Re: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dal
From: Ray Indra [EMAIL PROTECTED] Pak Zhou, Sebenarnya dari dulu yang saya sesalkan adalah masalah ini akan menyebabkan terjadinya pertentangan antara Chinese-Buddhist/Konghucu dengan Chinese Catholics/Christians. + Selama Tionghoa Indonesia Budhis/Konghucu tidak melawan dengan cara yang baik dan benar, maka yang bersorak adalah Tionghoa Katholik/Kristen. Yang membuat dua kelompok ini sulit bersatu, karena ajaran samawi di telan bulat bulat, dan ajaran samawi yang diambil juga bukan asli dari Israel, melainkan dari Amerika, akibatnya tidak ada istilah defensif, yang ada adalah maju dan menang, sedangkan dari Budhis/KHC umumnya lebih bersifat defensif. Untuk keduanya bisa akur, adalah mimpi yang tidak pernah ada habisnya, dan begitu bangun sudah di sembahyangi karena sudah keburu mati. Tak ada istilah membuka luka lama maupun membuat luka baru, karena yang terjadi adalah persaingan budaya, siapa menang siapa. Bila kita mengganti Tionghoa Budha/KHC dan Tionghoa Katholik/Kristen dengan Aborigin/Indian dan Bule, maka bisa ditarik kesimpulan harus ada yang kalah. Aku menulis ini bukan untuk melakukan provokasi, karena memang ajaran/filosofi dari ajaran Samawi sangat ofensif dibandingkan dengan ajaran/filosofi Asia yang lebih bersikap defensif pada umumnya. Solusinya ? Ikuti cara Jepang, dimana agama samawi menjadi salah satu alat ritual kegembiraan maka masih bisa ditahan untuk sampai tidak merubah budaya aslinya secara total. Demikian juga dengan HK. ( bagian berkabung ganti agama menjadi Kristen selain lebih sederhana juga irit biaya ) Yang menjadi pertanyaan siap kah Tionghoa Indonesia dari Budhis/KHC untuk bertindak sedikit ofensif, sedang didalam kenyataannya sendiri diantara Tionghoa Budha dan KHC masih saling silang. Dan siapa sebenarnya yang memecah belah kelompok sendiri ?, jujur saja aku melihat bahwa yang memecah belah datang dari pihak Kristen, dimana sesat menyesatkan terlalu mudah untuk di ucap kan, dan yang namanya warisan budaya adalah sebuah warisan yang hanya mengakibatkan masuk neraka jahanam. Bagaimana mungkin kelompok Kristen dari kalangan anak muda yang notabene membaca Aliktab saja belum tentu tamat bisa dengan bangga membakar sesuatu yang tidak dia mengerti asal usulnya, pokoknya beda dengan perintah pendeta berarti sesat, beda pendapat dengan pendeta berarti masuk neraka. Silahkan anda perhatikan bagaimana mudahnya di Indonesia ini mengatakan surga neraka, sampai sampai seperti sudah banyak email/sms dari surga dan neraka sehingga begitu yakinnya bahwa surga begini dan neraka begitu, dan jelas ini tidak ada dalam falsafah asia, dimana konsep surga neraka dijadikan lelucon ( si kera sakti sun go kong ). Mohon dimengerti aku masih Katholik, dan minimal bisa melihat perbedaan mendasar pola pikir dan sudut pandang didalam menjalani kehidupan ber masyarakat dan bernegara. sur. Ini yang saya maksud dengan manfaat vs mudarat, apakah baik apabila kita malah membuka luka baru? Di tengah ancaman eksternal yang meninggi, apakah bijak apabila kita malah memecah belah kelompok sendiri? Politik memang sulit menjadi hitam putih, salah benar. Satu orang dianggap salah oleh kelompok A, tapi ajaran orang itu diikuti oleh jutaan orang lain. Akibatnya, yang terjadi adalah konflik antar pendukung, jutaan vs jutaan. Inikah yang kita inginkan? --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Sebetulnya semua orang dibesarkan atas pengaruh budaya tertentu., demikian juga dng Harry Tjan dan Sindhunata. Salah satu sebab mereka bisa dng lantang mengkampanyekan penanggalan budaya Tionghoa, adalah karena mereka sedari lahir tak lagi akrab dng budaya leluhurnya. mereka lebih akrab dng budaya barat dan budaya nasrani, itu saja. Jika ditilik dari sudut pandangan mayoritas yang ekstrim, ajaran kristen adalah ajaran yang dibawa oleh kaum penjajah ke indonesia, seyogyanya dicampakkan dan dilawan. Jika ingin melakukan asimilasi total, seyogyanya pemeluk nasrani juga harus melebur ke dalam budaya Islam yang dipeluk mayoritas. Coba lontarkan pemikiran ini ke mereka berdua, apakah mereka rela menanggalkan kepercayaan kristen dan budaya barat yang sudah melekat pada diri mereka? mereka pasti tidak akan rela! ini menunjukkan bahwa mereka memusuhi budaya Tionghoa bukan karena benar2 ingin membaur dan menjadi Indonesia tulen, Tapi karena masalah persaingan politik dan kebetulan budaya yang dianut lawan menjadi penghalang. Semua orang beerbudaya, ZFy
Re: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 01:33:55 EDT Von: [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com CC: [EMAIL PROTECTED] Betreff: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Rekan2 yb, Setidaknya sudah hampir sepekan ini VOA siaran text berbahasa Indonesia sudah tidak menggunakan istilah Cina lagi, sejauh ini mereka sudah menggunakan istilah Tiongkok setidaknya sampai dua kali penerbitan. Saya pribadi sudah mengirim surat e-mail pernyataan terimakasih kepada redaktur VOA berbahasa Indonesia sehubungan dengan ini. Perlu diketahui sejak 10 tahun yang lalu kami pernah melayangkan surat kepada VOA berbahasa Indonesia memohon agar tidak menggunakan kata Cina pada redaksinya, karena itu mungkin bisa menyinggung perasaan sebagian pembaca/pendengar. . Berkali saya kirimkan surat email ke VOA mengenai masalah ini, sampai bosan rasanya tetap tidak ada respon. Namun entah ada angin apa yang terjadi secara sekonyong-konyong VOA dalam sepekan ini menggunakan kata Tiongkok untuk istilah negara RRT. Sekurangnya sudah 8 tahun seluruh publikasi media cetak di Amerika Utara telah menggunakan istilah Tionghoa untuk etnisnya , budayanya , Tiongkok untuk negaranya (RRT) , dan Mandarin untuk bahasanya. Sedangkan Indonesia Media majalah dwimingguan untuk Amerika Utara sejak penerbitannya 10 tahun yang lalu sejak awal memang tidak menggunakan kata Cina Menurut pertimbangan kami kalau orang membaca istilah Tionghoa , Tiongkok, RRT atau Mandarin tidak ada yang merasa tersinggung perasaannya. Tapi kalau menggunakan istilah Cina ada sebagian orang merasa tidak enak perasaannya. Kenapa kita tidak mau bikin orang senang kalau kita bisa? Kemampuan membuat orang senang ini sudah dilakukan jauh sebelumnya oleh seorang tokoh media ,Bapak Dahlan Iskan melalui Jawa Pos groupnya ini dengan segenap koran2 Radar-nya. Istilah Cina ini sudah lama terhapus dari meja redaksi rupanya. Kemudian diikuti oleh Suara Pembaruan , Sinar Harapan , dan masih sangat banyak lagi media yang ingin membuat orang2 senang. Minggu lalu baru saja saya nonton film Shanghai Than (Shanghai Bund). Dalam salah satu andengannya tampak ada dialog antara orang Jepang dengan Xie Wen Xiang (jagoannya) . Istilah Cena yang berarti Cina yang diucapkan oleh si Jepang di hardik oleh Xie Wen Xiang yang menentang pemanggilan zhung guo ren dengan istilah Cena. Jadi ternyata sejak zaman 1920'an perkataan Cina itu sudah merupakan istilah yang tidak disukai . Setelah Jepang ditaklukan pada P.D.II maka terhitung pada tahun 1945 otomatis Dai Nipon, mengganti istilah itu menjadi Zhiu Kuo Ku yang artinya Zhung Guo. Terlepas dari masih dipertentangkannya atau tidak istilah Cina tsb. Kami patut mengucapkan terimakasih atas niat baik dari VOA siaran Bahasa Indonesia , walaupun sudah terlambat 10 tahun. salam, Dr.Irawan **Looking for simple solutions to your real-life financial challenges? Check out WalletPop for the latest news and information, tips and calculators. (http://www.walletpop.com/?NCID=emlcntuswall0001)
Re: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dal
From: Fy Zhou cut--- percayalah! mereka semua adalah korban dari politisasi agama! Yup...politisasi agama di negara negara berkembang dan terbelakang menjadi salah satu alat imperialisme dijaman modern, setelah ekonomi. Amerika memiliki daerah yang dinamakan Christian Belt, bisa dibilang sebagai salah satu sumber alat untuk melakukan politisasi agama, Kristen yang berkembang sejak 1990an, bisa dibilang berasal dari daerah ini, dimana sebelumnya sudah dicoba dengan beberapa pola, semisal aliran Children of God yang selain tidak laku akhirnya dilarang ( sd 1980-an ) Kristen yang memiliki sekte ribuan menjadi lebih mudah di politisasi, berbeda dengan perkembangan sampai 1970-an dimana masih di dominasi oleh kelompok Kristen dari Europa. Politisasi agama selain paling murah, juga paling ampuh karena tamengnya adalah Allah yang eksistensinya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak boleh di sentuh. Akibatnya ?...budaya yang berbeda dengan yang mempolitisasi agama menjadi lebih mudah untuk di otak atik, karena semua selalu di kembalikan ke sosok yang Esa dan tidak pernah salah. Europa bisa dibilang sudah mulai melepaskan diri dalam hal kungkungan agama, sehingga UU yang berdasarkan agama Kristen pun mulai tidak dilirik dan di amandemen ( mohon untuk yang ini Pak Danar bisa bantu tulis ). sur. salam terbuka ZFy - Original Message From: Ray Indra [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 11:03:30 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dal Pak Zhou, Sebenarnya dari dulu yang saya sesalkan adalah masalah ini akan menyebabkan terjadinya pertentangan antara Chinese-Buddhist/ Konghucu dengan Chinese Catholics/Christian s. Ini yang saya maksud dengan manfaat vs mudarat, apakah baik apabila kita malah membuka luka baru? Di tengah ancaman eksternal yang meninggi, apakah bijak apabila kita malah memecah belah kelompok sendiri? Politik memang sulit menjadi hitam putih, salah benar. Satu orang dianggap salah oleh kelompok A, tapi ajaran orang itu diikuti oleh jutaan orang lain. Akibatnya, yang terjadi adalah konflik antar pendukung, jutaan vs jutaan. Inikah yang kita inginkan? --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Sebetulnya semua orang dibesarkan atas pengaruh budaya tertentu., demikian juga dng Harry Tjan dan Sindhunata. Salah satu sebab mereka bisa dng lantang mengkampanyekan penanggalan budaya Tionghoa, adalah karena mereka sedari lahir tak lagi akrab dng budaya leluhurnya. mereka lebih akrab dng budaya barat dan budaya nasrani, itu saja. Jika ditilik dari sudut pandangan mayoritas yang ekstrim, ajaran kristen adalah ajaran yang dibawa oleh kaum penjajah ke indonesia, seyogyanya dicampakkan dan dilawan. Jika ingin melakukan asimilasi total, seyogyanya pemeluk nasrani juga harus melebur ke dalam budaya Islam yang dipeluk mayoritas. Coba lontarkan pemikiran ini ke mereka berdua, apakah mereka rela menanggalkan kepercayaan kristen dan budaya barat yang sudah melekat pada diri mereka? mereka pasti tidak akan rela! ini menunjukkan bahwa mereka memusuhi budaya Tionghoa bukan karena benar2 ingin membaur dan menjadi Indonesia tulen, Tapi karena masalah persaingan politik dan kebetulan budaya yang dianut lawan menjadi penghalang. Semua orang beerbudaya, ZFy
[budaya_tionghua] Re: Permusuhan atau Persaingan? (Was: Fwd: Apa kata Harry Tjan)
Bung Ophoeng, siapa yang tak mau hidup berdampingan dalam damai? Ya kan? Tetapi, kita, juga yang hanya di milis, membahas realitas diluar kan? Nah, bagaimana realitas diluar? Selalu damai? Bagaimana dengan manusia yang tercabik akibat bom Bali? Bagaimana supir supir yang terbakar hangus akibat ledakan bom di Bursa Effek Jakarta? Di hotel Marriott? Saya sendiri alami, disekolah saya doeloe di Yayasan Cikini, sedang ada bazaar, tiba tiba jlegerrr... beberapa granat yang dialamtkan pada bung Karno mencabik cabik tubuh anak anak teman sekelas, tukang becak, tukang jual pala. Berapa mayat tergelepar dalam baku tembak antara TNI dan anggauta GAM? Berapa mayat tergelepar dalam konflik Poso? sampai Tibo dieksekusi mati? kini tunggu Amrozy? berapa mayat tergelepar di Talangsari? Tanjung Priok? Berapa korban Mei 1998? Diwilayah tetangga, di Thailand selatan mayat tergelepar dalam tembak2an dengan tentara Thailand, juga di Philippina selatan? Mungkinkah rakyat Aceh mengikuti saran anda, not with us and not against us? kalau keluarganya tertembak mati, atau oleh TNI atau oleh anggauta GAM? pak Chr. Wibisono sampai hengkang ke US waktu rumahnya dijarah, anaknya jadi korban. Not with us and not against us? Perjuangan memang tak selalu mencapai taraf pertempuran, ini tergantung sikon. Puluhan tahun antara TNI/AD dan PKI juga hanya perjuangan mulut di parlemen, sampai tiba saatnya, perjuangan ini menjadi konflik terbuka: ratusan ribu mayat dibuang ke bemngawan Solo dan kali Berantas Not with us and not not against us? Saya sih terus terang, siapa yang against NKRI, and for an Islamic State is AGAINST me. And I am not alone, pak. Salam perjuangan Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Prometheus, Bung danarhadi dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (sahur)? Sorry, ikut nimbrung. Mungkin berbeda pendapat. Tapi mestinya oke toh. Not with you and not for you, jadi kayak kafilah Arab nonton bule- bule pa- da baku hantam, baku tembak, baku bunuh (memperebutkan apa sih ya?), mungkin justru yang pinter adalah kafilah Arab itu. Ngapain juga beran- tem saling melukai saling membunuh ya? Mending duduk ngariung, ngisap pipa perdamaian ala Winnetou sambil ngupi, ngeteh atau nyoklat, cemilan- nya boleh pake roti kompyang atau ampyang, kalau BSD kejauhan ya bo- leh ngumpul di Pancoran atau Chandra, atau Pasar Pagi lama makan nasi tim sambil membayangkan makan di cafe Dragon Gate di Tiongkok sana? Bukankah ada pelajaran yang mengajarkan ttg 2 ekor serigala berantem memperebutkan seekor ayam, lantas srigala ke-3 justru yang mendapat si ayam yang ditinggalkan tergeletak begitu saja oleh yang berantem? Not with you and not against you, dalam perjuangan itu gana ya? Tergan- tung dari bagaimana kita mengartikan, memaknai, menginterpretasikan perjuangannya bagaimana ya? Benar pertanyaan Bung Prometheus: rupanya kita sedang dalam perjuang- an/perang toh? Lanjut dikit: perang lawan siapa, dan siapa musuhnya? Berjuang, berperangnya cara bagaimana? Musuhnya itu lantas apa sih ya? Dalam marketing, dulu, banyak yang mengadaptasi teori perang Sun-tzu (?) dalam melaksanakan 'perjuangan' atau 'peperangan' dalam marketing. Ma- kanya istilah marketing juga pakainya: launching. Ini istilah melempar ro- ket untuk membumihanguskan daerah 'musuh'. Lha, kalau saingan, merek lain itu dianggap sebagai 'musuh', lantas 'battle field'nya itu apa dong? Apakah konsumen yang diperebutkan pangsa pasar- nya oleh masing-masing yang 'bermusuhan' itu adalah 'kancah peperangan' nya? jadi karena ini adalah perang, maka boleh dong membumihanguskan 'kancah peperangan'nya. Daripada anda ndak berhasil menguasai satu teri- tori, maka jangan sampai 'musuh' mendapatkan teritori itu, jadi sama-sama tidak bisa menguasai, ya hantam saja, bombardir saja, kayak si Amrik yang malu disatroni diam-diam oleh pasukan kamikaze Jepang di Hawaii, lantas enak ajah menjatuhkan si Fat Boy aka bom atom di Hiroshima dan Nagasa- ki. Bleng.. beres. jadi begitu persepsi ttg 'perang' di marketing ya? Hehehe katanya sih sekarang sudah ndak jaman lagi maen perang- 2an ala Rambo (cuma di pilem doang) yang selalu menang dengan cara keras. Teori atau faham ba'ru dalam marketing, kabarnya, adalah 'persaingan', bukan 'permusuhan' secara baik dan benar: saingan adalah seperti bersa- ing dalam olahraga. Citius, fortius dan altius! Lebih cepat, lebih kuat dan lebih tinggi. May the best be the winners! Konsumen adalah penontonnya. Jadi, kalau anda bersaing dalam satu ka- tegori produk, anda harus bisa mengalahkan pesaing anda secara kualitas, harga, persediaan, dan jaminan servis. Bagaimana anda harus bisa meng- galang simpati dari 'penonton' supaya berpihak kepada anda, membeli ba- rang yang anda jual. Itulah makna persaingan dalam marketing. Padahal mah, kalau ndak salah, Sun-tzu juga mengajarkan: kalau ndak bisa
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith *** Sebagai Non Tionghoa saya ingin bertanya, jujur niihhh: apakah makna China dalam kata China Airlines, atau istilah China yang dipakai dalam bahasa Inggris, seperti China Town, Chinese Restaurant, etc SAMA dengan makna kata Cino di negara tercinta? Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono
Re: [budaya_tionghua] Fwd: Variasi Minnanhua (was: RE: MEI XIEN THAI PHU)
Bpk Hendri Irawan, Terima kasih atas respon dan jawaban anda. --- On Mon, 29/9/08, Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] Subject: [budaya_tionghua] Fwd: Variasi Minnanhua (was: RE: MEI XIEN THAI PHU) To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, 29 September, 2008, 11:14 AM Untuk bu Chia, Kata kunci pencarian di arsip milis adalah author = King Hian, message body = Dialek. Ini salah satu contoh hasilnya http://groups. yahoo.com/ group/budaya_ tionghua/ message/12053 --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, King Hian [EMAIL PROTECTED] .. wrote: Encoding: Unicode UTF8 Yang disebut bhs. Hokkian adalah bhs. Minnanhua é–©å�—話 [Banlam'ue] yang termasuk dalam propinsi Fujian ç¦�建 [Hokkian]. Minnanhua di luar Propinsi Fujian disebut berdasarkan nama daerahnya, misalnya: bahasa Leizhou é›·å·ž [Luiciu], bahasa Chaoshan (Chaozhou-Shantou) 潮州汕é [Tiociu-Snuathao] , bahasa Haikou æµ·å�£ [Haikhao]. Leizhou di Guangdong Selatan, Chaozhou dan Shantou di Guangdong Timur, Haikou di Hainan. Bahasa Hokkian terdiri dari 3 logat: 1. Logat Xiamen [Emng] Kabupaten/kota: Xiamen 廈門 [Emng], Jinmen é‡`é–€ [Kimmng] 2. Logat Quanzhou [Cuanciu] Kabupaten/kota: Quanzhou 泉州 [Cuanciu], Jinjiang 晉江 [Cinkang], Nan'an å�—安 [Lamwna], Tongan å�Œå®‰ [Tangwna], Huian æƒ å®‰ [Huiwna], Anxi 安溪 [Ankhue], Yongchun 永春 [Engchun], Dehua 德化 [Tekhue], 石 ç�… Shishi [Ciohsai] 3. Logat Zhangzhou [Ciangciu] Kabupaten/kota: Zhangzhou 漳州 [Ciangciu], Longhai é¾�æµ· [Lionghai], Changtai é•·æ³° [Tiotua], Huaan è�¯å®‰ [Huaan], Nanjing å�—é�– [Lamcing], Pinghe å¹³å'Œ [Pingho], Zhangpu 漳浦 [Cniopou], Yunxiao 雲霄 [Yinsio], Dongshan æ�±å±± [Dangsnua], Zhaoan è©å®‰ [Ciaoan] Minnanhua di Chaoshan terpengaruh bhs Yue/Cantonese, misalnya thoi (melihat), mirip dengan thai (Cantonese) (cmiiw). Tetapi penutur Chaoshanhua dan penutur bhs. Hokkian masih bisa saling berkomunikasi. Minnanhua di Leizhou dan Haikou, umumnya telah kehilangan bunyi sengaunya. Haikouhua berbeda cukup jauh dari bahasa Hokkian. Berikut adalah contoh perbedaan dialek Minnanhua, tanpa tanda nada: Xiamen Quanzhou Zhangzhou Chao-Shan Leizhou Haikou Emng Cuanciu Ciangciu Tio-Snua Luiciu Haikhao lang lang lang nang nang nang orang li leu li leu lu lu kamu hi heu hi heu hu hu ikan ti teu ti teu tu tu babi khi kheu khi kheu khu khu pergi gu geu gi geu ngu ngu bahasa kue kue ke koi koi koi ayam pueq pueq peq poiq poiq poiq delapan bue bue be boi boi boi membeli ce ceu ce ce ce ce duduk kng kng knui kng kui kui terang ng ng wnui ng wui wui kuning hng hng hnui hng hui hui jauh mng mng mui mng mui mui pintu sng sng snui sng sui tui asam cuigu cuigu cuigu cuigu cuibu tuiku kerbau pnia pnia pnia pnia pia pia kue thnia thnia thnia thnia thia hia mendengar hnia hnia hnia hnia hia hia kakak lelaki knia kna knia knia kia kia anak cabou cabou caboknia cabou cabeu tabou perempuan tapou tapou tapou tapou capeu tapou lelaki haosni haosni haosne haosne haose haote anak lelaki snilit snilit snejit snejit sejiek tejit ultah litthao lithao jitthao jikthao jiekthao jit'hao matahari geqniu geuqniu gueqnio gueqnio buenio buenio bulan ynu ynu yno yno yo yo kambing hniu hniu hnio hnio hio hio dupa wun wun wun wung wung wung hangat tiong tiong tiong tong tiang tong tengah catatan: dalam Cuanciu dan Tiociu-Snuathao, EU diucapkan seperti EU dalam bhs. Sunda (euweuh: tidak ada), dalam Leiciu EU diucapkan E dan U seperti bhs. Hakka (keu: anjing). salam, KH King Hian [EMAIL PROTECTED] .. wrote:Yang disebut orang Hokkian adalah orang dari Hokkian Selatan, yaitu dari Xiamen [Emng/Emui], Zhangzhou [Ciangciu], dan Quanzhou [Cuanciu]. - - --- Do you Yahoo!? Yahoo! Small Business - Try our new resources site! --- End forwarded message ---
Re: [budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis
Ini menarik dan lucu dari kacamata orang yang mementingkan kesehatan, makanan rebusan (nasi putih) dan malah yang segar tak dimasak itu jauh lebih diutamakan daripada yang digoreng, diberi santen dan diawetkan dalam minyak:-) dan sepertinya banyak yuppies, atau orang muda profesional yang pro kesehatan... tapi mereka tak bisa dibilang orang kaya baru, ya? Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 03:48:43 - Von: Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com Betreff: [budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis Halo A Ti, Mengatakan bahwa budaya di Tiongkok tidak berhubungan dengan kebijakan elit penguasa (Gongchandang) tentu saja tidak benar. Memang kebijakan penguasa yang mengedepankan pembangunan ekonomi sangat mempengaruhi budaya rakyatnya. Tetapi harus dilihat secara lebih rinci mana saja yang pengaruh negatif pembangunan ekonomi dan sistem politik dan mana yang bukan. Ini tambah satu kritikan saya yang pernah saya temui langsung: Ada orang Tiongkok yang sudah tidak menghargai makanan saja. Dia sedang tidak menjamu tamu, tetapi pesan makanan di restoran banyak sekali dan sisanya banyak. Lalu memandang rendah nasi putih, katanya nasi putih adalah makanan orang miskin. Tentu saja ini kasus yang belum bisa dipastikan fenomena sosial. Tetapi seorang teman asal Indoneisa di Beijing dia juga berkomentar sama. Karena status ekonomi membaik, banyak yang memandang nasi putih itu low class. Biasanya yang beginian, kasus per kasus menyumbang ke penyamarataan yang belum tentu benar. Bisa saja perilaku demikian hanya terisolir ke individu-individu tertentu. Bisa juga hanya berlaku untuk masyarakat urban yang khas orang kaya baru. Lalu mengenai bahasa yang kasar, tidak basa-basi dan terkesan sombong. Setelah berbincang langsung ternyata budayanya memang begitu, terutama di daerah utara. Daerah selatan memang cenderung lebih halus bahasa dan perilakunya. Banyak orang Indonesia yang pertama kali berhubungan dengan orang Tiongkok kaget. Mulai dari lafal bahasa, gerak gerik tubuh dan perilakunya dirasakan sangat tidak sama. Ini wajar-wajar saja. Kita di Indonesia suka atau tidak suka telah berubah menurut budaya lokal seperti misalnya kebersihan. Memang definisi kebersihan di setiap budaya itu berbeda. Contohnya ada teman yang mengkritik orang Beijing yang jarang mandi. Tetapi dia ketika dijelaskan bahwa di daerah utara itu dingin sekali dan air panas (dulunya) adalah barang mewah, toh dia tidak mau mengerti. Jadi yang keras kepala ini siapa ? Kalau dipaksakan mandi dengan air dingin, bisa-bisa tewas duluan. Hal ini juga berlaku ke pernyataan orang Tiongkok tidak cebok dengan air. Yah, coba dulu deh cebok di musim semi atau gugur saja, tidak usah musim dingin. Sebaliknya juga sama, ada yang berkomentar Tionghoa Indonesia lamban-lamban, bertele-tele, dan penuh basa-basi. Sudah begitu suka telat lagi. :) Selamat datang di arena pertukaran budaya. Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Putih merpati [EMAIL PROTECTED] wrote: Hallo semuanya! Pingin tanya pendapatnya tentang budaya tionghua dulu tanpa komunis dengan budaya tionghua kini yang telah terkontaminasi budaya komunis? Soalnya orang2 dari Tiongkok yang saya jumpa sekarang pada agak lain-lain gitu, agak menyombongkan diri, tidak mudah bersahabat, bicaranya kasar, pokoknya kalau dibandingkan dengan kita atau orang Taiwan lain banget. Apa pengaruh dari budaya komunis yang telah mereka serap sehingga meraka budayanya menjadi buruk? Mohon bantuan penjelasannya. Best regards, A Ti .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links
[budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dal
Saya kutip kan Sur: Selama Tionghoa Indonesia Budhis/Konghucu tidak melawan dengan cara yang baik dan benar, maka yang bersorak adalah Tionghoa Katholik/Kristen Kang Suryana benar, suasana konflik ini tak terasa dipermukaan, tetapi terjadi dibawah permukaan. Swara Fakta menulis: Quote ---Namun, cahaya Islam yang telah menerangi masyarakat Sunda sejak ratusan tahun lalu itu, kini dihalangi oleh gerakan pemurtadan. Kristenisasi yang dijalankan secara sistemik, terencana dan terukur ini telah berubah wujud menjadi dracula dan hantu yang setiap saat siap memangsa kaum Muslimin Sunda. Hasilnya, tak bisa dianggap enteng atau hanya dipandang sebelelah mata. Dengan gerakan kristenisasi yang gencar, tak sedikit masyarakat Sunda yang akidahnya goyang, kemudian pindah keyakinan alias murtad. Bahkan ada juga di antara mereka yang selanjutnya aktif sebagai penginjil.http://swaramuslim.com/fakta/more.php? id=A2163_0_16_0_M Unquote- Nah, jadi dalam REALITAS kita lihat konflik ke kiri kekanan kemuka kebelakang. Seorang kenalan saya, Tionghoa manado Protestant sukses mengelola sebuah TK Kristiani didalam kampung penuh saudara Muslim. Ketika sahabat ini minta izin pada ketua RW untuk memperluas banguna guna mendirikan SD, sebagai sambungan bagi murid TK yang tambah dewasa, disembur oleh ibu ketua RW: Awas lho kalau berani berani buka SD Kristen disini, kami warga disini tak menginginkannya. Pelajaran dari contoh ini: mengapa terjadi suasana yang demikian panas? Karena satu pihak merasa terancam. Nah, bukankah ini satu bentuk pertempuran (belum ada yang mati sihhh, tapi tunggu saja tanggal mainnya). Pemuka Muslim Sunda ini pasti tak setuju dengan Not for us and not against us Ini bukan cersil, tapi realitas dilapangan lho... Salam Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, gsuryana [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Ray Indra [EMAIL PROTECTED] Pak Zhou, Sebenarnya dari dulu yang saya sesalkan adalah masalah ini akan menyebabkan terjadinya pertentangan antara Chinese- Buddhist/Konghucu dengan Chinese Catholics/Christians. + Selama Tionghoa Indonesia Budhis/Konghucu tidak melawan dengan cara yang baik dan benar, maka yang bersorak adalah Tionghoa Katholik/Kristen. Yang membuat dua kelompok ini sulit bersatu, karena ajaran samawi di telan bulat bulat, dan ajaran samawi yang diambil juga bukan asli dari Israel, melainkan dari Amerika, akibatnya tidak ada istilah defensif, yang ada adalah maju dan menang, sedangkan dari Budhis/KHC umumnya lebih bersifat defensif. Untuk keduanya bisa akur, adalah mimpi yang tidak pernah ada habisnya, dan begitu bangun sudah di sembahyangi karena sudah keburu mati. Tak ada istilah membuka luka lama maupun membuat luka baru, karena yang terjadi adalah persaingan budaya, siapa menang siapa. Bila kita mengganti Tionghoa Budha/KHC dan Tionghoa Katholik/Kristen dengan Aborigin/Indian dan Bule, maka bisa ditarik kesimpulan harus ada yang kalah. Aku menulis ini bukan untuk melakukan provokasi, karena memang ajaran/filosofi dari ajaran Samawi sangat ofensif dibandingkan dengan ajaran/filosofi Asia yang lebih bersikap defensif pada umumnya. Solusinya ? Ikuti cara Jepang, dimana agama samawi menjadi salah satu alat ritual kegembiraan maka masih bisa ditahan untuk sampai tidak merubah budaya aslinya secara total. Demikian juga dengan HK. ( bagian berkabung ganti agama menjadi Kristen selain lebih sederhana juga irit biaya ) Yang menjadi pertanyaan siap kah Tionghoa Indonesia dari Budhis/KHC untuk bertindak sedikit ofensif, sedang didalam kenyataannya sendiri diantara Tionghoa Budha dan KHC masih saling silang. Dan siapa sebenarnya yang memecah belah kelompok sendiri ?, jujur saja aku melihat bahwa yang memecah belah datang dari pihak Kristen, dimana sesat menyesatkan terlalu mudah untuk di ucap kan, dan yang namanya warisan budaya adalah sebuah warisan yang hanya mengakibatkan masuk neraka jahanam. Bagaimana mungkin kelompok Kristen dari kalangan anak muda yang notabene membaca Aliktab saja belum tentu tamat bisa dengan bangga membakar sesuatu yang tidak dia mengerti asal usulnya, pokoknya beda dengan perintah pendeta berarti sesat, beda pendapat dengan pendeta berarti masuk neraka. Silahkan anda perhatikan bagaimana mudahnya di Indonesia ini mengatakan surga neraka, sampai sampai seperti sudah banyak email/sms dari surga dan neraka sehingga begitu yakinnya bahwa surga begini dan neraka begitu, dan jelas ini tidak ada dalam falsafah asia, dimana konsep surga neraka dijadikan lelucon ( si kera sakti sun go kong ). Mohon dimengerti aku masih Katholik, dan minimal bisa melihat perbedaan mendasar pola pikir dan sudut pandang didalam menjalani kehidupan ber masyarakat dan bernegara. sur. Ini yang saya maksud dengan manfaat vs mudarat, apakah baik apabila kita malah membuka luka baru? Di tengah ancaman
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] wrote: *** Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? SEHARUSNYA: Waktu saya DENGAR Bian Koen misuh misuh waktu.. Terimakasih Salam Danardono
[budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis
Pak Hidayat, Memang begitu, yang rebus dan segar lebih sehat daripada gorengan. Status orang kaya baru memang kadangkala membuat orang jadi lupa daratan. Aneh juga kalau nasi putih disamakan dengan status orang miskin. Dulu sih mungkin ketika miskin, makanannya cuma nasi putih dan garam atau kecap asin. Saya sendiri pernah loh cuma makan nasi putih pakai kecap asin, tetapi karena memang doyan. Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Ini menarik dan lucu dari kacamata orang yang mementingkan kesehatan, makanan rebusan (nasi putih) dan malah yang segar tak dimasak itu jauh lebih diutamakan daripada yang digoreng, diberi santen dan diawetkan dalam minyak:-) dan sepertinya banyak yuppies, atau orang muda profesional yang pro kesehatan... tapi mereka tak bisa dibilang orang kaya baru, ya?
Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
China adalah istilah bahasa Inggris, sedangkan Tiongkok asalnya dari bahasa mandari Cungkuo. Tiongkok dan Tionhoa telah menjadi istilah resmi dalam bahasa Indonesia. Barangkali bisa dianalogikan dengan istilah negro, kalau istilah negro yang dalam bahasa spanyol/portugis artinya artinya hitam dan ini biasanya dulu dipakai untuk orang berkulit hitam berasal dari Afrika, sekarang dalam bahasa Inggris istilah tsb tidak lagi populer, dan dipakai istilah black atau African American, atau asal negerinya misalnya dibilang I'm Somalian, I'm Ethiopian etc kalau pakai istilah negro sudah kurang populer dan mungkin bisa dianggap agak menghina seperti kata nigger. Orang Indonesia di Malaysia dibilang Indon, istilah ini katanya mempunyai arti negatif dalam pengertian di Malaysia, jadi seperti di Kanada ada istilah Pakis untuk orang Pakistan dan India. Di koran-koran dan majalah di Indonesia sekalipun istilah resmi Tiongkok dan orang Tionghoa, tetapi masih saja ada yang pakai istilah Cina. Untuk supaya tidak banyak report sebaiknya pakai saja istilah resmi. Atau bagaimana? - Original Message - From: danarhadi2000 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 8:32 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith *** Sebagai Non Tionghoa saya ingin bertanya, jujur niihhh: apakah makna China dalam kata China Airlines, atau istilah China yang dipakai dalam bahasa Inggris, seperti China Town, Chinese Restaurant, etc SAMA dengan makna kata Cino di negara tercinta? Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Suheng, atau susiok ya ?, Danar, soalnya saya seangkatan dengan keponakan guru anda :) Apakah kalau tukang bajaj mengatakan ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy tionghoa atau dipisuh dasar tionghoa hati yang mendengar akan lebih bahagia ? Menurut saya kata cina telah terlalu banyak dipolitisir. Sama dengan di amerika sana, kata negro dianggap kasar, lalu diganti black, lalu diganti lagi african american Lha kalau orang Maluku yang sudah jadi warganegara AS lantas masuk golongan African American juga ? Di negara tetangga kita, Singapura, kata cina tidak memiliki konotasi negatif. Orang2 cina yang berbahasa melayu menggunakan kata ini untuk menyebut etnisitas mereka. Orang2 tionghoa disana tidak marah dipanggil cina, bahkan oleh kelompok lainnya. Istilah Cino juga banyak dipakai, dikalangan yang berbahasa jawa, baik oleh pihak pribumi maupun tionghoa. Yang lucu di Indonesia. Sekarang kami disebut Chaina (ditulis China). Menurut saya, tidak ada salahnya disebut cina, ataupun tionghoa. Kalau China terang2 secara bahasa sudah ngawur. Menurut saya yang penting adalah mengubah cara berpikir dan pandangan masyarakat tionghoa dan non-tionghoa, sehingga perbedaan dianggap sebagai berkah, bukan masalah. Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] wrote: Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono
Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Salam dan maaf, saya tidak bermaksud mengecilkan apalagi menghapus makna kejahatan diskriminasi etnis itu. tapi justru karena saya non Tionghua, maka saya bertanya. di tempat saya kerja, redaksi cina yang merupakan gabungan dari orang2 asal mainland dan taiwan, melihat saya dengan aneh kalau saya menyebut Tiongkok. Mereka bilang, Tiongkok sudah tak ada sejak dihapusnya sistim kekaisaran. di luar itu, menurut saya hampir setiap kata atau istilah bisa digunakan sebagai makian dan penghinaan, tergantung kepada penggunaannya. di pihak lain, kata yang sama bisa digunakan untuk menunjukan rasa sayang, semua tergantung pada tingkat kepercayaan dan jarak hubungan antara penggunanya dan orang atau kelompok yang dituju/dimaksud. indonesia misalnya, menunjuk pada sebuah negara yang berdiri sejak 1945, rakyat yang mengakui dirinya bagian dari wilayah kekuasaan itu, serta kebiasaan atau citarasa lain yang muncul di dan dari kawasan republik itu. tapi di beberapa kalangan, indonesia bisa juga dipakai sebagai makian, misalnya ketika menggambarkan perilaku korup, kebiasaan terlambat, atau ketidak beresan yang membiarkan kelaparan dan pengangguran terus membengkak. memang karenanya, ada juga sekelompok orang yang ingin mengganti penggunaan indonesia menjadi nusantara misalnya. tapi apakah itu akan merubah esensi pandangan terhadap indonesia apabila sikap-sikap yang dikecam itu tidak berubah? kalau tetap sama, siapa bilang orang tidak bisa menggunakan nusantara sebagai makian? ya pastilah maksudnya kecaman, kalau orang bilang, dasar cino, dasar sunda, dasar melayu, dasar batak... dsb. tapi juga kalau mengatakan dasar tionghua. tentu masyarakat tionghua-indonesia berhak tersinggung kalau dimaki. tapi kalau saya mungkin lebih tersinggung, marah karena diskriminasi itu ueberhaupt terjadi, atau justru dengan sengaja (ataupun tidak) dibiarkan terjadi. dan memang sangat menyebalkan mendengar tukang bajaj atau jendral atau habib atau siapapun yang bilang, bahwa perkosaan segolongan perempuan manapun juga boleh dibiarkan. atau tidak? Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 06:32:21 - Von: danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com Betreff: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith *** Sebagai Non Tionghoa saya ingin bertanya, jujur niihhh: apakah makna China dalam kata China Airlines, atau istilah China yang dipakai dalam bahasa Inggris, seperti China Town, Chinese Restaurant, etc SAMA dengan makna kata Cino di negara tercinta? Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links
Re: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dal
Maaf koreksi Christian Belt seharusnya Bible Belt. Silahkan klik di wikipedia, juga menarik untuk disimak Wahhabi, dimana kedua aliran ini populer di Indonesia bisa dibilang naik daun dengan waktu yang hampir bersamaan, sekitar tahun 85-an sd 90-an. Dan kedua aliran ini bisa dibilang berkuasa di Indonesia. sur. http://indolobby.blogspot.com
Komunis (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
- Original Message - From: melani chia To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 7:56 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI ABS bukannya pahlwan melawan Komunis jaman dulu (tdk suka konmunis)???Pak?? Pahlawan sih bukan, tidak suka iya, ikut menggulung komunis iya!!! Kouwnio!!! - - - - - - - - - Lalu 10 th lalu jadi pejuang repormasi juga He he he... emangnya yang anti komunis nggak bisa ikut repormasi?? Malahan yang nggak kelihatan waktu repormasi justru yang komunis!! - - - - - - - - - Tapi soal ini nggak ada hubungannya dengan budaya tionghoa. Jadi saya sudahkan sampai di sini Kalau Chia kouwnio masih penasaran, mau terus-terusin soal komunis dan reformasi, japri saja. Ntar kalau lagi mood debat, saya jawab. Tapi kalau lagi nggak mood debat, ya saya diemin dulu, sampai mood lagi. Abis lebih senang tindakan nyata dari debat sih... Wasalam.
Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
:-) politisasi kata memang suka membuat pusing. setahu saya, di beberapa kalangan indonesia ada perbedaan konotasi antara teman dan kawan, yang katanya lebih dekat ke kamerad. sejak lebih sepuluh tahun di kalangan buruh internasional, ada upaya untuk melazimkan istilah non-documented migrants, dan bukan illegal migrants. pilihan istilah, semua tentu ada dasarnya. di jerman, orang tidak belajar anthropologi tapi belajar ethnologi untuk mata pelajaran yang sama. katanya, alasannya politis terkait dengan penolakan terhadap rasisme yang muncul dengan kebanggaan terhadap ras aria. karenanya, negro yang berasal dari pengelompokan ras negroid dulu tak dipakai. di amerika, penghinaan dirasakan ketika si kulit putih menyebut si kulit hitam sebagai niger, yang dianggap lebih mengecilkan lagi. karenanya, pada masa bangkitnya kesadaran kulit hitam, mereka menggunakan blacks. setelah kesadaran meluas bahwa warna kulit tak boleh menjadi unsur pembeda atau diskriminasi, juga karena semakin banyak etnis lain yang bermigrasi ke negara paman sam itu, maka kelompok ini mendefinisikan dirinya dari segi etnis dan status kewarganegaraannya: Afro-Americans. pilihan istilah penting juga, tapi menurut saya seringnya tak berguna bila tonggak2 penyanggah diskriminasi atau kondisi yang menyebabkan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari itu tidak dihilangkan. ada seorang teman yang menceritakan, bahwa Tionghua-Indonesia bisa dilihat sebagai budaya khas yang kaya dan sudah meluas, dan berada diluar budaya Cina modern (RRC) dan tentunya beda dengan budaya Melayu dst. Hal ini masih bisa saya ikuti, karena selain tak semua berbahasa Mandarin, kurun waktu migrasinya mulai dari abad-abad awal. Buat saya hal ini juga menarik, atau? salam, Edith Original-Nachricht Datum: Tue, 30 Sep 2008 09:17:25 +0200 Von: Sunny [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com Betreff: Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina China adalah istilah bahasa Inggris, sedangkan Tiongkok asalnya dari bahasa mandari Cungkuo. Tiongkok dan Tionhoa telah menjadi istilah resmi dalam bahasa Indonesia. Barangkali bisa dianalogikan dengan istilah negro, kalau istilah negro yang dalam bahasa spanyol/portugis artinya artinya hitam dan ini biasanya dulu dipakai untuk orang berkulit hitam berasal dari Afrika, sekarang dalam bahasa Inggris istilah tsb tidak lagi populer, dan dipakai istilah black atau African American, atau asal negerinya misalnya dibilang I'm Somalian, I'm Ethiopian etc kalau pakai istilah negro sudah kurang populer dan mungkin bisa dianggap agak menghina seperti kata nigger. Orang Indonesia di Malaysia dibilang Indon, istilah ini katanya mempunyai arti negatif dalam pengertian di Malaysia, jadi seperti di Kanada ada istilah Pakis untuk orang Pakistan dan India. Di koran-koran dan majalah di Indonesia sekalipun istilah resmi Tiongkok dan orang Tionghoa, tetapi masih saja ada yang pakai istilah Cina. Untuk supaya tidak banyak report sebaiknya pakai saja istilah resmi. Atau bagaimana? - Original Message - From: danarhadi2000 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 8:32 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith *** Sebagai Non Tionghoa saya ingin bertanya, jujur niihhh: apakah makna China dalam kata China Airlines, atau istilah China yang dipakai dalam bahasa Inggris, seperti China Town, Chinese Restaurant, etc SAMA dengan makna kata Cino di negara tercinta? Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Betul! Semua tergantung konotasi. Didaerah istri saya, Minahasa, dimana pembauran terjadi secara optimal, kata Cina samasekali tak mengandung makna negatif. Hampir 50 % dari orang Minahasa yang saya kenal (ini bukan survey lho, tetapi statistik saya pribadi), adalah gabungan ayah Tionghoa, ibu dari pedalaman Minahasa. Atau dibalik, ayah Minahasa, ibu Tionghoa. Misalnya: Kalau biapong (bakpau) orang Cina pakai rebung, kalau torang punya nyandak. Juga didaerah saya, Surakarta dan Jogyakarta, sebutan Cino bukan bermakna negatif. Dan bukan kata makian.Ada sebuah tarian, yang ditarikan seorang wanita, yang bernama Putri Cino, yang menggambarkan seorang istri raja dari Tiongkok. Kami juga katakan, Raden Patah kuwi rak separo Cino. Raden Patah kan separuh Tionghoa. Atau percakapan ibu ibu yang pilih kain batik: Oh kuwi batik Cino, seje banget. Itu itu batik China, lain sekali. Yang dimaksud adalah motif pesisir pantura. Bagaimana komunitas Tionghoa menggarap istilah ini terserahlah perkembangan sejarah, namun mereka yang Non Tionghoa HARUS ber-hati hati, untuk tak menyinggung perasaan. Kita tak boleh begitu saja mengatakan Oh mereka nggak apa apa kok. saya sendiri besar ditahun 50an, dimana tokoh Chouenlai dan Mao menjadi panduan kita dalam membina kawasan Asia Afrika dengan semangat Bandung, terbiasa menyebut Tiongkok dan Tionghoa. ketika saya sering ke Indonesia, ditahun 99an, terkait perjalanan dinas, baru saya tahu, bahwa istilah itu dilenyapkan dari muka bumi. Cina malah dijadikan sebutan resmi. yang mengusulkan orang Tionghoa sendiri lagi. Saya bingung, tapi mau apa? Inilah sejarah. Sebutan untuk merendahkan kelompok etnis tertentu selalu ada, dan akan tetap ada, selama ada celah emosional yang berdasarkan ketidakmengertian, antipati atau kecemburuan sosial. Diwaktu SR (sekarang SD) ada teman dari kelas lain, anak batak yang menyeru Jawa kowek lu, saya kejar sampai dia lompat pagar sekolah, lalu pulang, keesokan harinya saya tunggu dimuka sekolah dengan katepel, pelontar kerikil, yang lalu melayangkan batu kecil kearah kepala. Tentu saja saya dihukum berdiri dimuka kelas... Orang Maluku di US? Ha ha yang saya tahu, romo romo dari Flores di Vienna, seringkali dikira orang Afrika, lalu disebut ein Neger (Negro dalam bahasa Jerman). Sebagai bangsa multibudaya kita harus belajar dan berjuang (kalau perlu bertempur) mempertahankan kesatuan bangsa. That's life, c'est la vie. Salam danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, dipodipo [EMAIL PROTECTED] wrote: Suheng, atau susiok ya ?, Danar, soalnya saya seangkatan dengan keponakan guru anda :) Apakah kalau tukang bajaj mengatakan ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy tionghoa atau dipisuh dasar tionghoa hati yang mendengar akan lebih bahagia ? Menurut saya kata cina telah terlalu banyak dipolitisir. Sama dengan di amerika sana, kata negro dianggap kasar, lalu diganti black, lalu diganti lagi african american Lha kalau orang Maluku yang sudah jadi warganegara AS lantas masuk golongan African American juga ? Di negara tetangga kita, Singapura, kata cina tidak memiliki konotasi negatif. Orang2 cina yang berbahasa melayu menggunakan kata ini untuk menyebut etnisitas mereka. Orang2 tionghoa disana tidak marah dipanggil cina, bahkan oleh kelompok lainnya. Istilah Cino juga banyak dipakai, dikalangan yang berbahasa jawa, baik oleh pihak pribumi maupun tionghoa. Yang lucu di Indonesia. Sekarang kami disebut Chaina (ditulis China). Menurut saya, tidak ada salahnya disebut cina, ataupun tionghoa. Kalau China terang2 secara bahasa sudah ngawur. Menurut saya yang penting adalah mengubah cara berpikir dan pandangan masyarakat tionghoa dan non-tionghoa, sehingga perbedaan dianggap sebagai berkah, bukan masalah. Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, danarhadi2000 danarhadi2000@ wrote: Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono
Re: [budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis
Hello, saya Edith, perempuan lho :-) saya kadang suka juga makan nasi putih pakai ikan asin atau yang buat saya top itu, kalau pakai rebusan dan sedikit kacang goreng. aaah... itu yummy. saya pernah dengar, bahwa tempura jepang dan ueberhaupt tradisi menggoreng di jepang, datangnya dari Cina. apakah minyak pertama ditemukan di sana? salam Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 06:54:34 - Von: Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com Betreff: [budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis Pak Hidayat, Memang begitu, yang rebus dan segar lebih sehat daripada gorengan. Status orang kaya baru memang kadangkala membuat orang jadi lupa daratan. Aneh juga kalau nasi putih disamakan dengan status orang miskin. Dulu sih mungkin ketika miskin, makanannya cuma nasi putih dan garam atau kecap asin. Saya sendiri pernah loh cuma makan nasi putih pakai kecap asin, tetapi karena memang doyan. Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Ini menarik dan lucu dari kacamata orang yang mementingkan kesehatan, makanan rebusan (nasi putih) dan malah yang segar tak dimasak itu jauh lebih diutamakan daripada yang digoreng, diberi santen dan diawetkan dalam minyak:-) dan sepertinya banyak yuppies, atau orang muda profesional yang pro kesehatan... tapi mereka tak bisa dibilang orang kaya baru, ya? .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links
[budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis
Halo Bu Edith, Maaf soal bapak nya :) Untuk minyak masak (dan goreng) rasanya setiap kebudayaan punya bahan dan cara masing-masing. Kalau mengenai masalah pertama, sepertinya tidak juga. Nanti saya coba cari datanya. Kalau untuk tempura Jepang setahu saya ini makanan yang dikenalkan misionaris Portugis dan Spanyol, jadi bukan dari Tiongkok. Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Hello, saya Edith, perempuan lho :-) saya kadang suka juga makan nasi putih pakai ikan asin atau yang buat saya top itu, kalau pakai rebusan dan sedikit kacang goreng. aaah... itu yummy. saya pernah dengar, bahwa tempura jepang dan ueberhaupt tradisi menggoreng di jepang, datangnya dari Cina. apakah minyak pertama ditemukan di sana? salam
Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Quote Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] net.id Weleh sekarang sejak jadi umat GBI aktifnya di agama, ntu juga masih untung aku masih bisa menahan gempuran GBI yang meng sesat kan filsafat KHC. Kadang sebel dan sengak banget sama ulah karesten yang mengakibatkan budaya Tionghoa dianggap sesat, jadi ingat pepatah kacang lupa kulit, ingin jadi bani Israel mata sipit, padahal di sonoh tetap saja dianggap cina dan bukan bangsa pilihan. Unquote *** Kang Sur, saya ada pengalaman lucu. Saya mau cari rupang Guangong yang bagus bentuknya. Ehhh dapat. Disebuah kiosk kecil, yang menjual rupang dan alat sembahyangan di kuil. Ketika siempunya kiosk bungkus Guangong saya, saya tanya: Anda punya nggak yang bagus atau yang antik?. Dia jawab dengan kaget: Oh nggak ada!. Lho kenapa? tanya saya. Dia jawab: Saya sudah Katholik. Nggak boleh nytembah patung. Saya jawab lagi: Lha digereja kalian penuh patung itu, lalu masak gak dihormati? atau sekedar perhiasan? Pakai saja yang lucu, patung kodok atau ikan. Dia tersinggung, katakan: Itu lain. Saya buru lagi: Apanya yang lain?. katanya: Itu kan gambar Tuhan Yesus. Lalu? tanya saya, yang ini gambar dewa Guangong Yang menyedihkan saya, anak muda ini TAK tahu apa apa mengenai ajaran Katholik, yang baru dipeluknya beberapa bulan, tetapi sudah segudang pengetahuan mengenai buruknya agama Buddha atau KHC. Padahal mengenai ajaran lamanya, dia samasekali lebih tak tahu apa apa. Saya tanyakan padanya: Tahukah anda, bahwa isi 10 Perintah Allah itu pada dasarnya sudah termuat dalam azas ajaran Pancasila*) yang diajarkan sang Gautama Dia jawab: Masak? begitu ya?. Ooohh cilok Jadi, pendakwahan bukan berdasar kedalaman ajaran (baru), namun berdasarkan maki makian terhadap agama lama... Salam Danardono *) Dalam bahasa Pali, sila-sila Panca Sila ini adalah sebagai berikut: 1)Pânâtipâtâ veramani sikkhapadam samâdiyâmi 2)Adinnâdânâ veramani sikkhapadam samâdiyâmi 3)Kâmesu micchâcâra veramani sikkhapadam samâdiyâmi 4)Musâvâda veramani sikkhapadam samâdiyâmi 5)Surâ meraya majja pamâdatthânâ veramani sikkhapadam samâdiyâmi Atau: Aku bertekad melatih diri untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi. Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan (nilai keadilan)guna mencapai samadi. Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan asusila (berzinah, menggauli suami/istri orang lain, nilai keluarga)guna mencapai samadi. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar /berbohong, berdusta, fitnah, omongkosong (nilai kejujuran)guna mencapai samadi. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan (nilai pembebasan) guna mencapai samadi. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Oh istilah majalah cina itu hanya oral to, urang salah paham rupanya. kalau boleh tahu, pakai nama apa ya? boleh Japri. - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 12:19:47 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Nulis nya memakai bahasa Mandarin, soale ntu majalah majalah Mandarin. Memakai bahasa Indonesia mah mana ibuku, palingan garis besarnya dikasih tahu ke aku dan selanjutnya aku yang nulis ke 'millis' huehuehue.. http://indolobby. blogspot. com - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Monday, September 29, 2008 8:59 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Oh nulisnya dalam bhs indonesia (kan pakai istilah cina)? saya kira dlm mandarin. - Original Message From: gsuryana [EMAIL PROTECTED] net.id To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 11:32:12 PM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Weleh sekarang sejak jadi umat GBI aktifnya di agama, ntu juga masih untung aku masih bisa menahan gempuran GBI yang meng sesat kan filsafat KHC. Kadang sebel dan sengak banget sama ulah karesten yang mengakibatkan budaya Tionghoa dianggap sesat, jadi ingat pepatah kacang lupa kulit, ingin jadi bani Israel mata sipit, padahal di sonoh tetap saja dianggap cina dan bukan bangsa pilihan. Eniwe biar bagaimana pun beliau adalah ibuku, jadi aku hanya bisa berusaha menjelaskan semampuku ( seperti yang aku tulis, ibuku kurang menyukai sejarah, jadi aku mencoba masuk di sejarah, dan amitaba. bisa diterima, biarpun
[budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis
Ja Frau Edith, Tempura stammte ueberhaupt nicht aus China, sondern von den Portuguesen eingefuehrt worden ist. Eine von weniger portuguesischen Hinterlassenschaft (neben Kanonengiessen). Sorry kawan kawan, ibu ini tinggal di Jerman?, sebab menulis: dan ueberhaupt tradisi menggoreng di jepang.. Salam Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Halo Bu Edith, Maaf soal bapak nya :) Untuk minyak masak (dan goreng) rasanya setiap kebudayaan punya bahan dan cara masing-masing. Kalau mengenai masalah pertama, sepertinya tidak juga. Nanti saya coba cari datanya. Kalau untuk tempura Jepang setahu saya ini makanan yang dikenalkan misionaris Portugis dan Spanyol, jadi bukan dari Tiongkok. Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, hidayati@ wrote: Hello, saya Edith, perempuan lho :-) saya kadang suka juga makan nasi putih pakai ikan asin atau yang buat saya top itu, kalau pakai rebusan dan sedikit kacang goreng. aaah... itu yummy. saya pernah dengar, bahwa tempura jepang dan ueberhaupt tradisi menggoreng di jepang, datangnya dari Cina. apakah minyak pertama ditemukan di sana? salam
Re: [budaya_tionghua] in search of gorengan
Ah ngga soal, kalau belum pernah bertemu, siapa sih yang bisa tahu ada siapa dibalik nama2 di internet? saya biasanya cuma dipanggil edith. dan ngga apa ya, kalau saya ganti judulnya. dulu ada teman jepang yang cerita ttg tradisi menggoreng di jepang itu asalnya dari daratan tiongkok. tapi saya memang tak pernah membaca tulisan ttg itu dan juga tidak bertanya apakah maksudnya, gorengan yang dimasukan kedalam adonan tepung dulu atdatangnya au kebiasaan menggoreng itu sendiri. cuman kebayang saja, bila pasta atau spaghetti disebut-sebut dibawa oleh marco polo dari tiongkok ke italia, mungkin saja kebiasaan menggoreng itu datang dari sana juga. karena kayaknya memanggang atau merebus lebih mudah dilakukan. salam, edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 08:41:22 - Von: Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com Betreff: [budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis Halo Bu Edith, Maaf soal bapak nya :) Untuk minyak masak (dan goreng) rasanya setiap kebudayaan punya bahan dan cara masing-masing. Kalau mengenai masalah pertama, sepertinya tidak juga. Nanti saya coba cari datanya. Kalau untuk tempura Jepang setahu saya ini makanan yang dikenalkan misionaris Portugis dan Spanyol, jadi bukan dari Tiongkok. Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Hello, saya Edith, perempuan lho :-) saya kadang suka juga makan nasi putih pakai ikan asin atau yang buat saya top itu, kalau pakai rebusan dan sedikit kacang goreng. aaah... itu yummy. saya pernah dengar, bahwa tempura jepang dan ueberhaupt tradisi menggoreng di jepang, datangnya dari Cina. apakah minyak pertama ditemukan di sana? salam .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links
Re: [budaya_tionghua] Re: Permusuhan atau Persaingan? (Was: Fwd: Apa kata Harry Tjan)
Mungkin anda tidak suka berdiskusi masalah2 sosial politik yang berat2 dan penuh konflik. itu memang pilihan anda, anda bisa memilih berdiam diri tak menanggapi. Tapi janganlah membuat penilaian2 se-olah2 berdiskusi masalah2 ini hanyalah mubazir. Seperti halnya, anda lebih senang berdiskusi masalah makanan, ini pilihan anda, saya sama sekali tak tertarik, juga paling diam saja. Bagaimana jika saya menyela anda dengan komentar bahwa hobby makan itu sumber penyakit sumber kolestrol lho, sebaiknya jangan ribut makan melulu ???. Salam Diet ZFy --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Ophoeng [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Prometheus, Bung danarhadi dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (sahur)? Sorry, ikut nimbrung. Mungkin berbeda pendapat. Tapi mestinya oke toh. Not with you and not for you, jadi kayak kafilah Arab nonton bule- bule pa- da baku hantam, baku tembak, baku bunuh (memperebutkan apa sih ya?), mungkin justru yang pinter adalah kafilah Arab itu.. Ngapain juga beran- tem saling melukai saling membunuh ya? Mending duduk ngariung, ngisap pipa perdamaian ala Winnetou sambil ngupi, ngeteh atau nyoklat, cemilan- nya boleh pake roti kompyang atau ampyang, kalau BSD kejauhan ya bo- leh ngumpul di Pancoran atau Chandra, atau Pasar Pagi lama makan nasi tim sambil membayangkan makan di cafe Dragon Gate di Tiongkok sana? Bukankah ada pelajaran yang mengajarkan ttg 2 ekor serigala berantem memperebutkan seekor ayam, lantas srigala ke-3 justru yang mendapat si ayam yang ditinggalkan tergeletak begitu saja oleh yang berantem? Not with you and not against you, dalam perjuangan itu gana ya? Tergan- tung dari bagaimana kita mengartikan, memaknai, menginterpretasikan perjuangannya bagaimana ya? Benar pertanyaan Bung Prometheus: rupanya kita sedang dalam perjuang- an/perang toh? Lanjut dikit: perang lawan siapa, dan siapa musuhnya? Berjuang, berperangnya cara bagaimana? Musuhnya itu lantas apa sih ya? Dalam marketing, dulu, banyak yang mengadaptasi teori perang Sun-tzu (?) dalam melaksanakan 'perjuangan' atau 'peperangan' dalam marketing. Ma- kanya istilah marketing juga pakainya: launching. Ini istilah melempar ro- ket untuk membumihanguskan daerah 'musuh'. Lha, kalau saingan, merek lain itu dianggap sebagai 'musuh', lantas 'battle field'nya itu apa dong? Apakah konsumen yang diperebutkan pangsa pasar- nya oleh masing-masing yang 'bermusuhan' itu adalah 'kancah peperangan' nya? jadi karena ini adalah perang, maka boleh dong membumihanguskan 'kancah peperangan'nya. Daripada anda ndak berhasil menguasai satu teri- tori, maka jangan sampai 'musuh' mendapatkan teritori itu, jadi sama-sama tidak bisa menguasai, ya hantam saja, bombardir saja, kayak si Amrik yang malu disatroni diam-diam oleh pasukan kamikaze Jepang di Hawaii, lantas enak ajah menjatuhkan si Fat Boy aka bom atom di Hiroshima dan Nagasa- ki. Bleng.. beres. jadi begitu persepsi ttg 'perang' di marketing ya? Hehehe katanya sih sekarang sudah ndak jaman lagi maen perang- 2an ala Rambo (cuma di pilem doang) yang selalu menang dengan cara keras. Teori atau faham ba'ru dalam marketing, kabarnya, adalah 'persaingan' , bukan 'permusuhan' secara baik dan benar: saingan adalah seperti bersa- ing dalam olahraga. Citius, fortius dan altius! Lebih cepat, lebih kuat dan lebih tinggi. May the best be the winners! Konsumen adalah penontonnya. Jadi, kalau anda bersaing dalam satu ka- tegori produk, anda harus bisa mengalahkan pesaing anda secara kualitas, harga, persediaan, dan jaminan servis. Bagaimana anda harus bisa meng- galang simpati dari 'penonton' supaya berpihak kepada anda, membeli ba- rang yang anda jual. Itulah makna persaingan dalam marketing. Padahal mah, kalau ndak salah, Sun-tzu juga mengajarkan: kalau ndak bisa mengalahkan, ya berbesan ajah. Maksudnya ya merger ajah gitu. Nah, nama- nya merger itu pan berunding diakhiri dengan golden shake hand penuh da- mai dan senyum tersinggung, eh, tersungging di bibir. Win-win solution? Bagaimana dalam politik? Rasanya ada slogan bahwa tidak ada musuh atau lawan yang abadi bagi seorang politikus. Apakah yang berbelok- belok dan berubah-ubah arah itu 'jahat'? Bunglon? Rasanya ndak juga, sah-sah saja dalam politik. All is fair in war and love, juga in business? Dalam hal berebut simpati, tentu saja anda harus membeberkan betapa ba- ik dan bagus, dan lebih baik dan lebih bagus anda dari pesaing anda, cara- nya dengan bukti dan penyebaran info, 'perang'nya tentu dalam menebar informasi kepada para 'calon pembeli' atau pendukung anda. Buktikan ba- hwa anda layak dipilih dan diikuti. 'Battle of the mind', brainwash cara ber- pikir para 'pembeli' anda. Bukannya dengan cara marah-marah, maki- maki, mengatai, menunjuk-nunjuk atau menjelek-jelekkan saingan anda. Apa- lagi kalau 'menggempur' yang tidak sefaham. Lha, 'pembeli' anda bukanlah 'moron' orang blo'on, bahkan
