[budaya_tionghua] Gua-mnia - Bisa Dirubah? (Was: Benarkah Harun Yusuf mantan tukang kwamia?)
Bung Dada dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (sahur)? Sehubungan dengan topik lihat-melihat muka (mnia = muka?), atau maksudnya nasib, masa depan, saya jadi ingat dulu sekitar tahun 1985-an, di Pontianak ada satu anak muda (sekarang mestilah tidak lagi muda) yang kalau tak salah bernama (samaran?) Hartop (diambil dari 'hard top' - tipe Toyota itu?), yang waktu itu gencar pasang iklan dan pernah diberitakan di Tempo. Bung Hartop ini katanya bisa memperbaiki nasib yang digariskan di tangan anda. Dia sekolah di Amrik(?) mempelajari garis rajah tangan yang dikombinasikan dengan gua-mnia-logi atau entah apa namanya, pokoknya ceritanya sangat ilmiah dan terkesan masuk akal. Caranya merubah nasib sesuai garis rajah tangan anda juga unik, menurut logika beliau: karena nasib anda sudah digariskan di tangan - suratan nasib, maka garis-nya ajah yang dirubah. Dari yang dikatakan garis tangannya menunjukkan nasib jelek - seperti sudah suratan garis tangan itu yang dibawa sejak lahir, maka garisnya dirubah arahnya atau lekukannya, supaya menjadi suratan nasib yang baik, hok-ki, makmur abadi jaya sentosa selama-lamanya sepanjang segala abad, jeh! Konon kabarnya beliau punya alatnya untuk merubah alur garis tangan, dan secara harafiah benar-benar dia rubah alurnya - entah bagaimana caranya, saya hanya baca saja ceritanya di Tempo waktu itu. Dan, menurut pengakuannya, banyak pejabat dan menteri yang sudah datang meminta bantuannya untuk merubah nasib dengan cara merubah garis rajah tangan. O, jangan tanya, konon tarip jasa kosultasinya bukan main-main, mungkin setara dengan tarip konsultasi Ki Gendeng Pamungkas ketika musim pemilu dulu itu. Saya cuma pengin tahu, apakah ada di antara anda yang dulu pernah meminta jasa beliau merubah garis tangannya, atau setidaknya orang yang anda kenal yang merubah garis tangannya dengan pertolongan beliau, lantas sekarang (sudah lewat puluhan tahun) jadi bernasib baik dan menjadi makmur. Lantas, apakah Bung Hartop masih tinggal di Pontianak dan masih banyak 'pasien'nya ya? Nothing serious, just curious ajah-larrr. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Dada wrw@... wrote: Jika ranah keyakinan sudah didasari motif untuk menyembah Keuangan yang Maha Esa , lantas berjualan , maka dia harus menyediakan beberapa eksposisi , misalkan mantan tukang kwamia , di datangi malaikat , mendengar bisikan , mantan panglima gereja setan , mengaku sebagai cicit kaisar , tidak perlu sampai membuka baju tentunya , tapi membuat suatu kurikulum hidup yang spektakuler , menandakan dirinya bukan orang sembarangan. Adalah hal yang sulit seperti memacu kendaraan sedemikian tinggi lantas tiba2 berbelok menikung , menghasilkan tontonan yang dramatis , spektakuler , ajaib dan akhirnya , mukjizat dan memaksa pendengar , pemirsa takjub bukan main. Apalagi orang yang berpindah dan berjualan , baik itu pindah agama , pindah budaya , pindah negara , daripada menghadapi resiko pandangan curiga , dia harus lebih kristen daripada kristen umumnya , lebih islam daripada islam umumnya , lebih amerika daripada orang amerika itu sendiri , lebih buddhist daripada buddhist itu sendiri.
[budaya_tionghua] Baca Dan Respon Posting. (Was: Kejahatan rasial di bis kota di Jakarta)
Bung SF or Sawfa dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan (sahur)? Nimbrung dikit ya... Saya suka heran ajah, mengapa ya ada saja TTM yang suka membaca posting cuma sekelebatan ajah, lantas buru-buru respon cuma satu-dua kalimat saja, yang lantas konteks-nya jadi seolah berdiri sendiri dan ditanggapi secara apa istilahnya nih: salah, sembrono, ngawur, atau sempit - nanti pasti dibahas lagi masalah yang ini. Coba saja baca lagi posting Bung SF di bawah secara lengkap, mestinya ndak perlu lantas pada tersinggung dan merespon dengan reaktip oleh kalimat yang ini: komunitas tionghua yg lebih maju umumnya tergabung di gereja - sebab kalimat tsb utuhnya adalah sebagai berikut: komunitas tionghua yg lebih maju umumnya tergabung di gereja, yg setau sy belum pernah ada sejarahnya, gereja mengadakan latihan ilmu bela diri kungfu atau karate atau boxing sekalipun. sesepuh2 yg dianggap bijaksana sbg tempat mengadu, biasanya menenangkan dg kata2: sebisa mungkin kita menghindar saja, biarkan mereka berbuat jahat terhadap kita, suatu saat mereka pasti akan ketemu orang yg membuat mereka jera. tapi dari hari ke hari, semakin banyak yg ngomong begitu, sementara orang yg akan memberi pelajaran yg membuat jera, tak kunjung muncul, hehehe Apakah hal ini - baca sepotong-sepotong, langsung spontan respon sepenggal-dua kalimat, karena pengaruh 'kemajuan' (atau kemunduran?) teknologi, anda bisa secara mobile mengikuti milis, baca-nya pakai BB di jalan, di mobil, di kantor, jadi mesti buru-buru - sebab lampu lalin sudah ijo atau boss manggil, hurufnya kecil-kecil tak terbaca, jadi secara acak saja comot satu dua baris kalimat yang kebetulan pas dapatnya yang sepotong itu, lantas merespon-nya tanpa mau baca selebihnya lagi? Yah kalau sudah begitu, anda tidak salah sih, kalau dibilang salah nanti jadi manjang, sebab memang bukan salah anda memegang BB, tapi salah si BB yang menyediakan fasilitas layar mini dengan huruf mini ya? Gak apa-apa sih, saya bukan bermaksud protes, malah bagus juga, jadi milis gak sepi, rame terus dengan pemahaman sepotong-sepotong yang menggiring respon lain yang juga sepotong-sepotong, makin kabur dan jadi OOT. Mayan, daripada milis sepi toh yah? (jawab si Ipin: betul! betul! betul!) Saya pernah mukim di Pontianak agak lama, sekitar 2 tahunan - waktu KM Tampomas terbakar dan tenggelam di perairan Masalembo itu, dan bergaul dengan masyarakat Tionghua maupun Melayu di sana karena tuntutan perut: gawean saya mesti ke rumah sakit, dokter-dokter, apotik dan toko obat. Setidaknya yang dikatakan Bung SF adalah cerminan masyarakat setempat di sana. Saya rasa, gak ada salahnya mereka merasa 'terbelakang' dibanding komunitas tionghua yg lebih maju umumnya tergabung di gereja, sebab memang begitulah selalu 'positioning' yang mereka terima sejak kecil. Jangan anda bayangkan masyarakat Tionghua di sana (juga di Medan?) dengan yang di Jawa. Di Jawa, boleh dibilang semiskin-miskinnya orang Tionghua, gak ada yang sampai menjadi petani penggarap gurem, kuli, tukang becak atau babu, yang mesti tinggal di rumah gedek berlantai tanah becek deket kandang babi, mandi dan berak di sungai berair soklat - sampai juga mesti terpaksa 'menjual' anak perempuannya untuk dikawin ama duda atau perjaka tua di Taiwan sana. Cuma mereka yang 'maju' - secara ekonomi terutama, yang bisa 'makan' bangku sekolah - sekolah itu suatu kemewahan, di sekolah Katolik atau Kristen, karena tak mungkin mereka bersekolah di sekolah negeri - kecuali yang berkahwin-mahwin dengan suku-suku lain. Tapi, memang susah sih ya, seperti kata teman saya, anak Tionghua Dili (Timtim) waktu tahu saya naksir anak perempuan tetangganya: bebek itu ber-kwek-kwek-kwek, sementara ayam berkok-kok-kok, keduanya susah bertemu. Kalau membayangkan masyarakat tertentu sebagai masyarakat yang ada di lingkungannya sendiri, tentu saja referensi-nya berbeda, dan kayaknya kalau sudah begitu, ibarat membandingkan apel vs jeruk - sampai kapan pun gak bisa ketemu atuh, euy! O, ya, by the way, busway, kemaren malem saya nonton tayangan Saolin Kungfu Inc. di Nat-Geo - ternyata 'gereja' aka vihara aka biara Saolin itu jadi bisnis besar di Tiongkok sana. Para 'biksu'nya gak menutup diri dari modernitas. Mereka mengadakan tur keliling dunia bikin show yang tidak kalah ama safari-nya si Jacko, kolaborasi dengan koreografer dari Perancis(?), jual memorabilia, bikin tur keliling biara - gak kalah ama Vatikan. Mereka pada maen kompi juga - jangan-jangan pada baca milis kita juga tuh, pegang HP, dan ketika ditanya apa gak takut kuwalat ama kakek moyang (di Saolin gak ada 'nenek') boss-nya bilang: kalau pendiri Saolin masih ada, kayaknya mereka akan merestui langkah kami ini, jeh! Begitu sajah sih ya kira-kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, sf sa...@... wrote: sekian lama sy merasa cara ahimsa nya mahatma gandhi adalah paling baik, maka sy lebih merasa
[budaya_tionghua] Re: Arti Penting Misi Perjalanan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) Bagi Pengembangan Bis
Bung Ardian, Bung Ivan dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Kebetulan saya baru ajah selesai nonton video-nya Zheng He ini. Zheng-he ke Jawa (kayaknya bukan khusus ke Semarang ya?), bukannya genap 600 tahun-nya udah lewat 4-5 tahun lalu ya? Waktu itu diperingati besar-besaran di Semarang, mereka bikin replika kapalnya di kali deket kelenteng Gang Lombok(?) itu. Di Cirebon, kelenteng Thay Kak Sie deket pelabuhan itu, menyimpan satu jangkar besar yang dipercaya merupakan jangkar dari kapal anggota armada Zheng-he juga. Kaisar Zhu-di atau Yong-le ini hebat sekali pada jamananya ya. Sudah memikirkan menyusun ensiklopedi segala, sayang buku-bukunya banyak dibakar oleh penggantinya ya. Juga terpikir untuk mengirim misi muhibah segala. Sayang sekali dia gak berpikir untuk menguasai daerah yang tak bertuan - yang disinggahi oleh armada Zheng-he, misalnya. Di filem tidak diceritakan kisah selanjutnya setelah Tiongkok (mereka sudah menyebut Cung-guo?) ditinggal mati oleh Zhu-di, dilanjutkan oleh anaknya cuma sebentar (8 bulan?) lalu cucunya meneruskan tahta. Zheng-he yang sudah di'ban' aka grounded oleh anaknya Zhu-di, lalu direhabilitasi namanya, dikasih ijin untuk melaut lagi. Sementara Zheng-he yang sudah lanjut usia, lantas perannya digantikan oleh anak cici angkatnya (atau pacarnya ya?) Sung-thian, segenerasi ama sang cucu kaisar. Gak tahu apakah ada cerita selanjutnya ttg kedua penerus ini ya? Atau mereka gak sempat berkibar namanya sudah digulung oleh kaisar dari keluarga lain yang 'berontak'. Seru juga melihat mereka baku bunuh demi tahta, bahkan di antara sesama saudara dan orangtua/anak sendiri sekalipun! Kalau baca sejarah mereka, kayakanya getun - menyesali, kaisar selalu digantikan lewat pertumpahan darah, entah oleh keturunannya sendiri, atau oleh keluarga lain. Kalau saja jaman itu sudah mengenal pergantian kekuasaan tanpa pertumpahan darah, mungkin sudah sejak dulu Tiongkok berjaya dan sukses menjadi boss dunia ya? Cara Yong-le memerintah, kalau benar seperti digambarkan di filem tsb., nampaknya sudah 'demokrasi' - dia kasih kesempatan para menteri-nya untuk punya pendapat sendiri, walau keputusan terakhir selalu di tangannya jua. Memang sih agak 'aneh' kalau dibandingkan dengan demokrasi sekarang, tapi demokrasi sekarang juga akan terasa aneh: bisa pake duit supaya menang dengan suara terbanyak, jeh! Yang masih bikin bingung buat saya, nama-nama negara yang disinggahi Zheng-he, karena lafal-nya dari Guo-yu, si pembuat sub-title kayaknya asal nyebut ajah, ada yang pas, tapi banyak yang kayaknya gak nyambung. Susah menebaknya. Baca di wikipedia, daerah atau negara yang disinggahinya, banyak yang gak cocok ama yang disebut di sub-title. Susah juga sih ya, pembuat sub-title biasanya cuma asal terjemahin, kejar tayang, gak ada waktu - jadi asal jadi ajah sudah bagus, euy! Back to topic. Kalau mau mengharap pemerintah ikut ambil bagian dalam mempromosikan Semarang dengan memanfaatkan momentum Zheng-he ini, kayaknya memang susah. Momentum 600 tahun-nya sendiri sudah lewat toh? Lagipula, kayaknya Zheng-he sendiri ndak memandang penting sekali ttg singgahnya di Semarang waktu itu, kayaknya cuma numpang ngambil air ajah buat bekal minum mereka ya? Belum lagi, kalau lihat ceritanya di filem, katanya nenek moyang Zhu-di melarang penduduk warga Tiongkok pergi melaut. Tindakan sang kaisar menugaskan Zheng-he ajah merupakan kontroversi pada jaman itu. Mereka yang berani melaut dianggap sebagai kriminal, kalau balik dan ketangkep pasti dipenjara dengan tuduhan memberontak - suatu tuduhan yang sangat berat, hukumannya mestilah dipancung kepalanya. Kalau benar begitu, berarti kita semua ini termasuk keturunan para 'pemberontak' yang gak dianggap oleh mereka dong? Satu hal yang berkesan buat saya, adegan ketika si Zheng-he baru balik ke ibukota, dia mau jajan 'tahu mambu (bau)' (Chou-dou-fu), dia gak bawa duit, cici-nya (saya koq curiga, jangan-jangan ini pacarnya ya?) juga gak bawa duit, lalu si penjajanya kasih gratis karena dia gak tahu dan dikira Zheng-he orang dari luar kota. Jadi ternyata sejarah tahu mambu sudah ratusan tahun juga rupanya, jeh! Kenyataan bahwa Zheng-he setia kepada sang kaisar, dan mungkin karena dia seorang kasim(?) jadi tidak berambisi memberontak atau menguasai negara lain, ada juga kejelekannya. Kalau saja dia mau menguasai, peta dunia tentu sudah lama berbeda jauh dari sekarang ya? Hehehe.. just intermezzo, ah. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ardian_c ardia...@... wrote: seinget aye ntu zheng he gak pernah ngedarat di semarang. semangat zhudi itu buat apus pengaruh dinasti yuan, menggantikan perdagangan yg dipegang oleh org2 persia dan arab sejak dinasti Sui dan melemah sejak kejatuhan dinasti yuan, menjaga stabilitas perdagangan internasional dari bajak laut Yong Le jg yg membuat ensiklopedia pertama didunia dgn judul Yong Le Da Dian yg nanti
[budaya_tionghua] Re: Fw: Jenakanya orang Tiongkok yang genial
Bung ChanCT dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Terima kasih atas sharing lelucon-nya ya. Lelucon, seringnya memang jadi berkurang lucu-nya kalau diterjemahkan. Ini berlaku umum, baik lelucon dalam basa Guo-yu, maupun basa lain, semisal Inggris. Contohnya adalah lelucon ttg 'Chinese Jews' - dalam basa Inggris, 'jews' bunyinya seperti 'juice' (jus). Jadi ketika ada pengunjung resto Tionghua, orang Amrik (di AS ada American Jews) memperdebatkan soal 'Chinese Jews' - maksudnya ada gak ya orang Yahudi di China, dan mereka bertanya kepada pelayan resto itu, ditangkap pelayannya sebagai 'Chinese Juice'. Kalau diterjemahkan ke dalam basa Indoneisa, 'jews'nya bisa jadi 'Yahudi' - gak nyambung. Kalau disebutnya 'jus', bisa terkesan melecehkan. lha masak orang dibikin jus toh? Begitu juga lelucon ttg 'Anny Wan' di telepon. Yang jadi salah persepsi dengan 'anyone', some one = sam wan. Kalau diterjemhkan ke basa Indonesia, jadinya 'Annie Wan' = nama orang. Gak terasa lucunya lagi. Konon katanya seorang bule pernah protes kepada guru basa Guo-yu yang megajarnya. Dikatakan bahwa huruf Hanzi itu sederhana, gampang dipelajari, satu kayu disebutnya æ¨[mu], dua kayu membentuk kata hutan æ[lin], hutannya lebat disebut 森æ[sen-lin], semua hurufnya memakai huruf dasar æ¨[mu] yang berarti kayu. Jadi semua benda yang dibuat dari kayu, semisal kursi æ¤ å[yizi], meja æ¡å[zhuozi], mestilah ada huruf æ¨[mu]-nya di samping, atau di bawah, di atasnya. Si murid protes karena ada satu huruf yang berarti gelas æ¯[bei], tapi ada huruf æ¨[mu] di sampingnya. Padahal, gelas 'kan dibuat dari keramik, bukan kayu. Sang guru (gak percuma disebut guru toh) dengan sigap menuliskan huruf æ¯[bei], coba apa yang ada di samping æ¨[mu]nya? ternyata itu huruf ä¸[bu] = bukan. Jadi, bener toh kalau æ¯[bei] itu bukan dari kayu. (Meskipun, mungkin saja dulu-dulunya memang dibuat dari kayu, atau bambu toh?) - Lelucon ini mungkin cuma terasa lucu kalau asli dalam Guo-yu dengan huruf Hanzi. Kalau diterjemahkan ke dalam basa Inggris, atau basa Indonesia (seperti yang saya coba buat ini), terasa bertele-tele dan lucunya berkurang toh? Walau tidak menutup kemungkinan ada juga lelucon yang bisa cukup 'universil', bisa diterjemahkan ke berbagai basa, tapi masih terasa lucunya. Juga, ada lelucon yang cuma lucu kalau disampaikan secara lisan, karena ada intonasi yang terasa lucunya jadi hilang kalau dituliskan. Bagaimana pun juga, tetap terima kasih. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ChanCT sa...@... wrote: ---Original Message--- From: Nang Yan, George Sze Date: 2010/8/24 ä¸å 10:50:47 To: undisclosed recipients: , Subject: RE:(PCNY) ä¸å人æ°`åå¹½é»å天æï¼ èª°èªªä¸å人ä¸æå¹½é»ï¼ä¸å人æ°`åå¹½é»å天æï¼è«çä¸æï¼ Coba perhatikan tulisan dibawah, siapa bilang orang Tiongkok tidak becanda? Rakyat Tiongkok jenaka yang genial! Please Scroll Down ! 1. é·å£½æå¼ = Petunjuk Panjang umur ä¸æ½ç ä¸åé 'ï¼æ´»å° 63 æ²ï¼æ彪åå¿ï¼ Kawan Lin Piau meninggal diusia 63, tidak minum arak juga tidak merokok; åªåé 'ä¸æ½ç ï¼æ´»å° 73 æ²ï¼æ©ä¾åå¿ï¼ Kawan Zhou En Lai minggal diusia 73, hanya minum arak, tidak merokok; åªæ½ç ä¸åé 'ï¼æ´»å° 83 æ²ï¼æ¯ä¸»å¸åå¿ï¼ Kawan Mao Tse-tung meninggal diusia 83, tidak minum arak, hanya merokok; æ¢æ½ç ååé 'ï¼æ´»å° 93 æ²ï¼å°å¹³åå¿ï¼ Kawan Den Siao-ping meninggal diusia 93, tidak hanya minum arak, juga merokok; ååå«è³æ¨£æ¨£ä¾ï¼æ´»å° 103 æ²ï¼å¸è¯å°è»ï¼ Jenderal Zhang Xue-liang meninggal diusia 103, tidak hanya minum arak, merokok, melacur juga dilakukan, å¥å£ç¿'æ £æ²'æï¼æ¯å¤©ç¡å好人好äºï¼æ´»å° 23 æ²ï¼é·é'åå¿ï¼ Kawan Lei Fong, semua pola-hidup jelek tidak dilakukan, setiap harinya menjadi orang-baik-baik, usianya hanya sampai 23 saja! 2. çºäººæ°`æå = Mengabdi pada Rakyat çºäººæ°`æåçè¶ä¾è¶å°`äºï¼çºäººæ°`å¹£æåçè¶ä¾è¶å¤äºï¼ Mengabdi pada rakyat makin lama makin sedikit; mengabdi pada Ren Min Bie makin lama makin banyak; æ½è`奶奶é馬路çè¶ä¾è¶å°`äºï¼æ½è`äºå¥¶é馬路çè¶ä¾è¶å¤äºï¼ Menuntun nenek menyeberang jalan makin lama makin sedikit, menuntun istri kedua makin lama makin banyak; æ¥è¨è£å¯«å¹«é幾次å¿çè¶ä¾è¶å°`äºï¼æ¥è¨è£å¯«ä¸é幾次åºçè¶ä¾è¶å¤äºï¼ Catatan harian mencatatkan berakali kesibukan makin sedikit, mencatatkan berapa kali naik ranjang lebih banyak; 以åæ¯ç´ 米飯åç湯ï¼èå©ä¸åï¼å©åä¸å¹«ãç¾å¦ä»æ¯ç½ç±³é£¯çå «æ
[budaya_tionghua] Re: Kejahatan rasial di bis kota di Jakarta
Bung Ikkyosensei dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. kalau soal kesenggol dan berusaha malak, kayaknya gak ada hubungannya dengan masalah 'ras'. Saya pernah ngalami sendiri, sekitar 4-5 tahun lalu, karena memang asyik nelepon di mobil, jadi agak meleng. Di dekat putaran di atas Kali Ciliwung, di sekitar Bakmi GM itu, saya mau berbalik arah, gak melihat ada motor di sisi kanan, maka tersenggol-lah si motor pada bagian lampu sein-nya, dan kayaknya patah. Tapi, si pengemudi, encek dan encim yang diboncengnya tidak sampai jatuh, masih berdiri dengan tegak di atas motornya. Merasa salah, saya berhenti dan menghampiri. Langsung saya kasih 50.000 buat ganti lampu sein-nya, yang nampaknya sih sudah sambungan diikat kawat - motornya sudah tua. Harga lampu sein motor tua-nya itu paling juga sekitar 15.000 waktu itu. Tahu gak? Si encek ngotot minta duit lebih lagi, alasannya dia kena senggol dan mesti periksa ke rumah sakit. Saya gak ladeni langsung tinggal pergi saka, tapi juga gak sampai hati untuk melabrak dia, tonjok dulu, urusan belakangan. Kuatir nanti jadi berbalik saya digituin orang kalau tua kelak. Pernah juga kehilangan dompet di gedung perkantoran di Sudirman, Jakarta. Yang nemu telepon mau kembalikan. Uangnya yang 250 rebu sisa 50 rebu, katanya 'terpakai' dan itu memang 'rejeki' dia, dia ketemu kembalikan dompetnya, katanya saya beruntung ketemu orang 'jujur' kayak dia, kartu kredit gak dipakainya (mana bisa ya, saya pakai nama Tionghua, dia berkulit item dan mata belo) seperti dianjurkan temen-2nya, ATM juga gak dipakai (padahal ada percobaan sebanyak 2 kali dia coba masukin PIN), lalu masih coba 'malak' bilang kacamata dia baru beli kemaren jatuh karena cari-cari alamat saya, saya tanya kenapa gak titip satpam atau pulisi ajah, dia bilang gak percaya ama satpam atau pulisi, nanti uangnya di'makan' mereka (toh akhirnya dia 'makan' juga), juga ada tunggakan kartu kredit dia belon bayar, cicilan rumah juga belon dibayar, isterinya minta beli beras juga - ngakunya kerja di pabrik di daerah Cikarang. Kalau anda jadi saya, apakah anda akan gebuki dia juga? Saya sih cuma senyum ajah, lalu sodorkan semua KK dan ATM kepadanya, ambil saja KK dan ATM yang gak laku itu, kalau mau buat koleksi. Semula terpikir oleh saya mau serahkan ke satpam - ketemunya di mall, dan bilang dia curi dompet saya, tapi, lagi-2 saya kuatir nanti akan mendapat balasan serupa. Jadi saya relakan saja sisa uang 50 rebu dari 250 rebu yang 200 rebu-nya sudah 'terpakai' tak sengaja olehnya buat beli bensin katanya. Modus operandi standar penemu dan pencuri dompet, diambil uangnya, dibuang dompet dan lain-lainnya -ngapain mesti 'berbaik hati' mengembalikan toh?. Ini memang amatiran yang sering nonton TV dengan acara 'siapa yang mau nolong' - dengan iming-2 hadiah duit gede. Yah... his name is also effort, namenye juge usahe ye? Tapi, satu hal yang jelas: naluri memeras tidak berdasarkan ras, tapi nampaknya berdasarkan faktor ekonomi ajah sih, jeh! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ikkyosensei_ym ikkyosen...@... wrote: Kebetulan di tanah kelahiran saya Blitar, rasialisme (dalam pengertian pelecehan ras tertentu) walaupun masih ada.. namun sudah tidak laku (tidak mendapat dukungan publik). Jadi ingat kasus mamah koko saya. Koko, waktu itu SMA kelas 2-an, boncengi sepeda mamah ke pasar. Waktu di tikungan, nyenggol gerobak pedagang syur. Koko mamah nyungsep, barang dagangan sayuran orang tersebut berantakan di jalan. Setelah mamah dapat obat merah dari penduduk, terus mamah menghitung harga sayuran-sayuran yang rusak karena telah tumpah di jalan tersebut. Dibayar, karena mamah kasihan khan barang dagangan tersebut buat ngasih makan keluarga mereka di rumah. Terus basa-basi mamah tanya, ada badan pedagangnya yang sakit nggak? Padahal mamah, koko, dan penduduk tahu, yang kesenggol itu gerobaknya, bukan orangnya yang lagi berdiri di trotoar. Nggak tahu, setan apa itu kepala orang itu. Dari tenang damai, karena dagangannya laku keras, tiba-tiba teriak-teriak minta ganti rugi uang kaget. Ya benar, istilahnya uang kaget. Mungkin kaget, kok naruh gerobak di tikungan yang bikin orang nyungsep ... malah dapat kesempatan malak kali. Aku setuju, dengan tindakan kokoku yang kaget juga dan langsung gebuk tendang pedagang tersebut. Sekalian nambah uang saku buat ongkos ke rumah sakitnya. Dan juga, setuju kepada publik yang memberi kesempatan beberapa puluh jotosan baru memisah. Saran, lain kali kalau terjadi kasus seperti itu di tempat publik ... jangan ragu untuk dijotosi massal saja. Kalau di Jawa, bahkan dibakar sekalian. Salam
[budaya_tionghua] Setiap Pribadi Itu Unik. (Was: sejarah baju koko: Koko Masuk Islam)
Bund David Kwa dan Ttm semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. maksud hati sih diam ajah dan senyum baca komentar anda, tapi apalah daya tangan ni gatal tak kuasa menahan gejolak hati untuk mengetuk-ketuk-kannya di atas keyboard. Nama Remy Sylado konon benar adanya diambil dari nada lagu, karena dia penggemar musik di samping menjadi novelis. Tapi, sorry, Re = 2 mi = 3, bener adanya. Cuma Sy = 4? Kayaknya anda salah terpeleset jari di atas keyboard. Sy atau si dalam nada lagu adalah 7, jadi yang bener - sorry, agak betrele-trele nih: 23 761. Lalu, kalau soal 'engkoh' untuk merujuk 'ko', kayaknya sih sah ajah, lha bukankah (anda sendiri yang ngepost?) pernah dibahas di milis kita, bahwa 'enso' itu dari 'sousou', engkong dari 'kungkung', encim, encek, engkim, jadi kayaknya emang bener sih 'engkoh' itu untuk koko. Kalau anda bilang gaya dia bertutur itu mengada-ada, lebai, rasanya sih ya boleh-boleh saja dan sah-sah saja, sebab dia sedang bertutur di novel tulisannya: Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah. Dan, kalau ditanya, kenapa harus âpake ribetâ sebab dihubungkan dulu dengan âengkoh-engkohâ segala rupa (pake tambahan âengâ di depannya)? Kenapa bahasa Indonesia (apakah pasti bahasa Indonesia dan bukan bahasa lain, Melayu, Sunda, atau Jawa, misalnya?) harus mengejanya DARI kata âengkoh-engkohâ, seperti kata dia, bukan LANGSUNG dari kata âkokoâ saja? -- Jawabnya: karena dia namanya Remy Sylado, bukan David Kwa, sih, jeh! Hehehe. kalem ajah-lah, sesama bus kota kabarnya dilarang saling menyalip, tiap individu katanya memang unik, gak ada yang sama persis, bahkan sepasang anak kembar sekalipun! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, David dkh...@... wrote: Owe rasa Remy Sylado (23 461) terlalu âmaksaâ di sini. Bila baju koko mau dihubungkan dengan âbaju kakak laki-lakiâ, itu sah-sah saja; toh tidak ada yang melarang, sebab âkoko ����â kan artinya âkakak laki-lakiâ dalam bahasa Indonesia; âabangâ dalam bahasa Melayu; âlaeâ dalam bahasa Batak; âakang atau aâaâ dalam bahasa Sunda; âmasâ dalam bahasa Jawa; dan âbelihâ dalam bahasa Bali. Tapi âKokoâ ya MBOK cukup âkokoâ saja, karena kata ini cukup populer dan singkat pula, kenapa harus âpake ribetâ sebab dihubungkan dulu dengan âengkoh-engkohâ segala rupa (pake tambahan âengâ di depannya)? Kenapa bahasa Indonesia (apakah pasti bahasa Indonesia dan bukan bahasa lain, Melayu, Sunda, atau Jawa, misalnya?) harus mengejanya DARI kata âengkoh-engkohâ, seperti kata dia, bukan LANGSUNG dari kata âkokoâ saja? Koq rasanya dia terlalu mengada-ada alias Lebay ya⦠--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, hendri f isnaeni hendrifisnaeni@ wrote: Bagaimana ceritanya tui-khim menjadi baju koko? Menurut Remy Sylado, karena yang memakai tui-khim itu engkoh-engkoh sebutan umum bagi lelaki Cina maka baju ini pun disebut baju engkoh-engkoh. Dieja bahasa Indonesia sekarang menjadi baju koko, kata Remy dalam novelnya Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah.
[budaya_tionghua] Re: Kuburan Ber-basement.
Bung Dipo, Bung Eko dan TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe sorry, semulajadi saya mau tarok foto-fotonya di album milis kita. Tapi entah mengapa saya tidak melihat ada tombol 'create' album atau 'upload' foto - mungkin memang tombol itu diset khusus untuk mods ajah ya. Jadi, kalau mau lihat foto-fotonya, sila masuk ke link ini ajah: http://ophoeng.multiply.com/photos/album/474 Bung Eko, rupanya anda asli Cah Solo tah? Saya sih bukan Cah Solo, tapi beberapa kali saya pernah ke Solo dan pernah mukim sebentar di sana, tapi ya baru minggu lalu itu saya diberkahi kesempatan melihat sisa-sisa kuburan mBah Cerewet aka mBah Bawel itu. Waktu lokasi UNS masih berupa kuburan, sekitar tahun 1965-an, atau sekitar 1974-1976-an(?), ketika saya masih sering ke Solo, mestinya tu kuburan masih utuh, saya juga gak berkesempatan melihatnya. Memang sayang sekali bahwa kuburan itu sudah dibongkar, sisa bangunan itu saja. Itu pun ndak dibongkar karena adanya 'kesaktian' yang dipercaya penduduk setempat. Kalau anda mudik nanti, cobalah anda iseng-iseng selidiki siapa ahli warisnya dan tanyakan bagaimana sejarahnya kuburan itu diberi basement. Bung Dipo, ternyata benar ada kuburan ber-basement juga di Petamburan ya? Waktu itu saya pernah dengar dari satu teman bahwa ada satu kuburan yang bisa turun ke dalam tanah (basement?), tapi teman saya bilang itu kuburan orang Belanda. Rencananya besok saya mau ke sana bersama teman saya untuk melihat dan memotreknya kalau sempat. Saya gak tahu persis apakah kuburan mBah Cerewet itu disebutnya maoseleum atau apa. Tapi, bukannya maoseleum itu berupa ruang berpendingin yang peti matinya ditarok begitu saja dalam ruang tsb., dengan bahan kaca transparan supaya orang bisa melihat jasad mendiang yang dibalsem itu? Terima kasih atas tambahan info anda, tapi masih saja belum terjawab ttg adat kebiasaan 'memaksa' generasi muda untuk posisinya berada di 'bawah' mendiang - bahkan setelah dikubur sekalipun. Malahan sekarang topik-nya bercabang ke pembahasan ttg Belanda tun-pnoa seperti dilontarkan oleh Bung David Kwa tuh ya. Begitu saja kira-kira ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Dipo dipod...@... wrote: Dari deskripsi Ophoeng, sepertinya ini semacam mausoleum ya ? Saya cari fotonya dibagian photo tidak ketemu Phoeng. Apa mungkin mirip milik Oen Giok Khouw di Petamburan itu, disitu juga ada basementnya ? Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, eko hermiyanto eko.hermiyanto@ wrote: Waduh, ternyata saya sendiri yang notabene menghabiskan 18 tahun hidup pertama saya di daerah Solo tidak tahu menahu mengenai kuburan ini. Saya tadi menelpon orang tua saya, tetapi, baik ibu maupun ayah saya juga sama sekali tidak tahu mengenai kuburan ini. Entah dengan kakek saya karena saya belum berkesempatan untuk menelepon beliau.
[budaya_tionghua] Re: Kuburan Ber-basement.
Bung Dipo dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Mestinya anda benar kalau lihat tata letak altar di basement. Di kiri kanan ada ruang kecil yang biasa untuk dewa tanah (tikong?), juga kalau anda lihat foto nomor 15-B, pas di sudut-nya ada ruang lagi - entah untuk apa (foto 15-C). Sementara di permukaan tanah, memang tidak ada bekas tempat bersemayam-nya ti-kong. Di atas altar yang di basement ada cekungan oval yang bisa jadi merupakan bekas tempat bongpai. Tapi, kalau benar jasad ditarok sejajar (atau lebih rendah lagi masuk di dalam tanah dari permukaan basement), lantas yang bersembahyang di atas (kalau lihat dari basement) itu posisinya ada jauh di atas jenasah. Juga, kalau tinggi basement itu sekitar 250-300 cm., berarti jasad dikuburkan lebih dalam lagi ya. Karena, katanya 'ide' pembuatan basement supaya generasi yang lebih rendah dari almarhum harus berada di bawah-nya ketika bersembahyang. Lantas, kalau begitu, yang segenerasi atau lebih tinggi generasinya terpaksa 'look deep down upon him/her' ketika bersembahyang dong? Memang sih tanah gundukan di atas sudah tidak ada, bisa jadi memang sejak semula tidak pakai tanah gundukan, atau sudah dibongkar. Tapi, kalau menilik kebiasaan orang mendirikan 'cungkup' atap kuburan itu hanya di bagian pelataran altar, mungkin saja dulunya ada gundukan tanah di belakang itu. Saya sendiri baru pertama kali ini tahu ttg kuburan ber-basement begini (jadi ingat cerita Sin-tiaw Hiap-lu, si Xiao Liong Li tinggal di dalam kubur, mestinya kuburannya itu berbentuk basement gitu 'kali ya?), dan belum pernah mendalami soal aturan tata letak kubur. Mungkin ada yang lebih mengerti ttg hal ini mau berbagi infonya? Foto-foto yang saya ambil juga nampaknya masih kurang detil, bagian basement tidak terrekam seluruhnya - waktu itu masih pagi, ruang itu cukup gelap dan agak 'keu-eung' if you know what I mean, juga bagian atas terlewat bagian belakangnya. Kalau nanti saya ke Solo lagi, mungkin akan saya sempatkan untuk melengkapi lagi. Kalau perlu, bawa 2-3 orang untuk bantu membersihkan sisa-sisa bangunan tsb. Kalau nanti saya mendapat cerita ttg 'kesaktian'nya, tentu saja akan saya bagi untuk anda semua. Tapi, cerita ttg sakti-nya itu, bisa jadi hanyalah usaha penduduk sekitar untuk melestarikan bangunan unik tsb. Mungkin saja itu bangunan satu-2nya yang pake basement. Bung Eko yang asli Solo mungkin bisa bantu kita mengorek cerita dari kakek-nya tuh. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Dipo dipod...@... wrote: Saya hanya menduga-duga ya, tetapi kalau dilihat dari foto #15, sepertinya jenazahnya ditaruh di basement ya ? Jadi altar tidak terletak dibawah dan sejajar, tapi sejajar dan diatas jenazah. Tetapi ini hanya spekulasi saja ya, saya tidak faham tata cara penguburan jaman itu. Bahkan tata cara penguburan jaman sekarang saja saya tidak jelas. Ophoeng, kalau bisa menyelidiki sumber kesaktiannya, tolong kasih tahu saya ya :). Salam
[budaya_tionghua] Assimilasi Makanan.
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Wah... seru juga ngikuti diskusi ttg assimilasi barusan ya. Saya tertarik ama topik yang Bung Ardian C lontarkan ttg 'kicap manis' yang kayaknya 'invented' di Jawa. Hasil assimilasi kicap (asin) yang dibawa kakek moyang dari Tiongkok dengan selera perdapuran manis dari Jawa. Sama seperti tempe - yang semulajadi tidak dikenal oleh orang Tionghua, nampaknya juga ditemukan di Jawa - orang Tionghua di Kalimantan dan Sumatera nampaknya cuma kenal tahu sebagai olahan dari kedele, baru kemudian kenal tempe setelah berinteraksi dengan orang-orang (Tionghua atau pun bukan) dari Jawa. Bener sekali bahwa 'assimilasi' dalam makanan mengalir begitu saja, tanpa paksaan, tanpa SKB - Surat Keputusan Bersama, just flowing like water in the river. Dan, nampaknya berjalan damai, aman terkendali dan sedep-mantep punya, euy! Lihat saja betapa 'dominasi' Tionghua merasuk ke dapur Indonesia: bakso (bakwan), bakpau, bakphia, bakmi, sampai-sampai mereka pikir 'bak' adalah kependekan dari 'babi' - saking mereka kira semua orang Tionghua adalah pemakan (daging) babi. Mereka lupa bahwa banyak juga orang Tionghua yang beragama Islam. Kalau saja di seluruh daratan sana ada 10% saja muslim, jumlahnya sekarang mestilah 130 juta jiwa tuh, cukup signifikan ya, jeh! Jangan heran kalau di resto ada beef steak dengan bahan babi, yang mestinya disebut sebagai pork steak atuh ya? Sedang bakso tahu ajah sekarang banyak variasinya, ada batagor, ada siomai (sebutan untuk Jakarta) yang berbumbu kacang, dan siomai goreng (baru muncul sebagai cemilan) menggantikan siomai kukus. Belum lagi cara lunpia diolah: gaya Surabayan pake saus tauco kentel ala bebek panggang, gaya Semarang pakenya saus seperti (sorry) leho aka lendir, gaya Bogor isinya pake bengkuang dan hebi, dan tidak digoreng, gaya Jakarta isinya tahu + toge dengan saus kacang. Lalu muncul sumpia - lunpia mini sebesar kelingking isi abon. Dan seterusnya.. Saudara kita yang muslim mestilah pandai-pandai membuat substitusi bahan daging (babi) dengan bahan lain, seperti bakso yang dibuat dari (daging) sapi, ayam atau ikan. Walau namanya masih mengandung 'bakso' (yang bener itu sebutan di Surabaya: bakwan), tapi mereka tidak anggap lagi sebagai masalah - walau sebagian kecil masih anggap 'bak' = babi. Berbeda dengan cara tourist promotion board Malaysia, yang kabarnya mau memaksakan 'assimilasi' bak kut teh dengan label 'halal' - lantas mengundang protes dari kalangan muslim di sana, sehingga akhirnya promosi bak kut teh dihentikan. Bak kut teh sendiri, yang dijual itu biasanya sih cuma bumbu rempah-nya. Lalu bak kut (daging bertulang - biasanya iga) yang biasanya memakai babi, digantikan dengan sapi atau kambing - ayam sih definitely impossible, saking kecilnya tulang iga mereka toh? Mereka anggap bak kut teh yang sudah kadung identik dengan iga babi, lantas mau dikasih label halal. But, his name is also effort sih ya. Nice try, jeh! So, daripada berkutat ttg assimilasi yang ideal itu seperti apa, mungkin (cuma mungkin, gak maksud memaksakan kehendak nih) ada baiknya kalau mengikuti gaya assimilasi dalam hal makanan - biarkan saja mengalir dengan sendirinya, ndak usah ada paksaan dari sesiapa pun juga. Kalau soal pendapat sih, semua pendapat bener adanya. Kerana pendapat itu toh keluar dari mind set yang berbeda-beda dengan pengalaman dan latar belakang yang berbeda-beda pula. Jadi, kapan masak rendang kaksim nih? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng
[budaya_tionghua] Kuburan Ber-basement.
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Minggu lalu saya mesti ke Solo, njagong keponakan yang mantu. Hari Senin-nya saya diajak keponakan paling bungsu adik yang mantu itu jalan-jalan pagi di komp0leks UNS, yang katanya dulunya adalah kompleks kuburan orang Tionghua. Di kawasan dekat fakultas kedokteran, ada satu bangunan bekas kuburan yang dibiarkan berdiri, sementara yang lain sudah rata dengan tanah tak bersisa. Kabarnya itu bekas kuburan mBah Cerewet atau Bawel yang cukup sakti, sehingga bangunan itu tidak mempan dibongkar - yang berusaha membongkarnya mengalami kecelakaan dan meninggal, jadi gak ada yang berani menyentuh bangunan itu. Bangunan berbentuk rumah tanpa dinding, gentengnya cuma pura-pura, sebab semuanya dibuat dari betonan. Yang unik, ada basement yang bisa dimasuki melalui tangga di samping kiri dan kanan kuburan. Kuburannya sendiri sudah tidak ada, dipindahkan entah ke mana. Di basement, ada ruang yang seluas bagian atas untuk bersembahyang, lengkap dengan 'meja' altar di bagian depan. Katanya, basement itu sengaja dibuat untuk tempat sembahyang generasi yang lebih muda dari Tuan Thio Kun Han (Zhang Gun Han) dan Nyonya Lim Kim Eng (Lim Jin Ying). Cuma sisa 2 nama ini yang terukir di lis-plank (beton) pada bangunan tsb. Ornamen lain-lain dan bongpai sudah tidak ada semua. Bahkan besi pagar-nya hanya tersisa engsel yang menempel di tiang. Saya baru pertama kali ini mendapati kuburan dengan bangunan 'bertingkat' ke bawah ini. Barangkali ada di antara anda sekalian yang tahu, dari manakah asal-usul adat yang menghendaki 'generasi muda' bersembahyang di bagian basement begitu. Selama ini kita mengenal soja-kui di depan kuburan sudah cukup hormat, ternyata ada juga yang mesti soja-kui lebih rendah lagi - di basement. Sementara, mestinya, peti jenazah ada di bagian dinding letaknya kalau di basement - agak 'melayang' dari lantai basement tentunya. Begitulah saja kira-kira ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng PS: Foto-2nya saya coba pasang di bagian photos ya.
[budaya_tionghua] Rawon Pucung Berkeluak Juga. (Was: Ayam Keluak)
Bung Andipo dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Saya belum pernah makan ayam keluak, juga ndak tahu di mana mesti cari menu ini di Jakarta, sorry. Tapi kalau lihat resep dan cara masaknya, kayaknya sih itu versi ayam untuk rawon daging sapi (Surabayan), atau pucung untuk gabus (Betawian). Ketiga-tiga menu tsb memakai keluak sebagai bumbu utama, berkuah. Hanya saja beda di BBU - Bahan Baku Utama-nya, yakni ayam, sapi dan ikan gabus. Dugaan saya, ayam keluak gak gitu populer di mari untuk dimasak 'rawon', karena jaman dulu ayam-nya masih ayam kampung tak berlemak, kurus-kering, jadi kurang sedep-mantep kalau dimasak rawon. Lebih sedep juga kalau dimasak opor yang pake santen. Bandingkan dengan rawon pakai daging sapi yang dipilih bagian berlemak - panas-panas makan gawon - sega rawon (nasi rawon) yang dikondimeni asinan telur bebek dan langunya si pendekar (pendek kekar) kecambah mentah dan sambel terasi yang ditumis dulu pake minyak jelantah wah. mending anda ajak mertua bareng makannya, daripada ntar beliau dicuekin ajah ketika lewat, jeh! Beda ama sekarang, ayam-mya panm ayam negeri yang montok tak banyak gerak berlemak, mestinya sih akan enak juga dimasak rawon begitu. Seperti halnya sekarang, kayaknya ada kedai yang menawarkan variasi rawon dengan memakai tulang iga sapi sebagai BBU-nya. Kalau anda mau, coba ajah pakai resep rawon untuk masak ayam keluak. Pilih ayam-nya yang gemuk bergajih, biar setara sedep-mantep gurihnya karena ada lemak itu. Atau lihat saja resep-nya di link berikut: http://www.asianonlinerecipes.com/nyonya/ayam-buah-keluak.php http://original-javanese-recipes.blogspot.com/2007/03/sop-rawon-east-java-traditional-beef.html http://masakkue.blogspot.com/2008/10/gabus-pucung-pedas-makanan-indonesia.html Ketiga resep itu semuanya memakai buah keluak sebagai bumbu utamanya. Hasilnya tentu saja kurang lebih sama. Begitulah saja kira-kira ya. Mong-omong, itu buku ttg Peranakan Indonesia di Indonesia atau di Malaysia? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Dipo dipod...@... wrote: Rekan semua, Sewaktu membaca buku Peranakan Indonesia Tionghoa semalam, dibagian makanan (bagian pertama yang saya baca) disinggung tentang Ayam Keluak. Menurut buku itu, hidangan ini juga bisa didapatkan di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Buat saya ini informasi baru, sebelumnya saya mengira masakan ini khas Malaysia / Singapura. Apakah ada rekan2 yang tahu dimana bisa mendapatkan masakan ini ? Salam
[budaya_tionghua] Laki vs Perempuan Sama Ajah Tah? (Was: tanya tradisi)
Bung Ardian C dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Ikutan nimbrung barang sepatah dua ya... Saya cuma mau kasih sedikit komentar ttg 'laki perempuan sama sajah'. Karena pernyataan ini mengingatkan saya kepada satu teman saya yang waktu itu berturut-turut isterinya melahirkan 5 anak perempuan semua. Waktu itu, teman saya bilang: benar. Ibarat kata matahari dan bulan itu sama-sama bersinar. Tapi, bagaimana pun juga, sinarnya tetap beda. Masak toh sinar matahari bisa disamakan terangnya dengan sinar rembulan? Maka, teman saya berusaha untuk mendapatkan satu lagi anak, dengan harapan anak ke-6 adalah seorang 'matahari'. Dan, usahanya tidaklah sia-sia, dia mendapatkan anak lelaki akhirnya. Jadi, jangan putus asa-lar. Kalau belum punya anak lelaki, ya teruslah berusaha, berdoa dan berikhtiar. Siapa tahu pada anak berikutnya, anda bisa mendapatkan anak lelaki. Terlepas soal penerusan sne ('marga' kayaknya kurang pas disebut sebagai pengalihbasa untuk 'sne' ya) atau mesti mendapatkannya dari 'selir'. Hehehetry harder-lar! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ardian_c ardia...@... wrote: ---dipotong laki perempuan sama aja, yg penting die berbaktilah, tapi tetep banyak jg yg mau anak laki , bisa dari bininya or lakinya. kalu marga ya buat terusin keluarga besarnya itular. kalu gak ada anak laki, ya pungut anak, or bilang ame mantu laki, nti lu ikut marga gua or cucunya jadi marga gw hehehehehehe getu aje kok repot seh.
