[budaya_tionghua] sedikit tentang Sosialisasi UU Kewarganegaraan Baru
kemarin malam, saya bersama beberapa kawan menghadiri acara sosialisasi UU Kewarganegaraan baru. acara ini diselenggarakan oleh INSTITUTE KEWARGANEGARAAN INDONESIA. institute ini adalah lembaga baru yang didirikan oleh Mr. Murdaya Poo sebagai ketua dewan penasehat. duduk dalam dewan penasehat itu beberapa anggota Pansus kewarganegaraan seperti Slamet Effendy Yusuf dari Golkar dan Benny K. Harman dari PD. acara sosialisasi UU Kewarganegaraan baru dihadiri oleh para pembicara dan tokoh-tokoh nasional. mereka adalah Slamet Effendy Yusuf, Benny K. Harman, Lukman Hakim Syaifudin dari PPP, menteri Hamid Awaludin, dan dirjen Putu Oka. selain itu, datang juga Mbah Tarjo dan wakil ketua DPR AM. Fatwa. tokoh-tokoh Tionghoa yang hadir antara lain The Nin King, AB Susanto, Teddy Yusuf, Harris Chandra, Edi Lembong, Nancy Wijaya, Rahman Hakim, Edi sadeli, Rebeka Harsono, Herry Singh dan banyak lagi. sayangnya, komposisi pemuda-pemudi Tionghoa masih minim. saya hitung-hitung paling-paling 5%. selebihnya adalah orang-orang tua dan tokoh ngetop dari berbagai organisasi kesukuan dan beberapa utusan dari daerah seperti INTI Sukabumi. Acara dibuka dengan pemberian penghargaan dari segenap anggota dewan kepada anak-anak SMU yang berhasil menjadi juara Olympiade Fisika di RRT. Yohanes Surya sebagai pelatih pun mendapat penghargaan. Mr. Poo memberi jaminan bahwa para pemenang Olympiade Fisika tersebut akan mendapat bea siswa sampai jenjang pendidikan S3. Hamid Awaludin mendapat kesempatan pertama bicara. antara lain beliau berkata bahwa UU Kewarganegaraan baru ini bersifat revolusioner. dan sosialisasi UU Kewarganegaraan ini adalah sosialisasi yang paling cepat apabila dibandingkan dengan sosialisasi-sosialisasi UU lain yang pernah dilakukan selama ini. bagi Hamid, Sosialisasi pertama ini sangat tepat karena Tionghoa adalah pihak yang menjadi victim praktek diskriminasi selama ini. Hamid, seperti juga Lukman Hakim, Benny K. Harman dsb, menandaskan bahwa UU Kewarganegaraan ini memberi definisi yang sangat jelas mengenai term bangsa Indonesia Asli yang terdapat di pasal 26 UUD 45. Penjelasan Pasal 2 berbunyi : yang dimaksud dengan bangsa Indonesia Asli adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. sehingga dari penjelasan ini kita dapat menarik definisi bangsa Indonesia asli yang didasari oleh kewarganegaraan bukan berdasarkan kategori rasial seperti yang selama ini berlaku dan dipahami secara umum. Slamet Effendy Yusuf menegaskan bahwa kita semua adalah orang Indonesia asli. ya hamid, ya slamet, ya Tan Joe Hok dsb adalah bangsa Indonesia asli. tidak perlu lagi KTP ditandai, tidak perlu lagi ganti nama dsb. perubahan-perubahan mendasar dan bersifat revolusioner dalam UU Kewarganegaraan baru yang disampaikan oleh Menteri Hamid Awaludin dan anggota dewan antara lain seputar diakomodirnya kesetaraan perempuan dan perlindungan terhadap anak hasil kawin campur. Juga, masalah dibukanya kesempatan menjadi WNI bagi orang-orang yang berjasa bagi Indonesia dengan diberlakukannya pasal 20 yang berbunyi : orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda. dengan demikian, orang-orang Tionghoa spt Tan Joe Hok, Ivana Lie dsb yang banyak memberikan jasa baik kepada NKRI dengan mengharumkan nama Indonesia dapat dengan mudah menjadi warga negara Indonesia. Slamet Effendy Yusuf menyitir pengalaman pahit yang pernah dialami oleh para pejuang bulu tangkis seperti Ivana Lie, Tan Joe Hok, Susi Susanti, Hendrawan dsb. Dengan gaya retoriknya yang khas, Slamet Effendy Yusuf bercerita tentang Susi Susanti yang menitikan air mata setelah menjuarai Olympiade demi nama Indonesia tetapi di saat yang bersamaan Susi Susanti masih berkutat di masalah kewarganegaraan Indonesianya yang tidak jelas. Aturan lain yang dianggap revolusioner oleh Anggota Dewan dan Hamid Awaludin adalah aturan tentang Sangsi Pidana yang diatur di BAB VI tentang KETENTUAN PIDANA pasal 36-38. Seluruh anggota dewan yang berbicara pada malam ini menekankan pentingnya pengawasan implementasi UU Kewarganegaraan ini. para anggota dewan menekan Menteri Hamim Awaludin untuk mengadakan sosialisasi di jajaran kementeriaan Hukum dan Ham serta departemen- departemen terkait seperti departemen dalam negeri dan keimigrasian. Hamid Awaludin hanya senyum-senyum sambil menggangguk-angguk. Hamid merespond dengan positif permintaan-permintaan anggota dewan itu dengan mengatakan bahwa UU telah memerintahkan lewat pasal 43 kepada menteri untuk membuat Kepmen paling lambat 3 bulan sejak UU Kewarganegaraan diundangkan.
[budaya_tionghua] Re: Encik Martha jangan gitu donk
Koh Agoeng Setiawan yb, saya juga tidak terlalu setuju dgn orang-orang yang MALU terhadap warisan budaya leluhurnya sendiri. apalagi MALU terhadap warisan budaya leluhur Tionghoa yang sudah berusia tua dan memiliki peradaban sangat tinggi itu. di sela-sela tumpukan buku almari teman saya, terdapat sebuah buku besar berjudul Great National Treasures of China. terdapat foto-foto peninggalan permata, kramik, lukisan, gelas perunggu, patung keagamaan dsb dari ribuan tahun yang lalu. whoa saat bangsa Anglo Saxon masih makan dengan tangan dan memakai pakaian dari kulit binatang serta tidur bersama kutu kurap, leluhur Tionghoa sudah mencapai peradaban sangat tinggi dan mampu menghasilkan karya seni yang sangat halus dan indah. tetapi saya mau ajak Koh Agoeng untuk bertoleran sedikit terhadap generasi saat ini yang cenderung berorientasi pada pemujaan kreasi dunia barat. ada baiknya, mengubah sedikit pendekatan dengan cara memaki menjadi pendekatan simpatik. biasanya, ketidak-sukaan atau rasa malu tersebut dikarenakan ketidak-tauan. nah, adalah sangat wajar apabila terdapat begitu banyak orang Tionghoa yang tampak MALU dan tidak suka terhadap warisan budaya leluhur Tionghoa. karena mereka tidak terlalu mengetahui. adalah jauh lebih baik untuk memberi pemahaman lebih baik daripada memusuhi sodara sendiri bukan? khusus untuk masalah kontroversi Ci Martha Januari 04. lah, kok saya bacanya dia kagak malu dengan budaya leluhur atau berusaha untuk melakukan westernisasi. dia Cuma kritik si encim-encim pembawa acara. nah, disini saya liat pekerjaan rumah kita semua. kenapa kok orang- orang spt agnes monica, katrin keng, olga lidya, fery salim, delon atau sdr. Adrian Congenito tidak mau jadi MC acara kawinan dengan budaya Tionghoa?? ya mungkin karena karena gak diminta saja kali ya. tetapi saya kira sampai saat ini budaya dan ekspresi Tionghoa itu belum benar-benar bisa jadi trend. baju cheongsam mungkin pernah jadi trend. tetapi kalangan tionghoa blum mampu melakukan pembalikan trend budaya. paling tidak Jepang saat ini bisa jadi trendsetter dengan J- Rock-nya. kelompok musik RATU banyak adobsi kreatifitas Jepang. saya membayangkan akan sangat menarik apabila tampilan budaya Tionghoa itu bisa disetting sedemikian rupa hingga dapat memicu kebanggan. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, agung setiawan [EMAIL PROTECTED] wrote: g seh ga peduli dia mau suka apa enggak , masih doyan apa enggak ama adat istiadat lama, cuma ga suka banget kalo ada org yg malu ama adat istiadatnya sendiri. --- odeon_cafe [EMAIL PROTECTED] wrote: wah, lama tidak buka-buka email ternyata ada perseteruan hebat di milis BT ini. ci martha diserang abis-abisan karena pendapat kontroversial tentang budaya. heran, saling maki seperti ini kok sering sekali terjadi. yang diserang acapkali kawan dengan grand orientasi sama lagi. sedangkan orang-orang dengan motive utama bertentangan justeru terus mendapat panggung. saya kira, pendapat Ci Martha itu tidak prinsipil. cuma beda di tataran pilihan tersier. kok jadi bulan-bulanan dan target tembak?? kalo seseorang kurang suka memakai baju adat, saya kira, tidak mesti kalao dia berpikiran untuk menghapus atau melarang orang lain yang mengusung tema budaya. sama persis dgn wanita-wanita muda Jawa saat ini yang gak selalu mesti suka berkebaya. apakah wanita-wanita itu lantas diserang abis-abisan?? atau seperti gadis-gadis muda Bali yang saat ini tidak lagi bertelanjang dada, sekalipun sayang sekali ya. apa mesti gadis-gadis muda Bali itu dipaksa-paksa untuk bertelanjang dada?? he hehe... berbeda apabila ci martha ini mengadobsi pandangan politik LPKB modern yaitu hendak memberangus budaya dan menekan pemerintah untuk memberlakukan kembali INpres No.14/1967. Ci Martha cuma kurang tertarik masalah budaya dan adat istiadat jaman dulu tetapi kan blum tentu ci martha itu melarang orang lain untuk mengekspresikan tampilan budaya yang disukai. bukan begitu ci Martha?? tapi memang ada baiknya ci Martha jangan terlalu jutex dan ketus seperti itu. kalangan Tionghoa sudah sering dizolimi sampe-sampe karakter tulis tionghoa saja dipersamakan dengan narkoba, barang-barang porno dan senjata berbahaya. jadi hendaknya berhati-hati dalam artikulasi. jangan sampe para pembaca salah mengerti dan memecah persatuan dan solidaritas. toch, apa pun hobi anda apabila kekuatan anti-cina menguat maka kita semua akan jadi korban. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, marthajan04 marthajan04@ wrote: --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, agoeng_set agoeng_set@ wrote: MJ: ortu gue waktu ngawinin anak pertamanya yang lelaki memang masih pakai lamaran ber-nampan2 dan pernikahan pakai acara pernak pernik budaya china pakai encim2 yang suaranya
[budaya_tionghua] Re: Buku Mengenai Kekerasan Anti Tionghoa Di Indonesia, 1996-1999
Menurut Charles A. Coppel, Sarekat Dagang Islam didirikan pada tahun 1911 sebagai respond didirikannya Kamar Dagang Tionghoa (Sianghwee) yang berperan sebagai perwakilan kepentingan dagang orang Tionghoa. Coppel, lebih lanjut berargumen bahwa SDI merupakan konkritisasi keinginan pengusaha Islam untuk menandingi kekuatan komersial orang Tionghoa. keinginan ini dimaterialisasi menjadi dan memiliki arti politik yang lebih besar daripada ekspresi ekonomis. Wertheim menekankan bahwa PERSAINGAN EKONOMI adalah akar ketegangan antara orang Tionghoa dan pribumi. Bukan disebabkan karena `fakta' Tionghoa lebih kaya dari pribumi. karena `fakta' semacam itu tidak pernah ada. Charles A. Coppel mengajukan teori bahwa asal-usul konflik Tionghoa vs pribumi disebabkan karena semakin meluasnya perusahaan dan ekspansi bisnis Tionghoa yang memasuki bidang-bidang yang sampai saat itu diusahakan oleh pedagang Jawa dan Arab. bagi saya, pendapat kedua akademisi dan peneliti masalah Tionghoa itu jauh lebih tepat daripada pendapat awam penuh prejudis yang menuding bahwa perilaku tak terpuji orang Tionghoa-lah yang menjadi penyebab kerusuhan anti Tionghoa. biasanya, pihak yang kalah dalam persaingan sehat akan menempuh cara- cara kotor dan tidak terpuji untuk mengeliminasi kompetitier. cara kotor itu dapat dipahami sebagai cara dari gerakan mata gelap. karena tidak mampu bersaing secara sehat. dalam kasus persaingan dagang antara Tionghoa vs Arab, muncullah propaganda dengan menggunakan dalih-dalih sentimen agama. Tionghoa kemudian dipojokan sebagai golongan pemakan babi, tidak sunat, tukang judi, pemabuk dsb. hobi main perempuan jarang terdengar, mungkin karena Arab juga suka main perempuan. semua hal yang ditentang oleh agama Islam yang gunanya menciptakan kebencian pribumi terhadap Tionghoa. apabila kebencian itu dapat ditanam dengan kuat maka satu kipasan kecil akan mampu mengobarkan kerusuhan anti Tionghoa yang berdarah. pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Tionghoa membela dan melindungi dirinya dari serbuan rencana-rencana jahat terhadap dirinya?? bro. King Hian telah menginformasikan sejumlah buku-buku yang berisi informasi positif tentang Tionghoa. hanya buku Junus Jahja saja, peranakan idealis, yang agak bias. judul buku yang diinformasikan bro. King Hian itu berbeda dengan buku-buku yang diterbitkan semasa orde baru spt masalah Tjina, non-pri di mata pribumi, asal usul konsep assimilasi dsb yang berisi begitu banyak provokasi negatif untuk mendeskreditkan Tionghoa. sayangnya, Bro. King Hian tidak memberi list buku-buku yang memuat strategi perang dan strategi melindungi diri dari provokasi jahat. mungkin karena memang tidak ada ya. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Golden Horde [EMAIL PROTECTED] wrote: In budaya_tionghua@yahoogroups.com, abdi christ save_mynit@ wrote: Permisi, numpang nimbrung ya.. Kemarin saya baru baca disertasi dari UGM, yang dibukukan ke bahasa Indonesia, dengan judul : Ganyang PEcinan! Buku tersebut mengulas masalah kerusuhan etnis yang terjadi di Kudus tahun 1911. Berkebalikan dengan kesimpulan oleh banyak pihak bahwa SI (syarikat Islam) di Kudus yang menjadi dalang peristiwa tersebut, si penulis kelihatannya hendak meluruskan bahwa kerusuhan tersebut bukan direncanai oleh SI. Isi tulisan dan ulasan lebih banyak dikaitkan terutama dalam hubungan sosial antar etnis Tionghoa dan pribumi. Meliputi juga kondisi politik yg masih dalam jajahan belanda. Juga termasuk faktor ekonomi dan persaingan bisnis rokok. Saya lupa penerbitnya... sori... Saya sudah lihat buku itu sekilas di Gramedia dan belum membeli atau membacanya, buku Ganyang Pecinan yang diterbitkan oleh UGM itu sekiranya membahas tentang kerusuhan-kerusuhan anti Tionghoa pada tahun1912 dimana Serikat Islam terlibat didalamnya dan hal ini sudah menjadi fakta sejarah yang baku (Sejarah Indonesia Modern 1200-2004: M.C.Ricklefs). Hal yang perlu diketahui adalah sejarah dan latar belakangnya kejadian itu, sebab kerusuhan yang berdarah itu adalah kerusuhan anti Tionghoa dengan skala besar (karena terjadi di beberapa kota) yang pertama di awal abad 20. Sarekat Dagang Islam (SDI) pertama-tama didirikan oleh mantan pegawai negeri dan wartawan bebas Tirtoadisuryo di Batavia tahun 1909 yang bertujuan untuk membantu pedagang-pedagang pribumi, lalu kemudian mendirikan cabangnya di Bogor (1910) dan bersama pedagang Batik H. Samanhudi di Surakarta pada tahun 1911. Pada tahun 1912 SDI ini berubah menjadi Sarekat Islam (SI), suatu organisasi gerakan politik yang pertama di pulau Jawa. Mengenai SDI dan SI ini ada satu tulisan yang ditulis oleh seorang peneliti dari Universiti Kebangsaan Malaysia yang bernama Sumit K.Mandal judulnya Forging a modern Arab identity in Java in the early twentieth century (2002).
[budaya_tionghua] MENGUBAH PECITRAAN NEGATIF terhadap Tionghoa
MENGUBAH PECITRAAN NEGATIF oleh : Kenken Setiap orang dan komunitas etnis suka tidak suka memperoleh sebentuk stereotyping sebagai identifikasi dirinya. Stereotyping itu dapat diperoleh lewat serangkaian habitus sehingga bangunan stereotyping itu bersifat alamiah. Dalam kasus stereotyping komunitas Tionghoa, proses itu lebih banyak dipengaruhi oleh langkah-langkah tersistematis dan terarah. Ironisnya, stereotyping terhadap komunitas Tionghoa itu pekat diwarnai oleh stigmatisasi negatif yang bersifat general. KOMPOSISI KOMUNITAS TIONGHOA Para ahli sinologi seperti Thun Ju Lan, I. Wibowo, Melly G Tan dan penulis-penulis lepas seperti Rene L. Pattiradjawane, Andreas Susanto, Rizal Sukma dll berulang kali menggambarkan heterogenitas intern komunitas Tionghoa. Heterogenitas itu seputar kategorisasi sub- etnis e.g. Hakka, Teochiu, Hokkian, dll. Kategorisasi itu disempurnakan dengan pembagian berdasarkan wilayah asal Indonesia. Maka terciptalah sub-kategori kelompok seperti Cina Bangka, Cina Medan, Cina Benteng, Cina Jawa dsb (catatan: penggunaan istilah `Cina' dalam tulisan ini tidak berarti penulis mendukung penggunaan istilah tersebut). Berlanjut dengan pembagian berdasarkan kategori agama yang dianut i.e. Kristen, Katolik, Islam, Budhis dan Konghucu. Dilengkapi dengan stratifikasi usia. Bahkan ruang pemukiman Tionghoa pun dikaji dengan teliti. Di samping itu, fakta partisipasi dan orientasi politik orang-orang Tionghoa pun sangat beragam. Bambang Sungkono pernah mengabdi sebagai bendahara DPP PKB. Kwik Kian Gie dikenal sebagai PDI Perjuangan tulen. Alvin Lie sampai saat ini masih diberi kepercayaan sebagai anggota legislatif fraksi PAN. Di samping tokoh-tokoh non-partisan seperti Arief Budiman, Ariel Heryanto dan pendiri Partai Politik seperti Nurdin Purnomo, Lius Sungkarisma, Frans Tsai, Handoko Yudha Prawira dll. Kategorisasi heterogenitas kelas sosial tampak tidak mendapat porsi yang cukup. Padahal, watak dan perilaku seseorang, apa pun golongan etnisnya, juga ditentukan oleh asal strata kelas sosial. Perilaku para putra raja minyak, apa pun etnisnya, akan identik. Pola kehidupan jetset golongan selebritis, apa pun etnisnya, tidak akan berbeda jauh. Demikian pula dengan pola pikir dan aktivitas kalangan aktivis pro-dem yang berasal dari kalangan sederhana, apa pun identitas etnisnya, juga akan identik. Dan ternyata Tionghoa terdiri dari tingkat strata sosial berlapis dan jauh dari kedudukan ekonomi istimewa. Ia tetap terfragmentasi ke dalam lapisan-lapisan heterogenitas. Di balik seluruh heterogenitas itu, semua orang Tionghoa menghadapi satu permasalahan i.e. sentimen anti-Tionghoa dalam proses nation building Indonesia. Kerusuhan Mei 98, sampai batas tertentu, meminta korban sejumlah orang Tionghoa apa pun latar belakang sub-etnis, asal geografis, ruang pemukiman, agama dan strata kelas sosial. Berbagai praktek diskriminasi rasial hanya melihat kesatuan ras tanpa melirik pada heterogenitas sekuder faktuil lainnya. PROSES PERUBAHAN CITRA I. Wibowo menganalisa bahwa terdapat praktek tiga gugus sebagai akibat `masalah cina' yaitu gugus stigmatisasi, marjinalisasi dan viktimisasi. Proses pencitraan (negatif) terhadap Tionghoa harus diakui beradaannya. Buku-buku yang membahas `masalah cina' sepanjang era Orde Baru sangat sedikit bercerita tentang segi positif komunitas Tionghoa. Maka terciptalah stigma bahwa Tionghoa itu ekslusif, tidak patriotik, anti-sosial, pemakan babi dsb. Buku-buku itu mengutarakan keburukan orang Tionghoa tanpa basis analisa dan kajian yang jelas. Sedikitnya, berisi anjuran-anjuran asimilasi sebagai `obat mujarab' bagi penyakit ekslusifisme komunitas Tionghoa. Term `obat mujarab' secara implisit mengatakan bahwa Tionghoa itu sakit (baca: buruk). Dengan demikian sebuah `obat mujarab' diperlukan. Karena Tionghoa itu buruk maka sudah selayaknya Tionghoa di-marjinal-kan. Secara singkat, pecitraan negatif terhadap Tionghoa sebagian besar dilancarkan lewat media buku, desas-desus dan berbagai pemberitaan sepihak sebagai bentuk propaganda hitam. Muncullah sebuah keyakinan negatif terhadap Tionghoa. Dampak dan tingkat keberhasilan pencitraan itu cukup efektif. Kerusuhan Mei 98 yang pekat dengan motive rasialis anti-Tionghoa adalah titik kulminasinya. Dan gugus viktimisasi tercapai. Perubahan positif mulai terasa pasca reformasi. Terbitnya buku-buku karya I. Wibowo, Leo Suryadinata, Beni G Setiono, Siauw Tiong Djin dsb menjelaskan sejumlah sisi positif komunitas Tionghoa yang sebelumnya lepas dari pandangan. Artikel-artikel simpatik dari tokoh-tokoh pluralis seperti Gus Dur, Pramoedya Ananta Toer, Myra Sidharta, Anom Surya Putra, Arif Budiman, Alexander Irwan dsb jelas mampu membesarkan hati orang Tionghoa. Adanya ruang kebebasan berekspresi sangat membantu untuk menjelaskan masalah dengan sebenarnya; sebuah penjelasan bahwa komunitas Tionghoa pada hakekatnya tidak berbeda dengan komunitas etnis
[budaya_tionghua] Fwd: SEJARAH PANJANG KEWARGA-NEGARAAN
--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe [EMAIL PROTECTED] wrote: SEJARAH PANJANG KEWARGA-NEGARAAN sejak masa kolonial-perjanjian dwi kewarganegaraan oleh: Kenken I. ZAMAN KOLONIAL REGERINGS REGLEMENT tahun 1854 membagi penduduk Hindia Belanda menjadi 3 golongan yaitu Europeanen, Inlanders dan Vreemde Oosterlingen (Timur Jauh termasuk Arab, India, Tionghoa dll kecuali Jepang). Pemerintah Belanda tetap memberlakukan sistem pemisahan penduduk berdasarkan kategori rasial saat Indische Staatsinrichting menggantikan Regerings Reglement. Pasal 163 I.S. mengkategorisasi penduduk menjadi golongan Nederlanders/Europeanen (termasuk Jepang), Inheemsen (pengganti istilah Inlander), Uitheemsen (Vreemde oosterlingen atau Timur Asing). Menurut Mr. Schrieke pembagian itu berdasarkan perbedaan nationalieit, bukan berdasarkan `ras criterium'. Tetapi pada kenyataannya, kriteria `ras' tetap digunakan. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan kebijakan ganjil dengan mengeluarkan undang-undang Wet op de Nederlanderschap di tahun 1892. Keganjilan itu adalah bahwa mereka yang berada di Nederland Indie (Indonesia) termasuk yang dinamakan `inlanders' dan yang disamakan dengan `inlanders' tidak diberi status nederlanders. Sedangkan keturunan Tionghoa, Arab dan India yang dilahirkan di Suriname dengan undang-undang tersebut memperoleh status Nederlander. Orang Jepang yang dilahirkan di Nederland Indie mendapat status Nederlander. Kebijakan politik Belanda ini mempersamakan seluruh golongan Asia (kecuali Jepang), termasuk golongan Tionghoa dan keturunannya, sebagai golongan inlander (pribumi). Sehingga posisi, hak dan kewajiban seluruh golongan Asia di Hindia Belanda menjadi setara. Secara tidak sengaja, kebijakan politik ini juga memperlancar proses pribumisasi. Kondisi politik akibat kebangkitan nasionalisme Asia yang dipelopori oleh Dr. Sun Yat Sen memaksa Belanda mengeluarkan Wet op de Nederlandsch Onderdaanschap (Undang-Undang Kawula Belanda) pada tanggal 10 Februari 1910 dengan tujuan untuk mengurangi jumlah orang Tionghoa yang berada di bawah jurisdiksi perwakilan pemerintah Tiongkok. Sehingga intervensi Tiongkok dapat dikurangi. Karena itu Belanda menerapkan ius soli dan stelsel pasif dengan tidak memberi hak repudiatie (hak menolak kewarga-negaraan). Dengan demikian, orang Tionghoa yang dilahirkan di Hindia Belanda semerta- merta berstatus dwi-kewarganegaraan karena di saat yang sama Dinasti Qing mengadobsi ius sanguinis sebagai asas kewarganegaraan yang diumumkan pada tahun 1909. Menurut P.H Fromberg Sr, golongan Tionghoa tidak antusias menyambut Undang-Undang Kekawulaan Belanda. Kewajiban `Indie Weerbaar' (pertahanan Hindia Belanda) yang mewajibkan seluruh kawula Belanda menjadi milisi untuk mempertahankan kepentingan kolonial menambah kuat resistensi golongan Tionghoa. Tjoe Bou San berpendapat bahwa indie Weerbaar bukan satu kepentingan umum. Itu melainkan adalah satu kepentingan dari kapital Belanda. Orang Tionghoa tidak punya kepentingan di situ. Orang Bumiputera tidak. Orang Indo- Belanda tidak. Di tahun 1918, Tjoe Bou San melancarkan kampanye menolak Undang- Undang Wet op de Nederlaandsch Onderdaanschap. Menurut berita Sin Po, kampanye ini berhasil menghimpun sekitar 30.000 tanda tangan. Hauw Tek Kong, mantan direktur Sin Po, ditugaskan membawa petisi itu ke Tiongkok dan meminta pemerintah Tiongkok untuk mendesak Belanda agar memberikan hak repudiasi kepada peranakan Tionghoa. Akan tetapi, pemerintah Republik Tiongkok tetap berpegang pada kesepakatan Perjanjian Konsuler 1911 yang mengakui hak jurisdiksi pemerintah Belanda terhadap peranakan Tionghoa di wilayah teritorial Belanda. Pengakuan terhadap juridiksi Belanda oleh Republik Tiongkok yang meneruskan asas ius sanguinis mengakibatkan golongan Tionghoa yang lahir di Tiongkok sekalipun telah menetap di Hindia Belanda tetap berstatus warga-negara Tiongkok. Sedangkan keturunan Tionghoa yang dilahirkan di Hindia Belanda memiliki kewarga-negaraan rangkap i.e. kawula Belanda dan warganegara Tiongkok. Pembagian kekawulaan Belanda berdasarkan penggolongan ras tidak memuaskan banyak pihak. Karena dinilai tidak memupuk rasa bersatu sebagai sesama putera satu negara. Hingga di tahun 1936 muncul petitie Roep, tokoh PEB, bersama dengan Yo Heng Kam dan Prawoto yang menuntut sebuah Undang-Undang Kewarganegaraan di Indonesia dengan menghapus pembagian penduduk berdasarkan `ras'. Kelemahan petisi Roep ini adalah penggunaan kategori perbedaan strata sosial dan intelektual sebagai pengganti kategori rasial. Gagasan sistem 1 jenis kewarga-negaraan tanpa diskriminasi kembali muncul dalam Volksraad dengan diajukannya petisi Soetardjo. Isi petisi Soetardjo antara lain menyatakan bahwa syarat untuk diakui sebagai warga-negara dapat ditentukan a.l: lahir di Indonesia, asal keturunan, orientasi hidup kemudian hari. Jadi semua orang Indonesia dan semua golongan Indo, yang dilahirkan di Indonesia dan
[budaya_tionghua] Re: jatah pendidikan untuk TIonghoa
Ya, yang dikatakan Mas Skalaras sangat benar. Dahulu, saat memanasnya situasi politik akibat kudeta Soeharto, terdapat gerakan pembakaran dan perebutan sekolah-sekolah swasta yang dimiliki oleh etnik Tionghoa yang sebenarnya sudah WNI. Alasannya adalah sekolah-sekolah itu terlibat PKI, milik `cina- asing' yaitu PKT dan Koumintang. Sebagian gedung-gedung sekolah milik etnik tionghoa dijadikan semacam camp konsentrasi untuk menampung dan menyiksa mereka-mereka yang dituduh PKI. Lantas di tahun 70-an, agaknya ada pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ini sampai Menteri Pendidikan mengeluarkan surat edaran yang isinya jelas menolak pengembalian dan meluruskan informasi masalah `sekolah-sekolah cina asing'. Kemudian di era 80-2000 ini tampak begitu banyak univ. swasta. Bukan hanya milik Tionghoa. mulai dari univ. amburadul sampai universitas yang diakui kualitasnya. Dan pemerintah tetap mempersulit izin pendirian universitas sampai sulitnya membuka fakultas-fakultas strategis. Menurut informasi, universitas Pelita Harapan mengurus izin fakultas kedokteran sampai 5 tahun lamanya. Sayangnya, biaya kuliah universitas berkualitas yang dimiliki oleh etnik Tionghoa itu pun sangat tinggi. Universitas ecek-ecek non- tionghoa mungkin lebih terjangkau tapi kualitasnya sangat rendah dan sebagian besar mahasiswa-nya lebih mirip preman. Saya pernah ditotok oleh mahasiswa UBK dengan alasan dana solidaritas untuk teman mahasiswa UBK yang ditahap polisi akibat tawuran. Sayangnya, universitas-universitas di mana kuantitas mahasiswa Tionghoa terlihat besar lantas terkena tudingan `ekslusif'. Mulai dari pembatasan jumlah mahasiswa etnis Tionghoa di univ. negeri yang berakhir pada sebuah keputusan `oke, gua gak butuh UI atau UGM' lantas masuk univ. Binus atau Untar dan berakhir pada tudingan SARA lagi. Minta ampun sulitnya negeri ini, Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, skala selaras [EMAIL PROTECTED] wrote: Di sekolah negeri dibatasi jumlah kuotanya, di sekolah swastapun pemilik sekolah ditekan utk membuat pemerataan, sehingga sekolah swasta yang dulu mayoritas diisi oleh Tionghoa (yang tak tertampung di sekolah negeri), terpaksa menjatahkan 50% bangkunya utk non Tionghoa. karena non Tionghoa yang bermutu sudah tertampung di Negeri, maka sekolah swasta terpaksa menerima sisa2 yang tersisih. hal ini telah terjadi di bekas almamater saya. tak heran mutu lulusannya semakin menurun. Karena di dalam negeri dibatasi ruang geraknya, orang tionghoapun berusaha mencari jalan lain, merekapun ramai2 mengirimkan anaknya sekolah di luar negeri. akibatnya, tingkat pendidikan generasi muda Tionghoa malah meningkat pesat, daya saingnya malah lebih tinggi dibanding golongan etnis lain. ironis bukan? - Original Message - From: odeon_cafe [EMAIL PROTECTED] di Univ. Negeri terjadi pembatasan kuota etnis, sekolah swasta yang dikelola WNI etnis Tionghoa diberangus dengan alasan 'cina asing'. jadi, harus kemana tionghoa-tionghoa ini bersekolah?? tapi herannya, Tionghoa ini bisa survive. entah bagaimana caranya.. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] jatah pendidikan untuk TIonghoa
Ulysee bertanya bagaimana negara membedakan antara WNA dan WNI. tetapi apa yang digugat oleh ci meliani bukan masalah dikotomi WNA dan WNI. ulysee jangan mempolitisir SALTIK. tentu saja, logika paling bodoh pun akan membenarkan adanya perbedaan hak dan kewajiban antara WNA dan WNI. terutama di bidang politik menyangkut hak dipilih dan memilih. tetapi yang menjadi masalah adalah interpretasi WNA == Tionghoa. dan negara tidak memberi pendidikan politik yang baik bagi rakyat Indonesia dengan selalu mempersepsikan bahwa WNA==Tionghoa. sedangkan identitas kewarga-negaraan itu sepenuhnya merupakan identitas politik bukan identitas etnik. di negeri belanda, seorang etnik Minang atau Jawa yang telah menerima kewarga-negaraan Belanda diperlakukan sebagai warga-negara yang tidak berbeda dalam perihal Hak dan Kewajiban. pembagian jatah bangku sekolah berdasarkan kuota etnis tidak dapat dibenarkan. bukan hanya untuk kepentingan Tionghoa. tetapi suku asmat atau suku dani yang berjumlah jauh lebih sedikit dari kuantitas etnik Tionghoa akan dirugikan. pembagian masyarakat didasarkan oleh etika ras seperti ini tidak dapat diterima oleh logika sehat. pola pikir rasis harus dibuang jauh-jauh dari institusi pendidikan. apabila bangku kuliah saja sudah sarat dengan aroma rasis maka tidak mengherankan apabila HMI dan serikat mahasiswa makasar dapat menggalang aksi rasialis. Indonesia pernah menerapkan kebijakan pendidikan yang juga tidak kalah anehnya akibat dari ketidak-mampuan membedakan dengan jelas antara etnik TIonghoa vs Tionghoa asing dan berakibat pada ketidak adilan di bidang pendidikan. diawali dari kudeta Orde Baru di mana terjadi pemusnahan sekolah-sekolah swasta yang dikelola oleh etnik Tionghoa. sampai pada tanggal 28 Juli 1978 saat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran No. SE 003/B/78 tentang MASALAH GEDUNG-GEDUNG BEKAS SEKOLAH ASING CINA yang menolak dikembalikan gedung-gedung sekolah swasta etnik Tionghoa yang sebenarnya sudah WNI sejak lama. di Univ. Negeri terjadi pembatasan kuota etnis, sekolah swasta yang dikelola WNI etnis Tionghoa diberangus dengan alasan 'cina asing'. jadi, harus kemana tionghoa-tionghoa ini bersekolah?? tapi herannya, Tionghoa ini bisa survive. entah bagaimana caranya.. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote: Melani, Bagaimanapun negara pasti membedakan warganya yang WNA dari yang WNI. Logikanya, negara akan lebih mandahulukan warganegaranya sendiri yang mau masuk sekolah ketimbang warganegara asing yang mau sekolah di universitas negeri. Bukankan universitas negeri disubsidi oleh pemerintah sehingga biayanya murah? Bukankah wajar bila mendahulukan warganegara sendiri duluan ketimbang warganegara asing? Itu kalau urusannya WNI dan WNA. Sedangkan kalau urusannya WNI keturunan (tionghoa) untuk tempat yang dibatasi di universitas negeri, Secara logika aja nih (kalau teori musti bawa literatur lagih) populasi Tionghoa Indonesia berapa? 3 % kalau enggak salah. Dapat kursi di universitas negeri 5%? Waduh, itu sudah royal banget donk? Mendapatkan status WNI di Indonesia apakah mudah atau tidak, menilainya dari mana? Dibandingkan sama apa? Membandingkan antara perjuangan nenek saya yang mau minta status WNI puluhan tahun lalu, Dengan perjuangan enso saya, produk RRC, yang mau minta status WNI kira-kira sepuluh tahun lalu, Nenek saya komentar, Dulu nggak se-repot itu. So? -Original Message- From: melani chia [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, May 21, 2006 8:56 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama Uly, kamu mestinya melihat fakta,asal tau aja,jaman orba untuk universitas negeri bagi warga keturunan untuk lolos tdk mudah,krn tempat sangat dibatasi,entah ada 5% ngak? dari kursi yg diperebutkan,dan sebagai catatan, yg kamu perlu tau,walaupun udah 3 generasi hdup di indonesia dan merasa dirinya org Indonesia,untuk mendaptkan status WNI tdk mudah,apa lg kalau modal dengkul. untuk yg WNA yg udah karatan di Indonesia,tdk boleh ikut sipenmaru. Ini masukan buat kamu,semoga kamu tdk hanya berbicara teori aja,kenyataan dilapangan lain. --- End forwarded message --- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups
[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama, mari melihat ke depan.
