauh 20 kilometer serta di kawasan Lempuing dan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel. Kerusakan jalintim di perbatasan Sumsel dan Lampung juga parah. Agar bisa melewati jalan rusak, semua kendaraan harus berjalan bergantian dengan terlebih dulu antre. Pada Rabu lalu antrean di jalintim mencapai sekitar 10 kilometer (Kompas, 24/3). Semua rusak Rusak parahnya jalintim dan jalinteng menyebabkan kendaraan yang hendak menuju ke berbagai daerah di Sumatera kini tidak punya pilihan melewati jalan dengan kondisi baik. Kondisi seperti itu dikeluhkan pengemudi kendaraan, terutama para sopir truk dan bus yang kerap melewati dua jalan negara tersebut. Pemerintah payah, masak sekarang ini semua jalan lintas Sumatera rusak parah. Kami, sopir, serba salah. Mau lewat jalintim harus antre sehari atau lebih, sedangkan untuk lewat jalinteng kerusakan terjadi di sepanjang jalan. Bahkan, di beberapa lokasi jalan benar-benar telah hancur, ujar Suhardi, sopir truk dari Padang, Sumatera Barat, dengan tujuan Jakarta, ketika ditemui di tepi jalinteng di kawasan hutan antara Baturaja dan Muara Enim Kamis petang. Saat itu truk Suhardi dan mobil yang dikendarai Kompas harus menepi dan berhenti karena menunggu beberapa truk besar dari arah berlawanan melintas. Akibat jalan di tikungan dan menanjak itu rusak parah, mobil yang hendak lewat dari dua arah harus berjalan secara bergantian. Kondisi ruas jalinteng antara Baturaja dan Muara Enim betul-betul parah. Jalan berlubang besar dan dalam tersebar di ruas jalan sepanjang lebih kurang 100 kilometer itu. Ruas jalan yang sebagian melewati kawasan hutan tersebut selama ini juga dikenal sebagai jalan yang rawan aksi perampokan. Itulah sebabnya pada Kamis petang jalan tampak lengang dari kendaraan yang melintas. Kondisi jalan Kerusakan jalinteng dari arah Bandar Lampung mulai terjadi sekitar 18 kilometer sebelum Kotabumi, ibu kota Kabupaten Lampung Utara. Lokasi itu terletak 88 kilometer (KM 88) dari Bandar Lampung. Kerusakan terus memanjang hingga Bukit Kemuning (KM 151). Lima kilometer setelah kota kecamatan itu jalan tergolong mulus dan ada pula perbaikan jalan yang tengah dilakukan. Namun, selepas itu jalan rusak tampak di banyak lokasi hingga perbatasan Sumsel (KM 231). Selepas perbatasan tetap banyak jalan rusak yang ditemui di sepanjang jalan hingga Baturaja, ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ulu (KM 270). Di lokasi ini kerusakan parah terjadi sepanjang tiga kilometer dan, menurut pengamatan, kondisinya sama seperti dua tahun lalu. Kerusakan dengan kondisi lebih parah berlanjut di ruas antara Baturaja hingga Muara Enim (KM 383). Pemakai jalan agak merasa lega selepas wilayah Muara Enim karena jalan-yang belum lama ini diperbaiki-mulus. Akan tetapi, jalan mulus itu hanya sepanjang 17 kilometer. Setelah itu, hingga memasuki kota Lahat (KM 426), jalan kembali rusak parah karena penuh lubang besar dan dalam. Jalan rusak parah kembali menghadang pemakai jalan ketika ia melalui ruas jalinteng antara Lahat dan Tebing Tinggi sepanjang 70 kilometer. Kerusakan di ruas ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun
[ppiindia] Baku Hantam akibat Fulus sampai Beda Pendapat
MEDIA INDONESIA Minggu, 27 Maret 2005 FOKUS MINGGU Baku Hantam akibat Fulus sampai Beda Pendapat JUTAAN pasang mata pasti terkesima di depan layar kaca, ketika pada Rabu (16/3) lalu, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) nyaris terlibat baku hantam. Mungkin bila tidak ada yang melerai, bukan mustahil Ketua DPR Agung Laksono akan jadi bulan-bulanan koleganya yang marah. Aksi yang menjurus pada perkelahian itu, bukan tanpa sebab. Ketidaktegasan DPR dalam bersikap menolak atau menerima kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), dianggap sebagai pemicunya. Terlebih sikap Agung yang dianggap telah terkooptasi dengan kebijakan pemerintah. Toh soal adu argumentasi hingga baku hantam antaranggota Dewan, sebetulnya bukan sesuatu yang aneh pasca-Orde Baru. Semua itu selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat. Sehingga kalau kemudian bermuara pada baku hantam, barangkali, ya sah-sah saja. Soal perdebatan yang mengarah pada caci maki hingga pemukulan, bukan monopoli sejumlah anggota DPR pusat saja. Di beberapa daerah, adu argumentasi malah berlanjut ke jenjang perkelahian. Di Jambi pada Mei 2001 misalnya. Anggota DPRD Muarajambi terlibat saling lempar papan nama sebelum berbaku hantam. Pemicunya adalah aksi Wakil Ketua DPRD Muarajambi Husin Effendi yang dinilai tidak menghormati paripurna. Husin datang terlambat di ruang sidang pembahasan pemilihan ulang Bupati Muarajambi. Kalau cuma terlambat lantas duduk sih mungkin tidak akan ada kericuhan. Tapi, Husin tetap berdiri sambil bertolak pinggang di hadapan anggota Dewan. Jelas saja situasi itu memancing kemarahan sejumlah koleganya. Atau buka ingatan kita sejenak pada Juni 2002, saat terjadi baku pukul antarsesama anggota DPRD Kota Depok. Pemicunya, tudingan anggota Komisi D Toni Hutapea terhadap rekannya, anggota Komisi C Dadang Ibrahim, yang dianggap menerima uang muka Rp15 juta dari pembeli besi baja eks bongkaran Pasar Agung di Depok Timur, dari total nilai Rp175 juta. Persoalan fulus ternyata menjadi salah satu penyebab kenapa beberapa wakil rakyat ini jadi ringan tangan. Bukan cuma di Depok, di Surabaya malah sangat transparan. Pada Desember 2002, dua anggota F-PDI Perjuangan DPRD Kota Surabaya Isman dan Baktiono terlibat perkelahian di ruang Komisi A DPRD Surabaya. Penyebabnya, Isman yang kini berada di Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK), menuntut hak-haknya selama menjadi anggota PDIP seperti uang sidang, uang bantuan Pemkot Surabaya, tabungan, serta tunjangan. Namun, upaya Isman mendapatkan hak-haknya itu agaknya dipersulit Baktiono. Sejumlah kelakuan minus anggota Dewan itu, dalam pandangan sosiolog dan Direktur Center for East Indonesia Affairs (CEIA) Ignas Kleden, dipicu oleh banyaknya monolog yang simpang siur sehingga masing-masing anggota Dewan tidak bisa menerima pendapat lain. ''Sebab dalam rapat paripurna, tidak terjadi pertukaran argumentasi antaranggota Dewan. Banyak monolog yang simpang siur. Akibatnya tidak ada dialog dan interaksi dua arah yang seimbang. Karena itu masing-masing anggota Dewan tidak bisa menerima pendapat lain,'' jelas Ignas. Kalau Kleden lebih menyoroti soal kemacetan interaksi komunikasi di antara anggota Dewan, beda dengan Butet Kertaredjasa. Menurut Budayawan dari Yogyakarta ini, sikap nyleneh anggota Dewan menunjukkan adanya persoalan kejiwaan. ''Perdebatan pendapat yang sengit antaranggota Dewan itu wajar. Tetapi menjadi tidak wajar ketika hal elementer dalam politik tidak terekspresikan yaitu sopan santun, karena manusia harus punya etika sosial. Berarti secara kejiwaan ada yang salah pada mereka,'' kata Butet, Rabu (23/3). Sikap berbudaya itu setidaknya merupakan pencerminan watak dari seorang anggota Dewan. Kalau memang masing-masing memiliki iktikad dan moral yang baik, rasanya tidak mungkin terjadi baku hantam antarsesama anggota. Cuma, menurut pakar politik dari UGM Mochtar Mas'oed, kericuhan di DPR itu tidak ada kaitannya dengan demokrasi, dan bukan sebuah budaya politik. ''Tingkatannya jauh di bawah demokrasi, tak ada kaitannya dengan demokrasi, dan itu juga bukan budaya politik,'' tegas Mochtar. Namun, menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Adjie Massaid, kejadian tersebut merupakan kemajuan proses demokratisasi politik di Indonesia. Masyarakat pun bukan mustahil akan melupakan sejenak kepahitan hidup dengan melihat reality show tersebut. ''Seru melihat anggota Dewan saling dorong, tuding dan maki, bahkan ada yang melompat dari meja dan jatuh terjerembab. Lumayan tontonan reality show begini, menurut saya sih, menggelikan sekali,'' kata Doni, seorang pegawai negeri sipil di Jakarta. Kalau pendapat anggota masyarakat sudah begini, lantas bagaimana sebaiknya? (Lng/SA/IA/M-6) [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor
[ppiindia] Partai Pisang, Rambutan, dan Kelapa
http://padangekspres.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticleartid=7467PHPSESSID=4abcad4b780160a469f7be71422fb753 Partai Pisang, Rambutan, dan Kelapa Oleh Muhammad Qodari Oleh Redaksi Sabtu, 26-Maret-2005, 12:15:3257 klik Ada berapa jenis partai politik di Indonesia? Kalau pertanyaan itu diajukan pada seorang peneliti dan pengamat politik yang hobi makan buah-buahan, jawabannya mungkin hanya tiga: partai pisang, rambutan, dan kelapa. Kesannya main-main, tapi boleh jadi pohon buah-buahan itu dapat menjadi analogi tepat untuk mengggambarkan kondisi partai politik kita. Pohon pisang, misalnya. Pohon tersebut memiliki kekhasan, yakni hanya berbuah sekali seumur hidupnya. Pohon pisang cuma berbuah sekali, setelah itu mati. Siklus pohon pisang pun pendek. Tidak ada pohon pisang yang hidup tahunan. Pohon rambutan tidak seperti pohon pisang, mampu berbuah berkali-kali. Umurnya juga panjang, bisa mencapai belasan bahkan puluhan tahun. Tapi, pohon rambutan cuma mampu berbuah setahun sekali. Kita tidak bisa menikmati rambutan segar setiap hari karena rambutan adalah buah musiman. Ia hanya berbuah pada waktu tertentu. Bagaimana pohon kelapa? Tak seperti rambutan, mangga, atau buah musiman lain, kelapa berbuah tak mengenal musim. Ia terus menghasilkan buah sepanjang tahun. Tidak seperti pisang atau rambutan yang menunggu tua baru enak dimakan, kelapa muda sama bergunanya dengan kelapa tua. Uniknya, hampir semua bagian pohon kelapa berguna untuk manusia. Air dan daging kelapa muda untuk obat dahaga. Air kelapa tua diolah menjadi nata de coco. Dagingnya diparut dan diperas menjadi santan. Sabutnya dapat menjadi bahan bakar pengganti minyak tanah yang semakin mahal. Pelepahnya dibuat lidi atau anyaman. Batang pohonnya banyak dijadikan bahan bangunan yang kokoh. Partai pisang, seperti halnya pohon pisang, cuma sekali berarti dan sudah itu mati. Di antara partai-partai yang ada sekarang ini, Partai Demokrat potensial menjadi partai jenis tersebut. Pada pemilu 2004 lalu, partai itu membuat kejutan dengan langsung menduduki peringkat kelima dalam klasemen pemilu legislatif nasional. Partai Demokrat adalah pohon pisang yang berbuah subur. Bukan hanya meraih 56 kursi di DPR, partai berlogo bintang tiga itu bahkan berhasil mengantarkan kadernya, Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi presiden keenam Indonesia. Tapi, ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan bahwa partai tersebut bakal jadi partai gurem pada Pemilu 2009. Mengapa? Penyebab utamanya adalah konflik yang dalam dan berlarut antara kubu Ketua Umum S. Budhisantoso dan Wakil Ketua Umum Vence Rumangkang. Keduanya sama kuat. Tak ada yang mau mengalah. Karena konflik itu, roda organisasi macet total. Tidak ada program kerja dan kaderisasi yang jalan. Yang ada cuma gontok-gontokan. Saling pecat dan berebut jabatan. Jangan-jangan partai tersebut bubar sebelum Pemilu 2009. Seperti pohon rambutan, partai rambutan adalah partai musiman. Eksistensi partai hanya terasa pada musim-musim tertentu. Apalagi, kalau bukan pada musim pemilu. Seperti rambutan yang merah menggoda warnanya, partai rambutan tampil menor habis-habisan di masa kampanye. Di musim pemilu, partai rambutan tampil sebagai pembela rakyat, penyaji janji-janji pembangunan yang muluk. Intinya menjadi sangat perhatian kepada rakyat. Partai rambutan adalah tipologi umum partai politik Indonesia. Banyak partai besar yang berperilaku menyerupai partai rambutan. Partai-partai, seperti Golkar, PDIP, PKB, PPP, dan PAN, mungkin bisa dimasukkan kategori itu. PDIP, misalnya, pada Pemilu 1999 memproklamasikan diri sebagai partai wong cilik yang membela rakyat Indonesia. Berkat wong cilik, PDIP menjadi partai terbesar Pemilu 1999. PDIP kemudian berhasil mengantarkan ketua umumnya menjadi wakil presiden dan kemudian presiden Indonesia. Namun, apa yang terjadi setelah itu? PDIP gagal memenuhi janji-janjinya yang terdahulu. Nasib tenaga kerja Indonesia di luar negeri, misalnya, banyak terbengkalai. Banyak TKI di Malaysia yang melarikan diri karena dikejar-kejar aparat keamanan Malaysia hingga telantar di berbagai pelabuhan. Tapi, Presiden Megawati tidak mengunjungi TKI pengungsi. Padahal, Menteri Tenaga Kerja Jacob Nuwawea berasal dari PDIP. PDIP baru berusaha keras menyapa rakyat lagi ketika Pemilu 2004 datang. Namun, rakyat telanjur kecewa sehingga PDIP terjungkal tiga kali dalam setahun, pemilu legislatif, pemilu presiden I, dan pemilu presiden II. Adapun partai kelapa, sifat-sifatnya seperti pohon kelapa. Berbuah setiap saat dan setiap bagiannya berguna bagi masyarakat. Pohon kelapa banyak tumbuh di negeri ini, tapi entah mengapa tanah Indonesia tidak subur untuk partai kelapa. Saat ini, mungkin hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang layak disebut partai kelapa. Sejak bernama PK, PKS mampu tampil sebagai partai yang kehadirannya tidak hanya menonjol pada masa pemilu. Jika terjadi musibah atau bencana alam, kader-kader PKS turun tangan membantu.
[ppiindia] Pendidikan Antikorupsi di Sekolah
http://padangekspres.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticleartid=7411 Pendidikan Antikorupsi di Sekolah Oleh Sabiqul Khair Syarif S. Oleh Redaksi Selasa, 22-Maret-2005, 03:55:46114 klik Pelbagai macam upaya dilakukan pemerintah untuk memberantas praktik-praktik korupsi yang sangat parah terjadi di negeri ini. Aksen plan yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, untuk memberantas korupsi sampai perlu dibuat Instruksi Presiden (Inpres) No 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Hanya, proses itu cenderung mendapat keluhan atau tanggapan negatif dari beberapa kalangan. Mereka beranggapan bahwa mengakarnya mafia peradilan yang bercokol di tingkat kejaksaan dan kepolisian semakin membuat proses penegakan hukum menjadi pesimistis. Tak Membalik Telapak Siapa pun harus mengakui bahwa proses percepatan pemberantasan korupsi bukan seperti membalik telapak tangan. Lebih dari itu, harus ada kerja-kerja keras yang spartan dan simultan antara aparat penegak hukum dan masyarakat. Juga harus dibangun kesadaran yang mengartikulasikan kejujuran dan budaya malu melakukan korupsi. Kini muncul wacana dan kesadaran moral bahwa untuk memberantas korupsi yang sudah menggurita ke segala lini kehidupan masyarakat negeri ini, selain melalui mekanisme hukum, juga membangun filosofi baru berupa penyemaian nalar dan nilia-nilai baru bebas korupsi melalui pendidikan formal. Hal itu dilakukan karena pendidikan memiliki posisi sangat vital dalam menyemai pendidikan dan sikap antikorupsi. Melalui pembelajaran sikap mental dan nilai-nilai moral bebas korupsi di sekolah, generasi baru Indonesia diharapkan memiliki pandangan dan sikap yang keras terhadap segala bentuk praktik korupsi. Ketua MPR Hidayat Nurwahid berpendapat bahwa pendidikan perlu dielaborasi dan diinternalisasikan dengan nilai-nilai antikorupsi sejak dini. Pendidikan antikorupsi yang diberikan di sekolah diharapkan dapat menyelamatkan generasi muda agar tidak menjadi penerus tindakan-tindakan korup generasi sebelumnya. Gagasan yang kali pertama dilontarkan Koalisi Antarumat Beragama (KAUB) itu perlu diapresiasi secara elegan sehingga akan terbangun sebuah sinergi atau garis demarkasi yang secara riil dapat meminimalisasi praktik korupsi di negeri Indonesia. Hanya, memberikan pendidikan antikorupsi bukan hal mudah. Persoalannya, korupsi sering dianggap bukan hal yang paling krusial untuk diberantas. Bahkan, lahirnya fenomena praktik korupsi juga berawal dari dunia pendidikan yang cenderung tidak pernah memberikan sebuah mainstream atau paradigma berperilaku jujur dalam berkata dan berbuat. Termasuk, di sekolah-sekolah di negeri ini. Misalnya, guru menerangkan hal-hal idealis dalam memberikan pelajaran, menabung pangkal kaya, tetapi realitanya banyak guru yang korupsi, seperti korupsi waktu. Korupsi berupa absen mengajar tanpa izin kelas. Hal itu juga dapat memicu praktik korupsi yang lebih buruk di dunia pendidikan. Pengenalan Bentuk Korupsi Terlepas dari apakah pendidikan juga mengalami distorsi makna dan fungsi, yang jelas pendidikan tentang filosofi bebas korupsi dan antisegala bentuk praktik korupsi -terutama di sekolah- tetap perlu dikenalkan dan ditanamkan. Penciptaan virus baru antikorupsi perlu diakumulasikan dengan penyebaran dari pelbagai macam lini, baik kultural, ekonomi, maupun sosiopolitik. Dengan demikian, virus nilai-nilai antikorupsi diharapkan dapat menjadi benteng kukuh dalam melakukan perubahan mendasar untuk memerangi segala macam korupsi di negeri ini. Pemetaan penyebaran virus antikorupsi dalam pendidikan harus dilakukan secara masif. Pakar pendidikan J. Drost, S.J. selalu menampik tujuan utama sekolah adalah mendidik. Artinya, yang ingin diperjelas di sini bahwa antara pengajaran dan pendidikan sering tidaklah sama. Akan tetapi, banyak orang yang mencampur aduk dan menganggap sama. Itulah kerancuannya. Tugas utama dan terutama sekolah adalah pengajaran, bukan pendidikan. Tugas pengajaran yang dilakukan sekolah dalam proses belajar-mengajar adalah membantu anak mengembangkan kemampuan intelektual yang dimilikinya. Sementara itu, pendidikan dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai ke dalam budi anak-anak. Sebenarnya, hal tersebut merupakan tugas utama orang tua, sekolah hanya membantu. Dari ungkapan itu, kita dapat mengambil beberapa kerangka berpikir yang mendasar dan lebih mendalam bahwa penyebaran virus antikorupsi jangan hanya berhenti pada ranah sekolah atau perguruan tinggi. Lebih jauh dari itu, orang tua dan keluarga juga harus ikut berperan serta dalam menyemaikan virus antikorupsi. Dengan kata lain, seharusnya pendidikan antikorupsi sudah dimulai dari lingkungan keluarga. Keluargalah yang harus turut aktif menanamkan nilai-nilai moral bebas korupsi. Jika hal itu terbangun, akan terjadi sinergi yang saling mengisi. Proses tersebut akan mengakselerasikan pemberantasan segala macam bentuk praktik korupsi di lingkungan keluarga
[ppiindia] Kompensasi BBM dan Social Welfare
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=103736 Kompensasi BBM dan Social Welfare Sri Adiningsih Ekonom Universitas Gajah Mada Yogyakarta Senin, (14-03-'05) Urgensi dan keadilan subsidi BBM yang menjadi beban berat APBN mulai dimasalahkan sejak era Presiden Gus Dur. Tim ekonomi pemerintah saat itu mencoba mengerem kemarahan publik terkait kenaikan harga BBM melalui pengucuran dana kompensasi sosial. Pengalihan dari subsidi komoditas ke subsidi langsung kepada masyarakat paling bawah ini diharapkan mampu meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM. Sejak itulah istilah dana kompensasi BBM mulai dikenal. Pengalihan subsidi komoditas menjadi subsidi langsung ke masyarakat dimaksudkan untuk menjaga agar sumber dana terbatas benar-benar diberikan kepada masyarakat yang memerlukan. Namun mengingat pelaksanaan program kompensasi BBM selalu bersifat ad hoc, potensi penyimpangan pun cukup besar dan juga sulit diawasi. Kontroversi sekitar dana kompensasi tidak harus terjadi jika kita memiliki peta yang baik mengenai di mana, siapa, dan apa kebutuhan utama masyarakat miskin. Sayangnya, informasi yang diperlukan tidak dimiliki dengan baik sehingga berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat antara eksekutif dan legislatif maupun lembaga lain yang berkepentingan dalam menangani masalah kemiskinan, khususnya terkait dengan subsidi. Perlu dibuat kerangka kebijakan integral terkait dengan kebijakan energi dan juga kebijakan menyangkut harga komoditas tersebut. Apakah kita akan mengikuti harga pasar internasional, atau perlu kebijakan yang mengondisikan harga dipatok pada kisaran tertentu. Dengan itu, kalau terjadi lonjakan harga yang tajam - namun diperkirakan sementara - beralasan diberikan subsidi untuk meminimalisasi guncangan dalam perekonomian dan kehidupan masyarakat. Perubahan kebijakan dari subsidi komoditas ke subsidi langsung itu sendiri memang harus dilakukan. Meski demikian, perubahan yang dilakukan perlu bertahap agar tidak menimbulkan keguncangan dalam ekonomi maupun dalam kehidupan masyarakat. Demikian pula kebijakan kenaikan harga BBM untuk mengurangi subsidi langsung perlu dilakukan bertahap. Di lain pihak, pemerintah perlu menyiapkan semua pendukungnya agar keguncangan akibat kebijakan tersebut jadi minimal. Subsidi komoditas kepada BBM sebenarnya masih digunakan oleh banyak negara, seperti Malaysia, Myanmar, juga Brunei Darussalam. Sedangkan negara seperti Vietnam, Pilipina, dan Thailand memberikan subsidi pada beberapa jenis BBM tertentu. Tapi kenaikan harga BBM yang tajam akhir-akhir ini telah membuat negara-negara tersebut menjaga stabilitas harga BBM dengan memberikan subsidi agar tidak menimbulkan gejolak harga, di samping meredam dampak negatif dalam perekonomian. Indonesia tidak sendirian. Namun subsidi BBM yang tahun lalu mencapai Rp 60 triliun lebih tentu tidak mungkin terus dilanjutkan. Karena itu, pencabutan subsidi harus dibarengi dengan berbagai pengaman agar masyarakat yang sudah miskin tidak semakin menderita. Demikian juga sejalan dengan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dan sistem pendidikan nasional, sudah saatnya pemerintah membangun social welfare ala Indonesia dengan modal dasar dana kompensasi BBM. Ini agar kebijakan ad hoc yang mudah disalahgunakan dan sulit dikontrol tidak terjadi lagi. Demikian juga program subsidi bagi masyarakat miskin dapat terbangun lebih baik dan dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun. Semoga. *** [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Czechs' hero? The people's choice is a joke
Bung Bismo, Any comments to this story? -- Czechs' hero? The people's choice is a joke By Ladka M. Bauerova International Herald Tribune Saturday, March 26, 2005 PRAGUE He was the hidden Czech genius behind key European discoveries, inventions, and musical and literary masterpieces, forgotten merely because he never made it to the patent office on time. . He served as a consultant to Einstein, Chekhov, Eiffel and Johann Strauss. He was beloved by his countrymen, and still is, judging by the flood of nominations he received when a contest to choose the greatest Czech in history kicked off on television in January. . But the belated triumph of Jara Cimrman (pronounced YAH-ra TSI-mer-mahn), Czech hero, was not to be. . The network running the contest has thrown out his nomination because of what most Czechs would consider to be a petty detail: Jara Cimrman is a fiction. He was an ingenious, well, loser, who never existed, except in theater and film. . A beloved comic character, Jara Cimrman was created in the 1960s by a troupe of actors and writers based in Prague. He has since come to occupy a special position in Czech cultural life, as shown by the initial results of Czech TV's Greatest Czech contest, based on a popular BBC program. . Although Czech TV will not disclose the figures, an executive, Tereza Typoltova, described support for Cimrman as massive in the contest's nomination phase, which took place in January. Ten finalists will be chosen, with the winner to be announced on June 11. . Other countries with similar contests using the BBC format have elected war heroes or great statesmen: Winston Churchill was chosen in Britain, Nelson Mandela in South Africa, Konrad Adenauer in Germany. . That Czechs preferred a fictional character is perhaps fitting in a country that elected a playwright, Vaclav Havel, as its president and that has produced such masters of the absurd as Franz Kafka and Milan Kundera. . But why would Czechs look up to a man who, real or not, managed to blow every opportunity to become famous in his fictional lifetime? Why admire a bungler - a brilliant bungler, but a bungler nonetheless - who missed becoming the first person to reach the North Pole by a mere 7 meters, or 23 feet? . Of Cimrman's brilliance there can be little doubt. This was the man who suggested to Anton Chekhov that two sisters were not enough for a full-fledged play. It was he who showed Gustave Eiffel how to stabilize his famous tower. . Cimrman's spiritual fathers, Ladislav Smoljak and Zdenek Sverak, were not surprised by their creation's popularity. He is the perfect type for the greatest Czech, Smoljak said. He was not appreciated in his lifetime. He embodies the desire of a small nation to be greater, more famous and more respected. . Sverak added: People chose humor, because humor saved our nation several times already. Indeed, humor was often the only recourse left to a people whose lands were occupied for centuries - by the Hapsburg dynasty, then by the Nazis - and who in recent times lived under a Communist dictatorship. . Perpetual lack of control over destiny creates a special mind-set. The Czechs know what it is to have victory within their grasp, only to see it snatched away. That is why Jara Cimrman, a misunderstood genius who never received his due, strikes such a chord here. . Czechs, wary of grand nationalistic gestures, preferred to turn patriotism into a joke. But this did not mean they would not fight for their hero's rights. . After Czech TV announced that it could not consider Cimrman a candidate, his fans started an Internet petition drive, collecting more than 38,000 signatures. Finally the BBC stepped in and allowed the creation of a special category for fictional characters for the Czech Republic, one of eight countries where the format has been licensed. . In addition, Czech TV promised to prepare a documentary about Cimrman modeled on those being produced about the 10 finalists. . This solution leaves many Cimrman supporters dissatisfied. I think all historical figures are fictional, said Jiri Rak, a historian and author of the book Former Czechs: Czech Historical Myths and Stereotypes. . All those great figures are of their time, Rak said, and the different epochs projected their own ideals onto them, violating the real people in the process. History as such is a fiction that we keep rewriting every day. . Comparing a medieval monarch with a 19th-century artist or a modern-day scientist is simply nonsense, added Rak, a fan of Jara Cimrman. In his view, the Czechs identify with a loser because, throughout recent history, they were always on the losing side. . The Jara Cimrman Theater emerged from the heady cultural brew of the 1960s. As the hard-line Stalinist doctrine began to lose its grip on Czechoslovakia, a new generation of writers, actors and comedians emerged. Among them
[ppiindia] The martyr of El Salvador New Feature
http://www.iht.com/articles/2005/03/25/opinion/edhiggins.html The martyr of El Salvador New Feature By Richard Higgins The Boston Globe Saturday, March 26, 2005 Archbishop Oscar Romero In San Salvador 25 years ago, on a Monday at 6:45 p.m., a lone man in the rear of a small chapel with a high-power rifle fired one shot at the 62-year-old priest raising his arms over the altar. Archbishop Oscar Romero fell dead to the marble floor, his vestments soaked in blood. . The primate of the Salvadoran Catholic Church from 1977 to 1980, Romero was killed because he supported the right of poor Salvadorans to equal citizenship in their own society, and he tried to end the use of repression and violence to thwart it. . The last quarter-century has not been kind to the broader liberation theology movement that Romero found inspiring. But his star burns bright. To liberals, Christians, and supporters of human rights and peace around the world, he is a figure of iconic, even mythological, proportions. . Romero is recalled as someone who pursued and achieved a measure of change not through an elitist agenda, social theory, hatred of the rich or fury at injustice. Rather he displayed the fundamental truth that valuing and loving others builds the foundation of justice. He was that rare person in a powerful position who sought to bring down the high and raise the low. . Romero triumphed in failure. His murder was a crippling, even humiliating, loss to his supporters in 1980. To be shot dead while saying Mass was an unnerving exclamation point. To add to their dismay, the killing escalated El Salvador's 12-year civil war. . Yet what the mourners did not see was that it was really too late to end his work. Romero had already sown the seeds of hope in countless others. When El Salvador's warring parties made peace in 1992, so many proponents of the accord cited Romero's legacy that even cynics had to wonder about the archbishop's remark, early in 1980, that if he was killed, he would rise again in the Salvadoran people. . Romero's life was drenched in irony. Although he was personable and well-spoken, he was no firebrand at first, politically or theologically. He was viewed as a bland company man in the Salvadoran hierarchy and, upon being named archbishop, was expected to continue his conservative, helicopter-blessing ways. . But as fellow priests, friends and others were killed and as Romero consoled mourners and listened to witnesses, the company he kept changed him. It led him to do outrageous things. He named names in his weekly sermons broadcast over national radio. He asked Jimmy Carter to cut off American military aid. He went around military leaders and appealed directly to the soldiers carrying out the violence: I beg you, I beseech you, I order you, put down your arms. In the name of God, stop the repression. . But he could not end the violence, which not only took his life but also marred his funeral. In the throng that choked Metropolitan Cathedral that day, 30 died in a bombing and stampede. . All this has been known. Last fall, a federal judge in California confirmed what has also been suspected. In a ruling in a lawsuit brought under a 1789 law, the U.S. court found that a retired Salvadoran military official, Alvaro Rafael Saravia, plotted the murder and was liable for civil damages. Saravia, who lives in Modesto, was an aide to Roberto D'Aubuisson, the founder of El Salvador's ruling right-wing party. . Romero's legacy can afflict those people whom one would expect to be comforted by it, such as leaders of the Catholic Church in El Salvador and Rome. This is, perhaps, the mark of a prophet. . At a ceremony marking Romero's assassination three years ago, the current archbishop of San Salvador said that while the event was horrific and sacrilegious, Romero was lucky to die in the best way a priest can die, at the altar. . Archbishop Fernando Saenz's remark appears less strange in light of the purge of liberal priests and liberal Catholic practices that he has championed since he was chosen in 1995 to be one of Romero's successors. Indeed, the Catholic Church has enjoyed some success in controlling Romero's legacy and appeal to young Catholics. . But history suggests that any effort to curb his influence or end his work will be limited. Romero's remark a few weeks before he died that his spirit would rise in the Salvadoran people struck many people as audacious at the time. It may turn out to be the opposite, however: that Romero, by specifying people in his country, actually understated how widespread his spirit would be. . . . [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
[ppiindia] Pundit sees end of U.S. as model
Spotlight: And now, the European Dream New Feature By Eric Sylvers International Herald Tribune Saturday, March 26, 2005 Pundit sees end of U.S. as model MILAN He stares you straight in the eyes as he tells you the world can be a better place and that the European Union has the best chance of making it possible. He says it with such conviction that you know he believes it and he gesticulates with just enough emphasis that you find yourself believing it, too. . So it goes with Jeremy Rifkin, consultant to companies and governments on both sides of the Atlantic, a best-selling author and president of the Washington-based Foundation on Economic Trends research institute. Rifkin's books are as varied as they are plentiful - there are almost 20. But for more than a decade he has railed against globalization and the widening income inequality between rich and poor countries and within the United States. . In a frontier economy, unfettered capitalism makes sense, Rifkin said in a recent interview in Turin, where he participated in a conference organized by the World Political Forum to mark 20 years since the beginning of perestroika, the series of liberalization measures undertaken by Mikhail Gorbachev in the final phase of the Soviet Union. . But times have changed and Adam Smith's dictum of everybody pursuing their self-interest doesn't make sense anymore now that everything and everybody are interconnected. . Rifkin embraces that interconnectedness and says Europe should do the same to protect its way of life - long vacations, universal health care, strong pension plans and more developed workers' rights - and avoid joining the United States on the road to increased income inequality and uncontrolled capitalism. He wants a more integrated Europe that uses its massive internal market to dictate its own terms and avoid being drawn into competition with the United States and Asia based on lower wages and fewer workers' benefits. . Rifkin, 60, was born in Colorado one day before the Soviet Army liberated Auschwitz, a coincidence that does not leave him indifferent. He takes it as a cue to ponder Europe then and now. . When I was born, they were still putting people to death in German concentration camps, he said, almost incredulous that the two events could have happened contemporaneously. That was Europe when I was born. . His latest efforts, and book, The European Dream, are dedicated to informing the world that the American Dream is dying and that there is a European Dream, and way of life, that can become a permanent reality. . This is nothing new for Rifkin, who has been pontificating about the European Dream since his book came out in September. Only now he is getting the ear of European leaders, including Chancellor Gerhard Schröder of Germany, who made reference to Rifkin's work in a recent speech. On March 23, Rifkin spoke at a hearing of the Social Democrats, Schröder's party, in Berlin and then in April he will debate with Foreign Minister Joschka Fischer on the merits of the American and European Dreams. . If this all sounds a bit too fuzzy and academic for the real world, it is only because Rifkin uses the question of the dreams as a pretext to begin a discussion on where the United States and Europe are headed and what can be done to get them on what he maintains is the right road. . Many Europeans think they must give up their way of life and move toward the U.S. model, or else they won't be able to compete, said Rifkin, who has lived the past 34 years in Washington but spends about a third of his time in Europe. These people say, 'Yes, the American model is brutal, draconian, but we must do it.' I don't see it like that. . The American model is not working and globalization under American stewardship has failed totally. . But looking for answers in Rifkin's vision of the European Dream while trying to make European policies the default for the rest of the world is a cure some economists say will bring more bad than good. . Income inequality in the U.S. is a problem, but following European practices is not the answer, said Michael Plummer, an economics professor at Johns Hopkins University's School of Advanced International Studies in Bologna. Many European policies, including labor laws, actually exacerbate inequality. There is no easy fix to income inequality, and it is naïve to think that Europe has all the answers. . Rifkin does note that Europe is plagued by its own problems, including bloated welfare programs, a rigid labor market and an aging population. But he says that can be solved, at least in the short term, with more vigorous integration of the European Union. . That will not be easy, he concedes, because the nation-state remains the paramount governmental institution. But it is possible if the member countries begin to see the region's 25 countries like the 50 states are seen in the United States, he says.
[ppiindia] New changes of multinationals in China
http://english.peopledaily.com.cn/200503/24/eng20050324_178093.html UPDATED: 16:08, March 24, 2005 New changes of multinationals in China China, through over 20 years of reform and opening to the outside world has not only become a processing workshop for world manufacturing industry endowed with quite some competitiveness but also an arresting world market. Say, if China's opening to the outside was under the guidance of policies before its entry into the World Trade Organization, but now after 3 years of its entry into the WTO it has turned out a country opened to the outside that can be predicted under the framework of the law. Over the past 3 years, many famous multinationals in China have adjusted their development strategies in China in view of the new situations here. Change 1, expansion of investment Multinationals have taken China one after another into their strategies for global development and expanded their business operation goals in China. The expansion of investment constitutes the necessary measures for the realization of their new strategic goals in China. The actions taken by many multinationals have turned out a new round of heated investment here in the country. As investigation indicates, many famous multinationals have vying with one another extended their investment scales in China since its entry into the WTO. Among them the Japanese enterprises stand out relatively prominent. During the past quite a few Japanese enterprises took China only as its processing workshop for export but now they've taken China for a market which can be actively developed. Change II, Extending their industry chains In 1990s, the invested projects by multinationals in China were mostly focused on manufacturing industry. Among them a considerable foreign invested enterprises took China only as their processing bases instead of their markets. During this period the investment by multinationals in China was mainly centered on shifting their assembling and processing links into China as the labor-cost was low in China, namely shifting the links of the lowest added value to China. They put up a great number of modernized factories in China. However, after entering into the 21st century more and more multinationals have not only taken China as their processing bases but also as their newly-boomed markets of the greatest potentials. Under the circumstances multinationals began to adjust their ideas for business operations in China. In view of their experiences both positive and negative the multinationals came to realize if they engaged only in production and manufacturing industry without a complete network for goods distribution and circulation in China it's quite difficult for them to expand their market here, nor is it easy for them to get over others only by introducing in some new products from alien lands without engaging themselves in researches for development. To carry on research work in China is not only near the bases but also apt to the development of products for the Chinese market. This can not only help themselves reduce the cost for research work but is also good for raising the competitiveness in the Chinese market. On entering into the new era, the production competition carried out by multinationals in China has been further intensified, being raised from only one industrial link to the whole production links. Confronted with the competition of other multinationals and of local Chinese enterprises that are on the boom the multinationals began to carry out the competition along the whole industrial links while increasing their investment. They've begun to extend their industrial links, namely on the one hand to proceed to the upper reaches for doing researches and development and the core accessories of the manufacturing industries and on the other for developing goods distribution and circulation along the lower reaches of the industrial links. Change III, Integrated adjustment of enterprise groups In recent years, many multinationals, while adjusting their strategies operations here have been making adjustments in their management structures in China. They aim at an integrated adjustment and harmonization of all their resources in China, for instance, setting up headquarters for coordinating and harmonizing all the operational bodies into an integrated entity for taking part in the competition, namely to make the several independent and decentralized enterprises of the past into enterprise groups with a unified goal, uniformed strategy and unified brands, in a word a harmonized one in action. By People's Daily Online [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education!
