[budaya_tionghua] sedikit tentang Sosialisasi UU Kewarganegaraan Baru

2006-07-20 Terurut Topik odeon_cafe

kemarin malam, saya bersama beberapa kawan menghadiri acara 
sosialisasi UU Kewarganegaraan baru. 

acara ini diselenggarakan oleh INSTITUTE KEWARGANEGARAAN INDONESIA. 
institute ini adalah lembaga baru yang didirikan oleh Mr. Murdaya 
Poo sebagai ketua dewan penasehat. duduk dalam dewan penasehat itu 
beberapa anggota Pansus kewarganegaraan seperti Slamet Effendy Yusuf 
dari Golkar dan Benny K. Harman dari PD. 

acara sosialisasi UU Kewarganegaraan baru dihadiri oleh para 
pembicara dan tokoh-tokoh nasional. mereka adalah Slamet Effendy 
Yusuf, Benny K. Harman, Lukman Hakim Syaifudin dari PPP, menteri 
Hamid Awaludin, dan dirjen Putu Oka. selain itu, datang juga Mbah 
Tarjo dan wakil ketua DPR AM. Fatwa. 

tokoh-tokoh Tionghoa yang hadir antara lain The Nin King, AB 
Susanto, Teddy Yusuf, Harris Chandra, Edi Lembong, Nancy Wijaya, 
Rahman Hakim, Edi sadeli, Rebeka Harsono, Herry Singh dan banyak 
lagi. sayangnya, komposisi pemuda-pemudi Tionghoa masih minim. saya 
hitung-hitung paling-paling 5%. selebihnya adalah orang-orang tua 
dan tokoh ngetop dari berbagai organisasi kesukuan dan beberapa 
utusan dari daerah seperti INTI Sukabumi. 

Acara dibuka dengan pemberian penghargaan dari segenap anggota dewan 
kepada anak-anak SMU yang berhasil menjadi juara Olympiade Fisika di 
RRT. Yohanes Surya sebagai pelatih pun mendapat penghargaan. Mr. Poo 
memberi jaminan bahwa para pemenang Olympiade Fisika tersebut akan 
mendapat bea siswa sampai jenjang pendidikan S3. 

Hamid Awaludin mendapat kesempatan pertama bicara. antara lain 
beliau berkata bahwa UU Kewarganegaraan baru ini bersifat 
revolusioner. dan sosialisasi UU Kewarganegaraan ini adalah 
sosialisasi yang paling cepat apabila dibandingkan dengan 
sosialisasi-sosialisasi UU lain yang pernah dilakukan selama ini. 
bagi Hamid, Sosialisasi pertama ini sangat tepat karena Tionghoa 
adalah pihak yang menjadi victim praktek diskriminasi selama ini. 

Hamid, seperti juga Lukman Hakim, Benny K. Harman dsb, menandaskan 
bahwa UU Kewarganegaraan ini memberi definisi yang sangat jelas 
mengenai term bangsa Indonesia Asli yang terdapat di pasal 26 UUD 
45. Penjelasan Pasal 2 berbunyi : yang dimaksud dengan bangsa 
Indonesia Asli adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara 
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima 
kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. sehingga dari 
penjelasan ini kita dapat menarik definisi bangsa Indonesia asli 
yang didasari oleh kewarganegaraan bukan berdasarkan kategori rasial 
seperti yang selama ini berlaku dan dipahami secara umum. 

Slamet Effendy Yusuf menegaskan bahwa kita semua adalah orang 
Indonesia asli. ya hamid, ya slamet, ya Tan Joe Hok dsb adalah 
bangsa Indonesia asli. tidak perlu lagi KTP ditandai, tidak perlu 
lagi ganti nama dsb. 

perubahan-perubahan mendasar dan bersifat revolusioner dalam UU 
Kewarganegaraan baru yang disampaikan oleh Menteri Hamid Awaludin 
dan anggota dewan antara lain seputar diakomodirnya kesetaraan 
perempuan dan perlindungan terhadap anak hasil kawin campur.

Juga, masalah dibukanya kesempatan menjadi WNI bagi orang-orang yang 
berjasa bagi Indonesia dengan diberlakukannya pasal 20 yang 
berbunyi :

orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia 
atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan 
Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan 
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian 
kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan 
berkewarganegaraan ganda. 

dengan demikian, orang-orang Tionghoa spt Tan Joe Hok, Ivana Lie dsb 
yang banyak memberikan jasa baik kepada NKRI dengan mengharumkan 
nama Indonesia dapat dengan mudah menjadi warga negara Indonesia. 

Slamet Effendy Yusuf menyitir pengalaman pahit yang pernah dialami 
oleh para pejuang bulu tangkis seperti Ivana Lie, Tan Joe Hok, Susi 
Susanti, Hendrawan dsb. 

Dengan gaya retoriknya yang khas, Slamet Effendy Yusuf bercerita 
tentang Susi Susanti yang menitikan air mata setelah menjuarai 
Olympiade demi nama Indonesia tetapi di saat yang bersamaan Susi 
Susanti masih berkutat di masalah kewarganegaraan Indonesianya yang 
tidak jelas. 

Aturan lain yang dianggap revolusioner oleh Anggota Dewan dan Hamid 
Awaludin adalah aturan tentang Sangsi Pidana yang diatur di BAB VI 
tentang KETENTUAN PIDANA pasal 36-38. 

Seluruh anggota dewan yang berbicara pada malam ini menekankan 
pentingnya pengawasan implementasi UU Kewarganegaraan ini. para 
anggota dewan menekan Menteri Hamim Awaludin untuk mengadakan 
sosialisasi di jajaran kementeriaan Hukum dan Ham serta departemen-
departemen terkait seperti departemen dalam negeri dan keimigrasian. 
Hamid Awaludin hanya senyum-senyum sambil menggangguk-angguk. 

Hamid merespond dengan positif permintaan-permintaan anggota dewan 
itu dengan mengatakan bahwa UU telah memerintahkan lewat pasal 43 
kepada menteri untuk membuat Kepmen paling lambat 3 bulan sejak UU 
Kewarganegaraan diundangkan. 


[budaya_tionghua] Re: Encik Martha jangan gitu donk

2006-07-03 Terurut Topik odeon_cafe
Koh Agoeng Setiawan yb, 

saya juga tidak terlalu setuju dgn orang-orang yang MALU terhadap 
warisan budaya leluhurnya sendiri. 

apalagi MALU terhadap warisan budaya leluhur Tionghoa yang sudah 
berusia tua dan memiliki peradaban sangat tinggi itu. 

di sela-sela tumpukan buku almari teman saya, terdapat sebuah buku 
besar berjudul Great National Treasures of China. 

terdapat foto-foto peninggalan permata, kramik, lukisan, gelas 
perunggu, patung keagamaan dsb dari ribuan tahun yang lalu. 

whoa…saat bangsa Anglo Saxon masih makan dengan tangan dan memakai 
pakaian dari kulit binatang serta tidur bersama kutu kurap, leluhur 
Tionghoa sudah mencapai peradaban sangat tinggi dan mampu 
menghasilkan karya seni yang sangat halus dan indah. 

tetapi saya mau ajak Koh Agoeng untuk bertoleran sedikit terhadap 
generasi saat ini yang cenderung berorientasi pada pemujaan kreasi 
dunia barat. 

ada baiknya, mengubah sedikit pendekatan dengan cara memaki 
menjadi pendekatan simpatik. biasanya, ketidak-sukaan atau rasa malu 
tersebut dikarenakan ketidak-tauan. 

nah, adalah sangat wajar apabila terdapat begitu banyak orang 
Tionghoa yang tampak MALU dan tidak suka terhadap warisan budaya 
leluhur Tionghoa. karena mereka tidak terlalu mengetahui. 

adalah jauh lebih baik untuk memberi pemahaman lebih baik daripada 
memusuhi sodara sendiri bukan? 

khusus untuk masalah kontroversi Ci Martha Januari 04. lah, kok saya 
bacanya dia kagak malu dengan budaya leluhur atau berusaha untuk 
melakukan westernisasi. dia Cuma kritik si encim-encim pembawa 
acara. 

nah, disini saya liat pekerjaan rumah kita semua. kenapa kok orang-
orang spt agnes monica, katrin keng, olga lidya, fery salim, delon 
atau sdr. Adrian Congenito tidak mau jadi MC acara kawinan dengan 
budaya Tionghoa?? 

ya mungkin karena karena gak diminta saja kali ya. tetapi saya kira 
sampai saat ini budaya dan ekspresi Tionghoa itu belum benar-benar 
bisa jadi trend. baju cheongsam mungkin pernah jadi trend. 

tetapi kalangan tionghoa blum mampu melakukan pembalikan trend 
budaya. paling tidak Jepang saat ini bisa jadi trendsetter dengan J-
Rock-nya. kelompok musik RATU banyak adobsi kreatifitas Jepang. 

saya membayangkan akan sangat menarik apabila tampilan budaya 
Tionghoa itu bisa disetting sedemikian rupa hingga dapat memicu 
kebanggan. 


Sub-Rosa II








--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, agung setiawan 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 g seh ga peduli dia mau suka apa enggak , masih doyan
 apa enggak ama adat istiadat lama, cuma ga suka banget
 kalo ada org yg malu ama adat istiadatnya sendiri.
 
 --- odeon_cafe [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  wah, lama tidak buka-buka email ternyata
  ada perseteruan hebat di milis BT ini. 
  ci martha diserang abis-abisan karena
  pendapat kontroversial tentang budaya. 
  
  heran, saling maki seperti ini kok sering
  sekali terjadi. yang diserang acapkali
  kawan dengan grand orientasi sama lagi. 
  sedangkan orang-orang dengan motive utama
  bertentangan justeru terus mendapat panggung. 
  
  saya kira, pendapat Ci Martha itu tidak
  prinsipil. cuma beda di tataran pilihan
  tersier. kok jadi bulan-bulanan dan target
  tembak?? 
  
  kalo seseorang kurang suka memakai baju
  adat, saya kira, tidak mesti kalao dia
  berpikiran untuk menghapus atau melarang
  orang lain yang mengusung tema budaya. 
  
  sama persis dgn wanita-wanita muda Jawa
  saat ini yang gak selalu mesti suka berkebaya.
  apakah wanita-wanita itu lantas diserang
  abis-abisan?? atau seperti gadis-gadis muda
  Bali yang saat ini tidak lagi bertelanjang 
  dada, sekalipun sayang sekali ya. apa mesti
  gadis-gadis muda Bali itu dipaksa-paksa
  untuk bertelanjang dada?? he hehe...
  
  berbeda apabila ci martha ini mengadobsi
  pandangan politik LPKB modern yaitu hendak
  memberangus budaya dan menekan pemerintah
  untuk memberlakukan kembali INpres No.14/1967. 
  
  Ci Martha cuma kurang tertarik masalah budaya dan
  adat istiadat jaman dulu tetapi kan blum
  tentu ci martha itu melarang orang lain untuk
  mengekspresikan tampilan budaya yang disukai. 
  
  bukan begitu ci Martha?? 
  
  tapi memang ada baiknya ci Martha jangan terlalu
  jutex dan ketus seperti itu. kalangan Tionghoa
  sudah sering dizolimi sampe-sampe karakter tulis
  tionghoa saja dipersamakan dengan narkoba,
  barang-barang
  porno dan senjata berbahaya. 
  
  jadi hendaknya berhati-hati dalam artikulasi.
  jangan sampe para pembaca salah mengerti dan
  memecah persatuan dan solidaritas. toch, apa pun
  hobi anda apabila kekuatan anti-cina menguat maka
  kita semua akan jadi korban. 
  
  Sub-Rosa II 
  
  
  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com,
  marthajan04 
  marthajan04@ wrote:
  
   --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com,
  agoeng_set 
   agoeng_set@ wrote:
  MJ:
  ortu gue waktu ngawinin anak pertamanya yang
  lelaki
  memang masih 
  pakai lamaran ber-nampan2 dan pernikahan
  pakai acara
  pernak pernik 
  budaya china pakai encim2 yang suaranya

[budaya_tionghua] Re: Buku Mengenai Kekerasan Anti Tionghoa Di Indonesia, 1996-1999

2006-06-29 Terurut Topik odeon_cafe
Menurut Charles A. Coppel, Sarekat Dagang Islam didirikan pada tahun 
1911 sebagai respond didirikannya Kamar Dagang Tionghoa (Sianghwee) 
yang berperan sebagai perwakilan kepentingan dagang orang Tionghoa. 

Coppel, lebih lanjut berargumen bahwa SDI merupakan konkritisasi 
keinginan pengusaha Islam untuk menandingi kekuatan komersial orang 
Tionghoa. keinginan ini dimaterialisasi menjadi dan memiliki arti 
politik yang lebih besar daripada ekspresi ekonomis. 

Wertheim menekankan bahwa PERSAINGAN EKONOMI adalah akar ketegangan 
antara orang Tionghoa dan pribumi. Bukan disebabkan karena `fakta' 
Tionghoa lebih kaya dari pribumi. karena `fakta' semacam itu tidak 
pernah ada. Charles A. Coppel mengajukan teori bahwa asal-usul 
konflik Tionghoa vs pribumi disebabkan karena semakin meluasnya 
perusahaan dan ekspansi bisnis Tionghoa yang memasuki bidang-bidang 
yang sampai saat itu diusahakan oleh pedagang Jawa dan Arab. 

bagi saya, pendapat kedua akademisi dan peneliti masalah Tionghoa 
itu jauh lebih tepat daripada pendapat awam penuh prejudis yang 
menuding bahwa perilaku tak terpuji orang Tionghoa-lah yang 
menjadi penyebab kerusuhan anti Tionghoa. 

biasanya, pihak yang kalah dalam persaingan sehat akan menempuh cara-
cara kotor dan tidak terpuji untuk mengeliminasi kompetitier. cara 
kotor itu dapat dipahami sebagai cara dari gerakan mata gelap. 
karena tidak mampu bersaing secara sehat. 

dalam kasus persaingan dagang antara Tionghoa vs Arab, muncullah 
propaganda dengan menggunakan dalih-dalih sentimen agama. Tionghoa 
kemudian dipojokan sebagai golongan pemakan babi, tidak sunat, 
tukang judi, pemabuk dsb. hobi main perempuan jarang terdengar, 
mungkin karena Arab juga suka main perempuan. semua hal yang 
ditentang oleh agama Islam yang gunanya menciptakan 
kebencian pribumi terhadap Tionghoa. 

apabila kebencian itu dapat ditanam dengan kuat maka satu kipasan 
kecil akan mampu mengobarkan kerusuhan anti Tionghoa yang berdarah. 

pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Tionghoa membela dan 
melindungi dirinya dari serbuan rencana-rencana jahat terhadap 
dirinya?? 

bro. King Hian telah menginformasikan sejumlah buku-buku yang berisi 
informasi positif tentang Tionghoa. hanya buku Junus Jahja saja, 
peranakan idealis, yang agak bias. judul buku yang diinformasikan 
bro. King Hian itu berbeda dengan buku-buku yang diterbitkan semasa 
orde baru spt masalah Tjina, non-pri di mata pribumi, asal usul 
konsep assimilasi dsb yang berisi begitu banyak provokasi negatif 
untuk mendeskreditkan Tionghoa. 

sayangnya, Bro. King Hian tidak memberi list buku-buku yang memuat 
strategi perang dan strategi melindungi diri dari provokasi jahat. 
mungkin karena memang tidak ada ya.


Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Golden Horde [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 In budaya_tionghua@yahoogroups.com, abdi christ save_mynit@ 
 wrote:
  
 Permisi, numpang nimbrung ya.. Kemarin saya baru baca disertasi 
dari
 UGM, yang dibukukan ke bahasa Indonesia, dengan judul : Ganyang
 PEcinan! Buku tersebut mengulas masalah kerusuhan etnis yang 
terjadi
 di Kudus tahun 1911.
 Berkebalikan dengan kesimpulan oleh banyak pihak bahwa SI (syarikat
 Islam) di Kudus yang menjadi dalang peristiwa tersebut, si penulis
 kelihatannya hendak meluruskan bahwa kerusuhan tersebut bukan
 direncanai oleh SI.  
 Isi tulisan dan ulasan lebih banyak dikaitkan terutama dalam 
 hubungan sosial antar etnis Tionghoa dan pribumi. Meliputi juga 
 kondisi politik yg masih dalam jajahan belanda. Juga termasuk 
faktor 
 ekonomi dan persaingan bisnis rokok. 
  
 Saya lupa penerbitnya... sori...
  
 

 
 
 Saya  sudah lihat buku itu sekilas di Gramedia  dan belum membeli 
 atau  membacanya,  buku Ganyang Pecinan yang diterbitkan oleh 
UGM  
 itu sekiranya membahas tentang kerusuhan-kerusuhan anti Tionghoa 
 pada  tahun1912  dimana Serikat Islam terlibat didalamnya dan hal 
 ini sudah menjadi fakta sejarah yang baku  (Sejarah Indonesia 
Modern 
 1200-2004: M.C.Ricklefs). Hal yang perlu  diketahui adalah sejarah 
 dan  latar belakangnya  kejadian itu, sebab kerusuhan yang 
berdarah 
 itu adalah kerusuhan anti Tionghoa  dengan skala besar  (karena 
 terjadi di beberapa kota) yang pertama di awal abad 20.
 
 Sarekat Dagang Islam  (SDI) pertama-tama didirikan oleh mantan 
 pegawai negeri dan wartawan bebas  Tirtoadisuryo di Batavia tahun  
 1909 yang bertujuan untuk  membantu pedagang-pedagang pribumi, 
lalu 
 kemudian mendirikan  cabangnya di Bogor (1910) dan bersama 
pedagang 
 Batik H. Samanhudi di Surakarta pada tahun 1911. Pada tahun 1912 
SDI 
 ini berubah menjadi Sarekat Islam (SI), suatu organisasi gerakan 
 politik yang pertama di pulau Jawa.
 
 Mengenai SDI dan SI ini ada satu  tulisan yang ditulis oleh 
seorang 
 peneliti dari Universiti Kebangsaan Malaysia yang bernama Sumit 
 K.Mandal  judulnya Forging a modern Arab identity in Java in the 
 early twentieth century (2002). 

[budaya_tionghua] MENGUBAH PECITRAAN NEGATIF terhadap Tionghoa

2006-06-21 Terurut Topik odeon_cafe
MENGUBAH PECITRAAN NEGATIF  
oleh : Kenken

Setiap orang dan komunitas etnis suka tidak suka memperoleh sebentuk 
stereotyping sebagai identifikasi dirinya. Stereotyping itu dapat 
diperoleh lewat serangkaian habitus sehingga bangunan stereotyping 
itu bersifat alamiah. 

Dalam kasus stereotyping komunitas Tionghoa, proses itu lebih banyak 
dipengaruhi oleh langkah-langkah tersistematis dan terarah. 
Ironisnya, stereotyping terhadap komunitas Tionghoa itu pekat 
diwarnai oleh stigmatisasi negatif yang bersifat general. 

KOMPOSISI KOMUNITAS TIONGHOA

Para ahli sinologi seperti Thun Ju Lan, I. Wibowo, Melly G Tan dan 
penulis-penulis lepas seperti Rene L. Pattiradjawane, Andreas 
Susanto, Rizal Sukma dll berulang kali menggambarkan heterogenitas 
intern komunitas Tionghoa. Heterogenitas itu seputar kategorisasi sub-
etnis e.g. Hakka, Teochiu, Hokkian, dll. 

Kategorisasi itu disempurnakan dengan pembagian berdasarkan wilayah 
asal Indonesia. Maka terciptalah sub-kategori kelompok seperti Cina 
Bangka, Cina Medan, Cina Benteng, Cina Jawa dsb (catatan: penggunaan 
istilah `Cina' dalam tulisan ini tidak berarti penulis mendukung 
penggunaan istilah tersebut).

Berlanjut dengan pembagian berdasarkan kategori agama yang dianut 
i.e. Kristen, Katolik, Islam, Budhis dan Konghucu. Dilengkapi dengan 
stratifikasi usia. Bahkan ruang pemukiman Tionghoa pun dikaji dengan 
teliti. 

Di samping itu, fakta partisipasi dan orientasi politik orang-orang 
Tionghoa pun sangat beragam. Bambang Sungkono pernah mengabdi sebagai 
bendahara DPP PKB. Kwik Kian Gie dikenal sebagai PDI Perjuangan 
tulen. Alvin Lie sampai saat ini masih diberi kepercayaan sebagai 
anggota legislatif fraksi PAN. Di samping tokoh-tokoh non-partisan 
seperti Arief Budiman, Ariel Heryanto dan pendiri Partai Politik 
seperti Nurdin Purnomo, Lius Sungkarisma, Frans Tsai, Handoko Yudha 
Prawira dll. 

Kategorisasi heterogenitas kelas sosial tampak tidak mendapat porsi 
yang cukup. Padahal, watak dan perilaku seseorang, apa pun golongan 
etnisnya, juga ditentukan oleh asal strata kelas sosial. 

Perilaku para putra raja minyak, apa pun etnisnya, akan identik. Pola 
kehidupan jetset golongan selebritis, apa pun etnisnya, tidak akan 
berbeda jauh. Demikian pula dengan pola pikir dan aktivitas kalangan 
aktivis pro-dem yang berasal dari kalangan sederhana, apa pun 
identitas etnisnya, juga akan identik. 

Dan ternyata Tionghoa terdiri dari tingkat strata sosial berlapis dan 
jauh dari kedudukan ekonomi istimewa. Ia tetap terfragmentasi ke 
dalam lapisan-lapisan heterogenitas. 

Di balik seluruh heterogenitas itu, semua orang Tionghoa menghadapi 
satu permasalahan i.e. sentimen anti-Tionghoa dalam proses nation 
building Indonesia. Kerusuhan Mei 98, sampai batas tertentu, meminta 
korban sejumlah orang Tionghoa apa pun latar belakang sub-etnis, asal 
geografis, ruang pemukiman, agama dan strata kelas sosial. Berbagai 
praktek diskriminasi rasial hanya melihat kesatuan ras tanpa melirik 
pada heterogenitas sekuder faktuil lainnya. 

PROSES PERUBAHAN CITRA

I. Wibowo menganalisa bahwa terdapat praktek tiga gugus sebagai 
akibat `masalah cina' yaitu gugus stigmatisasi, marjinalisasi 
dan viktimisasi.  

Proses pencitraan (negatif) terhadap Tionghoa harus diakui 
beradaannya. Buku-buku yang membahas `masalah cina' sepanjang era 
Orde Baru sangat sedikit bercerita tentang segi positif komunitas 
Tionghoa. Maka terciptalah stigma bahwa Tionghoa itu ekslusif, 
tidak patriotik, anti-sosial, pemakan babi dsb.

Buku-buku itu mengutarakan keburukan orang Tionghoa tanpa basis 
analisa dan kajian yang jelas. Sedikitnya, berisi anjuran-anjuran 
asimilasi sebagai `obat mujarab' bagi penyakit ekslusifisme komunitas 
Tionghoa. Term `obat mujarab' secara implisit mengatakan bahwa 
Tionghoa itu sakit (baca: buruk). Dengan demikian sebuah `obat 
mujarab' diperlukan. Karena Tionghoa itu buruk maka sudah selayaknya 
Tionghoa di-marjinal-kan. 

Secara singkat, pecitraan negatif terhadap Tionghoa sebagian besar 
dilancarkan lewat media buku, desas-desus dan berbagai pemberitaan 
sepihak sebagai bentuk propaganda hitam. Muncullah sebuah keyakinan 
negatif terhadap Tionghoa. Dampak dan tingkat keberhasilan pencitraan 
itu cukup efektif. Kerusuhan Mei 98 yang pekat dengan motive rasialis 
anti-Tionghoa adalah titik kulminasinya. Dan gugus viktimisasi 
tercapai. 

Perubahan positif mulai terasa pasca reformasi. Terbitnya buku-buku 
karya I. Wibowo, Leo Suryadinata, Beni G Setiono, Siauw Tiong Djin 
dsb menjelaskan sejumlah sisi positif komunitas Tionghoa yang 
sebelumnya lepas dari pandangan. 

Artikel-artikel simpatik dari tokoh-tokoh pluralis seperti Gus Dur, 
Pramoedya Ananta Toer, Myra Sidharta, Anom Surya Putra, Arif Budiman, 
Alexander Irwan dsb jelas mampu membesarkan hati orang Tionghoa. 

Adanya ruang kebebasan berekspresi sangat membantu untuk menjelaskan 
masalah dengan sebenarnya; sebuah penjelasan bahwa komunitas Tionghoa 
pada hakekatnya tidak berbeda dengan komunitas etnis 

[budaya_tionghua] Fwd: SEJARAH PANJANG KEWARGA-NEGARAAN

2006-05-29 Terurut Topik odeon_cafe



--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

SEJARAH PANJANG KEWARGA-NEGARAAN
sejak masa kolonial-perjanjian dwi kewarganegaraan
oleh: Kenken

I. ZAMAN KOLONIAL 

REGERINGS REGLEMENT tahun 1854 membagi penduduk Hindia Belanda 
menjadi 3 golongan yaitu Europeanen, Inlanders dan Vreemde 
Oosterlingen (Timur Jauh termasuk Arab, India, Tionghoa dll kecuali 
Jepang). 

Pemerintah Belanda tetap memberlakukan sistem pemisahan penduduk 
berdasarkan kategori rasial saat Indische Staatsinrichting 
menggantikan Regerings Reglement. Pasal 163 I.S. mengkategorisasi 
penduduk menjadi golongan Nederlanders/Europeanen (termasuk Jepang), 
Inheemsen (pengganti istilah Inlander), Uitheemsen (Vreemde 
oosterlingen atau Timur Asing). Menurut Mr. Schrieke pembagian itu 
berdasarkan perbedaan nationalieit, bukan berdasarkan `ras 
criterium'. Tetapi pada kenyataannya, kriteria `ras' tetap 
digunakan. 

Pemerintah kolonial Belanda menerapkan kebijakan ganjil dengan 
mengeluarkan undang-undang Wet op de Nederlanderschap di tahun 1892.

Keganjilan itu adalah bahwa mereka yang berada di Nederland Indie 
(Indonesia) termasuk yang dinamakan `inlanders' dan yang disamakan 
dengan `inlanders' tidak diberi status nederlanders. Sedangkan 
keturunan Tionghoa, Arab dan India yang dilahirkan di Suriname 
dengan 
undang-undang tersebut memperoleh status Nederlander. Orang Jepang 
yang dilahirkan di Nederland Indie mendapat status Nederlander. 

Kebijakan politik Belanda ini mempersamakan seluruh golongan Asia 
(kecuali Jepang), termasuk golongan Tionghoa dan keturunannya, 
sebagai golongan inlander (pribumi). Sehingga posisi, hak dan 
kewajiban seluruh golongan Asia di Hindia Belanda menjadi setara. 
Secara tidak sengaja, kebijakan politik ini juga memperlancar 
proses pribumisasi.

Kondisi politik akibat kebangkitan nasionalisme Asia yang dipelopori 
oleh Dr. Sun Yat Sen memaksa Belanda mengeluarkan Wet op de 
Nederlandsch Onderdaanschap (Undang-Undang Kawula Belanda) pada 
tanggal 10 Februari 1910 dengan tujuan untuk mengurangi jumlah orang 
Tionghoa yang berada di bawah jurisdiksi perwakilan pemerintah 
Tiongkok. Sehingga intervensi Tiongkok dapat dikurangi. 

Karena itu Belanda menerapkan ius soli dan stelsel pasif dengan 
tidak 
memberi hak repudiatie (hak menolak kewarga-negaraan). Dengan 
demikian, orang Tionghoa yang dilahirkan di Hindia Belanda semerta-
merta berstatus dwi-kewarganegaraan karena di saat yang sama Dinasti 
Qing mengadobsi ius sanguinis sebagai asas kewarganegaraan yang 
diumumkan pada tahun 1909. 

Menurut P.H Fromberg Sr, golongan Tionghoa tidak antusias menyambut 
Undang-Undang Kekawulaan Belanda. Kewajiban `Indie Weerbaar' 
(pertahanan Hindia Belanda) yang mewajibkan seluruh kawula Belanda 
menjadi milisi untuk mempertahankan kepentingan kolonial menambah 
kuat resistensi golongan Tionghoa. Tjoe Bou San berpendapat 
bahwa indie Weerbaar bukan satu kepentingan umum. Itu melainkan 
adalah satu kepentingan dari kapital Belanda. Orang Tionghoa tidak 
punya kepentingan di situ. Orang Bumiputera tidak. Orang Indo-
Belanda 
tidak. 

Di tahun 1918, Tjoe Bou San melancarkan kampanye menolak Undang-
Undang Wet op de Nederlaandsch Onderdaanschap. Menurut berita Sin 
Po, 
kampanye ini berhasil menghimpun sekitar 30.000 tanda tangan. Hauw 
Tek Kong, mantan direktur Sin Po, ditugaskan membawa petisi itu ke 
Tiongkok dan meminta pemerintah Tiongkok untuk mendesak Belanda agar 
memberikan hak repudiasi kepada peranakan Tionghoa. Akan tetapi, 
pemerintah Republik Tiongkok tetap berpegang pada 
kesepakatan Perjanjian Konsuler 1911 yang mengakui hak jurisdiksi 
pemerintah Belanda terhadap peranakan Tionghoa di wilayah teritorial 
Belanda. 

Pengakuan terhadap juridiksi Belanda oleh Republik Tiongkok yang 
meneruskan asas ius sanguinis mengakibatkan golongan Tionghoa yang 
lahir di Tiongkok sekalipun telah menetap di Hindia Belanda tetap 
berstatus warga-negara Tiongkok. Sedangkan keturunan Tionghoa yang 
dilahirkan di Hindia Belanda memiliki kewarga-negaraan rangkap i.e. 
kawula Belanda dan warganegara Tiongkok. 

Pembagian kekawulaan Belanda berdasarkan penggolongan ras tidak 
memuaskan banyak pihak. Karena dinilai tidak memupuk rasa bersatu 
sebagai sesama putera satu negara. Hingga di tahun 1936 muncul 
petitie Roep, tokoh PEB, bersama dengan Yo Heng Kam dan Prawoto yang 
menuntut sebuah Undang-Undang Kewarganegaraan di Indonesia dengan 
menghapus pembagian penduduk berdasarkan `ras'. Kelemahan petisi 
Roep 
ini adalah penggunaan kategori perbedaan strata sosial dan 
intelektual sebagai pengganti kategori rasial. 

Gagasan sistem 1 jenis kewarga-negaraan tanpa diskriminasi kembali 
muncul dalam Volksraad dengan diajukannya petisi Soetardjo. Isi 
petisi Soetardjo antara lain menyatakan bahwa syarat untuk diakui 
sebagai warga-negara dapat ditentukan a.l: lahir di Indonesia, asal 
keturunan, orientasi hidup kemudian hari. Jadi semua orang Indonesia 
dan semua golongan Indo, yang dilahirkan di Indonesia dan

[budaya_tionghua] Re: jatah pendidikan untuk TIonghoa

2006-05-23 Terurut Topik odeon_cafe



Ya, yang dikatakan Mas Skalaras sangat benar. 

Dahulu, saat memanasnya situasi politik akibat kudeta Soeharto, 
terdapat gerakan pembakaran dan perebutan sekolah-sekolah swasta 
yang dimiliki oleh etnik Tionghoa yang sebenarnya sudah WNI. 
Alasannya adalah sekolah-sekolah itu terlibat PKI, milik `cina-
asing' yaitu PKT dan Koumintang. Sebagian gedung-gedung sekolah 
milik etnik tionghoa dijadikan semacam camp konsentrasi untuk 
menampung dan menyiksa mereka-mereka yang dituduh PKI. 

Lantas di tahun 70-an, agaknya ada pertanyaan-pertanyaan tentang 
masalah ini sampai Menteri Pendidikan mengeluarkan surat edaran yang 
isinya jelas menolak pengembalian dan meluruskan informasi 
masalah `sekolah-sekolah cina asing'. 

Kemudian di era 80-2000 ini tampak begitu banyak univ. swasta. Bukan 
hanya milik Tionghoa. mulai dari univ. amburadul sampai universitas 
yang diakui kualitasnya. Dan pemerintah tetap mempersulit izin 
pendirian universitas sampai sulitnya membuka fakultas-fakultas 
strategis. Menurut informasi, universitas Pelita Harapan mengurus 
izin fakultas kedokteran sampai 5 tahun lamanya. 

Sayangnya, biaya kuliah universitas berkualitas yang dimiliki oleh 
etnik Tionghoa itu pun sangat tinggi. Universitas ecek-ecek non-
tionghoa mungkin lebih terjangkau tapi kualitasnya sangat rendah dan 
sebagian besar mahasiswa-nya lebih mirip preman. Saya pernah ditotok 
oleh mahasiswa UBK dengan alasan dana solidaritas untuk teman 
mahasiswa UBK yang ditahap polisi akibat tawuran. 

Sayangnya, universitas-universitas di mana kuantitas mahasiswa 
Tionghoa terlihat besar lantas terkena tudingan `ekslusif'. Mulai 
dari pembatasan jumlah mahasiswa etnis Tionghoa di univ. negeri yang 
berakhir pada sebuah keputusan `oke, gua gak butuh UI atau UGM' 
lantas masuk univ. Binus atau Untar dan berakhir pada tudingan SARA 
lagi. 

Minta ampun sulitnya negeri ini, 

Sub-Rosa II



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, skala selaras 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Di sekolah negeri dibatasi jumlah kuotanya, di sekolah swastapun 
pemilik
 sekolah ditekan utk membuat pemerataan, sehingga sekolah swasta 
yang dulu
 mayoritas diisi oleh Tionghoa (yang tak tertampung di sekolah 
negeri),
 terpaksa menjatahkan 50% bangkunya utk non Tionghoa. karena non 
Tionghoa
 yang bermutu sudah tertampung di Negeri, maka sekolah swasta 
terpaksa
 menerima sisa2 yang tersisih. hal ini telah terjadi di bekas 
almamater saya.
 tak heran mutu lulusannya semakin menurun.
 
 Karena di dalam negeri dibatasi ruang geraknya, orang tionghoapun 
berusaha
 mencari jalan lain, merekapun ramai2 mengirimkan anaknya sekolah 
di luar
 negeri. akibatnya, tingkat pendidikan generasi muda Tionghoa malah 
meningkat
 pesat, daya saingnya malah lebih tinggi dibanding golongan etnis 
lain.
 ironis bukan?
 
 - Original Message -
 From: odeon_cafe [EMAIL PROTECTED]
 
 
  di Univ. Negeri terjadi pembatasan kuota etnis,
  sekolah swasta yang dikelola WNI etnis Tionghoa
  diberangus dengan alasan 'cina asing'. jadi,
  harus kemana tionghoa-tionghoa ini bersekolah??
 
  tapi herannya, Tionghoa ini bisa survive.
  entah bagaimana caranya..














.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.








  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Indonesia
  
  
Culture
  
  
Chinese
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  












[budaya_tionghua] jatah pendidikan untuk TIonghoa

2006-05-21 Terurut Topik odeon_cafe





Ulysee bertanya bagaimana negara membedakan
antara WNA dan WNI. tetapi apa yang digugat
oleh ci meliani bukan masalah dikotomi
WNA dan WNI. ulysee jangan mempolitisir
SALTIK. 

tentu saja, logika paling bodoh pun akan
membenarkan adanya perbedaan hak dan kewajiban
antara WNA dan WNI. terutama di bidang politik
menyangkut hak dipilih dan memilih. 

tetapi yang menjadi masalah adalah interpretasi
WNA == Tionghoa. dan negara tidak memberi
pendidikan politik yang baik bagi rakyat
Indonesia dengan selalu mempersepsikan bahwa
WNA==Tionghoa. sedangkan identitas kewarga-negaraan
itu sepenuhnya merupakan identitas politik
bukan identitas etnik. 

di negeri belanda, seorang etnik Minang atau
Jawa yang telah menerima kewarga-negaraan
Belanda diperlakukan sebagai warga-negara
yang tidak berbeda dalam perihal Hak dan
Kewajiban. 

pembagian jatah bangku sekolah berdasarkan
kuota etnis tidak dapat dibenarkan. bukan
hanya untuk kepentingan Tionghoa. tetapi
suku asmat atau suku dani yang berjumlah
jauh lebih sedikit dari kuantitas etnik
Tionghoa akan dirugikan. pembagian masyarakat
didasarkan oleh etika ras seperti ini tidak
dapat diterima oleh logika sehat. 

pola pikir rasis harus dibuang jauh-jauh
dari institusi pendidikan. apabila bangku
kuliah saja sudah sarat dengan aroma rasis
maka tidak mengherankan apabila HMI dan
serikat mahasiswa makasar dapat menggalang
aksi rasialis. 

Indonesia pernah menerapkan kebijakan pendidikan
yang juga tidak kalah anehnya akibat dari
ketidak-mampuan membedakan dengan jelas
antara etnik TIonghoa vs Tionghoa asing dan
berakibat pada ketidak adilan di bidang 
pendidikan. 

diawali dari kudeta Orde Baru di mana terjadi
pemusnahan sekolah-sekolah swasta yang dikelola
oleh etnik Tionghoa. 

sampai pada tanggal 28 Juli 1978 saat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 
mengeluarkan surat edaran No. SE 003/B/78
tentang MASALAH GEDUNG-GEDUNG BEKAS
SEKOLAH ASING CINA yang menolak dikembalikan
gedung-gedung sekolah swasta etnik Tionghoa
yang sebenarnya sudah WNI sejak lama. 

di Univ. Negeri terjadi pembatasan kuota etnis,
sekolah swasta yang dikelola WNI etnis Tionghoa
diberangus dengan alasan 'cina asing'. jadi,
harus kemana tionghoa-tionghoa ini bersekolah??

tapi herannya, Tionghoa ini bisa survive. 
entah bagaimana caranya.. 


Sub-Rosa II 



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote:

 Melani, 
 
 Bagaimanapun negara pasti membedakan warganya yang WNA dari yang 
WNI.
 Logikanya, negara akan lebih mandahulukan warganegaranya sendiri 
yang
 mau masuk sekolah ketimbang warganegara asing yang mau sekolah di
 universitas negeri. 
 Bukankan universitas negeri disubsidi oleh pemerintah sehingga 
biayanya
 murah?
 Bukankah wajar bila mendahulukan warganegara sendiri duluan 
ketimbang
 warganegara asing? 
 Itu kalau urusannya WNI dan WNA. 
 
 Sedangkan kalau urusannya WNI keturunan (tionghoa) untuk tempat 
yang
 dibatasi di universitas negeri, 
 Secara logika aja nih (kalau teori musti bawa literatur lagih) 
 populasi Tionghoa Indonesia berapa? 3 % kalau enggak salah. 
 Dapat kursi di universitas negeri 5%? Waduh, itu sudah royal banget
 donk? 
 
 Mendapatkan status WNI di Indonesia apakah mudah atau tidak, 
menilainya
 dari mana? Dibandingkan sama apa? 
 Membandingkan antara perjuangan nenek saya yang mau minta status 
WNI
 puluhan tahun lalu, 
 Dengan perjuangan enso saya, produk RRC, yang mau minta status WNI
 kira-kira sepuluh tahun lalu, 
 Nenek saya komentar, Dulu nggak se-repot itu.
 
 So?
 
 -Original Message-
 From: melani chia [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Sunday, May 21, 2006 8:56 PM
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama
 
 
 Uly, kamu mestinya melihat fakta,asal tau aja,jaman orba untuk
 universitas negeri bagi warga keturunan untuk lolos tdk mudah,krn 
tempat
 sangat dibatasi,entah ada 5% ngak? dari kursi yg diperebutkan,dan
 sebagai catatan, yg kamu perlu tau,walaupun udah 3 generasi hdup di
 indonesia dan merasa dirinya org Indonesia,untuk mendaptkan status 
WNI
 tdk mudah,apa lg kalau modal dengkul.
 
 untuk yg WNA yg udah karatan di Indonesia,tdk boleh 
ikut sipenmaru.
 
 Ini masukan buat kamu,semoga kamu tdk hanya berbicara teori
 aja,kenyataan dilapangan lain.


--- End forwarded message ---














.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.








  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Indonesia
  
  
Culture
  
  
Chinese
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups 

[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama, mari melihat ke depan.

2006-05-19 Terurut Topik odeon_cafe



ci Martha benar, 

NKRI itu tadinya hendak didirikan diatas
landasan NATION-STATE bukan nation ras
atau religio based nation. 

kemerdekaan dan bentuk negara spt ini
didukung oleh golongan Tionghoa, baik
nasionalis Tiongkok spt SIN PO maupun
keturunan Tionghoa yang berkiblat pada
'ibu Indonesia' spt PTI. 

SIN PO dan kalangan nasionalis Tiongkok
berjabat erat dengan nasionalis indonesia
dengan kesatuan perspektif anti kolonialisme
eropa. jalinan kerja sama ini pernah terjadi.
nasionalis Tiongkok membantu nasionalis 
Indonesia mengusir kolonial Eropa. 

Dr. Tjipto Mangunkusumo berpesan kepada
Tionghoa untuk mengabdi pada 'ibu indonesia'
tanpa melupakan 'bapak Tiongkok'. 

bung Karno berucap bahwa ia lebih hormat
kepada golongan Nasionalis Tiongkok yang
menyokong penuh kemerdekaan Indonesia daripada
Tionghoa yang memilih jadi orang Indonesia
dengan maksud mengambil keuntungan oportunis. 

Liem Koen Hian pernah menggelar comite van 
aksi bangsa-bangsa asia yang terdiri dari
Indonesia, Tionghoa dan Arab untuk bersikap
menentang Belanda. 

adanya prejudis dari sejumlah kalangan 'pribumi'
Indonesia seharusnya tidak perlu dilanjutkan
pada generasi ini. harus disadari dengan jelas
bahwa kehadiran Tionghoa di Nusantara ini tidak
dengan maksud imperium, mengambil hak kepemilikan
tanah, menindas rakyat 'pribumi' dan lain-lain
prejudis yang sengaja dihembus-hembuskan. 

adanya desas-desus tentang kolone kelima,
bahaya kuning dari utara, ekslusifisme
negatif, tidak loyal dsb dsb terbukti
tidak benar dan tidak pernah terjadi. 

pelanggaran HAM yang pernah dilakukan terhadap
Tionghoa semestinya diakui dengan jujur untuk
itikad perbaikan ke depan. 

semoga, peristiwa pemaksaan ganti nama
tidak akan pernah lagi terjadi di atas bumi
Indonesia. 

Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, marthajan04 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Ikut nimbrung juga ya,
 Saya rasa, yang Kenken masalahkan itu pelanggaran HAM-nya bukan 
 balas dendamnya. Memang pada waktu itu banyak juga yang merasa 
 enggak suka. 
 Dibilang dipaksa ya enggak, tapi dibilang sukarela ya enggak juga.
 Dulu banyak yang enggak mau ganti nama, sampai ber-tahun2 orang 
 tenang2saja. Sampai suatu saat, mungkin pemerintah merasa 
imbauannya 
 dicuekin orang, jadi mulai mengadakan pembatasan2 kemudahan bagi 
 tionghoa2 yang enggak mau ganti nama.
 Masuk sekolah sulit. Yang udah ada disekolah itu dengan nama 
 tionghoanya, diancam enggak boleh ikut ujian, dsb. 
 Yang mau buka usaha apa lagi. Jangan harap keluar surat2 ijinnya 
 dengan 3 nama itu. 
 Nah dengan menghilangkan kemudahan2 ini, apa bukannya paksaan 
 terselubung? Dan yang namanya paksaan itu kan juga pelanggaran HAM.
 
 Kalo ada nama2 beken seperti YapThiam Hien, Soe Hok Gie dll., 
enggak 
 ganti nama ya enggak apa2, wong bukan dia yang butuh kerjaan tapi 
 kerjaan yang butuhin dia.
 Ini, bagi orang2 biasa yang kayak gue ini, memang dipaksa kok.
 Belum lagi kalo ganti namanya dikota kecil yang pejabatnya ndeso. 
 Ganti nama harus yang seperti orang deso punya nama, seperti 
 Sariyem ato dikasih imbuhan yati atau wati yang enggak match 
banget 
 sama nama lamanya. Ada Imiyati, Linawati, Tjinawati� yang aneh2. 
 
 MJ
 
 
 
 
 












.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.








  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Indonesia
  
  
Culture
  
  
Chinese
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  












[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama

2006-05-19 Terurut Topik odeon_cafe



Ya, Ulysee...persis seperti kasus kejahatan
terhadap Kemanusiaan, korupsi, penyalah-gunaan
wewenang dsb yang dituduhkan kepada Soeharto
selama ia berkuasa. 

tanpa bukti-bukti otentik dan valid, tentunya
Soeharto tidak bisa dinyatakan bersalah ya. 
kalau ada yang bilang Pak Harto bersalah
itu bisa diketawai orang ya. 

begitu ya logika kamu?? 

eniwei, mungkin cuma bagi kamu aja 
masalah PEMAKSAAN ganti nama itu
masih kurang jelas. tetapi toch, yang
berpikir seperti itu cuma kamu saja. 

agaknya, satu-satunya yang bakal jadi
bahan tertawaan orang adalah mereka 
yang sok-sok an berlogika legal formal. 


Sub-Rosa II




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 Kalau misalnya ada pemaksaan ganti nama. 
 Harus dicari bukti-bukti adanya kasus pemaksaan,
 Pemaksaan ini melanggar hukum apa, hukum yang mana
 Secara nasional atau internasional
 
 Lalu bisa ditinjau dari segi hukum 
 Lalu mengajukan ke pengadilan, minta dicabut atau menuntut 
amandemen.
 
 Masalahnya ada tidaknya pemaksaan ganti nama ini yang masih enggak
 jelas. 
 Kalau terbukti ada, baru menyoal siapa yang maksa
 Sehingga jelas kalau mau nuntut, nuntut siapa dan kemana. 
 
 Kalau enggak ada angin enggak ada ujan 
 Terus nuntut yang enggak enggak 
 
 Kuatir jadi bahan tertawaan orang nantinya. 
 
 
 -Original Message-
 From: richardwu9 [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Thursday, May 18, 2006 6:12 PM
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama
 
 
 Salam kenal, saya jadi pengin tahu, kalau misalnya ada seorang yang
 harus bertanggungjawab atas pemaksaan nama Indonesia ini, 
siapakah
 beliau ? $$$oeharto-kah ? 
 
 Best,
 
 Richard














.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.








  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Indonesia
  
  
Culture
  
  
Chinese
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  












[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama

2006-05-18 Terurut Topik odeon_cafe



Ulysee yth, 

Saya mengatakan bahwa LPKB tidak memaksa Tionghoa untuk ganti agama, 
ganti nama, kawin campur tetapi sebagai warga-negara yang baik 
semestinya Tionghoa ganti agama, ganti nama, kawin campur dll.

Begitu banyak artikel, orasi, pidato yang disampaikan oleh tokoh-
tokoh LPKB. Langkah kongkrit pun diambil oleh LPKB. Seluruh artikel, 
orasi dan perilaku LPKB disimpulkan dengan amat sederhana dengan 
ungkapan LPKB tidak memaksa Tionghoa untuk ganti agama, ganti nama, 
kawin campur tetapi kalau Tionghoa tidak ganti agama, ganti nama, 
kawin campur bukan warga-negara yang baik. 

Ong hok Ham mengatakan bahwa ganti nama merupakan simbol loyalitas 
terhadap Indonesia. Tulisan ini dikutip oleh Pak Beni G. Setiono 
dalam bukunya. Nah, kata-kata Ong dapat disimpulkan bahwa Tionghoa 
yang tidak ganti nama adalah tidak loyal terhadap Indonesia. Coba 
tanya dalam hati anda setelah baca kata-kata Ong tersebut dgn 
pertanyaan bagaimana dengan tionghoa yang tidak ganti nama? 

Omongan ulysee yang mengatakan saking cintanya terhadap Indonesia, 
Tionghoa ganti nama. Statemen ini juga dapat ditarik kesimpulan 
bahwa Tionghoa yang tidak ganti nama berarti tidak cinta terhadap 
Indonesia. 

Padahal, Go Gien Tjwan (menyebut satu contoh dari ribuan contoh) 
ikut dalam perjuangan surabaya bersama Angkatan Muda Tionghoa 
Malang. Toch, Dr. Go Gien Tjwan tidak ganti nama. Namanya tetap nama 
Tionghoa. 

Memang, gagasan-gagasan `sok pribumi-pribumian' itu telah ada 
sebelum tahun 60. beberapa Tionghoa yang masuk Masyumi dan PSII itu 
telah mengganti namanya. Tetapi tetap mereka dipandang sebagai 
tionghoa. gagasan `sok pribumi-pribumian' ini tidak menjadi tindakan 
PEMAKSAAN seblum LPKB muncul dan diperparah pada saat Pak Harto naik 
ke panggung. 

Saya sudah katakan kalau sebatas anjuran maka tidak perlu ada sebuah 
regulasi setingkat Keppres yang semestinya bersifat imperatif. 

Bahkan saya juga tidak setuju dengan segala macam anjuran asimilasi. 
Apalagi sampai dikampanyekan dan mengeluarkan sebuah statemen 
asimilasi segala. 

Karena dampak dari anjuran-anjuran ini memiliki `side effect' 
negatif. Contohnya kalau tidak mau kawin campur dikatakan rasis. 
Kalau tidak mau ganti nama disebut tidak loyal. Kalau tidak mau 
ganti agama dikatakan tidak indonesia. 

Bahkan di tahun 70-an, gereja katolik mengeluarkan maklumat kepada 
orang Tionghoa katolik bahwa `ganti nama' itu bukan kebijakan gereja 
dan gereja tidak mengharuskan Tionghoa menanggalkan nama-nama 
Tionghoa. 

Sub-Rosa II



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Huehuehue, keluar lagi jurusnya. Gagal meniru koh hong hay siang 
lay
 (burung dari lautan terbang sendirian) kepleset yang keluar jadi 
jurus
 koh hong Han siang lay ( manusia datang sendirian teriak teriak). 
 
 Pertama, menghindari jebakan kulit pisang yang kau tebarkan, 
 Gue luruskan dulu ya, 
 
 Gue nggak pernah bilang PAKSAAN ganti nama keluar tahun 51
 Gue bilang HIMBAUAN ganti nama sudah ada sejak 1951.
 
 Gila ya, masalah nama aja bisa dipelintir begitu. 
 Kebangetan gak sih? 
 Atau semata mata hanya memperlihatkan ketiadaan etika politik? 
 Hehehe. 
 
 Sejak tahun 1951, darimana? 
 Duh elu tuh mentok di buku Ong Hok Ham melulu dari kemarin. 
 Luaskan wawasan donk, baca juga buku buku yang memperlihatkan pro-
kontra
 opini di masa itu. 
 
 Coba deh lu lihat di buku Pemikiran Politik Etnis tionghoa
 Editornya Leo Suryadinata
 Gue hari ini ngga bawa bukunya, besok gue kasih tahu lu musti 
lihat di
 halaman berapa. 
 Anjuran tahun 51 itu datengnya dari editor koran sin po kalu ngga 
salah.
 
 Ntar gue kutipin deh kalu perlu. 
 
 Lhah kalau elu punya yang kemarin gue nanya ngutip dari mana belum 
lu
 jawab tuh. 
 Lu curang, gue nanya duluan kok lu bales balik nanya ama gue? 
 
 Gue ingetin ya supaya lu jangan lupa: 
 
 himbauan 'ganti nama', kawin campur dll yang dikeluarkan oleh 
tokoh
 asimilasi LPKB itu terdengar aneh pada saat tokoh-tokoh asimilasi 
LPKB
 itu
 juga berkata bahwa tionghoa yang tidak ganti nama, kawin campur 
dsb itu
 bukan warga negara
 indonesia yang baik. 
 
 Nah, itu dari literatur mana ya? 
 
 
 
 -Original Message-
 From: odeon_cafe [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Tuesday, May 16, 2006 9:48 PM
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama
 
 skip
 
 tapi, dari mana ya literatur yang mengatakan
 bahwa paksaan ganti nama itu keluar di
 tahun 51? pengen liat donk. 
 
 gila ya, masalah nama aja bisa dipolitisir 
 begitu. kebangetan gak sih?? atau semata-mata
 hanya memperlihatkan ketiadaan moral politik. 
 
 
 Sub-Rosa II
 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote:
 
  FYI, himbauan ganti nama sudah ada semenjak 1951 dan menghangat
 1955
  sejak ditandatangani perjanjian dwikewarganegaraan memanas tahun
 1966
  setelah G-30-S gitchu lhoh.
  
  Hmm, Anjuran/ himbauan Keluarga Berencana (KB) pake keppres juga
 nggak
  ya?
  
  
  Maaf nanya, yang ini

[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama

2006-05-18 Terurut Topik odeon_cafe



Ulysee yth, 

Saya mengatakan bahwa LPKB tidak memaksa Tionghoa untuk ganti agama, 
ganti nama, kawin campur tetapi sebagai warga-negara yang baik 
semestinya Tionghoa ganti agama, ganti nama, kawin campur dll.

Begitu banyak artikel, orasi, pidato yang disampaikan oleh tokoh-
tokoh LPKB. Langkah kongkrit pun diambil oleh LPKB. Seluruh artikel, 
orasi dan perilaku LPKB disimpulkan dengan amat sederhana dengan 
ungkapan LPKB tidak memaksa Tionghoa untuk ganti agama, ganti nama, 
kawin campur tetapi kalau Tionghoa tidak ganti agama, ganti nama, 
kawin campur bukan warga-negara yang baik. 

Ong hok Ham mengatakan bahwa ganti nama merupakan simbol loyalitas 
terhadap Indonesia. Tulisan ini dikutip oleh Pak Beni G. Setiono 
dalam bukunya. Nah, kata-kata Ong dapat disimpulkan bahwa Tionghoa 
yang tidak ganti nama adalah tidak loyal terhadap Indonesia. Coba 
tanya dalam hati anda setelah baca kata-kata Ong tersebut dgn 
pertanyaan bagaimana dengan tionghoa yang tidak ganti nama? 

Omongan ulysee yang mengatakan saking cintanya terhadap Indonesia, 
Tionghoa ganti nama. Statemen ini juga dapat ditarik kesimpulan 
bahwa Tionghoa yang tidak ganti nama berarti tidak cinta terhadap 
Indonesia. 

Padahal, Go Gien Tjwan (menyebut satu contoh dari ribuan contoh) 
ikut dalam perjuangan surabaya bersama Angkatan Muda Tionghoa 
Malang. Toch, Dr. Go Gien Tjwan tidak ganti nama. Namanya tetap nama 
Tionghoa. 

Memang, gagasan-gagasan `sok pribumi-pribumian' itu telah ada 
sebelum tahun 60. beberapa Tionghoa yang masuk Masyumi dan PSII itu 
telah mengganti namanya. Tetapi tetap mereka dipandang sebagai 
tionghoa. gagasan `sok pribumi-pribumian' ini tidak menjadi tindakan 
PEMAKSAAN seblum LPKB muncul dan diperparah pada saat Pak Harto naik 
ke panggung. 

Saya sudah katakan kalau sebatas anjuran maka tidak perlu ada sebuah 
regulasi setingkat Keppres yang semestinya bersifat imperatif. 

Bahkan saya juga tidak setuju dengan segala macam anjuran asimilasi. 
Apalagi sampai dikampanyekan dan mengeluarkan sebuah statemen 
asimilasi segala. 

Karena dampak dari anjuran-anjuran ini memiliki `side effect' 
negatif. Contohnya kalau tidak mau kawin campur dikatakan rasis. 
Kalau tidak mau ganti nama disebut tidak loyal. Kalau tidak mau 
ganti agama dikatakan tidak indonesia. 

Bahkan di tahun 70-an, gereja katolik mengeluarkan maklumat kepada 
orang Tionghoa katolik bahwa `ganti nama' itu bukan kebijakan gereja 
dan gereja tidak mengharuskan Tionghoa menanggalkan nama-nama 
Tionghoa. 

Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Huehuehue, keluar lagi jurusnya. Gagal meniru koh hong hay siang 
lay
 (burung dari lautan terbang sendirian) kepleset yang keluar jadi 
jurus
 koh hong Han siang lay ( manusia datang sendirian teriak teriak). 
 
 Pertama, menghindari jebakan kulit pisang yang kau tebarkan, 
 Gue luruskan dulu ya, 
 
 Gue nggak pernah bilang PAKSAAN ganti nama keluar tahun 51
 Gue bilang HIMBAUAN ganti nama sudah ada sejak 1951.
 
 Gila ya, masalah nama aja bisa dipelintir begitu. 
 Kebangetan gak sih? 
 Atau semata mata hanya memperlihatkan ketiadaan etika politik? 
 Hehehe. 
 
 Sejak tahun 1951, darimana? 
 Duh elu tuh mentok di buku Ong Hok Ham melulu dari kemarin. 
 Luaskan wawasan donk, baca juga buku buku yang memperlihatkan pro-
kontra
 opini di masa itu. 
 
 Coba deh lu lihat di buku Pemikiran Politik Etnis tionghoa
 Editornya Leo Suryadinata
 Gue hari ini ngga bawa bukunya, besok gue kasih tahu lu musti 
lihat di
 halaman berapa. 
 Anjuran tahun 51 itu datengnya dari editor koran sin po kalu ngga 
salah.
 
 Ntar gue kutipin deh kalu perlu. 
 
 Lhah kalau elu punya yang kemarin gue nanya ngutip dari mana belum 
lu
 jawab tuh. 
 Lu curang, gue nanya duluan kok lu bales balik nanya ama gue? 
 
 Gue ingetin ya supaya lu jangan lupa: 
 
 himbauan 'ganti nama', kawin campur dll yang dikeluarkan oleh 
tokoh
 asimilasi LPKB itu terdengar aneh pada saat tokoh-tokoh asimilasi 
LPKB
 itu
 juga berkata bahwa tionghoa yang tidak ganti nama, kawin campur 
dsb itu
 bukan warga negara
 indonesia yang baik. 
 
 Nah, itu dari literatur mana ya? 
 
 
 
 -Original Message-
 From: odeon_cafe [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Tuesday, May 16, 2006 9:48 PM
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama
 
 skip
 
 tapi, dari mana ya literatur yang mengatakan
 bahwa paksaan ganti nama itu keluar di
 tahun 51? pengen liat donk. 
 
 gila ya, masalah nama aja bisa dipolitisir 
 begitu. kebangetan gak sih?? atau semata-mata
 hanya memperlihatkan ketiadaan moral politik. 
 
 
 Sub-Rosa II
 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote:
 
  FYI, himbauan ganti nama sudah ada semenjak 1951 dan menghangat
 1955
  sejak ditandatangani perjanjian dwikewarganegaraan memanas tahun
 1966
  setelah G-30-S gitchu lhoh.
  
  Hmm, Anjuran/ himbauan Keluarga Berencana (KB) pake keppres juga
 nggak
  ya?
  
  
  Maaf nanya, yang ini

[budaya_tionghua] Re: Putu: tentang SBKRI

2006-05-14 Terurut Topik odeon_cafe



Masalah kewarganegaraan yang pernah terjadi
antara RRT dan NKRI sudah diselesaikan lewat
perjanjian dwi-kewarganegaraan. 

tetapi Soeharto membatalkan perjanjian dwi-
kewarganegaran itu secara sepihak. tanpa
berkonsultasi dengan RRT, tanpa pernah meminta
masukan dari masyarakat Tionghoa. tanpa
pernah memikirkan dampak-dampaknya. 

masalah asas kewarganegaraan yang dianut oleh
sebuah negara adalah hak dari negara bersangkutan. 
indonesia menghargai asas ius sanguinis yang
diadobsi oleh RRT. maka keluarlah perjanjian
dwi-kewarganegaraan. begitu juga RRT menghormati
asas kewarganegaran yang diberlakukan di 
Indonesia. ini adalah etika internasional. 

masalah perbedaan asas kewarganegaraan
tidak menjadi penyebab keruwetan status kewarga-negaraan
apabila political will dari penguasa bersih dari
itikad tidak baik. 

orang-orang Tionghoa yang menetap di negeri lain. yang
mengadobsi ius soli tidak memiliki masalah ruwet
seperti di indonesia. ulysee tidak heran dengan
hal ini?? 

di tahun 46, ketika RI menerapkan ius soli berarti
semerta-merta orang Tionghoa yang lahir di wilayah
NKRI memiliki kewarganegaraan ganda. toch tidak
pernah ada masalah sebelum SOeharto naik ke panggung.

blum lagi kalau kita lihat perubahaan sistem
kenegaraan yang dikeluarkan RRT sejak tahun 1981. 
seharusnya, masalah kewarga-negaraan etnis tionghoa
di negeri ini sudah selesai. tetapi mengapa bisa
terus menerus rumit seakan ada kesengajaan untuk
diperumit sehingga bisa jadi lahan pemerasan 
birokrat. 

apabila memang status dwi-kewarganegaraan itu sumber
masalah maka sudah barang tentu sesaat setelah UU
No. 3/1946 itu berlaku maka Tionghoa sudah mengalami
kesulitan. tetapi nyatanya tidak. Tionghoa baru
mendapat kesulitan ketika orde Baru berkuasa. 

ulysee tidak pernah bertanya kenapa?? 

Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 Aheeem, coba tanya sama Arab dan India pernah ada kejadian 
sengketa
 warganegara seperti sama RRC enggak?
 
 Susah donk dibandinginnya, sebab secara historis sosial dan politik
 warganegara Indonesia keturunan tionghoa itu memang enggak ada
 bandingannya. 
 
 Eh tapi boleh juga ditanyakan kepada mereka yang 
pernah 'melepaskan'
 kewarganegaraannya yang lama dan mengajukan diri 
menjadi 'warganegara'
 indonesia, surat apa yang dipegang, apakah hanya paspor saja, atau 
ada
 surat bukti kewarganegaraan juga? 
 
 -Original Message-
 From: odeon_cafe [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Friday, May 12, 2006 6:18 PM
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: [budaya_tionghua] Putu: tentang SBKRI
 
 
 Mas Putu, ini saya lampirkan Inpres No.2/1980
 tentang pemberlakuan SBKRI.
 
 dalam Inpres ini tidak disebutkan istilah
 'tionghoa'. hanya ditulis untuk keturunan asing.
 tetapi dalam prakteknya ternyata Inpres ini
 khusus untuk Tionghoa.
 
 sedangkan kalao Tionghoa itu dikategorikan
 sebagai keturunan asing dengan definisi umum
 maka keturunan Arab dan India seharusnya juga
 keturunan asing.
 
 tapi coba tanya AS Dillon atau Anies Baswedan
 atau Fuad Bawabir, apakah mereka pegang SBKRI
 seperti keturunan Tionghoa.
 
 
 Sub-Rosa II
 
 BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
 Inpres RI No.2 Tahun 1980
 
 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
 
 Menimbang : a. Bahwa demi kepastian Hukum bagi warganegara 
keturunan
 asing yang belum mempunyai bukti kewarganegaraan Republik 
Indonesia,
 perlu dibierikan suatu Surat Bukti Kewarganegaraan Republik 
Indonesia.
   b. Bahwa demi kelancaran dan kecepatan pelaksanaan 
pemberian
 Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut perlu 
diadakan
 petunjuk tersendiri.
 
 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
   2. Undang-undang Nomor 9/1955 tentang Kependudukan Orang
 Asing
   3. Undang-undang No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
 Republik Indonesia.
   4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1950 tentang
 Menjalankan hak memilh dan hak menolak kebangsaan Indonesia bagi 
orang
 yang menjelang waktu penyerahan Kedaulatan Kewarganegaraan Kerajaan
 Belanda.
 
 MENGINSTRUKSIKAN :
 
 Kepada : 1. Menteri Kehakiman
2. Menteri Dalam Negeri
3. PANGKOPKAMTIB
 
 Untuk
 
 PERTAMA : A. Tersebut 1 dan 2 melaksanakan pemberian Surat Berita
 Kewarganegaraan Republik Indonesia kepada warganegara Indonesia
 keturunan asing dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
   B. Tersebut 3, membantu kelancaran dan pengamanan 
pelaksanaan
 Instruksi ini.
 
 KEDUA : Tata cara pemberian Surat Bukti Kewarganegaraan Republik
 Indonesia diatur bersama antara menteri Kehakiman dan Menteri Dalam
 Negeri dengan pokok sebagai berikut:
 
 a. Pemberian Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia 
dilakukan
 oleh Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atau pejabat yang ditunjuknya 
atas
 kuasa Menteri Kehakiman.
 
 b. Menugaskan kepada team-team gabungan dari Pusat ke daerah-
daerah yang
 dipandang perlu untuk membantu mempercepat pelaksanaan pemberian 
Surat
 Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut.
 
 c. Pelaksanaan pemberian

[budaya_tionghua] Re: Ulysee: tentang SBKRI

2006-05-14 Terurut Topik odeon_cafe



Oh ya satu lagi ulysee, 

identifikasi RRT yang menyatu dengan
etnisitas Tionghoa merupakan pangkal
penyebab kerumitan. Soeharto tidak 
mampu membedakan antara RRT sebagai
negara, etnis TIonghoa yang berwarga-negara
Tiongkok, etnis Tionghoa yang berdomisili
di luar RRT tetapi berstatus warga-negara
RRT, etnis TIonghoa yang berada di luar
wilayah Tiongkok tetapi memilih status
kewarga-negaraan non-tiongkok. 

apakah benar identifikasi etnisitas Tionghoa
dengan RRT sebagai negara? 

NKRI didirikan tidak dgn gagasan untuk menganut
sistem 'politic is applied biology'. kesetaraan
antara indo-eropa, arab, india, pakistan,
tionghoa dan pribumi hendak diciptakan. 
kesetaraan itu bukan berarti penyeragaman.

kolonial belanda membagi penggolongan kawula belanda
atas dasar ras dan etnis. kelas sosial teridentifikasi
dan menjadi sama dengan golongan ras dan etnis. 
tionghoa amat keberatan dengan sistem penggolongan
spt ini. maka, tionghoa mendukung kelahiran
NKRI dengan harapan bisa lepas dari sistem segregasi
tersebut. 

indonesia, oleh para founding fathers, diproyeksikan
bukan sebagai negara ras tetapi sebagai
nation-state. karena itulah, di awal kelahiran
NKRI telah disepakati untuk mengadobsi asas 
ius soli dengan stelsel pasif dengan hak repudiasi
bagi mereka yang menolak kewarganegaraan RI. 

seharusnya masalah kewarganegaraan ini sederhana. 

hal itu bisa dilihat dengan diakomodirnya keturunan
arab, india, pakistan, indo eropa, tionghoa menjadi
warga-negara indonesia.

persoalan baru muncul pada saat adanya gagasan dari
segelintir elite anti tionghoa yang mengusung 
ide bahwa kewarga-negaraan RI tidak seharusnya diobral
dan dijual murah untuk cina. 

nah, siapa yang memulai sengketa kewarga-negaraan
sebenarnya? apakah karena perbedaan sistem? toch
negara-negara di dunia tetap terbelah menjadi
dua sistem kewarga-negaraan. dan tidak ada masalah. 


NB: berbahagialah orang Tionghoa bahwa kewarganegaran 
RI anda tidak anda dapatkan dengan gratis dan
murah. apabila etnis lain dapat dengan gratis
mendapatkan status WNI tetapi tidak demikian
dengan anda. 


Sub-Rosa II 


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 Aheeem, coba tanya sama Arab dan India pernah ada kejadian 
sengketa
 warganegara seperti sama RRC enggak?
 
 Susah donk dibandinginnya, sebab secara historis sosial dan politik
 warganegara Indonesia keturunan tionghoa itu memang enggak ada
 bandingannya. 
 
 Eh tapi boleh juga ditanyakan kepada mereka yang 
pernah 'melepaskan'
 kewarganegaraannya yang lama dan mengajukan diri 
menjadi 'warganegara'
 indonesia, surat apa yang dipegang, apakah hanya paspor saja, atau 
ada
 surat bukti kewarganegaraan juga? 
 













.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.








  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Indonesia
  
  
Culture
  
  
Chinese
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  











[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama

2006-05-14 Terurut Topik odeon_cafe



satu yang dapat dipastikan
bahwa ada sebuah Keppres yang mengatur
masalah ganti-nama khusus untuk tionghoa. 

selayaknya, sebuah Keppres itu tidak
bersifat anjuran. keppres dan semua 
produk hukum itu bersifat imperatif.

kalau sebatas anjuran maka tidak perlu
ada sebuah regulasi setingkat Keppres.
cukup anjuran lisan. karena tidak ada 
konsekuensi imperatif-nya. 

HIMBAUAN (baca: paksaan) ganti nama
sudah muncul sejak tahun 1960. saat
10 tokoh asimilasi LPKB mendeklarasikan diri. 

himbauan 'ganti nama', kawin campur dll
yang dikeluarkan oleh tokoh asimilasi
LPKB itu terdengar aneh pada saat tokoh-tokoh
asimilasi LPKB itu juga berkata bahwa tionghoa
yang tidak ganti nama, kawin campur dsb
itu bukan warga negara indonesia yang baik. 


Sub-Rosa II



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Heheheh, mulai dari DI-LARANG, berubah jadi DI-PAKSA sekarang TER-
PAKSA
 jadi yang betul yang mana? 
 
 Barangkali semuanya betul, tergantung pemahaman dan pengalaman 
pribadi
 masing-masing. 
 Sehingga ada yang MERASA dilarang, ada yang merasa dipaksa, ada 
yang
 merasa terpaksa, ada yang enggak berasa. 
 
 Faktanya: 
 1) kata DILARANG, DIHARUSKAN, atau DIWAJIBKAN GANTI NAMA itu enggak
 pernah nongol di Undang-undang, pemaksaan dengan SANKSI secara 
hukum
 juga tidak ada. 
 2) fenomena ganti nama massal ada, seperti sudah disebutkan, 
terkait
 terutama dengan situasi dan kondisi politik dalam negri menyoal 
kejadian
 Gestapu, plus sikon politik luar negri, khususnya sengketa 
warganegara
 sama RRC. 
 
 Tujuan HIMBAUAN ganti nama, masih debatable, 
 1)Ada yang bilang untuk menyelamatkan warganegara keturunan dari
 fenomena anti-WNA
 2)Ada yang bilang usaha menghomogenisasi warganegara
 3)Ada yang bilang untuk membantu usaha nation building 
 
 Yang pasti kedudukan Warganegara dan BUKAN warganegara itu tidak 
mungkin
 sama, secara hukum pasti beda deh. 
 
 Pertanyaan: 
 Adakah negara memperlakukan berbeda kepada warganegaranya yang
 keturunan, 
 antara yang waktu itu gantinama 
 dengan yang mempertahankan nama tionghoanya? 
 
 
 












.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.








  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Indonesia
  
  
Culture
  
  
Chinese
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  











[budaya_tionghua] Re: Tionghoa dipaksa ganti nama?-- Mas Putu

2006-05-12 Terurut Topik odeon_cafe



Mas Putu yang baik, 

Dalam merespon kebijakan Orde Baru terhadap Tionghoa harus benar-
benar melihat konteks dan motif politik dibelakang Inpres, Kepres, UU 
yang dikeluarkan itu. 

Walau bagaimana pun, mayoritas anak Bangsa ini masih memiliki etika 
dan keluhuran moralitas tinggi. Karena itu, mayoritas anak Bangsa 
tidak akan bersepakat dengan Orde Baru apabila pak Harto memutuskan 
untuk mengadobsi kebijakan super-represif a la Nazi Hitler. 

Di samping kekuatan Orde Baru pun tidak sebanding dengan kekuatan 
Nazi Hitler. Sehingga apabila Pak Harto nekat menempuh kebijakan 
super-radikal maka dapat dipastikan dunia internasional akan segera 
bertindak. 

Oleh karena itu, seluruh kebijakan yang sebenarnya bersifat represif 
anti-Tionghoa dikemas dengan eufimisme. 

Contohnya, Keppres No. 240 thn 1967 tentang KEBIJAKSANAAN POKOK YANG 
MENYANGKUT WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN ASING. 

Dari judul Keppres ini saja sudah dengan licin dirancang, yaitu 
menggunakan term `keturunan asing' padahal Keppres ini secara khusus 
ditujukan untuk Tionghoa. 

Lebih jauh, Pak Harto membuka pasal 1 Keppres No. 240 sbb: 

Warga Negara Indonesia keturunan asing adalah sama kedudukannya di 
dalam Hukum pemerintahan dengan Bangsa Indonesia lainnya

Dilanjutkan Pasal 2:

Warga Negara Indonesia keturunan asing adalah Bangsa Indonesia yang 
tidak berbeda dalam hak dan kewajiban dengan Bangsa Indonesia 
lainnya 

Dengan sangat jelas dikatakan bahwa WNI keturunan Asing (baca: 
Tionghoa) memiliki hak dan kewajiban yang sama. 

Dan dalam ilmu demokrasi, salah 1 hak seorang warga-negara adalah 
mengajukan keberatan, protes dan keberatan atas satu regulasi yang 
dikeluarkan oleh kepala negara, pemerintah dsb. 

Saya berimaginasi seandainya saya pada saat itu memprotes 
dikeluarkannya Keppres No.240, SE 06/1967, Inpres No.14/1969 tentang 
pelarang adat istiadat, kepercayaan dan agama Cina untuk ditampilkan 
di muka umum, dsb maka sudah barang tentu saya akan dikatakan 
berhianat, tidak loyal, ekslusif, sekali cina tetap cina dan 
dimasukan ke RTM untuk menerima penyiksaan berat. 
Nyatanya, Tionghoa memiliki hak yang sedikit dan kewajiban yang 
lebih. 

Lebih jauh, Mas Putu bisa melihat bahwa eufimisme bahasa Hukum yang 
sebenarnya dikhususkan untuk merepresi Tionghoa yang dibuat oleh Pak 
Harto lewat Keppres No. 123 thn 1968 tentang PERPANJANGAN BERLAKUNYA 
PERATURAN GANTI NAMA. 

Pasal 2 berbunyi: 

dengan perpanjangan masa berlakunya Keputusan Presidium Kabinet 
No.127/U/Kep/3/1966 tersebut maka bagi anggota ABRI yang memakai nama 
Cina prosedur ganti namanya sebagaimana diatur…diperpanjang pula 
sampai dengan bulan Desember 1968. 

Di Keppres no.123 ini, Pak Harto hendak menyerang anggota ABRI 
keturunan Tionghoa untuk dipaksa secara resmi mengganti nama Tionghoa-
nya menjadi nama-nama Indonesia. 

Usaha ini perlu diambil oleh Pak Harto untuk membersihkan angkatan 
bersenjata dari orang-orang loyalis Soekarno. Banyak Tionghoa yang 
sangat loyal terhadap Pemimpin Besar Revolusi, Penyambung Lidah 
Rakyat: Bung Karno. 

Pak Harto, awalnya hanya menguasi bagian terbesar angkatan darat 
saja. Kepolisian, angkatan udara dan laut sepenuhnya berdiri di 
belakang Bung Karno. Di tubuh angkatan darat, nama-nama spt Amir 
Mahmud, Jend. Ryacudu dsb tercatat sebagai pendukung Soekarno. Tetapi 
jenderal-jenderal spt Amir Mahmud lantas menjadi loyalis Orde Baru 
setelah Soekarno dipukul jatuh. 

Lucunya, Keppres tentang perpanjangan waktu pergantian nama ini 
didahului oleh penjelasan umum yang mengatakan:

bahwa hasrat dari warga negara Indonesia yang memakai nama Cina guna 
memenuhi Keputusan Presidium Kabinet tersebut ternyata sangat besar 
hingga dipandang perlu untuk mengeluarkan Keputusan Presiden guna 
memperpanjang masa berlakunya… 

Harap perhatikan pasal penjelasan di atas. 

Dari mana Pak Harto bisa ngomong kalo hasrat ganti nama itu besar? 
udah survei? Memang sih, ada gerakan ganti nama massal yang 
dipelopori oleh tokoh-tokoh LPKB spt ganti nama massal di lapangan 
banteng dan sukabumi. Tapi semua itu terjadi dibawah todongan senjata 
dan ancaman mau dibunuh. Masak mau mati konyol gara-gara nama saja? 
Kok bisa gara-gara nama saja dibunuh. 

Bagaimana menurut Mas Putu?? 

Sub-Rosa II






--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Putu Budiastawa 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Hi, Ce Uly. Tul!
 
 PB
 - Original Message - 
 From: ulysee 
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
 Sent: Friday, May 12, 2006 11:53 AM
 Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: WARGA KETURUNAN DISANDERA 
MAHASISWA UIN MAKASSAR
 
 
 Mumpung udah ruwet sekalian gue juga nimbrung ah, 
 
 -Original Message-
 From: ardian_c [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Thursday, May 11, 2006 3:41 PM
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: [budaya_tionghua] Re: WARGA KETURUNAN DISANDERA 
MAHASISWA UIN
 MAKASSAR
 
 hehehehe
 saya ikutan ngejawab ahhh
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Alvin Daniel 
 alvindaniel_net@ wrote:
 
 skip
 
  serta 

[budaya_tionghua] Mas Putu: tentang Tionghoa

2006-05-12 Terurut Topik odeon_cafe



ya Mas Putu, perseteruan Soekarno vs Soeharto
merupakan polemik politik terpenting sepanjang
sejaran Indonesia. 

kerumitan perseteruan tersebut mungkin salah
satu konflik paling delicate di arena politik. 
keduanya tampak sangat berhati-hati dan saling
menahan diri. paling tidak, pilihan untuk
tidak menumpahkan darah dipilih oleh Soekarno.
sayangnya, pilihan beliau ternyata meminta 
korban darah lebih banyak. 

andaikata, Soekarno berani mengambil sikap 
tegas terhadap gerakan Soeharto dan melancarkan
total war maka sejarah tentu akan lain. divisi
diponegoro, brawijaya, polri, KKO dan AURI 
di belakang Soekarno. adanya pengikut soekarno
yang anti PKI spt Hadi Subeno tentu sangat
loyal terhadap Bung Karno. 

diantara pergumulan dasyat itu, Tionghoa
berada di tengah-tengah tanpa daya. tetapi ketika
saya liat sejarah dan berimaginasi seandainya
Soekarno mengambil sikap tegas mungkin Tionghoa
tidak akan bernasib semalang ini. 

sudah terbukti, bung Karno tidak rasis dan tidak
anti-tionghoa. pertanyaan munculnya PP-10 itu
di zaman soekarno harus dilihat kelihayan 
kelompok-kelompok rasis anti-tionghoa dan anti
bung Karno untuk merebut dominasi ekonomi.

alhasil, PP-10 memicu kemandekan ekonomi. exodus
tionghoa sebanyak seratus ribu akibat PP-10 tidak
menghasilkan dampak perbaikan ekonomi. karena 
para penggagas PP-10 tidak mau menggunakan
fund  resource domestik untuk semata-mata kepentingan
ekonomi. pandangan mereka selalu rasis dan
mengincar tionghoa. padahal Tionghoa merupakan
tenaga produktif domestik yang bisa sangat
bermanfaat untuk stabilitas ekonomi-politik. 

harap Mas Putu dapat memahami bahwa dengan
membicarakan 'masalah cina' spt motive dibalik
keluarnya PP, Inpres, Keppres, UU anti Tionghoa
itu bukan dengan maksud untuk balas dendam,
menjelek-jelekan Indonesia atau maksud buruk
lainnya.

semata-mata sebagai usaha untuk memperbaiki
negeri ini. tionghoa selalu loyal dan bermaksud
baik terhadap NKRI. kita tidak bisa lepas dari
NKRI. kita punya sejarah bersama. lihatlah,
sedemikian disakiti tapi Tionghoa tetap bertahan
dan loyal terhadap NKRI. adakah suku bangsa lain
yang sedemikian loyal terhadap NKRI selain Tionghoa
ini?? 

kita hendak membangun NKRI sebagai negeri yang
makmur, sejahtera, adil bebas dari rasisme.
kita hendak membuat NKRI bermartabat dan bisa
dibanggakan di arena internasional. jangan spt
Jerman atau Amerika yang tetap tidak bermartabat
karena rasisme.

Sub-Rosa II

--- In [EMAIL PROTECTED], Putu Budiastawa 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Oke, Bung Odeon_Cafe yb, 
 
 Saya baru mengerti duduk permasalahannya. Terus terang, saya tidak 
tahu Keppres2 itu. Terima kasih telah memberikan penjelasan kepada 
saya. 
 Memang pd jaman itu Pak Harto secara penuh memegang kendali TNI-
AD, sedangkan Tiga Angkatan lainnya (termasuk Polri) terkesan ragu-
ragu.
 Masuk akal!
 
 Salam,
 PB
 
 
 - Original Message - 
 From: odeon_cafe 
 To: [EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Friday, May 12, 2006 4:59 PM
 Subject: KT Tionghoa dipaksa ganti nama
 
 
 Mas Putu yang baik, 
 
 Dalam merespon kebijakan Orde Baru terhadap Tionghoa harus benar-
 benar melihat konteks dan motif politik dibelakang Inpres, 
Kepres, UU 
 yang dikeluarkan itu. 
 
 Walau bagaimana pun, mayoritas anak Bangsa ini masih memiliki 
etika 
 dan keluhuran moralitas tinggi. Karena itu, mayoritas anak 
Bangsa 
 tidak akan bersepakat dengan Orde Baru apabila pak Harto 
memutuskan 
 untuk mengadobsi kebijakan super-represif a la Nazi Hitler. 
 
 Di samping kekuatan Orde Baru pun tidak sebanding dengan 
kekuatan 
 Nazi Hitler. Sehingga apabila Pak Harto nekat menempuh kebijakan 
 super-radikal maka dapat dipastikan dunia internasional akan 
segera 
 bertindak. 
 
 Oleh karena itu, seluruh kebijakan yang sebenarnya bersifat 
represif 
 anti-Tionghoa dikemas dengan eufimisme. 
 
 Contohnya, Keppres No. 240 thn 1967 tentang KEBIJAKSANAAN POKOK 
YANG 
 MENYANGKUT WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN ASING. 
 
 Dari judul Keppres ini saja sudah dengan licin dirancang, yaitu 
 menggunakan term `keturunan asing' padahal Keppres ini secara 
khusus 
 ditujukan untuk Tionghoa. 
 
 Lebih jauh, Pak Harto membuka pasal 1 Keppres No. 240 sbb: 
 
 Warga Negara Indonesia keturunan asing adalah sama kedudukannya 
di 
 dalam Hukum pemerintahan dengan Bangsa Indonesia lainnya
 
 Dilanjutkan Pasal 2:
 
 Warga Negara Indonesia keturunan asing adalah Bangsa Indonesia 
yang 
 tidak berbeda dalam hak dan kewajiban dengan Bangsa Indonesia 
 lainnya 
 
 Dengan sangat jelas dikatakan bahwa WNI keturunan Asing (baca: 
 Tionghoa) memiliki hak dan kewajiban yang sama. 
 
 Dan dalam ilmu demokrasi, salah 1 hak seorang warga-negara 
adalah 
 mengajukan keberatan, protes dan keberatan atas satu regulasi 
yang 
 dikeluarkan oleh kepala negara, pemerintah dsb. 
 
 Saya berimaginasi seandainya saya pada saat itu memprotes 
 dikeluarkannya Keppres No.240, SE 06/1967, Inpres No.14/1969 
tentang 
 pelarang adat istiadat, kepercayaan dan agama Cina untuk 
ditampilkan 
 di muka umum, dsb

[budaya_tionghua] Re: WARGA KETURUNAN DISANDERA MAHASISWA UIN MAKASSAR

2006-05-11 Terurut Topik odeon_cafe



Ya, saya mendukung pendapat dari Ulysee, si pendukung LPKB. 

Memang secara formal tidak pernah ada kata DILARANG dalam beberapa 
Inpres yang pernah dikeluarkan oleh Pak Harto. 

Contohnya Keppres No. 240/1967 tentang KEBIJAKSANAAN POKOK YANG 
MENYANGKUT WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN ASING. 

Pasal 5 berbunyi:

khusus terhadap warga negara Indonesia keturunan asing yang masih 
memakai nama Cina dianjurkan mengganti nama-namanya dengan nama 
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Dari hasil pemikiran Pak Harto yang tertuang dalam pasal 5 Keppres 
No. 240 ini dapat kita simpulkan bahwa bagi Pak Harto, orang 
Tionghoa itu adalah WNI keturunan Asing. Nama menjadi parameter 
nasionalisme terhadap Indonesia. Nama juga berperan sebagi simbol 
mendukung NKRI. Karena hati tidak bisa ditebak. Contohnya, seorang 
Bob Hasan yang punya nama Indonesia banget tetap saja bisa merugikan 
negara dan rakyat dengan tindakan korupsi. 

Dan masyarakat Tionghao ini sangat dikhususkan (baca:diistimewakan) 
oleh pemerintah Orde baru. Sekalipun, orang Tionghoa tidak pernah 
minta untuk dikhususkan (baca: di-istimewakan). 