Re: [budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis
iya Herr Danardono, saya tinggal di jerman. Terima kasih untuk infonya. Saya akan berusaha mencari makanan portugis yang digoreng dalam tepung :-) salam, Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 09:00:03 - Von: danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com Betreff: [budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis Ja Frau Edith, Tempura stammte ueberhaupt nicht aus China, sondern von den Portuguesen eingefuehrt worden ist. Eine von weniger portuguesischen Hinterlassenschaft (neben Kanonengiessen). Sorry kawan kawan, ibu ini tinggal di Jerman?, sebab menulis: dan ueberhaupt tradisi menggoreng di jepang.. Salam Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Halo Bu Edith, Maaf soal bapak nya :) Untuk minyak masak (dan goreng) rasanya setiap kebudayaan punya bahan dan cara masing-masing. Kalau mengenai masalah pertama, sepertinya tidak juga. Nanti saya coba cari datanya. Kalau untuk tempura Jepang setahu saya ini makanan yang dikenalkan misionaris Portugis dan Spanyol, jadi bukan dari Tiongkok. Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, hidayati@ wrote: Hello, saya Edith, perempuan lho :-) saya kadang suka juga makan nasi putih pakai ikan asin atau yang buat saya top itu, kalau pakai rebusan dan sedikit kacang goreng. aaah... itu yummy. saya pernah dengar, bahwa tempura jepang dan ueberhaupt tradisi menggoreng di jepang, datangnya dari Cina. apakah minyak pertama ditemukan di sana? salam .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links
Re: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Saya sebenarnya sudah capai diskusi masalah istilah ini. Hanya mau sedikit membuka pandangan: bahwa meskipun ada tulisan Inggrisnya China airland, Orang Tionghoa dari mainland maupun dari Taiwan tak terlalu menggubris, karena mereka lebih memperhatikan bahasa mandarinnya: Zhonghua Hangkong.. China bagi mereka adalah bhs asing. sedangkan cina atau tionghoa adalah bhs nasional bagi orang Indonesia. Tidak benar tiongkok adalah istilah kuno. tiongkok adalah bhs hokian dari Zhong Guo (Negei Tengah, singkatan untuk nama resmi RRT maupun Taiwan) Jika anda menganggap istilah apapun tak masalah, bagaimana jika ada yang mempopulerkan lagi istilah Inlander untuk memanggil anda? tolong dikunyah2. ZFy - Original Message From: Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 1:05:17 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 01:33:55 EDT Von: [EMAIL PROTECTED] com An: budaya_tionghua@ yahoogroups. com CC: nasional-list@ yahoogroups. com Betreff: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Rekan2 yb, Setidaknya sudah hampir sepekan ini VOA siaran text berbahasa Indonesia sudah tidak menggunakan istilah Cina lagi, sejauh ini mereka sudah menggunakan istilah Tiongkok setidaknya sampai dua kali penerbitan. Saya pribadi sudah mengirim surat e-mail pernyataan terimakasih kepada redaktur VOA berbahasa Indonesia sehubungan dengan ini. Perlu diketahui sejak 10 tahun yang lalu kami pernah melayangkan surat kepada VOA berbahasa Indonesia memohon agar tidak menggunakan kata Cina pada redaksinya, karena itu mungkin bisa menyinggung perasaan sebagian pembaca/pendengar. . Berkali saya kirimkan surat email ke VOA mengenai masalah ini, sampai bosan rasanya tetap tidak ada respon. Namun entah ada angin apa yang terjadi secara sekonyong-konyong VOA dalam sepekan ini menggunakan kata Tiongkok untuk istilah negara RRT. Sekurangnya sudah 8 tahun seluruh publikasi media cetak di Amerika Utara telah menggunakan istilah Tionghoa untuk etnisnya , budayanya , Tiongkok untuk negaranya (RRT) , dan Mandarin untuk bahasanya. Sedangkan Indonesia Media majalah dwimingguan untuk Amerika Utara sejak penerbitannya 10 tahun yang lalu sejak awal memang tidak menggunakan kata Cina Menurut pertimbangan kami kalau orang membaca istilah Tionghoa , Tiongkok, RRT atau Mandarin tidak ada yang merasa tersinggung perasaannya. Tapi kalau menggunakan istilah Cina ada sebagian orang merasa tidak enak perasaannya. Kenapa kita tidak mau bikin orang senang kalau kita bisa? Kemampuan membuat orang senang ini sudah dilakukan jauh sebelumnya oleh seorang tokoh media ,Bapak Dahlan Iskan melalui Jawa Pos groupnya ini dengan segenap koran2 Radar-nya. Istilah Cina ini sudah lama terhapus dari meja redaksi rupanya. Kemudian diikuti oleh Suara Pembaruan , Sinar Harapan , dan masih sangat banyak lagi media yang ingin membuat orang2 senang.. Minggu lalu baru saja saya nonton film Shanghai Than (Shanghai Bund). Dalam salah satu andengannya tampak ada dialog antara orang Jepang dengan Xie Wen Xiang (jagoannya) . Istilah Cena yang berarti Cina yang diucapkan oleh si Jepang di hardik oleh Xie Wen Xiang yang menentang pemanggilan zhung guo ren dengan istilah Cena. Jadi ternyata sejak zaman 1920'an perkataan Cina itu sudah merupakan istilah yang tidak disukai . Setelah Jepang ditaklukan pada P.D.II maka terhitung pada tahun 1945 otomatis Dai Nipon, mengganti istilah itu menjadi Zhiu Kuo Ku yang artinya Zhung Guo. Terlepas dari masih dipertentangkannya atau tidak istilah Cina tsb. Kami patut mengucapkan terimakasih atas niat baik dari VOA siaran Bahasa Indonesia , walaupun sudah terlambat 10 tahun. salam, Dr.Irawan **Looking for simple solutions to your real-life financial challenges? Check out WalletPop for the latest news and information, tips and calculators. (http://www.walletpo p.com/?NCID= emlcntuswall 0001)
Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Kalau berdiskusi atau berdebat tentang ketionghoaan, ya bahas saja soal ketionghoaan. Nanti diskusinya jadi terdesak atau jadi di atas angin, itu soal biasa. Tidak usah kalau terdesak lalu membelok-belokkan topik diskusi dengan menstempelkan berbagai cap-cap kepolitikan pada lawan diskusinya. Lalu mengarang-ngarang analisis fiktif tentang pribadi orang lain berdasarkan gambar cap yang diciptakan sendiri itu. Tidak salah Promotheus-heng ketika mengatakan dalam posting-nya pagi ini, menanggapi Zhou-heng juga: Saya tidak terlalu memperhatikan sikap politik member- member milis ini (apalagi jika terus dihubungkan dengan asimilasi-integrasi, orba-orla, dll). Saya lebih tertarik pada topik dan isi tulisannya. Jika saya ingin memperhatikan pun, menurut saya terlalu prematur, untuk menduga-duga sikap politik (dan kemudian menuding-nuding) hanya berdasarkan tulisan- tulisan yang ada. Untuk sedikit OOT dari budaya tionghoa, saya menegaskan kembali bahwa sikap saya tentang kebijakan pendidikan nasional pemerintah Indonesia, dalam kaitannya dengan pendidikan asing, sudah berulang-ulang saya kemukakan dalam berbagai posting di milis ini selama beberapa tahun ini, tanpa pernah berubah. Silahkan dilihat-lihat arsipnya. Saya konsisten berpendapat bahwa pengintegrasian semua sistem pendidikan asing, baik belanda, tionghoa, arab, india, dsb. menjadi satu sistem pendidikan nasional, telah memberi manfaat positif ke arah pembentukan bangsa Indonesia yang kohesif. Jaman sudah berjalan maju jauh sekali. Mereka yang masih memimpikan egoisme sektarian masa lalu, hanya akan tinggal bermimpi. Kalau habib-habib FPI yang senang berjubah misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah arab, atau indo-indo cantik pemain sinetron misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah belanda, atau Raam Punjabi cs. di Pasar Baru misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah india, mereka akan menemui the hard facts bahwa mereka semua hanya sedang bermimpi! Kalau soal Orba awal atau Orba akhir, seluruh keluarga saya ada di puncak black-list-nya Soeharto sudah sejak 1978. Itu adalah 11 tahun setelah Soeharto jadi presiden, 20 tahun sebelum dia terjungkal, entah itu Orba awal atau Orba akhir. Cuma saja, keluarga kami tidak dalam posisi untuk cari selamat ke luarnegeri. Tetapi ini juga soal yang OOT dengan budaya tionghoa, jadi pembahasannya ya sampai sini saja. Kalau soal kapan memulai sesuatu dari nol lagi, ini kebetulan contoh kasusnya ada hubungannya dengan budaya tionghoa. Jadi boleh lah kita bahas sedikit di sini. Bagi saya memulai sesuatu dari nol tidak ada hubungannya dengan usia, melainkan dengan keyakinan, dengan semangat, dengan passion. Ketika saya mulai membangun kembali dunia cerita silat tionghoa di Indonesia, saya mulai samasekali dari nol. Nyatanya teman-teman seperti Zhou-heng, Tan-lookay, Ul- djie, misalnya, saya kenal dalam konteks itu baru-baru saja, teman-teman dari nol, bukan teman-teman dari jaman dulu. Saya memulai dari nol, dengan antara lain menghindari jalan pintas mencampuri berinvestasi dalam bisnis penerbitan cersil. Saya berprinsip mulailah dari awal dengan menciptakan musim tjoen di dunia susastera tionghoa Indonesia, nanti dengan sendirinya akan tumbuh rumput-rumput hijau bisnis penerbitan sastra tionghoa Indonesia yang subur. Bukan penerbitan milik saya saja. Alhamdulillah, melihat perkembangannya sekarang, memulai sesuatu dari nol di usia tua, tetapi dengan keyakinan, dengan semangat, dengan passion, ternyata saya bisa melakukannya, dan ternyata juga bisa berhasil. Saya sendiri samasekali tidak meng-klaim, tetapi banyak teman yang berpandangan bahwa suksesnya penerbitan buku Zhou-heng pun tidak terlepas dari merekahnya musim tjoen pada dunia susastra tionghoa yang saya ikut memulainya dari nol tadi itu. Wasalam. = - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 9:59 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kalau saya perhatikan seluruh posting Pk ABS, dari dulu hingga sekarang, tidak ada satupun yang terang2an menyalahkan politik budaya Orde Baru yang berkaitan dng bhasa dan budaya Tionghoa, bahkan sering secara tak langsung menyanggah point2 yang menyebut kemunduran budaya Tionghoa di zaman Orba! bahkan membuat pernyatan2 yang mengaburkan seperti kalimat di bawah ini : Sebetulnya di Indonesia tidak pernah ada larangan, di jaman Orba sekali pun, untuk orang ngomong bahasa Mandarin. Apalagi ngomong di antara sesamanya. Di atas anda sengaja menonjolkan masalah tak ada larangan Ngomong, anda sengaja tak mau menyinggung, bahwa larangan bahasa tulis dan pendidikan mandarin sangat berperan dalam memundurkan pemakaian bhs mandarin! Ini bukan pembelaan lantas apa? Saya tahu anda melawan Orba, tapi Orba yang anda lawan adalah dalam hal politik represif non demokratisnya,
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Pak ABS, Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! Juga tak usah berkilah dng orde baru Tengahan dan akhiran, toh anda pastinya paham, yang saya angkat adalah peran anda di awal berdirinya orde baru. Anda sepenuhnya menyokong politik budayanya kan? kalau seminggu kemudian keluarga anda ternyata dimusuhi Suharto, itu sudah soal lain, yang pasti bukan karena anda berubah menentang politik budaya tionghoanya bukan? Saya bisa terus mengejar anda, karena setiap kita sebut ada kemunduran dibidang tertentu bagi masyarakat Tionghoa akibat politik Orde baru, anda selalu menyanggah. Jika hal 2 konkrit negatif yang kita kemukakan semua anda bantah, lantas yang mana yang anda terima sbg negatif? jangan2 menurut anda yang ada hanya positif melulu! Kalau begitu, tolong sebutkan dng tegas, apakah secara keseluruhan, Nasib Tionghoa di zaman Orde baru mengalami kemajuan atau kemunduran dibanding zaman Orla? kebijakan Suharto menghambat tau malah mendorong budaya tionghoa? Salam sejarah ZFy - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 4:38:26 PM Subject: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Kalau berdiskusi atau berdebat tentang ketionghoaan, ya bahas saja soal ketionghoaan. Nanti diskusinya jadi terdesak atau jadi di atas angin, itu soal biasa. Tidak usah kalau terdesak lalu membelok-belokkan topik diskusi dengan menstempelkan berbagai cap-cap kepolitikan pada lawan diskusinya. Lalu mengarang-ngarang analisis fiktif tentang pribadi orang lain berdasarkan gambar cap yang diciptakan sendiri itu. Tidak salah Promotheus-heng ketika mengatakan dalam posting-nya pagi ini, menanggapi Zhou-heng juga: Saya tidak terlalu memperhatikan sikap politik member- member milis ini (apalagi jika terus dihubungkan dengan asimilasi-integrasi , orba-orla, dll). Saya lebih tertarik pada topik dan isi tulisannya. Jika saya ingin memperhatikan pun, menurut saya terlalu prematur, untuk menduga-duga sikap politik (dan kemudian menuding-nuding) hanya berdasarkan tulisan- tulisan yang ada. Untuk sedikit OOT dari budaya tionghoa, saya menegaskan kembali bahwa sikap saya tentang kebijakan pendidikan nasional pemerintah Indonesia, dalam kaitannya dengan pendidikan asing, sudah berulang-ulang saya kemukakan dalam berbagai posting di milis ini selama beberapa tahun ini, tanpa pernah berubah. Silahkan dilihat-lihat arsipnya. Saya konsisten berpendapat bahwa pengintegrasian semua sistem pendidikan asing, baik belanda, tionghoa, arab, india, dsb. menjadi satu sistem pendidikan nasional, telah memberi manfaat positif ke arah pembentukan bangsa Indonesia yang kohesif. Jaman sudah berjalan maju jauh sekali.. Mereka yang masih memimpikan egoisme sektarian masa lalu, hanya akan tinggal bermimpi. Kalau habib-habib FPI yang senang berjubah misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah arab, atau indo-indo cantik pemain sinetron misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah belanda, atau Raam Punjabi cs. di Pasar Baru misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah india, mereka akan menemui the hard facts bahwa mereka semua hanya sedang bermimpi! Kalau soal Orba awal atau Orba akhir, seluruh keluarga saya ada di puncak black-list-nya Soeharto sudah sejak 1978. Itu adalah 11 tahun setelah Soeharto jadi presiden, 20 tahun sebelum dia terjungkal, entah itu Orba awal atau Orba akhir. Cuma saja, keluarga kami tidak dalam posisi untuk cari selamat ke luarnegeri. Tetapi ini juga soal yang OOT dengan budaya tionghoa, jadi pembahasannya ya sampai sini saja. Kalau soal kapan memulai sesuatu dari nol lagi, ini kebetulan contoh kasusnya ada hubungannya dengan budaya tionghoa. Jadi boleh lah kita bahas sedikit di sini. Bagi saya memulai sesuatu dari nol tidak ada hubungannya dengan usia, melainkan dengan keyakinan, dengan semangat, dengan passion. Ketika saya mulai membangun kembali dunia cerita silat tionghoa di Indonesia, saya mulai samasekali dari nol. Nyatanya teman-teman seperti Zhou-heng, Tan-lookay, Ul- djie, misalnya, saya kenal dalam konteks itu baru-baru saja, teman-teman dari nol, bukan teman-teman dari jaman dulu. Saya memulai dari nol, dengan antara lain menghindari jalan pintas mencampuri berinvestasi dalam bisnis penerbitan cersil. Saya berprinsip mulailah dari awal dengan menciptakan musim tjoen di dunia susastera tionghoa Indonesia, nanti dengan sendirinya akan tumbuh rumput-rumput hijau bisnis penerbitan sastra tionghoa Indonesia yang subur. Bukan
Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Memang paradigma berubah sesuai perkembangan jaman. Orang sekarang, cina atau bukan, tionghoa atau bukan, tidak ada lagi yang mempersoalkan pemakaian kata cina. Waktu Thomas Cup dan Uber Cup berlangsung, di Jakarta beberapa bulan lalu sempat di milis ini saya kemukakan fakta dari kenyataan itu. Tiada seorang presenter TV pun (termasuk presenter yang tionghoa), tiada suatu media cetak pun, tiada seorang penonton pun di Istora yang mendikotomikan hal itu. Saat itu kebanyakan memang bilangnya cina, hanya SBY yang bilang tiongkok, tetapi yang pasti tidak ada seorang pun yang mempersoalkan perbedaan itu, apalagi pakai kirim surat protes segala. Begitu pula dalam komunitas yang mayoritas suku tionghoa, di mana saya kebetulan intens terlibat, soal ini pun juga samasekali bukan soal. Tempo hari sementara owner milis ini pernah berinisiatif mengusulkan penyelenggaraan 'kopi darat' mendiskusikan issue kata cina ini. Tetapi nyatanya samasekali tidak bersambut. Sehingga gagasan itu hilang menguap sendirinya. Bahkan hari-hari ini, munculnya di milis ini kata cimed dengan sambutan yang meriah, menunjukkan tidak adanya persoalan dengan kata cina itu di kebanyakan warga milis ini. Yang sekarang banyak dipersoalkan malahan pemakaian kata china oleh sementara media elektronik maupun cetak vis-a-vis kata cina. Tetapi itu pun lebih dalam konteks pelurusan linguistik (tata bahasa). Samasekali bukan dalam konteks politik. Kelihatannya yang masih mendikotomikan hal itu, kalau kita simak posting-posting di milis ini, tersisa teman-teman yang masih punya nostalgia politik sektarian dari masa lalu. Yang antara lain nampak dari sikap terus ber-shadow-boxing, lu apa gua, kawan apa lawan, teman apa musuh, dan semacamnya. Maka, kalau saya boleh usul, sejak sekarang untuk selanjutnya tidak perlu lagi lah kita membahas, mendiskusikan, menperdebatkan soal kata cina itu di milis ini. Tidak ada manfaatnya samasekali, kecuali omong kosong berkepanjangan. Wasalam. - Original Message - From: Edith Koesoemawiria To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 2:49 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Salam dan maaf, saya tidak bermaksud mengecilkan apalagi menghapus makna kejahatan diskriminasi etnis itu. tapi justru karena saya non Tionghua, maka saya bertanya. di tempat saya kerja, redaksi cina yang merupakan gabungan dari orang2 asal mainland dan taiwan, melihat saya dengan aneh kalau saya menyebut Tiongkok. Mereka bilang, Tiongkok sudah tak ada sejak dihapusnya sistim kekaisaran. di luar itu, menurut saya hampir setiap kata atau istilah bisa digunakan sebagai makian dan penghinaan, tergantung kepada penggunaannya. di pihak lain, kata yang sama bisa digunakan untuk menunjukan rasa sayang, semua tergantung pada tingkat kepercayaan dan jarak hubungan antara penggunanya dan orang atau kelompok yang dituju/dimaksud. indonesia misalnya, menunjuk pada sebuah negara yang berdiri sejak 1945, rakyat yang mengakui dirinya bagian dari wilayah kekuasaan itu, serta kebiasaan atau citarasa lain yang muncul di dan dari kawasan republik itu. tapi di beberapa kalangan, indonesia bisa juga dipakai sebagai makian, misalnya ketika menggambarkan perilaku korup, kebiasaan terlambat, atau ketidak beresan yang membiarkan kelaparan dan pengangguran terus membengkak. memang karenanya, ada juga sekelompok orang yang ingin mengganti penggunaan indonesia menjadi nusantara misalnya. tapi apakah itu akan merubah esensi pandangan terhadap indonesia apabila sikap-sikap yang dikecam itu tidak berubah? kalau tetap sama, siapa bilang orang tidak bisa menggunakan nusantara sebagai makian? ya pastilah maksudnya kecaman, kalau orang bilang, dasar cino, dasar sunda, dasar melayu, dasar batak... dsb. tapi juga kalau mengatakan dasar tionghua. tentu masyarakat tionghua-indonesia berhak tersinggung kalau dimaki. tapi kalau saya mungkin lebih tersinggung, marah karena diskriminasi itu ueberhaupt terjadi, atau justru dengan sengaja (ataupun tidak) dibiarkan terjadi. dan memang sangat menyebalkan mendengar tukang bajaj atau jendral atau habib atau siapapun yang bilang, bahwa perkosaan segolongan perempuan manapun juga boleh dibiarkan. atau tidak? Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 06:32:21 - Von: danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com Betreff: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu
[budaya_tionghua] Re: Permusuhan atau Persaingan? (Was: Fwd: Apa kata Harry Tjan)
Hobby makan enak memang bisa berbahaya, kalau tidak hati2 dan diimbangi dengan gaya hidup sehat. Yang menjadi masalah dalam kaitannya dengan forum yang membahas budaya ini, kalau perdebatan tentang tempat makan yang enak, atau imbas kebijaksanaan pemerintah terhadap budaya tionghoa, dilakukan dengan cara2 yang tidak baik. Kalau ada yang bisa memberikan cara mengurangi kadar kolesterol secara tradisional cina, saya rasa pak Ophoeng dan para pancinta makanan lainnya diforum ini tidak akan keberatan, karena ada pengetahuan yang berguna yang bisa didapat. Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Mungkin anda tidak suka berdiskusi masalah2 sosial politik yang berat2 dan penuh konflik. itu memang pilihan anda, anda bisa memilih berdiam diri tak menanggapi. Tapi janganlah membuat penilaian2 se-olah2 berdiskusi masalah2 ini hanyalah mubazir. Seperti halnya, anda lebih senang berdiskusi masalah makanan, ini pilihan anda, saya sama sekali tak tertarik, juga paling diam saja. Bagaimana jika saya menyela anda dengan komentar bahwa hobby makan itu sumber penyakit sumber kolestrol lho, sebaiknya jangan ribut makan melulu ???. Salam Diet ZFy
Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Dalam pergaulan luas´[nasional] sebagusnya yang resmi-resmi saja, supaya tidak ada salah pengertian dan juga supaya situasinya menjadi lebi mesra. - Original Message - From: danarhadi2000 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 10:26 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Betul! Semua tergantung konotasi. Didaerah istri saya, Minahasa, dimana pembauran terjadi secara optimal, kata Cina samasekali tak mengandung makna negatif. Hampir 50 % dari orang Minahasa yang saya kenal (ini bukan survey lho, tetapi statistik saya pribadi), adalah gabungan ayah Tionghoa, ibu dari pedalaman Minahasa. Atau dibalik, ayah Minahasa, ibu Tionghoa. Misalnya: Kalau biapong (bakpau) orang Cina pakai rebung, kalau torang punya nyandak.
Re: [budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis
bu Edith...tinggal di kota mana ya??? Eddy Lim --- Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] schrieb am Mo, 29.9.2008: Von: Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] Betreff: Re: [budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis An: budaya_tionghua@yahoogroups.com Datum: Montag, 29. September 2008, 11:10 iya Herr Danardono, saya tinggal di jerman. Terima kasih untuk infonya. Saya akan berusaha mencari makanan portugis yang digoreng dalam tepung :-) salam, Edith
RE: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Integrasi engga, asimilasi engga juga berarti tetap bertahan ama yg asli n murni donk. Ternyata selain zombie masih ada juga yg pertahanin han murninya. Heheheehe Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Ulysee [EMAIL PROTECTED] Date: Mon, 29 Sep 2008 11:09:58 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Berevolusi jadi buaya, wakakakaka. jadi buaya buaya tionghoa kek lu kali, hihihihi. Memang, asimilasi yang tidak dipaksakan sebetulnya khan konsepnya baik baik aja, jadi masalah khan karena katanya dipaksakan itu itu urusan dipaksa atau enggak aja masih bisa jadi perdebatan panjang kali lebar tuh. Bener juga Oom, bahwa gue nggak yakin kalau integrasi itu terbaik. Sebab masing masing orang punya latar belakang yang berbeda, jadi punya pilihan sendiri dia mau melakukan asimilasi kek, integrasi kek. Menurut gue paling baik sih nggak usah dinamain dan gak usah diusung usung yang asimilasi atau integrasi, cuman bikin orang berantemin yang enggak enggak aja. makanya gue konsisten bilang integrasi dan asimilasi dua duanya iklan obat nyamuk, hehehe. Lu mo kuntao silat lidah sama jari menari mah keknya gue masih menang deh, kalau kuntao beneran jurus bango tongtong, gue nyerah, kaga bakal menang gue lawan elu, abis body lu segede gitu, belon-belon gue udah keder duluan, disenggol aja bisa mental gue, wakakakaka. Gue memang Auban, sama kek lu khan, sama sama she AUW...kkkkekekeke
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Mungkin, kalau ada orang Non Jawa mengusulkan: Sudahlah, jangan dimasalhkan makian Jawa Kowek, agak ajaib juga. Atau seorang Non African American mengusulkan agar mereka tak memperoalkan sebutan bagi Black Americans. Ini 100% masalah mereka yang terkait. Apakah saudara Tionghoa mempersoalkan panggilan Cina atau tidak, adalah 100% masalah saudara saudara Tionghoa. Tokh kita tahu dan sadar, bahwa kita, Non Tionghoa seringkali masih memakai kata Cina untuk merendahkan? Mialnya Dasar Cina. Kalau ada generasi muda Tionghoa yang malah cinta dipanggil Cina, itu hak mereka, juga dipanggil Cina Medan. Account Officer keluarga saya di CITIBANK, seorang wanita Tionghoa asal Semarang dipindahkan ke cabang di Pluit. Ketika kami tanya, bagaimana rasanya disana dengan customers bareu, dia jawab mau menangis, wah client disini kasar kasar, Pak, hampir semua Cina Medan. Ini jelas bukan konotasi positif! Bahwa ada teman yang tak berkeberatan menyebut diri Cina Medan, sih OK OK saja. Tetapi kita, yang Non Tionghoa harus tetap ber-hati hati. Tak ada salahnya kita pilih kata yang PASTI tak menyinggung seseorang. Saya juga memilih menggunakan kata orang Tapanuli, daripada orang Batak, walau banyak diantara mereka yang tak merasa dihina, disebut Batak. Orang Jawa menamakan ini tepo seliro, saving face kawan bicara... By the way, lawan atau kawan TETAP ada disetiap milis. Tidak saja disini. Lawan saya adalah pendukung negara syariat Islam, let's be frank... saya tahu pasti, who is against me and my ideological fellow dan sebaliknya.. Salam budaya Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] wrote: Memang paradigma berubah sesuai perkembangan jaman. Orang sekarang, cina atau bukan, tionghoa atau bukan, tidak ada lagi yang mempersoalkan pemakaian kata cina. Waktu Thomas Cup dan Uber Cup berlangsung, di Jakarta beberapa bulan lalu sempat di milis ini saya kemukakan fakta dari kenyataan itu. Tiada seorang presenter TV pun (termasuk presenter yang tionghoa), tiada suatu media cetak pun, tiada seorang penonton pun di Istora yang mendikotomikan hal itu. Saat itu kebanyakan memang bilangnya cina, hanya SBY yang bilang tiongkok, tetapi yang pasti tidak ada seorang pun yang mempersoalkan perbedaan itu, apalagi pakai kirim surat protes segala. Begitu pula dalam komunitas yang mayoritas suku tionghoa, di mana saya kebetulan intens terlibat, soal ini pun juga samasekali bukan soal. Tempo hari sementara owner milis ini pernah berinisiatif mengusulkan penyelenggaraan 'kopi darat' mendiskusikan issue kata cina ini. Tetapi nyatanya samasekali tidak bersambut. Sehingga gagasan itu hilang menguap sendirinya. Bahkan hari-hari ini, munculnya di milis ini kata cimed dengan sambutan yang meriah, menunjukkan tidak adanya persoalan dengan kata cina itu di kebanyakan warga milis ini. Yang sekarang banyak dipersoalkan malahan pemakaian kata china oleh sementara media elektronik maupun cetak vis-a-vis kata cina. Tetapi itu pun lebih dalam konteks pelurusan linguistik (tata bahasa). Samasekali bukan dalam konteks politik. Kelihatannya yang masih mendikotomikan hal itu, kalau kita simak posting-posting di milis ini, tersisa teman-teman yang masih punya nostalgia politik sektarian dari masa lalu. Yang antara lain nampak dari sikap terus ber-shadow-boxing, lu apa gua, kawan apa lawan, teman apa musuh, dan semacamnya. Maka, kalau saya boleh usul, sejak sekarang untuk selanjutnya tidak perlu lagi lah kita membahas, mendiskusikan, menperdebatkan soal kata cina itu di milis ini. Tidak ada manfaatnya samasekali, kecuali omong kosong berkepanjangan. Wasalam.