[budaya_tionghua] Daun Bambu Untuk Bakcang. (Was: Tanya Bakcang Enak di Jakarta)
Bu Keshaandrea dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Menarik sekali cerita ttg bakcang Hok-kian vs Bakcang Kongfu ini. Lebih menarik lagi bahwa ema anda yang sudah berumur 95 tahun masih menawarkan anda untuk membuat bakcang. Istilah 'bo liao' aka kurang padat berisi center fill-nya, memang benar. Kalau bakcang kurang-kurang isinya, itu menunjukkan si pembuatnya pelit atau memang bener-bbener 'profesional' - dalam arti mau pake jurus 'teken ongkos meraup cwan gede'. Tapi ya memang sih harga bakcang di Jakarta sering 'mencekik' leher saking mahalnya. Kalau bener isinya banyak sih masih oke-lah. Seringnya 'kan kita baru tahu isinya kalau sudah dibelah dan dibuka pembungkusnya, artinya kita mesti bayar dulu tuh harga bakcang toh? Saya pernah makan bakcang di JB - Johore Bahru, Malaysia, lupa harganya berapa tapi kalau diterjemahkan ke rupiah sih masih dalam batas murah tuh. Isinya kumplit, dagingnya dikerat gede-gede. Kalau dibilang kumplit, artinya ada kuning telur bebek asinannya, ada hebinya, ada kacangnya, xiong-ku (jamur item wangi) dan kacang lakji-nya. Ukurannya tentu saja jadi gede. Lha, wong saya makan sendiri juga mesti 2 kali makan baru habis tuh, jeh! Memang benar, baru di Jakarta saja (juga di Tangerang) saya mendapati bakcang yang dagingnya dicincang, dan ada yang dibuat dari bahannya beras biasa - bukan beras ketan. Waktu saya kecil dan tinggal di Cirebon, namanya bakcang ya mestilah dari beras ketan, dengan center fill berupa daging babi keratan (iris) besar-besar dimasak kecap - bisa berupa samcwan atau daging bagian paha/kaki. Kalau soal variasinya sih memang ada yang pake xiong-khu, kacang tanah, lakji(?) - water chestnut, dan kuning telur asin, hebi. Biasanya bakcang dimasak juga yang tanpa isi, ukurannya lebih kecil, hanya dari beras ketan, di Cirebon biasa disebutnya sebagai 'kwe-cang' - hasilnya agak kenyal dan padat, butiran berasnya menyatu satu sama lain, dan agak kenyal-kenyal begitu, katanya sih dicampuri bahan 'air kie' atau air abu (atau air bakaran merang?), belakangan ada yang bilang itu pake borax(?). Makannya dicocol gula pasir, atau gula pasir dimasak bareng air - jadi cair, atau kalau di Jakarta sih pake kinca - gula merah aka gula Jawa yang dimasak pake air agak kental itu lho. Benar sekali, bakcang sekarang diikatnya pake tali plastik rapi'ah, biasanya dibedakan warna (misal biru) untuk ketan dengan beras biasa. Jaman dulu, bakcang diikat pakai tali dari bahan pelepah (gedebog) pisang yang disayat agak tipis. Kalau daging isinya sih, tentu saja enak yang berdaging babi dong ya! Di Tangerang, bisa beli di tukang sate babi Koh Encung, harganya terakhir saya beli sih Rp 8.500 per bongkah, ukuran mayan besar dengan isi mayan banyak - agak berlimpah mendesak si beras ketannya. Lokasi warungnya di sebelah Apotik Pintu Air, jl. Bouraq. Bukanya mulai sore jam 17:00 Tapi aliran bakcangnya yang isinya cuma pake daging giling (bukan cincang - lebih halus lagi), juga bisa pilih ketan atau beras biasa, dengan tanda dari warna tali plastik (rapiah). Mereka melulu juwal bakcang isi daging babi. Sebab, bakcang memang kudu berdaging babi sih, baru enak. Kalau isinya daging ayam atau sapi, itu mah sekedar bakcang-bakcangan ajah atuh, euy! Yang di Bogor, juwalan bareng dengan penjaja Ngo-hiang Gg. Aut, yang warungnya di depan toko Fuji, gereja Kristen di Jl. Surya Kencana, itu masih pake daging keratan kalau gak salah, hanya saja dikeratnya agak kecil-kecil. Masih mending daripada dicincang sih. Talinya sih saya lupa, apakah pakai tali plastik atau masih tali gedebog pisang. Kayaknya sih pake tali rami (benag besar?). Yang saya ingat, mereka masih pakai bongsang (keranjang bambu anyam kasar dan besar-2) sebagai pembungkusnya. Juga juwal dengan pilihan beras ketan atau beras biasa. Harganya sudah lupa, sudah lama gak ke sana nyari jajanan sih, jeh! Kalau soal daun bambu untuk pembungkus bakcang, saya dengar di Bogor (pasar?) banyak dijual daun bambu segar yang lebar. Tapi saya sendiri tidak pernah ke sana. Mungkin bisa minta bantuan Bung King Hian atau Adrian C untuk tanya-2 soal ini. Tapi, saya pernah 'nemu' daun bambu untuk bungkus bakcang ini dalam keadaan kering, impor dari RRT. Sebungkus isi 100 lembar dihargai Rp 25.000 di Pasmo BSD. Yang jual adalah satu encek eks Bangka yang juwalan aneka bahan dan bumbu masak untuk masakan Tionghua. Lokasinya sebarisan (bukan jejeran) dengan Oen Pao - resto dimsum versi no pork on the fork. Kalau saja ema anda mau mendemokan cara bungkus bakcang, mungkin banyak yang mau ikut lihat demo-nya. Sebab bikin bakcang itu katanya yang sulit justru ketika membungkusnya itu. Kalau perlu, saya bisa bantu belikan daun bambu kering-nya itu. Begitulah saja kira-kira ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, keshaandrea keshaand...@... wrote: Hi Joao, Kebetulan nenek saya dari ayah adalah orang hokkian dan nenek dari ibu adalah
[budaya_tionghua] Makna Umur 70 Tahun.
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Numpang tanya dan ingin minta info dari para locianpwee dan pakar di milis kita ini. Ketika adik lelaki papi mertua saya meninggal, usianya 85 tahun, saya lihat ada pedoman untuk upacara yang dilakukan secara Konghucu(?) yang menyebutkan bahwa 'kalau yang meninggal berusia di atas 60 tahun, maka lilin dan hio yang dipakai adalah yang berwarna merah'. Juga saya lihat peti mati diselimuti dengan kain merah. Pertanyaan: (1) mengapa ada 'pengaturan' ttg warna merah ini, yang umumnya dianggap sebagai lambang sukacita, bertentangan dengan suasana berkabung yang biasanya disimbolkan dengan warna hitam atau putih. (2) Sejarah asal-usul simbol warna hitam dan putih = berkabung, dan merah = bersukacita, itu dulunya bagaimana, dan siapakah yang mula-mula membuat 'aturan' ini? (3) Dalam kehidupan sehari-hari, di kalangan masyarakat Tionghua, yang konservatip terutama, sering merayakan HUT kelahiran orangtua yang ke-70 secara besar-besaran. Apakah makna usia 70 tahun bagi mereka ini? Begitulah saja. Kiranya saya bisa memperoleh info ttg hal-hal tsb. Terima kasih. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL
[budaya_tionghua] Aku Seorang Kapiten? (Was: Ganti topic - pro BUD's)
Bung Steve dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Haiiyaaa, lha wong mulanya Bung The She Giam lagi bahas soal Bei-zhi keluarganya, koq ya bisa ngamprak jauh ke soal nama, basa Indonesia asli atau palsu, eh, serapan, lalu masuk pula ke soal letnan, kapten dan mayor Tionghua jaman baheula pisan ya? Inilah uniknya milis kita, topik bergeser jauh tapi thread-nya masih nyambung terus, bagai syair dalam lagu: ...sambung-menyambung menjadi satu itulah milis kita, jeh! Sowrie, ikutan nimbrung dikit ya. Kayaknya Bung Steve ini ibarat pendekar yang menggunakan jurus 'mencincang lalat menggunakan golok babi' - padahal lalat mah ditepuk pake penepuk lalat ajah juga beres. Sayang-sayang golok babi dan talenan kayu pohon besar-nya atuh, euy! Kapitan yang dimaksud, mungkin saja bukanlah Kapitein der Chinezen yang anda buka primbon-nya Regerings Almanak Hindia Belanda dari perpustakaan negeri Holland itu. Sudah jelas di kota kecil itu gak perlu seorang kapiten, soalnya Belanda pikir, ngapain pakai golok babi buat menepuk lalat toh - pasti tu meneer opiser pernah belajar kunntaw dan filosofi dari seorang suhu Tionghua. Jadi, kayaknya sih, ini cuma perkiraan ajah, bisa salah bisa bener, tentu, jadi kalau salah ya sila dipersorikeun wae atuh, itu kapitan yang dimaksud ya gak lain adalah 'kapiten' seperti yang dulu kita diajarkan di sekolah jaman TK: aku seorang kapiten, mempunyai pedang panjang, kalau berjalan tuk-tuk-tuk suara sepatu kuda (eh, salah kayaknya ya?) - kapiten-nya yang dimaksud bisa saja satu dari beberapa kemungkinan ini: (1) Kapiten drumband - bawa tongkat dan pedang-pedangan panjang. (2) Kapiten satuan pengamanan aka pertahanan sipil (hansip meureun?) (3) Kapiten kapal, entah tug boat atau kapal nelayan penangkap ikan. (4) Kapiten beneran di tentara - di Sumut orang Tionghua termasuk mayoritas, bisa saja menjabat profesi: ketua RT, tukang becak motor, nelayan, peani, kuli, samseng (preman), termasuk tentara dan pulisi toh. (5) Kapiten bola - dulu orang Tionghua banyak yang ikut tim sepakbola toh, ada Sian Liong, dan lain-lain. Atau kemungkinan lain yang dimaksud bukan 'kapitan', tapi 'kopi tiam' - juragan kedai kopi meureun mah tah? Soalnya, beti (beda tipis) ajah bunyi antara 'kapitan' dengan 'kopi tiam' ya - bisa disebut homonym? Bisa terjadi salah denger atau salah ucap. Banyak nama pakai 'A' di Medan dan Sumut umumnya, Afie, Ayin, Ahong, Akai (dagang mie babi di Pasmo BSD tuh), Anyuk, Ahai, jadi memang sulit deh mencari siapakah gerangan si 'kapitan', eh 'kopi tiam' Mister Rius ini ya? Jadi, kayaknya sih mending disimpen lagi ajah tu golok babinya, dan mari kita semua duduk ngariung lesehan di deket meja bunder sambil ngeteh di rumah Bung Ardian (Suhu Akian?) sambil dengerin lanjutan cerita soal Pengantin Ceng Beng-nya Bu Ulysee, kali ini versi Suhu Akian ttg 'Po' dan 'Hun'-nya diperdetil lagi, apakah itu dan maknanya dari sisi spiritualis universilis minimalis, halah, www.maksa.com Mariii. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono hay...@... wrote: Sdri Vera, Data dibawah ini saya dapatkan dari buku Regerings Almanak Hindia Belanda. Opsir tionghoa di Sumatra Utara baru direalisasikan sekitar tahun 1880 Untuk daerah Langkat dibagi menjadi 2 bagian yaitu Boven Langkat (Langkat bagian Atas) dengan pusatnya kota Binjai, dan Beneden Langkat (Langkat bagian bawah) dengan pusat kota Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan. Maaf kalau tulisan saya salah, sebab saya bukan orang Sumatra Utara. Bagian Boven Langkat - Binjai 1881-1893 Tjia Kie Siang - Luitenant der Chinezen 1880-1886 Tjia Djoe Djin - Luitenant Tituler der Chinezen (diperkirakan beliau tidak menjabat Letnan secara benar-benar. Kemungkinan ayah nya Tjia Kie Siang) 1893-1910 Lim Tjing Keh - Luitenant der Chinezen 1910-1930 Tjoeng Njan Khin - Luitenant der Chinezen - 1930-1935 (kira-kira) di promosi menjadi Kapitein Tituler. 1935-1942 Tan Lam Sam - Luitenant der Chinezen Bagian Beneden Langkat - Tanjung Pura 1881-1897 Kho Tjai Toan - Luitenant der Chinezen 1897-1914 Tjioe Biauw Leng - Luitenant der Chinezen - 1914-1927 di promosi menjadi Kapitein Tituler dan 1927-1940 dipromosi lagi menjadi Majoor Tituler 1906-1909 Lie Sie Tiong - Luitenant der Chinezen 1940-1942 Toh Boon Piak - Luitenant der Chinezen Bagian Beneden Langkat - Pangkalan Berandan 1898-1909 Lim Sam Hap Luitenant der Chinezen 1909-1913 Tjong Kim Fang Luitenant der Chinezen 1913-1931 Jap Soen Hian - Luitenant der Chinezen - 1931-1942 dipromosi menjadi Kapitein Tituler Maaf saya tidak melihat Luitenant atau kapitein Tan A Khim dalam Regerings Alamank. Mungkin bisa ditanyakan tahun berapa beliau menjabat. Perlu diketahui bahwa secara efektif, daerah Langkat itu cuman ada Letnan (Luitenant). Hanya kalau si Letnan berjasa besar dan lama sudah menjabat, beliau dipromosi sebagai kapitein kehormatan (tituler) atau Majoor kehormatan (tituler). Majoor yang
[budaya_tionghua] Re: KONGRES MARGA LAY LOU FU se DUNIA ke 14 di JAKARTA, INDONESIA
Bung Gardanusa dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Cuma meralat sedikit tapi penting: yang dimaksud di link tsb adalah 3 sne: Lay, LUO (bukan Lou) dan Fu. Beda-beda tipis, selisih satu huruf saja U yang ditarok di tengah (LUO) dengan di belakang (LOU), tapi untuk sne, tidak bisa disama-samakan. Itu 2 sne yang berbeda, jeh! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, GARDA gardan...@... wrote: dear all, Thanks God, akhirnya saya bisa menemukan milis yang berguna ini. saya coba menginformasikan kepada saudara2 sekalian bahwa, tanggal 6-8 Agustus 2010 akan diadakan Kongres Marga Lay Lou Fu se-dunia ke 14 di Jakarta - Indonesia bagi saudara2 yang ingin hadir dalam kongres 3 marga tadi atau ingin tahu seputar kongres, bisa meng-akses info lebih komplit di www.lailuofu2010.org terima kasih. Salam, Gardanusa
[budaya_tionghua] Martabak Enak. [ Was:Martabak Bangka Hok Lo Pan Kue Khas Hakka (khek) Indonesia]
Bung Anton dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nimbrung dikit ya. Dulu, sekitar tahun 80-an, memang pernah ada satu saudagar kue terang bulan, atau martabak manis, yang cukup top di kawasan Pasar Baru, benar mangkalnya di depan gedung Globe - dulu ada bioskopnya, malah tu gedung aslinya cuman gedung bioskop lantas dirombak jadi shopping center - istilah jaman itu. Di sebelahnya ada yang jual pisang goreng gepeng yang ditaburi gula pasir bubuk halus itu. Memang, jaman itu, di depan gedung Globe itu banyak saudagar kaki lima yang jualan aneka makanan pada malam hari, luberan dari yang dagang di 'pintu' masuk Pasar Baru gak kebagian tempat strategis utama. Jaman itu, yang namanya kue terang bulan itu per porsi-nya terdiri dari bundaran utuh yang dibuat dari 2 loyang - makanya disebut 'kue terang bulan', full moon, lantas ditangkupkan (ditumpuk) jadi satu setelah dikasih taburan kacang, meisyes dan wijen, dikasih topping finishing touch berupa SKM - susu kentel manis, menteganya untuk mengoles bagian dalam dan luar, bener-bener masih pakai mentega (lemak hewan) Wijsman itu, bukan 'mentega-mentegaan' aka margarine (lemak sawit - by product pembuatan minyak goreng?) di bagian dalam, baru dikasih olesan sedulit di bagain luar - kulitnya. Jaman itu seingat saya sih belum masuk budaya pakai parutan keju sebagai pilihan topping, juga standarnya ya itu: bundar sepasang ditangkupkan ala sandwich atau burger, bukan seperti sekarang yang dilipat jadi setengah bundaran. Dulu, kalau anda pesen-nya 'setengah' barulah dikasihnya bener-bener setengah bunderan gitu tuh, jeh! Saya cukup ingat ttg kue terang bulan di Globe ini, sebab itulah jajanan saya sebagai oleh-oleh buat camer (waktu itu) kalau habis pulang nongton ajak anak gadisnya di Krekot Theater. Kalau gak si kue terang bulan (bener-2 full moon - bundernya gak setengah-setengah), ya kami biasanya beli pisang gepeng bertabur gula halus itu. Saya gak ingat merek dagang yang top itu apakah Sinar Bulan atau apa. Kalau pun benar Sinar Bulan, disayangkan sekali bahwa sekarang memang rasanya biasa saja - ini bisa juga karena sekarang banyak pilihan dibanding dulu, tapi juga karena ilmu yang diperoleh penerusnya makin berkurang. Yang di Grogol itu memang cukup top, tapi saya sih agak sangsi kalau itu beneran 'keturunan' dari yang di Globe, walau mereka pasang bandrol harga cukup tinggi (lebih tinggi dari yang 'umum') - mungkin maksudnya untuk mem'beda'kan dari yang umum? Mungkin karena sekarang begitu banyak yang jual martabak manis ini [herannya martabak yang 'asin' (gurih) koq disebutnya 'martabak telor' - lha yang manis juga pake telor juga tuh!] di mana-mana saja, akhirnya sekarang sih kayaknya sulit menjadikan satu merek sebagai yang banyak digemari khalayak ramai. Biasanya sih merek top itu ya lokalan ajah ngetopnya. Kalau di Grogol, mungkin si keponakan Sinar Bulan itu yang top dan digemari oleh penduduk di seputaran situ saja. Atau saudara-2nya orang yang tinggal di seputaran situ - suka dibawain sebagai oleh-2 oleh saudaranya toh. Sementara yang tinggal di BSD, misalnya, sowrie deh mana mau jadi fans yang di Grogol. Mending juga beli dan mendoyani yang ada di BSD ajah. Berat di ongkos kalau mesti ke Garogol, juga keburu dingin dulu - biasanya kalau dah dingin jadi keras dan gak seenak kalau masih panas - hangat. Pernah ada (masih-kah?) urang Bandung yang coba bikin marbol - martabak bolu, katanya awet disimpen lama, ditarok kulkas sekalipun, teuteup wae awet gak keras, teuteup empuk. Tapi, ya tentu saja beda dari martabak manis yang 'normal'. Meski diklaim sebagai tanpa pengawet dan pengempuk ceunah, teuteup wae atuh beda dari yang masih 'fresh from the pan', euy! Lagipula, ciri khas makanan enak ape aje ya kudu gak tahan lame - baru tarok di meja bentaran aje udeh abis digasak rame-rame gitu lho dwong, dweh, jweh! Begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, pempekd9 pempe...@... wrote: Apakah ada kemungkinan Hok Lo Pan adalah satu kreasi orang Hok Lo di Bangka. Berhubung orang Hok Lo tidak terlalu banyak lalu dipopulerkan oleh orang Khek. Mungkin seperti bika Ambon yang ada kemugkinan kreasi orang Ambon di Medan lalu dipopulerkan oleh orang Tionghoa dan Melayu. Seingat saya martabak Sinar Bulan yang diseberang Fuji Tanjung Duren (diujung Jl Delima adalah saudara dari Sinar Bulan yang di Jl Muwardi depan Indomaret sederetan pasar Grogol. Mereka dulunya berdagang dekat gedung Globe (?) Jl Samanhudi, Pasar Baru. Saya ingat waktu kecil ayah saya atau paman saya sering belanja martabak di Pasar Baru. Kemudian paman saya sering belanja martabak tipis di ujung Jl Delima. Beberapa belas tahun lalu saya mulai beli di Grogol. Satu saat saya iseng tanya,apakah ada kaitan dengan yang di Pasar Baru jaman dulu. Yang punya langsung jawab bahwa dulu mereka di Pasar Baru. Pindah ke Grogol karena yang jual makanan sudah terlalu banyak
[budaya_tionghua] Re: Martabak Bangka Hok Lo Pan Kue Khas Hakka (khek) Indonesia
Bung Bukjam dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Terima kasih buat Bung Bukjam yang sudah sering berbagi ceritanya ttg asal-usul makanan dan kue-kue khas Bangka, Hak-ka khususnya. Khusus ttg martabak Bangka ini, kalau boleh saya tahu, barangkali anda punya catatan tahunnya ketika awal-awal kue ini ditemukan oleh orang-orang Hok Lo dulu? Soalnya, ketika saya kecil, masih SD begitu, tahun 1960-an, kayaknya sudah pernah makan kue sejenis di Cirebon, hanya saja tentu beda di isi dan rasanya ajah. Bahkan saya ingat persis, ketika sekolah SD THHK Cirebon ditutup (1965-an), saya diajak tinggal di Surabaya oleh engku saya, di sana juga sudah ada 'kue terang bulan' - nama di sana untuk kue yang sama. Dulu, kue terang bulan itu dibuatnya ya bundar full, seperti terang bulan purnama - full moon. Dibuatnya dari 2 loyang kue yang ditangkupkan (ditumpuk) setelah dikasih topping kacang tumbuk, meisyes, wijen dan keju (ini belakangan), dengan finishing touch berupa lelehan skm - susu kentel manis, juga pakenya selalu mesti mentega (hewani) sebagai olesan bagian dalam dan luar (kulit)nya. Kalau sekarang mah pan dibikinnya setengah bundar, satu loyang dilipat, pakainya juga olesan margarine (nabati), cuma kulit luarnya ajah dikasih sedulit olesan mentega - sekedar basa-basi dowang. Jadi, sorry, kayaknya sih susah dibilang kalau kue terang bulan ini asli temuan orang Bangka. Yang saya pernah tanya kepada penjajanya (orang Bangka), katanya sih cuma kebetulan ajah mereka banyak berdagang martabak di Jakarta, sebab diajak saudara-nya, semisal akiu-nya ajak keponakannya untuk magang mencoba usaha sendiri, setelah 'lulus' mereka buka di tempat lain, lalu ajak saudaranya lagi, begitu seterusnya. Di samping berdagang martabak, juga banyak orang Bangka yang berdagang sanitair dan ubin keramik di Pinangsia, Panglima Polim dan tempat-tempat lain di Jakarta, dengan sistem 'family network' begitu - apakah nanti bisa dikatakan bahwa sanitair dan ubin keramik juga temuan orang Bangka kalau begitu tah? Hampir sama seperti 'sate ayam Madura' yang banyak berdagang di Jakarta, juga kayaknya kota-kota lain. Kalau di Surabaya, banyakan mereka berdagang soto Madura (yang pakai daging + jerohan sapi + telur ayam). Itu katanya sih cuma kebetulan ajah mereka berdagang dengan sistem family network juga, ajak saudaranya magang, lalu dipacu untuk berdiri sendiri. Di Madura-nya sendiri sih, katanya hampir tidak ada yang yang juwalan sate ayam keliling atau mangkal seperti di Jakarta begitu, jeh! Demikian juga nasi Padang. Di Padang-nya sendiri, konon gak ada tuh 'nasi Padang'. Yang ada ya kedai nasi tanpa sebutan nama 'Padang'. Saya rasa, seperti kata anda di Semarang disebut juga Kue Bandung, mungkin maksudnya martabak Bandung - karena di Bandung juga populer tuh, sebutan 'martabak Bangka' yang merujuk ke kue terang bulan aka martabak manis (sebagai pemisah dengan martabak telor), semata karena di Jakarta banyak orang Bangka yang berdagang martabak manis itu. Tapi, jangan tanya saya siapa dong penemunya ya, saya juga ndak tahu persis sebenernya siapa 'penemu' martabak manis aka kue terang bulan ini, lha saya bukan peneliti sejarahnya sih ya? Hehehe. Sambil lalu ajah, kalau martabak manis untuk rekor MURI itu dibuatnya berbentuk seperti ular naga, dengan bahan yang sama, kayaknya mesti salin nama jadi martabak naga, eh, liong, jadi 'lung pan' atuh dwong, dweh, jweh! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, bukjam buk...@... wrote: rekan-rekan milis sekalian, Martabak bangka nama aslinya adalah Hok Lo Pan. Mengapa dinamakan Hok Lo Pan ç¦ä½¬ç² ? Mengapa Martabak Bangka ( Hok Lo Pan ) ini menjadi populer? Mengapa di Semarang disebut kue bandung ? Apa peran keluarga Cen didalam mempopulerkannya? Dimana martabak (Hok Lo Pan) yang enak di Bangka dan di Jakarta? http://bukjam.wordpress.com/2010/04/07/martabak-bangka-hok-lo-pan-kue-khas-hakka-khek-indonesia/. Menyambut tahun baru imlek (ko Ngian) 2010, Pemerintah Kabupaten Bangka bekerjasama dengan panitia Festival Ceria IMLEK memecahkan rekor MURI Martabak Bangka (Hok Lo Pan) terpanjang dengan ukuran 264,57 meter. Martabak yg disajikan untuk masyarakat umum ini ditata dalam bentuk konfigurasi naga. Adapun acara penyerahan sertifikat MURI berlangsung pada tanggal 16 Februari 2007 di Sungailiat, Bangka. salam, BUKJAM
[budaya_tionghua] Re: Pernikahan Ceng Beng
Bu Ulysee dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Makasih buat sharing ceritanya, ini 'based on true story'-kah? Ceritanya menarik banget, ijin copy paste buat pasang di blog MP (Multiply) dan Notes di FB (Facebook) saya, boleh-kah? Lantas, gaya bertuturnya koq ala sineteron gitu ya, pake ditunda mesti cao dulu segala - bikin penasaran ajah nih! Lagi banyak orderan bikin 'funny food' (makanan dummy) di toko tah? Salam makan enak (makanan beneran) dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee_me2 ulysee_...@... wrote: Normalnya, pernikahan orang Tionghoa menghindari awal bulan April, bulan CengBeng, dan bulan tujuh penanggalan imlek, yang katanya bulan hantu. Tapi dongeng yang mau gue ceritakan kali ini memang tidak normal, maka ya tidak heran juga kalau diadakan persis harian Cengbeng 4 April. Pasalnya seorang pemuda sejak awal tahun sering pingsan-pingsan, tapi di bawa ke dokter tidak tahu apa penyebabnya. Sudah sampai ke Penang dan Singapura pun dokter tidak bisa mengatakan jelas apa penyebab pingsan nya. Yang lucu, pemuda ini kalau bangun dari pingsan tidak merasakan lemas, sakit, atau pegimana. Kata dia seperti bangun dari tidur aja, malahan badan segar tidak kurang suatu apa. Cuman khan ribet aja kalau mendadakan pingsan di sembarang tempat. Calon mertuanya, yang amat prihatin atas keadaan pemuda ganteng ini, lantas pergi ke penasehat spiritual alias tukang kuamia, sekedar untuk mencari tahu ada apa gerangan. Bukannya apa, ini calon mertua kuatir anak gadisnya nanti jadi janda, padahal ada rencana pernikahan di pertengahan tahun. Dan berita mengejutkan ketika sang penasehat spiritual berkisah tentang seorang dara, yang kehilangan nyawa selagi muda, tidak lain adalah kakaknya pemuda ini, yang enggan 'dilangkahi' oleh adiknya yang segera kawin. Dia minta dinikahkan dulu, sebelum adiknya melangsungkan perkawinan. Bingung lah sang calon mertua. Hati-hati bercerita pada calon besannya. Dengan resiko tidak dipercaya, tapi demi kelanggengan hidup dua calon pengantin, mau tak mau harus disampaikan. Untungnya calon besan langsung percaya. Berikutnya dua tante berbesan ini sama-sama pergi ke panasehat spiritual, untuk dicarikan jalan keluar. Ini penasehat spiritual kaga bisa bantu, karena urusan perkawinan hantu bukan domainnya, mengenalkan sampai ke orang Singapur yang biasa jadi comblang hantu, mencarikan jodoh bagi para hantu. Ribetnya, ternyata enggak ada stok hantu yang tanggal lahir dan mati nya cocok dengan si gadis hantu. Sehingga keluarga disarankan untuk mencari pemuda yang masih hidup yang mau dikawinkan sama nona hantu ini. Tanggal perkawinan sudah pasti, pas Cengbeng 4 April paling bagus. Nah, gimana nggak pusing tujuh keliling, jodohin dua orang hidup aja susah, jodohin dua hantu yang sudah di alam lain juga tidak gampang. Nah ini malahan harus menjodohkan dua mahluk di dua alam. Tanggalnya mepet, lagi! ceritanya bersambung yeh gue musti cao dulu.
[budaya_tionghua] Ihwal Nama. (Was:: SALAM KENAL)
Bung Pozzzmo dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nimbrung dikit ajah ya. Setahu saya, nama-nama orang Bali disusun berdasarkan urutan kelahiran-nya: (1) Wayan, (2) Made, (3) Nyoman, (4) Ketut. Bagaimana kalau lahir anak ke-5? Nah, uniknya di sini: anak ke-5, ke-6, ke-7, ke-8, akan punya nama mulai lagi dari awal: Wayan, Made, Nyoman dan Ketut. Bagaimana membedakan Wayan anak ke-1 dengan Wayan anak ke-5? Biasanya sih dibedakan dari ciri-ciri fisik mereka, yang satu misalnya jangkung, yang satu berrambut keriting, misalnya. Atau kalau mau resmi, menjadi Wayan Balik (lagi). Kalau dilihat cuma ada 4 nama untuk nama anak-anaknya, bisa jadi mereka sudah sejak dulu kala memikirkan untuk tidak mau punya anak lebih dari 4. Dengan adanya Program KB semasa jaman rezim Orba dulu, kalau bener berhasil efektip juga di Bali, agaknya anda akan sulit mendapayi orang Bali asli bernama Nyoman dan Ketut. Lha, pemerintah 'kan waktu itu 'menghimbau' (setengah maksa?) untuk punya 2 anak saja cukup, jeh! Saya ndak tahu, apakah orang di luar suku Bali boleh ikut memakai nama-nama itu atau tidak. Tapi saya pernah jumpa beberapa orang Tionghua asal Bali yang pake nama Wayan juga tuh. Kalau memang boleh, bisa saja nama alias saya adalah Ketut, sebab saya anak ke-4 dari orangtua saya, jeh! Kalau tertarik lebih lanjut, sila baca link berikut: http://en.wikipedia.org/wiki/Balinese_name Begitu saja sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, pozz...@... wrote: Salam kenal Made. Saya tionghua kelahiran Jakarta, sekarang di Bali. Bisa share cerita sejarah tionghua dapat bernama Made? Trims. Poz --Original Message-- From: Made S Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] SALAM KENAL Sent: Apr 9, 2010 13:24 Kepada yth anggota milis ini - saya Made - Tionghoa kelahiran Denpasar baru masuk milis ini. Salam kenal ya.
[budaya_tionghua] Ihwal Nama. (Was:: SALAM KENAL)
Bung Pozzzmo dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nimbrung dikit ajah ya. Setahu saya, nama-nama orang Bali disusun berdasarkan urutan kelahiran-nya: (1) Wayan, (2) Made, (3) Nyoman, (4) Ketut. Bagaimana kalau lahir anak ke-5? Nah, uniknya di sini: anak ke-5, ke-6, ke-7, ke-8, akan punya nama mulai lagi dari awal: Wayan, Made, Nyoman dan Ketut. Bagaimana membedakan Wayan anak ke-1 dengan Wayan anak ke-5? Biasanya sih dibedakan dari ciri-ciri fisik mereka, yang satu misalnya jangkung, yang satu berrambut keriting, misalnya. Atau kalau mau resmi, menjadi Wayan Balik (lagi). Kalau dilihat cuma ada 4 nama untuk nama anak-anaknya, bisa jadi mereka sudah sejak dulu kala memikirkan untuk tidak mau punya anak lebih dari 4. Dengan adanya Program KB semasa jaman rezim Orba dulu, kalau bener berhasil efektip juga di Bali, agaknya anda akan sulit mendapayi orang Bali asli bernama Nyoman dan Ketut. Lha, pemerintah 'kan waktu itu 'menghimbau' (setengah maksa?) untuk punya 2 anak saja cukup, jeh! Saya ndak tahu, apakah orang di luar suku Bali boleh ikut memakai nama-nama itu atau tidak. Tapi saya pernah jumpa beberapa orang Tionghua asal Bali yang pake nama Wayan juga tuh. Kalau memang boleh, bisa saja nama alias saya adalah Ketut, sebab saya anak ke-4 dari orangtua saya, jeh! Kalau tertarik lebih lanjut, sila baca link berikut: http://en.wikipedia.org/wiki/Balinese_name Begitu saja sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, pozz...@... wrote: Salam kenal Made. Saya tionghua kelahiran Jakarta, sekarang di Bali. Bisa share cerita sejarah tionghua dapat bernama Made? Trims. Poz --Original Message-- From: Made S Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] SALAM KENAL Sent: Apr 9, 2010 13:24 Kepada yth anggota milis ini - saya Made - Tionghoa kelahiran Denpasar baru masuk milis ini. Salam kenal ya.
[budaya_tionghua] Sne Anugerah Kaisar. (Was: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA THE/ZHENG)
Bung Liang U, Bung She Giam dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nimbrung dikit ttg sne pemberian kaisar kepada Ma He aka Ma San Bao, aka Hajji Mahmud Shams (1371â1435) menjadi Zheng He, dikenal juga dengan nama Sam Po Kong (koq Semarang itu secara Hanzi disebutnya San Bao Lung ya?), itu nama adalah pemberian kaisar karena jasa-jasanya. Sila baca di sini ajah: http://en.wikipedia.org/wiki/Zheng_He Memang benar kalau dirunut jelas tidak ada hubungannya dengan orang-orang sne THE di mana pun di dunia, sebab Zheng He sejak berumur 11 tahun dijadikan sida-sida aka dikebiri secara paksa(?). Mana bisa seorang sida-sida punya keturunan toh? Tapi, pemberian sne oleh kaisar itu benar-benar resmi (dan mesti diakui) sebab titah kaisar tidak boleh dibantah sih, jeh! Saya mendapati bahwa sne Lou itu sejarahnya dulu berkakek moyang bersne Ciang (Kiang - jahe), digambarkan bahwa kakek moyang kami adalah seorang nelayan darat yang gemar memancing ikan mas di sungai. Kalau anda pernah lihat patung seorang kakek berjanggut dan berkumis lebat, halus, panjang warna putih, rambut putih semuah, diikat gelung model pesilat, dengan topi caping dari anyaman bambu yang diikat tali dan disampirkan di punggungnya, menggantung di leher, sambil membawa joran bambu dan ada seekor ikan mas di ujung kailnya, itulah dia kakek moyang sne Lou yang bersne Ciang. Kabarnya sih, ada satu ketika, ada keturunan sne Ciang yang berjasa kepada kaisar, lalu diberi satu daerah yang bernama Lou, dan menjadikan nama Lou itu sebagai sne untuk anak-cucu-cicit keturunannya semua. Dan itu dilanjutkan turun-temurun, dan tetap diakui sejarahnya. Saya sendiri ndak tahu, apakah kemudian sne Ciang itu mestinya masih get connected dengan sne Lou sampai sekarang atau tidak. Sebab sne itu sifatnya given toh, kita tidak bisa memilih maunya bersne apa ya? Pernah juga saya diceritakan oleh seorang nasabah saya, bahwa pernah kejadian ada 5 bersaudara yang semula bersne sama, kemudian mesti berganti sne karena mereka memberontak(?) kepada kaisar, dan masing-masing mesti punya sne baru untuk menghindari hukuman mati dan babat habis sampai ke akar-akarnya oleh sang penguasa. Sne asli mereka tidak pernah berani disebut-sebut lagi, sebab takut keturunannya akan dibasmi oleh keturunan kaisar atau anak buahnya(?) yang mendapat titah sang kaisar untuk memburu buronan itu sampai kapanpun. Saya lupa lagi, juga ndak yakin, apakah 5 bersaudara yang dimaksud nasabah saya itu (beliau bersne KIE) adalah ini: KIE, LOU, KHO (Xie), LO (Lv) dan KAO (Gao). Tapi ada catatan dalam BEI-ZI (kayaknya yang benar ejaannya adalah 'Bei-zi', bukan 'Zi-bei', bei = generasi(?) dan zi = aturan) keluarga sne Kie, bahwa kelima sne itu adalah 5 sne besar dalam suku(?) mereka. Saya tidak begitu mengerti yang dimaksud dengan 5 sne besar dalam satu suku itu. Sebab saya mendapati dalam 'suku' sne Lou, ada 5 sne besar yang berbeda, antara lain: Souw (sorry, yang lain lupa, catatan kepekan-nya entah ke mana pula). Jadi, memang benar kata Bung Liang U, bahwa hendak diakui atau tidak oleh keturunan sne The, pada kenyataannya, The Ho aka Zheng He ya bersne THE, itu tidak bisa dirubah lagi. Karena kaisar sudah menitahkan begitu, maka semua rakyat dan keturunannya mesti menerimanya, suka atau tidak suka, mesti diterima apa adanya, jeh! Begitu sajah sih kira-kira ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng - KL --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u lian...@... wrote: Kalau masalah itu terserah orang-orang dari marga The sendiri, mau mengakui atau tidak, saya tak punya hak campur. Cuma ada kebiasaan begini: kalau berubah marga secara sah, banyak keluarganya mengakui, misalnya orang yang tak punya anak laki-laki, marganya akan putus, lalu suka mengambil anak angkat yang diangkat secara sah, dikuepang istilahnya, biasanya keluarga dan familinya mengakui, tapi tentu saja ada yang tidak mengakui, itu adalah hak orang masing-masing. Kalau tak ada yang mengakui, untuk apa mengangkat anak laki-laki toh snenya tetap bukan sne dia? Maaf, saya tak campur urusan keluarga The, jadi kalau ada yang tersinggung, minta maaf sekali lagi. Kiongchiu Liang UÂ From: Kawaii_no_Shogetsu fenghuan...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Fri, April 9, 2010 3:19:34 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA THE/ZHENG Â Ralat Pak, The Ho/Cheng Ho/Zheng He mah sama sekali gak ada hubungan keluarga sama marga The. Marga The dia sich dapet dikasih anugerah Kaisar. Aslinya kan marga Ma Kiongchiu, Hian Goan --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, liang u liang_u@ wrote: Saya kenal ada yang jadi Sutejo ada yang jadi Tejasukmana. Sebetulnya sne The adalah sne besar, baik orang Hokkian maupun Hokchnia banyak yang sne The, termasuk pahlawan yang merebut kembali Taiwan dari tangan Belanda The Seng Kong (Zheng Chenggong), lalu Sampo Tualang, The Ho (Zheng He) penjelajah dari
[budaya_tionghua] Rumah Tanjung. (Was: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA THE/ZHENG)
Bung Steve, Bung She Giam dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nimbrung soal rumah Tanjung dikit ya. Kalau yang dimaksud dengan Rumah Tanjung adalah rumah yang dulu ditinggali oleh Apih dan Tjoe Eng, kayaknya sudah ndak bisa kelihatan lagi wajah aslinya. Sama seperti rumah besan-nya: Gan Tjing Lung. Dulu memang rumah-rumah di Tanjung masih berwajah lama, ala kolonial dan ala Tionghoa. Bagian depan ada teras dengan tiang di kiri kanan, lalu di bagian bawah atap ada ukuir-2an-nya. Kayaknya sejak diperlebar jalannya, semua wajah rumah sepanjang jalan itu habis sudah wajah aslinya. Nasibnya sama ama rumah-rumah toko di sepanjang jalan besar di Cirebon seperti Karanggetas, Pasuketan, Pekiringan, Pasar Pagi, yang dibikin jadi samarata-samawajah - ala ruko dengan gaya meniru-niru ala art deco gitu. Selera penguasa jaman itu (sekitar 1970-an) memang payah juga nampaknya. Kalau mau, paling bisa dilihat bagian dalamnya ajah, itu pun kalau masih berjodoh diberkahi kesempatan ketemu pemiliknya yang gak merubah interior dalamnya. Rumah Gan Tjing Lung di Tanjung itu kayaknya bagian dalamnya masih belum dirubah banyak. Saya pernah ketemu satu teman yang orangtuanya masih membiarkan bagian dalam rumahnya masih apa adanya, gaya campuran Holland + Chinese, bahkan masih ada 'sumur langit' (halah, kayaknya agak mekso nih istilah ya?) di bagian tengahnya. Kalau gak salah ingat, bangunan tua itu bertarikh tahun 1890-an gitu deh. Hanya saja, kalau mau lihat ke sana, ya mesti bawa ni si tuwek juru kunci-nya, jeh! :D) Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Kawaii_no_Shogetsu fenghuan...@... wrote: Rumah itu klo di keluarga kita disebutnya Rumah Tanjung, soalnya memang tempat tinggalnya Keluarga Besar Tanjung. Belakangnya ada kebon luas tempat jemur So-un. Rumahnya memang besar, model Baba-nyonya/Peranakan. Kalau mau berkunjung boleh-boleh saja, nanti saya kontak-kontakan dengan familie di Tanjung. Kiongchiu, Hian Goan. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono hays35@ wrote: Bung She Giam, Saya kemarin telpon dengan kenalan saya, kemudian dia menceritakan pengalaman nya singgah di rumah keluarga The di Tanjung atau Losari (saya lupa lagi). Katanya rumah nya besar dan di setiap pintu tinggal 1 family. Apakah masih ada itu rumah ? mungkin bisa dijadikan objek kunjungan yang diorganisir oleh Ko Sugiri dan Ko SuMur yang rencananya diadakan tgl 1-2 Mei nanti ? Khan mereka mencari object nya rumah bangunan tionghoa ? Salam, Steve
[budaya_tionghua] Sugama Dipa-negara? (Was: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA THE/ZHENG)
Bung Petrus dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe. kayaknya gak usah bersedih, karena nama keluarga (sne) sudah pada berubah. Mungkin memang sudah 'waktu'nya mengikuti jaman yang terus berubah. Kalau kita lihat, tidak hanya di Indonesia saja orang Tionghoa (yang bener: TionghOa atau TionghUa ya?) berganti nama menyesuaikan diri (asimilasi?) menggunakan nama yang 'berbau' lokal, setempat. Di Filipina (Corry Aquino), Thailand (Taksin?), dan negara-negara Asia tenggara lainnya mestinya ya sama saja. Hanya saja, kita mungkin belum lupa bahwa cuma di Indonesia saja ada unsur Sugama Dipa-negara-nya. Sampai ada peraturan khusus untuk 'memaksa'kan hal ini waktu itu, kalau gak salah. Memang sih tidak ada 'konsensus' dari para penyandang sne, sehingga terjadilah penggantian nama yang berbeda-beda untuk satu sne yang sama, sehingga akan susah melacaknya, apakah Halim semula dari Lim, atau bisa saja itu bukan diambil dari sne. Sutanto, Tanoto, Tanoyo, Tandiono, Sutandi, ini mungkin saja dari sne Tan, tapi bisa jadi gak ada hubungannya dengan sne Tan. Nama-nama Manado juga banyak yang tidak ada hubungannya dengan sne, tapi sekilas koq ya mirip: Lumanauw (Lu), Sumampouw (Pouw), dan lain-lain. Umumnya memang mereka mengganti nama dengan ada unsur bunyi yang sama dengan sne-nya. Kalau sne THE yang saya pernah kenal beberapa, ada yang berganti nama menjadi Teja, Suteja, Teguh. Nampaknya pemilihan nama itu tergantung daerahnya masing-masing, apakah di barat (Jabar) atau Timur Tengah (Jatim-Jateng) atau Sumatera, Kalimantan. Seperti Teja mungkin di barat, tapi kalau di timur-tengah menjadi Tejo. Hanya saja, karena mengambil bunyi sne THE dan TEE kebetulan sama, bisa saja Tejo yang satu berasal dari THE, tapi yang lain dari TEE. Tapi, tentu saja kayaknya sih gak ada yang mengganti nama dari sne The menjadi Teppanyaki, misalnya. Akan halnya sne LO ajah, karena ada LOU, LU, LO, LV, maka bisa saja ada yang memilih Susilo, Lomanto, Lowanto, Lukman, Sumarli (Lv), tapi kayaknya sih gak ada yang mau pakai nama Gelo - walau dalam boso Jowo, 'gelo' = kecewa (dengan 'e' lemah) tapi di barat (jabar) tentu artinya 'gelo' = gila ('e'nya seperti pada sate). Saya sendiri lebih memilih Xelo (Sne-lo) ajah biar praktis dan unik. Tapi, bisa ajah ada yang mengira aslinya saya bersne Lo atau Lu, bukan Lou. Tapi ada gejala yang cukup unik: artis mulai suka memakai nama Tionghua tuh - Mulan Kwok (bekas pasangan duet Maia), misalnya. Lepas dari itu, kayaknya tidak ada yang bisa kita perbuat lagi untuk hal ini. Jaman sudah menghendaki berubah, ya mau tak mau, suka tak suka, kita mesti ikut ajah, jeh! Ibarat kata W. Shakespeare - What's in a name? You can call a rose with any name, it still smells good tuh! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng KL - Kebayuran Lame (mulai Mei) --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Petrus Paryono petruspary...@... wrote: Dear All, membaca diskusi ini rasanya sedih. Karena she THE dan she-she yang lain bakal punah dari negeri ini. Saat ini saya masih baca nama 3 seseorang dan itu biasanya terpampang pada berita duka. Hanya pada akhir hayatnya, nama 3 muncul lagi setelah ditenggelamkan sekian puluh tahun. Ada she yang berubah-bentuk, misalnya TAN menjadi SUTANTO, LIEM menjadi HALIM atau SALIM, KHO menjadi KOSASIH, dan sebagainya. Tapi she THE berubah jadi apa ya? Saya belum bisa mengenali bentuk barunya. Salam dari salah satu generasi terakhir pemilik she THE di Indonesia. Petrus Paryono
[budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA THE/ZHENG
Vung She Giam, Steve dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Weleh, koq nyasar ke BT bicarain soal ST nih? Gak apa-apa tah ama mods kita? Tapi kayaknya oke ajah, lha masih berkerabat juga, sama-sama ada T - Tionghoa-nya sih, jeh! Nimbrung dikit nih. Kalau Bung She Giam ('she'-nya The atau Giam nih?) bilang anda masih berkerabat dengan pabrik sohun di Tanjung, berarti anda masih berkerabat dengan Apih dan Tjoe Eng dong? Juga Ek Liong dan Ek Liat yang anaknya(?) tante Seneng Nio di Cirebon, kawasan Pasar Pagi dulu sebelum dibongkar habis. Kalau papah anda bernama Ek, kayaknya hampir pasti anda anaknya Ek Liong dong ya? Jadi masih cucu-nya Tante Seneng dong? Eh, engkong anda, The Tjiauw Keng itu ya yang di Pasar Pagi, Cirebon itu toh? Saya ndak tahu nama lengkap si Apih, apakah pakai Ek juga seperti anda bilang generasi papah anda yang pakai Ek juga. Berarti anda masih berkerabat jauh dengan golongan Han Liong yang di Cirebon, sebab mamahnya masih berkerabat dengan mamahnya Apih tuh. Semasa kecil, saya suka main dengan Ek Liong dan Ek Liat, sebab bertetangga seberang-seberangan. Tapi saya di bawah mereka beberapa tahun. Setelah SMP, saya ngegang dengan Han Liong, barulah kenal dengan Tjoe Eng dan Apih ketika diajak main ke Tanjung. Seingat saya sih, Tjoe Eng menikah dan menetap di deket Gombong, kawasan Cilacap sana. Pernah buka pabrik es dan sekarang dengar-dengar jadi dealer mobil apa gitu. Apih-nya sih menetap di Bandung, jadi mantu-keponakan saya, mereka mesti ber'engku' ke saya tuh. Lha, isterinya itu masih cucunya twa-ie saya yang di Tanjung. Sne-nya Gan. Kalau Steve ingat, kita pernah ke rumahnya nyari papanya - Gan Tjing Lung di Tanjung bersama 'boss' Gan kita. Kayaknya sih Steve lupa ya pernah ke Tanjung dan makan di RM Bie Seng gitu, jeh! Begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Kawaii_no_Shogetsu fenghuan...@... wrote: Kalau memang punya pabrik So-un di Tanjung itu sich masih saudara berarti. Berarti minimal masih kenal/tahu dengan Engkong saya, Baba Tjiauw Keng. Yang saya butuhin itu informasi soal susunan nama generasi. Mau saya tulis ulang. Jadi sekalian juga bikin buku silsilah, yang masih berkerabat kan jadi bisa tahu. Kiongchiu, The She Giam. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono hays35@ wrote: Bung She Giam, Saya sih bukan saudara anda. At least belum terbuktikan. Ada saudara saya (juga marga The) dari Cirebon, yang menikah dengan anaknya The Tjiauw Ling. Waktu saya menelusuri silsilah keluarga The (dari mami saya), saya pernah nanya ke suaminya saudara saya itu apakah dia masih saudara dengan keluarga saya atau tidak. Yang anaknya The Tjiauw Ling itu tidak bisa menjawab karena dia tidak tau. Menurut ceritanya, papa nya itu dokter dan sebelum dia tinggal dan praktek di Cirebon, beliau pernah pindah ke Surabaya juga untuk beberapa lama. Jadi keliatannya hubungannya sudah agak jauh. Belakangan ini dia sudah saya suruh aktif di Geni.com, site untuk silsilah, tapi ya cuman sampai ke The Sim Wan saja. kalau tidak salah keluarga mereka punya pabrik So-un di Brebes nya ya ? Salam, Steve From: Kawaii_no_Shogetsu fenghuang82@ To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wed, April 7, 2010 10:47:38 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA THE/ZHENG Wah. masih sodara ya kita? Hehehe... Saya keturunan The Tjiauw Keng, alias Baba Tjiauw Keng. Saya dan adik laki-laki merupakan keturunan terakhir yang masih punya nama generasi. Sepupu-sepupu dalam saya semuanya dah tidak punya. Ada keinginan buat mendata dan menyusun Buku silsilah. Sekalian supaya nama generasi ini gak putus cuman sampai di saya saja, tapi tetap berkelanjutan ke generasi yang selanjutnya. The She Giam alias The Hian Goan.
[budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA THE/ZHENG
Bung She Giam dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Wah kayaknya ini jadi OOT buat milis ya, sebab isinya cuma mengenai silsilah keluarga THE doang. Sorry buat mods dan yang lain kalau tidak berkenan. Saya ingat memang ada adiknya Ek Liang yang perempuan, namanya Tjoe Kiok. Ternyata yang benar adalah Tjioe Kiok, pantesan sama nama tengahnya dengan Tjoe (Tjioe?) Eng yang di Tanjung itu ya? Kalau begitu anda anaknya siapa? Saya cuma tahunya Ek Liong, Ek Liat, Tjoe Kiok yang anaknya Tante Seneng itu. Kalau anda memanggil encek ke Apih, dan Apih manggil saya dengan engku (ikut isterinya, yang anak cici misan saya), berarti anda mesti manggil saya dengan 'Ku-kong' dong ya? Hahaha.. artinya ini membuat saya 'sederajat' dengan Babah Tjiauw Keng - Tante Seneng dong? Just kidding ya! What a small world ya? Senang bisa ketemu cucu-keponakan kabeuteung (cucu keponakan karena pernikahan) di sini. Kalau boleh tolong japri alamat Ek Liong, yang dulu jago maen layangan untuk kawasan Pasar Pagi. Dan bersama 'geng'nya, Yap Oen Hiap, Gouw Hong Seng cs., suka mencatok rambutnya supaya mirip James Dean atau Elvis Presley yang berjambul menonjol ke depan itu lho! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan (Bulan depan pindah ke KL - Kebayuran Lame) --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Kawaii_no_Shogetsu fenghuan...@... wrote: Oalah...! Ternyata masih pada sedulur sekampung kabeh Jeh! :P Iya bener itoe, saya cucunya Baba Tjiauw Keng sama Nyonya Seneng, dan cucu luar dari Baba Kiong Pun di Sindang Laut. Kalu sama Apih dan Tjoe Eng ya saya masih panggil mereka Encek Apih dan aOuw Tjoe Eng lah. Encek Apih ya sama juga, generasinya sama pake Ek. Tjoema owe lupa itu dia punya nama. Soalnya manggilnya pake encek-encek bae sih :P Bener itu aOuw Tjoe Eng tinggalnya di Gombong, pernah punya pabrik Es. Ek Liat itu Jiepe owe, almarhum. Meninggal 2 tahun yang lalu. Toape Ek Liang sekarang pindah ke Jakarta ikut anaknya, sudah tidak di Cangkring lagi. Yang masih di Cirebon sekarang jadi tinggal yang paling kecil, aOuw Nelly alias The Tjioe Kiok. Dia orang sama suaminya enTio Oeki di Banjar Melati belakang Kasepuhan. Lha sih. beli disangka-sangka malah ketemu lagan wong dewek nang kene jeh. Owe lagi cari nlusur nama generasi keluarga besar The, khususnya nama generasi setelah Siem, Tjiauw, Ek, She. Supaya aja tumpes trah-trahane Keluarga besar Tanjung cabang Baba Tjiauw Keng. Sebabe turunan Baba Tjiauw Keng sing masih duwe aran telu, kari kita loroan She Giam lagan She Goan terakhir. Ah... Jadi nostalgia ke masa-masa jang soeda laloe :) Kiongchiu, The She Giam alias Hian Goan.
[budaya_tionghua] Re: TANYA SOAL NAMA GENERASI/ZIBEI MARGA THE/ZHENG
Bung She Giam, OOps, sorry, saya salah baca. Nymabung dikit ajah. Jadi anaknya Tante seneng itu Ek Liang, Ek Liat, Ek Liong dan Tjioe Kiok tah? Berarti anda anak-nya Ek Liong, anak lelaki paling kecil. Saya dulu ingatnya cuma Ek Liat dan Ek Liong, tapi gak ingat ama Ek Liang - kayaknya sekolah di Bandung atau ke mana gitu waktu itu ya? Rupanya anda anaknya Ek Liong. Mama anda siapa ya? Mungkin saya kenal juga. Kalau papa anda tanya saya, bilang ajah saya anaknya Toko Thay San, yang dialihbasakan ke basa Indonesia, anehnya jadi Toko Tarzan - Tarzan vs Thay San (nama gunung di RRT) mestinya gak nyambung sam sek tuh, jeh! Mudah-mudahan papa anda masih ingat saya, sebab dulu kami satu geng suka maen kartu wayang dengan taruhan bekas bungkus rokok di loteng rumah Yayap (Oen Hiap) yang anaknya tante minyak itu, rumahnya di seberang rumah Ek Liong waktu itu. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng opho...@... wrote: Bung She Giam dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Wah kayaknya ini jadi OOT buat milis ya, sebab isinya cuma mengenai silsilah keluarga THE doang. Sorry buat mods dan yang lain kalau tidak berkenan. Saya ingat memang ada adiknya Ek Liang yang perempuan, namanya Tjoe Kiok. Ternyata yang benar adalah Tjioe Kiok, pantesan sama nama tengahnya dengan Tjoe (Tjioe?) Eng yang di Tanjung itu ya? Kalau begitu anda anaknya siapa? Saya cuma tahunya Ek Liong, Ek Liat, Tjoe Kiok yang anaknya Tante Seneng itu. Kalau anda memanggil encek ke Apih, dan Apih manggil saya dengan engku (ikut isterinya, yang anak cici misan saya), berarti anda mesti manggil saya dengan 'Ku-kong' dong ya? Hahaha.. artinya ini membuat saya 'sederajat' dengan Babah Tjiauw Keng - Tante Seneng dong? Just kidding ya! What a small world ya? Senang bisa ketemu cucu-keponakan kabeuteung (cucu keponakan karena pernikahan) di sini. Kalau boleh tolong japri alamat Ek Liong, yang dulu jago maen layangan untuk kawasan Pasar Pagi. Dan bersama 'geng'nya, Yap Oen Hiap, Gouw Hong Seng cs., suka mencatok rambutnya supaya mirip James Dean atau Elvis Presley yang berjambul menonjol ke depan itu lho! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan (Bulan depan pindah ke KL - Kebayuran Lame) --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Kawaii_no_Shogetsu fenghuang82@ wrote: Oalah...! Ternyata masih pada sedulur sekampung kabeh Jeh! :P Iya bener itoe, saya cucunya Baba Tjiauw Keng sama Nyonya Seneng, dan cucu luar dari Baba Kiong Pun di Sindang Laut. Kalu sama Apih dan Tjoe Eng ya saya masih panggil mereka Encek Apih dan aOuw Tjoe Eng lah. Encek Apih ya sama juga, generasinya sama pake Ek. Tjoema owe lupa itu dia punya nama. Soalnya manggilnya pake encek-encek bae sih :P Bener itu aOuw Tjoe Eng tinggalnya di Gombong, pernah punya pabrik Es. Ek Liat itu Jiepe owe, almarhum. Meninggal 2 tahun yang lalu. Toape Ek Liang sekarang pindah ke Jakarta ikut anaknya, sudah tidak di Cangkring lagi. Yang masih di Cirebon sekarang jadi tinggal yang paling kecil, aOuw Nelly alias The Tjioe Kiok. Dia orang sama suaminya enTio Oeki di Banjar Melati belakang Kasepuhan. Lha sih. beli disangka-sangka malah ketemu lagan wong dewek nang kene jeh. Owe lagi cari nlusur nama generasi keluarga besar The, khususnya nama generasi setelah Siem, Tjiauw, Ek, She. Supaya aja tumpes trah-trahane Keluarga besar Tanjung cabang Baba Tjiauw Keng. Sebabe turunan Baba Tjiauw Keng sing masih duwe aran telu, kari kita loroan She Giam lagan She Goan terakhir. Ah... Jadi nostalgia ke masa-masa jang soeda laloe :) Kiongchiu, The She Giam alias Hian Goan.
[budaya_tionghua] Re: PERNIKAHAN SPEKTAKULAR DI SHAN XI
Bung ABS dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe ternyata sudah banyak buktinya bahwa mereka tidak lagi (mau) menjalankan prinsip samarata-samarasa dalam ideologi Komunis ya? Jadi, ibarat berrakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Dulu mereka bersusah-susah, sekarang bersenang-senang. Kalau saja dulu mereka tidak saling gebuk saling bunuh antara sesama raja (kecil) dan bangsawan, saling intrik menghasut kaisar, mungkin mereka tidak pernah kenal paham Komunis yang diadaptasi dari kaum proletar Rusia(?). Dan, kiblat dunia sejak dulu malah ke timur (orient, oriental) dan benar-benar menjadi negara sentral dunia (Zhung-guo), bukannya ke barat tuh, jeh! Lha, kabarnya (saya lupa lagi baca di mana), pada time line yang sama, ketika kerajaan Inggris mengadakan pesta pernikahan sang raja, perjamuannya cuma makan roti dan air tawar, di Tiongkok sana pesta ulang tahun satu kaisarnya bisa berlangsung beberapa malam, dengan makanan berlimpahan (o, jelas ada daging 4 'angkatan' terwakili di meja makan: darat, laut, udara dan.. kepulisian?) dan 'mandi' arak boleh minum sepuasnya. Andaikan mereka menjadi pusat dunia beneran, mungkin sekarang kita memakai windows dan internet yang berbasa Tionghua berhuruf Hanzi ya? Peta dunia juga mungkin beda dari yang sekarang tuh? Tapi, yah... rupanya sejarah memang mesti berjalan seperti sekarang. Sudah takdir-kah? Seperti takdir kaisar terakhir yang di'pinjam' dari orangtuanya untuk diangkat jadi kaisar waktu masih kecil, karena mesti pisah dari ibunya, dia nangis keras, lalu ayahnya yang 'tidak tahu nasib baik' konon lantas bilang: jangan nangis, nak. Jangan kuatir, gak lama koq kamu di'pinjam' mereka. Haiyya.. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: He he he, masih mau membantah kalau saya bilang RRT sudah menjadi negara kapitalis yang sesungguhnya, bukan lagi negara sosialis, apalagi negara komunis? Wasalam.
[budaya_tionghua] Aksen Jawa (Timur Tengah) Was:Bapak menjadi Bapa, atau Bapa diganti jadi Bapak?
Bung David dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. kalau anda tidak menceritakan pengalaman masa-masa SD dengan guru-guru asal jawa (timur dan tengah), saya memang tidak 'ngeh' soal aksen mereka. Khususnya dalam soal akhiran 'K' ini. Nymabung dikit, saya perhatikan, teman-teman saya yang Tionghua dari Jawa timur, kalau berbicara, kenapa ya aksen-nya justru lebih 'medhok' dari penduduk 'asli' Serbejeh (Surabaya). Kalau kita bertemu mereka, akan dengan jelas terrasa bahwa mereka berasal dari jatim (Surabaya). Cara teman-teman Tionghoa kita yang berasal dari Jawa (timur dan tengah) berbicara dalam basa Tionghoa juga sama 'medhok'nya, terpengaruh oleh aksen Jawa mungkin ya? Kalau bicara tentang 'ng-ma' yang jadi 'ema', lalu mereka menyebutnya 'emak', mengapa lantas di Betawi ada sebutan 'emak' (dengan 'k' yang cetol, jelas) yang artinya adalah 'mama' (ibu) yang padanannya adalah 'babeh'. Apakah 'emak' (jadi 'enyak'?) dan 'babeh', juga 'encing' dan 'encang' (kalau 'engkong' sih jelas toh) itu pengaruh dari basa Hok-kian tah? Begitu saja sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, David dkh...@... wrote: Perkara lafal dan ejaan, owe jadi ingat pengalaman semasa SD dulu. Ketika ada mata pelajaran yang harus didiktekan oleh gurunya yang orang Jawa, maka dia, seperti umumnya orang Jawa, tidak bisa mengucapkan kata TITIK TITIK (¡) dengan baik, melainkan jadi TITE¡¯ TITE¡¯. Tentu saja kami yang orang Jakarta langsung serentak berteriak mengoreksi, ¡°TITIK TITIK, bu, bukan TITE¡¯ TITE¡¯!¡± Sang guru diam saja, karena dia tahu maksudnya memang benar itu, hanya dia tidak bisa melafalkannya dengan benar. Sebaliknya, pada kesempatan lain, dia selalu mengucapkan BANYAK ANAK-ANAK DUDUK-DUDUK sebagai BANYA¡¯ ANA¡¯-ANA¡¯ DUDO¡¯-DUDO¡¯ (dengan konsonan akhir K yang seharusnya dilafalkan jadi seperti ¡°ditelan¡±). Setelah dewasa, semua itu owe pikir memang bukan semata-mata kesalahan sang guru, tapi karena EJAAN SOEWANDI (1947). Ejaan itu TIDAK bisa membedakan antara mana yang konsonan akhir K betulan (yang harus diucapkan dengan jelas, seperti kasus TITIK TITIK dan BANYAK ANAK-ANAK di atas) dan mana yang hanya merupakan bunyi hamzah ¡® belaka (seperti dalam BAPA¡¯, KAKA¡¯, TIDA¡¯). Keduanya disamakan saja dengan konsonan akhir K, berbeda dengan ejaan Van Ophuijsen yang jelas-jelas MEMBEDAKAN antara keduanya. Maklum SOEWANDI kan orang Jawa, dan orang Jawa kita tahu tidak bisa membedakan antara keduanya. Akibatnya, karena kesalahan dalam ejaan itu, yang kemudian diwarisi oleh EYD (1972), saudara-saudara Tionghoa kita dari Jawa Tengah dan Jawa Timur cenderung mengeja EMA (¡®nenek¡¯) menjadi EMAK, dan TACI (¡®kakak perempuan¡¯) menjadi TACIK, padahal ejaan Hokkiannya NG-MA dan CI-CI (tanpa bunyi hamzah ¡®), sesuatu yang dihindari mereka yang dari Jakarta dan Jawa Barat. Karena mereka akan melafalkannya sebagai EMAK dan TACIK. Repot, bukan? Kiongchiu, DK
[budaya_tionghua] Babeh vs Babah? (Was: ASAL OWE DARI MANA? BABA dan NONA)
Bung David Kwa dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe. menarik sekali baca posting berdiskusi ttg 'owe' ini, mulanya cuma mau pasip jadi pembaca yang baik doang, tapi tak tahan juga mau nimbrung juga nih. Saya baru tahu kalau 'baba(h)' di Betawi jadi 'babe(h)', dengan pengertian 'baba'nya sebutan untuk seorang Tionghua yang dipanggil oleh non Tionghua dan Tiuonghua peranakan. Apakah ini babe(h)-nye same ame nyang biase dipake buat gantinye nyebut 'ayah' atawa 'bapak' bagi masyarakat Betawi asli ya? Contohnye, Babeh Saman nyang juwalan nasi uduk di Kebon Kacang, bilangan Tenabang itu, lalu ade Babe(h) Lili nyang dagangnye ikan bakar di bilangan Kebon Sirih. Kalau iya, berarti banyak juga kosakata basa Betawi yang terpengaruh oleh basa dialek Hok-kian tuh ye? Gue dari gua (wa), apalagi 'elo' (lu), belum lagi angka-angka jigo, gocap, seceng. Yang selama ini jadi kecurigaan saya mah, kata 'dialogue' dalam basa Inggris itu, jangan-jangan berasal dari basa Betawi - dia (e)lo gue, pan bener banget tuh, kalau mau dialogue ya kudu ada 3 unsur: ada dia, ada (e)lo dan ada gue tuh, jeh! ***just kidding-larrr!*** Lanjut dikit soal 'owe' ya. Kalau di Cirebon, kayaknya ada imbuhan bunyi 'h' di belakangnyah, jadi terdengarnyah 'oweh' dan untuk anak perempuan 'sayah'. Mungkin juga ini hampir sama-sama pengaruh di daerah berbasa Sunda, kalau tak salah, seperti Bandung, Bogor, Tasik, Garut dan lain-lainnya. Ene saya (mestinya sih ema, cuma salah kaprah dalam keluarga oweh ajah sih) dengan sabarnya 'mengajarkan' anak-anak mamah saya dengan sebutan itu, diulang-ulangnya terus kalau kami salah nyebut. Lama-lama kami jadi belajar bahwa yang lelaki mesti ber-'oweh' kepada mereka dan anak-anaknya (engku, ie-ie, dan locian-pwee lainnya) dan yang perempuan mesti ber'sayah'. Waktu anak saya lahir, ene dan ie-ie saya, coba mengajarkan kepada cicit dan cucu-nya (=anak saya) dengan panggilan 'oweh' juga. Jadi, kalau pas mereka bertandang ke rumah saya, menginap, mereka akan membiasakan anak saya (lelaki) ber-oweh. Saya sih cuma senyum di kulum ajah di samping, ndak mengiyakan tapi juga ndak menghalangi. Soalnya, bukan apa-apa, mami mertua saya itu totok Holland sprekken, jadi kagak ngatri samsek soal 'oweh-oweh-an' begitu. Padahal mertuanya mami mertua saya (engkong dan ema nyonyah saya dari papi-nya) totok Tiongkok asli. Pernah sekali waktu, saya berkenalan dengan seorang supplier asal Cerebon. Begitu tahu saya wong Cerebon juga, mulailah dia berbasa krama dengan menyebut dirinya dengan 'oweh'. Sebab di Cerebon, generasi saya masih terpapar oleh 'oweh' ini. Dalam bisnis, basa krama dengan menyebut diri 'oweh' memang lazim di Cerebon. Jadi, ketika si supplier bertandang ke rumah saya, dia ramai menyebut 'oweh' berulang-ulang dan cuku kerap, soalnya 'kan 'oweh' berarti 'saya' dan juga 'iya'. Yang ada, nyonyah saya ketawa sendiri di dapur mendengarnya. Dia ingat ama mertua dan ema mertuanya yang coba mengajarkan anaknya waktu masih bayi dan balita untuk ber'oweh-oweh'an juga. Ya sudah, akhirnya anak-anak saya (2 orang) tidak bisa dicekokin kultur 'oweh' ini. Sorry. Mission is gatot (gagal total) deh ya. Begitu ajah sih ya kira-kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, David dkh...@... wrote: Mpeq Liang U dan Liatwi, Panggilan Baba dan Nona di Jakarta memang ada, entah di bagian lain pulau ini. Owe ingat, pengalaman owe semasa kecil, waktu berkunjung ke rumah teman, ema (nenek)-nya teman itu, yang peranakan Jakarta asli, pernah âmenginterogasiâ owe dengan logat Jakarta aslinya yang medok: âSi BabÄ (dengan âÄâ pÄpÄt, maksudnya owe) anak siapÄ, tinggal di manÄ?â, dst, dst. Mungkin, maksudnya, siapa tahu dia kenal keluarga owe. Nah, mengenai panggilan Nona, ema owe pun pernah menyapa teman owe yang perempuan dengan panggilan Si Nona. Mungkin, kalau yang menyapa emanya teman owe yang Jakarta asli itu, panggilannya akan berubah lafal jadi Si NonÄ⦠Kesimpulan owe, merupakan hal lazim bagi orang Tionghoa (peranakan) maupun non-Tionghoa, untuk menyapa laki-laki (pemuda) dan perempuan (gadis) Tionghoa peranakan dengan panggilan Baba (BabÄ) dan Nona (NonÄ). Panggilan Nona ternyata tidak terbatas terhadap mereka yang masih belum menikah (gadis) saja. Ema oweâyang tentu sudah ema-ema waktu peristiwa ini terjadiâsering ditawari belanja oleh tukang sayur langganannya yang orang Betawi dengan: âNona, belanja???!!!â Memang, pada masa lampau tidak lazim seorang non-Tionghoa memanggil orang Tionghoa (Peranakan dan Totok) dengan panggilan Ngko/Nci, tapi BABA/NONA. Padahal Ngko/Nso (bukan Nci, bila yang bersangkutan sudah mempunyai suami) hanya dipakai oleh seorang Tionghoa terhadap orang Tionghoa lain yang kira-kira SEBAYA umurnya dengan kita, bukan yang seumuran orangtua kita!!! Makanya, owe pernah mengritik habis novel Ca Bau Kan-nya Remy Sylado yang â
[budaya_tionghua] Salin-nama Istilah Basa Tionghua. (Was: Chinese Houses in Southeast Asia)
Bung King Hian, Bung David Kwa, Bung Andipo, Bung Ikartono dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nimbrung dikit ajah, saya setuju dengan Bung King Hian, untuk istilah baku dari basa Tionghua, ada baiknya teuteup ajah pake istilah yang sudah biasa dipakai, ndak perlu disalin-nama atau dialihbasa-kan lagi, jeh! Bandingannya sama dengan istilah di makanan, bakso (tidak perlu diganti jadi: daging giling bertepung dan dibentuk bola), bakpao, bakphia, bakmi - walau sering disalah-mengerti jadi salah kaprah bahwa 'bak' sama dengan 'bakbik' (babi), padahal mah 'bak' = daging, bisa daging apa ajah toh. Jangan kayak bule, menerjemahkan 'bakso' (yang tepat sih 'bakwan' ya) menjadi meat ball, fish ball. Giliran dialihbasakan ke basa Indoneia, jadi bola daging atau bola ikan. Sama juga dengan istilah basa Indonesia untuk makanan, misal: gado-gado, dalam basa Tionghua, Hanzi-nya berbunyi 'cia-duo-cia-duo', ndak perlu diterjemahkan sayur-mayur direbus dengan saus kacang bercabe. Atau gudeg yang kalau mau dialihbasakan ke basa Inggris jadinya young jackfruit cooked in coconut milk coloured with pine flower, ya biarkan ajah disebut gudeg. Tentang Capgoumeh yang coba dialihbasakan jadi limolasan atau limabelasan, ya tentu saja agak-agak 'unik', lha, jelas Capgoumeh (saya suka istilah 'gou' yang dipakai Bung DK) itu berasal dari budaya Tionghua, tentu ndak perlu bersusah-payah mau bikin 'unik-unikan' begitu. Lontong Capgoumeh sudah merasuk begitu kuat di khasanah perdapuran Indonesia, malah bikin bingung kalau lantas dipaksakan bersalin-nama jadi 'Lontong Limolasan'. Begitu ajah sih kira-kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, King Hian king_h...@... wrote: Menurut saya, tidak usah diterjemahkan Lebih baik tetap memakai istilah chimcne (æ·±äº). Karena kalau diterjemahkan menjadi sumur dalam atau sumur langit pun tidak memberi pengertian yang lebih jelas. Sama seperti istilah2 lain dalam bhs Indonesia yang diadopsi dari bhs Hokkian, dan tidak diterjemahkan, misalnya: capgomeh, yang tidak diterjemahkan menjadi malam ke lima belas - kalau diterjemahkan demikian, bagaimana caranya menyebut lontong capgomeh? kiongchiu, KH From: David dkh...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Mon, March 8, 2010 12:26:15 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia Lukito-heng dan Andipo-te, Tianjing å¤©äº (skywell) = âsumur langitâ adalah istilah Mandarin (Huayu), sementara chhimcne æ·±äº (deepwell) = âsumur dalamâ lebih ke istilah Hokkian selatan (Banlam). Dalam arsitektur Hokkian selatan, di kelenteng yang ada chhimcne-nya, orang bersembahyang kepada Thnikong (Thian) menghadap ke langit (= Thnikong atau Thian) dari chhimcne ini. Salah satunya, di Kelenteng Lo Chia Bio, Jl. Duri I, Jakarta Pusat. Sekarang kita mau pilih yang mana? âSumur langitâ atawa âsumur dalamâ? Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Andipo dipodipo@ . wrote: Terima kasih atas balasannya. Saya tidak punya penjelasan lain, karena saya juga kesulitan menemukan istilah yang tepat. Deep well menurut saya kurang mengena. light well menurut saya lebih tepat. Sumur udara terdengar bagus dan cukup informatif, saya akan pakai itu.. Salam --- On Mon, 3/8/10, lkartono@ lkartono@ . wrote: From: lkartono@ lkartono@ . Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Buku Baru: Chinese Houses in Southeast Asia To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Dipo dipodipo@ . Date: Monday, March 8, 2010, 10:36 AM Quoting Dipo dipodipo@ .: Saya sudah beberapa waktu kebingungan mencari terjemahan light? well dalam bahasa Indonesia. Tetapi mengapa masih memakai tanda? kutip ? Apakah istilah sumur udara tidak umum dipakai ? Cak Dipo, Dari beberapa buku menyebutkan deep well makanya saya mencoba menyebutkan sumur udara dalam tanda kutip karena saya masih meragukan (belum mantap) menggunakan istilah tsb. memang fungsinya secara denotatip adalah untuk sirkulasi udara. dari penggalian artefak rumah tinggal di daerah Mesopotamia memiliki pola yang sama yaitu memiliki court yard tsb. SEcara konotatip adalah untuk tempat sembahyang berhubungan dengan Thien secara terbuka dan langsung. Atau anda mempunya penjelasan yang lain sebagai pencerahan buat saya yang lagi menggali ... salam loek's
[budaya_tionghua] Beda Persepsi Ajah Kayaknya Ya? (Was: Imlek Agama atau Budaya?)
Bung Erik dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Katanya kalau dah lewat Cap-gou meh (ejaan 'gou'-nya ngikut Bung David Kwa yang mulai nyelebriti sering muncul di teve sekarang nih yeee), sudah terlambat mengucapkan sin-cun kiong-hie ya. Tapi, mau mengucapkan saja sekarang saya jadi bingung nih bagaimana caranya. Lha, baca di posting TTM sekalian kemaren itu menjelang Sin-cun, ada banyak pendapat yang berbeda ttg cara mengucapkannya yang baik dan bener. Semula saya pikir mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek itu cukup netral, khas Indonesia, tapi ternyata ada yang bilang kurang tepat. Hehehe. Ya wis, back to the topic ajah ya. Tentang naga (Indonesia) vs Loong (Liong?) vs Dragon (English), kayaknya memang gak sama dan gak bisa disanding-bandingkan satu sama lain. Mungkin, ini sih cuma mungkin ajah ya, memang beda persepsi dan latar belakang budaya saja. Bener, bahwa di legenda barat, dragon bersayap, walau sama-sama (?) bisa menyemburkan api seperti loong, dan dragon selalu (digambarkan) jahat, musuh para kesatria. Tapi juga ada kekecualian, saya pernah baca ada little dragon yang baek hati juga tuh. Loong juga 'kan kata TTM kita juga ada yang baek ada yang jahat. Yah, namanya juga loong dan dragon 'kan sama-sama hasil penggambaran oleh manusia juga, jadi ada yang baek dan ada yang jahat. Manusiawi sekali toh. Mungkin memang si bule kagak ngatri soal ini, maen gebyah uyah (menyamaratakan) ajah bahwa loong identik sama dengan dragon. Namanya juga jaman dulu mereka lagi kampanye, tentu berusaha menjelek-jelekkan sesuatu yang jadi 'lawan' politik atawa alirannya atuh, euy! Mereka tidak kenal baik ttg loong itu apa, dan bagaimana masyarakat Tionghua di Tiongkok dulu memperlakukan sang naga, eh, loong di sana dulu. Atau mungkin justru tahu dan mengerti sekali makna loong di mata masyarakat Tionghua, makanya sengaja dijadikan sasaran kampanye? Lha, lihat ajah, mereka (bule) juga asal kasih nama dragon juga buat kerabat biyawak raksasa yang mukim di P. Komodo itu. Living dragon katanya. Padahal si komodo itu pan lebih deket berkerabatnya ama buaya, persisnya sih ya biyawak yang suka disebut sebagai golongan lizard - cicak, kadal juga. Jadi, ya sudahlah, kalau mereka memang kagak ngatri, ya susah diajak bicara ttg makna loong bagi kita. Kalau mau, ya kita jangan pake dragon untuk menggambarkan loong. Pake saja kata asli 'loong' atau 'long' (ntar mereka bingung lagi ama long = panjang tuh?). Kalau soal loong gak mau disama-samakan ama ular, susah juga sih kayaknya. Soalnya, saya pernah denger katanya ada menu berjudul 'Loong Fu Tow' (Pertarungan Naga vs Harimau) di HK sana, yang ternyata isinya adalah ular sawah dengan kucing (liar?) yang dialasi bakmi sebagai 'jerami'nya. Ya, tentu gak bisa menyalahkan koki-nya, mungkin saja dia diperintah boss masak menu tsb., tapi tentu saja si koki gak bisa mendapatkan hewan loong yang sebenernya, lha itu 'kan hewan yang ada di dalam legenda ajah, jeh! Kalau masuk ke Indonesia, yang sudah kadung diberi padanan kata 'naga' untuk loong, ada satu kisah nyata yang terjadi pada masa era Sugama Dipanegara - Sudah Ganti Nama Dipaksa Negara jaman rezim orba dulu nih. Saya ndak tahu persis apakah teman saya ini bersne Liong, tapi waktu itu dia bersalin-nama menjadi Dewa Naga. Lha, soalnya mungkin saja memang dia bersne Liong yang walau artinya dalam Hanzi itu bukan naga, tapi dalam basa Indonesia yang dicomot dari basa Hok-kian itu, 'liong' = naga (terlanjur?). Kalau dia mau ganti menjadi Si Naga, bisa diprotes ama saudara-saudara kita yang dari Tapanuli 'kan, sebab mereka punya marga Sinaga. Dan, orang luar gak sembarangan bisa memakai marga mereka. HTS ajah konon dapat nama Silalahi itu pake upacara adat dulu tuh ya. Tapi, ya memang cilaka juga kalau sampai memilih nama Dewa Naga mah, lha kaisar ajah gak berani menyebut diri sebagai 'dewa'nya naga. Kalau Dewa Naga, itu 'kan sama ajah seolah boss of the boss of all the loongs in heaven toh. Dewa gitu, lho! Jadi, kayaknya sih ama hakim di pengadilan gak diijinkan dia bersalin-nama menjadi Dewa Naga. Kalau gak salah sih akhirnya dianjurkan memilih yang mirip-mirip: Dewangga. Hehehe. just intermezzo, gak usah direspon dengan serius ya. Sudah banyak yang seriosaan, jadi anggap saja saya mah cuma satu punakawan si astrajingga (cepot, udel) yang numpang lewat dowangan atuh, euy! Permisi Salam makan enak dan sehat, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Erik rsn...@... wrote: Masalahnya adalah : Apakah Naga (Long/Liong) sama dengan Dragon? Sejauh yang pernah saya tahu, Long/Liong adalah totem yang diagungkan masyarakat Tionghoa, sedangkan Dragon adalah binatang perlambang kejahatan dan setan dalam agama Nasrani. Keduanya berasal dan berakar dari tradisi dan budaya yang sama sekali berbeda. Lantas, mengapa tiba-tiba bangsa barat (terutama para pekerja misionaris) menterjemahkan dan menyamakan Long/Liong dengan Dragon yang merupakan
[budaya_tionghua] Selamat Tahun Baru Imlek!
ketika ada pergantian hari, apa bedanya dengan hari-hari lain? Pergantian yang terasa nyata cuma menurunkan kalender tahun 2009 dan menggantung kalender tahun 2010. Yang lain? Semuanya tetap sama: udara tetap udara yang sama anda hirup kemaren, jam juga tetap berputar searah jarum jam (tentu dwong!) yakni ke arah kanan, jarumnya masih sama, ada detik dan menit dan jam. Kalau jam digital seperti sekarang, malah cuma titik nyala-padam bergantian, lalu angka-angkanya berubah. Untuk apa semua serba baru? Berboros uang untuk melabur rumah, beli kain baru, beli bahan-bahan kue - sampai mesti antri di TBK - Toko Bahan Kue, mengelepung tepung beras ketan, menjahit baju, membuat kue, memasak makanan mewah yang cuma setahun sekali itu. 'Membakar uang' membeli kembang api. Membangun semangat baru? Kenapa tidak setiap hari anda membangun semangat baru? Bukankah setiap hari memang anda mesti bersemangat? Kemaren, hari ini dan besok. Itu istilah kita untuk pergantian waktu. Mengapa mesti menunggu setahun sekali baru semuanya diperbaharui? Pemikiran orang di dalam cerita pendek di majalah itu, mungkin saja penulis-nya sendiri yang mengalami hal itu, pada masa itu saja sudah menjadi semacam 'terobosan', ketika adat-istiadat tradisionil masih dipegang dan dijalankan dengan teguh dan kukuh, kuat. Dibandingkan sekarang, yang adat-istiadatnya justru sudah kendor, malah nampaknya kita mulai mengadopsi adat barat(?) dengan hal-hal serba baru, berbagi hadiah (dulu menggunakan angpao, memberi hadiah dalam bentuk 'mentahan', anda bisa beli apa saja hadiah yang anda suka). Jor-joran membakar kembang api. Padahal itu semua cuma pemborosan saja. Kalau anda memang perlu sepatu baru, baju baru, ingin makan kue-kue, masakan enak yang mewah, bukankah semuanya sekarang sudah tersedia di mana-mana? Anda bisa pesan apa saja melalui kompi anda dari rumah. Bayarnya juga cukup gesek kartu plastik saja. Mau Visa Card, Master Card atau BCA Card? Anytime, anywhere, anything kapan saja, di mana saja, apa saja bisa anda beli dan dapatkan. Mengapa mesti sengaja memboroskan diri pas tahun baru? Selamat tahun baru (Imlek)! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan
[budaya_tionghua] OOT - Aspek Halal. (Was: Mohon Info Makanan Tahun Baru Halal ?)
Bung Yuana, Bung Zhou FY dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. unik juga, bukan cakupan bidang kita, tapi ternyata banyak juga yang konsen masalah sertifikat halal ini ya. Bung Yuana benar, halal tidaknya suatu makanan, lebih persis-nya LP-POM MUI bisa menerbitkan sertifikat halal atas suatu produk, tidak melulu melihat aspek babi saja, termasuk juga alkohol. Dalam kasus resto ala Jepang itu, kalau tak salah sih karena mereka masih memakai saus dan bumbu yang mengandung sake atau mirin aka arak beras sebagai satu komponen penyedapnya, dan sake atau mirin aka arak beras itu masih mengandung alkohol. Cara berpikir Bung Zhou FY mestinya benar. Lebih mudah membuat sertifikat 'mengandung babi' atau 'tidak halal' daripada sebaliknya. Untuk audit mendapatkan sertifikat halal, banyak aspek yang mesti diperiksa, tidak hanya babi, tapi juga alkohol, prosesnya, bahan dasarnya, cara memotong hewannya, dan lain-lain. Kalau untuk menerbitkan label 'tidak halal' misalnya, cukup statement saja dari produsen bahwa produknya tidak halal, lalu tinggal diterbitkan. Ndak usah diperiksa lagi toh? Lebih praktis, memang. Dulu di Malaysia konon resto yang tidak halal justru yang harus mencantumkan label besar-besar di pintunya, supaya yang Muslim tahu dan tidak masuk ke dalam resto tsb. Sanksi akan dikenakan kalau ternyata mereka lalai membuat pengumuman ini, dan terbukti makanan yang dijualnya tidak halal. Jadi, mereka menganggap, kalau tidak ada label, berarti halal. Karena mayoritas resto di sana mesti halal. Tapi, kalau di Indonesia diberlakukan sebaliknya begitu, yang tidak halal justru mesti mencantumkan label, mungkin semuanya tidak akan mencantumkan label. Khususnya produk konsumer yang dijajakan di pasar-pasar dan supermarket itu. Maka konsumen yang akan makin bingung. Benar juga bahwa pencantuman label 'halal' untuk lebih memperluas target konsumennya. Walau, tentu saja keputusan membeli dan mengkonsumsinya tetap tergantung kepada individu masing-masing calon pembeli. Aspek halal tidak-nya suatu produk, kalau ndak salah juga ada yang mempertimbangkan segi kesehatan tubuh, seperti rokok, misalnya. Walau ada label halal, kalau ada konsumen yang merasa tidak yakin, tentu tak akan dikonsumsinya. Tapi, tentu saja LP-POM MUI dan pemerintah punya pertimbangan sendiri, mengapa yang berlaku saat ini adalah penerbitan sertifikat jalal, dan bukan sebaliknya. Begitu saja sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, yuan...@... wrote: Semua yang tidak mengandung babi belum tentu halal. Kasus Hoka Hoka Bento adalah contoh perbedaan antara sertifikat MUI dan tidak. -Original Message- From: zho...@... Date: Mon, 8 Feb 2010 09:43:26 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Mohon Info Makanan Tahun Baru Halal ?. Sebenarnya lebih efisien jika dibalik: Yg dicantumkan di bungkus makanan bukan label halal, tapi justru keteranganmengandung babi. Setiap produk yg mengandung babi wajib mencantumkan keterangan ini. Jika lalai, akan dituntut di pengadilan. Kan beres! Seperti di super maket, counter daging babi dipisah, atasnya ditulis babi. Shg tak perlu memberi keterangan di counter ayam, sapi dan ikan : bukan babi(halal)! Kan lebih efisien.
[budaya_tionghua] OOT - Ihwal Darah. (Was: Mohon Info Makanan Tahun Baru Halal ?)
Bung Andy L.S., Bung Yuana dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe kalau soal gudeg itu, itu cuma gara-gara orang usil ajah yang menebar isyu aka berita miring di milis. Akhirnya memang sudah dihentikan karena sifatnya sangat spesifik pada satu pedagang saja, tidak semua memakai standar seperti itu - juwalan marus atau dideh sebagai lauk. Kalau tak salah, yang dimaksud dengan 'darah' atau marus yang tidak boleh dikonsumsi itu adalah darah mengucur yang sengaja ditampung ketika hewan (ayam, bebek, sapi, kerbau, kambing, dll) itu disembelih. Itu yang tidak boleh mereka makan sesuai kaidah agama mereka. Jadi, tidak berarti darah yang ada pada daging atau melekat di tulang tidak boleh dimakan. Kayaknya hal ini cukup jelas bedanya, tidak bisa lantas kita berkesimpulan sendiri, sebab ini menyangkut aspek keyakinan dan agama mereka. Cara pandang kita tentu saja bisa berbeda dari mereka. Dan, kayaknya hal halal non halal bukanlah ihwal phobia, tapi ihwal keyakinan. Begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, als a...@... wrote: Jika soal darah saja sampai diharamkan untuk dimakan, para muslim yang berpendapat begitu sebaiknya langsung menjadi vegetarian saja karena hampir semua daging (termasuk seafood) mengandung darah yang ikut termasak. Dan kalau pedomannya seketat ini kalau hendak menyantap gudeg Yogya atau Solo atau mana pun jangan menyantap ayamnya karena ayam dalam gudeg biasanya ada percikan atau gumpalan darah yang ikut termasak pula. Pesan saja gudeg plus tahu ditambah sambal, dan jangan pula pakai krecek. Benar-benar hemat bin irit. :-) Andy L.S. _ From: yuan...@... [mailto:yuan...@...] Sent: Monday, February 08, 2010 7:07 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Mohon Info Makanan Tahun Baru Halal ?. Anda benar. Pernah ada kasus pengharaman Gudeg Yogya lesehan yang disebarkan dalam milis akibat ada seseorang yang makan Gudeg Yogya lesehan mendapatkan adanya darah ayam (marus) sebagai salah satu lauk Guded. Lalu tersebarlah isyu bahwa semua Gudeg Yogya yang berwarna merah adalah haram karena merah Gudeg Yogya berasal dari darah ayam. Padahal tak semua Gudeg Yogya menggunakan darah ayam sebagai lauk dan warna merah Gudeg adalah dari daun jati dan bukan dari darah ayam. Itulah kalau terlalu phobia.
[budaya_tionghua] Ada Pedomannya. (Was: Mohon Info Makanan Tahun Baru Halal ?)
Bung Anton W dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Ikut nimbrung dikit ajah ya Seperti anda sampaikan sendiri, halal atau tidak halal-nya makanan tidak melulu berkenaan dengan babi. Ada banyak aspek yang mesti dipenuhi untuk menjadikan suatu makanan itu halal atau tidak halal. Di samping bahan-bahannya, juga proses dan prosedur pembuatannya mesti diperiksa dengan teliti dan seksama, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kalau ada produk yang dibuat di dalam satu ruang yang sama, dapur dan tempat mengolahnya, ada terkontaminasi dengan bahan-bahan non halal, alkohol atau babi, misalnya, hasil produksinya yang tanpa bahan-bahan tidak halal itu menjadi void - hasilnya tetap tidak bisa dinyatakan halal. Juga tergantung aspek 'konotasi'nya, seperti bir, walau sudah diproduksi dengan tanpa alkohol, Bagian POM MUI tidak pernah menerbitkan sertifikatnya, sebab bir sudah diposisikan sebagai minuman beralkohol yang diminum karena hendak dinikmati alkoholnya, jadi 'pengganti'nya yang tanpa alkohol sekalipun, tetap tidak bisa dikategorikan sebagai minuman halal. Bahkan teman saya pernah secara ekstrim bilang bahwa daging ayam dan sapi juga bisa saja tidak halal kalau diperoleh dari jalan tidak halal, hasil curian, misalnya. Kebetulan saja saya pernah berurusan dengan produksi bahan baku makanan yang diproduksi secara massal, jadi sering bertanya-tanya kepada yang berwenang dalam hal ini, juga bertanya kepada teman-teman Muslim, jadi saya ada sedikit tahu ttg pedoman teman-teman kita yang Muslim. Kalau ndak salah, pedoman mereka adalah: kalau ragu, sebaiknya jangan dimakan. Jadi, kalau kembali ke pertanyaan anda ttg dodol dan makanan lain untuk tahun baru Imlek, bagaimana membedakannya antara yang halal dan tidak halal, kembalikan saja ke pedoman yang sudah diajarkan kepada mereka. Kalau mereka ragu, ya ndak usah diperdebatkan lagi. Ada satu teman saya yang Muslim pernah bertahun-tahun tidak mau ikut makan bakmi ayam yang terkenal di kota itu, sebab dia merasa tidak yakin akan halal tidaknya. Tapi, begitu dia yakin, dia ikut makan juga akhirnya. Kalau berpedoman pada makanan untuk vegetarian, memang bisa. Karena makanan vegetarian memang tanpa daging sama sekali, bahkan ada yang 'aroma' daging saja tidak mau dipakai. Seperti juga pedoman 'halal' bagi kaum Kosher (Yahudi?) yang begitu ketat, katanya makanan yang 'halal' secara Kosher, bisa diandalkan bagi kaum muslim akan kehalalan-nya. Tapi, tetap saja, kembali ke keyakinan masing-masing. Jadi, seperti anda bilang, ndak usah dijadikan polemik lagi toh? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, pempekd9 pempe...@... wrote: Saya tidak ingin berpolemik soal sertifikat halal MUI. Yang ingin saya dapatkan adalah kejelasan saja ttg produk produk untuk tahun baru imlek yang boleh dimakan oleh teman teman Muslim. Saya sendiri bukan Muslim. Sebagai pedagang makanan saya pernah ditanya apakah produk pempek saya mengandung babi. Ini mengelikan bagi orang Palembang, tapi suatu yang wajar kalau anda tidak tahu apa saja bahan untuk membuat pempek. Di kalangan awam memang babi identik dengan haram.Tapi haram tidak identik dengan babi. Banyak sekali aturan ttg halal dan haram. Itu diluar kemampuan saya, tetapi setidaknya saya selalu berusaha agar teman teman Muslim saya tidak dengan sengaja saya beri makanan yang tidak sesuai. Salam, Anton W
[budaya_tionghua] Re: Ada Pedomannya. (Was: Mohon Info Makanan Tahun Baru Halal ?)