Masalah nama saja bisa masuk dalam sebuah KEPPRES. Hendaknya orang 
Tionghoa bisa merasa bangga dengan hal ini. Bayangkan, Orde Baru 
sampai mengeluarkan Keppres dan Inpres untuk Tionghoa. betapa irinya 
keturunan Arab dan India melihat privilege untuk Tionghoa ini. 

Lebih jauh Pak Harto juga mengeluarkan Keputusan Presidium Kabinet 
No.127/U/KEP/12/1966 tentang PERATURAN GANTI NAMA BAGI WNI YANG 
MEMAKAI NAMA CINA. 

Dalam Keputusan Presidium Kabinet ini terdapat sebuah aturan tentang 
PROSEDUR KHUSUS bagi cina yang mau ganti nama. Hal ini dapat dilihat 
di:

BAB II tentang PROSEDUR pasal 2 ayat 1:

untuk menampung pelaksanaan penggantian nama secara tersebut di 
atas diadakan prosedur khusu yang menympang dari prosedur biasa 
untuk jangka waktu terbatas. 

Pasal 2 ayat 3:
setiap surat pernyataan harus disertai surat bukti kewarganegaraan 
Republik Indonesia yang bersangkuta. 

Jadi, seperti yang dikatakan si pendukung kuat LPKB, Ulysee, bahwa 
tidak ada aturan yang MELARANG orang Tionghoa untuk mengganti nama-
nama Tionghoanya. CUMA DIANJURKAN. 

Jadi harap cina-cina ngaco jangan salah ngomong, karena kalo salah 
ngomong masalah REDAKSIONAL saja dapat menguntung pihak LPKB. 

Oke, segitu dulu. Untuk selanjutnya, kalo Ulysee masih berkenan kita 
akan bahas tentang dampak, motive dan kerusakan yang ditimbulkan 
lewat ANJURAN BAIK HATI pak harto untuk orang Tionghoa. 

Sub-Rosa II




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Mumpung udah ruwet sekalian gue juga nimbrung ah, 
 
 -Original Message-
 From: ardian_c [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Thursday, May 11, 2006 3:41 PM
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: [budaya_tionghua] Re: WARGA KETURUNAN DISANDERA MAHASISWA 
UIN
 MAKASSAR
 
 hehehehe
 saya ikutan ngejawab ahhh
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Alvin Daniel 
 alvindaniel_net@ wrote:
 
 skip
 
  serta dilarang menggunakan 'tiga nama' di KTP di jaman eyang
  Harto?
  
 
 AC: hm kalu nurut catetan seh dah ribuan taon gak tjoema 
baru 
 100 ataw 200 taon
 sebenernya penggagas pelarangan penggunaan 3 nama seh itu yang 
 usulin namanya LPKB dimana banyak org tionghoa jg jadi pengurusnya
 
 UL: Sebenernya kata DILARANG itu tercantum dimana? Sebab di 
beberapa
 undang undang menyangkut soal NAMA gue belon pernah nemu itu soal
 DILARANG. 
 Yang kedengeran, ada yang MENGANJURKAN ganti nama, ada yang 
KETAKUTAN
 dipersulit dan buru buru ganti nama, ada yang MEMFASILITASI dengan
 mengeluarkan undang undang ganti nama buat yang mau ganti nama. 
 
 Eh, kalau iya DILARANG, kenapa itu Kwik Kian Gie kok enggak 
dimasukin
 penjara gara-gara enggak ganti nama? 
 Terus lagi, bapaknya khan gembongnya LPKB toh? Kok kaga duluan 
ganti
 nama, kenapa coba? 
 
 Ogah ngajak berantem, tapi kalau ngajak mikir boleh khan?













.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.








  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Indonesia
  
  
Culture
  
  
Chinese
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  












[budaya_tionghua] KT Re: Pembantu disiksa majikan

2006-05-10 Terurut Topik odeon_cafe



Ya Mas Putu, saya sependapat dengan anda. 
saya kira tidak ada satu pun tionghoa yang
masih waras akan membela si pembunuh itu. 
dan bagusnya, mayoritas tionghoa itu masih
waras dan bermoral. 

jadi tidak perlu ada satu pengendara sepeda motor
bermata sipit disandera dengan kasar dan
diarak untuk mengutuk perbuatan si pembunuh. 

tapi kejadian spt ini bukan yang pertama dan
dapat dipastikan bukan yang terakhir. doa
tinggal doa. beberapa tahun yang lalu meletus
peristiwa kerawang. benar-benar sebagai Tionghoa
kita disudutkan. 

agaknya, Tionghoa sudah mesti memikirkan 
mekanisme HUKUM ADAT. biar Tionghoa-tionghoa
ngaco dan penjahat Tionghoa itu bisa mendapatkan
double punishment. satu dari negara dan satu
lagi dari hukum adat. biar setiap orang
Tionghoa itu berpikir panjang untuk tidak
melakukan hal-hal negatif yang bisa merusak
Tionghoa sebagai golongan. 

tapi hendaknya, demo-demo dan pengumpulan massa
anarki di Makasar itu dapat diredam. karena
dampaknya bisa besar. bukan cuma Tionghoa saja
yang akan jadi korban, tapi seluruh bangsa dan
negara ini akan dikorbankan. 

benar-benar heran, ketika ada orang tionghoa
dibunuh dan dirampok tidak memicu aksi massal.
mungkin karena tionghoa percaya dengan kapasitas
aparat kepolisian untuk menegakkan hukum. sehingga
tidak pernah terjadi aksi balas dendam dengan
mempergunakan massa preman. 


Sub-Rosa II

--- In [EMAIL PROTECTED], Putu Budiastawa 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Salam hormat, Bung odeo_cafe,
 
 Maaf saya ikut nanggapin. Saya setuju pendapat Bung juga Jeng 
Martha. Sebenarnya Hukum itu kalo ditegakkan tidak memilih2. Tidak 
melihat warna kulit, tidak melihat dari etnis mana, tidak melihat 
pelakunya siapa (mis: penggede atau bukan). Jadi si majikan ini 
memang patut dihukum sesaui Hukum yg berlaku.
 
 Sayangnya, brekele-brekele itu tidak dewasa-dewasa juga. Selalu 
main hakim sendiri. Main sandera-sandera, main gebuk2, dsb. Otaknya 
berkotak-kotak. Lihatnya warna kulit aja!!! Apa semua orang Tionghoa 
begitu? Dikit2 dihubungkan ke orang Tionghoa!
 
 Kita memang menyayangkan kejadian penyiksaan itu. Kita tegakkan 
Hukum. Yang bersalah tetap harus membayar. Walaupun kita Tionghoa, 
untuk memperbaiki opini publik, kita harus kecam itu juga 
(perbuatannya). 
 
 Salam,
 Putu Budi
 - Original Message - 
 From: odeon_cafe 
 To: [EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Wednesday, May 10, 2006 1:28 PM
 Subject: KT Re: Pembantu disiksa majikan
 
 
 Setuju ci Martha. tionghoa ngehe seperti
 ini mesti diadili biar kapok. 
 
 tapi perlakuan massa makasar dan gerakan
 mahasiswa HMI makasar yang menyasar
 kemarahan menjadi gerakan anti-tionghoa
 itu juga tidak bisa dibenarkan. 
 
 ada seorang Tionghoa disandera. padahal
 dia gak punya hubungan apa pun dengan
 si pembunuh. cuma gara-gara etnisitasnya
 sama. la, apakah perilaku ini bisa dibenarkan 
 juga? gak adil kan
 
 heran, kalo ada satu cina melakukan
 kesalahan selalu golongan Tionghoa akan
 kena getahnya. 
 
 Sub-Rosa II
 
 --- In [EMAIL PROTECTED], marthajan04 
 marthajan04@ wrote:
 
  Ada berita di Makasar ada pembantu disiksa majikan yang 
keturunan 
  tionghoa sampai mati.
  Untuk warga tionghoa seperti ini, janganlah kita sampai 
menaruh 
  simpati. Kita juga harus ikut teriak agar hukum ditegakkan. 
Seret 
 dan 
  adili orang ini. Kalau perlu hukum mati.
  Manusia seperti ini tak perlu dibela. Berbahaya untuk orang2 
lainnya.
  
  
  MJ
 
 
 
 
 
 
 
 
 Demi masa depan NKRI dan golongan Tionghoa maka mestinya kita 
saling menghargai satu sama lain 
 
 
 
 SPONSORED LINKS Social sciences Computer science Science 
education 
 Social science book 
 
 
 ---
---
 YAHOO! GROUPS LINKS 
 
 a.. Visit your group Kampoeng_Tionghoa on the web.
 
 b.. To unsubscribe from this group, send an email to:
 [EMAIL PROTECTED]
 
 c.. Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms 
of Service. 
 
 
 ---
---
 
 
 
 
 ---
---
 
 
 No virus found in this incoming message.
 Checked by AVG Free Edition.
 Version: 7.1.392 / Virus Database: 268.5.5/334 - Release Date: 
08/05/2006












.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.








  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Indonesia
  
  
Culture
  
  
Chinese
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  












[budaya_tionghua] Tionghoa Kepemimpinan

2006-05-04 Terurut Topik odeon_cafe



pola yang selama ini dimainkan oleh
tokoh ngetop tionghoa, pasca berkuasanya orde baru,
adalah mendekati petinggi militer dan pejabat
sipil (terutama yang punya akses langsung ke
cendana).

tujuannya, seperti yang Sdr. Steeve katakan,
membeli proteksi keamanan untuk usaha dan
pribadinya. persetan dengan golongan Tionghoa.
kalau perlu menjelek-jelekan tionghoa sebagai
golongan tidak loyal, rakus dan penghianat
Republik.

bagi tokoh-tokoh ngetop Tionghoa ini, untuk
dapat diterima dan dipandang sebagai patriot
dan demokrat Indonesia maka mesti ada contoh
Tionghoa buruk rupa. ini yang terjadi. asalkan
diri pribadinya dapat dinilai sebagai seorang
nasionalis Indonesia tulen maka tidak peduli
kalo golongan TIonghoa harus dikorbankan.

karena itu, saya berpendapat bahwa tidak ada
lagi PEMIMPIN TIONGHOA. yang ada cuma tokoh
ngetop tionghoa.

kalo kita perhatikan, pola kemunculan tokoh-tokoh
pemimpin Tionghoa di tahun 30-50 an amat berbeda
dengan kemunculan tokoh-tokoh ngetop Tionghoa
pasca 65-sekarang.

Tan Po Goan dari PSI yang sudah barang tentu
bertolak belakang dengan sikap politik saya tetapi
saya berpendapat bahwa Tan Po Goan itu cukup
berkualitas. saya membaca risalah perdebatan Tan
Po Goan di parlemen sekitar tahun 54. wah, dia punya
bobot. amat beda dengan para tionghoa ngetop saat ini.

dan kalau lebih jauh kita perhatikan, kemunculan
tokoh-tokoh ngetop Tionghoa saat ini bukan ditopang
oleh pemahaman politik dan kemasyarakatan apalagi
pengalaman pergerakan politik. kalau tidak punya
perusahaan besar maka paling sedikit mereka punya
3 perusahaan sedang. sederhananya, pola kontemporer
saat ini menandaskan bahwa apabila you tidak punya
duit maka you jangan harap jadi tokoh ngetop.

sekalipun kita patut optimis dengan perkembangan
leadership Tionghoa di masa yang tidak terlalu
lama lagi. di mulai oleh ci Ester Jusuf (Sim Ai
Ling) yang masuk golongan moralis dan saat
ini kita melihat kiprah Go Tjong Ping.

tetapi selain kedua orang ini, yang ada cuma
badut politik dengan embel-embel keorganisasian
yang masih berwatak feodal dan sempit.

maka jangan heran kalao solidaritas sesama tionghoa
saat ini berada di titik nadir. maka jangan heran
kalo sesama tionghoa bisa saling sikut-saling tendang.
maka jangan heran kalau sesama tionghao tidak bisa
duduk bareng dan mendiskusikan permasalahan tionghoa.
la wong semua tokoh ngetop pengen jadi raja kecil
dengan proses licik dan ngegampar sesama Tionghoa kok. ujung-
ujungnya,
mereka cuma jadi setan anti kritik saja.

tidak seperti dulu..


Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, steeve haryanto 
[EMAIL PROTECTED]
wrote:


 Mungkin ini awalnya dari kedekatan orang - orang
 tionghoa yang tidak mempunyai kekuatan politik,
 mendekati petinggi2 militer terutama dari Angkatan
 Darat untuk membeking usaha2nya dan keamanan atas dirinya.

 __











.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.








  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Indonesia
  
  
Culture
  
  
Chinese
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  












[budaya_tionghua] Re: Aksi Buruh garong bermata sipit

2006-05-03 Terurut Topik odeon_cafe



Ya benar, Zumhur Hidayat merupakan tokoh yang teridentifikasi sering 
menyerukan semangat anti-tionghoa disamping Fadli Zon dkk. Egi 
Sujana dengan Gerakan Pemuda Kab'ah (GPK) dipandang sebagai motor 
kekerasan dan penghambat gerakan pro-dem oleh aktifis mahasiswa 
Jogja. 

Saya sempat menghadiri launching Partai Serikat Indonesia (PSI) di 
Kemang di mana Siswono Yudho Husodo diusung sebagai calon Presiden 
sebelum direkrut sebagai wakil presiden oleh Pak Amien Rais. Saya 
diundang oleh seorang kawan dari ILUNI UI yang menjadi broker-nya 
Zumhur Hidayat. 

GASPERMINDO adalah serikat buruh bentukan Zumhur Hidayat. Dalam aksi 
kemarin GASPERMINDO cukup dominan selain KASBI (Kongres Aliansi 
Serikat Buruh Indonesia) bentukan anak-anak Perhimpunan Rakyat 
Pekerja (PRP). 

Dalam beberapa kali kesempatan bertatap muka dengan Zumhur Hidayat, 
tak terasa semangat anti-tionghoanya. Tetapi stand politiknya yang 
cenderung oportunis membuatnya sulit untuk dipercaya. Selain itu, 
Zumhur Hidayat juga tercatat sangat dekat dengan kelompok yang 
menamakan diri PRO-DEM di mana Hariman Siregar dan Jenderal 
Nugroho Djayusman diidentifikasi sebagai donatur. Orang-orang ini 
juga digosipkan berada di belakang FPI dan FBR. 

CIDES diproyeksikan sebagai inti ICMI yang hendak dijadikan think-
tank untuk menandingi CSIS yang dipandang sebagai kelompok Cina. 
Padahal, CSIS itu mengabdikan diri pada kepentingan USA dan wahana 
cari untung para pengelolanya. Tidak pernah ada hubungan baik 
langsung maupun tidak langsung antara CSIS dan golongan Tionghoa. 
bahkan menurut Jenderal Kemal Idris, CSIS itu didirikan untuk 
membendung RRT dan memata-matai golongan Tionghoa Indonesia. 

Di sinilah ketidak hati-hatian dan ketidak-pahaman Adi Sasono cs 
dalam memandang persoalan. Bagaimana bisa para pemimpin seperti 
memimpin sebuah bangsa sebesar Indonesia kalau pengetahuan tentang 
kemasyarakatan mereka termasuk minim?

Selain itu, gerakan militan kanan berkedok gerakan buruh seperti 
Mochtar Pakpahan juga melantunkan semangat anti tionghoa. bahkan 
Mochtar Pakpahan menyebut Tionghoa sebagai anjing. Saat gus dur 
menjadi presiden, Mochtar Pakpahan mengemis-ngemis posisi menteri 
tenaga kerja. Gus Dur amat anti terhadap Mochtar Pakpahan ini. 

Sedangkan Ilham Aidit, putra DN.Aidit, tak mampu memberikan gambaran 
gerakan buruh yang baik. Mungkin karena beliau sudah terlalu sering 
main dengan orang-orang hebat di FSAB. 

Situasi saat ini sebenarnya mendekati titik kritis bagi kalangan 
Tionghoa. publik blum mampu berpikir dengan jernih. Kelaparan dapat 
menghalangi kesadaran berbangsa rakyat. Di sisi lain, Tionghoa masih 
belum memiliki kekuatan politik sekalipun hanya sekedar untuk 
membela dirinya. Para tokoh terkenal Tionghoa (bukan pemimpin 
Tionghoa) masih terlelap dalam tradisi jilat-menjilat pejabat dan 
militer. Masih bertarung untuk mencapai popularitas diri (dengan 
mengatas-namakan golongan Tionghoa, tentunya).

Go Tjong Ping secara terbuka disikat oleh Priyo Budi Santoso dari 
Golkar dalam perdebatan di Metro TV. Priyo Budi dari Golkar pada 
akhirnya memainkan isue Ras dan Etnis untuk menghimpun opini publik 
setelah tak mampu mengatasi fakta objektif yang diangkat oleh Go 
Tjong Ping yang membela rakyat Tuban dari represi dan eksploitasi 
kader Golkar Tuban yang kaya raya. 

Dalam masa ke depan ini, ada baiknya Tionghoa waspada. 

Sub-Rosa II



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Golden Horde [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@ 
 wrote:
 
  Zumhur Hidayat, tokoh muda yang digosipin pernah nilep duit 
 milyaran 
  rupiah dari Adi Sasono dalam program KUD, memberikan orasi yang 
  membakar. Tak ketinggalan ia menyebutkan bahwa produk garment 
cina 
  telah menyengsarakan begitu banyak buruh. Sayangnya, tak 
dikatakan 
  bagaimana mesin-mesin imperialis eropa dan amerika yang 
sepanjang 
  sejarah menjarah Indonesia. 
  
  Orasi dilanjutkan oleh para pimpinan buruh yang tidak terlalu 
  dikenal. Salah satunya dengan lantang menyerang pemerintah yang 
 tak 
  mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat dan kaum buruh. 
  Kekayaan Indonesia dijarah oleh para garong bermata sipit 
tanpa 
  terjerat hukum lantas kabur setelah menggarong dana BLBI. 
 
 
=
 ==
 
 Jumhur Hidayat (mantan narapidana politik kasus 5 Agustus ITB) 
 memang memiliki track record anti Tionghoa, pada tahun 1998 
 bersama dengan Hariman Siregar pernah terlibat pengorganisasian 
aksi 
 mendukung Habibie 1998 yang didanai oleh Timmy Habibie (adik 
 Habibie) dan menawari Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) dan 
 Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) agar melakukan demontrasi anti 
 Tionghoa dengan imbalan dana Rp.24 juta untuk tiga kali 
demontrasi, 
 namun permintaan mereka ditolak.
 (http://www.listserv.dfn.de/cgi-bin/wa?
 A2=ind9903dL=indonewsD=0O=DP=26271).
 
 Jumhur Hidayat juga dikenal sebagai kawan dekat dan se-idiologi 
 dengan

[budaya_tionghua] Re: Tjamboek Berdoeri, jangan kau pergi

2006-04-27 Terurut Topik odeon_cafe



Ah, lagi-lagi Pak Ahmad Bukahri Saleh
omong sembarangan. 

jelas, saya akan kehilangan bung Tjamboek
Berdoeri pabila beliau hengkang dari
milis ini. 

mencari Tionghoa yang peduli dengan sejarah
para pendahulu itu jarang dan sulit sekali.
secara pribadi, saya sangat membutuhkan
kehadiran bung Tjamboek Berdoeri. it's
maybe subjective yet begitulah seharusnya
seorang saudara bersikap. 

setiap orang memiliki ciri khas dan
keunikan sendiri. hanya fosil orde baru
saja yang tidak mampu menerima perbedaan
ilahi seperti itu. Tjamboek Berdoeri selalu
mengingatkan saya akan ketinggian sastra
Melayu-Tionghoa yang sudah tidak bisa saya
dapatkan di bangku formal. akibat kebijakan
dari kawan-kawan Pak Bukhari Saleh spt
Sofyan Wanandi cs itu. 

mau si Tjamboek Berdoeri itu omongannya
tajam kek, mau seperti banci kek, apa
urusannya?? yang penting dia kagak malu
jadi Tionghoa-Indonesia dan tidak 
memprovokasi kebencian dan semangat anti
Tionghoa. 

daripada orang-orang yang bermulut manis
tapi hati belut. atau monyet berbulu kambing. 

ini protes keras saya untuk Pak Bukhari Saleh
yang begitu antagonis terhadap seorang
saudara seperti Tjamboek Berdoeri. mbok ya
berperan sebagai orang tua gitu lho. 

khusus untuk bung Tjamboek Berdoeri:

jangan kau cepat emosi dan putus asa dengan
tabiat individualis modern. ini kesadaran
semu. kau benar-benar kalah apabila mengambil
keputusan dalam kemarahan. ingat kata-kata
LL. Cool J ke J-LO: 

don't make a decision when you mad

he he heheoke bro? sorry, don't use
that old style of Melayu Tionghoa. coz,
we're comin' from the neo link-radicalist
society. what's the meaning of words anyway.
coz, 'we're a universal men' said rabindrath
tagore


Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Iya, tidak semua tulisan yang berbahasa melayu-tionghoa pasti 
relevan dengan budaya tionghoa...
 
 Moderator punya alasan, banyak sebabnya, bisa substansi, bisa 
teknis, bisa mereka sibuk (mereka bukan orang gajian kita).
 Saya juga sedang di-'karantina' oleh moderator, karena diduga 
komputer saya menyebar virus. Walau dugaan itu tidak benar, karena 
di puluhan milis lainnya di mana saya menjadi anggotanya tidak 
pernah ada virus a/n saya, en toch saya tidak marah-marah, ngancem-
ngancem, ngebangsat-bangsatin orang... 
 
 Emangnya kalo ini posting terakhir dari tjamboek berdoeri dan dia 
lalu cabut dari milis ini, dia kira orang menangis apa? 
 Nyatanya mayoritas anggota milis ini tidak memahami posting-nya, 
yang puaanjang-puaanjang itu, dan hanya dimengerti orang seumuran 
saya... People either delete or ignore
 
 Wasalam.
 
 
 
 - Original Message - 
 From: e64865092 
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
 Sent: Thursday, 27 April, 2006 16:54
 Subject: [budaya_tionghua] Re: TANJA ??
 
  kalau tak ada kaitan sama tionghoa yah dikasih oot di judulnya 
coba,
  kalau ada kaitannya tak mungkin tak dimoeat.
 
 -
 
  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, tjamboek_berdoeri28
  tjamboek_berdoeri28@ wrote:
  
   Kenapa tulisan saja Kalo saja mendjadi orang Atjeh tida bisa 
dimoeat???
   kaloe begitu adanja biarlah ini mendjadi toelisan saja jang 
terachir,
   dan hari ini saja post oentoek ke 3x
   soesah djoega kaloe ada informasi penting tida berhak moentjoe,
   masalah roentjing atawa toempoel soeatoe toelisan, tida moesti
   mendjadi halangan oentoek kita madjoe, kajanja gaja sewaktoe 
saja
   ketjil kenapa moesti teroelang lagi , dimana saking tida 
soekanja
   seorang petroek hingga salah satoe koeboeranpoen moesti 
digoesoer via
   seorang jang bernama Bang(sat) dikin dengen alesan 
pembangoenan ?













.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.





  




  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  











[budaya_tionghua] MULTIKULTURALISME--utk Putu Budhiastawa

2006-04-26 Terurut Topik odeon_cafe



Pak Putu, saya suka sekali dengan anda. 
salam kenal dari saya. kehadiran anda
sungguh menghibur. saya membayangkan
ekspresi Pak Danardono membaca pencerahan
ROH anda. pasti beliau terpingkal-pingkal. 

anda mengingatkan saya kepada seorang kawan
yang menjadi pedeta kristen betani. sangat
otentik. highly spirited, full of religio
scientific analysis, yet so difficult to believe
and impossible to accept. 

oh, anda orang era baru ya? saya berkomunikasi
baik dengan Pak Fadjar. anda kenal? atau
anda ini orang Falun Gong Indonesia? kira-kira
di mana saya bisa belajar Falun Gong?

ini saya kirim artikel saya tentang multikulturalisme. 
daripada bergosip tentang tiongkok dan debat
ideologi apalagi omong tentang benda abstrak
spt roh maka ada baiknya omong masalah bagaimana
membangun peradaban multikultural di Indonesia. 

agree??

Sub-Rosa II


MULTIKULTURALISME 
Oleh: Kenken*
 
Multikulturalisme, secara singkat, adalah sebuah paradigma tentang 
kesetaraan semua ekspresi budaya. Kebudayaan suku primitif dan 
peradaban masyarakat industri modern memiliki kesetaraan nilai, 
sekalipun tidak bermaksud mengabaikan kekhususan peran sosial-
historis masing-masing. Multikulturalisme berkesimpulan bahwa 
kebudayaan Barat dan ras Anglo Saxon tidak lebih superior daripada 
Tribalis Afrika dan cara hidup para pemburu walrus Eskimo. 
Konseptualisasi multikulturalisme menolak metapora `melting pot' 
yang hanya berperan sebagai cover konsep asimilasi opresif. 
 
Indonesia merupakan negeri multikultural dengan ribuan pulau, lebih 
dari 300 etnisitas, berbagai paham dan aliran kepercayaan serta 
ideologi politik, sekaligus pusat pluralitas konflik. Kesadaran 
multikultural telah tertanam sejak Mpu Tantular menuliskan 
istilah bhineka tunggal ika. Bagi Siauw Giok Tjhan, Bhineka 
Tunggal Ika merupakan pencerminan realisasi proses integrasi wajar 
dari semua golongan Rakyat, yang menganut berbagai macam pandangan 
hidup, agama, kepercayaan, di samping berbeda dalam suku dan asal 
keturunan. Saat ini, kesadaran multikultural tersebut berhadapan 
dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali kebudayaan 
nasional Indonesia yang seharusnya menjadi integrating force yang 
mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya dalam bingkai persatuan 
nasional. 
 
Sejak hari pertama berkuasa, Orde Baru mencoba melakukan 
penyeragaman (homogenisasi) kultur secara masif. Kemudian, kekerasan 
antar kelompok masyarakat meledak secara sporadis pada akhir tahun 
1990-an di berbagai kawasan. Semata-mata hanya untuk memperlihatkan 
betapa rentan homogenisasi yang hendak dibangun dalam mozaik Negara-
Bangsa seperti Indonesia, sekaligus sebagai tanda awal kejatuhan 
rezim Orde baru. Tentu saja, usaha homogenisasi ini bertentangan 
dengan perspektif multikultural yang menolak asumsi adanya sebuah 
doktrin politik atau ideologi yang mampu merepresentasikan seluruh 
kebenaran. Satu-satunya pencapaian homogenisasi adalah masyarakat 
dengan budaya tertutup. Kekerasan adalah titik kulminasinya. 
 
Kebudayaan yang bersifat tertutup tidak berharap, berkeinginan, 
membutuhkan dan memiliki kemampuan untuk berdialog dengan kebudayaan 
lain. Komunitas budaya tertutup sangat mudah merasa terancam. Dengan 
penuh kecurigaan, ia berusaha keras melindungi dirinya dengan 
menolak interaksi dengan kebudayaan lain yang dirasakan 
sebagai pengganggu. Budaya tertutup mengakibatkan banjir darah di 
Cekoslovakia, Yugoslavia, Zaire hingga Rwanda dan Indonesia, lebih 
dari 38 juta jiwa terusir dari tempat kediaman mereka, paling 
sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah, 
pertikaian abadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. 
 
Pada dasarnya tidak ada satu pun budaya sui generis. Seluruh 
kebudayaan berasal dari interaksi dan proses saling absorbsi dengan 
kebudayaan lain dan dibentuk oleh kekuatan hegemonik ekonomi dan 
politik. Saat bumi menjadi `desa global'-nya P. Wyndham Lewis dan 
peradaban memasuki gelombang ketiga-nya Alvin Toffler, interaksi 
dengan kebudayaan lain adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. 
Komunitas dengan budaya tertutup menolak realitas ini. Ia memilih 
isolasionisme sebagai solusi dan menjadi komunitas anakronistis. 
Dengan kata lain, ia menjadi entitas dengan mentalitas xenophobia 
i.e. mentalitas penuh ketakutan atau kebencian terhadap orang asing 
atau sesuatu yang dirasakan asing. 
 
Istilah Xenophobic dipergunakan sebagai istilah politik untuk 
mendeskripsikan kaum rasis, isolasionis dan fasis. Xenophobia, dalam 
prakteknya, sering kali mengacu pada penggunaan bahasa kekerasan 
untuk menghadapi perbedaan. Bahasa kekerasan ini hanya akan 
mewariskan memoria passionis—ingatan kolektif atas penderitaan—
kepada generasi yang akan datang. Sejarah kekejaman perbudakan 
menyebabkan Kongres USA, semasa Presiden Clinton, mengajukan 
proposal permintaan maaf atas nama bangsa dan pemerintah kepada 
golongan Afrika-Amerika. Dan, kita pun prihatin atas kecanggungan 
generasi muda Jerman saat berbicara mengenai 

[budaya_tionghua] Fw: Rosa II == Orasi anti-Tiongkok

2006-04-23 Terurut Topik odeon_cafe
 terhadap RRT yang bersahabat.
 
 Saya kira begitulah seharusnya kita melihat masalah membanjirnya 
barang-barang made in China.
 
 Salam,
 ChanCT 
 
 - Original Message - From: odeon_cafe 
 To: [EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Sunday, April 23, 2006 12:11 AM
 Subject: [HKSIS] Fwd: Orasi anti-Tiongkok

 

--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe 
odeon_cafe@ wrote:

hari ini, saya mengikuti karnaval bhineka
tunggal ika yang digagas ratna sarumpaet. 
ekspresi budaya ditampilkan oleh sederet
perwakilan di atas truk terbuka. mulai dari
kaum banci dengan ekspresi menggoda bahkan
sampai ada yang membawa ular piton bro... 

tarian tapanuli, papua, jawa, reog dll
tampil dengan semarak. yang menarik adalah hadirnya
golongan Tionghoa yang diwakili oleh Perhimpunan
INTI. sekitar 30 pemuda-pemudi tionghoa
dengan konstum berwarna merah menjadi
daya tarik tersendiri. 

tampak hadir sederet wanita cantik spt
Rima Melati, Ayu Utami, Artika Sari Dewi
dan ke 3 teman putri Indonesia-nya. panggung
dipandu oleh Rieke Diah Pitaloka yang tampak
lebih cantik hari ini ditemani oleh Rebeka
Tumewu dan si kurus Olga Lyda yang tampil 
dengan wangi dan hmm...giginya ternyata kuning,
tapi tetap manis sekali bro. 

Inul tampil dengan pernyataan menolak RUU APP.
penolakan RUU APP tetap mendominasi aksi ini. 
para aktivis tampak senang dengan aksi kali 
ini, entah kenapa...tapi yang paling cantik 
tetap ibu Shinta Nuriyah Wahid. 

sebelum menuju bunderan HI, saya sempat 
'mampir' di aksi WALHI dalam rangka 'hari bumi'
di depan istana. aksi WALHI hanya terdiri
dari sekitar 40 aktivis. masih lebih banyak
pagar betis polisi. persis seperti aksi
sri bintang pamungkas yang disindir masih
lebih banyak wartawan-nya. 

sambil berbincang-bincang kecil dengan
seorang intel polri di barisan belakang
demonstran, saya mengamati dengan seksama orasi 
WALHI tentang ekspansi imperialis dan proliferasi
kemiskinan ke dunia III termasuk Indonesia. 
semangat retorik penuh kebencian terhadap
penindasan tergambar penuh makna. 

tetapi yang berbeda untukku adalah dimasukannya
Tiongkok ke dalam list kaum imperialis dan
sebab kemiskinan rakyat Indonesia bersama-sama
dengan Jepang, Amerika, Uni-Eropa, Inggris dan
Australia. 

masuknya Tiongkok ke dalam list imperialis ini
sangat berbeda dengan demo-demo di era 98-2002
yang kerap saya ikuti. karena sudah lama tidak
mengikuti aktivitas gerakan, saya cukup kaget
mendapati bahwa Tiongkok masuk daftar musuh. 
paling tidak, seingat saya, Tiongkok tidak pernah
disebut-sebut oleh lingkaran buruh, petani,
miskin kota dan PRD dalam orasi keras mereka
di masa lalu. 

pesatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang
saat ini menempati ranking ketiga terbesar dunia
plus ekspansi produk tekstil, manufaktur,
elektronik Tiongkok sampai merambahnya industri
pertambangan besar menjadi sebab dimasukannya
Tiongkok ke dalam list penyebab kemiskinan. 

setau saya, volume perdagangan antara Tiongkok-RI
tidaklah terlalu besar. baik dalam level G to G 
maupun P to P. paling tidak, Jepang, Amerika dan
uni Eropa masih jauh lebih dominan terhadap
penguasaan sumber-sumber daya alam Indonesia, 
thus, pemiskinan rakyat Indonesia. 

dan masuknya investasi RRT ke Indonesia juga atas
permintaan pemerintah. bahkan JK yang dikenal 
anti-tionghoa pun pernah mengajak pengusaha Tiongkok
agar berinvestasi ke Indonesia untuk memanfaatkan
nilai tukar rupiah yang melemah. plus dibukanya
berbagai hubungan antara ASEAN-Tiongkok spt
Dewan Bisnis Asean-China di era Megawati-Zhu Rongji. 

saya menakutkan, dimasukannya Tiongkok sebagai sumber 
kemiskinan rakyat berakibat pada menjalarnya 
semangat anti-tionghoa Indonesia. 

para perusuh, orang miskin yang lapar, provokator,
pembuat onar memerlukan pelampisan amarah. 
tionghoa indonesia adalah target terbuka yang
terjangkau kemarahan. 

berbeda dengan Amerika, Jepang, Eropa yang tidak
terjangkau oleh kemarahan rakyat dan kelompok
islam garis keras. 
 

what should we do?


Sub-Rosa II

--- End forwarded message ---












.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.





  




  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  











[budaya_tionghua] Re: Fwd: SBKRI Masih Diberlakukan di Surabaya

2006-04-22 Terurut Topik odeon_cafe



Ahmad Bukhari Saleh hanya tidak ingin
membicarakan hal-hal sensitif yang
karena mentalitas 'belum dewasa' tidak
mampu membicarakan masalah-masalah
sensitif dengan terbuka dan kepala
dingin. 

Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Banyak itu berapa dan apakah bisa disebutkan beberapa nama?
 
 - Original Message - 
 From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED]
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Sent: Saturday, April 22, 2006 11:02 AM
 Subject: Re: [budaya_tionghua] Fwd: SBKRI Masih Diberlakukan di 
Surabaya
 
 
  - Original Message - 
  From: odeon_cafe
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Sent: Saturday, 22 April, 2006 10:21
  Subject: [budaya_tionghua] Fwd: SBKRI Masih Diberlakukan di 
Surabaya
 
  lho, banyak kok orang TIonghoa jadi tentara.
  sekarang mereka udah tua-tua. mereka itu pasukan
  di jaman soekarno. ada yang jadi jenderal jawabnya.
  tapi sejak jaman Pak Harto gimana? tanyaku lagi.
  jawabnya,ya, memang setelah Pak Harto agak sulit.
  tapi gak apa-apa kok orang Tionghoa jadi tentara.
 
  --
 
  Sudah pernah dibahas di sini, di jaman Soeharto juga banyak 
Tionghoa jadi 
  tentara, dan banyak juga yang sampai bintang. Tidak cuma bintang 
1-2, yang 
  bintang 4 juga ada...
 
  Wasalam.
 
 
 
 
 
  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
 
  .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.
 
  .: Untuk bergabung : 
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
 
  .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.
  Yahoo! Groups Links
 
 
 
 
 
  
 
 
 -- 
 
 I am using the free version of SPAMfighter for private users.
 It has removed 228 spam emails to date.
 Paying users do not have this message in their emails.
 Try www.SPAMfighter.com for free now!













.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.





  




  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  











[budaya_tionghua] Fwd: Orasi anti-Tiongkok

2006-04-22 Terurut Topik odeon_cafe



--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

hari ini, saya mengikuti karnaval bhineka
tunggal ika yang digagas ratna sarumpaet. 
ekspresi budaya ditampilkan oleh sederet
perwakilan di atas truk terbuka. mulai dari
kaum banci dengan ekspresi menggoda bahkan
sampai ada yang membawa ular piton bro... 

tarian tapanuli, papua, jawa, reog dll
tampil dengan semarak. yang menarik adalah hadirnya
golongan Tionghoa yang diwakili oleh Perhimpunan
INTI. sekitar 30 pemuda-pemudi tionghoa
dengan konstum berwarna merah menjadi
daya tarik tersendiri. 

tampak hadir sederet wanita cantik spt
Rima Melati, Ayu Utami, Artika Sari Dewi
dan ke 3 teman putri Indonesia-nya. panggung
dipandu oleh Rieke Diah Pitaloka yang tampak
lebih cantik hari ini ditemani oleh Rebeka
Tumewu dan si kurus Olga Lyda yang tampil 
dengan wangi dan hmm...giginya ternyata kuning,
tapi tetap manis sekali bro. 

Inul tampil dengan pernyataan menolak RUU APP.
penolakan RUU APP tetap mendominasi aksi ini. 
para aktivis tampak senang dengan aksi kali 
ini, entah kenapa...tapi yang paling cantik 
tetap ibu Shinta Nuriyah Wahid. 

sebelum menuju bunderan HI, saya sempat 
'mampir' di aksi WALHI dalam rangka 'hari bumi'
di depan istana. aksi WALHI hanya terdiri
dari sekitar 40 aktivis. masih lebih banyak
pagar betis polisi. persis seperti aksi
sri bintang pamungkas yang disindir masih
lebih banyak wartawan-nya. 

sambil berbincang-bincang kecil dengan
seorang intel polri di barisan belakang
demonstran, saya mengamati dengan seksama orasi 
WALHI tentang ekspansi imperialis dan proliferasi
kemiskinan ke dunia III termasuk Indonesia. 
semangat retorik penuh kebencian terhadap
penindasan tergambar penuh makna. 

tetapi yang berbeda untukku adalah dimasukannya
Tiongkok ke dalam list kaum imperialis dan
sebab kemiskinan rakyat Indonesia bersama-sama
dengan Jepang, Amerika, Uni-Eropa, Inggris dan
Australia. 

masuknya Tiongkok ke dalam list imperialis ini
sangat berbeda dengan demo-demo di era 98-2002
yang kerap saya ikuti. karena sudah lama tidak
mengikuti aktivitas gerakan, saya cukup kaget
mendapati bahwa Tiongkok masuk daftar musuh. 
paling tidak, seingat saya, Tiongkok tidak pernah
disebut-sebut oleh lingkaran buruh, petani,
miskin kota dan PRD dalam orasi keras mereka
di masa lalu. 

pesatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang
saat ini menempati ranking ketiga terbesar dunia
plus ekspansi produk tekstil, manufaktur,
elektronik Tiongkok sampai merambahnya industri
pertambangan besar menjadi sebab dimasukannya
Tiongkok ke dalam list penyebab kemiskinan. 

setau saya, volume perdagangan antara Tiongkok-RI
tidaklah terlalu besar. baik dalam level G to G 
maupun P to P. paling tidak, Jepang, Amerika dan
uni Eropa masih jauh lebih dominan terhadap
penguasaan sumber-sumber daya alam Indonesia, 
thus, pemiskinan rakyat Indonesia. 

dan masuknya investasi RRT ke Indonesia juga atas
permintaan pemerintah. bahkan JK yang dikenal 
anti-tionghoa pun pernah mengajak pengusaha Tiongkok
agar berinvestasi ke Indonesia untuk memanfaatkan
nilai tukar rupiah yang melemah. plus dibukanya
berbagai hubungan antara ASEAN-Tiongkok spt
Dewan Bisnis Asean-China di era Megawati-Zhu Rongji. 

saya menakutkan, dimasukannya Tiongkok sebagai sumber 
kemiskinan rakyat berakibat pada menjalarnya 
semangat anti-tionghoa Indonesia. 

para perusuh, orang miskin yang lapar, provokator,
pembuat onar memerlukan pelampisan amarah. 
tionghoa indonesia adalah target terbuka yang
terjangkau kemarahan. 

berbeda dengan Amerika, Jepang, Eropa yang tidak
terjangkau oleh kemarahan rakyat dan kelompok
islam garis keras. 
 

what should we do?


Sub-Rosa II

--- End forwarded message ---













.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.





  




  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  











[budaya_tionghua] Fwd: SBKRI Masih Diberlakukan di Surabaya

2006-04-21 Terurut Topik odeon_cafe



--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

saya benar-benar lelah dengan masalah
SBKRI spt yang akan diberlakukan di
Surabaya. setelah resmi diberlakukan
di Semarang. gugatan panjang dari begitu
banyak tionghoa tidak pernah digubris.

perlu dua pihak dengan positif mind-set
yang sama untuk menyelesaikan masalah
diskriminasi di INdonesia. tanpa kerjasama
ke 2 pihak, maka persoalan diskriminasi
spt ini akan terus ada. 

akhirnya, setiap Tionghoa yang sebelumnya
begitu antusias hendak menyelesaikan masalah
SBKRI ini menjadi demoralisasi. akhirnya,
banyak tionghoa akan give up dan mengadobsi
adagium apabila tidak bisa mengubah situasi
maka ada baiknya menerima dan hidup dengan
situasi tersebut. dan semoga suatu saat nanti
bangsa ini dapat berdewasa. 

walau bagaimana pun, tidak semua bangsa Indonesia
berpikiran anti-tionghoa. 

kemarin, saat menghadiri kongres Walubi di PRJ yang
dibuka oleh SBY, saya sempat berbincang-bincang
dengan seorang pratu pasukan cavalry. 

setelah hampir satu jam bincang-bincang, saya bertanya
mas, kalo orang Tionghoa jadi tentara bagaimana?

lho, banyak kok orang TIonghoa jadi tentara.
sekarang mereka udah tua-tua. mereka itu pasukan
di jaman soekarno. ada yang jadi jenderal jawabnya.

tapi sejak jaman Pak Harto gimana? tanyaku lagi. 

jawabnya,ya, memang setelah Pak Harto agak sulit.
tapi gak apa-apa kok orang Tionghoa jadi tentara.

gak dipandang macam-macam mas? tanyaku. 
ah, gak lah, jawab sang pratu. 

sayang, ia hanya seorang pratu dari Jogja. bukan
seorang jenderal. seorang pratu hanya harus
memegang sapta marga dan sumpah prajurit sampai
mati dan mengikuti komando sang jenderal tanpa
reserve dan pertanyaan. 

Sub-Rosa II


http://kompas.com/kompas-cetak/0604/20/daerah/2599150.htm


SBKRI Masih Diberlakukan di Surabaya



Surabaya, Kompas - Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan 
Rasyid Saleh
terdiam saat Prof Eko Sugitario, Rabu (19/4), menyerahkan Rancangan 
Peraturan
Daerah tentang Kependudukan dan Catatan Sipil. Rancangan yang 
diajukan Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya kepada pihak DPRD Surabaya 
itu
mewajibkan adanya surat bukti kewarganegaraan RI atau SBKRI serta 
surat ganti
nama saat yang bersangkutan mengajukan pembuatan kartu keluarga.