[ppiindia] Eye on Saudi Maids Reveals Child Abuse
http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=61121d=27m=3y=2005 Sunday, 27, March, 2005 (16, Safar, 1426) Eye on Saudi Maids Reveals Child Abuse Majed Al-Kinani, Asharq Al-Awsat JEDDAH, 27 March 2005 - Many Saudi families have installed secret cameras in their homes in order to monitor the behavior of their maids. The families are supposedly interested in seeing how the maids treat their children, especially since violence against children is increasing in the Kingdom. Umm Sultan, a Saudi mother working in the educational sector, has had more than eight maids in the past few years. She has had to change them because of abuse of her children. She said: I suspected that my maid was abusing my child when he always ran to me and said he didn't want to be with her. Umm Sultan decided to take a friend's advice and install a camera to see what was going on. She said: The maid left my child crying for hours while she took a bath or watched TV. When the child was hungry, she took the bottle, shouted at him and then threw the bottle at him. In the end my child cried himself to sleep. I could not watch the tape so I called my husband and showed it to him. The maid was deported the same day. Umm Sultan's story is generally typical of what the secret cameras reveal. Maids, on the other hand, strongly object to being secretly filmed. They said it was an invasion of their privacy. An Indonesian maid stated, Nobody has the right to film me or any other maid. We refuse to have our private lives filmed. I will not agree to being filmed. Foreign consular offices in the Kingdom have different opinions. Muhammad Salheen, from the Indonesian Consulate, understands the motives that drive many Saudi families to install secret cameras. At the same time, he pointed out: Just as Saudis are entitled to their privacy, so are maids. Saudis could avoid the stress and violence which may come from their maids by specifying exact work times and rest times. Many maids are driven to violence as a result of stress because of the absence of laws and regulations related to their work. Ahmad Ali believes that secret cameras are important in every house where there are maids. He described his experience when he discovered that his maid was beating his young child. He said: Thank God I discovered how my maid was beating my child, because of secret cameras. The secret camera business has brought huge profits to stores which sell them. Ahmad Al-Shawi, the manager of a big camera observation company, said the number of Saudi families asking for the service is increasing every month. He said: Secret camera prices vary. They run from about $550 to $1,300. The price also depends on the size as most Saudi families prefer the smaller ones that cannot be seen or discovered. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Tidak Mampu Bayar, Murid Putus Sekolah
http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2005/03/27/brk,20050327-06,id.html Bekasi Tidak Mampu Bayar, Murid Putus Sekolah Minggu, 27 Maret 2005 | 06:52 WIB TEMPO Interaktif, Bekasi:Sebanyak 27 murid madrasah tsanawiyah negeri di Kecamatan Jatiasih, Bekasi, putus sekolah selama 2005 ini karena faktor ekonomi keluarga. Mereka putus sekolah karena faktor ekonomi keluarga. Rata-rata mereka berasal dari keluarga miskin (gakin), kata Kepala Seksi Pembangunan Tenaga Teknis dan Kesiswaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bekasi, Ida Sahida, kepada Tempo, Sabtu (26/3). Ida memastikan murid yang putus sekolah pada 2005 ini sudah banyak. Angka putus sekolah yang sesungguhnya belum diketahui oleh Dinas P dan K Kota Bekasi. Tapi, paling tidak dengan adanya contoh-contoh seperti itu, sepertinya di sekolah-sekolah lain di Kota Bekasi masih banyak, imbuh Ida. Untuk sekolah yang berasal dari keluarga miskin ini, kata Ida, sudah ada bantuan khusus dari anggaran kompensasi bahan bakar minyak (BBM) setiap tahun. Alokasi anggaran beasiswa kompensasi BBM untuk semester satu sudah diterima pada Oktober 2004 lalu sebesar Rp 1.761.720 milyar. Program beasiswa dari kompensasi BBM 2004 diberikan secara bertahap, terbagi dalam dua semester (semester satu Juli-Desember 2004 dan semester dua Januari-Juni 2005). Saat ini, baru bantuan beasiswa semester satu yang sudah disalurkan pemerintah pusat ke daerah. Untuk semester dua, turun April nanti, kata dia. Ida mengaku, kondisi murid yang putus sekolah itu menjadi pekerjaan rumah dan sangat menohok Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Memang di samping kuota gakin harus ditambah. Besaran beasiswa itu untuk kondisi saat ini sebenarnya sudah tidak layak, tutur dia. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Hugo Chávez and Petro Populism (1/3)
http://www.thenation.com/doc.mhtml?i=20050411s=parenti Posted March 24, 2005 Hugo Chávez and Petro Populism by Christian Parenti Research support was provided by the Investigative Fund of The Nation Institute. The views from the slopes of Barrio San Agustín del Sur are spectacular. Tight passageways frame Caracas and the lush, cloud-draped Avila Mountain beyond. Along the neighborhood's rough cement steps, teenagers lounge around, flirting, arguing or lost in the cheap text-messaging functions of their cell phones. Ascending a nearby cliff is a small garbage dump. From afar its refuse looks like the sand in some ominous urban hourglass. Illiteracy, violence, disease and the listlessness of endemic unemployment have shaped the life of this barrio since landless squatters from the countryside first settled it about forty years ago. But much of that could be changing. ADVERTISEMENT Even though we have had problems, we are moving forward, says Carmen Guerrero, a woman in her late 40s who is one of San Agustín's most dedicated activists. Here, we are all with President Chávez. Everybody except for maybe six families. On the yellow walls of her living room are masks in the form of fashionable ladies' faces, a clock, a mirror and a small picture of Venezuela's populist president, Hugo Chávez Frías. Guerrero explains that she and her neighbors are studying in several government-created programs called missions and organizing themselves into committees to deal with everything from local and national election campaigns to sanitation and legalization of land titles. Like most slums in Caracas, this community also has a state-owned, subsidized market, a soup kitchen, a number of small-scale cooperative businesses and a little two-story, octagonal, red-brick medical center. Upstairs two Cuban doctors live in cramped quarters; downstairs is a small waiting room and clinic. Guerrero's neighbor, a young man named Carlos Martinez, is showing me around; he works with the local construction cooperative. They have a contract from the mayor's office to lay new drainage pipe in the barrio. Given the recent flooding, it is an important task. Later he shows me where a patch of ranchos--dirt-floored shacks made of corrugated tin and wood--are being replaced at government expense by solid, two-story brick homes. For this little barrio and a thousand others like it, such changes mean a lot. Like two generations of Venezuelan politicians before him, Chávez has pledged sembrar el petróleo--to sow the oil. That is, to invest its profits in a way that transforms the very structure of Venezuela's economy. But what would that entail? Are social programs enough? Lately Chávez has been talking about a revolution within the revolution, about transcending capitalism and about building a socialism for the twenty-first century. It is a discourse that frightens his enemies, electrifies his base and inspires the left throughout Latin America. After two decades of the US-promoted Washington Consensus--a cocktail of radical privatization, open markets and severe fiscal austerity--Latin America is an economic disaster marked by increasing poverty and inequality. Taken as a whole and controlling for inflation, Latin America has grown little since the mid-1980s and hardly at all in the past seven years. With the entire region primed for social change, a new breed of populists and social democrats is coming to power. Brazil, Argentina and Uruguay, in addition to Venezuela, have leftist governments of some sort, while Colombia, Ecuador, Mexico, Nicaragua and Peru will hold presidential elections in 2006. But a closer look at Venezuela reveals just how vexing and complicated a political and economic turn to the left can be, even in a country that is rich with oil and not deeply indebted. Thus far, Venezuela's Bolivarian Revolution, named for South America's nineteenth-century liberator, Simón Bolívar, has deepened and politicized a pre-existing tradition of Venezuelan populism. Despite Chávez's often radical discourse, the government has not engaged in mass expropriations of private fortunes, even agricultural ones, nor plowed huge sums into new collectively owned forms of production. In fact, private property is protected in the new Constitution promulgated after Chávez came to power. What the government has done is spend billions on new social programs, $3.7 billion in the past year alone. As a result, 1.3 million people have learned to read, millions have received medical care and an estimated 35-40 percent of the population now shops at subsidized, government-owned supermarkets. Elementary school enrollment has increased by more than a million, as schools have started offering free food to students. The government has created several banks aimed at small businesses and cooperatives, redeployed part of the military to do public works and is building several new subway
[ppiindia] Hugo Chávez and Petro Populism (2/3)
2/3 Hugo Chávez and Petro Populism Guerrero started supporting Chávez in 1992, on that fateful day when the then-unknown 37-year-old colonel launched a failed coup of his own. When defeat appeared imminent, Chávez surrendered. To avoid a bloodbath he went on television and asked his compatriots who were still holding two cities to put down their weapons. During that short live broadcast Chávez did two things that electrified the Venezuelan imagination. First, he took personal responsibility for the botched coup. This seemed to many viewers like a significant break from the standard political tradition of lying and blaming others for failure. Then, in explaining the defeat, Chávez said, For now, the objectives that we have set for ourselves have not been achieved. During the next two years, while Chávez was in prison studying, that key phrase--for now, or por ahora in Spanish--became a rallying cry, a slogan of defiance painted on walls, a talisman of hope in an otherwise squalid and corrupt political landscape. Guerrero's sentiments, down to the details about the coup and the por ahora speech, were echoed again and again in dozens of interviews throughout some of Caracas's poorest slums. The majority of people here--ranging from formerly apolitical housewives to hard-core veterans of the urban guerrilla movements of the 1970s--revere President Chávez. They view him as a political saint, a savior, the embodiment of a new national ideal. But through Guerrero's open front door we can see the Modernist towers of offices, banks, hotels and luxury apartments in the other Caracas, a city that has grown fat on the vast oil fortunes flowing from Venezuela's subsoil. It is this contrast between rich and poor--a contrast so visually obvious as to make the landscape of Caracas feel almost didactic--that animates Venezuelan politics. And in the other Caracas, the one with the country clubs, the citizens hate Chávez with an ardor as strong as the devotion one finds for him in the barrios. Just as the urban poor and campesinos love Chávez because of his swarthy, indigenous looks, tight curly hair and his rough, down-to-earth talk, so too are the wealthier classes driven apoplectic with rage by the fact that their president looks likes a construction worker or cab driver. For six years Chávez and his supporters have battled this opposition, an enemy that Chávez has nicknamed los escuálidos, or the weaklings. But the opposition has not always been so weak. It includes the privately owned mass media, which have been virulently and propagandistically hostile to the government, devoting days at a time to commercial-free attacks on it as totalitarian and Castro communist. There was the armed coup, then the oil strike, which cost the economy an estimated $7.5 billion and led to severe shortages of gas, food and beer. As one consultant in the Planning Ministry said in all seriousness: I thought the day we ran out of beer would be the day the country fell into anarchy and civil war. There was also a prolonged public protest by a group of respected former generals who urged active soldiers to rebel. Then there was a series of violent protests by rightist street fighters calling themselves the Guarimbas, who set up burning barricades during early 2004. Despite all this, Chávez and his political allies have won seven national ballots, including the approval of a new Constitution, an overhaul of the notoriously corrupt judiciary, two national legislative elections, two presidential elections and one attempted presidential recall. Through it all, occasional armed clashes between hard-core Chavistas and opposition militants have left about twenty people on both sides dead or seriously wounded. And the Chávez government has enacted a media law that punishes slander with jail time and prohibits broadcast of the twenty-four-hour-a-day video loops that were an opposition favorite, drawing sharp criticism from press-freedom advocates. But there has been no major government campaign of repression, not even against the architects of the coup, many of whom are at liberty and still in Venezuela. The barrio 23 de Enero (January 23) is to the Venezuelan left what Compton is to hip-hop: the home of its hard core. The barrio's eponym is the date of a popular uprising that took place in 1958 against dictator Marcos Pérez Jiménez. Tucked into a Caracas valley and flowing over a few hillsides, 23 de Enero is a mix of 1950s-era cement tower blocks and the usual cinder-block homes wedged along winding staircases and walkways. The ten- and fifteen-story tower blocks are adorned in an improbable and tatterdemalion layer of colorful laundry hanging from external drying racks or barred windows. Behind the clothes and the bars one can see lush potted plants, caged and squawking birds or household items stacked up in the tiny, overcrowded apartments. On the back sides of the
[ppiindia] Hugo Chávez and Petro Populism (3/3)
Hugo Chávez and Petro Populism T he organized opposition to Chávez is rather thin on the ground these days, having been largely discredited by the right-wing extremism of their coup and the economic devastation caused by their oil strike. So I visit the offices of the right-wing tabloid Así Es la Noticia, owned by one of Venezuela's top-circulation dailies, El Nacional. Look, Chávez won the referendum. People have to accept that, says the editor, Albor Rodriguez. She is in her early 30s, an escuálido all the way, but she respects the facts. Standing erect at her desk, one black-clad shoulder tipped forward, she takes long drags on her cigarette between comments. There is no 'Castro communist' here. That's ridiculous. They say there are Cubans in the government and the security. But there is no proof. However, does Chávez have autocratic tendencies? Yes! He comes from the military. Does his government, or he himself, know what they are doing? No! His head is a mix--a marmalade of notions and slogans. He speaks without thinking. He makes innuendoes about Condoleezza Rice being in love with him. That's insane. He's totally erratic. Albor, to my surprise, is almost as harsh on the opposition: They lost because Chávez has a deep emotional connection with the people, and they have no connection with the people. Also, he has spent a lot of money on the barrios. He pours money into the barrios. She explains that when her paper reported on the real work of the missions, some readers accused her of lying and having gone to the moon to find these things. She explains: The opposition lied to itself. They were deluded and now they are smashed. With that rather definitive summation, she puts out her cigarette and invites me to lunch. There are some in the opposition whose critique focuses less on Chávez's supposed abuses of power and more on the government's alleged mismanagement and left-wing economic tomfoolery. Oscar Garcia Mendoza is president of Banco Venezolano de Credito, a very old and conservative bank. He's what Chávez would call an oligarch, the official enemy: a capitalist financier. But when I meet him in his beautiful corner office on the ninth floor of a Modernist highrise, he is beaming. He wears a dark blue suit, his gray hair is cropped stylishly short and he has that healthy look that seems to come from being rich and relaxed. Classical music filters out from speakers in the ceiling; on the table are fine Cuban cigars. We sit in bent plywood and leather Herman Miller chairs, and gaze out across the city through a glass wall lined with thick green plants. Business has never been better, says Garcia. This government is totally incompetent. They have no idea what they are doing. The head of their land reform, Eliezer Otaiza, is a former male stripper. And did you see they just appointed Carlos Lanz, a former terrorist kidnapper, a communist, as head of Alcasa, our largest aluminum company? Through it all, Garcia wears a slightly suppressed grin as if he thinks the whole thing is hilarious. I mean, can you imagine that? In a way, Lanz's appointment is not so outrageous: Another former guerrilla, Ali Rodriguez Araque, once minister of mining and energy, then head of OPEC, is now foreign minister and widely respected as a level-headed negotiator. Garcia also has some very concrete criticisms. He says that the current economic boom is a chimera based on oil prices. In 2004 government spending jumped 47 percent, much of which went to pay for healthcare and education--the missions. But despite the oil windfall, the government has had to borrow heavily. Instead of turning to international financiers, it has increased its internal debt to Venezuelan banks. Garcia says that in the past four years this internal debt has gone from $2 billion to more than $27 billion. The Finance Ministry confirms these figures and says that 60 percent of this debt is held in government bonds. But what makes this really crazy, says Garcia, is that the government is depositing all its oil revenue in the same banks at about 5 percent, then borrowing it back at 14 percent. It's a very easy way for bankers to make money. That's why I say this is a government for the rich. Last year Venezuelan banks made $1.38 billion in profits, just a bit more than they did the year before. And most of that money came from lending to the Chávez government and trading in special government-approved, dollar-denominated bonds, a legal loophole in the new currency-control law. Garcia's bank actually does no business with the government, but the huge increase in oil revenues has doubled his loan portfolio. The economy is awash in money: Growth was 17.3 percent in 2004. So if the economy is booming, why does Garcia dislike Chávez? These people are crooks, he says. Look, Venezuela has always been corrupt, but these guys are the worst. When I point out that the government
[ppiindia] Masa Depan PDI-P---PDI-P Maunya seperti Apa?
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/3/28/p5.htm Masa Depan PDI-P--- PDI-P Maunya seperti Apa? Oleh I Ketut Putra Erawan, Ph.D Masa depan partai politik di Indonesia oleh banyak pihak dianggap kurang menjanjikan. Partai dikritik hanya aktif berfungsi dalam aktivitas merebut, mempertahankan, dan membagi kekuasaan. Dinamikanya kentara pada saat pemilu, kongres, munas, pembagian jatah kabinet, dan yang pasti pilkada langsung nanti. Partai dikritik tidak banyak berperan dalam menjalankan fungsi utama sebuah kekuatan politik yaitu mempersiapkan pejabat publik (bukan hanya merekrut saja), memberi arah bagi jalannya pemerintahan dan menjadi suluh bagi masyarakat (ketika muncul isu-isu yang kontroversial). Fungsi ini bahkan telah banyak diambil alih oleh kelompok sosial kemasyarakatan yang ada, baik itu lembaga swadaya, media massa, kampus, dan lain-lainnya. Partai jarang menawarkan solusi tetapi mempertontonkan intrik, manipulasi dan perpecahan. Partai menjadi kekuatan nyata yang kurang relevan bagi pendukung, masyarakat maupun proses demokratisasi. Partai sepertinya ada, namun tiada. Bagaimana dengan PDI-P yang berkongres di Bali mulai Senin ini sampai Sabtu depan? INI ironis mengingat betapa banyaknya harapan yang dibebankan pada partai pascakejatuhan rezim orde baru. Apakah dengan demikian eksistensi partai sudah obsolete atau kedaluwarsa? Ia bukan lagi solusi tetapi problema bagi proses demokrasi? Tulisan ini berpendapat tidak sepesimis itu. Seberapa pun situasi partai saat ini, partai tetap merupakan aset utama politik. Partai adalah darah bagi hidupnya proses politik, pemerintahan dan demokrasi. Dengan demikian, salah satu tantangan terbesar bagi proses politik dekade ini, menurut saya, adalah membantu partai-partai politik yang ada menemukan jati dirinya dan kemudian tumbuh dewasa. Tantangan itu termasuk membantu partai mendemokratisasikan dirinya dan selanjutnya mendinamisasi sistem. Dalam bahasa jargonnya, menjadikannya partai modern. Tulisan ini adalah upaya awal ke arah tersebut. Fokus pembahasan kali ini adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Tulisan ini akan membahas tiga pilihan masa depan bagi PDI-P. Masing-masing pilihan mensyaratkan penajaman arah reformasi dalam tubuh PDI-P. Di samping itu, masing-masing pilihan mengandung konsekuensi bagi partai ini selanjutnya. Kondisi Kini Tulisan ini hendak membahas persoalan eksistensial partai, mau menjadi partai seperti apakah PDI-P sepuluh tahun lagi? Alasan memilih sepuluh tahun adalah pertimbangan strategis bahwa partai perlu cukup waktu untuk menata masa depannya. Kalau kita mengacu pada argumen Katz and Mair (1992), bahwa ada tiga wajah partai: partai pada akar rumput, partai pada level pemerintahan, dan partai pada tingkat pusat. Katakanlah fokus penataan pada masing-masing level memerlukan waktu dua tahun, maka untuk semua level dibutuhkan enam tahun. Sedangkan untuk pengorganisasian dan penataan hubungan antartiga level itu dibutuhkan paling sedikit dua tahun. Kalau partai harus mengkonsentrasikan diri setahun untuk menghadapi pemilu lima tahunan, maka partai membutuhkan waktu dua tahun selama satu dekade. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk menata tiga level partai, hubungan antarlevel, serta mempersiapkan pemilu adalah sepuluh tahun. Pembahasan terhadap tema-tema di atas untuk PDI-P yang tengah menyelenggarakan kongresnya di Bali mulai 28 Maret hingga 2 April adalah relevan untuk beberapa alasan. Pertama, partai ini adalah salah satu partai terbesar di Indonesia yang ikut menentukan konstelasi politik nasional dan daerah, sehingga konsekuensi dinamikanya akan berpengaruh terhadap proses politik dan pemerintahan secara umum. Kedua, adanya dinamika baru dalam kongres kali ini yang mengisyarakatkan perlunya demokratisasi internal partai. Persoalannya adalah belum tercapainya kesepakatan tentang siapa formaturnya (Megawati, Guruh, dan lain-lainnya), bentuk formaturnya (tunggal atau jamak), dan aturan main prerogatif atau tidak ada prerogatif (prosedur pengambilan kebijakan). Tetapi dalam banyak pertemuan, kalangan partai sendiri masih menyadari perlunya perubahan-perubahan dalam tubuh partai. Kekalahan dalam pemilu legislatif dan presiden 2004, misalnya, adalah pemicu kesadaran baru itu. Ketiga, persoalan-persoalan yang dihadapi oleh PDI-P juga dihadapi oleh partai-partai lainnya. Upaya PDI-P, misalnya dalam mengurangi personalitas/figur, money politics, premanisme, intimidasi, dan lainnya akan mudah dicontoh oleh partai-partai lainnya. Momentum kongres adalah wahana untuk menentukan kepemimpinan terpilih yang representatif. Terlebih lagi pertemuan besar dan seserius kongres mestinya juga menjadi momen refleksi bagi partai ini untuk merenungkan eksistensi dirinya. Mau menjadi partai seperti apakah PDI-P sepuluh tahun lagi? Kepemimpinan terpilih, menurut saya, bisa menjadi figur-figur transisional yang akan membawa partai ini ke masa depan. Energi
[ppiindia] Kemiskinan di Balik Kemegahan Jakarta
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/28/utama/1645325.htm Kemiskinan di Balik Kemegahan Jakarta JAKARTA Kota indah dan megah Di situlah aku dilahirkan Rumahku di salah satu gang Namanya Gang Kelinci SEPOTONG bait lagu berjudul Gang Kelinci yang dinyanyikan Lilis Suryani itu amat populer sebelum tahun 1970, baik di kalangan orang tua maupun anak-anak. Liriknya sederhana, yang mungkin mengundang tawa, menggambarkan citra sebuah ibu kota negara yang saat itu sudah dihiasi gedung-gedung bertingkat macam hotel, perkantoran, Jembatan Semanggi, jalan mulus, patung-patung dengan berbagai desain, yang melengkapi kemewahan Sang Metropolitan. Di balik pembangunan infrastruktur itu juga diingatkan, Jakarta justru menyimpan persoalan luar biasa berupa tekanan penduduk yang bertambah sepanjang tahun. Hal itu membuat penghuninya hidup berjubel, berdesakan mendirikan rumah di pinggir kali hingga gang sempit lagi kumuh, kemudian berkompetisi mengangkat taraf hidupnya menjadi lebih baik. Apa yang tersurat dalam lagu tadi tidaklah terlalu melenceng jika melihat kemiskinan di pusat kota! Sebutlah Talhah (54), warga Kramat Sawah, RT 09 RW 08, Kelurahan Senen, Jakarta Pusat. Janda tanpa anak ini tinggal di areal seluas 100 meter persegi. Di atas tanah warisan orangtuanya itu dibangun rumah yang dibagi menjadi enam ruangan, beratap seng bercampur genteng, berdinding papan dan tripleks, berlantai semen yang di atasnya dilapisi plastik. Dengan kamar tamu, ruang tidur, dan dapur yang nyaris menyatu, rumah itu dilengkapi satu pintu tanpa jendela, sirkulasi udara pun hampir tidak ada. Penghuni maupun warga lain yang umumnya bermata pencarian sopir bajaj, tukang ojek, dan pekerja kasar terbiasa menghirup bau kurang sedap menusuk hidung yang bersumber dari air got di depan rumah itu. Hanya satu ruang dari deretan kamar rumah itu yang menjadi jatah saudara lelaki Talhah disewakan sebesar Rp 1,5 juta setahun. Dari uang sewa itu Talhah disubsidi hidupnya ala kadarnya oleh saudaranya. Kini keperluan makan-minum Talhah dibantu saudaranya yang tinggal di ruang sebelah, termasuk uang pengobatan sakit kanker yang mulai lagi menyerang tubuhnya. Di atas seputar payudaranya sebelah kiri-yang hilang setelah dioperasi akibat penyakit yang sama-tumbuh lagi benih-benih kanker. Dia sempat dibantu biaya pengobatan dan operasi dari sumbangan pembaca harian Kompas melalui Dana Kemanusiaan Kompas. Penyakitnya sembuh selama setahun, tetapi tujuh bulan terakhir kanker itu muncul kembali. Jangankan operasi, untuk biaya rontgen saja saya tidak mampu, ujar Talhah tentang biaya rontgen sebesar Rp 12 juta. Kini Talhah mengobati penyakitnya dengan minum jamu, yang dia beli seharga Rp 30.000 untuk dikonsumsi selama satu minggu. Uang pembelian jamu itu merupakan bantuan saudara-saudaranya. PERSOALANNYA, saudaranya yang membantu juga memerlukan biaya hidup bagi keluarganya. Misalnya, Ida Farida, sang adik, cuma mengharapkan gaji suaminya, Suyanto, petugas satuan pengamanan pada sebuah apartemen, Rp 800.000 sebulan. Padahal, suami-istri ini menanggung empat anak yang memerlukan biaya sekolah. Anaknya yang tertua (perempuan) adalah siswa kelas I sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri, menunggak membayar biaya sekolah selama Januari, Februari, dan Maret sebesar Rp 80.000 per bulan. Anak sulungnya itu mestinya duduk di kelas II, tetapi terpaksa istirahat satu tahun karena tidak mampu bayar sekolah. Bahkan, kini, anaknya yang bungsu (putri) menderita tuberkulosis. Pokoknya, lama kelamaan isi rumah saya habis untuk biaya sekolah dan pengobatan anak-anak saya, ucap Farida. Farida bukanlah tipe orang yang hanya berkeringat saat makan, tetapi enggan bersimbah peluh saat melaksanakan pekerjaan. Saya mau jualan untuk bantu penghasilan suami, tapi tidak ada modal. Saya pun mau jadi tukang cleaning service kalau ada lowongan, katanya. KESEMPATAN kerja, itulah soalnya. Apalagi kebanyakan pencari kerja di Jakarta adalah tamatan sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) tanpa memiliki keterampilan guna merebut segmen kerja yang dibutuhkan. Kalaupun lowongan kerja itu terisi, maka yang bisa diraih adalah pekerjaan kuli, buruh, dan sejenisnya. Sebutlah Hasyim, lulusan SLTA, petugas Masjid Agung Sunda Kelapa di Jalan Madiun. Dengan jam kerja pukul 09.00-17.00, honor Hasyim rata-rata Rp 200.000 sebulan yang didapat dari sumbangan jemaah yang menitipkan sandal dan sepatu saat mereka melaksanakan shalat. Upah itu agaknya tidak cukup buat biaya hidup bersama istri dan seorang anaknya. Karena itu, Hasyim menjual jasa sebagai tukang servis barang elektronik atau tukang ojek sepeda motor. Saya ngojek karena terpaksa saja, sebab banyak kejadian sih, pengojek ditodong, dirampok, ucapnya. Kesadaran tentang sumber rezeki itu pula yang mendorong Nyonya Ratna (40) menjadi tukang cuci dan setrika pakaian. Warga Kramat Sawah RT 08 RW 08, Kelurahan Senen, itu
[ppiindia] Pertumbuhan Ekonomi Tidak Bisa Dipaksakan
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/28/opini/1644209.htm Pertumbuhan Ekonomi Tidak Bisa Dipaksakan Oleh M Sadli IKATAN Sarjana Ekonomi Indonesia atau ISEI minggu lalu telah menggelar sidang pleno tahunan selama dua hari di Hotel Nikko, dengan tema umum Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja Baru. Banyak masalah dibahas, baik dari segi ekonomi makro maupun mikro atau sektoral. Yang penting adalah presentasi Dr Miranda Goeltom pada hari pertama, sesi pertama, sehingga papernya bisa dipandang sebagai referensi utama. Judul papernya adalah Mengapa Stabilitas Makro Telah Tercapai namun Sangat Lambat dalam Menggerakkan Pertumbuhan Ekonomi? Cara analisisnya adalah konvensional, yang juga sudah sering dilakukan penulis ini. Walaupun Sdr Miranda di sidang pleno ISEI ini bicara dalam kedudukan pribadinya, ia menjabat Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI), sehingga pandangannya kiranya sejajar dengan kebijakan moneter yang resmi. Sdr Miranda senantiasa memberi tekanan kepada misi utama Bank Indonesia di zaman reformasi ini, yakni misi tunggal menjaga nilai rupiah, yang secara operasional juga bisa disebut menjaga rendahnya inflasi (misi resmi sekarang adalah inflation targeting). Ia juga beberapa kali menyebut good governance sebagai pedoman pokok. Sdr Miranda membuka papernya dengan kalimat: Evaluasi secara umum terhadap kondisi makro-ekonomi hingga triwulan I 2005 menunjukkan bahwa stabilitas perekonomian yang telah mulai dicapai dalam kurun waktu dua tahun terakhir masih dapat dipertahankan sebagaimana tercermin pada indikator utama makro-ekonomi seperti perkembangan besaran moneter, suku bunga, nilai tukar, inflasi, dan indikator kinerja perbankan. Perkembangan besaran moneter, diukur dengan M-zero (base money) maupun dengan ukuran M1 dan M2, semuanya masih ada dalam kisaran yang aman dan stabil. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia satu bulan menunjukkan penurunan konsisten dari sekitar 17 persen pada awal 2002 menjadi sekitar 7,4 persen pada awal 2005. Penurunan suku bunga itu diikuti oleh penurunan suku bunga kredit walaupun dengan pola penurunan yang relatif lambat. Nilai tukar rupiah selama beberapa periode terakhir bergerak relatif stabil dengan tingkat volatilitas yang cukup rendah. Secara tahunan, inflasi terus mengalami penurunan yang konsisten, dari 12,55 persen pada tahun 2001 menjadi 6,4 persen pada akhir 2004. Masalah inflasi Inflasi di Indonesia bak penyakit endemis (seperti malaria) dan berakar di sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah. Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (kalau perlu uang, cetak saja). Di zaman Soeharto pemerintah berusaha menekan inflasi, tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie, fungsi BI mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah), maka inflasi inti masih lebih besar daripada 5 persen setahun. BI sekarang punya sasaran untuk menekan angka inflasi ini. Di level teknis sudah ada kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membawa tingkat inflasi jangka panjang ke kisaran 3 persen setahun. Untuk tahun 2005, sasaran BI adalah 6 persen plus-minus 1 persen; untuk tahun 2006, 5,5 persen plus-minus 1 persen, dan untuk tahun 2007, 5 persen plus-minus 1 persen. Maka yang menjadi taruhan adalah inflasi tahun 2005 ini yang dibayangi oleh kenaikan harga BBM. Menurut Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, akan ada tambahan inflasi sekitar 1 persen, tetapi ada pakar ekonomi lainnya yang memperkirakan 3 persen, bahkan pakar Badan Pusat Statistik memasang angka 12 persen. Pengalaman sejarah menunjukkan pengaruh kenaikan harga BBM kepada inflasi dalam kisaran 1-2 persen setahun. Pengendalian inflasi masih menghadapi risiko intern dan ekstern yang cukup besar. Dari dalam negeri ada pengaruh politik untuk mengucurkan dana perbankan yang lebih besar ke sektor riil, terutama ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah, dengan suku bunga rendah. BI juga tidak dapat mengendalikan perkembangan M-zero secara sempurna karena perbankan komersial harus melayani keperluan uang para nasabahnya, yang bisa dipengaruhi oleh inflationary expectations. Risiko dari sektor ekstern timbul kalau harga minyak bumi masih terus naik, atau nilai rupiah mengalami depresiasi. Belakangan ini bahkan beberapa komoditas pertanian, seperti beras dan gula, mengalami kenaikan harga internasional, yang semuanya akan menjadi imported inflation bagi Indonesia. Sdr Miranda menyebut beberapa fundamental
[list_indonesia] [ppiindia] Perangkap Neoliberal
** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/28/opini/1644248.htm Perangkap Neoliberal=20 Oleh A Prasetyantoko BAGI ahli sejarah setiap kejadian adalah unik. Sebaliknya, minat para ekono= m menemukan kejadian-kejadian yang berulang dalam sejarah. Sejarah bersifat= partikular dan ekonomi bersifat general. Begitu kata Charles Kindelberger = (1978). Para ekonom tengah memperdebatkan hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Eko= nomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) tentang dampak penguran= gan subsidi bahan bakar minyak/BBM (baca: kenaikan harga BBM) terhadap angk= a kemiskinan. Kisahnya agak lain dari sekadar perdebatan akademis di kampus= . Kali ini, secara terbuka angka-angka temuan penelitian dipampang untuk meya= kinkan orang akan sebuah kebijakan. Dengan angka-angka itu pula sekelompok = intelektual merasa memiliki legitimasi moral untuk merekomendasi sebuah keb= ijakan kepada pemerintah melalui sebuah iklan. Yang terpenting, angka-angka= hasil penelitian tersebut telah menjadi referensi penting dari kebijakan y= ang menyangkut hajat hidup orang banyak. Tim LPEM-UI meyakini pencabutan subsidi BBM yang disertai dengan pemberian = kompensasi subsidi (pangan, pendidikan, dan kesehatan) akan berdampak pada = penurunan angka kemiskinan. Sementara itu, sama-sama menggunakan model comp= utable general equilibrium (CGE), Rina Oktaviani dari Fakultas Ekonomi dan = Manajemen Institut Pertanian Bogor (FEM-IPB) memiliki hasil perhitungan yan= g berbeda. Kompensasi subsidi hanya akan mendongkrak daya beli masyarakat s= ebesar 0,6 persen, sementara dampak pencabutan subsidi BBM akan mendorong i= nflasi sebesar 2,80-3,02 persen (Kompas, 14/3). Tim Indonesia Bangkit mempersoalkan legitimasi penelitian LPEM-UI. Terlepas= dari masalah metodologis yang tengah diperdebatkan itu, tampaknya ada pula= persoalan epistemologis di dalamnya. Selain dari sudut pandang metodologis= , sebuah penelitian umumnya dikaji dari sudut pandang perumusan konsep yang= berhubungan dengan sebuah kriteria kebenaran tertentu (relatif). Karena = pada prinsipnya, sebuah metode (model) bisa diatur untuk melayani (mengguga= t atau menguatkan) sebuah konsep kebenaran tertentu. Neoliberal Daoed Joesoef (Kompas, 16/3) membuat analogi pernyataan Menteri Koordinator= Perekonomian tentang ketidakmampuan rakyat membeli elpiji dengan kata-kata= sinis Ratu Marie Antoinette (istri Raja Louis XVI) di hadapan rakyat Paris= yang lapar. Kita tahu, Antoinette-putri Raja Francois I dari Austria-harus= menemui ajal secara mengenaskan di papan guillotine. Dia berada di dalam s= istem kekuasaan yang diidamkannya pada saat yang tidak tepat. Rakyat sedang= kelaparan, negara sedang dilanda krisis keuangan yang parah, sementara war= ga Paris tengah marah pada simbol kekuasaan yang mewah. Di mata sejarah setiap kejadian penting dan kita bisa banyak belajar dariny= a. Kisah tragis Ratu Antoinette bisa bertutur banyak atas kejadian aktual d= i masa sekarang ini. Sayangnya, para ekonom hanya peduli pada kejadian yang= berulang karena di sana bisa ditemukan model guna memprediksi masa depan. Di mata ekonom krisis tak lebih dari sekadar kejadian yang berulang, bisa t= erjadi kapan saja dan di mana saja. Studi Tornell Westernmann (2004) menu= njukkan, krisis yang melanda negara sedang berkembang merupakan efek sampin= g (by product) dari liberalisasi sektor finansial. Meskipun ada risiko kris= is, liberalisasi sektor finansial tetap diperlukan bagi perekonomian karena= dia mendorong pertumbuhan. Di negeri kita sebagian besar ekonom juga meyakini krisis disebabkan oleh t= idak bekerjanya sistem pasar dengan baik. Jadi, solusinya: deregulasi, libe= ralisasi, dan privatisasi (Washington Concensus). Sama halnya dengan Dana M= oneter Internasional (IMF) yang datang dengan rumus yang klasik: krisis har= us diakhiri dengan cara menaikkan suku bunga, menurunkan defisit serta mela= kukan gerak stabilisasi dan privatisasi. Dalam logika ini setiap kegagalan liberalisasi hanya bisa dipecahkan dengan= kebijakan liberalisasi yang lebih maju. Sejarah pun terus berulang; libera= lisasi terus-menerus dijalankan sebagai proyek berkesinambungan. Dalam kasu= s pencabutan subsidi BBM tampaknya kita terperangkap dengan logika ala neol= iberal ini. Masalahnya, pencabutan subsidi BBM terkait langsung dengan masa= lah rakyat yang lapar dan kali ini proyek liberalisasi justru menyeret ki= ta pada masalah politik dan sosial yang kompleks. Bernard Walleser (2000), dosen di EHESS-Paris, dalam bukunya L'=E9conomie C= ognitive mengkritik pendekatan ekonomi atas dua ketimpangan utama; rasional= itas individual dan keseimbangan kolektif. Pendekatan utama (mainstream) il= mu ekonomi terlalu meyakini, secara individu manusia memiliki rasionalitas = yang sempurna dan akibatnya, secara kolektif akan selalu terjadi keseimbang= an umum (general equilibrium). Pada dasarnya, rasionalitas manusia bersifat
[ppiindia] Deplu tidak Tahu-menahu Pertemuan Kingsburry-Kalla
Media Indonesia Senin, 28 Maret 2005 POLITIK DAN KEAMANAN Deplu tidak Tahu-menahu Pertemuan Kingsburry-Kalla JAKARTA (Media): Departemen Luar Negeri tidak tahu-menahu masuknya penasihat GAM Damien Kingsburry ke Indonesia, termasuk aktivitasnya selama berada di Indonesia. Hal tersebut disampaikan juru bicara Deplu Marty Natalegawa ketika dihubungi Media, kemarin. Ditegaskan Marty, pihak Deplu baru akan terlibat bersama departemen lain dalam proses perizinan visa, bila memang ada perhatian khusus terhadap orang asing tertentu yang akan masuk ke Indonesia. ''Biasanya kami turut melakukan pemantauan, sifatnya lintas departemen, terhadap orang yang perlu mendapat perhatian dalam proses pengurusan izin visa. Tapi khusus Damien, saya secara pribadi ataupun institusional tidak tahu. Karena secara umum, untuk orang asing yang masuk Indonesia, prosesnya melalui Imigrasi,'' paparnya. Sebagaimana diinformasikan sumber Media, penasihat GAM yang sekaligus merupakan dosen di Universitas Deakin, Melbourne, Australia, tersebut tiba di Jakarta pada Selasa (22/3). Selama dua hari di Jakarta, Kingsburry menginap di Hotel Hilton, Jakarta dan selama berada di hotel tersebut, menurut sumber itu, Kingsburry tidak melakukan aktivitas apa pun di luar tempatnya menginap. Hanya saja, menurut sumber lain, Kingsburry mengaku sempat bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di lokasi tempatnya bermalam. Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin disebut-sebut juga ikut dalam pertemuan. Kedatangan Kingsburry ke Indonesia juga berdasarkan rekomendasi dari pejabat Indonesia. Ketika hal tersebut dikonfirmasi wartawan kepada Wapres Kalla, di sela-sela kunjungannya di Pelabuhan Uleuleu, Banda Aceh, NAD, pada akhir pekan lalu, dia hanya berujar, ''Tahu aja.'' Sebagaimana pernah diberitakan, sebagai penasihat GAM, Kingsburry secara aktif terlibat dalam perundingan delegasi RI dengan delegasi GAM di Helsinki, Finlandia, beberapa waktu lalu. Bahkan, sempat dikabarkan bahwa melunaknya sikap GAM dari tuntutan merdeka menjadi 'pemerintahan sendiri', tidak terlepas dari masukan Kingsburry kepada para petinggi GAM yang bermukim di Swedia. Tiga tuntutan Sementara itu, sempat juga beredar kabar bahwa dalam pertemuan tertutup dengan Wapres Kalla, Kingsburry menyampaikan tiga tuntutan dari GAM. Masing-masing, gencatan senjata, konsesi perkebunan (tanpa disebutkan lokasi dan luasnya), serta uang senilai Rp800 miliar. Menanggapi kabar pertemuan itu, sejumlah anggota Komisi I DPR mengaku prihatin dan sekaligus menyesalkannya. Mereka bahkan menilai, pertemuan tersebut sebagai bentuk dari pelanggaran kesepakatan atas penyelesaian masalah Aceh. Tindakan yang dilakukan pejabat Indonesia itu dinilai oleh sebagian anggota DPR sebagai aksi yang membahayakan eksistensi bangsa. Lantaran itulah sempat beredar kabar, hal itu membuat gusar sejumlah pejabat di Deplu. Pernyataan tidak tahu-menahu juga disampaikan Menkominfo Sofyan Djalil. Kendati, sambung dia, dirinya sempat bertemu dengan Wapres Kalla, Rabu (23/3). ''Jadi saya kira tidak adalah pertemuan rahasia itu,'' kata Sofyan, yang kaget terkejut ketika ditanya kebenaran adanya rekomendasi Wapres untuk kedatangan Kingsburry, ''Masak sih, saya tidak tahu itu,'' katanya, usai membuka seminar tentang peran media penyiaran dalam penanganan bencana alam di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, akhir pekan lalu. (Nur/P-6) [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] PDIP (makin) Mengkhawatirkan