Bung Zhou FY dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Bener. Untuk mendapatkan sertifikat halal dari LP-POM MUI, mereka akan mengirim satu tim sekitar 3 orang untuk 'audit', istilah mereka untuk mengecek on the spot. Mereka akan memeriksa standar proses pembuatannya, bahan bakunya, sampai ke sumber bahan baku dari mana. Walau pun bahan baku sudah memiliki sertifikat halal dari negara pembuatnya, tetap aja diperiksa ulang, kalau perlu akan di'audit' ke sana. Dalam istilah 'halal', ndak ada istilah benar-benar atau benar, cukup 'halal' - dulu pernah ada pembuatan logo yang mencantumkan 100% Halal, ini akhirnya dihapuskan, cukup 'halal' saja. Mengapa? Halal itu harus mutlak, tidak bisa cuma benar, benar-benar atau 99%. Jadi, kalau sudah diteliti dan diyakini oleh tim audit sesuai dengan kaidah yang menjadi standar mereka, produk tsb akan mendapatkan sertifikat 'halal' saja. Ndak usah dikasih embel benar-benar atau 100% lagi. Untuk audit ini tentu makan biaya cukup besar, sebab tim audit mesti berangkat ke negara asal produsen bahan baku, naik pesawat, menginap di hotel, paling sedikit 3 hari, dan ada uang saku untuk setiap anggota tim yang dihitung begitu mereka keluar pintu rumah. Dan, untuk setiap produk (merek) yang hendak anda daftarkan, mesti didaftarkan masing-masing dengan biaya masing-masing. Dalam pelaksanaan auditnya, mungkin bisa dilakukan sekaligus. Di rumah pemotongan hewan sekalipun, walau itu sapi dan ayam, kalau mau memperoleh sertifikat 'halal', prosedurnya tetap harus diaudit. Termasuk (mungkin) petugas yang berwenang dan tahu syarat-syaratnya memotong hewan secara Islam yang baik dan benar. Jadi, di balik sertifikat 'halal' dan pencantuman logo 'halal' di produk yang hendak dijual di pasar (supermarket) itu, ada suatu proses yang cukup panjang. Produsen rumahan semacam dodol Imlek itu, tentu saja agak sulit mengikuti prosedur standar mereka. Lagipula, dodol itu makanan setahun sekali, tradisionil di kalangan Tionghua saja, yang mayoritas di Indonesia toh bukan Muslim. Mungkin juga tidak begitu efisien kalau mesti mendaftarkan ke LP-POM MUI guna memperoleh sertifikat halalnya ya? Kalau mau kenal lebih jauh, ini ada situs 'Halal Guide' yang bisa anda lihat: http://www.halalguide.info/ Dan ini link ke MUI (LP-POM MUI): http://www.mui.or.id/ Pedoman itu bisa anda pelajari dan tanyakan kepada petugas yang berwenang untuk itu. Mereka cukup terbuka untuk bertanya jawab secara langsung. Saya bukan Muslim, cuma karena bidang pekerjaan saya yang berhubungan dengan sertifikat 'halal' saja, maka saya kadang tahu beberapa pedomannya, dan saya senang berbagi dengan TTM di milis sebelah. Jadi, pernah di milis sebelah sedang diskusi msalah kandungan alkohol dalam arak beras (angciu). Saya bilang, menurut LP-POM MUI, itu tidak halal. Sebab mengandung alkohol, padahal banyak tukang bakmi tek-tek yang tidak 'ngeh' akan hal ini. Mereka pikir asal kandungan alkohol-nya rendah, it's oke. Tapi, bagi LP-POM MUI, tidak dilihat berapa persen alkoholnya yang dikandung, sekali beralkohol ya tetap beralkohol. Lalu ada satu teman Muslim yang punya kerabat dokter menanyakan, bagaimana dengan alkohol dalam obat batuk, misalnya. Hehehe.. tentu saja saya tidak berwenang menentukan itu obat batuk halal atau tidak, walau katanya kalau untuk pengobatan is oke (menurut kerabat si TM), toh yang berwenang menentukan halal tidak-nya ya tetap LP-POM MUI. Jadi kalau tidak ada sertifikat dan logo halal-nya, ya terserah anda saja yang hendak mengkonsumsinya. Pedomannya jelas toh: kalau ragu sebaiknya dihindari, jeh! Begitu saja sih kira-kira ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com/ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: Saya jadi bingung, kalau babi, minumam keras dsb bisa langsung dikenali, tapi tidak halal yg lainnya bgmn mendeteksi? Apa MUI sampai terjun mengawasi proses produksinya ya? Katanya daging sapi dan ayam jika cara pemotongannya tdk benar juga haram, lantas bgmn mengawasinya? Apakah yg memilki sertifikat halal memang benar2 halal? -Original Message- From: Ophoeng opho...@... Date: Mon, 08 Feb 2010 13:25:37 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Ada Pedomannya. (Was: Mohon Info Makanan Tahun Baru Halal ?) Bung Anton W dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Ikut nimbrung dikit ajah ya Seperti anda sampaikan sendiri, halal atau tidak halal-nya makanan tidak melulu berkenaan dengan babi. Ada banyak aspek yang mesti dipenuhi untuk menjadikan suatu makanan itu halal atau tidak halal. Di samping bahan-bahannya, juga proses dan prosedur pembuatannya mesti diperiksa dengan teliti dan seksama, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kalau ada produk yang dibuat di dalam satu ruang yang sama, dapur dan tempat mengolahnya, ada terkontaminasi dengan bahan-bahan non halal, alkohol atau babi, misalnya, hasil produksinya yang
[budaya_tionghua] OOT - Malaysia Perkenalkan Sup Babi Versi Halal. (Was: Ada Pedomannya.)
Bung Erik dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. sorry, ijinkan saya ikut nimbrung lagi ya. Kayaknya yang Bung Erik maksud bukan 'bahan nabati' tapi 'hewani' ya? [bahkan juga tanpa bahan nabati lainnya juga tetap haram?] Kalau sudah masuk ke wilayah vegetarian yang tidak ada hubungannya secara langsung dengan Muslim, tentu saja pedomannya kembali ke: kalau ragu, sebaiknya dihindari. Tapi, contoh yang Bung Erk sebutkan itu benar-benar pas. Identik dengan bir yang 0% alkohol itu. Sebab kaidahnya adalah karena 'pemikiran' atau konotasi ttg alkohol itu yang dijadikan pedoman mereka. Contoh lain yang cukup heboh adalah bahan baku kue yang bernama 'rhum'. Bahan ini aslinya adalah berbasis alkohol, dengan rasa dan aroma khas 'Jamaica Rhum' - biasa untuk bahan pembuat Tiramisu cake. Untuk mengakomodasi yang berhubungan dengan halal, katanya ada 'rhum' yang berbasis air, non alkohol sama sekali, tapi dengan aroma yang sama persis dengan rhum berbasis alkohol. Kabarnya ini juga tidak mendapat sertifikat halal dari LP-POM MUI. Sebelumnya, katanya sih (saya ndak yakin apakah benar) di kalangan vegetarian juga berlaku ihwal 'pemikiran' tsb. - jadi kalau masih dibuatkan 'daging' palsu dengan judul sate babi, ayam rica-rica, ikan woku, walau tanpa secuil pun daging dari hewan tapi di pikiran tergambar rasa ikan, ayam, sate babi yang berdaging, mestinya juga dihindari. Vegetarian itu asalkata-nya dari vegetables, sesayuran, jadi tentu merujuknya ke sesayuran dan buah-buahan, biji-bijian. Diharapkan tidak lagi berpikiran masih 'makan' daging lewat daging-dagingan palsu itu. Tapi, tentu itu kembali ke keyakinan masing-masing individu saja ya. Masih soal 'pikiran' yang berkaitan dengan halal tidaknya suatu produk makanan, ini ada artikel yang cukup menarik. Judulnya sajah sudah memancing anda untuk membacanya. Kalau dikaitkan dengan cerita di artikel tsb., mestinya perlakuan yang sama juga diterapkan kepada 'bacon' dan 'ham' yang sejak awal sudah dikenal luas berbahan baku daging babi. Jadi, beef bacon dan chicken ham mestinya juga identik ya. Tapi, kembali ke masalah wewenang: LP-POM MUI yang berwenang menentukannya. Kita yang awam cuma bisa mengikuti saja. Sila lihat langsung di link berikut: http://dunia.vivanews.com/news/read/115715-malaysia_perkenalkan__sup_babi__versi_halal begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Erik rsn...@... wrote: Hai, Ko Phoeng dan TTM lain sekalian, apa kabar? Sudah makan minum? Menarik neh, kalo dikatakan bir tanpa alkohol tetap haram, saya jadi inget sama daging palsu di resto vegie. Apakah gohiong-gohiongan dan babi merah palsu yg tak mengandung babi, bahkan juga tanpa bahan nabati lainnya juga tetap haram? Mohon pencerahan rekan2 yg memahami hal ini, terutama koh ABS, bgmana? bisa bantu? Salam Erik
Persaingan (Re: [budaya_tionghua] Pengurus Persatuan Liong dan Barongsai DKI Jakarta Diklaim sebagai Dukun Cabul)
Bung Koay Hiap, Bung ABS dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe. yin yang - teori keseimbangan alam(?), memang kayaknya berlaku juga untuk hal sebesar apapun atau sekecil apapun juga. Mungkin itu memang cara alam membuat seimbang segala sesuatu ya? Bayangkan, kalau saja suku-suku bangsa di Tiongkok dulu bersatu padu, tidak saling berperang satu sama lain, tentunya yang menjadi negara adi kuasa di dunia bukan Amrik atau Eropa, baik secara ekonomi, teknologi maupun kekuatan militer. Mungkin memang sejarah mesti berjalan seperti sekarang ya. Kalau saja dulu Zheng He datang ke Jawa ketika belum dikebiri, mungkin juga VOC dan Belanda, juga Portugis tidak pernah berani menguasai kepulauan Nusantara. Lha, sudah kadung diklaim oleh Zheng He bahwa wilayah Nusantara termasuk wilayah kekuasaan kaisar-nya, jeh! Waktu jutaan ekor ayam pada mati bergelimpangan diserang H5N1, wabah flu burung, mungkin juga itu adalah usaha alam untuk membuat seimbang populasi ayam yang di'produksi' jutaan ekor per hari oleh manusia (terutama di Amrik!). Mungkin saja alam mengira bahwa ayam sudah over populated, jadi di'utus'lah virus H5N1 untuk mengeremnya - walau lantas muncul teori konspirasi bisnis bahwa virus itu sengaja ditebarkan oleh pesaing sesama produsen ayam, atau pabrik obat anti virus-nya, teuteup saja mestinya ada campur tangan alam dalam hal ini. Begitu juga dengan munculnya virus SARS, yang konon kabarnya itu gara-gara ada kegemaran orang makan hewan-hewan eksotik yang cukup langka dan hampir punah. Alam melindungi mereka dengan menyertakan virus itu supaya manusia kapok gak mau makan hewan itu lagi? Tapi, memang di situlah seni-nya seperti kata Bung Koay Hiap ya. Kalau saja tidak ada 'perseteruan' maka milis kita juga tidak lagi 'hidup'. Satu bilang A, semuanya bilang AAA - tanda setuju semua. Mana enak ikutan milis begitu toh? Hehehe Wis ah, ntar jadi ngelantur ke mana-mana. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, kwaih...@... kwaih...@... wrote: Inilah seninya menjadi orang cina, eh sorry bukan orang tionghoa lho. ada Tiongkok ada Taiwan, ada Dalai lama ada Panchen lama, ada Waitankung ada Falunkung, ada Im ada Yang, ada Ih Thian Kiam ada To Liong To,ada Soe hok gie ada Lim bian kun, ada Kwik Kian Gie ada Christanto Wibisono dan masih banyak lagi, ada yang bisa menambahkan. sojah wushu, Koay Hiap. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absaleh@ wrote: Ada 2 (dua) kelompok yang mengaku sebagai induk organisasi barongsai Indonesia! Yang satu yang sudah disebut apad posting di bawah ini, Persatuan Liong dan Barongsay Seluruh Indonesia (PLBSI). Ketuanya Nurdin Purnomo (yang juga Ketua Partai BTII, Ketua Hakka, dan entah Ketua apa lagi). Yang satunya lagi Persatuan Seni dan Olahraga Barongsay Indonesia (Persobarian). Ketuanya Dahlan Iskan (yang juga boss Jawa Pos, sekarang juga boss PLN, dan entah boss apa lagi). Kemis 4 Febr. kemarin kedua organisasi itu memberikan paparan untuk menjadi anggota Komite Olahraga Nasional (KONI). Ini soal rebutan, karena hanya satu organisasi untuk tiap cabang olahraga yang bisa menjadi anggota KONI. Saya, yang sebagai pimpinan salahsatu induk organisasi olahraga (yang sudah puluhan tahun anggota KONI), hadir juga di acara itu, jadi melihat bagaimana mereka saling panas-panasan. Kebetulan di sebelah saya duduk Tandiono Jecky, seorang tionghoa Semarang yang Ketua dari suatu olahraga cina lainnya, Woodball (yang berasal dari Taiwan), yang sedang melamar untuk menjadi anggota KONI juga. Kita berdua jadi tertawa-tawa melihat sesama biskota saling mendahului, eh salah, sesama tionghoa saling rebutan pepesan kosong. Pada Jecky saya bilang bahwa jangan-jangan urusan penipu cabul ini timbul sebagai issue dalam rangka rebutan masuk KONI itu... Baru cuma urusan barongsay saja koq sudah saling ribut! Gimana mau ngurusin Chinese Heritage Park di Taman Mini yang ratusan milyar dananya... Wasalam.
[budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA. Boen Bio Li Thang GUS DUR
Babah (Indonesia) ya. Juga ada 'pabrik' tahu jaman kuno (masih pake gilingan batu) yang tanpa pengawet tapi awet, pabrik dodol yang masih pake langseng dan ngegelepung berasnya pake alu begitu (barusan lihat pabrik dodol di Tangerang yang masih tradisionil dan kuno tuh!), dan makanan lain-lain yang khas tionghua Indonesia. Hasil produksinya bisa dijual dengan cap dan harga yang sepadan, keuntungan bisa dimasukkan ke dalam kocek yayasan. Tentang nama-nama penyumbang diabadikan, saya pikir ndak masalah. Terlepas apakah orang menyumbang ingin 'dapat nama', rasanya itu masih dalam batas-batas wajar dan sejak dulu pun selalu dilakukan hal yang sama - lihat saja di kelenteng, pasti ada nama-nama penyumbangnya waktu kelenteng itu didirikan, juga waktu renovasi. Saya lihat di film-film yang dibuat oleh Da-ai TV, orang-orang yang menyumbang untuk rumah sakit juga ndak pantang disebutkan namanya tuh. Begitu saja sih sedikit cuap-cuap dari pendoyan makan enak ini. Kalau ada yang salah, sila dikoreksi, kalau ada yang kurang ya mangga ditambahkeun atuh, euy! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ibcindon ibcin...@... wrote: Yth para rekan milis, Menarik sekali diskusi yang yang terus berlangsung di milis mengenai lahan yang dicadangkan di TMII. Maaf saya ingin urun rembuk. Beberapa waktu yang lalu ketika semua sedang berduka cita atas meninggalnya Gus Dur pernah tercetus usulan ( emosionil ?? )membangun klenteng peringatan untuk Gus Dur. ( entah serius , entah main-maina ??? ) Usulan ini hilang tanpa jejakâ¦â¦â¦â¦â¦â¦â¦. J) Saya jadi terpikirkan, istilah klenteng di Indonesia merupakan pengertian tempat beribadat agama Tionghoa. Konsep yang sudah diterima masyarakat semua. Kalu membangun klenteng akan banyak komentar tidak senang dari masyarakat luas, meskipun mungkin sekedar salah pengertian saja. Dalam hal TMII bagaimana kalau kita gunakan untuk suatu lahan tempat performance, belajar dan mempelajari budaya. Mirip TIM Jakarta. Bangunan utama dapat diberi nama BUN BIO GUS DUR ( tempat budaya GUS DUR ) atau pun LI THANG GUS DUR ( Hall/aula pembelajaran GUS DUR ). Dilengkapi dengan perpustakaan, semacan CHINESE HERITAGE CENTER di SINGAPORE, yang sekarang dipimpin oleh Prof. LEO SURYADINATA . Management dapat mengelola program yang terarah yang tetap dan teratur dilokasi ini. Mungkin acara budaya TiongHoa, pameran, acara kesenian, diskusi, ceramah, seminar dst, dst. Income pemeliharaan dapat dengan menyewakan HALL / LITHANG untuk upacara dan pesta. Lahan parkir luas sudah pasti, pesta taman pun dapat diselengarakan disana. Dengan srana gtaman serba mirip HangChow atau Sihu. Melihat kecenderungan masyarakat klas the have di Jakarta yang suka show off , jika fasilitas yang disediakan serba luas dan nyaman rasanya sarana ini tidak akan pernah kekurangan peminat sepanjang tahun. Juga keinginan memperingati GUS DUR akan teringat sepanjang waktu. Pemeiliharaan dan penelitian budaya Tionghoa di Indonesia dapat terselengarakan secara berkesinambunganâ¦â¦â¦.. Banyak tujuan dapat diperoleh pada waktu yang bersamaanâ¦.. MARI KITA BAHAS BAIK-BAIAKâ¦â¦â¦â¦â¦â¦â¦â¦â¦â¦â¦. Kenapa tidak ?? Salam erat, Sugiri.
[budaya_tionghua] Time Machine = Pikiran Yang Melayang? (Was: Reinkarnasi)
Bung Zhou FY dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Ikut nimbrung sedikit ajah... Menarik sekali teori yang Bung Zhou sampaikan. Saya pikir teori ini ada benarnya. Pernah ada satu film ttg 'reinkarnasi' yang dialami seorang wanita yang tinggal di satu kota kecil di AS, dia merasa dia adalah reinkarnasi dari seorang ibu yang meninggal ketika melahirkan di Scotlandia. Si ibu bisa menggambarkan secara detil peta kota di satu kota kecil yang tidak secara resmi masuk dalam peta(!) - untuk menggambarkan betapa terpencilnya kota itu. Bahkan dia bisa tahu nama-nama anak-anaknya, dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Bahkan juga ingat ada hal-hal yang sangat spesifik yang dikatakan anak-anaknya, cuma berdua saja dengan ibu kandung mereka. Kalau dikaitkan dengan teori yang Bung Zhou sampaikan, mestinya si ibu itu mengalami 'kemasukan' memori si ibu yang meninggal karena melahirkan itu. Memori di otak kita, mungkin memang bisa melanglang buana, melayang-layang dan masuk ke memori seseorang secara kebetulan begitu. Time machine, sesuatu yang sering digambarkan dalam film-film, seperti Back to the Future atau Quantum Leap, kayaknya sih itu adalah 'permainan' atau ulah ingatan belaka. Anda bisa melanglang ke masa lalu lewat pikiran anda, ingatan anda. Kalau memang begitu kuatnya, bayangan masa lalu itu seperti sebuah film lama yang diputar kembali, anda bisa 'merasa'kan suasana waktu itu, aroma lingkungan saat itu. Bagaimana dengan 'ingatan' akan masa depan? Nah, ini yang juga jadi pertanyaan saya. Mungkinkah 'back to the future' itu adalah hasil 'kesimpulan' analisa pikiran kita, berdasarkan data pengalaman masa lalu, dan kemudian diciptakan kemungkinan masa depan akan menjadi seperti apa? Hehehe. sekedar iseng ajah nih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: Ada sebuah teori: Setiap manusia pasti punya ingatan, ingatan inilah yg sebenarnya membentuk kesadaran sbg individu. Jika seorang kehilangan ingatan, dia akan menjadi individu yg lain. Seperti yg sudah dibuktikan, ingatan ini ternyata memiliki gelombang kekuatan yg bisa melintasi ruang, sehingga terjadilah apa yg dinamakan telepati: membaca dan menyampaikan pikiran dari jarak jauh. Setiap orang disinyalir memiliki kekuatan ini, hanya krn sesuatu hal potensi ini masih terhambat utk dieksplotasi. Nah, teori ini menyebutkan, bila seorang mati, gelombang ingatan ini tdk lantas lenyap, tapi berkelana di ruang hampa. Orang yg peka spt para mediator roh bisa menangkap mereka. Gugus ingatan ini terkadang bisa nyasar memasuki otak bayi yg baru lahir, bayi ini setelah dewasa menjadi memiliki ingatan orang lain yg sdh mati, inilah reinkarnasi! Jika dia masuk ke otak orang dewasa, terjadilah kasus kerasukan! Percaya tidak? Terserahlah. Tapi teori ini menarik.
[budaya_tionghua] Re: Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. (Was: Apa relevansinya )
Bung Petrus Paryono dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. bener, memang saya mengutip istilah 'pipa perdamaian' yang biasa diedarkan oleh kesatria Indian dalam cerita Winnetou oleh Karl May. Cerita itu saya baca ketika masih SMP, tahun 1970-an, dan beberapa adegan masih terbayang dengan jelas walau buku yang saya baca itu pelit ilustrasinya - bukan komik. Tentang apakah 'pipa perdamaian' ini juga dipakai dalam budaya orang-orang Tionghua kalau mengadakan ritual perdamaian, saya sendiri ndak jelas. Saya pakai istilah itu untuk judul saja, tapi isinya 'kan lebih banyak bicara ttg makan-makan-nya tuh, jeh! Tapi, lepas dari itu, mestinya 'pipa perdamaian' itu adalah simbol yang dipakai oleh kaum Indian, karena mereka anggap mengisap pipa berramai-ramai itu melambangkan guyub-nya mereka. Sedang di kalangan orang-orang Tionghua, mungkin sarana perlambang guyub itu ya makan bareng semeja bunder rame-rame. Barangkali ada teman-teman lain yang lebih mengerti, sila berbagi ya. Saya tertarik dengan tradisi 'bakar batu' di Papua yang anda ceritakan, sayang kita mesti ke papua sendiri kalau mau ikut menikmati ritual kolosal dan massal (melibatkan orang-orang beberapa kampung yang bertikai katanya ya?), kalau anda ada punya foto-fotonya, barangkali kami di sini bisa ikut dibagi melihatnya? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Petrus Paryono petruspary...@... wrote: Dear Ophoeng, seingat yang saya baca dari buku Karl May, ada istilah pipa perdamaian pada suku-suku Indian di Amerika ketika mereka menyelesaikan perselisihan. Apakah istilah pipa perdamaian juga dipakai oleh (maaf) orang-orang tionghoa? Konon di Papua ada istilah bakar batu untuk mengakhiri perang suku. Itu acara mamah-mamah, maksudnya makan-makan. Dan yang dimakan adalah sayur-sayuran dan daging babi yang 'dipanasi' oleh batu panas yang telah dibakar semalaman. Terima kasih kalo mau memberi pencerahan bagi saya yang tidak memahami Budaya Tionghua Salam, Petrus Paryono From: Ophoeng opho...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sun, January 31, 2010 11:54:06 PM Subject: [budaya_tionghua] Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. (Was: Apa relevansinya ) Bung ABS, Bung Erik, Bu Eva dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nah, sudah ada persinggungan ttg makan-makan nih, barulah saya berani ikutan nimbrung barang sepatah kata ya. Bagaimana kalau perbedaan pendapat barusan diselesaikan saja di depan meja. makan? Karena beda-beda kedoyanan, bagaimana kalau makannya di tempat yang 'netral' ajah, yakni di resto vegetarian yang bisa diterima oleh semua pihak? Saya sih optional ajah, kalau masih lebih kursinya di meja, boleh juga ajak saya ikut nimbrung. Begitu ajah sih, sekedar usul dari pendoyan makan apa ajah asal enak. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan
[budaya_tionghua] Rencana Makan Bareng. (Was: Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. )
Bung Erik dan TTM semuah, Hai, aakabar? Sudah makan? Hehehe vegetarian food, tidak mesti bikin dedagingan dari gluten itu. Karena prinsip mereka adalah berpantang makan 'daging' dari hewan, kalau tak salah. Jadi sesuai namanya 'vegetarian', tentu yang dimakan ya golongan sayur-mayur ajah, ndak harus dibuat berbentuk, berroma dan bertektur dedagingan yang anda sebut sebagai 'daging palsu' itu, jeh! Usul saya barusan ttg makan bareng sebagai tanda perdamaian, karena saya kuatir ada yang tidak makan daging hewan tertentu, jadi kalau diajak makan vegetarian, tentu saja tidak masalah. Rasanya sayur-mayur non daging lebih bisa diterima oleh sesiapa saja. Walau melulu berbahan sayur-mayur, kacang-kacangan dan jejamuran, di tangan koki yang pro dan ahli, hidangan yang keluar dari dapur resto vegetarian juga enak sekali tuh! Tentang rencana makan bareng. Kalau ndak salah, status terakhir adalah anda akan mengkoordinir pendaftarannya, lalu kita tentukan mau makannya yang ala set menu masakan Tionghua lengkap (darat, laut dan udara) yang per meja biasanya 10 orang dan 10 macam menu, atau mau yang bagaimana? Pilihan menu dan resto mungkin lebih mudah dibandingkan pendaftarannya, mengkoordinir para pesertanya. Jadi, kalau bisa, tolong dicatat dulu ajah siapa yang mau ikut serta. salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Erik rsn...@... wrote: Hai, ko Phoeng dan TTM lain! Apa kabar, sudah makan minum? Soal makan enak bareng kan udah rencana kita dari dulu-dulu. Kalo sekarang diingatkan lagi sih, saya dukung 100%. Cuma apakah musti di resto Vegetarian? Terus terang saya kurang simpatik sama resto Vegetarian yang perlakuan mereka sangat diskriminatif terhadap konsumen. Bayangkan, jelas-jelas mereka dulu yang menyajikan daging palsu, eh pada saatnya kita mau bayar dengan uang palsu mereka tolak. Ini kan tidak adil, masa' cuma mereka saja yang boleh palsu-palsuan, sedang konsumen tidak boleh! Ha, ha!! Kita kembali serius, kebetulan sekarang kesempatannya buat matengin rencana dulu, bung Agung juga sdh berkali-kali nagih janji tuh. Saya kira sepinya tanggapan rekan-rekan soal makan bareng ini mungkin karena rencana kita dulu terlalu muluk, pake wisata kuliner seharian penuh segala, itu mungkin menyeramkan bagi sebagian rekan-rekan. Saya usul yang sederhana ajalah, pilih hari yang tepat untuk semua, makan siang atau malam bersama di resto yang Ko Phoeng tentukan. Yang penting bisa ngumpul dan kopi darat dulu!! Demikian dari saya. Terima kasih. Salam, Erik
[budaya_tionghua] Pipa Perdamaian Sudah Diedarkan. (Was: Apa relevansinya )
Bung ABS, Bung Erik, Bu Eva dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nah, sudah ada persinggungan ttg makan-makan nih, barulah saya berani ikutan nimbrung barang sepatah kata ya. Bagaimana kalau perbedaan pendapat barusan diselesaikan saja di depan meja. makan? Karena beda-beda kedoyanan, bagaimana kalau makannya di tempat yang 'netral' ajah, yakni di resto vegetarian yang bisa diterima oleh semua pihak? Saya sih optional ajah, kalau masih lebih kursinya di meja, boleh juga ajak saya ikut nimbrung. Begitu ajah sih, sekedar usul dari pendoyan makan apa ajah asal enak. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: Erik-heng, Radetzkymarsch yang setiap tahun selalu dimainkan terakhir di Neujahrskonzert Wina, sebagai 'bonus' (encore), adalah favorit saya nomor-1 dari antara ciptaan Johann Strauss (Vater)! Dan saya selalu turut menepukkan tangan sesuai derap irama mars yang dipimpinkan oleh dirigen Wiener Philharmoniker (tahun ini: Georges Prêtre). Tetapi tentu saja bertepuk-tangannya bukan di fine dining restaurant-nya William Wongso, melainkan di depan layar TV ketika acara itu disiarkan! He he he... Wasalam. == - Original Message - From: Erik To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, January 31, 2010 1:23 PM Subject: Apa relevansinya (Re: [budaya_tionghua] OOT: Sinar Harapan, Rabu Dear koh ABS dan Eva Kounio! Maaf, saya ikut nimbrung ya? Karena threadnya tentang gedung konservatorium dan musik, berikut ini adalah sebuah kisah tentang Dialog antara seorang ahli musik dan seorang pemula¡. Syahdan, tersebutlah seorang gadis belia yang baru belajar bermain musik bersantap malam bersama seniornya di sebuah restoran yang juga menyajikan iringan musik klasik. Indah nian suasana restoran itu, sambil bersantap malam, telinga pun dimanja dengan alunan musik klasik yang merdu menghanyutkan. dipotong- Salam. Erik --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Eva Yulianti beranusa@ wrote: ABS : Ha ha ha, sok tahu sekali Eva ini dalam mengukur wawasan kebangsaan saya! Saya kenal pribadi alm. Oom Jusuf Ronodipuro, yang sahabat keluarga saya. Dan saya yakin bahwa saya menghargai kepahlawanan beliau jauh lebih tinggi daripada penghargaan Eva kepada beliau. Eva : hehehehehehe...kalau anda memang memberi penghargaan yang lebih tinggi dari pada saya, kok tanpa segan sedikit pun ada menghardik tulisan mengenai Kepahlawan beliau, hanya karena ada berpegang pada prinsip millis ini adalah millis budaya tionghoa. --dipotong--- Salam, Eva.
[budaya_tionghua] Gung Xi Fa Cai - Hong Bao Na Lai.
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe seru juga bahasan ttg ucapan Sin Cun Kiong Hie atau Gung Xi Fa Cai. Saya mah mau praktis dan to the point ajah ah: 'Gung Xi Fa Cai, Hong Bao Na Lai'. Maksudnya, ntar kalau ketemu saya, jangan lupa kasih angpao buat 2 'keponakan' anda sekalian, aka anak-anak saya yang masih bujangan. Kan katanya tradisinya memang begitu, angpao diberikan kepada anak-anak atau keponakan, juga adik, pokoknya generasi yang lebih muda, yang masih bujangan. Hung Bao, aka angapo itu istilah untuk uang yang dibungkus dengan kertas merah, merah katanya perlambang kegembiraan, kegembiraan menyambut musim semi yang baru tiba (lagi), berbagi kegembiraan dan kebahagiaan dengan cara (secara simblois) membagikan angpao berisi uang itu. Kemarennya saya ke bank, eh, si CS-nya kasih saya angpao. Saya bilang, koq sudah 'curi start' bagi-bagi angpao? Saya pikir itu promosi dari bank untuk menarik hati nasabahnya, bagi-bagi angpao (berisi uang) begitu. Rupanya saya cuma 'gr' - gede rumangsa, mereka benar kasih segepok angpao isi 6 lembar, tapi cuma amplop merah-nya ajah yang berwarna merah dengan hiasan meriah ala Imlek dan hruf Tionghua (Hanzi) yang bermakna berbagi kebahagiaan dan rejeki begitulah. Amplop kosong tanpa isi. Jadi maksudnya cuma bantu kita menyediakan amplop sambil berpromosi, ada logo nama bank-nya dicetak di amplop. Lalu, saya sempet ke Resto May Star di Central Park, Jakarta barat, minta menu spesial Imlek dengan set menu untuk 10 orang per meja. Menu dengan 10 macam lauk-pauk dan sayur mayur dan dessert, katanya masakannya khas menyambut Imlek punya, dengan judul aneka rupa dan harga mulai dari Rp 3.888.000 s/d 8.888.000 masih ada embel-embel ++ (+ pajak + service). Dari nama menu yang dicantumkan dalam set menu itu, yang pertama sebagai appetizer itu sama semua: Yu Shang Ikan Salmon. Menu lain berbeda-beda sesuai harga. Ada rupa ada harga toh? Tapi, konon katanya si Yu Shang ini mesti kudu harus ada. Pertanyaan-nya: (1) mengapa cuma yang bujangan saja yang diberi angpao berisi uang itu ya? (2) mengapa Yu Shang koq disebut sebagai menu wajib menyambut tahun baru Imlek? Barangkali ada di antara anda yang mau berbagi ilmu dan info-nya dengan kita semua di sini? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com/
[budaya_tionghua] Roh Bangunan Tua. (Was: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA)
Bung Dipo, Bung Fy Zhou, Bung David K. dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Ikut nimbrung barang sepatah dua kata saja ya Benar juga, kalau dikatakan bahwa bangunan tua (yang kemudian dirobohkan) dibandingkan dengan replika-nya, walau mungkin bisa menggunakan batu-bata dan kusen-kusen lama untuk direkonstruksi di tempat lain, tentu sudah kehilangan roh-nya. Roh bangunan tua [bukan 'roh' hantu yang katanya suka mendiami bangunan tua tidak terurus] tidak bisa di'cipta'kan, dibuat di tempat baru, apalagi kalau bangunan 'tua' itu baru dibangun sebagai replika-nya saja. Memang dilema juga. Bangunan tua itu biasanya adalah warisan dari orang kaya jaman dulu. Orang kaya jaman dulu, seperti kita semua tahu, mestilah punya anak banyak (yang kemudian banyak ditiru oleh orang-orang yang merasa kaya). Atau bahkan isteri beberapa orang dengan anak-anaknya masing-masing. Jadi, ketika si kepala keluarga meninggal dunia, maka pembagian warisan terpaksa mesti menjadikan banguna tua itu dibagi rata, kalau ndak ya bisa saja jadi sengketa. Kita sebagai 'pengamat' atau 'pemerhati' tentu tidak kuasa berbuat apa-apa, kalau ahli warisnya lantas melego bangunan tua itu untuk mendapat manfaat ekonomi. Mungkin saja mereka (anak-cucu-cicit) ahli waris tidak merasa punya ikatan emosionil dengan bangunan tua itu, karena ada kebutuhan ekonomi yang lebih mendesak? Perut memang ndak bisa disuruh menunggu sih, jeh! Kalau saja ada satu badan atau yayasan yang banyak duitnya, mungkin bisa punya dana cukup untuk membeli bangunan tua itu, lantas dijadikan entah apa terserah badan atau yayasan tsb. yang sudah menjadi pemiliknya. Sambil menunggu berdirinya badan atau yayasan tsb., mungkin untuk sementara kita 'terpaksa' menelan ludah mengurut dada menerima kenyataan bangunan tua-tua itu dirobohkan satu demi satu ya? Mong-omong, mengapa yang disebut 'bangunan tua' itu mestilah merujuk ke bangunan peninggalan (bekas milik) tokoh orang Tionghua, entah mayor, kapiten atau apa-lah. Bagaimana dengan bangunan tua yang bukan pernah dimiliki oleh tokoh berpangkat begitu ya? Rasanya ada beberapa (atau mungkin masih banyak?) bangunan tua yang dimiliki oleh 'orang biasa' yang juga kuno dan tentu saja ada 'roh'-nya, seperti ada satu di Tangerang yang baru-baru ini saya lihat fotonya yang dibuat oleh Bung Dipo di sini: http://dipodipo.multiply.com/photos/album/22/ Kalau ada usulan mengumpulkan dana untuk mengisi ATM BT - Anjungan Taman Mini - Budaya Tionghua (semula saya mengira ini ada kaitannya dengan milis kita), apakah perlu digalang dana untuk membentuk BBT-BT - Badan Bangunan Tua - Budaya Tionghua [hehehe kalau BBT - umum tahunya akronim untuk Baba Tong, tukang mie ayam cukup 'kuno' di samping gereja Katolik di Mataraman itu lho] supaya bisa kita mulai untuk 'menyelamatkan' bangunan tua dari kehancuran lebih lanjut nih? Begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Dipo dipod...@... wrote: Mengapa gedung Candra Naya perlu dibuat replikanya di TMII, apakah karena gedung itu memiliki nilai penting untuk kelompok Tionghoa di Indonesia ? Jika penting, mengapa aslinya malah di trondoli gak keruan ? Apa gunanya bikin replika gedung Kong Koan ? Gedung Kong Koan yang mana ya ? Apakah karena Kong Koan pernah meiliki peranan besar dalah kehidupan masyarakat Tionghoa ? Yang merawat arsipnya saja orang asing. Dari pada buang uang bikin gedung tiruan, lebih baik yang ada saja di rawat baik baik. Ada yang bilang : Masa lalu itu seperti buku pelajaran, jadi kita tidak mengulangi kesalahan yang sama, supaya bisa belajar dari pengalaman pendahulu kita. Kalau belajarnya dari replika dan miniatur, mudah2an tidak jadi bangsa replika dan miniatur juga. Salam --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou zhoufy@ wrote: Ah! bangsa ini ternyata sukanya replika dan miniatur, sukanya arsitektur ala theme park, tapi malah tak mau disuguhi bangunan kuno yang asli! Se-hebat2nya repilika, tetap tak dapat menggantikan nilai sejarah bangunan asli. From: Kawaii_no_Shogetsu fenghuang82@ To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Thu, January 28, 2010 8:53:00 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA Kalau begitu usul saja, bangun replika bangunan Kongkoan/Gongguan sebagai bangunan induknya. Bagaimana? --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, dkhkwa dkhkwa@ wrote: Pak Tjandra, Menurut owe, hal itu belum miris. Sebenarnya, kalau mau dibilang miris, yang miris seharusnya ya kita-kita ini, yang harus menyaksikan satu per satu bangunan heritage Tionghoa, yang tua, indah, dan bersejarah, harus menerima kenyataan sangat pahit, satu per satu dihancurkan oleh tangan-tangan konglomerat (Tionghoa?) yang begitu rakus mengincar nilai ekonomis tanahnya, untuk dijadikan hotel-apartemen, dlsb. Rasanya belum pudar dari ingatan kita bagaimana â
[budaya_tionghua] Jadinya Mau Makan Di Mana Ya? (Was: Koki Resto Tionghua.)
merambah area Pasar Pagi, Perniagaan di waktu malam, sekalian ajah nyobain Pie Oh Gang Patekoan yang sudah tersohor se antero Jakarta sejak jaman 'normal' itu. Yang meneruskan usahanya adalah generasi ketiga atau kedua, masih keponakan atau anak-nya langsung dari yang pertama, katanya. Juwalannya masih saja teuteup pakai tenda di sisi jalan (bukan kaki lima, soalnya kaki limanya dah digusur buat pelebaran jalan tuh!) Perniagaan Raya, dekat Jembatan. So, mungkin ada baiknya Bung Erik yang mengkoordinir saja pendaftarannya, nanti saya dan Bung Budiman bantu kontak resto-nya, apalagi kalau mau ada spesial order set menu, kita bisa pilih bareng-bareng sesudah ditentukan maunya makan di mana. Begitu saja kira-kira ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com/ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Lingga ls8...@... wrote: Sepertinya menarik sekali tempat2 yg diusulkan. Restoran yg dimaksud acek Phoeng di jl Asemka itu namanya Lie Yen. Udang telor asin nya mantab. Kl mao resto2 jadul, coba aja resto Hari2 di Jl. Pasar Pagi, gedung proyek lantai 2. Yg didepannya jual nasi tim pasar pagi yg tenar itu. Atau resto Abadi di jl. Tiang Bendera. Ko Budi, minta donk resep ayam garamnya. Jd tertarik pengen coba bikin sendiri. Mirip ga hasilnya sm ayam garam resto Angke? :) Salam, Lingga -Original Message- From: ardian_c ardia...@... Date: Wed, 20 Jan 2010 02:28:04 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Koki Resto Tionghua. (Was: Makan Bareng Rame-rame.) walah kalu makan2 mah ajak2 owe atuh, mayan neh cari tempat makan yg moi --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Erik rsn_cc@ wrote: Soal makan bareng ini khan udah lama diusulkan. Semua yang berminat juga Ok-Ok aja seh. Cuma yang susahnya khan sapa yang mau koordinir!! Itu yang belum ok sampai sekarang. Saya dukung abis kalo mau One Day Tour, jadi semacam wisata kuliner gitu! Tapi apa semuanya siap ga?? Enaknya kita tentuin dulu tanggal, hari dan waktunya dulu deh. Tempatnya ko Budiman yang lebih pengalman (atau Ko Phoeng??) salam,. Erik \ In budaya_tionghua@yahoogroups.com, BUD'S 1 bsugih2007@ wrote: Bisa2 diusir tuh, kecuali makannya di depan kakilima. he he he Yang suka makanan Babai, Makan di Tua hau Bandengan juga enak seberangnya Lo Mie Bandengan, Tantono dan Ulysee dah pernah makan disitu, tapi saya makan yang di Tua Hau, Misuanya enak, Lominya enak. Sapi lada hitammya enak, Thannya yang lebih enak yang diseberang ( Lo Mi Bandengan ), Kalau ngak mau berat2 masih ada Bak Kut Teh Pangkal Pinang dekat belakang Hotel Jayakarta, mantap juga kakau dimakan dengan Ca Kue, Lanjut ke Glodok masih ada Sekbak dan Nasi Hainam Apolo, Pik Oh Tim dan Kari Ayam ala medan di Gloria ( Kalau yang PASMO BSD itu rasa Ponti ). Belum lagi ada maskan cepat saji yang ditaruh di panci2, Rasanya macam2, sayur asin, tito, darah, Babi hong, kua merah dll, semuanya mantap ( Yang disamping Pi Tim Medan ), Masih kurang pesan Bak Mie lebar dan sekalian Lo Chu Pan, Masih kurang ada nasi campur, kalau masih kurang lagi makan Sek Bak. masih ngak cukup Tak bawa pergi makan Soto Betawi di Pinggir jalan, Enaknyha sih One Day Tour, Strat dari Bakmie Hokkien yang ada di Warung Tinggi, trus jalan lewati bakmie GM sampai ke Nasi Hainam Apolo, sekalaian sekbaknya mantap, Jalan lagi masuk ke Gloria, disitu terserah deh ada Bakmie, Lo Su Pan, Pie O Tim yang diimport dari Lampung, Kari ayam Medan, aneka masakan rumahan yang rasanya mantap.pulangnya lewati jalan Labu makan Bak Kut Teh, trus ke Mabes Makan Gurami masak Kua, Lindung Cha Fu mak dan Saklon. Masih mau lanjut, balik lagi ke Mabes makan nasi sayur atau Bakmie Tiong Sim atau Gubakwan, Mau lanjut lagi balik ke Gloria makan Kue Thiek Encek santung dan Rujak sanghai, minta ubur2nya dan sungutnya banyakan mantap deh dan kaki juga gempor he he he Salam, Budiman \ Ko Erik. Saya sih OK OK saja. tinggal tunggu dari yang lain. Kalau makan disana, Menu utamanya Gurami Kuah, Babat Jarik, Lincung Cha Fumak, Udang Mutiara / Fu Thiek ( Kupu2 ) Lupa namanya mana yang benar. dan Jangan sekali2 pesan Ayam Garam Ala Hakka, Seekornya kena 200 ribu. Padahal ditempat lain yang sampai 100 ribu itu juga dah mahal. Kalau beli dipasar (Mentah dan Hidup) cuma 60 ribu he he he. Bikinnya gampang lagi. baru kemarin saya bikin he he he. Salam, Budiman \ 2010/1/18 Erik rsn_cc@ mailto:rsn_cc@ Hai, bu Greysia, Ko Phoeng, ko Budiman, Agung, King Hian, Ulysee, Jackson dan TTM lain yang tertarik dan pernah nimbrung soal makan bareng ini. Apa kabar? Sudah makan minum? Sudah tidur? Sudah dapt cuan hari ini?* Sehabis membahas tuntas soal resto-resto dan
[budaya_tionghua] Koki Resto Tionghua. (Was: Makan Bareng Rame-rame.)