[budaya_tionghua] Re: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: iya Herr Danardono, saya tinggal di jerman. Terima kasih untuk infonya. Saya akan berusaha mencari makanan portugis yang digoreng dalam tepung :-) salam, Edith *** Setuju sihh mempelajari goreng gorengan, asal tidak dibawah thread: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis, sebab makan tempura bukan berarti komunis atau anti komunis, ha ha ha. Wo sind Sie in Deutschland? Schon lange? mit freundlichen Gruessen danardono
[budaya_tionghua] Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan)
Bung Yongde dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (sahur)? Hehehe sesuai dengan julukan yang Bung Yongde beri kepada saya, STM - Spesialis Tukang Makan, bener adanya bahwa sata mah spesial tukang makan doang, jadi kalau ditanya asal-usul dan sejarah budaya bakmi dan makan bakmi-nya, tentu saja cuma bisa pasang senyum. Bener la-myen (mending pakai 'Y, kalau pake 'I', orang sering bacanya 'min' seperti pada 'amin' gitu ya) itu atraktip banget, makanya suka di- jadikan acara show demo oleh si resto. Saya pertama lihat demo orang bikin la-myen ketika ikut city tour di HK. Sekitar tahun 1989-an. Pas dapat insentip dari kantor, jalan-jalan lihat pameran. Saya baru tahu kalau la-myen asalnya dari suku Hui yang mayoritas ti- dak makan babi, sebab mereka muslim? Juga baru tahu nama resminya 'la-mian' kemudian jadi 'ramen' di Jepang. Terima kasih atas info yang Bung Yongde bagi di milis kita. Ada sejenis proses yang mirip la-mian, hasilnya lebih lembut, dibuat dari caramel, yang namanya kalau ndak salah 'dragon beard' candy. Ca- ra bikinnya persis sama dengan la-mian, hanya saja bahannya gula caramel(?), yang dihasilkan adalah serat-serat halus, tipis, mirip jeja- la laba-laba halusnya. Konon merupakan cemilan para bangsawan ja- man dulu, juga para kaisar tentunya. Cara membuatnya, sebongkah caramel ditarik-tarik, diurai-urai, de- ngan batuan tepung, menjadi seutas tali tebal, diurai-urai lagi, dan seterusnya sampai menjadi benang halus sekali. Perlu latihan dan ke- tekunan tersendiri yang telaten. Tapi, hasil karya seni yang bisa dise- but sebagai 'adi luhung' itu pada akhirnya 'cuma' jadi pembungkus ka- cang tanah tumbuk, jadi mirip moci gitu ajah. Sila lihat link-nya: http://www.yuzumura.com/bamboogarden/master8mb.wmv http://www.youtube.com/watch?v=0UCRthtq49Y http://en.wikipedia.org/wiki/Dragon's_beard_candy Back to bak-mie. Saya baru tahu kalau Bakmi Tiong-sim itu asalanya dari kata 'tengah hati, saya kira itu cuma nama merek dagang atau nama boss-nya aja. Rupanya ada filsafat di balik bakmi Tiong-sim. Saya cuma tahu bakmi berdasarkan yang dagangnya ajah, bakmi Me- dan misalnya, saya berlangganan yang di Krekot itu (masuk gang) de- kat Metro Pasar Baru, sejak 1977 ketika pertama kali datang Jakarta. Belakangan baru tahu kalau mereka punya cabang yang dikelola sau- daranya di Pasar Pagi (area Jelakeng) dan di Daan Mogot, di ruko de- kat-dekat Indosiar situ. Katanya ada 2 lagi, satu di Muara Karang (pa- sar?) dan satu lagi sudah balik Medan. Ciri khas mereka adalah memakai cincangan babi kecap. Juga disedia- kan aneka masak kecap seperti sayap ayam, telur, ati-ampela, kulit babi dan usus(?). Ciri lain adalah mereka tidak memasang papan na- ma. Tanpa nama begitu. Belakangan baru dipasang nama Bakmi Kre- kot, itupun cuma yang di Daan Mogot saja. Yang di Krekot dan Jela- keng tetap tanpa nama. Bakmi keriting Siantar, yang di Pluit juga termasuk khas. Pakai babi juga, di samping ayam masak kecap. Juga ada kondimen berupa 'ba- yu-po' (ampas minyak babi - no good for your health) yang semula diberikan gratis, belakangan mereka mengenakan biaya 'pengganti' mengolahnya. Ini bakmi keriting kalau menurut saya pribadi, terma- suk bakmi 'genit', lha kalau menjadi keriting begitu, tentunya kudu ke salon dulu tuh ya? Bakmi Hok-kian termasuk favorit saya. Ini bakmi mirip bihun tapi le- bih tebal, warnanya putih, lebih lembut dari bakmi kuning biasa. La- lu yang penting diperhatikan adalah isiannya: kumplit sagalana aya. Semuanya ada: ada bakso ikan, ayam, babi kecap, kaki babi masak kecap dirajang, kee-kian, dan lain-lain, jangan lupa togenya, bung! Mong-omong bakmi berbabi, kayaknya kebanyakan penjaja bakmi babi, dengan babi panggang merah, biasanya cuma basa-basi saja menyandingkan di atas bakmi-nya. Dagingnya dicincang kadang ke- lewat halus, sehingga cuma jadi selilit di gigi, ibaratnya. Di Pasmo BSD (sorry, ndak bermaksud promosi ya, jangan ada yang tersing- gung sebab saya suka nyebut BSD), ada satu kedai bernama Akay, juwalannya all about babi. Bakmi babi merah putih, misalnya, isi babinya bener-bener 'show off', dengan potongan babi gede-2 ukurannya, samcwan dan char-siu. Juga jual sekba, siomai babi, bakso babi, pokokna mah babi kararabeh, jeh! Yah, begitulah sajah kira-kira. Kalau ada salah tolong dikoreksi, kalau kura sila ditambahkan. Salam bakmi berbabi nan enak, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Lamian, bakmi halal. La-mian, artinya mie yang ditarik-tarik adalah mie khas orang Hui. Daerah pusat lamian adalah di Lanzhou, provinsi Gansu. Di Indonesia lamian juga lumayan populer. Ciri khas la-mian adalah pembuatan mie nya ditunjukkan kepada pembeli. Lamian langsung dibuat dari adonan ketika dipesan, ditarik-tarik oleh si koki. Tarikan setiap koki berbeda-beda dan ini mempengaruhi cita rasa dan kualitas mie-nya. Selain, tentu saja, bahan yang dipakai. Ciri khas lamian berikutnya adalah memakai
Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Hi Semuanya, Maaf, saya nyampaikan pemikiran saya tentang kata politik, menurut saya pribadi, kalau kita sudah hidup di negara demokratis jangan terbelenggu lagi dengan istilah politik, politik bukan sesuatu yang tabu atau hanya boleh dibicarakan oleh kalangan tertentu, siapa saja punya hak asasi berpolitik, dimanapun boleh bicara politik, di UUD pun tidak dilarang kecuali kita teracuni unsur paham komunis yang selalu mentabukan rakyatnya berbicara politik seakan berbicara politik di negara komunis adalah hal yang akan berhubungan dengan penguasa dan salah-salah bicara akan dimasukkan ke penjara atau dibunuh. Saya pingin hidup bebas, bicara bebas, menyampaikan pendapat secara bebas karena kebebasan itu pemberian Tuhan kecuali perbuatan amoral dan perbuatan yang melanggar hukum tertulis dan memang saya tidak suka dengan masa orba yang selalu mengekang dan menindas kita. Sekali maaf, mungkin ini tidak ada hubungannya dengan topik yang dibahas. Salam bebas, Ati --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak ABS, Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! Juga tak usah berkilah dng orde baru Tengahan dan akhiran, toh anda pastinya paham, yang saya angkat adalah peran anda di awal berdirinya orde baru. Anda sepenuhnya menyokong politik budayanya kan? kalau seminggu kemudian keluarga anda ternyata dimusuhi Suharto, itu sudah soal lain, yang pasti bukan karena anda berubah menentang politik budaya tionghoanya bukan? Saya bisa terus mengejar anda, karena setiap kita sebut ada kemunduran dibidang tertentu bagi masyarakat Tionghoa akibat politik Orde baru, anda selalu menyanggah. Jika hal 2 konkrit negatif yang kita kemukakan semua anda bantah, lantas yang mana yang anda terima sbg negatif? jangan2 menurut anda yang ada hanya positif melulu! Kalau begitu, tolong sebutkan dng tegas, apakah secara keseluruhan, Nasib Tionghoa di zaman Orde baru mengalami kemajuan atau kemunduran dibanding zaman Orla? kebijakan Suharto menghambat tau malah mendorong budaya tionghoa? Salam sejarah ZFy - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 4:38:26 PM Subject: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Kalau berdiskusi atau berdebat tentang ketionghoaan, ya bahas saja soal ketionghoaan. Nanti diskusinya jadi terdesak atau jadi di atas angin, itu soal biasa. Tidak usah kalau terdesak lalu membelok-belokkan topik diskusi dengan menstempelkan berbagai cap-cap kepolitikan pada lawan diskusinya. Lalu mengarang-ngarang analisis fiktif tentang pribadi orang lain berdasarkan gambar cap yang diciptakan sendiri itu. Tidak salah Promotheus-heng ketika mengatakan dalam posting-nya pagi ini, menanggapi Zhou-heng juga: Saya tidak terlalu memperhatikan sikap politik member- member milis ini (apalagi jika terus dihubungkan dengan asimilasi-integrasi , orba-orla, dll). Saya lebih tertarik pada topik dan isi tulisannya. Jika saya ingin memperhatikan pun, menurut saya terlalu prematur, untuk menduga-duga sikap politik (dan kemudian menuding-nuding) hanya berdasarkan tulisan- tulisan yang ada. Untuk sedikit OOT dari budaya tionghoa, saya menegaskan kembali bahwa sikap saya tentang kebijakan pendidikan nasional pemerintah Indonesia, dalam kaitannya dengan pendidikan asing, sudah berulang-ulang saya kemukakan dalam berbagai posting di milis ini selama beberapa tahun ini, tanpa pernah berubah. Silahkan dilihat-lihat arsipnya. Saya konsisten berpendapat bahwa pengintegrasian semua sistem pendidikan asing, baik belanda, tionghoa, arab, india, dsb. menjadi satu sistem pendidikan nasional, telah memberi manfaat positif ke arah pembentukan bangsa Indonesia yang kohesif. Jaman sudah berjalan maju jauh sekali.. Mereka yang masih memimpikan egoisme sektarian masa lalu, hanya akan tinggal bermimpi. Kalau habib-habib FPI yang senang berjubah misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah arab, atau indo-indo cantik pemain sinetron misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah belanda, atau Raam Punjabi cs. di Pasar Baru misalnya, ingin mendirikan lagi sekolah india, mereka akan menemui the hard facts bahwa mereka semua hanya sedang bermimpi! Kalau soal Orba awal atau Orba akhir, seluruh keluarga saya ada di puncak black-list-nya Soeharto sudah sejak 1978. Itu adalah 11 tahun setelah Soeharto jadi presiden, 20 tahun sebelum dia terjungkal, entah itu Orba awal atau Orba
[budaya_tionghua] Nasi Di Rumah Juga Banyak, Jeh! (Was: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis)
Bung Yongde, Bu Edith, Bung Hidatar dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (buka)? Ikut nimbrung soal nasi yang dianggap 'low class status' ya. Sebelumnya, judul Budaya Tionghua Dengan Budaya Komunis, rasanya kurang pas padu-padannya. Tionghua itu suatu bangsa, lha komunis itu satu faham. Jadi rasa- nya ndak pas kalau keduanya saling diperbandingkan. Mungkin kalau dibilang pe- ngaruh komunis terhadap budaya Tionghua, bisa lebih lancar mengalir padanannya? Back to nasi putih, bai-fan. Ada istilah 'juan-fan' - nasi lembek, yang kalau tak sa- lah artinya adalah makan nasi gampang, diberikan cuma-cuma tanpa ada usaha ke- ras memperolehnya. Jadi konotasinya agak merendahkan orang yang menerimanya. Apakah ini ada kaitannya dengan 'gerakan' melecehkan nasi sebagai low class status simbol? Kalau 'leng-fan' - nasi dingin, mungkin maksudnya makanan orang miskin, diperoleh dari sumbangan tetangga, jadi sudah tidak hangat lagi? Kalau saya pribadi, ndak suka makan nasi panas-panas, mulut bisa melepuh. Sebenernya, nasi secara turun temurun sangat dijunjung tinggi oleh bangsa Tiong- hua sejak jaman baheula pisan. Makanya ada istilah 'periuk nasi' atau 'mangkuk na- si' sebagai kiasan mata pencaharian. Juga, sapaan mereka jaman dulu konon mesti tanyanya 'sudah makan (nasi) belum', sebab nasi adalah barang langka dan susah? Kalau karena ekonomi sudah maju, lantas meninggalkan nasi, bahkan melecehkan bahwa makan nasi = orang miskin, mungkin itu cuma ekses dari SNOB - Senengnya Niru-niru Orang Borjuis, sebagai pernyataan sikap bahwa sekarang si proletar su- dah bukan proletar lagi, jadi kudu show off bak borjuis beneran. Kayaknya hal ini merupakan cerminan masyarakat tertentu saja, sikap demikian tidak mewakili ga- ya bangsa secara keseluruhan. Rasanya di Indonesia, orang-orang SNOB selalu sa- ja ada, patah tumbuh hilang berganti. Jaman Belanda, mereka bergaya bak orang Belanda, makan kiju minum susu, ogah makan nasi uduk walau pake iga bakar, apalagi makan pete atau jengki yang legit nikmat sedep mantep itu ya? Atau bisa jadi juga orang itu mengundang tetamu, cuma mau showw off bahwa dia sekarangsudah jadi borjuis dan mampu traktir makan di resto fancy, trend-nya me- reka booking satu kamar makan, bener-bener berupa kamar ala di hotel, khusus buat satu meja bundar yang bisa dipilih mau isi berapa: 8, 10, 12 atau 15 orang. Ada satu pelayan yang meladeni khusus di kamar itu. Nah, pulang sih di rumah dia mungkin tetep juga makan nasi + cocol kecap asin gaya Bung Yongde juga. Siapa tahu toh? Lha emang enak dan doyan ya, bung? Di Thailand, di satu hotel nginternasional, saya pernah baca menu 'boiled rice' sebagai menu sarapan. Karena sering terpapar oleh 'common mistake', saya pi- kir itu cuma salah ejaan untuk 'steamed rice'. Mana ada sih orang masak nasi dengan cara 'rebus' (boiled), mestinya pan ya kukus (steamed). Nah, pas pesan- an saya datang, ternyata nasinya ndak ditaruh di mangkuk, wadahnya berupa kuali mini bergagang, isinya ya nasi terendam dalam air. direbus, boiled! Makan nasi dengan garem, kalau mau yang sedep, nasinya diakeul (mesti tanya ama Neng Uly apa dan bagaimana itu mengakeul nasi), panas-panas ditarok di atas tampah dan dikipasi, lalu dikeupeul, dibikin menjadi bulat telur. Baru dico- col dengan garam halus. Makan selagi masih hangat, wahhh sedep sekali! Ta- pi kalau suka pake kacang tanah, cobalah sesekali kacang tanahnya digerus ber- sama garem, teri kering, dan cabe kering, digerus lembut, tambahi sedikit gula pasir kalau suka agak manis. Nah, cocolkan nasi keupeul pakai ramuan gerusan pake cobek dan ulegan itu, pasti akan membuat anda gandrung terus! Kabarnya di Jepang ramuan rahasia dari nenek saya itu sekarang sudah dibuat botolan! Teman saya orang Kong-hu, papanya suka ngajari makan nasi dengan campuran kuah teh hangat, dikasih sawi asin yang dirajang kasar, rasanya juga nikmat seka- li. Atau nasi dengan lauk kerupuk kampung, dicocol kecap cabe + brambang go- reng. Atau tarok nasi di atas kerupuknya bagai mengoles keju di atas roti, lalu ke- ceroti dengan kecap manis, makannya gaya makan sandwich. Ini tentu saja penga- ruh dari gaya makan ala jawa: pake kecap manis. Tapi, kalau soal ogah makan nasi di resto, mertua saya juga kalau diundang ma- kan di pesta pernikahan, selalu menganjurkan jangan makan nasi. Lha, ngapain juga makan nasi, toh di rumah juga banyak, jeh! Mending juga ruang dalam lam- bung diisi kambing guling, bebek peking, atau steak sapi lada item ya? Hehehe.. begitu saja sih ya. kalau kurang tolong ditambahkan, kalau salah ya dikoreksi ajah ya. Salam makan nasi keupeul cocol garem, Ophoeng BSD City, Tangerang. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Hello, saya Edith, perempuan lho :-) saya kadang suka juga makan nasi putih pakai ikan asin atau yang buat saya top itu, kalau pakai rebusan dan sedikit kacang goreng. aaah... itu yummy. saya pernah dengar, bahwa tempura jepang dan ueberhaupt tradisi
Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Sdr. Edith, Mereka salah dengar, coba kalau nama negara ini ditunjukkan kepada mereka: 1. Untuk Taiwan: 中华民国 suruh orang Taiwan baca dengan dialek Taiwan. Akan keluar bunyi Tionghua Bin Kok, di singkat Tiongkok. 2. Untuk orang Mainland suruh dia baca ini dalam dialek Xiamen 中华人民共和国,akan keluar kata (kalau dia bisa dialek Hokkian) Tionghoa Jinmin Gionghokok, di singkat Tiongkok. Akan saya kiriman surat langsung bila yang bersangkutan bilang Tiongkok sudah tak ada. Sayang mungkin komputer anda tak bisa buka huruf Tionghoa, tapi coba minta ditulis huruf Tionghoanya oleh rekan yang bisa Mandarin, dan disodorkan kepada mereka. Kekeliruan fata pada kesimpulan anda. Salam Liang U --- On Mon, 9/29/08, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, September 29, 2008, 8:49 AM Salam dan maaf, saya tidak bermaksud mengecilkan apalagi menghapus makna kejahatan diskriminasi etnis itu. tapi justru karena saya non Tionghua, maka saya bertanya. di tempat saya kerja, redaksi cina yang merupakan gabungan dari orang2 asal mainland dan taiwan, melihat saya dengan aneh kalau saya menyebut Tiongkok. Mereka bilang, Tiongkok sudah tak ada sejak dihapusnya sistim kekaisaran. di luar itu, menurut saya hampir setiap kata atau istilah bisa digunakan sebagai makian dan penghinaan, tergantung kepada penggunaannya. di pihak lain, kata yang sama bisa digunakan untuk menunjukan rasa sayang, semua tergantung pada tingkat kepercayaan dan jarak hubungan antara penggunanya dan orang atau kelompok yang dituju/dimaksud. indonesia misalnya, menunjuk pada sebuah negara yang berdiri sejak 1945, rakyat yang mengakui dirinya bagian dari wilayah kekuasaan itu, serta kebiasaan atau citarasa lain yang muncul di dan dari kawasan republik itu. tapi di beberapa kalangan, indonesia bisa juga dipakai sebagai makian, misalnya ketika menggambarkan perilaku korup, kebiasaan terlambat, atau ketidak beresan yang membiarkan kelaparan dan pengangguran terus membengkak. memang karenanya, ada juga sekelompok orang yang ingin mengganti penggunaan indonesia menjadi nusantara misalnya. tapi apakah itu akan merubah esensi pandangan terhadap indonesia apabila sikap-sikap yang dikecam itu tidak berubah? kalau tetap sama, siapa bilang orang tidak bisa menggunakan nusantara sebagai makian? ya pastilah maksudnya kecaman, kalau orang bilang, dasar cino, dasar sunda, dasar melayu, dasar batak... dsb. tapi juga kalau mengatakan dasar tionghua. tentu masyarakat tionghua-indonesia berhak tersinggung kalau dimaki. tapi kalau saya mungkin lebih tersinggung, marah karena diskriminasi itu ueberhaupt terjadi, atau justru dengan sengaja (ataupun tidak) dibiarkan terjadi. dan memang sangat menyebalkan mendengar tukang bajaj atau jendral atau habib atau siapapun yang bilang, bahwa perkosaan segolongan perempuan manapun juga boleh dibiarkan. atau tidak? Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 06:32:21 - Von: danarhadi2000 danarhadi2000@ yahoo.com An: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Betreff: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] . wrote: Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith *** Sebagai Non Tionghoa saya ingin bertanya, jujur niihhh: apakah makna China dalam kata China Airlines, atau istilah China yang dipakai dalam bahasa Inggris, seperti China Town, Chinese Restaurant, etc SAMA dengan makna kata Cino di negara tercinta? Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono - - -- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya- tionghoa. org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups. yahoo.com/ group/budaya_ tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg. wordpress. com :. Yahoo! Groups Links
[budaya_tionghua] Re: Kompyang
Di daerah Teluk Gong, Jakut, ada yang jual kompyang sih, bisa dianter kalo beli banyak (10 gitu). Telponnya 021-6684894. Berikutnya KOMPYANG, adooo cari Kompiang di Jakarta dimana euy, kasih tahu gue donk!!! -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Ophoeng Sent: Friday, September 26, 2008 10:17 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Kopdaran? Kapan? (Was: Sorry, Ada Terasinya Ya?)
Re: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Sdr. Edith, Anda kurang teliti membacanya. China (baca chaina) dengan Cina, tulisannya saja sudah beda, kurang satu huruf, jelas lain maksudnya. Coba saja kalau ada orang menulis Indonesia dengan sengaja menjadi Indonsia, saya sih akan marah besar, entah anda? Hati-hati dengan ejaan, pejabat pun tak mau ditulis pejahat. Salam Liang U --- On Mon, 9/29/08, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, September 29, 2008, 7:05 AM Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 01:33:55 EDT Von: [EMAIL PROTECTED] com An: budaya_tionghua@ yahoogroups. com CC: nasional-list@ yahoogroups. com Betreff: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Rekan2 yb, Setidaknya sudah hampir sepekan ini VOA siaran text berbahasa Indonesia sudah tidak menggunakan istilah Cina lagi, sejauh ini mereka sudah menggunakan istilah Tiongkok setidaknya sampai dua kali penerbitan. Saya pribadi sudah mengirim surat e-mail pernyataan terimakasih kepada redaktur VOA berbahasa Indonesia sehubungan dengan ini. Perlu diketahui sejak 10 tahun yang lalu kami pernah melayangkan surat kepada VOA berbahasa Indonesia memohon agar tidak menggunakan kata Cina pada redaksinya, karena itu mungkin bisa menyinggung perasaan sebagian pembaca/pendengar. . Berkali saya kirimkan surat email ke VOA mengenai masalah ini, sampai bosan rasanya tetap tidak ada respon. Namun entah ada angin apa yang terjadi secara sekonyong-konyong VOA dalam sepekan ini menggunakan kata Tiongkok untuk istilah negara RRT. Sekurangnya sudah 8 tahun seluruh publikasi media cetak di Amerika Utara telah menggunakan istilah Tionghoa untuk etnisnya , budayanya , Tiongkok untuk negaranya (RRT) , dan Mandarin untuk bahasanya. Sedangkan Indonesia Media majalah dwimingguan untuk Amerika Utara sejak penerbitannya 10 tahun yang lalu sejak awal memang tidak menggunakan kata Cina Menurut pertimbangan kami kalau orang membaca istilah Tionghoa , Tiongkok, RRT atau Mandarin tidak ada yang merasa tersinggung perasaannya. Tapi kalau menggunakan istilah Cina ada sebagian orang merasa tidak enak perasaannya. Kenapa kita tidak mau bikin orang senang kalau kita bisa? Kemampuan membuat orang senang ini sudah dilakukan jauh sebelumnya oleh seorang tokoh media ,Bapak Dahlan Iskan melalui Jawa Pos groupnya ini dengan segenap koran2 Radar-nya. Istilah Cina ini sudah lama terhapus dari meja redaksi rupanya. Kemudian diikuti oleh Suara Pembaruan , Sinar Harapan , dan masih sangat banyak lagi media yang ingin membuat orang2 senang. Minggu lalu baru saja saya nonton film Shanghai Than (Shanghai Bund). Dalam salah satu andengannya tampak ada dialog antara orang Jepang dengan Xie Wen Xiang (jagoannya) . Istilah Cena yang berarti Cina yang diucapkan oleh si Jepang di hardik oleh Xie Wen Xiang yang menentang pemanggilan zhung guo ren dengan istilah Cena. Jadi ternyata sejak zaman 1920'an perkataan Cina itu sudah merupakan istilah yang tidak disukai . Setelah Jepang ditaklukan pada P.D.II maka terhitung pada tahun 1945 otomatis Dai Nipon, mengganti istilah itu menjadi Zhiu Kuo Ku yang artinya Zhung Guo. Terlepas dari masih dipertentangkannya atau tidak istilah Cina tsb. Kami patut mengucapkan terimakasih atas niat baik dari VOA siaran Bahasa Indonesia , walaupun sudah terlambat 10 tahun. salam, Dr.Irawan **Looking for simple solutions to your real-life financial challenges? Check out WalletPop for the latest news and information, tips and calculators. (http://www.walletpo p.com/?NCID= emlcntuswall 0001)
[budaya_tionghua] Budaya Tionghua VS Perkembangan Teknologi
Hi teman-teman, Pemikiran ini terlintas saat, melihat pembukaan olimpiade Beijing beberapa waktu lalu, sekilas terlihat kemegahan dari sebuah prosesi pembukaan yang wahnamun bicara dipandang dari nilai budaya Tionghoa yang ditampilkan sangat minim dan kurang mencerminkan kebesaran Budaya Tionghoa karena olimpiade diadakan di negara sumber Budaya Tionghoa yaitu negara China maka semestinya begitu orang menyaksikan adalah kagum pada budaya Tionghoanya yang kental dan memiliki kedalaman. Dari situ terlihat kemunduran Budaya Tionghoanya namun banyak orang yang telah terkagum-kagum pada penggunaan teknologi dan cara presentasi ala Zhan Yi Mou sehingga tidak berpikir ke arah budayanya. Apa teman-teman merasakannya. Salam, Ati
[budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan)
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Yongde dan TTM semuah, -- deleted-- Back to bak-mie. Saya baru tahu kalau Bakmi Tiong-sim itu asalanya dari kata 'tengah hati, saya kira itu cuma nama merek dagang atau nama boss-nya aja. Rupanya ada filsafat di balik bakmi Tiong-sim. Saya cuma tahu bakmi berdasarkan yang dagangnya ajah, bakmi Me- dan misalnya, saya berlangganan yang di Krekot itu (masuk gang) de- kat Metro Pasar Baru, sejak 1977 ketika pertama kali datang Jakarta. Belakangan baru tahu kalau mereka punya cabang yang dikelola sau- daranya di Pasar Pagi (area Jelakeng) dan di Daan Mogot, di ruko de- kat-dekat Indosiar situ. Katanya ada 2 lagi, satu di Muara Karang (pa- sar?) dan satu lagi sudah balik Medan. Ciri khas mereka adalah memakai cincangan babi kecap. Juga disedia- kan aneka masak kecap seperti sayap ayam, telur, ati-ampela, kulit babi dan usus(?). Ciri lain adalah mereka tidak memasang papan na- ma. Tanpa nama begitu. Belakangan baru dipasang nama Bakmi Kre- kot, itupun cuma yang di Daan Mogot saja. Yang di Krekot dan Jela- keng tetap tanpa nama. Bakmi keriting Siantar, yang di Pluit juga termasuk khas. Pakai babi juga, di samping ayam masak kecap. Juga ada kondimen berupa 'ba- yu-po' (ampas minyak babi - no good for your health) yang semula diberikan gratis, belakangan mereka mengenakan biaya 'pengganti' mengolahnya. Ini bakmi keriting kalau menurut saya pribadi, terma- suk bakmi 'genit', lha kalau menjadi keriting begitu, tentunya kudu ke salon dulu tuh ya? Bakmi Hok-kian termasuk favorit saya. Ini bakmi mirip bihun tapi le- bih tebal, warnanya putih, lebih lembut dari bakmi kuning biasa. La- lu yang penting diperhatikan adalah isiannya: kumplit sagalana aya. Semuanya ada: ada bakso ikan, ayam, babi kecap, kaki babi masak kecap dirajang, kee-kian, dan lain-lain, jangan lupa togenya, bung! Mong-omong bakmi berbabi, kayaknya kebanyakan penjaja bakmi babi, dengan babi panggang merah, biasanya cuma basa-basi saja menyandingkan di atas bakmi-nya. Dagingnya dicincang kadang ke- lewat halus, sehingga cuma jadi selilit di gigi, ibaratnya. Di Pasmo BSD (sorry, ndak bermaksud promosi ya, jangan ada yang tersing- gung sebab saya suka nyebut BSD), ada satu kedai bernama Akay, juwalannya all about babi. Bakmi babi merah putih, misalnya, isi babinya bener-bener 'show off', dengan potongan babi gede-2 ukurannya, samcwan dan char-siu. Juga jual sekba, siomai babi, bakso babi, pokokna mah babi kararabeh, jeh! Yah, begitulah sajah kira-kira. Kalau ada salah tolong dikoreksi, kalau kura sila ditambahkan. Salam bakmi berbabi nan enak, Ophoeng BSD City, Tangerang Mari kita perdalam persilatan per-bakmi-an kita. Waktu saya kecil, 50an sampai awal 60an, saya terbiasa makan bakmi yang dijual di resto resto Tionghoa di Jawa, terutama di pantura. Pekalongan, Cirebon, Semarang. Ehh juga sampai kepedalaman: Jogya, Madiun, Ngawi.. Bakmienya tebal tapi lembut, pakai kecap manis, pakai tauge. Mohon info suhu suhu David Kwa dan Kin Hian, apakah ini warisan dapur Hokkian? Di luar negeri berPULUH tahun, saya kehilangan jejak, karena di konfrontasi dengan masakan Tionghoa di LN. Di Jerman, Austria dan Swiss super tak enak! Mereka ini mengadaptasi bakmi untuk lidah bule yang semrawut dan menurut saya kurang berbudaya kuliner Asia. Semua dibanjiri sauce kental tajin kecoklatan. hanya dagingnya ganti ganti: ayam, babi atau sapi. Ketika business trip ke pesisir Eropa, Amsterdam, London, dan Paris, baru saya ketemukan lagi bakmie yang civilized. Terutama di Soho. Tapi bakminya jauh lebih tipis, daripada yang saya biasa nikmati di Jateng/Jatim. Tidak pakai sauce tajin ala resto di Jerman-Austria. dagingnya biasanya babi panggang, putih atau merah, atau saucis Tionghoa yang coklat kemerahan gendut itu. Kadang kadang saya harus menyingkir ke resto Vietnam, yang cooknya orang Tionghoa, untuk mendapatkan fried noodle atau noodle wantan soup. Di NY, yang namanya China Town, saya temukan bakmi goreng, dimana noodle-nya tipis sekali, sangat kuning dan liat. Inikah masakan Guangdong? Ternyata, kalau main ke Jkt, saya datang ke resto seperti Crystal Jade, Canton Bay dan sejenis, yang background-nya orang Singapur, ketemu lagi itu bakmi supertipis liat kuning. pakai duck atau sapi. Saya lalu menghindar ke kweetiauw. Saya pernah diundang makan sahabat saya, orang Jawa yang istrinya Tionghoa Jateng, diajak makan Loomie Pinangsia. Terrnyata juga disiram sauce superkental yang muanisss sekali. Pakai madu ya? Bakmi yang saya senangi, adalah di Pasar baru: Shuizen. Mirip masa kecil. Yang namanya mie Gajahmada dll, saya perhatikan, datang ke Jakarta awal 1960an, dimana penjual pertamanya digerobak, lewat rumah saya di Mentang. Penjualnya tak dapat bahasa Indonesia samasekali. wah repot juga komunikasinya. Tekhniknya tidak digoreng, tetapi diaduk dengan minyak dan bumbu. Saya
[budaya_tionghua] Re: Budaya Tionghua VS Perkembangan Teknologi
Halo Ati, Saya sih tidak sependapat dengan Ati. Menurut saya tema yang mau dijual justru sejarah dan budaya Tionghua. Mulai dari awal yang pukul-pukul gendang sampai dengan cerita kertas, kaligrafi, jalur sutra, Rujia, opera Kunqu (ini favorit saya). Apalagi kalau menonton yang CCTV, komentatornya lumayan tuh dalam menjelaskan. Walaupun menurut saya kualitas sorotan kameranya masih kurang jikalau dibandingkan dengan yang di TVRI (dari Amerika atau Eropa yah ?) Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Putih merpati [EMAIL PROTECTED] wrote: Hi teman-teman, Pemikiran ini terlintas saat, melihat pembukaan olimpiade Beijing beberapa waktu lalu, sekilas terlihat kemegahan dari sebuah prosesi pembukaan yang wahnamun bicara dipandang dari nilai budaya Tionghoa yang ditampilkan sangat minim dan kurang mencerminkan kebesaran Budaya Tionghoa karena olimpiade diadakan di negara sumber Budaya Tionghoa yaitu negara China maka semestinya begitu orang menyaksikan adalah kagum pada budaya Tionghoanya yang kental dan memiliki kedalaman. Dari situ terlihat kemunduran Budaya Tionghoanya namun banyak orang yang telah terkagum-kagum pada penggunaan teknologi dan cara presentasi ala Zhan Yi Mou sehingga tidak berpikir ke arah budayanya. Apa teman-teman merasakannya. Salam, Ati
[budaya_tionghua] Koq Jadi Mubazir ya? (Was: Permusuhan atau Persaingan?)
Bung Fy Zhou dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (buka)? Sorry, saya jadi berkali-kali baca lagi posting saya yang anda tarok di bawah sebagai reference respon anda. Ternyata anda menangkap posting saya seba- gai 'ekspresi' bahwa saya membuat penilaian seolah-olah berdiskusi masalah- masalah ini hanyalah mubazir. (dari anda: .Tapi janganlah membuat peni- laian2 se-olah2 berdiskusi masalah2 ini hanyalah mubazir.) Sejujurnya, kalau boleh saya jujur nih, anda agaknya salah menangkap. Saya justru merasa banyak mendapatkan 'ilmu' dan wawasan dari milis ini. Tetapi saya tidak mau dihadapkan pilihan untuk 'pro' atau 'kontra'. Saya cuma mau baca dan mencerna isi diskusi, makanya saya juga tidak membuat respon yang larut bersama perdebatan seru-seru itu. Buat saya diskusi seru begitu sangat canggih untuk pikiran saya, saya sih cuma bercita-cita sederhana sa- ja: hidup cuma sekali, cari peng-an ajah dah ya. Kalaupun ada yang anda anggap sebagai 'selakan', mungkin karena saya le- bih memilih untuk berdiskusi tanpa saling menunjuk-nunjuk atau memaki- maki, tapi lebih ke diskusi secara kekerabatan dan kawan, bisa beda penda- pat bisa sependapat, tapi tetap menganggap semuanya kawan, bukan musuh. Cari musuh sih gampang, ndak perlu join suatu milis tertentu. Cari teman itu- lah yang susah, jeh! Bener ndak nih? :D) Apakah hal ini dianggap salah? Kalau ya, dengan rendah hati saya minta ma- af di hadapan anda. Tapi, sorry, kalau anda menganggap saya bilang 'mubazir', itu tentu saja salah sekali. Rasanya ndak ada maksud atau kata 'mubazir' di dalam posting saya, tersurat maupun tersirat. Sila telaah sekali lagi, karena saya tadi terpaksa berulang-ulang baca lagi posting saya. Anda tidak suka gaya saya bercerita ttg makanan, karena bukan minat anda, saya hargai bahwa anda tidak mau baca dan terus terang menyatakannya. Tapi, kalaupun anda mau menyela, tidak masalah sama sekali buat saya. Sa- ya merasa kita berdiskusi bukan secara pribadi antara anda, Bung Fy Zhou dengan saya, Ophoeng, hanya berdua saja. Tapi bersama semua anggota milis. Pendapat anda ttg hobby makan sumber penyakit sumber kolesterol, tidak masalah juga, itu toh pendapat yang mestinya juga dimiliki orang lain dan bisa jadi banyak anggota milis yang sependapat dengan anda. Kenapa mesti tidak anda sampaikan demi tidak 'mencampuri' minat saya? Justru lebih baik diungkapkan, jadi kita bisa saling bertukar pikiran. Bukan- kah tujuan milis antara lain ya bertukar pikiran dan bertukar pendapat begi- ni? Perkara apakah lantas saya jadi pantang makan enak dan tidaknya, itu toh pilihan saya yang tidak bisa diganggu gugat oleh sesiapapun juga. Sa- ma halnya dengan pilihan anda untuk berdiskusi masalah yang sosial poli- tik berat-berat dan penuh konflik itu, rasanya tiada ada seseorangpun di milis kita ini yang berhak mencampuri pilihan anda itu toh? Jadi, mari kita berdiskusi ttg isi topiknya saja, tanpa mencampur-adukkan penilaian pribadi atas gaya bahasa atau gaya bertuturnya? Sorry, kalau ter- nyata salah lagi nih ya. Bukankah dengan adanya gaya bertutur dan minat yang berbeda-beda itu, justru terasa indahnya satu milis? Hehehe.. Begitulah, kira-kira ya. Kalau ada salah, tolong dikoreksi, kalau kurang sila ditambahkan. Salam makan enak dan sehat selalu, Opheong BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Mungkin anda tidak suka berdiskusi masalah2 sosial politik yang berat2 dan penuh konflik. itu memang pilihan anda, anda bisa memilih berdiam diri tak menanggapi. Tapi janganlah membuat penilaian2 se-olah2 berdiskusi masalah2 ini hanyalah mubazir. Seperti halnya, anda lebih senang berdiskusi masalah makanan, ini pilihan anda, saya sama sekali tak tertarik, juga paling diam saja. Bagaimana jika saya menyela anda dengan komentar bahwa hobby makan itu sumber penyakit sumber kolestrol lho, sebaiknya jangan ribut makan melulu ???. Salam Diet ZFy --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Ophoeng ophoeng@ wrote: Bung Prometheus, Bung danarhadi dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (sahur)? Sorry, ikut nimbrung. Mungkin berbeda pendapat. Tapi mestinya oke toh. Not with you and not for you, jadi kayak kafilah Arab nonton bule-bule pa- da baku hantam, baku tembak, baku bunuh (memperebutkan apa sih ya?), mungkin justru yang pinter adalah kafilah Arab itu. Ngapain juga beran- tem saling melukai saling membunuh ya? Mending duduk ngariung, ngisap pipa perdamaian ala Winnetou sambil ngupi, ngeteh atau nyoklat, cemilan- nya boleh pake roti kompyang atau ampyang, kalau BSD kejauhan ya bo- leh ngumpul di Pancoran atau Chandra, atau Pasar Pagi lama makan nasi tim sambil membayangkan makan di cafe Dragon Gate di Tiongkok sana? Bukankah ada pelajaran yang mengajarkan ttg 2 ekor serigala berantem memperebutkan seekor ayam, lantas srigala ke-3 justru yang mendapat si ayam yang ditinggalkan tergeletak begitu saja oleh yang berantem? Not with you and not against you,
Re: [budaya_tionghua] Koq Jadi Mubazir ya? (Was: Permusuhan atau Persaingan?)
From: Ophoeng [EMAIL PROTECTED] cut saya sih cuma bercita-cita sederhana sa- ja: hidup cuma sekali, cari peng-an ajah dah ya. Asyik juga membaca istilah peng an, jadi inget Tenglang Bandung, peng an istilah yang cukup populer. Eniwe, didalam kehidupan nyata, nyari peng an doangan sepertinya kurang afdol deh, lha semakin hari yang nyari peng an semakin banyak, akibatnya bukan peng an yang didapat, malah bisa cape atibisa bisa malah she nio ( aku gak tahu nulis benernya kayak gimana, yang aku ingat istilah she nio populer di Jakarta ). sur.