Media Indonesia Senin, 28 Maret 2005 OPINI PDIP (makin) Mengkhawatirkan Asrinaldi A; Pengajar Universitas Andalas, Padang KONDISI PDIP menjelang kongres di Bali (28/3) semakin mengkhawatirkan. Konflik internal di dalam tubuh kepengurusan DPP PDIP semakin menampakkan wujudnya. Tak terelakkan lagi perseteruan kelompok-kelompok tersebut sudah mengarah pada upaya jegal-menjegal calon ketua umum pada kongres mendatang. Masing-masing kelompok berupaya berebut pengaruh DPD dan DPC agar mendapat dukungan di kepengurusan mendatang. Kondisi ini diperburuk oleh berbagai intrik politik yang dilakukan kelompok tertentu seperti menyusun skenario deadlock dalam kongres (Media, 14/3) hingga edaran DPP PDIP tentang status peninjau dalam kongres (Media, 17/3). Setidaknya ada tiga kelompok yang saling berseberangan. Pertama, adalah kelompok yang menginginkan adanya perubahan yang sangat fundamental dalam kepengurusan PDIP. Kelompok ini menginginkan mekanisme dalam pengambilan keputusan strategis dan bentuk kepemimpinan PDIP ke depan harus direformasi. Dari tawaran gagasan dan ide yang dikemukakan, mereka adalah kelompok yang mengusulkan adanya pemurnian kembali perjuangan PDIP. Ada beberapa tokoh penting PDIP di balik kelompok ini di antaranya Kwik Kian Gie dan Roy BB Janis. Kelompok ini juga di dukung oleh kelompok lain yang satu visi melihat masa depan PDIP yaitu kelompok pembaruan. Kelompok ini dimotori oleh Sukowaluyo Mintoraharjo dan Laksamana Sukardi. Kedua, adalah kelompok yang cenderung pro-status quo yang memiliki pengaruh besar dalam lingkaran elite PDIP. Yang pasti kelompok ini masih menganggap bahwa kondisi partai sekarang tetap dipertahankan. Kalaupun ada perubahan sifatnya inkremental dan tidak perlu diubah secara mendasar. Kelompok ini tentunya terdiri dari Megawati Soekarnoputri, serta the gang of three menurut versi kelompok pertama yaitu Gunawan Wirosarojo, Sutjipto dan Pramono Anung. Ketiga, adalah kelompok yang turut berjasa dalam membesarkan PDIP yang memandang masalah perseteruan kelompok reformis dan pro-status quo ini perlu dicarikan solusinya. Kelompok ini tetap berpegang pada idealisme PDIP agar kejayaan partai pada masa lalu akan tetap terulang. Di antara tokoh dalam kelompok ini adalah Abdul Madjid VB da Costa dan Armin Arjoso. Perpecahan dalam tubuh PDIP tampaknya menjadi keniscayaan sejarah terkait dengan jatuh bangunnya partai politik di republik ini. Perpecahan ini bermula dari kekalahan PDIP pada pemilu legislatif dan pemilu presiden 2004 yang lalu. Suara PDIP yang terjun bebas dari pemilu 1999 yang memperoleh 33 juta menjadi 21 juta pada pemilu 2004 adalah bukti adanya masalah serius di tubuh DPP PDIP. Keadaan ini semakin diperburuk dengan kekalahan Megawati Soekarnoputri dalam pemilihan presiden. Kenyataan ini memunculkan reaksi yang beragam dari elite PDIP. Mulai dari gaya kepemimpinan ketua umum yang tidak mencerminkan kedekatan dengan rakyat hingga pilihan kebijakan yang tidak sesuai dengan misi PDIP. Gerakan pemurnian dan pembaruan yang dimotori oleh Kwik Kian Gie dkk menuding bahwa kekalahan PDIP dalam pemilu tersebut tidak lepas dari peran the gang of three. Kelompok reformis ini menuntut tanggung jawab akibat kekalahan itu dari Pramono Anung dkk. Dari reaksi yang ditampilkan sepertinya gerakan pembaruan menargetkan agar the gang of three terlempar dari lingkaran kekuasaan DPP PDIP pada kepengurusan mendatang. Tentunya, tudingan dan reaksi tersebut tidak diterima begitu saja oleh the gang of three. Konsolidasi politik pun dilakukan oleh Pramono Anung dkk agar target kelompok reformis tersebut tidak kesampaian. Melihat realitas di kepengurusan PDIP selama ini, terasa sekali adanya sekat yang menghambat komunikasi antarkelompok elite di tubuh PDIP. Komunikasi aktif yang idealnya diperankan Megawati sebagai ketua umum gagal dijalankan. Akibatnya yang timbul justru kecurigaan sesama elite. Masing-masing kelompok mengklaim apa yang dilakukan kelompoknya adalah tepat untuk kemajuan partai. Sementara kelompok lain, menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh kelompok tersebut adalah upaya mereka untuk merealisasikan kepentingan tertentu (vested interest). Selama ini yang terjadi ternyata kedekatan the gang of three dengan ketua umum dalam hal ini Megawati Soekarnoputri dimanfaatkan terutama dalam memengaruhi cara pandang dan sikap ketua umum terhadap suatu kebijakan strategis. Peran Megawati sebagai agregator politik terutama dalam mengumpulkan pendapat kelompok elite di lingkaran kekuasaannya tidak pula berjalan dengan baik, sehingga banyak pendapat yang berasal dari banyak pihak untuk kebaikan PDIP hilang begitu saja. Tragisnya ini bermuara pada friksi antar kelompok. Di sisi lain, ketergantungan elite PDIP terutama yang prostatus quo pada Megawati juga semakin terasa. Ketidakpercayaan kelompok pro-status quo ini terhadap kemampuan kader lain untuk
[ppiindia] Perseteruan Di Balik Kongres PDI-P
Suara Karya Perseteruan Di Balik Kongres PDI-P Oleh FS Swantoro Senin, (28-03-'05) Suasana menjelang Kongres PDIP Bali, yang akan digelar tanggal 28 Maret-2 April, sudah terasa panas; meski sebenarnya, Kongres Bali ini diperkirakan hanya tinggal ketok palu, terutama menyangkut pemilihan ketua umum. Kemungkinan yang panas, saat menanggapi pertanggunganjawaban Mega atas kekalahannya dalam Pemilu 2004, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilihan Presiden. Selain itu, saat pemilihan formatur untuk memilih ketua umum dan menyusun fungsionaris DPP bisa menjadi rebutan daerah. Jika kader kritis seperti Kwik Kian Gie, Suko Waluyo, Arifin Panigoro Cs tidak masuk DPP, bisa semakin panas. Atau, kalau DPP hanya diisi oleh mereka yang dikonotasikan, kelompok 'status quo' (gang of three). Karena untuk pemilihan Ketua Umum, dapat dipastikan Megawati akan melenggang kembali. Kemungkinan tinggal ketok palu. Sementara kandidat lain, seperti Guruh Sukarno Putra, Sophan Sophiaan, Laksamana Soekardi dan Roy BB Janis, masih jauh tertinggal di belakang Mega. Lain halnya jika pemerintah melakukan intervensi melalui agen mereka di PDIP , dengan membagi uang ke utusan cabang-cabang, ceritanya akan lain. Kecenderungan itu sudah dibantah SBY dan Jusuf Kalla. Dari hitungan angka, mayoritas cabang, sekitar 65% masih mendukung Mega menjadi Ketua Umum. Persoalannya, jika Mega terpilih kembali, bagaimana mengisi fungsionaris DPP membawa gerbong partai menghadapi Pemilu 2009. Tantangan Ke Depan Terhadap kemungkinan apakah Mega terpilih kembali dalam Kongres Bali. Jawabannya sudah sangat jelas, Megawati pasti terpilih kembali. Karena mayoritas cabang, menghendaki Mega memimpin kembali PDIP, periode 2005-2009. Di luar Megawati, masih sulit mencari kandidat pimpinan partai yang mampu menyaingi popularitas Megawati. Harus diakui, dalam PDIP sekarang hampir tidak ada tokoh yang kharismanya melebihi Megawati. Dengan demikian, jika ada elite partai yang tidak setuju dengan Megawati, mereka sulit untuk mengatakan tidak. Dan, jika ada yang berani menentang, mereka dicap pembangkang. Dalam hal ini, Megawati mirip Pak Harto, sulit menerima ada matahari kembar dalam partai dan keras kepala. Contoh yang disebutkan terakhir, keluarnya Eros Djarot dan Dimyati Hartono dari PDIP, karena berani menentang Mega akhirnya keluar mendirikan partai sendiri. Sifat keras kepala dan tidak mau berdamai, seperti dikumandangkan sendiri oleh Mega di Wonogiri, beberapa waktu lalu bahwa pintu rekonsiliasi dengan PDI Soerjadi sudah tertutup. Ucapan itu secara politis tidak taktis. Mengapa? Karena Mega belum sadar bahwa menghadapi Pemilu Presiden 2009 butuh dukungan luas dari seluruh komponen masyarakat, termasuk PDI-nya Soerjadi. Harus diingat bahwa presiden dipilih langsung oleh rakyat. Terkesan, Mega dalam memimpin partai masih seperti memimpin perusahaan pribadi. Seharusnya, Mega lebih rendah hati, mau merangkul semua komponen, baik di struktural partai maupun simpatisan partai. Meski dapat dipastikan Megawati akan terpilih kembali sebagai Ketua Umum PDIP dalam Kongres Bali 2005, namun untuk memilih fungsionaris DPP butuh kader-kader yang tidak hanya AMS (Asal Mega Senang) . Selain itu, perlu dipikirkan pentingnya landasan pijak partai terutama dalam pengungkapan pandangan partai tentang pokok-pokok tatanan politik, ekonomi, hukum, hankam dan sosial-budaya yang berkembang di negeri ini. Pembaruan Partai Terhadap usulan gerakan pembaharuan dan pemurnian partai yang dimotori Suko Waluyo dan Kwik Kian Gie cs tentang posisi Mega menjadi Ketua Dewan Pengarah dan tentang peran gang of three (Sutjipto, Pramono Anung, dan Gunawan Wirosarojo) cukup reaslistik, dalam artian untuk memperbaiki kinerja partai. Meski Mega, tidak bersedia menjadi Ketua Dewan Pengarah Partai seperti diusulkan Suko Waluyo, namun Mega harus bijak mencari solusinya. Sebagai jalan tengah, perlu dipikirkan bagaimana Kongres Bali nanti, bisa menghasilkan DPP dan program yang dimengerti rakyat. Karena, negara ini dijalankan oleh partai politik. Sehingga, kalau partai politik tidak berjalan (letoi) maka negara pun akan demikian. Sehingga, perlu dilakukan gerakan pembaharuan partai. Langkah konkrit yang perlu diputuskan dalam Kongres PDIP di Bali, antara lain; perlu penegasan tentang aturan main internal partai dalam hal penetapan pimpinan partai, melalui AD/ART menyangkut siapa-siapa yang berhak duduk dalam pimpinan struktural, persyaratan menjadi fungsionaris dan anggota pimpinan menurut jenjang, pengalaman tugas dan kecakapan kerja. Termasuk perlu disepakati hal-hal yang berhubungan dengan pengangkatan anggota baru dari luar partai, terutama bila yang bersangkutan diusulkan menjadi pimpinan (struktural) partai. Ini perlu diputuskan, karena di PDIP banyak pendatang baru seperti Pramono Anung langsung menduduki posisi puncak dan jajaran struktural Partai Banteng Moncong Putih. Selain itu, terhadap penolakan Megawati menjadi Ketua
[ppiindia] Illness splits an Indonesian village New Feature
http://www.iht.com/articles/2005/03/27/news/indo.html Illness splits an Indonesian village New Feature By Jane Perlez The New York Times Monday, March 28, 2005 BUYAT BAY BEACH, Indonesia This is a simple village, where the fishermen's families live on the sea in wooden shacks lighted by oil lamps and most everyone knows one another. But the people are divided by more than just the sandy track that passes for Main Street. . Nearly all here agree that there is illness: mysterious lumps, skin rashes, dizziness and other ailments. . But arguments over whether the cause is pollution from a nearby gold mine and whether the government should relocate the residents has pitted neighbor against neighbor as that intimate suffering is played out on a broader stage. . Today, Buyat Bay is the center of an expanding dispute being fought punch by counterpunch from the courts and government offices of Indonesia to the worn quarters of environmental groups and the lofty Denver base of the mine's operator, Newmont Mining, the world's largest gold producer. . That fight now includes criminal and civil cases brought by the government against Newmont, a legal wrangle that has startled Indonesia's foreign investors and placed Newmont in an unwelcome spotlight. . More than that, the cases have sown deep animosity and division as Newmont and the environmental groups mobilize opposing camps in what is shaping up as a signal battle for each side. A government lawsuit seeking $117 million was announced March 9. . Most troubling to Newmont, six of its executives, including two Americans, face criminal charges of polluting this tropical bay. . The executives, who vigorously deny the accusations, have been prohibited by the court from leaving Indonesia since last October, when five of them were jailed for a month. . In a setback to Newmont, the Supreme Court in Jakarta, the capital, ruled March 17 that the criminal case could go ahead. . Newmont denies that its operations polluted the area or affected the health of local people. In particular, it disputes a November government report, which forms the basis of the civil suit, that said mercury and arsenic had entered the food chain from about five million tons of mine waste deposited in the bay over several years. . Such denials have not stalled a parade of accusers, as health problems continue to arise among local people. The residents say they have little choice but to eat the fish from their bay and drink the water from their wells, despite warnings in the government report that doing so may be unsafe. . In February, residents of Buyat Bay Village, a town of several thousand behind this beach community, added their voices to the health complaints, citing the mysterious death of a child last November and warning in a letter to President Susilo Bambang Yudhoyono that what is occurring in Buyat Bay Village mirrors the circumstances of Buyat Bay Beach, only on a bigger scale. . Nowhere has the heat of the dispute been felt more sharply than on the little verandas and in the tiny rooms of this beach community. . Sharp words, glares, sullen expressions and constant worry about health pervade virtually every conversation. . One of the most outspoken people is Andi Lensun, the father of Andini, a baby whose death last July set off the charges that the villagers' illnesses were related to heavy-metal poisoning. . Adding to the bitterness over the death of his baby, Lensun - whose porch is decorated with a handmade sign that reads Relocation Yes - said that Newmont had fired him from a modest job cleaning the beach. He said he had been told, We'll hire you back if you are no longer associated with the environmental groups. . The company says that the work was run by a subcontractor and that Newmont had no control over hiring. . Some neighbors, who favor the mine, dismissed the health complaints. . Hendrik Pontoh, a leader of the pro-mine faction who said he was working on a project for Newmont planting mangrove trees, said he did not believe that the illnesses were related to the mine, or even that all of them were real. . People are expecting millions by saying they are sick, Pontoh said. The case is blown up because of the nongovernmental organizations. They are the brains behind the action against the mine. . The intensity of the feelings is overwhelming, he said. Now people are going to kill each other over the differences. . This month, Pontoh, other villagers and local officials flew to Jakarta under the banner of a pro-mine group, Communications Forum, for a meeting with the health minister, Siti Fadilah Supari. . Soon afterward, the minister canceled a visit to the bay that would have generated publicity about the poor health. They told me things were normal and it was unnecessary to come, the minister said in an interview. . The local government doctor, Sandra Rotty, a fierce defender of the mining company
Re: [ppiindia] Sistem berbahaya Re: Re: Demi Judi, Saya Rela Masuk Neraka
Dalam klik militer yang merebut kekuasaan tentu saja ada pertentangan. Sebagain terpakai oleh si babe dan sebahagian lagi ditolak. Contohnya Jenderal Nasution yang bersama-sama menegakan orde baru tak terpakai, hanya dikasi posisi sebagai ketua MPR. Mungkin ada benarnya si babe tak suka yang populer, tetapi apa kepopulerarnnya? Sejumlah perwira yang tak dipakai oleh si babe lalu membentuk petisi 50. Rupanya yang mereka ributkan ialah karena tidak kebagian rejeki, sebab kalau dilihat pada masa ganas-ganasnya pembunuhan di Indonesia, apakah petisi 50 ini tuurt bersuara supaya pembunuhan dihentikan dan hukum yang beradab diterapkan sebagaimana mestinya? - Original Message - From: Lina Dahlan [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Monday, March 28, 2005 9:54 AM Subject: [ppiindia] Sistem berbahaya Re: Re: Demi Judi, Saya Rela Masuk Neraka gitu juga yang aku denger. Anti suapnya itu juga krn bang Ali memang datang dari keluarga yang udah berada, gak perlu ngemis ke cukong. Makanya aku tanya apa yang menyebabkan bang Ali turun jabatan? karena ku dengar lagi juga itu karena dia terlalu populer dan babe gak suka orang yang terlalu populer...he..he...kalah pamor... he..he..masih i'lmi yaqin belum ainul yaqin...apalgai haqul yaqin --- In ppiindia@yahoogroups.com, Carla Annamarie [EMAIL PROTECTED] wrote: just for ur irritation..:))..kidding.. actually..Bang Ali itu anti disuap..itu kata org2 dulu.apalagi klo ada tender2 yg gak jelas n nantinya bisa ngerugiin rakyat kecil.(gak tau bener ato gak bcs i wasnt even born yet at that time..) [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com 03/28/2005 01:26 cc: PM Subject: Re: [ppiindia] Sistem berbahaya Re: Re: Demi Please respond to Judi, Saya Rela Masuk Neraka ppiindia fakta yang jelas juga beliau walaupun katanya berhasil dan sukses membawa jakarta lebih baik dari segi materiil, ternyata beliau tidak bisa berkuasa terus untuk menjadikan jakarta lebih baik, kepemimpinan beliau tidak dapat terus dipertahankan, dan jakarta itu maju bukan karena bang ali sadikin, jakarta maju karena banyak cukong ... coba tanyain berapa sih tanah- tanah yang dikuasai oleh orang indonesia asli di jakarta ... paling-paling bang ali hanya sebagai bemper aja buat mereka, supaya usaha mereka maju dan duitnya buat judi karena bingung duitnya mau di kemanain, jadi buat judi aja, tanah sih gampang bang ali kan bisa di kasih traktor buat gusurin itu rakyat ... maka jatuhlah bang ali dari kekuasaan di jakarta ... itu berkat rakyat juga ...kan salam, Butuh informasi leih jelas lagi, Bang Ali turun jadi Gubernur karena apa sih??? Apa bener karena obsesinya akan judi ato emang babe dah gak suka karena terlalu populer..dia itu... Faktanya dia adalah satu2nya gubernur DKI yang sukses membawa Jakarta lebih baik secara materiil Nah selain dia itu Jakarta jalan ditempat doang. Materill gak, rohani juga gak! --- In ppiindia@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: demikian juga dengan habibie ketika banyak orang menyatakan bahwa yang berhak memimpin bangsa indonesia ini adalah orang jawa ternyata ternyata mitos itu luntur dengan sendirinya, demikian pula dengan ali sadikin beliau telah menjadi gubernur dari ibukota republik ini, sejarahlah yang telah menunjuk beliau, tapi sejarah juga harus menghentikan kepemimpinannya ketika judi sudah merajalela. walaupun obsesi beliau tentang judi yang mendatangkan pemasukan yang besar terhadap jakarta masih menggebu- gebu. * ** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org * ** _ _ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links __ Disclaimer : - This email and any file transmitted with it are confidential and are intended solely for the use of the individual or entity whom they are addressed, if you are not the original recipient, please delete it from your system. - Any views or opinions expressed in this email are those of the author only. __
[ppiindia] Pembunuh Munir Tak Akan Dihukum Mati
http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2005/03/28/brk,20050328-43,id.html Pembunuh Munir Tak Akan Dihukum Mati Senin, 28 Maret 2005 | 17:47 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, menjamin tidak akan menghukum mati pembunuhan Direktur Imparsial, Munir, sepanjang sesuai dengan prosedur hukum Indonesia. Pernyataan itu disampaikan kepada wartawan seusai memimpin serah terima jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur dari M Huzaini kepada MS Rahardjo di Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo Surabaya, Senin (28/3). Seperti diberitakan, pemerintah Belanda akan memberikan bukti-bukti hasil penyelidikan terhadap kasus tewasnya Munir asalkan pemerintah Indonesia menjamin pembunuhnya tidak dihukum mati. Menteri Kehakiman Belanda meminta agar tersangka tidak dihukum mati,ujarnya. Jika tersangka pembunuh Munir terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman mati, Jaksa Agung berjanji akan mengurus sesuai dengan prosedur hukum di Indonesia agar tidak dijatuhi hukuman mati. Apakah nanti pengadilan setuju, atau Presiden memberikan grasi atau tidak, itu urusan lain,katanya. Jaksa Agung mengaku bahwa Kejaksaan Agung bersama Departemen Luar Negeri sudah dua kali mengirim surat ke pemerintah Belanda meminta bukti-bukti tewasnya munir. Ia mengakui awalnya kesulitan karena pemerintah Belanda meminta jaminan tersangka tak dihukum mati. Kita minimal nanti desak presiden agar tidak menghukum mati,katanya. Ia berharap permintaan Pemerintah Belanda ini tidak diartikan sebegai bentuk intervensi Belanda pada hukum di Indonesia. Sebab Pemerintah Belanda bersama negara-negara uni Eropa yang lain telah menandatangi konvensi anti hukuman mati. Jadi negara-negara tersebut menolak memberikan bantuan hukum pada negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati seperti Indonesia,kata Arman. Karena itu, formulasi surat permintaan bukti-bukti atas kasus tewasnya Munir pada Pemerintah Belanda, disusun bersama antara Jaksa Agung dan Departemen Luar Negeri. Agar tidak ada kesan yang timbul bahwa Pemerintah Belanda mencampuri urusan hukum Indonesia, atau kita tunduk pada tekanan Belanda. Jadi surat itu bunyinya begitu netral, dan tetap kita yang menentukan,ujarnya. Adi Mawardi [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Medan bangun Masjid 7 Lantai
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=1762Itemid=1 Medan bangun Masjid 7 Lantai Medan akan memiliki masjid 7 lantai di tanah seluas 13.860 m2. Berkapasitas mencapai 8.600 dibangun dengan biaya Rp 59 Miliar Lebih Hidayatullah.com--Masjid Agung di Jl Pangeran Diponegoro segera dibangun dan direnovasi. Sesuai cetak biru (blue print) pembangunannya, masjid itu akan berdiri tujuh lantai. Empat lantai ke atas dan tiga lantai ke bawah (basement) dengan menelan biaya Rp59 miliar lebih. Gubsu HT Rizal Nurdin melalui Walikota Medan Drs H. Abdillah, Ak, MBA, Minggu (20/3), telah mengekspos rencana ini kepada Wakil Presiden HM Jusuf Kalla di Masjid Agung. Tanda akan dibangunnya masjid tersebut, Walikota menyerahkan blue print dan berkas terkait rencana pembangunan dan renovasi masjid itu kepada Gubsu kemudian diserahkan kepada Wapres selaku ketua penasehat panitia pelaksana pembangunan Masjid Agung. Walikota memaparkan pembangunannya dilaksanakan dalam waktu dekat. Tujuh lantai terdiri tiga lantai basement seluas 3.775 m2, empat lantai ke atas seluas 10.085 m2 sedangkan total bangunan seluas 13.860 m2. Walikota menjelaskan kapasitas jamaah bisa ditampung mencapai 8.600 orang setelah direnovasi, sebelumnya 1.600 orang tidak termasuk pelataran. Rinciannya luas lantai I dapat menampung 2.000 jamaah dengan luas 1666 m2. Luas lantai 2 menampung 1067 jamaah dengan luas 1.281 m2, luas lantai 3 dapat menampung 1127 jamaah dengan luas 1352 m2. Sedangkan basement 1 berfungsi sebagai gedung serbaguna dan perpustakaan, basement 2 dan 3 berfungsi sebagai parkir. Menurut Walikota, pembangunan ini, dengan membuat bangunan baru di pelataran masjid, tidak mengurangi nilai dan merusak bangunan yang ada. Dan bangunan yang baru menjadi satu kesatuan dengan yang lama. Inilah harapan dari umat Islam. Sebelumnya sudah kita bicarakan dengan gubernur, ulama, pihak Yayasan Masjid Agung, semua saran kita tampung dan bakal kita wujudkan bersama di kota ini, katanya dikutip Harian Waspada. Dalam sambutannya, Wapres setuju masjid harus dibangun besar-besar di tengah kota, terutama di Kota Medan. Tuntutan itu realistis karena kapasitas jamaah yang shalat jauh lebih besar umat Islam dibanding agama lainnya, terutama dilihat dari jadwal shalat pada hari tertentu dan waktu ibadahnya sama. Saya mendukung pengembangan Masjid Agung ini. Kenapa masjid itu harus selalu besar? Karena masjid itu dipakai secara berjamaah dan secara serentak seperti shalat Jumat. Berbeda dengan rumah ibadah gereja. Walau secara berjamaah, ibadahnya tidak serentak dan dibagi dalam beberapa jam, kata Wapres di hadapan para ulama dan tokoh masyarakat yang hadir dalam acara itu. Sedangkan kehadiran Wapres ke Masjid Agung bagian dari kunjungan kerjanya selama dua hari (19-20/3) di Medan. Menanggapi rencana ini, Sekretaris Umum Yayasan Masjid Agung Drs H Abdul Halim Harahap mendukung sepenuhnya karena merupakan bagian dari memakmurkan masjid dan meningkatkan kehormatan Islam melalui pengembangan masjid di tengah kota. Namun, Harahap belum bisa memberi penjelasan secara rinci atas nama yayasan menyangkut gambar rencana pembangunan yang disampaikan Walikota. Katanya, masih menunggu penjelasan dari ketua umum yayasan Masjid Agung. (wpd/cha) [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] I Love Jesus and Aceh
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=1651Itemid=1 I Love Jesus and Aceh Tulisan di kaos lengan pendek warna abu-abu muda itu bisa bikin mesem-mesem, I love Jesus because I'm a Muslim and so is he (Saya mencintai Yesus karena saya seorang Muslim begitu pula dia). Oleh-oleh isteriku dari Melbourne itu sederhana, tapi mengesankan. oleh Dzikrullah * Kaos yang dibuat oleh IISNA, Islamic Information and Service Network of Australasia, itu pesannya sesuatu yang sudah jelas, dan difahami ratusan juta Muslimin Indonesia sejak kanak-kanak. Tapi berapa orang dari kita yang pernah mengatakannya kepada teman-teman kita penganut agama Kristen? Bahwa Jesus alias Nabi Isa As. adalah seorang Muslim, inti ajaran yang dibawanya sama dengan yang dibawa Nabi Muhammad Saw. yaitu tauhid, menolak penyembahan dan pengabdian selain kepada satu Ilah. Penyimpangan terjadi setelah dirinya diangkat oleh Allah Swt. Beberapa muridnya berkompromi dengan Paulus --orang yang selama hidupnya sama sekali tak pernah berjumpa Jesus--, yang tadinya sangat anti-ajaran Jesus tapi kemudian berbalik jadi penda'wah utama ajaran Kristen. Catatan-catatan pribadinya bahkan kini jadi bagian penting kitab suci Kristen (Bible). Pauluslah yang mengakomodasi kepercayaan pagan Romawi --bahwa tuhan lebih dari satu, dan menyepakati tiga unsur tuhan yang merupakan kesatuan (trinitas): tuhan Bapa, tuhan anak (Jesus), dan roh kudus. Distorsi ini kemudian mencapai puncaknya, ketika Kaisar Konstantin Agung, raja superpower Romawi waktu itu, menyelenggarakan Konsili Nicea tahun 325 M. Kongres besar Kristen ini memilih teologi Paulus sebagai teologi resmi Gereja, dan menganggap semua aliran Kristen yang lain sebagai heresy (kekafiran). Di Konsili ini, aspek-aspek Ketuhanan Jesus diputuskan lewat pemungutan suara (voting). Tahun 392 M Kaisar Theodosius mengeluarkan Edict of Theodosius, yang meresmikan Kristen sebagai agama negara bagi Kekaisaran Romawi. Ketika Kristen secara resmi jadi agama Romawi --yang dicampur-aduk dengan paganisme, resmi pulalah penyelewengannya dari ajaran tauhid Jesus. Kaos itu sebuah cara sederhana untuk mendudukkan perkara sebenarnya dari pandangan Islam. Jesus adalah nabi. Telah mendahului sebelum dia nabi-nabi lain yang diutus Allah Swt. dengan pesan yang sama: mengingatkan kembali siapa manusia, siapa Penciptanya, dan bagaimana manusia bersikap tahu diri kepada Penciptanya. Ngomong-ngomong tentang Jesus, ada berita di harian The Washington Post yang menggelikan. Evangelis terkenal Jerry Falwell yang berteman dekat dengan Presiden W Bush bilang begini, Rakyat di kawasan itu (Aceh) belum pernah mendengar nama Jesus disebut, jadi tak ada salahnya misionaris menyebarkan ajaran Bible sambil membawa bantuan kemanusiaan. Ia menanggapi kritik terhadap gerakan Kristenisasi di balik bantuan bagi korban Tsunami di Aceh. Lucunya, wartawan penulis berita itu sendiri yang membantah Falwell, Tidak benar itu. Sebagai Muslim orang Aceh sudah mengenal Jesus karena nama itu tertera di dalam al-Quran bahkan sejak mereka mempelajarinya di waktu kecil. Di dalam al-Quran, nama Nabi Isa As. alias Jesus disebut jauh lebih banyak daripada nama Nabi Muhammad Saw. Yang sering lupa justeru umat Muslim sendiri, bahwa salah satu misi utama Islam adalah meluruskan berbagai ajaran yang bengkok, terutama pada kaum yang menamakan dirinya Yahudi dan Nasrani. Al-Ikhlash yang bagi banyak orang sering biasa disebut surat Qulhu turun di masa-masa sangat awal kenabian Muhammad, sudah menohok ulu hati teologi yang menyimpang itu, Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan... Tapi, untuk sekedar menjelaskan kebengkokan itu kepada teman-teman Kristen pun umat Muslim Indonesia cenderung enggan. Sebagian karena nggak mau ribut, sebagian karena memang nggak tahu harus bicara apa, karena tak cukup percaya diri. Jadi, jika kini umat Muslim Indonesia ---khususnya yang bekerja membantu Aceh-- tak bersikap jelas menghadapi Kristenisasi lewat bantuan kemanusiaan, ya wajar saja. Di Pulau Aceh, di seberang Pulau We di mana Sabang berada, Catholic Relief Service (CRS) kabarnya sudah mendapat lampu hijau langsung dari Presiden SBY, untuk menangani pembangunan lebih dari 100 rumah penduduk. Lobinya lewat Menkokesra Alwi Shihab. Pulau itu konon sudah lama dikenal sebagai salah satu basis gerakan separatis. Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah naik helikopter, mengunjungi daerah-daerah terpencil Aceh, dipandu oleh dua orang petugas dari Obor Berkat Indonesia (OBI), organisasi yang rajin membungkus obat dengan kantong plastik bertuliskan pesan-pesan gereja. Lebih dari 70 LSM dari Vatikan ditenteng mendarat oleh dubesnya sendiri masuk ke pedalaman garis pantai Aceh Barat siap mendirikan sekolah-sekolah. Truk-truk logistik World Vision beroda 12 merajai jalan-jalan Banda Aceh. Apakah rakyat Aceh diam saja, karena mereka sedang butuh bantuan? Tidak. Di lapangan kita mulai mendengar berbagai keresahan
[ppiindia] Human Rights Group Probes Maid Torture Case
http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=61162d=28m=3y=2005 Monday, 28, March, 2005 (17, Safar, 1426) Human Rights Group Probes Maid Torture Case Hassan Adawi, Arab News Nour Miyati JEDDAH, 28 March 2005 - As the Indonesian government awaits the application of Saudi justice, the National Society for Human Rights has intervened on behalf of a guest worker who was brutalized and tortured by her employer. Indonesian maid Nour Miyati is currently undergoing intensive medical treatment to prepare her for multiple amputations of gangrenous fingers and toes after being tied up, beaten and imprisoned in a bathroom for a month. Dr. Lubna Al-Ansari, a member of the human rights society, told Arab News that fellow members, Suraya Abid Sheikh and Noura Al-Jumaih, had visited Miyati at the hospital and were following up on her case. They submitted a report to Dr. Rashed Al-Mubarak, the society's president in Riyadh, yesterday morning. The report included inquiries about the status of the accused - whether he was imprisoned - and the woman's fate after the surgeries. Suraya Abid Sheikh said they contacted police investigating the case. The accused, the sponsor, has denied any connection with what had happened to Miyati, claiming the maid was bitten by an insect. It seems he's naive because forensic specialists have proven that she's been subjected to torture, said Suraya Abid Sheikh. She confirmed that it is the woman's right to be compensated for the damages inflicted upon her and that the sponsor would not escape punishment. The 25-year-old woman will be returning to her country with permanent disabilities. Suraya Abid Sheikh said all observations related to laborers will be submitted to appropriate government sectors, adding that a large number of maids contact the society after running away from their sponsors. She added that this was the first maid case the society is dealing with in the Kingdom. She said the society is not dealing with the case as an individual (personal) case but that it is an issue that concerns and affects the entire community. The society's tenets hold that no person, native or foreign, should be subjected to torture whatsoever. The human rights society members have requested Miyati's medical file to follow up the case. The association is ready to provide cooperating lawyers to pursue the case if the police do not follow through. M. Sukiarto, labor attache at the Indonesian Embassy in Riyadh, told Arab News that his nation's diplomatic mission is following the case as closely as Saudi police. After the hospital report, she will undergo operations. Then the case will be looked into, Sukiarto said. If there is no development in the case, the embassy will appoint a lawyer to represent the maid so that she may receive her financial rights and dues as well as her moral rights. The Indonesian government remains concerned by this horrific incident. Over the past years, sponsor problems had lessened; however, during the last three years, the problems have begun to increase with maids, Sukiarto said. This incident is the first of its kind in the Kingdom with a sponsor so cruelly inflicting punishment. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] How to Influence Muslim Minds and Capture the Arab Hearts
http://www.arabnews.com/?page=7section=0article=61190d=28m=3y=2005 Monday, 28, March, 2005 (17, Safar, 1426) How to Influence Muslim Minds and Capture the Arab Hearts Ibtissam Al-Bassam, Arab News A few days ago the White House nominated Dina Powell to the post of deputy undersecretary of state for public diplomacy and assistant secretary of state for educational and cultural affairs. Mrs. Powell is a 31-year-old Egyptian borne-American woman. She is a graduate of the University of Texas, a mother to a three-year-old girl and the daughter of a former captain in the Egyptian Army. Her mother was educated at the American University in Cairo. Her parents immigrated to America when she was four years of age. In Dallas, her father drove a bus and opened a convenience store. According to the American press, Mrs. Powell is pretty, eloquent, attractive, confident and intelligent (a profile which many lucky members of the fair sex are blessed with). She is fluent in Arabic and English and is eager to share with the world her American experience and the American values that she dearly cherishes. Of the pretty Arab-American rising star, Andrew Card Jr., the White House chief of staff says, She is attractive, very competent, well-spoken, young, she's got quiet confidant, and she is task-oriented. In other words, she gets the job done. Joshua Bolton, White House budget director, is confident that people will be taken by surprise when this young, attractive, really well-spoken person in both English and Arabic makes a presentation on behalf of the president. That sends really a strong message. The attractive, bright, highly accomplished lady has been selected to perform the task of polishing American image around the globe and marketing American values in the Arab and Muslim world. Arabs and Muslims realize the seriousness of the mission she will be entrusted with and appreciate the enormity of the burden that fall on her young shoulders. They are aware of the many challenges she will face and the many obstacles she will have to surmount. No doubt Mrs. Powell will need every help when she walks in a bumpy road, where angels fear to tread (sincere apologies to E.M. Forster for borrowing his words without permission). Mrs. Powell left Egypt when she was a tiny, little child. Early childhood is the most beautiful, yet the least remembered phase of one's life. Arabs and Muslims should not feel disappointed if Mrs. Powell has very faint recollections of her years in the land of the Pharaohs. They should not look for traces of the impact of the Arab culture on her well- developed character. They should be generous with hints as to how best she can succeed in carrying out her difficult mission. The following suggestions might be of help to Mrs. Powell and to American friends, who are genuinely interested in reviving the shattered confidence of Arabs and Muslims in Western democracy and Western values. The world is told that Mrs. Powell speaks Arabic fluently. Arabs will have ample opportunity to judge for themselves the extent of her mastery of the language. They do expect Mrs. Powell to speak the musical Egyptian dialect and they sincerely hope that she will not flavor it with a foreign accent Arabs and Muslims will not be impressed if Mrs. Powell uses their language with the sole purpose of marketing Western values and Western ideas. They will welcome her with open arms if they find that she is familiar with their culture and their history, possesses a good understanding of their values and has great respect for their religions and traditions. Since Arabs have little tolerance for people who criticize their faith or disparage their culture, Mrs. Powell should refrain from any criticism of the way Arab and Muslim men women and children eat, live, think or dress. She should avoid stating, or insinuating that Western values are superior to Muslim and Arab values. She should never recommend that they exchange their cherished identity for a Western one. Arab hearts and Muslim minds are at present shut against Western-style democracy and Western freedom. It is highly recommended that Mrs. Powell postpone any discussion of these two sensitive concepts until she has won enough trust and has had sufficient chance to participate in brainstorming sessions with Arabs and Muslims. Mrs. Powell should be aware that Arabs and Muslims do not trust Sawa and Al-Hurra. They consider them pure propaganda instruments. The effort of Mrs. Powell will be greatly appreciated if she succeeds in repairing the shattered bridges of friendship and confidence between America and the Muslim world and if she erases the erroneous, unfair impression many in her adopted country have of Arabs and Muslims, May the young Egyptian-born American succeed where others
[ppiindia] Moderate Muslims using Koran to wage against radicals' interpretation of Islam
http://www.jordantimes.com/sun/news/news6.htm Sunday, March 27, 2005 Moderate Muslims using Koran to wage against radicals' interpretation of Islam By Brian Murphy The Associated Press CAIRO - The e-mail messages from Muslims began moments after release of a religious edict condemning Al Qaeda. They came from every corner of the world. Soon they were tumbling in too fast to handle. I couldn't even read them all. There's at least 1,000. Maybe more, said Mansur Escudero, secretary general of the Islamic Commission of Spain. The tone was nearly all the same: `It's about time someone did it. Bravo!' The fatwa, issued on the anniversary of the Madrid train bombings that claimed 191 lives, was believed to be the first cleric-sanctioned condemnation directly against Osama Ben Laden and Al Qaeda. But it highlights a wider, critical dialogue emerging across the Islamic world. Moderate Muslims are increasingly turning to Islam's sacred core - the Koran and the laws and traditions it inspires - to defend their views and discredit radicals as part of a counter-jihad for Islamic hearts and minds. Terrorist attacks by Al Qaeda and other militant groups add urgency to the ideological debate, which challenges the long dominance of Saudi Arabia's fundamentalist Wahhabist strain that has used its wealth and influence to mute moderate Islamic voices. The long and painful silence of moderate theologians and experts in Islam jurisprudence - who had been bought off or intimidated into silence - is finally starting to break apart, said Khaled Abou El Fadl, an authority on Islamic law at the University of California, Los Angeles (UCLA). We are seeing signs of a counter-jihad. The March 11 fatwa by Spain's highest Muslim authority and the deluge of support messages appeared to touch the frustration among mainstream Muslims. But the response was dominated by those outside the Middle East, suggesting the centres of moderate influence reside outside traditional Muslim areas. From Canada: Thank you for taking a stand. From the United States: I'm glad that someone of authority in Islam is taking a stand and demanding their religion back from the terrorists who have hijacked it. From Australia: This is important. This has the possibility for real impact. From Mexico: All good Muslims are with you. This shows the Muslim world is tired of the harm that radicals and terrorists are doing to Islam, said Escudero, whose declaration carried the support of Muslim leaders in Morocco, Algeria and Libya. We hope this will inspire others to speak out. But this, however, risks even more friction with radical fringe, who have long used their own Koranic interpretations to justify attacks on non-Muslims and others. A group calling itself Al Qaeda in Iraq - the name militant Abu Mussab Zarqawi gave his organisation after he aligned himself with Ben Laden - mocked the Spanish fatwa and ridiculed a four-day international counterterrorism conference held in Madrid. Allah has promised us victory. ... Terrorizing enemies of God is our faith and religion, which is taught to us by our Koran, said a statement purportedly posted by the group on a Islamic website March 12. But the Koran is open to interpretations on many levels. No issue presents more of a conundrum than suicide attacks. Most Islamic scholars categorically denounce taking one's life, citing the clear Koranic dictum: Do not kill yourself. But deep divisions occur over what is justified martyrdom in Islam's defence. The debate winds through such flash points as the Palestinian Intifada, the insurgency in Iraq and suicide bombings linked to Al Qaeda around the world. There needs to be an awakening that radicals are manipulating the Koran for their own narrow motives, said Omid Safi, professor of philosophy and religion at Colgate University. In a far corner of a Cairo mosque recently, a scholar read from the 57th sura, or chapter, that urges Muslims to spend freely to defend the faith. In one verse, martyrs are blessed for achieving their reward and their light. In another, non-Muslims are called the owners of hell fire. What do you make of this? the reader, Abdul Abdullah, asked a group of young men in a far corner of the grand Azhar Mosque. The students began to bicker. A defence for Palestinian suicide bombers, a few said. Nonsense, argued others, who called it outdated allusions to Islam's early struggles. They cited a line saying compassion and mercy rise above all other virtues. The message, Abdullah said, is to be both a lamb and a lion when it is needed. This is the balance. Less than a month later in New York, Amina Wadud, a female professor of Islamic studies, challenged Muslim traditions of male-led worship by leading Friday prayers to draw attention to her belief that the Koran puts men and women on equal footing and needs reinterpretation. Many Islamic leaders, however, decried the
[ppiindia] A fresh US attack on Cuba
24 - 30 March 2005 Issue No. 735 International Published in Cairo by AL-AHRAM established in 1875 http://weekly.ahram.org.eg/2005/735/in10.htm Document: A fresh US attack on Cuba Below is the text of an appeal signed by a large number of prominent world intellectuals, artists and political figures protesting US attempts to push anti-Cuba resolutions at the UNCHR The 61st session of the United Nations Commission on Human Rights takes place from 14 March to 22 April in Geneva, where the United States government will once again try to pass a resolution against Cuba. This is a manipulated and selective treatment of the topic aimed to justify the intensification of the policy of blockade and aggression by the world's sole superpower against a small country, and is in violation of international law. The commission must represent every UN member state and ensure respect for the rights of all women and men worldwide. It is significant, however, that during last year's sessions in the commission it was impossible to evaluate -- or even debate -- the atrocious violations of human rights taking place in US prisons in Abu Ghraib, Iraq, and Guantanamo, Cuba. The US government has no moral authority to establish itself as a judge of human rights in Cuba, where there is not a single case of missing persons, torture or extra judicial killing and where internationally recognised high levels of health, education and culture have been achieved -- despite the US-imposed blockade. We request the countries represented in the commission not to allow it to be used to legitimise the Bush administration's anti-Cuba position. This is a critical time for Cuba since an eventual escalation of Washington's aggressive policies may have very serious consequences. We also call on journalists, writers, artists, professors, school teachers and social activists to address their governments and ask them to pressure the US to stop their attacks against Cuba. Signatories to the appeal include: Danielle Mitterand, political activist and widow of former French president François Mitterand, France; Eduardo Galeano, writer and political activist, Uruguay; Harry Belafonte, singer and actor, USA; Howard Zinn, university professor, writer and political activist, USA; Ignacio Ramonet, writer and editor in chief of Le Monde Diplomatique, co- founder of the French branch of the anti-globalisation movement Attaq; Jose Saramago, literature Nobel laureate, Portugal; Nadine Gordimer, literature Nobel laureate, South Africa; Ramsey Clark, former US attorney-general, writer and political activist, USA; Rigoberta Menchu, physicist and peace Nobel laureate, Guatemala; Tareq Ali, writer and journalist, England [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Gempa Bumi