ci Martha benar, NKRI itu tadinya hendak didirikan diatas landasan NATION-STATE bukan nation ras atau religio based nation. kemerdekaan dan bentuk negara spt ini didukung oleh golongan Tionghoa, baik nasionalis Tiongkok spt SIN PO maupun keturunan Tionghoa yang berkiblat pada 'ibu Indonesia' spt PTI. SIN PO dan kalangan nasionalis Tiongkok berjabat erat dengan nasionalis indonesia dengan kesatuan perspektif anti kolonialisme eropa. jalinan kerja sama ini pernah terjadi. nasionalis Tiongkok membantu nasionalis Indonesia mengusir kolonial Eropa. Dr. Tjipto Mangunkusumo berpesan kepada Tionghoa untuk mengabdi pada 'ibu indonesia' tanpa melupakan 'bapak Tiongkok'. bung Karno berucap bahwa ia lebih hormat kepada golongan Nasionalis Tiongkok yang menyokong penuh kemerdekaan Indonesia daripada Tionghoa yang memilih jadi orang Indonesia dengan maksud mengambil keuntungan oportunis. Liem Koen Hian pernah menggelar comite van aksi bangsa-bangsa asia yang terdiri dari Indonesia, Tionghoa dan Arab untuk bersikap menentang Belanda. adanya prejudis dari sejumlah kalangan 'pribumi' Indonesia seharusnya tidak perlu dilanjutkan pada generasi ini. harus disadari dengan jelas bahwa kehadiran Tionghoa di Nusantara ini tidak dengan maksud imperium, mengambil hak kepemilikan tanah, menindas rakyat 'pribumi' dan lain-lain prejudis yang sengaja dihembus-hembuskan. adanya desas-desus tentang kolone kelima, bahaya kuning dari utara, ekslusifisme negatif, tidak loyal dsb dsb terbukti tidak benar dan tidak pernah terjadi. pelanggaran HAM yang pernah dilakukan terhadap Tionghoa semestinya diakui dengan jujur untuk itikad perbaikan ke depan. semoga, peristiwa pemaksaan ganti nama tidak akan pernah lagi terjadi di atas bumi Indonesia. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, marthajan04 [EMAIL PROTECTED] wrote: Ikut nimbrung juga ya, Saya rasa, yang Kenken masalahkan itu pelanggaran HAM-nya bukan balas dendamnya. Memang pada waktu itu banyak juga yang merasa enggak suka. Dibilang dipaksa ya enggak, tapi dibilang sukarela ya enggak juga. Dulu banyak yang enggak mau ganti nama, sampai ber-tahun2 orang tenang2saja. Sampai suatu saat, mungkin pemerintah merasa imbauannya dicuekin orang, jadi mulai mengadakan pembatasan2 kemudahan bagi tionghoa2 yang enggak mau ganti nama. Masuk sekolah sulit. Yang udah ada disekolah itu dengan nama tionghoanya, diancam enggak boleh ikut ujian, dsb. Yang mau buka usaha apa lagi. Jangan harap keluar surat2 ijinnya dengan 3 nama itu. Nah dengan menghilangkan kemudahan2 ini, apa bukannya paksaan terselubung? Dan yang namanya paksaan itu kan juga pelanggaran HAM. Kalo ada nama2 beken seperti YapThiam Hien, Soe Hok Gie dll., enggak ganti nama ya enggak apa2, wong bukan dia yang butuh kerjaan tapi kerjaan yang butuhin dia. Ini, bagi orang2 biasa yang kayak gue ini, memang dipaksa kok. Belum lagi kalo ganti namanya dikota kecil yang pejabatnya ndeso. Ganti nama harus yang seperti orang deso punya nama, seperti Sariyem ato dikasih imbuhan yati atau wati yang enggak match banget sama nama lamanya. Ada Imiyati, Linawati, Tjinawati� yang aneh2. MJ .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama
Ya, Ulysee...persis seperti kasus kejahatan terhadap Kemanusiaan, korupsi, penyalah-gunaan wewenang dsb yang dituduhkan kepada Soeharto selama ia berkuasa. tanpa bukti-bukti otentik dan valid, tentunya Soeharto tidak bisa dinyatakan bersalah ya. kalau ada yang bilang Pak Harto bersalah itu bisa diketawai orang ya. begitu ya logika kamu?? eniwei, mungkin cuma bagi kamu aja masalah PEMAKSAAN ganti nama itu masih kurang jelas. tetapi toch, yang berpikir seperti itu cuma kamu saja. agaknya, satu-satunya yang bakal jadi bahan tertawaan orang adalah mereka yang sok-sok an berlogika legal formal. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau misalnya ada pemaksaan ganti nama. Harus dicari bukti-bukti adanya kasus pemaksaan, Pemaksaan ini melanggar hukum apa, hukum yang mana Secara nasional atau internasional Lalu bisa ditinjau dari segi hukum Lalu mengajukan ke pengadilan, minta dicabut atau menuntut amandemen. Masalahnya ada tidaknya pemaksaan ganti nama ini yang masih enggak jelas. Kalau terbukti ada, baru menyoal siapa yang maksa Sehingga jelas kalau mau nuntut, nuntut siapa dan kemana. Kalau enggak ada angin enggak ada ujan Terus nuntut yang enggak enggak Kuatir jadi bahan tertawaan orang nantinya. -Original Message- From: richardwu9 [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, May 18, 2006 6:12 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama Salam kenal, saya jadi pengin tahu, kalau misalnya ada seorang yang harus bertanggungjawab atas pemaksaan nama Indonesia ini, siapakah beliau ? $$$oeharto-kah ? Best, Richard .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama
Ulysee yth, Saya mengatakan bahwa LPKB tidak memaksa Tionghoa untuk ganti agama, ganti nama, kawin campur tetapi sebagai warga-negara yang baik semestinya Tionghoa ganti agama, ganti nama, kawin campur dll. Begitu banyak artikel, orasi, pidato yang disampaikan oleh tokoh- tokoh LPKB. Langkah kongkrit pun diambil oleh LPKB. Seluruh artikel, orasi dan perilaku LPKB disimpulkan dengan amat sederhana dengan ungkapan LPKB tidak memaksa Tionghoa untuk ganti agama, ganti nama, kawin campur tetapi kalau Tionghoa tidak ganti agama, ganti nama, kawin campur bukan warga-negara yang baik. Ong hok Ham mengatakan bahwa ganti nama merupakan simbol loyalitas terhadap Indonesia. Tulisan ini dikutip oleh Pak Beni G. Setiono dalam bukunya. Nah, kata-kata Ong dapat disimpulkan bahwa Tionghoa yang tidak ganti nama adalah tidak loyal terhadap Indonesia. Coba tanya dalam hati anda setelah baca kata-kata Ong tersebut dgn pertanyaan bagaimana dengan tionghoa yang tidak ganti nama? Omongan ulysee yang mengatakan saking cintanya terhadap Indonesia, Tionghoa ganti nama. Statemen ini juga dapat ditarik kesimpulan bahwa Tionghoa yang tidak ganti nama berarti tidak cinta terhadap Indonesia. Padahal, Go Gien Tjwan (menyebut satu contoh dari ribuan contoh) ikut dalam perjuangan surabaya bersama Angkatan Muda Tionghoa Malang. Toch, Dr. Go Gien Tjwan tidak ganti nama. Namanya tetap nama Tionghoa. Memang, gagasan-gagasan `sok pribumi-pribumian' itu telah ada sebelum tahun 60. beberapa Tionghoa yang masuk Masyumi dan PSII itu telah mengganti namanya. Tetapi tetap mereka dipandang sebagai tionghoa. gagasan `sok pribumi-pribumian' ini tidak menjadi tindakan PEMAKSAAN seblum LPKB muncul dan diperparah pada saat Pak Harto naik ke panggung. Saya sudah katakan kalau sebatas anjuran maka tidak perlu ada sebuah regulasi setingkat Keppres yang semestinya bersifat imperatif. Bahkan saya juga tidak setuju dengan segala macam anjuran asimilasi. Apalagi sampai dikampanyekan dan mengeluarkan sebuah statemen asimilasi segala. Karena dampak dari anjuran-anjuran ini memiliki `side effect' negatif. Contohnya kalau tidak mau kawin campur dikatakan rasis. Kalau tidak mau ganti nama disebut tidak loyal. Kalau tidak mau ganti agama dikatakan tidak indonesia. Bahkan di tahun 70-an, gereja katolik mengeluarkan maklumat kepada orang Tionghoa katolik bahwa `ganti nama' itu bukan kebijakan gereja dan gereja tidak mengharuskan Tionghoa menanggalkan nama-nama Tionghoa. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Huehuehue, keluar lagi jurusnya. Gagal meniru koh hong hay siang lay (burung dari lautan terbang sendirian) kepleset yang keluar jadi jurus koh hong Han siang lay ( manusia datang sendirian teriak teriak). Pertama, menghindari jebakan kulit pisang yang kau tebarkan, Gue luruskan dulu ya, Gue nggak pernah bilang PAKSAAN ganti nama keluar tahun 51 Gue bilang HIMBAUAN ganti nama sudah ada sejak 1951. Gila ya, masalah nama aja bisa dipelintir begitu. Kebangetan gak sih? Atau semata mata hanya memperlihatkan ketiadaan etika politik? Hehehe. Sejak tahun 1951, darimana? Duh elu tuh mentok di buku Ong Hok Ham melulu dari kemarin. Luaskan wawasan donk, baca juga buku buku yang memperlihatkan pro- kontra opini di masa itu. Coba deh lu lihat di buku Pemikiran Politik Etnis tionghoa Editornya Leo Suryadinata Gue hari ini ngga bawa bukunya, besok gue kasih tahu lu musti lihat di halaman berapa. Anjuran tahun 51 itu datengnya dari editor koran sin po kalu ngga salah. Ntar gue kutipin deh kalu perlu. Lhah kalau elu punya yang kemarin gue nanya ngutip dari mana belum lu jawab tuh. Lu curang, gue nanya duluan kok lu bales balik nanya ama gue? Gue ingetin ya supaya lu jangan lupa: himbauan 'ganti nama', kawin campur dll yang dikeluarkan oleh tokoh asimilasi LPKB itu terdengar aneh pada saat tokoh-tokoh asimilasi LPKB itu juga berkata bahwa tionghoa yang tidak ganti nama, kawin campur dsb itu bukan warga negara indonesia yang baik. Nah, itu dari literatur mana ya? -Original Message- From: odeon_cafe [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, May 16, 2006 9:48 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama skip tapi, dari mana ya literatur yang mengatakan bahwa paksaan ganti nama itu keluar di tahun 51? pengen liat donk. gila ya, masalah nama aja bisa dipolitisir begitu. kebangetan gak sih?? atau semata-mata hanya memperlihatkan ketiadaan moral politik. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote: FYI, himbauan ganti nama sudah ada semenjak 1951 dan menghangat 1955 sejak ditandatangani perjanjian dwikewarganegaraan memanas tahun 1966 setelah G-30-S gitchu lhoh. Hmm, Anjuran/ himbauan Keluarga Berencana (KB) pake keppres juga nggak ya? Maaf nanya, yang ini
[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama
Ulysee yth, Saya mengatakan bahwa LPKB tidak memaksa Tionghoa untuk ganti agama, ganti nama, kawin campur tetapi sebagai warga-negara yang baik semestinya Tionghoa ganti agama, ganti nama, kawin campur dll. Begitu banyak artikel, orasi, pidato yang disampaikan oleh tokoh- tokoh LPKB. Langkah kongkrit pun diambil oleh LPKB. Seluruh artikel, orasi dan perilaku LPKB disimpulkan dengan amat sederhana dengan ungkapan LPKB tidak memaksa Tionghoa untuk ganti agama, ganti nama, kawin campur tetapi kalau Tionghoa tidak ganti agama, ganti nama, kawin campur bukan warga-negara yang baik. Ong hok Ham mengatakan bahwa ganti nama merupakan simbol loyalitas terhadap Indonesia. Tulisan ini dikutip oleh Pak Beni G. Setiono dalam bukunya. Nah, kata-kata Ong dapat disimpulkan bahwa Tionghoa yang tidak ganti nama adalah tidak loyal terhadap Indonesia. Coba tanya dalam hati anda setelah baca kata-kata Ong tersebut dgn pertanyaan bagaimana dengan tionghoa yang tidak ganti nama? Omongan ulysee yang mengatakan saking cintanya terhadap Indonesia, Tionghoa ganti nama. Statemen ini juga dapat ditarik kesimpulan bahwa Tionghoa yang tidak ganti nama berarti tidak cinta terhadap Indonesia. Padahal, Go Gien Tjwan (menyebut satu contoh dari ribuan contoh) ikut dalam perjuangan surabaya bersama Angkatan Muda Tionghoa Malang. Toch, Dr. Go Gien Tjwan tidak ganti nama. Namanya tetap nama Tionghoa. Memang, gagasan-gagasan `sok pribumi-pribumian' itu telah ada sebelum tahun 60. beberapa Tionghoa yang masuk Masyumi dan PSII itu telah mengganti namanya. Tetapi tetap mereka dipandang sebagai tionghoa. gagasan `sok pribumi-pribumian' ini tidak menjadi tindakan PEMAKSAAN seblum LPKB muncul dan diperparah pada saat Pak Harto naik ke panggung. Saya sudah katakan kalau sebatas anjuran maka tidak perlu ada sebuah regulasi setingkat Keppres yang semestinya bersifat imperatif. Bahkan saya juga tidak setuju dengan segala macam anjuran asimilasi. Apalagi sampai dikampanyekan dan mengeluarkan sebuah statemen asimilasi segala. Karena dampak dari anjuran-anjuran ini memiliki `side effect' negatif. Contohnya kalau tidak mau kawin campur dikatakan rasis. Kalau tidak mau ganti nama disebut tidak loyal. Kalau tidak mau ganti agama dikatakan tidak indonesia. Bahkan di tahun 70-an, gereja katolik mengeluarkan maklumat kepada orang Tionghoa katolik bahwa `ganti nama' itu bukan kebijakan gereja dan gereja tidak mengharuskan Tionghoa menanggalkan nama-nama Tionghoa. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Huehuehue, keluar lagi jurusnya. Gagal meniru koh hong hay siang lay (burung dari lautan terbang sendirian) kepleset yang keluar jadi jurus koh hong Han siang lay ( manusia datang sendirian teriak teriak). Pertama, menghindari jebakan kulit pisang yang kau tebarkan, Gue luruskan dulu ya, Gue nggak pernah bilang PAKSAAN ganti nama keluar tahun 51 Gue bilang HIMBAUAN ganti nama sudah ada sejak 1951. Gila ya, masalah nama aja bisa dipelintir begitu. Kebangetan gak sih? Atau semata mata hanya memperlihatkan ketiadaan etika politik? Hehehe. Sejak tahun 1951, darimana? Duh elu tuh mentok di buku Ong Hok Ham melulu dari kemarin. Luaskan wawasan donk, baca juga buku buku yang memperlihatkan pro- kontra opini di masa itu. Coba deh lu lihat di buku Pemikiran Politik Etnis tionghoa Editornya Leo Suryadinata Gue hari ini ngga bawa bukunya, besok gue kasih tahu lu musti lihat di halaman berapa. Anjuran tahun 51 itu datengnya dari editor koran sin po kalu ngga salah. Ntar gue kutipin deh kalu perlu. Lhah kalau elu punya yang kemarin gue nanya ngutip dari mana belum lu jawab tuh. Lu curang, gue nanya duluan kok lu bales balik nanya ama gue? Gue ingetin ya supaya lu jangan lupa: himbauan 'ganti nama', kawin campur dll yang dikeluarkan oleh tokoh asimilasi LPKB itu terdengar aneh pada saat tokoh-tokoh asimilasi LPKB itu juga berkata bahwa tionghoa yang tidak ganti nama, kawin campur dsb itu bukan warga negara indonesia yang baik. Nah, itu dari literatur mana ya? -Original Message- From: odeon_cafe [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, May 16, 2006 9:48 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama skip tapi, dari mana ya literatur yang mengatakan bahwa paksaan ganti nama itu keluar di tahun 51? pengen liat donk. gila ya, masalah nama aja bisa dipolitisir begitu. kebangetan gak sih?? atau semata-mata hanya memperlihatkan ketiadaan moral politik. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote: FYI, himbauan ganti nama sudah ada semenjak 1951 dan menghangat 1955 sejak ditandatangani perjanjian dwikewarganegaraan memanas tahun 1966 setelah G-30-S gitchu lhoh. Hmm, Anjuran/ himbauan Keluarga Berencana (KB) pake keppres juga nggak ya? Maaf nanya, yang ini
[budaya_tionghua] Re: Putu: tentang SBKRI
Masalah kewarganegaraan yang pernah terjadi antara RRT dan NKRI sudah diselesaikan lewat perjanjian dwi-kewarganegaraan. tetapi Soeharto membatalkan perjanjian dwi- kewarganegaran itu secara sepihak. tanpa berkonsultasi dengan RRT, tanpa pernah meminta masukan dari masyarakat Tionghoa. tanpa pernah memikirkan dampak-dampaknya. masalah asas kewarganegaraan yang dianut oleh sebuah negara adalah hak dari negara bersangkutan. indonesia menghargai asas ius sanguinis yang diadobsi oleh RRT. maka keluarlah perjanjian dwi-kewarganegaraan. begitu juga RRT menghormati asas kewarganegaran yang diberlakukan di Indonesia. ini adalah etika internasional. masalah perbedaan asas kewarganegaraan tidak menjadi penyebab keruwetan status kewarga-negaraan apabila political will dari penguasa bersih dari itikad tidak baik. orang-orang Tionghoa yang menetap di negeri lain. yang mengadobsi ius soli tidak memiliki masalah ruwet seperti di indonesia. ulysee tidak heran dengan hal ini?? di tahun 46, ketika RI menerapkan ius soli berarti semerta-merta orang Tionghoa yang lahir di wilayah NKRI memiliki kewarganegaraan ganda. toch tidak pernah ada masalah sebelum SOeharto naik ke panggung. blum lagi kalau kita lihat perubahaan sistem kenegaraan yang dikeluarkan RRT sejak tahun 1981. seharusnya, masalah kewarga-negaraan etnis tionghoa di negeri ini sudah selesai. tetapi mengapa bisa terus menerus rumit seakan ada kesengajaan untuk diperumit sehingga bisa jadi lahan pemerasan birokrat. apabila memang status dwi-kewarganegaraan itu sumber masalah maka sudah barang tentu sesaat setelah UU No. 3/1946 itu berlaku maka Tionghoa sudah mengalami kesulitan. tetapi nyatanya tidak. Tionghoa baru mendapat kesulitan ketika orde Baru berkuasa. ulysee tidak pernah bertanya kenapa?? Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Aheeem, coba tanya sama Arab dan India pernah ada kejadian sengketa warganegara seperti sama RRC enggak? Susah donk dibandinginnya, sebab secara historis sosial dan politik warganegara Indonesia keturunan tionghoa itu memang enggak ada bandingannya. Eh tapi boleh juga ditanyakan kepada mereka yang pernah 'melepaskan' kewarganegaraannya yang lama dan mengajukan diri menjadi 'warganegara' indonesia, surat apa yang dipegang, apakah hanya paspor saja, atau ada surat bukti kewarganegaraan juga? -Original Message- From: odeon_cafe [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, May 12, 2006 6:18 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Putu: tentang SBKRI Mas Putu, ini saya lampirkan Inpres No.2/1980 tentang pemberlakuan SBKRI. dalam Inpres ini tidak disebutkan istilah 'tionghoa'. hanya ditulis untuk keturunan asing. tetapi dalam prakteknya ternyata Inpres ini khusus untuk Tionghoa. sedangkan kalao Tionghoa itu dikategorikan sebagai keturunan asing dengan definisi umum maka keturunan Arab dan India seharusnya juga keturunan asing. tapi coba tanya AS Dillon atau Anies Baswedan atau Fuad Bawabir, apakah mereka pegang SBKRI seperti keturunan Tionghoa. Sub-Rosa II BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA Inpres RI No.2 Tahun 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa demi kepastian Hukum bagi warganegara keturunan asing yang belum mempunyai bukti kewarganegaraan Republik Indonesia, perlu dibierikan suatu Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. b. Bahwa demi kelancaran dan kecepatan pelaksanaan pemberian Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut perlu diadakan petunjuk tersendiri. Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 2. Undang-undang Nomor 9/1955 tentang Kependudukan Orang Asing 3. Undang-undang No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1950 tentang Menjalankan hak memilh dan hak menolak kebangsaan Indonesia bagi orang yang menjelang waktu penyerahan Kedaulatan Kewarganegaraan Kerajaan Belanda. MENGINSTRUKSIKAN : Kepada : 1. Menteri Kehakiman 2. Menteri Dalam Negeri 3. PANGKOPKAMTIB Untuk PERTAMA : A. Tersebut 1 dan 2 melaksanakan pemberian Surat Berita Kewarganegaraan Republik Indonesia kepada warganegara Indonesia keturunan asing dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. B. Tersebut 3, membantu kelancaran dan pengamanan pelaksanaan Instruksi ini. KEDUA : Tata cara pemberian Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur bersama antara menteri Kehakiman dan Menteri Dalam Negeri dengan pokok sebagai berikut: a. Pemberian Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia dilakukan oleh Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atau pejabat yang ditunjuknya atas kuasa Menteri Kehakiman. b. Menugaskan kepada team-team gabungan dari Pusat ke daerah- daerah yang dipandang perlu untuk membantu mempercepat pelaksanaan pemberian Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut. c. Pelaksanaan pemberian
[budaya_tionghua] Re: Ulysee: tentang SBKRI
Oh ya satu lagi ulysee, identifikasi RRT yang menyatu dengan etnisitas Tionghoa merupakan pangkal penyebab kerumitan. Soeharto tidak mampu membedakan antara RRT sebagai negara, etnis TIonghoa yang berwarga-negara Tiongkok, etnis Tionghoa yang berdomisili di luar RRT tetapi berstatus warga-negara RRT, etnis TIonghoa yang berada di luar wilayah Tiongkok tetapi memilih status kewarga-negaraan non-tiongkok. apakah benar identifikasi etnisitas Tionghoa dengan RRT sebagai negara? NKRI didirikan tidak dgn gagasan untuk menganut sistem 'politic is applied biology'. kesetaraan antara indo-eropa, arab, india, pakistan, tionghoa dan pribumi hendak diciptakan. kesetaraan itu bukan berarti penyeragaman. kolonial belanda membagi penggolongan kawula belanda atas dasar ras dan etnis. kelas sosial teridentifikasi dan menjadi sama dengan golongan ras dan etnis. tionghoa amat keberatan dengan sistem penggolongan spt ini. maka, tionghoa mendukung kelahiran NKRI dengan harapan bisa lepas dari sistem segregasi tersebut. indonesia, oleh para founding fathers, diproyeksikan bukan sebagai negara ras tetapi sebagai nation-state. karena itulah, di awal kelahiran NKRI telah disepakati untuk mengadobsi asas ius soli dengan stelsel pasif dengan hak repudiasi bagi mereka yang menolak kewarganegaraan RI. seharusnya masalah kewarganegaraan ini sederhana. hal itu bisa dilihat dengan diakomodirnya keturunan arab, india, pakistan, indo eropa, tionghoa menjadi warga-negara indonesia. persoalan baru muncul pada saat adanya gagasan dari segelintir elite anti tionghoa yang mengusung ide bahwa kewarga-negaraan RI tidak seharusnya diobral dan dijual murah untuk cina. nah, siapa yang memulai sengketa kewarga-negaraan sebenarnya? apakah karena perbedaan sistem? toch negara-negara di dunia tetap terbelah menjadi dua sistem kewarga-negaraan. dan tidak ada masalah. NB: berbahagialah orang Tionghoa bahwa kewarganegaran RI anda tidak anda dapatkan dengan gratis dan murah. apabila etnis lain dapat dengan gratis mendapatkan status WNI tetapi tidak demikian dengan anda. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Aheeem, coba tanya sama Arab dan India pernah ada kejadian sengketa warganegara seperti sama RRC enggak? Susah donk dibandinginnya, sebab secara historis sosial dan politik warganegara Indonesia keturunan tionghoa itu memang enggak ada bandingannya. Eh tapi boleh juga ditanyakan kepada mereka yang pernah 'melepaskan' kewarganegaraannya yang lama dan mengajukan diri menjadi 'warganegara' indonesia, surat apa yang dipegang, apakah hanya paspor saja, atau ada surat bukti kewarganegaraan juga? .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama
satu yang dapat dipastikan bahwa ada sebuah Keppres yang mengatur masalah ganti-nama khusus untuk tionghoa. selayaknya, sebuah Keppres itu tidak bersifat anjuran. keppres dan semua produk hukum itu bersifat imperatif. kalau sebatas anjuran maka tidak perlu ada sebuah regulasi setingkat Keppres. cukup anjuran lisan. karena tidak ada konsekuensi imperatif-nya. HIMBAUAN (baca: paksaan) ganti nama sudah muncul sejak tahun 1960. saat 10 tokoh asimilasi LPKB mendeklarasikan diri. himbauan 'ganti nama', kawin campur dll yang dikeluarkan oleh tokoh asimilasi LPKB itu terdengar aneh pada saat tokoh-tokoh asimilasi LPKB itu juga berkata bahwa tionghoa yang tidak ganti nama, kawin campur dsb itu bukan warga negara indonesia yang baik. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Heheheh, mulai dari DI-LARANG, berubah jadi DI-PAKSA sekarang TER- PAKSA jadi yang betul yang mana? Barangkali semuanya betul, tergantung pemahaman dan pengalaman pribadi masing-masing. Sehingga ada yang MERASA dilarang, ada yang merasa dipaksa, ada yang merasa terpaksa, ada yang enggak berasa. Faktanya: 1) kata DILARANG, DIHARUSKAN, atau DIWAJIBKAN GANTI NAMA itu enggak pernah nongol di Undang-undang, pemaksaan dengan SANKSI secara hukum juga tidak ada. 2) fenomena ganti nama massal ada, seperti sudah disebutkan, terkait terutama dengan situasi dan kondisi politik dalam negri menyoal kejadian Gestapu, plus sikon politik luar negri, khususnya sengketa warganegara sama RRC. Tujuan HIMBAUAN ganti nama, masih debatable, 1)Ada yang bilang untuk menyelamatkan warganegara keturunan dari fenomena anti-WNA 2)Ada yang bilang usaha menghomogenisasi warganegara 3)Ada yang bilang untuk membantu usaha nation building Yang pasti kedudukan Warganegara dan BUKAN warganegara itu tidak mungkin sama, secara hukum pasti beda deh. Pertanyaan: Adakah negara memperlakukan berbeda kepada warganegaranya yang keturunan, antara yang waktu itu gantinama dengan yang mempertahankan nama tionghoanya? .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: Tionghoa dipaksa ganti nama?-- Mas Putu
Mas Putu yang baik, Dalam merespon kebijakan Orde Baru terhadap Tionghoa harus benar- benar melihat konteks dan motif politik dibelakang Inpres, Kepres, UU yang dikeluarkan itu. Walau bagaimana pun, mayoritas anak Bangsa ini masih memiliki etika dan keluhuran moralitas tinggi. Karena itu, mayoritas anak Bangsa tidak akan bersepakat dengan Orde Baru apabila pak Harto memutuskan untuk mengadobsi kebijakan super-represif a la Nazi Hitler. Di samping kekuatan Orde Baru pun tidak sebanding dengan kekuatan Nazi Hitler. Sehingga apabila Pak Harto nekat menempuh kebijakan super-radikal maka dapat dipastikan dunia internasional akan segera bertindak. Oleh karena itu, seluruh kebijakan yang sebenarnya bersifat represif anti-Tionghoa dikemas dengan eufimisme. Contohnya, Keppres No. 240 thn 1967 tentang KEBIJAKSANAAN POKOK YANG MENYANGKUT WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN ASING. Dari judul Keppres ini saja sudah dengan licin dirancang, yaitu menggunakan term `keturunan asing' padahal Keppres ini secara khusus ditujukan untuk Tionghoa. Lebih jauh, Pak Harto membuka pasal 1 Keppres No. 240 sbb: Warga Negara Indonesia keturunan asing adalah sama kedudukannya di dalam Hukum pemerintahan dengan Bangsa Indonesia lainnya Dilanjutkan Pasal 2: Warga Negara Indonesia keturunan asing adalah Bangsa Indonesia yang tidak berbeda dalam hak dan kewajiban dengan Bangsa Indonesia lainnya Dengan sangat jelas dikatakan bahwa WNI keturunan Asing (baca: Tionghoa) memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dan dalam ilmu demokrasi, salah 1 hak seorang warga-negara adalah mengajukan keberatan, protes dan keberatan atas satu regulasi yang dikeluarkan oleh kepala negara, pemerintah dsb. Saya berimaginasi seandainya saya pada saat itu memprotes dikeluarkannya Keppres No.240, SE 06/1967, Inpres No.14/1969 tentang pelarang adat istiadat, kepercayaan dan agama Cina untuk ditampilkan di muka umum, dsb maka sudah barang tentu saya akan dikatakan berhianat, tidak loyal, ekslusif, sekali cina tetap cina dan dimasukan ke RTM untuk menerima penyiksaan berat. Nyatanya, Tionghoa memiliki hak yang sedikit dan kewajiban yang lebih. Lebih jauh, Mas Putu bisa melihat bahwa eufimisme bahasa Hukum yang sebenarnya dikhususkan untuk merepresi Tionghoa yang dibuat oleh Pak Harto lewat Keppres No. 123 thn 1968 tentang PERPANJANGAN BERLAKUNYA PERATURAN GANTI NAMA. Pasal 2 berbunyi: dengan perpanjangan masa berlakunya Keputusan Presidium Kabinet No.127/U/Kep/3/1966 tersebut maka bagi anggota ABRI yang memakai nama Cina prosedur ganti namanya sebagaimana diatur diperpanjang pula sampai dengan bulan Desember 1968. Di Keppres no.123 ini, Pak Harto hendak menyerang anggota ABRI keturunan Tionghoa untuk dipaksa secara resmi mengganti nama Tionghoa- nya menjadi nama-nama Indonesia. Usaha ini perlu diambil oleh Pak Harto untuk membersihkan angkatan bersenjata dari orang-orang loyalis Soekarno. Banyak Tionghoa yang sangat loyal terhadap Pemimpin Besar Revolusi, Penyambung Lidah Rakyat: Bung Karno. Pak Harto, awalnya hanya menguasi bagian terbesar angkatan darat saja. Kepolisian, angkatan udara dan laut sepenuhnya berdiri di belakang Bung Karno. Di tubuh angkatan darat, nama-nama spt Amir Mahmud, Jend. Ryacudu dsb tercatat sebagai pendukung Soekarno. Tetapi jenderal-jenderal spt Amir Mahmud lantas menjadi loyalis Orde Baru setelah Soekarno dipukul jatuh. Lucunya, Keppres tentang perpanjangan waktu pergantian nama ini didahului oleh penjelasan umum yang mengatakan: bahwa hasrat dari warga negara Indonesia yang memakai nama Cina guna memenuhi Keputusan Presidium Kabinet tersebut ternyata sangat besar hingga dipandang perlu untuk mengeluarkan Keputusan Presiden guna memperpanjang masa berlakunya Harap perhatikan pasal penjelasan di atas. Dari mana Pak Harto bisa ngomong kalo hasrat ganti nama itu besar? udah survei? Memang sih, ada gerakan ganti nama massal yang dipelopori oleh tokoh-tokoh LPKB spt ganti nama massal di lapangan banteng dan sukabumi. Tapi semua itu terjadi dibawah todongan senjata dan ancaman mau dibunuh. Masak mau mati konyol gara-gara nama saja? Kok bisa gara-gara nama saja dibunuh. Bagaimana menurut Mas Putu?? Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Putu Budiastawa [EMAIL PROTECTED] wrote: Hi, Ce Uly. Tul! PB - Original Message - From: ulysee To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Friday, May 12, 2006 11:53 AM Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: WARGA KETURUNAN DISANDERA MAHASISWA UIN MAKASSAR Mumpung udah ruwet sekalian gue juga nimbrung ah, -Original Message- From: ardian_c [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, May 11, 2006 3:41 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: WARGA KETURUNAN DISANDERA MAHASISWA UIN MAKASSAR hehehehe saya ikutan ngejawab ahhh --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Alvin Daniel alvindaniel_net@ wrote: skip serta
[budaya_tionghua] Mas Putu: tentang Tionghoa
ya Mas Putu, perseteruan Soekarno vs Soeharto merupakan polemik politik terpenting sepanjang sejaran Indonesia. kerumitan perseteruan tersebut mungkin salah satu konflik paling delicate di arena politik. keduanya tampak sangat berhati-hati dan saling menahan diri. paling tidak, pilihan untuk tidak menumpahkan darah dipilih oleh Soekarno. sayangnya, pilihan beliau ternyata meminta korban darah lebih banyak. andaikata, Soekarno berani mengambil sikap tegas terhadap gerakan Soeharto dan melancarkan total war maka sejarah tentu akan lain. divisi diponegoro, brawijaya, polri, KKO dan AURI di belakang Soekarno. adanya pengikut soekarno yang anti PKI spt Hadi Subeno tentu sangat loyal terhadap Bung Karno. diantara pergumulan dasyat itu, Tionghoa berada di tengah-tengah tanpa daya. tetapi ketika saya liat sejarah dan berimaginasi seandainya Soekarno mengambil sikap tegas mungkin Tionghoa tidak akan bernasib semalang ini. sudah terbukti, bung Karno tidak rasis dan tidak anti-tionghoa. pertanyaan munculnya PP-10 itu di zaman soekarno harus dilihat kelihayan kelompok-kelompok rasis anti-tionghoa dan anti bung Karno untuk merebut dominasi ekonomi. alhasil, PP-10 memicu kemandekan ekonomi. exodus tionghoa sebanyak seratus ribu akibat PP-10 tidak menghasilkan dampak perbaikan ekonomi. karena para penggagas PP-10 tidak mau menggunakan fund resource domestik untuk semata-mata kepentingan ekonomi. pandangan mereka selalu rasis dan mengincar tionghoa. padahal Tionghoa merupakan tenaga produktif domestik yang bisa sangat bermanfaat untuk stabilitas ekonomi-politik. harap Mas Putu dapat memahami bahwa dengan membicarakan 'masalah cina' spt motive dibalik keluarnya PP, Inpres, Keppres, UU anti Tionghoa itu bukan dengan maksud untuk balas dendam, menjelek-jelekan Indonesia atau maksud buruk lainnya. semata-mata sebagai usaha untuk memperbaiki negeri ini. tionghoa selalu loyal dan bermaksud baik terhadap NKRI. kita tidak bisa lepas dari NKRI. kita punya sejarah bersama. lihatlah, sedemikian disakiti tapi Tionghoa tetap bertahan dan loyal terhadap NKRI. adakah suku bangsa lain yang sedemikian loyal terhadap NKRI selain Tionghoa ini?? kita hendak membangun NKRI sebagai negeri yang makmur, sejahtera, adil bebas dari rasisme. kita hendak membuat NKRI bermartabat dan bisa dibanggakan di arena internasional. jangan spt Jerman atau Amerika yang tetap tidak bermartabat karena rasisme. Sub-Rosa II --- In [EMAIL PROTECTED], Putu Budiastawa [EMAIL PROTECTED] wrote: Oke, Bung Odeon_Cafe yb, Saya baru mengerti duduk permasalahannya. Terus terang, saya tidak tahu Keppres2 itu. Terima kasih telah memberikan penjelasan kepada saya. Memang pd jaman itu Pak Harto secara penuh memegang kendali TNI- AD, sedangkan Tiga Angkatan lainnya (termasuk Polri) terkesan ragu- ragu. Masuk akal! Salam, PB - Original Message - From: odeon_cafe To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, May 12, 2006 4:59 PM Subject: KT Tionghoa dipaksa ganti nama Mas Putu yang baik, Dalam merespon kebijakan Orde Baru terhadap Tionghoa harus benar- benar melihat konteks dan motif politik dibelakang Inpres, Kepres, UU yang dikeluarkan itu. Walau bagaimana pun, mayoritas anak Bangsa ini masih memiliki etika dan keluhuran moralitas tinggi. Karena itu, mayoritas anak Bangsa tidak akan bersepakat dengan Orde Baru apabila pak Harto memutuskan untuk mengadobsi kebijakan super-represif a la Nazi Hitler. Di samping kekuatan Orde Baru pun tidak sebanding dengan kekuatan Nazi Hitler. Sehingga apabila Pak Harto nekat menempuh kebijakan super-radikal maka dapat dipastikan dunia internasional akan segera bertindak. Oleh karena itu, seluruh kebijakan yang sebenarnya bersifat represif anti-Tionghoa dikemas dengan eufimisme. Contohnya, Keppres No. 240 thn 1967 tentang KEBIJAKSANAAN POKOK YANG MENYANGKUT WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN ASING. Dari judul Keppres ini saja sudah dengan licin dirancang, yaitu menggunakan term `keturunan asing' padahal Keppres ini secara khusus ditujukan untuk Tionghoa. Lebih jauh, Pak Harto membuka pasal 1 Keppres No. 240 sbb: Warga Negara Indonesia keturunan asing adalah sama kedudukannya di dalam Hukum pemerintahan dengan Bangsa Indonesia lainnya Dilanjutkan Pasal 2: Warga Negara Indonesia keturunan asing adalah Bangsa Indonesia yang tidak berbeda dalam hak dan kewajiban dengan Bangsa Indonesia lainnya Dengan sangat jelas dikatakan bahwa WNI keturunan Asing (baca: Tionghoa) memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dan dalam ilmu demokrasi, salah 1 hak seorang warga-negara adalah mengajukan keberatan, protes dan keberatan atas satu regulasi yang dikeluarkan oleh kepala negara, pemerintah dsb. Saya berimaginasi seandainya saya pada saat itu memprotes dikeluarkannya Keppres No.240, SE 06/1967, Inpres No.14/1969 tentang pelarang adat istiadat, kepercayaan dan agama Cina untuk ditampilkan di muka umum, dsb
[budaya_tionghua] Re: WARGA KETURUNAN DISANDERA MAHASISWA UIN MAKASSAR
Ya, saya mendukung pendapat dari Ulysee, si pendukung LPKB. Memang secara formal tidak pernah ada kata DILARANG dalam beberapa Inpres yang pernah dikeluarkan oleh Pak Harto. Contohnya Keppres No. 240/1967 tentang KEBIJAKSANAAN POKOK YANG MENYANGKUT WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN ASING. Pasal 5 berbunyi: khusus terhadap warga negara Indonesia keturunan asing yang masih memakai nama Cina dianjurkan mengganti nama-namanya dengan nama Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari hasil pemikiran Pak Harto yang tertuang dalam pasal 5 Keppres No. 240 ini dapat kita simpulkan bahwa bagi Pak Harto, orang Tionghoa itu adalah WNI keturunan Asing. Nama menjadi parameter nasionalisme terhadap Indonesia. Nama juga berperan sebagi simbol mendukung NKRI. Karena hati tidak bisa ditebak. Contohnya, seorang Bob Hasan yang punya nama Indonesia banget tetap saja bisa merugikan negara dan rakyat dengan tindakan korupsi. Dan masyarakat Tionghao ini sangat dikhususkan (baca:diistimewakan) oleh pemerintah Orde baru. Sekalipun, orang Tionghoa tidak pernah minta untuk dikhususkan (baca: di-istimewakan). Masalah nama saja bisa masuk dalam sebuah KEPPRES. Hendaknya orang Tionghoa bisa merasa bangga dengan hal ini. Bayangkan, Orde Baru sampai mengeluarkan Keppres dan Inpres untuk Tionghoa. betapa irinya keturunan Arab dan India melihat privilege untuk Tionghoa ini. Lebih jauh Pak Harto juga mengeluarkan Keputusan Presidium Kabinet No.127/U/KEP/12/1966 tentang PERATURAN GANTI NAMA BAGI WNI YANG MEMAKAI NAMA CINA. Dalam Keputusan Presidium Kabinet ini terdapat sebuah aturan tentang PROSEDUR KHUSUS bagi cina yang mau ganti nama. Hal ini dapat dilihat di: BAB II tentang PROSEDUR pasal 2 ayat 1: untuk menampung pelaksanaan penggantian nama secara tersebut di atas diadakan prosedur khusu yang menympang dari prosedur biasa untuk jangka waktu terbatas. Pasal 2 ayat 3: setiap surat pernyataan harus disertai surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia yang bersangkuta. Jadi, seperti yang dikatakan si pendukung kuat LPKB, Ulysee, bahwa tidak ada aturan yang MELARANG orang Tionghoa untuk mengganti nama- nama Tionghoanya. CUMA DIANJURKAN. Jadi harap cina-cina ngaco jangan salah ngomong, karena kalo salah ngomong masalah REDAKSIONAL saja dapat menguntung pihak LPKB. Oke, segitu dulu. Untuk selanjutnya, kalo Ulysee masih berkenan kita akan bahas tentang dampak, motive dan kerusakan yang ditimbulkan lewat ANJURAN BAIK HATI pak harto untuk orang Tionghoa. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Mumpung udah ruwet sekalian gue juga nimbrung ah, -Original Message- From: ardian_c [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, May 11, 2006 3:41 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: WARGA KETURUNAN DISANDERA MAHASISWA UIN MAKASSAR hehehehe saya ikutan ngejawab ahhh --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Alvin Daniel alvindaniel_net@ wrote: skip serta dilarang menggunakan 'tiga nama' di KTP di jaman eyang Harto? AC: hm kalu nurut catetan seh dah ribuan taon gak tjoema baru 100 ataw 200 taon sebenernya penggagas pelarangan penggunaan 3 nama seh itu yang usulin namanya LPKB dimana banyak org tionghoa jg jadi pengurusnya UL: Sebenernya kata DILARANG itu tercantum dimana? Sebab di beberapa undang undang menyangkut soal NAMA gue belon pernah nemu itu soal DILARANG. Yang kedengeran, ada yang MENGANJURKAN ganti nama, ada yang KETAKUTAN dipersulit dan buru buru ganti nama, ada yang MEMFASILITASI dengan mengeluarkan undang undang ganti nama buat yang mau ganti nama. Eh, kalau iya DILARANG, kenapa itu Kwik Kian Gie kok enggak dimasukin penjara gara-gara enggak ganti nama? Terus lagi, bapaknya khan gembongnya LPKB toh? Kok kaga duluan ganti nama, kenapa coba? Ogah ngajak berantem, tapi kalau ngajak mikir boleh khan? .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] KT Re: Pembantu disiksa majikan