Adanya rancangan peraturan daerah (raperda) itu menunjukkan SBKRI 
masih berlaku
di Surabaya, Jawa Timur. Eko, yang juga pengajar di Fakultas Hukum 
Universitas
Surabaya, menambahkan, ada pula keharusan mencantumkan nama marga 
pada akta-akta
yang dimohonkan. Hal ini, ia nilai, mustahil karena sejak tahun 1967 
semua warga
keturunan Tionghoa diharuskan mengganti nama dengan nama Indonesia. 
Apalagi
untuk generasi yang lahir setelah tahun 1967.

Penambahan nama marga pada akta nikah oleh dinas kependudukan dan 
catatan sipil
tanpa diminta pemohon membuat dokumen-dokumen yang dimiliki 
masyarakat
mencantumkan nama yang berbeda-beda. Akibatnya, kesulitan pengurusan
kependudukan semakin menjadi. Kalau tidak mau, permohonan 
pencatatan nikahnya
ditolak, kata Eko.

Rasyid yang menerima laporan tersebut hanya menjawab, Akan saya 
periksa.

Masalah ini terungkap seusai pembukaan Sosialisasi Pelayanan 
Administrasi
Kependudukan dan Hak-hak Sipil Umat Konghucu untuk sekitar 200 
kepala dinas
kependudukan di wilayah timur Indonesia, Selasa malam.

Dalam pembukaan sosialisasi itu Rasyid memberi jaminan, setelah ini 
tidak ada
alasan bagi petugas dinas kependudukan untuk menolak pencatatan 
kependudukan
warga beragama Konghucu. Pasalnya, hal ini sudah diamanatkan oleh 
Presiden pada
4 Februari lalu serta sudah ditindaklanjuti Menteri Dalam Negeri dan 
Menteri
Agama. (INA)

--- End forwarded message ---













.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.





  




  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "budaya_tionghua" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.



  












[budaya_tionghua] Re: Tang Obeng seorang free-thinker

2006-04-16 Terurut Topik odeon_cafe
Pertanyaan saya sederahana, apa manfaat atau faedah dari bualan 
tentang macro world sistem untuk kepentingan peningkatan 
kesejahteraan rakyat Indonesia masuk kategori miskin? Apa manfaat 
bullshit about freemason and opus dei stuff bagi kesadaran politik 
golongan etnis Tionghoa?

Budiman sujatmiko saja menertawakan dongeng-dongeng freemason. Suatu 
saat, di ulang taon Pram, aku berbincang in depth dgn Max Lane yang 
dikatakan oleh intel melayu sebagai mentor Hanz Gebze, tokoh 
separatis muda kata gosip, tentang world sistem dan asumsi teori 
illuminati/premasori ini. 

Guess what? Max Lane tertawa terbahak-bahak atas simplifikasi 
dongeng illuminati/freemason ini. No need for `free-thinker' untuk 
memahami neo-imperialis dgn supra-imperialis machine serta aktor-
aktor localnya dalam menindas Indonesia modern pasca Soekarno. 

Rizal Mallarangeng yang bercita-cita menjadi henri kissinger-nya 
Indonesia jelas jauh lebih menguasai teori global sistem ketimbang 
seorang Tang Obeng cs. tetapi bukan berarti aku ini pendukung berat 
Freedom Institute yang dibiayai oleh Aburizal Bakrie. But, he has a 
free gesture of those so called `free-thinkers'. Not like you..!! 

Ngaco lagi kau kawan. Tampaknya kau sudah mesti di-lobotomi karena 
tampaknya drugs won't do any good for your hiper panic neurosis. 

Pesanku singat. Jangan ngiri dan dengki sama si celi karena gak 
kebagian insentif blok cepu. 

Salah satu sebab kegagalanmu menandingi si celi, selain karena kau 
kebanyakan nonton anime, adalah kau tidak berdiri di atas pondasi 
filosofis yang kokoh tentang permanent revolution a la trostkian. 
Semerta-merta kau menyentuh bidang teoritik tanpa mengenal medan 
micro. Bukannya melakukan refleksi diri tapi dari dulu kau selalu 
mendongeng a la kak seto. Kecuali bedanya, Seto bisa menjadi ketua 
LBH anak sedangkan kamu Cuma jadi intel pecicilan arena milis saja.  

Bahkan kau tidak mengakui keteledoranmu dengan identifikasi ke-anti 
katolik-an lantas kau sudah membawa-bawa dan memperlebar tema 
diskusi menjadi bualan. 

Kemarin kau tuding aku sebagai `old time leftist'. Lantas sekarang 
kau tuduh aku sebagai pendukung RUU APP. Si Oneng pasti cemberut 
baca ini. Aku minta kau untuk tarik omongan ini sebelum aku kontak 
Rieke Diah Pitaloka biar dia hubungi Mpu Supo untuk menskorsing Tang 
Obeng. 

Kwik Kian Gie ditotemkan, Soe Hok Gie dianggap pahlawan Tionghoa. 
keterlaluan sekali kau itu. Lantas mengklaim diri sebagai mentor Pak 
Kwik atas penguasaan teorem `one world system'. Padahal, basis 
argumentasi Kwik melawan Neo-lib adalah dictum Marxistis yang 
tidak benar-benar ia kuasai. He's not a representative of progresive 
clique eniwei. 

Sebagai anak didik kalangan intel lulusan Nakano intellegence agency 
yang old crack, tang obeng mesti belajar lebih banyak tentang Bruno 
Braur dan pahami betul konsep Giovanni Domenico Campanella. Baru 
omong masalah philosophia sensibus demonstrata. Bagaimana bisa the 
third way diterima sbg the alternative way kalo the left school a la 
frankfurt school, habermas, foucoult dsb Cuma catatan kaki Karl 
Marx.  

Sub-Rosa II



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe 
 odeon_cafe@ wrote:
 
  Dear tang obeng cs, 
  
  Ceilee, freethinker…masih saja kau bermimpi kawan. 
  
  Aku pernah ketemu dan bincang-bincang kecil dengan Rizal 
 Mallarareng 
  yang mengusung ide liberalisme total. Trust me, he's more `free-
  thinker' than you're. bagaimana kau bisa klaim dirimu itu 
  penganut `free-thinker' apabila jalan pikirmu itu masih dipenuhi 
 dgn 
  segala macam tabboo?? Bahkan kau tidak jujur terhadap 
`fetisisme' 
  terhadap kwik kian gie dan soe hok gie. 
  
 
 Ha ha ha ha. Sama seperti dahulu, waktu si mayat perempuan  tidak 
 mengerti apa essensi postmodernisme, sebuah cycling dekonstruksi- 
 rekonstruksi dan bagimana aliran posmo menjadi trend  dunia..., 
saat 
 ini dia juga tidak mengerti apa makna free thinker. Dia begitu 
 bangga pernah berbincang kecil dgn Rizal Malarangeng dan menyebut 
 nya Freethinker, aduuh.. kasihan deh elo. Kembali dia salah 
menilai 
 orang, sama seperti dulu dia salah mengagumi si Remisilado sebagai 
 pembela cina, yg ternyata oleh para sesepuh di milis ini dianggap 
 penista cina. Sebelumnya juga mengangung agungkan Moh Yamin,namun 
 setelah diberi data tentang pergantian kepala Gajah Mada menjadi 
 muka M Yamin, baru diam. Jika satu kali salah, sebagai keledai, I 
 pay him no mind. Jika dua kali salah I pay him some mind. Tapi 
jika 
 sampai terus terusan salah, take you a saddle ken ken, sebab cucu 
 keledai saja tidak mau salah sampai dua kali. (waaah, cie Ullie, 
 Thang Wangwee ini kok jadi kayak anak kecil yaaa, he he he)
 
 Rizal Malarangeng menurut Puan Maharani dan Megawati, adalah 
 opportunist sejati, sang kutu loncat abadi. Sementara menurut anak 
 anak UGM 80an dia adalah commercial intelellectual prostitutor 
 (koreksi TOB bila TOB salah sbb TOB

[budaya_tionghua] Re: Tang Obeng seorang free-thinker

2006-04-15 Terurut Topik odeon_cafe
Dear tang obeng cs, 

Ceilee, freethinker…masih saja kau bermimpi kawan. 

Aku pernah ketemu dan bincang-bincang kecil dengan Rizal Mallarareng 
yang mengusung ide liberalisme total. Trust me, he's more `free-
thinker' than you're. bagaimana kau bisa klaim dirimu itu 
penganut `free-thinker' apabila jalan pikirmu itu masih dipenuhi dgn 
segala macam tabboo?? Bahkan kau tidak jujur terhadap `fetisisme' 
terhadap kwik kian gie dan soe hok gie. 

Entah sejak kapan aku ini jadi penganut anti-katolik. Tapi mungkin 
hanya kau dan Tuhan yang tau. Tapi sebelum kau menjawab, ada baiknya 
kau tenggak dulu itu prozac atau Sanax atau strocain. Kalau persoalan 
Bian Koen  Bian Kie, itu persoalan lain. 

Sebagai gus-durian, rasanya tidak tepat untuk bersikap anti-agama, 
dalam hal ini katolik. Fyi, oma-ku itu penganut katolik total. Bahkan 
saat menjelang ajal, rosario tergenggam ditangan. 

Yang perlu aku koreksi dari igauanmu kali ini adalah masalah 
LOYALITAS TIONGHOA terhadap NKRI. 

Sejak NKRI lahir, Tionghoa selalu loyal terhadap bangsa dan negara 
ini. Sebagai `free-thinker', segadungan apa pun kau itu, seharusnya 
dapat memahami bahwa kritik terhadap pemerintah adalah sebuah bentuk 
perhatian dan kecintaan besar terhadap bangsa dan negara. 

Sehingga omonganmu tentang `menjelek-jelekan' Indonesia adalah sebuah 
opini tidak mendasar. 

Sebagian tionghoa berpendapat bahwa apa yang perlu diperbaiki di 
negeri ini harus ya harus diperbaiki. Apa yang sudah baik ya terus 
dikembangkan. 

Basa-basi fasis yang mengatakan `right or wrong is my country' harus 
diubah menjadi paradigma nasionalistis yang cerdas. 

Ternyata, adikmu ini terlalu memandang tinggi terhadap dirimu. Bahkan 
kau tak paham apa yang sedang aku jelaskan. 

Sampaikan saja apa yang aku tulis kepada Kakanda Arwah Perwira 
Alengka dan Empu Supo. Dan jangan lupa katakan ke beliau-beliau rasa 
hormat dan sayangku. Walau bagaimana pun, sebagian besar warga-
gerakan masih menaruh respect kepada Empu supo. 

Dan sampaikan saja apa yang aku tulis kepada para boss dan `bos 
besarmu'. Bilang ke para boss itu untuk mengubah paradigma `manis 
dihisap sendiri-pahit ditimpahkan kepada tionghoa' menjadi 
pola pahit-manis ditanggung bersama.

Dan bilang ke para boss agar tidak terlalu bergantung dengan para 
broker. Spt apa yang terjadi dengan panitia MCCP. Karena ketidak-
becusan langkah para boss untuk menyelamatkan komunitas etnis ku ini 
akan meminta pertanggung-jawaban. 

FYI, aku sudah ngerti benar tentang seliwar-seliwur para intel. 
Bahkan sejak berdirinya BKMC pun komunitas etnisku ini dimata-matai. 
Dan di seantero milis Tionghoa pun terdapat para intel dengan job 
desk masing-masing. Dan kau adalah salah satu intel yang ku maksud. 

Sub-Rosa II



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 He he he, mulai paranoid lagi ini bocah.
 Apakah orang seperti Thangoubheng ini sudi melakukan pelacuran 
 intelektual pada boss boss digital?? Siapa itu boss Rolet 
 ha ha ha. Empat milyard??, HMI??? Bakom PKB? Bagi bagi donk.
 
 Jangan mengalihkan perdebatan ke arah tuduhan tuduhan bohong. Kalah 
 di data en fakta, lalu berlindung di jurus bohong, tidak elok 
kawan. 
 Kesalahan fatal seorang aktivist jika dia menjelma jadi pembohong. 
 Tidak ada masa depan. Untuk kesekian kalinya, kembali kamu 
 mengingkari jati dirimu bahwa kamu tidak anti Katholik, sama 
seperti 
 kamu pernah mengingkari bahwa kamu bukan si ken ken alias si mayat 
 perempuan, bukan gending suralaya alias michael dll dll. Jika jati 
 dirimu saja kamu ingkari, bagaimana pertanggungan jawab mu terhadap 
 nasib etnis tionghoa ini?? Judas Kiss??? he he he
 
 Jika kamu benci sama Shindunata atau Sofyan Wanandi, Thangoubheng 
 juga tidak suka mereka. Jika kamu anti CSIS, Thangoubheng dan 
 cantrik cantrik Arwah Perwira Alengka juga lagi menabuh gendrang 
 perang terhadap sino Americanphile itu. Jadi jika kamu mau caci 
maki 
 mereka silahkan saja asal tepat data dan jangan bawa bawa Katholik 
 atau menebar permusuhan antar segmen di milis ini.  
 
 Tapi Thangoubheng mau tanya apa salahnya Kwik Kian Gie, Soe Hok Gie 
 dan Souw Beng Kong kepada bangsa ini??? Hanya karena Kwik Kian Gie 
 meninggalkan Baperki?? Karena Soe Hok Gie ikut mendirikan LPKB? 
 Karena Souw Beng Kong jadi kapitan cina pertama yg tunduk/antek 
sama 
 Belanda??? Lalu secara pongahnya kamu menisbikan Soe Hok Gie, Kwik 
 Kian Gie atau Souw Beng Kong dari pentas sejarah etnis tionghoa??? 
 he he he.
 
 Camkan betul, setiap freethinker punya alter ego yg tidak bisa 
 dibeli. Tidak ada pelacuran intelektual bagi kaum to hell and back. 
 Soal kerusuhan, memang ini sudah kita antisipasi. Thangoubheng 
 himself akan turun ke jalan untuk membela kaum tionghoa baik dia 
 miskin atau pun kaya tanpa pandang bulu. Dan kami berkoar koar di 
 milis ini, justru adalah mengantisipasi kerusuhan itu, balancing 
 power terhadap aktivitas orang yg selalu menjelekkan negara dan 
 bangsa Indonesia ini, baik yg sinophile 

[budaya_tionghua] Re: Books on Christianity Published in China from 1978 to 2002

2006-04-14 Terurut Topik odeon_cafe
dear Tang Obeng cs, 

sudahlah, jangan bermimpi terus kawan. 

saya ini bukan siapa-siapa. bukan lawan
yang patut kamu hitung. tidak perlu banyak
gembar-gembor masalah amerika latin di
milis ini. terlalu jauh kau melangkah.
kalau mau ambil satu referensi ada baiknya
fokus ke Cuba dan Fidel Castro. tidaklah
perlu memakai pengalihan dengan bungkus
gerakan kaum centris. 

tidak pula kau menjual nama besar kakak-kakak
spt Romo Mangun Wijaya dan Romo Sandy. sudah
jelas saya tidak berada dalam posisi anti-katolik. 
romo Sandy akan lebih elus saya daripada elus
intel seperti kau itu. 

tetapi saya berterima kasih apabila benar
kau itu ikut menjaga Romo Sandy. sayang kau
tidak berada di tempat pada saat Marthadinata
dan Munir dibunuh. 

adikmu satu ini tidak memiliki masalah apa pun
dengan para boss dan bos besarmu itu. sekalipun,
aku tau dana 4 milyar yang dikeluarkan bos
besar-mu itu di kongres HMI di Makasar. 

dan aku pun tau bargain bos besar-mu itu via
Bakom PKB agar komunitas Tionghoa tidak usil
tentang 'bisnis rolet' bos besarmu itu. 

fyi, golongan Tionghoa tidak pernah usil
terhadap pribadi dan bisnis rolet boss besar-mu
itu. tetapi kau jangan memaksakan keberuntunganmu
lewat sikap kekanak-kanakanmu itu. 

sekali lagi, adikmu ini bukan musuh yang patut
kau pojokan. kau kan yang punya akses ke para
boss. kau mainkanlah apa yang terbaik menurutmu
terhadap komunitas Tionghoa. ini era-mu. adikmu
ini tidak akan melakukan sesuatu yang belum waktunya. 

tetapi ingat, jangan kau keterlaluan memainkan
komunitas etnisku ini. karena aku akan bertindak. 
kalau kau dan para boss tidak becus menyelamatkan
golonganku ini maka ingat masih banyak elemen
di luar sana yang paham betul siapa dan apa 
para boss terutama boss besar-mu itu. 

baca, draft revisi UU No.13/2003 sudah membakar
emosi kaum buruh. tinggal satu sesetan yang perlu
dilakukan untuk menyasar amuk ke para boss terutama
boss besar-mu itu apabila kau tidak pandai-pandai
memainkan kartu ini. 

janganlah kau buat tragedi Mei 98 terulang kembali.
ingat, semua kalangan sudah sadar. kekuasaan
induk semang-mu telah mendekati akhir. daripada
mengorbankan mayoritas Tionghao ada baiknya
membuka tabir para boss dan boss besar-mu itu
kepada penghakiman publik. 

mari bergandeng tangan untuk kepentingan yang 
lebih luas. 


Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe 
 odeon_cafe@ wrote:
 
  list buku-buku kristen di bawah ini, saya
  persembahkan untuk kawan-kawan Kristen 
  dan Katolik yang saat ini dipanas-panasi 
  hatinya untuk membenci RRT oleh sekumpulan 
  'domba allah' atau lebih tepat disebut sebagai
  agent politik Amerika di milis Budaya Tionghoa.
  
 
 TOB: Entah siapa lagi yg mau ditawur sama ini bocah. Belum kapok 
 kapok juga rupanya. Belum belajar Lun Yu, tapi malah lupa pepatah 
 lama, Jika kail panjang sejengkal, janganlah laut hendak di 
duga. 
 Entah siapa lagi yang dituduhnya agen politik Amerika di milis 
ini, 
 he he he. Makanya waktu dia menyuruh Thangoubheng berhenti 
bermimpi, 
 Thangoubheng dengan tersenyum balik tanya, bocah ini sudah pernah 
 bicara dengan Ms Yin Hai Hong (Sekretaris dua bidang politik), Mr 
 Wang Jiang Qun (councellor politik sd tahun lalu) atau Mr Lan 
Lijun 
 (duta besar) dari Embassy of The People's Republic of China di 
 Jakarta belum, dan tanya bagaimana strategi politik RRC utk 20 
tahun 
 ke depan, dalam rangka menghadapi perang dagang dgn Amerika.  
 
 Thangoubheng dan cantrik cantrik Arwah Perwira Alengka lainnya 
 (Thongshampah, Khunchipas, Khotakpen, dll), jarang jarang menulis 
di 
 Budaya Tionghoa, sebab sudah menjadi komitmen kami, kami ingin 
 menjadikan BT ini sebagai melting pot bagi seluruh China Diaspora 
di 
 Indonesia yang sangat heterogen, karena nya harus di jaga. Jangan 
 jadikan BT arena cari nama, cari popularitas, sambil menebar 
ambisi 
 serta dendam politik dengan memecah belah cina Indonesia. Sudah 
 cukup kita tercerai berai di Indonesia ini, sehingga jangan lagi 
di 
 pertentangkan segmen segmen masyarakat cina/tionghoa yg sudah 
sangat 
 heterogen. Hanya satu akar Budaya Tionghoa lah yang dapat 
menyatukan 
 kita, yang diimplementasikan dalam wujud milis BT ini. Sebab 
selama 
 seseorang masih merasa, apakah dia Cina atau Tionghoa, or whatever 
 lah, secara psikologis, begitu dia masuk ke periode mapan, 
biasanya 
 di usia dewasa sd ambang senja, dia pasti akan kembali mencari 
 akarnya, yaitu Budaya Tionghoa. Itulah makanya RRC tidak pernah 
 ngotot menjadikan Konghucu sebagai agama, sebab sebagai budaya 
 justru segmentasi pasarnya jauh lebih besar, menyangkut seluruh 
 Chineses diaspora around the world. 
   
 
  saya kira, salah satu keyakinan dalam 
  katolik adalah pembelaan terhadap negara. 
  selain ada dictum untuk membela gereja. 
  dan sepertinya terdapat pembagian dua 
  kelompok i.e. politisi agama dan
  penganut agama riil. 
  kaum politisi agama adalah para

[budaya_tionghua] Books on Christianity Published in China from 1978 to 2002

2006-04-13 Terurut Topik odeon_cafe
list buku-buku kristen di bawah ini, saya
persembahkan untuk kawan-kawan Kristen 
dan Katolik yang saat ini dipanas-panasi 
hatinya untuk membenci RRT oleh sekumpulan 
'domba allah' atau lebih tepat disebut sebagai
agent politik Amerika di milis Budaya Tionghoa.

saya kira, salah satu keyakinan dalam 
katolik adalah pembelaan terhadap negara. 
selain ada dictum untuk membela gereja. 
dan sepertinya terdapat pembagian dua 
kelompok i.e. politisi agama dan
penganut agama riil. 

kaum politisi agama adalah para politikus
yang menggunakan kedok agama untuk mencapai
kepentingan dan ambisi politiknya. 

kegiatan kelompok kristen pro-amerika tentu
saja amat bertentangan dengan ajaran katolik
untuk membela negara di mana ia tinggal dalam
kasus ini adalah RRT bagi kalangan kristen
yang amat anti RRT. 

kebijakan sebuah negara terhadap perilaku
segolongan politisi agama tidak mesti menandakan
sikap antagonis pemerintah tersebut terhadap
agama. 

penutupan-penutupan ribuan gereja di Indonesia
oleh 'kelompok liar' dan tampak dibiarkan oleh
pemerintah tidak selalu berarti bahwa
seluruh warga Indonesia dan pemerintah
bersikap anti terhadap agama kristen. 


saya tidak tau apa motive di balik provokasi
anti-RRT di milis ini. tetapi adalah baik 
dibuka ruang diskusi di masalah sensitif ini.
terutama kepada teman-teman yang mengetahui
kondisi RRT secara langsung saya mengharapkan
klarifikasinya. 

bukankah, 'gerombolan politisi agama' ini
hanya mendapat informasi dari sumber sekunder.
sayangnya, opini mereka bisa berimbas pada 
pembangunan image bahwa seluruh Tionghoa itu
bersikap anti-agama. bukankah atheis itu belum
tentu anti agama. 


Sub-Rosa II



Books on Christianity Published in China from 1978 to 2002 
 
1978 

Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism 

Written by Max Weber [German], translated by Yu Xiao, et. al., 
Sanlian Bookstore, 1978 

Historical Materials on the Russian Missionary Group Stationed in 
Beijing 

Edited by Russian Teaching Group of Beijin No.2 Foreign Languages 
Institute, Commercial Press,1978 


1979 

An Outline History of Christianity 

Written by Yang Zhen, Sanlian Bookstore, 1979 

Three Major Religions of the World 

Written by Huang Xinchuan, et.al., Sanlian Bookstore, 1979 

Studies on World Religions (No.¢ñ) 

Edited by Institute of World Religions under the Chinese Academy of 
Social Sciences, China Social Science Press, 1979 


1980 

Criticism of Christianity by Young Hegelians - on Positivity of 
Christianity 

Edited by Xue Hua, China Social Science Press, 1980 

Historical Materials on the Church Cases in Shandong 

Edited by Lian Lisan, et. al., Qilu Press,1980 

Studies on World Religion (Vol.¢ò) 

Edited by Institute of World Religions under the Chinese Academy of 
Social Sciences, China Social Science Press, 1980 


1981 

Missionaries and Modern China 

Written by Gu ChangSheng ,Shanghai People¡¯s Publishing House, 1981 

Bible Stories 

Translated by Xi Chuanji and Gu Yunpu from Polish, Tianjin People¡¯s 
Publishing House, 1981 

History of Religions,¢ò, Part 2, Christianity 

Written by George F. Moore [American], translated by Editing and 
Translating Group of Foreign Languages Department, Fujian Teachers 
University, Beijing Commercial Press, 1981 

The Life of Jesus 

Written by Friderich D. Strauss [German], translated by Wu Yongquan, 
Beijing Commercial Press, 1981 

The Holy Church Goes into Sichuan? 

Written by Gourdon [French], Sichuan People¡¯s Publishing House, 1981 


1982 

The Boxers Movement in Sichuan 

Written by Zhang Li, Sichuan People¡¯s Publishing House, 1982 

Religion and Science 

Written by Bertrand A. Russell [British], translated by Xu Yichun 
and Lin Guofu, Commercial Press, 1982 

Christianity Not Mysterious 

Written by John Toland [British], translated by Zhang Ji¡¯an, Beijing 
Commercial Press, 1982 

Who Is Jesus? 

Translated by Ma Cai from Japanese, Beijing Commercial Press, 1982 

Stories from the Bible 

Written by Zhang Jiuxuan, China Social Science Press, 1982 

Christianity in Ancient China and Jews in Kaifeng 

Written by Jiang Wenhan, Shanghai Zhishi (Knowledge) Publishing 
House, 1982 


1983 

China in the Sixteenth Century: The Journals of Matteo Ricci 

By Matteo Ricci [Italian], translated by He Gaoji, et. al., China 
Book Publishing House, 1983 

Writings and Translations of Xu Guangqi 

Shanghai Ancient Classics Press, 1983 

A Selection of Literary Stories from the Bible 

By Zhu Weizhi, Beijing Publishing House, 1983 

History of Mission in Jiangnan 

Written by J. Ca. Serviere [French], translated by Translating and 
Writing Group of History of Shanghai Parish of Catholicism, Shanghai 
Yiwen Press,1983 

The Discovery of Man-Martin Luther and the Reformation 

Written by Li Pingye, Sichuan People¡¯s Publishing House, 1983 


1984 

Christians in China before the Year 1550 

Written by Arthur C. Moule [American], translated by Hao Zhenhua, 
China Book Publishing House, 1984 

Culture and Religion 

Translated by 

[budaya_tionghua] Re: Bahasa Melayu Tionghoa -- Cambuk Berduri

2006-04-13 Terurut Topik odeon_cafe
saya tidak berkata bahwa saya hendak
mengubur Opa Kwee Thiam Tjing seakan-akan
beliau tidak pernah ada. bukan begitu. 

saya sangat mendukung gerakan untuk
mengembalikan martabat para opa di masa
lalu. kalau bukan kita, maka siapa lagi
yang akan menghargai para kiprah dan
kebesaran para opa kita itu? apakah
kebesaran mereka akan dicatat di buku
pelajaran sejarah? TENTU TIDAK. 

bukan hanya sosok dan kiprah Opa Kwee
Thiam Tjing yang harus kita kembalikan,
tetapi juga tokoh-tokoh panutan masa lalu
yang, spt kata anda, digusur oleh para
penguasa. padahal, komunitas Tionghoa ini
banyak melahirkan orang besar. masak kita
ketinggalan dari bung Ben ANderson dalam
hal ini. 

Opa Koen Hian itu orang besar. Kwee An Say,
Kwee Tek Hoay, Si Pan Djiang dll. saya baru
mendengar adanya sosok dengan nama
Ho Siauw Im, salah seorang dari ke-empat
pendekar gunung tidar. menurut cucu beliau,
Siauw Im ini adalah salah satu guru silat
Jenderal Soedirman. sampai di mana kebenaran
kisah-kisah ini adalah tugas generasi saat ini
untuk menemukan kembali kebesaran Tionghoa. 

bukankah sudah tidak banyak lagi yang tau
kalau kuda putih tunggangan Pangeran Diponegoro
itu adalah pemberian Tan Djin Sing yang sangat
dekat dengan perjuangan golongan progresif
keraton Jogja. 

saya hanya mempertanyakan ucapan-ucapan
anda terhadap seorang senior spt Pak Danardono.
anda sendiri tau bahwa mencari sobat
seperjuangan itu bukan main sulitnya.
nah, Pak Danardono itu, dari beberapa
opininya, jelas berpihak pada stand-point
persamaan posisi golongan Tionghoa. apakah
bijak saat anda berkata bukan-bukan tentang
beliau?? 

lantas asumsi anda mengenai media-media
lembek tionghoa itu pun terlalu berlebihan.

setau saya, dalam sebuah gerakan, terdapat
kawan-kawan yang berada dalam satu garis.
perihal beda nama, beda taktis, beda kompartement
adalah perbedaan yang tidak substansial. 
nah, adalah tidak bijak pula mengatakan 
kawan-kawan 'satu garis' itu dengan berbagai
asumsi menyesatkan yang hanya akan membangun
opini keliru. 

tentu saja, sikap kritis Opa Thiam Tjing bukan
berarti 'asal main serang'. memang terdapat
golongan bandit sosial dalam komunitas tionghoa,
tetapi, saya kira, kita harus berhati-hati benar
dalam mengindentifikasi mereka. jangan sampe
salah serang. 

saya harap keterangan ini lebih bisa menjelaskan.
bahkan pilihan nick name anda saja sudah membuat
saya senang. 

Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, tjamboek_berdoeri28 
[EMAIL PROTECTED] wrote:
  
 Tjamboek Berdoeri :
 Maap ternjata ini siansing moenjoel djoega.
 djadi lawan BOLEH !!
 Om Ben : ah terlaoe naif oentoek bitjarain saja poenja sobat ( 
kaloe
 odeon berninat tanja ama itoe manosia beramboet poetih berbangsa 
irish
 saja sanget soedi kasi alamat email itoe orang pada anda.
 perkara santoen atawa tida apa moesti dieotjapken dikata-kata?
 menecemarken  maap moekin Opa Kwee lebih soeka ditjemarken 
atawa
 di tjatji maki dari pada dipendem seola-olah dia tida pernah ada
 jang ah jang koeboerannja nisannja  poen ampe rela ini 
pengoeasa
 goesoer ? ntah saran siapa, saja tida taoe.
 uch amper darah djaminodjoliteng saja mengoetjoer keloear 
pembatja, maap.
 apalagi satoe siansing maoe lawan saja, ketjil itoe ibarat satoe
 timoen diadoeken ke boeah doeren!
 saja tida pedoeli siapa itoe Prof Ben, djerangkong ini dan itoe
 apalagi satoe siansing jang saja belon kenal.
 rasanja betoel kata orang toea doeloe tjari temen sanget soelit
 dibandingken tjari satoe sobat kentel.
 makanja saja ini kali maoe oendang pembatja ini milis bahken 
siasing
 diatas jang saja maksoedken oentoek dateng ke alamat web saja jang
 pernah saja toelis pada toean chan.
 oentoek toean tjam saja aken kirimken saja poenja cop koran 
MATAHARI
 tertanggal 17 agoestoes 1935, semoga anda senang dan bisa dikasih
 oendjoek pada Siauw thiong djien (maap kaloe saja salah seboet itoe
 nama) jang pasti ia poetranja sang mentri di era bangsa ini masih
 sanget moeda









.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Bahasa Melayu Tionghoa -- Cambuk Berduri

2006-04-12 Terurut Topik odeon_cafe
Sdr. Tjamboek Berdoeri 28,

saya tidak tau siapa sebenarnya manusia yang
memakai nama kebesaran sesepuh masyarakat
Tionghoa yang bernama Kwee Thiam Tjing yang
berjuluk Tjamboek Berdoeri ini. 

tetapi siapa pun saudara, harap belajar lebih 
banyak lagi tentang karisma dan kebesaran ayahanda 
Kwee Thiam Tjing dalam melontarkan kritik,
membangun kesadaran komunitas dan perjuangan
politiknya. 

Ben Anderson itu sangat menghormati Kwee Thiam
Tjing. anda jangan mencemarkan nama besar beliau
dengan arogansi semberono yang berdasarkan
asal cuap dan pengetahuan minim langsung
semerta-merta menghardik seseorang. saya yakin,
bung Ben Anderson tidak akan simpati melihat
tingkah anda. 

Kwee Thiam Tjing dikenal sebagai orang yang
kritis bahkan terhadap komunitasnya sendiri yaitu
komunitas Tionghoa. tetapi dengan tujuan membangun
dan jauh dari motive merusak. dan tampilannya
pun tidak se-destruktif gaya arogan anda. 


saya harap anda dapat bersikap santun kepada
seorang senior spt Bpk. Danardono. kalau tidak
saya akan jadi lawan anda juga. 


Sub-Rosa II

PS: Tolong baca lagi posting bung Chan CT perihal
media-media massa Tionghoa yang anda anggap
sebagai media lembek itu. seakan-akan anda itu
punya media revolusioner saja!!!


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, tjamboek_berdoeri28 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Ini toelisan toean RM danardono Hadinoto sanget tjetek sekali ia 
ponja
 pemikiran, saja sangsi ini toean soedah batja atawa taoe dari kabar
 -kabar boerong jang setahoe dari mana bisa seboet Harian Mata-hari
 meroepakan koran jang sanget memperhatiken aspirasi rakjat melajoe,
 poen dengen ia seboet sin Po dan pewarta soerabaia jang awalnja 
milik
 toean kommer jang djoega soeka piara binatang2 boewas jang sekarang
 mendjadi kebon binatang di soerabaia,
 disaat awal-awal abab 20 hanja Soeara Poeblik dan Sin Tit Po jang
 sewaktoe dipegang oleh Liem Koen Hian jang meroepaken satoe soerat
 kabar jang sanget berani sekalipoen moesti berhadepan dengen toean
 Kandjeng sekalipoen, laen koran meroepaken koran lembek jang sang
 journalisnja tida aken mampir di Sawahaan Soerabaia oentoek ketemoe
 oleh hakim landraad.
 bahken kami oesoel agar Pewarta Soerabaia lebi tjotjok berada di 
djawa
 central jang oedaranja aden ajem dari pada di djawa wetan jang 
panas
 aken segala hal.
 ach saja tida aken pendjang lebar djengekin saoedara darmono eh 
salah
 saoedara Danardono H, tjoeman saja saranin itoe batjot jang ia
 toeangken dalem ini toelisan kaloe belon poenja bahan dan belon 
batja
 djangan terlaloe meretjet keloearnja, saja tida taoe ia toelis 
oentoek
 kepentingan siapa? jang pasti oentoek pembatja dan sobat milis ini
 djangan tjepet2 pertjaja.
 dan oentoek boekti aken saja salinken dibawah ini satoe dari 
ratoesan
 toelisan baek dari Soeara Poeblik maoepoen dari Sin tit PO.
 silahken nikmati ini toelisan.
 
 
 
 
 Jang ketjil selamanja tengik !!!
 15 Agoestoes 1925
 Segala jang ketjil memang selaloe membawa tingkah-lakoe jang 
tengik,
 jang tida nanti terdapet di orang jang betoel² besar, itoe tabeat
 boekan sadja terdapet diantara manoesia, hanja binatangpoen djoega
 begitoe.
 Sebage peroempamaan saja ambil sadja doea andjing jang besar, 
sedeng
 jang kedoea ada satoe andjing jang ketjil.
 Itoe doea binatang djalan sama² di straat. Tida lama ada jang
 mendatengin satoe orang. Sekarang pembatja djangan lantas kira. 
Bahwa
 itoe andjing jang besar lantas sadja oendjoeken giginja dan teroes
 gigit pahanja itoe orang jang dimaksoedken diatas. Tida, hanja ia
 tinggal diem sadja sembari toendjoeken matanja kebawah. Tapi itoe
 andjing jang lebi ketjil segera kasih denger soearanja jang tengik,
 sambil tjoba oendjoeken giginja jang masih belon lengkep betoel
 djoemlahnja, serta lebi djaoeh membawa tingkah-lakoe jang bisa 
bikin
 itoe orang jang ia maoe bikin takoet boekannja dengen terbirit-
birit
 lari sekoeat-koeatnja, tapi tinggal mesem sadja.
 Apa sekarang bisa dibilang, bahwa itoe andjing jang besar tjoema 
besar
 toeboehnja sadja, tapi njalinja ketjil, mempoenjain ketabahan hati
 jang besar? Tida, djika itoe andjing jang besar soedah tida maoe
 ganggoe itoe orang. Sebab ia taoe sampe dimana adanja ia poenja
 kekoeatan; mala laen dari itoe, ia djoega taoe, jang djika tida 
perloe
 ia tida gila boeat bermoesoeh pada itoe orang lantaran boekan sadja
 belon karoean ia bisa menang, tapi tendangan ia soeda pasti dapet.
 Maar si keffer ketjil menggonggong sekoeat-koeatnja dengen 
pengharepan
 kalo² itoe orang mampan boeat di gertak, tapi begitoe lekas itoe 
orang
 kasih denger ia poenja St! Hoess! begitoe lekas si keffer
 toetoep batjotnja sembari lari sekentjeng-kentjengnja.
 Peroempamaan terseboet gampang sekali ditebak maksoednja sedjati 
oleh
 pembatja jang betoel² bisa batja, boekan sadja dengen mata, tapi
 djoega sama pikirannja.
 Bila masih belon mengerti, saja rasa redactie ini soerat-kabar 
tentoe
 soeka tjapeken diri boeat kasih mengerti, apa sebetoelnja jang saja
 maksoedken dengen soegoehken 

[budaya_tionghua] Re: Ketangguhan Jawa

2006-04-11 Terurut Topik odeon_cafe
Tak dapat dipungkiri bahwa Jawa adalah suku dengan tenaga produktif 
paling tinggi apabila dibandingkan dengan suku-suku lain di 
Nusantara. Jawa dengan jumlah persentase 40% dari total suku-suku 
Indonesia memiliki potensi terbesar sebagai tenaga gerak. Sehingga 
tidak mengherankan pabila suku Jawa tampil sebagai pemimpin 
Nusantara. 

Peradaban Jawa merupakan perabadan paling tinggi di seantero 
Nusantara. Tingkat budaya Jawa menduduki tingkat tertinggi dalam 
kasanah peradaban. Ilmu politik Jawa telah berlangsung sejak abad ke 
9. karena pengaruh Jawa sajalah, Islam dapat berkembang di 
Nusantara. Khasanah literatur dikuasai oleh Jawa pra-islam dengan 
kedalaman filosofi timur yang sulit dimengerti oleh rasionalisme 
materialistik barat. Jawa adalah sebuah peradaban yang sangat 
terbuka dan toleran.   

Contoh betapa terbukanya masyarakat Jawa terhadap pergaulan external 
adalah dengan cepatnya Brawijaya dan Majapatih mengadobsi tehnologi 
persenjataan modern yang dibawa tentara Mongolia. Disamping telah 
memiliki teknologi sekaligus seni pembuatan keris yang menakjubkan 
dengan pilihan logam yang tidak dikenal oleh metode logam 
konvensional. 

Tidak seperti Sumatera yang terabsorbsi oleh Islam, justeru Islam 
terabsorbsi dengan klenik Jawa. Maka hanya di Jawa saja dikenal 
komunitas abangan dan sunan-sunan Jawa yang berhasil dianggap 
sebagai Wali-Allah. Baru di era modern dengan ekspansi Timur 
Tengah sajalah aliran-aliran `murni' islam masuk ke tanah Jawa dan 
sampai saat ini masih bertarung dengan kaum abangan. Ketinggian 
peradaban Jawa itu dapat dilihat dari kehalusan ekspresi budaya. 
Maha Barata dapat dimodifikasi sedemikian rupa di tanah Jawa dengan 
kemunculan tokoh-tokoh semar, petruk, gareng, bagong yang tidak 
terdapat dalam versi asli India-nya.  

budhisme pun pernah dan sempat di-Jawa-kan. matera-matera budhistik 
berlafal sanskrit pun di-Jawa-kan. buktinya, dapat ditemukan sampai 
sekarang pada lafal-lafal komunitas budhis tengger yang tidak 
memiliki hubungan langsung dengan dunia budhis modern yang pekat 
dengan unsur-unsur thailand, tibet dan Tiongkok. 

Dibandingkan suku-suku lain di Nusantara, Jawa memiliki kadar 
otentisitas paling tinggi. Jawa tidak terpengaruh oleh akulturasi 
budaya secara masif seperti kalangan melayu yang malas. Suatu saat 
nanti, mungkin akan kita temukan figura Jesus memakai blangkon dan 
membawa keris. 

Jawa memainkan peran penting dalam pembentukan NKRI. Jawa merupakan 
sentrum gerakan perlawan anti-kolonialisme. Arti penting Jawa dapat 
dilihat dari peperangan melawan Inggris dan berbagai agresi Belanda 
yang terpusat di Jawa. Seorang Nasution yang Batak bisa menjadi 
petinggi pasukan Siliwangi yang sunda. Dan dari dulu, kerajaan Sunda 
itu adalah `adik muda' ke-prabuan Jawa. 

Sampai saat ini pun, ke 4 divisi kodam yang memegang kunci terdapat 
di Jawa. 2 presiden `terbesar' sepanjang sejarah modern Indonesia 
adalah keturunan-keturunan Jawa dan menerapkan pola kepemimpinan 
dengan Jawa centris cukup tinggi. 

Siapakah yang paling pantas memimpin Indonesia? Sudah tentu 
kolaborasi antara Jawa-Tionghoa. 

Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, RM Danardono HADINOTO 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Ada beberapa statement anda yang ingin saya pertanyakan:
 
 1)  Pertama:
Bahasa Melayu dipakai karena orang barat kayaknya lebih 
mengenal 
 Melayu dari pada Jawa... 
 
 DH : Jadi pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada 
 Sumpah pemuda adalah didikte Barat?
 -
 2)  ( ini menurut saya sih) karena dilihat dari geografis 
 sebenarnya Pulau Jawa dengan komunitasnya adalah pulau yang paling 
 jauh  dengan dunia luar.
 Memang ada Benua Australia dan Selandia Baru yang memiliki 
penghuni 
 tetapi itu terjadi belangan saja. ..
 
 DH: Dari mana paling jauh? Sulawesi lebih dekat dari sebelah 
barat, 
 daratan Asia? kalau demikian, mengapa VOC dan pemerintah Hindia 
 Belanda memilih Batavia dipulau Jawa sebagai ibukota?
 
 
 3) Des...komunitas Jawa hanya mendapatkan informasi
 dari luar Jawa misalnya para saudagar yang datang dari Pulau 
 Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya yang lebih berhubungan 
 dengan dunia luar atau secara praktis dengan Benua Asia. Di ukur 
 dari mana-mana juga Pulau Jawa sangat jauh...
 