Menurut US geological survey, beberapa menit lalu terjadi gempa bumi yang episentrurmnya south south east of of Banda Aceh. Kekuatannya RS 8,2 [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Strong quake hits Indonesia coast
http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/4388579.stm Last Updated: Monday, 28 March, 2005, 18:13 GMT 19:13 UK Strong quake hits Indonesia coast A major quake in the Indian Ocean has hit the coast of the Indonesian tsunami-hit island of Sumatra, triggering alerts across the region. It struck just before midnight local time, with an estimated magnitude of 8.2, and caused widespread panic. The epicentre was located at about 200 km (125 miles) off the mainland. US monitors warned of a widely destructive tsunami and the quake was felt as far away as Malaysia. Authorities in those regions should be aware of this possibility and take immediate action, the Pacific Tsunami Warning Center said in a statement on its website. It comes three months after a major earthquake and subsequent tsunami in the Indian Ocean on 26 December caused major damage and killed tens of thousands of people in the region. Russ Evans, a seismologist from the British Geological Survey, told the BBC that Monday's tremor quake was almost certainly an after-shock of the earlier quake, which had a magnitude of 9. A new tsunami was certainly possible, he said, but on a smaller scale. 'I heard my neighbours screaming' The quake struck between the Sumatran cities of Padang and Medan at around 2315 local time (1615 GMT) and lasted up to three minutes, said Ramlan of Indonesia's Meteorological and Geophysics Office. Power blackouts and major panic ensued, local officials told AFP news agency. Residents of Banda Aceh, which was ruined on 26 December, were reported to be fleeing from their homes as reports of the earthquake spread. The quake was felt across the region with people in the Malaysian capital, Kuala Lumpur, some 500km away, evacuating high-rise buildings and running out into the streets. I was getting ready for bed, and suddenly, the room started shaking, said Kuala Lumpur resident Jessie Chong. I thought I was hallucinating at first, but then I heard my neighbours screaming and running out. Thailand, which was also hit by the 26 December disaster, has issued an tsunami alert and there are reports the quake was also felt in India. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Pseudo Heroisme Anggota Dewan
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/3/29/o3.htm Pseudo Heroisme Anggota Dewan Oleh Muh. Kholid AS RAPAT paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menyikapi polemik kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terbukti hanya sandiwara politik. Disertai dengan aksi walk out (WO) oleh seluruh anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) dan Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan (F-PDIP), akhirnya DPR secara institusi ''mendukung'' kebijakan tersebut. Dalam artikulasi politik selama satu minggu tersebut, terlihat betapa ''dinamika'' wakil rakyat memang begitu cair. Kendati beberapa fraksi pada awalnya ''bergelora'' untuk menolak kebijakan menaikkan harga BBM, dalam sekejap sikap tersebut berubah menjadi mendukung. Lahirnya keputusan DPR tersebut menjadikan parade sandiwara DPR sebagai pembela ''palsu'' kepentingan telah berakhir dengan kekalahan rakyat. Sebagai protagonis serial sandiwara tersebut, sebelumnya mereka berlomba-lomba menunjukkan eksistensinya sebagai ''pembela kebenaran''. Bukan sekadar adu argumentasi saja yang ditunjukkan, tetapi kompetisi ''panco'' juga dijadikan sebagai uji material. Sebagai legislator yang dipilih ''langsung'' oleh rakyat, mereka menampilkan parade adegan reality show sebagai trustee dan delegate rakyat yang proporsional. Hingga lembaga parlemen yang normatifnya mengandalkan oral dalam manajemen artikulasi perbedaan pendapat harus menyertakan praktik upper cut, sebagaimana yang dipraktikkan oleh preman jalanan. Melihat kronologi tawuran anggota Dewan per 16 Maret lalu, adalah wajar jika penonton (rakyat) akan terpesona dengan ''perjuangan'' mereka. Kendati rakyat hampir sekarat menghadapi kehidupan pascakenaikan harga BBM, justru wakil-wakilnya di parlemen terus mempolitisasi persoalan tersebut tanpa memberikan solusi yang esensial. Bayangkan saja, untuk memilih dua opsi, antara menolak dan mendukung kebijakan pemerintah tersebut, waktu setengah bulan ternyata tidak cukup sebagai ajang bernegosiasi. Kendati persoalan BBM hanya terletak pada kesalahan prosedural lembaga eksekutif, nyatanya anggota legislatif mempergunakannya sebagai kesempatan bermonuver untuk kepentingan partai politik (parpol) tempatnya bernaung. Adu gengsi dua lembaga ini justru menjadi media dalam mendongkrak citra beberapa parpol yang sebelumnya telah tenggelam. Kebijakan pemerintah yang kurang populis tersebut dipolitisasi sedemikian rupa untuk dijadikan momentum menanam investasi politik pragmatis. Hanya, lagi-lagi term rakyat dicomot sebagai legitimator atas keinginan primordialis-sektarian tersebut. Kecerobohan Dewan Jika dicermati secara seksama, pokok persoalan perseteruan tersebut merupakan imbas kecerobohan anggota Dewan sendiri yang tidak melaksanakan wewenang dan hak-hak konstitusionalnya. Fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan dalam membela kepentingan rakyat, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 20 A (1) maupun Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2003 pasal 26 (1), tidak dilaksanakan secara elegan oleh anggota Dewan. Kontroversi kenaikan harga BBM sudah dibahas oleh eksekutif-legislatif sebelum penetapan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 per 1 Maret lalu. Pasalnya, sebelum kebijakan tersebut benar-benar ditetapkan oleh pemerintah, polemik persoalan ini sudah menjadi perdebatan umum dalam masyarakat. Dalam tataran normatif, seharusnya anggota Dewan sudah mengetahui kondisi rial rakyat yang keberatan dalam menghadapi kenaikan harga BBM. Prediksi fluktuasi meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran, mahalnya biaya pendidikan, serta seabrek masalah sosial lainnya, seharusnya sudah terdeteksi oleh wakil rakyat bila mereka benar-benar aspiratif. Bukan sebaliknya, Dewan justru melakukan aksi reaktif pascamaraknya berbagai demonstrasi yang menentang kebijakan tersebut. Melihat kronologi di atas, sesungguhnya apa yang diperlihatkan oleh anggota Dewan, menolak ataupun memahami kenaikan harga BBM, sebagai usaha pembelaan kepentingan rakyat adalah bullshit. Bagi yang menolak, sikap tersebut tampaknya lebih banyak dilandasi oleh upaya mendelegitimasi kedudukan eksekutif, sebagai kompensasi tersingkirnya mereka dalam ranah tersebut. Sedangkan bagi yang mendukung, sikap tersebut tidak lain adalah upaya untuk mempertahankan status quo kekuasaan yang didapatnya. Singkatnya, dualitas opsi tersebut sebenarnya tidak jauh-jauh dari persoalan memperkukuh cakar kekuasaan di berbagai lembaga negara dan hedonisme anggota Dewan. Suara apa pun yang dikumandangkan oleh anggota DPR dalam menyikapi polemik ini, tidak akan mempunyai akses yang positif terhadap peningkatan kesejahteraan hidup rakyat. Monuver wakil rakyat tersebut tidak akan membawa perubahan signifikan terhadap kondisi kehidupan rakyat menuju iklim yang lebih baik. Keputusan DPR apa pun yang lahir dari rapat paripurna tersebut tidak akan mempunyai kekuatan hukum untuk menganulir Peraturan Presiden 22 Tahun 2005 yang
[list_indonesia] [ppiindia] Dilema Peran Kaum Intelektual
** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** Republika Senin, 28 Maret 2005 Myth of the Bad Scientists Dilema Peran Kaum Intelektual Oleh : Pradana Boy ZTF Presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) dan Mahasiswa The Australian National University (ANU) Dalam sejarah perkembangan sains, seringkali disebutkan bahwa pada abad pertengahan, pernah terjadi perselingkuhan antara penguasa dan ilmuwan. Kondisi itu kemudian populer dengan istilah myth of the bad scientists. Mitos ilmuwan durhaka adalah sebuah konteks di mana para ilmuwan bersatu padu dalam memproduksi gagasan-gagasan yang justru memihak penguasa. Sederhananya, apa yang dilakukan oleh para ilmuwan adalah melegitimasi setiap tindakan penguasa, sehingga tindakan itu terkesan ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan. Fakta sejarah ini menarik untuk diketengahkan di tengah kondisi di mana tidak sedikit kaum intelektual di negeri ini yang belakangan disinyalir menjadi bagian dari kekuasaan. Karena menjadi bagian dari kekuasaan itu, maka konsekwensinya adalah melakukan pembenaran terhadap tindakan penguasa, meskipun tindakan penguasa itu, tidak sejalan dengan kebenaran pada tataran intelektual. Kendatipun, dalam tataran akademis masih terjadi perdebatan menyangkut istilah dan hakikat the knowers, seperti intelektual, ilmuwan, dan filosof; tetapi tulisan ini tidak bermaksud mengungkap perbedaan-perbedaan itu. Peran intelektual Perdebatan seputar intelektual dan peran yang harus dimainkan dalam konteks bermasyarakat dan politik, memang hampir tidak pernah usai. Asumsi umum yang berkembang di kalangan masyarakat adalah bahwa intelektual semestinya tidak terlibat dalam aktivitas politik, terlebih jika aktivitas itu adalah dalam bentuk penciptaan kerangka ilmiah untuk mendukung tindakan penguasa. Karena intelektual seringkali didefinisikan sebagai sekelompok manusia pecinta ide dan gagasan. Idealnya, intelektual adalah komunitas knowers yang dalam tindakan-tindakan dan refleksinya bermuara pada pemihakan kepada masyarakat. Edward Shils dalam Encyclopedia of the Social Sciences mendefinsikan kaum intelektual sebagai kumpulan orang-orang dalam suatu masyarakat yang menggunakan simbol-simbol umum dan referensi abstrak mengenai manusia, masyarakat, alam, dan kosmos dalam komunikasi dan ekspresi mereka dengan frekuensi yang lebih tinggi dari sebagian besar anggota masyarakat lain. Seringnya penggunaan simbol-simbol seperti itu mungkin merupakan fungsi dari kecenderungan subjektif mereka sendiri atau dari kewajiban sebuah peran pekerjaan. Sementara Edward Said (1994: 11) menyatakan bahwa intelektual adalah individu yang dianugerahi kemampuan menggambarkan, mewujudkan, dan menyampaikan suatu pesan. Dan peran ini punya batas serta tidak bisa dimainkan tanpa adanya rasa menjadi seseorang yang seharusnya secara terbuka mengajukan pertanyaan yang memalukan, melawan sistem ortodoks dan agama. Karena hakikat intelektual yang demikian sulit disimpulkan inilah, sehingga Arthur M Melzer dalam Public Intellectual: Between Politics and Philosophy (2003) menyimpulkan bahwa berkaitan dengan sikap dan posisinya dalam masyarakat, kaum intelektual sebenarnya memainkan peran yang kontradiktif. Intelektual memainkan peran yang mulia dan sekaligus nista. Dalam diri seorang intelektual terjadi inner tension atau kontradiksi antara isu krusial menyangkut teori dan praktik, kontemplasi dan aksi. Kaum intelektual juga mengklaim pengetahuan nonteknis dan sekular dari dunia politik dan budaya, yang dengannya kemudian diidentifikasi bahwa kaum intelektual pada saat yang bersamaan bersifat politis dan apolitis. Sehingga dalam diri seorang intelektual melekat apa yang diistilahkan oleh Melzer dengan sifat detached attachment. Pemihakan kaum intelektual terhadap kebenaran memang sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Tetapi ketika menyangkut kekuasaan dan penguasa, hubungan antara penguasa dan rakyat, maka kebenaran menjadi sangat ambigu. Dalam struktur masyarakat di mana berlangsung pola politik ruling bargain antara masyarakat dan negara, di mana negara menjamin keamanan fisik dan nasional, penyediaan barang-barang dan jasa (Kamrava, 2005), maka ketergantungan masyarakat pada negara menjadi sangat kuat. Dimana kebenaran? Dalam konteks semacam ini, lalu di manakah letak kebenaran? Apakah kebenaran ada di pihak rakyat ataukah di pihak penguasa? Kesan yang berlangsung selama ini adalah masyarakat selalu menjadi representasi dari kebenaran, sementara penguasa selalu menjadi representasi dari kesalahan. Dengan sendirinya, setiap gagasan dan tindakan intelektual yang mendukung keputusan kalangan penguasa, dengan sendirinya, kalangan intelektual itu akan dipersepsi sebagai intelektual durhaka (bad intellectuals). Sebaliknya, sebrutal apapun tindakan masyarakat, dan bahkan ketika tindakan itu salah, maka kaum intelektual yang berdiri di belakangnya akan dipersepsikan sebagai intelektual luhur
[ppiindia] World's most beautiful women reveal their secrets
http://funreports.com/2005/03/21/58738.html 2005-03-21 16:05:00 World's most beautiful women reveal their secrets These beautiful women make men's hearts beat faster and leave other women envious of their beauty. What is the secret of their success and charm? Like many other women they were beautiful and smart, but each of them also had her own peculiarity. Was Homer's Helena as beautiful and alluring as Diane Kruger in Troy? Helen Smarty was said to have caused the Troy War. Hippocrates invented a special recipe that helped maintain beauty, and the invention was very popular in Ancient Greece. In Homer's time, guests were offered to do ablution with further rubbing with aroma oils before they were offered to sit down to table. Poet Anacreon recommended rubbing chest and the region of heart with aroma, as he believed that pleasant smells were sedative. Epicure made aromas also very popular, as he stated they helped fight hard hangover. The bust of the enigmatic pharaoh's wife Nofretete (supposedly living in 1367-1338 B.C.) reveals her wonderful and long neck. Nofretete cared so much for the neck; it is said she applied compresses with rare oils to her neck. The wife of Pharaoh Akhnaton liked wigs and had a large collection of wigs. Women in Ancient Egypt had short haircuts like men and were wearing wigs to protect heads from hot sunrays. Egyptians considered hairy Asiatic men untidy and uncivilized. People in Egypt loved fresh flowers and widely used them at feasts. Guests were wearing lotus garlands; goblets with wine were coiled around with crocus and saffron garlands; the floor and tables at feasts were strewed with fragrant flowers, and the flower scent mixed with incense. Roman historian Plutarch wrote that the beauty and complaisance of Egyptian Queen Cleopatra (lived in 69-30 B.C.) captivated Julius Caesar. Later, Marcus Antonius was also charmed with her beauty. Cleopatra regularly took a bath with warm jennet milk that made her skin soft and matt. Today, women can take a bath with one liter of cow milk to have nice skin. Aromas and cosmetics were widely adopted in Ancient Egypt under Cleopatra. The wasteful queen widely used aromas. Aroma substances are good protection from epidemics of diseases. A legend says that some four robbers invented a recipe of aroma vinegar to rob dead and dying people during a plague epidemic in Marseilles and still remain healthy. The beautiful diva of the 1950s, Marilyn Monroe (1926-1962) was sure that gentlemen loved blonds and, being brown-haired, always dyed her hair with hydrogen peroxide. It was said that Marilyn purposefully made her heels shorter to make her step sexier. She said that Chanel #5 was the only thing she would wear being in bed with a man. It was for about two decades that Elizabeth Taylor (born in 1932) was considered one of the world's most beautiful women. Men particularly loved her eyes. The actress applied violet shades under the lower eyelids and violet mascara to the ends of the lashes to emphasize her blue eyes. Brigitte Bardot (born in 1934), who is sometimes called BB or Bebe, was a sex symbol of an entire epoch. People knew her by wasp-like waist, sexy lips and coiffure that was later called a la Bardot. Everyday 10-minute physical exercises helped Bardot looked wonderful. The actress applied light lipstick on her sexy lips and finished the makeup slightly touching the lips with vaseline. Superstars always look stunning in public. What are the secrets of their beauty? Catherine Zeta-Jones, 34, always appears in public smiling. She says her teeth are white not thanks to some widely advertised toothpaste but because of strawberry. The actress brushes her teeth with strawberry at least once a week. Cameron Diaz, 32, is suffering from acne that we cannot see thanks to her perfect makeup. The actress is forbidden to do aggressive peeling; she is rubbing her face with powdered milk every day to make the skin very soft. Naomi Campbel, 34, says well-milled coffee is a wonderful thing to fight cellulitis. She rubs her hips with well-milled coffee once a week and then wraps her problem areas with foil. Yasmina Filali, 29, follows Cleopatra's example and takes a bath with one liter of milk at least once a week. At that, her bath is never hotter than 38 degrees. Christina Aguilera, 23, rubs her face with a raw potato and then sunbathes every day. Goldie Hawn stays young with the aid of a cream normally used to shrink haemorrhoids. She rubs it under her eyes to get rid of puffiness. Cindy Crawford, 38, applies a fresh potato to her eyelids before coming out, which helps her get rid of wrinkles and dark circles under the eyes. If nothing helps, Cindy puts on sunglasses. Ornella Muti, 48, loves a face pack made of kiwi. She recommends to add some honey and yogurt to kiwi mass, stir it up and apply to the face for 20 minutes. Sandra Bullock, 38, believes the
[ppiindia] A Muslim-Hindu movie kiss? Outrageous, some Pakistanis say
A Muslim-Hindu movie kiss? Outrageous, some Pakistanis say By Salman Masood The New York Times Monday, March 28, 2005 ISLAMABAD, Pakistan With her sultry good looks and her slinky dance moves, the Pakistani star who calls herself Meera has won the adoration of moviegoers here. . But now she is afraid for her life. Her crime: The Indian news media reported that she had kissed an Indian actor onscreen while starring in an Indian film. To top it off, the actor in question, Ashmit Patel, is a Hindu. . The film, Nazar, by the Indian director Soni Radzan and her husband, the producer Mahesh Bhatt, has not yet been released, but the report that Meera kisses Patel in the film, which hit the news media last month, has brought a storm of criticism. . Local news channels repeatedly flashed snippets of the movie: him leaning toward her, their lips coming closer, her letting out a heavy sigh. But then, because censors do not permit a kiss to be shown on Pakistani television, the picture turns fuzzy and the rest is left to the imagination. . Conservative Islamists are incensed at the thought of a Muslim woman's kissing a Hindu. Some have called for an apology; others have filed a lawsuit, demanding that she be censured for an immoral scene, though it is unclear what the court could do if it agreed. Still others have issued death threats. . Meera, who says she is 24, acknowledged in a telephone interview that she had kissed the actor, though she has indicated in other interviews that she did not. She denied, though, that there are any vulgar or bold scenes in the movie. It is a baseless controversy, she said in the interview from Karachi, the southern port city where she has been staying since her return from India on March 9. . Her own actions in the movie, she insisted, were in keeping with what her character demanded. Acting means freedom of expression, she said. . Trouble dogged her in India last week, too, as she landed at an airport in New Delhi on Wednesday, at the invitation of Bhatt, who also wrote the film's script, only to be told by the immigration authorities that her visa was valid for arrival only in Mumbai. She was detained for several hours, then allowed to stay. . Meera, who has starred in 56 Pakistani films since her start in the movie business in 1996, is no stranger to steamy scenes. Pakistani films, like Indian ones, are rife with suggestive song-and-dance numbers in which the heroine, sometimes wrapped in a wet sari, makes provocative, hip-thrusting moves. . Maybe they wanted me to work in the movie wearing a burka, she said, referring to the head-to-toe cloak worn by some Muslim women. . I have an open mind. I don't have to ask people what to do, what to wear, what hairstyle to keep. . Nevertheless, she and her family, who live in Lahore, say they have received countless intimidating phone calls in the last month. She has said she will not return to Lahore unless Pakistan's president, General Pervez Musharraf, guarantees her safety. I need protection, she said. I am scared to go to Lahore. . Officially, it is illegal to show Indian movies in Pakistan's theaters, but there is a huge black market for them. People watch them on cassettes or DVDs, and Indian film stars are household names. . The few Pakistani movie theaters that have not already been turned into shopping malls are pressing for the right to show Bollywood pictures. Theater owners are threatening to go on strike over the issue. . Some Pakistanis have expressed surprise that the reports about Meera's film have caused so much criticism. 'Nazar' frankly contained nothing more licentious than any Pakistani film, Hasan Zaidi wrote this month in Dawn, an English-language daily. . . [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ *
[ppiindia] Politik Kewahyon
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/29/opini/1646121.htm Politik Kewahyon Oleh Sukardi Rinakit SEANDAINYA Megawati Soekarnoputri mengatakan, Saya yakin, saya pasti akan terpilih kembali menjadi Ketua Umum PDI-P. Tetapi justru karena itu, saya memutuskan untuk menyerahkan tongkat kepemimpinan pada kader muda partai, siapa pun dia! Jika dari Bali Megawati mengayunkan langkah politik itu, sama seperti langkah yang dilakukan Nelson Mandela (juga akan dilakukan oleh Amien Rais), maka bukan saja ia akan meninggalkan keteladanan yang luar biasa bagi generasi penerus, tetapi juga nama harum. Rakyat akan menilai bahwa cita-cita Megawati ternyata jauh lebih besar dari dirinya sendiri. Tetapi jika Megawati melakukan langkah politik sebaliknya, bahkan memaksakan kehendak untuk bekerjanya sistem formatur tunggal dan hak prerogatif ketua umum, ia bukan saja akan mengerdilkan partai yang dicintainya, tetapi juga membonsai pohon teduh demokrasi. Pendeknya, apa pun bentuknya, masa depan PDI-P ada di tangan kearifan Megawati. Kalau Megawati bersikap bijaksana, ada peluang bagi kader PDI-P, siapa pun dia, untuk didekati oleh wahyu kekuasaan pada pemilu mendatang. DALAM pendekatan budaya politik, wahyu kekuasaan cenderung tidak bisa diputar balik dan ditarik-tarik untuk kembali mendekat. Hampir tidak ada catatan di Nusantara yang menggambarkan bahwa seorang raja bisa berkuasa kembali setelah ia lengser atau ditumbangkan lawan politiknya. Salah satu sebab dari menjauhnya wahyu tersebut adalah karena sang penerima dan orang-orang yang ada di jejaringnya tidak resolved. Padahal wahyu itu hanya bertahan dengan senang hati apabila sang penerima tetap bisa terharu, prihatin, menangis dan bekerja keras demi kepentingan rakyat. Tanpa sikap itu, wahyu kekuasaan akan cepat hilang diserap kembali oleh suara rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox Dei). Sejak reformasi bergulir, tongkat kekuasaan telah estafet di tangan empat tokoh (Habibie, Gus Dur, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono/SBY). Apakah para pemimpin Republik tersebut adalah tokoh-tokoh yang kewahyon (menerima wahyu kekuasaan)? Jika jawabannya ya, mengapa kehidupan rakyat kok tidak juga membaik sampai hari ini? Di pedesaan Jawa dan kampung-kampung kumuh perkotaan, euforia pemilu sudah mulai mengering saat ini. Orang-orang tua, meskipun hanya berbisik-bisik dan tidak berteriak lantang ala mahasiswa, mulai ragu dengan eksistensi pasangan SBY-Jusuf Kalla sebagai pemimpin yang mendapatkan wahyu kekuasaan sejati. Mereka meraba-raba bahwa banyaknya masalah bangsa mulai dari kecelakaan, bencana alam, mencuatnya konflik perbatasan dan kelaparan merupakan tanda-tanda bahwa jangan-jangan dwitunggal SBY-JK sebenarnya tidak lebih dari sekadar presiden dan wakil presiden. Mereka hanya pemegang kekuasaan administratif dan bukan pemimpin yang kewahyon. Bisik-bisik seperti itu secara hipotesis akan semakin sulit dibendung apabila kenaikan harga BBM ternyata justru akan memukul masyarakat kelas bawah dan bukan membuat mereka menjadi lebih sejahtera meskipun tersedia dana kompensasi (yang baru dikucurkan tiga bulan setelah kenaikan harga BBM). Keraguan akan wahyu kekuasaan itu juga terjadi karena kurang bijaknya komentar-komentar sebagian penguasa. Aburizal Bakrie, misalnya, dengan enteng mengatakan, Kalau tidak bisa beli gas ya jangan beli. Sedangkan SBY dengan mantap mengatakan, I don't care (with my popularity) dan Jusuf Kalla menantang, BBM naik, kita tunggu demonstrasinya. Karena karakter masyarakat kita adalah paternalistik, maka seperti obat nyamuk bakar, komentar-komentar seperti itu cepat merambat ke lingkaran luar, yaitu jajaran birokrasi yang lebih rendah. Kini Menteri Keuangan Jusuf Anwar sudah mengatakan I don't care mengikuti SBY (seperti akhiran -ken dan kata mangkin yang dipakai Soeharto dan latah ditirukan pejabat-pejabat lain). Besok akan semakin banyak birokrat yang akan mengucapkan kalimat yang sama untuk mempertahankan kepentingan masing-masing. Pergantian empat kali presiden tanpa menghasilkan peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan suatu ironi dalam praktik kekuasaan politik. Mungkin betul apa yang dikatakan Frans Seda (Kompas, 24/3) bahwa semua persoalan di Republik bersumber pada birokrasi. Dengan demikian, mempunyai presiden yang baik saja tidak cukup tanpa dukungan birokrat yang bersih. Tetapi birokrat yang bersih saja tidak ada artinya apabila mereka tidak mempunyai perasaan bernegara. Sulit untuk mengatakan bahwa birokrat kita mempunyai perasaan bernegara. Buktinya, dari dulu sungai tetap kotor, selokan mampet, bus kota tidak manusiawi, trotoar rusak, warung-warung asal tempel, illegal logging jalan terus dan impor gula ilegal tidak terbendung. Padahal, rumah mereka dipelihara untuk tetap bersih dan mewah. Tetapi sikap memiliki seperti itu tidak diterapkan dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Kita menjadi miris karena jangan-jangan para menteri, direktur
[nasional_list] [ppiindia] Megawati Dinilai Masih Ingin Jadi Presiden
** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum ** http://www.suarapembaruan.com/News/2005/03/28/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Megawati Dinilai Masih Ingin Jadi Presiden Pembaruan/Nyoman Mardika DUKUNG MEGAWATI - Pendukung Megawati Soekarnoputri menggelar aksi di depan Hotel The Grand Bali Beach Sanur sambil membentangkan spanduk mendukung Mega terpilih sebagai ketua umum dalam Kongres PDI-P II di Bali, Senin (28/3). JAKARTA - Sikap keras Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang ingin kembali memimpin parpol itu menunjukan bahwa mantan presiden tersebut mempunyai keinginan menjadi orang nomor satu di republik ini pada Pemilu 2009 mendatang. Hanya, sejarah politik dunia mencatat, tidak ada seorang pun calon yang pernah gagal menjadi kepala negara berhasil terpilih dalam periode berikutnya. Saya menduga keinginan Megawati untuk menjadi presiden pada tahun 2009 sangat kuat sehingga dia bersikeras untuk memimpin kembali PDI-P. Padahal, sejarah politik dunia mencatat tidak ada calon yang pernah gagal berhasil terpilih pada periode pemilihan berikutnya. Sebaiknya Megawati berani mengambil sikap bijaksana dan legawa serta tampil sebagai figur pemersatu partai dan mempersiapkan kader partainya yang benar-benar menjadi tokoh pembaharu dan akan ditampilkan pada Pemilu 2009 mendatang, ujar Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia, Prof Dr Harsono Suwardi, kepada Pembaruan di Jakarta, Senin (28/3). Dikatakan, konflik internal berkepanjangan di tubuh partai tersebut justru akan semakin mengerdilkan dan menjauhkan partai tersebut dari para konstituennya. Jika ini terjadi, jelas merupakan bencana dan membuat massa PDI-P semakin marah melihat ulah para pemimpin partainya sehingga mereka dapat menyeberang ke partai lain yang dianggap mampu membawa suara mereka. Bagi pengembangan demokrasi di tubuh parpol, memang sebaiknya hak prerogatif dari ketua umum perlu dicabut. Mengenai keputusan Arifin Panigoro dan Sophan Sophiaan, dua tokoh PDI-P yang memutuskan untuk mengundurkan dari dari pencalonan ketua partai, hal itu sebetulnya tidak perlu dilakukan. Jika mereka memang mempunyai kemampuan dan dipercaya untuk menjadi ketua, kenapa harus mundur. Mereka masih dapat melakukan sesuatu untuk PDI-P di masa depan meskipun untuk berada di dalam tubuh kepengurusan partai akan mendapatkan tantangan lebih besar. Atau mungkin mereka mempunyai agenda dan target strategis lainnya di balik pengunduran tersebut, ujarnya. Konspirasi Dari Bali, Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Sutjipto mensinyalir, Gerakan Pembaruan PDI-P yang dimotori Arifin Panioro, sebagai sebuah konspirasi dengan penguasa untuk mengintervensi PDI-P. Kecurigaan itu muncul dengan bergabungnya Laksamana Sukardi yang dulu dekat dengan Megawati hingga menjadi menteri. Sutjipto sesaat sebelum menemui Megawati di Inna Grand Bali Beach Hotel Spa Minggu (27/3) malam dalam perbincangan dengan Pembaruan melontarkan sinyalemen tersebut. Ditanya soal indikasi adanya konsfirasi Gerakan Pembaruan PDI-P dengan penguasa, Sutjipto mengatakan, munculnya Laksamana Sukardi di kubu Gerakan Pembaruan PDI-P, patut dicurigai. Alasannya, Laksamana selama ini dikenal dekat dengan Megawati dan menjadi menteri ketika Megawati menjadi Presiden, tetapi sekarang mau menggoyang Megawati. Sutjipto juga mengaitkan-ngaitkan bergabungnya Laksamana Sukardi dengan sorotan masyarakat ketika kader PDI-P itu menjadi menteri dengan tuduhan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Namun, Sutjipto tidak memerinci apakah yang dimaksud adalah bahwa Laksamana memanfaatkan Gerakan Pembaruan untuk menyelamatkan dirinya dari sorotan masyarakat soal dugaan KKN tersebut. Sumber Pembaruan lainnya Minggu malam di Denpasar mengatakan, Gerakan Pembaruan tidak lain adalah sebuah konspirasi antara orang-orang yang mau mencari selamat dengan cara menghancurkan PDI-P. Sumber tersebut menyebutkan, Arifin Panigoro yang memotori Gerakan Pembaruan, saat ini posisinya di ujung tanduk dan sedang disandera Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dengan ancaman kasusnya akan dibuka di Kejaksaan Agung. Arifin Panigoro dan Laksamana Sukardi lanjut sumber tersebut, kemungkinan besar dimanfaatkan penguasa untuk menjatuhkan Megawati dan menggantinya dengan orang-orang yang bisa menjadi boneka pemerintah. Konsesinya adalah, kasus Arifin Panigoro dan sorotan masyarakat atas dugaan KKN Laksamana Sukardi, tidak lagi dipersoalkan. Skenarionya adalah pemerintah melalui Gerakan Pembaruan melakukan manuver menguasai PDI-P dengan target utama mengganti Megawati. Setelah mendudukkan orang-orangnya, pemerintah bisa leluasa menguasai PDI-P yang saat ini telah menyatakan diri sebagai opisisi terhadap pemerintah. Sementara itu, Permadi salah seorang kader PDI-P pro Megawati yang dimintai tanggapan soal keberadaan Gerakan Pembaruan mengatakan, tidak yakin dengan klaim-klaim yang menyatakan, Megawati bisa dibuat bernasib
[list_indonesia] [ppiindia] Gereja Bait Eden di Ambon Nyaris Dibom
** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/28/sh07.html Gereja Bait Eden di Ambon Nyaris Dibom Ambon, Sinar Harapan Warga Kelurahan Karang Panjang Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Minggu (27/3)= malam sekitar pukul 19.00 WIT dibuat panik menyusul penemuan sebuah benda = yang diduga sebagai bom yang diletakkan di depan Gereja Bait Eden, Jemaat G= ereja Protestan Maluku (GPM) Imanuel, Klasis GPM Kota Ambon. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Maluku, Komisaris Endro Prasetyo ya= ng dihubungi SH, Senin (28/3) mengaku, berdasarkan penjelasan dari masyarak= at setempat terungkap benda yang dicurigai sebagai bom itu ditemukan pada p= ukul 19.00 WIT dan diletakkan di depan pintu Gereja Bait Eden. Benda yang diduga sebagai bom tersebut dirakit dari sebuah termos berwarna= putih - merah muda. Warga yang menemukannya kemudian melaporkan ke Polres = Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease yang kemudian menerjunkan Tim Jihandak Po= lda Maluku ke tempat kejadian perkara yang tiba pada pukul 20.20 WIT, kata= nya. Setelah diperiksa oleh personel Tim Jihandak Polda Maluku ternyata ditemuka= n adanya unsur logam dan diduga kuat merupakan sebuah bom aktif. Sehingga = kemudian tim Jihandak memutuskan untuk meledakkannya pada pukul 20.45 WIT,= demikian Endro.=20 Aktivitas masyarakat di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) hanya terhent= i antara pukul 19.00 hingga pukul 21.00 WIT, namun setelah itu aktivitas ma= syarakat kembali normal. Teror ini pun tidak mengganggu situasi dan kondisi= keamanan di Kota Ambon secara umum dan aktivitas masyarakat tetap berlangs= ung secara normal pada Senin (28/3) ini.=20 Kasus Granat di Angkot Sementara itu, hingga sepekan setelah insiden peledakan granat di kawasan B= atu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon yan terjadi Senin (21/3) malam sek= itar pukul 21.35 WIT lalu, pihak Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease t= erus berupaya untuk mengungkap identitas dua orang tidak dikenal yang melem= parkan granat ke dalam angkot jurusan Ambon-Passo dan berakibat 19 warga me= nderita luka-luka. Kami terus menyelidiki dan menyidik di lapangan berdasarkan hasil olah tem= pat kejadian perkara (TKP) maupun keterangan sejumlah saksi yang diperiksa,= jelas Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Ajun Komisaris Besar Po= lisi (AKBP), Leonidas Braksan ketika diminta konfirmasi SH di Ambon, Senin = (28/3). Dua orang tidak dikenal itu melemparkan granat tangan ke dalam angkot nomor= polisi DE-307-AU jurusan Ambon-Passo yang mengangkut 14 penumpang, namun b= erhasil ditendang keluar dan meledak mengakibatkan lima warga yang berada d= i pinggir jalan mengalami luka-luka. Ledakan itu berdampak menyulut emosi warga sekitar Tempat kejadian Perkara = (TKP) dengan mengejar angkot tersebut yang akhirnya berhenti di kawasan Kap= aha yang berjarak sekitar 500 meter dari TKP, di mana mobil bersama penumpa= ngnya menjadi sasaran amuk massa hingga 14 penumpangnya luka-luka. Kapolres mengakui, berdasarkan hasil olah TKP maupun keterangan dari 12 ora= ng saksi serta para korban, oknum pelempar granat itu yakni dua orang yang = berboncengan dengan menggunakan sepeda motor jenis RX King dan menggunakan = jaket serta helm masker.=20 Sejumlah penumpang mengaku bahwa dua pengendara motor itu telah membuntuti= angkot yang mereka tumpangi sejak dari kawasan Citra, Kecamatan Sirimau Ko= ta Ambon atau sekitar 1 km sebelum TKP yang hanya berjarak sekitar 600 mete= r dari lokasi kejadian. Begitu tiba di TKP pelakunya mencoba mendahului dan= kemudian orang yang berada di boncengan melemparkan granat ke dalam angkot= , jelas Kapolres. Kapolres juga menegaskan, pihaknya akan terus berusaha keras menuntaskan ka= sus ini, di mana motif dan implikasinya hampir sama dengan yang terjadi di = kawasan Lateri II, Kecamatan Baguala, 5 Maret lalu, mengakibatkan tiga warg= a luka-luka, guna mengacaukan situasi dan kondisi keamanan di Ibu Kota Prov= insi Maluku itu yang semakin kondusif. (izc)=20 =20=20 Copyright =A9 Sinar Harapan 2002=20 =20 [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~--=20 DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources=20 often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~-=20 *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg= Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg
[ppiindia] We Can Do It and We Will
Refleksi: Membaca berita ini apa tanggapan Anda sehubungan dengan hiruk pikuk overdosis agama yang menimpa wilayah Nusantara? http://www.arabnews.com/?page=7section=0article=61237d=29m=3y=2005 Tuesday, 29, March, 2005 (18, Safar, 1426) We Can Do It and We Will Khaled Almaeena, [EMAIL PROTECTED] In Algiers last week I met a foreign correspondent who asked me, Why? To which I replied: Why what? Why does the Arab world lag behind almost every part of the world except of course sub-Saharan Africa? Good question, I thought. The man was reasonable. I have met him several times in the past. His question, however, did make me think. The total GDP of the Arab world is about $500 billion. This amount is less than that of Spain that was until recently one of the poorest European economies. What is wrong with the Arab world? Many things, I answered. And then I began the litany. First of all the region has been rocked by wars and conflicts. Israel is another matter altogether. Its occupation, suppression and oppression of the Palestinians have caused tension, anger and frustration and will continue to do so. Anger and frustration, if unaddressed, will produce problems of their own and what is often worse, their own attempts at solution. I quickly added, however, that we Arabs must not use Israel as an excuse for our failures and shortcomings. We have enough problems that we ourselves have created and for which the Israelis, guilty as they are of so much, are not responsible. The takeover of power by colonels and generals, the brutal suppression of the Arab people by their own dictators, the lack of freedom and the absence of transparency and accountability have deprived us of the fruits of success. When I read about how so many of these leaders, with their legions of fawning and parasitic sycophants, have wreaked havoc and caused grief among their own people, I find the answer to why the Arabs have lagged so far behind. Add to this the rampant and unchecked corruption and waste, the misuse and squandering of revenues and you begin to see not only the magnitude of the problem but also the superhuman efforts that will be required to change the status quo in most Arab countries. My listener then asked, But why did you allow this to happen? Where was your media? Why didn't it alert you to what was going on? A deep sigh escaped me. Where was the media, I asked myself. I dreaded the answer to the question that was, I realized, worse than no answer at all. It was silent, I replied. It overlooked barbaric practices; it did not trouble itself to report brutalities and crimes against the innocent. I remember when I wrote many years ago, in a very mild way, about the attack on Halabja. A fellow editor of another paper rebuked me, saying I was propagating Zionist propaganda. I can only say that what happened at Halabja was a crime and a grotesquely inhuman one at that; it was not, blinkered as we are and however much we don't like the truth, Zionist propaganda. I could fill pages with events and other matters that were conveniently blocked from being written about by the Arab media. Don't ask me the reason; it is painful to remember our failings and even more painful to have to acknowledge them. I can say that I do now sincerely think many of these things belong to the past. Are you optimistic? he inquired. Yes, a Muslim or a Momin (faithful person) has to be optimistic. We can go ahead if we will only learn from our mistakes, accept differing views, be tolerant and empower others. In the Arab world there is no lack of talent. What is lacking is the opportunity to develop and use it. Our young men and women are intelligent, dedicated and have the will to realize their goals and visions which will put them on par with their contemporaries in Asia, Europe and the US. We could become tigers, just like the Asian ones but in order to do so, we must have the right atmosphere and that means an atmosphere conducive to progress. And an atmosphere conducive to progress will only be produced by a civil society free from religious extremism, free from the imposition of only one view or interpretation and free of intolerance toward all who are different in any way. We must do away with the excessive red tape and bureaucracy that stifles everything and remove the suspicion that exists in the minds of the public sector about the role of the private one. Look for a minute at the young entrepreneurs in the Arab world. Despite all the restrictions and obstacles - political, social and economic - they have managed to brand themselves. Let them flower. Do not snuff the life out of them. Economic necessities should decide our future and good economics, they say, make good politics. But can you people do it? Can you carry it off? he wondered. Yes, the
Re: [ppiindia] Re: Re: Re: Medan bangun Masjid 7 Lantai
Katanya surga itu penuh kemegahan. Jadi manusia penganut agama surgawi sesuai imagenya guna memuliakan kemegahan surga dibuat gedung-gedung agama super hebat. Apakah ada gunanya bangunan-bangunan itu dibandingkan dengan kebutuhan urgen duniawi seperti rumah sakit, sekolah, perumahan rakyat, mempunyai cukup air bersih dan sehat etc tergantung kepada kesadaran dan perspektif pandangan masing-masing untuk membuat penilaian. - Original Message - From: Arriko Indrawan [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Tuesday, March 29, 2005 12:12 PM Subject: [ppiindia] Re: Re: Re: Medan bangun Masjid 7 Lantai 1. Mesir membangun Spinx dan Piramid untuk sesembahan bangsa Mesir 2. Orang Katolik membangun Gereja St. Peter untuk sesembahan umat Katolik 3. Umat Islam membangun Masjid Al aqsa dan masjid2 yg lain juga untuk sesembahan umat Islam.. Jadi...?? setali tiga uang. Untuk sesembahan harus yg terbaik khan?? == Message: 22 Date: Tue, 29 Mar 2005 00:14:26 -0800 (PST) From: abu abdurrahman [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: Re: Medan bangun Masjid 7 Lantai drpada bikin patung., mungkin yang di maksud ama bapak Mulyadi karena masih dalam konteks perbandingan dengan jaman firaun. kan jaman si firaun patungnya gede2..ada si spinx, macem2 deh...itu mungkin yang buang2 duid. lah kalo bikin masjid buat ibadah, kan itu penting juga...buat umat juga, jadi ga buang2 duid. kalaupun baru rame pas hari raya.ya itu bagaimana kita memahami dien aja. kalo dien cuma berlaku pas hari raya.ya mungkin masjid cuma rame pas hari raya. kalo dien kepake tiap hari...ya mestinya masjid juga rame tiap hari. barangkali saudara kami -semuslim-( kalo kondisi masjidnya hanya ramai pas hari raya) belum begitu tahu betapa pentingnya sholat wajib jamaah di masjid. dan itu merupakan salah satu target dakwah...ceile bahasanya. Carla Annamarie [EMAIL PROTECTED] wrote: Lebih bagus bangun mesjid dari pada bangun patung what the maksud pak.., bisa dijelasin gak logical relevansinya..? *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Sesuatu di Balik Demo BBM