Re: [budaya_tionghua] Nasi Di Rumah Juga Banyak, Jeh! (Was: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis)
Setuju dengan bung Ophoeng, budaya Tionghoa dan budaya komunis itu kurang cocok dibandingkan. Tapi, bisa ditanya bagaimana perubahan/perkembangan budaya Tionghoa dibawah kekuasaan komunis. Sesuai dengan perkembangan ekonomi yang maju begitu cepat di TIongkok, ternyata terjadi perubahan mencolok dalam budaya Tionghoa. Kalau dulu orang selalu bilang, bahwa orang Tionghoa itu terkenal ulet, rajin dan hemat bahkan cenderung pelit. Itu dahulu, semua itu diakibatkan dalam waktu sangat panjang Tiongkok dalam keadaan sangat miskin, dari perang ke perang yang tiada henti-hentinya, dari bencana alam yang berturut-turut, tanahnya tandus, dimusim kering kekeringan, dimusim hujan kebanjiran, ... keadaan yang sangat parah berkepanjangan itulah menciptakan manusia-manusia Tionghoa yang harus ulet dan rajin untuk bisa hidup, dan karena segala didapatkan dengan susah payah, jadilah manusia yang sangat hemat, ... Tapi, sekarang setelah keadaan ekonomi membaik, kesejahteraan rakyat umumnya meningkat ditambah lagi anak hanya satu-satunya, ... terjadi perubahan tradisi Tionghoa dari ulet, rajin dan hemat pada generasi muda. Lha giman, anak satu-satunya yang melayani 2 orang tuanya, ditambah 4 orang kakek-nenek yang memberikan penuh kasih sayang dan memanjakan. Apa yang dikehendaki tidak bisa tidak dikasih, mau apa ada apa. Si anak tidak lagi seperti jaman dahulu, mau apa dia harus bergulat setengah hidup dulu baru bisa dapatkan. Untuk ber-hemat juga tidak ada tradisi itu lagi, mau apa bisa dapatkan dengan mudahnya, tidak lagi ada keharusan untuk menabung, kalau tidak entah besok bisa makan tidak. Itulah sebab, pekerja pendidikan sekarang menghadapi tantangan berat mencarikan cara lebih baik untuk mengasuh anak-anak itu menjadi manusia-manusia yang ulet, rajin dan hemat yang berguna bagi masyarakat. Lebih memperhatikan arah perkembangan pikiran mereka sebaik-baiknya. Satu lagi hal negatif dari anak tunggal, karena tidak ada saudara dirumah dan terlalu dimanjakan, tabiat anak itu menjadi mau menang sendiri saja, kurang rasa toleransi, harus ngalah pada orang lain, ... Sebetulnya, kalau kita perhatikan, bagi Tionghoa yang di Indonesia juga begitu, perbedaan yang totok deengan yang babah sudah beberapaa turunan, bisa nampak beda keuletan, rajin dan hematnya. Biasanya yang totok itu lebih ulet, lebih rajin dan lebih hemat ketimbang yang babah. Udah luntur budaya Tionghoanya, sesusai deengan kondisi kehidupan di Indonesia yang membaik. Cara masak nasi dari dahulu juga 2 macam, kan. Dengan dangdang yang dikukus, atau diliwet yang direbus seperti gunakan rice cooker, kan. Di HK sini nasi model liwet gitu langsung dikasih daging babi, ayam, sapi + sayurnya beraneka ragam, cukup enak, kok. Makanan rakyat, jadi kalau beli dikedai, satu poci nasi liwet sudah bersama lauk-nya cukup dimakan seorang. Salam, ChanCT - Original Message - From: Ophoeng To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 8:10 PM Subject: [budaya_tionghua] Nasi Di Rumah Juga Banyak, Jeh! (Was: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis) Bung Yongde, Bu Edith, Bung Hidatar dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (buka)? Ikut nimbrung soal nasi yang dianggap 'low class status' ya. Sebelumnya, judul Budaya Tionghua Dengan Budaya Komunis, rasanya kurang pas padu-padannya. Tionghua itu suatu bangsa, lha komunis itu satu faham. Jadi rasa- nya ndak pas kalau keduanya saling diperbandingkan. Mungkin kalau dibilang pe- ngaruh komunis terhadap budaya Tionghua, bisa lebih lancar mengalir padanannya? Back to nasi putih, bai-fan. Ada istilah 'juan-fan' - nasi lembek, yang kalau tak sa- lah artinya adalah makan nasi gampang, diberikan cuma-cuma tanpa ada usaha ke- ras memperolehnya. Jadi konotasinya agak merendahkan orang yang menerimanya. Apakah ini ada kaitannya dengan 'gerakan' melecehkan nasi sebagai low class status simbol? Kalau 'leng-fan' - nasi dingin, mungkin maksudnya makanan orang miskin, diperoleh dari sumbangan tetangga, jadi sudah tidak hangat lagi? Kalau saya pribadi, ndak suka makan nasi panas-panas, mulut bisa melepuh. Sebenernya, nasi secara turun temurun sangat dijunjung tinggi oleh bangsa Tiong- hua sejak jaman baheula pisan. Makanya ada istilah 'periuk nasi' atau 'mangkuk na- si' sebagai kiasan mata pencaharian. Juga, sapaan mereka jaman dulu konon mesti tanyanya 'sudah makan (nasi) belum', sebab nasi adalah barang langka dan susah? Kalau karena ekonomi sudah maju, lantas meninggalkan nasi, bahkan melecehkan bahwa makan nasi = orang miskin, mungkin itu cuma ekses dari SNOB - Senengnya Niru-niru Orang Borjuis, sebagai pernyataan sikap bahwa sekarang si proletar su- dah bukan proletar lagi, jadi kudu show off bak borjuis beneran. Kayaknya hal ini merupakan cerminan masyarakat tertentu saja, sikap demikian tidak mewakili ga- ya bangsa secara keseluruhan. Rasanya di Indonesia, orang-orang SNOB selalu sa-
Re: [budaya_tionghua] Nasi Di Rumah Juga Banyak, Jeh! (Was: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis)
Aku pernah baca entah dimana, sebelum menapak ke liberalisasi ekonomi diberlakukan falsafah KHC sedikit di perbaiki, demikian juga dengan perhatian pemerintah, dimana bila sebelumnya fokus dibidang industri, kemudian juga difokuskan ke bidang pertanian/kehutanan. Pendidikan pun mengalami perubahan ( yang ini aku beneran lupa apa saja yang mengalami perbaikan ). Dengan masih adanya perhatian pemerintah terhadap rakyatnya perubahan karena memiliki satu anak masih terus kena pantau. Seperti halnya negara maju semodel Singapore, Taiwan dan Jepang, biarpun tidak ada paksaan memiliki satu anak, malah jumlah pernikahan terus menurun, dan generasi tersebut bisa dibilang mirip dengan generasi anak RRT disaat sekarang. sur. http://indolobby.blogspot.com - Original Message - From: ChanCT Setuju dengan bung Ophoeng, budaya Tionghoa dan budaya komunis itu kurang cocok dibandingkan. Tapi, bisa ditanya bagaimana perubahan/perkembangan budaya Tionghoa dibawah kekuasaan komunis. Sesuai dengan perkembangan ekonomi yang maju begitu cepat di TIongkok, ternyata terjadi perubahan mencolok dalam budaya Tionghoa. Kalau dulu orang selalu bilang, bahwa orang Tionghoa itu terkenal ulet, rajin dan hemat bahkan cenderung pelit. Itu dahulu, semua itu diakibatkan dalam waktu sangat panjang Tiongkok dalam keadaan sangat miskin, dari perang ke perang yang tiada henti-hentinya, dari bencana alam yang berturut-turut, tanahnya tandus, dimusim kering kekeringan, dimusim hujan kebanjiran, ... keadaan yang sangat parah berkepanjangan itulah menciptakan manusia-manusia Tionghoa yang harus ulet dan rajin untuk bisa hidup, dan karena segala didapatkan dengan susah payah, jadilah manusia yang sangat hemat, ... Tapi, sekarang setelah keadaan ekonomi membaik, kesejahteraan rakyat umumnya meningkat ditambah lagi anak hanya satu-satunya, ... terjadi perubahan tradisi Tionghoa dari ulet, rajin dan hemat pada generasi muda. Lha giman, anak satu-satunya yang melayani 2 orang tuanya, ditambah 4 orang kakek-nenek yang memberikan penuh kasih sayang dan memanjakan. Apa yang dikehendaki tidak bisa tidak dikasih, mau apa ada apa. Si anak tidak lagi seperti jaman dahulu, mau apa dia harus bergulat setengah hidup dulu baru bisa dapatkan. Untuk ber-hemat juga tidak ada tradisi itu lagi, mau apa bisa dapatkan dengan mudahnya, tidak lagi ada keharusan untuk menabung, kalau tidak entah besok bisa makan tidak. Itulah sebab, pekerja pendidikan sekarang menghadapi tantangan berat mencarikan cara lebih baik untuk mengasuh anak-anak itu menjadi manusia-manusia yang ulet, rajin dan hemat yang berguna bagi masyarakat. Lebih memperhatikan arah perkembangan pikiran mereka sebaik-baiknya. Satu lagi hal negatif dari anak tunggal, karena tidak ada saudara dirumah dan terlalu dimanjakan, tabiat anak itu menjadi mau menang sendiri saja, kurang rasa toleransi, harus ngalah pada orang lain, ... Sebetulnya, kalau kita perhatikan, bagi Tionghoa yang di Indonesia juga begitu, perbedaan yang totok deengan yang babah sudah beberapaa turunan, bisa nampak beda keuletan, rajin dan hematnya. Biasanya yang totok itu lebih ulet, lebih rajin dan lebih hemat ketimbang yang babah. Udah luntur budaya Tionghoanya, sesusai deengan kondisi kehidupan di Indonesia yang membaik. Cara masak nasi dari dahulu juga 2 macam, kan. Dengan dangdang yang dikukus, atau diliwet yang direbus seperti gunakan rice cooker, kan. Di HK sini nasi model liwet gitu langsung dikasih daging babi, ayam, sapi + sayurnya beraneka ragam, cukup enak, kok. Makanan rakyat, jadi kalau beli dikedai, satu poci nasi liwet sudah bersama lauk-nya cukup dimakan seorang. Salam, ChanCT
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
- Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 5:18 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! --- Dari judul thread diskusi ini saja sudah jelas, kita sedang membahas apakah ketidak-mampuan berbahasa Mandarin pada seorang tionghoa berarti ketiadaan kebanggaan dan jatidirinya sebagai orang tionghoa. Di mana dalam thread diskusi tersebut saya berargumen bahwa itu tidak betul. Lalu Zhou-heng memaksa membelokkan masalah ke soal Orla, Orba, dsb., sambil memaksa mem-politik-praktis-kan diskusi budaya menjadi diskusi gugat-menggugat, sambil memaksa pokoknya saya harus mengambil sikap soal politik untuk issue yang sudah basi (dan sudah seringsekali saya postingkan sikap sayatentangnya, lihat saja di arsip). Tapi hebatnya kalimat pembelokan masalah itu disatu- paragraf-kan dengan kalimat yang memaksa agar orang percaya bahwa Zhou-heng sedang tidak membelokkan masalahnya! Haiyyaaa... Wasalam. == - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 5:18 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Pak ABS, Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! Juga tak usah berkilah dng orde baru Tengahan dan akhiran, toh anda pastinya paham, yang saya angkat adalah peran anda di awal berdirinya orde baru. Anda sepenuhnya menyokong politik budayanya kan? kalau seminggu kemudian keluarga anda ternyata dimusuhi Suharto, itu sudah soal lain, yang pasti bukan karena anda berubah menentang politik budaya tionghoanya bukan? Saya bisa terus mengejar anda, karena setiap kita sebut ada kemunduran dibidang tertentu bagi masyarakat Tionghoa akibat politik Orde baru, anda selalu menyanggah. Jika hal 2 konkrit negatif yang kita kemukakan semua anda bantah, lantas yang mana yang anda terima sbg negatif? jangan2 menurut anda yang ada hanya positif melulu! Kalau begitu, tolong sebutkan dng tegas, apakah secara keseluruhan, Nasib Tionghoa di zaman Orde baru mengalami kemajuan atau kemunduran dibanding zaman Orla? kebijakan Suharto menghambat tau malah mendorong budaya tionghoa? Salam sejarah ZFy
Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
- Original Message - From: danarhadi2000 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 5:52 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Non Tionghoa seringkali masih memakai kata Cina untuk merendahkan? Misalnya Dasar Cina. Ini soal lain. Non Jawa Tengah juga sering bilang Dasar Jawa. Non Minang juga sering Dasar Padang. Non Tapanuli juga sering bilang Dasar Batak. Tapi tidak ada gunanya untuk mendiskusikan berulang-ulang tanpa ujung, apakah boleh menyebut Jawa, Padang, Batak atau tidak boleh. Karena tidak ada selesainya dan tidak ada manfaatnya. Silahkan saja kalau mau konsisten menyebut Tiongkok, dan bukan Cina, okay-okay saja. Presiden RI pun melakukannya, bagus itu! Yang saya usulkan cuma tidak perlu lagi membahas dikotominya berulang-ulang dengan tanpa ujung di milis ini. - - - - - - Lawan saya adalah pendukung negara syariat Islam, let's be frank... saya tahu pasti, who is against me and my ideological fellow dan sebaliknya Saya juga teguh menentang Negara Islam Indonesia. Tetapi sepanjang mereka berjuang secara demokratis dan tidak melanggar hukum dengan main kepruk apalagi main bom, mereka bukanlah lawan saya, melainkan teman saya dalam beradu pendapat. Bahkan yang berpendapat perlu Maluku Selatan Merdeka atau perlu Papua Merdeka atau perlu Aceh Merdeka, juga bukan lawan saya, melainkan teman dalam berbeda paham. Kalau Gus Dur bilang teman dalam berbeda sikap budaya. Begitulah masyarakat yang beradab. Lihat saja apa yang terjadi dalam Wahl kemarin ditempat Nano-heng. Orang bisa saja sebelumnya berbeda, satu pihak kiri satunya pihak kanan, lalu kemarin mereka bersatu dalam suatu koalisi, hari ini berpisah jadi kiri dan kanan lagi. No problem, beda paham, beda pendapat, tetapi tetap teman dan bukan lawan. Begitulah masyarakat yang beradab. Adab absolutisme Bismarck sudah di belakang kita. Wasalam.
Re: [budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan)
Bagi yang senang bernostalgia, mungkin Restaurant Trio di jalan gondangdiah Menteng perlu dikunjungi. Mungkin Pak Danar sudah pernah kenal? ZFy - Original Message From: danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 7:35:53 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan) --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Ophoeng [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Yongde dan TTM semuah, -- deleted- - Back to bak-mie. Saya baru tahu kalau Bakmi Tiong-sim itu asalanya dari kata 'tengah hati, saya kira itu cuma nama merek dagang atau nama boss-nya aja. Rupanya ada filsafat di balik bakmi Tiong-sim. Saya cuma tahu bakmi berdasarkan yang dagangnya ajah, bakmi Me- dan misalnya, saya berlangganan yang di Krekot itu (masuk gang) de- kat Metro Pasar Baru, sejak 1977 ketika pertama kali datang Jakarta. Belakangan baru tahu kalau mereka punya cabang yang dikelola sau- daranya di Pasar Pagi (area Jelakeng) dan di Daan Mogot, di ruko de- kat-dekat Indosiar situ. Katanya ada 2 lagi, satu di Muara Karang (pa- .
Re: [budaya_tionghua] Koq Jadi Mubazir ya? (Was: Permusuhan atau Persaingan?)
Wah nggak berani Mas, orang lagi2 asyik makan kok disodori brosur aneka penyakit, bisa dimusuhi orang se Restaurant hehe... - Original Message From: Ophoeng [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 8:06:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Koq Jadi Mubazir ya? (Was: Permusuhan atau Persaingan?) Bung Fy Zhou dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (buka)? Sorry, saya jadi berkali-kali baca lagi posting saya yang anda tarok di bawah sebagai reference respon anda. Ternyata anda menangkap posting saya seba- gai 'ekspresi' bahwa saya membuat penilaian seolah-olah berdiskusi masalah- masalah ini hanyalah mubazir. (dari anda: .Tapi janganlah membuat peni- laian2 se-olah2 berdiskusi masalah2 ini hanyalah mubazir.) Sejujurnya, kalau boleh saya jujur nih, anda agaknya salah menangkap.. Saya justru merasa banyak mendapatkan 'ilmu' dan wawasan dari milis ini.. Tetapi saya tidak mau dihadapkan pilihan untuk 'pro' atau 'kontra'. Saya cuma mau baca dan mencerna isi diskusi, makanya saya juga tidak membuat respon yang larut bersama perdebatan seru-seru itu. Buat saya diskusi seru begitu sangat canggih untuk pikiran saya, saya sih cuma bercita-cita sederhana sa- ja: hidup cuma sekali, cari peng-an ajah dah ya. Kalaupun ada yang anda anggap sebagai 'selakan', mungkin karena saya le- bih memilih untuk berdiskusi tanpa saling menunjuk-nunjuk atau memaki- maki, tapi lebih ke diskusi secara kekerabatan dan kawan, bisa beda penda- pat bisa sependapat, tapi tetap menganggap semuanya kawan, bukan musuh. Cari musuh sih gampang, ndak perlu join suatu milis tertentu. Cari teman itu- lah yang susah, jeh! Bener ndak nih? :D) Apakah hal ini dianggap salah? Kalau ya, dengan rendah hati saya minta ma- af di hadapan anda. Tapi, sorry, kalau anda menganggap saya bilang 'mubazir', itu tentu saja salah sekali. Rasanya ndak ada maksud atau kata 'mubazir' di dalam posting saya, tersurat maupun tersirat. Sila telaah sekali lagi, karena saya tadi terpaksa berulang-ulang baca lagi posting saya. Anda tidak suka gaya saya bercerita ttg makanan, karena bukan minat anda, saya hargai bahwa anda tidak mau baca dan terus terang menyatakannya. Tapi, kalaupun anda mau menyela, tidak masalah sama sekali buat saya. Sa- ya merasa kita berdiskusi bukan secara pribadi antara anda, Bung Fy Zhou dengan saya, Ophoeng, hanya berdua saja. Tapi bersama semua anggota milis. Pendapat anda ttg hobby makan sumber penyakit sumber kolesterol, tidak masalah juga, itu toh pendapat yang mestinya juga dimiliki orang lain dan bisa jadi banyak anggota milis yang sependapat dengan anda. Kenapa mesti tidak anda sampaikan demi tidak 'mencampuri' minat saya? Justru lebih baik diungkapkan, jadi kita bisa saling bertukar pikiran. Bukan- kah tujuan milis antara lain ya bertukar pikiran dan bertukar pendapat begi- ni? Perkara apakah lantas saya jadi pantang makan enak dan tidaknya, itu toh pilihan saya yang tidak bisa diganggu gugat oleh sesiapapun juga. Sa- ma halnya dengan pilihan anda untuk berdiskusi masalah yang sosial poli- tik berat-berat dan penuh konflik itu, rasanya tiada ada seseorangpun di milis kita ini yang berhak mencampuri pilihan anda itu toh? Jadi, mari kita berdiskusi ttg isi topiknya saja, tanpa mencampur-adukkan penilaian pribadi atas gaya bahasa atau gaya bertuturnya? Sorry, kalau ter- nyata salah lagi nih ya. Bukankah dengan adanya gaya bertutur dan minat yang berbeda-beda itu, justru terasa indahnya satu milis? Hehehe.. Begitulah, kira-kira ya. Kalau ada salah, tolong dikoreksi, kalau kurang sila ditambahkan. Salam makan enak dan sehat selalu, Opheong BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Mungkin anda tidak suka berdiskusi masalah2 sosial politik yang berat2 dan penuh konflik. itu memang pilihan anda, anda bisa memilih berdiam diri tak menanggapi. Tapi janganlah membuat penilaian2 se-olah2 berdiskusi masalah2 ini hanyalah mubazir. Seperti halnya, anda lebih senang berdiskusi masalah makanan, ini pilihan anda, saya sama sekali tak tertarik, juga paling diam saja. Bagaimana jika saya menyela anda dengan komentar bahwa hobby makan itu sumber penyakit sumber kolestrol lho, sebaiknya jangan ribut makan melulu ???. Salam Diet ZFy --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Ophoeng ophoeng@ wrote: Bung Prometheus, Bung danarhadi dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (sahur)? Sorry, ikut nimbrung. Mungkin berbeda pendapat. Tapi mestinya oke toh. Not with you and not for you, jadi kayak kafilah Arab nonton bule-bule pa- da baku hantam, baku tembak, baku bunuh (memperebutkan apa sih ya?), mungkin justru yang pinter adalah kafilah Arab itu. Ngapain juga beran- tem saling melukai saling membunuh ya? Mending duduk ngariung, ngisap pipa perdamaian ala Winnetou sambil ngupi, ngeteh atau nyoklat, cemilan- nya boleh pake roti kompyang atau ampyang, kalau BSD kejauhan ya bo- leh ngumpul di Pancoran atau
Re: [budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan)
Restoran Trio ini, langganan saya dari kecil, unik. Sebetulnya dia sudah meningkat jadi suatu restoran mewah, yaitu yang disebelahnya. Tetapi untuk yang masih kepingin makan di resto tanpa AC dengan debu jalanan ikut masuk piring, he he he... resto yang lama masih tetap dibuka. Menunya agak sedikit beda, tapi dua-duanya enak. Saingan Trio ini, saingan dalam arti jenis menu mirip, adalah Toeng Kong di bundaran Kramat Bunder yang sekarang tempat Patung Pak Tani. Waktu Bung Karno memasang patung tersebut di bundaran itu, resto ini pindah beberapa ratus meter ke arah Barat dan berganti nama jadi Tjahaja Kota (mempertahankan inisial TK-nya). Wasalam. - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 11:41 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan) Bagi yang senang bernostalgia, mungkin Restaurant Trio di jalan gondangdiah Menteng perlu dikunjungi. Mungkin Pak Danar sudah pernah kenal? ZFy - Original Message From: danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 7:35:53 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan) --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Ophoeng [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Yongde dan TTM semuah, -- deleted- - Back to bak-mie. Saya baru tahu kalau Bakmi Tiong-sim itu asalanya dari kata 'tengah hati, saya kira itu cuma nama merek dagang atau nama boss-nya aja. Rupanya ada filsafat di balik bakmi Tiong-sim. Saya cuma tahu bakmi berdasarkan yang dagangnya ajah, bakmi Me- dan misalnya, saya berlangganan yang di Krekot itu (masuk gang) de- kat Metro Pasar Baru, sejak 1977 ketika pertama kali datang Jakarta. Belakangan baru tahu kalau mereka punya cabang yang dikelola sau- daranya di Pasar Pagi (area Jelakeng) dan di Daan Mogot, di ruko de- kat-dekat Indosiar situ. Katanya ada 2 lagi, satu di Muara Karang (pa- . -- No virus found in this incoming message. Checked by AVG - http://www.avg.com Version: 8.0.169 / Virus Database: 270.7.5/1696 - Release Date: 9/28/2008 1:30 PM
Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Dalam menanggapi masalah utama, banyak anggota disini yang membuat analisa dan pernyataan2 sampiran sebagai bahan berargumentasi, apakah Pak ABS tak pernah menanggapi potongan2 kalimat tersebut sebagai sebuah topik baru yang lepas dari konteks pembicaraan awal? Cukup sering kok! Dan ini sah2 saja, karena dalam hal ini kita kebetulan tak memasalahkan poiint utama yang dibahas(alias sepakat),. yang tidak sepakat justru salah satu bagian dari argumentnya. Misalnya kita sedang membahas orang bisa sakit jantung karena kolestrol, lalu dalam salah satu contoh saya menyebut satu nama yang mati karena sakit jantung. padahal anda tahu orang itu mati karena penyakit lever, bisa saja anda bebantahan dng saya mengenai sebab kematian orang tsb, tanpa meributkan apakah teori saya tentang penyebab sakit jantung betul atau tidak! - Original Message From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 11:15:25 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Monday, September 29, 2008 5:18 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat.. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! - - - Dari judul thread diskusi ini saja sudah jelas, kita sedang membahas apakah ketidak-mampuan berbahasa Mandarin pada seorang tionghoa berarti ketiadaan kebanggaan dan jatidirinya sebagai orang tionghoa.. Di mana dalam thread diskusi tersebut saya berargumen bahwa itu tidak betul. Lalu Zhou-heng memaksa membelokkan masalah ke soal Orla, Orba, dsb., sambil memaksa mem-politik- praktis-kan diskusi budaya menjadi diskusi gugat-menggugat, sambil memaksa pokoknya saya harus mengambil sikap soal politik untuk issue yang sudah basi (dan sudah seringsekali saya postingkan sikap sayatentangnya, lihat saja di arsip). Tapi hebatnya kalimat pembelokan masalah itu disatu- paragraf-kan dengan kalimat yang memaksa agar orang percaya bahwa Zhou-heng sedang tidak membelokkan masalahnya! Haiyyaaa... Wasalam. = = - Original Message - From: Fy Zhou To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Monday, September 29, 2008 5:18 PM Subject: Re: Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) Pak ABS, Saya tak pernah membelokkan persoalan, saya hanya membesarkan apa yang tersirat dari tulisan anda menjadi sesuatu yang tersurat. Agar lebih mudah didikusikan. Dan sedihnya, anda tetap menghindar dari masalah yang saya gugat! Tak usah sempitkan politik bahasa dan budaya tionghoa hanya ke masalah sekolahan tionghoa. kita semua tahu yang diperbuat Orde baru lebih dari itu! Juga tak usah berkilah dng orde baru Tengahan dan akhiran, toh anda pastinya paham, yang saya angkat adalah peran anda di awal berdirinya orde baru. Anda sepenuhnya menyokong politik budayanya kan? kalau seminggu kemudian keluarga anda ternyata dimusuhi Suharto, itu sudah soal lain, yang pasti bukan karena anda berubah menentang politik budaya tionghoanya bukan? Saya bisa terus mengejar anda, karena setiap kita sebut ada kemunduran dibidang tertentu bagi masyarakat Tionghoa akibat politik Orde baru, anda selalu menyanggah. Jika hal 2 konkrit negatif yang kita kemukakan semua anda bantah, lantas yang mana yang anda terima sbg negatif? jangan2 menurut anda yang ada hanya positif melulu! Kalau begitu, tolong sebutkan dng tegas, apakah secara keseluruhan, Nasib Tionghoa di zaman Orde baru mengalami kemajuan atau kemunduran dibanding zaman Orla? kebijakan Suharto menghambat tau malah mendorong budaya tionghoa? Salam sejarah ZFy __.._,_.___ Messages in this topic (4) Reply (via web post) | Start a new topic Messages .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Change settings via the Web (Yahoo! ID required) Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use
[budaya_tionghua] Resto Jadul Masih Bertahan. (Was: Tahu Makannya Doang, Jeh!)
Bung ABS, Bung Fy Zhou dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (buka)? Terima kasih atas respon anda berdua, terutama Bung Fy Zhou yang bilang bukan minatnya terhadap makanan, tapi tetap mau urun rem- bug ungkapkan ttg resto jadul di Godila - Gondangdia Lama ini. Sa- ya sangat menghargai respon anda ini, sebab walau ndak minat tapi tetep ikut bicara. Kalau boleh saya ikutan nimbrung lagi nih ya... Saya baru tahu kalau dulu-dulunya Toeng Kwong atawa Tjahaja Kota itu berlokasi di deket bunderan Patung Tani, dan namanya dulu Kra- mat Bunder. Memang asyik kalau baca cerita jaman dulu, serasa kita masuk ke lorong dimensi waktu dan ruang dan tempat lama. Walau sesudahnya, saya suka merasa pusing ketika balik ke masa sekarang, tapi tetep sajah asyik sekali mengarungi waktu flash back gitu, jeh! Trio memang enak-enak makanan-nya, menunya ya itu-itu saja. Sa- king seringnya anda makan di situ, bisa hapal semua menu yang 'ku- no' dan khasnya. Katanya dulu Trio didirikan oleh tiga orang sahabat, saya pernah baca entah di mana. Lalu 2 orang sahabatnya menyerah- kan ke yang sekarang, untuk terus dikelolanya. Tapi juga ndak jelas kenapa yang 2 tidak lagi berminat meneruskan kongsinya. Huzaren sla dan ayam nanking, juga gohiong Trio-nya enak sekali. Yang unik lagi, waktu seolah berhenti berputar di Trio. background musiknya masih lagu-lagu lama jaman Patty Sisters, itu kira-kira ta- hun 1960-an akhir ya? Resto Trio dan Tjahaja Kota (d/h Toeng Kwong) dua-duanya bisa terima catering di tempat anda, lengkap peralatan dan orang yang melayaninya. Dengan order minimal sejumlah tertentu. Waktu saya masih ngantor di Cikini, suka pesen mereka untuk makan rame-2 di kantor bersama teman-teman termasuk para bule expat-nya. Resto di sebelahnya yang 'bersaudara', mungkin yang Bung ABS mak- sud adalah Paramount ya? Agak jauh sekarang lokasinya. Menunya memang agak-agak mirip, tapi saya tetap lebih suka makan di Trio, walau panas tanpa AC, dan dikerubungi tukang ngamen dan tukang semir dan tukang majalah. Paramount banyak yang sewa untuk pes- ta pernikahan. Tempatnya memang luas dan bertingkat plus AC. Resto Toeng Kwong benar menunya hampir sama-sama jadul, tapi lebih ke arah Chinese food condongnya, sementara Trio lebih banyak condong ke menu 'peranakan'(?) yang ada pengaruh Belanda-nya. Harga masih lebih murah di Trio, walau sekarang Trio tidak bisa di- golongkan sebagai resto dengan harga murah lagi. Yang jadul juga, mungkin bisa disebut Tan Goei di Menteng. Atau ka- lau mau bergaya sederhana mirip Trio, ada satu di kawasan Senen. Ma- suk jalan kecil, namanya A-nam (atau Paknam, lupa lagi). Kuno banget dan menunya tidak banyak. Spesial mereka adalah pangsit masak (lu- pa nama persisnya). Patut dicoba punya, sebab tidak ada resto yang menyediakan menu begitu. Siauw A Tjiap juga mungkin bisa digolongkan jadul. Spesialnya tentu saja belut cah fumak. Yang otentik kayaknya yang di Pintu Besar Se- latan. Pernah buka di BSD tapi pas BSD belum berkembang, jadi su- dah tutup lagi digantikan Resto Padang. Padahal sekarang BSD (sori, nyambung BSD lagi ya) banyak dikepung resto-resto di mana-mana. Waktu Glodok Plaza belum dibangun, dulu di kawasan Pinangsia situ, yang sekarang jadi Plaza Pinangsia(?) pusat komputer itu, ada satu ke- dai soto ayam Kadipiro atau apa. Lokasinya di rumah-rumah gemeente yang kayaknya dulu merupakan perumahan eks Belanda (sipir?). Dekat situ tentu kudu mampir juga ke Resto Panggang Ayam Malang (mana ada ayam dipanggang merasa 'bahagia' ya?), termasuk jadul juga. Jangan lupa Eka Ria dan Angke, juga di Kebayuran Lama ada Nico, ka- tanya Eka Ria dan Nico itu favorit Oom Liem ya. Satu lagi di Gunungsa- hari, deket showroom Volvo, ada yang jual spesial sekba, kuno juga. Bagaimana Nasi Tim Baharu di Mangga Besar? Kalau yang tendaan, saya suka kagum dengan Pinokio, masih bertahan sampai sekarang, tetap setia menjajakan ayam bakar. Sekarang mereka mangkalnya di Samanhudi, malam saja, di depan Resto Bakmi Permata. Juga di sekitar situ ada Nasi Uduk Kota Intan, Soto Kudus, dan sate + sup kambing bening (sebelah Pinokio) yang sudah ada sejak tahun 70- an, bertahan terus sampai sekarang mungkin sudah generasi ke-3? Itu saja yang saya masih ingat, barangkali ada yang bisa dan mau me- nambahkan? Silakan saja. Eh, barangkali ada yang tahu, kenapa Blue Ocean (BO) tutup ya? Padahal itu resto dulu kayaknya laris tuh? Halah, kalau sudah bicara resto, saya selalu senang melanjut-lanjut, sampai suka ndak ingat ada yang ndak suka ya. Sorry, kalau ternyata tidak berkenan di hati anda ya. Begitu ajah sih ya. Sila koreksi kalau ada yang salah, dan tolong tambahkan kalau kurang. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] wrote: Restoran Trio ini, langganan saya dari kecil, unik. Sebetulnya dia sudah meningkat jadi suatu restoran mewah, yaitu yang disebelahnya. Tetapi untuk yang masih kepingin makan di
[budaya_tionghua] Re: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan
Bung Dipodipo dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (buka)? Hehehe bener sekali, banyakan sih orang makan bakmi goreng dijadikan lauk makan nasi, jadi kalau pesen nasi rames, sukaan ada juga warung nasi yang tarokin bakmi goreng sebagai lauknya. Mungkin dengan alasan bakmi goreng toh juga mengandung bak- so, kekian, daging, sayur-mayurnya (dan toge, kalau ala Medan). Tapi, kami di Cirebon dulu, memang suka makan bakmi ayam (ju- ga ada sayur dan dagingnya) atau ya-myen dengan nasi. Bahkan satu teman saya masih ingat dia suka pesen satu porsi bakmi a- yam dengan 2 porsi nasi putih, supaya kenyang. Bakmi Jawa, umumnya yang dimaksud adalah bakmi berkuah. Sa- ya pernah ingat waktu di Solo, ada ibu-ibu yang menjajakan bak- mi jawa cuma dikasih kubis (kol) dan sawi dan brambang goreng dimasak kecap kering begitu. Yang beli banyakan abang-abang becak yang suka antar orang ke Pasar Besar, dimakan dengan kondimen rawit, diklethis langsung sambil makan bakminya. Waktu satu pabrik mie instant mau mengembangkan rasa mie instantnya (waktu itu namanya mie instant adalah mie berkuah), dalam diskusi, kebetulan saya terlibat, saya usulkan membuat mie goreng ala jawa yang cuma berkecap dan berbumbu saja. Rupanya usul itu ditanggapi serius dan dicoba, ternyata 'rasa' mie goreng dalam bentuk mie instant sekarang populer sekali. Begitu sajah sih ya kira-kira. Salam bakmi goreng tanpa nasi, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, dipodipo [EMAIL PROTECTED] wrote: Koh Ophoeng, Setahu saya bakmi yang dimakan pakai nasi adalah yang digoreng, sedangkan yang dimasak kuah digado saya. Paling tidak itu kebiasaan yang saya amati di Jawa Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng ophoeng@ wrote: wa adalah dalam tata cara makan bakmi, baik bakmi ayam maupun bak- mi goreng. Umumnya, kami makan bakmi sebagai 'lauk', jadi bakmi di- makan bersama nasi. Tentu saja ada perkecualian, dalam arti ada bebe- rapa teman kita dari kota-kota di Jawa yang cuma 'menggado' bakmi tanpa nasi waktu makannya. Meng'gado' ada istilah untuk makan lauk tanpa nasi, misalnya makan sate ayam tanpa lontong, satenya doang. Waktu saya masih SMP, ya-myen mulai populer di Cirebon, begitu juga di Bandung. Sebagian teman dari Jawa menyebutnya mie pangsit, walau tanp tambahan pangsit sekalipun. Ada beberapa variasi ya-myen, ada yang 'asin' ada yang 'manis' (diberi kecap manis), ini umum di Bandung Salam makan enak dan sehat bermanfaat, Ophoeng BSD City, Tangerang
[budaya_tionghua] Pondok Kemangi (Was: Kopdaran? Kapan?)