 DH: informasi apa ini? Ketika Malakakka diserang Portugis pada 
1511, 
 maka putra mahkota dari kerajaan Demak yang datang membantu. 
 Pangeran Pati Unus. Dari mana mana sangat jauh? dari mana? bagi 
 kerajaan Demak, tidak terlalu jauh mencapai pantai malakka
 -
 
  4)   Jadi dari segi bahasa yah..pasti ada unsur mengalah karena 
 sudah menjadi suatu kebiasaan orang-orang pedalaman mengikuti pola 
 daerah pesisir walau hal ini tidak pernah ditulis dalam sejarah 
 tetapi memiliki nuansa seperti itu. ..
 
 DH: orang pedalaman? kerajaan kerajaan Jawa di pantai utara Jawa 
 bukanlah di pedalaman. Merekalah yang menyebarkan Islam keseluruh 
 

Jangan asal pentang bacot (Re: [budaya_tionghua]

2006-04-10 Terurut Topik odeon_cafe
berhentilah bermimpi kawan...

Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Atas nama kaum tempayan setengah penuh, yang selama ini selalu 
 pentang bacot mengeluarkan aroma busuk, sehingga mengganggu ABS 
 Heng, Dono Heng dan banyak lagi lainnya, Thangoubheng mohon maaf yg 
 sebesar besarnya. Adalah tugas para datuk persilatan untuk 
 membukakan khi kang pat meh mereka, agar bisa melihat dunia ini 
 dengan lebih jernih lagi. Seringkali kita dongkol, kesal dan kadang 
 kadang geli melihat kaum piawsu yang mainkan gwakang, tapi merasa 
 seolah sudah mengerti Kian Koen Thay Lo Ie level 12.
 
 
 









.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Kamis, 21 Mei 1998

2006-04-06 Terurut Topik odeon_cafe
KAMIS, 21 MEI 1998
Oleh Kenken

Lengser keprabon-nya Pak Harto merupakan fenomena politik 
terpenting di tahun 1998. Perubahan (terbatas atau sekecil apa pun) 
terjadi. Indonesia memasuki tahapan baru kehidupan politik setelah 
sekian lama berdiam dalam ruang monoton dan baku dibawah panji-panji 
kekuasaan Pak Harto bersama dengan klik istana dan oligarki 
ekonominya. Setelah itu, kita mempunyai kuasa untuk memuliakan 
dunia kembali, mengutip eforia retorik Thomas Paine. Dan, 8 tahun 
sudah kita tidak lagi diayomi oleh sang `the smiling general'. 
Tetapi sekalipun demikian, warisan Pak Harto di segala bidang masih 
tetap dapat dirasakan, sehalus apa pun vibrasinya. Paling tidak, Pak 
Harto telah mengajarkan arti penting sebuah kebebasan. 

Seingat saya, perubahan substansial adalah genus proximum bagi 
suara-suara yang meminta agar Pak Harto beristirahat setelah 32 
tahun memerintah dan berhasil memposisikan keluarganya sebagai salah 
satu keluarga terkaya di Indonesia serta mensejahterakan (dalam arti 
sebenarnya) begitu banyak kroni dan kaki-tangan dinasti. Perubahan 
substansial itu diidealisasikan akan diikuti konsekuensi logis pada 
peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemakmuran negara. Sekalipun, 
seringkali antara `idealisasi' dan `materialisasi' merupakan dua hal 
yang tidak ada kaitannya sama sekali. 

Apologetik saya adalah apabila sampai saat ini idealisasi tersebut 
belum dapat dicapai maka harap maklum bahwa cita-cita setinggi 
langit itu memperlukan proses dan usaha (klise memang). Dan 
bukankah kita telah bersepakat untuk melakukan reformasi yang 
dipercepat dalam bahasa metapora moderat B.J. Habibie. Toch, saat 
ini kita memiliki begitu banyak keleluasaan berekspresi. 
Warisan lembaga-lembaga demokratis Pak Harto, tentu saja, hanya 
perlu diisi proses dan kultur demokratis. Dan apabila dirasa 
perlu, kita juga memiliki kebebasan (sekalipun belum 
tentu kemampuan) untuk melahirkan lembaga (struktur) dan proses 
(tradisi) demokrasi baru, baik secara formal maupun informal. 
Namun, terlepas dari cibiran sejumlah besar kajian akademis tentang 
kelemahan era reformasi simbolik pasca Soeharto, bagi saya, masa 
transisi ini merupakan kesempatan besar untuk memperbaiki dan 
mengevaluasi segalanya. 

TIONGHOA DALAM PUSARAN POLITIK

Runtuhnya dinasti Soeharto mengubah konfigurasi konflik. Faksi-faksi 
oligarki yang sebelumnya patuh atau terpaksa patuh kepada `sang 
penguasa tunggal' bertarung secara terbuka dan bebas memperebutkan 
pembagian kekuasaan dan hak istimewa. Tidak ada lagi faktor yang 
dihormati sekaligus ditakuti oleh faksi-faksi oligarki Orde Baru 
pasca sang `mafia don' (istilah Jeffrey Winters) memutuskan untuk 
pensiun. `Don-don kecil' menjadi liar tak terkendali dan dengan 
rakus mencoba untuk menjadi penguasa tunggal selanjutnya. Salah satu 
prestasinya adalah korupsi berjama'ah dan gonjang-ganjing politik 
tanpa henti.

Perimbangan kekuatan faksi-faksi oligarki membuat pertarungan 
kepentingan menjadi begitu terbuka dan tampak demokratis. Padahal 
demokratisasi ini tidak didasari oleh konsensus bersama untuk 
bersepakat dengan perbedaan. Kerusuhan demokrasi pasca Soeharto 
adalah sebuah keterpaksaan bukan hasil dari kesadaran bersama di 
antara faksi-faksi oligarki. Satu-satunya kesepakatan di antara 
faksi-faksi tersebut adalah tidak mengutak-utik Pak Harto, 
membiarkannya menikmati hari tua sambil sesekali mengenang kejayaan 
masa lalu.   

Rasanya belum lama, komunitas Tionghoa mengalami situasi aneh di 
mana peran positif Tionghoa diminta tetapi secara keras Tionghoa 
dilarang melakukan sesuatu yang positif. Partisipasi positif orang 
Tionghoa dengan mudah dapat dikenali sebelum Orde Baru tumbuh dan 
berkembang dan akhirnya berkuasa secara absolut. Nama-nama seperti 
Liem Koen Hian, Yap Tjwan Bing atau Oei Tiang Tjoei dapat dengan 
mudah dikenali sebagai orang Tionghoa dalam kedudukan mereka sebagai 
anggota BPUPKI. Tetapi tak mudah mengetahui bahwa Susi Susanti, Alan 
Budikusuma atau Suma Miharja ternyata beretnis Tionghoa.  

Komunitas Tionghoa sebagai bagian integral bangsa Indonesia turut 
merasakan dampak dari lengsernya Pak Harto dari tampuk pimpinan 
formal. Sebagai golongan, Tionghoa selalu bersikap koperatif dengan 
konsensus besar yang disepakati bangsa ini. Sepanjang sejarah, 
komunitas Tionghoa tidak pernah menolak hasil keputusan konsensus 
nasional (setidak-adil apapun konsensus itu). Bahkan komunitas 
Tionghoa menerima (sekalipun dengan penyesalan) ketika para penguasa 
Orde Baru memutuskan untuk menghapus peran historis Tionghoa dan 
melarang ditampilkannya simbol-simbol budaya leluhur dan identitas 
etnis. Tionghoa pun menerima konsensus nasional di hari kamis 21 Mei 
1998 saat Pak Harto menyatakan berhenti sebagai Presiden Republik 
Indonesia. 

Tak dapat disangkal bahwa nasib Indonesia adalah nasib Tionghoa. 
Merahnya Indonesia adalah merahnya Tionghoa. Reformasi pasca Orde 
Pak Harto adalah reformasi Tionghoa. Tzunami Aceh adalah bencana 
bagi Tionghoa. 

[budaya_tionghua] Identitas Politik Tionghoa

2006-03-28 Terurut Topik odeon_cafe
IDENTITAS POLITIK
Oleh: Kenken

Begitu panjang perjalanan Tionghoa untuk bebas dari prasangka. 
Sebuah kisah tentang perjuangan tanpa tapal batas yang diketahui dan 
tak mudah untuk diprediksi. Perjalanan yang penuh haru-biru dan lika-
liku, sebuah proses yang kadangkala membuat tubuh bergetar dan hati 
bergentar. Tionghoa hidup dengan berbagai wacana principium 
contradictionis seperti dipertajamnya dikotomi pribumi-nonpri yang 
mengarah pada keterisolasian hingga seringkali membentuk perasaan 
teralienasi. Tionghoa hampir tak pernah terbebas dari stigmatisasi 
liar dan upaya stereotyping yang acapkali memojokkan sehingga rasa 
tidak percaya diri yang dilematis diam-diam merambah jiwa kolektif 
masyarakat Tionghoa. Kondisi ini menyebabkan Tionghoa seakan-akan 
kehilangan kontak dengan komunitas masyarakat lainnya dan menjadi 
golongan asing yang tidak asing, meminjam istilah Pramoedya 
Ananta Toer. 

Komunitas Tionghoa (sekalipun bukan golongan satu-satunya) mendapat 
perlakuan minor dan diskriminatif serta menjadi target represi 
sosial secara sengit dibawah cengkeraman struktur formal politik 
Orde Baru. Di era Orde Baru dengan kebijakan coersif dan slogan-
slogan tentang pembangunan, nasib golongan Tionghoa tak kunjung 
membaik. Sekalipun segelintir kecil elite Tionghoa mampu masuk ke 
dalam lingkaran elite ekonomi nasional dengan iringan orkestrasi 
desas-desus tentang adanya berbagai privilese dari penguasa Orde 
Baru yang kemudian harus dibayar oleh Tionghoa (sebagai golongan) 
dengan biaya sosial yang tinggi. Segala macam pengekangan yang 
dilegalkan di atas kertas atau dalam perilaku oleh penguasa Orde 
Baru mengubur (sekalipun tidak sampai mematikan) begitu banyak 
potensi positif komunitas Tionghoa untuk berpartisipasi membangun 
negara dan bangsa Indonesia. Pola privilege semu di bidang ekonomi 
dan pengekangan riil di bidang politik ini menjadi pemicu 
hibriditas prasangka rasial terhadap Tionghoa yang pada akhirnya 
mempersulit posisi dan derap langkah golongan Tionghoa.  

Sedangkan, pola kesetaraan dalam wacana tetapi pembedaan dalam 
praktek yang juga diadobsi oleh Orde Baru menyebabkan 
phrase Indonesia adalah milikku menjadi sulit dipercaya pada saat 
diucapkan dari mulut seorang Tionghoa. Memang benar bahwa 
verbalisasi kecintaan terhadap bangsa dan negara itu hanya menjadi 
abstraksi bahasa simbol pada saat praxis kecintaan itu tidak dapat 
muncul dan dikenali secara kasat mata oleh publik. Sekalipun, 
konkritisasi kecintaan terhadap negara dan bangsa Indonesia itu 
menjadi sulit untuk diekspresikan dan tetap tinggal di dalam hati 
tanpa suara pada saat golongan Tionghoa hidup di alam serba-salah 
dan serba-bersalah. Bertambah sulit pada saat parameter kecintaan 
itu ditetapkan secara samar, kasar, kaku tetapi tidak konsisten dan 
selalu harus sesuai dengan selera si pemberi nilai dengan beraneka 
ragam syarat. 

Wacana Politik Identitas

Saat ini, di tengah-tengah masa transisi ke arah modernisasi 
kehidupan sosial-politik, terdapat ruang yang cukup untuk merajut 
kembali dialog saling-mengenal antar seluruh komponen anak bangsa. 
Suasana ini ditandai dengan kemunculan pola politik identitas  
berbasis agama, ras, etnis dan gender. Sesuatu yang sebelumnya 
dianggap tabboo untuk dibicarakan tetapi tetap hidup di dunia yang 
tak tersentuh tangan besi formalisme rezim orde baru. 

Mulai dari peningkatan kesadaran gender sampai mencapai titik 
kulminasi gerakan ekstremisme feministis, golongan homosexual yang 
dapat mengekspresikan diri secara terbuka dengan berbagai organisasi 
formal dan diakuinya eksistensi Konghucu sebagai agama resmi memberi 
dorongan bagi agama-agama minoritas lain untuk mendapat pengakuan 
yang sama. Ironisnya, perkembangan positif ini juga diiringi oleh 
sejumlah sisi negatif seperti kebangkitan kelompok-kelompok militan 
dengan semangat partial dan slogan-slogan bernuansa segregatif 
dibentangkan secara terbuka. Sisi negatif ini membuat Indonesia 
seakan-akan menjadi sebuah negeri dengan tingkat brutalisme 
demokrasi yang tinggi. Semuanya bersuara dalam notasi politik 
identitas yang sama.

Politik identitas adalah sebuah wacana yang berangkat dari asumsi 
bahwa realitas kehidupan manusia selalu diwarnai oleh adanya 
perbedaan-perbedaan. Perbedaan antar-identitas itu melahirkan 
gagasan diperlukannya gerakan politik identitas. Wacana politik 
identitas hendak memperjuangkan kesetaraan status dari identitas-
identitas yang selama ini termarginalisasi dan tertindas oleh 
hegemoni kekuasaan struktural dan dominasi identitas pusat. Wacana 
politik identitas hendak memperlihatkan bahwa di balik realitas 
utama yang menjadi narasi besar tersembunyi realitas-realitas kecil 
dalam jumlah tak terhingga dengan derajat kesetaraan yang sama dan 
kualitas keindahan yang patut diperjuangkan.

Sekalipun demikian, artikulasi politik identitas berbasis agama, 
etnis, ras dan gender ini ternyata mengelisahkan sejumlah pemikir 
dan tokoh yang bahkan berasal dari lingkungan seni. 

[budaya_tionghua] Maaf dan numpang tanya bung Rinto Jiang

2006-03-16 Terurut Topik odeon_cafe
Dear sahabatku Rinto Jiang, 

Saya terima peringatan Bung Rinto atas argument tandingan 
dan pembelaan saya terhadap Bung Karang Terjal yang diserang 
terlebih dahulu oleh Sdr. Min Hui secara membabi-buta. Kalau 
kemudian, argument saya itu dianggap sebagai defamation terhadap 
Sdr. Min Hui thus menyalahi aturan milis BT maka saya meminta maaf 
kepada segenap kru moderator sekalian, sekalipun saya tidak akan 
menarik apalagi mencabut tulisan saya mengenai Sdr. Min Hui. 

Saya sangat menghargai segenap kru moderator Budaya Tionghoa. untuk 
itulah saya hendak memperjelas diri saya sendiri mengenai batasan 
tema diskusi di milis BT ini. 

Sekalipun, sebenarnyalah saya hendak meluruskan beberapa point yang 
ditudingkan oleh ulysee terutama tentang korban yang saya bungkam 
di milis Kampoeng Tionghoa. sebenarnyalah, ulysee adalah satu-
satunya korban yang saya bungkam (untuk sementara) dikarenakan 
ulysee tidak memiliki etika, pengetahuan yang memadai dalam 
membantah opini sdr. Skalaras tentang Onghokham. Ulysee berpendapat 
bahwa seluruh argument sdr. Skalaras adalah gosip. Tetapi sayangnya, 
ulysee tidak memberi konter argumen apalagi data yang tepat untuk 
membantah opini sdr. Skalaras. Karena itulah, ulysee saya moderasi. 

Saya bersepakat bahwa tema LPKB tidak perlu dibahas secara khusus 
lagi. Melihat memanasnya suasana milis dikarenakan terdapat member 
yang masih berpandangan sempit terhadap sejarah dan cenderung tidak 
proporsional memandang kejahatan LPKB. 
Masalah SBKRI ada baiknya kita endapkan juga untuk sementara waktu. 

Di sini, tergantung peran dan konsistensi kru moderator. 

Agar tidak kena damprat oleh para moderator, saya ingin tanya, 
apakah tema WAKIL GUBERNUR DKI JAKARTA etnis Tionghoa bisa 
dibicarakan di milis ini?? Di lapangan, tema wa-gub Tionghoa ini 
sedang hangat-hangatnya. Dibanding masalah SBKRI, LPKB. 

Saya pribadi berpendapat bahwa tema wa-gub tionghoa ini sangat 
menarik untuk didiskusikan. Karena juga menyangkut kehidupan sosial 
etnis Tionghoa. tetapi kalau pihak moderator termasuk bung Rinto 
Jiang memandang bahwa tema ini tidak perlu dibahas di milis BT maka 
saya tidak akan mengangkat masalah ini. 

Sekian dan terima kasih serta maaf sekali lagi Bung Rinto Jiang dan 
kru moderator lainnya. 

Sincerely yours,
Sub-Rosa II












.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui??

2006-03-15 Terurut Topik odeon_cafe
Bung Min Hui, 

Saya tidak dapat menemukan penjelasan kalau bung Karang Terjal 
mengaitkan INTI secara organisasi dengan keberpihakan bung Min Hui 
terhadap istilah cina. Sudah jelas INTI secara organisasi 
menggunakan istilah TIONGHOA. dan bung Karang Terjal pun tidak 
mengatakan kalau INTI menggunakan istilah `cina'. Jadi saya kira 
cukup jelas bahwa yang dimaksud bung Karang Terjal adalah bung Min 
Hui yang secara pribadi keluar dari kebijakan organisasi INTI yang 
saya kira juga memperjuangkan penggunaan kembali istilah tionghoa. 

Bung Min Hui suka salah baca. Berkali-kali anda keliru membaca 
tulisan lawan bicara anda. Saya kira anda sebaiknya belajar untuk 
fokus dan konsentrasi dalam membaca tulisan lawan bicara anda. 

Kembali, saya mendapati sebuah sikap yang pantas dipuji 
tentang menyesuaikan diri dari bung Min Hui selain dari sesepuh 
anda yang bernama John Towel itu terkait dengan penggunaan 
istilah cina dan tionghoa. 

Sekalipun, secara pribadi, saya tetap menolak menggunakan 
istilah `cina' di mana pun saya berada. 

Di forum sri bintang pamungkas atau di forum Fadlizon yang hendak 
mengusir semua orang Tionghoa dari Indonesia pun saya menggunakan 
istilah Tionghoa. 

Begitu pula saya menggunakan istilah Tionghoa pada saat berdialog 
dengan petinggi PDIP yang ketua umum-nya Ibu Megawati pernah 
ngomong sampai mati pun saya akan menggunakan istilah Tionghoa 
persis seperti soekarno dulu. 

Sub-Rosa II



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Sdr. Karang_Terjal,
 
 Maaf, kali ini saya sangat tidak senang dengan statement anda. 
Coba cari
 kembali di arsip saat debat tionghoa atau cina antara kita dan Pak 
ChanCT,
 saya tidak pernah sekali-kali mengaitkan dengan INTI. Dan dalam 
tiap
 perdebatan, itu adalah murni pendapat pribadi saya. 
 
 Saya selalu menganggap bahwa kebebasan berpendapat adalah hak 
asasi manusia,
 makanya saya juga sangat menghargai teman2 yang tidak setuju 
dengan sebutan
 cina sebagaimana yang saya tulis dalam diskusi kita sebelumnya.
 
 Dalam pembahasan diskusi di milis tnet maupun budaya-tionghoa, 
saya selalu
 berusaha menggunakan ucapan yg tepat pada lawan diskusi saya. 
Dengan Bung
 Yap Hong Gie, John Towell, Steve Haryono atau Rinto Jiang dll saya 
lebih
 sering menggunakan cina karena mereka 'sealiran' dengan saya. 
 
 Dengan Dr. Han Hwie-Song, Pak Benny, dll saya pasti menggunakan 
tionghoa
 karena saya sangat hormat atas pengetahuan, pemahaman, dan 
pendapat mereka
 berdasarkan sejarah.
 
 Bisakah anda juga menghargai pendapat saya yg tidak perduli akan 
sebutan
 cina atau tionghoa?
 
 Anda, bila tidak dapat membaca dan menelaah dengan cermat sebuah 
diskusi,
 jangan malah jadi melakukan fitnahan! Entah dari mana anda dapat 
informasi
 INTI itu organisasi politik?
 
 Kalau tidak keberatan saya kasih saran, carilah data dan fakta 
terlebih
 dahulu sebelum bicara di depan umum. Kalau masih ragu, saya kasih 
pepatah yg
 bagus Diam itu emas
 
 
 
 
 Salam,
 Min Hui









.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui??

2006-03-15 Terurut Topik odeon_cafe
Bung Min Hui, 

anda harus konsisten dengan omongan anda. 
saya hargai kalau anda hanya akan melayani
diskusi tentang budaya tionghoa. tetapi mengapa
anda salah membaca tulisan bung karang terjal?? 
dan menyerang bung Karang Terjal sedemikian rupa. 
lantas anda hendak menyudahi perbincangan ini
pada saat ada orang yang konfirm bahwa kekeliruan
terletak pada diri bung Min Hui yang tidak tepat
membaca tulisan bung karang terjal?? 

betul, siapa yang salah baca tentu akan
dinilai secara objektif oleh banyak pihak. 
saya kira publik BT ini juga punya rasio dan
bisa membedakan mana yang salah baca. 


Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui [EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 Ho ho ho, memang luar biasa sobat saya yg satu ini, dari ber-salin 
rupa
 sampai ber-salin kata ;-) Hebat sekali subjek yg diganti: apa yang 
dibawa
 Min Hui?? Ck ck ck. 
 
 Moderators dan teman2 yg terhormat, mohon tanggapannya, selama saya
 bergabung di BT, apa yang saya bawa ke BT sehingga menimbulkan
 ke-khawatiran sebahagian temen2 senior BT yg lebih lama malang-
melintang
 di milis ini?
 
 Maaf sekali sobat, saya tidak berminat melanjutkan perdebatan ini, 
selain
 tidak tepat pada orangnya juga saya sudah berjanji pada member2 
senior BT
 bahwa saya tidak akan sekali-kali membawa/membahas diskusi yg tidak
 berkaitan dengan budaya-tionghoa di milis ini.
 
 Siapa yg salah baca, banyak yg bisa menilai.
 
 Salam,
 Min Hui
 
 
 
  -Original Message-
  From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of odeon_cafe
  Sent: Thursday, March 16, 2006 10:15 AM
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Subject: [budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui??
  
  Bung Min Hui,
  
  Saya tidak dapat menemukan penjelasan kalau bung Karang Terjal
  mengaitkan INTI secara organisasi dengan keberpihakan bung Min 
Hui
  terhadap istilah cina. Sudah jelas INTI secara organisasi
  menggunakan istilah TIONGHOA. dan bung Karang Terjal pun tidak
  mengatakan kalau INTI menggunakan istilah `cina'. Jadi saya kira
  cukup jelas bahwa yang dimaksud bung Karang Terjal adalah bung 
Min
  Hui yang secara pribadi keluar dari kebijakan organisasi INTI 
yang
  saya kira juga memperjuangkan penggunaan kembali istilah 
tionghoa.
  
  Bung Min Hui suka salah baca. Berkali-kali anda keliru membaca
  tulisan lawan bicara anda. Saya kira anda sebaiknya belajar untuk
  fokus dan konsentrasi dalam membaca tulisan lawan bicara anda.
  
  Kembali, saya mendapati sebuah sikap yang pantas dipuji
  tentang menyesuaikan diri dari bung Min Hui selain dari sesepuh
  anda yang bernama John Towel itu terkait dengan penggunaan
  istilah cina dan tionghoa.
  
  Sekalipun, secara pribadi, saya tetap menolak menggunakan
  istilah `cina' di mana pun saya berada.
  
  Di forum sri bintang pamungkas atau di forum Fadlizon yang hendak
  mengusir semua orang Tionghoa dari Indonesia pun saya menggunakan
  istilah Tionghoa.
  
  Begitu pula saya menggunakan istilah Tionghoa pada saat berdialog
  dengan petinggi PDIP yang ketua umum-nya Ibu Megawati pernah
  ngomong sampai mati pun saya akan menggunakan istilah Tionghoa
  persis seperti soekarno dulu.
  
  Sub-Rosa II
  
  
  
  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui minhui@ 
wrote:
   Sdr. Karang_Terjal,
  
   Maaf, kali ini saya sangat tidak senang dengan statement anda.
  Coba cari
   kembali di arsip saat debat tionghoa atau cina antara kita dan 
Pak
  ChanCT,
   saya tidak pernah sekali-kali mengaitkan dengan INTI. Dan dalam
  tiap
   perdebatan, itu adalah murni pendapat pribadi saya.
  
   Saya selalu menganggap bahwa kebebasan berpendapat adalah hak
  asasi manusia,
   makanya saya juga sangat menghargai teman2 yang tidak setuju
  dengan sebutan
   cina sebagaimana yang saya tulis dalam diskusi kita sebelumnya.
  
   Dalam pembahasan diskusi di milis tnet maupun budaya-tionghoa,
  saya selalu
   berusaha menggunakan ucapan yg tepat pada lawan diskusi saya.
  Dengan Bung
   Yap Hong Gie, John Towell, Steve Haryono atau Rinto Jiang dll 
saya
  lebih
   sering menggunakan cina karena mereka 'sealiran' dengan saya.
  
   Dengan Dr. Han Hwie-Song, Pak Benny, dll saya pasti menggunakan
  tionghoa
   karena saya sangat hormat atas pengetahuan, pemahaman, dan
  pendapat mereka
   berdasarkan sejarah.
  
   Bisakah anda juga menghargai pendapat saya yg tidak perduli 
akan
  sebutan
   cina atau tionghoa?
  
   Anda, bila tidak dapat membaca dan menelaah dengan cermat 
sebuah
  diskusi,
   jangan malah jadi melakukan fitnahan! Entah dari mana anda 
dapat
  informasi
   INTI itu organisasi politik?
  
   Kalau tidak keberatan saya kasih saran, carilah data dan fakta
  terlebih
   dahulu sebelum bicara di depan umum. Kalau masih ragu, saya 
kasih
  pepatah yg
   bagus Diam itu emas
  
  
  
  
   Salam,
   Min Hui
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
  
  .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.
  
  .: Untuk bergabung

[budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa LPKB

2006-03-15 Terurut Topik odeon_cafe
Pak Danardono yth, 

Perilaku LPKB yang berlindung dibawah kekuasaan bedil Pak Harto 
mampu menganulir berita, menghilangkan fakta dan memutar balik 
kenyataan. 

Sampai saat ini, dengan ditutupnya semua akses informasi publik, ada 
berapa banyak pemuda Tionghoa generasi masa kini yang tau kalo 
Kristoforus Sindhunata, ketua LPKB, adalah orang yang mengusulkan 
Inpres No.14/1967 tentang pelarangan agama,kepercayaan dan adat 
istiadat Cina atau SE PresKab Ampera No.6 tahun 1967 tentang masalah 
Cina?? 

Blum lagi dibentuknya lembaga intel militer untuk menindas orang 
Tionghoa spt SCUT dan sekarang BKMC. Badan-badan intel ini 
berkordinasi dengan orang-orang eks LPKB yang ada di bakom-PKB dan 
CSIS. 

Lo Chuan To alias Junus Jahja yang saat ini menjadi salah satu ketua 
MUI dahulu kala menjabat sebagai kordinator badan `penyuluh 
asimilasi' yang selalu mengkampanyekan bahwa orang Tionghoa itu 
ekslusif dan tidak mau membaur hingga memprovokasi kebencian 
terhadap orang Tionghoa. 

Onghokham menuding bahwa orang Tionghoa yang tidak mau ganti nama 
adalah golongan yang tidak loyal kepada NKRI. Ong merekomendasi nama-
nama berbau Indonesia untuk orang Tionghoa spt Ong Gunung, Ong 
Laut, Ong Idoep dsb. 

Kesalahan konsep `asimilasi' LPKB adalah diperbesarnya sentiment 
anti-tionghoa dan mengaburkan akar masalah yang dihadapi oleh bangsa 
Indonesia dalam proses memakmurkan negara. 

LPKB tidak sibuk mencari format ekonomi, politik, pertahanan yang 
baik tetapi mengkampanyekan kalau orang Tionghoa itu tidak loyal 
kepada NKRI, ekslusif. Dengan kata lain, LPKB mempersiapkan 
mentalitas rasis sebagai triger kerusuhan rasial. 

LPKB tidak memaksa orang Tionghoa untuk ganti nama, ganti agama, 
kawin campur dsb tetapi LPKB berkata bahwa untuk menjadi WNI yang 
baik maka orang Tionghoa harus ganti nama, ganti agama, kawin campur 
dsb. Secara tidak langsung LPKB mengatakan bahwa Tionghoa yang tidak 
ganti nama, ganti agama, kawin campur dsb itu bukan WNI yang baik. 

Pak Danardono, saya kira CSIS itu tidak benar-benar ompong. Partai 
Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI) itu berdiri atas dorongan orang-
orang CSIS. INTI saya kira berkembang pesat karena dorongan dari 
orang-orang CSIS juga. 

Saat ini CSIS sedang merangkul MATAKIN (majelis Tinggi agama 
konghucu Indonesia). Segolongan masyarakat Tionghoa yang dulu pernah 
dizolimi secara kejam oleh LPKB yang merupakan senior CSIS. 

Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, RM Danardono HADINOTO 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Bisa ngapain??? Lho beberapa peraturan diskriminatif keluar dari 
 dapur LPKB, kok masih tanya? untung saja pelaku tahun 65/66 sudah 
 banyak yang mati, seperti Sudjono Humardani dan Ali Moertopo, dan 
 orde baru sudah ambruk, pater Beck pontang panting, jadi CSIS 
sudah 
 ompong.
 
 Pertanyaan saya, adakah peninggalan mereka yang berharga bagi umat 
 Tionghoa? anda bisa dong jawab? 10 tahun cukup dong? kalau memang 
 berbakti pada Indonesia atau sedikitnya kaumnya sendiri?
 
 Mohon pencerahan
 
 Salam
 
 danardono
 
 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote:
 
  
  Sebetulnya LPKB selama berdiri ngapain aja sih, selain jadi 
 tandingan
  BAPERKI? 
  Kok kayaknya banyak yang sebel banget gitu lhoh. 
  CMIIW, LPKB berdiri nggak nyampe sepuluh tahun toh Emang bisa
  ngapain lembaga yang berdiri enggak nyampe 10 taon? 
  
  Btw, mahafff itu judulnya gue ganti ah. 
  
  
  -Original Message-
  From: RM Danardono HADINOTO [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
  Sent: Wednesday, March 15, 2006 12:19 AM
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Subject: [budaya_tionghua] Re: Ulysee dan Mao Zedong
  
  
  
  Sebagai pengagum ajaran Siddharta Gautama, saya banyak belajar 
 dari 
  almarhum bikhu Jinarakkita, saya sering soja dimuka tempat 
  penghormatan beliau di vihara Sakyavanaram. Budaya Tionghoa yang 
  membawa Buddhisme ketanah ini, yang membawa kejayaan Majapahit. 
 Apa 
  yang dibawa LPKB?
  
  Salam nasional
  
  Danardono
 










.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui??

2006-03-15 Terurut Topik odeon_cafe
saya masih melihat kaitan diskusi
antara LPKB dan dampak dari perilaku
LPKB dengan contoh sikap Min Hui yang
pengurus INTI daerah seperti yang
dipaparkan oleh Bung Karang Terjal. 

justru penjelasan bung karang terjal
sesuai dengan kaidah urutan kajian.
dengan mengupas dampak dari satu perilaku
politik. 

apanya yang membelokan tema diskusi?? 

kalo mengaitkan LPKB dengan revolusi
kebudayaan yang ditulis RPKB bukan RBKP
karena asal bacot itu baru contoh tidak
ada sangkut pautnya. 

rene chen, saya mau tanya kenapa anda terlihat
takut sekali membicarakan perilaku politik
LPKB? pertanyaan ini juga berlaku untuk
para pendukung LPKB irasional spt Min Hui??

anda takut borok para pujaan anda di LPKB itu
akan terbongkar oleh sejarah?? 

mari miliki jiwa besar. 

Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, rene chan [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 Min Hui,
 
 Anda bijak sekali dgn mengakhiri sport debat debit ini.
 
 Bukan saja topiknya menjadi OOT, juga sudah di campur aduk antara
 pendapat orang dan orang yg berpendapat, entah kenapa KT jadi
 ketularan membelok2kan subject, sedari nenanggapi Uly ttg LPKB
 menjadikan subject 'cina' vs 'tionghoa' dan menggunakan hubungan 
Min
 Hui dgn INTI sbg perbandingan.
 
 Kalau ingat2 tulisan pak Tanoto:). ujung2nya nanti juga 
akan
 ke Baperki/Siauw/LPKB/Sindhu/dll.
 hh.. kalau UUD (Ujung2nya Duit)masih ok saja, sapa tahu
 kebetulan saya yg paling ujung.. kan bisa cuan ciak 
namanya :):)
 
 Yaahhh... emang diskusi yg mengarah ke orang yg berpendapat
 sebaiknya di akhiri!!
 Gimana Mody  se7 ???
 
 rgds. rc
 
 
 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui minhui@ wrote:
 
  
  Ho ho ho, memang luar biasa sobat saya yg satu ini, dari ber-
salin rupa
  sampai ber-salin kata ;-) Hebat sekali subjek yg diganti: apa 
yang
 dibawa
  Min Hui?? Ck ck ck. 
  
  Moderators dan teman2 yg terhormat, mohon tanggapannya, selama 
saya
  bergabung di BT, apa yang saya bawa ke BT sehingga menimbulkan
  ke-khawatiran sebahagian temen2 senior BT yg lebih lama
 malang-melintang
  di milis ini?
  
  Maaf sekali sobat, saya tidak berminat melanjutkan perdebatan 
ini,
 selain
  tidak tepat pada orangnya juga saya sudah berjanji pada member2
 senior BT
  bahwa saya tidak akan sekali-kali membawa/membahas diskusi yg 
tidak
  berkaitan dengan budaya-tionghoa di milis ini.
  
  Siapa yg salah baca, banyak yg bisa menilai.
  
  Salam,
  Min Hui
  
  
  
   -Original Message-
   From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
   [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of 
odeon_cafe
   Sent: Thursday, March 16, 2006 10:15 AM
   To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
   Subject: [budaya_tionghua] Re: apa yang dibawa Min Hui??
   
   Bung Min Hui,
   
   Saya tidak dapat menemukan penjelasan kalau bung Karang Terjal
   mengaitkan INTI secara organisasi dengan keberpihakan bung Min 
Hui
   terhadap istilah cina. Sudah jelas INTI secara organisasi
   menggunakan istilah TIONGHOA. dan bung Karang Terjal pun tidak
   mengatakan kalau INTI menggunakan istilah `cina'. Jadi saya 
kira
   cukup jelas bahwa yang dimaksud bung Karang Terjal adalah bung 
Min
   Hui yang secara pribadi keluar dari kebijakan organisasi INTI 
yang
   saya kira juga memperjuangkan penggunaan kembali istilah 
tionghoa.
   
   Bung Min Hui suka salah baca. Berkali-kali anda keliru membaca
   tulisan lawan bicara anda. Saya kira anda sebaiknya belajar 
untuk
   fokus dan konsentrasi dalam membaca tulisan lawan bicara anda.
   
   Kembali, saya mendapati sebuah sikap yang pantas dipuji
   tentang menyesuaikan diri dari bung Min Hui selain dari 
sesepuh
   anda yang bernama John Towel itu terkait dengan penggunaan
   istilah cina dan tionghoa.
   
   Sekalipun, secara pribadi, saya tetap menolak menggunakan
   istilah `cina' di mana pun saya berada.
   
   Di forum sri bintang pamungkas atau di forum Fadlizon yang 
hendak
   mengusir semua orang Tionghoa dari Indonesia pun saya 
menggunakan
   istilah Tionghoa.
   
   Begitu pula saya menggunakan istilah Tionghoa pada saat 
berdialog
   dengan petinggi PDIP yang ketua umum-nya Ibu Megawati pernah
   ngomong sampai mati pun saya akan menggunakan istilah 
Tionghoa
   persis seperti soekarno dulu.
   
   Sub-Rosa II
   
   
   
   --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui minhui@ 
wrote:
Sdr. Karang_Terjal,
   
Maaf, kali ini saya sangat tidak senang dengan statement 
anda.
   Coba cari
kembali di arsip saat debat tionghoa atau cina antara kita 
dan Pak
   ChanCT,
saya tidak pernah sekali-kali mengaitkan dengan INTI. Dan 
dalam
   tiap
perdebatan, itu adalah murni pendapat pribadi saya.
   
Saya selalu menganggap bahwa kebebasan berpendapat adalah hak
   asasi manusia,
makanya saya juga sangat menghargai teman2 yang tidak setuju
   dengan sebutan
cina sebagaimana yang saya tulis dalam diskusi kita 
sebelumnya.
   
Dalam pembahasan diskusi di milis tnet maupun budaya-
tionghoa,
   saya selalu
berusaha menggunakan

[budaya_tionghua] Re: SBKRI: Selayang pandang (Menyongsong UU Kewarganegaraan yang Baru).....apa kiatnya?

2006-03-14 Terurut Topik odeon_cafe
Rinto, ternyata kamu juga berpendapat bahwa SBKRI itu tidak 
diskriminatif. 

Begini, saya hanya akan pake logika sederhana saja. Sampai saat ini, 
saya mengetahui ada 3 aturan yang hendak membatalkan SBKRI.

1. Keputusan Menteri Kehakiman No. M D-HL.04.10 (1992)
2. Surat Menteri Kehakiman kepada Mentri Dalam Negeri No.M.UM.01-109 
(1992)
3. Kepres No. 56 tahun 1996. 

Logika sederhananya, apabila SBKRI tidak diskriminatif, mengapa pula 
terdapat keputusan menteri sampe Soeharto juga tampak terpaksa 
menganulir SBKRI untuk Tionghoa itu?? 

Masalahnya kemudian, di bawah Kepres atau PP masih ada PERDA dan 
aturan-aturan lebih di bawah lagi. 

Karena praktek SBKRI sudah berurat mengakar maka Kepres pun tidak 
dihiraukan. Karena sudah terlalu ruwet. Hasil dari kerja rezim 
soeharto dan CSIS. 

Maka di mananya tidak diskriminatif atau paling tidak bermasalah?? 

Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Rinto Jiang 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Nasir Tan:
 
 hehehe:-))
   Jadi persoalannya adalah karena penyimpangan dari pelaksanaan 
SKBI nya 
 tohberarti SKBI sendiri bukan masalah yah..!! Nah 
sekarang wa mau 
 nanya sama Ko Rinto nih, : Apa kira-kira kita yang kami harus 
upayakan 
 agar penyalahgunaan dilapangan tidak terjadi lagi ( minimal 
 menimize)sehingga kalaupun kita2 ini harus mengurus SKBI tidak 
 bertele-tele atau dipersulit lagi?
  
  
   salam,
  
   Nasir Tan
 
 
 
 Rinto Jiang:
 
 Kenapa harus mengurus SBKRI? Kita harus tahu bahwa penyertaan 
SBKRI 
 secara resmi sudah dibatalkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 
1996, 
 diperkuat oleh Habibie pada tahun 1999. Bila masih ada oknum2 yang 
 nakal, itu oknum, itu karena di Indonesia pengertian hukum itu 
masih 
 rendah. Mayoritas dari kita selalu ingin cepat, mudah dan tidak 
repot, 
 konsekuensinya, uang pelicin. Ini yang sebenarnya menjadi sebab 
utama 
 mengapa SBKRI masih terus menjadi permasalahan, bukan karena 
oknum2 itu 
 peduli akan keamanan negara, takut si A itu WNI palsu (Cina 
Malaysia) 
 yang mau bikin KTP dan paspor Indonesia biar mulus dalam usaha 
menebang 
 hutan di Kalimantan, bukan !. Yang ada di dalam otak oknum2 tadi 
adalah, 
 bila yang datang orang Tionghoa, maka mereka  punya kesempatan 
untuk 
 memanfaatkan SBKRI untuk melakukan pemerasan legal.
 
 Saya dari dulu sudah mulai menghimbau seluruh orang yang peduli 
akan 
 negeri ini untuk melakukan aksi, jangan cuma berkoar2 di milis 
 menghujat2 pemerintah atau oknum2 yang korup. Bagi yang punya 
waktu, 
 cobalah untuk mengurus surat2 lewat jalan resmi, jangan lewat 
belakang 
 atau lewat calo2. Bila dimintai SBKRI, jangan kasih, tunjukkan 
fotocopy 
 Inpres dan Keppres yang sudah membatalkan keharusan menyertakan 
SBKRI 
 bila mengurus surat2. Fotocopy itu ada di bagian Files milis, 
boleh 
 didownload sendiri.
 
 Konteks memberantas oknum2 seperti ini ada 2 macam, top-down dan 
 bottom-up. Top-down adalah niat pemerintah untuk melaksanakan 
penegakan 
 hukum, sedangkan bottom-up adalah usaha kita, para korban 
pemerasan 
 untuk melakukan perlawanan kecil. Top-down boleh dengan cara 
 melaporkan sang oknum kepada atasan atau telepon hotline SBKRI 
yang saya 
 kurang tahu masih aktif atau tidak.
 
 Namun, daripada mengharapkan niat pemerintah, lebih baik kita 
berusaha 
 sendiri, tidak usah mengharapkan hasil dahulu, yang penting oknum2 
tadi 
 tahu bahwa kita sudah muak. Dengan demikian, mudah2an oknum2 tadi 
pelan2 
 akan sadar bahwa orang Tionghoa bukan sapi2 perahan yang tetap 
tinggal 
 diam bila digertak dan diperas.
 
 Tapi, sebaliknya, bila kita di satu pihak juga mendapat keuntungan 
dari 
 kolusi (orang memeras, kita menyuap), maka kita tak berhak 
menyumpahi 
 sang oknum, karena ini adalah mutualisme.
 
 
 Rinto Jiang









.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Ulysee dan Mao Zedong--protes moderator

2006-03-14 Terurut Topik odeon_cafe
saya agak bingung mau menanggapi orang yang
bernama Beni Tanoto ini. tetapi pertanyaan
saya kepada moderator yang meloloskan
posting yang sama sekali tidak membahas
tema diskusi. 

berulang kali saya baca tulisan orang yang
bernama bh_tanoto ini. tidak menyentuh substansi
posting saya. cuma menuding-nuding dan menebar
gosip-gosip murahan. 

ini terakhir kali saya merespon posting sdr.
Bh_tanoto. untuk selanjutnya, saya tidak bersedia
menanggapi isi dan tudingan tanpa bukti dan
tanpa argument yang jelas. saya tidak akan
menuntut balik atas tudingan terhadap ex-baperki,
siapa pun yang dimaksud oleh bh-tanoto. karena
omongan murahan seperti ini memang tidak perlu
dikomentari. 

kepada moderator, saya kira mesti bijak dalam
menggapprove posting seperti posting bh-tanoto ini. 