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_cid=163924 Selasa, 29 Mar 2005, Sesuatu di Balik Demo BBM Oleh Mohammad Ilham B.* Kontroversi kebijakan pemerintah untuk menarik subsidi BBM berimbas pada bergulirnya bola salju aksi penolakan terhadap kenaikan harga BBM. Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi di tataran ekonom di Indonesia terkait kebijakan tersebut dan imbasnya terhadap perekonomian nasional, kebijakan itu mampu menyatukan sejenak gerakan mahasiswa yang selama ini berserak dan kehilangan isu sentral. Beragam apresiasi publik terhadap kenaikan harga BBM menunjukkan, masyarakat semakin kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah. Meski, daya kritis itu belum serta-merta diikuti kapabilitas dalam memilah akibat jangka panjang suatu kebijakan. Demo mahasiswa dan elemen masyarakat lain guna menolak kenaikan harga BBM cenderung dilakukan secara emosional dan belum bersandar pada sebuah kesadaran dan refleksi kritis terhadap lahirnya sebuah kebijakan pemerintah. Buruknya lagi, mungkin saja isu kenaikan harga BBM yang terus didengungkan pendemo disebabkan isu itulah yang saat ini sedang populis di tataran publik. Kemudian, populisnya isu tersebut sengaja dijadikan komoditas untuk sekadar mengumpulkan dan mempersatukan kembali gerakan mahasiswa yang kehilangan isu sentral. Penyikapan-penyikapan politik yang cenderung sporadis merupakan realitas gerakan mahasiswa pascareformasi. Jika menilik sejarah gerakan mahasiswa, pola-pola gerakan seperti itu tidak akan melahirkan sebuah perubahan yang mendasar, hanya riak kecil di tengah kondisi masyarakat yang semakin terpuruk. Tanpa harus berdiri pada pihak yang pro ataupun kontra terhadap kebijakan tersebut, isu kenaikan harga BBM telah mengalami politisasi yang luar biasa dahsyat. Itu terbukti dengan terjadinya perdebatan hebat di gedung parlemen yang tidak mampu menghasilkan perubahan berarti bagi masyarakat umum. Perlu diperhatikan, berembus kencangnya isu penolakan kenaikan harga BBM itu memungkinkan diambil keuntungan oleh pihak-pihak yang berseberangan dengan rezim yang berkuasa. Sikap kritis mahasiswa dalam menggalang aksi dengan isu tersebut sangat mungkin dimanfaatkan pihak-pihak itu. Hal tersebut sering kurang diperhatikan berbagai elemen yang menggalang demo anti kenaikan BBM. *** Tidak dapat dinafikkan bahwa aksi demonstrasi identik dengan gerakan mahasiswa, sekalipun tidak semua demonstrasi dilakukan mahasiswa. Terkait dengan hal itu, lazim kiranya kita menilik kondisi gerakan mahasiswa beberapa tahun terakhir. Gerakan mahasiswa dapat kita pahami sebagai komunitas sosial yang menjalankan aktivitas untuk memainkan perannya dalam proses politik, terlepas dari skala dan metode pengerahan massa yang dilakukannya -berskala besar (luas) maupun kecil dilihat dari segi kuatitas peserta aksi kolektif mereka, melalui aksi parlemen jalanan ataupun apel akbar. Serta, terlepas dari keberhasilan dan kegagalannya dalam menciptakan perubahan politik. Beberapa tahun terakhir (pascareformasi), gerakan mahasiswa mengalami polarisasi yang luar biasa, kehilangan isu sentral, hanya bergerak secara sporadis sehingga sekadar menjadi riak kecil dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Bahkan, banyak aktivis mahasiswa yang terjebak pada ruang-ruang politik praktis atau sekadar menjadi kaki tangan elite politik. Hal itu dapat kita saksikan pada momentum Pemilu 2004. Pada saat itu, banyak di antara mereka yang terlibat dalam upaya dukung-mendukung dalam pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Kondisi yang dipaparkan di atas perlu menjadi perhatian bagi kalangan aktivis gerakan yang masih teguh berpegang pada idealismenya. Di luar itu, hilangnya isu sentral pasca jatuhnya rezim Soeharto telah memberikan dampak yang luar biasa bagi gerakan mahasiswa. Padahal, kita ketahui bersama bahwa selama ini gerakan mahasiswa dapat bersatu dan mampu melakukan sebuah perubahan bila dipersatukan sebuah isu sentral. Perlu kita tilik sejarah keberhasilan gerakan mahasiswa, pada masa pra kemerdekaan, mahasiswa dipersatukan isu nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia. Gerakan mahasiswa angkatan 1966 disatukan isu penggulingan rezim Orde Lama dan pembersihan PKI. Gerakan mahasiswa angkatan 1998 disatukan isu menjatuhkan rezim Orde Baru yang totaliter. Kemudian, apa isu sentral yang digagas gerakan mahasiswa saat ini? Jika kemudian isu kenaikan BBM diupayakan menjadi sebuah isu sentral bagi gerakan mahasiswa saat ini, tentu saja itu pemikiran yang naif. Isu tersebut tidak cukup kuat untuk mempersatukan kembali gerakan mahasiswa, bahkan hanya menjadi momentum penyatuan sejenak dan kemudian berserak kembali. Hanya, yang patut diapresiasi bahwa mahasiswa tidak kehilangan daya kritisnya terhadap pemerintah yang berkuasa. Di tengah ingar-bingar gaya hidup hedonis dan sikap apatis yang melingkupi mahasiswa saat ini, demo yang digalang mahasiswa dengan membawa isu penolakan terhadap kenaikan harga BBM ibarat oase di
[ppiindia] Demo Massa Antikorupsi Dibubarkan Gerombolan
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/29/daerah/1652125.htm Demo Massa Antikorupsi Dibubarkan Gerombolan Palembang, Kompas - Upaya masyarakat untuk ikut serta mengawasi pemberantasan korupsi kembali dikebiri. Pada Senin (28/3) siang kemarin, demonstrasi antikorupsi yang dilakukan mahasiswa Universitas Taman Siswa Palembang, Sumatera Selatan, dibubarkan segerombolan laki-laki yang tidak jelas asal-usulnya. Tindakan sewenang-wenang itu terjadi di halaman Kantor Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel). Pada awalnya, aksi unjuk rasa berjalan tertib. Sekitar 30 orang mahasiswa dari Komite Aksi Mahasiswa (KAM) Palembang berjalan kaki dari kampus menuju kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel-di sebelah kantor gubernur. Mereka tidak bisa masuk kompleks kejaksaan karena diblokir polisi. Setelah berorasi mendesak aparat kejaksaan proaktif mengusut tuntas indikasi korupsi pada pengelolaan proyek di Kabupaten Musi Banyuasin, mereka lalu menuju ke Kantor Gubernur Sumsel. Mereka menggelar spanduk bertuliskan, Gubernur Jangan Lindungi Koruptor, Usut Kasus Korupsi di Musi Banyuasin. Tiba-tiba dua unit mobil masuk dan sejumlah laki-laki turun. Mereka berteriak-teriak. Kalian bukan mahasiswa dari Muba (Musi Banyuasin). Kalau benar dari sana, coba tunjukkan KTP. Kalau mau menuntaskan kasus korupsi tidak perlu demo, masih banyak cara lain untuk menyelesaikannya, seru salah seorang dari rombongan itu. Seorang laki-laki bertubuh tegap yang mengenakan kacamata hitam tiba-tiba merampas spanduk yang dibentangkan mahasiswa. Situasi menjadi tidak terkendali. Gerombolan laki-laki itu mengejar-ngejar massa mahasiswa yang berhamburan keluar halaman kantor gubernur. Pengejaran baru berhenti setelah seorang petugas keamanan menembakkan pistol ke udara dua kali. Kelompok laki-laki itu dibiarkan saja oleh polisi. Koordinator aksi unjuk rasa, Herdian Wicaksono, menyesalkan insiden tersebut. Kami protes keras. Lagi-lagi cara premanisme digunakan untuk menekan. Sedihnya, aparat penegak hukum juga tidak mampu berbuat apa-apa, padahal ini terjadi tepat di depan hidung mereka, ujarnya. (dot) [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Data Kemiskinan dan Kemiskinan Data
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/30/opini/1653469.htm Rabu, 30 Maret 2005 Data Kemiskinan dan Kemiskinan Data Oleh Harry Seldadyo DENGAN menganggap bahwa kenaikan harga BBM saat ini adalah fakta yang given, adakah jaminan bahwa dana kompensasi akan tepat sasaran? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan kunci karena di sinilah letak pesimisme publik yang didasarkan pada sejarah dan pengalaman kegagalan poverty targeting policy. Klaim pemerintah dan lingkaran pendukungnya bahwa pencabutan subsidi BBM mampu menurunkan angka kemiskinan perlu diuji dengan pertanyaan itu. Tulisan Pak Mubyarto di Kompas (21/3) bisa memberi gambaran kepada kita di mana letak kegagalan eksekusi berbagai kebijakan poverty targeting pada tingkat riil. Banyak faktor yang bisa dibicarakan di sini. Namun, di antara sejumlah faktor lain, misalnya, faktor institusional dan sosiologis, tulisan ini hanya akan menyoroti satu faktor teknis, yakni kemiskinan data. Kita memang nyaris tak punya data andalan yang bisa dipakai sebagai instrumen bagi kebijakan subsidi terfokus semacam itu. Jadi, kemiskinan data sebetulnya sudah self-explained, apakah kebijakan kompensasi BBM yang ditelurkan akan sukses atau gagal. Apa yang kita punya? Hingga saat ini memang kita hanya mengandalkan dua sumber data ketika kemiskinan dibicarakan: data Susenas BPS dan data Keluarga (Pra-)Sejahtera BKKBN. Betapapun kedua data ini punya limitasi tinggi, kita tak punya pilihan lain kecuali menggunakannya. Paling sedikit, statistik ini bisa menjadi tongkat pembimbing ke arah kegelapan-meminjam istilah Prof AH Nasution dalam pidato pengukuhan guru besarnya di IPB dulu. Jadi, masih lebih baik punya informasi- biarpun itu salah-daripada tanpa informasi sama sekali. Ini tindakan minimal. Sayangnya, data BPS dan BKKBN tidak bisa dipakai untuk poverty targeting yang bisa melacak siapa sesungguhnya yang berhak atas dana kompensasi itu. Data BPS secara inheren dirancang untuk melihat kecenderungan umum kemiskinan yang diukur melalui suatu garis kemiskinan. Jadi, orang miskin di sini menjadi anonim. Data ini tidak berguna untuk pengambilan kebijakan yang kental mengandung tujuan targeting. Sementara itu, data BKKBN bermasalah dalam penetapan definisi kemiskinan. Kendati data ini memiliki disagregasi yang lebih baik daripada data BPS, indikator dan metodologi yang dipakainya debatable. Akibatnya, dispute sering kali terjadi di lapangan ketika data ini dipakai untuk memisahkan kelompok miskin dan tak miskin dari target kebijakan. Di atas itu semua, kedua sumber data ini juga memiliki limitasi kembar: mereka tak mampu menangkap karakter kemiskinan itu sendiri. Jadi, kedua data ini tidak tepat dipakai untuk menanggulangi problem kemiskinan jangka panjang. Padahal, isu kemiskinan adalah isu jangka panjang. Sejarah menunjukkan tidak ada proses instant dalam penanggulangan kemiskinan. Data kemiskinan BPS hanyalah peta umum kemiskinan, sedangkan data BKKBN barulah kompas untuk menelusuri peta itu. Berhasilkah kita menemukan orang miskin melalui program-program targeting itu dengan alat-alat itu? Untuk program dadakan ala JPS kemarin, data itu mau tak mau memang menjadi peta dan kompas kita. Namun, untuk menyelesaikan kemiskinan jangka panjang, sayang sekali, tidak. Peta dan kompas barulah necessary condition-nya. Masih diperlukan sufficient condition-nya: bertanya pada si miskin. Melalui syarat terakhir ini kita akan berurusan dengan indikator lokal-indikator yang dibangun oleh dan untuk kepentingan orang miskin di tingkat mikro. Makro vs mikro Dua isu penting bisa kita catat dalam relasi data dan kebijakan. Pertama, data tidak melulu dipakai untuk keperluan analisis. Sebaliknya, juga tak elok membuat kebijakan tanpa data. Melalui data, kita bisa melakukan mainstreaming isu kemiskinan dalam lingkaran kebijakan. Kedua, pertautan antara analisis dan kebijakan targeting haruslah di tingkat lokal dan mikro. Patut dicatat, karakter kemiskinan dahulu jauh berbeda dibandingkan dengan sekarang. Pada zaman Pelita I, kalau kita mendistribusikan beras murah secara random kepada 10 orang, kita tak perlu khawatir salah sasaran karena tujuh di antaranya adalah orang miskin. Jadi, probabilitas tepat-sasaran-nya cukup tinggi walaupun waktu itu kita miskin data. Sekarang ini situasinya terbalik. Tanpa data andal di tangan, distribusi beras yang anonim hanya akan memakmurkan tujuh orang yang bukan miskin karena probabilitas untuk menemukan si miskin makin rendah. Artinya, tanpa disagregasi yang andal, kita tak bisa mengenal orang miskin. Bergerak dengan dua isu di atas, kita bisa mencatat hal penting yang harus ada di jantung setiap analis dan pengambil kebijakan: rasa lapar, kurang gizi, dan tak mampu menyekolahkan adalah persoalan hidup nyata bagi si miskin; bukan soal angka tanpa jiwa. Data mengenai orang miskin harus menjadi identitas si miskin itu sendiri, bukan data yang anonim. Dengan catatan ini, kita membutuhkan informasi
[ppiindia] MK Gagal Mengawal Demokrasi
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/30/opini/1653503.htm Rabu, 30 Maret 2005 MK Gagal Mengawal Demokrasi Oleh Refly Harun KEBERADAAN Mahkamah Konstitusi atau MK yang diadopsi melalui Perubahan Ketiga UUD 1945 (2001) tidak sekadar sebagai penjaga konstitusi (the guardian of constitution) atau penafsir konstitusi (the sole interpreter of constitution). Lebih jauh dari itu, MK juga dibebani kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia (the protection of human rights) dan mengawal demokrasi (the guardian of democracy) dalam kerangka negara hukum (the rule of law). Fungsi seperti itulah sebenarnya yang dibebankan kepada lembaga MK di mana pun di dunia ini. Ujian untuk mengawal demokrasi tersebut telah didapatkan MK pada saat pengujian UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), khusus mengenai beberapa materi mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung). Sayangnya, saya nilai, MK gagal dalam ujian pertama tersebut. Pada pembacaan putusan dalam sidang terbuka untuk umum, Selasa (22/3), MK memang mengabulkan sebagian materi yang dimintakan dua kelompok pemohon, kelompok pemantau pemilu (Cetro dan kawan-kawan) dan kelompok komisi pemilihan umum daerah (KPUD). MK telah memutuskan bahwa dalam menyelenggarakan pilkada langsung, KPUD tidak bertanggung jawab kepada DPRD, melainkan langsung kepada rakyat. KPUD hanya melaporkan pelaksanaan pilkada kepada DPRD. Hal ini untuk menjamin independensi KPUD dalam menyelenggarakan pilkada. Dalam hal ini MK telah memutus belitan rantai parlemen lokal terhadap KPUD sebagai penyelenggara pilkada akibat desain UU Pemda. Karena putusan MK, KPUD menjadi bebas dan independen terhadap kekuatan-kekuatan politik lokal yang terjelma dalam DPRD. Sayangnya, lembaga penjaga konstitusi itu tidak menyambungkan kembali pertalian antara KPUD dan KPU yang dipaksa putus oleh parlemen pusat yang mendesain UU Pemda. MK juga tidak bernyali memutuskan ancaman cengkeraman pemerintah pusat dalam proses pilkada dengan membunuh hak eksklusif pemerintah nasional sebagai regulator pilkada. Argumentasi MK mengenai independensi penyelenggara pilkada terbelah. Di satu sisi menyatakan, KPUD harus dijamin independensinya dari pengaruh DPRD. Namun, di sisi lain menyatakan, peran regulasi pemerintah pusat dalam pilkada tidak bertentangan dengan konstitusi. Padahal, peran regulasi itu dinilai banyak pihak akan berpengaruh besar terhadap independensi penyelenggaraan pilkada. Pengaruh itu, misalnya, akan dirasakan ketika pos-pos anggaran pilkada dalam APBN dikontrol pemerintah dan KPUD sebagai penyelenggara pilkada harus mau berkompromi apabila menginginkan dana itu digelontorkan ke bawah. Putusan MK jadinya terasa seperti bola tanggung dalam mengawal demokrasi. Tidak heran bila Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menyatakan kekecewaannya terhadap putusan tersebut dan Smita Notosusanto, salah seorang pemohon, menganggap putusan tersebut banci (Media Indonesia, 23/3). Rezim pemilu Pemohon telah menyodorkan satu soal krusial kepada MK, apakah pilkada termasuk ke dalam rezim pemilu atau tidak. Jawaban atas pertanyaan ini paling tidak akan berpengaruh pada tiga hal, (1) penyelenggara pilkada, (2) independensi penyelenggaraan pilkada, dan (3) siapa yang berhak menjadi pengadil dalam sengketa hasil pilkada. Pemohon (pemantau pemilu dan KPUD) tegas menyebut pilkada masuk ke dalam rezim pemilu. Karena itu, terhadap tiga hal di atas, skenarionya akan menjadi sebagai berikut. Pertama, penyelenggara pilkada adalah KPU yang bersifat nasional tetap dan mandiri. KPUD (KPU provinsi dan KPU kota/kabupaten) adalah bagian dari KPU yang diberi mandat melaksanakan pilkada. Kedua, penyelenggaraan pilkada harus dijauhkan dari campur tangan pihak-pihak lain di luar penyelenggara pemilu yang independen. Pemerintah (baik pemerintah pusat maupun pemerintah lokal) dan legislatif (baik legislatif pusat maupun legislatif daerah) tidak boleh campur tangan dalam urusan penyelenggaraan pilkada. Mereka cukup jadi pemain, tetapi tidak boleh menjadi wasit. Ketiga, sesuai dengan amanat konstitusi, maka sengketa hasil pemilu menjadi kewenangan MK, bukan Mahkamah Agung (MA). Ada banyak alasan untuk menyebut pilkada adalah pemilu. Salah satunya adalah melihat kaitan sistematis antara pasal- pasal dalam UUD 1945. Pasal 18 Ayat (4) menyebutkan kepala daerah dipilih secara demokratis, sedangkan Pasal 22E Ayat (2) menyatakan pemilu dimaksudkan untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, dan DPRD. Perlu dicatat pesan Pasal 22E Ayat (1) yang menyatakan pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia (luber), jujur, dan adil (jurdil). Makna dipilih secara demokratis dalam Pasal 18 Ayat (4) memberikan alternatif bagi pembuat UU untuk memilih cara memilih kepala daerah. Ketika pembuat UU memilih cara pemilihan langsung, apalagi kemudian mengadopsi asas-asas pemilu luber dan jurdil, adalah sangat beralasan untuk
[ppiindia] Sudah Lima Bulan Warga Tidak Menerima Raskin
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/30/daerah/1653849.htm Sudah Lima Bulan Warga Tidak Menerima Raskin Serang, Kompas - Warga Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, yang terpaksa mengonsumsi nasi aking karena sering kehabisan beras, sudah lima bulan terakhir tidak menerima bantuan beras untuk rakyat miskin atau raskin. Selain terbatasnya kuota raskin, hal itu juga disebabkan seringnya terjadi penyelewengan raskin. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Banten H Kurdi Matin di Serang, Selasa (29/3), mengatakan, kuota raskin yang dialokasikan untuk Banten tidak mencukupi kebutuhan warga miskin di wilayah itu. Ini diperparah oleh penyaluran yang sering tidak tepat sasaran. Ini tidak lepas dari mentalitas pejabat yang menyalurkan raskin. Untuk itu, monitoring dan evaluasi penyaluran raskin harus diperketat, katanya. Ia menambahkan, warga yang mengonsumsi nasi aking itu adalah warga yang tak memiliki lahan sawah untuk digarap. Menurut Halim Permana, Ketua RT 4/4, Kampung Menggerong, Desa Sawah Luhur, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, warga di kampungnya sudah lama tidak menerima bantuan raskin. Terakhir kali mereka mendapat raskin pada pertengahan Oktober 2004. Ia menyangkal tuduhan bahwa warga di kampungnya sering menunggak pembayaran raskin karena mereka selalu membayar sesuai harga sebelum menerima raskin. Adanya tunggakan pembayaran itu sering dijadikan alasan untuk menghentikan bantuan raskin. M Syamsuri, warga Kasemen lainnya, mengatakan, hingga kini bantuan pangan yang diterima warga dari Pemerintah Kabupaten Serang hanya berupa enam kuintal beras. Ketika disalurkan, bantuan beras itu menjadi rebutan warga karena jumlahnya yang tidak sesuai dengan besarnya jumlah penduduk miskin di daerah tersebut. Perubahan status Bulog Berdasarkan data penyaluran raskin untuk Kabupaten Serang tahun 2004, dari 440.598 kepala keluarga (KK) yang direncanakan menerima raskin, baru 400.409 KK yang mendapat bantuan itu. Dengan realisasi sebesar 90,88 persen, hal ini berarti masih ada 40.189 KK di Kabupaten Serang yang belum menerima raskin. Kurdi menambahkan, salah satu upaya untuk mengatasi terbatasnya kuota raskin di wilayahnya, Gubernur Banten Djoko Munandar telah mengusulkan kepada Direktur Utama Perum Bulog agar mengubah status Subdivisi Regional (Subdivre) Wilayah Banten menjadi Divisi Regional Banten. Selain untuk meningkatkan volume pembelian gabah petani, usulan itu juga dimaksudkan untuk memperbesar kuota raskin di Banten, katanya. Namun, usulan tersebut ditolak oleh Perum Bulog dengan memasukkan Subdivre Banten menjadi bagian dari Divre Bulog DKI Jakarta. (sam) [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Sejumlah Daerah Mulai Ekspose Buruknya Kondisi Pendidikan
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0305/30/0401.htm Sejumlah Daerah Mulai Ekspose Buruknya Kondisi Pendidikan Menjelang Digulirkannya Dana Subsidi BBM PURWAKARTA, (PR).- Menjelang digulirkannya dana subsidi bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah khususnya untuk sektor pendidikan, kini sejumlah daerah mulai melakukan publisitas tentang kondisi persoalan pendidikan di daerahnya masing-masing. Namun, disinyalir tak jarang dari data yang diekspose itu sengaja dibesar-besarkan agar mendapat dana yang besar pula. Dari Kab. Purwakarta dilaporkan sebanyak 2.000 anak usia 7-12 tahun hingga saat ini belum menikmati bangku sekolah. Hal itu terjadi akibat ketidakmampuan orang tua dalam membiayai sekolah mereka. Bila kondisi itu dibiarkan, maka dipastikan akan menurunkan tingkat angka partisipasi murni (APM) bagi anak seusia itu dalam memasuki pendidikan sekolah dasar (SD). Padahal, APM SD di Kab. Purwakarta tahun 2004 lalu dinilai masih relatif baik hingga mencapai 92,40%. Seharusnya 2.000 anak seusia 7-12 tahun itu berada di sekolah. Tapi dikarenakan orang tuanya tidak mampu membayar biaya sekolah sehingga terpaksa anak-anak tersebut diam di rumah atau turut membantu pekerjaan orang tuanya. Secara tidak langsung, kondisi ini akan mempengaruhi tingkat APM SD. Padahal yang namanya tingkat APM ini sifatnya wajib. Artinya anak seusia itu wajib mendapatkan pendidikan dasar, kata Kepala Dinas Pendidikan Kab. Purwakarta, Drs. Ir. H. Didin Sahidin, NJ. MSP., ketika ditemui di Pendopo Pemda Purwakarta, Selasa (29/3). Untuk membantu biaya sekolah, lanjutnya anak-anak yang belum menikmati pendidikan dasar, Pemkab Purwakarta kini tengah memprioritaskannya dari bantuan subsidi BBM di bidang pendidikan. Meski tahun ini belum diketahui jumlah dana serta jumlah penerima manfaatnya, namun diperkirakan pencairan dananya akan lebih besar dibanding tahun lalu. Akan tetapi, kata Didin, penyaluran subsidi BBM untuk pendidikan tahun 2004 lalu bagi murid SD hingga SMU berupa beasiswa pendidikan, tak hanya murid yang tak mampu saja melainkan bagi murid yang berprestasi. Adapun besarannya, murid SD mendapatkan beasiswa per orang Rp 20.000,00., SMP Rp 25.000,00. dan SMU sebesar Rp 30.000,00. Selain itu bantuan bagi murid SMP tak mampu dari pemerintah provinsi sebesar Rp 1 juta/orang/tahun yang jumlahnya mencapai 4.659 siswa. Bantuan tersebut dimaksudkan untuk menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun, katanya. Lebih jauh ia menyebutkan, selain subsidi BBM itu akan dialokasikan bagi 2.000 anak usia 7-12 tahun yang tidak mampu sekolah, juga akan diberikan kepada 7.000 murid SD dan SMP yang terancam drop out (DO). Jumlah murid yang terancam DO sebanyak itu, masing-masing SD 1.592 orang dan SMP 5.408 orang. Ia menambahkan, bantuan pendidikan lainnya yakni diambil dari APBD tahun 2005 Rp 6,12 miliar. Bantuan tersebut untuk membantu biaya SD/MI, SLB dan SMP/MTs, termasuk membebaskan SPP bagi semua murid SD. Cuma kalau subsidi untuk SPP gratis murid SD ini disamaratakan Rp 6.000 per siswa baik sekolah di kota maupun di desa, anggaran sebesar itu masih kurang. Harus ditambah lagi Rp 2 miliar. Kalau yang tahun lalu kan tidak begitu, subsidi SPP gratis ini dipatok dari Rp 3.500,00 hingga Rp 7.500,00 per siswa disesuaikan besaran SPP sekolah yang ada di kota dan di desa, katanya. Di Kab. Kuningan Sementara itu, menurut informasi yang diperoleh PRdari kab. Kuningan, Selasa (29/3), menunjukkan sedikitnya 3.500 siswa SD di Kuningan, tahun 2005 ini dipastikan terancam tidak bisa melanjutkan ke jenjang SLTP atau mengalami putus sekolah. Hal itu, diketahui dari jumlah pendaftar lulusan SD ke SLTP, dari 20.000 siswa, diperkirakan hanya 16.500. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kuningan, Drs. H. Momon Rochmana. perkiraan itu didasarkan kepada prosentase tingkat melanjutkan sekolah dari tahun ke tahun. Selain itu, juga dikaitkan dengan jumlah lulusan, serta kondisi ekonomi para siswa lulusan SD tahun 2005 ini.(A-67/A-98)*** [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip
[ppiindia] Islamic Jihad has attended a meeting of the Palestine Liberation Organisation for the first time
http://english.aljazeera.net/NR/exeres/6CFD8E95-679B-4558-8ACC-FB156CA9C828.htm Tuesday 29 March 2005, 22:00 Makka Time, 19:00 GMT Islamic Jihad has attended a meeting of the Palestine Liberation Organisation for the first time, as part of President Mahmud Abbas' efforts to coax resistance groups to join his organisation. But prominent Islamic group Hamas stayed away from Tuesday's meeting. Definitely, there is a possibility that we can reach an agreement on basic political common denominators, Abbas said after a meeting of his PLO Executive Committee attended by Islamic Jihad leader Muhammad al-Hindi. Abbas' efforts appeared to represent an attempt to bring Hamas and Islamic Jihad - groups behind dozens of anti-Israel attacks during a four and a half year uprising - into the political mainstream to help his peace efforts with Israel. However, Israel has called on Abbas to dismantle resistance groups rather than embrace them. Hamas and Islamic Jihad, opposed to Israeli-Palestinian negotiations, hold to a vision of an Islamic state incorporating what is now Israel. Talks on whether the two factions would join the PLO kicked off last month in Cairo, where resistance groups agreed to extend a ceasefire with Israel until the end of the year. Hamas reticence But after the Gaza meeting, al-Hindi said a long time and much effort is needed before Islamic factions can agree to membership of the PLO. Abbas's organisation, an umbrella group of secular factions, is the Palestinians' main policy-making body. Mahmud Abbas wants resistance groups to join the mainstream Hamas, the most powerful resistance faction, said it had not sent a representative to the meeting due to technical reasons. However, Abbas said Hamas is expected to attend a meeting next month that will include committee members and Islamic Jihad. He gave no time-frame on how long the membership process might take. Both Islamic groups have long boycotted the PLO, citing its peace moves with Israel. But they have recently declared a readiness in principle to join if a series of conditions are met. Al-Hindi said membership talks should focus first on reforming the PLO. The charter of the PLO, founded by Arafat in the 1960's, calls for creation of a Palestinian state only in territories captured by Israel in the 1967 Middle East war. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Women's Passport Rules Unchanged
http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=61283d=30m=3y=2005 Wednesday, 30, March, 2005 (19, Safar, 1426) Women's Passport Rules Unchanged Maha Akeel, Arab News JEDDAH, 30 March 2005 - Despite reports to the contrary, there have been no changes in the procedures for issuing passports to women, a source at the Passport Department told Arab News. Okaz newspaper reported yesterday that women must obtain a personal ID card in order to have a new passport issued for them. The newspaper also claimed that the director of Passport Department for Makkah Region said that the women's sections in the major cities would begin applying this new system within a few days through the Civil Status Department. According to Okaz, the changes were made for security reasons to prevent fraud. This is not true, and no changes were made in the system for issuing passports to women, said Capt. Firas Al-Tewayan, director of public affairs at the Passport Administration. Any changes in the system follow a procedure and have to be approved by the Council of Ministers; it is not done through internal administrative revisions, he added. The present system requires women to submit their applications and all necessary identification documents to the Passport Department in their city or to the women's section of the Passport Department's offices in Riyadh or Jeddah until sections are opened in other cities. However, once all the documents, including the consent of the woman's guardian or mahram, are handed to the women's section and checked for completeness and authentication they are sent to the men's section for processing and then returned to the women's section for pickup. Consent by the guardian is still required for a woman to have a passport, said Capt. Al-Tewayan. Earlier this month, Arab News reported quoting Asharq Al-Awsat, a sister publication, that a Saudi woman who had a valid passport could apply and obtain her ID card without needing a male guardian. Only in the case of a Saudi woman not owning a passport, does she need a male guardian to verify her identity. However, an official gave Arab News a different explanation. A Saudi woman's passport without the approval of a male guardian would only suffice in a case when she doesn't have any male guardian, said Turki Mohammad Al-Malafekh, director general of Jeddah Civil Status Department. Other than that a male guardian must come in person and apply, provide approval and verify her identity by signing on the back of her photograph, he added. I'm not aware that there will be any changes to the current system anytime soon or any consideration or discussion about changing it, Capt. Al-Tewayan told Arab News. In a related development, Nasser Al-Hanaya, undersecretary at the Interior Ministry for Civil Affairs, said plans are under way to use fingerprints instead of photos for IDs of both men and women. We don't know for sure whether we could replace photos with fingerprints because the project is still in the experimental stage, Al-Madinah quoted him as saying. Hanaya also spoke on the possibility of linking the Civil Department with private and public hospitals to register births and deaths. This would help transfer correct information quickly and is important for security reasons, he said. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [ppiindia] Re: Re: Re : Gempa Bumi
Seandainya Yesus dipilih untuk dianggap sebagai Tuhan, begitu pun bagi yang tidak mengakui, atau tidak mengenal apakah dilarang? Apakah tidak sebaiknya masalahnya diserahkan saja kepada Allah untuk kemudian menentukan siapa yang benar atau keliru dan yang tidak benar di masukan ke nereka atau diampuni itu terserah kepadaNya. Kalau yang mengangkatNya sebagai Tuhan atau yang tidak mengakuiNya dimasukan ke neraka apakah ada yang bisa menolong untuk menyelamatkan dari neraka untuk dimasukan ke surga?? Diskusi agama antara aliran tentang kebeneran aliran akan hanya berkisar pada saling kutib ayat-ayat dari Kitab masing-masing. Jadi dari pada merepotkan diri dengan bahan yang tak ada solusinya, apakah tidak sebaiknya bekerja sama dalam harmoni untuk memerangi kesengasaraan, kemelaratan serta keterbelakangan dalam kehidupan sehari-hari untuk bisa hidup sebagai manusia yang berharga sesuai peta dan teladaNya yang tersurat, mungkin saja Alloh akan senang dan berkat pun dilimpahkan berlipat ganda. Sebuah dongengan yang tak mungkin terlaksana?? - Original Message - From: MULYADI [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 30, 2005 7:49 AM Subject: Re: [ppiindia] Re: Re: Re : Gempa Bumi Paulus sendiri tidak pernah ketemu dengan Yesus... Insider kah dia? Kenapa baru 300 tahun kemudian Yesus divoting jadi Tuhan oleh manusia? Kok kayak milih presiden aja? Kalo masih perlu makan, masih perlu tidur, masih nginjak bumi ya -maaf- dipandanganku bukan Tuhan... Beliau kami hormati sebagai nabi2 terdahulu sebelum Nabi Muhammad Saw... Lihat peringatan Alquran di bawah ini: (5:75) Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan [433]. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). (5:76) Katakanlah: Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfa'at ? Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (5:77) Katakanlah: Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus. - Original Message - From: Arriko Indrawan [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Tuesday, March 29, 2005 7:06 PM Subject: [ppiindia] Re: Re: Re : Gempa Bumi Itu artinya.. alam terguncang.. begitu roh Allah keluar dari jasad Yesus... Yesus itu sendiri bagi orang Kristen adalah Allah yg menjelma menjadi manusia.. Bukan sekedar nabi. Kalo yg pak Yustam bilang adlh menurut Islam... tapi di dlm Islam Nabi Isa tdk pernah disalib Iman orang Kristen bersumber dari kesaksian orang-orang terdekat Yesus.. para rasulNya dan para muridNyadari insider Kisah di dlm Alquran ttg Yesus bersumber dari outsider Percaya yg mana?? terpulang kepada anda masing-masing Salam, Arriko I = Message: 3 Date: Tue, 29 Mar 2005 15:55:24 +0700 From: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: Re : Gempa Bumi ini bukan ngarang tapi facts, saya juga heran kenapa, gempa sesudah paskah, biasanya sesudah natal mungkin tuhan mulai bosan kah . mungkinkah peringatan buat umat manusia akan ke-muna yang mengkhianati nabi Isa kalo di Passion-nya mel gibson sih ... pada saat Yesus meninggal dunia terjadi gempa ... apakah ini sebagai tanda saja bahwa ada kekuasaan yang tertinggi di atas bumi ini karena pengkhianatan terhadap nabiNya yang mulia ? di atas kekuasaan masih ada kekuasaan yang lebih tinggi salam, gempa paskah *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links
[ppiindia] Teologi Memahami Alam
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/03/29/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Teologi Memahami Alam Oleh Happy Susanto TRAGEDI kembali menimpa bumi pertiwi. Gempa berkekuatan 8,7 pada skala Richter terjadi di sebelah barat Pulau Sumatera, tepatnya di laut antara Pulau Nias dan Pulau Simeulue, mengguncang pada Senin (28/3) tengah malam. Ratusan orang diperkirakan menjadi korban dan ribuan rumah hancur. Gempa yang bisa dirasakan hingga ratusan kilometer dari pusatnya itu telah membuat panik penduduk yang tinggal di Sumatera Utara maupun Aceh. Selain rumah roboh dan sebagian terbakar, bangunan infrastruktur juga banyak yang rusak. Kepanikan akibat gempa juga mengakibatkan kecelakaan kendaraan. Kesengsaraan bertambah dengan padamnya aliran listrik dan turunnya hujan. Alam rupanya sedang mengingatkan kita. Silih berganti bencana alam menerpa bangsa ini. Masih segar dalam ingatan kita, akhir Desember 2004, gempa dan tsunami yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara telah menelan korban ratusan ribu jiwa. Menyusul kemudian pada akhir Januari, gempa terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, yang menyebabkan trauma akan datangnya tsunami di daerah itu. Pada pertengahan Februari, gempa terjadi di Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, yang menimbulkan trauma yang sama akan datangnya tsunami. Sudah saatnya kita perlu secara serius merefleksikan teguran alam yang telah berkali-kali menimpa bangsa ini. Peradaban modern yang hanya berusaha menawarkan tantangan pada alam, bukan malah mengajaknya bekerjasama adalah akibat dari seluruh bencana yang terjadi selama ini. Arogansi dan dominasi manusia terhadap alam perlu diperbaiki melalui kesadaran baru, salah satunya adalah dengan perspektif teologis (agama) yang pro-alam. Kosmologi Baru Sains alam modern selalu berbicara pada dataran empirik, positivistif, dan kuantitatif. Segala fenomena alam selalu diukur secara materialistik. Padahal, di dalam setiap kerja alam pasti menyimpan misteri ilahi akan proses penciptaan. Bencana gempa dan tsunami adalah salah satu bukti akan adanya misteri ini. Kosmologi lama yang berupaya memahami alam semesta secara spekulatif dan menganggap bahwa alam semesta ini bersifat statis, telah digantikan oleh kehadiran kosmologi baru. Kosmologi yang berkembang belakangan ini didasarkan atas teori Big Bang, yang menjelaskan bahwa alam semesta bukan sesuatu yang bersifat kekal, melainkan berawal dan berkembang secara evolusioner sejak 15 miliar tahun lalu, dari titik kepadatan luar biasa dan tingkat kepanasan amat tinggi tak terbayangkan. Temuan kosmologi baru ini bertentangan dengan pernyataan terkenal Steven Weinberg, fisikawan peraih Nobel 1979, nampaknya semakin alam semesta ini dapat dipahami, semakin nyata pula bahwa alam semesta ini nampaknya tak mempunyai maksud dan tujuan apa-apa. Para kosmolog sekarang ini memiliki bukti bahwa asal-usul alam semesta bukanlah kejadian teknis alami yang bersifat kebetulan, tapi sesungguhnya proses alam semesta ini sungguh menakjubkan, penuh misteri, dan bukan tanpa tujuan apa pun. Pendekatan kosmologi ini juga bisa dijadikan sumber rujukan dalam melihat fenomena alam di dalam tubuh bumi. Karena bumi adalah bagian dari tata kosmos universal. Dan sesungguhnya temuan kosmologi baru ini memberikan ruang bagi permenungan teologis dan metafisis. Menurut J Sudarminta (2003), implikasi teologis dari temuan ini memberikan justifikasi bahwa semua proses alam telah terjadi dan demikian terjadi, bukan karena harus demikian, tetapi karena tindakan bebas Tuhan terdorong oleh cinta. Semua itu terjadi karena rencana dan kehendak Tuhan yang bekerja secara imanen dalam proses evolusi alam semesta. Bila dilihat dalam perspektif Islam, kata alam di dalam al-Qur'an lebih banyak disebut dengan kata kerja khalaqa (menciptakan) selama 200 kali dibandingkan dengan bentuk kata benda yang hanya sejumlah 53 kali. Dengan demikian, alam sangat berhubungan dengan Tuhan dan merupakan hasil dari tindakan-Nya yang masih akan terjadi. Menurut Seyyed Hossein Nasr (The Encounter Man and Nature, 1984), sesungguhnya alam semesta memiliki aspek sakral. Kosmos berbicara pada manusia, dan semua fenomenanya memiliki makna. Kosmos adalah simbol dari realitas yang lebih tinggi, yaitu Tuhan. Stuktur kosmis mengandung sebuah pesan spiritual bagi manusia karena memang tatanan kosmos adalah wahyu yang sumber asalnya adalah sama dengan agama itu sendiri. Dengan demikian, bencana alam seperti gempa dan tsunami di Aceh dan Sumut mempunyai pesan spiritual bagi manusia untuk lebih perduli pada eksistensi alam dan mengakui akan penciptaan Tuhan yang maha besar. Bencana itu adalah hukum alam yang terjadi karena regularitas dan pergerakan alam yang selalu bergerak dan berproses. Sedangkan, intervensi Tuhan dalam kerja alam itu adalah untuk memberikan peringatan k1 Teologi Pemihakan Betapa manusia sekarang ini begitu sombongnya dalam menapakkan kakinya di muka bumi ini.
[ppiindia] Agama dan Mati Hidup Manusia
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/03/29/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY WashWatch Agama dan Mati Hidup Manusia Christianto Wibisono SAYA berada di Tokyo untuk mengikuti 19th World Congress of the International Association for the History of Religions, yang diikuti 1.700 pakar ilmu perbandingan agama dari selu-ruh dunia. Tema kongres adalah Agama; Konflik dan Perdamaian. Panitia mengundang enam pembicara dari Indonesia, di antaranya Prof Alef Theria Wasim dari Yogyakarta yang menjadi salah satu anggota Komisi Program. Dari Aceh, Prof Zulkarnaini Abdullah menyampaikan makalah Religion amidst the Catastrophe; Rescue and Activities in Banda Aceh. Simposium pertama hari Kamis bertema Religious and Dialogue among Civilizations. Prof Dr Hans JA van Ginkel dari United Nations University Tokyo, Prof Maria Luchetti Bingemer dari Brasil, Prof Yoshiko Oda dari Kansai University, dan Prof Tu Wei-ming, Confucianis dari Harvard University, tampil selaku panelis. Sidang pleno kedua pada Jumat pagi, 25 Maret, bertopik Religious Dimension of War and Peace. Penulis buku Terror in the Mind of God, Prof Mark Juergensmeyer dari UCLA Santa Barbara, tampil sebagai pemakalah dengan dua pembahas, Prof Gerrie ter Haar dari Institute of Social Studies di The Hague Netherland dan Profesor Manabu Watanabe dari Nanzai University Nagoya, Jepang. Moderatornya, Prof Rosalind Hackett dari University of Tennessee, yang juga akan menjadi moderator dari simposium tentang Proselytization. Sidang pleno ketiga, Sabtu pagi, menampilkan Prof Ibrahim Moosa yang berasal dari Afrika Selatan dan sekarang berkarya di Duke University di North Carolina AS. Prof William Lafleur dari Pennsylvania University dan Prof Haruko Okano menjadi pembahas makalah berjudul Technology, Life and Death. Kongres masih akan berlangsung hingga Rabu petang, tetapi saya hari Senin sudah akan menuju Nagoya untuk meninjau Aichi Expo 2005. Kongres ke-19 IAHR itu tentu tidak bisa melepaskan diri dari kondisi politik aktual seperti demokrasi dan juga pro dan kontra euthanasia yang menimpa Terri Schiavo di AS tidak luput dari pembahasan. Ketika membahas Moosa, Lafleur menyatakan, sudah tiba waktunya manusia mengakui dan menyerah kepada fakta bahwa kematian tidak terhindarkan. Menurut Lafleur, arogansi manusia untuk menciptakan manusia sempurna dengan teori eugenic sudah menghasilkan monster fasisme dan holocaust Nazi Jerman. Karena itu, kalau sekarang ini manusia takut mati dan tidak mau mati dengan berusaha menciptakan segala macam peralatan teknologi, atau membuat manusia seperti robot, itu adalah bertentangan dengan kodrat yang lebih baik dilupakan. Memang jika manusia mengalami dilema seperti kasus Schiavo, maka pilihan antara euthanasia dengan tetap pasif membiarkan manusia hidup dalam kondisi vegetatif, memang sangat berat. Mantan Menlu Singapore S Rajaratnam sudah lama menyatakan sebagai surat wasiat, bahwa jika sudah tiba waktunya ia harus meninggal dan melalui kondisi koma, ia tidak mau dirawat menjadi vegetatif, lebih baik memakai cara euthanasia saja. Masalah Terri Schiavo menjadi sulit karena pasien itu memang dari awal sudah tidak normal, tidak sadar, dan kondisi mental terbelakang. Sedang orang intelektual seperti Rajaratnam masih mempunyai kesadaran untuk memilih euthanasia jika kondisi fisik biologisnya memang darurat. Jadi, masalah surat wasiat yang dipilih oleh pasien secara langsung barangkali tidak ada masalah. Kisah Schiavo menjadi heboh karena suaminya menginginkan proses euthanasia, sedang orangtuanya ingin tetap mempertahankan kondisi vegetatif yang sebetulnya juga memilukan. * * Barangkali dilema euthanasia itu harus diterapkan juga dalam perang melawan terorisme. Apakah dunia akan membiarkan teroris merajalela dan mempunyai peluang mempergunakan nuklir menghancurkan dunia? Atau dilakukan upaya preventif dan preemptive untuk memukul lebih dulu calon teroris yang bisa melakukan bunuh diri massal secara global? Kalau manusia normal menunggu dan memberi kesempatan teroris model Mohamad Atta mempergunakan nuklir, maka pencegahan akan terlambat bila nuklir itu sudah diledakkan. Dari diskusi terungkap, tuntutan politik Atta dan Osama bin Laden adalah religiusasi politik atau politik yang diagamakan, sehingga mencari pembenaran untuk pembantaian lawan politik, termasuk rakyat yang tidak berdosa. Politisasi agama dan pembajakan Tuhan dalam gerakan terorisme mengakibatkan agama menjadi alat politik dan alat teroris yang malah melenyapkan sama sekali faktor perdamaian dari konotasi agama. Ada juga peserta dari Malaysia yang menuntut agar kongres mengeluarkan resolusi mengecam serangan AS ke Irak. Tentu saja agitasi itu kurang bergema dan tidak ditanggapi, sebab para pakar agama itu justru sedang tergugah untuk memikirkan betapa dunia dan agama menjadi tidak ramah setelah 911 (Peristiwa Teror 11 September, Red). Seorang biku (biksu) mempertanyakan kenapa Taliban
[ppiindia] Benarkah Pulau-pulau Perbatasan Terancam Hilang?
