[keluarga-islam] Ali Mustafa Yaqub: Maaf-memaafkan PKI

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Maaf-memaafkan PKI


Oleh: Ali Mustafa Yaqub






Tragedi berdarah Gerakan 30 Sep tember Partai Komunis Indonesia
(G-30-S/PKI) sudah terjadi 50 tahun yang lalu. Namun, tampaknya, luka-luka
akibat peristiwa seputar itu masih belum sembuh total sampai sekarang.




Untuk menyembuhkan luka-luka itu, muncul wacana, bahkan tuntutan agar
negara meminta maaf kepada anak-cucu anggota PKI. Sementara, di sisi lain
muncul juga tuntutan agar anak-cucu anggota PKI meminta maaf lebih dahulu
karena merekalah yang memulai perbuatan yang lazim disebut agresi sepihak
PKI.




Ada yang mencoba menganalogikan pemberian maaf itu kepada perilaku Nabi
Muhammad SAW ketika membebaskan Kota Makkah dari kontrol kaum musyrikin
dalam operasi Fath Makkah pada Ramadhan, 8 Hijriyah. Selama tinggal di
Makkah, Nabi SAW selalu diteror dan dizalimi oleh kaum musyrikin, sehingga
beliau bersama umat Islam diperintahkan Allah untuk hijrah ke Madinah.




Delapan tahun kemudian, umat Islam menguasai Kota Suci Makkah. Pada saat
itu, kaum musyrikin merasa ketakutan apabila Nabi SAW menghukum mereka dan
ternyata Nabi Muhammad memaafkan dan tidak menghukumnya.




Analogi ini tampaknya tidak tepat karena baik Nabi SAW sebagai pihak yang
dizalimi maupun kaum musyrikin sebagai pihak yang menzalimi, semuanya masih
hidup. Sementara, untuk kasus PKI, baik yang dizalimi maupun yang
menzalimi, saat ini sudah tidak ada di dunia.




Tampaknya, kejadian yang mungkin dapat menjadi acuan dalam kasus PKI ini
adalah apa yang terjadi antara Huyay bin Akhthab al-Quradhy, tokoh Yahudi
Bani Quraizhah, dengan Nabi Muhammad SAW. Huyay bin Akhthab sangat memusuhi
dan menzalimi Nabi SAW.




Sementara, putrinya, Ummul Mukminin Shafiyyah binti Huyay, adalah seorang
Muslimah yang menjadi istri Nabi SAW. Suatu saat, Nabi SAW berkata kepada
istri beliau, Shafiyyah, "Hai Shafiyyah, ayahmu itu sampai mati selalu
memusuhi dan meneror aku."




Shafiyyah yang bergelar Ummul Mukminin itu dengan cerdas menjawab,
"Bukankah Allah telah berfirman bahwa seseorang tidak akan menanggung dosa
orang lain?" (QS al- An'am: 164). Tampaknya, Shafiyyah bermaksud bahwa
kesalahan yang dilakukan oleh ayahandanya tidak secara otomatis menjadi
tanggungannya.




Karenanya, Shafiyyah tidak meminta maaf kepada Rasulullah SAW atas
kesalahan yang dilakukan oleh orang tuanya. Nabi SAW juga tidak memberikan
pengarahan agar Shafiyyah meminta maaf kepada Nabi atas kesalahan
ayahandanya.




Memang, dalam Hadis Riwayat Imam Muslim, Nabi SAW berkata, "Siapa di antara
kalian yang pernah menzalimi saudaranya, baik menzalimi dirinya atau
hartanya, maka hendaklah ia minta dihalalkan (dimaafkan) sebelum datang
kematian."




Dalam hadis ini, permintaan maaf atau memberi maaf pada kesalahan sesama
manusia adalah ketika masing-masing masih hidup. Apabila yang bersangkutan
sudah meninggal dan belum saling maaf-memaafkan maka urusan selanjutnya
adalah diselesaikan dalam pengadilan akhirat.




Pengadilan akhirat ini, dalam HR Imam Muslim lazim disebut dengan Hadis al-
Muflis (orang yang pailit). Sekiranya, anak- cucu dari orang-orang yang
zalim dan atau menzalimi itu dibenarkan untuk maaf- memaafkan atas
kesalahan orang tua mereka yang sudah mati, niscaya Nabi SAW sudah
mengajarkan hal itu dan HR Imam Muslim tadi tidak diperlukan.




Kasus PKI tampaknya lebih pas diselesaikan dengan pendekatan ini. Apabila
ada anggota PKI yang menzalimi orang Islam dan ia sudah mati maka
anak-cucunya tidak menanggung kesalahan orang tuanya, sehingga ia tidak
perlu minta maaf kepada umat Islam. Sebaliknya, apabila ada orang Islam
yang menzalimi anggota PKI dan ia sudah mati maka anak-cucunya juga tidak
menanggung kesalahan yang dilakukan orang tuanya, sehingga ia tidak perlu
meminta maaf kepada anak-cucu anggota PKI.




Hal itu karena masing-masing tidak memiliki kesalahan atas orang lain dan
masing-masing tidak akan menanggung kesalahan orang tua mereka.




Dalam ajaran Islam, negara adalah sebuah lembaga atau institusi dan tidak
disebut sebagai mukalaf (yang dibebani kewajiban dan tanggung jawab).
Mukalaf adalah manusia, bukan institusi. Maka, apabila negara melakukan
kezaliman, yang dikenai tanggung jawab adalah manusia (mukalaf) yang
mengelola negara itu.




Yang kelak masuk surga atau neraka adalah manusia, bukan institusi. Oleh
karena itu, negara tidak akan mendapatkan balasan surga atau neraka,
melainkan adalah manusia yang mengelola negara itu.




Memang Islam juga mengajarkan agar kita meminta ampun kepada Allah SWT
untuk diri kita, orang tua kita, dan orang lain. Namun, konteksnya adalah
kesalahan atau dosa kepada Allah. Sementara, kesalahan kepada sesama
manusia sudah diatur dalam dua HR Imam Muslim tadi.




Membicarakan maaf-memaafkan kepada PKI adalah membicarakan tentang fosil.
Orang yang dizalimi atau yang menzalimi, semuanya telah mati. Alquran
menyebutkan, "Mereka adalah orang-orang masa lampau.




Mereka akan mendapatkan balasan dari apa yang mereka kerjakan dan kamu
semuanya akan mendapatkan balasan dari 

[keluarga-islam] Jika Didiamkan, Radikalisme Kikis Islam sebagai Agama Rahmat

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Jika Didiamkan, Radikalisme Kikis Islam sebagai Agama Rahmat


Ahad, 11/10/2015 09:00






[image: Jika Didiamkan, Radikalisme Kikis Islam sebagai Agama Rahmat]






Pringsewu, *NU Online*
Radikalisme adalah pemikiran dan tindakan untuk sebuah perubahan sosial
atau politik dengan cara cepat memalui tindak kekerasan. Ketika seseorang
sudah memiliki pemikiran radikal atau ekstrem maka diperlukan strategi dan
proses yang lama untuk memulihkannya.


Wakil Ketua Tanfidziyyah PWNU Provinsi Lampung H. Heri Iswahyudi
menyampaikan hal itu ketika menjadi pemateri pada Seminar Pendidikan yang
diselenggarakan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Kabupaten Pringsewu, Lampung,
Sabtu (10/10).


Menurutnya, salah satu penyebab munculnya dan merebaknya paham-paham
radikal adalah kegagalan pendidikan nasional. Oleh karena itu, Heri yang
juga menjabat Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pringsewu ini memiliki
langkah dalam memberantas paham ini agar tidak masuk dalam dunia pendidikan.


"Peningkatan potensi dan kualitas kepala sekolah dalam bidang sosial,
peningkatan disiplin sekolah, peningkatan kepedulian sekolah terhadap
lingkungan, monitoring serta wawasan kebangsaan, itulah langkah yang harus
ditempuh," tegasnya.


Kegiatan yang mengangkat tema "Pendidikan Keagamaan Sebagai Benteng
terhadap Paham Radikalisme" ini diikuti oleh lebih kurang 250 tenaga
pendidik yang merupakan utusan sekolah tingkat SD, SLTP dan SLTA di
Kabupaten Pringsewu.


Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Geding NU Pringsewu tersebut juga
menghadirkan Wakil Rektor III IAIN Raden Intan Bandarlampung Prof. DR.
Syaiful Anwar, M.Pd. Menurut Syaiful, salah satu akar masalah munculnya
radikalisme adalah dikarenakan kurangnya pemahaman dalam memaknai agama.


Oleh karenanya perlu tindakan pencerahan bagi seluruh umat untuk terus
belajar dan mendalami agama secara sempurna dan menyeluruh. "Radikalisme
jika didiamkan saja akan mengikis (citra) ajaran agama Islam sebagai rahmat
seluruh alam," tegasnya.


Dan menurutnya, perlu sekali dilakukan kegiatan-kegiatan seperti
penyuluhan, diskusi dan seminar dalam rangka membentengi umat khususnya
generasi muda dari paham-paham radikalisme. *(Muhammad Faizin/Mahbib)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,62706-lang,id-c,daerah-t,Jika+Didiamkan++Radikalisme+Kikis+Islam+sebagai+Agama+Rahmat-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Ihwal Pernikahan Manusia dengan Jin

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Ihwal Pernikahan Manusia dengan Jin*



Pertanyaan:



Assalamu’alaikum wr. wb. Pak Ustad yang terhormat, saya pernah mendengar
ada orang yang pernah menikah dengan jin. Bahkan ada juga dalam sinetron
yang saya lihat di salah satu televisi swasta, terlepas apakah itu cerita
fiktif atau bukan yang jelas ada cerita pernikahan dengan jin meskipun
tidak dijelaskan bagaimana proses akadnya. Yang ingin saya tanyakan,
bagaimana hukum menikah dengan jin. Dan atas jawabannya, kami ucapkan
terimakasih.



Wassalamu’alaikum wr. wb.



Yunus – Jakarta



Jawaban:



Assalamu’alaikum wr. wb. Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Mengenai pernikahan manusia dengan jin sebenarnya bukan soal
baru. Kami juga pernah mendengar cerita pernikahan manusia dan jin, yang
notabenenya adalah dua makhluk yang berlainan alam dan berbeda materi
penciptaannya. Namun kami belum pernah menyaksikan bagaimana pernikahan
manusia dengan jin bisa berlangsung. Hanya saja dalam benak kami, jin
merubah dirinya menjadi wujud manusia seperti kita.



Para ulama juga sebenarnya juga jauh-jauh hari sudah membincang tentang
pernikahan manusia dengan jin, bahkan sampai ada yang mempuyai anak dari
hasil pernikahan tersebut. Dan mayoritas ulama memakruhkan pernikahan
tersebut. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah.



وَصَرْعُهُمْ لِلْإِنْسِ قَدْ يَكُونُ عَنْ شَهْوَةٍ وَهَوًى وَعِشْقٍ كَمَا
يَتَّفِقُ لِلْإِنْسِ مَعَ الْإِنْسِ وَقَدْ يَتَنَاكَحُ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ
وَيُولَدُ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ وَهَذَا كَثِيرٌ مَعْرُوفٌ وَقَدْ ذَكَرَ
الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ وَتَكَلَّمُوا عَلَيْهِ وَكَرِهَ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ
منُاَكَحَةَ الْجِنِّ



“Bahwa merasukinya jin pada manusia bisa jadi karena dorongan syahwat, hawa
nafsu, atau jatuh cinta sebagaimana yang terjadi antara manusia dengan
manusia lainnya. Dan terkadang antara manusia dengan jin terjadi pernikahan
sampai melahirkan anak. Hal ini banyak terjadi dan sudah diketahui secara
umum. Sungguh, para ulama telah menyebutkan hal tersebut dan
membicarakannya. Dan mayoritas ulama memakruhkan pernikahan (manusia)
dengan jin” (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatwa, Mesir-Dar al-Wafa`, cet ke-3,
1426 H/2005 M, juz, 19, h. 39).



Di antara barisan para pakar hukum Islam yang memakruhkan pernikahan
manusia dengan jin adalah imam Malik pendiri madzhab maliki.  Alasannya
adalah adanya kekhawatiran nanti kalau ada perempuan hamil akibat melakukan
zina bisa saja mengaku bahwa ia dihamili jin.



وَجَاءَ عَنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ أَجَازَهُ وَلَكِنَّهُ
كَرِهَهُ لِئَلَّا يَدَّعِىَ الْحَبَالَى مِنَ الزِّنَا أَنَّهُ مِنَ الْجِنِّ




“Dan terdapat riwayat dari imam Malik ra bahwa beliau membolehkan
pernikahan manusia dengan jin, akan tetapi beliau memakruhkannya karena
(khawatir) perempuan-perempuan yang hamil sebab zina mengaku-aku bahwa
kehamilannya itu dari jin” (Lihat Ibnu Hajar al-Haitsami, al-Fatawi
al-Haditsiyyah, Bairut-Dar al-Fikr, tt, h. 50)



Di kalangan madzhab syafii sendiri juga terjadi perselisihan pendapat. Ada
yang memperbolehkan, dan ada yang tidak. Di antara pendapat yang tidak
memperbolehkan pernikahan manusia dengan jin adalah al-Bariji dan Ibnu
Yunus. Alasan yang dikemukakan adalah adanya perbedaan jenis antara bangsa
manusia dan jin. Ini artinya manusia hanya boleh menikah dengan manusia.
Hal ini didasarkan atas firman Allah swt berikut ini;



وَاَللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا



“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri” (Q.S.
An-Nahl [16]: 72)



قَالَ ابْنُ يُونُسَ مِنْ مَوَانِعِ النِّكَاحِ اخْتِلَافُ الْجِنْسِ فَلَا
يَجُوزُ لِلْآدَمِيِّ أَنْ يَنْكِحَ جِنِّيَّةً وَبِهِ أَفْتَى الْبَارِزِيُّ
لِقَوْلِهِ تَعَالَى : وَاَللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا



“Ibnu Yunus berpendapat bahwa di antara yang menjadi penghalang pernikahan
adalah perbedaan jenis. Karenanya maka tidak boleh bangsa manusia menikah
dengan bangsa jin. Dan pendapat inilah yang difatwakan al-Bariji karena
didasarkan kepada firman Allah swt, ‘Allah menjadikan bagi kamu
isteri-isteri dari jenis kamu sendiri’ (Q.S. An-Nahl [16]: 72]” (Lihat
Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarhu Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, 3, h. 162)



Dari penjelasan di atas setidaknya dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
soal pernikahan manusia dengan jin ternyata terjadi perbedaan di antara
para ulama. Dan kami lebih memilih pendapat yang tidak memperbolehkan
pernikahan tersebut.



Pertimbangan kami memilih pendapat yang tidak memperbolehkan di samping
alasan yang dikemukakan oleh ulama di atas adalah, ketiadaan aturan teknis
yang memadai yang menjelaskan mengenai pernikahan manusia dengan jin.



Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan
baik. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para
pembaca.



Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu’alaikum wr. wb



Mahbub Ma’afi Ramdlan

Tim Bahtsul Masail NU



-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


[keluarga-islam] PBNU Serukan Sholat Istisqo kepada PWNU dan PCNU Se-Indonesia

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
PBNU Serukan Sholat Istisqo kepada PWNU dan PCNU Se-Indonesia


Kamis, 08/10/2015 21:02






[image: PBNU Serukan Sholat Istisqo kepada PWNU dan PCNU Se-Indonesia]






Jakarta, *NU Online*
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengeluarkan surat instruksi yang ditujukan
kepada PWNU dan PCNU yang ada di seluruh Indonesia. Mereka meminta pengurus
NU wilayah dan cabang untuk menginisiasi penyelenggaraan sholat Istisqo’ di
daerahnya masing-masing.


Instruksi ini dikeluarkan mengingat bencana asap, kekeringan, dan
kelangkaan hujan di berbagai daerah di Indonesia. Surat ini yang
ditandatangani Rais Aam KH Ma’ruf Amin, Katib Aam KH Yahya Cholil Staquf,
Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen PBNU H Helmy Faisal Zaini.


“Kami mengajak warga NU untuk memohon ampunan dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT,” seperti dirilis dalam surat instruksi Kamis, tertanggal 7
Oktober 2015.


Pengurus harian PBNU meminta pengurus PWNU dan PCNU untuk meneruskan
maklumat ini kepada pengurus MWCNU dan ranting NU di daerah
masing-masing. (*Alhafiz
K*)






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62668-lang,id-c,nasional-t,PBNU+Serukan+Sholat+Istisqo+kepada+PWNU+dan+PCNU+Se+Indonesia-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Kiai Said Berharap Saudi Perbaiki SDM Pelayanan Haji

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kiai Said Berharap Saudi Perbaiki SDM Pelayanan Haji


Jumat, 09/10/2015 19:59






Jakarta, *NU Online*
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengapresiasi pembangunan sarana dan
prasarana untuk menunjang kenyamanan ibadah haji seperti perluasan masjid,
air yang mencukupi, pohon yang ditanam di mana-mana dan lainnya yang
semuanya menghabiskan milyaran dolar, tetapi ia berharap ada peningkatan
manajemen dan kualitas layanan haji.


“Kita apresiasi berbagai pembangunan sarana prasarana itu, tetapi
manusianya yang melayani belum.  Bandaranya mewah, tetapi petugas
imigrasinya masih *sak karepe dewe.* Kalau yang ngantri sudah panjang, baru
dikerjain. Kalau ada teman, pegawainya milih ngobrol. Ini perlu
diperbaiki,” katanya kepada *NU Online*, Jum’at.


Satu hal lagi, ia tidak sependapat usulan bahwa haji harus dikelola anggota
OKI. Yang penting adalah keterbukaan dalam pengelolaan haji tersebut.


“Lebih terbuka saja. Misalnya petugas haji yang resmi membawa ID Card,
tidak gampang, membuka kontainer berisi mayat, harus nunggu izin dahulu.
Minimal kita diajak *ngomong *dan *sharing*, ketika ada tragedi, apa yang
harus dikerjasamakan,” tandasnya.


Sementara itu untuk Pemerintah Indonesia, ia meminta agar jangan
sekali-kali merendah, merasa di bawah Saudi karena jamaah hajinya terbesar.
“Artinya, kita paling banyak memberikan kontribusi. Jamaah haji dan umrah
asal Indonesia banyak membelanjakan uangnya di sana. Jangan dianggap
sebawahnya.”


Dari pengalamannya, orang Saudi menganggap orang non Arab kedudukannya

dibawahnya. “Kalau sesama Arab tidak dianggap dibawahnya, seperti Mesir,
mereka bisa *ngeyel*,” imbuhnya.


Di sisi lain, untuk meningkatkan keselamatan, ia berharap jamaah haji
Indonesia meningkatkan disiplinnya. Seperti pada tragedi Mina yang lalu,
pada jam tersebut bukan merupakan jadual dan jalurnya orang Indonesia.


“Yang paling afdhol memang dari pagi sampai dhulur, walaupun setelah dhuhur
sampai jam 12 malam tetap sah, tapi yang paling utama adalah keselamatan,”
tuturnya.


Ia juga berpesan agar setelah kejadian tersebut, bagi yang akan berangkat
haji tahun depan, niatnya tidak boleh surut.


“Harus tetap, kalau niat haji jangan surut, tetapi tolong disiplin sesuai
aturan, menjaga keselamatan diri juga wajib. Kalau mau *afdhol*, mencium
Hajar Aswad juga *afdhol,* tetapi ya susah, minimal badan sakit
semua.” *(Mukafi
Niam)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62681-lang,id-c,nasional-t,Kiai+Said+Berharap+Saudi+Perbaiki+SDM+Pelayanan+Haji-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] NU Harus Terus Aktif Bentengi Umat dari Paham Radikal

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
NU Harus Terus Aktif Bentengi Umat dari Paham Radikal


Jumat, 16/10/2015 16:00






[image: NU Harus Terus Aktif Bentengi Umat dari Paham Radikal]






Padangpariaman, *NU Online*
PWNU Sumatera Barat mengajak para ulama dan santri untuk meningkatkan peran
aktifnya membentengi umat dari paham-paham keagamaan radikal, yang selalu
membid'ahkan amaliah yang dilakukan umat Islam, dan mengkafirkan pihak lain.


Ketua PW NU Sumatera Barat, Maswar mengungkapkan hal itu pada pelantikan
PCNU Kabupaten Padangpariaman, Kamis (15/10), di Hall Saiyo Sakato Pemkab
Padangpariaman, di Pariaman. Pelantikan PCNU masa khidmat 2015-2020
dihadiri Bupati Padangpariaman Ali Mukhni, Ketua PC GP Ansor Padangpariaman
Zeki Aliwardana, Ketua PC IPNU Padangpariaman Fauzan Ahmad, MWC NU
se-Padangpariaman.


Menurut Maswar, PCNU Padangpariaman harus berperan aktif mengantisipasi
munculnya aliran radikal, seperti ISIS. "Sekarang sudah ada kelompok yang
menamakan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang berkedok berkegiatan
sosial. Namun dalam aksi sosialnya, disebarkan paham bahwa shalat itu tidak
wajib, zakat tidak wajib. Sasaran rekruitmennya adalah anak-anak pintar
yang tidak mampu. Setelah direkruitmen, didoktrin, akhirnya anak-anak itu
melawan terhadap orangtuanya. Kalau anak tersebut sudah dibai'at, maka anak
itu lebih radikal lagi," tutur Maswar.


Dikatakan Maswar, ada paham yang banyak mengharamkan kegiatan yang sudah
tumbuh di masyarakat. Peringatan Isra' Mi'raj haram, maulud Nabi Muhammad
Saw juga haram, berdoa dan berzikir bersama usai shalat wajib, juga haram.
Pakaian yang tidak ada pada zaman Nabi Muhammad Saw, juga haram. "Semua itu
adalah tantangan ulama, khususnya Nahdlatul Ulama untuk membentengi umat
dari paham yang keliru tersebut," kata Maswar.


Ketua PCNU Padangpariaman Masri Can sebelumnya menyampaikan, NU di
Padangpariaman sudah banyak berbuat sejak lama. Tahun 1960-an, khususnya
1965 saat meletus pemberontakan G 30 S/PKI, NU Padangpariaman sangat aktif
membentengi umat dari ancaman PKI itu. Ada apel besar yang dilaksanakan NU
bersama Ansor dengan dihadiri belasan ribu orang.


"Pasca bencana gempa 30 September 2009, yang menghancurkan daerah
Padangpariaman, NU juga berperan aktif melakukan rehabilitasi, pembangunan
sarana dan prasana yang dibutuhkan masyarakat, bantuan pengobatan dan
pelatihan dai siaga bencana. Apa yang diberikan NU tersebut, sangat
bermanfaat bagi masyarakat Padangpariaman yang terkena bencana gempa saat
itu," kata Masri Can yang juga Kepala Kantor Kementerian Agama
Padangpariaman ini. (Armaidi Tanjung/Fathoni)






*Foto:Ketua PWNU Sumatera Barat Maswar melantik Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama Kabupaten Padangpariaman, Kamis (15/10/2015), di hall Saiyo Sakato
Pemkab Padangpariaman, di Pariaman.*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,62832-lang,id-c,daerah-t,NU+Harus+Terus+Aktif+Bentengi+Umat+dari+Paham+Radikal-.phpx






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] LDNU Tegaskan Misi Syiar Aswaja untuk Memperkuat NKRI

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
LDNU Tegaskan Misi Syiar Aswaja untuk Memperkuat NKRI


Kamis, 08/10/2015 00:01






[image: LDNU Tegaskan Misi Syiar Aswaja untuk Memperkuat NKRI]






Jakarta, *NU Online*
Ajaran Ahlusunnah wal Jamaah sebagai benteng aqidah umat Islam di Indonesia
perlu terus menjadi prioritas syair Lembaga Dakwah PBNU. Tradisi yang
dihidupkan paham Aswaja terbukti selain bernilai ibadah juga memperkokoh
bangunan sosial di Indonesia.


Demikian dinyatakan Ketua PP LDNU DR KH Manarul Hidayahdalam rapat kerja
perdana LDNU di pesantren Al-Aqidah Al-Hasyimiyah  pimpinan ustadz
Jamaludiin F Hasyim pada Selasa-Rabu (6-7/10).


“Ibadah ahlusunah seperti tahlil, ratiban, diba’an, istighotsah dan
mauludan bagi kalangan Nahdhiyin tidak dipandang sebagai rangkaian ibadah
semata, namun telah menjadi media yang memperkuat jalinan solidaritas
antarumat dan menumbuhkan budaya silarurahmi dan gotong royong, satu ajaran
sunah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW,” ujar Kiai Manarul.


Menurut Kiai Manarul, budaya solidaritas dan komunalitas inilah yang
berhasil menciptakan budaya toleran dan memperkuat persaudaraan sesama
muslim dan sesama sebangsa yang efeknya adalah terciptanya masyarakat Islam
yang toleran, santun dan beradab, yang penting bagi ketahanan NKRI.


Tampak hadir dalam pertemuan ini Ketua PP LDNU periode 2010-2015 KH Zakki
Mubarok dan Ketua PBNU KH Abdul Manan Ghani, Sekretaris PP LDNU KH Nurul
Yaqin Ishaq.


Kunci sukses dakwah, Kiai Manarul menambahkan, adalah menyemarakkan
masjid-masjid dengan kegiatan-kegiatan pengajian dan kegiatan sosial yang
manfaatnya benar-benar dirasakan oleh umat.


“Kita juga perlu menyusun tuntunan-tuntunan praktis yang sangat dibutuhkan
oleh para dai dan da'iah muda agar ajaran Ahlusunnah yang secara
turun-temurun diwariskan para ulama terdahulu terus terjaga dan diamalkan.
Inovasi dakwah juga dibutuhkan untuk mengakomodir perkembangan zaman yang
juga telah memengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat.”


Sementara Kiai Manan menambahkan bahwa forum Muktamar Ke-33 NU telah
memandatkan  Lembaga Dakwah NU untuk berperan dalam mengkader para da'i dan
da'iah yang ada di penjuru negeri bahkan hingga mancanegara untuk
melanjutkan syiar ajaran Ahlusunnah wal jamaah dan Nahdhiyah di tengah
maraknya paham-paham yang cenderung menjauh dari ajaran Aswaja.


“PP LDNU berperan sebagai garda terdepan dalam memublikasikan,
menyemarakkan ajaran-ajaran Aswaja baik melalui dakwah secara langsung,
maupun metode-metode dakwah lainnya melalui media publikasi dan media
elektronik yang saat ini sangat dibutuhkan oleh umat Islam di Indonesia,”
kata Kiai Manan memberikan sambutan. (Red Alhafiz K)






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62654-lang,id-c,nasional-t,LDNU+Tegaskan+Misi+Syiar+Aswaja+untuk+Memperkuat+NKRI-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Ketum PBNU Tegaskan, Presiden Setujui Hari Santri 22 Oktober

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Ketum PBNU Tegaskan, Presiden Setujui Hari Santri 22 Oktober


Kamis, 15/10/2015 12:27






[image: Ketum PBNU Tegaskan, Presiden Setujui Hari Santri 22 Oktober]






Jakarta, *NU Online*
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj
kembali menegaskan, bahwa Presiden Joko Widodo telah menyetujui Hari Santri
22 Oktober. Hal ini dia nyatakan ketika memberi sambutan di acara pembukaan
Nahhdlatul Ulama Cultural and Business (NUCB) Expo 2015, Rabu (14/10) di
Gedung Smesco UKM, Jl Gatot Subroto Jakarta.


“Para santri atas nama bangsa Indonesia dipimpin oleh KH Wahab Chasbullah
berdasarkan dorongan KH Hasyim Asy’ari melawan pasukan NICA yang ingin
kembali menjajah dan menguasai RI,” ungkap Kang Said, sapaan akrabnya.


Guru Besar Tasawuf ini juga mengungkapkan, meski dalam peperangan merebut
kemerdekaan telah gugur sebanyak 20 ribu pahlawan yang terdiri dari santri
dan rakyat, bangsa Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaan dari
tentara sekutu.


“Kita menang, Brigjen Mallaby, Komandan NICA tewas di tangan seorang santri
dari Pesantren Tebuireng bernama Harun menurut riwayat dalam peperangan
besar tanggal 10 November 1945 di Surabaya,” paparnya.


Dalam masa peperangan menegakkan kemerdekaan, lanjutnya, ada sebanyak 20
Batalyon dari 64 Batalyon yang dipimpin oleh para kiai pesantren. “Di
sinilah peran besar kaum santri dalam perjuangan kemerdekaan RI yang
termotivasi dari fatwa Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari pada tanggal 22
Oktober 1945,” terangnya.


Dengan fatwa jihad tersebut, imbuh Kang Said, bangsa Indonesia terdorong
memperjuangkan dan menegakkan kemerdekaan RI dari tentara NICA atau sekutu.
“Karena fatwa tersebut menyatakan, bahwa membela tanah air dari tangan
penjajah adalah wajib hukumnya dan siapa yang gugur, ia termasuk syahid,”
jelasnya.


Hadir dalam pembukaan expo ini, Ketua PBNU, KH Abdul Manan Ghani, Menristek
Dikti, H Muhammad Nasir, Wakil Ketua MPR RI, Oesman Sapta Odang, Sekjen
PBNU, Helmy Faishal Zaini, Ketua LTMNU, KH Mansyur Syaerozi, Sekretaris
LTMNU, H Ibnu Hazen, perwakilan dari Kedutaan Negara sahabat, ulama dari
Mesir, Tunisia, Maroko, Turki, dan para pengelola masjid dari berbagai
daerah. *(Fathoni)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62803-lang,id-c,nasional-t,Ketum+PBNU+Tegaskan++Presiden+Setujui+Hari+Santri+22+Oktober-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Yudi Latif: Kecerdasan Kewargaan

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kecerdasan Kewargaan


Oleh: Yudi Latif






Asap tebal yang mengepung langit barat Indonesia adalah tamsil kegelapan
langit jiwa bangsa kita. Ada banyak gerak-gerik, kegaduhan, dan keluhan di
ruang publik, tetapi semua tingkah polah seperti meraba dalam gelap. Tiada
bintang pimpinan (leit star) ke mana langkah harus menuju.






Hari Kesaktian Pancasila masih diperingati sebagai upacara, tetapi
keampuhan nilai-nilainya sebagai pedoman kehidupan bangsa dan negara makin
pudar. Khotbah sosialisasi Pancasila berhenti sebagai goyang lidah dengan
kedalaman cuma sampai tenggorokan. Seruan revolusi mental sebagai ikhtiar
menggelorakan jiwa Pancasila sayup terdengar, seakan hanyut dilamun ombak.






Dalam gelap, kendala utama adalah penglihatan. Banyak orang menawarkan
jalan keluar dengan visi yang kabur. Krisis multidimensional yang melanda
bangsa dicoba dicari akarnya pada persoalan jati diri. Namun,
konseptualisasi jati diri itu sendiri tidak didefinisikan secara jelas.
Akibatnya, obat yang diberikan tidak berdasarkan diagnosis penyakit yang
cermat.






Setelah ukuran kecerdasan diri berbasis intelligence quotient (IQ) dianggap
tak memadai menjawab krisis kedirian, program pendidikan dan pelatihan
kepribadian berpaling pada pengembangan jenis kecerdasan lain, terutama
yang berbasis emotional quotient (EQ) dan spiritual quotient (SQ).






Usaha menyelesaikan persoalan jati diri dengan ukuran-ukuran itu memang
patut diapresiasi. Persoalannya, apakah faktor IQ, EQ, dan SQ itu sudah
tepat menyasar sisi terlemah dari kedirian bangsa ini?






Untuk memberikan kerangka penilaian, kita harus ingat bahwa diri manusia
terdiri atas dua bagian: kedirian privat (private self) yang bersifat
personal dan khas serta kedirian publik (public self) yang melibatkan
relasi sosial. Keduanya bisa dibedakan, tetapi tak bisa dipisahkan.






Dengan kerangka itu, kita bisa melihat bahwa problem kedirian manusia
Indonesia pada dasarnya tidaklah bersumber dari kecerdasan diri privat.
Secara IQ, manusia Indonesia bukanlah kelompok manusia dengan defisit
kepintaran. Tandanya bisa dilihat dari berbagai olimpiade internasional di
bidang matematika, fisika, dan kimia. Anak Indonesia tidak saja bisa
bersaing dengan utusan negara terpandang, seperti Amerika Serikat, Jepang,
dan Tiongkok, bahkan berulang kali berhasil merebut predikat juara umum.






Manusia Indonesia juga relatif memiliki kematangan emosional. Berbagai
tradisi budaya Indonesia sudah teruji menanamkan ketahanan emosional,
seperti kemampuan pengendalian diri untuk tidak berlebihan (ngono yo ngono
ning ojo ngono); menjunjung tinggi yang positif, memendam yang negatif
(mikul dhuwur, mendhem jero); serta ketahanan menghadapi kesulitan.






Kecerdasan spiritual juga relatif kuat. Manusia Indonesia pada umumnya
bersifat ”religius”. Dalam ukuran paling kasatmata, kita bisa melihat
bagaimana rumah ibadah dan partisipasi ibadah meningkat; pertumbuhan jemaah
calon haji dan umrah melambung; serta majelis zikir, penghayat tarekat,
yoga, dan ajaran spiritualitas lain menjamur.






Sisi terlemah manusia Indonesia justru mencolok pada aspek kedirian
bersifat publik. Hal ini mudah dilihat dari bagaimana orang berlatar
pribadi baik dengan mudah hanyut dalam arus keburukan begitu terjun ke
politik. Kita juga bisa menyaksikan, hampir semua hal bersifat kolektif
mengalami dekadensi: partai politik sakit, lembaga perwakilan sakit,
birokrasi sakit, aparatur penegak hukum dan keamanan-pertahanan sakit,
bahkan organisasi keagamaan berskala besar pun mulai menunjukkan gejala
sakit.






Krisis pada kedirian yang bersifat publik ini mencerminkan kelalaian dunia
pendidikan dan pembudayaan mengembangkan ”kecerdasan kewargaan” (civic
quotient). Pendidikan terlalu menekankan kecerdasan personal dengan
mengabaikan usaha menautkan keragaman kecerdasan personal ke dalam
kecerdasan kolektif-kewargaan. Setiap individu dibiarkan menjadi deret
”huruf” alfabet tanpa disusun secara kesatuan dalam perbedaan (Bhinneka
Tunggal Ika) ke dalam ”kata” dan ”kalimat” bersama. Akibatnya, banyak
manusia baik dan cerdas tidak menjadi warga negara dan penyelenggara negara
yang baik dan cerdas (sadar akan kewajiban dan haknya).






Padahal, bangsa Indonesia sebagai masyarakat majemuk, dengan pecahan yang
banyak jumlahnya, tidak mungkin bisa dijumlahkan menjadi kebaikan bersama
kalau tidak menemukan bilangan penyebut yang sama (common denominator)
sebagai ekspresi identitas dan kehendak bersama. Oleh karena itu,
pendidikan kecerdasan kewargaan berlandaskan Pancasila merupakan jurus
pamungkas yang paling dibutuhkan.






Pengembangan kecerdasan kewargaan lebih fundamental bagi suatu bangsa yang
ingin membebaskan diri dari kolonisasi individualisme yang mendorong
kapitalisme dan kolonialisme. Postulat dasar individualisme meyakini bahwa
relasi sosial bukan pembentuk perseorangan dalam pengalamannya yang paling
fundamental. Relasi sosial memang sesuatu yang terjadi pada individu,
tetapi tidak dipandang sebagai 

[keluarga-islam] Tiga Akibat ketika Seseorang Jauh dari Ulama

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Tiga Akibat ketika Seseorang Jauh dari Ulama


Senin, 19/10/2015 12:00






[image: Tiga Akibat ketika Seseorang Jauh dari Ulama]






Pringsewu, *NU Online*
Ulama adalah pewaris Nabi. Ulama merupakan salah satu sumber ilmu dan
keberkahan dalam kehidupan di dunia. Selain sebagai referensi keilmuan,
ulama memiliki berbagai macam peran dan posisi yang sangat diharapkan
kehadirannya dalam kehidupan umat.


Di antaranya, para ulama merupakan imam yang dapat membina dan memberi
contoh kepada umatnya. Mereka adalah mujahid yang tanpa lelah berjihad demi
kemaslahatan umat. Para Ulama adalah orang yang selalu mendoakan yang
terbaik untuk umatnya.


Demikian disampaikan Mustasyar PCNU Pringsewu H Sujadi Saddad di hadapan
Jamaah Jihad Pagi (Ngaji Ahad Pagi) di Aula Gedung NU Kabupaten Pringsewu,
Lampung, Ahad (18/10). Pernyataan ini merupakan ulasan dari materi Jihad
Pagi yang disampaikan oleh Rais Syuriyah MWCNU Pringsewu KH. Ahmad Nasihin.


Dalam penyampaian materinya, Kiai Nasihin menyampaikan Hadits Rasul yang
menyatakan bahwa akan datang zaman dimana para umat lari menjauh dari para
ulama dan fuqoha sehingga Allah akan memberi 3 macam ujian dan balasan bagi
umat tersebut.


Yang pertama akan dihilangkan keberkahan dalam berusaha. "Keberkahan adalah
hal yang sangat penting dari sebuah usaha. Usaha yang terlihat sukses namun
menggunakan cara yang tidak benar, maka keberkahan baik dunia dan akhirat
akan tidak dirasakan," kata Pengasuh PP Alwustho Pringsewu ini.


Yang kedua, tutur Kiai Nasihin, bagi orang yang lari menjauh dari para
ulama akan diberikan pemimpin-pemimpin yang dzalim. "Pemimpin yang dzalim
adalah pemimpin yang hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya.
Pemimpin yang tidak memikirkan kemaslahatan umat," terangnya.


Yang ketiga, bagi orang yang jauh dari para ulama akan dikeluarkan dari
kehidupan didunia dalam kondisi tidak beriman dan jauh dari harapan menjadi
khusnul khotimah. "Oleh karena itu agar kehidupan mendapatkan keberkahan.
Hiduplah dekat dengan para ulama," ajaknya.* (Muhammad Faizin/Mahbib)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,62899-lang,id-c,daerah-t,Tiga+Akibat+ketika+Seseorang+Jauh+dari+Ulama-.phpx






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Quraish Shihab: Perkawinan

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Perkawinan


Oleh: M. Quraish Shihab


Ada naluri dalam diri makhluk yang mendorongnya untuk “bertemu” dengan
pasangannya. Ia merupakan desakan yang menggelisahkan bila dibendung,
tetapi mengakibatkan mudharat bila disalurkan tanpa aturan. Dari sini,
Islam sebagai agama fitrah (QS. ar-Rûm [30]: 30), memberi aneka tuntunan
tentang perkawinan.






Ketika beberapa orang sahabat Nabi saw. bermaksud melakukan beberapa
kegiatan yang tidak sejalan dengan fitrah, antara lain enggan menikah, Nabi
saw. menegur dengan menyatakan bahwa: Nikah adalah sunahku, dan siapa yang
tidak senang mengikuti sunahku maka dia tidak termasuk umatku.






Maksud beliau, keterikatan dalam hubungan suami istri adalah salah satu
cara hidup beliau, maka siapa yang mengekang  dorongan seksualnya sehingga
tidak menyalurkannya melalui pernikahan yang sah, demikian juga yang
bermaksud meraih kebebasan memenuhi dorongan itu tanpa pernikahan yang sah,
 maka dia tidak termasuk kelompok umat Islam.






Perkawinan adalah sesuatu yang sakral. Ketentuan Allah menyangkut hal ini
bukan saja tecermin pada ketetapan-Nya tentang siapa yang boleh dan tidak
boleh dinikahi, atau rukun dan syarat-syarat yang ditetapkan-Nya, tetapi
bahkan dalam redaksi yang digunakan dalam akad. Nabi saw. bersabda sebagai
pesan kepada calon suami, “Saling wasiat-mewasiatilah menyangkut perempuan
(istri) karena kalian menerimanya dengan amanat dari Allah dan menjadi
halal hubungan kalian dengan kalimat Allah.”






Hanya dua kalimat yang digunakan Allah dalam kitab suci al-Qur’an untuk
menggambarkan perkawinan yang sah. Yaitu nikâh yang makna dasarnya adalah
“penyatuan” dan zawâj yang berarti “keberpasangan”.






Dengan nikah diharapkan jiwa raga, cita-cita dan harapan, serta upaya dan
kesungguhan suami istri menyatu karena mereka telah dinikahkan. Tetapi
penyatuan itu bukan peleburan, karena masing-masing memiliki “aku”/
kepribadian dan identitasnya sehingga pada hakikatnya mereka
menjadi pasangan yang tidak dapat berfungsi, kecuali bila bersama
pasangannya.






Dari sini juga Islam menuntun agar pasangan memiliki kesetaraan demi
mempermudah, bahkan mewujudkan penyatuan dan keberpasangan itu. Kesetaraan
itu antara lain dalam agama dan pandangan hidup, tingkat pendidikan dan
budaya, bahkan status sosial dan usia. Di sisi lain musyawarah

diperintahkan-Nya bukan saja dalam kehidupan keluarga besar—bangsa—(QS.
asy-Syûrâ [42]: 38), tetapi juga keluarga kecil—suami isteri—(QS.
al-Baqarah [2]: 233). Bagaimana mungkin musyawarah akan “nyambung” jika
kesetaraan tidak wujud?






Apabila nikâh dan zawâj yang dimaksud telah terpenuhi, maka ketika itu akan
lahir sakînah yang merupakan tujuan akhir dari setiap perkawinan.






Sakinah adalah ketenangan yang didahului oleh gejolak. Manusia menyadari
bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan memban­tunya
mendapatkan kekuatan dan membuatnya lebih mampu menghadapi tantangan.
Karena alasan-alasan inilah maka manusia kawin, berkeluarga, bahkan
bemasyarakat dan berbangsa. Jika demikian, keberpasangan manusia bukan
hanya didorong oleh desakan naluri seksual, tetapi lebih daripada itu. Ia
adalah dorongan kebutuhan jiwanya untuk meraih ketenangan. Ketenangan itu
didambakan oleh suami setiap saat, termasuk saat dia meninggalkan rumah dan
anak istrinya, dan dibutuhkan pula oleh istri, lebih-lebih saat suami
meninggalkannya keluar rumah.






Bahwa sakinah harus didahului oleh gejolak, menunjukkan bahwa ketenangan
yang dimaksud adalah ketenangan dinamis. Pasti dalam setiap rumah tangga
ada saat-saat di mana gejolak, bahkan kesalahpahaman dapat terjadi, namun
ia dapat segera tertanggulangi lalu melahirkan sakinah. Ia tertanggulangi
bila agama, yakni tuntunan-tuntunannya, dipahami dan dihayati oleh anggota
keluarga, atau dengan kata lain, bila agama berperan dengan baik dalam
kehidupan keluarga. Demikian, wa Allah A’lam. []






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Kebakaran Hutan dan Urgensi Kesalehan Ekologis

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kebakaran Hutan dan Urgensi Kesalehan Ekologis


Oleh: Muhammad Najih Arromadloni




Bencana yang tidak henti-hentinya merundung Indonesia dalam beberapa
dasarwarsa terakhir telah menelan banyak korban jiwa, harta, dan sumber
daya. Laporan UNEP, United Nations of Environmental Programe (Komisi PBB
untuk pembangunan dan ligkungan hidup) memperkirakan kerugian Indonesia
akibat bencana tsunami saja mencapai 675 juta dollar AS, atau setara dengan
6 triliun rupiah.




Tak hanya itu, kerusakan lingkungan juga menjadi gejala umum hampir seluruh
kawasan di Indonesia. Kasus paling mutakhir adalah kebakaran hutan di
sejumlah wilayah di Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung,
Sumatera Barat, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau yang tengah berlangsung
hingga kini.




Kebakaran hutan terjadi karena penggunaan api dalam pembukaan hutan untuk
Hutan Tanaman Industri (HTI), pertanian, dan perkebunan. Kebakaran hutan
juga disokong oleh adanya global warming dan kemarau yang ekstrim.




Degradasi dan deforestasi (kerusakan hutan) menjadi ancaman yang nyata di
Indonesia. Selama periode 1997-2004 Indonesia kehilangan hutan seluas 4-7
kali luas lapangan bola per-menit atau setara dengan 2-3,8 juta hektar
pertahun. Departemen Kehutanan merilis bahwa selama periode 2003-2006 laju
pengrusakan hutan di Indonesia mencapai 1,17 hektar per-tahun, atau 2% dari
total hutan asli Indonesia. Sementara The UN Food and Agriculture
Organization mencatat angka deforestasi Indonesia periode 2000-2005 adalah
1,8 juta hektar pertahun.




Tidak mencengangkan jika Indonesia menjadi negara dengan daya rusak hutan
tercepat di dunia, dalam rekam Guiness Book of The Record. Sedangkan gambut
yang terbakar di Indonesia melepas emisi karbon lebih banyak ke atmosfir
daripada yang dilepaskan Amerika Serikat dalam satu tahun. Hal ini membuat
Indonesia menjadi salah satu pencemar lingkungan terburuk di dunia.




Ironisnya, sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang
dilakukan secara sengaja maupun lalai, baik oleh pelaku industri atau
peladang, dan hanya 0,1% yang diakibatkan alam (petir atau larva gunung
berapi).




Sejatinya, berbagai bencana yang melanda Indonesia, telah mendorong
keterlibatan aktif ulama dan umat Islam, utamanya sejak beberapa tahun
terakhir. Bahkan pembicaraan mereka tidak hanya terbatas pada bencana di
dalam negeri namun juga alam semesta secara umum. Di antaranya adalah
“Deklarasi Islam tentang Perubahan Iklim” yang diikuti oleh para pemimpin
dan ulama Muslim dari sekitar 20 negara di Istanbul, Turki, bulan Agustus
lalu (17-18/8/2015) mereka sepakat tentang perlunya perhatian dan
kepedulian bersama menghadapi masalah perubahan iklim.




Dalam deklarasi tersebut dihimbau kepada negara-negara muslim penghasil BBM
fosil untuk berusaha serius melahirkan energi terbarukan menjelang
pertengahan abad 21, dan menyatakan bahwa 1,6 miliar muslim turut memikul
amanah menghadapi perubahan iklim. Deklarasi juga menyerukan negara-negara
kaya untuk mengurangi konsumsi, sehingga kaum miskin dapat mengambil
manfaat dari apa yang masih tersisa dari sumber alam yang terbarukan.




Sebelum adanya Deklarasi Islam tentang Perubahan Iklim, MUI telah
menerbitkan fatwa yang secara spesifik memutuskan dan menetapkan bahwa
pembakaran hutan dan lahan untuk kegiatan kehutanan, pertanian, perkebunan,
peternakan dan lain-lain yang mengakibatkan kabut asap, kerusakan
lingkungan serta mengganggu kehidupan manusia hukumnya haram. MUI juga
telah mengeluarkan sejumlah fatwa terkait penyelamatan lingkungan hidup.
Misalnya Fatwa MUI No 22/2011 tentang Pertambangan Ramah Lingkungan; Fatwa
MUI No 47/2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Pencegahan Kerusakan
Lingkungan; Fatwa No 4/2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk
Keseimbangan Ekosistem. MUI Pusat bahkan sejak 2010 memiliki Lembaga
Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam.




Wujud kepedulian terhadap kelestarian lingkungan, hutan utamanya, juga
telah lakukan oleh Indonesian Forest and Media Campaign (INFORM) dan Pusat
Pengkajian Pemberdayaan dan Pendidikan Masyarakat (P4M) pada 9-12 Mei 2004.
Forum yang mengusung tema “Menggagas Fiqh Lingkungan” tersebut telah
merumuskan gagasan fiqh lingkungan dan mengeluarkan pernyataan yang
ditandatangani oleh lebih dari 30 ulama dari Jawa, Lombok, Sumatera,
Kalimantan, dan Sulawesi. Secara substansial fiqh lingkungan hidup berupaya
menyadarkan manusia yang beriman supaya menginsyafi bahwa masalah
lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab manusia yang
beriman dan amanat yang diembannya untuk memelihara dan melindungi alam
yang dikaruniakan Sang pencipta yang Maha pengasih dan penyayang sebagai
hunian tempat manusia dalam menjalani hidup di bumi ini.