Bu Greysia, Bung Agoeng, Bung Budiman dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe cerita berlanjut ke soal koki resto jadinya nih. Barusan kemarennya saya diajak makan sohib lama di May Star, Central Park, Jl. S.Parman, Jakarta barat. Kata teman saya, kokinya pindahan dari Taipan, Mangga Dua, makanya makanan-nya enak-enak tuh. Sekarang mereka malah lagi promo bebek panggang dijual per ekor cuma Rp 100(?) kalau anda sudah makan di situ senilai Rp 500.000. Eh, katanya mereka sedia sup tim ayam hitam tuh, jeh! Yang dimaksud Bung Agoeng, yang pindah ke Mabes di atas Apotik Roxy itu, apakah Cahaya Lestari-nya (si resto) atau koki-nya saja ya? Lalu, yang disebut pindah ke situ koq jadi 'Cahaya Kota'? Bukankah Cahaya Kota itu yang dulu-nya bernama Tung Kwong (Tjahaja Kota) - sekarang di KH Wakhid Hasyim, Jakarta pusat, sedang Cahaya Lestari dulunya Yung Kwang. Yang kalau ndak salah semula di Glodok City, lalu katanya pecah dua, satu pindah ke Roa Malaka[?] dan yang satu lagi terakhir di Hayam Wuruk dekat Hotel apa itu. Benar kata Bu Greysia, yang penting mana yang lebih enak nih? Saya sih cuma pernah sekali makan di Cahaya Lestari yang di HW itu, ndak tahu siapa kokinya. Back to the chef talk. Kayaknya memang keunggulan Resto Tionghua, sekaligus 'kelemahan'nya juga, ada pada kokinya. Mereka sangat tergantung ama kokinya. Mungkinkah ini sebabnya Resto Tionghua agak susah dibikin franchise atau buka cabang. Cara koki memasak, gorang-gorengnya, bulak-balik sayurnya, masukkan bahan-bahannya dengan urutan bagaimana, cara menuang bumbu cairnya, itu semua bergantung kepada sentuhan seni si koki. Kalau pun ada cabang dengan koki hasil binaan sang chief chef ***apa sih bedanya chef ama koki ya? kayaknya orang lebih suka menyebut diri dengan 'chef' tuh, kayaknya lebih elite gitu tah?*** mungkin cuma mirip-mirip saja rasanya, ndak bisa sempurna sama seperti yang di 'pusat'nya. Di BSD Junction, pernah ada satu resto dengan koki impor dari HK. Lalu koki itu ndak betah, kalau gak salah, ya sudah, itu resto gak bisa lanjut buka lagi. Mungkin Resto Indonesia juga agak-agak mirip dengan resto Tionghua, bergantung sangat kepada sang koki. Puluhan tahun lalu, di MBM Tempo pernah diberitakan ada terjadi perebutan seorang koki tukang nasi goreng kambing di kawasan Kebon Sirih (ndak yakin yang mana) oleh 2 calon investor. Jaman itu belum begitu marak acara kulinari (nari dangdut tah?) di TV, tapi tu koki mandiri tukang nasi goreng kambing sudah tersohor, kabarnya memang nikmat sekali racikan dan masakannya. Akhirnya perseteruan dua calon investor itu berakhir dengan (kalau gak salah ingat) tewasnya sang koki yang mungkin berjanji ke sana dan mengiyakan ke sini. Cerita persisnya gak tahu lagi, apakah mungkin masih bisa dilacak beritanya di Tempo? Begitulah saja kira-kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com/ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, greysia susilo junus greysiagrey...@... wrote: kalau cahaya lestari pindah ke lokasari dan di tempat yg lama ganti nama sih gak masalah.. yang jadi pertanyaan mana yg lebih enak? ada yang tau? soale yang di lokasari keliatannya mewah benerrr... ntar kantong saya kaget lagi kalo yang di tempat lama apakah benar rasa makanannya gak seperti cahaya lestari? trims greysia From: agoeng_...@... agoeng_...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Fri, January 15, 2010 1:39:53 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Makan Bareng Rame-rame. (Was: OOT - Ihwal Sapaan 'Sudah Makan'?) Restonya yg pindah, yg di HW sudah ganti nama tp yg jaga kayaknya tetap, sedangkan cahaya kota pindah ke mabes di atas apotik roxy yg deket lokasari. Dulu juga ada resto disana tp namanya saya lupa. Dim sumnya enak tp sayang tutup. Cahaya kota yg ditempat baru suasana lebih modern tp harga kayaknya sama atau naek dikit. Oh iya jam 2-5 tutup istirahat From: BUD'S 1 bsugih2...@gmail. com Date: Fri, 15 Jan 2010 17:01:35 +0700 To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Makan Bareng Rame-rame. (Was: OOT - Ihwal Sapaan 'Sudah Makan'?) Kalau tanggal 21 aku tidak bisa. Dengar2 Resto Cahaya Lestari yang di HW kokinya dah pindah lagi, sekarang buka di Mangga Besar dekat pertigaan Lampu merah. Menang terakhir saya makan yang di HW rasanya kurang mantap. Salam, Budiman
[budaya_tionghua] Ihwal Asal Nama-nama 'Asli'. (Was: MENCARI PENULIS TIONGHOA)
Bung (atau Bu?) Younginheart dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe lagi bicara soal asl nama-nama orang nih ya? Katanya, nama-nama orang yang sering kita sebut sebagai 'asli' di Jawa itu sebenernya ya bukan nama asli juga. Kalau ndak salah sih itu pengaruh dari Hindu, persisnya Sansekerta. Susilo, Gunawan, Chandra, Aditya, Purnama, Sri, dan yang awalannya 'Su' (kecuali 'Suma' tentu) itu semua kebanyakan ya berasal dari Sansekerta tuh, jeh! Lha, Hanacaraka (Honocoroko) itu pengaruh dari siapa coba? Jadi, apa yang bisa disebut asli dong kalau begitu? Lha, sejak jaman dulu kala saja, sudah saling pengaruh-mempengaruhi gitu, ketika itu komunikasi masih sulit dan lambat. Perjalanan dari Jawa ke Formosa (Taiwan) ajah kabarnya makan waktu 28-30 hari lewat laut. Apalagi jaman sekarang, ketika batas-batas negara (dan budaya) sudah begitu tipisnya, berkat kemajuan teknologi internet yang borderless. Jadi, kalau kemaren ada hehebohan klaim soal lagu atau produk kesenian atau kebudayaan 'milik' siapa, kayaknya sudah ketinggalan jaman tuh ya? Yang penting bukan soal 'milik' atau ciptaan siapa sih, sekarang mah: siapa yang bisa memanfaatkan produk itu menjadi duwit. Kabarnya kemaren pernah banjir masuk kain batik 'pabrikan' impor yang murah ya? Koq produsen lokal gak terpikir memproduksinya tuh. Begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com/ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, younginheart5000 crv...@... wrote: pemuda pemudi Jawa juga sudah nggak pakai lagi nama Jawa, tetapi nama Timur Tengah: Baroqah an Nur, Sitti Hajar, Khairunnisaa, dsb.. ha ha ha .. jadi nggak leiatan Jawa lagi..
[budaya_tionghua] Seni Gunting Kertas = Tiauw Zhe? (Was: Mohon Ide Tahun Baru)
Bung Zhou dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Tertarik dengan istilah 'gunting kertas' ini, apakah yang anda maksud itu yang dulu kalau tak salah biasa disebut 'tiyaw zhe' - tiauw = ukir, zhe = kertas? Yang gambarnya saling menempel seperti pada seni kaca patri itu? Jadi si kertas akan membentuk suatu rupa, entah manusia atau hewan, yang ada tatahan kecil-kecil berupa hiasan, kertasnya berlubang-lubang membentuk rupa itu? Waktu saya masih sekolah di SD THHK (gak tamat), pernah 'musim' kertas yang ditatah atau digunting begini, sudah jadi didatangkan dari RRT, kalau tak salah. tadinya saya pikir itu dicetak dengan mesin, tapi belakangan saya baru tahu kalau itu aslinya adalah secara individu, satu per satu dibuat dengan cara gunting dan tatah pakai tangan. Saya pernah lihat film-nya buatan Discovery atau NG, di pedalaman Tiongkok pernah ada satu nenek yang lihai sekali memainkan guntingnya membuat aneka rupa. Dalam demo itu, beliau diminta membuat apa saja, tanpa pola, langsung guntang-gunting kertas (umumnya kertas 'lau-cuo' warna merah) dan tak lama muncul sudah bentuk yang diminta. Saya pernah coba google cari hal-hal yang berkaitan dengan seni gunting kertas atau ukir kertas begitu, tapi hasilnya nihil. Barangkalai ada di antara anda yang tahu istilah resminya untuk seni tsb, baik dalam basa Tionghua maupun basa Inggris-nya? Kalau benar yang dimaksud adalah yang begitu, saya setuju dengan anda, Bung Zhou. Kalau bisa digalakkan lagi seni gunting kertas begitu. Tapi, saya ndak yakin apakah anak-anak sekarang pernah diajarkan membuat prakarya seperti itu. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com/ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: Lomba gunting kertas saja! Ini seni rakyat khas Tiongkok. Saat kecil saya sangat gandrung membuat ini. Dan pernah dpt juara prakarya di sekolah indo dng guntingan ini.
[budaya_tionghua] [OOT] Cicak-cicak di Dinding, Mengapa Disebutnya 'Macan Tembok' Ya?
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Sorry, mungkin ini pertanyaan penting gak penting amat, tapi cuma sekedar penasaran ajah. Barangkali ada di antara anda sekalian yang tahu asal-muasalnya, atau juga ada yang penasaran tapi belum sempet bertanya. Baru-baru ini 'kan ada episode 'Cicak vs Buaya' yang cukup rame, sampe ada gerakan 1.000.000 cicak untuk melawan buaya. Nah, kalau anda pas buka kamus basa Tionghua, cicak itu disebutnya: å£è [bìhÇ] - secara harafiah, å£ [bì] = tembok, dan è [hÇ] = macan. Kalau anda ketik-nya kata 'lizard', maka akan keluar beberapa 'kerabat'nya si cicak yang 'macan tembok' itu, yakni: (1) èè [xiÄhÇ] = gecko aka tokek. (2) ç³é¾å(ç³é¾å)[shÃlóngzÇ] = skink aka kadal. Kalau dari contoh tsb., kelihatan bahwa cicak dan tokek dianggap masih berkerabat dekat, maka sama-sama sebutannya mengandung 'macan' (è), sedang kadal sudah dianggap beda, masuk golongan 'anak naga' (é¾å) - komodo juga disebutnya 'dragon' (naga) oleh orang bule tuh ya? Mungkin biyawak juga sama ada unsur 'liong'nya tuh. Sila lihat link-nya: http://www.nciku.com/search/all/lizard Padahal, kalau kita pernah belajar asal-muasal huruf Hanzi, kayaknya mereka dulu membuat semacam 'tiruan bentuk' atau simbol yang lantas secara metamorfosis berubah menjadi huruf yang sekarang. Contohnya: å±± [shÄn] = gunung, semula benar-benar hurufnya berbentuk 3 gunung menjulang ke langit, lalu pelan-pelan berubah menjadi huruf å±± seperti sekarang. Sila lihat link ini: http://www.ancientscripts.com/chinese.html Mengutip sedikit dari link tsb., anda pernah 'ngeh' ndak bahwa 'pelabuhan' dan 'kepala kuda' itu sama saja 'simbol'nya: 马头(馬é ) [mÇtóu], sebelum entah kapan pelabuhan dirubah menjadi: æ¸¯å£ [gÇngkÇ'u]. Dosen saya, kalau ndak salah mengajar linguistics atau phonetics, seorang cewek bule Amrik, senang sekali dengan kalimat ini: Does mommy scold the horse, yang dalam Hanzi huruf dan bunyinya-nya hampir sama semua (beda di intonasinya): å¦å¦éªé©¬å? [mÄma mà mÇ ma] - Nah, kalau cicak yang memang merayap di dinding itu, kan jelas penampakannya jauh dari sang macan è, malah lebih mirip 'buaya' yang disebutnya é³é±¼(é°é)[èyú], koq bisa-bisanya dulu disebutnya å£è [bìhÇ] begitu ya? Sedangkan é³é±¼(é°é)[èyú] - ada unsur 'ikan'(é±¼)-nya pula, kagak salah juga tah? Apakah mentang-mentang si buaya bisa 'berenang' di air dan hidupnya kebanyakan di pantai sungai atau laut? Yang mau saya tanyakan kepada anda, barangkali anda tahu asal-muasalnya mengapa cicak disebut å£è [bìhÇ] begitu ya? Terima kasih sebelumnya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan PS: Unicode (UTF-8)
[budaya_tionghua] Makan Bareng Rame-rame. (Was: OOT - Ihwal Sapaan 'Sudah Makan'?)
resto-nya, asal jelas jumlah orang yang mau makannya. Mesti konfirm dulu. Jangan sudah dipesan, lalu pada batal, 'kan koordinator-nya nanti yang ketempuhan, mesti nombokin biayanya. Eh, sorry, kalau ada yang tahu resto lain dan mau usulkan, ya sila diajukan ya. Begitu banyak resto lama dan baru, tentu saya ndak akan tahu semuanya dong. Begitulah saja saya kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, budi anto budic...@... wrote: bang phoeng ga bakal ambil hati lah bang erik, walaupun cuma mengenalnya di milist saya rasa bang phoeng pasti bijak lah , daripada yang suka tulis emosian... biar bang phoeng ga salah paham sebaiknya bang erick traktir kita2 makan yang enak2 aza dah, hahahaha From: Erik rsn...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sat, January 9, 2010 1:08:18 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: OOT - Ihwal Sapaan 'Sudah Makan'? (Was: Tua-huan Goreng Garing Masak Kecap.) Hai, Ko Phoeng, apa kabar, Sudah makan minum? Sepertinya ko Phoeng salah nangkep maksud saya neh!! Kok saya disangka merasa gedhek (kesel) gara-gara sapaan Sudah Makan? dari Ko Phoeng? Tidak sama sekali! Saya justru merasa tertarik dan senang dengan gaya Ko Phoeng itu kok! (coba periksa lagi posting saya seblm ini). Makanya saya balas dengan salam Sudah Minum?; Sudah Tidur sebagai salam perkenalan dan sekaligus biar tambah rame gitu!! Bahkan pada posting terdahulu itu saya sempat bilang kalo dalam bahasa Mandarin saya akan katakan Ko Phoeng ini Ã涺,õÃÃë¿Ã°®ÃÃ/ Zhendou, Shizai tai keai le? (Coba deh ttm yang mengerti arti kalimat di atas, tolong terjemahkan buat Ko Phoeng). Tentang contoh kasus yang saya terjemahkana itu? Itu adalah jawaban saya untuk pak Andreas, dan sama sekali tidak bermaksud menyindir ko Phoeng agar tidak terus-terusan menyapa dengan salam Sudah Makan? !! Beneer-benar tidak!! Sebaliknya, saya justru senanng dengan sapaan itu kok!! Ko Phoeng benar-benar Ke Ai menurut saya!! Coba deh Ko Phoeng simak lagi posting saya yang lalu deh, tidak ada sama sekali ungkapan rasa redhek kepada Ko Phoeng di sana!! Sure!! Salam, Erik
[budaya_tionghua] OOT - Ihwal Sapaan 'Sudah Makan'? (Was: Tua-huan Goreng Garing Masak Kecap.)
sini: Kalau hati kita tulus ikhlas, masalah besar jadi kecil. Masalah kecil jadi tiada. Kalau tiada ada masalah, mengapa kita mesti mencari-carinya ya? Hehehe... sorry, jadi kepanjangan ya? Begitulah saja kira-kira ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ANDREAS MIHARDJA mihar...@... wrote: Sewakt saya membaca mengenai istilah sudah makan belum - itu adalah 1958 didalam suatu buku ilmiah sociology sejarah China yg dicetak Mc Crawhill. Waktu saya membacanya saya juga agak tersinggung sebab commentarnya yg membikin saya kurang senang. ini istilah dipakai oleh karena majoriy dari penduduk tidak cukup makan Tulisan ini juga dikenal olah banyak mahasiswa dari Taiwan dan mereka juga agak kurang senang. --dipotong- Saya kira tulisan ini sumbernya adalah pre WW2 jadi agak bias anti penduduk china. Andreas --- On Thu, 1/7/10, Erik rsn...@... wrote: From: Erik rsn...@... Subject: [budaya_tionghua] Re: Tua-huan Goreng Garing Masak Kecap. (Was: Ayam Arak atau Ayam Wijen?) To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Thursday, January 7, 2010, 10:42 PM Hai, pak Andreas, apa kabar? Sudah tidur? Ya, pak Andreas, sebagai orang yang pernah bermukim di Tiongkok selama bertahun-tahun saya sangat familier dan paham benar makna di balik sapaan ~{3T9}AKBp#?~}/Chi Guo Le Ma? atau ~{3TAKBp#?~}/Chi Le Ma? yang diterjemahkan sebagai Sudah makan? dalam bahasa Indonesia . Posting saya kemarin cuma sekedar guyon atau salam kenal untuk bang Ophoeng yang walau belum sempat berjumpa muka, tapi benar-benar terkesan sangat menarik buat saya. Kalau dalam bahasa Mandarin saya akan katakan ~...@opvuf6:#,J5TZL+?I0.AK~}!/Zhe Laoxiong Zhendou, Shizai tai keai le?Coba kita perhatikan posting-posting bang Ophoeng selama ini, tidak ada satu pun yang tidak diawali dengan sapaan Hai, apa kabar? Sudah makan? Tiada posting tanpa 'Sudah makan?', apa kaga' luar biasa itu?!! Tapi, sejauh pengalaman saya, sapaan Chi Guo Le Ma? lebih lazim digunakan dalam percakapan lisan, diucapkan pada awal perjumpaan. Jarang sekali (kalau tidak mau dikatakan tidak ada) digunakan sebagai sapaan dalam korespondensi tertulis. Tapi tentu saja, tidak berarti tidak boleh. Hanya saja , saya merasa tertarik saja dengan bang Ophoeng yang benar-benar KE AI (atau KAWAI dalam bahasa Jepang) menurut saya. Selain itu, saya ingin share sebuah terjemahan bebas dari berita tragdis yang pernah terjadi di China gara-gara penggunaan salam Chi Guo Le Ma? yang tidak pada waktu dan tempatnya. Mudah-mudahan bermanfaat. (Saya lampirkan juga teks aslinya dalam bahasa Mandarin) sbb: Seiring semakin mendekatnya akhir tahun, kesibukan pun semakin meningkat. Perusahaan Yulong Yu yang baru saja mendapatkan order beserta uang muka tiba-tiba ditelpon oleh pelanggan yang marah-marah ingin membatalkan order. Kami ingin membatalkan order, tak sudi kami berurusan dengan karyawan anda yang tidak tahu sopan santun itu! Lalu ditanya Apa kejadiannya? Anda kan sudah melunasi uang muka... Makan saja uang muka itu, anggap saja kami buang sial Usut punya usut, ternyata kasusnya terjadi pada satu hari sebelumnya, yakni pada saat wakil perusahaan si pelanggan itu datang ke kantor untuk menanda-tangani order (yang kebetulan jatuh pada jam makan siang). Seorang karyawan menyapa wakil pelanggan itu waktu ia keluar dari toilet Sudah makan pak? Kontan saja wakil pelanggan itu naik pitam Apa kamu biasa makan di dalam toilet? Si karyawan yang tak menyadari kesalahannya membela diri Saya kan cuma menyapa basa-basi, kenapa anda harus marah-marah dan memaki saya? Semakin naik darah si pelanggan dan ia menghardik Siapa nama kamu, akan saya laporkan pada atasan kamu, dasar binatang tak tahu sopan santun! Tapi si karyawan yang kuper itu malah menjawab Apa dasarnya anda memaki orang seenak ini? Anda harus minta maaf untuk ini! Darah yang sudah naik ke ubun-ubun semakin naik lagi Hanya binatang yang biasa makan di dalam toilet... dan pertengkaran pun tak tercegah lagi. Setelah kejadian, si karyawan itu menjelaskan bahwa ia hanya menyapa basa-basi, dan dia pun tidak tahu bahwa pelanggan itu baru saja keluar dari toilet. Cuma gara-gara menyapa sopan tapi akibatnya malah dicaci-maki. Mengetahui seluk-beluk kejadian, pimpinan perusahaan mengambil tindakan, karena pihak pelanggan menuntut si karyawan minta maaf, kalau tidak akan membatalkan order, maka si karyawan tadi pun mengalah Baiklah, demi perusahaan saya bersedia minta maaf. Apalagi sekarang ini memang susah mencari pekerjaan. Kerelaan si karyawan untuk mengalah akhirnya pun berbuah pada apresiasi pimpinan perusahaan padanya. Demikianlah, sebuah sapaan yang tujuannya sekedar basa-basi akan berakibat fatal kalau tidak digunakan pada waktu dan tempat yang tepat.
[budaya_tionghua] OOT - Makan Enak Rame-rame? Hayu! (Was: Tua-huan Goreng Garing Masak Kecap.)
Bung Erik, Bung Steve, Bung Budiman dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. makan enak rame-rame, tentu saja bisa bikin perut kenyang dan hati pun senang. Siapa yang tak suka kalau sudah begitu? Hanya saja, saya terpaksa cuma bisa menghaturken terima kasih atas undangan minum-minumnya. Sorry. Saya ndak bisa dan ndak biasa minum-minuman keras. Minuman keras yang saya bisa terima cuma es batu. Itu pun cuma sebagai pencampur teh tanpa gula, bukan dimakan bongkahan es-nya secara utuh begitu saja. Maklumlah, saya gak begitu gaul. Jadi tahunya cuma makan enak yang ada di sekitaran rumah saya ajah. Minumnya paling teh es, air es, liang thee pakai es. Minuman beralkohol? Bisa ngegeblak langsung begitu selesai minum. Jadi kapan mau makan-makan enaknya? Saya sih relatip lebih bisa menyediakan waktu. Kayaknya tahun kemaren juga ada Bung Tantono Subagyo yang bertanya ihwal maksibar - makan siang bareng ini, cuma rupanya beliau sedang sibuk terus, melanglang ke Filipina dan mantu kemarennya, jadi entah kapan baru bisa sempat maksibarnya. Hanya saja, kalau kebanyakan orang yang mesti ngumpul, sukaan malah susah mengumpulkannya tuh ya? Saya pernah maksibar dengan Bung Budiman Sugih cuma bertiga dengan nyonyah saya, sekedar makan semangkuk mie item berbabi panggang merah putih. Setelah dirunut-runut, ternyata Bung Budiman pernah seangkatan dengan adik ipar saya ketika kuliah di Atma Jaya dulu. Juga saya pernah diberkahi kesempatan bertandang ke Bogor, maksibar dan makmalbar (makan malam bareng) dengan Bung Steve, Bung King Hian, Bung David Kwa, Bung Adrian C, Bung Yongde dan satu lagi (suami isteri) yang saya lupa - sorry. Ndak direncanakan jauh-jauh hari, malahan berjodoh untuk bertemu dan makan bareng dengan enak - tanpa minuman keras. Ke Parakan saya sudah dua kali, diajak keliling pula oleh Bung SuMur dan Bung HT Oei, keliling sekitaran Banyumas dan Kebumen menyambangi 7 kelenteng di sana. Sampai bermalam segala di rumah Bung HT Oei dan di 'rumah singgah' Parakan. Dasar jodoh juga sih ya. Senang sekali saya bisa berteman dengan anda semua, bahkan setelah omong-omong, Bung HT Oei ternyata masih berkerabat dengan nyonyah saya dari sisi mamahnya, begitu juga Ny. HT Oei masih berkerabat dengan nyonyah saya dari sisi papi mertua saya. Kalau Bung Steve mah ndak usah dibilang, lha dia mesti manggil saya kouw-thio tuh, lantaran nyonyah Steve itu masih keponakan nyonyah saya sih, jeh! Sorry, nip, jangan marah ya saya buka kartu di sini. What a small world! Sorry, saya baca milis melalui website-nya, jadi kadang ada posting yang ditujukan saya ndak bisa langsung saya baca. Juga acara saya kalau malam mesti nongkrong di depan TV, ada 2 film di Da-ai TV yang saya sedang ikuti. Lumayan-lah, hiburan gratis film drama kisah nyata, bisa banyak memberi inspirasi untuk cuap-cuap di milis. Hehehe... namanya juga banyak waktu luang sih, jeh! begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Erik rsn...@... wrote: Ini yang asyik neh!!! Berarti udah 3 orang kita sama Budiman. Oh 4 sama Ko Phoeng. Tapi Ko Phoeng lagi offline ato gimana? Kok bisu terus!! Ato kita bikin rame sekalian, Gathering BT pertengahan taon (klo memang maunya bulan Mei)? Gimana abang-abang Moderator? ?? Salam, Erik \ --- --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Steve Haryono hays35@ wrote: Ko Erik, kalian janjian dulu dah sama Ophoeng, supaya dia langsung tau tempat-tempatnya. Saya rencana bulan Mei akan singgah di Jakarta, dan Ophoeng yang akan jadi guide saya untuk cari makan enak. Salam, Steve PS. Pssst, Ophoeng itu arti sebenarnya ko Phoeng. Jadi kalau manggil bang Ophoeng, artinya Ko Ko Phoeng :) From: Erik rsn_cc@ To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Fri, January 8, 2010 10:05:57 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: Tua-huan Goreng Garing Masak Kecap. (Was: Ayam Arak atau Ayam Wijen?) Janjian dulu sama bang Ophoeng, mau di mana? Bogor? Jakarta? Minuman saya macem-macem, yang pasti bukan AQUA! Tapi Lo Wong Ciu juga boleh sekali-kali, cukup kenceng juga kok ngangkatnya! ! Hai, bang Ophoeng, sudah makan minum? ikutin ga neh?? Salam, Erik
[budaya_tionghua] Musuhan Ama Mertua? DiRacun Ajah, Jeh! (Was: Curhat RT....Need Advise pls!!!)
Bu Dewi dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Kayaknya kalau soal perseteruan antara menantu vs mertua itu tidak memandang apakah suami atau isteri dari golongan etnic berbasa apa-apa saja. Bisa saja terjadi tanpa harus suaminya atau isterinya dari suku bangsa tertentu. Itu suatu hal yang biasa terjadi, namanya juga ada perbedaan adat istiadat yang mesti disatupadukan. Sejak dulu kala sampai sekarang, kayaknya mesti ajah ada perseteruan klasik ini. Masalahnya sih cuma ini: adakah niat tulus ikhlas dari kedua belah pihak? Kalau ada, tentunya masalah besar bisa jadi kecil, masalah kecil bisa menjadi tiada. Kalau sudah tiada ada masalah, tentu ndak usah dicari-cari lagi. Kami yang membaca curhat anda tentu cuma bisa ngomong begini, begitu. Ujung-ujungnya sih keputusan di tangan anda, yang lebih tahu persis masalah dan solusinya tentu anda sendiri juga, pada akhirnya. Mertua itu adalah orangtua pasangan anda. Kalau anda suka anak-nya, seyogyanyalah anda mesti suka orangtuanya, saudara-2nya. Ada peribasa bule bilang 'like father like son', boleh juga dibalik jadi: like son like (his) father or mother toh? Di tradisi Asia, rasanya memang sudah mesti begitu: anda mengawini seseorang, berarti anda mengawini seluruh keluarganya. Ini saya pasang link ke posting lama yang dikirim satu TM kita, Bung Dedy Hartanto, mungkin bisa sekedar menjadi referensi atau bahan renungan anda. Sila lihat ajah langsung di sini: How to kill your mother in law http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/38408 Begitu ajah sih ya. Semoga bisa anda dapatkan solusi terbaik bagi anda dan keluarga anda. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Dewi Chandra dewib...@... wrote: Dear all, Aku mau curhat mengenai beban yang aku rasakan selama 4 thn an ini.. Sejak aku hamil trisemester ke-3 n sampai detik ini..suamiku tidak suka dengan keluargaku (ortu ku n adik2x ku) jadi kalau mereka datang ke rumah ku, suami hanya diam ...padahal ortu n adik2x adalah org2x yang suka mengajak ngobrol org lain. Karena suamiku tanggapannya dingin saya keluargaku pun enggan ngobrol dengan suami. Hal ini sangat betolak belakang bila rumah kedatangan keluarga besar dari pihak suami... --sorry, dipotong-
[budaya_tionghua] Sudah Makan Titouw Cang? (Was: Tua-huan Goreng Garing Masak Kecap.)
ya. Setelah anda ajak icip-icip jus kemang itu dulu, saya selalu beli di Pasmo BSD kalau pas musim. Dan saya sudah berhasil menanam bijinya, tumbuh pohonnya, tapi tentu saja entah kapan baru bisa berbuah dan dinikmati jusnya. Mungkin cucu-cucu saya kelak yang sempat memakan buahnya ya? Kapan anda sempat dan ada waktu buat jalan-jalan bersama Bung David Kwa ke 'kantor' Bung Sumur di Parakan sana? Sekalian ketemu dengan kerabat (baru ketemu) saya di Temanggung (deukeut pisan dari Parakan) Bung HT Oei, anda mesti cobain ikan uceng yang the one and only khas Parakan. Ini ikan seperti ikan bilih aka bilis ex Padang (tapi diprotes Bung Sumur bahwa mereka teuteup beda katanya tuh), kayak ikan teri besar - panjang, yang hidup di 'darat', maksudna di kalen - kali kecil di sekitaran Parakan. Ikan uceng atau bilih digoreng garing dengan taburan sedikit tepung, dimakan pake sambel terasi (lalap-na kudu pete hideung, mentahna oge geus amis tah) dan nasi haneut (atau tambah lauk duren mateng kalau suka), atau sekedar cemilan sambil ngeteh, ngupi atau nyoklat pahit kutika kongkow di 'rumah singgah' di Parakan itu, wah. kalau mau makan mesti kudu harus ajak mertua sekalian (o, ya, papi mertua saya pendoyan berat ikan itu tuh!) supaya kalau beliau lewat tidak anda cuwekin kayak ikan cuwek ajah, jeh! Begitulah saja kayaknya ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://www.ophoeng.multiply.com --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ANDREAS MIHARDJA mihar...@... wrote: Just a note Istlah Sudah makan? atau mari turut makan mungkin tidak berarti jaman sekarang diIndonesia tetapi silahkan bayangkan jaman perang sipil dIndonesiadan juga dChina - kalau kita sudah makan berarti kita happy dan dpt hidup tenang. Istilah ini didalam buku sociology mengenai suku² dan bangsa ² Asia terutama China, adalah chas dan dianggap sangat penting. - Silahkan pelajari literatuur yg ditulis oleh non asian - mereka sering kaget dan terpesona dgn istilah ini. Andreas --- On Wed, 1/6/10, Erik rsn...@... wrote: From: Erik rsn...@... Subject: [budaya_tionghua] Re: Tua-huan Goreng Garing Masak Kecap. (Was: Ayam Arak atau Ayam Wijen?) To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, January 6, 2010, 10:25 PM Bung King Hian, Bang Ophoeng! Hai, apa kabar! Sudah Minum? (Daripada sapaannya Sudah Makan melulu, sekali-kali ganti pake Sudah Minum boleh khan!!?) Btw, warung Ko Aay yang nyediaan Tuahuan Goreng Mentega di Bogor persisnya di mana? David tahu gak alamat itu?? Salam, Erik -- -- --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, King Hian king_hian@ wrote: Bang Ophoeng, Kalo tahu bang Ophoeng doyan tuahuan goreng, waktu itu saya ajak cobain tuahuan goreng mentega di warungnya ko Aay di Bogor. Ususnya garing seperti kerupuk, dan garingnya ini tahan sampai keesokan harinya. kiongchiu, KH
[budaya_tionghua] Ayam Arak atau Ayam Wijen? (Was: Ada yang punya resep masakan tito babi?)
Bu Ulysee, Bu Tanti dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Tito itu, kalau ndak salah sih bagian lambung atau perut babi (babat kalau pada sapi?), sebab kalau usus babi, kayaknya di menu RM Rico (dulu di Jl. Kebayuran Lama, sekarang ada di Gading Serpong) yang konon dilanggani oleh encek Liem, disebutnya 'huan', ada toahuan (usus besar) ada xiaohuan (usus kecil). Dari tito atau tietouw inilah, maka dibikin 'analogi' nomenklatur untuk 'kee-touw', yakni touw (lambung) si swikee, yang 'kee'nya juga hasil penganalogian dari 'kee darat' aka ayam, sebagai kontras dengan si swikee yang 'ayam air'. Tapi, kalau sudah menyebut jerohan, kayaknya mungkin memang yang dicari kolesterolnya. Saya ndak tahu mengapa ibu habis melahirkan mesti dikasih banyak asupan kolesterol. Padahal mah, tentu saja dagingnya yang lebih bergizi dan seimbang kandungannya, ada protein dan kolesterol dari lemaknya. Kecuali kalau memang dimaksudkan untuk pengobatan. Seperti darah babi, katanya is good for your lung, despite the fact that there must be much bacteria in the blood, jeh! Kalau mau sih, ya jangan cuma dikasih tito-nya doang, makan kumplit sama yang lain, misalnya, yang gampang ajah: Bak-kut Thee. Isinya pan bisa daging, samcwan, baikut dan jerohan babi, termasuk tito-nya dan iso-nya kalau suka. Bikinnya juga gampang, tinggal beli bumbunya dalam kemasan sachet, lalu cemplang-cemplung sesuai petunjuk di kemasan tu bumbu siap masak. Saya punya buku masak herbal yang isinya ttg sup-supan apa aja, sayang cuma satu jilid dari 8 jilid dalam satu seri, judulnya 'Ben-cao Jing-hua Bao-liang-tang', ada satu resep ttg perut kecil babi (tito kecil?), dicampurnya cuma pakai jali, kulit jeruk dan 'rumput' kim-chi (koin emas), ndak tahu kayak apa bentuknya atau apakah ada di pasar kita. Mungkin bisa cek di toko obat yang jual jejamuan Tionghua di Glodok. Tapi, di khasiatnya tidak disebutkan apa-apa ttg ibu yang baru melahirkan atau membantu menambah produksi susu ibu. Malah disebutkan tidak baik bagi ibu hamil. Kalau bicara ttg ayam arak, saya lihat di Taiwan (melalui Da-ai TV yang suka saya lihat), mereka memberi masak ayam (minyak) wijen sebagai ciapo bagi ibu yang baru melahirkan anak. Satu ekor ayam bisa perlu 2 botol (ukuran botol kecap, sekitar 650 cc) minyak wijen. Masaknya bagaimana saya gak tahu, cuma ditunjukkan sekilas-kilas saja di film. Itu kayaknya makanan wajib bagi ibu yang baru selesai melahirkan, soalnya ada beberapa cerita ttg keluarga miskin pun, memaksakan diri membeli minyak wijen (yang kayaknya sih mahal juga di sana) dan ayamnya, tentu, demi si ibu yang baru melahirkan itu. Saya coba bantu cek di google belum ketemu resepnya, coba saja anda ikut bantu saya cari di google, kalau sudah ketemu, tolong nanti kasih tahu saya ya, jadi saya bisa bagi resepnya di sini. Sementara, kalau mau lebih banyak ttg ayam, coba cek apakah 'Black Chicken Soup' ini baik bagi ibu yang baru melahirkan atau ndak ya. Resepnya bisa cek di sini (ada banyak resep masakan lain yang pakai herbal Tionghua): http://www.mywoklife.com/2009/05/black-chicken-soup-recipe.html Info tambahan, kalau menurut kepercayaan di Jawa (Jakarta bukan termasuk Jawa sih ya?), ibu-ibu yang sedang menyusui anaknya, biasanya suka dikasih sayur bening yang dibuat dari daun katuk. Daun katuk ini daunnya agak kecil-kecil, warna ijo, tentu, memang enak kalau dibikin sayur bening, seperti sayur bening dari bayam + jagung gitu. Saya jadi ingat dulu ada satu TM (temen milis), cewek, yang gemar sekali makan sayur bening dari daun katuk, sampai dikira tukang sayurnya, dia koq sering sekali melahirkan dan menyusui, emang anaknya berapa orang? Ternyata tu cewek masih lajang (waktu itu). Begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng http://ophoeng.multiply.com/ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee_me2 ulysee_...@... wrote: Tito/ jerohan babi, kalau mami gue refot ngolah pertamanya doank, sampai 3x direbus, supaya bau jerohannya nggak terlalu mulek. Jadi, usus babi di cuci bersih sih sih, lalu direbus pakai air dingin, begitu mendidih airnya diganti, mendidih lagi diganti lagi, lalu ditiriskan. Baru dibikin masakan. Masakan Tito nggak beda sama bikin sop. Dioseng sama minyak wijen dan bawang putih, plus jahe yang diiris model korek api, dituangi air panas, lalu kasih garam dan merica. Makannya nanti di cocol kecap asin. Enakan pake cabe, tapi kalau lagi menyusui jangan makan pedas, ntar anaknya mencret. Sebetulnya buat nambah asi itu butuh makanan yang berkuah, dan 'panas', itu aja. Jadi nggak harus Tito. Susu Milo itu terhitung 'panas' jadi boleh sering-sering diminum, itu asi nya ntar banyak deh. Masalahnya nanti paling konstipasi alias panas dalem, hehehehe. Makanan, apa aja asal berkuah dan enggak pedas. Sayur asin juga dihindari dulu deh, bisa kembung. Tapi waktu gue abis melahirkan sih, paling enak tuh makan ayam arak. Hmmm nyam. Kenapa habis melahirkan banyaknya makan ayam dan
[budaya_tionghua] Tua-huan Goreng Garing Masak Kecap. (Was: Ayam Arak atau Ayam Wijen?)
Bung King Hian dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe akhirnya anda gak tahan untuk gak ngepost soal makanan ya? Terima kasih sudah merespon cerita ihwal si us-us aka hunchng ini. Sorry, saya cuma mereka-reka ajah, lha lawan kata 'tua' (besar) tentu saja 'xiao', jadi saya cuma analgoi ajah. Memang sih, jarang disebut sebagai 'usus kecil', tapi biasanya disebut usus halus, yang ada 'isi'nya itu ya? Lagipula, saya buka buku resep yang ditambahi herbal itu, mereka pakai istilah 'xiao-tu' untuk 'titouw', yang setahu saya, bukannya 'babat' babi ndak ada babat 'besar' (kasar?) dan babat halus (jarit?) seperti pada sapi yang termasuk memamah biak berperut dua toh? Apakah xiao-tu (perut kecil) itu maksudnya ya titouw itu ajah ya? Back to tuahuan si usus gede, itu kalau di RM Rico biasanya dimasak dengan cara goreng garing, jadi si usus renyah kemripik, lalu dimasak lagi dengan banyak kecap, cabe merah dirajang, bawang putih dikeprek, lalu ditaburi gula juga, sehingga ada selapis karamel yang menyaluti si tuahuan garing (mirip seperti masak bayupo - ampas lemak babi yang digoreng jadi minyak).. walah, bisa jadi apetiser atau temen makan nasi hangat or bubur polos, enak juga tuh. Asal jangan keseringan ajah makannya ya? Full kolesterol (tuahuan) dan (bayupo) agak-agak karsinogenik tuh, jeh! Kalau soal ayam muayu, mertua saya bukan 'asli' Tionghua, maksudnya sudah terpengaruh pendidikan barat, jadi mereka juga ndak memasakkan ayam muayu ini ketika anaknya melahirkan anak-anak saya dulu. Mungkin bisa saja diganti dengan ayam kodok (frog chicken?) yang kalau di barat mah disebutnya stuffed chicken, mirip kalkun yang dimasak 'kodok', tapi ini dari ayam. Ada yang jual berdasarkan pesanan tuh. Sekali lagi, terima kasih. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com/ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, King Hian king_h...@... wrote: Bang Ophoeng, Rasanya sih, saya belum pernah mendengar sebutan siaohuan utk menyebut usus kecil. usus besar disebut tuahuan usus kecil/usus halus disebut hunchng perut babi disebut titou Betul yang bang Ophoeng bilang, perempuan yang habis melahirkan dimasakkan ayam mua-yu (mua: wijen, yu: minyak), yang dimasak dengan jahe (jahe kering yang dijemur terlebih dahulu). Dan waktu dimakan baru dicampur dengan arak. Tapi karena saya bukan tukang masak, saya tdk tahu bagaimana resep/detil cara masaknya. kiongchiu, KH
[budaya_tionghua] Ikutan Tanya Juga Ya! (Was: Cerita lama)
Bung Zhou dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Sorry, lama gak muncul, muncul-muncul langsung nyamber ajah nih. Benernya sih bukan mau njawab, cuma mau lanjut sekalian tanya ajah nih,juga soal cerita seputaran Tiongkok. Saya pernah nonton film serial drama TV ttg intrik dan hubungan gelap seperti itu, di CTV atau Banten TV, lupa lagi. Nontonnya sekilas-kilas, lupa judulnya. Masih pakai basa asli, Bu-tong-fa, dengan sub-title, bukan dubbing - I don't like dubbed film, I just don't know why, sorry. Isinya ada aneka rupa perselingkuhan, kisahnya kayaknya sih ttg satu keluarga kaya yang punya isteri beberapa, tinggal se rumah. Ada satu isterinya punya pelayan wanita, setia banget. Ndak tahunya itu pelayan benernya lelaki, kalau malem-malem suka maen ama nyonyahnya. Mereka punya anak lelaki, pacaran ama bini muda bapak-e yang paling muda dan sepantaran (manggilnya teuteup 'a-yi'). Lalu ada lagi yang punya anak dari tukang kayu atau tukang kebon-nya, sesama anak (lain ibu) ada yang saling jatuh cinta, tapi merasa gak pantas, sebab punya bapak yang sama. Tapi mama-nya bilang it's oke, sebab bapak-e masing-masing beda. Pabalieut pisan, euy! Mereka berebut harta karun peninggalan suami-nya, entah berupa buku apa gitu. Dibumbui sedikit romansa revolusioner, ada satu anak-nya perempuan pacaran ama temen koko-nya yang 'revolusioner' mau berontak entah dari pemerintahan siapa. Pokok-na mah seru dah nonton tu film. Sayang saya lupa judulnya (gak diterjemahin) yang masih pake Hanzi. Udah mah nonton-nya sekilas-sekilas, kalau pas inget ajah, masuk-masuk sudah episode ke berapa gitu, eh, gak lama sudah tamat pula. Barangkali ada yang juga ikut nonton dan tahu judulnya, penasaran pengen lihat selengkapnya, mungkin ada DVD-nya dijual di Gldok, hehehe.. Sorry, dan terima kasih. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: Saya pernah baca komik yg berkisah ttg tragedi cinta terlarang di Tiongkok kuno, menceritakan seorang janda dari keluarga bangsawan yg menjalin asmara secara sembunyi2, dan berakhir dng kematian bunuh diri sepasang kekasih. Suasana cerita sangat suram menekan, sangat menggetarkan, berlainan dng umumnya cerita2 tempo dulu. Adakah rekan2 yg bisa memberi informasi, apa judul cerita ini, dari mana sumbernya? Thanks Zfy
[budaya_tionghua] Foto 56 Suku Bangsa Tionghoa dan Istilah (Sorry) Fan-na.