Ya Mas Putu, saya sependapat dengan anda. saya kira tidak ada satu pun tionghoa yang masih waras akan membela si pembunuh itu. dan bagusnya, mayoritas tionghoa itu masih waras dan bermoral. jadi tidak perlu ada satu pengendara sepeda motor bermata sipit disandera dengan kasar dan diarak untuk mengutuk perbuatan si pembunuh. tapi kejadian spt ini bukan yang pertama dan dapat dipastikan bukan yang terakhir. doa tinggal doa. beberapa tahun yang lalu meletus peristiwa kerawang. benar-benar sebagai Tionghoa kita disudutkan. agaknya, Tionghoa sudah mesti memikirkan mekanisme HUKUM ADAT. biar Tionghoa-tionghoa ngaco dan penjahat Tionghoa itu bisa mendapatkan double punishment. satu dari negara dan satu lagi dari hukum adat. biar setiap orang Tionghoa itu berpikir panjang untuk tidak melakukan hal-hal negatif yang bisa merusak Tionghoa sebagai golongan. tapi hendaknya, demo-demo dan pengumpulan massa anarki di Makasar itu dapat diredam. karena dampaknya bisa besar. bukan cuma Tionghoa saja yang akan jadi korban, tapi seluruh bangsa dan negara ini akan dikorbankan. benar-benar heran, ketika ada orang tionghoa dibunuh dan dirampok tidak memicu aksi massal. mungkin karena tionghoa percaya dengan kapasitas aparat kepolisian untuk menegakkan hukum. sehingga tidak pernah terjadi aksi balas dendam dengan mempergunakan massa preman. Sub-Rosa II --- In [EMAIL PROTECTED], Putu Budiastawa [EMAIL PROTECTED] wrote: Salam hormat, Bung odeo_cafe, Maaf saya ikut nanggapin. Saya setuju pendapat Bung juga Jeng Martha. Sebenarnya Hukum itu kalo ditegakkan tidak memilih2. Tidak melihat warna kulit, tidak melihat dari etnis mana, tidak melihat pelakunya siapa (mis: penggede atau bukan). Jadi si majikan ini memang patut dihukum sesaui Hukum yg berlaku. Sayangnya, brekele-brekele itu tidak dewasa-dewasa juga. Selalu main hakim sendiri. Main sandera-sandera, main gebuk2, dsb. Otaknya berkotak-kotak. Lihatnya warna kulit aja!!! Apa semua orang Tionghoa begitu? Dikit2 dihubungkan ke orang Tionghoa! Kita memang menyayangkan kejadian penyiksaan itu. Kita tegakkan Hukum. Yang bersalah tetap harus membayar. Walaupun kita Tionghoa, untuk memperbaiki opini publik, kita harus kecam itu juga (perbuatannya). Salam, Putu Budi - Original Message - From: odeon_cafe To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, May 10, 2006 1:28 PM Subject: KT Re: Pembantu disiksa majikan Setuju ci Martha. tionghoa ngehe seperti ini mesti diadili biar kapok. tapi perlakuan massa makasar dan gerakan mahasiswa HMI makasar yang menyasar kemarahan menjadi gerakan anti-tionghoa itu juga tidak bisa dibenarkan. ada seorang Tionghoa disandera. padahal dia gak punya hubungan apa pun dengan si pembunuh. cuma gara-gara etnisitasnya sama. la, apakah perilaku ini bisa dibenarkan juga? gak adil kan heran, kalo ada satu cina melakukan kesalahan selalu golongan Tionghoa akan kena getahnya. Sub-Rosa II --- In [EMAIL PROTECTED], marthajan04 marthajan04@ wrote: Ada berita di Makasar ada pembantu disiksa majikan yang keturunan tionghoa sampai mati. Untuk warga tionghoa seperti ini, janganlah kita sampai menaruh simpati. Kita juga harus ikut teriak agar hukum ditegakkan. Seret dan adili orang ini. Kalau perlu hukum mati. Manusia seperti ini tak perlu dibela. Berbahaya untuk orang2 lainnya. MJ Demi masa depan NKRI dan golongan Tionghoa maka mestinya kita saling menghargai satu sama lain SPONSORED LINKS Social sciences Computer science Science education Social science book --- --- YAHOO! GROUPS LINKS a.. Visit your group Kampoeng_Tionghoa on the web. b.. To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] c.. Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. --- --- --- --- No virus found in this incoming message. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.1.392 / Virus Database: 268.5.5/334 - Release Date: 08/05/2006 .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Tionghoa Kepemimpinan
pola yang selama ini dimainkan oleh tokoh ngetop tionghoa, pasca berkuasanya orde baru, adalah mendekati petinggi militer dan pejabat sipil (terutama yang punya akses langsung ke cendana). tujuannya, seperti yang Sdr. Steeve katakan, membeli proteksi keamanan untuk usaha dan pribadinya. persetan dengan golongan Tionghoa. kalau perlu menjelek-jelekan tionghoa sebagai golongan tidak loyal, rakus dan penghianat Republik. bagi tokoh-tokoh ngetop Tionghoa ini, untuk dapat diterima dan dipandang sebagai patriot dan demokrat Indonesia maka mesti ada contoh Tionghoa buruk rupa. ini yang terjadi. asalkan diri pribadinya dapat dinilai sebagai seorang nasionalis Indonesia tulen maka tidak peduli kalo golongan TIonghoa harus dikorbankan. karena itu, saya berpendapat bahwa tidak ada lagi PEMIMPIN TIONGHOA. yang ada cuma tokoh ngetop tionghoa. kalo kita perhatikan, pola kemunculan tokoh-tokoh pemimpin Tionghoa di tahun 30-50 an amat berbeda dengan kemunculan tokoh-tokoh ngetop Tionghoa pasca 65-sekarang. Tan Po Goan dari PSI yang sudah barang tentu bertolak belakang dengan sikap politik saya tetapi saya berpendapat bahwa Tan Po Goan itu cukup berkualitas. saya membaca risalah perdebatan Tan Po Goan di parlemen sekitar tahun 54. wah, dia punya bobot. amat beda dengan para tionghoa ngetop saat ini. dan kalau lebih jauh kita perhatikan, kemunculan tokoh-tokoh ngetop Tionghoa saat ini bukan ditopang oleh pemahaman politik dan kemasyarakatan apalagi pengalaman pergerakan politik. kalau tidak punya perusahaan besar maka paling sedikit mereka punya 3 perusahaan sedang. sederhananya, pola kontemporer saat ini menandaskan bahwa apabila you tidak punya duit maka you jangan harap jadi tokoh ngetop. sekalipun kita patut optimis dengan perkembangan leadership Tionghoa di masa yang tidak terlalu lama lagi. di mulai oleh ci Ester Jusuf (Sim Ai Ling) yang masuk golongan moralis dan saat ini kita melihat kiprah Go Tjong Ping. tetapi selain kedua orang ini, yang ada cuma badut politik dengan embel-embel keorganisasian yang masih berwatak feodal dan sempit. maka jangan heran kalao solidaritas sesama tionghoa saat ini berada di titik nadir. maka jangan heran kalo sesama tionghoa bisa saling sikut-saling tendang. maka jangan heran kalau sesama tionghao tidak bisa duduk bareng dan mendiskusikan permasalahan tionghoa. la wong semua tokoh ngetop pengen jadi raja kecil dengan proses licik dan ngegampar sesama Tionghoa kok. ujung- ujungnya, mereka cuma jadi setan anti kritik saja. tidak seperti dulu.. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, steeve haryanto [EMAIL PROTECTED] wrote: Mungkin ini awalnya dari kedekatan orang - orang tionghoa yang tidak mempunyai kekuatan politik, mendekati petinggi2 militer terutama dari Angkatan Darat untuk membeking usaha2nya dan keamanan atas dirinya. __ .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: Aksi Buruh garong bermata sipit
Ya benar, Zumhur Hidayat merupakan tokoh yang teridentifikasi sering menyerukan semangat anti-tionghoa disamping Fadli Zon dkk. Egi Sujana dengan Gerakan Pemuda Kab'ah (GPK) dipandang sebagai motor kekerasan dan penghambat gerakan pro-dem oleh aktifis mahasiswa Jogja. Saya sempat menghadiri launching Partai Serikat Indonesia (PSI) di Kemang di mana Siswono Yudho Husodo diusung sebagai calon Presiden sebelum direkrut sebagai wakil presiden oleh Pak Amien Rais. Saya diundang oleh seorang kawan dari ILUNI UI yang menjadi broker-nya Zumhur Hidayat. GASPERMINDO adalah serikat buruh bentukan Zumhur Hidayat. Dalam aksi kemarin GASPERMINDO cukup dominan selain KASBI (Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia) bentukan anak-anak Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP). Dalam beberapa kali kesempatan bertatap muka dengan Zumhur Hidayat, tak terasa semangat anti-tionghoanya. Tetapi stand politiknya yang cenderung oportunis membuatnya sulit untuk dipercaya. Selain itu, Zumhur Hidayat juga tercatat sangat dekat dengan kelompok yang menamakan diri PRO-DEM di mana Hariman Siregar dan Jenderal Nugroho Djayusman diidentifikasi sebagai donatur. Orang-orang ini juga digosipkan berada di belakang FPI dan FBR. CIDES diproyeksikan sebagai inti ICMI yang hendak dijadikan think- tank untuk menandingi CSIS yang dipandang sebagai kelompok Cina. Padahal, CSIS itu mengabdikan diri pada kepentingan USA dan wahana cari untung para pengelolanya. Tidak pernah ada hubungan baik langsung maupun tidak langsung antara CSIS dan golongan Tionghoa. bahkan menurut Jenderal Kemal Idris, CSIS itu didirikan untuk membendung RRT dan memata-matai golongan Tionghoa Indonesia. Di sinilah ketidak hati-hatian dan ketidak-pahaman Adi Sasono cs dalam memandang persoalan. Bagaimana bisa para pemimpin seperti memimpin sebuah bangsa sebesar Indonesia kalau pengetahuan tentang kemasyarakatan mereka termasuk minim? Selain itu, gerakan militan kanan berkedok gerakan buruh seperti Mochtar Pakpahan juga melantunkan semangat anti tionghoa. bahkan Mochtar Pakpahan menyebut Tionghoa sebagai anjing. Saat gus dur menjadi presiden, Mochtar Pakpahan mengemis-ngemis posisi menteri tenaga kerja. Gus Dur amat anti terhadap Mochtar Pakpahan ini. Sedangkan Ilham Aidit, putra DN.Aidit, tak mampu memberikan gambaran gerakan buruh yang baik. Mungkin karena beliau sudah terlalu sering main dengan orang-orang hebat di FSAB. Situasi saat ini sebenarnya mendekati titik kritis bagi kalangan Tionghoa. publik blum mampu berpikir dengan jernih. Kelaparan dapat menghalangi kesadaran berbangsa rakyat. Di sisi lain, Tionghoa masih belum memiliki kekuatan politik sekalipun hanya sekedar untuk membela dirinya. Para tokoh terkenal Tionghoa (bukan pemimpin Tionghoa) masih terlelap dalam tradisi jilat-menjilat pejabat dan militer. Masih bertarung untuk mencapai popularitas diri (dengan mengatas-namakan golongan Tionghoa, tentunya). Go Tjong Ping secara terbuka disikat oleh Priyo Budi Santoso dari Golkar dalam perdebatan di Metro TV. Priyo Budi dari Golkar pada akhirnya memainkan isue Ras dan Etnis untuk menghimpun opini publik setelah tak mampu mengatasi fakta objektif yang diangkat oleh Go Tjong Ping yang membela rakyat Tuban dari represi dan eksploitasi kader Golkar Tuban yang kaya raya. Dalam masa ke depan ini, ada baiknya Tionghoa waspada. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Golden Horde [EMAIL PROTECTED] wrote: budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@ wrote: Zumhur Hidayat, tokoh muda yang digosipin pernah nilep duit milyaran rupiah dari Adi Sasono dalam program KUD, memberikan orasi yang membakar. Tak ketinggalan ia menyebutkan bahwa produk garment cina telah menyengsarakan begitu banyak buruh. Sayangnya, tak dikatakan bagaimana mesin-mesin imperialis eropa dan amerika yang sepanjang sejarah menjarah Indonesia. Orasi dilanjutkan oleh para pimpinan buruh yang tidak terlalu dikenal. Salah satunya dengan lantang menyerang pemerintah yang tak mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat dan kaum buruh. Kekayaan Indonesia dijarah oleh para garong bermata sipit tanpa terjerat hukum lantas kabur setelah menggarong dana BLBI. = == Jumhur Hidayat (mantan narapidana politik kasus 5 Agustus ITB) memang memiliki track record anti Tionghoa, pada tahun 1998 bersama dengan Hariman Siregar pernah terlibat pengorganisasian aksi mendukung Habibie 1998 yang didanai oleh Timmy Habibie (adik Habibie) dan menawari Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) dan Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) agar melakukan demontrasi anti Tionghoa dengan imbalan dana Rp.24 juta untuk tiga kali demontrasi, namun permintaan mereka ditolak. (http://www.listserv.dfn.de/cgi-bin/wa? A2=ind9903dL=indonewsD=0O=DP=26271). Jumhur Hidayat juga dikenal sebagai kawan dekat dan se-idiologi dengan
[budaya_tionghua] Re: Tjamboek Berdoeri, jangan kau pergi
Ah, lagi-lagi Pak Ahmad Bukahri Saleh omong sembarangan. jelas, saya akan kehilangan bung Tjamboek Berdoeri pabila beliau hengkang dari milis ini. mencari Tionghoa yang peduli dengan sejarah para pendahulu itu jarang dan sulit sekali. secara pribadi, saya sangat membutuhkan kehadiran bung Tjamboek Berdoeri. it's maybe subjective yet begitulah seharusnya seorang saudara bersikap. setiap orang memiliki ciri khas dan keunikan sendiri. hanya fosil orde baru saja yang tidak mampu menerima perbedaan ilahi seperti itu. Tjamboek Berdoeri selalu mengingatkan saya akan ketinggian sastra Melayu-Tionghoa yang sudah tidak bisa saya dapatkan di bangku formal. akibat kebijakan dari kawan-kawan Pak Bukhari Saleh spt Sofyan Wanandi cs itu. mau si Tjamboek Berdoeri itu omongannya tajam kek, mau seperti banci kek, apa urusannya?? yang penting dia kagak malu jadi Tionghoa-Indonesia dan tidak memprovokasi kebencian dan semangat anti Tionghoa. daripada orang-orang yang bermulut manis tapi hati belut. atau monyet berbulu kambing. ini protes keras saya untuk Pak Bukhari Saleh yang begitu antagonis terhadap seorang saudara seperti Tjamboek Berdoeri. mbok ya berperan sebagai orang tua gitu lho. khusus untuk bung Tjamboek Berdoeri: jangan kau cepat emosi dan putus asa dengan tabiat individualis modern. ini kesadaran semu. kau benar-benar kalah apabila mengambil keputusan dalam kemarahan. ingat kata-kata LL. Cool J ke J-LO: don't make a decision when you mad he he heheoke bro? sorry, don't use that old style of Melayu Tionghoa. coz, we're comin' from the neo link-radicalist society. what's the meaning of words anyway. coz, 'we're a universal men' said rabindrath tagore Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] wrote: Iya, tidak semua tulisan yang berbahasa melayu-tionghoa pasti relevan dengan budaya tionghoa... Moderator punya alasan, banyak sebabnya, bisa substansi, bisa teknis, bisa mereka sibuk (mereka bukan orang gajian kita). Saya juga sedang di-'karantina' oleh moderator, karena diduga komputer saya menyebar virus. Walau dugaan itu tidak benar, karena di puluhan milis lainnya di mana saya menjadi anggotanya tidak pernah ada virus a/n saya, en toch saya tidak marah-marah, ngancem- ngancem, ngebangsat-bangsatin orang... Emangnya kalo ini posting terakhir dari tjamboek berdoeri dan dia lalu cabut dari milis ini, dia kira orang menangis apa? Nyatanya mayoritas anggota milis ini tidak memahami posting-nya, yang puaanjang-puaanjang itu, dan hanya dimengerti orang seumuran saya... People either delete or ignore Wasalam. - Original Message - From: e64865092 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Thursday, 27 April, 2006 16:54 Subject: [budaya_tionghua] Re: TANJA ?? kalau tak ada kaitan sama tionghoa yah dikasih oot di judulnya coba, kalau ada kaitannya tak mungkin tak dimoeat. - --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, tjamboek_berdoeri28 tjamboek_berdoeri28@ wrote: Kenapa tulisan saja Kalo saja mendjadi orang Atjeh tida bisa dimoeat??? kaloe begitu adanja biarlah ini mendjadi toelisan saja jang terachir, dan hari ini saja post oentoek ke 3x soesah djoega kaloe ada informasi penting tida berhak moentjoe, masalah roentjing atawa toempoel soeatoe toelisan, tida moesti mendjadi halangan oentoek kita madjoe, kajanja gaja sewaktoe saja ketjil kenapa moesti teroelang lagi , dimana saking tida soekanja seorang petroek hingga salah satoe koeboeranpoen moesti digoesoer via seorang jang bernama Bang(sat) dikin dengen alesan pembangoenan ? .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] MULTIKULTURALISME--utk Putu Budhiastawa
Pak Putu, saya suka sekali dengan anda. salam kenal dari saya. kehadiran anda sungguh menghibur. saya membayangkan ekspresi Pak Danardono membaca pencerahan ROH anda. pasti beliau terpingkal-pingkal. anda mengingatkan saya kepada seorang kawan yang menjadi pedeta kristen betani. sangat otentik. highly spirited, full of religio scientific analysis, yet so difficult to believe and impossible to accept. oh, anda orang era baru ya? saya berkomunikasi baik dengan Pak Fadjar. anda kenal? atau anda ini orang Falun Gong Indonesia? kira-kira di mana saya bisa belajar Falun Gong? ini saya kirim artikel saya tentang multikulturalisme. daripada bergosip tentang tiongkok dan debat ideologi apalagi omong tentang benda abstrak spt roh maka ada baiknya omong masalah bagaimana membangun peradaban multikultural di Indonesia. agree?? Sub-Rosa II MULTIKULTURALISME Oleh: Kenken* Multikulturalisme, secara singkat, adalah sebuah paradigma tentang kesetaraan semua ekspresi budaya. Kebudayaan suku primitif dan peradaban masyarakat industri modern memiliki kesetaraan nilai, sekalipun tidak bermaksud mengabaikan kekhususan peran sosial- historis masing-masing. Multikulturalisme berkesimpulan bahwa kebudayaan Barat dan ras Anglo Saxon tidak lebih superior daripada Tribalis Afrika dan cara hidup para pemburu walrus Eskimo. Konseptualisasi multikulturalisme menolak metapora `melting pot' yang hanya berperan sebagai cover konsep asimilasi opresif. Indonesia merupakan negeri multikultural dengan ribuan pulau, lebih dari 300 etnisitas, berbagai paham dan aliran kepercayaan serta ideologi politik, sekaligus pusat pluralitas konflik. Kesadaran multikultural telah tertanam sejak Mpu Tantular menuliskan istilah bhineka tunggal ika. Bagi Siauw Giok Tjhan, Bhineka Tunggal Ika merupakan pencerminan realisasi proses integrasi wajar dari semua golongan Rakyat, yang menganut berbagai macam pandangan hidup, agama, kepercayaan, di samping berbeda dalam suku dan asal keturunan. Saat ini, kesadaran multikultural tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali kebudayaan nasional Indonesia yang seharusnya menjadi integrating force yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya dalam bingkai persatuan nasional. Sejak hari pertama berkuasa, Orde Baru mencoba melakukan penyeragaman (homogenisasi) kultur secara masif. Kemudian, kekerasan antar kelompok masyarakat meledak secara sporadis pada akhir tahun 1990-an di berbagai kawasan. Semata-mata hanya untuk memperlihatkan betapa rentan homogenisasi yang hendak dibangun dalam mozaik Negara- Bangsa seperti Indonesia, sekaligus sebagai tanda awal kejatuhan rezim Orde baru. Tentu saja, usaha homogenisasi ini bertentangan dengan perspektif multikultural yang menolak asumsi adanya sebuah doktrin politik atau ideologi yang mampu merepresentasikan seluruh kebenaran. Satu-satunya pencapaian homogenisasi adalah masyarakat dengan budaya tertutup. Kekerasan adalah titik kulminasinya. Kebudayaan yang bersifat tertutup tidak berharap, berkeinginan, membutuhkan dan memiliki kemampuan untuk berdialog dengan kebudayaan lain. Komunitas budaya tertutup sangat mudah merasa terancam. Dengan penuh kecurigaan, ia berusaha keras melindungi dirinya dengan menolak interaksi dengan kebudayaan lain yang dirasakan sebagai pengganggu. Budaya tertutup mengakibatkan banjir darah di Cekoslovakia, Yugoslavia, Zaire hingga Rwanda dan Indonesia, lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat kediaman mereka, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah, pertikaian abadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Pada dasarnya tidak ada satu pun budaya sui generis. Seluruh kebudayaan berasal dari interaksi dan proses saling absorbsi dengan kebudayaan lain dan dibentuk oleh kekuatan hegemonik ekonomi dan politik. Saat bumi menjadi `desa global'-nya P. Wyndham Lewis dan peradaban memasuki gelombang ketiga-nya Alvin Toffler, interaksi dengan kebudayaan lain adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Komunitas dengan budaya tertutup menolak realitas ini. Ia memilih isolasionisme sebagai solusi dan menjadi komunitas anakronistis. Dengan kata lain, ia menjadi entitas dengan mentalitas xenophobia i.e. mentalitas penuh ketakutan atau kebencian terhadap orang asing atau sesuatu yang dirasakan asing. Istilah Xenophobic dipergunakan sebagai istilah politik untuk mendeskripsikan kaum rasis, isolasionis dan fasis. Xenophobia, dalam prakteknya, sering kali mengacu pada penggunaan bahasa kekerasan untuk menghadapi perbedaan. Bahasa kekerasan ini hanya akan mewariskan memoria passionisingatan kolektif atas penderitaan kepada generasi yang akan datang. Sejarah kekejaman perbudakan menyebabkan Kongres USA, semasa Presiden Clinton, mengajukan proposal permintaan maaf atas nama bangsa dan pemerintah kepada golongan Afrika-Amerika. Dan, kita pun prihatin atas kecanggungan generasi muda Jerman saat berbicara mengenai
[budaya_tionghua] Fw: Rosa II == Orasi anti-Tiongkok
terhadap RRT yang bersahabat. Saya kira begitulah seharusnya kita melihat masalah membanjirnya barang-barang made in China. Salam, ChanCT - Original Message - From: odeon_cafe To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, April 23, 2006 12:11 AM Subject: [HKSIS] Fwd: Orasi anti-Tiongkok --- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe odeon_cafe@ wrote: hari ini, saya mengikuti karnaval bhineka tunggal ika yang digagas ratna sarumpaet. ekspresi budaya ditampilkan oleh sederet perwakilan di atas truk terbuka. mulai dari kaum banci dengan ekspresi menggoda bahkan sampai ada yang membawa ular piton bro... tarian tapanuli, papua, jawa, reog dll tampil dengan semarak. yang menarik adalah hadirnya golongan Tionghoa yang diwakili oleh Perhimpunan INTI. sekitar 30 pemuda-pemudi tionghoa dengan konstum berwarna merah menjadi daya tarik tersendiri. tampak hadir sederet wanita cantik spt Rima Melati, Ayu Utami, Artika Sari Dewi dan ke 3 teman putri Indonesia-nya. panggung dipandu oleh Rieke Diah Pitaloka yang tampak lebih cantik hari ini ditemani oleh Rebeka Tumewu dan si kurus Olga Lyda yang tampil dengan wangi dan hmm...giginya ternyata kuning, tapi tetap manis sekali bro. Inul tampil dengan pernyataan menolak RUU APP. penolakan RUU APP tetap mendominasi aksi ini. para aktivis tampak senang dengan aksi kali ini, entah kenapa...tapi yang paling cantik tetap ibu Shinta Nuriyah Wahid. sebelum menuju bunderan HI, saya sempat 'mampir' di aksi WALHI dalam rangka 'hari bumi' di depan istana. aksi WALHI hanya terdiri dari sekitar 40 aktivis. masih lebih banyak pagar betis polisi. persis seperti aksi sri bintang pamungkas yang disindir masih lebih banyak wartawan-nya. sambil berbincang-bincang kecil dengan seorang intel polri di barisan belakang demonstran, saya mengamati dengan seksama orasi WALHI tentang ekspansi imperialis dan proliferasi kemiskinan ke dunia III termasuk Indonesia. semangat retorik penuh kebencian terhadap penindasan tergambar penuh makna. tetapi yang berbeda untukku adalah dimasukannya Tiongkok ke dalam list kaum imperialis dan sebab kemiskinan rakyat Indonesia bersama-sama dengan Jepang, Amerika, Uni-Eropa, Inggris dan Australia. masuknya Tiongkok ke dalam list imperialis ini sangat berbeda dengan demo-demo di era 98-2002 yang kerap saya ikuti. karena sudah lama tidak mengikuti aktivitas gerakan, saya cukup kaget mendapati bahwa Tiongkok masuk daftar musuh. paling tidak, seingat saya, Tiongkok tidak pernah disebut-sebut oleh lingkaran buruh, petani, miskin kota dan PRD dalam orasi keras mereka di masa lalu. pesatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang saat ini menempati ranking ketiga terbesar dunia plus ekspansi produk tekstil, manufaktur, elektronik Tiongkok sampai merambahnya industri pertambangan besar menjadi sebab dimasukannya Tiongkok ke dalam list penyebab kemiskinan. setau saya, volume perdagangan antara Tiongkok-RI tidaklah terlalu besar. baik dalam level G to G maupun P to P. paling tidak, Jepang, Amerika dan uni Eropa masih jauh lebih dominan terhadap penguasaan sumber-sumber daya alam Indonesia, thus, pemiskinan rakyat Indonesia. dan masuknya investasi RRT ke Indonesia juga atas permintaan pemerintah. bahkan JK yang dikenal anti-tionghoa pun pernah mengajak pengusaha Tiongkok agar berinvestasi ke Indonesia untuk memanfaatkan nilai tukar rupiah yang melemah. plus dibukanya berbagai hubungan antara ASEAN-Tiongkok spt Dewan Bisnis Asean-China di era Megawati-Zhu Rongji. saya menakutkan, dimasukannya Tiongkok sebagai sumber kemiskinan rakyat berakibat pada menjalarnya semangat anti-tionghoa Indonesia. para perusuh, orang miskin yang lapar, provokator, pembuat onar memerlukan pelampisan amarah. tionghoa indonesia adalah target terbuka yang terjangkau kemarahan. berbeda dengan Amerika, Jepang, Eropa yang tidak terjangkau oleh kemarahan rakyat dan kelompok islam garis keras. what should we do? Sub-Rosa II --- End forwarded message --- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: Fwd: SBKRI Masih Diberlakukan di Surabaya
Ahmad Bukhari Saleh hanya tidak ingin membicarakan hal-hal sensitif yang karena mentalitas 'belum dewasa' tidak mampu membicarakan masalah-masalah sensitif dengan terbuka dan kepala dingin. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: Banyak itu berapa dan apakah bisa disebutkan beberapa nama? - Original Message - From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Saturday, April 22, 2006 11:02 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Fwd: SBKRI Masih Diberlakukan di Surabaya - Original Message - From: odeon_cafe To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Saturday, 22 April, 2006 10:21 Subject: [budaya_tionghua] Fwd: SBKRI Masih Diberlakukan di Surabaya lho, banyak kok orang TIonghoa jadi tentara. sekarang mereka udah tua-tua. mereka itu pasukan di jaman soekarno. ada yang jadi jenderal jawabnya. tapi sejak jaman Pak Harto gimana? tanyaku lagi. jawabnya,ya, memang setelah Pak Harto agak sulit. tapi gak apa-apa kok orang Tionghoa jadi tentara. -- Sudah pernah dibahas di sini, di jaman Soeharto juga banyak Tionghoa jadi tentara, dan banyak juga yang sampai bintang. Tidak cuma bintang 1-2, yang bintang 4 juga ada... Wasalam. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links -- I am using the free version of SPAMfighter for private users. It has removed 228 spam emails to date. Paying users do not have this message in their emails. Try www.SPAMfighter.com for free now! .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Fwd: Orasi anti-Tiongkok
--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe [EMAIL PROTECTED] wrote: hari ini, saya mengikuti karnaval bhineka tunggal ika yang digagas ratna sarumpaet. ekspresi budaya ditampilkan oleh sederet perwakilan di atas truk terbuka. mulai dari kaum banci dengan ekspresi menggoda bahkan sampai ada yang membawa ular piton bro... tarian tapanuli, papua, jawa, reog dll tampil dengan semarak. yang menarik adalah hadirnya golongan Tionghoa yang diwakili oleh Perhimpunan INTI. sekitar 30 pemuda-pemudi tionghoa dengan konstum berwarna merah menjadi daya tarik tersendiri. tampak hadir sederet wanita cantik spt Rima Melati, Ayu Utami, Artika Sari Dewi dan ke 3 teman putri Indonesia-nya. panggung dipandu oleh Rieke Diah Pitaloka yang tampak lebih cantik hari ini ditemani oleh Rebeka Tumewu dan si kurus Olga Lyda yang tampil dengan wangi dan hmm...giginya ternyata kuning, tapi tetap manis sekali bro. Inul tampil dengan pernyataan menolak RUU APP. penolakan RUU APP tetap mendominasi aksi ini. para aktivis tampak senang dengan aksi kali ini, entah kenapa...tapi yang paling cantik tetap ibu Shinta Nuriyah Wahid. sebelum menuju bunderan HI, saya sempat 'mampir' di aksi WALHI dalam rangka 'hari bumi' di depan istana. aksi WALHI hanya terdiri dari sekitar 40 aktivis. masih lebih banyak pagar betis polisi. persis seperti aksi sri bintang pamungkas yang disindir masih lebih banyak wartawan-nya. sambil berbincang-bincang kecil dengan seorang intel polri di barisan belakang demonstran, saya mengamati dengan seksama orasi WALHI tentang ekspansi imperialis dan proliferasi kemiskinan ke dunia III termasuk Indonesia. semangat retorik penuh kebencian terhadap penindasan tergambar penuh makna. tetapi yang berbeda untukku adalah dimasukannya Tiongkok ke dalam list kaum imperialis dan sebab kemiskinan rakyat Indonesia bersama-sama dengan Jepang, Amerika, Uni-Eropa, Inggris dan Australia. masuknya Tiongkok ke dalam list imperialis ini sangat berbeda dengan demo-demo di era 98-2002 yang kerap saya ikuti. karena sudah lama tidak mengikuti aktivitas gerakan, saya cukup kaget mendapati bahwa Tiongkok masuk daftar musuh. paling tidak, seingat saya, Tiongkok tidak pernah disebut-sebut oleh lingkaran buruh, petani, miskin kota dan PRD dalam orasi keras mereka di masa lalu. pesatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang saat ini menempati ranking ketiga terbesar dunia plus ekspansi produk tekstil, manufaktur, elektronik Tiongkok sampai merambahnya industri pertambangan besar menjadi sebab dimasukannya Tiongkok ke dalam list penyebab kemiskinan. setau saya, volume perdagangan antara Tiongkok-RI tidaklah terlalu besar. baik dalam level G to G maupun P to P. paling tidak, Jepang, Amerika dan uni Eropa masih jauh lebih dominan terhadap penguasaan sumber-sumber daya alam Indonesia, thus, pemiskinan rakyat Indonesia. dan masuknya investasi RRT ke Indonesia juga atas permintaan pemerintah. bahkan JK yang dikenal anti-tionghoa pun pernah mengajak pengusaha Tiongkok agar berinvestasi ke Indonesia untuk memanfaatkan nilai tukar rupiah yang melemah. plus dibukanya berbagai hubungan antara ASEAN-Tiongkok spt Dewan Bisnis Asean-China di era Megawati-Zhu Rongji. saya menakutkan, dimasukannya Tiongkok sebagai sumber kemiskinan rakyat berakibat pada menjalarnya semangat anti-tionghoa Indonesia. para perusuh, orang miskin yang lapar, provokator, pembuat onar memerlukan pelampisan amarah. tionghoa indonesia adalah target terbuka yang terjangkau kemarahan. berbeda dengan Amerika, Jepang, Eropa yang tidak terjangkau oleh kemarahan rakyat dan kelompok islam garis keras. what should we do? Sub-Rosa II --- End forwarded message --- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Fwd: SBKRI Masih Diberlakukan di Surabaya
--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe [EMAIL PROTECTED] wrote: saya benar-benar lelah dengan masalah SBKRI spt yang akan diberlakukan di Surabaya. setelah resmi diberlakukan di Semarang. gugatan panjang dari begitu banyak tionghoa tidak pernah digubris. perlu dua pihak dengan positif mind-set yang sama untuk menyelesaikan masalah diskriminasi di INdonesia. tanpa kerjasama ke 2 pihak, maka persoalan diskriminasi spt ini akan terus ada. akhirnya, setiap Tionghoa yang sebelumnya begitu antusias hendak menyelesaikan masalah SBKRI ini menjadi demoralisasi. akhirnya, banyak tionghoa akan give up dan mengadobsi adagium apabila tidak bisa mengubah situasi maka ada baiknya menerima dan hidup dengan situasi tersebut. dan semoga suatu saat nanti bangsa ini dapat berdewasa. walau bagaimana pun, tidak semua bangsa Indonesia berpikiran anti-tionghoa. kemarin, saat menghadiri kongres Walubi di PRJ yang dibuka oleh SBY, saya sempat berbincang-bincang dengan seorang pratu pasukan cavalry. setelah hampir satu jam bincang-bincang, saya bertanya mas, kalo orang Tionghoa jadi tentara bagaimana? lho, banyak kok orang TIonghoa jadi tentara. sekarang mereka udah tua-tua. mereka itu pasukan di jaman soekarno. ada yang jadi jenderal jawabnya. tapi sejak jaman Pak Harto gimana? tanyaku lagi. jawabnya,ya, memang setelah Pak Harto agak sulit. tapi gak apa-apa kok orang Tionghoa jadi tentara. gak dipandang macam-macam mas? tanyaku. ah, gak lah, jawab sang pratu. sayang, ia hanya seorang pratu dari Jogja. bukan seorang jenderal. seorang pratu hanya harus memegang sapta marga dan sumpah prajurit sampai mati dan mengikuti komando sang jenderal tanpa reserve dan pertanyaan. Sub-Rosa II http://kompas.com/kompas-cetak/0604/20/daerah/2599150.htm SBKRI Masih Diberlakukan di Surabaya Surabaya, Kompas - Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Rasyid Saleh terdiam saat Prof Eko Sugitario, Rabu (19/4), menyerahkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Kependudukan dan Catatan Sipil. Rancangan yang diajukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya kepada pihak DPRD Surabaya itu mewajibkan adanya surat bukti kewarganegaraan RI atau SBKRI serta surat ganti nama saat yang bersangkutan mengajukan pembuatan kartu keluarga. Adanya rancangan peraturan daerah (raperda) itu menunjukkan SBKRI masih berlaku di Surabaya, Jawa Timur. Eko, yang juga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Surabaya, menambahkan, ada pula keharusan mencantumkan nama marga pada akta-akta yang dimohonkan. Hal ini, ia nilai, mustahil karena sejak tahun 1967 semua warga keturunan Tionghoa diharuskan mengganti nama dengan nama Indonesia. Apalagi untuk generasi yang lahir setelah tahun 1967. Penambahan nama marga pada akta nikah oleh dinas kependudukan dan catatan sipil tanpa diminta pemohon membuat dokumen-dokumen yang dimiliki masyarakat mencantumkan nama yang berbeda-beda. Akibatnya, kesulitan pengurusan kependudukan semakin menjadi. Kalau tidak mau, permohonan pencatatan nikahnya ditolak, kata Eko. Rasyid yang menerima laporan tersebut hanya menjawab, Akan saya periksa. Masalah ini terungkap seusai pembukaan Sosialisasi Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Hak-hak Sipil Umat Konghucu untuk sekitar 200 kepala dinas kependudukan di wilayah timur Indonesia, Selasa malam. Dalam pembukaan sosialisasi itu Rasyid memberi jaminan, setelah ini tidak ada alasan bagi petugas dinas kependudukan untuk menolak pencatatan kependudukan warga beragama Konghucu. Pasalnya, hal ini sudah diamanatkan oleh Presiden pada 4 Februari lalu serta sudah ditindaklanjuti Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama. (INA) --- End forwarded message --- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: Tang Obeng seorang free-thinker