Sebagaimana dinyatakan oleh Harun Nasution (1992: 542), dalam al-Qur'an
dijelaskan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Kewajiban
manusia sebagai khalifah di bumi adalah dengan menjaga dan mengurus bumi
dan segala yang ada di dalamnya untuk dikelola 

[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Panduan Islam tentang Hubungan (biologis) Suami Istri. (Bag-3)

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Panduan Islam tentang Hubungan (biologis) Suami Istri. (Bag-3)*




Menyambung dan menyempurnakan pembahasan sebelumnya berkaitan dengan
panduan hubungan (biologis) suami istri, maka disini terdapat beberapa
anjuran (sunnah) lagi yang telah dinukil dalam beberapa hadis berikut ini.
Dan sebaliknya, terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan akan beberapa
hal yang terdapat penekanan untuk ditinggalkan (makruh) sewaktu melakukan
persenggamaan:






Hal-hal yang dimakruhkan dalam melakukan hubungan biologis:






1. Membayangkan perempuan (untuk suami) atau laki-laki (untuk istri) lain
selain pasangannya.


Seorang suami atau istri tidak selayaknya ketika sedang melakukan hubungan
biologis membayangkan laki-laki atau perempuan lain dengan syahwat. Karena
hal itu, selain berdosa bagi pelakunya, juga sedikit banyaknya akan
memberikan dampak negatif pada kepribadian anak yang dilahirkan dari cara
hubungan seperti ini.






Dalam wasiatnya kepada Imam Ali as, Rasulullah saw bersabda: “Wahai Ali,
janganlah engkau melakukan hubungan biologis dengan istrimu dalam keadaan
membayangkan perempuan lain. Karena aku takut jika ternyata (dari hubungan
itu) menghasilkan anak maka ia akan menjadi banci, dan anggota tubuh serta
akalnya akan cacat”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl
ath-Thabarsi, ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 209,
Wasail asy-Syi’ah, Syeikh al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 252]






2. Berbicara sewaktu berhubungan


Usahakan suami dan istri ketika sedang melakukan hubungan biologis tidak
berbicara. Adapun sebelumnya dan sesudahnya tidaklah apa-apa.






Berkenaan dengan hal ini, Imam Shadiq as meriwayatkan dari Rasulullah saw
dimana beliau berwasiat kepada Imam Ali as: “Wahai Ali, janganlah berbicara
ketika engkau sedang melakukan hubungan biologis. Karena jika (dari hasil
hubungan semacam itu) anak terlahir darinya maka ia tidak akan terjaga dari
kebisuan (akan menyebabkan bisu .red)”. [Wasail asy-Syi’ah, Syeikh al-Hurr
al-Amili jilid 20 halaman 123 dinukil dari Adab Zafaf halaman 77]






3. Memakai Satu Kain


Selayaknya suami istri memiliki kain (pengusap kemaluan) yang digunakan
setelah melakukan hubungan biologis secara terpisah. Dan hendaklah menjauhi
menggunakan satu kain secara bergantian. Karena jika hal demikian
dilakukannya maka akan menyebabkan permusuhan di antara pasangan
suami-istri tersebut.






Berkaitan dengan hal ini, dalam wasiatnya kepada Imam Ali as, Rasulullah
saw bersabda: “Wahai Ali, janganlah engkau melakukan hubungan biologis
dengan istrimu melainkan engkau dan istrimu memiliki kain yang terpisah.
Janganlah kalian berdua menggunakan satu kain setelah berhubungan (jima’).
Karena hal itu menyebabkan (terjadinya) syahwat terletak pada syahwat
lainnya, dan hal tersebut akan menyebabkan permusuhan di antara kalian
berdua yang kemudian akan mengantarkan pada penceraian (thalak).” [Syeikh
Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi, ulama besar pada
abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 210, Wasail asy-Syi’ah, al-Hurr
al-Amili jilid 20 halaman 252]






4. Melihat kemaluan (kelamin) istri.


Ketika sedang melakukan hubungan biologis, hendaknya sang suami tidak
melihat alat kemaluan pasangannya. Karena hal itu akan mewariskan kebutaan
pada anak yang terlahir darinya.






Berkaitan dengan hal ini, Nabi saw dalam wasiatnya kepada Imam Ali as,
beliau bersabda: “Dan hendaklah kalian tidak melihat kemaluan istri. Dan
tundukkanlah pandangan dari memandang vagina istri ketika sedang melakukan
hubungan biologis (persetubuhan). Karena memandang vagina ketika sedang
berhubungan intim akan mewariskan kebutaan pada anak (yang dihasilkan
darinya)”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl ath-Thabarsi,
ulama besar pada abad ke-6 HQ, Makarimal-Akhlak, hal 209, Wasail
asy-Syi’ah, al-Hurr al-Amili jilid 20 halaman 121]






5. Setelah Dhuhur


Ditekankan agar tidak melakukan hubungan dengan pasangan di waktu dzuhur
karena hal itu memungkinkan anak yang dihasilkan dari hubungan tersebut
terlahir dalam keadaan ‘jereng’ (juling mata).


Rasul saw dalam sebuah wasiat beliau kepada Imam Ali as bersabda: “Wahai
Ali, jangan engkau berhubungan biologis dengan istrimu pada waktu selepas
dzuhur. Karena jika kalian (engkau dan istri .red) lakukan hal tersebut
maka, kalaulah kalian dikarunia seorang anak dari hasil hubungan tersebut
maka akan terlahir dalam keadaan juling. Dan Setan sangat menyukai manusia
yang juling”. [Syeikh Radhiyuddin Abi Nashril Hasan bin Al-Fadl
ath-Thabarsi, dalam kitab Makarimal-Akhlak, hal 209]






6. Malam Hari Raya Iedul Fitri dan Iedul Adha


Ditekankan untuk menghindari hubungan seksual dengan istri di saat malam
Iedul Fitri dan Iedul Adha. Kedua Malam itu (Iedul Fitri dan Iedul Adha)
adalah salah satu waktu yang dimakruhkan dalam melakukan hubungan biologis
antara suami-istri. Dikarenakan jika hal itu dilakukan maka andai Allah
mengaruniai keturunan dari hubungan tersebut maka ia akan terlahir dalam
keadaan yang 

[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Apakah Orang Tua Renta Masih Wajib Shalat Jumat?

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Apakah Orang Tua Renta Masih Wajib Shalat Jumat?*






Pertanyaan:






Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pak kiai yang saya hormati,
saya punya seorang paman yang tinggal sendirian karena memang dia tidak
punya anak. Paman saya usianya sekitar 74 th, dan mengalami kebutaan,
sehingga kalau kemana-mana harus ada yang menjaganya, terutama kalau pergi
ke mushalla yang jaraknya kurang lebih 300 meter dari rumahnya.






Kalau pas saya di rumah saya yang sering mengantarnya sekalian saya ikut
berjamaah di mushalla, namun kalau sedang ke luar kota maka istri saya yang
mengantarkannya. Yang menjadi persoalan adalah kalau hari Jumat, kalau pas
saya dan istri tidak di rumah, tetangga juga kadang tidak ada, paman saya
yang sudah tua pergi ke masjid sendirian dan jalannya kadang
tertatih-tatih, untuk menunaikan shalat Jumat. Mengingat keadaannya paman
saya yang sudah tua dan mengalami kebutaan, dan jarak jarak antara rumah
dengan masjid lumayan jauh, apakah beliau masih berkewajiban mengikuti
shalat Jumat di masjid atau tidak? Kami yang awam ini mohon penjelasannya.
Dan atas penjelasannya, kami ucapkan terimkasih. Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.






Nur Hadi – Batang






Jawaban:






Assalamu’alaikum wr. wb.


Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Sebelum kami
menjawab pertanyaan di atas, kami akan menjelaskan secara ringkas mengenai
syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang melaksanakan shalat
jumat. Setidaknya ada tujuh persyarat yang harus dipenuhi, yaitu Islam,
merdeka, baligh, berakal, laki-laki, sehat, dan tidak dalam bepergian
(al-istiyathan).






Ketujuh syarat itu harus terpenuhi. Karenanya, orang non-muslim, yang tidak
berakal, dan musafir tidak terkena kewajiban shalat Jumat. Begitu juga
budak, perempuan, anak kecil, dan orang yang sakit. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam sabda Rasulullah saw berikut ini;






الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى إِلاَّ أَرْبَعَةٍ عَبْدِ
مَمْلُوكٍ ، أْوِ امْرَأَةٍ ، أَوْ صَبِىٍّ ، أَوْ مَرِيضٍ






“Shalat Jumat itu wajib bagi setiap muslim kecuali empat orang yaitu budak
yang dimiliki, perempuan, anak kecil, dan orang sakit” (H.R. Abu Dawud)






Penulis ‘Aun al-Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud menjelaskan maksud orang
sakit yang tidak wajib shalat Jumat dalam hadits ini. Menurutnya, orang
sakit yang tidak berkewajiban shalat Jumat itu adalah ketika ia hadir untuk
shalat malah menimbulkan masyaqqah bagi dirinya. Ini artinya tidak semua
orang sakit tidak wajib shalat Jumat. Tetapi hanya orang-orang yang memang
masuk kategori sakit berat. Sebab kalau ikut shalat Jumat malah menambah
penderitaannya.






Selanjutnya beliau menjelaskan pandangan imam Abu Hanifah yang
meng-ilhaq-kan atau menganalogikan orang yang sakit dengan orang buta
meskipun ada yang menuntuntunya. Alasannya yang beliau kemukakan adalah
bahwa kebutaaan itu juga menimbulkan masyaqqah. Sedikit berbeda dengan imam
Abu Hanifah, imam Syafi’i berpendapat jika orang buta ada yang menuntun
atau mengarahkannya, maka ia bukan orang yang ber-‘udzur. Karenanya, dalam
konteks ini ia wajib shalat Jumat.






فِيهِ أَنَّ الْمَرِيضَ لَا تَجِبُ عَلَيْهِ الْجُمُعَةُ إِذَا كَانَ
الْحُضُورِ يَجْلِبُ عَلَيْهِ مَشَقَّةً وَقَدْ أَلْحَقَ بِهِ الْإِمَامُ
أَبُو حَنِيفَةَ اَلْأَعْمَى وَإِنْ وَجَدَ قَائِدًا لِمَا فِي ذَلِكَ مِنَ
الْمَشَقَّةَ وَقَالَ الشَّافِعِيُّ إِنَّهُ غَيْرُ مَعْذُورٍ عَنِ الْحُضُورِ
إِنْ وَجَدَ قَائِدًا






“Dalam hadits ini menjelaskan bahwa orang yang sakit tidak wajib atasnya
shalat Jumat apabila kehadirannya dapat menimbulkan masyaqqah. Imam Abu
Hanifah menyamakan orang buta dengan orang sakit meskipun ia mendapati
orang yang menuntunnya, karena adanya masyaqqah. Sedang imam Syafii
berpendapat bahwa orang buta bukanlah orang yang udzur dari mengikuti
shalat Jumat jika ada yang menuntunnya” (Abu Thayyib Muhammad Syams al-Haq
al-Azhim Abadi, ‘Aun al-Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud, Bairut-Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, 1415 H, juz, 3, h. 278)






Nah dari sini dapat disimpulan bahwa menurut Imam Abu Hanifah orang buta
tidak wajib mengikuti shalat Jumat meskipun ada yang menuntun atau
mengarahkannya. Sebab, kebutaan itu sendiri merupakan masyaqqah. Sedang
menurut imam Syafi’i jika ada yang menuntunnya, ia tetap wajib shalat
Jumat. Dua pendapat ini dalam pandangan kami sebenarnya sama-sama tidak
mewajibkan shalat Jumat bagi orang buta, hanya saja imam Syafii memberikan
batasan apabila ada yang menuntun atau yang mengarahkan, maka tetap wajib
shalat Jumat atasnya.






Penjelasan ini jika ditarik dalam konteks pertanyaan di atas, maka kami
lebih cenderung memilih pendapat yang menyatakan orang yang sudah tua renta
apalagi buta tidak wajib mengikuti shalat Jumat. Sebab, kebutaan dalam hal
ini juga merupakan problem yang menimbulkan masyaqqah tersendiri.






Dengan kata lain, kewajiban shalat Jumat paman Anda telah gugur. Sedang
kewajiban shalat Dhuhurnya tidak gugur karena itu merupakan kewajibannya
sebagai hamba Allah 

[keluarga-islam] Bisakah Lahir Mahbub Djunaidi Baru?

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bisakah Lahir Mahbub Djunaidi Baru?


Oleh: Isfandiari Mahbub Djunaidi






Sesuai adab, tuan rumah mengundang keluarga terdekat di Haul Akbar Ke-20
Mahbub Djunaidi, Kamis (1/10) lalu. Hadir anaknya, Mirasari
Djunaidi-Isfandiari, adik kandung Fadlan Djunaidi, sahabat kentalnya kakak
beradik Mustafa dan Andi Sahrandi. Mereka jadi tamu kehormatan, bersila,
gelar tikar di parkiran belakang kampus STAINU Jakarta, tidak jauh dari
tempat bermain Gus Dur ketika kecil dulu, Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat.




Romantisme masa lalu jadi topik favorit saat keluarga bicara. Ihwal sepak
terjang si Bung, panggilan akrab Mahbub Djunaidi, suka-duka meringkuk di
bui, kekagumannya pada Soekarno dan Pramoedya atau kejengkelannya  saat
hidup di zaman Orde Baru. Fadlan Djunaidi punya sedikit ruang untuk
menggambarkan pribadi  si Bung, anak Kebon Kacang Jakarta ini. Walau
singkat, sangat personal, sampai kisah asmara dengan kekasihnya dulu, Hasni
Asmawi yang kemudian hari jadi istrinya. Hadirin terhibur dan larut dalam
secuil kehidupan Mahbub.




Sesi romantisme keluarga memang jadi sekuel penyegar round down acara.
Khalayak merasa dekat dengan Mahbub Djunaidi yang sudah berpulang sejak
tahun 1995 silam. Tapi tentunya ini bukanlah yang penting buat tuan rumah.
Mahasiswa STAINU Jakarta, khususnya para aktivis PMII sudah beda jaman
dengan Mahbub saat di PMII dulu. Ia adalah masa lalu dan tuan rumah jadi
pemilik masa kini dan depan. Walau ia sumber inspirasi, mereka (idealnya)
tidak mengharapkan lahirnya Mahbub baru. Yang mereka harapkan, lahirnya  ia
 yang baru,  sosok egosentris  yang mampu jadi 'selebriti' dalam potensinya
masing-masing.




Mahbub, ya...Mahbub. Ia yang berkaos oblong dengan mesin tik butut sambil
kepulkan asap rokok ke udara. Pribadi berdandan berantakan plus pikiran
liar mengembara menembus batas. Punya selaksa kegundahan yang tertuang
dalam tulisannya yang 'cepat', ringkas, humor tanpa  perlu kembangan bahasa
berlebihan. "Tahu bedanya orang bloon sama orang pinter? Orang pinter bisa
menyampaikan masalah penting dengan ringan, sedang orang bloon sebaliknya.
Bahasan nggak penting dengan cara njelimet. Tapi... MAW Brouwer
pengecualian loh, ia bicara masalah penting dengan cara yang maha penting
(baca: njelimet) juga, ha..ha..," katanya suatu hari.




Karena hadir juga di acara haul itu, saya punya kerinduan. Bukan kerinduan
kepada Mahbub Djunaidi yang kebetulan ayah saya. Kerinduan saya lebih pada
hadirnya generasi PMII atau pemuda NU secara umum yang punya 'energi' liar
menembus batas. Punya ego yang kuat dan tidak suka hidup dalam zona nyaman.
Rindu pada anak-anak muda ambisius yang lebih mementingkan daya nalar
ketimbang gerakan emosional.  Harusnya mereka jauh melampaui batas
kemampuan Mahbub, Gus Dur atau KH As'Ad Syamsul Arifin sekalipun. Pemuda
millennium masa kini bersentuhan langsung dengan akses informasi tak
berbatas. Dan ini dimiliki penuh generasi PMII atau intelektual muda NU
sebagai anugerah tak terhingga di era ini.




Tak perlu kita menunggu Mahbub baru karena tak mungkin ada lagi. Kita
tunggu, Anda yang baru. Support dan respect untuk PMII yang masih mengingat
ayahanda Mahbub Djunaidi. []




Isfandiari Mahbub Djunaidi, anak bungsu Mahbub Djunaidi, Penulis Buku
Outsiders: Kisah Para Penunggang Motor, Pendiri Klub Motor Mercy Motorcycle
Club (MMC) Outsiders.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Resolusi Jihad NU

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
HARI SANTRI


Resolusi Jihad NU


Sabtu, 10/10/2015 17:09






[image: Resolusi Jihad NU]






70 tahun lalu, tepatnya 21-22 Oktober 1945, wakil-wakil dari cabang NU di
seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya. Dipimpin langsung oleh Rois
Akbar NU Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ary dideklarasikanlah perang
kemerdekaan sebagai perang suci alias jihad. Belakangan deklarasi ini
populer dengan istilah Resolusi Jihad.






Segera setelah itu, ribuan kiai dan santri bergerak ke Surabaya. Dua minggu
kemudian, tepatnya 10 November 1945, meletuslah peperangan sengit antara
pasukan Inggris melawan para pahlawan pribumi yang siap gugur sebagai
syahid. Inilah perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara. Meski darah
para pahlawan berceceran begitu mudahnya dan memerahi sepanjang kota
Surabaya selama tiga minggu, Inggris yang pemenang Perang Dunia II itu
akhirnya kalah.






Pasukan Inggris mendarat di Jakarta pada pertengahan September 1945 dengan
nama Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Pergerakan pasukan
Inggeis tidak dapat dibendung. Sementara pemerintah RI yang berpusat di
Jakarta menginginkan berbagai penyelesaian diplomatik sembari menata
birokrasi negara baru, mendorong terbentuknya partai-partai politik dan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pasukan Inggris telah menduduki Medan,
Padang, Palembang, Bandung, dan Semarang lewat pertempuran-pertempuran
dahsyat. Sebagian pendudukan ini juga mendapat bantuan langsung dari Jepang
yang kalah perang, sebagai konsekuensi dari alih kuasa. Sedangkan kota-kota
besar di kawasan timur Indonesia telah diduduki oleh Australia.






Pasukan Inggris lalu masuk ke Surabaya pada 25 Oktober 1945, berkekuatan
sekitar 6.000 orang yang terdiri dari serdadu jajahan India. Di belakangnya
membonceng pasukan Belanda yang masih bersemangat menguasai Indonesia.
Resolusi Jihad meminta pemerintah untuk segera meneriakkan perang suci
melawan penjajah yang ingin berkuasa kembali, dan kontan disambut rakyat
dengan semangat berapi-api. Meletuslah peristiwa 10 November. Para kiai dan
pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah yang
dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan
pasukan Hisbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai
sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah.






Di saat-saat yang bersamaan, saat-saat perang kemerdekaan sedang berkecamuk
dan terus digelorakan oleh para kiai dan santri, dinamika dan persaingan
politik dalam negeri semakin memanas. Pada bulan Oktober Partai Komunis

Indonesia (PKI) didirikan kembali. Lalu setelah Makloemat Iks (4 November)

dikeluarkan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, partai-partai politik lain

juga bermunculan. Dideklarasikanlah Pesindo dan partai Islam Masyumi. Lalu,
Maklumat Hatta 11 November mengubah pemerintahan presidensial menjadi
parlementer, pemerintah harus bertanggungjawab kepada KNIP yang berfungsi
sebagai parleman. Kabinet parlementer ditetapkan pada 14 November, dipimpin
Perdana Menteri Sjahrir dan Mentri Keamanan Amir Syarifudin.






Januari 1946, PNI dibentuk lagi tanpa Soekarno. Di sisi lain, “Tentara
profesional” dan kelompok gerilyawan melakukan konsolidasi. Pada saat-saat
itu juga Indonesia sedang mengalami “revolusi sosial” hingga ke desa-desa.
Pertikaian merajalela dan kekacauan tak terhindarkan lagi. Waktu itu timbul
pertikaian horisontal yang terkenal dengan “Peristiwa Tiga Daerah” yakni
Brebes, Pemalang dan Tegal. Kondisi inilah, tak pelak memberi peluang bagi
upaya-upaya militer Belanda (yang sebelumnya datang membonceng sekutu)
untuk semakin merangsek masuk menguasai kota-kota besar di Indonesia.
Belanda semakin intensif menguasai Jakarta, sehingga Pemerintah Republik
terpaksa mengungsi ke Yogyakarta pada Januari 1946.






Maret 1946, PM Sjahrir mencapai kesepakatan rahasia dengan van Mook bahwa
Belanda mengakui kedaulatan RI secara de facto atas Jawa, Madura, dan
Sumatera. Sementara Belanda berdaulat atas wilayah-wilayah lainnya. Kedua
belah pihak juga menyepakati rencana pembentukan uni Indonesia-Belanda.






Di tengah tekanan Belanda itu NU menyelenggarakan muktamar yang pertama
setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Muktamar ke-16 itu diadakan
di Purwekorto pada 26-29 Maret 1946. Salah satu keputusan pentingnya, NU
menyetuskan kembali Resolusi Jihad yang mewajibkan tiap-tiap umat Islam
untuk bertempur mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang saat itu berpusat
di Yogyakarta. Kewajiban itu dibebankan kepada setiap orang Islam, terutama
laki-laki dewasanya, yang berada dalam radius 94 km dari tempat kedudukan
musuh. (Radius 94 diperoleh dari jarak diperbolehkannya menjamak dan
menqoshor sholat). Di luar radius itu umat Islam yang lain wajib memberikan
bantuan. Jika umat Islam yang dalam radius 94 kalah, maka umat Islam yang
lain wajib memanggul senjata menggantikan mereka.


Dalam podatonya, Mbah Hasyim Asy’ari kembali menggelorakan semangat jihad
di hadapan para peserta muktamar. untuk 

[keluarga-islam] Berpolitik Sambil Memegang Tasbih di Tahun 1952

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Berpolitik Sambil Memegang Tasbih


[image: Inline image 1]




Keluarnya NU dari Masyumi pada tahun 1952 bukan saja karena tidak
mendapatkan jatah kursi dalam Kabinet Wilopo, terutama Menteri Agama yang
selama ini menjadi andalan NU. Ada hal lain yang lebih menyakitkan dari
itu.






Kira-kira dua tahun sebelumnya, dalam Kongres Masyumi tahun 1949 di
Yogyakarta, Muhammad Saleh, Wali Kota Gudeg yang juga tokoh Masyumi
menyindir para kiai dengan mengatakan bahwa urusan politik tidak bisa
dibicarakan sambil memegang-megang tasbih. Katanya, masalah politik lebih
luas dari pada sekeliling pondok pesantren.






Ucapan itu ditanggapi serius oleh para tokoh NU. Bahkan Delegasi NU pada
saat itu sontak mengajukan protes dan mendesak ucapan itu ditarik kembali.
Karena Muhammad Saleh berkelit, 30-an anggota delegasi NU pun keluar dari
ruang Kongres.






Pelecehan terhadap ulama yang mewakili NU pada jabatan politik memang
menyakitkan. Para lawan politik NU meremehkan para kiai dan santri yang
berpolitik lantaran tidak mengenyam pendidikan formal warisan Belanda.
Memang setelah diberlakukan Politik Etis dimana pemerintah kolonial
“berpura-pura” memperhatikan pendidikan kaum pribumi, para kiai dan kaum
pesantren tetap memerankan diri sebagai pihak oposisi dan lebih memilih
jalur pendidikan pesantren.






Puncaknya pada tahun 1952 itu, KH Idham Chalid mengungkapkan kekesalannya
atas seseorang berlatarbelakang pendidikan MULO (SLTP) Belanda. Orang
tersebut mengataakan, seorang lulusan HIS (SD Belanda) masih unggul
ketimbang lulusan Tsanawiyah (setara SLTP).






Di Masyumi sendiri dalam perkembangannya, setelah tahun 1949, kedudukan
Majelis Syuro yang diisi oleh para kiai tadinya merupakan badan legislatif
partai diubah menjadi sekedar penasihat saja. H Zainul Arifin yang dalam
Muktamar NU di Palembang 1 Mei 1952 sebagai terpilih sebagai anggota Dewan
Presedium PBNU dan kemudian memimpin Delegasi NU keluar dari Masyumi geram
mengatakan: “Majelis syuro yang didominasi ulama NU ibarat cincin permata
bagi Masyumi, yang hanya dikenakan jika pergi pesta, dan ketika tidak
digunakan pasti disimpan lagi di laci terkunci.”






Orang-orang lulusan sekolah Belanda, termasuk kelompok Islam modernis
melecehkan kemampuan para lulusan pesantren. Kelompok Natsir
terang-terangan mengungkapkan ketidaksukaannya dengan gaya tradisional dari
para kiai dengan menyebut kiai “tidak sejalan dengan ajaran Islam yang
sebenarnya.”






Ketika resmi keluar dari Masyumi tahun 1952 itu dan menyiapkan “gerbong
politik sendiri” para elit Masyumi gamang. Berbagai propaganda dilontarkan.
NU dikatakan sebagai kelompok ekstrim kanan dan memecah-belah persatuan
umat Islam.






Namun pada Pemilu 1955 NU tampil percaya diri sebagai perwakilan kelompok
muslim tradisional, dan nyatanya suara NU sangat lumayan. NU menjadi salah
satu pemenang Pemilu. []






(A. Khoirul Anam)






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Buya Syafii: Kemerdekaan Agama, Toleransi, dan Radikalisme (I)

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kemerdekaan Agama, Toleransi, dan Radikalisme (I)


Oleh: Ahmad Syafii Maarif




Institut Leimena pimpinan Jakob Tobing sangat bergiat mengadakan berbagai
pertemuan, diskusi, dialog, simposium, dan yang sejenis itu tentang
masalah-masalah yang berakaitan dengan agama, kebudayaan, pilantropi, dan
sebagainya. Institut ini punya jaringan luas dengan lembaga-lembaga luar
negeri, khususnya Amerika Serikat. Saya sering diundang untuk berbicara
dalam forum institut ini.




Demikianlah pada 4 Oktober 2015, bertempat di Hotel Phoenix Yogyakarta,
diadakan dialog dengan topik: “Indonesia’s Civilizational Heritage: Assett
to Promote Religious Freedom and Tolerance, and to Counter Religious
Radicalism” (Warisan Peradaban Indonesia: Aset untuk Mengembangkan
Kemerdekaan Agama, Toleransi, dan untuk Menjawab Radikalisme Agama).
Pengantar dialog diberikan oleh Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X
dengan pembicara Romo Prof. Dr. Barnadus Soebroto Mardiatmadja, S.J.
(Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara), Prof. DR. M. Amin Abdullah (UIN
Sunankalijaga), dan saya sendiri. Enam penanggap dari Amerika Serikat
dengan berbagai profesi adalah: David Melilli, Darrellyn Melilli, Howard F.
Ahmanson, Roberta G. Ahmanson, Paul Marshall, dan Ralph D. Veerman.




Diskusi terbatas di atas cukup intensif yang juga dihadiri oleh beberapa
peserta lain dari Indonesia. Berikut ini adalah terjemahan bebas dari
makalah yang saya sampaikan  dengan sedikit perubahan di sana-sini:




Untuk berbicara tentang kemerdekaan agama dan toleransi dalam peta
agama-kultural di Indonesia, kita perlu melacak sedikit latar belakang
sejarah keagamaan yang meliputi era Hindu-Buda, Islam, Kristen, sampai masa
sekarang. Dengan pengatahuan yang sedikit memadai kita akan tahu bahwa
masalah kemerdekaan agama dan toleransi ternyata punya suatu raison de’tre
(alasan keberadaan) yang kuat sekali dalam kehidupan bangsa ini.




Adalah penyair-filosuf Majapahit Mpu Tantular yang membuat formulasi
penting tentang kemerdekaan agama dan toleransi sebagai fondasi filosofis
Kerajaan Besar Hindu Majapahit (1293-1520) yang terletak di Jawa Timur itu.
Frasa Bhinnêka tunggal ika (secara harfiah bermakna “sekalipun beraneka,
tetapi Satu”) berasal dari pengarang Jawa kuno itu. Terjemahan modern
dalam bahasa Indonesia adalah “Persatuan dalam Keberagaman” (Unity in
Diversity), yang telah ditetapkan sebagai sasanti dan motto nasional resmi
negara ini.




Sekalipun Mpu Tantular seorang penganut agama Budha, elite Majapahit sangat

menghormatinya. Berikut ini adalah kutipan terjemahan dari Kakawin Sutasoma
karya Tantular di dalamnya ungkapan Bhinnêka itu ditemukan, yaitu dalam
canto 139 bait 5:




Disebutkan bahwa Budha yang kesohor dan Syiwa adalah dua hakekat yang
berbeda.




Memang berbeda, tetapi mana mungkin untuk mengenal perbedaannya sambil
lalu, karena kebenaran Jina (Budha) dan kebenaran Syiwa adalah tunggal.




Benar keduanya berbeda, tetapi sama jenisnya, sebagaimana tidak ada
dualitas dalam Kebenaran (Dharma).




Bait terakhir ini adalah terjemahan dari ungkapan bahasa Jawa kuno yang
berbunyi: “Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.” (Lih. Soewito
Santoso, Sutasoma, a Study in Old Javanese Wajrayana. New Delhi:
International Academy of Culture, 1975, hlm. 578).




Doktrin Kebenaran Tunggal membuka pintu lebar-lebar bagi orang untuk
memahami dan melihat masing-masing agama dari sisi dan perspektif yang
berbeda. Hal ini hanya mungkin jika orang punya minda dan hati yang terbuka
untuk berbagi dengan orang lain. Sikap mau memonopoli kebenaran adalah
hambatan nyata untuk berbagi dengan berbagai aliran keagamaan yang ada.
Peperangan yang meledak antara pemeluk agama harus dilihat dari sisi sikap
yang mau menang sendiri ini. []






REPUBLIKA, 06 Oktober 2015
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,

menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 25 Dzulhijjah 1436H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahumma inni dhalamtu nafsii dhulman katsiiran, wa laa yaghfirudz
dzunuuba illaa anta, faghfir lii maghfiratin min 'indika, warhamnii innaka
antal ghafuururrahiimu.






Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menganiaya diriku sendiri, sedang
tidak ada yang mengampuni dosaku selain Engkau. Oleh karena itu curahkanlah
maghfirah (ampunan) dari sisi-Mu dan limpahkanlah rahmat kepadaku.
Sesungguhnya engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Mbah Sahal: Islam dan Sistem Perekonomiannya

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Islam dan Sistem Perekonomiannya


Oleh: KH. MA. Sahal Mahfudh




Keadaan ekonomi kita pada tahun 1990-an perlu perhatian khusus kaitannya
dengan upaya mencapai era tinggal landas yang selama ini dicita-citakan.
Berbagai situasi perekonomian dunia begitu mewarnai -dalam beberapa hal-
bahkan menentukan arah perekonomian kita.






Sebagai negara berkembang, peran luar negeri memang dibutuhkan. Bantuan
berupa pinjaman utang diupayakan sebagai penopang situasi moneter yang
belum sepenuhuya stabil. Selama 25 tahun kita berada dalam kondisi seperti
ini. Hal ini bukanlah merupakan gambaran ketidakmapanan tatanan ekonomi,
akan tetapi bantuan pinjaman itu sendiri adalah rentetan proses menuju
terwujudnya neraca berimbang yang tidak fluktuatif dan mudah tergoyang oleh
gelombang pasang surut perekonomian dunia dalam skala global.






Teori ekonomi umum menyebutkan, hadirnya bantuan luar negeri akan
merangsang timbulnya ketergantungan struktural dari pihak penerima utang
kepada negara donor. Hal ini bukan tidak mungkin terjadi, apabila pihak
penerima utang menjadikan bantuan tidak hanya sebagai penopang, tetapi juga
sebagai tiang utama ekonomi. Ditambah lagi, bahwa pihak pengutang tersebut
dituntut membenahi sistem perekonomiannya sendiri, seperti peningkatan
partisipasi modal swasta dalam banyak lahan.






Kita tahu dalam tahun anggaran 1992-1993, pemerintah bertekad menghapus
ketergantungan bantuan luar negeri yang berlebihan. Dalam beberapa sektor
industri dan sektor lainnya kita berharap situasi perekonomian kita dapat
lebih mantap dan stabil. Dalam Pelita V pemerintah bermaksud menggalakkan
industrialisasi sumber-sumber ekonomi umat dan bangsa ini bersamaan dengan
makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak dapat ditawar lagi.






***






Berpangkal dari keberadaan manusia sebagai subyek dan obyek ekonomi
-produsen dan juga konsumen- maka kecuali upaya pembenahan sistem ekonomi
seperti peningkatan partisipasi permodalan swasta, hal yang tak kalah
pentingnya adalah menggarap keterampilan dan daya kemampuan pelaku ekonomi
itu sendiri, yang berkaitan dengan usaha atau ikhtiar manusia.






Manusia sebagai subyek ekonomi, yang dalam kelompok besar disebut umat,
oleh Islam dibebani (mukallaf) untuk berikhtiar sesuai dengan kadar
potensinya. Taklif (pembebanan) ini berimplikasi pada banyak hal. Dalam
disiplin fiqih -meskipun ekonomi sendiri bukan merupakan komponen fiqih-
ikhtiar dalam arti yang luas disinggung karena erat kaitannya dengan usaha
ekonomi. Kita mengenal pasal-pasal mu'amalat sebagai modifikasi hukum yang
mengatur bentuk-bentuk transaksi perekonormian secara lengkap dan terinci.






Menyinggung perihal ikhtiar dalam perekonomian, kita ingat akan sebuah
hadis yang kurang lebih artinya, "Bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
adalah wajib (fardlu) setelah kewajiban yang lain". Interpretasi hadits ini
akan melahirkan kelompok-kelompok manusia produktiif atau manusia
bersumberdaya tinggi yang sekaligus merupakan inti perekonomian. Berangkat
dari kenyataan bahwa Allah tidak; memberi rizki dalam bentuk jadi dan siap
digunakan, melainkan hanya dipersiapkan sebagai sarana dan sumber daya
alam, maka sudah barang tentu untuk mengolahnya, mengikhtiari dalam bentuk
industri dan Lain-lain, sangat dibutuhkan kehadiran manusia produktif.






Manusia produktif secara definitif adalah suatu kelompok entrepreneur yang
berciri antara lain, peka terhadap kebutuhan lingkungan sekelilingnya,
menguasai informasi dan memiliki dinamika serta kreativitas yang tinggi,
sehingga mampu menciptakan -bukan hanya mencari- lapangan kerja dan
menumbuhkan wawasan ekonomi yang luas. Manusia yang berpotensi seperti
inilah yang dikehendaki Islam lewat hadits Nabi yang kurang lebih berarti,
"Orang mukmin yang kuat (punya potensi) lebih baik ketimbang mukmin yang
lemah".






Dari hadits ini saja, kita bisa menemukan pandangan Islam yang proporsional
terhadap ekonomi. Sikap ikhtiar dapat menghindarkan manusia dari sikap
fatalistik (berserah pada nasib) yang secara tegas telah dilarang oleh
Allah dalam surat Yusuf ayat 87, "Janganlah kamu sekalian berputus asa atas
rahmat Allah. Tiada orang yang berputus asa kecuali orang-orang kafir".






Beberapa hadits Nabi secara tegas memerintahkan ikhtiar dan menempatkannya
sebelum tawakal. Tawakal sebagai suatu nilai iman yang sangat luhur tidak
bisa diartikan berlawanan dengan ikhtiar, bahkan harus saling berkaitan
antara keduanya. Hal ini diisyaratkan oleh Nabi ketika seorang Badui
berkata kepadanya, "Aku lepas ontaku (tanpa kendali) dan aku hanya
bertawakal.” Serta merta Rasul bersabda, "Ikatlah dulu ontamu dan kemudian
bertawakallah".






***






Memang membicarakan masalah ekonomi dari sudut pandang Islam, rasanya perlu
pembahasan kompleksitas masalah lebih terinci dan saling melengkapi. Nabi
sebagai uswatun hasanah dalam sejarah sewaktu hijrah ke Madinah telah
memerintahkan dibangunnya pasar setelah sempurnanya pembangunan masjid di
kota tersebut. Ini tentu saja 

[keluarga-islam] Peringatan Hari Santri untuk Bangkitkan Patriotisme

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Peringatan Hari Santri untuk Bangkitkan Patriotisme


Selasa, 06/10/2015 17:00






[image: Peringatan Hari Santri untuk Bangkitkan Patriotisme]






Jakarta, *NU Online*
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, hari santri perlu dikukuhkan
dan diperingati sekurang-kurangnya karena dua alasan. Pertama, sebagai
penghormatan atas jasa pahlawan. Pengakuan semacam ini penting bagi
generasi sekarang agar tak tercerabut dari kampung halaman sejarahnya.


“Kedua sebagai pembangkit patriotisme. Ini relevan sebab sejumlah gagasan
yang belakangan bermunculan di Indonesia tidak banyak yang sungguh-sungguh
memiliki komitmen keindonesiaan,” ujarnya dalam konferensi pers Kirab Hari
Santri Nasional, Selasa (6/10), di Jakarta.


Dalam kenyataannya, kata Kang Said, santri adalah masyarakat Indonesia yang
beragama Islam, bukan sekadar muslim yang kebetulan berada di Indonesia.
Dengan pengertian ini segala jenis usaha pembenturan santri dengan
kelompok-kelompok lain di negeri ini sudah pasti mentah. Kecintaan terhadap
tanah air selalu mengatasi sentimen kelompok.


“Membela tanah air berarti membela agama. Hal ini merupakan sesuatu yang
secara spiritual diyakini, secara gagasan dipikirkan, dan secara empiris
dikerjakan,” paparnya.


Menurut kiai asal Cirebon ini, dalam sejarah, keutuhan Indonesia
berkali-kali diuji. Dalam tiap ujian itu santri selalu hadir menjaminkan
diri untuk mengawal keutuhan tersebut. Resolusi jihad atau seruan perang
suci NU melawan penjajah pada 22 Oktober adalah di antara peran yang paling
menonjol.


Kerenanya, bagi Kang Said, tepatlah kiranya 22 Oktober dijadikan sebagai
Hari Santri Nasional, hari untuk mengonsolidasikan kekuatan umat Islam
Indonesia untuk mencitai tanah airnya.


PBNU tengah menyiapkan Kirab Hari Santri Nasional sepanjang 16-22 Oktober
2015, yang dimulai dari Tugu Pahlawan Surabaya dan diakhiri di Tugu
Proklamasi Jakarta. Selain ziarah, bahtsul masail, dan pengobatan gratis,
ekspedisi pelayaran hari santri menggunakan kapal perang juga bakal
mewarnai peringatan tersebut.  *(Mahbib)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62631-lang,id-c,nasional-t,Peringatan+Hari+Santri+untuk+Bangkitkan+Patriotisme-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 21 Dzulhijjah 1436H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa 'aafinii warzuqnii.






Ya Allah, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, berilah hidayah
kepadaku, selamatkanlah aku, dan berilah rezeki kepadaku.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Perlukah Wali Hadir dalam Akad Nikah?

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Perlukah Wali Hadir dalam Akad Nikah?*






Pertanyaan:






Assalamu’alaikum wr. wb. Salah satu kebiasaan yang sering kita jumpai di
masyarakat kita adalah wali nikah mewakilkan kepada penghulu untuk
menikahkan anak perempuannya. Kadang akad nikah tersebut dilakukan di
rumah, dan sering juga dilakasnakan di masjid. Yang menjadi kejanggalan
kami, si wali tersebut ikut hadir prosesi akad nikah anak perempuannya,
padahal ia sudah mewakilkan kepada penghulu. Apakah boleh wali yang sudah
mewakilkan kepada penghulu untuk menikahkan puterinya hadir dalam prosesi
akan nikah tersebut?






Ujang – Garut






Jawaban:






Wa'alaikum salam wr. wb.


Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Prosesi akad nikah
merupakan prosesi sakral. Sebab, di situlah dua orang yang berlawanan jenis
saling mengikat perjanjian setia. Dan setelah akad, maka kedua mempelai
memiliki hak dan kewajibannya masing-masing.






Kita sering menjumpai di masyarakat, wali yang telah mewakilkan kepada
penghulu atau orang lain untuk menikahkan puterinya ikut hadir dalam
prosesi akad nikah. Namun sepanjang yang kami ketahui, kehadirannya bukan
sebagai saksi atas pernikahan tersebut, ia hanya sekedar hadir saja.






Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa pernikahan tidaklah sah
kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil, sebagaimana sabda
Rasulullah saw:






  لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ وَشَاهِدَىْ عَدْلٍ






“Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil”
(H.R. al-Baihaqi)






Dalam pernikahan, wali diperbolehkan mewakilkan kepada orang lain untuk
menikahkan puterinya. Dalam pandangan kami, kehadirannya akan menimbulkan
masalah ketika ia hadir sebagai saksi, padahal ia sendiri adalah wali yang
notebenenya sebagai pihak yang melaksanakan akad dan sudah mewakilkan
kepada orang lain untuk menikahkan puterinya. Dalam hal ini terdapat
penjelasan dari Ibrahim al-Bajuri sebagai berikut;






  فَلَو وَكَّلَ الأَبُّ أَوِ الأَخُ الْمُنْفَرِدِ فِى العَقْدِ وَحَضَرَ
مَعَ آخَرَ لِيَكُونَا شَاهِدَيْنِ لَمْ يَصِحَّ لأَنَّهُ مُتَعَيَّنٌ
لِلعَقْدِ فَلاَ يَكُونُ شَاهِدًا






“Jika seorang ayah atau saudara yang sendiri telah mewakilkan (kepada orang
lain) dalam melakasanakan akad nikah dan ikut hadir beserta yang lain
sebagai saksi (berfungsi ganda sebagai orang yang mewakilkan sekaligus
sebagai saksi) maka akad nikahnya tidak sah. Sebab, ia ditentukan untuk
melaksanakan akad, bukan sebagai saksi” (Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah
al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, Indonesia-Dar Ihya` al-Kutub al-‘Arabiyyah,
tt, juz, 2, h. 102)






Berangkat dari penjelasan singkat ini, maka kehadiran wali yang sudah
mewakilkan kepada orang lain untuk menikahkan puterinya adalah boleh
sepanjang ia tidak merangkap menjadi salah satu dari dua saksi. Jika ia
menjadi saksi maka pernikahan tersebut tidaklah sah.






Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan. Semoga bisa menjadi panduan
yang bermanfaat. Dan bagi orang yang memiliki anak perempuan kelak ketika
si anak menikah—meskipun boleh mewakilkan kepada orang lain—namun
 sebaiknya dinikahkan sendiri oleh bapaknya.






Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,


Wassalamu’alaikum wr. wb






Mahbub Ma’afi Ramdlan


Tim Bahtsul Masail NU






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Akhlaq Dasar Berinteraksi dengan Hewan

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Akhlaq Dasar Berinteraksi dengan Hewan*






Belakangan ini masalah animal rights (hak asasi hewan) mencuri perhatian
banyak kalangan, khususnya di Barat. Persoalan ini sempat menimbulkan
perdebatan di kalangan aktivitis dan akademisi. Pertanyaan yang dikemukakan
ialah apakah hewan memiliki hak asasi yang sama dengan manusia?




Jika hewan memiliki hak asasi yang sama seperti halnya manusia, tentu
setiap orang yang melanggar hak tersebut bisa dikenakan sanksi dan hukuman.
Di beberapa negara, aturan ini sudah mulai dikaji, ditimbang, dan dibakukan
menjadi undang-undang.




Sejatinya, Islam sedari dulu sudah memerhatikan persoalan ini. Ada banyak
argumentasi yang ditemukan dalam literatur keislaman terkait persoalan
tersebut.




Izzuddin bin ‘Abdul Salam adalah salah seorang ulama Syafi’iyah membahas
hak asasi hewan dalam bukunya Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam. Dalam
bukunya ini ia menyebutkan sebagai berikut.




حقوق البهائم والحيوان على الإنسان، وذلك أن ينفق عليها نفقة مثلها ولو زمنت
أو مرضت بحيث لا ينتفع بها، وألا يحملها ما لا تطيق ولا يجمع بينها وبين ما
يؤذيها من جنسها أو من غير جنسها بكسر أو نطح أو جرح، وأن يحسن ذبحها إذا
ذبحها ولا يمزق جلدها ولا يكسر عظمها حتى تبرد وتزول حياتها وألا يذبح أولادها
بمرأى منها، وأن يفردها ويحسن مباركها وأعطانها، وأن يجمع بين ذكورها وإناثها
في إبان إتيانها، وأن لا يحذف صيدها ولا يرميه بما يكسر عظمه أو يرديه بما لا
يحلل لحمه






Berikut ini hak asasi hewan yang harus dipenuhi oleh manusia. Kewajiaban
ini tetap berlaku meskipun hewan tersebut cacat dan sakit, sehingga tidak
bisa lagi dimanfaatkan.




Beberapa kewajiban manusia atas hewan antara lain ialah tidak membebani
mereka dengan beban di luar kesanggupan mereka; tidak menempatkan mereka
bersama binatang sejenis atau jenis lain yang dapat menyakiti mereka dengan
cara mematahkan tulang mereka, memotong, ataupun melukai; menyembelih
mereka dengan cara yang baik; tidak mengguliti dan mematahkan tulang mereka
hingga tubuhnya membeku dan mati; tidak menyembelih anak-anaknya di depan
penglihatan induknya; membersihkan kandangnya; menempatkan hewan jantan dan
betina bersama-sama selama musim kawin; tidak boleh merampas hasil
buruannya; tidak boleh melempar mereka dengan benda tumpul yang bisa
menghancurkan dan merusak tulangnya, sehingga dagingnya menjadi haram.




Kutipan ini mengisyaratkan bahwa ada beberapa aturan yang harus dipahami
oleh manusia ketika berinteraksi dengan hewan, terkhusus bagi orang yang
memiliki hewan peliharaan atau binatang kesayangan (pet). Pertama, tidak
membebani mereka dengan dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Jika kita
memiliki kuda, sapi, atau kerbau, maka jangan sesekali memaksa mereka
membawa barang yang bisa melukai dan menciderainya. Kedua, tidak menempati
mereka dengan binatang sejenis atau binatang lain yang bisa membahayakan
keselamatannya.




Ketiga, menyembelih mereka sesuai dengan panduan yang diajarkan oleh
syariat. Aturan ini khusus bagi hewan-hewan yang boleh dimakan. Keempat,
dilarang menguliti dan mematahkan tulang mereka hingga menjadi dingin dan
mati. Kelima, tidak boleh menyembelih anak-anaknya di depan penglihatan
induknya. Perlu diketahui binatang juga memiliki rasa iba, takut, dan
sayang terhadap anak-anaknya seperti halnya manusia. Keenam, membuatkan
mereka tempat yang nyaman dan membersihkan kandangnya. Ketujuh, menempatkan
jantan dan betina bersama-sama selama musim kawin. Kedelapan, tidak boleh
merampas hasil buruannya. Kesembilan, tidak boleh menembak mereka  atau

cara apapun yang bisa mematahkan tulang mereka sehingga dagingnya haram
untuk dimakan.




Demikianlah sembilan hak hewan yang dipaparkan oleh Izzudin bin ‘Abdul
Salam. Semoga kita termasuk orang yang bisa mengindahkan aturan tersebut.
Wallahu a’lam. []






Sumber: NU Online






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] NU dan Kebangkitan Pancasila

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
NU dan Kebangkitan Pancasila


Oleh: M. Kabil Mubarok




Setiap peringatan peristiwa G-30-S 1965, ingatan kolektif masyarakat selalu
tertuju pada kejadian setelahnya yang menyebabkan huruhara berdarah dengan
skala korban begitu besar.




Apalagi, sampai sekarang tafsiran sejarah terhadap kronologi kerusuhan
massal pascapenculikan dan pembunuhan para Jenderal TNI itu masih
debatable. Dengan begitu, tuduhan sebagian kalangan yang mendiskreditkan
sebagian kalangan lainnya sebagai tertuduh utama aktor pembunuhan massal
selalu tidak mempunyai pijakan objektif yang dapat diterima semua elemen
bangsa.




Dengan kata lain, setiap tahun kita selalu disibukkan pada
perdebatan-perdebatan yang cenderung tidak produktif karena disertai
berbagai tendensitendensi negatif terhadap sesama anak bangsa. Padahal,
terdapat beberapa sisi lain yang menarik untuk direfleksikan terkait
peristiwa kelam pada akhir September 1965 tersebut.