Sub-Rosa II



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, bh_tanoto [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 Ngomong putar puter buntutnya ya itu lagi, itu lagi. Shindunata, 
Hary 
 Tjan Silalahi, Junus Jahja, Siauw Giok Tjhan, CSIS, LPKB, Baperki, 
 dsb. Sofjan Wanadi dan Jusuf Wanadinya kemana, lupa? Sekarang 
 musuhnya tambah lagi, T-net yang ngeban dia karena bikin kacau. 
Anak 
 Siauw Giok Tjhan sendiri yang tokoh Baperki juga aktif nulis di 
tnet, 
 tidak ada masalah, malah banyak yang hormat dia. 
 
 Tnet anggotanya banyak orang pinter, ada propesor, doktor, master, 
 yang sarjana tak terhitung lagi. Kamu sendiri pernah sekolah apa 
sih? 
 SMA tamat tidak? Diskusi disitu tinggi bobotnya tidak bolak balik 
 soal Baperki dan LPKB melulu. Beberapa kali dia bikin tnet palsu 
dan 
 bikin milis sendiri buat saingin tnet, tapi semua bangkrut tak 
laku. 
 Muak aku liat setan kuburan yang tak tahu diri ini. Sadar bung, 
 dimilis ini juga kamu sudah tidak disukai. Ini milis budaya bukan 
 milis politik, jangan bawa2 urusan politik basi ke milis ini.
 
 Buat yang belum tahu, yang ngaku odeon cafe ini sebenarnya setan 
 kuburan dengan alias segudang. Sub Rosa II, alias mayat perempuan, 
 alias Kenken, alias Ken Kertapati, alias Gending Suralaya, alias 
 vibriiyanti (yang kirim tulisan cabul ke member bt), alias 
 abbadon_mason, alias Ignatius Loyola, alias sangraal_77, alias 
 Michael, alias kuburan_tua, dan masih banyak lagi alias2 lain yang 
 bau kuburan dan bau mayat. 
 
 Yang aneh ini orang pengangguran tidak punya kerja, tapi bisa aksi 
 terus ngerokok Dji Sam Su (234) yang mahal, maen internet 
terus2an, 
 dari mana duitnya? Tulisan dia dibeberapa milis selalu seputar 
 kejahatan LPKB dan kehebatan Baperki. Gua jadi curiga jangan2 
orang 
 ini digaji sama ex Baperki buat bikin provokasi anti LPKB di milis 
 dan rencana menghidupkan kembali Baperki. Member milis budaya 
 tionghoa harap ati2 jangan sampe kepengaruh provokator ini. maap 
 moderator, gua tahu nulis begini sebenarnya tidak boleh, tapi 
musti 
 pigimana buat kasi tahu kalian semua.
 
 
 Beny Husen Tanoto
 (Tan Beng Hoat)
 
 
 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@ 
 wrote:
 
  Dear Ulysee yang baik, 
  
  Kamu adalah seorang pendukung SBKRI atas saran orang-orang Tnet. 
  Saya mau sharing dengan kamu masalah ini. Saya tidak tau mana 
yang 
  benar, tetapi tentunya sebagai seorang yang waras seperti kamu 
 tentu 
  kamu memiliki landasan berpikir mengapa mengatakan SBKRI itu 
tidak 
  diskriminatif. 
  
  Saya memandang SBKRI itu tidak etis. Nah, mungkin saya salah. 
untuk 
  itu, saya minta kamu juga menerangkan mengapa kamu bilang SBKRI 
itu 
  diskriminatif. 
  
  Ini argumentasi saya…
  
  Salah satu pembelaan terhadap praktek SBKRI adalah argumentasi 
Pak 
  Yusril Izra Mahendra tentang klaim Mao Zedong atas warganegara 
 etnis 
  Tionghoa. 
  
  Apakah warisan sejarah itu menjadi dasar dibenarkannya praktek 
  SBKRI? Saya katakan jelas TIDAK. 
  
  Tetapi argumentasi pembenaran ini ternyata dimakan oleh begitu 
  banyak Tionghoa sehingga banyak yang menjadi kabur atas 
perjuangan 
  sebagian besar sodara-sodara Tionghoa untuk menghapuskan praktek 
  SBKRI. 
  
  Patut diakui memang terdapat dilema seputar aturan 
kewarganegaraan. 
  Bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Disebabkan 
oleh 
  ketidak-samaan asas yang diberlakukan di setiap negara. Tetapi 
  persoalan itu di negara lain tidak serumit apa yang terjadi atas 
  Tionghoa di Indonesia.
  
  Tionghoa pun memiliki masalah kewarganegaraan terkait dengan 
policy 
  RRT dan RI. Tetapi seharusnya, apabila terdapat good political 
will 
  untuk menyelesaikannya, tentu masalah kewarganegaraan ini tidak 
  berlarut-larut sampai sekarang. 
  
  Masalah bertambah rumit pada saat kita tidak memiliki BAPERKI 
lagi. 
  
  Akibat dari asas ius sanguinis yang diberlakukan Tiongkok sejak 
  zaman Qing, Sun Yat Sen, Kuomintang sampai RRT. RI ternyata 
  menerapkan ius soli lewat UU No. 3/1946. 
  
  Hal ini menjadikan etnis Tionghoa mendapat dwi-kewarganegaraan 
 tanpa 
  disadari oleh mereka-mereka yang sudah bergenerasi tinggal 
menetap 
  di Indonesia. Etnis tionghoa tidak pernah meminta

[budaya_tionghua] Re: Azas hukum kewarganegaraan

2006-03-14 Terurut Topik odeon_cafe
Pak Danardono benar, 

Bahwa nasionalisme seseorang tidak dilandasi oleh latar 
etnisitasnya. Sumbangsih seseorang untuk kemajuan bangsa dan negara 
tidak didasari oleh faktor etnisitasnya. Sehingga yang paling 
penting dilakukan adalah menciptakan ruang yang kondusif agar 
potensi positif seseorang untuk negara itu bisa berkembang. Dari 
pada meributkan latar etnisitas dan memprovokasi teori `asimilasi' 
apalagi menuding-nuding kalo tionghoa itu ekslusif tapi melupakan 
substansi permasalahan yang memiskinkan negara. 

Setau saya, Pak Siauw Giok Tjhan menolak kampanye-
kampanye `asimilasi'. Karena menurut beliau kampanye itu tidak 
mengupas akar masalah kemiskinan bangsa dan negara. Sehingga tidak 
punya arti untuk dibicarakan apalagi dikampanyekan. 

Dari pada omong masalah ganti nama, kawin campur dsb maka akan 
lebih baik membicarakan masalah nation building, sistem ekonomi 
kerakyatan dan penciptaan demokratisasi di Indonesia. 

Saya kira pendapat bahwa sejak proklamasi golongan asli tidak 
pernah memiliki faktor ekonomi negeri tidak benar-benar tepat. 
Apalagi kalau kemudian golongan Tionghoa disebut-sebut sebagai 
penguasa sektor ekonomi Indonesia. 

Dari contoh perilaku hari-hari, saya berani konfirmasi bahwa 
kemiskinan rakyat banyak tidak mesti menjadi `kemiskinan' para 
pejabat. Begitu juga sebaliknya, kemakmuran para pejabat sampe 
perut mereka buncit tidak berarti kesejahteraan negara dan rakyat. 

Sejatinya adalah post-post penting ekonomi dikuasai oleh perusahaan 
asing yang mengeruk nilai tak terhingga. Negara dan bangsa hanya 
mendapat sedikit sekali. Segelintir elite dan pejabat mungkin 
mendapat porsi lebih banyak. Tetapi untuk rakyat, sangat 
memprihatinkan. 

Di samping perampokan perusahaan-perusahaan besar asing, kekayaan 
alam Indonesia juga dikelola dengan amat tidak efisien oleh BUMN. 

Perusahaan Listrik selalu merugi, komunikasi tidak pernah capai 
break even point, transportasi entah merugi berapa. Belum lagi 
perusahaan-perusahaan tambang dan minyak yang dikelola oleh BUMN. 
Semuanya merugi total. Kok bisa begitu?? 

Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, RM Danardono HADINOTO 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Pada dasarnya, sebagai bekas jajahan Belanda, Indonesia mengikuti 
azas 
 ius sanguinis, seperti hampir semua negara negara kontinental 
Eropa.
 
 Anak dari orang Indonesia adalah automatis orang Indonesia. Anak 
orang 
 asing adalah orang asing.
 
 Hal ini juga diterapkan dihampir semua negara Eropa, sebagai 
warisan 
 hukum. Namun, dengan timbulnya migrasi besar besaran, maka azas 
ini 
 tak menyelesaikan masalah, malah meruwetkan. Jutaan orang Turki 
 bermukim di Jerman.
 Karena itu di-introduksi azas campuran, antara ius soli dan ius 
 sanguinis. Orang asing, yang walau keturunan asing (ius 
sanguinis), 
 namun telah berada di negara Eropa sejak beberapa tahun ber-turut 
 turut, atau lahir di negara Eropa, berhak mendapatkan 
kewarganegaraan 
 negara Eropa (ius soli).
 
 Di Setiap negara Eropa, teman teman yang sudah menjadi warganegara 
 Eropa dapat menjadi saksi, tidak membedakan antara warganegara 
mereka 
 yang sudah menjadi warganegara, apakah ia sudah sejak sebelum 
Yesus 
 lahir sudah disana, atau yang baru kemarin menjadi warganegara.
 
 Semua warganegara Eropa wajib memiliki Surat Tanda Kewarganegaraan.
 Semua warganegara memiliki hak dan kewajiban yang sama, sampai 
dipilih 
 dan memilih. Menjalankan wajib militer, dsb.
 
 Demikian, Indonesia juga harus memperlakukan warganya, apakah dia 
 sudah jadi kawula Nusantara sejak zaman Gajah Mada, atau baru 
kemarin 
 sore, secara sama.
 
 Masalah yang ada, dibelakang sandiwara kewarganegaraan ini, 
adalah, 
 kesenjangan dan kecemburuan sosial. Indonesia merdeka dari 
Belanda, 
 tetapi dari awalnya tak pernah menjadi pemilik faktor ekonomi 
dinegara 
 ini. Mereka lalu membentengi diri dibalik status asli, dimana 
mereka 
 berhak menduduki pos pos strategis, terutama militer dan polis, 
 pejabat pamong praja.
 
 Sentiment anti Tionghoa menjiwai banyak sekali pemerintahan di 
 Indonesia, dari sejak awalnya. Ini terlihat dari kebijaksanaan 
yang 
 dibuat dibidang kewarganegaraan. Kelompok India, Pakistan, Arab, 
tak 
 pernah ditakuti, karena jumlahnya hanya segelintir.
 
 Kekhawatiran ini masih menghantui sosok pemerintah kita, hampir 
tanpa 
 kecuali. Pak Harto bersemangat berkerjasama dengan segelintir 
keluarga 
 Tionghoa,yang dibuatnya menjadi kayaraya, namun setia dan selalu 
 menurut perintah. Namun at the same time, pak Harto menyadari, 
potensi 
 massa Tionghoa secara keseluruhan, bila diberi keistimewaan 
seperti 
 Oom Liem dkk.
 
 Baperki, berupaya mati matian untuk menjembatani jurang antara 
 kelompok Tionghoa dan bangsa Indonesia, dan memberikan motivasi 
 masyarakat Tionghoa untuk berjuang disisi kaum nasionalis melawan 
 kapitalisme global dan kelompok fasis kanan. Baperki berhasil 
 menggalang kekuatan nasional saudara saudara Tionghoa yang berdiri 
 bahu membahu dengan kelompok nasionalis 

[budaya_tionghua] Re: Menyongsong UU Kewarganegaraan yang Baru

2006-03-13 Terurut Topik odeon_cafe
Ulysee benar, bahwa baik asas ius sanguinis maupun ius soli adalah 
netral. Begitu juga dengan stelsel pasif maupun aktif. 

Tetapi permasalahannya adalah ketepatan asas dan sistem 
kewarganegaraan yang dipakai dengan kondisi sosio-kultur-politic 
negeri yang bersangkutan. Netralitas asas dan stelsel itu dapat 
hilang apabila dalam praktek di lapangan didasari oleh semangat 
diskriminatif dan rasis. 

BAPERKI yang dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan memperjuangkan asas ius 
soli dengan stelsel passif. Asas dan sistem ini juga didukung oleh 
keturunan Arab. 

Melihat rendahnya pengetahuan tentang hukum dan kewarganegaraan 
sebagian besar penduduk indonesia maka tampaknya ius soli dengan 
stelsel passif adalah asas dan sistem yang paling tepat untuk 
Indonesia. 

Blum lagi kalau melihat tidak terjangkaunya sosialisasi 
kewarganegaraan apabila memakai asas ius sanguinis dan stelsel 
aktif. 

Paling tidak, itulah pengalaman selama ini dengan menggunakan asas 
ius sanguinis dan stelsel passif yang menjiwai UU. No 62/1958. 

Saya mengucapkan selamat atas tambahan pengertian tentang SBKRI 
untuk ulysee. Ternyata pergaulan anda dengan konco-konco t-net telah 
mampu mengubah persepsi anda tentang diskriminasi terkait dengan 
kasus SBKRI dan tionghoa. 

Saya kutip butir pasal dari UU No.62/1958 yang menjadi payung hukum 
diterbitkannya SBKRI oleh Soeharto lewat berbagai inpres. 

Peraturan penutup UU No.62/1958 pasal IV berbunyi:

barang siapa perlu membuktikan bahwa ia warga-negara Indonesia dan 
tidak mempunyai surat bukti yang menunjukkan bahwa ia mempunyai atau 
memperoleh atau turut mempunyai atau turut memperoleh 
kewarganegaraan itu, dapat minta kepada Pengadilan Negeri dari 
tempat tinggalnya untuk menetapkan apakah ia warga-negara Republik 
Indonesia atau tidak menurut acara perdata biasa.

Dari bunyi pasal ini, tentu tidak ada yang tidak baik atau khusus 
diperuntukan bagi kalangan etnis tionghoa. tetapi lihat aturan 
pelaksana dibawahnya spt Peraturan Menteri Kehakiman No. JB3/4/12 
Maret 1978, tentang SBKRI. 

Eniwei, saya tidak akan memperdalam masalah hukum perundangan-
perundangan secara detail kali ini. Saya lebih mau berkutat pada 
politisasi SBKRI yang kamu anggap tidak diskriminatif itu. 

Kekacauan terjadi pada saat seseorang tidak memahami term SURAT 
BUKTI KEWARGANEGARAAN dan SBKRI yang selama ini ramai digugat. 

Sebuah surat Bukti Kewarganegaraan itu mutlak perlu dalam sistem 
ketata-negaraan sebuah negara. Tetapi SBKRI bagi Tionghoa itu adalah 
kebijakan diskriminasi yang berdampak sangat buruk dalam prakteknya. 
Implikasinya selain masalah materi juga psikologis. Orang tionghoa 
merasa dibedakan dari warga-negara lain. 

Surat bukti kewarganegaraan itu bisa akte lahir, KTP dll. Di 
berbagai negara surat bukti kewarganegaraan itu tidak seperti yang 
dialami oleh etnis tionghoa di Indonesia. 

Asas kewarganegaraan Indonesia hanya mengenal dua macam warga-negara 
yaitu WNI dan WNA. Kita juga tidak mengenal adanya stateless. Tetapi 
penyelesaian masalah dwi kewarganegaraan yang dibatalkan secara 
sepihak oleh soeharto menghasilkan penduduk stateless di dalam 
Indonesia. Ironisnya, golongan stateless ini adalah golongan yang 
telah lahir dan menetap di Indonesia selama bergenerasi-generasi. 
Dan RUU Kewarganegaraan yang saat ini dibicarakan di parlement, 
salah 1 tujuannya, adalah menyelesaikan masalah stateless ini. 

Nah, yang dimaksud dengan SBKRI itu adalah 6 jenis formulir plus 
formulir C dan D untuk mereka-mereka yang pernah ikut pemilu 55 dan 
para pegawai negeri, militer dan mereka-mereka yang berjasa untuk 
negara. 

Lantas dibuatkanlah satu buku seperti passport oleh think tank CSIS 
dan direstui oleh soeharto. Dokumen ini kemudian dikenal sebagai 
SBKRI. Tetapi seluruhnya SBKRI itu ada 9 jenis dokumen 
kewarganegaraan. Khusus di jakarta, diperlukan formulir K1 untuk 
membuat KTP. 

Coba bandingkan dengan penduduk lain. Untuk mengurus segala 
keperluan dokument itu bukan hal yang mudah. Selalu ada praktek 
korupsi di lapangan. Itu yang selalu dikeluhkan oleh tionghoa 
miskin. 

Segini dulu, lanjutan pembahasan tentang SBKRI dan kebijakan Mao 
Zedong seperti yang selalu diungkap oleh si martin dari tnet yang 
selalu memakai penjelasan Yusril Izra Mahendra, saya lampirkan di 
posting tersendiri. 

Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Saya pribadi sih enggak percaya ada hubungannya CIA dengan 
ketentuan
 adanya SBKRI di Indonesia. 
 Kalau hubungannya dengan politik luar negri dengan RRC taon 40-50 
an,
 nah saya YAKIN ada, heheheh. 
 
 Dan saya masih tidak yakin penghapusan SBKRI akan bisa 
dilaksanakan. Dan
 masih curiga janji penghapusan ini apa bukan angin surga saja? 
 
 Selain sejarahnya nongol itu surat, diberati pula 
urusan 'politik luar
 negri' termasuk diantaranya yang mengatur hak dan kewajiban negara
 terhadap warganegaranya. 
 
 Jadi harus jelas itu dibedakan mana yang warganegaranya, yang 
merupakan
 tanggung jawabnya dan mana 

[budaya_tionghua] Revisi: UU No. 62/1958= ius sanguis, berstelsel aktif

2006-03-13 Terurut Topik odeon_cafe
Revisi sedikit:

Telah terjadi salah ketik di posting saya untuk ulysee. 

Yang saya maksud adalah UU No. 62/1958 itu berasas ius sanguinis dan 
stelsel aktif. 

Jagi bukan seperti yang saya tulis sebelumnya yaitu :

Paling tidak, itulah pengalaman selama ini dengan menggunakan asas 
ius sanguinis dan stelsel passif yang menjiwai UU. No 62/1958.

Yang benar adalah:

Paling tidak, itulah pengalaman selama ini dengan menggunakan asas 
ius sanguinis dan stelsel AKTIF yang menjiwai UU. No 62/1958.


Mohon pengertiannya.

Thanks
Sub-Rosa II










.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Ulysee dan Mao Zedong

2006-03-13 Terurut Topik odeon_cafe
Dear Ulysee yang baik, 

Kamu adalah seorang pendukung SBKRI atas saran orang-orang Tnet. 
Saya mau sharing dengan kamu masalah ini. Saya tidak tau mana yang 
benar, tetapi tentunya sebagai seorang yang waras seperti kamu tentu 
kamu memiliki landasan berpikir mengapa mengatakan SBKRI itu tidak 
diskriminatif. 

Saya memandang SBKRI itu tidak etis. Nah, mungkin saya salah. untuk 
itu, saya minta kamu juga menerangkan mengapa kamu bilang SBKRI itu 
diskriminatif. 

Ini argumentasi saya…

Salah satu pembelaan terhadap praktek SBKRI adalah argumentasi Pak 
Yusril Izra Mahendra tentang klaim Mao Zedong atas warganegara etnis 
Tionghoa. 

Apakah warisan sejarah itu menjadi dasar dibenarkannya praktek 
SBKRI? Saya katakan jelas TIDAK. 

Tetapi argumentasi pembenaran ini ternyata dimakan oleh begitu 
banyak Tionghoa sehingga banyak yang menjadi kabur atas perjuangan 
sebagian besar sodara-sodara Tionghoa untuk menghapuskan praktek 
SBKRI. 

Patut diakui memang terdapat dilema seputar aturan kewarganegaraan. 
Bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Disebabkan oleh 
ketidak-samaan asas yang diberlakukan di setiap negara. Tetapi 
persoalan itu di negara lain tidak serumit apa yang terjadi atas 
Tionghoa di Indonesia.

Tionghoa pun memiliki masalah kewarganegaraan terkait dengan policy 
RRT dan RI. Tetapi seharusnya, apabila terdapat good political will 
untuk menyelesaikannya, tentu masalah kewarganegaraan ini tidak 
berlarut-larut sampai sekarang. 

Masalah bertambah rumit pada saat kita tidak memiliki BAPERKI lagi. 

Akibat dari asas ius sanguinis yang diberlakukan Tiongkok sejak 
zaman Qing, Sun Yat Sen, Kuomintang sampai RRT. RI ternyata 
menerapkan ius soli lewat UU No. 3/1946. 

Hal ini menjadikan etnis Tionghoa mendapat dwi-kewarganegaraan tanpa 
disadari oleh mereka-mereka yang sudah bergenerasi tinggal menetap 
di Indonesia. Etnis tionghoa tidak pernah meminta 
dwikewarganegaraan. Banyak juga yang tidak sadar bahwa dirinya ber-
dwikewarganegaraan.

Penyelesaian tentang dwi kewarganegaraan yang dimiliki oleh etnis 
Tionghoa di Indonesia dilakukan di tahun 1955 oleh PM Chou En Lai 
dan PM Ali Sastroamidjojo dan menlu Sunario. Dalam proses perjanjian 
tersebut, pemerintah RRT menyerahkan sepenuhnya mekanisme 
penyelesaian kepada pemerintah RI. Hal ini merupakan pertanda good 
will dari RRT untuk menyelesaikan masalah dwi-kewarganegaraan. 

Siauw Giok Tjhan memberi masukan kepada PM Chou. Lantas perjanjian 
penyelesaian dwi kewarganegaraan itu disempurnakan dengan exchange 
of notes. Siauw Giok Tjhan berpendapat bahwa mereka yang pernah ikut 
pemilu, pernah disumpah setia kepada RI spt militer, PNS dan mereka-
mereka yang berjasa untuk RI, orang Tionghoa yang berprofesi tani 
dan nelayan otomatis WNI. Siauw juga menolak stelsel aktif yang 
disepakati oleh perjanjian tersebut. Tapi kemudian tetap saja 
stelsel aktif itu dilakukan. 

Jauh sebelum itu, terdapat argument bahwa kewarganegaraan RI tidak 
harus diobral sedemikian murah untuk orang Tionghoa. sehingga 
stelsel aktif dirasakan baik dan fair. 

Kalau merujuk pada exchange of notes atas saran Siauw Giok Tjhan ini 
maka orang Tionghoa yang ikut serta di pemilu 55, pegawai negeri 
sipil, militer, tani, nelayan, adalah otomatis WNI, tanpa perlu 
mengajukan pewarganegaraan lagi. 

BAPERKI memainkan peran penting dalam praktek lapangan penyelesaian 
dwi-kewarganegaraan. BAPERKI membantu orang-orang Tionghoa untuk 
mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. BAPERKI juga melakukan 
sosialisasi sampe ke pedalaman desa yang tidak mungkin dijangkau 
oleh biro penerangan negara yang bekerja malas-malasan. BAPERKI juga 
tidak memungut bayaran bahkan memberi subsidi penuh bagi tionghoa 
yang tidak mampu bayar materai dll. Seandainya BAPERKI masih ada, 
tentu masalah SBKRI tidak akan terlalu dirasa mengganggu. 

Tetapi perjanjian dwi-kewarganegaraan dibatalkan secara sepihak oleh 
Soeharto. Harry Tjan Silalahi berargument bahwa orde baru konsisten 
dengan aturan kewarganegaraan tunggal. Junus Jahja berkomentar untuk 
menjadi WNI maka orang Tionghoa harus membayar harganya yaitu 
menanggalkan kultur, etnisitas, ganti nama, gak usah lagi merayakan 
imlek dsb. 

Lantas di tahun 78 mulailah SBKRI itu mulai diterapkan. Orang 
Tionghoa, siapa saja, diharuskan memiliki SBKRI. Seharusnya SBKRI 
hanya diberlakukan untuk mereka yang naturalisasi, bukan dari 
etnisitasnya. Anak dari orang yang naturalisasi pun tidak perlu 
memakai atau memiliki SBKRI karena orang tuanya telah naturalisasi. 

SBKRI dirumuskan di gedung CSIS yang dihadiri oleh antara lain 
Sindunata dkk. Atas biaya dari Oom Liem. Lantas keluarlah itu 
Peraturan Menteri Kehakiman No. JB 3/4/12 tanggal 14 Maret 1978. 
awalnya SBKRI hanya diberlakukan di beberapa kota saja. Tidak di 
seluruh penjuru. Tetapi pada akhirnya, tionghoa di seluruh penjuru 
harus punya SBKRI. 

Lantas Oom Liem bagi-bagi duit kepada komunitas Tionghoa di beberapa 
daerah untuk dibuatkan SBKRI. Lalu, Oom Liem dianggap sebagai 
pahlawan 

[budaya_tionghua] Re: SBKRI: Selayang pandang (Menyongsong UU Kewarganegaraan yang Baru).....apa kiatnya?

2006-03-13 Terurut Topik odeon_cafe
saya rasa tidak semudah itu rinto. 

bagaimana dengan kasus walikota semarang
yang secara resmi memberlakukan SBKRI?? 

btw, kamu tau apa gak sih apa itu SBKRI?? 
jangan-jangan sama sekali gak tau juga nih. 

Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Rinto Jiang 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 
 Rinto Jiang:
 
 Kenapa harus mengurus SBKRI? Kita harus tahu bahwa penyertaan 
SBKRI 
 secara resmi sudah dibatalkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 
1996, 
 diperkuat oleh Habibie pada tahun 1999. Bila masih ada oknum2 yang 
 nakal, itu oknum, itu karena di Indonesia pengertian hukum itu 
masih 
 rendah. Mayoritas dari kita selalu ingin cepat, mudah dan tidak 
repot, 
 konsekuensinya, uang pelicin. Ini yang sebenarnya menjadi sebab 
utama 
 mengapa SBKRI masih terus menjadi permasalahan, bukan karena 
oknum2 itu 
 peduli akan keamanan negara, takut si A itu WNI palsu (Cina 
Malaysia) 
 yang mau bikin KTP dan paspor Indonesia biar mulus dalam usaha 
menebang 
 hutan di Kalimantan, bukan !. Yang ada di dalam otak oknum2 tadi 
adalah, 
 bila yang datang orang Tionghoa, maka mereka  punya kesempatan 
untuk 
 memanfaatkan SBKRI untuk melakukan pemerasan legal.
 
 Saya dari dulu sudah mulai menghimbau seluruh orang yang peduli 
akan 
 negeri ini untuk melakukan aksi, jangan cuma berkoar2 di milis 
 menghujat2 pemerintah atau oknum2 yang korup. Bagi yang punya 
waktu, 
 cobalah untuk mengurus surat2 lewat jalan resmi, jangan lewat 
belakang 
 atau lewat calo2. Bila dimintai SBKRI, jangan kasih, tunjukkan 
fotocopy 
 Inpres dan Keppres yang sudah membatalkan keharusan menyertakan 
SBKRI 
 bila mengurus surat2. Fotocopy itu ada di bagian Files milis, 
boleh 
 didownload sendiri.
 
 Konteks memberantas oknum2 seperti ini ada 2 macam, top-down dan 
 bottom-up. Top-down adalah niat pemerintah untuk melaksanakan 
penegakan 
 hukum, sedangkan bottom-up adalah usaha kita, para korban 
pemerasan 
 untuk melakukan perlawanan kecil. Top-down boleh dengan cara 
 melaporkan sang oknum kepada atasan atau telepon hotline SBKRI 
yang saya 
 kurang tahu masih aktif atau tidak.
 
 Namun, daripada mengharapkan niat pemerintah, lebih baik kita 
berusaha 
 sendiri, tidak usah mengharapkan hasil dahulu, yang penting oknum2 
tadi 
 tahu bahwa kita sudah muak. Dengan demikian, mudah2an oknum2 tadi 
pelan2 
 akan sadar bahwa orang Tionghoa bukan sapi2 perahan yang tetap 
tinggal 
 diam bila digertak dan diperas.
 
 Tapi, sebaliknya, bila kita di satu pihak juga mendapat keuntungan 
dari 
 kolusi (orang memeras, kita menyuap), maka kita tak berhak 
menyumpahi 
 sang oknum, karena ini adalah mutualisme.
 
 
 Rinto Jiang









.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re:Rinto Re: SBKRI: Selayang pandang (Menyongsong UU Kewarganegaraan yang Baru).....apa kiatnya?

2006-03-13 Terurut Topik odeon_cafe
Oom Chan, 

Saya juga bingung dengan kebijakan kewarganegaraan yang diterapkan 
oleh RI pasca UU No.3/1946 yang berasas ius soli dan stelsel passif. 

Logikanya, apabila sebuah aturan lama dirasakan tidak akomodatif, 
menimbulkan kekacauan maka aturan baru dibentuk. 

Tetapi nyatanya, pemberlakuan UU No.3/1946 tidak menimbulkan 
masalah, paling tidak sebesar penerapan UU No.62/1958. terlebih lagi 
pada saat orde baru melaksanakan UU No.62/1958 dengan konsekuen 
menurut Harry Tjan Silalahi. 

Pemerintah pasca reformasi, terutama pada saat Yusril Izra Mahendra 
menjabat menteri malah menyalahkan Mao Zedong. Sedangkan Yusril ini 
profesor dan ahli hukum. 

Padahal, PM Chou En Lai telah menunjukan itikad baik dan tidak lagi 
mengklaim etnis Tionghoa di Indonesia sebagai warganegara Tiongkok. 
PM Chou menyerahkan seluruh mekanisme dan keinginan dari pemerintah 
RI yang ia kira akomodatif karena pemimpinnya Soekarno. 

Syukur sekarang ini sedang diupayakan pembenahan UU Kewarganegaraan. 
Saya lihat Pak Slamet Efendy Yusuf, Beni H. Karman sangat terbuka. 
Terlebih lagi pada saat Ibu Nursyahbani masuk Panja. Mahfud MD pun 
sangat revolusioner pemikirannya. Mordaya Poo agak bingung. 
Beruntung masih ada Rudyanto Chen, Tionghoa Bangka dari Fraksi PDI-P 
yang jadi anggota Pansus kewarganegaraan. 

Semoga UU Kewarganegaraan kita nanti bisa lebih akomodatif. 
Sekalipun, tampaknya ius sanguinis masih tetap dipegang sebagai asas 
primer. Hanya saja penekanan kategori asli dan tidak asil akan 
dihapus. Jadi semua orang yang lahir di Indonesia dinyatakan WN 
asli. 

Tapi UU Kewarganegaraan ini belum tentu menyelesaikan semua masalah. 
Kalau aturan pelaksana di tingkat lebih bawah mulai dari PP sampe 
kelurahan tidak diubah. Kalau catatan sipil masih pake UU Belanda 
yang membagi 3 golongan penduduk menurut etnisitas tidak dicabut 
maka problem kewarganegaraan ini masih akan berlanjut. 


Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ChanCT [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Kalau boleh saya ikut nimbrung, memberikan sedikit pendapat, ya. 
Untuk dipikirkan bersama:
 1. Lebih baik kita tidak mempersoalkan munculnya SBKRI ditahun 58 
ada tidak latar belakang CIA. Katakanlah itu muncul dari pemerintah 
RI sendiri saja;
 
 2. Bagaimanakah sebaiknya kita memperlakukan jutaan etnis Tionghoa 
yang sudah hidup ratusan tahun di Nusantara ini? Sebanyak mungkin 
bisa diperlakukan sebagai warganegara Indonesia atau sebanyak 
mungkin dijadikan warganegara asing (Tiongkok)? Pertentangan 
pendapat ini, semula pejuang-kemerdekaan RI telah menetapkan jawaban 
pertama, yaitu menghendaki sebanyak mungkin etnis Tionghoa menjadi 
warganegara Indonesia, dengan prosedur yang paling sederhana. UU 
Kewarganegaraan tahun 46 telah menetapkan berasaskan ius Soli, 
tempat kelahiran yang menentukan seseorang sebagai warganegara 
Indonesia. Dan yang dijalankan adalah stelsel pasif, artinya, semua 
etnis Tionghoa yang lahir di Indonesia dinyatakan otomatis menjadi 
warganegara Indonesia, kecuali menggunakan hak repudiatie yang 
diberi waktu 2 tahun untuk menolak warganegara Indonesia dan menjadi 
warganegara Tiongkok, atau setelah dewasa mengajukan penolakan 
warganegara Indonesia dan menyatakan menjadi warganegara Tiongkok.
 
 Tapi, pihak pemerintah Tiongkok Nasionalis ketika itu yang 
berasaskan ius Sanguinus, berkeras mengklaim etnis Tionghoa, orang-
orang yang berdarah Tionghoa juga sebagai warganegara Tiongkok. Dan 
adanya sementara pejabat pemerintah RI yang juga berkeinginan lebih 
banyak etnis Tionghoa menjadi nasing, maka keputusan UU No.3 tahun 
46 itu selalu dimentahkan kembali, dan akhirnya dikeluarkan UU No.62 
tahun 58 itu, yang menuntut etnis Tionghoa lebih dahulu memilih 
menjadi warganegara Indonesia, diberlakukan stelsel aktif. Jadi, 
etnis Tionghoa di Indonesia baru menjadi warganegara Indonesia 
setelah maju kedepan pengadilan negeri dan mendapatkan SBKRI!
 
 PM Zhou En-lai yang mewakili RRT dalam perundingan Dwi 
Kewarganegaraan RI-RRT, sudah dengan tegas menyatakan: sepenuhnya 
menyerahkan kebijaksanaan pada Pemerintah RI untuk menetapkan siapa 
yang diharuskan memilih kembali kewarganegaraan Indonesia, dan 
sepenuhnya memberikan hak pada setiap etnis Tionghoa untuk 
menentukan pilihannya. Bahkan secara tidak resmi, PM Zhou 
menganjurkan etnis Tionghoa menjadi warganegara Indonesia, yang baik-
baik yang patuh dan mentaati UU pemerintah RI. Jadi, saat itu, 
Pemerintah Tiongkok juga sudah tidak berkeras mengklaim etnis 
Tionghoa sebagai warganegara Tiongkok lagi, sepenuhnya menyerahkan 
kebijaksanaannya pada pemerintah RI!
 
 Banyak masalah yang timbul dengan diberlakukannya stelsel 
aktif, diharuskannya etnis Tionghoa lebih dahulu maju kedepan 
pengadilan negeri untuk mendapatkan SBKRI. Karena semua oarang dari 
golongan etnis Tionghoa segera berubah menjadi asing, sebelum 
mendapatkan SBKRI! Pemerintah RI tidak memperhitungkan begitu 
banyaknya, jutaan orang harus maju seketika kedepan pengadilan 
negeri baru bisa jadi 

[budaya_tionghua] Re: (oot) Tolak dan Revisi RUU Anti Pornografi/Pornoaksi

2006-03-12 Terurut Topik odeon_cafe
Bung Steve 75, 

Indonesia sepenuhnya negeri milik kita. Tionghoa pun punya saham di 
negeri ini. Banyak contoh partisipasi golongan Tionghoa dalam 
kelahiran NKRI. 

Contohnya, Angkatan Muda Tionghoa yang dipimpin oleh Siauw Giok 
Tjhan dan Go Gien Tjwan ikut perjuangan 10 November di Surabaya. 

Tionghoa juga tercatat dalam kisah kelahiran konstitusi NKRI. Mulai 
dari badan BPUPKI sampai PPKI. Tionghoa tidak dapat dilepaskan dari 
perjalanan NKRI. Sekalipun banyak sekali usaha-usaha untuk 
memisahkan Tionghoa dari NKRI. 

Dahulu, di zaman Soekarno, catatan negara masih tertera nama-nama 
Tionghoa spt Tan Po Goan, Siauw Giok Tjhan, Ong Eng Die, Lie Kiat 
Teng, Oei Tju Tat dsb. Bahkan pernah ada tanda tangan dengan nama 
Tionghoa di lembaran uang negara Indonesia. 

Baru kemudian di era Soeharto dengan segala bentuk 
pemaksaan `asimilasi' yang diprovokasi oleh LPKB (pimpinan K. 
Sindhunata) yang didukung oleh Partai Katolik (Harry Tjan Silalahi) 
maka Tionghoa seakan tidak memiliki peran apa pun kecuali sebagai 
golongan perusak ekonomi. Bertambahlah kebencian masyarakat terhadap 
golongan Tionghoa. kebencian itu terus meradang pada saat segolongan 
elite Tionghoa yang menamakan diri sebagai cina orde baru 
melancarkan fitnah terhadap Tionghoa dengan berbagai macam provokasi 
spt tidak mau gaul, tidak mau kawin campur, selalu menonjolkan 
kecinaannya dsb. 

Pengakuan jujur cina pembohong ini mengkonfirmasi alasan kebencian 
irasional masyarakat menjadi sikap rasional wajar. 

Ganti nama merupakan kebijakan buruk yang menambah proses 
penghilangan partisipasi Tionghoa di negeri ini. Hasil akhirnya, 
Tionghoa tidak dikenal lagi secara formal. Padahal kenyataannya 
etnis Tionghoa masih eksis dalam interaksi sehari-hari. 

Apabila susi susanti memakai nama Tionghoa-nya maka kebaikan orang 
Tionghoa akan lebih dikenal. Begitu juga Brigjen Tedy Jusuf. 
Seandainya beliau memakai nama Tionghoa tentu saja, akan tercatat 
lebih jelas bahwa ada etnik Tionghoa yang berhasil jadi brigadir 
jenderal angkatan darat. 

Seandainya, Arief Budiman mengikuti jejak adiknya, Soe Hok Gie, 
dengan tidak mengganti nama Soe Hok Djin-nya maka tentu saja 
Indonesia akan lebih memiliki tokoh Tionghoa. 

Kwik Kian Gie, terlepas dari kesalahannya pernah mendukung Bakom PKB 
dan Prasetya Mulya, walau bagaimana pun membantu pembangunan citra 
positif tentang Tionghoa. 

Sub-Rosa II




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, steeve haryanto 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Tanggapan:
 Kan benar juga ujungnya mereka juga yang teriak,:)
 sangat memalukan sekali...entahlah kawan mau dibawa
 kemana negara ini.Mereka menganggap bahwa ini negara
 adalah negara hasil mereka sendiri, mentang - mentang
 mereka jumlahnya besar dan tidak tersentuhkan.
 
 __
 Do You Yahoo!?
 Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
 http://mail.yahoo.com








.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: (oot) Tolak dan Revisi RUU Anti Pornografi/Pornoaksi

2006-03-12 Terurut Topik odeon_cafe
Bung Bukhari saleh benar, 

Untuk memperjuangkan perikehidupan golongan Tionghoa-Indonesia 
mestinya tidak diartikulasikan dengan nada-nada emosi. Tetapi bung 
Bukhari juga saya minta tidak terlalu membesar-besarkan ungkapan 
seorang kawan sebagai salah satu bentuk `nada-nada emosi'. 

Saya rasa, ungkapan bung Steve hanyalah bentuk KEPRIHATIANNYA 
terhadap apa yang terjadi di negeri ini. Tentunya sikap ini didasari 
oleh kasihnya terhadap negeri ini. Kalau tidak ada kasih tentu tidak 
akan perhatian toch. 

Pembacaan saya terhadap tulisan Bro. Steeve bukan masalah tanda 
tangan di kain putihnya yang agak-agak memalukan. Tetapi pemaksaan 
yang terselip dari aksi tersebut. Secara serampangan RUU APP ini 
diklaim menjadi kepentingan islam. Dengan banyak-nya tokoh agama 
yang mendukung RUU APP ini dengan mengangkat argument dan mengutip-
utip ayat-ayat suci. Mengesankan bahwa RUU APP ini adalah RUU yang 
membela kepentingan golongan islam. Hasilnya, bisa-bisa mereka yang 
menentang RUU APP disinyalir anti-islam. Padahal ini tidak benar. 

Hal ini persis sewaktu RRT membantu pemerintah Soekarno dalam 
menghadapi pemberontakan PRII/Permesta. Lantas gerakan bawah tanah 
masyumi dan PSI semerta-merta memprovokasi bahwa Tionghoa itu musuh 
islam. 

Saya rasa, hal ini penting juga diperhatikan oleh Bung Bukhari Salah 
sebagai salah satu sesepuh masyarakat milis Budaya Tionghoa ini. 

Sub-Rosa II




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 Kalau cuma seribu orang kumpul di satu tempat, orasi, tandatangan 
di kain
 putih, apanya yang memalukan, dan apanya yang mau dibawa ke mana 
negara
 ini? Jumlahnya juga tidak besar.
 Toh yang dilakukan pihak yang menentang RUU APP juga persis sama 
seperti
 itu, hanya mungkin beda tempat, yang satu di Al Azhar, satunya 
lagi di
 Bundaran HI. Jumlahnya juga lebih besar, kalau misalnya kita lihat 
yang
 terjadi di Denpasar.
 
 Banyak fakta seputar RUU APP yang lebih bisa ditonjolkan sebagai 
argumen
 untuk menolaknya. Seperti istilah pornoaksi-nya itu sendiri. 
Lalu sudah
 adanya semua isi RUU ini di KUHP. Juga batasan porno yang sempit 
tetapi
 multi-tafsir. Dan sebagainya, dan lain-lain.
 Kalau cara-cara mendukungnya atau menolaknya, gegap gempita 
sekalipun,
 sepanjang tidak anarkis, itu sah-sah saja.
 
 Untuk kesekian kalinya saya sarankan kita musti bicara lebih 
berdasarkan
 fakta dan mengurangi emosi di milis ini. Much, much more effective 
untuk
 Indonesian-Chinese cause yang hendak kita bawakan!
 
 Wasalam.









.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] SPLIT PERSONALITY

2006-03-12 Terurut Topik odeon_cafe
SPLIT PERSONALITY
Oleh: Kenken

LIE TEK TJENG, seorang akademisi terkemuka di zaman Orde Baru, dalam 
makalah Tentang Asimilasi (1967) yang disampaikan pada Seminar 
Angkatan Darat 1966 menyatakan …orang Tionghoa yang setelah 1945 
menjadi warga negara Indonesia dapat digambarkan sebagai penderita 
sakit jiwa, split personalities, dalam arti bahwa mereka tidak 
mempunyai orientasi tegas kepada serta identifikasi penuh dengan 
Indonesia…. Tentunya, Dr. Lie Tek Tjeng tidak sedang mengkaji 
persoalan medis melainkan sedang mencoba mengupas fenomena sosial-
politik tentang relasi antara identitas etnis orang Tionghoa dengan 
identitas kewarganegaraan Republik Indonesia. Makalah ini menjadi 
menarik pada saat Dr. Lie Tek Tjeng menggunakan penggambaran 
penyakit medis yaitu split personalities untuk menerangkan persoalan 
politik. 