Pertanyaan saya sederahana, apa manfaat atau faedah dari bualan tentang macro world sistem untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia masuk kategori miskin? Apa manfaat bullshit about freemason and opus dei stuff bagi kesadaran politik golongan etnis Tionghoa? Budiman sujatmiko saja menertawakan dongeng-dongeng freemason. Suatu saat, di ulang taon Pram, aku berbincang in depth dgn Max Lane yang dikatakan oleh intel melayu sebagai mentor Hanz Gebze, tokoh separatis muda kata gosip, tentang world sistem dan asumsi teori illuminati/premasori ini. Guess what? Max Lane tertawa terbahak-bahak atas simplifikasi dongeng illuminati/freemason ini. No need for `free-thinker' untuk memahami neo-imperialis dgn supra-imperialis machine serta aktor- aktor localnya dalam menindas Indonesia modern pasca Soekarno. Rizal Mallarangeng yang bercita-cita menjadi henri kissinger-nya Indonesia jelas jauh lebih menguasai teori global sistem ketimbang seorang Tang Obeng cs. tetapi bukan berarti aku ini pendukung berat Freedom Institute yang dibiayai oleh Aburizal Bakrie. But, he has a free gesture of those so called `free-thinkers'. Not like you..!! Ngaco lagi kau kawan. Tampaknya kau sudah mesti di-lobotomi karena tampaknya drugs won't do any good for your hiper panic neurosis. Pesanku singat. Jangan ngiri dan dengki sama si celi karena gak kebagian insentif blok cepu. Salah satu sebab kegagalanmu menandingi si celi, selain karena kau kebanyakan nonton anime, adalah kau tidak berdiri di atas pondasi filosofis yang kokoh tentang permanent revolution a la trostkian. Semerta-merta kau menyentuh bidang teoritik tanpa mengenal medan micro. Bukannya melakukan refleksi diri tapi dari dulu kau selalu mendongeng a la kak seto. Kecuali bedanya, Seto bisa menjadi ketua LBH anak sedangkan kamu Cuma jadi intel pecicilan arena milis saja. Bahkan kau tidak mengakui keteledoranmu dengan identifikasi ke-anti katolik-an lantas kau sudah membawa-bawa dan memperlebar tema diskusi menjadi bualan. Kemarin kau tuding aku sebagai `old time leftist'. Lantas sekarang kau tuduh aku sebagai pendukung RUU APP. Si Oneng pasti cemberut baca ini. Aku minta kau untuk tarik omongan ini sebelum aku kontak Rieke Diah Pitaloka biar dia hubungi Mpu Supo untuk menskorsing Tang Obeng. Kwik Kian Gie ditotemkan, Soe Hok Gie dianggap pahlawan Tionghoa. keterlaluan sekali kau itu. Lantas mengklaim diri sebagai mentor Pak Kwik atas penguasaan teorem `one world system'. Padahal, basis argumentasi Kwik melawan Neo-lib adalah dictum Marxistis yang tidak benar-benar ia kuasai. He's not a representative of progresive clique eniwei. Sebagai anak didik kalangan intel lulusan Nakano intellegence agency yang old crack, tang obeng mesti belajar lebih banyak tentang Bruno Braur dan pahami betul konsep Giovanni Domenico Campanella. Baru omong masalah philosophia sensibus demonstrata. Bagaimana bisa the third way diterima sbg the alternative way kalo the left school a la frankfurt school, habermas, foucoult dsb Cuma catatan kaki Karl Marx. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng [EMAIL PROTECTED] wrote: --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@ wrote: Dear tang obeng cs, Ceilee, freethinker masih saja kau bermimpi kawan. Aku pernah ketemu dan bincang-bincang kecil dengan Rizal Mallarareng yang mengusung ide liberalisme total. Trust me, he's more `free- thinker' than you're. bagaimana kau bisa klaim dirimu itu penganut `free-thinker' apabila jalan pikirmu itu masih dipenuhi dgn segala macam tabboo?? Bahkan kau tidak jujur terhadap `fetisisme' terhadap kwik kian gie dan soe hok gie. Ha ha ha ha. Sama seperti dahulu, waktu si mayat perempuan tidak mengerti apa essensi postmodernisme, sebuah cycling dekonstruksi- rekonstruksi dan bagimana aliran posmo menjadi trend dunia..., saat ini dia juga tidak mengerti apa makna free thinker. Dia begitu bangga pernah berbincang kecil dgn Rizal Malarangeng dan menyebut nya Freethinker, aduuh.. kasihan deh elo. Kembali dia salah menilai orang, sama seperti dulu dia salah mengagumi si Remisilado sebagai pembela cina, yg ternyata oleh para sesepuh di milis ini dianggap penista cina. Sebelumnya juga mengangung agungkan Moh Yamin,namun setelah diberi data tentang pergantian kepala Gajah Mada menjadi muka M Yamin, baru diam. Jika satu kali salah, sebagai keledai, I pay him no mind. Jika dua kali salah I pay him some mind. Tapi jika sampai terus terusan salah, take you a saddle ken ken, sebab cucu keledai saja tidak mau salah sampai dua kali. (waaah, cie Ullie, Thang Wangwee ini kok jadi kayak anak kecil yaaa, he he he) Rizal Malarangeng menurut Puan Maharani dan Megawati, adalah opportunist sejati, sang kutu loncat abadi. Sementara menurut anak anak UGM 80an dia adalah commercial intelellectual prostitutor (koreksi TOB bila TOB salah sbb TOB
[budaya_tionghua] Re: Tang Obeng seorang free-thinker
Dear tang obeng cs, Ceilee, freethinker masih saja kau bermimpi kawan. Aku pernah ketemu dan bincang-bincang kecil dengan Rizal Mallarareng yang mengusung ide liberalisme total. Trust me, he's more `free- thinker' than you're. bagaimana kau bisa klaim dirimu itu penganut `free-thinker' apabila jalan pikirmu itu masih dipenuhi dgn segala macam tabboo?? Bahkan kau tidak jujur terhadap `fetisisme' terhadap kwik kian gie dan soe hok gie. Entah sejak kapan aku ini jadi penganut anti-katolik. Tapi mungkin hanya kau dan Tuhan yang tau. Tapi sebelum kau menjawab, ada baiknya kau tenggak dulu itu prozac atau Sanax atau strocain. Kalau persoalan Bian Koen Bian Kie, itu persoalan lain. Sebagai gus-durian, rasanya tidak tepat untuk bersikap anti-agama, dalam hal ini katolik. Fyi, oma-ku itu penganut katolik total. Bahkan saat menjelang ajal, rosario tergenggam ditangan. Yang perlu aku koreksi dari igauanmu kali ini adalah masalah LOYALITAS TIONGHOA terhadap NKRI. Sejak NKRI lahir, Tionghoa selalu loyal terhadap bangsa dan negara ini. Sebagai `free-thinker', segadungan apa pun kau itu, seharusnya dapat memahami bahwa kritik terhadap pemerintah adalah sebuah bentuk perhatian dan kecintaan besar terhadap bangsa dan negara. Sehingga omonganmu tentang `menjelek-jelekan' Indonesia adalah sebuah opini tidak mendasar. Sebagian tionghoa berpendapat bahwa apa yang perlu diperbaiki di negeri ini harus ya harus diperbaiki. Apa yang sudah baik ya terus dikembangkan. Basa-basi fasis yang mengatakan `right or wrong is my country' harus diubah menjadi paradigma nasionalistis yang cerdas. Ternyata, adikmu ini terlalu memandang tinggi terhadap dirimu. Bahkan kau tak paham apa yang sedang aku jelaskan. Sampaikan saja apa yang aku tulis kepada Kakanda Arwah Perwira Alengka dan Empu Supo. Dan jangan lupa katakan ke beliau-beliau rasa hormat dan sayangku. Walau bagaimana pun, sebagian besar warga- gerakan masih menaruh respect kepada Empu supo. Dan sampaikan saja apa yang aku tulis kepada para boss dan `bos besarmu'. Bilang ke para boss itu untuk mengubah paradigma `manis dihisap sendiri-pahit ditimpahkan kepada tionghoa' menjadi pola pahit-manis ditanggung bersama. Dan bilang ke para boss agar tidak terlalu bergantung dengan para broker. Spt apa yang terjadi dengan panitia MCCP. Karena ketidak- becusan langkah para boss untuk menyelamatkan komunitas etnis ku ini akan meminta pertanggung-jawaban. FYI, aku sudah ngerti benar tentang seliwar-seliwur para intel. Bahkan sejak berdirinya BKMC pun komunitas etnisku ini dimata-matai. Dan di seantero milis Tionghoa pun terdapat para intel dengan job desk masing-masing. Dan kau adalah salah satu intel yang ku maksud. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng [EMAIL PROTECTED] wrote: He he he, mulai paranoid lagi ini bocah. Apakah orang seperti Thangoubheng ini sudi melakukan pelacuran intelektual pada boss boss digital?? Siapa itu boss Rolet ha ha ha. Empat milyard??, HMI??? Bakom PKB? Bagi bagi donk. Jangan mengalihkan perdebatan ke arah tuduhan tuduhan bohong. Kalah di data en fakta, lalu berlindung di jurus bohong, tidak elok kawan. Kesalahan fatal seorang aktivist jika dia menjelma jadi pembohong. Tidak ada masa depan. Untuk kesekian kalinya, kembali kamu mengingkari jati dirimu bahwa kamu tidak anti Katholik, sama seperti kamu pernah mengingkari bahwa kamu bukan si ken ken alias si mayat perempuan, bukan gending suralaya alias michael dll dll. Jika jati dirimu saja kamu ingkari, bagaimana pertanggungan jawab mu terhadap nasib etnis tionghoa ini?? Judas Kiss??? he he he Jika kamu benci sama Shindunata atau Sofyan Wanandi, Thangoubheng juga tidak suka mereka. Jika kamu anti CSIS, Thangoubheng dan cantrik cantrik Arwah Perwira Alengka juga lagi menabuh gendrang perang terhadap sino Americanphile itu. Jadi jika kamu mau caci maki mereka silahkan saja asal tepat data dan jangan bawa bawa Katholik atau menebar permusuhan antar segmen di milis ini. Tapi Thangoubheng mau tanya apa salahnya Kwik Kian Gie, Soe Hok Gie dan Souw Beng Kong kepada bangsa ini??? Hanya karena Kwik Kian Gie meninggalkan Baperki?? Karena Soe Hok Gie ikut mendirikan LPKB? Karena Souw Beng Kong jadi kapitan cina pertama yg tunduk/antek sama Belanda??? Lalu secara pongahnya kamu menisbikan Soe Hok Gie, Kwik Kian Gie atau Souw Beng Kong dari pentas sejarah etnis tionghoa??? he he he. Camkan betul, setiap freethinker punya alter ego yg tidak bisa dibeli. Tidak ada pelacuran intelektual bagi kaum to hell and back. Soal kerusuhan, memang ini sudah kita antisipasi. Thangoubheng himself akan turun ke jalan untuk membela kaum tionghoa baik dia miskin atau pun kaya tanpa pandang bulu. Dan kami berkoar koar di milis ini, justru adalah mengantisipasi kerusuhan itu, balancing power terhadap aktivitas orang yg selalu menjelekkan negara dan bangsa Indonesia ini, baik yg sinophile
[budaya_tionghua] Re: Books on Christianity Published in China from 1978 to 2002
dear Tang Obeng cs, sudahlah, jangan bermimpi terus kawan. saya ini bukan siapa-siapa. bukan lawan yang patut kamu hitung. tidak perlu banyak gembar-gembor masalah amerika latin di milis ini. terlalu jauh kau melangkah. kalau mau ambil satu referensi ada baiknya fokus ke Cuba dan Fidel Castro. tidaklah perlu memakai pengalihan dengan bungkus gerakan kaum centris. tidak pula kau menjual nama besar kakak-kakak spt Romo Mangun Wijaya dan Romo Sandy. sudah jelas saya tidak berada dalam posisi anti-katolik. romo Sandy akan lebih elus saya daripada elus intel seperti kau itu. tetapi saya berterima kasih apabila benar kau itu ikut menjaga Romo Sandy. sayang kau tidak berada di tempat pada saat Marthadinata dan Munir dibunuh. adikmu satu ini tidak memiliki masalah apa pun dengan para boss dan bos besarmu itu. sekalipun, aku tau dana 4 milyar yang dikeluarkan bos besar-mu itu di kongres HMI di Makasar. dan aku pun tau bargain bos besar-mu itu via Bakom PKB agar komunitas Tionghoa tidak usil tentang 'bisnis rolet' bos besarmu itu. fyi, golongan Tionghoa tidak pernah usil terhadap pribadi dan bisnis rolet boss besar-mu itu. tetapi kau jangan memaksakan keberuntunganmu lewat sikap kekanak-kanakanmu itu. sekali lagi, adikmu ini bukan musuh yang patut kau pojokan. kau kan yang punya akses ke para boss. kau mainkanlah apa yang terbaik menurutmu terhadap komunitas Tionghoa. ini era-mu. adikmu ini tidak akan melakukan sesuatu yang belum waktunya. tetapi ingat, jangan kau keterlaluan memainkan komunitas etnisku ini. karena aku akan bertindak. kalau kau dan para boss tidak becus menyelamatkan golonganku ini maka ingat masih banyak elemen di luar sana yang paham betul siapa dan apa para boss terutama boss besar-mu itu. baca, draft revisi UU No.13/2003 sudah membakar emosi kaum buruh. tinggal satu sesetan yang perlu dilakukan untuk menyasar amuk ke para boss terutama boss besar-mu itu apabila kau tidak pandai-pandai memainkan kartu ini. janganlah kau buat tragedi Mei 98 terulang kembali. ingat, semua kalangan sudah sadar. kekuasaan induk semang-mu telah mendekati akhir. daripada mengorbankan mayoritas Tionghao ada baiknya membuka tabir para boss dan boss besar-mu itu kepada penghakiman publik. mari bergandeng tangan untuk kepentingan yang lebih luas. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng [EMAIL PROTECTED] wrote: --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@ wrote: list buku-buku kristen di bawah ini, saya persembahkan untuk kawan-kawan Kristen dan Katolik yang saat ini dipanas-panasi hatinya untuk membenci RRT oleh sekumpulan 'domba allah' atau lebih tepat disebut sebagai agent politik Amerika di milis Budaya Tionghoa. TOB: Entah siapa lagi yg mau ditawur sama ini bocah. Belum kapok kapok juga rupanya. Belum belajar Lun Yu, tapi malah lupa pepatah lama, Jika kail panjang sejengkal, janganlah laut hendak di duga. Entah siapa lagi yang dituduhnya agen politik Amerika di milis ini, he he he. Makanya waktu dia menyuruh Thangoubheng berhenti bermimpi, Thangoubheng dengan tersenyum balik tanya, bocah ini sudah pernah bicara dengan Ms Yin Hai Hong (Sekretaris dua bidang politik), Mr Wang Jiang Qun (councellor politik sd tahun lalu) atau Mr Lan Lijun (duta besar) dari Embassy of The People's Republic of China di Jakarta belum, dan tanya bagaimana strategi politik RRC utk 20 tahun ke depan, dalam rangka menghadapi perang dagang dgn Amerika. Thangoubheng dan cantrik cantrik Arwah Perwira Alengka lainnya (Thongshampah, Khunchipas, Khotakpen, dll), jarang jarang menulis di Budaya Tionghoa, sebab sudah menjadi komitmen kami, kami ingin menjadikan BT ini sebagai melting pot bagi seluruh China Diaspora di Indonesia yang sangat heterogen, karena nya harus di jaga. Jangan jadikan BT arena cari nama, cari popularitas, sambil menebar ambisi serta dendam politik dengan memecah belah cina Indonesia. Sudah cukup kita tercerai berai di Indonesia ini, sehingga jangan lagi di pertentangkan segmen segmen masyarakat cina/tionghoa yg sudah sangat heterogen. Hanya satu akar Budaya Tionghoa lah yang dapat menyatukan kita, yang diimplementasikan dalam wujud milis BT ini. Sebab selama seseorang masih merasa, apakah dia Cina atau Tionghoa, or whatever lah, secara psikologis, begitu dia masuk ke periode mapan, biasanya di usia dewasa sd ambang senja, dia pasti akan kembali mencari akarnya, yaitu Budaya Tionghoa. Itulah makanya RRC tidak pernah ngotot menjadikan Konghucu sebagai agama, sebab sebagai budaya justru segmentasi pasarnya jauh lebih besar, menyangkut seluruh Chineses diaspora around the world. saya kira, salah satu keyakinan dalam katolik adalah pembelaan terhadap negara. selain ada dictum untuk membela gereja. dan sepertinya terdapat pembagian dua kelompok i.e. politisi agama dan penganut agama riil. kaum politisi agama adalah para
[budaya_tionghua] Books on Christianity Published in China from 1978 to 2002
list buku-buku kristen di bawah ini, saya persembahkan untuk kawan-kawan Kristen dan Katolik yang saat ini dipanas-panasi hatinya untuk membenci RRT oleh sekumpulan 'domba allah' atau lebih tepat disebut sebagai agent politik Amerika di milis Budaya Tionghoa. saya kira, salah satu keyakinan dalam katolik adalah pembelaan terhadap negara. selain ada dictum untuk membela gereja. dan sepertinya terdapat pembagian dua kelompok i.e. politisi agama dan penganut agama riil. kaum politisi agama adalah para politikus yang menggunakan kedok agama untuk mencapai kepentingan dan ambisi politiknya. kegiatan kelompok kristen pro-amerika tentu saja amat bertentangan dengan ajaran katolik untuk membela negara di mana ia tinggal dalam kasus ini adalah RRT bagi kalangan kristen yang amat anti RRT. kebijakan sebuah negara terhadap perilaku segolongan politisi agama tidak mesti menandakan sikap antagonis pemerintah tersebut terhadap agama. penutupan-penutupan ribuan gereja di Indonesia oleh 'kelompok liar' dan tampak dibiarkan oleh pemerintah tidak selalu berarti bahwa seluruh warga Indonesia dan pemerintah bersikap anti terhadap agama kristen. saya tidak tau apa motive di balik provokasi anti-RRT di milis ini. tetapi adalah baik dibuka ruang diskusi di masalah sensitif ini. terutama kepada teman-teman yang mengetahui kondisi RRT secara langsung saya mengharapkan klarifikasinya. bukankah, 'gerombolan politisi agama' ini hanya mendapat informasi dari sumber sekunder. sayangnya, opini mereka bisa berimbas pada pembangunan image bahwa seluruh Tionghoa itu bersikap anti-agama. bukankah atheis itu belum tentu anti agama. Sub-Rosa II Books on Christianity Published in China from 1978 to 2002 1978 Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism Written by Max Weber [German], translated by Yu Xiao, et. al., Sanlian Bookstore, 1978 Historical Materials on the Russian Missionary Group Stationed in Beijing Edited by Russian Teaching Group of Beijin No.2 Foreign Languages Institute, Commercial Press,1978 1979 An Outline History of Christianity Written by Yang Zhen, Sanlian Bookstore, 1979 Three Major Religions of the World Written by Huang Xinchuan, et.al., Sanlian Bookstore, 1979 Studies on World Religions (No.¢ñ) Edited by Institute of World Religions under the Chinese Academy of Social Sciences, China Social Science Press, 1979 1980 Criticism of Christianity by Young Hegelians - on Positivity of Christianity Edited by Xue Hua, China Social Science Press, 1980 Historical Materials on the Church Cases in Shandong Edited by Lian Lisan, et. al., Qilu Press,1980 Studies on World Religion (Vol.¢ò) Edited by Institute of World Religions under the Chinese Academy of Social Sciences, China Social Science Press, 1980 1981 Missionaries and Modern China Written by Gu ChangSheng ,Shanghai People¡¯s Publishing House, 1981 Bible Stories Translated by Xi Chuanji and Gu Yunpu from Polish, Tianjin People¡¯s Publishing House, 1981 History of Religions,¢ò, Part 2, Christianity Written by George F. Moore [American], translated by Editing and Translating Group of Foreign Languages Department, Fujian Teachers University, Beijing Commercial Press, 1981 The Life of Jesus Written by Friderich D. Strauss [German], translated by Wu Yongquan, Beijing Commercial Press, 1981 The Holy Church Goes into Sichuan? Written by Gourdon [French], Sichuan People¡¯s Publishing House, 1981 1982 The Boxers Movement in Sichuan Written by Zhang Li, Sichuan People¡¯s Publishing House, 1982 Religion and Science Written by Bertrand A. Russell [British], translated by Xu Yichun and Lin Guofu, Commercial Press, 1982 Christianity Not Mysterious Written by John Toland [British], translated by Zhang Ji¡¯an, Beijing Commercial Press, 1982 Who Is Jesus? Translated by Ma Cai from Japanese, Beijing Commercial Press, 1982 Stories from the Bible Written by Zhang Jiuxuan, China Social Science Press, 1982 Christianity in Ancient China and Jews in Kaifeng Written by Jiang Wenhan, Shanghai Zhishi (Knowledge) Publishing House, 1982 1983 China in the Sixteenth Century: The Journals of Matteo Ricci By Matteo Ricci [Italian], translated by He Gaoji, et. al., China Book Publishing House, 1983 Writings and Translations of Xu Guangqi Shanghai Ancient Classics Press, 1983 A Selection of Literary Stories from the Bible By Zhu Weizhi, Beijing Publishing House, 1983 History of Mission in Jiangnan Written by J. Ca. Serviere [French], translated by Translating and Writing Group of History of Shanghai Parish of Catholicism, Shanghai Yiwen Press,1983 The Discovery of Man-Martin Luther and the Reformation Written by Li Pingye, Sichuan People¡¯s Publishing House, 1983 1984 Christians in China before the Year 1550 Written by Arthur C. Moule [American], translated by Hao Zhenhua, China Book Publishing House, 1984 Culture and Religion Translated by
[budaya_tionghua] Re: Bahasa Melayu Tionghoa -- Cambuk Berduri
saya tidak berkata bahwa saya hendak mengubur Opa Kwee Thiam Tjing seakan-akan beliau tidak pernah ada. bukan begitu. saya sangat mendukung gerakan untuk mengembalikan martabat para opa di masa lalu. kalau bukan kita, maka siapa lagi yang akan menghargai para kiprah dan kebesaran para opa kita itu? apakah kebesaran mereka akan dicatat di buku pelajaran sejarah? TENTU TIDAK. bukan hanya sosok dan kiprah Opa Kwee Thiam Tjing yang harus kita kembalikan, tetapi juga tokoh-tokoh panutan masa lalu yang, spt kata anda, digusur oleh para penguasa. padahal, komunitas Tionghoa ini banyak melahirkan orang besar. masak kita ketinggalan dari bung Ben ANderson dalam hal ini. Opa Koen Hian itu orang besar. Kwee An Say, Kwee Tek Hoay, Si Pan Djiang dll. saya baru mendengar adanya sosok dengan nama Ho Siauw Im, salah seorang dari ke-empat pendekar gunung tidar. menurut cucu beliau, Siauw Im ini adalah salah satu guru silat Jenderal Soedirman. sampai di mana kebenaran kisah-kisah ini adalah tugas generasi saat ini untuk menemukan kembali kebesaran Tionghoa. bukankah sudah tidak banyak lagi yang tau kalau kuda putih tunggangan Pangeran Diponegoro itu adalah pemberian Tan Djin Sing yang sangat dekat dengan perjuangan golongan progresif keraton Jogja. saya hanya mempertanyakan ucapan-ucapan anda terhadap seorang senior spt Pak Danardono. anda sendiri tau bahwa mencari sobat seperjuangan itu bukan main sulitnya. nah, Pak Danardono itu, dari beberapa opininya, jelas berpihak pada stand-point persamaan posisi golongan Tionghoa. apakah bijak saat anda berkata bukan-bukan tentang beliau?? lantas asumsi anda mengenai media-media lembek tionghoa itu pun terlalu berlebihan. setau saya, dalam sebuah gerakan, terdapat kawan-kawan yang berada dalam satu garis. perihal beda nama, beda taktis, beda kompartement adalah perbedaan yang tidak substansial. nah, adalah tidak bijak pula mengatakan kawan-kawan 'satu garis' itu dengan berbagai asumsi menyesatkan yang hanya akan membangun opini keliru. tentu saja, sikap kritis Opa Thiam Tjing bukan berarti 'asal main serang'. memang terdapat golongan bandit sosial dalam komunitas tionghoa, tetapi, saya kira, kita harus berhati-hati benar dalam mengindentifikasi mereka. jangan sampe salah serang. saya harap keterangan ini lebih bisa menjelaskan. bahkan pilihan nick name anda saja sudah membuat saya senang. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, tjamboek_berdoeri28 [EMAIL PROTECTED] wrote: Tjamboek Berdoeri : Maap ternjata ini siansing moenjoel djoega. djadi lawan BOLEH !! Om Ben : ah terlaoe naif oentoek bitjarain saja poenja sobat ( kaloe odeon berninat tanja ama itoe manosia beramboet poetih berbangsa irish saja sanget soedi kasi alamat email itoe orang pada anda. perkara santoen atawa tida apa moesti dieotjapken dikata-kata? menecemarken maap moekin Opa Kwee lebih soeka ditjemarken atawa di tjatji maki dari pada dipendem seola-olah dia tida pernah ada jang ah jang koeboerannja nisannja poen ampe rela ini pengoeasa goesoer ? ntah saran siapa, saja tida taoe. uch amper darah djaminodjoliteng saja mengoetjoer keloear pembatja, maap. apalagi satoe siansing maoe lawan saja, ketjil itoe ibarat satoe timoen diadoeken ke boeah doeren! saja tida pedoeli siapa itoe Prof Ben, djerangkong ini dan itoe apalagi satoe siansing jang saja belon kenal. rasanja betoel kata orang toea doeloe tjari temen sanget soelit dibandingken tjari satoe sobat kentel. makanja saja ini kali maoe oendang pembatja ini milis bahken siasing diatas jang saja maksoedken oentoek dateng ke alamat web saja jang pernah saja toelis pada toean chan. oentoek toean tjam saja aken kirimken saja poenja cop koran MATAHARI tertanggal 17 agoestoes 1935, semoga anda senang dan bisa dikasih oendjoek pada Siauw thiong djien (maap kaloe saja salah seboet itoe nama) jang pasti ia poetranja sang mentri di era bangsa ini masih sanget moeda .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Bahasa Melayu Tionghoa -- Cambuk Berduri
Sdr. Tjamboek Berdoeri 28, saya tidak tau siapa sebenarnya manusia yang memakai nama kebesaran sesepuh masyarakat Tionghoa yang bernama Kwee Thiam Tjing yang berjuluk Tjamboek Berdoeri ini. tetapi siapa pun saudara, harap belajar lebih banyak lagi tentang karisma dan kebesaran ayahanda Kwee Thiam Tjing dalam melontarkan kritik, membangun kesadaran komunitas dan perjuangan politiknya. Ben Anderson itu sangat menghormati Kwee Thiam Tjing. anda jangan mencemarkan nama besar beliau dengan arogansi semberono yang berdasarkan asal cuap dan pengetahuan minim langsung semerta-merta menghardik seseorang. saya yakin, bung Ben Anderson tidak akan simpati melihat tingkah anda. Kwee Thiam Tjing dikenal sebagai orang yang kritis bahkan terhadap komunitasnya sendiri yaitu komunitas Tionghoa. tetapi dengan tujuan membangun dan jauh dari motive merusak. dan tampilannya pun tidak se-destruktif gaya arogan anda. saya harap anda dapat bersikap santun kepada seorang senior spt Bpk. Danardono. kalau tidak saya akan jadi lawan anda juga. Sub-Rosa II PS: Tolong baca lagi posting bung Chan CT perihal media-media massa Tionghoa yang anda anggap sebagai media lembek itu. seakan-akan anda itu punya media revolusioner saja!!! --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, tjamboek_berdoeri28 [EMAIL PROTECTED] wrote: Ini toelisan toean RM danardono Hadinoto sanget tjetek sekali ia ponja pemikiran, saja sangsi ini toean soedah batja atawa taoe dari kabar -kabar boerong jang setahoe dari mana bisa seboet Harian Mata-hari meroepakan koran jang sanget memperhatiken aspirasi rakjat melajoe, poen dengen ia seboet sin Po dan pewarta soerabaia jang awalnja milik toean kommer jang djoega soeka piara binatang2 boewas jang sekarang mendjadi kebon binatang di soerabaia, disaat awal-awal abab 20 hanja Soeara Poeblik dan Sin Tit Po jang sewaktoe dipegang oleh Liem Koen Hian jang meroepaken satoe soerat kabar jang sanget berani sekalipoen moesti berhadepan dengen toean Kandjeng sekalipoen, laen koran meroepaken koran lembek jang sang journalisnja tida aken mampir di Sawahaan Soerabaia oentoek ketemoe oleh hakim landraad. bahken kami oesoel agar Pewarta Soerabaia lebi tjotjok berada di djawa central jang oedaranja aden ajem dari pada di djawa wetan jang panas aken segala hal. ach saja tida aken pendjang lebar djengekin saoedara darmono eh salah saoedara Danardono H, tjoeman saja saranin itoe batjot jang ia toeangken dalem ini toelisan kaloe belon poenja bahan dan belon batja djangan terlaloe meretjet keloearnja, saja tida taoe ia toelis oentoek kepentingan siapa? jang pasti oentoek pembatja dan sobat milis ini djangan tjepet2 pertjaja. dan oentoek boekti aken saja salinken dibawah ini satoe dari ratoesan toelisan baek dari Soeara Poeblik maoepoen dari Sin tit PO. silahken nikmati ini toelisan. Jang ketjil selamanja tengik !!! 15 Agoestoes 1925 Segala jang ketjil memang selaloe membawa tingkah-lakoe jang tengik, jang tida nanti terdapet di orang jang betoel² besar, itoe tabeat boekan sadja terdapet diantara manoesia, hanja binatangpoen djoega begitoe. Sebage peroempamaan saja ambil sadja doea andjing jang besar, sedeng jang kedoea ada satoe andjing jang ketjil. Itoe doea binatang djalan sama² di straat. Tida lama ada jang mendatengin satoe orang. Sekarang pembatja djangan lantas kira. Bahwa itoe andjing jang besar lantas sadja oendjoeken giginja dan teroes gigit pahanja itoe orang jang dimaksoedken diatas. Tida, hanja ia tinggal diem sadja sembari toendjoeken matanja kebawah. Tapi itoe andjing jang lebi ketjil segera kasih denger soearanja jang tengik, sambil tjoba oendjoeken giginja jang masih belon lengkep betoel djoemlahnja, serta lebi djaoeh membawa tingkah-lakoe jang bisa bikin itoe orang jang ia maoe bikin takoet boekannja dengen terbirit- birit lari sekoeat-koeatnja, tapi tinggal mesem sadja. Apa sekarang bisa dibilang, bahwa itoe andjing jang besar tjoema besar toeboehnja sadja, tapi njalinja ketjil, mempoenjain ketabahan hati jang besar? Tida, djika itoe andjing jang besar soedah tida maoe ganggoe itoe orang. Sebab ia taoe sampe dimana adanja ia poenja kekoeatan; mala laen dari itoe, ia djoega taoe, jang djika tida perloe ia tida gila boeat bermoesoeh pada itoe orang lantaran boekan sadja belon karoean ia bisa menang, tapi tendangan ia soeda pasti dapet. Maar si keffer ketjil menggonggong sekoeat-koeatnja dengen pengharepan kalo² itoe orang mampan boeat di gertak, tapi begitoe lekas itoe orang kasih denger ia poenja St! Hoess! begitoe lekas si keffer toetoep batjotnja sembari lari sekentjeng-kentjengnja. Peroempamaan terseboet gampang sekali ditebak maksoednja sedjati oleh pembatja jang betoel² bisa batja, boekan sadja dengen mata, tapi djoega sama pikirannja. Bila masih belon mengerti, saja rasa redactie ini soerat-kabar tentoe soeka tjapeken diri boeat kasih mengerti, apa sebetoelnja jang saja maksoedken dengen soegoehken
[budaya_tionghua] Re: Ketangguhan Jawa
Tak dapat dipungkiri bahwa Jawa adalah suku dengan tenaga produktif paling tinggi apabila dibandingkan dengan suku-suku lain di Nusantara. Jawa dengan jumlah persentase 40% dari total suku-suku Indonesia memiliki potensi terbesar sebagai tenaga gerak. Sehingga tidak mengherankan pabila suku Jawa tampil sebagai pemimpin Nusantara. Peradaban Jawa merupakan perabadan paling tinggi di seantero Nusantara. Tingkat budaya Jawa menduduki tingkat tertinggi dalam kasanah peradaban. Ilmu politik Jawa telah berlangsung sejak abad ke 9. karena pengaruh Jawa sajalah, Islam dapat berkembang di Nusantara. Khasanah literatur dikuasai oleh Jawa pra-islam dengan kedalaman filosofi timur yang sulit dimengerti oleh rasionalisme materialistik barat. Jawa adalah sebuah peradaban yang sangat terbuka dan toleran. Contoh betapa terbukanya masyarakat Jawa terhadap pergaulan external adalah dengan cepatnya Brawijaya dan Majapatih mengadobsi tehnologi persenjataan modern yang dibawa tentara Mongolia. Disamping telah memiliki teknologi sekaligus seni pembuatan keris yang menakjubkan dengan pilihan logam yang tidak dikenal oleh metode logam konvensional. Tidak seperti Sumatera yang terabsorbsi oleh Islam, justeru Islam terabsorbsi dengan klenik Jawa. Maka hanya di Jawa saja dikenal komunitas abangan dan sunan-sunan Jawa yang berhasil dianggap sebagai Wali-Allah. Baru di era modern dengan ekspansi Timur Tengah sajalah aliran-aliran `murni' islam masuk ke tanah Jawa dan sampai saat ini masih bertarung dengan kaum abangan. Ketinggian peradaban Jawa itu dapat dilihat dari kehalusan ekspresi budaya. Maha Barata dapat dimodifikasi sedemikian rupa di tanah Jawa dengan kemunculan tokoh-tokoh semar, petruk, gareng, bagong yang tidak terdapat dalam versi asli India-nya. budhisme pun pernah dan sempat di-Jawa-kan. matera-matera budhistik berlafal sanskrit pun di-Jawa-kan. buktinya, dapat ditemukan sampai sekarang pada lafal-lafal komunitas budhis tengger yang tidak memiliki hubungan langsung dengan dunia budhis modern yang pekat dengan unsur-unsur thailand, tibet dan Tiongkok. Dibandingkan suku-suku lain di Nusantara, Jawa memiliki kadar otentisitas paling tinggi. Jawa tidak terpengaruh oleh akulturasi budaya secara masif seperti kalangan melayu yang malas. Suatu saat nanti, mungkin akan kita temukan figura Jesus memakai blangkon dan membawa keris. Jawa memainkan peran penting dalam pembentukan NKRI. Jawa merupakan sentrum gerakan perlawan anti-kolonialisme. Arti penting Jawa dapat dilihat dari peperangan melawan Inggris dan berbagai agresi Belanda yang terpusat di Jawa. Seorang Nasution yang Batak bisa menjadi petinggi pasukan Siliwangi yang sunda. Dan dari dulu, kerajaan Sunda itu adalah `adik muda' ke-prabuan Jawa. Sampai saat ini pun, ke 4 divisi kodam yang memegang kunci terdapat di Jawa. 2 presiden `terbesar' sepanjang sejarah modern Indonesia adalah keturunan-keturunan Jawa dan menerapkan pola kepemimpinan dengan Jawa centris cukup tinggi. Siapakah yang paling pantas memimpin Indonesia? Sudah tentu kolaborasi antara Jawa-Tionghoa. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada beberapa statement anda yang ingin saya pertanyakan: 1) Pertama: Bahasa Melayu dipakai karena orang barat kayaknya lebih mengenal Melayu dari pada Jawa... DH : Jadi pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada Sumpah pemuda adalah didikte Barat? - 2) ( ini menurut saya sih) karena dilihat dari geografis sebenarnya Pulau Jawa dengan komunitasnya adalah pulau yang paling jauh dengan dunia luar. Memang ada Benua Australia dan Selandia Baru yang memiliki penghuni tetapi itu terjadi belangan saja. .. DH: Dari mana paling jauh? Sulawesi lebih dekat dari sebelah barat, daratan Asia? kalau demikian, mengapa VOC dan pemerintah Hindia Belanda memilih Batavia dipulau Jawa sebagai ibukota? 3) Des...komunitas Jawa hanya mendapatkan informasi dari luar Jawa misalnya para saudagar yang datang dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya yang lebih berhubungan dengan dunia luar atau secara praktis dengan Benua Asia. Di ukur dari mana-mana juga Pulau Jawa sangat jauh... DH: informasi apa ini? Ketika Malakakka diserang Portugis pada 1511, maka putra mahkota dari kerajaan Demak yang datang membantu. Pangeran Pati Unus. Dari mana mana sangat jauh? dari mana? bagi kerajaan Demak, tidak terlalu jauh mencapai pantai malakka - 4) Jadi dari segi bahasa yah..pasti ada unsur mengalah karena sudah menjadi suatu kebiasaan orang-orang pedalaman mengikuti pola daerah pesisir walau hal ini tidak pernah ditulis dalam sejarah tetapi memiliki nuansa seperti itu. .. DH: orang pedalaman? kerajaan kerajaan Jawa di pantai utara Jawa bukanlah di pedalaman. Merekalah yang menyebarkan Islam keseluruh
Jangan asal pentang bacot (Re: [budaya_tionghua]
berhentilah bermimpi kawan... Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng [EMAIL PROTECTED] wrote: Atas nama kaum tempayan setengah penuh, yang selama ini selalu pentang bacot mengeluarkan aroma busuk, sehingga mengganggu ABS Heng, Dono Heng dan banyak lagi lainnya, Thangoubheng mohon maaf yg sebesar besarnya. Adalah tugas para datuk persilatan untuk membukakan khi kang pat meh mereka, agar bisa melihat dunia ini dengan lebih jernih lagi. Seringkali kita dongkol, kesal dan kadang kadang geli melihat kaum piawsu yang mainkan gwakang, tapi merasa seolah sudah mengerti Kian Koen Thay Lo Ie level 12. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Kamis, 21 Mei 1998
KAMIS, 21 MEI 1998 Oleh Kenken Lengser keprabon-nya Pak Harto merupakan fenomena politik terpenting di tahun 1998. Perubahan (terbatas atau sekecil apa pun) terjadi. Indonesia memasuki tahapan baru kehidupan politik setelah sekian lama berdiam dalam ruang monoton dan baku dibawah panji-panji kekuasaan Pak Harto bersama dengan klik istana dan oligarki ekonominya. Setelah itu, kita mempunyai kuasa untuk memuliakan dunia kembali, mengutip eforia retorik Thomas Paine. Dan, 8 tahun sudah kita tidak lagi diayomi oleh sang `the smiling general'. Tetapi sekalipun demikian, warisan Pak Harto di segala bidang masih tetap dapat dirasakan, sehalus apa pun vibrasinya. Paling tidak, Pak Harto telah mengajarkan arti penting sebuah kebebasan. Seingat saya, perubahan substansial adalah genus proximum bagi suara-suara yang meminta agar Pak Harto beristirahat setelah 32 tahun memerintah dan berhasil memposisikan keluarganya sebagai salah satu keluarga terkaya di Indonesia serta mensejahterakan (dalam arti sebenarnya) begitu banyak kroni dan kaki-tangan dinasti. Perubahan substansial itu diidealisasikan akan diikuti konsekuensi logis pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemakmuran negara. Sekalipun, seringkali antara `idealisasi' dan `materialisasi' merupakan dua hal yang tidak ada kaitannya sama sekali. Apologetik saya adalah apabila sampai saat ini idealisasi tersebut belum dapat dicapai maka harap maklum bahwa cita-cita setinggi langit itu memperlukan proses dan usaha (klise memang). Dan bukankah kita telah bersepakat untuk melakukan reformasi yang dipercepat dalam bahasa metapora moderat B.J. Habibie. Toch, saat ini kita memiliki begitu banyak keleluasaan berekspresi. Warisan lembaga-lembaga demokratis Pak Harto, tentu saja, hanya perlu diisi proses dan kultur demokratis. Dan apabila dirasa perlu, kita juga memiliki kebebasan (sekalipun belum tentu kemampuan) untuk melahirkan lembaga (struktur) dan proses (tradisi) demokrasi baru, baik secara formal maupun informal. Namun, terlepas dari cibiran sejumlah besar kajian akademis tentang kelemahan era reformasi simbolik pasca Soeharto, bagi saya, masa transisi ini merupakan kesempatan besar untuk memperbaiki dan mengevaluasi segalanya. TIONGHOA DALAM PUSARAN POLITIK Runtuhnya dinasti Soeharto mengubah konfigurasi konflik. Faksi-faksi oligarki yang sebelumnya patuh atau terpaksa patuh kepada `sang penguasa tunggal' bertarung secara terbuka dan bebas memperebutkan pembagian kekuasaan dan hak istimewa. Tidak ada lagi faktor yang dihormati sekaligus ditakuti oleh faksi-faksi oligarki Orde Baru pasca sang `mafia don' (istilah Jeffrey Winters) memutuskan untuk pensiun. `Don-don kecil' menjadi liar tak terkendali dan dengan rakus mencoba untuk menjadi penguasa tunggal selanjutnya. Salah satu prestasinya adalah korupsi berjama'ah dan gonjang-ganjing politik tanpa henti. Perimbangan kekuatan faksi-faksi oligarki membuat pertarungan kepentingan menjadi begitu terbuka dan tampak demokratis. Padahal demokratisasi ini tidak didasari oleh konsensus bersama untuk bersepakat dengan perbedaan. Kerusuhan demokrasi pasca Soeharto adalah sebuah keterpaksaan bukan hasil dari kesadaran bersama di antara faksi-faksi oligarki. Satu-satunya kesepakatan di antara faksi-faksi tersebut adalah tidak mengutak-utik Pak Harto, membiarkannya menikmati hari tua sambil sesekali mengenang kejayaan masa lalu. Rasanya belum lama, komunitas Tionghoa mengalami situasi aneh di mana peran positif Tionghoa diminta tetapi secara keras Tionghoa dilarang melakukan sesuatu yang positif. Partisipasi positif orang Tionghoa dengan mudah dapat dikenali sebelum Orde Baru tumbuh dan berkembang dan akhirnya berkuasa secara absolut. Nama-nama seperti Liem Koen Hian, Yap Tjwan Bing atau Oei Tiang Tjoei dapat dengan mudah dikenali sebagai orang Tionghoa dalam kedudukan mereka sebagai anggota BPUPKI. Tetapi tak mudah mengetahui bahwa Susi Susanti, Alan Budikusuma atau Suma Miharja ternyata beretnis Tionghoa. Komunitas Tionghoa sebagai bagian integral bangsa Indonesia turut merasakan dampak dari lengsernya Pak Harto dari tampuk pimpinan formal. Sebagai golongan, Tionghoa selalu bersikap koperatif dengan konsensus besar yang disepakati bangsa ini. Sepanjang sejarah, komunitas Tionghoa tidak pernah menolak hasil keputusan konsensus nasional (setidak-adil apapun konsensus itu). Bahkan komunitas Tionghoa menerima (sekalipun dengan penyesalan) ketika para penguasa Orde Baru memutuskan untuk menghapus peran historis Tionghoa dan melarang ditampilkannya simbol-simbol budaya leluhur dan identitas etnis. Tionghoa pun menerima konsensus nasional di hari kamis 21 Mei 1998 saat Pak Harto menyatakan berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia. Tak dapat disangkal bahwa nasib Indonesia adalah nasib Tionghoa. Merahnya Indonesia adalah merahnya Tionghoa. Reformasi pasca Orde Pak Harto adalah reformasi Tionghoa. Tzunami Aceh adalah bencana bagi Tionghoa.