Salah satu isu yang sering terlupa, namun penting untuk direfleksikan
kembali pada era sekarang adalah posisi Pancasila pascainsiden berdarah
itu. Dalam wacana yang diproduksi dan disebarkan Orde Baru, 1 Oktober
adalah Hari Kesaktian Pancasila mengingat hari itu Mayjen Soeharto dan
pasukannya berhasil menumpas para penculik, pembunuh (serta pemberontak)
yang dianggap ingin menggulingkan Pancasila sebagai dasar negara NKRI.





Dengan kata lain, keberhasilan Mayjen Soeharto menguasai kembali Jakarta

waktu itu dianggap sebagai manifestasi dari saktinya Pancasila menghadapi
ancaman ideologi lain (baca: komunisme). Padahal, sesungguhnya apa yang
selama ini dipersepsikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila tersebut
merupakan awal mula dari ”kematian Pancasila”.




Penyebabnya, setelah peristiwa tersebut karier Mayjen Soeharto terus
berkibar sampai puncaknya dilantik menjadi presiden Indonesia menggantikan
Soekarno. Sejak saat itu Presiden Soeharto menjalankan proyeksi
pemerintahan yang dikenal sebagai proyek Orde Baru untuk membedakan diri
dari Orde Lama Soekarno. Salah satu elemen penting dari Orde Baru adalah
pengarusutamaan pembangunan ekonomi sembari mengebiri pembangunan di bidang
sosial-politik.




Secara implementatif, pilihan orientasi tersebut tergambar dalam cita-cita
Soeharto menjadikan Indonesia sebagai macan ekonomi Asia. Namun, pada saat
bersamaan dia menginginkan stabilitas sosial-politik dengan cara membonsai
demokrasi, melakukan fusi partai politik, dan membungkam aspirasi kritis
dari para aktivis prodemokrasi.




Celakanya, demi mendapatkan legitimasi ideologis dari proyek
ekonomi-politiknya tersebut, Soeharto membuat tafsiran subjektif tentang
Pancasila yang dirasa sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomipolitiknya itu.
Sepertinya Soeharto ingin melanjutkan momentum sejarah yang sudah diraihnya
dalam peristiwa ”kesaktian Pancasila” pada 1965 dengan kembali menjadikan
Pancasila sebagai ”topeng” ideologisnya dalam menjalankan kepentingan
ekonomi- politik Orde Baru.




Akibatnya, Pancasila tergelincir menjadi rumusan sila-sila yang distortif
dan jauh dari esensi dasarnya sebagai dasar negara sebagaimana dirumuskan
para funding father pada 1945. ”Korban” dari tafsir distortif Pancasila ala
Soeharto ini tidak sedikit. Selain tragedi Malari, tragedi Waduk Kedung
Ombo, kerusuhan Tanjung Priok 1984, doktrin NKK/BKK bagi mahasiswa, juga
penerapan Pancasila sebagai asas tunggal bagi seluruh organisasi/ormas di
Indonesia yang dilaksanakan secara represif dan opresif.




Dari situ, Orde Baru semakin alergi dengan oposisi. Segala potensi kritik
yang muncul dari masyarakat langsung diberangus dengan bengis. Daniel
Dhakidae dalam kata pengantarnya untuk terjemahan Indonesia buku klasik Ben
Anderson, Imagined Communities, Komunitas-Komunitas Terbayang (2001)
mengatakan, Pancasila waktu itu tereduksi menjadi ”barang mati” yang telah
dibakukan dan dibekukan penghayatannya oleh Soeharto demi ambisi
ekonomi-politiknya. Alih-alih mampu dihayati dandiamalkansecara substantif
sebagai nilai dasar kehidupan sebuah bangsa, rumusan Pancasila malah
terpelanting menjadi doktrin yang menakutkan sehingga kehilangan elan
vitalnya.




Kiai Pembangkit Pancasila




Di tengah kegalauan tokohtokoh Islam saat itu, muncullah sosok kiai
pesantren dari Jember bernama KH Ahmad Shiddiq yang sukses melakukan
ijtihad intelektual brilian yang menjadikan prinsip-prinsip tauhid dan
akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah kompatibel dengan Pancasila.




Sebuah landasan epistemologis yang membuat NU secara sukarela menjadikan
Pancasila sebagai asas NU tanpa terintimidasi represivitas Soeharto terkait
Pancasila sebagai asas tunggal. Dalam Komisi I (masa`il fiqhiyyah) pada
Muktamar Ke- 27 Nahdlatul Ulama yang berlangsung di Situbondo, Jawa Timur,
KH Ahmad menyampaikan gagasannya dalam makalah berjudul, ”Penerimaan Asas
Tunggal Pancasila bagi NU” yang sebelumnya dipresentasikan dalam Munas Alim
Ulama Desember 1983 di Situbondo. Dengan dibantu sekretaris pribadinya, KH
Muchit Muzadi, KH Ahmad menawarkan formulasi cerdas menggabungkan 

[keluarga-islam] Sejarah Tak Catat Sejarah Perjuangan NU untuk Bangsa

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
HARI SANTRI


Sejarah Tak Catat Sejarah Perjuangan NU untuk Bangsa


Selasa, 06/10/2015 01:37






[image: Sejarah Tak Catat Sejarah Perjuangan NU untuk Bangsa]






Kudus,* NU Online*
Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kudus KH
Muhammad Ulil Albab menyayangkan sejarah bangsa tak mencatat peran
perjuangan kiai NU dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dari penjajah.


Ia menyebut misalnya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang memicu
pertempuran 10 November yang digelorakan pendiri NU KH Hasyim Asy'ari.
Karena resolusi itu, meski banyak korban dari pihak Indonesia, tapi cukup
membuktikan pada dunia bahwa negara ini tak mau dijajah.


"Oleh karenanya, mari kita peringati Resolusi 22 oktober dengan penuh
semangat dan gebyar supaya generasi penerus tahu perjuangan kiai NU pada
masa lalu," katanya saat menyampaikan pengarahan dalam rapat persiapan
panitia kegiatan Gebyar hari Santri Nusantaran dan Resolusi Jihad di
Madrasah MA Khuffad Yanbu'ul Qur'an Desa Menawan Gebog Kudus, Ahad malam
(4/10).


Kiai yang biasa disapa Gus Bab ini menjelaskan, NKRI ini ada tidak bisa
lepas dari peran kiai NU. Resolusi Jihad menjadi bukti kesusksesan
perjuangan kiai NU memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa
Indonesia.


"Waktu itu, ulama-ulama se Jawa Madura memutuskan perang melawan penjajah.

Tapi sayangnya, sejarah tidak mau mencatatnya," keluhnya.


Pernyataan senada juga disampaikan Wakil Rais PCNU Kudus KH Ma'shum Ak.
Ditegaskan, NKRI tanpa Resolusi Jihad tidak akan pernah ada. Bahkan, Bung
Tomo sendiri tidak akan berjuang tanpa mendapat ijin dari kiai Hasyim
Asy'ari.
"Ini prinsip yang harus kita teladani prilaku kiai dan lanjutkan yang baik
sesuai kondisi zaman. Konsep mempertahankan yang lama dengan baik dan
mengambil yang baru yang lebih baik,menjadi landasan rencana peringatan
Resolusi Jihad dan hari santri," tandasnya.


Kedua tokoh NU ini mendorong pelaksanaan peringatan hari santri nusantara
dan Resolusi Jihad di Kudus berlangsung penuh syiar dan gemebyar. "Kita
tonjolkan kesemarakan kegiatan baik ini agar generasi penerus bisa
mengingat perjuangan NU," tegasnya.


Kegiatan bertajuk “Gebyar hari Santri Nusantara dan Resolusi Jihad” yang
diadakan Pengurus Cabang NU Kudus telah dipersiapkan ragam kegiatan besar.
Di antaranya, Apel Akbar Kiai-Santri di Alun-alun Kudus (22/10) pagi,
dilanjut  pawai mobil keliling kota Kudus, Sarasehan Santri (23/10) di
Pondok Pesantren Yanbu'ul Qur'an Kudus dan Halaqoh Ulama di Pondok
Pesantren Raudlotuth Thalibin (25/10). *(Qomarul Adib/Abdullah Alawi)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62616-lang,id-c,nasional-t,Sejarah+Tak+Catat+Sejarah+Perjuangan+NU+untuk+Bangsa-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Tokoh Nusantara) KH. Anwar Musaddad, Garut - Jawa Barat

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kepahlawanan KH Anwar Musaddad






[image: Kepahlawanan KH Anwar Musaddad]






Kehidupan KH Anwar Musaddad, sejak lahir tahun 1910, hingga wafat tahun
2000, terbagi dalam beberapa episode yang menjadikan dirinya sebagai
patriot, pendidik, juru dakwah, penulis, dan ulama panutan umat.




Sejak berusia 4 tahun, menjadi yatim. Sehingga bersama adik-adiknya,
dibesarkan oleh ibunya, Siti Marfu’ah, seorang wiraswasta pengusaha batik
Garutan dan dodol Garut “Kuraesin”. Rajin mengaji khusus hafalan Al Quran

(tahfidz) dan fiqh. Usia sekolah, masuk HIS Kristen, karena sebagai pribumi
bukan anak pegawai negeri (ambtenar) dan bukan dari kalangan bangsawan
(menak) tidak dapat masuk HIS Negeri.




Setamat HIS Kristen, melanjutkan ke MULO Kristen di Sukabumi, sambil
belajar mengaji dan memperdalam ajaran Islam kepada Ustadz Sakhroni.
Setamat MULO Kristen Sukabumi (1925), Musaddad melanjutkan ke AMS Kristen,
Jakarta. Tapi hanya dua tahun duduk di bangku AMS Kristen Jakarta, Musaddad
pulang ke Garut. Masuk pesantren Cipari, Wanaraja asuhan Kiyai Harmaen,
salah seorang ulama yang terkenal “lébér wawanén” (sangat berani) menentang
pemerintah kolonial Belanda, dan memperjuangkan kemerdekaan nasional, dan
aktip di “Syarikat Islam” pimpinan HOS Cokroaminoto.




Dari Cipari, Musaddad berangkat ke Jakarta, untuk memperdalam bahasa Arab
di Madrasah Al Ikhlas Jakarta.Menumpang di rumah HOS Cokroaminto, yang
merupakan sahabat Kyai Harmaen. Sehingga mulai memahami politik dan dunia
tulis menulis. Musaddad membantu SK Fajar Asia, yang dipimpin Cokroaminoto,
dengan menerjemahkan berita-berita dari bahasa Belanda, untuk media
perjuangan tersebut.


Itulah episode awal pembentukan jiwa intelektual Anwar Musaddad, yang
kemudian matang di dunia politik dan piawai menuangkan gagasan dalam bentuk
tulisan. Episode selanjutnya, masa belajar di Mekkah, 1930-1941. Ia
memuntut ilmu kepada para ulama terkenal Mekkah masa itu. Antara lain
Sayyid Alwi al Maliki, Syekh Umar Hamdan, Sayyid Amin Qubti, Syekh Janan
Toyyib (Mufgi Tanah Haram asal Minang), Syekh Abdul Muqoddasi (Mufti Tanah
Haram asal Solo).




Tahun 1939, pecah Perang Dunia II. Musaddad aktif dalam pembentukan Komite
Kesengsaraan Mukimin Indonesia (Kokesin), yang mengusahakan pertolongan
kepada para mukimin dan membantu pemulangan mereka ke tanah air. Setelah
tiba di tanah air, tahun 1941, Musaddad aktip menjadi juru dakwah dan
mengajar agama pada beberapa sekolah yang ada di Garut.Antara lain, Sekolah
Normal Guru Islam, yang didirikan Syarikat Islam.




Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), menjadi Kepala Kantor Urusan Agama
Priangan, dan menjadi Ketua Masyumi daerah Priangan. Setelah proklamasi
kemerdekaan, diangkat menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Priangan. Pada
masa revolusi kemerdekaan (1945-1949), bersama KH Yusuf Taujiri dan KH
Mustofa Kamil, memimpin pasukan Hizbullah, melawan agresi Belanda yang
ingin kembali menjajah RI. Sempat ditangkap Belanda (1948) dan mendekam di
penjara.Baru dibebaskan setelah pengakuan kedaulatan (1950).




Selanjutnya, mendapat tugas dari Menteri Agama KH Fakih Usman untuk
mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) di Yogyakarta, yang menjadi
cikal-bakal Institut Agama Islam Negeri (IAIN), kemudian menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN) di seluruh Indonesia. Di bidang politik,
Anwar Musaddad menjadi anggota parlemen (DPR) dari Partai Nahdlatul Ulama
(NU) hasil pemilihan umum tahun 1955. Menjadi anggota DPR-GR 1960-1971, dan
menjadi Wakil Rais ‘Am PBNU pada Muktamar NU di Semarang (1980)*1).




Dari paparan di atas, tampak jelas, Anwar Musaddad memiliki andil besar
dalam percaturan nasional,sejak sebelum dan sesudah kemerdekaan . Sebagai
ulama yang faham betul prinsip “hubbul wathon minal iman” (Cinta tanah air
bagian dari iman), Anwar Musaddad terlibat langsung dalam mewujudkan dan
membela kemerdekaan tanah air. Keterlibatannya dalam membela kehidupan para

mukimin Indoenesia di Saudi Arabia, agar tidak terdampak hal-hal negatif
dari Perang Dunia II (1939-1945), sejajar dengan keterlibatannya dalam
memimpin Hizbullah selama perang kemerdekaan menegakkan proklamasi,
merupakan wujud patriotisme yang luar biasa. Pesantren Cipari, tempat Anwar
Musaddad menutut ilmu sebelum berangkat ke Mekkah, adalah sebuah pesantren
multifungsi.Selain mendidik para santri menyelami ilmu-ilmu agama Islam,
untuk mencapai taraf”tafaquh fiddin” (ahli agama), juga menggembleng para
santri untuk mencintai tanah air dan siap melawan penjajah.




Pasukan kolonial Belanda, pada masa perang kemerdekaan, sering ketakutan
menghadapi semangat juang para santri dan ajengan pesantren Cipari, yang
menjadi basis pertahanan para pejuang kemerdekaan di kawasan timur
Kabupaten Garut. Sosok dan peran Anwar Musaddad tidak dapat dipisahkan dari
gerak anti kolonialisme Pesantren Cipari *2).




Di bidang pendidikan, untuk mengggembleng sumberdaya manusia yang lengkap
sempurna, selain mendirikan PTAIN/IAIN, ketika menjadi Rektor IAIN Sunan
Gunung Jati, Bandung (1968-1975) 

[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 28 Dzulhijjah 1436H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahummaghfir lii khathii'atii wa jahlii wa israafii fii amrii wa maa
anta a'lamu bihi minnii.






Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, kelewatbatasanku pada suatu
perkara, dan sesuatu yang Kau lebih tahu daripadaku.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Islam Moderat Pas untuk Indonesia yang Majemuk

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Islam Moderat Pas untuk Indonesia yang Majemuk


Ahad, 18/10/2015 15:00






[image: Islam Moderat Pas untuk Indonesia yang Majemuk]






Demak, *NU Online*
Islam yang mengedepankan sikap moderat (*wasathiyah*) dinilai cocok untuk

bangsa di Tanah Air yang memiliki sangat heterogen. Islam moderat dianggap

mengejawantahkan semangat rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam
semesta.


“Islam wasathiyah itu Islam tengah, moderat, toleran, santun, tidak
memaksakan diri dan sangat menghargai perbedaan, dan ini pas untuk bangsa
Indonesia yang masyarakatnya majemuk,” kata H Fathul Mufid ketua STAIN
Kudus saat menjadi narasumber seminar yang diadakan MUI Kabupaten Demak
bersama Pemkab Demak di gedung Bina Praja Setkab Demak.


Sementara itu, ketua MUI Jawa Tengah KH Ahmad Daroji sebagai pembicara
kedua lebih menyoroti sitem penyampaian dakwah Islam. Menurtnya, Islam
wasathiyah atau Islam rahmatan lil alamin dalam syiar akan menggunakan pola
pikir para wali yang mengutamakan cara persuasif, mengindari konflik, dan
sangat menghargai potensi daerah lewat budaya lokal.


“Kita tahu Sunan Kali Jaga itu sangat arif . Lewat budaya wayang kulit,
dakwahnya bisa diterima masyarakat. Begitu juga Sunan Kudus yang hampir
sama model dakwahnya,” kata Kiai Daroji.


Seminar dengan tema Islam Wasathiyah untuk Demak dan Indonesia yang
berkeadilan dan berkeadaban itu digelar Kamis (15/10), dalam rangka
menyambut tahun baru Hiriyah 1437. Seminar yang dihadiri Bupati Demak
beserta Muspida, pengurus, ormas dan tokoh masyarakat, ini dimoderatori
ketua PC Ansor Demak H Abdurrahman Kasdi. *(A Shiddiq Sugiarto/Mahbib)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62878-lang,id-c,nasional-t,Islam+Moderat+Pas+untuk+Indonesia+yang+Majemuk-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 29 Dzulhijjah 1436H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahummaghfir lii jiddii wa hazlii wa khathaa'ii wa 'amdii wa kullu
dzaalika 'indii.






Ya Allah, ampunilah keseriusanku (yang kukerjakan dengan sungguh-sungguh),
gurauanku (yang kulakukan dengan main-main), kekhilafanku, dan
kesengajaanku. Semuanya itu kuakui dari diriku sendiri.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Detik-detik Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama dan Pertempuran 10 November 1945

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
HARI SANTRI


Detik-detik Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama dan Pertempuran 10 November 1945


Senin, 19/10/2015 17:30






[image: Detik-detik Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama dan Pertempuran 10
November 1945]






Jakarta, *NU Online*

Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama merupakan rangkaian panjang dalam sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebelum Resolusi Jihad, telah muncul
Fatwa Jihad, setelahnya, muncul pertempuran 10 November yang kemudian
ditetapkan menjadi hari Pahlawan. Berikut rangkaian sejarah perjuangan kaum
santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, yang kemudian menjadi
dasar lahirnya Hari Santri Nasional 22 Oktober, seperti disampaikan oleh
Wakil Ketua Umum PBNU H Slamet Effendy Yusuf dalam konferensi press di
gedung PBNU, Senin (19/10).


*17 Agustus 1945*
Siaran berita Proklamasi Kemerdekaan sampai ke Surabaya dan kota-kota lain
di Jawa, membawa situasi revolusioner. Tanpa komando, rakyat berinisiatif
mengambil-alih berbagai kantor dan instalasi dari penguasaan Jepang.


*31 Agustus 1945*
Belanda mengajukan permintaan kepada pimpinan Surabaya untuk mengibarkan
bendera Tri-Warna untuk merayakan hari kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina
Armgard.


*17 September 1945*
Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan sebuah Fatwa Jihad yang
berisikan ijtihad bahwa perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fi
sabilillah. Fatwa ini merupakan bentuk penjelasan atas pertanyaan Presiden
Soekarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat
Islam.


*19 September 1945*
Terjadi insiden tembak menembak di Hotel Oranje antara pasukan Belanda dan
para pejuang Hizbullah Surabaya. Seorang kader Pemuda Ansor bernama Cak
Asy’ari menaiki tiang bendera dan merobek warna biru, sehingga hanya
tertinggal Merah Putih.


*23-24 September 1945*
Terjadi perebutan dan pengambilalihan senjata dari markas dan gudang-gudang
senjata Jepang oleh laskar-laskar rakyat, termasuk Hizbullah.


*25 September 1945*
Bersamaan dengan situasi Surabaya yang makin mencekam, Laskar Hizbullah
Surabaya dipimpin KH Abdunnafik melakukan konsolidasi dan menyusun struktur
organisasi. Dibentuk cabang-cabang Hizbullah Surabaya dengan anggota antara
lain dari unsur Pemuda Ansor dan Hizbul Wathan.Diputuskan pimpinan
Hizbullah Surabaya Tengah (Hussaini Tiway dan Moh. Muhajir), Surabaya Barat
(Damiri Ichsan dan A. Hamid Has), Surabaya Selatan (Mas Ahmad, Syafi’i, dan
Abid Shaleh), Surabaya Timur (Mustakim Zain, Abdul Manan, dan Achyat).


*5 Oktober 1945*
Pemerintah pusat membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Para pejuang eks
PETA, eks KNIL, Heiho, Kaigun, Hizbullah, Barisan Pelopor, dan para pemuda
lainnya diminta mendaftar sebagai anggota TKR melalui kantor-kantor BKR
setempat.


*15-20 Oktober 1945*
Meletus pertempuran lima hari di Semarang antara sisa pasukan Jepang yang
belum menyerah dengan para pejuang.


*21-22 Oktober 1945*
PBNU menggelar rapat konsul NU se-Jawa dan Madura. Rapat digelar di Kantor
Hofdsbestuur Nahdlatul Ulama di Jalan Bubutan VI No 2 Surabaya. Di tempat
inilah setelah membahas situasi perjuangan dan membicarakan upaya
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Di akhir pertemuan pada tanggal 22
Oktober 1945 PBNU akhirnya mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad sekaligus
menguatkan fatwa jihad Rais Akbar NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.


*25 Oktober 1945*
Sekitar 6.000 pasukan Inggris yang tergabung dalam Brigade ke-49 Divisi
ke-26 India mendarat di Surabaya. Pasukan ini dipimpin Brigjend AWS.
Mallaby. Pasukan ini diboncengi NICA (Netherlands-Indies Civil
Administration).


*26 Oktober 1945*
Terjadi perundingan lanjutan mengenai genjatan senjata antara pihak
Surabaya dan pasukan Sekutu. Hadir dalam perundingan itu dari pihak Sekutu
Brigjend Mallaby dan jajarannya, dari pihak Surabaya diwakili Sudirman, Dul
Arnowo, Radjamin Nasution (Walikota Surabaya) dan Muhammad.


*27 Oktober 1945*
Mayjen DC.Hawtorn bertindak sebagai Panglima AFNEI (Allied Forces
Netherlands East Indies) untuk Jawa, Madura, Bali dan Lombok menyebarkan
pamflet melalui udara menegaskan kekuasaan Inggris di Surabaya, dan
pelarangan memegang senjata selain bagi mereka yang menjadi pasukan
Inggris. Jika ada yang memegangnya, dalam pamflet tersebut disebutkan bahwa
Inggris memiliki alasan untuk menembaknya. Laskar Hizbullah dan para
pejuang Surabaya marah dan langsung bersatu menyerang Inggris. Pasukan
Inggris pun balik menyerang, dan terjadi pertempuran di Penjara Kalisosok
yang ketika itu berada dalam penjagaaan pejuang Surabaya.


*28 Oktober 1945*
Laskar Hizbullah dan Pejuang Surabaya lainnya berbekal senjata rampasan
dari Jepang, bambu runcing, dan clurit, melakukan serangan frontal terhadap
pos-pos dan markas Pasukan Inggris. Inggris kewalahan menghadapi gelombang
kemarahan pasukan rakyat dan massa yang semakin menjadi-jadi.


*29 Oktober 1945*
Terjadi baku tembak terbuka dan peperangan massal di sudut-sudut Kota
Surabaya. Pasukan Laskar Hizbullah Surabaya Selatan mengepung pasukan
Inggris yang ada di gedung HBS, BPM, Stasiun 

[keluarga-islam] Ali Mustafa Yaqub: Aktor Intelektual Tragedi Mina

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Aktor Intelektual Tragedi Mina


Oleh: Ali Mustafa Yaqub






Prosesi ibadah haji tahun 1436 H/2015 M selesai sudah. Sebagian jamaah haji
telah pulang ke negara masing-masing, sementara sebagian yang lain masih
berziarah ke kota suci Madinah.




Ada catatan pahit yang harus ditelan oleh umat Islam pada musim haji tahun
ini, yaitu tragedi di Mina yang menelan korban lebih dari 1.000 orang.
Sepanjang sejarah kontemporer ibadah haji, setiap tahun memang ada musibah.




Apalagi jika yang disebut dengan musibah itu, adanya jamaah yang meninggal
meskipun karena faktor sakit. Namun tampaknya, ada karakter yang berbeda
antara musibah-musibah haji yang terjadi sebelum tahun 1980 dan
musibah-musibah haji yang terjadi sesudahnya.




Sebelum tahun 1980, musibah-musibah di Mina lebih bersifat alami dan tidak
menelan korban yang banyak. Akan tetapi, setelah tahun 1980,
musibah-musibah di Mina memiliki beberapa kejanggalan karena musibah itu di
samping menelan korban yang massal sampai ratusan bahkan ribuan jamaah,
polanya juga sama, yaitu jamaah terinjak-injak.




Sebagai seorang yang pernah tinggal di Arab Saudi sejak tahun 1976 hingga
1985, dan selalu mengikuti prosesi ibadah haji bahkan sesudah itu, kami
melihat adanya beberapa kejanggalan dalam tragedi Mina, khususnya yang
terjadi pada tahun 2015 ini. Apabila apa yang diberitakan itu benar bahwa
pada Kamis, 10 Dzulhijah, jamaah haji yang berjalan menuju tempat
pelontaran Jamrah Aqabah, tiba-tiba yang di depan berhenti sehingga yang di
belakang berdesakan sampai terinjak-injak dan mati, dan yang mati berjumlah
1.095 orang, maka hal itu tampaknya sulit dapat diterima oleh akal yang
sehat.




Sebab, para jamaah yang hendak melontar Jamrah Aqabah itu sedang dalam
kondisi ngantuk, letih, dan lapar akibat pada Rabu, ketika mereka wukuf di
Arafah, seharian mereka tidak bisa istirahat. Malam hari juga, dalam
perjalanan dari Arafah ke Mina, mereka tidak bisa tidur. Sementara pagi
harinya, mereka kebanyakan belum mendapat sarapan. Karenanya, perjalanan
mereka itu tidaklah cepat melainkan agak santai.




Pada tahun 2000, ketika kami diundang oleh Pemerintah Arab Saudi untuk
memberikan penyuluhan haji melalui radio dan saluran televisi Arab Saudi,
dari lereng gunung di Mina kami sempat memantau perjalanan jamaah haji.
Ternyata, perjalanan mereka itu pelan, tidak berlari, tanpa berdesakan.
Berdesakan hanya terjadi ketika mereka sedang melontar Jamrah Aqabah.




Jamaah haji yang berjalan seperti itu, apabila jamaah yang di depan
tiba-tiba berhenti, tampaknya sulit diterima akal apabila jamaah di
belakangnya langsung terinjak-injak. Apalagi karakter haji adalah
beribadah, dan orang yang beribadah selalu akan menolong orang lain.




Sekiranya ada 100 orang yang jatuh dan terinjak-injak sampai mati, maka
yang seribu orang tentunya akan berusaha menghindarkan diri dengan mundur
ke belakang. Akan tetapi, seperti diberitakan justru semuanya mati
terinjak-injak. Maka suatu hal yang mungkin sekali bahwa ada kelompok
jamaah haji yang memang mendapatkan tugas untuk merobohkan jamaah yang
lain, kemudian kelompok yang lainnya menginjak-injak mereka sehingga yang
roboh itu kemudian mati.




Boleh jadi juga, ada kelompok yang sengaja mau melakukan bunuh diri dengan
merobohkan diri dan diinjak-injak. Apabila perkiraan ini benar, maka hal
itu bukanlah perbuatan orang yang beribadah haji, melainkan perbuatan
orang-orang yang sengaja membuat kekacauan.




Pada tahun 2000, kami mencoba untuk melontar Jamrah Aqabah pada tanggal 10
Dzulhijah dari lantai atas. Waktu itu tempat pelontaran Jamrah baru ada dua
lantai. Situasi saat itu sangat padat sehingga kami gagal untuk melontar
jamrah dari lantai atas. Akhirnya, kami berhasil melontar jamrah lewat
lantai bawah. Pada saat itu, tidak ada satu pun jamaah yang terjatuh
apalagi terinjak-injak sampai mati.




Kepadatan yang lebih parah lagi sebenarnya terjadi ketika jamaah haji
sedang melakukan thawaf khususnya tawaf ifadhah. Para jamaah hampir bisa
disebut berimpitan. Kendati demikian, tidak ada jamaah yang terjatuh
apalagi terinjak-injak. Sekiranya ada kecelakaan di mana salah satu jamaah
terjatuh, maka tentu yang lain akan segera menolong. Oleh karena itu,
tragedi jamaah terinjak-injak yang berulang kali di Mina itu tampaknya
memang didesain oleh kelompok tertentu untuk kepentingan tertentu pula.




Di antara kepentingan itu adalah pertama, ingin memberikan kesan kepada
dunia bahwa Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tidak mampu menjamin keamanan
para jamaah haji. Berikutnya adalah untuk memberikan rasa takut kepada umat
Islam agar mempertimbangkan kembali niatnya untuk beribadah haji karena
Mina adalah kuburan massal, siapa yang datang ke Mina sama artinya dengan
setor nyawa.




Ronde berikutnya seperti yang sudah tampak digelindingkan adalah munculnya
pendapat bahwa kota suci Makkah harus dikelola secara internasional karena
Makkah milik umat Islam. Apabila wacana ini menggelinding, maka akan
terjadi negara-negara Muslim saling berebut untuk 

[keluarga-islam] Empat Prinsip untuk Menghadapi Gelombang Kemajuan Zaman

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Empat Prinsip untuk Menghadapi Gelombang Kemajuan Zaman


Senin, 05/10/2015 12:30






[image: Empat Prinsip untuk Menghadapi Gelombang Kemajuan Zaman]






Bandung, *NU Online*
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ittifaq Rancabali Kabupaten Bandung, KH Fuad
Affandi mengatakan, umat Islam perlu menerapkan empat prinsip guna
menghadapi gelombang kemajuan zaman. Keempat prinsip tersebut, yaitu
disiplin yang tinggi, kerjakeras, menonjolkan etos kerja, menghargai
teknologi.


"Keempat hal ini penting mengingat kemajuan zaman semakin cepat dan jika
tidak diterapkan pada diri manusia, bisa mengakibatkan manusia berubah
menjadi objek perubahan zaman. Sementara kebutuhan menjadi manusia yang
memiliki jati diri harus tetap menjadi subjek," katanya kepada NU Online,
Ahad (4/10).


Kiai Fuad melanjutkan, masing-masing prinsip itu harus ditanamkan pada saat
usia belajar. Sebisa mungkin orang tua dan guru di sekolah sejak usia dini
mampu mengajarkan keempat pilar tersebut. Dan paling menentukan adalah
pendidikan pada masa usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.


"Kalau sekarang muncul istilah pendidikan karakter, maka hal itu harus
diperjelas ke arah empat prinsip tersebut," sambungnya.


Khusus pada prinsip keempat, yakni teknologi, masyarakat Indonesia cukup
ketinggalan. Sekolah-sekolah tidak dirangsang menerapkan teknologi
aplikasi. Banyak yang memahami teknologi identik dengan perangkat mahal,
sulit dilakukan, dan seakan-akan hanya orang asing atau pabrik-pabrik besar
yang melakukan. Sementara dalam pandangan KH Fuad Affandi, teknologi yang
dibutuhkan masyarakat harus aplikatif, sesuai kebutuhan masyarakat lokal
setempat.


"Misalnya teknologi mesin air yang kami kembangkan di sini. Sebelum ada
mesin, air hanya untuk wudlu dan mandi. Untuk jadi air minum membutuhkan
proses lama dengan menyedot bahan bakar. Sekarang cukup dengan mesin, murah
prosesnya dan manfaatnya bisa untuk air minum," katanya sambil
memperlihatkan teknologi terapan air minum yang diterapkan di Al-Ittifaq.


Menurut KH Fuad Affandi, pesantren perlu mengembangkan inovasi teknologi
seperti itu. Masing-masing daerah memiliki problem sekaligus potensi
sumberdaya alam. Banyak yang sulit harus dipermudah karena mempermudah
kehidupan itu merupakan bagian dari tradisi yang baik dalam agama.


"Yassir wala tu'assir. Permudahlah segala urusan dan janganlah dipersulit.
Karena itu negara wajib mengajari teknologi tepat guna kepada masyarakat.
Jangan hanya mengurus pajak jual beli teknologi sementara masyarakatnya
dibiarkan jadi konsumen. Bawalah bangsa ini sebagai produsen. Manufaktur
harus merakyat agar umat memiliki posisi yang baik dalam kehidupan, tidak
terpuruk," pungkasnya. *(Yus Makmun/Fathoni)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,62605-lang,id-c,daerah-t,Empat+Prinsip+untuk+Menghadapi+Gelombang+Kemajuan+Zaman-.phpx






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 03 Muharram 1437H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahummaghfir lii maa qaddamtu wa maa akhkhartu wa maa asrartu wa maa
a'lamtu wa maa asraftu wa maa anta a'lamu bihii minnii antal muqaddimu wa
antal mu'akhkhiru wa anta 'alaa kulli syai'in qadiirun.






Ya Allah, ampunilah dosaku yang telah lalu maupun yang akan datang, yang
kurahasiakan, yang jelas kunampakkan, yang kulakukan karena terlanjur dan
yang Engkau sendiri lebih mengetahui daripadaku. Engkaulah Yang Awal Tiada
Berpermulaan dan Yang Akhir Tiada Berkesudahan dan Engkau pula yang Maha
Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Buku of the Day) Kiai Ridlwan Abdullah; Peran dan Teladan Pelukis Lambang NU

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Belajar dari Kiai Pelukis Lambang NU






[image: Belajar dari Kiai Pelukis Lambang NU]




Judul: Kiai Ridlwan Abdullah; Peran dan Teladan Pelukis
Lambang NU


Penulis : Abdul Holil


Penerbit: Pustaka Idea


Terbitan: I, 2015


Tebal: xvii + 88 hlm


ISBN : 978-602-72011-6-12


Peresensi  : M Ichwanul Arifin, *mahasiswa UIN Sunan Ampel
Surabaya/Kader PC IPNU Kota Surabaya*






*“Jangan takut tidak makan kalau berjuang mengurus NU. Yakinlah! Kalau
sampai tidak makan, komplainlah aku jika aku masih hidup. Tapi kalau aku
sudah mati, maka tagihlah ke batu nisanku!”*




Wasiat di atas merupakan wasiat yang cukup populer di kalangan warga NU,
wasiat tersebut merupakan pesan yang ditujukan kepada para penerus
perjuangan NU agar selalu serius dan yakin dalam menjalankan roda
kekhidmatan tanpa merasa takut akan ancaman kelaparan. Wasiat tersebut
disampaikan oleh KH Ridlwan Abdullah, salah satu tokoh pendiri NU yang juga
merupakan tokoh pelukis lambang NU.




KH Ridlwan Abdullah merupakan anak sulung dari pasangan Abdullah dan
Marfuah yang terlahir dari kalangan keluarga yang kuat beragama. Beliau
dilahirkan pada tanggal 7 Januari 1885 M, di kampung Carikan 1, kelurahan

Alun-Alun Contong, yang sekarang masuk bagian wilayah kecamatan Bubutan di

kota Surabaya. (Hlm. 16)




Kecakapan melukis Kiai Ridlwan sudah tampak ketika beliau duduk pada
Pendidikan Dasar di Sekolah Belanda (Hollandsch Inlandsche School), hal ini
terbukti ketika pada waktu pelajaran menggambar di sekolah, sang guru dari
Belanda yang sedang mengajar, menyuruh Ridlwan untuk menggambar gurunya
tersebut, tetapi Ridlwan justru menggambar tubuhnya saja, sedangkan
wajahnya tergambar ratu Belanda yang bernama Wilhelmina. Sang guru langsung
merasa tertarik atas kelebihan yang dimiliki Ridlwan tersebut sehingga pada
masa kerjanya sebagai guru habis, ia datang menemui orang tua Ridlwan
bermaksud untuk mengadopsinya sekaligus dibawa ke Belanda, tetapi ayahnya
tidak mengijinkannya sebab ada kekhawatiran dari pribadinya dan
menginginkan agar anaknya melanjutkan pendidikan di pesantren (Hlm. 18)




Dalam riwayat pendidikan keagamaan, pertama Kiai Ridlwan menimba ilmu di
pesantren Buntet Cirebon, lalu melanjutkan ke pesantren Kademangan
Bangkalan Madura yang diasuh oleh Syaikhona Kholil Bangkalan dan pesantren
Siwalan Panji Buduran Sidoarjo, lalu Kiai Ridlwan melanjutkan belajar ke
Makkah lalu kembali ke Surabaya sehingga tercatat bahwa beliau menggali
ilmu agama selama  11 tahun (Hlm. 19).




Dalam bidang pengabdian dan pengalaman organisasi, Kiai Ridlwan ikut andil
menjadi bagian “Barisan golongan Muda Bumi Poetera” yang mengupayakan
kesadaran berbangsa melalui jalur pendidikan. Kiai Ridlwan ingin mendidik
para pemuda, agar semangat mereka bangkit dan sadar untuk menggelorakan
kecintaan terhadap bangsa (nasionalisme). Akhirnya, buah kesadaran
nasionalisme tersebut menjelma menjadi perguruan “Nahdlatul Wathan”
 (Kebangkitan Tanah Air) yang berdiri tahun 1941. Selain itu, beliau juga
aktif di “Taswirul Afkar” pada tahun 1918, sebuah lembaga perumusan
konsepsi atau pemikiran berbagai persoalan keagamaan dan sosial
kemasyarakatan. Selain itu, Kiai Ridlwan bersama Kiai Wahab dan juga Kiai
Kahar, memprakarsai berdirinya perhimpunan “Tamirul Masajid”, sebuah
perhimpunan yang bertujuan memelihara tempat peribadatan, Masjid, barang
wakaf dan sebagainya. Salah satu wujud kerja perhimpunan ini adalah
berdirinya Masjid Jami’ Kemayoran yang hingga sekarang berada di jalan
Indrapura 2 Surabaya. Bahkan karya monumental arsitektur bangunan kubah
Masjid Kemayoran merupakan fakta sejarah dari hasil ciptaan Kiai Ridlwan.
(Hlm. 22-24)




Dalam pengabdiannya terhadap NU, jasanya sangatlah besar. Sebelum NU lahir,
beliau sudah aktif di beberapa organisasi yang merupakan embrio bagi
berdirinya NU. Bahkan rumah beliau di Bubutan VI no 26 Surabaya ditempati
untuk penandatanganan berdirinya organisasi NU, sedangkan rumah milik
mertuanya yang juga di jalan Bubutan Surabaya diserahkan sebagai
sekretariat dan ruang pertemuan para pengurus NU, dulu menjadi kantor PBNU
dan sekarang menjadi kantor PCNU Kota Surabaya.




Selain itu, jasa yang diberikan Kiai Ridlwan bagi NU adalah lambang yang
mencerminkan sifat ulama dan bila dilihat tidak bosan, yang mana pada
Muktamar NU I, NU belum mempunyai lambang sebagai simbol organisasi. Kiai
Ridlwan dipercaya oleh KH. Hasyim Asy’ari yang saat itu menjabat sebagai
Rais Akbar  untuk melukisnya. Lambang tersebut, beliau lukis atas hasil
istikharah beliau dan dapat ditampilkan pada Muktamar NU II pada tanggal 9
Oktober 1927 M/12 Rabiuts Tsani 1346 H, bertempat di Hotel Muslimin Peneleh
Surabaya (Sekarang menjadi Hotel Bali) yang membuat decak kagum bagi yang
melihatnya, (Hlm. 56)




Ditinjau dari sudut sumber sejarah, buku tersebut memadukan antara sumber
primer dengan sumber sekunder, Sumber primer penulis dapat dari
tempat-tempat atau dokumen 

[keluarga-islam] Azyumardi: Makkah Al-Mukarramah (2)

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Makkah Al-Mukarramah (2)


Oleh: Azyumardi Azra




Mecca: The Sacred City (2014) karya Ziauddin Sardar adalah buku mutakhir
tentang Makkah. Buku yang cukup massif (xxxviii+408 halaman) dan
komprehensif mengungkapkan sejarah Makkah sejak masa paling awal sampai
tahun-tahun awal dasawarsa 2010-an.




Karena itu, pembaca dapat melihat berbagai peristiwa penting --apakah
menggembirakan maupun mengenaskan-- yang terjadi sepanjang sejarah Makkah,
khususnya Masjidil Haram dan lingkungannya.






Sardar, penulis produktif yang telah menghasilkan lebih 50 buku termasuk
Desperately Seeking Paradise, kini adalah direktur Pusat untuk Kajian
Post-Normal dan Masa Depan dan juga direktur Muslim Institute di London.
Bukunya Mecca: The Sacred City dapat dikatakan menampilkan semacam ‘sejarah
sosial keagamaan dan politik’ Makkah; karya ini bukanlah tentang sejarah
keulamaan dan pemikiran Islam yang berkembang di Makkah.




Kota suci Makkah dalam perjalanan historisnya tidak hanya menjadi pusat
ibadah --sejak masa Islam menjadi pusat ibadah haji-- tetapi juga menjadi
lokus kontestasi dan pertarungan politik di antara kuasa-kuasa politik
berbeda, dan juga kelompok aliran keagamaan yang berlainan paham. Sebab itu
pula, riwayat Makkah sebagai Kota Suci Islam tidak selalu menggembirakan.
Meski demikian, kecintaan kaum Muslimin tidak pernah berkurang --apalagi
pudar-- pada Kota Suci ini bersama dengan Madinah dengan Masjid Nabawi-nya.




Menurut riwayat, Ka’bah yang menjadi epicentrum (titik pusat) Makkah
didirikan Nabi Ibrahim pada tahun 1812-1637 SM (Sebelum Masehi). Kemudian
pada tahun 168-90 SM, adanya Ka’bah di Makkah sudah dicatat sejarawan
Yunani Diodorus Siculus dalam karyanya Bibliotheca Historica, dan disebut
warga Roma-Mesir Claudius Ptolemy dalam karyanya Geography.




Singkat riwayat, pada tahun 100-250 M, Makkah dikuasai kabilah Jurham
Yaman, dan pada tahun 250-380 M, Kota Suci ini dikuasai Kabilah Khuza. Baru
pada tahun 400 M kaum Quraysh berhasil menguasai Makkah yang kemudian pada
552 M gagal ditaklukkan Abrahah. Lahir pada 570 M, Muhammad SAW muda turut
membantu kaum Quraysh membangun ulang Ka’bah pada 605 M.




Sepanjang masa pasca Nabi Muhammad, Dinasti Umayyah sejak 661 M dan Dinasti
Abbasiyah pada tahun 747-750 dan 779-785 memperluas Masjidil Haram. Di
sela-sela masa pengembangan itu, pada 681-692 Ibn Zubayr yang memberontak
Dinasti Umayyah berhasil menguasai Makkah.




Salah satu malapetaka terburuk dalam sejarah Makkah adalah ketika kaum
Qarmatiyah yang ultrapuritan menyerbu Makkah pada 930. Kaum Qarmati yang
berasal dari Afrika Utara membunuh banyak jamaah haji, menjarah Ka’bah, dan
melarikan Hajar Aswad --yang berhasil dikembalikan setelah 30 tahun pada
950-951.




Sejak tahun 590, penguasa Makkah adalah Syarif yang berada di bawah kuasa
sultan-sultan Dinasti Mamluk di Mesir atau Suriah. Kemudian, sejak 1495,
Makkah berada di bawah kuasa Dinasti Usmani; dan pada 1520-1566, Sultan
Sulayman al-Qanuni memperbaiki dan memperluas Masjidil Haram.




Musibah terjadi pada 1629 ketika Ka’bah hanyut dibawa banjir bandang dan
dibangun ulang oleh Sultan Murad IV. Malapetaka kembali terulang
(1630-1631) ketika pasukan Usmani yang memberontak kekuasaan Istanbul
berhasil menduduki Makkah dan pada saat yang sama, lagi-lagi Ka’bah
dihancurkan banjir bandang yang kemudian segera dibangun kembali oleh
penguasa Dinasti Usmani.




Kuasa Arab Saudi sekarang ini --bermula sejak 1790 ketika pertikaian
merebak antara penguasa Makkah, Syarif Ghalib ibn Masaad dengan kaum Wahabi
di bawah pimpinan Syaikh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab dan Muhammad ibn Saud.
Pada 1803, Syarif Ghalib menyerahkan Kota Suci secara resmi kepada penguasa
Wahhabi, tetapi pihak terakhir ini mampu menguasai Makkah. Barulah setelah
mengepung kembali Makkah dengan pasukan besar sejak 1805, Makkah akhirnya
pada 1806 berhasil dikuasai kaum Wahhabi sepenuhnya.




Namun, penguasa Wahhabi tidak bisa bertahan lama. Pada 1813, Toulun, putra
Muhammad Ali, Pasha Mesir yang diangkat Sultan Dinasti Usmani, berhasil
mengalahkan kekuatan Wahhabi. Penaklukan ini dituntaskan Muhammad Ali Pasha
dengan memimpin sendiri pasukan yang memasuki Makkah pada 1815.




Tahap sejarah paling menentukan sejarah Makkah adalah ketika pemimpin
Wahhabi, ‘Abd Aziz ibn Saud pada 1926 mendeklarasikan diri sebagai Raja
Hijaz. Ia kemudian memperluas kekuasaannya dengan mendirikan Kerajaan Arab
Saudi pada 1932.




Pada tahun 1955-1964, Pemerintah Arab Saudi pertama kali memperluas
Masjidil Haram yang dilanjutkan tahap II pada 1982-1988; dan tahap III pada
1988-2005, dan terakhir sejak 2011 tahap IV yang bakal menambah kapasitas
Masjidil Haram untuk bisa menampung sedikitnya dua juta jamaah sekaligus.




Di tengah berbagai perubahan sepanjang sejarah, gejolak agama dan politik,
dan kian membanjirnya jumlah jamaah dari tahun ke tahun, Sardar menyatakan
bahwa Makkah berubah secara sangat cepat. Tetapi, Makkah juga membeku
ketika keragaman budaya; pluralitas keagamaan; pembangkangan 

[keluarga-islam] Hijrah dan Agenda Transformasi Bangsa

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Hijrah dan Agenda Transformasi Bangsa


Oleh: Munawir Aziz






Peristiwa Tahun Baru Hijriyah menjadi renungan bagi umat Islam di seluruh
dunia. Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW pada 622 M menjadi titik tolak
untuk melakukan refleksi betapa kemanusiaan dan keagamaan menjadi bagian
integral dari Islam.




Peristiwa hijrah pada abad ke-7 Masehi itulah yang menjadi penanda hadirnya
Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin. Kisah kerja sama dan persaudaraan
antara kaum Anshar dan Muhajirin merupakan pintu bagi kita semua untuk
belajar berbagi, menghormati, dan menyayangi.




Lalu, bagaimana kita memaknai Tahun Baru Hijriyah di tengah selebrasi
koruptor dan kisruh permusuhan umat antarumat beragama? Perlu ada langkah
konkret dari pemimpin bangsa untuk menyelesaikan permasalahan di negeri ini.




Umat Islam perlu menjadikan Tahun Baru Hijriyah sebagai pintu gerbang untuk
memberantas akar-akar korupsi dan mendukung gerakan pembongkaran jaringan
koruptor. Bencana asap sudah menjadi bencana yang mengerikan, yang
melumpuhkan aktivitas pendidikan serta ekonomi di kawasan Riau dan
kota-kota lainnya yang dikepung asap.




Di pihak lain, kekerasan antarumat beragama dan etnis menjadi wajah lain
warga Indonesia, dengan narasi kisah yang terjadi di Tolikara, Papua. Di
tingkat ini, perlu ada kesepahaman bersama untuk mengampanyekan agama yang
penuh rahmat, mempraktikkan Islam yang rahmatan lil 'alamin.




Pemahaman ini perlu dilandasi dengan visi pemaknaan sebagai media untuk
mencapai ridha Tuhan. Dengan demikian, beragama dalam hidup menjadi sarana
untuk menyerap sepenuhnya ajaran-ajaran Allah SWT. Ruang publik keagamaan
di Indonesia perlu diimbangi dengan politik kehadiran dari umat agama yang
memiliki visi kemanusiaan.




Politik kehadiran, dalam pikiran Asef Bayat (2007), penting sebagai penanda
strategi ormas keagamaan dalam transformasi ruang publik. Politik kehadiran
sebagai seni kehadiran (the art of presence) untuk menggumuli ruang publik
keagamaan dengan wacana, ide, dan aksi moderat yang menunjukkan wajah
keislaman dan keagamaan di negeri ini.