Bung Budiman dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (buka)? Hehehe resto Pondok Kemangi itulah yang saya maksud sebagai ala Jawa dan Sunda. Menunya sih ndak banyak, tapi yang khas itu simping (scallop) dan pucuk daun labunya. Juga, sambel 8 macam yang disediakan gratis, bo- leh ambil sepuasnya. Pondok Kemangi persis bersebelahan dengan Telaga. Depot Madiun, pecel, kayaknya memang tutup sekitar jam 5 sore. Ramenya minta ampun pada sabtu, Minggu dan libur. Seorang teman saya yang saya anjurkan makan di situ jadi kapok dibuatnya, antri lama dan layanan kurang cepat dan makanan sempet agak-agak berantakan. Apa boleh buat, resiko resto ya begitulah, sepi dijauhi pembeli, rame servis jadi berkurang. Sorry, sampai sekarang saya belum coba makan sate kambing yang dekat Bakmi MGM - Mirip Gajah Mada(?), sebab selalu ada saja halangan untuk coba makan di situ. Warung Tengil-nya babai guling sudah dicoba, tapi koq rasanya beda ama babi guling yang dibawa dari Bali-nya langsung. Kalau bicara kepiting, saya mah cuma melongo. Ndak menggandrungi ma- sakan kepiting. Makannya repot dan terutama ndak baik buat mata.. pencaharian, sebab harganya makin gila-gilaan mahalnya. Hehehe.. Jun Njan juga sudah buka cabang di BSD. Kemaren coba makan mengira masih akan mendapatkan masakan jaman yang di Batuceper. Tahunya su- dah berubah, yang sekarang porsinya jadi terbalik, dulu porsi small seka- rang jadi porsi Large atau Medium(?), jadi harga keliatan ajah seolah-olah murah, padahal porsinya jadi kecil. Yang paling mencolok adalah after meal effect-nya: mulut dan kerongkongan terasa kering dan leher belakang jadi cekot-cekot sesudah makan di situ. Kebanyakan MSG-nya, pasti itu, jeh! Kopdaran-nya, mending ndak usah di BSD tuh katanya. Lha kejauhan amat BSD kalau buat orang-orang Jakarta, apalagi kalau yang mukimnya di timur Jakarta aka Bekasi, Cikarang. Pan itu mah dari ujung ke ujung ya? :D) Bung Budiman, saya koq jadi punya perasaan bahwa anda tinggal di deket- deket BSD ya, lha kayaknya hapal banget ama semua makanan di BSD nih. Terutama yang di GS - SMS itu. Begitu ajah sih ya. Salam bakmi babi merah putih, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, BUD'S 1 [EMAIL PROTECTED] wrote: Yup, Sekarang BSD tambah rame, terakhir ada buka Resto Telaga, Bumbu desa dan Kemangi ( re-lokasi ). Bakmi / Lo Mie Abadi Angke juga ada. Kalau masakan kepiting di Raja Kepiting dan Sarang Kepiting masih kalah jauh dibandingkan dengan yang di Saung Greenville. Ada juga Bakut Mumu, yang gambarnya lucu, ada Bakmi Japos dan Cwie Mie Malang tapi sepi. Pecel Madiun yang di samping Tukang Aduk semen itu kan ? kalau malam kelihatannya ngak rame apa dah tutup ?. Yang ala Jawa Sunda itu resto apa sih ?? dan ada dimana ?? Salam, Budiman
[budaya_tionghua] Wah! Di Atas Lereng Masih Ada Gunung, Nih! (Was: Tahu Makannya Doang, Jeh!)
Bung Danarhadi dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (sahur)? Hehehe... pancen ndak salah kalau di buku cerita silat selalu dikatakan, di atas bukit masih ada gunung, dalam hal ini, saya yang menjadi lereng bukitnya, belum bukitnya, dan Bung Danarhadi adalah gunungnya. Sori, kalau selama ini saya sudah petentengan cuap-cuap di depan Thay-san. FLASH BACK Jaman 50-an dan awal 60-an, saya mah masih piyik atuh. Baru juga di- lahirkan. Tentu saja tidak masuk dalam dimensi waktu dan ruang yang sama yang Bung Danarhadi alami. Disebutkan suka makan bakmi di daerah antara lain Cirebon, kalau bo- leh saya numpang tanya, apakah Bung Danarhadi ada ingat di Cirebon dulu katanya ada RM Buseng yang katanya sih lumayan top bakminya. Saya cuma dengar saja ttg resto ini, sebab akhirnya resto ini tutup dan tempatnya dibeli oleh papah saya untuk dijadikan toko kelontong. Lo- kasinya di Jalan Pasar Pagi (Siliwangi) d/h Kejaksan, persis di seberang Pasar Pagi (Jalan Pamitran). BAKMI BERTOGE Terima kasih info-nya ttg bakmi goreng yang dikasih toge. Saya baru tahu ttg hal ini. Yang saya ingat bahwa bakmi di Jawa barat, termasuk mie goreng dan mie ayam, tidak memakai toge. Baru setelah ada penga- ruh dari mie Medan (dan Bangka?), kami mengenal bakmi dengan toge. Tadinya mah paling juga pakai sayur caisim yang standar itu, jeh! SAUS KENTAL SOKLAT Kalau di luar negeri bakminya selalu pakai saus kentel, mungkin juga itu pengaruh si Wok With Yan yang mengkampanyekan 'wonder flour'. Coba saja ingat-ingat, si Yan dalam Wok With Yan itu, apa-apa saja selalu diberi 'wonder flour', yang kayaknya sih tepung kanji atawa aci diencerkan dengan air sedikit. Saya ndak tahu persis, asalnya gaya masak bersaus kentel ini dari aliran mana di Tiongkok-nya ya. UKURAN BENTUK BAKMI Bakmi tipis atau tebal, sebenarnya tergantung alat atau mesin penca- cahnya saja. Apakah itu pengaruh budaya suatu daerah tertentu? Bisa saja terjadi begitu. Siapa duluan di daerah situ yang membuat bakmi yang enak dengan ukuran atau bentuk yang bulat, tebal atau tipis, ja- di akan ditiru para pengekornya. Lama-kelamaan lantas menjadi sema- cam ciri khas bahwa daerah situ beralrian bakmi ukuran tebal atau ti- pis, bulat atau pipih. Begitu juga dengan warna-nya. Sebagai contoh, bakmi GM termasuk populer dengan 'aliran' bakmi yang agak lembut, agak gepeng. maka banyak lantas yang coba meni- ru gaya bakmi seperti itu, termasuk warnanya. Pangsit goreng ala GM ajah, sekarang banyak ditiru, baik bentuk, tekstur dan warnanya. Ta- pi ya itu tadi, bisa jadi lantas pangsit goreng model begini menjadi ci- ri khas pangsit goreng Jakarta, misalnya. Sebab banyak kemudian yang coba meniru pangsit ala GM, hampir semua resto bakmi ayam membuat pangsit goreng ala GM begitu, kalau tak salah. Kalau tidak hampir se- mua, setidaknya ada banyak ya. banyaknya ini, tentu saja yang pernah saya coba makannya. Tapi, itu tentu saja menurut pendapat saya yang awam. Bisa saja salah. LOMIE DAN LOMIE Lomie Pinangsia itu yang pakai kangkung dan taburan daging ayam re- bus dan babi panggang (persisnya babi bakar), juga taburan brambang goreng yang cukup berlimpah, disirami saus kental coklat? Kayaknya ma- nisnya itu cuma pakai kecap manis saja. Penjualnya kelihatan bukan tu- runan Totok, mirip Tionghua Benteng, jadi mungkin saja itu hasil adap- tasi dari masakan Tiongkok, tapi sudah tidak jelas dari aliran mana. Sebutan 'lomie' pada Lomie Pinangsia ini, mestinya agak melenceng da- ri pakem 'lomie' yang lain. Lomie Abadi misalnya, juga Lomie Mikado di Kebun Jeruk (belakang Hayam Wuruk Plaza), juga mungkin lomie di resto umum (bukan spesial bakmi), kayaknya isinya adalah mie masak dengan aneka sayur dan daging yang berlimpah, tidak mesti berkuah kentel soklat pakai kanji. Lomie Karet juga menganut faham lomie tidak berkuah kentel, walau warna kuahnya juga soklat kerana kecap manis. BAKMI BERKUAH KENTEL Kalau yang pakai kuah kentel soklat kanji, dari Medan ada emie, yang diwakili oleh Acuan di Pluit (berjejeran dengan Mie Keriting Siantar itu), dengan aroma udang (hebi) yang kentel. Mienya dimasak secara 'kocok', memakai keranjang dari alumunium berlubang-lubang. Kuahnya bener kentel soklat dari aci (kanji). Diberi sayur (kangkung?) dan toge, diberi taburan brambang goreng (pengaruh Jawa?) dan telur rebus. Daging- nya pakai udang walau sekedar basa-basi pakae udang kecil-kecil aja. Mirip e-mie adalah mie koclok ala Cirebon, pakai siraman kuah kentel dari aci juga, dengan tambahan santen dan berwarna putih susu. Isinya tentu saja daging ayam suwir, bawang daun dan brambang goreng dan sayurnya kol (kubis) dan tokol (toge). Ada kesamaan dalam hal telurnya. Baik e-mie maupun mie koclok (=kocok) sama-sama setengah telurnya. saya kadang heran, mungkin ada ya ayam yang bertelur setengah saja? Hehehe. just kidding, jeh! Mie kocok Bandung agak beda, kuahnya encer bening. Pakainya tetelan sapi dengan urat (koyor?), mirip sotomie di Jakarta (Karang Anyar). MIE ACEH Yang sungguh beda
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Dear Mbak Edith yg baik, Ya, saya setuju masalah istilah cina vs Tionghoa memang sulit dipahami. Jangankan bagi inlanders, bahkan bagi generasi muda cina, istilah cina sudah tidak dirasa kurang ajar lagi. Saya agak-agak pengecualian, sekalipun saya lahir di era akhir 70-an, tetapi saya benar-benar tidak suka istilah cina. Saya lebih memilih istilah TIONGHOA. mari kita belajar memahami awal dari penghinaan rezim Suharto terhadap komunitas WNI Tionghoa. Agar kita semua, baik Tionghoa dan Inlanders, dapat memahami the whole picture. Istilah cina secara resmi diundang-undangkan atas usulan dari Kristoforus Sindhunata dari LPKB. Di seminar Angkat Darat ke 2 di Lembang tahun 1966, Sindhunata (politisi katolik) dengan tenang dan mantap menyatakan bahwa ia memilih cina. Ia juga menyatakan, konseptor Inpres 14/1967 yang melarang kebudayaan, adat-istiadat dan tradisi Cina diselenggarakan di tempat terbuka adalah dia dengan kelompoknya (LPKB yg sekarang CSIS). Tionghoa adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata Zhong Hwa dari Tiongkok. Istilah Tionghoa dan Tiongkok lahir dari lafal Melayu (Indonesia) dan Hokian, jadi secara linguistik Tionghoa dan Tiongkok memang tidak dikenal (diucapkan dan terdengar) diluar masyarakat Indonesia. Jadi ini adalah khas Indonesia, oleh sebab itu di Malaysia dan Thailand tidak dikenal istilah ini. Istilah China yang dibuat orang dari luar Tiongkok yang telah terlanjur populer bukan berarti tidak boleh diganti dengan Tionghoa/Tiongkok. Analoginya dengan Siam jadi Muangthai/Thailand. Atau Myanmar dari Burma. Perdana Menteri RRT, Zu Rong Jie beberapa tahun yang lalu pernah menyinggung istilah China, dan saat itu PM Zu Rong Jie mengatakan: Nanti pada saat yang tepat kami akan umumkan penggantian istilah China. Jadi saya kira, nanti setelah masalah Taiwan bisa selesai, kita mungkin tidak akan melihat istilah China secara resmi. hormat saya, Kenken
Re: Komunis (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI)
Kalau gitu diakhiri aja,peace dah. --- On Mon, 29/9/08, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] Subject: Komunis (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI) To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, 29 September, 2008, 4:10 PM - Original Message - From: melani chia To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Monday, September 29, 2008 7:56 AM Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI ABS bukannya pahlwan melawan Komunis jaman dulu (tdk suka konmunis)??? Pak?? Pahlawan sih bukan, tidak suka iya, ikut menggulung komunis iya!!! Kouwnio! !! - - - - - - - - - Lalu 10 th lalu jadi pejuang repormasi juga He he he... emangnya yang anti komunis nggak bisa ikut repormasi??? ??? Malahan yang nggak kelihatan waktu repormasi justru yang komunis! ! - - - - - - - - - Tapi soal ini nggak ada hubungannya dengan budaya tionghoa. Jadi saya sudahkan sampai di sini Kalau Chia kouwnio masih penasaran, mau terus-terusin soal komunis dan reformasi, japri saja. Ntar kalau lagi mood debat, saya jawab. Tapi kalau lagi nggak mood debat, ya saya diemin dulu, sampai mood lagi. Abis lebih senang tindakan nyata dari debat sih... Wasalam.
[budaya_tionghua] Re: Nasi Di Rumah Juga Banyak, Jeh! (Was: Beda Budaya Tionghua Dgn Budaya Komunis)
Hi Ophoeng sudah makan babai? Mau nanya nih, dulu kayaknya orang kalau tidak mampu maknnya nasi beras merah, koq sekarang beras merah lebih mahal dari beras putih. Kenapa ke bolak-balik jeh? Teman-teman kalau ditawarin jagong dingin sama Ophoeng-heng jangan mau tetep laper. Salam, Dedy
RE: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Seandainya kata Cina atau Cino dalam kalimat kalimat tersebut diganti dengan tionghoa apakah Anda mendapat kesan lebih baik??? -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of danarhadi2000 Sent: Monday, September 29, 2008 1:32 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina *** Sebagai Non Tionghoa saya ingin bertanya, jujur niihhh: apakah makna China dalam kata China Airlines, atau istilah China yang dipakai dalam bahasa Inggris, seperti China Town, Chinese Restaurant, etc SAMA dengan makna kata Cino di negara tercinta? Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
RE: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Cina itu masih istilah resmi, tapi demi mengakomodir sebagian orang yang merasa tersinggung kalau ada kata cina keluar, maka ada kesepakatan tidak tertulis, mending pake istilah tionghoa aja daripada diresehin, hehehehe. -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Sunny Sent: Tuesday, September 30, 2008 2:17 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina China adalah istilah bahasa Inggris, sedangkan Tiongkok asalnya dari bahasa mandari Cungkuo. Tiongkok dan Tionhoa telah menjadi istilah resmi dalam bahasa Indonesia. Barangkali bisa dianalogikan dengan istilah negro, kalau istilah negro yang dalam bahasa spanyol/portugis artinya artinya hitam dan ini biasanya dulu dipakai untuk orang berkulit hitam berasal dari Afrika, sekarang dalam bahasa Inggris istilah tsb tidak lagi populer, dan dipakai istilah black atau African American, atau asal negerinya misalnya dibilang I'm Somalian, I'm Ethiopian etc kalau pakai istilah negro sudah kurang populer dan mungkin bisa dianggap agak menghina seperti kata nigger. Orang Indonesia di Malaysia dibilang Indon, istilah ini katanya mempunyai arti negatif dalam pengertian di Malaysia, jadi seperti di Kanada ada istilah Pakis untuk orang Pakistan dan India. Di koran-koran dan majalah di Indonesia sekalipun istilah resmi Tiongkok dan orang Tionghoa, tetapi masih saja ada yang pakai istilah Cina. Untuk supaya tidak banyak report sebaiknya pakai saja istilah resmi. Atau bagaimana? - Original Message - From: HYPERLINK mailto:[EMAIL PROTECTED]danarhadi2000 To: HYPERLINK mailto:budaya_tionghua@yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED] m Sent: Monday, September 29, 2008 8:32 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina --- In HYPERLINK mailto:budaya_tionghua@yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED] m, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith *** Sebagai Non Tionghoa saya ingin bertanya, jujur niihhh: apakah makna China dalam kata China Airlines, atau istilah China yang dipakai dalam bahasa Inggris, seperti China Town, Chinese Restaurant, etc SAMA dengan makna kata Cino di negara tercinta? Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono No virus found in this incoming message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM
RE: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
Setuju sekali. Tapi entah kenapa, di Indonesia ini sepertinya selalu pakai obat yang salah untuk sebuah penyakit. misal, enggak senang dengan makian dasar Cina. maka yang ingin dihilangkan adalah kata Cina. Misal lagi, enggak senang di-pungli sehubungan dengan surat SBKRI, maka yang ingin dihilangkan adalah SBKRI nya. Padahal yang jadi masalah adalah makiannya, dan pungli nya, tapi yang dihilangkan kok yang lain lain? Jangan tanya kenapa, gue juga masih bingung kenapa nya, hehehe. -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Edith Koesoemawiria Sent: Monday, September 29, 2008 2:49 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Salam dan maaf, saya tidak bermaksud mengecilkan apalagi menghapus makna kejahatan diskriminasi etnis itu. tapi justru karena saya non Tionghua, maka saya bertanya. di tempat saya kerja, redaksi cina yang merupakan gabungan dari orang2 asal mainland dan taiwan, melihat saya dengan aneh kalau saya menyebut Tiongkok. Mereka bilang, Tiongkok sudah tak ada sejak dihapusnya sistim kekaisaran. di luar itu, menurut saya hampir setiap kata atau istilah bisa digunakan sebagai makian dan penghinaan, tergantung kepada penggunaannya. di pihak lain, kata yang sama bisa digunakan untuk menunjukan rasa sayang, semua tergantung pada tingkat kepercayaan dan jarak hubungan antara penggunanya dan orang atau kelompok yang dituju/dimaksud. indonesia misalnya, menunjuk pada sebuah negara yang berdiri sejak 1945, rakyat yang mengakui dirinya bagian dari wilayah kekuasaan itu, serta kebiasaan atau citarasa lain yang muncul di dan dari kawasan republik itu. tapi di beberapa kalangan, indonesia bisa juga dipakai sebagai makian, misalnya ketika menggambarkan perilaku korup, kebiasaan terlambat, atau ketidak beresan yang membiarkan kelaparan dan pengangguran terus membengkak. memang karenanya, ada juga sekelompok orang yang ingin mengganti penggunaan indonesia menjadi nusantara misalnya. tapi apakah itu akan merubah esensi pandangan terhadap indonesia apabila sikap-sikap yang dikecam itu tidak berubah? kalau tetap sama, siapa bilang orang tidak bisa menggunakan nusantara sebagai makian? ya pastilah maksudnya kecaman, kalau orang bilang, dasar cino, dasar sunda, dasar melayu, dasar batak... dsb. tapi juga kalau mengatakan dasar tionghua. tentu masyarakat tionghua-indonesia berhak tersinggung kalau dimaki. tapi kalau saya mungkin lebih tersinggung, marah karena diskriminasi itu ueberhaupt terjadi, atau justru dengan sengaja (ataupun tidak) dibiarkan terjadi. dan memang sangat menyebalkan mendengar tukang bajaj atau jendral atau habib atau siapapun yang bilang, bahwa perkosaan segolongan perempuan manapun juga boleh dibiarkan. atau tidak? Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 06:32:21 - Von: danarhadi2000 HYPERLINK mailto:danarhadi2000%40yahoo.com[EMAIL PROTECTED] An: HYPERLINK mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED] com Betreff: [budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina --- In HYPERLINK mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED] com, Edith Koesoemawiria [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith *** Sebagai Non Tionghoa saya ingin bertanya, jujur niihhh: apakah makna China dalam kata China Airlines, atau istilah China yang dipakai dalam bahasa Inggris, seperti China Town, Chinese Restaurant, etc SAMA dengan makna kata Cino di negara tercinta? Waktu saya dengan Bian Koen misuh misuh waktu pimpin demo PMKRI dan KAMI di kedutaan RRT tahun 65aan akhir dasar Cino!, saya - as Non Chinese - ikut merasakan nuansa penghinaan tuh. Anda tidak? Saya dengar tukang bajaj sedang baca koran tahun 98an, lalu komentar enteng ahh biar deh diperkosa tu amoy amoy cina. Anda bahagia mendengarnya? Salam danardono --- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global HYPERLINK http://www.budaya-tionghoa.orghttp://www.budaya--tionghoa.-org :. .: Pertanyaan? Ajukan di HYPERLINK http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghuahttp://groups.-yahoo.com/ -group/budaya_-tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua HYPERLINK http://iccsg.wordpress.comhttp://iccsg.-wordpress.-com :. Yahoo! Groups Links No virus found in this incoming message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus
RE: [budaya_tionghua] Re: Kompyang
Wah tengkyu, Zhao Yun informasi yang berguna ini gue catat dulu. Gimana kalau BT ngadain gathering dengan menu Kompiang?? Mumpung udah tahu nomer telpon supplier nya neh. heheheheheh.. -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Zhao Yun Sent: Monday, September 29, 2008 7:23 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Kompyang Di daerah Teluk Gong, Jakut, ada yang jual kompyang sih, bisa dianter kalo beli banyak (10 gitu). Telponnya 021-6684894. Berikutnya..-.. KOMPYANG, adooo cari Kompiang di Jakarta dimana euy, kasih tahu gue donk!!! -Original Message- From: HYPERLINK mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED] com [mailto:HYPERLINK mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED] com] On Behalf Of Ophoeng Sent: Friday, September 26, 2008 10:17 PM To: HYPERLINK mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED] com Subject: [budaya_tionghua] Kopdaran? Kapan? (Was: Sorry, Ada Terasinya Ya?) No virus found in this incoming message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM
RE: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Jaka sembung murus-murus, kok kaga nyambung nih Dinosaurus? Lu lagi nanggepin yang mana dan ngomongin apa sih inih? -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of ardian_c Sent: Sunday, September 28, 2008 1:41 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI lha beli buku mandarin aja kayak beli ganja mesti ngumpet2. Pengalaman gw lage kecil getu,mesti ngumpet2 ke daerah kota belinya. Cari buku yg bagus jg gak gampang, belajar mandarin ya diem2 khan, emangnya ada KURSUS TERBUKA kayak jaman sekarang ? Gw bilang kursus terbuka ya bukan jurusan sastra hehehehehe, lagian jg jurusan sastra cina tjoema ada di 2 universitas lho di Indonesia ini. Kalu sekarang mah banyak , kayak temen gw bisa ngajar di Satya Wacana lho, lha jaman doeloe ? Boro2 neng. Pernah naek pesawat dari luar negri gak ? Baca dong custom declare nya sono. Itu kejadian sebelon reformasi neng tuyul alias jaman orba. Lagian ape urusan cina diganti indonesia trus gw mencak2 ? Dasar oon lu ya, gw mah maunya tionghoa itu diakui sebagai salah satu etnis di Indonesia. Dus jg mendukung istilah etnis Tionghoa buat ngebedain ame china2 dari daratan kek, taiwan kek, singapore kek. So istilah tionghoa adalah istilah yg berlaku buat indonesian chinese. Jgn suka kayak yg oon dah kayak temen lu tuh yg bilang istilah tionghoa jurassi banget heuehehehheheehhehe Korban pilem jurassic park seh doi. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] lowongan pekerjaan
saya mau menawarkan lowongan pekerjaan nih sebagai guru les mandarin, lebih diutamakan yang masih kuliah, lowongan part-time dan fulltime lokasi nya di taman aries kalo ada yang berminat bisa hubungi 0818.083.08689 dengan miss iceu tapi skrg lagi libur lebaran, kalo mau kirim cv dulu boleh kirim ke [EMAIL PROTECTED], tapi mungkin nanti panggilan interview baru stlh tgl 5 oktober, thx
[budaya_tionghua] Re: Permusuhan atau Persaingan? (Was: Fwd: Apa kata Harry Tjan)
Bung Danarhadi dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (sahur)? Hehehe. terima kasih atas respon anda. Saya ingat bahwa Bung Karno pernah bilang 'jas merah', jangan sesekali melupakan sejarah. Tapi kalau ndak salah ada juga ungkapan 'lakem jas', kalem saja-lah. Benar sekali bahwa kehidupan ndak ada yang ideal, konflik mestilah ada. Tapi, sorry, kalau anda sudah memperlebar masalah gaya diskusi di mi- lis ini menjadi keharuisan memilih 'pro' atau 'kontra', apalagi dikaitkan dengan situasi dunia, NKRI, buat saya mah sangat canggih, ndak bisa sa- ya cerna di otak saya yang cuma mau cari peng-an ajah nih. Apatah saya ni, bung? Mana berani saya menyarankan rakyat Aceh untuk begini begitu? Saya tidak pernah berniat menyarankan kepada sesiapa saja untuk not with you nor against you, itu cuma buat saya pribadi aja. Sorry kalau ternyata itu disalahtafsirkan oleh anda ya. Boro-boro mau ngurusin Christianto Wibisono, Thailand, Filipina sela- tan, lha ngurus periuk dan mangkuk nasi di rumah ajah masih pusing. Paling saya sekedar tahu dan baca-baca saja. Ikut ngurusin? Halah, sa- ya mah tau diri ajah-lah, siapa tah diri saya nih ya, jeh! Ijinkan saya tetap mengikuti milis ini, tanpa harus pro atau kontra, ka- lem saja-lah, saya mah ndak punya pikiran macam-macam sampai ke soal NKRI atau dunia. Saya cuma senang mengikuti perdebatan atau diskusi yang berat-berat memancing konflik, kalau masih boleh mem- baca lewat posting milis ini. Mungkin boleh saya ikuti tanpa aktip mem- beri respon? Atau.. tetep kudu milih to be or not to be? :D) Begitulah saja sih ya, kira-kira. Terima kasih. Salam damai itu indah saja, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Ophoeng, siapa yang tak mau hidup berdampingan dalam damai? Ya kan? Tetapi, kita, juga yang hanya di milis, membahas realitas diluar kan? Nah, bagaimana realitas diluar? Selalu damai? Bagaimana dengan manusia yang tercabik akibat bom Bali? Bagaimana supir supir yang terbakar hangus akibat ledakan bom di Bursa Effek Jakarta? Di hotel Marriott? Saya sendiri alami, disekolah saya doeloe di Yayasan Cikini, sedang ada bazaar, tiba tiba jlegerrr... beberapa granat yang dialamtkan pada bung Karno mencabik cabik tubuh anak anak teman sekelas, tukang becak, tukang jual pala. Berapa mayat tergelepar dalam baku tembak antara TNI dan anggauta GAM? Berapa mayat tergelepar dalam konflik Poso? sampai Tibo dieksekusi mati? kini tunggu Amrozy? berapa mayat tergelepar di Talangsari? Tanjung Priok? Berapa korban Mei 1998? Diwilayah tetangga, di Thailand selatan mayat tergelepar dalam tembak2an dengan tentara Thailand, juga di Philippina selatan? Mungkinkah rakyat Aceh mengikuti saran anda, not with us and not against us? kalau keluarganya tertembak mati, atau oleh TNI atau oleh anggauta GAM? pak Chr. Wibisono sampai hengkang ke US waktu rumahnya dijarah, anaknya jadi korban. Not with us and not against us? Perjuangan memang tak selalu mencapai taraf pertempuran, ini tergantung sikon. Puluhan tahun antara TNI/AD dan PKI juga hanya perjuangan mulut di parlemen, sampai tiba saatnya, perjuangan ini menjadi konflik terbuka: ratusan ribu mayat dibuang ke bemngawan Solo dan kali Berantas Not with us and not not against us? Saya sih terus terang, siapa yang against NKRI, and for an Islamic State is AGAINST me. And I am not alone, pak. Salam perjuangan Danardono
RE: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Huaaahahahahaha, Sadar dong sadaaar, bangun donk bang, ini milis BUDAYA disuruh ngomong sikap politik? Ya deh gue ngomong, kalau ZFY sih kayaknya pendukung PKC , hihihihihihi ( ini sih nuduh judulnya...wakakakaka) Makanya paling bagus, di milis budaya jangan boleh ngomong soal politik, weks !! -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Fy Zhou Sent: Sunday, September 28, 2008 9:14 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Saya ingin mendengar analisa dari anda, seperti apa saja sikap politik pendukung millis ini? ZFy - Original Message From: prometheus_promise [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, September 28, 2008 5:37:03 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Belum tentu otomatis. Ini sih sama saja seperti pikiran (logika) Bush (dan orde baru) If you are not with us, you are against us. Prometheus --- In HYPERLINK mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com; \nbudaya_tionghua@ yahoogroups. com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Logikanya, orang2 yang medukung millis budaya Tionghoa ini otomatis menolak paham asimilasi yang dipaksakan negara. Kalau mendukung paham asimilasi Orde baru, ngapain asyik masyuk berdiskusi ngalor ngidul tentang budaya minoritas di sini? apa mau jadi intel melapor isi diskusi ke BIN? No virus found in this incoming message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM
[budaya_tionghua] Jangan Mempolitikkan Diskusi (Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re:
Benar Zhou heng, digroup ini thread bisa membicarakan kebijakan pak Harto, kemudian tukar menukar alamat restoran, lalu komunisme, balik lagi ke restoran. Tetapi kalau memang anggota milis ini setuju dengan sistim seperti itu ya tidak apa. Yang menjadi masalah, judul thread itu terbatas, sehingga sering terpotong. Pada keadaan demikian bebrapa orang masih membicarakan kebijakan pak Harto, beberapa membicarakan anak buah pak Harto, beberapa membicarakan kolesterol :). Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Dalam menanggapi masalah utama, banyak anggota disini yang membuat analisa dan pernyataan2 sampiran sebagai bahan berargumentasi, apakah Pak ABS tak pernah menanggapi potongan2 kalimat tersebut sebagai sebuah topik baru yang lepas dari konteks pembicaraan awal? Cukup sering kok! Dan ini sah2 saja, karena dalam hal ini kita kebetulan tak memasalahkan poiint utama yang dibahas(alias sepakat),. yang tidak sepakat justru salah satu bagian dari argumentnya. Misalnya kita sedang membahas orang bisa sakit jantung karena kolestrol, lalu dalam salah satu contoh saya menyebut satu nama yang mati karena sakit jantung. padahal anda tahu orang itu mati karena penyakit lever, bisa saja anda bebantahan dng saya mengenai sebab kematian orang tsb, tanpa meributkan apakah teori saya tentang penyebab sakit jantung betul atau tidak!