[budaya_tionghua] Identitas Politik Tionghoa
IDENTITAS POLITIK Oleh: Kenken Begitu panjang perjalanan Tionghoa untuk bebas dari prasangka. Sebuah kisah tentang perjuangan tanpa tapal batas yang diketahui dan tak mudah untuk diprediksi. Perjalanan yang penuh haru-biru dan lika- liku, sebuah proses yang kadangkala membuat tubuh bergetar dan hati bergentar. Tionghoa hidup dengan berbagai wacana principium contradictionis seperti dipertajamnya dikotomi pribumi-nonpri yang mengarah pada keterisolasian hingga seringkali membentuk perasaan teralienasi. Tionghoa hampir tak pernah terbebas dari stigmatisasi liar dan upaya stereotyping yang acapkali memojokkan sehingga rasa tidak percaya diri yang dilematis diam-diam merambah jiwa kolektif masyarakat Tionghoa. Kondisi ini menyebabkan Tionghoa seakan-akan kehilangan kontak dengan komunitas masyarakat lainnya dan menjadi golongan asing yang tidak asing, meminjam istilah Pramoedya Ananta Toer. Komunitas Tionghoa (sekalipun bukan golongan satu-satunya) mendapat perlakuan minor dan diskriminatif serta menjadi target represi sosial secara sengit dibawah cengkeraman struktur formal politik Orde Baru. Di era Orde Baru dengan kebijakan coersif dan slogan- slogan tentang pembangunan, nasib golongan Tionghoa tak kunjung membaik. Sekalipun segelintir kecil elite Tionghoa mampu masuk ke dalam lingkaran elite ekonomi nasional dengan iringan orkestrasi desas-desus tentang adanya berbagai privilese dari penguasa Orde Baru yang kemudian harus dibayar oleh Tionghoa (sebagai golongan) dengan biaya sosial yang tinggi. Segala macam pengekangan yang dilegalkan di atas kertas atau dalam perilaku oleh penguasa Orde Baru mengubur (sekalipun tidak sampai mematikan) begitu banyak potensi positif komunitas Tionghoa untuk berpartisipasi membangun negara dan bangsa Indonesia. Pola privilege semu di bidang ekonomi dan pengekangan riil di bidang politik ini menjadi pemicu hibriditas prasangka rasial terhadap Tionghoa yang pada akhirnya mempersulit posisi dan derap langkah golongan Tionghoa. Sedangkan, pola kesetaraan dalam wacana tetapi pembedaan dalam praktek yang juga diadobsi oleh Orde Baru menyebabkan phrase Indonesia adalah milikku menjadi sulit dipercaya pada saat diucapkan dari mulut seorang Tionghoa. Memang benar bahwa verbalisasi kecintaan terhadap bangsa dan negara itu hanya menjadi abstraksi bahasa simbol pada saat praxis kecintaan itu tidak dapat muncul dan dikenali secara kasat mata oleh publik. Sekalipun, konkritisasi kecintaan terhadap negara dan bangsa Indonesia itu menjadi sulit untuk diekspresikan dan tetap tinggal di dalam hati tanpa suara pada saat golongan Tionghoa hidup di alam serba-salah dan serba-bersalah. Bertambah sulit pada saat parameter kecintaan itu ditetapkan secara samar, kasar, kaku tetapi tidak konsisten dan selalu harus sesuai dengan selera si pemberi nilai dengan beraneka ragam syarat. Wacana Politik Identitas Saat ini, di tengah-tengah masa transisi ke arah modernisasi kehidupan sosial-politik, terdapat ruang yang cukup untuk merajut kembali dialog saling-mengenal antar seluruh komponen anak bangsa. Suasana ini ditandai dengan kemunculan pola politik identitas berbasis agama, ras, etnis dan gender. Sesuatu yang sebelumnya dianggap tabboo untuk dibicarakan tetapi tetap hidup di dunia yang tak tersentuh tangan besi formalisme rezim orde baru. Mulai dari peningkatan kesadaran gender sampai mencapai titik kulminasi gerakan ekstremisme feministis, golongan homosexual yang dapat mengekspresikan diri secara terbuka dengan berbagai organisasi formal dan diakuinya eksistensi Konghucu sebagai agama resmi memberi dorongan bagi agama-agama minoritas lain untuk mendapat pengakuan yang sama. Ironisnya, perkembangan positif ini juga diiringi oleh sejumlah sisi negatif seperti kebangkitan kelompok-kelompok militan dengan semangat partial dan slogan-slogan bernuansa segregatif dibentangkan secara terbuka. Sisi negatif ini membuat Indonesia seakan-akan menjadi sebuah negeri dengan tingkat brutalisme demokrasi yang tinggi. Semuanya bersuara dalam notasi politik identitas yang sama. Politik identitas adalah sebuah wacana yang berangkat dari asumsi bahwa realitas kehidupan manusia selalu diwarnai oleh adanya perbedaan-perbedaan. Perbedaan antar-identitas itu melahirkan gagasan diperlukannya gerakan politik identitas. Wacana politik identitas hendak memperjuangkan kesetaraan status dari identitas- identitas yang selama ini termarginalisasi dan tertindas oleh hegemoni kekuasaan struktural dan dominasi identitas pusat. Wacana politik identitas hendak memperlihatkan bahwa di balik realitas utama yang menjadi narasi besar tersembunyi realitas-realitas kecil dalam jumlah tak terhingga dengan derajat kesetaraan yang sama dan kualitas keindahan yang patut diperjuangkan. Sekalipun demikian, artikulasi politik identitas berbasis agama, etnis, ras dan gender ini ternyata mengelisahkan sejumlah pemikir dan tokoh yang bahkan berasal dari lingkungan seni.
[budaya_tionghua] Maaf dan numpang tanya bung Rinto Jiang
Dear sahabatku Rinto Jiang, Saya terima peringatan Bung Rinto atas argument tandingan dan pembelaan saya terhadap Bung Karang Terjal yang diserang terlebih dahulu oleh Sdr. Min Hui secara membabi-buta. Kalau kemudian, argument saya itu dianggap sebagai defamation terhadap Sdr. Min Hui thus menyalahi aturan milis BT maka saya meminta maaf kepada segenap kru moderator sekalian, sekalipun saya tidak akan menarik apalagi mencabut tulisan saya mengenai Sdr. Min Hui. Saya sangat menghargai segenap kru moderator Budaya Tionghoa. untuk itulah saya hendak memperjelas diri saya sendiri mengenai batasan tema diskusi di milis BT ini. Sekalipun, sebenarnyalah saya hendak meluruskan beberapa point yang ditudingkan oleh ulysee terutama tentang korban yang saya bungkam di milis Kampoeng Tionghoa. sebenarnyalah, ulysee adalah satu- satunya korban yang saya bungkam (untuk sementara) dikarenakan ulysee tidak memiliki etika, pengetahuan yang memadai dalam membantah opini sdr. Skalaras tentang Onghokham. Ulysee berpendapat bahwa seluruh argument sdr. Skalaras adalah gosip. Tetapi sayangnya, ulysee tidak memberi konter argumen apalagi data yang tepat untuk membantah opini sdr. Skalaras. Karena itulah, ulysee saya moderasi. Saya bersepakat bahwa tema LPKB tidak perlu dibahas secara khusus lagi. Melihat memanasnya suasana milis dikarenakan terdapat member yang masih berpandangan sempit terhadap sejarah dan cenderung tidak proporsional memandang kejahatan LPKB. Masalah SBKRI ada baiknya kita endapkan juga untuk sementara waktu. Di sini, tergantung peran dan konsistensi kru moderator. Agar tidak kena damprat oleh para moderator, saya ingin tanya, apakah tema WAKIL GUBERNUR DKI JAKARTA etnis Tionghoa bisa dibicarakan di milis ini?? Di lapangan, tema wa-gub Tionghoa ini sedang hangat-hangatnya. Dibanding masalah SBKRI, LPKB. Saya pribadi berpendapat bahwa tema wa-gub tionghoa ini sangat menarik untuk didiskusikan. Karena juga menyangkut kehidupan sosial etnis Tionghoa. tetapi kalau pihak moderator termasuk bung Rinto Jiang memandang bahwa tema ini tidak perlu dibahas di milis BT maka saya tidak akan mengangkat masalah ini. Sekian dan terima kasih serta maaf sekali lagi Bung Rinto Jiang dan kru moderator lainnya. Sincerely yours, Sub-Rosa II .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui??
Bung Min Hui, Saya tidak dapat menemukan penjelasan kalau bung Karang Terjal mengaitkan INTI secara organisasi dengan keberpihakan bung Min Hui terhadap istilah cina. Sudah jelas INTI secara organisasi menggunakan istilah TIONGHOA. dan bung Karang Terjal pun tidak mengatakan kalau INTI menggunakan istilah `cina'. Jadi saya kira cukup jelas bahwa yang dimaksud bung Karang Terjal adalah bung Min Hui yang secara pribadi keluar dari kebijakan organisasi INTI yang saya kira juga memperjuangkan penggunaan kembali istilah tionghoa. Bung Min Hui suka salah baca. Berkali-kali anda keliru membaca tulisan lawan bicara anda. Saya kira anda sebaiknya belajar untuk fokus dan konsentrasi dalam membaca tulisan lawan bicara anda. Kembali, saya mendapati sebuah sikap yang pantas dipuji tentang menyesuaikan diri dari bung Min Hui selain dari sesepuh anda yang bernama John Towel itu terkait dengan penggunaan istilah cina dan tionghoa. Sekalipun, secara pribadi, saya tetap menolak menggunakan istilah `cina' di mana pun saya berada. Di forum sri bintang pamungkas atau di forum Fadlizon yang hendak mengusir semua orang Tionghoa dari Indonesia pun saya menggunakan istilah Tionghoa. Begitu pula saya menggunakan istilah Tionghoa pada saat berdialog dengan petinggi PDIP yang ketua umum-nya Ibu Megawati pernah ngomong sampai mati pun saya akan menggunakan istilah Tionghoa persis seperti soekarno dulu. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui [EMAIL PROTECTED] wrote: Sdr. Karang_Terjal, Maaf, kali ini saya sangat tidak senang dengan statement anda. Coba cari kembali di arsip saat debat tionghoa atau cina antara kita dan Pak ChanCT, saya tidak pernah sekali-kali mengaitkan dengan INTI. Dan dalam tiap perdebatan, itu adalah murni pendapat pribadi saya. Saya selalu menganggap bahwa kebebasan berpendapat adalah hak asasi manusia, makanya saya juga sangat menghargai teman2 yang tidak setuju dengan sebutan cina sebagaimana yang saya tulis dalam diskusi kita sebelumnya. Dalam pembahasan diskusi di milis tnet maupun budaya-tionghoa, saya selalu berusaha menggunakan ucapan yg tepat pada lawan diskusi saya. Dengan Bung Yap Hong Gie, John Towell, Steve Haryono atau Rinto Jiang dll saya lebih sering menggunakan cina karena mereka 'sealiran' dengan saya. Dengan Dr. Han Hwie-Song, Pak Benny, dll saya pasti menggunakan tionghoa karena saya sangat hormat atas pengetahuan, pemahaman, dan pendapat mereka berdasarkan sejarah. Bisakah anda juga menghargai pendapat saya yg tidak perduli akan sebutan cina atau tionghoa? Anda, bila tidak dapat membaca dan menelaah dengan cermat sebuah diskusi, jangan malah jadi melakukan fitnahan! Entah dari mana anda dapat informasi INTI itu organisasi politik? Kalau tidak keberatan saya kasih saran, carilah data dan fakta terlebih dahulu sebelum bicara di depan umum. Kalau masih ragu, saya kasih pepatah yg bagus Diam itu emas Salam, Min Hui .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui??
Bung Min Hui, anda harus konsisten dengan omongan anda. saya hargai kalau anda hanya akan melayani diskusi tentang budaya tionghoa. tetapi mengapa anda salah membaca tulisan bung karang terjal?? dan menyerang bung Karang Terjal sedemikian rupa. lantas anda hendak menyudahi perbincangan ini pada saat ada orang yang konfirm bahwa kekeliruan terletak pada diri bung Min Hui yang tidak tepat membaca tulisan bung karang terjal?? betul, siapa yang salah baca tentu akan dinilai secara objektif oleh banyak pihak. saya kira publik BT ini juga punya rasio dan bisa membedakan mana yang salah baca. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui [EMAIL PROTECTED] wrote: Ho ho ho, memang luar biasa sobat saya yg satu ini, dari ber-salin rupa sampai ber-salin kata ;-) Hebat sekali subjek yg diganti: apa yang dibawa Min Hui?? Ck ck ck. Moderators dan teman2 yg terhormat, mohon tanggapannya, selama saya bergabung di BT, apa yang saya bawa ke BT sehingga menimbulkan ke-khawatiran sebahagian temen2 senior BT yg lebih lama malang- melintang di milis ini? Maaf sekali sobat, saya tidak berminat melanjutkan perdebatan ini, selain tidak tepat pada orangnya juga saya sudah berjanji pada member2 senior BT bahwa saya tidak akan sekali-kali membawa/membahas diskusi yg tidak berkaitan dengan budaya-tionghoa di milis ini. Siapa yg salah baca, banyak yg bisa menilai. Salam, Min Hui -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of odeon_cafe Sent: Thursday, March 16, 2006 10:15 AM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui?? Bung Min Hui, Saya tidak dapat menemukan penjelasan kalau bung Karang Terjal mengaitkan INTI secara organisasi dengan keberpihakan bung Min Hui terhadap istilah cina. Sudah jelas INTI secara organisasi menggunakan istilah TIONGHOA. dan bung Karang Terjal pun tidak mengatakan kalau INTI menggunakan istilah `cina'. Jadi saya kira cukup jelas bahwa yang dimaksud bung Karang Terjal adalah bung Min Hui yang secara pribadi keluar dari kebijakan organisasi INTI yang saya kira juga memperjuangkan penggunaan kembali istilah tionghoa. Bung Min Hui suka salah baca. Berkali-kali anda keliru membaca tulisan lawan bicara anda. Saya kira anda sebaiknya belajar untuk fokus dan konsentrasi dalam membaca tulisan lawan bicara anda. Kembali, saya mendapati sebuah sikap yang pantas dipuji tentang menyesuaikan diri dari bung Min Hui selain dari sesepuh anda yang bernama John Towel itu terkait dengan penggunaan istilah cina dan tionghoa. Sekalipun, secara pribadi, saya tetap menolak menggunakan istilah `cina' di mana pun saya berada. Di forum sri bintang pamungkas atau di forum Fadlizon yang hendak mengusir semua orang Tionghoa dari Indonesia pun saya menggunakan istilah Tionghoa. Begitu pula saya menggunakan istilah Tionghoa pada saat berdialog dengan petinggi PDIP yang ketua umum-nya Ibu Megawati pernah ngomong sampai mati pun saya akan menggunakan istilah Tionghoa persis seperti soekarno dulu. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui minhui@ wrote: Sdr. Karang_Terjal, Maaf, kali ini saya sangat tidak senang dengan statement anda. Coba cari kembali di arsip saat debat tionghoa atau cina antara kita dan Pak ChanCT, saya tidak pernah sekali-kali mengaitkan dengan INTI. Dan dalam tiap perdebatan, itu adalah murni pendapat pribadi saya. Saya selalu menganggap bahwa kebebasan berpendapat adalah hak asasi manusia, makanya saya juga sangat menghargai teman2 yang tidak setuju dengan sebutan cina sebagaimana yang saya tulis dalam diskusi kita sebelumnya. Dalam pembahasan diskusi di milis tnet maupun budaya-tionghoa, saya selalu berusaha menggunakan ucapan yg tepat pada lawan diskusi saya. Dengan Bung Yap Hong Gie, John Towell, Steve Haryono atau Rinto Jiang dll saya lebih sering menggunakan cina karena mereka 'sealiran' dengan saya. Dengan Dr. Han Hwie-Song, Pak Benny, dll saya pasti menggunakan tionghoa karena saya sangat hormat atas pengetahuan, pemahaman, dan pendapat mereka berdasarkan sejarah. Bisakah anda juga menghargai pendapat saya yg tidak perduli akan sebutan cina atau tionghoa? Anda, bila tidak dapat membaca dan menelaah dengan cermat sebuah diskusi, jangan malah jadi melakukan fitnahan! Entah dari mana anda dapat informasi INTI itu organisasi politik? Kalau tidak keberatan saya kasih saran, carilah data dan fakta terlebih dahulu sebelum bicara di depan umum. Kalau masih ragu, saya kasih pepatah yg bagus Diam itu emas Salam, Min Hui .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung
[budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa LPKB
Pak Danardono yth, Perilaku LPKB yang berlindung dibawah kekuasaan bedil Pak Harto mampu menganulir berita, menghilangkan fakta dan memutar balik kenyataan. Sampai saat ini, dengan ditutupnya semua akses informasi publik, ada berapa banyak pemuda Tionghoa generasi masa kini yang tau kalo Kristoforus Sindhunata, ketua LPKB, adalah orang yang mengusulkan Inpres No.14/1967 tentang pelarangan agama,kepercayaan dan adat istiadat Cina atau SE PresKab Ampera No.6 tahun 1967 tentang masalah Cina?? Blum lagi dibentuknya lembaga intel militer untuk menindas orang Tionghoa spt SCUT dan sekarang BKMC. Badan-badan intel ini berkordinasi dengan orang-orang eks LPKB yang ada di bakom-PKB dan CSIS. Lo Chuan To alias Junus Jahja yang saat ini menjadi salah satu ketua MUI dahulu kala menjabat sebagai kordinator badan `penyuluh asimilasi' yang selalu mengkampanyekan bahwa orang Tionghoa itu ekslusif dan tidak mau membaur hingga memprovokasi kebencian terhadap orang Tionghoa. Onghokham menuding bahwa orang Tionghoa yang tidak mau ganti nama adalah golongan yang tidak loyal kepada NKRI. Ong merekomendasi nama- nama berbau Indonesia untuk orang Tionghoa spt Ong Gunung, Ong Laut, Ong Idoep dsb. Kesalahan konsep `asimilasi' LPKB adalah diperbesarnya sentiment anti-tionghoa dan mengaburkan akar masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam proses memakmurkan negara. LPKB tidak sibuk mencari format ekonomi, politik, pertahanan yang baik tetapi mengkampanyekan kalau orang Tionghoa itu tidak loyal kepada NKRI, ekslusif. Dengan kata lain, LPKB mempersiapkan mentalitas rasis sebagai triger kerusuhan rasial. LPKB tidak memaksa orang Tionghoa untuk ganti nama, ganti agama, kawin campur dsb tetapi LPKB berkata bahwa untuk menjadi WNI yang baik maka orang Tionghoa harus ganti nama, ganti agama, kawin campur dsb. Secara tidak langsung LPKB mengatakan bahwa Tionghoa yang tidak ganti nama, ganti agama, kawin campur dsb itu bukan WNI yang baik. Pak Danardono, saya kira CSIS itu tidak benar-benar ompong. Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI) itu berdiri atas dorongan orang- orang CSIS. INTI saya kira berkembang pesat karena dorongan dari orang-orang CSIS juga. Saat ini CSIS sedang merangkul MATAKIN (majelis Tinggi agama konghucu Indonesia). Segolongan masyarakat Tionghoa yang dulu pernah dizolimi secara kejam oleh LPKB yang merupakan senior CSIS. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote: Bisa ngapain??? Lho beberapa peraturan diskriminatif keluar dari dapur LPKB, kok masih tanya? untung saja pelaku tahun 65/66 sudah banyak yang mati, seperti Sudjono Humardani dan Ali Moertopo, dan orde baru sudah ambruk, pater Beck pontang panting, jadi CSIS sudah ompong. Pertanyaan saya, adakah peninggalan mereka yang berharga bagi umat Tionghoa? anda bisa dong jawab? 10 tahun cukup dong? kalau memang berbakti pada Indonesia atau sedikitnya kaumnya sendiri? Mohon pencerahan Salam danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote: Sebetulnya LPKB selama berdiri ngapain aja sih, selain jadi tandingan BAPERKI? Kok kayaknya banyak yang sebel banget gitu lhoh. CMIIW, LPKB berdiri nggak nyampe sepuluh tahun toh Emang bisa ngapain lembaga yang berdiri enggak nyampe 10 taon? Btw, mahafff itu judulnya gue ganti ah. -Original Message- From: RM Danardono HADINOTO [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 15, 2006 12:19 AM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Ulysee dan Mao Zedong Sebagai pengagum ajaran Siddharta Gautama, saya banyak belajar dari almarhum bikhu Jinarakkita, saya sering soja dimuka tempat penghormatan beliau di vihara Sakyavanaram. Budaya Tionghoa yang membawa Buddhisme ketanah ini, yang membawa kejayaan Majapahit. Apa yang dibawa LPKB? Salam nasional Danardono .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui??
saya masih melihat kaitan diskusi antara LPKB dan dampak dari perilaku LPKB dengan contoh sikap Min Hui yang pengurus INTI daerah seperti yang dipaparkan oleh Bung Karang Terjal. justru penjelasan bung karang terjal sesuai dengan kaidah urutan kajian. dengan mengupas dampak dari satu perilaku politik. apanya yang membelokan tema diskusi?? kalo mengaitkan LPKB dengan revolusi kebudayaan yang ditulis RPKB bukan RBKP karena asal bacot itu baru contoh tidak ada sangkut pautnya. rene chen, saya mau tanya kenapa anda terlihat takut sekali membicarakan perilaku politik LPKB? pertanyaan ini juga berlaku untuk para pendukung LPKB irasional spt Min Hui?? anda takut borok para pujaan anda di LPKB itu akan terbongkar oleh sejarah?? mari miliki jiwa besar. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, rene chan [EMAIL PROTECTED] wrote: Min Hui, Anda bijak sekali dgn mengakhiri sport debat debit ini. Bukan saja topiknya menjadi OOT, juga sudah di campur aduk antara pendapat orang dan orang yg berpendapat, entah kenapa KT jadi ketularan membelok2kan subject, sedari nenanggapi Uly ttg LPKB menjadikan subject 'cina' vs 'tionghoa' dan menggunakan hubungan Min Hui dgn INTI sbg perbandingan. Kalau ingat2 tulisan pak Tanoto:). ujung2nya nanti juga akan ke Baperki/Siauw/LPKB/Sindhu/dll. hh.. kalau UUD (Ujung2nya Duit)masih ok saja, sapa tahu kebetulan saya yg paling ujung.. kan bisa cuan ciak namanya :):) Yaahhh... emang diskusi yg mengarah ke orang yg berpendapat sebaiknya di akhiri!! Gimana Mody se7 ??? rgds. rc --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui minhui@ wrote: Ho ho ho, memang luar biasa sobat saya yg satu ini, dari ber- salin rupa sampai ber-salin kata ;-) Hebat sekali subjek yg diganti: apa yang dibawa Min Hui?? Ck ck ck. Moderators dan teman2 yg terhormat, mohon tanggapannya, selama saya bergabung di BT, apa yang saya bawa ke BT sehingga menimbulkan ke-khawatiran sebahagian temen2 senior BT yg lebih lama malang-melintang di milis ini? Maaf sekali sobat, saya tidak berminat melanjutkan perdebatan ini, selain tidak tepat pada orangnya juga saya sudah berjanji pada member2 senior BT bahwa saya tidak akan sekali-kali membawa/membahas diskusi yg tidak berkaitan dengan budaya-tionghoa di milis ini. Siapa yg salah baca, banyak yg bisa menilai. Salam, Min Hui -Original Message- From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of odeon_cafe Sent: Thursday, March 16, 2006 10:15 AM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui?? Bung Min Hui, Saya tidak dapat menemukan penjelasan kalau bung Karang Terjal mengaitkan INTI secara organisasi dengan keberpihakan bung Min Hui terhadap istilah cina. Sudah jelas INTI secara organisasi menggunakan istilah TIONGHOA. dan bung Karang Terjal pun tidak mengatakan kalau INTI menggunakan istilah `cina'. Jadi saya kira cukup jelas bahwa yang dimaksud bung Karang Terjal adalah bung Min Hui yang secara pribadi keluar dari kebijakan organisasi INTI yang saya kira juga memperjuangkan penggunaan kembali istilah tionghoa. Bung Min Hui suka salah baca. Berkali-kali anda keliru membaca tulisan lawan bicara anda. Saya kira anda sebaiknya belajar untuk fokus dan konsentrasi dalam membaca tulisan lawan bicara anda. Kembali, saya mendapati sebuah sikap yang pantas dipuji tentang menyesuaikan diri dari bung Min Hui selain dari sesepuh anda yang bernama John Towel itu terkait dengan penggunaan istilah cina dan tionghoa. Sekalipun, secara pribadi, saya tetap menolak menggunakan istilah `cina' di mana pun saya berada. Di forum sri bintang pamungkas atau di forum Fadlizon yang hendak mengusir semua orang Tionghoa dari Indonesia pun saya menggunakan istilah Tionghoa. Begitu pula saya menggunakan istilah Tionghoa pada saat berdialog dengan petinggi PDIP yang ketua umum-nya Ibu Megawati pernah ngomong sampai mati pun saya akan menggunakan istilah Tionghoa persis seperti soekarno dulu. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui minhui@ wrote: Sdr. Karang_Terjal, Maaf, kali ini saya sangat tidak senang dengan statement anda. Coba cari kembali di arsip saat debat tionghoa atau cina antara kita dan Pak ChanCT, saya tidak pernah sekali-kali mengaitkan dengan INTI. Dan dalam tiap perdebatan, itu adalah murni pendapat pribadi saya. Saya selalu menganggap bahwa kebebasan berpendapat adalah hak asasi manusia, makanya saya juga sangat menghargai teman2 yang tidak setuju dengan sebutan cina sebagaimana yang saya tulis dalam diskusi kita sebelumnya. Dalam pembahasan diskusi di milis tnet maupun budaya- tionghoa, saya selalu berusaha menggunakan
[budaya_tionghua] Re: SBKRI: Selayang pandang (Menyongsong UU Kewarganegaraan yang Baru).....apa kiatnya?