Dengan demikian, ruang publik keagamaan menjadi dinamis dengan kontestasi
wacana dan ideologi yang sehat. Pada titik ini penting untuk menyuarakan
keberagamaan sebagai pintu masuk toleransi dan harmoni. Pembelajaran damai
perlu mengakomodasi liyan (the other), tapi juga --dalam pikiran Geir Afdal
(2010: 614); "to understand what is in between". Kedewasaan untuk
mengakomodasi semua pihak dalam kerangka ruang publik keagamaan yang
harmonis penting dilakukan agar tak ada lagi kekerasan dan penghakiman
dengan menggunakan jubah agama.




Lalu, di tengah krisis negara, pemimpin hendaknya bertanggung jawab dalam
mengawal kesejahteraan warga. Bukan sekadar membuat kebijakan, membuat
undang-undang, sistem pajak, dan aturan teknis lainnya.




Butuh ketegasan dan keteladanan dari para penguasa negara untuk turun
langsung di wilayah akar rumput. Dengan turun langsung ke bawah, penguasa
akan tahu secara konkret bahwa nasib warganya ternyata belum tersentuh
secara maksimal.




Di samping itu, warga juga akan mendapatkan motivasi yang tinggi melihat
pemimpinnya begitu peduli dengan warga kecil yang serbasusah. Terjadilah
sinergi yang kukuh dalam mewujudkan terciptanya bangsa yang makmur,
sejahtera, adil, dan sentosa (good governance). Dalam bahasa agama dimaknai
sebagai baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.




Melihat kondisi yang demikian, perlu kiranya merancang gagasan kritis dan
strategis bagaimana tanggung jawab negara terhadap kondisi kemiskinan
masyarakat? Dalam kaidah fikih dikenal kaidah menarik, yakni "tashorrufu
al-imam ala al-raiyyah manuthun bi al-maslahah". Bahwa kebijakan imam
(penguasa/pemerintah) terhadap rakyat harus selalu mengedepankan
kemaslahatan rakyat. Dalam kemiskinan, aspek kemaslahatan rakyat harus
menjadi target dan strategi utama dalam setiap kebijakan yang diambil.




Tentu tak mengesampingkan lima prinsip agung (kulliyat al-khamsah) yang
harus dipenuhi; jaminan atas jiwa seseorang dari penindasan dan
kesewenang-wenangan (hifdz an-nafs), perlindungan terhadap kebebasan
pendapat secara rasional (hifdz al-aql), perlindungan atas harta benda
sebagai milik (hifdz al-mal), jaminan atas kepercayaan dan agama yang
diyakini (hifdz al-din), dan jaminan atas kelangsungan hidup dan profesi
(hifdz an-nasl wal-'irdl). Prinsip ini menjadi benteng peneguhan gerakan
keagamaan.




Peringatan Tahun Baru Hijriyah hendaknya perlu diimbangi dengan hijrah
ruhaniah dan transformasi kebangsaan untuk menggapai kesejahteraan,
penegasan kedisiplinan dan pembenahan moralitas bangsa serta bebas dari
pelbagai kasus yang menjerat bangsa ini. Sudah satu tahun, duet Joko
Widodo-Jusuf Kalla memimpin bangsa ini.




Krisis asap, kekerasan di kawasan tambang, hingga kasus-kasus kekerasan
bernuansa etnis dan agama harus segera diselesaikan dengan tindakan efektif
dari negara. Hijrah untuk transformasi kebangsaan inilah yang menjadi
tantangan bagi pemimpin bangsa ini. 

[keluarga-islam] Apa Kabar Pancasila?

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Apa Kabar Pancasila?


Oleh: Cholil Nafis






Besok kita akan berganti tanggal sekaligus berganti bulan, yaitu tanggal 1
Oktober yang selalu dikenang sebagai hari kesaktian Pancasila. Apakah
Pancasila masih sakti? Tentunya sampai saat ini Pancasila masih sakti
mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu dalam Bingkai Negara Kesatuan
Indonesia (NKRI).




Pada masa Orde Baru (Orba) 1 Oktober selalu diperingati sebagai hari
Kesaktian Pancasila dengan gegap gempita dan ditetapkan sebagai hari libur
nasional. Kesaktian Pancasila pada masa Orba identik dengan kehebatan
Pancasila menjaga NKRI sehingga mampu menumpas Partai Komunis Indonesia
(PKI) yang telah melakukan kekerasan dan pembunuhan demi mencapai ambisi
politiknya.




Namun di era Orba, Pancasila telah menjadi alat politik untuk menjatuhkan
lawan politik penguasa. Kelompok yang berbeda pandangan dengan penguasa
dicap sebagai orang yang tidak pancasilais dan subversi terhadap negara
yang sah.




Di era reformasi peringatan kebangkitan Pancasila nyaris tak terdengar,
tidak termasuk hari libur nasional. Dan, bahkan nyaris tak ada upacara
resmi memperingati hari Kesaktian Pancasila, baik di kantor-kantor
pemerintah atau di sekolah-sekolah. Pancasila terlupakan dan cenderung
terstigma sebagai produk Orba sehingga tak lagi popular dan bagi sebagian
masyarakat tak membangggakan  ketika menyebut Pancasila.




Penyimpangan terhadap makna dan falsafah negara dalam konteks politik
jangan sampai mengakibatkan pada abainya warga negara pada dasar negara.
Memang kesaktian Pancasila bukan karena menumpas PKI tetapi sejujurnya
kesatian itu karena mampu menyatukan semua elemin dan keyakinan anak bangsa
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.




Pemaknaan Pancasila tak perlu terfokus pada peristiwa Gerakan 30 September
1965 PKI membunuh enam jendral dan satu perwira sehingga terjadi pembunuhan
massal terbesar di abad 20 ini, tetapi lebih pada makna Pancasila sebagai
"kalimat tengah" diantara pluralitas anak bangsa.
Kini Pancasila di kalangan warga negara nyaris tak pernah terdangar sebagai
dalil pandangan hidup, falsafah bernegara dan sistem nilai berbangsa.




Bahkan ironi, ada segelintar masyarakat yang ingin merubah dasar negara
dengan agama atau merubah negara menjadi libral. Kini maraknya radikalisme
dengan atas nama agama karena merubah NKRI dengan negara agama. Bahkan
melakukanya dengan cara kekerasan. Ironi, anak bangsa yang tak lagi cinta
Pancasila sehingga ingin merubah negara Indonesia menganut sistem libral.
Kedua arus negatif itu sedang menggerus keutuhan NKRI sekaligus melemahkan
rasa nasionalisme.




Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai nilai sejarahnya. Termasuk
melestarikan capaian peradaban bangsa dan melanjutkan cita-cita para
pahlawannya. Indonesia telah berhasil mencapai peradaban kemanusiaan dalam
membangun dasar dan sistem negara sehingga menyatukan bangsa Indonesia
dalam kesatuan Republik Indonesia. Bayangkan Indonesia yang besar: terdiri
dari 17508 pulau dan pendudunyak 237,6 juta, lebih dari 300 bahasa,
mengakui enam agama dan kepercayaan, dan terdiri dari bermacam-maca suku
dan golongan namun dapat disatukan dalam satu negara.




Kebhinekaan Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu itulah ciri
Indonesia. Pluralitas adalah sesuatu yang niscaya dan persatuan adalah
bingkai kelestariannya. Tekat masyarakat Indonesia untuk bersatu dalam satu
kesatuan negara karena dasar negaranya adalah Pancasila yang mengakomudir
seluruh budaya, keyakinan dan Bahasa rakyat Indonesia. Jika kebhinekaan
terhapus dari sistem negara maka tak dapat dibayangkan NKRI akan tetap
bertahan. Menjaga harmoni keragaman Indonesia adalah hal yang niscaya untuk
keutuhan NKRI.




Kebinekaan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Piagam Madinah
(al-shahifah al-Madindah) sebagai konsitutisi pertama dalam Islam
mengajarkan kebinekaan. Bahwa umat Islam, Kristen dan Yahudi di Madinah
saat itu bersatu padu dalam membela negara dan patuh pada konsensus
nasional Madinah. Siapa pun yang melakukan pembangkangan terhadap
konstitusi Madinah maka akan diperangi bersama-sama tanpa melihat suku dan
agamanya.




Indonesia punya konstitusi yang mirip dengan konstitusi Madinah, bahwa
setiap warga negara dijamin untuk menjalankan ajaran agama dan tidak boleh
menyiarkan agama dengan menistakan agama lain. Ini termaktub dalam UUD
1945, Pasal 28E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 28I Ayat (2); dan Pasal 29
Ayat (2). Pasal 28E Ayat (1) menjamin hak setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadat menurut agamanya.




Piagam Madinah menanamkan nilai nasionalisme kolektif tanpa melihat
keyakinan agamanya. Dalam pasal 37 menyebutkan tentang umat Islam, umat
Yahudi dan Nasrani untuk mengorbankan harta dan jiwanya untuk memerangi
orang menyerang keutuhan negara Madinah. Konstitusi Madinah menempatkan
nasionalisme sebagai kesadaran kolektif demi keutuhan negara.




Konsitusi Indonesia hampir sama dengan Konstitusi Madinah menempatkan
nasionalisme sebagai jangkar NKR. Semboyan 

[keluarga-islam] (Tokoh Nusantara) Kiai Ronggo, Kraksaan, Probolinggo - Jawa Timur

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kiai Ronggo Pembabat Alas Kota Kraksaan Probolinggo


Jumat, 17/04/2015 14:01






[image: Kiai Ronggo Pembabat Alas Kota Kraksaan Probolinggo]






Kraksaan adalah Kiai Ronggo. Nama orang dan wilayah ini memang berbeda.
Namun, keduanya saling berkaitan erat. Dalam pandangan masyarakat Kraksaan,
sosok Kiai Ronggo adalah tokoh yang merintis sejarah berdirinya Kota
Kraksaan.




Tidak heran jika pesarean Kiai Ronggo di Kelurahan Sidomukti Kecamatan
Kraksaan Kabupaten Probolinggo kerap diziarahi warga. Bupati Probolinggo Hj
Puput Tantriana Sari juga secara rutin ziarah ke sana.




Menuju Pesarean atau tempat peristirahatan terakhir Kiai Ronggo tidaklah
sulit, hanya membutuhkan 10 hingga 15 menit dari pusat Kota Kraksaan.
Sesampainya di sana, tidak banyak yang membedakan dengan Tempat Pemakaman
Umum (TPU) lainnya. Hanya sebuah makam dengan gapura yang baru selesai
diperbaiki. Di tempat 2x4 meter itu pula banyak orang luar Probolinggo yang
mulai berdatangan.




Setiap malam Jumat legi, makam tersebut dibanjiri peziarah. “Kegiatannya
hanya mengaji, tahlil dan lainnya, intinya mendoakan Kiai Ronggo,” kata
juru kunci pesarean Kiai Ronggo, Halimah.




Sepanjang mata melihat, makam Kiai Ronggo atau dengan nama asli KH Abdul
Wahab itu paling istimewa. Hal itu lantaran makam Kiai Ronggo tersebut
merupakan tokoh terpenting sepanjang keberadaan Kota Kraksaan. Tak ayal
pemerintah setempat memperbaiki kuburan tersebut. Bahkan, mantan Bupati
Probolinggo yang saat ini menjabat sebagai anggota DPR RI H Hasan Aminuddin
sering berziarah ke makam tersebut.




Namun sayang, Halimah tidak begitu mengetahui sosok tokoh Kiai Ronggo,
sebab ia mengaku hanya bertugas menjaga makam. “Kalau soal itu kami tidak
begitu tahu betul, hanya sosok Kiai Ronggo ini dikenalnya yang babat alas
Kraksaan, jadi orang pertama,” katanya.




Dari informasi yang berhasil dihimpun Kontributor NU Online Probolinggo, di
Kota Kraksaan masih ada keturunan dari Kiai Ronggo. Salah satunya adalah H
Jarot. Setelah ditemui di kediamannya, H Jarot yang keturunan kelima dari
Kiai Ronggo juga mengaku tidak begitu paham dengan kisah nenek moyangnya
tersebut.




Itu karena menurutnya, dari kakek dan saudara lainnya memang minim sekali
informasi tentang Kiai Ronggo. “Banyak yang sudah datang kesini dengan hal
yang sama, tapi saya katakan informasi yang kami terima dari keluarga
memang sangat minim. Kebanyakan cerita dari orang lain,” katanya.




Setahu H Jarot, nama Kiai Ronggo sendiri diambil dari kata Ronggo atau
duduk. Hal semacam ini merupakan salah satu gelar pada seseorang yang
pertama kali membuka atau membabat alas pada awal mulanya.




Namun yang pasti, nama asli Kiai Ronggo adalah Abdul Wahab alias Wiryo
Setyo. Pemberian gelar Kiai Ronggo bukannya tanpa alasan. Menurut H Jarot
yang diceritakan kakeknya semasa hidup, Kiai Ronggo kerap kali mengamalkan
ajaran Islam dengan mendirikan mushalla di desa-desa sekitar Kraksaan.




Peninggalannya yang paling tampak adalah Masjid Agung Ar-Raudlah yang
didirikannya pada tahun 1734 M silam. Sejumlah 4 tiang di ruang utama dan
bedug lama, juga peninggalan Kiai Ronggo. “Itu salah satu peninggalan
penting beliau,” katanya.




Bedug peninggalan Kiai Ronggo itu dibuat dari bahan kayu yang diambil dari
Pakuniran. Kayu-kayu itu dibawa langsung oleh santrinya. Waktu yang
dibutuhkan untuk pembuatan bedug itu mencapai 2 bulan. “Yang kami terima
informasinya seperti itu. Tapi sejauh ini belum ada bukti autentik soal
itu,” ungkapnya.




H Jarot mengaku sangat senang jika leluhurnya tersebut menjadi perhatian
orang. Namun ia berpesan pada masyarakat agar tidak menyalahgunakan nama
baik Kiai Ronggo. Termasuk ketika berdoa di makam Kiai Ronggo. “Berdoa
jangan bablas. Karena pada dasarnya Allah-lah yang menentukan semuanya,”
tandasnya. []






(Syamsul Akbar/Fathoni)






Foto: Masjid Agung Ar-Raudlah Kraksaan yang didirikan Kiai Ronggo pada
tahun 1734 M.






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Meneguhkan Kekuatan Bangsa Melalui Hari Santri

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Meneguhkan Kekuatan Bangsa Melalui Hari Santri


Oleh: Ferial Farkhan Ibnu Akhmad






Tanggal 22 Oktober adalah tanggal yang bersejarah bagi bangsa Indonesia
khususnya bagi Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi sosial keagamaan
(jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah). Tanggal tersebut menjadi sebuah alasan
yang mendorong terjadinya peristiwa pertempuran Surabaya pada tanggal 10
November 1945. Peristiwa yang menyimpan makna sejarah yang tak terlupakan
bagi negara yang sudah merdeka 70 tahun ini. Sehingga setiap tanggal 10
November kita kenal sebagai Hari Pahlawan.




Ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dan terbebas dari
kolonialisme selama lebih dari tiga setengah abad, bangsa ini kembali harus
berhadapan dengan pasukan Inggris yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces
Netherlands East Indies) mengatasnamakan blok sekutu dengan misi
mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai
negeri jajahan Hindia Belanda.




Sehingga peristiwa tersebut menuntut warga negara Indonesia untuk kembali
mengangkat senjata melawan penjajah demi mempertahankan kemerdekaan yang
telah diraih dengan jiwa dan raga. Runtutan peristiwa itulah yang
menginisiasi lahirnya fatwa Resolusi Jihad dari Hadlratussyaikh KH Hasyim
Asy’ari, pendiri NU. Fatwa tersebut yang berhasil membakar semangat para
ulama, santri, arek-arek Surabaya, seluruh rakyat Indonesia untuk berjihad
membela bangsa dan negara.




Saat ini Presiden RI Joko Widodo telah menandatangani Keppres Hari Santri
Nasional pada 15 Oktober 2015. Penetapan ini sebagai realisasi janji
Presiden Joko Widodo pada saat masa kampanye 1 tahun yang lalu. Proses
menentukan hari besar nasional tersebut sempat terjadi dinamika didalamnya.
Semula akan ditentukan setiap tanggal 1 Muharram, kemudian diganti tanggal
22 Oktober atas dasar masukan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan
ormas Islam lainnya. Sejarah perjuangan para ulama dan santri dalam
memberikan kontribusi kepada bangsa ini menjadi alasan utama PBNU
memberikan saran tanggal tersebut.




Hari Santri Nasional bukan hanya sebatas menggugurkan janji Presiden Jokowi
saja. Banyak hal yang perlu masyarakat refleksikan dari ditetapkannya hari
besar tersebut. Ini sebagai upaya membuka pemikiran seluruh warga negara
Indonesia bahwa para ulama dan santri mempunyai saham besar atas berdirinya
negara ini. Peran dan perjuangan kalangan pesantren dalam perjalanan
sejarah bangsa Indonesia mulai dari sebelum kemerdekaan hingga sekarang
tidak bisa dikesampingkan apalagi dihapuskan. Saat ini banyak masyarakat
yang menilai bahwa ulama dan santri yang dikenal dengan kaum sarungan hanya
mengurusi masalah keagamaan saja. Hal ini dikarenakan adanya diskriminasi
pemerintah pada zaman Orde Baru yang sengaja menghapuskan peran ulama dan
santri dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Perlakuan tidak adil ini
teraplikasikan dari minimnya catatan sejarah resmi yang menjelaskan bahwa
ulama dan santri telah berkontribusi besar dalam tegaknya Republik
Indonesia.




Dinamika Perjuangan Kalangan Pesantren




Pada zaman sebelum kemerdekaan para ulama berupaya untuk membebaskan bangsa
ini dari penjajah. Menurut Manfred Ziemek dalam buku hasil penelitiannya
Pesantren Dalam Perubahan dituliskan bahwa “Para pejuang kemerdekaan
melawan kaum penjajah adalah para kiai dan santri yang terpanggil
memprakarsai dan memimpin perlawanan”.




Rasa cinta para ulama dan santri terhadap negara sangatlah besar. Jika kita
melihat poin penting  dari isi fatwa Resolusi Jihad antara lain yaitu.
Pertama, kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus wajib
dipertahankan. Kedua, Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan
yang sah harus dijaga dan ditolong. Ketiga, musuh Republik Indonesia yaitu
Belanda yang kembali ke Indonesia dangan bantuan sekutu Inggris pasti akan
menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia.
Keempat, umat islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan
penjajah belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali.
Kelima, kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban
bagi setiap umat muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer, sedangkan
mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk
material terhadap mereka yang berjuang.




Memahami isi dari fatwa dari pendiri NU ini, tentu ini bukan hanya sebatas
ajakan biasa untuk berjuang. Tapi fatwa tersebut adalah buah dari ijtihad
para ulama sebagai modal para santri dan arek-arek Surabaya untuk berjihad.
kita bisa merasakan betapa besarnya keinginan para ulama mempertahankan
kemerdekaan bangsa ini. Hasilnya pun bisa kita rasakan sampai sekarang.
Tapi sekali lagi sangat disayangkan, tidak banyak generasi saat ini yang
mengetahui peristiwa bersejarah tersebut.




Kontribusi yang diberikan oleh para ulama dan santri tidak sebatas pada
saat pra kemerdekaan saja. Sesudah merdeka pun ulama dan santri tidak hanya
berdiam diri dalam menjaga kedaulatan Republik ini. Salah 

[keluarga-islam] Ketika Warga Kampung PKI Adakan Tahlilan dan Slametan

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Ketika Warga Kampung PKI Adakan Tahlilan dan Slametan


Selasa, 06/10/2015 12:49






[image: Ketika Warga Kampung PKI Adakan Tahlilan dan Slametan]






Jakarta, *NU Online*
Dalam diskusi publik dan bedah buku karya Dr Wijaya Herlambang, ‘Kekerasan
Budaya Pasca 1965’, Senin (5/10) di lantai 8 Gedung PBNU Jakarta, Ketua PP
Lesbumi NU, KH Agus Sunyoto mengungkapkan, di daerah Trisula Blitar Jawa
Timur warganya 100 persen PKI, tetapi tidak ada masyarakat yang berani
datang untuk tahlil dan slametan ketika ada warga Trisula yang meninggal
atau hilang, kecuali orang-orang NU.


“Saat keluarga PKI kehilangan orangtuanya dan ingin menahlilkan atau
slametan keluarganya yang ditangkap (hilang atau dibunuh), tidak ada yang
berani untuk datang karena takut dituduh PKI, maka yang berani datang
adalah orang kampung sebelahnya yaitu orang-orang NU,” ujar Agus yang
menjadi narasumber di acara tersebut.


Agus kembali menegaskan, meskipun para kiai dan warga NU banyak yang
menjadi korban pembantaian oleh kelompok G30S/PKI, tetapi para kiai justru
banyak mengurus janda dan anak yatim keturunan PKI yang keluarganya
meninggal dalam konflik horisontal tersebut.


“Para kiai tidak politis, juga tidak terlalu ideologis, mereka paham
kewajiban agama seperti apa dalam melihat janda dan anak yatim yang
terlantar. Jadi murni kemanusiaan,” tegas Penulis Buku Lubang-lubang
Pembantaian yang terbit tahun 1990 ini.


Agus mengungkapkan, bahwa di Blitar, anak-anak yang ayahnya dibunuh atau
ditangkap karena tuduhan PKI, diangkat sebagai anak oleh para kiai. Bahkan
ada kiai yang mengangkat anak keturunan PKI hingga 30 orang dan menyandang
nama kiai di belakangnya. Di sekolahanpun orangtuanya adalah kiai tersebut.


*Komunis Siluman*


Bagi Agus Sunyoto, diskusi publik ini memunculkan fenomena baru tentang
‘Komunis Siluman’ yang selalu lolos dari tanggung jawab atas semua
perbuatan jahat mereka.


“Mereka itulah yang menegakkan Orde Baru sekaligus menumbangkannya.

Dimotori oleh seseorang, mereka selalu mengungkit kasus kekerasan terhadap

PKI dengan tangan ditudingkan ke NU, khususnya Ansor dan Banser,” ujar Agus.


Diskusi dihadiri oleh penulis buku ‘Kekerasan Budaya Pasca 1965’, Dr Wijaya
Herlambang serta Budayawan Taufiq Ismail dan para aktivis kemanusiaan yang
memadati ruangan diskusi. *(Fathoni)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62626-lang,id-c,nasional-t,Ketika+Warga+Kampung+PKI+Adakan+Tahlilan+dan+Slametan-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Anak Sekolah dan Potensi Kekerasan

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Anak Sekolah dan Potensi Kekerasan


Sabtu, 10/10/2015 09:01


Oleh: Badrul Munir






Dalam Al-Qur’an anak manusia dikelompokan menjadi 4 kelompok, bagian
pertama, anak sebagai musuh orang tuanya (apabila anak kita menjerumuskan
bapaknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan oleh
agama):




“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni
(mereka), maka sungguh Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.)” (QSAt-Tagobun
ayat 14)




Kelompok kedua, anak sebagai fitnah atau ujian, Fitnah yang dapat terjadi
pada orangtua bilamana anak-anaknya terlibat dalam perbuatan yang negatif
(terlibat narkoba, pergaulan bebas, tawuran/kekerasan antar pelajar,
penipuan, atau perbuatan lainnya yang membuat susah dan resah orang tuanya)




“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi
Allah pahala yang besar.” (QS At-Tagobun ayat 15)




Ketiga, anak sebagai perhiasan, (bahwa orangtua merasa sangat senang dan
bangga dengan berbagai prestasi yang diperoleh oleh anak-anaknya, sehingga
dia pun akan terbawa baik namanya di depan masyarakat).




“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan
yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih
baik untuk menjadi harapan.” (QS Al-Kahfi ayat 46)




Keempat, anak sebagai penyejuk mata (qorrota a’yun) atau penyenang hati,
Mereka adalah anak-anak yang apabila disuruh untuk beribadah segera
melaksanakannya dengan penuh kesadaran anak yang menghindari kemungkaran
dan kemaksiatan, anak-anak yang baik budi pekerti dan akhlaknya, ucapannya
santun dan tingkah lakunya sangat sopan, serta memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi.hal ini dijelaskan dalam Allah dalam Al-Qur’an.




“Dan orang-orang yang berkata : “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami
pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan
jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS  Al Furqon
ayat 74)




Tentunya kita sebagai orang tua kita berusaha membentuk anak-anak agar
masuk ke dalam kategori yang keempat sehingga proses pembentukan anak
sebagai qurrota a’yun dimulai saat dalam kandungan, saat anak lahir bahkan
jauh sebelum itu yakni saat  memilih (calon) istri, dan proses menuju
pelaminan yang islami. Proses pembentukan ini terus kita lakukan sampai
anak menjadi dewasa dan mandiri.




Namun melihat dunia anak-anak dalam beberapa tahun ini sungguh memiluhkan
beberapa perilaku negatif yang muncul khususnya kekerasan baik kekerasan
yang menjadikan anak sebagai korban maupun kekerasan yang melibatkan anak
sebagai pelakunya.




Berita kekerasan anak yang memiluhkan dengan  tewasnya siswa sekolah dasar
di Kebayoran Jakarta akibat (diduga) dianiaya oleh teman sekelasnya. Suatu
tindakan yang sangat disayangkan diakukan seorang anak SD yang masih polos
tetapi sudah tega melakukan tindakan kekerasan sampai nyawa harus melayang.




Kekerasaan terhadap siswa sekolah bukan hanya kali ini saja beberapa
rentetan kasus kekerasan terhadap anak sekolah terus memenuhi berita massa
di Indonesia, baik kekerasan verbal, seksual bahkan kekerasan fisik yang
berujung kematian seperti yang terjadi di Jakarta ini.




Kita harus berfikir ada apa dengan pendidikan kita selama ini, mengapa anak
sekolah berubah menjadi seorang kriminal seperti ini. Apa yang menjadi
penyebab kekerasan ini?




Paparan kekerasan terhadap anak




Usia 7-12 tahun menurut ilmu saraf adalah periode emas dimana dasar sebuah
perilaku manusia sedang terbentuk.  Perilaku manusia sangat tergantung dari
kerja sekelompok otak di bagian otak yang disebut lobus frontalis dan
parietalis (otak bagian depan dan ubun-ubun). Dan perilaku didasari oleh
sistem memori yang terekam dalam otak manusia, bilamana memori yang terekam
baik maka perilaku akan bersifat baik, begitu juga sebaliknya jika memori
yang terekam jelek maka perilaku cenderung jelek.




Memori yang terbentuk tergantung dari stimulus (paparan) yang masuk secara
terus menerus, stimulus bisa dalam bentuk visual, auditorial, taktil dari
lingkungan sekitarnya  akan dibawa serabut otak dan disimpan di suatu area
yang di sebut sistem limbik (bagian otak yang mengurus memori dan emosi).
Di dalam kehidupan yang serta modern ini paparan yang masuk kepada anak SD
sangat variatif dan beraneka ragam, paparan itu terjadi sejak bangun tidur
sampai tidur lagi.




Saat berangkat ke sekolah anak sudah terpapar kekerasan lalu lintas,

pelanggaran lalu lintas yang begitu masif dan  hampir merata di seluruh
pengguna jalan memberi paparan negatif ke otak siswa sehingga ada persepsi
tentang pelanggaran aturan lalu lintas.




Saat di sekolah pun ada potensi paparan negatif  masih ada, sistem
pendidikan yang kurang bisa mengoptimalkan potensi anak didik seringkali
menciptakan kekerasan tersendiri tanpa didasari oleh pengajar lainnya atau
mungkin 

[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 22 Dzulhijjah 1436H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahummaghfir lii warhamnii wa 'aafinii warzuqnii.






Ya Allah, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, selamatkanlah aku, dan
berilah rezeki kepadaku.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Tragedi Haji dan Sunah Tuhan

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Tragedi Haji dan Sunah Tuhan


Oleh: Abdul Waid






KETIKA mesin derek (crane) di Masjidil Haram ambruk, kemudian selang
beberapa hari terjadi insiden saling desak di Mina, muncul banyak
pertanyaan. Mengapa orang-orang yang semata-mata hendak beribadah haji di
tanah yang paling disucikan Tuhan, masih ditimpa musibah mengerikan?






Mana kasih sayang Tuhan yang (katanya) diberikan kepada orang-orang
beriman? Apakah Tuhan tidak ada di Makkah? Bukankah Makkah adalah tempat
yang paling dekat dengan Tuhan?






Pertanyaan-pertanyaan itu memang layak dilontarkan mengingat kedua insiden
itu menelan korban jiwa yang tidak sedikit. Tentu saja,
pertanyaan-pertanyaan itu tidak perlu dimaknai sebagai ungkapan skeptis
terhadap eksistensi dan kasih sayang Tuhan bagi para jemaah haji yang
menjadi korban tragedi itu. Pertanyaan-pertanyaan itu harus dimaknai
sebagai rasa keingintahuan tentang bagaimana sebenarnya pola eksistensi dan
kasih sayang Tuhan dalam setiap musibah serta korelasinya dengan hukum
alam. Dua tragedi di tengah ibadah haji itu tidak cukup hanya dijawab
dengan menyitir ayat yang berbunyi; ”…barangsiapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap
pahalanya di sisi Allah.






Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS: An-Nisa: 100).
Islam sebenarnya tidak semata mengajarkan ketakwaan, keimanan, dan
kepasrahan. Islam juga mengajarkan pola pikir rasional. Mislanya Quran
dalam surah 17:77, 33:62, 35:43, 48:23 menegaskan ada sunah Tuhan di dunia
yang selamanya tidak akan pernah berubah. Sunah Tuhan yang dimaksud adalah
rasionalisme hukum alam. Dalam hukum alam, ada normanorma yang tidak pernah
berubah seperti siang dan malam, panas-dingin, atas-bawah, dan lain
sebagainya. Karena Tuhan telah menegaskan bahwa sunah- Nya (hukum alam)
tidak akan pernah berubah, maka siapa pun orangnya jika ingin selamat harus
patuh pada hukum alam. Tidak Berubah Misalnya, siapa pun kalau jatuh pasti
ke bawah. Jika dibakar, pasti panas. Atau, jika sebuah muatan melebihi
daya, pasti akan celaka. Hal ini menegaskan bahwa eksistensi Tuhan dalam
hukum alam secara universal berlaku tanpa kecuali.






Ada sebuah anekdot yang perlu kita cermati. Yaitu, ada dua bangunan berbeda
dan bersebelahan. Pertama, sebuah masjid dibangun dengan konsep arsitektur
lemah berbahan dasar material yang sudah tidak layak pakai dan tanpa
penangkal petir. Kedua, kasino yang dirancang dengan arsitektur modern,
berbahan dasar material kuat, serta dilengkapi penangkal petir.
Pertanyaannya, jika terjadi badai diiringi sambaran petir, bangunan mana
yang selamat? Pertanyaan itu memang terdengar ”tidak sopan” sehingga tidak
perlu dijawab. Tetapi, jika melihat konsep sunnah Tuhan, maka hukum alam
tidak akan pernah berubah terhadap apa pun, termasuk terhadap masjid. Dari
sanalah kita bisa membaca mengapa musibah tragis menimpa para jemaah haji
di Makkah. Tragedi Mina dan runtuhnya mesin derek (crane) di Masjidil Haram
yang menelan banyak korban jiwa sebenarnya adalah pelanggaran umat manusia
terhadap hukum alam (sunah Tuhan). Kekuasaan Tuhan dalam hukum alam,
sekalipun di Makkah, harus tetap dipatuhi dan diimani. Pada saat melakukan
ritual haji, para jemaah tetap harus memperhatikan daya muat, jumlah
jemaah, kekuatan, dan kemampuan pribadi.






Para pengelola haji harus memperhatikan kondisi alam yang mengitarinya.
Sebab, di sanalah sunah Tuhan berlaku absolut. Peran Tuhan dalam hukum alam
menunjukkan bahwa pola keber(agama)an umat manusia harus melibatkan unsur
sains modern. Pengelolaan dan pelaksanaan haji, misalnya, harus dikelola
dengan manajemen profesional, berdasarkan teknologi canggih, dan melibatkan
para ahli sains modern. Mendekatkan diri kepada Tuhan tidak cukup hanya
didasarkan pada kepasrahan dan keyakinan. Nabi Muhammad pun mengajarkan
umat-Nya untuk beragama dan berjihad dengan dasar pikiran rasional dan
melibatkan sains modern. Misalnya, pada saat perang Khandaq, Nabi SAW
menyuruh teknokrat muslim bernama Salman al-Farisi untuk membuat parit
sebagai strategi dan benteng pertahanan dalam perang. Artinya, jihad
(ibadah) tidak cukup hanya dijalankan dengan keberanian, kepasrahan,

keyakinan, dan doa. []






SUARA MERDEKA, 9 Oktober 2015


Abdul Waid, Dosen Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Gus Mus: Santri NU Jangan Reaktif Soal Keberatan Hari Santri

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Gus Mus: Santri NU Jangan Reaktif Soal Keberatan Hari Santri


Selasa, 20/10/2015 06:02






[image: Gus Mus: Santri NU Jangan Reaktif Soal Keberatan Hari Santri]






Rembang, *NU Online*
KH Ahmad Musthofa Bisri yang lazim disapa Gus Mus meminta seluruh santri di
Indonesia untuk menjaga toleransi terhadap mereka yang tidak setuju dengan
penetapan Hari Santri, yang jatuh pada 22 Oktober. Para santri, kata Gus
Mus, tidak perlu terpancing emosi oleh perbedaan pendapat.


Demikian disampaikan Gus Musa saat menerima kedatangan rombongan peserta
Kirab Panji Resolusi Jihad sekaligus peringatan Hari Santri yang singgah di
pesantren Raudlatut Tholibin, Leteh, Rembang, Senin (19/10) pagi.


"Kalau ada kelompok lain kurang sependapat, santri sebaiknya tetap

menghormati. Semisal belakangan dari kalangan Muhammadiyah tidak setuju
penetapan Hari Santri Nasional, santri NU jangan menyerang balik.”


Gus Mus berharap semua pihak mewaspadai kemungkinan adanya upaya
pihak-pihak tertentu yang hendak membenturkan antara NU dan Muhammadiyah,
dan memecah belah keduanya.


“Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah merupakan aset kekayaan bangsa Indonesia.
Jika kedua belah pihak dapat dibenturkan dan hancur, negara ini pun bisa
hancur,” kata Gus Mus.


Ia meminta, kedua belah pihak dapat menahan diri dan saling menghormati
tentang adanya perbedaan perihal Hari Santri yang telah ditetapkan
pemerintah dan diperingati oleh para santri NU. (*Ahmad Asmu'i/Alhafiz K*)






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62920-lang,id-c,nasional-t,Gus+Mus++Santri+NU+Jangan+Reaktif+Soal+Keberatan+Hari+Santri-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Tokoh Nusantara) KH. Mustahal Ahmad, Surakarta - Jawa Tengah

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
KH Mustahal Ahmad, Perintis Tiga Banom NU






[image: KH Mustahal Ahmad, Perintis Tiga Banom NU]






31 Januari 1935. Tepat pada momentum Hari Lahir (Harlah) Nahdlatul Ulama
ke-9, lahir seorang yang kelak menjadi tokoh pendiri IPNU, PMII, dan bahkan
juga ikut membidani berdirinya IPPNU. Lahir dari pasangan seorang ulama
terkemuka di Kota Solo, KH Masjhud dan Nyai Syuaibah, Mustahal lahir dan
dibesarkan di Pesantren Al-Masjhudiyah Keprabon Solo yang diasuh ayahnya.
Nama Mustahal sebenarnya merupakan nama kecil sang ayah, sebelum akhirnya
berganti menjadi Masjhud kala belajar di Tanah Suci.






Mustahal ini masih saudara seayah dengan Nyai Hj. Mahmudah Mawardi, tokoh
perempuan yang pernah menjadi ketua PP Muslimat NU selama delapan periode
(1950-1979). Kiai Masjhud yang dikenal sebagai seorang tokoh ulama ahli
nahwu, dianugerahi lima putri (termasuk Mahmudah) dari istri pertama.
Kemudian setelah istrinya wafat, ia mempersunting Nyai Syuaibah yang
memperoleh keturunan Mustahal.






Alhasil, meski masih satu saudara dengan Nyai Mahmudah, namun secara usia
Mustahal ini terpaut cukup jauh. Salah satu putera Nyai Mahmudah, A Chalid
Mawardi bahkan menjadi kawan Mustahal sewaktu kecil, juga teman mengaji di
Pesantren Al-Masjhudiyah.






“Chalid Mawardi dulu pernah dibondo (diikat) dan diludahi simbah (Kiai
Masjhud), kena mata kanan,” kenang Nasirul Umam, salah satu putra Mustahal,
saat NU Online berkunjung ke rumah peninggalan Mustahal beberapa waktu lalu.






Tidak banyak yang dapat dikisahkan dari masa kecil Mustahal, hingga ia
menginjak masa remaja, ketika ia ikut membidani berdirinya sejumlah badan
otonom NU.






Pendiri IPNU






Pada tanggal 27 Desember 1953, Mustahal Ahmad dan Chalid Mawardi bersama
sekelompok pelajar SMA di Surakarta, mendirikan satu wadah organisasi yang
menghimpun para pelajar NU. Organisasi ini masih bersifat lokal dan bernama
Ikatan Pelajar Nahdatul Oelama (IPNO) Surakarta.






Selang dua bulan kemudian, atau tepatnya tanggal 24 Februari 1954, Mustahal
mengikuti Konferensi Besar I Lembaga Pendidikan Ma’arif NU untuk
merealisasikan gagasan pembentukan organisasi pelajar NU yang berskala
nasional. Dalam pertemuan tersebut, turut hadir perwakilan dari Semarang
dan Yogyakarta.






Perlu menjadi catatan dan pelurusan sejarah, bahwa dari berbagai
penelusuran penulis ke beberapa keluarga/tokoh pendiri IPNU-IPPNU di Kota
Solo, nama H. Musthafa yang menjadi perwakilan dari Solo, sejatinya bernama
Mustahal Ahmad. Namun, entah karena adanya kekeliruan penulisan nama
ataupun faktor lain, sehingga dalam dokumen dan catatan sejarah pendiri
IPNU yang disebut hanya M. Sufyan Cholil (Yogyakarta), H. Musthafa (Solo),
dan Abdul Ghony Farida (Semarang). Pada kepengurusan pertama (1954-1955) PP
IPNU di bawah kepemimpinan Tolchah Mansoer, Mustahal Ahmad masuk ke dalam
kepengurusan, dan tercatat dengan nama Mustahal A.M.






Selang setahun setelah ikut mendirikan IPNU, Mustahal kemudian juga
merintis berdirinya organisasi kemahasiswaan NU di Kota Solo. Dirinya yang
kala itu sudah menjadi mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Cokroaminoto
Surakarta mendirikan Keluarga Mahasiswa Nahdatul Ulama (KMNU) Surakarta.
Boleh dikatakan, KMNU ini adalah satu-satunya organisasi mahasiswa NU yang
dapat bertahan sampai dengan lahirnya PMII pada tahun 1960.






Penggerak Kaum Muda






Rumah Mustahal yang berada di kompleks Pesantren Al-Masjhudiyah, sejak
dahulu menjadi rujukan para santri untuk memperdalam ilmu agama, khususnya
ilmu nahwu. Santri Kiai Masjhud tidak hanya berasal dari wilayah Soloraya,
namun juga dari Jawa Timur dan wilayah lainnya.






Bahkan, menurut penuturan salah satu tokoh di Solo, pada zaman itu para
santri yang hendak khataman kitab Alfiyah, belum lengkap apabila belum
sowan dan ditashih Kiai Masjhud. “Santri yang pernah mengaji dengan beliau
banyak yang kemudian menjadi tokoh, seperti KH Maimoen Zubaer, Mbah Liem,
KH Mukhtar Rosjidi, dan lainnya,” ungkap Nasirul Umam.






Termasuk mantan Menteri Agama KH Saifuddin Zuhri yang juga pernah menjadi
muridnya, menyebut gurunya sebagai seorang ulama terkenal ahli nahwu. “Ilmu
yang ia ajarkan mendapat jaminan mutu”, tulis Kiai Saifuddin Zuhri dalam
bukunya Berangkat Dari Pesantren.






Namun, semenjak Kiai Masjhud wafat pada tahun 1950-an, Al-Masjhudiyah
kemudian menjadi pesantren putri dan diasuh oleh istri Kiai Masjhud, atau
yang lebih dikenal sebagai Nyai Masjhud.






Pada periode ini, banyak santri putri yang ikut mengaji di tempat tersebut,
antara lain, Umroh Machfudzoh, Atikah Murtadlo, Lathifah Hasyim, Romlah,
dan Basyiroh Saimuri (kebetulan sekolah mereka terletak tak jauh dari
Al-Masjhudiyah). Mereka inilah yang kelak menjadi para perintis berdirinya
IPNU Puteri (sekarang bernama IPPNU,-Pen). Ketika itu, Kota Solo pun
menjadi kantor sekretariat IPNU Puteri.






Peran Mustahal dalam pendirian IPNU Puteri tersebut sangat vital, mengingat
di samping tinggal di sekitar kompleks Pesantren, Mustahal juga mengemban

[keluarga-islam] Inilah Lima Alasan Pentingnya Hari Santri Nasional

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Inilah Lima Alasan Pentingnya Hari Santri Nasional


Selasa, 20/10/2015 17:14






[image: Inilah Lima Alasan Pentingnya Hari Santri Nasional]






Jakarta, *NU Online*
Awal kemunculan keputusan Hari Santri Nasional (HSN) adalah agar negara
hadir dan memberikan perhatian, pengembangan terhadap santri dan pesantren
dan juga memperhatian anggaran pendidikan. Pesantren didorong dapat hadir
menjadi *driving force* yang dapat mengintegrasikan ideologi sosiologis dan
politik kepada seluruh umat Islam Indonesia.


Demikian disampaikan Dirjen Pendidikan Islam di Jakarta, Senin (19/10)
seperti dikutip dari laman kemanag.go.id.


Kamaruddin Amin menjelaskan, setidaknya ada 5 alasan penetapan Hari Santri
Nasional yang akan jatuh tanggal 22 Oktober 2015 dan akan dicanangkan di
Masjid Istiqlal, Jakarta. Pertama, sebagai pemaknaan sejarah Indonesia
yang *genuine
*dan *authentic *yang tidak terpisahkan dari episteme bangsa, di mana
Indonesia tidak hanya dibangun dengan senjata, darah dan air mata, tetapi
berdiri karena keikhlasan dan perjuangan para santri relijius yang berdarah
merah putih, sebagaimana dengan sempurna dilakonkan Oleh Hasyim Asy ari,
Ahmad Dahlan, A Hassan, Muhammad Nasir, Cokroaminoto, dan tokoh besar
lainnya,


Kedua, secara sosio politik mengkonfirmasi kekuatan relasi Islam dan
negara. Indonesia dapat menjadi model dunia tentang hubungan Islam dan
negara, Ketiga, meneguhkan persatuan umat Islam yang telah terafiliasi dan
menyejarah dalam ormas islam dan parpol yang berbeda, perbedaan melebur
dalam kesantrian yang sama, Keempat, *Mainstreaming *santri yang berpotensi
termarjinalkan oleh derasnya arus globalisasi.


“Penetapan hari santri tentu tidak hanya bersifat simbolik formalistik,
tetapi dalam bentuk afirmasi realistis terhadap komunitas santri,” kata
Kamaruddin Amin.


Kelima, menegaskan distingsi Indonesia yang relijius demokratis atau upaya
merawat dan mempertahakan religiusitas Indonesia yang demokratis di tengah
kontestasi pengaruh ideologi agama global yang cendrung ekstrim radikal.


“Islam Indonesia kontemporer yang demokratis, progresif, moderat, toleran,
inklusif, apresiatif terhadap diversitas budaya dan agama tidak bisa
dilepaskan dari kontribusi fundamental para santri,” ujar Kamaruddin Amin.


Dalam penetapan HSN ini, Kamaruddin berharap pemerintah dan santri harus
terus bersinergi mendorong komunitas santri ke poros peradaban Indonesia.
Santri jangan hanya sebagai penonton, cemburu dalam dialektika sosial
budaya ekonomi politik Indonesia.


Pesantren sebagai lembaga dakwah, lembaga pendidikan *tafaqquh fiddin *terus
kiranya berkontribusi dan mencetak ulama, agaen perubahan yang menjadi
garda terdepan dalam membelaNegara Kesatuan Republik Indonesia. Selian itu,
pesantren kiranya dapat mempromosikan gerakan anti narkoba, gerakan anti
radikalisme, gerakan santri *amar makruf nahi munkar*, hingga pada santri
yang melek dunia perbankan, melek sain dan teknologi.


“Jika sinegri ini dapat diwujudkan maka santri akan menjadi komunitas
penting yang akan menopang Indonesia sejahtera di masa akan datang,” tutup
Kamaruddin Amin. * Red: Mukafi Niam*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62928-lang,id-c,nasional-t,Inilah+Lima+Alasan+Pentingnya+Hari+Santri+Nasional-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Agus Sunyoto: Tak Ada 10 November Tanpa 22 Oktober

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
HARI SANTRI


Agus Sunyoto: Tak Ada 10 November Tanpa 22 Oktober


Senin, 19/10/2015 13:28






[image: Agus Sunyoto: Tak Ada 10 November Tanpa 22 Oktober]






Jakarta, *NU Online*
Sejarawan Agus Sunyoto menegaskan, penetapan Hari Santri Nasional bukan
hanya sebagai agenda kepentingan kelompok tertentu sehingga dapat memecah
belah umat. Tetapi untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia yang ketika
itu digerakkan oleh Resolusi Jihad, yakni fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari
yang menyatakan bahwa membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu’ain
atau wajib bagi setiap individu.


“Ini konteksnya melawan Jepang dan tentara sekutu. Dari fatwa jihad Mbah
Hasyim Asy’ari 22 Oktober 1945, pecahlah peperangan besar pada 10 November
1945 di Surabaya. Jadi, jika tak ada Resolusi Jihad yang digaungkan kaum
santri, tak akan ada 10 November yang kita peringati sebagai Hari Pahlawan
itu,” ujar Agus pada Rabu, (14/10) lalu.


Dia juga menerangkan, kaum santri merupakan representasi bangsa pribumi
dari kalangan pesantren yang sangat berjasa membawa bangsa ini menegakkan
kemerdekaan RI dari tangan penjajah.


Jika dirunut sejarahnya, kata Ketua PP Lesbumi NU ini, awalnya Indonesia
dianggap negara boneka Jepang oleh Negara sekutu karena kemerdekaannya
dinilai pemberian dari Nippon ini. Hal ini bisa dijelaskan, menjelang
proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Hatta menyambangi Jepang

untuk bertemu dengan Kaisar.


“Rapat besar di Lapangan Ikada yang kini lapangan Monas, juga dijaga ketat
oleh tentara Jepang. Belum lagi naskah teks Proklamasi yang diketik oleh
orang berkebangsaan Jepang, Laksamana Meida,” terang Agus saat berkunjung
ke Redaksi NU Online, Rabu (14/10) di Jakarta.


Setelah Jepang kalah perang dengan Tentara sekutu atau NICA, lanjutnya,
mereka berusaha kembali menjajah Indonesia dalam agresi militer kedua. Agus
menjelaskan, ternyata tentara NICA dikagetkan oleh perlawanan orang-orang
pribumi dari kalangan santri.


“Dari sinilah mereka berpikir, bahwa kemerdekaan Indonesia bukan karena
pemberian dari bangsa Jepang, melainkan betul-betul didukung oleh seluruh
rakyat Indonesia,” jelas penulis buku Atlas Wali Songo ini.


Sebelumnya, Presiden Jokowi sendiri telah menandatangani Keppres yang
menyatakan tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional.
Presiden bukan tanpa alasan dan kajian mendalam tentang hal ini. Karena
kontribusi kaum santri dengan fatwa Resolusi Jihad mampu menggerakkan
seluruh rakyat Indonesia dalam peperangan besar 10 November di Surabaya.
*(Fathoni)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62904-lang,id-c,nasional-t,Agus+Sunyoto++Tak+Ada+10+November+Tanpa+22+Oktober-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Gus Sholah: Bagaimana Umat Islam Mengejar Ketertinggalan?