Term split personality muncul di abad 19 setelah Louis Stevenson 
menulis cerita tentang seorang manusia dengan dua karakter 
kepribadian berbeda yaitu Dr. Jackle dan Mr. Hyde. Term split 
personality muncul kembali dalam pembahasan popular di tahun 1957 
lewat buku The Three Faces of Eve karya C. H. Thigpen dan H. M. 
Checkley. Di tahun 1984, Thigpen dan Checkley menulis bahwa mereka 
meragukan adanya split personalities dalam dunia kenyataan. 

Split personalities, dalam dunia psikologi dikenal sebagai penyakit 
kejiwaan. Beberapa orang mengaitkan split personality dengan bipolar 
disorder atau manic depression, sebuah gangguan otak yang ditandai 
oleh perubahaan suasana hati yang drastis. Di Amerika, penderita 
penyakit ini diperkirakan berjumlah sekitar 2,3 juta orang. Penyakit 
ini berasal dari rusaknya fungsi biologis yang berakibat pada 
kelainan psikologis. Para peneliti bersepakat bahwa penyakit ini 
tidak disebabkan oleh faktor tunggal melainkan disebabkan oleh 
beberapa faktor yang bekerja secara bersamaan. Tetapi para ahli 
psikologi sampai saat ini belum mencapai kata sepakat tentang 
penyimpulan akhir peyakit ini. 

Pendapat lain mengaitkan split personality dengan penyakit 
schizophrenia yang diderita oleh 1% penduduk USA. Sebuah polling 
yang dilakukan oleh National Organization on Disability in the USA 
menyimpulkan 2/3 responden percaya bahwa split personality adalah 
salah satu penyakit schizophrenia. Tetapi, kemudian, dunia 
kedokteran menyangkal adanya kaitan antara split personality dengan 
schizophrenia. 

Kembali ke makalah Dr. Lie Tek Tjeng tentang penggambaran penyakit 
split personalities yang diderita oleh orang Tionghoa di Indonesia. 
Di samping secara sepintas mengulas masalah kewarganegaraan, lebih 
jauh, Dr. Lie Tek Tjeng membahas masalah chinese culturalism yang 
diasumsikannya sebagai salah satu penyebab split personalities orang 
Tionghoa. Di samping sebab-sebab lain seperti warisan politik 
segregatif pemerintah kolonial Belanda, identifikasi orang Tionghoa 
sebagai kalangan the have, dll. 

Dr. Lie Tek Tjeng mempertentangkan antara identitas etnis, ekspresi 
budaya Tionghoa versus identitas politik yaitu status 
kewarganegaraan Republik Indonesia. Tentunya, pada saat deklarasi 
pembentukan NKRI tidak pernah disebutkan syarat-syarat untuk 
mengganti latar belakang etnisitas (karena tidak mungkin!) dan 
menanggalkan ciri-ciri khas kebudayaan untuk menjadi warganegara 
Indonesia. Justeru NKRI menjamin keberagaman yang tercitra dalam 
semboyan Bhineka Tunggal Ika. 

Masalah baru timbul pada saat terjadi pembiasan persepsi antara 
identitas etnis dan identitas politik (status kewarganegaraan). 
Pembiasan ini mengakibatkan split personalities tampak menjadi 
fenomena konkrit. Terlebih lagi apabila Indonesia dipersepsikan 
sebagai negara suku dan bukan sebagai negara bangsa (nation state) 
yang terdiri dari berbagai etnis dan budaya. Masalah bertambah rumit 
pada saat faktor etnisitas dibenturkan dan dikesankan bersifat 
antagonis serta saling menegasi terhadap identitas kewarganegaraan 
atau sebaliknya. 

Kiprah para tokoh Tionghoa generasi pendiri NKRI dapat membuktikan 
bahwa faktor etnisitas tidak berkontradiksi dengan identitas 
kewarganegaraan. Sehingga split personalities sebenarnya agaknya 
hanya merupakan bayangan semu. Contohnya, kehadiran Siauw Giok Tjhan 
sebagai sekertaris delegasi dalam Konferensi Inter Asia I di India. 
Pada konferensi itu, Siauw menolak asumsi tentang Indonesia yang 
dilontarkan oleh delegasi Koumintang. Sekalipun terdapat kesamaan 
latar belakang etnisitas antara Siauw dengan delegasi Koumintang 
tersebut tetapi political-stand keduanya berbeda. 

Baik dalam tataran individu maupun golongan, sejarah mencatat bahwa 
faktor etnisitas tidak menghalangi generasi pendahulu Tionghoa untuk 
mendukung berdiri-tegaknya NKRI. Turut sertanya Angkatan Muda 
Tionghoa yang dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan dan Go Gien Tjwan dalam 
perjuangan 10 November 1945 di Surabaya bersama-sama dengan laskar 
Bung Tomo merupakan salah satu contoh. Mungkin sukar dipercaya namun 
terdapat warga negara dengan nama Ong Eng Die dan Lie Kiat Teng 
pernah 

[budaya_tionghua] Re: Orang Cina ada dan mau yang jadi PNS?

2006-03-09 Terurut Topik odeon_cafe
Ya, bung JT benar bahwa sejak zaman orde baru
pun terdapat etnis Tionghoa yang menjadi 
pegawai negeri. Dirjen agama budha yang pernah
dijabat oleh Dr. Krisnanda Wijayamukti yang
seorang etnis tionghoa adalah contoh tambahan
untuk membenarkan uraian bung JT. belum lagi
kalau menyebut anggota MPR spt Ibu Hartati
Murdaya atau Eki syahrudin dari golkar. Bob Hasan
yang diangkat menteri di kabinet terakhir suharto
tentu berstatus pegawai negeri juga. 

para peniliti LIPI spt Mely G. Tan, Ibu Pauline
dll juga tercatat sebagai PNS. dan jangan lupa,
Purn. Brigadir Jenderal Tedy Jusuf yang saat ini
Ketua Umum PSMTI itu juga tionghoa. ternyata ada
juga lah etnis tionghoa yang menjadi PNS. 
begitu juga para pengurus Bakom PKB yang bernaung
di bawah lembaga pemerintah dan tentunya juga
tionghoa-tionghoa yang masuk dalam jajaran BKMC
yang statusnya jelas menjadi intel menginteli
aktivitas komunitas Tionghoa.   

tidak juga ada aturan tertulis yang melarang
etnis tionghoa untuk menjadi ABRI, PNS, anggota
par-pol dsb. persis sama dengan 'aturan tidak resmi'
jabatan rektor yang harus almameter universitas
bersangkuta. contohnya, untuk menjadi rektor Unair
diharuskan alumnus Unair juga. sekalipun, tidak
ada 'aturan tertulis' tetapi dalam prakteknya
rektor Univ. Indonesia ya harus alumnus UI. tidak
bisa alumnus UI menjadi rektor ITB. 

tetapi perlahan-lahan, perilaku diskriminatif ini
sedang diubah oleh kalangan akademisi. sampai
di mana keberhasilannya, saya tidak tau. tapi
saya mendoakan semoga praktek diskriminasi 'tak
tertulis' spt ini agar cepat berakhir. 

yang berbahaya dan selalu dikeluhkan oleh sebagian
kalangan Tionghoa adalah praktek diskriminasi
'tak tertulis'. gus dur mengkonfirmasi diskriminasi
'tak tertulis' tersebut. begitu juga dengan anggota
DPR dari fraksi PKS, Fahri Hamzah, dengan pernyataan
bahwa praktek rasialis dan diskriminasi begitu sulit
untuk dibuktikan tetapi sangat mudah dirasakan.

saya setuju dgn JT bahwa yang paling penting adalah
faktor menyesuaikan diri sebaik mungkin. contohnya JT
kalau di milis t-net menggunakan istilah CINA dan
menentang abis istilah TIONGHOA. tetapi di milis
budaya-tionghoa memakai istilah TIONGHOA karena mainstream
budaya-tionghoa lebih prefer menggunakan istilah TIONGHOA. 
karena sesuai dengan nama milisnya, budaya-tionghoa bukan
cina-net. 

sekalipun, tidak menjadi jaminan dan tidak ada
sangkut pautnya antara rasialisme anti-tionghoa dan
penyesuaian diri sebaik mungkin. setau saya,
alvin lie, anggota DPR dari PAN, tlah bertindak
baik, tidak sombong dan tertib. 

tetapi pernah suatu kali karena perdebatan seru di
ruang sidang, alvin lie dimaki 'CINA' juga. begitu juga
Pak Kwik Kian Gie yang sangat nasionalis dan PDIP itu.
pernah mau ditembak oleh Hariman Siregar dan dimaki
'si cina' dengan kasar. padahal, pak Kwik Kian Gie itu
tentu sangat santun di jajaran politisi. terlepas
dari pernah sangat aktif di bakom PKB dan Prasetya Mulya. 

pertanyaan mendasar saya adalah apakah orang Tionghoa
itu baru dikatakan cinta indonesia dan loyal terhadap
NKRI kalo sudah jadi tentara atau PNS??

Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, jt2x00 [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Koreksi untuk anda. Pada jaman Orba sekalipun, orang Tionghoa yang 
 menjadi PNS cukup banyak, terutama di lingkungan Depkes dan 
Depdiknas 
 (dulu Depdikbud).
 
 Perlu anda tahu, sampai dengan sekitar tahun 2000 (tepatnya saya 
 lupa), semua dokter otomatis jadi PNS Depkes dan Wajib Kerja ke 
 daerah2. Semacam ikatan dinas untuk jangka waktu tertentu, 
sesudahnya 
 boleh pilih, tetap menjadi PNS atau mengundurkan diri. Setelah 
 perubahan sistem dan diperkenalkannya dokter PTT, dokter tidak 
lagi 
 otomatis jadi PNS. 
 
 Di bidang pendidikan juga sama. Dosen PTS yang sudah memiliki akta 
 mengajar, otomatis menjadi PNS Depdiknas yang dipekerjakan di PTS  
 tsb. Bukan hanya dosen PTN saja yang bisa jadi PNS. Mereka 
mendapat 
 gaji pokok + tunjangan fungsional dari pemerintah/Kopertis sesuai 
 dengan jenjang kepangkatan yang berlaku, sama seperti dosen PTN 
atau 
 PNS yang lain. Kalau PTS ybs akan membayar total gaji dosen tsb 
lebih 
 tinggi dari gaji PNS, PTS tsb tinggal menambah kekurangannya saja.
 
 Di lingkungan PNS dikenal 2 macam jabatan. Jabatan fungsional 
sesuai 
 dengan keakhliannya, dan jabatan struktural yaitu jabatan sesuai 
 dengan birokrasi dalam organisasi tsb. PNS yang Tionghoa, umumnya 
 lebih banyak mengambil jabatan fungsional, yang waktunya tidak 
 terlalu terikat sehingga masih bisa melakukan kegiatan lain di 
 luaran. Tapi tidak berarti tidak ada PNS Tionghoa yang memegang 
 jabatan struktural.
 
 Orang Tionghoa yang menjadi PNS, apalagi yang memegang jabatan 
 struktural, kebanyakan sudah tidak mempersoalkan lagi ke-
 Tionghoaannya. Bahkan teman2 sekantornya yang pribumi banyak yang 
 tidak tahu kalau dia Tionghoa, karena umumnya sudah tidak 
menggunakan 
 nama 3 huruf, apalagi yang pisiknya tidak terlalu kentara sebagai 
 orang Tionghoa. 
 
 Apakah mereka didiskriminasi di 

[budaya_tionghua] Re: Orang Cina ada dan mau yang jadi PNS?

2006-03-09 Terurut Topik odeon_cafe
setau saya, jabatan menteri, anggota dewan
juga masuk PNS. sekalipun, saya setuju dengan
Min Hui bahwa jabatan menteri dan anggota
DPR itu jabatan politis bukan jabatan birokrasi
karir. 

tetapi anggota DPR juga dapat pensiun dari negara.
dan menurut Bapak Trimedya Panjaitan (PDIP), kepada saya
dalam satu diskusi, bahwa dirinya adalah PNS. 

jadi, saya menarik asumsi bahwa Pegawai Negeri itu 
adalah golongan besarnya lantas dibagi lagi menjadi 
sub-sub. yaitu jabatan politis dan birokrasi sipil.
ada juga pembagian pegawai negeri sipil dan militer.

Pangab juga jabatan politik. tetapi masuk juga jadi
Pegawai Negeri. 

pengertian MIn Hui tentang PEGAWAI NEGERI itu apa ya?
kalo saya sih beranggapan bahwa mereka yang digaji oleh
negara itu disebut pegawai negeri. kalau pegawai swasta
ya digaji oleh institusi swasta. 

Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Min Hui [EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 [MH]
 
 Maaf, setahu saya jabatan seperti walikota, wakil walikota, anggota
 DPR/MPR/DPD hingga menteri adalah jabatan politik bukan jabatan 
karir PNS
 dimana bisa saja diisi oleh yang bukan PNS.
 
 
 CMIIW
 
 
 MH









.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] satu lagi buat Min Hui dkk

2006-03-09 Terurut Topik odeon_cafe
Oh ya, satu lagi Min Hui. 

Menteri-menteri itu tidak digaji oleh pemerintah. Karena mereka 
masuk dalam jajaran eksekutif. Sehingga mereka adalah PEMERINTAH. 
Menteri-menteri bahkan tidak digaji oleh presiden. Karena presiden 
adalah kepala eksekutif. Presiden dan menteri digaji oleh NEGARA 
dari sumber APBN atau simple-nya uang rakyat. Sekalipun, seringkali 
pemerintah menetapkan besaran gaji mereka sendiri tanpa persetujuan 
rakyat, tentunya. 

Sehingga kalau Min Hui kecam atau mempertanyakan kredibilitas 
seorang menteri spt Bob Hasan maka Min Hui tidak sedang mengecam 
NEGARA. Tapi kecam pemerintah. Persis sama dengan Tylla Subiantoro 
yang mengkritisi pemerintah bukan BANGSA INDONESIA atau NKRI. Karena 
tidak bisa pemerintah (apalagi jajaran eksekutif saja) mempersamakan 
diri dengan NEGARA. 

Semoga tambah jelas ya.

Sub-Rosa II


Min Hui wrote:

 Menteri, sama saja bisa dari PNS, bisa pengusaha jadi menteri, 
bisa teknorat
 jadi menteri. Sugiharto atau Laksamana Sukardi misalnya. Mereka 
professional
 pasar yg sudah teruji sehingga diangkat jadi menteri. Bob Hasan, 
hehe saya
 kok ga yakin, dia pernah ngisi formulir dan ikut ujian PNS. 
Mereka, menteri2
 ini digaji pemerintah sebagai putra-putri terbaik bangsa yg 
diharapkan dapat
 membantu pemerintah yg sedang berkuasa mencapai cita-cita bangsa 
dan negara
 (mudah-mudahan :))
 
 
 
 
 MH









.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Danardono Re: Di era Orba, TNI tutup pintu bagi etnis TIonghoa.

2006-03-09 Terurut Topik odeon_cafe
Rene Chen, 

Saya hanya tidak bisa menemukan kesamaan antara `asimilasi' LPKB 
dengan RBKP di Tiongkok. Agaknya, rene chen juga hendak memperlebar 
tema diskusi. Ujung-ujungnya bisa jadi debat kusir yang tidak ada 
sangkut-paut dengan esensi diskusi awal. Bisa-bisa kita saling 
menuding secara pribadi dengan keras. 

Begini, 

RBKP bagi saya adalah sebuah usaha untuk memunculkan sebuah 
kebudayaan baru. Terlepas dari apakah benar atau salah gerakan ini. 
Secara pribadi maupun politis, saya menolak dan tidak mendukung 
praktek RBKP itu. Namun, tidak ada unsur etnic cleansing di sana. 
RBKP jelas merupakan gerakan politik. Satu-satunya golongan yang 
MUNGKIN hendak dieliminir adalah golongan borjuasi. Tetapi golongan 
ini bukan dalam frame etnis tetapi masuk dalam kategori kelas 
sosial. Dibenarkannya atau ditolaknya gerakan ini saya serahkan 
kepada masing-masing penilai. 

Sedangkan `asimilasi' LPKB dan penerapan formalnya juga merupakan 
gerakan politik, sebuah usaha memberangus sebuah kultur sekalipun 
diungkapkan dengan malu-malu tapi tegas dalam tataran juridis, dan 
dengan jelas mengarah pada etnic-cleansing. 

Adanya faktor kesamaan antara keduanya tentu bukan sesuatu yang 
istimewa. Tentang pelanggaran HAM yang sama-sama dilakukan oleh 
kedua gerakan (dengan intensitas yang berbeda) bukan sesuatu yang 
dapat ditarik kesimpulan keterkaitan keduanya. Kalau Cuma 
berdasarkan kisah-kisah pelanggaran HAM maka kita juga pake 
referensi Polpot. Tapi di mana korelasinya??  

Berbeda apabila ulysee mengaitkan `asimilasi' LPKB dengan konsep The 
Melting Pot yang pernah diuji cobakan di amerika. Secara konsepsi 
keduanya sama. Dasar filosofis dan orientasinya pun sama. Nah, kalau 
kita hendak belajar lebih jauh untuk menemukan solusi untuk `masalah 
Tionghoa' maka sudah pasti kita mesti mencari referensi dari 
pengalaman yang lebih memiliki kaitan. 

Bagaimana konsep The Melting Pot membawa kerusakan bagi tatanan 
sosial Amerika dan pemahaman tentang kesetaraan dan penghormatan 
terhadap HAM. Tentang pengaruh dan dampaknya serta gugatan dari 
generasi muda Amerika terhadap konsep The Melting Pot ini patut 
dipelajari DALAM MEMBAHAS `ASIMILASI' LPKB. 

Kalau kita mau belajar melakukan revolusi maka tentu saya setuju 
untuk membahas tentang RBKP itu. 

Jadi saya harap menjadi jelas, bahwa tidak ada itikad guru-menggurui 
dalam hal ini. Sekedar beropini dan hendak mengembalikan tema 
diskusi pada tema awal. Atau anda dapat melihat korelasi 
antara `asimilasi' LPKB dan RBKP? Tolong dijelaskan kalau begitu. 
Karena saya tidak mengerti. 

Sub-Rosa II


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, rene chan [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 
 Ketika saya ingin mengajar/menggurui seseorang,biasa nya akan saya
 lakukan di tempat yg private.
 Melakukan di depan umum hanya akan menerbitkan persepsi satu 
diantara dua;
 
 ++ mencoba mempermalukan yg di guruin, dengan memper rendah status,
 
 ++ atau mengangkat status diri sendiri sbg yg 'lebih tahu'
 
 Tentunya masing2 rekan2 di milis mempunyai kemampuan untuk 
memberikan
 penilaian sendiri2, persepsi yg mana dari kedua persepsi tsb yg 
telah
 terjadi ...
 
 salam dirgahayu
 rc
 
 
 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@
 wrote:
 
  saya rasa, ulysee harus belajar berdiskusi
  yang benar. dalam artian tidak keluar dari
  tematik diskusi.
  
  contohnya, apa hubungan antara perilaku
  antagonis Sindhunata LPKB dengan RBKP di
  Tiongkok?? sebagai referensi pun keduannya
  tidak bisa dihubung-hubungkan, secara ilmiah
  tentunya. kalau secara logika macet ala
  ulysee ya mungkin saja. 
  
  kalau mengaitkan konsep 'asimilasi LPKB
  dengan teori 'The Melting Pot' karya
  Israel Zangwill mungkin bisa ketemu kaitannya. 
  juga melihat dampak dan ditinggalkannya
  teori 'the melting pot' oleh keturunan
  anglo saxon saat ini. bedanya hanya di penekanan
  politik yang amat kental pada praktek LPKB. 
  konghucu salah satu korban tergila mereka. 
  beruntung saat ini konghucu masih tetap
  eksis. 
  
  
  Sub-Rosa II
  
  
  
  
  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee ulysee@ wrote:
  
   
   Tanya: 
   Lebih radikal mana, kalau dibandingin sama revolusi kebudayaan 
di
   tiongkoknya sendiri, Broer? 
   
   -Original Message-
   From: ChanCT [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
   Sent: Wednesday, March 08, 2006 10:55 AM
   To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
   Subject: [budaya_tionghua] Re: Danardono Re: Di era Orba, TNI 
tutup
   pintu bagi etnis TIonghoa.
   
   
   Memang luar biasa kalau begitu orang yang kemudian menamakan 
diri
   Shindunata itu, ya. Begitu keras dan radikalnya usaha 
menghapuskan 
  apa
   saja yang berbau Tionghoa, dengan tidak mempedulikan HAM yang 
  terinjak.
   Padahal konsep asimilasi yang dikumandangkan sejak tahun 60 
itu,
   penekanannya harus dilaksanakan secara alamiah, lepas dari 
tindak
   paksaan dan sedikitpun tidak boleh mengandung unsur kekerasan! 
Tapi
   kenyataan yang terjadi, konsep asimilasi tidak

[budaya_tionghua] membenci LPKB??

2006-03-09 Terurut Topik odeon_cafe
Rene, 

saya hargai masukan anda untuk melepaskan
diri dari obsesi kebencian terhadap LPKB. 
untuk orang yang menaruh kebencian terhadap
LPKB, saya rasa anjuran Rene sangat baik. 

saya pun sudah menjawab japri anda. saya
berharap komunikasi ini dapat berlanjut dengan
dilandasi semangat persaudaraan. 

tetapi yang perlu saya tandaskan secara terbuka
adalah saya tidak menaruh antipati apalagi
kebencian terhadap LPKB. saya hanya hendak
menempatkan diri sebagai anak muda yang 
mencoba memahami sejarah masa lalu etnisnya. 

apabila terdapat sesuatu kejanggalan atau
katakanlah dosa-dosa yang pernah dibuat oleh
LPKB maka biarlah semua itu dinilai oleh sejarah. 

saya juga berpandangan ada baiknya Rene mengubah
pandangan anda terhadap kajian sejarah. seorang
asvi warman adam tidak selalu mesti benci Angkatan
Darat manakala penyimpulan sejarahnya terkait dengan
masalah G30S condong menempatkan angkatan darat
sebagai pihak yang dipertanyakan. 

smoga jelas.

Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, rene chan [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 
 Kenken,
 
 Penjelasan tentang tindak tanduk anda sudah saya kirimkan melalui
 japri, karena kurang etis kalau kita bahas di tempat umum.
 Maaf jika saya tidak bisa ikut membantu menyebarkan obsesi dan
 kebencian anda thd LPKB melalui pelebaran topik disini.
 Jika ada topik2 yg up todate dan akan menghasilkan sesuatu yg 
positive
 marilah kita diskusikan disini ber sama2 dgn rekan2 yg lain.
 
 rgds. rc
 
 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe odeon_cafe@
 wrote:
 
  Rene Chen, 
  
  Saya hanya tidak bisa menemukan kesamaan antara `asimilasi' LPKB 
  dengan RBKP di Tiongkok. Agaknya, rene chen juga hendak 
memperlebar 
  tema diskusi. Ujung-ujungnya bisa jadi debat kusir yang tidak 
ada 
  sangkut-paut dengan esensi diskusi awal. Bisa-bisa kita saling 
  menuding secara pribadi dengan keras. 
  
  Begini, 
  
  RBKP bagi saya adalah sebuah usaha untuk memunculkan sebuah 
  kebudayaan baru. Terlepas dari apakah benar atau salah gerakan 
ini. 
  Secara pribadi maupun politis, saya menolak dan tidak mendukung 
  praktek RBKP itu. Namun, tidak ada unsur etnic cleansing di 
sana. 
  RBKP jelas merupakan gerakan politik. Satu-satunya golongan yang 
  MUNGKIN hendak dieliminir adalah golongan borjuasi. Tetapi 
golongan 
  ini bukan dalam frame etnis tetapi masuk dalam kategori kelas 
  sosial. Dibenarkannya atau ditolaknya gerakan ini saya serahkan 
  kepada masing-masing penilai. 
  
  Sedangkan `asimilasi' LPKB dan penerapan formalnya juga 
merupakan 
  gerakan politik, sebuah usaha memberangus sebuah kultur 
sekalipun 
  diungkapkan dengan malu-malu tapi tegas dalam tataran juridis, 
dan 
  dengan jelas mengarah pada etnic-cleansing. 
  
  Adanya faktor kesamaan antara keduanya tentu bukan sesuatu yang 
  istimewa. Tentang pelanggaran HAM yang sama-sama dilakukan oleh 
  kedua gerakan (dengan intensitas yang berbeda) bukan sesuatu 
yang 
  dapat ditarik kesimpulan keterkaitan keduanya. Kalau Cuma 
  berdasarkan kisah-kisah pelanggaran HAM maka kita juga pake 
  referensi Polpot. Tapi di mana korelasinya??  
  
  Berbeda apabila ulysee mengaitkan `asimilasi' LPKB dengan konsep 
The 
  Melting Pot yang pernah diuji cobakan di amerika. Secara 
konsepsi 
  keduanya sama. Dasar filosofis dan orientasinya pun sama. Nah, 
kalau 
  kita hendak belajar lebih jauh untuk menemukan solusi untuk 
`masalah 
  Tionghoa' maka sudah pasti kita mesti mencari referensi dari 
  pengalaman yang lebih memiliki kaitan. 
  
  Bagaimana konsep The Melting Pot membawa kerusakan bagi tatanan 
  sosial Amerika dan pemahaman tentang kesetaraan dan penghormatan 
  terhadap HAM. Tentang pengaruh dan dampaknya serta gugatan dari 
  generasi muda Amerika terhadap konsep The Melting Pot ini patut 
  dipelajari DALAM MEMBAHAS `ASIMILASI' LPKB. 
  
  Kalau kita mau belajar melakukan revolusi maka tentu saya setuju 
  untuk membahas tentang RBKP itu. 
  
  Jadi saya harap menjadi jelas, bahwa tidak ada itikad guru-
menggurui 
  dalam hal ini. Sekedar beropini dan hendak mengembalikan tema 
  diskusi pada tema awal. Atau anda dapat melihat korelasi 
  antara `asimilasi' LPKB dan RBKP? Tolong dijelaskan kalau 
begitu. 
  Karena saya tidak mengerti. 
  
  Sub-Rosa II
  
  
  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, rene chan huarenau@ 
  wrote:
  
   
   Ketika saya ingin mengajar/menggurui seseorang,biasa nya akan 
saya
   lakukan di tempat yg private.
   Melakukan di depan umum hanya akan menerbitkan persepsi satu 
  diantara dua;
   
   ++ mencoba mempermalukan yg di guruin, dengan memper rendah 
status,
   
   ++ atau mengangkat status diri sendiri sbg yg 'lebih tahu'
   
   Tentunya masing2 rekan2 di milis mempunyai kemampuan untuk 
  memberikan
   penilaian sendiri2, persepsi yg mana dari kedua persepsi tsb 
yg 
  telah
   terjadi ...
   
   salam dirgahayu
   rc
   
   
   
   
   --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, odeon_cafe 
odeon_cafe@
   wrote:
   
saya rasa, ulysee

[budaya_tionghua] Danardono Re: Di era Orba, TNI tutup pintu bagi etnis TIonghoa.

2006-03-08 Terurut Topik odeon_cafe
saya rasa, ulysee harus belajar berdiskusi
yang benar. dalam artian tidak keluar dari
tematik diskusi.

contohnya, apa hubungan antara perilaku
antagonis Sindhunata LPKB dengan RBKP di
Tiongkok?? sebagai referensi pun keduannya
tidak bisa dihubung-hubungkan, secara ilmiah
tentunya. kalau secara logika macet ala
ulysee ya mungkin saja. 

kalau mengaitkan konsep 'asimilasi LPKB
dengan teori 'The Melting Pot' karya
Israel Zangwill mungkin bisa ketemu kaitannya. 
juga melihat dampak dan ditinggalkannya
teori 'the melting pot' oleh keturunan
anglo saxon saat ini. bedanya hanya di penekanan
politik yang amat kental pada praktek LPKB. 
konghucu salah satu korban tergila mereka. 
beruntung saat ini konghucu masih tetap
eksis. 


Sub-Rosa II




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 Tanya: 
 Lebih radikal mana, kalau dibandingin sama revolusi kebudayaan di
 tiongkoknya sendiri, Broer? 
 
 -Original Message-
 From: ChanCT [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Wednesday, March 08, 2006 10:55 AM
 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
 Subject: [budaya_tionghua] Re: Danardono Re: Di era Orba, TNI tutup
 pintu bagi etnis TIonghoa.
 
 
 Memang luar biasa kalau begitu orang yang kemudian menamakan diri
 Shindunata itu, ya. Begitu keras dan radikalnya usaha menghapuskan 
apa
 saja yang berbau Tionghoa, dengan tidak mempedulikan HAM yang 
terinjak.
 Padahal konsep asimilasi yang dikumandangkan sejak tahun 60 itu,
 penekanannya harus dilaksanakan secara alamiah, lepas dari tindak
 paksaan dan sedikitpun tidak boleh mengandung unsur kekerasan! Tapi
 kenyataan yang terjadi, konsep asimilasi tidak hanya diambilalih 
oleh
 Pemerintah, dilancarkan sepenuhnya dengan menggunakan kekuasaan 
Orba,
 bahkan menuntut lebih radikal lagi.











.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Fwd: Kewarga-negaraan

2006-02-28 Terurut Topik odeon_cafe
--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

KEWARGA-NEGARAAN
Oleh: Kenken

Warga negara adalah salah satu komponen penting dalam sebuah negara 
selain batas-batas wilayah, struktur pemerintahan, pengakuan 
internasional dsb. Berbeda dengan status penduduk negara, 
status warga-negara memiliki implikasi politis. Sekalipun keduanya 
memiliki batasan hak dan kewajiban masing-masing, tetapi 
status warga-negara memiliki keistimewaan tertentu yang tidak 
dimiliki oleh status penduduk seperti hak memilih dan dipilih, 
mendapat perlindungan negara atas hidup dan perikehidupan, akses 
pelayanan publik dan akses ekonomi dsb.

Di dalam sebuah negara modern, hak-hak warga-negara ini dijamin 
tanpa membedakan golongan (ras, etnis, gender dan agama) termasuk 
penyandang cacat, dan tanpa perkecualian selain yang dibenarkan 
dalam suatu masyarakat yang bebas dan bersifat demokratis. Hal ini 
merupakan penerapan asas persamaan dan kesetaraan warga-negara.
Jumlah warga-negara mempengaruhi banyak sendi kehidupan sebuah 
negara. Dalam sudut pandang positif, warga-negara dalam kuantitas 
besar merupakan modal potensial pembangunan sebuah negara. Jumlah 
warga-negara menentukan tersedianya sumber daya manusia untuk 
kegiatan produktif ekonomi, kekuatan pertahanan dan politik dll. 

Penduduk berstatus non warga-negara atau stateless dalam jumlah 
besar di sebuah negeri merupakan kondisi yang tidak sehat. Menurut 
Siauw Giok Tjhan, penduduk asing atau stateless yang telah menetap 
secara turun-menurun dalam suatu negeri dengan jumlah besar dapat 
menciptakan instabilitas dalam negeri itu apabila status kewarga-
negaraan mereka dengan sengaja diabaikan. Pengabaian tersebut 
berdampak pada tidak maksimalnya pengerahan potensi SDM penduduk non 
warga-negara dan stateless hanya karena status politik-yuridis 
kewarga-negaraan mereka terabaikan. 

Kepastian hukum (rechtszekerheid) mengenai status kewarga-negaraan 
setiap penduduk sangat dibutuhkan. Kepastian hukum ini dapat 
dituangkan dalam UU Kewarga-negaraan yang memberi akses seluas-
luasnya untuk proses pewarga-negaraan. Sehingga UU Kewarga-negaraan 
ini selayaknya memiliki arti yang sangat penting untuk diperhatikan 
agar dapat menjamin penegakkan prinsip kesetaraan kedudukan hukum 
seorang manusia. 

UU Kewarga-negaraan biasanya tetap menganut prinsip umum dan 
universal yang diakui keberadaannya oleh negara-negara di dunia. 
Prinsip tersebut menyatakan bahwa (1) sebuah negara berhak 
menetapkan siapa-siapa yang dapat memperoleh kewarga-negaraan dan 
siapa-siapa yang dapat kehilangan kewarga-negaraan; (2) bahwa suatu 
negara tidak dapat mencampuri peraturan kewarga-negaraan negara 
lain; (3) untuk menganggap seseorang menjadi anggota suatu negara 
(kewarga-negaraan) harus ada dasar ikatan tertentu. 

Proses pembentukan UU Kewarga-negaraan biasanya ditentukan oleh dua 
jenis paradigma yang melatar-belakangi butir-butir pasal UU Kewarga-
negaraan i.e. paradigma kehati-hatian dan itikad mempermudah 
pewarga-negaraan. Keduanya ditentukan oleh political will dari 
para pembuat legislasi. Dengan demikian, sebuah UU Kewarga-negaraan 
bukan hanya sekedar produk hukum an sich melainkan juga merupakan 
produk politik. Sehingga usaha untuk memperbaiki atau mengubah 
sebuah UU Kewarga-negaraan, terutama UU Kewarga-negaraan yang 
membuka celah bagi praktek segregasi dan diskriminasi, tidak dapat 
hanya berkutat pada masalah hukum an sich tanpa mengaitkan faktor 
politik. 

Paradigma kehati-hatian (yang berlebihan) cenderung mempersulit 
akses pewarga-negaraan thus memperkecil jumlah warga-negara baru. 
Penjabarannya adalah dengan memperketat syarat-syarat seleksi dan 
memperumit proses pewarga-negaraan. UU Kewarga-negaraan yang 
didasari prinsip kehati-hatian merupakan UU Kewarga-negaraan yang 
bersifat `tertutup'. Paradigma kehati-hatian ini tidak memiliki 
kaitan, baik secara langsung maupun tidak, dengan semangat 
nasionalisme dan sudah tidak relevan untuk diterapkan pada saat ini. 
Menurut Sosiolog Paulus Wirutomo, di tengah-tengah konstelasi dunia 
modern saat ini diperlukan sebuah UU Kewarga-negaraan yang 
bersifat terbuka dan multikultural.

IUS SOLI dan IUS SANGUINIS

Sebuah negara biasanya mengadobsi salah satu dari kedua asas kewarga-
negaraan i.e. ius soli dan ius sanguinis sebagai asas primer 
peraturan kewarga-negaraan yang dipegang. Sekalipun, pada prakteknya 
banyak negara menggunakan kombinasi kedua sistem kewarga-negaraan 
tersebut dengan kombinasi satu asas menjadi asas primer dan asas 
yang lain sebagai asas sekunder. 

Ius Soli (Law of the soil) adalah kewarga-negaraan berdasarkan 
tempat kelahiran seseorang. Contoh negara yang menerapkan prinsip 
ius soli sebagai prinsip primer adalah Amerika, Argentina, 
Bangladesh, Brazil dll. Asas ini lebih sesuai dengan kondisi global 
saat ini di mana status kebangsaan dan kewarga-negaraan seseorang 
tidak ditentukan oleh dasar etnis, ras atau agama. Asas ini 
memungkinkan terciptanya UU Kewarga-negaraan yang

[budaya_tionghua] Ada kesalahpahaman (Re: Minta masukan, wawancara aktivis muda Tionghoa (Minta Klarifikasi))

2006-02-15 Terurut Topik odeon_cafe
ada baiknya, kita semua (khususnya tangobeng)
menanggalkan pola-pola kesalahan berpikir (denkfout)
dalam menyingkirkan tudingan-tudingan ideologis
yang tidak perlu. demi untuk mencapai bonum commune
yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan
hak untuk mempertahankan heritage kultur dan
etnic identity. 

ada baiknya, kita semua (khususnya tangobeng)
untuk belajar dari kesalahan yang pernah dibuat
di masa lalu. jangan karena rasa benci yang
mengkristal menjadi rasa takut, kita melupakan
kepentingan yang luas yaitu pencapaian harmonisasi
posisi etnic Tionghoa di tengah-tengah masyarakat
Indonesia yang masih belum bisa lepas dari apa
yang dikatakan oleh Clifford Geertz dengan term
politik aliran primordial. 

jangan karena kepentingan egoisme dan materialistik,
orang Tionghoa harus dikorbankan seperti pada
saat kekuatan jahat mengorbankan Baperki di masa
lalu. perilaku buruk yang hanya membatasi banyak
potensi positif Tionghoa untuk kebaikan Indonesia. 

melihat tingkah Sdr. Tangoubeng, ada yang ganjil rasanya. 
seakan ia sedang mencari perhatian dengan sebuah 
dekorasi yang atraktif dengan mengangkat term
'Marxis'. seakan, dengan memunculkan 'hantu tua' ini,
ia hendak membentuk 'jiwa kolektif' penuh prejudice
tanpa banyak pertimbangan.

di tengah situasi prahara menguncang Indonesia, seorang
tangoubeng masih membicarakan Marxisme?? alas, ia
masih terlelap dalam tidur lelap. 

apakah, tidak ada fokus lain dalam benak tangoubeng?
sadarkah ia bahwa negeri ini sedang berada dalam
titik nadir peradaban? sedemikian lemah bangsa ini
hingga tak pernah letih dipermainkan kekuatan dan
proyek asing. ratusan juta manusia indonesia masih
hidup dalam gorong-gorong gelap nan mesum, tang obeng
masih memprovokasi kebencian terhadap 'marxisme'??

mengapa tang-0beng hanya menghabiskan waktu untuk
mendeskreditkan rencana interview tentang suka-duka
aktivis muda Tionghoa? apakah ia tidak punya keberanian
untuk membedah masalah-masalah yang lebih krusial
seperti perlakuan istimewa kepada 3 orang koruptor
kakap yang bahkan diantar oleh para pejabat tinggi
kepolisian untuk soan ke istana?? atau mempertanyakan
pemukulan Ade Daud nasution terkait masalah usulan
tender logistik untuk tentara oleh sekelompok barbarian

ketidak-tahuan tang-obeng tentang jerih payah, keringat
dan air mata kawan-kawan muda Tionghoa spt Suma Miharja dll
itu menambah keyakinan saya bahwa publik ini memerlukan
informasi yang lebih terhadap kiprah para pejuang muda
yang bahkan tidak pernah dikenal oleh komunitasnya. 

ironic


sincerely yours
Kenken 


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Rinto Jiang [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 Hm, saya bertindak sebagai salah satu moderator merasa perlu dan 
wajib 
 menyelesaikan sengketa antar anggota di milis ini, apalagi yang 
saya 
 anggap bertolak dari kesalahpahaman. Untuk Bung Sumamihardja dan 
Bung 
 Tangoubheng, saya harapkan dapat menyikapi salah paham ini dengan 
kepala 
 dingin. Tanpa prasangka dan tendensi, menurut pemahaman saya, Bung 
 Sumamihardja salah paham dalam menanggapi tulisan dari Bung 
Tangoubheng 
 karena saya merasa Bung Tangoubheng hanya menujukan tulisannya 
pada sang 
 penulis, Bung Kenken. Jadi, tuduhan aktivis Marxis adalah 
ditujukan 
 kepada Bung Kenken, bukan kepada Bung Suma.
 
 Namun, ini perlu diklarifikasikan oleh Bung Tangoubheng sendiri. 
Saya 
 mohon bila benar Bung Tangoubheng menujukan tuduhan aktivis Marxis 
 kepada Bung Suma, maka saya kira pantaslah Bung Suma menuntut 
permohonan 
 maaf dari Bung Tangoubheng, namun bila hanya salah paham, maka 
tetap 
 saja ini menjadi kasus antara Bung Tangoubheng dan Bung Kenken 
tanpa 
 perlu melibatkan Bung Suma.
 
 Walau tidak kenal secara pribadi, namun saya mengetahui bung 
 Sumamihardja telah sejak lama mengikuti forum Budaya Tionghua, ia 
adalah 
 seorang relawan dan aktivis hukum, aktif membela golongan 
tertindas, 
 pernah menuliskan petisi saran kepada pemerintah sebagai masukan 
atas 
 fenomena diskriminasi Tionghoa di Indonesia yang pada waktu itu 
diajukan 
 ke Depkeh HAM. Jadi, saya sendiri juga merasa tidak ada unsur 
Marxis 
 dapat dihubung-hubungkan dengan Bung Suma.
 
 Saya cuma menitikberatkan pada masalah Bung Suma dan Bung 
Tangoubheng 
 karena saya merasa ada kesalahpahaman di antara mereka. Untuk Bung 
 Kenken dan Bung Tangoubheng, tidak ada salahpaham sehingga cukup 
 diselesaikan sebagai diskusi biasa.
 
 Terima kasih.
 
 
 Rinto Jiang
 Salah satu moderator
 
 
 
 sumamihardja wrote:
  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, thangoubheng
  thangoubheng@ wrote:
 
 
   ...siapapun yang diluar paham Marxis, dan dgn bangganya 
kemudian
  memproklamirkan diri sebagai
   aktivist muda Tionghoa, rasanya yang di wakilinya adalah 
aktivist
   Tionghoa Marxis dan bukan aktivist Tionghoa yang nasional.
   ...
   Thangoubheng yg besar di jalanan, dan sudah bertarung to
   hell and back di 1998 dan tahun tahun berikutnya, tetap tidak 
pernah
   berani menyebut diri sebagai aktivist. Bagi kaum jalanan ada 
golden
   

[budaya_tionghua] Re: Fwd: Minta masukan, wawancara aktivis muda Tionghoa

2006-02-13 Terurut Topik odeon_cafe
Salam Pak Thangoubheng in Wonderland

Maaf, saya tidak terlalu paham maksud anda. Saya Kenken dan hanya 
punya satu email address yaitu Odeon_cafe. Saya belum setahun 
bermain internet. Belum tahu banyak hal dan apa yang selama ini 
terjadi di dunia cyber. Mungkin, anda salah orang. Kalau ada 
seseorang dengan kesamaan nama, maka tidak selalu mesti kalau itu 
saya. 

saya tidak pernah ikut berkecimpung dalam dunia aktivisme gerakan. 
Apalagi terlibat dalam pertarungan ideologi, dalam hal ini antara 
marxisme vs nasionalisme. Kalau anda berhati-hati membaca surat saya 
yang lalu, saya kira akan menjadi lebih jelas bahwa saya hanya 
mengidentifikasi beberapa pemuda Tionghoa yang menjadi aktifis. 
Bukan untuk diri saya. Saya tidak pernah aktif dalam gerakan 
politik. 