Rinto, ternyata kamu juga berpendapat bahwa SBKRI itu tidak diskriminatif. Begini, saya hanya akan pake logika sederhana saja. Sampai saat ini, saya mengetahui ada 3 aturan yang hendak membatalkan SBKRI. 1. Keputusan Menteri Kehakiman No. M D-HL.04.10 (1992) 2. Surat Menteri Kehakiman kepada Mentri Dalam Negeri No.M.UM.01-109 (1992) 3. Kepres No. 56 tahun 1996. Logika sederhananya, apabila SBKRI tidak diskriminatif, mengapa pula terdapat keputusan menteri sampe Soeharto juga tampak terpaksa menganulir SBKRI untuk Tionghoa itu?? Masalahnya kemudian, di bawah Kepres atau PP masih ada PERDA dan aturan-aturan lebih di bawah lagi. Karena praktek SBKRI sudah berurat mengakar maka Kepres pun tidak dihiraukan. Karena sudah terlalu ruwet. Hasil dari kerja rezim soeharto dan CSIS. Maka di mananya tidak diskriminatif atau paling tidak bermasalah?? Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Rinto Jiang [EMAIL PROTECTED] wrote: Nasir Tan: hehehe:-)) Jadi persoalannya adalah karena penyimpangan dari pelaksanaan SKBI nya tohberarti SKBI sendiri bukan masalah yah..!! Nah sekarang wa mau nanya sama Ko Rinto nih, : Apa kira-kira kita yang kami harus upayakan agar penyalahgunaan dilapangan tidak terjadi lagi ( minimal menimize)sehingga kalaupun kita2 ini harus mengurus SKBI tidak bertele-tele atau dipersulit lagi? salam, Nasir Tan Rinto Jiang: Kenapa harus mengurus SBKRI? Kita harus tahu bahwa penyertaan SBKRI secara resmi sudah dibatalkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1996, diperkuat oleh Habibie pada tahun 1999. Bila masih ada oknum2 yang nakal, itu oknum, itu karena di Indonesia pengertian hukum itu masih rendah. Mayoritas dari kita selalu ingin cepat, mudah dan tidak repot, konsekuensinya, uang pelicin. Ini yang sebenarnya menjadi sebab utama mengapa SBKRI masih terus menjadi permasalahan, bukan karena oknum2 itu peduli akan keamanan negara, takut si A itu WNI palsu (Cina Malaysia) yang mau bikin KTP dan paspor Indonesia biar mulus dalam usaha menebang hutan di Kalimantan, bukan !. Yang ada di dalam otak oknum2 tadi adalah, bila yang datang orang Tionghoa, maka mereka punya kesempatan untuk memanfaatkan SBKRI untuk melakukan pemerasan legal. Saya dari dulu sudah mulai menghimbau seluruh orang yang peduli akan negeri ini untuk melakukan aksi, jangan cuma berkoar2 di milis menghujat2 pemerintah atau oknum2 yang korup. Bagi yang punya waktu, cobalah untuk mengurus surat2 lewat jalan resmi, jangan lewat belakang atau lewat calo2. Bila dimintai SBKRI, jangan kasih, tunjukkan fotocopy Inpres dan Keppres yang sudah membatalkan keharusan menyertakan SBKRI bila mengurus surat2. Fotocopy itu ada di bagian Files milis, boleh didownload sendiri. Konteks memberantas oknum2 seperti ini ada 2 macam, top-down dan bottom-up. Top-down adalah niat pemerintah untuk melaksanakan penegakan hukum, sedangkan bottom-up adalah usaha kita, para korban pemerasan untuk melakukan perlawanan kecil. Top-down boleh dengan cara melaporkan sang oknum kepada atasan atau telepon hotline SBKRI yang saya kurang tahu masih aktif atau tidak. Namun, daripada mengharapkan niat pemerintah, lebih baik kita berusaha sendiri, tidak usah mengharapkan hasil dahulu, yang penting oknum2 tadi tahu bahwa kita sudah muak. Dengan demikian, mudah2an oknum2 tadi pelan2 akan sadar bahwa orang Tionghoa bukan sapi2 perahan yang tetap tinggal diam bila digertak dan diperas. Tapi, sebaliknya, bila kita di satu pihak juga mendapat keuntungan dari kolusi (orang memeras, kita menyuap), maka kita tak berhak menyumpahi sang oknum, karena ini adalah mutualisme. Rinto Jiang .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Re: Ulysee dan Mao Zedong--protes moderator
saya agak bingung mau menanggapi orang yang bernama Beni Tanoto ini. tetapi pertanyaan saya kepada moderator yang meloloskan posting yang sama sekali tidak membahas tema diskusi. berulang kali saya baca tulisan orang yang bernama bh_tanoto ini. tidak menyentuh substansi posting saya. cuma menuding-nuding dan menebar gosip-gosip murahan. ini terakhir kali saya merespon posting sdr. Bh_tanoto. untuk selanjutnya, saya tidak bersedia menanggapi isi dan tudingan tanpa bukti dan tanpa argument yang jelas. saya tidak akan menuntut balik atas tudingan terhadap ex-baperki, siapa pun yang dimaksud oleh bh-tanoto. karena omongan murahan seperti ini memang tidak perlu dikomentari. kepada moderator, saya kira mesti bijak dalam menggapprove posting seperti posting bh-tanoto ini. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, bh_tanoto [EMAIL PROTECTED] wrote: Ngomong putar puter buntutnya ya itu lagi, itu lagi. Shindunata, Hary Tjan Silalahi, Junus Jahja, Siauw Giok Tjhan, CSIS, LPKB, Baperki, dsb. Sofjan Wanadi dan Jusuf Wanadinya kemana, lupa? Sekarang musuhnya tambah lagi, T-net yang ngeban dia karena bikin kacau. Anak Siauw Giok Tjhan sendiri yang tokoh Baperki juga aktif nulis di tnet, tidak ada masalah, malah banyak yang hormat dia. Tnet anggotanya banyak orang pinter, ada propesor, doktor, master, yang sarjana tak terhitung lagi. Kamu sendiri pernah sekolah apa sih? SMA tamat tidak? Diskusi disitu tinggi bobotnya tidak bolak balik soal Baperki dan LPKB melulu. Beberapa kali dia bikin tnet palsu dan bikin milis sendiri buat saingin tnet, tapi semua bangkrut tak laku. Muak aku liat setan kuburan yang tak tahu diri ini. Sadar bung, dimilis ini juga kamu sudah tidak disukai. Ini milis budaya bukan milis politik, jangan bawa2 urusan politik basi ke milis ini. Buat yang belum tahu, yang ngaku odeon cafe ini sebenarnya setan kuburan dengan alias segudang. Sub Rosa II, alias mayat perempuan, alias Kenken, alias Ken Kertapati, alias Gending Suralaya, alias vibriiyanti (yang kirim tulisan cabul ke member bt), alias abbadon_mason, alias Ignatius Loyola, alias sangraal_77, alias Michael, alias kuburan_tua, dan masih banyak lagi alias2 lain yang bau kuburan dan bau mayat. Yang aneh ini orang pengangguran tidak punya kerja, tapi bisa aksi terus ngerokok Dji Sam Su (234) yang mahal, maen internet terus2an, dari mana duitnya? Tulisan dia dibeberapa milis selalu seputar kejahatan LPKB dan kehebatan Baperki. Gua jadi curiga jangan2 orang ini digaji sama ex Baperki buat bikin provokasi anti LPKB di milis dan rencana menghidupkan kembali Baperki. Member milis budaya tionghoa harap ati2 jangan sampe kepengaruh provokator ini. maap moderator, gua tahu nulis begini sebenarnya tidak boleh, tapi musti pigimana buat kasi tahu kalian semua. Beny Husen Tanoto (Tan Beng Hoat) --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@ wrote: Dear Ulysee yang baik, Kamu adalah seorang pendukung SBKRI atas saran orang-orang Tnet. Saya mau sharing dengan kamu masalah ini. Saya tidak tau mana yang benar, tetapi tentunya sebagai seorang yang waras seperti kamu tentu kamu memiliki landasan berpikir mengapa mengatakan SBKRI itu tidak diskriminatif. Saya memandang SBKRI itu tidak etis. Nah, mungkin saya salah. untuk itu, saya minta kamu juga menerangkan mengapa kamu bilang SBKRI itu diskriminatif. Ini argumentasi saya Salah satu pembelaan terhadap praktek SBKRI adalah argumentasi Pak Yusril Izra Mahendra tentang klaim Mao Zedong atas warganegara etnis Tionghoa. Apakah warisan sejarah itu menjadi dasar dibenarkannya praktek SBKRI? Saya katakan jelas TIDAK. Tetapi argumentasi pembenaran ini ternyata dimakan oleh begitu banyak Tionghoa sehingga banyak yang menjadi kabur atas perjuangan sebagian besar sodara-sodara Tionghoa untuk menghapuskan praktek SBKRI. Patut diakui memang terdapat dilema seputar aturan kewarganegaraan. Bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Disebabkan oleh ketidak-samaan asas yang diberlakukan di setiap negara. Tetapi persoalan itu di negara lain tidak serumit apa yang terjadi atas Tionghoa di Indonesia. Tionghoa pun memiliki masalah kewarganegaraan terkait dengan policy RRT dan RI. Tetapi seharusnya, apabila terdapat good political will untuk menyelesaikannya, tentu masalah kewarganegaraan ini tidak berlarut-larut sampai sekarang. Masalah bertambah rumit pada saat kita tidak memiliki BAPERKI lagi. Akibat dari asas ius sanguinis yang diberlakukan Tiongkok sejak zaman Qing, Sun Yat Sen, Kuomintang sampai RRT. RI ternyata menerapkan ius soli lewat UU No. 3/1946. Hal ini menjadikan etnis Tionghoa mendapat dwi-kewarganegaraan tanpa disadari oleh mereka-mereka yang sudah bergenerasi tinggal menetap di Indonesia. Etnis tionghoa tidak pernah meminta
[budaya_tionghua] Re: Azas hukum kewarganegaraan
Pak Danardono benar, Bahwa nasionalisme seseorang tidak dilandasi oleh latar etnisitasnya. Sumbangsih seseorang untuk kemajuan bangsa dan negara tidak didasari oleh faktor etnisitasnya. Sehingga yang paling penting dilakukan adalah menciptakan ruang yang kondusif agar potensi positif seseorang untuk negara itu bisa berkembang. Dari pada meributkan latar etnisitas dan memprovokasi teori `asimilasi' apalagi menuding-nuding kalo tionghoa itu ekslusif tapi melupakan substansi permasalahan yang memiskinkan negara. Setau saya, Pak Siauw Giok Tjhan menolak kampanye- kampanye `asimilasi'. Karena menurut beliau kampanye itu tidak mengupas akar masalah kemiskinan bangsa dan negara. Sehingga tidak punya arti untuk dibicarakan apalagi dikampanyekan. Dari pada omong masalah ganti nama, kawin campur dsb maka akan lebih baik membicarakan masalah nation building, sistem ekonomi kerakyatan dan penciptaan demokratisasi di Indonesia. Saya kira pendapat bahwa sejak proklamasi golongan asli tidak pernah memiliki faktor ekonomi negeri tidak benar-benar tepat. Apalagi kalau kemudian golongan Tionghoa disebut-sebut sebagai penguasa sektor ekonomi Indonesia. Dari contoh perilaku hari-hari, saya berani konfirmasi bahwa kemiskinan rakyat banyak tidak mesti menjadi `kemiskinan' para pejabat. Begitu juga sebaliknya, kemakmuran para pejabat sampe perut mereka buncit tidak berarti kesejahteraan negara dan rakyat. Sejatinya adalah post-post penting ekonomi dikuasai oleh perusahaan asing yang mengeruk nilai tak terhingga. Negara dan bangsa hanya mendapat sedikit sekali. Segelintir elite dan pejabat mungkin mendapat porsi lebih banyak. Tetapi untuk rakyat, sangat memprihatinkan. Di samping perampokan perusahaan-perusahaan besar asing, kekayaan alam Indonesia juga dikelola dengan amat tidak efisien oleh BUMN. Perusahaan Listrik selalu merugi, komunikasi tidak pernah capai break even point, transportasi entah merugi berapa. Belum lagi perusahaan-perusahaan tambang dan minyak yang dikelola oleh BUMN. Semuanya merugi total. Kok bisa begitu?? Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote: Pada dasarnya, sebagai bekas jajahan Belanda, Indonesia mengikuti azas ius sanguinis, seperti hampir semua negara negara kontinental Eropa. Anak dari orang Indonesia adalah automatis orang Indonesia. Anak orang asing adalah orang asing. Hal ini juga diterapkan dihampir semua negara Eropa, sebagai warisan hukum. Namun, dengan timbulnya migrasi besar besaran, maka azas ini tak menyelesaikan masalah, malah meruwetkan. Jutaan orang Turki bermukim di Jerman. Karena itu di-introduksi azas campuran, antara ius soli dan ius sanguinis. Orang asing, yang walau keturunan asing (ius sanguinis), namun telah berada di negara Eropa sejak beberapa tahun ber-turut turut, atau lahir di negara Eropa, berhak mendapatkan kewarganegaraan negara Eropa (ius soli). Di Setiap negara Eropa, teman teman yang sudah menjadi warganegara Eropa dapat menjadi saksi, tidak membedakan antara warganegara mereka yang sudah menjadi warganegara, apakah ia sudah sejak sebelum Yesus lahir sudah disana, atau yang baru kemarin menjadi warganegara. Semua warganegara Eropa wajib memiliki Surat Tanda Kewarganegaraan. Semua warganegara memiliki hak dan kewajiban yang sama, sampai dipilih dan memilih. Menjalankan wajib militer, dsb. Demikian, Indonesia juga harus memperlakukan warganya, apakah dia sudah jadi kawula Nusantara sejak zaman Gajah Mada, atau baru kemarin sore, secara sama. Masalah yang ada, dibelakang sandiwara kewarganegaraan ini, adalah, kesenjangan dan kecemburuan sosial. Indonesia merdeka dari Belanda, tetapi dari awalnya tak pernah menjadi pemilik faktor ekonomi dinegara ini. Mereka lalu membentengi diri dibalik status asli, dimana mereka berhak menduduki pos pos strategis, terutama militer dan polis, pejabat pamong praja. Sentiment anti Tionghoa menjiwai banyak sekali pemerintahan di Indonesia, dari sejak awalnya. Ini terlihat dari kebijaksanaan yang dibuat dibidang kewarganegaraan. Kelompok India, Pakistan, Arab, tak pernah ditakuti, karena jumlahnya hanya segelintir. Kekhawatiran ini masih menghantui sosok pemerintah kita, hampir tanpa kecuali. Pak Harto bersemangat berkerjasama dengan segelintir keluarga Tionghoa,yang dibuatnya menjadi kayaraya, namun setia dan selalu menurut perintah. Namun at the same time, pak Harto menyadari, potensi massa Tionghoa secara keseluruhan, bila diberi keistimewaan seperti Oom Liem dkk. Baperki, berupaya mati matian untuk menjembatani jurang antara kelompok Tionghoa dan bangsa Indonesia, dan memberikan motivasi masyarakat Tionghoa untuk berjuang disisi kaum nasionalis melawan kapitalisme global dan kelompok fasis kanan. Baperki berhasil menggalang kekuatan nasional saudara saudara Tionghoa yang berdiri bahu membahu dengan kelompok nasionalis
[budaya_tionghua] Re: Menyongsong UU Kewarganegaraan yang Baru
Ulysee benar, bahwa baik asas ius sanguinis maupun ius soli adalah netral. Begitu juga dengan stelsel pasif maupun aktif. Tetapi permasalahannya adalah ketepatan asas dan sistem kewarganegaraan yang dipakai dengan kondisi sosio-kultur-politic negeri yang bersangkutan. Netralitas asas dan stelsel itu dapat hilang apabila dalam praktek di lapangan didasari oleh semangat diskriminatif dan rasis. BAPERKI yang dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan memperjuangkan asas ius soli dengan stelsel passif. Asas dan sistem ini juga didukung oleh keturunan Arab. Melihat rendahnya pengetahuan tentang hukum dan kewarganegaraan sebagian besar penduduk indonesia maka tampaknya ius soli dengan stelsel passif adalah asas dan sistem yang paling tepat untuk Indonesia. Blum lagi kalau melihat tidak terjangkaunya sosialisasi kewarganegaraan apabila memakai asas ius sanguinis dan stelsel aktif. Paling tidak, itulah pengalaman selama ini dengan menggunakan asas ius sanguinis dan stelsel passif yang menjiwai UU. No 62/1958. Saya mengucapkan selamat atas tambahan pengertian tentang SBKRI untuk ulysee. Ternyata pergaulan anda dengan konco-konco t-net telah mampu mengubah persepsi anda tentang diskriminasi terkait dengan kasus SBKRI dan tionghoa. Saya kutip butir pasal dari UU No.62/1958 yang menjadi payung hukum diterbitkannya SBKRI oleh Soeharto lewat berbagai inpres. Peraturan penutup UU No.62/1958 pasal IV berbunyi: barang siapa perlu membuktikan bahwa ia warga-negara Indonesia dan tidak mempunyai surat bukti yang menunjukkan bahwa ia mempunyai atau memperoleh atau turut mempunyai atau turut memperoleh kewarganegaraan itu, dapat minta kepada Pengadilan Negeri dari tempat tinggalnya untuk menetapkan apakah ia warga-negara Republik Indonesia atau tidak menurut acara perdata biasa. Dari bunyi pasal ini, tentu tidak ada yang tidak baik atau khusus diperuntukan bagi kalangan etnis tionghoa. tetapi lihat aturan pelaksana dibawahnya spt Peraturan Menteri Kehakiman No. JB3/4/12 Maret 1978, tentang SBKRI. Eniwei, saya tidak akan memperdalam masalah hukum perundangan- perundangan secara detail kali ini. Saya lebih mau berkutat pada politisasi SBKRI yang kamu anggap tidak diskriminatif itu. Kekacauan terjadi pada saat seseorang tidak memahami term SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN dan SBKRI yang selama ini ramai digugat. Sebuah surat Bukti Kewarganegaraan itu mutlak perlu dalam sistem ketata-negaraan sebuah negara. Tetapi SBKRI bagi Tionghoa itu adalah kebijakan diskriminasi yang berdampak sangat buruk dalam prakteknya. Implikasinya selain masalah materi juga psikologis. Orang tionghoa merasa dibedakan dari warga-negara lain. Surat bukti kewarganegaraan itu bisa akte lahir, KTP dll. Di berbagai negara surat bukti kewarganegaraan itu tidak seperti yang dialami oleh etnis tionghoa di Indonesia. Asas kewarganegaraan Indonesia hanya mengenal dua macam warga-negara yaitu WNI dan WNA. Kita juga tidak mengenal adanya stateless. Tetapi penyelesaian masalah dwi kewarganegaraan yang dibatalkan secara sepihak oleh soeharto menghasilkan penduduk stateless di dalam Indonesia. Ironisnya, golongan stateless ini adalah golongan yang telah lahir dan menetap di Indonesia selama bergenerasi-generasi. Dan RUU Kewarganegaraan yang saat ini dibicarakan di parlement, salah 1 tujuannya, adalah menyelesaikan masalah stateless ini. Nah, yang dimaksud dengan SBKRI itu adalah 6 jenis formulir plus formulir C dan D untuk mereka-mereka yang pernah ikut pemilu 55 dan para pegawai negeri, militer dan mereka-mereka yang berjasa untuk negara. Lantas dibuatkanlah satu buku seperti passport oleh think tank CSIS dan direstui oleh soeharto. Dokumen ini kemudian dikenal sebagai SBKRI. Tetapi seluruhnya SBKRI itu ada 9 jenis dokumen kewarganegaraan. Khusus di jakarta, diperlukan formulir K1 untuk membuat KTP. Coba bandingkan dengan penduduk lain. Untuk mengurus segala keperluan dokument itu bukan hal yang mudah. Selalu ada praktek korupsi di lapangan. Itu yang selalu dikeluhkan oleh tionghoa miskin. Segini dulu, lanjutan pembahasan tentang SBKRI dan kebijakan Mao Zedong seperti yang selalu diungkap oleh si martin dari tnet yang selalu memakai penjelasan Yusril Izra Mahendra, saya lampirkan di posting tersendiri. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya pribadi sih enggak percaya ada hubungannya CIA dengan ketentuan adanya SBKRI di Indonesia. Kalau hubungannya dengan politik luar negri dengan RRC taon 40-50 an, nah saya YAKIN ada, heheheh. Dan saya masih tidak yakin penghapusan SBKRI akan bisa dilaksanakan. Dan masih curiga janji penghapusan ini apa bukan angin surga saja? Selain sejarahnya nongol itu surat, diberati pula urusan 'politik luar negri' termasuk diantaranya yang mengatur hak dan kewajiban negara terhadap warganegaranya. Jadi harus jelas itu dibedakan mana yang warganegaranya, yang merupakan tanggung jawabnya dan mana
[budaya_tionghua] Revisi: UU No. 62/1958= ius sanguis, berstelsel aktif
Revisi sedikit: Telah terjadi salah ketik di posting saya untuk ulysee. Yang saya maksud adalah UU No. 62/1958 itu berasas ius sanguinis dan stelsel aktif. Jagi bukan seperti yang saya tulis sebelumnya yaitu : Paling tidak, itulah pengalaman selama ini dengan menggunakan asas ius sanguinis dan stelsel passif yang menjiwai UU. No 62/1958. Yang benar adalah: Paling tidak, itulah pengalaman selama ini dengan menggunakan asas ius sanguinis dan stelsel AKTIF yang menjiwai UU. No 62/1958. Mohon pengertiannya. Thanks Sub-Rosa II .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Ulysee dan Mao Zedong
Dear Ulysee yang baik, Kamu adalah seorang pendukung SBKRI atas saran orang-orang Tnet. Saya mau sharing dengan kamu masalah ini. Saya tidak tau mana yang benar, tetapi tentunya sebagai seorang yang waras seperti kamu tentu kamu memiliki landasan berpikir mengapa mengatakan SBKRI itu tidak diskriminatif. Saya memandang SBKRI itu tidak etis. Nah, mungkin saya salah. untuk itu, saya minta kamu juga menerangkan mengapa kamu bilang SBKRI itu diskriminatif. Ini argumentasi saya Salah satu pembelaan terhadap praktek SBKRI adalah argumentasi Pak Yusril Izra Mahendra tentang klaim Mao Zedong atas warganegara etnis Tionghoa. Apakah warisan sejarah itu menjadi dasar dibenarkannya praktek SBKRI? Saya katakan jelas TIDAK. Tetapi argumentasi pembenaran ini ternyata dimakan oleh begitu banyak Tionghoa sehingga banyak yang menjadi kabur atas perjuangan sebagian besar sodara-sodara Tionghoa untuk menghapuskan praktek SBKRI. Patut diakui memang terdapat dilema seputar aturan kewarganegaraan. Bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Disebabkan oleh ketidak-samaan asas yang diberlakukan di setiap negara. Tetapi persoalan itu di negara lain tidak serumit apa yang terjadi atas Tionghoa di Indonesia. Tionghoa pun memiliki masalah kewarganegaraan terkait dengan policy RRT dan RI. Tetapi seharusnya, apabila terdapat good political will untuk menyelesaikannya, tentu masalah kewarganegaraan ini tidak berlarut-larut sampai sekarang. Masalah bertambah rumit pada saat kita tidak memiliki BAPERKI lagi. Akibat dari asas ius sanguinis yang diberlakukan Tiongkok sejak zaman Qing, Sun Yat Sen, Kuomintang sampai RRT. RI ternyata menerapkan ius soli lewat UU No. 3/1946. Hal ini menjadikan etnis Tionghoa mendapat dwi-kewarganegaraan tanpa disadari oleh mereka-mereka yang sudah bergenerasi tinggal menetap di Indonesia. Etnis tionghoa tidak pernah meminta dwikewarganegaraan. Banyak juga yang tidak sadar bahwa dirinya ber- dwikewarganegaraan. Penyelesaian tentang dwi kewarganegaraan yang dimiliki oleh etnis Tionghoa di Indonesia dilakukan di tahun 1955 oleh PM Chou En Lai dan PM Ali Sastroamidjojo dan menlu Sunario. Dalam proses perjanjian tersebut, pemerintah RRT menyerahkan sepenuhnya mekanisme penyelesaian kepada pemerintah RI. Hal ini merupakan pertanda good will dari RRT untuk menyelesaikan masalah dwi-kewarganegaraan. Siauw Giok Tjhan memberi masukan kepada PM Chou. Lantas perjanjian penyelesaian dwi kewarganegaraan itu disempurnakan dengan exchange of notes. Siauw Giok Tjhan berpendapat bahwa mereka yang pernah ikut pemilu, pernah disumpah setia kepada RI spt militer, PNS dan mereka- mereka yang berjasa untuk RI, orang Tionghoa yang berprofesi tani dan nelayan otomatis WNI. Siauw juga menolak stelsel aktif yang disepakati oleh perjanjian tersebut. Tapi kemudian tetap saja stelsel aktif itu dilakukan. Jauh sebelum itu, terdapat argument bahwa kewarganegaraan RI tidak harus diobral sedemikian murah untuk orang Tionghoa. sehingga stelsel aktif dirasakan baik dan fair. Kalau merujuk pada exchange of notes atas saran Siauw Giok Tjhan ini maka orang Tionghoa yang ikut serta di pemilu 55, pegawai negeri sipil, militer, tani, nelayan, adalah otomatis WNI, tanpa perlu mengajukan pewarganegaraan lagi. BAPERKI memainkan peran penting dalam praktek lapangan penyelesaian dwi-kewarganegaraan. BAPERKI membantu orang-orang Tionghoa untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. BAPERKI juga melakukan sosialisasi sampe ke pedalaman desa yang tidak mungkin dijangkau oleh biro penerangan negara yang bekerja malas-malasan. BAPERKI juga tidak memungut bayaran bahkan memberi subsidi penuh bagi tionghoa yang tidak mampu bayar materai dll. Seandainya BAPERKI masih ada, tentu masalah SBKRI tidak akan terlalu dirasa mengganggu. Tetapi perjanjian dwi-kewarganegaraan dibatalkan secara sepihak oleh Soeharto. Harry Tjan Silalahi berargument bahwa orde baru konsisten dengan aturan kewarganegaraan tunggal. Junus Jahja berkomentar untuk menjadi WNI maka orang Tionghoa harus membayar harganya yaitu menanggalkan kultur, etnisitas, ganti nama, gak usah lagi merayakan imlek dsb. Lantas di tahun 78 mulailah SBKRI itu mulai diterapkan. Orang Tionghoa, siapa saja, diharuskan memiliki SBKRI. Seharusnya SBKRI hanya diberlakukan untuk mereka yang naturalisasi, bukan dari etnisitasnya. Anak dari orang yang naturalisasi pun tidak perlu memakai atau memiliki SBKRI karena orang tuanya telah naturalisasi. SBKRI dirumuskan di gedung CSIS yang dihadiri oleh antara lain Sindunata dkk. Atas biaya dari Oom Liem. Lantas keluarlah itu Peraturan Menteri Kehakiman No. JB 3/4/12 tanggal 14 Maret 1978. awalnya SBKRI hanya diberlakukan di beberapa kota saja. Tidak di seluruh penjuru. Tetapi pada akhirnya, tionghoa di seluruh penjuru harus punya SBKRI. Lantas Oom Liem bagi-bagi duit kepada komunitas Tionghoa di beberapa daerah untuk dibuatkan SBKRI. Lalu, Oom Liem dianggap sebagai pahlawan
[budaya_tionghua] Re: SBKRI: Selayang pandang (Menyongsong UU Kewarganegaraan yang Baru).....apa kiatnya?
saya rasa tidak semudah itu rinto. bagaimana dengan kasus walikota semarang yang secara resmi memberlakukan SBKRI?? btw, kamu tau apa gak sih apa itu SBKRI?? jangan-jangan sama sekali gak tau juga nih. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Rinto Jiang [EMAIL PROTECTED] wrote: Rinto Jiang: Kenapa harus mengurus SBKRI? Kita harus tahu bahwa penyertaan SBKRI secara resmi sudah dibatalkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1996, diperkuat oleh Habibie pada tahun 1999. Bila masih ada oknum2 yang nakal, itu oknum, itu karena di Indonesia pengertian hukum itu masih rendah. Mayoritas dari kita selalu ingin cepat, mudah dan tidak repot, konsekuensinya, uang pelicin. Ini yang sebenarnya menjadi sebab utama mengapa SBKRI masih terus menjadi permasalahan, bukan karena oknum2 itu peduli akan keamanan negara, takut si A itu WNI palsu (Cina Malaysia) yang mau bikin KTP dan paspor Indonesia biar mulus dalam usaha menebang hutan di Kalimantan, bukan !. Yang ada di dalam otak oknum2 tadi adalah, bila yang datang orang Tionghoa, maka mereka punya kesempatan untuk memanfaatkan SBKRI untuk melakukan pemerasan legal. Saya dari dulu sudah mulai menghimbau seluruh orang yang peduli akan negeri ini untuk melakukan aksi, jangan cuma berkoar2 di milis menghujat2 pemerintah atau oknum2 yang korup. Bagi yang punya waktu, cobalah untuk mengurus surat2 lewat jalan resmi, jangan lewat belakang atau lewat calo2. Bila dimintai SBKRI, jangan kasih, tunjukkan fotocopy Inpres dan Keppres yang sudah membatalkan keharusan menyertakan SBKRI bila mengurus surat2. Fotocopy itu ada di bagian Files milis, boleh didownload sendiri. Konteks memberantas oknum2 seperti ini ada 2 macam, top-down dan bottom-up. Top-down adalah niat pemerintah untuk melaksanakan penegakan hukum, sedangkan bottom-up adalah usaha kita, para korban pemerasan untuk melakukan perlawanan kecil. Top-down boleh dengan cara melaporkan sang oknum kepada atasan atau telepon hotline SBKRI yang saya kurang tahu masih aktif atau tidak. Namun, daripada mengharapkan niat pemerintah, lebih baik kita berusaha sendiri, tidak usah mengharapkan hasil dahulu, yang penting oknum2 tadi tahu bahwa kita sudah muak. Dengan demikian, mudah2an oknum2 tadi pelan2 akan sadar bahwa orang Tionghoa bukan sapi2 perahan yang tetap tinggal diam bila digertak dan diperas. Tapi, sebaliknya, bila kita di satu pihak juga mendapat keuntungan dari kolusi (orang memeras, kita menyuap), maka kita tak berhak menyumpahi sang oknum, karena ini adalah mutualisme. Rinto Jiang .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Re:Rinto Re: SBKRI: Selayang pandang (Menyongsong UU Kewarganegaraan yang Baru).....apa kiatnya?
Oom Chan, Saya juga bingung dengan kebijakan kewarganegaraan yang diterapkan oleh RI pasca UU No.3/1946 yang berasas ius soli dan stelsel passif. Logikanya, apabila sebuah aturan lama dirasakan tidak akomodatif, menimbulkan kekacauan maka aturan baru dibentuk. Tetapi nyatanya, pemberlakuan UU No.3/1946 tidak menimbulkan masalah, paling tidak sebesar penerapan UU No.62/1958. terlebih lagi pada saat orde baru melaksanakan UU No.62/1958 dengan konsekuen menurut Harry Tjan Silalahi. Pemerintah pasca reformasi, terutama pada saat Yusril Izra Mahendra menjabat menteri malah menyalahkan Mao Zedong. Sedangkan Yusril ini profesor dan ahli hukum. Padahal, PM Chou En Lai telah menunjukan itikad baik dan tidak lagi mengklaim etnis Tionghoa di Indonesia sebagai warganegara Tiongkok. PM Chou menyerahkan seluruh mekanisme dan keinginan dari pemerintah RI yang ia kira akomodatif karena pemimpinnya Soekarno. Syukur sekarang ini sedang diupayakan pembenahan UU Kewarganegaraan. Saya lihat Pak Slamet Efendy Yusuf, Beni H. Karman sangat terbuka. Terlebih lagi pada saat Ibu Nursyahbani masuk Panja. Mahfud MD pun sangat revolusioner pemikirannya. Mordaya Poo agak bingung. Beruntung masih ada Rudyanto Chen, Tionghoa Bangka dari Fraksi PDI-P yang jadi anggota Pansus kewarganegaraan. Semoga UU Kewarganegaraan kita nanti bisa lebih akomodatif. Sekalipun, tampaknya ius sanguinis masih tetap dipegang sebagai asas primer. Hanya saja penekanan kategori asli dan tidak asil akan dihapus. Jadi semua orang yang lahir di Indonesia dinyatakan WN asli. Tapi UU Kewarganegaraan ini belum tentu menyelesaikan semua masalah. Kalau aturan pelaksana di tingkat lebih bawah mulai dari PP sampe kelurahan tidak diubah. Kalau catatan sipil masih pake UU Belanda yang membagi 3 golongan penduduk menurut etnisitas tidak dicabut maka problem kewarganegaraan ini masih akan berlanjut. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ChanCT [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau boleh saya ikut nimbrung, memberikan sedikit pendapat, ya. Untuk dipikirkan bersama: 1. Lebih baik kita tidak mempersoalkan munculnya SBKRI ditahun 58 ada tidak latar belakang CIA. Katakanlah itu muncul dari pemerintah RI sendiri saja; 2. Bagaimanakah sebaiknya kita memperlakukan jutaan etnis Tionghoa yang sudah hidup ratusan tahun di Nusantara ini? Sebanyak mungkin bisa diperlakukan sebagai warganegara Indonesia atau sebanyak mungkin dijadikan warganegara asing (Tiongkok)? Pertentangan pendapat ini, semula pejuang-kemerdekaan RI telah menetapkan jawaban pertama, yaitu menghendaki sebanyak mungkin etnis Tionghoa menjadi warganegara Indonesia, dengan prosedur yang paling sederhana. UU Kewarganegaraan tahun 46 telah menetapkan berasaskan ius Soli, tempat kelahiran yang menentukan seseorang sebagai warganegara Indonesia. Dan yang dijalankan adalah stelsel pasif, artinya, semua etnis Tionghoa yang lahir di Indonesia dinyatakan otomatis menjadi warganegara Indonesia, kecuali menggunakan hak repudiatie yang diberi waktu 2 tahun untuk menolak warganegara Indonesia dan menjadi warganegara Tiongkok, atau setelah dewasa mengajukan penolakan warganegara Indonesia dan menyatakan menjadi warganegara Tiongkok. Tapi, pihak pemerintah Tiongkok Nasionalis ketika itu yang berasaskan ius Sanguinus, berkeras mengklaim etnis Tionghoa, orang- orang yang berdarah Tionghoa juga sebagai warganegara Tiongkok. Dan adanya sementara pejabat pemerintah RI yang juga berkeinginan lebih banyak etnis Tionghoa menjadi nasing, maka keputusan UU No.3 tahun 46 itu selalu dimentahkan kembali, dan akhirnya dikeluarkan UU No.62 tahun 58 itu, yang menuntut etnis Tionghoa lebih dahulu memilih menjadi warganegara Indonesia, diberlakukan stelsel aktif. Jadi, etnis Tionghoa di Indonesia baru menjadi warganegara Indonesia setelah maju kedepan pengadilan negeri dan mendapatkan SBKRI! PM Zhou En-lai yang mewakili RRT dalam perundingan Dwi Kewarganegaraan RI-RRT, sudah dengan tegas menyatakan: sepenuhnya menyerahkan kebijaksanaan pada Pemerintah RI untuk menetapkan siapa yang diharuskan memilih kembali kewarganegaraan Indonesia, dan sepenuhnya memberikan hak pada setiap etnis Tionghoa untuk menentukan pilihannya. Bahkan secara tidak resmi, PM Zhou menganjurkan etnis Tionghoa menjadi warganegara Indonesia, yang baik- baik yang patuh dan mentaati UU pemerintah RI. Jadi, saat itu, Pemerintah Tiongkok juga sudah tidak berkeras mengklaim etnis Tionghoa sebagai warganegara Tiongkok lagi, sepenuhnya menyerahkan kebijaksanaannya pada pemerintah RI! Banyak masalah yang timbul dengan diberlakukannya stelsel aktif, diharuskannya etnis Tionghoa lebih dahulu maju kedepan pengadilan negeri untuk mendapatkan SBKRI. Karena semua oarang dari golongan etnis Tionghoa segera berubah menjadi asing, sebelum mendapatkan SBKRI! Pemerintah RI tidak memperhitungkan begitu banyaknya, jutaan orang harus maju seketika kedepan pengadilan negeri baru bisa jadi
[budaya_tionghua] Re: (oot) Tolak dan Revisi RUU Anti Pornografi/Pornoaksi
Bung Steve 75, Indonesia sepenuhnya negeri milik kita. Tionghoa pun punya saham di negeri ini. Banyak contoh partisipasi golongan Tionghoa dalam kelahiran NKRI. Contohnya, Angkatan Muda Tionghoa yang dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan dan Go Gien Tjwan ikut perjuangan 10 November di Surabaya. Tionghoa juga tercatat dalam kisah kelahiran konstitusi NKRI. Mulai dari badan BPUPKI sampai PPKI. Tionghoa tidak dapat dilepaskan dari perjalanan NKRI. Sekalipun banyak sekali usaha-usaha untuk memisahkan Tionghoa dari NKRI. Dahulu, di zaman Soekarno, catatan negara masih tertera nama-nama Tionghoa spt Tan Po Goan, Siauw Giok Tjhan, Ong Eng Die, Lie Kiat Teng, Oei Tju Tat dsb. Bahkan pernah ada tanda tangan dengan nama Tionghoa di lembaran uang negara Indonesia. Baru kemudian di era Soeharto dengan segala bentuk pemaksaan `asimilasi' yang diprovokasi oleh LPKB (pimpinan K. Sindhunata) yang didukung oleh Partai Katolik (Harry Tjan Silalahi) maka Tionghoa seakan tidak memiliki peran apa pun kecuali sebagai golongan perusak ekonomi. Bertambahlah kebencian masyarakat terhadap golongan Tionghoa. kebencian itu terus meradang pada saat segolongan elite Tionghoa yang menamakan diri sebagai cina orde baru melancarkan fitnah terhadap Tionghoa dengan berbagai macam provokasi spt tidak mau gaul, tidak mau kawin campur, selalu menonjolkan kecinaannya dsb. Pengakuan jujur cina pembohong ini mengkonfirmasi alasan kebencian irasional masyarakat menjadi sikap rasional wajar. Ganti nama merupakan kebijakan buruk yang menambah proses penghilangan partisipasi Tionghoa di negeri ini. Hasil akhirnya, Tionghoa tidak dikenal lagi secara formal. Padahal kenyataannya etnis Tionghoa masih eksis dalam interaksi sehari-hari. Apabila susi susanti memakai nama Tionghoa-nya maka kebaikan orang Tionghoa akan lebih dikenal. Begitu juga Brigjen Tedy Jusuf. Seandainya beliau memakai nama Tionghoa tentu saja, akan tercatat lebih jelas bahwa ada etnik Tionghoa yang berhasil jadi brigadir jenderal angkatan darat. Seandainya, Arief Budiman mengikuti jejak adiknya, Soe Hok Gie, dengan tidak mengganti nama Soe Hok Djin-nya maka tentu saja Indonesia akan lebih memiliki tokoh Tionghoa. Kwik Kian Gie, terlepas dari kesalahannya pernah mendukung Bakom PKB dan Prasetya Mulya, walau bagaimana pun membantu pembangunan citra positif tentang Tionghoa. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, steeve haryanto [EMAIL PROTECTED] wrote: Tanggapan: Kan benar juga ujungnya mereka juga yang teriak,:) sangat memalukan sekali...entahlah kawan mau dibawa kemana negara ini.Mereka menganggap bahwa ini negara adalah negara hasil mereka sendiri, mentang - mentang mereka jumlahnya besar dan tidak tersentuhkan. __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Re: (oot) Tolak dan Revisi RUU Anti Pornografi/Pornoaksi
Bung Bukhari saleh benar, Untuk memperjuangkan perikehidupan golongan Tionghoa-Indonesia mestinya tidak diartikulasikan dengan nada-nada emosi. Tetapi bung Bukhari juga saya minta tidak terlalu membesar-besarkan ungkapan seorang kawan sebagai salah satu bentuk `nada-nada emosi'. Saya rasa, ungkapan bung Steve hanyalah bentuk KEPRIHATIANNYA terhadap apa yang terjadi di negeri ini. Tentunya sikap ini didasari oleh kasihnya terhadap negeri ini. Kalau tidak ada kasih tentu tidak akan perhatian toch. Pembacaan saya terhadap tulisan Bro. Steeve bukan masalah tanda tangan di kain putihnya yang agak-agak memalukan. Tetapi pemaksaan yang terselip dari aksi tersebut. Secara serampangan RUU APP ini diklaim menjadi kepentingan islam. Dengan banyak-nya tokoh agama yang mendukung RUU APP ini dengan mengangkat argument dan mengutip- utip ayat-ayat suci. Mengesankan bahwa RUU APP ini adalah RUU yang membela kepentingan golongan islam. Hasilnya, bisa-bisa mereka yang menentang RUU APP disinyalir anti-islam. Padahal ini tidak benar. Hal ini persis sewaktu RRT membantu pemerintah Soekarno dalam menghadapi pemberontakan PRII/Permesta. Lantas gerakan bawah tanah masyumi dan PSI semerta-merta memprovokasi bahwa Tionghoa itu musuh islam. Saya rasa, hal ini penting juga diperhatikan oleh Bung Bukhari Salah sebagai salah satu sesepuh masyarakat milis Budaya Tionghoa ini. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau cuma seribu orang kumpul di satu tempat, orasi, tandatangan di kain putih, apanya yang memalukan, dan apanya yang mau dibawa ke mana negara ini? Jumlahnya juga tidak besar. Toh yang dilakukan pihak yang menentang RUU APP juga persis sama seperti itu, hanya mungkin beda tempat, yang satu di Al Azhar, satunya lagi di Bundaran HI. Jumlahnya juga lebih besar, kalau misalnya kita lihat yang terjadi di Denpasar. Banyak fakta seputar RUU APP yang lebih bisa ditonjolkan sebagai argumen untuk menolaknya. Seperti istilah pornoaksi-nya itu sendiri. Lalu sudah adanya semua isi RUU ini di KUHP. Juga batasan porno yang sempit tetapi multi-tafsir. Dan sebagainya, dan lain-lain. Kalau cara-cara mendukungnya atau menolaknya, gegap gempita sekalipun, sepanjang tidak anarkis, itu sah-sah saja. Untuk kesekian kalinya saya sarankan kita musti bicara lebih berdasarkan fakta dan mengurangi emosi di milis ini. Much, much more effective untuk Indonesian-Chinese cause yang hendak kita bawakan! Wasalam. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] SPLIT PERSONALITY
SPLIT PERSONALITY Oleh: Kenken LIE TEK TJENG, seorang akademisi terkemuka di zaman Orde Baru, dalam makalah Tentang Asimilasi (1967) yang disampaikan pada Seminar Angkatan Darat 1966 menyatakan orang Tionghoa yang setelah 1945 menjadi warga negara Indonesia dapat digambarkan sebagai penderita sakit jiwa, split personalities, dalam arti bahwa mereka tidak mempunyai orientasi tegas kepada serta identifikasi penuh dengan Indonesia . Tentunya, Dr. Lie Tek Tjeng tidak sedang mengkaji persoalan medis melainkan sedang mencoba mengupas fenomena sosial- politik tentang relasi antara identitas etnis orang Tionghoa dengan identitas kewarganegaraan Republik Indonesia. Makalah ini menjadi menarik pada saat Dr. Lie Tek Tjeng menggunakan penggambaran penyakit medis yaitu split personalities untuk menerangkan persoalan politik. Term split personality muncul di abad 19 setelah Louis Stevenson menulis cerita tentang seorang manusia dengan dua karakter kepribadian berbeda yaitu Dr. Jackle dan Mr. Hyde. Term split personality muncul kembali dalam pembahasan popular di tahun 1957 lewat buku The Three Faces of Eve karya C. H. Thigpen dan H. M. Checkley. Di tahun 1984, Thigpen dan Checkley menulis bahwa mereka meragukan adanya split personalities dalam dunia kenyataan. Split personalities, dalam dunia psikologi dikenal sebagai penyakit kejiwaan. Beberapa orang mengaitkan split personality dengan bipolar disorder atau manic depression, sebuah gangguan otak yang ditandai oleh perubahaan suasana hati yang drastis. Di Amerika, penderita penyakit ini diperkirakan berjumlah sekitar 2,3 juta orang. Penyakit ini berasal dari rusaknya fungsi biologis yang berakibat pada kelainan psikologis. Para peneliti bersepakat bahwa penyakit ini tidak disebabkan oleh faktor tunggal melainkan disebabkan oleh beberapa faktor yang bekerja secara bersamaan. Tetapi para ahli psikologi sampai saat ini belum mencapai kata sepakat tentang penyimpulan akhir peyakit ini. Pendapat lain mengaitkan split personality dengan penyakit schizophrenia yang diderita oleh 1% penduduk USA. Sebuah polling yang dilakukan oleh National Organization on Disability in the USA menyimpulkan 2/3 responden percaya bahwa split personality adalah salah satu penyakit schizophrenia. Tetapi, kemudian, dunia kedokteran menyangkal adanya kaitan antara split personality dengan schizophrenia. Kembali ke makalah Dr. Lie Tek Tjeng tentang penggambaran penyakit split personalities yang diderita oleh orang Tionghoa di Indonesia. Di samping secara sepintas mengulas masalah kewarganegaraan, lebih jauh, Dr. Lie Tek Tjeng membahas masalah chinese culturalism yang diasumsikannya sebagai salah satu penyebab split personalities orang Tionghoa. Di samping sebab-sebab lain seperti warisan politik segregatif pemerintah kolonial Belanda, identifikasi orang Tionghoa sebagai kalangan the have, dll. Dr. Lie Tek Tjeng mempertentangkan antara identitas etnis, ekspresi budaya Tionghoa versus identitas politik yaitu status kewarganegaraan Republik Indonesia. Tentunya, pada saat deklarasi pembentukan NKRI tidak pernah disebutkan syarat-syarat untuk mengganti latar belakang etnisitas (karena tidak mungkin!) dan menanggalkan ciri-ciri khas kebudayaan untuk menjadi warganegara Indonesia. Justeru NKRI menjamin keberagaman yang tercitra dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Masalah baru timbul pada saat terjadi pembiasan persepsi antara identitas etnis dan identitas politik (status kewarganegaraan). Pembiasan ini mengakibatkan split personalities tampak menjadi fenomena konkrit. Terlebih lagi apabila Indonesia dipersepsikan sebagai negara suku dan bukan sebagai negara bangsa (nation state) yang terdiri dari berbagai etnis dan budaya. Masalah bertambah rumit pada saat faktor etnisitas dibenturkan dan dikesankan bersifat antagonis serta saling menegasi terhadap identitas kewarganegaraan atau sebaliknya. Kiprah para tokoh Tionghoa generasi pendiri NKRI dapat membuktikan bahwa faktor etnisitas tidak berkontradiksi dengan identitas kewarganegaraan. Sehingga split personalities sebenarnya agaknya hanya merupakan bayangan semu. Contohnya, kehadiran Siauw Giok Tjhan sebagai sekertaris delegasi dalam Konferensi Inter Asia I di India. Pada konferensi itu, Siauw menolak asumsi tentang Indonesia yang dilontarkan oleh delegasi Koumintang. Sekalipun terdapat kesamaan latar belakang etnisitas antara Siauw dengan delegasi Koumintang tersebut tetapi political-stand keduanya berbeda. Baik dalam tataran individu maupun golongan, sejarah mencatat bahwa faktor etnisitas tidak menghalangi generasi pendahulu Tionghoa untuk mendukung berdiri-tegaknya NKRI. Turut sertanya Angkatan Muda Tionghoa yang dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan dan Go Gien Tjwan dalam perjuangan 10 November 1945 di Surabaya bersama-sama dengan laskar Bung Tomo merupakan salah satu contoh. Mungkin sukar dipercaya namun terdapat warga negara dengan nama Ong Eng Die dan Lie Kiat Teng pernah
[budaya_tionghua] Re: Orang Cina ada dan mau yang jadi PNS?