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/30/opi01.html Benarkah Pulau-pulau Perbatasan Terancam Hilang? Oleh SUHANA Dalam sebulan terakhir media masa nasional maupun internasional ramai menyoroti konflik perbatasan laut Indonesia-Malaysia, khususnya di Blok Ambalat. Konflik tersebut akibat adanya klaim Malaysia terhadap landas kontinen di perairan Ambalat. Pemerintah Malaysia 16 Februari 2005 memberikan konsesi kepada Shell dan Petronas Carigali di Blok ND6 dan ND7. Padahal sebelumnya pemerintah Indonesia telah memberikan konsesi pengusahaan migas di perairan tersebut kepada beberapa pengusaha perminyakan tanpa ada keberatan dari negara tetangga termasuk Malaysia. Selama ini media massa maupun pejabat di Indonesia ini menyoroti konflik perbatasan tersebut secara kurang benar dan belum menyentuh permasalahan utamanya. Misalnya, konflik tersebut diasumsikan akan mengancam hilangnya pulau-pulau kecil yang ada di wilayah perbatasan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan yang menyebutkan konflik perbatasan tersebut akan mengancam hilangnya 12 pulau kecil di wilayah perbatasan (Kompas, 12 Maret 2005). Menurut Hasjim Djalal dalam sebuah diskusi terbatas di Jakarta beberapa waktu lalu, sebenarnya secara hukum tidak ada pulau kecil yang akan hilang dalam konflik wilayah perbatasan. Misalnya, Pulau Miangas yang selama ini selalu dikatakan rawan diklaim oleh Filipina sebenarnya tidak benar, karena Filipina sendiri sudah mengakui pulau tersebut milik Indonesia berdasarkan keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional. Kalau kita cermati, penyebab utama konflik perbatasan tersebut adalah ketidakjelasannya batas-batas wilayah laut Indonesia dan negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh kelalaian pemerintah Indonesia sendiri yang sampai saat ini belum menetapkan batas wilayahnya di laut sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982. Indonesia sendiri sudah meratifikasi UNCLOS tersebut tahun 1986, tetapi sampai saat ini belum terlihat adanya upaya yang serius dalam menetapkan batas-batas wilayah laut tersebut. Apabila pemerintah Indonesia serius dalam memperhatikan batas-batas wilayahnya di laut, misalnya dengan cara menetapkan dan mendepositkannya titik-titik batas wilayahnya tersebut ke Sekjen PBB supaya diakui secara internasional, mungkin konflik di wilayah perbatasan dapat diminimalisasi. Pulau Perbatasan Makna hilangnya sebuah pulau dapat dipandang dari tiga sudut: ekonomi, politik, dan hukum. Secara ekonomi pulau-pulau kecil dapat dikatakan hilang apabila dikelola negara lain padahal secara hukum pulau tersebut milik Indonesia. Pulau kecil tersebut bisa saja didapat secara legal dari pemerintah Indonesia, misalnya dengan cara menyewa, bisa juga secara ilegal. Secara politik pulau-pulau kecil dapat dikatakan hilang apabila masyarakatnya lebih mengakui negara lain dari negaranya sendiri. Misalnya Miangas. Secara hukum pulau itu milik Indonesia tetapi secara politik milik Filipina karena bahasa yang dipakai bahasa Tagalog, bukan bahasa Indonesia. Juga mata uang yang dipakai masyarakat Peso, bukan Rupiah. Pulau-pulau kecil juga dapat dikatakan hilang apabila ada keputusan secara hukum internasional yang menyatakan pulau-pulau kecil tersebut merupakan milik negara lain. Ini memerlukan waktu yang lama karena harus melalui perundingan internasional dan bahkan peperangan. Selain itu juga memerlukan bukti-bukti ilmiah yang dapat menunjukan keberadaan pulau-pulau kecil tersebut di wilayahnya. Dengan tiga gambaran di atas, pemerintah dapat mencarikan solusinya secara benar. Artinya jangan sampai pemerintah mengatasi perbatasan laut dengan cara yang dapat menimbulkan permasalahan baru, misalnya memberikan hak secara legal kepada pihak investor asing untuk mengelola pulau kecil tersebut. Indikasi ke situ sangat kental dilakukan Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal ini dapat dilihat dari ngototnya departemen itu mendesak Presiden menanda-tangani Keppres tentang pengelolaan 92 pulau kecil di perbatasan. Padahal pengelolaan sumber daya alam di pulau-pulau kecil tersebut jelas merupakan kewenangan pemerintah daerah, seperti diatur dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Ekonomi Lokal Alangkah bijak bila pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam di pulau-pulau kecil lebih terfokus pada penumbuhan kekuatan ekonomi lokal yang dikelola masyarakat di wilayah tersebut. Juga mempercepat pengembangan armada transportasi antarpulau di wilayah perbatasan. Hal ini untuk menghilangkan keterisoliran masyarakat di pulau-pulau kecil tersebut. Pemerintah hendaknya lebih fokus pada: Pertama, secepatnya merevisi kembali UU No. 1 Tahun 1973 agar Indonesia mempunyai dasar hukum yang lebih kuat untuk mengatur Landas Kontinen Indonesia. Hal ini disebabkan pengertian landas kontinen berdasarkan kedalaman air 200 meter (UNCLOS 1958) dengan pengertian hukum landas kontinen yang berlaku sekarang (UNCLOS 1982)
[ppiindia] Pemerintah Terbuka untuk Bantuan Asing
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/30/sh01.html Pemerintah Terbuka untuk Bantuan Asing Korban Tewas di Nias Mencapai 1.000 Orang Gunung Sitoli, Sinar Harapan Diperkirakan 1.000 orang tewas dalam gempa bumi berkekuatan 8,7 skala Richter yang melanda Nias Senin (28/3) malam, demikian Gubernur Sumatra Utara Teungku Rizal Nurdin, Rabu (30/3) pagi di Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Sumatra Utara. Gubernur juga mengatakan bantuan asing akan diterima baik demi memulihkan wilayah-wilayah yang hancur akibat gempa, hanya tiga bulan setelah bencana tsunami. Menurut pengamatan SH di Gunung Sitoli, saat ini warga melakukan evakuasi mayat sendiri karena belum ada alat berat yang sangat diperlukan untuk proses evakuasi mayat. Bahkan tim relawan juga masih sangat sedikit yang tiba di lokasi bencana dibandingkan dengan jumlah korban, sehingga warga juga tampak mengangkat sendiri seluruh peralatan yang diperlukan. Sementara itu warga dan LSM mengatakan bahwa jumlah mayat yang telah ditemukan mencapai 400. Warga mengharapkan agar Posko Penanggulangan tidak ditempatkan di Sibolga tetapi di Nias, karena membutuhkan dari Sibolga ke Nias membutuhkan waktu lama. Helikopter yang saat ini ada di Nias baru enam unit, dua diantaranya heli TNI sedangkan empat lainnya milik Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Ribuan pengungsi saat ini berada di tiga lokasi pegunungan, yaitu di Lasara, Gunung Ilihati dan Megahili. Sejauh ini penduduk yang selamat masih berusaha menolong para kerabat yang masih hidup dan tertimbun reruntuhan bangunan. Dilaporkan di sebuah lapangan sepakbola 13 pasien bermalam di bawah bangunan darurat beratap seng menunggu diangkut helikopter ke Sibolga. Namun karena cuaca buruk, hujan dan berawan, menyulitkan helikopter mendarat. Ada tiga pasien dalam kondisi kritis, mengalami pendarahan dalam dan patah tulang, namun tidak terangkut helikopter, kata seorang relawan PMI, Ahmad Haris. Semua ingin keluarga mereka dibawa ke rumah sakit, namun harus ada sistemnya. Saat ini tergantung pada siapa yang bisa dilobi. Gubernur mengatakan dia telah berbicara dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang mengatakan bantuan asing, termasuk militer, disambut baik pada tahap tanggap darurat ini. Sejauh ini sejumlah negara seperti Australia, Jepang, AS, Selandia Baru telah menawarkan mengirim pasukan mereka yang kebetulan masih berada di sekitar perairan Indonesia dalam perjalanan pulang dari Aceh. Saat ini jenazah para korban yang berhasil digali dari reruntuhan rumah dan digeletakkan di depan gereja-gereja atau masjid. Di Gunung Sitoli, masjid besar yang ada di kota itu dijadikan tempat penampungan mayat, sekurangnya ada 21 jenazah di sana. Di sebuah tenda di luar masjid, dr Lucas Sapto, seorang relawan, merawat anak-anak yang cedera. Di sebuah kelenteng, terlihat 20 jenazah digeletakkan. Kami menunggu kereta jenazah. Kalau nanti datang saya bisa mengubur anak perempuan saya dan dua cucu saya ini, kata Lukmin, 74, seorang keturunan Tionghoa beragama Buddha. Kekurangan Pangan Sementara itu, warga Kota Gunung Sitoli, Ibu Kota Kabupaten Nias kini mulai kekurangan makanan serta air bersih pascagempa yang mengguncang wilayah tersebut, Senin (28/3) tengah malam lalu. Hingga Rabu (30/3) pagi ini warga mengaku belum mendapat bantuan apa pun. Sementara itu gempa susulan sepanjang pagi ini terus terjadi sehingga membuat warga panik. Sebagian warga terpaksa kembali mengungsi ke perbukitan dengan membawa bekal seadanya. Upaya aparat TNI dan Polri setempat untuk menenangkan warga tidak membuahkan hasil. Keterangan yang diperoleh SH, Rabu pagi ini menyebutkan, gempa susulan pertama terjadi sekitar pukul 07.30 WIB disusul gempa berikutnya sekitar pukul 08.00 WIB dan pukul 09.00 WIB. Ketika terjadi gempa susulan pertama, warga hanya keluar rumah. Namun ketika terjadi gempa yang kedua dan ketiga, sebagian dari mereka bergegas ke wilayah-wilayah perbukitan di Laserna, Bilinaa, Tumon dan sekitar RM Lestari. Warga takut terjadi tsunami seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, sehingga mereka langsung pergi ke bukit-bukit tanpa membawa bekal apa pun, kata Ny. Ina, salah seorang warga ketika SH menghubunginya melalui telepon tadi pagi. Dia melukiskan kondisi di beberapa sudut Kota Gunung Sitoli saat ini masih belum berubah. Reruntuhan bangunan rumah penduduk menjadi pemandangan pascagempa Senin (28/3) tengah malam tersebut. Alat-alat berat yang ada belum berfungsi sebagaimana mestinya. Sementara bau mayat yang belum sempat terevakuasi dari bawah reruntuhan bangunan sudah mulai menyengat. Fandel, warga Jalan Diponegoro, Gunung Sitoli yang dihubungi SH melalui telepon mengemukakan, hingga saat ini pihaknya belum mendapat bantuan apa pun padahal bahan pangan dan air bersih sudah mulai menipis. Minyak tanah yang digunakan untuk memasak juga tidak ada sama sekali. Warga sudah mulai menderita karena bahan pangan simpanannya sudah mulai habis. Air bersih juga tidak ada karena PAM
[list_indonesia] Re: [ppiindia] Re: Re: Re: Re : Gempa Bumi
** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** Bila berbeda fundamental, mengapa ditulis dalam Al Quran bahwa Al Quran diturunkan untuk membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya - Original Message - From: Arriko Indrawan [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 30, 2005 8:52 AM Subject: [ppiindia] Re: Re: Re: Re : Gempa Bumi inilah perbedaan fundamental antara islam dan kristen, di islam di yakini bahwa al masih pada saat penangkapan dengan izin Allah diangkat ke surga sedangkan pengkhianat yudas eskoriat di samakan wajahnya dengan Isa al Masih, artinya islam terhadap oknum Isa atau Yesus ini di MULIAkan oleh Allah sang pencipta, sebagai seorang utusan untuk membawa kasih dan kedamaian di atas bumi ini. dan ini disebut muzizat = Betul pak... ini perbedaan fundamental antara Islam dan Kristen.. mengenai kisah Yesus Rasanya, anggapan bahwa orang benar tdk dpt tersentuh oleh orang jahat yg menjadi ilham cerita Yesus dlm Alquran... meskipun pada kenyataannya tdklah selalu demikian adanya Sedangkan dlm Cerita di Injil lebih di-ilhami dengan konsep Kurban dlm tradisi Yahudi dan pada saat itu, terjadilah gempa yang meluluh lantakkan kerajaan herodes sang penguasa kerajaan romawi saat itu ... (tul nggak yah ? ) = Nggak pak Kerusakan mungkin ada tapi tdk hancur... Kalo saya tdk salah, kehancuran kerajaan Herodes baru k/l th. 70-an M karena serangan serdadu Romawi yg menyebabkan bangsa Yahudi tercerai-berai... Herodes itu Penguasa lokal, berbeda dg Gubernur Jendral dari Romawi. dalam islam berita ini bukan dari outsider, tapi itu adalah berita dari sang maha Pencipta Allah SWT, yang maha Kuasa, yang dapat membuat alam ini terguncang ... karena dari Dia-lah datangnya muzizat === Ini kalau dilihat dg kacamata iman Islam. yg menganggap Alquran adlh sabda Allah seluruhnya...saya setuju Kalau ditinjau dari ilmu sejarah asal muasal cerita dlm Alquran ini bisa jadi kajian yg menarik Penutup : Silakan dengan iman masing-masing mempercayai ceritanya masing-masing karena toh kita tdk melihat langsung peristiwanya yg penting adlh outputnya akhlak yg mulia... betul begitu pak?? salam, muzizat Ilahi === Message: 9 Date: Wed, 30 Mar 2005 10:36:58 +0700 From: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: Re: Re: Re : Gempa Bumi memang interpretasi bermacam-macam ... tapi actualnya kan siapa yang tahu keinginan pencipta alam semesta ini. inilah perbedaan fundamental antara islam dan kristen, di islam di yakini bahwa al masih pada saat penangkapan dengan izin Allah diangkat ke surga sedangkan pengkhianat yudas eskoriat di samakan wajahnya dengan Isa al Masih, artinya islam terhadap oknum Isa atau Yesus ini di MULIAkan oleh Allah sang pencipta, sebagai seorang utusan untuk membawa kasih dan kedamaian di atas bumi ini. dan ini disebut muzizat tapi interpretasi yang lain, adalah Isa al Masih menjadi korban, akibat kekuasaan, adanya kecemburuan sebagai penguasa dan merasa kekuasaannya di langkahi sehingga banyak orang yang mendengar kata-kata bijak dari nabi Isa al Masih dari penguasa saat itu, sehingga dengan berbagai upaya untuk menangkap utusan tuhan itu dan menghina nya pada saat akan di bawah ke bukit untuk di salibkan, sebagai pelajaran bagi siapa saja yang berani mengangkat dirinya sebagai raja dan penguasa saat itu. dan pada saat itu, terjadilah gempa yang meluluh lantakkan kerajaan herodes sang penguasa kerajaan romawi saat itu ... (tul nggak yah ? ) dalam islam berita ini bukan dari outsider, tapi itu adalah berita dari sang maha Pencipta Allah SWT, yang maha Kuasa, yang dapat membuat alam ini terguncang ... karena dari Dia-lah datangnya muzizat salam, muzizat *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Yahoo! Groups Sponsor ~-- Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~-
Re: [ppiindia] Re: Re: Re : Gempa Bumi
Pertanyaan saya tidak dijawab, koq lari ke kepalsuan . Apakah tidak sinting berdiskusi demikian? Dari mana tahu bahwa itu palsu?? Dari kermurkaan Tuhan sendri atau bisikan orang lain? Titik gerak harus berpijak pada pihak diri sendiri, koq dicampur aduk dengan injil palsu. Palsu atau tidak bukan urusan Anda, tetapi urusan yang memiliki kepercayaan yang dimaksudkan. Orang Kristen atau Yahudi juga bisa bilang macam-macam, lalu akhirnya repot tinggal mutar-mutar pada masalah yang sama yaitu palsu, kafir, murtad, entah apa lagi. Soal diskusi agama ini bukan baru sekarang, tetapi sudah sejak lahir agama timbul diskusi dan debat yang tak pernah selesai, sebab dalam Kitab-Kitab agama semitik bukan saja terdapat banyak ayat-ayat yang sama nandanya, tetapi juga ada saling bertentangan satu dengan yang lain, jadi tergantung kepada para pemakainya. Kalau berhati baik maka dipakai ayat-ayat yang juga baik untuk kehidupan bersama, tetapi kalau culas nan overdosis maka dipakai ayat-ayat yang mengabdi keculasannya. Keculasan ini kita lihat sendiri dalam masyarakat, jadi tinggal pilih dan pakai mana yang cocok dengan kepentingan kepuasan pribadi. - Original Message - From: givingnewhope [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 30, 2005 1:12 PM Subject: [ppiindia] Re: Re: Re : Gempa Bumi Masalahnya ada juga ayat yang mengatakan bahwa injil skrg telah dipalsukan. Tetapi ketika ditanya injil asli itu seperti apa, yach tidak bisa dijawab. Mau gak mau yach harus terima kalo injil skrg ini adalah injil asli. heheheheh --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Bila berbeda fundamental, mengapa ditulis dalam Al Quran bahwa Al Quran diturunkan untuk membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya - Original Message - From: Arriko Indrawan [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 30, 2005 8:52 AM Subject: [ppiindia] Re: Re: Re: Re : Gempa Bumi inilah perbedaan fundamental antara islam dan kristen, di islam di yakini bahwa al masih pada saat penangkapan dengan izin Allah diangkat ke surga sedangkan pengkhianat yudas eskoriat di samakan wajahnya dengan Isa al Masih, artinya islam terhadap oknum Isa atau Yesus ini di MULIAkan oleh Allah sang pencipta, sebagai seorang utusan untuk membawa kasih dan kedamaian di atas bumi ini. dan ini disebut muzizat = Betul pak... ini perbedaan fundamental antara Islam dan Kristen.. mengenai kisah Yesus Rasanya, anggapan bahwa orang benar tdk dpt tersentuh oleh orang jahat yg menjadi ilham cerita Yesus dlm Alquran... meskipun pada kenyataannya tdklah selalu demikian adanya Sedangkan dlm Cerita di Injil lebih di-ilhami dengan konsep Kurban dlm tradisi Yahudi dan pada saat itu, terjadilah gempa yang meluluh lantakkan kerajaan herodes sang penguasa kerajaan romawi saat itu ... (tul nggak yah ? ) = Nggak pak Kerusakan mungkin ada tapi tdk hancur... Kalo saya tdk salah, kehancuran kerajaan Herodes baru k/l th. 70- an M karena serangan serdadu Romawi yg menyebabkan bangsa Yahudi tercerai-berai... Herodes itu Penguasa lokal, berbeda dg Gubernur Jendral dari Romawi. dalam islam berita ini bukan dari outsider, tapi itu adalah berita dari sang maha Pencipta Allah SWT, yang maha Kuasa, yang dapat membuat alam ini terguncang ... karena dari Dia-lah datangnya muzizat === Ini kalau dilihat dg kacamata iman Islam. yg menganggap Alquran adlh sabda Allah seluruhnya...saya setuju Kalau ditinjau dari ilmu sejarah asal muasal cerita dlm Alquran ini bisa jadi kajian yg menarik Penutup : Silakan dengan iman masing-masing mempercayai ceritanya masing- masing karena toh kita tdk melihat langsung peristiwanya yg penting adlh outputnya akhlak yg mulia... betul begitu pak?? salam, muzizat Ilahi === Message: 9 Date: Wed, 30 Mar 2005 10:36:58 +0700 From: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: Re: Re: Re : Gempa Bumi memang interpretasi bermacam-macam ... tapi actualnya kan siapa yang tahu keinginan pencipta alam semesta ini. inilah perbedaan fundamental antara islam dan kristen, di islam di yakini bahwa al masih pada saat penangkapan dengan izin Allah diangkat ke surga sedangkan pengkhianat yudas eskoriat di samakan wajahnya dengan Isa al Masih, artinya islam terhadap oknum Isa atau Yesus ini di MULIAkan oleh Allah sang pencipta, sebagai seorang utusan untuk membawa kasih dan kedamaian di atas bumi ini. dan ini disebut muzizat tapi interpretasi yang lain, adalah Isa al Masih menjadi korban, akibat kekuasaan, adanya kecemburuan sebagai penguasa dan merasa kekuasaannya di langkahi sehingga banyak orang yang mendengar kata-kata bijak dari nabi Isa al Masih dari penguasa saat itu, sehingga dengan berbagai upaya untuk
Re: [ppiindia] Re: Re : Gempa Bumi
Di ayat mana dalam Al Quran disebut bahwa injil sekarang [abad 21] itu palsu? - Original Message - From: givingnewhope [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 30, 2005 3:24 PM Subject: [ppiindia] Re: Re : Gempa Bumi Korelasinya kan begini: Al quran turun untuk membenarkan kitab-kitab sebelumnya termasuk injil. Namun pada kenyataannya dalam al quran dikatakan bahwa injil skrg ini telah dipalsukan. Injil yang sebenarnya yach tidak diketahui menurut klaim mereka. Trus si kresten balik nanya: lalu injil asli menurut al quran itu seperti apa sih?! Nah, giliran si islamnya kagak bisa jawab. Mau gak mau, yach si islam 'terpaksa' harus mengakui bahwa injil yang ada sekarang ini adalah injil asli. Artinya Kematian dan Kebangkitan ISA juga harus diakui kebenarannya. Namun, itu 'sinting' yang sebenarnya. Karena bertentangan dengan ajaran Al Quran itu sendiri. Disinilah perbedaan fundamental yang sebenarnya itu, dimana ajaran si kresten tsb, puncak dari segala kepenuhan wahyu ada di kematian dan kebangkitan Kristus, sedangkan si islam mengajarkan bahwa agama islam adalah 'kuncup bunga' yang telah mencapai pemekarannya yang sempurna melalui nabi Muhammad saw. Meskipun dalam tujuan diakui bahwa semua agama memiliki kesamaan, namun dalam permasalahan teologis tetap memiliki perbedaan yang fundamental. Di lain pihak, meski al quran membenarkan kitab2 sebelumnya, namun tidak demikian halnya dengan injil. Injil tidak membenarkan al quran. Nah, apa yang bung ambon capek2 tulis itu adalah masalah 'praksis', bagaimana seseorang mengimplementasikan dalam kehidupan real apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Masak begini saja harus dijelaskan kembali?! Seharusnya orang timur bisa berpikir beberapa langkah jauh ke depan. giving (lg tertarik sama tulisan cak nur tentang inklusivitas islam) --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Pertanyaan saya tidak dijawab, koq lari ke kepalsuan . Apakah tidak sinting berdiskusi demikian? Dari mana tahu bahwa itu palsu?? Dari kermurkaan Tuhan sendri atau bisikan orang lain? Titik gerak harus berpijak pada pihak diri sendiri, koq dicampur aduk dengan injil palsu. Palsu atau tidak bukan urusan Anda, tetapi urusan yang memiliki kepercayaan yang dimaksudkan. Orang Kristen atau Yahudi juga bisa bilang macam-macam, lalu akhirnya repot tinggal mutar-mutar pada masalah yang sama yaitu palsu, kafir, murtad, entah apa lagi. Soal diskusi agama ini bukan baru sekarang, tetapi sudah sejak lahir agama timbul diskusi dan debat yang tak pernah selesai, sebab dalam Kitab- Kitab agama semitik bukan saja terdapat banyak ayat-ayat yang sama nandanya, tetapi juga ada saling bertentangan satu dengan yang lain, jadi tergantung kepada para pemakainya. Kalau berhati baik maka dipakai ayat-ayat yang juga baik untuk kehidupan bersama, tetapi kalau culas nan overdosis maka dipakai ayat-ayat yang mengabdi keculasannya. Keculasan ini kita lihat sendiri dalam masyarakat, jadi tinggal pilih dan pakai mana yang cocok dengan kepentingan kepuasan pribadi. - Original Message - From: givingnewhope [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 30, 2005 1:12 PM Subject: [ppiindia] Re: Re: Re : Gempa Bumi Masalahnya ada juga ayat yang mengatakan bahwa injil skrg telah dipalsukan. Tetapi ketika ditanya injil asli itu seperti apa, yach tidak bisa dijawab. Mau gak mau yach harus terima kalo injil skrg ini adalah injil asli. heheheheh --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Bila berbeda fundamental, mengapa ditulis dalam Al Quran bahwa Al Quran diturunkan untuk membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya - Original Message - From: Arriko Indrawan [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 30, 2005 8:52 AM Subject: [ppiindia] Re: Re: Re: Re : Gempa Bumi inilah perbedaan fundamental antara islam dan kristen, di islam di yakini bahwa al masih pada saat penangkapan dengan izin Allah diangkat ke surga sedangkan pengkhianat yudas eskoriat di samakan wajahnya dengan Isa al Masih, artinya islam terhadap oknum Isa atau Yesus ini di MULIAkan oleh Allah sang pencipta, sebagai seorang utusan untuk membawa kasih dan kedamaian di atas bumi ini. dan ini disebut muzizat = Betul pak... ini perbedaan fundamental antara Islam dan Kristen.. mengenai kisah Yesus Rasanya, anggapan bahwa orang benar tdk dpt tersentuh oleh orang jahat yg menjadi ilham cerita Yesus dlm Alquran... meskipun pada kenyataannya tdklah selalu demikian adanya Sedangkan dlm Cerita di Injil lebih di-ilhami dengan konsep Kurban dlm tradisi Yahudi dan pada saat itu, terjadilah gempa yang meluluh lantakkan kerajaan herodes sang penguasa kerajaan romawi saat itu ... (tul nggak yah
[ppiindia] Pilkada Dan Pematangan Demokratisasi
http://www.indomedia.com/bpost/032005/31/opini/opini1.htm Kamis, 31 Maret 2005 00:40 Pilkada Dan Pematangan Demokratisasi Oleh: Suaidi Asyari Sebentar lagi Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan dipraktikkan, yang ditandai dengan pendaftaran bakal kandidat kepala daerah. Penerapan UU No 32 ini merupakan praktik prosedural tahap ketiga proses pematangan demokratisasi di Indonesia, setelah Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2004 lalu sukses dilaksanakan. Sukses tidaknya pilkada di berbagai propinsi, khususnya yang secara kebetulan melaksanakan pilkada lebih awal, akan sangat menentukan perjalanan demokrasi bangsa kita. Tidak saja Indonesia, dunia internasional pun menunggu prosesi perhelatan demokrasi ini. Proses demokratisasi tidak saja diukur oleh menangnya seorang elit kandidat yang berkompetisi (elite-focused approach), sebagai mana yang terjadi pada masa Orde Baru. Tapi jauh lebih penting dari itu adalah penerapan nilai normatif demokrasi, yang dapat dikatakan nilai universal kedua setelah Islam. Penerapan nilai demokrasi ini seharusnya dimulai dari proses awal pilkada sesuai UU No 32, dilanjutkan dengan proses pengawasan jalannya roda pemerintahan penguasa terpilih sampai pada evaluasi akhir ketika penguasa terpilih mengakhiri masa baktinya. Oleh karena itu, aktor pemain sekaligus penentu arah sebuah demokrasi bukan saja calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub). Tetapi termasuk KPUD dan Panwas Pilkada, DPRD, mahasiswa, LSM, kelompok masyarakat dan yang paling penting adalah 'tuhan' demokrasi yaitu insan pers. Adalah sebuah kekeliruan besar adanya anggapan sementara orang, bahwa proses demokrasi itu hanya ditentukan oleh cagub dan cawagub, seperti disinyalir dari aksi demo kelompok anggota masyarakat tertentu. Tahap Awal I Aspek terpenting pada tahap awal adalah apakah seorang bakal calon sudah memenuhi segala persyaratan sesuai UU yang berlaku. Dalam hal ini, KPUD, Panwas Pilkada yang didukung penuh insan perslah yang paling berkompeten untuk menggali informasi, mencari tahu apakah cagub/cawagub sudah memenuhi persyaratan yuridis formalnya. Aspek terpenting kedua adalah track record cagub/cawagub. Track record sangat diperlukan untuk dijadikan landasan asumsi, apakah yang bersangkutan diperkirakan cakap untuk memangku jabatan yang sedang diperebutkan. Di negara yang sudah sangat maju dalam berdemokrasi, seperti India, Amerika dan Australia, track record ini sangat ditentukan oleh adanya kerjasama antara kelompok masyarakat dengan pers. Kelompok masyarakat termasuk LSM dapat memberikan informasi akurat yang akan dipublikasikan oleh pers melalui medianya. Informasi tentang track record ini bisa berisikan keberhasilan atau kegagalan leadership yang pernah dialami oleh seorang bakal calon. Tapi idealnya tidak bersifat rumor atau fitnah. Akan tetapi mengangkat kegagalan seseroang yang didukung data akurat, tidak dianggap sesuatu yang tabu. Dalam sebuah masyarakat yang matang dalam berdemokrasi di mana berita di media merupakan konsumsi harian mereka, rumor dan fitnah tidak begitu berpengaruh dalam menentukan sikap pemilih. Hal ini disebabkan kematangan mereka dalam membedakan antara opini (pendapat) yang masih membutuhkan pembuktian dan fact (kenyataan). Tetapi dalam masyarakat yang masih sangat muda dalam berdemokrasi seperti Indonesia, rumor dan fitnah bisa menjadi alat ampuh sebagai pembunuh karakter (character assassinator) seseorang. Karena itu, character assassination sangat kontra-produktif untuk menuju cita-cita demokrasi ideal. Aspek ketiga terpenting adalah modal dukungan publik sebelum pemilihan. Persyaratan dalam UU bahwa bakal calon harus mempunyai modal dukungan publik dengan prosentase tertentu, tidak boleh dimaknai untuk menghambat seseorang dalam berkompetisi. Tetapi untuk menghindari pemborosan dalam berdemokrasi. Seseorang yang dinyatakan oleh polling (yang memenuhi standar ilmiah) tidak atau kurang mendapat modal dukungan awal, akan lebih bijak mengundurkan diri sebelum berkompetisi jika hampir dapat dipastikan akan kalah. Namun perlu dicatat, polling yang tidak memenuhi standar ilmiah belum tentu bisa menjamin akurasi dukungan publik. Kasus polling media tertentu sebelum Pilpres 2004 lalu, sangat bermanfaat untuk dijadikan rujukan dalam hal ini. Di samping menghindari pemborosan dalam demokrasi, minimnya modal dukungan publik akan berdampak penyesalan yang bisa saja mempunyai implikasi lain lebih jauh bagi yang bersangkutan seperti tekanan psikologis dan sejenisnya. Selain, bisa juga mejadi trauma politik bagi peminat kekuasaan pada proses demokrasi di lain waktu. Tahap Awal II Tahap awal II adalah proses kampanye, pemilihan pada hari H dan tahap akhir pemilihan. Faktor penentu pengamalan nilai demokrasi pada hari kampanye di antaranya adalah setiap kontestan memperoleh fasilitas, waktu dan perlakuan sama, serta menaati segala rambu yang disepakati. Tidak
[ppiindia] Perbedaan Karakteristik Gempa di Sumatera dan Bali
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/3/31/o2.htm Berdasarkan catatan gempa merusak di Bali sejak tahun 1800-an zone subduksi megathrust di selatan Bali belum pernah menimbulkan gempa besar yang merusak. Tsunami juga belum pernah terjadi akibat penyusupan lempeng Indo-Australia ke bawah Bali. Seringnya Bali diguncang gempa dengan intensitas III-IV MMI yang tidak menyebabkan kerusakan menunjukkan bahwa kondisi tektonik kawasan Bali sangat rapuh dan tidak elastis. Sehingga ketika mendapat stres langsung patah dan dilepaskan yang dimanifestasikan sebagai gempa dengan magnitude kecil. Keadaan ini justru baik karena justru tidak akan terjadi akumulasi energi yang akan dilepaskan dalam bentuk gempa besar yang merusak. Perbedaan Karakteristik Gempa di Sumatera dan Bali Oleh Daryono, S.Si., M.Si. GEMPA bumi yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004 dan di Nias pada 28 Maret 2005 lalu memiliki magnitude besar dengan kedalaman dangkal di zone penyusupan lempeng. Bagaimana dengan aktivitas gempa bumi di zone penyusupan lempeng samudera di selatan Bali? Ada perbedaan karakteristik gempa dan tektonik antara Sumatera dan Bali berdasarkan data kegempaan yang ada. Besar kemungkinan, gempa yang terjadi di Nias, Senin (28/3) malam lalu adalah gempa baru yang dipicu oleh gempa Aceh pada 26 Desember tahun lalu. Gempa ini bukan merupakan gempa susulan Aceh, namun masih berada dalam satu rangkaian lempeng kerak bumi. Pusat gempa Nias berada di zone penyusupan megathrust di sebelah selatan gempa Aceh dan masih berada dalam jalur banturan lempeng Samudera Hindia dengan lempeng Eurasia. Jadi gempa ini bukan gempa susulan, tetapi memang terpicu oleh gempa Aceh, di mana energi yang dilepaskan gempa Aceh menyebabkan gaya-gaya yang bekerja mencari kesetimbangan dengan membuat titik-titik rawan lain menjadi lebih tegang. Pada kejadian gempa kali ini, gelombang tsunami tidak muncul karena perubahan kerak bumi tidak terlalu mempengaruhi permukaan lantai samudera. Sebab, meskipun gempanya besar, deformasi yang terjadi di lantai samudera kecil, sehingga permukaan laut di atasnya tidak terlalu bergoyang dan berosilasi untuk bisa terjadi tsunami. Tektonik Sumatera Berdasarkan data historis, sekitar 121 tahun lalu, di sekitar kawasan ini memang pernah terjadi gempa besar berkekuatan 9 skala Richter, tepatnya di perairan Kepulauan Mentawai, Smatera Barat. Guncangan akibat gempa megathrust yang dahsyat itu menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pesisir barat Pulau Sumatera. Bahkan, pengaruhnya dirasakan sampai Singapura dan Malaysia. Memang, tak ada data pasti tanggal kejadian gempa itu dan kerusakan yang ditimbulkannya. Namun, berdasarkan beberapa laporan, gempa yang dirasakan sampai di Singapura tersebut terjadi pada tanggal 24 November 1833. Gempa pada 1833 ini bukanlah rekaan. Gempa besar yang magnitudonya hampir sama, juga terjadi pada tahun 1608 dan 1381. Diyakini, siklus gempa besar itu terjadi dalam kurun waktu 200-300 tahun. Seringnya terjadi gempa di Kepulauan Mentawai dan Nias di sebelah barat pesisir Sumatera bersumber di zone gempa besar, yaitu Zone Subduksi Lempeng yang terletak di bawah Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Nias. Zone ini mempunyai potensi gempa yang sangat tinggi sebagai generator gempa merusak. Sumber gempa tektonik di Aceh dan Nias merupakan segmen (gempa bumi) paling utara pada Zone Subduksi Sumatera, yang membentang sampai ke Selat Sunda dan berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Khusus di pantai barat Sumatera, terdapat 6 zone subsuksi yang sangat berpotensi sebagai gempa besar yang biasanya diikuti tsunami, yaitu segmen Simeulue, Nias, Kepulauan Batu, Siberut, Sipora, Pagai, dan Bengkulu. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia di bawah Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa, dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif. Pergerakannya yang hanya beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter per tahun ini memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng Indo-Australia terhadap bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian selatannya kecepatannya 6 cm per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring posisinya ini lebih cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa. Akibat dorongan lempeng Indo-Australia tersebut, Pulau Sumatera terbelah menjadi dua bagian yang memanjang. Patahan yang terbentuk itu sangat populer disebut sebagai Patahan Semangko yang merupakan generator gempa merusak di daratan Sumatera. Belahan Sumatera yang kecil di bagian barat daya bergerak ke barat laut, berlawanan dengan belahan yang besar di timur laut. Selama puluhan sampai ratusan tahun, tekanan lempeng Samudera Hindia ini akan terus meningkat sampai melampaui kekuatan elastisitas batuan,
[ppiindia] Lebih Baik Awasi Penyaluran Subsidi
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_cid=164294 Kamis, 31 Mar 2005, Lebih Baik Awasi Penyaluran Subsidi Oleh Widya Wibisono * Dengan diumumkannya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) 1 Maret 2005 yang tertuang dalam Peraturan Presiden No 22/2005, mulai saat itulah pro- dan kontra- semakin mencuat, baik dari kalangan masyarakat maupun kaum intelektual, termasuk mahasiswa. Naiknya harga BBM secara otomatis menimbulkan efek domino, yaitu harga BBM yang semakin melambung akan diikuti kenaikan harga kebutuhan pokok lain. Kebijakan yang sama selalu diambil pada era sebelum kepemimpinan SBY-Kalla. Alasan yang diberikan pun hampir sama, yaitu keuangan negara sudah tidak mampu lagi menyubsidi sektor BBM. Bedanya, pada pemerintahan SBY-Kalla, kenaikan harga BBM juga dipicu naiknya harga minyak dunia. Pemerintah mencontohkan, asumsi harga minyak dunia dalam APBN USD 24 per barel. Namun kenyataanya saat ini, harga minyak dunia USD 52 per barel. Karena itu, dengan melonjaknya harga minyak dunia, pemerintah terpaksa menyesuaikan harga minyak melalui kebijakan menaikkan harga BBM dalam negeri. Tapi, alasan yang dilontarkan pemerintah itu mendapat respons lain dari kalangan mahasiswa. Mahasiswa menyebutkan, kelangkaan minyak di pasaran disebabkan adanya penimbunan minyak oleh cukong-cukong hitam dan bakal dijual ke luar negeri untuk mencari keuntungan besar. Toh, pemerintah tidak berani menangkap para mafia minyak tersebut. Terkait dengan pro- dan kontra- tersebut, toh pemerintah tetap teguh pada pendiriannya untuk menaikkan harga BBM. Tampaknya, aksi demo yang dilakukan mahasiswa untuk menentang kenaikan harga BBM tidak akan mengubah kebijakan yang telanjur diambil pemerintah. Saat ini, yang seharusnya dilakukan mahasiswa adalah mengawal dan mengawasi janji pemerintah mengenai pengalokasian dana kompensasi BBM. Sebagaimana disebutkan pemerintah, pencabutan subsidi untuk BBM akan dialihkan pada bidang pendidikan, kesehatan, dan penghidupan yang layak. Pemerintah beralasan bahwa subsidi BBM saat ini telah salah sasaran karena yang menikmatinya adalah kalangan ekonomi menengah ke atas. Karena itu, dengan dicabutnya subsidi BBM, pemerintah berharap agar subsidi tersebut bisa dimanfaatkan masyarakat yang memang benar-benar tidak mampu. Dana program kompensasi pengurangan subsidi (PKPS) BBM yang mencapai Rp 17 triliun bukanlah sedikit. Dari jumlah itu, pemerintah mengalokasikan Rp 5,6 triliun untuk bidang pendidikan dan mulai April akan dikucurkan. Sebanyak Rp 3,3 triliun akan digunakan untuk dana desa tertinggal yang berjumlah 11.400 desa di 419 kabupaten atau kota dan 31 provinsi. Dengan demikian, masing-masing desa akan mendapatkan Rp 200 juta-Rp 300 juta. Selain dua sektor tersebut, dana kompensasi BBM akan dialokasikan untuk sektor lain, seperti penyediaan beras murah untuk masyarakat miskin (raskin) Rp 765 miliar, subsidi pembangunan rumah sederhana sehat (RSH) Rp 400 milliar, usaha mikro bergulir Rp 200 miliar, pelayanan kontrasepsi untuk keluarga berencana (KB) Rp 100 milliar, dan beberapa sektor lain. Pengalokasian itulah yang seharusnya menjadi fokus perhatian. Belajar pada pengalaman sebelumnya, ternyata dalam penyaluran dana kompensasi, telah terjadi banyak penyimpangan. Bentuk-bentuk penyimpangan tersebut meliputi: Pertama, alokasi dana yang tidak tepat sasaran. Sebagai contoh, pada tahun lalu, 22 persen penerima raskin bukan termasuk keluarga miskin. Selain itu, dari dana yang tersedia, seharusnya tiap keluarga mendapat jatah Rp 30 ribu per bulan, namun kenyatannya yang diterima rata-rata hanya Rp 7.500 per bulan/KK. Kedua, tidak tepat waktu. Untuk kasus pada 2001, dana kompensasi BBM baru cair lima bulan setelah harga BBM naik. Ketiga, penyaluran dana yang rumit. Seolah sudah menjadi kebiasaan pemerintah, segala urusan selalu dipersulit dengan berbagai macam prosedur yang tidak efektif dan efisien. Untuk program pengalokasian dana kompensasi BBM, pemerintah masih mensyaratkan adanya konsultan, pendamping, kontraktor, yang sebenarnya tidak perlu. Akibatnya, selain jalur penyalurannya lebih panjang, dananya tidak langsung diterima keluarga miskin. Jadi, kemungkinan untuk menyelewengkan dana yang ada sangat besar. Di situlah sebenarnya, fungsi mahasiswa sebagai agent of change sangat dibutuhkan. Jadi, fungsi mahyasiswa tidak hanya mendemo atau menolak kebijakan yang diambil pemerintah. Tapi yang tidak kalah penting, bagaimana mahasiswa dapat berperan serta mengawasi kinerja pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat. Bagaimana roda bangsa bisa berputar bila tiap keputusan yang diambil pemerintah selalu di tentang. Juga perlu diingat bahwa segala sesuatu, termasuk pembangunan, memerlukan proses. Tanpa adanya proses, kita tidak mungkin bisa menikmati hasil pembangunan. * Widya Wibisono, mahasiswa FISIP Universitas Jember [Non-text portions of this message have been removed]
[ppiindia] Indonesia, Bangsa yang Malas Belajar
MEDIA INDONESIA Kamis, 31 Maret 2005 OPINI Indonesia, Bangsa yang Malas Belajar Siswono Yudo Husodo, Mantan Menteri Transmigrasi dan Perambah Hutan BANGSA Indonesia kembali menitikkan air mata, meratapi kematian secara paksa ratusan warga akibat gempa 8,7 pada Skala Richter di Sumatra Utara (Minggu, 27/3). Di pagi buta, rakyat ramai-ramai ke luar rumah dan berlari ke tempat yang tinggi, takut gempa akan diikuti gelombang tsunami. Beruntung pusat gempa berada di daratan, sehingga tsunami tidak terjadi. Rakyat Aceh, Nias, Padang dan lainnya telah memetik pelajaran amat mahal dari gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh dan Nias (26/12-2004). Setiap kali musim hujan, selalu berulang, kita kewalahan menghadapi wabah demam berdarah dengue (DBD). Terkesan, tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk meniadakannya, padahal sebab-musababnya diketahui, yaitu nyamuk Aedes Aegypti yang berkembang biak di genangan air. Ketika saya berkunjung ke Singapura, di rumah teman saya di kawasan Changie, teman saya kaget karena menerima surat harus membayar denda 100 dolar Singapura kepada Badan Pengawas Lingkungan Singapura, karena petugasnya menemukan ada pot tanaman di halaman rumahnya, yang di bagian bawahnya tidak ada lubang. Pot semacam itu, di musim hujan akan terisi genangan air tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti. Singapura dan masyarakatnya telah memetik pelajaran dari kealpaannya di masa lalu. Pembelajaran di segala aspek kehidupan amat penting untuk membangun masa depan yang lebih baik; juga di bidang politik. Sebagai suatu negara bangsa, kita telah mengalami banyak peristiwa politik yang kaya dengan pelajaran. Kita telah mengalami demokrasi terpimpin di masa Orde Lama, lalu demokrasi Pancasila di masa Orde Baru, dan pengembangan demokrasi saat ini. Bangsa kita juga pernah mengalami pemberontakan PRRI, Permesta, RMS, DI/TII, G-30-S/PKI yang telah mengorbankan puluhan ribu nyawa rakyat. Kita juga pernah mengalami masa sebagai negara federal. Pernah mengalami pemerintahan yang dipimpin oleh satu orang presiden selama tiga puluh dua tahun. Kita pun telah mengalami pergantian presiden sebanyak lima kali dalam kurun waktu enam tahun (1998-2004) dari Presiden Soeharto ke Pak Habibie, ke Gus Dur, ke Ibu Megawati, lalu Pak Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam hal demokratisasi politik, kita telah mengalami loncatan kemajuan yang sangat pesat melalui Pemilu 2004 yang lalu dengan ditandai beberapa hal. Pertama, menyusutnya jumlah partai politik peserta pemilu dari 48 parpol di Pemilu 1999 menjadi 24 di Pemilu 2004, melalui mekanisme persyaratan partai politik yang diperketat secara demokratis. Penyusutan jumlah partai politik tersebut, diharapkan dapat membuahkan proses politik yang lebih efisien. Kedua, ditandai dengan pemilihan secara langsung anggota Dewan Perwakilan Daerah dan pemilihan presiden dan wakil presiden. Kemajuan demokratisasi ketiga, ditandai dengan munculnya kreativitas dan aktivitas masyarakat luas untuk ikut membendung munculnya politisi bermasalah di lembaga-lembaga politik kita. Keempat, adanya partai politik yang menyatakan diri sebagai partai oposisi bagi pemerintah, walaupun ada pula partai politik yang selalu ada dalam pemerintahan yang telah berganti-ganti karena banyaknya kader partai yang beraktivitas di bidang politik untuk mengejar kekuasaan semata. Semua itu mengandung pelajaran amat berharga bagi kita untuk membangun masa depan bangsa yang lebih baik. *** Di bidang ekonomi, penegakan hukum dan HAM, serta pemberantasan korupsi, premanisme, dan penyelundupan; sebagai suatu negara bangsa kita belum mengalami kemajuan yang berarti. Bahkan terkesan tidak mampu memetik pelajaran dari kesalahan dan kealpaan di masa lalu; membuat kesalahan yang sama berkali-kali. Belum lagi kasus pembobolan BNI 46 yang merugikan negara Rp1,7 triliun selesai, kita dikagetkan dengan kejahatan perbankan dalam kasus Bank Global dimana pemerintah harus mengganti uang tabungan/deposito masyarakat dengan kerugian negara hampir Rp1 triliun. Sementara para penjahat perbankannya yang telah menerbitkan surat berharga fiktif, yaitu Irawan Salim sebagai Direktur Utama Bank Global buron. Hingga saat ini, lebih dari sepuluh orang penjahat bank pengemplang uang rakyat buron. Dan setiap kali terkesan buronnya begitu mudah. Bahkan ada yang buron, yang pergi ke luar negerinya dijamin oleh Jaksa Agung yang sudah mantan. Dalam hal ini, terkesan pemerintah belum mampu belajar dari pengalaman pahit masa lalu tersebut. Sampai kapan kita akan dikemplang terus-menerus oleh para perampok negara berkerah putih tersebut ? Niat baik pemerintah untuk melindungi uang masyarakat dari kejahatan perbankan lebih baik diganti dengan sistem asuransi, yang banknya harus memikul risiko yang besar. Deposan juga harus membayar premi asuransi. Pinjaman antarbank juga tidak perlu dijamin
[list_indonesia] [ppiindia] In Africa, marriage can kill
** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** Nicholas D. Kristof: In Africa, marriage can kill Nicholas D. Kristof The New York Times Thursday, March 31, 2005 LIVINGSTONE, Zambia Sex kills all the time, particularly here in Africa. But prudishness can be just as lethal. . President George W. Bush is focusing his program against AIDS in Africa on sexual abstinence and marital fidelity, relegating condoms to a distant third. It's the kind of well-meaning policy that bubbles up out of a White House prayer meeting but that will mean a lot of unnecessary deaths on the ground in Africa. . The stark reality here is that what kills young women here is often not promiscuity, but marriage. Indeed, just about the deadliest thing a woman in southern Africa can do is get married. . Take Kero Sibanda, a woman I met in a village in Zimbabwe. Sibanda is an educated woman and lovely English-speaker who married a man who could find a job only in another city. She suspected that he had a girlfriend there, but he would return to the village every couple of months to visit her. . I asked him to use a condom, she said, but he refused. There was nothing I could do. . He died two years ago, apparently of AIDS. Now Sibanda worries that she and her beautiful 2-year-old daughter, Amanda, have the AIDS virus as well. . Encouraging more use of male and female condoms might reduce such tragedies, for there's a disdain for condoms in many countries that social marketing might change (there's an African saying: Who wants a sweet with the wrapper still on?). . The fact is that condoms have played a crucial role in the campaigns against AIDS that have been relatively successful, from Thailand's 100 percent condom program to the efforts in Uganda, Cambodia and Senegal. And condoms don't cause sex any more than umbrellas cause rain. . In theory, everybody agrees on how to prevent AIDS: the ABC method, which stands for abstinence, being faithful and condoms. But the Bush administration interprets this as ABc. New administration guidelines stipulate that U.S.-financed AIDS programs for young people must focus on abstinence or, for those who are already sexually active, returning to abstinence. . Here in Livingstone, Zambia, I visited Corridors of Hope, a U.S.-financed center for young people that has proved cheap and effective in reducing HIV among prostitutes and long-distance truck drivers. One prostitute in the program is Mavis Sitwala, an orphan (probably because of AIDS) who is supporting her five siblings and one child. She says that truck drivers pay $1 for sex with a condom or $4 for sex without. . At times, you need food or money to pay the rent, she said, and so even if he won't use a condom, you agree. . Encouraging Sitwala to return to abstinence isn't likely to get far, but encouraging more use of condoms might save her life, the lives of her clients and the lives of her clients' wives. Indeed, the Bush administration recognizes that, allowing condoms to be handed out to prostitutes in programs like Corridors of Hope - but not to society as a whole. . There's a bit of wiggle room in the administration guidelines. But the U.S. Center for Health and Gender Equity reports that in several countries, the United States is already backing away from effective programs that involve condoms. . The irony is that Bush's plan to tackle AIDS in Africa - spending far more than any previous administration - could be one of his most important legacies. It tackles one of the world's most important humanitarian challenges: At present infection rates in Zimbabwe, 85 percent of today's 15-year-olds will die of AIDS. . So I wish Bush would reach out beyond the ideologues to a real expert, like Loveness Sibanda. I met Sibanda (no relation to the other Sibanda) and her child in her village in Zimbabwe. She is 26, and her husband works in the city of Bulawayo, where she has heard that he has a girlfriend. Every few months he comes back to the village and insists on sleeping with her, without a condom. She now dreads these visits. . Perhaps the White House thinks it has the moral high ground when it preaches, completely irrelevantly, to women like Sibanda about the need to be faithful. But it strikes me as hypocritical to pontificate about virtue while pursuing an ideological squeamishness about condoms that risks condemning Sibanda and millions like her to die of AIDS. . . [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan.