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Gus Sholah: Bagaimana Umat Islam Mengejar Ketertinggalan?


Kamis, 08/10/2015 07:00






[image: Gus Sholah: Bagaimana Umat Islam Mengejar Ketertinggalan?]






Yogyakarta, *NU Online*
Berdasarkan studi Rehman dan Askari, keislaman semua negara Muslim tidak
tinggi. Dari empat indeks ukuran (economic islamicity, legal and governance
islamicity, human and political islamicity, international relation
islamicity), yang didasarkan pada Qur'an dan Sunnah, hasilnya keislaman
rata-rata negeri Muslim berada pada nomor 137 dari 208 negara.


Demikian disampaikan Pengasuh Pesantren Tebu Ireng Jombang KH Salahuddin
Wahid dalam seminar bertajuk "Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan untuk
Indonesia" yang diselenggarakan di Convention Hall  UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Selasa (6/10) pagi.


"Umat Islam sedunia terus mengalami ketertinggalan. Ketertinggalan keilmuan
dan teknologi. Indonesia berada pada urutan 140. Karenanya, umat Islam
harus berjuang keras untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan
ketertinggalannya," tutur kiai yang kerap disapa Gus Sholah tersebut.


Lebih lanjut Gus Sholah menyampaikan, bagaimana umat Islam harus berjuang
mengejar ketertinggalan? Setiap keluarga dan individu Muslim harus
melakukan transformasi menuju akhlak mulia.


"Keluarga adalah benteng paling kokoh dan persemaian paling baik bagi
penanaman nilai, budi pekerti, dan akhlak.  Kaum Muslim hendaknya tidak
hidup secara tertutup, tetapi terbuka, bermartabat dan setara," ujar adik
Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid.


Gus Sholah menjelaskan, ajaran Islam sesungguhnya begitu baik, tetapi dalam
penerapannya amat kurang. Salah satu cara untuk menerapkan Islam secara
baik adalah dengan menerapkan kejujuran. Islam amat mengutamakan kejujuran.


"Seandainya memang kita menyadari belum berlaku jujur, hendaknya kita terus
berjuang keras untuk menjadi orang-orang yang jujur," tegasnya.


Menurutnya, untuk mengejar ketertinggalan, dibutuhkan tiga strategi, yakni
demokrasi, akhlak, dan ilmu. Agar strategi bisa dilakukan diperlukan tujuh
persyaratan, yaitu kestabilan politik, kemajuan ekonomi, pemahaman
keagamaan inklusif, pemikiran keagamaan modern, mengurangi domestifikasi,
kemandirian, dan tagaknya hukum.


Seminar yang diikuti ratusan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini juga
mengadirkan Haedar Nashir sebagai nara sumber. *(Suhendra/Mahbib)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62657-lang,id-c,nasional-t,Gus+Sholah++Bagaimana+Umat+Islam+Mengejar+Ketertinggalan+-.phpx






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Perangai Santun Dorong Orang Peluk Islam

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Perangai Santun Dorong Orang Peluk Islam


Jumat, 16/10/2015 19:59






Jakarta, *NU Online*
Kisah tentang futu Makkah atau pembukaan kota Makkah, yaitu saat Nabi
Muhammad mampu mengalahkan kota Makkah, tetapi menjamin keamanan
penduduknya dan memberi amnesti kepada kaum kafir yang sebelumnya selalu
memerangi memberi pelajaran penting bahwa perangai santun membuat orang
memeluk Islam.


Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam seminar
internasional dan NU Cultural and Business Expo di Jakarta, Jum'at (16/10).


Tak semua orang Quraisy percaya bahwa Rasulullah akan menjamin keamanan
penduduk Makkah. Saat itu terdapat 16 orang yang melarikan diri, termasuk
Ikrimah bin Abu Jahal. Mendengar berita itu, Rasulullah meminta sahabatnya
untuk memanggil pulang orang-orang yang mengungsi dan memberi kepastian
akan keamanan mereka. Melihat perilaku Rasulullah yang tidak sombong dengan
kemenangannya itu, maka orang Makkah akhirnya masuk Islam semua, tanpa
adanya paksaan.


Namun demikian sangat disayangkan, setelah meninggalnya Rasulullah, sikap
radikal kembali muncul yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam yang
membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib yang menganggap Ali telah keluar dari
Islam karena menurutnya tidak menggunakan hukum yang berasal dari
Al-Qur'an, sehingga layak dibunuh.


“Inilah bibit terorisme pertama dalam Islam yang muncul pada tahun 40 H,”
ujarnya.


Perilaku seperti Abdurrahman bin Muljam ini muncul kembali di era sekarang,
yaitu yang dilakukan oleh kelompok ISIS yang membunuh orang dengan
mengatasnamakan agama, padahal apa yang mereka lakukan jauh dari
nilai-nilai agama yang diajarkan oleh Rasulullah.


Kiai Said menambahkan ajaran Islam yang ramah mampu menyatu dengan budaya,
asalkan budaya tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam,
sebagaimana tradisi Islam Nusantara yang berkembang di Indonesia. *(Mukafi
Niam)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62837-lang,id-c,nasional-t,Perangai+Santun+Dorong+Orang+Peluk+Islam-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Air Hangat untuk Wudhu atau Mandi

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Air Hangat untuk Wudhu atau Mandi*






Pertanyaan:






Assalamu’alaikum warahmatullah wa barakatuh. Saya adalah pembaca Rubrik
Bahsul masa'il NU yang dari penjelasan penjelasan itu sebagian saya pakai
pedoman dalam amaliyah saya karena secara kebetulan persis yang kita alami
sehari hari yang masih ragu... Nah yang saya tanyakan sekarang adalah:






Bagaimana hukumnya air yang dihangatkan dengan pemanas air baik melelui
listrik atau LPG, jika air tersebut saya gunakan mandi jinabat atau
berwudhu? Apakah hukumnya syah apa tidak, atau sekedar makruh saja? Sebab
yang terjadi di zaman modern ini tidak hanya di hotel saja yang bisa
menyediakan air hangat buat mandi tetapi di rumah tangga pun sangat mudah
peralatan itu didapatkan dan terjangkau bagi yang mau. Terima kasih dan
wassalam.






Hasan Basri – Surabaya






Jawaban:


Wa’aalaikum salam warahmatullah wabarakatuh.






Saudara penanya yang kami muliakan.


Mandi atau wudhu dengan menggunakan air hangat bagi sebagian besar orang
dianggap sebagai cara yang paling cepat untuk mengusir rasa dingin yang
menusuk tubuh. Selain itu, mandi atau wudhu dengan air hangat seolah
menjadi terapi tersendiri bagi mereka yang sering diserang nyeri rematik
atau sekadar untuk melepas rasa penat setelah menjalankan aktifitas
seharian penuh. Hangatnya air yang membasuh tubuh juga dapat membantu
melancarkan sirkulasi darah dan memberikan efek rileks pada otot-otot
maupun persendian manusia.






Berawal dari sebuah hadis riwayat Aisyah ra yang menyatakan bahwa
menggunakan air panas karena terik matahari dapat menyebabkan penyakit
kusta, para ulama madzhab Syafi’i yang dipelopori oleh imam Ar-Rafi’i
berpendapat tentang penggunaan air panas untuk bersuci baik mandi besar
ataupun wudhu hukumnya makruh. Adapun hadis yang dimaksud adalah:




ان رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم نهى عَائِشَة رَضِي الله عَنْهَا عَن
المشمس وَقَالَ إِنَّه يُورث البرص






Artinya: bahwasannya Rasulullah saw melarang Aisyah ra untuk menggunakan
air musyammasy (air panas karena terik matahari) dan mengatakan bahwasannya
air tersebut dapat mengakibatkan penyakit barash (kusta).






Saudara Hasan Basri yang kami hormati.






Hadis diatas memang tidak dikategorikan oleh para ulama hadis dalam
tingkatan shahih, namun hadis ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
meraih kesempurnaan dalam beramal (fadhail al-a’mal). Oleh karena itulah
imam ar-Rafi’i menjadikan hadis ini sebagai acuan penetapan hukum bersuci
dengan menggunakan air panas karena terik matahari hukumnya makruh.
Pandangan ini tentu berbeda dengan ketiga madzhab lain (selain madzhab
Syafi’i) yang tidak menghukumi makruh atas penggunaan air panas karena
terik matahari untuk bersuci.




Pendapat dari salah seorang imam besar dalam madzhab Syafi’i ini adalah
bentuk kehati-hatian dalam menjalankan syariat dan ternyata selaras dengan
pandangan para dokter yang menyebutkan adanya efek samping penggunaan air
panas seperti munculnya penyakit kulit dan penyakit-penyakit lain.
Sejatinya hukum kemakruhan dalam madzhab Syafii ini tidak serta merta
disepakati secara bulat, diantara mereka masih terdapat perbedaan pendapat.
Imam Nawawi tidak sepakat dengan pendapat yang menganggap bahwa bersuci
dengan air panas akibat terik matahari hukumnya makruh. Beliau berpendapat
bahwa menggunakan air panas karena terik matahari hukumnya boleh. Begitu
juga dengan air panas atau hangat karena alat pemanas listrik atau kompor
gas.






Para ulama yang berpandangan mengenai kemakruhan penggunaan air panas atau
hangat tersebut juga memberikan banyak catatan sebagaimana dijelaskan dalam
kitab-kitab fiqih madzhab Syafi’i seperti Al-Bujairaimi, Kifayat al-Ahyar,
Al-Bajuri dan lain-lain.






Diantara catatan yang menjadi titik tekan adalah apabila dalam penggunaan
air tersebut berdampak negatif atau berpotensi negatif bagi penggunanya,
seperti penderita jenis penyakit tertentu yang tidak diperkenankan
menggunakan air panas atau akan bertambah sakit jika menggunakan air hangat
atau perubahan suhu tubuh yang begitu drastis pasca mandi maupun wudhu.
Hukum kemakruhan ini juga berlaku pula pada air yang sangat panas dan air
yang sangat dingin meskipun dengan perantara selain matahari sebagaimana
dijelaskan dalam kitab Bujairimi ‘Ala al-Khatib:




فَالْجُمْلَةُ ثَمَانِيَةٌ كَمَا فِي شَرْحِ م ر. وَهِيَ الْمُشَمَّسُ
وَشَدِيدُ الْحَرَارَةِ وَشَدِيدُ الْبُرُودَةِ، وَمَاءُ دِيَارِ ثَمُودَ
إلَّا بِئْرَ النَّاقَةِ، وَمَاءُ دِيَارِ قَوْمِ لُوطٍ، وَمَاءُ بِئْرِ
بَرَهُوتَ، وَمَاءُ أَرْضِ بَابِلَ، وَمَاءُ بِئْرِ ذَرْوَانَ. اهـ






Artinya: “Jumlah air yang makruh digunakan ada delapan sebagaimana terdapat
dalam penjelasan Muhammad Ar-Ramli yaitu air musyammas (panas karena terik
matahari), air sangat panas, air sangat dingin, air kaum tsamud, air kaum
Luth, air sumur Barahut, air Babilonia, dan air sumur Dzarwan.”






Saudara penanya yang dirahmati Allah.






Inti sari dari jawaban kami adalah apabila dalam penggunaan air hangat
tersebut berpotensi menimbulkan 

[keluarga-islam] (Hikmah of the Day) Kucing Malang Pendatang Rahmat Allah

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kucing Malang Pendatang Rahmat Allah






Jasad Syekh Abu Bakr Asy-Syibli memang terkubur dalam tanah sejak tahun 946
silam. Tapi nasihat santri Imam Junaid al-Baghdadi ini seakan terus
mengalir kepada generasi-generasi sesudahnya. Salah satunya lewat kisah
dalam mimpi, sebagaimana terekam dalam kitab Nashaihul Ibad  karya Syekh
Nawawi al-Bantani.




Dalam sebuah mimpi seeseorang, Imam Asy-Syibli yang telah wafat itu ditanya
Allah, “Kamu tahu, apa yang membuat-Ku mengampuni dosa-dosamu?”




“Amal shalihku.”




“Bukan.”




“Ketulusanku dalam beribadah.”




“Bukan.”




“Hajiku, puasaku, shalatku.”




“Juga bukan.”




“Perjalananku kepada orang-orang shalih dan untuk menimba ilmu.”




“Bukan.”


“Ya Ilahi, lantas apa?” tanya Imam Asy-Syibli.




Allah kemudian menjawabnya dengan mengacu pada kisah pertemuan Imam
Asy-Syibli dengan seekor kucing di jalanan kota Baghdad. Kucing kecil itu
loyo oleh ganasnya hawa dingin, menyudut ke suatu tempat, berharap kondisi
bisa membaik.




Imam Asy-Syibli yang tergerak hatinya lantas memungut binatang malang itu,
kemudian menghangatkannya di dalam jubah yang ia kenakan.




“Lantaran kasih sayangmu kepada kucing itulah, Aku memberikan rahmat
kepadamu.”




Cerita hidup para sufi kerap menyibak hal-hal istimewa dari perkara-perkara
yang tampak remeh. Sepele di mata manusia tak selalu rendah menurut Tuhan.
Kisah di atas seolah mengajari kita tentang pentingnya sikap tawaduk atas
segenap kesalehan ibadah betapapun hebatnya; juga keutamaan melembutkan
hati dan mengulurkan bantuan, termasuk kepada binatang, apalagi manusia. []






(Mahbib)






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Azyumardi: Indonesia, Australia; Islam-Kristianitas (3)

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Indonesia, Australia; Islam-Kristianitas (3)


Oleh: Azyumardi Azra




Christianity and Islam Clearly Can and Should Co-Exist. Inilah salah satu
kesimpulan pokok dialog publik Kristianitas-Islam di enam kota utama
Australia (1-1/9/2015). Banyak tantangan yang dihadapi umat manusia di muka
bumi, bakal dapat terselesaikan --atau setidaknya terkurangi-- jika umat
kedua agama ini bahu membahu dalam hidup berdampingan secara damai.




Bayangkan penganut Kristianitas dengan beragam denominasi dan gereja
berjumlah sekitar 2,2 miliar jiwa. Sedangkan, umat Muslimin mencapai lebih
dari 1,6 miliar orang --juga dengan beragam aliran dan mazhabnya.




Penganut kedua agama seyogianya meningkatkan pemahaman dan praksis untuk
penguatan kebajikan dan kemaslahatan bersama (common good). Nabi Muhammad
SAW, misalnya, mencontohkan pengembangan common good dengan menerapkan
Konstitusi Madinah setelah hijrah dari Makkah ke Madinah ketika menjadi
pemimpin negara Kota Madinah.




Melalui Piagam Madinah (al-mitsaq al-madinah), Nabi Muhammad memberi
kebebasan beragama dan perlindungan atas nyawa dan harta benda kaum Yahudi
--by extension juga penganut Kristianitas.




Sangat disayangkan dalam sejarah Islam masa pasca Nabi Muhammad
pengembangan kemaslahatan bersama itu baik intra maupun antaragama sering
terganggu sektarianisme aliran dan mazhab. Keadaannya kian parah dengan
kebangkitan kembali ‘kabilahisme’. Sektarianisme keagamaan dan kabilahisme
adalah penyebab utama konflik dan perang yang terus berlanjut sampai
sekarang dalam masyarakat dan negara Muslim di Timur Tengah dan Asia
Selatan, misalnya.




Konflik baik intra maupun antaragama dapat dicegah dengan dialog di antara
berbagai pemangku kepentingan, khususnya kepemimpinan agama. Melalui upaya
ini, pemahaman dan respek timbal balik lebih baik dapat dikembangkan dan
pada saat yang sama persahabatan dapat tercipta di antara mereka.




Berhadapan dengan berbagai masalah global yang sekarang dihadapi umat
manusia, pendeta Haire dan penulis Resonansi ini maupun audiens lintas
agama dalam ‘Scholars’ Forum’ di Sydney (11/9/15) bersepakat bahwa Islam
dan Kristianitas tetap relevan untuk menjawab tantangan modernitas dewasa
ini dan ke depan. Masalah serius seperti perubahan iklim, perusakan
lingkungan hidup, konsumerisme dan hedonism, dan dekadensi moral memerlukan
respons dan aksi umat beragama.




Karena itu, umat kedua agama mesti membangun atau merekat kembali
solidaritas (ukhuwah) internal umat yang beragam. Penulis Resonansi ini
dalam dialog publik di Melbourne dan Canberra yang diikuti audiens antusias
yang bukan hanya Kristiani dan Muslim, tapi juga penganut agama Yahudi,
menekankan pentingnya membangun atau memperkuat tasamuh atau toleransi di
antara aliran, mazhab atau denominasi berbeda dalam satu agama.




Hanya dengan tasamuh bisa tercipta persaudaraan yang sangat penting dalam
menyelesaikan pertikaian, konflik, dan kekerasan internal. “We must first
put our house in order in order to be able to create internal peace that
can in turn be spread out to the others”. Selama konflik dan bahkan perang
masih terjadi seperti di Suriah-Irak dengan ISIS atau di Yaman dengan
Hauthi dan Arab Saudi, selama itu pula tragedi kemanusiaan terus terjadi.




Profesor Haire juga melihat perlunya peningkatan dialog internal berbagai
denominasi dan gereja yang bukan tidak sering terlibat dalam kontestasi dan
pertarungan menyangkut umat dan pemerintahan. Sejarah Australia, misalnya,
sangat diwarnai kontestasi dan perebutan pengaruh di antara Gereja Anglikan
dengan Gereja Katolik. Keadaan ini sedikit banyak mempengaruhi hubungan
antargereja atau antardenominasi di benua Kanguru.




Karena itu, Pendeta James menyarankan pentingnya penguatan hal-hal yang
sama atau komonalitas (commonality) di antara kedua agama dan para
penganutnya. Komonalitas sangat penting untuk mengembangkan persaudaraan
sebangsa yang dalam bahasa Islam disebut sebagai ukhuwah wathaniyah.






Reverend James memandang, di antara hal-hal penting yang membuatnya
tergerak (moved) ketika melihat Islam adalah penekanan kuat pada
egalitarianisme dan moral individual-komunal (akhlak). Kedua hal ini sangat
penting dalam meresponi ketidaksetaraan umat dan kelonggaran moral
individual-komunal dalam masyarakat mayoritas Kristiani seperti Australia.




Pada pihak lain, kaum Muslimin di Australia atau negara lain di mana mereka
minoritas (serta di negara-negara di mana mereka mayoritas, seperti
Indonesia) mesti kembali kepada akhlak mulia yang sangat penting untuk
membangun kehidupan antarmanusia lebih baik. Hanya dengan keseimbangan yang
diajarkan dalam akhlaqul karimah kaum Muslim dapat hidup lebih serasi dalam
masyarakat majemuk.




Selain itu, kaum Muslim perlu meningkatkan sensitivitas pada realitas

sosial-budaya dan politik lokal di mana mereka menetap. Mereka sepatutnya
menjalankan kearifan lokal yang terkenal di Indonesia, misalnya, ‘di mana
bumi dipijak di situ langit dijunjung’ yang tidak berarti mengorbankan

[keluarga-islam] Islam Nusantara Gabungan Etika dan Pergumulan Budaya

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Islam Nusantara Gabungan Etika dan Pergumulan Budaya


Ahad, 18/10/2015 21:00






[image: Islam Nusantara Gabungan Etika dan Pergumulan Budaya]






Jepara, *NU Online*
Pimpinan Anak Cabang IPNU-IPPNU Kecamatan Mlonggo Jepara bekerja sama
dengan SMK Az Zahra Mlonggo Jepara menyelenggarakan Seminar “Islam
Nusantara di Tengah Ancaman Radikalisme” di aula SMK, Kompleks Pesantren Az
Zahra, Jalan Raya Jepara-Bangsri Km. 12 Sekuro Mlonggo Jepara, Sabtu
(17/10) pagi.


Dalam kegiatan yang dihadiri puluhan pelajar itu salah satu narasumber KH
Nuruddin Amin, Pengasuh Pesantren Hasyim Asyari Bangsri Jepara menegaskan,
Islam Nusantara yang menjadi tema besar dalam Muktamar ke-33 NU ialah
penggabungan Islam sebagai etika dan Islam dalam pergumulan budaya.


Islam, menurut pria yang akrab disapa Gus Nung ini, merupakan ajaran yang
bersifat kaffah, total dan menyeluruh. Semua ketentuan beragama baik itu
fiqih, tasawuf dan sebagainya diyakini warga NU ialah implementasi dari
ajaran Aswaja.


Sedangkan Islam sebagai pergumulan budaya, lanjutnya, sudah termaktub dalam
fiqih. Sebab fiqih selalu sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Hal ini
sejalan dengan alhukmu yadûru ma‘a illatihi. Sehingga tradisi yang
berkembangkan di tengah masyarakat, tegasnya, sudah dilegitimasi dalam
fiqih.


Misalnya, orang Indonesia yang menunaikan ibadah haji meski berangkat ke
tanah suci tetapi tidak harus menjadi “Arab”. “Haji ialah nilai etik
bagaimana kita berserah diri total kepada Allah. Mentauhidi Allah secara
total,” terangnya.


Sekembalinya ke tanah air, misalnya, tidak mesti jamaah memakai jubah dan
peci putih, tetapi bisa menggantinya dengan mengenakan blangkon. Pada ranah
itu, kata Gus Nun, kita harus bisa membedakan antara Islam dan kultur arab.
Sunan Kudus yang melarang masyarakat menyembelih sapi ialah strateginya
untuk menghargai kebudayaan. Sehingga, sebagai pengikut Islam di Indonesia
tidak larut dengan kultur Arab.


“Arab memiliki kultur, kita (Indonesia) juga mempunyai budaya sendiri.
Misalnya, blangkon peci hitam dan sejenisnya merupakan ciri khas dari
kita,” imbuhnya.


Pembicara lain, Hamzah Sahal menerangkan, Islam Nusantara bukanlah hal yang
baru. Islam Nusantara, menurutnya, bisa dilakukan dengan menikmati
karya-karya ulama Nusantara.


Hamzah menyimpulkan, salah satu gudangnya Islam Nusantara tidak lain adalah
Jepara. Sosok Kiai Saleh Darat dalam khazanah Islam Nusantara pernah
menerjemah Al-Qur’an dalam bahasa Jawa atas saran dari RA Kartini meski
penerjemahannya tidak sampai rampung.


Selain karya ulama yang mumpuni, Jepara juga memiliki institusi yang kuat.
Sebagai proses penelusurannya menulis pesantren tua di Jawa, aktivis muda
NU itu menyebut Pesantren Balekambang Jepara berada di urutan pesantren
tertua ke-23 yang usianya lebih tua jika dibandingkan dengan pesantren
Tebuireng, Krapyak dan Mranggen.


Sehingga sebagai warga Jepara tidak hanya mempopulerkan ukirannya, RA
Kartini sebagai pejuang perempuan tetapi juga mempopulerkan Kartini sebagai
muslimah yang dengan gagasan brilian.


“Alhasil tugas pesantren maupun warga NU ialah nguri-nguri warisan ulama
terdahulu agar niat-niat jahat kelompok yang ingin menggembosi tradisi kita
menyingkir semua. Radikalisme juga surut dengan sendirinya,” kata dia.


Kaum santri, kaum sarungan harus selalu memberikan sumbangsh lebih terhadap
sejarah panjang berbangsa, bernegara dan ber-Nahdlatul Ulama (NU).
Kegiatan juga dihadiri Dwi Suryoatmojo, Peneliti Madya Kementerian
Pertahanan yang dalam paparannya menitikberatkan pemuda harus selalu
membangkitkan semangatnya untuk mencegah radikalisme.


Selain Seminar kegiatan yang berlangsung 2 hari ini juga diisi dengan

Latihan Kader Muda (Lakmud) dan Pentas Padang Bulan.* (Syaiful
Mustaqim/Mahbib)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62886-lang,id-c,nasional-t,Islam+Nusantara+Gabungan+Etika+dan+Pergumulan+Budaya-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 24 Dzulhijjah 1436H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahumma inni a'uudzu bika minal 'ajzi wal kasali wal jubni wal harami
wal bukhli, wa a'uudzu bika min 'adzaabil qabri, wa a'uudzu bika min
fitnatil mahyaa wa mamaati.






Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari lemah, malas, pesimis (cemas), tua
renta dan kikir. Aku berlindung pula dari adzab kubur kepada-Mu. Serta aku
berlindung kepada-Mu dari cobaan hidup dan cobaan berupa siksa sesudah mati.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 06 Muharram 1437H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahumma inni a'uudzu bika min syarri maa 'amiltu wa min syarri maa lam
a'mal.






Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari akibat buruk amalanku dan dari
akibat buruk karena aku tidak berbuat.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] 22 Oktober dan Masa Depan Kaum Santri

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
22 Oktober dan Masa Depan Kaum Santri


Oleh: Ahmad Naufa Kh. F*




Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun
2015 tentang penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Keppres
tersebut ditandatangani Jokowi. Meski demikian, menurut Sekretaris Kabinet
Pramono Anung, 22 Oktober tidak menjadi libur nasional (Kompas, 15/10).
Keputusan tersebut dinilai untuk menghargai jasa para santri yang terlibat
dalam memperjuangkan kemerdekaan RI.




Kemudian terkait pemilihan tanggal 22 Oktober disebut oleh Ketum PBNU Said
Aqil Siroj karena pernah ada peristiwa penting di masa lalu. Ketika zaman
mempertahankan kemerdekaan, terbit fatwa jihad bagi para santri di tanggal
tersebut.Pada tanggal itu, keluar fatwa resolusi jihad Hadratussyaikh
Hasyim Asyari dimana membela tanah air hukumnya fardlu 'ain dan yang
membantu Belanda jadi kafir (Detikcom, 15/10)




Penetapan ini menjadi kado indah bagi kaum santri dan institusi pesantren
yang semenjak masa otoritarianisme Orde Baru tak dianggap dan bahkan
cenderung dimarginalkan. Selain diacuhkan pemerintah dan tidak diakui
kontribusinya, kaum santri juga banyak dihapus sejarahnya. Banyak catatan
sejarah yang tidak tertulis sebagaimana faktanya. Kini, pasca reformasi dan
masuk pada era demokrasi langsung, peran santri mulai menemukan momentumnya.




Berbagai acara akan digelar untuk memperingati Hari Santri, di antaranya
Kirab Hari Santri Nasional, 16-22 Oktober, berangkat dari Tugu Pahlawan
Surabaya melewati 30 kabupaten/kota sepanjang jalur Pantura dan berakhir di
Tugu Proklamasi Jakarta. Sepanjang tanggal itu juga dilaksanakan Ekspedisi
Pelayaran Hari Santri Nasional menggunakan kapal perang yang diikuti 1.000
santri dengan melibatkan NU, badan otonom, pesantren, dan ormas-ormas
Islam. Dalam ekspedisi tersebut akan diselenggarakan apel lintas laut
Jakarta-Surabaya-Bali. Kegiatan lainnya adalah ziarah, bahtsul masail,
istighotsah, lailatul ijtima, pengobatan gratis, dan pagelaran seni.
(Antara, 06/10)




Jika flash back ke sejarah, para santri atas nama bangsa Indonesia dipimpin
oleh KH Wahab Chasbullah atas restu KH Hasyim Asy’ari melawan pasukan NICA
yang kembali menjajah dan menguasai RI. Resolusi Jihad juga diserukan dan
secara substansif dibacakan oleh Bung Tomo dalam pidatonya yang berapi-api
dan membakar semangat arek-arek Surabaya. Akhirnya, Brigjen Mallaby selaku
Komandan NICA tewas di tangan seorang santri dari Pesantren Tebuireng
bernama Harun dalam peperangan besar tanggal 10 November 1945 di Surabaya.




Meski dalam peperangan merebut kemerdekaan telah gugur sebanyak 20 ribu
pahlawan yang terdiri dari santri dan rakyat, bangsa Indonesia berhasil
mempertahankan kemerdekaan dari tentara sekutu. Dalam masa peperangan
menegakkan kemerdekaan, ada sebanyak 20 Batalyon dari 64 Batalyon yang
dipimpin oleh para kiai pesantren. Inilah peran besar kaum santri dalam
perjuangan kemerdekaan RI yang termotivasi dari fatwa Resolusi Jihad KH
Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945 (NU Online, 15/10).




Menyikapi penetapan itu, ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusron
Wahid mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan
tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.  GP Ansor menyambut
positif keputusan Presiden Jokowi tersebut. Hal itu, menurutnya, merupakan
bukti keberpihakan Presiden Jokowi terhadap masyarakat santri. Dengan
ditetapkannya hari santri, berarti eksistensi santri diakui di Indonesia.
(Detikcom, 14/10).




Meski demikian, lanjut Nusron, setelah ditetapkannya hari santri,
perjuangan belum selesai. Masih ada hak-hak pendidikan santri yang harus
dipenuhi, seperti BOS untuk pesantren salafiyah dan Kartu Indonesia Pintar
untuk para santri. Menurutnya, yang lebih penting lagi pengakuaan persamaan
(muadalah) pondok pesantren salafiyyah dan sistem pendidikan nasional.
Sampai sekarang, ijazah pesantren salafiyah dengan kurikulum kitab kuning
dan klasik yang derajat keilmuwannya sangat tinggi tidak diakui. Tetapi,
lanjut Nusron, malah kurikulum madrasah modern dan IAIN yang sangat dangkal
dan parsial diakui dalam sistem pendidikan nasional.




Santri pasca penetapan hari santri




Pasca penetapan Hari Santri, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan oleh
pemerintah –selaku penyelenggara negara– dan masyarakat pesantren atau kaum
santri itu sendiri. Pertama, pemerintah tentu harus menyiapkan kebijakan
yang berpihak kepada santri, utamanya dalam program dan bantuan
infrastruktur yang menunjang pesantren. Selain itu, pengembangan skill,
pengetahuan ilmu umum santri serta manajeman modern pesantren perlu
diperhatikan, tanpa menghilangkan tradisi dan budaya salafiyyah. Hal ini,
selain menurut Gus Dur pesantren adalah subkultur Indonesia, ke depan
pesantren juga diharapkan mampu menjadi trendsetter pendidikan Islam dunia.




Kedua, pihak santri atau masyarakat pesantren itu sendiri. Dengan adanya
penetapan Hari Santri tentunya patut dirayakan sebagai manifestasi rasa
syukur. Namun demikian, jangan 

[keluarga-islam] Cak Nun: Kita ini Penggembala atau Gembalaan

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kita ini Penggembala atau Gembalaan
Oleh: Emha Ainun Nadjib


Berbicara tentang kepemimpinan, ada idiom-idiom budaya Jawa karya para Wali
yang bisa dipegang. Falsafah kepemimpinan dalam angon bebek (menggembalakan
bebek) atau angon wedhus (menggembala kambing), misalnya, si penggembala
selalu berada di belakang. Posisi ini identik dengan kepemimpinan dalam
shalat berjamaah, yakni para perempuan selalu berada di belakang. Perempuan
adalah penggembala dalam konteks pemimpin yang angon (menggembala) kaum
laki-laki yang berada di depannya.






Falsafah kepemimpinan bocah angon (penggembala) tersebut, dapat kita temui
di tembang Ilir-ilir.






Tugas yang sedang diemban oleh bocah angon dalam tembang Ilir-ilir
tersebut, adalah memanjat pohon belimbing yang bergigir lima. Dalam situasi
sekarang dapat diartikan memanjat pohon reformasi, pohon demokratisasi,
atau apapun istilah yang kita pakai. Lunyu-lunyu yo penekno. Selicin apa
pun, terus harus kita panjat. Jatuh melorot lagi, naik lagi, melorot lagi,
naik lagi.






Bocah angon yang harus memanjat itu pemerintah dan semua orang. Untuk
pemerintah: penekno, panjatkan. Memanjatkan reformasi untuk kepentingan
rakyat. Tapi kalau nggak bisa, ya lagu itu untuk rakyat: peneken. Panjatlah
sendiri. Sementara upayakan kemandirian dan mengurangi semaksimal mungkin
ketergantungan terhadap perekonomian makro yang dikelola oleh pemerintah.
Tingkatkan etos kerja dan watak swasta. Tingkatkan akses ke alam dan jasa.”






Adapun blimbing bergigir lima, maknanya boleh dimultitafsirkan, bisa
Pancasila, lima rukun Islam, bisa shalat lima waktu, yang pasti bukan
mo-limo: maling (mencuri), madat (narkoba), minum (mabuk), madon (melacur),
dan main (judi).






Lantas, apa makna bocah angon yang selalu berada di belakang? Begitu pula
dengan para wanita yang selalu berada di belakang ketika shalat berjamaah?
Makna simboliknya, sekali lagi, adalah bahwa kaum wanita sebenarnya sedang
angon atau menggembalakan kaum laki-laki, sebagaimana dalam shalat jamaah
itu. Bayangkan bila format dalam shalat itu dibalik, yakni perempuan di
depan, sebagai imam, dan kaum laki-laki di belakang sebagai makmum. Bisa
dipastikan suasananya akan menjadi kacau balau, karena para makmum—yang
terdiri dari kaum laki-laki—tidak bisa khusyu’ dalam shalatnya, lantaran
sibuk memandangi kaum perempuan yang di depannya. Begitulah, perempuan,
pada hakikatnya adalah pemimpin.






Bocah angon bersedia berada di belakang. Artinya kita membutuhkan manusia
yang tidak rakus kekuasaan, mau menjadi rakyat biasa, mau berada di
belakang-belakang saja. Manusia yang punya kebesaran jiwa sebagai manusia,
sehingga meskipun ‘hanya’ menjadi manusia biasa, ia tidak berpenyakit jiwa
apa-apa. Bukan manusia kerdil yang memerlukan jabatan, otoritas politik,
dan popularitas untuk merasa dirinya besar. Jika sudah matang
‘ke-belakang-an’nya seperti ini, justru orang macam inilah yang paling siap
tampil di depan.






Ciri bocah angon yang lain adalah pada habitat budaya anak gembala.
Egaliter, bersahaja, siap tidur di bawah pohon, siap ber-geluteh dengan
kotoran kerbau. Bukan priyayi feodal, bukan anak Mami yang necis, bukan
hedonis yang gaya hidupnya memerlukan pengorbanan ekonomi orang banyak.
Orang semacam ini yang paling siap berpuasa dari KKN, nothing to loose
untuk tidak maling uang negara.






Tapi mungkin yang kita miliki sekarang belum sebagai bocah angon. Yang kita
punya bukan penggembala kerbau, melainkan kerbau. []




(Dokumentasi Progress: Tulisan Cak Nun pada kolom Refleksi Harian
Republika, 29 Juli 2001)








--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Tegaknya Pancasila Tanggung Jawab Seluruh Anak Negeri

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Tegaknya Pancasila Tanggung Jawab Seluruh Anak Negeri


Ahad, 04/10/2015 07:00






[image: Tegaknya Pancasila Tanggung Jawab Seluruh Anak Negeri]






Kendal, NU Online


Pengajar PPTQ Al Istiqomah Weleri-Kendal Shuniyya Ruhama menyatakan,
Pancasila bagi warga Nahdlatul Ulama (NU) sudah jelas namun demikian
merupakan tanggung jawab seluruh anak negeri.




"Tanggal 1 Oktober biasa diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila. Asal
mula peringatan hari tersebut adalah ketika Pancasila berhasil diselamatkan
dari kelompok dan golongan yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi
lain. Dalam hal ini, waktu itu adalah komunis," ujar Shuniyya,  di Kendal,
Jawa Tengah, Sabtu (3/10).




Ia melanjutkan, keabsahan Pancasila sebagai sebuah dasar negara merupakan
harga mati. Sudah terbukti dengan pernyataan langsung dari para tokoh NU
yang sudah tidak diragukan lagi kredibilitas keilmuan dan ketinggian
khidmahnya untuk bangsa Indonesia.




Yang Mulia Simbah Kiai Haji Bisri Syansuri, Pengasuh Pondok Pesantren
Mamba'ul Ma'arif Jombang, pendiri NU, sekaligus Rais Aam PBNU masa khidmah
1971-1980, memberikan pernyataan: "Sekarang saya sudah mengerti apa itu
Pancasila. Sekarang bila ada orang Indonesia, orang Islam, orang NU, yang
anti Pancasila berarti ia anti padaku."




"Tak kalah berkharismanya, Yang Mulia Simbah Wali Kiai Haji Raden As'ad
Syamsul Arifin Situbondo terang-terangan dhawuh (bertitah): " Pancasila
sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia, harus ditaati, harus
diamalkan, harus tetap dipertahankan dan dijaga kelestariannya."




Dan tak ketinggalan Yang Mulia Simbah Kiai Haji Ahmad Shiddiq, sesepuh
Majlis Dzikrul Ghofilin sekaligus Rais Aam PBNU masa khidmat 1984-1991
dengan lemah lembutnya bertitah: "Ibarat makanan, Pancasila yang sudah kita
kunyah selama 36 tahun kok sekarang dipersoalkan halal haramnya."




Karena itu, demikian Shuniyya melanjutkan, dari sini jelaslah, bahwa
Pancasila merupakan harga mati yang wajib dipertahankan oleh seluruh anak
negeri.




"Sebagai generasi penerus bangsa Indonesia, kita wajib waspada dengan
ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan dari segala penjuru. Baik bahaya
laten maupun manifestasinya. Baik dari arus kanan maupun arus kiri, baik
dari barat maupun timur. Entah itu komunis, kapitalis, liberal, takfiri
wahabiserta ideologi apapun yang hendak meruntuhkan kejayaan negeri ini.
Pancasila Sakti, NKRI Harga Mati," ujar dia lagi. (Gatot Arifianto/Mahbib)






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,62587-lang,id-c,daerah-t,Tegaknya+Pancasila+Tanggung+Jawab+Seluruh+Anak+Negeri-.phpx






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Haji Mabrur, Para Penegak Kehendak Tuhan

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Haji Mabrur, Para Penegak Kehendak Tuhan


Oleh: Nihayatul Wafiroh




Sistem ritual dan sistem nilai selalu inheren di dalam setiap agama. Islam
memiliki dua sistem tersebut dan menganggap keduanya sama-sama penting.
Agama yang hanya dibangun di atas sistem ritual hanya akan menjadikan agama
hampa dan semu. Sebab sistem nilai itulah yang pada hakikatnya akan
menentramkan dan menunjukkan ‘jalan yang benar’ bagi pemeluk agama.




Haji merupakan salah satu sistem ritual dalam Islam dan menjadi rukun dalam
Islam yang mengandung nilai-nilai. Pelaksanaan haji tanpa menyelami
nilai-nilai haji hanya akan menjadikan haji sebagai tamasya biasa, sehingga
tidak memberikan pengaruh apa-apa yang kuat sepulang haji kepada pelaku
haji tersebut. Maka janganlah heran jika banyak orang yang sudah haji,
tetapi masih melakukan korupsi, masih membuat keputusan yang tidak adil,
masih suka mendhalimi dan lain-lain. Itu semua akibat dari tidak adanya
penghayatan, transformasi dan kontekstualisasi terhadap nilai-nilai yang
ada di dalam ritual haji.




Singkatnya, haji diharapkan dapat membekas di dalam jiwa pelakunya melalui
upaya-upaya peresapan nilai-nilai mulia yang terkandung di dalamnya.
Tetapi, nilai-nilai yang diresapi itu juga bisa melahirkan dampak positif
dalam bentuk hasil nyata yang diaktualisasikan ke dalam bentuk amaliah
positif kehidupan nyata.




Sebab, kata Farid Esack dalam On Being a Muslim, di dalam haji (perjalanan
ke Makkah), terdapat pertemuan akar umat Islam yakni akar geneologis, akar
religius dan akar spiritual. Akar geneologis karena Adam dan Hawa bertemu
di padang Arafah, yang terletak di Makah, setelah perpisahan mereka dengan
surga. Akar religius karena Gua Hira, tempat pertama kali Nabi Muhammad
menerima wahyu, merupakan aspek fisik permulaan Islam sebagai agama. Dan
terakhir akar spiritual karena Ka’bah merupakan simbol kehadiran Allah.




Hampir setiap jenis ritual memuat simbol-simbol, begitu juga dengan ibadah
haji. Untuk menyelami dan menghayati nilai-nilai haji, pelaku haji mau
tidak mau harus mampu menyingkap makna di balik simbol-simbol haji. Di
antara simbol-simbol haji yang perlu dimaknai, paling tidak, adalah ka’bah,
ihram, sa’i, dan wukuf di ‘Arafah.




Ihram adalah menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan lembaran kain putih
tak berjahit. Menanggalkan pakaian biasa berarti menanggalkan segala macam
perbedaan dan menghapus keangkuhan yang ditimbulkan oleh status sosial.
Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan serta
menimbulkan pengaruh psikologis bahwa yang seperti itulah dan dalam keadaan
demikianlah seseorang menghadap Tuhan pada saat kematiannya. Tak heran jika
Gus Mus—panggilan akrab KH. Mustofa Bisri—seringmenyebut haji sebagai gladi
resik kematian.




Apa sebenarnya makna pakaian ihram warna putih itu? Para pelaku haji
(hujjaj) adalah tamu-tamu Allah (duyufullah). Meraka mendatangi baitullah
(Rumah Allah) dengan berpakaian putih. Putih adalah simbol kesucian yang
utuh. Oleh karena itu, menghadap kepada-Nya  harus dilandasi kesucian hati
dan niat, sehingga tidak ada tendensi apapun  kecuali hanya memenuhi
panggilan Allah. Semua hujjah diharuskan menggunakan pakaian ihram yang
berwarna putih. Ini menunjukkan bahwa di hadapan Allah, tama-tamu itu
diperlakukan sama, tidak ada perbedaan. Semuanya berpakaian putih,
kaya-miskin, tua-muda, semuanya berstatus sama.




Di dalam berpakaian ihram, hujjaj pun dikenai peraturan yang ketat,
misalnya, tidak boleh membunuh hewan, tidak boleh memotong atau mencabut
tanam-tanaman, tidak boleh menggunakan parfum, tidak boleh bersetubuh,
tidak boleh melakukan kekerasan dan lain-lain. Larangan-larangan itu pada
hakikatnya mengajarkan hujjaj tentang pembatasan konsumsi, pengekangan hawa
nafsu dan menjauhi tamak. Sebab kata ihram itu sendiri memiliki makna
batas, larangan atau tabu.




Sa’i, atau lari-lari kecil di antara bukti Safa dan Marwa merupakan
dinamika hidup, yakni sebuah usaha tak kenal lelah demi mempertahankan
hidup, sebagaimana Hajar ketika kehausan dan tidak menemukan adanya
tanda-tanda air di sekitarnya. Dia tidak hanya duduk diam menunggu mukjizat
datang, namun dia berlari-lari dari bukit Safa ke Marwa hingga akhirnya
mendapatkan sumber mata air.




Sa’i dilakukan secara bolak-balik hingga tujuh kali dimulai dari bukit
Safa—Safa  artinya cinta kasih kepada sesama—dan diakhiri di bukit Marwa
(Muruwwah), yang berarti bentuk ideal kemanusiaan. Sehingga pada hakikatnya
Sa’i mengajarkan manusia untuk mencintai dan menyayangi sesama hingga
muncullah kedamaian kemanusiaan yang ideal.




Simbol penting lainnya adalah wukuf di Arafah. Seperti yang diungkapkan
oleh Ali Syariati, pada saat di padang Arafah (wukuf), semua orang
berkumpul melepaskan atribut-atribut dan status sosial yang disandang.
Semuanya dibungkus dengan kain putih yang sama dan di tempat yang sama pula
berbaur satu sama lain melakukan penyembahan pada Allah Yang Mahaesa. Tidak
ada perbedaan sama sekali. Yang ada, persamaan dari sisi 

[keluarga-islam] (Buku of the Day) Kisah Ulama, Berjuang dan Mengawal Bangsa

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kisah Ulama Berjuang Mengabdi Bangsa






[image: Kisah Ulama Berjuang Mengabdi Bangsa]






*Judul: Kisah Ulama, Berjuang dan Mengawal Bangsa *


*Penulis : A. Khoirul Anam (Ed.)*


*Penerbit: Pustaka Compass dan NU Online*


*Terbitan: I, Juli 2015*


*Tebal: x + 285 hlm*


*ISBN : 978-602-72621-0-2*






Tersebutlah kisah, para pemberani dari barisan laskar-laskar perjuangan
bergerak menuju Parakan. Ada Hizbullah, Sabillillah, Barisan Pemberontak
Rakyat, Barisan Banteng, dan Laskar Pesindo. Ada apa di Parakan?






Barisan Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Sabilillah di bawah
pimpinan KH Masykur. Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia di bawah pimpinan
Bung Tomo,  Barisan Banteng di bawah pimpinan dr. Muwardi, Lasykar Rakyat
dibawah pimpinan Ir. Sakirman, dan Laskar Pesindo dibawah pimpinan
Krissubbanu dan masih banyak lagi, bergerak ke sebuah kota kawedanan di
kaki dua Gunung Penganten Sundoro Sumbing.






Parakan terkenal dengan bambu runcingnya yang ampuh. Bambu runcing adalah
sebatang bambu berkisar panjangnya kurang lebih dua meter yang dibuat
runcing pada salah satu ujung atau kedua ujungnya. Peralatan yang sederhana
ini, pada masa perang kemerdekaan telah menjadi senjata massal yang pakai
rakyat dalam melawan penjajah.






Dan di Parakan inilah ada seorang sakti bernama Mbah Subkhi, putra salah
anggota pasukan Diponegoro yeng terkenal dengan sebutan “Kiai Bambu
Runcing.”






Demikian antara lain diceritakan dalam seri buku *Kisah Ulama, Berjuang dan
Mengawal Bangsa: Untuk Membangun Tradisi Islam Nusantara*. Buku ini berisi
kumpulan artikel yang telah dimuat di rubrik “Tokoh” dan “Fragmen” situs *NU
Online* (www.nu.or.id) selama sekitar sebelas tahun (2003-2014).






Buku ini merupakan bagian pertama dari beberapa seri yang akan diterbitkan.
Artikel yang terkumpul dan terseleksi tidak disusun berdasarkan waktu
terjadinya peristiwa, juga tidak berdasarkan tanggal artikel dimuat. Urutan
dan tata letak dibuat sedemikian rupa untuk menemukan sebuah alur agar enak
dibaca dari halaman pertama hingga terakhir. Para pembaca yang ingin
langsung memilih artikel-artikel yang dianggap penting juga akan terbantu
dengan melihat bagian daftar isi.






Tersebut juga cerita terntang pertemuan Wahid Hasyim dan Saifuddin Zuhri
dengan Panglima Besar Jendral Sudirman, juga perjalanan para kiai bersama
para santrinya bergerak menuju Surabaya untuk mengusir tentara Inggris
bersama Belanda yang ingin kembali menjajah negeri.






Perjuangan membela tanah air dan mendirikan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) merupakan bagian dari tugas agama Islam. Mengutip KH Abdul
Wahab Chasbullah, “Nasionalisme ditambah Bismillah itulah Islam, dan orang
Islam yang menjalankan agamanya secara benar pasti ia seorang nasionalis..”






Buku *Kisah Ulama, Berjuang dan Mengawal Bangsa *juga berisi berbagai
fragmen kisah ulama dalam mengisi kemerdekaan. Ada yang aktif dalam
pemerintahan, mendirikan partai politik, serta mengorganisir kaum pesantren
melalui organisasi Nahdlatul Ulama dan badan-badan otonom di bawahnya.
Setelah masa perjuangan, sebagian besar ulama kembali ke masyarakat,
mengajar di pesantren, dan mendakwahkan ajajan Islam Ahlussunnah wal
Jama’ah. []






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Selamat Hari Santri: Miniatur Islam Nusantara

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Selamat Hari Santri: Miniatur Islam Nusantara


Oleh: H. Asmawi Mahfudz




Tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden
Jokowi, sebagai apresiasi peran santri bagi perjuangan dan perkembangan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena sejak sebelum
kemerdekaan yakni pada awal penyebaran Islam di Nusantara ini, santri telah
berdialektika dengan masyarakat kita, baik yang ada di Jawa maupun yang ada
di luar Jawa. Ini dibuktikan dengan eksistensi beberapa kerajaan Islam yang
pernah ada di Tanah Air, mulai dari kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan
Demak, Banten, Cirebon, di beberapa wilayah di Jawa dan Madura. Itu
merupakan tonggak awal peran para santri dalam membangun tanah air atau
bangsa ini.