Re: [budaya_tionghua] Dialek Sichuan Di Indonesia
Saya hanya ingin memberikan komentar sedikit mengenai bah Mandarin. Bahasa ini memang katanya universal utk semua China : Taiwan, Hongkong, Macau, Singapore dan Mainland China sendiri dari Beijing sampai Urumchi. Tetapi oleh karena disetiap daerah ada logat2 lain penggunaan perkataan meskipun ditulis sama di-ucapkannya berlainan. Ump.nya ini joke antara orang HK dan Taiwan - Orang HK mau makan chiaoche [potsticker] dia tanya siao cie - ie wan suichiau toh sao kuai - semangkok chiaoche berapa duit. Ini orang HK langsung ditampar oleh pelayan tsb - sebab logatnya seolah2 dia bertanya siao cie - sekali tidur main sex berapa duit. Jadi setiap daerah memang lain logatnya sama seperti diJawa kalian dapat menbedakan orang Jawa dan orang Sunda. Saya mau kasih contoh lain anak saya teman2nya ada yg dari Hubei, Wuhan, Shanghai, Taipei, Beijing, HK etc- mereka sewaktu mula2 ketemu jikalau berbicara dgn putonghua [kuoyu] mereka sangat hati2 dan sering menduga maksud teman dgn melakukan confirming questions - utk mencegah misunderstanding seperti orang HK/Taiwan diatas. Mandarin dari Indonesia sering sekali aksennya [inclinasinya] pada tempat yg salah - maklum karena kebiasaan memakai bah. lain jadi juga sumber misunderstanding. Isteri saya bisa memakai Szechuan, HK, hakka dan Taiwan dialect dan karena itu dia juga sangat hati2 memakai putonghua agar jangan misunderstanding. Sekian -- Andreas --- On Sun, 9/28/08, melani chia [EMAIL PROTECTED] wrote: From: melani chia [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [budaya_tionghua] Dialek Sichuan Di Indonesia To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Sunday, September 28, 2008, 6:08 PM sampe di SIngapore JEN = org JUK= daging mereka ngak ngerti?? --- On Sun, 28/9/08, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dialek Sichuan Di Indonesia To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Sunday, 28 September, 2008, 11:07 PM iya nih, Jen paling populer di jakarta (dan sumatra?), sedangkan di Jawa tengah dan timur tetap Ren. Kelihatannya ada kekhususan2 di setiap wilayah Indonesia, kesalahannya2 pengucapannya berbeda antra satu wilayah dng yang lain wilayah. apa ada pembagian mahab guru berdasarkan wilayah??? - Original Message From: melani chia [EMAIL PROTECTED] co..uk To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 8:27:20 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Dialek Sichuan Di Indonesia Kalau JEN = ren( orang),ini mandarin dari mana aslinya? ? --- On Sun, 28/9/08, Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] com Subject: [budaya_tionghua] Dialek Sichuan Di Indonesia To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Sunday, 28 September, 2008, 9:05 PM Oh yah, Di kota Pematang Siantar bahasanya adalah mandarin dialek Sichuan. Jadi bukan mandarin Beijing yang standar. Selain di Pematang Siantar, daerah saya di Aceh juga memakai dialek Sichuan. Tetapi tidak tahu apakah generasi muda masih paham dialek Sichuan. Setelah tanya beberapa orang tua yang masih ingat, ternyata guru-guru bahasa Tionghua yang dikirim ke dua daerah ini (saya hanya tahu dua, tidak tertutup banyak lagi) ternyata orang-orang Sichuan. Saya sendiri mengerti dialek Sichuan secara pasif dan sedikit aktif. Orang tua saya sendiri kalau berbicara antar sesama selalu memakai dialek Sichuan. Padahal kalau dirunut leluhurnya berasal dari Meixian. Dengan anak-anak sih berbahasa hakka dan mandarin standar. Contoh dialek Sichuan saya = ngo, dialek standar = wo ratus = pek, dialek standar = bai Selain itu intonasi juga beda jauh dengan dialek standar. Rekan-rekan lain yang dari daerah apakah ada juga yang memakai mandarin dialek Sichuan ? Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, John Siswanto johnsiswanto@ ... wrote: Pak Akhmad Bukhari Saleh (ABS) yth,  Terima kasih atas pencerahan bapak, saya ingin mengomentari postingan bapak, sbb :  1.  Menurut Wikipedia Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah populasi Tionghoa Indonesia adalah berkisar 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia. 2.  Kalau anda datang ke kota kelahiran saya, Pematang Siantar, etnis Tionghoanya minimal 90 % mampu berbahasa Mandarin (bukan dialek), bukan 10 %..., bahkan non-Tionghoanyapun bisa berbahasa mandarin.. bingung ? coba deh jalan-jalan ke kota kelahiranku. .. untuk mendapatkan pengalaman baru...  3.  Saya lebih cenderung, kita tidak mendikotomikan masalah Tionghoa dan non-Tionghoa, lebih baik kita membahas, bagaimana kita sebagai suatu bangsa, saling bahu membahu membangun negara kita bersama, niscaya, masalah-masalah turunannya juga akan dikisis/hilang. .. 4. Kalau kita masih ribut yang boten-boten, sementara jurang pemisah di antara kita makin melebar, apa jadinya bangsa ini ke depan ?  wassalam, Jhon Siswanto  Â
[budaya_tionghua] SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1429 H
Dear all, kepada member yang merayakannya perkenankan saya menucapkan : SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1429 H MOHON MAAF LAHIR BATHIN wassalam, John Siswanto ___ Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/
RE: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Hah? Enggak ngerti niih. Bertahan murni apa ??? Goeng lu ama gue, frekwensinya kayak jaka sembung naek ojek, kalu ngomong kaga nyambung kaga konek. hihihi -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, September 29, 2008 5:40 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Integrasi engga, asimilasi engga juga berarti tetap bertahan ama yg asli n murni donk. Ternyata selain zombie masih ada juga yg pertahanin han murninya. Heheheehe Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Ulysee HYPERLINK mailto:ulysee_me2%40yahoo.com.sg[EMAIL PROTECTED] Date: Mon, 29 Sep 2008 11:09:58 To: HYPERLINK mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED] com Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Berevolusi jadi buaya, wakakakaka..-... jadi buaya buaya tionghoa kek lu kali, hihihihi. Memang, asimilasi yang tidak dipaksakan sebetulnya khan konsepnya baik baik aja, jadi masalah khan karena katanya dipaksakan itu itu urusan dipaksa atau enggak aja masih bisa jadi perdebatan panjang kali lebar tuh. Bener juga Oom, bahwa gue nggak yakin kalau integrasi itu terbaik. Sebab masing masing orang punya latar belakang yang berbeda, jadi punya pilihan sendiri dia mau melakukan asimilasi kek, integrasi kek. Menurut gue paling baik sih nggak usah dinamain dan gak usah diusung usung yang asimilasi atau integrasi, cuman bikin orang berantemin yang enggak enggak aja. makanya gue konsisten bilang integrasi dan asimilasi dua duanya iklan obat nyamuk, hehehe. Lu mo kuntao silat lidah sama jari menari mah keknya gue masih menang deh, kalau kuntao beneran jurus bango tongtong, gue nyerah, kaga bakal menang gue lawan elu, abis body lu segede gitu, belon-belon gue udah keder duluan, disenggol aja bisa mental gue, wakakakaka..-... Gue memang Auban, sama kek lu khan, sama sama she AUW...kkkkekeke-ke...-. No virus found in this incoming message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM
[budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan)
Restaurant Trio??? Iyalah! Lha wong saya ajak makan pacar saya doeloe tahun 60an (yang kini jadi istri) di resto itu. Duit pas pasan tapi petetang petetng ha ha ha Diawal 60an kalau ayah almarhum traktir kami sekeluarga makan, kebanyakan di Tung Kong, yang lalu dalam rangka indonesiasi dijadikan Tjahaja Kota (baca Cahaya Kota). Tung Kong ini waktoe itoe sudah top topnya. Sekarang Siauw A Ciap kali ya? atau A Mien di Cipanas? Resto Central di Tomang juga OK. Salam nostalgia Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: Bagi yang senang bernostalgia, mungkin Restaurant Trio di jalan gondangdiah Menteng perlu dikunjungi. Mungkin Pak Danar sudah pernah kenal? ZFy - Original Message From: danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 7:35:53 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan) --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Ophoeng ophoeng@ wrote: Bung Yongde dan TTM semuah, -- deleted- - Back to bak-mie. Saya baru tahu kalau Bakmi Tiong-sim itu asalanya dari kata 'tengah hati, saya kira itu cuma nama merek dagang atau nama boss-nya aja. Rupanya ada filsafat di balik bakmi Tiong-sim. Saya cuma tahu bakmi berdasarkan yang dagangnya ajah, bakmi Me- dan misalnya, saya berlangganan yang di Krekot itu (masuk gang) de- kat Metro Pasar Baru, sejak 1977 ketika pertama kali datang Jakarta. Belakangan baru tahu kalau mereka punya cabang yang dikelola sau- daranya di Pasar Pagi (area Jelakeng) dan di Daan Mogot, di ruko de- kat-dekat Indosiar situ. Katanya ada 2 lagi, satu di Muara Karang (pa- .
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya juga teguh menentang Negara Islam Indonesia. Tetapi sepanjang mereka berjuang secara demokratis dan tidak melanggar hukum dengan main kepruk apalagi main bom, mereka bukanlah lawan saya, melainkan teman saya dalam beradu pendapat. *** Ini saya sering dengar, tetapi, kalau kita amati sejarah dunia, rezim diktator yang paling fasis, partai NSDAP yang dikepalai Hitler naik takhta secara SANGAT demokratis. Ini kesalahan kaum demokrat yang menganggap enteng mereka, dan biasa deh, cuek cuek bebek. Pendukung idee negara Islam mencoba naik takhta dengan kekerasan, dan ini cukup lama dan makan banyak korban! Setelah gagal, mereka, terutama HTI, mencoba dengan jalan damai. Rezim Mullah di Iran juga tak naik takhta dengan kekerasan. Sebaliknya, bung Karno naik takhta tidak dalam mekanisme demokratis bukan? Lawan politik tetap lawan politik, yang beda hanya jalan untuk memperjuangkan cita cita. Lawan tak pernah menjadi kawan, kecuali menjadi sekutu berjuang, kalau ada lawan bersama. --- Bahkan yang berpendapat perlu Maluku Selatan Merdeka atau perlu Papua Merdeka atau perlu Aceh Merdeka, juga bukan lawan saya, melainkan teman dalam berbeda paham. Kalau Gus Dur bilang teman dalam berbeda sikap budaya. Begitulah masyarakat yang beradab. ** Bagi para nasionalist yang yakin akan mutlaknya sebuah negara kesatuan, para pendukung idee pemisahan negara TAK mungkin kawan. Hanya mereka tak perlu diperangi dengan kekuatan negara, selama mereka tak membuat onar. Diskusi? Apa yang mau didiskusikan dengan mereka? Gus Dur katakan berbeda dalam sikap budaya? Kalau begitu umat Islam sedunia jangan marah donhg, kalau Amerika menekan Palestina memenangkan Israil? Kan hanya beda dalam budaya? Bagi banyak teman teman Muslim, para Zionist dan pendekar peng- Kristenan (menurut istilah mereka) TAK mungkin menjadi kawan. -- Lihat saja apa yang terjadi dalam Wahl kemarin ditempat Nano-heng. Orang bisa saja sebelumnya berbeda, satu pihak kiri satunya pihak kanan, lalu kemarin mereka bersatu dalam suatu koalisi, hari ini berpisah jadi kiri dan kanan lagi. No problem, beda paham, beda pendapat, tetapi tetap teman dan bukan lawan. *** ha ha ha. Tahukah Ahmad heng, kalau kabinet koalisi ini gagal, dan kini 2 tahun lebih pagi, musim gugur ini, sudah harus pemilihan lagi? TAK satupun program politik dapat mereka wujudkan. Jegal jegalan teru.. Nah, tetap di Austria nihh ya, gara gara bertambahnya kaum buruh migran asal negara Islam ke Austria, penduduk asli yang Katholik itu mulai kesal. Opini publik mulai bergeser kearah fasis. Lalu apa terjadi? melalui jalan demokratis, partai kecil Neo Nazi, yang TERANG TERANGAN mengusung idee Hitler, menjadi kekuatan keTIGA. FPOe. Setelah itu baru pada demokrat kaget setengah mati, dan dalam pemilihan berikutnya berhasil menekan kembali partai neo nazi ini. Deokrasi TAK pernah menjadi jaminan, bahwa kekuatan ANTI demokrasi naik panggung. Marilah kita ber-hati2. Begitulah masyarakat yang beradab. Adab absolutisme Bismarck sudah di belakang kita. Wasalam. *** Lhoo jangan keliru! Bismarck adalah BAPAK system sosial Jerman, pencipta idee asuransi sosial dan penemu instrument politik untuk meratakan kemakmuran. Di Indonesia sekarang puluhan tahun kemudian menjelma menjadi JAMSOSTEK, adalah idee beliau. Inti pemikiran beliau, lawan adalah lawan, dan kawan adalah kawan akan teytap berlaku. Hanya siapa kawan siapa kawan bisa berubah sesuai dengan taktik perjuangan, tetapi idee yang berhadapan tak mungkin berjabat tangan. Anda dan saya dan kawan kawan segenerasi yang 2/3 hidupnya mengalami Cold War adalah saksi dimana seluruh dunia saling berhadapan! Tidak saja meriam, namun juga seni, diplomatik, perdagangan, short: the entire life environment! Jerman Barat kala itu menegangkan hubungan dengan negara manapun, yang mengakui Jerman Timur. Juga RRT terhadap negara yang mengakui Taiwan. Perdamaian adalah kata yang indah, juga persahabatan, tetapi selama hayat dikandung badan, sahabat selalu dibayangi musuh, damai dibayangi perang. Pernah baca novel War and Peace karya Leo Tolstoy bukan?. Tidak jauh dari Tanah Air kita, Philippina selatan masih dalam keadaan perang, juga Thailand selatan. Palestina, sejak awal tak pernah menghirup udara perdamaian. Kini Georgia didepan pintu Eropa.. C'est la vie Salam realitas Danardono
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Seandainya kata Cina atau Cino dalam kalimat kalimat tersebut diganti dengan tionghoa apakah Anda mendapat kesan lebih baik??? *** Ya!
Re: [budaya_tionghua] Re: Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI == Uli
Ruwet itukan jaman dulu bu, waktu jaman kuda gigit besi, sekarang kalo masih diberlakukan apa masih etis? SKKRI / K1 itu penting karena itu adalah Surat Ketetapan Kewarganegaraan Indonesia, tapi SBKRI itu untuk apa? Apa yang harus di Buktikan lagi kalo uda punya KTP?! Takut palsu, ya ditakutin aja semuanya, terus korbanin deh tuh para TiongHua yang nasioanalis Nanti terus SBKRI juga takut dipalsuin terus bisa keluar surat yang harus di sahkan President, yaitu SBKBBWNKRI (Surat Bukti Kalau Bener-Bener Warga Negara Kesatuan Repuplik Indonesia) Terus nanti takut di palsuin juga, hehehehehe - Original Message - From: ulysee_me2 [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, 29 September, 2008 08:52 Subject: [budaya_tionghua] Re: Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI == Uli Hooh Kang. Bukannya gue pro dengan adanya SBKRI, ladang pungli itu. Gue juga sama kheksim nya. Tapi mikirin cengli aja lah, gue menganggap bahwa SBKRI itu muncul saking ruwetnya ngurusin Tionghoa Asing yang menurut ZFY waktu itu jumlahnya cukup signifikan. Bener, Engga beda sama Malaysia yang kelimpungan kebanjiran sama 'pendatang haram' yang jumlahnya signifikan sehingga jadi potensial masalah dalem negri, getoh khan? Bukan mendingan ngurusin WNI lebih banyak atau WNA lebih banyak, tapi lebih pada kejelasan STATUS HUKUM, ini orang diperlakukan sebagai WNI atau WNA? Atas dasar apa? Nah saat itu banyak yang statusnya nggak jelas, sebab dengan stelsel pasif tionghoa2 ini jadi WN Indonesia juga, jadi WN RRC juga. Kalau ada apa-apa, bingung, yang tanggung jawab Indonesia atau RRT? Untuk itu sampai perlu perjanjian dwi-kewarganegaraan Indonesia-RRT. yang tujuannya untuk menyelesaikan masalah dwi-kewarganegaraan ini dan jangan sampai kejadian lagi, caranya mending gimana, pasif, atau aktif, begetoh khan? Bedanya, yang waktu itu yang menolak yang harus aktif menolak nolak, sesudah taon 50, yang mau ngambil yang kudu aktif ambil ambil. dua duanya juga butuh aktif aktif kok, masalahnya siapa yang disuruh aktif aktif. Stelsel pasif memudahkan admin?? hihihi enggak juga tuuh, mau aktip mau pasif sama aja admin lieur. Yang beda, dengan stelsel pasif tionghoa2 yang nggak ngerti urusan banyak yang dobel kewarganegaraannya, dengan stelsel pasif, tionghoa2 yang nggak ngurus banyak yang jadi stateless. Mendingan mana? ya nggak ada mendingnya, tetep aja kudu diurus, heheheh. Keamanan negara, kali maksudnya negara nggak mau direpotin sama pendatang haram itu kali, bukan keamanan dalam hal ribut ribut atau rusuh rusuh kali ya. Tanya aja ama yang ngomong, apa maksudnya tuh keamanan negara. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, gsuryana [EMAIL PROTECTED] wrote: http://indolobby.blogspot.com - Original Message - Neng Uli yb, Alasan keamanan negara, ... dan oleh karena perlu dikeluarkan SBKRI, menurut saya juga satu alasan yang dibuat-buat. Coba pikirkan, demi keamanan negara, lebih baik ngurusin WNI lebih banyak atau ngurusin WNA lebih banyak? Orang ketika berhak dan diberi kebebasan memilih WNI atau WNA, yang jadi masalah yang satu stelsel pasif, akan lebih banyak TIonghoa jadi WNI. Sedang yang lain stelsel aktif, akan lebih banyak Tionghoa jadi asing atau stateless, karena mereka tidak ambil pusing dengan keharusan memilih untuk miliki SBKRI. Kalau yang stelsel pasif sesuai dengan UU No.3/1946, semua Tionghoa yang lahir di Indonesia serempak menjadi Bangsa Indodnesia, kecuali mereka yang menolak dengan gunakan hak repudiatie 2 X 2 tahun yang diberikan. Dan masalah kaewarganegaraan RI sudah dinyatakan selesai di tahun 50. Bagi mereka yang oleh bung Martin sekalipun dikatakan buuaaanyak yang ingin jadi WNA, ya bisa gunakanlah hak repudiatie itu untuk tetap jadi WNA. Dengan stelsel pasif demikian ini, tentu sangat memudahkan bagi admin pemerintah ketika itu yang masih terbelakang. Sebaliknya, setelah dirubah jadi stelsel aktif, TIonghoa baru menjadi WNI setelah menolak WN-Tiongkok dan sumpah setia pada RI didepan pengadilan, ... akan membuat lebih buuunyaaak Tionghoa seketika jadi asing atau diperlakukan stateless. Yang menjadi WNA tetap juga harus melapor dan dapatkan STDM (Surat Tanda Melapor Diri, pertahankan WN-Tiongkok), sedang bagi yang mau jadi WNI jadi lebih repot, harus lebih dahulu menolak WN-Tiongkok dan sumpah setia pada RI didepan Pengadilan Negeri untuk dapatkan SBKRI. Dan, ... kenyataan selama 1/2 abad ini telah menghantui banyak TIonghoa, sekalipun sudah 3 X tidak diberlakukan tetap saja Tionghoa dirongrong SBKRI. +++ Agar permasalahan SBKRI bisa dilihat dengan jernih, mau tidak mau kita harus melihat beberapa faktor. Sejak jaman Belanda tatacara ketatanegaraan sudah terbagi dalam beberapa kelompok ( rasialis dan diskriminasi ), hal ini tidak terjadi di Indonesia saja, sampai tahun 66 an seorang Bruce Lee merasakan diskriminasi di Amerika,
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Setuju sekali. Tapi entah kenapa, di Indonesia ini sepertinya selalu pakai obat yang salah untuk sebuah penyakit. misal, enggak senang dengan makian dasar Cina. maka yang ingin dihilangkan adalah kata Cina. Misal lagi, enggak senang di-pungli sehubungan dengan surat SBKRI, maka yang ingin dihilangkan adalah SBKRI nya. Padahal yang jadi masalah adalah makiannya, dan pungli nya, tapi yang dihilangkan kok yang lain lain? Jangan tanya kenapa, gue juga masih bingung kenapa nya, hehehe. *** Hal ini mudah sekali dijawab. Mengenai istilah Cina itu, tentu saja yang harus dihilangkan, adalah keseluruhan, yakni makian dan istiklah itu sendiri yang memang pada umumnya dirasakan sebagai berkonotasi negatif. Mungkin ada perkecualian, yang sangat bangga dengan kata Cina. Tetapi SEMUA yang saya temui se-hari2, dan ini banyak lho, TAK satupun yang senang dengan kata Cina. Masalah SBKRI itu juga mudah diatasi. Ikut saja contoh negara negara Eropa yang rata rata juga sangat multi budaya, dimana banyak bangsa bangsa yang di-natuiralisasikan (jauh lebih banyak daripada di Indonesia). Surat Bukti Kewarganegaraan, di Austria Staatsbuergerschaftsnachweis, dimiliki SETIAP orang, tak perduli yang sudah merasa asli dizaman Kristus dan Paulus, atau yang baru kemarin di- naturalisasi. Setiap orang. Surat ini adalah dasar untuk membuat pasport atau dokumen lain untuk PERTAMA kali. Juga untuk perkawinan. Tetapi, apabila orang lahir di Austria, misalnya, mendapat Akta Kelahiran, dimana dicantumkan kewarganegaraan, maka Akta kelahiran CUKUP menjadi pembuktian kewarganegaraan. Dokumen lain, adalah pasport. Pemilik pasport Austria adalah AUTOMATIS warganegara Austria, tak perlu lagi tenteng tenteng Surat Bukti Kewarganegaraan. Soal pungli, itu lain lagi. Pungli adalah MUSUH setiap warga, dan biasanya menghantam warga yang lemah atau dianggap mudah dipungli. Juga si Paimin yang mau pergi ketempat lain, perlu Surat JALAN. Kami, dalam memperpanjang pasport, baik di KBRI ataupun imigrasi Jakarta selalu membayar tarif resmi yang terpampang didinding. Masalah yang anda sebut ini adalah masalah kita bersama, baik yang Tionghoa maupun Non Tionghoa. Salam berbangsa Danardono
[budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Huaaahahahahaha, Sadar dong sadaaar, bangun donk bang, ini milis BUDAYA disuruh ngomong sikap politik? Ya deh gue ngomong, kalau ZFY sih kayaknya pendukung PKC , hihihihihihi ( ini sih nuduh judulnya...wakakakaka) Makanya paling bagus, di milis budaya jangan boleh ngomong soal politik, weks !! Ci Ul, dimana sih budaya mungkin dilepas dari bingkai politik? Di Eropa tidak, di Amerika tidak, dimanapun tidak. Bung Karno pernah mendamprat musik rock'n roll sebagai budaya ngak ngik ngok, yang dimaksud budaya barat, alias Amerika, yang beliau (kala itu) musuhi. Ini buah politik. Teman teman Muslim saat ini (bukan kemarin, kemarin doeloe atau doeloe lhoo), sedang menghantam bentuk bentuk budaya yang dianggap anti Islam, dalam bingkai RUU. CSIS and the gang memojokkan budaya tradisonal Tionghoa juga dalam rangka politik. Bung Karno sering mengundang team seni tari dan musik dari Tiongkok (saya tahu pertama kali seni warga Uighur pertama kali) adalah 100% tindakan politik. Umat Islam mengkritik keras Putri Indonesia berbikini ria juga soal budaya sekaligus politik. Patung patung yang masih ada sekarang, Patung Petani, Patung di Pancoran dll, adalah sebuah ekspresi politik. Ini dibuat dizaman yang dinamakan seni sosialisme, yang banyak kita temui di Eropa timur, Korea utara, dan RRT maupun Vietnam. Tugas kementrian budaya di Austria, Kultusministerium jelas jelas dirumuskan sebagai Kulturpolitik, politik budaya, nahhh? Dalam pembagian anggaran untuk mendukung seni budaya, pemerintah menjalankan politik. Pelarangan bentuk budaya seperti di Perancis, pelarangan jilbab (yang menurut saya juga bentuk budaya), adalah tindakan politis. Memperingan atau memperketat praktek budaya Tionghoa di Indonesia, juga tindakan dan perumusan politik. mengizinkan stasiun TV menggunakan bahasa Tionghoa atau melarang juga tindakan politis. bagaimana budaya mau nyelonong sendiri tanpa bingkai politik? Salam politik budaya Danardono
[budaya_tionghua] Beras Merah vs Beras Putih. (Was: Nasi Di Rumah Juga Banyak, Jeh!)
Bung Dedy dan TTM semuah, Hao, apakabar? Sudah makan (sahur)? Terima kasih Bung Dedy sudah bertanya soal makan babai. Minggu ini nampaknya 'jatah' makan babai saya belum tiba. Hahaha. anda sudah mencampur-adukkan basa Jawa Ci- rebon dengan Jawa tengah (Solo, Semarang Yogya?) yakni: jagong dingin, jagong dalam basa jawa bisa berarti 'duduk' atau 'kondangan' - dijamu makan duduk, tapi kalau di Ce- rebon, artinya cuma 'duduk' doang. Sedang 'dingin' artinya 'dulu' untuk basa Jawa Cerebonan. Jadi, bener, kalau orang Cerebon bilang 'jagong dingin', maksudnya duduklah dulu, bukan berarti mesti akan di suguhi makanan, lha cuma duduk ajah, jeh! Bisa ajah Bung Dedy ya. Hahaha Mengenai beras, kalau tak salah, tingkatannya adalah be- ras soklat (warnanya) brown rice, yang paling murah, ini adalah beras yang belum dislip, dipoles, masih mengan- dungi kulit ari yang membungkus beras. Mestinya, beras ini yang paling lengkap nutrisinya, sebab masih ada kulit arinya. Tapi, memang penampakan tampilannya agak-2 inferior sih, kesannya beras murahan. Juga, secara teknis katanya sih ndak tahan lama, cepat busuk. Warnanya ti- daklah soklat tua seperti permen coklat, cenderung ku- ning kotor begitu-lah. Coba anda klik di google dengan kata 'brown rice', mungkin anda akan dibawa ke wikipedia. Beras putih (juga bening, crystal rice) itu yang sudah dipo- les, dislip, dikupas kulit arinya sampai kinclong dan kadang ada yang sampai semi transparan bak kristal. Mestinya ini beras kurang kandungan nutrisinya, sebab kulit ari atau disebut sebagai 'bran' (rice bran, oat bran untuk gandum) itu banyak mengandung vitamin terutama golongan B. Ka- tanya sangat ampuh untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit beri-beri, bahkan studi terakhir yang dilakukan Dr. Liem di Bandung, katanya bekatul (istilahnya) sangat bermanfaat untuk stamina, bahkan bisa jadi afrodisiak. Ini tentu berita baik bagi kaum pria nih ya, jeh! Beras merah dipercaya mengandung banyak serat dan nu- trisi dibanding beras putih, itu sebabnya beras merah re- latip lebih 'keras' dan seret ketika dimakan. Dipercaya ju- ga kandungan nutrisi dan IG - Indeks Glikemik (indeks gu- la yang dikandungnya) rendah, baik bagi para diabetasi. Ada lagi jenis beras merah, yang konon lebih unggul lagi dari beras merah, yakni beras hitam. Sebenarnya sih tidak hitam-hitam amat, mirip beras ketan hitam gitu, cende- rung ungu tua yang memang agak kehitaman. Mengapa jadinya lebih mahal? Tentu saja karena adanya keyakinan (katanya memang terbukti berdasarkan hasil analisa) bahwa beras hitam dan beras merah lebih kaya nutrisi dan serat, juga IG-nya rendah. Juga, ini yang pen- ting, hasil produksi di pasar masih sedikit, jarang yang menanamnya, jadi tentu saja hukum ekonomi berlaku. Begitu sajah sih ya, kira-kira. Kalau ada salah tolong dikoreksi, kalau kurang ditambahi. Salam nasi merah cocol sambel terasi, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, hartantodedy [EMAIL PROTECTED] wrote: Hi Ophoeng sudah makan babai? Mau nanya nih, dulu kayaknya orang kalau tidak mampu maknnya nasi beras merah, koq sekarang beras merah lebih mahal dari beras putih. Kenapa ke bolak-balik jeh? Teman-teman kalau ditawarin jagong dingin sama Ophoeng-heng jangan mau tetep laper. Salam, Dedy
Re: [budaya_tionghua] Budaya Tionghua VS Perkembangan Teknologi
Dik Ati, Mungkin anda sendiri kurang memahami apa yang disebut budaya Tionghoa, atau juga anda tidak membaca huruf-huruf raksasa yang ditampilkan bersama maknanya, dan tarian massal yang mencerminkan budaya. Saya usul anda lebih banyak belajar lagi, daripada membuat kesimpulan yang menyimpang. Salam Liang U --- On Mon, 9/29/08, Putih merpati [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Putih merpati [EMAIL PROTECTED] Subject: [budaya_tionghua] Budaya Tionghua VS Perkembangan Teknologi To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, September 29, 2008, 1:26 PM Hi teman-teman, Pemikiran ini terlintas saat, melihat pembukaan olimpiade Beijing beberapa waktu lalu, sekilas terlihat kemegahan dari sebuah prosesi pembukaan yang wahnamun bicara dipandang dari nilai budaya Tionghoa yang ditampilkan sangat minim dan kurang mencerminkan kebesaran Budaya Tionghoa karena olimpiade diadakan di negara sumber Budaya Tionghoa yaitu negara China maka semestinya begitu orang menyaksikan adalah kagum pada budaya Tionghoanya yang kental dan memiliki kedalaman. Dari situ terlihat kemunduran Budaya Tionghoanya namun banyak orang yang telah terkagum-kagum pada penggunaan teknologi dan cara presentasi ala Zhan Yi Mou sehingga tidak berpikir ke arah budayanya. Apa teman-teman merasakannya. Salam, Ati
RE: [budaya_tionghua] Fwd: Mengapa orang bisa ada relic dalam tubuhnya ?