Re: [ppiindia] Re: Re : Gempa Bumi
Anda bukan orang yang malas adu ayat, karena kalau malas tidak lari ke soal Nabi Isa/Yesus anak Maria/Miryan. Masalahnya bukan adu ayat, tetapi pertanyaan:Di ayat mana dalam Al Quran disebut bahwa injil sekarang [abad 21] itu palsu. Pertanyaan ini timbul karena Anda sendiri menyatakan:Namun pada kenyataannya dalam al quran dikatakan bahwa injil skrg ini telah dipalsukan. Karena tidak bisa ditunjukan saya kira ditutup saja diskusi. Cheers! - Original Message - From: givingnewhope [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Thursday, March 31, 2005 12:26 AM Subject: [ppiindia] Re: Re : Gempa Bumi Saya sebenaranya malas ngadu ayat. Tapi baiklah om ambon, mari kita jajal: Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan:(Ilah itu) tiga, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Ilah Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara. (QS. 4:171) Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:Bahwanya Allah salah satu dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada Ilah (yang kelak berhak disembah) selain Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS. 5:73) dan karena ucapan mereka:Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putera Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (QS. 4:157) KALO KITAB SEKARANG TIDAK PALSU, SILAHKAN KAUM MUKMIN MENGAKUI KALO ISA PUTERA MARYAM VERSI KRISTEN ADALAH YANG BENAR. Tambahan/ekstra: Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku (QS. 109:6) Kalo ayat ini benar-benar diamalkan, maka tidak ada yang namanya pembakaran/penutupan gereja di Indonesia --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Di ayat mana dalam Al Quran disebut bahwa injil sekarang [abad 21] itu palsu? - Original Message - From: givingnewhope [EMAIL PROTECTED] To: ppiindia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 30, 2005 3:24 PM Subject: [ppiindia] Re: Re : Gempa Bumi *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Yahoo! Groups Sponsor ~-- Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Gebrakan Amina Wadud
http://islamlib.com/id/index.php?page=articleid=783 Gebrakan Amina Wadud Oleh Luthfi Assyaukanie 28/03/2005 Saya menganggap isu imam perempuan adalah bagian dari tradisi keagamaan semata, dan bukan fondasi asasi dari agama. Ulama sejak lama berdebat soal ini, sama seperti mereka memperdebatkan soal jilbab, bunga bank, eutanasia, dan kawin beda agama. Adapun jika reaksi terhadap isu ini begitu besar, itu karena Amina Wadud merupakan perempuan pertama yang berani menarik masalah ini dari perdebatan fikih ke ruang nyata. Kontroversi Amina Wadud, seorang intelektual muslimah yang mengimami shalat Jum'at pekan lalu (18/3) tampaknya masih terus berlanjut. Reaksi kaum Muslim dan para ulama terus bermunculan. Seingat saya, tak pernah ada reaksi dari para ulama dan tokoh agama di Timur Tengah yang begitu keras sejak novel Ayat-Ayat Setan karya Salman Rushdi beberapa tahun silam. Dr Yusuf Qardhawi, seorang alim yang bukunya banyak diterjemahkan di Indonesia, mengecam Amina telah menyimpang dari tradisi Islam yang telah berjalan 14 abad. Sementara Abdul Aziz al-Shaikh, Mufti Agung Arab Saudi, menganggap Amina sebagai musuh Islam yang menentang hukum Tuhan (Associated Press, 19/3). Beberapa koran di Mesir dan Arab Saudi menempatkan berita itu di halaman utama, dan menganggap Amina sebagai wanita sakit jiwa yang berkolaborasi dengan Barat kafir untuk menghancurkan Islam (Associated Press, 19/3). Mengikuti gelombang reaksi terhadap Amina Wadud saya merasa kecewa, karena kaum Muslim ternyata masih belum berubah: paranoid dalam menyikapi setiap perubahan dalam tradisi agama mereka. Saya katakan paranoid karena reaksi itu bersikap kolosal dan berlebihan. Amina bukan hanya dicaci-maki dan dikecam, tapi juga diancam bunuh karena dianggap telah merusak Islam (Daily Times, 23/3). Saya menganggap isu imam perempuan adalah bagian dari tradisi keagamaan semata, dan bukan fondasi asasi dari agama. Ulama sejak lama berdebat soal ini, sama seperti mereka memperdebatkan soal jilbab, bunga bank, eutanasia, dan kawin beda agama. Adapun jika reaksi terhadap isu ini begitu besar, itu karena Amina Wadud merupakan perempuan pertama yang berani menarik masalah ini dari perdebatan fikih ke ruang nyata. Reaksi berlebihan kaum muslim menunjukkan bahwa mereka tak pernah berkaca pada sejarah. Bagi yang mengikuti perkembangan pemikiran Islam pasti tahu bagaimana para ulama awal abad ke-20 hampir serempak mengharamkan bunga bank, mengecam wanita karir, menghujat keluarga berencana, dan melarang beberapa produk teknologi. Mereka melakukan semua itu atas nama agama. Tapi, perkembangan sejarah membuktikan bahwa pandangan kolot itu tak cukup kuat melawan arus perubahan dalam tubuh umat Islam. Saya kira, penerimaan kaum muslim terhadap imam perempuan hanyalah soal waktu saja. Masalah itu kini boleh dihujat, sama seperti para ulama Mesir pernah menghujat Muhammad Abduh, tokoh reformis Islam, karena menghalalkan bunga bank, atau menghujat Ali Abd al-Raziq karena menganggap bahwa sistem khalifah bukan bagian dari Islam. Suatu saat nanti, saya meyakini, bahwa imam perempuan bisa diterima, sama seperti sebagain besar kaum muslim kini menerima pandangan kontroversial Abduh dan Ali Abd al-Raziq itu. Sekarang pun, sebagian intelektual muslim dan ahli fikih yang mengkaji secara tekun sudah sepakat bahwa masalah imam perempuan adalah masalah konstruk sosial-budaya semata yang sangat erat kaitannya dengan masyarakat Arab yang patriarkis. Dengan kata lain, ia bukan merupakan bagian dari doktrin agama yang benar-benar datang dari Tuhan. Dr Khaled Abou el-Fadl, ahli fikih dari UCLA, misalnya menegaskan bahwa tak ada larangan dari al-Qur'an tentang masalah ini. Sementara K.H. Husein Muhammad, kiai asal Cirebon, meyakini bolehnya perempuan mengimami shalat di depan jamaah campuran (laki-laki dan perempuan). Keberatan sebagian ulama bahwa percampuan laki-laki dan perempuan dalam satu ruang shalat pun sesungguhnya kurang memiliki pijakan, semata-mata karena tempat paling suci di dunia ini, yakni Masjidil Haram (di mana ka'bah berada), laki-laki dan perempuan shalat berjamaah bersama-sama tanpa ada dinding pemisah sama sekali. Tak pernah ada ulama yang keberatan dengan bercampurnya kaum laki-laki dan perempuan dalam shalat di mesjid ini. Satu pelajaran yang bisa kita ambil dari kasus Amina Wadud adalah bahwa kaum muslim masih sulit menerima perbedaan pendapat, khususnya menyangkut agama mereka. Fakta bahwa shalat Jum'at yang diimami Amina diselenggarakan di Amerika, negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, menunjukkan bahwa peristiwa ini hampir mustahil dilakukan di negara-negara muslim. Bahkan di Amerika pun, Amina harus melakukan ritual shalat itu di sebuah gereja dengan penjagaan cukup ketat, semata-mata karena adanya ancaman dari kaum fundamentalis muslim. Saya kira, perjuangan Amina patut didukung. Saya melihat bukan shalatnya benar yang penting, tapi bagaimana sebuah pemahaman agama bisa
[ppiindia] Rekonstruksi Sejarah Masuknya Islam Ke Jawa
http://islamlib.com/id/index.php?page=articleid=582 Buku Rekonstruksi Sejarah Masuknya Islam Ke Jawa Oleh Muhammad Husnil 26/05/2004 Eksistensi Cina-muslim pada awal perkembangan Islam di Jawa tidak hanya ditunjukkan oleh kesaksian-kesaksian para pengelana asing, sumber-sumber Cina, teks lokal Jawa maupun tradisi lisan saja, melainkan juga dibuktikan pelbagai peninggalan purbakala Islam di Jawa. Ini mengisaratkan adanya Pengaruh Cina yang cukup kuat, sehingga menimbulkan dugaan bahwa pada bentangan abad ke-15/16 telah terjalin apa yang disebut Sino-Javanese Muslim Culture. a.. Sejauh ini, perbincangan mengenai sejarah masuknya Islam ke Indonesia masih didominasi dua teori yang sudah klasik dan klise, serta disinyalir penulis buku ini mengandung penanaman ideologi otentisitas. Bias ideologi otentisitas itu kira-kira menyatakan, kalau Islam yang datang ke Nusantara bukan berasal dari tanah Arab atau Timur Tengah, maka nilai kesahihan dan ke-afdhal-annya akan dipertanyakan. Makanya, teori pertama tentang datangnya Islam di Nusantara menyatakan bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang yang berasal dari Arab/Timur Tengah. Teori ini dikenal sebagai teori Arab, dan dipegang oleh Crawfurd, Niemann, de Holander. Bahkan Fazlur Rahman juga mengikuti mazhab ini (Rahman: 1968). Kedua adalah teori India. Teori ini menyatakan bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal dari India. Pelopor mazhab ini adalah Pijnapel yang kemudian diteliti lebih lanjut oleh Snouck, Fatimi, Vlekke, Gonda, dan Schrieke (Drewes: 1985; Azra: 1999). Terlepas dari dua teori di atas, para sejarahwan umumnya melupakan satu komunitas yang juga memberikan kontribusi cukup besar atas berkembangnya Islam di Nusantara, khususnya Jawa. Mereka adalah komunitas Cina-muslim. Meskipun selama ini terdapat beberapa kajian tentang muslim Cina di Jawa, tapi uraiannya sangat terbatas, partikular dan spesifik (hanya menyakup aspek-aspek tertentu saja) di samping sumber-sumber yang dipakai untuk merekonstruksi sejarah juga masih terbatas. Makanya, sampai kini bisa dikatakan, belum ada satu karya ilmiah yang membahas secara ekstensif mengenai kontribusi muslim Cina di Indonesia. Padahal, eksistensi Cina-muslim pada awal perkembangan Islam di Jawa tidak hanya ditunjukkan oleh kesaksian-kesaksian para pengelana asing, sumber-sumber Cina, teks lokal Jawa maupun tradisi lisan saja, melainkan juga dibuktikan pelbagai peninggalan purbakala Islam di Jawa. Ini mengisaratkan adanya Pengaruh Cina yang cukup kuat, sehingga menimbulkan dugaan bahwa pada bentangan abad ke-15/16 telah terjalin apa yang disebut Sino-Javanese Muslim Culture. Ukiran padas di masjid kuno Mantingan-Jepara, menara masjid pecinaan Banten, konstruksi pintu makam Sunan Giri di Gresik, arsitektur keraton Cirebon beserta taman Sunyaragi, konstruksi masjid Demak --terutama soko tatal penyangga masjid beserta lambang kura-kura, konstruksi masjid Sekayu di Semarang dan sebagainya, semuanya menunjukkan pengaruh budaya Cina yang cukup kuat. Bukti lain dapat ditambah dari dua bangunan masjid yang berdiri megah di Jakarta, yakni masjid Kali Angke yang dihubungkan dengan Gouw Tjay dan Masjid Kebun Jeruk yang didirikan oleh Tamien Dosol Seeng dan Nyonya Cai. Nah, pelacakan Sumanto dalam buku ini tidak berhenti di situ. Ia mendapati bahwa pada nama tokoh yang menjadi agen sejarah, ternyata telah terjadi verbastering dari nama Cina ke nama Jawa. Nama Bong Ping Nang misalnya, kemudian terkenal dengan nama Bonang. Raden Fatah yang punya julukan pangeran Jin Bun, dalam bahasa Cina berarti yang gagah. Raden Sahid (nama lain Sunan Kalijaga) berasal dari kata sa-it (sa = 3, dan it = 1; maksudnya 31) sebagai peringatan waktu kelahirannya di masa ayahnya berusia 31 tahun. Dengan ditemukannya beberapa fakta sejarah di atas, seharusnya etnis Cina mendapatkan perlakukan yang proposional dari pihak pribumi, khususnya warga muslim. Sikap ramah perlu mereka tunjukkan kepada mereka, sebagaimana sikap terhadap warga negara Indonesia asli keturunan Arab, India, atau Eropa. Namun yang terjadi sepanjang sejarah dan saat ini justru sebaliknya. Pada etnis Cina sebagai komunitas etnis, di mata masyarakat telah melekat sifat-sifat yang mengandung unsur peyoratif seperti kikir, eksklusif, hingga identik dengan Konghuchu. Inilah sebagian pandangan yang diwariskan pihak Belanda kepada masyarakat Jawa di saat institusi kolonial itu mulai mengukuhkan hegemoninya di negeri ini. Sikap antipati yang diwarisi dari Belanda itu berawal dari hubungan harmonis yang terjalin antara masyarakat Jawa dengan etnis Cina, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik pada zaman Belanda mulai menjajah Indonesia. Demi melihat itu semua, kontan Belanda merasa tersaingi, terutama di dalam bidang perdagangan. Puncaknya, Jendral Andrian Valckeiner, mengadakan pembantaian massal atas etnis Cina, yang kemudian dikenal dengan chinezenmoord (pembantaian orang Cina) yang terjadi pada
[ppiindia] Air Bisa Jadi Sumber Kerawanan Sosial
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/03/31/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Air Bisa Jadi Sumber Kerawanan Sosial JAKARTA - Pengelolaan air bersih yang saat ini masih dirasakan belum menjadi masalah, diperkirakan akan menjadi sumber kerawanan sosial pada sepuluh tahun mendatang, jika tidak diterapkan pengelolaan yang baik. Saat ini beberapa wilayah di Indonesia sudah mengalami krisis air, seperti Pulau Jawa, karena upaya konservasi air bersih tidak dilakukan secara maksimal. Sejumlah lahan yang seharusnya menjadi lokasi konservasi air telah rusak dan tidak bisa menjalankan fungsinya. Belum lagi masalah pemenuhan hak atas akses air bersih kepada masyarakat yang baru dipenuhi 25 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Kondisi ini akan mengancam kehidupan masyarakat dan berpotensi menimbulkan masalah sosial. Deputi Infrastruktur dan Fasilitas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suyono Dikun, seusai menghadiri acara Seminar Towards a Sustainable Development of Water dan Wastewater Management di Jakarta, Rabu (30/3) menyebutkan semua infrastruktur pendukung konservasi air mengalami penurunan yang sangat dahsyat. Pengairan banyak yang rusak, kemudian biaya (yang dikeluarkan) juga sangat kecil untuk memperbaiki hal itu. Jadi kondisinya memang sangat kritis, dan perlu ada kebijakan yang sangat luar biasa untuk mengubah kondisi yang ada, jelasnya. Air menjadi hal yang penting dalam masyarakat, sebab selain untuk air minum, air juga berfungsi pada sektor lain, terutama ketahanan pangan di bidang pertanian. Masalah yang terjadi di lokasi krisis air, seperti Pulau Jawa, adalah konservasi air yang tidak berfungsi. Pada musim hujan terjadi banjir sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan, hingga sejumlah lahan sawah gagal panen. Mengenai krisi air yang mengancam Indonesia, Sekretaris Sumber Daya Air dari Kedutaan Besar Belanda Jaco Mebius menyatakan pemerintah Indonesia harus segera membuat kebijakan untuk mengantisipasi krisis air. Masyarakat Indonesia harus disadarkan mengenai kondisi air yang ada saat ini. Menurutnya saat ini masyarakat Indonesia masih belum menyadari tentang krisis air yang sedang terjadi. Padahal sebenarnya krisis air dapat terlihat di lokasi yang padat penduduknya. Selain itu, krisis air bersih juga terlihat pada kualitas air yang dikonsumsi oleh warga. Mengenai masalah ini Suyono Dikun menjelaskan pemerintah sendiri mengalami kesulitan yang cukup besar untuk memperbaiki masalah yang ada. Masalahnya sudah sangat kompleks, seperti masalah pengadaan air minum, masalah irigasi. Pengadaan air minum saja bermasalah besar berantakan. Banyak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kita yang bermasalah, seperti finansial dan sebagainya. Jadi memang perlu ada langkah yang bagus, ujarnya. Untuk memperbaiki infrastruktur air diperlukan dana yang cukup besar. Seluruh pembangunan dan perbaikan infrastruktur membutuhkan dana antara Rp 500 triliun hingga Rp 600 triliun. Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur air saja, kira-kira dibutuhkan 25 persen dari jumlah tersebut. ''Pemerintah tidak memiliki dana sebesar itu untuk pembangunan infrastruktur air. Tetapi dengan melepas langsung kepada pihak lain juga akan menjadikan masalah yang baru. Jadi memang harus disiapkan mekanismenya, kata Suyono Dikun. (K-11) Last modified: 31/3/05 [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Indonesia wins a round against corruption
http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/GD01Ae02.html April 1, 2005 Indonesia wins a round against corruption By Bill Guerin JAKARTA - Judges at the South Jakarta District Court have jailed a swindler for life for his part in the embezzlement of Rp1.2 trillion (US$126 million) from state-controlled Bank Negara Indonesia (BNI). The sentence - the only salutary life sentence to be issued during President Susilo Bambang Yudhoyono's administration - comes as a major boost to the credibility of the president, who has vowed to fight corruption and boost investment in the country. On Wednesday, the panel of judges, presided over by Judge Roki Pandjaitan, found Adrian Waworuntu legally and convincingly guilty of the criminal act of corruption by receiving Rp1.2 trillion from fictitious letters of credit. The judges also ordered the defendant to pay a restitution of Rp300 billion to the state and fined him Rp1 billion. Only days after being installed as president, Yudhoyono urged Attorney General Abdul Rahman Saleh to handle major outstanding court cases quickly, including cases of graft, and reportedly asked for periodic updates on the status of major cases, such as the BNI fraud. I fully trust you to deal with such cases completely, and you have to trust me as well, Yudhoyono reportedly told Saleh. The scandal at BNI, the country's second-largest bank in terms of assets, first made headlines in October 2003. The bank's Kebayoran Baru branch in South Jakarta had granted export credits to subsidiaries of the Gramarindo Group, a group holding company parlty owned by Waworuntu, using 41 letters of credit (L/C) issued by banks in Kenya, Switzerland and the Cook Islands as collateral. The bills attached to the L/Cs were fictitious, as the goods were never imported, but the branch went ahead anyway and disbursed the credits, between December 2002 and July 2003, without conducting any formal assessments or checks. No shortage of laws Numerous existing laws allowed police, prosecutors and judges to go the last mile in pursuing the case. They include Laws No 3/1977, 31/1999 and 20/2001 on corruption, article 263 of the Criminal Code on document forgery, Law No 10/1998 on banking and Law No 15/2002 on money laundering. Pandjaitan, reading from the verdict, said the judges had decided to impose the heaviest possible sentence as the defendant's acts had severely hurt the country's economy and the nation's morals. Those people involved in corruption should be punished as severely as possible because the act of corruption has been proven to turn the country poor, the judge said. The credits went to PT Petindo and the Gramarindo Group. PT Sagared is the holding company for all the subsidiaries of the Gramarindo Group. The subsidiaries implicated in the scandal are PT Bassomasindo, PT Bhinekatama Pacific, PT Gramarindo Mega Indonesia, PT Magnetique Usaha Esa Indonesia, PT Triranu Caraka Pasifik, PT Pan Kifros, PT Ferry Masterindo and PT Metrantara. The court said Waworuntu had acted as an investment consultant for Gramarindo and these subsidiaries. He also held shares in some of them, though the companies were seen simply as fronts for the grand scam. When the verdict was announced, Waworuntu looked shocked and said he would appeal. His lawyer, Yan Juanda Saputra, accused the judges of ignoring the facts presented during the case and merely siding with the prosecution. Safety in Singapore The main suspect in the case, Maria Pauliene Lumowa, is still at large. Lumowa, a Dutch citizen and a commissioner at Gramarindo, left the country before the investigation began and is reportedly living in Singapore. The government is unable to bring her back into the country because Indonesia does not have an extradition treaty with Singapore. The chairman of the Corruption Eradication Commission (KPK), Taufiqurrahman Ruki, had earlier called for an in absentia trial for Lumowa so the government could recoup the bulk of the money. He argued that by holding such a trial the government would have a legal basis for an immediate move to seize all of Lumowa's assets, including the flow of funds on her behalf. It seems the efforts to get her back here are difficult as she is not an Indonesian citizen, but we could ask for an in absentia trial that will provide a legal base to seize her assets, Ruki said. Unproven political aspects Alleged political dimensions to the case surfaced just as campaigning for last year's presidential election got under way. Rumor had it during that time that three presidential candidates from the opposition Golkar Party received money from individuals implicated in the scandal. Golkar Party chairman at the time, Akbar Tanjung, coordinating minister for people's welfare Jusuf Kalla, now the country's vice president, and the new leader of the Golkar Party, General Wiranto, all denied the allegations. A letter leaked to the press
[ppiindia] The Republicans: Distracted by religion
The Republicans: Distracted by religion John C. Danforth The New York Times Thursday, March 31, 2005 ST. LOUIS, Missouri By a series of recent initiatives, Republicans have transformed our party into the political arm of conservative Christians. The elements of this transformation have included advocacy of a constitutional amendment to ban gay marriage, opposition to stem cell research involving both frozen embryos and human cells in petri dishes, and the extraordinary effort to keep Terri Schiavo hooked up to a feeding tube. . Standing alone, each of these initiatives has its advocates, within the Republican Party and beyond. But the distinct elements do not stand alone. Rather they are parts of a larger package, an agenda of positions common to conservative Christians and the dominant wing of the Republican Party. . Christian activists, eager to take credit for recent electoral successes, would not be likely to concede that Republican adoption of their political agenda is merely the natural convergence of conservative religious and political values. Correctly, they would see a causal relationship between the activism of the churches and the responsiveness of Republican politicians. In turn, pragmatic Republicans would agree that motivating Christian conservatives has contributed to their successes. . High-profile Republican efforts to prolong the life of Schiavo, including departures from Republican principles like approving congressional involvement in private decisions and empowering a federal court to overrule a state court, can rightfully be interpreted as yielding to the pressure of religious power blocs. . In my state, Missouri, Republicans in the General Assembly have advanced legislation to criminalize even stem cell research in which the cells are artificially produced in petri dishes and will never be transplanted into the human uterus. They argue that such cells are human life that must be protected, by threat of criminal prosecution, from promising research on diseases like Alzheimer's, Parkinson's and juvenile diabetes. . It is not evident to many of us that cells in a petri dish are equivalent to identifiable people suffering from terrible diseases. I am and have always been pro-life. But the only explanation for legislators comparing cells in a petri dish to babies in the womb is the extension of religious doctrine into statutory law. . I do not fault religious people for political action. Since Moses confronted the pharaoh, faithful people have heard God's call to political involvement. Nor has political action been unique to conservative Christians. Religious liberals have been politically active in support of gay rights and against nuclear weapons and the death penalty. In America, everyone has the right to try to influence political issues, regardless of his religious motivations. . The problem is not with people or churches that are politically active. It is with a party that has gone so far in adopting a sectarian agenda that it has become the political extension of a religious movement. . When government becomes the means of carrying out a religious program, it raises obvious questions under the First Amendment. But even in the absence of constitutional issues, a political party should resist identification with a religious movement. While religions are free to advocate for their own sectarian causes, the work of government and those who engage in it is to hold together as one people a very diverse country. At its best, religion can be a uniting influence, but in practice, nothing is more divisive. For politicians to advance the cause of one religious group is often to oppose the cause of another. . Take stem cell research. Criminalizing the work of scientists doing such research would give strong support to one religious doctrine, and it would punish people who believe it is their religious duty to use science to heal the sick. . During the 18 years I served in the Senate, Republicans often disagreed with each other. But there was much that held us together. We believed in limited government, in keeping light the burden of taxation and regulation. We encouraged the private sector, so that a free economy might thrive. We believed that judges should interpret the law, not legislate. We were internationalists who supported an engaged foreign policy, a strong national defense and free trade. These were principles shared by virtually all Republicans. . But in recent times, we Republicans have allowed this shared agenda to become secondary to the agenda of Christian conservatives. As a senator, I worried every day about the size of the federal deficit. I did not spend a single minute worrying about the effect of gays on the institution of marriage. Today it seems to be the other way around. . The historic principles of the Republican Party offer America its best hope for a prosperous and secure future. Our current
[ppiindia] Mengapa Tidak Bisa Diminimalisasi?
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_cid=164458 Jumat, 01 Apr 2005, Mengapa Tidak Bisa Diminimalisasi? Soal Dampak Gempa di Nias Oleh Herry Kurniawan * Gempa bumi berkekuatan 8,7 pada skala richter terjadi Senin (28/3) malam, pukul 23.09, di dasar laut antara Pulau Nias (Sumatera Utara) dan Pulau Simeulue (Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa hebat yang sangat terasa hingga ke Malaysia, Sri Lanka, India, dan Thailand itu mengakibatkan kepanikan luar biasa warga Medan dan Banda Aceh. Di layar televisi, terlihat banyak warga berhamburan ke luar rumah untuk menyelamatkan diri, sedangkan listrik dan telepon di banyak tempat putus. Ketakutan akan terjadinya tsunami kedua membuat mereka bergegas pergi. Kerumunan warga, antara lain, tampak di atas Jembatan Simpang Surabaya, Banda Aceh. Diperkirakan, jumlah korban tewas akibat gempa bumi tektonik Senin (28/3) di Nias mencapai seribu. Dan, 80 persen bangunan rusak parah. Masyarakat di sekitar Pulau Nias dan Pulau Simeulue dianjurkan untuk sementara tidak kembali mendiami rumahnya yang rusak akibat gempa tersebut. Pasalnya, gempa susulan diprediksi akan terjadi di pulau-pulau itu. Gempa terjadi pada posisi 2,1`derajat Lintang Utara - 97 derajat Bujur Timur dengan kedalaman 30 kilometer akibat gesekan antara patahan Indo-Australia dengan Euro Asia. Patahan ini berbeda dengan gempa-tsunami yang terjadi 26 Desember 2004. Ketua Tim Peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang melakukan riset pascatsunami itu mengatakan, gempa hebat Senin (28/3) malam terjadi karena beberapa kemungkinan. Dan kemungkinan yang terbesar, gempa tektonik itu terjadi akibat normal fault yang memanjang pascagempa 26 Desember 2004. Normal fault dimaksud adalah terjadinya rekahan pascatumbukan lempeng Euro Asia dan lempeng Indo-Australia yang menimbulkan gempa-tsunami. Para ahli memperkirakan, kini telah terjadi rekahan bumi sepanjang 1.660 km di bawah perairan Mentawai hingga ke arah Kepulauan Andaman. Analisis Alamiah Mengacu data Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, daerah-daerah yang kini rawan gempa bumi yakni Aceh, Sumatera Utara-Simeulue, Sumatera Barat-Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten-Pandeglang, Jawa Barat-Bantar Kawung, DI Jogjakarta, Lasem, Jawa Timur-Bali, NTT, NTB, Kepulauan Aru, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sangihe Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan, Kalimantan Timur, Jayapura, Nabire, Wamena, dan Kepala Burung Papua. Indonesia termasuk negara rawan gempa karena terletak di antara tiga lempeng Euro Asia, Pasifik, dan Indo-Australia. Ada empat faktor penyebab yang memungkinkan terjadinya gempa bumi di Indonesia. Pertama, karena lempengan itu selalu bergerak 3-4 cm per tahun. Karena pergerakan tadi, terjadi gesekan antara satu lempeng bumi dan lempeng lainnya. Bila tingkat elastisitas satu lempeng tidak kuat menahan gesekan, akan terjadi patahan lempeng yang mengakibatkan gempa bumi. Kedua, karena produksi energi yang terjadi dari panas di pusat bumi menimbulkan pelepasan energi, lalu menekan lapisan-lapisan kulit dekat permukaan bumi. Ketiga, pelepasan energi juga bisa melalui aliran konvektif yang perlahan dari material dalam bumi. Itu semua merupakan sebuah proses yang oleh para ahli geofisika diyakini ikut mendorong menjauhnya antara benua-benua. Keempat, ketegangan juga bisa dilepas pasca-keretakan mendadak kerak bumi, atau gerakan patahan-patahan kerak bumi. Gerakan di sepanjang patahan ini memancarkan energi ke luar dan memunculkan gempa bumi. Menurut para ahli, pelepasan energi ketegangan dari dalam bumi ini, yang mewujud dalam gempa besar, cenderung terjadi di dua sabuk utama. Sabuk pertama, tempat terjadinya pelepasan sekitar 85 persen energi dalam bumi, melewati kawasan Pasifik, dan lazimnya mengenai negara-negara yang garis pantainya berbatasan dengan Samudera Pasifik, seperti Jepang dan pantai barat Amerika Utara. Sabuk kedua, melewati Laut Tengah, terus ke timur, ke Asia dan bertemu dengan sabuk pertama di Indonesia. Di sepanjang kedua sabuk inilah, gempa-gempa besar terjadi dengan frekuensi yang bervariasi, sementara Indonesia termasuk wilayah rawan gempa. Gempa besar, khususnya yang berpusat di dekat lepas pantai, berpotensi menimbulkan gelombang pasang tsunami seperti yang terjadi di wilayah NAD dan Sumut, Minggu (26/12-04). Sarat Pengalaman Minimalisasi dampak gempa Indonesia sebenarnya sarat pengalaman gempa. Selain dampak terbesar gempa 26 Desember 2004 yang menimbulkan tsunami dahsyat, belakangan ini juga sudah banyaknya korban jiwa maupun parahnya kerusakan bangunan di Pulau Nias dan Pulau Simeulue. Karena itu, selain mempelajari proses terjadinya gempa bumi, kita masih harus banyak belajar dari pengalaman masa lalu agar mampu meminimalisasi dampak gempa bumi. Jika kita belajar dari gempa-tsunami di wilayah NAD dan Sumut 26 Desember 2004,
[ppiindia] Budaya Malas Sudah Mengakar
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_cid=164454 Jumat, 01 Apr 2005, Gagasan Budaya Malas Sudah Mengakar Budaya malas yang mengakar di masyarakat kita sulit dihapus. Pepatah Jawa nrimo ing pandum sangat mempengaruhi pola pikir kita dalam berusaha atau bekerja. Di era Orde Baru kita dininabobokkan dengan harga-harga murah tanpa tahu bahwa untuk membiayai itu semua, dananya didapatkan dari hasil utang luar negeri. Begitu Orde Baru runtuh, kita kaget dengan jumlah pinjaman luar negeri yang sangat besar, tetapi tidak tahu ke mana larinya utang itu. Tetapi, bukannya kita sadar bahwa untuk membayar utang itu, kita harus bekerja ekstrakeras dan berhemat semua biaya operasional. Tragisnya, di tengah situasi banyak utang itu, ada saja orang yang memanfaatkan kesempatan untuk menumpuk kekayaan pribadi. Bahkan, masih juga berharap subsidi pemerintah diteruskan agar harga barang-barang tetap murah. Saya berpendapat sudah saatnya kita sadar. Kita perlu kencangkan ikat pinggang. Kita singsingkan lengan untuk membangun bangsa ini. ARIEF WIRYAWANTO, Jl Sidodadi Tangkis 38, Wage, Sidoarjo [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Susunan DPP PDI Perjuangan Masa Bakti 2005 -2010
Harian Komentar 01 April 2005 Susunan DPP PDI Perjuangan Masa Bakti 2005 -2010 Ketua Umum : Megawati Soekarnoputri Sekretaris Jenderal : Pramono Anung Wakil Sekjen Bidang Internal : Mangara Siahaan Wakil Sekjen Bidang Eksternal : Agnita Singedekane Wakil Sekjen Bidang Fungsi Pemerintahan : Sutradara Ginting Bendahara : Philips Wijaya Wakil Bendahara Bidang Dana : Daniel Budi Setiawan Wakil Bendahara Bidang Iventarisasi Kekayaan : Dewi Jaksa Bidang Internal (Ketua-ketua) Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu : Tjahjo Kumolo Bidang Ideologi dan Kaderisasi : Suwarno Bidang Keanggotaan dan Organisasi : Alex Litaay Bidang Sumber Daya dan Dana : Murdaya Poo Bidang Hubungan Masyarakat dan Media : Panda Nababan Bidang Eksternal (Ketua-ketua) Bidang Pemuda, Mahasiswa, dan Olahraga : Maruarar Sirait Bidang Buruh, Tani, dan Nelayan : Jacob Nuwawea Bidang Pendidikan dan Kebudayaan : Guruh Soekarnoputra Bidang Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi : Mindo Sianipar Bidang Agama dan Kerohanian : Hamka Haq Bidang Organisasi Kemasyarakatan : Dudie Makmun Murod Bidang Informasi dan Komunikasi : Daryatmo Bidang Lingkungan Hidup dan Pengabdian Masyarakat : Sonny Keraf Bidang Fungsi Pemerintahan (Ketua-ketua) Bidang Keamanan dan Pertahanan : Theo Syafei Bidang Kesejahteraan Rakyat : Adang Ruchiatna Bidang Ekonomi dan Keuangan : Emir Moeis Bidang Luar Negeri : Arif Budimanta Bidang Dalam Negeri/Otonomi Daerah : Sutjipto Bidang Hukum dan HAM : Firman Jaya [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Korupsi, Koruptif
Harian Komentar 1 April 2005 Korupsi, Koruptif Oleh: Tonny Mangundap Pemahaman makna korupsi di Indonesia sering dibelokkan dengan maksud terselubung untuk melakukan pembenaran atas perilaku diri sendiri, kelompok, atau aparat pe-nyelenggara negara. kelompok ini memaknakan korupsi ha-nya sebagai tindak pidana korupsi, dengan kata lain hanya mengakui dan menganggap ada korupsi apabila seseorang diambil tindakan hukum ber-dasarkan undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud oleh Undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo Undang-undang nomor 31 tahun 1999. Tolok ukur pemberantasan korupsi semata-mata adalah rangkaian tindakan hukum oleh aparat yang mengguna-kan perangkat undang-un-dang pemberantasan korupsi dalam bentuk penyelidikan, penyidikan, penuntutan serta peradilan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Area penanganan korupsi dalam arti ini berada di seputar kepolisian, kejaksaan, komisi pemberantasan tindak pidana korupsi, serta pengadilan. Se-bagai akibatnya para pelaku dengan mudah bersembunyi atau pun membebaskan diri di balik undang-undang formal dan prosedural dengan meng-andalkan asas praduga tak bersalah (rule of law) putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, proses hukum yang sedang berjalan dan lain-lain. Dengan demikian seluruh perbuatan yang belum berada pada area aparat penegak hukum tidak masuk hitungan sebagai korupsi atau dengan kata lain bentuk permintaan imbalan, suap, sogok, serta perilaku koruptif lainnya bukan termasuk korupsi. Menurut hemat kami hal ini merupakan kekeliruan men-dasar oleh karena menimbul-kan kondisi yang sebagian rupa sehingga masyarakat merasakan korupsi di mana-mana dan kapan saja, namun aparatur negara menangga-pinya bahwa hal itu harus dibuktikan lebih dulu. Korupsi, koruptif dan tindak pidana korupsi seharusnya dipahami secara sama dalam arti serta hakikat yang tidak boleh dibeda-bedakan. Meng-artikan serta meninjau ko-rupsi seharusnya tidak sema-ta-mata berdasarkan perun-dang-undangan saja, karena jika demikian nanti akan ter-bentuk oleh masalah interpre-tasi unsur-unsur pembuktian serta prosedur penanganan. Bahwa hukum tidak meng-akomodir perilaku koruptif hal mana ternyata dari rumusan undang-undang tindak pidana korupsi yang hanya mencakup tiga elemen, yaitu: 1. Secara melawan hukum memperkaya diri. 2. Menyalahgunakan kewe-nangan/jabatan. 3. Merugikan negara. Betapa besar perbedaan persepsi mengenai korupsi hal mana dapat dirasa dalam menyikapi suap; di negara-ne-gara maju, suap identik de-ngan korupsi. Di sini korupsi identik dengan mengambil uang negara. Berdasarkan per-sepsi yang berbeda tersebut maka perbuatan suap disikapi secara lemah karena dianggap bukan korupsi. Lebih para lagi ketika kita menyikapi peni-laian dunia international bah-wa Indonesia adalah salah sa-tu negara paling korup di dunia (tahun 2005 peringkat keempat dari 102 negara dan tahun 2003 peringkat keenam dari 133 negara). Mengapa Indonesia ter-masuk dalam rangking negara paling korup? Sebabnya: 1. Secara kuantitatif yang di-rasakan oleh banyak orang dalam masyarakat memang memberikan petunjuk adanya praktik-praktik koruptif yang berada pada banyak tempat serta sektor-sektor masya-rakat dalam proses meperoleh pelayanan. 2. Secara substantif suasana korupsi banyak kita rasakan ketika masyarakat sulit me-misahkan antara suatu tin-dakan yang kenyataannya membebani masyarakat namun warta tidak dapat ber-buat lain karena warga terse-but harus memperoleh pela-yanan tertentu. Pembebanan dilakukan dengan dalih antara lain untuk perbaikan fasilitas, tidak adanya anggaran, atau untuk kepentingan umum. Lebih dari itu kemudian di berbagai penyimpangan ini dilegatimasi melalui suatu produk yang tertulis sehingga penyimpangan tersebut resmi berlaku secara mengikat atau sebagai suatu kebijakan, de-ngan kata lain disini kita sulit membedakan antara suatu penyimpangan/kejahatan dengan suatu kebijakan/aturan perundang-undangan. 3. Salah satu indikasi suatu koruptif di Indonesia adalah banyaknya penyelenggara ne-gara yang memegang jabatan rangkap baik dalam peme-rintahan, institusi kenegaraan, swasta, organisasi secara se-rentak, sehingga tentunya da-pat menimbulkan potensi con-flict of interest dalam melak-sanakan berbagai jabatan secara bersamaan. Akibat dan konflik kepentingan ini selain kecendurungan terjadinya penyimpangan, juga dapat berupa kebijakan dan atau pun tindakan yang bersifat koruptif. Korupsi yang semula bersifat personal (individual) kemudian merambah ke arah yang ber-sifat struktural. Lebih dari itu telah menjadi kultural atau membudaya, bahkan kemu-dian menjadi sistemik. Dikata-kan personal karena hampir selalu disebut bahwa pelaku-nya adalah oknum/perseora-ngan dan bukan instusional. Ia mewakili dirinya sendiri, ber-tindak untuk kepentingan pribadi dan bukan atas nama organisasi/instansi tempat ia bekerja. Bersifat struktural karena ternyata penyelewengan korupsi
[ppiindia] OPINI Achmad Gunawan
Lampung Post Kamis, 31 Maret 2005 OPINI * Achmad Gunawan, Alumnus Administrasi Negara FISIP Unila, Bekerja di Sekretariat Negara Menarik sekali mengikuti perdebatan kenaikan harga BBM. Pertimbangan baik-buruknya kenaikan harga BBM diargumentasikan dengan logika yang berbeda. Dari persoalan etika pemerintah di tengah kesulitan rakyat, persoalan latar belakang kebijakan dan juga argumentasi tentang metodologi kebijakan kenaikan harga BBM dan relevansinya terhadap kemiskinan. Dalam konteks yang terakhir, hal itu dilakukan dalam bentuk kajian akademis yang dipublikasikan luas. Perdebatan aspek metodologis kebijakan publik secara akademik di media massa yang seperti itu menunjukkan akademisi juga adalah aktor yang membentuk karakter sebuah kebijakan. Akademisi juga bertanggung jawab terhadap arah kebijakan. Perdebatan akademis tersebut dapat dirunut dari Fredom Institute yang dengan didukung logika meyakinkan dan didasari suatu kajian, akhirnya mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Demikian juga dengan LPEM FEUI yang secara tak langsung mengumumkan kompensasi BBM merupakan kebijakan yang welfare improving. LPEM FEUI meneliti menggunakan dua model independent secara bertahap, yaitu model CGE dan model sistem persamaan permintaan, sedangkan Indef kemudian mengkritiknya karena model yang digunakan tidak lazim. Pada dasarnya semuanya tetap menggunakan model ekonomi yang berupa hitung-hitungan matematis. Semuanya tetap berkutat pada angka-angka. Semua fakta-fakta sosial seperti kemiskinan dan prilaku birokrat direpresentasikan dalam bentuk angka untuk selanjutnya diolah dalam hitungan matematis, yang kemudian hasilnya berupa angka yang pada akhirnya diartikan kualitatif. Sebab itu, kemudian muncul kritik yang membahas siapa sesungguhnya kelompok miskin yang pantas menjadi kelompok sasaran kompensasi BBM. Kritik terhadap penentuan kelompok miskin berdasarkan data-data kuantitatif tersebut berdasarkan miskin bukan hanya masalah kurang kalori, rumah geribik atau tidak berpenghasilan. Pendapat ini sejalan dengan Chamber (1983) yang menyatakan bahwa kemiskinan terkait erat dengan kelemahan jasmani, keterisolasian, ketidakberdayaan, kerentanan, yang secara keseluruhan disebut sebagai deprivation trap. Selain itu kemiskinan juga dipandang sebagai masalah kultural; budaya bertani, budaya kerja, budaya berkonsumsi juga menjadi pertimbangan dalam membicarakan kemiskinan. Dengan demikian, standar miskin yang hanya berbasis house hold, menjadi riskan digunakan sebagai dasar penentuan kelompok sasaran penerima bantuan kompensasi kenaikan harga BBM. Sangat riskan menilai kemiskinan seseorang atau rumah tangga hanya dengan angka, sungguhpun angka itu berdasarkan model yang mapan. Padahal menurut Friedman, model ekonomi baru bisa diterima jika sejalan dengan bukti empiris. Unik memang, ketika berbicara tentang angka dalam model ekonomi kemudian kita berbicara tentang kemiskinan yang sangat naif jika kemudian diangkakan. Secara tidak langsung kita dituntut untuk menemukan model yang komprehensif,tapi dapat digeneralisasi menjadi satu kesimpulan yang berlaku dalam semua kejadian serupa. Hal yang mustahil tentunya dalam ilmu sosial yang selalu berlaku kebenaran relatif. Namun, lebih mustahil lagi mengambil generalisasi dari data-data yang bersifat mewakili yang tidak mungkin diwakili. Data-data di lapangan ternyata lebih banyak fakta kualitatif yang sulit sekali diangkakan. Ada beberapa hal tentang ini yang perlu dijelaskan. Pertama, fakta-fakta di lapangan selalu menghasilkan data-data yang sulit sekali diangkakan. Sebagai contoh, sebagian besar kantong-kantong kemiskinan berada di perdesaan, di situ pula lebih banyak tersebar individu-individu miskin yang seharusnya menjadi kelompok sasaran kompensasi BBM. Lalu bagaimana ketika kita ketahui ia mengonsumsi gaplek yang bahan dasarnya singkong yang mudah ditanam dimana saja sebagai makanan pokok dan memasak menggunakan kayu. Kemudian, anaknya sekolah tanpa menggunakan kendaraan bermotor, angkutan umum sekalipun, selain itu juga sekolah desa yang penuh dengan berbagai pemakluman. Prinsipnya, mereka tidak merasa sangat miskin mengingat kondisi sekitarnya tidak jauh berbeda (kemiskinan relatif). Atau dalam ungkapan warga, bantuan tidak terlalu dibutuhkan karena biasanya tanpa bantuan pun mereka bisa survive. Pertanyaannya, bagaimana pengaruh kenaikan harga BBM terhadap kelompok paling miskin itu? Perlu penjelasan kualitatif yang panjang tentunya. Namun yang pasti kita tak tahu angka seperti apa yang dapat mewakili kondisi tersebut. Kedua, fakta-fakta mengenai efektivitas yang disempitkan. Kenyataan-kenyataan mengenai efektivitas kompensasi tidak bisa dipersentasikan tanpa mendalami apa yang sesungguhnya terjadi dilapangan. Apalagi mengasumsikan kompensasi BBM efektif
[ppiindia] Simeulue Ternyata Belum Tersentuh...