Mereka para santri membuat dasar-dasar kehidupan masyarakat yang berbasis
sosial dan keagamaan sebagai perangkat untuk merubah perilaku para
penduduk. Warga masyarakat yang kala itu masih berpegang teguh kepada
mistisisme, politeisme secara bertahap dapat merubah keyakinannya menjadi
pengikut ajaran Tauhid. Ini layaknya apa yang didakwahkan oleh Rasulullah
dahulu, yang pertama kali disampaikan adalah ketauhidan. Dalam hal ini para
santri pendahulu Islam di Indonesia dapat dikatakan sebagai para pembaharu
(mujaddid).






Seiring perkembangannya seluruh Nusantara menjadi umat Muslim setia, bahkan
menjadi umat mayoritas Muslim dibanding dengan negara-negara Muslim lainnya
di muka bumi. Perjuangan para penyiar Islam mulai dahulu sampai sekarang
sehingga menjadi umat mayoritas, bukanlah kerja sulapan yang instan atau
kebetulan tetapi itu dilakukan dengan berbagai metode, cara, strategi
berdakwah yang panjang dan berliku. Baik pendakwah atau santri itu sebagai
seorang individu maupun masyarakat itu sendiri. Mereka sungguh besar
pengorbanannya sebagai modal menyebarkan ajaran-ajaran santri. Salah satu
strategi yang dipilih oleh santri penyebar Islam awal adalah aspek materi
ajaran yang disampaikan kepada masyarakat yang mendiami bumi Nusantara ini.
Taruhlah materi fikih ibadah yang mengikuti mazhab Syafi’i.






Pemilihan mazhab Syafi’i sebagai bahan ajar masyarakat Indonesia ini
bukanlah tanpa alasan, tepi memang itu sudah diperhitungkan oleh para
ulama, sehingga fikih yang disampaikan nanti dapat dipraktikkan oleh
masyarakat tanpa merasa terbebani dan terpaksa, di samping nuansa
religiusitas mazhab Syafi’i yang begitu kuatnya. Patut disyukuri akhirnya
pilihan mazhab Syafi’i sebagai praktik hukum yang diamalkan sehari-hari
membuat masyarakat menjadi lebih nyaman dan khidmah, yang menambah semakin
kuatnya Muslim di tanah Nusantara menerima ajaran ini.




Di samping itu para santri awal dulu begitu cerdiknya dalam menyampaikan
ajaran-ajaran agama Islam. Peranan perangkat dakwah saat Islam awal begitu
kentara dalam sejarah perjuangan Islam di Indonesia. Kita bisa lihat
tentang budaya wayangan, selamatan, arsitektur masjid, nama-nama bayi
penduduk Indonesia yang selalu dari kata-kata Arab, dapat dikatakan hasil
akulturasi Islam dengan budaya masyarakat kala itu. Dengan melakukan
akulturasi budaya para santri dahulu tidak usah repot-repot menjelaskan
Islam dengan pendekatan formalitas teks, tetapi dengan budaya, masyarakat
dengan sendirinya mengamalkan Islam tanpa merasa tertekan atau terpaksa.




Begitu juga strategi penyampaian Islam model santri dulu dapat dikatakan
dengan multi perspektif dan cara. Artinya para pejuang Islam tempo dulu
tidak hanya menyerah dalam satu cara saja, tetapi memakai berbagai
pendekatan dan cara sampai masyarakat  menerimanya. Sesuai dengan pepatah
Jawa,” Pring Buntet Dingge Sulingan, Ora iso metu ngarep yo metu iringan”.

Artinya para da’i dulu sebenarnya mempunyai kecerdasan sosial yang begitu
tinggi sehingga tahu bagaimana menyampaikan ajaran Islam dengan budaya
masyarakat seperti itu.  Ini mungkin dapat untuk contoh bagi penda’i masa
sekarang, dengan tantangan lebih berat dan lebih komplek dalam menyampaikan
ajaran Islam. Jangan sampai karena salah dalam memilih strategi berdampak
melemahkan Islam itu sendiri, yang didapatkan Islam bukan simpati
masyarakat tetapi Islam diklaim sebagai umat yang arogan karena sering
menampilkan kekerasan dan premanisme.




Sebenarnya yang patut kita contoh dari para santri tempo dulu lagi adalah
kemampuan retorika penyampaian ajaran yang begitu baik, memukau bahkan
kadang membius para orang-orang yang mendengarkannya. Sejak awal Islam
masuk di tanah air dulu sampai sekarang kita banyak sekali mempunyai para
mubaligh atau da’i yang menyampaikan hikmah-hikmah kehidupan. Sehingga
metode ini sampai sekarang menjadi metode yang mujarab bagi para penyiar
Islam. Bahkan tidak jarang para santri pesantren mempunyai cita-cita untuk
menjadi seorang mubaligh atau da’i. Mungkin budaya oral masih menjadi
pilihan terbaik, dikarenakan sumberdaya manusia kita yang yang juga belum
begitu baik. Ini terbukti acara di kampung-kampung ketika memperingati hari
besar Islam, mereka mendatangkan para mubaligh yang bisa melucu dan

[keluarga-islam] Ali Mustafa Yaqub: Bergesernya Karakteristik Haji

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bergesernya Karakteristik Haji


Oleh: Ali Mustafa Yaqub






Imam al-Khatib al-Baghdadi dan Imam al-Dailami meriwayatkan hadis dari Anas
bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Akan datang suatu masa bagi
manusia, orang kaya dari umatku pergi haji untuk berwisata, kelas menengah
pergi haji untuk berbisnis, ulama pergi haji untuk riya' dan popularitas,
serta orang fakir pergi haji untuk minta-minta."






Prediksi Nabi Muhammad SAW 15 abad yang lalu tersebut tampaknya sudah
terwujud pada saat ini. Tiga musibah berturut-turut yang terjadi di Mekkah
musim haji ini telah membuat kita terperenyak sekaligus membuat kita
berpikir ulang apa yang salah dalam pelaksanaan ibadah haji selama ini?






Tragedi jatuhnya menara derek (crane) di Masjidil Haram tampaknya lebih
disebabkan oleh faktor cuaca buruk. Sementara tragedi kebakaran di sebuah
hotel di Mekkah dan terinjak-injaknya anggota jemaah haji sampai meninggal
hingga mencapai 769 orang, sangat didominasi oleh faktor manusia itu
sendiri.






Ketika kita berbicara tentang faktor manusia, maka yang paling mendominasi
dari munculnya tragedi tersebut adalah kepadatan jumlah manusia yang sudah
melampaui batas kewajaran daya tampung Mina. Ini diperparah egoisme
sebagian anggota jemaah yang lebih mementingkan diri sendiri tanpa melihat
bahaya yang akan menimpa, baik dirinya maupun orang lain.






Hadis di atas, kendati berupa prediksi, sejatinya merupakan sebuah
peringatan dari Nabi agar umat Islam jangan menjalankan ibadah haji karena
faktor tersebut. Peringatan Nabi ini tampaknya berlalu begitu saja tanpa
menjadi perhatian umat Islam. Kenyataannya, ibadah haji yang semestinya
tidak perlu dipromosikan karena ia merupakan kewajiban setiap Muslim yang
mampu dalam melakukan perjalanan ke Mekkah, telah dipromosikan dengan
dahsyat.






Alhasil, banyak umat Islam yang terkecoh dengan promosi tersebut, yang
akhirnya banyak yang berulang-ulang pergi haji ke Mekkah kendati hal itu
tak wajib dalam agama Islam dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW. Kami sering menanyakan kepada anggota jemaah haji, berapa kali ia
ingin menjalankan ibadah haji. Ternyata tidak satu pun yang menjawab dia
ingin berhaji cukup sekali, seperti yang dilakukan Rasulullah SAW. Di
antara mereka ada yang menyatakan minimal ingin berhaji tiga kali. Ada juga
yang menjawab minimal tujuh kali.






Kami amati dari belahan dunia sebelah barat, di Maroko dan Aljazair sampai
di semua wilayah Amerika Serikat, bahkan tidak lupa di negeri kita,
Indonesia, promosi haji dan umrah sangat luar biasa. Musim haji sekarang
belum selesai, tetapi kita lihat koran-koran sudah memuat promosi haji dan
umrah untuk tahun depan. Di AS, apabila kita masuk ke sebuah restoran halal
dan atau toko halal food, kita akan dengan mudah (dan gratis) mendapatkan
aneka tabloid. Semula kami heran mengapa tabloid itu dibagikan secara
gratis, padahal hal tersebut terjadi di AS. Ternyata tabloid itu hanya pada
halaman pertama yang memuat berita, selebihnya memuat iklan tentang haji
dan umrah.






Menjadi sebuah industri






Maka, tidak mengherankan jika keberhasilan promosi haji dan umrah ini telah
membuat Mekkah dan sekitarnya tidak mampu menampung anggota jemaah haji. Di
sisi lain, jemaah menuntut fasilitas yang berlebihan dengan alasan agar
ibadah dan istirahatnya nyaman. Maka, para penyelenggara haji pun menyambut
permintaan itu dengan menyiapkan segala fasilitas yang luar biasa, baik
penginapan, akomodasi, transportasi, kuliner, maupun tempat-tempat belanja.






Maka, sangat pas apabila disebut bahwa karakteristik ibadah haji telah
bergeser dari sebuah ibadah yang seyogianya memiliki karakter kekhusyukan,
tidak mementingkan diri sendiri, dan sebagainya, menjadi sebuah industri
produk kapitalisme yang cenderung untuk memikirkan kepentingan sendiri
dengan menikmati fasilitas yang luar biasa.






Di sisi lain, kuota haji yang ditetapkan oleh Organisasi Kerja Sama Islam
(OKI) dengan porsi dari 1.000 penduduk boleh mengirimkan 1 orang calon haji
tampaknya perlu ditinjau ulang. Penetapan kuota ini sudah berlangsung lebih
kurang 35 tahun dan tidak pernah mengalami perubahan. Tentu saja kondisi 35
tahun lalu dengan saat ini sangat berbeda. Maka, sangat mendesak, OKI perlu
mengubah kuota ini menjadi, misalnya, dari setiap 5.000 orang boleh
mengirim 1 orang untuk berhaji.


Adapun untuk mencegah orang-orang yang memiliki penyakit sosial, yaitu
mereka yang suka berulang-ulang berhaji, perlu dikeluarkan fatwa yang
bersifat internasional. Bahwa, berhaji ulang dalam kondisi perhajian yang
karut-marut, seperti saat ini, adalah haram, kecuali ada unsur kewajiban
syariat.






Seorang ulama dari Arab Saudi, Dr Syeikh Ahmad bin Nafi' al-Muwarra'i,
dalam bukunya Nazharat fi Haj al-Tathawwu' menyebutkan bahwa berhaji ulang
dalam kondisi perhajian seperti sekarang ini adalah perbuatan zalim yang
besar. Dan, kezaliman yang besar adalah sebuah perbuatan yang diharamkan.
Pemerintah Arab Saudi telah berupaya semaksimal mungkin 

[keluarga-islam] (Buku of the Day) NU Menjawab Problematika Umat; Keputusan Bahtsul Masa’il PWNU Jawa Timur

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Umat Bertanya, NU Jatim Menjawab






[image: Umat Bertanya, NU Jatim Menjawab]




Judul: NU Menjawab Problematika Umat; Keputusan Bahtsul
Masa’il PWNU Jawa Timur. Jilid I: 1979-2009 M. Jilid II: 2009-20014 M.


Penyusun  : TIM PW LBM NU Jatim


Penerbit: PW LBM NU Jatim


Halaman   : jilid I; xxix + 936. Jilid II; xxi +850.


ISBN : 978-602-97112-9-5


Peresensi  : Fathul Qodir (Pegiat Aswaja NU Jatim)






Kebangkitan masyarakat terhadap kesadaran beragama di abad ini cenderung
meningkat, baik dalam aspek hukum, sosial budaya, politik, ekonomi, maupun
pendidikan. Namun di balik kebangkitan tersebut menyisakan keprihatinan
tersendiri, sebab kebangkitan agama oleh sebagian umat mengarah kepada
pemahaman syariat secara tekstual dan literal, yakni merujuk langsung
kepada teks al-Qur’an dan al-Hadis tanpa merujuk kepada kitab-kitab karya
ulama yang otoritatif di bidangnya, sehingga berpotensi memunculkan
pemahaman yang keliru. Lebih memprihatinkan lagi, dengan semakin
familiarnya umat Islam dengan internet, masyarakat banyak merujuk
“fatwa-fatwa” yang tidak jelas sumbernya. Tentu saja fenomena ini dapat
mereduksi hakikat syariat Islam dan berakibat sesatnya umat.




Melihat fenomena di atas, ulama, santri serta cendekiawan muslim baik
perorangan maupun melalui lembaga dituntut untuk responsif dan senantiasa
pro aktif menampung serta mencarikan solusi dari setiap permasalahan yang
timbul di tengah-tengah masyarakat dengan metode dan strategi yang tepat,
sehingga kebangkitan kesadaran ber-Islam berbanding lurus dengan pemahaman
Islam yang sesuai dengan pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah pengikut ajaran
ulama salafus shalih.




Adalah Lembaga Bahtsul Masa’il (LBM) PWNU Jatim, sebagai lembaga yang
berkutat dalam ranah pengambilan keputusan tentang hukum-hukum Islam, baik
yang terkait dengan permasalahan bidang akidah, masa’il fiqhiyyah, maupun
tasawuf, menerbitkan dua jilid buku kumpulan hasil Bahtsul Masa’il. Jilid
kesatu hasil Bahtsul Masa’il tahun 1979- 2009, sedangkan jilid kedua mulai
2009-2014 M. Isi buku jilid kesatu memuat kategori keputusan Bahtsul Masail
waqi’iyah (faktual) saja, sedangkan jilid kedua selain memuat keputusan
hukum waqi’iyyah, juga berisi hasil keputusan hukum maudhu’iyyah (tematik)
dan qanuniyyah (perundang-undangan).




Hadirnya buku hasil Bahtsul Masail ini menjadi obat kerinduan semua fihak
terhadap dokumen rumusan hukum Islam aktual yang akurat dan mu’tamad ala
Ahlussunnah Wal Jamaah An-Nahdliyyah yang merujuk kepada kutubul
mu’tabarah. Sehingga masyarakat selain mudah dalam mencari jawaban hukum
atas setiap permasalahan yang dihadapi, begitu juga buku ini sebagai
alternatif pilihan yang dapat menyelamatkan umat Islam dari bahaya
mengikuti “fatwa-‘fatwa” liar di luar arus utama Ahlussunnah Waljamaah,
baik di dunia nyata maupun dunia maya.




Terkait dengan tema pembahasan, hampir seluruh aspek permasalahan umat
terekam dalam buku ini. Buku satu berisi 19 tema meliputi akidah dan fikih
madzhab, fikih taharah, shalat, al-Qur’an, doa dan bacaan, fikih jenazah

dan kuburan, fikih zakat, puasa, haji dan umrah, muamalah, wakaf dan
fasilitas umum, munakahat, akhlaq dan pendidikan, fikih makanan, medis,
warisan, sosial, seni dan budaya, yustisi (peradilan) serta fikih siyasah
politik kenegaraan dan kebangsaan. Buku kedua berisi 18 tema, yakni akidah
dan fikih madzhab, fikih thaharah, shalat, bacaan al-Qur’an, fikih jenazah,
zakat, haji dan umrah, fikih muamalah, wakaf dan fasilitas umum, fikih
munakahat, akhlaq dan fikih tarbiyah, fikih makanan, medis, wasiat, sosial,
seni budaya, yustisi (peradilan), serta fikih siyasah.




*Menjawab Polemik Konsep Khilafah*




Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang memberikan kontribusi besar
terhadap terbentuknya negara Indonesia, sekaligus menjadi penyokong utama
absahnya konsep kebangsaan menurut perpektif syari’at Islam, dewasa
mendapatkan tantangan besar dengan masuknya ide-ide Islam transnasional
yang menggembar-gemborkan konsep khilafah dan memperjuangkan berlakunya
syari’at Islam di bumi Indonesia. Kelompok Islam transnasional ini secara
vulgar menolak konsep nasionalisme Indonesia karena dianggap tidak sesuai
dengan konsep yang diajarkan Nabi Muhammad Saw.




Dalam menjawab polemik konsep khilafah dan formalisasi syariat ini, LBM NU
Jatim menguraikan dalam buku jilid I halaman 706. Menurut keputusan
musyawirin bahwa konsep khilafah dalam ketatanegaraan Islam tidak terdapat
pijakan dalil nash, karena keberadaan sistem khilafah adalah bentuk
ijtihadiyah. Sehingga hukum mengubah bentuk negara Indonesia dengan bentuk
yang lain sebagaimana khilafah hukumnya tidak boleh selama akan menimbulkan
mafsadah yang lebih besar. Sedangkan upaya mengubah dasar hukum negara
diperbolehkan dengan syarat dengan menggunakan cara yang konstitusional.
Dalam upaya penerapan syariat di Indonesia tepat jika digunakan dengan
strategi tadrij (gradual).




*Menjawab Polemik Konsep Salaf*





[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Panduan Islam tentang Hubungan (biologis) Suami Istri. (Bag-2)

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Panduan Islam tentang Hubungan (biologis) Suami Istri. (Bag-2)*






Beberapa Anjuran lainnya:


Setelah menyebut nama Allah swt, selanjutnya mari kita simak anjuran
lainnya:






   1.


   Tidak menghadap dan membelakangi kiblat





   -


   Dalam hal ini Imam Shadiq as bersabda; “Janganlah anda melakukan
   hubungan biologis dalam keadaan menghadap dan membelakangi kiblat”. [1]
   -


   Begitupun beliaupun telah menukil dari para leluhurnya bahwa Rasulullah
   saw telah melarang hal dan seraya bersabda: “Barang siapa yang melakukan
   hal ini maka laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia atasnya”.[2]








   1.


   Tidak dalam Keadaan Kenyang




   -


   Berhubungan biologis dalam keadaan kenyang akan merusak metabolisme
   badan dan berbahaya untuk kesehatan badan.
   -


   Imam Shadiq as bersabda: “Tiga perkara yang akan merusak metabolisme
   tubuh manusia, bahkan mungkin saja akan membinasakannya; mandi dalam
   keadaan kenyang, berhubungan biologis dalam keadaan kenyang, dan
   berhubungan biologis dengan perempuan tua (manula)”.[3]
   -


   Imam Ridho as bersabda: “Janganlah kalian berhubungan pada awal malam
   dalam keadaan kenyang, karena lambung dan semua nadimu dalam keadaan penuh
   dan berhubungan dalam keadaan seperti ini tidaklan terpuji karena hal itu
   akan menimbulkan berbagai penyakit seperti lumpuh, kencing batu, …dan akan
   melemahkan pandangan (mata). Lakukanlah hubungan pada akhir malam, karena
   hal itu sangat bermanfaat untuk tubuh kalian juga akan menambah kecerdasan
   dan akal janin”. [4]








   1.


   Tidak dalam Keadaan Berdiri




   -


   Berkaitan dengan hal ini Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian
   berhubungan biologis dalam keadaan berdiri karena itu merupakan prilaku
   keledai. Dan jika bayi terlahir darinya maka ia akan kencingan (ketika
   tidur ia akan kencingan) diranjang, ia tidak dapat menahan kencingnya
   seperti keledai yang kencing disemua tempat”.[5]






   Catatan:






   Perlu diketahui, berkaitan dengan adab hubungan suami istri dari segi
   hukum fikih ada hal-hal yang ‘di-mustahab-kan’ artinya jika dilaksanakan
   akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa, namun lebih
   baiknya dilaksanakan karena di saat Allah menganjurkan sesuatu pasti ada
   maslahat dan hikmahnya. Yang terkadang kita tidak mengetahui hikmah dan
   maslahat tersebut. Hal-hal yang hukumnya makruh, artinya lebih baik
   ditinggalkan kendatipun apabila dilaksanakan tidak berdosa.






   *Ustadzah Euis*










   [1] Allamah Thabarsi, Makarimal-Akhlak, hal 212


   [2] Syeikh Amuli, Wasa’il Syi’ah, jilid 20, hal 138


   [3] Ibid, hal 255


   [4]Ar-Risalah adz-Dzahabiyah, hal 65


   [5] Syeikh Amuli, Wasa’il Syi’ah, jilid 20, hal 252






   [Sumber: Adab Zafaf, Hujjatulislam Dr. Ali Thohmasibi Amuli]








--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Hari Santri Milik Semua Umat Islam Indonesia

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Hari Santri Milik Semua Umat Islam Indonesia


Selasa, 20/10/2015 18:07






[image: Hari Santri Milik Semua Umat Islam Indonesia]






Jakarta, *NU Online*
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddian Amin menegaskan bahwa Hari

Santri menjadi milik umat Islam Indonesia secara keseluruhan. Para tokoh
pendahulu seperti Cokroamitono (SI), KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), KH
Hasyim Asy’ari (NU), KH A Hasan (Persis), KH A Soorkati (al-Irsyad), KH Mas
Abd Rahman (Matlaul Anwar) dan para tokoh Islam lainnya adalah maha santri.


“Jika kita membaca dengan seksama sejarah perjuangan para tokoh di atas,
beliau-beliau ini merupakan para maha santri, tokoh-tokoh Islam yang
berdarah merah putih. Mereka mempunyai komitmen keislaman dan keindonesiaan
yang sangat kuat. Jadi, menurut saya, definisi santri dapat dinisbatkan
kepada mereka para santri yang mempunyai dua komitmen di atas” terang
Dirjen di Jakarta, Senin (19/10) seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.


Penetapan Hari Santri akan dilakukan pada 22 Oktober 2015 di Masjid
Istiqlal Jakarta dan direncanakan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.


Dirjen melihat, para santri diinspirasi dan diselimuti nilai-nilai Islam di
satu sisi dan semangat serta kesadaran penuh tentang kebangsaan Indonesia
yang majemuk di sisi lain. Karenanya, santri tidak ekslusif dan teratributi
kepada komunitas tertentu.


Tetapi, tandas Kamaruddin Amin, santri adalah mereka yang dalam tubuhnya
mengalir darah merah putih dan tarikan nafasnya terpancar kalimat laa ilaha
illa llah. Karenanya, penetapan Hari Santri sangat relevan dalam konteks
Indonesia modern yang plural.


“Hari Santri menjadi milik umat Islam Indonesia secara keseluruhan,” tandas
Kamaruddin.


Dirjen juga melihat, penetapan Hari Santri pada 22 Oktober esok, memiliki
justifikasi historis yang kokoh dimana Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari
mengeluarkan Resolusi Jihad yang mewajibkan Umat Islam untuk berjihad
melawan penjajah.


“Resolusi Jihad tersebut memberi energi dan semangat patriotisme dahsyat
kepada Umat Islam saat itu. Meski demikian, penetapan Hari Santri tentu
tidak mengurangi dan menafikan nilai heroisme dan patriotisme tokoh lain
yang juga menorehkan sejarah dan peristiwa heroik,” ujar Dirjen.


Hadir dalam konpres  tersebut, Sesditjen Pendis Ishom Yusqi, Direktur
Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Mohsen dan Direktur Madrasah M Nur
Kholis Setiawan. *Red: Mukafi Niam*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62929-lang,id-c,nasional-t,Hari+Santri+Milik+Semua+Umat+Islam+Indonesia-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Kiai Said: Resolusi Jihad, Sumbangsih KH Hasyim Asy’ari Kepada Bangsa

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
KIRAB HARI SANTRI


Kiai Said: Resolusi Jihad, Sumbangsih KH Hasyim Asy’ari Kepada Bangsa


Ahad, 18/10/2015 17:45






[image: Kiai Said: Resolusi Jihad, Sumbangsih KH Hasyim Asy’ari Kepada
Bangsa]






Surabaya, *NU Online*
Banyak kipah yang telah ditorehkan KH Hasyim Asy'ari. Resolusi jihad adalah
di antara sumbangsih hadratussyaikh Hasyim Asy’ari kepada Nahdlatul Ulama
dan bangsa Indonesia.


"Hari Santri Nasional bukan riya' (pamer), tapi penghormatan kepada
Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari dan para ulama lainnya yang menetapkan
Resolusi Jihad yang berisi bahwa membela Tanah Air itu fardlu ain seperti
layaknya shalat fardlu," kata KH Said Aqil Siroj, Ahad (18/10). Menurut
dia, Resolusi Jihad itulah yang melahirkan intifadhah atau penyerangan
secara massal oleh masyarakat terhadap tentara Sekutu (NICA), lanjutnya.


"Resolusi Jihad itu sendiri lahir atas permintaan Presiden Soekarno dan
Muhammad Hatta yang mengirim utusan ke Pesantren Tebuireng untuk meminta
agar Kiai Hasyim Asy'ari bersama para ulama menggerakkan masyarakat untuk
melawan NICA," katanya.


Akhirnya, KH Hasyim Asy'ari selaku Rais Akbar PBNU mengajak para ulama dari
berbagai kawasan sehingga melahirkan Resolusi Jihad.


"Jadi, pertempuran 10 November 1945 yang akhirnya diperingati sebagai Hari
Pahlawan itu bukan merupakan perlawanan tanpa komando, melainkan bermodal
fatwa Jihad fi-Sabilillah," katanya. Perlawanan itu dipimpin secara teknis
oleh KH Abdul Wahab Chasbullah sebagai pelaksana yang bermarkas di Waru
(Sidoarjo) dengan dukungan KH Masykur dari Malang dan KH Abbas dari Cirebon.


"Hasilnya, rakyat menang, bahkan pimpinan tentara Sekutu Brigjen Mallaby
pun tewas. Dalam film Sang Kiai disebutkan bahwa Brigjen Mallaby tewas
karena mobilnya dilempari bom oleh santri Tebuireng bernama Harun," katanya.


Oleh karena itu, dalam pandangan Kiai Said, Hari Santri Nasional yang
ditetapkan Presiden Joko Widodo pada setiap 22 Oktober merupakan pengakuan
pada perjuangan para kiai.


"Tanpa KH Hasyim Asy'ari dan para santri, maka Resolusi Jihad takkan pernah
ada. Tanpa Resolusi Jihad, maka Pertempuran 10 November takkan terjadi.
Tanpa Pertempuran 10 November, maka kemerdekaan takkan pernah tercapai,"
katanya.


Hadir pada kegiatan Kirab Hari Santri Nasional diantaranya, Wakil Gubernur
Jawa Timur, Saifullah Yusuf. Wakil Ketua Umum PBNU, Slamet Effendy Yusuf
dan Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zain. Selain itu, hadir pula jajaran PWNU
Jatim yakni KH Agoes Ali Masyhuri, KH Jazuli Noor, dan KH Abdurrahman Navis
dan Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah. Tampak pula Ketua Panitia Hari
Santri Nasional Jatim, H Abdul Halim Iskandar yang memimpin jalan sehat
dari Kantor PCNU Surabaya ke Tugu Pahlawan.


Acara dipungkasi dengan pelepasan kirab diawali penyerahan pataka yakni
panji-panji Merah Putih dan Bendera NU dari Ketua Umum PBNU kepada Sekjen
PBNU dan Wagub Jatim untuk diserahkan kepada peserta kirab yang membawanya
dari Tugu Pahlawan (Surabaya) ke Tugu Proklamasi (Jakarta) selama empat
hari, yakni 18 hingga 22 Oktober. *(Ibnu Nawawi/Mukafi Niam)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62881-lang,id-c,nasional-t,Kiai+Said++Resolusi+Jihad++Sumbangsih+KH+Hasyim+Asy%E2%80%99ari+Kepada+Bangsa-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Jaya Suprana: G 30 S

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
G 30 S


Oleh: Jaya Suprana






Gerakan 30 September yang juga disebut sebagai G 30 S atau Gestapu (Gerakan
September Tiga Puluh) atau Gestok (Gerakan Satu Oktober), adalah tragedi
yang terjadi sejak malam hari tanggal 30 September 1965 sampai dini hari;
saat tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya
dibunuh dalam suatu upaya kudeta.




Pada saat itu, saya masih remaja dan sekolah di Kota Semarang, belum mampu
menangkap makna yang sebenarnya sedang terjadi di Tanah Air tercinta ini.
Saya cuma mendengar berita lewat radio, bahwa di Jakarta terjadi pembunuhan
terhadap beberapa jenderal. Selanjutnya saya tidak jelas mengenai apa yang
terjadi sebab berita pun simpang-siur ke sana ke mari.




Saya baru sadar bahwa ada tragedi nasional sedang berlangsung ketika rakyat
turun ke jalan sambil bersorak-sorai anti-PKI termasuk anti-Republik Rakyat
Tiongkok dan semua yang beraroma Tiongkok di Indonesia. Kebetulan, pada
masa itu saya sekolah di Sekolah Karangturi yang mayoritas siswanya
keturunan Tionghoa. Kebetulan guru kepala sekolah Karangturi adalah anggota
Baperki yang dianggap dekat dengan PKI. Meski saya dan keluarga bukan
anggota parpol apa pun, akibat hanya fokus jualan jamu, sekolah saya dengan
mayoritas siswa keturunan Tionghoa terancam diserbu kaum demonstran
anti-PKI.




Namun, kepala sekolah langsung menghibur kami semua bahwa pasti pemerintah
RRT di Peking nun jauh di sana tidak akan tinggal diam, dan akan
mengirimkan bala tentara ABT (Angkatan Bersenjata Tiongkok) untuk
menyelamatkan warga keturunan Tionghoa di Indonesia, sesuai politik
diaspora RRT terhadap kaum keturunan Tionghoa di perantauan. Sementara bala
tentara RRT yang djanjikan ternyata tak ada kabar-beritanya, kaum
demonstran anti-PKI sudah telanjur menyerbu Sekolah Karangturi.




Para siswa, termasuk saya, terpaksa tunggang langgang melarikan diri karena
tidak berani melawan para demonstran anti-PKI. Syukur Alhamdulillah, nyawa
saya selamat meski sekolah saya hancur berantakan, hangus dibakar para
anti-PKI. Sebab masih remaja, saya masih dianggap anak bawang yang tidak
diperhitungkan untuk masuk daftar mereka yang wajib ditangkap, bahkan
dibunuh dengan alasan dianggap anggota, atau sekadar pro PKI dan
parpol-parpol yang dekat dengan PKI. Namun, apa yang terjadi setelah itu
justru luar biasa mengerikan.




Kepala sekolah saya ditangkap lalu dijebloskan ke kamp tahanan politik
tanpa proses hukum apa pun kecuali hukum rimba. Menarik tapi tragis, adalah
kenyataan Sekolah Karangturi justru dijadikan kamp tahanan politik bagi

para teranggap komunis.




Beberapa sanak-keluarga saya di Solo dan sekitarnya mendadak hilang-lenyap
diculik oleh entah siapa. Ada yang berhasil ditemukan, namun sudah dalam
kondisi sebagai jenazah termutilasi dan teraniaya, dengan cara yang tidak
layak saya kisahkan di Sinar Harapan yang beradab dan berbudaya ini. Ayah
kandung saya yang berdomisili di Denpasar, Bali juga pada suatu malam
diculik lalu diangkut truk oleh entah siapa, dibawa entah ke mana.




Sampai kini, belum diketahui bagaimana nasib ayah kandung saya. Ibu kandung
dengan beberapa saudara kandung saya kemudian melarikan diri dari Pulau
Bali untuk mengungsi ke Kota Semarang, yang dianggap relatif lebih aman
ketimbang Pulau Dewata, yang pada masa itu lebih layak disebut sebagai
“Pulau Dedemit”, akibat angkara murka yang membinasakan tak terhitung nyawa
warga bangsa Indonesia, termasuk ayah kandung saya yang sebenarnya tidak
pernah tergabung di parpol apa pun, apalagi PKI. Dapat disimpulkan
satu-satunya “dosa” ayah saya sampai diculik dan sampai kini tak jelas
nasib beliau, adalah dilahirkan di Indonesia sebagai warga keturunan
Tionghoa belaka.




Memang pada 1965 merupakan lembaran hitam dalam perjalanan hidup saya.
Namun, segenap musibah itu tidak mengurangi , malah justru memperkuat dan
memperkokoh rasa cinta saya kepada Tanah Air. Saya sadar yang melakukan
angkara murka bukanlah bangsa, negara, dan rakyat Indonesia; melainkan
segelintir orang yang pada masa itu kerasukan sukma jahat sehingga tega
membinasakan saudara-saudari sesama warga Indonesia.




Saya selalu berdoa kepada Allah Yang Maha Kasih untuk senantiasa
menganugerahkan kesadaran dan kekuatan batin kepada bangsa Indonesia, demi
selalu bersatu padu mecegah tragedi angkara murka G 30 S, jangan sampai
terulang kembali terjadi di persada Nusantara. Amin. []






SINAR HARAPAN, 01 Oktober 2015
Jaya Suprana | Budayawan Indonesia






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Idealisme H Mahbub Djunaidi

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Idealisme H Mahbub Djunaidi


Oleh: Ahmad Halim




Tepat pada hari ini, Kamis 1 Oktober 2015, adalah adalah haul ke-20 H.
Mahbub Djunaidi. Banyak pelajaran dari anak Betawi kelahiran 1933 ini. Tapi
idealismenya yang kokoh bagaikan batu karang, susah ditiru siapa pun.




Hari ini, kita bisa saksikan sendiri dengan mata dan kepala, banyak para
politisi, seniman, wartawan, dan pemimpin di sebuah organisasi baik
kemahasiswaan, organisasi massa (Ormas) ataupun Lembaga swadaya Masyarakat
(LSM) yang terbuai akan kekuasaan, dan malah ikut dalam menyumbangkan
permasalahan yang sampai saat ini agak sulit untuk diberantas, yakni
korupsi.




Jika saat ini para politisi, seniman, wartawan dan pemimpin organisasi
sibuk untuk mendekatkan diri dalam pusaran kekuasaan. Mahbub yang juga
pernah menjadi politisi, seniman, jurnalis dan pemimpin organisasi besar
justru tidak memanfaatkan untuk ambisi politiknya atau mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya.




Saat ditawarkan kekayaan oleh Orde Baru, pria yang memiliki tradisi
Nahdlatul Ulama (NU) itu justru menolak. Sampai akhirnya pendiri organisasi
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini akhirnya dipenjarakan di
rutan Nirbaya oleh Suharto. Bersama dengan sahabat-sahabatnya Soebandrio,
Omar Dhani dan beberapa nama lain dengan alasan yang tak masuk akal yakni
dianggap menghasut karena mengusulkan pencalonan Ali Sadikin sebagai
Presiden RI di depan forum mahasiswa.




Namun dalam sebuah surat kepada temannya yang dikirim dari dalam penjara,
Mahbub mengatakan “Rasanya bui bukan apa-apa buat saya. Apalagi bukankah
ditahan itu suatu ‘resiko bisnis’? Kata orang, penjara itu ibaratnya
perguruan tinggi terbaik, asal saja kita tidak dijebloskan karena mencuri!
Saya merasakan benar kebenaran misal itu…Sedangkan nonton bioskop perlu
ongkos, apalagi demokrasi. Dan ongkos itu perlu dibayar! Iuran saya
sebenarnya sedikit sekali. Jalan masih panjang, apapun yang terjadi mesti
ditempuh…” (Emmy Kuswandari, 2008).




Hal di atas tentu tidak akan dilakukan oleh ketua DPR Setyo Novanto, dan
wakilnya Fadli Zon yang menghadiri kampanye kandidat presiden Amerika
Donald Trump, dan kunjungan  politik ketua majelis permusyawaratan rakyat
(MPR) Zulkifli Hasan ke negeri tirai bambu. Sebab, idealisme mereka sudah
pudar bahkan bisa dikatakan sudah hilang.




Oleh karena itu, wajar jika tokoh pers Jakob Oetama berani mengatakan
bahwa  Mahbub Djunaidi adalah seorang yang berprinsip, demokratis, moderat,
dan tak pernah mencerca lawan-lawannya. Berbeda dengan para politisi saat
ini.




Inilah yang saat ini sulit dicari, dimana kebanyakan orang jika sudah ada
dalam pusaran kekuasaan akan memanfaatkan kedekatannya, bahkan sudah
menjadi lumrah jika orang-orang yang dekat dengan kekuasaan ikut menimbun
harta dengan cara yang tidak wajar (korupsi).




Idealisme yang kokoh, memang membuat pria kelahiran Jakarta 27 Juli 1933
ini menjadi orang yang sederhana: penampilan dan material. Tapi itu menjadi
kekuatanya dalam mempertahankan prinsip.




Saat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) pada
tahun 1967-1971 ia tetap mengkritik pemerintah dan mempertahankan
prinsipnya melalui kata-kata yang disusunya dengan dibumbui rasa humor
tentunya. Oleh karenanya ia dijuluki sebagai “pendekar pena”.




Mahbub pernah menulis artikel, "Buku Petunjuk Pendidikan Politik Sejak
Dini" (Kompas, 18 Maret 1981). Dalam tulisannya, pendekar pena tersebut,
mengkritik para pemimpin bangsa dengan gaya penulisan yang satire dan juga
dibumbui rasa humor.




Begini tulisannya: Apabila seorang anak sudah duduk di kelas V sekolah
dasar, paling lambat di kelas VI, ajaklah dia ke kebun binatang. Begitu
menginjak pintu gerbang, segera bisikkan di kupingnya, "Kamu tidak mau
dijebloskan ke dalam kandang seperti makhluk-makhluk itu, kan? Nah, jadilah
kamu manusia yang paham politik. Manusia yang tidak berpolitik itu namanya
binatang, dan binatang yang berpolitik itu namanya manusia."




Mungkin mantan ketua umum PMII tiga periode 1960-1967 itu ingin berpesan
kepada publik agar kita jangan sampai seperti monyet dalam memilih
pemimpin. Kata Mahbub, "Kamu lihat monyet yang paling besar dan paling
beringas itu? Dialah kepala, pemimpin monyet-monyet lain di kandang itu.
Dia menjadi kepala dan menjadi pemimpin itu bisa disebabkan beberapa
faktor. Bisa karena dia paling tua, bisa juga karena paling pintar. Tetapi
yang jelas karena dia paling besar, paling kuat, paling perkasa, paling
mampu membanting monyet-monyet lainnya yang tidak menurut. Alasan takutlah
yang membuatnya bisa menjadi pemimpin. Monyet tidak pernah mengenal sistem
pemilihan seperti halnya bangsa manusia. Ini kedunguan warisan,".




Tokoh multi talenta ini, kini sudah meninggalkan kita 20 tahun lamanya,
namun bukti idealismenya sampai saat ini masih dapat kita baca dan
pelajari. Karya-karyanya dan jasa-jasanya kini telah tertoreh dalam tinta
emas dunia pergerakan dan jurnalis, sehingga kita dapat mengikuti dan
belajar dari sosok multi talenta, pemegang 

[keluarga-islam] Shambazy: CIA dan Misteri G30S

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
CIA dan Misteri G30S


Oleh: Budiarto Shambazy






Amerika Serikat merasa terancam komunisme internasional sejak Revolusi
Rusia 1917. Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat, yaitu Central
Intelligence Agency (CIA), dibentuk untuk mencegah meluasnya komunisme ke
berbagai belahan dunia, termasuk ke Indonesia yang posisi geopolitisnya
strategis.






Dalam periode 1945-1955, CIA mendekati berbagai kalangan di negeri ini
untuk mendapatkan akses pangkalan militer, tetapi gagal. Setelah Bandung
menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika 1955, muncul kekhawatiran
Indonesia terseret ke blok komunis.






Pada periode ini, CIA memulai operasi secara terbuka dan tertutup yang
kesemuanya gagal. Pada akhir dekade 1950, kesabaran Washington DC terhadap
Bung Karno nyaris habis.






CIA ditugasi untuk menyingkirkan Bung Karno. ”Sebuah topeng mirip Soekarno
dikirim ke Hollywood, dipakai seorang bintang film porno yang beraksi,”
kata Barry Hillenbrand, wartawan Time. Lalu, film Bung Karno main film
porno itu disebarluaskan di Indonesia. Namun, tak ada yang termakan
kampanye murahan itu.






Salah satu operasi terbesar CIA lainnya adalah menyuplai dana, senjata, dan
personel untuk pemberontakan PRRI/Permesta. Bung Karno menugaskan Achmad
Yani untuk menumpas pemberontakan itu, CIA gagal lagi.






Pesawat intai CIA yang dipiloti Allen Pope ditembak jatuh TNI di Maluku.
Operasi rahasia ini terbongkar, membuat malu CIA serta memicu konflik antar
pemimpin AS pada awal 1960-an.






Direktur CIA Allen Dules ”angkat tangan” tak kuasa menjinakkan Bung Karno.
Dubes AS di Jakarta Howard Jones telah menyimpulkan Indonesia bakal jatuh
ke tangan komunis, hal yang juga diyakini sejumlah Indonesianis di AS.






Di tengah rasa frustrasi itu, CIA mulai mempertimbangkan melakukan
pembunuhan politik terhadap Bung Karno, praktik yang kala itu dibenarkan
secara hukum. Namun, CIA tahu persis konsekuensinya akan sulit ditebak
karena Bung Karno sangat populer di mata rakyat.






Toh, akhirnya Bung Karno disingkirkan menyusul pecahnya peristiwa G30S
(Gerakan 30 September) 1965. G30S merupakan operasi CIA yang bertujuan
menyelamatkan Indonesia dari komunisme dan melenyapkan Bung Karno serta PKI
sekaligus.






Siapa yang diajak CIA dalam operasi? CIA telah lama mendekati berbagai
kalangan untuk mencapai tujuannya itu, termasuk sejumlah jenderal TNI AD.
Namun, upaya itu gagal karena TNI AD terbagi atas beberapa faksi yang
bersaing dan sebagian dekat dengan Bung Karno.






Lagi pula dalam upaya menyeimbangkan kekuatan antara PKI dan TNI AD, Bung
Karno membuat yang terakhir ini sebagai kekuatan politik independen dan
anti komunis. Maka, satu- satunya cara, CIA memancing PKI mengambil
tindakan yang mendiskreditkan mereka sendiri.






Jika mereka disalahkan, CIA memperkirakan TNI AD akan mengambil tindakan
absah dan cepat. Oleh karena itu, perlu dicari alasan agar PKI bisa
dijadikan kambing hitam.






CIA lalu menyebarkan isu tentang eksistensi Dewan Jenderal mau mengudeta
Bung Karno. CIA berharap timbul rasa saling curiga antara Bung Karno, TNI
AD, dan PKI.






Artikel wartawan Wilfred Burchett yang diterbitkan November 1965
mengungkapkan hubungan Untung dengan PKI. Menurut dia, para pemimpin PKI
memiliki bukti mengenai Dewan Jenderal. Untung mengajak PKI bekerja sama
mencegah kudeta itu, tetapi Ketua Umum PKI DN Aidit tidak setuju karena
dianggap prematur. Sebaliknya, versi resmi TNI AD mengatakan, Dewan
Jenderal tak pernah ada.






Sebuah hal yang masih misteri: siapa Untung dan mengapa ia mengajak PKI?
Motif dan tujuan penculikan dan pembunuhan yang dilakukan Untung dan
pasukan Cakrabirawa sampai sekarang misterius.






Makalah Cornell Paper mengungkapkan, para pelaku kudeta adalah perwira
menengah yang kecewa kepada pimpinan TNI AD. Teori lain mengatakan, mereka
jelas orang-orang PKI.






Analisis CIA yang terangkum dalam laporan berjudul CIA Research Study,
Indonesia-1965: The Coup That Backfired membuktikan bahwa mereka bekerja
untuk Bung Karno. Peneliti Center of Defense Information (AS), David
Johnson, menyimpulkan, Untung melancarkan aksi bagi ”orang-orang tertentu”
di pemerintahan.






Apa pun, G30S itu sukses sebuah operasi rahasia. Saking suksesnya, CIA
memakai metode operasi ini saat menunggangi Jenderal Augusto Pinochet
menggulingkan pemerintahan Cile yang dipimpin Presiden Gustavo Allende yang
pro komunis tahun 1973, yang bernama sandi ”Operasi Djakarta”.






Masih banyak dokumen rahasia CIA yang bakal dirilis yang akan mengungkap
lebih banyak apa yang terjadi tanggal 30 September 1965. Suka atau tidak,
akan ada kesimpulan penting telah terjadi pembunuhan massal terhadap
ratusan ribu (mungkin jutaan) rakyat yang tak bersalah.






Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly yang menegaskan, ”Jika
ada permintaan maaf untuk kasus pelanggaran HAM dalam kurun 1965-1966, itu
bukan untuk PKI, tetapi untuk korban. Hal ini masih dalam proses pembahasan
dengan beberapa lembaga,” ujarnya Senin, 31 Agustus 

[keluarga-islam] Presiden Akan Deklarasikan Hari Santri di Istiqlal

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Presiden Akan Deklarasikan Hari Santri di Istiqlal


Selasa, 20/10/2015 16:06






[image: Presiden Akan Deklarasikan Hari Santri di Istiqlal]






Jakarta, *NU Online*
Presiden Joko Widodo di Masjid Istiqlal Jakarta pada Kamis (22/10)
dijadwalkan akan mendeklarasikan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri
Nasional (HSN).


"Presiden akan meresmikan Hari Santri di Istiqlal. Salah satu rangkaian
acaranya adalah dzikir bersama masyarakat dalam deklarasi tersebut," kata
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin di
kantornya, area Lapangan Banteng, Jakarta, Senin.


Menurut Kamaruddin, pendeklarasian Hari Santri Nasional akan menjadi
peristiwa penting dalam sejarah Indonesia.


"Ini bisa menjadi deklarasi yang memberi konstribusi untuk meningkatkan
hubungan Islam dengan negara. Hal ini juga sekaligus dapat menunjukkan
kepada dunia bahwa Indonesia menjadi contoh yang baik soal hubungan agama
dengan negara," kata dia.


HSN, kata dia, akan menjadi titik tolak upaya mengarusutamakan santri ke
tengah peradaban. Sejauh ini, kalangan santri masih tergolong terpinggirkan
dan kerap dipandang sebelah mata.


Di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, kata dia, kaum santri tidak dapat
diremehkan perannya. Beberapa tokoh nasional sejatinya merupakan kalangan
santri, seperti Hasyim Asyari (Nahdlatul Ulama), Ahmad Dahlan
(Muhammadiyah), A Hassan (Persis), Ahmad Soorkati (Al-Irsyad), Mas Abd
Rahman (Matlaul Anwar) dan lainnya.


Penetapan 22 Oktober, masih kata Kamaruddin, mempunyai landasan kokoh
kepahlawanan dari sisi sejarah dengan adanya resolusi jihad melawan
penjajah pada masa awal Indonesia mempertahankan kemerdekaan.


Lebih jauh, Kamaruddin berharap agar semangat santri dimaknai luas oleh
masyarakat Indonesia. Semangat santri adalah bersatunya jiwa religius
dengan nasionalisme. Dengan begitu, siapa saja dapat tergolong sebagai
santri dengan dua unsur utama itu.


"Jiwa religiusitas di Indonesia sangat diperlukan karena kini Indonesia
cenderung diserang globalisasi ekstrimisme. Sementara cakupan santri ini
luas dan pondok pesantren masuk di dalamnya. Santri yang terpinggirkan
harus bersinergi sehingga menjadi salah satu unsur penting penopang
bangsa," kata dia.* (Antara/Mukafi Niam)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62927-lang,id-c,nasional-t,Presiden+Akan+Deklarasikan+Hari+Santri+di+Istiqlal-.phpx






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Meneguhkan Laut Sebagai ‘Kiblat’ NU

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Meneguhkan Laut Sebagai ‘Kiblat’ NU


Oleh: Didik Fitrianto*





Nadhlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam terbesar di tanah air dikenal
memiliki basis pengikut di kawasan pesisir, terutama di kawasan pesisir
Pulau Jawa. Kawasan pesisir merupakan basis tradisional NU dari dulu sampai
sekarang. Kaum Nahdliyin di kawasan pesisir ini masih militan dalam
menjalankan tradisi keagamaan seperti tahlilan, sholawatan, kenduren, dan
yasinan. Mereka juga tangguh dari gempuran kelompok-kelompok yang selalu
menyesatkan, menganggap bid’ah dan haram kegiatan keagaman NU. Sayangnya
militansi dan ketangguhan warga Nahdhliyin dalam menjaga tradisi keagamaan
tidak berbanding lurus dengan ketangguhan dalam kehidupan ekonominya. Kaum
Nahdliyin di kawasan ini masih bergelut dengan kemiskinan dan rendahnya
tingkat pendidikan. Di kawasan ini mayoritas kaum Nahdliyin yang berprofesi
sebagai nelayan dan petani tambak masih miskin, lemah modal dan minim SDM
dalam pengelolaan perikanan dan fasilitas alat tangkap.




Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang dua pertiga wilayahnya
adalah lautan, Indonesia mempunyai  sumber kekayaan laut yang sangat
melimpah mulai dari terumbu karang, berbagai jenis ikan, hutan mangrove,
minyak bumi, pasir besi, dan tentunya pantai yang keindahannya tiada
tanding. Jauh sebelum Presiden Jokowi mendeklarasikan Indonesia sebagai
negara maritim, salah satu kader terbaik NU, Gus Dur saat menjadi presiden
sudah terlebih dahulu melakukan pembangunan yang berkiblat pada
kemaritiman. Bukti Gus Dur mempunyai visi kemaritiman adalah dengan
dibentuknya kementrian perikanan dan kelautan. Sayangnya sebelum Gus Dur
mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim, tsunami politik lebih dahulu
menenggelamkan cita-cita beliau. Dan patut disayangkan kemudian PBNU juga
tidak menindaklanjuti impian Gus Dur tersebut. Pengurus PBNU lebih
berkiblat ke ‘daratan’ yakni persoalan politik. Kerja-kerja pemberdayaan
dan advokasi sedikit terabaikan oleh NU terutama masalah kemiskinan dan
lingkungan. Padahal kedua persoalan tersebut mayoritas dihadapi oleh warga
Nahdliyin terutama yang berada di kawasan pesisir yang merupakan basis
pengikut NU.




Muktamar ke-33 NU di Jombang yang mengangkat tema besar Islam Nusantara
telah mengingatkan kembali kepada kita tentang sejarah perjalanan Islam di
Nusantara. Sejarah Islam di Nusantara tentunya tidak bisa dilepaskan dari
laut. Laut tidak hanya dilihat secara geografis sebagai jalur penyebaran
agama Islam melalui perdagangan tetapi juga menunjukkan bahwa secara
politik, ekonomi dan potensi SDA Nusantara pada saat itu sangat
diperhitungkan oleh dunia. Sejarah kemudian mencatat kemunculan
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara yang berada di kawasan pesisir, salah
satunya kerajaan Demak yang tidak hanya dikenal akan ketangguhan kekuatan
militernya juga kekuatan ekonominya. Sayangnya sejarah kemudian mencatat
kehancuran kerajaan Islam tersebut akibat menjauh dari laut.  Belajar dari
sejarah terdahulu saatnya kini NU kembali meneguhkan arah ‘kiblat’nya ke
laut dengan memprioritaskan persoalan kemiskinan dan lingkungan di kawasan
pesisir sebagai tindakan nyata saat negara mulai abai mengurusi persoalan
keumatan.




Pilot project pemberdayaan pesisir




Kabupaten Demak sebagai salah satu basis NU di kawasan pesisir Jawa, selain
memiliki nilai historis sebagai tempat penyebaran agama Islam, Wali Songo
dan Kesultanan Demak. Demak juga menyimpan berbagai persoalan yang dihadapi
kaum Nahdliyin, persoalan utama yang saat ini dihadapi adalah kemiskinan
dan lingkungan. Kawasan pesisir Demak dengan mayoritas masyarakatnya
bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani tambak saat ini menghadapi
persoalan yang sangat memprihatinkan, rendahnya SDM dalam pengelolaan
perikanan, minimya akses modal, dan rendahnya tingkat pendidikan. Selain
persoalan tersebut, masyarakat juga dihantui persoalan lingkungan yang
setiap harinya harus mereka hadapi yakni ancaman abrasi, rob, krisis air
bersih, kerusakan infrastruktur, pencemaran lingkungan, dan alih fungsi
lahan dari tambak menjadi kawasan industri oleh para investor.
Masalah-masalah tersebut sampai saat ini belum teratasi dengan baik,
program untuk mengatasi masalah tersebut yang dilakukan oleh pemerintah
selama ini lebih berorientasi kepada proyek semata, dan pemberdayaan
masyarakat yang berkelanjutan hanya menjadi jargon yang tidak pernah
terwujud.




Melihat kondisi tersebut sudah saatnya NU ‘mengambil alih’ dan turun tangan
untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kaum Nahdliyin. NU
sebagai organisasi sangat dipatuhi oleh masyarakat pesisir di Kabupaten
Demak melalui para kiai dan ulama yang setiap harinya berhubungan langsung
dengan umat. Sebagai payung besar, NU diharapkan mampu memberi perlindungan
tidak hanya masalah spritualitas tetapi juga persoalan-persolan lain yang
dihadapi oleh kaum nahdliyin. NU dengan kekuatan SDM-nya bisa menjadikan
Kabupaten Demak sebagai pilot project pemberdayaan kaum Nahdliyin di
kawasaan pesisir. Potensi 

[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 23 Dzulhijjah 1436H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahumma yaa musharrifal quluubi sharrif quluubanaa 'alaa thaa'atika.






Ya Allah, ya Tuhan Yang membolak-balikkan hati, gerakkanlah hati kami untuk
selalu mentaati-Mu.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Tantangan Fatayat NU

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Tantangan Fatayat NU


Oleh: Nihayatul Wafiroh




Kini perempuan tidak bisa hanya menjadi ‘penggembira’. Perempuan harus
menjadi subjek atau pelaku. Berbagai kesempatan dan jalan untuk
memperjuangkan nasib dan hak perempuan sudah semakin terbuka. Dengan
catatan, perempuan harus sustainable berjuang dan bekerja keras. Siapa lagi
kalau bukan perempuan yang akan menyuarakan hak-hak perempuan? Siapa lagi
kalau bukan perempuan yang paling memahami hak-haknya? Bila perjuangan dan
kerja keras tidak ada dalam diri perempuan, maka kita akan kembali ke masa
silam, ke lubang kehinaan di mana perempuan tidak memiliki nilai.




Perempuan kini semakin dihadapkan dengan berbagai tantangan. Selain
mengurusi dirinya sendiri sebagai entitas yang seringkali tidak dianggap,
tidak mendapatkan tempat, tidak dilibatkan, dan ditindas, perempuan juga
dihadapatkan pada tanggung jawab terhadap anak dengan segala
problematikanya dan lingkungan sekitar.




Sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama, tentu saja Fatayat NU tidak akan
lepas dari tugas-tugas yang disebutkan di atas. Kongres Fatayat NU ke-15
yang dihelat pada 19-22 September 2015 di Surabaya sudah tentu harus mampu
memetakan masalah, menjawab tantangan, dan sekaligus menemukan
formulasi-formulasi dan startegi-strategi jitu untuk menjawabnya.
Keterlibatan Fatayat NU—sebagai organisasi perempuan muda/pemudi NU—dalam
hal ini sangat ditunggu-tunggu masyarakat.




Bila menengok sejarah, di tahun 70-80-an, Fatayat dan Muslimat NU telah
memainkan peranan yang penting dalam mempengaruhi para Kiai untuk mengkaji
ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis yang terkait dengan Keluarga Berencana (KB),
hingga keluarlah istilah Keluarga Maslahah, dan mendirikan Lembaga
Kemaslahatan Keluarga (LKK) yang mendukung program KB. LKK ini di-support
juga oleh rumah sakit-rumah sakit dan klinik-klinik. LKK juga mengadakan
program-program pelatihan bagi kesehatan tenaga kerja, baik tenaga kerja
domestik maupun luar negeri, menyebarkan pamflet-pamflet dan buku-buku
tentang kesehatan reproduksi. Rasanya, ini menjadi salah satu success story

Fatayat dan Muslimat NU dahulu. Bagaimana Fatayat ke depan?




Dalam konteks ini, penulis ingin memetakan persoalan-persoalan prioritas
yang Fatayat NU harus lakukan. Pertama, menyiapkan pemimpin perempuan,
tingkat lokal (camat, bupati, wali kota), nasional (gubernur, menteri,
kepala lembaga negara) bahkah internasional. Dengan menjadi pemimpin,
perempuan memiliki kesempatan yang luas dan kekuasaan yang kuat untuk
melahirkan kebijakan-kebijakan yang membela perempuan. Tentu ini
membutuhkan waktu yang lama, namun harus dimulai sejak dini. Pengkaderan
calon pemimpin perempuan menjadi agenda mendesak.




Dalam aras politik, tampaknya Fatayat menjadi satu-satunya organisasi
perempuan yang terlibat dalam advokasi peraturan/undang-undang pemilu sejak
2003 (Fithriati; 2008). Kini perempuan-perempuan NU sudah mulai duduk di
badan legislatif. Sebagian juga sudah masuk dalam pemerintahan. Tentu,
keterlibatan NU dalam politik praktis melalui Partai Kebangkitan Bangsa
semakin membuat peluang untuk mencetak para pemimpin perempuan NU lebih
banyak lagi.




Kedua, sebagai gerakan pemberdayaan perempuan, Fatayat NU sudah harus mulai
melebarkan sayapnya, tidak hanya berkutat pada pencerahan
keagamaan—meskipun ini tetap penting—tetapi juga harus mulai menyentuh
wilayah ekonomi dan kesehatan. Ingat bahwa mayoritas anggota Fatayat adalah
ibu rumah tangga dan kemudian wiraswasta (other self-employed activities).
Kedua hal ini penting sebagai kebutuhan dasar manusia. Komunitas-komunitas
pembedayaan perempuan di bidang ekonomi (baca: ekonomi riil seperti
koperasi, kerajinan, pertanian, industri kecil, menengah, dan sebagainya)
menjadi wajah untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Entrepreneurial or
vocational training seringkali menjadi agende kesekian setelah
program-program literacy, capacity building, dan konseling.




Tak kalah penting lagi adalah kesehatan, terutama kesehatan reproduksi.
Ingat bahwa reproduction is the single greatest threat to (women’s) health
(Christopher Candland & Siti Nurjanah; 2004). Angka meninggal Ibu
melahirkan masih cukup tinggi. Pernikahan di usia dini yang berpengaruh
signifikat pada meningkatnya angka kelahiran, putus sekolah dan rendahnya
tingkat ekonomi, juga semakin memprihatinkan, terutama di daerah-daerah
kantong NU, misalnya Rembang dan Banyuwangi. Lagi-lagi pendidikan seks
untuk remaja menjadi agenda kesekian.




Ketiga, Fatayat NU juga harus mampu menjadi leading sector penyampai
pendidikan politik bagi perempuan. Pendidikan politik di sini bermakna
luas, bisa politik praktis, politik hukum, politik anggaran, Hak Asasi
Manusia, dan pengetahuan tentang anti korupsi, kolusi dan nepotisme. Memang
politik bukanlah priotitas utama tujuan pendirian Fatayat, (sebagaimana
hasil penelitian Nunung Nuryartono & Pataporn Sukontamarn; 2010), namun
dalam kehidupan sehari-hari kini kita tidak bisa terhindar dari imbas
kebijakan politik. Oleh sebab itu, perempuan 

[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 08 Muharram 1437H

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahumma innii a'uudzu bika minal 'ajzi wal kasali wal jubni wal bukhli
wal hammi wa 'adzaabil qabri.






Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari lemah, malas, pesimis (cemas),
kikir, dukacita dan dari siksa kubur.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 18.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] PCNU: Kaji Ulang Semua Izin Tambang Pasir di Lumajang!

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
PCNU: Kaji Ulang Semua Izin Tambang Pasir di Lumajang!


Jumat, 02/10/2015 20:05






[image: PCNU: Kaji Ulang Semua Izin Tambang Pasir di Lumajang!]






Jakarta, *NU Online*
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Lumajang menilai
pentingnya mengaji ulang setiap kebijakan penambangan pasir di daerah
setempat. Kajian tersebut tak hanya pada aktivitas yang ilegal, tapi juga
penambangan yang telah mendapatkan izin resmi.


Sikap ini mencuat menyusul aktivitas penambangan pasir di Pesisir Watu
Pecak, Lumajang, Jawa Timur, yang berujung pada tragedi pembunuhan terhadap
aktivis penolak tambang bernama Salim alias Kancil di Desa Selok Awar-awar,
Pasirian, Lumajang.


Menurut Ketua PCNU Lumajang Syamsul Huda, di samping aspek keselamatan
lingkungan, kajian ulang juga diperlukan untuk mencegah timbulnya konflik
di masyarakat yang sebagaimana yang terjadi sepekan lalu. Apalagi, ia juga
menengarai adanya indikasi pelanggaran terhadap pemberian izin tambang yang
selama ini ada.


“Saya mencium ada indikasi (pelanggaran itu) sehingga tambang hanya
dinikmati oleh segelintir orang saja,” tutur Syamsul saat dihubungi NU
Online, Jumat (2/10), usai rapat koordinasi terkait peristiwa pembunuhan
terhadap Salim “Kancil” (52) dan penganiayaan terhadap Tosan (51).


PCNU Lumajang memandang, segenap eksplorasi lingkungan mesti
mempertimbangkan segi maslahat dan mudaratnya, di samping peraturan
tertulis mengenai hal itu. PCNU Lumajang berharap ada penataan ulang
terkait aksi penambangan di kabupaten yang berbatasan dengan Samudera
Hindia di sisi selatan ini. *(Mahbib Khoiron)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62571-lang,id-c,nasional-t,PCNU++Kaji+Ulang+Semua+Izin+Tambang+Pasir+di+Lumajang+-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Quraish Shihab: Perempuan

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Perempuan


Oleh: M. Quraish Shihab


“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah” (QS. az-Zâriyât [51]: 49).






Perempuan diciptakan Allah berpasangan dengan lelaki untuk mendampinginya,
demikian pula sebaliknya. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi
lelaki, demikian juga sebaliknya, karena tidak ada ciptaan Tuhan yang tidak
sempurna dalam pontensinya mengemban tugas serta fungsi yang diharapkan
darinya. Tanpa perempuan, masa muda lelaki menjadi gersang, masa matangnya
menjadi hampa, dan masa tuanya menjadi penyesalan.






Allah menciptakan perempuan–baik sebagai istri, ibu, atau anak–untuk
dicintai dan dihormati, demikian pula sebaliknya.






Nabi Muhammad saw. bersabda: “Dicintakan oleh Allah buat aku dari apa yang
terhidang di dunia ini, perempuan dan wewangian…” “Tidak ada yang
menghormati perempuan, kecuali seorang terhormat dan tidak ada yang
menghinanya, kecuali yang bejat.”






Mencintai perempuan adalah salah satu aspek fitrah manusia, dan karena itu
semua rincian tuntunan al-Qur’an dan Sunnah menyangkut perempuan, bahkan
manusia, tecermin melalui prinsip di atas.






Jangan pernah berkata bahwa asal kejadian lelaki lebih unggul ketimbang
perempuan, sekali lagi jangan, karena kedua jenis itu diciptakan min nafsin
wâhidah/dari jenis yang sama (QS. an-Nisâ’ [4]: 1) dan min dzakarin wa
untsâ (QS. al-Hujurât [49]: 13), yakni lahir melalui seorang lelaki bersama
seorang perempuan, yaitu hasil pertemuan sperma dan ovum.






Lelaki makhluk bersperma dan perempuan makhluk berovum, namun keliru bila
dianggap bahwa keduanya seperti dua unit independen yang masing-masing
berdiri sendiri. Tidak! Keduanya saling berkaitan dan saling
membutuhkan. Mereka (istri) adalah pakaian untuk kamu dan kamu pun (suami)
adalah pakaian untuk mereka (QS. al-Baqarah [2]: 187).






Allah telah menganugerahi keduanya potensi yang cukup, yang menjadikan
keduanya mampu melaksanakan aneka kegiatan kemanusiaan yang umum dan
khusus. Sehingga, kalau kehidupan di bumi didasari atas pilihan,
keikhlasan, kesetiaan, kecerdasan berpikir, dan kebenaran tingkah laku,
maka kedua jenis manusia ini sama dalam bidang-bidang tersebut. Sesekali
lelaki yang unggul, dan di kali lain perempuan. Dalam keberhasilan atau
kegagalan, balasan baik atau buruk, masing-masing dapat memperolehnya.
Begitu maksud QS. Âli-‘Imrân [3]: 195 dan an-Nisâ’ [4]: 124.






Memang ada perbedaan antara keduanya, itu juga adalah fitrah yang dirancang
Allah agar terjadi hubungan harmonis, bahkan cinta kasih antara keduanya.
Lelaki dan perempuan memunyai hak dan kewajiban seimbang walau tidak sama.






Jangan pernah berkata bahwa kekuatan jarum jahit yang  melebihi benang

menjadikannya lebih unggul daripada benang, karena tanpa benang, jarum
tidak dapat berfungsi. Jahit-menjahit tidak akan terjadi kalau hanya jarum
atau hanya benang yang tersedia. Karena itu, harus ada pembagian kerja dan
demikian jugalah Islam mengatur hal itu melalui tuntunannya, yang
disesuaikan dengan sifat dan kodrat masing-masing.






Fungsi menciptakan bentuk. Karena gelas dirancang untuk berfungsi sebagai
alat minum, maka bibirnya dijadikan tebal dan halus, berbeda dengan pisau
yang dirancang untuk memotong. Berbahaya menjadikan pisau sebagai alat
mimum, dan pasti gagal yang menjadikan gelas alat memotong.




Perempuan memunyai hak dan wewenang atas hasil usahanya sebagaimana lelaki
pun demikian (QS. an-Nisâ’ [4]: 32). Islam tidak melarangnya bekerja,
selama dia membutuhkan pekerjaan itu atau pekerjaan itu membutuhkannya, dan
selama terpelihara dirinya dan lingkungannya dari segala yang  mengundang
hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan agama. Demikian, wa
Allâh A’lam. []






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Din Syamsuddin Pernah Dukung Pencanangan Hari Santri

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Din Syamsuddin Pernah Dukung Pencanangan Hari Santri


Senin, 19/10/2015 08:00






[image: Din Syamsuddin Pernah Dukung Pencanangan Hari Santri]






Jakarta, *NU Online*
Din Syamsuddin pernah setuju dengan rencana pencanangan Hari Santri oleh
Presiden Joko Widodo. Hal itu disampaikan pada 25 Oktober 2014 saat ia
menjadi ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus ketua umum
Pimpinan Pusat Muhammadiyah.


"Saya mendukung saja rencana pencanangan hari santri, itu adalah langkah
yang bagus," kata Din di Jakarta, sebagaimana diberitakan republika.co.id
dengan judul MUI Dukung Jokowi Canangkan Hari Santri. Menurutnya,
pencanangan ini tidak harus pada tanggal 1 Muharram, tetapi bisa pada
tanggal kapan saja, yang terpenting adalah esensinya.


Din saat itu juga mengatakan bahwa Hari Santri adalah bukan isu terkait MUI
pada janji Presiden Jokowi ketika berkampanye, tetapi mendukung langkah
tersebut jika memang akan dicanangkan. Ia menjelaskan hal itu sehari
menjelang perayaan tahun baru hijriah oleh MUI di Gelora Bung Karno,
Jakarta.


Dukungan tersebut berbeda dari pandangan Din, juga tokoh-tokoh Muhammadiyah
lain, yang beredar di beberapa media massa belakangan ini. Din menolak
penetapan hari santri nasional dengan alasan dapat mengganggu persatuan
bangsa. Menurutnya, dikotomi santri-abangan adalah upaya intelektual orang
luar untuk memecah belah umat Islam dengan mengukuhkan gejala budaya yang
sesungguhnya bisa berubah.


Untuk keperluan ini, Din bahkan mengirim surat khusus kepada Presiden Joko
Widodo, beserta sejumlah menteri, di antaranya Mensesneg, Mendagri, Menko
Polhukam, Menko PMK, dan Mendikbud.


Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang sejak tahun lalu mengusulkan
tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional tak sepakat dengan tudingan
tersebut. Kang Said, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa hari santri
merupakan momentum penanda bagi umat Islam Indonesia, tidak hanya NU,
tentang komitmennya terhadap Indonesia.


“Dalam kenyataannya santri adalah masyarakat Indonesia yang beragama Islam,
bukan sekadar muslim yang kebetulan berada di Indonesia. Dengan pengertian
ini segala jenis usaha pembenturan santri dengan kelompok-kelompok lain di
negeri ini sudah pasti mentah. Kecintaan terhadap tanah air selalu

mengatasi sentimen kelompok,” tutur Kang Said dalam konferensi pers Kirab
Hari Santri dua pekan lalu.


Resolusi Jihad pada 22 Oktober, menurut Kang Said, adalah saksi sejarah
bahwa spiritualitas Islam mampu bergandengan dengan patriotisme dalam
rangka menumpas kaum penjajah.* (Mahbib)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62888-lang,id-c,nasional-t,Din+Syamsuddin+Pernah+Dukung+Pencanangan+Hari+Santri-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Buya Syafii: Kemerdekaan Agama, Toleransi, dan Radikalisme di Indonesia (II)

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Kemerdekaan Agama, Toleransi, dan Radikalisme di Indonesia (II)


Oleh: Ahmad Syafii Maarif






Dan, situasi akan semakin memburuk serta berbahaya pada saat politisi
menyalahgunakan agama untuk tujuan-tujuan pragmatisnya sendiri. Selama
sikap semacam ini berlanjut di kalangan mereka yang juga menyebut dirinya
sebagai pemeluk agama, tidak ada harapan bahwa perdamaian akan terwujud.






Dengan frasa Bhinneka Tunggal Ika, Mpu Tantular sebenarnya ingin
menyaksikan bahwa antara penganut Hindu (khususnya Syiwa) dan penganut
Buddha dapat membina hidup bersama dengan damai dan serasi dalam kerajaan
itu.






Bilamana pada akhirnya Kerajaan Majapahit runtuh, bukanlah disebabkan oleh
konflik agama antara penganut Hindu dan penganut Buddha, melainkan menurut
catatan sarjana Prancis Coedes karena sebab-sebab berikut. Pertama,
munculnya Malaka sebagai pusat perdagangan dan sebuah awal penyebaran Islam.






Kedua, pecahnya perang suksesi di kalangan elite puncak Majapahit. Dan,
ketiga, adanya upaya Cina di bawah pimpinan Kaisar Yung Lo untuk mengambil
alih posisi Jawa sebagai yang dipertuan di nusantara dan di semenanjung.
(Lih. G Coedes, The Indianized States of Southeast Asia, ed Oleh Walter F
Vella, terj. Oleh Susan Brown Cowing. Honolulu: East-West Center Press,
1968, hlm 241).






Sekalipun Kerajaan Majapahit telah masuk ke museum sejarah, Bhinneka
Tunggal Ika rumusan Mpu Tantular bertahan sampai hari ini di Indonesia,
sebagaimana telah disebut di atas. Tidak ada masalah dalam menerima ciptaan
sastrawan Buddha ini.






Kenyataannya, seluruh rakyat Indonesia telah menerima sasanti Bhinneka
Tunggal Ika sebagai warisan sejarahnya sendiri, sesuatu yang amat penting
bagi pengembangan iklim kemerdekaan agama, harmoni sosial, dan toleransi di
negeri ini.






Kemudian, kita tengok pula kehadiran Islam dan agama Kristen di kepulauan
ini beberapa abad silam. Saat kedatangan kedua agama ini, akar-akar
sosiokultural Hindu-Buddha masih sangat kuat, dan bahkan perilaku rakyat
umum masih dipengaruhi oleh nilai-nilai agama kosmopolitan asal India ini.






Diperlukan waktu beberapa abad bagi Islam dan Kristen untuk menggantikan
posisi dominan Hinduisme dan Buddhisme di nusantara. Islam, khususnya,
sejak abad ke-17, telah tampil sebagai agama yang sangat berpengaruh di
kawasan ini. Keberhasilan besarnya bukan diraih melalui peperangan,
melainkan “melalui perembesan damai, toleran, dan bersifat membangun”
(penetration pacifique, tolerant, et constructive), sebagai disimpulkan
oleh Yosselin de Yong.






Berdasarkan gejala sosial ini, watak utama Islam Indonesia dengan
sendirinya bersifat damai dan toleran, sampai suatu ketika belum lama ini
muncul kelompok sempalan kecil dengan topangan ideologi radikal dari luar
negeri sebagai filsafat politik yang dianutnya untuk melakukan
tindakan-tindakan brutal dan kejam. Dalam kasus semacam ini, agama pastilah
merupakan bahaya dan kutukan bagi kehidupan manusia.






Kemudian, kita lihat pula agama Kristen dan persandingannya dengan Islam
dalam masalah toleransi dan perdamaian. Dengan mengesampingkan sisi
imperialistik dari penganut Kristen Eropa, agama Kristen sendiri adalah
agama perdamaian, toleransi, dan harmoni.






Pernyataan Yesus dalam Bibel berikut ini, “Anda telah dengar dan dikatakan
bahwa 'Kamu harus mencintai tetanggamu dan membenci musuhmu'. Tetapi aku
katakan kepadamu, 'Cintailah musuhmu, sayangilah orang yang mengutukmu,
berbuat baiklah kepada orang yang membencimu, dan doakanlah mereka yang
memanfaatkanmu dengan dengki dan yang menganiayamu'.” (Matteus 5:43-44)
adalah salah satu bukti teologis bahwa agama Kristen pada dasarnya adalah
sebuah agama kasih dan damai.







Sama halnya dengan Islam. Islam menurut definisi berarti damai dan sikap
penyerahan diri secara total kepada Tuhan. Alquran sebagai sumber utama
Islam dalam sebuah ayat menegaskan, “Tidak ada paksaan dalam beragama.” (QS
al-Baqarah [2]: 256). Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada satu pun Kitab
Suci sepanjang sejarah peradaban manusia yang demikian gamblang membela
prinsip kebebasan beragama. []






REPUBLIKA, 13 Oktober 2015
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Hukum Wanita Hamil di Luar Nikah

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Hukum Wanita Hamil di Luar Nikah*






Pertanyan:






Assalamu'alaikum wr. wb. Redaksi NU yang Insya Allah dirahmati Allah swt,
pertanyaannya tentang hukum Islam bagi wanita yang mengandung anak di luar
nikah tapi tidak menikah dengan ayah biologisnya maupun dengan lelaki lain,
sampai dengan lahirnya anak tersebut. Penjelasannya sangat diharapkan,
terima kasih. Wassalamu'alaikum wr. wb.






Nani Solaiman/ Kota Tual – Maluku Tenggara, Propinsi Maluku






Jawaban:






Assalamu’alaikum wr. wb.


Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Bahwa dalam hukum
Islam orang yang melakukan zina terkena hukumam had. Secara umum hukuman
had ini tergantung siapa pelakuknya. Bisa dengan rajam, atau dengan jild
(dera) dan pengasingan. Jika zinanya masuk kategori zina muhshan maka
hukuman hadnya adalah dengan rajam. Namun jika ternyata ia hamil maka
pelaksanaan rajam itu setelah melahirkan bayinya.






قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الْحَامِلَ
لاَ تُرْجَمُ حَتَّى تَضَعَ






“Ibnu al-Mundzir berkata; para ulama telah sepakat bahwa orang hamil tidak
dirajam sampai ia melahirkan”. (Lihat, Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu’un
al-Islamiyyah Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait Dar
as-Salasil, cet ke-1, 1404 H, juz, 22, h. 126).






Sedang jika zina masuk kategori ghairu muhshan artinya pelakunya adalah
orang yang belum menikah (perjaka atau gadis, dan telah memenuhi ketentuan
yang berlaku) maka hukuman hadnya adalah dengan didera seratus kali dan
diasingkan selama setahun. Dan boleh saja diasingkan dulu baru kemudian
didera. Hal ini sebagaimana keterangan yang kami pahami terdapat dalam
kitab Kifayah al-Akhyar berikut ini;






وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا تَرْتِيبَ بَيْنَ الْجِلْدِ وَالتَّغْرِيبِ فَيُقَدَّمُ
مَا شَاءَ مِنْهُمَا






“Ketahuilah, bahwa tidak ada aturan harus tertib di antara dera dan
pengasingan, karenanya maka boleh salah satu di antara keduanya boleh
didahulukan”. (Taqiyyuddin Abi Bakr al-Husaini al-Hishni asy-Syafi’i,
Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-Ilm, tt,
juz, 2, h. 143).






Namun untuk menentukan seseorang dikatakan berzina sehingga layak
mendapatkan had zina tidaklah semudah membalik telapak tangan. Jika ada
seorang perempuan yang hamil, padahal tidak bersuami maka harus dibuktikan
dulu apakah kehamilannya karena berbuat zina atau karena hal lain seperti
diperkosa. Yang harus kita lakukan adalah jangan terburu-buru memvonis ia
telah melakukan zina dengan seorang laki-laki jika memang kita tidak
memiliki bukti yang kuat.






Dalam hukum Islam, seseorang dikatakan berzina harus dibuktikan terlebih
dahulu dengan bukti yang kuat, bisa dengan menghadirkan empat orang saksi
laki-laki, atau bisa juga dengan adanya pengkuan dari pihak pelakunya
sendiri sebagaimana terjadi pada zaman Rasulullah saw.






Sedang mengenai saksi haruslah orang yang adil. Dan di zaman sekarang
sangat susah mencari orang yang adil. Di samping dari sisi person, ada juga
syarat yang harus yang harus dipenuhi dalam kesakasian tersebut. Di antara
syarat yang disepakati para ulama adalah bahwa kesaksian tersebut.






وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ مِنْ شُرُوطِ هَذِهِ الشَّهَادَةِ أَنْ تَكُونَ
بِمُعَايَنَةِ فَرْجِهِ فِي فَرْجِهَا وَأَنْ تَكُونَ الشَّهَادَةُ
بِالتَّصْرِيحِ لَا بِالْكِنَايَةِ






“Para ulama sepakat bahwa di antara syarat kesaksian ini ialah dengan
melihat secara langsung alat vital pihak laki-laki masuk ke lubang vagina
pihak perempuan, dan kesaksian tersebut harus diungkapkan dengan bahasa
yang jelas (tashrih) tidak dengan bahasa sindirin (kinayah)”. (Abdurraham
al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 5,

h. 29 ).






Pertanyaan selanjutnya yang harus diajukan di sini adalah, apakah kehamilan
seorang perempuan yang tidak bersuami bisa dijadikan sebagai alat bukti
bahwa ia telah melakukan zina sehingga ia harus dihad? Mayoritas pakar
hukum Islam menyatakan bahwa kehamilan seorang perempuan yang tidak punya
suami tidak dengan serta merta menunjukkan ia berbuat zina sehingga harus
dihad.






وَإِذَا ظَهَرَ بِالْمَرْأَةِ الْحُرَّةِ حَمْلٌ لَا زَوْجَ لَهَا وَكَذَلِكَ
الْأَمَةُ الَّتِي لَا يُعْرَفُ لَهَا زَوْجٌ وَتَقُولُ أُكْرِهْتُ ، أَوْ
وُطِئْتُ بِشُبْهَةٍ فَلَا يَجِبُ عَلَيْهَا حَدٌّ كَمَا قَالَهُ : أَبُو
حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ فِي أَظْهَرِ رِوَايَتَيْهِ






“Apabila tampak adanya kehamilan pada seorang perempuan merdeka yang tidak
bersuami, begitu juga budak yang tidak bersuami, dan ia mengatakan saya
dipaksa atau saya disetubuhi dengan persetubuhan syubhat maka ia tidak
wajib dihad. Hal ini sebagaimana dikemukan oleh imam Abu Hanifah, imam
Syafi’i, dan imam Ahmad bin Hanbal menurut dalam riwayatnya yang adhhar”
(Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib ‘ala Syarh al-Khathib, Bairut-Dar

al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1417 H/1996 M, juz, 5, h. 15).






Pandangan ini mengandaikan bahwa kehamilan seorang perempuan yang tidak
memiliki suami belum tentu akibat dari 

[keluarga-islam] Gus Mus: Islam Itu Mudah, Jangan Dipersulit

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Gus Mus: Islam Itu Mudah, Jangan Dipersulit


Ahad, 11/10/2015 03:08






[image: Gus Mus: Islam Itu Mudah, Jangan Dipersulit]






Pati, *NU Online*
KH Mustofa Bisri (Gus Mus) menegaskan bahwa Islam tidak mempersulit
siapapun. Karenanya, ia mengajak para penganutnya untuk tidak mempersulit
diri dalam mempraktikkan agama.


Demikian diuraikan mantan Rais Aam PBNU dalam acara “Suluk Maleman: Islam
Dulu dan Islam Kini” yang berlangsung di Rumah Adab Indonesia Mulia jalan
Diponegoro nomor 94 Pati, Jum’at (9/10) malam.


Terkait Islam itu mudah, sayyidatina Aisyah pernah mengajarkan *innaddina
yusrun*, sesungguhnya agama itu mudah. Dalil lain tentang mudahnya dalam
beragama *yuridullahu bikumul yusra wala yuridu bikumul usra*, tutur Gus
Mus. Pengasuh pesantren Raudlatut Thabilien Rembang ini pernah mengingatkan
seorang yang berkonsultasi dengannya lantaran menurut si fulan shalat itu
susah. Banyak lafal-lafal yang susah dihafalkan.


Kemudian hal ini dibantahnya misalnya ketika shalat hanya bisa mengucapkan
takbir, menurutnya tidak jadi soal. Apalagi dengan tegas Allah menyebut
semampunya. Beragama, lanjut kiai asal Rembang ini, sebenarnya sudah sesuai
dengan kebiasaan masyarakat. Misalnya soal hormat kepada tetangga,
menghormati orang yang lebih tua maupun hormat kepada yang muda.


Agar beragama tidak salah jalur, menurutnya abd (hamba) harus mengenal
Allah. Kenalnya makhluq kepada khaliq (pencipta) tujuannya tidak lain untuk
menyenangkan Allah. Dalam kegiatan rutin yang dihadiri ratusan jamaah ini
menyenangkan Allah dan menyenangkan diri perlu dibedakan. Suatu ketika
seorang sepulang haji pamer kepadanya lantaran bisa mencium hajar aswad.


“Mencium hajar aswadmu untuk menyenangkan dirimu apa menyenangkan Allah?”
tanya Gus Mus kepada si Haji.


Mendengar cerita si Haji, Gus Mus pun mengkritik dirinya mencium hajar
aswad hanya perkara yang sunah tetapi jika caranya dengan menyikut banyak
jamaah jelas dilarang Allah SWT.


Sehingga dibanyak kitab salaf, bab pertama yang kerap dibahas tak lain
ialah tentang mengenal Allah. Kiai ini mengungkapkan dalam beragama jangan
tebang pilih hanya memilih berjenggot dan bersorbannya saja,tetapi akhlak
mulia Nabi tidak ditiru. Jika demikian, ia menyebut yang prinsip
ditinggalkan dan semestinya tidak prinsip malah diagung-agungkan.


“Allah tidak butuh ibadah kita. Tetapi kita yang butuh Allah,” lanjutnya.


Dalam kesempatan ini juga hadir penyair Abdul Hadi WM, Akademisi Ilyas dan
shohibul bait Anis Sholeh Baasyin sekaligus pimpinan Orkes Puisi Sampak
GusUran. (*Syaiful Mustaqim/Alhafiz K*)






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62701-lang,id-c,nasional-t,Gus+Mus++Islam+Itu+Mudah++Jangan+Dipersulit-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] PBNU Sambut Baik Keluarnya Keppres Soal Penetapan Hari Santri Nasional

2015-10-21 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
PBNU Sambut Baik Keluarnya Keppres Soal Penetapan Hari Santri Nasional


Kamis, 15/10/2015 19:02






[image: PBNU Sambut Baik Keluarnya Keppres Soal Penetapan Hari Santri
Nasional]






Jakarta, *NU Online*
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menanggapi gembira penetapan
Keputusan Presiden (Keppres) nomor 22 tahun 2015 terkait penetapan 22
Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Pihak PBNU menilai negara melalui
Keppres itu telah mengakui saham kalangan pesantren dalam sejarah
pergerakan kemerdekaan Indonesia.


“Kita mengapresiasi langkah tepat Presiden. Ini merupakan sebuah pengakuan
negara terhadap 22 Oktober sebagai hari bersejarah terkait fatwa bela tanah
air,” kata Sekjen PBNU H Helmy Faisal Zaini menanggapi keluarnya Keppres
nomor 22 tahun 2015 di Jakarta, Kamis (15/10) sore.


Sebagaimana diketahui, Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kantor Presiden
pada Kamis (15/10) menyatakan bahwa penetapan Hari Santri Nasional
diusulkan oleh internal kabinet dan pihak masyarakat. Penetapan Hari Santri
Nasional merupakan pemenuhan janji kampanye pilpres Jokowi pada 2014.


Menurut keterangan Pramono, 22 Oktober tidak diliburkan. Hanya saja
sejumlah pihak mungkin merayakannya.


Sementara 22 Oktober sendiri merujuk pada fatwa Resolusi Jihad yang
dikeluarkan oleh Rais Akbar Nahdlatul Ulama KHM Hasyim Asyari. Fatwa ini
kemudian menggerakkan santri, kiai, dan umat Islam untuk mengusir tentara
Sekutu hingga pecah peristiwa 10 November.


Kini pengurus harian PBNU tengah mengadakan rapat untuk memperingati Hari
Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober. (*Alhafiz K)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62810-lang,id-c,nasional-t,PBNU+Sambut+Baik+Keluarnya+Keppres+Soal+Penetapan+Hari+Santri+Nasional-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 08 Dzulhijjah 1436H

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahumma inni as-aluka khairahuu wa khaira maa jubila 'alaihi wa
a'uudzubika min syarrihii wa syarri maa jubila lahaihi.






Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu akan kebaikannya dan kebaikan
tabiatnya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan
tabiatnya.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 16, Bab 43.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Susunan Lengkap Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (PP LAZISNU) 2015-2020

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Susunan Lengkap PP LAZISNU 2015-2020


Sabtu, 19/09/2015 10:53






Jakarta, *NU Online*
Pengurus Pusat Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (PP
LAZISNU) masa khidmat 2015-2020 resmi dikukuhkan, Rabu (16/9) malam di
halaman Gedung PBNU Jl Kramat Raya Jakarta.


Pengurus Pusat LAZISNU disahkan melalui surat keputusan Nomor:
15/A.II.04/09/2015 dan ditandatangani oleh Rais Aam, KH Ma’ruf Amin, Katib
Aam, KH Yahya Cholil Staquf, Ketum PBNU, KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen
PBNU, H A Helmy Faishal Zaini.


LAZISNU bertugas  menghimpun, mengelola dan mentasharufkan atau menyalurkan
zakat dan shadaqah kepada mustahiqnya. Berikut susunan lengkap Pengurus
Pusat LAZISNU masa khidmat 2015-2020:


Penasehat:
KH. Najib Abdul Qadir
KH. Ali Akbar Marbun
KH. Zamzami Amin
H. M. Sulton Fatoni, M.Si
KH. Muadz Thohir
H. Muhammad Said Aqil, S.Pd


Ketua : Syamsul Huda
Wakil Ketua : Dohir Farisi
Wakil Ketua : M. Ichsan Loulembah
Wakil Ketua : Ahmad Basarah
Wakil Ketua : Jazilul Fawaid
Wakil Ketua : Drs. Azis Ahmadi
Wakil Ketua : H. Ubaidillah Amin
Wakil Ketua : Danang Sangga Buwana
Wakil Ketua : Ahyad Alfidai S.Ag, MM
Wakil Ketua : Dr. Iqbal Irfani


Sekretaris : Adna Khoirotul A’yun
Wakil Sekretaris : Hafid Ismail
Wakil Sekretaris : Ade Soni Susanto
Wakil Sekretaris : Abdurrouf, M.Hum
Wakil Sekretaris : Maulana Syahiduzzaman
Wakil Sekretaris : Faridah Faricha


Bendahara : H. Asmu’i bin Manshur
Wakil Bendahara : Faizi Zaini, SE, MSE
Wakil Bendahara : H. Bisri Romli
Wakil Bendahara : Fahma Mikaila


*(Fathoni)*






*Sumber: *


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62278-lang,id-c,nasional-t,Susunan+Lengkap+PP+LAZISNU+2015+2020-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Terkait Islam Nusantara, Rais Aam: NU Biasa Bikin Kaget

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Terkait Islam Nusantara, Rais Aam: NU Biasa Bikin Kaget


Ahad, 20/09/2015 00:02






[image: Terkait Islam Nusantara, Rais Aam: NU Biasa Bikin Kaget]






Jakarta, *NU Online*
Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin memaklumi riuh di tengah publik ketika
Muktamar Ke-33 NU mengangkat tema “Islam Nusantara”. Menurut Kiai Ma’ruf,
ramainya polemik di tengah masyarakat sejauh ini masih dalam taraf wajar.


“*Alhamdulillah* ada reaksi itu dari masyarakat. Tentu agar orang-orang
memerhatikan dan mengetahui konsep Islam Nusantara. NU memang biasa bikin
kaget. Asal jangan orang jantungan saja,” kata Kiai Ma’ruf disambut tawa
peserta diskusi mingguan dalam forum Tashwirul Afkar di Perpustakaan PBNU,
Jakarta, Jumat (18/9) sore.


Mengetahui sebuah gagasan, Kiai Ma’ruf melanjutkan, merupakan langkah awal
sebelum akhirnya menerima atau menolak. Akan menjadi tidak bijak ketika
mengambil sikap penolakan secara apriori sebelum mengetahui dan mencerna
sebuah gagasan.


“Ini ribut saja soal sebutan ‘Islam Nusantara’. Padahal Islam
Nusantara itu *ahlusunnah
wal jamaah ala thariqatin nahdliyah*. ‘Islam Nusantara’ covernya saja. jadi
Islam Nusantara itu *huwa huwa* (sama saja. itu-itu juga, Red),” ujar Kiai
Ma’ruf di hadapan sedikitnya 40 peserta diskusi yang memenuhi ruang
perpustakaan PBNU.


Pada forum yang juga dihadiri Pengurus NU Amerika Ahmad Sahal, Sekjend PBNU
H Helmy Faisal Zaini, dan Wasekjend PBNU H Masduki Baidowi, Kiai Ma’ruf
berpesan kepada para pemuda terlebih intelektual di lingkungan Nahdlatul
Ulama agar terus memproduksi gagasan baru.


“Asal jangan mandek. Pemikiran harus ada kontinuitas dan improvement
sehingga bergerak terus dengan catatan tawasuth dan tentu juga moderat,”
Kiai Ma’ruf mengajak peserta forum untuk mendinamisasi pemikiran.


Ruang diskusi lebih dipadati oleh mahasiswa-mahasiswi NU dan juga aktivis
IPNU-IPPNU. (*Alhafiz K*)






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62295-lang,id-c,nasional-t,Terkait+Islam+Nusantara++Rais+Aam++NU+Biasa+Bikin+Kaget-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Obat dengan Bahan Semut, Cacing, dan Undur-undur

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Obat dengan Bahan Semut, Cacing, dan Undur-undur*






Pertanyaan:






Assalamu'alaikum wr wb. Ustadz yang saya hormati, di tempat saya ada
beberapa orang yang menjual obat herbal dimana bahan pokoknya adalah semut,
cacing dan undur-undur. Bagaimana sebetulnya Islam mengatur hal ini, adakah
dalil yang mendasari kehalalannya berobat dengan bahan-bahan demikian? Lalu
bagaimana hukum budi daya hewan-hewan tersebut dengan tujuan
diperjualbelikan? Atas penjelasannya kami sampaikan terima kasih.






Wassalam.


Achsib – Surabaya






Jawaban:






Wa’alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh.






Saudara Achsib, mudah-mudahan Allah selalu menaungi kehidupan anda dengan
ridha dan kasih sayang-Nya.






Pada dasarnya Islam telah mengatur apa saja yang boleh dikonsumsi ataupun
dihindari oleh umatnya. Hal ini tentu saja berlaku pada makanan, minuman,
obat-obatan serta berbagai penunjang kebutuhan manusia lainnya. Prinsip
yang dikembangkan oleh Islam adalah menghalalkan yang baik dan mengharamkan
yang buruk dampaknya bagi keberlangsungan kehidupan manusia secara
keseluruhan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam firman Allah surat al-A’raf
ayat 157:






وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ






Artinya: dan Nabi yang ummi serta didapati dalam kitab Taurat dan Injil
tersebut (Rasulullah saw) menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan
segala yang buruk bagi mereka.






Ayat diatas kemudian dijabarkan oleh Rasulullah saw melalui hadis-hadis
beliau yang cukup banyak dan kemudian ditafsiri oleh generasi setelahnya

dengan berbagai macam penafsiran.






Saudara penanya yang kami hormati, sebelum menanggapi pertanyaan yang
saudara sampaikan, ada baiknya apabila kita mengetahui pandangan para
ilmuwan Islam (ulama) mengenai status kehalalan maupun keharaman
hewan-hewan ini mengingat konsekuensi yang akan muncul dari tiap-tiap
pendapat tentu akan berbeda.






Semut, cacing, dan undur-undur dalam istilah biologi termasuk hewan yang
tidak mempunyai tulang belakang atau tulang punggung
(Avertebrata/invertebrata), sementara dalam bahasa Arab ketiga jenis hewan
ini dimasukkan dalam kategori serangga (al-hasyarat). Khusus untuk Semut
hampir mayoritas ulama mengatakan bahwa hewan ini haram dimakan karena
termasuk salah satu hewan yang dilarang oleh Nabi untuk dibunuh. Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud bersumber dari Ibnu
Abbas Rasulullah saw bersabda:






عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ: النَّمْلَةُ،
وَالنَّحْلَةُ، وَالْهُدْهُدُ، وَالصُّرَدُ






Artinya: Dari Ibnu Abbas, Ia berkata: “Sesungguhnya Nabi saw melarang untuk
membunuh empat binatang: semut, lebah, burung Hudhud, dan burung Shurod.”






Hadis di atas kemudian dijadikan dasar oleh para ulama mengenai tidak
diperbolehkannya semut untuk dikonsumsi sebagai makanan, meskipun masih
banyak diantara mereka yang beranggapan bahwa jenis semut yang dilarang
untuk dibunuh hanyalah satu jenis semut tertentu.






Sementara untuk kedua jenis binatang lainnya (cacing dan Undur-undur), para
ulama terbagi dalam dua kelompok:






Kelompok pertama berpandangan bahwa kedua jenis hewan ini termasuk dalam
kategori al-hasyarat (serangga) dan hukumnya haram (tidak boleh dimakan)
dengan alasan menjijikkan (al-khabaist). Ulama yang berpendapat demikian
diantaranya adalah Imam Abu Hanifah dan asy- Syafi'i.






Kelompok kedua dipelopori oleh Imam Malik, Ibn Abi Laila, dan Auza'i
berpendapat bahwa al-hasyarat hukumnya halal.






Selanjutnya mengenai tentang boleh tidaknya berobat dengan hal-hal yang
haram, para ulama’ dengan berbagai argumentasi yang mereka kemukakan,
berbeda pendapat menjadi empat:






   1.


   Pendapat pertama menyatakan boleh berobat dengan yang haram dalam
   keadaan darurat (kritis) dan tidak ditemukan obat lain.
   2.


   Pendapat kedua menyatakan haram secara mutlak.
   3.


   Pendapat ketiga menyatakan dalam kondisi darurat boleh berobat dengan
   yang haram/najis, kecuali khamar.
   4.


   Pendapat keempat menyatakan tidak haram menggunakan obat dari
   jenis-jenis serangga meskipun menjijikkan.






   Dari keempat pendapat ini tentunya akan berdampak pula pada jawaban atas
   pertanyaan berikutnya dari saudara yakni hukum budidaya hewan-hewan
   tersebut dengan tujuan untuk diperjualbelikan. Di antara para ulama ada
   yang membolehkan disamping juga ada yang tidak memperbolehkan.