Ya, bung JT benar bahwa sejak zaman orde baru pun terdapat etnis Tionghoa yang menjadi pegawai negeri. Dirjen agama budha yang pernah dijabat oleh Dr. Krisnanda Wijayamukti yang seorang etnis tionghoa adalah contoh tambahan untuk membenarkan uraian bung JT. belum lagi kalau menyebut anggota MPR spt Ibu Hartati Murdaya atau Eki syahrudin dari golkar. Bob Hasan yang diangkat menteri di kabinet terakhir suharto tentu berstatus pegawai negeri juga. para peniliti LIPI spt Mely G. Tan, Ibu Pauline dll juga tercatat sebagai PNS. dan jangan lupa, Purn. Brigadir Jenderal Tedy Jusuf yang saat ini Ketua Umum PSMTI itu juga tionghoa. ternyata ada juga lah etnis tionghoa yang menjadi PNS. begitu juga para pengurus Bakom PKB yang bernaung di bawah lembaga pemerintah dan tentunya juga tionghoa-tionghoa yang masuk dalam jajaran BKMC yang statusnya jelas menjadi intel menginteli aktivitas komunitas Tionghoa. tidak juga ada aturan tertulis yang melarang etnis tionghoa untuk menjadi ABRI, PNS, anggota par-pol dsb. persis sama dengan 'aturan tidak resmi' jabatan rektor yang harus almameter universitas bersangkuta. contohnya, untuk menjadi rektor Unair diharuskan alumnus Unair juga. sekalipun, tidak ada 'aturan tertulis' tetapi dalam prakteknya rektor Univ. Indonesia ya harus alumnus UI. tidak bisa alumnus UI menjadi rektor ITB. tetapi perlahan-lahan, perilaku diskriminatif ini sedang diubah oleh kalangan akademisi. sampai di mana keberhasilannya, saya tidak tau. tapi saya mendoakan semoga praktek diskriminasi 'tak tertulis' spt ini agar cepat berakhir. yang berbahaya dan selalu dikeluhkan oleh sebagian kalangan Tionghoa adalah praktek diskriminasi 'tak tertulis'. gus dur mengkonfirmasi diskriminasi 'tak tertulis' tersebut. begitu juga dengan anggota DPR dari fraksi PKS, Fahri Hamzah, dengan pernyataan bahwa praktek rasialis dan diskriminasi begitu sulit untuk dibuktikan tetapi sangat mudah dirasakan. saya setuju dgn JT bahwa yang paling penting adalah faktor menyesuaikan diri sebaik mungkin. contohnya JT kalau di milis t-net menggunakan istilah CINA dan menentang abis istilah TIONGHOA. tetapi di milis budaya-tionghoa memakai istilah TIONGHOA karena mainstream budaya-tionghoa lebih prefer menggunakan istilah TIONGHOA. karena sesuai dengan nama milisnya, budaya-tionghoa bukan cina-net. sekalipun, tidak menjadi jaminan dan tidak ada sangkut pautnya antara rasialisme anti-tionghoa dan penyesuaian diri sebaik mungkin. setau saya, alvin lie, anggota DPR dari PAN, tlah bertindak baik, tidak sombong dan tertib. tetapi pernah suatu kali karena perdebatan seru di ruang sidang, alvin lie dimaki 'CINA' juga. begitu juga Pak Kwik Kian Gie yang sangat nasionalis dan PDIP itu. pernah mau ditembak oleh Hariman Siregar dan dimaki 'si cina' dengan kasar. padahal, pak Kwik Kian Gie itu tentu sangat santun di jajaran politisi. terlepas dari pernah sangat aktif di bakom PKB dan Prasetya Mulya. pertanyaan mendasar saya adalah apakah orang Tionghoa itu baru dikatakan cinta indonesia dan loyal terhadap NKRI kalo sudah jadi tentara atau PNS?? Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, jt2x00 [EMAIL PROTECTED] wrote: Koreksi untuk anda. Pada jaman Orba sekalipun, orang Tionghoa yang menjadi PNS cukup banyak, terutama di lingkungan Depkes dan Depdiknas (dulu Depdikbud). Perlu anda tahu, sampai dengan sekitar tahun 2000 (tepatnya saya lupa), semua dokter otomatis jadi PNS Depkes dan Wajib Kerja ke daerah2. Semacam ikatan dinas untuk jangka waktu tertentu, sesudahnya boleh pilih, tetap menjadi PNS atau mengundurkan diri. Setelah perubahan sistem dan diperkenalkannya dokter PTT, dokter tidak lagi otomatis jadi PNS. Di bidang pendidikan juga sama. Dosen PTS yang sudah memiliki akta mengajar, otomatis menjadi PNS Depdiknas yang dipekerjakan di PTS tsb. Bukan hanya dosen PTN saja yang bisa jadi PNS. Mereka mendapat gaji pokok + tunjangan fungsional dari pemerintah/Kopertis sesuai dengan jenjang kepangkatan yang berlaku, sama seperti dosen PTN atau PNS yang lain. Kalau PTS ybs akan membayar total gaji dosen tsb lebih tinggi dari gaji PNS, PTS tsb tinggal menambah kekurangannya saja. Di lingkungan PNS dikenal 2 macam jabatan. Jabatan fungsional sesuai dengan keakhliannya, dan jabatan struktural yaitu jabatan sesuai dengan birokrasi dalam organisasi tsb. PNS yang Tionghoa, umumnya lebih banyak mengambil jabatan fungsional, yang waktunya tidak terlalu terikat sehingga masih bisa melakukan kegiatan lain di luaran. Tapi tidak berarti tidak ada PNS Tionghoa yang memegang jabatan struktural. Orang Tionghoa yang menjadi PNS, apalagi yang memegang jabatan struktural, kebanyakan sudah tidak mempersoalkan lagi ke- Tionghoaannya. Bahkan teman2 sekantornya yang pribumi banyak yang tidak tahu kalau dia Tionghoa, karena umumnya sudah tidak menggunakan nama 3 huruf, apalagi yang pisiknya tidak terlalu kentara sebagai orang Tionghoa. Apakah mereka didiskriminasi di
[budaya_tionghua] Re: Orang Cina ada dan mau yang jadi PNS?
setau saya, jabatan menteri, anggota dewan juga masuk PNS. sekalipun, saya setuju dengan Min Hui bahwa jabatan menteri dan anggota DPR itu jabatan politis bukan jabatan birokrasi karir. tetapi anggota DPR juga dapat pensiun dari negara. dan menurut Bapak Trimedya Panjaitan (PDIP), kepada saya dalam satu diskusi, bahwa dirinya adalah PNS. jadi, saya menarik asumsi bahwa Pegawai Negeri itu adalah golongan besarnya lantas dibagi lagi menjadi sub-sub. yaitu jabatan politis dan birokrasi sipil. ada juga pembagian pegawai negeri sipil dan militer. Pangab juga jabatan politik. tetapi masuk juga jadi Pegawai Negeri. pengertian MIn Hui tentang PEGAWAI NEGERI itu apa ya? kalo saya sih beranggapan bahwa mereka yang digaji oleh negara itu disebut pegawai negeri. kalau pegawai swasta ya digaji oleh institusi swasta. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui [EMAIL PROTECTED] wrote: [MH] Maaf, setahu saya jabatan seperti walikota, wakil walikota, anggota DPR/MPR/DPD hingga menteri adalah jabatan politik bukan jabatan karir PNS dimana bisa saja diisi oleh yang bukan PNS. CMIIW MH .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] satu lagi buat Min Hui dkk
Oh ya, satu lagi Min Hui. Menteri-menteri itu tidak digaji oleh pemerintah. Karena mereka masuk dalam jajaran eksekutif. Sehingga mereka adalah PEMERINTAH. Menteri-menteri bahkan tidak digaji oleh presiden. Karena presiden adalah kepala eksekutif. Presiden dan menteri digaji oleh NEGARA dari sumber APBN atau simple-nya uang rakyat. Sekalipun, seringkali pemerintah menetapkan besaran gaji mereka sendiri tanpa persetujuan rakyat, tentunya. Sehingga kalau Min Hui kecam atau mempertanyakan kredibilitas seorang menteri spt Bob Hasan maka Min Hui tidak sedang mengecam NEGARA. Tapi kecam pemerintah. Persis sama dengan Tylla Subiantoro yang mengkritisi pemerintah bukan BANGSA INDONESIA atau NKRI. Karena tidak bisa pemerintah (apalagi jajaran eksekutif saja) mempersamakan diri dengan NEGARA. Semoga tambah jelas ya. Sub-Rosa II Min Hui wrote: Menteri, sama saja bisa dari PNS, bisa pengusaha jadi menteri, bisa teknorat jadi menteri. Sugiharto atau Laksamana Sukardi misalnya. Mereka professional pasar yg sudah teruji sehingga diangkat jadi menteri. Bob Hasan, hehe saya kok ga yakin, dia pernah ngisi formulir dan ikut ujian PNS. Mereka, menteri2 ini digaji pemerintah sebagai putra-putri terbaik bangsa yg diharapkan dapat membantu pemerintah yg sedang berkuasa mencapai cita-cita bangsa dan negara (mudah-mudahan :)) MH .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Danardono Re: Di era Orba, TNI tutup pintu bagi etnis TIonghoa.
Rene Chen, Saya hanya tidak bisa menemukan kesamaan antara `asimilasi' LPKB dengan RBKP di Tiongkok. Agaknya, rene chen juga hendak memperlebar tema diskusi. Ujung-ujungnya bisa jadi debat kusir yang tidak ada sangkut-paut dengan esensi diskusi awal. Bisa-bisa kita saling menuding secara pribadi dengan keras. Begini, RBKP bagi saya adalah sebuah usaha untuk memunculkan sebuah kebudayaan baru. Terlepas dari apakah benar atau salah gerakan ini. Secara pribadi maupun politis, saya menolak dan tidak mendukung praktek RBKP itu. Namun, tidak ada unsur etnic cleansing di sana. RBKP jelas merupakan gerakan politik. Satu-satunya golongan yang MUNGKIN hendak dieliminir adalah golongan borjuasi. Tetapi golongan ini bukan dalam frame etnis tetapi masuk dalam kategori kelas sosial. Dibenarkannya atau ditolaknya gerakan ini saya serahkan kepada masing-masing penilai. Sedangkan `asimilasi' LPKB dan penerapan formalnya juga merupakan gerakan politik, sebuah usaha memberangus sebuah kultur sekalipun diungkapkan dengan malu-malu tapi tegas dalam tataran juridis, dan dengan jelas mengarah pada etnic-cleansing. Adanya faktor kesamaan antara keduanya tentu bukan sesuatu yang istimewa. Tentang pelanggaran HAM yang sama-sama dilakukan oleh kedua gerakan (dengan intensitas yang berbeda) bukan sesuatu yang dapat ditarik kesimpulan keterkaitan keduanya. Kalau Cuma berdasarkan kisah-kisah pelanggaran HAM maka kita juga pake referensi Polpot. Tapi di mana korelasinya?? Berbeda apabila ulysee mengaitkan `asimilasi' LPKB dengan konsep The Melting Pot yang pernah diuji cobakan di amerika. Secara konsepsi keduanya sama. Dasar filosofis dan orientasinya pun sama. Nah, kalau kita hendak belajar lebih jauh untuk menemukan solusi untuk `masalah Tionghoa' maka sudah pasti kita mesti mencari referensi dari pengalaman yang lebih memiliki kaitan. Bagaimana konsep The Melting Pot membawa kerusakan bagi tatanan sosial Amerika dan pemahaman tentang kesetaraan dan penghormatan terhadap HAM. Tentang pengaruh dan dampaknya serta gugatan dari generasi muda Amerika terhadap konsep The Melting Pot ini patut dipelajari DALAM MEMBAHAS `ASIMILASI' LPKB. Kalau kita mau belajar melakukan revolusi maka tentu saya setuju untuk membahas tentang RBKP itu. Jadi saya harap menjadi jelas, bahwa tidak ada itikad guru-menggurui dalam hal ini. Sekedar beropini dan hendak mengembalikan tema diskusi pada tema awal. Atau anda dapat melihat korelasi antara `asimilasi' LPKB dan RBKP? Tolong dijelaskan kalau begitu. Karena saya tidak mengerti. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, rene chan [EMAIL PROTECTED] wrote: Ketika saya ingin mengajar/menggurui seseorang,biasa nya akan saya lakukan di tempat yg private. Melakukan di depan umum hanya akan menerbitkan persepsi satu diantara dua; ++ mencoba mempermalukan yg di guruin, dengan memper rendah status, ++ atau mengangkat status diri sendiri sbg yg 'lebih tahu' Tentunya masing2 rekan2 di milis mempunyai kemampuan untuk memberikan penilaian sendiri2, persepsi yg mana dari kedua persepsi tsb yg telah terjadi ... salam dirgahayu rc --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@ wrote: saya rasa, ulysee harus belajar berdiskusi yang benar. dalam artian tidak keluar dari tematik diskusi. contohnya, apa hubungan antara perilaku antagonis Sindhunata LPKB dengan RBKP di Tiongkok?? sebagai referensi pun keduannya tidak bisa dihubung-hubungkan, secara ilmiah tentunya. kalau secara logika macet ala ulysee ya mungkin saja. kalau mengaitkan konsep 'asimilasi LPKB dengan teori 'The Melting Pot' karya Israel Zangwill mungkin bisa ketemu kaitannya. juga melihat dampak dan ditinggalkannya teori 'the melting pot' oleh keturunan anglo saxon saat ini. bedanya hanya di penekanan politik yang amat kental pada praktek LPKB. konghucu salah satu korban tergila mereka. beruntung saat ini konghucu masih tetap eksis. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote: Tanya: Lebih radikal mana, kalau dibandingin sama revolusi kebudayaan di tiongkoknya sendiri, Broer? -Original Message- From: ChanCT [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 08, 2006 10:55 AM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Danardono Re: Di era Orba, TNI tutup pintu bagi etnis TIonghoa. Memang luar biasa kalau begitu orang yang kemudian menamakan diri Shindunata itu, ya. Begitu keras dan radikalnya usaha menghapuskan apa saja yang berbau Tionghoa, dengan tidak mempedulikan HAM yang terinjak. Padahal konsep asimilasi yang dikumandangkan sejak tahun 60 itu, penekanannya harus dilaksanakan secara alamiah, lepas dari tindak paksaan dan sedikitpun tidak boleh mengandung unsur kekerasan! Tapi kenyataan yang terjadi, konsep asimilasi tidak
[budaya_tionghua] membenci LPKB??
Rene, saya hargai masukan anda untuk melepaskan diri dari obsesi kebencian terhadap LPKB. untuk orang yang menaruh kebencian terhadap LPKB, saya rasa anjuran Rene sangat baik. saya pun sudah menjawab japri anda. saya berharap komunikasi ini dapat berlanjut dengan dilandasi semangat persaudaraan. tetapi yang perlu saya tandaskan secara terbuka adalah saya tidak menaruh antipati apalagi kebencian terhadap LPKB. saya hanya hendak menempatkan diri sebagai anak muda yang mencoba memahami sejarah masa lalu etnisnya. apabila terdapat sesuatu kejanggalan atau katakanlah dosa-dosa yang pernah dibuat oleh LPKB maka biarlah semua itu dinilai oleh sejarah. saya juga berpandangan ada baiknya Rene mengubah pandangan anda terhadap kajian sejarah. seorang asvi warman adam tidak selalu mesti benci Angkatan Darat manakala penyimpulan sejarahnya terkait dengan masalah G30S condong menempatkan angkatan darat sebagai pihak yang dipertanyakan. smoga jelas. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, rene chan [EMAIL PROTECTED] wrote: Kenken, Penjelasan tentang tindak tanduk anda sudah saya kirimkan melalui japri, karena kurang etis kalau kita bahas di tempat umum. Maaf jika saya tidak bisa ikut membantu menyebarkan obsesi dan kebencian anda thd LPKB melalui pelebaran topik disini. Jika ada topik2 yg up todate dan akan menghasilkan sesuatu yg positive marilah kita diskusikan disini ber sama2 dgn rekan2 yg lain. rgds. rc --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@ wrote: Rene Chen, Saya hanya tidak bisa menemukan kesamaan antara `asimilasi' LPKB dengan RBKP di Tiongkok. Agaknya, rene chen juga hendak memperlebar tema diskusi. Ujung-ujungnya bisa jadi debat kusir yang tidak ada sangkut-paut dengan esensi diskusi awal. Bisa-bisa kita saling menuding secara pribadi dengan keras. Begini, RBKP bagi saya adalah sebuah usaha untuk memunculkan sebuah kebudayaan baru. Terlepas dari apakah benar atau salah gerakan ini. Secara pribadi maupun politis, saya menolak dan tidak mendukung praktek RBKP itu. Namun, tidak ada unsur etnic cleansing di sana. RBKP jelas merupakan gerakan politik. Satu-satunya golongan yang MUNGKIN hendak dieliminir adalah golongan borjuasi. Tetapi golongan ini bukan dalam frame etnis tetapi masuk dalam kategori kelas sosial. Dibenarkannya atau ditolaknya gerakan ini saya serahkan kepada masing-masing penilai. Sedangkan `asimilasi' LPKB dan penerapan formalnya juga merupakan gerakan politik, sebuah usaha memberangus sebuah kultur sekalipun diungkapkan dengan malu-malu tapi tegas dalam tataran juridis, dan dengan jelas mengarah pada etnic-cleansing. Adanya faktor kesamaan antara keduanya tentu bukan sesuatu yang istimewa. Tentang pelanggaran HAM yang sama-sama dilakukan oleh kedua gerakan (dengan intensitas yang berbeda) bukan sesuatu yang dapat ditarik kesimpulan keterkaitan keduanya. Kalau Cuma berdasarkan kisah-kisah pelanggaran HAM maka kita juga pake referensi Polpot. Tapi di mana korelasinya?? Berbeda apabila ulysee mengaitkan `asimilasi' LPKB dengan konsep The Melting Pot yang pernah diuji cobakan di amerika. Secara konsepsi keduanya sama. Dasar filosofis dan orientasinya pun sama. Nah, kalau kita hendak belajar lebih jauh untuk menemukan solusi untuk `masalah Tionghoa' maka sudah pasti kita mesti mencari referensi dari pengalaman yang lebih memiliki kaitan. Bagaimana konsep The Melting Pot membawa kerusakan bagi tatanan sosial Amerika dan pemahaman tentang kesetaraan dan penghormatan terhadap HAM. Tentang pengaruh dan dampaknya serta gugatan dari generasi muda Amerika terhadap konsep The Melting Pot ini patut dipelajari DALAM MEMBAHAS `ASIMILASI' LPKB. Kalau kita mau belajar melakukan revolusi maka tentu saya setuju untuk membahas tentang RBKP itu. Jadi saya harap menjadi jelas, bahwa tidak ada itikad guru- menggurui dalam hal ini. Sekedar beropini dan hendak mengembalikan tema diskusi pada tema awal. Atau anda dapat melihat korelasi antara `asimilasi' LPKB dan RBKP? Tolong dijelaskan kalau begitu. Karena saya tidak mengerti. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, rene chan huarenau@ wrote: Ketika saya ingin mengajar/menggurui seseorang,biasa nya akan saya lakukan di tempat yg private. Melakukan di depan umum hanya akan menerbitkan persepsi satu diantara dua; ++ mencoba mempermalukan yg di guruin, dengan memper rendah status, ++ atau mengangkat status diri sendiri sbg yg 'lebih tahu' Tentunya masing2 rekan2 di milis mempunyai kemampuan untuk memberikan penilaian sendiri2, persepsi yg mana dari kedua persepsi tsb yg telah terjadi ... salam dirgahayu rc --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@ wrote: saya rasa, ulysee
[budaya_tionghua] Danardono Re: Di era Orba, TNI tutup pintu bagi etnis TIonghoa.
saya rasa, ulysee harus belajar berdiskusi yang benar. dalam artian tidak keluar dari tematik diskusi. contohnya, apa hubungan antara perilaku antagonis Sindhunata LPKB dengan RBKP di Tiongkok?? sebagai referensi pun keduannya tidak bisa dihubung-hubungkan, secara ilmiah tentunya. kalau secara logika macet ala ulysee ya mungkin saja. kalau mengaitkan konsep 'asimilasi LPKB dengan teori 'The Melting Pot' karya Israel Zangwill mungkin bisa ketemu kaitannya. juga melihat dampak dan ditinggalkannya teori 'the melting pot' oleh keturunan anglo saxon saat ini. bedanya hanya di penekanan politik yang amat kental pada praktek LPKB. konghucu salah satu korban tergila mereka. beruntung saat ini konghucu masih tetap eksis. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Tanya: Lebih radikal mana, kalau dibandingin sama revolusi kebudayaan di tiongkoknya sendiri, Broer? -Original Message- From: ChanCT [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 08, 2006 10:55 AM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Danardono Re: Di era Orba, TNI tutup pintu bagi etnis TIonghoa. Memang luar biasa kalau begitu orang yang kemudian menamakan diri Shindunata itu, ya. Begitu keras dan radikalnya usaha menghapuskan apa saja yang berbau Tionghoa, dengan tidak mempedulikan HAM yang terinjak. Padahal konsep asimilasi yang dikumandangkan sejak tahun 60 itu, penekanannya harus dilaksanakan secara alamiah, lepas dari tindak paksaan dan sedikitpun tidak boleh mengandung unsur kekerasan! Tapi kenyataan yang terjadi, konsep asimilasi tidak hanya diambilalih oleh Pemerintah, dilancarkan sepenuhnya dengan menggunakan kekuasaan Orba, bahkan menuntut lebih radikal lagi. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Fwd: Kewarga-negaraan
--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe [EMAIL PROTECTED] wrote: KEWARGA-NEGARAAN Oleh: Kenken Warga negara adalah salah satu komponen penting dalam sebuah negara selain batas-batas wilayah, struktur pemerintahan, pengakuan internasional dsb. Berbeda dengan status penduduk negara, status warga-negara memiliki implikasi politis. Sekalipun keduanya memiliki batasan hak dan kewajiban masing-masing, tetapi status warga-negara memiliki keistimewaan tertentu yang tidak dimiliki oleh status penduduk seperti hak memilih dan dipilih, mendapat perlindungan negara atas hidup dan perikehidupan, akses pelayanan publik dan akses ekonomi dsb. Di dalam sebuah negara modern, hak-hak warga-negara ini dijamin tanpa membedakan golongan (ras, etnis, gender dan agama) termasuk penyandang cacat, dan tanpa perkecualian selain yang dibenarkan dalam suatu masyarakat yang bebas dan bersifat demokratis. Hal ini merupakan penerapan asas persamaan dan kesetaraan warga-negara. Jumlah warga-negara mempengaruhi banyak sendi kehidupan sebuah negara. Dalam sudut pandang positif, warga-negara dalam kuantitas besar merupakan modal potensial pembangunan sebuah negara. Jumlah warga-negara menentukan tersedianya sumber daya manusia untuk kegiatan produktif ekonomi, kekuatan pertahanan dan politik dll. Penduduk berstatus non warga-negara atau stateless dalam jumlah besar di sebuah negeri merupakan kondisi yang tidak sehat. Menurut Siauw Giok Tjhan, penduduk asing atau stateless yang telah menetap secara turun-menurun dalam suatu negeri dengan jumlah besar dapat menciptakan instabilitas dalam negeri itu apabila status kewarga- negaraan mereka dengan sengaja diabaikan. Pengabaian tersebut berdampak pada tidak maksimalnya pengerahan potensi SDM penduduk non warga-negara dan stateless hanya karena status politik-yuridis kewarga-negaraan mereka terabaikan. Kepastian hukum (rechtszekerheid) mengenai status kewarga-negaraan setiap penduduk sangat dibutuhkan. Kepastian hukum ini dapat dituangkan dalam UU Kewarga-negaraan yang memberi akses seluas- luasnya untuk proses pewarga-negaraan. Sehingga UU Kewarga-negaraan ini selayaknya memiliki arti yang sangat penting untuk diperhatikan agar dapat menjamin penegakkan prinsip kesetaraan kedudukan hukum seorang manusia. UU Kewarga-negaraan biasanya tetap menganut prinsip umum dan universal yang diakui keberadaannya oleh negara-negara di dunia. Prinsip tersebut menyatakan bahwa (1) sebuah negara berhak menetapkan siapa-siapa yang dapat memperoleh kewarga-negaraan dan siapa-siapa yang dapat kehilangan kewarga-negaraan; (2) bahwa suatu negara tidak dapat mencampuri peraturan kewarga-negaraan negara lain; (3) untuk menganggap seseorang menjadi anggota suatu negara (kewarga-negaraan) harus ada dasar ikatan tertentu. Proses pembentukan UU Kewarga-negaraan biasanya ditentukan oleh dua jenis paradigma yang melatar-belakangi butir-butir pasal UU Kewarga- negaraan i.e. paradigma kehati-hatian dan itikad mempermudah pewarga-negaraan. Keduanya ditentukan oleh political will dari para pembuat legislasi. Dengan demikian, sebuah UU Kewarga-negaraan bukan hanya sekedar produk hukum an sich melainkan juga merupakan produk politik. Sehingga usaha untuk memperbaiki atau mengubah sebuah UU Kewarga-negaraan, terutama UU Kewarga-negaraan yang membuka celah bagi praktek segregasi dan diskriminasi, tidak dapat hanya berkutat pada masalah hukum an sich tanpa mengaitkan faktor politik. Paradigma kehati-hatian (yang berlebihan) cenderung mempersulit akses pewarga-negaraan thus memperkecil jumlah warga-negara baru. Penjabarannya adalah dengan memperketat syarat-syarat seleksi dan memperumit proses pewarga-negaraan. UU Kewarga-negaraan yang didasari prinsip kehati-hatian merupakan UU Kewarga-negaraan yang bersifat `tertutup'. Paradigma kehati-hatian ini tidak memiliki kaitan, baik secara langsung maupun tidak, dengan semangat nasionalisme dan sudah tidak relevan untuk diterapkan pada saat ini. Menurut Sosiolog Paulus Wirutomo, di tengah-tengah konstelasi dunia modern saat ini diperlukan sebuah UU Kewarga-negaraan yang bersifat terbuka dan multikultural. IUS SOLI dan IUS SANGUINIS Sebuah negara biasanya mengadobsi salah satu dari kedua asas kewarga- negaraan i.e. ius soli dan ius sanguinis sebagai asas primer peraturan kewarga-negaraan yang dipegang. Sekalipun, pada prakteknya banyak negara menggunakan kombinasi kedua sistem kewarga-negaraan tersebut dengan kombinasi satu asas menjadi asas primer dan asas yang lain sebagai asas sekunder. Ius Soli (Law of the soil) adalah kewarga-negaraan berdasarkan tempat kelahiran seseorang. Contoh negara yang menerapkan prinsip ius soli sebagai prinsip primer adalah Amerika, Argentina, Bangladesh, Brazil dll. Asas ini lebih sesuai dengan kondisi global saat ini di mana status kebangsaan dan kewarga-negaraan seseorang tidak ditentukan oleh dasar etnis, ras atau agama. Asas ini memungkinkan terciptanya UU Kewarga-negaraan yang
[budaya_tionghua] Ada kesalahpahaman (Re: Minta masukan, wawancara aktivis muda Tionghoa (Minta Klarifikasi))
ada baiknya, kita semua (khususnya tangobeng) menanggalkan pola-pola kesalahan berpikir (denkfout) dalam menyingkirkan tudingan-tudingan ideologis yang tidak perlu. demi untuk mencapai bonum commune yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan hak untuk mempertahankan heritage kultur dan etnic identity. ada baiknya, kita semua (khususnya tangobeng) untuk belajar dari kesalahan yang pernah dibuat di masa lalu. jangan karena rasa benci yang mengkristal menjadi rasa takut, kita melupakan kepentingan yang luas yaitu pencapaian harmonisasi posisi etnic Tionghoa di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang masih belum bisa lepas dari apa yang dikatakan oleh Clifford Geertz dengan term politik aliran primordial. jangan karena kepentingan egoisme dan materialistik, orang Tionghoa harus dikorbankan seperti pada saat kekuatan jahat mengorbankan Baperki di masa lalu. perilaku buruk yang hanya membatasi banyak potensi positif Tionghoa untuk kebaikan Indonesia. melihat tingkah Sdr. Tangoubeng, ada yang ganjil rasanya. seakan ia sedang mencari perhatian dengan sebuah dekorasi yang atraktif dengan mengangkat term 'Marxis'. seakan, dengan memunculkan 'hantu tua' ini, ia hendak membentuk 'jiwa kolektif' penuh prejudice tanpa banyak pertimbangan. di tengah situasi prahara menguncang Indonesia, seorang tangoubeng masih membicarakan Marxisme?? alas, ia masih terlelap dalam tidur lelap. apakah, tidak ada fokus lain dalam benak tangoubeng? sadarkah ia bahwa negeri ini sedang berada dalam titik nadir peradaban? sedemikian lemah bangsa ini hingga tak pernah letih dipermainkan kekuatan dan proyek asing. ratusan juta manusia indonesia masih hidup dalam gorong-gorong gelap nan mesum, tang obeng masih memprovokasi kebencian terhadap 'marxisme'?? mengapa tang-0beng hanya menghabiskan waktu untuk mendeskreditkan rencana interview tentang suka-duka aktivis muda Tionghoa? apakah ia tidak punya keberanian untuk membedah masalah-masalah yang lebih krusial seperti perlakuan istimewa kepada 3 orang koruptor kakap yang bahkan diantar oleh para pejabat tinggi kepolisian untuk soan ke istana?? atau mempertanyakan pemukulan Ade Daud nasution terkait masalah usulan tender logistik untuk tentara oleh sekelompok barbarian ketidak-tahuan tang-obeng tentang jerih payah, keringat dan air mata kawan-kawan muda Tionghoa spt Suma Miharja dll itu menambah keyakinan saya bahwa publik ini memerlukan informasi yang lebih terhadap kiprah para pejuang muda yang bahkan tidak pernah dikenal oleh komunitasnya. ironic sincerely yours Kenken --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Rinto Jiang [EMAIL PROTECTED] wrote: Hm, saya bertindak sebagai salah satu moderator merasa perlu dan wajib menyelesaikan sengketa antar anggota di milis ini, apalagi yang saya anggap bertolak dari kesalahpahaman. Untuk Bung Sumamihardja dan Bung Tangoubheng, saya harapkan dapat menyikapi salah paham ini dengan kepala dingin. Tanpa prasangka dan tendensi, menurut pemahaman saya, Bung Sumamihardja salah paham dalam menanggapi tulisan dari Bung Tangoubheng karena saya merasa Bung Tangoubheng hanya menujukan tulisannya pada sang penulis, Bung Kenken. Jadi, tuduhan aktivis Marxis adalah ditujukan kepada Bung Kenken, bukan kepada Bung Suma. Namun, ini perlu diklarifikasikan oleh Bung Tangoubheng sendiri. Saya mohon bila benar Bung Tangoubheng menujukan tuduhan aktivis Marxis kepada Bung Suma, maka saya kira pantaslah Bung Suma menuntut permohonan maaf dari Bung Tangoubheng, namun bila hanya salah paham, maka tetap saja ini menjadi kasus antara Bung Tangoubheng dan Bung Kenken tanpa perlu melibatkan Bung Suma. Walau tidak kenal secara pribadi, namun saya mengetahui bung Sumamihardja telah sejak lama mengikuti forum Budaya Tionghua, ia adalah seorang relawan dan aktivis hukum, aktif membela golongan tertindas, pernah menuliskan petisi saran kepada pemerintah sebagai masukan atas fenomena diskriminasi Tionghoa di Indonesia yang pada waktu itu diajukan ke Depkeh HAM. Jadi, saya sendiri juga merasa tidak ada unsur Marxis dapat dihubung-hubungkan dengan Bung Suma. Saya cuma menitikberatkan pada masalah Bung Suma dan Bung Tangoubheng karena saya merasa ada kesalahpahaman di antara mereka. Untuk Bung Kenken dan Bung Tangoubheng, tidak ada salahpaham sehingga cukup diselesaikan sebagai diskusi biasa. Terima kasih. Rinto Jiang Salah satu moderator sumamihardja wrote: --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng thangoubheng@ wrote: ...siapapun yang diluar paham Marxis, dan dgn bangganya kemudian memproklamirkan diri sebagai aktivist muda Tionghoa, rasanya yang di wakilinya adalah aktivist Tionghoa Marxis dan bukan aktivist Tionghoa yang nasional. ... Thangoubheng yg besar di jalanan, dan sudah bertarung to hell and back di 1998 dan tahun tahun berikutnya, tetap tidak pernah berani menyebut diri sebagai aktivist. Bagi kaum jalanan ada golden
[budaya_tionghua] Re: Fwd: Minta masukan, wawancara aktivis muda Tionghoa
Salam Pak Thangoubheng in Wonderland Maaf, saya tidak terlalu paham maksud anda. Saya Kenken dan hanya punya satu email address yaitu Odeon_cafe. Saya belum setahun bermain internet. Belum tahu banyak hal dan apa yang selama ini terjadi di dunia cyber. Mungkin, anda salah orang. Kalau ada seseorang dengan kesamaan nama, maka tidak selalu mesti kalau itu saya. saya tidak pernah ikut berkecimpung dalam dunia aktivisme gerakan. Apalagi terlibat dalam pertarungan ideologi, dalam hal ini antara marxisme vs nasionalisme. Kalau anda berhati-hati membaca surat saya yang lalu, saya kira akan menjadi lebih jelas bahwa saya hanya mengidentifikasi beberapa pemuda Tionghoa yang menjadi aktifis. Bukan untuk diri saya. Saya tidak pernah aktif dalam gerakan politik. Pekerjaan saya hanya pegawai rendahan yang saat mahasiswa dulu lumayan sering nongkrong di Taman Ismail Marzuki di mana saya berkenalan dengan beberapa gelintir aktivis gerakan seperti budiman sujatmiko, dita indah sari, harris rusli moti, hariman siregar, sebastian sallang (sekjen formappi), nusron wahid, ester yusuf, arnold purba, fajrul rahman, Adian Forkot dan sejumlah artis teater dan sinetron yang suka minum bareng di TIM. Anda sebagai seseorang yang berasal dari kehidupan jalanan, pernah dikejar-kejar oleh tim mawar bentukan prabowo subianto, sudah selayaknya belajar membaca secara lebih hati-hati. Pergaulan saya tidak luas. Saya tidak pernah dibui. Bertemu dengan marsilam hanya di beberapa acara bedah buku. Tidak pernah menghadiri diskusi forum demokrasi yang dibentuk gus dur untuk menandingi ICMI di mana marsilam tercatat sebagai salah satu tokohnya. Apalagi pergaulan internasional. Hanya sempat ketemu dan diskusi kecil-kecilan dengan waldon belo, chandra musafar, sulak sivaraksa, ben anderson, johann galtung. Sempet say hello dengan noam chomsky tapi gak sempat tanya banyak. Cuma sempat menghabiskan satu malam berdiskusi dengan vandana shiva di chulalongkron university. Berminggu-minggu dengan david chappel. Hanya 3 kali bertemu dengan ariyaratne, tokoh budhis sri langka sewaktu menghadiri pertemuan di habibie senter. Karena itulah saya tidak punya pengetahuan makro politik, tepat seperti yang anda katakan. Bagaimana saya bisa punya pengetahuan makro politik kalau bahkan saya tidak punya waktu luang, seperti seorang anak jalanan seperti anda, untuk bertanya banyak kepada para warga-gerakan?? Jangankan sinhay, arief budiman saja hanya sempat saya temui saat makan malam di sebuah restoran di bangkok. Tidak lama sebelum bertemu dengan AS Hikam untuk mendengar begitu banyak pengetahuan dan canda tawa khas NU. Tentu saya tidak berani mengatakan diri sebagai aktivis gerakan kalo Cuma beberapa kali ke rumah Alzastrou untuk berdiskusi masalah gerakan islam. Itu pun tidak saya mengerti. Atau beberapa kali ke jalan Irian untuk dengerin gurauan gus dur. Masalah beberapa puluh kali ketemu pramoedya ananta toer dan berkunjung ke rumahnya sambil liat-liat bung Pram bakarin sampah tentu tidak bisa mengklaim diri sebagai aktifis muda Tionghoa, sekalipun berpaham marxist. Apaan sih itu paham marxist?? Paling-paling sesekali saya ke Teater Utan Kayu kalau ada diskusi filsafat kecil-kecilan. Kadang ketemu sama Gunawan muhamad lagi ngebir bareng ayu utami. Tapi saya gak berani menyapa beliau-beliau itu. Syukur-syukur bisa ketemu Ulil Absar abdalah. Saya ini paling ngeri sekaligus sayang kepada TNI. Mana brani saya caci maki TNI. Ada-ada saja anda itu. Liat tampang Letjen Sayidiman, mantan gubernur lemhanas, saja saya sudah ketar-ketir. Tri sutrisno dan saeful sulun memang rada-rada simpatik. Beda pd saat jabat tangan dengan erico gueteres. Sekalipun tidak berteman baik, tetapi beberapa kali saya satu forum dengan Kemal Indris dan barisan nasionalnya. Dan saya menghormati mereka tuh. Sama santunya saya saat bertemu dengan Olo Panggabean yang sudah pasti tidak akan ingat kepada saya. Kalau kecewa dengan pemerintah SBY, saya kira wajar. Dulu, sewaktu ketemu SBY di Bali saat beliau masih menkopolkam, dia terlihat begitu simpatik. Tapi saat jadi presiden juga tidak bisa berbuat banyak. Tapi bukan hendak menjadi oposisi tidak-loyal kepada pemerintah. Seperti kata Ibu Megawati bahwa beroposisi itu sehat. Seingat saya, keluarga saya tidak pernah ada yang terkait dengan PKI. Anda jangan asal bicara. Kalau bincang-bincang dengan Pak Heru Atmojo, orang nomor 3 di daftar dewan revolusi, memang pernah saat peluncuran buku Robert Cribbs. Liat ibu Sulami sebelum meninggal dari jauh juga pernah. Tapi saya tidak ada sangkut paut dengan PKI. Jamannya saja berbeda. Dari segelintir tokoh-tokoh nasional dan internasional itu, karena gak bisa terlalu banyak bicara sama mereka, saya paling salut dengan Hasyim Wahidadik bungsu gus dur. Thanks atas masukan Sdr. Thangoubheng tentang Lun Yu. Seorang sodara Budaya Tionghoa sudah kirimi saya sepatah dua patah kata Lun Yu. Saya akan pelajari biar taktis