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/01/utama/1656882.htm Jumat, 01 April 2005 Simeulue Ternyata Belum Tersentuh... SMONG..., smong..., smong, teriakan itu terdengar bersahut-sahutan di tengah kegelapan, Senin (28/3) sekitar pukul 23.10 di Pulau Simeulue. Mendengar kata smong itu semua penduduk Simeulue, terutama mereka yang tinggal di daratan dekat pantai, berlari ke perbukitan yang jauh dari bibir pantai. MEREKA memang harus lari dan menghindar dari pantai sebab smong merupakan kata-kata mukjizat yang membuat warga Simeulue bisa selamat dari amukan gelombang dahsyat, tsunami, yang biasanya terjadi menyusul gempa dahsyat. Oleh karena itu, begitu gempa berkekuatan 8,7 pada skala Richter membuat tanah Pulau Simeulue terasa diayun- ayun di tengah kedalaman Samudra Hindia Senin tengah malam itu, teriakan smong pun bergema kembali di seantero daratan Simeulue. Bagi warga Simeulue, teriakan smong tidak perlu dijawab dan juga tidak perlu diperdebatkan siapa yang berhak menyuarakannya. Namun, begitu mendengar teriakan smong, lazimnya semua warga Simeulue seolah dikomando harus berlari ke luar rumah menuju satu titik, yakni perbukitan. Kearifan lokal yang sudah diwariskan turun-temurun oleh tetua Simeulue sejak ratusan tahun lalu itu ternyata bisa membuat warga Simeulue selamat dan terhindar dari bahaya tsunami sejak dulu sampai sekarang. Smong memang menakutkan sebab bagi warga Simeulue kata itu berarti tsunami. Sejak teriakan smong Senin itu sampai sekarang ribuan warga Simeulue bertahan di pengungsian, yakni di kawasan di perbukitan. Bisa dibayangkan, betapa panik dan hiruk- pikuknya warga Simeulue menjelang tengah malam itu, ungkap Bupati Simeulue Darmili yang dihubungi Kompas melalui telepon kemarin. Bersyukur, tsunami tidak terjadi. Namun, seperti diakui Bupati Darmili, setidaknya lebih dari 20.000 warga Pulau Simeulue yang hingga tiga hari pascagempa masih terus bertahan hidup dengan bekal seadanya di berbagai lereng perbukitan. Mengapa warga Simeulue tetap mengungsi di bukit? Menurut Darmili, ada dua alasan pokok. Pertama, umumnya ribuan warga mengungsi akibat rumah-rumah mereka tidak bisa dihuni lagi karena roboh diguncang gempa. Kedua, warga trauma dan takut akan terjadi tsunami, seperti tanggal 26 Desember 2004. Gempa susulan yang terus terjadi dan isu bakal munculnya smong dahsyat memang telah memaksa warga setempat untuk terus mengungsi di tenda-tenda plastik di perbukitan. Meski data konkret belum ada, Bupati Simeulue memastikan, sekitar 80 persen bangunan permanen terutama di kota Sinabang kini hancur. Pertokoan, rumah bertingkat, dan bangunan perkantoran di ibu kota Kabupaten Simeulue itu ambruk dan rata. Jumlah korban tewas-dalam bencana kali ini-yang sudah diangkat dari reruntuhan sebanyak 17 orang dan puluhan korban lain yang luka-luka dirawat seadanya. Sebab, bangunan vital rumah sakit daerah kabupaten setempat juga rusak parah. Dibandingkan dengan tsunami akhir tahun 2004, kerusakan fisik dan jumlah korban jiwa akibat gempa 28 Maret lalu saya pastikan jauh lebih parah. Korban jiwa diprediksi akan bertambah karena sekitar 90 persen bangunan yang roboh sama sekali belum disentuh, ujar Darmili. Ketika gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004, di Simeulue tercatat tujuh orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Bangunan yang rusak berat 3.793 unit dan rumah penduduk yang hilang diterjang tsunami 1.625 unit. KENDATI dalam bencana kali ini terjadi kerusakan fisik (bangunan) yang cukup parah dan ada korban jiwa, hingga Kamis kemarin lokasi bencana di Pulau Simeulue masih belum tersentuh, terutama dalam hal evakuasi para korban dan pasokan bantuan. Menurut Darmili, kondisi geografis Kabupaten Simeulue yang berada di Samudra Hindia membuat wilayah ini sulit dijangkau. Akses transportasi ke Pulau Simeulue selama ini terbatas. Wilayah seluas 198.021 hektar yang dihuni 78.128 jiwa itu sejak dulu hanya bisa ditembus melalui laut atau via udara dengan menggunakan pesawat ukuran kecil, seperti jenis Cassa. Frekuensi penerbangan dan kedatangan kapal feri ke sana dua kali seminggu. Itu pun kerap tak pasti karena tergantung cuaca. Di saat normal saja Simeulue sudah begitu sukar dicapai. Apalagi sekarang setelah Bandar Udara Lasikin dan dermaga Pelabuhan Sinabang rusak akibat gempa, sudah pasti pulau ini makin terisolasi. Faktor inilah kini yang membuat proses evakuasi para korban gempa dan pendistribusian bantuan ke Simeulue masih tersendat, tutur Darmili. Di tengah kesulitan akses transportasi, masyarakat Simeulue makin tidak berdaya karena pasokan bahan bakar minyak (BBM) sudah terhenti sejak hari Selasa lalu. Alat transportasi tidak bisa jalan karena tidak ada yang menjual BBM. Alat berat untuk evakuasi korban yang tertimbun reruntuhan bangunan dan menyingkirkan reruntuhan tersebut pun tidak bisa dioperasikan karena tidak ada BBM. Kami punya ekskavator, truk, ambulans, dan lain-lain yang bisa dikerahkan untuk mengevakuasi, tetapi
[ppiindia] Hidup di Negara Rawan Bencana
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/01/opini/1656589.htm Hidup di Negara Rawan Bencana Oleh Lily Yulianti Farid TELAH menjadi pengetahuan umum bahwa dua pertiga dari wilayah Nusantara rawan gempa. Dan gempa paling akhir yang melanda Pulau Nias dan Pulau Simeulue pada Senin (28/3) malam makin menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat rawan bencana. Hanya tiga bulan setelah gempa dan tsunami 26 Desember, kita kembali menyaksikan murka alam yang menelan korban ratusan/ribuan jiwa dan kerugian material triliunan rupiah. Memang harus diakui bahwa tenaga, pikiran, dan dana telah terkuras untuk membangun Aceh dan Sumatera Utara pascatsunami 26 Desember sehingga pertanyaan tentang bagaimana persiapan menghadapi kemungkinan munculnya gempa berskala besar dalam waktu dekat sepertinya tidak dianggap tepat untuk dikemukakan. Jadi, wajarlah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab menjawab pertanyaan semacam ini sebulan setelah gempa dan tsunami Aceh dengan kalimat, Jangan dululah berandai-andai akan ada bencana lagi, sekarang yang penting bagaimana kita berkonsentrasi membangun kembali Aceh. (NHK World Service, 25/1). Padahal, dalam rentang waktu antara gempa dan tsunami 26 Desember dengan gempa Nias, tercatat terjadi gempa berkekuatan dahsyat di sejumlah daerah, antara lain yang terjadi di Palu dan Bau-Bau di awal tahun ini. Jadi, adalah alamiah apabila di negara rawan bencana seperti Indonesia pertanyaan tentang bencana alam yang bisa terjadi kapan saja, patut dikemukakan setiap saat, termasuk mempertanyakan bagaimana cara terbaik bertahan hidup di daerah rawan bencana. Dari gempa Nias kita melihat bagaimana masyarakat secara sadar telah mengaplikasikan pengetahuan mereka tentang cara tercepat menyelamatkan diri dengan mencari tempat tinggi agar terhindar dari tsunami. Radio dan televisi pun dengan segera menyiarkan gempa ini serta berinisiatif mengumumkan bahaya tsunami. Media internasional seperti BBC, CNN, dan NBC, yang segera menyebarkan informasi gempa 28 Maret ini, memberikan pujian khusus bagi kecepatan media Asia, kewaspadaan penduduk, dan tindakan penyelamatan darurat yang berlangsung segera, serta kesigapan petugas mengevakuasi penduduk, dalam menghadapi gempa kali ini. Apa yang kita saksikan dalam gempa Nias itu menjadi indikasi telah tumbuhnya kesadaran dan pola pikir masyarakat yang hidup di negara bencana meskipun baru pada tahap awal. Artinya, masyarakat bersama-sama dengan pemerintah, media, elemen lainnya telah bergerak hampir secara bersamaan memberi respons awal pada saat terjadi bencana. Langkah semacam ini bisa dikatakan sebagai tahap awal disaster awareness karena setelah gempa dan tsunami 26 Desember, hampir seluruh masyarakat boleh dikatakan telah memiliki pengetahuan umum tentang hal penting yang harus dilakukan bila terjadi gempa: secepat mungkin keluar dari dalam rumah/gedung, berlari ke tempat yang tinggi, dan memantau ketinggian air laut untuk mengetahui datangnya tsunami. Namun, perlu dicatat bahwa tindakan seperti ini baru dikategorikan sebagai tindakan reaktif, yang pada dasarnya masih sangat jauh dari memadai untuk konteks negara rawan bencana, seperti Indonesia. DI Jepang, salah satu negara paling rawan bencana di dunia, disaster awareness mencakup pemberian pengetahuan kepada masyarakat untuk tidak sekadar melakukan tindakan reaktif, tetapi yang lebih penting adalah melakukan tindakan antisipatif yang terkoordinasi pada saat terjadinya bencana. Pengetahuan praktis semacam ini termuat secara terperinci di dalam buku penduduk yang dibagikan gratis untuk setiap rumah tangga. Informasi yang tersedia mencakup lokasi pengungsian darurat terdekat di lingkungan tempat tinggal kita, lokasi radio darurat terdekat untuk mendengarkan perkembangan bencana, serta saran untuk menyiapkan ransel bencana berisi air minum dan obat-obatan, yang harus senantiasa diperbarui isinya. Tentu saja langkah antisipatif seperti yang dilakukan di Jepang membutuhkan intervensi kebijakan langsung dari pemerintah dan tidak bisa diharapkan hanya tumbuh secara alamiah di tengah masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana. Jepang sendiri baru mampu membangun sistem manajemen bencana yang memadai setelah terjadinya gempa Hanshin Awaji di kota Kobe, Provinsi Hyogo pada awal 1995, yang berkekuatan 7,2 pada skala Richter dan menelan korban jiwa kurang lebih 6.000 orang. Gempa Kobe inilah yang menjadi titik tolak manajemen bencana di mana Pemerintah Jepang membentuk Kementerian Negara Urusan Bencana yang menjadi pelaksana teknis Dewan Pusat Penanganan Bencana yang didukung oleh 37 badan publik, mulai dari badan meteorologi, badan penyiaran, perusahaan gas, perusahaan telepon, dan lain-lain. Untuk Indonesia dan negara- negara di sekitar Samudra Hindia, tsunami 26 Desember 2004 tentunya menjadi titik tolak untuk membangun sistem manajemen bencana yang memadai meskipun sebenarnya di Indonesia usulan-usulan manajemen bencana
[ppiindia] Proyek Pemilu di Indonesia
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/01/opini/1656587.htm Proyek Pemilu di Indonesia Oleh Riswandha Imawan SIKAP hati-hati tidak selalu identik dengan ketelitian dan kesempurnaan. Pengaturan tentang pilkada 2005 membuktikannya. Kesemrawutan yang terjadi antara UUD 1945, UU No 32/2004, dan PP No 6/2005 memaksa Mahkamah Konstitusi atau MK turun tangan. Namun, keputusan yang diambil memanjangkan masalah sekaligus membuka kemungkinan intervensi pemerintah dalam pilkada. Kata Mendagri, kelambanan Presiden menandatangani PP No 6/2005 semata- mata agar ketelitian dan kesempurnaan dalam proses pembuatan PP Pilkada langsung terjamin sehingga tidak menimbulkan multitafsir di lapangan (Kompas, 22/2). Namun, begitu PP No 6/2005 dikeluarkan, banyak kontradiksi logika terjadi yang mengarah ke multitafsir di lapangan. Pangkal soalnya adalah dasar pelaksanaan pilkada. Apakah Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan kepala daerah dipilih secara demokratis, ataukah Pasal 22E yang menyatakan pemilu legislatif, DPD, dan pilpres dilaksanakan oleh KPU. Sebetulnya kaitan dua pasal ini sudah jelas. Pasal 18 Ayat (4) menegaskan substansi demokrasi dari pemilu, yakni freedom and fairness. Pasal 22E Ayat (5) menyatakan KPU sebagai pelaksananya. Terhadap persoalan ini sikap MK sangat ambigu. MK mengakui asas pilkada sama dengan asas pemilu, tetapi sepakat dengan pandangan pemerintah bahwa pilkada bukan pemilu. Sangat sulit memahami sikap ini. Di alam demokrasi pengisian semua jabatan publik yang mensyaratkan legitimasi politik harus dilakukan lewat pemilu. Jabatan kepala daerah masuk dalam kategori ini. Hingga sangat jelas bahwa pilkada adalah bagian dari pemilu. Anehnya MK menolak uji materi terhadap Pasal 1 Ayat (21) tentang KPUD sebagai pelaksana pilkada, tetapi mengabulkan Pasal 57 Ayat (1) dan Pasal 67 Ayat 1 Huruf (e) yang sebenarnya merupakan penjabarannya. Akibatnya hubungan antara KPUD dan KPU tetap terputus. Logisnya, MK mengembalikan hubungan KPU dengan KPUD mengingat KPUD dibentuk dan disahkan oleh KPU. Namun, sikap MK kembali rancu. KPU bertanggung jawab ke publik, tanpa menjelaskan siapa yang dimaksud publik itu serta bagaimana mekanisme pertanggungjawabannya. MK hanya memberi petunjuk bahwa dalam melaksanakan tugasnya KPUD mengacu pada peraturan pemerintah, dalam hal ini PP No 6/2005. Repotnya, PP ini tidak cukup rapih. Banyak pasal dari UU No 12/2003 tentang Pemilu dan UU No 32/2004 yang diturunkan begitu saja dengan fasilitas copy and paste tanpa menyimak unit analisis dari pasal-pasal itu. SIMAK saja. Ada perbedaan yang sangat prinsip antara judul PP No 6/2005 dengan judul penjelasannya. Judulnya, Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Judul penjelasannya, Tata Cara Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Tampaknya sepele, hanya beda kata Tata Cara. Namun, ini membawa konsekuensi hukum yang sangat berat. Bisa saja PP ini dinilai cacat hukum. Padahal ia dijadikan landasan pelaksanaan pilkada. Berbagai kontradiksi pun mengalir. Paling krusial adalah Pasal 61 Ayat (1) yang menyebutkan: Dalam kampanye, pasangan calon atau tim kampanye dilarang melibatkan: (a) hakim pada semua peradilan; (b) pejabat BUMN/BUMD; (c) pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri; (d) kepala desa. Pasal 61 Ayat (2) menyebutkan, Larangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), tidak berlaku apabila pejabat tersebut menjadi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Jelas sekali Ayat (2) menihilkan eksistensi Ayat (1) dari Pasal 61 PP No 6/2005. Artinya, pejabat dipersilakan memobilisasi hal-hal yang dilarang pada Ayat (1). Ini kontradiksi paling fatal yang terjadi, yang berpotensi melahirkan tidak saja multitafsir bahkan pelanggaran aturan pemilu. Akibat berantainya adalah maraknya judicial review, penundaan pelantikan kepala daerah yang definitif dan berujung pada tersendatnya pelaksanaan pemerintahan di daerah. Selain persoalan yang secara eksplisit ada di PP No 6/2005, setting sosial dan politik lokal yang berpotensi mengganggu jalannya pilkada tampaknya tidak diantisipasi. PP 6/2005 tampaknya didasari pandangan yang sangat legalistik, kurang mencermati dinamika politik yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya, perjanjian kultural antarsuku-suku bangsa yang ada dalam satu daerah. Sebut saja Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tiga suku besar yang ada, Mollo, Amanuban, Amanatu, membuat perjanjian kultural bahwa kepala daerah digilir dari ketiga suku itu. Perjanjian kultural inilah yang membangun stabilitas politik di sana (George Bella, 2004). Sekarang, melalui pilkada, terbuka kemungkinan rotasi pergantian menjadi tidak teratur. Demikian pula klaim tokoh daerah sebagai kader partai, sekalipun dia tidak pernah ikut partai itu, maupun kebiasaan masyarakat menampilkan calon tunggal untuk menjaga harmoni sosial (Widiyahseno, 2004) merupakan persoalan lain yang
[list_indonesia] [ppiindia] Menanti Keberanian Menghukum Koruptor
** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** Media Indonesia EDITORIAL Jum'at, 01 April 2005 Menanti Keberanian Menghukum Koruptor MENGHUKUM koruptor di Indonesia bukanlah perkara mudah. Hukum dan peraturan perundang-undangan boleh saja ada dan lengkap. Akan tetapi, penerapannya rumit luar biasa. Selalu saja ada celah hukum yang membuka argumen bagi pembenaran tindakan korupsi, baik oleh pengusaha, pejabat, maupun politisi. Polisi, jaksa, hakim, dan pengacara adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap penegakan hukum. Tetapi mereka juga adalah lingkaran yang membuat hukum tidak tegak. Maka, dari waktu ke waktu kita dipertontonkan dengan berbagai keanehan. Ada koruptor yang divonis penjara, tetapi tidak pernah bisa dimasukkan ke dalam sel. Ada koruptor yang setiap hari bermain golf, tetapi mendadak sakit begitu kasusnya diproses. Dan, mereka dengan mudah memperoleh surat keterangan sakit dari dokter. Ada pula koruptor yang sudah dimasukkan ke dalam penjara, tetapi kemudian dengan mudah diantar ke gerbang untuk melarikan diri. Dan, masih banyak lagi bentuk-bentuk persekongkolan yang menyebabkan koruptor menikmati impunity, termasuk manipulasi putusan pengadilan. Inilah yang membedakan korupsi di Indonesia dengan korupsi di negara lain. Korupsi, memang, penyakit manusia di mana saja di dunia ini. Akan tetapi, bedanya, di Indonesia--negara dengan tingkat korupsi tertinggi--sangat sedikit koruptor yang dipenjara, negara lain banyak koruptor dimasukkan ke dalam penjara. Di China hampir tiap bulan ada saja koruptor yang ditembak mati berdasarkan putusan pengadilan. Dalam suasana ketidakpercayaan publik terhadap kesungguhan penegakan hukum di Indonesia, khususnya terhadap koruptor, kita mendengar tentang vonis seumur hidup kepada Adrian Herling Waworuntu, tersangka utama pembobolan dana Bank BNI senilai Rp1,214 triliun. Kasus Adrian Waworuntu adalah salah satu contoh betapa rumitnya proses pengadilan terhadap tersangka korupsi. Berbagai peluang untuk memperoleh impunity dimanfaatkan sebesar-besarnya. BAP Adrian tercatat lebih dari tujuh kali mondar-mandir dari tangan kejaksaan kepada kepolisian. Adrian pernah ditahan, tetapi kemudian dibebaskan karena masa penahanannya habis. Sempat dicekal, tetapi sempat pula melarikan diri ke luar negeri melalui pintu keluar yang hingga kini tidak diketahui. Proses penanganan Adrian pun makan korban. Sejumlah pejabat polisi kena sanksi karena menerima suap. Dari gelagat proses hukum terhadap Adrian Waworuntu dan dari catatan penanganan terhadap korupsi selama ini--terutama di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan--publik menduga Adrian Waworuntu bakal divonis bebas atau diganjar hukuman ringan. Tetapi PN Jakarta Selatan membuktikan bahwa tidak semua koruptor bisa tersenyum di sana. Adrian, bahkan divonis lebih berat dari tuntutan jaksa. Kita, tentu, tidak bergembira hanya karena Adrian dihukum berat. Kegembiraan kita lebih disebabkan karena para hakim mulai berani menghukum berat para koruptor yang merugikan negara. Entah itu Adrian, entah siapa lagi. Untuk menyelamatkan bangsa ini, tidak ada pilihan lain kecuali memerangi korupsi. Polisi, hakim, dan jaksa adalah pahlawan bagi penegakan hukum. Adalah malapetaka bila para pahlawan penegakan hukum ini terlibat dalam pelanggaran hukum. Polisi, hakim, dan jaksa masih harus membuktikan bahwa mereka bekerja sungguh-sungguh demi penegakan hukum. Adrian Waworuntu adalah contoh keberanian itu. Akan tetapi, keberanian yang amat didambakan publik itu masih terlalu sedikit diperlihatkan para penegak hukum. Wajah hukum kita masih didominasi oleh bopeng-bopeng memalukan. [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your
[ppiindia] Memahami Kerancuan Orientasi Budaya
Media Indonesia Jum'at, 01 April 2005 Memahami Kerancuan Orientasi Budaya Mudji Sutrisno, Budayawan KONDISI kacau acuan nilai dan persaingan guru-guru kultural yang ikut menentukan pembentukan identitas keindonesiaan harus dicermati dan diterima sebagai penyadaran akan realitas nyata. Kacau acuan nilai menggejala dalam beberapa fenomena. Fenomena pertama. Disorientasi mengenai apa yang baik, yang indah dan yang benar berubah dahsyat dari komunalisme pembatinan nilai-nilai secara personal yang dilakukan lewat dongeng sebelum tidur, permainan afektif dan narasi kepahlawanan yang dikisahkan kakek-nenek ke cucu atau orang tua ke anak dalam tradisi agraris yang akrab menyentuh telah digeser oleh tradisi lisan kedua yang anonim lewat 'presenter' dalam citraan-citraan yang meleburkan antara bayangan dan kenyataan. Sehingga tangkapan visual yang masuk ke imaji tak pernah mendapatkan ruang pengolahan, pendalaman dan pengendapan. Fenomena kedua. Berdampingnya produsen barang dagang konsumtif dari makan minum sampai aksesoris gengsi dan gaya hidup dengan produsen makna dan simbol-simbol dari agama, pendidikan, cerlang budaya (local genius) yang kerap bersaing untuk dipilih hingga bingung mana yang pembendaan dan mana yang pembatinan. Fenomena ketiga. Ketika nilai sebuah hasil karya kreatif manusia dari nilai intrinsik estetis guna dibendakan hanya menjadi nilai tukar dalam wujud uang, maka terjadilah apa yang disebut oleh Gramsci (dan kemudian dilanjutkan Marx) sebagai materialisasi/pembendaan dan fetisisme/pemberhalaan serta reifikasi/pereduksian dari yang otentik guna spiritual menjadi sekadar enak dipakai, tak enak dibuang. Pada fenomena inilah pendulum ekstrem spiritualisasi sebagai upaya untuk tidak krisis dalam yang serbamaterial mau diberi wujud fundamentalisme dan eskapisme dari dunia nyata yang mengancam ke ritual-ritual yang ekstasis lepas dari kepedulian soal-soal sosial dunia. Fenomena keempat. Pudarnya sentralisme penafsiran kebenaran menuju desentralisasi perayaan keragaman tafsir kebenaran dan keabsahan keanekaan penghayatan hidup menurut keyakinannya masing-masing. Gejala ini muncul bersamaan dengan pemikiran post-strukturalis yang berpendapat bahwa konstruksi bahasa membentuk keragaman arti dan meaning of life dari keragaman sudut pandang tiap orang yang menafsirkan kehidupan sebagai teks. Artinya tidak ada kemutlakan makna pusat dan arti hidup yang paling benar karena yang ada ialah bacaan tiap orang; tiap lembaga yang dengan kekuasaan menafsir lewat kuasanya mengenai yang benar, yang baik dan yang indah. Fenomena kelima. Kebudayaan dan media masa menjadi lebih berkuasa dan menentukan dalam hidup masyarakat daripada sebelumnya. Guru-guru nilai beringsut dari orang tua di keluarga menuju sekolah lalu ke guru-guru informasi tulis, elektronik dan tayangan virtual. Perbedaan pokok dengan yang sebelumnya yaitu hilangnya sentuhan pribadi dan afektif dari sang guru hingga yang terjadi hanyalah mekanisasi dan visualisasi yang serba di permukaan. Fenomena keenam. Imaji dan ruang pencecapan dan pengenalannya bergeser antara konstruksi narasi dan sejarah menuju antisejarah dan antinarasi. Artinya yang lalu dicampur dengan yang sekarang, mimpi dan kenyataan diramu menjadi ironi dan parodi dengan menampilkan campur baur selera pop yang menekankan eksotisme hari ini yang terus diperpanjang. Akibatnya lagi untuk memancing ingin tahu dan selera serbabaru dibuatlah tayangan dari yang keras, lebih keras dan sangat keras dengan bumbu horor dan masokisme sadis agar terjadi suspens kala melihat darah mengucur. Konsekuensinya adalah dampak bagi publik yang tidak siap menyeleksi dan membuat filter nilai akan kebanjiran imaji yang mencampur antara eksotisme dan sadisme hanya untuk menyedot rating publik. Fenomena ketujuh. Hidup ekonomi dan sosial dipusatkan pada konsumsi simbol dan gaya hidup lebih daripada produksi barang untuk kebutuhan sehari-hari menurut yang diperlukan. I consume therefore I exist menjadi gaya hidup yang dipacu oleh naluri purba yang terus diprovokasi iklan hingga bukan kebutuhan yang jadi patokan, melainkan selera basic instinct yang menjadi dasar. Proses identifikasi kepribadian macam apakah yang akan terjadi? Fenomena kedelapan. Terjadinya hibrida klasifikasi dan penggolongan kultural yang menggantikan batas-batas kaku dan klasifikasi ketat dalam wujud campuran mestizo model Brasil dimana perayaan karnaval tidak hanya merupakan katarsis dan ekstasis sensual, kultural, tetapi juga ungkapan identitas campurnya asal-usul keturunan darah, tradisi budaya maupun warna kulit. Contoh lain adalah perpaduan ke-indo-an antara kuno dan baru, modern dan tradisional, lokal dan global. Dari delapan fenomena di atas, bila seluruh anggota masyarakat sebuah bangsa serius mengambil bagian sebagai peserta dan bertanggung jawab untuk identitas keindonesiaan, pasti akan menempuh tiga jalan yang oleh para Indonesianis dan budayawan seperti Zoetmulder,
[ppiindia] Jualan Ambalat dan Blok Lain
MEDIA INDONESIA Jum'at, 01 April 2005 Jualan Ambalat dan Blok Lain Ashadi Siregar, Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerbitan Yogya, Yogyakarta. DARI mana datangnya semangat Ganyang Malaysia (GM) yang tiba-tiba meruyak lewat aksi massa di berbagai daerah belakangan ini? Kondisi sekarang jauh berbeda dengan tahun 1960-an, saat semangat itu membakar massa di Indonesia. Adapun seruan GM sebagai agitasi dari Dwikora dicanangkan Bung Karno menentang pembentukan perserikatan Malaysia yang terdiri atas Semenanjung Malaya, Pulau Singapura, dan kawasan di Kalimantan Utara. Semangat GM dibangun melalui media massa, terutama RRI sebagai medium utama bagi Presiden Soekarno. Saat itu siaran televisi pemerintah terbatas hanya di Jakarta, sedang surat kabar biasanya memiliki rasionalitas dengan perspektif yang beragam, sehingga medium radio sangat pas untuk menampung retorika yang menggugah emosi. Bung Karno selaku Pemimpin Besar Revolusi menjadi sumber dari seluruh dinamika politik emosional yang diperlukan untuk berperang. Bung Karno yang tidak pernah menjadi tentara, melihat perang dengan kacamata romantika politik. Romantika politik ini merupakan pendorong bagi agitasinya melawan kolonialisme dan imperialisme sebagai suatu entitas ideologis, namun akan membawa konsekuensi fatal jika digunakan untuk menghadapi realitas empiris. Perang yang memiliki makna 'sakral' hanyalah perang kemerdekaan, melepaskan diri dari penjajahan dan melawan jika penjajahan kembali masuk. Perang semacam ini digerakkan dengan semangat kolektif dari rakyat sendiri. Di luar itu, setiap perang terbuka harus dinyatakan oleh presiden atas persetujuan DPR (Pasal 11 UUD 1945). *** Semangat GM yang menggerakkan massa pada tahun 2005 ini tentunya berbeda. Sebab tidak ada sumber agitasi semacam Bung Karno. Lalu 'hantu' mana gerangan yang merasuki para pengunjuk rasa itu? Saat ini pemerintah, dalam hal ini Presiden SBY, kendati berlatar belakang tentara, bukan tipe agitator haus perang. Tidak sekali pun pernah ada pernyataan yang mencerminkan agresivitas. Keberadaan publik dalam konteks ruangnya (public-sphere) pada dasarnya adalah lewat media massa. Dengan kata lain, keterlibatan publik kepada ruang publiknya secara psikis maupun fisik bertolak dari informasi yang diperoleh dari media massa. Sedangkan faktor yang 'menyulut' massa untuk anti-Malaysia sampai membakar bendera nasional negara tetangga serumpun itu pada tahun 2005 ini, tentulah lebih kompleks. Boleh jadi keterlibatan publik tidak semata-mata bermula dari kasus kapling minyak dasar laut (blok) Ambalat. TKI yang disakiti di Malaysia, bersama sanak keluarganya tentunya kalau jadi pengunjuk rasa, akan berkobar-kobar semangat kebenciannya. Tetapi bagaimana jika berasal dari DPR sendiri? Terbaca sebagai banner headline yang ditulis dengan huruf kapital koran Yogyakarta begini: SBY DIDESAK MAKLUMATKAN PERANG: KAPAL MALAYSIA KIAN NEKAT. Koran itu mengutip pernyataan Wakil Ketua DPR Zainal Ma'arif, antara lain: Mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar tak segan-segan segera mengeluarkan maklumat perang dengan Malaysia. Sebab dinilai Malaysia telah mempersiapkan berbagai skenario matang untuk merongrong kedaulatan RI''. Selanjutnya Zainal Ma'arif mengatakan, ''Tidak perlu ada diplomasi lagi dengan Malaysia yang nyata-nyata telah melecehkan harga diri kita sebagai bangsa yang berdaulat. Setelah menyakiti para TKI yang telah diperas tenaganya untuk membangun negerinya, kini Malaysia akan mencaplok wilayah Indonesia.''(Kedaulatan Rakyat, (14/3). Apakah fraksi-fraksi di DPR diasumsikan akan mendorong dan menyetujui agar presiden membuat pernyataan (maklumat) perang? Konsekuensi status belligerent dalam hukum internasional tentulah sangat dipahami oleh setiap anggota parlemen. Kalau untuk konflik yang berasal dari kasus bisnis minyak di suatu blok kawasan negara sampai menjadi perang antarnegara, entah macam apa jadinya politik luar negeri yang harus dijalankan. Apalagi jika bagi parlemen, urusan TKI dapat menjadi pemicu dari perang karena dianggap merongrong kedaulatan negara, sungguh gampang nantinya negara RI terlibat dalam perang. Media massa menjual kasus Ambalat, dengan fokus ketegangan militer. Judul-judul yang mengisi halaman depan koran seperti: Menghadapi Permainan Domino Malaysia: TNI Bertekad Habis-habisan, Empat Kapal Malaysia Tetap Berpatroli di Ambalat, dan judul senada lainnya. Kalau publik tergugah dengan judul-judul provokatif, dapat dimaklumi. Sedang anggota parlemen tentunya punya akses informasi yang lebih luas dan spesifik, bahkan yang tertutup bagi publik, sehingga keputusan kenegaraan bertolak dari informasi yang dibahas secara rasional. *** Urusan kedaulatan negara jelas merupakan masalah prinsipal. Tetapi apakah kasus Ambalat memang menyangkut kedaulatan negara? Sebelum menjadi isu politik media sudah memberitakannya dalam konteks bisnis. Urusannya di blok Ambalat adalah segi tiga:
[ppiindia] Kompensasi BBM dan Pendidikan Gratis
Suara Karya Kompensasi BBM dan Pendidikan Gratis Oleh Sabaruddin Siagian Jumat, (01-04-'05) Ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Jusuf Kalla (MJK) masing-masing terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, ada harapan yang besar dari masyarakat bahwa permasalahan bangsa, khususnya permasalahan perekonomian, dapat lebih tertangani dengan baik. Besarnya harapan masyarakat tersebut bisa dimengerti, karena pasangan SBY-MJK pada masa kampanye pemilihan presiden sangat banyak menabur janji-janji bahwa akan ada perubahan yang besar bila mereka memimpin negeri ini. Besarnya harapan akan adanya perubahan dalam pengelolaan negara, khususnya di dalam pemberantasan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), membuat kalangan dunia usaha pun meningkatkan laju usahanya. Meningkatnya laju dunia usaha tersebut sudah terlihat pada kinerja perekonomian kita pada 2004 yang cukup memuaskan, pertumbuhannya mencapai 5,13 persen. Begitu juga perbankan nasional telah melakukan ekspansi kredit sebesar 27 persen. Tetapi, ketika menjalankan pemerintahan, khususnya di dalam masa 100 hari, kinerja pemerintahan SBY dan MJK masih jauh dari memuaskan. Apa yang mereka janjikan pada masa kampanye, yakni adanya perubahan dalam pengelolaan negara, belum terlihat pada kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan mereka. Lebih mengenaskan lagi, walaupun kinerja pemerintahan mereka masih jauh dari memuaskan dan masa pemerintahan mereka belum mencapai 5 bulan, SBY-MJK masih berani menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 29 persen. Tentunya kita bertanya, apa dasar pemerintahan SBY-MJK sampai berani menaikkan harga BBM? Apakah benar kebijakan dana kompensasi BBM dapat mengurangi jumlah orang miskin? Dan, ke manakah dana kompensasi BBM disalurkan supaya efektif penggunaannya? Hal-hal ini penulis bahas pada tulisan ini. Orang Miskin Berkurang? Dilihat dari sisi perhitungan ekonomi, kebijakan menaikkan harga BBM memang tepat sekali. Karena kalau harga BBM tidak dinaikkan, maka beban subsidi BBM yang akan ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin besar, dapat mencapai Rp 60 triliun. Dan, bila subsidi BBM tidak dikurangi, tentu hal ini akan menggangu kesinambungan pembangunan nasional dan terganggunya pelayanan kepada masyarakat. Tetapi, bila dilihat dari sisi kinerja pemerintahan dan masa pemerintahan SBY-MJK, maka pemerintah belum tepat menaikkan harga BBM sekarang ini. Untuk menaikkan harga BBM, sebaiknya pemerintahan SBY-MJK menunjukkan dulu kinerjanya, khususnya dalam pemberantasan KKN. Sebelum menaikkan harga BBM, pemerintah harus mempersiapkan secara matang pelaksanaan kebijakan tersebut. Khususnya, merencanakan ke mana dana kompensasi BBM tersebut disalurkan. Sehingga, dengan adanya persiapan yang matang, masyarakat tidak terlalu besar merasakan dampak dari kebijakan kenaikan harga BBM. Salah satu dari ketidakmatangan persiapan pelaksanan kebijakan kenaikan harga BBM tercermin dari pernyataan pemerintah mengatakan, kebijakan kenaikan harga BBM tidak menimbulkan jumlah orang miskin, tetapi sebaliknya akan menurunkan orang miskin. Dasar pemerintah mengatakan bahwa kebijakan kenaikan harga BBM akan menurunkan orang miskin karena pemerintah akan mengalihkan pencabutan dana subsidi BBM ke dalam bentuk dana kompensasi BBM untuk membiayai pengurangan jumlah orang miskin. Pemerintah mengambil kesimpulan bahwa dana kompensasi BBM akan menurunkan jumlah orang miskin merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyakarat (LPEM) Universitas Indonesia. Hasil kajian LPEM tersebut telah diiklankan oleh Freedom Institute di Harian Kompas sebelum kebijakan kenaikan harga BBM diambil oleh pemerintah. Dari hasil penelitiannya, LPEM UI mengambil kesimpulan, bahwa dengan kenaikan harga BBM sebesar 29 persen, jumlah orang miskin akan meningkat dari 16,2 persen menjadi 16,5 persen. Tetapi, dengan adanya penyaluran dana kompensasi BBM tersebut, maka jumlah orang miskin akan berkurang, dari 16,2 persen menjadi 13,7 persen. Akan tetapi, hasil penelitian Institute for Development of Economics and Financial (Indef) dan Studi Hamonangan Ritonga (SHR) berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan LPEM. Menurut Indef dan SHR, kendatipun seluruh dana kompensasi BBM disalurkan sebesar Rp 18,77 triliun, akan tetap ada peningkatan jumlah orang miskin sebesar 2 persen. Dengan demikian, menurut IndefF dan SHR, jumlah orang miskin meningkat menjadi sebesar 18,7 persen dari 16,7 persen. Selain penelitian Indef dan SHR, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Smeru, Brighten Institute juga mengadakan penelitian mengenai dampak kebijakan kenaikan harga BBM dan dampak pemberian dana kompensasi BBM. Penelitian mereka menyebutkan bahwa kebijakan kenaikan BBM akan meningkatkan jumlah orang miskin meskipun dana kompensasi BBM disalurkan. Penyebab utama perbedaan hasil penelitian tersebut terletak pada asumsi penyaluran dana
[ppiindia] Dana Pendidikan Kompensasi BBM
http://padangekspres.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticleartid=7636PHPSESSID=29767f7504ffb21038ba5505c137e165 Dana Pendidikan Kompensasi BBM Oleh Prof Dr Ki Supriyoko MPd Oleh Redaksi Kamis, 31-Maret-2005, 14:23:4338 klik Pendidikan nasional akan mendapat durian runtuh, yaitu berupa dana kompensasi BBM yang besarnya sekitar 5,6 triliun rupiah. Kalau kita bandingkan dengan jumlah anggaran pendidikan tahun 2004 yang 15,2 triliun rupiah, besarnya dana kompensasi BBM untuk pendidikan tersebut cukup signifikan, yaitu di atas 36,8 persen atau lebih dari sepertiga anggaran yang lalu. Meskipun masih jauh dari kebutuhan, dana 5,6 triliun rupiah tersebut terhitung besar untuk bidang pendidikan. Karena itulah, kemudian muncul berbagai pendapat masyarakat tentang penggunaan dan/atau pengelolaannya. Ada anggota masyarakat yang berpendapat, sebaiknya dana tersebut digunakan untuk merenovasi gedung-gedung sekolah -terutama gedung SD yang sudah bobrok-, menyekolahkan guru-guru yang berkualitas rendah, melengkapi kebutuhan sekolah seperti alat-alat laboratorium yang masih tidak lengkap, membantu biaya pendidikan penduduk miskin, sampai dengan menggratiskan pendidikan. Ibaratnya, sebuah keluarga miskin yang jarang pegang uang banyak, ketika keluarga tersebut tiba-tiba mendapatkan uang yang jumlahnya cukup banyak, maka segala keinginan terus muncul. Dan keluarga itu tidak tahu bahwa uang yang diperoleh secara tiba-tiba tersebut -meskipun jumlahnya relatif banyak- menjadi sedikit ketika dibandingkan dengan keinginannya. Pendapat sebagian masyarakat tentang penggunaan dana untuk merenovasi dan bahkan mendirikan gedung baru SD yang sudah bobrok itu kiranya memang sangat beralasan. Sebab, sekarang ini banyak sekali gedung SD yang rusak; dari rusak ringan hingga rusak berat. Gedung SD yang terkesan lusuh, cat temboknya pada mengelupas, atapnya bocor, dindingnya bengkah, temboknya ada yang miring, dan/atau sebagian konstruksi atasnya keropos merupakan pemandangan sehari-hari. Mari sekarang kita bicara konkret. Dari data Balitbang Depdiknas dalam Indonesia Educational Statistics in Brief 2002/2003 (2003) dapat diketahui karakter SD kita sbb: jumlah sekolah mencapai 146.052 lembaga yang terdiri atas 988.597 kelas dan menampung murid 25.918.898 anak, serta diasuh oleh 1.234.927 guru. Angka itu khusus untuk SD dan tidak termasuk madrasah ibtidaiyah (MI). Adapun jumlah fisik ruang kelas mencapai 865.258 ruang dengan kondisi sbb: 364.440 atau 42,12 persen berkondisi baik, 299.581 atau 34,62 persen mengalami kerusakan ringan, dan 201.237 atau 23,26 persen mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan, angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Berapa biaya yang diperlukan untuk merenovasi gedung SD yang rusak tersebut? Katakanlah, dana yang diperlukan untuk merenovasi gedung yang rusak berat itu 50 juta per ruang. Angka ini diambil dari standar imbal swadaya untuk mendirikan ruang baru. Logikanya, dana untuk merenovasi ruang yang rusak berat disamakan dengan membangun ruang baru karena sering justru dana renovasi lebih mahal. Selanjutnya, untuk merenovasi ruang SD yang rusak berat diperlukan dana sekitar 10 triliun rupiah (dari 201.337 ruang dikalikan 50 juta rupiah). Untuk merenovasi ruang yang rusak ringan ditaksir 20 juta rupiah per ruang. Jadi, untuk merenovasi gedung SD yang rusak ringan diperlukan dana sekitar 6 triliun rupiah (dari 299.581 ruang dikalikan 20 juta rupiah). Jadi, untuk merenovasi gedung SD saja, diperlukan dana 16 triliun rupiah, belum termasuk gedung MI. Jadi, dana kompensasi BBM yang 5,6 triliun rupiah itu menjadi kecil nilainya ketika dihadapkan pada kebutuhan konkret yang ada. Koreksi Terhadap Pemerintah Dalam mengelola dana kompensasi BBM untuk pendidikan tersebut, tampaknya, pemerintah sudah memilih prioritas, yaitu untuk memberikan beasiswa kepada siswa dari golongan rakyat miskin. Dengan 5,6 triliun rupiah di tangan, diharapkan sekitar 9,6 juta anak sekolah dari golongan rakyat miskin akan terselamatkan. Soal pemilihan prioritas tersebut tak perlu dipermasalahkan. Nyatanya, di negeri yang konon gemah ripah loh jinawi ini, ternyata masih sangat banyak anak yang tidak sekolah dan anak yang putus sekolah disebabkan alasan ekonomi, baik yang bersifat langsung (directly effect) maupun yang bersifat tidak langsung (indirectly effect). Banyak anak yang terpaksa tidak dapat sekolah dan putus sekolah karena orang tua tidak dapat membayar uang sekolah dan/atau kebutuhan pendidikan lainnya (langsung). Di sisi lain, banyak anak yang terpaksa tidak dapat sekolah dan putus sekolah karena diminta membantu pekerjaan orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (tidak langsung). Tanpa bermaksud mempermasalahkan, prioritas pemerintah kiranya perlu dikoreksi. Dari sisi perundangan, dalam konteks SD dan SMP di mana dua satuan pendidikan ini adalah satuan yang diwajib-belajarkan, maka