   Untuk masalah ini sebenarnya Muktamar ke-30 NU di Lirboyo tahun 1999
   telah menjelaskan secara terperinci. Dalam hal ini kami lebih cenderung
   mengikuti pendapat yang memperbolehkan budidaya hewan-hewan tersebut dengan
   tujuan diperjualbelikan. Mudah-mudahan jawaban ini bermanfaat. Amin. []






   Maftukhan


   Tim Bahtsul Masail NU








--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Tiga Alasan Mengapa Presiden Mesti Tetapkan Hari Santri

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Tiga Alasan Mengapa Presiden Mesti Tetapkan Hari Santri


Selasa, 29/09/2015 09:00






[image: Tiga Alasan Mengapa Presiden Mesti Tetapkan Hari Santri]






Jakarta, *NU Online*
Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI NU)
KH Abdul Ghoffar Rozien menyerukan agar Presiden Joko Widodo menepati
janjinya dalam kampanye. Jika Presiden pernah mengusulkan 1 Muharam, RMI
berpendapat 22 Oktober lebih tepat karena alasan historis.


“Ribuan pesantren dan jutaan santri sudah menunggu keputusan Presiden
terkait dengan Hari Santri Nasional. Kebijakan itu, menguatkan marwah
negara,” ungkap Rozien


Ia mengatakan, langkah presiden Jokowi sudah tepat untuk memberikan
penghormatan kepada santri, karena jasa-jasa pesantren di masa lalu yang
luar biasa untuk memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal kokohnya NKRI,”
terang Gus Rozien.


Menurut Gus Rozien, latar belakang pentingnya Hari Santri Nasional adalah
untuk menghormati sejarah perjuangan bangsa ini. “Hari Santri Nasional
tidak sekadar memberi dukungan terhadap kelompok santri. Justru, inilah
penghormatan negara terhadap sejarahnya sendiri. Ini sesuai dengan ajaran
Bung Karno, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan
sejarah, Jas Merah!” tegasnya.


*Tiga Alasan Dasar*


Gus Rozien menambahkan, ada tiga argumentasi utama yang menjadikan Hari
Santri Nasional sebagai sesuatu yang strategis bagi negara. “Pertama, Hari
Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah tentang Resolusi
Jihad KH Hasyim Asy’ari. Ini peristiwa penting yang menggerakkan santri,
pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang melawan pasukan
kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945,” ungkap Gus Rozien.


Kedua, lanjutnya, jaringan santri telah terbukti konsisten menjaga
perdamaian dan keseimbangan. Perjuangan para kiai jelas menjadi catatan
sejarah yang strategis, bahkan sejak kesepakatan tentang darul islam
(daerah Islam) pada pertemuan para kiai di Banjarmasin, 1936.


“Sepuluh tahun berdirinya NU dan sembilan tahun sebelum kemerdekaan,
kiai-santri sudah sadar pentingnya konsep negara yang memberi ruang bagi
berbagai macam kelompok agar dapat hidup bersama. Ini konsep yang luar
biasa,” tegas Gus Rozien.


Rumusan ketiga, ungkap Gus Rozien, yakni kelompok santri dan kiai-kiai
terbukti mengawal kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Para
kiai dan santri selaluh berada di garda depan untuk mengawal NKRI,
memperjuangan Pancasila. Pada Muktamar NU di Situbondo, 1984, jelas sekali
tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Bahwa NKRI sebagai bentuk
final, harga mati yang tidak bisa dikompromikan,” jelas Gus Rozien.


Dengan demikian, Gus Rozien menambahkan, Hari Santri bukan lagi sebagai
usulan ataupun permintaan dari kelompok pesantren. “Ini wujud dari hak
negara dan pemimpin bangsa, memberikan penghormatan kepada sejarah
pesantren, sejarah perjuangan para kiai dan santri. Kontribusi pesantren
kepada negara ini, sudah tidak terhitung lagi,” tegas Rozien.


Sementara, adanya kritik terhadap rencana penetapan Hari Santri Nasional,
menurut Gus Rozien merupakan hal yang wajar. “Itu merupakan hak bagi setiap
individu maupun kelompok untuk memberikan kritik. Kami merespon dengan baik
dan santun. Akan tetapi, jelas argumentasi epistemiknya lemah jika
menggunakan teori Gertz, yang sudah dikritik sendiri oleh kolega-koleganya,
semisal Talal Asad, Andrew Beatty, Mark R Woodward, dan beberapa peneliti
lain. Selain itu, kelompok abangan juga sudah banyak yang melebur menjadi
santri,” terang Rozien. *(Aziz/Mahbib)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62497-lang,id-c,nasional-t,Tiga+Alasan+Mengapa+Presiden+Mesti+Tetapkan+Hari+Santri-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Susunan Lengkap Rabithah Ma’ahid al-Islamiyah Nahdlatul Ulama (PP RMINU) 2015-2020

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Susunan Lengkap PP RMINU 2015-2020


Kamis, 17/09/2015 17:31






Jakarta, *NU Online*
Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid al-Islamiyah Nahdlatul Ulama (PP RMINU)
masa khidmat 2015-2020 resmi dikukuhkan, Rabu (16/9) malam di halaman
Gedung PBNU Jl Kramat Raya Jakarta.


Pengurus harian PP RMINU disahkan melalui surat keputusan Nomor:
08/A.II.04/09/2015 dan ditandatangani oleh Rais Aam, KH Ma’ruf Amin, Katib
Aam, KH Yahya Cholil Staquf, Ketum PBNU, KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen
PBNU, H A Helmy Faishal Zaini.


RMINU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan
pondok pesantren dan pendidikan keagamaan. Berikut susunan lengkap pengurus
harian PP RMINU masa khidmat 2015-2020:


Penasehat:
KH. Hasib Wahab
KH. Khalilurrahman
KH. Abdussalam Shahib
KH. Muadz Tohir
Dr. Aqil Irham


Ketua : K.H. Abdul Ghaffar Rozin
Wakil Ketua : Drs. H. Choirul Fuad Yusuf, M.Si
Wakil Ketua : H. Khoirul Huda Basyir
Wakil Ketua : Dr. H. Mohsen Alaydrus
Wakil Ketua : K.H. Ahmad Syauqi M.Si
Wakil Ketua : K.H. Ayip Abbas
Wakil Ketua : Dr. K.H. Arwani Syaerozi
Wakil Ketua : Dr. H. Agus Zainal Arifin
Wakil Ketua : Drs. Masrur Ainun Najih
Wakil Ketua : H. Syaifullah Maksum


Sekretaris : H. Miftah Faqih
Wakil Sekretaris : H. Ahmad Athoillah
Wakil Sekretaris : H. Ulin Nuha, S.E.
Wakil Sekretaris : K.H. Miftah Ridho
Wakil Sekretaris : Munif Huda
Wakil Sekretaris : Munir Abbas Buchori
Wakil Sekretaris : H. Mahfud Rohani


Bendahara : H. Musa Zainuddin
Wakil Bendahara : Khotibul Umam Afandi
Wakil Bendahara : Habib Soleh


*(Fathoni) *






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62251-lang,id-c,nasional-t,Susunan+Lengkap+PP+RMINU+2015+2020-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Aklamasi, Anggia Ermarini Ketua Umum Baru Fatayat NU

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
KONGRES KE-15 FATAYAT NU


Aklamasi, Anggia Ermarini Ketua Umum Baru Fatayat NU


Selasa, 22/09/2015 01:11






[image: Aklamasi, Anggia Ermarini Ketua Umum Baru Fatayat NU]






Surabaya, *NU Online*
Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama demisioner
Anggia Ermarini terpilih sebagai Ketum Umum Fatayat masa khidmah 2015-2020.
Anggia terpilih secara aklamasi melalui keputusan sidang pleno terakhir
dengan agenda pemilihan ketum baru.


Keputusan tersebut dibacakan pada rapat pleno terakhir dengan ketua sidang
Hj Wartiah (PW Fatayat NTB) dan sekretaris sidang Hj Muslimat (PW Fatayat
Sulawesi Selatan) di Aula Asrama Haji Sukolilo Surabaya, Senin (21/9) malam.


Anggi, demikian ia akrab dipanggil, dikukuhkan sebagai nakhoda baru
organisasi perempuan muda NU pada Kongres ke-15 Fatayat yang digelar sejak
18 September 2015 kemarin.


Ucapan selamat dan sejumlah harapan diberikan kepada Anggi oleh para
pimpinan Fatayat yang hadir di sidang pleno terakhir. Setelah dikukuhkan
secara aklamasi, agenda Kongres XV Fatayat dinyatakan ditutup.


Anggia menyatakan terima kasih atas dukungan mayoritas anggota Fatayat yang
diberikan kepada dirinya. Ia berharap, terpilihnya dia sebagai Ketum PP
Fatayat menjadi manfaat bagi NU, Fatayat, dan maslahah bagi keluarganya.


"Semoga bermanfaat dan maslahah bagi semua, khususnya keluarga saya," ujar
Anggi kepada NU Online di Aula Mina Asrama Haji Surabaya usai pengukuhan.


Disinggung agenda terdekat, Anggi menegaskan pihaknya segera menyusun
kepengurusan baru dan percepatan program. Selain itu, ia akan menjalin
silaturrahim dan komunikasi yang baik tidak hanya di pusat namun juga di
daerah.


"Target saya, Oktober ini selesai semua kepengurusan. Lalu, November
pelantikan dilanjutkan raker. Terima kasih yaa..," pungkas Anggi sembari
tersenyum simpul.* (Musthofa Asrori/*Mahbib)






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62348-lang,id-c,nasional-t,Aklamasi++Anggia+Ermarini+Ketua+Umum+Baru+Fatayat+NU-.phpx






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Susunan Lengkap Pengurus Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) 2015-2020

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Susunan Lengkap Pengurus LKNU 2015-2020


Sabtu, 19/09/2015 13:01






Jakarta, *NU Online*
Pengurus Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) masa khidmat 2015-2020
resmi dikukuhkan, Rabu (16/9) malam di halaman Gedung PBNU Jl Kramat Raya
Jakarta.


Pengurus LKNU disahkan melalui surat keputusan Nomor: 18/A.II.04/09/2015
dan ditandatangani oleh Rais Aam, KH Ma’ruf Amin, Katib Aam, KH Yahya
Cholil Staquf, Ketum PBNU, KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen PBNU, H A Helmy
Faishal Zaini.


LKNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
Berikut susunan lengkap Pengurus LKNU masa khidmat 2015-2020:


Penasehat:
KH. AR. Ibnu Ubaidillah Syatori
Drs. KH. Abbas Muin, Lc.
dr. H. Syahrizal Syarif, MPH., Ph.D
KH. Lukman Hakim Haris



Tim Ahli : Dr. dr. Imam Rasyidi


Ketua : Drs. H. Hisyam Said Budairi, M.Sc
Wakil Ketua : dr. Ahmad Fariz Malvi Zamzam Zein
Wakil Ketua : dr. Rheza Maulana Syahputra
Wakil Ketua : Anggia Ermarini, M.Km
Wakil Ketua : dr. Hj. Siti Hanah M.Kes.
Wakil Ketua : dr. Dzulfikar Asad
Wakil Ketua : dr. Amir Fauzi
Wakil Ketua : dr. Sibro Malisi
Wakil Ketua : dr. Miftahul Munir
Wakil Ketua : dr. Ivan Rovian, M.KP


Sekretaris : dr. Citra Fitri Agustina
Wakil Sekretaris : dr. H. R. Muh. Hardadi Airlangga, SpPD
Wakil Sekretaris : dr. Andi Alvian Zainuddin
Wakil Sekretaris : M. Zaim Nugroho, S.Sos
Wakil Sekretaris : Sofininyah Ghufron, M.Si
Wakil Sekretaris : Endang Marhumah Sari
Wakil Sekretaris : dr. Alfian Zainuddin
Wakil Sekretaris : Fadilah Ahmad
Wakil Sekretaris : Ir. Marini
Wakil Sekretaris : dr. Leadri Surya Arrosy


Bendahara : dr. H. Makki Zamzami
Wakil Bendahara : Umi Wahyuni
Wakil Bendahara : Muzainah Zein
Wakil Bendahara : Enung Maryati
Wakil Bendahara : dr. Fauziah
Wakil Bendahara : dr. Fery Rahman
Wakil Bendahara : Dra. Budiarta
Wakil Bendahara : Sundusiyyah, ME


*(Fathoni) *






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62281-lang,id-c,nasional-t,Susunan+Lengkap+Pengurus+LKNU+2015+2020-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 09 Dzulhijjah 1436H

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Allaahumma tsabbithu waj'alhu haadiyan mahdiyyan.






Ya Allah, tetapkan ia terkendali dan jadikanlah ia penuntun (jalan) yang
mendapat tuntunan.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 16, Bab 44.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 14 Dzulhijjah 1436H

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Bismillah irRahman irRaheem






In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind




Irhamnaa bi rahmatika.






Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu kepada kami.






Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 17, Bab 23.






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Dubes Inggris Harap Pelajarnya Lihat Kelenturan Berislam di Indonesia

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Dubes Inggris Harap Pelajarnya Lihat Kelenturan Berislam di Indonesia


Selasa, 22/09/2015 00:04






[image: Dubes Inggris Harap Pelajarnya Lihat Kelenturan Berislam di
Indonesia]






Jakarta, *NU Online*
Duta Besar Inggris untuk Indonesia Muazzam Malik menginginkan para pelajar
dan mahasiswa Eropa khususnya Inggris melihat langsung pola keberagamaan
orang-orang Indonesia menjalankan ajaran agama Islam. Dalam kunjungan kerja
samanya dengan PBNU, Muazzam menyatakan dirinya terpikat dengan pemahaman
dan praktik muslim Indonesia yang sangat toleran dan lentur dalam beragama.


“Menurut saya, masyarakat muslim di Inggris masih terfokus ke Timur Tengah
ketika melihat Islam. Padahal kalau saja mereka mau melirik gerakan Islam
di Indonesia ini, mereka akan tercengang,” kata Muazzam ketika berkunjung
ke Kantor PBNU, Jakarta, Senin (21/9) sore.


Ia sendiri terpana ketika melihat wanita berkerudung mengendarai sendiri
sepeda motor di Yogyakarta. “Jujur saja, saya ini muslim. Tetapi
menyaksikan pemandangan begini di Inggris atau di luar Indonesia, belum
pernah,” kata Muazzam yang agak lancar berbahasa Indonesia.


Melihat pemandangan itu, ia mengambil gambar lalu mengirimkannya via
whathapp kepada anaknya dan beberapa temannya. “Kamu semua harus lihat
bagaimana orang Islam di Indonesia. Mereka sangat maju. Kalian harus
melihat sendiri pemandangan ini,” kata Muazzam.


Sementara Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (Kang Said) menyarankan
tamunya untuk berkunjung ke pesantren-pesantren di pedalaman Jawa.


“Saudara akan menemukan banyak pemandangan baru di pesantren-pesantren itu.
Bagaimana para santri itu sangat terikat pada tradisi seperti bersarung dan
berkopiah, tetapi bacaan mereka menjangkau pemikiran Timur hingga Barat,”

kata Kang Said.


Muazzam berharap Inggris dan NU melanjutkan kerja sama terutama di bidang
pendidikan dengan pertukaran pelajar. “Saya senang kalau pelajar Inggris
berkunjung ke sini sehingga dapat membuka pandangan mereka. Saya ingin
mereka sadar bahwa kekerasan Islam selama ini hanya stigma.”


Selama ini, menurut Muazzam, pelajar Inggris hanya melihat citra Islam
Wahabi dan Salafi di Timur Tengah. (*Alhafiz K*)






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62346-lang,id-c,nasional-t,Dubes+Inggris+Harap+Pelajarnya+Lihat+Kelenturan+Berislam+di+Indonesia-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] Dahlan: Problem Banyak Anak dan Manusia Tidak Beragama

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Problem Banyak Anak dan Manusia Tidak Beragama
Oleh: Dahlan Iskan


Inilah  dua hasil penelitian yang akan membuat para pimpinan agama (Islam
dan Kristen), mestinya, tidak punya waktu lagi untuk bicara yang
remeh-temeh. Persaingan untuk berebut pengaruh di antara golongan-golongan
dalam satu agama pun bisa tidak relevan lagi. Apalagi persaingan
antaragama. Hasil penelitian itu benar-benar akan membuat para pimpinan
agama masing-masing, mestinya, terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah
masing-masing yang sangat besar ini.






Bulan lalu Pew Research Center yang berpusat di Washington DC, Amerika
Serikat, mengumumkan hasil penelitiannya. Pertama, jumlah umat Islam
menjadi imbang dengan umat Kristen pada 2050 (31,4 persen Kristen, 29,7
persen Islam). Jumlah penganut Islam akan melebihi umat Kristen pada 2070.
Kedua, perkembangan itu bukan karena banyak umat Kristen yang masuk Islam,
melainkan lebih karena keluarga Kristen memiliki lebih sedikit anak (2,3)
dibanding keluarga Islam (3,5). Juga karena akan banyak umat Kristen, di
Eropa khususnya dan di Barat umumnya, yang tidak mau lagi terikat dengan
agama.






Sambil melakukan perjalanan dengan naik bus ke kota-kota Nashville,
Memphis, New Orleans, Houston, dan Austin pada hari-hari tidak ada mata
pelajaran di akhir pekan, saya merenungkannya dalam-dalam. Saya tertegun.






Saya membayangkan betapa seharusnya tiap-tiap pimpinan agama kini bekerja
keras untuk merespons hasil penelitian itu. Seharusnya sudah tidak ada
waktu lagi untuk berebut pengaruh.






Ambil contoh di internal Islam. Menjadi mayoritas lebih karena jumlah anak
yang lebih banyak bukankah akan menimbulkan persoalan tersendiri? Yakni,
bagaimana dengan jumlah anak yang lebih banyak itu bisa meningkatkan
kesejahteraan mereka.






Menyiapkan diri untuk menjadi agama terbesar bukanlah pekerjaan mudah.
Terutama kalau Islam akan menempatkan dirinya menjadi seperti yang
diinginkan agama itu: menjadi rahmat bagi seluruh alam.






Pertanyaan mendasar akan datang dari dunia Barat: Dengan Islam menjadi
mayoritas, akankah dunia lebih aman dan damai? Akankah dunia lebih
sejahtera? Lebih makmur? Akankah umat manusia lebih bahagia? Apakah tidak
justru sebaliknya? Lebih kacau? Lebih saling serang? Lebih saling
mengafirkan? Lalu, lupa pada misi utama untuk menjadi rahmat bagi seluruh
alam?






Dunia Barat –dengan keunggulan teknologi, ekonomi, dan ilmu pengetahuan–
tentu harap-harap cemas menghadapinya. Terutama pada 2070 nanti, ketika
penduduk dunia menjadi 9,3 miliar dari 6,9 miliar saat ini.






Di era teknologi, ekonomi, dan ilmu pengetahuan, jumlah bukanlah inti
kekuatan. Justru sering terjadi, dan banyak terbukti, besarnya jumlah
sekadar angka tidak bertulang.






Pertambahan umat Islam yang besar itu, terang Pew, terjadi di India dan
negara-negara muslim di Afrika. Keluarga mereka memiliki anak yang lebih
banyak. Pada 2050 nanti, Indonesia tidak bisa lagi menyebut dirinya sebagai
negara muslim terbesar. Kalah dari India.






Sayang, banyak-banyakan anak itu, dalam ilmu pengetahuan (termasuk ilmu
ekonomi), akan terkait langsung dengan tingkat kesejahteraan dan
kemakmuran. Bisa-bisa tingginya angka kelahiran itu akan berdampak
meningkatnya kemiskinan.






Tiongkok, misalnya, sengaja dengan keras mengendalikan angka kelahiran agar
bisa meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Seandainya tidak ada pengendalian
itu, jumlah penduduk Tiongkok kini mencapai 1,7 miliar. Alias 400 juta
lebih banyak daripada kenyataan sekarang yang 1,3 miliar. Angka kelahiran
yang bisa dicegah itu saja dua kali jumlah penduduk Indonesia. Atau 25 kali
penduduk Malaysia. Untuk menyediakan sarana kesehatan, pendidikan, dan
perumahan bagi 400 juta orang itu saja bukan main memakan kemampuan negara.






Negara-negara Barat tentu akan memperhatikan penuh pengaruh ledakan
penduduk tersebut. Barat pasti khawatir kalau negara-negara berpenduduk
besar itu sulit keluar dari kemiskinan. Itu, bagi Barat, akan dianggap
sebagai sumber kekacauan, imigrasi, dan bahkan sampai terorisme. Maka,
pekerjaan untuk meningkatkan kemakmuran di negara-negara muslim seharusnya
menjadi agenda terbesar para pimpinan agama di segala lapisan.






Pihak Kristen mestinya juga memiliki agenda internal yang tidak kalah
besar. Bukan dalam menghadapi agama lain, melainkan menghadapi kenyataan
baru: meningkatnya jumlah orang Kristen di Barat yang tidak mau lagi
beragama. Jumlah mereka terus meningkat.






Tentu para pimpinan Kristen akan memiliki kesibukan yang luar biasa untuk
mencegah hal itu terjadi. Bayangkan, sampai 2050 nanti, papar Pew, 170 juta
orang Kristen menjadi tidak beragama. Khususnya di Inggris, Prancis,
Belanda, dan Selandia Baru.






Hasil penelitian itu sangat menantang bagi para pimpinan agama tersebut di
segala lapisan. Mungkin perlu lebih banyak pendeta dan pastor dari
Indonesia untuk menjadi misionaris di sana, mengikuti jejak Pendeta Stephen
Tong dari Batu, yang sangat terkenal hebat di Barat.






Sulitnya, pengertian ”tidak 

[keluarga-islam] Fatayat NU dan Tantangan Kontemporer

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Fatayat NU dan Tantangan Kontemporer


Oleh: Anggia Ermarini




Di usianya yang ke-65 tahun, organisasi Fatayat NU dituntut untuk terus
berbenah. Kiprahnya dibutuhkan bukan sebatas menyangkut isu-isu kesetaraan
dan pemberdayaan perempuan, namun lebih dari itu, Fatayat NU juga harus
tampil lebih menarik dan hadir dalam isu-isu kontemporer yang lebih luas.




Dengan jumlah anggota mencapai enam juta orang yang mengakar di tingkat
grassroot, Fatayat NU adalah garda depan pergerakan perempuan yang sangat
potensial. Komitmen dan kerja nyatanya terkait upaya membangun kesadaran
kritis kaum perempuan, mewujudkan kesetaraan, mengadvokasi korban
perdagangan anak hingga buruh migran sudah cukup dibuktikan.




Berbagai masalah dan ketertinggalan perempuan NU terutama di desa-desa
jelas masih banyak dan menjadi pekerjaan rumah bersama. Namun, kerja keras
Fatayat NU terutama dalam dua dekade terakhir setidaknya telah berhasil
meng-upgrade banyak hal. Contoh sederhana, kalau dulu sebatas konco
wingking (teman di belakang), kini perempuan NU bahkan sudah tak asing
dengan, taruhlah, pilihan politik berbeda dalam keluarga.




Kesadaran politik ini, di level berikutnya seiring demokratisasi, berlanjut
pada perebutan ruang-ruang publik. Melalui kader- kadernya yang
terdistribusi di pemerintahan, di lembaga legislatif, dan lembaga tinggi
negara lainnya, keterlibatan Fatayat NU dalam memperjuangkan hak-hak
perempuan di pentas politik, juga sudah bisa dirasakan.




Saat ini lebih dari seratus kader Fatayat NU duduk sebagai anggota
legislatif baik di pusat maupun daerah di seluruh Indonesia. Namun, ini
belum apa-apa. Tantangan kontemporer sesungguhnya jauh lebih kompleks dari
semua itu. Saat ini tantangan besar Fatayat NU dalam menyelesaikan
masalahmasalah kemasyarakatan berhadapan langsung dengan liberalisasi atau
bahkan imperialisasi jenis baru di berbagai bidang.




Periode globalisasi ekonomi yang ditandai era perdagangan bebas ASEAN
(MEA), mau tidak mau menciptakan tantangan baru yang simultan. Mulai dari
tantangan ekonomi, tantangan hukum, tantangan politik, tantangan ilmu
pengetahuan, bahkan tantangan agama. Mengutip Fatima Mernissi (2008),
memperjuangkan kemakmuran bukan hanya urusan kaum laki-laki, melainkan pada
saat yang sama juga menjadi tugas kaum perempuan.




NU tentu tidak bisa sendirian menghadapi derasnya paham fundamentalisme dan
radikalisme agama, yang infiltrasinya melalui dunia maya kian masif
memengaruhi anak-anak muda kita. Demikian juga dengan liberalisasi agama di
sisi lainnya, yang kalau mau jujur, pahamnya justru banyak digandrungi oleh
kalangan muda.




Kalau dibiarkan, dua hal ini bukan saja bisa mengancam eksistensi NU secara
organisasi dan jamaah, tetapi juga bagi keutuhan Indonesia sebagai sebuah
negara dan bangsa. Bersyukur Muktamar Ke-33 NU di Jombang telah meneguhkan
Islam Nusantara sebagai instrumen besar untuk membangun peradaban Indonesia
dan dunia.




Secara paradigmatik, tema ini mampu mengenalkan ciri Islam yang damai dan
toleran, dengan lebih mudah ke khalayak luas. Bagaimana tema besar ini
makin membumi, Fatayat NU perlu ambil bagian langsung di ruang ini. Tugas
Fatayat NU sebagai neven terdepan NU ke depan adalah bagaimana berpikir dan
bertindak lebih progresif.




Bagaimana kader aktif Fatayat NU yang tersebar di 34 pengurus wilayah (PW),
di 423 pengurus cabang (PC/PCI), di 2.013 pengurus anak cabang (PAC), di
21.225 pengurus ranting (PR), dan di lebih 90 ribuan pengurus anak ranting
(PAR) menjadi kekuatan ideologis yang dapat memainkan peran menghadapi arus
kuat globalisasi.




Harus diakui, globalisasi adalah sebuah kecenderungan yang sulit dihindari.
Perkembangan teknologi membuat arus informasi dengan derasnya memasuki
semua sektor publik dan domestik. Ini, percaya atau tidak, telah mengubah
sebagian besar kebiasaan hidup kita, dari mekanik ke digital. ”Dunia maya”
yang beberapa waktu lalu sebatas anganangan, kini seolah menjadi ”realitas
sebenarnya”.




Di sinilah, Fatayat NU perlu menata, merancang, dan mengagregasi sebuah
gerakan, yang bisa menjadi acuan bagi setiap perempuan, bukan hanya di
Indonesia, tetapi juga dunia. Fatayat NU harus mampu menunjukkan pada dunia
sebagai entitas perempuan yang memiliki bekal kepemimpinan kuat,
berkeadaban tinggi, dan yang mengerti Islam secara luas.




Untuk mengarah pada output tersebut, beberapa hal sudah dilakukan Fatayat
NU. Sebagai fondasi misalnya Fatayat NU terus meningkatkan pelatihan-
pelatihan kepemimpinan dasar di tingkat PC.




Jika dulu target pelatihan lebih banyak menyiapkan kader Fatayat untuk
menata organisasi secara internal, sekarang dalam panduan yang baru,
pelatihan Fatayat NU juga serius menyiapkan calon-calon pemimpin perempuan
yang selain mampu memimpin di internal, juga siap memimpin organisasi
publik di level yang lebih luas dan plural.




Demikian juga dengan great pelatihan kepemimpinan di tingkat nasional
(lapimnas). Di luar peningkatan kaderisasi formal, Fatayat NU juga penting
mengoptimalkan 

[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Hukum Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal Dunia

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Hukum Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal Dunia*



Pertanyaan:



Assalamu’alaikum wr. wb. Redaksi bahtsul masail NU Online yang terhormat,
kami punya orang tua dan sampai meninggal belum pernah berkurban, kemudian
kami selaku putera-puterinya bermusyawarah mengenai kurban untuk orang tua
kami. Yang ingin kami tanyakan adalah apakah berkurban untuk orang yang
sudah meninggal dunia itu boleh? Kami sangat berharap jawaban secepatnya
dari redaksi bahtsul masail. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.



Maman – Jakarta


Jawaban:

Assalamu’alaikum wr. wb


Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Bahwa hukum
berkurban itu sendiri adalah sunnah muakkad. Tetapi khusus untuk Rasulullah
saw hukumnya adalah wajib. Hal ini didasarkan kepada sabda beliau, salah
satunya adalah yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi:


أُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ



“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan
sunnah bagi kalian” (HR. At-Tirmidzi).


Kesunnahan dalam hal ini adalahsunnah kifayah jika dalam keluarga adalah
satu dari mereka telah menjalankan kurban maka gugurlah kesunnahan yang
lain, tetapi jika hanya satu orang maka hukumnya adalah sunnah ‘ain.sedang
kesunnahan berkurban ini tentunya ditujukan kepada orang muslim yang
merdeka, sudah baligh, berakal dan mampu.


وَالْاُضْحِيَة- (سُنَّةٌ) مُؤَكَّدَةٌ فِيحَقِّنَاعَلَى الْكِفَايَةِ
إِنْ تَعَدَّدَ أَهْلُ الْبَيْتِ فَإِذَا فَعَلَهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ
الْبَيْتِ كَفَى عَنِ الْجَمِيعِ وَإِلَّا فَسُنَّةُ عَيْنٍ وَالْمُخَاطَبُ
بِهَا الْمُسْلِمُ اَلْحُرُّ اَلْبَالِغُ اَلْعَاقِلُ اَلْمُسْتَطِيعُ


“Hukum berkurban adalah sunnah muakkad yang bersifat kifayah apabila
jumlahnya dalam satu keluarga banyak, maka jika salah satu dari mereka
sudah menjalankannya maka sudah mencukupi untuk semuanya jika tidak maka
menjadi sunnah ain. Sedangkan mukhatab (orang yang terkena khitab) adalah
orang islam yang merdeka, sudah baligh, berakal dan mampu” (Muhammad
al-Khathib asy-Syarbini, al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi asy-Syuja’,
Bairut-Maktab al-Buhuts wa ad-Dirasat, tt, juz, 2, h. 588)


Sampai di sini tidak ada persoalan, tetapi persoalan kemudian muncul
mengenai berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia. Biasanya hal ini
dilalukan oleh pihak keluarganya, karena orang yang telah meninggal dunia
sewaktu masih hidup belum pernah berkurban. Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi
dalam kitab Minhaj ath-Thalibin dengan tegas menyatakan tidak ada kurban
untuk orang yang telah meniggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah
berwasiat.


وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إنْ
لَمْ يُوصِ بِهَا



“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa
seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia
tidak berwasiat untuk dikurbani” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj
ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321)


Setidaknya argumentasi yang dapat dikemukakanuntuk menopang pendapat ini
adalah bahwa kurban merupakan ibadah yang membutuhkan niat. Karenanya, niat
orang yang berkurban mutlak diperlukan.

Namun ada pandangan lain yang menyatakan kebolehan berkurban untuk orang
yang telah meninggal dunia sebagaimana dikemukakan oleh Abu al-Hasan
al-Abbadi. Alasan pandangan ini adalah bahwa berkurban termasuk sedekah,
sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan
bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya
sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.


لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِغَيْرِإذْنِهِ لَمْ يَقَعْ عَنْهُ
(وَأَمَّا) التَّضْحِيَةُ
عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُوالْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا
لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ
وَتَنْفَعُ هُوَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ



“Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak
bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu
al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah,
sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat
untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma`
para ulama” (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh
al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406)


Di kalangan madzhab Syafi’i sendiri pandangan yang pertama dianggap sebagai
pandangan yang lebih sahih (ashah) dan dianut mayoritas ulama dari kalangan
madzhab syafi’i. Kendati pandangan yang kedua tidak menjadi pandangan
mayoritas ulama madzhab syafi’i, namun pandangan kedua didukung oleh
madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Hal ini sebagaimana yang
terdokumentasikan dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.


إِذَا أَوْصَى الْمَيِّتُ بِالتَّضْحِيَةِ عَنْهُ، أَوْ وَقَفَ وَقْفًا
لِذَلِكَ جَازَ بِالاِتِّفَاقِ. فَإِنْ كَانَتْ وَاجِبَةً بِالنَّذْرِ
وَغَيْرِهِ وَجَبَ عَلَى الْوَارِثِ إِنْفَاذُ ذَلِكَ. أَمَّا إِذَا لَمْ
يُوصِ بِهَافَأَرَادَ الْوَارِثُ 

[keluarga-islam] Susunan Lengkap Pengurus Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) 2015-2020

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Susunan Lengkap Pengurus LPNU 2015-2020


Kamis, 17/09/2015 19:30






Jakarta, *NU Online*
Pengurus Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) masa khidmat 2015-2020
resmi dikukuhkan, Rabu (16/9) malam di halaman Gedung PBNU Jl Kramat Raya
Jakarta.


Pengurus harian LPNU disahkan melalui surat keputusan Nomor:
09/A.II.04/09/2015 dan ditandatangani oleh Rais Aam, KH Ma’ruf Amin, Katib
Aam, KH Yahya Cholil Staquf, Ketum PBNU, KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen
PBNU, H A Helmy Faishal Zaini.


LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan
ekonomi warga Nahdlatul Ulama. Berikut susunan lengkap pengurus harian LPNU
masa khidmat 2015-2020:


Penasehat:
Dr. H. Eman Suryaman
KH. Dimyati Romli
KH. Taufiqurrahman Yasin, Lc
H. Fauziah Noor
Sultonul Huda, M.Si.


Ketua : Ir. Harvick Hasnul Qolbi
Wakil Ketua : Dr. H. Irnanda Laksanawan
Wakil Ketua : H. Sadar Subagyo
Wakil Ketua : Ir. Abdul Kholik
Wakil Ketua : H. Zainal Effendi, S.E.
Wakil Ketua : H. Tarmadi
Wakil Ketua : H. Irfan Yusuf Hasyim
Wakil Ketua : H. Rusli Ahmad
Wakil Ketua : Supriyatno
Wakil Ketua : Drs. Asrofudin Nur Widodo
Wakil Ketua : H. M. Surya Nata Putra
Wakil Ketua : Yayat Hidayat, S.Sos. M.Si
Wakil Ketua : H. Saemi
Wakil Ketua : H. M. Sulhan


Sekretaris : Fatchan Subchi
Wakil Sekretaris : Mohamad Sofwan Erce, S.E.
Wakil Sekretaris : A. Halim Pohan
Wakil Sekretaris : Dr. H. Rahmat Hidayat, SE, MT
Wakil Sekretaris : H. Idham Zakaria SE MM
Wakil Sekretaris : Ir. Nasim Khan
Wakil Sekretaris : Fahmi Akbar Idris
Wakil Sekretaris : Athoillah Djalil
Wakil Sekretaris : Sadewo Tri Lastiono
Wakil Sekretaris : A. Sahid
Wakil Sekretaris : H. Abdul Rohmat
Wakil Sekretaris : Jaya Supandi


Bendahara : Suhaeli Kalla
Wakil Bendahara : Muhammad Thoif
Wakil Bendahara : Bertu Merlas
Wakil Bendahara : Ahmad Rifki, Lc
Wakil Bendahara : Arif Marbun
Wakil Bendahara : Zainal Abidin, SE, MM
Wakil Bendahara : Drs. Agus Muhaimin, MM
Wakil Bendahara : Ir. Ali Rahmat Salim
Wakil Bendahara : Sabilillah Ardi
Wakil Bendahara : Mujib Imaby


*(Fathoni) *






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62255-lang,id-c,nasional-t,Susunan+Lengkap+Pengurus+LPNU+2015+2020-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] LDNU Siapkan Da’i dan Khotib Jumat Khusus Perkantoran

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
LDNU Siapkan Da’i dan Khotib Jumat Khusus Perkantoran


Jumat, 18/09/2015 00:40






[image: LDNU Siapkan Da’i dan Khotib Jumat Khusus Perkantoran]






Jakarta, *NU Online*
Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) masa khidmat 2015-2020
terus mengembangkan potensi para da’i di lingkungan Nahdlatul Ulama. Pada
pertemuan perdana setelah dilantik, pengurus baru LDNU menambahkan fokus
garapan pelatihan bagi calon khotib di perkantoran.


“Pengurus masjid di sejumlah kantor dan badan-badan negara sudah
menghubungi kita untuk mengadakan khotib dari NU,” kata Ketua baru PP LDNU
KH Manarul Hidayat di hadapan pengurus LDNU lainnya di Jakarta, Rabu (17/9)
malam.


Menurut Kiai Manarul, program pelatihan dakwah yang sudah berjalan pada
kepengurusan LDNU sebelumnya tetap diteruskan. Hanya saja kebutuhan untuk
menyiapkan khotib dan para da’i di perkantoran, patut dijawab.


“Ini tantangan kita sekarang. Jangan sampai para da’i dan khotib NU hanya
bergerak dari satu ke lain kampung. Kita perlu mempersiapkan kompetensi,
pembawaan, dan pilihan materi sesuai selera orang-orang kantor,” terang
Kiai Manarul.


Kiai Manarul mengatakan bahwa masjid perkantoran selama ini luput dari
garapan dakwah NU.


Gagasan ini akan dimatangkan pada rapat perdana pengurus PP LDNU di Jakarta
pada Selasa, 22 September 2015. (*Alhafiz K*)






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62257-lang,id-c,nasional-t,LDNU+Siapkan+Da%E2%80%99i+dan+Khotib+Jumat+Khusus+Perkantoran-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Buku of the Day) K.H.R. As'ad Syamsul Arifin, Kesatria Kuda Putih Santri Pejuang

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
Peran Kiai As'ad dalam Perebutan Senjata Belanda






[image: Peran Kiai As'ad dalam Perebutan Senjata Belanda]




Judul: K.H.R. As'ad Syamsul Arifin, Kesatria Kuda Putih
Santri Pejuang


Penulis : Ahmad Sufiatur Rahman


Penerbit: Tinta Medina, Solo


Terbitan: Pertama, Mei 2015


Tebal: XXXVIII+210 halaman


ISBN : 978-602-72129-7-8


Peresensi  : M. Kamil Akhyari, *kader muda NU, pecinta buku sejarah*






Pada tahun 2014, Wakil Gubernur Syaifullah Yusuf membuka tapak tilas dalam
rangka menyusuri jalur perjuangan KH. R. As'ad Syamsul Arifin melintasi 100
desa untuk berebut senjata Belanda di gudang mesiu Desa Dabasan Bondowoso
pada tahun 1947. Tak kurang dari 4000 peserta mengikuti kegiatan tersebut.
Pada 2002, Gus Dur membuka acara tersebut. Diikuti sekitar 5000 santri
Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo.




Memang Kiai As'ad memiliki peran penting dalam merebut senjata Belanda.
Beliau turun langsung berbaur dengan bromocorah yang menjadi binaannya
(disebut Pelopor) memimpin perebutan senjata sambil berpuasa pada 20 Juli
1947 untuk mendukung perlawanan gerilyawan atas agresi militer Belanda.




Para Pelopor sebenarnya meminta Kiai As'ad untuk tidak turun langsung ke
dalam hutan. Mereka khawatir terkena serangan Belanda. Namun, beliau bukan
tipe orang yang suka duduk manis di atas kursi melihat orang lain bekerja.
Beliau bersikeras ikut serta merebut senjata dan siap berperang melawan
Belanda.




Kiai As'ad menyadari cinta tanah air bagian dari iman, dan pentingnya
sebuah tanah air untuk mengamalkan ajaran agama. Agama tanpa tanah air
sulit untuk direalisasikan. Sementara tanah air tanpa agama akan amburadul.
Keduanya ibarat sebuah mata uang, sisi yang satu dengan yang lain tak bisa
dipisahkan.




"Perang itu harus niat menegakkan agama dan *'arebbuk negere* (merebut
negara), jangan hanya '*arebbuk negere*! Kalau hanya *'arebbuk negere,*
hanya mengejar dunia, akhiratnya hilang! Niatlah menegakkan agama dan
membela negara sehingga kalau kalian mati, akan mati syahid dan masuk
surga" (hlm. 138).




Demikian motivasi yang Kiai As'ad tanamkan kepada para Pelopor. Dengan
motivasi itu, para Pelopor semangat menyusuri jalan cadas nan berbatu
menanjak melintasi 100 desa, dan tak takut mati untuk memperoleh senjata
demi mempertahankan tanah air sebagai bentuk pengamalan orang beriman.




"Kalian tidak boleh mundur. Kalau mati, akan syahid dan masuk surga. Namun,
jika lari ke belakang, kalian akan meninggal dalam keadaan kafir," *dawuh *Kiai
As'ad kepada para Pelopor sebelum berangkat merampas senjata Belanda (hlm.
107).




Misi mengambil senjata tak mengalami hambatan berarti, namun satu anggota
Pelopor tewas. Anggota Pelopor berhasil mengambil 24 senjata api dan
amunisi, termasuk senapan jenis bren, sten gun, lee enfield, mortir, light
machine gun, serenteng peluru tajam, dan granat (hlm. 136-137).




Sementara pesantren Salafiyah Syafiiyah menjadi tempat berlindung dan
menyusun strategi para gerilyawan. Sehingga, pasukan Belanda menggerebek
pesantren untuk mencari gerilyawan dan senjata. Bahkan, pesantren hendak
dibom karena dinilai membahayakan tapi pesawatnya meledak terlebih dahulu
di udara, sementara gerilyawan berhasil kabur dari pesantren termasuk Kiai
As'ad.




Namun, ada penyusup dan yang dipandu oleh orang dalam Pesantren Sukorejo
sendiri yang berkhianat. Penggerebekan pesantren menjadi ajang fitnah di
media dan Kiai As'ad dituduh melakukan makar pada NKRI dan terlibat dalam
DI/TII. Akhirnya Kiai As'ad menjadi tahanan politik selama enam bulan. Kiai
As'ad kembali ke Sukorejo tahun 1954.




Buku K. H. R. As'ad Syamsul Arifin, Kesantria Kuda Putih Santri Pejuang
membawa imajinasi pembaca menyusuri perjuangan Kiai As'ad mulai merebut
senjata Belanda hingga kembali ke Sukorejo setelah dipenjara. Penting
dibaca negeri muda di tengah lunturnya rasa memiliki terhadap tanah air.




Berbeda dengan buku Kharisma Kiai As'ad di Mata Umat (LKiS, 2013) dan Sang
Pelopor (Pena Salsabila, 2014) yang penulisnya menggunakan pendekatan non
fiksi sehingga harus menggunakan bahasa ilmiah, Ahmad Sufiatur Rahman
menulis dalam bentuk fiksi sejarah. Buku setebal 210 halaman jauh dari
membosankan layaknya buku sejarah pada umumnya. []






-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Esensi Ibadah Qurban

2015-09-30 Terurut Topik Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
*Esensi Ibadah Qurban*


Oleh: Nasrulloh Afandi






--Pengorbanan tertinggi manusia adalah mengikhlaskan sesuatu yang sangat
dicintai semata-mata untuk dan karena Allah SWT, meskipun sesuatu itu telah
lama dinantikan dan baru saja didapatkannya.






Khazanah ini, bisa mengambil i’tibar (perumpamaan) dari kisah keikhlasan
jiwa besar Nabi Ibrahim AS, Ia  telah lama berdoa dan menantikan kehadiran
seorang putra, namun ketika putra yang telah lama Ia nantikan itu, baru
saja Ia miliki dan telah  tumbuh berusia tiga belas tahun, malah justru
datang perintah baru dari Allah SWT, untuk menyembelih putranya sebagai
qurban, Ia pun ikhlas menerimanya. Maka akhirnya, semakin diangkatlah
derajatnya di mata Allah swt.






Mengorbankan Kepentingan Keluarga






Nabi Ibrahim AS adalah sang promotor yang mengajak umat manusia untuk
mengorbankan kepentingan pribadi dan keluarganya demi untuk kepentingan

yang lebih luas atas dasar kebenaran (agama) sehingga Ia pun tanpa ragu,
tanpa menunda-nunda, langsung dengan ikhlas menuruti (Kebenaran) perintah
Allah swt untuk menyembelih putranya.






Ia bersikap mengedepankan kepentingan agama (kebenaran di ruang publik)
dan untuk ummat, meski harus mengorbankan putranya.- Subhanallah-. Meskipun
akhirnya putranya tidak jadi disembelih, karena Allah SWT mengutus malaikat
untuk menggantikan Nabi Ismail AS dengan kambing untuk disembelih.






Syeikh Tohir Bin Asyur Sang penggerak lokomotif  Maqashid Syariah modern,
dalam magnum opusnya, kitab “Tafsir At-Tahrir wat-Tanwir”, ia mengomentari
tentang perintah Allah swt kepada Nabi Ibrahim as untuk menyembelih
putranya ,yang dibadikan dalam al-Quran(QS As-Shaafaat 102-109) :
“Sejatinya Allah swt tidaklah akan mensyariatkan kepada Nabi Ibrahim untuk
menyembelih putra semata wayang kesayangannya yang telah lamadinantikannya
itu, tetapi perintah tersebut hanyalah upaya Allah swt menguji kualitas
keimanan untuk menetapkan dan mengangkat derajatnya Nabi Ibrahim as,
bersedia atau tidakkah mengorbankan putranya itu. Terbukti, setelah Nabi
Ibrahim dan putranya pun bersedia(bersabar) untuk melaksanakn perintah
tersebut, kemudian  Allah swt pun menggirim kambing untuk disembelih,
sebelum Nabi Ibrahim melaksanakan atau menyembelih putranya”.






Inilah esensi disyariatkan ibadah qurban, pada tahun kedua Hijriah, yaitu
tahun bebarengan dengan disyariatkan(diperintahkannya) Dua salat Id dan
zakat harta, itu.






Ekslusivisme Ibadah Qurban






Faktor yang menjadi pijakan ibadah qurban, setidaknya ada dua hal:






Pertama; Untuk mengenang kebesaran jiwa antara seorang ayah yang bernama
Nabi Ibrahim AS yang sangat berjiwa besar dan ikhlas rela mengorbankan
kpentingan pribadi dan keluarganya, terbukti Ia pun bersedia melaksanakan
perintah meneyemeblih anaknya atas dasar kebenaran (dari perintah agama).






Kedua; Mengenang kesabaran dan ketaatan  Sang anak (birrul walidain) yang
sangat berbakti pada orang tuanya, Ia  bernama Nabi Ismail as yang ikhlas
mau disembelih sebagai qurban oleh ayahnya dengan landasan kebenaran(Firman
Allah swt).






Karena dua faktor ini pula, ibadah Qurban mempunyai ekslusivisme,
diantaranya, memotong hewan Qurban, adalah harus dilakukan pada waktu yang
telah ditentukan oleh syariat, yaitu empat hari: Tanggal 10 Dzulhijjah
(setelah shalat ‘Id) dan tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah (tiga hari
sesudahnya) yang dikenal dengan Ayyamutasyriq.






Hal ini, yang membedakan antara penyembelihan hewan Qurban dengan (ibadah)
penyembelihan hewan lainnya. seperti menyembelih hewan aqiqah, atau juga
memotong hewan ternak untuk pesta pernikahan atau menjamu tamu, atau
memotong hewan karena memenuhi nazar, atau hewan Dam(denda) yang disembelih
oleh orang yang berhaji Tamattu, atau haji Qiran, namun itu semua berbeda
dengan memotong hewan Qurban dalam momentum Idul Adha ini. Karena
amalan-amalan trsebut, bisa dilaksanakan kapanpun.






Inilah dimensi ekslusivis Ibadah qurban dari syiar Islam lainnya yang
berupa ibadah menyembelih(hewan)






Bagaimana Berqurban di Ruang Publik?






Betapa pun sesuatu hal yang sangat dicintai dan telah lama diharapkan, dan
baru saja dimiliki, tetapi ketika Perintah Tuhan(kebenaran di ruang Publik)
menyerukan untuk mengorbankan hal itu, maka harus ikhlas dikorbankannya.






Dalam konteks ini, implementasinya, dalam kehidupan sosial sehari-hari,
dengan tidak terbatas waktu, musim atau tempat, kapan dan dimanapun, jelas
membantu orang-orang membutuhkan adalah sebuah tuntutan kebenaran yang
harus dilakukan. Sebagaimana Nabi Ibrahim ikhlas mengorbankan putranya,
meski masih dalam keadaan “bulan madu” bersama putra kesayangannya.






Di berbagai  lini aktivitas sosial, hal ekonomi, pendidikan, keadilan,
politik dan kebebasan berpikir, itu semua adalah bagian dari hal-hal yang
perlu pengorbanan, wajib dilakukan oleh orang-orang  mampu untuk
melakukannya , berkewajiban untuk berqurban demi membantu mereka yang
membutuhkan. Bukan sebaliknya, orang yang lebih kuat atau berkecukupan
justeru 

  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   >