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Mungkin sudah agak lama anda tahu ttg 56 suku Tionghua yang diakui pemerintah RRT, tapi saya baru terima foto dari teman saya via e-mail, isinya ttg 56 suku bangsa Tionghua yang secara resmi diakui pemerintah RRT tsb. Katanya foto-foto itu dibuat oleh 14 fotografer profesional, selama satu tahun dan perjalanan sejauh 10.000 mil lebih (berapa kilometer?) untuk menghasilkan foto-foto ini. Sila lihat link-nya di blog saya: http://ophoeng.multiply.com/photos/album/447# http://ophoeng.multiply.com/photos/album/448/ http://ophoeng.multiply.com/photos/album/449 Sayang sekali, teman saya cuma dapat 53 foto saja, jadi masih ada kekurangan 3 foto. Barangkali di antara anda ada yang punya versi lengkap 56 foto, tolong bagi kepada saya sisa yang 3 itu, yakni: (1) Kazakh, (2) Mulao, dan (3) Bonan. Saya bandingkan dengan yang dicantumkan di link wikipedia ini: http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ethnic_groups_in_China Ada perbedaan antara penamaan di seri foto tsb dengan yang di wikipedia, yakni: Gao-shan (wiki) dengan 'Taiwan Minorities', beda istilah di wiki: Taiwanese Aborigines. Sila cek lin ini: http://en.wikipedia.org/wiki/Taiwanese_Aborigines Karena saya klik yang 'Gao-shan' pada wikipedia, saya lantas menemukan ada gambar ttg foto kuno yang dibuat pada 1895, sila lihat link-nya ini: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Taiwanese_aborigines%281895%29.jpg Di bawah foto tsb ada teks: Chinese woodcut from 1895 depicting a Taiwanese aborigine tribe leader (#30058;#29579;) and tribe woman (#30058;#23110;). Yang menarik adalah kutipan berikut: ...In some cases, members of plains tribes adopted the Han surname Pan (#28504;) as a modification of their designated status as Fan (#30058;: barbarian). Perhatikan huruf FAN {#30058;)[f#257;n]= 'barbarian', yang homonyms (serupa bunyi) dengan #39277;(#39151;)[fàn] = nasi. Selama ini kita kenal istilah yang (sorry) berbunyi 'Fan-na' atau 'Fan-kui', 'Fan-bo' (#30058;#23110;?)(jangan keliru ama merek kosmetik ya!), yang kita tahunya 'fan' di situ sebagai 'nasi' - fan-kui = setan nasi, ndak mau kerja, bisanya makan doang(?) Apakah mungkin yang dimaksud 'fan'nya bukan 'nasi', tapi 'barbarian' - suatu istilah yang pada jaman itu merujuk ke suku bangsa asli (aborigine?), bukan dalam arti barbar = liar. Mungkin saja, jaman itu, pendatang yang merasa lebih 'berbudaya' - pakai baju lengkap, menganggap suku bangsa asli sebagai 'barbarian' (liar) sebab bisa jadi mereka belum punya adat berpakaian lengkap. Jadi, kalau memang benar 'fan'nya adalah {#30058;) ini, mestinya tidak bermaksud melecehkan para suku bangsa asli - dengan istilah 'fan-kui' (setan nasi?), tapi justru merupakan 'pengakuan' bahwa mereka adalah penduduk asli tanah daratan yang mereka (kaum pendatang) singgahi dulu? Barangkali para lao-xiung ada yang bisa lebih memperjelas? Terima kasih. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan
[budaya_tionghua] Bernafsi-nafsi ala Jepang? (Was: Xiao - Hauw - Bakti Kepada Orang Tua)
Bung Liang U, Bung HH, Bung Yongde dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Terima kasih atas sharing video ttg Xiao ini. Saya sudah tebarlanjut via akun FB - Facebook saya. Kalau menjawab pertanyaan orang barat yang dikatakan Bung Liang U ini: Mengapa anak harus berbakti kepada orang tuanya. Menurut hemat saya, jawabannya adalah karena sebelum kita dewasa, orangtua kita sudah berbakti lebih dulu kepada kita. Orangtua kita mencari nafkah untuk kita, membesarkan kita, menyekolahkan kita, mencukupi sandang-pangan dan papan bagi kita. kayaknya itu semua adalah 'bakti' orangtua kepada anak-anaknya toh? Seperti dicontohkan di video tsb., anak-nya toh ingat juga bahwa mamanya tidak komplian ketika mesti menceboki dan memandikan si anak ketika berak di celana (seluar) waktu kecil tuh? Saya setuju sekali kalau kita mulai menanamkan soal Xiao ini kepada generasi di bawah kita. Saya ingat pernah baca di majalah Tempo pada tahun 90-an kalau tak salah, ada berita di jepang terjadi orang begitu bernafsi-nafsinya (cuek, tidak peduli) dengan orangtua, sampai-sampai orangtua itu menyewa (ada biro sewanya) anak-anak kecil untuk pura-pura menjadi cucu-nya yang menemani si kakek-nenek seharian. Dibayar pula! Sungguh mengherankan hal itu bisa terjadi di jepang, yang nota bene banyak meneruskan tradisi Tiongkok dalam hal senioritas (tadinya?). Dunia memang berubah ya? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u lian...@... wrote:    Budaya Tionghoa mengatakan: Zun lao ai you å°èç±å¹¼ï¼ atau hormati yang tua, sayangi yang muda. Bakti kepada orang tua adalah bagian utama dari budaya Tionghoa. Salah satu perilaku orang Tionghoa yang tidak dimengerti orang barat adalah ini, Mengapa anak harus berbakti kepada orang tuanya. Mereka tak punya budaya ini, anak setelah besar meninggalkan rumah, bahkan tak akan datang pada hari Natal ataupun Tahun Baru. Kalau hari Natal bisa mengirim ucapan selamat saja banyak orang tua yang menangis, terharu anaknya masih ingat kepadanya (ceramah Seng Im Taisu di Phoenix TV). Orang tua jompo tinggal berdua, kalau salah satu sudah meninggal, yang satu lagi menderita bukan main, tak sedikit yang mati tak ketahuan, baru ketahuan tetangga sudah bau. Karena itu menurut kemenakan saya yang dari muda tinggal di Kanada, banyak orang tua yang tinggal sendirian bunuh diri. Anaknya lazimnya masih mengaku itu bapak saya, itu ibu saya , tapi tak ada rasa kasih lagi. Seperti kita melihat pengemis atau orang miskin terlantar di jalan. Kasihan, tapi tak merasa bertanggung jawab, paling mengambil uang seribu diberikan, itu sudah untung., Teman kerja saya dulu lulusan Amerika, ia bilang banyak orang tua terlantar minta-minta di statiun dll. Kalau ditanya ia punya anak, bahkan ada yang mengaku anaknya adalah dokter! Karena ekonomi negara barat maju duluan, maka semua orang kaya di timur mencontoh kehidupan orang barat, yang melupakan orang tuanya. Adik saya dokter di Hongkong sering datang pasien nenek-nenek atau kakek-kakek, kalau ditanya sakit apa? Ia bilang tak sakit, lalu untuk apa ke dokter? Dijawabnya ingin cepat mati! karena tidak dihiraukan anak lagi. Adik saya cuma dapat menasihati, orang lain ingin hidup terus, koq ingin mati, dokter membuat orang yang hampir mati jadi hidup, bukan membuat orang hidup jadi mati.   Di daerah miskin, masih berlaku budaya Timur. Coba berkali-kali ada berita mengharukan, anak umur 6 tahun merawat orang tua yang jompo. Bukan merawat saja tapi mencari nafkah untuk kakek dan neneknya.   Lain kali saya kirimkan laporan yang demikian, agar kita sadar begitu harusnya kita orang Timur bukan mencontoh budaya barat tanpa dipilih.   Kiongchiu Liang U From: Hoey Hin hoey_...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Fri, November 20, 2009 7:19:23 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Xiao - Hauw - Bakti Kepada Orang Tua  benar2 menyedihkan, sekarang ini memang banyak anak2 yang sudah berkeluarga, menitipkan orang tuanya di panti jompo, karena mereka merasa direpotkan. Padahal kalau lihat di panti jompo itu orang2 tua pada ngga betah dan pengin pulang berkumpul dengan keluarga dan cucu-cucunyanya, kadang malah ada yang kabur. Meraka dibawa ke panti jompo rata2 dibohongi anaknya mau diajak pergi menengok family atau apa. ini ada video clip lagu tentang bakti pada orang tua, berjudul gui yang tu (è·ªç¾å¾ï¼http://www.youtube. com/watch? v=hXmOz0yn4skfeature=related bercerita tentang anak kambing yang menyusui induknya, sambil berlutut dan memejamkan mata. artinya sangat bagus, tapi sayang tidak ada teks terjemahannya. Pada intinya supaya kita menjadi orang yang minum air harus ingat akan sumbernya, menerima kebaikan, tahu membalas budi tidak lupa pada asalnya. Sekalian disini http://www.youtube. com/watch? v=GwCnaH_ aJ0gfeature=fvw juga ada sebuah cerita
[budaya_tionghua] Panggilan Kekerabatan Dalam Keluarga. (Was: Santun pada orang yang lebih tua)
kita saja dulu. Saya secara pribadi setuju dengan anda berdua, panggilan kekerabatan secara Tionghua ini sungguh pas, khususnya bagi kita - orang Tionghua, tentunya. Bukan bermaksud mau berniat eksklusip, tapi memang itulah cara panggilan kekerabatan yang khas Tionghua. Coba ajah anda bandingkan, kalau ada yang menyebut adik ipar mama saya (ini kejadian nyata di milis sebelah - Silsilah Tionghua), anda mestinya akan berpikir beberapa alternatip: (1) Suami/isteri adik perempuan/lelaki sekandung mama anda (2) Suami/isteri adik perempuan/lelaki misan/sepupu mama anda (3) Adik (lelaki/perempuan) sekandung papa anda (suami mama anda = papa anda bukan?) (4) Adik (lelaki/perempuan) misan/sepupu papa anda (suami mama anda = papa anda bukan?) Yang kalau dalam tata cara panggilan kekerabatan orang Tionghua, kalau tak salah, dengan mudah disebut sebagai berikut: (1) Mei-hu/ti-shi(?) - anda memanggilnya: yie-chong (ie-thio) atau khiu-mei (engkim) saja langsung ya. (2) (Piao)-mei-hu/(Thang)-mei-hu atau (Piao)-ti-shi/(thang)-ti-shi. (3) Mei-mei/ti-ti atau kalau anda yang memanggil: khu-khu (engkou) atau asuk (encek) saja langsung. (4) Ada tambahan piao (misan?) atau thang (sepupu?). Untuk lebih akurat dan jelas ttg tata cara panggilan kekerabatan ini, kayaknya kita mesti minta bantuan Empek David Kwa yang lebih akrab dengan bidang ini. Begitulah kira-kira ya, kalau ada salah, sila dikoreksi saja, dan kalau kurang, sila juga ditambahkan. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan. http://ophoeng.multiply.com/ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Lim Wiss lim.w...@... wrote: Judul diganti biar sesuai. Jadi ingat pengalaman pribadi :-) Tiap kali adik suami datang ke rumah, tidak pernah panggil saya juga beda dgn suaminya yang selalu panggil saya akhirnya anak saya mungkin melihat kelakuan orang di sekitar rumah. Tiap kali adik suami datang ke rumah, anak saya juga tidak panggil adik suami malah anak saya panggil suami adik sehingga adik suami protes. Seperti yang saya tekankan anak kecil itu melihat kelakuan orang di sekitar rumah. Dari kebiasaan kita, anak menganggap itu contoh yang baik. Jadi kita sebagai orang tua jangan marah kalau anak pu hao. Berilah contoh teladan bagi anak yang lebih muda. Percayalah itu lebih mujarab daripada kita sebagai orang tua marah2 pada anak atas kelakuan yang tidak baik. Coba bayangkan bagaimana anak akan ubah sifatnya yang suka judi, mabuk, main cewek kalau ia melihat kelakuan orang tua seperti itu. Dalam hati anak akan berkata sendiri aja nggak benar, mau sok nasehati anak. Ini bukan perkara anak harus turut apa kata orang tua, tapi perkara apakah orang tua mampu kasih contoh yang teladan bagi anak. Rgds, Lim Wiss _ From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of Dewi Chandra Sent: Thursday, June 04, 2009 7:06 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] tradisi perkawinan didaerah Fujian, Guangdong dan bbrp wilayah lainn Halo , Apakah di dalam suku khe diajarkan bahwa anak laki yang sudah merit hanya berbakti pada orang tuanya saja, n tidak tmau tahu tentang orang tua n keluarga pihak istri? Saya ada sedikit ganjalan:Mertua (baik laki maupun perempuan ) selalu menyuruh cucunya untuk memanggil misal Kung Kung , Pho Pho...suk suk dlll..tapi sebaliknya suk suk maupun tante nya tidak menyapa/memanggil mama cucu nya dengan sebutan so so kalo datang, sebaiknya bagaimana yah (bukan saya gila hormat) tapi aneh saja, suruh cucu nya panggil orang, anak sendiri ngak panggil orang... Rgds Dw
[budaya_tionghua] Re: FW: Happy Dumpling Day
Bung Budi Anto, Bung Lim Wiss dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan bakcang? Hehehe terima kasih atas kiriman (foto) dumpling bakcang-nya, walau cuma teks doang tanpa gambar. Gambarnya mestinya sih cantik-cantik dan lucu, sebab ada yang mini segala gitu ya? Saya baca posting via website, jadi gambarnya ndak ikut disertakan. Tentang istilah 'dumpling', kayaknya memang ndak salah. Menurut kamus Nciku (bukan enci anda ya), sebagaimana kutipan berikut: ç²½å [zòngzi] 1. a pyramid-shaped dumpling made of glutinous rice wrapped in bamboo or reed leaves (eaten during the Dragon Boat Festival) Sila buka link-nya: http://www.nciku.com/search/zh/detail/ç²½å/57582 Jadi, dumpling sendiri = . More generally, dumplings may be any of a wide variety of dishes, both sweet and savoury, that are not necessarily dough-based. Sila cek di link-nya wiki: http://en.wikipedia.org/wiki/Dumpling Rupanya, mereka anggap bakcang bukan 'main course', sebab bisa saja ada yang bikin dalam bentuk kecil (mini), sehingga bisa dimasukkan ke dalam golongan dimsum - cemilan untuk nyamikan sa-emplukan saja ukurannya, jadi tidak mengenyangkan (kalau makan cuma sepotong dua) sambil ngeteh dan negosiasi be-sinis, eh, bisnis ding! Mereka (para bule) ndak tahu ajah, bahwa ada bakcang yang isinya kumplit serba ada: kuning telur (asin) bebek, jamur hioko, dagingnya dikerat gede-gede, kacang lakji(?) , dan entah apa lagi, ukurannya jadi terpaksa mesti ngikuti isinya, bisa segede dua kepalan tinju orang dewasa, walau mungkin ndak sebesar 'anu'nya penyanyi country dari Amrik itu - Dolly Parton, tapi ya ndak bisa disebut sebagai dumpling yang terkesan imut-imut lucu cuma sa-emplukan doang. Mungkin mereka tersaru ama kwecang tanpa isi yang memang kecil dan mini ya? Saya pernah mendapati bakcang gede murah harganya di JB - Johor Bahru, Malaysia, yang memang terkenal murah-meriah harga makanan enaknya tuh! Bakcang sendiri, jangan keliru, bukan berarti berisi bakbik aka babi dagingnya, bisa saja berisi daging kebo atau ayam atau kambing, mana suka sesuai selera sajah. Sebab 'bak' pada 'bakcang' sama seperti pada 'bakso' dan 'bakpao' atau 'bakphia', artinya ya sekedar daging saja. Bukan singkatan BA(K) dari (BA)BI. Kebetulan saja pada umumnya orang Tionghoa secara turun-temurun bertradisi sukanya makan daging babi, jadi dikiranya nama yang mengandung 'bak' ya mestilah berdaging bakbik ya. Salah persepsi ajah, jeh! Perhatikan kata made of glutinous rice yang dijelaskan di atas, itu artinya beras ketan, bukan sekedar beras biasa. Mengapa saya tekankan? Sebab di Jakarta (doang?) yang pada suka bikin bakcang dengan beras biasa. Lantas ngamprak mengontaminasi ke Tangerang dan Bogor juga, ikut latah bikin bakcang pake beras biasa, bukan beras ketan. Kayaknya sih ini jelas demi menekan production cost, sebab harganya lebih murah beras biasa dari beras ketan. Lantas dijual dengan harga sama, maka cwan-nya jadi bisa lebih besar tu ya. Begitulah saja kira-kira ya. Kalau salah sila koreksi, dan kalau kurang ya jangan sungkan sila ditambahkan. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, budi anto budic...@... wrote: Happy bakcang day deh seharusnya yah. :D kalo dumpling kayaknya beda deh, kek pangsit2 getu deh ahli nya makan mana nih , bang ophoeng n kawan2 :D From: Lim Wiss lim.w...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Thursday, May 28, 2009 9:55:07 AM Subject: [budaya_tionghua] FW: Happy Dumpling Day Hi Friends Happy Dumpling Day To You ! 28-05-2009 ï¼äºæåäºæ¥ï¼ 端åèå¿«ä¹ï¼ --dipotong (percuma, ndak keliatan gambarnya, jeh!)
[budaya_tionghua] Re: Mc'donald di rumah Kapitan Oey
Bung Lim Wiss dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Ikut nimbrung dikit ya... Saya setuju dengan pendapat Bung Lim. Rumah tua, bersejarah, cuma indah dan nostalgik bagi yang melihatnya. Sebab yang melihat toh ndak ikut merawatnya. Yang merawat - ahli waris, pan ya mesti keluar biaya. Kalau kebetulan ahli warisnya menerima warisan dalam jumlah besar, mungkin masih bisa dilestarikan. Dijadikan museum, seperti Museum Sampoerna di Surabaya, misalnya. Tapi kalau ahli waris tidak mampu, apa boleh buat. Toh mereka mesti meneruskan hidupnya. Dan, orang bilang, hidup itu mesti maju. Maju itu mesti ke depan, bukan ke belakang. Lain hal-nya kalau kita mau dan mampu juga untuk memberikan sumbangan kepada ahli waris untuk melestarikan rumah kuno penuh sejarah. Sejarah juga bagi siapa ya? Mungkin juga sejarah masa lalu itu bukanlah sesuatu yang indah untuk dikenang bagi para ahli warisnya. Mana kita tahu toh? Sayang memang. Tapi yang tahu persis mesti bagaimana, tentu berpulang kepada para ahli warisnya. Kita cuma sebagai 'orang luar' yang tak bisa banyak membantu, jeh! Begitulah kira-kira ya. Sorry, kalau beda pendapat dalam hal ini. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Lim Wiss lim.w...@... wrote: Namanya juga korban akibat tidak ada orang yang merawat rumah ybs. Ada yang mau beli dengan harga tinggi, siapapun akan tergoda untuk menjualnya :-) Rgds, Lim Wiss _ From: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of doyan_999 Sent: Tuesday, May 26, 2009 11:28 AM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Mc'donald di rumah Kapitan Oey Segera dibuka Mc'Donald di Karawatji Tangerang lahan bekas milik rumah Kapitan Oey Djie San...Sungguh disayangkan rumah yang amat bersejarah itu telah lenyap dari pandangan kita...
[budaya_tionghua] OOT - Buku Sejarah Mata-mata Intel Inside..?
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan enak? Sudah lama lalu, kalau tak salah Bung ABS pernah cerita soal makan-makan enak jaman dulu di Resto Tung Kwong aka Tjahaja Kota yang sekarang masih eksis bersalin nama menjadi Cahaya Kota di bilangan KH Wachid Hasyim, Jakarta Pusat (dekat Boplo), lantas ada satu resto seangkatannya(?) yang pasang panji dagang bermerek Jit Lok Jun. Jit Lok Jun ini dulu kabarnya berlokasi di Jalan Jawa, sekarang jadi Jl. HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat. Lantas ada satu Jit Lok Jun (baca: Yit Lok Yun) yang pernah ngetop di kawasan Glodok Harco, Pasar Lindeteves, kabarnya jadi resto favorit Oom Liem Soei Liong. Kemduian bersalin nama ketika pindah di kawasan Ketapang (KH Zainal Arifin) jadi Eka Ria. Sila lihat link ini: http://www.ekaria-restaurant.com/index.php?MID=7LID=0Name=Restaurant Kalau anda buka website mereka, di sejarahnya mereka cuma menyebut Jit Lok Jun yang pernah buka di kawasan Glodok tsb. Tidak ada disebut hubungannya dengan Jit Lok Jun yang pernah buka di kawasan Menteng. Kemaren iseng tanya Bung Google ttg Jit Lok Jun, eh, saya dikasih link ini: http://books.google.com/books?id=8nHawM5ygMwCpg=PA96lpg=PA96dq=jit+lok+jun+restaurant+mentengsource=blots=SNS9HMjMJ_sig=L3-anB-t2Ln4jFx5u0hVv1sL1DUhl=enei=lKsaSu_AMYS8tAOiiKXWCwsa=Xoi=book_resultct=resultresnum=1#PPA96,M1 Saya kutipkan sedikit ya: ... With a penchant for late night entertainment and Chinese girls, Romanov made little secret that he was courting the daughter-in-law of the owner of Jit Lok Jun, a Chinese restaurant in Menteng. Satsus Intel approached the girl soon after the affair started, and she proved amenable to relaying pillow talk.(3) Perhatikan foto lama di galerry foto website Eka Ria - gedung Jit Lok Joen yang ada huruf Hanzi dan mobil (Chevrolet?) Fargo di kanan, itu sama sekali tidak nampak seperti gedung yang ikut dalam pertokoan (gedung) jaman dulu di Glodok Harco, sebab jelas sekali gedung tsb berdiri sendiri di satu jalan. Bandingkan dengan foto gedung yang sedang dibongkar di blog ini: http://nabiha.multiply.com/journal/item/29 Rasa-rasanya kedua foto itu mirip dan merujuk ke gedung yang sama. Barangkali ada di antara anda yang tahu ttg buku mata-mata INTEL Inside Indonesia's Intelligence Services. Maksudnya, itu buku 'resmi' versi badan intelijen RI atau bukan ya. Begitu sajah sih ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan.
[budaya_tionghua] Re:Hu invites KMT chairman to visit Beijing
Bung Han Hwie Song dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Kebetulan sedang membicarakan ttg KMT, saya ingin tahu, bagaimana caranya untuk mengakses nama-nama pengurus KMT semasa masih di jaman 1940-an di Nanjing ya? Apakah dokumen tsb masih merupakan rahasia negara (negara mana?) yang tidak boleh diketahui oleh umum, atau sudah boleh diakses publik sebab sudah lewat lebih dari 50 tahun? Lha, bagi RRT yang komunis, tentu dokumen itu merupakan 'daftar hitam' yang ketika itu KMT bermusuhan dengan KCT. Mong-omong, KMT-Kuomin-tang masih belum diganti ejaannya jadi GMT - Guomin-tang? Terima kasih. Salam, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Han Hwie Song hanhwies...@... wrote: Diharapkan agar hubungan antar dua saudara bisa lebih erat dan persatuan dapat direalisasikan. Hu invites KMT chairman to visit Beijing 11:16, May 13, 2009 Hu Jintao, general secetary of the Chinese Communist Party of China (CPC) Central Committee, invited Kuomintang Chairman Wu Poh-hsiung to visit Beijing and Wu accepted the invitation, a mainland official said in Beijing on Wednesday. During the trip, Wu will also attend activities to remember Dr. Sun Yat-sen, a founder of the Kuomintang, or the Nationalist Party of China, in Nanjing of eastern Jiangsu Province, Yang Yi, spokesman of the State Council (cabinet) Taiwan Affairs Office, told a regular press conference. A detailed schedule for Wu was still under discussion, Yang said. Sun was buried in Nanjing, which was also the seat of the Kuomintang regime that ruled China until 1949. Hu and Wu first met in Beijing on May 28 last year, days after the Kuomintang's Ma Ying-jeou was inaugurated Taiwan leader. They met again in August 2008 when Wu was invited to attend the opening ceremony of the Beijing Olympic Games. Xin Hua
Kenapa Lambat? (Re: [budaya_tionghua] Re: Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 - K
Bung ABS dan TTm semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe. saya yakin dugaan anda ttg moderator yang mencekal posting anda tidak benar dan sama sekali tidak berdasar. Melihat reputasi posting anda yang kritis dan selalu straight to the point, rasanya tidak ada alasan bagi mods untuk mencekal posting anda. Dugaan saya, kelambatan itu semata masalah teknis internal yahoo. Sampai saat ini yahoo group yang kita lihat via website-nya, masih belum beres juga. Kayaknya sudah 3-4 bulan ini fungsi search pada yahoo groups tidak berjalan dengan normal. Saya juga mengalami hal yang sama, posting saya agak terlambat muncul di milis. Baik di milis sini maupun di 2-3 milis lain. Bahkan kadang saya merasa posting saya itu tidak termuat, sehingga saya kadang menekan tombol 'send' 2-3 kali, dan akhirnya posting saya yang sama itu bisa muncul 2-3 kali. Pernah bahkan sampai lewat 8 jam, muncul lagi posting yang sama, yang saya kirim justru sebelumnya. Begitu saja saya kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan PS: Menurut kalender pada kompi saya, posting anda di bawah ini muncul pada pukul 04:41 - agak ambat, memang. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: Kalau seseorang posting ke milis yahoogroups, termasuk milis budaya tionghoa ini, rata-rata diperlukan waktu antara 2 sampai 4 menit sejak posting itu dikirimsampai posting itu muncul termuat di milis. Tetapi posting saya memerlukan waktu jauh, jauh lebih lama. Rata-rata 5,5 jam sejak saya mengirim posting ke milis budaya tionghoa ini, sampai posting saya itu muncul di milis ini. Kira-kira mengapa ya hal itu terjadi? Tetapi hal yang sama, kelambatan waktu posting sampai 5,5 jam ini, tidak terjadi kalau saya posting ke semua milis-milis yahoogroups yang lain yang saya juga member-nya. Ada sekitar 30 milis-milis itu. Kira-kira mengapa ya? Salahsatu kemungkinan adalah saya masuk 'daftar cekal' moderator milis ini. Dan karena moderator semua sibuk, seperti kata moderator Yongde sianseng, maka posting saya itu harus menunggu berjam-jam sebelum ada moderator yang punya waktu untuk sempat memoderasi saya, dan lalu mengijinkan munculnya posting saya. Perkiraan seperti ini yang sementara ini kelihatannya paling masuk akal, kalau dilihat circumstances-nya. Namun demikian, saya masih tidak percaya akan kebenarannya... Wasalam. - - - - - - - - PS: Posting ini dikirim tanggal 17 Mei 2009 jam 03:40. Coba kita lihat, jam berapa nanti mnculnya di milis...
[budaya_tionghua] Tim-tim Memang Dilema?
'lepas'nya Timtim dari Indonesia melalui 'referendaum'. Namanya pan politik, katanya tidak ada musuh yang abadi di antara politikus. saat ini lawan, besok jadi kawan. Juga sebaliknya. Makanya, tidak heran kalau sekarang Timtim 'merdeka' yang semula anti RI bisa lantas berbalik pro RI. Cuma dilihat mana yang lebih menguntungkan saja. Jadi, kayaknya sih semata bisnis saja ya, mana yang lebih 'cwan', itu yang didekati. Begitu juga Australia, apalagi, ketika ternyata kandungan minyak di Timtim dianggap tidak seberapa, ya just forget it. Penduduk Indonesia yang 230 juta jauh lebih bagus sebagai 'market potential' bagi saudagar Oz berjualan tenimbang rakyat Timtim. Jadi it's just strictly business, jeh! Begitulah saja kira-kira ya. Kalau salah sila koreksi, kalau kurang tolong ditambahkan. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: Klaim Andreas-heng memang masih dubious. Prabowo pasti tidak ada dalam daftar tangkap lembaga internasional apa pun. Dia terlibat soal penculikan aktivis, dan karena itu dia dipecat dari tentara. Tetapi itu urusan dalam negeri Indonesia, tidak ada hubungannya dengan negara lain ataupun UN. Nyatanya, sebelum aktif urusan pemilu bulan-bulan terakhir ini di Indonesia, dia lebih banyak menghabiskan waktunya di luar negeri untuk kepentingan bisnisnya. Dan pergi ke mana juga tidak ada masalah. Wiranto pernah masuk daftar tersangka dalam urusan Timtim. Tetapi itu daftar tersangka di Indonesia. Dalam daftar tangkap UN, apalagi The Hague Court, tidak pernah ada. Namun sejak ada lembaga kebenaran gabungan Indonesia Timtim, justru pihak Timtim yang minta urusan itu dianggap selesai. Sehingga Wiranto, walaupun dia jarang pergi ke luarnegeri, dia juga bebas pergi ke mana saja. Memang ada perubahan besar di Timtim sendiri. Mereka sekarang cenderung menjauhi Australia, merasa tertipu soal minyak di Timor gap. Sebaliknya makin merapat ke Indonesia, karena makin sangat butuh, tanpa Indonesia, sudah lama di Timtim tidak ada listrik dan BBM. Wasalam.
[budaya_tionghua] Capsaicim Sebagai Antiseptik. (Was: Bumbu 'Brani')
' begitu. Makanya jangan heran kebiasaan minum air teh manis dan rokok banyak terjadi di kalangan masyarakat Jawa (tengah dan timur). Kelihatannya sih baik ya, mereka memberi jatah rokok dan gula sebagai tambahan upah in natura, padahal mah mereka sedang melakukan 'marketing' jangka panjang. Bergenerasi kemduian, sampai sekarang, anak-anak dan cucu-cucu para pegawai pabrik gula dan rokok tetep menjadi market potential mereka toh? Begitulah kira-kira ya. Salam makan enak full rempah bumbu, Ophoeng BSD City, Tangerang http://ophoeng.multiply.com/ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Jimmy Tanaya tanaya@... wrote: Bung Ophoeng, ikut nimbrung sedikit. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng ophoeng@ wrote: Yang agak unik, mungkin, adalah Indonesia. Letak geografis Indonesia pan di katulistiwa yang relatip panas. Tapi koq orang-orang kita (relatip) suka pedas dan masakan yang berbumbu rempah banyak aneka macam? Padahal katanya pan bumbu rempah yang hot-hot-hot diserbu VOC kerana laku dijual sebagai hot item di Eropa yang berhawa dingin, juga Secuan Pepper yang super hot (dibandingkan sesama kerabat 'pepper' yang white dan black pepper - walau sebenernya Secuan pepper itu masuk golongan beri-berian) banyak dibudidayakan di Secuan sana yang berhawa dingin juga. Mestinya Indonesia yang relatip panas sepanjang tahun (tergantung maunya cuaca ajah, sekarang mestinya dah kemarau tapi masih ajah turun hujan tuh!) ndak perlu bumbu rempah hot untuk mengusir dingin. Barangkali anda tahu mengapa? -- denger2 gosip katanya makanan pedas (yg banyak cabe dan bawangnya) membantu 'melenyapkan' kuman2 dari makanan. Mengapa orang bule cuma bilang 'hot' untuk pedas?Padahal hot itu beda jauh ama pedas, sebab hot buat kita pan cuma 'panas'. Pedas itu jauh lebih dari hot toh? Mestinya ini ndak heran, sebab mereka sebelumnya cuma kenal hot itu dari jahe atau lada, sahang, merica. Buat mereka itu sudah pedas. Kalau dibandingkan SHU-nya, bagi mereka SHU 100.000 itu sudah dianggap 'hot'. Bagi kita? Paling sedikit mesti yang 500.000 atau bahkan yang 1.000.000 SHU. Coba ajah anda pake Tabasco yang extra hot, itu mah buat anak kecil ya? -- setahu saya, bule punya dua sebutan yaitu 'hot' dan 'spicy'. Kadang2 dua kata ini digunakan saling bergantian (interchangeable). 'Hot' mungkin merujuk pada kandungan lada (putih, hitam, merah) dan cabe, sedangkan 'spicy' pada bawang2an dan bumbu 'eksotis' lainnya (bagi mereka). Bule 'totok' mungkin gak sanggup makan makanan yg spicy maupun hot. Berbeda dgn tata kuliner kita (asia?), bule biasanya cenderung menonjolkan cita rasa 'asli' dari bahan2 yg dimasak (lah setik/steak aja cuma dibumbuin lada, garam, en dikit minyak zaitun; meskipun kemudian ada saus tambahan). Makanya gak heran, kita selalu menganggap masakan mereka gak berasa (alias tasteless) dan turis2 kita selalu sangu/berbekal sambal botolan (dan kecap manis? wahaha) :p. Kesan saya terhadap cita rasa bule, mereka doyanannya rasa asam (kasih 'bumbu' keringat a la PK-5 aja kali ya wahahaha). salam, jimmy
Bumbu 'Brani' (Re: [budaya_tionghua] Chinese Food vs Kuring Food?)
coba begini: sekelompok orang ditutup matanya, ditutup hidungnya (sebentar saja, ketika mulai) dan diberi makan potongan apel. Mereka diminta menebak makanan apa itu. Kebanyakan mereka ndak bisa menjawab, walau bisa merasakan tekstur dan rasa-nya, tapi tidak melihat bentuk penampakan dan aromanya. Jadi CPU tidak mendapat informasi lengkap, maka tidak tahu mesti bberbuat apa. Kalau anda makan sesuatu yang baru sama sekali, ndak pernah merasakan sebelumnya, misal Mala Beef in Bamboo Tube (masakan berupa keratan daging has dalam sapi yang dimasak dengan bumbu berrempah lada merah - huaciao, dalam bumbung bambu) maka bisa saja CPU anda cuma mebandingkan rasa-rasa-nya saja: manis, asin, pedas dan gurihnya. Tergantung selera anda, anda akan mengatakan itu enak atau tidak tanpa menyandingbandingkan dengan bank data di memori anda. Ndak ada datanya, jeh! Yang agak unik, mungkin, adalah Indonesia. Letak geografis Indonesia pan di katulistiwa yang relatip panas. Tapi koq orang-orang kita (relatip) suka pedas dan masakan yang berbumbu rempah banyak aneka macam? Padahal katanya pan bumbu rempah yang hot-hot-hot diserbu VOC kerana laku dijual sebagai hot item di Eropa yang berhawa dingin, juga Secuan Pepper yang super hot (dibandingkan sesama kerabat 'pepper' yang white dan black pepper - walau sebenernya Secuan pepper itu masuk golongan beri-berian) banyak dibudidayakan di Secuan sana yang berhawa dingin juga. Mestinya Indonesia yang relatip panas sepanjang tahun (tergantung maunya cuaca ajah, sekarang mestinya dah kemarau tapi masih ajah turun hujan tuh!) ndak perlu bumbu rempah hot untuk mengusir dingin. Barangkali anda tahu mengapa? Mengapa orang bule cuma bilang 'hot' untuk pedas?Padahal hot itu beda jauh ama pedas, sebab hot buat kita pan cuma 'panas'. Pedas itu jauh lebih dari hot toh? Mestinya ini ndak heran, sebab mereka sebelumnya cuma kenal hot itu dari jahe atau lada, sahang, merica. Buat mereka itu sudah pedas. Kalau dibandingkan SHU-nya, bagi mereka SHU 100.000 itu sudah dianggap 'hot'. Bagi kita? Paling sedikit mesti yang 500.000 atau bahkan yang 1.000.000 SHU. Coba ajah anda pake Tabasco yang extra hot, itu mah buat anak kecil ya? Begitu sajah sih ya, kalau salah sila koreksi dan kalau kurang boleh ditambahi. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: Kelihatannya yang dimaksudkan Ferry-heng adalah chinese food Indonesia kalau dibandingkan dengan chinese food Malaysia dan chinese food Singapore, paling enak chinese food Indonesia. Lalu kalau Agoeng-heng menganggapi posting Ferry-heng dengan mengatakan masakan indo bumbunya 'brani', apakah maksudnya juga mau bilang chinese food Indonesia bumbunya lebih 'brani dibandingkan dengan bumbunya chinese food Malaysia dan bumbunya chinese food Singapore? Apa iya chinese food Indonesia bumbunya 'brani'? Rasanya koq tidak 'sebrani' chinese food Secuan. Wasalam. - Original Message - From: agoeng_...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wednesday, May 13, 2009 9:47 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Chinese Food vs Kuring Food? Emang betul om, mungkin krn masakan indo bumbunya lebih brani dibanding negara laen, tp masakan thai juga berasa banget bumbunya. Ada beberapa teman n sodara dr LN yg doyan masakan indo padahal yg diajak itu resctoran chinese food jd. - From: F, W Nainggolan Date: Tue, 12 May 2009 21:53:23 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Chinese Food vs Kuring Food? Bung Ophoeng, Kalu ogut bandingin masakan Chinese food dari Indonesia, Malaysia, Singapura..nggak ada yg bisa nandingin masakan indonesia, entah kenapa? Apa karena lidah kita sudah terbiasa dan begitu ke negara lain merasa aneh(kurang pas)-tp tidak untuk orang lokal. Pernah saya melancong sama ibu saya ke M'sia dan Singapura, nggak ada yg enak gua cicipin masakan mereka ini katanya(Jenis mie-mienya). Trus dgn sewot dia bilang: Kaga ada apa-apanya ini sih sama masakan di Medan sana. :)) tabik Ferry
[budaya_tionghua] Re: Basa Asli Penduduk Asli? (Was: Tough times breed nostalgia for Mao)
Bung Zhoufy, Bung Vudi Anto dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. rasanya, ndak perlu ditanya ke negeri lain soal test menyanyikan lagu Indonesia Raya atau menyebutkan urutan Pancasila. Menurut hemat saya, cuma Kantor Imigrasi NKRI ajah yang mengadakan test demikian. Walau saya ndak pernah tanya ke Kantor Imigrasi di Singapura, Thailand, Malaysia atau Amrik sekalipun, hal ini sangat saya yakini. Lha, lagu Indonesia Raya dan Pancasila pan cuma berlaku di Indonesia saja sih, jeh! Hehehe just kidding! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: Pejabat kuper! Boleh tanya ke negeri lain yg lebih maju, apakah mereka juga mengadakan test demikian? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: budi anto budic...@... Date: Mon, 11 May 2009 23:54:40 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Basa Asli Penduduk Asli? (Was: Tough times breed nostalgia for Mao) maksudnya menyanyikan lagu indonesia raya itu gunanya utk mengetes mereka itu bener2 dari indonesia nga? nasionalis nga? itu biasanya reason yang di pake pihak imigration :D
[budaya_tionghua] Re: Basa Asli Penduduk Asli? (Was: Tough times breed nostalgia for Mao)
Bung Budi Anto, Sorry, saya salah ketik. Maunya ketik huruf B, yang tersentuh huruf V ya. Salam, Ophoeng --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng opho...@... wrote: Bung Zhoufy, Bung Vudi Anto dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe.. rasanya, ndak perlu ditanya ke negeri lain soal test menyanyikan lagu Indonesia Raya atau menyebutkan urutan Pancasila. Menurut hemat saya, cuma Kantor Imigrasi NKRI ajah yang mengadakan test demikian. Walau saya ndak pernah tanya ke Kantor Imigrasi di Singapura, Thailand, Malaysia atau Amrik sekalipun, hal ini sangat saya yakini. Lha, lagu Indonesia Raya dan Pancasila pan cuma berlaku di Indonesia saja sih, jeh! Hehehe just kidding! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zhoufy@ wrote: Pejabat kuper! Boleh tanya ke negeri lain yg lebih maju, apakah mereka juga mengadakan test demikian? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: budi anto budiceng@ Date: Mon, 11 May 2009 23:54:40 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Basa Asli Penduduk Asli? (Was: Tough times breed nostalgia for Mao) maksudnya menyanyikan lagu indonesia raya itu gunanya utk mengetes mereka itu bener2 dari indonesia nga? nasionalis nga? itu biasanya reason yang di pake pihak imigration :D
[budaya_tionghua] Re: tanya marga Qiu
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, King Hian king_h...@... wrote: Bung KH dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Saya jadi bingun sendiri baca penjelasan ttg nama Khong-hucu ini. Khususnya ttg sne-nya. Kalau sne-nya Cu, kenapa disebutnya Khong-hucu, bukan (sorry) Cu-khonghu. Lalu Khu-nya itu sebagai apa? Kalau itu mia, lantas ditaroknya di mana kalau mau menyebut nama beliau? Pan yang disebut cuma Khong-hucu. Lalu 'cu' pada Tiong-ni itu apa lagi ya? Tarok di sebutannya bagaimana? Dan nama lengkapnya Khong-hucu kalau berdasarkan uraian Bung KH, selengkapnya ditulis bagaimana ya? Begitu saja sih. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan. uncoding UTF8 Sebenarnya sne Khu (Mandarin Qiu) (ä¸) dan Khu (Qiu) (é±) itu sama. Awalnya keduanya ditulis dengan huruf (ä¸) (tanpa kuping), tetapi waktu dinasti Qing ada larangan menggunakan huruf (ä¸) ini sebagai nama orang biasa, karena Khu (ä¸) adalah nama dari Khonghucu. Sehingga orang yang bersne Khu (ä¸) mengganti tulisannya menjadi Khu (é±). catatan: nama dan sne Khonghucu adalah: dalam bhs Hokkian (Mandarin) å§ sne (xing): å Cu (Zi) æ° si (shi): å Khong (Kong) å mia (ming): ä¸ Khu (Qiu) å cu (zi): 仲尼 Tiongni (Zhongni) kiongchiu, KH
[budaya_tionghua] Basa Asli Penduduk Asli? (Was: Tough times breed nostalgia for Mao)
Bung KH dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe menarik sekali temuan anda ttg orang Sunda 'asli' yang gak bisa nyanyikan Indonesia Raya ini. Tapi yang mau saya bagikan adalah info ttg berbasa-nya. Waktu saya kuliah, pernah iseng pas liburan sengaja naik bus antar kota yang berhenti di tiap terminal. Saya sengaja turun dan berganti bus berikutnya, keliling dulu di sekitar terminal. Mampir di warung, duduk-duduk ngopi dan ngemil, sekedar mau mendengarkan cara mereka berkomunikasi dalam basa tempatan (lokal). Saya mulai dari Yogya, lewat selatan, melewati Kutoarjo, Purworejo, Cilacap, Purwokerto, lantas turun ke Slawi, Tegal, masuk ke Brebes, dan baru tiba di Cirebon. Memang saya lakukan itu cuma dalam waktu sehari, bukan dalam rangka ekspedisi ilmiah. Cuma iseng ajah sih. Yang unik yang saya temukan, perpindahan dari basa Jowo (Yogya) menjadi basa Cirebon (pengaruh Sunda) itu, tidaklah seketika atau ada garis pemisah yang tajam: sana Jowo, sini Sunda. Begitu juga logat Jowo-nya, tidak tegas langsung sono inggil, sini Banyumasan. Tapi berangsur-angsur, dengan logatnya juga berangsur-angsur berubah. Seperti nuansa rasa secangkir kupi atau teh kental yang anda cemplungi gula batu yang mengndap di dasar cangkit, tapi tidak anda kacau (aduk) pakai sendok. Setelah didiamkan beberapa saat, barulah lantas anda hirup air kupi atau teh itu pelan-pelan dari atas, jangan sampai terkacau dan gulanya larut semua. Cobalah cara itu, agar anda bisa membayangkan perbedaannya. Hehehe... maklumlah, saya mah da tuang makan enak, jadi selalu mengaitkannya teh ke makanan terus wae, euy! Nah, tapi, kemaren saya jumpa dengan engku saya dari Cirebon yang kondangan ke pernikahan cucu ie-ie saya, beliau bilang bahwa ada satu daerah di sekitaran Babakan - Gebang (dekat dengan perbatasan Jawa Tengah-Jawa barat), agak masuk dari jalan raya, di satu pasar yang kayaknya sih persis di batas kedua wilayah itu, yang orang-orangnya berbasa masing-masing: Jawa dan Sunda untuk salin berkomunikasi. Mereka tidak saling mencampuradukkan dan saling mengkontaminasi basa-nya masing-masing. Jadi untuk berkomunikasi, yang Jawa memakai basa Jawa, yang Sunda memakai basa Sunda. Dan mereka bisa saling mengerti, walau teuteup memakai basa masing-masing. Ini fenomena yang cukup unik, setidaknya buat saya ya. Hal ini mengingatkan saya ketika berkomunikasi dengan (alm) ema saya: beliau pakai basa Sunda, tapi saya menimpali dengan basa Indonesia. Saya mengerti basa Sunda yang dipakai ema saya, tapi tidak bisa mengucapkannya (takut salah, kerana ada basa sopan, halus dan basa sehari-hari --saya ndak mau pakai istilah 'kasar'. Kesannya koq kasar ya memakai istilah 'kasar' begitu), sementara ema saya mengerti basa Indonesia, tapi tidak berani mengucapkannya kerana takut salah - apa yang dimaksud, terucap yang beda. Apa hubungannya dengan posting Bung KH ttg lagu Indonesia Raya? Persisnya sih ndak ada, cuma saya teringat saja akan fenomena ini. Bisa jadi kalau lagu Indonesia Raya dibuat versi basa Sunda-nya, orang Sunda 'asli' yang Bung KH itu temui, mestinya sih bisa menyanyikannya juga tuh ya? Bisa saja toh? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, King Hian king_h...@... wrote: Gak usah jauh2 bang. Nih di Kota Bogor, banyak nenek2 yang orang Sunda asli, mereka juga pada gak bisa nyanyi Indonesia Raya. Saya pernah membuktikannya sendiri koq. KH
[budaya_tionghua] Chinese Food vs Kuring Food? (Was: klenteng berarsitektur mendekati aslinya.)
Bung ABS dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Setuju dengan pendapat anda, bahwa masakan Kanton itu Chinese food asli, masakan Hainan ya Chinese food asli juga. Masakan Padang - Indonesian food asli, masakan Jawa atau Sunda ya Indonesian food asli juga. Yang membingungkan tentu ini: masakan Kuring dan Steak, ini sebutan tagline menunya yang dipakai satu resto di Tangerang, kalau tak salah. Juga yang banyak dijumpai di banyak warten (warung tenda) atau depot makan yang naek level dari warten: Chinese Food dan Sea Food. Babah Ahong - sedia Chinese Food dan Sea Food, misalnya. Chinese Food - merujuk ke masakan bergaya Chinese, Tionghua- nama bangsa, bisa berupa daging, sayuran dan sari laut (sea food), kenapa disanding-bandingkan-nya dengan 'Sea Food' ya? Masakan 'Kuring' itu yang ala mana ya? Apakah ini merujuk ke masakan ala Sunda yang memang dulu-dulunya dipelopori oleh Lembur Kuring? Lantas disusul oleh Sari Kuring (hebatnya, pemilik orang Medan dan kebanyakan koki orang Jawa?), lalu disusul ama Raden Kuring, dan banyak 'Kuring' lainnya. Jadi kuring = masakan ala Sunda? Memang sih kata 'kuring' dari basa Sunda yang artinya 'saya'. Tapi, kalau mau merujuk menu ke ala Sunda, kenapa ndak Masakan Sunda, seperti Chinese Food gitu? Lantas, mengapa ya orang Sunda tidak merasa sebagai orang 'Jawa'? Padahal, nama daerahnya disebut sebagai 'Jawa' barat. Ada unsur 'Jawa'nya juga tuh! Dan, kalau tak salah, basa daerah Sunda itu mengacu pada Hana Caraka (dari basa Sanskrit?) yang kalau di Jawa, atau Jowo identik dengan Hono Coroko? Pemakaian dalam berbasa-nya beda jauh. walau cuma beda-beda tipis antara 'O' dengan 'A' ya? Seperti Sala jadi Solo, Jawa jadi Jowo. Tapi anda ndak boleh merubah 'kumaha' menjadi 'kumoho' tuh ya. Hehehe.. Barangkali ada yang tahu dan mau berbagi di milis kita? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: Apa kalau gaya bangunan Tiongkok Selatan bukan gaya bangunan Tiongkok asli, Robby-heng? Ya gaya bangunan Tiongkok asli juga lah!! Karena negeri Tiongkok itu besar sekali, sehingga yang namanya gaya bangunan Tiongkok asli bukan hanya gaya Utara saja, melainkan gaya Selatan juga gaya Tiongkok asli. Sama halnya masakan Cantonese ya Chinese food, dan masakan Soetjoan yang terpisah ribuan kilometer ya Chinese food juga. Kalau dibandingkan dengan Indonesia yang juga luas sekali, maka gaya bangunan bagonjong di Minangkabau adalah gaya bangunan Indonesia asli, tetapi gaya bangunan joglo di Jawa,yang sangat berbeda gayanya, cengli atau tidak cengli, ya gaya bangunan Indonesia asli juga! Makanan Padang yang pedas itu Indonesian food, makanan Jawa yang manis itu ya Indonesian food juga. Wasalam.