Pekerjaan saya hanya pegawai rendahan yang saat mahasiswa dulu 
lumayan sering nongkrong di Taman Ismail Marzuki di mana saya 
berkenalan dengan beberapa gelintir aktivis gerakan seperti budiman 
sujatmiko, dita indah sari, harris rusli moti, hariman siregar, 
sebastian sallang (sekjen formappi), nusron wahid, ester yusuf, 
arnold purba, fajrul rahman, Adian Forkot dan sejumlah artis teater 
dan sinetron yang suka minum bareng di TIM. 

Anda sebagai seseorang yang berasal dari kehidupan jalanan, pernah 
dikejar-kejar oleh tim mawar bentukan prabowo subianto,  sudah 
selayaknya belajar membaca secara lebih hati-hati. 

Pergaulan saya tidak luas. Saya tidak pernah dibui. Bertemu dengan 
marsilam hanya di beberapa acara bedah buku. Tidak pernah menghadiri 
diskusi forum demokrasi yang dibentuk gus dur untuk menandingi ICMI 
di mana marsilam tercatat sebagai salah satu tokohnya. 

Apalagi pergaulan internasional. Hanya sempat ketemu dan diskusi 
kecil-kecilan dengan waldon belo, chandra musafar, sulak sivaraksa, 
ben anderson, johann galtung. Sempet say hello dengan noam chomsky 
tapi gak sempat tanya banyak. Cuma sempat menghabiskan satu malam 
berdiskusi dengan vandana shiva di chulalongkron university. 
Berminggu-minggu dengan david chappel. Hanya 3 kali bertemu dengan 
ariyaratne, tokoh budhis sri langka sewaktu menghadiri pertemuan di 
habibie senter. 

Karena itulah saya tidak punya pengetahuan makro politik, tepat 
seperti yang anda katakan. Bagaimana saya bisa punya pengetahuan 
makro politik kalau bahkan saya tidak punya waktu luang, seperti 
seorang anak jalanan seperti anda, untuk bertanya banyak kepada para 
warga-gerakan?? 

Jangankan sinhay, arief budiman saja hanya sempat saya temui saat 
makan malam di sebuah restoran di bangkok. Tidak lama sebelum 
bertemu dengan AS Hikam untuk mendengar begitu banyak pengetahuan 
dan canda tawa khas NU. Tentu saya tidak berani mengatakan diri 
sebagai aktivis gerakan kalo Cuma beberapa kali ke rumah Alzastrou 
untuk berdiskusi masalah gerakan islam. Itu pun tidak saya mengerti. 
Atau beberapa kali ke jalan Irian untuk dengerin gurauan gus dur. 

Masalah beberapa puluh kali ketemu pramoedya ananta toer dan 
berkunjung ke rumahnya sambil liat-liat bung Pram bakarin sampah 
tentu tidak bisa mengklaim diri sebagai aktifis muda Tionghoa, 
sekalipun berpaham marxist. Apaan sih itu paham marxist?? 

Paling-paling sesekali saya ke Teater Utan Kayu kalau ada diskusi 
filsafat kecil-kecilan. Kadang ketemu sama Gunawan muhamad lagi 
ngebir bareng ayu utami. Tapi saya gak berani menyapa beliau-beliau 
itu. Syukur-syukur bisa ketemu Ulil Absar abdalah. 

Saya ini paling ngeri sekaligus sayang kepada TNI. Mana brani saya 
caci maki TNI. Ada-ada saja anda itu. Liat tampang Letjen Sayidiman, 
mantan gubernur lemhanas, saja saya sudah ketar-ketir. Tri sutrisno 
dan saeful sulun memang rada-rada simpatik. Beda pd saat jabat 
tangan dengan erico gueteres. Sekalipun tidak berteman baik, tetapi 
beberapa kali saya satu forum dengan Kemal Indris dan barisan 
nasionalnya. Dan saya menghormati mereka tuh. Sama santunya saya 
saat bertemu dengan Olo Panggabean yang sudah pasti tidak akan ingat 
kepada saya. 

Kalau kecewa dengan pemerintah SBY, saya kira wajar. Dulu, sewaktu 
ketemu SBY di Bali saat beliau masih menkopolkam, dia terlihat 
begitu simpatik. Tapi saat jadi presiden juga tidak bisa berbuat 
banyak. Tapi bukan hendak menjadi oposisi tidak-loyal kepada 
pemerintah. Seperti kata Ibu Megawati bahwa beroposisi itu sehat. 

Seingat saya, keluarga saya tidak pernah ada yang terkait dengan 
PKI. Anda jangan asal bicara. Kalau bincang-bincang dengan Pak Heru 
Atmojo, orang nomor 3 di daftar dewan revolusi, memang pernah saat 
peluncuran buku Robert Cribbs. Liat ibu Sulami sebelum meninggal 
dari jauh juga pernah. Tapi saya tidak ada sangkut paut dengan PKI. 
Jamannya saja berbeda. 

Dari segelintir tokoh-tokoh nasional dan internasional itu, karena 
gak bisa terlalu banyak bicara sama mereka, saya paling salut dengan 
Hasyim Wahid—adik bungsu gus dur. 

Thanks atas masukan Sdr. Thangoubheng tentang Lun Yu. Seorang sodara 
Budaya Tionghoa sudah kirimi saya sepatah dua patah kata Lun Yu. 
Saya akan pelajari biar taktis

[budaya_tionghua] Fwd: Minta masukan, wawancara aktivis muda Tionghoa

2006-02-12 Terurut Topik odeon_cafe
--- In [EMAIL PROTECTED], odeon_cafe 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

Dear friends, 

Saat ini, saya sedang mengerjakan sebuah program wawacara ekslusif 
dengan tema umum AKTIVIS SOSIAL-POLITIK TIONGHOA MUDA untuk sebuah 
majalah Tionghoa. rencananya, tulisan ini akan terbit di edisi 
April. 

Tema aktivis muda Tionghoa yang menggeluti arena gerakan politik 
mungkin masih begitu asing bagi pengetahuan publik. Ini salah satu 
alasan mengapa saya hendak memberitakan tentang sepak terjang, suka-
duka dan perjuangan para aktivis muda Tionghoa. 

Di tengah pola modern yang cenderung hedonis, anak-anak muda yang 
terjun di arena politik akan terlihat menjadi mahluk aneh. Tanpa 
disadari oleh publik Tionghoa, anak-anak muda gerakan ini secara 
alamiah telah memperjuangkan golongan Tionghoa. dengan kehadiran 
mereka di tengah-tengah kancah gerakan, barisan demonstran, forum-
forum diskusi. Kehadiran anak-anak muda Tionghoa gerakan ini secara 
alamiah melunturkan stereotipe yang dibuat oleh kalangan rasis anti 
Tionghoa. 

Mungkin, publik Tionghoa hanya mengenal Hendrawan Sie dan Yap Yun 
Hap yang tewas diterjang peluru panas. Atau kiprah Cik Ester 
Indahyani Yusuf Purba dengan SNB-nya yang memperjuangkan reformasi 
perundang-undangan. 

Ternyata, masih banyak anak-anak muda Tionghoa yang menerjukan diri 
di arena gerakan sosial-politik yang belum dikenal, bahkan oleh 
komunitas Tionghoa sendiri. 

Sebut saja nama SUMA MIHARJA, pendiri Lembaga Bantuan Hukum Rakyat 
(LBHR). Kawanku satu ini dikenal oleh lingkaran aktivis gerakan 
sebagai seorang pejuang radikal. Aktivis BEM UI pasti mengenal sosok 
ini. Suma baru saja mengundurkan diri dari posisi Ketua Bidang Hukum 
dan HAM Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia. Dulu dia dikenal 
sebagai kor-lap demonstran yang tidak takut digebuk aparat. Saat ini 
beliau menunggu mengesahan Presiden Yudhoyono sebagai anggota Komisi 
Kebenaran dan Rekonsiliasi. 

Atau sebut lagi nama SIMON-redmonsky. Ia dikenal sebagai salah satu 
pendiri Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi. Sangat dekat dengan 
lingkaran gerakan dan LSM. Kalau tidak salah ia salah satu anggota 
Ikatan Keluarga Korban Orang Hilang. Saat ini Simon tercatat sebagai 
salah satu Ketua di Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) yang menjadi 
seteru Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang pernah dipimpin oleh bung 
Budiman Sujatmiko, presiden direktur Res Publica Institute yang 
dekat dengan Taufik Kiemas. 

Masih banyak lagi nama-nama yang ternyata Tionghoa dalam kancah 
gerakan politik baik berskala Nasional maupun bersifat sektoral 
seperti dalam ruang lingkup keagamaan. 

Kesulitan saya adalah menemukan pertanyaan-pertanyaan yang ingin 
diketahui oleh publik dari aktivitas gerakan ini. Saya sendiri tidak 
mengetahui apa yang ada di benak masyarakat umum terhadap mereka-
mereka yang menerjukan diri dalam gerakan politik yang identik 
dengan kemiskinan, digebuk aparat, membahayakan jiwa dsb itu. 

Kenken









.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] OOT: NASIONALISME

2005-12-28 Terurut Topik odeon_cafe
NASIONALISME
Oleh: Kenken

Bukankah kemerdekaan yang sempurna itu
adalah kemerdekaan negara dan bangsa?
Negara anda sudah merdeka.
Tetapi apakah bangsa anda juga sudah merdeka?
(Rendra)

Saat ini banyak pihak yang mulai meragukan nasionalisme dalam 
diskursus publik, terutama dalam konteks globalisasi, sampai perlu 
tercetus istilah pasca nasional-isme. Seringkali nasionalisme 
dibelenggu oleh dawai romantisme sejarah, sekalipun dilantunkan 
dengan begitu heroik. Nasionalisme menjadi istilah yang terdengar 
tanpa kesejukan dan hanya menjadi sebuah retorika politik belaka 
dengan argumen historistik partial sehingga menutup dirinya untuk 
diartikulasikan dalam konteks kekinian. Nasionalisme menjadi sebuah 
ortodoksi religius ketika ia dibekukan dengan serangkaian ritual dan 
simbolisasi tertentu yang menghilangkan tujuan awal dari kebangkitan 
Nasionalisme i.e. Kemerdekaan dan Kebebasan dari ketertindasan.

Kegelisahan kalangan pasca nasionalisme dapat dipahami pada 
saat nasionalisme dapat dengan mudah berubah menjadi `fanatisme 
fasistis'. Nasionalisme juga sering kali disalah-gunakan sebagai 
landasan filosofis untuk memaksakan kehendak pada saat 
praktek Nasionalisme itu dipaksa berdefinisi tunggal. Contohnya 
pada saat penguasa India menggunakan slogan Nasionalisme untuk 
mengklaim dan mengendalikan Kasmir sejak tahun 1947. Penguasa India 
menempatkan satu orang tentara untuk tujuh orang penduduk Kasmir. 
Lebih dari 1 juta pengungsi, tiga perang besar dan ratusan ribu 
orang terbunuh adalah hasil dari praktek nasionalisme para penguasa 
India. Praktek-praktek semacam ini semakin mengaburkan pemaknaan 
terhadap Nasionalisme hingga Albert Einstein menyebut nasionalisme 
sebagai tidak lebih dari penyakit campak bagi kemanusiaan. 

Tidak mudah mengurai makna istilah nasionalisme secara semantik, 
mengingat penggunaannya yang bersifat luas yang mengacu pada makna 
yang berbeda-beda. Istilah nasionalisme sering diidentikan dengan 
istilah bangsa (nation), kebangsaan (nationality), dan negara 
(state). Namun secara etimologis terlihat bahwa nasionalisme berakar 
pada bangsa dan meluas pada istilah kebangsaan. Variasi pemaknaan 
istilah nasionalisme bertambah rumit pada saat nasionalisme 
dipermainkan oleh para politikus dan menjadi praktek gerakan 
oposisi politik dalam terminologi John Breuilly.

Dalam studi semantik Guido Zernatto (1944), kata nation berasal dari 
kata Latin natio yang berakar pada kata nascor yang 
berarti 'saya lahir'. Perkembangan nasionalisme sebagai sebuah 
konsep yang merepresentasikan sebuah gagasan politik bagaimanapun 
jauh lebih kompleks dari transformasi semantik yang mewakilinya. 
Tetapi tampaknya, Zernatto mengambil prinsip `tanah kelahiran' dari 
pada faktor etnis, agama, ras, bahasa sebagai landasan interpretasi 
nasionalisme-nya. Kasus Dr. Tio Oen Bik, seorang etnis Tionghoa 
kelahiran Tuban, yang menyatakan diri sebagai wakil Rakyat Indonesia 
dalam Brigade Internasional anti fasisme Jenderal Franco dapat 
mendukung argument bahwa Nasionalisme itu tidak ada kaitannya dengan 
faktor etnisitas. 

Menurut Louis L. Snyder istilah kebangsaan (nationality) mengacu 
atau digunakan dalam makna (obyektif atau eksternal) yang kongkrit 
(bahasa nasional, wilayah, negara, peradaban, dan sejarah), atau 
dalam makna (subyektif, internal, atau ideal) yang abstrak 
(kesadaran nasional, atau sentimen). 

Penjelasan Snyder lebih jauh dikembangkan oleh Miroslav Hroch?seorang 
teoritikus politik penting Czech—dalam uriannya tentang 
faktor-faktor kelahiran sebuah bangsa dan proses nation-building. 
Hroch  menyimpulkan bahwa sebuah kelompok sosial tidak hanya 
dibentuk oleh kombinasi antara relasi objektif (ekonomi, politik, 
bahasa, budaya, agama, daerah, sejarah) dan refleksi subjektif dalam 
kesadaran kolektif. Bagi Hroch terdapat tiga hal yang tak dapat 
diabaikan dalam proses nation-building yaitu 1. `Ingatan' kolektif 
akan sejarah bersama, 2. Kedekatan hubungan kebudayaan, 3. Konsepsi 
kesetaraan dari seluruh anggota kelompok yang terorganisir sebagai 
civil society. Dengan demikian Nasionalisme itu tidak lahir dengan 
sendirinya dan bebas dari faktor-faktor pendukung proses kelahiran 
semangat Nasionalisme. 

Adanya faktor subjektif dalam membentuk rasa Nasionalisme itu 
menyulitkan kita untuk menemukan parameter yang sahih untuk mengukur 
dan menilai kualitas nasionalisme seseorang. Seseorang tak dapat 
menilai kualitas nasionalisme orang lain serta menjadi hakim 
nasionalisme hanya melalui keseragaman ritual dan simbol. Agaknya 
kita hanya perlu menciptakan ruang yang kondusif agar Nasionalisme 
itu dengan sukarela dirasakan oleh anggota ke-Bangsa-an Indonesia 
daripada mempertanyakan `kadar Nasionalisme' orang lain, terlebih 
lagi pada saat Nasionalisme itu disamarkan dan identik dengan 
rasialisme. 

NASIONALISME KEBANGSAAN INDONESIA

Dalam konteks Indonesia, saya kira, Nasionalisme itu bersifat 
Nasionalisme-Kebangsaan. Nasionalisme Kebangsaan Indonesia itu 
berbeda dari etno-race 

[budaya_tionghua] forum diskusi Siauw Giok TJhan: Seputar Masalah Tionghoa

2005-12-12 Terurut Topik odeon_cafe
SEPUTAR MASALAH TIONGHOA

Golongan Tionghoa difungsikan sebagai sodetan arus gelombang 
politik agar tidak membentur dan memecahkan waduk pertahanan 
politik status quo. Begitulah kira-kira opini yang sempat 
dilontarkan oleh Koko Dinata, salah seorang tokoh masyarakat 
Tionghoa-Indonesia, dalam diskusi SEPUTAR MASALAH TIONGHOA yang 
diselenggarakan forum diskusi Siauw Giok Tjhan tanggal 10 Desember 
2005 yang dihadiri oleh sekitar 10 pemuda Tionghoa dari berbagai 
kalangan. 

Menurut Bung Koko Dinata terdapat beberapa penyebab lemahnya posisi 
golongan Tionghoa ini sehingga golongan Tionghoa dengan mudah 
menjadi target sodetan politik antara lain golongan Tionghoa 
diasumsikan memiliki `tanah leluhur' yaitu Tiongkok sehingga 
loyalitasnya terhadap NKRI sangat diragukan, kesenjangan sosial-
ekonomi yang mengurucut pada identifikasi bahwa Tionghoa sebagai 
golongan ekonomi kuat, perbedaan agama, `tudingan' bahwa golongan 
Tionghoa itu tidak bermoral dan adanya mitos bahaya kuning. 

Tan Swie Ling, Ketua Umum HIDASINDO, membantah `identifikasi' 
golongan Tionghoa sebagai golongan ekonomi kuat dengan menunjukkan 
keterkaitan fakta lemahnya posisi HAM golongan Tionghoa. Pak Tan 
memberikan contoh kasus kuatnya posisi politik Jepang dan Jerman 
yang salah satu faktor penyebabnya adalah posisi ekonomi mereka yang 
kuat. Fenomena yang sama tidak terjadi pada golongan Tionghoa yang 
dikatakan sebagai golongan ekonomi kuat. Adalah sebuah kejanggalan 
apabila golongan Tionghoa merupakan golongan ekonomi kuat di satu 
sisi dan di sisi lain menjadi golongan yang terdiskriminasi hak-hak 
asazinya. 

DISKRIMINASI TIONGHOA

Pola diskriminasi rasial yang dilatar-belakangi oleh mentalitas 
xenophobia merupakan fenomena umum, sekalipun tidak bermaksud 
membenarkan. Kikin Tarigan, Mantan Ketua Umum PMKRI, berkomentar 
bahwa merupakan keumuman bahwa sebuah kelompok dominan untuk tetap 
mendominasi panggung politik kekuasaan. Dampak dari pertarungan 
dominasi politik ini menyebabkan ketidak-puasan dari golongan yang 
terpaksa `kalah'. Bung Kikin mencontohkan bahwa masyarakat katolik 
di beberapa daerah timur Indonesia juga memandang etnik Batak dengan 
kecemburuan sosial karena sebagian besar jabatan birokrasi daerah 
setempat dikuasai oleh tokoh-tokoh Batak yang dipandang bukan 
berasal dari golongan `pribumi' di daerah Indonesia Timur. Terlepas 
dari kesamaan agama yang dianut.

Disharmoni relasi antar etnik di Indonesia menyebabkan munculnya 
wacana putera daerah. Padahal, bantah salah seorang peserta 
diskusi, apabila wacana kebangsaan Indonesia telah benar-benar 
membumi dalam setiap sanubari orang Indonesia maka tidak menjadi 
masalah apabila putera Jawa menjadi gubernur Aceh, sebagai 
contohnya. Toch, sama-sama orang Indonesia. Demikian pula dengan 
partisipasi dari golongan Tionghoa yang merupakan salah satu suku 
dalam dinamika ke-Indonesia-an. 

Kekhususan wacana diskriminasi terhadap Tionghoa lebih berkaitan 
dengan diskriminasi yang dilakukan oleh negara yang dilegalkan lewat 
seperangkat perundang-undangan. Masih berlakunya undang-undang 
catatan sipil warisan kolonial Belanda yang membagi bangsa Indonesia 
menjadi 3 golongan dipandang sebagai kendala reformasi hukum oleh 
Jono, aktivis muda Tionghoa yang bekerja di Yayasan Penelitian Hukum 
Indonesia. 




KEBUTUHAN AKAN PARTAI POLITIK

Kebutuhan sebuah wadah yang mampu mengakomodasi aspirasi golongan 
Tionghoa disepakati oleh hampir seluruh peserta diskusi. 
Tetapi `bentuk' serta `sifat' wadah itu sendiri mesti terus dikaji 
dan dievaluasi ulang terus menerus untuk disesuaikan dengan konteks 
yang berlaku. 

Pengalaman belakangan ini telah memberikan tambahan wawasan bagi 
golongan Tionghoa. Kebutuhan akan adanya sebuah Partai Politik 
Tionghoa tampak masih diminati oleh sebagian peserta diskusi. 
Sekalipun catatan amat kritis diberikan oleh beberapa peserta 
diskusi terkait masalah organisasi atau Partai Politik Tionghoa 
ini. Bung Anton, aktivis Institute Multikulturalisme Indonesia, 
mempertanyakan kebutuhan akan sebuah Partai Politik Tionghoa 
dengan mengutip pandangan Dan Lev yang meragukan manfaat bagi 
golongan Tionghoa apabila mendirikan sebuah Partai Politik berbasis 
etnisitas yang justru akan mengisolasi golongan Tionghoa itu sendiri 
dan membuka ruang primordialisme politik. 

Perubahan paradigma dan pola perilaku keorganisasian amat ditekankan 
oleh Bung Koko Dinata. Perubahan tersebut berkaitan dengan kebutuhan 
untuk merubah pola kompetisi ego untuk mengejar kekuasaan politik 
yang hanya memicu friksi internal menjadi pola kesinergian antara 
sesama penggiat organisasi dengan mengutamakan orientasi dan 
objektif golongan Tionghoa secara menyeluruh. Pendapat ini 
mengerucut pada asumsi bahwa tidaklah menjadi kebutuhan untuk 
membentuk sebuah partai politik ekslusif dengan orientasi 
primordialisme yang mengusung istilah Tionghoa secara vulgar. 

Lebih jauh dan lebih mendalam, Pak Tan mengupas hakekat dan peran 
sejati sebuah Partai Politik yang 

[budaya_tionghua] INTEGRASI THE MELTING POT

2005-12-08 Terurut Topik odeon_cafe
INTEGRASI  THE MELTING POT
Oleh : Kenken

Pramoedya Ananta Toer, penerima 17 penghargaan termasuk Ramon 
Magsaysay Award dan nominator Nobel Prize for Literature, dalam 
artikel pendek Rasialisme Anti-Tionghoa dan Percobaan Menjawabnya 
(1999) menyarankan: giatkan penyebaran informasi yang menumbuhkan 
saling pengertian antara dua belah pihak. Antaranya menyerbarluaskan 
karya Siauw Giok Tjhan dan lain-lain, dan terutama karya Siauw.

Kajian sejarah seputar Siauw dan karya-karyanya mungkin akan 
bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Herman Menville 
bahwa Jangan sekali-kali memandang ke belakang…Masa lampau adalah 
buku pelajaran para penguasa lalim, Masa Depan adalah Kitab Suci 
Orang Bebas. Tetapi tanpa sejarah, golongan Tionghoa hanya akan 
menjadi dahan tanpa akar sehingga dengan mudah tercerabut oleh 
tangan-tangan kekuasaan rasialis. Pemahaman akan sejarah amat 
ditekankan oleh Presiden Soekarno dengan slogan `JASMERAH' yang 
berarti `Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah'. Dan sejarah 
perjuangan menentang rasialisme anti-tionghoa, sebuah sentiment yang 
menempatkan golongan Tionghoa sebagai hantu etnis yang duduk 
bagaikan seseorang yang selalu membawa suasana muram di pesta, tidak 
dapat dipisahkan dari nama SIAUW GIOK TJHAN. 

Siauw terpengaruh secara langsung oleh tokoh-tokoh pendahulu seperti 
Liem Koen Hian dan Tan Ling Djie di samping juga banyak mendapat 
pelajaran dari tokoh-tokoh nasional seperti Bung Karno dan Dr. 
Tjipto Mangunkusumo. Pengalaman langsung dalam arus revolusi dan 
penghayatannya terhadap prinsip-prinsip humanisme serta pemahaman 
mendetail tentang permasalahan kebangsaan dan Tionghoa menyebabkan 
Siauw sampai pada konsepsi INTEGRASI wajar sebagai landasan 
perjuangan menentang rasialisme anti-tionghoa. 

INTEGRASI wajar, saat ini diidentifikasi sebagai paham 
MULTIKULTURALISME, adalah landasan konsepsi perjuangan dalam rangka 
membangun Indonesia yang bersih dari praktek-praktek diskriminasi 
rasial serta sepenuhnya mendukung kesamaan hak dan kewajiban warga-
negara tanpa mempermasalahkan asal-usul dan identitas etnis. 
Pemahaman Multikultural yang terkandung dalam konsepsi INTEGRASI 
mensinergikan perbedaan landasan etnisitas dan hakekat Kebangsaan 
Indonesia. Sehingga seseorang dengan latar-belakang etnis apa pun 
dapat menjadi warga-negara dan bangsa Indonesia yang baik tanpa 
perlu menanggalkan identitas primoridal etnisitas yang dimilikinya. 

Konsepsi INTEGRASI wajar ini bertolak-belakang dengan konsepsi 
Peleburan Total yang pertama kali dikenal lewat sebuah pementasan 
drama di kota Washington berjudul The Melting Pot (Panci 
Peleburan) karya Israel Zangwill di tahun 1908 yang mengekspresikan 
orientasi untuk menenggelamkan kesatuan-kesatuan etnis tersendiri ke 
dalam ras Amerika vana baru. Setelah mendapat respond antusias dari 
Presiden Theodore Roosevelt, The Melting Pot dipentaskan di depan 
sidang-sidang penonton yang kagum di seluruh negara bagian Amerika 
Serikat. Jane Addams dari Hull-House di Chicago memberi komentar, 
bahwa Zangwill telah menjalankan suatu pelayanan yang besar bagi 
Amerika dengan mengingatkan kita tentang harapan-harapan luhur dari 
pendiri-pendiri Republik.

Pecahnya perang pada tahun 1914 menyebabkan proses Amerikanisasi 
(asimilasi a la Amerika) dijalankan secara paksa. Bahkan presiden 
Theodore Roosevelt dan Woodrow Wilson yang sebelumnya cukup ramah 
terhadap kaum imigran pun merasa cemas bahwa dalam suatu kemelut 
para pendatang itu akan lebih setia kepada negara asalnya daripada 
kepada Amerika. Kita tidak dapat menerima kesetiaan `fifty-fifty' 
di negara ini kata Theodore Roosevelt. Maka E Pluribus Unum menjadi 
motto nasional dengan interpretasi tunggal dari pemerintah dan teori 
The Melting Pot menjadi alat pemaksa terlepas dari ketidak-
tepatannya baik sebagai fakta maupun sebagai suatu cita-cita.

Di tahun 1915,  Horace Kallen (seorang ahli filsafat Yahudi Amerika) 
menulis sebuah esai berjudul Democracy Versus the Melting-Pot. 
Esai ini membenturkan pola `peleburan total' yang tidak bersesuaian 
dengan prinsip demokrasi. Kallen terkesan dengan bertahannya 
kelompok-kelompok etnis dan tradisi-tradisi mereka yang 
berbeda. Tidak seperti afiliasi yang dipilih secara bebas, 
katanya, ikatan etnis tidak sukarela dan tidak dapat diubah. Lebih 
jauh, Kallen mengatakan bahwa Orang-orang dapat mengganti 
pakaiannya, politiknya, istrinya, agamanya, pandangan falsafahnya: 
mereka tidak dapat mengganti kakek-kakek mereka. Orang Yahudi atau 
orang Polandia atau orang Anglo-Saxon, agar berhenti menjadi orang 
Yahudi atau Polandia atau Anglo-Saxon. 

Saat ini, lama setelah perang usai, The Melting Pot disesali oleh 
beberapa kalangan keturunan Anglo-Saxon sebagai penyebab hilangnya 
variasi-variasi asing yang menarik demi kesamaan Anglosentris yang 
hambar. INTEGRASI wajar atau paham MULTIKULTURALISME mendapat tempat 
dan dihargai sebagai paham yang sepenuhnya berlandaskan pada prinsip 
humanisme, hak-hak asazi manusia dan demokrasi. 

[budaya_tionghua] OOT: ROSA LOUISE McCAULEY PARKS

2005-11-10 Terurut Topik odeon_cafe
ROSA LOUISE McCAULEY PARKS

Oleh: Kenken

Perempuan yang dijuluki mother of the modern day civil rights 
movement ini dilahirkan dengan nama Rosa Louise McCauley pada 
tanggal 4 Februari 1913 di Tuskegee, Alabama. Bersuamikan Raymond 
Parks yang memberinya nama Parks hingga ia dikenal dengan 
nama Rosa Parks. 

Rosa Parks merubah sejarah Amerika dengan perbuatan `sederhana' yang 
ia lakukan di dalam bus kota di suatu senja tanggal 1 Desember 1955 
yang memicu pergolakan `besar' perjuangan hak-hak asazi manusia dan 
gerakan anti-rasialisme terhadap masyarakat kulit berwarna yang 
tersubordinasi secara sistematis dan keji oleh supremasi rasialis 
Anglo Saxon.

Ia mungkin bukan orang pertama yang memulai gerakan perlawanan 
terhadap kebijakan hukum Jim Crow yang mengusung perlakuan 
segregatif beda tapi setara antar masyarakat kulit putih dan kulit 
hitam yang dalam prakteknya menempatkan masyarakat kulit putih 
sebagai kelompok superior. 

Di tahun 1944, Jackie Robinson menolak memberikan tempat duduk 
kepada seorang lelaki kulit putih dan pindah tempat duduk ke kursi 
kulit hitam di bagian belakang bus. Kemudian seorang siswi SMU 
Booker T. Washington bernama Claudette Colvin yang masih berusia 15 
tahun melakukan hal yang sama pada tanggal 2 Maret 1955. Keduanya 
tidak mematuhi aturan kulit putih. 

Tetapi Rosa Parks, yang dinyatakan bersalah karena 
melakukan `tindakan yang tidak pantas' dan `melanggar peraturan 
daerah' karena menolak memberi tempat duduk untuk seorang lelaki 
kulit putih, adalah pemicu gerakan massif yang kemudian dikenal 
sebagai Montgomery Bus Boycott dan akhirnya berkembang menjadi 
gerakan massal yang menghapus peraturan-peraturan rasialis Amerika.

Untuk pertama kalinya, sebuah gerakan anti diskriminasi dilakukan 
secara tersistematis dengan menggunakan kekuatan massa dan mengambil 
bentuk sebagai gerakan politik. 

Gerakan pemboikotan angkutan bus Montgomery itu dirancang oleh E.D. 
Nixon, Jo Ann Robinson, dan Clifford Durr (seorang pengecara 
berkulit putih dan seorang aktivis gerakan hak-hak sipil) dan 
direstui oleh Jaksa Fred Gray yang bersepakat untuk melakukan 
pemboikotan satu hari terhadap sistem angkutan umum yang segregatif 
dan rasis.

Pemboikotan ini diumumkan pada tanggal 4 Desember 1955 oleh gereja-
gereja kulit hitam dan sebuah artikel yang dimuat oleh The 
Montgomery Advertiser membantu penyebaran informasinya. 

Selanjutnya, masyarakat kulit hitam Amerika bersepakat untuk 
melanjutkan pemboikotan sampai mereka diperlakukan dengan pantas, 
diperbolehkannya orang berkulit hitam untuk menjadi supir bus, dan 
penghapusan pemisahan tempat duduk di dalam bus. Pada hari Senin 
tanggal 5 Desember (hari pengadilan Rosa Parks), The Women's 
Political Council menyebarkan 35.000 leaflets yang berisi seruan 
kepada orang-orang berkulit hitam untuk memboikot angkutan bus 
Montgomery. 

Di hari yang sama, sekelompok orang yang berjumlah 16-18 orang 
berkumpul di Gereja Mt. Zion AME Zion untuk mendiskusikan strategi 
boikot. Maka dibentuklah organisasi baru dengan nama Montgomery 
Improvement Association (MIA) dan terpilihlah seorang pendeta muda 
dari Dexter Avenue Baptist Church yang bernama Dr. Martin Luther 
King, Jr sebagai presiden organisasi yang baru saja dibentuk. 

Setelah hari itu, kota Montgomery dikejutkan dengan pemogokan massal 
40.000 orang kulit hitam yang menolak untuk menggunakan angkutan bus 
dan memilih berjalan kaki. Gerakan ini baru berakhir setelah 381 
hari. Pemboikotan ini mengganggu stabilitas finansial perusahaan-
perusahaan angkutan bus. Fenomena ini mendorong munculnya aksi-aksi 
protes lain. Sebagai balasan aksi protes ini, sejumlah gereja kulit 
hitam diledakan. Begitu juga dengan kediaman Dr. King dan E.D. Nixon 
tidak luput dari serangan. Gerakan massa ini merupakan aksi massa 
terbesar dan paling berhasil dalam menentang segregasi rasial dan 
menempatkan Dr. King sebagai figure terdepan dalam gerakan 
perjuangan hak-hak sipil. 

Joe Azbell, editor harian Advertiser, mengajukan pertanyaan di awal 
berlangsungnya aksi protes tersebut. Apa yang mereka capai lewat 
aksi ini? Mungkin jawabannya adalah sebuah perasaan bermartabat, 
rasa hormat, dan kekuatan, sebuah perasaan sebagai sebuah komunitas, 
diterminasi untuk mengklaim hak-hak mendasar, sebuah keberanian 
untuk melawan—sebuah kemenangan yang pantas untuk komunitas Afro-
Amerika. 

Dan sejarah mencatat nama Rosa Parks sebagai seorang yang mengawali 
perubahan besar ini. Seorang diri, Rosa Parks mengawali perlawanan 
masyarakat Afro-Amerika dengan kekuatan politis yang pada akhirnya 
membangkitkan kesadaran orang Amerika akan perjuangan hak-hak sipil. 
Awalnya,  ia tampak sendirian, menantang benteng fanatisme rasialis 
kata Pauli Murray sepuluh tahun kemudian. Tanpa Rosa Parks, dunia 
tidak akan mengenal Dr. Martin Luther King, Jr. 

Pembangkangan Rosa Parks disebabkan karena ia terlalu letih, bukan 
karena kelelahan fisik, tetapi ia hanya lelah untuk menyerah. Ia 
hanya merasa memerlukan 

[budaya_tionghua] undangan diskusi: Pribadi, gagasan dan kepemimpinan Siauw Giok Tjhan

2005-11-06 Terurut Topik odeon_cafe
UNDANGAN DISKUSI  SHARING

Forum diskusi SIAUW GIOK TJHAN mengundang saudara/i untuk menghadiri 
diskusi dialogis:

Tema : Pribadi, Gagasan dan Kepemimpinan Siauw Giok  Tjhan

Nara Sumber  : Tan Swie Ling (ketua umum Himpunan Daya Sinergi 
Indonesia)

Hari/tanggal : Sabtu, 12 November 2005
Waktu: 13.00 WIB – 16.00 WIB
Alamat   : Jl. Pemadam No. 9. Cideng

Mohon konfirmasi. Tempat terbatas. 

Kontak person:
Maya 0812-8201207/ 021-632 4429
Hendera 0815-86568687
Ahan 0815-9420309




Sekilas tentang SIAUW GIOK TJHAN:

Siauw Giok Tjhan dilahirkan di Surabaya 23 Maret 1914, telah aktif 
ikut menentang Kolonialisme Belanda semenjak 1933 bersama-sama 
dengan Dr. Soetomo. Kemudian turut serta dalam diskusi-diskusi 
mempersiapkan UUD RI dalam kelompok Liem Koen Hian. Setelah 
proklamasi diangkat sebagai anggota Komite Nasional Daerah Malang 
kemudian sebagai anggota KNIP (Komite Nasional Pusat). Setelah itu 
menjabat menteri Negara dalam Kabinet Amir Sjariffudin antara 1947-
1948. setelah berakhirnya RIS (Republik Indonesia Serikat), dalam 
proses menegakan kesatuan RI, Siauw selalu aktif dalam DPR dan 
berbagai instansi DPR-GR/MPRS, anggota DPA dan juga aktif dalam 
Dewan Harian Angkatan 45. setelah 1965, ia ditahan oleh penguasa 
militer (KOPKAMTIB) selama 13 tahun tanpa ada proses pengadilan. 
Apakah atas perbuatannya itu ia pantas ditahan terserah kepada 
pendapat dan perasaan pembaca masing-masing. 

sebagai orang Indonesia keturunan Tionghoa, Siauw Giok Tjhan adalah 
seorang tokoh masyarakat yang memperjuangkan pergantian masyarakat 
warisan kolonial ke masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, bebas 
dari ciri-ciri kolonial dan mewujudkan semboyan Bhineka Tunggal Ika 
yang bebas dari segala bentuk rasialisme melalui suatu proses 
integrasi secara wajar. 

Tentang Forum Diskusi SIAUW GIOK TJHAN

Forum diskusi Siauw Giok Tjhan adalah sebuah kelompok belajar (study 
club) yang mengkhususkan diri mempelajari dinamika politik, fenomena 
sosial, budaya dan aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat 
Tionghoa Indonesia. 

Forum diskusi ini adalah sebentuk kenangan atau sebuah memoribilia 
untuk Siauw Giok Tjhan, seorang pemimpin masyarakat Tionghoa yang 
telah banyak berkorban untuk bangsa dan Negara Indonesia dan 
khususnya untuk komunitas Tionghoa--seseorang yang patut untuk 
ditauladani dan dikenang. 














 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/j2WM0C/PbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~- 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] MULTIKULTURALISME dan MASALAH TIONGHOA

2005-10-12 Terurut Topik odeon_cafe
MULTIKULTURALISME dan MASALAH TIONGHOA
oleh: Kenken*

Di tengah-tengah arus perubahan dunia berakselerasi tinggi,
masyarakat Tionghoa menghadapi dilema-dilema yang bersifat
primordial seputar masalah eksistensinya sebagai salah satu suku
dalam ke-Bangsa-an Indonesia, posisinya sebagai warga negara
Republik Indonesia, pengakuan sosial dan penghormatan terhadap
identitas ke-Tionghoa-an, relasinya dengan struktur politik nasional
sebagai super-struktur yang turut berpengaruh dalam menentukan opini
publik terhadap masyarakat Tionghoa dsb.

Seakan-akan, jargon Masalah Tionghoa tidak pernah usang sejak
sebelum revolusi 17 Agustus 1945. Silang pendapat dan kontra
argumentasi mewarnai persepsi berbagai kalangan mengenai Masalah
Tionghoa ini. Mulai dari opini yang meletakan masyarakat Tionghoa
sebagai faktor masalah yang dipermasalahkan sampai pada usaha-usaha
pengabaian dan penolakan terhadap adanya Masalah Tionghoa dengan
sikap acuh tak acuh. Masalah Tionghoa tampaknya telah terlalu
sering dibicarakan dalam seminar-seminar atau bahkan telah mengalami
proses politisasi oleh sejumlah tokoh/tukang seminar hingga membuat
Kwik Kian Gie berpendapat bahwa ketegangan antara pri dan nonpri
cenderung didramatisir.

Terlepas benar-tidaknya pendapat Pak Kwik tersebut, faktanya
komunitas Tionghoa seringkali mengalami pengalaman-pengalaman pahit
yang membingungkan rasionalitas dan menggoyahkan keyakinan akan
keagungan prinsip humanisme. Paling tidak tercatat mulai tahun 1740
sampai dengan 13-15 Mei 1998, masyarakat Tionghoa diharuskan
menghadapi kenyataan-kenyataan pahit, dengan gradasi berbeda, yang
berkaitan dengan dan dipicu oleh semangat rasialis anti-Tionghoa.
Mulai dari dikeluarkannya kebijakan negara di bidang ekonomi seperti
PP-10 yang legendaris sampai sederet panjang catatan kerusuhan
rasialis anti-Tionghoa yang meminta korban jiwa.

Berbagai tawaran solusi pernah pula diberikan sebagai respon
dari Masalah Tionghoa. Mulai dari sekedar anjuran sinis untuk
berasimilasi dengan golongan mayoritas (entah siapa yang dimaksud
dengan `golongan mayoritas' tersebut) sampai pada bentuk-bentuk
pemantauan militer seperti dibentuknya Staf Chusus Urusan Tjina
(SCUT) dan Badan Kordinasi Masalah Cina (BKMC). Bahkan langkah
drastis pernah diambil oleh Presiden Soeharto, atas anjuran
Kristoforus Sindhunata dan pengaruh dari SCUT, dengan mengeluarkan
Instruksi Presiden No. 14/1967 tentang pelarangan Agama, Kepercayaan
dan Adat Istiadat Cina.

Bahkan para pemimpin bangsa seperti Ir. Soekarno, Moh. Yamin, Siauw
Giok Tjhan dan Gus Dur tidak mampu mengakhiri fenomena Masalah
Tionghoa ini. Sehingga tampaknya kita memerlukan konstruksi
paradigma baru yang menyertakan seluruh elemen masyarakat untuk
secara bersama-sama membangun kesadaran akan hak-hak asazi,
demokrasi, hukum, humanisme, keadilan dan kesejahteraan bersama.
Atau paling tidak sebuah paham yang berpendapat bahwa di mana pun
tempat tinggalnya, setiap individu memiliki sejumlah kekuatan dasar
yang tak dapat dicabut oleh kekuatan politik mana pun. Sehingga
memungkinkan seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya masyarakat
Tionghoa, untuk berada dalam sebuah era di mana gerakan hak asazi
manusia tidak lagi, meminjam kata-kata Geoffrey Robertson, memohon-
mohon kepada tirani, menulis surat-surat dan mengirimkan misi-misi
untuk memohon agar penguasa tidak bertindak kejam dan melanggar hak
asazi manusia.

Hal ini terasa menjadi kebutuhan mendesak pada saat masyarakat dunia
berada dalam pergolakan dan pergeseran kebudayaan seperti saat ini.
Ketika modernisme tiba-tiba runtuh dan mati di sekeliling kita dan
kita diharuskan memasuki sebuah era baru. Beberapa ahli sosial telah
mencapai kesepekatan bahwa fenomena saat ini menandai berakhirnya
sebuah cara pandang universal yang menekankan konsep kesatuan dan
keseragaman (uniformity). Mereka mencoba menggantikan keseragaman
itu dengan sikap hormat kepada perbedaan dan penghargaan kepada yang
khusus (partikular dan lokal) didasari oleh kesadaran terhadap
keanekaragaman budaya di bumi ini. Dengan kata lain, mereka
memunculkan sebuah etos baru yang merupakan sebuah perceraian
radikal dengan pola pikir masa lalu.

Bagi Indonesia, jatuhnya rezim sentralisme-otokratik Soeharto
menandakan hilangnya titik pusat yang mengontrol segala sesuatu
untuk menjadi seragam. Tidak ada lagi standar umum yang dipakai
mengukur, menilai atau mengevaluasi konsep-konsep dan gaya hidup
tertentu. Ketiadaan titik pusat ini mungkin setara dengan istilah
yang ditawarkan oleh Michel Foucault yaitu heterotopia. Istilah
Foucault ini menggarisbawahi perubahan besar yang sedang kita alami
dan membuang jauh-jauh impian kosong tentang keteraturan yang
seragam. Ia menawarkan keanekaragaman yang tak terhitung
banyaknya, multiverse, multi-etnik, multikultural telah
menggantikan model universal yang monolitik.

Tentu saja, relativisme dan pluralisme bukanlah istilah baru. Tetapi
bagi Indonesia, menurut Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, tantangan
paling besar justeru pluralisme itu sendiri.