[budaya_tionghua] Fwd: Minta masukan, wawancara aktivis muda Tionghoa
--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear friends, Saat ini, saya sedang mengerjakan sebuah program wawacara ekslusif dengan tema umum AKTIVIS SOSIAL-POLITIK TIONGHOA MUDA untuk sebuah majalah Tionghoa. rencananya, tulisan ini akan terbit di edisi April. Tema aktivis muda Tionghoa yang menggeluti arena gerakan politik mungkin masih begitu asing bagi pengetahuan publik. Ini salah satu alasan mengapa saya hendak memberitakan tentang sepak terjang, suka- duka dan perjuangan para aktivis muda Tionghoa. Di tengah pola modern yang cenderung hedonis, anak-anak muda yang terjun di arena politik akan terlihat menjadi mahluk aneh. Tanpa disadari oleh publik Tionghoa, anak-anak muda gerakan ini secara alamiah telah memperjuangkan golongan Tionghoa. dengan kehadiran mereka di tengah-tengah kancah gerakan, barisan demonstran, forum- forum diskusi. Kehadiran anak-anak muda Tionghoa gerakan ini secara alamiah melunturkan stereotipe yang dibuat oleh kalangan rasis anti Tionghoa. Mungkin, publik Tionghoa hanya mengenal Hendrawan Sie dan Yap Yun Hap yang tewas diterjang peluru panas. Atau kiprah Cik Ester Indahyani Yusuf Purba dengan SNB-nya yang memperjuangkan reformasi perundang-undangan. Ternyata, masih banyak anak-anak muda Tionghoa yang menerjukan diri di arena gerakan sosial-politik yang belum dikenal, bahkan oleh komunitas Tionghoa sendiri. Sebut saja nama SUMA MIHARJA, pendiri Lembaga Bantuan Hukum Rakyat (LBHR). Kawanku satu ini dikenal oleh lingkaran aktivis gerakan sebagai seorang pejuang radikal. Aktivis BEM UI pasti mengenal sosok ini. Suma baru saja mengundurkan diri dari posisi Ketua Bidang Hukum dan HAM Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia. Dulu dia dikenal sebagai kor-lap demonstran yang tidak takut digebuk aparat. Saat ini beliau menunggu mengesahan Presiden Yudhoyono sebagai anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Atau sebut lagi nama SIMON-redmonsky. Ia dikenal sebagai salah satu pendiri Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi. Sangat dekat dengan lingkaran gerakan dan LSM. Kalau tidak salah ia salah satu anggota Ikatan Keluarga Korban Orang Hilang. Saat ini Simon tercatat sebagai salah satu Ketua di Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) yang menjadi seteru Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang pernah dipimpin oleh bung Budiman Sujatmiko, presiden direktur Res Publica Institute yang dekat dengan Taufik Kiemas. Masih banyak lagi nama-nama yang ternyata Tionghoa dalam kancah gerakan politik baik berskala Nasional maupun bersifat sektoral seperti dalam ruang lingkup keagamaan. Kesulitan saya adalah menemukan pertanyaan-pertanyaan yang ingin diketahui oleh publik dari aktivitas gerakan ini. Saya sendiri tidak mengetahui apa yang ada di benak masyarakat umum terhadap mereka- mereka yang menerjukan diri dalam gerakan politik yang identik dengan kemiskinan, digebuk aparat, membahayakan jiwa dsb itu. Kenken .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] OOT: NASIONALISME
NASIONALISME Oleh: Kenken Bukankah kemerdekaan yang sempurna itu adalah kemerdekaan negara dan bangsa? Negara anda sudah merdeka. Tetapi apakah bangsa anda juga sudah merdeka? (Rendra) Saat ini banyak pihak yang mulai meragukan nasionalisme dalam diskursus publik, terutama dalam konteks globalisasi, sampai perlu tercetus istilah pasca nasional-isme. Seringkali nasionalisme dibelenggu oleh dawai romantisme sejarah, sekalipun dilantunkan dengan begitu heroik. Nasionalisme menjadi istilah yang terdengar tanpa kesejukan dan hanya menjadi sebuah retorika politik belaka dengan argumen historistik partial sehingga menutup dirinya untuk diartikulasikan dalam konteks kekinian. Nasionalisme menjadi sebuah ortodoksi religius ketika ia dibekukan dengan serangkaian ritual dan simbolisasi tertentu yang menghilangkan tujuan awal dari kebangkitan Nasionalisme i.e. Kemerdekaan dan Kebebasan dari ketertindasan. Kegelisahan kalangan pasca nasionalisme dapat dipahami pada saat nasionalisme dapat dengan mudah berubah menjadi `fanatisme fasistis'. Nasionalisme juga sering kali disalah-gunakan sebagai landasan filosofis untuk memaksakan kehendak pada saat praktek Nasionalisme itu dipaksa berdefinisi tunggal. Contohnya pada saat penguasa India menggunakan slogan Nasionalisme untuk mengklaim dan mengendalikan Kasmir sejak tahun 1947. Penguasa India menempatkan satu orang tentara untuk tujuh orang penduduk Kasmir. Lebih dari 1 juta pengungsi, tiga perang besar dan ratusan ribu orang terbunuh adalah hasil dari praktek nasionalisme para penguasa India. Praktek-praktek semacam ini semakin mengaburkan pemaknaan terhadap Nasionalisme hingga Albert Einstein menyebut nasionalisme sebagai tidak lebih dari penyakit campak bagi kemanusiaan. Tidak mudah mengurai makna istilah nasionalisme secara semantik, mengingat penggunaannya yang bersifat luas yang mengacu pada makna yang berbeda-beda. Istilah nasionalisme sering diidentikan dengan istilah bangsa (nation), kebangsaan (nationality), dan negara (state). Namun secara etimologis terlihat bahwa nasionalisme berakar pada bangsa dan meluas pada istilah kebangsaan. Variasi pemaknaan istilah nasionalisme bertambah rumit pada saat nasionalisme dipermainkan oleh para politikus dan menjadi praktek gerakan oposisi politik dalam terminologi John Breuilly. Dalam studi semantik Guido Zernatto (1944), kata nation berasal dari kata Latin natio yang berakar pada kata nascor yang berarti 'saya lahir'. Perkembangan nasionalisme sebagai sebuah konsep yang merepresentasikan sebuah gagasan politik bagaimanapun jauh lebih kompleks dari transformasi semantik yang mewakilinya. Tetapi tampaknya, Zernatto mengambil prinsip `tanah kelahiran' dari pada faktor etnis, agama, ras, bahasa sebagai landasan interpretasi nasionalisme-nya. Kasus Dr. Tio Oen Bik, seorang etnis Tionghoa kelahiran Tuban, yang menyatakan diri sebagai wakil Rakyat Indonesia dalam Brigade Internasional anti fasisme Jenderal Franco dapat mendukung argument bahwa Nasionalisme itu tidak ada kaitannya dengan faktor etnisitas. Menurut Louis L. Snyder istilah kebangsaan (nationality) mengacu atau digunakan dalam makna (obyektif atau eksternal) yang kongkrit (bahasa nasional, wilayah, negara, peradaban, dan sejarah), atau dalam makna (subyektif, internal, atau ideal) yang abstrak (kesadaran nasional, atau sentimen). Penjelasan Snyder lebih jauh dikembangkan oleh Miroslav Hroch?seorang teoritikus politik penting Czechdalam uriannya tentang faktor-faktor kelahiran sebuah bangsa dan proses nation-building. Hroch menyimpulkan bahwa sebuah kelompok sosial tidak hanya dibentuk oleh kombinasi antara relasi objektif (ekonomi, politik, bahasa, budaya, agama, daerah, sejarah) dan refleksi subjektif dalam kesadaran kolektif. Bagi Hroch terdapat tiga hal yang tak dapat diabaikan dalam proses nation-building yaitu 1. `Ingatan' kolektif akan sejarah bersama, 2. Kedekatan hubungan kebudayaan, 3. Konsepsi kesetaraan dari seluruh anggota kelompok yang terorganisir sebagai civil society. Dengan demikian Nasionalisme itu tidak lahir dengan sendirinya dan bebas dari faktor-faktor pendukung proses kelahiran semangat Nasionalisme. Adanya faktor subjektif dalam membentuk rasa Nasionalisme itu menyulitkan kita untuk menemukan parameter yang sahih untuk mengukur dan menilai kualitas nasionalisme seseorang. Seseorang tak dapat menilai kualitas nasionalisme orang lain serta menjadi hakim nasionalisme hanya melalui keseragaman ritual dan simbol. Agaknya kita hanya perlu menciptakan ruang yang kondusif agar Nasionalisme itu dengan sukarela dirasakan oleh anggota ke-Bangsa-an Indonesia daripada mempertanyakan `kadar Nasionalisme' orang lain, terlebih lagi pada saat Nasionalisme itu disamarkan dan identik dengan rasialisme. NASIONALISME KEBANGSAAN INDONESIA Dalam konteks Indonesia, saya kira, Nasionalisme itu bersifat Nasionalisme-Kebangsaan. Nasionalisme Kebangsaan Indonesia itu berbeda dari etno-race
[budaya_tionghua] forum diskusi Siauw Giok TJhan: Seputar Masalah Tionghoa
SEPUTAR MASALAH TIONGHOA Golongan Tionghoa difungsikan sebagai sodetan arus gelombang politik agar tidak membentur dan memecahkan waduk pertahanan politik status quo. Begitulah kira-kira opini yang sempat dilontarkan oleh Koko Dinata, salah seorang tokoh masyarakat Tionghoa-Indonesia, dalam diskusi SEPUTAR MASALAH TIONGHOA yang diselenggarakan forum diskusi Siauw Giok Tjhan tanggal 10 Desember 2005 yang dihadiri oleh sekitar 10 pemuda Tionghoa dari berbagai kalangan. Menurut Bung Koko Dinata terdapat beberapa penyebab lemahnya posisi golongan Tionghoa ini sehingga golongan Tionghoa dengan mudah menjadi target sodetan politik antara lain golongan Tionghoa diasumsikan memiliki `tanah leluhur' yaitu Tiongkok sehingga loyalitasnya terhadap NKRI sangat diragukan, kesenjangan sosial- ekonomi yang mengurucut pada identifikasi bahwa Tionghoa sebagai golongan ekonomi kuat, perbedaan agama, `tudingan' bahwa golongan Tionghoa itu tidak bermoral dan adanya mitos bahaya kuning. Tan Swie Ling, Ketua Umum HIDASINDO, membantah `identifikasi' golongan Tionghoa sebagai golongan ekonomi kuat dengan menunjukkan keterkaitan fakta lemahnya posisi HAM golongan Tionghoa. Pak Tan memberikan contoh kasus kuatnya posisi politik Jepang dan Jerman yang salah satu faktor penyebabnya adalah posisi ekonomi mereka yang kuat. Fenomena yang sama tidak terjadi pada golongan Tionghoa yang dikatakan sebagai golongan ekonomi kuat. Adalah sebuah kejanggalan apabila golongan Tionghoa merupakan golongan ekonomi kuat di satu sisi dan di sisi lain menjadi golongan yang terdiskriminasi hak-hak asazinya. DISKRIMINASI TIONGHOA Pola diskriminasi rasial yang dilatar-belakangi oleh mentalitas xenophobia merupakan fenomena umum, sekalipun tidak bermaksud membenarkan. Kikin Tarigan, Mantan Ketua Umum PMKRI, berkomentar bahwa merupakan keumuman bahwa sebuah kelompok dominan untuk tetap mendominasi panggung politik kekuasaan. Dampak dari pertarungan dominasi politik ini menyebabkan ketidak-puasan dari golongan yang terpaksa `kalah'. Bung Kikin mencontohkan bahwa masyarakat katolik di beberapa daerah timur Indonesia juga memandang etnik Batak dengan kecemburuan sosial karena sebagian besar jabatan birokrasi daerah setempat dikuasai oleh tokoh-tokoh Batak yang dipandang bukan berasal dari golongan `pribumi' di daerah Indonesia Timur. Terlepas dari kesamaan agama yang dianut. Disharmoni relasi antar etnik di Indonesia menyebabkan munculnya wacana putera daerah. Padahal, bantah salah seorang peserta diskusi, apabila wacana kebangsaan Indonesia telah benar-benar membumi dalam setiap sanubari orang Indonesia maka tidak menjadi masalah apabila putera Jawa menjadi gubernur Aceh, sebagai contohnya. Toch, sama-sama orang Indonesia. Demikian pula dengan partisipasi dari golongan Tionghoa yang merupakan salah satu suku dalam dinamika ke-Indonesia-an. Kekhususan wacana diskriminasi terhadap Tionghoa lebih berkaitan dengan diskriminasi yang dilakukan oleh negara yang dilegalkan lewat seperangkat perundang-undangan. Masih berlakunya undang-undang catatan sipil warisan kolonial Belanda yang membagi bangsa Indonesia menjadi 3 golongan dipandang sebagai kendala reformasi hukum oleh Jono, aktivis muda Tionghoa yang bekerja di Yayasan Penelitian Hukum Indonesia. KEBUTUHAN AKAN PARTAI POLITIK Kebutuhan sebuah wadah yang mampu mengakomodasi aspirasi golongan Tionghoa disepakati oleh hampir seluruh peserta diskusi. Tetapi `bentuk' serta `sifat' wadah itu sendiri mesti terus dikaji dan dievaluasi ulang terus menerus untuk disesuaikan dengan konteks yang berlaku. Pengalaman belakangan ini telah memberikan tambahan wawasan bagi golongan Tionghoa. Kebutuhan akan adanya sebuah Partai Politik Tionghoa tampak masih diminati oleh sebagian peserta diskusi. Sekalipun catatan amat kritis diberikan oleh beberapa peserta diskusi terkait masalah organisasi atau Partai Politik Tionghoa ini. Bung Anton, aktivis Institute Multikulturalisme Indonesia, mempertanyakan kebutuhan akan sebuah Partai Politik Tionghoa dengan mengutip pandangan Dan Lev yang meragukan manfaat bagi golongan Tionghoa apabila mendirikan sebuah Partai Politik berbasis etnisitas yang justru akan mengisolasi golongan Tionghoa itu sendiri dan membuka ruang primordialisme politik. Perubahan paradigma dan pola perilaku keorganisasian amat ditekankan oleh Bung Koko Dinata. Perubahan tersebut berkaitan dengan kebutuhan untuk merubah pola kompetisi ego untuk mengejar kekuasaan politik yang hanya memicu friksi internal menjadi pola kesinergian antara sesama penggiat organisasi dengan mengutamakan orientasi dan objektif golongan Tionghoa secara menyeluruh. Pendapat ini mengerucut pada asumsi bahwa tidaklah menjadi kebutuhan untuk membentuk sebuah partai politik ekslusif dengan orientasi primordialisme yang mengusung istilah Tionghoa secara vulgar. Lebih jauh dan lebih mendalam, Pak Tan mengupas hakekat dan peran sejati sebuah Partai Politik yang
[budaya_tionghua] INTEGRASI THE MELTING POT
INTEGRASI THE MELTING POT Oleh : Kenken Pramoedya Ananta Toer, penerima 17 penghargaan termasuk Ramon Magsaysay Award dan nominator Nobel Prize for Literature, dalam artikel pendek Rasialisme Anti-Tionghoa dan Percobaan Menjawabnya (1999) menyarankan: giatkan penyebaran informasi yang menumbuhkan saling pengertian antara dua belah pihak. Antaranya menyerbarluaskan karya Siauw Giok Tjhan dan lain-lain, dan terutama karya Siauw. Kajian sejarah seputar Siauw dan karya-karyanya mungkin akan bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Herman Menville bahwa Jangan sekali-kali memandang ke belakang Masa lampau adalah buku pelajaran para penguasa lalim, Masa Depan adalah Kitab Suci Orang Bebas. Tetapi tanpa sejarah, golongan Tionghoa hanya akan menjadi dahan tanpa akar sehingga dengan mudah tercerabut oleh tangan-tangan kekuasaan rasialis. Pemahaman akan sejarah amat ditekankan oleh Presiden Soekarno dengan slogan `JASMERAH' yang berarti `Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah'. Dan sejarah perjuangan menentang rasialisme anti-tionghoa, sebuah sentiment yang menempatkan golongan Tionghoa sebagai hantu etnis yang duduk bagaikan seseorang yang selalu membawa suasana muram di pesta, tidak dapat dipisahkan dari nama SIAUW GIOK TJHAN. Siauw terpengaruh secara langsung oleh tokoh-tokoh pendahulu seperti Liem Koen Hian dan Tan Ling Djie di samping juga banyak mendapat pelajaran dari tokoh-tokoh nasional seperti Bung Karno dan Dr. Tjipto Mangunkusumo. Pengalaman langsung dalam arus revolusi dan penghayatannya terhadap prinsip-prinsip humanisme serta pemahaman mendetail tentang permasalahan kebangsaan dan Tionghoa menyebabkan Siauw sampai pada konsepsi INTEGRASI wajar sebagai landasan perjuangan menentang rasialisme anti-tionghoa. INTEGRASI wajar, saat ini diidentifikasi sebagai paham MULTIKULTURALISME, adalah landasan konsepsi perjuangan dalam rangka membangun Indonesia yang bersih dari praktek-praktek diskriminasi rasial serta sepenuhnya mendukung kesamaan hak dan kewajiban warga- negara tanpa mempermasalahkan asal-usul dan identitas etnis. Pemahaman Multikultural yang terkandung dalam konsepsi INTEGRASI mensinergikan perbedaan landasan etnisitas dan hakekat Kebangsaan Indonesia. Sehingga seseorang dengan latar-belakang etnis apa pun dapat menjadi warga-negara dan bangsa Indonesia yang baik tanpa perlu menanggalkan identitas primoridal etnisitas yang dimilikinya. Konsepsi INTEGRASI wajar ini bertolak-belakang dengan konsepsi Peleburan Total yang pertama kali dikenal lewat sebuah pementasan drama di kota Washington berjudul The Melting Pot (Panci Peleburan) karya Israel Zangwill di tahun 1908 yang mengekspresikan orientasi untuk menenggelamkan kesatuan-kesatuan etnis tersendiri ke dalam ras Amerika vana baru. Setelah mendapat respond antusias dari Presiden Theodore Roosevelt, The Melting Pot dipentaskan di depan sidang-sidang penonton yang kagum di seluruh negara bagian Amerika Serikat. Jane Addams dari Hull-House di Chicago memberi komentar, bahwa Zangwill telah menjalankan suatu pelayanan yang besar bagi Amerika dengan mengingatkan kita tentang harapan-harapan luhur dari pendiri-pendiri Republik. Pecahnya perang pada tahun 1914 menyebabkan proses Amerikanisasi (asimilasi a la Amerika) dijalankan secara paksa. Bahkan presiden Theodore Roosevelt dan Woodrow Wilson yang sebelumnya cukup ramah terhadap kaum imigran pun merasa cemas bahwa dalam suatu kemelut para pendatang itu akan lebih setia kepada negara asalnya daripada kepada Amerika. Kita tidak dapat menerima kesetiaan `fifty-fifty' di negara ini kata Theodore Roosevelt. Maka E Pluribus Unum menjadi motto nasional dengan interpretasi tunggal dari pemerintah dan teori The Melting Pot menjadi alat pemaksa terlepas dari ketidak- tepatannya baik sebagai fakta maupun sebagai suatu cita-cita. Di tahun 1915, Horace Kallen (seorang ahli filsafat Yahudi Amerika) menulis sebuah esai berjudul Democracy Versus the Melting-Pot. Esai ini membenturkan pola `peleburan total' yang tidak bersesuaian dengan prinsip demokrasi. Kallen terkesan dengan bertahannya kelompok-kelompok etnis dan tradisi-tradisi mereka yang berbeda. Tidak seperti afiliasi yang dipilih secara bebas, katanya, ikatan etnis tidak sukarela dan tidak dapat diubah. Lebih jauh, Kallen mengatakan bahwa Orang-orang dapat mengganti pakaiannya, politiknya, istrinya, agamanya, pandangan falsafahnya: mereka tidak dapat mengganti kakek-kakek mereka. Orang Yahudi atau orang Polandia atau orang Anglo-Saxon, agar berhenti menjadi orang Yahudi atau Polandia atau Anglo-Saxon. Saat ini, lama setelah perang usai, The Melting Pot disesali oleh beberapa kalangan keturunan Anglo-Saxon sebagai penyebab hilangnya variasi-variasi asing yang menarik demi kesamaan Anglosentris yang hambar. INTEGRASI wajar atau paham MULTIKULTURALISME mendapat tempat dan dihargai sebagai paham yang sepenuhnya berlandaskan pada prinsip humanisme, hak-hak asazi manusia dan demokrasi.
[budaya_tionghua] OOT: ROSA LOUISE McCAULEY PARKS
ROSA LOUISE McCAULEY PARKS Oleh: Kenken Perempuan yang dijuluki mother of the modern day civil rights movement ini dilahirkan dengan nama Rosa Louise McCauley pada tanggal 4 Februari 1913 di Tuskegee, Alabama. Bersuamikan Raymond Parks yang memberinya nama Parks hingga ia dikenal dengan nama Rosa Parks. Rosa Parks merubah sejarah Amerika dengan perbuatan `sederhana' yang ia lakukan di dalam bus kota di suatu senja tanggal 1 Desember 1955 yang memicu pergolakan `besar' perjuangan hak-hak asazi manusia dan gerakan anti-rasialisme terhadap masyarakat kulit berwarna yang tersubordinasi secara sistematis dan keji oleh supremasi rasialis Anglo Saxon. Ia mungkin bukan orang pertama yang memulai gerakan perlawanan terhadap kebijakan hukum Jim Crow yang mengusung perlakuan segregatif beda tapi setara antar masyarakat kulit putih dan kulit hitam yang dalam prakteknya menempatkan masyarakat kulit putih sebagai kelompok superior. Di tahun 1944, Jackie Robinson menolak memberikan tempat duduk kepada seorang lelaki kulit putih dan pindah tempat duduk ke kursi kulit hitam di bagian belakang bus. Kemudian seorang siswi SMU Booker T. Washington bernama Claudette Colvin yang masih berusia 15 tahun melakukan hal yang sama pada tanggal 2 Maret 1955. Keduanya tidak mematuhi aturan kulit putih. Tetapi Rosa Parks, yang dinyatakan bersalah karena melakukan `tindakan yang tidak pantas' dan `melanggar peraturan daerah' karena menolak memberi tempat duduk untuk seorang lelaki kulit putih, adalah pemicu gerakan massif yang kemudian dikenal sebagai Montgomery Bus Boycott dan akhirnya berkembang menjadi gerakan massal yang menghapus peraturan-peraturan rasialis Amerika. Untuk pertama kalinya, sebuah gerakan anti diskriminasi dilakukan secara tersistematis dengan menggunakan kekuatan massa dan mengambil bentuk sebagai gerakan politik. Gerakan pemboikotan angkutan bus Montgomery itu dirancang oleh E.D. Nixon, Jo Ann Robinson, dan Clifford Durr (seorang pengecara berkulit putih dan seorang aktivis gerakan hak-hak sipil) dan direstui oleh Jaksa Fred Gray yang bersepakat untuk melakukan pemboikotan satu hari terhadap sistem angkutan umum yang segregatif dan rasis. Pemboikotan ini diumumkan pada tanggal 4 Desember 1955 oleh gereja- gereja kulit hitam dan sebuah artikel yang dimuat oleh The Montgomery Advertiser membantu penyebaran informasinya. Selanjutnya, masyarakat kulit hitam Amerika bersepakat untuk melanjutkan pemboikotan sampai mereka diperlakukan dengan pantas, diperbolehkannya orang berkulit hitam untuk menjadi supir bus, dan penghapusan pemisahan tempat duduk di dalam bus. Pada hari Senin tanggal 5 Desember (hari pengadilan Rosa Parks), The Women's Political Council menyebarkan 35.000 leaflets yang berisi seruan kepada orang-orang berkulit hitam untuk memboikot angkutan bus Montgomery. Di hari yang sama, sekelompok orang yang berjumlah 16-18 orang berkumpul di Gereja Mt. Zion AME Zion untuk mendiskusikan strategi boikot. Maka dibentuklah organisasi baru dengan nama Montgomery Improvement Association (MIA) dan terpilihlah seorang pendeta muda dari Dexter Avenue Baptist Church yang bernama Dr. Martin Luther King, Jr sebagai presiden organisasi yang baru saja dibentuk. Setelah hari itu, kota Montgomery dikejutkan dengan pemogokan massal 40.000 orang kulit hitam yang menolak untuk menggunakan angkutan bus dan memilih berjalan kaki. Gerakan ini baru berakhir setelah 381 hari. Pemboikotan ini mengganggu stabilitas finansial perusahaan- perusahaan angkutan bus. Fenomena ini mendorong munculnya aksi-aksi protes lain. Sebagai balasan aksi protes ini, sejumlah gereja kulit hitam diledakan. Begitu juga dengan kediaman Dr. King dan E.D. Nixon tidak luput dari serangan. Gerakan massa ini merupakan aksi massa terbesar dan paling berhasil dalam menentang segregasi rasial dan menempatkan Dr. King sebagai figure terdepan dalam gerakan perjuangan hak-hak sipil. Joe Azbell, editor harian Advertiser, mengajukan pertanyaan di awal berlangsungnya aksi protes tersebut. Apa yang mereka capai lewat aksi ini? Mungkin jawabannya adalah sebuah perasaan bermartabat, rasa hormat, dan kekuatan, sebuah perasaan sebagai sebuah komunitas, diterminasi untuk mengklaim hak-hak mendasar, sebuah keberanian untuk melawansebuah kemenangan yang pantas untuk komunitas Afro- Amerika. Dan sejarah mencatat nama Rosa Parks sebagai seorang yang mengawali perubahan besar ini. Seorang diri, Rosa Parks mengawali perlawanan masyarakat Afro-Amerika dengan kekuatan politis yang pada akhirnya membangkitkan kesadaran orang Amerika akan perjuangan hak-hak sipil. Awalnya, ia tampak sendirian, menantang benteng fanatisme rasialis kata Pauli Murray sepuluh tahun kemudian. Tanpa Rosa Parks, dunia tidak akan mengenal Dr. Martin Luther King, Jr. Pembangkangan Rosa Parks disebabkan karena ia terlalu letih, bukan karena kelelahan fisik, tetapi ia hanya lelah untuk menyerah. Ia hanya merasa memerlukan
[budaya_tionghua] undangan diskusi: Pribadi, gagasan dan kepemimpinan Siauw Giok Tjhan
UNDANGAN DISKUSI SHARING Forum diskusi SIAUW GIOK TJHAN mengundang saudara/i untuk menghadiri diskusi dialogis: Tema : Pribadi, Gagasan dan Kepemimpinan Siauw Giok Tjhan Nara Sumber : Tan Swie Ling (ketua umum Himpunan Daya Sinergi Indonesia) Hari/tanggal : Sabtu, 12 November 2005 Waktu: 13.00 WIB 16.00 WIB Alamat : Jl. Pemadam No. 9. Cideng Mohon konfirmasi. Tempat terbatas. Kontak person: Maya 0812-8201207/ 021-632 4429 Hendera 0815-86568687 Ahan 0815-9420309 Sekilas tentang SIAUW GIOK TJHAN: Siauw Giok Tjhan dilahirkan di Surabaya 23 Maret 1914, telah aktif ikut menentang Kolonialisme Belanda semenjak 1933 bersama-sama dengan Dr. Soetomo. Kemudian turut serta dalam diskusi-diskusi mempersiapkan UUD RI dalam kelompok Liem Koen Hian. Setelah proklamasi diangkat sebagai anggota Komite Nasional Daerah Malang kemudian sebagai anggota KNIP (Komite Nasional Pusat). Setelah itu menjabat menteri Negara dalam Kabinet Amir Sjariffudin antara 1947- 1948. setelah berakhirnya RIS (Republik Indonesia Serikat), dalam proses menegakan kesatuan RI, Siauw selalu aktif dalam DPR dan berbagai instansi DPR-GR/MPRS, anggota DPA dan juga aktif dalam Dewan Harian Angkatan 45. setelah 1965, ia ditahan oleh penguasa militer (KOPKAMTIB) selama 13 tahun tanpa ada proses pengadilan. Apakah atas perbuatannya itu ia pantas ditahan terserah kepada pendapat dan perasaan pembaca masing-masing. sebagai orang Indonesia keturunan Tionghoa, Siauw Giok Tjhan adalah seorang tokoh masyarakat yang memperjuangkan pergantian masyarakat warisan kolonial ke masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, bebas dari ciri-ciri kolonial dan mewujudkan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang bebas dari segala bentuk rasialisme melalui suatu proses integrasi secara wajar. Tentang Forum Diskusi SIAUW GIOK TJHAN Forum diskusi Siauw Giok Tjhan adalah sebuah kelompok belajar (study club) yang mengkhususkan diri mempelajari dinamika politik, fenomena sosial, budaya dan aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat Tionghoa Indonesia. Forum diskusi ini adalah sebentuk kenangan atau sebuah memoribilia untuk Siauw Giok Tjhan, seorang pemimpin masyarakat Tionghoa yang telah banyak berkorban untuk bangsa dan Negara Indonesia dan khususnya untuk komunitas Tionghoa--seseorang yang patut untuk ditauladani dan dikenang. Yahoo! Groups Sponsor ~-- Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving. http://us.click.yahoo.com/j2WM0C/PbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] MULTIKULTURALISME dan MASALAH TIONGHOA
MULTIKULTURALISME dan MASALAH TIONGHOA oleh: Kenken* Di tengah-tengah arus perubahan dunia berakselerasi tinggi, masyarakat Tionghoa menghadapi dilema-dilema yang bersifat primordial seputar masalah eksistensinya sebagai salah satu suku dalam ke-Bangsa-an Indonesia, posisinya sebagai warga negara Republik Indonesia, pengakuan sosial dan penghormatan terhadap identitas ke-Tionghoa-an, relasinya dengan struktur politik nasional sebagai super-struktur yang turut berpengaruh dalam menentukan opini publik terhadap masyarakat Tionghoa dsb. Seakan-akan, jargon Masalah Tionghoa tidak pernah usang sejak sebelum revolusi 17 Agustus 1945. Silang pendapat dan kontra argumentasi mewarnai persepsi berbagai kalangan mengenai Masalah Tionghoa ini. Mulai dari opini yang meletakan masyarakat Tionghoa sebagai faktor masalah yang dipermasalahkan sampai pada usaha-usaha pengabaian dan penolakan terhadap adanya Masalah Tionghoa dengan sikap acuh tak acuh. Masalah Tionghoa tampaknya telah terlalu sering dibicarakan dalam seminar-seminar atau bahkan telah mengalami proses politisasi oleh sejumlah tokoh/tukang seminar hingga membuat Kwik Kian Gie berpendapat bahwa ketegangan antara pri dan nonpri cenderung didramatisir. Terlepas benar-tidaknya pendapat Pak Kwik tersebut, faktanya komunitas Tionghoa seringkali mengalami pengalaman-pengalaman pahit yang membingungkan rasionalitas dan menggoyahkan keyakinan akan keagungan prinsip humanisme. Paling tidak tercatat mulai tahun 1740 sampai dengan 13-15 Mei 1998, masyarakat Tionghoa diharuskan menghadapi kenyataan-kenyataan pahit, dengan gradasi berbeda, yang berkaitan dengan dan dipicu oleh semangat rasialis anti-Tionghoa. Mulai dari dikeluarkannya kebijakan negara di bidang ekonomi seperti PP-10 yang legendaris sampai sederet panjang catatan kerusuhan rasialis anti-Tionghoa yang meminta korban jiwa. Berbagai tawaran solusi pernah pula diberikan sebagai respon dari Masalah Tionghoa. Mulai dari sekedar anjuran sinis untuk berasimilasi dengan golongan mayoritas (entah siapa yang dimaksud dengan `golongan mayoritas' tersebut) sampai pada bentuk-bentuk pemantauan militer seperti dibentuknya Staf Chusus Urusan Tjina (SCUT) dan Badan Kordinasi Masalah Cina (BKMC). Bahkan langkah drastis pernah diambil oleh Presiden Soeharto, atas anjuran Kristoforus Sindhunata dan pengaruh dari SCUT, dengan mengeluarkan Instruksi Presiden No. 14/1967 tentang pelarangan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Bahkan para pemimpin bangsa seperti Ir. Soekarno, Moh. Yamin, Siauw Giok Tjhan dan Gus Dur tidak mampu mengakhiri fenomena Masalah Tionghoa ini. Sehingga tampaknya kita memerlukan konstruksi paradigma baru yang menyertakan seluruh elemen masyarakat untuk secara bersama-sama membangun kesadaran akan hak-hak asazi, demokrasi, hukum, humanisme, keadilan dan kesejahteraan bersama. Atau paling tidak sebuah paham yang berpendapat bahwa di mana pun tempat tinggalnya, setiap individu memiliki sejumlah kekuatan dasar yang tak dapat dicabut oleh kekuatan politik mana pun. Sehingga memungkinkan seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya masyarakat Tionghoa, untuk berada dalam sebuah era di mana gerakan hak asazi manusia tidak lagi, meminjam kata-kata Geoffrey Robertson, memohon- mohon kepada tirani, menulis surat-surat dan mengirimkan misi-misi untuk memohon agar penguasa tidak bertindak kejam dan melanggar hak asazi manusia. Hal ini terasa menjadi kebutuhan mendesak pada saat masyarakat dunia berada dalam pergolakan dan pergeseran kebudayaan seperti saat ini. Ketika modernisme tiba-tiba runtuh dan mati di sekeliling kita dan kita diharuskan memasuki sebuah era baru. Beberapa ahli sosial telah mencapai kesepekatan bahwa fenomena saat ini menandai berakhirnya sebuah cara pandang universal yang menekankan konsep kesatuan dan keseragaman (uniformity). Mereka mencoba menggantikan keseragaman itu dengan sikap hormat kepada perbedaan dan penghargaan kepada yang khusus (partikular dan lokal) didasari oleh kesadaran terhadap keanekaragaman budaya di bumi ini. Dengan kata lain, mereka memunculkan sebuah etos baru yang merupakan sebuah perceraian radikal dengan pola pikir masa lalu. Bagi Indonesia, jatuhnya rezim sentralisme-otokratik Soeharto menandakan hilangnya titik pusat yang mengontrol segala sesuatu untuk menjadi seragam. Tidak ada lagi standar umum yang dipakai mengukur, menilai atau mengevaluasi konsep-konsep dan gaya hidup tertentu. Ketiadaan titik pusat ini mungkin setara dengan istilah yang ditawarkan oleh Michel Foucault yaitu heterotopia. Istilah Foucault ini menggarisbawahi perubahan besar yang sedang kita alami dan membuang jauh-jauh impian kosong tentang keteraturan yang seragam. Ia menawarkan keanekaragaman yang tak terhitung banyaknya, multiverse, multi-etnik, multikultural telah menggantikan model universal yang monolitik. Tentu saja, relativisme dan pluralisme bukanlah istilah baru. Tetapi bagi Indonesia, menurut Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, tantangan paling besar justeru pluralisme itu sendiri.