[budaya_tionghua] Pinang Pencetus Kanker Mulut? (Was: Bikini Seksi Penjual Pinang)
Bung Zhoufy, Bung Alfonso dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Terima kasih buat Bung Alfonso yang sudah berbagi cerita dan video ttg si gadis seksye penjual pinang ini ya. Hehehe... tradisi mengunyah pinang sirih, ternyata cukup meregional, kawasan Asia setidaknya pada suka juga. Seingat saya, nenek-nenek jaman saya kecil, di Cirebon, suka juga mengunyah pinang-sirih ini. Encim-cencim yang lebih muda sih jarang, apalagi enci-enci yang masih pada gadis. Jarang ditemui engkong-engkong atau encek-encek yang menginang, begitu istilahnya. Sementara yang lelaki masih lebih merasa macho dengan rokok tingwe - linthing dhewe, pake daun jagung atau daun kawung, bagi yang golongan menengah bawah, dan kertas papir bagi yang mengah atas. Yang kalangan atas tentu saja lebih suka 'asap wangi' aka xiang-yen, aka rokok atau lisong cerutu. Kalangan menak bangsawan Melayu di Semenanjung Malaka mestinya juga punya tradisi mengunyah pinang dan sirih ini. Ada istilah 'sekapur sirih' sebagai pembuka - kayaknya dulu merupakan ritual basa-basi para bangsawan ketika saling bertamu. Nama kota Penang di Malaysia, mestinya berasal dari Pinang ini. Tapi, memang tidak ada yang sangat keranjingan mengunyah pinang seperti di Taiwan. Saya ingat pada tahun 1991-an ke sana, di Taipei, di mana-mana tempat orang jual pinang. Sudah tinggal dikunyah saja. Mereka mengunyah pinang seperti anak-anak Amrik mengunyah permen karet saja. Tua-muda, besar-kecil, laki-perempuan. Di toko-toko yang jual barang kelontong sekalipun, ada satu sudut dengan meja kecil dan lemari kaca tempat juwal pinang. Waktu itu, baru pertama kali saya datang saja sudah langsung terpaksa menanyakan ihwal penjual pinang ini, saking banyaknya penjual pinang sehingga mau tak mau mencuri perhatian kita. Saya baru tahu bahwa sekarang penjual pinang di Taiwan sudah dipermoderen dengan sentuhan sensual yang agak-agak vulgar begitu. Tradisi memanfaatkan cewek juwalan begitu, kalau ndak salah kita juga punya legenda Nyi Roro Mendut. Yang juwalan rokok kelobot laris banget, diantri orang sekampung dari pagi sampai petang. Katanya sih dia menjual rokok dengan cara rokoknya dibakar dan dihisap dulu olehnya. Nah, rokok bekas hisapan si Nyai itu yang diantri dan laris sekali! Baguslah di Taiwan belum ada yang terkontaminasi legenda Nyi Roro Mendut. Kalau mereka tahu cara itu ternyata bikin laris juwalan, bisa-bisa akan ada antrian panjang orang menunggu pinang bekas kunyahan si cewek seksye berbikini. Repot dah! Yang agak mengherankan, di tayangan Youtube yang Bung Alfonso sediakan itu, ternyata ada pernyataan dari seorang dokter gigi yang bilang bahwa kebiasaan mengunyah pinang menyebabkan timbulnya kanker mulut. Tapi sebaliknya saya pernah baca entah di mana lupa, bahwa kebiasaan mengunyah sirih-pinang (ubo rampenya: sirih, pinang, dan kapur + segumpal tembako untuk menghisap air pinang) justru is good for your teeth! Entah mungkin ada pengaruh kapur dan sirih plus tembako-nya? Nenek-nenek kita jaman dulu, kayaknya sih lebih menjaga kebersihannya. Mereka yang gemar mengunyah sirih, kalau ndak salah punya tempolong khusus untuk meludah. Ndak mau sembarangan meludah kayak kolega-nya yang di Taiwan(?) itu ya. Mengunyah sirih pinang begitu, memang kayak orang merokok saja. Atau bahkan hampir seperti orang menghisap candu? Maksudnya jadi kecanduan gitu, lho! Air liur yang terkena pinang, kayaknya sih ndak merah-merah amat mirip darah warna-nya. Agak oranye begitu. Di taman depan rumah saya ada tumbuh beberapa pohon sawit (masih kerabat ama pinang?) yang buahnya sering berjatuhan. Anjing-anjing saya (ada 9 ekor) kalau pagi dan sore diumbar, sering berebut mengunyah-kunyah buah sawit itu. Mereka suka menghisap-hisap kulitnya yang bersabut, persis nenek-nenek kita mengunyah pinang. Sehabis sarinya, mereka akan melephkan sabutnya. Persis orang yang mengunyah pinag begitu. Mulut anjing-anjing itu juga akan berwarna merah-oranye tua. Setelah habis sabutnya, mereka suka mengelethaki kulit sawitnya, dan memakan isinya yang berdaging mirip kelapa. Katanya, daging buah sawit is good for you tuh, jeh! Begitulah saja kira-kira ya. Selamat menginang! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng http://ophoeng.multiply.com/ Kalau mau lihat anjing saya, si Kitty aka Nonik lagi 'menyirih' sawit, sila lihat di sini: http://ophoeng.multiply.com/video/item/9/Nonik_Makan_Sawit --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: Orang jawa juga banyak yg nginang kok! Mungkin imbas tradisi dr utara? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Alfonso degaa...@... Date: Mon, 04 May 2009 03:47:28 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Bikini Seksi Penjual Pinang Di Indonesia, salah satu ciri khas adalah Pak Ogah di simpang jalan atau di U-turn. Ciri khas Indonesia (Pak Ogah) tampaknya tidak ada di negara lain lagi. Apa yang menjadi ciri khas saat Anda
[budaya_tionghua] Makan-makan Enak di RRT. (Was: Nama Kota di Fujian yang mempunyai Airport)
mangkuk tempat sayur sup kita di sini. Kalau ndak salah harganya sekitar RMB 4, dengan keratan daging yang cukup besar dan banyak! Harga buku-buku juga murah-murah dan banyak sekali pilihannya. Buat saya yang belum pengalaman datang ke sana (cuma sekali-kalinya itu saja!) tentu justru banyak pilihan bikin bingung. Untuk satu topik saja, waktu itu saya mau coba baca buku ttg teh, walah pilihannya banyak sekali! Semuanya bercover dengan desain cantik bagus. Ndak tahu mana yang memang isinya benar-benar bagus, atau sekedar 'tampang' mukanya saja. Seperti biasa, toko buku juga besar-besar ukurannya, bahkan untuk kios 'kecil' di stasiun atau bandara sekalipun, ukurannya tetep besar: koleksi bukunya banyak sekali! Saya cuma diberkahi kesempatan naik kereta api dan naik pesawat domestik, kota-kota yang saya kunjungi cuma Shen-zhen, GZ, Dong-guan, Quan-zhou. Naik bis cuma ketika sampai HK menuju bandaranya saja. Seminggu di sana, serasa seharian saja! Terakhir mau pulang, kami beli bebek panggang. Seekor cuma sekitar Rp 22.500 (kurs waktu itu sekitar RMB 1 = Rp 1.250) di Shen-zhen. Bawa ke Jakarta 3 ekor sekaligus, dimasukkan ke dalam koper hadiah beli bailandi (brandy), beruntung tiba di Jakarta agak larut malam, jadi petugas di bandara Soekarno-Hatta tidak memeriksa isinya. Oh, ya. Kalau soal bahasa. Ndak perlu kuatir sekali. Travel agent umumnya punya pegawai yang bisa berbahasa indonesia. Kalau perlu bisa minta bantuan penterjemah yang berbasa Indonesia. Katanya sih banyak orang Indonesia yang bekerja di sana, dalam industri pariwisata. Di rumah-sakit terkenal mereka menyediakan tenaga penerjemah berbasa Indonesia, khusus untuk melayanipara pasien dari Indonesia. RRT, memang enak sekali untuk dijelajah. Kita ndak merasa miskin-miskin amat untuk makan enak dan jajan-jalan di sana. Penterjemah' di otak kita ndak selalu mesti segera menerjemahkan 'kurs' RMB dengam rupiah, sehingga kadang mengurungkan niat kita untuk makan enak. Sebagai contoh, waktu saya mengunjungi anak saya di Singapura, makan seporsi spaghetti di satu resto di satu mall (di mana lagi kalau bukan di Orchard ya?), seporsi harganya SGD 12 (saya cukup menyesal ndak minta yang isinya lobster, harga sama!). Menurut anak saya segitu memang standar harganya. Tapi, karena di'terjemah'kan ke basa Indonesia yang masih pakai IDR, maka di 'layar' otak lantas tergambarnya pan jadilah Rp 80.000-an! Mengenaskan kalau kita pergi ke negara yang pake satuan dolar ya? Di RRT mah serasa di Jakarta ajah. terjemahannya masih nampak bagus di otak kita terlebih lagi kalau kita ke sana dibayarin semuanya, kayak saya waktu itu, jeh! Kalau soal orang yang pura-pura kehabisan bekal uang, kayaknya sekarang sudah masuk ke bandara Soekarno-Hatta. Beberapa kali kalau saya hendak berangkat subuh, naik pesawat Garuda pertama, dicegat seorang encim-encim dan anak perempuannya yang kelihatan seolah mererka Made In China tulen, dengan wajah memelas, ndak bisa basa Indonesia, berusaha meyakinkan saya bahwa mereka mesti dibantu. Sama dalihnya, sesama tenglang mesti baku-tolong, katanya. Sekarang kita jadi serba salah, kita diajarkan untuk menolong sesama, berbagi berkah dengan sesama, tidak usah sesama tenglang tentunya. Tapi karena pengalaman kita sering ditipu, membuat hati kita terpaksa 'bebal' menghadapi mereka. Benarkah mereka cuma pura-pura atau sesungguhnya mereka benar-benar perlu dibantu? Sudah sulit lagi membedakannya ya. Kalau kita tidak membantu, ternyata mereka benar perlu bantuan, lantas dimanakah liangsim kita tuh ya? Apa kita ndak berdosa karenanya? Terakhir saya mau jemput anak saya liburan tahun lalu di bandara SH, nyonyah saya yang belum pengalaman, ketika duduk di bangku tunggu di bandara, ada seorang encim dan puterinya (kenapa selalu perempuan ya?) yang terbata-bata berusaha bicara dengan orang di sebelah nyonyah tapi mereka semua ndak mengerti basa-nya, lantas nyonyah saya memanggil saya untuk coba membantu mereka. Begitu melihat mereka (ndak tahu apakah orangnya itu-itu juga), saya langsung saja bilang saya juga ndak ngerti apa yang mereka bicarakan. Tentu saja isteri saya agak cemberut, dianggapnya saya ndak mau menolong. Susah juga tuh ya? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u lian...@... wrote: Sdr. Harry benar sekali, transportasi di Tiongkok mudah, karena bis umum antar kota banyak sekali, kereta api juga banyak. Kereta angkutan tahun baru misalnya, dua minggu sebelumnya tiket sudah dijual, tempat jual tiket terpisah dari stasiun, jadi tidak himpit-himpitan. Asal sudah dapat tiket yah pasti bisa naik. Ada 4 macam kereta api di sana: 1. Kereta api lambat. 2. Kereta api cepat biasa 3. Kereta api cepat khusus 4. Dongchezu, entah High Speed Train masuk ke sini atau dipisah. Kereta api lambat yang berhenti di semua statiun besar maupun kecil, jadi lambat sekali, juga jumlahnya tak banyak, karena orang kampungpun
[budaya_tionghua] Re: Trotoar dan PKL dari Batavia ?
. Lebarnya memang sekitar 5 ubin ukuran 30x30 cm. Konsep ini sebenernya bagus. Membuat nyaman dan relatip aman bagi pejalan kaki. Sebab antara ruko satu dengan ruko sebelahnya, biasanya secara konstruksi mesti ada pilar. Pilar ini tentunya cukup kuat untuk menahan hantaman kendaraan dari jalan kalau-kalau ada yang ngebut dan tidak bisa mengendalikan laju mobilnya. Bagi pemilik ruko, tentu saja mendapat tambahan ruang di bagian atas loteng. Ketika Cirebon memasuki jaman moderen, ruko-ruko ber-perko itu lantas dirombak. Sampai-sampai pemerintah menentukan tampak muka semua ruko di jalan-jalan besar. Mesti dibangun bertingkat. Atau kalaupun tidak bertingkat, dibuat tampak muka seolah-olah bertingkat. Maka perko-pun hilang sudah bersamaan dengan adanya pelebaran jalan. Bentuk tampak muka ruko-ruko jadi seragam, hilang sudah artistiknya! Nah, yang saya ingat, jaman dulu yang namanya trottoir (paling tidak yang di Cirebon) lebarnya lebih dari 5 kaki. Saya ingat dulu trottoir dilapisi ubin yang bermotip timbul, kami (anak-anak) suka main tebak-tebakan gambar berdasarkan motip timbul itu. Bisa digambarkan golok, kepala orang, hewan (digambari dengan kapur tulis mengikuti alur yang masuk di antara bagian 'mozaik' yang timbul), tergantung imaginasi kami masing-masing melihatnya. Lebar ubin mozaik itu sekitar 30 x 30 cm, kalau tak salah. Dan mestinya paling sedikit ada 8-10 ubin lebarnya, tergantung lebar jalan lalu lintas kendaraan. Makin besar jalan-nya, makin lebar trottoir-nya. Jaman saya kecil, pada malam hari menjelang tutup toko (sekitar pukul 20-21 malam) kami suka main gobak sodor atau engklek, atau jejamuran (semacam elang menangkap anak ayam) di trottoir. Dan, masih menyisakan sedikit bagi pejalan kaki yang lewat. Tapi mungkin juga saya salah ingat. Kejadian sudah lama sekali. Yang sekarang sih mungkin juga benar menjadi cuma 5 ubin = 5 kaki/150 cm, mengalah dengan jalan kendaraan yang tersu diperlebar. Kalau lihat dari foto-foto lama, kayaknya hampir di semua kota-kota besar di Indonesia (Hindai Belanda), ruko-ruko itu mesti ada bagian perko-nya atau perko-nya menyatu dengan ruko-ruko di sebelahnya, menjadikan 'trottoir' beratap. Kawasan pertokoan di Glodok (bagian yang ada Gedung Chandra-nya) kayaknya sampai sekarang masih ber'trottoir' begitu. Coba saja cek dari foto-foto lama yang biasanya menggambarkan ruko-ruko masa itu. Mungkin teman-teman lain masih ada yang menyimpan foto lama, atau setidaknya masih menyimpan 'foto' di memori anda. Kalau istilah PKL - pedagang kaki lima, sudah jelas dari 'kaki lima' yang artinya trottoir itu. Sebab memang sampai sekarang istilah trottoir itu ya kaki lima juga, jeh! Begitulah saja kira-kira ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ardian_c ardia...@... wrote: bbrp hari ini para modie en bbrp member bt sibuk menemani pak Tan Yew Sooi dari Malaysia. Dia itu peneliti arsitektur kuno khususnya arsitektur bangunan tionghoa. Bbrp hari ini kita banyak tuker pikiran dan ngobrol banyak hal. Salah satunya yg menarik itu trotoar yg istilahnya go kha ki wujiao ji äºèåº or five foot way. Menurut dia , Raffles ketika menjabat gubernur di singapore dan malaysia (kalu gak salah inget) mememerintahkan seluruh daerah perniagaan itu membuat trotoar dgn ukuran 5 feet dan menurutnya jg itu berdasarkan pengalaman raffles ketika menjadi gubjen Hindia Belanda. Raffles melihat daerah pecinan yg banyak pertokoan itu membangun trotoar yg diatasnya ada atap yg menyambung dgn rumah. Tapi di Singapore dan Malaysia katanya toko2 itu menjorok kedepan lantai 2nya, tdk seperti di Batavia. So jadi ngedenger gitu lantas mikir jangan2 istilah PKL alias pedagang kaki lima berasal dari ukuran lebar trotoar kale ya ?
[budaya_tionghua] Tanya: Asalmula Perayaan Bebersih Kuburan (Ceng-beng).
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan enak? Barusan baca ttg Cing-bing aka Ceng-beng, tapi masih agak rancu dengan asalmulanya perayaan bebersih kuburan sebagai tanda bakti kita kepada leluhur ini. Musim ceng-beng ini memang merupakan satu musim yang cukup besar, banyak orang Medan yang merantau ke Jakarta akan mudik pada musim ceng-beng ini, biasanya sekitar 3 sampai 7 hari boss-boss pabrik besar kecil yang berasal dari Medan (dan kota-kota lain) pada mudik. Meninggalkan sementara semua kegiatan bisnis yang menyita waktu itu. Saya pernah dengar, maksudnya baca di milis sebelah, katanya perayaan bebersih kuburan ini asalmulanya adalah karena ada satu pejabat (atau raja?) yang berasal dari satu daerah di pelosok yang lama merantau, waktu berangkat masih rakyat biasa, ketika sudah sukses lantas ingin menunjukkan hormatnya ke arwah leluhur yang tentu saja kuburannya ada di kampung tempat kelahirannya. Karena sudah lama ditinggalkan, dan sanak-saudaranya tidak ada lagi di kampung itu, tentu saja kuburan-nya sudah tidak dikenali lagi, banyak rumput dan kotoran yang menutupi bongkahan tanah kuburan. Jadi, cukup sulit bagi sang pejabat untuk mengenali kuburan orangtuanya. Masak mesti disisir satu per satu dilihat bongpai-nya ya? Lantas timbul ide cerdik. Dia menitahkan semua orang kampung untuk membersihkan kuburan leluhur masing-masing yang ada di kompleks kuburan kampung tsb. Mestinya pejabat tinggi dia, sebab bisa menitahkan orang sekampung begitu toh. Dan, sesudah semua kuburan yang ada kerabatnya dibersihkan, tentu saja tinggal kuburan orangtua dan kerabat si pejabat yang tidak dibersihkan, lha tidak ada ahli warisnya toh. Nah, si pejabat lantas jadi tahu dengan pasti kuburan orangtuanya yang mana, dia bisa bersembahyang dengan khusyuk-nya di depan kuburan tsb. Rupanya untuk jadi pejabat di Tiongkok jaman dulu itu mestilah cerdik-cendekia ya, lha mereka konon mesti ikut ujian sastra dulu, ndak sembarangan pula ujiannya. Bahkan ada istilah bun-bu cuan-cai(?) ahli sastra dan silat, yang ideal untuk jadi seorang pejabat atau menteri. Paling tidak ya mestilah menguasai sastra-nya saja dah ya. Jadi, ndak mungkin sembarang orang bisa nyaleg (jadi caleg) di sana tuh! Jadi, ndak usah kuatir caleg yang jadi cagal (caleg gagal) lantas jadi cagil (caleg gila) apalagi jadi cawas (caleg tewas) kena serangan jantung atau gantung diri ya - kayak barusan di mari itu, jeh! Pertanyaan saya: apakah benar perayaan ceng-beng itu asalmula-nya begitu ya? Satu pertanyaan lagi: benarkah bahwa sepakbola yang kita kenal sekarang, dulunya berasal dari Tiongkok juga? Mungkin ada di antara anda yang bisa bantu menjawab. Terima kasih. Salam makan enak, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com/
[budaya_tionghua] Berbagi Suka Berbagi Enak - Makanan Indonesia di HK.
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Barusan saya dapat kiriman dari seorang teman MP, beliau orang Tegal yang mukim di HK, sebuah video-link yang cerita ttg orang-orang Indonesia yang menjadi kurban PP-10, mesti balik ke RRT, lantas pada 'turun' ke HK. Mereka tidak lupa kepada budaya Indo-Tionghoa, terutama budaya makan enak-nya, tentu! Kuwih-muwih dan makanan Indonesia sperti kue lapis (beras), perkedel jagung, oreg tempe, sate dan gado-gado tetap mereka pertahankan. Sebagai obat kangen kepada tanah kelahiran mereka. Sorry, kalau ini merupakan pengulangan. Sila lihat ajah ya: http://www.rthk.org.hk/asx/rthk/tv/hkstories8/20090118.asx Salam makan enak sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan http://ophoeng.multiply.com/
[budaya_tionghua] Sorry. (Was: OOT : Tantangan buat Ophoeng dan kawan-kawan tukang makan yang laen
Bung Tantono Subagyo, Bung Steve Haryono dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Sorry, baru baca milis lagi nih. Tantangan sudah terlambat, sudah due date lama. Tapi juga nampaknya tidak ada yang tertarik untuk makan bareng dengan dimensi waktu dan ruang/tempat sama. Memang susah juga. Jakarta kota megapolitan, ndak bisa disamakan dengan kampung udik kita semasa kecil dulu. Jaman saya kecil, kalau mau maen ke rumah teman, ndak perlu janji atau appointment dulu, datang ajah langsung. Ya ndak pernah ada masalah. Kalau pas jam makan, ya biasanya sih langsung kita diajak makan oleh tuan rumah. Makan seadanya, yang ada di meja makan. Cukup ndak cukup ya dicukup-cukupkan, yang penting guyub. Apa yang dimakan tidaklah lagi jadi issue utama, yang penting kebersamaannya. Tentu saja ndak bisa dibandingkan dengan megapolitan Jakarta. Bukan berarti kota besar kehilangan humanisme-nya, kehilangan kehangatan-nya lagi, tapi keadaan yang memisahkan sesama manusia, jarak dan waktu, tentu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Padahal mah, waktu pan berjalan terus ya. Anda sempat atau tidak sempat, ya kalau mau ya kudu tetep disempatkan untuk.. makan! Yuk kita makan sama-sama, anda makan di rumah anda, saya makan di rumah saya aja. Tetap kita makan sama-sama, dalam dimensi waktu yang sama, hanya dimensi ruang dan tempatnya saja yang berbeda. Ndak apa toh, yang penting tetep bisa makan sama-sama. Kata orang tua jaman dulu, kalau tidak berjodoh ya sulit ketemu. Kalau sudah berjodoh, dengan mudahnya kita bisa bertemu. Ya ndak? Makan enak apa hari ini? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Tantono Subagyo tant...@... wrote: Steve Lootee, Lha kalo bersemedi ya malahan payah, begitu liat makanan terus diserbu karena laper. Tapi memang Ophoeng bener kok, mendingan motret makanan daripada motret yang lain. Pengalaman Lookay berpotret pada waktu makan bersama lalu potret-potretan dikecam cucu. Yangkung nih payah, udah kegemukan dimana-mana muakaaannn saja kerjanya. Hihihihi, blom bersambut nih tantangan-nya. Sojah en banyak tabik, Tan Lookay 2009/3/5 Steve Haryono steve.hary...@... Pak Tantono yb, Saya anjurkan sebelum pieboe dengan Ophoeng, harap anda bersemedi dulu 7 hari 7 malam untuk menahan sabar. Pengalaman saya makan dengan Ophoeng itu mesti menahan sabar, sebab makanan sudah disajukan di depan mata, masih tidak boleh diserbu, karena Ophoeng masih mau bikin foto makanannya. Hehehe. Salam makan enak, dan ingat-ingat nasehat saya kalau lagi pieboe. Steve Haryono -- *From:* budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto: budaya_tiong...@yahoogroups.com] *On Behalf Of *Tantono Subagyo *Sent:* Thursday, March 05, 2009 7:04 AM *To:* budaya_tionghua@yahoogroups.com *Subject:* [budaya_tionghua] OOT : Tantangan buat Ophoeng dan kawan-kawan tukang makan yang laen Ophoeng yang baik, Lookay melihat tulisan Ophoeng jadi geregetan dan kepingin pieboe di meja makan. Nah makanan dan tempat terserah Ophoeng, sekitar BSD juga boleh, waktunya tanggal 7 atawa tanggal 21, Ophoeng juga yang menentukan jam berapanya. persyaratan pieboe, biaya urunan (yang ditantang nggak boleh temaha mau bayar semua. Kedua jangan ngomong serius kecuali ngomongin makanan. Bud Sugih looheng dan sodara-sodara tukang makan juga diminta bergabung. Lookay bisa pokoknya jangan tanggal 14. Salam Tantangan, Tan Lookay -- Best regards, Tantono Subagyo
[budaya_tionghua] Agama Adalah Alat Pemersatu Umat Manusia ataukah Justru Sebaliknya?
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Membaca posting kita di milis BT ini, khususnya kalau sudah mulai menyinggung agama, rasanya selalu akan berputar-putar kesana- kemari, pada ujung-ujungnya selalu lalu mulailah muncul perdebatan (atau pertentangan?) ttg siapa yang benar, dan siapa yang lebih benar, dan siapa yang paling benar. Agama katanya adalah alat pemersatu umat manusia. Kalau dilihat akibat kepercayaan, keyakinan akan suatu agama, lantas bertentangan dengan orang yang berbeda agama, kayaknya terkesan justru sebaliknya yang terjadi. Umat manusia tidak lagi bisa bersatu, sebab telah terjadi mengkotak-kotak-kan diri secara kepercayaan masing-masing. Lalu, berdasarkan keyakinannya tsb. mulailah terjadi pertentangan dengan yang tidak sealiran, tidak masuk dalam golongan atau kotak-nya. Mungkin ada baiknya kita tempatkan masalah agama dan kepercayaan (atau keyakinan?) sebagai masalah yang sangat pribadi. Tidak perlu lagi dibicarakan atau diperbandingkan dengan agama orang lain. Agama itu mestinyalah urusan yang sangat pribadi antara anda dengan Tuhan, Allah atau Thian, atau apapun istilahnya sesuai keyakinan anda. Tidak ada sesuatupun, atau sesiapapun juga yang perlu tahu ttg keyakinan dan agama anda. Apalagi untuk dipertentangkan dan atau diperbandingkan. Istilahnya mungkin adalah 'sekular'. Menurut Bung Wiki, sekular adalah: Sekularisme dalam pengunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu. Dalam masyarakat sekular, diterangkan oleh Bung Wiki: Dalam kajian keagamaan, masyarakat dunia barat pada umumnya di anggap sebagai sekular. Hal ini di karenakan kebebasan beragama yang hampir penuh tanpa sangsi legal atau sosial, dan juga karena kepercayaan umum bahwa agama tidak menentukan keputusan politis. Tentu saja, pandangan moral yang muncul dari tradisi kegamaan tetap penting di dalam sebagian dari negara-negara ini. Sekularisme juga dapat berarti ideologi sosial. Di sini kepercayaan keagamaan atau supranatural tidak dianggap sebagai kunci penting dalam memahami dunia, dan oleh karena itu dipisahkan dari masalah-masalah pemerintahan dan pengambilan keputusan. Sekularisme tidak dengan sendirinya adalah Ateisme, banyak para Sekularis adalah seorang yang religius dan para Ateis yang menerima pengaruh dari agama dalam pemerintahan atau masyarakat. Sekularime adalah komponen penting dalam ideologi Humanisme Sekular. Selengkapnya, sila lihat di sini: http://id.wikipedia.org/wiki/Sekularisme Konon kabarnya, mengapa negara komunis (seperti RRT) tidak menganjurkan orang untuk beragama (yang berbeda-beda), satu alasan-nya mestinya adalah karena untuk menghindari terpecah-pecahnya masyarakat karena berbeda-beda agamanya? Dalam setiap perdebatan, khususnya ttg agama, bermula dari si A membuat 'aksi', lalu muncul 'reaksi' dari si B, lalu yang sefaham dengan A akan ikut membalas reaksi si B, yang sefaham dengan si B akan mendukung dan membalas reaksi si A, dan seterusnya. Cobalah, kalau kita telaah istilah 'bertepuk sebelah tangan', jangan mulai membuat reaksi atas atas sesuatu 'aksi', mungkin perdebatan bisa dihindari. Untuk bertepuk, anda perlu dua tangan toh? Mana mungkin muncul suara tepukan kalau hanya anda gunakan satu tangan saja ya, jeh! Sorry, saya tak hendak bermaksud membuat 'aksi' dengan posting ini. Jadi, anda tak perlu-lah membuat 'reaksi' dengan tanggapan yang akan jadi pertentangan. Oke? Salam makan enak dan sehat ajah, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan
[budaya_tionghua] Serasa Masuk Dalam Time Machine Azah! (Was: Makanan dan kuwe-kuwe basah Jawa)
Jakarta, jangan lupa cobalah cari sayur besan. Kayaknya sayur besan ini adalah masakan khas Betawi daerah tangerang-Parung-Bogor. Dinamakan sayur besan, sebab katanya biasa dihidangkan dalam acara adat seserahan atawa lalamaran. Biasa disajikan dan dibawakan sebagai oleh-oleh bersama bandeng goreng(?). Sayur besan mirip sayur lodeh, bersantan, dengan isi irisan kentang dan sohun, dan sayur- mayur seperti bortel, kubis (kol) dan inilah yang paling khas sedunia: terubuk tebu! Terubuk (telur) tebu adalah 'bunga' tebu yang secara fisik penampakannya mirip sekali dengan putren (jagung muda), berbiulir-bulir kecil, lembut dan halus sekali. Di tengahnya (mirip putren( ada semacam 'batang' yang juga bertekstur lembut. Anda cuma merasakan 'gambes', kosong ketika mengunyah sang terubuk tebu ini, tapi di situlah justru letak sensasi di lidahnya yang mesti anda cecap dan rasakan! Selain dimasak dalam sayur (lodeh) besan, terubuk tebu juga sangaktlah nikmat digoreng tepung dan dimakan dengan cacar dicocolkan sambal botol. KUWIH-MUWIH JADUL Layer cake adalah istilah orang Malaysia untuk merujuk ke spekoek atawa kue lapis legit. Sekarang kayaknya mulai dijadikan tradisi hantaran pas Imlekan. Harganya bisa bervariasi dari paling mahal (sekitar Rp 500 ribu) per loyang ukuran 200 x 200 mm, yang dijajakan dan dibuat oleh bakery besar, moderen dan ternama, sampai yang termurah sekitar Rp 15.000 ukuran 200 x 80 mm buatan 'bakery' rumahan yang menjamur di antero Jakarta (barat-utara) khususnya. Hunkwee masih bisa anda temukan tepungnya, untuk anda buat sendiri di rumah. Bungkusnya masih tetap menggunakan kertas soklat bergarus-garis mirip kertas payung atau kertas sampul buku jaman sekolah dulu. Apa boleh buat, agaknya hunkwee termasuk kue yang ditinggalkan oleh generasi muda. ES SHANGHAI GENERASI PENERUSNYA Es Shanghai (tidak ada korelasinya sama sekali dengan peperangan di Shanghai, seperti dulu kayaknya pernah ada yang menyebut di milis kita) nampaknya masih bertahan sampai sekarang. Variasnya sekarang bernama cukup 'es campur' saja, atau 'es teler' kalau di jakarta mah. Belakangan ada muncul nama 'es bumi hangus' yang dipelopori pusat jajan es di Solo (daerah Widuran? dekat bioskop itu), dengan racikan mirip es campur, tapi dengan topping berupa siraman saus coklat yang warnanya memang mendekati hitam, seperti bumi hangus jaman revolusi dulu? JAJAN PASAR Walau didera oleh jajan moderen, baguslah jajan pasar tetap bertahan sampai sekarang.Banyak toko kuwih yang mulai membuat dan menjajakan aneka kue jajan pasar seperti kue pisang, kroket, arem-arem, kue lumpur, carabikang, pukis, kue lapis (berbahan tepung beras), buras, dan lain-lain. Bicara ttg makanan, mestinya memang ndak ada matinya ya? Mungkin anda mau ikut meneruskan cerita ttg kenikmatan dunia ini? Jadi anda mau pilih mana nih: makan untuk hidup ataukah hidup untuk makan? Saya sih lebih memilih yang kedua, hidup untuk makan, sebab saya ingin hidup seribu tahun lagi, supaya bisalah berkesempatan menikmati kenikmatan duniawi (istilah Bung Han) lebih banyak lagi dan lebih lama lagi. Hehehe... Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan PS: kalau doyan mengudap, sila mampir juga di waroeng ophoeng* via link ini: http://ophoeng.multiply.com --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Han Hwie Song hanhwies...@... wrote: Makanan dan kuwe-kuwe basah Jawa Marilah kita bersama berbicara tentang sesuatu yang ringan dan kenikmatan duniawi: makanan dan kuwe-kuwe (delikates) unik Jawa. Bagi seorang yang dibesarkan dan dapat didikan di Jawa chususnya Jawa Timur dan sering pergi ke Solo dan tinggal beberapa tahun di Batavia dan kemudian Jakarta, kedua periode kota yang bergantian nama tersebut diatas. Saya kenal baik dengan makanan umum Jawa terutama disebabkan karena saya suka makan. njajan sebutan Jawa jaman muda saya. Warung-warung, ada juga warung rumahan, yang terachir ini diartikan tempat makan diluar rumah dan didalam tempat tinggal keluarga owner warung. Warung atau restoran kecil didaerah-daerah yang tidak begitu elit, dan saderhana, tetapi sekarang ada juga dijalanan yang elit. Tetapi ini tidak pasti bahwa kwalitas masakannya rendah. Bahkan ada yang lebih enak, karena warung-warung ini macam menunya tidak banyak, dan yang dijual adalah keahlian tukang masak itu. Harganya jauh lebih murah dari direstaurant yang elit dengan gedungnya yang besar dengan hiasannya dan peralatan yang indah. Dulu warung-warung yang berjualan masakan Jawa tidak banyak jumblahnya, kebanyakan mereka berjualan untuk dibawa pulang, karena tidak disediakan meja kursi. Sebagai contoh mereka berjualan hanya nasi gudek saja, atau nasi rawon dan nasi campur dan bali bandeng. Pada jaman sekarang tampak warung-warung ini dikunjungi oleh para turis atau pegawai pada waktu jam istirahat makan siang. Ini bagi pegwai juga merupakan satu kesempatan untuk bersantai, berjalan-jalan, dengan koleganya, melepaskan lelah otaknya dan juga kesempatan untuk
[budaya_tionghua] Ada Film-nya Ya? (Was: Kiamat 2012)
Bung Ardian C. dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nimbrung dikit ajah ya Kiamat or not kiamat, toh akhirnya M-M - manusia (mesti) meninggal, lihat ajah rajah' di telapak tangan anda, dua- dua telapak tangan ada torehan huruf M sejak lahir 'kan? Orang suka berpikir bahwa hidup itu tidak ada matinya ya. Mesti jadi the Higlhlander kalu mau hidup abadi mah, jeh! Ini saya nemu link ke website resmi 2012: http://www.sonypictures.com/movies/2012/ Siapa yang terilhami siapa ya kalau begitu nih? Hehehe. saya mah ogah jadi the Highlander, ah. Salam makan enak ajah dah, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ardian_c ardia...@... wrote: yg ribut2 itu khan kaum penggila mesianisme, dari jaman doeloe tuh kaum ngeributin kiamat melulu yg gak kesampean kecuali nakut2in org melulu. nah taon 2012 itu bukannya kiamat but ada org2 kurang kerjaan kaitin kiamat itu ama kalender maya yg perhitungannya berhenti ampe 2012, lha berenti itu bukan artinye kiamat. wong org maya aja dah abis dibantai bule, so gimana mo kembangin kalendernya. aya2 wae neh --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Teng Aina teng.aina@ wrote: Mohon maaf bila tulisan ini mungkin tidak sesuai dengan pakem da milis ini. Beberapa hari yang lalu anak pertama saya mengatakan bahwa kata temannya kiamat akan terjadi tahun 2012 tgl 12 bulan 12. Ketika mendengar itu, anak saya yang ke-2 menangis, katanya takut kalau terjadi kiamat. karena menurut dia kiamat itu terjadi bencana dimana-mana. Dia takut bila terjadi bencana akan terpisah dari keluarga yang disayanginya. Saya hanya bisa mengatakan, bahwa kiamat tidak akan terjadi. Karena menurut saya tidak ada yang dapat meramalkan kapan terjadinya kiamat. Sejenak anak saya menjadi tenang dan melanjutkan aktivitasnya. Tapi, sampai sekarang dia selalu takut dan menangis bila mendengar kata Kiamat. Bagaimana dengan sodara-sodara sekalian..!! salam sejahtera untuk kita semua.
[budaya_tionghua] Ada Istilah Bu-tong-pay-nya, Nih! (Was KKG???)
Bung ABS dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nimbrung dikit numpang lewat doang ya mBaca diskusi dengan topik KKG (semula saya kira KKG = Kelompok Kompas Gramedia) nampak seru banget. Saya terutama fokus pada posting Bung ABS. Menjawab pertanayaan anda, kalau ndak bisa disebut Muna, Munafik, juga ndak pas disebut Hipokrit, ada istilah Bu-tong-pay, eh, Bu-tong-fa (= basa sehari-hari toh?) untuk itu, yakni NATO - No Action Talk Only. Mungkin NATO lebih tepat 'kali ya? Lha, teriak-teriak terus tapi ndak kerja-kerja, jeh! Salam makan enak saja, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@... wrote: Yg paling mungkin: kkg tak mampu mendobrak pembangkangan birokrasi. Krn birokrat di bawah menteri tak mudah dipecat! Ya itu dia maksud saya! Kalau menghadapi pembangkangan bawahan, bukannya bertindak misalnya dengan memutasi jabatan, atau kalau tidak sanggup lalu jantan minta mundur, melainkan malahan teriak-teriak di luar, itu istilahnya apa ya? Saya terima salah deh, istilahnya bukan munafik! Tetapi istilah yang pas apa ya? Muna? Hipokrit? Atau tolong, barangkali di Putonghoa/Guoyu ada istilahnya yang tepat? Wasalam. --- - Original Message - From: zho...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Friday, February 20, 2009 1:31 AM Subject: Re: KKG??? (Re: [budaya_tionghua] Re: Jualan BBM, Pemerintah Untung Rp 1,3 Trilliun=Agoeng_set) Yg paling mungkin: kkg tak mampu mendobrak pembangkangan birokrasi. Krn birokrat di bawah menteri tak mudah dipecat! Lain dng swasta, begitu tak mampu lansung phk. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT --- --- From: Akhmad Bukhari Saleh Date: Fri, 20 Feb 2009 00:58:20 +0700 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: KKG??? (Re: [budaya_tionghua] Re: Jualan BBM, Pemerintah Untung Rp 1,3 Trilliun=Agoeng_set) - Original Message - From: ulysee_me2 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Thursday, February 19, 2009 10:55 PM Subject: KKG??? (Re: [budaya_tionghua] Re: Jualan BBM, Pemerintah Untung Rp 1,3 Trilliun=Agoeng_set) Kwik Gian Gie politisi paling naif, mungkin, tapi munafik? Jelas tidak. Atas dasar apa bilang Kwik Kian Gie munafik, coba? Barangkali kata munafik kurang pas. Tapi coba Ul-djie sendiri cari istilahnya. Ceritanya begini: Misalkan saya moderator milis ini. Mempunyai semua wewenang yang diperlukan untuk menjaga kebaikan milis ini. Termasuk mem-ban keanggotaan member yang melanggar aturan milis. Lalu suatu ketika Ul-djie sebagai member mengirim posting yang menurut saya melanggar aturan milis. Namun saya bukannya mengambil tindakan sesuai wewenang saya, yaitu mem-ban Ul- djie, melainkan malahan kirim posting-an juga ke milis ini, dan mengirimnya berkali-kali, yang isinya 'teriak-teriak' mengkritik posting-an Ul-djie, tetapi tetap saja tidak bertindak apa-apa. Kelakuan atau sikap saya yang seperti itu, apa istilahnya tuh? Kalau menurut 'vocabulary' saya, yang begitu itu munafik namanya. Tapi kalau Ul-djie punya istilah lain yang lebih pas, misalnya hipokrit, nah begitu itulah Kwik Kian Gie! - - - - - - Yang pasti Kwik Kian Gie banyak teriak soal istilah subsidi yang disalahkaprahkan, atau di misslead kan secara sengaja maupun tidak oleh pemerintah. Tapi... Kwik Kian Gie ADALAH Pemerintah, di saat dia teriak-teriak itu! Jadi dia men-salah-kaprah-kan atau me-misslead-kan sesuatu, secara sengaja atau tidak, lalu dia teriak-teriak di luar, tanpa melakukan suatu pun dalam wewenangnya yang sangat besar sebagai Pemerintah! Kelakuan/sikap yang begitu itu apa namanya (istilahnya) ya? Wasalam. --- --- No virus found in this incoming message. Checked by AVG - www.avg.com Version: 8.0.237 / Virus Database: 270.11.0/1959 - Release Date: 02/18/09 20:55:00
[budaya_tionghua] Back to the Tabib Misterius. (Was: Misteri Sang Tabib Kaisar?)
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Sorry, mau coba kembali ke tahun lalu, ketika kita membicarakan ttg Rahasia Daya Seksualitas sang Kaisar. Waktu itu saya ada cerita ttg tabib Kaisar Chin-shi-huang yang cukup misterius, berlayar ke timur menghindari kaisar yang akan memancung lehernya kalau-2 dia tak berhasil menemukan obat anti-mati. Nah, pas liburan Imlek kemaren, saya sempet mampir di daerah Kota, mampir di rumah abu Marga Lu, mendapat satu buku sejarah marga Lu. Ternyata di buku tsb disebutkan bahwa sang tabib itu bernama Lu-sheng! Di buku tsb. hanya diceritakan bahwa sang tabib meninggal 35 tahun kemudian setelah dititahkan sang kaisar mencari ramuan obat anti-mati itu. Tidak disebutkan meninggalnya di mana atau apakah beliau berlayar ke arah rtimur. Lu-nya ternyata sama dengan Lu Wan Ting atau kita lebih mengenalnya sebagai Lo Ban-teng, pendekar silat terkenal di Jakarta dulu itu. Barangkali Bung Ardian C., Bung David Kwa, Bung King Hian atau sesiapa saja tahu, apakah benar bahwa sang tabib itu --dikaitkan dengan Lii Dong-ping (dewa?) dalam dongeng ttg Mimpi Indah Sewaktu Memasak Jagung-- benar bernama Lu-sheng? Terima kasih. Salam makan enak, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Liquid Yahoo liqui...@... wrote: Jepang bozz, sinse itu kaga kuat ama ombak, jadi mabok laut, blon pergi jauh2 ude pade muntah2, jadinye ye begitu nemu pulau langsung nyender, mabok oey - Original Message - From: Ophoeng opho...@... To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Friday, 24 October, 2008 08:33 Subject: [budaya_tionghua] Misteri Sang Tabib Kaisar? (Was: RAHASIA DAYA SEXSUALITAS KAISAR) Bung Fy Zhou, Bung Ardian C., Bung Awen dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan 'bu-yao'? Cia-po kalau tak salah istilah untuk memakan 'bu-yao', ramuan herba yang diyakini menambah stamina tubuh. Membuat para kaisar dan bangsawan me- nak lingkungan istana kerajaan Tiongkok jaman dulu 'kuat' melayani (eh, ja- dinya siapa melayani siapa nih ya?) para selirnya yang ribuan di istana. Kabarnya lagi, sampai akhirnya kaisar Qin-she-huang(?) pernah takabur ti- dak ingin mati, sehingga beliau menugaskan tabib istana untuk membuat study dan RD - research development, untuk menemukan suatu ramuan rahasia (ala jamu Meduro?) khusus buat sang kaisar: JAM - jamu anti modar, eh, mati, eh meninggal, eh, mangkat ding! Kaisar ndak boleh meninggal, ja- di kudu pake istilahnya 'mangkat', jeh Jadi si tabib terpaksa, mau tak mau, suka tak suka, kudu mesti harus men- cari formula ramuan jejamuan anti-mangkat itu. Tentu saja sulit dan rasa- nya tidak mungkin. Sebab jaman itu belum ada TV dan internet. Kalau saja sudah ada TV dan internet, sang tabib tentu bisa menggali info dan tahu bahwa di Inggris ada kaum higlander, yang konon kabarnya tidak pernah ade matinye. They live eternally, tidak hanya hidup 1.000 tahun seperti di- inginkan Bung Chairil Anwar, tapi sepanjang segala abad, selama-lamanya! Nah, karena takut ancaman sang kaisar yang akan memenggal kepalanya jika si tabib tidak berhasil, maka dia lantas meminta satu kapal berikut se- mua perlengkapan, awaknya, perbekalan dan bahan-bahan jejamuan, ju- ga beberapa pasang anak-anak muda berbagai usia, laki dan perempuan sebagai bahan-bahan risetnya sambil berlayar mencari tetumbuhan baru. Kaisar lantas menyetujui semua permintaan tabib. Kabarnya si tabib lantas berlayar menuju ke timur. Menyeberang lautan dan mengembara, in search of the secret formula for his mayesty's the almighty emperor's eternal life. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, sang kaisar menanti, menanti dan menanti dengan sabar. Sampai slogan 'sabar menanti'nya ke- mudian populer di kalangan para penglaju malam membawa armada pra- hoto aka truk, didampingi gambar cewek bahenol, slogan tsb dipasang di bagian belakang bak truk menjadi seni 'back bak truk'. Sang kaisar memegang erat-erat HP-nya, menunggu kabar SMS dari si tabib, celakanya jaman itu HP cuma bisa one-way, seperti pager di awal- awal ditemukan dulu itu lho. Hehehe... tentu saja bukan pake gadget ala jaman sekarang, kemungkinan besar waktu itu SMS-nya masih pake yang alami (cinta lingkungan, jeh!), yakni the messager burung merpati! Sampai akhirnya sang kaisar mangkat, menelantarkan banyak selirnya se- perti disampaikan Bung Fy Zhou, yang menua sia-sia di haremnya, betapa kasihannya para selir yang disia-siakan itu ya. Sang tabib, rupanya sejak semulajadi, sejak awal, sudah tahu bahwa dia tak mungkin menyelesaikan 'mission impossible' dari sang kaisar. Yang bener aje, sar! Masak iye gue mesti melawan kodrat dan kekuasaan alam dan thian? Mane ade jamu be- gitu hebat sampe bikin orang kagak ade mati-matinye? Mungkin begitu pikir si tabib. Kalaupun ketemu obatnya, mendinga buat gue aje 'kali! Ternyata si tabib konon kabarnya terdampar di satu pulau di timur Tiong- kok (bukan di Tiongkok timur ya, beda, pan ada istilah di selatan Jakarta, tapi bukan
[budaya_tionghua] Banjirnya Setahun Sekali Doang, Jeh! (Was: yg lucu soal banjir di kelapa gading)
Bung Ardian C. dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Nimbrung barang sepatah dua kata saja ya. Mong-omong ttg banjir, kami punya teman di Tanjung Duren yang sekarang jadi rutin banjir tiap tahun sejak 2005-2006(?), dan kami anjurkan kepadanya pindah saja ke BSD, juga ke beberapa teman yang di Kelapa Gading, tapi apa jawab mereka? Halah, banjir pan cuma setahun sekali datangnya, paling lama juga seminggu. Jadi, ngapain mesti pindah ke udik ya? Hehehe ada benernya juga sih ya. Padahal, kalau mau pindah, dengan uang yang setara luas tanah di Kelapa Gading atau Tanjung Duren, mereka bisa dapat tanah 2-3 kali luasnya di BSD. Saya tertarik dengan Lv Dong Bing yang Bung Ardian C. ceritakan, apakah yang anda sebut itu adalah Dewa Lv (Lii?) Dong Bing yang juga pernah dikenal diceritakan dalam Kisah Catatan Di Atas Bantal yang dibuat oleh Shen Ji Ji pada jaman Dinasti Tang juga itu? Kalau sempat, ayo ceritakan ttg kisah membabat jiao long oleh-nya ya. Terima kasih. Salam makan enak selalu, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ardian_c ardia...@... wrote: tadi sore owe ketemu temen lama yg dah tinggal di kelapa gading. owe bilang lha lu tinggal di daerah banjir dong. temen owe bilang iya tapi itu khan kepala naga en naga pasti ada hubungan ame aer alias hokie. jadi kalu kelapa gading banjir ya wajar aje soalne kepala naga. owe nyengir kuda, owe bilang lu tau gak kalu yg namanya naga yg hobby bikin banjir itu namanya jiao long en konon nurut dongeng yg namanya jiao long itu pembawa bencana en banyak dongengan dewa yg babat itu jiao long dari cerita Lv Dong Bin ame Li Bing aje itu yg aye inget, seinget aye masih banyak lage cerita2 si pembantai naga banjir. So kalu emang kepala naga, jgn2 itu kepala naga banjir ya ? hehehehehehe no offense RIK ( ini kalu lu baca ya hehehehehehe )
[budaya_tionghua] Bagi-bagi Rejeki? (Was: Angpao ?????????????????)
Bung Ardian C dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan dodol? Dodol aka kue keranjang, banyak yang keleru menyebutnya kue ranjang. Kue ranjang dan kue keranjang, tentu saja beda. Dodol kue keranjang kalau dibandingkan dodol kue ranjang, apa lagi. Beda pisan, euy! Terima kasih atas uraian ttg ang-pao yang Bung Ardian C. sampaikan. Saya baru tahu ttg angpao ini. Tapi, asal mula tradisi berbagi angpao ini dulunya bagaimana ya? Terkait dengan 'hong-bao na-lai', mengemis-ngemis rejeki orang. Memang sekilas nampaknya kurang patut ya. Mengingatkan saya dengan seorang teman yang lama ndak ketemu, dia sudah punya usaha sendiri katanya. Jadi, sebagai basa-basi saya bilang: wah, hebat dong anda nih! Kalau ada rejeki, bagi-bagi dong ya. Jawaban basa-basi mendapat respon serius, dia jawab: boro-boro mau bagi, lha saya sendiri masih kelaparan nih. Kalaulah 'rejeki' boleh diibaratkan makan, tradisi Tionghua bukankah berbagi makan dengan sanak-saudara, handai-tolan dan kerabat teman-teman? Jadi, terkesan 'boro-boro mau bagi' itu statement yang 'ndak beraroma Tionghua' ya? Tapi, ini pan Jakarta, Bung! Begitulah saja ya. Salam dodol goreng balut telur kopyok, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ardian_c ardia...@... wrote: Banyak orang yang membagikan angpao/hongbao 红å disaat Imlek ini, sebenarnya bisa disebut benar juga bisa disebut tidak tepat. Dan sebutan tradisi ini bisa berbeda2 sesuai dengan kebutuhan. Bagi orang tua, senior dalam keluarga membagikan hongbao terutama kepada para juniorãanak2 disebut memberi Ya Sui Qian åå²ï¿½'�. Ini lebih kepada mrk yg masih ada ikatan keluarga Di Guangdong, umumnya disebut lishi å©æ¯ yang bisa diartikan adalah membagi keberuntungan dan rejeki. Kenapa disebut hongbao ya karena dibungkus amplop merah, tapi di daratan sono jarang malah kalu mau diomong, gak disebut angpao/ hongbao. Apalagi uytk mrk yg masih kecil itu biasanya disebut ya sui qian. Ya Sui Qian juga dipakai utk mrk yang kena Fan, Chong dan di Indonesia disebutnya semua sama yaitu Ciong. Caranya ya memasukkan uang logam kedalam angpao dan menaruh di altar Tai Sui. Ini juga termasuk Ya Sui Qian. Jaman dulu, uang logam yg dibagikan /ya sui qian sering dirangkai menjadi naga, pedang dsbnya. Sooo jadi kadang ketawa jg ngeliat pada tereak2 HONGBAO NALAI artinye lu lage ngemis rejeki dan keberuntungan. Padahal hal2 kayak getu khan gak boleh mengemis2 hehehehehehe, tunggu aja ada yg bagi kagak getu lho. Mo tau lebih banyak ?? Tgl 1 nehhh bakalan banyak lage
[budaya_tionghua] Di Sini! (Was: Berpikir perang, berpikir damai en makan: Ophoeng where are you?)