Kemaren dulu temen gue ngajakin lihat relic gigi Budha. Pnuh banget. Gue ikut ikutan tapi nggak tahu apa yang gue lihat, kayak fosil gitu, gak ada bagusnya. Dan gue juga nggak tahu apa istimewanya sih relic gigi? Nah ini sampe katanya ada yang rebutan? RELIC itu apa sih??? Temen gue pernah berusaha menjelaskan sama gue, dari sudut pandangnya sebagai budhism, gue menggut manggut aja, berusaha mengerti, dari secuplik yang gue dengar, ceritanya ya relic ini ceritanya istimewa lah, hanya bisa dicapai oleh mereka yang suci. Dia cerita seorang santa (katolik) yang walaupun sudah mati, tapi mayatnya utuh tidak membusuk, malahan menyebarkan bau harum mawar. Gue gak tahu santa apa ini, barangkali Robby atau Oom Nano tahu nih. Lalu dia cerita ada seorang bhiksu atau apa lah, pemimpin agama begitu, waktu meninggal tubuhnya di bakar, dari pembakarannya itu tersisa 'relic' semacam mutiara mutiara berwarna merah dan putih, katanya yang merah berasal dari darah, yang putih berasal dari tulang. Tyus gue tanya, mutiara nya bagus? bisa dijadikan perhiasan? bisa dijadikan obat? bisa jadi jimat? atau apa??? tyus temen gue memandang gue as if gue ini tumbuh tanduk atau apa sehingga gue gak berani nanya lagi, hihihihi. Sekarang gue mau tanya donk, RELIC itu gunanya apa kok sampai diperebutkan??? -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Hendri Irawan Sent: Monday, September 29, 2008 12:07 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Fwd: Mengapa orang bisa ada relic dalam tubuhnya ? --- In HYPERLINK mailto:Dharmajala%40yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED], ardian_c [EMAIL PROTECTED] wrote: Agama Buddha memiliki satu hal yg dipercayai yaitu relic. Kenapa relic itu timbul saya dapat penjelasan yg LAIN DARI SUDUT BUDDHISME. Konsep itu disebut neidan or pelatihan pil dalam yg mengkaitkan manusia dgn 3 komponen utama yaitu jing qi dan shen. Jing itu intisari tubuh or cairan tubuh, qi adalah energi dan shen adalah semangat or pikiran. Tubuh manusia jg terdiri dari 2 bagian utama yaitu hun dan po. Jing ataw cairan tubuh diperlukan supaya qi bisa mengalir dgn baik, krn itu konsepnya lian jing hua qi or melatih jing biar qi mengalir lancar. So syarat awalnya ya olahraga yg baik, gak selalu mesti olahraga yg gila2an. Darisitu belajar bernafas yg baik dan benar serta teratur, itu yg dimaksud lian qi hua shen, melatih qi agar semangat menjadi baik. Tahap selanjutnya melatih shen merealisasikan kesunyataan or disebut lian shen hua xu. olahraga dan pernafasan yg baik diperlukan buat mencapai kesunyataan, dan menurut konsep aliran Danding, qi yg bersih dan lancar bisa membantu mencapai kondisi tenang or samadhi ( ding ). Samadhi bisa merawat semangat. Krn itu di aliran Danding dikenal prinsip xiushen yangxing or melatih tubuh dan merawat perilaku. Dan mrk yg meditasi dgn konsentrasi baik bisa membekukan jing or cairan tubuh sehingga mengkristal dan itulah yg disebut DAN or pil. Dan pil itu sebenarnya bisa dicairkan setiap saat ketika dibutuhkan energi luar biasa, jadi menurut mrk, org yg sudah bisa melatih DAN baik sengaja maupun tidak sengaja sebenarnya Qinya sudah tidak terukur dan yg memancar adalah SEMANGAT YG BAIK. So itulah mungkin sebabnya waktu jaman Buddha Gautama hidup itu gampang sekali mencapai pencerahan. BTW tapi katanya pencerahan kok mrk pada rebutan relic ya? Karena itu praktisi Neidan menganjurkan agar kalau mau meditasi sebaiknya didekat mereka yg sudah kuat fondasinya sehingga moga2 pancaran energi dan pikiran mereka bisa membantu diri kita. Sayangnya para praktisi neidan tidak ada yg dibakar dan jg belon ada yg mencoba menggali kuburan mrk. Walau lage berkeliling di Wudang ngeliat kuburan mereka bertebaran tapi rasanya gak ada yg berani bongkar kuburan mrk. BTW yg dimaksud neidan itu sebenernya udah ada di kitab Zhuang Zi bab zhuowang dan jg jaman Zhou sdh ada praktek2 pelatihan seperti itu. So kira2 ada gak penjelasan dari sudut Buddhisme ? --- End forwarded message --- No virus found in this incoming message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM
RE: [budaya_tionghua] Budaya Tionghua VS Perkembangan Teknologi
Ati, mau tanya donk, Gue sih belon nonton itu pembukaan olimpiade, ntar liburan moga2 sempet nih nonton DVD nya. tapi gue tertarik nih, bagian mananya dari pembukaan Olimpiade beijing, yang membuat Ati beranggapan bahwa nilai budaya tionghoa yang ditampilkan sangat minim? Waktu Ati menonton Pembukaan Olimpiade Beijing itu, Apa yang Ati harapkan akan dilihat disana? (misalnya, temen gue berharap lihat pesilat yang beterbangan kayak di pelem kungfu, dan dia kecewa karena nggak lihat pesilat satu pun, hehehehe) -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Putih merpati Sent: Monday, September 29, 2008 7:27 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Budaya Tionghua VS Perkembangan Teknologi Hi teman-teman, Pemikiran ini terlintas saat, melihat pembukaan olimpiade Beijing beberapa waktu lalu, sekilas terlihat kemegahan dari sebuah prosesi pembukaan yang wahnamun bicara dipandang dari nilai budaya Tionghoa yang ditampilkan sangat minim dan kurang mencerminkan kebesaran Budaya Tionghoa karena olimpiade diadakan di negara sumber Budaya Tionghoa yaitu negara China maka semestinya begitu orang menyaksikan adalah kagum pada budaya Tionghoanya yang kental dan memiliki kedalaman. Dari situ terlihat kemunduran Budaya Tionghoanya namun banyak orang yang telah terkagum-kagum pada penggunaan teknologi dan cara presentasi ala Zhan Yi Mou sehingga tidak berpikir ke arah budayanya. Apa teman-teman merasakannya. Salam, Ati No virus found in this incoming message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008 12:00 AM
Re: [budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Message Makanya paling bagus, di milis budaya jangan boleh ngomong soal politik, weks !! Sekali kelompok pecinta budaya melupakan politik, maka pada saat itu juga lubang kuburan untuk budaya sudah digali. Terlalu banyak bukti sejarah dimana budaya hilang terkubur karena tidak mau ber politik. sur .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina == Edith
Mbak Edith yb, Dunia dengan beragam bangsa dan bahasa memang aneh, dalam menyebutkan nama bangsa dan negara bisa berbeda-beda, ... tapi, bagi bangsa yang waras dan bersahabat tentunya bisa menerima dan menghormati permintaan bangsa dan negara itu ingin disebut apa. Tidak sebagaimana jenderal Soeharto baru berkuasa, ditahun 1967 berkeras kepala menyebutkan Cina pada Tiongkok, padahal sudah diajukan protes berulang kali. Bagi Tionghoa di Indodnesia, sebutan Tiongkok dan Tionghoa sudah berlangsung sejak tahun 1900, terbeentuknya Tiong Hoa Hui Kwan (THHK), pejuang-pejuang Kemerdekaan RI, dari Kihajar Dewantoro, sampai Soekarno-Hatta, untuk menghormati kemenangaan Revolusi Nasionalis Sun Yat-Sen tahun 1911, juga sudah gunakan sebutan Tiongkok dan Tionghoa. Begitulah sejak hubungan diplomatik dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) tahun 1950, RI yang bersahabat secara resmi gunakan sebutan Tiongkok untuk negara, dan Tionghoa untuk bangsa, orang dan bahasa. Baru setelah G30S, Soeharto merebut kekuasan dengan mengkarantinakan Presiden Soekarno, mengikuti politik AS yang memusuhi Tiongkok, ditingkatkan aksi anti-Tiongkok, yang dimulai dengan demo-demo di depan kedutaan RRT dan, ... ditahun 67 dibuat keputusan presidium kabinet, mengganti sebutan Tiongkok/Tionghoa menjadi CINA. Pihak Tiongkok berulang kali ajukan protes, tidak dipedulikan, bahkan politik anti-Tiongkok ditingkatkan menjadi hubungan diplomatik dibekukan. Disaat perundingan pencairan hubungan diplomatik, akhir tahun 89, pihak Tiongkok tetap menginginan kembali gunakan sebutan Tiongkok/TIonghoa sebagaimana hubungan diplomatik tahun 50. Tapi, pihak Soeharto tetap berkeras ingin gunakan sebutan CINA. Akhirnya pihak pemerintah Tiongkok mengajukan kompromi, menggunakan sebutan China lasimnya bhs. Inggris, tetap tidak hendak disebut CINA. Dan ketika itu pihak pemerintah RI, juga menyetujui sebutan CHINA, dan bukan CINA. Setelah begundal Soeharto lengser di tahun 98, presiden berikut, dari Gus Dur, Megawati sampai SBY, dalam pertemuan resmi dan Rapat didepan umum, sudah kembali gunakan sebutan Tiongkok/TIonghoa. Menunjukkan sikap bangsa Indonesia yang waras dan bersahabat, untuk menghormati bangsa Tionghoa yang sudah bersahabat dengan rakyat Indonesia. Hanya saja, Presiden sebagai kepala negara tertinggi bisa maju selangkah lebih maju, mencabut dan membatalkan itu keputusan presidium Kabinet yang mengganti sebutan Tiongkok/TIonghoa menjadi CINA. Berani mengakui kesalahan pemerintah lama jaman Soeharto dan kembali secara resmi menggunakan sebutan Tiongkok/TIonghoa sebagaimana kehendak bangsa dan Pemerintah TIongkok. Mudah-mudahan begitu. Salam, ChanCT - Original Message - From: Edith Koesoemawiria To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 2:05 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 01:33:55 EDT Von: [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com CC: [EMAIL PROTECTED] Betreff: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Rekan2 yb, Setidaknya sudah hampir sepekan ini VOA siaran text berbahasa Indonesia sudah tidak menggunakan istilah Cina lagi, sejauh ini mereka sudah menggunakan istilah Tiongkok setidaknya sampai dua kali penerbitan. Saya pribadi sudah mengirim surat e-mail pernyataan terimakasih kepada redaktur VOA berbahasa Indonesia sehubungan dengan ini. Perlu diketahui sejak 10 tahun yang lalu kami pernah melayangkan surat kepada VOA berbahasa Indonesia memohon agar tidak menggunakan kata Cina pada redaksinya, karena itu mungkin bisa menyinggung perasaan sebagian pembaca/pendengar. . Berkali saya kirimkan surat email ke VOA mengenai masalah ini, sampai bosan rasanya tetap tidak ada respon. Namun entah ada angin apa yang terjadi secara sekonyong-konyong VOA dalam sepekan ini menggunakan kata Tiongkok untuk istilah negara RRT. Sekurangnya sudah 8 tahun seluruh publikasi media cetak di Amerika Utara telah menggunakan istilah Tionghoa untuk etnisnya , budayanya , Tiongkok untuk negaranya (RRT) , dan Mandarin untuk bahasanya. Sedangkan Indonesia Media majalah dwimingguan untuk Amerika Utara sejak penerbitannya 10 tahun yang lalu sejak awal memang tidak menggunakan kata Cina Menurut pertimbangan kami kalau orang membaca istilah Tionghoa , Tiongkok, RRT atau Mandarin tidak ada yang merasa tersinggung perasaannya. Tapi kalau menggunakan
[budaya_tionghua] Re: Fwd: Mengapa orang bisa ada relic dalam tubuhnya ?
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Kemaren dulu temen gue ngajakin lihat relic gigi Budha. Pnuh banget. Gue ikut ikutan tapi nggak tahu apa yang gue lihat, kayak fosil gitu, gak ada bagusnya. Dan gue juga nggak tahu apa istimewanya sih relic gigi? Nah ini sampe katanya ada yang rebutan? RELIC itu apa sih??? deleted--- Dia cerita seorang santa (katolik) yang walaupun sudah mati, tapi mayatnya utuh tidak membusuk, malahan menyebarkan bau harum mawar. Gue gak tahu santa apa ini, barangkali Robby atau Oom Nano tahu nih. --deleted-- Kalau Santa saya nggak pernah ketemu, saya hanya punya Fanta, dibotol. Di Vienna buanyakkk sekali relik. Ada yang potongan tulang, gigi, ada yang komuni, biasanya disimpan disebuah kotak berkaca, biasanya bulat. Mayat bisa berbau mawar kalau obat kimianya beraroma mawar, kalau beraroma vanilli yan bau vanilli. Saya lebih suka ice cream beraroma vanilli... By the way, yang betul adalah reliqui. Kalau fossil lain lagi, ci Ul! Mayat gajah yang ribuan tahun terbenam ditanah, lalu jadi batu, itu fossil. kalau anda simpan batu dihalaman, nanti akan jadi berlian. kalau tanam kerang jadi minyak. Kalau anggap tubuh Buddha bisa jadi keramat sih monggo saja. Namanya juga percaya. kalau ci Ul masih pemula, mulai saja dengan panggil jaelangkung salam Danardono
[budaya_tionghua] Re: Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
Begitulah Kang Sur. Dalam film film dokumenter zaman Nazi di Austria, saya lihat banyak berita mengenai sikap para elitair Yahudi di Jerman, Austria, Perancis, Belanda, Polandia yang bersikap demikian: Jangan ikut ikut poltik deh. Mereka adalah dokter, insinyur, seniman ternama, gurubesar, pengacara kondang. Mereka tak gunakan suara mereka untuk menghadang lajunya sang Hitler. Shortly: buang muka. Akibatnya? Mereka semua dijemput Gestapo dirumah, suruh bawa koper, anak dipisah dari ayah. Langsung dimuat digerbong barang masuk kamp konsentrasi. Mula mula kerja paksa, ujung ujungnya kamar gas. Di Vienna ada jalan dikelurahan dua (Prater), dimana dimuka pintu masuk, di kakilima dipasang papan dari tembaga, bertuliskan nama mereka yang dijemput, tanggal berapa, dan matinya di kamp konsentrasi mana. Semua warga yang manis manis, selalu berkata monggo. Mereka yang bertempur dibawah tanah, ada yang mati digantung, tapi kebanyakan selamat. Mereka membentuk pasukan Hagannah yang terkenal itu. Sejarah adalah guru yang sabar. kalau didengar. Tak mau gubris? Ya monggo? Pilihan masing masing kan? salam danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, gsuryana [EMAIL PROTECTED] wrote: Message Makanya paling bagus, di milis budaya jangan boleh ngomong soal politik, weks !! Sekali kelompok pecinta budaya melupakan politik, maka pada saat itu juga lubang kuburan untuk budaya sudah digali. Terlalu banyak bukti sejarah dimana budaya hilang terkubur karena tidak mau ber politik. sur
[budaya_tionghua] Mempolitikkan Diskusi - diskusi politik
Begitulah. Wadah budaya dalam milis ini cukup luas, tidak dimengerti dalam dimensi sempit. Ini kan Milis Budaya Tionghoa, bukan Milis Barongsay. Budaya selalu ditumpu oleh faset faset kehidupan bermasyarakat. Politik di Bali langsung terkait dengan budaya di Bali, demikian pula tindakan tindakan politis di Aceh Darussalam, yang 100% terkait dengan budaya keIslaman mereka. Disana dikenalkan intrument hukum, qanun, yang tak dikenal ditempat lain. Mengapa? Karena beda budaya. Semua aspek, yang pernah atau sedang terkait dengan budaya Tionghoa kita bahas disini. Karena banyak sekali generasi muda, yang tak mengalami episode politis dimasa lalu, yang dampaknya terasa sekarang, kita gambarkan lagi, apa yang terjadi kala itu. Bahwa beberapa tak tertarik atau tak faham masalah politis, itu biasa. Demikian juga thema makanan. Ritual, dan sebagainya. Kita tanggapi thema yang kita anggap relevan bagi kita (selalu subyektif), atau kita yakin ada kontribusi info yang dapat kita berikan. yang lain ya kita lewatkan. Mengenai thread, sempit atau tidak, dapat dimodifikasi, apabila thema yang dibahas tidak lagi sesuai dengan thread awal, namun menjadi sub topic. Mungkin kita layak tandai dengan panah (===). Memang sering yang ditanggapi adalah sepotong statement atau kalimat, namun bukan topic utama, ini OK OK saja. Dalam setiap milis kita dapat temui kawan bahkan sahabat, saya banyak yang bertemu dalam kopdar. Suhu suhu budaya Tionghoa saya kenali pribadi lewat milis ini. Tetapi, dalam milis kita mungkin juga kenali lawan, itupun OK OK saja. Asal kita tahu. Antara lawan dan sahabat ada banyak nuansa, dari partner diskusi sampai teman lewat ha ha ha. Tetapi, merasa harus mendeklarasikan pro atau anti sebuah posisi juga tak perlu. Yang makan babi boleh diskusi mengenai resep lezat lezat, yang tak makan babi tak perlu merasa dikucilkan, atau harus menyatakan anti. Yang memposisikan diri juga OK OK saja. Misalnya banyak miliser di milis lain, yang menyatakan yang percaya ada manusia yang dijadikan Tuhan adalah berdosa. Ini OK OK saja, tapi pasti TAK mungkin menjadi kawan dari mereka yang menganut idee Trinitas. Umat Muslim mainstream juga jarang menganggap diri sahabat daripada umat Ahmadyah, kecuali yang sangat toleran. Ini juga OK OK saja. Yang memposisikan diri sebagai sahabat semua mahkluk ya OK OK saja. Seperti contoh saya dengan para kafilah Arab yang menonton pertempuran antar tank, antara Korps Afrikanya jendral Erwin Rommel dari Jerman dan Korps Rubah Gurun dari Inggris dibawah komando jendral Montgomery. Orang Arab penonton ini sekedar kebagian peluru meriam dari kedua pihak, jadi kalau kelenger ya tak jelas siapa yang lempar peluru. Lha gak ada against gak ada for ha ha ha. Demokrasi itu indah, tetapi jangan lupa, demokrasi sering dihancurkan oleh kekuatan anti demokrasi yang naik penggung via proses demokratis. Demokrasi berarti toleransi, tapi tidak selalu berarti menerima semua. RUU Pornografi, misalnya, ditentang mati2an oleh banyak daerah, terutama Bali, Jogyakarta dan Sulawesi utara, juga para seniman. Tetapi, jangan terkejut, kalau RUU ini menjadi UU, karena memang demikian aturan main demokrasi. Kalau demokrasi ini suatu ketika menjadikan Indonesia menjadi negara Mullah, ya OK OK saja, tetapi jangan heran kalau banyak warga yang harus pindah negara. Atau daerah yang memisahkan diri. Ini juga OK OK saja. Pemerintah Thailand memilih mengirim pasukan ke selatan. Sebab diskusi sudah mentok. salam danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, dipodipo [EMAIL PROTECTED] wrote: Benar Zhou heng, digroup ini thread bisa membicarakan kebijakan pak Harto, kemudian tukar menukar alamat restoran, lalu komunisme, balik lagi ke restoran. Tetapi kalau memang anggota milis ini setuju dengan sistim seperti itu ya tidak apa. Yang menjadi masalah, judul thread itu terbatas, sehingga sering terpotong. Pada keadaan demikian bebrapa orang masih membicarakan kebijakan pak Harto, beberapa membicarakan anak buah pak Harto, beberapa membicarakan kolesterol :). Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou zhoufy@ wrote: Dalam menanggapi masalah utama, banyak anggota disini yang membuat analisa dan pernyataan2 sampiran sebagai bahan berargumentasi, apakah Pak ABS tak pernah menanggapi potongan2 kalimat tersebut sebagai sebuah topik baru yang lepas dari konteks pembicaraan awal? Cukup sering kok! Dan ini sah2 saja, karena dalam hal ini kita kebetulan tak memasalahkan poiint utama yang dibahas(alias sepakat),. yang tidak sepakat justru salah satu bagian dari argumentnya. Misalnya kita sedang membahas orang bisa sakit jantung karena kolestrol, lalu dalam salah satu contoh saya menyebut satu nama yang mati karena sakit jantung. padahal anda tahu orang itu mati karena penyakit lever, bisa saja anda bebantahan dng saya mengenai sebab kematian orang tsb, tanpa meributkan apakah teori saya tentang penyebab sakit
[budaya_tionghua] Re: VOA sudah tidak menggunakan kata Cina == Edith
Begitulah jalannya sejarah, Chan heng! Kalau para pembenci kelompok Tionghoa dan Tiongkok memaksakan istilah Cina, kita mengerti, tetapi kalau putra putri Tionghoa sendiri menganjurkan pemakaian kata Cina, saya belum mampu mengerti. Apa saya yang terlalu bodoh? Salam sejarah Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ChanCT [EMAIL PROTECTED] wrote: Mbak Edith yb, Dunia dengan beragam bangsa dan bahasa memang aneh, dalam menyebutkan nama bangsa dan negara bisa berbeda-beda, ... tapi, bagi bangsa yang waras dan bersahabat tentunya bisa menerima dan menghormati permintaan bangsa dan negara itu ingin disebut apa. Tidak sebagaimana jenderal Soeharto baru berkuasa, ditahun 1967 berkeras kepala menyebutkan Cina pada Tiongkok, padahal sudah diajukan protes berulang kali. Bagi Tionghoa di Indodnesia, sebutan Tiongkok dan Tionghoa sudah berlangsung sejak tahun 1900, terbeentuknya Tiong Hoa Hui Kwan (THHK), pejuang-pejuang Kemerdekaan RI, dari Kihajar Dewantoro, sampai Soekarno-Hatta, untuk menghormati kemenangaan Revolusi Nasionalis Sun Yat-Sen tahun 1911, juga sudah gunakan sebutan Tiongkok dan Tionghoa. Begitulah sejak hubungan diplomatik dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) tahun 1950, RI yang bersahabat secara resmi gunakan sebutan Tiongkok untuk negara, dan Tionghoa untuk bangsa, orang dan bahasa. Baru setelah G30S, Soeharto merebut kekuasan dengan mengkarantinakan Presiden Soekarno, mengikuti politik AS yang memusuhi Tiongkok, ditingkatkan aksi anti-Tiongkok, yang dimulai dengan demo-demo di depan kedutaan RRT dan, ... ditahun 67 dibuat keputusan presidium kabinet, mengganti sebutan Tiongkok/Tionghoa menjadi CINA. Pihak Tiongkok berulang kali ajukan protes, tidak dipedulikan, bahkan politik anti-Tiongkok ditingkatkan menjadi hubungan diplomatik dibekukan. Disaat perundingan pencairan hubungan diplomatik, akhir tahun 89, pihak Tiongkok tetap menginginan kembali gunakan sebutan Tiongkok/TIonghoa sebagaimana hubungan diplomatik tahun 50. Tapi, pihak Soeharto tetap berkeras ingin gunakan sebutan CINA. Akhirnya pihak pemerintah Tiongkok mengajukan kompromi, menggunakan sebutan China lasimnya bhs. Inggris, tetap tidak hendak disebut CINA. Dan ketika itu pihak pemerintah RI, juga menyetujui sebutan CHINA, dan bukan CINA. Setelah begundal Soeharto lengser di tahun 98, presiden berikut, dari Gus Dur, Megawati sampai SBY, dalam pertemuan resmi dan Rapat didepan umum, sudah kembali gunakan sebutan Tiongkok/TIonghoa. Menunjukkan sikap bangsa Indonesia yang waras dan bersahabat, untuk menghormati bangsa Tionghoa yang sudah bersahabat dengan rakyat Indonesia. Hanya saja, Presiden sebagai kepala negara tertinggi bisa maju selangkah lebih maju, mencabut dan membatalkan itu keputusan presidium Kabinet yang mengganti sebutan Tiongkok/TIonghoa menjadi CINA. Berani mengakui kesalahan pemerintah lama jaman Soeharto dan kembali secara resmi menggunakan sebutan Tiongkok/TIonghoa sebagaimana kehendak bangsa dan Pemerintah TIongkok. Mudah-mudahan begitu. Salam, ChanCT - Original Message - From: Edith Koesoemawiria To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 2:05 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Dear Dr Irawan, kalau kata China dianggap menhina, mengapa China Airlines namanya begitu? Apakah rasa tersinggung ini hanya muncul pada mereka yang keluar dari China? Sedangkan bagi2 orang di negara itu, yang mengalami pengembangan nama itu bagi mereka sendiri, menggunakan kata China tidak membawa stigma macam2? salam, Edith Original-Nachricht Datum: Mon, 29 Sep 2008 01:33:55 EDT Von: [EMAIL PROTECTED] An: budaya_tionghua@yahoogroups.com CC: [EMAIL PROTECTED] Betreff: [budaya_tionghua] VOA sudah tidak menggunakan kata Cina Rekan2 yb, Setidaknya sudah hampir sepekan ini VOA siaran text berbahasa Indonesia sudah tidak menggunakan istilah Cina lagi, sejauh ini mereka sudah menggunakan istilah Tiongkok setidaknya sampai dua kali penerbitan. Saya pribadi sudah mengirim surat e-mail pernyataan terimakasih kepada redaktur VOA berbahasa Indonesia sehubungan dengan ini. Perlu diketahui sejak 10 tahun yang lalu kami pernah melayangkan surat kepada VOA berbahasa Indonesia memohon agar tidak menggunakan kata Cina pada redaksinya, karena itu mungkin bisa menyinggung perasaan sebagian pembaca/pendengar. . Berkali saya kirimkan surat email ke VOA mengenai masalah ini, sampai bosan rasanya tetap tidak ada respon. Namun entah ada angin apa yang terjadi secara sekonyong-konyong VOA dalam sepekan ini menggunakan kata Tiongkok untuk istilah negara RRT. Sekurangnya sudah 8 tahun seluruh publikasi media cetak di Amerika Utara telah menggunakan istilah
[budaya_tionghua] Re: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Dipodipo dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (buka)? Waktu satu pabrik mie instant mau mengembangkan rasa mie instantnya (waktu itu namanya mie instant adalah mie berkuah), dalam diskusi, kebetulan saya terlibat, saya usulkan membuat mie goreng ala jawa yang cuma berkecap dan berbumbu saja. Rupanya usul itu ditanggapi serius dan dicoba, ternyata 'rasa' mie goreng dalam bentuk mie instant sekarang populer sekali. deleted--- *** karena saya sangat suka makan, dan tak mau selalu ke resto, maka saya kembangkan resp pribadi ha ha. Ini juga untuk menghindari makan Monosodium Glutamate. Kalau saya mau buat mie goreng, maka saya goreng dulu ayam atau samcan dengan minyak yang no kolesterol. Saya masukkan bawang merah (disni bawang Bombay), bawang putih. Lalu saya rebus mie, yang enak mie basah. Lalu saya masukkan kedalam gorengan ayam atau daging tadi, saya aduk. Baru saya campur kecap asin, atau minayk ikan (anchovy sauce), dan finally sayur, kailan atau sawi hijau. kailan disini mahal atuhh. taburi bawang goreng kering. Bumbu mie instant itu tak saya pakai. Gak pakai garam, hanya merica. Salam Danardono
[budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan)
Kemarin dulu saya baru makan burung dara goreng di Siauw A Ciap yg di Gajah Mada. Jam 3 sore sepi, hanya saya sendiri pengunjungnya. Tapi masih enak kok. Kalau Central saya menurut saya rasanya agak lain dengan Siauw A Ciap, meskipun enak juga. Menjadi pertanyaan, mengapa tempat2 seperti Siauw A Ciap, dan sepertinya Tung Kong, menjadi sepi sedangakan makananya masih enak, menurut saya. Apakah karena selera sekarang sudah berubah, atau ada ha lain ? Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, danarhadi2000 [EMAIL PROTECTED] wrote: Restaurant Trio??? Iyalah! Lha wong saya ajak makan pacar saya doeloe tahun 60an (yang kini jadi istri) di resto itu. Duit pas pasan tapi petetang petetng ha ha ha Diawal 60an kalau ayah almarhum traktir kami sekeluarga makan, kebanyakan di Tung Kong, yang lalu dalam rangka indonesiasi dijadikan Tjahaja Kota (baca Cahaya Kota). Tung Kong ini waktoe itoe sudah top topnya. Sekarang Siauw A Ciap kali ya? atau A Mien di Cipanas? Resto Central di Tomang juga OK. Salam nostalgia Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou zhoufy@ wrote: Bagi yang senang bernostalgia, mungkin Restaurant Trio di jalan gondangdiah Menteng perlu dikunjungi. Mungkin Pak Danar sudah pernah kenal? ZFy - Original Message From: danarhadi2000 danarhadi2000@ To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 29, 2008 7:35:53 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Tahu Makannya Doang, Jeh! (Was: Belajar Makan Bakmi Tanpa Nasi di Medan) --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Ophoeng ophoeng@ wrote: Bung Yongde dan TTM semuah, -- deleted- - Back to bak-mie. Saya baru tahu kalau Bakmi Tiong-sim itu asalanya dari kata 'tengah hati, saya kira itu cuma nama merek dagang atau nama boss-nya aja. Rupanya ada filsafat di balik bakmi Tiong-sim. Saya cuma tahu bakmi berdasarkan yang dagangnya ajah, bakmi Me- dan misalnya, saya berlangganan yang di Krekot itu (masuk gang) de- kat Metro Pasar Baru, sejak 1977 ketika pertama kali datang Jakarta. Belakangan baru tahu kalau mereka punya cabang yang dikelola sau- daranya di Pasar Pagi (area Jelakeng) dan di Daan Mogot, di ruko de- kat-dekat Indosiar situ. Katanya ada 2 lagi, satu di Muara Karang (pa- .
Re: [budaya_tionghua] Resto Jadul Masih Bertahan. (Was: Tahu Makannya Doang, Jeh!)
Mas Op, orang kan minatnya beda2, saya memang bukan orang yang Hobby makan. Makan bagi saya hanyalah untuk menyambung hidup. Bagi saya, tak ada bedanya makanan biasa dan makanan enak, semua bisa saya makan. saya hanya bisa membedakan makanan biasa dan makanan yang tidak bisa dimakan saking parahnya. kalau ada yang ngajak makan tanya mau makan apa, jawabnya adalah sembarang.. Tak ada minat khusus terhadap makanan tertentu, tapi justru ada makanan2 jenis tertentu yang benar2 tidak suka. maka kalau ditanya apa yang suka sulit, kalau yang tdk suka jauh lebih gampang. Saya menyebut Restaurant Trio terutama berkaitan dengan Tempat, bukan menu makanannya, karena saya lebih snang menikmati suasana restaurant dibanding makanannya. makanya suka mencoba resto2 yang baru buka. Apalagi Resto2 gaya lama yang menyimpan kenangan lama, sering menarik minat saya, meski makanannya sering hanya biasa2 saja. Contoh satu lagi adalah cafe Ragusa di jl Veteran. masih bertahan dng gaya lama. meski es creamnya sebenarnya sangat kasar dan harganya sudah tidak murah lagi. Tak usah terusik oleh orang dng minat berbeda seperti saya, silahkan berpesta lidah. anda mau berpanjang2 ya tak perlu sungkan, jika tahu yang dibicarakan melulu menu makanan kan saya tk perlu menyimak tulisan anda kan ? yang mengganggu justru saat anda mau bicara yang lain, di depannya setelah diawali dng sudah makan belum, dibumbui dulu dng ocehan2 tentang makanana, baru menginjak ke Topik sebenarnya. ini membuat tulisan anda sering terlewat. - Original Message From: Ophoeng [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Tuesday, September 30, 2008 12:51:35 AM Subject: [budaya_tionghua] Resto Jadul Masih Bertahan. (Was: Tahu Makannya Doang, Jeh!) Bung ABS, Bung Fy Zhou dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (buka)? Terima kasih atas respon anda berdua, terutama Bung Fy Zhou yang bilang bukan minatnya terhadap makanan, tapi tetap mau urun rem- bug ungkapkan ttg resto jadul di Godila - Gondangdia Lama ini. Sa- ya sangat menghargai respon anda ini, sebab walau ndak minat tapi tetep ikut bicara. Kalau boleh saya ikutan nimbrung lagi nih ya... Saya baru tahu kalau dulu-dulunya Toeng Kwong atawa Tjahaja Kota itu berlokasi di deket bunderan Patung Tani, dan namanya dulu Kra- mat Bunder. Memang asyik kalau baca cerita jaman dulu, serasa kita masuk ke lorong dimensi waktu dan ruang dan tempat lama. Walau sesudahnya, saya suka merasa pusing ketika balik ke masa sekarang, tapi tetep sajah asyik sekali mengarungi waktu flash back gitu, jeh! Trio memang enak-enak makanan-nya, menunya ya itu-itu saja. Sa- king seringnya anda makan di situ, bisa hapal semua menu yang 'ku- no' dan khasnya. Katanya dulu Trio didirikan oleh tiga orang sahabat, saya pernah baca entah di mana. Lalu 2 orang sahabatnya menyerah- kan ke yang sekarang, untuk terus dikelolanya. Tapi juga ndak jelas kenapa yang 2 tidak lagi berminat meneruskan kongsinya. Huzaren sla dan ayam nanking, juga gohiong Trio-nya enak sekali. Yang unik lagi, waktu seolah berhenti berputar di Trio. background musiknya masih lagu-lagu lama jaman Patty Sisters, itu kira-kira ta- hun 1960-an akhir ya? Resto Trio dan Tjahaja Kota (d/h Toeng Kwong) dua-duanya bisa terima catering di tempat anda, lengkap peralatan dan orang yang melayaninya.. Dengan order minimal sejumlah tertentu. Waktu saya masih ngantor di Cikini, suka pesen mereka untuk makan rame-2 di kantor bersama teman-teman termasuk para bule expat-nya. Resto di sebelahnya yang 'bersaudara' , mungkin yang Bung ABS mak- sud adalah Paramount ya? Agak jauh sekarang lokasinya. Menunya memang agak-agak mirip, tapi saya tetap lebih suka makan di Trio, walau panas tanpa AC, dan dikerubungi tukang ngamen dan tukang semir dan tukang majalah. Paramount banyak yang sewa untuk pes- ta pernikahan. Tempatnya memang luas dan bertingkat plus AC. Resto Toeng Kwong benar menunya hampir sama-sama jadul, tapi lebih ke arah Chinese food condongnya, sementara Trio lebih banyak condong ke menu 'peranakan'( ?) yang ada pengaruh Belanda-nya. Harga masih lebih murah di Trio, walau sekarang Trio tidak bisa di- golongkan sebagai resto dengan harga murah lagi. Yang jadul juga, mungkin bisa disebut Tan Goei di Menteng. Atau ka- lau mau bergaya sederhana mirip Trio, ada satu di kawasan Senen. Ma- suk jalan kecil, namanya A-nam (atau Paknam, lupa lagi). Kuno banget dan menunya tidak banyak. Spesial mereka adalah pangsit masak (lu- pa nama persisnya). Patut dicoba punya, sebab tidak ada resto yang menyediakan menu begitu. Siauw A Tjiap juga mungkin bisa digolongkan jadul. Spesialnya tentu saja belut cah fumak. Yang otentik kayaknya yang di Pintu Besar Se- latan. Pernah buka di BSD tapi pas BSD belum berkembang, jadi su- dah tutup lagi digantikan Resto Padang. Padahal sekarang BSD (sori, nyambung BSD lagi ya) banyak dikepung resto-resto di mana-mana. Waktu Glodok Plaza belum dibangun, dulu di kawasan Pinangsia situ, yang