Bung Tantono dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe... sorry, saya baru muncul lagi nih. Terima kasih atas perhatian Bung Tantono kepada saya. Saya baik-baik saja selama ini, berkat berkah dari doa anda semua tentu. Saya juga kangen kepada Bung Tantono, juga rekan-rekan BT-ers semuanya. Bung Tantono ni 8-0-8-0 (pa-ling-pa-ling), bisa ajah. Menurut saya mah BTers tidak saja terdiri dari sekedar 2 golongan, tapi bergolong-golong banyaknya. Kalau cuma dikatakan ada 2, apalagi dikatakan ekstreem, nanti bisa disebut ekstreem kiree dan ekstreem kanan. Bahaya ituh, bung! Kalaupun mau cuma ada 2 golongan, ya ndak masalah juga sih ya. Ibarat kata, ada yin dan yang, yang saling melengkapi. Tanpa perang, tidak akan ada damai, dan damai sendiri perlu perang. Bagaimana bisa disebut suatu keadaan itu damai, kalau sebelumnya tidak ada perang toh? Damai dan makan, benernya bukan yang esensi bagi saya. Lebih esensinya sih saya 'peng-an', pengen aman ajah. Lha hidup cuma sekali, ngapain juga cari-cari masalah dan dibikin susah. Jadi, kapan nih makan-makan enak-nya ya? Gathering 1 Februari 2009 nanti ya. Moga-moga saya bisa ikutan di acara akbar bagi BT ini ya. Salam makan enak selalu, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Tantono Subagyo tant...@... wrote: Rekans, Setelah Lookay pikir-pikir, ternyata BTers ini ada dua golongan (yang ekstrim) , ada golongan orang yang berpikir damai, contohnya Ophoeng dan beberapa rekan lain, pikirannya cuma damai, makan (kaya Bos Bud's) dan mencoba mencari jalan damai, nggak suka perang dan nggak suka berantem. Golongan lain ada golongan yang ekstrim perang, pokoknya rame, ada apa-apa dijuruskan ke pertentangan, jadi pokoknya rame, harus menyalahkan golongan lain yang nggak sependapat de el es. Bagi yang suka perang, golongan damai ini tidak realistis, bodoh dan berpikir sempit, maunya enaknya sendiri dan tidak memikirkan kondisi realitas dunia yang perang terus (katanya orang pinter sih akibat agama ). Enaknya ikut golongan mana ya?. Lookay sudah tua,.bodoh dan miskin, jadi ikut golongan Lo Mie Bandengan sajalah, eh omong-omong di Gathering ada yang bisa diganyang nggak ya ???. Ophoeng where are you ???. I miss you, mau dateng Gathering nggak ?. Makan-makan yuuukk (pake bahasa Inggris segala biar nggak keliatan bodo banget). Maaf ini tulisan iseng karena kangen banget sama si Ophoeng. Sojah, Tan Lookay
[budaya_tionghua] Salam Damai dan Tanya Ttg Sne Kwan [#31649; (#31590;)]
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Saya hendak mengucapkan selamat natal dan salam damai bagi anda yang merayakan natal kemarin. Juga saya minta maaf sebab tidak bisa hadir pada ceramah ttg semabhyang onde (tang- chue) yang sebenernya ingin saya ikuti, tapi waktunya tidak pas. Ada keperluan yang tidak bisa saya hindari pada saat yang sama. Begitu juga dengan kopdar di resto di Gunung Sahari itu. Moga-moga kali lain ada kesempatan kopdar lagi, saya bisa ikut. Pada kesempatan ini, saya ingin bertanya ttg sne 'Kwan' #31649; (#31590;) [gu#462;n]. Seorang teman saya bersne Kwan. Tapi dia tidak tahu asal-usul almarhum papanya yang datang sendiri dari Tiongkok dulu tanpa sanak saudara dan tidak ingat lagi daerah asalnya. Barangkali dari anda sekalian ada yang yang tahu asal-usul daerah kelahiran nenek moyang teman saya yang bersne Kwan tsb.? Saya minta bantuan anda untuk keterangan ini. Sebelumnya, tentu saya ucapkan terima kasih atas nama kawan saya tsb. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan.
[budaya_tionghua] Empal Gentong Yang Tak Bergentong.
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan empal? Empal itu kalau di Jawa merujuk ke sekerat daging sapi sekitar 100-150 gram-an (standarnya?) yang dibumbui dan dimasak, kemudian digoreng lagi. Kalau di Bandung, namanya (Empal) Gepuk, sebab setelah atau sebelum digoreng, sang daging digebuki dulu supaya empuk. Ada satu di Tebet - Jakarta, dekat Perumnas, yang menjajakan anaknya Ibu Bandung (mangkal di Cipinang, belakang Hero) yang empal gepuknya beda: saking kencengnya digebuki, itu daging jadi ancur-cur sampai terserat-serat seperti abon kasar. Tapi, kalau anda ke Cirebon, yang namanya empal itu adalah masakan sejenis soto yang mirip gule, tanpa sesayuran dicemplungkan ke dalam kuahnya. Cocok bagi anda yang golongan carnivora, pemakan dedagingan. Semulajadi namanya ya cuma 'empal' doang. Tapi dengan makin marak dan banyaknya wisdom - wisatawan domestik yang berdatangan ke Cirebon, maka namanya mengalami metamorforsa menjadi 'empal gentong', semata supaya kelihatan lebih 'seksye' secara marketing, juga supaya para wisdom tidak bingung dan rancu dengan 'empal' daging di Jawa itu sih ya. Sama juga seperti mangga gedong yang mengalami perubahan nama menjadi 'mangga gedong gincu', juga sate kalong yang dikasih kurung 'kerbau', semua itu demia anda, para wisdom sih, jeh! Satu empal Cerebonan yang mulai ngetop, sebab berlokasi di pusat turisme Kanoman Straat dekat pusat oleh-oleh Sinta adalah Empal Bu Sarini, mangkalnya di depan Pasar Kanoman. Dia mestinya tidak bisa menyebut diri sebagai penjaja 'empal gentong'. Kenapa? Sebab wadah kuah masakan empal-nya tidak dibuat dari gentong, atau persisnya sih buyung aka periuk besar dari tanah liat, melainkan panci alumunium moderen! Daging empalnya, katanya sih ada dua pilihan: ada penjaja yang memakai daging kambing, tapi umumnya memakai daging sapi. Selain daging, anda juga diberi pilihan jeroan: usus, babat, paru dan kikil. Jarang atau bahkan mungkin tidak ada yang menyertakan kepala atau ekornya sebagai pilihan. Jaman saya kecil, anda masih diberi pilihan iga, kalau kebetulan ketemu yang menjajakan empal berdaging kambing. SOP - standar of penyajian-nya adalah dengan nasi atau lontong beras (ya nasi juga sih ya). Isinya tentu boleh pilih daging saja atau berikut jeroan, porsinya juga boleh minta standar atau setengah, begitu juga nasi atau lontongnya. Satu-satunya hihijauan adalah kucai yang dirajang agak halus. Entah mengapa wong Cerebon suka akan kucai ini, selain empal, sega lengko juga dikasih rajangan kucai yang berlimpahan. Seperti wong Yogya yang suka sekali akan kol atawa kubis: sate kambing pake rajangan kubis mentah, tongseng juga dikasih kubis, bakso-pun diberi rajangan kubis mentah. Juga seperti arek Suroboyo dan Jatim yang doyan petis: rujak cingur, tahu campur, kupang lontong, bahkan swikee-pun pake petis. Yang mulai dijadikan padu padan makan empal Cerebonan adalah rambak kulit kerbau(?) atau sapi, yang kalau anda belinya di Jalan Raya Plered (arah ke Bandung) sono, ada yang ukurannya besar-besar sekali, tidak dikerat menjadi kecil-kecil begitu. Di Jakarta mungkin anda kenal Empal Gentong Mang Darma, nama yang mulai komersil dan mengorbit. Sampai-sampai ada 'sekuel' berrupa 'Putra Mang Darma' sebagai lanjutannya ya. Di Jalan Raya Serpong, daerah 'food court' dekat penjaja goreng pisang kipas dan pasir (belakangan muncul sate pisang?) yang pernah mbelinya kudu ngantri ular-ularan, ada satu yang berlabel 'Mang Darma', begitu juga di pertokoan ruko Kemang Pratama di Bekasi. Yang khas empal adalah sambal pemedasnya: dibuat dari cabe merah kering yang digerus halus, lantas ditarok dalam wadah berrupa seruas bumbung bambu, yang ujungnya diberi penutup dari kayu, dan pada ujung yang lain ada lubang kecil untuk mengeluarkan si cabe bubuk halus tsb. Kalau mau tarok di mangkuk (standar wadah saji dulunya), cukup diketruk-ketrukkan saja di bibir mangkuk, maka sang cabe akan bertaburan di atas kuah sang empal. Tapi sekarang mah serba praktis, wadahnya pake wadah dari plastik ajah, disendok pakai sendok kecil terbuat dari plastik juga. Anda mau empalnya berdaging sapi atau kambing? Salam empal bersambal bubuk, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan PS: Kalau mau lihat videonya - http://ophoeng.multiply.com/video/item/99/
[budaya_tionghua] Sarapan - Docang Cerebonan Beda Dari Doclang Bogoran.
TTM BT semuah, Hai, apa kabar? Sudah makan? Seminggu kemaren saya jadi guide buat seorang TM kita, Bung Steve H., dari Belanda yang pakar silsilah keluarga Tionghoa, mencari beberapa data di Cirebon dan sekitarnya. Sudah barang tamtu saya teuteup mencari makan-makan enak di samping mendatangi situs kelenteng-kelenteng dan kuburan, demi mencari kaitan dan tautan silsilah keluarga yang tercerai-berai. Saya tinggal di rumah oom saya, di daerah Perumnas dekat Jalan By-pass yang dulunya sepi dan gelap gulita kalau malam. Sekitar 2-3 tahun saya tidak mudik ke Cirebon, sekarang daerah situ ramainya bukan main. Dekat rumah oom saya ada pasar Inpres, jadi tentu saja saya satroni beberapa kali. Ada banyak penganan jaburan dan makanan sarapan di sana. Satunya adalah makanan sarapan khas Cirebon: docang. Ini penganan sarapan, lebih berat dari sekedar jaburan - istilah khas (?) Cerebonan, yang sudah agak lama terlupakan dari perbendaharaan kosakata dalam database saya, yakni jajan pasar kompanyon minum kupi sebagai entry sambil menunggu siapnya makanan sarapan. Docang, jaman saya kecil, dikemas dalam takir daun pisang yang dibentuk serupa perahu, ditautkan dengan tusuk lidi pada kedua ujungnya. Sekarang tidak lagi memakai takir model begitu. Cukup pakai piring cekung atau mangkuk bersponsor untuk dine in, dan plastik kantong transparan atau kantong kresek kecil untuk take out. Bahan-bahannya adalah daun singkong dan tokol direbus, lalu disiram kuah berbumbu ala kadarnya, bersantan(?), dan bertaburan irisan dage (oncom terbuat dari kacang tanah berjamuran). Lalu ditaburi parutan kelapa dan kerupuk aci berwarna off white sebagai finishing touchnya. Kalau suka pedas boleh tambah sambal. Ooops, hampir lupa keratan lontong sebagai pemasok karbohidratnya. Seingat saya, jaman saya kecil, kuahnya cukup kental, dengan santan kental, dengan variasi sayur hampir selengkap lodeh, dan irisan dage-nya gede-gede, tapi sekarang mah sekedar basa-basi doang, jeh! Harganya murah-meriah, sekitar Rp 2.000-4.000 (tergantrung daerahnya merupakan daerah turisme atau bukan) sudah bikin perut kenyang hatipun senang. Bisa dianggap sebagai makanan vegi, sebab isinya cuma sesayuran tanpa daging darat atau udara, atau hasil laut barang secuilpun. Bahkan tanpa telur ayam ataupun puyuh. Waktu saya ke Bogor, pernah tertarik oleh penjaja bergotrok (gerobak) yang sama, yang memasang nama 'Doclang' di kaca displaynya. Semula saya kira ini sejenis docang Cirebonan, tapi ternyata beda. Doclang Bogor dibuat dari irisan ketupat, tahu goreng, toge seduh, irisan timun dan kentang rebus, disiram susu, eh saus kacang berbumbu dan bercabe, disisipi telur ayam rebus, disiram bamego - bawang merah goreng, dan sambal pemedas tentu. Lebih mirip ke kupat tahu ala Cirebonan. Kapan-kapan anda ke Cirebon, boleh coba cari docang Cirebonan untuk sarapan, jadi ada variasi kalau-kalau anda bosan dengan sega lengko atau sega Jamblang melulu untuk sarapan. Walau dulunya docang adalah penganan sarapan, tapi sekarang bisa anda temui sampai siang, demi melayani anda sebagai turis yang pas sedang muhibah ke Cirebon atau sekedar numpang lewat ketika mudik Lebaran ke Jawa sana. Selamat mencoba! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan PS: Kalau mau lihat foto-fotonya, sila mampir di: http://ophoeng.multiply.com/photos/album/335/
[budaya_tionghua] Lomie Bogor Yang Beda Pisan
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan lomie? Awal Desember 2008 kemarin, saya ada janji dengan satu TM kita, Bung Steve H., dari Belanda untuk bersama-sama ke Bogor. Ngopi darat kecil-kecilan bersama Bung King Hian, Bung David Kwa, Bung Hendri Irawan dan Bung Ardian C. di sana. Siang harinya kami ditraktir makan Lomie Khas Bogor di Jl. Surya Kencana, dekat dengan Ngo Hiang Gang Aut. Sungguh menghairankan, ternyata baru kali itulah saya pertama kali mencicipi Lomie Khas Bogor. Selama ini malang melintang makan makanan khas Bogor, saya tidak pernah tertarik untuk mampir di kedai lomie tsb. Keterlaluan memang! Ternyata lomie khas Bogor berbeda dari lomie yang pernah saya kenal di Jakarta. Lomie 'Mikado' di kawasan Hayam Wuruk (belakang HW Plaza), Lomie Hokkian 'Abadi' yang di Angke (juga BSD dan Gading Serpong) penuh dengan dedagingan, sesayuran dan udang dengan kuah tidak kental, juga ebi utuh yang mayan besar, lantas Lomie Pinangsia dengan daging babi panggang dan ayam rebus cukup berlimpah + sejumput kangkung dan toge dengan kuah kental soklat warnanya. Tapi Lomie 'Obor' Khas Bogor ini beda pisan: kuahnya kental mirip e-mie, dengan tambahan ebi yang juga mirip e-mie Medan. Warna kuah soklat, dengan taburan daging babi dicincang kasar, masak kecap, asupan sayurnya cuma kangkung dan toge, cara masaknya persis dengan e-mie Medan - dimasukkan ke dalam wadah serupa gelas berlubang-lubang, terbuat dari alumunium, bertangkai, yang dicelupkan ke dalam air mendidih dalam panci yang berkamar dua, satunya menjadi wadah kuah kental dari tepung maizena agar selalu panas. Kalau di Cirebon, ini gaya khas Mie Koclok, dengan kuah kental bersantan dan putih, ditaburi suwiran ayam rebus. Jakarta mengenal Mie Kangkung, yang isinya cuma kangkung + toge(?) dan mie, dengan daging babi bagian samcwan masak kecap, tapi kuahnya encer. Dan E-mie Medan berkuah kental tapi tanpa cincangan daging babi, walau dengan sayur toge dan kangkung (?) dan telur ayam rebus setengah dan berkuah kental dengan aroma udang yang mencolok. Sama-sama ketiganya disiram bamego - bawang merah goreng yang cukup berlimpahan. Jadi, memang Lomie Khas Bogor itu benar-benar khas Bogor pisan. Rasanya sudah barang tamtu enak pisan, ada aroma ebi yang amisnya khas udang walau samar-samar saja, ada cincangan daging babi masak kecap yang empuk, aroma bamego yang khas, dikucuri air perasan jeruk limau, ditiban pedasnya sambel gerus kasar dari cabe merah dan cengek, kumplit sudah rasanya: manis, asin, asam ramai rasanya! Hujan gerimis ketika itu, membuat kami makin lahap menikmati hangatnya lomie khas Bogor tsb. Ooops, jangan lupa minumnya segelas air pala khas Bogor juga. Menambah lagi khasnya: kedai tsb numpang di toko yang menjajakan aneka makanan dan minuman moderen, oleh-oleh khas Bogor termasuk ubi Cilembu, sampai-sampai menyediakan ini: Asuntol - obat kutu anjing dan Orontal - obat cacing anjing/kucing. Terima kasih buat Bung King Hian, Bung David Kwa, Bung Hendri dan Bung Ardian C. Seharian itu kami benar-benar dijamu sampai terkenyang-kenyang: makan Ngohiang Khas Bogor, Minum Jus Kemang yang Khas Bogor juga (juga pengalaman pertama buat saya minum dan kenal jus Kemang yang rasanya beda pisan), bahkan sampai ada demo tata cara minum teh ala Tiongkok lengkap dengan ritual dan peralatannya oleh Bung Ardian C. di rumahnya. Malamnya sebelum pamit pun kami masih dijamu makan malam di Resto Kentjana - Chinese food yang juga terlewatkan oleh saya selama ini. Pulangnya masih dioleh-olehi selembar gulungan lukisan kaligrafi berisi nasehat dalam menghadapi kehidupan sehari-hari dari Bung Ardian C. yang dibawanya dari Tiongkok belum lama ini. Sekali lagi, terima kasih atas berbagi kebersamaan, jamuan makan dan terutama sekali kekeluargaan yang sudah anda semua lakukan kepada saya dan Steve. Dan sorry, baru sekarang saya posting ttg hal ini, karena kemarin itu dilanjut dengan lawatan ke Cirebon bersama Steve (plus saya lanjut melanglang sendiri sampai Minggu malam), dan koneksi i-net saya juga ngadat sejak awal Desember itu, sehingga mesti ganti provider nih. Diskusi tak resmi ttg silsilah Tionghoa, dibarengi dengan makan-makan makanan khas Bogor kemarin itu sungguh bernas dan membuka wawasan perdapuran saya terutama. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan PS: Sorry, ada sepasang suami-isteri teman Bung Ardian C. yang saya lupa namanya yang juga menemani kami ngobrol dan makan malam. Yang saya ingat, Bung Ardian C. bilang bahwa yang lelaki adalah pakar pembuat game on-line, kalau tak salah.
[budaya_tionghua] Stay Cool, Lakem Jas-Larr! Bacalah Sampai Tuntas. (Was: Hang-Liong Babi Buta)
Bung ABS, Bung Hendra Bujang dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Biasanya saya ndak begitu suka ikutan komentar untuk topik yang model begini, soalnya topik begini mestilah sensitip, cenderung ndak ada juntrungannya, dan seringnya sama- sama ngotot, cenderung tidak bermanfaat. Tapi kali ini koq ya saya jadi terpancing untuk ikutan komentar. Bukan untuk topiknya, tapi cuma cara membaca posting secara umum. Bung Hendra (sama juga dengan Bu Lina), kayaknya anda tidak mengerti yang Bung ABS maksud, jadi anda keukeuh minta Bung ABS baca lagi tulisan Bung Agoeng Setiawan (ini Bung Agoeng Setiawan sama ama yang barusan lagi rame di teve bukan ya, yang jadi kurban penculikan dan penganiayaan itu?). Padahal, kalau anda coba baca lagi dengan teliti, sampai tuntas, dengan kepala dingin seperti kata Bung ABS, mestinya anda tidak perlu kasih komentar yang terkesan emosionil begitu. Memang, kelemahan kita semua (termasuk saya), kadang atau sering kita baca posting cuma sekilas lintas, mungkin juga cuma baca intro-nya sajah, atau buru-buru bacanya, jadi ada yang dilewatkan dengan sengaja ataupun tidak, jadi kadang ada unsur penapsiran pribadi, yang kemudian ternyata salah tapsir atau salah interpretasi. Lalu buru-buru kasih respon, entah mau kejar tayang atau apa. Masih manusiawi-lah. Sila baca lagi posting asli dari Bung Agoeng Setiawan di bawah ya, dan jangan gusar lagi. Nih saya kutip yang agaknya Bung Hendra dan Bu Lina telah terlewatkan ketika membaca posting Bung Agoeng : --- Ps: itu kata beberapa tokoh cina yang anti diskriminasi n sangat nasionalis lho bukan kata g, klo g mah nyasar salah jalan aja pernah ditimpukin batu. Jgn2 g bkn diindo yah waktu itu, jd bingung dah. --- Mungkin ada baiknya kita ikuti anjuran Bung Tantono Subagyo dan Bung Sanliong Thee untuk menanggapi topik model begini, just calm down, stay cool and don't start firing to each other. Lakem jas, kalem saja-larr. Bisa diterima-kah? Juga, kalau ada yang mulai melontarkan topik model begini, mending pake jurus peng- an (pengen aman) ajah: read and ignore, no reply, atau ndak usah dibaca sama sekali sajah. Ujung-ujungnya cenderung akan berpanjang-panjang dan saling panas-panasan yang ndak perlu. Oke? Peace for all of you-larr! Hehehe.. mending makan enak ajah, pibu adu mat-matan menikmati makanan enak. Biasnya kalau perut kenyang, hatipun senang, yang dibicarakan juga tentu lantas jadi yang enak-enak saja. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan PS: Eh, tapi, kalau milis ndak rame bersahut-sahutan ya bakalan garing juga ya? :D) --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Sorry mbak, kan g dah tulis itu kata org cina yg bener2 sok nasionalis yg idup di indo dengan damai n tentrem ga pernah alami yg seperti kita alami. Ga percaya banyak org seperti itu? Coba aja cek diberbagai milis cina sok nasionalis. Yg lbih dr itu pun banyak kok. -Original Message- From: tanita herlina [EMAIL PROTECTED] Date: Wed, 3 Dec 2008 17:15:33 To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Hang-Liong Babi Buta Yth. Agung, Saya hanya membagi pengalaman saya pribadi, sesuai dengan email dari Bp. Yan (dimana dalam email itu diminta untuk share pengalaman pribadi). Kalau Anda merasa berkeberatan, atau tidak memiliki pengalaman seperti itu, ya sudah, tidak ada masalah kan? Saya coba kutip kalimat Anda pada email dibawah: tolong yah tenglang2 jgn menyebarkan fitnah yg meresahkan yg bakal menyebabkan kejadian 98 terulang lagi ( eh emang ada apaan yah taon 98? Cuma maen kembang api bareng n bersih2 rumah dr para parasit aja kan) Kalau memang tahun 1998 hanya ada kejadian main kembang api dan bersih2 rumah dari parasit, kenapa Anda menggunakan kata2 kejadian 98 terulang lagi? Toh kegiatan main kembang api (mainan anak2 yang menyenangkan) dan bersih2 parasit (menjaga kebersihan adalah hal yang baik), adalah kegiatan yang menyenangkan, dan harusnya tidak perlu diliput oleh wartawan dalam dan luar negeri, serta tidak perlu melibatkan polisi atau aparat keamanan apapun untuk menertibkannya toh? Lha wong itu kegiatan baik (main kembang api dan bebersih rumah dari parasit) dan tidak meresahkan kok... Salam, Lina From: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wednesday, December 3, 2008 10:18:19 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Hang-Liong Babi Buta Ah itu prasangka buruk lo pada aja, katanya org cina yg bener2 nasionalis n membaur mah gak bakal dibegituin, ga ada tuh yg begituan, itu cuma karena lo pada kurang membaur aja, maunya eklucif aje, diem dirumah ga kenal tetangga, ada baksos dll ga pernah ikut, klo siskamling cuma sumbang duit doank, coba liat tuh cina2 yg
[budaya_tionghua] Ndak Cuma Bupati, Walikota Saja, Jeh! (Was: BUPATI ITU ORANG CINA....!!!)
Bu Ning M. Widjaja, Bung Hendri Irawan dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Hehehe lagi iseng ngecek kurs dolar yang labil nih, ikut nimbrung dikit ajah ya. Kalau cuma walikota-nya orang Tionghoa (Singkawang), bupatinya orang Tionghoa (Babel), mestilah tidak begitu stand out. Saya pernah ke satu daerah, hansip-nya orang Tionghoa, ketua RT, RW, bupati, camat, walikota, gubernur, bahkan semua pegawe negeri-nya juga orang-orang Tionghoa. Anak- anak kecil pada ngomong Huayu dengan fasih dan lancar di kereta yang tukang karcisnya, kondekturnya, satpamnya, tentaranya juga orang-orang Tionghoa kabeh. Di manakah gerangan daerah itu ya? Hehehehe. sorry, anda bener. Memang saya lihatnya di Shenzhen, Tiongkok, jeh! Wis ah, noh kurs-nya sudah muncul di monitor. Mong-omong soal kurs, kenapa ya kurs di BCA (klik BCA) selalu lebih tinggi sekitar Rp 1.000 per USD-nya? Di teve (Metro) misalnya pada waktu yang sama USD 1 = Rp 12.400, eh di Klik BCA sudah Rp 13.400 Barangkali ada yang tahu apa sebabnya nih? Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ning M. Widjaja [EMAIL PROTECTED] wrote: Sekedar info juga nih, Walikota Singkawang juga keturunan Tionghoa 2008/11/23 Hendri Irawan [EMAIL PROTECTED] Postingan nyasar. *Azura-Mazda [EMAIL PROTECTED]* wrote: Date: Sun, 23 Nov 2008 05:01:22 -0800 (PST) From: Azura-Mazda [EMAIL PROTECTED] Subject: BUPATI ITU ORANG CINA!!! To: Henyung [EMAIL PROTECTED] CC: Henyung [EMAIL PROTECTED] ** *BUPATI ITU ORANG CINA!!!* *Oleh: Kenken* ---dipotong-
[budaya_tionghua] Mau Coba Terapkan Pada Waktu? (Was: OOT - Jadinya Maju atau Mundur Nih?)
Bung Hendry Kuishando, Bung Takeshiroichi21, Bung Prometheus dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Terima kasih atas tanggapan anda bertiga ttg OOT iseng ihwal tanggal yang dimajukan atau dimundurkan. Sorry, saya sudah bikin Bung Takeshiroichi21 pusing, juga Bung Hendry K. yang coba menguraikan dengan istilah kanan-kiri atau depan-belakang, tapi akhirnya jadi ikut kebingungan juga. Hehehe... Mumpung lagi aktual, kabarnya pemerintah DKI Jaya akan coba mengatasi kemacetan lalulintas di pagi hari yang makin parah itu dengan cara mengatur jam masuk kerja dan jam masuk sekolah di 5 wilayah kotamadya DKI Jaya. Jadi, akan ada jam kerja yang dimajukan (tetap saja pakainya 'maju', bukan diganti di'dahulu'kan) dari pukul 07:00 menjadi pukul 06:30 dan ada yang di'mundur'kan (tetep saja, ndak dirubah menjadi di'tunda' ya, seperti usul Bung Prometheus) dari pukul 08:00 menjadi pukul 08:30 Mari kita coba pakai istilah 'maju' dan 'mundur' ini untuk waktu yuk. Dari pukul 07:00 di'maju'kan menjadi pukul 06:30 - TADI (sudah lewat) pagi pukul 06:00 terjadi gempa bumi. Jadi waktu yang sudah lewat itu ada di mana? Di belakang atau di depan kita? Mundur itu ke depan atau ke belakang? Berarti kalau dari pukul 07:00 ke pukul 06:30 mestinya MUNDUR toh? Lha, waktu (jam) itu bergerak MAJUnya dari 06:00 ke 07:00 toh ya? Dari pukul 08:00 di'undur'kan menjadi pukul 08:30 - NANTI (baru akan terjadi) pukul 24:00 diramalkan akan turun hujan deras. Berarti kita masih akan sedang menuju ke waktu itu, kita maju ke depan atau ke belakang dong? Bukankah kalau dari pukul 08:00 menjadi 08:30 artinya kita makin maju ke arah waktu itu? Ingat, jam (waktu) itu bergerak-jalannya ke arah yang makin besar toh ya? Hehehe. makin bingung ndak ya jadinya? Saya kira, istilah yang diajukan oleh Bung Prometheus, menggunakan ditunda atau di'dahulu'kan bisa jadi alternatip penggunaan sebagai gantinya 'maju' dan 'mundur' itu boleh-boleh saja dipakai ya. Tapi, yang mana menggantikan 'maju' dan yang mana menggantikan 'mundur' coba ya? Masalahnya pan jelas: mana yang duluan dan mana yang belakangan gitu lho. Wis ah, ntar makin banyak yang bingung pula jadinya, jeh! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Hendry Kuishando [EMAIL PROTECTED] wrote: Halo, oom Ophoeng/Ophoeng shushu yang ramah.. :) 1 2 3 4 5 kalau susunannya begitu yang benar bukan maju atau mundur, tapi ke kanan atau ke kiri Kalau mau dibilang maju atau mundur, berarti kita menghadap ke kiri atau ke kanan. Kalau kita menghadap ke kiri, tentu saja dari 3 ke 1 itu adalah maju, sebaliknya dengan kita menghadap ke kanan. Kalau bicara hari saya rasa istilah dimajukan itu maksudnya dipercepat (tapi term cepat juga gak begitu tepat sih..) atau jarak tunggunya dipersingkat, diperpendek jarak tunggunya, atau di-lebih-pagi-kan. Sedangkan dimundurkan, mungkin seharusnya diundur, kalau ini mungkin sudah jelas, maksudnya diperpanjang jarak tunggunya. O iya, mungkin begini lebih jelas: sekarang anggap tanggal misalnya sekarang tanggal 1, lalu saya ada janji dengan shushu mau ditraktir makan yang enak2 tanggal 5, tapi ternyata tanggal 5 tidak bisa, jadi di---kan menjadi tanggal 3. Tanggal 3 kan lebih dekat dengan tanggal 1, maka kira-kira posisi kita di tanggal 1, dari 5 ke 3.. 01(kita di sini) 0203 -- 04 -- 05(rencana awal) berarti dimajukan lebih dekat dengan posisi kita. Kalau diganti menjadi tanggal 7, dijauhkan dengan posisi kita berarti diundur. Tapi akan berbeda kalau kita melihatnya seperti permainan ular tangga, bukan berbicara sesuatu yang memang ada di depan kita, tetapi berbicara mengenai kita sendiri.. kocok dadu, kita maju, ketemu ular kita mundur (angka jadi kecil).. ketemu tangga maju lagi (angka makin besar). yang bergeser kitanya. Sedang kasus sebelumnya acara makan2 kita (slurpp) yang digeser sesuatu yang di depan kita. Itu sih kalo menurut saya.. Tapi sebenernya sy juga sekarang jadi bingung juga sih.. salam, hendry --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, takeshiroichi21 [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya jadi pusing *.*.. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, prometheus_promise [EMAIL PROTECTED] wrote: Maaf, iseng sedikit memberikan komentar mengenai kata acuh ---dipotong- Mungkin hal semacam ini pula yang membuat sdr Ophoeng tidak tahan (isengnya) mempertanyakan manakah kata yang lebih tepat antara dimajukan atau dimundurkan, di dalam posting sebelumnya. Nah, daripada bingung menggunakan dimajukan atau dimundurkan, karena tidak jelas mana yang depan dan belakang, ada baiknya kita menggunakan di-dahulukan / dibuat lebih awal atau di-tunda. Boleh ? Prometheus
[budaya_tionghua] OOT - Jadinya Maju atau Mundur Nih? (Was: Dimajukan atau Diundurkan?)
TTM BT semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Tempo hari saya ada ajukan pertanyaan ttg maju atau mundurnya satu titik waktu tertentu, rupanya ndak menarik minat untuk dilanjut ya. Tapi karena saya sudah kadung tanya, mungkin boleh saya lanjut dikit saja agar bisa lebih jelas yang dimaksud. Kita mengenal kata berikut ini: hari ini (HI), besok (BS), besok lusa (BL), untuk hari yang akan datang. Lalu ada kemarin (KM), dan kemarin dulu (KD), ini untuk hari yang sudah lewat. Nah, kalau saya gambarkan diagram sederhana ini: KD - KM - HI - BS - BL = HI - Hari ini, dan seterusnya (lihat di atas). 01 - 02 - 03 - 04 - 05 = anggap tanggal KD dan KM ada di 'belakang' HI, berarti, kalau saya ada janji pada HI, dan kemudian dirubah menjadi BL, sebutannya mestinya adalah 'maju'. Saya minta di'maju'kan ke BL (tanggal 05). Tapi, yang umum orang sebut pan itu artinya di'undur'kan ke tanggal 05 ya? Sebaliknya, kalau ternyata anda bisanya pada tanggal 01, maka anda akan bilang: di'maju'kan ke tanggal 01. padahal pan tanggal 01 ada di 'belakang' tanggal 03 toh? Bagaimana menurut anda sekalian? Mana yang benar jadinya, secara logika mana yang maju dan mana yang mundur? Hehehe sorry, cuma iseng ajah, jeh! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Ophoeng [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung King Hian dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? --dipotong- Jadi, angka 1 (lepas dari nilainya) lebih dulu, lalu datang angka 2, dst-nya. Jadi si '1' ada di depan atau di belakang '2? 3 di depan atau di belakang 2? Dst-nya? Nah, mari kita analogikan hal ini kepada sistem penanggalan dan hari yang kita anut selama ini, penaggalan masehi. Misal, tanggal 1 (Senin), 2 (Selasa), 3 (Rabu), 4 (Kamis), 5 (Jumat), 6 (Sabtu), 7(Minggu) dan seterusnya. Tolong jangan disalah artikan dengan sistem penamaan hari Pai-yi, Pai-erl, Pai-san dan seterusnya ya. Cuma kebetulan saja tanggal 1 jatuh pada hari Senin, dan seterusnya begitu. Kalau misalnya saya ada janji dengan anda pada tanggal 6 hari Sabtu, lantas saya berhalangan pada hari itu, saya minta dirubah menjadi tanggal 5 hari Jumat. Manakah statement yang benar yang harus saya sampaikan kepada anda: (a) Saya minta pertemuan kita DIUNDURKAN menjadi hari Jumat, tanggal 5, atau (b) Saya minta pertemuan kita DIMAJUKAN menjadi hari Jumat, tanggal 5. Begitu saja sih, saya sekedar ingin tahu saja. Terima kasih. salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan
[budaya_tionghua] Zheng Henya Mau Diperiksa Kejagung Tuh? (Was: buku baru 5)
Bung King Hian dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Terima kasih atas info-nya ttg buku-buku baru itu ya. Cuma mau numpang lewat saja dan komentar dikit ttg Zheng He nih. Tempo hari kalau tak salah ada produser Thailand yang bikin film ttg Zheng He, lantas menun- juk Yusril Ihza Mahendra -bekas menteri hukum HAM RI, berperan sbg Zheng He. Sekarang kalau ada yang menyebut Zheng He, langsung terbayang tahi lalat di bi- bir pemeran Zheng He itu. Kompas hari ini melanjut berita minggu lalu, katanya 'Zheng He' akan diperiksa sebagai saksi kasus korupsi di departemen hukum itu. Hehehe sorry kalau ndak nyambung, cuma pas baca lantas spontan ingat aja. Kalau soal orang nebeng popularitas orang lain, demi popularitas sendiri, ya susah dicegah sih ya. Kemauan untuk tidak mendompleng, kudu direm oleh yang bersang- kutan. Kalau yang bersangkutan merasa itu sah-sah saja, ya susah direm lagi. Kalau bicara ttg orang yang sudah meninggal, ya memang paling gampang. Sebab orang sudah almarhum, apalagi ratusan tahun yang lalu, tidak bisa balik respon, apalagi membantah tudingan sesiapa saja yang mau memanfaatkan situasi demi popularitas diri sendiri. Coba kalau Zheng He masih hidup, mana berani dia berkomentar toh? Zheng He mau menjajah? Untuk apa? Kalau saya lihat kenyataan bahwa beliau ada- lah seorang thaykam, sida-sida, yang dikebiri, rasanya beliau tidak punya ambisi untuk menguasai. Kekuasaan, harta benda dan wilayah, mungkin bagi beliau tak ada lagi artinya. Untuk apa? Lha keturunan beliau tak punya, bukankah umumnya orang menumpuk harta dan kekuasaan itu demi anak-cucu keturunannya? Seorang teman lama saya malah pernah bilang, kalau saja dulu misi Zheng He bu- kan sekedar muhibah lawatan perdamaian dan kebudayaan, mungkin Asia Tengga- ra, paling tidak, berbeda situasi peta dan ekonominya. Mana berani VOC Belanda dan Inggris menyentuh kawasan nusantara dan semenanjung seenaknya, lha pan waktu itu, 65 tahun (?) sebelumnya Zheng He sudah lebih dulu berhubungan de- ngan wilayah nusantara dan semenanjung. Tapi, ini sih tentu cuma pendapat pribadi saja. Jangan ditanya data-data akurat dari mana saya dapatnya ya. Pasti saya tidak punya atuh, jeh! Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, King Hian [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada buku tentang Zheng He, yang baru saya lihat ada di toko buku: Judul: Laksamana Cheng Ho dan Asia Tenggara Editor: Leo Suryadinata Penerbit: Pustaka LP3ES Indonesia, 2007 ISBN: 978-979-3330-73-0 Harga: Rp. 42.500,- halaman: 162 + xvi Isi buku ini adalah makalah dalam bhs Indonesia (dan beberapa terjemahan dari makalah bhs inggris) yang dibawakan dalam Diskusi Panel yang diselenggarakan oleh Huayinet dan Ohio University Materials on the Chinese Overseas pada Agustus 2005. Dalam panel tsb., makalah bhs Inggris dan bhs Tionghoa juga telah diterbitkan dalam buku terpisah. ---dipotong-- Ada beberapa pihak yang memandang ekspedisi Zheng He dengan negatif, terutama tudingan bahwa ekspedisi Zheng He mempunyai tujuan menjajah kerajaan2 di Asia Tenggara. Salah satu dari mereka adalah tokoh yang mempunyai banyak murid, yang seharusnya tidak menggunakan isu2 yang tidak jelas dasarnya hanya demi mendapatkan popularitas. salam, KH
[budaya_tionghua] Kapulaga vs Hoa-ciao. (Was: Merasa Tenang Juga Nih.)
Bung ChanCT dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Sorry, nampaknya ada dua topik yang berbeda, jadi saya respon posting Bung ChanCT dalam dua 'babak' nih ya. Ini babak pertama, soal makanan. Bung ChanCT baru kembali dari Surabaya, wah, kalau tahu saya mau pesen bandeng asep dari Sidoarjo. Makannya dicocol pake saus petis + sambel, weleh-weleh.. makan-nya mesti ajak mertua, supaya ndak terlupakan! Kupang Surabaya, biasanya dimakan pake lontong. Digerusin cabe dan ba- wang putih goreng, petis ikan dan petis kupang (selalu kudu dua macam), lalu disiram kuah kupangnya. jangan lupa kucuri jeruk nipis, supaya aro- manya tidak begitu anyir, dan rasanya bertambah menjadi legit, asem, ma- nis dan asin, ramai rasanya! Mestinya sih kupang itu lelembut bersodaraan ama kekerangan, begitu lembutnya sampai ndak ada car lain untuk meng- olahnya menjadi kupang lontong, atau emping kupang: ditarok di tengah-2 emping, ditempelkan pas waktu empingnya masih basah. Rujak cingur Surabaya? Hmmm memang bikin kangen. Petisnya sungguh berani. Anda sempat nyobain rujak cingur paling mahal sedunia gak? Kabar- nya seporsi sekarang berbandrol Rp 100.000 - dengan cingur sama ajah ci- ngur sapi, bukan cingur gajah atawa onta. Mong-omong soal petis, sampai sekarang saya belum melihat ada orang yang sedoyan dan gemar sekali akan petis seperti orang Surabaya - Jatim. Coba ajah lihat menu mereka yang pakai petis: rujak cingur, kupang lon- tong, tahu tek, tahu campur, rujak petis, telur petis, cocolan bandeng asep pake saus petis, bahkan swikee (kodok oh) pun diberi secolet petis di sen- dok sajinya. Mereka punya 3 macam petis: udang, ikan dan kupang (tam- bahan satu ada di Jateng, Boyolali, Ampel - petis sapi). Barangkali ada di antara anda yang tahu jawabannya ttg orang Surabaya doyan petis ini? Orang Surabaya suka Hoa-ciao? Saya sih bukan orang Surabaya, cuma dulu waktu kecil pernah mukim di sana, gara-gara dikasih libur panjang sekali ama pemerintah: SD THHK-nya di Cirebon ditutup sih, jeh! Hehehe.. Hoa-ciao, justru uniknya pan di rasa 'ma-la' yang menurut istilah anda, Bung ChanCT terasa seperti semutan di lidah atau bibir. Masaklah sapi cah hoa-ciao, agak merah ala angsio, wah, menuliskannya sajah sudah bikin saya ngiler nih! Kapulaga adalah sejenis rempah bahan campuran jejamuan dan bumbu dapur juga. Bisa juga berfungsi sebagai pengharum mulut. Bahkan orang Inggris me- nyebutnya sebagai 'grains of paradise'. Sila lihat uraiannya di sini: http://id.wikipedia.org/wiki/Kapulaga http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=296 http://tanamanherbal.wordpress.com/2007/12/16/kapulaga/ http://en.wikipedia.org/wiki/Cardamom Sebenarnya ada satu jenis rempah asal Sumatera - Padang dan Medan, yang lebih mirip hoa-ciao aroma dan rasanya, ada efek ma-la dan aroma kuatnya. Saya lupa lagi apa namanya. Katanya sih biasa dibuat sebagai campuran da- lam bumbu rendang dan gule khas Padang atau Medan. Bentuknya bulat, war- nanya hijau, kecil-kecil, lebih kecil dari leunca. Kalau digigit, rasanya sangat mirip hoa-ciao, dengan kadar lebih rendah 'semutan'nya. Begitu saja sih ya kira-kira. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ChanCT [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Ophoeng yb, Haha, baru kembali dari Surabaya, nih, ... ada satu lagi makanan di Surabaya yang masih saya ingat/terkenang sampai sekarang, kupang. Waaduuuh, mestinya sih binatang laut juga, yang bentuknya panjang-panjang tapi. Wuuaalaaah, dikasih sambel petis lagi. Sedaaap. Udah itu rujak cingur-nya juga uueeenak banget. Tapi, ... kenapa orang Surabaya bisa suka sama Hua-jiao (mungkin bunyinya lebih tepat tanpa h, jadi hua ciao), apa dinamakan juga shi-chuan paper? Saya mah nggak suka, yang terkadang bisa bikin lidah semutan. Hehehee, ... Lalu, apa itu kapulaga? Jenis makanan baru, ya? --dipotong- Salam, ChanCT
[budaya_tionghua] Saya Mah Cuma Half-Khe, Jeh! (Was: Merasa Tenang Juga Nih.)
Bung ChanCT dan TTM semuah, Hai, apakabar? Sudah makan? Sorry, ini bagian kedua respon saya atas posting Bung ChanCT. Tentang suku Khe, sebenernya sih saya cuma Half-Khe, sebab papa saya yang Khe (Fujian-Yongding) datang dari RRT lalu menikah dengan mama saya yang orang Kuningan, persisnya sih di desa dekat Kuningan, Jabar. Jadi, pergaulan saya banyakan ikut saudara-saudara mama, bahkan saya tidak punya saudara dari papa saya. Ada satu keponakan yang papa bawa dari RRT juga, tapi saya jadi ragu apakah itu benar keponakan kandung ataukah cuma sekampung saja. Soalnya ya ndak dekat-2 amat sih, jeh! Kalau isteri saya bukan orang Khe, tapi orang Khoe, maksudnya bersne Khoe mamanya, dan papanya bersne Lauw, masih sodara ama Andy Lauw? Orangtuanya generasi ke-3 dari kakek mereka yang datang dari RRT. Jadi sudah mengalami sekolah Holland. Yang tinggal bersama kami sekarang adalah papa mertua saja. Sebab mama mertua saya sudah meninggal dunia. Tapi, sejak awal, rumah kami beda blok saja. Jadi boleh dibilang kami se- ring bertemu. Waktu anak-anak masih kecil, bahkan suka dititipkan di rumah mertua saya. Sejak awal, papa mertua saya memang sifatnya agak cuek ajah, mengalah. jadi saya malu sendiri toh kalau mau ngotot? :D) Karena tinggal papa mertua dan adik ipar saja tinggal berdua, akhirnya kami putuskan tinggal serumah saja, supaya hemat di ongkos: rekening listrik, air, telepon juga masak. Cuma faktor ekonomi ajah sih mulanya. Biaya buat dua rumah pan lebih boros dari satu rumah saja, jeh! Seperti halnya anda, Bung ChanCT, sejak awal kami menikah, saya sih ndak segan untuk bantu nyonyah dalam urusan rumah. Bahkan waktu anak-anak masih SD-SMP, di Jelambar, pan anak-anak mesti bangun pagi-pagi sekali, berangkat pagi-pagi supaya ndak kena macet. Jadi kami bagi tugas: isteri memandikan anak-anak, saya yang masakkan sarapan buat anak-anak. Sampai-sampai anak perempuan saya lebih suka nasi goreng buatan saya, apalagi kalau pake bubuk kayumanis! Saya dan nyonyah mah lebih suka cuek ajah, ndak mau ngeladenin omongan orang, teman atau tetangga, juga saudara. Yang menjalani hidup keluarga pan kami sendiri. Orang mah pan bisanya nonton dan kasih komentar, manas-manasin ajah. Saya sependapat dengan anda, soal suku apapun, yang penting ya kudu solider, berbagi suka duka. Kalau mau menang sendiri, baik terhadap isteri, ipar, atau mertua, apalagi orangtua, ya ndak bisa ketemu, ndak nyambung atuh, jeh! Hehehe. jadi kayak curhat ajah nih ya. Sorry, kalau cuap-cuap saya ini terrasa membosankan ya. Salam makan enak dan sehat, Ophoeng BSD City, Tangerang Selatan --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ChanCT [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Ophoeng yb, --- dipotong-- Rupanya bung Ophoeng tergolong suku Khe, ya. Seandainya tradisi Khe-nya masih kuat dan ketika berkeluarga sudah tiada orang-tua, jadi tidak mengalami keruwetan yang mungkin terjadi. Dan bersyukurlah bisa menampung ibu mertua, apa juga dari suku Khe? Kalau iya lebih beruntung lagi. Katanya, kalau punya istri dari Khe senang sekali, karena rajin sekali dia ngurusin rumah. Itu tadi, tradisi mereka, semua tetek-bengek urusan rumah harus dikerjain istri, suami nggak boleh turun-tangan. Tapi, saya nggak tega membiarkan istri (dari suku Khe) yang juga bekerja kalau pulang dirumah juga masih harus banting tulang ngurusin rumah sendirian, jadi, ... kami berdua sejak kawin hidup bersama, melakukan kerja-sama yang harmonis. Sekalipun harus terpontal-panting karena semua harus dikerjakan sendiri, tapi deengan demikian terasa lebih dekat dan hasil kerja bersama yang sangat membahagiakan. Adiil, dirasakan. Salam, ChanCT